KEMAMPUAN ANAK TK DI JAWA TENGAH DALAM MENGGAMBAR DENGAN RANCANGAN BIDANG GEOMETRIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEMAMPUAN ANAK TK DI JAWA TENGAH DALAM MENGGAMBAR DENGAN RANCANGAN BIDANG GEOMETRIS"

Transkripsi

1 KEMAMPUAN ANAK TK DI JAWA TENGAH DALAM MENGGAMBAR DENGAN RANCANGAN BIDANG GEOMETRIS Syafii Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif anak TK di Jawa Tengah dalam menggambar dengan rangsangan bidang geometris. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kuantitatif yang bersifat eksploratif, dengan penarikan sampel secara accidental dan purposive. Alat utama pengumpul data yang digunakan adalah tes, sementara analisis data diolah dengan statistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak TK di Jawa Tengah berdasarkan gambar yang dibuat, menunjukkan kelancaran dalam berpikir divergen akan tetapi kurang lancar dalam berpikir konvergen. Mereka lebih mudah merespons bidang lingkaran dibandingkan dengan bidang persegi. Ditinjau dari jenis kelamin, objek gambar yang ditampilkan oleh anak laki-laki lebih beragam dibandingkan dengan anak perempuan. Berdasarkan hasil penelitian dikemukakan saran perlunya penelitian lanjutan dengan sampel yang lebih luas dan representatif. Kata Kunci: Gambar; bidang geometris; berpikir divergen; berpikir konvergen. Pendahuluan Era global yang dipacu derasnya arus informasi, pesatnya perkembangan teknologi, dan juga persaingan tenaga kerja, amat sering menimbulkan ketidakberdayaan di antara anggota masyarakat untuk mengikutinya. Mereka tidak dapat berpartisipasi, bahkan sebaliknya terlindas globalisasi, oleh karena keterbatasan kemampuan untuk memenuhi atau menjawab kebutuhan yang diperlukan. Tegasnya, kreativitas menjadi faktor penting dalam era global agar seseorang mampu berperan dan menikmati kehidupannya. Sifat kreatif seringkali diterjemahkan sebagai suatu karakter seseorang yang mau dan mampu menghadapi masalah, menciptakan hal-hal baru, atau dapat menghasilkan alternatif-alternatif. Memperhatikan semua kondisi itu, para ahli pendidikan tampaknya sepakat bahwa kreativitas dapat ditumbuhkembangkan melalui proses pendidikan. Pendidikan bagi seorang anak atau siswa secara linier merupakan fungsi bagi pendidikan selanjutnya. Maksudnya, pendidikan di tingkat Taman Kanak-kanak (TK) akan menentukan pendidikan anak di Sekolah Dasar (SD). Pendidikan anak di SD akan menentukan pendidikan di sekolah lanjutan, Penulis adalah seorang Magister Pendidikan dan dosen Seni Rupa Universitas Negeri Semarang 1

2 dan seterusnya. Pada setiap tingkat pendidikan tersebut proses pengembangan kreativitas senantiasa amat penting. Banyak ahli berpendapat bahwa proses pengembangan kreativitas anak dalam pendidikan yang dipandang paling efektif adalah dalam atau melalui pendidikan seni rupa, khususnya melalui aktivitas menggambar (lihat: Yochim, 1967; Lowenfeld dan Brittain, 1982; dan juga Lancaster, 1990). Secara lebih khusus lagi, sebagaimana pendapat Lowenfeld dan Brittain (1982) bahwa masa suburnya kreativitas adalah masa anak-anak. Dengan demikian sesungguhnya tersirat bahwa upaya pemupukan kreativitas amat tepat manakala diawali pada masa anak-anak. Pemupukan kreativitas melalui pendidikan, khususnya pendidikan formal masa anak dapat diawali ketika anak berada pada jenjang pendidikan TK, yang lazim disebut sebagai pendidikan prasekolah. Pendidikan TK merupakan pendidikan fakultatif dalam rangka menyiapkan anak-anak memasuki bangku SD sejak dini. Sehubungan dengan itu, yang menjadi pemikiran program adalah pengupayaan agar anak-anak dapat menjadi lebih siap menerima berbagai mata pelajaran di sekolah. Berbagai program yang ada dalam kerangka pengembangan kreativitas, satu di antaranya dituangkan dalam kegiatan menggambar. Persoalannya adalah apakah anak-anak TK dalam beraktivitas menggambar telah terakomodasi proses pendidikan kreatif? Atau sebaliknya, apakah kreativitas anak telah dipupuk melalui aktivitas menggambar sebagai pilihan? Kreativitas seseorang dapat tercermin dalam berbagai aspek salah satu di antaranya adalah kemampuan berpikir. Kemampuan berpikir yang dimaksud adalah berpikir kreatif yang oleh para ahli diklasifikasi ke dalam dua kemampuan berpikir, yakni kemampuan berpikir divergen dan konvergen. Selanjutnya, menggambar sebagai sarana pendidikan kreatif, apakah dapat digunakan untuk mengungkap kemampuan berpikir kreatif itu? Pertanyaan-pertanyaan tersebut melatarbelakangi dilakukannya penelitian ini. Secara lebih khusus, kemampuan menggambar dibatasi dengan memberikan rangsangan bidang geometris (lebih khusus lagi lingkaran dan persegi) sebagai upaya untuk menampilkan kemampuan anak dalam berpikir kreatif divergen dan konvergen sebagai sasaran khusus penelitian ini. Secara lebih khusus penelitian ini membatasi khalayak sasaran siswa TK di Jawa Tengah, dengan harapan dapat diperoleh informasi awal yang berguna dalam kajian yang lebih luas dan mendalam. Di samping itu, wilayah Jawa Tengah yang relatif heterogen kondisi masyarakatnya, diharapkan dapat memberikan penjelasan yang lebih komprehensif tentang kemampuan berpikir kreatif anak. Berkenaan dengan itu, masalah penelitian dirumuskan Bagaimanakah kemampuan berpikir kreatif anak TK di Jawa Tengah dalam menggambar dengan rangsangan bidang geometris? Pertanyaan ini diharapkan dapat memberikan jawaban deskriptif dalam kerangka pengembangan 2

3 informasi teoretis, yang pada gilirannya dapat digunakan sebagai pijakan bagi pengembang program kependidikan di tingkat pendidikan prasekolah atau pendidikan dasar. Tijauan Pustaka Gambar adalah produk karya seni rupa dua dimensi, artinya gambar senantiasa tampil dalam format yang ditentukan dengan ukuran panjang dan lebar, atau hanya dapat dinikmati dari arah depan saja. Gambar seringkali dicirikan dalam proses kegiatannya menggunakan media pensil, pena atau kapur (Gilbert, 1992: 179). Dengan kesederhanaan media yang digunakan itu, maka tidak mengherankan jika gambar itu dapat dihasilkan oleh orang dalam berbagai tingkat usia, baik dewasa maupun anak-anak. Anak memulai menggambar jauh sebelum mereka mulai menulis, bahkan dapat dinyatakan sebelum mereka dapat bicara jelas. Dalam menggambar, anak-anak dapat merasakan sesuatu yang lebih daripada kemampuan berbicara, oleh karena melalui kegiatan menggambar anak-anak dapat menyatakan fantasi maupun ketakutannya. Apapun isinya gambar anak menunjukkan sarana berekspresi (Gilbert, 1992: 179). Menggambar sebagai sarana berekspresi seni tampaknya merupakan kegiatan yang paling mudah dilakukan oleh anak dibanding dengan jenis aktivitas seni yang lain. Benda-benda yang dapat digoreskan pada suatu bidang dimanfaatkan sebagai sarana berekspresi dalam berkarya seni. Pensil, krayon, pena, bahkan ranting pohon atau jarinya pun dapat dimanfaatkan oleh anak sebagai media. Bidang gambar yang digunakan tidak terbatas hanya berupa kertas, akan tetapi lantai, tembok, pasir dan tanah pun dapat menjadi sasaran gambar bagi anak. Gambar sebagai produk aktivitas anak banyak menarik ahli psikologi sebagai bahan kajian. Salah satu kesimpulan yang menarik adalah bahwa gambar dapat menjadi ciri perkembangan anak itu sendiri, baik perkembangan fisik dan perkembangan aspek lainnya, termasuk di dalamnya kreativitas (Eng 1970:181; Lowenfeld dan Brittain 1982: 54-64). Berdasarkan penelitian lain, sebagaimana yang dipaparkan oleh Eisner (1972: ) antara lain menunjukkan pula bahwa karakteristik, tingkat kompleksitas, dan kualitas gestalt gambar anak berkembang sesuai dengan umur kronologisnya. Gambar anak-anak pada tingkat prasekolah dan awal SD berkecenderungan tampil secara piktografik dan akhirnya mengarah pada objek yang representatif. Bentuk visual yang tampil dalam gambar anak memiliki kesamaan, walaupun dari kultur yang berbeda, khususnya pada usia anak prasekolah. Bertolak dari konsep tentang gambar anak dan hasil-hasil penelitian yang telah dikemukakan, penelitian ini memfokuskan pada aspek kemampuan anak dalam menggambar sebagai tolok ukur 3

4 kreativitasnya. Kaitannya dengan kreativitas, penelitian ini dikerangkai oleh penelitian-penelitian yang pernah dilakukan, misalnya oleh Torrance pada tahun 1966 (dalam Thorndike dan Hagen 1977:389), Child pada tahun 1973, Cohen, Child dan Reid pada tahun 1975 (dalam Cohen 1978:19-26) yang mencoba melakukan pengukuran kreativitas, khususnya kemampuan berpikir divergen melalui gambar. Di samping itu, didasarkan juga pada pernyataan bahwa secara umum seni (termasuk menggambar) memiliki sumbangan yang paling penting untuk memupuk berpikir kreatif anak (Eisner 1972:8). Seringkali kreativitas diartikan sebagai kelenturan atau kelincahan dalam berpikir, kelancaran dalam mengemukakan pendapat, kemampuan untuk memunculkan gagasan baru, atau kemampuan untuk melihat sesuatu dalam hubungan-hubungan baru, atau juga kemampuan berpikir yang berbeda dengan orang lain. Pada umumnya, kreativitas juga dianggap perilaku yang konstruktif dan produktif yang dapat diamati dalam tindakan atau kecakapan seseorang. Kreativitas tidak menjadi fenomena yang unik pada diri individu, akan tetapi ia memberikan kontribusi yang mendasar bagi individu (Lowenfeld dan Brittain 1982:69). Telah banyak peneliti yang mengukur dan memberikan atribut perilaku kreatif, antara lain adalah Guilford, Mackinnon, Maslow, Rogers, Taylor, Kubie, Wallas dan Torrance (lihat Gaitskell dan Hurwitz 1975:44-48) yang temuannya banyak digunakan untuk mengembangkan program pendidikan, terutama dalam pendidikan seni. Kreativitas anak oleh para ahli perlu dipupuk melalui kegiatan yang mendorong anak untuk berpikir kreatif yang meliputi cara berpikir divergen dan konvergen (Campbell 1993:27-29). Berpikir divergen adalah kemampuan berpikir ke segala arah berangkat dari satu ide atau gagasan, menyebar ke segala arah atau segi. Sementara itu, berpikir konvergen adalah kemampuan untuk melihat masalah atau perkara dari berbagai arah, segi dan mengumpulkan berbagai fakta penting dan mengarahkannya pada masalah atau perkara yang dihadapi. Pada pernyataan lain, sebagaimana yang dikemukakan oleh Yochim (1967:35) bahwa berpikir divergen berarah pada eksperimentasi dan eksplorasi, sementara berpikir konvergen berarah pada organisasi dan sintesis. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Secara lebih khusus jenis penelitian yang digunakan adalah eksploratif, artinya berusaha menemukan kemampuan berpikir kreatif anak melalui gambar pada tataran awal. Oleh karena itu penelitian ini tidak mengajukan hipotesis. Populasi penelitian ini adalah siswa/anak TK di Jawa Tengah. Pemilihan wilayah Jawa Tengah lebih disebabkan dengan alasan praktis, artinya pada kesempatan mendatang hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pijakan penelitian yang lebih luas. Penarikan sampel penelitian dilakukan secara accidental dan purposive. Langkah yang ditempuh adalah menjaring sejumlah anggota sampel dengan mendasarkan pada faktor 4

5 kebetulan. Penjaringan dilakukan dengan meminta bantuan mahasiswa Pendidikan Guru Taman Kanakkanak (PGTK) D2 UNNES yang berprofesi guru. Siswa dari mahasiswa yang berprofesi guru tersebut digunakan sebagai anggota sampel. Dengan pertimbangan kepraktisan dan proporsionalitas anggota sampel, ditetapkan secara purposive. Seluruh siswa yang dijadikan anggota sampel berjumlah 68 anak. Variabel utama penelitian ini adalah kemampuan berpikir kreatif siswa TK, yang terdiri dari kemampuan berpikir divergen dan konvergen. Secara lebih khusus kemampuan berpikir tersebut diurai ke dalam domain kelancaran dan keluwesan berpikir. Lebih lanjut, deskripsi kemampuan berpikir kreatif tersebut ditinjau berdasarkan jenis kelamin siswa untuk melihat perbedaan kecenderungannya. Alat utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes yang mengungkap tentang kemampuan berpikir siswa. Tes dikembangkan dengan menyediakan bidang-bidang lingkaran dan persegi masing-masing sejumlah 9 (sembilan) buah yang terdiri dua set. Set pertama untuk pengukuran kemampuan berpikir divergen, dan set kedua untuk pengukuran kemampuan berpikir konvergen. Siswa diminta untuk menggambar dengan alat yang dimiliki untuk masing-masing set dalam waktu 18 menit. Berdasarkan respons siswa yang tercermin dalam gambar, langkah selanjutnya adalah dilakukan pensekoran. Pensekoran dihitung berdasarkan jumlah bidang yang diselesaikan, oleh karena itu setiap kelompok akan diperoleh sekor maksimal 9. Sekor penyelesaian masing-masing bidang ini merupakan gambaran dari kelancaran berpikir siswa. Sementara jumlah kategori untuk masing-masing kelompok merupakan penggambaran keluwesan anak dalam berpikir. Analisis data dilakukan dengan bantuan program SPSS for Windows. Analisis yang digunakan analisis deskriptif untuk menjelaskan dan menggambarkan tentang kemampuan berpikir kreatif siswa. Analisis yang dimaksud adalah deskriptif persentase, dan rerata sekor. Hasil Penelitian dan Pembahasan Sebagaimana masalah yang diajukan dalam penelitian ini, kemampuan berpikir kreatif anak yang dimaksud meliputi kemampuan berpikir divergen dan konvergen yang diungkap melalui gambar dengan rangsangan bidang-bidang geometris (lingkaran dan persegi). Kemampuan berpikir kreatif lebih lanjut diurai ke dalam dua domain, yakni kelancaran dan keluwesan. Oleh karena itu dalam pembahasan kemampuan berpikir kreatif anak TK di Jawa Tengah dalam menggambar dengan ransangan bidang geometris secara bertutut-turut dikemukakan kelancaran anak dalam berpikir divergen, kelancaran anak dalam berpikir konvergen, serta keluwesan anak dalam berpikir divergen dan konvergen. Kelancaran Anak dalam Berpikir Divergen Kelancaran anak dalam berpikir divergen, berdasarkan analisis terhadap respons yang diberikan oleh anak dalam bentuk gambar pada 9 buah lingkaran dan persegi, proporsi terbesar anak 5

6 memperoleh sekor 9 (51,5 % untuk lingkaran dan 36,8 % untuk persegi). Artinya anak dapat dengan lancar menyelesaikannya dalam waktu yang ditentukan. Namun demikian, ternyata proporsi respons anak atas bidang lingkaran dan persegi amat jauh berbeda. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kelancaran berpikir divergen anak lebih mudah dirangsang dengan bidang lingkaran daripada bidang persegi. Dengan perkataan lain anak lebih sulit merespons bidang persegi dibandingkan dengan bidang lingkaran. Hal tersebut juga ditunjukkan dengan besarnya rerata sekor. Rerata sekor kelancaran berpikir divergen pada bidang lingkaran adalah 6,93 (dibulatkan menjadi 7 bidang), dan kelancaran berpikir divergen bidang persegi adalah 5,75 (dibulatkan menjadi 6 bidang). Dengan demikian dapat ditegaskan, bahwa berdasarkan angka proporsi yang didapatkan dan rerata sekor tersebut, anak TK sebagai subjek penelitian, menunjukkan pada kategori lancar dalam berpikir divergen. Berdasarkan jenis objek yang digambar, tampaknya ada kecenderungan anak laki-laki lebih beragam dalam merespons (kelancaran berpikir divergen) bidang lingkaran daripada anak perempuan. Ada 17 jenis objek gambar yang merupakan respons anak laki-laki atas bidang lingkaran, sementara anak perempuan hanya ada 10 jenis objek gambar. Secara urut dari proporsi terbesar objek yang digambar anak laki-laki maupun perempuan adalah buah, matahari, kepala manusia, bunga, jam, bola, kepala binatang, roda, balon, dan binatang berkaki dua. Sementara yang hanya digambar oleh anak laki-laki adalah ikan, teko, topi, kepala robot, kura-kura, lampu, dan akuarium (lihat Gambar 1). Dengan rangsangan bidang persegi, kelancaran berpikir divergen juga terdapat kecenderungan bahwa anak laki-laki menampilkan objek yang lebih beragam daripada anak perempuan. Anak laki-laki menampilkan 17 objek, sementara anak perempuan hanya 11 objek. Baik anak laki-laki maupun perempuan terdapat kecenderungan untuk menampilkan bingkisan kado, mobil, rumah, jam, akuarium, dan tas dengan proporsi yang relatif besar. Objek berikutnya dengan proporsi lebih kecil yang menjadi pilihan anak laki-laki dan perempuan adalah televisi, meja, buku, amplop, dan cangkir. Sementara yang hanya digambar oleh anak laki-laki adalah masjid, gereja, orang, wajah, dot, dan bendera. Kelancaran Anak dalam Berpikir Konvergen Berdasarkan analisis data diperoleh informasi bahwa anak TK yang menjadi responden penelitian ini relatif kesulitan merespons bidang-bidang lingkaran maupun persegi untuk dirangkai menjadi sebuah atau beberapa objek gambar. Hal tersebut ditunjukkan dengan 25% responden tidak dapat atau salah merespons bidang lingkaran dan 30% pada bidang persegi. Terdapat kecenderungan anak kesulitan untuk merangkai bidang persegi. Sementara untuk bidang lingkaran berimbang proporsinya antara anak yang kesulitan dan dapat merespons dengan baik. Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa anak-anak TK dalam berpikir konvergen dengan rangsangan bidang lingkaran lebih lancar dibandingkan dengan bidang persegi. 6

7 Objek yang digambar oleh anak dengan rangsangan bidang lingkaran ditemukan 7 objek, yakni boneka ulat, manusia, kaca mata, mobil/kendaraan sejenis, sepeda, binatang berkaki dua, dan rangkaian balon. Kesemua objek itu yang paling besar proporsinya adalah kaca mata (64,86% untuk anak laki-laki dan 57, 35% untuk anak perempuan) dan boneka ulat (40,54% untuk anak laki-laki dan 47, 06% untuk anak perempuan). Tampaknya jika ditinjau dari jenis kelamin anak tidak ada perbedaan yang berarti jumlah objek yang digambar anak laki-laki dan anak perempuan. Objek yang digambar anak perempuan sejumlah 7 jenis --seperti disebut di atas, sementara anak laki-laki sejumlah 6 jenis -- sebagaimana anak perempuan tanpa rangkaian balon. Pemilihan objek gambar anak sebagai indikator kelancaran berpikir konvergen pada bidang persegi, sebagaimana objek pada bidang lingkaran, juga ditemukan hanya sedikit jenisnya, yakni kereta api, mobil gandeng, rumah, robot, orang, dan almari. Kereta api dan mobil gandeng memiliki proporsi yang besar (banyak menjadi respons anak). Tampaknya juga tidak ada perbedaan yang berarti jumlah objek yang dipilih oleh anak laki-laki dan perempuan. Terdapat 6 objek yang digambar oleh anak lakilaki (sebagaimana yang disebut di atas) dan 4 (empat) objek yang digambar oleh anak perempuan (objek rumah dan robot tidak menjadi pilihan) (lihat Gambar 2). Keluwesan Anak dalam Berpikir Divergen dan Konvergen Keluwesan anak dalam berpikir kreatif ini dinyatakan oleh banyaknya kategori objek yang digambar. Oleh karena itu besarnya angka dalam pembahasan berikut hanya menunjukkan keragaman objek yang digambar. Dalam berpikir divergen, semakin banyak respons yang dibuat oleh anak dari suatu rangsangan menggambarkan semakin tinggi tingkat keluwesan berpikir anak. Akan tetapi dalam berpikir konvergen tidak demikian halnya. Semakin banyak anak dapat merespons bidang yang disediakan dalam satu objek yang digambar mengindikasikan anak tersebut tinggi tingkat keluwesan berpikirnya. Berkenaan dengan itu, dalam penyajian analisis data berikut ini sekor keluwesan berpikir hanya digunakan untuk menunjukkan pada jumlah klasifikasi bukan tingkat keluwesan. Dengan bidang lingkaran, keluwesan anak TK subjek penelitian ini dalam berpikir divergen, tampaknya menyebar sebagaimana kurva normal, artinya pada klasifikasi tengah memiliki proporsi lebih besar, sementara pada klasifikasi rendah dan tinggi berproporsi sedikit. Demikian juga pada bidang persegi. Klasifikasi objek gambar yang secara umum dibuat oleh anak, pada bidang lingkaran umumnya digambarkan berbagai jenis buah yang berkarakter bulat, (antara lain jeruk, apel dan rambutan), wajah orang dengan berbagai variasi, dan matahari dengan atau isian ornamen wajah, serta objek-objek lain. Sementara pada bidang persegi, pada umumnya anak menggambarkan objek bingkisan kado dengan berbagai variasi, rumah dengan pintu dan jendela, dan mobil, serta objek-objek lainnya. Di antara anak 7

8 itu, walaupun mereka lancar merespons bidang lingkaran atau pun persegi, akan tetapi objek-objek itu dibuat secara berulang, sehingga klasifikasi objek yang dibuat menjadi kecil atau sedikit. Demikian juga di antara mereka ada yang menggambarkan objek gambar yang serumpun (misalnya berbagai jenis buah). Dengan perkataan lain, jika dapat disimpulkan, anak yang lancar berpikir belum tentu luwes dalam berpikir sebagaimana yang tertuang dalam gambarnya. Keluwesan anak dalam berpikir konvergen tampaknya memperlihatkan adanya perbedaan yang cukup berarti antara rangsangan bidang lingkaran dan persegi. Dengan bidang lingkaran ditemukan 5 klasifikasi, sementara pada bidang persegi hanya ada 3 klasifikasi. Agaknya memang ada kecenderungan bagi anak, untuk lebih mudah merespons bidang lingkaran dibandingkan dengan bidang persegi. Proporsi anak yang tidak merespons bidang lingkaran dan persegi memang cukup besar (25,0% untuk lingkaran, dan 47,1% untuk persegi). Hal ini menunjukkan bahwa berpikir konvergen bagi anak TK yang dituangkan melalui gambar dapat dinyatakan masih cukup berat atau sulit. Umumnya anak-anak menggambarkan objek itu dengan memanfaatkan dua buah bidang, baik lingkaran maupun persegi. Rangsangan dua buah lingkaran secara horisontal mereka ubah menjadi bentuk kaca mata, sepeda, atau mobil. Dua buah lingkaran dalam susunan vertikal mereka bentuk menjadi figur manusia, atau binatang berkaki dua. Rangsangan dua buah persegi secara horisontal direspons menjadi mobil gandeng. Sementara yang tersusun vertikal dibentuk menjadi sosok manusia robot atau almari. Jumlah rangkaian terbanyak adalah tiga buah bidang untuk dijadikan satu jenis gambar oleh anak. Dengan tiga rangkaian lingkaran, anak dapat menampilkan gambar boneka ulat, dan rangkaian balon. Sementara dengan tiga bidang persegi anak dapat menggambarkan rangkaian gerbong kereta api, rangkaian rumah (perumahan), dan juga manusia robot. Simpulan dan Saran Berdasarkan pembahasan hasil penelitian dan sesuai dengan kerangka masalah yang dikemukakan, simpulan penelitian dapat dinyatakan bahwa dalam hal kelancaran berpikir divergen anak TK di Jawa Tengah termasuk ke dalam kategori lancar, dengan kecenderungan anak laki-laki dapat menampilkan objek gambar yang lebih beragam dibandingkan dengan anak perempuan. Selain itu terdapat kecenderungan anak-anak kurang lancar berpikir divergen dalam merespons bidang persegi dibandingkan dengan bidang lingkaran. Dalam hal kelancaran berpikir konvergen, anak TK di Jawa Tengah pada kategori cukup lancar dengan bidang lingkaran dan tidak lancar dengan bidang persegi. Dibandingkan dengan kelancaran berpikir divergen, tampaknya anak dalam berpikir konvergen merasa kesulitan/tidak lancar. Sementara itu, dalam hal keluwesan berpikir divergen pada bidang lingkaran dan 8

9 persegi, tidak menunjukkan perbedaan yang berarti, akan tetapi pada keluwesan berpikir konvergen menunjukkan kecenderungan anak kurang mampu merespons bidang persegi. Anak-anak cenderung sulit menentukan alternatif objek gambar berbasis bidang persegi dibandingkan dengan lingkaran. Dalam pemilihan objek gambar, khususnya dalam hal berpikir konvergen, di antara anak-anak yang merespons, sebagian besar dapat merangkai dengan dua buah bidang menjadi sebuah gambar, sebagian lainnya dengan tiga bidang menjadi sebuah gambar dan rangkaian ini merupakan penggabungan terbanyak bidang-bidang. Saran yang dapat dikemukakan berdasarkan temuan penelitian dan untuk memastikan faktor determinan kemampuan berpikir kreatif anak TK, perlu kiranya dilakukan penelitian yang lebih mendalam dengan anggota sampel yang besar dan representatif. Penelitian yang akan dilakukan perlu pengamatan yang cermat ketika anak-anak merespons bidang-bidang geometris menjadi bentuk gambar. Penelitian yang akan datang juga perlu mempertimbangkan kerepresentativan wilayah penelitian yang lebih luas, dan konteks sosial budaya yang beragam. Sudah barang tentu, perlu pemikiran penggunaan waktu, dana, dan tenaga yang lebih besar. Gambar 1 Karya seorang anak sampel penelitian dalam berpikir divergen 9

10 Gambar 2 Karya seorang anak sampel penelitian dalam berpikir konvergen Daftar Pustaka Brittain, W.L Creativity, Art, and the Young Child. New York: Macmillan. Campbell, D Mengembangkan Kreativitas. Dalam A.M. Mangunhardjana (Penyadur). Yogyakarta: Kanisius. Cohen, L Educational Research in Classrooms and Schools: A Manual of Materials and Methods. London: Harper & Row Publishers. Eisner, W.E Educating Artistic Vision. New York: Macmillan. Eng, H The Psychology of Children s Drawing. London: Routledge & Kegan Paul. Gaitskell, C. dan Hurwitz, A Chlidren and Their Art. New York: Harcourt Brace Jovanovich. Gilbert, R Living with Art. New York: McGraw-Hill. Lancaster. J Art in the Primary School. New York: Routledge. Lowenfeld, V. dan Brittain, W.L Creative and Mental Growth. New York: Macmillan. Thorndike, R.L. dan Hagen, E.P Measurement and Evaluation in Psychology and Education. New York: John Wiley & Sons. Yochim, L.D Perceptual Growth in Creativity. Pennysylvania: International Textbook Company. 10

HUBUNGAN MENGGAMBAR BEBAS TERHADAP KREATIVITAS ANAK DI KELOMPOK B2 TK AL-KHAIRAAT III PALU

HUBUNGAN MENGGAMBAR BEBAS TERHADAP KREATIVITAS ANAK DI KELOMPOK B2 TK AL-KHAIRAAT III PALU HUBUNGAN MENGGAMBAR BEBAS TERHADAP KREATIVITAS ANAK DI KELOMPOK B2 TK AL-KHAIRAAT III PALU Indriwati 1 ABSTRAK Masalahan pokok dalam artikel ini adalah kreativitas anak yang belum berkembang sesuai harapan.

Lebih terperinci

SILABUS DAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN. Mata Kuliah : Pendidikan Seni Rupa. Kode Mata Kuliah : SKS : 3 (Tiga) Oleh : Ira Rengganis, S.Pd., M.

SILABUS DAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN. Mata Kuliah : Pendidikan Seni Rupa. Kode Mata Kuliah : SKS : 3 (Tiga) Oleh : Ira Rengganis, S.Pd., M. SILABUS DAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN Mata Kuliah : Pendidikan Seni Rupa Kode Mata Kuliah : GD106 SKS : 3 (Tiga) Oleh : Ira Rengganis, S.Pd., M.Sn PRODI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PEDAGOGIK FAKULTAS

Lebih terperinci

MATA KULIAH PENDIDIKAN SENI RUPA (GD106)

MATA KULIAH PENDIDIKAN SENI RUPA (GD106) SILABUS MATA KULIAH PENDIDIKAN SENI RUPA (GD106) Disusun oleh: MAMAN TOCHARMAN,M.Pd. PROGRAM PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PEDAGOGIK FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2010

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini memaparkan hal-hal terkait bagaimana penelitian secara prosedural dilakukan. Bab ini menyajikan paparan mengenai metode penelitian, yang secara lebih spesifik terbagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tepat dalam pembentukan kepribadian serta karakter anak. Masa usia dini 0-6

BAB I PENDAHULUAN. tepat dalam pembentukan kepribadian serta karakter anak. Masa usia dini 0-6 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa kanak-kanak merupakan suatu masa emas dimana anak berada dalam suatu proses pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, masa yang amat tepat dalam pembentukan kepribadian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kreativitas merupakan suatu dinamika proses yang mengacu kepada halhal

BAB I PENDAHULUAN. Kreativitas merupakan suatu dinamika proses yang mengacu kepada halhal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kreativitas merupakan suatu dinamika proses yang mengacu kepada halhal baru yang positif. Setiap pembaharuan memerlukan proses kreatif. Kreativitas merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap anak didik dikaruniai potensi kreatif sejak lahir. Hal ini dapat dilihat

BAB I PENDAHULUAN. setiap anak didik dikaruniai potensi kreatif sejak lahir. Hal ini dapat dilihat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu dilahirkan dengan berbagai keunikan masing- masing, setiap anak didik dikaruniai potensi kreatif sejak lahir. Hal ini dapat dilihat dari perilaku

Lebih terperinci

PERANAN KEGIATAN MENGGAMBAR DALAM MENINGKATKAN MOTORIK HALUS PADA ANAK DI KELOMPOK B TK BUNGAMPUTI DWP UNTAD PALU

PERANAN KEGIATAN MENGGAMBAR DALAM MENINGKATKAN MOTORIK HALUS PADA ANAK DI KELOMPOK B TK BUNGAMPUTI DWP UNTAD PALU PERANAN KEGIATAN MENGGAMBAR DALAM MENINGKATKAN MOTORIK HALUS PADA ANAK DI KELOMPOK B TK BUNGAMPUTI DWP UNTAD PALU Arni Anggriyani 1 ABSTRAK Pengembangan motorik halus adalah kemampuan yang berhubungan

Lebih terperinci

mencakup aspek kognitif, psikomotorik, dan/atau afektif sesuai dengan karakteristik mata pelajaran (Peraturan Pemerintah, 2005: 80).

mencakup aspek kognitif, psikomotorik, dan/atau afektif sesuai dengan karakteristik mata pelajaran (Peraturan Pemerintah, 2005: 80). 1 Pendahuluan PENGGUNAAN SEMANTIC DIFFERENTIAL UNTUK MENILAI RESPONS ESTETIK SISWA Oleh: Bambang Prihadi*) Penilaian afektif menjadi kebutuhan yang mendesak dalam pelaksanaan penilaian hasil belajar seni

Lebih terperinci

PERAN GURU DALAM MENGEMBANGKAN KREATIVITAS ANAK SEKOLAH DASAR

PERAN GURU DALAM MENGEMBANGKAN KREATIVITAS ANAK SEKOLAH DASAR PERAN GURU DALAM MENGEMBANGKAN KREATIVITAS ANAK SEKOLAH DASAR Murhima A. Kau Universitas Negeri Gorontalo Email : murhimakau@ymail.com ABSTRAK Permasalahan kreativitas menjadi sangat penting untuk dibicarakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kreativitas adalah salah satu hal yang sangat penting yang dimiliki anak usia dini untuk mengembangkan segala ilmu yang dimiliki pada anak usia dini. Munandar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa kanak-kanak adalah masa pertumbuhan yang sangat pesat dan perlu dilatih dengan cara yang tepat dan sesuai. Moeslichatoen (1999) mengemukakan bahwa seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usia dini merupakan usia yang sangat baik bagi anak-anak untuk. mengembangkan bakat dan potensi yang dimilikinya. Prof. Dr.

BAB I PENDAHULUAN. Usia dini merupakan usia yang sangat baik bagi anak-anak untuk. mengembangkan bakat dan potensi yang dimilikinya. Prof. Dr. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usia dini merupakan usia yang sangat baik bagi anak-anak untuk mengembangkan bakat dan potensi yang dimilikinya. Prof. Dr. Mulyono Abdurrahman, ketua pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Endang Permata Sari, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Endang Permata Sari, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap orang pada dasarnya memiliki bakat kreatif dan kemampuan untuk mengungkapkan dirinya secara kreatif, meskipun masing-masing dalam bidang dan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam pembangunan suatu negara. Pendidikan yang baik akan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas.

Lebih terperinci

PERANAN METODE PEMBERIAN TUGAS MEWARNAI GAMBAR DALAM MENINGKATKAN KREATIVITAS ANAK DI KELOMPOK B TK JAYA KUMARA DESA BALINGGI JATI

PERANAN METODE PEMBERIAN TUGAS MEWARNAI GAMBAR DALAM MENINGKATKAN KREATIVITAS ANAK DI KELOMPOK B TK JAYA KUMARA DESA BALINGGI JATI PERANAN METODE PEMBERIAN TUGAS MEWARNAI GAMBAR DALAM MENINGKATKAN KREATIVITAS ANAK DI KELOMPOK B TK JAYA KUMARA DESA BALINGGI JATI Ni Nyoman Ayu Surasmi 1 ABSTRAK Permasalahan pokok dalam penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang kehidupan dan teknologi, diperlukan adanya sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. bidang kehidupan dan teknologi, diperlukan adanya sumber daya manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus menerus berkembang pesat akan membawa dampak kemajuan pada bidang kehidupan dan teknologi,

Lebih terperinci

HUBUNGAN KECERDASAN SPASIAL TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA MATERI BANGUN RUANG SISWA KELAS 5 SD NEGERI 5 BANDA ACEH

HUBUNGAN KECERDASAN SPASIAL TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA MATERI BANGUN RUANG SISWA KELAS 5 SD NEGERI 5 BANDA ACEH HUBUNGAN KECERDASAN SPASIAL TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA MATERI BANGUN RUANG SISWA KELAS 5 SD NEGERI 5 BANDA ACEH Hayatul Mardiah, Monawati, Fauzi ABSTRAK Mempelajari bangun ruang merupakan salah

Lebih terperinci

belajar, belajar seraya bermain, dengan demikian anak akan memiliki kesempatan untuk bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan perasaan dan

belajar, belajar seraya bermain, dengan demikian anak akan memiliki kesempatan untuk bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan perasaan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan di Taman kanak-kanak/ TK merupakan pendidikan yang menjadi pondasi dari seluruh pendidikan yang akan ditempuh di jenjang selanjutnya. TK/ taman kanak-kanak

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KREATIVITAS ANAK MELALUI KEGIATAN KOLASE PADA KELOMPOK B TK HERLINA KECAMATAN TILANGO KABUPATEN GORONTALO

MENINGKATKAN KREATIVITAS ANAK MELALUI KEGIATAN KOLASE PADA KELOMPOK B TK HERLINA KECAMATAN TILANGO KABUPATEN GORONTALO MENINGKATKAN KREATIVITAS ANAK MELALUI KEGIATAN KOLASE PADA KELOMPOK B TK HERLINA KECAMATAN TILANGO KABUPATEN GORONTALO Hasrat Ibrahim ABSTRAK Permasalahan pada penelitian ini adalah apakah kegiatan kolase

Lebih terperinci

Fungsi Apresiasi dan Kritik dalam Pendidikan Seni Rupa

Fungsi Apresiasi dan Kritik dalam Pendidikan Seni Rupa Kegiatan Pembelajaran 3 Fungsi Apresiasi dan Kritik dalam Pendidikan Seni Rupa A. Apresiasi dalam Pendidikan Seni Rupa Salah satu aspek pembelajaran yang cukup penting dalam pendidikan seni rupa adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada dijalur pendidikan formal. Pendidikan prasekolah adalah pendidikan untuk membantu

BAB I PENDAHULUAN. ada dijalur pendidikan formal. Pendidikan prasekolah adalah pendidikan untuk membantu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan Anak Usia Dini merupakan salah satu bentuk pendidikan prasekolah yang ada dijalur pendidikan formal. Pendidikan prasekolah adalah pendidikan untuk membantu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Rancangan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif adalah penelitian yang banyak menggunakan angka-angka,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memenuhi berbagai kebutuhan di setiap aspek kehidupan. Berkembangnya sebuah masyarakat juga berasal dari komunikasi baik yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk memenuhi berbagai kebutuhan di setiap aspek kehidupan. Berkembangnya sebuah masyarakat juga berasal dari komunikasi baik yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi menjadi komponen penting dalam kehidupan bermasyarakat untuk memenuhi berbagai kebutuhan di setiap aspek kehidupan. Berkembangnya sebuah masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan. Anak seolah-olah tidak

BAB I PENDAHULUAN. terhadap apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan. Anak seolah-olah tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang masih harus dikembangkan. Anak memiliki karakteristik tertentu yang khas dan tidak sama dengan orang dewasa, anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi. dan negara. Kemajuan suatu kebudayaan bergantung kepada cara kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi. dan negara. Kemajuan suatu kebudayaan bergantung kepada cara kebudayaan BAB I PENDAHULUAN I.A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Kemajuan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat mencapai tujuannya. Setiap perusahaan selain bersaing dengan

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat mencapai tujuannya. Setiap perusahaan selain bersaing dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada era globalisasi ini, setiap perusahaan bersaing dengan sangat ketat untuk dapat mencapai tujuannya. Setiap perusahaan selain bersaing dengan perusahaan-perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang tepat bagi anak sejak masa usia dini. aspek perkembangan kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual mengalami

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang tepat bagi anak sejak masa usia dini. aspek perkembangan kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual mengalami 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa usia dini merupakan masa keemasan bagi seorang anak, sering disebut masa Golden Age, biasanya ditandai oleh terjadinya perubahan yang sangat cepat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Deskriptif adalah prosedur

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Deskriptif adalah prosedur BAB III METODE PENELITIAN. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Deskriptif adalah prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangannya anak usia dini merupakan masa-masa keemasan yang harus

BAB I PENDAHULUAN. perkembangannya anak usia dini merupakan masa-masa keemasan yang harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak pada rentang usia 4-6 tahun merupakan bagian dari tahapan anak usia dini yang memiliki kepekaan dalam menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia membutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas atau

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia membutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia membutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas atau SDM yang mempunyai pola pikir kritis guna menghadapi perubahan zaman yang sangat mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara efektif dapat

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS ANAK MELALUI ALAT BERMAIN BALOK PADA KELOMPOK B DI TK KEMBANG JAYA OMU

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS ANAK MELALUI ALAT BERMAIN BALOK PADA KELOMPOK B DI TK KEMBANG JAYA OMU MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS ANAK MELALUI ALAT BERMAIN BALOK PADA KELOMPOK B DI TK KEMBANG JAYA OMU Yanna 1 ABSTRAK Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Terdiri beberapa aspek perlakuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Berpikir kritis untuk menganalisis

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Berpikir kritis untuk menganalisis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya hidup ini adalah memecahkan masalah. Hal ini memerlukan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Berpikir kritis untuk menganalisis masalah; dan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KURIKULUM DAN MEDIA PEMBELAJARAN WAYANG DI TAMAN KANAK-KANAK DI KOTA SEMARANG

PENGEMBANGAN KURIKULUM DAN MEDIA PEMBELAJARAN WAYANG DI TAMAN KANAK-KANAK DI KOTA SEMARANG PENGEMBANGAN KURIKULUM DAN MEDIA PEMBELAJARAN WAYANG DI TAMAN KANAK-KANAK DI KOTA SEMARANG Syafii, M.Ibnan Syarif, Syakir Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang Abstrak. Wayang merupakan

Lebih terperinci

Di unduh dari : Bukupaket.com

Di unduh dari : Bukupaket.com Tabel tersebut mendeskripsikan besarnya jarak dan waktu yang diperlukan sepeda untuk bergerak. Dengan menggunakan rumus kelajuan dan percepatan, hitunglah: a. kelajuan sepeda pada detik ke 2, b. kelajuan

Lebih terperinci

Al-Hikmah Jurnal Kependidikan dan Syariah

Al-Hikmah Jurnal Kependidikan dan Syariah MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN MOTORIK KASAR MELALUI LOMPAT KANGURU PADA ANAK USIA 4-5 TAHUN Oleh : Rosa Imani Khan, Ninik Yuliani Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Nusantara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki persiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. bimbingan dan pengarahan anak tidak akan faham dan tidak tahu cara

BAB I PENDAHULUAN. memiliki persiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. bimbingan dan pengarahan anak tidak akan faham dan tidak tahu cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan proses interaksi antara pendidik (orang tua, pengasuh, guru) dengan anak usia dini secara terencana untuk mencapai suatu tujuan.

Lebih terperinci

PENINGKATAN PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR ANAK MELALUI SENAM IRAMA DI TAMAN KANAK-KANAK BINA UMMAT PESISIR SELATAN

PENINGKATAN PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR ANAK MELALUI SENAM IRAMA DI TAMAN KANAK-KANAK BINA UMMAT PESISIR SELATAN PENINGKATAN PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR ANAK MELALUI SENAM IRAMA DI TAMAN KANAK-KANAK BINA UMMAT PESISIR SELATAN Nisnayeni Abstrak: Perkembangan motorik kasar anak di TK Bina Ummat Pesisir Selatan masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara efektif dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh bagaimana ia memperoleh pendidikan, perlakuan, dan. kepengasuhan pada awal-awal tahun kehidupannya (Santoso, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh bagaimana ia memperoleh pendidikan, perlakuan, dan. kepengasuhan pada awal-awal tahun kehidupannya (Santoso, 2002) BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pendidikan adalah segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak pendidikan mempunyai peran yang sangat penting bagi perwujudan diri individu, terutama bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Matematika adalah ratunya ilmu pengetahuan (Mathematics is the queen of the sciences), maksudnya ialah bahwa matematika itu tidak bergantung kepada bidang studi lain;...

Lebih terperinci

PERANAN METODE BERCAKAP-CAKAP DALAM PERKEMBANGAN KEMAMPUAN BERBAHASA TERPADU PADA ANAK TAMAN KANAK-KANAK. Abstrak

PERANAN METODE BERCAKAP-CAKAP DALAM PERKEMBANGAN KEMAMPUAN BERBAHASA TERPADU PADA ANAK TAMAN KANAK-KANAK. Abstrak PERANAN METODE BERCAKAP-CAKAP DALAM PERKEMBANGAN KEMAMPUAN BERBAHASA TERPADU PADA ANAK TAMAN KANAK-KANAK Oleh: Ni Putu Parmini Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP Saraswati Tabanan Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam situasi masyarakat yang selalu berubah, idealnya pendidikan tidak

BAB I PENDAHULUAN. Dalam situasi masyarakat yang selalu berubah, idealnya pendidikan tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam situasi masyarakat yang selalu berubah, idealnya pendidikan tidak hanya berorientasi pada masa lalu dan masa kini, tetapi sudah seharusnya merupakan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan usia dini (Early childhood education) adalah pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan usia dini (Early childhood education) adalah pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan usia dini (Early childhood education) adalah pendidikan yang ditujukan bagi anak-anak usia prasekolah, dengan tujuan agar anak dapat mengembangkan

Lebih terperinci

III. METODE PENCIPTAAN. A. Implementasi Teoritis

III. METODE PENCIPTAAN. A. Implementasi Teoritis III. METODE PENCIPTAAN 1. Tematik A. Implementasi Teoritis Kehidupan dunia anak-anak yang diangkat oleh penulis ke dalam karya Tugas Akhir seni lukis ini merupakan suatu ketertarikaan penulis terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu komponen penting yang tidak dapat dipisahkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu komponen penting yang tidak dapat dipisahkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu komponen penting yang tidak dapat dipisahkan dalam diri seseorang, dengan pendidikan seseorang dapat mengeluarkan kemampuan yang tersimpan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak memang dilahirkan dengan berbagai bakat yang berbeda-beda. Bakat adalah

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak memang dilahirkan dengan berbagai bakat yang berbeda-beda. Bakat adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap anak memang dilahirkan dengan berbagai bakat yang berbeda-beda. Bakat adalah kemampuan yang merupakan sesuatu yang ada dalam diri seorang anak. Bakat

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN KREATIVITAS ANAK MELALUI ALAT PERMAINAN EDUKATIF DARI KARDUS BEKAS DI TK GESI I, SRAGEN SKRIPSI

UPAYA PENINGKATAN KREATIVITAS ANAK MELALUI ALAT PERMAINAN EDUKATIF DARI KARDUS BEKAS DI TK GESI I, SRAGEN SKRIPSI UPAYA PENINGKATAN KREATIVITAS ANAK MELALUI ALAT PERMAINAN EDUKATIF DARI KARDUS BEKAS DI TK GESI I, SRAGEN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat S1 Sarjana Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kreativitas Pengertian Kreativitas

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kreativitas Pengertian Kreativitas BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kreativitas 2.1.1 Pengertian Kreativitas Menurut Sumanto (2005) kreativitas adalah daya atau kemampuan untuk mencipta. Hal ini juga senada dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990)

Lebih terperinci

PENERAPAN PEMBELAJARAN OSBORN BERBANTUAN WINGEOM UNTUK MENINGKATKAN SIKAP KREATIF DAN BERPIKIR KRITIS MATERI KUBUS DAN BALOK SKRIPSI

PENERAPAN PEMBELAJARAN OSBORN BERBANTUAN WINGEOM UNTUK MENINGKATKAN SIKAP KREATIF DAN BERPIKIR KRITIS MATERI KUBUS DAN BALOK SKRIPSI PENERAPAN PEMBELAJARAN OSBORN BERBANTUAN WINGEOM UNTUK MENINGKATKAN SIKAP KREATIF DAN BERPIKIR KRITIS MATERI KUBUS DAN BALOK SKRIPSI Oleh Eka Fatma 342012002124 JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Azzela Mega Saputri, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Azzela Mega Saputri, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Membangun pembelajaran kreatif dalam sebuah proses pembelajaran merupakan proses pembelajaran yang mengharuskan guru untuk dapat memotivasi dan memunculkan kreativitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi serta cepatnya dalam mendapatkan suatu informasi di

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi serta cepatnya dalam mendapatkan suatu informasi di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Zaman yang semakin berkembang ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta cepatnya dalam mendapatkan suatu informasi di segala bidang,

Lebih terperinci

Seni Rupa. (Sumber: Dok. Kemdikbud)

Seni Rupa. (Sumber: Dok. Kemdikbud) Seni Rupa Bab 1 Pembelajaran Menggambar Flora, Fauna, dan Alam Benda Kompetensi Inti KI 1 : Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya KI 2 : Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perwujudan diri individu terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Fungsi pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. perwujudan diri individu terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Fungsi pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pendidikan mempunyai peran yang amat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Fungsi pendidikan pada umumnya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Berpikir adalah memanipulasi atau mengelola dan mentransformasi informasi dalam memori. Ini sering dilakukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam perkembangan ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rahmat Hidayat, 2015 Origami Maya Hirai Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

BAB I PENDAHULUAN. Rahmat Hidayat, 2015 Origami Maya Hirai Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni pada dasarnya adalah suatu bahasa komunikasi yang disampaikan melalui suatu media. Seniman sebagai sumber komunikasi, sedangkan karya seni sebagai media

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA AWAL ANAK MELALUI PERMAINAN KARTU GAMBAR DI TAMAN KANAK-KANAK NEGERI PEMBINA AGAM

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA AWAL ANAK MELALUI PERMAINAN KARTU GAMBAR DI TAMAN KANAK-KANAK NEGERI PEMBINA AGAM 1 PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA AWAL ANAK MELALUI PERMAINAN KARTU GAMBAR DI TAMAN KANAK-KANAK NEGERI PEMBINA AGAM Eka Guswarni Abstrak Kemampuan membaca awal anak masih rendah. Peningkatan kemampuan bahasa

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMAHAMI KONSEP WARNA MELALUI METODE PROYEK. Sri Endah Cahyaningsih

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMAHAMI KONSEP WARNA MELALUI METODE PROYEK. Sri Endah Cahyaningsih Jurnal Penelitian Pendidikan Indonesia (JPPI) Vol. 1, No. 3, Juli 2016 ISSN 2477-2240 (Media Cetak) 2477-3921 (Media Online) TK Pertiwi Wonosari Siwalan Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

Ni Made Susanti 1 ABSTRAK

Ni Made Susanti 1 ABSTRAK PERANAN METODE DEMONSTRASI DALAM MENINGKATKAN KREATIVITAS ANAK DI KELOMPOK B PAUD DARMA SANTI DESA TOLAI BARAT KECAMATAN TORUE KABUPATEN PARIGI MOUTONG Ni Made Susanti 1 ABSTRAK Permasalahan pokok dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin ketat memerlukan ahli pendidikan yang tidak hanya terampil dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. semakin ketat memerlukan ahli pendidikan yang tidak hanya terampil dalam suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tantangan masa depan yang selalu berubah sekaligus persaingan yang semakin ketat memerlukan ahli pendidikan yang tidak hanya terampil dalam suatu bidang tetapi juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bantu dalam pengembangan ilmu lain. Matematika seolah-olah menjadi penjawab

BAB I PENDAHULUAN. bantu dalam pengembangan ilmu lain. Matematika seolah-olah menjadi penjawab BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan makin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka akan terasa penting serta perlunya metematika untuk dipelajari sebagai ilmu bantu dalam pengembangan

Lebih terperinci

PERANAN METODE PEMBERIAN TUGAS DALAM MENINGKATKAN KREATIVITAS ANAK DI TK PKK OTI KECAMATAN SINDUE TOBATA KABUPATEN DONGGALA

PERANAN METODE PEMBERIAN TUGAS DALAM MENINGKATKAN KREATIVITAS ANAK DI TK PKK OTI KECAMATAN SINDUE TOBATA KABUPATEN DONGGALA PERANAN METODE PEMBERIAN TUGAS DALAM MENINGKATKAN KREATIVITAS ANAK DI TK PKK OTI KECAMATAN SINDUE TOBATA KABUPATEN DONGGALA Zulfa 1 ABSTRAK Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana penerapan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN [ BAB III METODE PENELITIAN Suatu penelitian harus menggunakan metode penelitian yang tepat untuk menghasilkan penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Kesalahan dalam pemilihan metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memasuki pendidikan lebih lanjut. Taman Kanak-Kanak adalah salah satu. pendidikan bagi anak usia empat sampai enam tahun.

BAB I PENDAHULUAN. memasuki pendidikan lebih lanjut. Taman Kanak-Kanak adalah salah satu. pendidikan bagi anak usia empat sampai enam tahun. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang di tujukan anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang di lakukan dengan pemberian rangsangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan dengan pesat dan sangat fundamental bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan dengan pesat dan sangat fundamental bagi kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Anak usia dini (AUD) adalah sosok individu yang sedang menjalani suatu proses perkembangan dengan pesat dan sangat fundamental bagi kehidupan selanjutnya,

Lebih terperinci

PEMETAAN KREATIVITAS ANAK USIA 4-6 TAHUN DI TK LABORATORIUM PG-PAUD UNIVERSITAS RIAU

PEMETAAN KREATIVITAS ANAK USIA 4-6 TAHUN DI TK LABORATORIUM PG-PAUD UNIVERSITAS RIAU PEMETAAN KREATIVITAS ANAK USIA 4-6 TAHUN DI TK LABORATORIUM PG-PAUD UNIVERSITAS RIAU Program Studi PG-PAUD FKIP Universitas Riau email: enda.puspitasari@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini dilatarbelakangi

Lebih terperinci

Pengembangan Kreatifitas

Pengembangan Kreatifitas Pengembangan Kreatifitas Oleh: Sutji Martiningsih Wibowo Disampaikan dalam Semiloka Guru TK. Taruna Bakti Tanggal 23 Februari 2008 1. Batasan Kreativitas adalah kemampuan untuk memikirkan mengenai sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang dimulai dari usia

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang dimulai dari usia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang dimulai dari usia 0-6 tahun. Pendidikan ini dapat dilaksanakan oleh beberapa lembaga pendidikan antara lain pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi semua orang pada era sekarang. Pendidikan di Indonesia adalah hak dan kewajiban setiap warga negara. Setiap warga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Penjelasan Tema / Ide /Judul Perancangan B. Latar Belakang Perancangan

I. PENDAHULUAN A. Penjelasan Tema / Ide /Judul Perancangan B. Latar Belakang Perancangan I. PENDAHULUAN A. Penjelasan Tema / Ide /Judul Perancangan Perancangan desain produk furnitur rak buku dengan gaya pop art, furnitur yang dibuat ialah furnitur rak buku dengan menampilkan berbagai macam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Roni Rodiyana, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Roni Rodiyana, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia pendidikan di indonesia senantiasa tidak pernah lepas dari berbagai masalah. Bahkan tak jarang setelah satu masalah terpecahkan akan muncul masalah baru. Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Memasuki era globalisasi yang identik dengan istilah modernisasi, hampir semua aspek kehidupan manusia pada masa kini mengalami berbagai perubahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda-beda. Jika kemampuan berpikir kreatif tidak dipupuk dan

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda-beda. Jika kemampuan berpikir kreatif tidak dipupuk dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu setiap manusia memiliki tingkat kemampuan berpikir yang berbeda-beda dan tidak ada yang sama persis baik dari tingkat berpikir kreatif secara keseluruhan

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYIMAK MELALUI METODE BERCERITA DENGAN MEDIA GAMBAR PADA ANAK. Abstrak

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYIMAK MELALUI METODE BERCERITA DENGAN MEDIA GAMBAR PADA ANAK. Abstrak UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYIMAK MELALUI METODE BERCERITA DENGAN MEDIA GAMBAR PADA ANAK Sri Muryanti (10261617) Mahasiswa PG-PAUD IKIP Veteran Semarang Abstrak Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kemampuan Berpikir Kreatif Kreativitas seringkali dianggap sebagai sesuatu keterampilan yang didasarkan pada bakat alam, dimana hanya mereka yang berbakat saja yang bisa menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara kreatif dapat memikirkan sesuatu yang baru. berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan hendaknya berupa kata-kata

I. PENDAHULUAN. secara kreatif dapat memikirkan sesuatu yang baru. berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan hendaknya berupa kata-kata I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa sebagai sarana komunikasi dapat berupa bahasa lisan dan bahasa tulis. Melalui bahasa seseorang dapat mengemukakan pikiran dan keinginannya kepada orang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini berlokasi di SDN Margamukti, Kecamatan Cimalaka Kabupaten Sumedang. Alasan pertama peneliti memilih sekolah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sendiri. Belajar dapat diukur dengan melihat perubahan prilaku atau pola pikir

TINJAUAN PUSTAKA. sendiri. Belajar dapat diukur dengan melihat perubahan prilaku atau pola pikir II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Belajar adalah proses perubahan seseorang yang diperoleh dari pengalamannya sendiri. Belajar dapat diukur dengan melihat perubahan prilaku atau pola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemersatu bangsa Indonesia. Selain itu, Bahasa Indonesia juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pemersatu bangsa Indonesia. Selain itu, Bahasa Indonesia juga merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia merupakan salah satu alat komunikasi dan alat pemersatu bangsa Indonesia. Selain itu, Bahasa Indonesia juga merupakan hasil kebudayaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Roslinawati Nur Hamidah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Roslinawati Nur Hamidah, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini pada hakikatnya adalah anak yang berusia 0-6 tahun yang sedang berada dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun mental yang paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang terus berkembang pesat, sehingga dibutuhkan individu-individu

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang terus berkembang pesat, sehingga dibutuhkan individu-individu BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Era globalisasi ditandai dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang pesat, sehingga dibutuhkan individu-individu yang mampu menyesuaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi sosial yang diakselerasi dengan perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi sosial yang diakselerasi dengan perkembangan ilmu pengetahuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi sosial yang diakselerasi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan pesatnya teknologi serta informasi yang begitu cepat menyentuh kehidupan masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan hal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan manusia sepanjang hidup dan selalu berubah mengikuti perkembangan zaman, teknologi dan budaya masyarakat. Pendidikan dari masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya diikuti oleh perkembangan anak setelah dilahirkan dan tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya diikuti oleh perkembangan anak setelah dilahirkan dan tumbuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembentukan manusia dimulai dari masa anak dalam kandungan, yang selanjutnya diikuti oleh perkembangan anak setelah dilahirkan dan tumbuh menjadi dewasa (Hurlock,

Lebih terperinci

SKRIPSI. DiajukanUntukMemenuhi Sebagian Syarat Guna MemperolehGelarSarjanaPendidikan (S.Pd) PadaProgram Studi PG-PAUD

SKRIPSI. DiajukanUntukMemenuhi Sebagian Syarat Guna MemperolehGelarSarjanaPendidikan (S.Pd) PadaProgram Studi PG-PAUD MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS MELALUI KEGIATAN MENGANYAM DENGAN MEDIA KERTAS PADA ANAK KELOMPOK A TK PERWANIDA I MRICAN KECAMATAN MOJOROTO KOTA KEDIRI TAHUN AJARAN 2014/2015 SKRIPSI DiajukanUntukMemenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Bahasa Indonesia secara umum mempunyai fungsi sebagai alat komunikasi sosial. Pada dasarnya bahasa erat kaitannya dengan kehidupan manusia. Manusia sebagai anggota

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan dan intelektual, sosial,

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan dan intelektual, sosial, 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan dan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ilmu pengetahuan dari guru dalam proses belajar mengajar. Kegiatan belajar

BAB I PENDAHULUAN. ilmu pengetahuan dari guru dalam proses belajar mengajar. Kegiatan belajar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di lingkungan formal atau sekolah bahasa sudah diajarkan sejak dini. Proses belajar mengajar dilakukan siswa dan guru di sekolah. Siswa mendapatkan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di TK Al Jamhari Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung. 2. Subjek Penelitian Subjek penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan masalah yang cukup kompleks dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan masalah yang cukup kompleks dalam kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan masalah yang cukup kompleks dalam kehidupan kita. Pendidikan merupakan salah satu fasilitas kita sebagai manusia dan pendidik untuk merangsang

Lebih terperinci

SKETSA INTERIOR Pentingnya Sketsa Interior

SKETSA INTERIOR Pentingnya Sketsa Interior SKETSA INTERIOR Pentingnya Sketsa Interior Ruang adalah sebagai wadah dari objek-objek yang adanya dapat dirasakan secara objektif, dibatasi baik oleh elemen-elemen buatan seperti garis, dan bidang maupun

Lebih terperinci

HALAMAN PERSETUJUAN ARTIKEL. : Peningkatan Kreativitas Anak Melalui Pemanfaatan Bahan Sisa Kardus Bekas Taman Kanak- Kanak Padang

HALAMAN PERSETUJUAN ARTIKEL. : Peningkatan Kreativitas Anak Melalui Pemanfaatan Bahan Sisa Kardus Bekas Taman Kanak- Kanak Padang 0 HALAMAN PERSETUJUAN ARTIKEL Judul : Peningkatan Kreativitas Anak Melalui Pemanfaatan Bahan Sisa Kardus Bekas Taman Kanak- Kanak Padang Nama : Khairi Angraini NIM : 2009/51100 Jurusan : Pendidikan Guru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara efektif dapat

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN ANAK MELALUI PENDIDIKAN JASMANI

PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN ANAK MELALUI PENDIDIKAN JASMANI 1 PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN ANAK MELALUI PENDIDIKAN JASMANI Pendahuluan Guru-guru pendidikan jasmani (penjas) sudah mengetahui dan menyadari sepenuhnya bahwa aktivitas jasmani di samping mengembangkan aspek

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang luar biasa, yang tidak lazim memadukan informasi yang nampaknya tidak

BAB II LANDASAN TEORI. yang luar biasa, yang tidak lazim memadukan informasi yang nampaknya tidak BAB II LANDASAN TEORI II. A. KREATIVITAS II. A. 1. Pengertian Kreativitas Kreativitas merupakan kemampuan untuk melihat dan memikirkan hal-hal yang luar biasa, yang tidak lazim memadukan informasi yang

Lebih terperinci

BAB III PROSES PENCIPTAAN KARYA. memberikan ingatan segar kembali akan pengalaman-pengalaman kita dimasa

BAB III PROSES PENCIPTAAN KARYA. memberikan ingatan segar kembali akan pengalaman-pengalaman kita dimasa BAB III PROSES PENCIPTAAN KARYA A. Implementasi Teoritis Mengamati anak-anak baik dalam kehidupan dirumah ataupun diluar rumah, memberikan ingatan segar kembali akan pengalaman-pengalaman kita dimasa kecil

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan media yang digunakan manusia dalam berkomunikasi.

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan media yang digunakan manusia dalam berkomunikasi. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan media yang digunakan manusia dalam berkomunikasi. Dengan bahasa, orang berpikir. Dengan bahasa, orang merasa. Pikiran dan perasaan diekspresikan dengan

Lebih terperinci