Pengukuran Tingkat Partisipasi Masyarakat Desa Cibedug, Kabupaten Bogor dalam Pembangunan Jalan Desa Tipe Otta Seal

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pengukuran Tingkat Partisipasi Masyarakat Desa Cibedug, Kabupaten Bogor dalam Pembangunan Jalan Desa Tipe Otta Seal"

Transkripsi

1 Vol.5 No.2 Juli 2013 ISSN : X Pengukuran Tingkat Partisipasi Masyarakat Desa Cibedug, Kabupaten Bogor dalam Pembangunan Jalan Desa Tipe Otta Seal Ahsan Asjhari Adaptasi Masyarakat Terhadap Bencana Banjir Lahar (Studi Kasus : Kemiren, Srumbung, Magelang, Jawa Tengah) Jati Iswardoyo Alternatif Dasar Perhitungan Nilai Tanah untuk Pembangunan Waduk Andi Suriadi dan Andri Hakim Peran Kelembagaan Lokal Dalam Pengelolaan Situ Tujuh Muara (Ciledug), Kota Tangerang Selatan Nasta Inah dan Suryawan Setianto Kesiapan Masyarakat Menerapkan Teknologi Tepat Guna Pengolahan Air Minum (Studi Kasus : Pulau Palu'e, Nusa Tenggara Timur) Dimas Hastama Nugraha dan Masmian Mahida Penyerapan Emisi CO2 dari Kendaraan Bermotor melalui Teknologi Vegetasi di Ruang Milik Jalan Edwin Hidayat Jurnal Sosek Pekerjaan Umum Vol. 5 No. 2 Hal Jakarta Juli 2013 ISSN X Terakreditasi No:495/AU1/P2MI-LIPI/08/2012

2 Volume 5 Nomor 2 Juli 2013 ISSN : X Jurnal Sosial Ekonomi PEKERJAAN UMUM Jurnal Sosial Ekonomi Pekerjaan Umum adalah wadah informasi bidang sosial dan ekonomi bidang pekerjaan umum dan permukiman berupa hasil penelitian, studi kepustakaan maupun tulisan ilmiah yang memuat aspek sosial, ekonomi bidang infrastruktur pekerjaan umum dan permukiman. Jurnal ini terbit sejak tahun 2009 dengan frekuensi terbit tiga kali dalam setahun yaitu pada bulan April, Juli, dan November. Penanggung Jawab Ir. Lolly Martina Martief, MT Dewan Editor Ketua : Dr. Ir. R. Pamekas, M.Eng. Anggota : Dr. Ir. Achmad Helmi, M.Sc, M.Si Prof. (R).Dr.-Ing Andreas Wibowo, ST,MT Ir. Joyce Martha Widjaya, M.Sc Drs. FX Hermawan K, M.Si Mitra Bestari Prof. Dr. Ir. Effendi Pasandaran Prof. Dr. Paulus Wirutomo, M.Sc Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc Ir. Hastu Prabatmodjo, MS, Ph.D Prof. Dr. Sunyoto Usman, MA Dr. Dody Prayogo, MPSt Redaksi Pelaksana Ketua : Ir. Yusniewati, M.Sc Anggota : Enfy Diana Dewi, ST, MUP Ir. Ridwan Marpaung, MT Rahaju Sutjipta, S.Sos. Aldina Rani Lestari, SIP Masmian Mahida, S. Kom Dwi Rini Hartati, ST Tomi Hendratno, ST Jurnal Sosial Ekonomi Pekerjaan Umum diterbitkan oleh Puslitbang Sosial Ekonomi dan Lingkungan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum. Alamat Redaksi/Penerbit: Puslitbang Sosial Ekonomi dan Lingkungan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum Gedung Heritage (wing barat) lantai 3, Jl. Patimura No. 20 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12110, Telp. (021) , Fax. (021) , sosekling@pu.go.id ii

3 Volume 5 Nomor 2 Juli 2013 ISSN : X Jurnal Sosial Ekonomi PEKERJAAN UMUM DAFTAR ISI Pengukuran Tingkat Partisipasi Masyarakat Desa Cibedug, Kabupaten Bogor dalam Pembangunan Jalan Desa Tipe Otta Seal Ahsan Asjhari Adaptasi Masyarakat Terhadap Bencana Banjir Lahar Studi Kasus : Kemiren, Srumbung, Magelang, Jawa Tengah Jati Iswardoyo Alternatif Dasar Perhitungan Nilai Tanah untuk Pembangunan Waduk Andi Suriadi dan Andri Hakim Peran Kelembagaan Lokal dalam Pengelolaan Situ Tujuh Muara (Ciledug), Kota Tangerang Selatan Nasta Inah dan Suryawan Setianto Kesiapan Masyarakat Menerapkan Teknologi Tepat Guna Pengolahan Air Minum (Studi Kasus : Pulau Palu e, Nusa Tenggara Timur) Dimas Hastama Nugraha dan Masmian Mahida Penyerapan Emisi CO2 Dari Kendaraan Bermotor Melalui Teknologi Vegetasi di Ruang Milik Jalan Edwin Hidayat INDEKS iii

4 PENGANTAR REDAKSI Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas terbitnya Jurnal Sosial Ekonomi Pekerjaan Umum Volume 5 Nomor 2 Juli 2013 ini.jurnal Sosial Ekonomi Pekerjaan Umum adalah jurnal yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi dan Lingkungan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum, terbit sejak tahun 2009 dengan frekuensi terbit tiga kali dalam setahun yaitu pada bulan April, Juli, dan November. Jurnal ini merupakan publikasi ilmiah tentang tulisan yang memuat hasil-hasil penelitian, studi kepustakaan maupun tulisan ilmiah yang memuat aspek sosial, ekonomi, serta lingkungan bidang infrastruktur pekerjaan umum dan permukiman. Judul dan abstrak tulisan menggunakan dwi bahasa baik Bahasa Indonesia maupun Bahasa Inggris. Sebagai prestasi, Jurnal Sosial Ekonomi Pekerjaan Umum berhasil mempertahankan gelar akreditasi dengan masa berlaku tiga (3) tahun terhitung mulai Juli Juli Jurnal edisi kedua tahun 2013 ini, menampilkan enam (6) buah tulisan ilmiah yaitu; Pengukuran Tingkat Partisipasi Masyarakat Desa Cibedug, Kabupaten Bogor dalam Pembangunan Jalan Desa Tipe Otta Seal; Adaptasi Masyarakat terhadap Bencana Banjir Lahar (Studi Kasus: Desa Kemiren, Srumbung, Magelang, Jawa Tengah); Alternatif Dasar Perhitungan Nilai Tanah untuk Pembangunan Waduk; Peran Kelembagaan Lokal dalam Pengelolaan Situ Tujuh Muara (Ciledug), Kota Tangerang Selatan; Kesiapan Masyarakat Menerapkan Teknologi Tepat Guna Pengolahan Air Minum (Studi Kasus: Pulau Palu e, Provinsi Nusa Tenggara Timur), dan Penyerapan Emisi CO2 dari Kendaraan Bermotor Melalui Teknologi Vegetasi di Ruang Milik Jalan. Keenam tulisan yang dimuat merupakan representasi dari beragamnya permasalahan dan tantangan dalam penyelenggaraan infrastruktur pekerjaan umum dan permukiman. Dengan diterbitkannya jurnal ini diharapkan memberi motivasi para peneliti di lingkungan Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi dan Lingkungan maupun peneliti di instansi lain untuk melakukan penelitian-penelitian sosial ekonomi dan lingkungan bidang Pekerjaan Umum dan Permukiman yang berkualitas. Kami redaksi pelaksana menyampaikan kepada pembaca bahwa alamat redaksi Jurnal Sosial Ekonomi Pekerjaan Umum telah berpindah dari Jalan Sapta Taruna Raya No.26 Kompleks PU Pasar Jumat, Jakarta Selatan ke Gedung Heritage (wing barat) lantai 3, Jalan Pattimura No. 20, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan Akhir kata, pengelola jurnal mengucapkan terima kasih baik kepada seluruh pihak yang terlibat dalam penerbitan Jurnal Sosial Ekonomi Pekerjaan Umum. Semoga jurnal ini bermanfaat bagi semua pihak. Selamat membaca! Jakarta, Juli 2013 Redaksi Jurnal Sosial Ekonomi Pekerjaan Umum iv

5 UCAPAN TERIMAKASIH Redaksi Pelaksana Jurnal Sosial Ekonomi Pekerjaan Umum mengucapkan terima kasih kepada para mitra bestari (peer-reviewer) Jurnal Sosial Ekonomi Pekerjaan Umum Volume 5 Nomor 1 April 2013 Prof. Dr. Effendi Pasandaran Prof Dr. Paulus Wirutomo, M.Sc Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc Ir. Hastu Prabatmodjo, MS, Ph.D Prof. Dr. Sunyoto Usman, MA Dr. Dody Prayogo, MPSt v

6 76

7 PENGUKURAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DESA CIBEDUG, KABUPATEN BOGOR DALAM PEMBANGUNAN JALAN DESA TIPE OTTA SEAL The Measurement of Community Participation Level at Cibedug Village, Bogor Regency on Developing Rural Roads with Otta Seal Type Ahsan Asjhari Balai Litbang Sosial Ekonomi Lingkungan Bidang Jalan dan Jembatan Pusat Litbang Sosial Ekonomi dan Lingkungan, Balitbang, Kementerian Pekerjaan Umum Jl. Gayung Kebonsari No. 50 Surabaya Tanggal diterima: 17 April 2013 ; Tanggal disetujui: 17 Juni 2013 ABSTRACT Roads are the infrastructure needed to support rural connectivity. Roads open access to the market, education, and healthcare facilities to develop socioeconomic communities in the area. The technology used to open to penetrate rural areas up to the remote, it takes the road with low traffic volume specifications. One of the technologies of road pavement to support the road specification is otta seals that developed by Pusjatan Balitbang PU. In 2011, the technology was applied to build the rural road in Desa Cibedug, Kabupaten Bogor as a pilot project. This study aims to determine the level participation villagers Cibedug in the construction process using the combination of level participation stair by Arnstein and participatory road scheme. This study categorizes participation into three levels, i.e. high, medium, and low. Based on the results of the discussion, it can be seen that the participation of the villagers of Cibedug in most phases of construction is medium category. Meanwhile in the phase of action plan, participation of community was categorized as high, which can be seen through various forms of material and non-material participation deployed. Thus community participation has an important role in the successful development of rural roads. Keywords: participation, construction of roads, rural roads, otta seal ABSTRAK Jalan merupakan prasarana yang diperlukan untuk menunjang konektivitas daerah pedesaan. Jalan membuka akses terhadap fasilitas pasar, pendidikan, serta kesehatan untuk pengembangan sosial ekonomi bagi masyarakat di daerah tersebut. Teknologi yang digunakan untuk membuka daerah pedesaan, biasanya berupa jalan dengan spesifikasi volume lalu lintas rendah. Salah satu teknologi perkerasan jalan dengan spesifikasi tersebut adalah otta seal yang dikembangkan oleh Pusat Litbang Jalan dan Jambatan Balitbang PU. Pada tahun 2011, teknologi tersebut diujicobakan untuk membangun jalan di Desa Cibedug, Kabupaten Bogor. Tulisan ini bertujuan untuk mengukur tingkat partisipasi masyarakat Desa Cibedug dalam pembangunan jalan desa tersebut, dengan mengkombinasikan tangga partisipasi Arnstein dan skema model pembangunan jalan partisipatif dengan teknologi otta seal sehingga dapat dikategorisasi menjadi 3 tingkatan partispasi, yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Dari pembahasan diketahui, tingkat partisipasi masyarakat Desa Cibedug pada sebagian tahapan pembangunan jalan desa tersebut termasuk sedang. Sementara dalam tahap implementasi rencana aksi, partisipasi masyarakat termasuk tinggi. Ini terlihat dari berbagai bentuk partisipasi masyarakat yang dikerahkan dalam tahapan tersebut. Kata Kunci: partisipasi, pembangunan jalan, jalan desa, otta seal. 77

8 Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol.5 No.2, Juli 2013 hal PENDAHULUAN Transportasi jalan merupakan prasarana yang sangat dibutuhkan untuk menembus isolasi wilayah, seperti penduduk di daerah pedesaan. Keberadaan jalan tersebut diperlukan untuk menunjang konektivitas daerah pedesaan tersebut terhadap daerah lainnya. Selanjutnya, konektivitas tersebut akan membuka akses terhadap pasar untuk pemasaran hasil pertanian, fasilitas pendidikan, kesehatan, dan berbagai peluang untuk pengembangan sosial ekonomi di daerah pedesaan tersebut. Jalan untuk pedesaan dengan spesifikasi volume lalu lintas rendah diperlukan untuk menembus daerah pedesaan hingga pelosok pedalaman. Tipe jalan ini memiliki beban standar yang sangat rendah, jauh di bawah standar jalan umum. Umumnya, jalan tersebut tersebut dirancang untuk menerima beban lalu lintas dengan volume tinggi selama masa konstruksinya dan kembali menjadi jalan dengan volume lalu lintas rendah di saat beroperasi (MacCulloch 2006). Menurut Manual on Uniform Traffic Control Devices (MUTCD), jalan volume rendah merupakan fasilitas yang terletak di luar area perkotaan, pusat kota, dan perumahan. Jalan ini memiliki volume lalu lintas kurang dari 400 Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR). Pusat Litbang Jalan dan Jembatan (Pusjatan) Balitbang Kementerian PU telah melakukan pengembangan sebuah model teknis pembuatan atau peningkatan jalan desa yang memenuhi kriteria volume lalu lintas rendah. Salah satu fokus pengembangan jalan volume lalu lintas rendah adalah metode dengan teknologi lapis perkerasan jalan bertipe otta seal. Teknologi lapis perkerasan jalan bertipe otta seal dikembangkan pada tahun 1960an dan pertama kali diujicobakan di Lembah Otta, Norwegia. Otta seal adalah lapisan aspal tipis yang dapat diaplikasikan sebagai lapisan tunggal atau ganda yang terdiri dari kerikil bergradasi atau agregat pecahan yang berisi semua ukuran. Lapisan tersebut kemudian dilapisi aspal tipis kemudian dipadatkan dengan menggunakan roller. Dengan demikian teknologi lapis perkerasan jalan bertipe otta seal yang relatif sederhana karena pertimbangan kemudahan aplikasi dan pemanfaatan bahan-bahan lokal, sehingga mudah diterapkan secara partisipatif oleh masyarakat. Pada tahun 2011, teknologi perkerasan jalan bertipe otta seal tersebut diterapkan pada skala lapangan oleh Pusjatan di Desa Cibedug, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Penerapan ini dilakukan dengan didampingi oleh Pusat Litbang Sosial Ekonomi dan Lingkungan untuk mendukung penerapan teknologi perkerasan jalan bertipe otta seal yang dilaksanakan langsung oleh masyarakat. Teknologi yang dikembangkan oleh Pusat Litbang Jalan dan Jembatan ini diharapkan dapat diterapkan langsung secara partisipatif oleh masyarakat setempat. Desa Cibedug Kecamatan Ciawi sendiri terletak di selatan Kabupaten Bogor dan berada pada ketinggian antara mdpl di atas permukaan laut. Sebagian besar penduduk desa adalah petani. Tercatat penduduk yang terlibat dalam sektor pertanian mencapai 78% dari total jumlah penduduk berdasar mata pencaharian. Selain sebagai petani, mata pencaharian penduduk desa ini antara lain adalah sebagai karyawan perusahaan (14%), bergerak di sektor industri mulai kecil, menengah hingga besar (5%), dan sebagai abdi masyarakat (PNS/Polri/Pensiunan), yaitu sebesar 3% (Profil Desa Cibedug 2010). Merujuk pada aspek demografis terkait tingkat pendidikan secara umum, sebagian besar masyarakat Desa Cibedug hanya mengenyam pendidikan hingga sekolah dasar yang mencapai 53% dari total jumlah penduduk. Bahkan presentasi untuk penduduk yang tidak mengenyam pendidikan mencapai 33,8%. Berdasarkan observasi lapangan, rendahnya pendidikan tersebut berkaitan dengan buruknya prasarana jalan yang mengisolasi sebagian dusun di Desa Cibedug, yaitu Dusun Babakan dan Ciaul. Hal tersebut menyebabkan akses menuju sekolah setingkat SMP/MTs cukup sulit dijangkau, sehingga pembangunan jalan merupakan kebutuhan vital bagi penduduk desa tersebut. Dengan demikian pembangunan jalan dengan teknologi perkerasan otta seal dapat dilaksanakan secara partisipatif oleh masyarakat Desa Cibedug. Penelitian ini merupakan kegiatan verifikasi terhadap Mekanisme Alih Teknologi Penyelenggaraan Jalan Volume Lalu Lintas Rendah dan Biaya Murah Secara Partisipatif yang telah disusun pada tahun Penelitian ini menggunakan skema model pembangunan jalan partisipatif dengan teknologi otta seal yang disandingkan dengan tangga partisipatif, untuk mengukur partisipasi masyarakat Desa Cibedug dalam penerapan teknologi perkerasan jalan bertipe otta seal tersebut. Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan mengenai Bagaimana tingkat partisipasi masyarakat dalam penerapan teknologi perkerasan jalan bertipe otta seal di Desa Cibedug, Kabupaten Bogor? Dengan diketahuinya tingkat partisipasi masyarakat dalam 78

9 pembangunan jalan dengan teknologi tipe otta seal di desa tersebut, diharapkan dapat dijadikan bahan penyempurnaan bagi mekanisme pelaksanaan alih teknologi Penyelenggaraan Jalan Volume Lalu Lintas Rendah dan Biaya Murah Secara Partisipatif, di kemudian hari. KAJIAN PUSTAKA Pembangunan Jalan Desa Berbasis Peran Masyarakat Merujuk pada UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan, khususnya pada pasal 1 angka 9 disebutkan bahwa penyelenggaraan jalan adalah kegiatan yang meliputi : 1. Pengaturan. Pengaturan jalan adalah kegiatan perumusan kebijakan perencanaan, penyusunan perencanaan umum, dan penyusunan peraturan perundang undangan jalan; 2. Pembinaan. Pembinaan jalan adalah kegiatan penyusunan pedoman dan standar teknis, pelayanan, pemberdayaan sumber daya manusia, serta penelitian dan pengembangan jalan; 3. Pembangunan. Pembangunan jalan adalah kegiatan pemrograman dan penganggaran, perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, serta pengoperasian dan pemeliharaan jalan; dan 4. Pengawasan jalan. Pengawasan jalan adalah kegiatan yang dilakukan untuk mewujudkan tertib pengaturan, pembinaan, dan pembangunan jalan. Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 01/PRT/M/2012 tentang Pedoman Peran Masyarakat dalam Penyelenggaraan Jalan menyebutkan bahwa masyarakat dapat ikut berperan dalam pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan jalan. Masyarakat yang berperan dalam penyelenggaraan jalan dapat bersifat: perorangan, kelompok, dan badan usaha. Tiap sifat tersebut dapat digolongkan sebagai 1) masyarakat pengguna jalan, dan 2) masyarakat pemanfaat jalan. Peran masyarakat dapat dilakukan pada jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten/ kota, dan jalan desa. Sedangkan peran masyarakat dalam penyelenggaraan jalan, menyebutkan bahwa peran masyarakat untuk penyelenggaraan jalan desa, antara lain : 1. Partisipasi, masyarakat terlibat secara langsung dalam kegiatan mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, supervisi maupun pemanfaatan serta pemeliharaannya; dan Pengukuran Tingkat Partisipasi Masyarakat Desa Cibedug, Kabupaten Bogor dalam Pembangunan Jalan Desa Tipe Otta Seal Ahsan Asjhari 2. Keswadayaan, kemampuan masyarakat menjadi faktor pendorong utama dalam keberhasilan kegiatan, baik proses perencanaan, pelaksanaan, supervisi maupun pemanfaatan serta pemeliharaannya. Berdasarkan konsep di atas, dalam konteks penelitian ini, penyelenggaraan jalan lebih difokuskan pada kegiatan pembangunan jalan desa yang melibatkan peran masyarakat yang meliputi unsur partisipasi dan keswadayaan mayarakat dalam persiapan, perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi serta pengoperasian dan pemeliharaan jalan. Penelitian terkait peran atau partisipasi masyarakat dalam pembangunan jalan antara lain dilakukan oleh Balai Pemberdayaan ke-pu-an Surabaya (2007). Dalam penelitian yang dilakukan di Desa Undisan, Bali, Balai Pemberdayaan ke- PU-an Surabaya membagi pembangunan jalan yang berbasis komunitas (Community Based Development) menjadi 8 tahapan, yaitu sosialisasi ke pemerintah daerah, pemilihan lokasi, sosialisasi program ke lokasi terpilih, survei lokasi, penyusunan community action plan, implementasi, pembentukan kelembagaan masyarakat, dan pendampingan kelompok masyarakat. Tahapan pembangunan jalan pada penelitian ini mencoba menggali kebutuhan masyarakat terhadap prasarana jalan lingkungan sebagai dasar penyusunan rencana aksi komunitas. Sementara penelitian Balai Litbang Sosekling Bidang Jalan dan Jembatan (2011) yang mencoba mempertemukan kebutuhan masyarakat akan prasarana jalan dengan kebutuhan teknis untuk penerapan teknologi perkerasan otta seal untuk diterapkan pada skala lapangan. Setidaknya terdapat 7 tahap pembangunan jalan partisipatif dengan teknologi otta seal yang meliputi : fase persiapan (penyusunan) program yang meliputi tahap 1) pemilihan lokasi, 2) pemetaan potensi, dan 3) sosialisasi kegiatan. Fase perencanaan teknis yang meliputi tahap 4) pembentukan dan perkuatan pokja, serta 5) penyusunan rencana aksi. Fase konstruksi yang meliputi tahap 6) implementasi rencana aksi dan fase pengoperasian dan pemeliharaan jalan yang meliputi tahap 7) pemeliharaan pasca konstruksi. Tahapan tersebut merupakan skema ideal yang dapat diacu dalam pelaksanaan pembangunan jalan dengan menggunakan teknologi otta seal sehingga dapat memaksimalkan potensi partisipasi masyarakat secara maksimal. Tahapan pelaksanaan pembangunan jalan dengan teknologi otta seal tersebut kemudian dirumuskan ke dalam skema model pembangunan jalan 79

10 Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol.5 No.2, Juli 2013 hal Gambar 1. Skema model pembangunan jalan partisipatif dengan teknologi otta seal Sumber : Balai Litbang Sosekling Jatan, 2011 partisipatif dengan teknologi otta seal sebagaimana dapat dilihat dalam gambar 1. Partisipasi Masyarakat Esensi dari pembangunan sosial telah terpenuhi apabila masyarakat telah berpartisipasi sepenuhnya dalam pembentukan keputusan yang mempengaruhi kesejahteraan mereka serta dapat mengimplementasikan keputusan-keputusan tersebut. Partisipasi menumbuhkan sense of community yang mendorong terbentuknya integritas sosial. Secara garis besar, konsep pembangunan sosial yang mengandalkan komponen partisipatif di dalamnya mempunyai implikasi perubahan mendasar dalam metode perencanaan pembangunan yang semula top-down dari pemerintah menjadi bottom-up. Menurut Bintoro (1976), partisipasi masyarakat merupakan elemen penting dalam pembangunan. Administrasi pembangunan yang sedang berjalan, tidak akan sempurna (efektif) jika tidak terdapat partisipasi masyarakat. Paling tidak partisipasi dalam pelaksanaan kebijakan pembangunan. Partisipasi menurut Arnstein (Aliadi 1994) adalah bagaimana masyarakat dapat terlibat dalam perubahan sosial yang memungkinkan mereka mendapatkan bagian keuntungan dari kelompok yang berpengaruh. Selanjutnya Arnstein menyebutkan bahwa terdapat delapan tangga partisipasi (Gambar 2). Tangga pertama disebut manipulasi dan kedua terapi. Kategori manipulasi dan terapi ini bila yang dilakukan dalam bentuk mendidik dan mengobati. Dalam tangga pertama dan kedua ini Arnstein menganggap itu bukan bentuk partisipasi. Tangga ketiga adalah fase penyampaian informasi. Tangga keempat adalah konsultasi dan kelima peredaman kemarahan. Kategori pada tangga ketiga hingga lima ini disebut tingkat tokenisme, yaitu suatu tingkatan peran serta di mana masyarakat didengar dan diperkenankan berpendapat, tetapi mereka tidak memiliki kemampuan untuk mendapatkan jaminan bahwa pandangan mereka akan dipertimbangkan oleh pemegang keputusan. Menurut Arnstein, jika partisipasi hanya dibatasi pada tingkat tokenisme, maka kecil kemungkinan ada upaya perubahan dalam masyarakat menuju keadaan yang lebih baik. Oleh karena itu, masih ada kategori tangga teratas dalam tingkat kekuasaan di mana rakyat memiliki pengaruh dalam proses pengambilan keputusan. Untuk tahap 80

11 Pengukuran Tingkat Partisipasi Masyarakat Desa Cibedug, Kabupaten Bogor dalam Pembangunan Jalan Desa Tipe Otta Seal Ahsan Asjhari 8. Pengawasan masyarakat 7. Pendelegasian kekuasaan Tingkat Pengambilan Keputusan 6. Kemitraan 5. Peredaman/perujukan 4. Konsultasi Tingkat Tokenisme 3. Menyampaikan informasi 2. Terapi Non Partisipasi 1. Manipulasi Gambar 2. Delapan Tangga Partisipatif Masyarakat Sumber: Arnstein 1969 ini, tangga keenam disebut kemitraan. Tangga ketujuh pendelegasian kekuasaan dan kedelapan pengawasan masyarakat. Perkerasan Jalan Tipe Otta Seal Pembangunan jalan desa yang diterapkan di Desa Cibedug, Kabupaten Bogor dilaksanakan dengan menerapkan teknologi perkerasan dengan tipe otta seal yang dikembangkan oleh Pusjatan. Teknologi otta seal merupakan salah satu tipe metode lapis perkerasan jalan, seperti halnya sand seal atau pun chip seal. Otta seal sebagai lapisan aspal yang tipis, diaplikasikan sebagai lapisan tunggal atau ganda yang terdiri dari kerikil bergradasi atau agregat pecahan yang berisi semua ukuran dan aspal gradasi potongan atau penetrasi lunak (Overby dan Pinard 2007). Lapis perkerasan otta seal sebenarnya tidak menambah kekuatan struktur jalan. Oleh karena itu, permukaan yang akan diperkeras, perlu dipersiapkan untuk menahan tingkat lalu lintas yang direncanakan. Persiapan dasar jalan mungkin mencakup pemberian kerikil ulang pembentukan ulang dan dan pemadatan (Gambar 3). Gambar 3. Tipe-tipe Perkerasan Jalan Sumber : Overby & Pinard, 2007 Satu lapisan agregat di rol ke aspal menggunakan roller roda pneumatik atau truk bermuatan. Penerapan otta seal atau segel otta merupakan perkerasan yang sederhana karena pertimbangan kemudahan dalam memanfaatkan bahan-bahan lokal setempat seperti ketersediaan kerikil alam, tenaga kerjanya berkualitas yang biasa saja, perkerasan berkapasitas beban rendah diperbolehkan, dan kapasitas pemeliharaannya yang rendah. Dengan pertimbangan kemudahan otta seal menjadi pilihan teknologi untuk dapat diaplikasikan secara partisipatif oleh masyarakat, khususnya di Desa Cibedug, Kabupaten Bogor. Teknologi otta seal di Desa Cibedug sendiri diimplementasikan sepanjang 473 meter dari total 538 meter panjang jalan yang dibangun. Kondisi geometri jalan di lokasi kegiatan menyebabkan diperlukan penerapan teknologi perkerasan jalan yang lain, yaitu lapen dan hotmix untuk menyiasati badan jalan dengan kemiringan lebih dari 10. METODe penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif-deskriptif yang dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai sesuatu fenomena atau kenyataan sosial dengan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit untuk diteliti (Faisal 2008). Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan dengan melaksanakan wawancara terhadap key person, antara lain meliputi tokoh masyarakat di Desa Cibedug seperti kepala desa, aparat desa, tokoh agama, dan tokoh masyarakat yang dituakan serta anggota kelompok kerja penerapan teknologi otta seal di Desa Cibedug, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Pengumpulan data primer ini dilakukan pada pelaksanaan pembangunan jalan tipe otta seal di Desa Cibedug, 81

12 Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol.5 No.2, Juli 2013 hal Kabupaten Bogor pada tahun Data primer juga diperoleh melalui buku laporan pokja yang mencatat tentang pelaksanaan rapat internal, buku laporan tentang swadaya masyarakat, dan buku laporan daftar absensi yang merekam kehadiran anggota masyarakat dalam kegiatan pembangunan jalan sebagai dasar perhitungan Hari Orang Kerja (HOK). Sedangkan data sekunder dalam penelitian ini adalah profil Desa Cibedug untuk mengetahui kondisi umum desa tersebut. Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan metode analisis data kualitatif. Merujuk pada Bungin (2008), metode analisis data kualitatif memiliki tahapan-tahapan sebagai berikut : 1) melakukan pengamatan terhadap feno-mena sosial, melakukan identifikasi, revisirevisi, dan pengecekan ulang terhadap data yang ada; 2) melakukan kategorisasi terhadap informasi yang diperoleh; 3) menelusuri dan menjelaskan kategorisasi; 4) menelusuri dan menjelaskan kategorisasi; 5) menjelaskan hubungan-hubungan kategori-sasi; 6) menarik kesimpulan umum; dan 7) membangun atau menjelaskan teori. Partisipasi masyarakat Desa Cibedug tersebut kemudian dianalisa dengan menggunakan delapan tangga partisipasi masyarakat yang disandingkan dengan skema model pembangunan jalan partisipatif dengan teknologi otta seal. Delapan tangga partisipasi kemudian disederhanakan sebagai berikut : 1) tahap terapi dan manipulasi masuk ke dalam kategori non partisipasi dimana tingkat partisipasi rendah. Tingkat partisipasi rendah dapat disebabkan pembangunan jalan di Desa Cibedug sama sekali tidak menggunakan skema model mekanisme pembangunan jalan partisipatif dengan teknologi otta seal. 2) tahap konsultasi, menyampaikan informasi, dan peredaman/perujukan masuk ke dalam kategori tokenisme atau tingkat partisipasi sedang. Tingkat partisipasi sedang dapat disebabkan pembangunan jalan di Desa Cibedug menggunakan skema model mekanisme pembangunan jalan partisipatif dengan teknologi otta seal namun tiap tahapan yang tidak dilalui secara prosedural. 3) tahap pengawasan masyarakat, pendelegasian kekuasaan dan kemitraan masuk ke dalam kategorisasi tingkat pengambilan keputusan atau tingkat partisipasi tinggi. Tahapan ini tercapai apabila pembangunan jalan di Desa Cibedug menggunakan skema model mekanisme pembangunan jalan partisipatif dengan teknologi otta seal secara prosedural. HASIL DAN PEMBAHASAN Secara umum, partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan jalan desa dengan teknologi perkerasan otta seal yang dilaksanakan di Desa Cibedug, Kabupaten Bogor mulai dari fase persiapan hingga pengoperasian dan pemeliharaan pasca konstruksi adalah sebagai berikut : 1. Pemilihan Lokasi Dalam skema pemilihan lokasi, skema model mekanisme pembangunan jalan partisipatif dengan teknologi otta seal, pemilihan lokasi seharusnya memenuhi kriteria sosial, ekonomi, dan lingkungan serta teknis. Kriteria sosial, ekonomi, dan lingkungan antara lain terkait prioritas kebutuhan masyarakat, akses bagi masyarakat miskin, dan menggerakkan aspek sosial ekonomi masyarakat sekitar. Sementara kriteria teknis antara lain terkait geometri jalan dan akses peralatan berat. Dalam pembangunan jalan tipe otta seal di Desa Cibedug, partisipasi masyarakat terwujud melalui usulan dan informasi kebutuhan masyarakat Desa Cibedug akan infrastruktur jalan desa. Namun demikian, kriteria teknis terkait geometri jalan dan akses peralatan berat masih menjadi pertimbangan utama, mengesampingkan usulan. Dengan demikian partisipasi masyarakat dalam tahap ini hanya masuk dalam kategori menyampaikan informasi. 2. Pemetaan Potensi Sementara dalam tahap pemetaan sosial ekonomi dan lingkungan, partisipasi masyarakat muncul dalam bentuk ide dan mengutarakan pendapat. Proses pemetaan potensi misalnya, pada proses tersebut masyarakat secara aktif menyampaikan pendapat mereka mengenai keterbatasan sumber daya alam di Desa Cibedug guna penerapan teknologi otta seal, beserta alternatif solusinya. Meskipun keputusan pengadaan bahan dan material ditentukan oleh tim teknis, namun kegiatan tersebut mencerminkan tingkat partisipasi pada tangga konsultasi yang berada dalam ranah tokenisme. Tokenisme dalam tangga partisipasi menunjukkan bahwa tingkatan peran serta di mana masyarakat baru sebatas di dengar dan diperkenankan berpendapat, tetapi mereka tidak memiliki kemampuan untuk mendapatkan jaminan bahwa pandangan mereka akan dipertimbangkan oleh pemegang keputusan. 3. Sosialisasi Dalam pelaksanaan sosialisasi, aura tokenisme masih bisa dilihat karena tingkat partisipasi masyarakat berada dalam tangga ketiga dalam konsepsi Arnstein, yaitu menyampaikan informasi. Hal tersebut didasari pada pelaksanaan kegiatan yang mendudukkan masyarakat pada pihak penerima informasi terkait pelaksanaan kegiatan pembangunan jalan dengan tipe otta seal. 82

13 Pengukuran Tingkat Partisipasi Masyarakat Desa Cibedug, Kabupaten Bogor dalam pembangunan jalan desa Tipe Otta Seal Ahsan Asjhari 4. Pembentukan dan perkuatan pokja Jika sebelumnya partisipasi masyarakat masih terbatas, namun tidak demikian dalam tahapan pembentukan pokja. Penentuan bidangbidang dalam pokja, seperti Bidang OP, Bidang Pengawasan, Bidang Penyediaan Bahan/Peralatan, Bidang Ketanagakerjaan, Bidang Konsumsi, dan Bidang Sosialisasi yang muncul atas inisiatif dari masyarakat. Demikian juga dalam penentuan personal yang mengisi pos-pos tersebut, ditentukan berdasarkan inisiatif dari masyarakat tanpa adanya campur tangan dari pihak lain. Hal tersebut didasari pada pemikiran bahwa masyarakatlah yang memahami potensi dan kapasitas personal dalam menduduki pos-pos yang ditentukan. Proses pembentukan kelompok ini lebih cenderung dilaksanakan sebagai upaya agar pokja dapat merangkul anggota masyarakat lain untuk turut berpartisipasi dalam pembangunan jalan. Dengan demikian dalam proses pembentukan kelompok cenderung berada dalam tingkatan perujukan. 5. Penyusunan rencana aksi Penyusunan rencana aksi juga mencerminkan upaya perujukan agar masyarakat Desa Cibedug dapat berpartisipasi dalam pembangunan jalan. Dalam kegiatan tersebut, tim dari Pusjatan memberikan arahan berupa rencana kerja teknis penyiapan badan jalan dan pelaksanaan pekerjaan otta seal. Arahan tersebut kemudian diskema ulang guna menginventarisir sumber daya swadaya masyarakat yang dapat dimobilisasi pokja guna mendukung rencana teknis. Kesepakatan pokja untuk memobilisasi sumber daya swadaya masyarakat seperti tenaga kerja, penyediaan lahan, konsumsi, dan peralatan, merupakan salah satu bentuk partisipasi masyarakat. 6. Implementasi rencana aksi Dalam implementasi rencana aksi penyiapan badan jalan dan pelaksanaan alih teknologi otta seal, kemitraan antara masyarakat dan tim teknis terlihat menonjol. Kemitraan tersebut terlihat dalam pelaksanaan kegiatan dimana tim teknis menyediakan bahan/material, peralatan berat (TR 6 ton), dan juga pengetahuan teknis dalam pekerjaan pemasangan gorong-gorong saluran, pemasangan base beton untuk saluran, pemasangan bata pada bahu jalan, pengurugan agregat kelas B, penghamparan lapis CTSB, serta penerapan otta seal). Sementara masyarakat mengerahkan sumber daya swadaya yang telah disepakati dalam penyusunan rencana aksi. 7. Pemeliharaan pasca konstruksi Seperti halnya kegiatan sebelumnya, pemeliharaan pasca konstruksi masih memperlihatkan unsur kemitraan antara masyarakat dengan pelaksana program. Berdasarkan arahan dari tim teknis, pemeliharaan pasca konstruksi penting bagi keberlanjutan teknologi. Pasca penerapannya pada tanggal September 2011, teknologi perkerasan otta seal membutuhkan waktu sampai dengan 3 (tiga) bulan untuk memperoleh hasil yang maksimal, dimana aspal mulai mengikat agregat yang ditabur akibat perlindasan lalu lintas. Dalam jangka waktu hingga 3 bulan tersebut, penampakan jalan masih licin akibat agregat yang belum terikat aspal. Dengan demikian diperlukan pengawasan dan pemeliharaan jalan hingga waktu yang ditentukan. Berdasarkan hal tersebut, masyarakat berinisiatif untuk melakukan kerja bakti rutin untuk mengawasi dan mengembalikan kerikil yang terlepas ke tempat semula. Usulan pokja kepada pemerintah desa untuk mengeluarkan himbauan kepada pemilik kendaraan berat di sekitar jalan, juga merupakan bentuk partisipasi masyarakat. Namun demikan partisipasi masyarakat dalam tahapan ini adalah sebatas penyampaian informasi tersebut. Berikut adalah matriks tingkat partisipasi masyarakat Desa Cibedug dalam tiap tahapan kegiatan pembangunan jalan dengan teknologi otta seal dalam kategori rendah, sedang, dan tinggi : Tabel 1. Matriks tingkat partisipasi masyarakat Desa Cibedug dalam pembangunan jalan dengan teknologi otta seal No Tahapan Kegiatan Tingkat Partisipasi Rendah Sedang Tinggi 1 Pemilihan Lokasi Pemetaan Potensi Sosialisasi Kegiatan Pembentukan dan Perkuatan Pokja Penyusunan Rencana Aksi Implementasi Rencana Aksi Pemeliharaan pasca konstruksi Sumber : Balai Litbang Sosekling Bidang Jalan dan Jembatan,

14 Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol.5 No.2, Juli 2013 hal Matriks pada tabel 1 memberikan gambaran tentang skema partisipasi masyarakat dalam pembangunan jalan dengan teknologi otta seal. Terdapat kombinasi tingkat partisipasi masyarakat yang dijumpai dalam tiap tahapan kegiatan tersebut. Pada tahap awal tingkat partisipasi sedang, yaitu pemilihan lokasi, pemetaan potensi, sosialisasi kegiatan, pembentukan, perkuatan pokja, dan penyusunan rencana aksi serta pemeliharaan pasca konstruksi. Partisipasi dalam tahapan tersebut masih terbatas, meskipun masyarakat memiliki peluang untuk menyampaikan pendapat, ide maupun gagasan dalam tiap tahapan tersebut. Namun, peran masyarakat untuk ikut memberikan keputusan masih terbatas karena adanya pertimbangan teknis. Sementara itu, dalam tahapan implementasi rencana aksi, partisipasi masyarakat Desa Cibedug dapat dikategorikan ke dalam tingkat partisipasi tinggi. Partisipasi masyarakat dalam implementasi rencana aksi tersebut tercermin dalam kegiatan penyiapan badan jalan, dimana partisipasi masyarakat disumbangkan ke dalam bentuk 1) inisiatif masyarakat untuk menyusun buku daftar hadir untuk pencatatan mobilisasi tenaga kerja, 2) inisiatif masyarakat untuk menyusun buku kerelaan lahan, sehingga dapat diketahui siapa saja masyarakat yang memberi keswadayaan dalam bentuk lahan beserta luasannya, dan 3) inisiatif masyarakat untuk mencatat keswadayaan masyarakat dalam implementasi rencana aksi. Selain non materi, partisipasi masyarakat Desa Cibedug dalam tahapan implementasi rencana aksi dalam pembangunan jalan juga memberikan partisipasi materi atau unsur keswadayaan, seperti bahan/material, kerelaan lahan, pendanaan, dan peralatan. Partisipasi materi dimobilisasi pada saat implementasi rencana aksi yang berlangsung selama 31 hari, baik itu penyiapan badan jalan dan pelaksanaan alih teknologi. Partisipasi masyarakat dalam bentuk materi antara lain berupa peralatan kerja. Peralatan kerja yang disediakan secara partisipatif antara lain berupa peralatan sederhana, seperti cangkul, cikrak, ember, parang, linggis, gerobak, dan lain sebagainya. Selain peralatan kerja, partisipasi materi (swadaya) masyarakat Desa Cibedug dalam kegiatan implementasi rencana aksi antara lain berupa tenaga kerja, kerelaan dalam pengadaan lahan dan dana swadaya masyarakat. Partisipasi materi tersebut dapat dikonversikan ke dalam rupiah, seperti yang terlihat dalam tabel 2 mengenai bentuk partisipasi materi dalam implementasi rencana aksi. Pelaksanaan alih teknologi otta seal dilaksanakan sepanjang 473 meter dari total 538 meter jalan yang direkayasa. Jalan tersebut memiliki lebar rata-rata 3 meter, sesuai dengan kondisi badan jalan eksisting. Informasi dari tim teknis pusjatan menyebutkan bahwa penerapan otta seal membutuhkan komponen biaya Rp ,- untuk setiap meter perseginya, sehingga dengan panjang 473 meter dan lebar 3 meter, dibutuhkan total dana sejumlah Rp ,-. Penerapan alih teknologi otta seal yang dilaksanakan selama 3 hari tersebut, swadaya masyarakat Desa Cibedug jika dikonversikan ke dalam rupiah adalah sejumlah Rp ,-. Dengan demikian total pembangunan JVLRBM tipe otta seal secara partisipatif menelan biaya Rp ,-. Tabel 2. Bentuk partisipasi materi dalam implementasi rencana aksi No Pekerjaan Bentuk Swadaya Jumlah Harga Satuan Konversi Dalam Rupiah 1 Penyiapan badan jalan Tenaga Kerja 638 HOK Rp ,-/ hari Rp ,- Pengadaan lahan untuk pelebaran jalan 170 m2 Rp ,-/ m2 Rp ,- Dana konsumsi, 28 Hari Rp ,-/ hari Rp ,- administrasi, dll Total swadaya masyarakat untuk penyiapan badan jalan (A) Rp ,- 2 Pelaksanaan alih teknologi otta seal Tenaga Kerja 78 HOK Rp ,-/ hari Rp ,- Pengadaan lahan untuk pelebaran jalan otta seal Dana konsumsi, administrasi, dll 239 m2 Rp ,-/ m2 Rp ,- 3 Hari Rp ,-/ hari Rp ,- Total swadaya masyarakat untuk alih teknologi (B) Rp ,- Total swadaya masyarakat (A+B) Rp ,- Sumber : Balai Litbang Sosekling Bidang Jalan dan Jembatan,

15 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan di atas disimpulkan bahwa sebagian besar tahapan pembangunan jalan desa dengan teknologi perkerasan tipe otta seal di Desa Cibedug, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor berada dalam tingkat partisipasi sedang. Meski demikian dalam tahapan implementasi rencana aksi, masyarakat Desa Cibedug berada dalam tingkat partisipasi tinggi. Partisipasi masyarakat memiliki peran yang cukup penting dalam keberhasilan pembangunan jalan desa dengan teknologi otta seal sepanjang 473 meter di Desa Cibedug, Kabupaten Bogor. Tahapan pembangunan jalan desa di Desa Cibedug dengan tipe otta seal tersebut merupakan mekanisme pengembangan untuk dapat diaplikasikan di lokus lain. Guna mencapai partisipasi masyarakat yang lebih tinggi, maka diperlukan pendekatan partisipatif yang lebih mengarah kepada kemitraan antara pelaksana kegiatan dengan masyarakat setempat. Daftar Pustaka Aliadi, Arif dkk Peran serta Masyarakat dalam Pelestarian Hutan; Studi di Ujung Kulon Jawa Barat, Tenganan Bali, Krui Lampung. WALHI, cetakan pertama. Arnstein A Ladder of Citizen Participation. JAIP, Vol. 35, No. 4, July [Balai Pemberdayaan Bidang Ke-PU-an] Pusat Litbang Sebranmas, Balitbang PU Penelitian Demoplot Model Peran Masyarakat Dalam Pembangunan Jalan di Desa Undisan, Kecamatan Tembuku, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali. [Balai Litbang Sosekling Bidang Jalan dan Jembatan] Pusat Litbang Sosial, Ekonomi dan Lingkungan Penyusunan Mekanisme Alih Teknologi Penyelenggaraan Jalan Volume Lalu Lintas Rendah dan Biaya Murah Secara Partisipatif. Bungin, M. Burhan. Prof., Dr., H., S., Sos., M.Si Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta : Kencana. Faisal, Sanapiah Format-format Penelitian Sosial. Dasar-dasar dan Aplikasi. Jakarta: Rajawali Pers. MacCulloch, Frank Guidelines For The Risk Management Of Peat Slips On The Construction Pengukuran Tingkat Partisipasi Masyarakat Desa Cibedug, Kabupaten Bogor dalam Pembangunan Jalan Desa Tipe Otta SEAL Ahsan Asjhari Of Low Volume/Low Cost Roads Over Peat. Scotland : Forestry Civil Engineering. Forestry Commission. Overby & Pinard The Otta Seal Surfacing. An economic and practical alternative to traditional bintuminous surface and treatment. Norway :Norwegian Public Roads Administration. Petss, Robert Rationale For The Compilation Of International Guidelines For Low-Cost Sustainable Road Surfacing. LCS Working Paper No 1. Intech Associaties. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 01/ PRT/M/2012 Tentang Pedoman Peran Masyarakat dalam Penyeleng-garaan Jalan PP No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan Profil Desa Cibedug, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor Soetomo Pembangunan Masyarakat, Merangkai Sebuah Kerangka. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Suhaimi, Uzair Focus Group Discussion, Panduan Bagi Peneliti Studi Kualitatif Studi Dampak Sosial Krisis Moneter. Kerjasama BPS-AD. Tjokroamidjojo, Bintoro Pengantar Administrasi Pembangunan, Jakarta :LP3ES. Undang-Undang No. 38 tahun 2004 tentang Jalan diakses pada 23 Maret part5a.htm diakses pada 23 Maret diakses pada 23 Maret

16 86

17 Adaptasi Masyarakat Terhadap Bencana Banjir Lahar Studi Kasus : Kemiren, Srumbung, Magelang, Jawa Tengah Community Adaptation to Disaster Lava Flood Case Study: Kemiren, Srumbung, Magelang, Central Java Jati Iswardoyo Balai Sabo Pusat Litbang Sumber Daya Air, Balitbang Kementerian Pekerjaan Umum Jl.Sopalan, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta masdjaty@yahoo.co.id Tanggal diterima: 3 Mei 2013, Tanggal disetujui: 26 Juni 2013 ABSTRACT Merapi Volcanic eruptions produce a material that is potentially causing harm due to dangerous lava flood. However, on the other side, Mount Merapi is also areas that support continuity of livelihood systems for local communities in the slopes of Mount Merapi. The government has implemented sabo technology in the Village of Kemiren, Srumbung District, Magelang regency, Jawa Tengah. This study examines and analyzes the adaptation strategies, specifically adopted lava floods. Adaptation of community-based lava flood involving all available resources phenomenon, such as natural, human and institutional. The study used a qualitative approach through Focus Group Discussion and Depth Interview. Using secondary data and primary data, the scope of the study covers the mining, agricultural and environmental sectors. The results showed a positive role in Kemiren communities in lava floods adaptation, by involving all the potential resources. Kemiren community has a good understanding of the hazards risk. The application of Sabo technology can be done synergistically with Kemiren village community life. Keywords: disaster adaptation, lava flood, application of technology, community, mount merapi ABSTRAK Erupsi Gunung Merapi menghasilkan material yang sangat berpotensi menimbulkan bahaya akibat banjir lahar yang membahayakan. Namun, disisi lain Gunung Merapi juga merupakan kawasan penopang kelangsungan sistem penghidupan (livelihood system) masyarakat lokal di wilayah lereng Gunung Merapi. Pemerintah telah menerapkan teknologi sabo di Desa Kemiren, Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Penelitian ini mengkaji dan menganalisa strategi adaptasi bencana banjir lahar yang diterapkan. Adaptasi bencana banjir lahar berbasis masyarakat melibatkan segala fenomena sumberdaya yang ada, yaitu alam, manusia dan institusi. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif melalui Focus Group Discussion dan Depth Interview. Data yang digunakan adalah data sekunder dan data primer dengan lingkup penelitian meliputi sektor pertambangan, sektor pertanian dan sektor lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan peran positif masyarakat Kemiren dalam adaptasi bencana banjir lahar, dengan melibatkan semua potensi sumber daya yang ada. Masyarakat Kemiren telah memahami dengan baik resiko ancaman bencana. Penerapan teknologi sabo yang diterapkan dapat berjalan sinergis dengan kehidupan masyarakat Desa Kemiren. Kata Kunci : adaptasi bencana, banjir lahar, penerapan teknologi, masyarakat, gunung merapi 87

18 Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol.5 No.2, Juli 2013 hal PENDAHULUAN Undang-Undang No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana telah menyiratkan secara jelas tentang perubahan paradigma penanggulangan bencana dari upaya responsif menjadi mengutamakan upaya preventif. Untuk itu guna mendukung implementasi dari amanat undang-undang tersebut maka perlu pemahaman yang komprehensif tentang hakikat dan pengetahuan penanggulangan bencana oleh semua jajaran pengambil keputusan termasuk di dalamnya adalah masyarakat. Upaya pengurangan resiko bencana menyatakan pentingnya memperkuat kapasitas-kapasitas pada tingkat masyarakat untuk mengurangi resiko bencana pada tingkat lokal. Hal tersebut didasarkan pada ukuran pengurangan resiko bencana yang tepat, dimana pada tingkat ini memungkinkan komunitas dan individual secara signifikan dapat mengurangi kerentanan terhadap bahaya. Gunung Merapi merupakan salah satu gunung berapi yang sangat aktif di Indonesia, terletak di perbatasan Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah dan dikelilingi oleh pemukiman yang padat penduduk. Erupsi gunung api selalu menghasilkan deposisi material vulkanik berupa abu dan debris gunungapi yang menimbun di lereng badan gunung sehingga Gunung Merapi sangat berpotensi menimbulkan bahaya akibat lava ataupun banjir lahar yang membahayakan penduduk yang tinggal di sekelilingnya. Namun disisi lain Gunung Merapi juga merupakan kawasan penopang kelangsungan sistem penghidupan (livelihood system) masyarakat lokal di wilayah lereng Gunung Merapi, seperti halnya masyarakat di Desa Kemiren Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah dengan usaha penambangannya. Dalam mengatasi bencana banjir Gambar 1. Peta Lokasi Sumber: diunduh pada tanggal 8 November 2012 lahar yang mungkin muncul, penerapan teknologi telah dilakukan sebagai bagian adaptasi masyarakat setempat. Penelitian tentang adaptasi masyarakat sudah pernah dilakukan. Kusumartono (2012) melakukan penelitian tentang adaptasi masyarakat menghadapi krisi air di Pulau Palue. Penelitian menunjukkan bahwa faktor struktural dan kultural mempengaruhi strategi adaptasi yang dilakukan masyarakat dalam mengantisipasi adanya perubahan iklim. Sedangkan keberterimaan masyarakat terhadap penerapan sebuah teknologi juga pernah dilakukan oleh Putri (2012). Adaptasi positif masyarakat terhadap penerapan kebijakan pembangunan juga diungkapkan dalam Lumongga (2012). Strategi adaptasi masyarakat dalam menghadapi bencana Banjir pasang air laut di kota Pekalongan oleh Rito (2011) juga menjelaskan bahwa adaptasi masyarakat terhadap bencana menjadikan masyarakat dapat menyusun strateginya sendiri dalam menghadapi bencana. Penelitian tentang keberadaan komunitas masyarakat di area Gunung Merapi dengan mengambil tiga desa, yaitu Desa Kemiren, Desa Kepuharjo dan Desa Sindumartani telah diteliti oleh Kamulyan (2010). Berangkat dari permasalahan ini, penelitian ini mencoba mengkaji dan merumuskan bentuk adaptasi masyarakat terhadap banjir lahar. Sementara penerapan teknologi sabo telah dilakukan di Desa Kemiren yang terletak di Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah, seperti yang telah ditunjukkan pada Gambar 1. Dengan harapan agar dapat bermanfaat menjadi bahan acuan bagi masyarakat yang mengalami permasalahan serupa. KAJIAN PUSTAKA Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (Anonim 2007). Salah satu bencana adalah banjir lahar atau sering disebut dengan aliran debris. Dalam Legono (2011) dikatakan bahwa aliran lahar atau sering juga disebut aliran debris merupakan aliran campuran massa air dan sedimen yang tercampur menjadi satu yang membentuk sifat fluida tertentu. Tergantung dari intensitas atau kadar pencampurannya, aliran 88

19 Adaptasi Masyarakat Terhadap Bencana Banjir Lahar, Studi Kasus : Kemiren, Srumbung, Magelang, Jawa Tengah Jati Iswardoyo lahar juga sering disebut aliran dengan kosentrasi tinggi atau flow with hyper concentrated sediment. Salah satu upaya pengelolaan bencana banjir lahar yang dilakukan di Merapi adalah penerapan teknologi sabo. Kata sabo berasal dari bahasa Jepang, sa berarti pasir (sand), bo berarti pengendalian (prevention). Sangat disayangkan, sampai saat ini pemahaman teknosabo di kalangan masyarakat luas sangat minim, sehingga muncul kelompok ahli mengatakan bahwa teknosabo adalah infastruktur yang tidak berwawasan lingkungan (Soewarno 2012). Penerapan teknologi sabo antara lain adalah pembuatan dam sabo. Dam sabo adalah salah satu bangunan yang paling dominan dalam penanggulangan fisik aliran sedimen yang bekerja dalam suatu sistem sabo works. Sasaran dari kegiatan sabo tersebut adalah untuk melindungi manusia dan kekayaannya terhadap bahaya aliran sedimen untuk melindungi infrastruktur dan fasilitas irigasi serta untuk melestarikan lingkungan (Rahmat 2007). Dengan adanya bencana yang memberikan dampak yang luar biasa ini, perlu adanya kapasitas adaptif masyarakat. Menurut O Brein dalam Kusumartono (2012) kapasitas adaptif adalah kemampuan sistem untuk menyesuaikan terhadap perubahan iklim yang sedang atau diprediksi terjadi atau untuk menanggung beban konsekuensi dari perubahan iklim. Variabel dari kapasitas adaptif adalah kesejahteraan, teknologi, pendidikan, informasi, keahlian, infrastruktur, akses terhadap sumberdaya alam, stabilitas, dan manajemen kemampuan (Kusumartono 2012). Lebih lanjut adaptasi yang dilakukan, tidak boleh terlepas dari tujuan pembangunan daerah, yang didalamnya adalah keterlibatan masyarakat. Suparna (2009) mengatakan bahwa untuk mencapai tujuan pembangunan daerah, dilaksanakan berbagai program yang dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yakni : 1) Pengembangan ekonomi daerah 2) Percepatan pengembangan wilayah 3) Peningkatan pemberdayaan masyarakat 4) Percepatan penangan daerah khusus. Kirmanto (2011) menegaskan dalam rangka upaya mitigasi bencana yang terkait dengan pengembangan institusi masyarakat dapat dilakukan dengan pelatihan dasar kebencanaan bagi aparat dan masyarakat, pembuatan, dan penempatan tanda-tanda peringatan bahaya serta Pengawasan terhadap pelaksanaan berbagai peraturan tentang kebencanaan. Sistem integrasi pengurangan resiko bencana dalam perencanaan dan kebijakan serta penguatan institusi termasuk mekanisme dan kapasitas di tataran masyarakat lokal perlu untuk dikaji lebih lanjut. Menurut Watanabe (2011) sistem pencegahan bencana sedimen harus menggunakan filosofi dasar yaitu kembali ke kepentingan rakyat dan otonomi daerah dengan berpedoman pada (1) Teknologi; (2) Kerjasama Penduduk; dan Pihak Administratif dan (3) Kerjasama Pemerintah Pusat dan Daerah. METODE PENELITIAN Penelitian yang dilakukan ini menggunakan pendekatan kualitatif. Metode kualitatif digunakan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi secara lengkap dan mendalam terkait aspek sosial, terutama adaptasi masyarakat. Data yang digunakan adalah data sekunder dan data primer. Pengumpulan data sekunder melalui studi literatur dan pencarian di internet. Pengumpulan data primer, dilakukan dengan observasi lapangan, diskusi kelompok secara terarah (focus group discussion-fgd), dan wawancara mendalam (depth interview). FGD dilakukan untuk mengumpulkan data kualitatif dengan cara berdiskusi dengan mengarahkan pada fokus permasalahan yag didiskusikan dengan arahan moderator. Peserta diskusi adalah mahasiswa S2 Magister Pengelolaan Bencana angkatan X, Universitas Gadjah Mada (UGM) sejumlah 20 orang dari berbagai instansi. Fasilitator sekaligus observer, yaitu dosen UGM. Narasumber diskusi diambil dari praktisi rekayasa sabo, agar diskusi masih terkait dengan topik pembahasan. Diskusi dibiarkan berkembang dengan arahan fasilitator. Diskusi dibuat seperti dialog, santai, dan dibiarkan bebas berpendapat namun tetap terarah. Diskusi dilakukan pada saat sebelum dan sesudah melakukan observasi lapangan. Rumusan dilakukan oleh moderator dan selanjutnya hasilnya di-review oleh fasilitator beserta nara sumber. Materi yang didiskusikan menyangkut adaptasi masyarakat Desa Kemiren yang selama ini terjadi. Wawancara mendalam dilakukan terhadap sumber informasi kunci, yaitu aparat desa, akademisi, praktisi, dan warga sekitar yang berprofesi sebagai petani/peladang baik pemilik lahan maupun buruh penggarap. Wawancara juga dilakukan kepada Prof.Ir. Djoko Legono, Dip.HE, staf pengajar UGM yang membidangi dan membina Lembaga Swadaya Bumi Lestari. Sedangkan analisis data dilakukan melalui proses identifikasi, kategorisasi, dan interpretasi yang dilanjutkan dengan penarikan kesimpulan (Lumongga 2012). 89

The Measurement of Community Participation Level at Cibedug Village, Bogor Regency on Developing Rural Roads with Otta Seal Type

The Measurement of Community Participation Level at Cibedug Village, Bogor Regency on Developing Rural Roads with Otta Seal Type PENGUKURAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DESA CIBEDUG, KABUPATEN BOGOR DALAM PEMBANGUNAN JALAN DESA TIPE OTTA SEAL The Measurement of Community Participation Level at Cibedug Village, Bogor Regency on

Lebih terperinci

Community Adaptation to Disaster Lava Flood Case Study: Kemiren, Srumbung, Magelang, Central Java

Community Adaptation to Disaster Lava Flood Case Study: Kemiren, Srumbung, Magelang, Central Java Adaptasi Masyarakat Terhadap Bencana Banjir Lahar Studi Kasus : Kemiren, Srumbung, Magelang, Jawa Tengah Community Adaptation to Disaster Lava Flood Case Study: Kemiren, Srumbung, Magelang, Central Java

Lebih terperinci

PENYUSUNAN MEKANISME ALIH TEKNOLOGI PENYELENGGARAAN JALAN VOLUME LALU LINTAS RENDAH DAN BIAYA MURAH SECARA PARTISIPATIF

PENYUSUNAN MEKANISME ALIH TEKNOLOGI PENYELENGGARAAN JALAN VOLUME LALU LINTAS RENDAH DAN BIAYA MURAH SECARA PARTISIPATIF LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN MEKANISME ALIH TEKNOLOGI PENYELENGGARAAN JALAN VOLUME LALU LINTAS RENDAH DAN BIAYA MURAH SECARA PARTISIPATIF TA 2011 BALAI LITBANG SOSEKLING BIDANG JALAN & JEMBATAN PUSLITBANG

Lebih terperinci

KAJIAN KAPASITAS MASYARAKAT DALAM UPAYA PENGURANGAN RISIKO BENCANA BERBASIS KOMUNITAS DI KECAMATAN KOTAGEDE KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2016

KAJIAN KAPASITAS MASYARAKAT DALAM UPAYA PENGURANGAN RISIKO BENCANA BERBASIS KOMUNITAS DI KECAMATAN KOTAGEDE KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2016 KAJIAN KAPASITAS MASYARAKAT DALAM UPAYA PENGURANGAN RISIKO BENCANA BERBASIS KOMUNITAS DI KECAMATAN KOTAGEDE KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2016 NASKAH PUBLIKASI ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi geografis Indonesia terletak pada busur vulkanik Circum Pacific and

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi geografis Indonesia terletak pada busur vulkanik Circum Pacific and BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi geografis Indonesia terletak pada busur vulkanik Circum Pacific and Trans Asiatic Volcanic Belt dengan jajaran pegunungan yang cukup banyak dimana 129 gunungapi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan...

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan... Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2 Pokok Permasalahan... 2 1.3 Lingkup Pembahasan... 3 1.4 Maksud Dan Tujuan... 3 1.5 Lokasi... 4 1.6 Sistematika Penulisan... 4 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis,

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis, hidrologis, dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana. Badan Nasional Penanggulangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT -

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT - 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai suatu negara kepulauan yang mempunyai banyak sekali gunungapi yang berderet sepanjang 7000 kilometer, mulai dari Sumatera, Jawa,

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 7 TAHUN 2017 TENTANG

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 7 TAHUN 2017 TENTANG WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 7 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan salah satu negara dengan gunung berapi terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah gunung berapi yang masih aktif

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Masyarakat Tangguh Bencana Berdasarkan PERKA BNPB Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana, yang dimaksud dengan Desa/Kelurahan Tangguh Bencana adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Peta Ancaman Bencana Gunung Api Di Indonesia (Sumber : BNPB dalam Website, 2011)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Peta Ancaman Bencana Gunung Api Di Indonesia (Sumber : BNPB dalam Website,  2011) BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Gunung Merapi secara geografis terletak pada posisi 7º 32.5 Lintang Selatan dan 110º 26.5 Bujur Timur, dan secara administrasi terletak pada 4 (empat) wilayah kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dan memiliki kurang lebih 17.504 buah pulau, 9.634 pulau belum diberi nama dan 6.000 pulau tidak berpenghuni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia adalah negara yang kaya akan gunung api dan merupakan salah satu negara yang terpenting dalam menghadapi masalah gunung api. Tidak kurang dari 30

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bencana sedimen didefinisikan sebagai fenomena yang menyebabkan kerusakan baik secara langsung ataupun tidak langsung pada kehidupan manusia dan kerusakan lingkungan, melalui suatu

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY. E x e c u t i v e S u m m a r y T A

EXECUTIVE SUMMARY. E x e c u t i v e S u m m a r y T A EXECUTIVE SUMMARY PENYUSUNAN MEKANISME ALIH TEKNOLOGI PENYELENGGARAAN JALAN VOLUME LALU LINTAS RENDAH DAN BIAYA MURAH SECARA PARTISIPATIF TAHUN ANGGARAN 2011 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bencana lahar di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah telah

BAB I PENDAHULUAN. Bencana lahar di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana lahar di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah telah menenggelamkan 19 kampung, memutus 11 jembatan, menghancurkan lima dam atau bendungan penahan banjir, serta lebih

Lebih terperinci

Empowerment in disaster risk reduction

Empowerment in disaster risk reduction Empowerment in disaster risk reduction 28 Oktober 2017 Oleh : Istianna Nurhidayati, M.Kep.,Ns.Sp.Kep.kom Bencana...??? PENGENALAN Pengertian Bencana Bukan Bencana? Bencana? Bencana adalah peristiwa atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yaitu dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yaitu dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah sebagai pelaksana roda pemerintahan dalam suatu Negara wajib menjamin kesejahteraan dan keberlangsungan hidup warga negaranya. Peran aktif pemerintah diperlukan

Lebih terperinci

Strategi Sanitasi Kabupaten Malaka

Strategi Sanitasi Kabupaten Malaka BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Sanitasi di Indonesia telah ditetapkan dalam misi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMPN) tahun 2005 2025 Pemerintah Indonesia. Berbagai langkah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang, Bendung Krapyak berada di Dusun Krapyak, Desa Seloboro, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Secara geografis terletak pada posisi 7 36 33 Lintang Selatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang masih ada hingga sampai saat ini. Kerugian material yang ditimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang masih ada hingga sampai saat ini. Kerugian material yang ditimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Erupsi Merapi yang terjadi pada bulan Oktober 2010 telah memberikan banyak pelajaran dan meninggalkan berbagai bentuk permasalahan baik sosial maupun ekonomi yang masih

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF A. Penyusunan Manual Peran Masyarakat dalam Pengawasan Fungsi dan Manfaat Jalan

RINGKASAN EKSEKUTIF A. Penyusunan Manual Peran Masyarakat dalam Pengawasan Fungsi dan Manfaat Jalan RINGKASAN EKSEKUTIF 2434.001.001.107-A Penyusunan Manual Peran Masyarakat dalam Pengawasan Fungsi dan Manfaat Jalan Balai Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi dan Lingkungan Bidang Jalan dan Jembatan

Lebih terperinci

PREDIKSI KAPASITAS TAMPUNG SEDIMEN KALI GENDOL TERHADAP MATERIAL ERUPSI GUNUNG MERAPI 2006

PREDIKSI KAPASITAS TAMPUNG SEDIMEN KALI GENDOL TERHADAP MATERIAL ERUPSI GUNUNG MERAPI 2006 PREDIKSI KAPASITAS TAMPUNG SEDIMEN KALI GENDOL TERHADAP MATERIAL ERUPSI GUNUNG MERAPI 2006 Tiny Mananoma tmananoma@yahoo.com Mahasiswa S3 - Program Studi Teknik Sipil - Sekolah Pascasarjana - Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beberapa pulau utama dan ribuan pulau kecil disekelilingnya. Dengan 17.508 pulau, Indonesia menjadi negara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan kepulauan Indonesia merupakan daerah pertemuan lempeng bumi dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan curah hujan yang relatif

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bencana dilihat dari beberapa sumber memiliki definisi yang cukup luas.

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bencana dilihat dari beberapa sumber memiliki definisi yang cukup luas. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bencana dilihat dari beberapa sumber memiliki definisi yang cukup luas. Menurut Center of Research on the Epidemiology of Disasters (CRED), bencana didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.84/MENLHK-SETJEN/KUM.1/11/2016 TENTANG PROGRAM KAMPUNG IKLIM

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.84/MENLHK-SETJEN/KUM.1/11/2016 TENTANG PROGRAM KAMPUNG IKLIM PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.84/MENLHK-SETJEN/KUM.1/11/2016 TENTANG PROGRAM KAMPUNG IKLIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

2 sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membangun bendungan; d. bahwa untuk membangun bendungan sebagaimana dimaksud pada huruf c, yang

2 sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membangun bendungan; d. bahwa untuk membangun bendungan sebagaimana dimaksud pada huruf c, yang No.771, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN PU-PR. Bendungan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

INDONESIA NEW URBAN ACTION

INDONESIA NEW URBAN ACTION KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BADAN PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR WILAYAH KEMITRAAN HABITAT Partnership for Sustainable Urban Development Aksi Bersama Mewujudkan Pembangunan Wilayah dan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. menjadi dua yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer

BAB I PENGANTAR. menjadi dua yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki 129 gunungapi yang tersebar luas mulai dari Pulau Sumatra, Pulau Jawa, Kepulauan Nusa Tenggara, Kepulauan Banda, Kepulauan Halmahera dan Sulawesi

Lebih terperinci

Tentang Hutan Kemasyarakatan. MEMUTUSKAN PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN KEMISKINAN DALAM PELAKSANAAN HUTAN KEMASYARAKATAN BAB I KETENTUAN UMUM.

Tentang Hutan Kemasyarakatan. MEMUTUSKAN PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN KEMISKINAN DALAM PELAKSANAAN HUTAN KEMASYARAKATAN BAB I KETENTUAN UMUM. PERATURAN BUPATI KABUPATEN SIKKA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN KEMISKINAN DALAM PELAKSANAAN HUTAN KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIKKA, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas,

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Parker (1992), bencana ialah sebuah kejadian yang tidak biasa terjadi disebabkan oleh alam maupun ulah manusia, termasuk pula di dalamnya merupakan imbas dari

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN www.bpkp.go.id DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara

BAB I PENDAHULUAN. Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara periodik setiap tiga tahun, empat tahun atau lima tahun. Krisis Merapi yang berlangsung lebih dari

Lebih terperinci

Perencanaan Partisipatif Kelompok 7

Perencanaan Partisipatif Kelompok 7 Perencanaan Partisipatif Kelompok 7 Anastasia Ratna Wijayanti 154 08 013 Rizqi Luthfiana Khairu Nisa 154 08 015 Fernando Situngkir 154 08 018 Adila Isfandiary 154 08 059 Latar Belakang Tujuan Studi Kasus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Di Indonesia banyak sekali terdapat gunung berapi, baik yang masih aktif maupun yang sudah tidak aktif. Gunung berapi teraktif di Indonesia sekarang ini adalah Gunung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semua daerah tidak pernah terhindar dari terjadinya suatu bencana. Bencana bisa terjadi kapan dan dimana saja pada waktu yang tidak diprediksi. Hal ini membuat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah longsor adalah suatu produk dari proses gangguan keseimbangan yang menyebabkan bergeraknya massa tanah dan batuan dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih

Lebih terperinci

Manajemen Pemulihan Infrastruktur Fisik Pasca Bencana

Manajemen Pemulihan Infrastruktur Fisik Pasca Bencana Manajemen Pemulihan Infrastruktur Fisik Pasca Bencana Teuku Faisal Fathani, Ph.D. Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada 1. Pendahuluan Wilayah Indonesia memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanyaan penelitian; (3) tujuan penelitian; (4) manfaat penelitian; (5) batasan

BAB I PENDAHULUAN. pertanyaan penelitian; (3) tujuan penelitian; (4) manfaat penelitian; (5) batasan BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan ini, dimaksudkan untuk menjelaskan urgensi permasalahan penelitian yang diuraikan dengan sistematika (1) latar belakang; (2) pertanyaan penelitian; (3) tujuan penelitian;

Lebih terperinci

Eksplorasi Karakteristik Pembangunan Ekonomi Desa Melalui Unsur-Unsur Budaya Universal di Desa Ngadas Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang

Eksplorasi Karakteristik Pembangunan Ekonomi Desa Melalui Unsur-Unsur Budaya Universal di Desa Ngadas Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang Eksplorasi Karakteristik Pembangunan Ekonomi Desa Melalui Unsur-Unsur Budaya Universal di Desa Ngadas Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang Endro Pebi Trilaksono Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Malang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Kawasan Pantai Utara Surabaya merupakan wilayah pesisir yang memiliki karakteristik topografi rendah sehingga berpotensi terhadap bencana banjir rob. Banjir rob ini menyebabkan

Lebih terperinci

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PEMERINTAH PENANGGULANGAN KEMISKINAN

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PEMERINTAH PENANGGULANGAN KEMISKINAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PEMERINTAH PENANGGULANGAN KEMISKINAN (STUDI KASUS PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM TAHAP PERENCANAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERKOTAAN TAHUN 2010

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6, Pasal 7,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Salah satu fungsi pembangunan sabo dam adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Salah satu fungsi pembangunan sabo dam adalah untuk BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Salah satu fungsi pembangunan sabo dam adalah untuk mengendalikan aliran sedimen akibat erupsi gunung api. Daerah aliran sungai bagian hulu di sekitar gunung api aktif

Lebih terperinci

Kabar dari Tim Pendamping Pengelolaan Hutan Bersama Hulu Sungai Malinau

Kabar dari Tim Pendamping Pengelolaan Hutan Bersama Hulu Sungai Malinau Kabar dari Tim Pendamping Pengelolaan Hutan Bersama Hulu Sungai Malinau No. 6, September 2001 Bapak-bapak dan ibu-ibu yang baik, Salam sejahtera, jumpa lagi dengan Tim Pendamping Pengelolaan Hutan Bersama.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK UCAPAN TERIMA KASIH

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK i UCAPAN TERIMA KASIH ii DAFTAR ISI iii DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR TABEL viii BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Rumusan Masalah 2 1.3 Tujuan Penelitian 3 1.4 Manfaat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara geografis, geologis, hidrologis, dan sosio-demografis, Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara geografis, geologis, hidrologis, dan sosio-demografis, Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara geografis, geologis, hidrologis, dan sosio-demografis, Indonesia merupakan wilayah rawan bencana. Sejak tahun 1988 sampai pertengahan 2003 terjadi 647 bencana

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU)

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) PEMERINTAH PROVINSI RIAU BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jalan Jendral Sudirman No. 438 Telepon/Fax. (0761) 855734 DAFTAR ISI BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang...

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 35/PRT/M/2006

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 35/PRT/M/2006 MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 35/PRT/M/2006 TENTANG PENINGKATAN PEMANFAATAN ASPAL BUTON UNTUK PEMELIHARAAN DAN PEMBANGUNAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Menurut Rachman (1984) perencanaan lanskap ialah suatu perencanaan yang berpijak kuat pada dasar ilmu lingkungan atau ekologi dan pengetahuan alami yang bergerak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebahagiaan adalah hal yang sangat diinginkan oleh semua orang. Setiap orang memiliki harapan-harapan yang ingin dicapai guna memenuhi kepuasan dalam kehidupannya. Kebahagiaan

Lebih terperinci

KAJIAN MITIGASI BENCANA KEBAKARAN DI PERMUKIMAN PADAT (STUDI KASUS: KELURAHAN TAMAN SARI, KOTA BANDUNG)

KAJIAN MITIGASI BENCANA KEBAKARAN DI PERMUKIMAN PADAT (STUDI KASUS: KELURAHAN TAMAN SARI, KOTA BANDUNG) INFOMATEK Volume 18 Nomor 1 Juni 2016 KAJIAN MITIGASI BENCANA KEBAKARAN DI PERMUKIMAN PADAT (STUDI KASUS: KELURAHAN TAMAN SARI, KOTA BANDUNG) Furi Sari Nurwulandari *) Program Studi Perencanaan Wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak pada zona rawan bencana. Posisi geografis kepulauan Indonesia yang sangat unik menyebabkan Indonesia termasuk

Lebih terperinci

KETERKAITAN KEMAMPUAN MASYARAKAT DAN BENTUK MITIGASI BANJIR DI KAWASAN PEMUKIMAN KUMUH

KETERKAITAN KEMAMPUAN MASYARAKAT DAN BENTUK MITIGASI BANJIR DI KAWASAN PEMUKIMAN KUMUH KETERKAITAN KEMAMPUAN MASYARAKAT DAN BENTUK MITIGASI BANJIR DI KAWASAN PEMUKIMAN KUMUH (Studi Kasus: Kelurahan Tanjungmas, Kec. Semarang Utara Kota Semarang) TUGAS AKHIR Oleh: INDRI NOVITANINGTYAS L2D

Lebih terperinci

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN, DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20/PRT/M/2017PRT/M/2017 TENTANG PENYEDIAAN RUMAH KHUSUS

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20/PRT/M/2017PRT/M/2017 TENTANG PENYEDIAAN RUMAH KHUSUS PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20/PRT/M/2017PRT/M/2017 TENTANG PENYEDIAAN RUMAH KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai Studi Kelayakan Hutan Rakyat Dalam Skema Perdagangan Karbon dilaksanakan di Hutan Rakyat Kampung Calobak Desa Tamansari, Kecamatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6, Pasal 7,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tindakan dalam mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat suatu bencana.

BAB I PENDAHULUAN. tindakan dalam mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat suatu bencana. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Ilmu tentang bencana semakin berkembang dari tahun ke tahun seiring semakin banyaknya kejadian bencana. Berawal dengan kegiatan penanggulangan bencana mulai berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa jalan dan jembatan yang merupakan bagian dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa jalan dan jembatan yang merupakan bagian dari pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sarana dan prasarana sub sistem transportasi di Indonesia dapat berupa jalan dan jembatan yang merupakan bagian dari pembangunan nasional, dimaksudkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6, Pasal 7,

Lebih terperinci

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, 1 RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN

Lebih terperinci

PELATIHAN MITIGASI BENCANA KEPADA ANAK ANAK USIA DINI

PELATIHAN MITIGASI BENCANA KEPADA ANAK ANAK USIA DINI Seri Pengabdian Masyarakat 2014 ISSN: 2089-3086 Jurnal Inovasi dan Kewirausahaan Volume 3 No. 2, Mei 2014 Halaman 115-119 PELATIHAN MITIGASI BENCANA KEPADA ANAK ANAK USIA DINI Hijrah Purnama Putra 1 dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gunung Merapi merupakan gunung api tipe strato, dengan ketinggian 2.980 meter dari permukaan laut. Secara geografis terletak pada posisi 7 32 31 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gunungapi Merapi merupakan jenis gunungapi tipe strato dengan ketinggian 2.980 mdpal. Gunungapi ini merupakan salah satu gunungapi yang masih aktif di Indonesia. Aktivitas

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN KELURAHAN DAN KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN KELURAHAN DAN KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN KELURAHAN DAN KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang : a. bahwa sehubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan otomomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan otomomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan otomomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan dua hal yang amat penting, pertama adalah

Lebih terperinci

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu No.89, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Pelaksanaan KLHS. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.69/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menyelenggarakan otonomi,

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DAN PEMANFAATAN SERTA PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan desa diarahkan untuk mendorong tumbuhnya prakarsa dan swadaya dari masyarakat perdesaaan agar mampu lebih berperan secara aktif dalam pembangunan desa.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR BERSIH BERBASIS MASYARAKAT

PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR BERSIH BERBASIS MASYARAKAT PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR BERSIH BERBASIS MASYARAKAT (Studi Kasus di Desa Bumijawa, Kecamatan Bumijawa Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah) YUDO JATMIKO SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY PEMETAAN ZONASI POTENSI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI

EXECUTIVE SUMMARY PEMETAAN ZONASI POTENSI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI EXECUTIVE SUMMARY PEMETAAN ZONASI POTENSI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI DESEMBER, 2014 Pusat Litbang Sumber Daya Air i KATA PENGANTAR Puji dan Syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunianya

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.228, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Strategis. Penyelenggaraan. Tata Cara. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5941) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

Peran dan Kontribusi K/L: Implementasi Kajian Risiko dan Dampak Perubahan Iklim

Peran dan Kontribusi K/L: Implementasi Kajian Risiko dan Dampak Perubahan Iklim Ulasan - Review Peran dan Kontribusi K/L: Implementasi Kajian Risiko dan Dampak Perubahan Iklim Perdinan GFM FMIPA - IPB Desain oleh http://piarea.co.id NDC - Adaptasi TARGET The medium-term goal of Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM, 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG \IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi merupakan salah

Lebih terperinci

2015 D AMPAK PELATIHAN PROGRAM RESCUE TERHAD AP PENINGKATAN TANGGAP BENCANA PARA KAD ER TIM SEARCH AND RESCUE:

2015 D AMPAK PELATIHAN PROGRAM RESCUE TERHAD AP PENINGKATAN TANGGAP BENCANA PARA KAD ER TIM SEARCH AND RESCUE: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber Daya Manusia yang terampil dan memiliki kinerja tinggi sangat diperlukan dalam era globalisasi seperti sekarang ini, sehingga mampu bersaing dalam tataran internasional.

Lebih terperinci

Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Adaptasi & Ketangguhan

Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Adaptasi & Ketangguhan Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Adaptasi & Ketangguhan Judul Kegiatan: Provinsi/Kota/Kabupaten: Lembaga Pengusul : Jenis Kegiatan : Adaptasi dan Ketangguhan A. Informasi Kegiatan A.1.

Lebih terperinci

VII. PERUMUSAN STRATEGI DAN PROGRAM PROMOSI KESEHATAN DI DESA JEBED SELATAN

VII. PERUMUSAN STRATEGI DAN PROGRAM PROMOSI KESEHATAN DI DESA JEBED SELATAN VII. PERUMUSAN STRATEGI DAN PROGRAM PROMOSI KESEHATAN DI DESA JEBED SELATAN Program Promosi Kesehatan adalah upaya meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH 1 GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan infrastruktur merupakan bagian dari pembangunan nasional.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan infrastruktur merupakan bagian dari pembangunan nasional. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan infrastruktur merupakan bagian dari pembangunan nasional. Pembangunan nasional merupakan usaha yang dilakukan sebagai langkah untuk membangun manusia Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember 2010 tercatat sebagai bencana terbesar selama periode 100 tahun terakhir siklus gunung berapi teraktif

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program Konsep Perencanaan Pengelolaan DAS Terpadu, dengan ciri-ciri sebagai berikut (1) hutan masih dominant, (2) satwa masih baik, (3) lahan pertanian masih kecil, (4) belum ada pencatat hidrometri, dan (5)

Lebih terperinci

Penataan Kota dan Permukiman

Penataan Kota dan Permukiman Penataan Kota dan Permukiman untuk Mengurangi Resiko Bencana Pembelajaran dari Transformasi Pasca Bencana Oleh: Wiwik D Pratiwi dan M Donny Koerniawan Staf Pengajar Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan

Lebih terperinci

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan BAB - VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN 6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan Strategi adalah langkah-langkah berisikan program indikatif untuk mewujudkan visi dan misi, yang dirumuskan dengan kriterianya

Lebih terperinci

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, - 1 - PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/PRT/M/2016 TENTANG PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu bencana alam adalah kombinasi dari konsekuensi suatu resiko alami

BAB I PENDAHULUAN. Suatu bencana alam adalah kombinasi dari konsekuensi suatu resiko alami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu bencana alam adalah kombinasi dari konsekuensi suatu resiko alami dan aktivitas manusia. Kerugian atau dampak negatif dari suatu bencana tergantung pada populasi

Lebih terperinci