LAPORAN KINERJA TAHUN 2015

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN KINERJA TAHUN 2015"

Transkripsi

1 KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN LAPORAN KINERJA TAHUN 2015 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PERNIAGAAN DAN INDUSTRI

2

3 DAFTAR ISI Kata Pengantar.. Daftar Isi Daftar Tabel Ringkasan Eksekutif... Halaman i ii iii iv Bab. I Pendahuluan A. Latar Belakang.. 1 B. Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi. 1 C. Aspek Strategis 2 D. Isu Strategis. 3 Bab. II Perencanaan Kinerja A. Rencana Strategi 5 B. Rencana Kerja Tahun C. Perjanjian KinerjaTahun D. Pengukuran Kriteria Keberhasilan Kinerja Tahun Bab. III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015 A. Capaian Kinerja Tahun B. Analisis Capaian Kinerja C. Pelaksanaan Tugas Lainnya. 27 D. Analisis Capaian Kinerja Dari Waktu ke Waktu 30 E. Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Evaluasi 32 F. Supervisi Penyusunan Laporan Kinerja. 33 G. Pemantauan Laporan Kinerja.. 34 H. Realisasi Anggaran. 39 Bab. IV Penutup A. Simpulan 46 B. Saran 47 Lampiran : 1. Perjanjian Kinerja 2. Pengukuran Kinerja 3. Fokus Kegiatan Tahun Info Grafis Paket Kebijakan Ekonomi I - VIII 5. Manual Indikator Kinerja Utama 6. Rekapitulasi Deregulasi Tahap I - VIII ii Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

4 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Sasaran Strategi 7 Tabel 2 Rencana Kerja Tahun Tabel 3 Penetapan dan Perjanjian Kinerja.. 11 Tabel 4 Pengukuran Kinerja Tahun Tabel 5 Pengukuran Kinerja Dari Tahun ke Tahun.. 31 Tabel 6 Capain Indikator Kinerj Utama Semester I 35 Tabel 7 Capain Indikator Kinerj Utama Semester II.. 37 Tabel 8 Realisasi Anggaran Per Kegiatan 39 Tabel 9 Realisasi Anggaran Cost per Outcome 41 Tabel 10 Realisasi Anggaran per kegiatan (Cost per Output). 42 iii Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

5 Ringkasan Eksekutif Laporan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerinttah (SAKIP) ini memberikan penjelasan mengenai Pencapaian Kinerja atas Perjanjian Kerja Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri selama tahun Capaian Kinerja (performance result) tersebut diperbandingkan dengan Target Kinerja (performance agreement) sebagai tolok ukur keberhasilan tahunan suatu unit Eselon I, Analisis atas capaian kinerja terhadap target kinerja ini akan memungkinkan terindentifikasinya sejumlah celah kinerja (performance gap) bagi perbaikan kinerja dimasa mendatang. menetapkan kinerja tahun 2015 secara berjenjang sesuai dengan kedudukan, tugas pokok, dan fungsi yang ada. Perencanaan Kinerja telah mengacu pada Renstra Tahun Oleh karena itu indikator-indikator kinerja dan target tahunan yang digunakan dalam perjanjian kinerja ini adalah Indikator Kinerja Utama (IKU) tingkat Deputi dan terintegrasi dengan Renstra tahun Prioritas yang terkait tugas pokok dan fungsi Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri dalam Nawa Cita adalah prioritas nasional yang pertama, yaitu Membangun konektifitas nasional untuk mencapai keseimbangan pembangunan, dan Prioritas kelima yaitu Penguatan Investasi, serta prioritas kesembilan yaitu Pengembangan kapasitas perdagangan nasional. Dalam rangka pencapaian target prioritas nasional oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, selaku unsur pembantu dan pelaksana kebijakan, bertanggung jawab dalam pencapaian target prioritas tersebut, melalui penyelenggaraan Koordinasi dan Sinkronisasi perumusan dan penyusunan rancangan peraturan bidang Perniagaan dan Industri. Sebagai hasil penyelenggaraan koordinasi dan sinkronisasi (Outcome1) telah diselesaikan 5 (lima) Rekomendasi rancangan/rumusan peraturan perundangan baru, yaitu: 1. Rancangan peraturan mengenai Perjanjian Peningkatan dan Perlindungan Penanaman Modal (P4M)/Bilateral Investment Treaty; 2. Rancangan peraturan penerapan Single Sign On (SSO) untuk input kedalam system INSW pada PBOM, Karantina Pertanian dan Karantina Perikanan serta 8 Kementerian/Lembaga lainnya yang tergabung dalam Sistem NSW; 3. Rancangan Instruksi Presiden tentang Kebijakan Fasilitas Perdagangan Bebas di Dalam Negeri, telah diterbitkan Instruksi Presiden Nomor 13 Tahun 2015 tentang Fasilitas Perdagangan Bebas di Dalam Negeri (Inland Free Trade Arrangement), iv Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

6 4. Rancangan peraturan tentang Prototype e-licensing bidang Logistik Pos; 5. Instruksi Presiden Nomor 12 Tahun 2015 tentang Deregulasi Untuk Meningkatkan Daya Saing Industri, Sebagai hasil penyelenggaraan pengendalian pelaksanaan kebijakan (Outcome 2) telah diselesaikan 5 (lima) Rekomendasi rancangan perubahan perundangan yang ada, yaitu: 1. Kebijakan penyederhanaan perijinan dan non perijinan investasi telah merevisi Peraturan Kepala BKPM Nomor 12 Tahun 2013 tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Non Perizinan untuk menyesuaikan seluruh jenis perizinan usaha harus disamakan nomenklatur dengan peraturan perundang-undangan sektor; 2. Kebijakan Peningkatan Ekspor, telah merevisi Perpres Nomor 180 tahun 2014 tentang perubahan atas Perpres Nomor 79 tahun 2011 tentang Kunjungan Kapal Wisata Asing ke Indonesia, menjadi Peraturan Presiden Nomor 105 Tahun 2015 tentang Kunjungan Kapal Wisata (Yacht) Asing Ke Indonesia; 3. Kebijakan Pengembangan Logistik Nasional, telah merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat menjadi Peraturan Presiden Nomor 85 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang, Fungsi Gudang Berikat sebagai Logistics Centre; 4. Kebijakan Penguatan Pasar Dalam Negeri, telah dibentuk Tim Pengawasan Barang Beredar (TIM PBB) untuk mengawasi penerapan SNI wajib terhadap bahan pokok dan barang penting; 5. Kebijakan Pengembangan Kawasan dan Fasilitas Kawasan Industri, telah diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 142 Tahun 2015 tentang Kawasan Industri sebagai revisi dari Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri. Sebagai hasil Koordinasi dan Sinkronisasi peningkatan daya saing nasional (Outcome 3) telah diselesaikan 4 (empat) Rekomendasi sebagai usulan rancangan/rumusan peraturan perundangan baru atau revisi/mencabut suatu kebijakan/peraturan perundangan, yaitu: Pengembangan Sistem Distribusi dan Struktur Pasar CPO, dengan rekomendasi kebijakan yang diusulkan untuk memperbaiki transmisi harga CPO terhadap minyak goreng antara lain: a. Menentukan harga dasar CPO terendah (floor price) ketika jumlah CPO di pasar melimpah, dan menentukan harga dasar CPO tertingi (ceilling price) pada saat jumlah CPO di pasar langka Perubahan harga CPO selanjutnya dilakukan secara berkala. b. Meningkatkan peran pemerintah dalam mempengaruhi pasar industri minyak goreng melalui BUMN terkait, dengan menambah luas area perkebunan kelapa sawit dan membangun pabrik minyak goreng karena selama ini BUMN hanya bermain di industri hulu. v Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

7 c. Memperbaiki distribusi minyak goreng, hal ini dilakukan untuk menurunkan biaya distribusi minyak goreng. Mengingat harga CPO bukanlah komponen utama dalam membentuk harga minyak goreng. d. Melakukan deregulasi agar pemerintah melalui BUMN dapat lebih fleksibel dalam meningkatkan perannya untuk mempengaruhi pasar industri minyak goreng, seperti regulasi barang kebutuhan pokok, termasuk minyak goreng sehingga pada akhirnya dapat mempengaruhi harga minyak goreng di pasar domestik. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Menteri Koordinator yaitu sebagai Koordinator Deregulasi Kebijakan bidang Ekonomi, seseuai dengan Instruksi Presiden Nomor 12 Tahun 2015 tentang Deregulasi Untuk Meningkatkan Daya Saing Industri dari paket 1 sampai dengan paket 8, dengan fokus utama dari Paket Kebijakan Ekonomi ini adalah deregulasi kebijakan untuk menyelesaikan masalah regulasi dan birokrasi, lemahnya penegakan hukum, dan ketidakpastian usaha yang menjadi beban daya saing industri, Sasaran kebijakan deregulasi ini adalah peningkatan ketahanan dan kekuatan ekonomi nasional melalui Peningkatan Pertumbuhan, Peningkatan Daya Beli Masyarakat, Peningkatan Daya Saing Industri dan Perluasan Basis Produksi Nasional dan Peningkatan Ekspor. Analisis Capaian Kinerja tahun 2015 berdasarkan pengukuran kinerjanya adalah sebagai berikut: 1. Capaian Indikator Kinerja Utama (IKU) dari sasaran terwujudnya rancangan/rumusan peraturan bidang Perniagaan dan Industri yang diselesaikan, yang merupakan akumulatif dari capaian target kualitatif sebanyak 5 (lima) rancangan/rumusan peraturan perundangan yang baru, telah tercapai seluruhnya sehingga capaiannya sebesar 100%, sedangkan target yang akan dicapai sebesar 85%, sehingga capaian indikator kinerja sebesar 118%. 2. Capaian Indikator Kinerja Utama (IKU) dari sasaran terwujudnya Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan dibidang Perniagaan dan Industri yang terimplementasi,capaian Indikator Kinerja Utama yang merupakan akumulatif dari capaian target kualitatif sebanyak 5 (lima) rancangan peraturan perubahan perundangan yang ada, telah tecapai seluruhnya sehingga capaian IKU sebesar 100%, sedangkan target yang akan dicapai sebesar 85%, sehingga capaian indikator kinerja sebesar 118%. 3. Capaian Indikator Kinerja Utama (IKU) dari sasaran Terwujudnya Peningkatan Daya Saing Bidang Perniagaan dan Industri yang terimplementasi, Capaian Indikator Kinerja Utama yang merupakan akumulatif dari capaian target kualitatif 2 (dua) paket Rekomendasi kebijakan peningkatan daya saing sebagai usulan rancangan peraturan perundangan baru atau merevisi/mencabut suatu kebijakan/peraturan perundangan hanya tercapai 1 rekomendasi atau 50%, sehingga capaian indikator kinerja sebesar 50%. vi Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

8 Realisasi anggaran Tahun 2015, yaitu dari pagu sebesar Rp ,- (delapan belas miliar rupiah) realisasi belanja sampai dengan 31 Desember 2015 Sebesar Rp ,- atau 65,9 % dari total pagu anggaran, sedangkan target realisasi yang disepakati adalah sebesar 70%. Beberapa faktor penyebab rendahnya penyerapan anggaran di Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri adalah sebagai beikut: Dengan berlakunya Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 6 Tahun 2015, tentang Pedoman Pembatasan Pertemuan/Rapat di luar Kantor dalam rangka peningkatan efisiensi dan efektifitas kerja aparatur, mengakibatkan realisasi belanja rendah. Adanya pengalihan pagu anggaran perjalanan dinas sebesar 40% dari total pagu belanja perjalanan yang dialihkan dalam kegiatan (output) baru dalam rangka peningkatan daya saing, mengakibatkan belanja barang tidak terserap maksimal karena tidak adanya anggaran pendukung untuk perjalanan dinas dan paket meeting bagi kegiatan dimaksud, sehingga ada beberapa kajian/telaahan yang tidak dapat terlaksana. Dengan adanya restrukturisasi organisasi pada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, yang menyebabkan perubahan nomenklatur kegiatan, sehingga perlu adanya revisi nomenklatur kegiatan, mengakibatkan terhambatnya pelaksanaan anggaran. vii Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

9 BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Faktor utama perlambatan ekonomi dipengaruhi oleh rendahnya realisasi investasi, konsumsi masyarakat, dan ekspor, sedangkan penurunan konsumsi masyarakat terjadi akibat dari kondisi belum pulihnya ekonomi global, sehingga: Ekspor relatif melamban; Investasi langsung belum dapat cepat berperan signifikan karena baru dilakukan pembenahan (PTSP). Pada sisi pembiayaan, aliran masuk modal melemah karena rendahnya penanaman modal asing (PMA) langsung. Dilain pihak, distorsi dari berbagai kegiatan sektor ekonomi lainnya ditumpahkan bebannya pada konsumen sehingga daya beli masyarakat merosot yang menurunkan kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi, bahkan distorsi yang akut ini telah melemahkan daya saing produksi dan suplai domestik Dari berbagai sumber dalam berbagai kesempatan yang disampaikan oleh para pelaku usaha dan masyarakat, diketahui distorsi ekonomi ditimbulkan karena regulasi, perilaku birokrasi, dan lemahnya penegakan hukum, sehingga perlunya segera tindakan deregulasi, debirokratisasi, dan gerakan penegakan hukum secara tegas dan tuntas sebagai unsur aparatur yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Koordinator, juga melaksanakan tugas lain yang ditetapkan oleh Menteri Koordinator untuk melaksanakan koordinasi deregulasi dn debiroktratisasi kebijakan bidang ekonomi yang terdiri dari paket 1 sampai dengan paket 8 dengan fokus utama dari Paket Kebijakan Ekonomi adalah deregulasi kebijakan untuk menyelesaikan masalah regulasi dan birokrasi, lemahnya penegakan hukum, dan ketidakpastian usaha yang menjadi beban daya saing industri, Sasarannya adalah peningkatan ketahanan dan kekuatan ekonomi nasional melalui Peningkatan Pertumbuhan, peningkatan daya beli masyarakat, peningkatan daya saing industri dan perluasan Basis Produksi Nasional dan peningkatan ekspor B. Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Berdasarkan Peraturan Menteri Koordinastor Bidang Perekonomian Nomor 5 Tahun 2015 tentang Struktur Organisasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, maka kedudukan, tugas, fungsi, susunan organisasi dan tata kerja adalah sebagai berikut: 1 Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

10 1. Kedudukan a. berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Koordinator. b. dipimpin oleh Deputi. 2. Tugas Pokok mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan serta pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/ Lembaga yang terkait dengan isu di bidang perniagaan dan industri. 3. Fungsi Dalam melaksanakan tugas tersebut, Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri menyelenggarakan fungsi: a. koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait dengan isu di bidang perniagaan dan industri; b. Pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait dengan isu di bidang perniagaan dan industri; c. Koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan di bidang peningkatan daya saing perniagaan dan industri di pasar intenasional; d. Pengendalian pelaksanaan kebijakan peningkatan daya saing perniagaan dan industri di pasar intenasional; e. Koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan di bidang peningkatan daya saing konektivitas nasional; f. Pengendalian pelaksanaan kebijakan peningkatan konektivitas nasional; g. Koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan di bidang pengembangan pasar tradisional; h. Koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan di bidang pelayanan terpadu satu pintu; i. Pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan di bidang perniagaan dan industri; dan j. Melaksanakan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri Koordinator. C. Aspek Strategis Agenda prioritas bidang ekonomi guna meningkatkan produktifitas rakyat dan daya saing di pasar internasional menetapkan 10 program prioritas. Prioritas yang terkait tugas dan fungsi adalah prioritas pertama yaitu Membangun konektifitas nasional untuk mencapai keseimbangan pembangunan, dan Prioritas kelima yaitu Penguatan Investasi, serta prioritas kesembilan yaitu Pengembangan kapasitas perdagangan nasional. 2 Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

11 Aspek strategis yang berkaitan dengan arah kebijakan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dalam rangka mendukung pertumbuhan perekonomian nasional adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan Koordinasi Kebijakan Pengembangan Logistik Nasional (Sislognas); 2. Meningkatkan Koordinasi Kebijakan Peningkatan Investasi; 3. Meningkatkan Koordinasi Kebijakan Pengembangan Industri; 4. Meningkatkan Koordinasi Kebijakan Peningkatan Ekspor dan Fasilitasi Perdagangan. D. Isu Strategis 1. Bidang Koordinasi Kebijakan Peningkatan Investasi; Banyaknya jumlah, redundansi, dan duplikasi perizinan (izin, persetujuan, rekomendasi, pengakuan, identitas, penetapan, pemberitahuan). Banyaknya persyaratan dokumen dan tidak adanya SOP/SLA dan call center yang dapat memberikan kepastian hukum. Masih rendahnya pemahaman, kepatuhan, dan integritas aparatur. Lambatnya penerbitan peraturan pelaksanaan atau juklak dan juknis. 2. Bidang Koordinasi Kebijakan Peningkatan Ekspor dan Fasilitasi Perdagangan Belum berfungsinya beberapa konsolidator ekspor swasta dalam pembinaan produk, korporasi, dan daya saing ekspor UMKM. Pengembangan produk ekspor tidak sinergi dengan pengembangan industri, trend pasar, dan kendala regulasi/birokrasi. Belum fokusnya promosi ekspor sesuai dengan potensi dan segmentasi pasar negara akreditasi tujuan ekspor. Lemahnya kelembagaan, program, dan anggaran yang terfokus untuk pelaksanaan kerjasama perdagangan internasional dan penyesuaian hambatan/kendala akses pasar/distribusi. Lemahnya peran ekonomi/market intelijen. Rendahnya dukungan terhadap kelembagaan INSW sebagai pelaksana debirokratisasi dan garda cross border trade yang berdasarkan ASEAN Agreement merupakan autoritas kompetensi fasilitasi perdagangan ASEAN, INSW sebagai National Flag. 3. Bidang Koordinasi Pengembangan Logistik Nasional; Big and Quick Wins kebijakan pengembangan sistem logistik nasional, yang menyangkut pengembangan infrastruktur pelabuhan, distribusi 3 Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

12 komoditi, SDM, penyedia jasa logistik, ICT, dan regulasi tidak menjadi prioritas K/L dan jaminan penyediaan anggarannya. Banyaknya kekangan regulasi di tingkat K/L yang menjadi hambatan/kendala pengembangan daya saing logistik nasional. Kurangnya sosialisasi yang menegaskan bahwa kebijakan pengembangan sistem logistik nasional termasuk cetak birunya merupakan kegiatan antar koordinasi dan antar K/L serta stakeholders swasta yang selama ini berada dibawah Tim Kerja Sislognas Kemenko Perekonomian. 4. Bidang Koordinasi Kebijakan Penguatan Pasar Dalam Negeri Lemahnya pengawasan pelaksanaan penggunaan produk dalam negeri baik di tingkat K/L, Pemda, BUMN, BUMD, LKPP, dan BPKP. Tidak jelasnya pengertian produk dalam negeri dalam pelaksanaan UU No. 3 Tahun 2014 dan UU No. 7 Tahun Bidang Koordinasi Kebijakan Pengembangan Industri; Besarnya dominasi perusahaan internasional atau MNC dalam pengaturan produksi dan segmentasi pasar yang didukung oleh liberalisasi perdagangan dalam konsep FTA. Longgarnya seleksi teknologi, permodalan, dan ketergantungan impor dalam investasi sektor industri. Lambatnya pembangunan basis kebutuhan industri seperti listrik, energi, infrastruktur, air, pengembangan SDM, tanah, konektivitas antar sumber bahan baku dan kegiatan industri. Kebijakan pengembangan industri lebih banyak terhadap pemberian insentif ketimbang terfokus pada rantai nilai. Tidak adanya intervensi Pemerintah dalam pengembangan kawasan industri sebagai bagian dari supply chain. Sedikitnya fasilitas yang mendukung daya saing IKM termasuk penyediaan bahan baku secara retail dan kredit serta pembiayaan yang murah dan mudah. 4 Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

13 BAB II Perencanaan Kinerja A. Rencana Strategis Arah Kebijakan guna mengemban tugas dan fungsinya yaitu mendukung kebijakan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian di bidang perniagaan dan industri dalam rangka pencapaian program prioritas nasional untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, berkualitas dan berkelanjutan, dilaksanakan melalui koordinasi dan sinkronisasi, pengendalian, Monitoring dan evaluasi, analisis/studi kebijakan dan kajian/telaahan serta sosialisasi. Strategi tersebut merupakan langkah-langkah Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri untuk mendorong peningkatan kinerja sektor/lintas sektor menjadi lebih optimal baik dalam pelaksanaan program/kegiatan sektor atau lintas sektor menjadi lebih efektif dan efisien. Meningkatnya pengelolaan sektor/lintas sektor dimaksud diharapkan dapat memberikan manfaat peningkatan produktivitas bagi sektor/lintas sektor bidang perniagaan dan industri, sehingga pada akhirnya dengan tercapainya target-target sektor/lintas sektor secara akumulatif memberikan kontribusi dampak terhadap keberhasilan akan terwujudnya sasaran pembangunan ekonomi yang mandiri dan berdaya saing sebagaimana tertuang pada RPJMN dapat dicapai. Dalam rangka melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, agar efektif, efisien dan akuntabel, menjabarkan strategi sebagai berikut: 1. Visi Visi Deputi BidangKoordinasi Perniagaan dan Industri adalah: Terwujudnya pengembangan dan pengelolaan dibidang perniagaan dan Industri secara optimal 2. Misi Dalam rangka mewujudkan Visi tersebut Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri menetapkan misi: Meningkatnya pengembangan dan pengelolaan dibidang perniagaan dan Industri secara optimal 3. Tujuan Berdasarkan visi dan misi yang telah ditetapkan, Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri menetapkan tujuan yang akan dicapai oleh organisasi dalam jangka waktu sampai dengan tahun 2019, yaitu: Meningkatkan Pertumbuhan dibidang perniagaan dan Industri yang inklusif dan berkelanjutan 5 Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

14 4. Sasaran Strategi Berdasarkan tujuan yang akan dicapai, Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri menjabarkan dalam sasaran-sasaran strategis tahunan selama periode Renstra. Sasaran strategis dan indikator Kinerja sebagai alat ukur keberhasilan sasaran strategis selama tahun 2015 adalah sebagai tercantum dalam Tabel 1: B. Rencana Kerja Tahun 2015 Penjabaran Program Koordinasi Kebijakan Perekonomian bidang Perniagaan dan Industri dituangkan dalam Rencana Kerja TA 2015 yang terinci dan struktur serta serta target per triwulan (periodik) sehingga dapat menjelaskan peran dan kontribusinya masing-masing asisten deputi dalam pencapaian Output Kedeputian V, hal tersebut sebagai tercantum dalam Tabel 2 6 Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

15 Tabel 1 Sasaran Strategi Tahun Anggaran 2015 UNIT KERJA Deputi Bidang Perniagaan dan Industri PROGRAM Program Koordinasi Kebijakan Bidang Perekonomian Sasaran Strategis Terwujudnya Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Perniagaan dan Industri Outcome/Sasaran Strategis 2015 Indikator Sasaran Strategi Persentase Rancangan/rumusan peraturan bidang Perniagaan dan Industri yang diselesaikan Terwujudnya Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan Perniagaan dan Industri Persentase kebijakan bidang perniagaan dan Industri yang terimplementasi Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan peningkatan daya saing nasional Persentase rekomendasi kebijakan peningkatan daya saing nasional yang ditindaklanjuti 7 Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

16 Tabel 2 Rencana Kerja Tahun 2015 Tahun Anggaran 2015 Program/ Sasaran Strategis Kegiatan Sasaran Kegiatan Output Tahunan Target TriWulan Alokasi Dana (Jutaan Rp) Koordinasi Kebijakan Perekonomian Terwujudnya Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Perniagaan dan Industri Rekomendasi kebijakan Pengembangan Investasi Meningkatnya Investasi Nasional Rekomendasi kebijakan pengembangan investasi 5 paket Rekomendasi 1 paket Rekomend asi Rekomendasi kebijakan Peningkatan Ekspor dan Peningkatan investasi 2 paket Rekomendasi 1 paket Rekomend asi 500 Layanan dukungan administrasi dan Tata kelola 6 paket layanan 2 paket bulan 500 Koordinasi Pengembangan dan Penerapan Sistem NSW dan Integrasi ke dalam Sistem ASW Terwujudnya Sistem National Single Window yanmg efisien, konsisten, transparan, dan simple Rekomendasi Kebijakan di Bidang Pengembangan dan Penerapan Sistem NSW dan integrasi ke dalam sistem ASW 5 paket Rekomendasi 1 paket Rekomend asi Koordinasi Kebijakan Peningkatan Ekspor dan Fasilitasi Perdagangan Internasional Meningkatnya ekspor dan bekembangnya fasilitasi perdagangan internasional Rekomendasi kebijakan Peningkatan Ekspor dan Fasilitasi Perdagangan Internasional 5 paket Rekomendasi 1 paket Rekomend asi Koordinasi pengembangan nasional Kebijakan logistik Meningkatnya pengembangan Logistik Nasional untuk mendukung kelancaran arus barang Rekomendasi kebijakan pengembangan logistik nasional 5 paket Rekomendasi 1 paket Rekomend asi Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

17 Koordinasi Kebijakan penguatan pasar dalam negeri dan tertib usaha Tersusunnya rekomendasi kebijakan penguatan pasar dalam negeri dan tertib usaha Rekomendasi kebijakan penguatan pasar dalam negeri dan tertib usaha 5 paket Rekomendasi 1 paket Rekomend asi Koordinasi KebijakanPengembangan Industri Tersusunnya rekomendasi kebijakan pengembangan sektor dan kawasan industri rekomendasi kebijakan pengembangan sektor dan kawasan industri 5 paket Rekomendasi 1 paket Rekomend asi Terwujudnya Pengendalian Kebijakan di bidang Perniagaan dan Industri Rekomendasi pelaksanaan pengendalian kebijakan pengembangan investasi 4 paket Rekomendasi 1 paket Rekomend asi Rekomendasi Pengendalian Kebijakan di Bidang Pengembangan dan Penerapan Sistem NSW dan integrasi ke dalam sistem ASW Rekomendasi pelaksanaan pengendalian kebijakan Peningkatan Ekspor dan Fasilitasi Perdagangan Internasional 4 paket Rekomendasi 5 paket Rekomendasi 1 paket Rekomend asi 1 paket Rekomend asi Rekomendasi pelaksanaan pengendalian kebijakan pengembangan logistik nasional. 4 paket Rekomendasi 1 paket Rekomend asi 500 Rekomendasi pelaksanaan pengendalian kebijakan penguatan pasar dalam negeri dan tertib usaha. 4 paket Rekomendasi 1 paket Rekomend asi 500 Rekomendasi pelaksanaan pengendalian kebijakan pengembangan sektor dan kawasan industri 4 paket Rekomendasi 1 paket Rekomend asi Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

18 Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan peningkatan daya saing nasional Rekomendasi kebijakan peningkatan daya saing investasi Rekomendasi kebijakan peningkatan daya saing di bidang Peningkatan Ekspor dan Fasilitasi Perdagangan Internasional 1 paket Rekomendasi 1 paket Rekomendasi 1 paket Rekomend asi 1 paket Rekomend asi Rekomendasi kebijakan peningkatan daya saing logistik nasional 1 paket Rekomendasi 1 paket Rekomend asi 500 Rekomendasi kebijakan peningkatan daya saing di pasar dalam negeri 1 paket Rekomendasi 1 paket Rekomend asi 500 Rekomendasi kebijakan peningkatan daya saing pengembangan sektor dan kawasan industri 1 paket Rekomendasi 1 paket Rekomend asi Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

19 C. Perjanjian Kinerja Tahun 2015 Implementasi Sistem Akuntansi Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP), Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri tahun 2015, merupakan penjabaran Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang SAKIP, dan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor : 53 Tahun 2014, tentang Juknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja. Dokumen Perjanjian Kinerja adalah pernyataan komitmen yang merepresentasikan tekad dan janji untuk mencapai kinerja yang jelas dan terukur dalam rentang waktu satu tahun tertentu dengan mempertimbangkan sumber daya yang dikelolanya. Tujuan khusus perjanjian kinerja antara lain adalah untuk: meningkatkan akuntabilitas, transparansi, dan kinerja aparatur; sebagai wujud nyata komitmen antara penerima amanah dengan pemberi amanah; sebagai dasar penilaian keberhasilan/kegagalan pencapaian tujuan dan sasaran organisasi; menciptakan tolok ukur kinerja sebagai dasar evaluasi kinerja aparatur; dan sebagai dasar pemberian reward atau penghargaan dan sanksi. menetapkan perjanjian kinerja tahun 2015 secara berjenjang sesuai dengan kedudukan, tugas, dan fungsi yang ada. Perjanjian Kinerja ini telah mengacu pada Renstra Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Tahun dan Renja Tahun Anggaran Oleh karena itu indikator-indikator kinerja dan target tahunan yang digunakan dalam perjanjian kinerja ini merupakan indikator kinerja utama untuk mengukur keberhasilan organisasi, sebagaimana tabel 3 dibawah ini. Tabel 3 Penetapan dan Perjanjian Kinerja Tahun 2015 Sasaran Strategis 1 Terwujudnya Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Perniagaan dan Industri Target 2015 Indikator Kinerja Utama (IKU) Persentase Rancangan/rumusan peraturan bidang Perniagaan dan Industri yang diselesaikan 85% Sasaran Strategis 2 Terwujudnya Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan dibidang Perniagaan dan Industri Indikator Kinerja Utama (IKU) Target 2015 Persentase Kebijakan Bidang Perniagaan dan Industri yang terimplementasi. 85% 11 Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

20 Sasaran Strategis 3 Terwujudnya Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Peningkatan Daya Saing Nasional Indikator Kinerja Utama (IKU) Target 2015 Persentase Kebijakan Peningkatan Daya Saing Nasional yang terimplementasi. 85% D. Pengukuran Kriteria Keberhasilan Kinerja Tahun Pengukuran kinerja Pengukuran kinerja tahun 2015 dilakukan dengan cara membandingkan antara target Pencapaian Indikator Kinerja yang telah ditetapkan dalam Perjanjian Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri dan realisasinya. 2. Metode pengukuran Metode pengukuran kinerja menggunakan manual perhitungan IKU yaitu akumulatif dari basis data berupa rekomendasi yang ditindaklanjuti oleh Kementerian/Lembaga diukur secara kuantitatif untuk melihat kualitas outcome dalam prosentase (%) dari target IKU dalam mencapai sasaran strategis kebijakan perniagaan dan industrisebagaimana terdapat dalam Manual IKU pada lampiran ini. 3. Mekanisme pengumpulan data Mekanisme pengumpulan data kinerja dalam penyusunan Laporan Kinerja diperoleh dari kontribusi para Asisten Deputi pada Deputi Bidang KOordinasi Perniagaan dan Industri melalui system online/website www//serambid5.com dan system online group lainnya. 12 Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

21 BAB III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015 A. Capaian Kinerja Tahun 2015 Capaian kinerja tahun 2015 secara ringkas dapat dijabarkan sebagai berikut: Sasaran Strategis 1 Terwujudnya Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Perniagaan dan Industri Indikator Kinerja Utama Rencana Target (%) Realisasi (%) Kinerja (%) Persentase Rancangan/rumusan peraturan bidang Perniagaan dan Industri yang diselesaikan 5 (lima) Rancangan/ Rumusan peraturan di bidang Perniagaan dan Industri yang diselesaikan. Sasaran Strategis 2 85% 100% 118% Terwujudnya Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan dibidang Perniagaan dan Indikator Kinerja Utama Persentase Kebijakan Bidang Perniagaan dan Industri yang terimplementasi. Industri Target 5 (lima) rekomendasi kebijakan perniagaan dan Industri yang terimplementasi. Sasaran Strategis 3 Target (%) Realisasi (%) Kinerja (%) 85% 100% 118% Terwujudnya Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Peningkatan Daya Saing Nasional Indikator Kinerja Utama Persentase Kebijakan Peningkatan Daya Saing Nasional yang terimplementasi. Target 2 (dua) rekomendasi kebijakan peningkatan daya saing nasional yang terimplementasi Target (%) Realisasi (%) Kinerja (%) 100% 100% 100% B. Analisis Capaian Kinerja Analisis Capaian Kinerja dapat dilihat pada Tabel 4 dibawah iniberdasarkan Perjanjian Kinerja Tahun 2015 adalah sebagai berikut : 13 Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

22 Sasaran Strategis 1: Sasaran Strategis 1 Terwujudnya Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Perniagaan dan Industri Pencapaian target kinerja atas sasaran iniadalah sebagai berikut: Indikator Kinerja Utama Target Realisasi Kinerja Persentase Rancangan/rumusan peraturan bidang Perniagaan dan Industri yang diselesaikan 85% 100% 118% Kriteria pencapaian target dalam prosentase dapat dijabarkan sebagai berikut: Level Kualitas Rekomendasi Kualitas dalam % a. Tersusunnya Rekomendasi kebijakan dari hasil Koordinasi dan Sinkronisasi b. Tersusunnya rekomendasi Kebijakan dari hasil Koordinasi dan Sinkronisasi dan ditindalanjuti dengan arahan pimpinan untuk mengadakan rapat pembahasan dengan Kementerian/lembaga c. Rekomendasi kebijakan dari hasil Koordinasi dan Sinkronisasi dan ditindaklanjuti dalam bentuk Rapim/Rakor/Rakortek d. Rekomendasi Kebijakan yang ditindaklanjuti sampai dengan penyusunan Rancangan Peraturan/perundangan 5%. 10%. 15% 20%. Target capaian 5 (lima) Rancangan/rumusan peraturan bidang Perniagaan danindustri telah tercapai 5 sebanyak Rancangan/rumusan dengan kriteria capaian sebagai berikut: 1. Rekomendasi kebijakan pengembangan investasi yang ditindaklanjuti, dengan capaian indikator sebesar 20%. Analisis atas hasil capaian sebagai hasil dari Koordinasi dan Sinkronisasi perumusan kebijakan sebagai berikut : Hambatan: Masih rendahnya pemahaman, kepatuhan, dan integritas aparatur. Lambatnya penerbitan peraturan pelaksanaan atau juklak dan juknis. 14 Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

23 Peluang (potensi): Rasionalisasi seleksi investasi (Revisi Perpres No. 39 Tahun 2014 tentang Daftar Negatif Investasi/DNI). Mendorong peningkatan Ease Doing Business (EoDB). Mendesaknya pengawasan dan penegakan hukum dalam penyelesaian masalah investasi. Implementasi kebijakan yang dapat diformulasikan (Output): Rancangan Peraturan mengenai Perjanjian Peningkatan dan Perlindungan Penanaman Modal (P4M)/Bilateral Investment Treaty Outcome yang dapat dirasakan dengan berlakunya Perpres tersebut antara lain: Kepastian berusaha Mengurangi beban administrasi waktu dan biaya Menjadikan citra investasi Indonesia 2. Rekomendasi kebijakan fasilitasi perdagangan internasional yang ditindaklanjuti tentang penerapan dan pengembangan system INSW, dengan capaian indikatornya sebesar 20%. Analisis atas hasil capaian sebagai hasil dari Koordinasi dan Sinkronisasi perumusan kebijakan sebagai berikut : Hambatan: Rendahnya dukungan terhadap kelembagaan INSW sebagai pelaksana debirokratisasi dan garda cross border trade yang berdasarkan ASEAN Agreement merupakan autoritas kompetensi fasilitasi perdagangan ASEAN, dalam perundingan ASEAN, INSW sebagai National Flag. Peluang (potensi): Memperkuat peran INSW secara independen, yang menyangkut kelembagaan, SDM, anggaran, serta fokus program INSW yang menyangkut debirokratisasi, ekstensifikasi pengawasan pelabuhan, dan ASEAN Trade Facilitation. Implementasi kebijakan yang dapat diformulasikan (Output): Draft peraturan Penerapan Single Sign On (SSO) untuk input kedalam system INSW pada PBOM, Karantina Pertanian dan Karantina Perikanan dan 8 Kementerian/Lembaga lainnya yang tergabung dalam Sistem NSW. Outcome yang dapat dirasakan dengan berlakunya Perpres tersebut antara lain: Penurunan dwiling time di pelabuhan Menjamin trasparansi proses kepengurusan dokumen ekspor dan impor Memberikan kemudahan pengurusan dokumen ekspor dan impor, serta kepastian biaya bagi pelaku usaha 3. Rekomendasi kebijakan peningkatan ekspor yang ditindaklanjuti, dengan capaian indikatornya sebesar 20%. 15 Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

24 Analisis atas hasil capaian sebagai hasil dari Koordinasi dan Sinkronisasi perumusan kebijakan sebagai berikut : Hambatan: Belum berfungsinya beberapa konsolidator ekspor swasta dalam pembinaan produk, korporasi, dan daya saing ekspor UMKM. Pengembangan produk ekspor tidak sinergi dengan pengembangan industri, trend pasar, dan kendala regulasi/birokrasi. Belum fokusnya promosi ekspor sesuai dengan potensi dan segmentasi pasar negara akreditasi tujuan ekspor. Lemahnya kelembagaan, program,dan anggaran yang terfokus untuk pelaksanaan kerjasama perdagangan internasional dan penyesuaian hambatan/kendala akses pasar/distribusi. Lemahnya peran ekonomi/market intelijen. Volume perdagangan Indonesia tidak berkembang. Disamping itu peranan industri manufaktur terhadap PDB cenderung menurun. Industri dalam negeri tidak banyak memiliki fasilitas, kecuali kelonggaran impor dalam skema perusahaan jalur prioritas (kepatuhan), mendekatkan inventory (gudang berikat), kebutuhan restrukturisasi, fasilitas investasi awal, dan untuk ekspor. Banyaknya Foreign Direct Investment (FDI) ke Indonesia melalui negara ketiga. Tidak sedikit investasi manufaktur dari negara FTA yang bahan baku/penolongnya dari multisourcing mulai beralih mengimpor barang jadinya (CBU). Meningkatnya minat investasi dari negara-negara non-fta (Eropa, Zona Amerika, Timur Tengah, Rusia) yang membutuhkan dorongan daya saing dengan produk dari negara-negara FTA, sehingga persaingan niaga saat ini meminta Pemerintah mengatraksi kebijakan yang dapat menarik investasi/industri global supply chain. Peluang (potensi): Peningkatan tertib pengawasan ekspor baik smuggling maupun trade malpratices terhadap ekspor sumber daya alam. Peningkatan efektifitas instrumen Trade Remedies (Anti Dumping, Safeguard, dll). Penguatan kelembagaan dan operasional Indonesia National Single Window/INSW, sebagai transformasi debirokratisasi dan paperlesscross border trade. penangguhan bea masuk yang dikenakan atas impor bahan baku, komponen, dan barang penolong yang digunakan untuk membuat barang dalam kegiatan usaha industri di kawasan atau tempat tertentu. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tidak dipungut bagi penyerahan dalam negeri atas bahan baku, komponen, dan barang penolong yang berasal dari produksi dalam negeri maupun antar kawasan atau tempat yang mendapatkan fasilitas perdagangan bebas di dalam negeri (inland free trade arrangement). Bea Masuk sebesar 0% (nol perseratus) bagi barang hasil produksi yang dijual ke pasar dalam negeri, dalam hal barang produksi berupa barang jadi (finished product) atau barang setengah jadi (intermediary product). 16 Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

25 Penyusunan aturan mengenai kemudahan dan kecepatan pemberian Surat Keterangan Asal barang Indonesia (SKA form B) dan Surat Keterangan Asal (SKA) lainnya yang diperlukan untuk mendapatkan preferensi tarif dalam rangka kerjasama perdagangan internasional. Implementasi kebijakan yang dapat diformulasikan (Output): Telah ditandatangani Instruksi Presiden Nomor 13 Tahun 2015 tentang Kebijakan Fasilitas Perdagangan Bebas di Dalam Negeri (Inland Free Trade Arrangement); Outcome yang dapat dirasakan dengan berlakunya Inpres tersebut antara lain: Meningkatnya Foreign Direct Investment (FDI) ke Indonesia sehingga meningkatkan kegiatan dunia usaha yang dapat menampung tenaga kerja. Subtitusi barang impor. 4. Rekomendasi Kebijakan Pengembangan Logistik Nasional, dengan capaian indikatornya sebesar 20%.. Analisis atas hasil capaian sebagai hasil dari Koordinasi dan Sinkronisasi perumusan kebijakan sebagai berikut : Hambatan: Big and Quick Wins kebijakan pengembangan sistem logistik nasional, yang menyangkut pengembangan infrastruktur pelabuhan, distribusi komoditi, SDM, penyedia jasa logistik, ICT, dan regulasi tidak menjadi prioritas K/L dan jaminan penyediaan anggarannya. Banyaknya kekangan regulasi di tingkat K/L yang menjadi hambatan/kendala pengembangan daya saing logistik nasional. Kurangnya sosialisasi yang menegaskan bahwa kebijakan pengembangan sistem logistik nasional termasuk cetak birunya merupakan kegiatan antar koordinasi dan antar K/L serta stake holders swasta yang selama ini berada dibawah Tim Kerja Sislognas Kemenko Perekonomian. Peluang (potensi): Penguatan implementasi kebijakan pengembangan sistem logistik nasional (Perpres No. 26 Tahun 2012), sebagai strategi peningkatan konektivitas nasional dan optimalisasi global supply chain termasuk kebijakan deregulasi dan debirokratisasi yang mengekang pengembangan daya saing logistik nasional. Peningkatan sertifikasi kompetensi sumber daya manusia logistik dalam menghadapi MEA. Peningkatan peranan perusahaan penyedia jasa logistik dalam pelaksanaan rantai pasok kegiatan ekonomi masyarakat. Implementasi kebijakan yang dapat diformulasikan (Output): Disusunnya (draft) Prototype e-licensing bidang Logistik Pos 17 Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

26 Outcome yang dapat dirasakan dengan berlakunya Perpres tersebut antara lain: Menurunkan biaya logistik bagi kegiatan perekonomian di Indonesia. Meningkatkan daya saing industri nasional dalam menghadapi MEA. Meningkatkan kemampuan tenaga kerja Indonesia dalam menghadapi pasar bersama MEA. 5. Rekomendasi Kebijakan untuk meningkatkan daya saing industri, dengan capaian indikatornya sebesar 20%. Analisis atas hasil capaian sebagai hasil dari Koordinasi dan Sinkronisasi perumusan kebijakan sebagai berikut : Hambatan: Porsi peran industri terhadap pertumbuhan ekonomi semakin menurun sehingga menurunkan pula penyerapan tenaga kerja pada industri. Untuk PMDN terjadi penurunan penyerapan tenaga kerja dari sebesar Tahun 2012 menjadi hanya tahun 2014 (turun sebesar 56%) dan untuk PMA terjadi penurunan penyerapan TKI dari sebesar tahun 2012 menjadi hanya tahun 2014 (turun sebesar 56%). Untuk itu diperlukan adanya deregulasi untuk melepas tambahan beban bagi industri, percepatan penyelesaian gap daya saing industri, dan inisiatif baru untuk mendorong keunggulan industri nasional dan perlu adanya perlindungan dari gangguan keamanan serta kepastian berusaha. Peluang (potensi): merasionalisasi peraturan perundang-undangan dengan menghilangkan duplikasi, redundansi, dan/atau irrelevant regulations; melakukan keselarasan antar peraturan perundang-undangan; melakukan konsistensi peraturan perundang-undangan; melakukan reviu peraturan perundang-undangan untuk: penyederhanaan perizinan, menetapkan standar operasional dan perosedur yang jalas dan pasti, dan menetapkan service level agreement; membangun ketentuan sanksi yang tegas dan tuntas dalam setiap peraturan perundang-undangan; melakukan koordinasi dan penyelesaian terhadap permasalahan penerapan peraturan perundang-undangan dan birokrasi (damage control channel); dan melakukan pengawasan, pengamanan dan kenyamanan, serta pemberantasan pemerasan dan pungli Implementasi kebijakan yang dapat diformulasikan (Output): Instruksi Presiden Nomor 12 Tahun 2015 tentang Deregulasi Untuk Meningkatkan Daya Saing Industri, 18 Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

27 Outcome yang dapat dirasakan dengan berlakunya Inspres tersebut antara lain: Peraturan perundang-undangan yang ditetapkan lebih mempermudah dan menyederhanakan serta memberikan kepastian bagi industri untuk pengembangan kegiatan usahanya. Keamanan bagi industri lebih meningkat. Industri lebih berdaya saing dan dapat menyerap tenaga kerja lebih tinggi sehingga kesejahteraan masyarakat meningkat. Kesimpulan Capaian Indikator Kinerja Utama yang merupakan prosentase dari akumulatif capaian kualitatif yaitu 5 Rancangan/rumusan x 20% = 100% dibagi dengan rencana capaian sebesar 85%, sehingga capaian indikator kinerja sebesar 118%. Sasaran Strategis 2: Sasaran Strategis 2 Terwujudnya Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan dibidangperniagaan dan Industri Pencapaian target kinerja atas sasaran iniadalah sebagai berikut: Indikator Kinerja Utama Target Realisasi Kinerja Persentase Kebijakan Bidang Perniagaan dan Industri yang terimplementasi. 85% 100% 118% Kriteria pencapaian target dalam prosentase dapat dijabarkan sebagai berikut: Level Kualitas Rekomendasi Kualitas dalam % a. Tersusunnya Rekomendasi kebijakan dari hasil monitoring dan evaluasi b. Tersusunnya rekomendasi Kebijakan dari hasil monitoring dan evaluasi dan ditindalanjuti dengan arahan pimpinan untuk mengadakan rapat pembahasan dengan Kementerian/lembaga 5%. 10%. C D Rekomendasi kebijakan dari hasil monitoring dan evaluasi dan ditindaklanjuti dalam bentuk Rapim/Rakor/Rakortek Rekomendasi Kebijakan yang ditindaklanjuti sampai dengan penyusunan Rancangan Peraturan/perundangan 15% 20%. 19 Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

28 Target capaian kuantitatif sebanyak 5(lima) Kebijakan Bidang Perniagaan dan Industri yang terimplementasi dari fungsi pengendalian atas pelaksanaan kebijakan bidang perniagaan dan industri oleh Kementerian/Lembaga yang menghasilkan rekomendasi dan berimplikasi pada perubahan peraturan perundangan yang ada dibidang perniagaan dan industri sebagai berikut: 1. Rekomendasi kebijakan penyederhanaan perijinan dan non perijinan investasi yang merupakan hasil dari monitoring dan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang peningkatan investasi, dengan capaian indikatornya sebesar 20%. Analisis atas hasil capaian kebijakan di bidang peningkatan investasi sebagai berikut : Hambatan: Banyaknya jumlah, redundansi, dan duplikasi perizinan (izin, persetujuan, rekomendasi, pengakuan, identitas, penetapan, pemberitahuan). Banyaknya persyaratan dokumen, dan tidak adanya SOP/SLA dan call center yang dapat memberikan kepastian hukum. Peluang (potensi): Mendesaknya transformasi sistem perizinan melalui penetapan standard/norma kepatuhan usaha atau kegiatan masyarakat. Penyederhanaan regulasi dan kemudahan prosedurperizinan pusat dan daerah. Penguatan kelembagaan PTSP dan BPMPTSP. Mendesaknya pengawasan dan penegakan hukum dalam penyelesaian masalah investasi. Implementasi kebijakan yang dapat diformulasikan (Output): Peraturan Kepala BKPM Nomor 12 Tahun 2013 tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Non Perizinan untuk menyesuaikan seluruh jenis perizinan usaha harus disamakan nomenklatur dengan peraturan perundang-undangan sektor Outcome yang dapat dirasakan dengan berlakunya Perka BKPM tersebut antara lain: Meningkatnya jumlah investasi Pemerataan distribusi investasi di seluruh wilayah Indoensia Penyerapan tenaga kerja di sektor riel 2. Rekomendasi Kebijakan Peningkatan Ekspor dan Kepariwisataan, dengan capaian indikatornya sebesar 20%. Analisis atas hasil capaian sebagai berikut : Hambatan Belum optimalnya upaya untuk mendorong peningkatan kunjungan kapal wisata (yacht) asing ke Indonesia yaitu baru 750 kapal pada tahun 2014, 20 Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

29 hanya meningkat sekitar 250 kapal dari tahun 2010 karena adanya persyaratan yang tidak best practices seperti: clearance politics dan birokrasi dalam perpanjangan Clearance Approval for Indonesia Territory (CAIT). Peluang (potensi): Penghapusan CAIT; implementasi Custom, Immigration, Quarantine, Port (CIQP); dan yacht asing yang digunakan sebagai sarana wisatawan asing berlayar di perairan Indonesia tidak dikategorikan sebagai barang impor sementara. Implementasi kebijakan yang dapat diformulasikan (Output): Perpres No.180 tahun 2014 tentang perubahan atas Perpres Nomor 79 tahun 2011 tentang Kunjungan Kapal Wisata Asing ke Indonesia Rancangan tersebut telah ditetapkan dan diundangkan dengan nomor ketetapan Peraturan Presiden Nomor 105 Tahun 2015 tentang Kunjungan Kapal Wisata (Yacht) Asing Ke Indonesia Outcome yang dapat dirasakan dengan berlakunya Perpres tersebut antara lain: Masyarakat dapat memanfaatkan peningkatan kunjungan wisata untuk meningkatkan penghasilan. 3. Rekomendasi kebijakan Pengembangan Logistik Nasional, dengan capaian indikatornya sebesar 20%. Analisis atas hasil capaian sebagai berikut : Hambatan Tingginya logistics cost di dalam negeri. Adanya beban penimbunan dan dwelling time di Pelabuhan Peluang (potensi): Memperluas fungsi Gudang Berikat yang ada, sehingga dapat berfungsi sebagai pusat distribusi yang menyediakan bahan baku berbagai sektor industri di dalam negeri. Mengembangkan bentuk lain Tempat Penimbunan Berikat, yaitu Pusat Logistik Berikat (PLB), Menambahkan tempat asal pemasukan dan tempat tujuan pengeluaran barang yang ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat sehingga barang yang ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat juga dapat berasal dari Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan/atau Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Kawasan Bebas), dan barang-barang tersebut juga dapat dikeluarkan dengan tujuan ke KEK dan/atau Kawasan Bebas. Hal tersebut dilakukan dalam rangka harmonisasi antar fasilitas yang diberikan kepada stakeholder, sehingga dapat memberikan kemudahan terhadap perusahaan pengguna fasilitas dalam melakukan pengadaan/penyediaan barang-barang untuk kebutuhan industrinya (supply chain). 21 Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

30 Menambahkan lokasi Toko Bebas Bea di terminal kedatangan bandar udara internasional di Kawasan Pabean. Penambahan tersebut ditujukan untuk memberikan kemudahan kepada orang tertentu yang berhak membeli barang di Toko Bebas Bea dalam memperoleh barang impor dengan tujuan untuk dikonsumsi. Implementasi kebijakan yang dapat diformulasikan (Output): Peraturan Presiden Nomor 85 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat. Outcome yang dapat dirasakan dengan berlakunya Perpres tersebut antara lain: Mendekatkan jarak antara pelaku usaha dengan bahan baku di dalam negeri sehingga dapat mendorong penurunan harga bahan baku dan menurunkan harga produksi pabrik.; Menarik investasi, dengan adanya Gudang Berikat dan Pusat Logistik Berikat diharapkan perusahaan-perusahaan asing dapat mendirikan perusahaan atau membuka perwakilan perusahaannya di Indonesia sehingga ada potensi penerimaan negara dari sektor perpajakan Mengurangi beban penimbunan dan menurunkan dwelling time di Pelabuhan. Dengan adanya Gudang Berikat dan Pusat Logistik Berikat, diharapkan pelaku usaha dapat menimbun barang sehingga tidak menumpuk barang di Pelabuhan. 4. Rekomendasi kebijakan Penguatan Pasar Dalam Negeri, sehinggacapaian indikatornya sebesar 20%. Analisis atas hasil capaian sebagai hasil Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan dibidang Perniagaan dan Industrisebagai berikut : Hambatan Belum adanya peraturan yang mendorong dan mempromosikan penggunaan produk dalam negeri. Lemahnya penegakkan hukum terhadap pelanggaran. kendala distribusi/domestic issues di negara tujuan ekspor (packaging, branding, labeling, standard mutu). Peluang (potensi): Mendesaknya peraturan yang mendorong dan mempromosikan penggunaan produk dalam negeri. Tegasnya penegakkan hukum terhadap pelanggaran. Mempercepat pembangunan pusat distribusi regional, pasar rakyat, terminal komoditi di pedesaan, dan alat angkut komoditi tertentu (cattle vessel, kontener 7 feet, pusat logistik berikat holtikultura). Penguatan kelembagaan KPPU dan instrumen persaingan usaha, pelayanan publik didalam setiap regulasi. Penyesuaian kendala distribusi/domestic issues di negara tujuan ekspor (packaging, branding, labeling, standard mutu). 22 Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

31 Implementasi kebijakan yang dapat diformulasikan (Output): Peraturan Mneteri Perdagangan tentang Pembentukan Tim Pengawasan Barang Beredar (TIM PBB) untuk mengawasi penerapan SNI wajib terhadap bahan pokok dan barang penting. Outcome yang dapat dirasakan dengan berjalannya Tim tersebut tersebut antara lain: Meningkatkan penggunaan produk dalam negeri. Menjamin iklim persaingan usaha yang adil. Mengurangi illegal impor. 5. rekomendasi kebijakan Pengembangan Industri, dengan capaian indikatornya sebesar 20%. Analisis atas hasil capaian sebagai berikut : Hambatan Besarnya dominasi perusahaan internasional atau MNC dalam pengaturan produksi dan segmentasi pasar yang didukung oleh liberalisasiperdagangan dalam konsep FTA. Longgarnya seleksi teknologi, permodalan, dan ketergantungan impor dalam investasi sektor industri. Lambatnya pembangunan basis kebutuhan industri seperti listrik, energi, infrastruktur, air, pengembangan SDM, tanah, konektivitas antar sumber bahan baku dan kegiatan industri. Kebijakan pengembangan industri lebih banyak terhadap pemberian insentif ketimbang terfokus pada rantai nilai. Tidak adanya intervensi Pemerintah dalam pengembangan kawasan industri sebagai bagian dari supply chain. Sedikitnya fasilitas yang mendukung daya saing IKM termasuk penyediaan bahan baku secara retail dan kredit serta pembiayaan yang murah dan mudah. Kebijakan kawasan industri berdasarkan PP No.24 Tahun 2009 tidak efektif untuk mendorong investasi dan pengembangan industri, terutama di luar Pulau Jawa untuk menambah jumlah kawasan industri sesuai dengan tata ruang nasional dan dalam rangka mewujudkan program pembangunan 14 Kawasan Industri baru sesuai dengan RPJMN tahun , karena kurangnya fasilitas (kemudahan dan insentif) yang atraktif serta sarana dan prasarana (enablers) yang dapat menjadikan kawasan industri sebagai supply chains yang memberikan daya saing bagi industri di dalamnya. Peluang (potensi): Melanjutkan kebijakan deregulasi dan debirokratisasi untuk meningkatkan daya saing industri nasional menghadapi gempuran impor dan memperkuat ekspansi ekspor terutama efisiensi produksi, perluasan investasi, pengadaan bahan baku, dan kelancaran perdagangan/logistik. Adanya tailored-made policy untuk mendukung pengembangan industri new stars. 23 Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

32 Revitalisasi industri CASH-COW, antara lain dengan restrukturisasi teknologi dan penyesuaian international standard. Efektifitas pelaksanaan dan promosi kawasan industri atraktif serta pusat logistik berikat. Segeranya dikeluarkan kebijakan yang mendukung peningkatan dan perluasan usaha IKM tertentu, baik untuk pasar lokal maupun ekspor. Revisi PP No.24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri untuk membangun ekosistem yang atraktif bagi investasi dan pengembangan industri yang berdaya saing dengan memberikan: kemudahan penyediaan lahan, kemudahan perizinan, integrasi infrastruktur dalam dan luar kawasan, dukungan ketenagakerjaan, insentif fiskal berdasarkan zona, dan sebagainya baik yang disediakan oleh Pemerintah Pusat dan Daerah maupun yang dibangun oleh pengelola kawasan. Implementasi kebijakan yang dapat diformulasikan (Output): Peraturan Pemerintah Nomor 142 Tahun 2015 tentang Kawasan Industri sebagai revisi dari Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 tentan Kawasan Industri. Outcome yang dapat dirasakan dengan berlakunya Perpres tersebut antara lain: Berkembangnya penyebaran kegiatan industri dan perdagangan yang berdaya saing tinggi peningkatan dan perluasan usaha IKM tertentu, baik untuk pasar lokal maupun ekspor Meningkatnya penyebaran industri di seluruh Indonesia sesuai dengan potensi ekonomi dan geografis yang saling terhubung, sehingga terjadi keseimbangan supply dan demand dalam kegiatan produksi dan konsumsi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun ekspor. Meluasnya pemerataan pengembangan sub sektor industri untuk semua pohon, cabang, ranting industri yang saling keterkaitan (backward and forward linkage) sehingga mengurangi ketergantungan impor. Berkembangnya tingkat utilisasi dan produktivitas industri nasional dengan inovasi dan teknologi modern yang ramah lingkungan. Meningkatnya penyerapan dan kapasitas tenaga kerja yang merata, sehingga berperan dalam menahan laju urbanisasi. Meningkatnya kegiatan perekonomian masyarakat di sekitar Kawasan Industri dan kemajuan daerah setempat. Kesimpulan Capaian Indikator Kinerja Utama yang merupakan prosentase dari akumulatif capaian kualitatif yaitu 5 Rancangan/rumusan x 20% = 100%dibagi dengan rencana capaian sebesar 85%, sehingga capaian indikator kinerja sebesar 118%. 24 Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

33 Sasaran Strategis 3 Sasaran Strategis 3 Terwujudnya Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Peningkatan Daya Saing Nasional Pencapaian target kinerja atas sasaran iniadalah sebagai berikut: Indikator Kinerja Utama Persentase Kebijakan Peningkatan Daya Saing Nasional yang terimplementasi. Target Realisasi Kinerja 100% 100% 50% Target capaian sebanyak 2(dua) paket rekomendasi Kebijakan Peningkatan Daya Saing Nasional yang terimplementasi menghasilkan rekomendasi dan berimplikasi pada usulan rancangan peraturan perundangan baru atau merevisi/mencabut suatu kebijakan (peraturan perundangan) dalam rangka peningkatan daya saing bidang perniagaan dan industri yang dikoordinasikan oleh, dengan criteria capaian sebagai berikut: Level Kualitas Rekomendasi Kualitas dalam % a Tersusunnya Rekomendasi kebijakan dari hasil Koordinasi dan Sinkronisasi 70% b Tersusunnya rekomendasi Kebijakan dari hasil Koordinasi dan Sinkronisasi dan ditindaklanjuti 80% C Rekomendasi kebijakan dari hasil Koordinasi dan Sinkronisasi dan ditindaklanjuti dalam bentuk Rapim/Rakor/Rakortek 90% D Rekomendasi Kebijakan yang ditindaklanjuti sampai dengan penyusunan Rancangan Peraturan/perundangan 100% 1. Pengembangan Sistem Distribusi dan Struktur Pasar CPO, dengan rekomendasi kebijakan yang diusulkan untuk memperbaiki transmisi harga CPO terhadap minyak goreng sehingga capaian indikatornya sebesar 100%, yaitu: a. Menentukan harga dasar CPO terendah (floor price) ketika jumlah CPO di pasar melimpah, dan menentukan harga dasar CPO tertingi (ceilling price) pada saat jumlah CPO di pasar langka Perubahan harga CPO selanjutnya dilakukan secara berkala. 25 Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

34 b. Meningkatkan peran pemerintah dalam mempengaruhi psar industri minyak goreng melalui BUMN terkait, dengan menambah luas area perkebunan kelapa sawit dan membangun pabrik minyak goreng karena selama ini BUMN hanya bermain di industri hulu c. Memperbaiki distribusi minyak goreng, hal ini dilakukan untuk menurunkan biaya distribusi minyak goreng. Mengingat harga CPO bukanlah komponen utama dalam membentuk harga minyak goreng. d. Melakukan deregulasi agar pemerintah melalui BUMN dapat lebih fleksibel dalam meningkatkan perannya untuk mempengaruhi pasar industri minyak goreng, seperti regulasi barang kebutuhan pokok, termasuk minyak goreng sehingga pada akhirnya dapat mempengaruhi harga minyak goreng di pasar domestik. Analisis atas hasil capaian sebagai hasil telaahan/kajian rumusan Kebijakan dibidang Perniagaan dan Industrisebagai berikut : Hambatan Bagaimana struktur pasar industri kelapa sawit dan industri minyak goreng di Indonesia Bagaimana peta produksi, distribusi dan pemasaran industri minyak goreng Bagaimana pengaruh harga CPO internasional terhadap harga CPO domestik dan harga minyak goreng Seberapa besar peran pemerintah dalam mempengaruhi produksi, distribusi, pemasaran dan struktur industri minyak goreng sehingga dapat meingkatkan daya saing. Peluang (potensi): Peran pemerintah dalam mempengaruhi produksi, distribusi, pemasaran dan struktur industri minyak goreng sehingga dapat meingkatkan daya saing. Implementasi kebijakan yang dapat diformulasikan (Output): Rekomendasi ini dapat dijadikan sebagai dasar dalam membuat kebijakan untuk memperbaiki kelembagaan pasar minyak goreng di Indonesia sehingga dapat meningkatkan daya saing dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Outcome yang dapat dirasakan dengan berlakunya kebijakan tersebut antara lain: Mengurangi fluktuasi harga produk turunan CPO Menjaminperan pemerintah dalam penentuan harga pasar produk turunan CPO Kesimpulan Capaian Indikator Kinerja Utama dari rencana sebanyak 2 (dua) paket rekomendasi hasil telaahan/kajian yang terealisasi hanya 1 rekomendasi sehingga capaian indikator kinerja sebesar 50%. 26 Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

35 Hal tersebut dikarenakan ada beberapa kajian/telaahan yang tidak dapat dilaksanakan akibat dari perubahan nomenklatur dan pengalihan sebagian (30%) belanja perjalanan untuk membuat output baru tanpa menambah belanja perjalanan. C. Pelaksanaan tugas lainnya Sesuai dengan arahan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri ditugasi oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian untuk melaksanakan Penataan kebijakan ekonomi nasional, tugas ini dilaksanakan melalui peluncuran paket-paket kebijakan bidang ekonomi dari paket 1 sampai dengan paket 8. Hambatan Penurunan Daya Beli Masyarakat Dalam Konsumsi Swasta Mengkontribusi Perlambatan Ekonomi Menurunnya Porsi Peran Industri Terhadap Pertumbuhan Ekonomi lemahnya penegakan hukum, dan ketidakpastian usaha yang menjadi beban daya saing industri Peluang (potensi): Deregulasi: Merasionalisasi peraturan dengan menghilangkan duplikasi/redundansi/ irrelevant regulations. Melakukan keselarasan antar peraturan. Melakukan konsistensi peraturan. Debirokratisasi: Simplifikasi perizinan seperti satu identitas pelaku usaha/profile sharing, sedikit persyaratan perizinan, dan sebagainya. Adanya SOP dan SLA yang jelas dan tegas dalam mekanisme dan prosedur perizinan serta penyediaan help desk dan pengawasan internal yang berkelanjutan. Penerapan Risk Management yang selaras dalam proses perizinan. Pelayanan perizinan dan non perizinan melalui sistem elektronik. Penegakan hukum dan kepastian usaha: Adanya saluran penyelesaian permasalahan regulasi dan birokrasi (damage control channel). Pengawasan, pengamanan dan kenyamanan, serta pemberantasan pemerasan dan pungli. Membangun ketentuan sanksi yang tegas dan tuntas dalam setiap peraturan. Implementasi kebijakan yang dapat diformulasikan (Output): Jenis dan jumlah peraturan yang dilakukan Deregulasi dan Debirokratisasi dari paket I sampai dengan VIII, tercantum dalam lampiran Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

36 Outcome yang dapat dirasakan dengan berlakunya Perpres tersebut antara lain: Kebijakan Deregulasi ini diarahkan untuk: memulihkan dan meningkatkan kegiatan industri/utilisasi kapasitas industri, dan menghilangkan distorsi industri yang membebani konsumen, dengan melepas tambahan beban regulasi dan birokrasi bagi industri; mempercepat penyelesaian gap daya saing industri (sistim pengupahan, penurunan harga gas, BBG untuk nelayan, percepatan izin investasi); dan menciptakan inisiatif baru (seperti, fasilitas perpajakan untuk mendorong sektor angkutan, trade financing, financial inclusion, inland FTA, logistics centre), sehingga industri nasional mampu bertahan di pasar domestik dan berekspansi ke pasar ekspor. Peningkatan pertumbuhan ekonomi. Peningkatan daya beli masyarakat. Peningkatan daya saing industri dan perluasan basis industri nasional. Peningkatan ekspor. 28 Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

37 TABEL 4 Pengukuran Kinerja Tahun 2015 Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Realisasi Kinerja Program Anggaran (%) Pagu (Rp) Realisasi (Rp) % (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) Terwujudnya Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Perniagaan dan Industri Persentase rekomendasi rancangan peraturan bidang perniagaan dan Industri yang diselesaikan. 85% 100% 118% Terwujudnya Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di bidang Perniagaan dan Industri Persentase rekomendasi kebijakan perniagaan dan Industri yang terimplementasi. 85% 100% 118% Program Koordinasi KebijKan Bidang Perekonomian % Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan peningkatan daya saing nasional Persentase rekomendasi kebijakan peningkatan daya saing nasional yang terimplementasi 100% 100% 100% 29 Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

38 D. Analisis Capaian Kinerja Dari Waktu ke Waktu Capaian organisasi dari waktu ke waktu dapat dilihat pada Tabel 5 dibawah ini dalam rangka memenuhi target upaya koordinasi dan sinkronisasi terkait bidang perniagaan dan Industri, adalah upaya terpadu dengan sektor agar hambatan-hambatan dalam menjalankan bisnis tentang peraturan yang sifatnya menghambat atau sulit di implementasikan secara selektif dibenahi. Tahun 2015 merupakan awal periode perencanaan 5 tahun yang baru, walaupun indikator berbeda dengan tahun sebelumnya, namun tetap sinergi dengan tugas yang diemban guna menjalankan kegiatan bidang perniagaan dan industri Indonesia. 1. Capaian organisasi dari waktu ke waktu Tahun 2014 Rekomendasi hasil koordinasi dan sinkronisasi Kebijakan dibidang Perniagaan dan Kewirausahaan, dari target output sebanyak 5 rekomendasi kebijakan yang ditindaklanjuti, telah dicapai sebanyak 5 rekomendasi kebijakan yang ditindaklanjuti, sehingga kinerja adalah sebesar 100%. Analisis atas hasil capaian sebagai hasil dari Koordinasi dan Sinkronisasi perumusan kebijakan sebagai berikut Hambatan Tidak ada hambatan yang signifikan dalam pencapaian kinerja tahun 2014, kecuali yang bersifat teknis, seperti revisi anggaran, dan perubahan nomenklatur, sehingga hal ini dapat dijadikan sebagai referensi dalam pencapai Kinerja tahun berikutnya. Implementasi kebijakan yang dapat diformulasikan (Output): Impementasi kebijakan yang tercapai tahun ini merupakan tindaklanjut dari rekomendasi kebijakan dalam LAKIP tahun sebelumnya, sehingga terdapat kontinuitas kebijakan yang dikeluarkan. Dampak (Outcome) yang akan dirasakan manfaatnya: Dampak yang diharapkan dari kebijakan yang dikeluarkan, pada umumnya akan terlihat pada tahun-tahun berikutnya, namun ada juga yang langsung terlihat, seperti penerpan system INSW di seluruh pelabuhan dan bandara utama di Indonesia, pembangunan Perguruan Tinggi Logistik di Bitung dan Kab. Batubara dan lain-lain. Capaian Kinerja dalam LAKIP tahun 2015, merupakan tindak lanjut dari rekomendasi kebijakan yang dituangkan dalam LAKIP Tahun 2014, demikian seterusnya, sehingga capaian kinerja bersifat kontinuitas dan tidak parsial pertahun, Hal tersebut dapat dilihat pada analisis capaian kinerja dari tahun ke tahun sebagaimana tercantum dalam Tabel 5 dibawah ini. 30 Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

39 TABEL 5 Pengukuran Kinerja dari Tahun ke Tahun Sasaran Strategis Indikator Kinerja Anggaran KINERJA Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Program PAGU REALISA % PAGU REALIS % PAGU REALIS % SI ASI ASI (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (13) (14) (15) (16) Terwujudnya Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Perniagaan dan Industri Persentase rekomendasi rancangan peraturan bidang perniagaan dan Industri yang diselesaikan. 100% 100% 100% Terwujudnya Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di bidang Perniagaan dan Industri Persentase rekomendasi kebijakan perniagaan dan Industri yang terimplementasi. 100% 100% 100% Program Koordinasi KebijKan Bidang Perekonomian % % ,9% Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan peningkatan daya saing nasional Persentase rekomendasi kebijakan peningkatan daya saing nasional yang terimplementasi 100% 100% 100% 31 Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

40 32 Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

41 E. Tindak lanjut rekomendasi hasil evaluasi Tindak lanjut rekomendasi hasil evaluasi LAKIP tahun 2014, terdapat beberapa rekomendasi yang ditindaklanjuti, dan ada pula yang tidak ditindaklanjuti, seperti dibawah ini: 1. Rekomendasi Kebijakan yang ditindaklajuti a. Hilirisasi industri untuk meningkatkan daya saing industri nasional serta mengurangi defisit neraca perdagangan dengan meningkatkan ekspor dan membangun industri substitusi impor, telah ditindaklanjuti dengan diterbitkannya Instruksi Presiden Nomor 13 Tahun 2015 tentang Kebijakan Fasilitas Perdagangan Bebas di Dalam Negeri (Inland Free Trade Arrangement); b. Pengembangan Kawasan Industri Petrokimia di Teluk Bintuni yang meliputi pemberian prioritas alokasi gas untuk industri petrokimia, inventarisasi kebutuhan infrastruktur pendukung di dalam dan di luar kawasan, dan penyusunan masterplan Kawasan Industri, telah ditindaklanjuti dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 142 Tahun 2015 tentang Kawasan Industri sebagai revisi dari Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 tentan Kawasan Industri dan memprioritaskan pengembangan KI Teluk Bintuni yang telah menjadi salah satu dari 13 kawasan industri prioritas dalam RPJMN c. Revitalisai industri pupuk, permasalahan harga gas pabrik pupuk telahdiselesaikan oleh KemenESDM dengan menurunkan harga gas dan listrik untuk industri. d. Pengembangan dan Penerapan Sistem National Single Window (INSW) terus dilakukan dengan melanjutkan pengembangan layanan fitur INSW yaitu perbaikan layanan proses bisnis; seperti melengkapi HS Code dalam sistem pentarifan, updating peraturan-peraturan Lartas dari Kementerian/Lembaga terkait, simplikasi proses perizinan untuk eskpor dan impor serta pelaksanaan quick respons terhadap permasalahan-permasalahan yang terjadi di proses implementasi telah ditindaklajuti dengan system Single Sign On (SSO) untuk input kedalam system INSW. e. Perluasan penerapan INSW telah melayani 5(lima) pelabuhan utama yaitu Belawan, Merak, Tanjung Priok, Tanjung Perak, Tanjung Emas, dan 3 (tiga) Bandara Utama yaitu Bandara Sukarno Hatta, Bandara Halim Perdana Kusuma, Bandara Juanda, dan Cikarang Dry Port, dan perluasan terhadap 7 (tujuh) Pelabuhan/Bandara yaitu pelabuhan Bitung (Sulut), Tanjung Benoa (Bali), Ngurah Rai, Makassar (Sulsel), Lampung, Dumai, dan Bandara Kuala Namu (Sumut) telah dilaksanakan penerapan system INSW pada pelabuhan dan bandar dimaksud pada tahun f. Pendirian Akademi Komunitas Logistik di Kota Bitung dan Kabupaten Batu Bara, telah ditindaklanjuti dengan memasukan program diploma bidang logisti sebagai 33 Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

42 kurikulum Jurusan Logistik oleh Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas). g. Penggunaan Mata Uang Rupiah dalam transaksi Jasa Kepelabuhan, telah ditindaklanjuti dengan surat edaran dari Bank Indonesia Nomor 78 Tahun 2015 tentang Penggunaan Mata Uang Rupiah dalam transaksi di Pelabuhan h. Penerbitan Inpres penanganan dwelling time di pelabuhan ditindaklajuti oleh Kementerian Koordinatro Bidang Maritim. 2. Rekomendasi Kebijakan Belum ditindaklajuti: Tersedianya database /informasi/peraturan di bidang perniagaan Hambatan Terbatasnya Sumber Daya Manusia yang mampu menganalisis data; Terbatasnya anggaran untuk membuat Database Terbatasnya intrastruktur pendukung (ruangan/fasilitas) untuk menempatkan database dan SDM pengelola. Terbatasnya sumber data yang akurat dan akuntabel. Tindak lanjut Pembentukan Tim Koordinasi lintas Kementerian/Lembaga dalam rangka Koordinasi penyamaan persepsi dan tata cara pencatatan data khususnya bidang Perniagaan dan Industri. Penyiapan anggaran pendukung untuk pelaksanaan kegiatan dimaksud. F. Supervisi Penyusunan Laporan Kinerja Supervisi telah dilakukan terhadap penyusunan LAKIP melalui pembahasanpembahasan yang regular dan bertahap serta didokumentasikan melaluipelaksanaan: a. Rapat rapat internal setiap triwulan dengan seluruh staf Kedeputian V dalam rangka penyusunan Laporan Triwulanan; b. Rapat Dalam Kantor (RDK) dengan Seluruh Staf Kedeputian V dan Inspektorat dalam rangka tindak lanjut hasil evaluasi TOR dan RAB serta LAKIP Deputi V tahun c. Rapat Dalam Kantor (RDK) dengan Staf Kedeputian V dalam rangka penyusunan Draft LAKIP; d. Rapat Pembahasan di luar Kantor (Kosinyir) dengan mengundang Narasumber dari Biro Perencanaan dalam rangka Presentasi Draft LAKIP. e. Rapat Dalam Kantor (RDK) dengan seluruh Staf Kedeputian V, dengan Narasumber dari Biro Perencanaan dalam rangka Evaluasi Draft Final LAKIP Deputi V Tahun Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

43 G. Pemantauan LAKIP Kemajuan pencapaian kinerja LAKIP beserta hambatannya digambarkan dalam bentuk Laporan Pemantauan Pelaksanaan Rencana Pembangunan Triwulanan dari masing-masing kegiatan dan diakumulasikan dalam bentuklaporan Indikator Kinerja Utama (IKU) per Semester sebagaimana tercantum dalam Tabel 6 (relaisasi IKU Semester I) dan Tabel 7 (Realisasi IKU Semester II) dibawah ini. Hambatan dalam mencapaian Kinerja LAKIP dapat diidentifikasi sebagai berikut: a. Belum adanya SDM yang secara spesifik menangani/mendokumentasi Capaian Kinerja kegiatan. b. Tertundanya Revisi Anggaran, sehingga mengakibatkan terlambatnya pencapaian anggaran. c. Restrukturisasi organisasi, sehingga menghambat pelaksanaan penyerapan anggaran. 35 Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

44 Tabel 6 LAPORAN CAPAIAN INDIKATOR KINERJA UTAMA SEMESTER I /2015 Unit : Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Kewirausahaan SS Indikator Kinerja Target 2015 Realisasi s/d Juni 2015 (a) (b) (c) (d) Kinerja (e)=(d)/ (c/2) Keterangan (f) Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan Perniagaan dan Industri Persentase rancangan peraturan bidang perniagaan dan industri yang diselesaikan 85% 60% 70% Koordinasi dan Sinkronisasi Rancangan Peraturan/perundangan di bidang perniagaan dan Kewirausahaan telah terealisasi sebanyak 3 (tiga) Rancangan Peraturan yaitu: (1) RUU tentang Perdagangan Melalui Elektronik (E-Commerce); (2) Penyederhanaan perizinan; (3) Pengembangan kewirausahaan berbasis agro; Target 2015 dalam rangka koordinasi dan sinkronisasi kebijakan penyusunan rancangan kebijakan baru terdiri dari : (1) Penyusunan PP Pembiayaan Ekspor (trade financing); (2) Penyusunan RUU Perdagangan melalui Elektronik; (3) Penyusunan Peraturan Gudang Berikat Mandiri (logistic Center); (4) Penyusunan Kemudahan Perijinan (PEPIDA); (5) Pengembangan kewirausahaan. 36 Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

45 Terwujudnya pengendalian pelaksanaan kebijakan Perniagaan dan Industri Persentase kebijakan bidang Perniagaan dan Industri yang terimplementasi 85% 60% 70% Laporan kegiatan Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan Bidang Perniagaan dan Kewirausahaan telah terealisasi sebanyak 3 (tiga) laporan yaitu: (1) Evaluasi dan Reviuw Pelaksanaan PTSP dan BPMPTSP; (2) Kebijakan Revitalisasi/pengembangan Pasar Rakyat; dan (3) Penerapan dan Pengembangan Sistem NSW, Terwujudanya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan peningkatan daya saing nasional Persentase kebijakan peningkatan daya saing nasional yang terimplementasi 85% 20% 23% Target 2015 dalam rangka pengendalian pelaksanaan kebijakan terdiri dari yaitu: (1) Birokrasi Streamlining/Pendelegasian Wewenang); (2) Meningkatkan efisiensi Logistik Domestik; (3) Penguatan Fasilitasi Perdagangan; (4). Revitalisasi Pasar Rakyat dan (5) Pengembangan Kawasan Industri. Rekomendasi peningkatan daya saing nasional bidang perniagaan dan industri telah dicapai : (1)Telaahan Kebijakan Pengembangan Sistem Distribusi dan Struktur Pasar CPO dan Minyak Goreng, Target 2015 dalam rangka peningkatan daya saing nasional terdiri dari: (1). Peningkatan Daya Saing di Pasar Internasional melalui kajian Kebijakan Pengembangan Subtitusi Impor; (2) Peningkatan Daya Saing di Pasar Dalam Negeri melalui Kajian/telaahan Kebijakan Pengembangan Sistem Distribusi dan Struktur Pasar. Catatan: Untuk menghitung kinerja Semester I, maka Target di bagi 2 37 Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

46 Tabel 7 LAPORAN CAPAIAN INDIKATOR KINERJA UTAMA SEMESTER II/ 2015 Unit : SS Indikator Kinerja Target 2015 Realisasi s/d Desember 2015 (a) (b) (c) (d) Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan Perniagaan dan Industri Persentase rancangan peraturan bidang perniagaan dan industri yang diselesaikan Kinerja (e)=(d)/( c/2) 85% 100% 118% Keterangan Rekomendasi hasil Koordinasi dan Sinkronisasi yang ditindaklajuti dalam rangka Rancangan/rumusan Peraturan/perundangan baru di bidang indusri dan perniagaan telah terealisasi sebanyak 5 (lima) dari target sebanyak 5 (lima) Rancangan Peraturan yaitu: (1) Rancangan peratauran mengenai Perjanjian Peningkatan dan Perlindungan Penanaman Modal (P4BM); (2) Rancangan Peraturan Penerapan Single Sign On (SSO) untuk input kedlam sistem INSW; (3) Rancangan Instruksi Presiden tentang Fasilitasi Perdagangan Babas di Dalam Negeri; (4) Rancangan Peraturan tentang Prototype e-licencing bidang logistik Pos; dan (5) Instruksi Presiden tentang Deregulasi untuk Meningkatkan Daya Saing Industri. (f) 38 Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

47 Terwujudnya pengendalian pelaksanaan kebijakan Perniagaan dan Industri Persentase kebijakan bidang Perniagaan dan Industri yang terimplementasi 85% 100% 118% Rekomendasi Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan Bidang Industri dan Perniagaan yang ditindaklanjuti sebanyak 5 (lima) dari target sebanyak 5 (lima) rancangan perubahan/revisi peraturan yang ada yaitu: (1) Revisi Peraturan Kepala BKPM Nomor 12 Tahun 2013 tentang Pedoman dab Tata Cara Perizinan dan Non Perizinan; (2) Revisi Perpres Nomor 180 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Perpres Nomor 79 Tahun 2011 Tentang Kunjungan Kapal Wisata Asing ke Indonesia; (3) Revisi Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Tempat Penimbunan Berikat (4) Peraturan Menteri Perdagangan Tentang Pembetukan Tim Pengawasan Barang Beredar, dan (5) Revisi Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Kawasan Industri. Terwujudanya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan peningkatan daya saing nasional Persentase kebijakan peningkatan daya saing nasional yang terimplementasi 100% 100% 100% Rekomendasi kebijakan peningkatan daya saing nasional bidang perniagaan dan industri telah dicapai sebanyak 1 rekomendasi kebijakan dalam rangka tentang usulan rancangan peraturan perundangan baru atau merevisi/mencabut suatu kebijakan (peraturan perundangan) yaitu : (1). Peningkatan Daya Saing di Pasar Dalam Negeri melalui Kajian/telaahan Kebijakan Pengembangan Sistem Distribusi dan Struktur Pasar minyak goreng.. 39 Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

48 H. Realisasi Anggaran Realisasi anggaran Tahun 2015 adalah sebagia berikut: Pagu anggaran tahun 2015 adalah sebesar Rp ,- (delapan belas miliar rupiah) dengan rincian biaya untuk menghasilkan outcome atau sasaran yang dituju adalah sebagai berikut: Tabel 8 Realisasi anggaran per Kegiatan Tahun2015 No Kegiatan Pagu Awal Realisasi 31 Des 2015 % 1. Koordinasi Kebijakan Pengembangan , % Investasi Koordinasi Peningkatan Ekspor dan , ,5% Fasilitasi Perdagangan Internasional 2. Koordinasi Pengembangan dan Penerapan , ,1% Sistem National Single Window dan Integrasi ke dalam Sistem ASW 3. Koordinasi Kebijakan Pengembangan , ,3% Logistik Nasional 4. Koordinasi Kebijakan Penguatan Pasar , % Dalam Negeri dan Tertib Usaha 5 Koordinasi Pengembangan Industri , % Total , ,9% Beberapa faktor penyebab rendahnya penyerapan anggaran di Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri adalah sebagai beikut: Dengan berlakunya Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 6 Tahun 2015, tentang Pedoman Pembatasan Pertemuan/Rapat di luar Kantor dalam rangka peningkatan efisiensi dan efektifitas kerja aparatur, mengakibatkan realisasi belanja perjalanan sangat rendah pada Semester II. 40 Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

49 Dengan adanya restrukturisasi organisasi pada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, DIPA Kementerian Kooordinator perlu direvisi, mengakibatkan terhambatnya realisasi belanja barang rendah. Efisensi penggunaan sumber daya tahun 2015 telah dilaksanakan oleh Deputi Bidang Koordinasi Pernigaan dan Industri melalui identifikasi komponen biaya dalam suatu keluaran yang tidak secara langsung mendukung capaian kinerja, antara lain Perjalanan Dinas Dalam dan Luar Negeri, Paket Meeting di dalam dan diluar kota, dan honorarium-honorarium, hasil dari efisiensi ini dialihkan dalam bentuk kegiatan yang mendukung kebijakan penguatan daya saing di bidang perniagaan dan industri seperti kajian/telaahan tentang struktur pasar dan sosialisasi dan uji public kepada stakeholder tentang kebijakan yang akan dibuat/direvisi. 41 Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

50 TABEL 9 Realisasi Anggaran per Output (Cost per Outcome) Tahun 2015 OUTCOME SASARAN KEGIATAN (OUTPUT) PAGU REALISASI % Terwujudnya Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Perniagaan dan Industri Persentase rekomendasi rancangan peraturan bidang perniagaan dan Industri yang diselesaikan. 11,261,892,000 7,179,734,169 64% Terwujudnya Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di bidang Perniagaan dan Industri Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan peningkatan daya saing nasional Persentase rekomendasi kebijakan perniagaan dan Industri yang terimplementasi. Persentase rekomendasi kebijakan peningkatan daya saing nasional yang terimplementasi 4,668,307,000 3,375,510,558 66% 2,069,801,000 1,423,699,559 68% TOTAL DEPUTI V 18,000,000, ,9% 42 Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

51 TABEL 10 Rincian Realisasi Anggaran per Kegiatan (Cost per sub output ) Asisten Deputi pada Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Tahun 2015 OUTCOME 1 SASARAN KEGIATAN (SUB OUTPUT) PAGU REALISASI % Terwujudnya Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Perniagaan dan Industri Rekomendasi Kebijakan Penerapan dan Pengembangan Sistem NSW dan Integrasi ke dalam system ASW 864,513, ,912,167 73% Rekomendasi Kebijakan Penguatan Pasar Dalam Negeri dan Tertib Usaha 939,600, ,846,558 61% Rekomendasi Kebijakan Pengembangan Logistik 4,753,006,000 2,753,229,470 58% Rekomendasi Kebijakan Pengembangan sektor dan kawasan Industri 1,439,644,000 1,013,938,805 70% Rekomendasi Kebijakan Peningkatan Ekspor dan Fasilitasi Perdagangan Internasional 1,323,007, ,333,490 64% Rekomendasi Kebijakan Pengembangan Investasi 1,446,708,000 Rekomendasi hasil koordinasi dan sinkronisasi kebijakan peningkatan ekspor dan peningkatan investasi (PEPI) 495,414,000 1,059,323, ,150,400 73% 62% JUMLAH REALISASI OUTCOME 1 11,261,892,000 7,179,734,169 64% 43 Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

52 OUTCOME 2 SASARAN KEGIATAN (OUTPUT) PAGU REALISASI % Terwujudnya Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di bidang Perniagaan dan Industri Laporan hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan Penerapan dan Pengembangan Sistem NSW dan Integrasi ke dalam system ASW Rekomendasi pelaksanaan pengendalian Penerapan dan Pengembangan Sistem NSW dan Integrasi ke dalam system ASW Laporan hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan kebijakan persaingan usaha dan perlindungan konsumen Rekomendasi pelaksanaan pengendalian Penguatan Pasar Dalam Negeri dan Tertib Usaha Laporan hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan kebijakan pengembangan logistik dn fasilitasi perdagangan internasional Rekomendasi pelaksanaan pengendalian Pengembangan Logistik Laporan hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan kebijakan pengembangan kewirausahaan, Koperasi dan UKM Rekomendasi pelaksanaan pengendalian Pengembangan sektor dan kawasan Industri Rekomendasi pelaksanaan pengendalian Peningkatan Ekspor dan Fasilitasi Perdagangan Internasional 135,487, ,617,700 99% 2,000,000,000 1,424,399,431 71% 272,792, ,767, % 275,608,000 89,210,400 32% 105,779, ,777, % 252,118, ,851,271 79% 213,521, ,520, % 193,446, ,014,800 84% 209,587, ,818,300 96% 44 Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

53 Laporan hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan kebijakan pengembangan iklim investasi Rekomendasi pelaksanaan pengendalian Pengembangan Investasi Laporan hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan kebijakan peningkatan ekspor dan peningkatan investasi (PEPI) Rekomendasi pelaksanaan pengendalian peningkatan ekspor dan peningkatan investasi (PEPI) Layanan Dukungan Administrasi Kegaiatan dan Tata Kelola 321,465, ,458, % 143,170, ,795,300 98% 121,440, ,439, % 201,309, ,339, % 222,585, ,549,090 85% JUMLAH REALISASI OUTCOME 2 4,668,307,000 3,775,560,558 66% 45 Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

54 OUTCOME 3 SASARAN KEGIATAN (OUTPUT) PAGU REALISASI % Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan peningkatan daya saing nasional Laporan dan rekomendasi hasil telaahan/kajian kebijakan persaingan usaha dan perlindungan konsumen Rekomendasi kebijakan peningkatan daya saing pasar dalam negeri Rekomendasi kebijakan peningkatan daya saing pengembangan logistic Rekomendasi kebijakan peningkatan daya saing sektor dan kawasan industry 177,911, ,868, % 334,089, ,450,100 52% 389,097, ,124,104 71% 153,389,000 70,102,000 46% Rekomendasi ekspor kebijakan peningkatan daya saing 467,406, ,848,225 70% Rekomendasi kebijakan peningkatan daya saing pengembangan investasi 547,909, ,603,350 70% JUMLAH REALISASI OUTCOME 3 2,069,801,000 1,406,996,579 68% TOTAL DEPUTI V 18,000,000,000 12,362,291,306 68% 46 Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

55 BAB IV Penutup A. Simpulan Sistem Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerinttah (SAKIP) ini memberikan penjelasan mengenai pencapaian kinerja Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri selama tahun 2015.Realisasi Kinerja (performance result) tahun 2015 dibadingkan dengan Penetapan Target Perjanjian Kinerja (performance agreement) Tahun 2015 yaitu sebagai tolok ukur keberhasilan tahunan organisasi. Analisis atas capaian kinerja terindentifikasinya sejumlah celah kinerja (performance gap) bagi perbaikan kinerja dimasa mendatang. Deputi BidangKoordinasi Perniagaan dan Industri membuat Perjanjian Kinerja tahun 2015 secara berjenjang sesuai dengan kedudukan, tugas, dan fungsi yang ada. Perjanjian Kinerja ini telah mengacu pada Renstra Deputi BidangKoordinasi Perniagaan dan Industri Tahun Oleh karena itu indikator-indikator kinerja dan target tahunan yang digunakan dalam Perjanjian kinerja ini merupakan indikator kinerja utama tingkat Deputi yang telah ditetapkan dan telah terintegrasi dalam Renstra Deputi BidangKoordinasi Perniagaan dan Industri tahun Hasil analisis dapat disimpulkan, bahwa: 1. Capaian Indikator Kinerja Utama (IKU) dari sasaran terwujudnya rancangan/rumusan peraturan bidang Perniagaan dan Industri yang diselesaikan, yang merupakan akumulatif dari capaian target kualitatif sebanyak 5 (lima) rancangan/rumusan peraturan perundangan yang baru, telah tercapai seluruhnya sehingga capaiannya sebesar 100%,sedangkan target yang akan dicapai sebesar 85%, sehingga capaian indikator kinerja sebesar 118%. 2. Capaian Indikator Kinerja Utama (IKU) dari sasaran terwujudnya Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan dibidang Perniagaan dan Industriyang terimplementascapaian Indikator Kinerja Utama yang merupakan akumulatif dari capaian target kualitatif sebanyak 5 (lima) rancangan peraturan perubahan perundangan yang ada, telah tecapai seluruhnya sehingga capaian IKU sebesar 100%, sedangkan target yang akan dicapai sebesar 85%, sehingga capaian indikator kinerja sebesar 118%. 3. Capaian Indikator Kinerja Utama (IKU) dari sasaran Terwujudnya Peningkatan Daya Saing Bidang Perniagaan dan Industri yang terimplementasi,capaian Indikator Kinerja Utama yang merupakan akumulatif dari capaian target kualitatif 2 (dua) Rekomendasi kebijakan peningkatan daya saing sebagai usulan rancangan peraturan perundangan baru atau merevisi/mencabut suatu kebijakan/peraturan perundangan hanya tercapai sebanyak 1 (satu) rekomendasi atau 100%, sehingga capaian indikator kinerja sebesar 50%. 47 Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

56 Realisasi anggaran dan kinerja Tahun 2015,yaitu dari pagu anggaran tahun 2015 sebesar Rp ,- (delapan belas miliar rupiah) realisasi belanja sampai dengan 31 Desember 2015 Sebesar Rp ,- atau 65.9% dari total pagu anggaran, sedangkan target realisasi yang disepakati adalah sebesar 70%. B. Saran 1. Dalam rangka mempertegas fungsi koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan di bidang perniagaan dan industri yang diemban oleh Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri, kiranya perlu memperkuat peran kelembagaan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sehingga efektif dalam pelaksanaan dan pengendalian pelaksanaan kebijakan di seluruh instansi/lembaga dibawah koordinasi Deputi Bidang Perniagaan dan Industri. 2. Penyusunan rencana pelaksanaan program kerja dan anggaran guna pencapaian target indikator kinerja yang telah ditetapkan akan dilakukan secara cermat dengan mempertimbangkan tujuan organisasi secara tepat dan kemampuan sumber daya yang tersedia serta kemampuan yang ada termasuk berbagai faktor yang mempengaruhi perubahan alokasi anggaran tahun berjalan, langkah percepatan pelaksanaan kegiatan pada awal tahun anggaran dan perkembangan masalah-masalah aktual di bidang perniagaan dan industri. 3. Agar pelaksanaan program dan kegiatan dapat dilaksanakan secara optimal sesuai dengan target indikator kinerja yang telah ditetapkan, maka optimalisasi mekanisme menajemen internal organisasi di lingkungandeputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri akan ditingkatkan secara proaktif dengan memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan berbagai kegiatan. 4. Agar implementasi Sistem AKIP benar-benar efektif, perlu segera direalisasikan sinergitas antara Laporan Kinerja dan Laporan Keuangan sebagai satu kesatuan, sehingga realisasi anggaran yang digunakan untuk melakukan kegiatan berbanding lurus dengan Output maupun outcomekegiatan yang bersangkutan. Dengan sinergitas tersebut kinerja organisasi dari Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri, benar-benar terukur, bermanfaat dan akuntable. 5. Menjadikan SAKIP sebagai ukuran kinerja organisasi pemerintah secara nyata dan akuntable, dengan menerapkan fungsi reward dan punishment yang tegas dan ketat Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

57 Lampiran 1

58

59

60

61

62

63

64

65

66

67

68

69

70 Lampiran 2 Pengukuran Kinerja Pengukuran Kinerja Tahun 2015 Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Realisasi Kinerja Program Anggaran (%) Pagu (Rp) Realisasi (Rp) % (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) Terwujudnya Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Perniagaan dan Industri Persentase rekomendasi rancangan peraturan bidang perniagaan dan Industri yang diselesaikan. 85% 100% 118% Terwujudnya Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di bidang Perniagaan dan Industri Persentase rekomendasi kebijakan perniagaan dan Industri yang terimplementasi. 85% 100% 118% Program Koordinasi KebijKan Bidang Perekonomian % Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan peningkatan daya saing nasional Persentase rekomendasi kebijakan peningkatan daya saing nasional yang terimplementasi 100% 50% 50% Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

71 Pengukuran Kinerja Tahun 2015 Asisten Deputi Pengembangan Investasi Sasaran Indikator Kinerja Target Realisasi Kinerja Anggaran Program (%) Pagu (Rp) Realisasi (Rp) % (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) Meningkatnya Investasi Nasional Prosentase rekomendasi kebijakan Pengembangan Investasi yang ditindaklajuti 80% 80% 100% Layanan dukungan administrasi dan tata kelola pada Deputi Bidang koordinasi Perniagaan dan Industri Prosentase rekomendasi Kebijakan PEPI yang ditindaklanjuti Prosentase rekomendasi pelaksanaan pengendalian kebijakan Pengembangan Investasi yang ditindaklanjuti Prosentase rekomendasi pelaksanaan pengendalian kebijakan PEPI yang ditindaklanjuti Prosentase Rekomendasi kebijakan peningkatan daya saing Pengembangan Investasi yang ditindaklanjuti Jumlah (bulan) layanan dukungan administrasi dan tata kelola pada Deputi Bidang koordinasi Perniagaan dan Industri 80% 75% 93% 75% 75% 100% 75% 75% 100% 100% % Program Koordinasi KebijKan Bidang Perekonomian % Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

72 Pengukuran Kinerja Tahun 2015 Asisten Deputi Peningkatan Ekspor dan Fasilitasi Perdagangan Internasional Sasaran Indikator Kinerja Target Realisasi Kinerja Anggaran Program (%) Pagu (Rp) Realisasi (Rp) % (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) Prosentase rekomendasi kebijakan Peningkatan Ekspor dan Fasilitasi Perdagangan Internasional yang 80% 65% 81% ditindaklajuti Meningkatnya Ekspor dan berkembangnya Fasilitasi Perdagangan Internasional Terwujudnya Sistem National Single Window yang efisien, konsisten, transparan dan simple Prosentase rekomendasi pelaksanaan pengendalian kebijakan Peningkatan Ekspor dan Fasilitasi Perdagangan Internasional yang ditindaklanjuti Prosentase Rekomendasi kebijakan peningkatan daya saing ekspor yang ditindaklanjuti Prosentase rekomendasi kebijakan Pengembangan dan Penerapan Sistem Nasional Single Window dan Intergrasi ke dalam Sistem ASWyang ditindaklajuti Prosentase rekomendasi pelaksanaan pengendalian kebijakan Pengembangan dan Penerapan Sistem Nasional Single Window dan Intergrasi ke dalam Sistem ASW yang ditindaklanjuti 75% 60% 80% 100% 100% 100% 80% 85% 106% 75% 50% 67% Program Koordinasi KebijKan Bidang Perekonomian % 73% Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

73 Pengukuran Kinerja Tahun 2015 Asisten Deputi Pengembangan Logistik Nasional Sasaran Indikator Kinerja Target 2015 Realisasi 2015 Kinerja (%) Program Anggaran Pagu (Rp) Realisasi (Rp) % (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) Meningkatnya Pengembangan Logistik Nasional untuk mendukung Kelancaraan arus barang Prosentase rekomendasi kebijakan Pengembangan Logistik yang ditindaklajuti 80% 60% 75% Prosentase rekomendasi pelaksanaan pengendalian kebijakan pengembangan Pengembangan Logistik yang ditindaklanjuti 75% 75% 100% Program Koordinasi KebijKan Bidang Perekonomian % Prosentase Rekomendasi kebijakan peningkatan daya saing Pengembangan Logistik yang ditindaklanjuti 100% 100% 100% Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

74 Pengukuran Kinerja Tahun 2015 Asisten Deputi Pengembengan Industri Sasaran Indikator Kinerja Target 2015 Realisasi 2015 Kinerja (%) Program Anggaran Pagu (Rp) Realisasi (Rp) % (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) Tersusunnya Rekomendasi kebijakan Pengembangan Sektor dan Kawasan Industri Prosentase rekomendasi kebijakan Pengembangan Sektor dan kawasan Industri yang ditindaklanjuti Prosentase rekomendasi pelaksanaan pengendalian kebijakan Pengembangan sektor dan kawasan Industri yang ditindaklanjuti Prosentase Rekomendasi kebijakan peningkatan daya saing sektor dam Kawasan Industri yang ditindaklanjuti 80% 92% 115% 75% 58% 77% 100% 100% 100% Program Koordinasi KebijKan Bidang Perekonomian % Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

75 Pengukuran Kinerja Tahun 2015 Asisten Deputi Penguatan Pasar Dalam Negeri dan Tertib Usaha Sasaran Indikator Kinerja Target 2015 Realisasi 2015 Kinerja (%) Program Anggaran Pagu (Rp) Realisasi (Rp) % (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) Tersusunnya Rekomendasi kebijakan penguatan pasar dalam negeri dan tertib usaha Prosentase rekomendasi kebijakan penguatan pasar dalam negeri dan tertib usaha yang ditindaklajuti Prosentase rekomendasi pelaksanaan pengendalian kebijakan pengembangan pasar dalam negeri yang ditindaklanjuti Prosentase Rekomendasi kebijakan peningkatan daya saing pasar dalam negeri yang ditindaklanjuti 80% 100% 127% 75% 80% 107% 100% 100% 100% Program Koordinasi KebijKan Bidang Perekonomian % Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

76 Fokus Kebijakan Kegiatan Lampiran 3 PENGEMBANGAN INDUSTRI: PETROKIMIA, KIM IA, BESI BAJA, FARMASI, DAN ALKES PENGEMBANGAN LOGISTIK: KONEKTIVITAS EKONOMI DESA KE KOTA DAN PASAR GLOBAL AGREGATOR/KONSO LIDATOR EKSPOR PRODUK UKM, INOVASI/TEMU AN BARU, DAN GEOGRAPHICAL INDICATOR INLAND FTA INVESTASI: INVESTMENT OUTFLOWS PENYEHATAN STRUKTUR PASAR: COMPETITION POLICY, PELAYANAN PUBLIK, TERTIB KEWENANGAN ADMINISTRASI PEMERINTAHAN, DA N TERTIB PERUNDANG- UNDANGAN PENGUATAN INSW Teknis Pokja Pupuk Keberlanjutan rekomendasi KPK Phase Out Subsidi Pupuk SISLOGNAS Konektivitas Desa ke Kota Efisiensi Biaya Logistik Peningkatan daya saing penyedia jasa logistik Data, Monitorin g, Dan Evaluasi Mengumpulkan dan mengupdate data terkait: Logistik Ekpor/Impor Pariwisata Industri Investasi Pasar INLAND FTA: Restrukturisasi dan Revitalisasi existing industry Promosi industri pertokimia, bes i baja, alkes, far masi dan kimia) Penyiapan data ekspor impor Pembahasan teknis peraturan pelaksanaannya Pembentukan PEPIDA Sektor (produk inovatif/temuan baru, GI, dsb) Wilayah (NTB, NTT, Ma luku, Kaltara, P apua) Penguatan Pasar Dalam Negeri Pengembangan standar mutu Kepatuhan penggunaan label, branding, p ackaging Pemanfaatan paten public domain (HKI) Tertib Persaingan Pengembangan Pasar Dewan Pengarah INSW Penguatan kelembagaan Efektivitas pelaksanaan program INSW Mendukung kegiatan tim pengarah Korespondensi kelembagaan 2 Laporan Kinerja dan Perjanjian Kinerja

Ikhtisar Eksekutif. vii

Ikhtisar Eksekutif. vii Kata Pengantar Laporan Kinerja Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) ini merupakan bentuk akuntabilitas dari pelaksanaan tugas dan fungsi kepada masyarakat (stakeholders) dalam menjalankan visi dan misi

Lebih terperinci

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Laporan Perkembangan Deregulasi 2015

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Laporan Perkembangan Deregulasi 2015 Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Laporan Perkembangan Deregulasi 2015 Jakarta, 22 September 2015 A. RPP Tempat Penimbunan Berikat, (D1) B. RPP Perubahan PP Nomor 23 Tahun 2010, (F3) C. RPerpres

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No. 5768 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I KEPABEANAN. Perdagangan. Ekspor. Impor. Kawasan Berikat. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 279). PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS

RENCANA STRATEGIS RENCANA STRATEGIS 2015-2019 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... Halaman i DAFTAR ISI... ii BAB I PENDAHULUAN... I.1 Kondisi Umum... I.2 Potensi dan Permasalahan... 1 3 BAB II VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

Lebih terperinci

Tingkat Kementerian dan Eselon I

Tingkat Kementerian dan Eselon I Tingkat Kementerian dan Eselon I IKU KEMENTERIAN 1 Presentase Program Koordinasi Kebijakan Bidang Perekonomian Yang Terimplementasi Definisi : Implementasi program-program koordinasi dan sinkronisasi kebijakan

Lebih terperinci

Paket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV)

Paket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Laporan Publik Paket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV) PENGEMBANGAN USAHA DAN DAYA SAING PENYEDIA JASA LOGISTIK NASIONAL Jakarta, 15 Juni 2017

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. DAFTAR ISI... ii. I. Pendahuluan. 1 A. Latar Belakang. 1 B. Maksud dan Tujuan. 2 C. Sasaran... 2 D. Dasar Hukum...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. DAFTAR ISI... ii. I. Pendahuluan. 1 A. Latar Belakang. 1 B. Maksud dan Tujuan. 2 C. Sasaran... 2 D. Dasar Hukum... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii Halaman I. Pendahuluan. 1 A. Latar Belakang. 1 B. Maksud dan Tujuan. 2 C. Sasaran...... 2 D. Dasar Hukum... 2 II. Arah Kebijakan Pembangunan 3 A. Visi dan

Lebih terperinci

L A P O R A N K I N E R J A

L A P O R A N K I N E R J A L A P O R A N K I N E R J A 2 0 1 4 A s i s t e n D e p u t i B i d a n g P e m b e r d a y a a n M a s y a r a k a t Deputi Bidang Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Kabinet Republik Indonesia 2014 K a

Lebih terperinci

Berdasarkan PP Nomor 39 Tahun 2006 Konsolidasi Program, Sub Fungsi, dan Fungsi (Form C)

Berdasarkan PP Nomor 39 Tahun 2006 Konsolidasi Program, Sub Fungsi, dan Fungsi (Form C) Berdasarkan PP Nomor 39 Tahun 2006 Konsolidasi Program, Sub Fungsi, dan Fungsi (Form C) Formulir C LAPORAN KONSOLIDASI PROGRAM DIRINCI MENURUT KEGIATAN TRIWULAN III TAHUN ANGGARAN 2015 Kementerian Koordinator

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DAN PENANAMAN MODAL KOTA SALATIGA

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DAN PENANAMAN MODAL KOTA SALATIGA PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DAN PENANAMAN MODAL KOTA SALATIGA TAHUN 2017 1 PERENCANAAN KINERJA 2.1. PERENCANAAN STRATEGIS

Lebih terperinci

Berdasarkan PP Nomor 39 Tahun 2006 Konsolidasi Program, Sub Fungsi, dan Fungsi (Form C)

Berdasarkan PP Nomor 39 Tahun 2006 Konsolidasi Program, Sub Fungsi, dan Fungsi (Form C) Berdasarkan PP Nomor 39 Tahun 2006 Konsolidasi Program, Sub Fungsi, dan Fungsi (Form C) Formulir C LAPORAN KONSOLIDASI PROGRAM DIRINCI MENURUT KEGIATAN TRIWULAN IV TAHUN ANGGARAN 2015 Kementerian Koordinator

Lebih terperinci

Berdasarkan PP Nomor 39 Tahun 2006 Konsolidasi Program, Sub Fungsi, dan Fungsi (Form C)

Berdasarkan PP Nomor 39 Tahun 2006 Konsolidasi Program, Sub Fungsi, dan Fungsi (Form C) Berdasarkan PP Nomor 39 Tahun 2006 Konsolidasi Program, Sub Fungsi, dan Fungsi (Form C) Formulir C LAPORAN KONSOLIDASI PROGRAM DIRINCI MENURUT KEGIATAN TRIWULAN I TAHUN ANGGARAN 2015 Kementerian Koordinator

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.279, 2015 KEPABEANAN. Perdagangan. Ekspor. Impor. Kawasan Berikat. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5768). PERATURAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

FORMULIR 2 RENCANA KERJA KEMENTRIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 2017 1. Kementrian/Lembaga : KEMENTERIAN KEUANGAN 2. Sasaran Strategis K/L : 1.Terjaganya Kesinambungan Fiskal 3. Program : Program

Lebih terperinci

Manual Indikator Kinerja Utama. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian

Manual Indikator Kinerja Utama. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Manual Indikator Kinerja Utama 2016 Kumpulan manual Indikator Kinerja Utama teriri dari IKU tingkat Kementerian dan Unit Eselon I di Lingkungan Kementerian Koordinator

Lebih terperinci

Laporan Capaian Target Indikator Kinerja Utama Semester II Tahun Kedeputian Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri

Laporan Capaian Target Indikator Kinerja Utama Semester II Tahun Kedeputian Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Laporan Capaian Target Indikator Kinerja Utama Semester II Tahun 2015 Kedeputian Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Unit : Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri SS Indikator Kinerja Target

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA BAB II PERENCANAAN KINERJA Penyusunan Perjanjian Kinerja merupakan salah satu tahapan dalam Sistem Akuntabilitas Kinerja Intansi Pemerintah yang termuat dalam Peraturan Presiden Nomor 29 tahun 2014 tentang

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA 2.1. RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT DPRD KOTA. Rencana strategis merupakan proses yang berorientasi

BAB II PERENCANAAN KINERJA 2.1. RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT DPRD KOTA. Rencana strategis merupakan proses yang berorientasi BAB II PERENCANAAN KINERJA 2.1. RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT DPRD KOTA BANDUNG Rencana strategis merupakan proses yang berorientasi hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu satu sampai lima tahun secara

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

1. Visi BKPM Terwujudnya Iklim Penanaman Modal Yang Berdaya Saing Untuk Menunjang Kualitas Perekonomian Nasional.

1. Visi BKPM Terwujudnya Iklim Penanaman Modal Yang Berdaya Saing Untuk Menunjang Kualitas Perekonomian Nasional. RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL TAHUN 2009-2014 A. Rencana Strategis BKPM Tahun 2009-2014 Rencana Strategis (Renstra) BKPM yang disusun merupakan fungsi manajemen untuk melaksanakan

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tamba

2 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tamba BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.491, 2015 KEMENKOMINFO. Akuntabilitas Kinerja. Pemerintah. Sistem. Penyelenggaraan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13

Lebih terperinci

Laporan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan (PP 39) Triwulan IV Tahun Anggaran 2016

Laporan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan (PP 39) Triwulan IV Tahun Anggaran 2016 2016 Laporan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan (PP 39) Triwulan IV Tahun Anggaran 2016 Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebijakan Iklim Usaha BPPI Kementerian Peran KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

2 3. Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2015 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 51); 4. Peraturan Menter

2 3. Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2015 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 51); 4. Peraturan Menter No.1074. 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. National Single Window. Pengelola Portal Indonesia. Organisasi Tata Kerja. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 138 /PMK.01/2015

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF RINGKASAN EKSEKUTIF

RINGKASAN EKSEKUTIF RINGKASAN EKSEKUTIF RINGKASAN EKSEKUTIF disusun untuk menyajikan informasi tentang capaian komitmen kinerja yang telah diperjanjikan Sekretariat Kabinet kepada kepada pimpinan dan stakeholders selama tahun 2015. Laporan Kinerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. LAKIP tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. LAKIP tersebut BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG S etiap instansi Pemerintah mempunyai kewajiban menyusun Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) atau Laporan Kinerja pada akhir periode anggaran.

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perkembangan jumlah,

Lebih terperinci

Written by Danang Prihastomo Friday, 06 February :22 - Last Updated Wednesday, 11 February :46

Written by Danang Prihastomo Friday, 06 February :22 - Last Updated Wednesday, 11 February :46 RUMUSAN HASIL RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2015 Jakarta, 5 Februari 2015 Rapat Kerja Menteri Perindustrian Tahun 2015 dengan tema Terbangunnya Industri yang Tangguh dan Berdaya Saing Menuju

Lebih terperinci

Paket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV)

Paket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Laporan Publik Paket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV) PENGEMBANGAN USAHA DAN DAYA SAING PENYEDIA JASA LOGISTIK NASIONAL Jakarta, 15 Juni 2017

Lebih terperinci

B. VISI : Indonesia Menjadi Negara Industri yang Berdaya Saing dengan Struktur Industri yang Kuat Berbasiskan Sumber Daya Alam dan Berkeadilan

B. VISI : Indonesia Menjadi Negara Industri yang Berdaya Saing dengan Struktur Industri yang Kuat Berbasiskan Sumber Daya Alam dan Berkeadilan RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 1 : RENCANA PENCAPAIAN SASARAN STRATEGIS PADA KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA TAHUN ANGGARAN : 216 A. KEMENTRIAN : (19) KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

Lebih terperinci

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA RINGKASAN EKSEKUTIF SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 4 INVESTASI UNI EROPA PENDORONG PERDAGANGAN INDONESIA

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA 2016

PERJANJIAN KINERJA 2016 PERJANJIAN KINERJA 2016 Perjanjian Kinerja 2016 PERJANJIAN KINERJA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL (BIG) TAHUN ANGGARAN 2016 I. PENGERTIAN Perjanjian kinerja adalah lembar/dokumen yang berisikan penugasan dari

Lebih terperinci

2017, No kawasan pariwisata sudah dapat dilaksanakan dalam bentuk pemenuhan persyaratan (checklist); e. bahwa untuk penyederhanaan lebih lanjut

2017, No kawasan pariwisata sudah dapat dilaksanakan dalam bentuk pemenuhan persyaratan (checklist); e. bahwa untuk penyederhanaan lebih lanjut No.210, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Berusaha. Percepatan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Bab II Perencanaan Kinerja

Bab II Perencanaan Kinerja Di kantor Bab II Perencanaan Kinerja 2.1. Perencanaan 2.1.1. Rencana Strategis Tahun 2013-2018 Dalam sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, perencanaan stratejik merupakan langkah awal yang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLA PORTAL INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLA PORTAL INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLA PORTAL INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4614); 3. Peraturan Pemeri

2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4614); 3. Peraturan Pemeri BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1008, 2016 KEMENRISTEK-DIKTI. Laporan Kinerja. PTN. Penyusunan. Pedoman. PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk meningkatkan investasi

Lebih terperinci

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN. 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN. 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional Berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2016 yang mempunyai tema Memperkuat perekonomian domestik bagi peningkatan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perkembangan jumlah,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN LAPORAN KINERJA PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BKPM. Indikator Kinerja Utama. Penetapan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BKPM. Indikator Kinerja Utama. Penetapan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.90, 2010 BKPM. Indikator Kinerja Utama. Penetapan. PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENETAPAN DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB II 2.1. RENCANA STRATEGIS

BAB II 2.1. RENCANA STRATEGIS BAB II PERENCANAAN KINERJA 2.1. RENCANA STRATEGIS Agenda pembangunan bidang ekonomi sebagaimana tertuang dalam RPJMD Provinsi Jawa Timur Tahun 2009-2014 adalah meningkatkan percepatan pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

B. VISI : Terwujudnya Lembaga Koordinasi dan Sinkronisasi Pembangunan Ekonomi Yang Efektif dan Berkelanjutan

B. VISI : Terwujudnya Lembaga Koordinasi dan Sinkronisasi Pembangunan Ekonomi Yang Efektif dan Berkelanjutan RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR : RENCANA PENCAPAIAN SASARAN STRATEGIS PADA KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA TAHUN ANGGARAN : A. KEMENTRIAN : () KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA 2.1. RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT DPRD KOTA. penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai

BAB II PERENCANAAN KINERJA 2.1. RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT DPRD KOTA. penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai BAB II PERENCANAAN KINERJA 2.1. RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT DPRD KOTA BANDUNG Perencanaan pembangunan daerah adalah suatu proses penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur pemangku

Lebih terperinci

DEPUTI BIDANG PELAYANAN PUBLIK KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI

DEPUTI BIDANG PELAYANAN PUBLIK KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI DEPUTI BIDANG PELAYANAN PUBLIK KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI Ruang Lingkup Yanlik [Pasal 5 ayat (6)]. Sistem Pelayanan Terpadu [Pasal 9 ayat (2)]. Pedoman Penyusunan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BKPM. Indikator. Kinerja Utama

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BKPM. Indikator. Kinerja Utama BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.44, 2009 BKPM. Indikator. Kinerja Utama PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR : 1/P/2009 TENTANG PENETAPAN DI LINGKUNGAN BADAN KOORDINASI PENANAMAN

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA A. Rencana Strategis BAB II Renstra Tahun 2015 2019 merupakan panduan pelaksanaan tugas dan fungsi pada periode 2015 2019 yang disusun berdasarkan hasil evaluasi terhadap pelaksanaan Renstra Tahun 2010

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN, PEMBINAAN, DAN PELAPORAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan L

2017, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan L No.1236, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKO-KEMARITIMAN. SAKIP. PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG KEMARITIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA DI

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semoga laporan ini bermanfaat. Jakarta, 30 Januari Plt. Kepala Biro Perencanaan. Suharyono NIP

KATA PENGANTAR. Semoga laporan ini bermanfaat. Jakarta, 30 Januari Plt. Kepala Biro Perencanaan. Suharyono NIP KATA PENGANTAR Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) adalah laporan kinerja tahunan yang berisi pertanggungjawaban kinerja suatu instansi dalam mencapai tujuan/sasaran strategis instansi.

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, 1 BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa untuk lebih menjamin ketepatan dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

Paket Kebijakan Ekonomi 9: Pemerataan Infrastruktur Ketenagalistrikan dan stabilisasi harga daging hingga ke desa

Paket Kebijakan Ekonomi 9: Pemerataan Infrastruktur Ketenagalistrikan dan stabilisasi harga daging hingga ke desa Paket Kebijakan Ekonomi 9: Pemerataan Infrastruktur Ketenagalistrikan dan stabilisasi harga daging hingga ke desa Pemerintah baru saja mengeluarkan paket kebijakan ekonomi IX. Fokusnya mempercepat pembangunan

Lebih terperinci

Manual Indikator Kinerja Utama

Manual Indikator Kinerja Utama 2017 Manual Indikator Kinerja Utama Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Indikator kinerja Target 2017 Ket Menjaga Target Indikator Pembangunan Bidang Ekonomi : 1. Pertumbuhan Ekonomi (%) 2. PDB

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016 SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN JAKARTA, JANUARI 2017 Laporan Akuntabilitas Kinerja Sekretariat Inspektorat

Lebih terperinci

Perwakilan BPKP Provinsi Jawa Tengah KATA PENGANTAR

Perwakilan BPKP Provinsi Jawa Tengah KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Rencana Kerja (Renja) adalah dokumen perencanaan tahunan yang merupakan penjabaran dari Rencana Strategis (Renstra) serta disusun mengacu pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Rencana Kerja

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLA PORTAL INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLA PORTAL INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLA PORTAL INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

LKIP BPMPT 2016 B A B I PENDAHULUAN

LKIP BPMPT 2016 B A B I PENDAHULUAN B A B I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penilaian dan pelaporan kinerja pemerintah daerah menjadi salah satu kunci untuk menjamin penyelenggaraan pemerintahan yang demokratis, transparan, akuntabel, efisien

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tam

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tam No. 2005, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BKPM. Dekonsentrasi. Pelimpahan dan Pedoman. TA 2017. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2016

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.105, 2015 SUMBER DAYA ALAM. Perkebunan. Kelapa Sawit. Dana. Penghimpunan. Penggunaan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN

Lebih terperinci

OVERVIEW PERLAMBATAN EKONOMI

OVERVIEW PERLAMBATAN EKONOMI Policy Brief Paket Kebijakan Ekonomi & Simplifikasi Regulasi Pusat Daerah Dalam Mendukung Peningkatan Investasi Dan Pertumbuhan Ekonomi Nasional No. 0 / / / Juni 2016 OVERVIEW Investasi memiliki peran

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL (BIG) TAHUN ANGGARAN 2017

PERJANJIAN KINERJA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL (BIG) TAHUN ANGGARAN 2017 PERJANJIAN KINERJA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL Tahun Anggaran 2017 Tahun Anggaran 2017 PERJANJIAN KINERJA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL (BIG) TAHUN ANGGARAN 2017 I. PENDAHULUAN Sebagaimana diamanatkan di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selanjutnya dengan tersusunnya LAKIP Bagian Hukum, maka diharapkan dapat :

BAB I PENDAHULUAN. Selanjutnya dengan tersusunnya LAKIP Bagian Hukum, maka diharapkan dapat : BAB I PENDAHULUAN I.1 KONDISI UMUM ORGANISASI B agian Hukum dibentuk berdasarkan Keputusan Kepala BSN Nomor 965/BSN-I/HK.35/05/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Standardisasi Nasional. Bagian

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PELIMPAHAN DAN PEDOMAN PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI BIDANG PENGENDALIAN PELAKSANAAN PENANAMAN MODAL TAHUN ANGGARAN 2018 DENGAN

Lebih terperinci

IKHTISAR EKSEKUTIF. Tabel 1 Sasaran program, Indikator Kinerja, Target, Realisasi dan Persentase Capaian

IKHTISAR EKSEKUTIF. Tabel 1 Sasaran program, Indikator Kinerja, Target, Realisasi dan Persentase Capaian IKHTISAR EKSEKUTIF Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian merupakan institusi yang mempunyai tugas pokok melaksanakan Perkarantinaan Pertanian dan Pengawasan Keamanan Hayati dengan visi Menjadi Pusat

Lebih terperinci

SINKRONISASI KEBIJAKAN PUSAT DAN DERAH DALAM PENGUATAN IKLIM USAHA DAN INVESTASI

SINKRONISASI KEBIJAKAN PUSAT DAN DERAH DALAM PENGUATAN IKLIM USAHA DAN INVESTASI SINKRONISASI KEBIJAKAN PUSAT DAN DERAH DALAM PENGUATAN IKLIM USAHA DAN INVESTASI KEMENTERIAN DALAM NEGERI PERSPEKTIF PEMERINTAHAN JOKOWI DAN JK 2015-2019 ( 9 AGENDA PRIORITAS ) Nomor PRIORITAS 1 Perlindungan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERIN TAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERIN TAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERIN TAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

down mengandung makna bahwa perencanaan ini memperhatikan pula

down mengandung makna bahwa perencanaan ini memperhatikan pula BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsinya agar efektif, efisien, dan akuntabel, Direktorat Penanganan Pelanggaran (Dit. PP) berpedoman pada dokumen perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Ekonomi ASEAN akan segera diberlakukan pada tahun 2015.

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Ekonomi ASEAN akan segera diberlakukan pada tahun 2015. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ASEAN Ecomonic Community (AEC) atau yang lebih dikenal dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN akan segera diberlakukan pada tahun 2015. AEC merupakan realisasi dari tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang LKj Asisten Deputi Bidang Politik dan Hubungan Internasional 2014 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Akuntabilitas suatu instansi pemerintah merupakan kewajiban bagi instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR : SP DIPA-041.01-0/2015 A. DASAR HUKUM : 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

MULTILATERAL MEETING II PRIORITAS NASIONAL : PENINGKATAN IKLIM INVESTASI DAN IKLIM USAHA

MULTILATERAL MEETING II PRIORITAS NASIONAL : PENINGKATAN IKLIM INVESTASI DAN IKLIM USAHA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL MULTILATERAL MEETING II PRIORITAS NASIONAL : PENINGKATAN IKLIM INVESTASI DAN IKLIM USAHA Jakarta, 15 April 2016 Multilateral

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PELIMPAHAN DAN PEDOMAN PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI BIDANG PENGENDALIAN PELAKSANAAN PENANAMAN MODAL

Lebih terperinci

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM A. SASARAN STRATEJIK yang ditetapkan Koperasi dan UKM selama periode tahun 2005-2009 disusun berdasarkan berbagai

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015

PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015 PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015 J.S. George Lantu Direktur Kerjasama Fungsional ASEAN/ Plt. Direktur Kerja Sama Ekonomi ASEAN Jakarta, 20 September 2016 KOMUNITAS ASEAN 2025 Masyarakat

Lebih terperinci

Written by Danang Prihastomo Thursday, 05 February :00 - Last Updated Monday, 09 February :13

Written by Danang Prihastomo Thursday, 05 February :00 - Last Updated Monday, 09 February :13 RUMUSAN HASIL RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2014 Jakarta, 5-7 Februari 2014 Rapat Kerja dengan tema Undang-Undang Perindustrian Sebagai Landasan Pembangunan Industri Untuk Menjadi Negara

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana kerja adalah dokumen rencana yang memuat program dan kegiatan yang diperlukan untuk mencapai sasaran pembangunan, dalam bentuk kerangka regulasi dan kerangka

Lebih terperinci

Terselenggaranya Kepemerintahan yang baik, bersih dan

Terselenggaranya Kepemerintahan yang baik, bersih dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terselenggaranya Kepemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa (Good Governance and Clean Government ) merupakan prasyarat bagi setiap Pemerintahan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah adalah proses

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah adalah proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar Pemerintah Daerah berjalan secara efisien dan efektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akuntabel serta penyelenggaraan negara yang bersih dari unsur-unsur KKN untuk

BAB I PENDAHULUAN. akuntabel serta penyelenggaraan negara yang bersih dari unsur-unsur KKN untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi birokrasi dengan tekad mewujudkan pemerintah yang transparan dan akuntabel serta penyelenggaraan negara yang bersih dari unsur-unsur KKN untuk mewujudkan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah ditetapkannya

Lebih terperinci

PERSIAPAN DAERAH dalam menghadapi

PERSIAPAN DAERAH dalam menghadapi PERSIAPAN DAERAH dalam menghadapi Outline 1 Gambaran Umum Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 2 MEA dalam RKP 2014 3 Strategi Daerah dalam Menghadapi MEA 2015 MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) 2015 Masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Menurut pasal 373 ayat (4) UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pembinaan yang bersifat umum dan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.76, 2015 ADMINISTRASI. Pemerintah. Kementerian Badan Usaha Milik Negara. Penyelenggaraan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana Kerja Satuan Perangkat Kerja Daerah (Renja SKPD) merupakan dokumen perencanaan resmi SKPD yang dipersyaratkan untuk mengarahkan pelayanan publik Satuan Kerja

Lebih terperinci

Indonesia Investment Coordinating Board KATA PENGANTAR

Indonesia Investment Coordinating Board KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Laporan akuntabilitas kinerja Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), disusun berdasarkan Instruksi Presiden R.I. Nomor 7 Tahun 1999, disajikan dengan menggunakan standar penyusunan laporan

Lebih terperinci

BAB 4: PELAKSANAAN DAN TATA KELOLA MP3EI

BAB 4: PELAKSANAAN DAN TATA KELOLA MP3EI BAB 4: PELAKSANAAN DAN TATA KELOLA MP3EI A. Tahapan Pelaksanaan MP3EI merupakan rencana besar berjangka waktu panjang bagi pembangunan bangsa Indonesia. Oleh karenanya, implementasi yang bertahap namun

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS DAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP)

LAPORAN AKUNTABILITAS DAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) LAPORAN AKUNTABILITAS DAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) ASISTEN DEPUTI BIDANG MATERI PERSIDANGAN 2014 KATA PENGANTAR Dalam rangka melaksanakan amanah Inpres Nomor 7 Tahun 1999, Asisten Deputi Bidang Materi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana kerja OPD (Renja OPD) adalah dokumen perencanaan OPD untuk periode satu tahun, yang memuat kebijakan, program dan kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan

Lebih terperinci

DisampaikanOleh : DR. MUH. MARWAN, M.Si DIRJEN BINA BANGDA. 1. Manajemen Perubahan. 4. Penataan Ketatalaksanaan. 6. Penguatan Pengawasan

DisampaikanOleh : DR. MUH. MARWAN, M.Si DIRJEN BINA BANGDA. 1. Manajemen Perubahan. 4. Penataan Ketatalaksanaan. 6. Penguatan Pengawasan REFORMASI BIROKRASI DAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH Disampaikan dalam Seminar Kemenpan dan RB bersama Bakohumas, 27/5/13. DisampaikanOleh : DR. MUH. MARWAN, M.Si DIRJEN BINA BANGDA 1 PROGRAM PERCEPATAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya

Lebih terperinci