POTENSI EKSTRAK ETANOL BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.) SEBAGAI ALTERNATIF SEDIAAN DIURETIKA ALAMI FITRIYAH YUSKHA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "POTENSI EKSTRAK ETANOL BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.) SEBAGAI ALTERNATIF SEDIAAN DIURETIKA ALAMI FITRIYAH YUSKHA"

Transkripsi

1 POTENSI EKSTRAK ETANOL BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.) SEBAGAI ALTERNATIF SEDIAAN DIURETIKA ALAMI FITRIYAH YUSKHA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 ABSTRAK FITRIYAH YUSKHA. Potensi Ekstrak Etanol Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) sebagai Alternatif Sediaan Diuretika Alami. Dibimbing oleh Nastiti Kusumorini dan Andriyanto. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data potensi ekstrak etanol buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) sebagai diuretika alami. Penelitian dilakukan di laboratorium Bagian Farmakologi dan Toksikologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian menggunakan mencit jantan sebagai hewan coba dan ekstrak etanol buah belimbing wuluh sebagai bahan uji. Tiga puluh ekor mencit jantan dibagi menjadi 6 kelompok, yaitu kelompok 1 (diperlakukan dengan larutan salin tween 80 sebagai kontrol negatif 1), kelompok 2 (diperlakukan dengan larutan urea dosis 500 mg/kg BB sebagai kontrol positif 1), kelompok 3 (diperlakukan dengan larutan furosamide dosis 3 mg/kg BB sebagai kontrol positif 2), kelompok 4 (ekstrak etanol buah belimbing wuluh dosis 2.5g/kg BB ), kelompok 5 (ekstrak etanol buah belimbing wuluh dosis 5g/kg BB) dan kelompok 6 (diperlakukan dengan aquades sebagai kontrol negatif 2). Aktivitas diuretika diperoleh dari pengukuran volume urin setiap jam selama 5 jam pengamatan. Hasil penelitian menunjukan bahwa ekstrak etanol buah belimbing wuluh pada dosis 2.5g/kg BB dapat memberikan aktivitas diuretika kuat pada jam ke-2 dan mencapai maksimum pada jam ke-3 pengamatan. Sebaliknya, dosis 5g/kg BB menunjukan aktivitas diuretika yang tidak teratur sehingga dapat dikatakan pada dosis 5g/kg BB sudah tidak efektif digunakan sebagai diuretika alami. Data aktivitas diuretika dari ekstrak etanol buah belimbing wuluh berperan penting dalam pengaturan dosis pemakaian buah belimbing wuluh sebagai bahan diuretika. Kata kunci: Averrhoa bilimbi L, Aktifitas diuretika

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Potensi Ekstrak Etanol Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) sebagai Alternatif Sediaan Diuretika Alami adalah hasil karya saya dengan arahan pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Agustus 2008 Fitriyah Yuskha NIM B

4 POTENSI EKSTRAK ETANOL BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.) SEBAGAI ALTERNATIF SEDIAAN DIURETIKA ALAMI FITRIYAH YUSKHA Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokeran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

5 Judul Penelitian : Potensi Ekstrak Etanol Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) sebagai Alternatif Sediaan Diuretika Alami Nama : Fitriyah Yuskha Nrp : B Disetujui Dr. Nastiti Kusumorini Pembimbing I Drh. Andriyanto Pembimbing II Diketahui Dr. Nastiti Kusumorini Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Tanggal lulus:

6 PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas berkat dan rahmatnya penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi ini, yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi sarjana kedokteran hewan di Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Dalam skripsi ini, penulis melakukan penelitian tentang potensi ekstrak etanol buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) sebagai diuretika alami. Dengan dilakukan penelitian ini, diharapkan masyarakat dapat memanfaatkan buah belimbing wuluh sebagai bahan diuretika alami. Selesainya penyusunan skripsi ini tidak terlepas oleh adanya bantuan dan kerjasama yang baik dari berbagai pihak. Ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada: 1. Dr. Nastiti Kusumorini dan drh. Andriyanto selaku pembimbing skripsi. 2. Dr. Dra. Hj. Ietje Wientarsih Apt. Msc selaku penguji. 3. Bayu Febram Prasetyo, S.Si, Apt, Msi selaku penilai seminar skripsi. 4. drh. Isdoni M.Biomed selaku moderator pada seminar skripsi. 5. Bapak Edi serta staf Laboratorium Bagian Farmakologi dan Toksikologi atas kerjasama dan bantuannya selama penelitian. 6. Gestar Rheido, Gusmayanti, R. Enen Rosi Manggung, Yulia Suci, Sugi, dan Gugi atas kerjasama dan bantuannya dalam penelitian. 7. Teman-teman RC (Wahyu, Betty, Mungky, Ana, Puput, Yus, dan Getri) yang telah banyak mendukung. 8. Seluruh Asteroidea 41 yang sangat dibanggakan. 9. Ungkapan terimakasih yang terdalam disampaikan kepada kedua orangtua, adik-adikku (Ijat, Imil, Fauzi) serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga skripsi ini bermanfaat. Bogor, Agustus 2008 Fitriyah Yuskha

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Balai Selasa Kec. Ranah Pesisir Kab. Pesisir Selatan Prov. Sumatera Barat, pada tanggal 19 Februari 1986 dari ayah yang bernama Drs. Khairuman dan ibu yang bernama Yusniar. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Tahun 2004 penulis lulus SMU Negeri 1 Ranah Pesisir Kab. Pesisir Selatan Prov. Sumatera Barat dan pada tahun yang sama, penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan memilih Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) IPB. Selama mengikuti perkuliahan, penulis mengikuti beberapa organisasi internal kampus seperti Himpunan Minat Profesi Ruminansia, dan Himpunan Minat Profesi Ornithologi. Selain itu penulis juga aktif dalam Forum Komunikasi Mahasiswa Pesisir Selatan (FKMPS).

8 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR...ix DAFTAR TABEL... x DAFTAR LAMPIRAN...xi PENDAHULUAN... 1 Latar belakang... 1 Tujuan... 2 Manfaat... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Ginjal dan Perannya dalam Pembentukan Urin... 3 Tubulus Proksimal... 4 Ansa Henle... 4 Tubulus Distalis... 5 Tubulus Koligentes... 6 Diuretika... 7 Diuretik Osmotik... 7 Diuretik Penghambat Karbonik Anhidrase... 8 Diuretik Tiazid... 8 Diuretik Hemat Kalium... 9 Diuretik Lengkung (Loop diuretik) Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Klasifikasi Belimbing Wuluh Kandungan Kimia Belimbing Wuluh Ekstrak Etanol Buah Belimbing Wuluh Biologi Mencit (Mus musculus) METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Peneliitian Alat dan Bahan Persiapan Penelitian Aklimasi Hewan Coba Pelaksanaan Penelitan Pengelompokan Hewan coba Pengambilan Data Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Volume Urin Persentase Ekskresi Urin Kerja Diuretika Aktivitas Diuretika... 23

9 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA... 28

10 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Mekanisme aliran darah pada nefron... 3 Gambar 2 Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Gambar 3 Mencit (Mus musculus) Gambar 4 Kandang Metabolisme Gambar 5 Diagram Pelaksanaan penelitian... 18

11 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Data rataan volume urin (ml) kumulatif mencit Tabel 2 Hasil perhitungan ekskresi urin (%) mencit Tabel 3 Hasil perhitungan kerja diuretika mencit Tabel 4 Hasil perhitungan aktivitas diuretika... 23

12 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Komposisi pakan mencit (Mus musculus) Lampiran 2 Perhitungan dosis Lampiran 3 Aktivitas diuretika berdasarkan skala Gujral Lampiran 4 Grafik aktivitas diuretika ekstrak etanol buah belimbing wuluh... 35

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah negara tropis dengan keanekaragaman hayati yang tinggi. Hal tersebut dibuktikan dari sekitar spesies tanaman obat di seluruh dunia, spesies diantaranya terdapat di Indonesia. Sayangnya sejauh ini, Indonesia baru memanfaatkan sekitar 180 spesies sebagai bahan baku obat tradisional dari sekitar 950 spesies yang sudah teridentifikasi berkhasiat sebagai obat (Anonimus 2006). Penggunaan tanaman obat sudah dikenal dan digunakan sejak nenek moyang kita. Sebagian besar dari tanaman obat yang digunakan masyarakat sekarang ini adalah warisan turun temurun dari nenek moyang yang kemudian dikenal sebagai obat tradisional. Obat tradisional biasanya digunakan berdasarkan pengalaman empiris. Salah satu diantara tumbuhan yang berkhasiat secara empiris adalah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.). Masyarakat mempercayai buah belimbing wuluh berkhasiat untuk memperlancar pengeluaran air kencing (diuretika). Selain itu, belimbing wuluh juga dipercaya berkhasiat untuk mengatasi batuk rejan, gusi berdarah, sariawan, sakit gigi berlubang, jerawat, panu, tekanan darah tinggi, kelumpuhan, dan memperbaiki fungsi pencernaan yang disebabkan oleh radang rektum (Anonimus 2005). Diuretika merupakan sediaan obat yang penting dalam dunia kedokteran. Diuretika adalah salah satu obat yang digunakan untuk mengatasi hipertensi (Benowitz 2001). Diuretika sebaiknya digunakan sebagai pengobatan pertama dalam mengatasi hipertensi sebelum diberikan obat antihipertensi lainnya. Penelitian yang dilakukan oleh Gupta dan Neyses (2005) mengungkapkan bahwa obat diuretika ini bekerja lebih baik dibandingkan obat antihipertensi lainnya dan menurunkan resiko untuk penderita penyakit jantung. Pengobatan menggunakan tanaman obat lebih dianjurkan mengingat tanaman obat memiliki efek samping relatif rendah dibanding obat sintetik. Selain itu, obat tradisional memiliki ketersediaan yang melimpah, murah, hanya saja dosis, waktu, dan cara penggunaan perlu diperhatikan. Hal tersebut perlu dipertimbangkan karena beberapa tanaman mempunyai ambang batas dosis yang

14 memberikan khasiat tertentu, sehingga dengan menkonsumsi dosis optimal, suatu tanaman mampu mengatasi kelainan fisiologis yang muncul. Namun demikian, bukan berarti jika dosis ditambah secara otomatis juga berdampak positif melainkan dapat menimbulkan efek toksik (Duryatmo 2003). Mengingat pentingnya diuretika ini maka perlu dilakukan eksplorasi sediaan untuk membuktikan secara ilmiah penggunaan ekstrak etanol buah belimbing wuluh sebagai sediaan diuretika. Selain itu, penelitian ini diharapkan akan memperoleh dosis optimal ekstrak etanol buah belimbing wuluh sebagai diuretika alami. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah 1. Memperoleh data awal potensi ekstrak etanol buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) sebagai diuretika. 2. Meningkatkan nilai ekonomi buah belimbing wuluh sebagai obat diuretika dalam meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Manfaat Secara empiris buah belimbing wuluh sudah diketahui memiliki efek diuretika, akan tetapi belum memiliki bukti ilmiah yang akurat dan dosis yang tepat dalam penggunaannya. Penelitian ini akan memberikan informasi tentang dosis optimal dalam penggunaan belimbing wuluh, sehingga masyarakat dapat memanfaatkannya dengan baik dan benar. Penggunaan tanaman obat sebagai obat diuretika juga relatif lebih murah dibandingkan obat sintetik dan memiliki efek samping yang rendah. Dengan demikian masyarakat tidak perlu mengeluarkan biaya yang terlalu besar untuk memperoleh obat diuretik. Selain itu penelitian ini juga akan meningkatkan nilai ekonomi dan manfaat buah belimbing wuluh.

15 TINJAUAN PUSTAKA Ginjal dan Perannya dalam Pembentukan Urin Ginjal merupakan organ tubuh yang berperan penting untuk membuang sisa metabolisme yang diangkut dalam sirkulasi darah. Bersama dengan paruparu, ginjal juga berperan penting dalam menjaga homeostasis tubuh. Unit fungsional ginjal yang terdiri dari tubulus dan glomerolus akan membentuk satu kesatuan yang disebut nefron. Ukuran ginjal berbagai spesies hewan ditentukan oleh jumlah nefron yang membentuknya (Ganong 2002). Proses pembentukan urin oleh ginjal terjadi dalam tiap nefron. Secara garis besar proses tersebut berlangsung melalui tiga tahap, yaitu filtrasi glomerulus, reabsorbsi tubulus, dan sekresi tubulus. Pembentukan urin dimulai dengan filtrasi sejumlah besar cairan melalui kapiler glomerulus ke dalam kapsula bowman. Reabsorbsi dan sekresi terjadi sewaktu filtrat glomerulus memasuki tubulus ginjal. Filtrat ini mengalir melalui bagian-bagian tubulus sebagai berikut, tubulus proksimalis, ansa henle, tubulus distalis, tubulus koligentes dan duktus koligentes sebelum diekskresikan sebagai urin. Mekanisme aliran darah pada nefron dapat disajikan pada Gambar 1. Gambar 1 Mekanisme aliran darah pada nefron (Colville et al. 2002)

16 Adapun mekanisme transport pada tubulus proksimalis, ansa henle, tubulus distalis, dan tubulus koligentes dapat disajikan sebagai berikut. Tubulus Proksimal Tubulus proksimalis merupakan tubulus nefron pertama yang dilewati oleh filtrat glomerulus setelah proses filtrasi dari glomerulus. Tubulus proksimal akan mereabsorbsi elektrolit, air dan mereabsorbsi sekitar 65% natrium, klorida, bikarbonat, dan kalium yang difiltrasi serta semua glukosa dan semua asam amino yang telah difiltrasi secara aktif (Guyton 1997). Umumnya glukosa dan asam amino akan direabsorbsi secara sempurna. Akan tetapi pada keadaan jumlah zatzat tersebut dalam filtrat glomerulus melampaui nilai ambang tertentu maka akan diekskresikan melalui urin. Tubulus proksimal juga mensekresikan asam-asam organik, basa, dan ion hidrogen ke dalam lumen tubulus (Guyton 1997). Dari berbagai larutan yang direabsorbsi dalam tubulus proksimal, yang paling relevan terhadap kerja diuretikanya adalah natrium bikarbonat (Katzung 2001). Sekitar 90% bikarbonat direabsorbsi secara tidak langsung dari tubulus proksimal melalui pertukaran Na + /H +. H + yang disekresi ke dalam lumen tubulus (sebagai penukar Na + ) akan berikatan dengan HCO - 3 yang terdapat dalam filtrat glomerulus sehingga terbentuk asam karbonat (H 2 CO 3 ). Asam karbonat (H 2 CO 3 ) akan berdisosiasi menjadi air (H 2 O) dan karbondioksida (CO 2 ). H 2 O dan CO 2 akan berdifusi keluar lumen tubulus, masuk ke sel tubulus. Dalam sel tubulus, karbonik anhidrase akan mengatalisis kembali reaksi H 2 O dan CO 2 membentuk H 2 CO 3. Disosiasi H 2 CO 3 menghasilkan HCO - 3 dan H +. H + Disekresi kembali dan - HCO 3 akan masuk ke dalam darah peritubular bersama dengan Na + (Wilson 2005). Ansa Henle Ansa henle merupakan lanjutan dari nefron tubulus proksimalis. Ansa henle nefron jukstamedularis memanjang sampai ke piramis medula ginjal sebelum mengalirkan cairannya ke tubulus kontortus distalis di korteks (Ganong 2002). Ansa henle memiliki tiga segmen fungsional yaitu segmen tipis desenden, segmen tipis asenden, dan segmen tebal asenden.

17 Bagian desenden segmen tipis sangat permiabel terhadap air dan sedikit permiabel terhadap kebanyakan zat terlarut, termasuk ureum dan natrium. Fungsi segmen nefron ini terutama untuk memungkinkan difusi zat-zat secara sederhana melalui dindingnya. Sekitar 20% dari air yang difiltrasi akan direabsorbsi di ansa henle, dan hampir semuanya terjadi dilengkung tipis desenden karena lengkung asenden, dan segmen tebal asenden tidak permiabel terhadap air (Sirupang 2007). Segmen tebal asenden ansa henle mereabsorbsi sekitar 25% dari muatan natrium, klorida, dan kalium yang difiltrasi, serta sejumlah besar kalsium bikarbonat, dan magnesium (Guyton 1997). Akan tetapi pada segmen tebal asenden ansa henle tidak mereabsorbsi air, sehingga cairan pada lumen berubah menjadi hipotonis (Septi et al. 2007). Sistem transport ion-ion pada sel epitel ansa henle terdiri dari kotransport Na + /K + /2Cl - pada membran apikal lumen, pompa Na + /K - ATPase pada membran basolateral, dan kotransport K + /Cl - pada membran basolateral. Reabsorbsi ion Na +, K +, dan Cl - pada lumen ansa henle diperantarai oleh kotransporter Na + /K + /2Cl -. Walaupun transporter Na + /K + /2Cl - secara elektris netral (dua kation dan dua anion bersama-sama ditransport), kerja transporter menimbulkan akumulasi K + berlebihan di dalam sel, karena Na + /K - ATPase juga memompa kalium ke dalam sel. Tingginya K + di dalam sel mengakibatkan K + berdifusi ke lumen. Hal ini menyebabkan perkembangan potensial elektris positif lumen. Potensial elektris positif lumen akibat kelebihan ion K + akan mengakibatkan reabsorbsi ion-ion kation divalen seperti Mg 2+ dan Ca 2+ (Katzung 2001). Tubulus Distalis Tubulus distalis merupakan lanjutan ansa henle asenden bagian tebal. Segmen tubulus distalis relatif tidak permiabel terhadap air, sehingga berperan dalam pengenceran urin. Reabsorbsi NaCl pada tubulus distalis lebih sedikit jumlahnya dibanding tubulus proksimal dan ansa henle. Mekanisme transport NaCl dalam tubulus distal terjadi melalui kotransport Na + /Cl - dan merupakan kotransport netral. Sama halnya dengan semua sel tubulus, pompa Na + /K + ATPase terdapat pada membran basolateral, namun transporter tersebut tidak menimbulkan akumulasi ion K + berlebih pada tubulus distal. Kalium pada

18 tubulus distal tidak didaur ulang sehingga tidak terdapat potensial positif lumen pada segmen tersebut, dan ion Ca 2+ sarta Mg 2+ tidak digerakan keluar lumen tubulus (Katzung 2001). Tubulus Koligentes Tubulus koligentes terdiri dari dua bagian, yaitu bagian kortikal dan bagian medula yang mengalirkan cairan filtrat dari daerah korteks menuju pelvis renalis. Sel-sel pada epitel tubulus koligentes terdiri atas dua tipe sel, yaitu sel utama (principal cell) dan sel interkalasi (intercalated cell). Sel utama akan mereabsorbsi ion Na + dari lumen dan mensekresi ion-ion K + ke dalam lumen. Sel interkalasi berperan dalam mereabsorbsi HCO - 3 dari lumen dan mensekresikan ion H + ke dalam lumen (Guyton 1997). Perubahan-perubahan osmolalitas dan volume di duktus koligentes bergantung pada banyaknya vasopresin yang bekerja pada duktus. Hormon antidiuretik ini berasal dari kelenjar hipofise dan akan meningkatkan permiabilitas duktus koligentes terhadap air. Cairan lumen tubulus yang awalnya hipotonis maka dengan adanya vasopresin dalam jumlah yang banyak akan menyebabkan berpindahnya cairan lumen tubulus ke interstisium kortek, sehingga cairan lumen tubulus kembali isotonik. Dengan cara ini, sebanyak 10% air yang difiltrasi akan direabsorbsi pada tubulus koligentes (Ganong 2002). Tubulus koligentes merupakan tempat terakhir penentuan konsentrasi ion Na + dalam urin. Hormon aldosteron memiliki peranan dalam meningkatkan reabsorbsi ion Na + dan sekresi ion K + pada tubulus koligentes. Hormon aldosteron meningkatkan reabsorbsi ion Na + dengan cara meningkatkan aktivitas kanal ion pada membran apikal tubulus. Semakin banyak aldosteron dibebaskan maka semakin banyak kanal ion natrium yang tersedia (Mutschler 1991). Banyaknya air yang diabsorbsi pada bagian tubulus ini tergantung pada permiabilitas membran sel lumen terhadap air yang nantinya akan menentukan konsentrasi akhir urin.

19 Diuretika Diuretika adalah suatu zat yang meningkatkan pembentukan urin. Istilah diuretika mempunyai dua pengertian, pertama menunjukan peningkatan persentase volume urin yang diproduksi dan yang kedua menunjukan jumlah pengeluaran atau ekskresi zat-zat yang terlarut dan air. Fungsi utama diuretika adalah untuk memobilisasi cairan udema, yang berarti mengubah keseimbangan cairan sehingga cairan ekstrasel kembali normal (Ganiswarna et al. 1995). Sebagian besar diuretika yang dipakai secara klinik bekerja dengan cara menurunkan laju reabsorbsi natrium dari tubulus, yang kemudian akan menyebabkan natriuresis (peningkatan keluaran natrium) dan kemudian menimbulkan diuresis, yaitu peningkatan keluaran air (Guyton 1997). Pengaruh diuretika terhadap ekskresi zat terlarut penting artinya untuk menentukan tempat kerja diuretik. Berdasarkan cara kerjanya, diuretik dapat di golongkan menjadi 4 golongan, yaitu diuretik osmotik, diuretik penghambat karbonik anhidrase, diuretik tiazid, dan diuretik hemat kalium. Diuretik Osmotik Diuretik osmotik merupakan diuretik yang bekerja menurunkan reabsorbsi air dengan meningkatkan tekanan osmotik cairan tubulus (Katzung 2001). Suatu zat bertindak sebagai diuretik osmotik apabila (a) difiltrasi secara bebas oleh glomerulus; (b) tidak atau hanya sedikit direabsorbsi sel tubuli ginjal; (c) secara farmakologis merupakan zat yang inert (zat yang tidak bereaksi dengan unsur lain); dan (d) umumnya resisten terhadap perubahan-perubahan metabolik. Sediaan yang termasuk golongan ini diantaranya manitol, urea, gliserin, dan isosorbid (Ganiswarna et al. 1995). Keberadaan zat yang tidak dapat direabsorbsi di dalam lumen tubulus seperti manitol, urea, gliserin, dan isosorbid dapat menghambat absorbsi normal air. Hal ini disebabkan oleh tekanan osmotik lumen tubulus menjadi meningkat sehingga air akan terdifusi dari dalam sel menuju lumen. Kejadian ini akan menyebabkan peningkatan volume air dalam urin. Peningkatan yang cukup besar pada laju aliran urin akan menurunkan waktu kontak antara cairan dan epitel

20 tubulus, sehingga menurunkan reabsorbsi Na +. Namun demikian, natriuresis yang dihasilkan lebih kecil dari pada diuresis air (Katzung 2001). Diuretik osmotik bekerja pada tubulus proksimal, ansa henle, dan duktus koligentes. Pada tubulus proksimal, diuretik osmotik bekerja dengan cara menghambat reabsorbsi natrium dan air melalui daya osmotiknya. Pada ansa henle, diuretik osmotik bekerja dengan menghambat reabsorbsi natrium dan air oleh karena hiperosmolaritas daerah medula menurun, sedangkan pada duktus koligentes diuretik osmotik bekerja dengan menghambat reabsorbsi natrium dan air akibat adanya kecepatan aliran filtrat yang tinggi (Sirupang 2007). Diuretik Penghambat Karbonik Anhidrase Golongan diuretik ini bekerja pada tubulus proksimalis dengan cara menghambat aktivitas enzim karbonik anhidrase. Karbonik anhidrase adalah enzim yang mengkatalis reaksi CO 2 + H 2 O H 2 CO 3 (Guyton 1997). Enzim karbonik anhidrase dapat dihambat oleh sianida, azida, dan sulfida. Derifat sulfonamid yang juga dapat menghambat kerja enzim ini adalah asetazolamid dan diklorofenamid (Sirupang 2007). Penghambatan aktivitas enzim karbonik anhidrase mengakibatkan sekresi H + oleh tubuli berkurang karena pembentukan H + - dan HCO 3 yang berkurang dalam sel tubuli. Berkurangnya sekresi H + mengakibatkan pertukaran Na + dan H + terhambat. Hal ini mengakibatkan meningkatnya ekskresi bikarbonat, natrium dan kalium melalui urin. Bertambahnya ekskresi kalium disebabkan oleh pertukaran Na + dan K + menjadi lebih aktif menggantikan pertukaran dengan H +. Meningkatnya ekskresi elektrolit menyebabkan meningkatnya tekanan osmotik pada cairan lumen sehingga terjadi difusi air ke dalam lumen mengakibatkan bertambahnya ekskresi air (Sirupang 2007). Diuretik Tiazid Golongan diuretik tiazid secara formal disebut benzotiazid, yang lazim disingkat dengan tiazid. Efek farmakodinamik tiazid yang utama adalah meningkatkan ekskresi natrium, klorida dan sejumlah air. Efek natriuresis dan kloruresis ini disebabkan oleh penghambatan kotransport ion Na + dan Cl - pada

21 awal tubuli distal (early distal tubuli). Golongan diuretik tiazid antara lain klorotiazid, hidroklorotiazid, klortalidon, indapamid, dan hidroflumetiazid (Brater 1998) Laju ekskresi Na + maksimal yang ditimbulkan oleh tiazid relatif lebih rendah dibandingkan dengan yang dicapai oleh beberapa diuretik lain. Hal ini disebabkan karena 90% Na + dalam cairan filtrat telah direabsorbsi lebih dahulu sebelum mencapai tubulus distalis. Efek kaliuresis disebabkan oleh bertambahnya natriuresis sehingga pertukaran antara Na + dan K + menjadi lebih aktif pada tubuli distal (Ganiswarna et al. 1995). Pertukaran Na + dengan K + juga menjadi lebih aktif pada penderita udema karena sekresi aldosteron bertambah. Ekskresi natrium yang berlebihan tanpa disertai jumlah air yang sebanding dapat menyebabkan hiponatremia dan hipokloremia, terutama bila penderita tersebut mendapat diet rendah garam. Namun demikian secara keseluruhan golongan tiazid cenderung menimbulkan gangguan komposisi cairan ekstrasel yang ringan bila dibandingkan dengan diuretik kuat, karena intensitas diuresis yang ditimbulkannya relatif lebih rendah (Sirupang 2007). Diuretik Hemat Kalium Diuretik hemat kalium merupakan golongan diuretik yang bekerja menghambat reabsorbsi natrium dan sekresi kalium pada hilir tubuli distal dan duktus koligentes daerah korteks. Penghambatan reabsorbsi ion natrium oleh kompetitif aldosteron dapat terjadi dengan antagonisme langsung dan tidak langsung. Penghambatan langsung terjadi pada reseptor aldosteron dalam sel tubulus, seperti pada jenis diuretik spirolonakton sedangkan penghambatan aliran ion natrium melalui kanal ion pada membran luminal, seperti jenis diuretik triamteren (Katzung 2001). Aldosteron adalah mineralkortikoid endogen yang paling kuat. Peranan utama aldosteron adalah memperbesar reabsorbsi Na + dan Cl - di tubuli serta memperbesar ekskresi K. Jadi pada hiperaldosteronisme, akan terjadi penurunan kadar kalium dan alkalosis metabolik karena reabsorbsi HCO - 3 dan sekresi H + yang bertambah. Mekanisme kerja antagonis aldosteron adalah penghambatan

22 kompetitif terhadap aldosteron. Jadi dengan pemberian antagonis aldosteron, reasorbsi Na + dihilir tubuli distal dan duktus koligentes dikurangi, dengan demikian ekskresi K + juga berkurang (Sirupang 2007). Berbeda dengan spironolakton, triamteren tidak didasarkan pada antagonis aldosteron. Triamteren bekerja dengan memblok saluran natrium dalam tubulus distal akhir dan tubulus koligentes. Terbloknya saluran natrium mengakibatkan reabsorbsi natrium menurun. Berkurangnya reabsorbsi natrium mengakibatkan turunnya perbedaan potensial listrik transtubular, yang selanjutnya akan menghambat sekresi K + (Mutschler 1991). Diuretik hemat kalium merupakan diuretik lemah. Penggunaannya terutama dalam kombinasi dengan diuretik lain untuk mencegah atau mengurangi hipokalemia dari diuretik lain karena diuretik hemat kalium dapat menyebabkan hiperkalemia (Ganiswarna et al. 1995). Diuretik Lengkung (Loop diuretik) Diuretik lengkung merupakan golongan diuretik yang bekerja dengan menghambat reabsorbsi elektrolit di bagian epitel tebal ansa henle asendens dengan menghambat ko-transport 1-natrium, 2-klorida, 1-kalium yang terletak di membran luminal sel-sel epitel tubulus. Sediaan yang termasuk golongan ini, yaitu furosemid, asam etakrinat, dan bumetanid. Golongan ini merupakan diuretik terkuat yang dipakai secara klinis (Mutschler 1991). Penghambatan kotransport 1-natrium, 2-klorida, 1-kalium akan menurunkan reabsorbsi NaCl pada tubulus yang selanjutnya akan dikeluarkan bersama urin. Penghambatan reabsorbsi NaCl akan menurunkan reabsorbsi kation divalen seperti Mg 2+ dan Ca 2+ yang menyebabkan peningkatan ion-ion divalen tersebut di dalam lumen (Katzung 2001). Peningkatan jumlah zat terlarut dalam lumen mengakibatkan meningkatnya tekanan osmotik lumen. Hal ini menyebabkan berdifusinya air dari dalam sel menuju lumen sehingga ekskresi air dalam urin akan meningkat (Guyton 1997).

23 Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Klasifikasi Belimbing Wuluh Belimbing wuluh adalah sejenis belimbing yang diperkirakan berasal dari kepulauan Maluku, yang kemudian dikembangbiakkan serta tumbuh bebas di Indonesia, Filipina, Sri Lanka dan Myanmar (Inyu 2006). Buahnya yang memiliki rasa asam sering digunakan sebagai bumbu masakan dan campuran ramuan jamu. Belimbing wuluh di Indonesia dikenal dengan pohon buah, dan terkadang tumbuh liar pada tempat yang tidak ternaungi dan cukup lembab. Tumbuhan ini tumbuh di daerah dengan ketinggian hingga 500 meter di atas permukaan laut. Menurut Inyu 2006, klasifikasi tanaman belimbing wuluh dapat diuraikan sebagai berikut. Regnum : Plantae Divisio : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Oxalidales Familia : Oxalidaceae Genus : Averrhoa Spesies : Averrhoea bilimbi Linn Adapun morfologi dari tumbuhan ini, memiliki batang yang tidak begitu besar, mempunyai garis tengah sekitar 30cm, dan tinggi mencapai 10m. Belimbing wuluh mempunyai batang kasar berbenjol-benjol dan memiliki percabangan sedikit. Cabang muda berambut halus seperti beludru, warnanya coklat muda. Daun berupa daun majemuk menyirip ganjil dengan 21 sampai dengan 45 pasang anak daun. Anak daun bertangkai pendek, bentuknya bulat telur, ujung runcing, pangkal membundar, tepi rata, panjang 2 sampai dengan 10cm, lebar 1 sampai dengan 3cm, warnanya hijau, permukaan bawah hijau muda. Perbungaan belimbing wuluh ini berkelompok, keluar dari batang atau percabangan yang besar, bunga kecil-kecil berbentuk bintang, warnanya ungu kemerahan (Wijayakusuma 2005). Bentuk buah belimbing wuluh adalah bulat lonjong bersegi (gambar 2), panjang 4 sampai dengan 6,5 cm, warnanya hijau kekuningan, bila masak berair

24 banyak, rasanya asam. Buah belimbing wuluh sering digunakan sebagai sirup penyegar, bahan penyedap masakan, membersihkan noda pada kain, mengkilapkan barang-barang yang terbuat dari kuningan, membersihkan tangan yang kotor atau sebagai bahan obat tradisional (Inyu 2006). Gambar 2 Belimbing Wuluh (Anonimus 2005) Menurut Wijayakusuma 2005, belimbing wuluh di Indonesia memiliki nama berbeda-beda tiap daerahnya, seperti di Aceh belimbing wuluh dikenal dengan limeng, selimeng, thlimeng, di Batak dikenal dengan Asom, belimbing, balimbingan, di Nias dikenal dengan malimbi, di Minangkabau dikenal dengan balimbieng, di Lampung dikenal dengan Balimbing, di Sunda dikenal dengan calincing, balingbing, di Jawa dikenal dengan belimbing wuluh, di Madura (bhalingbhing bulu), di Bali (blimbing buloh), di Bugis (celene). Penyakit yang dapat diobati dengan pemanfaatan belimbing wuluh diantaranya batuk, sariawan (stomatitis), sakit perut, gondongan (parotitis) rematik, batuk rejan, gusi berdarah, sariawan, sakit gigi berlubang, jerawat, panu, tekanan darah tinggi (hipertensi), kelumpuhan, memperbaiki fungsi pencernaan, radang rektum (Anonimus 2005).

25 Kandungan Kimia Belimbing Wuluh Sifat kimia dan efek farmakologis tumbuhan belimbing wuluh adalah buahnya berasa asam, menghilangkan sakit (analgetik), memperbanyak pengeluaran empedu, anti radang, peluruh kencing, dan sebagai astringent (Wijayakusuma 2005). Artsringen adalah obat yang bekerja lokal dengan mengendapkan protein darah sehingga pendarahan dapat dihentikan (Ganiswarna et al. 1995). Kandungan zat aktif pada belimbing wuluh diantaranya saponin, tanin, flavonoid, glukosida, asam formiat, asam sitrat, dan beberapa mineral terutama kalsium dan kalium (Mursito 2005). Flavonoid adalah golongan fenol alam terbesar yang diketahui mempunyai berbagai khasiat, seperti antiradang, memperlancar pengeluaran air seni, antivirus, anti jamur, antibakteri, antihipertensi, mampu menjaga dan meningkatkan kerja pembuluh darah kapiler (Anonimus 2007). Saponin merupakan glikosida yang memiliki sifat khas membentuk busa. Saponin terdiri atas aglikon polisiklik yang disebut sapogenin dan gula sebagai glikon. Sapogenin hadir dalam dua bentuk yaitu steroid dan triterpenoid. Adanya saponin dalam tanaman diindikasikan dengan adanya rasa pahit, bila dicampur dengan air akan membentuk busa stabil serta membentuk molekul dengan kolesterol (Cheek 2005). Ekstrak Etanol Buah Belimbing Wuluh Ekstraksi adalah proses pemisahan kandungan aktif dari simplisia menggunakan cairan penyari yang cocok (DEPKES 1979). Prinsip ekstraksi adalah melarutkan senyawa polar dalam pelarut polar dan senyawa non polar dalam senyawa non polar. Simplisia adalah sediaan bahan alami yang digunakan untuk bahan obat dan belum mengalami perubahan proses apapun. Simplisia umumnya berupa bahan yang telah dikeringkan. Menurut Gunawan dan Mulyadi (2004), simplisia dibedakan menjadi 3 golongan yaitu simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia mineral. Penggunaan etanol dalam pembuatan ekstrak simplisia buah belimbing wuluh adalah sebagai bahan pelarut. Alasan pemilihan etanol sebagai pelarut adalah ekstraknya lebih selektif; kapang dan jamur sulit tumbuh dalam etanol 20%

26 keatas; dan tidak beracun sehingga proses absorbsi akan lebih baik. Keuntungan lain dari penggunaan etanol sebagai pelarut adalah dapat bercampur dengan air dalam segala perbandingan sehingga dapat melarutkan senyawa polar dan non polar (Anonimus 2007). Biologi Mencit (Mus musculus) Mencit (Gambar 3) merupakan salah satu hewan percobaan yang sering digunakan dalam penelitian. Mencit dipilih sebagai hewan coba karena cepat berkembang biak, mudah dipelihara, tidak memerlukan tempat yang luas, waktu kebuntingan yang singkat, dan banyak memiliki anak perkelahiran. Sistem taksonomi mencit menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) termasuk golongan seperti yang tercantum di bawah ini. Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Mamalia Ordo : Rodentia Genus : Mus Spesies : Mus musculus Hewan coba tersebut dapat disajikan pada gambar berikut, Gambar 3. Mencit (Mus musculus) Secara biologis mencit dapat hidup 1 sampai dengan 2 tahun, lama produksi ekonomis 9 bulan, lama bunting 19 sampai dengan 21 hari, jumlah ratarata anak yang lahir 6 ekor, kawin sesudah beranak 1 sampai dengan 24 jam, umur

27 disapih 21 hari. Umur dewasa mencit 35 hari, dan berat dewasanya 20 sampai dengan 40g jantan; 18 sampai dengan 35g betina. Secara fisiologis suhu (rectal) mencit 35 sampai dengan 39 C, pernapasan 140 sampai dengan 180 per menit, denyut jantung 600 sampai dengan 650 per menit (Smith dan Mangkoewidjojo 1988).

28 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bagian Farmakologi dan Toksikologi, Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dimulai pada Bulan September sampai dengan Oktober Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian terdiri atas peralatan pemeliharaan mencit dan peralatan penelitian. Peralatan pemeliharaan mencit adalah kandang mencit, timbangan mencit, dan botol minum. Peralatan yang digunakan saat penelitian adalah kandang metabolisme, timbangan mencit, gelas ukur, labu takar, erlenmeyer, batang pengaduk, pipet kaca, dan sonde lambung. Hewan coba yang digunakan pada penelitian ini adalah mencit (Mus musculus) jantan, dengan berat badan rata-rata 25g sebanyak 30 ekor. Pakan yang diberikan selama penelitian berupa pelet dengan komposisi pakan dapat dilihat pada Lampiran1. Bahan uji yang digunakan adalah ekstrak etanol buah belimbing wuluh. Ekstrak etanol buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) diperoleh dari penelitian Manggung RE (2008). Ekstrak tersebut kemudian dicekok ke mencit berdasarkan penghitungan LD50. Bahan kimia yang digunakan adalah furosamide, urea, saline tween 80, dan aquades. Persiapan Penelitian Aklimasi Hewan Coba Mencit diaklimasikan (adaptasi lingkungan) dengan lingkungan kandang selama 2 minggu. Mencit ditempatkan dalam kandang yang diberi alas sekam padi yang berfungsi untuk menyerap kotoran mencit. Bagian atas kandang ditutupi menggunakan anyaman kawat. Masing-masing kandang berisi 5 ekor mencit yang diberi pakan dan minum ad libitum. Kandang diletakkan di dalam Laboratorium Hewan Coba, Rumah Sakit Hewan FKH IPB. Suhu di dalam

29 ruangan (27-28 C). Penerangan ruang laboratorium menggunakan lampu 20 watt. Pertukaran aliran udara dibantu dengan exhaust fan. Tujuan aklimasi adalah mengadaptasikan/menyesuaikan kondisi tubuh hewan coba dengan kondisi lingkungan yang dianggap baru oleh hewan coba. Dimana pada masa aklimasi terjadi perubahan kompleks dalam tubuh hewan yang terjadi pada kondisi alamiah yang berkaitan dengan perubahan berbagai faktor lingkungan abiotik, misalnya perubahan suhu lingkungan. Dengan adanya perubahan suhu lingkungan dari kisaran suhu tempat awal suatu hewan maka terjadi penyesuaian produksi hormon serta penyesuaian aktivitas enzim sehingga tubuh dapat beradaptasi dengan lingkungan baru. Pelaksanaan Penelitian Pengelompokan Hewan Coba Mencit yang akan diamati dibagi menjadi 6 kelompok, masing-masing kelompok terdiri atas 5 ekor mencit. Kelompok percobaan tersebut terdiri dari: Kelompok I : Mencit diberikan saline tween 80, dengan tujuan sebagai kontrol negatif yang pertama pada percobaan ini. Kelompok II : Mencit diberikan larutan urea dengan dosis 500mg/kgBB sebagai kontrol positif yang pertama. Kelompok III : Mencit diberikan obat furosemide dengan dosis 3mg/kgBB sebagai kontrol positif yang kedua. Kelompok IV : Mencit diberikan ekstrak etanol buah belimbing wuluh dengan dosis 2.5g/kg BB. Kelompok V : Mencit diberikan ekstrak etanol buah belimbing wuluh dengan dosis 5g/kg BB. Kelompok VI : Mencit diberikan aquades sebagai kontrol negatif yang kedua. Perhitungan dosis dari tiap kelompok dapat dilihat pada Lampiran 2. Hewan coba yang sudah dikelompokan dimasukkan ke dalam kandang metabolisme (Gambar 4) sesuai dengan kelompoknya.

30 Gambar 4 Kandang metabolisme Pengambilan Data Sehari sebelum perlakuan, mencit yang sudah diadaptasikan sesuai kelompoknya dipindahkan ke kandang metabolisme. Pencekokan diberikan setelah mencit dipuasakan selama 12 jam. Setelah pencekokon, volume urin dari setiap kelompok perlakuan yang terdiri dari 5 ekor mencit ditampung secara kumulatif. Volume urin yang tertampung dari setiap kelompok dilakukan pencatatan setiap jamnya. Pengambilan data dari pelaksanaan penelitian dapat disajikan sebagai mana pada Gambar 5. adaptasi puasa cekok 2 minggu 12 jam Pengambilan data volume urin jam ke- Gambar 5 Diagram pelaksanaan penelitian

31 Analisis Data Parameter yang diamati dari percobaan ini adalah volume urin, ekskresi urin, kerja diuretika, dan aktifitas diuretika yang ditimbulkan dari masing-masing kelompok. Data volume urin yang diperoleh, digunakan untuk menghitung persentase ekskresi urin, kerja diuretika, dan aktifitas diuretika sesuai metode penelitian yang dilakukan oleh Mamun et al. (2003) dan Mahmood et al. (2004). Adapun rumus yang digunakan untuk masing-masing variabel dapat disajikan sebagai berikut. Total volume urin (ml) Ekskresi Urin (%) = x 100% Total cairan yang masuk (2 ml) Kerja Diuretika = Ekskresi urin (%) kelompok bahan uji Ekskresi urin (%) kelompok kontrol (salin) Aktivitas Diuretika = Kerja diuretika kelompok bahan uji Kerja diuretika urea Aktivitas diuretika yang diperoleh dibandingkan dengan skala diuretika Gujral et al. (1955) dalam Mahmood et al (Lampiran 3). Skala diuretika Gujral menyatakan, bahwa aktivitas diuretika dengan nilai kurang dari 0.72 dinyatakan belum memiliki aktivitas diuretika; 0.72 sampai dengan 1.0 adalah diuretika dengan aktivitas lemah; 1.0 sampai dengan 1.5 adalah diuretika dengan aktivitas diuretika sedang; dan jika lebih dari 1.5 berati memiliki aktivitas diuretika kuat.

32 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan dilakukan terhadap volume urin, persentase ekskresi urin, kerja diuretika, dan aktivitas diuretika pada tiap kelompok. Selanjutnya hasil pengamatan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut. Volume Urin Rataan volume urin kumulatif per jam selama 5 jam pada setiap kelompok pengamatan dapat disajikan pada Table 1. Tabel 1 Data rataan volume urin (ml) kumulatif mencit Kelompok Volume Urin (ml) Kumulatif pada jam ke- Jumlah Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Keterangan: Kelompok 1 (kontrol negatif, larutan salin tween 80), kelompok 2 (kontrol positif 1, larutan urea dosis 500 mg/kg BB ), kelompok 3 (kontrol positif 2, larutan furosamide dosis 3 mg/kg BB), kelompok 4 (ekstrak etanol buah belimbing wuluh dosis 2.5g/kg BB ), kelompok 5 (ekstrak etanol buah belimbing wuluh dosis 5g/kg BB) dan kelompok 6 (aquades) Jumlah volume urin tertinggi dari 5 jam pengamatan terdapat pada mencit yang diberi larutan furosamide. Secara berurutan jumlah volume urin dari tiap kelompok dapat diurutkan dari yang tertinggi ke yang terendah adalah kelompok 3, kelompok 4, kelompok 6, kelompok 2, kelompok 1, dan terakhir kelompok 5. Mencit yang diberi larutan furosamide memiliki volume urin yang paling tinggi, ini disebabkan adanya zat aktif pada sediaan yang dapat memicu terjadinya diuresis sehingga sediaan ini dapat berkhasiat sebagai diuretika. Kelompok 4 sebagai bahan uji pada penelitian ini memiliki nilai tertinggi kedua dalam meningkatkan volume urin mencit. Hal ini membuktikan bahwa sediaan ekstrak etanol buah belimbing wuluh berpotensi sebagai diuretika alami. Sehingga pengalaman empiris masyarakat yang menyatakan buah belimbing wuluh dapat digunakan sebagai diuretika adalah benar.

33 Persentase Ekskresi Urin Berdasarkan data rataan volume urin, maka persentase ekskresi urin per jam selama 5 jam dari tiap kelompok pengamatan dapat dihitung. Hasil yang diperoleh dapat disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Hasil perhitungan ekskresi urin (%) mencit Eksresi Urin (%) Mencit jam ke- Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Keterangan: Kelompok 1 (kontrol negatif, larutan salin tween 80), kelompok 2 (kontrol positif 1, larutan urea dosis 500 mg/kg BB ), kelompok 3 (kontrol positif 2, larutan furosamide dosis 3 mg/kg BB), kelompok 4 (ekstrak etanol buah belimbing wuluh dosis 2.5g/kg BB ), kelompok 5 (ekstrak etanol buah belimbing wuluh dosis 5g/kg BB) dan kelompok 6 (aquades) Sesuai dengan metode yang digunakan oleh Mamun et al. (2003) dan Mahmood et al. (2004), persentase ekskresi urin diperoleh dengan membagi volume urin yang didapat dengan total cairan yang dicekokkan dikali dengan 100%. Persentase ekskresi urin yang paling tinggi diperoleh dari larutan furosamide. Furosamide mempunyai persentase ekskresi urin tertinggi pada jam pertama pemberian yaitu sebesar 102.5%. Hal ini berarti senyawa aktif furosamide ini mampu mengekskresikan 100% cairan yang dimasukan dan ditambah penarikan sebesar 2.5% cairan tubuh dari jumlah cairan yang dimasukan pada jam pertama pengamatan. Persentase ekskresi urin tertinggi setelah pemberian furosamide adalah pemberian ekstrak etanol buah belimbing wuluh dengan dosis 2.5g/kg BB. Persentase ekskresi urin dari kelompok ini maksimum pada jam ketiga dari pemberian yaitu sebesar 37.5%. Hal ini berarti senyawa aktif pada ekstrak etanol buah belimbing wuluh dengan dosis 2.5g/kg BB mampu mengekskresikan 37.5% dari cairan yang dimasukan pada jam ketiga pengamatan. Secara berurutan total persentase ekskresi urin dari tiap kelompok dapat diurutkan dari yang tertinggi ke

34 yang terendah adalah kelompok 3, kelompok 4, kelompok 6, kelompok 2, kelompok 1 dan terakhir kelompok 5. Kerja Diuretika Berdasarkan persentase ekskresi urin yang diperoleh sebelumnya, maka kerja diuretika dari masing-masing kelompok pengamatan dapat dihitung, dengan hasil dapat disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Hasil perhitungan kerja diuretika mencit Kerja Diuretik jam ke- Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Keterangan: Kelompok 2 (kontrol positif 1, larutan urea dosis 500 mg/kg BB ), kelompok 3 (kontrol positif 2, larutan furosamide dosis 3 mg/kg BB), kelompok 4 (ekstrak etanol buah belimbing wuluh dosis 2.5g/kg BB ), kelompok 5 (ekstrak etanol buah belimbing wuluh dosis 5g/kg BB) dan kelompok 6 (aquades) Kerja diuretika diperoleh dengan membagi persentase ekskresi urin kelompok bahan uji dengan persentase ekskresi urin kelompok kontrol (salin). Hasil perbandingan yang didapat digunakan sebagai ukuran tingkat diuresis yang ditimbulkan dari kelompok bahan uji (Mamun et al. 2003). Kelompok yang memiliki kerja diuretika paling tinggi adalah kelompok yang diberi larutan furosamide. Kerja diuretika oleh furosamide maksimum sebesar 41 pada jam pertama pengamatan. Hal ini berarti bahwa, kerja diuretika senyawa aktif pada furosamide mampu bekerja 41 kali lebih besar dari kelompok kontrol negatif. Tingginya kerja diuretika oleh furosamide disebabkan furosamide itu sendiri merupakan zat aktif diuretika yang memiliki kemampuan sebagai diuretika kuat (Katzung 2001). Kerja diuretika dari ekstrak etanol buah belimbing wuluh diperoleh hasil yang efektif dengan memberikan dosis 2.5g/kg BB yaitu pada kelompok 4. Pada kelompok 4 diperoleh kerja diuretika maksimum pada jam ketiga pengamatan yaitu sebesar Hal ini berarti kerja diuretika senyawa aktif pada kelompok ini

35 mampu bekerja 3.75 kali lebih besar dari kelompok kontrol negatif. Data ini memperkuat pengalaman empiris masyarakat bahwa buah belimbing wuluh memiliki khasiat sebagai diuretika. Untuk mengetahui seberapa besar kekuatan diuretika yang ditimbulkan oleh ekstrak etanol buah belimbing wuluh dapat dilihat dari aktivitas diuretikanya. Aktivitas Diuretika Aktivitas diuretika bertujuan untuk menentukan kekuatan sediaan yang digunakan sebagai diuretika. Dari perhitungan sebelumnya, maka aktifitas diuretika dari tiap kelompok dapat dihitung dan hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil perhitungan aktivitas diuretika Kelompok Aktivitas Diuretika jam ke Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Keterangan: Kelompok 3 (kontrol positif 2, larutan furosamide dosis 3 mg/kg BB), kelompok 4 (ekstrak etanol buah belimbing wuluh dosis 2.5g/kg BB ), kelompok 5 (ekstrak etanol buah belimbing wuluh dosis 5g/kg BB) dan kelompok 6 (aquades) Aktivitas diuretika diperoleh dengan membagi kerja diuretika kelompok bahan uji dengan kelompok kerja diuretika urea. Larutan urea digunakan sebagai pembanding dalam penentuan aktivitas diuretika karena kerja diuretika urea memiliki aktivitas diuretika sebesar 1 (Lipschitz 1943). Urea merupakan zat yang mudah larut dalam air. Urea dalam cairan tubuli akan meningkatkan tekanan osmotik sehingga jumlah air dan elektrolit yang diekskresikan akan bertambah besar (Ganiswarna et al. 1995). Berdasarkan skala Gujral et al. (1955), larutan furosamide memiliki aktivitas diuretika paling tinggi. Aktivitas diuretika dari furosamide menunjukan aktifitas diuretika kuat mulai jam pertama pengamatan sampai jam ke-3 pengamatan. Aktifitas diuretika maksimum pada jam pertama pengamatan dan menurun pada jam berikutnya. Pada jam ke-4 menunjukan aktivitas diuretika

36 lemah sampai jam ke-5 pengamatan. Hal ini sesuai dari pernyataan Brater (1998) bahwa furosamide bekerja optimum pada jam ke-1 sampai dengan jam ke-2 pengamatan. Furosamide merupakan diuretika kuat dengan mekanisme kerja senyawa pada membran luminal cabang asenden ansa henle memblok pembawa Na + /K + /2Cl -. Dengan menghambat transporter tersebut, maka reabsorbsi NaCl akan menurun dan akan dieksresikan bersama urin (Katzung 2001). Hasil uji aktivitas diuretika ekstrak etanol buah belimbing wuluh (kelompok 4) dosis 2.5g/kg BB pada mencit menunjukan aktivitas diuretika kuat pada jam ke-2, mencapai maksimum pada jam ke-3 dan mulai menurun pada jam ke-4 sampai jam ke-5 pengamatan. Kelompok 5 (ekstrak etanol buah belimbing wuluh dosis 5g/kg BB) menunjukan aktivitas diuretika yang tidak teratur, ini dapat dilihat pada Tabel 5. Pada jam ke-1 menunjukan aktivitas diuretika menengah, pada jam ke-2 menurun namun masih menunjukan aktivitas diuretika menengah. Sedangkan pada jam ke-3 meningkat dan menunjukan aktivitas diuretika kuat. Pada jam ke-4 dan jam ke-5 pengamatan tidak menunjukan adanya aktivitas diuretika. Berdasarkan data yang diperoleh, dosis 5g/kg BB ekstrak etanol buah belimbing wuluh tidak efektif dijadikan sebagai diuretika karena pada dosis ini menimbulkan ketidakstabilan dari tubuh walaupun dosis yang digunakan lebih tinggi. Hal ini membuktikan pernyataan dari Duryatmo 2003, bahwa dengan menkonsumsi suatu tanaman obat dengan jumlah yang banyak tanpa memperhitungkan dosis yang optimal tidak memberikan suatu manfaat yang diinginkan akan tetapi dapat membahayakan tubuh penkonsumsi. Dari hasil penghitungan aktivitas diuretika, maka dapat dikatakan bahwa ekstrak etanol buah belimbing wuluh memiliki aktivitas diuretika pada dosis 2.5g/kg BB. Adanya kerja diuretika dari ekstrak etanol buah belimbing wuluh disebabkan zat aktif yang terkandung di dalamnya, akan tetapi dalam penelitian ini zat aktif yang berperan sebagai diuretika dari ekstrak etanol buah belimbing wuluh serta mekanisme kerjanya sebagai diuretika belum diketahui secara pasti. Demikian pula golongan diuretika dari ekstrak etanol buah belimbing wuluh belum dapat dipastikan. Namun diketahui di dalam 100g buah belimbing wuluh terkandung air g; protein 0.61; abu g; serat kasar 0.6g; fospor

37 11.1mg; Ca 3.4mg; iron 1.01mg; thiamin 0.01mg; riboflavin 0.026mg; karotin 0.035mg; asam askorbat 15.5mg; niacin 0.302mg (Anonimus 2008). Selain itu, buah belimbing wuluh juga mengandung ion oksalat 0.58g/100g; NaCl 0.12% (Aisyah 2007), serta saponin, tanin, flavonoid, glukosida, asam formiat, asam sitrat, dan beberapa mineral terutama kalsium dan kalium (Mursito 2005). Banyaknya kandungan zat yang terdapat dalam buah belimbing wuluh, maka pemberian ekstrak etanol buah belimbing wuluh akan mengubah keseimbangan cairan tubuh. Hal ini akan memicu ginjal untuk malakukan mobilisasi cairan sehingga keseimbangan cairan tubuh kembali normal (Ganiswarna et al. 1995). Peningkatan tekanan osmotik lumen tubulus akibat pemberian ekstrak etanol buah belimbing wuluh mengakibatkan difusi air dari dalam sel menuju lumen. Kejadian ini akan menyebabkan peningkatan volume air dalam urin (Katzung 2001). Dengan demikian diduga, bahwa ekstrak etanol buah belimbing wuluh tergolong diuretik osmotik. Data yang diperoleh dari perlakuan 6 (aquades) menunjukan adanya peningkatan aktivitas urin sampai jam ke-3 pengamatan dan menurun pada jam berikutnya. Berdasarkan pengolahan data, sesuai dengan metode yang sudah dilakukan oleh Mahmood et al. (2004), aquades memiliki kemampuan untuk memicu timbulnya diuresis, akan tetapi jika dibandingkan dengan perlakuan furosamide dan ekstrak etanol buah belimbing wuluh dosis 2.5g/kg BB, aktivitas diuretika dengan perlakuan aquades memberikan hasil lebih rendah. Aquades dapat menimbulkan aktifitas diuretika karena, ginjal normal memiliki kemampuan untuk mengatur osmolaritas cairan ekstraselular tubuh. Bila terdapat air yang berlebihan di dalam tubuh dan osmolaritas cairan ekstraselular menurun, sekresi ADH oleh hipofise posterior menjadi menurun, dan mengurangi permeabilitas tubulus distal serta duktus koligentes terhadap air sehingga akan mereabsorbsi zat terlarut dan tidak mereabsorbsi kelebihan air yang menghasilkan jumlah urin encer dalam jumlah yang banyak. Jadi setelah minum air yang banyak, ginjal akan mengeluarkan kelebihan air tetapi tidak mengeluarkan kelebihan zat terlarut. Menurut Ganong 2002, diuresis air yang timbul oleh banyaknya cairan hipotonik yang diminum menyebabkan penurunan osmolaritas plasma akibat

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rataan volume urin (ml) kumulatif tikus percobaan pada setiap jam

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rataan volume urin (ml) kumulatif tikus percobaan pada setiap jam 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian ini terdiri atas volume urin, persentase ekskresi urin, kerja diuretik, aktivitas diuretik, ph, kadar natrium, dan kalium urin. Selanjutnya, hasil penelitian disajikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal dan Peranannya dalam Pembentukan Urin

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal dan Peranannya dalam Pembentukan Urin 3 TINJAUAN PUSTAKA Ginjal dan Peranannya dalam Pembentukan Urin Ginjal merupakan salah satu organ yang penting bagi makhluk hidup. Ginjal memiliki berbagai fungsi seperti pengaturan keseimbangan air dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO dan the International Society of Hypertension (ISH), saat ini terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO dan the International Society of Hypertension (ISH), saat ini terdapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertensi saat ini telah menjadi masalah kesehatan yang serius di dunia. Menurut WHO dan the International Society of Hypertension (ISH), saat ini terdapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Tanaman alpukat.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Tanaman alpukat. 3 TINJAUAN PUSTAKA Alpukat Tanaman alpukat berasal dari dataran tinggi Amerika Tengah dan diperkirakan masuk ke Indonesia pada abad ke-18, namun secara resmi antara tahun 1920-1930 (Anonim 2009). Kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diuretik merupakan zat yang dapat meningkatkan pengeluaran urin. Mekanisme kerja diuretik dengan meningkatkan laju ekskresi urin dan laju ekskresi Na + yang

Lebih terperinci

Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin. Diuretika adalah Zat-zat yang dapat memperbanyak pengeluaran kemih melalui kerja

Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin. Diuretika adalah Zat-zat yang dapat memperbanyak pengeluaran kemih melalui kerja FARMAKOLOGI Pengertian Diuretik Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin. Diuretika adalah Zat-zat yang dapat memperbanyak pengeluaran kemih melalui kerja langsung terhadap ginjal.

Lebih terperinci

FUNGSI SISTEM GINJAL DALAM HOMEOSTASIS ph

FUNGSI SISTEM GINJAL DALAM HOMEOSTASIS ph FUNGSI SISTEM GINJAL DALAM HOMEOSTASIS ph Dr. MUTIARA INDAH SARI NIP: 132 296 973 2007 DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN.......... 1 II. ASAM BASA DEFINISI dan ARTINYA............ 2 III. PENGATURAN KESEIMBANGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Tanaman Kentang 1. Kandungan Kimia Kandungan kimia pada satu buah kentang mentah termasuk kulitnya dengan berat 213 gram mengandung kalium 897 mg, fosfor 121 mg,

Lebih terperinci

Struktur Ginjal: nefron. kapsul cortex. medula. arteri renalis vena renalis pelvis renalis. ureter

Struktur Ginjal: nefron. kapsul cortex. medula. arteri renalis vena renalis pelvis renalis. ureter Ginjal adalah organ pengeluaran (ekskresi) utama pada manusia yang berfungsi untik mengekskresikan urine. Ginjal berbentuk seperti kacang merah, terletak di daerah pinggang, di sebelah kiri dan kanan tulang

Lebih terperinci

M.Nuralamsyah,S.Kep.Ns

M.Nuralamsyah,S.Kep.Ns M.Nuralamsyah,S.Kep.Ns Pendahuluan Ginjal mempertahankan komposisi dan volume cairan supaya tetap konstan Ginjal terletak retroperitoneal Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya menghadap ke

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Penapisan Fitokimia Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder yang ada dalam fraksi heksan dan etil asetat ekstrak etanol daun alpukat. Fraksinasi dilakukan

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 1

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 1 1. Perhatikan gambar nefron di bawah ini! SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 1 Urin sesungguhnya dihasilkan di bagian nomor... A. B. C. D. 1 2 3 4 E. Kunci Jawaban : D

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diuretik didefinisikan sebagai obat yang dapat meningkatkan jumlah ekskresi urin oleh ginjal. Diuretik juga meningkatkan ekskresi Na + dan beberapa kation lain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) 1. Kandungan kimia kacang panjang (Vigna sinensis L.) Kacang panjang (Vigna sinensis L.) mengandung flavonol, glikosida flavonol, dan antosianidin

Lebih terperinci

Sistem Ekskresi. Drs. Refli, MSc Diberikan pada Pelatihan Penguatan UN bagi Guru SMP/MTS se Provinsi NTT September 2013

Sistem Ekskresi. Drs. Refli, MSc Diberikan pada Pelatihan Penguatan UN bagi Guru SMP/MTS se Provinsi NTT September 2013 Sistem Ekskresi Drs. Refli, MSc Diberikan pada Pelatihan Penguatan UN bagi Guru SMP/MTS se Provinsi NTT September 2013 Pengertian & Fungsi Proses Ekskresi Penegrtian : Proses pengeluaran zat-zat sisa hasil

Lebih terperinci

Created by Mr. E. D, S.Pd, S.Si LOGO

Created by Mr. E. D, S.Pd, S.Si LOGO Created by Mr. E. D, S.Pd, S.Si darma_erick77@yahoo.com LOGO Proses Pengeluaran Berdasarkan zat yang dibuang, proses pengeluaran pada manusia dibedakan menjadi: Defekasi: pengeluaran zat sisa hasil ( feses

Lebih terperinci

FARMAKOLOGI dan TOKSIKOLOGI OBAT DIURETIKA. Oleh : MARIANNE

FARMAKOLOGI dan TOKSIKOLOGI OBAT DIURETIKA. Oleh : MARIANNE FARMAKOLOGI dan TOKSIKOLOGI OBAT DIURETIKA Oleh : MARIANNE DEFINISI Senyawa yang dapat menyebabkan ekskresi urine yang lebih banyak. Senyawa yang dapat meningkatkan ekskresi urine dan garam-garam Indikasi:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tumbuhan senduduk (Melastoma malabathricum L.) tumbuh liar pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tumbuhan senduduk (Melastoma malabathricum L.) tumbuh liar pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan Tumbuhan senduduk (Melastoma malabathricum L.) tumbuh liar pada tempat-tempat yang cukup mendapatkan sinar matahari, seperti di lereng gunung, semak belukar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) merupakan tanaman yang berasal dari Amerika tropis yang menghendaki tempat tumbuh yang tidak ternaungi dan cukup lembab.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkhasiat obat ini adalah Kersen. Di beberapa daerah, seperti di Jakarta, buah ini

BAB I PENDAHULUAN. berkhasiat obat ini adalah Kersen. Di beberapa daerah, seperti di Jakarta, buah ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ribuan jenis tumbuhan yang diduga berkhasiat obat, sejak lama secara turun-temurun dimanfaatkan oleh masyarakat. Salah satu dari tumbuhan berkhasiat obat ini adalah

Lebih terperinci

Sistem Ekskresi Manusia

Sistem Ekskresi Manusia Sistem Ekskresi Manusia Sistem ekskresi merupakan sistem dalam tubuh kita yang berfungsi mengeluarkan zatzat yang tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh dan zat yang keberadaannya dalam tubuh akan mengganggu

Lebih terperinci

EFEK DIURETIK EKSTRAK ETANOL 70% DAUN GANDARUSA(Justicia gendarussa Burm. F ) PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR SKRIPSI

EFEK DIURETIK EKSTRAK ETANOL 70% DAUN GANDARUSA(Justicia gendarussa Burm. F ) PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR SKRIPSI EFEK DIURETIK EKSTRAK ETANOL 70% DAUN GANDARUSA(Justicia gendarussa Burm. F ) PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR SKRIPSI Oleh : FITRI YULIANI K 100040229 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

Hormon antidiuretik (ADH) dan hipofise bekerja di sini dengan mempengaruhi permeabilitas bagi air dari sel-sel saluran ini (Sunardi, 2009).

Hormon antidiuretik (ADH) dan hipofise bekerja di sini dengan mempengaruhi permeabilitas bagi air dari sel-sel saluran ini (Sunardi, 2009). MEKANISME KERJA DIURETIK Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi respon diuretikini. Pertama, tempat kerja diuretik di ginjal. Diuretik yang bekerja pada daerah yang reabsorbsi natrium sedikit, akan memberi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ginjal merupakan organ ekskresi utama pada makhluk hidup multiseluler. Zatzat yang tidak digunakan oleh tubuh akan dikeluarkan dalam bentuk urin oleh ginjal. Pada seorang

Lebih terperinci

Mahasiswa dapat menjelaskan alat ekskresi dan prosesnya dari hasil percobaan

Mahasiswa dapat menjelaskan alat ekskresi dan prosesnya dari hasil percobaan Indikator Pencapaian: MATERI IX SISTEM EKSKRESI Mahasiswa dapat menjelaskan alat ekskresi dan prosesnya dari hasil percobaan Materi Mahluk hidup dalam hidupnya melakukan metabolisme. Metabolisme ini selain

Lebih terperinci

Sistem Eksresi> Kelas XI IPA 3 SMA Santa Maria Pekanbaru

Sistem Eksresi> Kelas XI IPA 3 SMA Santa Maria Pekanbaru Sistem Eksresi> Kelas XI IPA 3 SMA Santa Maria Pekanbaru O R G A N P E N Y U S U N S I S T E M E K S K R E S I K U L I T G I N J A L H A T I P A R U - P A R U kulit K ULIT K U L I T A D A L A H O R G A

Lebih terperinci

PENGUJIAN TOKSISITAS AKUT LETHAL DOSE 50 (LD50) EKSTRAK ETANOL BUAH BELIMBING WULUH ( Averrhoa bilimbi L.) PADA MENCIT (Mus musculus albinus)

PENGUJIAN TOKSISITAS AKUT LETHAL DOSE 50 (LD50) EKSTRAK ETANOL BUAH BELIMBING WULUH ( Averrhoa bilimbi L.) PADA MENCIT (Mus musculus albinus) PENGUJIAN TOKSISITAS AKUT LETHAL DOSE 50 (LD50) EKSTRAK ETANOL BUAH BELIMBING WULUH ( Averrhoa bilimbi L.) PADA MENCIT (Mus musculus albinus) Raden Enen Rosi Manggung FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada hewan uji yang diinduksi

BAB V PEMBAHASAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada hewan uji yang diinduksi BAB V PEMBAHASAN A. Uji Tekanan Darah Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada hewan uji yang diinduksi larutan NaCl 8%, didapatkan hasil berupa penurunan rerata tekanan darah sebelum dan sesudah

Lebih terperinci

DIURETIK & ANTI DIURETIK. Dept. Farmakologi dan Terapeutik, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

DIURETIK & ANTI DIURETIK. Dept. Farmakologi dan Terapeutik, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara DIURETIK & ANTI DIURETIK Dept. Farmakologi dan Terapeutik, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara DIURETIK VOLUME URINE ANTI DIURETIK DIURETIK OSMOTIK PENGHAMBAT KARBONIK ANHIDRASE DIURETIK DIURETIK

Lebih terperinci

EFEK DIURETIK EKSTRAK ETANOL 70% DAUN WORTEL (Daucus carota L.) PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR SKRIPSI

EFEK DIURETIK EKSTRAK ETANOL 70% DAUN WORTEL (Daucus carota L.) PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR SKRIPSI EFEK DIURETIK EKSTRAK ETANOL 70% DAUN WORTEL (Daucus carota L.) PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR SKRIPSI Oleh : ANGGA PERMANA K 100040249 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daratan Malaya. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) banyak ditemui

I. PENDAHULUAN. daratan Malaya. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) banyak ditemui I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belimbing wuluh merupakan salah satu tanaman buah asli Indonesia dan daratan Malaya. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) banyak ditemui sebagai tanaman pekarangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hiperurisemia merupakan keadaan meningkatnya kadar asam urat dalam darah di atas normal ( 7,0 mg/dl) (Hidayat 2009). Hiperurisemia bisa terjadi karena peningkatan

Lebih terperinci

Tanaman Putri malu (Mimosa pudica L.) merupakan gulma yang sering dapat ditemukan di sekitar rumah, keberadaannya sebagai gulma 1

Tanaman Putri malu (Mimosa pudica L.) merupakan gulma yang sering dapat ditemukan di sekitar rumah, keberadaannya sebagai gulma 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan tanaman obat sebagai alternatif pengobatan telah dilakukan oleh masyarakat Indonesia secara turun temurun. Hal tersebut didukung dengan kekayaan alam yang

Lebih terperinci

BAB VII SISTEM UROGENITALIA

BAB VII SISTEM UROGENITALIA BAB VII SISTEM UROGENITALIA Sistem urogenital terdiri dari dua system, yaitu system urinaria (systema uropoetica) dan genitalia (sytema genitalia). Sistem urinaria biasa disebut sistem ekskresi. Fungsinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengkonsumsi buah ini dalam keadaan segar. Harga jual buah belimbing

BAB I PENDAHULUAN. mengkonsumsi buah ini dalam keadaan segar. Harga jual buah belimbing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) tumbuh baik di daerah tropis. Belimbing wuluh sering ditanam di pekarangan rumah dan biasanya dibiarkan tumbuh liar di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ginjal Ginjal merupakan organ ekskresi utama pada manusia. Ginjal mempunyai peran penting dalam mempertahankan kestabilan tubuh. Ginjal memiliki fungsi yaitu mempertahankan keseimbangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kualitas air yang meliputi kualitas fisik, kimia, biologis, dan radiologis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kualitas air yang meliputi kualitas fisik, kimia, biologis, dan radiologis BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Air Bersih Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari dan akan menjadi air minum setelah dimasak terlebih dahulu. Sebagai batasnya, air bersih adalah air

Lebih terperinci

DIURETIK 1. Inhibitor karbonik anhidrase Asetazolamid Farmakodinamika Farmakokinetik

DIURETIK 1. Inhibitor karbonik anhidrase Asetazolamid Farmakodinamika Farmakokinetik DIURETIK Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin. Istilah diuresis mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya penambahan volume urin yang diproduksi dan yang kedua

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kreatinin Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir metabolisme otot yang dilepaskan dari otot dengan kecepatan yang hampir konstan dan diekskresi dalam

Lebih terperinci

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan Conducted by: Jusuf R. Sofjan,dr,MARS 2/17/2016 1 Tubuh manusia : 60 % ( sebagian besar ) terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikonsumsi, tetapi juga dari aktivitas atau latihan fisik yang dilakukan. Efek akut

BAB I PENDAHULUAN. dikonsumsi, tetapi juga dari aktivitas atau latihan fisik yang dilakukan. Efek akut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan tubuh manusia tidak hanya tergantung dari jenis makanan yang dikonsumsi, tetapi juga dari aktivitas atau latihan fisik yang dilakukan. Efek akut aktivitas

Lebih terperinci

SISTEM EKSKRESI MANUSIA 1: REN. by Ms. Evy Anggraeny SMA Regina Pacis Jakarta

SISTEM EKSKRESI MANUSIA 1: REN. by Ms. Evy Anggraeny SMA Regina Pacis Jakarta 1 SISTEM EKSKRESI MANUSIA 1: REN by Ms. Evy Anggraeny SMA Regina Pacis Jakarta Proses pengeluaran zat 2 1. Defekasi : yaitu proses pengeluaran zat sisa hasil pencernaan makanan. 2. Sekresi : yaitu proses

Lebih terperinci

Anatomi & Fisiologi Sistem Urinaria II Pertemuan 11 Trisia Lusiana Amir, S. Pd., M. Biomed PRODI MIK FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

Anatomi & Fisiologi Sistem Urinaria II Pertemuan 11 Trisia Lusiana Amir, S. Pd., M. Biomed PRODI MIK FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN Anatomi & Fisiologi Sistem Urinaria II Pertemuan 11 Trisia Lusiana Amir, S. Pd., M. Biomed PRODI MIK FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN Mahasiswa mampu menjelaskan proses pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang benar dan dianjurkan dalam dunia kesehatan. Sebagian besar air seni

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang benar dan dianjurkan dalam dunia kesehatan. Sebagian besar air seni 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menjaga kelancaran pengeluaran air seni atau air kencing adalah tindakan yang benar dan dianjurkan dalam dunia kesehatan. Sebagian besar air seni merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 14 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan melalui dua tahap selama bulan April-Oktober 2010. Tahap pertama adalah proses pencekokan serbuk buah kepel dan akuades dilakukan

Lebih terperinci

SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA

SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA A. GINJAL SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA Sebagian besar produk sisa metabolisme sel berasal dari perombakan protein, misalnya amonia dan urea. Kedua senyawa tersebut beracun bagi tubuh dan harus dikeluarkan

Lebih terperinci

Efek Diuretik Ekstrak..., Asih Arum Sari, Fakultas Farmasi UMP, 2014

Efek Diuretik Ekstrak..., Asih Arum Sari, Fakultas Farmasi UMP, 2014 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Sukun 1. Tinjauan Tanaman Sukun Sukun termasuk dalam genus Artocarpus famili (moraceae) yang terdiri atas 50 spesies tanaman berkayu, yang hanya tumbuh di daerah panas

Lebih terperinci

Reabsorpsi dan eksresi cairan, elektrolit dan non-elektrolit (Biokimia) Prof.dr.H.Fadil Oenzil,PhD.,SpGK Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Reabsorpsi dan eksresi cairan, elektrolit dan non-elektrolit (Biokimia) Prof.dr.H.Fadil Oenzil,PhD.,SpGK Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Reabsorpsi dan eksresi cairan, elektrolit dan non-elektrolit (Biokimia) Prof.dr.H.Fadil Oenzil,PhD.,SpGK Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Fungsi homeostatik ginjal Proses penyaringan (filtrasi)

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIALatihan Soal 11.1

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIALatihan Soal 11.1 . Perhatikan gambar nefron di bawah ini! SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB. SISTEM EKSKRESI MANUSIALatihan Soal. Urin sesungguhnya dihasilkan di bagian nomor... Berdasarkan pada gambar di atas yang dimaksud dengan

Lebih terperinci

POTENSI KERJA EKSTRAK ETANOL BUAH BELIMBING WULUH

POTENSI KERJA EKSTRAK ETANOL BUAH BELIMBING WULUH POTENSI KERJA EKSTRAK ETANOL BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa belimbi) SEBAGAI DIURETIK ALAMI MELALUI PENDEKATAN AKTIVITAS DIURETIK, ph, KADAR NATRIUM, DAN KALIUM PONIMAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTUTUT

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pemeriksaan Tumbuhan 5.1.1. Determinasi Tumbuhan Determinasi tumbuhan dilakukan untuk mengetahui kebenaran identitas dari tumbuhan biji bunga matahari (Helianthus annusl.).

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi dengan pelarut etil asetat. Etil asetat merupakan pelarut semi polar yang volatil (mudah

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Hayati et al., 2010). Tanaman ini dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 5-10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Hayati et al., 2010). Tanaman ini dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 5-10 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn) Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn) merupakan salah satu jenis tanaman yang sering digunakan sebagai obat tradisional.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut, yang secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mempunyai keanekaragaman hayati yang cukup baik, diantaranya adalah belimbing wuluh. Pemanfaatan belimbing wuluh dijadikan sebagai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 34 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penapisan fitokimia merupakan suatu metode kimia untuk mengetahui kandungan kimia suatu simplisia, ekstrak ataupun fraksi senyawa metabolit suatu tanaman herbal. Hasil penapisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal dan untuk mengatasi berbagai penyakit secara alami.

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal dan untuk mengatasi berbagai penyakit secara alami. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengobatan tradisional dengan memanfaatkan tumbuhan berkhasiat obat merupakan pengobatan yang dimanfaatkan dan diakui masyarakat dunia, hal ini menandai kesadaran untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirup merupakan suatu sediaan berupa larutan yang mengandung gula sukrosa.menurut Satuhu (2004), sirup dibedakan menjadi 3 yaitu sirup essens, sirup glukosa dan sirup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan merupakan hewan akutik yang memilki tulang belakang (vertebrata) yang berhabitat di dalam perairan. Ikan bernapas dengan insang, bergerak dan menjaga keseimbangan

Lebih terperinci

biologi SET 15 SISTEM EKSKRESI DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL A. ORGAN EKSKRESI

biologi SET 15 SISTEM EKSKRESI DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL A. ORGAN EKSKRESI 15 MATERI DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL biologi SET 15 SISTEM EKSKRESI Pengeluaran zat di dalam tubuh berlangsung melalui defekasi yaitu pengeluaran sisa pencernaan berupa feses. Ekskresi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Desember 2010 di kandang percobaan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian

Lebih terperinci

ph = log = - log [H + ] ph = - log [0, ] ph = 7,4

ph = log = - log [H + ] ph = - log [0, ] ph = 7,4 KESEIMBANGAN ASAM BASA Ion hidrogen adalah proton tunggal bebas yang dilepaskan dari atom hidrogen. Molekul yang mengandung atom-atom hidrogen yang dapat melepaskan ion ion hidrogen dalam larutan dikenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu industri minuman yang dikemas dalam kantong plastik. Minuman

BAB I PENDAHULUAN. suatu industri minuman yang dikemas dalam kantong plastik. Minuman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Minuman serbuk instan adalah minuman yang diproduksi oleh suatu industri minuman yang dikemas dalam kantong plastik. Minuman tersebut dijual dan dapat ditemukan

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN PROTEIN DAN GLUKOSA URINE LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN : ERICA PUSPA NINGRUM : J1C111208

PEMERIKSAAN PROTEIN DAN GLUKOSA URINE LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN : ERICA PUSPA NINGRUM : J1C111208 PEMERIKSAAN PROTEIN DAN GLUKOSA URINE LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN NAMA : ERICA PUSPA NINGRUM NIM : J1C111208 KELOMPOK : II (DUA) ASISTEN : TAUFIK NOOR KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

EFEK EKSTRAK TANDUK RUSA SAMBAR (CERVUS UNICOLOR) TERHADAP KADAR UREUM DAN KREATININ TIKUS PUTIH (RATTUS NOVERGICUS)

EFEK EKSTRAK TANDUK RUSA SAMBAR (CERVUS UNICOLOR) TERHADAP KADAR UREUM DAN KREATININ TIKUS PUTIH (RATTUS NOVERGICUS) EFEK EKSTRAK TANDUK RUSA SAMBAR (CERVUS UNICOLOR) TERHADAP KADAR UREUM DAN KREATININ TIKUS PUTIH (RATTUS NOVERGICUS) Defriana, Aditya Fridayanti, Laode Rijai Laboratorium Penelitian dan Pengembangan FARMAKA

Lebih terperinci

Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik

Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik Latar Belakang Masalah Gagal ginjal kronik merupakan keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversibel yang berasal dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Persea americana Mill.

TINJAUAN PUSTAKA Persea americana Mill. 3 TINJAUAN PUSTAKA Persea americana Mill. Alpukat merupakan tanaman buah berupa pohon dengan nama alpuket (Jawa Barat), alpokat (Jawa Timur dan Jawa Tengah), boah pokat, jamboo pokat (Batak), dan pookat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat-obat yang menyebabkan suatu keadaan meningkatnya aliran urine disebut diuretik. Obat-obat ini merupakan penghambat transpor ion yang menurunkan reabsorpsi natrium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diuretik adalah zat yang dapat memperbanyak pengeluaran kemih, bekerja

BAB I PENDAHULUAN. Diuretik adalah zat yang dapat memperbanyak pengeluaran kemih, bekerja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diuretik adalah zat yang dapat memperbanyak pengeluaran kemih, bekerja langsung terhadap ginjal (Tjay dan Raharja, 2002). Diuretik bekerja pada ginjal untuk mengeluarkan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengumpulan Tanaman Pada penelitian ini digunakan Persea americana Mill yang diperoleh dari perkebunan Manoko, Lembang, sebanyak 800 gram daun alpukat dan 800 gram biji alpukat.

Lebih terperinci

Laporan Praktikum Farmakologi. Diuretik. Instruktur : dr. Izzidin Fadil dr. Desi Vera Buana. Disusun Oleh : Kelompok 5

Laporan Praktikum Farmakologi. Diuretik. Instruktur : dr. Izzidin Fadil dr. Desi Vera Buana. Disusun Oleh : Kelompok 5 Laporan Praktikum Farmakologi Diuretik Instruktur : dr. Izzidin Fadil dr. Desi Vera Buana Disusun Oleh : Kelompok 5 1. Sulistiani 2. T. Fadhil Al Furqan 3. Intan Rahmayani 4. Yuliana Syarmila 5. Qashdina

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mellitus meluas pada suatu kumpulan aspek gejala yang timbul pada seseorang

BAB I PENDAHULUAN. mellitus meluas pada suatu kumpulan aspek gejala yang timbul pada seseorang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Diabetes adalah penyakit tertua didunia. Diabetes berhubungan dengan metabolisme kadar glukosa dalam darah. Secara medis, pengertian diabetes mellitus

Lebih terperinci

GINJAL KEDUDUKAN GINJAL DI BELAKANG DARI KAVUM ABDOMINALIS DI BELAKANG PERITONEUM PADA KEDUA SISI VERTEBRA LUMBALIS III MELEKAT LANGSUNG PADA DINDING

GINJAL KEDUDUKAN GINJAL DI BELAKANG DARI KAVUM ABDOMINALIS DI BELAKANG PERITONEUM PADA KEDUA SISI VERTEBRA LUMBALIS III MELEKAT LANGSUNG PADA DINDING Ginjal dilihat dari depan BAGIAN-BAGIAN SISTEM PERKEMIHAN Sistem urinary adalah sistem organ yang memproduksi, menyimpan, dan mengalirkan urin. Pada manusia, sistem ini terdiri dari dua ginjal, dua ureter,

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLatihan Soal 1.3. Air. Asam amino. Urea. Protein

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLatihan Soal 1.3. Air. Asam amino. Urea. Protein SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLatihan Soal 1.3 1. Zat yang tidak boleh terkandung dalam urine primer adalah... Air Asam amino Urea Protein Kunci Jawaban : D Menghasilkan urine primer

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLatihan Soal 1.2

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLatihan Soal 1.2 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLatihan Soal 1.2 1. Fungsi sistem ekskresi adalah... Membuang zat sisa pencernaan Mengeluarkan enzim dan hormon Membuang zat sisa metabolisme tubuh Mengeluarkan

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Tanaman Senggugu 1.1.1. Deskripsi Tanaman Tanaman senggugu (Rotheca serrata (L.) R. Steane & Mabb) memiliki habitus berupa perdu dengan tinggi 3,5 m. batang bulat, berkayu,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. zat-zat yang dimungkinkan terkandung di dalam urine, dan juga untuk melihat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. zat-zat yang dimungkinkan terkandung di dalam urine, dan juga untuk melihat BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Urinalisa Urinalisa adalah suatu metoda analisa untuk mendapatkan bahan-bahan atau zat-zat yang dimungkinkan terkandung di dalam urine, dan juga untuk melihat adanya kelainan

Lebih terperinci

KAJIAN POTENSI DIURETIKA DARI BEBERAPA JENIS TANAMAN DI SEKITAR RUMAH. Trihardjana Jurdik Biologi FMIPA UNY

KAJIAN POTENSI DIURETIKA DARI BEBERAPA JENIS TANAMAN DI SEKITAR RUMAH. Trihardjana Jurdik Biologi FMIPA UNY KAJIAN POTENSI DIURETIKA DARI BEBERAPA JENIS TANAMAN DI SEKITAR RUMAH PENDAHULUAN Trihardjana Jurdik Biologi FMIPA UNY Memanfaatkan tanaman/ bagian tanaman dengan tujuan untuk pencegahan atau pengobatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - Juli 2015 di Laboratorium Zoologi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - Juli 2015 di Laboratorium Zoologi 13 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - Juli 2015 di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi dan pembuatan ekstrak rimpang rumput teki (Cyperus

Lebih terperinci

VII. EKSKRESI 7.1. KONSEP.

VII. EKSKRESI 7.1. KONSEP. VII. EKSKRESI 7.1. KONSEP. Sisa-sisa metabolisme zat-zat makanan yang telah diserap oleh dinding usus dikeluarkan dan tubuh organisme melalui berbagai cara. Demikian pula halnya dengan kelebihan elektroht

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini penggunaan obat tradisional masih disukai dan diminati oleh

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini penggunaan obat tradisional masih disukai dan diminati oleh 21 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Saat ini penggunaan obat tradisional masih disukai dan diminati oleh masyarakat Indonesia karena obat tradisional tersebut mempunyai beberapa kelebihan,

Lebih terperinci

FARMAKOLOGI SISTEM VASKULER-RENAL (ANTIHYPERTENSION & DIURETICS AGENT)

FARMAKOLOGI SISTEM VASKULER-RENAL (ANTIHYPERTENSION & DIURETICS AGENT) FARMAKOLOGI SISTEM VASKULER-RENAL (ANTIHYPERTENSION & DIURETICS AGENT) Rina Wijayanti, M. Sc., Apt Disampaikan dalam Kuliah Modul Farmakologi Prodi Farmasi FK UNISSULA Mampu menjelaskan Farmakologi sistem

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Berenuk (Crescentia cujete L). a. Sistematika Tumbuhan Kingdom : Plantae Sub kingdom : Tracheobionata Super divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era modernnisasi ini dan berdasarkan perkembangan teknologi yang sangat pesat dan seiring dengan jalannya kebutuhan ekonomi yang semakin besar, Sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas merupakan masalah dunia dan terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2014 lebih dari 600 juta penduduk dunia mengalami obesitas dan 13% remaja berusia 18

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenika) atau campuran dari bahanbahan

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenika) atau campuran dari bahanbahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat tradisional merupakan bahan atau ramuan bahan berupa bahan tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenika) atau campuran dari bahanbahan tersebut yang secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempertahankan homeostasis tubuh. Ginjal menjalankan fungsi yang vital

I. PENDAHULUAN. mempertahankan homeostasis tubuh. Ginjal menjalankan fungsi yang vital I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal merupakan salah satu organ penting dalam tubuh yang berperan dalam mempertahankan homeostasis tubuh. Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume

Lebih terperinci

KESEIMBANGAN CAIRAN, ELEKROLIT, ASAM DAN BASA * Kuntarti, S.Kp

KESEIMBANGAN CAIRAN, ELEKROLIT, ASAM DAN BASA * Kuntarti, S.Kp KESEIMBANGAN CAIRAN, ELEKROLIT, ASAM DAN BASA * Kuntarti, S.Kp Pendahuluan Manusia sebagai organisme multiseluler dikelilingi oleh lingkungan luar (milieu exterior) dan sel-selnya pun hidup dalam milieu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minuman herbal merupakan minuman yang berasal dari bahan alami yang bermanfaat bagi tubuh. Minuman herbal biasanya dibuat dari rempah-rempah atau bagian dari tanaman,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian

Lebih terperinci

JADUAL KULIAH BIOKIMIA KELAS I (KODE MAK 144, 3 (2-1) SKS)

JADUAL KULIAH BIOKIMIA KELAS I (KODE MAK 144, 3 (2-1) SKS) JADUAL KULIAH BIOKIMIA KELAS I (KODE MAK 144, 3 (2-1) SKS) 1 RPKPS, lingkup sejarah Biokimia dan struktur dan fungsi sel, GTC 2 Air dan asam basa (ph) GTC 3 Struktur dan Fungsi serta mekanisme kerja Enzim

Lebih terperinci

Artikel Kimia tentang Peranan Larutan Penyangga

Artikel Kimia tentang Peranan Larutan Penyangga Artikel Kimia tentang Peranan Larutan Penyangga A. PENGERTIAN Larutan penyangga atau dikenal juga dengan nama larutan buffer adalah larutan yang dapat mempertahankan nilai ph apabila larutan tersebut ditambahkan

Lebih terperinci

LARUTAN PENYANGGA (BUFFER) Disusun Oleh: Diah Tria Agustina ( ) JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

LARUTAN PENYANGGA (BUFFER) Disusun Oleh: Diah Tria Agustina ( ) JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM HANDOUT klik di sini LARUTAN PENYANGGA (BUFFER) Disusun Oleh: Diah Tria Agustina (4301414032) JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2016 PENGERTIAN LARUTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asam urat merupakan senyawa kimia hasil akhir dari metabolisme nucleic

BAB I PENDAHULUAN. Asam urat merupakan senyawa kimia hasil akhir dari metabolisme nucleic BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asam urat merupakan senyawa kimia hasil akhir dari metabolisme nucleic acid atau metabolisme purin dalam tubuh. Berdasarkan penelitian bahwa 90% dari asam urat merupakan

Lebih terperinci

Siklus kelamin poliestrus (birahi) g jantan dan betina

Siklus kelamin poliestrus (birahi) g jantan dan betina Lama bunting Kawin sesudah beranak Umur sapih Umur dewasa kelamin Umur dikawinkan Siklus kelamin poliestrus (birahi) Lama estrus Saat perkawinan Berat lahir Berat dewasa Jumlah anak perkelahiran Kecepatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstrak air akar kucing yang didapat mempunyai spesifikasi sebagai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstrak air akar kucing yang didapat mempunyai spesifikasi sebagai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Penetapan Parameter Nonspesifik Ekstrak Ekstrak air akar kucing yang didapat mempunyai spesifikasi sebagai berikut : warna coklat kehitaman, berbau spesifik dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. salah satu jenis tanaman dari famili Moraceae dengan nama botanis

TINJAUAN PUSTAKA. salah satu jenis tanaman dari famili Moraceae dengan nama botanis BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Sukun (Artocarpus altilis) Pohon sukun banyak ditanam di pekarangan dan telah dikenal masyarakat luas. Bentang keragaman genetiknya sangat luas, dari Sumatra, Jawa, Kalimantan,

Lebih terperinci

Pertukaran cairan tubuh sehari-hari (antar kompartemen) Keseimbangan cairan dan elektrolit:

Pertukaran cairan tubuh sehari-hari (antar kompartemen) Keseimbangan cairan dan elektrolit: Keseimbangan cairan dan elektrolit: Pengertian cairan tubuh total (total body water / TBW) Pembagian ruangan cairan tubuh dan volume dalam masing-masing ruangan Perbedaan komposisi elektrolit di intraseluler

Lebih terperinci