Catatan Kuliah "Hukum Pidana" Oleh : Rudi Pradisetia Sudirdja ( ) FH UNPAS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Catatan Kuliah "Hukum Pidana" Oleh : Rudi Pradisetia Sudirdja ( ) FH UNPAS"

Transkripsi

1 1 Catatan Kuliah "Hukum Pidana" Oleh : Rudi Pradisetia Sudirdja ( ) FH UNPAS (HmI KOMISYARIAT HUKUM UNPAS & FORDISMAKUM) Catatan Kuliah Hukum Pidana ini saya dapatkan langsung, ketika saya mempelajarinya di Fakultas Hukum Universitas Pasundan Bandung. Tepatnya pada tahun Akademik 2009/2010 Semester Genap (II) dengan Dosen " Hj. Rd. Dewi Asri Yustia, S.H.,M.H.". Catatan ini pun sudah saya lengkapi dengan penjelasan dari berbagai buku, seperti : Buku Asas- Asas Hukum Pidana Karangan Dr. Andi Hamzah., S,H, Buku Asas Asas Hukum Pidana Karangan Prof Moeljatno.S.H, Buku Hukum Pidana Dalam Tanya Jawab Karangan A. Ridwan Halim S.H. dan Buku Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia Karangan Drs. P.A.FLamintang S.H Semoga catatan ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan, terutama yang sedang dan ingin mempelajari hukum pidana. HUKUM PIDANA SAP (Satuan Acara Perkuliahan) : 1. Pembaharuan Hukum pidana Indonesia 2. Asas-Asas Hukum Pidana 3. Inti Hukum Pidana 4. Alasan Penghapusan Pidana 5. Ajaran Percobaan (Poging) 6. Ajaran Penyertaan (Dellenming) 7. Ajaran Gabungan (Samenloop) 8. Ajaran Residive (Pengulangan) 1. Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia Hukum Pidana Adat Hukum Pidana Kolonial (VOC, Belanda dan Jepang) Hukum Pidana Kemerdekaan Hukum Pidana Nasional

2 2 Hukum Pidana Nasional Baru (Rancangan) Untuk pembahasan Pembaharuan hukum pidana, dosen tidak memberikan catatan, melaikan memberikan tugas membuat rangkuman kepada mahasiswa yang dapat dilihat disini. ( 2.Asas-Asas Hukum Pidana Asas legalitas / Nulum delictum Asas legalitas "Pasal 1 ayat 1 KUHP" berbunyi : Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan. # Asas legalitas memuat 3 materi : * Tidak ada perbuatan yang dapat dipidana jika tidak ada peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain harus terlebih dulu ada aturan sebelum perbuatan dilakukan. Selain itu aturanya pun harus tertulis karena UU identik dengan tulisan. * Aturan hukum pidana tidak dapat berlaku "Surut" artinya tidak dapat kembali kebelakang. Sehingga perbuatan-perbuatan sebelum ada aturan pidana tidak dapat dilakukan. * Tidak boleh ditafsirkan analogi (Dipersamakan/ dicari persamaan antara sesuatu dengan sesuatu) Lebih singkatnya materi diatas dapat disimpulkan menjadi : * Lex Scirpta: Ketentuan pidana harus dituangkan dalam perundang-undangan * Lex Certa : Rumusan delik pidana harus terinci usur-unsurnya * Lex Stricta : Larangan melakukan analogi * Non Retroaktif : Pemberlakuan hukum pidana tidak boleh berlaku surut # Tujuan asas legalitas : * Agar tercapainya kepastian hukum, karena dengan tertulis dapat dimengerti banyak orang.

3 3 * Untuk menjamin kepetingan pribadi dari keseweang-wenangan penguasa atau hakim. Dengan tertulis maka hakim tidak dapat bertindak sewenag-wenang. Asas Tempus Delicti Asas ini berkaitan dengan waktu terjadinya tindak pidana. Asas ini dapat berjalan ketika ada perubahan Peraturan UU yang setingkat, karena jika tida setingkat akan berbenturan dengan asas umum hukum yaitu asas "Lex Superiori derogat Lex Imperiori". Asas tempus delicti terdapat pada pasal 1 ayat 2 KUHP. Co : Terjadi tindak pidana kemudian ada perubahan UU, maka UU yang diterapkan adalah UU yang hukumannya paling meringankan bagi terdakwa (Asas pemidanaan) Cotoh : UU No 31 tahun 1971 diganti UU No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Asas locus delicti Asas yang berkaitan dengan tempat terjadinya tindak pidana dan juga berkaitan dengan kopentensi relatif pengadilan. Asas locus delicti dibagi menjadi 4 : * Asas teritorial adalah hukum pidana Indonesia berlaku bagi WNI dan WNA yang melakukan Tindak Pidana di wilayah Indonesia Wilayah Indonesia terdiri dari : Darat, Laut, Udara dan Extra teritorial Indonesia. Contoh : kapal berbedera Indonesia, kedutaan besar indonesia diluar negeri * Asas nasional aktif adalah hukum pidana Indonesia berlaku bagi WNI yang melakukan tindak pidana di luar wilayah Indonesia Contoh : WNI melakukan tindak pidana di luar negeri * Asas nasional pasif adalah Hukum pidana Indonesia berlaku bagi WNA yang melanggar kepentingan hukum Idonesia Contoh : WNA melakukan penggandaan uang palsu RI Pada asas nasional aktif ini selalu berbenturan dengan asas nasional aktif WNA tersebut oleh karenanya harus ada campur tangan hukum Internasional. * Asas universal adalah hukum pidana Indonesia berlaku bagi WNI dan WNA yang melanggar kepentingan hukum dunia Internasioanal

4 4 Contoh : Kasus Bom Bali, maka teroris tersebut bisa saja di adili di Autralia karena korbannya ada yg berkewarganegaraan Australi. Tetapi untuk pemilihan tempat mengadili biasanya dengan pertimbanga : Locus (tempat) negara tersebut telah dirugikan baik sisi moril maupun materil, korban, pelaku dan saksi 3. Inti dari Hukum Pidana Daad adalah Perbuatan Pidana / Tindak Pidana / Delik /Peristiwa Pidana / Criminal act Dader adalah Pertanggungjawaban Straft adalah sanksi Ajaran Neo Klasik : Daad ---> Dader ----> Straft Straft merupakan output dari daad dan dader Daad (Perbuatan Pidana / Tindak Pidana / Delik /Peristiwa Pidana / Criminal act) # Pengertian yuridis : Strafbaarfeit Memiliki sifat dapat dipidana (Moeljatno) Kriminologis : Perbuatan jahat, perbuatan yang patut dipidana * untuk peristiwa pidana (pengertiannya terlalu luas) karena tidak semua perbuatan adalah peristiwa. # Pengertian Perbuatan yang dapat dipidana yaitu perbuatan yang sesuai dengan asas legalitas (formil dan materil) # Jenis perbuatan (banyak perbuatan) * satu jenis perbuatan (tidak ada ajarannya) * dua atau lebih dari dua jenis perbuatan (ajaran concursus atau samenloop) # Bayak perbuatan (banyak pelaku) * satu orang pelaku (tidak ada ajarannya) * dua orang atau lebih dari dua orang (ajaran delenming atau Complicity) kedua hal di atas berkaitan dengan pertanggung jawaban bagi sipelaku. # Landasan daad

5 5 Memenuhi asas legalitas (formal dan materil) Formal = Sesuai dengan UU Materil = Living law (hukum yang hidup) yang didasarkan pada ideologi negara Contoh : jika oleh hukum adat, dinyatakan perbuatan tersebut harus dipidana maka dipidanalah. Dader (Pertangung jawaban) # Unsur objektif (unsur yang ada di luar diri si pelaku) * Perbuatan * Akibat * Sanksi Unsur-unsur ini harus dapat dibuktikan disamping unsur pasal A. Perbuatan * Perbuatan aktif : Perbuatan dengan cara menggerakan anggota tubuh Contoh : Mencuri, membunuh * Perbuatan pasif : Perbuatan dengan tidak menggerakan anggota tubuh Contoh : Pejaga palang pintu perlintasan kereta api lupa menutup pintu sehingga terjadi kecelakaan, dipangil menjadi saksi dipengadilan namun dia tidak hadir, meninggalkan orang yang perlu ditolong (304 KUHP) * Perbuatan dalam bentuk satu jenis perbuatan * Perbuatan dalam bentuk dua tau lebih jenis perbuatan (Concursus / Samenloop) * Perbuatan yang dilakukan satu orang * Perbuatan yang dilakuka lebih dari satu orang (Delenming / Complicity) * Perbuatan melakukan sesuatu (Comisse delic) * Perbuatan tidak melakukan sesuatu (Omisse delic) B. Akibat Hukum (Akibat yang mengadung persoalan hukum) * Akibat yang langsung : Secara kasat mata dapat dilihat dan dirasakan langsung oleh individu / masyarakat Contoh : pembunuhan, Penganiayaan

6 6 * Akibat yang tidak langsung : Tidak dapat dilihat secara kasat mata dan akibatnya tidak dirasakan langsung oleh individu atau masyarakat Contoh : Korupsi, Money laundring * Langsung / Secara tegas diatur dalam UU Contoh : Tindak Pidana penipuan dalam pasal (378 KUHP) Akibatnya : dengan sukarela menyerahkan sesuatu (dia menyadari) tetapi dengan tipu muslihat * Tidak langsung / Tidak secara tegas diatur dalam UU Co : Tindak Pidana penipuan (362 KUHP) Akibat : Tidak langsung, karena dia tidak menyadari ketika perbuatan itu dilakukan. C. Sanksi Unsur sanksi : # Diatur dalam pasal 10 KUHP : * Sanksi pokok : sanksi yang harus dijatuhkan oleh hakim, jika terbukti melakukan tindak pidana * Sanksi tambahan : sanksi yang tidak selalu harus dijatuhkan oleh hakim, sanksi ini bersifat fakultatif ( bisa dijatuhkan atau tidak). # Berkaitan dengan sistem pemidanaan yang ada di Indonesia yaitu : * Sistem alternatif : Sistem yang memilih artinya hakim di bolehkan untuk memilih salah satu dari sanksi yang ada, biasanya tindak pidana umum * Sistem Komulatif : Sanksi pidananya biasanya dua, seperti pidana mati dan denda, kurungan dan denda dan biasanya terdapat pada tinndak pidana khusus (Contoh : korupsi) # Berlakunya asas pemidanaan * Minimum umum, minimum khusus * Maksimum umum, Maksimum khusus * Minimum umum adalah sanksi pidana yang dijeratkan sanksi yang paling rendah kepada pelaku Minimum umum di Indonesia : 1 hari untuk kurungan, 1 tahun untuk penjara Hakim tidak boleh memberikan sanksi dibawah satu tahun jika ingin memberikan sanksi penjara.

7 7 * Maksimum umum adalah sanksi yang dijeratkan sanksi yang paling tinggi kepada pelaku Makasimum umum di Indonesia : Kurungan 1 tahun, penjara 20 tahun Jika hakim ingin memberikan sanksi lebih dari 20 tahun maka, tidak bisa memberikan sanksi pidana penjara harus diganti pidana mati alternatifnya pidana seumur hidup. * Maksimum khusus adalah sanksi maksimum yang diatur dalam pasal-perpasal Contoh : pasal 362 KUHP tentang pencurian maksimum khusunya dalah 5 tahun Setiap Tindak pidana memiliki maksimum khusus yang berbeda-beda * Minimum umum adalah sanksi minimum yang diatur dalam pasal-perpasal. biasanya mengenai tindak pidana khusus yang diatur diluar KUHP # Unsur Subjektif (unsur yang ada dalam diri si pelaku ) dan (unsur yang masuk pada persoalan dader) * Kesalahan (Dolus atau Culpa) * Sifat melawan hukum (Ada alasan pembenar atau tidak) * Pertanggungjawaban dan Kemampuan bertanggung jawab (dapat bertanggung jawab atau tidak) Kesalahan Kesalahan adalah keseluruhan syarat yang memberi dasar untuk adanya pertanggungjawaban dalam hukum pidana, berupa kesalahan psikis dari si pembuat dan hubungannya dengan perbuatannya. Kesalahan dibagi menjadi 2 : * Dolus yaitu kesalahan yang dilakukan dengan sengaja Syaratnya : 1. Harus terdapat kesadaran dari perbuatannya itu, baik ketika sebelum, sedang maupun setelah Tindak Pidana itu dilakukan. 2. Kesadaran terhadap akibat yang ditimbulkan 3. Adanya hubungan causal dantara niat dengan perbuatan yang dilakukan. Macam-macam dolus :

8 8 1. Dolus dengan kepastian (dilihat dari kepastian perbuatan itu) Contoh : Pembunuh, harus memiliki keyakinan dengan pisau 5 CM dapat membunuh seseorang. 2. Dolus dengan tujuan (dilihat dari tujuan perbuatan itu) Contoh: Teroris tujuannya menggoncang sebuah negara 3. Dolus dengan kemungkinan (dilihat dari kemungkinan perbuatan itu) Contoh: Teroris harus menyadari jika meledakan bom, selain target ada juga orang lain yg menjadi korbannya. * Kealpaan (Culpa) adalah kesalahan yang dilakukan dengan tidak sengaja. Syarat : 1. Kurangnya perhatian terhadap perbuatannya 2. Kurangnya perhatian terhadap akibatnya 3. Tidak ada hubungan antara niat dan perbuatan Macam-macam culpa : 1. Culpa levis (kealpaan yang cukup berat) 2. Culpa lata (kealpaan yang cukup ringan) Sifat melawan hukum Sifat melawan hukum adalah suatu perbuatan yang secara aktif (berbuat) maupun secara pasif (mendiamkan) yang melanggar ketentuan-ketentuaan UU dan atau melalaikan apa yang seharusnya dijalankan menurut UU atau juga melanggar apa yang dilarang oleh adat istiadat / kebiasaan. Macam-macam sifat melawan hukum : 1.Melawan hukum formil (melanggar ketentuan UU) 2. Melawan hukum materil (melanggar adat istiadat / kebiasaan) Sifat melawan hukum adalah unsur yang melekat pada perbuatan si pelaku. Sifat melawan hukum selalu berkaitan dengan adanya alasan pembenaran dari hukum pidana atau tidak. Pertanggungjawaban dam Kemampuan bertanggungjawab

9 9 # Pertanggungjawaban pidana * Asas umum / dasar : Geen straf zonder schuld (asas pertanggungjawaban pidana) - kesalahan secara individual (ayat 1 RUU KUHP) - Strict liability untuk tindak pidana tertentu (ayat 2 RUU KUHP) - Vicarious liability untuk keadaan tertentu (ayat 3 RUU KUHP) 1. Kesalahan individual berarti orang yang melakukan tindak pidana adalah orang yang harus mempertanggungjawabkan perbuatanya, tidak bisa dipindahkan / dialihkan kepada orang lain. Jadi dia yang melakukan kesalahan maka dialah yang harus bertanggungjawab. 2. Strict liability yaitu pertanggungjawaban secara khusus untuk kejahatan tertentu yang berkaitan dengan akibat dari perbuatannya. Contoh : kejahatan terhadap lingkungan hidup seperti : pencemaran limbah, perusakan hutan. pertanggungjawabannya harus dilakukan secara strict (langsung) oleh pelaku, karena jika menunggu kesalahan individual akan bertambah banyak korban. Bentuk dari pertanggungjawaban strict biasanya dengan pengembalian ekosistem. 3. Vicarious liability yaitu pengalihan pertanggungjawaban pidana dikarenakan keadaan tertentu. Biasanya dikarenakan adanya hubungan tertentu dalam bentuk vertikal, seperti majikan dengan pembantu, pimpinan dengan bawahan. Contoh : pembantu tidak membukakan pintu rumah karena atas perintah majikannya, dengan tidak dibukanya rumah tersebut mengakibatkan tamu meninggal karena tertabrak. Maka pertanggungjawabn itu bisa saja dialihkan kepada majikannya. # Kemampuan bertanggungjawab * Mampu bertanggungjawab Mampu bertanggung jawab berarti orang yang melakukan tindak pidana itu secara psikis maupun fisik mampu mempertanggungjawabkan perbuatan yang dilakukannya ditandai dengan tidak adanya alasan pembenar mupun alasan pemaaf dalam hukum pidana.

10 10 * Tidak mampu bertanggungjawab (Ontrekening vatbaarheid) Orang yang melakukan Tindak pidana diktakan tidak mampu bertanggungjawab dikarenakan adanya alasan yang menyebabkan orang tersebut tidak mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya. Alasan tersebut adalah : 1. Alasan pembenar yaitu alasan yang menghilangkan sifat melawan hukum dari pelaku tindak pidana tersebut. Perbuatan yang mulanya melawan hukum dibenarkan oleh hukum itu sendiri, sehingga perbuatan yang dilakukan menjadi benar. 2. Alasan pemaaf yaitu alasan yang memaafkan kesalahan dari pelaku tindak pidana tersebut. artinya pelaku tersebut tetap salah, perbuatan yang dilakukan salah namun hukum pidana memaafkan kesalahnnya dikarenakan pelaku tersebut misal : gila, cacat otak. Alasan pembenar selalu berkaitan dengan perbuatannya, sedangkan alasan pemaaf berkaitan dengan orangnya. * alasan pemaaf : 1. Diberikan kepada orang-orang tertentu meurut UU (pasal 44 KUHP) Contoh: orang yang jiwanya cacat dalam tubuhnya atau terganggu karena penyakit. Ratio dari pasal ini yaitu dikarenakan pada saat melakukan perbuatan tersebut mereka tidak mengetahui akibat dari perbuatannya, pada umumnya perbuatan tersebut dulakukan diluar kesadaran mereka. oleh karena itu mereka tidak dapat dipidana. 2. Daya paksa (overmacht) (pasal 48 KUHP) Suatu keadaan dimana sesorang dihadapkan pada suatu keadaan yang memaksa baik secara lahir maupun batin yang demikian besar, Sehingga tidak ada pilihan lagi bagi dirinya selain melakukan perbutan sebisa-bisanya untuk melindungi dirinya. Walaupun ada pilihan duaduanya sama-sama memiliki akibat hukum. Overmacht : 2 kepetingan hukum, 2 kewajiban hukum, 1 kepentingan hukum 1 kewajiban hukum. Contoh : Ada dua orang yang berebut papan ditengah laut, orang tersebut harus menyingkirkan orang lain agar dia dapat bertahan pada papan tersebut.

11 11 3. Noodweer exses (pembelaan yang melampaui batas) (pasal 49 ayat 2) Pembelaan terpaksa yang melampaui batas disebabkan oleh kegoncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman terhadap dirinya. Contoh : Seorang wanita yang hendak diperkosa oleh seorang pria, dikarenaka dia tergoncang jiwanya (panik) maka dia memukul pria tersebut hingga meninggal. 4. Perintah jabatan tanpa wewenang, tidak dipidana jika orang tersebut melakukannya dengan iktikad baik (51 ayat 2 KUHP) Alasan pembenar : 1. Noodweer (Pembelaan terpaksa) (pasal 49 ayat 1 KUHP) Pembelaan terpaksa yaitu suatu pembelaan dikarenakan ada serangan atau ancaman serangan ketika itu yang melawan hukum, terhadap diri sendiri maupun orang lain, terhadap kehormatan kesusilaan atau harta benda milik diri sendiri atau orang lain. 2. Melaksanakan perintah Undang-undang tidak dipidana Contoh : penyidik melakukan perampasan harta kekayaaan tersangka, karena perintah KUHAP. seorang anggota militer melakukan penembakan terhadap musuh, karena peritah UU Humaniter 3. Melaksanakan perintah jabatan yang diberikan penguasa yang berwenang tidak dipidana (pasal 51 ayat 1 KUHP) Co : Satpol PP melakukan penggusuran Presiden mengeluarkan kepres terhadap institusi tertentu untuk melaksanakan perintahnya tetapi (tetap harus dengan pertimbangan kepentingan negara bukan pribadi) 4. Alasan Penghapusan Pidana * Alasan penghapusan penuntutan pidana adalah Penghapusan penuntutan pidana ketika proses pidana berjalan yaitu ketika penyidikan, penuntutan. Sebelum adanya putusan hakim. * Alasan penghapusan pelaksanaan pidana adalah Penghapusan terhadap pelaksanaan pidana

12 12 yang seharusnya dijalani. Setelah ada putusan hakim. Di dalam KUHP : - Terdakwa mati (pasal 77 KUHP) - Daluarsa (pasal pasal 78 KUHP) Masa batas waktu untuk penuntutan pidana : - pidana denda, kurungan atau penjara paling lama 3 tahun, daluarsanya : 6 tahun - lebih dari 3 tahun : daluarsanya : 12 tahun - hukuman mati / seumur hidup, daluarsanya : 18 tahun # Tujuan daluarsa : - agar ada kepastian hukum bagi si pelaku - menuntut penegak hukum lebih profesioal - diperkiakaan bukti - bukti telah hilang - saksinya sudah lupa * Ne bis in idem (pasal 76 KUHP) Seseorang tidak dapat dituntut untuk kedua kalinya pada kasus yang sama Di luar KUHP : * Amnesti yaitu menghapus pelaksanaan penuntutan pidana yang diberikan oleh presiden kepada seseorang biasanya karena kejahatan politik. (Setelah putusan hakim) * Abolisi yaitu mengapus penuntutan pidana yang diberikan oleh presiden. (Sebelum putusan hakim) * Asas Voletin non vit injurie yaitu asas yang diberikan kepada orang-orang tertentu oleh hukum pidana, sehingga orang tersebut tidak dipidana. Contoh : Orang tua memukul anaknya untuk mendidik

13 13 Syarat asas ini adalah : 1. Perbuatan tersebut dianggap pantas oleh norma-norma yang lain 2. Tidak menimbulkan cacat korban 5. Ajaran Percobaan Poging (percobanbaan) (Pasal 53 KUHP) Poging adalah tindak pidana yang tidak selesai dilakukan, dikarenakan ada sesuatu diluar kehendak pelaku. * Teori poging : 1. Teori subjektif yaitu melihat dari niat jahat si pelaku, sehingga patut untuk dipidana 2. Teori objektif yaitu melihat dari perbuatan si pelaku yang telah merugikan jiwa orang lain baik psikis maupun fisik atau harta benda orang lain karena telah adanya permulaan pelaksanaan, oleh karenanya poging harus dipidana. * Syarat / unsur poging : 1. Ada niat jahat 2. Adanya permulaan pelaksanaan Perbuatan tersebut telah terlaksanakan sebagian, Jadi pelaku sudah tidak dapat mengelak / berdalih lagi. 3. Tidak selesainya perbuatan dikarenakan diluar kehendak pelaku. (bukan atas kemauan dirinya) * Alasan poging harus dipidana : 1. Karena pelaku sudah memiliki niat jahat 2. Telah merugikan orang lain, dari sisi psikis maupun fisik 3. Jika tidak dipidana di khawatirkan pelaku akan mengulanginya lagi. * Sistem pemidanaan poging :

14 14 Sistem pemidanaan untuk pelaku poging adalah Pidana pokok dari perbuatan yang dituju dikurangi 1/3. Contoh : Pembunuhan Ancaman 15 tahun penjara dikurangi 1 /3 15 (15 x 1/3) = 15-5 = 10 tahun * Poging tidak berlaku untuk seluruh Tindak pidana 1. Melakukan poging terhadap pelanggaran tidak dipidana (pasal 54 KUHP) 2. Penganiayaan (351 ayat 5 KUHP) Pelaku yang melakukan poging pada penganiayaan tidak dipidana 6. Ajaran Dellenming (Penyertaan) (pasal 55 KUHP) * Dellenming adalah ajaran tindak pidana tentang perbuatan pidana, dimana pelakunya lebih dari satu orang. (Perbuatannya satu namun pelaku lebih dari satu orang ) Dellenming dipelajari dikarenakan berkaitan dengan pertanggugjawaban si pelaku Dellenming : * Peran pelaku * Peran pembantu Kelompok pelaku (Pasal 55 KUHP) : 1. Pleger (Melakukan sendiri Tindak Pidana tersebut) 2. Doenpleger (Menyuruh) Syarat : - Ada yg menyuruh (Aktor intelektual) (dipidana) - Ada yg disuruh (Aktor Material) (tidak dipidana karena overmacht) 3. Medepleger (Turut melakukan bersama-sama)

15 15 Syarat : - Kesepakatan - Kerjasama Dengan adanya kesepakatan maka akan menimbulkan kerjasama, walaupun peran yang dilakukannya berbeda. Contoh : Kesepakatan terhadap tugas yang dilakukan - Melihat situasi - Mencongkel pintu - Mengangkut barang - Mengendarai motor 4. Uitloker (Membujuk) Syarat : - Orang yang membujuk (Urherber ) (Aktor intelektual) (dipidana) - Orang yang dibujuk (Gemite ) (Aktor material) (dipidana dikurangi 1/3, karena tidak ada hubungan antara niat dan perbuatan) Pasal 56 KUHP : 1. Medeplichtige (Membantu) Sama-sama melakukan tindak pidana dan memiliki niat yang sama. * Perbedaan antara Doenpleger (menyuruh) dan Uitloker (membujuk) - Orang yang disuruh tidak dipidana karena memiliki daya paksa (overmacht) adanya ancaman dari orang yang menyuruh. - Orang yang dibujuk dipidana karena dia melakukan perbuatan tanpa adanya ancaman, dia mau melakukan perbuatan tersebut dengan menerima imbalan dari orang yang membujuk. tetapi hukumannya dikurangi 1/3 karena tidak ada hubungan antara niat dan perbuatan yang

16 16 dilakuakan. - Orang yang menyuruh dan membujuk sama-sama dipidana (Pertanggung jawabannya sebagai pelaku tanpa ada pengurangan hukuman) Jadi kesempulannya, pada doenpleger yang di pidana hanya orang yang menyuruh saja, sedangkan pada uitloker yang dipidana kedua-duanya, tetapi yang dibujuk hukumannya dikurangi 1/3. Pembatasan orang yang membujuk hanya sampai keinginan dia ketika dia membujuk, diluar itu menjadi tanggung jawab orang yang dibujuk. Contoh : A membujuk B untuk membunuh C, maka pertanggungjawaban A hanya pada pembunuhan saja, jika B melakukan pencurian barang-barang C maka menjadi tanggung jawab B secara pribadi. 7. Ajaran Samenloop / Concursus / Complicity (Perbarengan) (Pasal KUHP) Concursus adalah ajaran hukum pidana yang berkaitan dengan pelaku tindak pidana, dimana pelaku tersebut melakukan lebih dari satu perbuatan pidana. concursus dipelajari untuk menentukan steal / sistem hukuman terhadap pelaku. * Macam-macam concursus : 1. Concursus idealis adalah Seseorang melakukan satu perbuatan pidana namun melanggar lebih dari satu ketentuan pidana. 2. Concursus realis adalah Seseorang melakukan lebih dari satu perbuatan pidana dan melanggar lebih dari satu ketentuan pidana. 3. Voortgeztte handeling adalah tindak pidana berkelanjutan. * Macam-macam Steal / Sistem hukuman Concursus : 1. Steal kumulasi murni yaitu menjumlahkan hukuman dari masing-masing tindak pidana

17 17 yang Contoh : = 18 tahun dilakukan. 2. Steal absorbsi yaitu sistem yang hanya menjatuhka hukuman pidana terberat diantara hukuman-hukuman lainya. Contoh : 3 tahun, 6 tahun, 9 tahun. Maka yang dijatuhkan adalah 9 tahun. 3. Steal absoprbsi yang dipertajam yaitu diambil hukuman yang terberat namun ditambah 1/3 hukuman terberat tersebut. Contoh : 3 tahun, 6 tahun, 9 tahun, Maka 9 + (9 x 1/3) = 12 tahun 4. Kumulasi lunak / Campuran yaitu gabungan antara kumulasi dan absorbsi yang dipertajam. cara yang digunakan adalah sistem kumulasi namun tidak boleh melebihi absorbsi yang dipertajam. * Concursus idealis yaitu satu perbuatan melanggar lebih dari satu pasal (Pasal 63 KUHP) Contoh : Seseorang membunuh menggunakan senjata api dengan korban berada didalam mobil. Secara kasat mata perbuatan tersebut hanya satu yaitu pembunuhan namun perbuatan itu melanggar lebih dari satu ketentua pidana yaitu - Pembunuhan - Perusakan barang (Perusakan kaca mobil) - Penggunaaan senjata api Maka hukuman yang dijatuhkan untuk pelaku menggunakan Steal Absorbsi murni yaitu hukuman terberat diantara hukuman lainnya. Hal ini dikarenakan menurut teori Concursus idealis perbuatan tersebut secara kasat mata hanya satu perbuatan, namun melanggar lebih dari satu ketentuan pasal. * Concursus Realis yaitu Seeorang melakukan lebih dari satu perbuatan dan melanggar lebih

18 18 dari satu ketentuan pasal Macam-macam Concursus realis : 1. Model satu : (pasal 65 KUHP) Syarat : - Dari beberapa perbuatan harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri (tidak ada hubungannya) - Apabila sanksi pidana pokonya satu jenis maka sanksi pidananya satu jenis. - Menggunakan sistem komulasi lunak / campuran yaitu jumlah sanksi yang dijatuhkan tidak boleh melebihi dari 1/3 + hukuman terberat (Pasal 65 ayat 2 KUHP) 2. Model dua : (pasal 66 KUHP) Syarat : - Dari beberapa perbuatan harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri (tidak ada hubungannya) - Apabila sangsi pidana pokok tidak sejenis - Maka sistem pemidanaan yang dijatuhkan adalah sistem kumulasi lunak yaitu kumulasi tetapi tidak boleh melebihi dari 1/3 + hukuman terberat (pasal 66 ayat 1 KUHP) Contoh : 5 tahun penjara + denda + 5 bulan kurungan Maka denda diganti oleh maksimum kurungan pengganti yang ditentukan (pasal 66 ayat 2 KUHP) Jika orang dijatuhi pidana mati atau penjara seumur hidup maka yang digunakan adalah sistem absorbsi murni (pasal 67 KUHP) artinya tidak boleh dijatuhi hukuman pokok lain, kecuali pidana tambahan seperti perampasan barang-barang tertentu. * Voorgezette handeling yaitu perbuatan yang berkelajutan (pasal 64 KUHP) syarat :

19 19 - Lebih dari satu perbuatan - Antara perbuatan dengan perbuatan lainnya harus memiliki hubungan yang sedemikian rupa sehingga dipandang sebagai perbuatan yang berlanjut - Maka sistem pemidanaan yang harus diterapkan adalah pidana pokok yang terberat (Absorbsi murni) Perbuatan berkelanjutan pada prisipnya sama dengan Concursus realis untuk perbuatan dan sama dengan Concursus idealis dalam penjatuhan sanksi 8. Ajaran Residive (Pengulangan) (Pasal 486, 487, 488 KUHP) Syarat : - Perbuatan yang dilakukan harus sejenis - Antara vonis dan tindak pidana yang kedua belum melewati 5 tahun (baik saat menjalani hukuman atau telah) - Sanksi pidana bagi residive dikenakan pidana pokok yang pertama + 1/3 Perbedaan antar Residive dan Concursus realis Residive = Tindak pidana ---- Vonis---- Tindak pidana Concursus realis = Tindak pidana----tindak pidana --- Vonis Sehingga perbedaanya dapat dilihat dari letak vonis, jika residive tindak pidana kemudian ada vonis dan melakukan pengulangan tindak pidana lagi. Sedangkan untuk Concursus realis tindak pidana kemudian tidak pidana barulah di vonis. Untuk persamaanya adalah sama-sama lebih dari satu tindak pidana. Inilah catatan kuliah, yang dapat saya berikan. Mohon maaf bila banyak kekurangan, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Semoga dapat bermanfaat bagi rekan-rekan semua semua. YAKIN USAHA SAMPAI HmI KOMISYARIAT HUKUM UNPAS & FORDISMAKUM)

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan apa yang tertuang dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana bahwa wewenang penghentian penuntutan ditujukan kepada

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT INTERNAL TIMUS KOMISI III DPR-RI DALAM RANGKA PEMBAHASAN RANCANGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA --------------------------------------------------- (BIDANG HUKUM, HAM

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah

Lebih terperinci

Kapita Selekta Ilmu Sosial

Kapita Selekta Ilmu Sosial Modul ke: Kapita Selekta Ilmu Sosial Hukum Pidana Fakultas ILMU KOMUNIKASI Finy F. Basarah, M.Si Program Studi Penyiaran Hukum Pidana Kapita Selekta Ilmu Sosial Ruang lingkup: Mengenai Hukum Pidana secara

Lebih terperinci

PEMBAHASAN SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER II TAHUN 2013/2014 MATA KULIAH HUKUM PIDANA

PEMBAHASAN SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER II TAHUN 2013/2014 MATA KULIAH HUKUM PIDANA PEMBAHASAN SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER II TAHUN 2013/2014 MATA KULIAH HUKUM PIDANA Disusun oleh MUHAMMAD NUR JAMALUDDIN NPM. 151000126 KELAS D UNIVERSITY 081223956738 KADER HmI KOMHUK UNPAS-BANDUNG KETUPLAK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Pengertian Tindak Pidana Tindak Pidana adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaranpelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan mana diancam dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini menganut asas kesalahan sebagai salah satu asas disamping asas legalitas.

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit. Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk

II.TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit. Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk II.TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk menyebutkan kata Tindak Pidana di dalam KUHP. Selain itu

Lebih terperinci

ANALISIS TERHADAP VOORGEZETTE HANDELING

ANALISIS TERHADAP VOORGEZETTE HANDELING ANALISIS TERHADAP VOORGEZETTE HANDELING DALAM PERKARA PIDANA (SUATU TINJAUAN TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PERKARA No. 184/Pid.B/2010/PN.Bgr) Oleh Fadli Indra Kusuma 010104084 (Mahasiswa Hukum

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit yang

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT TIMUS KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN) DALAM RANGKA PEMBAHASAN RANCANGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan upaya

Lebih terperinci

SOAL DAN JAWABAN TENTIR UTS ASAS-ASAS HUKUM PIDANA 2016 BY PERSEKUTUAN OIKUMENE (PO)

SOAL DAN JAWABAN TENTIR UTS ASAS-ASAS HUKUM PIDANA 2016 BY PERSEKUTUAN OIKUMENE (PO) SOAL DAN JAWABAN TENTIR UTS ASAS-ASAS HUKUM PIDANA 2016 BY PERSEKUTUAN OIKUMENE (PO) 1. Jelaskan pengertian hukum pidana menurut Moeljatno, Pompe, dan Van Hamel Jawaban: Menurut Moeljatno: Hukum Pidana

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, HASIL Rapat PANJA 25 Juli 2016 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan upaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai dengan hukuman pidana.

Lebih terperinci

Public Review RUU KUHP

Public Review RUU KUHP Public Review RUU KUHP Oleh: agustinus pohan Tujuan: Implikasi pengaturan tindak pidana korupsi dalam RUU KUHP Sejauh mana kebutuhan delik korupsi diatur dalam RUU KUHP. Latar belakang RUU KUHP KUHP dipandang

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. mencari untung. Sedangkan penipuan sendiri berdasarkan Kamus Besar Bahasa

II TINJAUAN PUSTAKA. mencari untung. Sedangkan penipuan sendiri berdasarkan Kamus Besar Bahasa II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Penipuan Penipuan berasal dari kata tipu, yang berarti perbuatan atau perkataan yang tidak jujur, bohong, atau palsu dengan maksud untuk menyesatkan, mengakali,atau

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan upaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN 2.1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Dasar dari adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dari dapat dipidananya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakim adalah aparat penegak hukum yang paling dominan dalam melaksanakan penegakan hukum. Hakimlah yang pada akhirnya menentukan putusan terhadap suatu perkara disandarkan

Lebih terperinci

POLITIK HUKUM PEMERINTAH DALAM PENYUSUNAN RUU KUHP. Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H.,M.Hum. Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional

POLITIK HUKUM PEMERINTAH DALAM PENYUSUNAN RUU KUHP. Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H.,M.Hum. Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional POLITIK HUKUM PEMERINTAH DALAM PENYUSUNAN RUU KUHP Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H.,M.Hum. Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional RKUHP (RUUHP): Politik Pembaharuan Hukum Pidana (1) ARAH PEMBANGUNAN HUKUM

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian Tindak pidana merupakan perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan melakukan suatu kejahatan atau

Lebih terperinci

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001 PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001 PERUMUSAN TINDAK PIDANA KORUPSI PENGELOMPOKKAN : (1) Perumusan delik dari Pembuat Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan upaya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana dan bersifat melawan hukum (formil, materil), serta tidak ada alasan

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana dan bersifat melawan hukum (formil, materil), serta tidak ada alasan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Di pidananya seseorang tidak cukup jika seseorang telah memenuhi unsur tindak pidana saja. Meskipun telah melakukan perbuatan yang memenuhi

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan upaya

Lebih terperinci

BAB II TINDAK PIDANA MILITER. tentang apa yang disebut dengan tindak pidana tersebut, yaitu : dilarang dan diancam dengan pidana.

BAB II TINDAK PIDANA MILITER. tentang apa yang disebut dengan tindak pidana tersebut, yaitu : dilarang dan diancam dengan pidana. BAB II TINDAK PIDANA MILITER 1. Tindak Pidana dan Unsur-Unsurnya Ada baiknya dikemukakan terlebih dahuku apa yang dimaksud dengan tindak pidana (strafbaar feit, delict, criminal act). Ada beberapa pandangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti Mengenai pengembalian barang bukti juga diatur dalam Pasal 46 KUHAP. Hal ini mengandung arti bahwa barang bukti selain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum mempunyai berbagai cara dan daya upaya untuk menjaga ketertiban dan keamanan dimasyarakat demi terciptanya

Lebih terperinci

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 1. Sanksi

Lebih terperinci

(I Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, S.H. Asas-Asas HUKUM PIDANA. di Indonesia

(I Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, S.H. Asas-Asas HUKUM PIDANA. di Indonesia -- (I Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, S.H. - Asas-Asas HUKUM PIDANA di Indonesia Daftar isi Pengantar edisi ketiga... Kata pendahuluan... Bab Satu PENGERTIAN HUKUM PIDANA... Arti kata hukum pidana... Penggolongan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi 13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi a. Peranan korporasi menjadi penting dalam tindak pidana karena sebagai akibat dari perubahan yang terjadi dalam

Lebih terperinci

POKOK-POKOK HUKUM PIDANA oleh : Susan Fitriasari Heryanto,M.Pd

POKOK-POKOK HUKUM PIDANA oleh : Susan Fitriasari Heryanto,M.Pd POKOK-POKOK HUKUM PIDANA oleh : Susan Fitriasari Heryanto,M.Pd PENGERTIAN HUKUM PIDANA Hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Setiap tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang pada dasarnya orang tersebut wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban pidana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan tertentu yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

Lebih terperinci

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN HUKUM DALAM HUKUM REKAYASA FOTO DENGAN UNSUR PENCEMARAN NAMA BAIK DI FACEBOOK, INSTAGRAM, TWETTER, BBM DAN WHATSAAP

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN HUKUM DALAM HUKUM REKAYASA FOTO DENGAN UNSUR PENCEMARAN NAMA BAIK DI FACEBOOK, INSTAGRAM, TWETTER, BBM DAN WHATSAAP 123 BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN HUKUM DALAM HUKUM REKAYASA FOTO DENGAN UNSUR PENCEMARAN NAMA BAIK DI FACEBOOK, INSTAGRAM, TWETTER, BBM DAN WHATSAAP DALAM HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM A. Persamaan hukum

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Kekuasaan kehakiman merupakan badan yang menentukan dan kekuatan kaidahkaidah hukum positif dalam konkretisasi oleh hakim melalui

Lebih terperinci

Pengantar Hukum Indonesia Materi Hukum Pidana. Disampaikan oleh : Fully Handayani R.

Pengantar Hukum Indonesia Materi Hukum Pidana. Disampaikan oleh : Fully Handayani R. Pengantar Hukum Indonesia Materi Hukum Pidana Disampaikan oleh : Fully Handayani R. Pendahuluan Istilah Hukum Pidana menurut Prof. Satochid mengandung beberapa arti atau dapat dipandang dari beberapa sudut,

Lebih terperinci

Hilangnya Sifat Tindak Pidana dan Kewenangan Menuntut Pidana. Faiq Tobroni

Hilangnya Sifat Tindak Pidana dan Kewenangan Menuntut Pidana. Faiq Tobroni Hilangnya Sifat Tindak Pidana dan Kewenangan Menuntut Pidana Faiq Tobroni Table of Content Dua macam alasan menghilangkan sifat tindak pidana menghilangkan sifat melanggar hukum Hal memaafkan si pelaku

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat

Lebih terperinci

Soal Tentir Asas-Asas Hukum Pidana 2015

Soal Tentir Asas-Asas Hukum Pidana 2015 Soal Tentir Asas-Asas Hukum Pidana 2015 Soal Pilihan Ganda 1. Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali, yang merupakan intisari dari Pasal 1 ayat 1 KUHP berisikan hal berikut kecuali.. a.

Lebih terperinci

PIDANA, ALASAN PENGHAPUS PIDANA DAN PERKEMBANGANNYA DALAM PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA

PIDANA, ALASAN PENGHAPUS PIDANA DAN PERKEMBANGANNYA DALAM PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA Hand Out Mata Kuliah Hukum Pidana Dosen Pengampu: Ahmmad Bahiej, S.H., M.Hum. PIDANA, ALASAN PENGHAPUS PIDANA DAN PERKEMBANGANNYA DALAM PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA Pidana dalam KUHP Pidana merupakan

Lebih terperinci

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengedaran Makanan Berbahaya yang Dilarang oleh Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB III PENAMBAHAN 1/3 HUKUMAN MENURUT HUKUM POSITIF. sempit yang berkaitan dengan hukum pidana. 1. suatu pembalasan tersirat dalam kata pidana.

BAB III PENAMBAHAN 1/3 HUKUMAN MENURUT HUKUM POSITIF. sempit yang berkaitan dengan hukum pidana. 1. suatu pembalasan tersirat dalam kata pidana. BAB III PENAMBAHAN 1/3 HUKUMAN MENURUT HUKUM POSITIF A. Sistem Hukuman dalam Hukum Positif 1. Pengertian Hukuman Dalam bahasa Belanda, hukuman dan pidana dikenal dengan istilah straf. Istilah hukuman adalah

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan hukum pidana nasional Negara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Menurut Roeslan Saleh (1983:75) pengertian pertanggungjawaban pidana adalah suatu yang dipertanggungjawabkan secara pidana terhadap seseorang

Lebih terperinci

Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara

Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara Pasal 104 Makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana

Lebih terperinci

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA SOAL TENTIR UAS ASAS-ASAS HUKUM PIDANA JUMAT, 20 MEI 2016 SOAL KASUS Tasya (17) merupakan seorang mahasiswi baru sebuah universitas di Depok. Setiap hari, ia pergi-pulang dari rumahnya di daerah Jakarta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu pergaulan hidup di dalam masyarakat yang teratur dan maju tidak dapat berlangsung tanpa adanya jaminan akan kepastian hukum serta penegakan hukum yang baik demi terwujudnya

Lebih terperinci

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Jenis-Jenis Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana

Lebih terperinci

Ahmad Afandi /D Kata Kunci : Penyertaan Dalam Tindak Pidana Perusakan Hutan

Ahmad Afandi /D Kata Kunci : Penyertaan Dalam Tindak Pidana Perusakan Hutan 1 PENYERTAAN DALAM TINDAK PIDANA PERUSAKAN HUTAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERUSAKAN HUTAN Ahmad Afandi /D 101 10 440 Abstrack Hutan merupakan kekayaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. diancam dengan pidana. Pembentuk undang-undang menggunakan perkataan

II. TINJAUAN PUSTAKA. diancam dengan pidana. Pembentuk undang-undang menggunakan perkataan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Jenis Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] BAB II TINDAK PIDANA KORUPSI Pasal 2 (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Perbuatan cabul yang dilakukan orang dewasa kepada anak yang masih dibawah umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dibawah Umur Pengertian anak menurut Kamus Bahasa Indonesia yang dapat disimpulkan ialah keturunan yang kedua yang berarti dari seorang pria dan seorang wanita yang

Lebih terperinci

Pengertian Hukum Pidana Sumber Hukum Pidana Asas-asas berlakunya hukum pidana Hukum Pidana dan Kriminologi Peritiwa Pidana Jenis-Jenis Hukuman

Pengertian Hukum Pidana Sumber Hukum Pidana Asas-asas berlakunya hukum pidana Hukum Pidana dan Kriminologi Peritiwa Pidana Jenis-Jenis Hukuman Pengertian Hukum Pidana Sumber Hukum Pidana Asas-asas berlakunya hukum pidana Hukum Pidana dan Kriminologi Peritiwa Pidana Jenis-Jenis Hukuman Pengertian Hukum Pidana Hukum pidana substantif/materiel dapat

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA. A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA. A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP 29 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP Indonesia merupakan negara maritim terbesar di dunia, yang mana hal tersebut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana 1. Kekuasaan Kehakiman Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan

Lebih terperinci

Pemeriksaan Sebelum Persidangan

Pemeriksaan Sebelum Persidangan Pemeriksaan Sebelum Persidangan Proses dalam hukum acara pidana: 1. Opsporing (penyidikan) 2. Vervolging (penuntutan) 3. Rechtspraak (pemeriksaan pengadilan) 4. Executie (pelaksanaan putusan) 5. Pengawasan

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN DIRJEN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM RANGKA PEMBAHASAN DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konstitus yang mengatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara

BAB I PENDAHULUAN. konstitus yang mengatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana diamanatkan dalam konstitus yang mengatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Sebagai suatu Negara yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban pidana 1. Pengertian Pidana Istilah pidana atau hukuman yang merupakan istilah umum dan konvensional dapat mempunyai arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum pidana Indonesia dengan istilah yang berbeda-beda. Diantaranya ada yang memakai

Lebih terperinci

ASAS-ASAS HUKUM PIDANA DALAM HUKUM PIDANA POSITIP

ASAS-ASAS HUKUM PIDANA DALAM HUKUM PIDANA POSITIP ASAS-ASAS HUKUM PIDANA DALAM HUKUM PIDANA POSITIP HAKIKAT MASALAH ASAS LEGALITAS, MENGATUR RUANG BERLAKUNYA HUKUM PIDANA MENURUT WAKTU : 1. ASAS LEX TEMPORIS DELICTI ATAU ASAS NON RETROAKTIF, DAN MASALAH

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari

I. PENDAHULUAN. Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari berbagai kalangan, bukan saja dalam skala nasional, tetapi juga regional bahkan global, hal

Lebih terperinci

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA A. Batasan Pengaturan Tindak Pidana Kekekerasan Fisik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana didasarkan pada asas kesalahan (culpabilitas), yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana didasarkan pada asas kesalahan (culpabilitas), yang 20 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana didasarkan pada asas kesalahan (culpabilitas), yang didasarkan pada keseimbangan monodualistik bahwa asas kesalahan yang didasarkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Tindak Pidana Pembunuhan Berencana 2.1.1. Pengertian Tindak Pidana Pembunuhan Berencana Pembunuhan berencana sesuai Pasal 340 KUHP adalah suatu pembunuhan biasa seperti Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan pengguna jalan raya berkeinginan untuk segera sampai. terlambat, saling serobot atau yang lain. 1

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan pengguna jalan raya berkeinginan untuk segera sampai. terlambat, saling serobot atau yang lain. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan alat transportasi mengalami perkembangan, terutama penggunaan kendaraan roda dua dan roda empat. Hal ini mengakibatkan kepadatan lalu lintas, kemacetan,

Lebih terperinci

BAB III PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PENCEMARAN NAMA BAIK AKIBAT TRIAL BY THE PRESS. 3.1 Pertanggungjawaban Dalam Hukum Pidana

BAB III PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PENCEMARAN NAMA BAIK AKIBAT TRIAL BY THE PRESS. 3.1 Pertanggungjawaban Dalam Hukum Pidana BAB III PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PENCEMARAN NAMA BAIK AKIBAT TRIAL BY THE PRESS 3.1 Pertanggungjawaban Dalam Hukum Pidana Seseorang disebut telah melakukan perbuatan pidana, apabila perbuatannya

Lebih terperinci

Pertanggungjawaban pidana mengandung asas kesalahan (asas culpabilitas), yang. didasarkan pada keseimbangan monodualistik bahwa asas kesalahan yang

Pertanggungjawaban pidana mengandung asas kesalahan (asas culpabilitas), yang. didasarkan pada keseimbangan monodualistik bahwa asas kesalahan yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana mengandung asas kesalahan (asas culpabilitas), yang didasarkan pada keseimbangan monodualistik bahwa asas kesalahan yang didasarkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana. Moeljatno menyatakan bahwa orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana. Moeljatno menyatakan bahwa orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertangggungjawaban pidana hanya dapat terjadi jika sebelumnya seseorang telah melakukan tindak pidana. Moeljatno menyatakan bahwa orang tidak

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mempunyai tiga arti, antara lain : 102. keadilanuntuk melakukan sesuatu. tindakansegera atau di masa depan.

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mempunyai tiga arti, antara lain : 102. keadilanuntuk melakukan sesuatu. tindakansegera atau di masa depan. BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Menurut Black's Law Dictionary, tanggung jawab (liability) mempunyai tiga arti, antara lain : 102 a. Merupakan satu kewajiban terikat dalam hukum atau keadilanuntuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dan Anak Nakal Pengertian masyarakat pada umumnya tentang anak adalah merupakan titipan dari Sang Pencipta yang akan meneruskan keturunan dari kedua orang tuanya,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan

Lebih terperinci

BAB II PENERAPAN KONSEP NOODWEER DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN SEBAGAI AKIBAT ADANYA TINDAK PIDANA KEHORMATAN KESUSILAAN

BAB II PENERAPAN KONSEP NOODWEER DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN SEBAGAI AKIBAT ADANYA TINDAK PIDANA KEHORMATAN KESUSILAAN BAB II PENERAPAN KONSEP NOODWEER DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN SEBAGAI AKIBAT ADANYA TINDAK PIDANA KEHORMATAN KESUSILAAN A. Tindak Pidana Penganiayaan Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ] UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ] BAB II TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG Pasal 2 (1) Setiap orang yang melakukan perekrutan,

Lebih terperinci

Pelaksanaan Pidana Mati kemudian juga diatur secara khusus dalam Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati

Pelaksanaan Pidana Mati kemudian juga diatur secara khusus dalam Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati Bab II : Pidana Pasal 10 Pidana terdiri atas: a. pidana pokok: 1. pidana mati; 2. pidana penjara; 3. pidana kurungan; 4. pidana denda; 5. pidana tutupan. b. pidana tambahan 1. pencabutan hak-hak tertentu;

Lebih terperinci

BAB IV. ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN PN DEMAK No. 62/Pid.Sus/2014/PN Dmk DALAM KASUS TABRAKAN YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN

BAB IV. ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN PN DEMAK No. 62/Pid.Sus/2014/PN Dmk DALAM KASUS TABRAKAN YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN PN DEMAK No 62/Pid.Sus/2014/PN Dmk DALAM KASUS TABRAKAN YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN A. Analisis Hukum Islam Terhadap Putusan No 62/Pid.Sus/2014/PN Dmk Dalam

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Pidana pada umumnya sering diartikan sebagai hukuman, tetapi dalam penulisan skripsi ini perlu dibedakan pengertiannya. Hukuman adalah pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya aktivitas manusia tersebut harus didukung oleh fasilitas pendukung

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya aktivitas manusia tersebut harus didukung oleh fasilitas pendukung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan dunia saat ini yang telah memasuki era globalisasi, maka aktivitas manusia di segala bidang juga semakin meningkat. Meningkatnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah warga negara Indonesia yang

I. PENDAHULUAN. Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah warga negara Indonesia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah warga negara Indonesia yang memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan diangkat oleh pejabat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. alat transportasi yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan, dari berbagai

I. PENDAHULUAN. alat transportasi yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan, dari berbagai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan sarana yang digunakan masyarakat untuk melakukan aktifitasnya. Seiring dengan berkembangnya zaman, maka semakin banyak pula alat transportasi

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS Setio Agus Samapto STMIK AMIKOM Yogyakarta Abstraksi Didalam kecelakaan lalu - lintas yang

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS Setio Agus Samapto STMIK AMIKOM Yogyakarta Abstraksi Didalam kecelakaan lalu - lintas yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan pada dasarnya muncul karena adanya hasrat ingin tahu

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan pada dasarnya muncul karena adanya hasrat ingin tahu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan pada dasarnya muncul karena adanya hasrat ingin tahu yang teramat besar dari dalam diri manusia itu sendiri. Hasrat tersebut muncul dikarenakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam mewujudkan tujuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi 14 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi dalam menerima pembebanan sebagai akibat dari sikap atas tindakan sendiri

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232]

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232] PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232] BAB III TINDAK PIDANA TERORISME Pasal 6 Setiap orang yang dengan sengaja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kejahatan yang berlangsung ditengah-tengah masyarakat semakin hari kian. sehingga berakibat semakin melunturnya nilai-nilai kehidupan.

I. PENDAHULUAN. Kejahatan yang berlangsung ditengah-tengah masyarakat semakin hari kian. sehingga berakibat semakin melunturnya nilai-nilai kehidupan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan yang berlangsung ditengah-tengah masyarakat semakin hari kian berkembang, salah satu yang mulai tampak menonjol ialah banyaknya kejahatankejahatan yang terjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial

I. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari generasi muda yang memiliki peranan strategis yang mempunyai ciri dan sifat khusus yang memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim Dalam Proses Peradilan Pidana

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim Dalam Proses Peradilan Pidana II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tugas dan Wewenang Hakim Dalam Proses Peradilan Pidana 1. Kekuasaan Kehakiman Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dilihat secara empiris disparitas pidana merupakan bentuk dari ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas pidana juga membawa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan 16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana Menurut Moeljatno (2000: 1), hukum pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara sebagaimana diatur dalam Penjelasan Umum Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan upaya

Lebih terperinci

Pengantar Hukum Pidana Joeni Arianto Kurniawan,S.H.

Pengantar Hukum Pidana Joeni Arianto Kurniawan,S.H. Pengantar HUKUM PIDANA bäx{m Joeni Arianto Kurniawan, S. H. Latar Belakang & Hakekat Hukum Pidana: Manusia kepentingan selaras interaksi tidak selaras Manusia kepentingan Pemenuhan kepentingan dg memperhatikan

Lebih terperinci

peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam hal ini, untuk

peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam hal ini, untuk BAB II JENIS- JENIS PUTUSAN YANG DIJATUHKAN PENGADILAN TERHADAP SUATU PERKARA PIDANA Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman diserahkan kepada badan- badan peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana adalah suatu perbuatan yang tercelah oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana adalah suatu perbuatan yang tercelah oleh II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana adalah suatu perbuatan yang tercelah oleh masyarakat dan/atau harus dipertanggungjwabakan kepada si pembuat pidanaya

Lebih terperinci