BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab II peneliti akan menjelaskan terkait dengan hakikat tunagrahita,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab II peneliti akan menjelaskan terkait dengan hakikat tunagrahita,"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab II peneliti akan menjelaskan terkait dengan hakikat tunagrahita, klasifikasi anak tunagrahita, hakikat bermain, gerak lokomotor, manfaat olahraga serta jenis-jenis olahraga untuk anak normal dan anak tunagrahita. A. Konsep Tunagrahita Tunagrahita dapat diartikan suatu keadaaan keterbelakangan mental, keadaan ini dikenal juga retardasi mental (mental retardation). Tunagrahita sering disepadankan dengan istilah-istilah, sebagai berikut: Lemah pikiran (feeble minded), terbelakang mental (mentally retarded), bodoh atau dungu (idiot), pandir (imbecile), tolol (moron), oligofrenia (oligophrenia), mampu didik (educable), mampu latih (trainable), ketergantungan penuh (totally dependent) atau butuh rawat, mental subnormal, defisit mental, defisit kognitif, cacat mental, defisiensi mental, gangguan intelektual (Wikipedia Bahasa Indonesia, 2010). Istilah di atas sesungguhnya memiliki arti sama yang menjelaskan kondisi anak yang kecerdasannya jauh di bawah rata-rata dan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidak cakapan dalam interaksi sosial. Menurut Widati dan Murtadlo (2007: 261) mendefinisikan tunagrahita atau retardasi mental yaitu perkembangan kapasitas mental yang tidak sempurna atau kurang, serta perilaku abnormal yang menyertainya. Mereka ini mempunyai beberapa dari fungsi tubuhnya yaitu fisik maupun psikisnya tidak dapat bekerja secara wajar. Astuti 15

2 16 dan Walentiningsih (2011: 29) mendefinisikan anak tunagrahita adalah kondisi dimana kemampuan mental seseorang berada dibawah normal. Disamping itu tunagrahita ialah istilah yang digunakan untuk anak yang memiliki perkembangan intelejensi yang terlambat. Anak tunagrahita juga bisa diartikan sebagai anak yang memiliki tingkat kemampuan intelegensi di bawah rata-rata (normal) disertai ketidak mampuan menyesuaikan diri dan terjadi sejak masa perkembangan (Dinas Pendidikan Luar Biasa Propinsi Jawa Timur, 2002: 3). Berdasarkan teori-teori di atas maka dapat dikatakan bahwa tuna grahita merupakan suatu keadaaan dimana anak mengalami hambatan perkembangan, lemah dalam hal intelegensi dan terdapat kendala dalam perilaku adaptif sosial, yaitu ketidak mampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang terjadi di masa perkembangan, sehingga membutuhkan layanan pendidikan, bimbingan dan latihan khusus. Adapun penyebab keterbelakangan mental dijelaskan oleh Smith (2012: ) barang kali berguna dan dapat membantu para pendidik dalam memahami sifat-sifat kelainan/ kecacatan yang kompleks, antara lain: 1. Penyebab Genetik dan Kromosom Terdapat sejumlah bentuk-bentuk terbelakang mental yang disebabkan oleh faktor-faktor genetik. Phenylketonuria (PKU) adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh keturunan dari dua gen terpendam dari orang tua yang membawa kondisi tersebut. Dikarenakan gen KPU mengakibatkan kurangnya produksi enzim yang memproses protein, terdapat penumpukan asam yang disebut asam phenylpyruvic. Penumpukan ini menyebabkan kerusakan otak.

3 17 Penyakit Tay-Sachs juga disebabkan oleh gen terpendam yang diwariskan dari orangtua yang membawa gen ini. Belum ditemukan pencegahan bagi kerusakan otak progresif yang diakibatkan oleh kondisi ini, harapan hidup anak yang mengidap penyakit ini kurang dari usia sekolah. Orang yang membawa gen ini dapat diketahui melalui pemeriksaan genetik, dan keadaan itu dapat juga dideteksi melalui tes pralahir. Down s Syndrome adalah bentuk terbelakang mental yang dikenal oleh kebanyakan orang. Disebabkan adanya bahan kromosom ekstra dalam sel. Bentuk yang paling umum disebut Trysomi 21 dikarenakan kromosom yang berlebih yang dipasangkan ke kromosom 21. Terdapat kelainan sifat-sifat fisik yang menunjukkan Down s Syndrome yang dapat dikenali oleh banyak orang. Gejala ini diantaranya adalah lipatan di sudut mata yang oleh J. Langdon downdigambarkan sebagai tanda-tanda oriental dan dilukiskan dengan istilah yang kurang menguntungkan, yaitu mongoloid. 2. Penyebab pada Pra Kelahiran Penyebab pada masa pra kelahiran kadang-kadang terjadi setelah pembuahan sebelum kelahiran. Akibat yang paling merusak adalah Rubbela (cacar air/ campak german) pada janin, terjadi selama trimester pertama dari masa kehamilan ketika perkembangan anak sedang rentan dari serangan. Penyakit Syphilis yang tidak terawat dan infeksi penyakit kelamin lainnya dapat juga menyebabkan kerusakan otak. Wanita hamil yang peminum berat berada dalam titik resiko tinggi mengalami rusaknya perkembangan janin. Bayi dengan fetal alcohol syndrom berada pada risiko tinggi dalam kelahirannya dengan berbagai masalah termasuk

4 18 keterbelakangan menta. Obat-obatan, bahakan obat untuk penyembuh sekalipun, dapat pula menyebabkan keterbelakangan mental ketika digunakan oleh wanita hamil. Maka sudah jelah hanya obat-obatan yang dianggap aman digunakan selama masa kehamilan adalah yang diberikan dokter yang mengetahui menegnai status kehamilannya. 3. Penyebab pada saat Kelahiran Masalah utama pada saat kelahiran yang mungkin menyebabkan keterbelakangan mental adalah prematur. Bayi yang lahir sangat prematur berada pada risiko mengalami berbagai kesulitan-kesulitan fisik yang mungkin dapat dihubungkan dengan kerusakan otak. Namun, juga anyak bayi yang lahir prematur tapi akhirnya tumbuh dengan baik dan tidak menderita kerusakan. Terbelakangan mental dapat juga diakibatkan oleh masalah-masalah selam proses kelahiran bayi. Salah satunya adalah kelahiran sungsang. Jika bayi tidak dalam posisi kepala di bawah pada proses kelahirannya, proses kelahirannya mungkin terhambat dan kekurangan oksigen mungkin dapat terjadi. 4. Penyebab selama Masa Perkembangan Anak-anak dan Remaja Terbelakangan mental dapat terjadi pada masa anak-anak atau remaja. Menderita penyakit seperti radang selaput otak (meningitisi) atau radang otak (encephalitisii), terutama bila tidak ditangani secara dini dan sungguh-sungguh, dapat mengakibatkan kerusakan otak. Kecelakaan yang mengakibatkan cedera/ kerusakan pada otak dapat mengakibatkan keterbelakangan sebagai suatu kecacatan selama masa perkembangan anak. Gizi yang jelek atau keracunan dapat juga merusak otak. Keracunan timah adalah ancaman utama pada anak-

5 19 anak yang bersumber dari lingkungan sekitar seperti, cat yang sudah lama dan pipa air. B. Klasifikasi Anak Tunagrahita Berbagai macam cara digunakan oleh para ahli dalam mengklasifikasikan anak tunagrahita. Berikut ini Efendi (2006: 89-90) dalam bukunya mengklasifikasikan anak tunagrahita sebagai berikut: Seorang dokter dalam mengklasifikasikan anak tunagrahita didasarkan pada tipe kelainan fisiknya, seperti tipe mongoloid, microcephalon, cretinism, dan lain-lain. Seorang pekerja sosial mengklasifikasikan anak tunagrahita didasarkan pada derajat kemampuan penyesuaian diri atau ketidak tergantungan pada orang lain, sehingga untuk menentukan berat ringannya ketunagrahitaan dilihat dari tingkat penyesuaiannya, seperti tidak tergantung, semi tergantung, atau sama sekali tergantung pada orang lain. Klasifikasi anak tunagrahita dapat di bagi dalam bentuk yang lebih sederhana, yaitu sebagi berikut: 1. IQ kurang dari = lemah berpikir. 2. IQ antara = debil 3. IQ antara = imbisil 4. IQ di bawah dari 20 = idiot (Widati dan Murtadlo, 2007: 266). Klasifikasi anak tunagrahita juga dijelaskan oleh Astuti dan Walentiningsih (2011: 30-31) dalam bukunya yaitu terbagi menjadi tiga yakni tunagrahita ringan, tunagrahita sedang, dan tunagrahita berat. Dari tiga klasifikasi tersebut mempunyai karakterisik masing-masing yaitu:

6 20 1. Tunagrahita ringan: mampu belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana, pada usia 16 tahun tingkat kecerdasannya sama dengan anak kelas tiga/ lima SD, kematangan belajar membaca dicapai pada usia 9 sampai dengan 12 tahun, dapat bergaul dan mampu mengerjakan pekerjaan ringan. 2. Tunagrahita sedang: tidak mampu mempelajari pelajaran akademik, perkembangan bahasa terbatas, berkomunikasi dengan beberapa kata, mampu menulis nama sendiri, nama orang tua adan alamat, mengenal angka tanpa pengertian, dapat dilatih bersosialisasi, mampu mengenali bahaya, tingkat kescerdasan setara anak usia 6 tahun. 3. Tunagrahita berat: selalu tergantung pada orang lain, tidak mampu mengurus diri sendiri, tidak mengenali bahaya, tingkat kecerdasannya setara dengan anak usia 4 tahun. Mengenai klasifikasi anak tunagrahita Smith (2012: ) dalam bukunya juga menjelaskan bahwa: Para pendidik memakai istilah khusus untuk menggambarkan siswa-siswa mereka sesuai dengan klasifikasi pendidikannya. Klasifikasi tersebut digunakan dalam menggambarkan baik tingkat prestasi akademis yang diharapkan bagi siswa-siswa tersebut maupun penempatan pembelajaran yang sesuai dimana mereka ditetapkan. Siswa yang diberi istilah anak terbelakang mental mampu didik (educable mentally retarded) diharapkan dapat belajar membaca dan menulis pada tingkat sekolah dasar namun dengan langkah yang sedikit pelan. Siswa yang digambarkan sebagai anak terbelakang mental mampu latih (trainable mentally retarded) dianggap mampu belajar hanya beberapa kata terpisah dan kemampuan hitung yang terbatas. Anakanak dan remaja yang dianggap tak mampu belajar pada tingkat trainable mentally retarded dikategorikan sebagai subtrainable atau custodial. Mereka dianggap mempunyai tingkat rendah sehingga mereka menjadi tanggungjawab sekolah dan para pendidik. Adapula sistem klasifikasi lainnya yang sering dipakai oleh para psikolog dan dokter. Istilah mild mental retardation, moderat mental retardation, severe mental retardation, dan profound mental retardation telah dipakai dalam mengelompokkan

7 21 orang-orang sesuai dengan prestasi dalam tes IQ. Pada tahun 1992 American Retardation Association on Mental Retardation (AAMR) menerbitkan revisi petunjuk mengenai definisi dan klasifikasi terbelakang mental. Revisi tersebut lebih menitikberatkan bagi kebutuhan orang-orang terbelakang mental ketimbang pada kecacatannya. AAMR menguraikan empat tingkat kebutuhan bantuan yang mungkin diperlukan oleh orang-orang penyandang keterbelakangan mental. Tingkatan-tingkatan tersebut adalah: intermitten needs, sifatnya episodik (berkala), tidak selalu membutuhkan bantuan; limited needs yaitu konsisten dari segi waktu namun intensitasnya terbatas; extensive needs yaitu serius dan jangka panjang; serta pervasive needs yaitu konstan dan intens sepangjang waktu. Definisi tahun tahu 1992 ini meletakkan penekanannya pada sikap adaptasi sebagai suatu ukuran terbelakang mental dan kurang penekanannya pada IQ. C. Konsep Bermain Bermain merupakan kegiatan yang sangat menyenangkan. Dengan bermain, anak dapat memuaskan tuntutan dan kebutuhan perkembangan anak dalam dimensi motorik kognitif, kreativitas, bahasa, emosi, sosial, dan sikap hidup (Yulianti, 2011: III). Seperti yang dikatakan juga oleh Helmi dan Zaman (2009: 6) bahwa bermain merupakan jendela perkembangan anak. Melalui bermain, aspek perkembangan anak bisa ditumbuhkan secara optimal. Bermain dapat diartikan sebagai sebuah sarana yang dapat mengembangkan anak secara optimal karena dengan bermain anak akan bereksplorasi dan bereksperiman dengan dunia sekitar. Bermain merupakan aktifitas yang menyenangkan bagi anak, karena dengan bermain anak mendapakan kesempatan untuk menguasai sesuatu dan memunculkan rasa menjadi manusia penting (Amalia, 2010: 18) Bermain juga bisa dikatakan sebagai fungsi dari ego yang mencoba memadukan tubuh dan proses-proses sosial dalam diri seseorang, bermain juga merupakan sebagai antithesis atau lawan yang tepat dari kerja, karena sifatnya

8 22 menyenangkan, bebas dari tekanan atau paksaan hati, dan bebas dari sifat yang tidak masuk akal (Nuryadin, 2005: 109). Dan dapat diartikan bahwa bermain pada intinya adalah aktivitas yang digunakan sebagai hiburan (Mahendra, 2003:1). Secara umum menurut Yulianti (2011: 9-10) jenis permainan anak dapat dikategorikan ke dalam tiga kelompok, yaitu sebagai berikut: 1. Permainan aktif, yaitu permainan yang biasanya melibatkan lebih dari satu orang anak. Permainan aktif biasanya berupa olahraga yang bermanfaat untuk mengolah kemampuan kinestetik pada anak. 2. Permainan pasif, yaitu permainan yang bersifat mekanis dan biasanya dilakukan tanpa teman yang nyata. Salah satu permainan pasif yaitu permainan elektronik seperti playstation. 3. Permainan fantasi atau permainan imajinasi yang diciptakan sendiri oleh anak dalam dunianya. Yulianti (2011: 10) juga menerangkan beberapa fungsi dan manfaat dari bermain dalam mengoptimalkan perkembangan anak, diantaranya: 1. Bermain bagi anak dapat menyeimbangkan motorik kasar, seperti berlari, melompat dan lain-lain serta motorik halus seperti menulis, menyusun gambar atau balok, menggunting dan lain-lain. Keseimbangan motorik kasar dan halus akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan psikologi anak. Secara tidak langsung permainan merupakan perencanaan psikologi bagi anak untuk mencapai kematangan dan keseimbangan pada masa mendatang. 2. Bermain dapat mengoptimalkan kinerja otak kanan. Melalui permainan fungsi kerja otak kanan dapat dioptimalkan karena dengan bermain seringkali

9 23 menimbulkan kegembiraan bagi anak bahkan pertentangan. Hal ini berguna untuk mengui kemampuan diri anak dalam menghadapi teman sebayanya, serta mengembangkan perasaan relistis anak terhadap dirinya dan yterhadap lingkungannya, serta dapat mengembangkan penilaian secara objektif dan subjektif dirinya. 3. Bermain bersama teman bisa membuat anak belajar memberi dan berbagi, serta belajar memahami nilai memberi dan menerima sejak dini. Misalnya saling berbagi makanan dan minuman, saling meminjamkan mainan. Anak juga akan belajar menghargai pemberian orang lain sekalipun ia tidak menyukainya, menerima kebaiakan dan perhatian temannya. 4. Bermain dapat menjadi sarana anak untuk belajar menempatkan dirinya selama sebagai mahluk sosial. Dalam bermain anak berhadapan dengan bernagai karakter yang berbeda, sifat dan cara berbicara yang berbeda pula sehingga anak dapat mengenal heterogenitas dan mulai memahaminya sebagai unsur penting dalam permainan. Dengan bermain membuat dunia anak lebih berwarna, perasaan kesal, marah, kecewa, sedih, senang, bahagia akan dia rasakan dalam bermain. Hal ini akan menjadi pengalaman emosional sekaligus belajar mencari solusi untuk menganggulangi perasaan-perasaan tersebut. 5. Bermain juga dapat dijadikan sebagai sarana untuk berlatih merealisasikan rasa dan sikap percaya diri, mempercayai orang lain, kemampuan bernegosiasi dan memecahkan masalah. 6. Bermain dapat melatih perkembangan moral dan etika pada sikap anak. Anak yang yang melakukan permainan akan berinteraksi dengan anak-anak yang lain. Saat bermain dalam kelompok, anak seringkali dituntut untuk mematuhi

10 24 peraturan dalam permainan, tidak boleh curang. Dengan ini maka anak-anak akan secara otomatis akan belajar untuk terus mematuhinya dan hal ini merupakan dasar terbentuknya sikap moral yang baik, beretika, dan bertatakrama. 7. Bermain juga dapat mengembangkan kreativitas, karena dalam permainan anak-anak akan dapat menerapkan ide-ide mereka. Semakin banyak media dan jenis permainan yang anak-anak mainkan, maka semakin banyak ide-ide yang bermunculan di dalam pikiran anak. 8. Selain itu bermain juga dapat mengembangkan komunikasi dan bahasa anak, karena dengan bermain anak akan mampu mengutarakan maksud dan pemikirannya terhadap teman-temannya. Pembelajaran komunikasi seperti ini akan melatih komunikasi anak secara alami. Untuk anak tunagrahita ada beberapa model permainan yang dapat diberikan untuk pengembangan kecerdasan dan motorik halus yang cenderung bersifat individual, antara lain: latihan menuangkan air, bermain pasir, bermain tanah liat, meronce maink-manik, latihan melipat, mengelem dan menempel, menggunting/ memotong, latihan menyobek, jarum dan benang. Model permainan lain yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kemampuan anak tunagrahita, yaitu bermain yang mengandung unsur olahraga. Misalnya berjalan diatas bangku, berjalan dengan beban dan tanpa beban di kepala melewati titian garis atau tali denagn posisi lurus, melengkung, dan bulat, menendang bola, lempar tangkap bola dan lain-lain. Khusus yang sifatnya kelompok, pengembangan aktivitas bermain pada anak tunagrahita materinya dapat digali dari permainan-permainan tradisional, pendidikan olahraga, atau kombinasi

11 25 keduanya. Misalnya bermain menjala ikan, kucing dan tikus, berlari bersambungan atau sambil menggendong teman, lempar tangkap bola, dan sebagainya (Efendi, 2006: ). D. Gerak Lokomotor Terdapat tiga keterampilan motorik dasar seseorang, yaitu gerak lokomotor, non lokomotor, dan manipulatif. Gerak lokomotor dapat diartikan sebagai gerak memindahkan tubuh dari satu tempat ke tempat yang lain. Bentuk gerak lokomotor diantaranya berjalan, berlari, berjingkat melompat dan meloncat,, berderap, merayap dan memanjat (Yudanto, 2011: 6). Gerak lokomotor juga dapat diartikan sebagai gerak memindahkan tubuh dari satu tempat ke tempat yang lain seperti berjalan, lari, lompat, dan loncat (Amalia, 2010: 11). Definisi gerak lokomotor juga dijelaskan oleh Asim (2001: 32) menyatakan bahwa gerak lokomotor adalah gerak memindahkan tubuh dari satu tempat ke tempat yang lain, baik secara horisontal maupun vertikal. Gerakan tersebut diantaranya jalan, lari, lompat, loncat, jingkat, menderap, memanjat dan lain-lain. Sehingga dapat diartikan bahwa gerak lokomotor merupakan akifitas memindahkan tubuh dari satu tempat ke tempat yang lain, seperti jalan, lari, lompat, loncat dan lain-lain. Gambar 2.1 Contoh Gerakan Berjalan (Sumber: Fatimah, dkk, 2010: 2)

12 26 Gambar 2.2 Contoh Gerakan Berlari (Sumber: Fatimah, dkk, 2010: 3) Gambar 2.3 Contoh Gerakan Meloncat (Sumber: Fatimah, dkk, 2010: 7) Dalam melaksanakan pembelajaran gerak dasar pada anak normal maupun anak luar biasa, guru hendaknya memperhatikan tahapan-tahapan dalam pembelajaran Dikjasorkes, yaitu meliputi tahap pendahuluan, kegiatan dimulai dengan melakukan pemansan terlebih dahulu untuk mempersiapkan otot-otot tubuh dalam merespon latihan yang akan dilaksanakan, kemudian tahap inti yang dilakukan secara bertahap, artinya gerakan dimulai dari yang paling ringan dan sederhana semakin lama intensitasnya maka tingkat kesulitannya ditingkatkan disesuaikan dengan kemampuan dan karakteristik anak, faktor keselamatan juga perlu diperhatikan agar tidak mengganggu masa tumbuh kembang anak. Selanjutnya tahap penutup, pada tahap ini anak dipersilahkan untuk melakukan pendinginan, yaitu dengan melakukan peregangan dan senam pendinginan agar fungsional tubuh tetap berada pada kondisi fisiologis.

13 27 E. Manfaat Olahraga a. Bagi Anak Normal Pada usia anak-anak dan remaja, dimana tubuh sedang berada dalam tahap pertumbuhan. Maka tubuh membutuhkan olahraga untuk memastikan otot-otot, tulang, jantung, paru-paru dan setiap organ vital lainnya tumbuh secara normal dan sehat. Dengan permainan gerakan yang teratur dapat mendukung pertumbuhan anak-anak dan remaja dari segi fisik, akal dan kejiwaan secara sehat, serta menambah kepercayaan kepada diri sendiri (Multiply. 2009: 1). Adapun manfaat jangka panjang dari olahraga yang dilakukan secara teratur, terprogram dan dilakukan dengan senang bagi anak-anak untuk kesehatan yaitu dapat memperkuat sistem kekebalan tubuh, kemampuan tubuh untuk melawan penyakit meningkat. Anak-anak tidak rentan terhadap penyakit demam, alergi, dan penyebaran penyakit lainnya seperti penyakit kanker. Mengurangi gejala diabetes tipe 2, dengan cara meningkatkan sensitivitas hormon insulin dan meningkatkan metabolisme karbohidrat. Memperkuat kerja seluruh sistem kardiovaskuler, termasuk kerja jantung dan paru. Aktifitas pompa jantung semakin tinggi, sehingga membantu dalam pencegahan penyakit jantung pada anak. Olahraga dapat memberikan efek fisiologis pada anak dengan cara membakar lemak untuk mengontrol kelebihan berat badan. Dapat memperkuat struktur tulang dan otot pada anak. Olahraga juga dapat membantu meningkatkan aliran darah ke seluruh tubuh, termasuk otak. Sehingga aliran darah yang semakin meningkat tersebut, dapat membantu proses pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel-sel tubuh (Pipping. 2009: 1).

14 28 b. Bagi Anak Tunagrahita Proses Pendidikan Jasmani penting untuk menanamkan nilai-nilai dan sikap positif terhadap keterbatasan, kemampuan baik dari segi fisik maupun mentalnya sehingga mereka mampu bersosialisasi dengan lingkungan dan memiliki rasa percaya diri dan harga diri, Oleh karena itu dengan adanya penjaskes adaptif seharusnya membantu peserta didik agar tidak merasa rendah diri dan terisolasi dari lingkungannya. Pemberian kesempatan itu merupakan pengakuan bahwa mereka memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan anakanak normal. Melalui penjas adaptif yang mengandung unsur kegembiraan dan kesenangan, anak-anak dapat memahami dan mengatasi masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan serta memperhatikan kelainan-kelainan yang dialami setiap anak (Poetra, 2011: 1). F. Jenis-Jenis Olahraga a. Untuk Anak Normal Pada usia anak-anak, dalam melakukan olahraga hendaknya memperhatikan beban dan porsi olahraga yang mereka lakukan, hal itu dilaksanakan agar dalam proses pertumbuhannya anak-anak tidak mengalami gangguan. Ada beberapa jenis olahraga yang bisa dilakukan pada usia anak-anak, seperti yang dikutip dalam www. parenting.co.id (2012: 1), beberapa jenis olahraga yang bisa dilakukan pada usia anak-anak adalah sebagai berikut: Anak berumur 2 sampai dengan 3 tahun, olahraga yang diberikan adalah bersifat belum terstruktur, seperti berlari, berayun-ayun, memanjat, dan bermain air. Pada usia 2 tahun, anak sudah mampu melompat dengan satu atau kedua kaki, dan berlari. Pada usia 3 tahun, ia sudah bisa berubah-ubah arah (dari kanan ke kiri, dari

15 29 depan ke belakang) dengan mudah. Anak umur 4 sampai dengan 5 tahun, biasanya anak sudah bisa menggelindingkan bola besar, menangkap bola. Anak juga mulai suka berenang atau bersenam (tapi tanpa diprogram). Anak umur 5 sampai dengan 6 tahun. Banyak keterampilan yang sudah dikuasainya, termasuk barisberbaris, latihan keseimbangan (berjalan di atas titian balok), memanjat, berayun, bergelantungan, berguling, berputar, dan lainlain. Anak juga sudah bisa melakukan permainan sederhana dengan bola. Meskipun hal ini melibatkan koordinasi dan kelincahan, biarkan anak bermain dengan bebas tanpa aturan yang ketat dan dalam melakukan olahraga tersebut anak bisa merasa senang. Menurut Ekasari (2010: 1) beberapa jenis olahraga yang bisa dilakukan oleh anak-anak adalah sebagai berikut: Usia satu setengah tahun hingga dua tahun, anak dapat mulai diperkenalkan dengan olahraga ringan (berjalan, berlari ) yang dilakukan secara teratur.. Berikan semangat agar anak bisa lebih aktif dalam melakukan aktivitas fisik sejak usia dini. Usia dua tahun, pada usia ini anak cenderung suka dengan hal yang tidak teratur, bebas dan tanpa peraturan. Anak-anak dapat diajak berolahraga sambil bermain seperti berlari-lari kecil, mengejar mainan, mendorong ayunan, bermain air atau melakukan banyak gerakan yang menyenangkan namun juga dapat menyehatkan fisiknya. Usia tiga tahun, pada usia ini anak mulai dapat mengubah arah gerakannya misalnya belok kanan, kiri, depan atau belakang. Dengan kemampuan seperti itu, anak dapat diajak untuk lari-lari kecil sekitar 5-10 menit setiap harinya. Lakukan variasi kegiatan olahraga agar anak tidak bosan melakukan kegiatan olahraga dengan mulai memperkenalkan anak untuk melakukan berbagai permainan yang memiliki aturan permainan. Usia empat hingga lima tahun, anak dapat bermain dalam aturan yang lebih kompleks. Bermain dan belajar menggelindingkan bola, menangkap bola dan bermain sepeda walaupun pada umumnya mereka belum mampu membedakan daerah mana yang berbahaya untuk bermain. Dalam hal ini, pengawasan orang tua sangatlah diperlukan. b. Untuk Anak Tunagrahita Dalam memberikan terapi perilaku pada anak tunagrahita, seorang terapis harus memiliki sikap sebagai mana yang dipersyaratkan dalam pendidikan humanistik, yaitu penerimaan secara hangat, antusias tinggi, ketulusan dan kesungguhan, serta menaruh empati yang tinggi terhadap kondisi anak

16 30 tunagrahita. Jenis terapi perilaku yang dapat dilakukan untuk anak tungrahita yaitu melalui kegiatan bermain karena bermain merupakan cara seseorang untuk membebaskan diri dari berbagai tekanan yang kompleks. Beberapa nilai yang penting dari bermain bagi perkembangan anak tunagrahita, antara lain sebai berikut: 1. Pengembangan fungsi fisik. Misalnya pernapasan, peredaran darah, pencernaan makanan dapat dilancarkan melalui kegiatan bermain. 2. Pengembangan sensomotrik. Dengan bermain maka akan melatih pengindraan seperti penglihatan, pendengaran, perabaan. Serta melatih otot dan kemampuan gerak seperti tagan, kaki, jari-jari, leher, dan gerak tubuh lainnya. 3. Pengembangan daya hayal. Melalui bermain, anak tunagrahita diberikan kesempatan untuk mampu menghayati makna kebebasan sebagai sarana yang diperlukan untuk pengembangan daya khayal dan kreasinya. 4. Pembinaan pribadi dengan bermain, sebenarnya melatih memperkuat dan mengembangkan kemauan, dan keuletan. Semua itu dapat membantu anak tunagrahita membina kepribadiannya. 5. Pengembangan sosialisasi. Ada unsur yang menarik dari kegiatan bermain dilihat dari pegembangan sosialisasi, yaitu anak harus berbesar hati, menunggu giliran, rela menerima kekalahan, setia dan jujur.

17 31 6. Pengembangan intelektual. Melalui bermain, anak tunagrahita belajar mencerna sesuatu. Misalnya dalam mencerna peraturan dan skor yang diperoleh dalam permainan. Beberapa model permainan yang menekankan pada pengembangan kecerdasan dan motorik halus yang cenderung bersifat individual, antara lain: Latihan menuangkan air, bermain menuangkan pasir, bermain tanah liat, meronce manik-manik, latihan melipat, mengelem dan menempel, menggunting dan memotong, menyobek, serta bermain memasukkan benang ke lubang jarum. Model permainan lain yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kemampuan anak tunagrahita, yaitu bermaian yang mengandung unsur olahraga. Misalnya, berjalan di atas bangku, berjalan dengan beban dan tanpa beban di kepala melewati titian garis atau tali dengan posisi lurus, melengkung, dan bulat. Latihan lain yang menggunakan alat, misalnya mendrible bola, menendang bola, melempar da menangkap bola, dan jenis permaianan yang sederhana lainnya. Khusus yang sifatnya kelompok, pengembangan aktivitas bermaian pada anak tunagrahita materinya dapat digali dari permainan-permainan tradisional, pendidikan olahraga, atau kombinasi keduanya. Misalnya bermain menjala ikan, kucing dan tikus, berlari bersambungan atau sambil menggendong teman, lempar tangkap bola, memukul bola di sela-sela kaki, dan sebagainya (Efendi, 2006: ).

18 32 G. Profil Sekolah SMALB- C Sumber dharma Malang 1. Identitas Sekolah Nama Alamat Sekolah : SMALB C Sumber Dharma : Jalan Candi Jago No. 28 Kelurahan Belimbing Kecamatan Belimbing Kota Malang Jawa Timur Nomor Telepon : (0341) Kode Pos : Status Sekolah : Swasta Akreditasi : - Nomor Pokok Sekolah Nasional (NPSN): Nomor Statistik Sekolah (NSS) : Nama Yayasan : SMALB- C Sumber Dharma Nomor Akte Pendirian : 30 Tanggal : 21 April 1968 Notaris : Chusen Bisri, SH Ijin Operasional : a. Nomor : 421.8/ 759/ /2007 b. Tanggal : 10 September 2007 c. Diterbitkan Oleh : Propinsi JATIM Kondisi Tanah Bangunan : a. Luas Tanah : 576 m 2. b. LuasBangunan : 358 m 2.

19 33 2. Sumber Daya Sekolah a. Jumlah Peserta Didik : 9 Siswa b. Jumlah Guru : 3 (Tiga) c. Sarana dan Prasarana : Ada (Cukup) 3. Analisa Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Tantangan a. Kekuatan : 1. Letak sekolah yang strategis, muah dijangkau dari segala arah. 2. Tersedia transportasi umum 3. Adanya dukungan dari komite dan orang tua murid. b. Kelemahan : 1. Kurangnya tenaga pendidik. 2. Lapangan olahraga kurang memadai 3. Kurangnya sarana pendidikan. c. Peluang : Mengembangkan keterampilan sesuai dengan kemampuan siswa (menjahit, tambal ban, perkebunan, tanaman hias, membuat souvenir, tata boaga,pertukangan, dan lain-lain). d. Tantangan : Memenuhi tuntutan wali murid agar sekolah lebih baik dan berkembang.

20 34 Visi Sekolah Terwujudnya pelayanan yang optimal bagi anak berkebutuhan khusus agar dapat mengembangkan potensi mereka secara maksimal. Misi Sekolah Mengembangkan potensi anak berkebutuhan khusus dengan dibekali berbudi pekerti luhur dan pengetahuan dasar keterampilan praktis yang relevan sesuai dengan kebutuhan hidup. Tujuan Sekolah 1. Meningkatkan pelayanan pada anak berkebutuhan khusus. 2. Mempersiapkan kemampuan anak berkebutuhan khusus agar dapat hidup mandiri. 3. Memiliki kemandirian dengan segala keterbatasan mereka. 4. Meningkatkan kesejahteraan warga sekolah.

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan penelitian dan pengembangan serta akan diuraikan juga mengenai

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan penelitian dan pengembangan serta akan diuraikan juga mengenai BAB I PENDAHULUAN Pada bab I ini, peneliti akan menguraikan tentang latar belakang masalah yang akan diteliti dan dikembangkan, tujuan penelitian dan pengembangan, spesifikasi produk yang diharapkan, pentingnya

Lebih terperinci

Tunagrahita sebagai kelainan yang meliputi fungsi intelektual umum di bawah rata-rata (Subaverage),

Tunagrahita sebagai kelainan yang meliputi fungsi intelektual umum di bawah rata-rata (Subaverage), TUNA GRAHITA Tunagrahita Tunagrahita merupakan kata lain dari Retardasi Mental (mental retardation). Tuna = Merugi. Grahita = Pikiran. Retardasi Mental (Mental Retardation/Mentally Retarded) = terbelakang

Lebih terperinci

PEDOMAN BENTUK LATIHAN GERAK DASAR LOKOMOTOR (LOMPAT DAN LONCAT) MELALUI PERMAINAN UNTUK ANAK TUNAGRAHITA TINGKAT SMALB- C

PEDOMAN BENTUK LATIHAN GERAK DASAR LOKOMOTOR (LOMPAT DAN LONCAT) MELALUI PERMAINAN UNTUK ANAK TUNAGRAHITA TINGKAT SMALB- C PEDOMAN BENTUK LATIHAN GERAK DASAR LOKOMOTOR (LOMPAT DAN LONCAT) MELALUI PERMAINAN UNTUK ANAK TUNAGRAHITA TINGKAT SMALB- C A. Deskripsi Dalam buku pedoman bentuk latihan ini berisikan tentang variasivariasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala potensinya. Oleh sebab itu pendidikan harus diterima olah setiap warga negara,

BAB I PENDAHULUAN. segala potensinya. Oleh sebab itu pendidikan harus diterima olah setiap warga negara, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan sangatlah penting bagi setiap manusia dalam rangka mengembangkan segala potensinya. Oleh sebab itu pendidikan harus diterima olah setiap warga negara,

Lebih terperinci

Tinjauan Mata Kuliah Masa TK : perkembangan fisik dan kemampuan anak berlangsung sangat cepat. Perkembangan Motorik Perkembangan motorik identik denga

Tinjauan Mata Kuliah Masa TK : perkembangan fisik dan kemampuan anak berlangsung sangat cepat. Perkembangan Motorik Perkembangan motorik identik denga Metode Pengembangan Fisik Drs. Rumpis Agus Sudarko, M.S. FIK-UNY Tinjauan Mata Kuliah Masa TK : perkembangan fisik dan kemampuan anak berlangsung sangat cepat. Perkembangan Motorik Perkembangan motorik

Lebih terperinci

Mengatur Berat Badan. Mengatur Berat Badan

Mengatur Berat Badan. Mengatur Berat Badan Mengatur Berat Badan Pengaturan berat badan adalah suatu proses menghilangkan atau menghindari timbunan lemak di dalam tubuh. Hal ini tergantung pada hubungan antara jumlah makanan yang dikonsumsi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap anak berpotensi mengalami masalah dalam belajar,

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap anak berpotensi mengalami masalah dalam belajar, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya setiap anak berpotensi mengalami masalah dalam belajar, hanya saja masalah tersebut ada yang ringan dan ada juga yang masalah pembelajarannya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 MOTORIK KASAR 2.1.1 Motorik Kasar Untuk merangsang motorik kasar anak menurut Sujiono, dkk, (2008) dapat di lakukan seperti melatih anak untuk meloncat, memanjat,berlari, berjinjit,

Lebih terperinci

LAPORAN OBSERVASI LAPANGAN PERKEMBANGAN DAN PROSES PEMBELAJARAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

LAPORAN OBSERVASI LAPANGAN PERKEMBANGAN DAN PROSES PEMBELAJARAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS LAPORAN OBSERVASI LAPANGAN PERKEMBANGAN DAN PROSES PEMBELAJARAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (Suatu Observasi Lapangan di SDLB Desa Labui, Kecamatan Baiturrahman, Kota Banda Aceh) Oleh: Qathrinnida, S.Pd Suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia akan melalui tahap perkembangan dari masa bayi hingga

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia akan melalui tahap perkembangan dari masa bayi hingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Setiap manusia akan melalui tahap perkembangan dari masa bayi hingga masa dewasa. Perkembangan yang dilalui tersebut merupakan suatu perubahan yang kontinu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENGEMBANGAN. proses dalam revisi produk yang dikembangkan. macam cara, yaitu data dari tinjauan ahli yang diujicobakan kepada kelompok

BAB IV HASIL PENGEMBANGAN. proses dalam revisi produk yang dikembangkan. macam cara, yaitu data dari tinjauan ahli yang diujicobakan kepada kelompok BAB IV HASIL PENGEMBANGAN Pada bab IV peneliti akan menjelaskan tentang penyajian data meliputi data tinjauan para ahli terhadap produk yang dikembangkan, data uji coba kelompok kecil dan data uji coba

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa usia Taman kanak-kanak adalah masa di mana perkembangan fisik dan kemampuan anak berlangsung dengan sangat cepat. Salah satu perkembangan yang sedang berlangsung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebermaknaan Hidup 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup Kebermaknaan adalah berarti, mengandung arti yang penting (Poewardarminta, 1976). Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan generasi sumber daya manusia yang lebih baik. Pendidikan anak usia

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan generasi sumber daya manusia yang lebih baik. Pendidikan anak usia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sangat penting bagi keluarga untuk menciptakan generasi sumber daya manusia yang lebih baik. Pendidikan anak usia dini merupakan upaya

Lebih terperinci

BERMAIN SEBAGAI SARANA PENGEMBANGAN KREATIVITAS ANAK USIA DINI

BERMAIN SEBAGAI SARANA PENGEMBANGAN KREATIVITAS ANAK USIA DINI BERMAIN SEBAGAI SARANA PENGEMBANGAN KREATIVITAS ANAK USIA DINI Asep Ardiyanto PGSD FIP Universitas PGRI Semarang ardiyanto.hernanda@gmail.com Abstrak Bermain bagi anak usia dini adalah sesuatu yang sangat

Lebih terperinci

BENTUK LATIHAN GERAK DASAR LOKOMOTOR (LOMPAT DAN LONCAT) MELALUI PERMAINAN UNTUK ANAK TUNAGRAHITA TINGKAT SMALB- C

BENTUK LATIHAN GERAK DASAR LOKOMOTOR (LOMPAT DAN LONCAT) MELALUI PERMAINAN UNTUK ANAK TUNAGRAHITA TINGKAT SMALB- C BENTUK LATIHAN GERAK DASAR LOKOMOTOR (LOMPAT DAN LONCAT) MELALUI PERMAINAN UNTUK ANAK TUNAGRAHITA TINGKAT SMALB- C Mohammad Saifur R, Mardianto, dan Saichudin Ilmu Keolahragaan Fakultas Ilmu Keolahragan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasannya jauh dibawah rata rata yang ditandai oleh keterbatasan intelejensi

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasannya jauh dibawah rata rata yang ditandai oleh keterbatasan intelejensi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemahaman masyarakat umum mengenai anak berkebutuhan khusus masih sangat minim, kebanyakan mereka menganggap bahwa anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budi pekerti, sikap, serta kecerdasan saja, melainkan juga meliputi kualitas

BAB I PENDAHULUAN. budi pekerti, sikap, serta kecerdasan saja, melainkan juga meliputi kualitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas manusia tidak hanya meliputi aspek kualitas mental, moral, budi pekerti, sikap, serta kecerdasan saja, melainkan juga meliputi kualitas fisik. Kualitas

Lebih terperinci

PERISTILAHAN DAN BATASAN TUNAGRAHITA PERISTLAHAHAN ; *TUNAGRAHITA MERUPAKAN KATA LAIN DARI RETARDASI MENTAL(MENTAL RETARDATION) *TUNA BERARTI MERUGI.

PERISTILAHAN DAN BATASAN TUNAGRAHITA PERISTLAHAHAN ; *TUNAGRAHITA MERUPAKAN KATA LAIN DARI RETARDASI MENTAL(MENTAL RETARDATION) *TUNA BERARTI MERUGI. PERISTILAHAN DAN BATASAN TUNAGRAHITA PERISTLAHAHAN ; *TUNAGRAHITA MERUPAKAN KATA LAIN DARI RETARDASI MENTAL(MENTAL RETARDATION) *TUNA BERARTI MERUGI. *GRAHITA BERARTI PIKIRAN. *RETARDASI MENTAL (MENTALRETARDATION/MENTALLY

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rasa percaya diri dalam sikap dan perilaku setiap hari, sehingga dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rasa percaya diri dalam sikap dan perilaku setiap hari, sehingga dapat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1 Pengertian Pengetahuan Pengetahuan diperlukan sebagai dukungan untuk menumbuhkan rasa percaya diri dalam sikap dan perilaku setiap hari, sehingga dapat dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya dalam

BAB I PENDAHULUAN. Anak membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan anugrah yang Tuhan berikan untuk dijaga dan dirawat. Anak membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya dalam masa tumbuh kembang. Memahami

Lebih terperinci

TUMBUH KEMBANG ANAK USIA DINI. Rita Eka Izzaty

TUMBUH KEMBANG ANAK USIA DINI. Rita Eka Izzaty TUMBUH KEMBANG ANAK USIA DINI Rita Eka Izzaty SETUJUKAH BAHWA Setiap anak cerdas Setiap anak manis Setiap anak pintar Setiap anak hebat MENGAPA ANAK SEJAK USIA DINI PENTING UNTUK DIASUH DAN DIDIDIK DENGAN

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KETERAMPILAN MOTORIK HALUS ANAK MELALUI KEGIATAN MELIPAT KERTAS

MENINGKATKAN KETERAMPILAN MOTORIK HALUS ANAK MELALUI KEGIATAN MELIPAT KERTAS 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan motorik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam perkembangan anak secara keseluruhan. Perkembangan fisik sangat berkaitan erat dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak usia dini pada hakikatnya merupakan anak yang berusia 0-6 tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak usia dini pada hakikatnya merupakan anak yang berusia 0-6 tahun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak usia dini pada hakikatnya merupakan anak yang berusia 0-6 tahun yang sedang berada dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun mental yang paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak adalah anugerah, anak adalah titipan dari Allah SWT. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak adalah anugerah, anak adalah titipan dari Allah SWT. Setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah anugerah, anak adalah titipan dari Allah SWT. Setiap orangtua pasti menginginkan memiliki anak yang normal dan sehat baik secara jasmani maupun rohani. Anak

Lebih terperinci

BIMBINGA G N N P ADA S ISWA W DENGAN HAMBATA T N

BIMBINGA G N N P ADA S ISWA W DENGAN HAMBATA T N BIMBINGAN PADA SISWA DENGAN HAMBATAN KECERDASAN (TUNAGRAHITA) DEFINISI Tunagrahita merupakan kondisi yg kompleks, menunjukkan kemampuan intektual yang rendah dan mengalami hambatan dalam perilaku adaptif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Tubuh manusia mengalami berbagai perubahan dari waktu kewaktu

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Tubuh manusia mengalami berbagai perubahan dari waktu kewaktu 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tubuh manusia mengalami berbagai perubahan dari waktu kewaktu sejak lahir yang meliputi pertumbuhan dan perkembangan. Perubahan yang cukup mencolok terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tidak pernah terlepas dari perkembangan ilmu pengetahuan, seni dan budaya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan jasmani dan kesehatan merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan disekolah - sekolah yang sama kedudukan dan pentingnya dengan mata pelajaran yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan terjadinya perkembangan fisik motorik, kognitif, dan

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan terjadinya perkembangan fisik motorik, kognitif, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan anak usia sekolah dasar disebut juga perkembangan masa pertengahan dan akhir anak yang merupakan kelanjutan dari masa awal anak. Permulaan masa

Lebih terperinci

62. Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

62. Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) 62. Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) A. Latar Belakang Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lakukan sendiri dan bagaimana mereka dapat melakukannya. Perpindahan

BAB I PENDAHULUAN. lakukan sendiri dan bagaimana mereka dapat melakukannya. Perpindahan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa prasekolah adalah waktu untuk mempelajari apa yang dapat mereka lakukan sendiri dan bagaimana mereka dapat melakukannya. Perpindahan berperan penting

Lebih terperinci

hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh,

hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, PERKEMBANGAN ANAK USIA PRA SEKOLAH A. Pengertian Perkembangan Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia dini pada hakikatnya adalah anak yang berusia 0-6 tahun yang

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia dini pada hakikatnya adalah anak yang berusia 0-6 tahun yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini pada hakikatnya adalah anak yang berusia 0-6 tahun yang sedang berada dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun mental yang

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN INTERAKTIF KEMAMPUAN GERAK DASAR PADA SISWA SEKOLAH DASAR. Isa Ansori dan Sukardi PGSD FIP UNNES

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN INTERAKTIF KEMAMPUAN GERAK DASAR PADA SISWA SEKOLAH DASAR. Isa Ansori dan Sukardi PGSD FIP UNNES PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN INTERAKTIF KEMAMPUAN GERAK DASAR PADA SISWA SEKOLAH DASAR Isa Ansori dan Sukardi PGSD FIP UNNES Abstrak Usia siswa Sekolah Dasar merupakan proses pengembangan dan perbaikan kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seharusnya mendapatkan perlakuan yang sama seperti siswa normal. Siswa SLB

BAB I PENDAHULUAN. seharusnya mendapatkan perlakuan yang sama seperti siswa normal. Siswa SLB BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional.

Lebih terperinci

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu usaha untuk membantu perkembangan anak supaya lebih progresif baik dalam perkembangan akademik maupun emosi sosialnya sehingga mereka dapat

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Pendidikan Jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan, bertujuan untuk mengembangkan aspek kebugaran

A. Latar Belakang Pendidikan Jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan, bertujuan untuk mengembangkan aspek kebugaran A. Latar Belakang Pendidikan Jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan, bertujuan untuk mengembangkan aspek kebugaran jasmani, keterampilan gerak, keterampilan berfikir kritis,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN. pemberi bola kepada si pemukul. Namun pada permaianan kippers si pemukul

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN. pemberi bola kepada si pemukul. Namun pada permaianan kippers si pemukul BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoritis. 2.1.1 Hakikat Permainan Kippers Pada dasarnya permaianan kippers sama dengan permainan kasti, baik dari segi teknik melempar, menangkap,

Lebih terperinci

Diabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya

Diabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya Diabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya Apakah diabetes tipe 1 itu? Pada orang dengan diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat membuat insulin. Hormon ini penting membantu sel-sel tubuh mengubah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Hakikat Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan di Sekolah Dasar

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Hakikat Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan di Sekolah Dasar BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan di Sekolah Dasar 2.1.1 Hakikat Pendidikan Jasmani di Sekolah Dasar Pendidikan jasmani pada hakikatnya adalah proses pendidikan

Lebih terperinci

62. Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

62. Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) 62. Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) A. Latar Belakang Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan merupakan bagian

Lebih terperinci

: Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan (PJOK)

: Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan (PJOK) KTSP Perangkat Pembelajaran Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) PERANGKAT PEMBELAJARAN STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR Mata Pelajaran Satuan Pendidikan Kelas/Semester : Pendidikan

Lebih terperinci

Dari uraian diatas jelas pendidikan jasmani memiliki peran yang sangat penting, bahwa pendidikan jasmani memiliki nilai-nilai yang positif untuk

Dari uraian diatas jelas pendidikan jasmani memiliki peran yang sangat penting, bahwa pendidikan jasmani memiliki nilai-nilai yang positif untuk A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pendidikan jasmani dan kesehatan merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan disekolah-sekolah yang sama kedudukan dan pentingnya dengan mata pelajaran lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangannya anak usia dini merupakan masa-masa keemasan yang harus

BAB I PENDAHULUAN. perkembangannya anak usia dini merupakan masa-masa keemasan yang harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak pada rentang usia 4-6 tahun merupakan bagian dari tahapan anak usia dini yang memiliki kepekaan dalam menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan melalui

Lebih terperinci

2015 KESULITAN-KESULITAN MENGAJAR YANG DIALAMI GURU PENJAS DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI ADAPTIF DI SEKOLAH LUAR BIASA SE-KABUPATEN CIREBON

2015 KESULITAN-KESULITAN MENGAJAR YANG DIALAMI GURU PENJAS DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI ADAPTIF DI SEKOLAH LUAR BIASA SE-KABUPATEN CIREBON BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan jasmani di dalam sekolah memiliki peranan penting terhadap perkembangan perilaku siswa, yang mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penanganan mempunyai makna upaya-upaya dan pemberian layanan agar

BAB I PENDAHULUAN. Penanganan mempunyai makna upaya-upaya dan pemberian layanan agar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penanganan mempunyai makna upaya-upaya dan pemberian layanan agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Pemberian layanan agar anak dapat tumbuh

Lebih terperinci

TUNAGRAHITA. M. Umar Djani Martasuta

TUNAGRAHITA. M. Umar Djani Martasuta TUNAGRAHITA M. Umar Djani Martasuta PERISTILAHAN KETERBELAKANG MENTAL LEMAH MENTAL LEMAH INGATAN LEMAH OTAK CACAT OTAK CACAT GRAHITA RETARDASI MENTAL MENTALLY RETARDED MENTALLY HANDICAPPED MENTALLY DEVECTIVE

Lebih terperinci

AKTIVITAS PEMBELAJARAN MOTORIK HALUS

AKTIVITAS PEMBELAJARAN MOTORIK HALUS AKTIVITAS PEMBELAJARAN MOTORIK HALUS (Disampaikan Pada Pelatihan Kader PAUD Se-Kelurahan Sidoagung Godean Sleman) Oleh: Lismadiana lismadiana@uny.ac.id FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

Lebih terperinci

AKTIVITAS PENDIDIKAN JASMANI ADAPTIF SEBAGAI PENGEMBANGAN KETERAMPILAN GERAK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) 1

AKTIVITAS PENDIDIKAN JASMANI ADAPTIF SEBAGAI PENGEMBANGAN KETERAMPILAN GERAK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) 1 AKTIVITAS PENDIDIKAN JASMANI ADAPTIF SEBAGAI PENGEMBANGAN KETERAMPILAN GERAK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) 1 Addriana Bulu Baan 2 POR FKIP Universitas Tadulako Palu ABSTRAK Pendidikan Jasmani Olahraga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perkembangan merupakan perubahan ke arah kemajuan menuju terwujudnya hakekat manusia yang bermartabat atau berkualitas. Usia lahir sampai dengan pra sekolah

Lebih terperinci

1. Definisi pendidikan jasmani sebagai proses yang menguntungkan dalam penyesuaian dari belajar gerak, neuru-muscular, intelektual, social,

1. Definisi pendidikan jasmani sebagai proses yang menguntungkan dalam penyesuaian dari belajar gerak, neuru-muscular, intelektual, social, 1. Definisi pendidikan jasmani sebagai proses yang menguntungkan dalam penyesuaian dari belajar gerak, neuru-muscular, intelektual, social, kebudayaan, baik emosional dan etika sebagai akibat yang timbul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Zulia Rachim, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Zulia Rachim, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan jasmani di sekolah memiliki peran yang cukup banyak karena tidak hanya dapat mengembangkan aspek psikomotor saja melainkan dapat mengembangkan aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dunia anak identik dengan dunia bermain, maka kehidupan anak usia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dunia anak identik dengan dunia bermain, maka kehidupan anak usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia anak identik dengan dunia bermain, maka kehidupan anak usia dini tidak lepas dari kegiatan bermain. Setiap anak yang sehat selalu mempunyai dorongan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan potensi sumber daya manusia serta penerus cita-cita perjuangan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan potensi sumber daya manusia serta penerus cita-cita perjuangan bangsa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan potensi sumber daya manusia serta penerus cita-cita perjuangan bangsa dan dalam melaksanakan tanggung jawab tersebut anak perlu mendapat pembinaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan. Anak seolah-olah tidak

BAB I PENDAHULUAN. terhadap apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan. Anak seolah-olah tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang masih harus dikembangkan. Anak memiliki karakteristik tertentu yang khas dan tidak sama dengan orang dewasa, anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak diharapkan tumbuh dan berkembang secara sehat, baik fisik,

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak diharapkan tumbuh dan berkembang secara sehat, baik fisik, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap anak diharapkan tumbuh dan berkembang secara sehat, baik fisik, mental, dan sosial. Proses pertumbuhan dan perkembangan setiap anak tidak selalu sama satu dengan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang 1. Tumbuh Kembang Anak BAB I PENDAHULUAN Dalam pengertian tumbuh - Gangguan bicara dan bahasa. kembang anak terkandung dua pengertian yang berbeda yakni pertumbuhan dan perkembangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bisa merangsang motorik halus anak. Kemampuan ibu-ibu dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang bisa merangsang motorik halus anak. Kemampuan ibu-ibu dalam BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Rendahnya kemampuan anak disebabkan oleh kurangnya kegiatan yang bisa merangsang motorik halus anak. Kemampuan ibu-ibu dalam deteksi dini gangguan perkembangan

Lebih terperinci

PENYESUAIAN DIRI DAN POLA ASUH ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL

PENYESUAIAN DIRI DAN POLA ASUH ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL PENYESUAIAN DIRI DAN POLA ASUH ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 Bidang Psikologi dan Fakultas Psikologi Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah bosan, sulit memecahkan suatu masalah dan mengikuti pelajaran

BAB I PENDAHULUAN. mudah bosan, sulit memecahkan suatu masalah dan mengikuti pelajaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus salah satu tujuannya adalah agar anak dapat mengurus diri sendiri dan tidak tergantung pada orang lain. Agar dapat mengurus

Lebih terperinci

85. Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunadaksa (SMALB D)

85. Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunadaksa (SMALB D) 85. Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunadaksa (SMALB D) A. Latar Belakang Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan merupakan bagian integral

Lebih terperinci

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes type 2: apa artinya? Diabetes tipe 2 menyerang orang dari segala usia, dan dengan gejala-gejala awal tidak diketahui. Bahkan, sekitar satu dari tiga orang dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus (ABK) adalah anak yang dalam proses pertumbuhan atau. sosial dan emosional dibanding dengan anak-anak lain seusianya.

BAB I PENDAHULUAN. khusus (ABK) adalah anak yang dalam proses pertumbuhan atau. sosial dan emosional dibanding dengan anak-anak lain seusianya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bagi anak yang terlahir normal, para orang tua relatif mudah dalam mengasuh dan mendidik mereka. Akan tetapi, pada anak yang lahir dengan berkelainan sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gembira dapat memotivasi anak untuk belajar. Lingkungan harus diciptakan

BAB I PENDAHULUAN. gembira dapat memotivasi anak untuk belajar. Lingkungan harus diciptakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan pada masa usia dini merupakan pendidikan yang sangat penting untuk anak dalam menerima pertumbuhan dan perkembangannya. Pendidikan bagi anak bukan hanya

Lebih terperinci

Perilaku gerak dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: (1) kontrol gerak, (2) pembelajaran

Perilaku gerak dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: (1) kontrol gerak, (2) pembelajaran Mata Kuliah Kode Mata Kuliah : IOF 220 : Perkembangan Motorik Materi 5: Perkembangan Perilaku Gerak Perkembangan Perilaku Gerak Perilaku gerak dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: (1) kontrol gerak,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS Kesejahteraan Psikologis (Psycological Well Being) Pengertian Kesejahteraan Psikologis

BAB II TINJAUAN TEORITIS Kesejahteraan Psikologis (Psycological Well Being) Pengertian Kesejahteraan Psikologis BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Kesejahteraan Psikologis (Psycological Well Being) 2.1.1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis Kesejahteraan psikologis adalah keadaan dimana seseorang memiliki kondisi yang

Lebih terperinci

Ciri-ciri Seks Sekunder pada Masa Remaja

Ciri-ciri Seks Sekunder pada Masa Remaja Ciri-ciri Seks Sekunder pada Masa Remaja Wanita 1. Tumbuh rambut pubik atau bulu kapok di sekitar kemaluan dan ketiak. 2. Bertambah besar buah dada. 3. Bertambah besarnya pinggul. Pria 1. Tumbuh rambut

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MOTORIK PLAY GROUP DAN TAMAN KANAK-KANAK OLEH: ENDANG RINI SUKAMTI, M.S DOSEN FIK UNY

PERKEMBANGAN MOTORIK PLAY GROUP DAN TAMAN KANAK-KANAK OLEH: ENDANG RINI SUKAMTI, M.S DOSEN FIK UNY PERKEMBANGAN MOTORIK PLAY GROUP DAN TAMAN KANAK-KANAK OLEH: ENDANG RINI SUKAMTI, M.S DOSEN FIK UNY TAMAN KANAK-KANAK (TK): Usia tersebut merupakan masa usia emas (golden age) dalam proses perkembangan

Lebih terperinci

PENGARUH AKTIVITAS AKUATIK TERHADAP KEMAMPUAN MOTORIK KASAR ANAK TUNAGRAHITA RINGAN KELAS ATAS

PENGARUH AKTIVITAS AKUATIK TERHADAP KEMAMPUAN MOTORIK KASAR ANAK TUNAGRAHITA RINGAN KELAS ATAS PENGARUH AKTIVITAS AKUATIK TERHADAP KEMAMPUAN MOTORIK KASAR ANAK TUNAGRAHITA RINGAN KELAS ATAS Oleh: Puput Septiyani dan Sumaryanti Pendididkan Kesehatan dan Rekreasi FIK UNY Abstrak Kemampuan motorik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR. mentally defective, mentally handicapped, mental subnormality,

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR. mentally defective, mentally handicapped, mental subnormality, BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR A. Kerangka Teori 1. Anak Tunagrahita Ada beberapa istilah untuk menyebut anak tunagrahita, yaitu mental illness, mental retardation, mental retarded, mental deficiency,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kegiatan dalam kehidupan sehari-hari tidak lepas dari kemampuan motorik seseorang. Berjalan, berlari, melompat, menulis, menggambar, menggunting merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan motorik kasar adalah kemampuan untuk menggunakan otototot besar pada tubuh, sementara kemampuan motorik halus mencakup kemampuan manipulasi kasar (gross

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan jasmani merupakan salah satu mata pelajaran di sekolah yang memiliki peran penting terhadap perkembangan prilaku siswa seperti aspek kognitif, afektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehat jasmani dan rohani. Namun pada kenyataannya tidak semua anak lahir

BAB I PENDAHULUAN. sehat jasmani dan rohani. Namun pada kenyataannya tidak semua anak lahir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang tua mempunyai harapan untuk memiliki anak yang normal, sehat jasmani dan rohani. Namun pada kenyataannya tidak semua anak lahir dengan kondisi fisik dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak-anak). Terdapat perkembangan mental yang

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak-anak). Terdapat perkembangan mental yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Retardasi mental suatu keadaan dengan intelegensia yang kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak-anak). Terdapat perkembangan

Lebih terperinci

2015 PENGARUH OLAH RAGA RENANG TERHADAP PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR PADA ANAK AUTIS DI SLB AL-HIKMAH BANDUNG

2015 PENGARUH OLAH RAGA RENANG TERHADAP PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR PADA ANAK AUTIS DI SLB AL-HIKMAH BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia olahraga mempunyai arti dan makna sangat penting, karena olahraga dapat memberi manfaat yang sebesar-besarnya dalam kehidupan. Salah satu tujuan

Lebih terperinci

Pembelajaran Pendidikan Jasmani untuk Tingkat Raudhatul Athfal ( Khusus pengembangan motorik anak TK / RA )

Pembelajaran Pendidikan Jasmani untuk Tingkat Raudhatul Athfal ( Khusus pengembangan motorik anak TK / RA ) Pembelajaran Pendidikan Jasmani untuk Tingkat Raudhatul Athfal ( Khusus pengembangan motorik anak TK / RA ) Didalam undang undang Sistim Pendidikan Nasional no 20 Th 2003, pendidikan diorientasikan kepada

Lebih terperinci

untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan kualitas fisik dan psikis yang seimbang.

untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan kualitas fisik dan psikis yang seimbang. 57. Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) A. Latar Belakang Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan merupakan bagian integral dari

Lebih terperinci

ANALISIS MATERI. Pentingnya meningkatkan perkembangan motorik, diantaranya :

ANALISIS MATERI. Pentingnya meningkatkan perkembangan motorik, diantaranya : ANALISIS MATERI Dalam buku Anak Prasekolah (2000), masa 5 tahun pertama pertumbuhan dan perkembangan anak sering disebut sebagai masa keemasan karena pada masa itu keadaan fisik ataupun segala kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mandiri ilmu yang dipelajarinya. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. mandiri ilmu yang dipelajarinya. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan manusia. Melalui pendidikan kita mentrasfer pengetahuan dan keterampilan kepada peserta didik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Retardasi mental adalah suatu gangguan yang heterogen yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. Retardasi mental adalah suatu gangguan yang heterogen yang terdiri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Retardasi mental adalah suatu gangguan yang heterogen yang terdiri dari fungsi intelektual yang dibawah rata rata dan gangguan dalam keterampilan adaptif yang ditemukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hampir para ahli telah mencoba merumuskan dan membuat tafsirannya tentang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hampir para ahli telah mencoba merumuskan dan membuat tafsirannya tentang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Belajar Mengajar Hampir para ahli telah mencoba merumuskan dan membuat tafsirannya tentang belajar. Belajar adalah modifikasi atau memperteguhkan kelakuan melalui pengalaman.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap

Lebih terperinci

Workshop Peningkatan Kualitas Tenaga Kependidikan bagi Guru RA. Hotel Bifa Yogyakarta 15 Maret 2011

Workshop Peningkatan Kualitas Tenaga Kependidikan bagi Guru RA. Hotel Bifa Yogyakarta 15 Maret 2011 Workshop Peningkatan Kualitas Tenaga Kependidikan bagi Guru RA Hotel Bifa Yogyakarta 15 Maret 2011 1 PSIKOLOGI PERKEMBANGAN Oleh: Arumi Savitri Fatimaningrum 2 PSIKOLOGI PERKEMBANGAN PENDAHULUAN 3 Definisi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN. By: IRMA NURIANTI. SKM, M.Kes

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN. By: IRMA NURIANTI. SKM, M.Kes PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN By: IRMA NURIANTI. SKM, M.Kes Definisi ANAK DULU: < 12 THN; < 15 THN; < 16 THN UU Tenaga Kerja, UU Perkawinan [UU No. 9 TAHUN 1979 ttg Kesejahteraan Anak: USIA < 21 thn dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang selalu mengharapkan kehidupan yang bahagia. Salah satu bentuk kebahagiaan itu adalah memiliki anak yang sehat dan normal, baik secara fisik maupun mental.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fakhry Brillian Hidayat, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fakhry Brillian Hidayat, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan dengan tujuan tertentu. Ini berarti bahwa pendidikan merupakan usaha menuju kepada tujuan yang dicita-citakan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan yang pesat bahkan dikatakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan yang pesat bahkan dikatakan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak usia dini adalah individu yang sedang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang pesat bahkan dikatakan sebagai perkembangan karena usia yang tepat

Lebih terperinci

Rentang perhatian pada anak pra-sekolah sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, misalnya

Rentang perhatian pada anak pra-sekolah sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, misalnya TINGKATKAN KONSENTRASI BELAJAR ANAK Konsentrasi adalah bagaimana anak fokus dalam mengerjakan atau melakukan sesuatu sehingga pekerjaan itu mampu dikerjakan dalam waktu tertentu. Kemampuan anak berkonsentrasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hampir para ahli telah mencoba merumuskan dan membuat tafsirannya tentang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hampir para ahli telah mencoba merumuskan dan membuat tafsirannya tentang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Belajar Mengajar Hampir para ahli telah mencoba merumuskan dan membuat tafsirannya tentang belajar. Belajar adalah modifikasi atau memperteguhkan kelakuan melalui pengalaman.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hampir para ahli telah mencoba merumuskan dan membuat tafsirannya tentang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hampir para ahli telah mencoba merumuskan dan membuat tafsirannya tentang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Belajar Mengajar Hampir para ahli telah mencoba merumuskan dan membuat tafsirannya tentang belajar. Belajar adalah modifikasi atau memperteguhkan kelakuan melalui pengalaman.

Lebih terperinci

Permasalahan Anak Usia Taman Kanak-Kanak Oleh: Nur Hayati, S.Pd PGTK FIP UNY

Permasalahan Anak Usia Taman Kanak-Kanak Oleh: Nur Hayati, S.Pd PGTK FIP UNY Permasalahan Anak Usia Taman Kanak-Kanak Oleh: Nur Hayati, S.Pd PGTK FIP UNY Pendahuluan Setiap anak memiliki karakteristik perkembangan yang berbeda-beda. Proses utama perkembangan anak merupakan hal

Lebih terperinci

Pengaruh Motorik Kasar Anak Tunagrahita Terhadap Motorik Halus (Arif Rohman Hakim, S. Or, M. Pd)

Pengaruh Motorik Kasar Anak Tunagrahita Terhadap Motorik Halus (Arif Rohman Hakim, S. Or, M. Pd) PENGARUH MOTORIK KASAR ANAK TUNAGRAHITA TERHADAP MOTORIK HALUS Arif Rohman Hakim, S.Or, M.Pd Program Studi Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tunas

Lebih terperinci

Mengenal Penyakit Kelainan Darah

Mengenal Penyakit Kelainan Darah Mengenal Penyakit Kelainan Darah Ilustrasi penyakit kelainan darah Anemia sel sabit merupakan penyakit kelainan darah yang serius. Disebut sel sabit karena bentuk sel darah merah menyerupai bulan sabit.

Lebih terperinci

PENGARUH PIJAT BAYI TERHADAP PENINGKATKAN BERAT BADAN PADA BALITA GIZI KURANG USIA BULAN DI PUSKESMAS IMOGIRI II KABUPATEN BANTUL

PENGARUH PIJAT BAYI TERHADAP PENINGKATKAN BERAT BADAN PADA BALITA GIZI KURANG USIA BULAN DI PUSKESMAS IMOGIRI II KABUPATEN BANTUL PENGARUH PIJAT BAYI TERHADAP PENINGKATKAN BERAT BADAN PADA BALITA GIZI KURANG USIA 12-24 BULAN DI PUSKESMAS IMOGIRI II KABUPATEN BANTUL SKRIPSI DISUSUN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN DALAM MENDAPATKAN

Lebih terperinci

KEMAMPUAN KHUSUS INDIVIDU & ANTISIPASI PENDIDIKAN

KEMAMPUAN KHUSUS INDIVIDU & ANTISIPASI PENDIDIKAN KEMAMPUAN KHUSUS INDIVIDU & ANTISIPASI PENDIDIKAN II. CACAT MENTAL Grahita pikir / memahami. Tuna Grahita ketidakmampuan dalam berpikir. MR / Mental Retardation. awalnya hanya mengacu pd aspek kognitif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada pertengahan tahun 2008 karena penurunan ekonomi global.

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada pertengahan tahun 2008 karena penurunan ekonomi global. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis ekonomi gelombang II setelah krisis ekonomi tahun 1997 kembali terjadi pada pertengahan tahun 2008 karena penurunan ekonomi global. Krisis ekonomi tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasar/bekal ilmu untuk menghadapi tantangan dimasa yang akan datang dan

BAB I PENDAHULUAN. dasar/bekal ilmu untuk menghadapi tantangan dimasa yang akan datang dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses untuk meningkatkan martabat manusia yang memungkinkan potensi diri (afektif, kognitif, psikomotor) berkembang secara optimal. Pendidikan

Lebih terperinci