PERUBAHAN KADAR GULA DARAH PADA PASIEN LANJUT USIA YANG DIINDUKSI DENGAN ANESTESI UMUM SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERUBAHAN KADAR GULA DARAH PADA PASIEN LANJUT USIA YANG DIINDUKSI DENGAN ANESTESI UMUM SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan"

Transkripsi

1 PERUBAHAN KADAR GULA DARAH PADA PASIEN LANJUT USIA YANG DIINDUKSI DENGAN ANESTESI UMUM SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran ARTHA WAHYU WARDANA G FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta 2011

2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang Nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, yang dimaksud dengan lanjut usia adalah penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Di seluruh dunia penduduk Lansia (usia > 60 ) tumbuh dengan sangat cepat bahkan tercepat dibanding kelompok usia lainnya. Diperkirakan mulai tahun 2010 akan terjadi ledakan jumlah penduduk lanjut usia. Badan kesehatan dunia WHO memperkirakan bahwa penduduk lansia di Indonesia pada tahun 2020 mendatang sudah mencapai angka 11,34% atau tercatat 28,8 juta orang (BPS, 2007). Setengah dari jumlah tersebut akan membutuhkan operasi sebelum mereka meninggal. Para manula ini mempunyai kekhususan yang perlu diperhatikan dalam anestesi dan pembedahan karena terdapat kemunduran sistem fisiologis dan farmakologi sejalan dengan penambahan usia. Kemunduran ini mulai jelas terlihat setelah usia 40 tahun. Dalam suatu penelitian di Amerika pada tahun 1977, diduga setelah usia 70 tahun, mortalitas akibat tindakan bedah menjadi 3 kali lipat jika dibandingkan dengan usia tahun dan 2% dari mortalitas ini disebabkan oleh anestesi (Raharjo, 1988). Sejak umur 31 tahun terjadi penurunan laju metabolisme basal sebesar 1% setiap tahun. Kemampuan untuk memetabolisme glukosa menurun dengan bertambahnya usia. Mekanisme terjadinya perubahan ini belum jelas, akan 1

3 tetapi ada beberapa kemungkinan yaitu susunan makanan yang buruk, inaktivitas fisik, berkurangnya masa otot, berkurangnya sekresi insulin dan terjadinya antagonisme terhadap insulin (Raharjo, 1988). Setiap tindakan operasi pada pasien lanjut usia khususnya akan menyebabkan terjadinya suatu stres. Stres operasi dapat merupakan stres psikologi, stres anestesi, dan stres pembedahan. Respon stres normal dicirikan oleh respon sympathetic neurohormonal akibat stimulasi dari simpatoadrenergik dan jalur pituitari mengakibatkan peningkatan level pada norepinefrine, epinefrine, glukagon, dan kortisol (Smiths, 1996). Sudut pandang anestesi umum adalah pada penekanan aksis hipotalamus pituitari adrenal, 95% aktivitas glukokortikoid dihasilkan oleh sekresi kortisol. Kortisol, glukagon, dan epinepfrin meningkatkan pemecahan glikogen menjadi glukosa. Respon ini dengan cepat menurunkan cadangan glikogen sehingga terjadi mobilisasi karbohidrat dan protein yang dapat menyebabkan terjadinya hiperglikemia. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui adanya perubahan kadar gula darah pasien lanjut usia yang diinduksi dengan anestesi umum. Perubahan kadar gula darah yang terjadi oleh karena stres psikologi dan stres anestesi dapat mengakibatkan kondisi yang kurang menguntungkan setelah operasi, seperti memperlama waktu pemulihan ataupun efek-efek lain yang tidak menguntungkan akibat perubahan tersebut sebagai bentuk respon dari tubuh. Oleh karena itu, respon stres, khususnya stres anestesi dengan segala akibatnya dapat diwaspadai secara dini karena dapat meningkatkan mortalitas dan morbiditas pasien lanjut usia. 2

4 B. Rumusan Masalah Apakah ada perubahan kadar gula darah pada pasien lanjut usia yang diinduksi dengan anestesi umum? C. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui perubahan kadar gula darah pada pasien lanjut yang diinduksi dengan anestesi umum. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Sebagai landasan teori untuk usaha preventif, khususnya yang berkaitan dengan efek-efek yang tidak menguntungkan dari hiperglikemia ataupun hipoglikemia pada pasien lanjut usia yang diinduksi anestesi umum. 2. Manfaat Aplikatif 1. Sebagai landasan teori dalam upaya menerangkan perubahan kadar gula darah pasien lanjut usia yang diinduksi anestesi umum. 2. Sebagai landasan penelitian selanjutnya. 3

5 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Metabolisme Glukosa Bahan bakar disimpan dalam 3 bentuk yaitu glikogen (suatu polimer glukosa), trigliserida (masing-masing mengandung 3 asam lemak yang diesterifikasikan ke molekul gliserol), dan protein. Fungsi tunggal glikogen dan trigliserida pada metabolisme manusia adalah sebagai cadangan bahan bakar. Sebaliknya, protein yang paling utama dibentuk mempunyai fungsi sebagai katalisator, karier reseptor, dan komponen struktural tubuh (Mayes dan Bender, 2003; Mistraletti et al., 2005). Secara garis besar, metabolisme karbohidrat terdiri dari : a. Produksi 1) Berasal dari pemecahan karbohidrat yang ada dalam makanan. 2) Pemecahan cadangan glikogen dan molekul-molekul endogen lain seperti protein dan lemak. Kemudian melalui proses metabolisme glukosa seperti yang terjadi pada hepar dalam keadaan kelaparan, aktivitas dan lain sebagainya. Glukosa 6 fospat dikonversi oleh glukosa 6 fospatase hepar untuk dapat dilepas ke dalam sirkulasi. Sementara pada otot, glukosa 6 fospat dikatabolisme langsung lewat jalur glikolisis. 4

6 3) Mengubah senyawa-senyawa nonkarbohidrat menjadi glukosa atau glikogen yang disebut proses glukoneogenesis. b. Uptake 1) Diambil dari saluran cerna misalnya dengan sistem transport aktif dari ion sodium. 2) Dari sirkulasi ke dalam sel oleh aksi insulin. c. Utilisasi untuk produksi energi melalui konversi glukosa 6 fospat dan pemecahan (glikolisis). d. Konversi melalui glukosa 6 Fospat dan glukosa 1 Fospat menjadi glikogen e. Heksosa / Pentosa Mono Fospat Shunt yaitu dengan menghasilkan energi dari glukosa 6 Fospat melalui reduksi nikotinamida adenin dinukleotida fospat (NADP). f. Konversi menjadi lemak dan protein. Hasil akhir pencernaan karbohidrat adalah glukosa fruktosa dan galaktosa yang selanjutnya akan dikonversi hepar menjadi glukosa. Sel akan mengadakan utulisasi glukosa melalui glikolisis (anaerobik) atau siklus Citric Acid (aerobikal). Glukosa disimpan dalam bentuk glikogen. Insulin akan meningkatkan sintesis glikogen. Sementara Epinefrin dan glukagon akan menaikkanglikogenolisis. (Berry, 2002; Leksana, 2004). 2. Anestesi Umum Anetesi umum didefinisikan sebagai hilangya rasa sakit di seluruh tubuh yang disertai hilangnya kesadaran reversibel akibat pemberian obat 5

7 anestesi. Anestesi umum didefinisikan lebih jauh sebagai keadaan di mana sistem fisiologis tertentu berada di bawah kendali obat-obatan anestesi (Morgan, 1996). Indikasi anestesi umum : 1. Infan dari anak-anak 2. Operasi yang luas 3. Pasien dengan kelainan mental 4. Bila pasien menolak anestesi lokal 5. Operasi yang lama 6. Operasi di mana dengan anestesi lokal tidak praktis dan tidak menguntungkan 7. Pasien dalam terapi antikoagulan Anestesi umum dapat diberikan secara inhalasi, intravena, intramuskuler, atau peroral. Pada anestesi umum, terdapat trias anestesi yaitu hipnotik, analgetik, relaksasi (Stoelting, 1999). 3. Fisiologi Adrenal Ada banyak senyawa dihasilkan oleh korteks adrenal ( lebih kurang 40 macam ) akan tetapi hanya beberapa yang dijumpai dalam darah antara lain kortisol, kortikosteron, aldosteron, dehidroepiandrosteron, androstenedion dan banyak lagi. Sekresi dari korteks adrenal dipengaruhi oleh ACTH. Kerja fisiologis utama dari hormon adrenal khususnya glukokortikoid diantaranya adalah : 6

8 a. Berpangaruh terhadap metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, yaitu memacu glikogenolisis, ketogenesis, glukoneogenesis, dan katabolisme protein. b. Memiliki kerja anti insulin, glukokortikoid menaikkan glukosa, asam lemak dan asam amino dalam sirkulasi. Dalam jaringan perifer seperti otot, adipose dan jaringan limfoid, steroid adalah katabolik cenderung menghemat glukosa, pengambilan glukosa dan glikolisis ditekan. c. Terhadap pembuluh darah meningkatkan respon terhadap katekolamin. d. Meningkatkan aliran darah ginjal dan memacu eksresi air. e. Pada dosis farmakologis menurunkan intensitas reaksi peradangan, di mana pada konsentrasi tinggi glukokortikoid menurunkan reaksi pertahanan seluler khususnya memperlambat migrasi leukosit ke dalam daerah trauma, dan lain-lain Sintesis steroid adrenal bermula dari asetat atau kolesterol dan bergerak melalui beragam langkah enzimik ke pembentukan glukokortikoid. Jalan reaksi menyangkut sintesis permulaan kolesterol yang setelah terjadi pembelahan dan oksidasi serangkaian rantai samping, diubah menjadi A5-pregnenolon. Korteks adrenal mengandung relatif banyak kolesterol, sebagian besar sebagai ester kolesteril yang berasal dari sintesis de novo dan sumber-sumber ekstra adrenal. Perubahan esterkolesteril menjadi kolesterol merupakan langkah yang perlu dalam sintesis steroid dan diatur oleh ACTH, dalam hal ini ACTH melakukannya dengan meningkatkan camp, yang mengaktifkan protein kinase, selanjutnya 7

9 mengaktifkan protein-protein melalui fosforilasi untuk mengkatalisis hidrolisis kolesteril ester. Kinase ini awalnya juga meningkatkan 20- hidroksilasi kolesterol. Hasil akhir reaksi ini adalah C-27 steroid 20α, 22βdihidroksikolesterol dan 17α, 20α-dihidroksikolesterol. Senyawa ini diubah langsung menjadi pregnenolon atau 17α-pregnenolon dengan kehilangan bagian isokaproat aldehida yang terdapat pada rantai samping (Granner, 2003; Suherman, 1995; Zhang et al., 2000) Sekresi ACTH diatur secara umpan balik oleh steroid yang beredar, pada manusia kortisol adalah regulator yang paling penting. Kortisol bebas di dalam darah memiliki umpan balik negatif terhadap pelepasan hormon pelepas kortikotropin (corticotropin releasing hormone atau CRH) dari hipotalamus dan hipofisis. CRH turun melalui vena sistem portal hipofisis ke hipofisis anterior dan memicu sekresi ACTH. Respon CRH terhadap umpan balik negatif mengikuti irama diurnal, sehingga pada pagi hari ACTH dan kortisol dalam jumlah yang lebih besar dan lebih kecil pada malam hari, namun dalam keadan stress baik fisik maupun nonfisik seperti nyeri, ketakutan, operasi, infeksi, latihan fisik, trauma, hipoglikemia atau tumor otak dan obat-obatan seperti kortikosteroid, hipnotik, irama sirkadian ini dapat berubah (Granner, 2003; Suherman, 1995; Cotton et al., 2009). Hormon adrenal memainkan peranan sentral dalam homeostasis glukosa, mekanisme pertahanan, respon terhadap stress, psikis dan trauma juga anabolisme protein. Tidak adanya fungsi kelenjar adrenal merupakan keadaan berbahaya pada manusia. Ini menjadi dasar bahwa pasien yang 8

10 akan menjalani operasi, akibat respon stress yang meningkat baik psikis maupun karena stress operasi kadar glukosa dalam darahnya mengalami peningkatan. 4. Pengaruh Anestesi terhadap Metabolisme Glukosa Banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kenaikan kadar gula darah selama operasi, antara lain tindakan operasi, teknik anestesi, obat-obatan, cairan yang dipergunakan perioperatif dan penyakit dasar yang diderita pasien yang menjalani operasi akan dapat menyebabkan terjadinya kenaikan kadar gula darah secara langsung ataupun tidak langsung. Allison dkk dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa stres emosional, N2O, halotan, hipoksia, dan pembedahan menyebabkan kenaikan gula darah, asam lemak bebas, dan menurunkan insulin plasma. Faridnan pada tahun 2003 meneliti respon stres anestesi general + epidural dengan anestesi general yang menyimpulkan bahwa kombinasi anestesi general + epidural lebih sedikit menimbulkan kenaikan kadar kortisol darah. Beberapa tindakan anestesi seperti intubasi dan ekstubasi endotrakheal meningkatkan respon stress dan hemodinamik yang akan meningkatkan glukosa darah. Hal ini terjadi karena pada induksi anestesi umum terjadi stress yang berupa stress psikologis preoperatif dan stress anestesi yang akan melepaskan hormon - hormon yang dikenal sebagai neuroendokrin hormon, yaitu: ADH, aldosteron, angiotensin II, kortisol, epinephrin dan norepinephrin. Perubahan-perubahan hormonal ini bekerja 9

11 sama untuk meningkatkan kadar glukosa dan asam lemak darah (Stoelting, 1999). Efek kortisol diperantarai oleh adanya interaksinya dengan sebuah reseptor spesifik yang terletak di dalam sel target. Oleh karena itu, apabila ada sesuatu yang menimbulkan peningkatan kadar kortisol plasma maka kortisol yang salah satu fungsinya memicu metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein dalam hal ini glukogenolisis, glukoneogenesis, katekolamin akan meningkat pula. Kortisol plasma biasanya meningkat dua hingga sepuluh kali setelah induksi anestesi selama pembedahan dan pascaoperasi (Stoelting, 1999). Sama seperti stres lainnya, episode pelepasan kortisol tetap sama, tetapi amplitudo pelepasannya yang meningkat. Konsentrasi kortisol plasma akan kembali normal dalam 24 jam pasca operasi. Namun dapat pula menetap selama 72 jam tergantung dari derajat keparahan trauma pembedahan. Selain trauma pembedahan, pemilihan obat dan teknik anestesi juga berpengaruh terhadap respon hipotalamus-pituitari adrenal (Stoelting, 1999) 5. Penurunan Fisiologis Pasien Lanjut Usia yang Berhubungan dengan Fungsi Metabolik dan Endokrin Sejak umur 31 tahun terjadi penurunan laju metabolisme basal sebesar 1% setiap tahun. Kemampuan untuk memetabolisme glukosa menurun dengan bertambahnya usia. Gula darah terlalu tinggi disebut hiperglikemia dan bila terlalu rendah disebut hipoglikemia (Almatsier, 2006). Hal ini salah satunya disebabkan karena terjadi resistensi insulin 10

12 sehingga respon regulasi glukosa menurun. Kemampuan pengikatan protein serum juga menurun. Akibatnya dosis anestesi yang biasa akan menimbulkan efek berlebihan pada manula. Mekanisme terjadinya perubahan ini belum jelas, akan tetapi ada beberapa kemungkinan yaitu susunan makanan yang buruk, inaktivitas fisik, berkurangnya masa otot, berkurangnya sekresi insulin dan terjadinya antagonisme terhadap insulin (Kunto, 1988). Respon neuroendokrin terhadap stres tidak berubah atau sedikit menurun pada lanjut usia yang sehat. Secara umum dapat dikatakan terdapat kecenderungan menurunnya kapasitas fungsional baik pada tingkat seluler maupun pada tingkat organ sejalan dengan proses menua (Harimurti et al., 2007). Seperti pada pasien pediatri, manajemen anestesi yang optimal tergantung pada pemahaman kita pada perubahan dari fisiologi, anatomi, dan respon terhadap agen anestesi yang menyertai penuaan. Keadaan fisiologi abnormal pada pasien lanjut usia sangat bervariasi, sehingga hal ini membutuhkan evaluasi preoperasi yang teliti. 6. Respon Hormonal terhadap Stres Kelenjar adrenal memiliki peran penting terhadap respon fisiologis terhadap stres. Berbagai bentuk rangsang baik secara fisik, kimiawi, psikologis, trauma, maupun psikososial dapat mengurangi kemampuan tubuh untuk mempertahankan homeostasis dan memicu respon stres. Apabila tubuh bertemu dengan stressor, tubuh akan mengaktifkan respon saraf dan hormon untuk mengatasi keadaan darurat. Sebagai Hasilnya 11

13 adalah keadaan kesiagaan yang tinggi dan mobilisasi berbagai sumber daya biokimiawi (Sherwood, 2001). Respon saraf utama terhadap rangsangan stress adalah pengaktifan menyeluruh sistem saraf simpatis. Hal ini menyebabkan peningkatan curah jantung dan ventilasi serta pengalihan darah dari daerah-daerah vasokonstriksi yang aktifitasnya ditekan. Secara simultan, sistem simpatis merangsang kekuatan hormonal dalam bentuk pengeluaran besar-besaran epinephrin dari medulla adrenal. Epinephrin memperkuat respon simpatis dan mencapai tempat-tempat yang tidak dicapai oleh sistem simpatis untuk melaksanakan fungsi tambahan, misalnya memobilisasi karbohidrat dan lemak (Sherwood, 2001). Selain epinephrin, sejumlah hormon lain terlibat dalam respon stress seperti, CRH-ACTH-kortisol, glukagon, insulin, rennin-angiotensin-aldosteron, dan vasopressin. Respon hormon predominan adalah pengaktifan sistem CRH-ACTH-kortisol. Kortisol menguraikan simpanan lemak dan protein sementara memperbesar simpanan karbohidrat serta meningkatkan ketersediaan glukosa darah (Sherwood, 2001). Respon-respon hormonal lain di luar kortisol juga berperan dalam seluruh respon metabolik terhadap stress. Sistem saraf simpatis dan epinephrine yang dikeluarkan atas perintahnya menghambat insulin dan merangsang glukagon. Perubahan-perubahan hormonal ini bekerja sama untuk meningkatkan kadar glukosa dan asam lemak darah. Epinephrin dan glukagon yang kadarnya dalam darah meningkat selama stress, 12

14 meningkatkan glikogenolisis dan (bersama kortisol) glukoneogenesis di hati. Namun, insulin yang sekresinya tertekan selama stress melawan penguraian simpanan glikogen hati. Semua efek tersebut berperan meningkakan kadar glukosa darah. Respon-respon hormonal yang berkaitan dengan stress juga mendorong pengeluaran asam-asam lemak dari simpanan lemak, karena epinephrin, glukagon, dan kortisol meningkatkan lipolisis, sedangkan insulin menghambatnya (Sherwood, 2001). 13

15 B. Kerangka Pemikiran Operasi dengan anestesi umum Lansia Respon stres fisik dan psikis SSP Status gizi Status fisik Besar operasi Lama operasi Hipotalamus Sistem saraf otonom Hipofisis Aktivasi sistem simpatis ACTH Medula adrenal Insulin Korteks adrenal Katekolamin endogen Glukagon Kortisol Peningkatan kadar gula darah Keterangan : = Variabel perancu = Variabel penelitian C. Hipotesis Ada perubahan kadar gula darah pada pasien lanjut usia yang diinduksi dengan anestesi umum 14

16 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian eksperimental uji klinik merupakan penelitian pada manusia untuk mengetahui efek suatu tindakan medis. Lingkup tindakan medis dapat berupa aspek diagnostik, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif. Dengan uji klinik peneliti dapat meneliti seberapa jauh tindakan medis lebih efektif, lebih akurat, atau lebih ekonomis dibandingkan dengan tindakan medis konvensional atau standar (Arief, 2008).Penelitian ini merupakan eksperimental uji klinik sederhana dengan bentuk one group pretest-postest. Dalam rancangan ini, pengukuran atau observasi dilakukan sebelum dan setelah perlakuan. B. Lokasi Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di Instalasi Bedah Sentral RSUD Dr. Moewardi Surakarta. C. Subjek Penelitian Populasi pada penelitian ini adalah pasien lanjut usia yang menjalani operasi elektif di RSD.dr.Moewardi. Agar diperoleh subjek yang homogen, dilakukan pembatasan berupa kriteria inklusi dan eksklusi. 15

17 1. Kriteria inklusi : a) Menjalani operasi elektif dengan anestesi umum b) Status fisik ASA I-II c) Usia >60 tahun (lanjut usia) d) Pasien non diabetes melitus e) Lama operasi tidak lebih dari 3 jam 2. Kriteria eksklusi : a) Mengalami hipoglikemia atau hiperglikemia saat akan dilakukan penelitian b) Mendapat transfusi sebelum dan selama operasi berlangsung c) Pasien yang menolak diikutkan pada penelitian ini d) Pasien diabetes mellitus D. Teknik Pengambilan Sampel Teknik sampling pada penelitian ini adalah dengan cara random sampling. Pasien lanjut usia adalah populasi pada penelitian ini. Agar subjek penelitian bersifat homogen, diberikan pembatasan berupa kriteria inklusi dan eksklusi. Kemudian ditentukan besarnya sampel penelitian dengan menggunakan rumus Lemeshow : Zα Zβ Sd d n = Jumlah sampel 16

18 Sd D 䕠 = Perkiraan simpang baku 20 mg/dl = Selisih rerata kedua kelompok = 14,614 mg/d = tingkat 0,05 maka Z =1,960 = tingkat kesalahan 䕠 = 10% maka Z 䕠 = 1,282 (power 90%) Dari perhitungan di atas didapatkan jumlah sampel n = 19,685 orang. Dalam penelitian ini akan digunakan sampel sebesar 20 orang. E. Identifikasi Variabel 1. Varibel Bebas : anastesi umum 2. Variabel Terikat : kadar gula darah 3. Variabel Luar : a. Terkendali : 1) Jenis Obat anestesi 2) Besar dan lama operasi b. Tidak terkendali : 1) Status gizi F. Definisi Operasional Variabel 1. Variabel Bebas a. Anestesi umum 17

19 Anetesi umum didefinisikan sebagai hilangya rasa sakit di seluruh tubuh yang disertai hilangnya kesadaran reversibel akibat pemberian obat anestesi. b. Skala pengukuran: nominal 2. Variabel Terikat a. Kadar gula darah Kadar gula darah yang dimaksud adalah kadar gula darah yang diambil dari darah arteriol sebanyak dua kali yaitu sebelum induksi anestesi dan sesudah induksi anestesi tetapi sebelum periode pembedahan dimulai. Alat yang digunakan adalah Blood Glucose Test Meter GlucoDr. Nilai normal gula darah puasa adalah < 120 mg/dl. b. Skala pengukuran: rasio 3. Variabel Luar a. Terkendali 1) Jenis obat a. Jenis obat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah obat-obatan yang dipakai untuk induksi anestesi umum. Obat induksi anestesi yang digunakan dalam penelitian ini adalah obat-obat anestesi inhalasi. b. Skala pengukuran: nominal 2) Besar dan lama operasi a. Besar dan lama operasi yang dimaksud di sini adalah derajat operasi yang dilakukan. Karena derajat operasi mempengaruhi 18

20 dosis obat-obatan yang diperlukan sehingga berpengaruh juga terhadap respon hormonal. b. Skala pengukuran: rasio b. Tidak terkendali 1) Status gizi a. Status gizi pada penelitian ini adalah status gizi responden. Status gizi ini dapat diukur dengan menimbang berat badan, mengukur lingkar lengan atas, dan lingkar perut, serta menghitung indeks massa tubuh. Penelitian ini tidak dapat mengendalikan keadaan gizi responden, apakah termasuk gizi jelek, baik, atau berlebih (obesitas). Hal ini dikarenakan tidak dilakukan pengukuran dengan alasan keterbatasan waktu. b. Skala pengukuran: ordinal G. Instrumen Penelitian 1. Monitor Siemens sc Mesin anestesi 3. Obat anestesi inhalasi,o2 4. Fentanyl, atracurium 5. Blood Glucose Test Meter GlucoDr 19

21 H. Jalannya Penelitian Pasien lanjut Usia Subjek penelitian Diukur kadar gula darah Induksi anestesi umum Diukur kadar gula darah Pretes postes Sevoflurane 2-3 volume % dalam 02 50% dengan aliran gas 5L/menit Atracurium besylate 0,5/gr/kg BB IV Fentanil 1-2 mikrogram/kgbb IV I. Teknik Analisis Data Statistik Data yang diambil adalah data primer dari pengumpulan data yang telah dilakukan. Hasil analisis akan disajikan dalam bentuk tabel. Dilakukan pembuatan grafik kadar glukosa darah sebelum dan setelah induksi dari kelompok penelitian. Dilakukan uji normalitas distribusi kadar glukosa darah dengan menggunakan Shapiro-Wilk test. Apabila distribusinya normal (p>0,005) dilanjutkan dengan uji parametrik yaitu dengan uji t berpasangan. 20

22 BAB IV HASIL PENELITIAN Telah dilakukan penelitian tentang perubahan kadar gula darah pasien lanjut usia yang diinduksi anestesi umum pada 20 orang pasien yang menjalani operasi ringan atau sedang dengan status fisik ASA I dan II setelah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Tabel 1. Uji Normalitas Gula Darah Prainduksi dan Pascainduksi Sebelum Pembedahan dengan Shapiro-Wilk test Gula Darah Post- Induksi Gula Darah Pre- Induksi Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov a a. Lilliefors Significance Correction Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig * *. This is a lower bound of the true significance. Pada tabel 1 menunjukan bahwa data kadar gula darah prainduksi dan pascainduksi sebelum pembedahan bernilai p>0,005 yang berarti memiliki distribusi normal. Setelah dilakukan transformasi data dan data yang diperoleh terdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan uji statistik dengan uji t berpasangan. Uji t berpasangan digunakan karena kedua kelompok berhubungan satu sama lain. 21

23 Tabel 2. Nilai Rerata Gula Darah Sewaktu Pra induksi dan Pasca Induksi Sebelum Pembedahan dengan Uji T Berpasangan Variabel penelitian Gula darah pra induksi Gula darah pasca induksi P Value Nilai Rerata GDS 94,20 ± 4,162 mg/dl a 99,95 ± 4,371 mg/dl b 0,00 Keterangan : Huruf yang berbeda dalam satu baris menunjukkan perbedaan signifikan dengan uji t berpasangan Dari tabel di atas didapatkan rerata nilai gula darah pra induksi adalah 94,20 ± 4,162 mg/dl sedangkan gula darah pasca induksi sebelum pembedahan dimulai adalah 99,95 ± 4,371 mg/dl. Dari uji t berpasangan diperoleh nilai significancy 0,000 (p<005), dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat perubahan kadar gula darah yang bermakna antara sesaat sebelum induksi dan sesudah dilakukan induksi sebelum pembedahan dimulai. Grafik 1. Gula darah prainduksi Dari grafik 1 terlihat frekuensi sampel terhadap nilai gula darah prainduksi. Rerata gula darah prainduksi 94,20 ± 4,162 mg/dl. Frekuensi tertinggi dengan kadar glukosa 94 mg/dl dan 95 mg/dl masing-masing berjumlah 4 sampel. Sedangkan Frekuensi terendah dengan kadar glukosa 87 mg/dl, 89 mg/dl, 90 22

24 mg/dl,92 mg/dl, 97 mg/dl, 98 mg/dl, 99 mg/dl 100 mg/dl, dan 101 mg/dl masingmasing berjumlah 1 sampel. Grafik 2. Gula darah pascainduksi sebelum pembedahan Dari grafik 2 terlihat frekuensi sampel terhadap nilai gula darah pascainduksi sebelum pembedahan. Rerata gula darah pascainduksi 99,95 ± 4,371 mg/dl. Frekuensi tertinggi dengan kadar glukosa 100 mg/dl berjumlah 4 sampel. Sedangkan Frekuensi terendah dengan kadar glukosa 92 mg/dl, 93 mg/dl, 94 mg/dl, 96 mg/dl, 97 mg/dl, 99 mg/dl, 103 mg/dl, 106 mg/dl, dan 107 mg/dl masing-masing berjumlah 1 sampel. 23

25 BAB V PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perubahan kadar gula darah sebelum induksi dan sesaat sebelum pembedahan dimulai pada pasien. Untuk mengetahui perubahan tersebut digunakan uji t berpasangan. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, menunjukkan adanya perubahan kadar gula yang bermakna (p<0,005) pada pasien lanjut usia yang diinduksi anestesi umum. Hal ini terlihat dari data. Perubahan kadar gula darah antara sebelum induksi dan setelah induksi sesaat sebelum pembedahan dimulai ini terjadi karena adanya stress yang berupa stress psikologis preoperatif dan stress anestesi yang akan melepaskan hormonehormon yang dikenal sebagai neuroendokrin hormon, yaitu: ADH, aldosteron, angiotensin II, kortisol, epinephrin dan norepinephrin. Beberapa tindakan anestesi seperti intubasi dan ekstubasi endotrakheal meningkatkan respon stress dan hemodinamik yang akan meningkatkan glukosa darah. Perubahan-perubahan hormonal ini bekerja sama untuk meningkatkan kadar glukosa dan asam lemak darah. Respon saraf utama terhadap rangsangan stress adalah pengaktifan menyeluruh sistem saraf simpatis. Hal ini menyebabkan peningkatan curah jantung dan ventilasi serta pengalihan darah dari daerah-daerah vasokonstriksi yang aktifitasnya ditekan. Secara simultan, sistem simpatis mamanggil kekuatan hormonal dalam bentuk pengeluaran besar-besaran epinephrin dari medulla 24

26 adrenal. Epinephrin memperkuat respon simpatis dan mencapai tempat-tempat yang tidak dicapai oleh sistem simpatis untuk melaksanakan fungsi tambahan, misalnya memobilisasi karbohidrat dan lemak (Sherwood, 2001). Selain epinephrin, sejumlah hormon lain terlibat dalam respon stress seperti, CRH- ACTH-kortisol, glukagon, insulin, rennin-angiotensin-aldosteron, dan vasopressin. Respon hormon predominan adalah pengaktifan sistem CRH-ACTHkortisol. Kortisol menguraikan simpanan lemak dan protein sementara memperbesar simpanan karbohidrat serta meningkatkan ketersediaan glukosa darah (Sherwood, 2001). Pengaruh hormon kortisol sebagai respon dari stressor diperantarai oleh adanya interaksinya dengan sebuah reseptor spesifik yang terletak didalam sel target. Oleh karena itu, apabila ada sesuatu yang menimbulkan peningkatan kadar kortisol plasma maka kortisol yang salah satu fungsinya memicu metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein dalam hal ini glukogenolisis, glukoneogenesis, katekolamin akan meningkat pula. Kortisol plasma biasanya meningkat dua hingga sepuluh kali setelah induksi anestesi,selama pembedahan dan pascaoperasi. Respon-respon hormonal lain di luar kortisol juga berperan dalam seluruh respon metabolik terhadap stress. Sistem saraf simpatis dan epinephrine yang dikeluarkan atas perintahnya menghambat insulin dan merangsang glukagon. Epinephrin dan glukagon, yang kadarnya dalam darah meningkat selama stress, meningkatkan glikogenolisis dan (bersama kortisol) glukoneogenesis di hati. Namun, insulin yang sekresinya tertekan selama stress melawan penguraian 25

27 simpanan glikogen hati. Semua efek tersebut berperan meningkakan kadar glukosa darah. Obat-obatan yang dipakai sebagai agen anestetikum,obat-obat anestesi inhalasi khususnya, juga turut mempunyai peran dalam hal ini walaupun tidak secara langsung mempengaruhi mekanisme stress seperti yang telah dijelaskan di atas. Isofluran akan mengurangi pengalihan norepinefrin dari sirkulasi paru ke dalam sel jaringan paru. Pengalihan ini sendiri tidak terjadi pada epinefrin. Isofluran akan menimbulkan inhibisi pelepasan insulin, sehingga cenderung terjadi pula kenaikan kadar gula darah. Dengan Isofluran, cenderung terjadi penurunan aksi insulin dan glukagon sehingga utilisasi glukosa akan menurun. Opiat yang digumakan sebagai premedikasi menstimulasi pusat otonomik supraspinal dan menimbulkan aksi simpato adrenal. Hal ini akan menyebabkan glikogenolisis hati meningkat sehingga terjadi kenaikan kadar gula darah. Dengan demikian anestesi umum tidak dapat mengeleminasi respon stress secara sempurna. Selain adanya respon stress seperti yang dijelaskan di atas, kemampuan memetabolisme gula darah pasien lanjut usia mengalami penurunan, salah satunya adalah terjadi resistensi insulin. Sehingga obat anestesi dengan dosis biasa akan dapat menimbulkan respon hormonal yang berlebihan pada manusia lanjut usia. Secara umum dapat dikatakan terdapat kecenderungan menurunnya kapasitas fungsional baik pada tingkat seluler maupun pada tingkat organ sejalan dengan proses menua. 26

28 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Dari hasil penelitian dan olah data yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pada pasien lanjut usia yang diinduksi dengan anestesi umum terjadi perubahan kadar gula darah. B. Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, berikut ini saran yang dapat diberikan oleh peneliti: 1. Perlu penelitian tentang perbedaan teknik anestesi dalam merubah kadar gula darah 2. Perlu penelitian lebih lanjut tentang perubahan kadar gula darah pada pasien DM dan non DM yang diinduksi anestesi umum 3. Perlu penelitian lebih lanjut tentang perubahan kadar gula darah pada pasien dengan status fisik ASA III dan IV yang diinduksi anestesi umum 4. Perlu penelitian lebih lanjut tentang perubahan kadar gula darah pada pasien sebelum, selama dan setelah operasi. 27

I. PENDAHULUAN. mengganggu dan atau dapat membahayakan kesehatan. Bising ini. merupakan kumpulan nada-nada dengan bermacam-macam intensitas yang

I. PENDAHULUAN. mengganggu dan atau dapat membahayakan kesehatan. Bising ini. merupakan kumpulan nada-nada dengan bermacam-macam intensitas yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebisingan merupakan bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menstimulasi pengeluaran CRH (Corticotropin Realising Hormone) yang

BAB I PENDAHULUAN. menstimulasi pengeluaran CRH (Corticotropin Realising Hormone) yang digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reaksi tubuh terhadap pembedahan dapat merupakan reaksi yang ringan atau berat, lokal, atau menyeluruh. Reaksi yang menyeluruh ini melibatkan

Lebih terperinci

Rangkuman P-I. dr. Parwati Abadi Departemen biokimia dan biologi molekuler 2009

Rangkuman P-I. dr. Parwati Abadi Departemen biokimia dan biologi molekuler 2009 Rangkuman P-I dr. Parwati Abadi Departemen biokimia dan biologi molekuler 2009 Untuk tumbuh dan berkembang perlu energi dan prekursor untuk proses biosintesis berubah-ubah pd berbagai keadaan Utk memenuhi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian eksperimental quasi yang telah dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya pengaruh obat anti ansietas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang masih menjadi masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Glukosa Darah Karbohidrat merupakan sumber utama glukosa yang dapat diterima dalam bentuk makanan oleh tubuh yang kemudian akan dibentuk menjadi glukosa. Karbohidrat yang dicerna

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. cedera abrasi menyerupai dengan cedera peritoneum saat operasi abdomen..

BAB VI PEMBAHASAN. cedera abrasi menyerupai dengan cedera peritoneum saat operasi abdomen.. BAB VI PEMBAHASAN Pembentukan adhesi intraperitoneum secara eksperimental dapat dilakukan melalui berbagai cara, yaitu model iskemia, model perlukaan peritoneum, model cedera termal, dengan benda asing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit dimana terjadi gangguan

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit dimana terjadi gangguan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit dimana terjadi gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Hal ini diakibatkan oleh kurangnya sensitivitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sebanyak 17 orang dari 25 orang populasi penderita Diabetes Melitus. darah pada penderita DM tipe 2.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sebanyak 17 orang dari 25 orang populasi penderita Diabetes Melitus. darah pada penderita DM tipe 2. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Deskripsi Penderita Diabetes Melitus tipe 2 Berdasarkan Jenis Kelamin Berdasarkan dari kriteria inklusi dan eksklusi didapatkan

Lebih terperinci

Karena glikolisis dan glukoneogenesis mempunyai jalur yang same tetapi arahnya berbeda, maka keduanya hams dikendalikan secara timbal balik.

Karena glikolisis dan glukoneogenesis mempunyai jalur yang same tetapi arahnya berbeda, maka keduanya hams dikendalikan secara timbal balik. 5. GLUKONEOGENESIS Glukoneogenesis merupakan mekanisme dan reaksi-reaksi yang merubah senyawa non karbohidrat menjadi glukosa atau glikogen. Substrat utama glukoneogenesis adalah asam amino glukogenik,

Lebih terperinci

6. PENGENDALIAN KADAR GLUKOSE DARAH

6. PENGENDALIAN KADAR GLUKOSE DARAH 6. PENGENDALIAN KADAR GLUKOSE DARAH GLUKOSE DARAH BERASAL DARI DIET, GLUKONEOGENESIS DAN GLIKOGENOLI S I S Sebagian besar karbohidrat diet yang dapat dicerna akhirnya membentuk glukose. Karbohidrat yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penurunan sekresi insulin yang progresif dilatar belakangi oleh resistensi insulin.

BAB 1 PENDAHULUAN. penurunan sekresi insulin yang progresif dilatar belakangi oleh resistensi insulin. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Diabetes Melitus (DM) adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan sekresi

Lebih terperinci

RESPON FISIOLOGIS STRES

RESPON FISIOLOGIS STRES RESPON FISIOLOGIS STRES Oleh: Sb Pranatahadi Disampaikan dalam srawung ilmiah jurusan Pendidikan Kepelatihan FIK UNY Jum at, 1 Januari 2009 STRES Suatu kondisi yang terjadi jika permintaan dirasa melebihi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolisme yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari gangguan produksi insulin atau gangguan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Indeks Massa Tubuh a. Definisi IMT atau sering juga disebut indeks Quatelet pertama kali ditemukan oleh seorang ahli matematika Lambert Adolphe Jacques Quatelet

Lebih terperinci

PENGATURAN JANGKA PENDEK. perannya sebagian besar dilakukan oleh pembuluh darah itu sendiri dan hanya berpengaruh di daerah sekitarnya

PENGATURAN JANGKA PENDEK. perannya sebagian besar dilakukan oleh pembuluh darah itu sendiri dan hanya berpengaruh di daerah sekitarnya MAPPING CONCEPT PENGATURAN SIRKULASI Salah satu prinsip paling mendasar dari sirkulasi adalah kemampuan setiap jaringan untuk mengatur alirannya sesuai dengan kebutuhan metaboliknya. Terbagi ke dalam pengaturan

Lebih terperinci

Rijalul Fikri FISIOLOGI ENDOKRIN

Rijalul Fikri FISIOLOGI ENDOKRIN Rijalul Fikri FISIOLOGI ENDOKRIN Kemampuan suatu sel atau jaringan untuk berkomunikasi satu sama lainnya dimungkinkan oleh adanya 2 (dua) sistem yang berfungsi untuk mengkoordinasi semua aktifitas sel

Lebih terperinci

Metabolisme karbohidrat - 4

Metabolisme karbohidrat - 4 Glukoneogenesis Uronic acid pathway Metabolisme fruktosa Metabolisme galaktosa Metabolisme gula amino (glucoseamine) Pengaturan metabolisme karbohidrat Pengaturan kadar glukosa darah Metabolisme karbohidrat

Lebih terperinci

FREDYANA SETYA ATMAJA J.

FREDYANA SETYA ATMAJA J. HUBUNGAN ANTARA RIWAYAT TINGKAT KECUKUPAN KARBOHIDRAT DAN LEMAK TOTAL DENGAN KADAR TRIGLISERIDA PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUANG MELATI I RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Skripsi Ini Disusun

Lebih terperinci

Metabolisme karbohidrat - 2

Metabolisme karbohidrat - 2 Glukoneogenesis Uronic acid pathway Metabolisme fruktosa Metabolisme galaktosa Metabolisme gula amino (glucoseamine) Pengaturan metabolisme karbohidrat Pengaturan kadar glukosa darah Metabolisme karbohidrat

Lebih terperinci

METABOLISME KARBOHIDRAT

METABOLISME KARBOHIDRAT METABOLISME KARBOHIDRAT METABOLISME KARBOHIDRAT DIET BERVARIASI P.U. KARBOHIDRAT > FUNGSI KARBOHIDRAT TERUTAMA SEBAGAI SUMBER ENERGI ( DR. GLUKOSA ) MONOSAKARIDA ( HEKSOSA ) HASIL PENCERNA- AN KARBOHIDRAT

Lebih terperinci

FISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN

FISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN FISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN STRUKTUR KELENJAR ENDOKRIN Sistem endokrin terdiri dari kelenjar-kelenjar Endokrin Kelenjar endokrin merupakan sekelompok susunan sel yang mempunyai susunan mikroskopis sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus (DM) adalah penyakit akibat adanya gangguan

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus (DM) adalah penyakit akibat adanya gangguan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) adalah penyakit akibat adanya gangguan metabolisme karbohidrat yang ditandai dengan kadar glukosa darah tinggi (hiperglikemi) dan ditemukannya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Protein Hati Broiler

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Protein Hati Broiler IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Protein Hati Broiler Berdasarkan hasil penelitian, kadar protein hati broiler yang diberi probiotik selama pemeliharaan dapat dilihat pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang membutuhkan perhatian lebih dalam setiap pendekatannya. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. yang membutuhkan perhatian lebih dalam setiap pendekatannya. Berdasarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penduduk lanjut usia merupakan bagian dari anggota keluarga dan masyarakat yang membutuhkan perhatian lebih dalam setiap pendekatannya. Berdasarkan definisi

Lebih terperinci

Sel melakukan kontak dengan lingkungannya menggunakan permukaan sel, meliputi: 1. Membran plasma, yakni protein dan lipid 2. Molekul-molekul membran

Sel melakukan kontak dengan lingkungannya menggunakan permukaan sel, meliputi: 1. Membran plasma, yakni protein dan lipid 2. Molekul-molekul membran Sel melakukan kontak dengan lingkungannya menggunakan permukaan sel, meliputi: 1. Membran plasma, yakni protein dan lipid 2. Molekul-molekul membran yang menonjol ke luar sel Melalui permukaan sel ini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi akibat sekresi insulin yang tidak adekuat, kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wajar akan dialami semua orang. Menua adalah suatu proses menghilangnya

BAB I PENDAHULUAN. wajar akan dialami semua orang. Menua adalah suatu proses menghilangnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses menua di dalam perjalanan hidup manusia merupakan suatu hal yang wajar akan dialami semua orang. Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan

Lebih terperinci

FISIOLOGI HORMON STRUKTUR KELENJAR ENDOKRIN STRUKTUR KELENJAR ENDOKRIN

FISIOLOGI HORMON STRUKTUR KELENJAR ENDOKRIN STRUKTUR KELENJAR ENDOKRIN FISIOLOGI HORMON Fisiologi hormon By@Ismail,S.Kep, Ns, M.Kes 1 STRUKTUR KELENJAR ENDOKRIN Sistem endokrin terdiri dari kelenjarkelenjar endokrin Kelenjar endokrin merupakan sekelompok susunan sel yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gaya hidup sehat merupakan suatu tuntutan bagi manusia untuk selalu tetap aktif menjalani kehidupan normal sehari-hari. Setiap aktivitas memerlukan energi, yang tercukupi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya telah mengalami perubahan dari basis pertanian menjadi

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya telah mengalami perubahan dari basis pertanian menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang perekonomiannya telah mengalami perubahan dari basis pertanian menjadi industri. Salah satu karakteristik dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk memperoleh energi. Gula lain dalam makanan (terutama fruktosa dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk memperoleh energi. Gula lain dalam makanan (terutama fruktosa dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gula Darah Glukosa merupakan pusat dari semua metabolisme. Glukosa adalah bahan bakar universal bagi sel manusia dan merupakan sumber karbon untuk sintesis sebagian besar senyawa

Lebih terperinci

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar glukosa, kolesterol, dan trigliserida pada monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) pada setiap tahapan adaptasi, aklimasi, dan postaklimasi dapat dilihat pada Tabel 2.

Lebih terperinci

HIPOGLIKEMIA PADA PASIEN DIABETES MELLITUS

HIPOGLIKEMIA PADA PASIEN DIABETES MELLITUS HIPOGLIKEMIA PADA PASIEN DIABETES MELLITUS I. DEFINISI Hipoglikemia adalah batas terendah kadar glukosa darah puasa (true glucose) adalah 60 mg %, dengan dasar tersebut maka penurunan kadar glukosa darah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diabetes mellitus semakin meningkat. Diabetes mellitus. adanya kadar glukosa darah yang tinggi (hiperglikemia)

BAB I PENDAHULUAN. diabetes mellitus semakin meningkat. Diabetes mellitus. adanya kadar glukosa darah yang tinggi (hiperglikemia) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejalan dengan kemajuan di bidang sosial ekonomi dan perubahan gaya hidup khususnya di daerah perkotaan di Indonesia, jumlah penyakit degeneratif khususnya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit kritis merupakan suatu keadaan sakit yang membutuhkan dukungan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit kritis merupakan suatu keadaan sakit yang membutuhkan dukungan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak sakit kritis Penyakit kritis merupakan suatu keadaan sakit yang membutuhkan dukungan terhadap kegagalan fungsi organ vital yang dapat menyebabkan kematian, dapat berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolisme dari karbohidrat,

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolisme dari karbohidrat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolisme dari karbohidrat, lemak, protein sebagai hasil dari ketidakfungsian insulin (resistensi insulin), menurunnya fungsi

Lebih terperinci

Jenis hormon berdasarkan pembentuknya 1. Hormon steroid; struktur kimianya mirip dengan kolesterol. Contoh : kortisol, aldosteron, estrogen,

Jenis hormon berdasarkan pembentuknya 1. Hormon steroid; struktur kimianya mirip dengan kolesterol. Contoh : kortisol, aldosteron, estrogen, SISTEM ENDOKRIN Hormon adalah bahan kimia yang dihasilkan oleh sebuah sel atau sekelompok sel dan disekresikan ke dalam pembuluh darah serta dapat mempengaruhi pengaturan fisiologi sel-sel tubuh lain.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit. degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit. degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ tubuh secara bertahap menurun dari waktu ke waktu karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu jenis penyakit metabolik yang selalu mengalami peningkat setiap tahun di negara-negara seluruh dunia. Berdasarkan

Lebih terperinci

PERUBAHAN KADAR GULA DARAH PADA PASIEN PEDIATRIK YANG DIINDUKSI ANESTESI UMUM

PERUBAHAN KADAR GULA DARAH PADA PASIEN PEDIATRIK YANG DIINDUKSI ANESTESI UMUM PERUBAHAN KADAR GULA DARAH PADA PASIEN PEDIATRIK YANG DIINDUKSI ANESTESI UMUM LAPORAN AKHIR KARYA ILMIAH Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Persyaratan dalam Menempuh Program Pendidikan Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada era globalisasi saat ini, pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada era globalisasi saat ini, pembangunan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia semakin meningkat. Hal ini berdampak terhadap adanya pergeseran pola penyakit.

Lebih terperinci

4. GLIKOGENOLISIS PROTEIN FOSFATASE-1 MENJADI ION FOSFORILASE TIDAK AKTIF

4. GLIKOGENOLISIS PROTEIN FOSFATASE-1 MENJADI ION FOSFORILASE TIDAK AKTIF 4. GLIKOGENOLISIS GLIKOGENOLISIS DI HEPAR DAPAT TIDAK TERGANTUNG camp Kerja utama glukagon memacu pembentukan camp dan aktivasi fosforilase di hepar, reseptor α 1 merupakan mediator utama untuk pacuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Glukosa merupakan sumber energi utama bagi seluruh manusia. Glukosa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Glukosa merupakan sumber energi utama bagi seluruh manusia. Glukosa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Glukosa merupakan sumber energi utama bagi seluruh manusia. Glukosa terbentuk dari karbohidrat yang dikonsumsi melalui makanan dan disimpan sebagai glikogen di hati

Lebih terperinci

repository.unimus.ac.id

repository.unimus.ac.id 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Glukosa Suatu gula monosakarida dari karbohidrat terpenting yang digunakan sebagai sumber tenaga utama dalam tubuh. Glukosa merupakan prekursor untuk sintesis semua karbohidrat

Lebih terperinci

PERISTIWA KIMIAWI (SISTEM HORMON)

PERISTIWA KIMIAWI (SISTEM HORMON) Bio Psikologi Modul ke: PERISTIWA KIMIAWI (SISTEM HORMON) 1. Penemuan Transmisi Kimiawi pada Sinapsis 2. Urutan Peristiwa Kimiawi pada Sinaps 3. Hormon Fakultas Psikologi Firman Alamsyah, MA Program Studi

Lebih terperinci

PATOFISIOLOGI DAN IDK DM, TIROID,PARATIROID

PATOFISIOLOGI DAN IDK DM, TIROID,PARATIROID PATOFISIOLOGI DAN IDK DM, TIROID,PARATIROID Glukosa Ada dalam makanan, sbg energi dalam sel tubuh. Dicerna dalam usus, diserap sel usus ke pembuluh darah, diedarkan ke sel tubuh. Untuk masuk ke sel dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB V ENDOKRINOLOGI A. PENDAHULUAN

BAB V ENDOKRINOLOGI A. PENDAHULUAN BAB V ENDOKRINOLOGI A. PENDAHULUAN Pokok bahasan endokrinologi memberikan penjelasan mengenai sistem pengaturan tubuh yang diatur oleh hormon. Dalam endokrinologi telah dibahas berbagai macam aspek tentang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan dalam segala bidang kehidupan. Perkembangan perekonomian di Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin dan kerja dari insulin tidak optimal (WHO, 2006).

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin dan kerja dari insulin tidak optimal (WHO, 2006). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Diabetes Melitus (DM) adalah sindrom kelainan metabolik dengan tanda terjadinya hiperglikemi yang disebabkan karena kelainan dari kerja insulin, sekresi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sakit kritis nondiabetes yang dirawat di PICU (Pediatric Intensive Care Unit)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sakit kritis nondiabetes yang dirawat di PICU (Pediatric Intensive Care Unit) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hiperglikemia sering terjadi pada pasien kritis dari semua usia, baik pada dewasa maupun anak, baik pada pasien diabetes maupun bukan diabetes. Faustino dan Apkon (2005)

Lebih terperinci

Metabolisme lipid. Metabolisme lipoprotein plasma Metabolisme kolesterol

Metabolisme lipid. Metabolisme lipoprotein plasma Metabolisme kolesterol Metabolisme lipid Transport lipid dalam plasma dan penyimpanan lemak Biosintesis lipid Lemak sebagai sumber energi untuk proses hidup Metabolisme jaringan lemak dan pengaturan mobilisasi lemak dan jaringan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Jumlah Konsumsi Pakan Perbedaan pemberian dosis vitamin C mempengaruhi jumlah konsumsi pakan (P

Lebih terperinci

TUGAS 3 SISTEM PORTAL

TUGAS 3 SISTEM PORTAL TUGAS 3 SISTEM PORTAL Fasilitator : Drg. Agnes Frethernety, M.Biomed Nama : Ni Made Yogaswari NIM : FAA 113 032 Kelompok : III Modul Ginjal dan Cairan Tubuh Fakultas Kedokteran Universitas Palangka Raya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, serta kanker dan Diabetes Melitus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1,5 juta kasus kematian disebabkan langsung oleh diabetes pada tahun 2012.

BAB I PENDAHULUAN. 1,5 juta kasus kematian disebabkan langsung oleh diabetes pada tahun 2012. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, banyak penyakit yang diakibatkan oleh gaya hidup yang buruk dan tidak teratur. Salah satunya adalah diabetes melitus. Menurut data WHO tahun 2014, 347 juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung koroner (PJK) penyebab kematian nomor satu di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung koroner (PJK) penyebab kematian nomor satu di dunia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) penyebab kematian nomor satu di dunia. Sebelumnya menduduki peringkat ketiga (berdasarkan survei pada tahun 2006). Laporan Departemen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kreatinin serum pada pasien diabetes melitus tipe 2 telah dilakukan di RS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kreatinin serum pada pasien diabetes melitus tipe 2 telah dilakukan di RS BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Hasil Penelitian Pelaksanaan penelitian tentang korelasi antara kadar asam urat dan kreatinin serum pada pasien diabetes melitus tipe 2 telah

Lebih terperinci

BAB XII. Kelenjar Pankreas

BAB XII. Kelenjar Pankreas BAB XII Kelenjar Pankreas A. Struktur Kelenjar Pankreas Kelenjar pankreas adalah kelenjar lonjong berwarna keputihan terletak dalam simpul yang terbentuk dari duodenom dan permukaan bawah lambung. Panjangnya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Glukosa Glukosa merupakan sumber energi utama bagi seluruh manusia. Glukosa terbentuk dari hasil hidrolisis karbohidrat. 1 Karbohidrat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons,

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, mencangkup beberapa komponen inflamasi, berpengaruh terhadap penyembuhan dan nyeri pascabedah.sesuai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 200 SM sindrom metabolik yang berkaitan dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein, diberi nama diabetes oleh Aretaeus, yang kemudian dikenal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hiperglikemia / tingginya glukosa dalam darah. 1. Klasifikasi DM menurut Perkeni-2011 dan ADA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hiperglikemia / tingginya glukosa dalam darah. 1. Klasifikasi DM menurut Perkeni-2011 dan ADA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diabetes Melitus 2.1.1. Definisi Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu penyakit metabolik yang disebabkan karena terganggunya sekresi hormon insulin, kerja hormon insulin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pada sel beta mengalami gangguan dan jaringan perifer tidak mampu

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pada sel beta mengalami gangguan dan jaringan perifer tidak mampu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Diabetes melitus merupakan gangguan metabolisme yang ditandai dengan munculnya hiperglikemia karena sekresi insulin yang rusak, kerja insulin yang rusak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. darah / hiperglikemia. Secara normal, glukosa yang dibentuk di hepar akan

BAB I PENDAHULUAN. darah / hiperglikemia. Secara normal, glukosa yang dibentuk di hepar akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes Mellitus (DM) merupakan kelainan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah / hiperglikemia. Secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah suatu kondisi terganggunya metabolisme di dalam tubuh karena

BAB I PENDAHULUAN. adalah suatu kondisi terganggunya metabolisme di dalam tubuh karena 6 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) yang lebih dikenal sebagai penyakit kencing manis adalah suatu kondisi terganggunya metabolisme di dalam tubuh karena ketidakmampuan tubuh membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan

BAB I PENDAHULUAN. atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Overweight dan obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak abnormal atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan kemakmuran, akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. lemak, dan protein. World health organization (WHO) memperkirakan prevalensi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. lemak, dan protein. World health organization (WHO) memperkirakan prevalensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Diabetes mellitus (DM) secara etiologi berasal dari serangkaian kelainan metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia akibat kelainan sekresi insulin dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari dataran tinggi atau pegunungan. Gangguan Akibat. jangka waktu cukup lama (Hetzel, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari dataran tinggi atau pegunungan. Gangguan Akibat. jangka waktu cukup lama (Hetzel, 2005). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gondok Endemik merupakan masalah gizi yang dijumpai hampir diseluruh negara di dunia, baik di negara berkembang termasuk di Indonesia maupun negara maju. Terlebih

Lebih terperinci

Metabolisme lipid. Metabolisme lipoprotein plasma Metabolisme kolesterol

Metabolisme lipid. Metabolisme lipoprotein plasma Metabolisme kolesterol Metabolisme lipid Transport lipid dalam plasma dan penyimpanan lemak Biosintesis lipid Lemak sebagai sumber energi untuk proses hidup Metabolisme jaringan lemak dan pengaturan mobilisasi lemak dan jaringan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang tua. 1 Berdasarkan data pada Agustus 2010, terdapat pasien anak berusia 2-12 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anak-anak mempunyai kondisi berbeda dengan orang dewasa pada saat pra bedah sebelum masuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kafein banyak terkandung dalam kopi, teh, minuman cola, minuman berenergi, coklat, dan bahkan digunakan juga untuk terapi, misalnya pada obatobat stimulan, pereda nyeri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Peningkatan asupan lemak sebagian besar berasal dari tingginya

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Peningkatan asupan lemak sebagian besar berasal dari tingginya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsumsi diet tinggi lemak dan fruktosa di masyarakat saat ini mulai meningkat. Peningkatan asupan lemak sebagian besar berasal dari tingginya konsumsi junk food dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut kamus kedokteran tahun 2000, diabetes melitus (DM) adalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut kamus kedokteran tahun 2000, diabetes melitus (DM) adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut kamus kedokteran tahun 2000, diabetes melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang disebabkan ketidakmampuan pankreas mengeluarkan insulin. American Diabetes

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan jaman dan perkembangan teknologi dapat mempengaruhi pola hidup masyarakat. Banyak masyarakat saat ini sering melakukan pola hidup yang kurang baik

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Itik mempunyai potensi untuk dikembangkan karena memiliki banyak

I PENDAHULUAN. Itik mempunyai potensi untuk dikembangkan karena memiliki banyak I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Itik mempunyai potensi untuk dikembangkan karena memiliki banyak kelebihan dibandingkan ternak unggas yang lain, diantaranya adalah lebih tahan terhadap penyakit, memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan. yang disebabkan oleh berbagai sebab dengan karakteristik adanya

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan. yang disebabkan oleh berbagai sebab dengan karakteristik adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan karakteristik adanya tanda-tanda hiperglikemia akibat ketidakadekuatan fungsi dan sekresi insulin (James,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti kurang berolahraga dan pola makan yang tidak sehat dan berlebihan serta

BAB I PENDAHULUAN. seperti kurang berolahraga dan pola makan yang tidak sehat dan berlebihan serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang berkembang, sehingga banyak menimbulkan perubahan baik dari pola hidup maupun pola makan. Pola hidup seperti kurang berolahraga dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proliferatif, dan fase remodeling. Proses-proses tersebut akan dipengaruhi oleh faktor

BAB I PENDAHULUAN. proliferatif, dan fase remodeling. Proses-proses tersebut akan dipengaruhi oleh faktor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tubuh memiliki mekanisme untuk merespon bagian yang mengalami luka. Respon terhadap luka ini terdiri dari proses homeostasis, fase inflamasi, fase proliferatif, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kelainan metabolisme yang disebabkan kurangnya hormon insulin. Kadar glukosa yang tinggi dalam tubuh tidak seluruhnya dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. organ, khususnya mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah (America

BAB 1 PENDAHULUAN. organ, khususnya mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah (America BAB 1 PENDAHULUAN 1.Latar Belakang Penyakit Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit yang ditandai dengan peningkatan kadar gula darah yang terus menerus dan bervariasi, penyakit metabolik yang dicirikan

Lebih terperinci

PERUBAHAN HORMON TERHADAP STRESS. Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya HORMONES CHANGES TO STRESS.

PERUBAHAN HORMON TERHADAP STRESS. Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya HORMONES CHANGES TO STRESS. PERUBAHAN HORMON TERHADAP STRESS Akmarawita Kadir Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya ABSTRAK Berbagai rangsangan baik secara fisik, kimiawi, psikologis, maupun psikososial yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam kehidupan, manusia menghabiskan sebagian besar waktu sadar mereka (kurang lebih 85-90%) untuk beraktivitas (Gibney et al., 2009). Menurut World Health

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pada wanita, komposisi lemak tubuh setelah menopause mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pada wanita, komposisi lemak tubuh setelah menopause mengalami BAB 1 PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pada wanita, komposisi lemak tubuh setelah menopause mengalami perubahan, yaitu dari deposisi lemak subkutan menjadi lemak abdominal dan viseral yang menyebabkan peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sindrom Metabolik adalah sekumpulan gangguan metabolik dengan memiliki sedikitnya 3 kriteria berikut: obesitas abdominal (lingkar pinggang > 88 cm untuk wanita dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari 40% keganasan pada perempuan merupakan kanker ginekologi. Kanker

BAB I PENDAHULUAN. dari 40% keganasan pada perempuan merupakan kanker ginekologi. Kanker 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker berada pada urutan kelima penyebab kematian di Indonesia. Lebih dari 40% keganasan pada perempuan merupakan kanker ginekologi. Kanker ginekologi yang paling

Lebih terperinci

Obat Diabetes Farmakologi. Hipoglikemik Oral

Obat Diabetes Farmakologi. Hipoglikemik Oral Obat Diabetes Farmakologi Terapi Insulin dan Hipoglikemik Oral Obat Diabetes Farmakologi Terapi Insulin dan Hipoglikemik Oral. Pengertian farmakologi sendiri adalah ilmu mengenai pengaruh senyawa terhadap

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... v. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. RINGKASAN... viii. SUMMARY...

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... v. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. RINGKASAN... viii. SUMMARY... DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i LEMBAR PERSETUJUAN... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii KATA PENGANTAR... iv PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... v ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii RINGKASAN... viii SUMMARY...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes

BAB I PENDAHULUAN. insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau

Lebih terperinci

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang. Diabetes adalah penyakit metabolik kronis yang ditandai dengan adanya

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang. Diabetes adalah penyakit metabolik kronis yang ditandai dengan adanya BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Diabetes adalah penyakit metabolik kronis yang ditandai dengan adanya peningkatan kadar glukosa darah atau gula darah. Kondisi kesehatan dari penderita diabetes akan

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN Pengaruh pemberian ekstrak etanol daun salam terhadap kadar GDS. absolut (DM tipe 1) atau secara relatif (DM tipe 2).

BAB VI PEMBAHASAN Pengaruh pemberian ekstrak etanol daun salam terhadap kadar GDS. absolut (DM tipe 1) atau secara relatif (DM tipe 2). 53 BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Pengaruh pemberian ekstrak etanol daun salam terhadap kadar GDS Diabetes melitus (DM) merupakan gangguan metabolik kronik, progresif dengan hiperglikemia sebagai tanda utama karena

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut menunjukan bahwa ayam lokal mempunyai potensi yang baik untuk

KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut menunjukan bahwa ayam lokal mempunyai potensi yang baik untuk II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Ayam Lokal Ayam lokal merupakan jenis ayam yang banyak dipelihara orang di Indonesia, terutama di daerah pedesaan. Ayam lokal yang terdapat di Indonesia beragam penempilanya dan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh. Indah Kusuma Wardani

SKRIPSI. Oleh. Indah Kusuma Wardani PENGARUH LATIHAN FISIK JANGKA PENDEK TERHADAP PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 (STUDI PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 YANG BERKUNJUNG DI POLI PENYAKIT DALAM RSD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asam urat telah diidentifikasi lebih dari dua abad yang lalu akan tetapi beberapa aspek patofisiologi dari hiperurisemia tetap belum dipahami dengan baik. Asam urat

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup bidang ilmu Anestesiologi, dan Farmakologi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukaninstalasi Bedah Sentral

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. relatif sensitivitas sel terhadap insulin, akan memicu munculnya penyakit tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. relatif sensitivitas sel terhadap insulin, akan memicu munculnya penyakit tidak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit kronis yang dapat meningkatkan dengan cepat prevalensi komplikasi kronis pada lansia. Hal ini disebabkan kondisi hiperglikemia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pola perilaku makan seseorang dibentuk oleh kebiasaan makan yang merupakan ekspresi setiap individu dalam memilih makanan. Oleh karena itu, ekspresi setiap individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang berlangsung kronik progresif, dengan manifestasi gangguan metabolisme glukosa dan lipid, disertai oleh komplikasi

Lebih terperinci