Teriring salam dan doa, semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat dan hidayahnya agar kita senantiasa dekat dan selalu dalam lindungannya, amin.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Teriring salam dan doa, semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat dan hidayahnya agar kita senantiasa dekat dan selalu dalam lindungannya, amin."

Transkripsi

1

2 Direktorat Hukum dan HAM Kata Pengantar Teriring salam dan doa, semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat dan hidayahnya agar kita senantiasa dekat dan selalu dalam lindungannya, amin. Puji syukur kepada Allah SWT, kajian Tentang Pembangunan Sistem Informasi terpadu dalam rangka penegakan hukum telah dapat diselesaikan dengan hasil sebagaimana tersajikan dalam laporan ini. Pembangunan Sistem Informasi terpadu dalam rangka penegakan hukum dilaksanakan melalui upaya Pengembangan Sistem Peradilan Pidana Terpadu (SPPT) berbasis Teknologi Informasi. Pengembangan ini dimaksudkan dengan melakukan integrasi sistem informasi antar komponen peradilan pidana yang diarahkan untuk mendukung dan menjadi sarana koordinasi, akses informasi dan komunikasi antar komponen sistem peradilan pidana. SPPT berbasis teknologi informasi diwujudkan dengan menata sistem informasi atau sistem administrasi penanganan perkara yang terintegrasi dengan dukungan teknologi informasi yang ditujukan untuk meringankan dan memperlancar tugas dan tanggungjawab aparatur di masing-masing komponen. Pengembangan SPPT berbasis teknologi informasi ini merupakan inovasi dalam proses penanganan perkara agar akuntabel dan transparan untuk mewujudkan tujuan penegakan hukum yang berkualitas dan tercapainya tujuan pembangunan nasional. Laporan ini merupakan hasil kajian untuk perencanaan pengembangan SPPT berbasis teknologi informasi, lebih dari itu diharapkan laporan kajian ini menjadi langkah awal untuk tersusunnya roadmap yang akan menjadi acuan dalam implementasi Pengembangan SPPT berbasis teknologi informasi. Namun perlu disadari kajian ini masih merupakan kajian awal yang perlu ditindaklanjuti dengan perencanaan teknis yang lebih komprehensif. Masukan atas laporan ini dan tindaklanjut dari kajian ini merupakan langkah penting yang harus bisa diimplementasikan di waktu yang akan datang. Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 1

3 Direktorat Hukum dan HAM Apresiasi yang tinggi dan ucapan terima kasih kami sampaikan kepada perwakilan dari komponen sistem peradilan pidana dan instansi yang terlibat sebagai anggota Tim Penyusun Rekomendasi Kebijakan (TPRK) kajian ini, dalam hal ini Kepala Pusat Statistik Kriminal dan Teknologi Informasi, Kepolisian RI; Kepala Pusat Statistik Kriminal dan Teknologi Informasi, Kejaksaan Agung RI; Direktur Informasi Komunikasi, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Kementerian Hukum dan HAM; Kepala Bagian Pemeliharaan Sarana Informatika Biro Hukum dan Humas, Mahkamah Agung RI, dan Kepala Bidang Profesionalisme Aparatur Hukum, Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan HAM, Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan. Kami berharap, hasil kajian ini dapat memberikan manfaat bagi lebih baiknya sistem peradilan pidana terpadu serta dapat menjadi bagian kontribusi dalam penegakan hukum dan keadilan di Indonesia. Billahittaufiq wal hidayah. Jakarta, Januari 2016 Arif Christiono Soebroto Direktur Hukum dan HAM, Bappenas Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 2

4 Direktorat Hukum dan HAM Tim Penyusun Arif Christiono Soebroto, S.H., MS.i Mardiharto Tjokrowasito, S.H., LL.M Noor Andrini Wuryandari, S.H., M.H. Prahesti Pandanwangi, S.H., Sp.N., LL.M Bisman Bhaktiar, S.H., M.H. Teuku Mulkan, S.H. Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 3

5 Direktorat Hukum dan HAM Daftar Isi 1 Pendahuluan Latar Belakang Maksud dan Tujuan Kajian Ruang Lingkup Kegiatan dan Sasaran Metodologi Kajian dan Teknik Pengumpulan Data Tahapan Kegiatan Keluaran dan Manfaat Kajian Pelaksana Kegiatan Biaya Pelaksanaan Kegiatan Jadwal Kegiatan Sistem Peradilan Pidana Terpadu di Indonesia Identifikasi Komponen Sistem Peradilan Pidana Terpadu di Indonesia Kepolisian Kejaksaan Pengadilan Lembaga Pemasyarakatan Kerangka Sistem Peradilan Pidana Tahapan Penyelidikan Tahapan Penyidikan Tahapan Penuntutan Tahapan Persidangan Tahapan Pelaksanaan Pemidanaan. 44 Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 4

6 Direktorat Hukum dan HAM 2.3. Hubungan Antar Komponen Dalam Proses Penanganan Perkara Pada Sistem Peradilan Pidana Kepolisian Sebagai Pusat Hubungan Antar Instansi Penegak Hukum Kejaksaan Sebagai Pusat Hubungan Antar Instansi Penegak Hukum Pengadilan Sebagai Pusat Hubungan Antar Instansi Penegak Hukum Lembaga Pemasyarakatan Sebagai Pusat Hubungan Antar Instansi Penegak Hukum Permasalahan Koordinator dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu Tinjauan Kedudukan Unit Organisasi Sistem Informasi Penanganan Perkara Tinjauan SOP SOP di Kepolisian, yang berhubungan dengan Kejaksaan, Pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan SOP di Kejaksaan yang berhubungan dengan Kepolisian, Pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan SOP di Pengadilan, yang berhubungan dengan Kepolisian, Kejaksaan dan Lembaga Pemasyarakatan SOP Lembaga Pemasyarakatan, yang berhubungan dengan Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan Kedudukan Unit Organisasi Sistem Informasi dalam Komponen Kepolisian RI Kejaksaan Agung RI Mahkamah Agung RI Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Kementerian Hukum dan HAM.. 76 Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 5

7 Direktorat Hukum dan HAM 4. Kondisi Sistem Informasi Penanganan Perkara Pada Instansi Penegak Hukum Dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu Kondisi Perangkat Keras Kepolisian Kejaksaan Pengadilan Pemasyarakatan Kondisi Perangkat Lunak Kepolisian Kejaksaan Pengadilan Pemasyarakatan Implementasi Sistem Informasi Penanganan Perkara Kepolisian Kejaksaan Agung Pengadilan Pemasyarakatan Kondisi Sumber Daya Manusia Kepolisian Kejaksaan Pengadilan Pemasyarakatan Sistem Informasi dalam Pelaksanaan Bisnis Proses Penanganan Perkara Kepolisian Kejaksaan Pengadilan Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 6

8 Direktorat Hukum dan HAM Pemasyarakatan Permasalahan Pelaksanaan Sistem Informasi Penanganan Perkara Kepolisian Kejaksaan Pengadilan Pemasyarakatan Perencanaan Pembangunan Sistem Informasi Pada Masing-Masing Komponen Kepolisian Kejaksaan Pengadilan Pemasyarakatan Perencanaan dan Pengembangan Integrasi Sistem Informasi Penanganan Perkara Dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu Aspek-Aspek Integrasi Sistem Strategi dan Langkah Integrasi Langkah Integrasi Langkah Institusional Langkah Teknis Langkah Politis Opsi-Opsi Standarisasi Sistem Kriteria Standar Sistem Jenis-Jenis Integrasi Data Integrasi Level Data Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 7

9 Direktorat Hukum dan HAM Integrasi Aplikasi Integrasi Proses Bisnis Alternatif Arsitektur Integrasi Data a. Point-to-Point 135 b. Hub-and-Spoke 136 c. Enterprises Message Bus 138 d. Enterprise Service Bus Kesimpulan dan Rekomendasi Kesimpulan Rekomendasi Daftar Pustaka 145 Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 8

10 Direktorat Hukum dan HAM Pendahuluan Latar Belakang Perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional sebagai amanat dari konstitusi Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 harus senantiasa ditujukan untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan tersebut, sasaran pembangunan nasional diarahkan pada berbagai bidang yang direncanakan secara terpadu dan dilaksanakan secara sistematis serta berkesinambungan. Salah satu bidang penting yang perlu menjadi prioritas dalam pembangunan nasional adalah pembangunan hukum nasional. Pembangunan hukum dilakukan dengan membangun suatu tatanan hukum beserta perangkatnya untuk tujuan penegakan hukum dan kehidupan tata hukum yang lebih baik. Pembangunan hukum hendaknya diarahkan untuk mewujudkan keadilan bagi masyarakat Indonesia melalui kualitas penegakan hukum yang lebih baik serta terjamin dan terlindunginya hak asasi manusia. Penegakan hukum yang berkualitas akan mendukung dan memberikan jaminan bagi upaya pencapaian masyarakat adil dan makmur yang menjadi tujuan negara. Salah satu bagian penting dari upaya implementasi prinsip negara hukum adalah proses penegakan hukumnya. Menurut Prof. Jimly Asshiddiqie, penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. 1 Dengan kata lain, penegakan hukum diartikan sebagai upaya yang dilakukan untuk menjadikan hukum (dalam arti formil yang sempit maupun dalam arti materiil yang luas) sebagai pedoman perilaku dalam setiap perbuatan hukum, baik oleh para subjek hukum yang bersangkutan maupun oleh aparatur penegakan hukum. Perbuatan hukum oleh aparatur penegakan 1 Jimly Asshiddiqie, Makalah Penegakan Hukum, dipublikasikan dan diakses melalui Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 9

11 Direktorat Hukum dan HAM hukum dilakukan berdasarkan tugas dan kewenangan yang diberikan oleh negara melalui undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma hukum yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Bagian penting dalam penegakan hukum tersebut adalah bagaimana proses penegakan hukum dilakukan. Penegakan Hukum (law enforcement) mencakup kegiatan untuk melaksanakan dan menerapkan hukum serta melakukan tindakan hukum terhadap setiap pelanggaran atau penyimpangan hukum yang dilakukan oleh subjek hukum melalui prosedur peradilan, yang utamanya adalah dalam peradilan pidana. Proses penegakan hukum pidana dilakukan oleh suatu sistem yang disebut dengan sistem peradilan pidana, yaitu mekanisme kerja dalam usaha penanganan tindak pidana dengan mempergunakan dasar pendekatan sistem. Sistem peradilan pidana merupakan bagian esensial dalam sistem penegakan hukum yang ditujukan untuk menanggulangi tindak kejahatan dan pelanggaran. Penegakan hukum pidana melalui sistem peradilan pidana merupakan wujud kebijakan perlindungan masyarakat (social defense policy) dalam suatu tatanan pemerintahan. Idealnya, penegakan hukum harus bisa memenuhi tiga nilai dasar dari hukum yaitu nilai keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan. Oleh karena itu, sebagai upaya agar proses penegakan hukum dapat mencapai nilai-nilai tersebut, maka diperlukan sebuah dukungan sistem dan perencanaan pembangunan hukum yang lebih baik. Perencanaan pembangunan hukum ditegaskan dalam Buku I Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun , khususnya dalam agenda pembangunan memperkuat kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya, terdapat sasaran pokok peningkatan penegakan hukum yang berkeadilan dengan sasaran pembangunan bidang hukum yang diwujudkan dalam: 1. Meningkatnya kualitas penegakan hukum dalam rangka penanganan berbagai tindak pidana, mewujudkan sistem hukum pidana dan perdata yang efisien, efektif, transparan, dan akuntabel bagi pencari keadilan dan kelompok rentan, dengan didukung oleh aparat penegak hukum yang profesional dan berintegritas; dan 2. Terwujudnya penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak atas keadilan bagi warga negara. Berdasarkan sasaran bidang pembangunan hukum tersebut, terdapat arah kebijakan dan strategi bidang pembangunan hukum dan HAM. Arah kebijakan dan strategi yang terkait dengan sistem peradilan pidana terpadu, Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 10

12 Direktorat Hukum dan HAM diantaranya adalah meningkatkan keterpaduan dalam sistem peradilan pidana, yang dilakukan melalui keterpaduan substansi hukum acara pidana baik KUHAP maupun peraturan perundang-undangan lainnya, sinkronisasi kelembagaan antar lembaga yang terlibat dalam sistem peradilan pidana untuk mengurangi tumpang tindih hingga konflik dalam pelaksanaan kewenangan antara penegak hukum melalui penyempurnaan mekanisme koordinasi dan forum komunikasi; pembangunan sarana dan prasarana yang berbasis teknologi termasuk sistem informasi manajemen perkara pidana yang terintegrasi, transparan dan akuntabel sehingga mendorong adanya efisiensi dan transparansi dengan didukung oleh sistem pengawasan internal dan eksternal sehingga dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan kewenangan oleh aparat penegak hukum Selanjutnya dalam Buku II RPJMN Tahun , di bidang pembangunan hukum dan aparatur juga terdapat sasaran pembangunan bidang hukum yang mengarah kepada keterpaduan sistem informasi sebagai perwujudan dari pelaksanaan sistem peradilan pidana terpadu. Salah satu sasaran pembangunan hukum yang terkait dengan upaya sistem peradilan terpadu adalah: meningkatnya kualitas penegakan hukum yang transparan, akuntabel, dan tidak berbelit-belit melalui legislasi yang kuat, sinergitas antar instansi penegak hukum yang dilaksanakan oleh sumber daya manusia profesional dan berintegritas didukung sarana dan prasarana yang memadai dan sistem informasi manajemen penanganan perkara pidana terpadu di segala sektor, serta pelayanan hukum yang baik dan berkualitas. Selain arahan program dalam RPJMN Tahun tersebut, mengacu dari hasil evaluasi atas pelaksanaan RPJMN Tahun , terdapat permasalahan dan kendala yang menghambat pencapaian tujuan pembangunan nasional bidang pembangunan hukum, khususnya adanya masalah dalam sistem peradilan pidana yang disebabkan adanya hambatan pada komunikasi dan koordinasi antar instansi atau antar komponen dalam sistem peradilan pidana. Hambatan ini disebabkan antara lain karena masingmasing lembaga atau komponen dalam sistem peradilan pidana menjalankan tugas dan tanggungjawab yang berbeda sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya, namun output satu lembaga dengan yang lainnya selalu terkait. Hal ini sesuai dengan ciri khusus peradilan pidana, yaitu terdiri dari sub-sub sistem (komponen) yang merupakan kelembagaan yang berdiri sendirisendiri secara mandiri, tetapi harus bekerja secara terpadu dalam sebuah proses penegakan hukum. Masing-masing komponen atau sub sistem tersebut mempunyai tugas dan output sendiri-sendiri sesuai dengan fungsi dan wewenangnya masing- Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 11

13 Direktorat Hukum dan HAM masing. Kepolisian bertugas melakukan penyelidikan dan penyidikan yang akan menghasilkan suatu output yang disebut dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Kejaksaan berdasarkan BAP dari Kepolisian mempunyai tugas melakukan penuntutan dengan suatu surat dakwaan, dan selanjutnya Pengadilan berdasarkan surat dakwaan dari Kejaksaan akan mengadili suatu perkara untuk kemudian menjatuhkan putusan. Pasca proses peradilan, selanjutnya tugas Lembaga Pemasyarakatan untuk melakukan pembinaan terhadap nara pidana agar dapat kembali menjadi orang baik pada saat nanti kembali dalam masyarakat. Masing-masing komponen dalam sistem peradilan pidana mempunyai tugas dan output yang berbeda, namun dalam satu tujuan yang sama untuk proses penegakan hukum. Dalam pelaksanaanya, proses penegakan hukum ini kerapkali terdapat hambatan dalam koordinasi. Oleh karena itu, berdasarkan beberapa permasalahan mendasar terkait dengan koordinasi antar instansi dan komponen dalam sistem peradilan pidana, maka selaras dengan pembangunan bidang hukum dalam RPJMN Tahun yang diarahkan pada kualitas penegakan hukum dan HAM. Untuk mendukung tercapainya kualitas penegakan hukum dibutuhkan adanya keterpaduan sistem peradilan pidana (integrated criminal justice system), yaitu suatu sistem yang menjaga keseimbangan perlindungan kepentingan, baik kepentingan negara, masyarakat dan individu, termasuk kepentingan pelaku tindak pidana dan korban kejahatan. Hal penting dan menjadi dasar untuk membangun keterpaduan dalam integrated criminal justice system adalah adanya sinkronisasi dan keselarasan yang dapat dibangun dan dikembangkan melalui Sistem Peradilan Pidana Terpadu (SPPT) dengan dukungan teknologi informasi. Berdasarkan rekomendasi dari hasil kajian Pengendalian Pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana Terpadu yang diselenggarakan oleh Direktorat Hukum dan HAM Bappenas pada tahun 2014, bahwa dalam rangka mempercepat upaya efektifitas Pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana Terpadu, maka diperlukan pendekatan, dukungan dan pemanfaatan teknologi informasi. Dalam jangka pendek, diperlukan pemetaaan terhadap pelaksanaan sistem informasi yang telah berjalan dan terlaksana di masing-masing institusi komponen peradilan pidana mulai dari Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan. Pemetaan tersebut diperlukan untuk merumuskan langkah strategis yang dapat dibangun dengan sumber daya yang tersedia Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 12

14 Direktorat Hukum dan HAM untuk mewujudkan pelaksanaan sistem informasi yang terpadu dan terintegrasi di antara komponen peradilan pidana. 2 Sejalan dengan hal tersebut, Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun Presiden memberikan penegasan bahwa penegak hukum harus membangun sistem dalam penanganan perkara pidana dan mencegah kriminalisasi dengan suatu sistem yang berbasis teknologi informasi. 3 Penegasan pemanfaatan suatu sistem informasi dalam proses penanganan perkara pidana tercantum dalam Inpres pada aksi nomor 69 mengenai kajian pengembangan sistem database penanganan perkara secara terpadu di semua lembaga penegak hukum. Penanggungjawab dalam pelaksanaan Inpres tersebut adalah Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan. Sementara itu, Bappenas mempunyai tugas dan tanggungjawab untuk memberikan dukungan sesuai dengan tugas dan fungsinya terkait dengan kegiatan kajian, evaluasi dan perencanaan. Instansi yang berkaitan dengan aksi ini adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Pemberantasan Korupsi, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Kriteria keberhasilan atas aksi ini adalah adanya kesepakatan bersama semua lembaga penegak hukum untuk menggunakan Sistem database penanganan perkara berbasis teknologi informasi dengan ukuran keberhasilan tersedianya hasil kajian yang memuat sistem database penanganan perkara secara terpadu dan ditandatanganinya Memorandum of Understanding (MoU) tentang penggunaan sistem data base penanganan perkara secara terpadu oleh seluruh lembaga penegak hukum. 4 Sebagai tindak lanjut kebutuhan untuk pengembangan Sistem Peradilan Pidana Terpadu yang berabasis teknologi informasi dan dalam rangka melaksanakan Instruksi Persiden, maka perlu adanya kesepakatan bersama komponen sistem peradilan pidana dan semua lembaga penegak hukum untuk menggunakan sistem database penanganan perkara berbasis teknologi informasi dan melakukan integrasi sistem informasi agar dapat terpadu. Pengembangan Sistem Peradilan Pidana Terpadu diarahkan untuk mendukung 2 Direktorat Hukum dan HAM Bappenas, Pengendalian Pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana Terpadu, 2014, hlm yang dipublikasikan pada tanggal 25 Mei Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Aksi Pencegahan Dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2015 Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 13

15 Direktorat Hukum dan HAM dan menjadi sarana koordinasi, akses informasi dan komunikasi antar komponen dalam sistem peradilan pidana untuk mewujudkan sinkronisasi dan keselarasan. Sistem Peradilan Pidana Terpadu diwujudkan dengan menata sistem manajemen atau sistem administrasi penanganan perkara yang terintegrasi dengan dukungan teknologi informasi, sehingga menjadi bagian penting untuk mempermudah, meringankan dan memperlancar tugas dan tanggungjawab aparatur di masing-masing komponen. Pengembangan Sistem Peradilan Pidana Terpadu berbasis teknologi informasi ini merupakan inovasi dan pengembangan dalam rangka mempercepat dan mempermudah proses penanganan perkara yang akuntabel dan transparan. Selain itu, dengan keterpaduan sistem yang didukung dengan teknologi informasi diharapkan dapat menjamin proses penegakan hukum dilakukan dengan benar dan adil, sehingga dapat mewujudkan tujuan penegakan hukum yang berkualitas dan tercapainya tujuan pembangunan nasional Maksud dan Tujuan Kajian Kegiatan kajian ini dimaksudkan untuk melakukan pemetaan kesiapan dan tingkat implementasi teknologi sistem informasi pada komponen sistem peradilan pidana terpadu yang akan menjadi landasan dan kerangka kerja dalam pengembangan Sistem Peradilan Pidana Terpadu berbasis teknologi informasi. Sedangkan tujuan kegiatan ini adalah sebagai berikut: 1. Melakukan identifikasi sistem informasi penanganan perkara pada masingmasing komponen dalam sistem peradilan pidana terpadu; 2. Mendeskripsikan alur bisnis proses dari sistem peradilan pidana terpadu di Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan; 3. Melakukan analisis kebutuhan pengembangan sistem peradilan pidana terpadu berbasis teknologi informasi. 4. Menyusun rekomendasi terhadap pengembangan dan perencanaan pengintegrasian sistem informasi penanganan perkara dalam sistem peradilan pidana terpadu. 5. Merumuskan rancangan pengembangan Sistem Informasi Manajemen dalam sistem peradilan pidana terpadu berbasis teknologi informasi. Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 14

16 Direktorat Hukum dan HAM 1.3. Ruang Lingkup Kegiatan dan Sasaran Ruang lingkup kajian ini adalah: 1. Melakukan pemetaan terhadap sistem informasi penanganan perkara yang dimiliki oleh masing-masing komponen Sistem Peradilan Pidana Terpadu; 2. Melakukan penilaian (assesment) terhadap sistem informasi manajemen yang saat ini telah ada dan digunakan oleh masing-masing lembaga atau komponen Sistem Peradilan Pidana Terpadu. 3. Melakukan identifikasi kebutuhan umum dalam Pengembangan Sistem Peradilan Pidana Terpadu. 4. Melakukan inventarisasi terhadap kendala dan hambatan pelaksanaan sistem informasi penanganan perkara oleh masing-masing komponen Sistem Peradilan Pidana Terpadu. Sedangkan sasaran dari kajian ini adalah: Semua pihak atau stakeholder yang terkait langsung dengan proses acara peradilan pidana, yaitu komponen Sistem Peradilan Pidana Terpadu yang terdiri atas lembaga Kepolisian, Kejaksaan, lembaga Pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan. Selain itu, juga melibatkan instansi/lembaga lain sebagai pendukung untuk terwujudnya pengembangan Sistem Peradilan Pidana Terpadu berbasis teknologi informasi, yaitu Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Metodologi Kajian dan Teknik Pengumpulan Data Berdasarkan latar belakang, tujuan, ruang lingkup dan sasaran yang akan dicapai, maka kajian ini dilaksanakan dengan metode penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang lebih menekankan pada aspek pemahaman secara mendalam terhadap suatu permasalahan. Kajian ini bersifat deskriptif yang menggambarkan secara nyata kondisi objek kajian untuk dilakukan analisis guna perumusan rencana pengembangan di waktu yang akan datang. Sedangkan pengumpulan data dilakukan dengan beberapa teknik pengumpulan data, sebagai berikut: Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 15

17 Direktorat Hukum dan HAM 1. Dokumen Kuesioner Kuesioner merupakan salah satu dari teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam kajian ini. Kuesioner dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan untuk mendapatkan informasi tentang kondisi sistem informasi masing-masing komponen SPPT yang dibutuhkan dan relevan dengan kajian ini. 2. Wawancara Wawancara ialah salah satu dari teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam kajian ini. Wawancara dilakukan secara informal pada saat pertemuan atau koordinasi dengan pihak-pihak yang terkait langsung dengan pelaksanaan manajemen informasi di lembaga atau komponen SPPT. 3. Rekaman Audio Rekaman audio ialah salah satu dari teknik pengumpulan data yang juga dilakukan dalam kajian ini. Dalam setiap kegiatan Focus Group Discussion (FGD) maupun koordinasi tertentu selalu didokumentasikan dengan rekaman audio. 4. Data dari Buku Pengambilan data dari buku merupakan salah satu dari teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam kajian ini. Pengambilan data dari buku untuk memperkuat informasi dan referensi normative yang terkait dengan kajian ini. 5. Data Dokumentasi Pengambilan data dari dokumentasi dilakukan dengan mengakses dokumen yang disampaikan oleh komponen SPPT baik secara langsung dalam suatu FGD maupun diakses melalui website lembaga/komponen SPPT. Disamping teknik pengumpulan data tersebut di atas, teknik pengumpulan data yang menjadi kegiatan utama dalam kajian ini dilakukan dengan Diskusi Kelompok Terarah/Focus Group Discussion (FGD). FGD merupakan salah satu kegiatan utama dalam kajian Pembangunan Sistem Informasi terpadu dalam rangka penegakan hukum. FGD dilakukan secara berkala yang diikuti oleh seluruh perwakilan lembaga atau komponen dalam sistem peradilan pidana dan lembaga lain sebagai pendukung. FGD bersama komponen SPPT dan kementerian/lembaga terkait bertujuan untuk memperkaya wacana, memperdalam dan mempertajam kesepahaman serta Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 16

18 Direktorat Hukum dan HAM membangun komitmen dalam tahapan proses Pengembangan Sistem Peradilan Pidana Terpadu berbasis teknologi informasi. Kegiatan FGD diarahkan untuk melakukan identifikasi kebutuhan integrasi sistem manajemen informasi yang dimiliki oleh masing-masing komponen. Identifikasi kebutuhan merupakan langkah awal menuju pengembangan Sistem Peradilan Pidana Terpadu berbasis teknologi informasi. Secara praktis tujuan kegiatan FGD dilakukan untuk: a. Perolehan masukan tentang status perkembangan terkini maupun implementasi aplikasi-aplikasi yang ada di lingkungan peradilan. b. Perolehan pengetahuan tentang dinamika dan masalah yang dihadapi dalam mengelola masalah teknologi informasi pada setiap satuan kerja pada komponen SPPT. c. Perolehan pengetahuan tentang praktik dan implementasi maupun pembelajaran pengelolaan teknologi informasi di lembaga komponen SPPT yang akan menjadi referensi dalam pengembangan SPPT berbasis IT. Teknik Analisis Data Data primer dan sekunder yang berhasil diperoleh dari berbagai sumber akan dikumpulkan dan dibandingkan antara aturan yang ada dengan implementasinya di lapangan, yang kemudian akan dianalisa secara kualitatif untuk melihat faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kesenjangan tersebut, sehingga pada akhirnya dapat memberikan rekomendasi strategi terbaik yang menyasar pada perbaikan faktor-faktor yang paling mempengaruhi kesenjangan yang terjadi dalam pelaksanaan sistem peradilan pidana terpadu Tahapan Kegiatan Kegiatan kajian Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum ini dimulai dengan penyempurnaan kerangka acuan yang kemudian dilanjutkan dengan inventarisasi serta kompilasi data dan informasi. Selanjutnya secara simultan proses inventarisasi data dan informasi, juga dilakukan kegiatan koordinasi dan diskusi dalam bentuk Focus Group Discussion (FGD) dengan komponen peradilan pidana terpadu dan kementerian/lembaga terkait di tingkat pusat yang dilakukan pada bulan Maret. April, Mei, Juni, Agustus, September dan Desember Untuk menambah pemahaman dan keselarasan juga dilakukan diskusi internal di Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 17

19 Direktorat Hukum dan HAM lingkungan Direktorat Hukum dan HAM. Pada bulan Agustus dan September 2015, dilakukan penyebaran kuesioner kepada Kepolisian, Kejaksaan, Mahkamah Agung, dan Ditjen Pemasyarakatan guna mendapatkan data-data riil mengenai sistem informasi penanganan perkara yang dimiliki oleh masingmasing lembaga tersebut. Pada bulan September dan Oktober 2015 dilakukan pengolahan data terhadap hasil kuesioner yang telah diperoleh. Data dan informasi yang terkumpul tersebut selanjutnya dipaparkan dalam sebuah seminar yang dilaksanakan pada bulan November Seminar juga dimaksudkan untuk mendapatkan masukan, saran dan kontribusi pemikiran berkaitan dengan topik yang disajikan. Oleh karena itu, pada seminar tersebut juga diundang narasumber dari perwakilan komponen, akademisi, dari Kementerian Komunikasi dan Informasi untuk memberikan masukan terkait dengan pengelolaan e-government dan sistem informasi. Perwakilan komponen yang diwakili dari Kepala Kejaksaan Tinggi Bandung menyampaikan pengalaman dalam praktek penegakan hukum dengan menggunakan bantuan sistem informasi manajemen dalam pengadministrasian perkaranya. Sepanjang pelaksanaan kajian secara berkala dilakukan pembahasan oleh tim terhadap masukan-masukan dan data yang diperoleh baik melalui inventarisasi data maupun melalui koordinasi dengan kementerian/lembaga penegak hukum. Pada bulan Desember 2015 sebagai penutup kegiatan kajian ini diselenggarakan FGD dengan semua komponen dan kementerian/lembaga terkait untuk membahas laporan akhir dan rencana tindaklanjut tahun depan berdasarkan hasil dan evaluasi kegiatan yang diselenggarakan pada tahun 2015 ini. Sebagai akhir dari kajian ini, dilakukan finalisasi dan penyerahan laporan dan rekomendasi dari kegiatan kajian yang dilakukan pada awal tahun Keluaran dan Manfaat Kajian Kegiatan kajian pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum ini diharapkan dapat menghasilkan keluaran dan memberikan manfaat sebagai berikut: Keluaran Keluaran kajian ini berupa: 1. Laporan pemetaan atas sistem informasi penanganan perkara yang dimiliki oleh masing-masing komponen sistem peradilan pidana. Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 18

20 Direktorat Hukum dan HAM 2. Adanya suatu laporan komprehensif yang mendokumentasikan perkembangan manajemen sistem informasi di lembaga komponen sistem peradilan pidana. 3. Terkumpulnya seluruh informasi dalam suatu laporan terstruktur yang diharapkan dapat terlihat pendekatan yang bisa menyiasati segala keterbatasan yang dihadapi oleh komponen sistem peradilan pidana dalam pengembangan SPPT berbasis teknologi informasi. 4. Inisiasi dalam penyusunan peta jalan (roadmap) untuk landasan dalam pengembangan sistem peradilan pidana terpadu berbasis teknologi informasi. 5. Rekomendasi untuk memberikan sumbangan bagi perbaikan sistem peradilan pidana terpadu di Indonesia dengan pengintegrasian sistem informasi dalam penanganan perkara pidana. Manfaat Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu dalam Rangka Penegakan Hukum ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai dokumen perencanaan dan penyusunan program strategis untuk mewujudkan pengembangan Sistem Peradilan Pidana Terpadu dalam rangka mendukung penegakan hukum yang memenuhi nilai-nilai keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan. Dokumen ini akan menjadi rujukan dalam tahapan perencanaan dan pelaksanaan Pengembangan Sistem Peradilan Pidana Terpadu berbasis teknologi informasi. Secara khusus, hasil Pembangunan Sistem Informasi Terpadu dalam Rangka Penegakan Hukum ini dapat menjadi referensi kebijakan turunan dari program pembangunan nasional di bidang hukum sebagaimana terdapat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun Pelaksana Kegiatan Kegiatan kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu dalam Rangka Penegakan Hukum ini dilaksanakan oleh tim yang keanggotaannya berasal dari Direktorat Hukum dan HAM dan juga didukung personil dari Kedeputian dan Kementerian/Lembaga lain. Keanggotaan tim dari intern Bappenas dan didukung dari kementerian/lembaga terkait dimaksudkan untuk memperkaya hasil kajian ini dan memberikan pemikiran yang lebih luas. Tim terdiri dari Penanggung Jawab, Ketua Pelaksana, Sekretaris, Anggota dan Tenaga Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 19

21 Direktorat Hukum dan HAM Pendukung. Kegiatan akan dilaksanakan dengan melakukan studi literatur, pertemuan-pertemuan dengan aparat penegak hukum dan dapat diselesaikan dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, terhitung sejak tanggal 1 Januari 2015 sampai dengan 31 Desember Biaya Pelaksanaan Kegiatan Biaya pelaksanaan kajian bersumber dari DIPA Direktorat Hukum dan HAM Bappenas APBN tahun Besarnya anggaran yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan kajian pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum adalah sebesar Rp ,- (tiga ratus tiga belas juta tujuh ratus delapan puluh enam ribu rupiah) Jadwal Kegiatan Kegiatan kajian pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum dilaksanakan selama 12 bulan terhitung mulai bulan Januari sampai dengan bulan Desember Pelaksanaan kajian dan langkahlangkah dalam penyusunan pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: No Kegiatan 1 Penyempurnaan TOR 2 Inventarisasi Data dan Informasi 3 FGD Bersama Komponen SPPT 4 Penyebaran Kuesioner Kepada Subsistem SPPT 5 Pengolahan Hasil Kuesioner 6 Penyelenggaraan Seminar 7 FGD Evaluasi dan Finalisasi 8 Laporan Akhir Bulan Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 20

22 Direktorat Hukum dan HAM Komponen Sistem Peradilan Pidana Terpadu Identifikasi Komponen Sistem Peradilan Pidana Terpadu Sistem Peradilan Pidana Terpadu (SPPT) diimplementasikan dalam 4 (empat) subsistem kekuasaan, yakni kekuasaan penyidikan, kekuasaan penuntutan, kekuasaan mengadili atau menjatuhkan hukuman pidana, dan kekuasaan untuk menjalankan pemidanaan. Kekuasaan penyidikan dimiliki oleh Kepolisian, kekuasaan penuntutan dimiliki oleh Kejaksaan, dan kekuasaan mengadili atau menjatuhkan hukuman pidana dimiliki oleh Pengadilan, selanjutnya pelaksana pemidanaan dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan yang berada dalam organisasi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Kementerian Hukum dan HAM. Masing-masing kekuasaan tersebut lembaganya disebut sebagai komponen dalam subsistem peradilan pidana terpadu yang masing-masing memiliki fungsi dan kewenangan yang berbeda-beda. Walaupun demikian, dalam kerangka sistem peradilan pidana, komponen yang berbeda-beda tersebut mempunyai tujuan yang sama. Semua komponen dalam subsistem tersebut saling mempunyai keterkaitan, sehingga keberhasilan dan hasil kerja masing-masing komponen satu dengan yang lainnya akan berdampak langsung dengan hasil kerja subsistem yang lainnya dalam pelaksanaan acara pidana serta menegakkan hukum dan keadilan. Keberadaan dan kedudukan masing-masing komponen tersebut adalah sebagai berikut: Kepolisian Kepolisian Republik Indonesia 5 (Kepolisian) merupakan komponen peradilan pidana yang berada di hulu atau berada di ujung awal sebuah proses 5UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 21

23 Direktorat Hukum dan HAM perkara pidana. Kepolisian sebagai komponen subsistem peradilan pidana diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI. Sesuai Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tersebut Kepolisian mempunyai tugas pokok memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Sedangkan dalam peradilan pidana, Kepolisian memiliki kewenangan khusus sebagai penyidik yang secara umum diatur dalam Pasal 15 dan 16 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, serta dalam hukum acara pidana yang diatur dalam Pasal 5-7 KUHAP. Fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Kepolisian juga merupakan alat negara yang salah satunya berperan untuk menegakkan hukum. Penegakan hukum oleh Polri dilakukan dengan kewenangan yang dimilikinya, yaitu wewenang untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan dalam perkara pidana. Berdasarkan Pasal 14 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kepolisian bertugas menyelidik dan menyidik semua tindak pidana sesuai hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya. Berdasarkan pasal 1 angka 4 KUHAP bahwa setiap pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh KUHAP untuk melakukan penyelidikan. Oleh karena itu, setiap pejabat polisi negara Republik Indonesia adalah penyelidik. Dalam melaksanakan tugasnya untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan, kepolisian berwenang untuk menerima laporan dan/atau pengaduan, melakukan tindakan pertama di tempat kejadian, mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang, mencari keterangan dan barang bukti, dan menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu. Dalam rangka menyelenggarakan tugas penegakan hukum, yakni pada bidang proses pidana, Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang untuk: a. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan; b. melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan; c. membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan; Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 22

24 Direktorat Hukum dan HAM d. menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri; e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat; f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; h. mengadakan penghentian penyidikan; i. menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum; j. mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan tindak pidana; k. memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum; dan l. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab dengan syarat sebagai berikut: 1. tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum; 2. selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukan; 3. harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya; 4. pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa; dan 5. menghormati hak asasi manusia Kejaksaan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejaksaan) adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara dibidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang 6. Kejaksaan merupakan salah satu komponen dalam subsistem peradilan pidana yang mempunyai tugas dan wewenang di bidang pidana yang diatur dalam KUHAP. Pengertian Jaksa dan Kejaksaan berdasarkan Pasal 1 ayat 6 huruf (a) dan huruf (b) 6 UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan R.I. Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 23

25 Direktorat Hukum dan HAM KUHAP, menegaskan bahwa Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Sedangkan Penuntut umum adalah Jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim. Rumusan pada Pasal 1 ayat 6a ini mengenai Jaksa diperluas dalam Undang-Undang Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia dalam Pasal 1 ayat 1 bagian ketentuan umum sebagai berikut : a. Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undangundang ini untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum serta wewenang lain berdasarkan undang- undang. b. Penuntut umum adalah Jaksa yang diberi wewenang oleh undangundang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim. c. Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Hukum Acara Pidana dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan. d. Jabatan fungsional adalah jabatan yang bersifat keahlian teknis dalam organisasi kejaksaan yang karena fungsinya memungkinkan kelancaran pelaksanaan tugas kejaksaan. Dari pengertian tersebut dapat disebutkan bahwa pengertian Jaksa berkolerasi dengan aspek jabatan atau pejabat fungsional, sedangkan pengertian penuntut umum berkolerasi dengan aspek fungsi dalam melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hukum hakim di depan persidangan. Oleh karena kedudukannya tersebut maka dalam melakukan penuntutan, ia wajib mengambil langkah-langkah sebagai berikut: 1. Menerima dan memeriksa berkas; 2. Mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan segera mengembalikan berkas pada penyidik dengan memberikan petunjuk-petunjuk untuk kesempurnaan; 3. Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan, atau penahanan lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik; 4. Membuat surat dakwaan; Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 24

26 Direktorat Hukum dan HAM 5. Melimpahkan perkara ke pengadilan; 6. Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan persidangan dengan disertai panggilan, kepada terdakwa maupun saksi-saksi; 7. Melakukan penuntutan; 8. Menutup perkara demi kepentingan hukum; 9. Melakukan tindakan lain dalam ruang lingkup dan tanggung jawab sebagai penuntut umum; 10. Melaksanakan penetapan hakim. Sedangkan yang dimaksud Kejaksaan menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan R.I. dalam Pasal 2 memberikan pengertian: 1. Kejaksaan Republik Indonesia yang selanjutnya dalam undangundang ini disebut kejaksaan adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara dibidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang. 2. Kekuasaan negara sebagaimana dimaksud diatas dilaksanakan secara merdeka. 3. Kejaksaan sebagaimana dimaksud diatas adalah satu dan tidak terpisahkan. Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 mengatur secara tegas bahwa Kejaksaan memiliki kemerdekaan dan kemandirian dalam melakukan kekuasaan Negara dalam bidang penuntutan. Kedudukan Kejaksaan sebagai suatu lembaga pemerintahan yang melakukan kekuasaan negara di bidang penuntutan, bila dilihat dari sudut kedudukan mengandung makna bahwa Kejaksaan merupakan suatu lembaga yang berada di bawah kekuasaan eksekutif. Sementara itu, bila dilihat dari sisi kewenangan kejaksaan dalam melakukan penuntutan berarti Kejaksaan menjalankan kekuasaan yudikatif. Sehubungan dengan makna kekuasaan Kejaksaan dalam melakukan kekuasaan Negara di bidang penuntutan secara merdeka. Kejaksaan dalam melaksanakan fungsi, tugas dan wewenangnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah, dan pengaruh kekuasaan lainnya. Hal ini berarti bahwa negara akan menjamin Jaksa di dalam menjalankan profesinya tanpa intimidasi, gangguan, godaan, campur tangan yang tidak tepat atau pembeberan yang belum teruji Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 25

27 Direktorat Hukum dan HAM kebenarannya, baik terhadap pertanggung jawaban perdata, pidana, maupun lainnya. Keberadaan Kejaksaan dalam peradilan pidana sangat strategis karena merupakan jembatan yang menghubungkan tahap penyidikan dengan tahap pemeriksaan di sidang pengadilan. Berdasarkan doktrin hukum yang berlaku bahwa Penuntut Umum mempunyai monopoli penuntutan, artinya setiap orang baru bisa diadili jika ada tuntutan pidana dari Penuntut Umum, yaitu lembaga Kejaksaan karena hanya Penuntut Umum yang berwenang mengajukan seseorang tersangka pelaku tindak pidana ke muka sidang pengadilan. 7 Bila kita uraikan wewenang Kejaksaan sebagai Penuntut Umum, yang terdapat dalam KUHAP adalah sebagai berikut : 1. Menerima pemberitahuan dari penyidik dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana (Pasal 109 ayat (1)) dan pemberitahuan baik dari penyidik maupun penyidik PNS yang dimaksudkan oleh Pasal 6 ayat (1) huruf b mengenai penyidikan dihentikan demi hukum; 2. Menerima berkas perkara dari penyidik dalam tahap pertama dan kedua sebagaimana dimaksud oleh Pasal 8 ayat (3) huruf a dan b dalam hal acara pemeriksaan singkat menerima berkas perkara langsung dari penyidik pembantu (Pasal 12); 3. Mengadakan pra penuntutan (Pasal 14 huruf b) dengan memperhatikan ketentuan materi Pasal 110 ayat (3) dan (4) dan Pasal 138 ayat (1) dan (2) 4. Memberikan perpanjangan penahanan (Pasal 124 ayat (20)), melakukan penahanan dan penahanan lanjutan (Pasal 20 ayat (2)), Pasal 21 ayat (2), Pasal 25 dan Pasal 26), melakukan penahanan rumah (Pasal 22 ayat (2), penahanan kota (Pasal 22 ayat (3)), serta mengalihkan jenis penahanan. 5. Atas permintaan tersangka atau terdakwa mengadakan penangguhan penahanan serta dapat mencabut penangguhan penahanan dalam hal tersangka atau terdakwa melanggar syarat yang ditentukan (Pasal 31). 6. Mengadakan penjualan lelang benda sitaan yang lekas rusak atau membahayakan karena tidak mungkin disimpan sampai putusan pengadilan pada perkara tersebut untuk memperoleh putusan pengadilan yang tetap atau mengamankannya dengan disaksikan tersangka atau kuasanya (Pasal 45 ayat (1)). 7 Yudi Kristiana, Independensi Kejaksaan dalam Penyidikan Korupsi, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal. 52. Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 26

28 Direktorat Hukum dan HAM 7. Melarang atau membatasi kebebasan hubungan antara Penasehat Hukum dengan tersangka akibat disalahgunakan haknya (Pasal 70 ayat (4)), mengawasi hubungan antara penasehat hukum dengan tersangka tanpa mendengar isi pembicaraan antara mereka (Pasal 71 ayat (1)), dan dalam kejahatan terhadap keamanan negara maka Jaksa dapat ikut mendengarkan isi pembicaraan penasehat hukum dengan tersangka (Pasal 71 ayat (2). Pengurangan kebebasan hubungan antara penasehat hukum dengan tersangka tersebut dilarang apabila perkara telah dilimpahkan Penuntut Umum ke Pengadilan Negeri untuk disidangkan (Pasal 74). 8. Meminta dilakukan pra peradilan kepada ketua pengadilan negeri untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan oleh penyidik (Pasal 80). Maksud Pasal 80 ini adalah untuk menegakkan hukum, keadilan dan kebenaran melalui sarana pengawasan secara horizontal. 9. Dalam perkara koneksitas, karena perkara pidana itu harus diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, maka penuntut umum menerima penyerahan perkara dari oditur militer dan selanjutnya dijadikan dasar untuk mengajukan perkara tersebut kepada pengadilan yang berwenang (Pasal 91 ayat (1)). 10. Menentukan sikap apakah suatu berkas perkara telah memenuhi persyaratan atau tidak dilimpahkan ke pengadilan (Pasal 139). 11. Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab selaku Penuntut Umum (Pasal 14 huruf (i)). 12. Apabila Penuntut Umum berpendapat bahwa dari hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan, maka dalam waktu secepatnya ia membuat surat dakwaan (pasal 140 ayat(1)). 13. Membuat surat penetapan penghentian penuntutan (Pasal 140 ayat (2) huruf a), dikarenakan : a. Tidak terdapat cukup bukti b. Peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana c. Perkara ditutup demi kepentingan umum 14. Melakukan penuntutan terhadap tersangka yang dihentikan penuntutan dikarenakan adanya alasan baru (Pasal 140 ayat (2) huruf d). 15. Mengadakan penggabungan perkara dan membuatnya dalam satu surat dakwaan (Pasal 141). Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 27

29 Direktorat Hukum dan HAM 16. Mengadakan pemecahan penuntutan terhadap satu berkas perkara yang memuat beberapa tindak pidana yang dilakukan beberapa orang tersangka (Pasal 142). 17. Melimpahkan perkara ke pengadilan negeri dengan disertai surat dakwaan (Pasal 143) 18. Membuat surat dakwaan (Pasal 143 ayat (2)) 19. Untuk maksud penyempurnaan atau untuk tidak melanjutkan penuntutan, Penuntut Umum dapat mengubah surat dakwaan sebelum pengadilan menetapkan hari sidang atau selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum sidang dimulai (Pasal 144) Pengadilan (Mahkamah Agung RI) Keberadaan lembaga pengadilan (Mahkamah Agung dan jajaran lembaga peradilan di bawahnya) sebagai subsistem peradilan pidana diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Pasal 1 Undang-undang tersebut memberi definisi tentang kekuasaan kehakiman sebagai berikut: Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya negara hukum Republik Indonesia. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tersebut dan KUHAP, tugas Pengadilan adalah menerima, memeriksa dan memutus perkara yang diajukan kepadanya. Dalam memeriksa seseorang terdakwa, hakim bertitik tolak pada surat dakwaan yang dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum dan mendasarkan pada alat bukti sebagaimana ketentuan Pasal 184 KUHAP. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselengaranya negara hukum Republik Indonesia. 8 Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan peradilan di bawahnya yaitu : (1) lingkungan peradilan umum; (2) lingkungan peradilan agama; (3) lingkungan peradilan militer; (4) lingkungan peradilan tata usaha negara, serta oleh Mahkamah Konstitusi. 9 8 Pasal 24 UUD 1945 dan Pasal 1 UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. 9 Pasal 24 ayat (2) dan Pasal 2 UU Nomor 49 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 28

30 Direktorat Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan (Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM RI) Lembaga Permasyarakatan merupakan salah satu komponen dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia yang bertugas melaksanakan pembinaan terhadap narapidana. Keberadaan Lembaga Pemasyarakatan diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang mengubah sistem kepenjaraan menjadi sistem pemasyarakatan. Sistem pemasyarakatan merupakan suatu rangkaian kesatuan peradilan pidana, oleh karena itu pelaksanaannya tidak dapat dipisahkan dari pengembangan konsep umum mengenai pemidanaan. Menurut ketentuan Pasal 1 angka 3 Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, dinyatakan bahwa Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan. Sistem Peradilan Pidana merupakan suatu sistem penegakan hukum sebagai upaya penanggulangan kejahatan. Lembaga Permasyarakatan sebagai sub sistem yang paling akhir dalam proses peradilan pidana mempunyai posisi strategis dalam mewujudkan tujuan akhir dari sistem peradilan pidana. Lembaga Permasyarakatan diharapkan mampu merealisasikan tujuan akhir sistem peradilan pidana yaitu mencegah timbulnya kejahatan. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan dalam Pasal 1 angka 3 Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan. Lembaga Pemasyarakatan sebagai unit pelaksanaan teknis dibidang pembinaan narapidana berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM. Lembaga Pemasyarakatan didirikan disetiap ibukota kabupaten atau kota, namun bila diperlukan dapat didirikan di tingkat kecamatan atau kota administratif. Hal tersebut dimaksudkan guna meningkatkan mutu pelayanan hukum dan pemerataan memperoleh keadilan bagi warga binaan pemasyarakatan dan keluarganya. Selain itu, juga memperhatikan perkembangan wilayah atau luar wilayah, pertambahan penduduk dan peningkatan jumlah tindak pidana yang terjadi di wilayah kecamatan atau kota administrasi yang bersangkutan Kerangka Sistem Peradilan Pidana Sistem peradilan pidana sebagai suatu sistem besar yang di dalamnya terkandung beberapa subsistem yang meliputi subsistem Kepolisian sebagai Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 29

31 Direktorat Hukum dan HAM penyidik, subsistem Kejaksaan sebagai penuntut umum, subsistem Pengadilan sebagai hakim, dan subsistem Lembaga Pemasyarakatan sebagai subsistem rehabilitasi. Keempat subsistem di atas baru bisa berjalan secara baik apabila semua saling berinteraksi dan bekerjasama dalam rangka mencapai satu tujuan yaitu mencari kebenaran dan keadilan materiil sebagaimana jiwa dan semangat Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). KUHAP merupakan acuan umum yang harus di jadikan pegangan bagi semua yang terlibat dalam proses bekerjanya sistem peradilan pidana. Rangkaian proses sistem peradilan pidana di mulai dari adanya suatu peristiwa yang di duga sebagai peristiwa pidana (tindak pidana). Setelah adanya peristiwa pidana baru di mulai suatu tindakan penyelidikan dan penyidikan. Proses peradilan pidana yang terdiri dari serangkaian tahapan mulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di persidangan, hingga pemidanaan digambarkan sebagai berikut: Kerangka Sistem Peradilan Pidana di Indonesia PENYELIDIKAN PENYIDIKAN PENUNTUTAN PERSIDANGAN PASCA PERSIDANGAN Penerimaan Laporan/Pengaduan Pemeriksaan para pihak Pembuatan BAP Pemeriksaan Pengumpulan Data Koneksitas Dimulainya Penyidikan Upaya Paksa Penyadapan Penangkapan Penahanan Penggeledahan Penyitaan Pemeriksaan Rekening Pemblokiran Pemeriksaan Tersangka Pemeriksaan Surat Pemeriksaan Saksi Keterangan Ahli Pemeriksaan Alat Bukti Lain Penghentian Penyidikan Penyerahan Berkas, Terdakwa dan Alat Bukti Penahanan Penyidikan Lanjutan Surat Dakwaan Pelimpahan Berkas ke Pengadilan Tuntutan Eksekusi Penghentian Penuntutan Penetapan Majelis Penunjukan PP Penetapan Hari Sidang Penetapan Kuasa Persidangan Pengadilan Tingkat Pertama Pembacaan Gugatan Eksepsi Replik Duplik Pemeriksaan Saksi + Bukti Tuntutan Pledoi Putusan Upaya Hukum Banding Kasasi PK Pelaksanaan Putusan Eksekusi Barang Bukti Hakim Pengawas dan Pengamat Tahapan Penyelidikan Proposal powerpoint Template Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam KUHAP. 10 Penyelidikan merupakan tindakan tahap pertama permulaan penyidikan yang bukan tindakan berdiri sendiri yang terpisah dari fungsi penyidikan. Dengan kata lain, penyelidikan merupakan bagian tidak terpisahkan dari fungsi penyidikan. Penyelidikan merupakan sub dari fungsi penyidikan yang mendahului tindakan lain berupa penangkapan, penahanan, 10 Pasal 1 angka 5 KUHAP. Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 30

32 Direktorat Hukum dan HAM penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, pemanggilan, pemeriksaan dan penyerahan berkas perkara kepada Penuntut Umum (PU). 11 Kegiatan tahap penyelidikan dalam kerangka sistem peradilan pidana digambarkan sebagai berikut: Kerangka Sistem Peradilan Pidana di Indonesia TAHAP PENYELIDIKAN Penerimaan Laporan Sumber : Laporan POLRI Pengaduan Masyarakat Pembuatan Laporan Polisi BAP saksi pelapor Penyelidikan 1) Menentukan suatu peristiwa yang terjadi merupakan tindak pidana atau bukan ; 2) Membuat terang suatu perkara sampai dengan menentukan pelakunya; dan 3) Dijadikan sebagai dasar melakukan upaya paksa Laporan Hasil Penyelidikan Ditingkatkan ke Penyidikan Penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan. Penyelidik adalah setiap pejabat polisi negara Republik Indonesia. Penyelidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4: a. karena kewajibannya mempunyai wewenang: Proposal powerpoint Template 1. menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana; 2. mencari keterangan dan barang bukti; 3. menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri; 4. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. b. atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa: 1. penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan; 2. pemeriksaan dan penyitaan surat; 3. mengambil sidik jari dan memotret seorang; 4. membawa dan menghadapkan seorang pada penyidik Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hal Pasal 5 (1) KUHAP. Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 31

33 Direktorat Hukum dan HAM Penyelidik membuat dan menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tindakan sebagaimana tersebut pada ayat (1) huruf a dan huruf b kepada penyidik. Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyelidik dikoordinasi, diawasi dan diberi petunjuk oleh penyidik tersebut pada Pasal 6 ayat (1) huruf a KUHAP. Sasaran Penyelidikan adalah: 1. Orang; 2. Benda/barang; 3. Tempat/lokasi; 4. Peristiwa/kejadian. 13 Hasil penyelidikan berbentuk laporan yang diberikan kepada pimpinan yang berisi: 1. Berita acara permintaan keterangan; 2. Dokumen dan bukti lain; 3. Kesimpulan penyelidik antara lain: a. Sudah ditemukan bukti permulaan yang cukup sehingga dapat ditingkatkan ke tindakan penyidikan; b. Belum diperoleh bukti permulaan yang cukup sehingga perlu dilakukan pendalaman dengan menambah waktu penyelidikan; atau c. Laporan dimaksud tidak mengandung indikasi tindak pidana sehingga pemeriksaan harus dihentikan; atau kesimpulan lain. Dengan demikian, penyelidikan adalah tahapan untuk untuk menentukan apakah suatu peristiwa/tindakan seseorang adalah tindak pidana atau bukan dan menentukan dapat atau tidaknya pemeriksaan ditingkatkan ke penyidikan. Ketika terjadi suatu peristiwa yang kemudian setelah diadakan tindakan penyelidikan ditemukan uraian perbuatan/tindakan seseorang memenuhi rumusan unsur-unsur pasal tindak pidana dan dapat ditemukan bukti permulaan yang cukup, maka telah terjadi tindak pidana dan dapat ditingkatkan ke penyidikan. Desember Lampiran SKEP Kabareskrim No.Pol: SKEP/ 82/ XII/ 2006/ BARESKRIM tanggal 15 Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 32

34 Direktorat Hukum dan HAM Tahapan Penyidikan Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. 14 Gambaran proses tahap penyidikan dalam kerangka sistem peradilan terlihat dalam gambar sebagai berikut: Kerangka Sistem Peradilan Pidana di Indonesia TAHAP PENYIDIKAN Kejaksaan Penunjukan Jaksa Peneliti Perpanjangan Penahanan Penelitian Berkas P-17, P-18, P-19, P-21 Sprin-Dik Setelah ditunjuk, Penyidik Membuat Rencana Penyelidikan ( Renlid ) Penerbitan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan Permohonan izin Pengadi lan Upaya Paksa Penyadapan Penangkapan Penahanan Penggeledahan Penyitaan Pemeriksaan Rekening Pemblokiran Kerangka Sistem Peradilan Pidana di Indonesia TAHAP PENUNTUTAN Pemeriksaan Saksi, Tersangka Pengadi lan Perpanjangan Penahanan oleh PN Berkas Perkara Penyerahan Tersangka & Barang Bukti Kejaksaan Pelimpahan Berkas ke Pengadilan Pembuatan Dakwaan Penerimaan Barang Bukti Penerimaan Tersangka Penetapan Penahanan Penunjukan Penuntut Umum Proposal powerpoint Template Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undangundang untuk melakukan penyidikan. Penyidik Polri karena kewajibannya mempunyai wewenang : a. menerima Iaporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana; b. melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian; c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka; d. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan; e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat; f. mengambil sidik jari dan memotret seorang; g. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; Pasal 1 angka 2 KUHAP. Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 33

35 Direktorat Hukum dan HAM h. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; i. mengadakan penghentian penyidikan; j. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. Di dalam Pasal 4 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana, dasar dilakukan penyidikan adalah: a. laporan polisi/pengaduan; b. surat perintah tugas; c. laporan hasil penyelidikan (LHP); d. surat perintah penyidikan; dan e. Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP). Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dan penyidik pembantu berwenang melakukan penangkapan. Dalam hal terjadi suatu tindak pidana dan terpenuhi bukti permulaan yang cukup serta dapat ditingkatkan ke Penyidikan, Instansi penyidik menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) untuk menunjuk personel Penyidik. Dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum. Sprindik di beritahukan melalui Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada Kejaksaan paling lambat 3 hari sejak diterbitkan dan 7 hari untuk daerah terpencil. 15 Penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyidikan yang diperlukan. Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan atau penyidik baik lisan maupun tertulis. Laporan atau pengaduan yang diajukan secara tertulis harus ditanda-tangani oleh pelapor atau pengadu. Laporan atau pengaduan yang diajukan secara lisan harus dicatat oleh penyidik dan ditandatangani oleh pelapor atau pengadu dan penyidik. Setelah menerima laporan atau pengaduan, penyelidik atau penyidik harus memberikan surat tanda penerimaan laporan atau pengaduan kepada 15 Lampiran Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI, Menteri Kehakiman RI, Jaksa Agung RI dan Kepala Kepolisian RI Nomor: KMA/003/ SKB/II/1998Nomor: M.02.PW Th.1998 Nomor: Kep/007/ JA/2/1998Nomor: Kep 02/11/1998Tanggal 5 Pebruari Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 34

36 Direktorat Hukum dan HAM yang bersangkutan. Dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum. Dalam hal penyidik telah selesai melakukan penyidikan, penyidik wajib segera menyerahkan berkas perkara itu kepada penuntut umum. 16 Dalam hal penyidik telah selesai melakukan penyidikan, penyidik wajib segera menyerahkan berkas perkara itu kepada penuntut umum. Dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa hasil penyidikan tersebut ternyata masih kurang lengkap, penuntut umum segera mengembalikan berkas perkara itu kepada penyidik disertai petunjuk untuk dilengkapi. Dalam hal penuntut umum mengembalikan hasil penyidikan untuk dilengkapi, penyidik wajib segera melakukan penyidikan tambahan sesuai dengan petunjuk dari penuntut umum. Penyidikan dianggap telah selesai apabila dalam waktu empat belas hari penuntut umum tidak mengembalikan hasil penyidikan atau apabila sebelum batas waktu tersebut berakhir telah ada pemberitahuan tentang hal itu dari penuntut umum kepada penyidik. Penyerahan Berkas Perkara merupakan kegiatan pengiriman Berkas Perkara berikut penyerahan tanggung jawab atas tersangka dan barang buktinya kepada Penuntut Umum yang dilakukan dalam dua tahap sebagai berikut: a. Pada tahap pertama, penyidik hanya menyerahkan berkas perkara. b. Tahap kedua, penyidik menyerahkan tanggung jawab tersangka dan barang buktinya kepada Penuntut Umum/setelah berkas perkara dinyatakan lengkap oleh Penuntut Umum. c. Apabila dalam waktu 14 hari berkas perkara tidak dikembalikan oleh Penuntut Umum, maka penyidikan dianggap selesai dan penyidik menyerahkan tanggung jawab tersangka dan barang buktinya kepada Penuntut Umum. Di dalam surat pengantar pengiriman berkas perkara kepada Penuntut Umum agar dicantumkan permintaan: a. Dalam hal Penuntut Umum menghentikan penuntutan, Surat Ketetapan mengenai Hal itu disampaikan kepada Penyidik. b. Dalam hal Penuntut Umum melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri turunan surat pelimpahan perkara beserta dakwaan disampaikan kepada Penyidik. 16 Pasal 110 ayat (1) KUHAP. Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 35

37 Direktorat Hukum dan HAM c. Dalam hal Penuntut Umum mengubah surat dakwaan, disampaikan kepada Penyidik Tahapan Penuntutan Salah satu tahapan dalam acara pidana yang dilakukan sebelum masuk pada persidangan adalah tahap penuntutan. Penuntutan dilakukan oleh Jaksa, sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 diatur pada Pasal 1 butir 1 dan 2, bahwa kewenangan Jaksa adalah Sebagai Penuntut umum dan sebagai eksekutor, sedangkan Penuntut umum berwenang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan Hakim. Jaksa yang menangani perkara dalam tahap penuntutan disebut penuntut umum. Proses tahapan kegiatan pada tahapan penuntutan dalam acara pidana digambarkan sebagai berikut: Kerangka Sistem Peradilan Pidana di Indonesia TAHAP PENUNTUTAN Keja ksaa n Pelimpahan Berkas ke Pengadilan Pembuatan Dakwaan Penerimaan Barang Bukti Penerimaan Tersangka Penetapan Penahanan Penunjukan Penuntut Umum Pasal 1 butir 7 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menjelaskan yang dimaksud dengan penuntutan adalah Tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim disidang pengadilan. Dari rumusan pasal itu secara singkat proses penuntutan dan tuntutan pidana sebagai berikut: a. Pelimpahan perkara pidana yang disertai surat dakwaan ke pengadilan yang berwenang. b. Pemeriksaan disidang pengadilan. c. Tuntutan pidana. Desember Lampiran SKEP Kabareskrim No.Pol. : SKEP/ 82/XII/2006/BARESKRIM tanggal 15 Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 36

38 Direktorat Hukum dan HAM d. Putusan Hakim. Mengenai wewenang Jaksa penuntut umum diatur lebih lanjut dalam Pasal 14 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yaitu: 18 a. Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau penyidik tertentu. b. Mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat (3) dan (4) dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik. c. Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau penahanan lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik. d. Membuat surat dakwaan. e. Melimpahkan perkara ke pengadilan. f. Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi, untuk datang pada sidang yang telah ditentukan. g. Melakukan penuntutan. h. Menutup perkara dengan kepentingan hukum. i. Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sebagai penuntut umum menurut ketentuan undang-undang ini. j. Melaksanakan penetapan hakim. Adapun yang dimaksud dengan tindakan lain yang disebutkan diatas yaitu meneliti identitas tersangka, barang bukti dengan memperhatikan secara tegas batas wewenang dan fungsi antara Penyidik, Penuntut Umum menurut perkara tindak pidana yang terjadi dalam daerah hukumnya menurut ketentuan Pasal 15 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Tugas dan wewenang seorang Jaksa di bidang pidana adalah sebagai berikut: a. Melakukan penuntutan dalam perkara pidana; b. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan; c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan keputusan lepas bersyarat. 18 C.S.T. Kansil, PenghantarIlmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Penerbit: Bal ai Pustaka, Jakarta, 1986, hlm 357. Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 37

39 Direktorat Hukum dan HAM d. Melengkapi berkas perkara tertentu. Untuk itu, Jaksa dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaanya di koordinasikan dengan penyidik. Penuntut umum berwenang melakukan penuntutan terhadap siapapun yang didakwa melakukan suatu tindak pidana dalam daerah hukumnya dengan melimpahkan perkara ke pengadilan yang berwenang mengadili. Penuntut umum setelah menerima hasil penyidikan dari penyidik segera mempelajari dan menelitinya dan dalam waktu tujuh hari wajib memberitahukan kepada penyidik apakah hasil penyidikan itu sudah lengkap atau belum. Dalam hal hasil penyidikan ternyata belum lengkap, penuntut umum mengembalikan berkas perkara kepada penyidik disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk dilengkapi dan dalam waktu empat belas hari sejak tanggal penerimaan berkas, penyidik harus sudah menyampaikan kembali berkas perkara itu kepada penuntut umum. Setelah penuntut umum menerima atau menerima kembali hasil penyidikan yang lengkap dari penyidik, ia segera, menentukan apakah berkas perkara itu sudah memenuhi persyaratan untuk dapat atau tidak dilimpahkan ke pengadilan. Dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa dari hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan, ia dalam waktu secepatnya membuat surat dakwaan. Dalam hal penuntut umum memutuskan untuk menghentikan penuntutan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau perkara ditutup demi hukum, penuntut umum menuangkan hal tersebut dalam surat ketetapan. Isi surat ketetapan tersebut diberitahukan kepada tersangka dan bila ia ditahan, wajib segera dibebaskan. Turunan surat ketetapan itu wajib disampaikan kepada tersangka atau keluarga atau penasihat hukum, pejabat rumah tahanan negara, penyidik dan hakim. Apabila kemudian ternyata ada alasan baru, penuntut umum dapat melakukan penuntutan terhadap tersangka. Penuntut umum melimpahkan perkara ke pengadilan negeri dengan permintaan agar segera mengadili perkara tersebut disertai dengan surat dakwaan. 19 Penuntut umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi: nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka; uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan. 19 Pasal 143 ayat (1) KUHAP. Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 38

40 Direktorat Hukum dan HAM Surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b batal demi hukum. Turunan surat pelimpahan perkara beserta surat dakwaan disampaikan kepada tersangka atau kuasanya atau penasihat hukumnya dan penyidik, pada saat yang bersamaan dengan penyampaian surat pelimpahan perkara tersebut ke pengadilan negeri. Penuntut umum dapat mengubah surat dakwaan sebelum pengadilan menetapkan hari sidang, baik dengan tujuan untuk menyempurnakan maupun untuk tidak melanjutkan penuntutannya. Pengubahan surat dakwaan tersebut dapat dilakukan hanya satu kali selambat-lambatnya tujuh hari sebelum sidang dimulai. Dalam hal penuntut umum mengubah surat dakwaan ia menyampaikan turunannya kepada tersangka atau penasihat hukum dan penyidik Tahapan Persidangan Tahap persidangan dilakukan setelah terdapat pelimpahan berkas perkara ke Pengadilan oleh Penuntut Umum. Penuntut Umum menerbitkan surat pelimpahan perkara acara pemeriksaan biasa kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk menetapkan hari persidangan, pemanggilan terdakwa, pemanggilan saksi-saksi serta mengeluarkan penetapan untuk tetap menahan terdakwa. 20 Proses tahapan persidangan dalam kerangka sistem peradilan pidana digambar sebagai berikut: 20 Leden Marpaung. Proses Penanganan Perkara Pidana, 1992, Jakarta : Sinar Grafika. hlm Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 39

41 Direktorat Hukum dan HAM Dalam tahap persidangan, prosedur acara pemeriksaan biasa itu adalah 21 : 1. Pembacaan Surat Dakwaan a. Hakim Ketua Majelis membuka sidang dan menyatakan sidang terbuka untuk umum, kecuali perkara kesusilaan atau terdakwa di bawah umur sidang tertutup untuk umum; b. Terdakwa hadir di persidangan; c. Hakim menanyakan identitas terdakwa dan kesiapan mengikuti persidangan; d. Hakim menanyakan apakah terdakwa didampingi Penasihat Hukum, apabila didampingi Hakim menanyakan surat kuasa dan surat izin beracara; e. Hakim mengingatkan terdakwa untuk memperhatikan apa yang terjadi selama persidangan; f. Hakim mempersilahkan Jaksa Penuntut Umum untuk membacakan surat dakwaannya; g. Hakim menanyakan apakah terdakwa mengerti isi dan maksud surat dakwaan jika tidak mengerti, maka Hakim menjelaskan secara sederhana; h. Hakim menanyakan kepada terdakwa/penasihat Hukumnya apakah akan mengajukan eksepsi; i. Hakim Ketua Majelis menyatakan sidang ditunda. 2. Eksepsi (jika ada) a. Hakim ketua majelis membuka sidang seperti sebelumnya; b. Terdakwa hadir di ruang sidang; c. Hakim menanyakan apakah terdakwa/penasihat Hukumnya sudah siap dengan eksepsinya. Dalam Pasal 156 ayat (1) KUHAP, definisi eksepsi tidak dirumuskan secara jelas. Istilah yang digunakan adalah keberatan. Kepada terdakwa/penasihat hukumnya diberi hak untuk mengajukan keberatan; d. Hakim mempersilahkan terdakwa/penasihat hukumnya untuk membacakan eksepsinya; 21 Pasal 155 KUHAP. Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 40

42 Direktorat Hukum dan HAM e. Hakim menanyakan kesiapan Jaksa Penuntut Umum untuk memberikan tanggapan atas eksepsi terdakwa. Apabila Jaksa Penuntut Umum akan menanggapi eksepsi, maka sidang ditunda untuk pembacaan tanggapan Jaksa Penuntut Umum. Apabila tidak akan menanggapi eksepsi, maka sidang ditunda untuk pembacaan Putusan Sela; f. Hakim Ketua Majelis menyatakan sidang ditunda. 3. Tanggapan Jaksa Penuntut Umum. a. Hakim ketua majelis membuka sidang seperti sebelumnya; b. Terdakwa hadir di ruang sidang; c. Hakim menanyakan apakah Jaksa Penuntut Umum sudah siap dengan tanggapannya; d. Hakim mempersilahkan Jaksa Penuntut Umum untuk membacakan tanggapannya; e. Hakim Ketua Majelis menyatakan sidang ditunda. 4. Putusan Sela. a. Hakim ketua majelis membuka sidang seperti sebelumnya; b. Terdakwa hadir di ruang sidang; c. Hakim Ketua Majelis membacakan Putusan Sela. Jika hakim menyatakan keberatan tersebut diterima, maka perkara itu tidak diperiksa lebih lanjut, sebaiknya dalam hal tidak diterima atau hakim berpendapat hal tersebut baru dapat diputus setelah selesai pemeriksaan, maka sidang dilakukan; 22 d. Hakim menanyakan apakah Jaksa Penuntut Umum sudah siap dengan pembuktian; e. Hakim Ketua Majelis menyatakan sidang ditunda. 5. Pembuktian (pemeriksaan saksi/saksi ahli). a. Hakim ketua majelis membuka sidang seperti sebelumnya; b. Terdakwa hadir di ruang sidang; c. Hakim memerintahkan kepada Jaksa Penuntut Umum/ Penasihat Hukum untuk menghadirkan saksi/saksi ahli ke ruang sidang, terdakwa menempati tempatnya di samping Penasihat Hukum; 22 Pasal 156 ayat (2) KUHAP. Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 41

43 Direktorat Hukum dan HAM d. Hakim menanyakan kesehatan, identitas saksi/saksi ahli serta apakah saksi mempunyai hubungan sedarah atau semenda atau hubungan pekerjaan dengan terdakwa; e. Saksi/saksi ahli disumpah; f. Hakim mengajukan pertanyaan kepada saksi/saksi ahli; g. Jaksa Penuntut Umum mengajukan pertanyaan kepada saksi/saksi ahli; h. Penasihat Hukum mengajukan pertanyaan kepada saksi/saksi ahli; 23 i. Hakim menanyakan kepada terdakwa apakah keterangan yang diberikan saksi benar/tidak; j. Jaksa Penuntut Umum memperlihatkan barang bukti di persidangan; k. Hakim menanyakan kepada terdakwa dan saksi-saksi mengenai barang bukti tersebut. Hakim meminta Jaksa Penuntut Umum, Penasihat Hukum, Terdakwa dan saksi untuk maju ke muka sidang dan memperlihatkan barang bukti tersebut; l. Pemeriksaan saksi selesai, terdakwa diperintahkan untuk duduk kembali di depan majelis; m. Hakim minta terdakwa dalam memberikan keterangan jangan berbelitbelit agar persidangan berjalan lancar. Hakim mengajukan pertanyaan kepada terdakwa; n. Jaksa Penuntut Umum mengajukan pertanyaan kepada terdakwa; o. Penasihat Hukum mengajukan pertanyaan kepada terdakwa; p. Setelah pemeriksaan saksi/saksi ahli, terdakwa serta barang bukti, Hakim menanyakan kepada Jaksa Penuntut Umum untuk menyiapkan tuntutannya; q. Hakim Ketua Majelis menyatakan sidang ditunda. 6. Pembacaan Tuntutan (Requisitoir). a. Hakim ketua majelis membuka sidang seperti sebelumnya; b. Terdakwa hadir di ruang sidang; c. Jaksa Penuntut Umum membacakan tuntutannya; 24 d. Hakim menanyakan kepada Penasihat Hukum apakah akan mengajukan pembelaan; 23 Pasal 164 ayat (2) KUHAP. 24 Pasal 182 ayat (1) huruf (a) KUHAP. Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 42

44 Direktorat Hukum dan HAM e. Hakim Ketua Majelis menyatakan sidang ditunda. 7. Pembacaan Pembelaan (pledooi). a. Hakim ketua majelis membuka sidang seperti sebelumnya; b. Terdakwa hadir di ruang sidang; c. Penasihat Hukum membacakan pembelaannya; d. Hakim menanyakan kepada Jaksa Penuntut Umum apakah akan mengajukan replik; e. Hakim Ketua Majelis menyatakan sidang ditunda. 8. Pembacaan Tanggapan dari Jaksa Penuntut Umum atas Pleidoi Penasihat Hukum (Replik). a. Hakim ketua majelis membuka sidang seperti sebelumnya. b. Terdakwa hadir di ruang sidang. c. Hakim mempersilahkan Jaksa Penuntut Umum membacakan repliknya. d. Hakim menanyakan kepada Penasihat Hukum apakah akan mengajukan duplik. e. Hakim Ketua Majelis menyatakan sidang ditunda. 9. Pembacaan Tanggapan dari Penasihat Hukum atas Replik dari Jaksa Penuntut Umum (Duplik). a. Hakim ketua majelis membuka sidang seperti sebelumnya. b. Terdakwa hadir di ruang sidang. c. Hakim mempersilahkan Penasihat Hukum membacakan dupliknya. d. Sidang ditunda untuk pembacaan putusan. 10. Pembacaan Putusan a. Hakim ketua majelis membuka sidang seperti sebelumnya. b. Terdakwa hadir di ruang sidang. Jika tidak hadir, Hakim menanyakan alasannya, jika alasan memungkinkan Hakim ketua menunda sidang. c. Hakim menanyakan kesehatan terdakwa dan apakah siap untuk mengikuti persidangan pembacaan putusan. d. Pembacaan Putusan terdakwa diperintahkan berdiri. Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 43

45 Direktorat Hukum dan HAM Tahapan Pelaksanaan Pemidanaan Sebagai bagian akhir dalam proses sistem peradilan pidana adalah tahap pelaksanaan pemidanaan yang dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan. Pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang menjatuhkan hukuman pidana pada terdakwa, maka mengubah status yang bersangkutan dari terdakwa menjadi terpidana. Selanjutnya terpidana tersebut akan menjalankan hukumannya di lembaga pemasyarakatan. Proses tahap pasca persidangan atau tahap pemidanaan dalam kerangka sistem peradilan digambarkan sebagai berikut: Kerangka Sistem Peradilan Pidana di Indonesia TAHAP PASCA PERSIDANGAN Eksekusi Putusan BHT ditahan Lapas Pembinaan Tahap Awal Tahap Lanjutan Pertama Tahap Lanjutan Kedua Tahap Akhir A. ADMISI ORIENTASI 1. Registrasi 2. Penelitian, Pengamatan dan Pengenalan lingkungan 3. Litmas (data dan informasi, Asesment, Profiling) 4. Klasifikasi dan penempatan 5. Sidang TPP untuk rencana pembinaan tahap awal B. PELAKSANAAN PEMBINAAN 1. Pembinaan kepribadian: 2. Pembinaan kemandirian: C. EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM A. ADMISI ORIENTASI 1. Litmas (data dan informasi, perkem bangan pembinaan dan reassesment) 2. Sidang TPP menentukan program pembinaan lanjutan 3. Klasifikasi dan penempatan berdasarkan hasil penilaian lanjutan B. PELAKSANAAN PEMBINAAN 1. Pembinaan kepribadian: 2. Pembinaan kemandirian: C. EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM A. ADMISI ORIENTASI 1. Litmas (data dan informasi, perkem bangan pembinaan dan reassesment) 2. Sidang TPP menentukan program pembinaan lanjutan 3. Bersyarat Klasifikasi dan penempatan berdasarkan hasil penilaian lanjutan B. PELAKSANAAN PEMBINAAN 1. Pembinaan kepribadian: 2. Pembinaan kemandirian: C. PELAKSANAAN DIDALAM LAPAS ATAU DI LUAR LAPAS D. EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM A. ADMISI ORIENTASI 1. Litmas (data dan informasi, perkem bangan pembinaan dan reassesment) 2. Sidang TPP menentukan program pembinaan lanjutan 3. Klasifikasi dan penempatan berdasarkan hasil penilaian lanjutan B. PELAKSANAAN PEMBINAAN 1. Pembebasan bersyarat 2. Cuti menjelang bebas 3. Cuti bersyarat 4. Program lain sesuai dengan kebutuhan 5. Perawatan 6. Pemenuhan hak-hak lain Penga dilan Hakim Pengawas dan Pengamat Kejak saan Wajib Lapor C. EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM Proposal powerpoint Template 14 Pasca penjatuhan putusan persidangan, maka terpidana dimasukan ke dalam Lembaga Pemasyarakatan, dengan proses awal dilakukan pendaftaran/registrasi. Pendaftaran tersebut mengubah status terpidana menjadi narapidana. Pendaftaran tersebut terdiri atas: 25 a. pencatatan: 1. putusan pengadilan; 2. jati diri; dan 3. barang dan uang yang dibawa; c. pemeriksaan kesehatan; d. pembuatan pasfoto; 25 Pasal 11 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 44

46 Direktorat Hukum dan HAM e. pengambilan sidik jari; dan f. pembuatan berita acara serah terima Terpidana. Narapidana dapat dipindahkan dari satu Lapas ke Lapas lain untuk kepentingan pembinaan, keamanan dan ketertiban, proses peradilan, dan lainnya yang dianggap perlu. 26 Jika Narapidana yang terlibat perkara lain baik sebagai tersangka, terdakwa, atau sebagai saksi yang dilakukan di Lapas tempat Narapidana yang bersangkutan menjalani pidana, maka dapat dilakukan penyidikan terhadapnya jika penyidik menunjukkan surat perintah penyidikan dari pejabat instansi yang berwenang dan menyerahkan tembusannya kepada Kepala Lapas. Kepala Lapas dalam keadaan tertentu dapat menolak pelaksanaan penyidikan di Lapas. Penyidikan dapat dilakukan di luar LAPAS setelah mendapat izin Kepala Lapas. Narapidana yang sedang dilakukan penyidikan terhadapnya, dapat dibawa ke luar Lapas untuk kepentingan penyerahan berkas perkara, rekonstruksi, atau pemeriksaan di sidang pengadilan Hubungan Antar Komponen Dalam Proses Penanganan Perkara Pada Sistem Peradilan Pidana Sistem peradilan pidana sebagai suatu sistem besar yang di dalamnya terdiri beberapa subsistem yang meliputi subsistem kepolisian sebagai penyidik, subsistem kejaksaan sebagai penuntut umum, subsistem kehakiman sebagai pengadil, dan subsistem lembaga pemasyarakatan sebagai subsistem rehabilitasi. Keempat subsistem tersebut merupakan lembaga mandiri yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya serta saling berinteraksi dan bekerjasama dalam kerangka sistem peradilan pidana. Hubungan antar komponen tersebut diatur dalam hukum acara yang terdapat dalam KUHAP yang diwujudkan adanya pertukaran atau sharing dokumen, data, dan informasi. Berikut ini digambarkan hubungan dan identifikasi data, dokumen dan informasi komponen dalam sistem peradilan pidana Kepolisian Sebagai Pusat Hubungan Antar Komponen Kepolisian dengan Kejaksaan Hubungan Kepolisian dan Kejaksaan dalam melaksanakan bisnis proses pada sistem peradilan pidana terpadu dapat tercermin dengan adanya pengiriman Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari Penyidik 26 Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 45

47 Direktorat Hukum dan HAM Kepolisian kepada Jaksa Penuntut Umum. Selain itu pengiriman berkas dari Penyidik ke Penuntut Umum dan penyerahan tersangka dan barang bukti dari Kepolisian kepada Kejaksaan. Secara lebih detil hubungan antara Kepolisian dengan Kejaksaan dirinci sebagai berikut: KEPOLISIAN KEJAKSAAN 1. Pengiriman SPDP *) Penjelasan Pasal 30 (1) huruf a UU RI No. 16 Tahun 2004 ttg Kejaksaan Republik Indonesia 2. Perpanjangan Penahanan oleh PU *) Pasal 14, Pasal 24 (2) UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP 3. Pengiriman Berkas *) Pasal 8 (2), (3), Pasal 14 UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP 4. Penelitian Berkas ( P-17, P-18, P-19, P-21 ) *) *) Penjelasan Pasal 30 (1) huruf a UU RI No. 16 Tahun 2004 ttg Kejaksaan Republik Indonesia 5. Penyerahan Tersangka dan BB *) Pasal 8 (3) huruf b UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP Kepolisian dengan Pengadilan Hubungan Kepolisian dan Pengadilan dalam melaksanakan bisnis proses pada sistem peradilan pidana terpadu dapat tercermin dengan adanya permohonan izin penyitaan dan penggeledahan. Secara lebih detil hubungan antara Kepolisian dengan Pengadilan dirinci sebagai berikut: KEPOLISIAN PENGADILAN 1. Permohonan Izin Penyitaan, Penggeledahan *) Pasal 38 UU No.8 Tahun 1981 Tentang KUHAP *) Pasal 33 ayat (1) UU No.8 Tahun 1981 Tentang KUHAP Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 46

48 Direktorat Hukum dan HAM *) Pasal 25 (2) UU No.8 Tahun 1981 Tentang KUHAP Kepolisian dengan Lembaga Pemasyarakatan 1. Perpanjangan Penahanan PN Hubungan Kepolisian dan Lembaga Pemasyarakatan dalam melaksanakan bisnis proses pada sistem peradilan pidana terpadu dapat tercermin dengan adanya penyidik kepolisian dapat melakukan penyidikan terhadap narapidana di dalam Lapas. Hubungan antara Kepolisian dengan Lembaga Pemasyarakatan terdapat dalam table berikut: KEPOLISIAN LAPAS 1. Penyidikan di dalam Lapas Kejaksaan Sebagai Pusat Hubungan Antar Komponen Kejaksaan dengan Kepolisian Hubungan Kejaksaan dan Kepolisian dalam melaksanakan bisnis proses pada sistem peradilan pidana terpadu dapat tercermin dengan adanya kewenangan Penuntut Umum untuk menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau penyidik pembantu, mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan maka penuntut umum dapat memberikan petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik, dan memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau penahanan lanjutan dan/atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik. 27 Jaksa Penuntut Umum melakukan penelitian berkas dengan meminta berkas dari Penyidik Kepolisian yakni berkas P-17 yakni permintaan perkembangan hasil penyelidikan, berkas P-18 yakni hasil penyelidikan belum lengkap, berkas P-19 yakni pengembalian berkas perkara untuk dilengkapi, dan berkas P-21 yakni pemberitahuan bahwa hasil penyidikan sudah lengkap. Hal ini dapat dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum sebelum memasuki proses penuntutan dengan melakukan prapenuntutan. Secara lebih detil hubungan antara Kejaksaan dengan Kepolisian dirinci sebagai berikut: 27 Pasal 14 KUHAP. Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 47

49 Direktorat Hukum dan HAM KEJAKSAAN KEPOLISIAN 1. Pengiriman SPDP *) Penjelasan Pasal 30 (1) huruf a UU RI No. 16 Tahun 2004 ttg Kejaksaan Republik Indonesia 2. Perpanjangan Penahanan oleh PU *) Pasal 14, Pasal 24 (2) UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP 3. Pengiriman Berkas *) Pasal 8 (2), (3) dan Pasal 14 UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP 4. Penelitian Berkas ( P-17, P-18, P-19, P-21 ) *) Penjelasan Pasal 30 (1) huruf a UU RI No. 16 Tahun 2004 ttg Kejaksaan Republik Indonesia 5. Penyerahan Tersangka dan BB *) Pasal 8 (3) huruf b UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP Kejaksaan dengan Pengadilan Hubungan Kejaksaan dan Pengadilan dalam melaksanakan bisnis proses pada sistem peradilan pidana terpadu dapat tercermin dengan adanya pelimpahan perkara yang dilakukan Jaksa Penuntut Umum ke pengadilan negeri dengan permintaan agar segera mengadili perkara tersebut disertai dengan surat dakwaan. 28 Selanjutnya, pada proses pemeriksaan persidangan Jaksa Penuntut Umum mengajukan tuntutan pidana. 29 Pasca putusan pengadilan Jaksa Penuntut Umum dapat mengajukan permintaan banding ke pengadilan tinggi jika jaksa penuntut umum berkeyakinan bahwa putusan pengadilan negeri belum dirasa memberikan rasa keadilan. 30 Jaksa Penuntut Umum juga dapat mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung. Secara lebih detil hubungan antara Kejaksaan dengan Pengadilan dirinci sebagai berikut: 28 Pasal 143 ayat (1) KUHAP. 29 Pasal 182 ayat (1) KUHAP. 30 Pasal 233 ayat (1) KUHAP. Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 48

50 Direktorat Hukum dan HAM KEJAKSAAN PENGADILAN 1. Pelimpahan Berkas + Dakwaan *) Pasal 142 UU No.8 Tahun 1981 Tentang KUHAP *) Pasal 152 (1) UU No.8 Tahun 1981 Tentang KUHAP 2. Penetapan Majelis Hakim 3. Penetapan Hari Sidang *) Pasal 152 (2) UU No.8 Tahun 1981 Tentang KUHAP 4. Tuntutan *) Pasal 182 UU No.8 Tahun 1981 Tentang KUHAP *) Pasal 226 UU No.8 Tahun 1981 Tentang KUHAP 5, Amar dan Salinan surat putusan 6. Permohonan Banding (Memori, Kontra Memori) 7. Amar Putusan Banding *) Pasal 233 (1), 243 (2) UU No.8 Tahun 1981 Tentang KUHAP 8. Permohonan Kasasi (Memori, Kontra Memori) 9. Amar Putusan Kasasi *) Pasal 245, 257 UU No.8 Tahun 1981 Tentang KUHAP *) Pasal 278 UU No.8 Tahun 1981 Tentang KUHAP 10. Pelaksanaan Putusan Pengadilan Kejaksaan dengan Lembaga Pemasyarakatan Hubungan Kejaksaan dan Lembaga Pemasyarakatan dalam melaksanakan bisnis proses pada sistem peradilan pidana terpadu dapat tercermin dari kegiatan pemanggilan terdakwa yang berada dalam tahanan, surat panggilan disampaikan melalui pejabat rumah tahanan negara. Secara lebih detil hubungan antara Kejaksaan dengan Lembaga Pemasyarakatan dirinci sebagai berikut: Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 49

51 Direktorat Hukum dan HAM KEJAKSAAN LAPAS 1. Pemanggilan Tahanan *) Pasal 145 (3) UU No.8 Tahun 1981 Tentang KUHAP 2. Eksekusi Putusan *) Pasal 278 UU No.8 Tahun 1981 Tentang KUHAP Pengadilan Sebagai Pusat Hubungan Antar Komponen Pengadilan dengan Kepolisian Hubungan Pengadilan dan Kepolisian dalam melaksanakan bisnis proses pada sistem peradilan pidana terpadu dapat tercermin dengan adanya perintah penahanan yang diberikan oleh Penuntut Umum yang berlaku paling lama dua puluh hari. Jangka waktu tersebut apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh ketua pengadilan negeri yang berwenang untuk paling lama tiga puluh hari. Secara lebih detil hubungan antara Pengadilan dengan Kepolisian dirinci sebagai berikut: PENGADILAN KEPOLISIAN 1. Permohonan Izin Penyitaan, Penggeledahan *) Pasal 38 UU No.8 Tahun 1981 Tentang KUHAP *) Pasal 33 ayat (1) UU No.8 Tahun 1981 Tentang KUHAP 2. Perpanjangan Penahanan oleh PN *) Pasal 25 (2) UU No.8 Tahun 1981 Tentang KUHAP Pengadilan dengan Kejaksaan Hubungan Pengadilan dan Kejaksaan dalam melaksanakan bisnis proses pada sistem peradilan pidana terpadu dapat tercermin dengan adanya: 1. Pengadilan negeri menerima surat pelimpahan perkara dari Jaksa Penuntut Umum dan berpendapat bahwa perkara itu termasuk Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 50

52 Direktorat Hukum dan HAM wewenangnya, ketua pengadilan menunjuk hakim yang akan menyidangkan perkara tersebut dan hakim yang ditunjuk itu menetapkan hari sidang Di dalam persidangan hakim dapat memerintahkan kepada Penuntut Umum supaya memanggil terdakwa dan saksi untuk datang di sidang pengadilan. 3. Petikan surat putusan pengadilan diberikan kepada terdakwa atau penasihat hukumnya segera setelah putusan diucapkan. Salinan surat putusan pengadilan diberikan kepada penuntut umum dan penyidik. Salinan surat putusan pengadilan hanya boleh diberikan kepada orang lain dengan seizin ketua pengadilan setelah mempertimbangkan kepentingan dari permintaan tersebut Isi surat putusan setelah dicatat dalam buku register segera diberitahukan kepada terdakwa dan Penuntut Umum oleh panitera pengadilan negeri dan selanjutnya pemberitahuan tersebut dicatat dalam salinan surat putusan pengadilan tinggi Ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 226 dan Pasal 243 berlaku juga bagi putusan kasasi Mahkamah Agung, kecuali tenggang waktu tentang pengiriman salinan putusan beserta berkas perkaranya kepada pengadilan yang memutus pada tingkat pertama dalam waktu tujuh hari Jaksa mengirimkan tembusan berita acara pelaksanaan putusan pengadilan yang ditandatangani Kepala Lembaga Pemasyarakatan dan terpidana kepada pengadilan yang memutus perkara pada tingkat pertama dan panitera mencatatnya dalam register pengawasan dan pengamatan Pasal 152 ayat (1) KUHAP. 32 Pasal 226 KUHAP. 33 Pasal 243 ayat (2) KUHAP. 34 Pasal 257 KUHAP. 35 Pasal 278 KUHAP. Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 51

53 Direktorat Hukum dan HAM Secara lebih detil hubungan antara Pengadilan dengan Kejaksaan dirinci sebagai berikut: PENGADILAN KEJAKSAAN *) Pasal 142 UU No.8 Tahun 1981 Tentang KUHAP 2. Penetapan Majelis Hakim 1. Pelimpahan Berkas + Dakwaan *) Pasal 152 (1) UU No.8 Tahun 1981 Tentang KUHAP 3. Penetapan Hari Sidang *) Pasal 152 (2) UU No.8 Tahun 1981 Tentang KUHAP 4. Tuntutan *) Pasal 182 UU No.8 Tahun 1981 Tentang KUHAP 4. Amar dan Salinan surat putusan *) Pasal 226 UU No.8 Tahun 1981 Tentang KUHAP 6. Amar Putusan Banding 7. Permohonan Banding (Memori, Kontra Memori) *) Pasal 233 (1), 243 (2) UU No.8 Tahun 1981 Tentang KUHAP 8. Amar Putusan Kasasi 9. Permohonan Kasasi (Memori, Kontra Memori) *) Pasal 245, 257 UU No.8 Tahun 1981 Tentang KUHAP 10. Pelaksanaan Putusan Pengadilan *) Pasal 278 UU No.8 Tahun 1981 Tentang KUHAP Pengadilan dengan Lembaga Pemasyarakatan Hubungan Pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan dalam melaksanakan bisnis proses pada sistem peradilan pidana terpadu dapat tercermin dengan adanya kegiatan permintaan hakim pengawas dan Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 52

54 Direktorat Hukum dan HAM pengamat, kepala Lembaga Pemasyarakatan menyampaikan informasi secara berkala atau sewaktu-waktu tentang perilaku narapidana tertentu yang ada dalam pengamatan hakim tersebut. 36 Hubungan antara Pengadilan dengan Lembaga Pemasyarakatan dirinci sebagai berikut: PENGADILAN LAPAS Pengawasan dan Pengamatan Pelaksanaan Putusan Pengadilan *) Pasal 281 UU RI No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP Lembaga Pemasyarakatan Sebagai Pusat Hubungan Antar Komponen Lembaga Pemasyarakatan dengan Kepolisian Hubungan Lembaga Pemasyarakatan dan Kepolisian dalam melaksanakan bisnis proses pada sistem peradilan pidana belum dapat teridentifikasi dalam KUHAP. Lembaga Pemasyarakatan dengan Kejaksaan Hubungan Lembaga Pemasyarakatan dan Kejaksaan dalam melaksanakan bisnis proses pada sistem peradilan pidana terpadu dapat tercermin dengan adanya: 1. Pejabat Rumah Tahanan Negara harus disampaikan surat panggilan pemeriksaan persidangan oleh Jaksa Penuntut Umum jika terdakwa ada dalam tahanan Kepala Lembaga Pemasyarakatan bersama dengan Jaksa Penuntut Umum dan terpidana menandatangani berita acara pelaksanaan putusan pengadilan dan mengirimkan tembusan berita acara pelaksanaan putusan pengadilan kepada pengadilan yang memutus perkara pada tingkat pertama dan panitera mencatatnya dalam register pengawasan dan pengamatan Pasal 281 KUHAP. 37 Pasal 145 ayat (3) KUHAP. 38 Pasal 278 KUHAP. Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 53

55 Direktorat Hukum dan HAM Hubungan antara Lembaga Pemasyarakatan dengan Kejaksaan dirinci sebagai berikut: LAPAS KEJAKSAAN *) Pasal 145 (3) UU No.8 Tahun 1981 Tentang KUHAP 1. Pemanggilan Tahanan 2. Eksekusi Putusan *) Pasal 278 UU No.8 Tahun 1981 Tentang KUHAP Lembaga Pemasyarakatan dengan Pengadilan Hubungan Lembaga Pemasyarakatan dengan Pengadilan dalam melaksanakan bisnis proses pada sistem peradilan pidana terpadu dapat tercermin dengan adanya kegiatan kepala Lembaga Pemasyarakatan menyampaikan informasi secara berkala atau sewaktu-waktu tentang perilaku narapidana tertentu yang ada dalam pengamatan hakim tersebut sesuai dengan permintaan hakim pengawas dan pengamat,. 39 Hubungan antara Lembaga Pemasyarakatan dengan Pengadilan dirinci sebagai berikut: LAPAS PENGADILAN Pengawasan dan Pengamatan Pelaksanaan Putusan Pengadilan *) Pasal 281 UU RI No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP 2.4. Permasalahan Koordinator dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu Sebagaimana telah diulas pada bagian depan bahwa dalam pelaksanaan peradilan pidana meliputi beberapa fungsi mulai dari penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di pengadilan dan pelaksanaan putusan serta pelaksanaan 39 Pasal 281 KUHAP. Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 54

56 Direktorat Hukum dan HAM pemidanaan. Kepolisian melalui aparat penyidiknya melakukan fungsi penyidikan dengan melalui tahap penyelidikan terlebih dahulu, sementara Kejaksaan melalui Jaksa Penuntut Umum menyelenggarakan fungsi penuntutan dan eksekusi atau pelaksanaan putusan, hakim di Pengadilan akan menjalankan fungsi pemeriksaan perkara di pengadilan dan memutus perkara, sedangkan Lembaga Pemasyarakatan akan melaksanakan fungsi pembinaan terhadap warga binaan pemasyarakatan. Meskipun fungsi-fungsi tersebut saling terkait satu dengan yang lain dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu, akan tetapi masing-masing lembaga tersebut memiliki kedudukan yang independen dalam melaksanakan tugas fungsinya. Adanya independensi dari masing-masing komponen sangat penting agar lembaga tersebut dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara baik dan profesional, akan tetapi dalam hal tidak terjalinnya koordinasi yang baik antar lembaga tersebut akan dapat menyebabkan proses penanganan perkara menjadi tidak optimal. Dibeberapa sistem hukum negara lain, fungsi penyidikan yang biasanya dilakukan oleh polisi berada di bawah koordinasi jaksa (Attorney General) atau bahkan di bawah Kementerian Kehakiman (Department of Justice), hal tersebut menunjukan bahwa antara fungsi penyidikan dengan penuntutan membutuhkan koordinasi yang sangat erat mengingat proses penuntutan yang dilakukan oleh seorang di depan pengadilan akan membutuhkan alat bukti yang kuat yang dikumpulkan oleh penyidik. Namun demikian sistem hukum di Indonesia tentunya berbeda dengan praktek yang ada di negara lain tersebut sehingga perlu dipikirkan bagaimana cara untuk meningkatkan koordinasi dan komunikasi antar lembaga penegak hukum tersebut. Dari hasil diskusi yang berkembang selama penyusunan kajian Sistem Peradilan Pidana Terpadu salah satu isu yang muncul adalah tidak adanya satu lembaga yang berfungsi sebagai koordinator dalam menentukan kebijakan yang terkait dengan Sistem Peradilan Pidana. Dalam susunan kabinet, disamping terdapat kementerian juga ada empat kementerian koordinator yang mempunyai tugas dan fungsi sebagai koordinator pada bidang tugasnya masing-masing. Salah satu fungsi dari Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan adalah melakukan koordinasi perencanaan dan penyusunan kebijakan di bidang politik, hukum dan keamanan. Dalam rangka melakukan fungsi tersebut khususnya terkait dengan bidang hukum Kementerian Koordinator bidang Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 55

57 Direktorat Hukum dan HAM Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan dapat melakukan koordinasi dengan instansi hukum seperti Kepolisian RI, Kejaksaan RI, Kementerian Hukum dan HAM, KPK dan lembaga hukum lainnya. Namun demikian yang perlu menjadi catatan bahwa Undang-undang Nomor 1 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana tidak mengatur adanya fungsi koordinator dalam rangka penegakan hukum pidana di Indonesia. Dalam rangka melakukan integrasi sistem peradilan pidana berbasis teknologi informasi salah satu isu penting adalah lembaga mana yang mempunyai fungsi sebagai administrator atau pusat administrasi sistem dalam mengimplementasikan sistem peradilan pidana terpadu ini. Pada bab VI hasil kajian ini akan diulas mengenai Pengembangan dan Perencanaan Integrasi Sistem Informasi Penanganan Perkara dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu. Dalam rangka melakukan integrasi data disampaikan tiga pilihan integrasi data yaitu integrasi level data, integrasi aplikasi, dan integrasi proses bisnis. Ketiga opsi integrasi tersebut membutuhkan satu lembaga yang bertugas sebagai administrator dan pengatur lalu lintas informasi yang terjadi antar instansi penegak hukum. Dalam rangka implementasi dari Sistem Peradilan Pidana Terpadu berbasis Teknologi Informasi kedepan perlu adanya kesepakatan bersama instansi mana yang menjadi administrator sistem ini. Peran administrator sangat penting karena harus dapat menjamin lalu lintas data penanganan perkara pidana dapat berjalan dengan baik tanpa ada hambatan serta tetap menjamin adanya keamanan data penanganan perkara pidana tersebut. Lembaga yang diberi kedudukan tersebut harus mempunyai sumber daya yang memadai, baik dari sudut sarana prasarana penunjangnya maupun sumber daya manusia sebagai pelaksananya. Sebelum adanya dasar hukum yang kuat mengenai lembaga yang ditunjuk untuk melaksanakan fungsi administrator ini, maka perlu terlebih dahulu adanya kesepakatan bersama antar instansi penegak hukum, siapa yang akan menjalankan fungsi tersebut. Sebagai langkah awal adanya kerja sama untuk pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana Terpadu berbasis Teknologi Informasi pada tanggal 28 Januari 2016 dihadapan Wakil Presiden Republik Indonesia telah dilakukan penandatanganan Nota Kesepahaman antara Ketua Mahkamah Agung RI, Menteri Koordinasi bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan, Kepala Kepolisian RI, Jaksa Agung RI, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Menteri Komunikasi dan Informasi, dan Kepala Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 56

58 Direktorat Hukum dan HAM Lembaga Sandi Negara. Nota kesepahaman tentang Pengembangan Sistem Database Penanganan Perkara Tindak Pidana Secara Terpadu Berbasis Teknologi Informasi diharapkan dapat menjadi cikal bakal terbangunnya sistem teknologi informasi yang terintegrasi dalam bidang penanganan perkara pidana. Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 57

59 Direktorat Hukum dan HAM Tinjauan Standar Operating Procedure dan Kedudukan Unit Organisasi Sistem Informasi Tinjauan SOP Dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, masing-masing komponen dalam sistem peradilan pidana memiliki Standar Operating Procedure (SOP) yang beririsan dengan komponen atau instansi penegak hukum lainnya, yang diuraikan sebagai berikut: SOP di Kepolisian, yang berhubungan dengan Kejaksaan, Pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan Penyidik mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke penuntut umum setelah terbit surat perintah penyidikan. 40 Dalam hal SPDP telah dikirimkan ke jaksa penuntut umum dan batas waktu kewajiban penyidik mengirim berkas perkara tahap pertama tidak terpenuhi, maka penyidik menyampaikan pemberitahuan perkembangan kasus kepada jaksa penuntut umum. 41 Penghentian Penyidikan Pelaksanaan penghentian penyidikan dilakukan dengan menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan (SKP2) dan ditindaklanjuti dengan mengirimkan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (SP3) kepada jaksa penuntut umum, tersangka dan pelapor. 42 SOP Pemanggilan 43 Pemanggilan terhadap saksi/tersangka yang status penahanannya oleh pihak lain maka mengajukan surat permohonan izin pemeriksaan kepada penyidik, JPU, Hakim Pengadilan negeri, Hakim Pengadilan Tinggi, Hakim 40 Perkaba No 3 Tahun 2014 Pasal 6 ayat 1 41 Perkaba No 3 Tahun 2014 Pasal 6 ayat 2 42 Perkaba No 3 Tahun 2014 Pasal 11 ayat 3 43 Perkaba No 3 Tahun 2014, Lampiran C, hal. 24 Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 58

60 Direktorat Hukum dan HAM MA dan Kalapas yang melakukan penahanan, untuk memberikan izin pemeriksaan terhadap saksi/tersangka yang sedang ditahan; Surat permohonan izin pemeriksaan dilampirkan dengan Surat Panggilan kepada saksi/tersangka; Penahanan Surat Perintah Penahanan. 44 Surat Perintah Penahanan disampaikan kepada tersangka, keluarga tersangka, Pejabat Rutan, Penuntut Umum dan Ketua Pengadilan negeri disamping untuk keperluan kelengkapan Berkas Perkara. Perpanjangan Penahanan. Penyidik Polri membuat surat permohonan perpanjangan penahanan kepada jaksa penuntut umum atau pengadilan negeri 10 (sepuluh) hari sebelum masa penahanan berakhir dengan melampirkan resume. Pengalihan Penahanan. Penyidik Polri menyerahkan surat perintah pengalihan jenis penahanan kepada tahanan, keluarga dan atau penasehat hukum, pejabat tahti (tahanan dan barang bukti), Jaksa Penuntut Umum, dan pengadilan negeri. Penangguhan Penahanan. Penyidik Polri menyerahkan surat perintah penangguhan penahanan kepada tahanan, keluarga dan atau penasehat hukum, pejabat tahti, jaksa penuntut umum, dan pengadilan negeri. Pembayaran uang jaminan. Pembayaran uang jaminan atas penangguhan penahanan disetorkan oleh pemohon atau penasehat hukumnya atau keluarganya ke Panitera Pengadilan negeri dengan formulir penyetoran yang dikeluarkan oleh penyidik. Jika penangguhan menggunakan jaminan orang, maka apabila tersangka melarikan diri dan setelah lewat 3 bulan tidak dapat ditemukan, penjamin diwajibkan membayar uang yang jumlahnya telah ditetapkan oleh penyidik sesuai dengan yang tercantum dalam surat perjanjian untuk disetor ke Kas Negara melalui Panitera Pengadilan dan apabila penjamin tidak dapat membayar sejumlah uang yang telah ditetapkan dalam perjanjian maka dengan bantuan juru sita menyita barang miliknya untuk dijual lelang dan hasilnya disetor ke Kas Negara melalui Panitera Pengadilan (PP No. 27 tahun 1983 Pasal 35 dan Permenkeh No. M.14.PN tahun 1983). Pengeluaran Tahanan. 45 Surat Perintah Pengeluaran Tahanan diserahkan kepada tersangka dalam rangkap 10 (sepuluh) untuk ditanda tangani oleh 44 Perkaba No 3 Tahun 2014, Lampiran E, hal Perkaba No 3 Tahun 2014, Lampiran E, hal. 45 Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 59

61 Direktorat Hukum dan HAM tersangka, disampaikan kepada tersangka, keluarga tersangka, Pejabat Rutan, Penuntut Umum dan Ketua Pengadilan negeri, disamping untuk kepentingan kelengkapan berkas perkara. PraPeradilan Salah satu hak Tersangka adalah mengajukan permintaan kepada Pengadilan negeri setempat untuk dilakukan Praperadilan tentang sah atau tidak sahnya penahanan atas dirinya (Pasal 124 KUHAP). Penggeledahan 46 Dalam melakukan penggeledahan, Penyidik wajib memiliki Surat Ijin Penggeledahan dari Ketua Pengadilan negeri, kecuali dalam keadaan sangat perlu dan mendesak, penetapan persetujuan penggeledahan Ketua Pengadilan negeri setempat dapat diajukan segera setelah penggeledahan. Penyitaan 47 Dalam melakukan penyitaan, Penyidik wajib memiliki Surat Ijin penyitaan dari Ketua Pengadilan negeri, kecuali dalam keadaan sangat perlu dan mendesak, penetapan persetujuan penyitaan Ketua Pengadilan negeri setempat dapat diajukan segera setelah dilakukan penyitaan. Penyerahan Berkas Perkara Berkas perkara yang sudah selesai diserahkan ke petugas Kejaksaan yang diserahi tugas menerima berkas perkara, dengan meminta tanda terima dan stempel/cap dinas kejaksaan. Hal ini penting dalam memperhitungkan jangka waktu 14 hari sejak tanggal penerimaan yang dipergunakan bagi penuntut umum untuk meneliti dan mengembalikan berkas perkara. 48 Apabila sebelum batas waktu 14 hari berakhir berkas perkara dikembalikan dan disertai petunjuk Jaksa Penuntut Umum (P.19) maka Kepala Kesatuan atau pejabat yang ditunjuk selaku penyidik atau penyidik pembantu segera melakukan penyidikan tambahan, guna melengkapi berkas perkara sesuai petunjuk tertulis yang diberikan oleh Penuntut Umum dalam waktu maksimal 14 hari, dan segera mengirimkan kembali berkas perkaranya kepada Kepala Kejaksaan. 49 Pemeriksaan Singkat. Dalam hal acara pemeriksaan singkat apabila Kepala Kesatuan atau pejabat yang ditunjuk menerima pemberitahuan dari Kepala Kejaksaan bahwa atas permintaan Hakim perlu adanya pemeriksaan 46 Perkaba No 3 Tahun 2014, Lampiran F, hal Perkaba No 3 Tahun 2014, Lampiran G, hal Perkaba No 3 Tahun 2014, Lampiran J, hal Perkaba No 3 Tahun 2014, Lampiran J, hal. 97 Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 60

62 Direktorat Hukum dan HAM tambahan, maka Ia atau pejabat yang ditunjuk selaku penyidik atau penyidik pembantu segera melakukannya dan dalam waktu 14 hari harus sudah diserahkan kembali kepada Kepala Kejaksaan yang bersangkutan. Pemeriksaan Cepat. 50 Penyerahan berkas perkara dalam hal acara pemeriksaan cepat yaitu pemeriksaan dalam perkara tindak pidana ringan dan perkara pelanggaran lalu lintas jalan, ditunjuk langsung ke pengadilan atas kuasa Penuntut Umum. Untuk Perkara tindak pidana ringan: a. Penyidik/Penyidik Pembantu dalam waktu tiga hari sejak berita acara pemeriksaan selesai dibuatnya, menghadapkan terdakwa beserta barang bukti, ahli dan atau juru bahasa ke Sidang Pengadilan. b. Penyidik/Penyidik Pembantu segera memberitahukan secara tertulis kepada terdakwa tentang hari, tanggal, jam dan tempat harus menghadap sidang pengadilan. c. Penyidik/Penyidik Pembantu yang ditunjuk menyerahkan berkas perkara atau catatan ke pengadilan atas Kuasa Penuntut Umum. Walaupun Penuntut Umum hadir dalam pemeriksaan didepan sidang pengadilan, maka kehadirannya tidak mengurangi nilai atas kuasa Penuntut Umum tersebut. Untuk Perkara pelanggaran lalu- lintas jalan Penyidik/Penyidik Pembantu membuat catatan tentang pemberitahuan kepada terdakwa mengenai hari, tanggal, jam dan tempat dimana Ia menghadap sidang pengadilan dan langsung dikirim ke Pengadilan. Penyerahan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti. 51 Apabila berkas perkara yang dikirim kepada Kepala Kejaksaan dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal penerimaan tidak dikembalikan atau sebelum batas waktu tersebut berakhir telah ada pemberitahuan bahwa hasil penyidikan telah lengkap (P21), maka pada Hari berikutnya Kepala Kesatuan atau Pejabat yang ditunjuk selaku penyidik segera menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada Kepala Kejaksaan dan memberikan tembusannya kepada Kepala Kesatuan Atas dan Ketua Pengadilan negeri. Dibuatkan Surat Pengantar dari Kepala Kesatuan untuk pengiriman tersangka dan barang bukti dan dicatat dalam ekspedisi yang harus 50 Perkaba No 3 Tahun 2014, Lampiran J, hal PER-036/A/JA/09/2011, Lampiran J, hal Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 61

63 Direktorat Hukum dan HAM ditandatangani oleh Pejabat Kejaksaan yang diberi tugas menerima penyerahan tersangka serta barang bukti dengan mencantumkan nama terang,tanggal serta stempel dinas, serta dibuat Berita Acara Serah Terima tersangka dan barang bukti yang ditandatangani oleh penyidik dan pejabat Kejaksaan yang diberi tugas menerima penyerahan tersangka dan barang bukti. Berita Acara Serah Terima tersangka dan Barang Bukti ditandatangani oleh Penyidik/Penyidik Pembantu yang menyerahkan dan petugas Kejaksaan yang menerima serta 2 (dua) orang saksi. Tentang SP2HP 52 Tahap penyelesaian dan penyerahan berkas perkara, Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) diberikan pada saat pelimpahan berkas perkara tahap pertama. Pada saat berkas perkara dikembalikan (P19, P18) maka SP2HP diberikan setelah dilakukan pelimpahan kembali ke jaksa penuntut umum, demikian juga pada saat penyerahan berkas perkara pada tahap kedua, SP2HP disampaikan kepada pelapor; SOP di Kejaksaan yang berhubungan dengan Kepolisian, Pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan Tahap Pra penuntutan Kejaksaan menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari penyidik kepolisian, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), atau penyidik lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan; 53 Koordinasi Penanganan Perkara dengan Penyidik. Koordinasi dilakukan dengan memberikan konsultasi dan atau petunjuk teknis tentang syarat formil berkas perkara maupun syarat materiil menyangkut penerapan hukum, unsur-unsur delik, pertanggungjawaban pidana serta hal-hal lain yang diperlukan dan dituangkan dalam Berita Acara PER-036/A/JA/09/2011, Lampiran L, hal PER-036/A/JA/09/2011 Pasal 8 ayat 1 54 PER-036/A/JA/09/2011 Pasal 10 Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 62

64 Direktorat Hukum dan HAM Apabila dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterirnanya SPDP, penyidik belurn rnenyampaikan hasil penyidikan, Penuntut Umum meminta perkembangan hasil penyidikan kepada penyidik: 55 Setelah 30 (tiga puluh) hari sejak meminta perkembangan hasil penyidikan kepada penyidik belum ditindaklanjuti dengan penyerahan berkas perkara Tahap I, SPDP dikembalikan kepada penyidik; 56 Apabila berdasarkan hasil penelitian Penuntut Umum terhadap berkas perkara ditemukan adanya kekurangan, dalam waktu 7 (tujuh) hari sejak diterimanya berkas perkara, Penuntut Umum memberitahukan hal tersebut kepada penyidik, dan dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak diterimanya penyerahan Tahap pertama, Penuntut Umum mengembalikan berkas perkara tersebut disertai petunjuk yang harus dilengkapi; 57 Sesuai ketentuan Pasal 110 ayat (3) KUHAP, penyidik wajib segera melakukan penyidikan tambahan sesuai dengan petunjuk dari penuntut Umum dan dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal penerimaan berkas yang telah diberi petunjuk oleh Penuntut Umum, penyidik sesuai ketentuan Pasal 138 ayat (2) KUHAP harus sudah menyampaikan kembali berkas perkara tersebut kepada Penuntut Umum; 58 Apabila dalam waktu 14 (empat belas) hari, penyidik belum menyampaikan kembali berkas perkara yang telah dilengkapi sesuai petunjuk Penuntut Umum, maka penyidikan tambahan yang dilakukan oleh penyidik menjadi tidak sah, karena tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 138 ayat (2) KUHAP, dan untuk itu agar memberitahukannya kepada penyidik; 59 Dalam hal penyidik belum menyerahkan tersangka dan barang bukti (Tahap II) dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak perkara dinyatakan lengkap, Penuntut Umum membuat pemberitahuan susulan bahwa penyidikan sudah lengkap, dan apabila dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak pemberitahuan susulan bahwa penyidikan sudah lengkap penyidik belum melakukan penyerahan Tahap II, maka demi kepastian hukum Penuntut Umum mengembalikan berkas perkara tersebut kepada penyidik PER-036/A/JA/09/2011 Pasal 12 ayat 1 56 PER-036/A/JA/09/2011 Pasal 12 ayat 2 57 PER-036/A/JA/09/2011 Pasal 12 ayat 3 58 PER-036/A/JA/09/2011 Pasal 12 ayat 4 59 PER-036/A/JA/09/2011 Pasal 12 ayat 5 60 PER-036/A/JA/09/2011 Pasal 12 ayat 6 Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 63

65 Direktorat Hukum dan HAM Tahap Penelitian Berkas Dalam hal Penuntut Umum berpendapat bahwa berkas perkara sudah lengkap maka Penuntut Umum segera memberitahukan kepada penyidik untuk segera menyerahkan tersangka dan barang bukti (Tahap II); 61 Dalam hal Penuntut Umum berpendapat bahwa berkas perkara merupakan tindak pidana tetapi belum lengkap, maka Penuntut Umum memberitahukan dan mengembalikan berkas perkara kepada penyidik bahwa berkas perkara belum lengkap dilengkapi dengan petunjuk 62 Dalam hal Penuntut Umum menerima kembali berkas perkara yang sebelumnya dinyatakan belum lengkap sebagaimana dimaksud ayat (3), tetapi tidak dilengkapi sesuai petunjuk, padahal hal tersebut berpengaruh terhadap pembuktian di persidangan, maka Penuntut Umum mengembalikan berkas perkara kepada penyidik; 63 Pengembalian berkas perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (5) setelah lebih dari 3 (tiga) kali, maka Penuntut Umum harus memberikan petunjuk kepada penyidik agar penyidik menentukan sikap sesuai dengan fakta hukum yang ditemukan dalam penanganan perkara tersebut sebagaimana petunjuk sebelumnya; 64 Penerimaan tersangka dan barang bukti Penuntut Umum yang ditunjuk untuk menyelesaikan perkara bertugas untuk mengkoordinasikan pelaksanaan penerimaan tersangka dan barang bukti dari penyidik kepada Kejaksaan Negeri yang berwenang; 65 Penghentian Penuntutan Turunan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan wajib disampaikan kepada keluarga tersangka, Penasihat Hukum, Pejabat Rumah Tahanan Negara, Penyidik dan Hakim; 66 Penyusunan Surat Dakwaan Dalam hal Penuntut Umum mengubah Surat Dakwaan ia menyampaikan turunannya kepada tersangka atau penasihat hukum dan penyidik; PER-036/A/JA/09/2011 Pasal 11 ayat 2 62 PER-036/A/JA/09/2011 Pasal 11 ayat 3 63 PER-036/A/JA/09/2011 Pasal 11 ayat 5 64 PER-036/A/JA/09/2011 Pasal 11 ayat 6 65 PER-036/A/JA/09/2011 Pasal 14 ayat 1 huruf b 66 PER-036/A/JA/09/2011 Pasal 26 ayat 3 67 PER-036/A/JA/09/2011 Pasal 30 ayat 5 Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 64

66 Direktorat Hukum dan HAM Prinsip Kesetaraan 68 Pelaksanaan prinsip kesetaraan dilaksanakan sebagai berikut: a. Penerimaan SPDP, koordinasi, penelitian berkas perkara (Tahap I) hingga penyerahan tersangka dan barang bukti (Tahap II) perkara hasil penyidikan dari penyidik Mabes Polri, PPNS tingkat Kementerian atau Lembaga Pemerintah Nonkementrian Tingkat Pusat lainnya, dilaksanakan oleh Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum; b. Hasil penyidikan dari penyidik tingkat Polda, PPNS kementrian atau lembaga pemerintah nonkementrian tingkat propinsi lainnya, dilaksanakan oleh Kejaksaan Tinggi sesuai daerah hukumnya masingmasing; c. Hasil penyidikan dari penyidik tingkat Polres atau jajaran dibawahnya, PPNS kementrian atau lembaga pemerintah nonkementerian tingkat Kabupaten/Kota, dilaksanakan oleh Kejaksaan Negeri atau Cabang Kejaksaan Negeri, sesuai daerah hukumnya masing-masing; d. Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi. Kejaksaan Negeri dan Cabang Kejaksaan Negeri yang menerima SPDP dan atau berkas perkara dari instansi penyidik yang tidak sesuai dengan jenjang prinsip kesetaraan kelembagaan mengembalikan SPDP ke instansi penyidik dengan disertai petunjuk untuk diserahkan ke Kejaksaan sesuai dengan prinsip kesetaraan; Pemindahan Tempat persidangan Pemindahan tempat persidangan dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Kepala Kejaksaan Negeri mengajukan usulan pemindahan tempat persidangan kepada Ketua Mahkamah Agung RI melalui Kepala Kejaksaan Tinggi setempat dengan tembusan kepada Jaksa Agung RI, Penyidik, dan Ketua Pengadilan Negeri setempat; 69 Pelimpahan Berkas Perkara ke Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri Pelaksanaan pelimpahan berkas perkara, tersangka dan barang bukti dari penyidik ke Penuntut Umum dilaksanakan di daerah hukum Kejaksaan Negeri dimana perkara akan diadili yang pelaksanaannya dikoordinasikan dengan Kejaksaan Tinggi setempat; PER-036/A/JA/09/2011 Pasal 59 ayat 2 69 PER-036/A/JA/09/2011 Pasal 60 ayat 2 70 PER-036/A/JA/09/2011 Pasal 73 ayat 1 Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 65

67 Direktorat Hukum dan HAM SOP di Pengadilan, yang berhubungan dengan Kepolisian, Kejaksaan dan Lembaga Pemasyarakatan Penerimaan Berkas 71 Dijelaskan bahwa Meja pertama menerima berkas perkara pidana, lengkap dengan surat dakwaan dan surat-surat yang berhubungan dengan perkara tersebut. Berkas perkara tersebut juga meliputi barang bukti yang akan diajukan JPU, baik yang sudah dilampirkan dalam berkas maupun yang kemudian diajukan ke depan persidangan. Dalam berkas perkara dimaksud belum lengkap, maka Panitera Muda Pidana meminta Kejaksaan untuk melengkapi berkas sebelum diregister. Terhadap perkara yang terdakwanya ditahan dan masa tahanan hampir berakhir, petugas segera melaporkan kepada Ketua Pengadilan. Permohonan Grasi 72 Dalam hal permohonan grasi diajukan oleh Terpidana yang sedang menjalani pidana, permohonan dan salinannya disampaikan melalui Kepala Lembaga Pemasyarakatan untuk diteruskan kepada Ketua Pengadilan Tingkat Pertama yang memutus perkara tersebut. Pemeriksaan Perkara Pidana dengan Acara Biasa 73 Sebelum perkara disidangkan, Majelis mempelajari berkas perkara, untuk mengetahui apakah surat dakwaan JPU telah memenuhi syarat formil dan materiil. Dalam hal Ketua Pengadilan berpendapat bahwa perkara tersebut adalah wewenang Pengadilan lain maka berkas perkara dikembalikan kepada JPU dengan penetapan agar diajukan ke Pengadilan lain yang berwenang mengadili perkara tersebut (pasal 148 KUHAP) dan JPU selambatlambatnya 7 hari dapat mengajukan perlawanan terhadap penetapan tersebut. Pemeriksaan Perkara Pidana dengan Acara Singkat 74 Ketua Pengadilan Negeri sebeum menentukan hari persidangan dengan acara singkat, sebaiknya mengadakan koordinasi dengan Kepala Kejaksaan Negeri setempat. Dianjurkan kepada Ketua PN agar berkoordinasi dengan 71 Buku II Mahkamah Agung, hal Buku II Mahkamah Agung, hal Buku II Mahkamah Agung, hal Buku II Mahkamah Agung, hal Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 66

68 Direktorat Hukum dan HAM Kepala Kejaksaan Negeri supaya berkas perkara dengan acara singkat diajukan 3 hari sebelum hari persidangan. Apabila pada hari persidangan yang ditentukan terdakwa dan atau saksisaksi tidak hadir, maka berkas dikembalikan kepada penuntut umum secara langsung tanpa penetapan. Dalam hal Hakim memandang perlu pemeriksaan tambahan supaya diadakan pemeriksaan tambahan dalam waktu paling lama 14 hari dan bilamana dalam waktu tersebut penuntut umum belum juga menyelesaikan pemeriksaan tambahan, maka Hakim memerintahkan perkara itu diajukan dengan acara biasa (Pasal 203 (3) b KUHP) Penyerahan Salinan Putusan Pengadilan wajib menyampaikan salinan putusan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak putusan diucapkan kepada Kejaksaan, Lembaga Pemasyarakatan/Rumah Tahanan Negara, Penyidik dan Terdakwa/Penasehat Hukumnya. 75 Penyerahan Petikan Putusan Pengadilan wajib menyampaikan petikan putusan pidana kepada Terdakwa dan penuntut umum segera setelah putusan diucapkan. Apabila putusan diucapkan pada sore hari maka penyampaian petikan putusan dilakukan pada hari kerja berikutnya. 76 Tentang Perubahan Surat Dakwaan 77 Penuntut Umum dapat melakukan perubahan surat dakwaan dalam tenggang waktu 7 hari sebelum tersangka dihadirkan. Pengajuan Barang Bukti 78 Barang bukti yang sifatnya cepat rusak, sebelum diajukan ke muka persidangan, dan telah dilelang oleh Penuntut Umum maka berita acara pelelangan serta uang hasil pelelangan wajib dilampirkan dalam berkas perkara dan uang hasil pelelangan harus diajukan sebagai bukti di muka persidangan. Setiap barang bukti yang tercantum dalam berita acara penyitaan harus diajukan oleh Penuntut Umum ke muka persidangan. 75 Lampiran SK KMA No. 26 Tahun 2012 tentang Standar Pelayanan Peradilan, Bagian III.C.1 (Peayanan Persidangan) 76 Lampiran SK KMA No. 26 Tahun 2012 tentang Standar Pelayanan Peradi lan, Bagian III.C.1 (Peayanan Persidangan) 77 Buku II Mahkamah Agung, hal Buku II Mahkamah Agung, hal Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 67

69 Direktorat Hukum dan HAM Koneksitas 79 Bila perkara koneksitas diadili oleh Pengadilan Negeri maka Hakim Ketua Majelis ditetapkan dari Hakim Pengadilan Negeri dan Hakim Anggota terdiri dari Hakim Pengadilan Negeri dan Hakim Militer. Pelaksanaan Tugas Hakim Pengawas dan Pengamat Dalam melaksanakan tugas pengawasan itu hendaknya hakim pengawas dan pengamat menitik-beratkan pengawasannya antara lain pada apakah Jaksa telah menyerahkan terpidana kepada lembaga pemasyarakatan tepat pada waktunya, apakah masa pidana yang dijatuhkan oleh pengadilan benar-benar dilaksanakan secara nyata dalam praktek oleh Kepala Lembaga Pemasyarakatan dan apakah pembinaan terhadap narapidana benar-benar manusiawi sesuai prinsip-prinsip pemasyarakatan, yaitu antara lain apakah narapidana memperoleh hak-haknya sepanjang persyaratan-persyaratan prosedural sesuai sistem pemasyarakatan telah terpenuhi (misalnya pemberian asimilasi, remisi, cuti, lepas bersyarat/integrasi, dan lain-lain). 80 Setiap ada pemutasian (perpindahan, pembebasan) hendaknya Kepala Lapas/ Kepala Rutan memberitahukan kepada ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan. 81 Penahanan 82 Perhitungan pengurangan masa tahanan dari pidana yang dijatuhkan harus dimulai dari sejak penangkapan/penahanan oleh Penyidik, Penuntut Umum dan Pengadilan. Dan untuk menghindari kesalahpahaman di pihak Kepala Lapas dalam menghitung kapan tersangka/terdakwa harus dikeluarkan dari Lembaga Pemasyarakatan, maka tenggang waktu penahanan harus disebutkan dengan jelas dalam putusan. Penggeledahan 83 Sesuai Pasal 33 ayat (1) KUHAP hanya Penyidik yang dapat melakukan penggeledahan rumah dengan surat izin Ketua Pengadilan Negeri setempat. Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak penyidik dapat melakukan penggeledahan tanpa terlebih dahulu memperoleh izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat (Pasal 34 KUHAP) dengan kewajiban segera 79 Buku II Mahkamah Agung, hal SEMA No. 7 Tahun 1985 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tugas Hakim Pengawas Dan Pengamat 81 Buku II Mahkamah Agung, hal Buku II Mahkamah Agung, hal Buku II Mahkamah Agung, hal Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 68

70 Direktorat Hukum dan HAM melaporkan hal tersebut kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat untuk memperoleh persetujuan. Penyitaan 84 Ketua Pengadilan Negeri di wilayah mana barang yang akan disita berada, berwenang untuk memberikan izin/persetujuan penyitaan atas permohonan penyidik. Praperadilan 85 Praperadilan adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan (yang dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum), sah atau tidaknya penghentian penyidikan (yang dilakukan oleh penyidik) dan penghentian penuntutan (yang dilakukan oleh penuntut umum), sah atau tidaknya penyitaan barang bukti (yang dilakukan oleh penyidik), permintaan ganti rugi atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atau kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan SOP Lembaga Pemasyarakatan, yang berhubungan dengan Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan Hingga saat ini belum teridentifikasi SOP di Lembaga Pemasyarakatan yang membahas secara detail tentang administrasi yang berhubungan dengan komponen peradilan pidana atau penegak hukum lainnya. Namun dari penjelasan tentang SOP di Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan, dapat diidentifikasi sementara bahwa administrasi yang berhubungan adalah kaitannya dengan mutasi (perpindahan dan pembebasan) tahanan yang harus selalu memberikan pemberitahuan kepada Pengadilan Kedudukan Unit Organisasi Sistem Informasi dalam Komponen Dalam pelaksanaan pengelolaan sistem informasi, masing-masing komponen mempunyai satuan kerja atau organisasi yang secara khusus mempunyai tugas dan fungsi di bidang pengelolaan sistem informasi, kedudukan dan gambaran 84 Buku II Mahkamah Agung, hal Buku II Mahkamah Agung, hal. 256 Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 69

71 Direktorat Hukum dan HAM tentang organisasi pengelola sistem informasi sebagai berikut: masing-masing komponen Kepolisian Sistem informasi di Kepolisian dikelola oleh Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) 86 yang dibentuk berdasarkan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Pusat Informasi Kriminal Nasional di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pusiknas merupakan kesatuan organisasi Polri yang mempunyai tugas pokok membina dan menyelenggarakan pembinaan fungsi sistem informasi kriminal nasional, yang meliputi pengumpulan, pengolahan dan penyajian data dan statistik kriminal dan lalu lintas. Pusiknas memiliki Pusat Informasi Kriminal Nasional (Piknas) yang merupakan sistem jaringan dari dokumentasi kriminal yang memuat data kejahatan dan pelanggaran maupun kecelakaan dan pelanggaran lalu lintas serta registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi. Penyelenggaraan Piknas di lingkungan Polri dilakukan dengan rangkaian kegiatan penyediaan dan pelayanan Piknas yang dilaksanakan dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian, sehingga terselenggaranya Piknas di lingkungan Polri. Tujuan dari penyelenggaraan Piknas di lingkungan Polri adalah: a. terwujudnya ketersediaan dokumentasi kriminal secara online, cepat, tepat, mudah, akurat, aman, dan akuntabel yang dapat dijadikan salah satu tolok ukur kondisi keamanan nasional; dan b. membantu pengguna dalam rangka fungsi kontrol penyidikan agar tidak terjadi manipulasi dan sebagai tolok ukur keberhasilan penyidikan. Penyelenggaraan Piknas berfungsi sebagai pusat database dari dokumentasi kriminal di lingkungan Polri yang terintegrasi dan terkoneksi secara online dengan seluruh sumber data dari setiap satuan kerja Polri pada tingkat Mabes Polri dan satuan kewilayahan yang mengemban fungsi penyidikan perkara kejahatan, pelanggaran dan fungsi pengemban penyidikan di bidang lalu lintas berupa penyidikan perkara kecelakaan lalu lintas, pelanggaran lalu lintas dan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi. Penyelenggaraan Piknas tersebut dilaksanakan dengan cara: 86 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Pusat Informasi Kriminal Nasional Di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 70

72 Direktorat Hukum dan HAM a. penyelenggaraan database di tingkat Mabes Polri dilaksanakan oleh Pusiknas Polri; b. penyelenggaraan database di tingkat kesatuan kewilayahan dilaksanakan oleh pengemban fungsi informasi kriminal nasional di tingkat satuan kewilayahan sesuai organisasi dan tata kerja Polri; dan c. penyelenggaraan pengisian data sebagai sumber data kriminal dilaksanakan oleh satuan kerja tingkat Mabes Polri dan satuan kerja pada satuan kewilayahan. Piknas diselenggarakan oleh pegawai negeri pada Polri yang bertugas sebagai system analyst, engineer, admin, teknisi, dan operator. System analyst bertugas di pusat layanan informasi kriminal nasional. Operator bertugas di Satker tingkat Mabes Polri antara lain: a. pusat layanan informasi kriminal nasional; b. Badan Reserse Kriminal yang meliputi siaga reserse, biro analisis, Direktorat dan Densus 88 AT, Pusinafis, Puslabfor, TNCC, dan Korwas PPNS; c. Set NCB Interpol Indonesia; dan d. Direktorat Lantas Polri Kejaksaan Agung RI Sistem informasi di Kejaksaan dikelola oleh Pusat Data, Statistik Kriminal dan Teknologi Informasi (Pusdaskrimti) 87 di Kejaksaan Agung yang dibentuk berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor PER - 006/A/JA/03/2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor PER - 009/A/JA/01/2011 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia. Pusdaskrimti adalah unsur penunjang tugas dan fungsi Kejaksaan yang karena sifatnya tidak tercakup oleh unit kerja lainnya, yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Jaksa Agung Republik Indonesia. Pusdaskrimti mempunyai tugas di bidang pengelolaan data dan statistik kriminal serta penerapan dan pengembangan teknologi informasi di lingkungan Kejaksaan Republik Indonesia. 87 Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor PER - 006/A/JA/03/2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : PER - 009/A/JA/01/2011 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia. Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 71

73 Direktorat Hukum dan HAM Pusdaskrimti mempunyai tugas dan menyelenggarakan fungsi sebagai berikut: a. penyiapan rencana dan program kerja serta laporan pelaksanaannya; b. penyiapan rumusan kebijakan teknis terkait dengan pengelolaan basis data, analisis data dan statistik kriminal, perangkat lunak dan perangkat keras serta jaringan komunikasi data di lingkungan Kejaksaan Republik Indonesia; b. pengendalian, monitoring dan evaluasi terhadap kinerja dibidang pengelolaan data dan statistik kriminal maupun dibidang pengembangan dan penerapan teknologi informasi di lingkungan Kejaksaan Republik Indonesia; c. pengumpulan data dalam rangka pembentukan dan pengembangan basis data, serta penyajian statistik kriminal maupun statistik lainnya dalam rangka menunjang tugas pokok dan fungsi Kejaksaan yang penerapannya berbasis pada Sistem Informasi Manajemen Kejaksaan Republik Indonesia (SIMKARI); d. pemberian dukungan dan bantuan teknis terhadap pelaksanaan pengelolaan basis data dan statistik kriminal serta penerapan dan pengembangan teknologi informasi; e. meningkatkan koordinasi dan hubungan kerja sama dalam rangka pengelolaan data dan statistik kriminal maupun terhadap penerapan dan pengembangan teknologi informasi, baik di dalam maupun di luar lingkungan Kejaksaan Republik Indonesia; f. penyajian dan pendistribusian hasil analisis statistik kriminal maupun statistik lainnya; g. pelaksanaan urusan ketatausahaan dan kerumah tanggaan Pudaskrimti. Organisasi Pusdaskrimti terdiri atas Bagian Tata Usaha, Bidang Pengelolaan Data dan Statistik Kriminal, Bidang Penerapan dan Pengembangan Teknologi Informasi, dan Kelompok Jabatan Fungsional. Bidang yang terkait langsung dengan manajemen sistem informasi di Kejaksaan adalah Bidang Pengelolaan Data dan Statistik Kriminal, yang mempunyai tugas melaksanakan kegiatan pengelolaan basis data serta analisis data dan statistik kriminal di lingkungan Kejaksaan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Bidang Pengelolaan Data dan Statistik Kriminal menyelenggarakan fungsi: Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 72

74 Direktorat Hukum dan HAM a. penyusunan rumusan kebijakan teknis terkait dengan pengelolaan basis data, analisis data dan statistik kriminal di lingkungan Kejaksaan Republik Indonesia; b. pengendalian, monitoring dan evaluasi terhadap pengelolaan data dan statistik kriminal di lingkungan Kejaksaan Republik Indonesia; c. pengumpulan data dalam rangka pembentukan dan pengembangan basis data, serta penyajian statistik kriminal maupun statistik lainnya dalam rangka mendukung tugas pokok dan fungsi Kejaksaan yang berbasis pada SIMKARI; d. pemberian dukungan dan bantuan teknis untuk pelaksanaan pengelolaan basis data dan statistik kriminal; koordinasi dan kerjasama dalam rangka pengelolaan data dan statistik kriminal, baik di dalam maupun di luar lingkungan Kejaksaan Republik Indonesia; dan e. penyajian dan pendistribusian hasil analisis statistik kriminal maupun statistik lainnya. Bidang Pengelolaan Data dan Statistik Kriminal terdiri atas Sub Bidang Pengelolaan Basis Data dan Sub Bidang Analisis Data dan Statistik Kriminal. Sub Bidang Pengelolaan Basis Data mempunyai tugas yakni pengumpulan data dalam rangka pembentukan dan pengembangan serta pengelolaan basis data untuk mendukung tugas pokok dan fungsi Kejaksaan yang berbasis pada SIMKARI; dan pemantauan, analisis dan evaluasi terhadap pengelolaan basis data. Sub Bidang Analisis Data dan Statistik Kriminal mempunyai tugas yakni pengolahan dan analisis data dengan memanfaatkan basis data dalam rangka penyajian statistik kriminal maupun statistik lainnya; koordinasi dan kerjasama dalam rangka pengelolaan data, baik di dalam maupun di luar lingkungan Kejaksaan Republik Indonesia. Bidang Penerapan dan Pengembangan Teknologi Informasi mempunyai tugas melaksanakan kegiatan penerapan dan pengembangan terhadap perangkat lunak, perangkat keras dan jaringan komunikasi data di lingkungan Kejaksaan Republik Indonesia. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Bidang Penerapan dan Pengembangan Teknologi Informasi menyelenggarakan fungsi: a. penyusunan rumusan kebijakan teknis terkait dengan penerapan dan pengembangan perangkat lunak, perangkat keras dan jaringan komunikasi data di lingkungan Kejaksaan; b. perencanaan, pengadaan, pemanfaatan dan pemeliharaan serta pengendalian perangkat lunak, perangkat keras dan jaringan komunikasi data dalam rangka pengembangan SIMKARI; Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 73

75 Direktorat Hukum dan HAM c. pemantauan, analisis dan evaluasi serta pelaporan terhadap kegiatan pengelolaan perangkat lunak, perangkat keras dan jaringan komunikasi data di lingkungan Kejaksaan Republik Indonesia; d. koordinasi dan kerjasama dalam rangka penerapan dan pengembangan teknologi informasi, baik di dalam maupun di luar lingkungan Kejaksaan. Bidang Penerapan dan Pengembangan Teknologi Informasi terdiri dari Sub Bidang Perangkat Lunak; dan Sub Bidang Perangkat Keras dan Jaringan. Sub Bidang Perangkat Lunak mempunyai tugas yakni melaksanakan kegiatan analisis kebutuhan, perancangan, pembangunan, pengujian, penerapan, pemeliharaan dan pengembangan perangkat lunak SIMKARI; pemantauan, analisis dan evaluasi serta pelaporan terhadap kegiatan pengelolaan perangkat lunak di lingkungan Kejaksaan Republik Indonesia; dan koordinasi dan kerjasama baik di dalam maupun di luar lingkungan Kejaksaan dalam rangka penerapan dan pengembangan teknologi informasi. Sub Bidang Perangkat Keras dan Jaringan Komunikasi Data mempunyai tugas yakni melaksanakan kegiatan perencanaan, analisis, pengadaan, pemanfaatan dan pemeliharaan serta pengamanan perangkat keras dan sistem jaringan komunikasi data dalam rangka pengembangan SIMKARI; pemantauan, analisis dan evaluasi serta pelaporan terhadap kegiatan pengelolaan perangkat keras dan jaringan komunikasi data di lingkungan Kejaksaan Republik Indonesia; dan koordinasi dan kerjasama baik di dalam maupun di luar lingkungan Kejaksaan dalam rangka penerapan dan pengembangan teknologi informasi Mahkamah Agung RI Sistem informasi di lingkungan Pengadilan dikelola oleh Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat (Humas) 88 Mahkamah Agung berdasarkan Keputusan Sekretaris Mahkamah Agung RI Nomor MA/SEK/07/SK/III/2006 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Mahkamah Agung RI. Biro Hukum dan Humas mempunyai tugas melaksanakan dalam bidang pembinaan dan komunikasi kepada masyarakat mengenai kegiatan-kegiatan Mahkamah Agung serta melaksanakan kegiatan-kegiatan di bidang perpustakaan, teknologi informatika, pendokumentasian, dan pendistribusian peraturan di lingkungan Mahkamah Agung dan Pengadilan semua lingkungan Peradilan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Biro Hukum dan Humas menyelenggarakan fungsi sebagai berikut: 88 Keputusan Sekretaris Mahkamah Agung RI Nomor: MA/SEK/07/SK/III/2006 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Mahkamah Agung RI. Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 74

76 Direktorat Hukum dan HAM a. penyusunan peraturan perundang-undangan serta menyelenggarakan dokumentasi peraturan perundang-undangan; b. pelaksanaan hubungan kerjasama dengan instansi pemerintah atau kelembagaan lainnya; c. pengelolaan pengembangan dan pembinaan perpustakaan pengadilan serta karyawan informasi Mahkamah Agung melalui sarana elektronika maupun sarana dokumentasi; d. penyusunan rencana dan program serta pemeliharaan jaringan sistem dan perangkat keras informatika serta pemberian dukungan kepada pengguna; dan e. penyusunan rencana dan program serta pengembangan sistem aplikasi dan teknologi informasi dan pemberian dukungan kepada pengguna. Biro Hukum dan Humas terdiri atas: a. Bagian Peraturan Perundang-Undangan; b. Bagian Hubungan Antar Lembaga; c. Bagian Perpustakaan dan Layanan Informasi; d. Bagian Pemeliharaan Sarana Informatika; e. Bagian Pengembangan Sistem Informatika; dan f. Kelompok Jabatan Fungsional. Bagian yang terkait dengan pelaksanaan fungsi manajemen sistem informasi adalah Bagian Pemeliharaan Sarana Informatika, yang mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan pemeliharaan jaringan sistem dan perangkat keras informatika serta pemberian dukungan pada pengguna. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Bagian Pemeliharaan Sarana Informatika mempunyai fungsi yakni pelaksanaan penyiapan penyusunan rencana dan program teknologi informatika, pelaksanaan penyiapan bahan sistem jaringan informatika Mahkamah Agung dan Pengadilan di semua lingkungan Peradilan, dan pelaksanaan penyiapan bahan pemeliharaan perangkat keras informatika. Bagian Pemeliharaan Sarana Informatika terdiri dari Sub bagian Penyusunan Rencana dan Program Teknologi Informatika, Sub bagian Pemeliharaan Sistem Jaringan Informatika, dan Sub bagian Pemeliharaan Perangkat Keras Informatika. Sub bagian Penyusunan Rencana dan Program Teknologi Informatika mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan rencana program teknologi informatika. Sub bagian Pemeliharaan Sistem Jaringan Informatika mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 75

77 Direktorat Hukum dan HAM pemeliharaan sistem jaringan informatika. Sub bagian Pemeliharaan Perangkat Keras Informatika mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pemeliharaan perangkat keras informatika. Selain itu, juga terdapat Bagian Pengembangan Sistem Informatika, yang mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penyusunan rencana program serta pengembangan sistem aplikasi dan teknologi informasi dan pemberian dukungan kepada pengguna. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Bagian Pengembangan Sistem Informatika mempunyai fungsi yakni pelaksanaan penyiapan penyusunan rencana dan program serta pengembangan sistem aplikasi, pelaksanaan penyiapan penyusunan rencana dan program serta pengembangan teknologi informasi, dan pelaksanaan penyiapan bimbingan teknis sistem aplikasi dan teknologi informasi bagi pengguna. Bagian Pengembangan Sistem Informatika terdiri atas Subbagian Pengembangan Sistem Aplikasi, Subbagian Pengembangan Teknologi Informasi, dan Sub bagian Bimbingan Teknis. Sub bagian Pengembangan Sistem Aplikasi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan rencana dan program serta pengembangan sistem aplikasi. Sub bagian Pengembangan Teknologi Informasi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan rencana dan program serta pengembangan teknologi informasi. Subbagian Bimbingan Teknis mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis sistem aplikasi dan teknologi informasi bagi pengguna Direktorat Jenderal Pemasyaratakan, Kementerian Hukum dan HAM Sistem informasi di Lembaga Pemasyarakatan dikelola oleh Direktorat Informasi dan Komunikasi, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Kementerian Hukum dan HAM RI. Direktorat Informasi dan Komunikasi 89 mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang informasi dan komunikasi sesuai dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan. Untuk melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Informasi dan Komunikasi menyelenggarakan fungsi: 89 Peraturan Menteri Hukum Dan HAM R.I Nomor M.HH-05.OT Tahun 2010 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian Hukum Dan HAM Republik Indonesia. Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 76

78 Direktorat Hukum dan HAM a. penyiapan perumusan rancangan kebijakan di bidang informasi dan komunikasi; b. pelaksanaan pembinaan, bimbingan dan pelayanan di bidang informasi dan komunikasi; c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang informasi dan komunikasi; d. penyiapan kebijakan, pembinaan dan pelaksanaan teknis di bidang data dan informasi; e. penyiapan kebijakan, pembinaan dan pelaksanaan teknis di bidang komunikasi; f. penyiapan kebijakan, pembinaan dan pelaksanaan teknis di bidang kerja sama; dan g. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat Informasi dan Komunikasi. Direktorat Informasi dan Komunikasi terdiri atas: a. Sub direktorat Data dan Informasi; b. Sub direktorat Komunikasi; c. Sub direktorat Kerja Sama; dan d. Sub bagian Tata Usaha. Sub direktorat Data dan Informasi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan teknis di bidang pengelolaan data dan informasi, pengembangan, pengamanan dan pemeliharaan sistem database. Untuk melaksanakan tugas tersebut, Sub direktorat Data dan Informasi meyelenggarakan fungsi: a. penyiapan bahan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan teknis di bidang pengelolaan data dan informasi; b. penyiapan bahan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan teknis di bidang pengembangan sistem database; dan c. penyiapan bahan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan teknis di bidang pengamanan dan pemeliharaan sistem database. Sub direktorat Data dan Informasi terdiri atas: Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 77

79 Direktorat Hukum dan HAM a. Seksi Pengelolaan Data dan Informasi; b. Seksi Pengembangan Sistem Database; dan c. Seksi Pengamanan dan Pemeliharaan. Seksi Pengelolaan Data dan Informasi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan kebijakan, pemberian bimbingan dan pelaksanaan teknis di bidang pengelolaan data dan informasi. Seksi Pengembangan Sistem Database mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan kebijakan, pemberian bimbingan dan pelaksanaan teknis di bidang pengembangan sistem database. Seksi Pengamanan dan Pemeliharaan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan kebijakan, pemberian bimbingan dan pelaksanaan teknis di bidang pengamanan dan pemeliharaan sistem database. Sub direktorat Komunikasi mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan teknis di bidang analisa data dan strategi komunikasi, peliputan dan penyajian berita, serta evaluasi dan penyusunan laporan informasi dan komunikasi. Untuk melaksanakan tugas tersebut, Subdirektorat Komunikasi menyelenggarakan fungsi: a. penyiapan bahan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan teknis di bidang analisa data dan strategi komunikasi; b. penyiapan bahan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan teknis di bidang peliputan dan penyajian berita; dan c. penyiapan bahan evaluasi dan penyusunan laporan informasi dan komunikasi. Sub direktorat Komunikasi terdiri atas: a. Seksi Analisa dan Strategi Komunikasi; b. Seksi Peliputan dan Penyajian Berita; dan c. Seksi Evaluasi dan Pelaporan Informasi dan Komunikasi. Seksi Analisa dan Strategi Komunikasi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan kebijakan, pemberian bimbingan dan pelaksanaan teknis di bidang analisa data dan strategi komunikasi. Seksi Peliputan dan Penyajian Berita mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan kebijakan, pemberian bimbingan dan pelaksanaan teknis di bidang peliputan dan penyajian berita. Seksi Evaluasi dan Pelaporan Informasi dan Komunikasi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan evaluasi dan penyusunan laporan informasi dan komunikasi. Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 78

80 Direktorat Hukum dan HAM Sub direktorat Kerja Sama mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan teknis di bidang kerja sama dalam negeri dan luar negeri. Untuk melaksanakan tugas tersebut, Sub direktorat Kerja Sama menyelenggarakan fungsi: a. penyiapan bahan kebijakan, pembinaan dan pelaksanaan teknis di bidang kerjasama dalam negeri; dan b. penyiapan bahan kebijakan, pembinaan dan pelaksanaan teknis di bidang kerjasama luar negeri. Sub direktorat Kerja Sama terdiri atas: a. Seksi Kerja Sama Dalam Negeri; dan b. Seksi Kerja Sama Luar Negeri. Seksi Kerja Sama Dalam Negeri mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan kebijakan, pemberian bimbingan dan pelaksanaan teknis di bidang kerja sama dalam negeri. Seksi Kerja Sama Luar Negeri mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan kebijakan, pemberian bimbingan dan pelaksanaan teknis di bidang penyiapan bahan kebijakan, dan pelaksanaan teknis di bidang kerja sama luar negeri. Sub bagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat Informasi dan Komunikasi. Sub bagian Tata Usaha dalam melaksanakan tugasnya secara administrasi berada dibawah Bagian Kepegawaian pada Sekretariat Direktorat Jenderal dan secara operasional bertanggung jawab kepada Direktur Informasi dan Komunikasi. Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 79

81 Direktorat Hukum dan HAM Kondisi Sistem Informasi Penanganan Perkara pada Komponen Sistem Peradilan Pidana Kondisi Perangkat Keras Kepolisian Kondisi infrastruktur teknologi informasi secara umum di Kepolisian RI sudah baik. Server yang dimiliki oleh Kepolisian RI berjumlah 6 unit. Spesifikasi dan fungsi dari masing-masing server tersebut adalah: 1. Server 1: a. Spesifikasi : Intel Quadcore 4GB b. OS Server yang digunakan : Centos Linux 6.5 c. Difungsikan sebagai : Server Aplikasi 2. Server 2: a. Spesifikasi : lntel Quadcore 4GB b. OS Server yang digunakan : Centos Linux 6.5 c. Difungsikan sebagai : Server Aplikasi 3. Server 3: a. Spesifikasi : lntelquadcore 5GB b. OS Server yang digunakan : Centos Linux 6.5 c. Difungsikan sebagai : Server Database 4. Server 4: a. Spesifikasi : lntel Quadcore 4GB b. OS Server yang digunakan : Centos Linux 6.5 c. Difungsikan sebagai : Server Development Untuk pengelolaan dan perawatan sarana tersebut, Kepolisian RI memiliki fasilitas ruangan khusus penyimpanan server yang dilengkapi fasilitas pendingin AC serta memiliki fasilitas rak server. Sumber perolehan dana untuk pengadaan server pada Kepolisian berasal dari DIPA unit kerja dari APBN dan pinjaman luar negeri (softloan) dari Korea Selatan. Di Kepolisian RI juga terdapat kegiatan untuk pemeliharaan (service) terhadap infrastruktur perangkat keras yang dimiliki dengan menggunakan anggaran dari DIPA satuan kerja. Saat ini di Kepolisian sudah tersedia koneksi internet dengan Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 80

82 Direktorat Hukum dan HAM menggunakan provider Telkom yang mempunyai kecepatan koneksi internet (bandwidth) Kbps (kilobyte per second) atau setara dengan 50 Mbps (megabyte per second). Kepolisian RI dalam hal ini Pusiknas, tidak memiliki struktur satuan kerja di kewilayahan secara langsung. Kegiatan di kewilayahan berkoordinasi dengan Kepala Sub Bagian Operasional di Direktorat Reserse Kriminal Umum/Khusus/Narkoba. Di masing-masing satuan kerja sudah tersedia server pada saat terbentuknya Sistem Piknas tahap 1. Pemeliharaan atau service terhadap infrastruktur perangkat keras yang dimiliki masih belum merata di semua satuan kerja. Pemeliharaan yang dimaksud meliputi jaringan, server, dan software lisensi yang meliputi operating system (OS), antivirus, dan lainlain. Di masing-masing satuan kerja Kepolisian sudah tersedia koneksi internet dan tersedia jaringan khusus yang menghubungkan antara pusat dan daerah yakni VPN Polri (intranet) dan internet Kejaksaan Kondisi infrastruktur teknologi informasi secara umum di Kejaksaan Agung sudah baik. Server yang dimiliki oleh Kejaksaan Agung berjumlah 12 unit. Spesifikasi dan fungsi dari masing-masing server tersebut adalah: 1. Server 1: a. Spesifikasi : Intel Xeon 3,20 Ghz b. OS Serveryangdigunakan : Windows Server 2003 SP2 c. Difungsikan sebagai : Domain 2. Server 2: a. Spesifikasi : Quad-core 2x Intel XeonCPU E GB b. OS Serveryangdigunakan : Windows Server 2008 SP2 c. Difungsikan sebagai : Aplikasi SIMKARI Windows 3. Server 3: a. Spesifikasi : Quad-core 2 x Intel XeonCPU E GB b. OS Serveryangdigunakan : Windows Server 2008 SP2 c. Difungsikan sebagai : Aplikasi SIMKARI CentOS 4. Server 4: a. Spesifikasi : Quad-core 2 x Intel XeonCPU E GB b. OS Serveryangdigunakan : Windows Server 2008 SP2 c. Difungsikan sebagai : Database SIMKARI Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 81

83 Direktorat Hukum dan HAM 5. Server 5: a. Spesifikasi : Intel Xeon 2,13 Ghz b. OS Serveryangdigunakan : Windows Server 2008 SP2 c. Difungsikan sebagai : Mail Server Kejaksaan 6. Server 6: a. Spesifikasi : IntelXeon 2,2 Ghz b. OS Server yang digunakan : Ubuntu c. Difungsikan sebagai : Sistem Informasi Geografis 7. Server 7: a. Spesifikasi : Quad-core 2 x Intel XeonCPU E GB b. OS Server yang digunakan : Ubuntu LTS c. Difungsikan sebagai : E-Formasi Kemenpan-RB VPN 8. Server 8: a. Spesifikasi : Intel Xeon E Ghz b. OS Server yang digunakan : Windows Server 2008 R2 Standar c. Difungsikan sebagai : Storage, Lakip, Intel 9. Server 9: a. Spesifikasi : Intel Xeon E Ghz b. OS Server yang digunakan : Windows Server 2008 R2Standar c. Difungsikan sebagai : Storage, Portal, Helpdesk, OA, LDAP 10. Server 10: a. Spesifikasi : IntelXeon 2,2 Ghz b. OS Server yang digunakan : Ubuntu c. Difungsikan sebagai : Owncloud 11. Server 11: a. Spesifikasi : Quad-core 2 x Intel XeonCPU E GB b. OS Server yang digunakan : Centos 7 c. Difungsikan sebagai : E-Formasi Kemenpan-RB Online 12. Server 12: a. Spesifikasi : Intel Xeon E / 2.2 GHz Quad- Core b. OS Server yang digunakan : Windows Server 2012 Standar c. Difungsikan sebagai : Biro Kepegawaian, Proxmox, Birocana, CMS Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 82

84 Direktorat Hukum dan HAM Server yang dimiliki oleh Kejaksaan Agung termasuk serverbranded atau bukan server rakitan. Server-server tersebut diantaranya: a. HP Proliant DL 380 G4; b. HP Proliant DL 580 G5; c. HP Proliant DL580 G2; d. HP Storage Works P4 300G2; e. HP Proliant DL180 G6; f. Dell PowerEdge R410; g. Dell PowerEdge R720; h. Dell PowerEdge R710; i. Dell PowerEdge R420; Untuk pengelolaan dan perawatan sarana tersebut, di Kejaksaan Agung memiliki fasilitas ruangan khusus penyimpanan server dengan ukuran 36 meter persegi dan ruangan tersebut memiliki fasilitas pendingin AC sebanyak 4 buah serta memiliki fasilitas rak server sebanyak 4 buah. Sumber perolehan dana untuk pengadaan server pada Kejaksaan Agung berasal dari DIPA unit kerja. Selain itu juga terdapat alokasi pembiayaan untuk pemeliharaan atau service terhadap infrastruktur perangkat keras dengan melibatkan pihak ketiga. Saat ini di Kejaksaan Agung sudah tersedia koneksi internet dengan menggunakan provider Telkom yang mempunyai kecepatan koneksi internet (bandwidth) Kbps atau setara dengan 60 Mbps. Di Kejaksaan Agung dalam hal ini pada unit kerja Pusdaskrimti, memiliki struktur satuan kerja di kewilayahan secara langsung yang berjumlah 443 satuan kerja. Di masing-masing satuan kerja belum tersedia server karena proses entry data masih bersifat sentralistik atau terpusat. Pemeliharaan atau service terhadap infrastruktur perangkat keras yang dimiliki sudah merata di semua satuan kerja. Pemeliharaan yang dimaksud meliputi perangkat PC dan printer. Satuan kerja Kejaksaan yang ada di daerah tidak semuanya terdapat/tersedia koneksi internet. Secara keseluruhan di tingkat Kejaksaan Tinggi yang berada di ibu kota provinsi sudah mempunyai koneksi internet, namun di tingkat Kejaksaan Negeri yang berada di kabupaten/kota sebagian Kejaksaan Negeri sudah tersedia jaringan internet (rata-rata menggunakan Telkom Speedy), tetapi masih ada Kejaksaan Negeri yang belum tersedia jaringan internet. Selain itu, telah tersedia jaringan khusus yang menghubungkan antara pusat dan daerah yakni dengan Jaringan VPN IP, 31 Kejati dan 407 Kejaksaan Negeri. Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 83

85 Direktorat Hukum dan HAM Pengadilan Kondisi infrastruktur teknologi informasi secara umum di Mahkamah Agung sudah baik. Server yang dimiliki oleh Mahkamah Agung berjumlah 66 unit. Spesifikasi dan fungsi dari masing-masing server tersebut adalah: 1. Server 1: a. Spesifikasi : Fujitsu RX 300 S4 b. OS Server yang digunakan : Windows Server 2003 c. Difungsikan sebagai : App. WEB MA-RI 2. Server 2: a. Spesifikasi : Fujitsu BX920 b. OS Server yang digunakan : Centos 6.4 c. Difungsikan sebagai : App. Directory Putusan MARI 3. Server 3: a. Spesifikasi : Fujitsu BX920 b. OS Server yang digunakan : Centos 6.4 c. Difungsikan sebagai : SIPP-MARI 4. Server 4: a. Spesifikasi : Dell PowerEgde R610 b. OS Server yang digunakan : Centos 7 x64 c. Difungsikan sebagai : Backup Database SIPP-MARI 5. Server 5: a. Spesifikasi : Dell PowerEgde R610 b. OS Server yang digunakan : Centos 7 x64 c. Difungsikan sebagai : Backup Aplikasi SIPP-MARI 6. Server 6: a. Spesifikasi : Fujitsu RX30057 b. OS Server yang digunakan : AMARI Virtualization c. Difungsikan sebagai : Virtualization Server 7. Server 7: a. Spesifikasi : Fujitsu BX920 b. OS Server yang digunakan : Centos 6.4 c. Difungsikan sebagai : LPSE Server yang dimiliki oleh Mahkamah Agung termasuk serverbranded atau bukan server rakitan. Server-server tersebut diantaranya: a. Fujitsu RX300 S4 b. Fujitsu RX300 S7 c. Fujitsu BX900 S1 d. Fujitsu BX900 S2 Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 84

86 Direktorat Hukum dan HAM e. IBM X Series f. Supermicro g. Dell PowerEdge R610 Untuk pengelolaan dan perawatan sarana sistem informasi, Mahkamah Agung memiliki fasilitas ruangan khusus penyimpanan server dengan ukuran 42 meter persegi yang memiliki fasilitas pendingin AC presisi sebanyak 2 buah serta memiliki fasilitas rak server sebanyak 7 buah. Sumber perolehan dana untuk pengadaan server pada Mahkamah Agung berasal dari DIPA unit kerja dan hibah yang berasal dari USAID, AUSAID, dan Uni Eropa. Di Mahkamah Agung juga terdapat kegiatan untuk pemeliharaan atau service terhadap infrastruktur perangkat keras yang dimiliki yakni pemeliharaan terhadap server, Storage Server, Jaringan, AC, Gas FM200 untuk pencegah kebakaran dan MDB untuk kelistrikan. Saat ini di Mahkamah Agung sudah tersedia koneksi internet dengan menggunakan provider PSN dan ICON dengan kecepatan (bandwidth) 185 Mbps IX dan 185 Mbps IIX. Mahkamah Agung dalam hal ini Bagian Pemeliharaan Sarana Informatika, memiliki struktur satuan kerja di kewilayahan secara langsung yang berjumlah 816 satuan kerja. Saat ini masih terdapat satuan kerja yang belum tersedia server karena beberapa satuan kerja tersebut belum ada alokasi untuk pengadaan server. Pemeliharaan atau service terhadap infrastruktur perangkat keras yang dimiliki belum merata di semua satuan kerja. Satuan kerja lembaga peradilan di daerah ada yang belum tersedia koneksi internet karena belum tersedianya infrastruktur Internet pada wilayah-wilyah pemekaran dan daerah terpencil. Selain itu, di Mahkamah Agung juga belum tersedia jaringan khusus yang menghubungkan antara pusat dan daerah Lembaga Pemasarakatan Kondisi infrastruktur teknologi informasi secara umum di Direktorat Jenderal Pemasyarakatan sudah cukup baik. Server yang dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan berjumlah 14 unit. Spesifikasi dan fungsi dari masing-masing server tersebut adalah: 1. Server 1: a. Spesifikasi : Intel (R) Core (TM) i GHz b. OS Server yang digunakan : Windows 7 Home Premium 32 bit c. Difungsikansebagai : SDP Pusat 1 Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 85

87 Direktorat Hukum dan HAM 2. Server 2: a. Spesifikasi : Processor Intel(R)Xeon (R) E31220 V2 3.10GHz b. OS Server yang digunakan : Windows Server 2008 R2 Standard c. Difungsikan sebagai : SDP PUSAT 2 3. Server 3: a. Spesifikasi : Intel (R) Xeon (R) E5620 2,40 GHz b. OS Server yang digunakan : Windows Server data center bit c. Difungsikan sebagai : Server SDP Kanwil 4. Server 4: a. Spesifikasi : Intel Xeon E GHz RAM 2 GB HDD 136 GB b. OS Server yang digunakan : Windows Server 2008 R2 c. Difungsikan sebagai : Server Pusat 3 5. Server 5: a. Spesifikasi : Intel (R) Xeon (R) CPU 2.40GHz (4CPUs) b. OS Server yang digunakan : Windows Server 2008 R 2 Entreprise c. Difungsikan sebagai : Datawarehouse 6. Server 6: a. Spesifikasi : Processor Intel(R) Xeon (R) E31220 V2 3.10GHz b. OS Server yang digunakan : Windows Server 2008 R2 Standard c. Difungsikan sebagai : sdp.ditjenpas.go.id 7. Server 7: a. Spesifikasi : Intel Xeon X3430 (2.40GHz/4- core/8mb/95w, 1333, Turbo 1/1/2/3) b. OS Server yang digunakan : Windows Server 2003 Enterprise Edition c. Difungsikan sebagai : smslap.ditjenpas.go.id 8. Server 8: a. Spesifikasi : Intel Xeon GHz RAM 2 GB HDD 250 GB b. OS Server yang digunakan : Windows Server 2012 c. Difungsikan sebagai : Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 86

88 Direktorat Hukum dan HAM 9. Server 9: a. Spesifikasi : Intel Xeon GHz RAM 8 GB HDD 1 TB b. OS Server yang digunakan : Windows Server 2008 c. Difungsikan sebagai : Keuangan 10. Server 10: a. Spesifikasi : Intel Xeon GHz RAM 4 GB HDD 500 GB b. OS Server yang digunakan : Windows Server 2008 c. Difungsikan sebagai : Kepegawaian 11. Server 11: a. Spesifikasi : Intel Core i GHz RAM 4 GB HDD 500 GB b. OS Server yang digunakan : Windows 7 c. Difungsikan sebagai : PK Online 12. Server 12: a. Spesifikasi : Intel Xeon E GHz RAM 2 GB HDD 136 GB b. OS Server yang digunakan : Windows Server 2008 c. Difungsikan sebagai : Server 13: a. Spesifikasi : Intel Xeon X GHz RAM 2 GB HDD 250 GB b. OS Server yang digunakan : Windows Server 2003 c. Difungsikan sebagai : Perlengkapan 14. Server 14: a. Spesifikasi : Intel Xeon E GHz RAM 4 GB HDD 11.5 TB b. OS Server yang digunakan : Windows Storage 2007 c. Difungsikan sebagai : Storage Server yang dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan termasuk serverbranded atau bukan server rakitan. Server-server tersebut diantaranya: a. IBM System IBM X3100 M4 2582B2A b. IBM System IBM X3100 M4 2582B2A c. Dell Power Edge 840 d. IBM System X3250 M IEH e. IBM System IBM X3100 M4 2582B2A f. HP PROLIANT ML110 GENERATION 6 g. HP PROLIANT ML110 GENERATION 6 Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 87

89 Direktorat Hukum dan HAM h. Extron Storage Server i. Fujitsu Eternus DX440 S2 j. Fujitsu Primergy TX 200 S7 k. Fujitsu Primergy RX 300 S6 l. Fujitsu Esprimo E520 m. Dell Power Edge R7100 n. Dell Power Edge R7100 Untuk pengelolaan dan perawatan sarana sistem informasi, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan memiliki fasilitas ruangan khusus penyimpanan server dengan ukuran 21,28 meter persegi yang memiliki fasilitas pendingin AC sebanyak 3 buah serta memiliki fasilitas rak server sebanyak 4 buah. Sumber perolehan dana untuk pengadaan server pada Direktorat Jenderal Pemasyarakatan berasal dari DIPA unit kerja dan hibah yang berasal dari The Asia Foundation. Di Direktorat Jenderal Pemasyarakatan juga terdapat kegiatan untuk pemeliharaan atau service terhadap infrastruktur perangkat keras, namun anggaran dan sarana pendukung yang dimiliki sangat terbatas. Saat ini di Direktorat Jenderal Pemasyarakatan sudah tersedia koneksi internet dengan menggunakan provider Telkom, Indosat, dan ICON dengan kecepatan koneksi (bandwidth 70 Mbps (megabyte per second) s.d. 100 Mbps (megabyte per second). Direktorat Jenderal Pemasyarakatan melalui Direktorat Informasi dan Komunikasi, memiliki struktur satuan kerja di kewilayahan secara langsung yang berjumlah 644 satuan kerja. Di satuan kerja yang ada di daerah masih terdapat satuan kerja yang belum tersedia server, namun sudah terdapat perencanaan untuk pengadaannya. Pemeliharaan atau service terhadap infrastruktur perangkat keras yang dimiliki sudah merata di semua satuan kerja, diantaranya pemeliharaan infrastruktur teknologi informasi dan internet. Satuan kerja Lembaga Pemasyarakatan yang ada di daerah masih ada yang belum tersedia koneksi internet karena lokasi geografis tidak memungkinkan tersedianya jalur internet. Di Direktorat Jenderal Pemasyarakatan juga sudah tersedia jaringan khusus yang menghubungkan antara pusat dan daerah yakni melalui VPN Logmein Hamachi dan tahun ini segera dirancang untuk menggunakan jalur VPN sendiri menggunakan perangkat Sonicwall. Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 88

90 Direktorat Hukum dan HAM 4.2. Kondisi Perangkat Lunak Kepolisian Perangkat lunak (software) yang dimiliki oleh Kepolisian difungsikan sebagai pelayanan publik dan administrasi perkara. Untuk pelayanan publik, Kepolisian menggunakan aplikasi situs dan web/homepage Piknas I. Pada aplikasi situs, Kepolisian menggunakan modul aplikasi statistik kriminal dan SP2HP. Posisi aplikasi tersebut berada di pusat, menggunakan teknologi pemograman web dan bahasa pemograman PHP. Aplikasi ini sudah dikembangkan sejak tahun 2013 dan sampai saat ini statusnya masih aktif. Pada aplikasi web/homepage Piknas I, Kepolisian menggunakan modul aplikasi statistik kriminal. Posisi aplikasi tersebut berada di pusat, menggunakan teknologi pemograman web dan bahasa pemograman Java. Aplikasi ini sudah dikembangkan sejak 2006 dan saat ini statusnya sudah pasif. Untuk administrasi perkara Kepolisian menggunakan aplikasi sidik dan web/homepage Piknas I. Pada aplikasi sidik, dipergunakan modul aplikasi Laporan Polisi (LP) dan Input Data Kasus (IDK) yang digunakan sebagai administrasi penyidikan. Posisi aplikasi tersebut berada di pusat, menggunakan teknologi pemograman web dan bahasa pemograman PHP. Aplikasi ini sudah dikembangkan sejak tahun 2013 dan sampai saat ini statusnya masih aktif. Pada aplikasi web/homepage Piknas I, Kepolisian RI menggunakan modul Laporan Polisi (LP) dan Input Data Kasus (IDK) yang digunakan sebagai administrasi penyidikan. Posisi aplikasi tersebut berada di pusat dan daerah, menggunakan teknologi pemograman web atau desktop, dan bahasa pemograman VB Net Java. Aplikasi ini sudah dikembangkan sejak 2006 dan saat ini statusnya tidak aktif. Aplikasi-aplikasi yang dikembangkan di atas sudah sesuai dengan bisnis proses penyelesaian perkara yang ada di Kepolisian. Hal ini dibuktikan dengan pendataan Laporan Polisi dan pendataan proses perkembangan penyidikan telah dapat diunggah. Pada aplikasi administrasi perkara sudah tersedia fitur untuk pengolahan (cetak dan simpan) dokumen-dokumen perkara pada Kepolisian. Hal ini dibuktikan dengan Laporan Polisi sudah bisa melakukan simpan dan cetak serta proses perkembangan penyidikan sudah bisa diunggah. Aplikasi-aplikasi tersebut sudah dibangun dengan memperhitungkan faktor interoperabilitas sistem dengan menggunakan web services atau midlleware. Pada bagian database, Kepolisian menggunakan database management system (DBMS) Oracle ver dan MySQL ver. 50. Dalam pengelolaan database tersebut, yang mendapat otoritas untuk mengelola dan mempunyai hak untuk melakukan proses create, read, insert, delete, dan update terhadap Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 89

91 Direktorat Hukum dan HAM data adalah Pengembang. Pada database Kepolisian RI terdapat proses backup data untuk data yang ada dan frekuensi proses backup datanya dilakukan setiap hari. Hasil backup data tersebut tidak disimpan di komputer server database dan tidak disimpan di komputer PC, melainkan disimpan di server lainnya. Pada database Kepolisian RI ada proses pelaporan untuk pengolahan data tersebut dan frekuensi proses pelaporan tersebut dilakukan 1 kali perbulan. Dalam pendokumentasian masih terdapat data yang disimpan secara manual atau yang bersifat non elektronik karena data dalam bentuk fisik dokumen atau berkas perkara dalam perkembangan penyidikan masih belum dilakukan pengunggahan. Mekanisme penyimpanan data yang berbentuk nonelektronik adalah disimpan di masing-masing satuan kerja yang menangani proses perkembangan penyidikan. Pada bagian content delivery, Kepolisian RI telah memiliki situs resmi dengan alamat dengan kapasitas web space yang dimiliki adalah kurang lebih 300 GB. Konten atau isi website yang dimiliki oleh Kepolisian RI telah di update secara periodik. Frekuensi revisi konten atau isi website dilakukan secara otomatis untuk data kriminal. Penanggung jawab dalam mengelola situs yang resmi yang dimiliki oleh Kepolisian adalah konsultan dan penanggung jawab khusus Kejaksaan Perangkat lunak (software) yang dimiliki oleh Kejaksaan Agung difungsikan sebagai pelayanan publik dan administrasi perkara. Untuk pelayanan publik, Kejaksaan Agung menggunakan aplikasi web kejaksaan dan kejaksaan. Pada aplikasi web kejaksaan, Kejaksaan Agung menggunakan modul aplikasi info publik, info perkara, dan info kinerja. Posisi aplikasi tersebut berada di pusat, menggunakan teknologi pemograman web dan bahasa pemograman PHP. Aplikasi ini sudah dikembangkan sejak tahun 2006 dan sampai saat ini statusnya masih aktif. Sumber dana untuk pembuatan dan pengembangan aplikasi ini berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pada kejaksaan, Kejaksaan Agung tidak menggunakan modul aplikasi. Posisi aplikasi tersebut berada di pusat, menggunakan teknologi pemograman web dan bahasa pemograman PHP. Aplikasi ini sudah dikembangkan sejak 2008 dan sampai saat ini statusnya masih aktif. Sumber dana untuk pembuatan dan pengembangan aplikasi ini berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Untuk administrasi perkara, Kejaksaan Agung menggunakan aplikasi Pidana Umum (Pidum), Pidana Khusus (Pidsus), Perdata dan Tata Usaha Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 90

92 Direktorat Hukum dan HAM Negara (Datun), dan Pengawasan. Pada aplikasi Pidana Umum, dipergunakan modul aplikasi Pra Penuntutan, Penuntutan, dan Upaya Hukum Eksekusi dan Eksaminasi. Posisi aplikasi tersebut berada di pusat, menggunakan teknologi pemograman web, dan bahasa pemograman PHP, ASP, C++, dll. Aplikasi ini sudah dikembangkan sejak tahun 2006 dan sampai saat ini statusnya masih aktif. Sumber dana untuk pembuatan dan pengembangan aplikasi ini berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pada aplikasi Pidana Khusus, dipergunakan modul aplikasi Penyelidikan dan Penyidikan, Penuntutan, dan Upaya Hukum Eksekusi dan Eksaminasi. Posisi aplikasi tersebut berada di pusat, menggunakan teknologi pemograman web, dan bahasa pemograman PHP, ASP, C++, dll. Aplikasi ini sudah dikembangkan sejak tahun 2006 dan sampai saat ini statusnya masih aktif. Sumber dana untuk pembuatan dan pengembangan aplikasi ini berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pada aplikasi Perdata dan Tata Usaha Negara, dipergunakan modul aplikasi Perdata, Tata Usaha Negara, dan Pemulihan serta Perlindungan Hak. Posisi aplikasi tersebut berada di pusat, menggunakan teknologi pemograman web, dan bahasa pemograman PHP, ASP, C++, dll. Aplikasi ini sudah dikembangkan sejak tahun 2006 dan sampai saat ini statusnya masih aktif. Sumber dana untuk pembuatan dan pengembangan aplikasi ini berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Selain aplikasi untuk penanganan perkara, juga terdapat aplikasi Pengawasan, aplikasi Laporan Pengaduan, Hukuman Disiplin, dan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara. Aplikasi ini sudah dikembangkan sejak tahun 2006 dan sampai saat ini statusnya masih aktif. Aplikasi-aplikasi yang dikembangkan di atas sudah sesuai dengan bisnis proses penyelesaian perka ra yang ada di Kejaksaan, tetapi hanya berfungsi untuk merekam data persuratan. Pada aplikasi administrasi perkara belum tersedia fitur untuk pengolahan (cetak dan simpan) dokumen-dokumen perkara, namun saat ini sedang tahap pengembangan agar mampu melakukan pencetakan dokumen. Aplikasiaplikasi tersebut saat dibangun belum memperhitungkan faktor interoperabilitas sistem dengan menggunakan web services atau midlleware. Pada bagian database, Kejaksaan menggunakan database management system (DBMS) Oracle ver. 11G R2, MySQL ver Distrib , PostGres SQL ver , dan mongodb. Dalam pengelolaan database yang mendapat otoritas untuk dan mempunyai hak untuk melakukan proses create, read, insert, delete, dan update terhadap data adalah personil di instansi Kejaksaan Agung RI dan Pengembang. Pada database Kejaksaan terdapat proses backup data untuk data yang ada dan frekuensi proses backup datanya dilakukan Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 91

93 Direktorat Hukum dan HAM setiap hari. Hasil backup data tersebut disimpan di komputer server database dan tidak disimpan di komputer PC, melainkan disimpan di hardisk eksternal. Pada database Kejaksaan Agung RI ada proses pelaporan untuk pengolahan data tersebut dan frekuensi proses pelaporan tersebut dilakukan temporary atau sesuai dengan kebutuhan dan insidental. Lalu, sudah tidak ada data yang disimpan secara manual atau yang bersifat non elektronik. Pada bagian content delivery, Kejaksaan Agung telah memiliki situs resmi dengan alamat dengan kapasitas web space yang dimiliki adalah kurang lebih 1,7 TB. Konten atau isi website yang dimiliki oleh Kejaksaan Agung RI telah di update secara periodik. Frekuensi revisi konten atau isi website dilakukan temporary atau sesuai kebutuhan dan insidental. Penanggung jawab dalam mengelola situs resmi yang dimiliki oleh Kejaksaan Agung secara konten adalah Pusat Penerangan Hukum dan secara teknis yang bertanggung jawab adalah Pusdaskrimti Pengadilan Perangkat lunak (software) yang dimiliki oleh Mahkamah Agung difungsikan sebagai pelayanan publik dan administrasi perkara. Untuk pelayanan publik, Mahkamah Agung menggunakan Direktori Putusan, Web MARI, Komdanas, JDIH, SIMARI, E-Learning, LPSE, Sikep, Webmail, dan Info Perkara, dengan keterangan rinci sebagai kerikut: a. Aplikasi Direktori Putusan, posisi aplikasi tersebut berada di pusat, menggunakan teknologi pemograman web dan bahasa pemograman PHP. Aplikasi ini sudah dikembangkan sejak tahun 2012 dan sampai saat ini statusnya masih aktif. Sumber dana untuk pembuatan dan pengembangan aplikasi ini berasal dari donor atau hibah asing. b. Aplikasi Web MARI, posisi aplikasi berada di pusat, menggunakan teknologi pemograman web dan bahasa pemograman PHP. Aplikasi ini sudah dikembangkan sejak tahun 2010 dan sampai saat ini statusnya masih aktif. Sumber dana untuk pembuatan dan pengembangan aplikasi ini berasal dari donor atau hibah asing. c. Aplikasi Komdanas, posisi aplikasi tersebut berada di pusat, menggunakan teknologi pemograman web dan bahasa pemograman PHP. Aplikasi ini sudah dikembangkan sejak tahun 2012 dan sampai saat ini statusnya masih aktif. Sumber dana untuk pembuatan dan pengembangan aplikasi ini berasal dari DIPA APBN. Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 92

94 Direktorat Hukum dan HAM d. Aplikasi JDIH, posisi aplikasi tersebut berada di pusat, menggunakan teknologi pemograman web dan bahasa pemograman PHP. Aplikasi ini sudah dikembangkan sejak tahun 2010 dan sampai saat ini statusnya masih aktif. Sumber dana untuk pembuatan dan pengembangan aplikasi ini berasal dari DIPA APBN. e. Aplikasi SIMARI, posisi aplikasi tersebut berada di pusat, menggunakan teknologi pemograman web dan bahasa pemograman PHP. Aplikasi ini sudah dikembangkan sejak tahun 2012 dan sampai saat ini statusnya masih aktif. Sumber dana untuk pembuatan dan pengembangan aplikasi ini berasal dari DIPA APBN. f. Aplikasi E-Learning, posisi aplikasi tersebut berada di pusat, menggunakan teknologi pemograman web dan bahasa pemograman PHP. Aplikasi ini sudah dikembangkan sejak tahun 2014 dan sampai saat ini statusnya masih aktif. Sumber dana untuk pembuatan dan pengembangan aplikasi ini berasal dari donor atau hibah asing. g. Aplikasi LPSE, posisi aplikasi tersebut berada di pusat, menggunakan teknologi pemograman web dan bahasa pemograman PHP. Aplikasi ini sudah dikembangkan sejak tahun 2013 dan sampai saat ini statusnya masih aktif. Sumber dana untuk pembuatan dan pengembangan aplikasi ini berasal dari DIPA APBN. h. Aplikasi SIKEP, posisi aplikasi tersebut berada di pusat, menggunakan teknologi pemograman web dan bahasa pemograman PHP. Aplikasi ini sudah dikembangkan sejak tahun 2015 dan sampai saat ini statusnya masih aktif. Sumber dana untuk pembuatan dan pengembangan aplikasi ini berasal dari DIPA APBN. i. Aplikasi Webmail, posisi aplikasi tersebut berada di pusat, menggunakan teknologi pemograman web dan bahasa pemograman Zimbra. Aplikasi ini sudah dikembangkan sejak tahun 2014 dan sampai saat ini statusnya masih aktif. Sumber dana untuk pembuatan dan pengembangan aplikasi ini berasal dari DIPA APBN. j. Aplikasi Info Perkara, posisi aplikasi tersebut berada di pusat, menggunakan teknologi pemograman web dan bahasa pemograman PHP. Aplikasi ini sudah dikembangkan sejak tahun 2009 dan sampai saat ini statusnya masih aktif. Sumber dana untuk pembuatan dan pengembangan aplikasi ini berasal dari donor atau hibah asing. k. Aplikasi SIPP PT, SIADPA, SIPP PN, dan SIPP MA. Pada aplikasi SIPP PT digunakan untuk administrasi perkara, posisi aplikasi tersebut berada di Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 93

95 Direktorat Hukum dan HAM pusat, menggunakan teknologi pemograman web dan bahasa pemograman PHP. Aplikasi ini sudah dikembangkan sejak tahun 2014 dan sampai saat ini statusnya ada yang aktif dan ada yang pasif. Sumber dana untuk pembuatan dan pengembangan aplikasi ini berasal dari donor atau hibah asing. l. Aplikasi SIADPA, posisi aplikasi tersebut berada di daerah, menggunakan teknologi pemograman desktop, dan bahasa pemograman Deplhi. Aplikasi ini sudah dikembangkan sejak tahun 2003 dan sampai saat ini statusnya aktif. Sumber dana untuk pembuatan dan pengembangan aplikasi ini berasal dari DIPA APBN. m. Aplikasi SIPP PN, posisi aplikasi tersebut berada di daerah, menggunakan teknologi pemograman web dan bahasa pemograman PHP. Aplikasi ini sudah dikembangkan sejak tahun 2011 dan sampai saat ini statusnya aktif. Sumber dana untuk pembuatan dan pengembangan aplikasi ini berasal dari donor atau hibah asing. n. Aplikasi SIPP PN, posisi aplikasi tersebut berada di pusat, menggunakan teknologi pemograman desktop, dan bahasa pemograman PHP. Aplikasi ini sudah dikembangkan sejak tahun 2012 dan sampai saat ini statusnya aktif. Sumber dana untuk pembuatan dan pengembangan aplikasi ini berasal dari donor atau hibah asing. Aplikasi-aplikasi yang dikembangkan di atas sudah sesuai dengan bisnis proses penyelesaian perkara yang ada di Mahkamah Agung. Aplikasi tersebut akan dikembangkan mengikuti perubahan-perubahan undang-undang dan peraturan yang berlaku dan melengkapi hal-hal yang belum didukung oleh aplikasi. Pada aplikasi administrasi perkara sudah tersedia fitur untuk pengolahan (cetak dan simpan) dokumen-dokumen perkara pada Mahkamah Agung. Hal ini dibuktikan telah disiapkan kebutuhan cetak template dokumen yang telah dibahas oleh hakim agung dan para ahli disetiap bidangnya termasuk ahli tata bahasa dan akan terus ditambahkan terkait adanya perubahan-perubahan yang ada. Aplikasi-aplikasi tersebut sudah dibangun dengan memperhitungkan faktor interoperabilitas sistem karena SIPP telah didesain untuk dapat dijalankan diseluruh platform operating system. Pada bagian database, Mahkamah Agung menggunakan database management system (DBMS) SQL Server ver. 2005, IBM DB2, MySQL, dan PostGres SQL. Otoritas untuk mengelola database tersebut dan yang mempunyai hak untuk melakukan proses create, read, insert, delete, dan update terhadap data adalah personil pada instansi Mahkamah Agung dan Pengembang. Pada database Mahkamah Agung terdapat proses backup data Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 94

96 Direktorat Hukum dan HAM untuk data yang ada dan frekuensi proses backup datanya dilakukan setiap hari dan sesuai kebutuhan. Hasil backup data tersebut tidak disimpan di komputer server database dan disimpan di komputer PC. Pada database Mahkamah Agung ada proses pelaporan untuk pengolahan data tersebut dan frekuensi proses pelaporan tersebut dilakukan insidental. Saat ini masih terdapat data yang disimpan secara manual atau yang bersifat non elektronik karena seluruh register administrasi perkara masih disimpan dalam bentuk manual dalam buku besar register. Mekanisme penyimpanan data yang berbentuk non-elektronik tersebut sudah diatur dalam Buku II Mahkamah Agung RI terkait administrasi Perkara di 4 Lingkungan Peradilan. Pada bagian content delivery, Mahkamah Agung telah memiliki situs resmi dengan alamat dengan kapasitas web space yang dimiliki adalah kurang lebih 1,6 TB. Konten atau isi website yang dimiliki oleh Mahkamah Agung telah di update secara periodik. Frekuensi revisi konten atau isi website dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Penanggung jawab dalam mengelola situs resmi yang dimiliki oleh Mahkamah Agung adalah Biro Hukum dan Humas, Badan Urusan Administrasi Mahkamah Agung Pemasyarakatan Perangkat lunak atau software yang dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM RI (Ditjen PAS) difungsikan sebagai pelayanan publik dan administrasi perkara. Untuk pelayanan publik, Ditjen PAS menggunakan aplikasi SDP Lapas/Rutan, SMS Gateway, dan Web Resmi. Pada aplikasi SDP Lapas/Rutan, Ditjen PAS menggunakan modul aplikasi Kunjungan, Integrasi, Remisi, dan Self Service. Posisi aplikasi tersebut berada di pusat, wilayah, dan UPT, menggunakan teknologi pemograman web dan bahasa pemograman PHP dan Code Ignigtier. Aplikasi ini sudah dikembangkan sejak tahun 2008 dan sampai saat ini statusnya aktif. Sumber dana untuk pembuatan dan pengembangan aplikasi ini berasal dari donor atau hibah asing yakni TAF dan DIPA APBN. Pada aplikasi SMS Gateway, Ditjen PAS menggunakan modul aplikasi jumlah penghuni, jumlah penghuni khusus, narapidana anak, perawatan, bapas, rupbasan, sumber daya manusia, Bimkemas Bapas, anggaran dan realisasi, data SDP, Overstaying, warga negara asing, rekapitulasi usulan remisi, dan luas tanah dan bangunan. Posisi aplikasi tersebut berada di pusat, wilayah, dan UPT, menggunakan teknologi pemograman web dan bahasa pemograman PHP. Aplikasi ini sudah dikembangkan sejak tahun 2011 dan sampai saat ini statusnya aktif. Sumber dana untuk pembuatan dan pengembangan aplikasi ini Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 95

97 Direktorat Hukum dan HAM berasal dari donor atau hibah asing yakni TAF. Pada aplikasi web resmi, Ditjen PAS menggunakan modul aplikasi berita dan pengumuman. Posisi aplikasi tersebut berada di pusat dan menggunakan teknologi pemograman web. Aplikasi ini sudah dikembangkan sejak tahun 2014 dan sampai saat ini statusnya pasif. Sumber dana untuk pembuatan dan pengembangan aplikasi ini berasal dari donor atau hibah asing yakni TAF. Untuk administrasi penanganan data pemasyarakatan, Ditjen PAS menggunakan aplikasi SDP Lapas/Rutan, SDP Rupbasan, dan SDP Bapas. Pada aplikasi sidik, dipergunakan modul aplikasi registrasi dan integrasi. Posisi aplikasi tersebut berada di pusat, wilayah, dan UPT, menggunakan teknologi pemograman web dan bahasa pemograman PHP dan code ignigtier. Aplikasi ini sudah dikembangkan sejak tahun 2008 dan sampai saat ini statusnya masih aktif. Sumber dana untuk pembuatan dan pengembangan aplikasi ini berasal dari donor atau hibah asing yakni TAF dan DIPA APBN. Pada SDP Rupbasan, dipergunakan modul aplikasi penerimaan, perawatan, dan pengeluaran. Posisi aplikasi tersebut berada di pusat, wilayah, dan UPT, menggunakan teknologi pemograman web dan bahasa pemograman PHP dan code ignigtier. Aplikasi ini sudah dikembangkan sejak tahun 2015 dan sampai saat ini statusnya masih aktif. Sumber dana untuk pembuatan dan pengembangan aplikasi ini berasal dari donor atau hibah asing yakni TAF dan DIPA. Pada aplikasi SDP Bapas, dipergunakan modul aplikasi pembimbingan, pembinaan, dan pengawasan. Posisi aplikasi tersebut berada di pusat, wilayah, dan UPT, menggunakan teknologi pemograman web dan bahasa pemograman PHP dan code ignigtier. Aplikasi ini sudah dikembangkan sejak tahun 2015 dan sampai saat ini statusnya masih aktif. Sumber dana untuk pembuatan dan pengembangan aplikasi ini berasal dari donor atau hibah asing yakni TAF dan DIPA APBN. Aplikasi-aplikasi yang dikembangkan di atas sudah sesuai dengan bisnis proses yang menjadi tanggungjawab di Ditjen PAS. Hal ini dikarenakan Seluruh aplikasi telah melalui assesment dan persetujuan direktorat teknis bahwa aplikasi tersebut sesuai dengan bisnis proses dan kebutuhan. Pada aplikasi administrasi perkara sudah tersedia fitur untuk pengolahan (cetak dan simpan) dokumen-dokumen perkara pada Ditjen PAS. Hal ini dibuktikan dengan pengolahan data, masukan, dan keluaran berupa laporan dan surat dapat dicetak melalui aplikasi. Aplikasi-aplikasi tersebut dibangun dengan memperhitungkan faktor interoperabilitas sistem karena komunikasi data saat ini dapat diakses melalui portal yang dipersiapkan khusus untuk diakses dan diolah pada aplikasi lain. Seluruh Aplikasi tersebut saat ini saling berkomunikasi untuk pertukaran data. Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 96

98 Direktorat Hukum dan HAM Pada bagian database, Ditjen PAS menggunakan database management system (DBMS) MySQL ver Lalu, yang mendapat otoritas untuk mengelola database tersebut dalam hal mempunyai hak untuk melakukan proses create, read, insert, delete,dan update terhadap data adalah personil di instansi Ditjen PAS dan Pengembang. Pada database Ditjen PAS terdapat proses backup data untuk data yang ada dan frekuensi proses backup datanya dilakukan setiap hari. Hasil backup data tersebut disimpan di komputer server database dan tidak disimpan di komputer PC, melainkan disimpan di storage server. Pada database Ditjen PAS ada proses pelaporan untuk pengolahan data tersebut dan frekuensi proses pelaporan tersebut dilakukan setiap hari. Lalu, masih terdapat data yang disimpan secara manual atau yang bersifat non elektronik karena data-data pada UPT sebagian besar masih di simpan secara manual. Mekanisme penyimpanan data yang berbentuk non-elektronik adalah ditulis pada buku dan disimpan pada lemari penyimpanan. Pada bagian content delivery, Ditjen PAS telah memiliki situs resmi dengan alamat smslap.ditjenpas.go.id, sdp.ditjenpas.go.id, perlengkapan.ditjenpas.go.id, keuangan.ditjenpas.go.id, pkbapas.ditjenpas. go.id, dan mail.ditjenpas.go.id. Konten atau isi website yang dimiliki oleh Ditjen PAS telah di update secara periodik. Frekuensi revisi konten atau isi website dilakukan secara temporary atau sesuai kebutuhan atau insidental. Penanggung jawab dalam mengelola situs yang resmi yang dimiliki oleh Ditjen PAS adalah Subdit Data dan Informasi dan Subdit Komunikasi Implementasi Sistem Informasi Penanganan Perkara Kepolisian Implementasi sistem informasi penanganan perkara pada Kepolisian pada proses perumusan kebijakan yang berkaitan dengan teknologi informasi dan komunikasi belum berjalan dengan konsisten dan terdokumentasi dengan baik karena masih dalam taraf pembenahan. Kebijakan penerapan teknologi informasi dan komunikasi di Kepolisian selaras dengan visi misi organisasi Kepolisian, yakni menyajikan data statistik kriminal dan perkembangan penyidikan. Skala prioritas pengembangan teknologi informasi dan komunikasi di Kepolisian adalah mengembangkan aplikasi Piknas untuk laporan polisi dan perkembangan penyidikan. Di Kepolisian belum tersedia sistem reward and punishment terkait dengan implementasi aplikasi karena saat ini masih dalam proses pengembangan. Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 97

99 Direktorat Hukum dan HAM Implementasi aplikasi di Kepolisian sudah dilakukan di seluruh satuan kerja dan wilayah kerja di daerah. Di Kepolisian sudah tersedia alat atau tools untuk menguji kepatuhan user dalam menggunakan aplikasi dengan parameter yang digunakan berupa absensi input data. Tingkat kepatuhan user di Satuan Kerja Kepolisian di daerah dalam menggunakan aplikasi tersebut dalam pekerjaan sehari-hari sudah cukup baik. Selain itu juga sudah tersedia alat/tools untuk menguji validitas data dengan parameter yang digunakan berupa perbandingan data yang diperoleh dari biro lain yang dikumpulkan secara manual. Secara umum data yang dihasilkan melalui aplikasi tersebut oleh Satuan Kerja di Kepolisian di daerah validitas adalah persen Kejaksaan Implementasi sistem informasi penanganan perkara pada Kejaksaan Agung pada proses perumusan kebijakan yang berkaitan dengan teknologi informasi dan komunikasi belum berjalan dengan konsisten dan terdokumentasi karena keterbatasan anggaran, sehingga apa yang sudah direncanakan tidak dapat dilaksanakan. Kebijakan penerapan teknologi informasi dan komunikasi di Kejaksaan Agung belum selaras dengan visi misi organisasi Kejaksaan Agung. Skala prioritas pengembangan teknologi informasi dan komunikasi di Kejaksaan Agung adalah pembangunan CMS penanganan perkara tindak pidana khusus, perkara tindak pidana umum, dan pengawasan, sedangkan untuk dokumentasi data masih dalam proses pengembangan. Di Kejaksaan belum tersedia sistem reward and punishment terkait dengan implementasi aplikasi. Kebijakan yang berkaitan dengan teknologi informasi dan komunikasi di Kejaksaan Agung diantaranya: No Nomor Referensi Kebijakan (SK, Surat Edaran, Nota Dinas, Pedoman, dll.) Ruang Lingkup Aplikasi Perihal Penerapan 1 B-08/B/WJA/01/2012 EIS Laporan Bulan Sudah 2 B-266/G/G.s.1/07/2013 Aplikasi Datun Entry Data Datun Sudah 3 B-136/C/Cp.1/07/2013 Kepegawaian Pemutakhiran Sudah Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 98

100 Direktorat Hukum dan HAM Implementasi aplikasi di Kejaksaan sudah dilakukan di sebagian satuan kerja dan wilayah kerja di daerah, dengan rincian di Tingkat Pusat, 31 Kejaksaan Tinggi dan 407 Kejaksaan Negeri dari 501 Kejaksaan Negeri, sedangkan 4 Kejaksaan Negeri belum terpasang infrastruktur. Di Kejaksaan belum tersedia alat atau tools untuk menguji kepatuhan user dalam menggunakan aplikasi. Kepatuhan user pada satuan kerja Kejaksaan di daerah dalam menggunakan aplikasi tersebut dalam pekerjaan sehari-hari masih dirasa kurang. Di Kejaksaan sudah tersedia alat/tools untuk menguji validitas data dengan parameter yang digunakan berupa isian berupa pilihan, field yang wajib diisi tidak boleh kosong. Secara umum data yang dihasilkan melalui aplikasi tersebut oleh satuan kerja di Kejaksaan di daerah validitasnya adalah persen Pengadilan Implementasi sistem informasi penanganan perkara di Pengadilan pada proses perumusan kebijakan yang berkaitan dengan teknologi informasi dan komunikasi sudah berjalan dengan konsisten dan terdokumentasi dengan baik. Hal ini karena reformasi terkait teknologi informasi dan komunikasi sedang dilaksanakan dengan memperbaiki beberapa kebijakan dan prosedur yang telah berjalan. Kebijakan penerapan teknologi informasi dan komunikasi di lingkungan pengadilan selaras dengan visi misi organisasi Mahkamah Agung yakni penerapan teknologi informasi dan komunikasi mengikuti IT Blueprint Mahkamah Agung tahun Skala prioritas pengembangan teknologi informasi dan komunikasi di Mahkamah Agung adalah peningkatan mutu layanan, keterbukaan publik dan percepatan administrasi melalui teknologi Informasi dan menyelesaikan seluruh IT Blueprint tahun di tahun Di Mahkamah Agung sudah tersedia sistem reward and punishment terkait dengan implementasi aplikasi karena salah satu penilaian kinerja para aparatur di pengadilan mulai menggunakan indikator performance yang ada di dalam aplikasi. Sistem reward and punishment tersebut sudah cukup efektif tapi belum maksimal dalam meningkatkan implementasi aplikasi di pengadilan karena tidak bisa diterapkan secara menyeluruh. Hal ini karena terkait dengan ketersediaan infrastruktur dan faktor penunjang implementasi aplikasi. Kebijakan yang berkaitan dengan teknologi informasi dan komunikasi di Mahkamah Agung diantaranya: Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 99

101 Direktorat Hukum dan HAM No Nomor Referensi Kebijakan (SK, Surat Edaran, Nota Dinasi, Pedoman, dll) Ruang Lingkup Aplikasi Perihal Penerapan 1 SE Dirjen Badilum No: 3/DJU/HM02.3/6/2014 SIPP Administrasi Pengadilan Berbasis Teknologi Informasi Di Lingkungan Peradilan Umum Sudah 2 Pedoman SOP Administrasi Perkara SIPP Gugatan Sederhana Sudah 3 Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 44/KMA/SK/III/2014 SIPP Pemberlakuan Template Putusan Dan Standar Penomoran Perkara Peradilan Umum Sudah 4 Mandat KMA SIPP Implementasi SIPP di seluruh Peradilan Umum sebelum 1 Jan 2014 Sudah 5 SK KMA/1-144/KMA/SK/I/2011 Pelayanan Publik Dasar Implementasi Pelayanan Publik di Mahkamah Agung Sudah sebagian Implementasi aplikasi pengadilan di daerah sudah dilakukan di sebagian satuan kerja dan wilayah kerja di daerah. Hal ini dikarenakan di beberapa satker pengunaan aplikasi perkara masih belum seragam dan sebagian masih terkenadala minimnya infratruktur, baik internet maupun perangkat. Di Mahkamah Agung sudah tersedia alat atau tools untuk menguji kepatuhan user dalam menggunakan aplikasi dengan parameter yang digunakan berupa ketaatan (waktu), ketepataan data, dan ketepataan staff penginput data (Tupoksi). Tingkat kepatuhan user satuan kerja pengadilan di daerah dalam menggunakan aplikasi tersebut dalam pekerjaan sehari-hari sudah dirasa cukup. Di Mahkamah Agung sudah tersedia alat/tools untuk menguji validitas data dengan parameter yang digunakan berupa undangundang, KUHAP, PERMA, PP, SOP, date validation, dan name validation. Secara umum data yang dihasilkan melalui aplikasi tersebut oleh satuan kerja pengadilan di daerah validitasnya adalah persen. Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 100

102 Direktorat Hukum dan HAM Pemasyarakatan Implementasi sistem informasi di Lembaga Pemasyarakatan pada proses perumusan kebijakan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi sudah berjalan konsisten dan terdokumentasi dengan baik. Pelaksanaan kegiatan ini sudah dilakukan secara terstruktur, dengan didahului setiap kebijakan dikeluarkan dengan terlebih dahulu berkomunikasi dengan direktorat terkait. Kebijakan penerapan teknologi informasi dan komunikasi di Lembaga Pemasyarakatan selaras dengan visi misi organisasi Ditjen PAS yakni kebijakan teknologi informasi dan komunikasi fokus pada pelayanan terhadap warga binaan misalnya remisi online dan pembebasan bersyarat online. Skala prioritas pengembangan teknologi informasi dan komunikasi di Lembaga Pemasyarakatan adalah remisi online, integrasi-cmb, CB, CMK, asimilasi, cetak SK di UPT, SDP Bapas, Clustering Sidik Jari, gelang pemantau, SDP Ekskutif, SDP Rupbasan, SDP Bimtek, manajemen data, pemantauan Nusa Kambangan dan seluruh kegiatan terdokumentasi dengan baik. Di Lembaga Pemasyarakatan belum tersedia sistem reward and punishment terkait dengan implementasi aplikasi. Kebijakan yang berkaitan dengan teknologi informasi dan komunikasi di Lembaga Pemasyarakatan diantaranya: No Nomor Referensi Kebijakan (SK, Surat Edaran, Nota Dinasi, Pedoman, dll) Ruang Lingkup aplikasi Perihal Penerapan 1 PAS-5.T I Aplikasi SDP Optimalisasi SDP Sudah 2 PAS.HM SMS Gateway (UPT ) 3 PAS.5.UM SMS Gateway (UPT ) 4 PAS.5.T I SMS Gateway (Kanwil dan UPT ) 5 PAS.T I SMS Gateway (Kanwil dan UPT ) Surat Edaran Pengiriman Data Harian dan Bulanan Melalui SMS Gateway Sudah Perubahan Peringkat Sudah dalam input data laporan harian SMS Gateway Pengawasan Kepatuhan Sudah Pengisian Data Harian dan Bulanan (Laporan via SMS) Update Data Laporan Sudah Harian dan bulanan pada Aplikasi SMS Gateway Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 101

103 Direktorat Hukum dan HAM 6 PAS5. T I SMS Gateway (Kanwil dan UPT ) Surat Edaran Implementasi dan Review Pengiriman data pada Aplikasi SMS Gateway Sudah Implementasi aplikasi di Lembaga Pemasyarakatan yang ada di daerah sudah dilakukan di sebagian satuan kerja dan wilayah kerja, karena kebijakan pengaturan penggunaan aplikasi hanya bersifat anjuran penggunaan. Masalah lain adalah infrastruktur terbatas, sumber daya manusia terbatas, dan sarana dan prasarana yang kurang memadai. Di Lembaga Pemasyarakatan sudah tersedia alat atau tools untuk menguji kepatuhan user dalam menggunakan aplikasi dengan parameter yang digunakan berupa frekuensi konsolidasi, monitoring penggunaan fitur, dan verifikasi pengisian data oleh atasan langsung. Tingkat kepatuhan user Satuan Kerja Ditjen PAS di daerah dalam menggunakan aplikasi tersebut dalam pekerjaan sehari-hari sudah dirasa cukup. Selain itu juga sudah tersedia alat/tools untuk menguji validitas data dengan parameter yang digunakan berupa seluruh data isian di periksa oleh atasan langsung dan berkas fisik yang telah digitalisasi. Secara umum data yang dihasilkan melalui aplikasi tersebut oleh Satuan Kerja di Ditjen PAS di daerah validitasnya adalah 0-20 persen Kondisi Sumber Daya Manusia Kepolisian Sumber daya manusia untuk pengelolaan manajemen informasi di Kepolisian terdapat tenaga teknologi informasi (IT) yang secara keseluruhan berjumlah 6 orang dan hanya tersedia di instansi pusat. Komposisi latar belakang pendidikan tenaga IT di Kepolisian adalah pendidikan sarjana (S1) berjumlah 6 orang. Di Kepolisian belum tersedia unit organisasi khusus yang menaungi tenaga-tenaga IT tersebut Kejaksaan Sumber daya manusia untuk pengelolaan manajemen informasi di Kejaksaan Agung terdiri Tenaga IT yang tersedia secara keseluruhan berjumlah 29 orang dengan komposisi latar belakang pendidikan tenaga IT dan pendidikan diploma (D3) berjumlah 21 orang, pendidikan sarjana (S1) berjumlah 7 orang, dan pendidikan magister (S2) berjumlah 1 orang. Di Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 102

104 Direktorat Hukum dan HAM Kejaksaan Agung sudah tersedia unit organisasi khusus yang menaungi tenagatenaga IT tersebut yakni Pusdaskrimti Kejaksaan Agung Pengadilan Sumber daya manusia untuk pengelolaan manajemen informasi di Mahkamah Agung terdiri atas Tenaga IT yang secara keseluruhan berjumlah 20 orang di satuan kerja pusat dan 825 orang di satuan kerja daerah. Di Mahkamah Agung belum tersedia unit organisasi khusus yang menaungi tenaga-tenaga IT tersebut, hanya ada di unit eselon III pada Badan Urusan Administrasi Mahkamah Agung Pemasyarakatan Sumber daya manusia untuk pengelolaan manajemen informasi di Ditjen PAS secara keseluruhan berjumlah 18 orang di instansi pusat, dan untuk satuan kerja di daerah sampai saat ini belum terdata jumlahnya. Komposisi latar belakang pendidikan tenaga IT di Ditjen PAS adalah pendidikan diploma (D3) berjumlah 1 orang dan pendidikan sarjana (S1) berjumlah 17 orang. Di Ditjen PAS sudah tersedia unit organisasi khusus yang menaungi tenaga-tenaga IT tersebut yaitu Sub Dit Data dan Infomasi, Direktorat Informasi dan Komunikasi dan hanya ada di tingkat pusat Sistem Informasi dalam Pelaksanaan Bisnis Proses Penanganan Perkara Kepolisian Pada tahap penyelidikan, sistem informasi yang dimiliki oleh Kepolisian telah mengakomodir hal-hal sebagai berikut : a. Penerimaan laporan atau pengaduan dari masyarakat terkait dengan dugaan terjadinya tindak pidana; b. Pembuatan Laporan Polisi terhadap penerimaan laporan atau pengaduan masyarakat; c. Pembuatan Surat Perintah Penyidikan; d. Pembuatan Laporan Polisi hasil penyidikan; Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 103

105 Direktorat Hukum dan HAM e. Telah dilengkapi dengan tool untuk melakukan monitoring kegiatan penyidikan agar berjalan dengan SOP. Pada tahap penyidikan, sistem informasi yang dimiliki oleh Kepolisian RI telah mengakomodir hal-hal sebagai berikut : a. Pembuatan Surat Perintah Penyidikan; b. Pembuatan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP); c. Pembuatan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan; d. Pembuatan Surat Penetapan Tersangka; e. Surat Permohonan Izin Penggeledahan/Penyitaan kepada Ketua PN/PT/MA; f. Pembuatan Surat Perintah Penggeledahan/Penyitaan; g. Pembuatan Berita Acara Penggeledahan/Penyitaan; h. Pembuatan Surat Perintah Penahanan; i. Pembuatan Berita Acara Penahanan; j. Pembuatan Surat/Berita Acara Perpanjangan Penahanan yang dikeluarkan oleh Kejaksaan dan Pengadilan; k. Pembuatan Berita Acara Pemeriksaan Saksi/Tersangka; l. Pembuatan Laporan Hasil Penyidikan; m. Telah dilengkapi dengan tool untuk melakukan monitoring kegiatan penyelidikan agar berjalan sesuai dengan SOP. Satu hal yang belum terakomodir dalam sistem informasi pada tahap penyidikan di Kepolisian RI adalah belum mengakomodir pembuatan Surat Pemberitahuan Penyidikan kepada KPK. Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya, Kepolisian membutuhkan dukungan dan komunikasi dengan komponen lain. Dukungan tersebut salah satunya adalah mengenai data-data selama proses penanganan perkara yang ditangani oleh Kejaksaan, Pengadilan, Lembaga Pemasyarakatan. Data-data yang dibutuhkan oleh Kepolisian dari Komponen lain adalah: 1. Data dari Kejaksaan RI : a. Berkas SPDP; b. Berkas P18; Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 104

106 Direktorat Hukum dan HAM c. Berkas P19; dan d. Berkas P Data dari Mahkamah Agung RI : Surat Putusan/vonis dari pengadilan. 3. Data dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham RI : a. Data Masuk Tahanan dari Lembaga Pemasyarakatan; dan b. Data Keluar Tahanan dari Lembaga Pemasyarakatan. Dalam proses penanganan perkara, Kepolisian mengalami kendala saat mengakses atau meminta data-data tersebut kepada komponen lain. Hal ini disebabkan salah satunya karena komunikasi data antar komponen yang belum berjalan dengan baik Kejaksaan Secara umum sistem informasi di Kejaksaan belum mengakomodir ketersediaan data yang dibutuhkan dalam acara peradilan pidana. Sistem informasi yang dimiliki oleh Kejaksaan belum mengakomodir hal-hal sebagai berikut : a. penerimaan laporan atau pengaduan dari masyarakat terkait dugaan terjadinya tindak pidana; b. pembuatan Surat Perintah Penyelidikan; c. pembuatan Rencana Penyelidikan; d. pembuatan Surat Panggilan Permintaan Keterangan (PIDSUS 5-A, PIDSUS 5-B, PIDSUS 5-C); e. pembuatan Laporan Hasil Penyelidikan; f. tools untuk melakukan monitoring kegiatan penyelidikan agar berjalan sesuai dengan SOP. Pada tahap penyidikan, sistem informasi yang dimiliki oleh Kejaksaan Agung RI belum mengakomodir hal-hal sebagai berikut : a. pembuatan Surat Perintah Penyidikan b. pembuatan Laporan Terjadinya Tindak Pidana ( P-7) c. pembuatan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan d. pembuatan Surat Pemberitahuan Penyidikan ke KPK e. pembuatan Surat Penetapan Tersangka Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 105

107 Direktorat Hukum dan HAM f. pembuatan Surat Permohonan Izin Penggeledahan/Penyitaan kepada Ketua PN/PT/MA g. pembuatan Surat Perintah Penggeledahan/Penyitaan h. pembuatan Berita Acara Penggeledahan/Penyitaan i. pembuatan Surat Perintah Penahanan j. pembuatan Berita Acara Penahanan k. pembuatan Berita Acara Pemeriksaan Saksi / Tersangka l. pembuatan Laporan Hasil Penyidikan m. tools untuk melakukan monitoring kegiatan penyelidikan agar berjalan sesuai dengan SOP Pada tahap pra-penuntutan, sistem informasi yang dimiliki oleh Kejaksaan belum mengakomodir hal-hal sebagai berikut : a. pembuatan Surat Perintah Penunjukkan Jaksa Penuntut Umum untuk Mengikuti Perkembangan Penyidikan Perkara Tindak Pidana ( P-16 ); b. pembuatan Surat Perpanjangan Penahanan ( T-4 ); c. pembuatan Berita Acara Pendapat Perpanjangan Penahanan; d. pembuatan Surat Permintaan Perkembangan Hasil Penyelidikan (P-17); e. pembuatan Berita Acara Pendapat (P-24); f. mengakomodir pembuatan Surat Pemberitahuan Hasil Penyelidikan Belum Lengkap (P-18); g. mengakomodir pembuatan Surat Pengembalian Berkas Perkara untuk Dilengkapi (P-19); h. pembuatan Surat Pemberitahuan bahwa Waktu Penyidikan Telah Habis (P- 20); i. mengakomodir pembuatan Surat Pemberitahuan bahwa Hasil Penyidikan sudah Lengkap (P-21); j. pembuatan Surat Pemberitahuan Susulan Hasil Penyidikan Sudah Lengkap (P-21a) ; k. pembuatan Surat Penyerahan Tersangka dan Barang Bukti untuk Pemeriksaan Tambahan (P-22); l. pembuatan Surat Susulan Penyerahan Tersangka dan Barang Bukti untuk Pemeriksaan Tambahan (P-23); Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 106

108 Direktorat Hukum dan HAM m. pembuatan Rencana Dakwaan; n. tools untuk melakukan monitoring kegiatan penyelidikan agar berjalan sesuai dengan SOP. Pada tahap penuntutan, sistem informasi yang dimiliki oleh Kejaksaan Agung RI belum mengakomodir hal-hal sebagai berikut : a. pembuatan Surat Perintah Penunjukkan Jaksa Penuntut Umum untuk Penyelesaian Perkara Tindak Pidana ( P-16a ); b. pembuatan Surat Perintah Penahanan ( T-7 ); c. pembuatan Berita Acara Perintah Penahanan/Penahanan Lanjutan (BA- 10); d. pembuatan Berita Acara Penerimaan dan Penelitian Tersangka (BA-15); e. pembuatan Berita Acara Penerimaan dan Penelitian Benda Sitaan/Barang Bukti (BA-18); f. pembuatan Label Barang Bukti (B-9); g. pembuatan Kartu Barang Bukti (B-10); h. pembuatan Surat Dakwaan (P-29); i. pembuatan Surat Pelimpahan Perkara (P-31); j. pembuatan Berita Acara Pelaksanaan Penetapan Hakim (BA-15); k. pembuatan Surat Panggilan Saksi Ahli/Terdakwa/Terpidana (P-37); l. pembuatan Surat Tuntutan (P-42); m. pembuatan Laporan JPU Segera Setelah Putusan(P-44); n. tools untuk melakukan monitoring kegiatan penuntutan agar berjalan sesuai dengan SOP. Pada tahap eksekusi, sistem informasi yang dimiliki oleh Kejaksaan Agung RI belum mengakomodir hal-hal sebagai berikut : a. pembuatan Surat Perintah Pelaksanaan Putusan Pengadilan (P-48); b. pembuatan Berita Acara Pelaksanaan Putusan Pengadilan (BA-8); c. pembuatan Berita Acara Pemusnahan Barang Bukti (Dimusnahkan, Dikembalikan, Disita untuk Negara); d. pembuatan Tagihan Denda/Uang Pengganti/Biaya Perkara (D-1); e. pembuatan Pemberitahuan Pemidanaan Bersyarat (P-51); f. pembuatan Pemberitahuan Pelaksanaan Pelepasan Bersyarat (P-52). Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 107

109 Direktorat Hukum dan HAM Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya, Kejaksaan membutuhkan dukungan serta sharing data dan informasi dari dan ke komponen lain yang tercakup dalam sistem peradilan pidana terpadu. Dukungan dan sharing data-informasi tersebut terkait data dan informasi selama proses penanganan perkara dari Kepolisian, Pengadilan, dan Lembaga Pemasyarakatan. Data-data yang dibutuhkan oleh Kejaksaan dari komponen lain adalah: 1. Kebutuhan Data dari Kepolisian: a. SPDP; b. Identitas calon tersangka; c. Pasal / UU yang disangkakan; d. Kasus posisi; e. Barang bukti; dan f. Riwayat penahanan terhadap Pra Penuntutan. 2. Kebutuhan Data dari Pengadilan: a. Penetapan jadwal sidang; b. Majelis Hakim; c. Putusan pengadilan; dan d. Penetapan hakim. 3. Kebutuhan Data dari Lembaga Pemasyarakatan: a. Pemindahan terpidana; b. Remisi terpidana; dan c. Pelepasan terpidana. Dalam proses penanganan perkara, Kejaksaan juga mengalami kendala saat mengakses atau meminta data-data tersebut kepada komponen lain. Hal ini disebabkan salah satunya karena komunikasi data antar komponen yang belum berjalan dengan baik Pengadilan Pada tahap penyidikan atas suatu perkara pidana, sistem informasi yang dimiliki oleh Pengadilan telah mengakomodir hal-hal sebagai berikut : Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 108

110 Direktorat Hukum dan HAM a. pembuatan Surat Izin Penggeledahan/Penyitaan : pada bagian ini telah disiapkan secara aplikasi akan tetapi belum disahkan secara template sehingga belum beroperasi; b. pembuatan Surat Penetapan Perpanjangan Penahanan Psl.25 (2); c. pembuatan Surat Penetapan Perpanjangan Penahanan Psl. 26 (2); d. pembuatan Surat Penetapan Perpanjangan Penahanan Psl. 29 (1). Pada tahap pemeriksaan-persidangan, sistem informasi yang dimiliki oleh Pengadilan telah mengakomodir hal-hal sebagai berikut : a. pembuatan Surat Penetapan Majelis Hakim; b. pembuatan Surat Penunjukan Panitera/Panitera Pengganti; c. pembuatan Penetapan Hari Sidang; d. pembuatan Surat Penetapan Penahanan Oleh Hakim; e. pembuatan Surat Penetapan Penahanan Oleh Ketua; f. pembuatan Relaas Panggilan Sidang; g. pembuatan berbagai jenis Berita Acara Sidang, mulai dari : - Pembacaan Dakwaan; - Pembacaan Eksepsi/Keberatan; - Tanggapan PU terhadap Eksepsi/Keberatan; - Putusan Sela; - Pemeriksaan Bukti dan Saksi; - Pemeriksaan Terdakwa; - Pembacaan Tuntutan; - Pledoi; - Replik; - Duplik; - Pembacaan Putusan. h. sistem tersedia template-template Putusan; i. pembuatan Petikan Putusan. Pada tahap pasca pemeriksaan-persidangan, sistem informasi yang dimiliki oleh Pengadilan telah mengakomodir hal-hal sebagai berikut : a. pembuatan Akta Permohonan Banding/Kasasi/PK; Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 109

111 Direktorat Hukum dan HAM b. pembuatan Surat Pemberitahuan Permohonan Banding/Kasasi/PK; c. pembuatan Tanda Terima Memori Banding/Kasasi/PK; d. pembuatan Pemberitahuan dan Penyerahan Memori Banding/Kasasi/PK; e. pembuatan Tanda Terima Kontra Memori Banding/Kasasi/PK; f. pembuatan Pemberitahuan dan Penyerahan Kontra Memori Banding/Kasasi/PK; g. pembuatan Surat Pemberitahuan Mempelajari Berkas Perkara; h. pembuatan Surat Pemberitahuan Putusan Banding/Kasasi/PK; i. tools untuk melakukan monitoring terhadap proses upaya hukum. Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya, Pengadilan membutuhkan kerja sama, dukungan dan sharing data dan informasi dari komponen lain yang tercakup dalam sistem peradilan pidana. Dukungan dan sharing tersebut adalah mengenai data-data selama proses penanganan perkara yang ada di Kepolisian, Kejaksaan, dan Lembaga Pemasyarakatan. Data-data yang dibutuhkan oleh Pengadilan dari komponen lain adalah: 1. Kebutuhan Data dari Kepolisian: Data yang sesuai dengan pelimpahan seluruh berkas kepada Kejaksaan Agung RI. 2. Kebutuhan Data dari Kejaksaan: Data yang sesuai dengan pelimpahan seluruh berkas kepada Pengadilan. 3. Kebutuhan Data dari Lembaga Pemasyarakatan: a. Data Masa Tahanan; dan b. Data Lengkap Profil Tahanan dan/atau Narapidana. Dalam proses penanganan perkara, Kepolisian mengalami kendala saat mengakses atau meminta data-data tersebut kepada komponen lain. Hal ini disebabkan salah satunya karena komunikasi data antar komponen yang belum berjalan dengan baik, khususnya dari Kejaksaan terdapat hambatan untuk memberikan data dan dokumen terkait dengan penanganan perkara dalam bentuk elektronik. Kendala tersebut belum bisa terselesaikan melalui aplikasi yang ada di Pengadilan karena jika pihak Kejaksaan tidak memberikan softcopy document, staf pengadilan menulis ulang dokumen-dokumen terkait ke dalam aplikasi yang dimiliki oleh Pengadilan. Jika Instansi lain dapat membuka diri untuk terkoneksi, kendala tersebut akan terselesaikan Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 110

112 Direktorat Hukum dan HAM dikarenakan sistem informasi penanganan perkara di Pengadilan telah disiapkan untuk berintergrasi dengan instansi penegak hukum lainnya Pemasyarakatan Sistem informasi yang dimiliki oleh Lembaga Pemasyarakatan Pada tahap administrasi telah mengakomodir hal-hal sebagai berikut : a. tersedia form penerimaan Terpidana dari Kejaksaan; b. tersedia form pendaftaran Terpidana; c. tahapan-tahapan dalam pendaftaran Terpidana sesuai Pasal 11 UU nomor 12 Tahun 1995; d. tersedia form pemindahan Narapidana ke LAPAS lainnya : Data seluruh narapidana secara digital dapat dilakukan; e. penyidikan di dalam LAPAS; f. penyidikan di luar LAPAS; g. Penjatuhan Hukuman Disiplin atas Pelanggaran Tata Tertib oleh Narapidana di dalamlapas sesuai Permen Kumham nomor 6 Tahun 2013; h. tersedia form untuk pemberian: - Remisi; - Asimilasi; - Cuti; - Pembebasan Bersyarat; - Cuti Menjelang Bebas; - Izin KeluarLAPAS; i. memonitoring masa tahanan narapidana; j. sudah tersedia manajemen blok/sel narapidana. Sistem informasi yang dimiliki oleh Lembaga Pemasyarakatan belum mengakomodir proses penyidikan di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya, Lembaga Pemasyarakatan membutuhkan kerja sama, dukungan dan sharing data dengan komponen lain yang tercakup dalam sistem peradilan pidana. Dukungan tersebut salah satunya adalah mengenai data-data selama proses penanganan perkara yang Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 111

113 Direktorat Hukum dan HAM ditangani yang ada di Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan. Data-data yang dibutuhkan Lembaga Pemasyarakatan dari komponen lain adalah: 1. Kebutuhan Data dari Kepolisian: a. Surat Perintah Penahanan; b. Perpanjangan Penahanan; c. Surat Penahanan Kota, Rumah, Pembantaran dan Penangguhan; dan d. Surat Keterangan Masih Ada Perkara Lain. 2. Kebutuhan Data dari Kejaksaan: a. Surat Perintah Tingkat Penyidikan; b. Surat Perintah Tingkat Penuntutan; c. Perpanjangan Penahanan; d. Surat Penahanan Kota, Rumah, Pembantaran dan Penangguhan; e. Surat Keterangan Masih Ada Perkara Lain; f. Surat Berita Acara Pelaksanaan Putusan Pengadilan; dan g. Surat Berita Acara Pengeluaran Tahanan. 3. Kebutuhan Data dari Pengadilan: a. Perpanjangan Penahanan; b. Surat Penahanan Kota, Rumah, Pembantaran dan Penangguhan; c. Jadwal Sidang; d. Ekstrak Vonis; e. Pemberitahuan Akte dan putusan banding dan Kasasi; dan f. Surat Izin Penyitaan. Lembaga Pemasyarakatan mengalami kendala saat mengakses atau meminta data-data tersebut kepada komponen lain. Hal ini disebabkan karena komponen lain mengalami masalah penyimpanan berkas fisik yang mereka miliki, sehingga mempersulit akses dan kemudahan dalam mendapatkan datadata tersebut. Kendala tersebut sudah bisa terselesaikan melalui aplikasi yang ada di Lembaga Pemasyarakatan sehingga data yang dibutuhkan dapat diakses oleh instansi terkait. Dari daftar kebutuhan data dan informasi oleh komponen satu kepada komponen yang lain sebagaimana diuraikan dalam paparan di atas dapat diringkas dalam tabel kebutuhan sharing data dan informasi sebagai berikut: Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 112

114 Direktorat Hukum dan HAM Tabel Hubungan Sharing/Kebutuhan Data & Informasi Antar Komponen Peradilan Pidana KEBUTUHAN OLEH POLRI KEJAKSAAN PENGADILAN LAPAS Dari Kepolisian: Dari Kepolisian: SPDP Sesuai Dengan Pelimpahan Identitas calon tersangka Berkas ke Kejaksaan Pasal / UU yang disangkakan Kasus posisi Dari Kejaksaan: Barang bukti Sesuai Dengan Pelimpahan Riwayat penahanan Berkas ke Pengadilan terhadap Pratut Dari Kejaksaan: SPDP, P18, p19, dan P21 Dari PengadIlan: Surat Putusan/vonis dari pengadilan Dari LAPAS: Data masuk dan keluarnya tahanan dari LAPAS 4.6. Permasalahan Pelaksanaan Sistem Informasi Penanganan Perkara Kepolisian Dari Pengadilan: Penetapan jadwal sidang Majelis Hakim Putusan pengadilan Penetapan hakim Dari LAPAS : Pemindahan terpidana Remisi terpidana Pelepasan terpidana Dari LAPAS: Masa Tahanan dan data lengkap Profile Tahanan Dari Kepolisian: Surat Perintah Penahanan Perpanjangan Penahanan Surat Penahanan Kota, Rumah, Pembantaran dan Penangguhan Surat Keterangan Masih Ada Perkara Lain Dari Kejaksaan: Surat Perintah Tingkat Penyidikan Surat Perintah Tingkat Penuntutan Perpanjangan Penahanan Surat Penahanan Kota, Rumah, Pembantaran dan Penangguhan Surat Keterangan Masih Ada Perkara Lain Surat Berita Acara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Surat Berita Acara Pengeluaran Tahanan Dari Pengadilan: Perpanjangan Penahanan Surat Penahanan Kota, Rumah, Pembantaran dan Penangguhan Jadwal Sidang Ekstrak Vonis Pemberitahuan Akte, putusan banding & Kasasi Surat Izin Penyitaan Kendala-kendala yang dialami oleh kepolisian selama implementasi sistem informasi penanganan perkara mereka adalah: 1. Masalah terkait hardware (PC, server, dan perangkat jaringan) adalah intermittent koneksi, blank-spot wilayah untuk koneksi internet, serta kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang masih kurang baik dan mencukupi; 2. Masalah terkait software (modul-modul dan aplikasi pendukung) adalah software pendukung disediakan pengelola infrastruktur dan masalah firewall; 3. Masalah SDM (operator/administrator) karena operator kurang mempunyai motivasi dalam melakukan entry data Kejaksaan Kendala-kendala yang dialami oleh Kejaksaan selama implementasi sistem informasi penanganan perkara mereka adalah: Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 113

115 Direktorat Hukum dan HAM 1. Masalah terkait hardware (PC, Server dan Perangkat Jaringan) adalah PC yang dimiliki masih belum baik dan tercukupi, kendala anggaran dalam melakukan peremajaan PC, dan perbaikan PC yang rusak belum menyeluruh khususnya di satuan kerja di daerah. Lalu mengenai server, terdapat kendala mengenai anggaran peremajaan server, sehingga dalam implementasi masih menggunakan server dengan spesifikasi yang rendah dan tidak mendukung dengan sistem yang dibangun. Terakhir mengenai jaringan yakni kendala kendala anggaran peremajan LAN 90 yang masih menggunakan UTP cat5 91 sedangkan WAN 92 mengalami kendala geografis; 2. Masalah terkait software (Modul-Modul dan Aplikasi Pendukung) adalah software atau aplikasi dirancang web base (sentralisasi), sangat tergantung pada ketersediaan jaringan yang stabil dan kuat, dan jaringan internal Indonesia masih kurang mendukung sistem yang dimiliki kejaksaan; 3. Masalah SDM (Operator/Administrator) adalah saat ini Kejaksaan terkendala dengan operator yang sering dimutasi, dan kurang tersedia sumber daya manusia yang mempunyai kapasitas dalam teknologi informasi yang mampu mengelola dan mengembangkan sistem yang sudah ada dan ini sangat bergantung kepada vendor Pengadilan Kendala-kendala yang dialami oleh Pengadilan selama implementasi sistem informasi penanganan perkara mereka adalah: 1. Masalah terkait hardware (PC, Server dan Perangkat Jaringan) adalah anggaran dalam pengadaan infrastruktur terutama di satuan kerja di daerah masih belum mencukupi. Lalu pemeliharaan perangkat-perangkat di satuan kerja juga masih minim; 2. Masalah terkait software (Modul-Modul dan Aplikasi Pendukung) adalah tidak ada modul-modul dan aplikasi pendukung karena SIPP (Sistem 90Local Area Network (LAN) adalah jaringan komputer yang jaringannya hanya mencakup wilayah kecil; seperti jaringan komputer kampus, gedung, kantor, dalam rumah, sekolah atau yang lebih kecil. 91kabel UTP dengan standar yang diciptakan pada tahun 2001 oleh TIA/EIA-568-B. Kabel UTP cat5 hanya dapat melakukan transmisi data sebesar 100 Mbit/s, kapasitas maksimum ini sama dengan kapasitas kemampuan ethernet dalam mengirimkan signal data 100BASE-TX. 92Wide Area Network (WAN) adalah sebuah jaringan yang memiliki jarak yang sangat luas, karena radiusnya mencakup sebuah negara dan benua. WAN menggunakan sarana fasili tas transmisi seperti telepon, kabel bawah laut ataupun satelit. Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 114

116 Direktorat Hukum dan HAM Informasi Penelusuran Perkara) dibangun dan dikembangkan oleh warga pengadilan dengan menggunakan aplikasi Open Source; Masalah SDM (Operator/Administrator) adalah kebutuhan akan sumber daya manusia yang berkompeten dalam bidang teknologi informasi sudah sangat mendesak. Hal ini dikarenakan tidak semua satuan kerja Pengadilan di daerah memiliki sumber daya manusia yang memahami teknologi informasi, memiliki kemampuan dalam teknologi informasi dan pendidikan bidang teknologi informasi; 4. Masalah Pelaporan (Upload, Report) adalah masalah interkoneksi internet terkendala dengan ketersedian bandwidth dan jaringan internet di satuan kerja-satuan kerja yang jauh dari pusat karena ketidakmerataan penyebaran jaringan internet di Indonesia Pemasyarakatan Kendala-kendala yang dialami oleh Lembaga Pemasyarakatan selama implementasi sistem informasi penanganan perkara mereka adalah: 1. Masalah terkait hardware (PC, Server dan PerangkatJaringan) adalah pengadaan barang dan/atau jasa dalam bidang teknologi informasi masih belum dijadikan prioritas. Lalu, perangkat-perangkat teknologi informasi tidak ditempatkan pada ruang yang seharusnya dan perangkat-perangkat teknologi informasi tidak mempunyai anggaran perawatan secara maksimal; 2. Masalah terkait software (modul-modul dan aplikasi pendukung) adalah aplikasi pengamanan jaringan masih menggunakan VPN berbayar dan tidak secara keseluruhan dikelola oleh internal. Aplikasi remote untuk pengembangan masih dibeli dengan lisensi berbayar; 3. Masalah SDM (Operator/Administrator) adalah masalah penerimaan tenaga khusus bidang teknologi informasi masih minim. Pengembangan teknis kapasitas dan kemampuan bagi sumber daya manusia bidang teknologi informasi masih belum dilakukan secara berkala. Belum ada tempat secara khusus bagi sumber daya manusia bidang teknologi informasi secara struktural di unit pelaksana teknis di daerah; 93 Aplikasi open source adalah program komputer yang lisensinya memberi kebebasan kepada pengguna dalam menjalankan program tersebut untuk apa saja, mempelajari dan memodifikasi program tersebut, dan mendistribusikan penggandaan program asli atau yang sudah dimodifikasi tanpa harus membayar royalti kepada pembuat sebelumnya. Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 115

117 Direktorat Hukum dan HAM 4. Masalah pelaporan (upload, report) adalah masalah kesadaran untuk melakukan pelaporan secara digital belum maksimal. Lalu, perangkat digitalisasi dokumen belum sepenuhnya tersedia di seluruh unit pelaksana teknis, serta penggunaan pelaporan secara manual masih dilakukan dengan alasan otentifikasi data. Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 116

118 Direktorat Hukum dan HAM Perencanaan Pembangunan Sistem Informasi Pada Masing- Masing Komponen Kepolisian Kepolisian telah mempunyai rencana pengembangan sistem informasi penanganan perkara berupa penyempurnaan aplikasi laporan polisi dan perkembangan penyidikan serta penyempurnaan teknis pengisian data. Untuk mendukung realisasi perencanaan tersebut, Kepolisian juga sudah mengalokasikan dana untuk mewujudkan pengembangan sistem informasi penanganan perkara yang bersumber dari anggaran pemeliharaan dan perawatan sistem informasi yang setiap tahunnya diusulkan dalam DIPA APBN. Terhadap rencana pengembangan sistem peradilan pidana terpadu yang berbasis teknologi informasi yang mengintegrasikan sistem informasi semua komponen sistem peradilan pidana, Kepolisian mendukung terhadap rencana pengembangan tersebut agar dapat direalisasikan. Kepolisian memandang bahwa kerja sama antara penegak hukum dalam sistem peradilan pidana akan mewujudkan penegakan hukum yang lebih baik. Manfaat yang diinginkan Kepolisian dengan adanya sistem peradilan pidana terpadu berbasis teknologi informasi adalah memudahkan koordinasi dalam penanganan perkara dan keterpaduan data, selain itu dapat menjadi sarana bagi lembaga lain guna memperoleh informasi terkait dengan proses penanganan perkara pidana. Pengembangan sistem informasi bersama oleh semua komponen diharapkan dapat digunakan untuk peningkatan kinerja dan pelayanan terhadap masyarakat yang lebih baik. Kepolisian memberikan catatan bahwa sistem peradilan pidana terpadu yang berbasis teknologi informasi yang akan dikembangkan harus ada koordinator dalam proses integrasi data dan pemanfaatan data antar lembaga penegak hukum. Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 117

119 Direktorat Hukum dan HAM 5.2. Kejaksaan Kejaksaan telah mempunyai rencana pengembangan sistem informasi penanganan perkara dengan pemanfaatan teknologi informasi. Saat ini Kejaksaan Agung sedang mengembangkan aplikasi CMS (Case Management System) yang mampu mengeluarkan persuratan perkara dan sekaligus merekam database lokal (desentralisasi) dengan meminimalisir kebutuhan jaringan WAN. Namun demikian, pengembangan ini harus tersedia server lokal di masing-masing satuan kerja Kejaksaan Negeri dan Kejaksaan Tinggi. Untuk mendukung realisasi prencanaan ini, Kejaksaan Agung juga sudah ada alokasi dana yang dibutuhkan untuk mewujudkan pengembangan sistem informasi penanganan perkara, yakni anggaran pengembangan aplikasi CMS, termasuk dana implementasi pilot project juga telah tersedia, yang akan diimplementasikan secara bertahap di seluruh satuan kerja. Terkait rencana pengembangan sistem peradilan pidana terpadu yang berbasis teknologi informasi yang mengintegrasikan sistem informasi semua komponen peradilan pidana, Kejaksaan Agung sangat mendukung agar rencana tersebut dapat direalisasikan. Namun demikian perlu dipertimbangkan ketersediaan sumber daya manusia yang baik dan memiliki pengalaman dalam membangun dan mengembangkan sistem dan tidak tergantung pada vendor. Manfaat yang diinginkan Kejaksaan dengan adanya sistem peradilan pidana terpadu berbasis teknologi informasi adalah terintegrasinya data penegakan hukum, mempercepat koordinasi, mengurangi hambatan birokrasi, dan transparansi informasi publik. Kejaksaan Agung berharap agar rencana pengembangan sistem peradilan pidana terpadu yang akan dikembangkan, sebaiknya merupakan sebuah sistem yang sangat besar dan terintegrasi antar instansi penegak hukum, serta dengan jaringan WAN yang stabil dan kuat. Selain itu, Kejaksaan Agung berharap agar penyediaan jaringan untuk seluruh instansi penegak hukum terkait integrasi sistem informasi dikelola satu instansi yaitu Kemenkominfo, dan server pusat data dan aplikasi dikelola oleh Kemenko Polhukam Pengadilan Mahkamah Agung telah mempunyai rencana pengembangan sistem informasi penanganan perkara berupa pengembangan jaringan agar terkoneksi dengan instansi penegak hukum lain dan melakukan full automisasi dalam administrasi perkara di Pengadilan. Dengan menggunakan jaringan Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 118

120 Direktorat Hukum dan HAM tersebut, diharapkan pusat dapat mengunakan data yang di input di pengadilan hingga sampai posisi terakhir status perkara. Namun demikian untuk realisasi program tersebut, belum ada alokasi dana di Mahkamah Agung untuk mewujudkan pengembangan sistem informasi penanganan perkara. Saat ini, sedang disiapkan blueprint Mahkamah Agung yang masih dalam proses penyiapan infrastruktur. Terkait rencana pengembangan sistem peradilan pidana terpadu yang berbasis teknologi informasi dengan mengintegrasikan sistem informasi semua komponen sistem peradilan pidana, Mahkamah Agung mendukung rencana tersebut dan akan melakukan segala upaya agar hal tersebut dapat terwujud dengan segera. Manfaat yang diinginkan Mahkamah Agung dengan adanya sistem peradilan pidana terpadu berbasis teknologi informasi adalah proses peradilan akan lebih cepat dan tidak ada lagi input data yang sama, termasuk data putusan akan segera dipergunakan di Lembaga Pemasyarakatan sebagai bahan acuan penahanan. Selain itu, data tilang dari Kepolisian dapat dipergunakan di aplikasi pengadilan. Mahkamah Agung mengharapkan agar sistem peradilan pidana terpadu yang akan dikembangkan memperhatikan kebutuhan infrastruktur dan sumber daya yang cukup, karena hal tersebut akan memberikan dampak yang besar dalam penerapan sistem peradilan terpadu Pemasyarakatan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan telah mempunyai rencana pengembangan sistem informasi dengan mengembangkan SDP Bapas terkait SPPA, melakukan perbaikan kualitas data, merancang kebijakan nasional, dan melakukan komunikasi data dengan instasi penegak hukum lain. Untuk merealisasikan program tersebut, di Direktorat Jenderal Pemasyarakatan saat ini belum tersedia alokasi dana yang dibutuhkan untuk mewujudkan pengembangan sistem informasi. Program pengembangan sistem informasi yang telah ada di Lembaga Pemasyarakatan saat ini masih didukung oleh anggaran dari lembaga donor. Terkait rencana pengembangan sistem peradilan pidana terpadu yang berbasis teknologi informasi dengan mengintegrasikan sistem informasi semua komponen peradilan pidana, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan berharap agar rencana pengembangan sistem peradilan pidana terpadu tersebut mengakomodir seluruh data penahanan sampai dengan putusan agar terdokumentasi dengan baik. Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 119

121 Direktorat Hukum dan HAM Manfaat yang diinginkan oleh Lembaga Pemasyarakatan dengan adanya integrasi sistem informasi dalam sistem peradilan pidana terpadu diharapkan agar dapat menjadi sarana validasi data penahanan optimal, koordinasi proses penahanan dan pelaksanaan hasil putusan menjadi lebih baik, serta implementasi sistem peradilan pidana anak akan menjadi lebih baik. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan mengharapkan agar pengembangan sistem informasi peradilan pidana hendaknya melibatkan Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam penggunaan integrasi manajemen perkara dan pertukaran data antar instansi, sehingga tidak ada akses langsung antar aplikasi pada tiap-tiap instansi. Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 120

122 Direktorat Hukum dan HAM Perencanaan dan Pengembangan Integrasi Sistem Informasi Penanganan Perkara dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu Aspek-aspek Integrasi Sistem Pengembangan dan perencanaan integrasi sistem informasi penanganan perkara dalam sistem peradilan pidana terpadu dilandasi oleh beberapa aspek, diantaranya sebagai berikut: 1. Aspek Kebijakan dan Hukum; aspek kebijakan dan hukum merupakan dasar utama untuk realisasi integrasi sistem untuk pengembangan sistem informasi. Kebijakan telah dikeluarkan oleh Presiden, diantaranya telah tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun Melalui Inpres tersebut, Presiden memberikan instruksi agar melakukan kajian pengembangan sistem database penanganan perkara secara terpadu di semua lembaga penegak hukum. Instruksi Presiden ini dimaksudkan untuk adanya kesepakatan bersama semua lembaga penegak hukum untuk menggunakan sistem database penanganan perkara berbasis teknologi informasi. Atas dasar instruksi Presiden ini, telah ditandatangani Naskah Kesepahaman tentang Pengembangan Sistem Database Penanganan Perkara Tindak Pidana secara Terpadu berbasis Teknologi Informasi oleh semua komponen peradilan pidana dan kementerian/lembaga yang terkait. Ke depan, agar mempunyai dasar hukum yang lebih kuat dalam implementasinya, maka diperlukan peraturan perundang-undangan yang dapat menjadi dasar bagi pelaksanaan integrasi sistem informasi dalam penanganan perkara pidana ini. Dasar hukum tersebut dapat berupa Peraturan Presiden, Peraturan Pemerintah atau jika diperlukan dapat Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 121

123 Direktorat Hukum dan HAM diperkuat dengan undang-undang. Patut menjadi catatan bahwa pengembangan sistem informasi dalam penanganan perkara pidana ini harus merujuk pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) serta undang-undang yang mengatur tentang kelembagaan, tugas dan fungsi masing-masing komponen peradilan pidana. 2. Aspek perencanan; perencanaan dilakukan oleh internal masing-masing komponen maupun perencanaan bersama yang melibatkan semua komponen. Perencanaan diperlukan untuk realisasi pengembangan sistem yang mencakup perencanaan kegiatan dan langkah-langkah, perencanaan pengadaan sarana dan prasarana serta perencanaan anggaran. Dokumen perencanaan yang dibuat bersama oleh komponen peradilan pidana beserta kementerian/lembaga yang terkait akan menjadi dasar pelaksanaan realisasi pengembangan sistem informasi. 3. Aspek organisasi; organisasi adalah aspek tentang kelembagaan pengelola sistem informasi di masing-masing komponen yang saat ini telah ada dan kelembagaan pengelola atau administrator/koordintaor sistem manajemen informasi terpadu atau yang telah terintegrasi yang digunakan secara bersama. Aspek kelembagaan ini perlu disepakati bersama diantara komponen peradilan pidana dan kementerian/lembaga terkait. Sebagaimana telah dijelaskan dalam Bab 2.4. bahwa kelembagaan organisasi pengelola sistem informasi merupakan salah satu faktor penting yang perlu kesepakatan bersama. 4. Aspek Standar Operating Procedure (SOP); SOP adalah serangkaian instruksi tertulis yang dibakukan (terdokumentasi) untuk mengatur proses penyelenggaraan administrasi dalam sebuah instansi meliputi bagaimana, siapa dan kapan sebuah aktivitas harus dilakukan. Di dalam SOP masingmasing internal komponen terdapat irisan-irisan yang melibatkan pihak komponen lainnya. Di Kepolisian, SOP pelaksanaan administrasi perkara diatur dalam Perkap 14 Tahun 2012 tanggal 25 Juni tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana dan Perkab No 3 Tahun 2014 tanggal 28 Februari 2014 tentang SOP Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana. Di Kejaksaan diatur dalam PER-036/A/JA/09/2011 tanggal 30 September 2011 tentang SOP Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum. Di Pengadilan diatur dalam Keputusan Ketua MA RI No. KMA/032/IV/2006 tentang Pemberlakuan Buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan. Sedangkan di Lembaga Pemasyarakatan, belum ditemukan SOP yang mengatur administrasi secara detail dan komprehensif, sehingga mengacu pada UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 122

124 Direktorat Hukum dan HAM pemasyarakatan, Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan, Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 tentang Perubahan Pertama Peraturan Pemerintahan Nomor 32 Tahun 1999, Peraturan Pemerintahan Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Peraturan Pemerintahan Nomor 32 Tahun 1999, Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor M.01.PK Tahun 2007 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat. Selain SOP masing-masing komponen yang berlaku untuk internal kelembagaan, dalam sistem informasi terpadu yang akan digunakan bersama juga diperlukan SOP bersama yang akan menjadi panduan operasional bagi semua komponen. 5. Aspek Teknologi (aplikasi dan infrastruktur). Aplikasi (software) dan infrastruktur (hardware) adalah dua komponen yang menyusun sebuah sistem informasi. Dari sisi aplikasi (software), masing-masing komponen/instansi penegak hukum perlu mengembangkan sebuah aplikasi yang sesuai dengan tupoksi dan bisnis proses yang ada di instansi tersebut. Data dari aplikasi-aplikasi itulah yang nantinya akan ditransaksikan dengan instansi penegak hukum lainnya, sehingga masing-masing memiliki kewajiban untuk menyediakan data yang valid, lengkap dan terkini. Selain itu, aplikasi juga harus memiliki tingkat interoperabilitas yang tinggi, yang berarti sejak awal dikembangkan, aplikasi sudah memperhitungkan adanya kemungkinan-kemungkinan untuk berinteraksi dengan aplikasi lainnya, sehingga ketika integrasi dilakukan, tidak membutuhkan penyesuaian (update) yang signifikan. Untuk kebutuhan infrastruktur (hardware), masing-masing instansi perlu mempersiapkan sebuah sistem jaringan yang memadai. Sistem jaringan yang dimaksud adalah jaringan LAN yang memadai, akses internet yang stabil, dan perangkat server sebagai tempat menampung data sekaligus sebagai titik-titik integrasi data. Titik-titik integrasi tidak hanya antar lembaga di pusat, melainkan hingga di daerah-daerah (Polres dengan Kejaksaan Negeri, Kejaksaan Negeri dengan Pengadilan Negeri, dll), sehingga software dan hardware yang dibangun juga harus menjangkau satuan kerja di daerah-daerah. Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 123

125 Direktorat Hukum dan HAM 6. Aspek Implementasi Pada prinsipnya, sistem integrasi hanya menghubungkan sistem eksisting yang telah ada di masing-masing komponen/instansi penegak hukum, sehingga antar sistem yang satu dapat berkomunikasi dengan yang lain melalui protokol tertentu. Oleh karena itu, masing-masing sistem eksisting harus sudah berhasil diimplementasikan dengan baik agar siap diintegrasikan dengan sistem yang lain. Dengan kata lain, sistem eksisting harus berhasil menyelesaikan masalah dan memenuhi kebutuhan internal instansi terlebih dahulu, sebelum menjawab tantangan untuk menyelesaikan masalah yang lebih global. Keberhasilan implementasi sangat ditentukan oleh peran pimpinan dalam organisasi, kebijakankebijakan institusi, kesesuaian sistem dengan kebutuhan user dan kondisi infrastruktur Strategi dan Langkah Integrasi Untuk realisasi pengembangan sistem peradilan pidana terpadu yang berbasis teknologi informasi, maka diperlukan strategi dan langkah-langkah sebagai berikut: Langkah Strategis Langkah strategis dilakukan dengan beberapa kegiatan sebagai berikut: a. Penilaian tentang kebutuhan pengembangan sistem peradilan pidana terpadu yang berbasis teknologi informasi. Penilaian ini penting agar dapat memastikan bahwa pengembangan dan integrasi sistem informasi ini benar-benar merupakan kebutuhan bersama dan juga merupakan kebutuhan untuk penegakan hukum. Penilaian tentang pengembangan sistem peradilan pidana terpadu yang berbasis teknologi informasi sudah menjadi bagian dari kajian ini. b. Penilaian tentang sistem informasi yang dimiliki oleh masing-masing komponen saat ini, penilaian ini untuk mengetahui kondisi yang sebenarnya tentang keadaan dan keberadaan sistem informasi yang dimilikii oleh masing-masing komponen. Penilaian ini penting sebagai dasar untuk perencanaan dan pengembangan. Penilaian tentang sistem informasi masing-masing komponen sudah merupakan bagian dari kajian ini. c. Membangun kesepahaman seluruh komponen sistem peradilan pidana (instansi penegak hukum) serta kementerian/lembaga yang terkait. Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 124

126 Direktorat Hukum dan HAM Kesepahaman yang sama tentang pengembangan sistem peradilan pidana terpadu berbasis teknologi informasi ini sangat penting agar masingmasing komponen dan lembaga menyadari tugas dan fungsinya dalam realisasi pengembangan sistem ini. Dalam hal ini telah terdapat Naskah Kesepahaman bersama yang telah ditandatangani oleh semua komponen dan kementerian/lembaga terkait. Kesepahaman antar komponen harus terus dijaga dengan melakukan koordinasi secara intensif dan berkesinambungan. d. Membentuk Tim Terpadu atau Tim Koordinasi yang melibatkan seluruh komponen dan lembaga/kementerian yang terkait. Tim ini diperlukan sebagai tim pengarah dan tim koordinasi untuk membahas dan membicarakan berbagai hal untuk realisasi pengembangan sistem peradilan pidana terpadu berbasis teknologi informasi. Keberadaan tim ini sangat penting karena merupakan wadah dan sarana berkomunikasi dan untuk membicarakan setiap permasalahan yang ada secara cepat. e. Merumuskan konsep atau formulasi sistem integrasi, rumusan konsep dan formual integrasi sistem informasi diperlukan untuk adanya sebuah sistem yang mampu secara efektif menjadi sarana komunikasi dan informasi antar komponen. Secara umum konsep dan sistem integrasi merupakan bagian dari kajian ini yang juga telah tersaji dalam laporan ini. Namun secara lebih komprehensif dan rinci perlu adanya rumusan serta langkah-langkah yang lebih detail yang menjadi acuan bersama untuk realisasi pengembangan sistem peradilan pidana terpadu berbasis teknologi informasi Langkah Institusional Langkah institusional yang perlu dipersiapkan untuk implementasi pengembangan sistem informasi sebagai berikut: a. Menetapkan Institusi yang Mengelola Sistem Integrasi Menetapkan institusi pengelola sistem, koordinator atau pusat administrasi dapat dilakukan dengan menilai dan menelaah komponen/instansi mana yang memiliki tingkat kebutuhan yang tinggi dan mendapatkan manfaat yang cukup besar apabila sistem integrasi ini berjalan dengan baik. Dengan memiliki tingkat kebutuhan dan manfaat yang besar, maka instansi tersebut akan memiliki sense of belonging yang tinggi terhadap aplikasi sehingga diharapkan dapat menjadi salah satu kunci keberhasilan implementasi sekaligus sebagai trigger bagi instansi lainnya. Selain pendekatan di atas, institusi pengelola juga bisa ditentukan dengan melihat Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 125

127 Direktorat Hukum dan HAM institusi mana yang memiliki strength lebih besar untuk mendorong, mengontrol dan mengawasi institusi yang lain. b. Menetapkan manajemen dan personil Sistem Integrasi Masing-masing instansi perlu membentuk tim khusus untuk mengelola sistem, khususnya perangkat server dan jaringan, tujuannya adalah agar sistem tidak down ketika diakses oleh instansi lain. Tim yang ditunjuk bisa terdiri dari tim administrator jaringan Langkah Teknis Langkah teknis dalam pengembangan sistem peradilan pidana terpadu berbasis teknologi informasi dilakukan dengan langkah sebagai berikut: a. Membuat Analisa dan Desain Sistem Integrasi Pada tahap ini dilakukan kegiatan analisa dan desain sistem integrasi. Tujuan dari tahap ini adalah untuk membuat sebuah model sistem yang siap untuk diproses ke tahap selanjutnya, yaitu develop sistem. Didalam tahap analisis sistem terdapat langkah-langkah dasar yangharus dilakukan oleh analis sistem yaitu sbb: 1. Identify, yaitu mengidentifikasikan masalah, antara lain: Mengindentifikasikan penyebab masalah Mengidentifikasikan titik keputusan Mengidentifikasikan personil-personil kunci 2. Understand, yaitu memahami kerja dari sistem yang ada Menentukan jenis penelitian Merencanakan jadual penelitian Mengatur jadwal wawancara Mengatur jadwal observasi Mengatur jadwal pengambilan sampel Membuat penugasan penelitian Membuat agenda wawancara Mengumpulkan hasil penelitian Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 126

128 Direktorat Hukum dan HAM 3. Analyze, yaitu menganalis sistem Menganalisis kelemahan Sistem Menganalisis kebutuhan Informasi pemakai/manajemen 4. Report, yaitu membuat laporan hasil analisis Tujuan : Pelaporan bahwa analisis telah selesai dilakukan Meluruskan kesalah-pengertian mengenai apa yang telah ditemukan dandianalisis oleh analis sistem tetapi tidak sesuai menurut pihak user Meminta pendapat-pendapat dan saran-saran dari pihak manajemen Meminta persetujuan kepada pihak manajemen untuk melakukan tindakan selanjutnya. Menganalisa interaksi obyek dan fungsi pada sistem. Menganalisa data dan membuat skema database. Merancang user interface. Pada tahap desain sistem dilakukan kegiatan sebagai berikut: 1. Membuat desain arsitektur integrasi sistem yang akan digunakan. 2. Menentukan jenis integrasi data yang digunakan. 3. Membuat pemodelan sistem integrasi, salah satunya dengan menggunakan tool UML (Unified Model Language). b. Membangun Aplikasi Sistem Integrasi Membangun aplikasi sistem integrasi dilakukan dengan: Pembuatan aplikasi web serviceuntuk kebutuhan integrasi data sesuai dengan desain arsitektur dan model yang telah ditentukan. Pengujian dan perbaikan aplikasi (debugging). c. Membangun infrastruktur Sistem Integrasi Infrastruktur sistem integrasi menyesuaikan dengan jenis dan arsitektur integrasi data yang dipilih.dalam sistem integrasi, perangkat yang memiliki peranan sentral adalah web server. Di dalam web server inilah aplikasi web service akan diinstal. Aplikasi web service akan melayani request dari Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 127

129 Direktorat Hukum dan HAM sumber data satu dan mengirim response ke sumber data yang lain. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membangun infrastruktur adalah: Pemilihan teknologi yang tepat guna, handal dan membuka peluang untukmeningkatkan kinerja. Penggunaan perangkat yang mempunyai kemampuan transmisi kecepatantinggi, berkapasitas besar dan memiliki coverage area yang luas. Tersedianya keamanan serta kecepatan transmisi data yang tinggi dalamsuatu struktur jaringan. Kemampuan untuk menunjang semua sistem operasi antara lain File Sharing, On Line Transaction Process serta Distributted Processing. Kemudahan dalam monitoring dan management jaringan. d. Perencanaan implementasi Sistem Integrasi Setelah aplikasi web service beserta infrastruktur telah final, maka proses selanjutnya adalah mengimplementasikannya secara bertahap ke pemakai layanan, dalam hal ini adalah para instansi penegak hukum Langkah Politis Selain langkah-langkah operasional juga diperlukan langkah politis, yaitu dengan: a. Untuk mewujudkan Sistem Peradilan Pidana Terpadu yang berbasis teknologi informasi diperlukan adanya komitmen dan dukungan semua pihak, termasuk lembaga legislatif. Perlunya adanya dukungan politis dari DPR RI diperlukan terkait dengan fungsi legislasi dan fungsi anggaran. Kegiatan pengembangan sistem peradilan pidana terpadu yang berbasis teknologi informasi akan lebih berdaya guna jika didukung dengan produk legislasi berupa undang-undang, baik undang-undang yang sudah ada maupun undang-undang yang akan dibentuk. Saat ini DPR RI sedang mempersiapkan untuk pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang KUHAP, sehingga diharapkan pengembangan sistem peradilan pidana terpadu yang berbasis teknologi informasi dapat terakomodir dalam KUHAP agar lebih berdaya guna dan berhasil guna. Selain produk legislasi, juga diperlukan dukungan dari DPR RI berupa penyediaan anggaran untuk realisasi pengembangan sistem peradilan Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 128

130 Direktorat Hukum dan HAM pidana terpadu berbasis teknologi informasi. Kegiatan integrasi sistem akan membutuhkan dana yang relatif besar, oleh karena itu perlu disediakan dalam APBN yang dalam proses pembahasannya perlu persetujuan DPR RI. b. Melibatkan publik dalam setiap proses (Lembaga penelitian, perguruan tinggi, LSM, Lembaga Profesi dll), pelibatkan publik dan masyarakat perlu dilakukan untuk menjadi bagian dalam kegiatan ini. Masyarakat sebagai elemen utama perlu didorong partisipasinya serta perannya untuk melakukan kontrol terhadap rencana pengembangan sistem peradilan pidana terpadu berbasis teknologi informasi. c. Publikasi setiap kegiatan integrasi, publikasi ini merupakan bagian dari proses transparansi agar masyarakat memahami dan ikut serta berperan memberikan dukungan maupun melakukan pengawasan Opsi-opsi Standarisasi Sistem Konsep integrasi sistem adalah suatu konsep sistem yang dapat saling berhubungan satu dengan yang lain dengan berbagai cara yang sesuai dengan keperluan. Hal ini sangat bermanfaat bila suatu data dalam file suatu sistem diperlukan juga oleh sistem yang lainnya atau output suatu sistem menjadi input sistem lainnya. Standarisasi sistem dapat dilakukan dengan beberapa alternatif pilihan, diantaranya sebagai sebagai berikut: a. Pendekatan Best Practise Pendekatan ini memilih salah satu sistem yang memiliki tingkat keberhasilan implementasi yang tinggi dan sesuai dengan kriteria-kriteria integrasi sistem untuk dijadikan sebagai acuan/standar yang harus diikuti oleh sistem yang lain. Kelemahan pendekatan ini adalah adanya resistensi atau belum tentu dapat diterima oleh komponen/instansi yang lain karena salasan tertentu. b. Pendekatan Total dan Homogen Pendekatan ini dilakukan dengan membangun standar baru, suatu fondasi yang harus diikuti oleh sistem apapun yang dibangun di atasnya. Komponen yang homogen diharapkan mempermudah dan mempercepat proses integrasi, namun kelemahannya adalah tingginya biaya dan implementasi membutuhkan waktu yang panjang (tergantung kematangan TI suatu organisasi). Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 129

131 Direktorat Hukum dan HAM c. Pendekatan Bertahap Pendekatan ini dilakukan dengan membangun standar baru, namun demikian sambil melakukan update minor pada sistem eksisting agar dapat bersinergi satu sama lain, integrasi dilakukan oleh sebuah sistem pengintegrasi, dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: Mulai dari bawah dan memanfaatkan sistem informasi existing; Sistem informasi-sistem informasi dirangkai mengikuti pola integrasi dan kebutuhan informasi akan datang; Butuh waktu yang lama dan konsisten agar tidak gagal; Relatif lebih murah; dan Butuh strategi khusus non teknis termasuk political will dari pimpinan Kriteria Standar Sistem Standar sistem harus dilakukan dan disesuaikan dengan kriteria sistem sebagai berikut: 1. Sistem yang dibangun harus mencerminkan dan mengakomodasi seluruh tugas pokok dan fungsi yang ada pada instansi tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Sistem yang dibangun tidak hanya sebuah sistem informasi yang berfungsi sebagai alat input data, melainkan harus bermanfaat dan disesuaikan dengan bisnis proses yang ada pada instansi tersebut. 3. Karena produk hukum dari proses penegakan hukum adalah dokumen, maka sistem yang dibangun harus dapat menjadi solusi bagi permasalahan yang berhubungan dengan dokumen (document solution). 4. Sistem yang dibangun tidak hanya mengintegrasikan antar lembaga penegak hukum di Pusat (Polri, Kejagung, MA dan Menkumham), melainkan harus meliputi seluruh instansi penegak hukum di daerah dan tidak terbatas pada instansi yang terkait pada pidana umum.. Pengembangan sistem informasi sampai pada organisasi tingkat level paling bawah secara umum untuk semua peradilan pidana digambarkan pada gambar berikut: Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 130

132 Direktorat Hukum dan HAM 5. Pada masing-masing sistem yang dimiliki oleh komponen sistem peradilan pidana harus tersedia data minimal yang dibutuhkan untuk keperluan integrasi, yaitu: Untuk Kepolisian, minimal tersedia: Data SPDP Data Profil lengkap Tersangka Data Penahanan oleh Penyidik Data Barang Bukti Data Saksi Data Penyidik Data Sita/Geledah Data Berkas Untuk Kejaksaan, minimal tersedia: Data Berkas Data Dakwaan Data Penahanan oleh PU Data Penelitian Berkas Data Dakwaan Data Tuntutan Data Eksekusi Data Uang Pengganti Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 131

133 Direktorat Hukum dan HAM Untuk Pengadilan, minimal tersedia: Data Perkara Data Penahanan oleh Ketua/Hakim Data Hakim Data Sidang Data Putusan Data Penetapan Data Banding Data Kasasi Data PK Data tentang Kimwasmat Untuk Lapas, minimal tersedia data: Data Transaksi Tahanan (keluar masuk Tahanan) Catatan: dalam gambar bagan di atas digambarkan secara keseluruhan hubungan antara instansi dalam rangka pelaksanaan SPPT. Namun demikian sebagai langkah awal dalam pengintegrasian proses penanganan perkara pidana sebagaimana dalam ruang lingkup kajian ini baru terbatas dalam integrasi database penanganan perkara antar Polisi, Kejaksaan, Pengadilan dan Pemasyarakatan. Pengintegrasian database penanganan perkara oleh PPNS dan instansi lain seperti BNN dll diharapkan akan dapat terlaksana apabila instansi utama tersebut sudah terintegrasi dengan baik. Demikian juga dalam penanganan tindak pidana korupsi oleh KPK pengintegrasian database penanganan perkaranya juga tidak masuk dalam ruang lingkup kajian ini Jenis-jenis Integrasi Data Integrasi level Data Integrasi level data, yaitu model integrasi data yang dilakukan langsung pada database atau struktur data dari aplikasi dengan mengabaikan presentasi dan business logic ketika membuat integrasi. Integrasi level data memusatkan pada perpindahan data antara aplikasi dengan tujuan membagi data yang sama ke beberapa aplikasi yang berbeda. Dari sudut pandang teknis, integrasi level data ini secara relatif lebih sederhana yang sudah sangat dikenal oleh kebanyakan developer. Mengakses basis data lebih mudah dan ada beberapa tool yang memudahkan sharing data dan mempercepat proses. Selain itu, integrasi level data tidak memerlukan perubahan aplikasi. Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 132

134 Direktorat Hukum dan HAM Integrasi data merupakan proses mengkombinasikan dua atau lebih set data agar mempermudah dalam berbagi dan melakukan analisis, dalam rangka mendukung manajemen informasi di dalam sebuah lingkungan kerja. Integrasi data menggabungkan data dari berbagai sumber database yang berbeda ke dalam sebuah gudang data (data warehouse), seperti gamber berikut: Gambar 1: Integrasi Data (Juric,2007) Integrasi Aplikasi Integrasi aplikasi memusatkan pada sharing fungsionalitas logic bisnis, dan tidak hanya data murni seperti pada integrasi level data. Integrasi aplikasi biasanya dicapai melalui penggunaan application programming interfaces (APIs). Aplikasi yang mengekspose fungsionalitasnya melalui API dapat mengakses ke fungsionalitas secara programatik tanpa menggunakan user interface. Tujuan integrasi aplikasi dua yaitu memahami dan menggunakan API untuk mengakses fungsionalitas yang dibutuhkan, dan membungkus teknologi yang berbeda yang digunakan untuk API dan aksesnya. Akses ini menggunakan services untuk mengekspose interface (API), seperti pada gambar berikut: Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 133

135 Direktorat Hukum dan HAM Gambar 2: Integrasi Apikasi (Juric,2007) Integrasi Proses Bisnis Integrasi proses bisnis memungkinkan dukungan proses bisnis dalam interprise dimana solusi yang ada merupakan bagian dari langkah proses bisnis. Integrasi ini mengekspose fungsionalitas sebagai abstraksi dari meto de bisnis melalui interface. Integrasi proses bisnis menampilkan sistem informasi enterprise seperti yang diinginkan atau seperti yang akan dibangun jika dapat membangunnya secara baru, dengan kebutuhan yang jelas untuk apa sistem integrasi ini diinginkan dengan dukungan teknologi modern. Ini berarti bahwa interface sistem informasi didasarkan pada arsitektur dengan desain yang baru. Namun fungsionalitasnya tidak diimplementasikan ulang melainkan cukup menggunakan aplikasi yang ada. Aplikasi yang sudah ada dimodelkan ulang agar dapat mengekspose fungsionalitas pada lapisan proses bisnis dan sesuai dengan arsitektur aplikasi modern. Akhirnya potongan-potongan yang berbeda direkatkan bersama, biasanya menggunakan pemodelan proses bisnis dan bahasa eksekusi (Execution Langage), semacam BPEL (Busines process execution language). Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 134

136 Direktorat Hukum dan HAM Gambar 3: Integrasi Proses Bisnis (Juric, 2007) SOA,BPEL, dan teknologi terkait membuka kesempatan untuk membuat sistem informasi terintegrasi lebih fleksibel dan beradaptasi dengan perubahan proses bisnis. Sistem informasi dengan cara ini dapat lebih kokoh, menyediakan dukungan yang lebih baik untuk perubahan kebutuhandan lebih dekat dengan kebutuhan bisnis Alternatif Arsitektur Integrasi Data Menurut Juric (2007) 94, ada empat arsitektur integrasi yaitu 1) point-to-point, 2) hub-and-spoke, 3) enterprise message bus (JMS) dan 4) ESB / SOA. Berikut ini merupakan penjelasan terhadap masing-masing arsitektur integrasi data: a. Point-to-Point Dalam integrasi ini, maka terlebih dahulu didefinisikan solusi integrasi untuk sepasang aplikasi, sehingga masing-masing ada dua end point yang akan diintegrasikan. Kemudian membangun wrapper, yaitu protokol dan atau format adapter pada satu atau kedua end point tersebut. Ini merupakan cara termudah untuk integrasi dengan catatan jumlah aplikasi yang diintegrasikan masih sedikit. Teknologi yang digunakan untuk integrasi ini biasanya adalah FTP, IIOP, remoting data batch interfaces. Keunggulan arsitektur ini adalah integrasi dilakukan secara tight coupling, sehingga kedua end points saling mengetahui pasangannya. 94 Juric, M.B., 2007, SOA Approach tointegration. Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 135

137 Direktorat Hukum dan HAM Permasalahan utama pada integrasi ini adalah masing-masing pemilik sumber data tidak mau sepenuhnya berbagi secara terbuka sepenuhnya dengan sumber data lainnya. Selain itu, model integrasi point-to-point mempunyai kelemahan tidak dapat diperluas dan sulit dalam pemeliharaan. Hal ini berkaitan dengan kompleksitas dalam mengintegrasikan secara point-to-point. Pada model integrasi secara point-to-point ini maka integrasi antara N aplikasi terhadap N aplikasi lain memerlukan jumlah antarmuka sebesar N(N-1)/2. Misalkan akan dilakukan integrasi 6 aplikasi maka akan diperlukan 15 antarmuka, sedangkan untuk melakukan integrasi 150 aplikasi maka akan diperlukan antarmuka. Dengan semakin banyaknya aplikasi yang akan diintegrasikan secara point-to-point, akan semakin sulit dilakukan modifikasi aplikasi tersebut, demikian pula dalam hal pemeliharaan aplikasi. Gambar 4: Arsitektur Integrasi point-to-point b. Hub-and-Spoke Arsitektur hub-and-spoke juga dinamakan message broker dan mirip dengan arsitektur point-to-point ditambah dengan sebuah hub (broker) yang menghubungkan seluruh aplikasi. Fitur lain dari arsitektur hub-and-spoke adalah bahwa setiap aplikasi dihubungkan dengan central hub melalui Laporan Kajian Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Dalam Rangka Penegakan Hukum 136

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA 1. Wewenang Jaksa menurut KUHAP Terlepas dari apakah kedudukan dan fungsi Kejaksaan Republik Indonesia diatur secara eksplisit atau implisit

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi diartikan sebagai penyelenggaraan atau penyalahgunaan uang negara untuk kepentingan pribadi atau orang lain atau suatu korporasi.

Lebih terperinci

RANCANGAN PENJELASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN PENJELASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PENJELASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara

Lebih terperinci

2011, No b. bahwa Tindak Pidana Korupsi adalah suatu tindak pidana yang pemberantasannya perlu dilakukan secara luar biasa, namun dalam pelaksan

2011, No b. bahwa Tindak Pidana Korupsi adalah suatu tindak pidana yang pemberantasannya perlu dilakukan secara luar biasa, namun dalam pelaksan No.655, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BERSAMA. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Koordinasi. Aparat Penegak Hukum. PERATURAN BERSAMA KETUA MAHKAMAH AGUNG MENTERI HUKUM DAN HAM JAKSA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN POLTABES LOCUSNYA KOTA BESAR KEJAKSAAN NEGERI KOTA PENGADILAN NEGERI PERISTIWA HUKUM PENGADUAN LAPORAN TERTANGKAP TANGAN PENYELIDIKAN, PEYIDIKAN BAP Berdasarkan

Lebih terperinci

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYIDIKAN BAGI PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

Lebih terperinci

PUSANEV_BPHN KEBIJAKAN ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM

PUSANEV_BPHN KEBIJAKAN ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM KEBIJAKAN ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DISKUSI PUBLIK MEMBANGUN SISTEM HUKUM PIDANA (ANAK) Denpasar Bali, 10 Agustus 2016 Pocut Eliza, S.Sos.,S.H., M.H. Kepala Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan salah satu Negara Hukum. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan salah satu Negara Hukum. Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan salah satu Negara Hukum. Hal ini ditegaskan dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. Norma ini bermakna bahwa di dalam Negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Negara juga menjunjung tinggi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.983, 2013 KEPOLISIAN. Penyidikan. Tindak Pidana. Pemilu. Tata Cara. PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENYIDIKAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUN PUSTAKA. Hukum acara pidana di Belanda dikenal dengan istilah strafvordering,

BAB II TINJAUN PUSTAKA. Hukum acara pidana di Belanda dikenal dengan istilah strafvordering, BAB II TINJAUN PUSTAKA 2.1 Pengertian Hukum Acara Pidana Hukum acara pidana di Belanda dikenal dengan istilah strafvordering, menurut Simons hukum acara pidana mengatur tentang bagaimana negara melalui

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL PERAN DAN DUKUNGAN KEJAKSAAN RI TERHADAP PRIORITAS RENCANA KERJA PEMERINTAH (RKP) TAHUN ANGGARAN 2018 Disampaikan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa keamanan dalam negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia seutuhmya yang adil, makmur, sejahtera dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral bangsa dan merugikan seluruh lapisan masyarakat, sehingga harus dilakukan penyidikan sampai

Lebih terperinci

PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MERAUKE, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Tentang Kejaksaan a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan Undang-undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 53 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN PELAKSANAAN TUGAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 53 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN PELAKSANAAN TUGAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN NOMOR 52/2014 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 53 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN PELAKSANAAN TUGAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

PERAN LEMBAGA PENEGAK HUKUM DALAM MENJAMIN KEADILAN DAN KEDAMAIAN

PERAN LEMBAGA PENEGAK HUKUM DALAM MENJAMIN KEADILAN DAN KEDAMAIAN PERAN LEMBAGA PENEGAK HUKUM DALAM MENJAMIN KEADILAN DAN KEDAMAIAN NAMA KELOMPOK : 1. I Gede Sudiarsa (26) 2. Putu Agus Adi Guna (16) 3. I Made Setiawan Jodi (27) 4. M Alfin Gustian morzan (09) 1 DAFTAR

Lebih terperinci

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual Hukum Acara Pidana dibuat adalah untuk melaksanakan peradilan bagi pengadilan dalam lingkungan peradilan umum dan Mahkamah Agung dengan mengatur hak serta

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM - 2 - BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Badan ini yang dimaksud dengan: 1. Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Mencermati Peradilan di Indonesia

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Mencermati Peradilan di Indonesia PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Mencermati Peradilan di Indonesia PENGERTIAN PERADILAN Peradilan adalah suatu proses yang dijalankan di pengadilan yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pelaksanaan mekanisme pengangkatan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pelaksanaan mekanisme pengangkatan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pelaksanaan Mekanisme Pengangkatan Pelaksanaan mekanisme pengangkatan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dilakukan sebagai berikut, yaitu: a. Pengusulan pengangkatan Penyidik

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.789, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPT. Kerjasama. Penegak Hukum. Penanganan Tindak Pidana. Terorisme PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-04/K.BNPT/11/2013

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DAN PENANGANAN ANAK YANG BELUM BERUMUR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kepolisian Republik Indonesia 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia Menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DAN PENANGANAN ANAK YANG BELUM BERUMUR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Fungsi Pra Penuntutan Terhadap Keberhasilan Pelaksanaan Penuntutan Perkara Pidana Oleh Penuntut Umum. Cakra Nur Budi Hartanto *

Fungsi Pra Penuntutan Terhadap Keberhasilan Pelaksanaan Penuntutan Perkara Pidana Oleh Penuntut Umum. Cakra Nur Budi Hartanto * Fungsi Pra Penuntutan Terhadap Keberhasilan Pelaksanaan Penuntutan Perkara Pidana Oleh Penuntut Umum Cakra Nur Budi Hartanto * * Jaksa Kejaksaan Negeri Salatiga, mahasiswa Magister (S-2) Ilmu Hukum UNISSULA

Lebih terperinci

BUPATI LUWU TIMUR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH

BUPATI LUWU TIMUR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH BUPATI LUWU TIMUR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 38 TAHUN 2014 TENTANG SEKRETARIAT PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 38 TAHUN 2014 TENTANG SEKRETARIAT PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 38 TAHUN 2014 TENTANG SEKRETARIAT PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka efektifitas

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, PERBAIKAN DR SETUM 13 AGUSTUS 2010 PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG KOORDINASI, PENGAWASAN DAN PEMBINAAN PENYIDIKAN BAGI PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: UU 28-1997 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 2, 2002 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.194, 2015 PIDANA. Diversi. Anak. Belum Berumur 12 Tahun. Pedoman. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5732). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peraturan-peraturan tentang pelanggaran (overtredingen), kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. peraturan-peraturan tentang pelanggaran (overtredingen), kejahatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketertiban dan keamanan dalam masyarakat akan terpelihara bilamana tiap-tiap anggota masyarakat mentaati peraturan-peraturan (norma-norma) yang ada dalam masyarakat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Hasil PANJA 12 Juli 2006 Dokumentasi KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI Hasil Tim perumus PANJA, santika 12 Juli

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG KOORDINASI, PENGAWASAN DAN PEMBINAAN PENYIDIKAN BAGI PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAMPINGAN SAKSI LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAMPINGAN SAKSI LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAMPINGAN SAKSI LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA LEMBAGA PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

BAB III DASAR HUKUM PEMBERHENTIAN TIDAK TERHORMAT ANGGOTA KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT PERPRES NO 18 TAHUN 2011

BAB III DASAR HUKUM PEMBERHENTIAN TIDAK TERHORMAT ANGGOTA KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT PERPRES NO 18 TAHUN 2011 BAB III DASAR HUKUM PEMBERHENTIAN TIDAK TERHORMAT ANGGOTA KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT PERPRES NO 18 TAHUN 2011 A. Prosedur tugas dan kewenangan Jaksa Kejaksaan R.I. adalah lembaga pemerintahan

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara harus berlandaskan hukum. Dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. negara harus berlandaskan hukum. Dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara hukum, yaitu bahwa setiap orang mempunyai hak dan kewajiban terhadap negara dan kegiatan penyelenggaraan negara harus berlandaskan

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG,

PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 14 TAHUN 2014 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN KARAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

ALUR PERADILAN PIDANA

ALUR PERADILAN PIDANA ALUR PERADILAN PIDANA Rangkaian penyelesaian peradilan pidana terdiri atas beberapa tahapan. Suatu proses penyelesaian peradilan dimulai dari adanya suatu peristiwa hukum, misalnya seorang wanita yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.98, 2003 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Fungsi Dan Wewenang Polri Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Hak Asasi Manusia. Oleh : Iman Hidayat, SH.MH. Abstrak

Fungsi Dan Wewenang Polri Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Hak Asasi Manusia. Oleh : Iman Hidayat, SH.MH. Abstrak Fungsi Dan Wewenang Polri Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Hak Asasi Manusia Oleh : Iman Hidayat, SH.MH Abstrak Fungsi penegakan hukum dalam rangka menjamin keamanan, ketertiban dan HAM. Dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu realita, bahwa proses sosial, ekonomi, politik dan sebagainya, tidak dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam masyarakat. Proses

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN I. UMUM PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

-2- Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik

-2- Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.248, 2016 BPKP. Pengaduan. Penanganan. Mekanisme. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG MEKANISME

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.727, 2012 LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN. Tata Cara. Pendampingan. Saksi. PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG PENANGANAN TINDAK PIDANA PERIKANAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Info Lengkap di: buku-on-line.com 1 of 14

Info Lengkap di: buku-on-line.com 1 of 14 1 of 14 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa kedaulatan berada

Lebih terperinci

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO UTARA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

STANDAR PELAYANAN PENGADILAN (SPP) DALAM LINGKUNGAN PERADILAN MILITER

STANDAR PELAYANAN PENGADILAN (SPP) DALAM LINGKUNGAN PERADILAN MILITER STANDAR PELAYANAN PENGADILAN (SPP) DALAM LINGKUNGAN PERADILAN MILITER I. KETENTUAN UMUM A. Tujuan 1. Meningkatkan kualitas pelayanan pengadilan bagi prajurit TNI dan masyarakat pencari keadilan. 2. Meningkatkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI TUBAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TUBAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG S A L I N A N BUPATI TUBAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN

Lebih terperinci

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

Lebih terperinci

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PEJABAT PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA PAREPARE

PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA PAREPARE WALIKOTA PAREPARE PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA PAREPARE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAREPARE, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENYIDIKAN PELANGGARAN PIDANA PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH DAN DEWAN

Lebih terperinci

TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penegakan hukum di

Lebih terperinci