KERAGAMAN KOMPONEN KIMIA DAN DIMENSI SERAT KAYU REAKSI MELINJO (Gnetum gnemon Linn) NOVIYANTI NUGRAHENI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KERAGAMAN KOMPONEN KIMIA DAN DIMENSI SERAT KAYU REAKSI MELINJO (Gnetum gnemon Linn) NOVIYANTI NUGRAHENI"

Transkripsi

1 KERAGAMAN KOMPONEN KIMIA DAN DIMENSI SERAT KAYU REAKSI MELINJO (Gnetum gnemon Linn) NOVIYANTI NUGRAHENI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 iii KERAGAMAN KOMPONEN KIMIA DAN DIMENSI SERAT KAYU REAKSI MELINJO (Gnetum gnemon Linn) NOVIYANTI NUGRAHENI E Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan IPB DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

3 iv RINGKASAN NOVIYANTI NUGRAHENI. E Keragaman Komponen Kimia dan Dimensi Serat Kayu Reaksi Melinjo (Gnetum gnemon Linn) Dibawah bimbingan DEDED SARIP NAWAWI Kayu merupakan produk alam yang sangat komplek hasil dari pertumbuhan pohon. Diantara berbagai sifat kayu, salah satu cacat kayu yang sering ditemui adalah kayu reaksi. Apabila selama pertumbuhannya, pohon mendapatkan pengaruh mekanis dari luar, tumbuhan berkayu akan membentuk kayu reaksi yang dikenal sebagai kayu tekan (compression wood) pada kayu daun jarum (softwood)dankayutarik(tension wood) pada kayu daun lebar (hardwood). Kayu tekan terbentuk pada bagian bawah batang miring atau bengkok yang ditandai dengan terbentuknya jaringan kayu yang lebih lebar, sedangkan kayu tarik terbentuk sebaliknya. Kayu reaksi telah diketahui memiliki perbedaan dalam sifat anatomi, sifat fisis, dan sifat kimia dibanding kayu normal. Ditinjau dari sifat kimianya, kayu tekan pada kayu daun jarum dikenal dengan kandungan lignin yang lebih tinggi dan selulosa yang lebih rendah dibanding kayu normalnya, sedangkan kayu tarik jenis kayu daun lebar memiliki kandungan selulosa yang lebih tinggi dan lignin yang lebih rendah dibanding kayu normal. Gnetum gnemon L adalah salah satu jenis kayu yang termasuk ke dalam kelompok gimnospermae sebagaimana jenis kayu softwood lainnya, akan tetapi jaringan kayunya memiliki pori (vessel) yang merupakan tipikal dari jenis kayu hardwood kelompok angiospermae. Oleh karena itu seringkali jenis kayu ini disebut sebagai jenis kayu transisi antara softwood dan hardwood. Oleh karena itu menjadi sangat menarik untuk diteliti, apakah jenis kayu ini akan merespon pengaruh mekanis dari luar dengan membentuk kayu reaksi berupa kayu tekan seperti halnya jenis kayu softwood, atau sebaliknya berperilaku seperti halnya kayu hardwood yang membentuk kayu tarik, dengan sifat kimianya yang khas kayu daun lebar. Perbedaan respon kayu ini dalam membentuk kayu reaksi akan mengakibatkan perbedaan sifat kimia yang dimilikinya dan pada akhirnya akan berimplikasi pula terhadap kesesuaian dalam pemanfaatan kayu ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik komponen kimia dan dimensi serat kayu reaksi G. gnemon serta kayu oppositnya, dan implikasinya terhadap kemungkinan pemanfaatan jenis kayu ini sebagai bahan baku pulp dan kertas. Sampel kayu diperoleh dari pohon yang tumbuh miring, dan contoh uji diambil dari empat bagian searah melingkar batang, masing-masing bagian kayu reaksi, kayu opposit, dan bagian kayu antara kayu reaksi dan kayu oppositnya. Analisis kimia kayu dilakukan dengan merujuk pada standar TAPPI (Technical Association of Pulp and Paper Industry) dan analisis dimensi serat kayu menggunakan metoda maserasi. Penilaian kualitas kayu berdasarkan sifat kimia dan dimensi seratnya dilakukan dengan merujuk pada kriteria persyaratan sifat kayu untuk bahan pulp dan kertas dan kriteria penilaian serat kayu Indonesia untuk bahan baku pulp dan kertas. Secara visual, kayu G. gnemon membentuk kayu reaksi pada bagian sisi bawah batang pohon yang miring seperti halnya kayu daun jarum (softwood),

4 v akan tetapi secara umum bagian kayu reaksi memiliki kandungan selulosa, selulosa, holoselulosa yang lebih tinggi, dan lignin lebih rendah dibanding bagian kayu oppositnya. Fenomena ini sama seperti yang terjadi pada kayu reaksi dari jenis kayu daun lebar umumnya. Oleh karena itu, walaupun pembentukan jaringan kayu reaksi seperti pola kayu daun jarum tetapi karakteristik kimianya lebih menyerupai kayu daun lebar. Hal ini ditunjang oleh karakteristik seratnya yang memiliki sifat dari jenis kayu daun lebar. Jaringan yang terbentuk pada kayu reaksi melinjo mempunyai serat yang pendek, dinding sel yang tebal dan jumlah pori yang semakin sedikit dibandingkan dengan kayu oppositnya. Karakteristik ini menunjukkan ciri-ciri dari kayu reaksi dari jenis kayu daun lebar atau hardwood (Sjostrom 1991, Fengel Wegener 1985, Rowell 1984, Tsoumis 1991). Kandungan komponen kimia kayu reaksi melinjo menunjukkan nilai selulosa 42%, -selulosa 23,93%, dan holoselulosa 81,60% lebih tinggi jika dibandingkan dengan bagian oppositnya dengan nilai selulosa 41,36%, -selulosa 20,42% dan holoselulosa 80,08%. Kandungan lignin lebih rendah pada bagian kayu reaksi (22,45%) dibanding dengan bagian kayu oppositnya yaitu sebesar 23,40%. Berdasarkan kandungan holoselulosanya yang tinggi dan lignin yang rendah, jenis kayu melinjo memiliki potensi yang baik sebagai bahan baku pulp dan kertas; akan tetapi karena nilai -selulosanya rendah dan karakteristik serat yang hanya termasuk ke dalam kualitas III berdasarkan kriteria penilaian serat kayu Indonesia untuk bahan baku pulp dan kertas; maka pulp dari jenis kayu ini tidak sesuai untuk produk kertas yang mensyaratkan kualitas kekuatan lembaran yang tinggi. Kata kunci : kayu reaksi, opposit, Gnetum gnemon L, komponen kimia, dimensi serat.

5 THO vi Variation of Chemical Components and Fiber Dimension in the Reaction Wood of Gnetum gnemon L. Noviyanti Nugraheni 1 and Deded Sarip Nawawi 2 INTRODUCTION. Wood is a biological product produced by influencing of genetic and environmental factors. When a tree has been getting external forces such as wind and gravity, tree produce a special wood tissue referred to as reaction wood. Softwood produced a compression wood formed in the lower side of leaning stem, however, hardwood produced a tension wood in the upper side of leaning stem. Reaction wood has been known having difference in anatomical, physical and chemical properties compare to normal wood. Compression wood found to be higher in lignin content and lower in cellulose content than normal wood, however, tension wood has a higher of cellulose and lower of lignin compare to normal wood. Gnetum gnemon L. is one wood species belong to gymnosperm, however, this wood species found to have vessel in its wood tissue as a typical of hardwood. It is interesting to know whether this wood species produce compression wood or tension wood during its reaction wood formation. The aim of this research is to investigate the characteristic of chemical component and fibers properties of Gnetum gnemon L. This information will be needed in relation to utilize of this wood as a fiber resources for pulp and paper production. METHODS. The analysis of wood component was conducted according to TAPPI standard, and fiber dimension measurement was done by maceration method. Wood samples were taken from the leaning stem of Gnetum gnemon L, and test specimen were prepared from four different part along periphery direction of wood disk; i.e. reaction wood, opposite wood, and side wood part. RESULTS. Gnetum gnemon L tree formed the reaction wood tissue in the lower side of its leaning stem, which, is similar to softwood species. In the other hand, from chemicals properties of point view this wood species seem to be similar with hardwood species. Reaction wood tissue of Gnetum gnemon Lhasahigherin cellulose and -cellulose, and lower in lignin content compare to opposite wood. This tendency was similar with tension wood of hardwood species. It was in agreement with anatomical properties, which, reaction wood has a fewer of vessel, shorter and ticker of fiber than opposite wood. According to Indonesia wood fiber classification for pulp and paper, Gnetum gnemon wood is fulfill of requirement as raw material for medium grade of pulp and paper products. Advisor, Deded Sarip Nawawi, Ir, M.Sc. 1. Student of Forest Product Department Faculty of Forestry, Bogor Agricultural University 2. Lecturer of Forest Product Department Faculty of Forestry, Bogor Agricultural University Markus Haryanto and Nurani Krisdiawati. Kroya Cilacap.

6 vii PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Keragaman Komponen Kimia dan Dimensi Serat Kayu Reaksi Melinjo (Gnetum gnemon Linn) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Agustus 2008 Noviyanti Nugraheni NRP E

7 viii Judul Skripsi Nama NIM : Keragaman Komponen Kimia dan Dimensi Serat Kayu Reaksi Melinjo (Gnetum gnemon Linn) : Noviyanti Nugraheni : E Menyetujui: Dosen Pembimbing Ir. Deded Sarip Nawawi, MSc NIP Mengetahui: Dekan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP Tanggal lulus:

8 ix KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan YME atas segala berkat dan angerah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dengan dukungan dari berbagai pihak, penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Keragaman Komponen Kimia dan Dimensi Serat Kayu Reaksi Melinjo (Gnetum gnemon Linn). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik komponen kimia dan dimensi serat kayu reaksi Gnetum gnemon L serta kayu oppositnya, sehingga dapat meningkatkan pemanfaatannya terutama sebagai bahan serat untuk pembuatan pulp dan kertas. Penyusunan skripsi dilakukan atas dasar penelitian yang dilakukan selama dua bulan yaitu dari bulan Mei 2008 hingga Juni 2008 di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Ir. Deded Sarip Nawawi, MSc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini, kedua orang tua penulis dan keluarga yang telah banyak memberikan kasih sayang, semangat serta dukungan doa dan dana, staf pengajar dan teknisi Laboratorium Kimia Hasil Hutan, dan semua pihak yang telah membantu kelancaran hingga selesainya karya ilmiah ini. Bogor, Agustus 2008 Penulis

9 x RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cilacap pada tanggal 5 November 1986, sebagai putri pertama dari dua bersaudara dari pasangan Markus Haryanto (ayah) dan Nurani Krisdiawati (ibu). Pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1992 di SD Negeri Kedawung I dan selesai pada tahun Setelah itu pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 1 Kroya hingga selesai pada tahun 2001, dan melanjutkan ke SMU Negeri 1 Kroya Cilacap hingga tamat pada tahun Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan ditetapkan sebagai mahasiswa Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi mahasiswa, penulis mengikuti praktek Pengenalan dan Pengolahan Hutan pada bulan Juli-Agustus 2007 di Kampus Praktek Umum Universitas Gadjah Mada KPH Getas, BKPH Baturaden dan BKPH Cilacap. Pada tahun 2008 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) selama dua bulan di PT. Injakayu Terpadu Gunung Putri Bogor Jawa Barat. Selama kuliah penulis juga aktif dalam berbagai organisasi kemahasiswaan diantaranya adalah sebagai staf Human Resource Development IFSA LC IPB dan staf kelompok minat ekonomi industry Himasiltan ( ). Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan IPB, penulis melakukan penelitian dan menyusun karya ilmiah dengan judul Keragaman Komponen Kimia dan Dimensi Serat Kayu Reaksi Melinjo (Gnetum gnemon Linn) dibawah bimbingan Ir. Deded Sarip Nawawi, MSc

10 xi UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan memberi dukungan selama menyelesaikan tugas akhir ini, dianaranya kepada: 1. Bapak, alm. Ibu dan lia (adik), juga keluarga besar penulis untuk kasih sayang, motivasi, dukungan dan perhatiannya. 2. Ir. Deded Sarip Nawawi, Msc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dengan penuh kesabaran, dan semangatnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. 3. Rizky Nugraha atas dukungan dan semangat yang diberikan kepada penulis. 4. Teman-teman seperjuangan (THH 41) dan seluruh warga Fahutan atas kebersamaannya dalam suka dan duka. 5. Seluruh dosen, staf dan teman-teman di Keluarga Besar Kimia Hasil Hutan (Pak Atin, bibi, mas Wawan, Ali, Rendra, Edo, Adi, Sandy, Patria, Hanif, Gokma, Zee, Farika, K Puy) atas kerjasama, informasi, sharing dan kekompakannya. 6. Seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Hasil Hutan. 7. Teman-teman pengurus PF Fahutan 41 (Andri, Bety, Kety, Lilis, Melincah) serta Bang Gustaf dan Kak Ike atas kebersamaannya dalam melayani. 8. Seluruh penghuni Pondok Surya (Gendis, Fath, Siska, Wiwin, Citra dll) atas kebersamaan sebagai satu keluarga, perhatian, kekompakan dan untuk semua fasilitas pendukung yang telah disediakan bagi penulis

11 i DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR LAMPIRAN... v I. PENDAHULUAN Latar belakang Tujuan penelitian Manfaat penelitian... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA Kayu reaksi Kayu tarik Kayu tekan Gnetum gnemon Linn Komponen kimia struktural kayu Komponen kimia non-struktural kayu Dimensi serat dan turunan dimensi serat Dimensi serat Turunan dimensi serat... 9 III. BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat penelitian Bahan dan alat Bahan penelitian Alat penelitian Metode penelitian Identifikasi kayu reaksi Persiapan bahan baku Penentuan komponen kimia structural kayu Kadar selulosa Kadar -selulosa Kadar holoselulosa... 13

12 ii Kadar lignin Penentuan komponen non-struktural kayu Kelarutan dalam air Kelarutan dalam NaOH 1% Kelarutan dalam etanol-benzene (1:2) Kadar abu kayu Pengukuran dimensi serat Pembuatan slide maserasi Pembuatan slide mikrotom Perhitungan turunan dimensi serat Analisis data IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pembentukan kayu reaksi Komponen kimia struktural kayu Selulosa Alpha-selulosa Holoselulosa Lignin Komponen kimia non- struktural kayu Kelarutan dalam air Kelarutan dalam NaOH 1% Kelarutan dalam etanol-benzene (1:2) Kadar abu Dimensi serat dan turunannya Dimensi serat Turunan dimensi serat Jumlah pori dan diameter pori V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 39

13 iii DAFTAR TABEL No Halaman 1. Komponen Kimia Struktural Kayu Reaksi Gnetum gnemon L pada Posisi Melingkar Batang Komponen Kimia Non-Struktural kayu reaksi Gnetum gnemon L pada arah melingkar batang Dimensi serat kayu reaksi Gnetum gnemon L pada arah melingkar Jumlah pori/mm 2 dan diameter serat pada arah melingkar batang... 34

14 iv DAFTAR GAMBAR No Halaman 1. Pengambilan contoh uji Penampang melintang batang Gnetum gnemon Lsetelah ditebang dan slide mikrotom sisi melintang kayu reaksi Gnetum gnemon L Keragaman kadar selulosa kayu reaksi Gnetum gnemon L pada arah melingkar batang Keragaman -Selulosa kayu reaksi Gnetum gnemon L pada arah melingkar batang Keragaman kadar holoselulosa kayu reaksi Gnetum gnemon L pada arah melingkar batang Keragaman lignin kayu reaksi Gnetum gnemon L pada arah melingkar batang Keragaman kelarutan dalam air dingin kayu reaksi Gnetum gnemon L pada arah melingkar batang Keragaman kelarutan dalam air panas kayu reaksi Gnetum gnemon L pada arah melingkar batang Keragaman kelarutan dalam NaOH 1% kayu reaksi Gnetum gnemon L pada arah melingkar batang Keragaman kelarutan dalam Etanol-Benzene (1:2) kayu reaksi Gnetum gnemon L pada arah melingkar batang KeragamankadarabukayureaksiGnetum gnemon L pada arah melingkar batang Keragaman panjang serat, tebal dinding serat dan diameter lumen kayu reaksi Gnetum gnemon L pada arah melingkar batang Keragaman runkel ratio, daya tenun, flexibility ratio dan coefisien of rigidity kayu reaksi Gnetum gnemon Lpadaarah melingkar batang Keragaman jumlah pori /mm 2 dan diameter pori kayu reaksi Gnetum gnemon L pada arah melingkar batang... 35

15 v DAFTAR LAMPIRAN No Halaman 1. Data persentase komponen kimia kayu reaksi Gnetum gnemon L Data persentase kelarutan ekstraktif kayu reaksi Gnetum gnemon L Data dimensi serat kayu reaksi Gnetum gnemon L Data Jumlah pori/mm 2 kayu reaksi Gnetum gnemon L Diameter pori pada posisi melingkar batang kayu reaksi Gnetum gnemon L Klasifikasi komponen kimia kayu Indonesia Persyaratan sifat kayu untuk bahan pulp dan kertas Kriteria penilaian serat kayu Indonesia untuk bahan baku pulp dan kertas... 48

16 I. PENDAHULUAN Latar Belakang Kayu merupakan salah satu produk alam, mempunyai sifat yang sangat kompleks yang merupakan hasil proses pertumbuhan pohon (Surjokusumo et al. 1984). Sifat kompleks tersebut dapat terjadi dalam jenis yang sama dari pohon berbeda, maupun dalam satu batang pohon. Faktor genetik dan lingkungan mempengaruhi pertumbuhan pohon dan berpengaruh pula terhadap kualitas kayu. Kayu yang biasanya dikehendaki oleh manusia dalam penggunaanya adalah kayu normal, dengan diameter besar dan silindris. Cacat kayu yang sering dijumpai adalah kayu reaksi (reaction wood). Kayu reaksi terjadi apabila pohon mendapat pengaruh dari luar sehingga mengganggu keseimbangan alaminya dan pohon membentuk jaringan khusus. Walaupun kayu reaksi yang dibentuk dalam kayu daun lebar berbeda dengan kayu reaksi yang dibentuk dalam kayu daun jarum, tetapi fungsi kayu reaksi sama yaitu untuk mengembalikan batang atau cabang ke posisi semula (Haygreen dan Bowyer 2003). Kayu reaksi baik berupa kayu tekan atau tarik, berbeda dalam sifat anatomi, kimia dan fisis dari kayu normal dan seringkali merugikan dalam penggunaanya. Dari aspek kimia, kayu tekan diketahui mengandung lignin dan galaktan lebih tinggi dibandingkan kayu normal dan dari aspek anatomi kayu tekan memiliki kerapatan tinggi, dinding sel lebih tebal, warna lebih gelap, serat lebih pendek dan susut longitudinal 10-15% lebih tinggi dari kayu normal (Wilson 1981). Sementara itu, kayu tarik diketahui mengandung selulosa yang lebih tinggi, lignin dan poliosa yang lebih rendah, vessel yang lebih sedikit dan kecil dibanding kayu normal (Fengel dan Wegener 1995). Keragaman komponen kimia tersebut mempunyai arti penting karena menentukan kegunaan suatu jenis kayu. Melinjo (Gnetum gnemon L.) adalah suatu jenis tanaman berbiji terbuka (Gymnospermae) dari famili Gnetaceae yang berasal dari asia tropik, batangnya kokoh, mempunyai serat yang kuat dan buahnya bisa dimanfaatkan sebagai makanan. Melinjo mempunyai karakteristik unik karena walaupun kayu ini termasuk ke dalam jenis gymnospermae akan tetapi dilihat dari struktur

17 2 anatominya, mempunyai pori (vessel) yang merupakan ciri khas kayu hardwood dari kelompok angiospermae dan seringkali pula jenis kayu ini disebut sebagai jenis kayu transisi antara softwood dan hardwood. Hingga saat ini belum diketahui dengan jelas apakah jenis kayu ini akan merespon pengaruh mekanis dari luar dengan membentuk kayu reaksi berupa kayu tekan seperti halnya jenis kayu softwood, atau sebaliknya berperilaku seperti halnya kayu hardwood yang membentuk kayu tarik, dengan sifat kimianya yang khas, kayu daun lebar. Perbedaan respon kayu ini dalam membentuk kayu reaksi akan mengakibatkan perbedaan sifat kimia yang dimilikinya dan pada akhirnya akan berimplikasi pula terhadap kesesuaian dalam pemanfaatan kayu ini Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik komponen kimia dan dimensi serat kayu reaksi Gnetum gnemon L serta kayu oppositnya, sehingga dapat meningkatkan pemanfaatannya, terutama sebagai bahan serat untuk pembuatan pulp dan kertas Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat; (1) menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang ilmu kayu sebagai bahan baku, (2) dalam rangka penggunaan kayu reaksi melinjo secara tepat, karena pengetahuan tentang sifat kimia dan dimensi serat merupakan salah satu sifat dasar kayu sebagai dasar pertimbangan penggunaan kayu sebagai bahan serat. Informasi tentang kandungan komponen kimia kayu seperti selulosa, selulosa, holoselulosa, hemiselulosa, lignin dan ekstraktif kayu reaksi Gnetum gnemon L. dapat membantu dalam usaha pemanfaatan kayu tersebut sebagai bahan baku serat untuk pembuatan kertas.

18 3 II. TINJAUAN PUSTAKA Kayu Reaksi ( Reaction wood ) Sebagai produk dari organisme hidup, kayu merupakan hasil produk biologis pohon dengan berbagai keragaman sifatnya. Sifat dan kualitas kayu secara alami sangat ditentukan oleh sifat genetik dan kondisi lingkungan yang mempengaruhinya. Apabila pohon mendapat pengaruh luar yang menggangu keseimbangan alaminya, seperti oleh angin, atau tekanan dan beban mekanis lainnya, pohon akan membentuk jaringan khusus yang disebut kayu reaksi (Sjostrom 1991, Walker 1993, Rowell 1984). Pada kayu daun jarum, kayu reaksi dikenal dengan istilah kayu tekan (compression wood) yang terbentuk pada bagian bawah batang pohon yang miring atau cabang, sedangkan pada kayu daun lebar terjadi reaksi jaringan pada bagian atas batang pohon atau cabang, dan ini dikenal sebagai kayu tarik (tension wood). Pada penampang cross section untuk bagian pangkal pohon akan terlihat eccentric (Kollman dan Cote 1968). Fungsi dari jaringan ini adalah untuk memulihkan atau menyeimbangkan batang atau cabang dari tekanan ke kondisi awalnya Kayu Tarik Kayu daun lebar yang termasuk dalam angiospermae membentuk kayu reaksi yang disebut kayu tarik. Perbedaan mendasar yang ditunjukkan dalam struktur kayu yang termasuk pada angiospermae yaitu ditemukan sel pembuluh dan mempunyai struktur lebih komplek serta variasi tipe sel yang lebih besar dalam tiap sel (Pandit dan Ramdan 2002). Kayu tarik terbentuk pada bagian atas batang yang melengkung atau miring, walaupun tidak selalu ditemui pada setiap jenis. Kayu tarik terkonsentrasi pada area yang lebar berwarna lebih putih/terang dibanding dengan kayu normal, sedangkan pada kayu tropis, kayu tarik berwarna lebih gelap, kalu digergaji menghasilkan permukaan yang kasar. Perbandingan volume serat dengan sel pembuluh lebih tinggi dengan ukuran diameter vessel yang lebih kecil (Rowell 1984). Selulosa kayu tarik umumnya lebih tinggi, dengan lignin dan poliosa lebih sedikit. Menurut Scurfield (1973) dalam Haygreen dan Bowyer (1989), susunan

19 4 dinding sel tergantung pada tingkat perkembangan suatu sel tertentu pada saat miringnya batang. Sel-sel yang telah membentuk lapisan S1 dan S2 dalam dinding sekunder akan segera menghentikan perkembangan yang normal bila batang miring dan berganti dengan lapisan gelatinous (Lapisan G) sehingga menyebabkan meningkatnya selulosa Kayu Tekan Dalam kayu daun jarum yang termasuk dalam gymnospermae, kayu reaksi sering juga disebut kayu tekan. Perbedaan mendasar yang ditunjukkan dalam struktur kayunya yaitu pada gymnospermae tidak ditemukan sel pembuluh dan mempunyai struktur lebih sederhana serta variasi tipe sel yang lebih kecil (Pandit dan Ramdan 2002). Kayu reaksi terbentuk pada sisi tekan (sisi bawah) batang yang miring. Kayu tekan juga terbentuk hampir secara universal dalam cabangcabang, yang berfungsi untuk mempertahankan sudut cabang. Sifat kayu tekan sangat berbeda dengan kayu dewasa yang normal. Trakeid kayu tekan kira-kira 30% lebih pendek dari pohon normal. Kayu tekan mengandung selulosa 10% lebih sedikit dan lignin serta hemiselulosa 8-9% lebih banyak dari kayu normal (Kollman dan Cote 1968). Faktor ini mengurangi kesesuaian kayu tekan untuk pembuatan pulp dan kertas. Penyusutan longitudinal kayu tekan umumnya 1-2% (dibandingkan 0,1-0,2% untuk kayu normal) dan bahkan dapat mencapai 6-7%. Kayu tekan sering memiliki lingkaran tahun yang sangat lebar pada sisi bawah atau sisi tekan batang yang miring tersebut, dengan lingkaran yang jauh lebih sempit pada sisi yang berlawanan pada empulur. Pada tingkat mikroskopik dapat dilihat secara longitudinal ujung-ujung trakeida kayu tekan bengkok dan terlipat. Dalam potongan melintang, sel ini lebih membulat dari pada segi empat dan mempunyai ruang antar sel yang tegas diantaranya. Analisis dinding trakeida kayu tekan menunjukan hanya lapisan S-1 dan S-2 yang terdapat dalam dinding primer, dengan sudut mikrofibril S-2 yang lebih besar menghasilkan penyusutan longitudinal yang besar (Wardrop dan Dadswell 1950 dalam Haygreen dan Bowyer 1989).

20 5 Kayu tekan hanya memiliki 30% selulosa, dibandingkan dengan kandungan selulosa pada kayu normal yang mencapai 42%, dengan kandungan lignin lebih tinggi 40% (Timell 1981 dalam Siau 1984). Pada kayu tekan mengandung lebih sedikit selulosa kristalin bila dibandingkan dengan kayu normal (Tanaka et al dalam Siau 1984) Kayu Melinjo (Gnetum gnemon Linn) Melinjo (Gnetum gnemon L.) adalah suatu spesies tanaman berbiji terbuka (Gymnospermae) berbentuk pohon yang berasal dari Asia tropik dan Pasifik Barat. Melinjo merupakan tumbuhan tahunan berbentuk pohon yang berumah dua (dioecious) dari famili Gnetaceae. Batangnya kokoh dan bisa dimanfaatkan sebagai bahan bangunan. Daunnya tunggal berbentuk oval dengan ujung tumpul. Melinjo (Gnetum gnemon L.) adalah tanaman tahunan yang tumbuh dengan baik di daratan rendah dan tinggi yang tidak lebih dari 1200 m dpl. Tumbuhan ini dapat tumbuh pada tanah liat, lempung dan tanah berpasir. Tumbuhan melinjo mulai berbuah pada umur 3~4 tahun. Kulit tanaman ini juga berguna, yaitu dapat diolah menjadi tali. Suatu macam serat yang berkualitas tinggi dihasilkan dari kulit batang bagian dalam kulit ini dimanfaatkan sebagai tali panah yang terkenal di pulau Sumba, juga untuk tali pancing atau jaring, berkat ketahanannya terhadap air laut (Harley dan Elevitch 2006) Komponen Kimia Struktural Kayu Komponen kimia kayu dibedakan menjadi komponen-komponen makromolekul utama dinding sel yaitu selulosa, hemiselulosa, dan lignin, yang terdapat pada semua kayu, dan komponen-komponen minor dengan berat molekul kecil (ekstraktif dan zat-zat mineral), yang biasanya lebih berkaitan dengan jenis kayu tertentu dalam jenis dan jumlahnya. Perbandingan dan komposisi kimia lignin dan hemiselulosa berbeda pada kayu daun jarum dan kayu daun lebar, sedangkan selulosa merupakan komponen yang seragam pada semua kayu (Fengel dan Wegener 1995). Haygreen dan Bowyer (1989) menyatakan bahwa kayu adalah suatu karbohidrat yang tersusun atas karbon, hidrogen dan oksigen. Kayu mengandung

21 6 senyawa an-organik yang tetap tinggal setelah terjadi pembakaran tinggi. Residu semacam ini dikenal dengan abu. Unsur-unsur penyusun kayu itu tergabung dalam sejumlah senyawa organik : selulosa, hemiselulosa dan lignin. Kollman dan Cote (1989) menyatakan bahwa pada kayu daun lebar dan kayu daun jarum normal, mengandung 42±2% selulosa. Lignin pada kayu daun lebar 18-25%, sedang pada kayu daun jarum 25-35%. Selulosa merupakan homopolisakarida yang tersusun atas unit-unit -Dglukopiranosa yang terikat satu sama lain dengan ikatan glikosida (1 4). Molekul-molekul selulosa seluruhnya berbentuk linier dan mempunyai kecenderungan kuat membentuk ikatan-ikatan hidrogen intra dan inter molekul. Berkas-berkas molekul selulosa membentuk agregat bersama-sama membentuk mikrofibril yang mengandung tempat-tempat yang sangat teratur (kristalin), diselingi dengan tempat-tempat yang kurang teratur (amorf). Mikrofibril membentuk fibril-fibril dan akhirnya serat-serat (Sjostrom, 1991). Menurut Casey (1980), selulosa dalam kayu berikatan dengan banyak zat lain yang berbeda antara lain hemiselulosa dan lignin. Pemisahan selulosa dari zat pengotor berguna dalam proses pembuatan pulp karena terlalu banyak zat lain dalam pulp akan menurunkan kualitas dari pulp tersebut. Dalam setiap metode isolasi, selulosa tidak dapat diperoleh dalam keadaan murni, namun hanya diperoleh sebagai hasil yang kurang murni yang biasanya disebut -selulosa. Istilah ini dinyatakan oleh Cross dan Bevan pada tahun 1912 untuk selulosa kayu yang tidak larut dalam natrium hidroksida kuat. Menurut Casey (1980), kertas yang memiliki kandungan -selulosa yang tinggi atau viskositas yang tinggi, pada umumnya mengandung serat berkualitas tinggi dan dikarakterisasi memiliki derajat stabilitas yang tinggi. Lignin adalah suatu polimer yang kompleks dengan berat molekul tinggi, tersusun atas unit-unit fenilpropana. Lignin sangat stabil dan sukar dirubah dan mempunyai bentuk yang bermacam-macam, sehingga susunan lignin yang pasti dalam kayu tetap tidak menentu. Lignin terdapat diantara sel-sel dan didalam dinding sel. Lignin sangat erat hubungannya dengan selulosa dan berfungsi untuk memberikan ketegaran pada sel. Lignin juga berpengaruh dalam memperkecil perubahan dimensi sehubungan dengan perubahan kandungan air kayu dan

22 7 mempertinggi sifat ketahanan kayu terhadap serangan cendawan dan serangga (Haygreen dan Bowyer 1989). Achmadi (1990) menyebutkan bahwa lignin dapat dibagi dalam kelompok menurut unsur strukturalnya, yaitu : 1.Lignin guaiasil : terdapat pada kayu daun jarum (23-32%), dengan prazat koniferil alkohol. 2.Lignin guaiasil-siringil : merupakan ciri kayu daun lebar (20-28%,pada kayu tropis> 30%), dengan prazat koniferil alkohol : sinapil alkohol, nisbah 4:1 sampai 1: Komponen Kimia Non-Struktural Kayu Ekstraktif kayu meliputi sejumlah besar senyawa yang berbeda yang dapat diekstraksi dari kayu dengan menggunakan pelarut polar dan non polar. Dalam arti yang sempit ekstraktif merupakan senyawa yang larut dalam pelarut organik. Senyawa-senyawa karbohidrat dan anorganik yang larut dalam air juga termasuk dalam senyawa yang dapat diekstraksi (Fenger dan Wegener 1995). Ekstraktif dapat dibagi menjadi fraksi lipofilik, dan fraksi hidrofilik, walaupun batasannya kurang jelas, yang termasuk fraksi lipofilik adalah lemak, lilin, terpena, terpenoid dan alkohol alifatik tinggi. Fraksi hidrofilik meliputi senyawa fenolik (tanin, lignin, stilbena), karbohidrat terlarut, vitamin, protein, vitamin, garam anorganik (Achmadi 1990) Kandungan dan komposisi ekstraktif berbeda diantara spesies kayu, berdasarkan letak geografi dan musim. Pada sisi lain, komposisi ekstraktif dapat digunakan untuk determinasi kayu-kayu tertentu yang sukar dibedakan secara anatomi. Ekstraktif terkonsentrasi dalam saluran resin dan sel-sel parenkim jarijari ; jumlah yang rendah juga terdapat dalam lamela tengah, interseluler dan dinding sel trakeid dan serabut libiform. Ekstraktif juga dapat mempengaruhi kekuatan pulp, perekatan dan pengerjaan kayu akhir maupun sifat-sifat pengeringan (Fengel dan Wegener 1995) Dimensi Serat dan Turunan Dimensi Serat Dimensi Serat Serat adalah tipe sel longitudinal yang bertangung jawab terhadap fungsi penyokongnya pada kayu daun lebar. Serat merupakan sel yang memanjang

23 8 dengan ujung tertutup dan biasanya berdinding tebal. Dalam banyak kasus, persentase volume serat yang tinggi menunjukkan berat jenis yang tinggi pula (Wangaard 1981). Pada kayu daun lebar terdapat 2 tipe serat yaitu serat trakeid dan serat libiform. Keduanya bervariasi dalam diameter, panjang, ketebalan dinding sel, dan volume. Panjang serat rata-rata bervariasi dari 0,64 hingga 2,30 mm dan persentase volume serat kayu daun lebar berkisar dari 34,7 hingga 75,7% (Panshin dan de Zeeuw 1980 dalam Higuci 1985). Panjang serat bervariasi dipengaruhi oleh jenis kayu, posisi, batang, umur, dan tempat tumbuh. Panjang serat ke arah tinggi bertambah mulai dari pangkal batang sampai mencapai maksimum pada ketinggian tertentu dan selanjutnya bertambah pendek sampai pucuk. Selain itu dengan bertambahnya umur pohon, ukuran panjang serat cenderung bertambah (Pandit 2002). Panjang serat berpengaruh terhadap sifat-sifat fisik kertas seperti kekuatan dan kekakuan, khususnya kekuatan sobek yang akan menurun seiring dengan menurunnya panjang serat. Serat panjang memungkinkan terjadinya ikatan antar serat yang lebih luas, tetapi dengan semakin panjang serat maka kertas akan semakin kasar (Casey 1980). Semakin panjang serat kayu akan memperluas permukaan ikatan antar serat pada saat penggilingan sehingga menghasilkan jalinan antar serat yang lebih kuat. Pengaruh diameter serat, tebal dinding, dan kekakuan pada sifat-sifat kertas sangat komplek. Diameter serat berpengaruh terhadap sifat kekuatan pulp, pembentukan lembaran, ikatan antar serat, dan kekuatan serat dalam lembaran. Serat dengan diameter besar dan tipis mampu memberikan ikatan antar serat yang kuat dengan kekuatan lembaran yang tinggi. Ada dua pengertian diameter, yaitu diameter serat dan diameter lumen. Besar kecilnya perbandingan antara keduanya disebut flexibility ratio. Perbandingan ini berhubungan parabolis dengan kekuatan tarik. Kekuatan jebol dan tahanan regang lebih dipengaruhi oleh perbandingan panjang serat dengan diameternya. Jika serat fleksibel, maka kertas akan menjadi lebih kompak dengan ruang pori yang relatif kecil. Jika serat relatif kaku, kertas akan menjadi porous, terbuka, dan memiliki ikatan yang jelek. Tebal dinding serat juga menentukan terhadap sifat-sifat kertas. Dinding serat yang tebal menyebabkan terbentuknya lembaran yang kasar dan tebal,

24 9 kekuatan sobek yang tinggi tetapi kekuatan jebol, tarik dan lipat relatif rendah. Dinding serat yang tebal ini diperoleh dari kayu yang berkerapatan tinggi. Semakin tinggi kerapatan suatu jenis kayu maka akan semakin tinggi tebal dinding selnya. Serat berdinding tipis mudah melembek dan menjadi pipih sehingga memberikan permukaan yang luas bagi terjadinya ikatan antar serat. Serat dengan dinding tebal sukar melembek dan bentuknya tetap membulat pada saat pembentukan lembaran. Struktur tersebut menyulitkan dalam penggilingan dan akan masih memberikan kekuatan sobek rendah tapi kekuatan tarik, jebol dan kekuatan lipatnya tinggi (Casey 1980) Turunan Dimensi Serat Kualitas serat merupakan salah satu dasar penelitian untuk mengetahui kemungkinan penggunaan suatu jenis kayu sebagai bahan baku pulp dan kertas. Penetapan kualitas serat ini diantaranya berdasarkan pada nilai dimensi serat serta nilai-nilai turunannya. Runkle Ratio, adalah perbandingan antara dua kali tebal dinding serat dengan diameter lumen. Serat dengan runkel ratio rendah menunjukkan bahwa serat tersebut memiliki dinding yang tipis tetapi diameter lumen yang besar. Pulp yang dihasilkan mudah digiling dan memiliki daerah ikatan antar serat yang lebih luas sehingga akan menghasilkan lembaran pulp dengan kekuatan jebol, tarik dan lipat yang tinggi. Muhlsteph Ratio, adalah perbandingan antara luas penampang tebal dinding serat dengan luas penampang lintang serat yang berpengaruh terhadap kerapatan lembaran pulp. Serat kayu dengan Muhlstep ratio yang tinggi mempunyai luas permukaan yang lebih kecil sehingga luas daerah ikatan dan kontak antar serat menurun. Hal ini menyebabkan lembaran pulp yang dihasilkan cenderung menghasilkan ketahanan tarik dan ketahanan retak yang rendah (Tamolang dan Wangaard 1961 dalam Sofyan et al. 1993). Daya Tenun (felting power/slenderness), adalah perbandingan antar panjang serat dengan diameter serat. Semakin tinggi nilai daya tenun maka sifat serat cenderung lebih lentur. Daya tenun serat ini berpangaruh terhadap kekuatan

25 10 sobek kertas. Serat yang berdinding tipis akan cenderung memberikan kekuatan sobek yang rendah. Dalam menjalin ikatan antar serat yang lebih baik diinginkan panjang serat yang relatif besar karena berperan meningkatkan kekuatan sobek kertas. Hal ini disebabkan karena gaya sobek akan terbagi dalam luas yang panjang. Diameter serat menunjukkan kelangsingan serat. Serat yang langsing mudah membentuk jalinan sehingga terbentuk lembaran dengan sifat-sifat yang baik. Flexibility Ratio, adalah perbandingan antara diameter lumen dengan diameter serat. Jika nilai perbandingannya tinggi, tebal dinding serat relatif tipis dan mudah berubah bentuk. Kemampuan berubah bentuk ini menyebabkan persinggungan antara permukaan serat lebih leluasa sehingga terjadi ikatan antar serat yang lebih baik. Coefficient of Rigidity, adalah perbandingan antara tebal dinding serat dengan diameter serat. Koefisien ini mempunyai hubungan yang negatif dengan kekuatan tarik kertas.

26 11 III. BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2008, bertempat di Laboratorium Kimia Hasil Hutan dan Laboratorium Peningkatan Mutu Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Bahan dan Alat Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah satu gelondong kayu reaksi dari jenis kayu melinjo yang diambil dari pohon yang tumbuh miring. Contoh uji diambil dalam bentuk disk dan dibagi menjadi empat bagian dengan jarak yang sama dengan posisi melingkar batang (Gambar 1). Bahan yang digunakan untuk menentukan komponen kimia kayu adalah NaClO 2,CH 3 COOH, NaOH, HNO 3,Na 2 SO 3, asam sulfat, etanol, benzene, safranin, KClO 3, alkohol dan aqua destilata Gambar 1 Pengambilan contoh uji Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah willey mill, saringan, soxhlet, waterbath/penangas air, labu Elenmeyer, gelas ukur, pipet, oven, kertas

27 12 saring, aluminium foil, ph meter, cawan Petri, corong, timbangan, desikator, mikroskop, tabung reaksi, cover glass, kuas, alat tulis Metode Penelitian Identifikasi Kayu Reaksi Jenis kayu reaksi yang terbentuk pada melinjo diidentifikasi secara visual. Jika jaringan yang lebih lebar terbentuk pada bagian atas permukaan batang dinyatakan sebagai kayu tarik, sedangkan apabila jaringan lebih lebar terbentuk pada bagian bawah batang yang miring dinyatakan sebagai kayu tekan Persiapan Bahan Baku Sampel kayu melinjo dibagi menjadi empat bagian kelompok dengan jarak yang sama dalam posisi melingkar. Masing-masing bagian dibuat serpihanserpihan kecil dan digiling setelah dalam kondisi kering udara. Sampel kayu untuk analisis kimia disiapkan dalam bentuk partikel halus untuk memungkinkan reaksi yang sempurna antara kayu dengan larutan pereaksi yang digunakan dalam analisis. Kayu digiling sampai didapatkan ukuran partikel mesh. Serbuk kemudian disimpan dalam wadah tertutup Penentuan Komponen Kimia Struktural Kayu Kadar Selulosa Pengukuran kadar selulosa dilakukan dengan metode Cross dan Bevan. Serbuk holoselulosa sebanyak 1 gram (A), dimasukkan kedalam labu Elenmeyer 300 ml, lalu ditambahkan 250 ml aquades panas dan dipanaskan dalam waterbath pada suhu 80 C selama 4 jam. Setelah pemanasan sampel disaring dengan kertas saring dan dikeringudarakan. Sampel yang telah dikeringudarakan lalu ditambahkan HNO 3 3,5% sebanyak 125 ml. Setelah itu sampel dipanaskan diatas waterbath pada suhu 80 C selama 12 jam lalu disaring dan dikeringudarakan. Sampel ditempatkan dalam labu Elenmeyer 300 ml, lalu ditambahkan larutan campuran NaOH : Na 2 SO 3 (20 gr : 20 gr dalam 1 liter) sebanyak 125 ml dan dipanaskan diatas waterbath pada suhu 50 C selama 2 jam. Selanjutnya sampel disaring hingga filtrat tidak berwarna, lalu ditambahkan 50 ml NaClO 2 10% dan

28 13 dicuci dengan aquades panas hingga berwarna putih. Sampel lalu dibilas dengan CH 3 COOH 10 % sebanyak 100 ml, kemudian dicuci hingga bebas asam dengan aquades panas. Sampel dioven pada suhu 103±2 C lalu ditimbang sampai beratnya konstan. Kadar selulosa : B % Selulosa = 100% A B : Berat selulosa (gram) A : Berat serbuk awal (gram) Kadar -Selulosa Serbuk selulosa sebanyak 1 gram dimasukkan kedalam elenmeyer 125 ml, lalu ditambahkan 16 ml NaOH 17,5% dan dibiarkan sampai 45 menit. Sampel disaring dan dibilas dengan 125 ml NaOH 8% dimana penyaringan diusahakan dalam waktu 5 menit, lalu sampel disaring dan dicuci dengan 40 ml CH 3 COOH 10% dan aquades panas hingga bebas asam. Sampel dioven pada suhu 103±2 C dantimbang. Kadar -selulosa : B % -selulosa = 100% A B=Berat -selulosa (gram) A=Beratserbukawal(gram) Kadar Holoselulosa Penentuan kadar holoselulosa dilakukan dengan metode Browning (1967). Serbuk kayu bebas ekstraktif sebanyak 2,5 gram dimasukkan kedalam elenmeyer 500 ml, lalu ditambahkan 100 ml aquades, 1 gram NaClO 2 dan 1 ml asam asetat (CH 3 COOH). Sampel dipanaskan dengan waterbath pada suhu C selama 5 jam dan pada setiap jam ditambahkan 1 gram NaClO 2 dan 0,2 ml asam asetat. Setelah pemanasan selesai, sampel disaring dan dicuci dengan aquades panas. Sampel holoselulosa dioven pada suhu 103±2 C lalu ditimbang sampai beratnya konstan. Kadar holoselulosa :

29 14 B % holoselulosa = 100% A B = Berat holoselulosa (gram) A=Beratserbukawal(gram) Kadar Lignin klason Pengujian kadar lignin dilakukan berdasarkan TAPPI T 222 om 88. Serbuk bebas ekstraktif sebanyak 1 gram dimasukkan kedalam gelas piala 100 ml, lalu ditambahkan 15 ml asam sulfat dingin 72% secara perlahan sambil diaduk tiap 15 menit (suhu dijaga tetap pada 20±1 ). Sampel direaksikan selama 2 jam. Sampel kemudian diencerkan hingga mencapai konsentrasi 3% dengan menambahkan aquades hingga volume campuran 575 ml. Larutan kemudian dipanaskan dengan waterbath pada suhu 100 C selama 4 jam dengan volume yang dijaga tetap dengan menambahkan aquades panas. Larutan diendapkan, disaring dan dicuci dengan aquades panas hingga bebas asam. Kertas saring berisi endapan lignin dioven pada suhu 103±2 C, didinginkan dan ditimbang. Kadar Lignin : B %Lignin= 100% A B=BeratLignin(gram) A=Beratserbukawal(gram) Penentuan Komponen Kimia Non-Struktural Kayu Kelarutan Kayu dalam Air Pengujian ini berdasarkan TAPPI T 207 om-88. Pengujian kelarutan kayu dalam air dingin bertujuan untuk melarutkan zat-zat ekstraktif seperti gula, gum, atau zat warna. Serbuk kayu sebanyak 2 gram, diekstrak dengan 300 ml aquades dingin dalam elenmeyer 500 ml, selama 48 jam pada suhu kamar. Setelah itu serbuk disaring melalui kertas saring dan dicuci dengan air dingin. Pengeringan dilakukaan pada oven bersuhu 103±2 C sampai beratnya konstan dan ditimbang. Pengujian kelarutan kayu dalam air panas bertujuan untuk melarutkan zatzat ekstraktif seperti gula, gum, atau zat warna pati. Serbuk kayu sebanyak 2 gram, diekstrak dengan 100 ml aquades panas dalam elenmeyer 250 ml. Sampel

30 15 dipanaskan diatas waterbath selama 3 jam dan diaduk sesekali. Setelah reaksi sampel disaring dan dicuci dengan air panas. Pengeringan dilakukan pada oven bersuhu 103±2 C sampai beratnya konstan dan ditimbang. Kadar zat ekstraktif larut air dingin dan air panas : BKT A BKT E % kelarutan = 100% BKT A BKT A = Berat kering serbuk awal (gram) BKT E = Berat kering serbuk setelah ekstraksi (gram) Kelarutan Kayu dalam NaOH 1% Pengujian ini berdasarkan pada TAPPI T 212 om-93. Serbuk kayu sebanyak 2 gram diekstrak dengan 100 ml NaOH 1% pada suhu 100 C selama 1 jam sambil diaduk pada setiap 5, 10, 15, dan 25 menit pertama. Selanjutnya sampel disaring, dicuci dengan aquades panas, hingga filtrat tidak berwarna. Sampel dibilas dengan 25 ml asam asetat 10% sebanyak 2 kali, dan dicuci dengan air panas sampai bebas asam. Pengeringan dilakukan dengan oven bersuhu 103±2 C hingga beratnya konstan. Kadar zat ekstraktif yang larut dalam NaOH 1 % : BKTA BKTE % kelarutan = 100% BKTA Kelarutan Kayu dalam Etanol-Benzene (1:2) Pengujian ini berdasarkan pada standar TAPPI T 204 om 88. Serbuk kayu sebanyak 10 gram dimasukkan kedalam kertas saring yang dibuat seperti thimbel, yang telah diketahui beratnya. Thimbel dimasukkan kedalam sokhlet dan diekstraksi dengan 300 ml etanol-benzene (1:2) selama 6-8 jam. Setelah itu thimbel dicuci dengan etanol, hingga larutan bening, dan diangin-anginkan. Thimbel dioven pada suhu 103±2 C hingga beratnya konstan. Kadar zat ekstraktif yang larut dalam etanol benzene (1:2) : BKTA BKTE % kelarutan = 100% BKTA

31 Kadar Abu Kayu Penentuan kadar abu dilakukan dengan standar TAPPI 211 om-93. Serbuk kayu sebanyak 1 gram ditimbang (Bo) dalam cawan porselen yang sudah diketahui beratnya, kemudian dimasukkan ke dalam tanur bersuhu 600 C selama 6 jam. Setelah itu sampel dikeluarkan dari tanur dan dinginkan dalam desikator, dan ditimbang. B Kadar abu (%) = 100% A B = Berat Abu (gram) A = Berat serbuk awal (gram) Pengukuran Dimensi Serat Pembuatan Slide Maserasi Pengukuran dimensi serat dilakukan dengan membuat slide maserasi dengan metode Schultze dengan bantuan mikroskop yang dilengkapi dengan mikrometer. Dimensi serat yang diukur adalah panjang serat, diameter serat, diameter lumen, dan tebal dinding yang masing-masing pengukuran dilakukan terhadap 25 serat untuk masing-masing contoh uji, lalu dicari reratanya. Pengukuran dimensi serat dilakukan dengan metode Schultze dengan urutan kerja: a. Contoh uji dipotong-potong menjadi potongan berukuran kecil sebesar batang korek api agar penetrasi bahan kimia ke dalam kayu lebih cepat sehingga serat-serat mudah lepas. b. Potongan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan diberi sedikit KClO 3 (kira-kira seujung pisau kecil) dan ditambahkan sedikit larutan HNO 3 50% sampai potongan kayu terendam dan ditutup. c. Tabung reaksi yang telah berisi contoh dan larutan dipanaskan beberapa menit sampai mendidih dan warnanya menjadi putih kekuning-kuningan. d. Tabung dan isi didinginkan beberapa menit pada suhu kamar dan dipindahkan keatas kertas saring. e. Serat kemudian dicuci dengan aquades sampai bebas asam.

32 17 f. Serat yang telah bebas asam dipindahkan kedalam petri dish atau biasa juga menggunakan tabung film. Kemudian diberi pewarna untuk mempermudah pengukuran. g. Serat dipindahkan dengan menggunakan bantuan kuas, lalu secara perlahan-lahan ditutup dengan cover glass dan diukur dengan menggunakan mikroskop yang dilengkapi dengan mikrometer Pembuatan Slide Mikrotom Pembuatan sediaan mikrotom menurut metoda yang umum dilakukan di laboratorium Peningkatan Mutu Kayu, IPB dengan urutan sebagai berikut: a. Contoh kayu berukuran 2cm x 2cm x 5cm dibentuk lalu direbus sampai lunak kemudian disayat. b. Pembuatan sayatan untuk mengetahui jumlah dan ukuran pori dilakukan pada arah bidang melintang dengan menggunakan pisau mikrotom dan spencer dengan tebal sayatan m selanjutnya sayatan direndam dalam alkohol dengan konsentrasi 50% c. Selanjutnya sampel sayatan direndam berturut-turut dengan alkohol 30%, 20%, 10% lalu dengan aquades d. Serat kemudian diberi safranin dan disimpan selama 6-8 jam e. Safranin dibuang dan dibilas berturut-turut dengan alkohol 30%,50%,70%,90% dan kemudian diamati dibawah mikroskop Perhitungan Turunan Dimensi Serat : Nilai turunan dimensi serat dihitung berdasarkan nilai dimensi serat. Turunan dimensi serat yang dihitung meliputi : a. Runkle ratio (RR). 2 W RR = W = tebal dinding serat; l = diameter lumen I b. Daya tenun L DT = L = panjang serat; d = diameter serat d c. Muhlsteph Ratio (MR); MR = d 2 I 2 /d 2

33 18 d. Flexibility Ratio (FR) I FR = d e. Coefficient of Rigidity W CR = d Analisis Data. Data yang dikumpulkan diperoleh berdasarkan hasil observasi sifat kimia dan dimensi serat. Analisis data dilakukan secara deskriptif. Sedangkan analisis terhadap nilai rata-rata dan kecenderungan hubungan antar perameter dengan visual grafik.

34 19 IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pembentukan Kayu Reaksi Kayu melinjo, digolongkan ke dalam kelompok kayu Gymnospermae sama seperti halnya jenis kayu softwood. Penampang lintang batang pohon miring menunjukkan bahwa kayu reaksi melinjo membentuk seperti kayu tekan dengan daerah yang lebih lebar terdapat pada bagian bawah (Gambar 2). Hal ini sama dengan pembentukan kayu reaksi yang terjadi pada kayu daun jarum (softwood), akan tetapi berdasarkan pengamatan mikroskopis terhadap slide mikrotom penampang melintang kayu, terlihat bahwa sel-sel yang menyusun kayu Gnetum gnemon L lebih komplek dengan sel pembuluh hampir bulat yang sering disebut juga sebagai pori atau vessel. Struktur anatomi seperti ini menyerupai struktur dasar dari jenis kayu hardwood dari kelompok Angiospermae (Pandit 2007). Gambar 2 Penampang melintang batang dan slide mikrotom cross action kayu reaksi Gnetum gnemon L. (Keterangan 1 sel serat; 2 sel jari-jari; 3 pori) Komponen Kimia Struktural Kayu Selulosa Komponen kimia struktural kayu reaksi Gnetum gnemon Lpadaposisi melingkar batang; kadar selulosa, selulosa dan holoselulosa mencapai kadar tertinggi pada bagian kayu reaksi dan terendah pada bagian kayu opposite, sedangkan untuk kadar lignin mencapai nilai terendah dibagian kayu reaksi dan meningkat kearah bagian oppositnya (Tabel 1). Karakteristik seperti ini menjadi

35 20 dasar bahwa kayu reaksi yang terbentuk pada kayu reaksi melinjo menyerupai sifat dari kayu tarik yang merupakan tipikal kayu daun lebar (hardwood). Tabel 1. Komponen kimia struktural kayu reaksi Gnetum gnemon Lpadaposisi melingkar batang Posisi Komponen Kimia Struktural sampel (derajat) Kadar Selulosa (%) Kadar Selulosa (%) Kadar Holoselulosa (%) 0 41,36 20,42 80,08 23, ,42 21,86 80,18 23, ,47 23,93 81,60 22, ,76 21,10 80,18 24,20 Kadar Lignin (%) Rata-rata 42,00 21,83 80,19 23,41 Keterangan: 0 : Bagian kayu opposite; 180 : Bagian kayu reaksi Kayu reaksi melinjo memiliki kadar selulosa rata-rata 42,00% dan menurut klasifikasi komponen kimia kayu Indonesia termasuk ke dalam kelas sedang (Anonimus 1976). Kayu reaksi melinjo memiliki kadar selulosa lebih tinggi dibandingkan bagian oppositnya, secara bertahap dari bagian kayu opposit kadar selulosa semakin meningkat dengan kadar tertinggi pada bagian kayu reaksi (Gambar 3). Tsoumis (1991) menjelaskan bahwa kayu opposit dari kayu beech memiliki komposisi kimia yang tidak berbeda dengan kayu normal. Oleh karena itu dalam hal ini dapat dikatakan bahwa kayu tarik melinjo mengandung selulosa yang lebih tinggi dari kayu normalnya. Tingginya kandungan selulosa ini kemungkinan besar disebabkan adanya lapisan gelatinous layer (G-layer) yang umumnya terbentuk pada dinding sel kayu tarik. G-layer ini terbentuk menggantikan lapisan dinding sel S3 atau S2 dan S3 yang mengandung selulosa yang tinggi dengan derajat kristalisasi yang tinggi pula. Selain itu pada lapisan sel dengan kandungan G-layer juga hanya terjadi proses lignifikasi yang terbatas (Tsoumis 1991).

KERAGAMAN KOMPONEN KIMIA DAN DIMENSI SERAT KAYU REAKSI MELINJO (Gnetum gnemon Linn) NOVIYANTI NUGRAHENI

KERAGAMAN KOMPONEN KIMIA DAN DIMENSI SERAT KAYU REAKSI MELINJO (Gnetum gnemon Linn) NOVIYANTI NUGRAHENI KERAGAMAN KOMPONEN KIMIA DAN DIMENSI SERAT KAYU REAKSI MELINJO (Gnetum gnemon Linn) NOVIYANTI NUGRAHENI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 iii KERAGAMAN KOMPONEN KIMIA

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 16 BAB III BAHAN DAN METODE 3. 1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan mulai April 2008 November 2008 yang dilaksanakan di Laboratorium Peningkatan Mutu dan Laboratorium Kimia Hasil Hutan Departemen

Lebih terperinci

Pulp dan kayu - Cara uji kadar lignin - Metode Klason

Pulp dan kayu - Cara uji kadar lignin - Metode Klason Standar Nasional Indonesia ICS 85.040 Pulp dan kayu - Cara uji kadar lignin - Metode Klason Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawit dan Tandan Kosong Sawit Kelapa sawit (Elaeis quineensis, Jacq) dari family Araceae merupakan salah satu tanaman perkebunan sebagai sumber minyak nabati, dan merupakan

Lebih terperinci

Oleh : Ridwanti Batubara, S.Hut., M.P. NIP DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009

Oleh : Ridwanti Batubara, S.Hut., M.P. NIP DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009 KARYA TULIS NILAI ph DAN ANALISIS KANDUNGAN KIMIA ZAT EKSTRAKTIF BEBERAPA KULIT KAYU YANG TUMBUH DI KAMPUS USU, MEDAN Oleh : Ridwanti Batubara, S.Hut., M.P. NIP. 132 296 841 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kayu yang harus diketahui dalam penggunaan kayu adalah berat jenis atau

TINJAUAN PUSTAKA. kayu yang harus diketahui dalam penggunaan kayu adalah berat jenis atau TINJAUAN PUSTAKA Sifat Fisis Kayu Sifat fisis kayu perlu diperhatikan untuk pengembangan penggunaan kayu secara optimal, baik dari segi kekuatan maupun keindahan. Beberapa sifat fisis kayu yang harus diketahui

Lebih terperinci

ANALISIS KIMIA KAYU BATANG, CABANG DAN KULIT KAYU JENIS KAYU LEDA

ANALISIS KIMIA KAYU BATANG, CABANG DAN KULIT KAYU JENIS KAYU LEDA ANALISIS KIMIA KAYU BATANG, CABANG DAN KULIT KAYU JENIS KAYU LEDA (Eucalyptus deglupta Blume) Oleh/by HENNI ARYATI Program Studi Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru

Lebih terperinci

Modul Mata Kuliah S1. Mata ajaran Kimia Kayu. Tim Pengajar: Prof.Dr.Ir. Wasrin Syafii Ir. Deded Sarip Nawawi, M.Sc

Modul Mata Kuliah S1. Mata ajaran Kimia Kayu. Tim Pengajar: Prof.Dr.Ir. Wasrin Syafii Ir. Deded Sarip Nawawi, M.Sc Modul Mata Kuliah S Mata ajaran Kimia Kayu Tim Pengajar: Prof.Dr.Ir. Wasrin Syafii Ir. Deded Sarip Nawawi, M.Sc DIVISI KIMIA HASIL HUTAN DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan tahapan isolasi selulosa dan sintesis CMC di Laboratorium Kimia Organik

Lebih terperinci

Lampiran 1. Tatacara karakterisasi limbah tanaman jagung

Lampiran 1. Tatacara karakterisasi limbah tanaman jagung Lampiran 1. Tatacara karakterisasi limbah tanaman jagung a. Kadar Air Cawan kosong (ukuran medium) diletakkan dalam oven sehari atau minimal 3 jam sebelum pengujian. Masukkan cawan kosong tersebut dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 46 HASIL DAN PEMBAHASAN Komponen Non Struktural Sifat Kimia Bahan Baku Kelarutan dalam air dingin dinyatakan dalam banyaknya komponen yang larut di dalamnya, yang meliputi garam anorganik, gula, gum, pektin,

Lebih terperinci

PENGARUH PERENDAMAN PANAS DAN DINGIN SABUT KELAPA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA SISKA AMELIA

PENGARUH PERENDAMAN PANAS DAN DINGIN SABUT KELAPA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA SISKA AMELIA i PENGARUH PERENDAMAN PANAS DAN DINGIN SABUT KELAPA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA SISKA AMELIA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 i PENGARUH PERENDAMAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Lampung pada bulan Juli

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : 19630504 198903 2 001 DIBIAYAI OLEH DANA DIPA Universitas Riau Nomor: 0680/023-04.2.16/04/2004, tanggal

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan Bahan Baku

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan Bahan Baku BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan April sampai dengan bulan November 2011 di Laboratorium Kimia Hasil Hutan dan Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu

Lebih terperinci

SIFAT KIMIA KAYU TARIK SENGON (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) TOGU SOFYAN HADI

SIFAT KIMIA KAYU TARIK SENGON (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) TOGU SOFYAN HADI SIFAT KIMIA KAYU TARIK SENGON (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) TOGU SOFYAN HADI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SIFAT KIMIA KAYU TARIK SENGON (Paraserianthes

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KAYU KI ACRET (Spatholdea campanulata Beauv) SEBAGAI BAHAN BAKU PULP KERTAS MELALUI UJI TURUNAN DIMENSI SERAT

PEMANFAATAN KAYU KI ACRET (Spatholdea campanulata Beauv) SEBAGAI BAHAN BAKU PULP KERTAS MELALUI UJI TURUNAN DIMENSI SERAT PEMANFAATAN KAYU KI ACRET (Spatholdea campanulata Beauv) SEBAGAI BAHAN BAKU PULP KERTAS MELALUI UJI TURUNAN DIMENSI SERAT Irawati Azhari Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian USU Abstract The aim of

Lebih terperinci

III METODOLOGI PENELITIAN

III METODOLOGI PENELITIAN 11 III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan September 2011 yang bertempat di laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 19 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bagian Kimia Hasil Hutan Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Laboratorium Kimia Organik Departemen Kimia Fakultas MIPA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan Januari 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material jurusan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Tabel 1 Jenis-jenis pohon sebagai bahan penelitian. Asal Tempat Tumbuh. Nama Daerah Setempat

III. METODOLOGI. Tabel 1 Jenis-jenis pohon sebagai bahan penelitian. Asal Tempat Tumbuh. Nama Daerah Setempat III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini berlangsung dari bulan Pebruari hingga Juni 2009. Identifikasi herbarium dilakukan di Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam Bogor, sementara pengamatan

Lebih terperinci

KANDUNGAN DAN KOMPONEN KIMIA KAYU MAKILA

KANDUNGAN DAN KOMPONEN KIMIA KAYU MAKILA Volume IX Nomor 1 KANDUNGAN DAN KOMPONEN KIMIA KAYU MAKILA (Litsea sp) PADA ARAH AKSIAL (Chemical Components and their Content Along the Axial Direction of Makila (Litsea sp) Wood) Herman Siruru 1) dan

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO

PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jati Tectona grandis Linn. f. atau jati merupakan salah satu tumbuhan yang masuk dalam anggota famili Verbenaceae. Di Indonesia dikenal juga dengan nama deleg, dodolan, jate,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari kulit pisang dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau. Nata yang dihasilkan

Lebih terperinci

KAJIAN SIFAT FISIS KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) PADA BERBAGAI BAGIAN DAN POSISI BATANG

KAJIAN SIFAT FISIS KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) PADA BERBAGAI BAGIAN DAN POSISI BATANG KAJIAN SIFAT FISIS KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) PADA BERBAGAI BAGIAN DAN POSISI BATANG Oleh Iwan Risnasari, S.Hut, M.Si UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN Iwan Risnasari : Kajian

Lebih terperinci

SIFAT KIMIA TIGA JENIS KAYU RAKYAT

SIFAT KIMIA TIGA JENIS KAYU RAKYAT SIFAT KIMIA TIGA JENIS KAYU RAKYAT CHEMICAL COMPONENTS OF THREE KINDS OF SOCIAL FORESTRY TIMBER Yuniarti *) *) Staf Pengajar Fakultas Kehutanan UNLAM Banjarbaru ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, TEMPERATUR DAN WAKTU PEMASAKAN PADA PEMBUATAN PULP BERBAHAN BAKU SABUT KELAPA MUDA (DEGAN) DENGAN PROSES SODA

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, TEMPERATUR DAN WAKTU PEMASAKAN PADA PEMBUATAN PULP BERBAHAN BAKU SABUT KELAPA MUDA (DEGAN) DENGAN PROSES SODA PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, TEMPERATUR DAN WAKTU PEMASAKAN PADA PEMBUATAN PULP BERBAHAN BAKU SABUT KELAPA MUDA (DEGAN) DENGAN PROSES SODA H.Abdullah Saleh,, Meilina M. D. Pakpahan, Nowra Angelina Jurusan

Lebih terperinci

IV PEMBAHASAN 4.1 Nilai ph dan Kadar Ekstraktif Kayu (Kelarutan Air Panas)

IV PEMBAHASAN 4.1 Nilai ph dan Kadar Ekstraktif Kayu (Kelarutan Air Panas) 17 IV PEMBAHASAN 4.1 Nilai ph dan Kadar Ekstraktif Kayu (Kelarutan Air Panas) Nilai ph merupakan ukuran konsentrasi ion-h (atau ion-oh) dalam larutan yang digunakan untuk menentukan sifat keasaman, basa

Lebih terperinci

PERBANDINGAN SIFAT ANATOMI KAYU TUSAM (Pinus merkusii) ALAMI DAN TANAMAN

PERBANDINGAN SIFAT ANATOMI KAYU TUSAM (Pinus merkusii) ALAMI DAN TANAMAN PERBANDINGAN SIFAT ANATOMI KAYU TUSAM (Pinus merkusii) ALAMI DAN TANAMAN SKRIPSI Oleh: FRISKA EVALINA GINTING 081203048/ TEKNOLOGI HASIL HUTAN PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN

V HASIL DAN PEMBAHASAN V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air Kadar air merupakan berat air yang dinyatakan dalam persen air terhadap berat kering tanur (BKT). Hasil perhitungan kadar air pohon jati disajikan pada Tabel 6. Tabel

Lebih terperinci

KELARUTAN KOMPONEN KIMIA KAYU REAKSI MELINJO ( Gnetum gnemon L. ) SELAMA PROSES PULPING KRAFT RENDRA LAKSONO

KELARUTAN KOMPONEN KIMIA KAYU REAKSI MELINJO ( Gnetum gnemon L. ) SELAMA PROSES PULPING KRAFT RENDRA LAKSONO KELARUTAN KOMPONEN KIMIA KAYU REAKSI MELINJO ( Gnetum gnemon L. ) SELAMA PROSES PULPING KRAFT RENDRA LAKSONO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 KELARUTAN KOMPONEN KIMIA

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI NaOH PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU

PENGARUH KONSENTRASI NaOH PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU PENGARUH KONSENTRASI NaOH PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU Drs. Syamsu herman,mt Nip : 19601003 198803 1 003 DIBIAYAI OLEH DANA DIPA Universitas Riau Nomor: 0680/023-04.2.16/04/2004,

Lebih terperinci

Pulp Cara uji kadar selulosa alfa, beta dan gamma

Pulp Cara uji kadar selulosa alfa, beta dan gamma Standar Nasional Indonesia Pulp Cara uji kadar selulosa alfa, beta dan gamma ICS 85.040 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama lima bulan dari bulan Mei hingga September 2011, bertempat di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Bengkel Teknologi Peningkatan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Produksi Kerupuk Terfortifikasi Tepung Belut Bagan alir produksi kerupuk terfortifikasi tepung belut adalah sebagai berikut : Belut 3 Kg dibersihkan dari pengotornya

Lebih terperinci

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat Bab III Metodologi Penelitian ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu isolasi selulosa dari serbuk gergaji kayu dan asetilasi selulosa hasil isolasi dengan variasi waktu. Kemudian selulosa hasil isolasi dan

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. digester, kertas ph secukupnya, cawan porselin 3 buah, kurs porselen 3 buah,

BAB V METODOLOGI. digester, kertas ph secukupnya, cawan porselin 3 buah, kurs porselen 3 buah, BAB V METODOLOGI 5.1 Alat dan Bahan yang Digunakan 5.1.1 Alat yang Digunakan Alat utama yang digunakan dalam penelitian pembuatan pulp ini adalah digester, kertas ph secukupnya, cawan porselin 3 buah,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang 32 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Rancangan Percobaan dan Analisis Data

BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Rancangan Percobaan dan Analisis Data 12 BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Laboratorium Biokomposit dan Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu Departemen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Penelitian 1. Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboraturium Patologi, Entomologi dan Mikrobiologi Fakultas Pertanian dan Perternakan UIN SUSKA RIAU dan SMAN

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

DIMENSI SERAT DAN PROPORSI SEL PER LINGKARAN TUMBUH KAYU SUNGKAI (Peronema canescens Jack) DARI KULON PROGO, YOGYAKARTA

DIMENSI SERAT DAN PROPORSI SEL PER LINGKARAN TUMBUH KAYU SUNGKAI (Peronema canescens Jack) DARI KULON PROGO, YOGYAKARTA C9 DIMENSI SERAT DAN PROPORSI SEL PER LINGKARAN TUMBUH KAYU SUNGKAI (Peronema canescens Jack) DARI KULON PROGO, YOGYAKARTA Oleh : Harry Praptoyo, S.Hut 1), Edy Cahyono 2) 1) Staf Dosen Fakultas Kehutanan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989)

Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989) LAMPIRAN Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989) Pereaksi 1. Larutan ADF Larutkan 20 g setil trimetil amonium bromida dalam 1 liter H 2 SO 4 1 N 2. Aseton Cara

Lebih terperinci

PEMBUATAN PULP DARI SERAT LIDAH MERTUA (Sansevieria) DENGAN MENGGUNAKAN PROSES SODA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

PEMBUATAN PULP DARI SERAT LIDAH MERTUA (Sansevieria) DENGAN MENGGUNAKAN PROSES SODA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA PEMBUATAN PULP DARI SERAT LIDAH MERTUA (Sansevieria) DENGAN MENGGUNAKAN PROSES SODA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kacang kedelai, kacang tanah, oat, dan wortel yang diperoleh dari daerah Bogor. Bahan kimia yang digunakan

Lebih terperinci

III METODOLOGI PENELITIAN

III METODOLOGI PENELITIAN III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlokasi di areal KPH Balapulang Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

PENGARUH PROPORSI CAMPURAN SERBUK KAYU GERGAJIAN DAN AMPAS TEBU TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA FATHIMA TUZZUHRAH ARSYAD

PENGARUH PROPORSI CAMPURAN SERBUK KAYU GERGAJIAN DAN AMPAS TEBU TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA FATHIMA TUZZUHRAH ARSYAD i PENGARUH PROPORSI CAMPURAN SERBUK KAYU GERGAJIAN DAN AMPAS TEBU TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA FATHIMA TUZZUHRAH ARSYAD DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Sifat Fisik Dan Kimia Ikatan Pembuluh Pada Batang Kelapa Sawit (Physical and Chemical Properties of Oil Palm Trunk Vascular Bundles)

Sifat Fisik Dan Kimia Ikatan Pembuluh Pada Batang Kelapa Sawit (Physical and Chemical Properties of Oil Palm Trunk Vascular Bundles) FORESTA, Indonesian Journal of Forestry 1 (2) 2012: 34-40 ISSN: 2089-9890 Sifat Fisik Dan Kimia Ikatan Pembuluh Pada Batang Kelapa Sawit (Physical and Chemical Properties of Oil Palm Trunk Vascular Bundles)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan target luas lahan yang ditanam sebesar hektar (Atmosuseno,

BAB I PENDAHULUAN. dengan target luas lahan yang ditanam sebesar hektar (Atmosuseno, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sengon merupakan salah satu tanaman cepat tumbuh yang dipilih dalam program pembangunan hutan tanaman industri (HTI) karena memiliki produktivitas yang tinggi dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian Empat Jenis Kayu Rakyat berdasarkan Persentase Kehilangan Bobot Kayu Nilai rata-rata kehilangan bobot (weight loss) pada contoh uji kayu sengon, karet, tusam,

Lebih terperinci

PENGARUH KADAR RESIN PEREKAT UREA FORMALDEHIDA TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL DARI AMPAS TEBU AHMAD FIRMAN ALGHIFFARI

PENGARUH KADAR RESIN PEREKAT UREA FORMALDEHIDA TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL DARI AMPAS TEBU AHMAD FIRMAN ALGHIFFARI PENGARUH KADAR RESIN PEREKAT UREA FORMALDEHIDA TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL DARI AMPAS TEBU AHMAD FIRMAN ALGHIFFARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PENGARUH

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerusakan hutan alam di Indonesia periode antara tahun 1985-1997 mencapai 1,6 juta ha setiap tahunnya. Pada periode antara tahun 1997-2000 kerusakan hutan mencapai rata-rata

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November 2014 sampai dengan bulan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November 2014 sampai dengan bulan III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November 2014 sampai dengan bulan Maret 2015 di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan diameternya mencapai 1 m. Bunga dan buahnya berupa tandan,

TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan diameternya mencapai 1 m. Bunga dan buahnya berupa tandan, [ TINJAUAN PUSTAKA Batang Kelapa Sawit Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tumbuhan tropis yang berasal dari Nigeria (Afrika Barat). Tinggi kelapa sawit dapat mencapai 24 m sedangkan diameternya

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung.

BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung. 22 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Sifat Anatomi Bambu 4.1.1 Bentuk Batang Bambu Bambu memiliki bentuk batang yang tidak silindris. Selain itu, bambu juga memiliki buku (node) yang memisahkan antara 2 ruas (internode).

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan TINJAUAN PUSTAKA Papan Partikel Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan papan yang terbuat dari bahan berlignoselulosa yang dibuat dalam bentuk partikel dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 38 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Mei Tahun 2013 di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Kimia Fakultas Pertanian Dan Peternakan Universitas Islam

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Hasil Pertanian Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Hasil Pertanian Jurusan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Labaratorium Analisis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lignin Lignin merupakan komponen dinding sel tumbuhan berupa fenolik heteropolimer yang dihasilkan dari rangkaian oksidatif di antara tiga unit monomer penyusunnya yaitu p-coumaryl,

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. No. Alat Ukuran Jumlah

BAB V METODOLOGI. No. Alat Ukuran Jumlah BAB V METODOLOGI 5.1 Alat dan bahan yang digunakan 5.1.1 Alat Tabel 4. Alat yang digunakan No. Alat Ukuran Jumlah 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 5.1.2 Bahan Sendok Pipet

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass,

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass, III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang. Kegiatan penelitian dimulai pada bulan Februari

Lebih terperinci

SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI

SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN Febriyani. E24104030. Sifat Fisis Mekanis Panel Sandwich

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengukuran Microfibril Angle (MFA) Contoh uji persegi panjang diambil dari disk dan dipotong menjadi segmen dengan ukuran 5 cm x 1,5 cm x 1 cm dari empulur hingga kulit dan diberi nomor mulai dari empulur

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung dan Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PE ELITIA

III. METODOLOGI PE ELITIA 10 III. METODOLOGI PE ELITIA 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal IUPHHK PT. DRT, Riau. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu tahap pertama pengambilan

Lebih terperinci

SIFAT ANTI RAYAP ZAT EKSTRAKTIF KAYU KOPO (Eugenia cymosa Lamk.) TERHADAP RAYAP TANAH Coptotermes curvignathus Holmgren RATIH MAYANGSARI

SIFAT ANTI RAYAP ZAT EKSTRAKTIF KAYU KOPO (Eugenia cymosa Lamk.) TERHADAP RAYAP TANAH Coptotermes curvignathus Holmgren RATIH MAYANGSARI SIFAT ANTI RAYAP ZAT EKSTRAKTIF KAYU KOPO (Eugenia cymosa Lamk.) TERHADAP RAYAP TANAH Coptotermes curvignathus Holmgren RATIH MAYANGSARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

WOOD CHEMICAL PROPERTIES RESAK (Cotylelobium Burkii ) AND WOOD BANGKAL (Tarenna Costata ) POSITION BASED ON HEIGHT ROD

WOOD CHEMICAL PROPERTIES RESAK (Cotylelobium Burkii ) AND WOOD BANGKAL (Tarenna Costata ) POSITION BASED ON HEIGHT ROD WOOD CHEMICAL PROPERTIES RESAK (Cotylelobium Burkii ) AND WOOD BANGKAL (Tarenna Costata ) POSITION BASED ON HEIGHT ROD Eka Indriani Tampubolon, Evy Wardenaar, Harnani Husni Faculty of Forestry, University

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN B. Tahapan Proses Pembuatan Papan Serat 1. Pembuatan Matras a. Pemotongan serat Serat kenaf memiliki ukuran panjang rata-rata 40-60 cm (Gambar 18), untuk mempermudah proses pembuatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. hijau atau tauge. Nata yang dihasilkan kemudian diuji ketebalan, diukur persen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. hijau atau tauge. Nata yang dihasilkan kemudian diuji ketebalan, diukur persen 23 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari kulit singkong dengan penggunaan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau atau tauge. Nata yang

Lebih terperinci

DIMENSI DAN KUALITAS SERAT KAYU REAKSI PADA CABANG POHON KERAI PAYUNG (Filicium decipiens) SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN BAKU KERTAS.

DIMENSI DAN KUALITAS SERAT KAYU REAKSI PADA CABANG POHON KERAI PAYUNG (Filicium decipiens) SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN BAKU KERTAS. DIMENSI DAN KUALITAS SERAT KAYU REAKSI PADA CABANG POHON KERAI PAYUNG (Filicium decipiens) SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN BAKU KERTAS Oleh : THERESIA HEPPY NIM. 120 500 037 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL HUTAN

Lebih terperinci

PENGARUH UMUR POHON Acacia auriculiformis DARI WANAGAMA I TERHADAP KUALITAS PULP INTISARI

PENGARUH UMUR POHON Acacia auriculiformis DARI WANAGAMA I TERHADAP KUALITAS PULP INTISARI C4 PENGARUH UMUR POHON Acacia auriculiformis DARI WANAGAMA I TERHADAP KUALITAS PULP Oleh : Yustinus Suranto Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan UGM INTISARI Formis (Acacia auriculiformis

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 17 III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium

Lebih terperinci

KONTRAK PERKULIAHAN ANALISIS INSTRUKSIONAL GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN SATUAN ACARA PENGAJARAN KISI-KISI TES

KONTRAK PERKULIAHAN ANALISIS INSTRUKSIONAL GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN SATUAN ACARA PENGAJARAN KISI-KISI TES KONTRAK PERKULIAHAN ANALISIS INSTRUKSIONAL GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN SATUAN ACARA PENGAJARAN KISI-KISI TES MATA KULIAH HASIL HUTAN SEBAGAI BAHAN BAKU (HHT 211) DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu 40 Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat 1. Kadar air (AOAC 1995, 950.46) Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 105 o C dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Perubahan Sifat-sifat Kayu Terdensifikasi secara Parsial

PEMBAHASAN UMUM Perubahan Sifat-sifat Kayu Terdensifikasi secara Parsial PEMBAHASAN UMUM Perubahan Sifat-sifat Kayu Terdensifikasi secara Parsial Densifikasi parsial, baik kompresi maupun impregnasi, terbukti dapat meningkatkan sifat-sifat kayu Agatis maupun Mangium. Dari hasil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. : Cinnamomum burmanii. Panjangnya sekitar 9-12 cm dan lebar 3,4-5,4 cm, tergantung jenisnya. Warna

TINJAUAN PUSTAKA. : Cinnamomum burmanii. Panjangnya sekitar 9-12 cm dan lebar 3,4-5,4 cm, tergantung jenisnya. Warna TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kayu Manis berikut : Sistematika kayu manis menurut Rismunandar dan Paimin (2001), sebagai Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Sub kelas Ordo Family Genus Spesies : Plantae : Gymnospermae

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah bubuk susu kedelai bubuk komersial, isolat protein kedelai, glucono delta lactone (GDL), sodium trpolifosfat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian Limbah Pemanenan Kayu, Faktor Eksploitasi dan Karbon Tersimpan pada Limbah Pemanenan Kayu ini dilaksanakan di IUPHHK PT. Indexim

Lebih terperinci

EMILVIAH YEPIN 1), SIPON MULADI 2) DAN EDI SUKATON 2) ABSTRACT. 32 Yepin dkk. (2002). Variasi Komponen Kimia Kayu Pendu

EMILVIAH YEPIN 1), SIPON MULADI 2) DAN EDI SUKATON 2) ABSTRACT. 32 Yepin dkk. (2002). Variasi Komponen Kimia Kayu Pendu 3 Yepin dkk. (00). Variasi Komponen Kimia Kayu Pendu VARIASI KOMPONEN KIMIA JENIS KAYU PENDU (SCAPHIUM AFFINIS PIERRE.) DAN KATIAU (GANUA MOTLEYANA PIERRE.) BERDASARKAN LETAK KETINGGIAN DAN PENAMPANG MELINTANG

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g Kacang hijau (tanpa kulit) ± 1

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan yaitu dari bulan Juni hingga Agustus 2011 di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Laboratorium Peningkatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari limbah cair tapioka dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak. Nata yang dihasilkan kemudian

Lebih terperinci

putri Anjarsari, S.Si., M.Pd

putri Anjarsari, S.Si., M.Pd NATA putri Anjarsari, S.Si., M.Pd putri_anjarsari@uny.ac.id Nata adalah kumpulan sel bakteri (selulosa) yang mempunyai tekstur kenyal, putih, menyerupai gel dan terapung pada bagian permukaan cairan (nata

Lebih terperinci

Tabel klasifikasi United State Department of Agriculture (USDA) fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990).

Tabel klasifikasi United State Department of Agriculture (USDA) fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990). LAMPIRAN 74 Lampiran 1. Klasifikasi fraksi tanah menurut standar Internasional dan USDA. Tabel kalsifikasi internasional fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990). Fraksi Tanah Diameter (mm) Pasir 2.00-0.02

Lebih terperinci

Luthfi Hakim 1 dan Fauzi Febrianto 2. Abstract

Luthfi Hakim 1 dan Fauzi Febrianto 2. Abstract 21 KARAKTERISTIK FISIS PAPAN KOMPOSIT DARI SERAT BATANG PISANG (MUSA. SP) DENGAN PERLAKUAN ALKALI (PHYSICAL PROPERTIES OF COMPOSITE BOARD MADE FROM BANANA FIBER (MUSA SP.) WITH ALKALI TREATMENT) Luthfi

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Secara garis besar penelitian dibagi menjadi tiga, yaitu pembuatan kertas dengan modifikasi tanpa tahap penghilangan lemak, penambahan aditif kitin, kitosan, agar-agar, dan karagenan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pohon dengan famili Sapindacaeae. Rambutan adalah tanaman tropis yang

TINJAUAN PUSTAKA. pohon dengan famili Sapindacaeae. Rambutan adalah tanaman tropis yang TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Deskripsi Tanaman 1. Rambutan (N. lappaceum) Rambutan (N. lappaceum) merupakan tanaman buah hortikultural berupa pohon dengan famili Sapindacaeae. Rambutan adalah tanaman tropis

Lebih terperinci

sampel pati diratakan diatas cawan aluminium. Alat moisture balance ditutup dan

sampel pati diratakan diatas cawan aluminium. Alat moisture balance ditutup dan 59 60 Lampiran 1.Pengukuran Kandungan Kimia Pati Batang Aren (Arenga pinnata Merr.) dan Pati Temulawak (Curcuma xanthorizza L.) a. Penentuan Kadar Air Pati Temulawak dan Pati Batang Aren Menggunakan Moisture

Lebih terperinci

C10. Oleh : Titik Sundari 1), Burhanuddin Siagian 2), Widyanto D.N. 2) 1) Alumni Fakultas Kehutanan UGM, 2) Staf Pengajar Fakultas Kehutanan UGM

C10. Oleh : Titik Sundari 1), Burhanuddin Siagian 2), Widyanto D.N. 2) 1) Alumni Fakultas Kehutanan UGM, 2) Staf Pengajar Fakultas Kehutanan UGM C10 DIMENSI SERAT DAN PROPORSI SEL PADA BEBERAPA VARIASI UMUR POHON DAN LETAK RADIAL BATANG Acacia auriculiformis A. Cunn. Ex Benth. DARI DESA KEDUNGPOH, GUNUNGKIDUL Oleh : Titik Sundari 1), Burhanuddin

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Fakultas Kehutanan Univesitas Sumatera Utara Medan. mekanis kayu terdiri dari MOE dan MOR, kerapatan, WL (Weight loss) dan RS (

METODE PENELITIAN. Fakultas Kehutanan Univesitas Sumatera Utara Medan. mekanis kayu terdiri dari MOE dan MOR, kerapatan, WL (Weight loss) dan RS ( 12 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2017 - Juni 2017. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, dan Workshop Fakultas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Kimia dan Laboratorium Biondustri TIN IPB, Laboratorium Bangsal Percontohan Pengolahan Hasil

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT Limbah tanaman jagung (LTJ) yang digunakan dalam penelitian ini adalah varietas Bisi 2 yang komponen utamanya berupa batang, tongkol, klobot, dan daun berasal

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK SIFAT ANATOMI DAN FISIS SMALL DIAMETER LOG SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) DAN GMELINA (Gmelina arborea Roxb.

KARAKTERISTIK SIFAT ANATOMI DAN FISIS SMALL DIAMETER LOG SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) DAN GMELINA (Gmelina arborea Roxb. KARAKTERISTIK SIFAT ANATOMI DAN FISIS SMALL DIAMETER LOG SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) DAN GMELINA (Gmelina arborea Roxb.) FARIKA DIAN NURALEXA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3. 1. Waktu, Lokasi Pengambilan Tanah Gambut dan Tempat Penelitian Bahan gambut berasal dari Kabupaten Dumai, Bengkalis, Indragiri Hilir, Siak, dan Kampar, Provinsi Riau dari

Lebih terperinci