BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PAJAK. memberikan balas jasa yang langsung dapat ditunjuk 44. Pajak adalah satu

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PAJAK. memberikan balas jasa yang langsung dapat ditunjuk 44. Pajak adalah satu"

Transkripsi

1 2.1. Pengertian Tentang Pajak BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PAJAK Secara umum pajak adalah iuran wajib anggota masyarakat kepada negara karena undang-undang dan atas pembayaran tersebut pemerintah tidak memberikan balas jasa yang langsung dapat ditunjuk 44. Pajak adalah satu komponen pendapatan yang sangat penting bagi perkembangan dan pembangunan bangsa. Di sini pajak digunakan untuk pembiayaan pembangunan dan untuk diberikan lagi kepada masyarakat dalam bentuk subsidi. Sebagai sumber pendapatan Negara pajak merupakan fundamental dalam menentukan suatu anggaran untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran dalam pembangunan. Dari perspektif ekonomi pajak dipahami sebagai sumber daya sektor privat beralih ke sektor publik, pemahaman ini merupakan gambaran adanya perubahan situasi tentang pajak menjadi berubah pertama berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa dan kedua bertambahnya kemampuan keuangan Negara dalam penyediaan barang dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat 45. Pajak merupakan pungutan yang dapat dipaksakan oleh pemerintah sehingga membayar pajak merupakan kewajiban bagi wajib pajak, akan tetapi Negara wajib meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Kewajiban dalam membayar pajak tidak secara langsung akan mendapat kontraprestasi dari 44 Kesit Bambang Prakosa, op.cit, hal Adrian Sutedi, 2011, Hukum Pajak, Sinar Grafika, Jakarta, hal

2 pemerintah hal ini dikarenakan kontraprestasi dari pemerintah terhadap wajib pajak diberikan secara kolektif dalam artian bahwa pengembalian pajak dilakukan dengan memberikan kepada masyarakat pelayanan kehidupan di dalam suatu Negara seperti pemerintah membuat berbagai fasilitas umum yang salah satunya pembuatan jalan raya, penerangan jalan dan lain-lain. Secara umum pajak dapat diartikan sebagai iuran ataupun pungutan yang dilakukan oleh pemerintah atau fiskus dari masyarakat berdasarkan Undang-Undang yang hasilnya digunakan untuk pembiayaan pengeluaran umum pemerintah dengan tanpa balas jasa yang ditunjuk secara langsung. Pajak dari perspektif hukum menurut Soemitro mengemukakan bahwa: pajak merupakan suatu perikatan yang timbul karena adanya undang-undang yang menyebabkan timbulnya kewajiban warga Negara untuk menyetorkan sejumlah penghasilan tertentu kepada Negara, Negara mempunyai kekuatan untuk memaksa, dan uang pajak tersebut harus digunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan 46. Dari pendapat diatas dapat dilihat bahwa pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang agar dapat menjamin kepastian hukum bagi wajib pajak dan pemerintah sehingga pemungutan pajak tidak dilakukan sewenangwenang. Berbagai devinisi tentang pengertian pajak dapat dijelaskan oleh para sarjana yang diantaranya adalah pengertian pajak menurut Soemohamidjojo mengatakan pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang, jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum Ibid. 47 Josef Riwu Kaho, 2005, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, hal. 144.

3 45 PJA Adriani mengemukakan pengertian pajak adalah sebagai berikut: Pajak adalah iuran pada Negara yang dapat dipaksakan yang terutang oleh wajib membayarnya menurut perturan-peraturan dengan tidak dapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas pemerintah 48. Pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro juga memberikan pengertian bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada Negara berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan), yang langsung dapat ditunjuk dan digunakan untuk membiayai pembangunan 49. Dari definisi tersebut dapat dilihat bahwa pajak memiliki unsur-unsur sebagai berikut : 1. Iuran rakyat kepada Negara, yang berhak memungut pajak adalah Negara dan iuran tersebut berupa uang (bukan barang) 2. Berdasarkan undang-undang, pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya. 3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari Negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayarannya pajak tidak dapat ditujukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. 4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara, yakni pengeluaranpengeluaran yang bermanfaat bagi masayarakat luas. 50 Pengertian Pajak dan unsur-unsur yang disebutkan diatas dapat diuraikan kembali bahwa pajak memiliki peranan dalam pembangunan yaitu pajak sangat berhubungan erat dan merupakan faktor penting dalam pembangunan nasional baik pada sektor swasta maupun sektor umum. Pemasukan dari hasil pemungutan pajak tersebut memberikan akses kepada pemerintah untuk dapat melaksanakan pembangunan dengan baik serta dapat memperlancar roda pemerintahan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara umum. 48 H. Bohari, op.cit, hal ibid, hal Mardiasmo, 2001, Perpajakan Edisi Revisi, Andi Offset, hal. 1.

4 Jenis-Jenis Pajak Dalam literatur pajak dan public finance, pajak dapat diklasifikasikan berdasarkan berdasarkan dari golongan, wewenang sifat dan lain sebagainya, pembagian jenis pajak ini menjadi hal penting karena jenis pajak akan mempengaruhi kewenangan bagi daerah yang melakukan pemungutan, misalnya pajak pusat akan berbeda dengan pajak daerah dari segi kewenangan pemungutnya, pajak daerah akan dipungut oleh daerah otonomi dan pajak pusat akan dipungut oleh pusat. Jenis-jenis pajak dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Pajak menurut cara pemungutan, pajak dapat di bedakan menjadi dua yaitu : a. Pajak langsung yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak, pajak ini tidak dapat dibebankan kepada orang lain sehingga pemungutan pajak langsung ini secara langsung membebani kepada wajib pajak. Contoh pajak langsung ini adalah pajak penghasilan (PPh). b. Pajak tidak langsung yaitu kewajiban pembayarannya dapat dibebankan kepada orang lain, dalam hal ini pengenaan beban pajaknya yang pada akhirnya dipikul oleh orang lain, contohnya pajak pertambahan nilai (PPn) 2. Pajak menurut sifatnya. Jenis pajak yang dikelompokkan menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu : a. Pajak subyektif yaitu pajak yang dibebankan berdasarkan dari subyeknya, dalam artian bahwa dalam pemungutannya beban pajak memperhatikan keadaan dari diri wajib pajak, contohnya adalah pajak penghasilan seperti pengahsilan gaji seorang pegawai negeri sipil yang

5 47 beban pajaknya dibebankan kepada subyeknya karena telah mendapatkan suatu penghasilan. b. Pajak obyektif yaitu pajak pengenaan pajak yang berpangkal pada obyeknya tanpa memperhatikan subyeknya, dalam artian bahwa pengenaan pajak ini disebabkan karena ada obyek yang menurut undang-undang obyek tersebut dikenakan pajak. Contonya pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah, pajak kendaraan bermotor dan lain-lain. 3. Pajak menurut lembaga pemungutannya Pajak menurut pemungutannya dapat dibedakan menjadi dua yaitu : a. Pajak pusat yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat yang digunakan oleh Negara untuk pembiayaan Negara secara keseluruhan atau rumah tangga Negara, contohnya adalah pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai pajak penjualan atas barang mewah dan lain-lain. b. Pajak daerah yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah yang digunakan nantinya untuk membiayai rumah tangga daerah, contohnya pajak bumi dan bangunan, pajak Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, pajak hotel dan lain-lain. Dari pengelompokan jenis pajak diatas maka jika dilihat dari perturan undang-undang yang mengatur tentang pajak dan secara khusus diatur dalam ketentuan Pasal 2 di dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah maka dapat disebutkan sebagai berikut : (1) Jenis Pajak provinsi terdiri atas:

6 48 a. Pajak Kendaraan Bermotor; b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; d. Pajak Air Permukaan; dan e. Pajak Rokok. (2) Jenis Pajak kabupaten/kota terdiri atas: a. Pajak Hotel; b. Pajak Restoran; c. Pajak Hiburan; d. Pajak Reklame; e. Pajak Penerangan Jalan; f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; g. Pajak Parkir; h. Pajak Air Tanah; i. Pajak Sarang Burung Walet; j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Dilihat dari ketentuan diatas maka dapat diklasifikasikan bahwa di dalam ketentuan undang-undang pajak daerah dan retribusi daerah maka terdapat 11 jenis pajak yang terdiri 5 pajak provinsi dan 11 jenis pajak daerah kabupaten. Dalam ketentuan tersebut dapat juga dilihat bahwa dimasukkannya pajak bumi dan bangunan serta BPHTB yang dulunya menjadi pajak pusat kini telah beralih menjadi pajak daerah. Secara umum kriteria pajak daerah dan pajak pusat tidak

7 jauh berbeda, yang membedakan antara pajak pusat dan pajak daerah adalah pihak pemungutnya, pajak pusat dipungut oleh pemerintah pusat sedangkan pajak daerah dipungut oleh pemerintah daerah, kriteria pajak daerah secara spesifik terdiri dari empat hal yaitu : 1. Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah berdasarkan pengaturan dari daerah sendiri, 2. Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan pemerintah pusat tetapi pendapatan tarifnya dilakukan oleh pemerintah daerah 3. Pajak yang ditetapkan dan atau dipungut oleh pemerintah daerah 4. Pajak yang dipungut dan diadministrasikan oleh pemerintah pusat tetapi hasil pungutannya diberikan kepada pemerintah daerah 51. Kriteria pajak daerah tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak daerah tersebut terdiri dari pajak yang ditetapkan dan atau dipungut diwilayah daerah dan bagi hasil pajak dengan pemerintah pusat Subyek dan Obyek Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Setiap peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pajak yang berlaku di Indonesia secara umum mengatur mengenai subyek dan obyek pajak, subyek dan obyek pajak menjadi sangat penting karena berkaitan dengan hak dan kewajiban terhadap kewajiban membayar pajak, pengaturan mengenai subyek pajak dan obyek pajak akan menentukan apa yang menjadi obyek pajak, terhadap obyek pajak apa yang tidak dikenakan pajak, terhadap siapa yang akan membayar pajak dan siapa yang dikenakan pajak. Menentukan subyek dan obyek pajak akan sangat membantu untuk melakukan tertib administrasi dalam pemungutan pajak 51 Kesit Bambang Prakosa, op.cit, hal. 2

8 serta menjamin kepastian hukum terhadap pemungutan pajak oleh Negara sesuai dengan asas yuridis dalam pemungutan pajak dimana dikatakan bahwa segala pungutan pajak yang dilakukan oleh Negara harus berdasarkan undang-undang yang berlaku. 1. Pengertian Subyek Pajak Subyek pajak adalah orang, badan atau kesatuan lainnya yang telah memenuhi syarat-syarat subjektif, yaitu bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia. Yang dimaksud dengan badan menurut ketentuan umum Undang- Undang No 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Pasal 1 angka 11 menyebutkan : Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan lainnya, badan usaha milik Negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koprasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi social politik, atau organiasi yang sejenis, lembaga bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya. Subyek pajak baru menjadi wajib pajak bila telah memenuhi syarat-syarat obyektif yaitu dalam artian bahwa subyek pajak tersebut telah diwajibkan menjadi wajib pajak dan wajib untuk membayar pajak apabila secara undang-undang materiil telah menentukan. Subjek pajak tidak identik dengan subjek hukum, oleh karena itu untuk menjadi subjek pajak tidak perlu menjadi subjek hukum. Sehingga firma, perkumpulan, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan dapat menjadi subjek pajak. Demikian juga orang gila, anak yang masih di bawah umur dapat menjadi subjek atau wajib pajak, tetapi untuk mereka perlu ditunjuk 50

9 orang atau wali yang dapat dipertanggungjawabkan untuk memenuhi kewajibankewajibannya. Secara umum yang menjadi subyek dalam hal pengenaan pajak adalah orang pribadi dan badan usaha yang telah memenuhi syarat secara objektif yaitu dalam artian telah memenuhi ketentuan undang-undang yang berlaku bahwa orang atau badan tersebut telah menjadi subjek pajak. Subjek pajak dalam hal pengenaan BPHTB menurut ketentuan Pasal 86 UU No 28 Th 2009 adalah: (1) Subjek Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah orang pribadi atau Badan yang memperoleh Hak atas Tanah dan/atau Bangunan. (2) Wajib Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah orang pribadi atau Badan yang memperoleh Hak atas Tanah dan/atau Bangunan. Dari ketentuan tersebut dapat terlihat bahwa yang menjadi subyek BPHTB adalah subyek pajak yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan sehingga, subyek BPHTB sebagaimana dimaksud adalah wajib pajak yang berkewajiban membayar atau menyetorkan ke kas Negara Bea perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan bangunan 52. Subyek pajak BPHTB adalah orang pribadi dan badan yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan, maksudnya adalah pajak dikenakan kepada pihak yang memperoleh hak dari suatu peralihan hak atas tanah dan bangunan, sehingga orang atau pribadi atau badan hukum yang memperoleh hak atas tanah yang menjadi wajib pajak BPHTB dan pembayarannya harus dilakukan oleh wajib Atep Adnya Berata, 2003, Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Menghitung Objek dan Cara Pengajuan Keberatan Pajak, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, hal. 15.

10 pajak pada saat terhutangnya pajak sesuai dengan ketetntuan waktu yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Kepastian mengenai wajib pajak dalam BPHTB sangat penting karena tidak saja untuk menentukan siapa yang membayar pajak akan tetapi menentukan mengenai siapa yang berhak untuk mengajukan hak-hak wajib pajak yang mungkin akan diberikan terhadap perolehan hak atas tanah dan bangunan tersebut. Sebagai wajib pajak yang telah ditentukan berdasarkan undang-undang tentunya mereka yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan harus memenuhi kewajiban untuk membayar pajak atas hak yang telah diperolehanya, kewajiban pembayaran pajak tersebut harus dipenuhi oleh wajib pajak sendiri jika tidak dipenuhi maka perolehan hak tentunya tidak akan bisa terealisasi karena pejabat yang berwenang dalam hal ini PPAT tidak akan bisa melakukan pengesahan peralihan hak dikarenakan pejabat PPAT belum menerima bukti pembayaran pelunasan pajak perolehan hak atas tanah dan bangunan. Setelah dapat ditentukan mengenai subyek pajak dalam BPHTB tentunya dasar yang menjadi objek BHTB haruslah dapat juga ditentukan, hal ini sangat penting karena tidak semua objek yang dapat dikenakan pajak. Terhadap objek pajak BPHTB di dalam ketentuan Pasal 85 UU No. 28 Th 2009 menyebutkan yang menjadi objek pajak adalah: (1) Objek Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan. (2) Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pemindahan hak karena: 1) jual beli; 2) tukar menukar; 3) hibah; 52

11 4) hibah wasiat; 5) waris; 6) pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain; 7) pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan; 8) penunjukan pembeli dalam lelang; 9) pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap; 10) penggabungan usaha; 11) peleburan usaha; 12) pemekaran usaha; atau 13) hadiah. b. pemberian hak baru karena: 1) kelanjutan pelepasan hak; atau 2) di luar pelepasan hak. 3) hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: a. hak milik; b. hak guna usaha; c. hak guna bangunan; d. hak pakai; e. hak milik atas satuan rumah susun; dan f. hak pengelolaan. Dasar perolehan hak yang menjadi obyek BPHTB sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 85 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menentukan bahwa yang menjadi obyek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Obyek perolehan pada BPHTB haruslah tanah dan atau bangunan. Dengan demikian apabila obyek perolehan hak bukan tanah dan bangunan, misalnya jual beli saham suatu perusahaan yang memiliki kantor dan pabrik, maka perolehan hak yang terjadi bukan merupakan obyek BPHTB. Undang-undang BPHTB mengatur bahwa perolehan hak atas tanah dan bangunan yang menjadi obyek pajak terdiri karena 2 (dua) hal, yaitu : Pemindahan Hak dan Pemberian Hak Baru. Pemindahan Hak yang merupakan obyek BPHTB meliputi: 53

12 54 a. Perolehan hak karena jual beli adalah perolehan hak atas tanah dan bangunan yang dilakukan oleh penjual dan pembeli tanah atau bangunan (pemilik tanah dan bangunan atau kuasanya) yang terjadi melalui transaksi jual beli, dimana atas perolehan tersebut pihak pembeli menyerahkan sejumlah uang kepada penjual dan pihak penjual menyerahkan tanah yang menjadi objek jual beli tersebut. b. Perolehan hak karena tukar menukar adalah perolehan hak atas tanah dan bangunan yang diterima oleh seorang atau suatu badan hukum dari pihak lain dan sebagai gantinya orang atau badan hukum tersebut memberikan tanah dan bangunan miliknya kepada pihak lain tersebut sebagai pengganti tanah dan bangunan yang diterimanya. c. Perolehan hak karena hibah adalah perolehan hak atas tanah dan bangunan yang diperoleh oleh seorang penerima hibah berupa tanah atau bangunan yang berasal dari pemberi hibah pada saat pemberi hibah masih hidup. d. Perolehan hak karena hibah wasiat adalah suatu penetapan wasiat yang khusus mengenai pemberian hak atas tanah dan atau bangunan kepada orang pribadi atau badan hukum tertentu, yang berlaku setelah pemberi hibah wasiat meninggal dunia. e. Perolehan hak karena waris adalah perolehan hak atas tanah dan bangunan oleh ahli waris dari pewaris (pemilik tanah dan bangunan) yang berlaku setelah pewaris meninggal dunia. Dalam hal ini akan

13 55 terjadi pewarisan yang mengakibatkan si penerima waris akan mendapat hak atas tanah atau bangunan dari si pewaris f. Perolehan hak karena pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah perolehan hak atas tanah dan bangunan sebagai hasil pengalihan hak atas tanah dan bangunan dari orang pribadi atau badan hukum kepada perseroan atau badan hukum lain. g. Perolehan hak karena pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah perolehan hak Atas tanah dan bangunan yang berasal dari pemindahan sebagian hak bersama atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan kepada sesama pemegang hak bersama. h. Perolehan hak karena penunjukan pembeli dalam lelang adalah perolehan hak atas tanah dan bangunan oleh seorang atau suatu badan hukum yang ditetapkan sebagai pemenang lelang oleh pejabat lelang sebagaimana yang tercantum dalam risalah lelang i. Perolehan hak sebagai pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap adalah terjadi dengan peralihan hak dari orang pribadi atau badan hukum sebagai pihak yang semula memiliki suatu tanah dan bangunan kepada pihak yang ditentukan dalam putusan hakim menjadi pemilik baru dari tanah dan bangunan tersebut. j. Perolehan hak karena penggabungan usaha adalah perolehan hak atas tanah dan bangunan oleh badan usaha yang tetap berdiri dari badan usaha yang telah digabungkan ke dalam badan usaha yang tetap berdiri tersebut.

14 56 k. Perolehan hak karena peleburan usaha adalah perolehan hak atas tanah dan bangunan oleh badan usaha baru sebagai hasil dari peleburan usaha dari badan-badan usaha yang tergabung dan telah dilikuidasi. l. Perolehan hak karena pemekaran usaha yaitu perolehan hak atas tanah dan bangunan oleh badan usaha yang baru didirikan yang berasal dari aktiva badan usaha induk yang dimekarkan. m. Perolehan hak karena hadiah yaitu perbuatan hukum berupa penyerahan hak atas tanah dan atau bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan hukum kepada penerima hadiah. Terhadap pemindahan hak yang merupakan obyek BPHTB sebagaimana disebutkan diatas bahwa ada 6 hak atas tanah dan bangunan yang dikenakan BPHTB sebagaimana yang ditentukan dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria. Obyek BPHTB yang terjadi karenan pemindahan hak atas tanah dan bangunan dimaksud adalah hak atas tanah dan bangunan yang meliputi hak-hak sebagai berikut : 1. Hak milik, yaitu hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai oleh orang pribadi atau badan-badan hukum tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah, turun termurun berarti hak milik atas tanah dapat berlangsung terus selama pemiliknya masih hidup dan bila pemiliknya meninggal dunia, maka hak miliknya dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya sepanjang memenuhi syarat sebagai subjek hak milik. Terkuat artinya hak milik atas tanah lebih kuat dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain, tidak mempunyai batas waktu

15 57 tertentu, mudah dipertahankan dari gangguan pihak lain, dan tidak mudah hapus. Terpenuh artinya hak milik atas tanah memberi wewenang kepada pemiliknya lebih luas bila dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain, dapat menjadi induk bagi hak atas tanah yang lain, dan penggunaan tanahnya lebih luas bila dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain Hak guna usaha yaitu hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dalam jangka waktu yang ditentukan oleh pertauran perundang-undangan. Dengan kata lain, hak guna usaha terikat oleh jangka waktu tertentu yaitu menurut Pasal 29 undangundang pokok agraria hak guna usaha diberikan waktu paling lama 25 tahun atau untuk perusahaan tertentu dapat diberikan hak guna usaha untuk waktu paling lama 35 tahun. 3. Hak guna bangunan yaitu hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan diatas tanah yang bukan miliknya sendiri dalam jangka waktu yang ditentukan dalam undang-undang pokok agraria. 4. Hak pakai berdasarkan Pasal 41 UUPA Nomor 5 Tahun 1960 menyebutkan bahwa hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan 53 Urip Santoso, 2007, Hukum Agraria & Hak-hak atas Tanah, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hal

16 58 pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan undang-undang ini. 5. Hak milik atas satuan rumah susun menurut UU No.16 tahun 1985 Tentang Rumah Susun. rumah susun diartikan sebagai bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masingmasing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama. 6. Hak pengelolaan hak menguasai dari negara atas tanah yang kewenangan pelaksannannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya untuk merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah, menggunakan untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, menyerahkan bagian-bagian tanah tersebut kepada pihak ketiga dan/atau bekerja sama dengan pihak ketiga. Sedangkan pemberian hak baru yang mengakibatkan perolehan hak atas tanah dan bangunan yang merupakan obyek BPHTB meliputi 2 (dua) jenis perolehan hak, yaitu: 1. Perolehan hak karena pemberian hak baru sebagai kelanjutan pelepasan hak yaitu pemberian hak baru kepada orang pribadi atau badan hukum dari Negara atas tanah yang berasal dari pelepasan hak.

17 2. Perolehan hak karena pemberian hak baru diluar pelepasan hak yaitu pemberian hak baru atas tanah kepada orang pribadi atau badan hukum dari Negara menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Disamping objek pajak yang dikenakan BPHTB ada juga beberapa objek pajak yang dikecualikan dari pengenaan BPHTB, sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 85 ayat (4) UU No. 28 Th 2009 sebagai berikut: (4) Objek pajak yang tidak dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah objek pajak yang diperoleh: a. perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik; b. negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan/atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum; c. badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain di luar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut; d. orang pribadi atau Badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama; e. orang pribadi atau Badan karena wakaf; dan f. orang pribadi atau Badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah Sistem Pemungutan Pajak Sistem pemungutan pajak secara umum dapat dibagi menjadi tiga bagian yang masing-masing memiliki sistem yang berbeda-beda. Sistem pelaksanaan pemungutan pajak yang dikenal adalah : a. Sistem Withholding (Withholding Tax System) Sistem withholding adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Pemotongan pajak bisa dilakukan oleh majikan, bendahara atau pemberi kerja, disebut juga sistem Pay as You Earn (PYE) dan Pay as You Go (PYGO) yang

18 60 artinya bayarlah pajak bsebelum menerima gaji atau sebelum pergi. Contohnya di Indonesia : Pengenaan PPh yaitu pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri 54. b. Sistem Official Assessment (official assessment system) Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besanya pajak terutang oleh wajib pajak. Adapun ciri-ciri dari Official Assessment System adalah sebagai berikut : 1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada fiskus; 2) Wajib pajak bersifat pasif; 3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus. Negara yang menganut sistem pemungutan pajak ini adalah Belanda. Kelemahan dari sistem pemungutan pajak ini adalah masyarakat kurang bertanggung jawab dalam memikul beban negara yang pada hakikatnya adalah untuk kepentingan mereka sendiri dalam hidup bermasyarakat, bernegara, dan berpemerintahan 55, itu terjadi disebabkan oleh ciri yang kedua yang telah disebutkan di atas, yaitu si wajib pajak bersifat pasif. 54 Waluyo dan Wirawan B. Ilyas, 1999, Perpajakan Indonesia (Pembahasan Sesuai Dengan Ketentuan Pelaksanaan Perundang-undangan Perpajakan ), (Jakarta : Salemba Empat), hal Rimsky K. Judisseno, 1999, Pajak dan strategi Bisnis (Suatu Tinjauan Tentang Kepastian Hukum Dan Penerapan Akutansi Di Indonesia ), ( Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama), hal. 24.

19 61 Sistem pemungutan pajak untuk Pajak Bumi dan Bangunan dapat digolongkan kedalam official assessment sytem dikarenakan wajib pajak akan terutang pajak setelah fiskus melakukan menetapkan besarnya pajak terutang dan memberitahukan besarnya pajak terutang kepada wajib pajak yang dikenal yang Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB). SPPT PBB mempunyai fungsi untuk memberitahukan kepada wajib pajak tentang besarnya pajak terutang yang ditetapkan oleh fiskus atas objek pajak yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkannya. Besarnya PBB terutang dihitung dengan mengalikan tarif pajak dengan NJOP, dimana NJOP terdiri dari NJOP tanah dan NJOP Bangunan. Besarnya NJOP tanah merupakan hasil kali NJOP permeter persegi tanah dengan luas tanah. Sementara besarnya NJOP Bangunan merupakan hasil kali antara luas bangunan dengan NJOP bangunan permeter persegi. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) merupakan dasar pengenaan PBB. Hal ini diatur dalam pasal 79 ayat (1) UU Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah. NJOP terdiri dari NJOP tanah dan NJOP bangunan. NJOP ditetapkan untuk menghitung besarnya pajak terutang sesuai keadaan objek pajak pada tanggal 1 Januari tahun pajak. Artinya besarnya NJOP harus sudah ditetapkan sebelum tangggal 1 Januari tahun pajak, sehingga fiskus dapat menetapkan besaran PBB terutang atas setiap objek pajak yang ada diwilayahnya. Penentuan besarnya NJOP tanah maupun bangunan untuk kondisi tanggal 1 Januari tahun pajak dilakukan melalui proses penilaian tanah dan atau bangunan. Penilaian dilakukan dengan tujuan untuk menentukan NJOP tanah maupun bangunan per Meter persegi sebagai dasar

20 62 pengenaan PBB. NJOP ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Kepala Daerah (Bupati atau Walikota). NJOP tanah ditetapkan dengan satuan rupiah per meter persegi tanah sesuai lokasi tanah, yang tercermin dalam zona nilai tanah. Sementara NJOP bangunan ditetapkan berdasar besarnya biaya permeter persegi material dan upah yang melekat pada setiap komponen bangunan, yang dalam pengelolaan PBB dikenal sebagai Daftar Biaya Komponen Bangunan (DBKB). PBB merupakan pajak yang dikenakan atas tanah (permukaan bumi) dan/atau bangunan yang berada diatasnya. PBB dapat dikenakan atas tanah saja, bangunan saja, atau tanah dan bangunan. PBB merupakan pajak tahunan, artinya hanya terutang sekali dalam setahun. Perhitungan besarnya PBB terutang dalam tahun pajak dilakukan berdasarkan pada keadaan tanah dan/atau bangunan pada tanggal 1 Januari tahun pajak. Hal ini jelas diatur dalam pasal 82 ayat (2) UU PDRD. Misalnya pada tanggal 1 Januari tahun 2015 objek pajaknya hanya berupa tanah kosong dan baru ada bangunan pada tanggal 3 Januari 2015, maka besarnya PBB terutang atas objek tersebut pada tahun pajak 2015 hanya atas tanah saja, sementara bangunannya akan terutang pada tahun pajak Demikian pula sebaliknya, kalau tanggal 1 Januari 2015 objek pajak terdiri atas tanah dan diatasnya berdiri sebuah bangunan dan pada tanggal 3 Januari 2015 bangunan tersebut dirobohkan, maka PBB terutang atas objek tersebut untuk tahun pajak 2015 terdiri dari tanah dan bangunan. Melalui system official assessment dalam pemungutan PBB, sehingga sebelum terjadinya utang pajak kepada wajib pajak, Pemerintah Daerah, dalam hal ini sebagai fiskus, harus menetapkan NJOP sebagai dasar pengenaan PBB atas

21 63 objek pajak yang dimiliki, dikuasai dan/atau dimanfaatkan oleh subjek pajak. NJOP ditetapkan setiap 3 tahun kecuali untuk objek pajak tertentu, yaitu yang mengalami perkembangan yang pesat, dapat ditetapkan setiap tahun sesuai perkembangan wilayahnya, yang mempunyai kewenangan untuk menetapkan besarnya NJOP tersebut adalah Kepala Daerah, dalam hal ini Bupati atau Walikota. Pembahasan mengenai nilai jual objek pajak (NJOP) dalam penulisan tesis ini sangat penting karena NJOP berkaitan erat dengan dasar pengenaan pajak bumi dan bangunan serta berkaitan dengan pengenaan BPHTB. Seperti yang telah dijelaskan bahwa dalam ketentuan undang-undang pajak daerah dan retribusi daerah ditentukan bahwa NJOP merupakan acuan penting untuk menggantikan harga tarnsaksi jika harga transaksi terhadap tanah dan bangunan tidak diketahui. Dalam penentuan bersaran pajak yang harus dibayar dalam pajak PBB NJOP adalah dasar pengenaan pajak terhutang sehingga NJOP merupakan cikal bakal data penentuan PBB dan BPHTB. Nilai jual objek pajak (NJOP) merupakan dasar pengenaan terhadap objek pajak bumi dan bangunan, yang dimaksud dengan Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya, dan yang dimaksud dengan Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan sedangkan yang dimaksud pajak bumi dan bangunan adalah penerimaan pajak pusat yang sebagian besar hasilnya diserahkan kepada daerah 56 pengertian Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) dalam Pajak Bumi dan 56 Agus Prawoto, op.cit, hal 9.

22 64 Bangunan di dalam Undang-undang No. 12 Tahun 1994 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan (UU PBB), pasal 1 angka 3 berbunyi: Nilai jual obyek pajak adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli, nilai jual obyek pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan obyek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau nilai jual obyek pajak pengganti. Sedangkan pada pasal 6 ayat 1 berbunyi: Dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan adalah nilai jual obyek. Pajak setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan daerahnya. Sehubungan dengan keterangan di atas maka yang dimaksud dengan ketentuan Pasal 1 angka 3 dapat dilihat dari penjelasan UU PBB yang menjelaskan bahwa : - mengenai perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu obyek pajak dengan cara membandingkan dengan obyek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dengan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya. - Nilai perolehan baru, adalah suatu pendekatan / metode penentuan nilai jual suatu obyek pajak dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh obyek tersebut pada saat penilaian dilakukan, yang dikurangi dengan penyusutan berdasarkan kondisi fisik obyek tersebut.

23 65 - Nilai jual pengganti, adalah suatu pendekatan / metode penentuan nilai jual suatu obyek pajak yang berdasarkan pada hasil produksi obyek pajak tersebut Dari penjelasan diatas maka dapat dilihat peran dari NJOP disamping merupakan patokan dasar sebagai dasar tarif pengenaan pajak bumi dan bangunan maka NJOP juga menjadi dasar patokan yang penting untuk menentukan nilai harga pasar yang wajar sebagaimana yang disebutkan dalam ketentuan pasal 1 angka 3 UU. PBB, sehingga NJOP PBB sebagaimana dikaitkan dengan dasar pengenaan BPHTB memiliki keterkaitan yang sangat erat hal itu dikarenakan NJOP juga merupakan salah satu faktor untuk menentukan besaran BPHTB yang akan dibayar atas dasar nilai transaksi jual beli tanah. NJOP memiliki kalsifikasi yang berbeda antara NJOP disatu bidang tanah dengan NJOP yang lain, hal ini dikarenakan NJOP yang menjadi dasar pengenaan pajak bumi dan bangunan memiliki letak geografis dan fungsi yang berbeda jika suatu tanah memiliki letak geografis yang memiliki nilai ekonomis lebih tentunya NJOP PBB terhadap tanah itu akan semakin tinggi dan begitupun sebaliknya bahwa semakin letak tanah serta pemnafaatan tanah tersebut tidak memiliki ekonomis yang lebih maka NJOP tanah tersebut akan semakin rendah. NJOP memiliki klasifikasi yang begitu beragam sehingga kesulitan yang terjadi dalam menentukan penilaian NJOP begitu kompleks. Penentuan klasifikasi NJOP dalam PBB, tanah dan bangunan yangdipengaruhi oleh banyak faktor itu tidak mungkin nilainya dapat disamaratakan antar objek tanah yang satu dengan objek tanah yang lainnya. Penentuan klasifikasi atas NJOP dapat dilihat dalam penjelasan

24 66 ketentuan Pasal 2 ayat 2 UU No. 12/1994 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan yaitu yang dimaksud dengan klasifikasi bumi dan bangunan adalah pengelompokan dan bangunan menurut nilai jualnya dan digunakan sebagai pedoman serta untuk memudahkan perhitungan pajak yang terhutang. Penentuan NJOP sebagai dasar pembayaran berasan pajak yang harus di bayar oleh wajib pajak ditentukan oleh suatu penilaian sehingga dari penilaian tersebut akan diperoleh data yang objektif yang memenuhi rasa keadilan di masayarakat. Pungutan pajak bumi dan bangunan merupakan pajak objektif dan bersifat kebendaan hal itu dikarenakan besarnya ketetapan pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak ditentukan dengan ukuran tanah, letak tanah dan kualitas tanah. Terhadap bentuk, ukuran dan letak geografis suatu objek pajak dapat direprsentasikan dalam suatu data pendukung yang berupa peta wilayah. Pemetaan objek pajak berdasarkan dari peta wilayah dapat ditentukan dari berbagai faktor sebagai berikut : 1. Nomor Objek Pajak (NOP) yaitu system penomoran untuk memberikan identitas yang unik, tetap, dan standar bagi seluruh objek pajak 57. Tujuan didari pada penomoran objek pajak adalah berfungsi untuk mempermudah pencarian lokasi objek tanah. 2. Melakukan penetapan blok tanah yaitu pengelompokan bidang tanah sebagai petunjuk lokasi dan sarana identifikasi objek pajak 58. Didalam blok objek pajak memperlihatkan gambaran tentang kode, batas blok tanah dan batas-batas objek pajak serta memuat keterangan data 57 ibid, hal Ibid.

25 penunjang yang lain yang termasuk ke dalam penentuan blok tanah seperti letak dan batas-batas tanah dalam suatu wilayah keluarahan/ desa. 3. Zona nilai tanah (ZNT) yaitu zona geografis yang terdiri dari sekelompok objek pajak yang mempunyai satu nilai indikasi rata-rata (NIR) 59. Zona berfungsi sebagai mengidentifikasi nilai tanah dalam bentuk gambar peta. Fungsi peta dalam penentuan nilai tanah adalah sebagai berikut : 1. Identifikasi letak, ukuran dan luas objek pajak yang dituangkan dalam bentuk peta blok. 2. Representasi klarifikasi NJOP bumi yang dituangkan dalam peta ZNT 3. Kerangka pembinaan wilayah yang dituangkan dalam peta wilayah dan peta desa kelurahan 4. Input SIG PBB 60 Disamping penentuan kelasifikasi disebutkan diatas penentuan klasifikasi NJOP pajak bumi/tanah juga harus diperhatikan faktor faktor sebagai berikut: 1) Letak tanah / bangunan 2) Peruntukan tanah / bangunan 3) Pemanfaatan 4) Kondisi lingkungan 5) Luas tanah, bumi dan bangunan 6) Kesuburan atau hasil tanah / bangunan 7) Adanya irigasi atau tidak dan lain sebagainya Ibid. 60 Ibid.

26 Melalui faktor-faktor dalam melakukan klasifikasi penentuan nilai tanah maka data tersebut akan dilakukan suatu penilaian PBB, penilaian untuk menentukan PBB adalah suatu kegiatan menghitung nilai jual beli bumi dan atau bangunan dalam rangka melakukan pembagian beban pajak bumi dan bangunan secara merata dan seadil mungkin berdasarkan karakteristik objek pajak dan sesuai dengan nilai jualnya 61. Fungsi penilaian merupakan salah satu indikator untuk menentukan kisaran harga pasar dari suatu objek pajak untuk menentukan perkiraan nilai yang selanjutnya dari hasil penilaian tersebut akan menghasilkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Di dalam ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1985 dan perubahannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 disebutkan : Nilai jual objek pajak adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat tarnsaksi jual beli nilai jual objek pajak ditentukan melalui perbandingan harga objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau nilai Jual Objek Pajak dan Pengganti Faktor-faktor tersebut diatas merupakan suatu dasar untuk melakukan suatu penilaian atau kalsifikasi terhadap NJOP PBB sehingga apa yang menjadi hasil penilaian akan sangat objektif dan memenuhi rasa keadilan bagi masayarakat dalam pembebanan pajak yang didasarkan atas NJOP PBB. Begitupun dalam penentuan klasifikasi terhadap suatu bangunan dimana bangunan yang merupakan salah saru objek pajak bumi dan bangunan memiliki suatu ukuran atau klasifikasi yang berbeda, dalam penentuan klasifikasi bangunan beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain: ibid, hal 27.

27 69 1) Bahan yang digunakan 2) Rekayasa 3) Letak 4) Kondisi lingkungan dan lain-lain c. Sistem Self Assessment (Self Assessment System) Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. Seperti halnya dalam pengenaan pajak lainnya, sistem perpajakan yang diterapkan dalam pengenaan BPHTB adalah menganut sistem self assessment. Secara umum sistem self assessment memiliki pengertian bahwa pemerintah memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang. Sistem pemungutan yang berlaku adalah self assesment system, di mana segala pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan sepenuhnya oleh wajib pajak, fiskus hanya melakukan pengawasan melalui prosedur pemeriksaan 62. Pemerintah dalam hal ini memiliki peran untuk melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kewajiban perpajakan tersebut. Pemberlakuan system self assessment dalam pemungutan pajak BPHTB mempunyai ciri tersendiri yaitu : 1. Bahwa pungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian kewajiban dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan 62 Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu, 2006, Perpajakan Konsep, Teori dan Isu, Kencana, Jakarta, hal. 109.

28 bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang diperlukan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional; 2. Tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pajak, sebagai pencerminan kewajiban di bidang perpajakan berada pada anggota masyarakat Wajib Pajak sendiri. Pemerintah dalam hal ini aparat perpajakan sesuai dengan fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan, penelitian dan pengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan Wajib Pajak berdasarkan ketentuan yang digariskan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan; 3. Anggota masyarakat Wajib Pajak diberi kepercayaan dapat melaksanakan kegotongroyongan nasional melalui sistem menghitung, memperhitungkan, dan membayar sendir pajak yang terutang (self asessment), sehingga melalui sistem ini pelaksanaan administrasi perpajakan diharapkan dapat dilaksanakan dengan lebih rapi, terkendali, sederhana dan mudah untuk dipahami oleh anggota masyarakat Wajib Pajak. 63 Didalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah khususnya yang mengatur tentang BPHTB, dinyatakan bahwa setiap orang atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan wajib membayar BPHTB. Terhadap besarnya BPHTB yang terutang dibayar sendiri oleh wajib pajak melalui bank yang ditunjuk oleh pemerintah sebagai tempat pembayaran dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD) Besarnya BPHTB terutang dihitung sendiri oleh wajib pajak sesuai formula yang telah ditetapkan. Selanjutnya, atas pembayaran BPHTB yang dilakukan wajib dilaporkan sendiri oleh wajib pajak kepada pemerintah, salah satunya kepada pemerintah kabupaten/kota sebagai pengelola BPHTB. Besarnya BPHTB terutang dihitung dengan mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak yang sebelumnya dikurangi dengan besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) Tjip Ismail, 2013, Analisis Dan Evaluasi Tentang Pajak Dan Retribusi Daerah, Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia RI, hal. 13.

29 71 Besarnya NPOPTKP untuk waris, hibah atau hibah wasiat ditetapkan paling rendah Rp dan untuk perolehan lainnya seperti jual beli paling rendah Rp Besarnya NPOPTKP untuk setiap kabupaten/kota ditetapkan dengan peraturan daerah. Tarif ditetapkan dengan peraturan daerah, dimana dalam Undang-undang pajak daerah dan retribusi daerah diatur paling tinggi 5%. Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP), yang ditentukan berdasarkan jenis transaksi perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan tersebut. Perolehan hak karena transaksi jual beli ditentukan NPOP-nya adalah harga transaksi. Perolehan hak karena penunjukan pemenang lelang ditentukan NPOP-nya adalah harga yang tercantum dalam risalah lelang, dan untuk jenis transaksi perolehan hak yang lainnya ditentukan NPOP nya adalah harga pasar. Selanjutnya diatur bahwa, apabila harga transaksi atau nilai pasar tidak diketahui atau lebih rendah dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sebagai dasar pengenaan PBB tahun tersebut, maka ditentukan bahwa NPOP sebagai dasar pengenaan BPHTB adalah sebesar NJOP PBB yang berlaku. Secara umum formula perhitungan BPHTB terutang adalah Tarif x (NPOP-NJOPTKP). Pembayaran BPHTB terutang dilakukan sendiri oleh wajib pajak melalui bank tempat pembayaran yang ditunjuk. Pembayaran dilakukan dengan menggunakan formulir SSPD yang dapat diperoleh di Bank tempat pembayaran, Kantor Badan Pertanahan Nasional, kantor Notaris, kantor Dinas Pendapatan Daerah setempat, atau tempat lain yang ditunjuk. Dalam formulir SSPD tersebut telah dengan jelas dicantumkan penghitungan besarnya BPHTB terutang, sehingga wajib pajak dengan mudah dapat menghitungnya sendiri. Pelaporan dilakukan wajib pajak

30 72 dengan menyampaikan salah satu lembar SSPD yang telah dicantumkan tanda pelunasan serta Nomor Tanda Penerimaan Negara (NTPN) dari bank tempat pembayaran, kepada pemerintah kabupaten/kota ( Dinas Pendapatan Daerah) sebagai pengelola BPHTB. Kewajiban pemerintah kabupaten/kota sebagai fiskus adalah melakukan pembinaan dan pengawasan pemenuhan kewajiban BPHTB yang dilakukan wajib pajak. Apabila ternyata menurut fiskus ada ketidakbenaran dalam pelaporan yang dilakukan oleh wajib pajak, maka wajib dilakukan pemeriksaan. Hasil pemeriksaan yang dilakukan fiskus dapat menambah jumlah BPHTB terutang sehingga harus diterbitkan Surat Ketetapan Kurang Bayar, dengan memperhitungkan (menambahkan) denda administrasi atas kekurangan bayar tersebut. Hasil pemeriksaan juga dapat menyatakan bahwa jumlah BPHTB yang telah dibayar oleh wajib pajak lebih besar dari yang seharusnya terutang, sehingga harus segera diterbitkan Surat Ketetapan Kelebihan Pembayaran dan dilanjutkan dengan restitusi atau kompensasi, atau hasil pemeriksaan menyatakan bahwa jumlah BPHTB yang telah dibayar sama dengan yang seharusnya terutang, sehingga harus diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Nihil TINJAUAN UMUM TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) Sejarah Berlakunya Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) BPHTB mulai diberlakukan di Indonesia sejak tahun Didalam memori penjelasan Undang-undang No. 21 Tahun 1997 tentang BPHTB

31 73 disebutkan bahwa bumi yang merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa memiliki fungsi secara sosial dan juga memnuhi kebutuhan papan serta alat untuk berinvestasi yang dapat menguntungkan bagi kehidupan bermasayarakat secara umum dan bagi pemiliknya secara khusus. Oleh karea itu bagi seseorang yang mendapatkan atau memperoleh hak atas tanah dan bangunan sudah merupakan kewajiban untuk menyerahkan beberapa persen dari hasil yang telah dinikmatinya kepada Negara selaku penguasa yang mengusahakan tanah ataupun bangunan yang ada dan berdiri di wilayah Negara Indonesia dalam bentuk pungutan pajak dalam hal ini Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Seperti yang telah diketahui bahwa sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agararia atau yang dikenal dengan Undang-undang Pokok Agraria (UUPA), setiap pemindahan hak atas harta tetap yang ada di wilayah Indonesia, dipungut Bea Balik Nama berdasarkan Ordonansi Bea Balik Nama Staatblad 1924 Nomor 291. Obyek Bea Balik Nama (BBN) menurut ordonansi tersebut adalah 1. Semua perjanjian harta tetap yang terletak atau berada di Indonesia 2. Akta pendaftaran dan pemindahan kapal 3. Semua peralihan karena warisan atau legaat dari harta tetap atau kapal yang terdaftar yang ditinggalkan oleh orang-orang yang mempunyai tempat tinggal terakhir di indinesia 64 Bea Balik Nama ini dipungut atas setiap ada perjanjian pemindahan hak atas harta tetap yang ada di wilayah Indonesia, termasuk peralihan harta karena 64 Muhammad, 2005, PBB, BPHTB & BEA MATERAI: Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, & Bea Materai, PT. Indeks, Jakarta, hal. 126.

32 74 hibah wasiat. Pengertian dari harta tetap dalam Ordonansi tersebut adalah barangbarang tetap dan hak-hak kebendaan atas tanah, yang pemindahan haknya dilakukan dengan pembuatan akta menurut cara yang diatur dalam undangundang, yaitu Ordonansi Balik Nama Staatsblaad 1834 Nomor Berlakunya Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) membawa konsekuensi, bahwa pungutan Bea Balik Nama (BBN) atas harta tetap berupa tanah tidak dapat dilaksanakan, karena pungutan tersebut melekat pada hukum tanah berdasarkan Buku II Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Sedangkan Buku II Kitab Undang-undang Hukum Perdata sepanjang yang mengenai bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya telah dicabut oleh Undangundang Pokok Agraria (UUPA). Dengan demikian sejak berlakunya Undangundang Pokok Agraria (UUPA), Bea Balik Nama (BBN) atas tanah tidak dipungut lagi. Pemberlakuan pemungutan BPHTB merupakan pengganti dari pada bea balik nama atas harta tetap yang berupa hak atas tanah yang pernah berlaku pada masa penjajahan belanda. setelah sekian lama tidak dilakukan pemungutan kembali oleh pemerintah maka dengan melihat suatu perkembangan yang terjadi di Indonesia serta kebutuhan suatu Negara demi terlaksananya pembangunan yang makmur maka pada tahun 1998 melalui Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tentang BPHTB pemungutan BPHTB diberlakukan kembali, kemudian beberapa tahun kemudian pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia melakukan perubahan dan penyempurnaan terhadap UU Nomor 21 Jakarta, hal Heru Supriyanto, 2010, Cara Menghitung PBB, BPHTB, dan Bea Materai, PT. Indeks,

33 Tahun 1997 tersebut dengan dikeluarkannya UU Nomor 20 Tahun 2000 tentang perubahan atas UU Nomor 21 tahun BPHTB yang dalam undang-undang 20 Tahun 2000 merupakan pajak pusat yang dipungut langsung oleh pemerintah pusat, hal demikian memang sangat diapresiasi karena dengan diberlakukannya UU BPHTB akan lebih manjamin suatu kepastian hukum dibidang peralihan hak atas tanah. Dengan berlakunya otonomi daerah melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang merupakan perubahan terakhir dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 (selanjutnya disebut UU No. 32 Tahun 2014). Prinsip otonomi daerah mengandung arti bahwa daerah memiliki otonomi seluas luasnya dalam artian daerah diberikan kewenangan oleh pemerintah pusat untuk mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan diluar yang menjadi urusan pemerintah pusat. Seiring dengan prinsip otonomi seluas-luasnya tersebut, dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab. Prinsip otonomi nyata merupakan suatu prinsip bahwa dalam menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang. 66 Demi terlaksananya visi misi prinsip otonomi daerah maka dilakukanlah pengalihan beberapa jenis pajak yang pada mulanya merupakan pajak pusat, dialihkan pemungutan dan pemanfaatannya bagi pemerintah daerah. Pemberian kewenangan baru pada daerah-daerah di Indonesia dalam melakukan pemungutan 66 Jantje D. South, 2013, Kewenangan Daerah Mengelola Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB), Jurnal Hukum Universitas Samratulangi Vol. I Nomor 5, Oktober- Desember 2013, hal

BAB II LANDASAN TEORI KERANGKA PEMIKIRAN DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II LANDASAN TEORI KERANGKA PEMIKIRAN DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS BAB II LANDASAN TEORI KERANGKA PEMIKIRAN DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori Gaya Pikul Menurut Siti Resmi (2011) yang dimaksud dengan Teori gaya pikul adalah, menyatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk. membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk. membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak 1. Pengertian Pajak Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi)

Lebih terperinci

TITIS RONALITA RESMADEWI NIM

TITIS RONALITA RESMADEWI NIM PERAN ADMINISTRASI NOTARIS/PPAT DALAM PEMENUHAN KEWAJIBAN BPHTB TERHADAP TRANSAKSI JUAL BELI STUDI KASUS PADA KANTOR NOTARIS DAN PPAT IS HARIYANTO IMAM SALWAWI, SH JEMBER LAPORAN PRAKTEK KERJA NYATA Diajukan

Lebih terperinci

Pembedaan dan Penggolongan Pajak didasarkan pada suatu kriteria,seperti:

Pembedaan dan Penggolongan Pajak didasarkan pada suatu kriteria,seperti: PERTEMUAN 4 PEMBEDAAN PAJAK Pembedaan dan Penggolongan Pajak didasarkan pada suatu kriteria,seperti: 1. Siapa yang membayar pajak; 2. Siapa yang pada akhirnya memikul beban pajak; 3. Apakah beban pajak

Lebih terperinci

MODUL PERPAJAKAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN ATAU BANGUNAN

MODUL PERPAJAKAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN ATAU BANGUNAN MODUL PERPAJAKAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN ATAU BANGUNAN PENDAHULUAN Dengan berlakunya UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD), maka mulai tahun 2011, Bea Perolehan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Rochmat Soemitro, dalam buku Mardiasmo, (2011:1) Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

Lebih terperinci

PERAN DAN TANGGUNG JAWAB PPAT DALAM MENGOPTIMALKAN PENERIMAAN BPHTB

PERAN DAN TANGGUNG JAWAB PPAT DALAM MENGOPTIMALKAN PENERIMAAN BPHTB negara. 2 Bagi pihak yang mengalihkan hak atas tanah dan/atau bangunan berlaku PERAN DAN TANGGUNG JAWAB PPAT DALAM MENGOPTIMALKAN PENERIMAAN BPHTB BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak adalah iuran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pajak 1. Pengertian Pajak Pajak menurut pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah disempurnakan terakhir menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umum adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau

BAB I PENDAHULUAN. umum adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 70 TAHUN 2016 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DI KABUPATEN BANDUNG

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 70 TAHUN 2016 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DI KABUPATEN BANDUNG BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 70 TAHUN 2016 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DI KABUPATEN BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG Menimbang

Lebih terperinci

UU 21/1997, BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

UU 21/1997, BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Copyright (C) 2000 BPHN UU 21/1997, BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN *9928 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 1997 (21/1997) TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

Lebih terperinci

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 37 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 37 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 37 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PELAPORAN PEMBUATAN AKTA ATAU RISALAH LELANG PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang Mengingat : a. bahwa Negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. ( Resmi, 2013) (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik

BAB II LANDASAN TEORI. a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. ( Resmi, 2013) (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pajak 2.1.1 Menurut Para Ahli a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. ( Resmi, 2013) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yang

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 8 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 8 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 8 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa pajak daerah

Lebih terperinci

BUPATI KONAWE UTARA,

BUPATI KONAWE UTARA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE UTARA NOMOR 4 TAHUN 2012 T E N T A N G PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN KABUPATEN KONAWE UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KONAWE UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1. Definisi Pajak Secara Umum Pajak adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang- Undang,

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Pengertian Pajak Rochmat Soemitro (1990;5)

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Pengertian Pajak Rochmat Soemitro (1990;5) BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan kewajiban setiap orang yang berada di suatu negara dan yang berada di seluruh dunia, oleh karena itu pajak merupakan suatu permasalahan

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Masalah pajak adalah masalah negara dan setiap orang yang hidup dalam suatu negara pasti berurusan dengan pajak, oleh karena itu masalah pajak juga menjadi masalah seluruh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Sejarah pemungutan pajak mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan perkembangan masyarakat dan negara baik di bidang kenegaraan maupun di bidang sosial dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang- Undang,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pajak menurut beberapa ahli antara lain :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pajak menurut beberapa ahli antara lain : BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pajak 1. Pengertian Pajak Pengertian Pajak menurut beberapa ahli antara lain : a. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang undang (yang dapat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib rakyat kepada kas negara.definisi pajak menurut beberapa ahli adalah : 1) Menurut Soemitro (Mardiasmo, 2011:1),

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2011 NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI TANGGAL : 3 JANUARI 2011 NOMOR : 1 TAHUN 2011 TENTANG : BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Sekretariat Daerah Kota

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tanggal 29 Mei 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tanggal 29 Mei 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tanggal 29 Mei 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung berhubungan dengan teori keahlian yang diterima diperkuliahan. Praktik

BAB I PENDAHULUAN. langsung berhubungan dengan teori keahlian yang diterima diperkuliahan. Praktik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laporan Tugas Akhir Praktik Kerja Lapangan Mandiri adalah kegiatan yang dilakukan mahasiswa secara mandiri yang bertujuan memberikan pengalaman praktis di lapangan secara

Lebih terperinci

a PEMERINTAH KOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

a PEMERINTAH KOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN a PEMERINTAH KOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa Bea Perolehan Hak Atas Tanah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian Pajak menurut Resmi (2013) adalah kontribusi wajib kepada negara

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian Pajak menurut Resmi (2013) adalah kontribusi wajib kepada negara BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pajak Pengertian Pajak menurut Resmi (2013) adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Ogan Komering Ulu PERATURAN DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MAGETAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGETAN NOMOR TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

PEMERINTAH KABUPATEN MAGETAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGETAN NOMOR TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN RANCANGAN PEMERINTAH KABUPATEN MAGETAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGETAN NOMOR TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAGETAN, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH

Lebih terperinci

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR, Menimbang: a. bahwa Bea Perolehan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Umum Pajak Secara umum pengertian pajak adalah pemindahan harta atau hak milik kepada pemerintah dan digunakan oleh pemerintah untuk pembiayaan pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR : 16 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR : 16 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR : 16 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIGI, Menimbang : a. bahwa dengan terbentuknya Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Mardiasmo (2006:1) definisi pajak dalam buku perpajakan edisi revisi, pajak adalah : Iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN - 1 - PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 9 TAHUN 2011 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 9 TAHUN 2011 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 9 TAHUN 2011 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN KABUPATEN BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB II SISTEM PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DI PEKANBARU. kemampuan sendiri berdasarkan prinsip kemandirian.

BAB II SISTEM PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DI PEKANBARU. kemampuan sendiri berdasarkan prinsip kemandirian. 29 BAB II SISTEM PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DI PEKANBARU A. Defenisi Dan Klasifikasi Pajak. 1. Defenisi dan Fungsi Pajak Pajak sebagai sumber utama penerimaan negara dipandang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BULELENG TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 1 TAHUN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSATAKA. Menurut Moekijat (1989:194), ciri-ciri prosedur meliputi : tidak berdasarkan dugaan-dugaan atau keinginan.

BAB II TINJAUAN PUSATAKA. Menurut Moekijat (1989:194), ciri-ciri prosedur meliputi : tidak berdasarkan dugaan-dugaan atau keinginan. 6 BAB II TINJAUAN PUSATAKA A. PROSEDUR Menurut Mulyadi (2001:5) prosedur adalah suatu urutan kegiatan klerikal, biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu departemen atau lebih yang dibuat untuk menjamin

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI, Menimbang : a. bahwa dengan telah diundangkannya

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I EKONOMI. Pajak Daerah. Pemungutan. Tata Cara. Ketentuan. Pencabutan (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 244). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. untuk pengeluran umum (Mardiasmo, 2011; 1). menutup pengeluaran-pengeluaran umum (Ilyas&Burton, 2010 ; 6).

BAB II LANDASAN TEORI. untuk pengeluran umum (Mardiasmo, 2011; 1). menutup pengeluaran-pengeluaran umum (Ilyas&Burton, 2010 ; 6). BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pajak Pada Umumnya II.1.1 Pengertian Pajak Menurut Rochmat Soemitro : Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak

Lebih terperinci

PENGALIHAN PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN MENJADI PAJAK DAERAH

PENGALIHAN PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN MENJADI PAJAK DAERAH PENGALIHAN PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN MENJADI PAJAK DAERAH I. PENDAHULUAN Meningkatnya kegiatan pembangunan di segala bidang, menyebabkan peningkatan pula kebutuhan akan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NUNUKAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON 2 NOMOR 9 TAHUN 2010 SERI B Menimbang : PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., dan Brock Horace R.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., dan Brock Horace R. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak 1. Pengertian Pajak Definisi pajak oleh beberapa ahli: Prof. Dr. Rochmat Sumitro, S.H. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang- Undang (yang dapat

Lebih terperinci

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR, Menimbang: a. bahwa Bea Perolehan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Menimbang : a. Mengingat : 1. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, bahwa

Lebih terperinci

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 61 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 61 TAHUN 2010 TENTANG BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 61 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

Lebih terperinci

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 9 TAHUN 2011 T E N T A N G BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 9 TAHUN 2011 T E N T A N G BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 9 TAHUN 2011 T E N T A N G BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Perpajakan / Elearning BPHTB Dosen: VED.,SE.,MSi

Perpajakan / Elearning BPHTB Dosen: VED.,SE.,MSi Perpajakan / Elearning BPHTB Dosen: VED.,SE.,MSi 1 BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) Istilah Penting dalam UU BPHTB ( Pasal 1 UU No. 21 Tahun 1997 jo. UU No. 20 Tahun 2000) 1. Bea perolehan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA

PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2010 NOMOR 13 PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Seiring dengan perkembangan perekonomian indonesia akan diikuti pula dengan kebijakan kebijakan di bidang pajak. Oleh karena itu, pajak merupakan

Lebih terperinci

WALIKOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG

WALIKOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG WALIKOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 01 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PANGKALPINANG, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REJANG LEBONG Menimbang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang- Undang,

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 55 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN, PENYETORAN DAN TEMPAT PEMBAYARAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 55 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN, PENYETORAN DAN TEMPAT PEMBAYARAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN SALINAN NOMOR 41/E, 2010 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 55 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN, PENYETORAN DAN TEMPAT PEMBAYARAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pajak Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1: Pajak adalah kontribusi wajib kepada

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya

Lebih terperinci

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

DASAR-DASAR PERPAJAKAN DASAR-DASAR PERPAJAKAN 1 PENGERTIAN PAJAK (2) Prof. Dr. P.J.A. Adriani: Pajak adalah iuran kepada negara (yg dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kontra-prestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kontra-prestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pajak 1. Definisi Pajak Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada Penguasa, (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak, diantaranya pengertian pajak menurut Santoso (1991)

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak, diantaranya pengertian pajak menurut Santoso (1991) BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Apabila membahas pengertian pajak, banyak para ahli memberikan batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak menurut Santoso (1991) Pajak merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi daerah. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pembangunan nasional yang berlangsung terus menerus dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pembangunan nasional yang berlangsung terus menerus dan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pembangunan nasional yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan memiliki tujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat baik secara material

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pajak 2.1.1. Pengertian Pajak Banyak para ahli perpajakan yang memberikan pengertian atau definisi tentang pajak yang berbeda-beda, tetapi dari setiap pengertian mempunyai tujuan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SIDOARJO

PEMERINTAH KABUPATEN SIDOARJO PEMERINTAH KABUPATEN SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO, Menimbang : a.

Lebih terperinci

TENTANG. dilakukan. Nomor 21. diubah. Tanah dan. Tahun. Nomor...

TENTANG. dilakukan. Nomor 21. diubah. Tanah dan. Tahun. Nomor... UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN (Berita Resmi Kabupaten Sleman) Nomor: 3 Tahun 2010 Seri: C PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

KABUPATEN KONAWE UTARA. PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE UTARA NOMOR: 4 TAHUN20t2 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN ( BPHTB)

KABUPATEN KONAWE UTARA. PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE UTARA NOMOR: 4 TAHUN20t2 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN ( BPHTB) KABUPATEN KONAWE UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE UTARA NOMOR: 4 TAHUN20t2 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN ( BPHTB) KABUPATEN KONAWE UTARA DENGAN R4MM4T TMMJV K4JVG ESL4

Lebih terperinci

RGS Mitra 1 of 15 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RGS Mitra 1 of 15 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RGS Mitra 1 of 15 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. PAJAK Masalah Pajak adalah masalah Negara dan setiap orang yang hidup dalam suatu Negara pasti berurusan dengan Pajak, oleh karena itu masalah Pajak juga menjadi masalah seluruh

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

ekonomi K-13 PERPAJAKAN K e l a s A. PENGERTIAN PAJAK Semester 1 Kelas XI SMA/MA K-13 Tujuan Pembelajaran

ekonomi K-13 PERPAJAKAN K e l a s A. PENGERTIAN PAJAK Semester 1 Kelas XI SMA/MA K-13 Tujuan Pembelajaran K-13 ekonomi K e l a s XI PERPAJAKAN Semester 1 Kelas XI SMA/MA K-13 Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mampu memahami pengertian, unsur-unsur, fungsi dan peranan, pemungutan

Lebih terperinci

TENTANG` BUPATI PATI,

TENTANG` BUPATI PATI, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG` BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN ( BPHTB )

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN ( BPHTB ) SUKAMARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN ( BPHTB ) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA, Menimbang Mengingat : a.

Lebih terperinci

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI SALINAN WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKULU TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKULU TENGAH PEMERINTAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH NOMOR 05 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKULU TENGAH

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 06 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 06 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 06 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (2)

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 13 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 13 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 13 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

NO. PERDA NOMOR 2 TAHUN 2011 PERDA NOMOR 17 TAHUN 2016 KET 1. Pasal 1. Tetap

NO. PERDA NOMOR 2 TAHUN 2011 PERDA NOMOR 17 TAHUN 2016 KET 1. Pasal 1. Tetap MATRIKS PERBANDINGAN PERDA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DAN PERDA NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS

Lebih terperinci

P E R A T U R A N D A E R A H KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN

P E R A T U R A N D A E R A H KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN P E R A T U R A N D A E R A H KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN Menimbang : a. NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak telah banyak dikemukakan oleh para ahli hukum. Antara lain

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak telah banyak dikemukakan oleh para ahli hukum. Antara lain BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian pajak telah banyak dikemukakan oleh para ahli hukum. Antara lain dikemukakan oleh Rochmat Soemitro, bahwa pajak merupakan iuran rakyat kepada kas (peralihan kekayaan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

PEMERINTAH KOTA SURABAYA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERPAJAKAN (SEBUAH PENGANTAR) Disampaikan oleh: Rr. Indah Mustikawati, M.Si., Ak.

PERPAJAKAN (SEBUAH PENGANTAR) Disampaikan oleh: Rr. Indah Mustikawati, M.Si., Ak. PERPAJAKAN (SEBUAH PENGANTAR) Disampaikan oleh: Rr. Indah Mustikawati, M.Si., Ak. DEFINISI PAJAK: menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2011 NOMOR 01 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 01 TAHUN 2011 T E N T A N G

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2011 NOMOR 01 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 01 TAHUN 2011 T E N T A N G LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2011 NOMOR 01 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 01 TAHUN 2011 T E N T A N G BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB 1 BUKU SAKU PERPAJAKAN BAGI UMKM

BAB 1 BUKU SAKU PERPAJAKAN BAGI UMKM BAB 1 Pendahuluan BAB 1 BUKU SAKU PERPAJAKAN BAGI UMKM 1. PENDAHULUAN Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SOLOK

PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SOLOK PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SOLOK Menimbang Mengingat : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci