CATATAN DISKUSI DIKLAT 8 JAM PERHITUNGAN JADWAL SHALAT DAN ARAH KIBLAT PC PEMUDA MUHAMMADIYAH GOMBONG GOMBONG, 24 MEI 2009

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "CATATAN DISKUSI DIKLAT 8 JAM PERHITUNGAN JADWAL SHALAT DAN ARAH KIBLAT PC PEMUDA MUHAMMADIYAH GOMBONG GOMBONG, 24 MEI 2009"

Transkripsi

1 CATATAN DISKUSI DIKLAT 8 JAM PERHITUNGAN JADWAL SHALAT DAN ARAH KIBLAT PC PEMUDA MUHAMMADIYAH GOMBONG GOMBONG, 24 MEI 2009 Disusun oleh : M. Ma rufin S (Trainer) 1. Pertanyaan : Mengapa hasil hisab Muhammadiyah dengan hasil rukyat yang dilakukan pemerintah dan ormas lain berbeda? Hisab itu perhitungan, sementara rukyat itu observasi atau pengamatan. Secara filosofis hasil hisab akan persis sama dengan hasil rukyat. Karena hisab merupakan perhitungan berdasarkan serangkaian persamaan (yang disebut algoritma) yang didasarkan dari hasil rukyat. Sehingga jika misalnya pada hari Minggu 24 Mei 2009 ini dilakukan hisab posisi Matahari dan ketemu tingginya 60 o pada misalnya jam 11:00 WIB, maka jika dirukyat pada jam 11:00 WIB nanti tinggi Matahari pun tepat 60 o. Demikian juga untuk posisi Bulan. Kondisi ini bisa terjadi karena Bulan baik di masa lalu maupun di masa depan telah dapat diprediksikan dengan demikian teliti sebagai hasil pengamatan Bulan secara terus menerus selama 20 abad terakhir, khususnya setelah program pendaratan manusia di Bulan. Persoalannya, awal bulan Qomariyyah didasarkan pada munculnya/terlihatnya hilaal. Sementara terlihatnya (visibilitas) hilaal ternyata bergantung kepada 3 faktor : posisi Bulan dan Matahari, dinamika atmosfer Bumi, dan alat optik yang digunakan untuk mengamati. Ini menghasilkan kompleksitas tersendiri, sebab jika posisi Bulan misalnya dalam bentuk jarak Bumi Bulan telah dapat diprediksikan dengan sangat teliti sehingga kemungkinan melesetnya hanya 15 cm atau 3, % saja, maka ilmu pengetahuan terkini baru bisa memprediksikan visibilitas hilaal dengan kemungkinan meleset sebesar 25 %. Sebagai konsekuensinya jika ada dua pengamat yang berada di khatulistiwa dan masing masing terpisah sejauh km dalam arah Barat Timur (atau sebesar 22 o bujur) dan keduanya mengaku melihat hilaal, maka kesaksikan mereka belum bisa diterima (secara ilmiah) karena mereka berdua masih ada di wilayah zona ketidakpastian/kemelesetan visibilitas. Padahal jarak km itu setara dengan separuh wilayah Indonesia! Dengan di satu sisi hasil ilmu pengetahuan baru bisa memprediksikan visibilitas hilaal dengan tingkat kemelesetan 25 % sementara di sisi lain Hukum Islam (fiqh) membutuhkan patokan yang pasti (baca : angka) untuk menentukan pergantian bulan Qomariyyah, maka implikasinya kemudian muncul banyak pendapat tentang kriteria visibilitas, yakni batas terendah yang diperlukan agar hilaal sudah teramati (baik dengan mata telanjang maupun alat optik seperti teleskop dan binokuler). Adanya perbedaan di antara Umat Islam mengenai awal bulan Qomariyyah pada saat ini (sebagian besar) lebih disebabkan oleh tiadanya kriteria visibilitas yang disepakati bersama. Muhammadiyah misalnya, memilih metode hisab dengan bersandar pada kriteria wujudul hilaal. Dalam kriteria ini awal bulan terjadi pada saat Matahari terbenam lebih dulu dibanding Bulan, meskipun selisih terbenam di antara keduanya hanya 2 menit. Dalam bahasa astronomis, Muhammadiyah menggunakan tinggi hilaal minimum 0,5 o. Sementara pemerintah dan ormas Islam lain menggunakan metode rukyat dan mendasarkan diri pada kriteria MABIMS/Imkan Rukyat dimana awal bulan terjadi ketika tinggi hilaal minimal 2 o saat Matahari terbenam. Konsekuensinya jika ada laporan tentang terlihatnya hilaal minimal dari 3 tempat yang berbeda dan setelah dicek dengan hasil perhitungan menunjukkan tinggi hilaal di tiap tempat lebih dari 2 o, maka awal bulan diputuskan sudah terjadi. 1

2 Jadi Muhammadiyah menggunakan angka 0,5 o sementara pemerintah menggunakan 2 o dan ini belum dicapai titik temunya, meski masing masing pihak saat ini sudah duduk bersama dalam tim guna merumuskan kriteria visibilitas yang bisa diterima baik oleh Muhammadiyah maupun ormas Islam lainnya. Masing masing ada keunggulan dan kelemahannya. Muhammadiyah menggunakan metode hisab sejak dekade 1970 an, karena metode ini menghasilkan prediksi lebih pasti sehingga awal bulan Qomariyyah bisa diputuskan jauh hari sebelumnya tanpa menunggu detik detik terakhir. KH Muzni, salah satu tokoh sepuh Muhammadiyah Kebumen, pernah menceritakan kalau pada dekade 1970 an itu kerap terjadi informasi mengenai terlihatnya hilaal di suatu tempat datang sangat terlambat, sehingga pernah shalat Ied baru dilaksanakan pada jam 14:00 WIB dan ini membawa implikasi lain terkait sosiologis masyarakat dan fiqh. Demikian juga pada dekade 1990 an pernah terlihatnya hilaal baru diterima takmir masjid pada jam 02:00 dinihari membuat jamaah terpecah sehingga hanya sebagian yang melaksanakan shalat Ied pada pagi itu sementara sisanya shalat Ied pada hari berikutnya di masjid lain. Namun kriteria wujudul hilaal yang digunakan mengandung kelemahan karena sejauh ini tidak ada pembuktiannya, alias masih berupa hipotesis. Data hasil pengamatan hilaal selama tahun terakhir justru menunjukkan (dengan tingkat kemelesetan 25 % itu) bahwaelongasi/jarak minimum hilaal dari Matahari agar bisa terlihat adalah 7 o. Sementara metode rukyat memiliki kelebihan tersendiri karena mencoba melihat langsung akan hilaal dengan mata. Namun kelemahannya, sebagian besar pengamat/perukyat yang ada pada saat ini melaksanakan rukyat tidak berdasarkan pada standar pengamatan benda langit yang baku dalam dunia astronomi dan data data yang dihasilkannya pun tidak lengkap (incomplete). Perukyat juga sering terkecoh oleh adanya obyek terang di langit barat, baik obyek terang latar depan seperti cahaya mercusuar, cahaya menara selular, lampu nelayan hingga pantulan sinar Matahari oleh awan unik maupun obyek terang latar belakang seperti keberadaan planet Venus, Merkurius, Mars dan Jupiter. Obyek obyek tersebut acapkali dianggap sebagai hilaal terutama oleh perukyat yang mengandalkan mata telanjang (mata tanpa alat optik) semata. Sehingga ada kondisi yang sulit dipahami, ketika misalnya satu tim yang menggunakan teleskop yang berkemampuan melacak posisi hilaal secara otomatis (tracking) serta dilengkapi kamera pencitra sensitif sehingga kemampuannya jauh melebihi mata manusia tidak mampu mendeteksi hilaal, namun sebaliknya ada tim yang hanya menggunakan mata telanjang mengaku berhasil melihat hilaal. Kondisi macam ini pula yang membuat Muhammadiyah beranggapan bahwa kriteria MABIMS/Imkan Rukyat (yang didasarkan pada metode rukyat semacam itu) tidaklah ilmiah. Jadi disitulah letak perbedaan Muhammadiyah dengan pemerintah dan ormas lainnya, semata hanya pada kriteria visibilitas. Dan itu yang sedang dirumuskan ulang oleh satu tim yang dibentuk guna mencari formulasi tentang kriteria visibilitas terpadu/tunggal yang bisa diterima semua kalangan, khususnya di Indonesia. Kita berharap kerja tim ini sudah akan usai menjelang 2011, mengingat hingga 2011 mendatang secara teoritik tidak ada perbedaan dalam melaksanakan Idul Fitri antara Muhammadiyah dengan yang lain. 2. Pertanyaan : Jadwal Shalat dalam kalender untuk wilayah Kebumen dan Gombong apakah berbeda? Secara hakiki tentu saja berbeda. Kota Kebumen terletak di bujur 109 o 40 BT sementara kota Gombong di bujur 109 o 31 BT sehingga ada selisih bujur sebanyak 9 menit busur atau 9/60 = 0,15 o. Selisih bujur 1 o = beda waktu 4 menit, sehingga selisih waktu hakiki antara Gombong dan Kebumen = 0,15 x 4 = 0,6 menit = 36 detik, dimana waktu di Kebumen lebih cepat. Namun menyusun jadwal shalat untuk sebuah wilayah administratif (seperti kabupaten) dengan cara hakiki seperti itu, dimana setiap titik mempunyai jadwalnya masing masing, secara teknis merepotkan. Terlebih mengingat jadwal shalat biasanya dipublikasikan, entah di kalender, di radio/televisi, ataupun di surat kabar dan internet. Persoalannya yang kemudian muncul adalah jadwal mana yang digunakan? Sementara radius siaran media elektronik ataupun jangkauan pemasaran media cetak (termasuk kalender) telah melampaui batas batas setiap titik. Selain itu juga harus diperhitungkan implikasi penyusunan jadwal shalat secara 2

3 hakiki tersebut ke masyarakat luas, yang memiliki tingkat intelegensi heterogen. Ini akan mendatangkan kesulitan tersendiri dan bukan tidak mungkin memiliki potensi merusak meskipun niatnya demi kebaikan. Kaidah ushul fiqh mengajarkan bahwa mencegah kerusakan adalah lebih baik daripada berbuat kebaikan. Atas dasar tersebut maka muncullah ihtiyaat, yakni suatu konsep pengaman waktu shalat yang berlaku untuk semua tempat yang berada dalam satu kesatuan wilayah administratif. Dengan demikian maka Jadwal Shalat di kota Kebumen tidak akan berbeda dengan kota Gombong di sebelah barat maupun Prembun di sebelah timur. Bahkan tidak ada perbedaan antara titik terbarat di Kab. Kebumen, yakni pantai Logending di Kec. Ayah, dengan titik paling timur yang berada di Kec. Mirit. Ihtiyaat dihitung berdasarkan selisih bujur antara titik paling barat dan titik paling timur di suatu wilayah administratif. Selisih bujur ini kemudian dikonversi menjadi waktu dengan mengalikan 4. Bisa juga dihitung dengan berdasarkan jarak. Karena selisih bujur 1 o = selisih waktu 4 menit, maka selisih waktu 1 menit = ¼ o. Di daerah tropis, selisih 1 o = selisih jarak 111 km. Sehingga selisih waktu 1 menit = ¼ x 111 = 27,75 km. Sehingga setiap pertambahan jarak sebesar 27,75 km maka terdapat selisih waktu 1 menit. Nah Kab. Kebumen ini dari titik terbarat hingga titik tertimurnya memiliki panjang 57 km, jika berdasarkan buku Kebumen dalam Angka 2008 yang diterbitkan BPS Kebumen. Sehingga dengan demikian ada selisih waktu = 57/27,75 = 2,05 menit yang dibulatkan menjadi 2 menit. Inilah pengaman waktu (ihtiyaat) untuk Kab. Kebumen. Maka dalam menyusun Jadwal Shalat untuk Kebumen, cukup kita menghitung di salah satu tempat saja (disini lebih sering diambil titik acuan kota Kebumen), untuk kemudian masing masing ditambahkan dengan ihtiyaat 2 menit, terkecuali waktu terbitnya Matahari (sunrise) yang harus dikurangi 2 menit. Karena Jadwal Shalat dihitung di kota Kebumen, maka dengan ihtiyaat 2 menit sebenarnya Jadwal Shalat tersebut berlaku dari 55,5 km di sebelah timur kota Kebumen (yakni kota Purworejo bagian timur, yang masuk ke Kab. Purworejo) hingga 55,5 km di sebelah barat kota Kebumen (yakni sebagian wilayah Kab. Cilacap dan Banyumas). Kesulitan untuk membayangkan konsep ihtiyaat ini? Kita bisa menganalogikannya dengan konsep pembagian zona waktu. Seperti zona waktu WIB misalnya. Mari kita lihat Jakarta dan Surabaya. Jakarta berada di bujur 106 o BT sementara Surabaya di 112 o BT, sehingga terdapat selisih bujur 6 o yang setara dengan selisih waktu 24 menit. Dengan perbedaan ini, maka secara hakiki jika di Surabaya sedang jam 12:00 maka di Jakarta seharusnya baru jam 11:36. Namun selisih waktu seperti ini akan berimplikasi serius terhadap tata administrasi pemerintahan, bisnis dan sosiologis masyarakat. Sehingga dengan konsep zona waktu WIB maka jika di Surabaya sedang jam 12:00 WIB, di Jakarta pun sedang jam 12:00 WIB. Ihtiyaat pun semacam itu, jadi ihtiyaat bisa dianggap sebagai zona waktu dalam skala mikro, yang dikhususkan untuk waktu shalat. Jadi kesimpulannya tidak ada perbedaan antara waktu shalat kota Gombong dengan kota Kebumen. 3. Pertanyaan : Mohon penjelasan waktu Rasydul Qiblat 27 Juli dalam GMT Ada yang perlu diluruskan terlebih dulu di sini. Memang ada satu saat dimana posisi Matahari tepat berada di atas Ka bah. Dalam bahasa astronomisnya, Matahari sedang berada di atas Ka bah karena deklinasinya bernilai +21 o 25 atau tepat sama dengan lintang Ka bah (yakni +21 o 25 ). Dalam bahasa pesantren peristiwa ini disebut Istiwa Utama/Istiwa Azzam atau Zawal ataupun Rasydul Qiblat (belakangan istilah terakhir yang lebih populer). Namun Istiwa Utama tidak terjadi pada tanggal 27 Juli. Istiwa Utama selalu terjadi pada tanggal 27 Mei (untuk tahun basitah/biasa) atau 26 Mei (untuk tahun kabisat) pukul 16:17 WIB. Dan Istiwa Utama akan berulang kembali pada tanggal 16 Juli (untuk tahun basitah/biasa) atau 15 Juli (untuk tahun kabisat) pukul 16:27 WIB. Peristiwa ini secara umum digunakan untuk mengukur arah kiblat suatu tempat tanpa harus melakukan perhitungan. Matahari adalah sebuah bola bercahaya homogen yang memiliki diameter nampak (apparent diameter) 0,5 o dilihat dari Bumi. Sebagai konsekuensinya maka pengukuran arah apapun (termasuk Arah Kiblat) yang menggunakan Matahari sebagai patokannya 3

4 mengandung kemelesetan sebesar 0,5 o. Dan apparent radius Matahari = 0,25 o = selisih waktu 1 menit maka beda waktu + 1 menit masih bisa diterima. Sehingga Istiwa Utama terjadi pada Mei (untuk tahun basitah/biasa) atau Mei (untuk tahun kabisat) pukul 16:16 16:18 WIB serta tanggal Juli (untuk tahun basitah/biasa) atau Juli (untuk tahun kabisat) pukul 16:26 16:28 WIB. Rasydul Qiblat sebenarnya tidak harus menunggu kesempatan bulan Mei dan Juli saja, sebab jika kelamaan bisa saja panitia mesjidnya bubar duluan. Dengan spreadsheet Kalkulator Qiblat, kita bisa mengetahui pada tanggal tertentu kapan Matahari akan tepat di Arah Kiblat dan kapan Matahari tepat tegak lurus dari Arah Kiblat. Sehingga penentuan Arah Kiblat akan terlaksana pada kapan saja sepanjang Matahari sedang terlihat. 4. Pertanyaan : Bagaimana keberlakuan jadwal shalat sepanjang masa atau jadwal abadi mengingat pernah ada penjelasan (dalam forum lain) bahwa jadwal abadi tidak boleh digunakan karena kedudukan Matahari dari tahun ke tahun selalu berubah ubah? Kedudukan atau posisi Matahari dalam tata koordinat benda langit dinyatakan berdasarkan posisi lintang langit (deklinasi atau δ) dan bujur langitnya (Ascensio Recta atau RA). Nah dari tahun ke tahun secara hakiki δ dan RA Matahari memang selalu berubah, namun laju perubahan itu ordenya cukup kecil. Sehingga jika perubahan tersebut kemudian dikonversikan ke dalam waktu sipil (yakni waktu yang kita pakai di Bumi sehari hari), selisihnya dari tahun ke tahun cukup kecil. Ilustrasinya bisa dilihat pada gambar di bawah ini, yang membandingkan waktu Dhuhur sepanjang tahun untuk tahun 2010, 2011, 2012 dan 2013 terhadap tahun Nampak jelas bahwa selisih waktunya berkisar dari 20 detik hingga +10 detik. Dhuhur Selisih waktu (detik) Hari N+1 N+2 N+3 N+4 Mean Gambar 1 Kurva waktu Dhuhur sepanjang tahun selama 4 tahun ke depan untuk N = Jika kita menyusun Jadwal Shalat dengan ketelitian hingga satuan detik, maka memang benar bahwa Jadwal Shalat dari tahun ke tahun selalu berubah. Namun dalam realitanya Jadwal Shalat selalu disusun dengan ketelitian hanya sampai satuan menit saja karena praktisnya memang begitu. Nah jika dikonversikan ke dalam satuan menit, selisih waktu sebesar 20 detik hingga +10 detik belum bisa dibulatkan menjadi 1 menit hingga +1 menit bukan? Keduanya hanya bisa dibulatkan ke nol menit. Sehingga bisa disimpulkan bahwa jika Jadwal Shalat disusun dengan ketelitian hanya sampai satuan menit, maka tidak ada perbedaan dari tahun ke tahun, sehingga bisa dikatakan sebagai Jadwal Shalat sepanjang masa atau Jadwal Shalat abadi. Sebagai tambahan, meski δ dan RA Matahari berbeda dari tahun ke tahun, namun setiap 4 tahun sekali terdapat siklus/perulangan, sehingga δ dan RA Matahari untuk tahun

5 misalnya, akan sama dengan δ dan RA Matahari untuk tahun Implikasinya jika dikonversikan ke dalam waktu sipil maka selisihnya amat sangat kecil sehingga mendekati nol detik dan bisa diabaikan, seperti nampak pada gambar berikut ini. Dhuhur Selisih waktu (detik) Gambar 1 Perbandingan waktu Dhuhur tahun 2013, 2017 dan 2021terhadap waktu Dhuhur tahun Nampak bahwa selisihnya sangat kecil sehingga bisa dianggap identik. 5. Pertanyaan : Lintang Gombong = 7 o LS dan Bujur Gombong = 109 o BT ini bagaimana cara menghitungnya dan berasal darimana? Lintang dan bujur Gombong itu menunjukkan posisi kota Gombong di permukaan Bumi. Nah cara menghitungnya bagaimana? Secara filosofis angka lintang 7 o LS itu ditarik dari garis khatulistiwa (yang melintasi Pontianak itu) ke arah selatan. Pergeseran 1 o di permukaan Bumi itu setara dengan pergeseran jarak 111 km, sehingga lintang 7 o LS itu menunjukkan garis lintang yang ditarik sejauh 844,7 km ke selatan dari khatulistiwa. Sama halnya, angka bujur 109 o BT ditarik dari garis bujur 0 o (yang melintasi kota Greenwich di Inggris itu) ke timur sejauh ,5 km. Hanya saja, untuk mengetahui posisi lintang bujur suatu tempat, kita tak perlu melakukan langkah seperti itu. Cukup buka peta/atlas, tentukan lokasinya dan kemudian lihat saja garis lintang dan bujur yang melintasinya. Jika ternyata tidak ada garis lintang/bujur yang tepat melewati tempat tersebut, bisa dilakukan interpolasi (peramalan pendekatan) dengan berdasar pada dua garis lintang/bujur yang sebelah menyebelah tempat tersebut. Kalau cara yang lebih praktis lagi, terutama di era internet ini, cukup buka situs seperti Wikimapia ( kemudian ketikkan nama tempat yang hendak dicari, atau buka Google Map ( dan arahkan saja kursornya (panahnya) ke tempat yang ingin kita ketahui posisinya dan tinggal dibaca berapa angka lintang bujurnya. Kalau mau yang lebih spesifik lagi bisa nginstall software khusus seperti Google Earth, yang bisa didownload secara gratis dari Google, dan kemudian tinggal dicari lokasi yang kita kehendaki. Semua yang tersebut di atas menggunakan peta berbasis foto satelit, yang diambil dalam kurun waktu 2 3 tahun terakhir, sehingga jika resolusinya cukup tinggi maka ada kesempatan untuk melihat rumah tempat tinggal kita. Koordinat Gombong yang saya gunakan, yakni 7 o LS 109 o BT, itu pun sebenarnya merupakan koordinat kompleks Perguruan Muhammadiyah Gombong tempat kita sedang berdiklat siang hari ini. Hanya saja, foto satelit beresolusi tinggi baru meng cover sebagian wilayah Kabupaten Kebumen saja, termasuk sebagian kota Gombong. Sehingga tempat tempat penting seperti kompleks RS PKU Muhammadiyah, justru nggak ter cover, demikian juga kompleks alun alun Kebumen. Sebagai tambahan, posisi lintang bujur merupakan identitas suatui tempat dan itu tak akan sama dengan tempat lain meskipun nama kedua tempat itu mungkin saja sama. Misalnya saja nama Kebumen. Itu bisa kita temukan sebagai nama kota Kebumen, ataupun nama desa Kebumen di dekat semarang, ataupun nama satu jalan di dekat Kraton Kasepuhan Cirebon. Demikian juga Gombong, bisa ditemukan ada di sini, juga ada Gombong di dekat Tegal. Hari 5

6 Namun jika kita menggunakan koordinat lintang bujur 7 o LS 109 o BT maka bisa dijamin 100 % bahwa itu adalah kota Gombong yang ada di wilayah Kab. Kebumen. 6. Pertanyaan : Bagaimana penggunaan jam Matahari atau jam istiwa untuk waktu shalat? Jam Matahari itu istilah lainnya sundial atau bencet. Di Kebumen jam ini salah satunya ada di di depan Masjid Agung Kauman Kebumen, yang mau direnovasi serambinya itu. Ini jam yang bekerja berdasarkan posisi Matahari dan waktu yang ditunjukkannya dikenal sebagai Waktu Matahari (WM) atau Waktu Istiwa Setempat (WIS). Ini sedikit berbeda dengan waktu sipil yang kita gunakan, yakni waktu Indonesia Barat (WIB). Berapa perbedaannya? Untuk Kab. Kebumen, kita gunakan saja bujur kota Kebumen (λ Kebumen = 109 o 40 BT) yang kemudian dibandingkan dengan bujur acuan WIB (λ WIB = 105 o BT). Kita hitung selisihnya dengan rumus (λ WIB λ Kebumen )/15 dan diperoleh 0,311 jam atau 18 menit 40 detik. Tanda minus menunjukkan Waktu Matahari di Kebumen lebih cepat ketimbang waktu WIB. Sehingga misalnya saat ini jam 12:00 WIS maka sebenarnya dalam waktu sipil baru jam 11:41:20 WIB. Nah karena Jadwal Shalat juga sepenuhnya berdasar pada posisi Matahari, maka waktu shalat pun bisa berdasar ke Jam Matahari, terutama yang terpenting adalah menentukan saat transit. Apa itu transit (kulminasi atas) Matahari? Secara filosofis ini adalah posisi Matahari dimana pusat cakram Matahari tepat berada di atas garis bujur suatu tempat, atau dengan kata lain bayang bayang Matahari tepat mengarah ke Utara Selatan sejati (bukan Utara Selatan magnetis). Nah jam Matahari biasanya sudah diset supaya tepat mengarah ke Utara Selatan sejati, sehingga ketika bayang bayang sinar Matahari tepat mulai bergeser dari arah Utara Selatan sejati, itulah waktu yang tepat untuk mulai melaksanakan Azan Dhuhur. Waktu transit Matahari ini sangat penting, karena semua waktu shalat dihitung merujuk kepada waktu transit. Waktu transit ini bisa dihitung, namun ini ada namunnya. Kita harus memperhitungkan dulu equation of time atau perata waktunya. Equation of time ini berubah dari hari ke hari, namun siklusnya selalu tetap, seperti ditunjukkan dalam gambar berikut ini : Equation of Time (menit) Nah equation of time ini memiliki harga dari 15 menit 36 detik hingga +17 menit 27 detik. Equation of time berguna untuk koreksi waktu tambahan antara waktu Matahari dengan waktu sipil. Sehingga dengan harga tersebut, untuk Kab. Kebumen, Matahari akan menjalani transit pada rentang waktu 11:41:20 (00:17:27) = 11:23:33 WIB hingga 11:41:20 ( 00:15:36) = 11:56:56 WIB. Ada rumus sederhana dan praktis untuk menentukan equation of time : Hari 6

7 EoT (menit) = 9,87 sin 2B 7,53 cos B 1,5 sin B Dengan B = (360/364) x (N 81) dimana N = jumlah hari sejak tanggal 1 Januari tahun tersebut. Rumus ini berlaku baik untuk tahun basitah maupun kabisat. Untuk hari ini misalnya, 24 Mei 2009 memiliki N = 144 dan hasil hitungan EoT = +3,295 menit atau 3 menit 18 detik. Sehingga pada hari ini di Gombong transit Matahari akan terjadi pada jam 11:41:20 00:03:18 = 11:38:02 WIB atau dibulatkan menjadi 11:38 WIB. 7. Pertanyaan : Pada saat Matahari sedang tergelincir, Rasulullah SAW bersabda tidak boleh melaksanakan shalat. Nah bagaimana implementasinya dengan Jadwal Shalat? Ada teks hadits Nabi SAW yang menyebutkan 3 waktu yang dilarang melaksanakan shalat, yakni : Saat tergelincirnya Matahari, yang secara astronomis dinyatakan sebagai saat transit/kulminasi atas. Saat terbitnya Matahari. Saat terbenamnya Matahari. Larangan ini didasarkan pada fakta sejarah bahwa Bangsa Sumeria dan Babilonia dahulu, yang dikenal sebagai bangsa pemuja Matahari, melaksanakan pemujaan terhadap dewa Matahari mereka pada saat saat tersebut. Nah Islam ini Agama Tauhid, tidak menyembah benda benda, sehingga agar tidak menyerupai bangsa bangsa penyembah Matahari itu (yang kini sudah musnah) maka dikeluarkan larangan tersebut. Nah implikasinya bagaimana? Memang tadi saya menjelaskan bahwa waktu shalat sepenuhnya bergantung kepada waktu transit. Namun waktu shalat kemudian diamankan dengan konsep pengaman waktu alias ihtiyaat seperti telah dijelaskan tadi. Nah disinilah arti pentingnya ihtiyaat, yang tidak sekedar menyeragamkan waktu shalat untuk satu wilayah administratif seperti Kab. Kebumen ini misalnya, namun juga mengamankan waktu shalat dari kemungkinan 3 waktu yang terlarang tadi. Tadi telah saya jelaskan bahwa ihtiyaat untuk Kab. Kebumen itu 2 menit. Dengan menggunakan contoh sebelumnya, kita tahu pada 24 Mei 2009 ini Matahari mengalami transit di garis bujur kota Kebumen pada jam 11:38:02 WIB. Ini di kota Kebumen, kalau kita berpindah ke Prembun yang berjarak + 20 km ke timur Kebumen, maka transit di Prembun terjadi 1 menit sebelumnya yakni pukul 11:37:02 WIB. Sementara di Gombong, yang berada + 21 km sebelah barat Kebumen, transit baru akan terjadi 1 menit kemudian yakni pukul 11:39:02 WIB. Nah sekarang mari kita tambahkan ihtiyaat 2 menit sehingga awal Dhuhur adalah 11:40 WIB. Bisa dilihat bukan, di Prembun awal Dhuhurnya terjadi (11:40:00 11:37:02) 3 menit setelah transit. Sementara di Gombong awal Dhuhurnya terjadi (11:40:00 11:39:02) 1 menit setelah transit? Tak ada yang dilanggar. Demikian juga untuk terbit dan terbenamnya Matahari. Seperti telah diuraikan tadi, karena pusat pusat pemukiman di Kab. Kebumen ada di dataran rendah (meski 60 % wilayah Kab. Kebumen adalah pegunungan), maka untuk terbit dan terbenamnya Matahari kita menggunakan tinggi Matahari 1 o dari horizon. Nah apa itu terbenamnya Matahari? Secara filosofis adalah ketika cakram teratas Matahari tepat meninggalkan horizon. Pada 24 Mei 2009 ini untuk garis bujur kota Kebumen waktu terbenamnya Matahari pada jam 17:31 WIB. Untuk Prembun, terbenamnya Matahari terjadi pada 17:30 WIB. Sementara untuk Gombong, terbenam Matahari terjadi pada 17:32 menit. Nah kita lihat bahwa awal Maghrib di Kab. Kebumen jatuh pada jam 17:33 WIB. Di sini bisa dilihat bahwa di Prembun awal Maghrib terjadi 3 menit setelah terbenam selesai sementara di Gombong 1 menit setelah terbenam selesai. Jadinya tetap aman bukan? Untuk terbitnya Matahari, tinggal dibalik saja. Pada 24 Mei 2009 ini Matahari terbit di garis bujur kota Kebumen pada jam 05:46 WIB tadi pagi. Otomatis untuk Prembun terbit Matahari pada jam 05:45 dan di Gombong pada jam 05:47 WIB. Nah dengan ihtiyaat 2 menit, terbit Matahari atau akhir Shubuh di Kab. Kebumen ditetapkan pada jam 05:44 WIB. Nah bisa dilihat bukan, untuk Prembun akhir Shubuh terjadi 1 menit sebelum terbit Matahari yang sesungguhnya, sementara di Gombong terjadi 3 menit sebelum terbit. Jadi tetap aman. 7

8 8. Pertanyaan : Darimana datangnya nilai sudut Matahari 18 o di bawah horizon untuk awal Isya? Ini pertanyaan menarik! Memang ada beberapa kalangan Umat Islam yang mempertanyakan permasalahan sudut Matahari untuk awal Isya dan juga awal Shubuh saat ini dengan mendasarkan pada al Baqarah ayat 187 berikut : Artinya :...maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Dalam catatan kaki di al Qur an dan Terjemahannya yang diterbitkan Departemen Agama RI disebutkan, berdasarkan riwayat al Bukhari yang bersumber dari Sahl bin Sa id, ayat ini turun berkenaan dengan orang orang Islam pada masa itu yang di malam hari mengikat kakinya dengan tali hitam dan tali putih. Mereka tetap makan dan minum hingga jelas terlihat perbedaan antara kedua tali itu. Setelah ayat ini turun kemudian mereka mengerti bahwa yang dimaksud dalam ayat ini adalah siang dan malam. Jadi tali hitam diibaratkan malam hari dan tali putih itu siang hari. Nah batas antara siang dan malam hari dalam Islam itu dikenal sebagai fajar dan ghurub. Pada saat itu kondisi masih remang remang, namun di langit sudah ada kecerahan sehingga bintang bintang mulai menghilang. Dalam astronomi, langit yang mulai cerah ini dinamakan twilight (cahaya fajar/senja). Ada 3 macam twilight, yakni : Astronomical twilight, yakni twilight yang hanya bisa dideteksi dengan alat optik seperti binokuler atau teleskop. Untuk dataran rendah ini terjadi ketika tinggi Matahari 18 o dari horizon. Nautical twilight, yakni twilight yang sudah bisa dideteksi oleh mata manusia sehingga mulai terlihat perbedaan antara langit dan air laut jika kita berada di tengah lautan. Dalam twilight ini horizon sudah mulai bisa dideteksi khususnya di bagian di mana Matahari nantinya akan terbit saat fajar atau tadinya sudah terbenam saat maghrib. Untuk dataran rendah ini terjadi ketika tinggi Matahari 12 o dari horizon. Civil twilight, yakni twilight yang sangat jelas sehingga cahaya di langit tidak hanya ada di area dimana Matahari akan terbit/baru terbenam saja, namun juga meluas hingga ke bagian langit yang berlawanan dengan posisi Matahari. Untuk dataran rendah ini terjadi ketika tinggi Matahari 6 o dari horizon. Nah angka 18 o di bawah horizon yang digunakan untuk awal Isya itu ya berasal dari definisi astronomical twilight ini. Angka ini diusulkan oleh satu ilmuwan Muslim terbesar pada masanya, yakni al Biruni, sebagaimana tertulis dalam bukunya yang termasyhur al Qanun al Maqshudi. Sebagai catatan, al Biruni ini juga termasuk generasi ilmuwan pertama yang menunjukkan bahwa Bumi itu bulat berdasar eksperimennya di pantai Laut Tengah. Al Biruni juga yang pertama kali mendeduksi bahwa sumbu kutub Bumi ternyata berputar pelan, atau bahasa astronominya mengalami presisi, dengan periode tahun. Sehingga jika kita tinggal di belahan Bumi Utara dekat ke kutub, jika pada tahun ini kita menyaksikan bahwa ada satu bintang yang tepat berada di atas Kutub Utara Bumi yakni bintang Polaris, maka pada tahun ke depan giliran bintang Vega yang tepat berada di atas Kutub Utara Bumi. Penemuan ini bukan main main, sebab implikasinya Tahun Masehi (saat itu dikenal sebagai Tahun Julian, karena diberlakukan pada masa kekaisaran Julius Caesar) akan berbeda dengan periode tropis yang digunakan sebagai acuannya sebesar 20 menit. Saya belum membaca sepenuhnya karya karya al Biruni ini, namun beliau nampaknya mengambil ijtihad dengan menafsirkan benang hitam dalam ayat tadi sebagai langit malam yang penuh bintang bintang dan benang putih sebagai cahaya fajar/senja. Memang ketika 8

9 astronomical twilight ini mulai terjadi, mayoritas bintang mulai tidak nampak, kecuali bintang bintang yang paling terang seperti Sirius, Canopus, alfa Centauri dan lain lain serta planet planet terang seperti Venus, Mars dan Jupiter. Nah khusus untuk awal Shubuh, ada kekhasan tersendiri. Hadits Nabi SAW menyebut ada dua fajar, yakni fajar shadiq (fajar nyata) dan fajar kathib (fajar palsu), dimana awal puasa (dan implikasinya juga awal Shubuh) dimulai pada fajar shadiq. Nah fajar kathib itu apa? Secara umum didefinisikan sebagai kondisi ketika suasana masih gelap namun di langit sudah ada cahaya lemah, yang cahayanya tidak menerangi keseluruhan langit, sehingga bintang bintang yang cahayanya lemah sekalipun masih bisa dilihat. Dalam astronomi fenomena ini terjadi pada munculnya cahaya zodiak, yakni cahaya lemah di langit yang mengikuti ekuator langit dan berasal dari pantulan sinar Matahari oleh debu debu di sepanjang orbit Bumi. Kecemerlangan cahaya zodiak ini bisa disejajarkan dengan cahaya lemah dari galaksi Bima Sakti. Inilah yang memperkuat pendapat al Biruni, karena setelah cahaya zodiak muncul, kemudian muncullah astronomical twilight. Ilmuwan Muslim sesudah al Biruni menambahkan bahwa ada perbedaan sensitivitas pada mata manusia di kala fajar dan senja. Pada prinsipnya, mata manusia jauh lebih awas ketika terjadi perubahan dari suasana gelap ke terang dibanding sebaliknya. Ini bisa bapak bapak dan ibu ibu nanti buktikan, silahkan nanti berpanas panas di bawah cahaya Matahari dan kemudian masuklah ke ruang ini, rasanya kayak nggak bisa melihat untuk sementara alias blackout. Nah sebagai efek dari perbedaan sensitivitas itu maka untuk awal Shubuh digunakan tinggi Matahari yang lebih rendah, yakni 20 o di bawah horizon. Memang ada Umat Islam yang menafsirkan ayat tadi secara letterlijk alias apa adanya. Sehingga ada yang mengikatkan tali hitam dan putih di kaki dan kemudian melakukan pengamatan cahaya fajar. Ada yang langsung menyimpulkan bahwa awal Shubuh yang kita gunakan pada saat ini ternyata lebih cepat 24 menit dari yang sebenarnya. Ini bersesuaian dengan sejumlah ilmuwan Muslim masa kini yang mengusulkan untuk menggunakan civil twilight saja sebagai awal Shubuh. Beda pendapat seperti ini wajar saja dalam Islam. Saya pribadi bukan ahli tafsir, sehingga tidak pada tempatnya menafsirkan ayat tadi seperti apa. Namun kalau kita membaca riwayat hidup al Biruni, muncul kesan bahwa tokoh ini adalah tokoh yang tekun, teliti dan hati hati sehingga pendapatnya soal penggunaan astronomical twilight tadi tentu tidak muncul begitu saja tanpa didahului observasi yang panjang dan menembus waktu. 9. Pertanyaan : Jadwal Shalat Abadi pada prinsipnya berbeda dengan kenyataan. Pernah membuktikan pada tahun 1991 saat masih di Yogya bahwa jadwal shalat abadi justru mendahului fisik sehingga waktu shalat sebenarnya belum masuk. Seperti telah dijelaskan, Jadwal Shalat itu disusun berdasarkan posisi Matahari dan jika dikonversi ke dalam waktu sipil dengan ketelitian hingga satuan menit, maka Jadwal Shalat itu bisa diberlakukan sepanjang masa. Dengan jadwal sepanjang masa ini, kita beranggapan bahwa posisi Matahari mengikuti siklus yang tetap dengan kemelesetan posisi paling jauh 0,25 o saja dari tahun ke tahun. Kenapa berbeda dengan kenyataan, dimana jadwal sepanjang masa mendahului kondisi fisik sehingga adzan belum dikumandangkan? Ini bisa terjadi salah satunya karena kita tidak melakukan sinkronisasi waktu terlebih dahulu, yakni menyamakan waktu di jam tangan/jam dinding/jam HP di masjid masjid kita dengan standar waktu WIB. Terus terang saja, masalah sinkronisasi waktu ini menjadi satu hal yang banyak diabaikan dalam kegiatan peribadahan kita, sehingga bisa saja sebuah masjid memiliki jam yang meleset 3 5 menit dari waktu WIB, atau bahkan lebih! Jadi utnuk menggunakan Jadwal shalat, baik tahunan, bulanan maupun sepanjang masa (abadi), tolong lakukan sinkronisasi waktu terlebih dahulu. Penyebab kedua, bisa jadi karena jadwal shalat itu dihitung untuk daerah lain sementara antara daerah lain dengan daerah tersebut hanya ditambah/dikurangkan saja waktunya. Padahal kita nggak tahu berapa ihtiyaat yang digunakan di daerah tersebut. Saya pribadi selalu menyarankan bahwa ihtiyat harus disesuaikan dengan karakter daerah, lebih khusus lagi dikaitkan dengan jarak titik terbarat dan titik tertimur daerah tersebut dan juga dikaitkan 9

10 dengan beda ketinggian di daerah tersebut. Kalau tadi di Kab. Kebumen dijelaskan digunakan ihtiyaat 2 menit, maka Jadwal Shalat di Kebumen bisa digunakan hingga ke ketinggian 575 m dari permukaan laut dan ini melebihi pemukiman paling tinggi di Kab. Kebumen, yakni 400 an meter dpl di Karangsambung. Jadi tidak ditetapkan secara sembarang. Karena memang ada penyusun jadwal shalat yang menggunakan ihtiyaat 5 menit misalnya. Kesimpulannya, untuk menggunakan Jadwal Shalat sepanjang masa ini, lakukan sinkronisasi waktu terlebih dahulu, kemudian lihat ihtiyaatnya dan lihat juga titik acuan dimana Jadwal shalat tersebut dihitung. Jika Jadwal Shalat abadi ditujukan untuk Kab. Kebumen, maka titik acuannya ya harus ada di dalam Kab. Kebumen, bukan di tempat lain seperti misalnya Yogyakarta, Magelang ataupun Semarang. 10. Pertanyaan : Bagaimana keberlakuan jadwal shalat sepanjang masa, mengingat bahwa posisi Matahari untuk setiap bulan berubah ubah, dimana posisi Matahari bulan Januari ada di selatan khatulistiwa sementara bulan Juni ada di utara khatulistiwa? Memang benar bahwa sepanjang tahun posisi Matahari selalu berubah ubah dan ini dikenal sebagai gerak semu tahunan Matahari. Secara umum digunakan patokan bahwa pada 21 Maret dan 23 September, Matahari tepat ada di atas khatulistiwa (δ Matahari = 0 o ) atau di titik equinox. Pada 21 Juni, Matahari tepat ada di garis balik utara (δ Matahari = +23 o 27 ) atau di titik summer solstice. Sementara pada 22 Desember, Matahari tepat ada di garis balik selatan (δ Matahari = 23 o 27 ). Nah keberlakuan Jadwal Shalat abadi bagaimana? Keberlakuannya adalah merujuk pada tanggal, atau bulan. Sehingga jadwal shalat untuk 24 Mei 2009 ini misalnya, akan sama dengan jadwal shalat untuk 24 Mei tahun 2010, 2011 dan seterusnya. Demikian juga jadwal shalat untuk bulan Mei 2009, akan sama dengan jadwal shalat bulan Mei untuk tahun tahun berikutnya. Namun jadwal shalat bulan Mei 2009 ini tidak bisa digunakan pada bulan lain, misalnya untuk Januari 2009, atau malah Oktober Dalam penyusunan Jadwal Shalat abadi, selalu disajikan dalam bentuk jadwal per bulan dimana jadwal per bulannya disusun dalam selang waktu sekian hari. Misalnya 3 hari, atau 5 hari. 11. Pertanyaan : Adakah program/software/aplikasi Jadwal Shalat dan Arah Kiblat dan Awal Bulan Qomariyyah yang berbentuk Java, sehingga bisa digunakan di HP? Ini pertanyaan menarik sekaligus menantang. Saat ini memang ada aplikasi Java yang menampilkan Jadwal Shalat di HP. Namun aplikasi itu masih disetting secara manual, sehingga jika berpindah ke kota lain misalnya, kita kembali harus merubah posisi kota. Kalau dari saya pribadi, saya juga punya harapan bisa menyusun aplikasi Java semacam itu, yang komplit. Ada Jadwal Shalat harian dan reminder (pengingatnya), juga ada yang menampilkan elemen Bulan (khususnya terbit dan terbenam, serta grafis posisi dan elemen elemen lain yang diperlukan ketika tiba waktunya untuk mengobservasi hilaal tua dan hilaal) dan juga sebagai kalkulator kiblat secara real place and time, tepat dimana kita berada. Konsepnya tinggal memanfaatkan posisi base transceiver station (BCS) operator ponsel terdekat untuk kemudian diambil koordinat lintang bujurnya dan kemudian dihitung semua tadi. Namun ini masih dipelajari. 12. Pertanyaan : Masalah perbedaan dalam merayakan Idul Fitri/Idul Adha. Jika Muhammadiyah memfokuskan pada hitungan sementara pemerintah/ormas lain menggunakan pengamatan (rukyat), sementara pengamatan jauh lebih kuat karena ada buktinya, bagaimana? 10

11 Seperti telah dijelaskan tadi, metode hisab dan metode rukyat akan memberikan hasil yang sama jika memang bersandar pada kriteria visibilitas yang sama. Persoalannya pada saat ini Muhammadiyah tidak menggunakan kriteria visibilitas yang sama dengan yang digunakan pemerintah maupun ormas lain. Inti permasalahannya sebenarnya disitu. Memang secara legal, pengamatan memiliki posisi lebih kuat karena bisa menyajikan bukti. Namun seperti tadi telah dijelaskan, dalam realitanya pengamatan (rukyat) di Indonesia tidak dijalankan sesuai standar pengamatan benda langit yang baku di dunia astronomi. Pengamatan yang standar itu yang mencakup pra pengamatan (seperti penyiapan alat, penyiapan arah mata angin dll) hingga pasca pengamatan (dalam bentuk pengolahan data). Data yang dihasilkannya harus mencakup posisi (dalam lintang bujur dan elevasi dari permukaan laut), kondisi langit (sebaran awan, suhu, kelembaban), waktu terbenamnya Matahari yang teramati (observed sunset), saat mulai terlihatnya hilaal, orientasi hilaal atau panjang busur cahayanya, hingga waktu saat hilaal menghilang. Jarang sekali yang memegang teguh standar pengamatan seperti ini, kebanyakan pengamat hanya menyatakan hilaal terlihat atau hilaal tidak terlihat dalam laporan laporannya. Memang laporan itu sudah diawali dengan sumpah, sehingga secara fiqh sudah sah, namun secara ilmiah belum tentu karena seharusnya sebelum dilakukan sumpah, terlebih dahulu dilakukan verifikasi. Kami di RHI secara konsisten mencoba melakukan pengamatan dengan standar pengamatan yang baku dan mencatat hasil hasilnya sejak Januari 2007 hingga sekarang. Dari data data yang ada dan telah diproses kami bisa mendapatkan gambaran bahwa hilaal baru bisa diamati jika tingginya minimal 4 o saat Matahari sudah terbenam selama minimal 10 menit, yang berimplikasi bahwa hilaal baru bisa dilihat jika tingginya minimal 7 o di saat Matahari terbenam. Sehingga jika ada yang mengklaim melihat hilaal sangat rendah (misalnya setinggi 3 o atau bahkan kurang), ini sulit untuk diterima secara ilmiah karena sifat sifatnya fisisnya (yakni kecemerlangan dan kontrasnya) sudah jauh berada di bawah nilai ambang batas yang bisa diterima mata manusia. Apa yang bisa dilakukan? Seperti telah dijelaskan tadi, saat ini sudah ada tim antarormas dan pemerintah yang mencoba membahas kriteria visibilitas tunggal untuk Indonesia. Kita tunggu saja hasil hasilnya. Yang jelas selagi tim itu bekerja, Muhammadiyah masih tetap berpegangan pada kriteria wujudul hilaal. Sepanjang masih menunggu itu, ya mari terus belajar. Termasuk belajar untuk mengobservasi (merukyat), karena observasi sudah menjadi bagian integral dari astronomi Islam sejak dibangun oleh ilmuwan ilmuwan besar Muslim di masa keemasannya. Dalam beberapa forum saya selalu menekankan, rukyat itu bukan sesuatu yang makruh, mubah apalagi haram, sehingga tak masalah untuk dilakukan meski bagi warga Muhammadiyah. Dan sebaliknya, hisab pun demikian meski misalnya kita warga Nahdliyin. Islam itu agama yang rasional, yang dari teologinya saja sudah cukup jelas, Allahu ahad, Tuhan yang esa, yang tidak beranak dan diperanakkan. Dan kita sebagai Umat Islam tentunya musti bersikap rasional pula khususnya ketika berada dalam tataran hablum min annas. Maka ketika kita punya hipotesa (misalnya kriteria wujudul hilaal ini, ataupun juga kriteria MABIMS/Imkan Rukyat), ya mari buktikan hipotesa itu dengan data yang teruji dan valid sehingga bisa menjadi teori yang dipercaya. Jadi, memang perbadaannya di sisi kriteria visibilitas itu. Dan menyatukan kriteria visibilitas adalah salah satu tantangan besar di dunia astronomi Islam di Indonesia, selain bagaimana mengkaji ulang awal Shubuh dan awal Isya tadi (karena memang belum pernah dilakukan penelitian tentang twilight di Indonesia) serta bagaimana memperkenalkan standar pengamatan baku. 13. Pertanyaan : Bagaimana caranya melakukan sinkronisasi waktu? Sinkronisasi waktu bisa dilaksanakan dengan berbagai cara. Jika bapak bapak atau ibu ibu suka mendengarkan siaran radio, silahkan mengikuti siaran berita RRI, karena pada awal 11

12 berita selalu ada penjelasan waktu saat itu. Bisa juga dengan mendengarkan siaran BBC Indonesia. Kedua stasiun radio ini rutin menyiarkan waktu standar untuk WIB. Bisa juga sinkronisasi dilakukan lewat telfon. Caranya, gunakan telfon rumah/kantor (yang pake kabel itu), ataupun menggunakan HP CDMA namun khusus yang memakai kartu Flexi. Kemudian hubungi nomor 103. Maka dari nomor itu akan keluar suara soal waktu yang sedang berjalan (dalam WIB untuk Kebumen) pada saat ini. 14. Pertanyaan : Jika Jadwal Shalat dihitung untuk Gombong, sementara saya sedang berada di Purwokerto, apakah jadwal shalat tersebut masih akurat untuk Purwokerto? Seperti tadi telah dijelaskan, jadwal shalat untuk Gombong itu sama dengan Jadwal Shalat untuk Kab. Kebumen. Jadwal Shalat Kab. Kebumen dihitung dengan acuan kota Kebumen, kemudian diamankan dengan ihtiyaat 2 menit. Sehingga dari kota Kebumen hingga 55,5 km ke arah barat, jadwal shalatnya sama. Nah kota Purwokerto ini, jika kita mengikuti jalan dari Kebumen ke Purwokerto, jaraknya 90 km dari Kebumen. Namun antara garis bujur Purwokerto dengan garis bujur Kebumen selisihnya sekitar 50 km. Ini bisa dipahami karena dari Buntu itu kita harus berjalan ke utara untuk sampai ke Purwokerto. Sehingga secara prinsip Jadwal Shalat di Gombong bisa untuk digunakan di Purwokerto. Ketinggian kota Purwokerto sendiri hanya 75 m dari permukaan laut atau jauh di bawah ambang batas ketinggian 575 m tadi. Namun jika memang masih ragu ragu, saya lebih menyarankan untuk menambahkan Jadwal Shalat yang ada di Kab. Kebumen dengan 1 menit jika hendak digunakan di Purwokerto. Insya Allah itu lebih aman. 15. Pertanyaan : Jika pada kalender Syamsiyyah (Masehi) jumlah hari dalam setiap bulannya sudah ada patokannya, bagaimana dengan kalender Qomariyyah? Filosofi kalender Syamsiyyah itu sama dengan kalender Qomariyyah, hanya saja kalender Syamsiyyah berpegang pada pergerakan semu Matahari. Tepatnya kalender Syamsiyyah berpegangan pada periode tropis Matahari, yakni waktu yang dibutuhkan Bumi untuk mengelilingi Matahari setelah dikompensasikan dengan gerak presesi Bumi, yang besarnya 365,25 hari. Dari definisi tersebut kemudian dilakukan derivasi (penurunan) dimana 1 tahun Syamsiyyah terdiri dari 12 bulan dengan 1 bulan berumur 31 atau 30 hari terkecuali bulan Februari. Jika angka tahunnya habis dibagi 4 atau angka tahun abadnya habis dibagi 400, maka Februari berumur 29 hari dan jika tidak maka berumur 28 hari. Sebaliknya, kalender Qomariyyah berpatokan pada gerak Bulan mengelilingi Bumi. Tepatnya berpatokan pada periode sinodis, yakni selang waktu di antara dua kejadian konjungsi (tepat segarisnya Bulan dan Matahari dalam satu garis bujur ekliptika) yang berurutan. Konjungsi itu dikenal sebagai ijtima, dan dalam waktu waktu tertentu (seperti misalnya 26 Januari 2009 lalu, dan juga 22 Juli kelak serta 15 Januari 2010 kelak) posisi Matahari dan Bulan sangat berdekatan ketika konjungsi sehingga timbul Gerhana Matahari. Periode sinodis Bulan rata rata sebesar 29,5 hari. Dari sini dilakukan derivasi bahwa 1 tahun Hijriyyah terdiri dari 12 bulan sehingga memiliki umur 354 atau 355 hari (355 hari jika tahunnya kabisat). Nah secara garis besar ada dua sistem perhitungan kalender Hijriyyah. Ada sistem yang menyerupai perhitungan kalender Masehi, yang dikenal sebagai sistem urfi. Sementara sistem yang lainnya adalah sistem hakiki, dimana perhitungan sepenuhnya didasarkan pada visibilitas hilaal, baik berdasarkan metode hisab maupun rukyat. Nah dalam sistem urfi, 1 bulan Hijriyyah itu berumur 30 atau 29 hari secara berurutan, terkecuali bulan Zulhijjah. Sehingga menurut sistem urfi, Muharram itu berumur 30 hari, Shaffar berumur 29 hari, Rabiul Awwal 30 hari dan seterusnya hingga Zulhijjah. Jika tahun Hijriiyahnya tergolong tahun kabisat, maka Zulhijjah akan berumur 30 hari dan jika tidak maka 29 hari. Nah bagaimana menentukan tahun kabisatnya? Ada satu patokan, bahwa dalam 30 tahun Hijriiyah 12

13 terdapat 11 tahun kabisat, sehingga untuk menentukannya bagilah angka tahun Hijriyyah dengan 30, kemudian lihat sisanya. Jika sisanya 2, 3, 5 dan seterusnya, maka tahun itu tahun kabisat. Ini memang agak sedikit rumit. Namun sudah disepakati oleh astronom Muslim, sistem urfi tersebut hanyalah alat bantu dalam memahami kalender Hijriyyah. Yang dipegang tetap sistem hakiki. 16. Pertanyaan : Jika Arah Kiblat Kab. Kebumen adalah 294 o 52, apakah itu juga berlaku untuk Gombong? Masalah arah kiblat ini sedikit berbeda dengan Jadwal Shalat. Jika jadwal shalat telah diamankan dengan ihtiyaat sehingga bisa digunakan untuk seluruh Kab. Kebumen, untuk arah kiblat tidak ada ihtiyaat qiblati. Arah Kiblat Kab. Kebumen sebesar 294 o 52 itu dihitung untuk titik acuan kota Kebumen. Untuk Gombong ataupun tempat lain, secara hakiki sebenarnya musti dihitung dengan berdasarkan pada lintang bujur Gombong dan tempat tersebut. Namun, ada cara untuk menjadikan arah kiblat semua tempat di Kebumen menjadi satu kesatuan. Dalam praktiknya, terdapat 3 metode untuk mengukur kiblat: Metode aproksimasi/pendekatan, yakni yang menggunakan kompas magnetik. Metode presisi/akurat, yakni yang menggunakan GPS dan posisi Matahari/Bulan. Metode superpresisi/sangat akurat, yakni yang menggunakan posisi bintang. Nah kita lebih sering menggunakan kompas ataupun Matahari sebagai panduan untuk mengukur arah kiblat. Jika menggunakan Matahari, harus dipahami bahwa Matahari adalah cakram bercahaya terang yang memiliki apparent diameter 0,5 o sehingga setiap pengukuran yang memanfaatkan bayang bayang sinar Matahari akan menghasilkan kemelesetan maksimum 0,5 o atau 0 o 30. Arah Kiblat di kota Kebumen adalah 294 o 52, di Gombong 294 o 53, di Prembun 294 o 51, di Logending 294 o 54 dan di dekat Waduk Wadaslintang 294 o 50. Selisih arah kiblat tempat tempat tempat tersebut jika dibandingkan dengan kota Kebumen tidak sampai melebihi + 0 o 30 sehingga bisa dikatakan bahwa Arah Kiblat kota Kebumen bisa diberlakukan ke semua tempat di Kebumen. Sehingga Arah Kiblat Kab. Kebumen sebesar 294 o 52. Kelihatannya 0,5 o ini besar. Namun dalam praktiknya sebenarnya cukup kecil. Mari kita lihat ilustrasinya sebagai berikut. Marti kita ambil garis berarah Barat Timur sepanang 10 m. Nah dari salah satu ujung garis ini, tariklah garis ke utara atau ke selatan sejauh 87 mm dan pasang paku di sana. Nah sekarang berdirilah di ujung garis yang satunya lagi dan cobalah untuk mengarah ke paku tersebut, tidak mengarah menyelusur garis. Apakah bisa dibedakan bahwa bapak bapak atau ibu ibu menghadap ke garis atau menghadap ke paku? 17. Pertanyaan : Apakah Arah Kiblat Kab. Kebumen bisa diterapkan di tempat lain seperti Cilacap ataupun Purworejo dan Semarang? Mari kita lihat kemelesetan maksimum 0 o 30 tadi sehingga Arah Kiblat Kab. Kebumen sebenarnya berada pada rentang 294 o o 22. Arah Kiblat 294 o 22 ternyata melintas tempat yang berselisih bujur 2 o di timur kota Kebumen yakni di wilayah Kab. Madiun (Jawa Timur). Sementara Arah Kiblat 295 o 22 pun melintas tempat yang berselisih bujur 2 o di barat kota Kebumen yakni di wilayah Kab. Garut (Jawa Barat). Dengan jangkauan sepanjang ini secara mudah bisa disimpulkan bahwa Arah Kiblat Kab. Kebumen bisa diberlakukan pula untuk Purworejo, Cilacap dan Semarang. Ini bisa dilihat bahwa Arah Kiblat di Cilacap sebesar 295 o 03, di Purworejo 294 o 47 dan di Semarang 294 o 30. Semuanya memiliki selisih arah kiblat terhadap kota Kebumen yang kurang dari 0 o 30. Sehingga untuk alasan praktis, kita bisa memberlakukan Arah Kiblat Kab. Kebumen ke tempat tempat tersebut. Hanya saja, kita harus melihat bahwa kota kota tersebut secara administratif berada di luar wilayah Kab. Kebumen. Saya selalu menekankan bahwa jika sudah berbeda wilayah administratif, silahkan dihitung lagi Jadwal Shalat maupun Arah Kiblat berdasarkan titik acuan untuk wilayah tersebut, tidak semata merujuknya terhadap Kebumen. 13

14 18. Pertanyaan : Apakah arah kiblat bisa berubah karena gerakan tanah/gempa? Seperti tadi telah dijelaskan, arah kiblat suatu tempat baru dianggap berubah jika telah meleset melebihi 0 o 30. Telah diperhitungkan bahwa kemelesetan sebesar ini baru terjadi jika kita bergerak sejauh 2 o (baik dalam arah Barat Timur maupun Utara Selatan). Untuk daerah di khatulistiwa, 2 o ini setara dengan jarak = 2 x 111 = 222 km. Sehingga baru jika terjadi pergeseran sejauh 222 km arah kiblat suatu tempat mulai berubah. Nah seberapa besar gempa yang terjadi jika pergeserannya mencapai 222 km? Perhitungan kasar menunjukkan magnitude gempa semacam itu mencapai 17 skala Richter atau kali lebih kuat dibanding gempa yang akan terjadi jika Bumi terbelah (magnitude 14 skala Richter). Gempa terkuat dalam sejarah manusia, seperti misalnya gempa besar di NAD pada 26 Desember 2004 silam (secara teknis dinamakan gempa megathrust Sumatra Andaman 2004) yang memiliki magnitude 9,2 skala Richter, menyebabkan pergeseran tanah hanya sejauh 20 m saja. Jarak tersebut hanya menyebabkan perubahan arah kiblat sebesar 0,6 detik busur. Dengan ilustrasi garis 10 m tadi, gempa ini hanya membuat paku penanda arah kiblat bergeser ke selatan sejauh 0,03 mm dari ujung garis. Sementara Gempa Yogya 2006 yang mengguncang Kab. Bantul dan sekitarnya, telah mengakibatkan pergeseran tanah sejauh 60 cm. Namun perubahan arah kiblat yang ditimbulkannya hanya sebesar 0,019 detik busur. Sama halnya, dengan ilustrasi garis tadi, maka gempa ini hanya membuat paku penanda arah kiblat bergeser ke selatan sejauh 0,0009 mm. Amat sangat kecil sehingga bahkan tidak terdeteksi. Gerakan lempeng tektonik secara harfiah mempunyai mekanisme yang sama dengan gempa terhadap arah kiblat. Sehingga tidak menghasilkan perubahan arah. Seperti Pulau Jawa misalnya. Karena lempeng Australia membuat Pulau Jawa senantiasa bergerak ke utara dengan kecepatan 6 cm/tahun, maka perubahan arah kiblat yang signifikan bagi Kab. Kebumen (yakni yang selisihnya melebihi 0 o 30 ) baru akan terjadi dalam 3,6 juta tahun ke depan. 19. Pertanyaan : Cara mengukur/menetapkan arah kiblat dengan kompas dan Matahari Hal ini sebenarnya sudah ada dalam manual/panduan, namun tidak apa jika saya ulas. Disini prinsipnya kita menggunakan busur kiblat, seperti gambar berikut : Zona arah kiblat Indonesia Zona garis shaff Indonesia Kompas magnetik Benang Skala gon Skala mil x 100 Skala sudut jam Skala derajat 14

1 ZULHIJJAH 1430 HIJRIYYAH DI INDONESIA Dipublikasikan Pada Tanggal 11 November 2009

1 ZULHIJJAH 1430 HIJRIYYAH DI INDONESIA Dipublikasikan Pada Tanggal 11 November 2009 Risalah Elektronik RHI Nomor 2 Volume I Tahun 13 H 1 ZULHIJJAH 13 HIJRIYYAH DI INDONESIA Dipublikasikan Pada Tanggal 11 November 29 I. PENDAHULUAN Sistem kalender yang digunakan Umat Islam, selanjutnya

Lebih terperinci

TATA KOORDINAT BENDA LANGIT. Kelompok 6 : 1. Siti Nur Khotimah ( ) 2. Winda Yulia Sari ( ) 3. Yoga Pratama ( )

TATA KOORDINAT BENDA LANGIT. Kelompok 6 : 1. Siti Nur Khotimah ( ) 2. Winda Yulia Sari ( ) 3. Yoga Pratama ( ) TATA KOORDINAT BENDA LANGIT Kelompok 6 : 1. Siti Nur Khotimah (4201412051) 2. Winda Yulia Sari (4201412094) 3. Yoga Pratama (42014120) 1 bintang-bintang nampak beredar dilangit karena bumi berotasi. Jika

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERHITUNGAN ARAH KIBLAT DENGAN MENGGUNAKAN AZIMUT PLANET. A. Algoritma Penentuan Arah Kiblat dengan Metode Azimut Planet

BAB IV ANALISIS PERHITUNGAN ARAH KIBLAT DENGAN MENGGUNAKAN AZIMUT PLANET. A. Algoritma Penentuan Arah Kiblat dengan Metode Azimut Planet BAB IV ANALISIS PERHITUNGAN ARAH KIBLAT DENGAN MENGGUNAKAN AZIMUT PLANET A. Algoritma Penentuan Arah Kiblat dengan Metode Azimut Planet Pada dasarnya azimut planet adalah busur yang diukur dari titik Utara

Lebih terperinci

PERHITUNGAN AWAL WAKTU SHALAT DATA EPHEMERIS HISAB RUKYAT Sriyatin Shadiq Al Falaky

PERHITUNGAN AWAL WAKTU SHALAT DATA EPHEMERIS HISAB RUKYAT Sriyatin Shadiq Al Falaky 2 PERHITUNGAN AWAL WAKTU SHALAT DATA EPHEMERIS HISAB RUKYAT Sriyatin Shadiq Al Falaky Contoh Perhitungan Awal Waktu Shalat dengan Data Ephemeris Hisab Rukyat (Hisabwin Version 1.0/1993 atau Winhisab Version

Lebih terperinci

JADWAL IMSAKIYAH RAMADHAN 1433 H (2012 M)

JADWAL IMSAKIYAH RAMADHAN 1433 H (2012 M) JADWAL IMSAKIYAH RAMADHAN 1433 H (2012 M) UNTUK KABUPATEN KEBUMEN PROPINSI JAWA TENGAH Disusun Oleh : Muh. Ma rufin Sudibyo Disampaikan Kepada yang Terhormat : Kepala Kementerian Agama Kantor Kabupaten

Lebih terperinci

BAB IV UJI AKURASI AWAL WAKTU SHALAT SHUBUH DENGAN SKY QUALITY METER. 4.1 Hisab Awal Waktu Shalat Shubuh dengan Sky Quality Meter : Analisis

BAB IV UJI AKURASI AWAL WAKTU SHALAT SHUBUH DENGAN SKY QUALITY METER. 4.1 Hisab Awal Waktu Shalat Shubuh dengan Sky Quality Meter : Analisis 63 BAB IV UJI AKURASI AWAL WAKTU SHALAT SHUBUH DENGAN SKY QUALITY METER 4.1 Hisab Awal Waktu Shalat Shubuh dengan Sky Quality Meter : Analisis dan Interpretasi Data Pengamatan kecerlangan langit menggunakan

Lebih terperinci

KUMPULAN SOAL & PEMBAHASAN OSK OSP OSN DLL KOORDINAT BENDA LANGIT (By. Mariano N.)

KUMPULAN SOAL & PEMBAHASAN OSK OSP OSN DLL KOORDINAT BENDA LANGIT (By. Mariano N.) KUMPULAN SOAL & PEMBAHASAN OSK OSP OSN DLL KOORDINAT BENDA LANGIT (By. Mariano N.) 1. Seorang pengamat di lintang 0 0 akan mengamati sebuah bintang yang koordinatnya (α,δ) = (16h14m, 0 0 ) pada tanggal

Lebih terperinci

5. BOLA LANGIT 5.1. KONSEP DASAR SEGITIGA BOLA

5. BOLA LANGIT 5.1. KONSEP DASAR SEGITIGA BOLA 5. BOLA LANGIT 5.1. KONSEP DASAR SEGITIGA BOLA Tata koordinat yang kita kenal umumnya adalah jenis Kartesian (Cartesius) yang memakai sumbu X dan Y. Namun dalam astronomi, koordinat ini tidak sesuai dengan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN METODE PERGESERAN TITIK BAYANGAN MATAHARI DALAM MENENTUKAN ARAH KIBLAT MESJID AGUNG DAN MESJID JAMI KOTA PALOPO

PEMANFAATAN METODE PERGESERAN TITIK BAYANGAN MATAHARI DALAM MENENTUKAN ARAH KIBLAT MESJID AGUNG DAN MESJID JAMI KOTA PALOPO Jurnal Dinamika, September 2017, halaman 31-36 P-ISSN: 2087-7889 E-ISSN: 2503-4863 Vol. 08. No.2 PEMANFAATAN METODE PERGESERAN TITIK BAYANGAN MATAHARI DALAM MENENTUKAN ARAH KIBLAT MESJID AGUNG DAN MESJID

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS FORMULA PENENTUAN ARAH KIBLAT DENGAN THEODOLIT DALAM BUKU EPHEMERIS HISAB RUKYAT 2013

BAB IV ANALISIS FORMULA PENENTUAN ARAH KIBLAT DENGAN THEODOLIT DALAM BUKU EPHEMERIS HISAB RUKYAT 2013 BAB IV ANALISIS FORMULA PENENTUAN ARAH KIBLAT DENGAN THEODOLIT DALAM BUKU EPHEMERIS HISAB RUKYAT 2013 A. Konsep Penentuan Arah Kiblat Dengan Theodolit Dalam Buku Ephemeris Hisab Rukyat 2013 Konsep penentuan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS SISTEM HISAB AWAL BULAN QAMARIAH DR. ING. KHAFID DALAM PROGRAM MAWAAQIT. A. Analisis terhadap Metode Hisab Awal Bulan Qamariah dalam

BAB IV ANALISIS SISTEM HISAB AWAL BULAN QAMARIAH DR. ING. KHAFID DALAM PROGRAM MAWAAQIT. A. Analisis terhadap Metode Hisab Awal Bulan Qamariah dalam 82 BAB IV ANALISIS SISTEM HISAB AWAL BULAN QAMARIAH DR. ING. KHAFID DALAM PROGRAM MAWAAQIT A. Analisis terhadap Metode Hisab Awal Bulan Qamariah dalam Program Mawaaqit Mawaaqit merupakan salah satu contoh

Lebih terperinci

PETA KONSEP. Revolu si. Rotasi. Mataha ri TATA SURYA. satelit buata n. satelit. alami. satelit. Bulan. palapa. Kalender Masehi. Revolu si.

PETA KONSEP. Revolu si. Rotasi. Mataha ri TATA SURYA. satelit buata n. satelit. alami. satelit. Bulan. palapa. Kalender Masehi. Revolu si. PETA KONSEP TATA SURYA Matahar i Planet Asteroi d Komet Meteor id Pusat Tata Surya Merkuri us Venus Bumi Mars Jupiter Saturnus Uranus Neptunu s Rotasi Revolu si satelit buata n satelit alami Pembagi an

Lebih terperinci

SAATNYA MENCOCOKKAN ARAH KIBLAT. Oleh: Drs. H. Zaenal Hakim, S.H. 1. I.HUKUM MENGHADAP KIBLAT. Firman Allah dalam Surat al-baqarah ayat 144: Artinya:

SAATNYA MENCOCOKKAN ARAH KIBLAT. Oleh: Drs. H. Zaenal Hakim, S.H. 1. I.HUKUM MENGHADAP KIBLAT. Firman Allah dalam Surat al-baqarah ayat 144: Artinya: SAATNYA MENCOCOKKAN ARAH KIBLAT Oleh: Drs. H. Zaenal Hakim, S.H. 1. I.HUKUM MENGHADAP KIBLAT Firman Allah dalam Surat al-baqarah ayat 144: Artinya: Sungguh kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit[96],

Lebih terperinci

Shubuh Terlalu Dini; Bukti Empiris

Shubuh Terlalu Dini; Bukti Empiris Shubuh Terlalu Dini; Bukti Empiris Ahad, 6 Agustus 2009 diadakan kajian ilmiah dengan tema Sudahkah Kita Sholat Subuh Tepat pada Waktunya?. Acara menghadirkan pembicara Syaikh Mamduh Farhan al-buhairi

Lebih terperinci

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM TANGGAL 2 JUNI 2011 M PENENTU AWAL BULAN RAJAB 1432 H

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM TANGGAL 2 JUNI 2011 M PENENTU AWAL BULAN RAJAB 1432 H INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM TANGGAL 2 JUNI 2011 M PENENTU AWAL BULAN RAJAB 1432 H Keteraturan peredaran Bulan dalam mengelilingi Bumi juga Bumi dan Bulan dalam mengelilingi Matahari memungkinkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERHITUNGAN TIM HISAB DAN RUKYAT HILAL SERTA PERHITUNGAN FALAKIYAH PROVINSI JAWA TENGAH

BAB IV ANALISIS PERHITUNGAN TIM HISAB DAN RUKYAT HILAL SERTA PERHITUNGAN FALAKIYAH PROVINSI JAWA TENGAH BAB IV ANALISIS PERHITUNGAN TIM HISAB DAN RUKYAT HILAL SERTA PERHITUNGAN FALAKIYAH PROVINSI JAWA TENGAH A. Analisis Metode Perhitungan dan Penyusunan Jadwal Waktu Salat Pada jaman dahulu, penentuan waktu-waktu

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN SAADOEDDIN DJAMBEK TENTANG ARAH KIBLAT. A. Penentuan Arah Kiblat Pemikiran Saadoeddin Djambek

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN SAADOEDDIN DJAMBEK TENTANG ARAH KIBLAT. A. Penentuan Arah Kiblat Pemikiran Saadoeddin Djambek BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN SAADOEDDIN DJAMBEK TENTANG ARAH KIBLAT A. Penentuan Arah Kiblat Pemikiran Saadoeddin Djambek Sebagian ahli Falak menyatakan bahwa arah kiblat adalah jarak terdekat, berupa garis

Lebih terperinci

(Fenomena Matahari di Atas Ka bah) Pandapotan Harahap NIM: Abstrak

(Fenomena Matahari di Atas Ka bah) Pandapotan Harahap NIM: Abstrak MENENTUKAN ARAH KE SEBUAH KOTA DAN MENGHITUNG JARAK DUA BUAH KOTA MEAUI BAYANG-BAYANG TONGKAT OEH MATAHARI (Fenomena Matahari di Atas Ka bah) Pandapotan Harahap NIM: 765 Progran Studi Pengajaran Fisika

Lebih terperinci

: Jarak titik pusat benda langit, sampai dengan Equator langit, di ukur sepanjang lingkaran waktu, dinamakan Deklinasi. Jika benda langit itu

: Jarak titik pusat benda langit, sampai dengan Equator langit, di ukur sepanjang lingkaran waktu, dinamakan Deklinasi. Jika benda langit itu Al-daqaiq al-tamkiniyyah (Ar.) : Tenggang waktu yang diperlukan oleh Matahari sejak piringan atasnya menyentuh ufuk hakiki sampai terlepas dari ufuk mar i Altitude (ing) Bayang Asar Bujur tempat Deklinasi

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH UMUM

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH UMUM DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH UMUM Tes Seleksi Olimpiade Astronomi Tingkat Provinsi 2004 Materi Uji : ASTRONOMI Waktu :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penentuan waktu merupakan hal yang sangat penting artinya dalam kehidupan manusia. Suatu peradaban dikatakan maju apabila peradaban tersebut memiliki penanggalan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENGGUNAAN BINTANG SEBAGAI PENUNJUK ARAH KIBLAT KELOMPOK NELAYAN MINA KENCANA DESA JAMBU KECAMATAN MLONGGO KABUPATEN JEPARA

BAB IV ANALISIS PENGGUNAAN BINTANG SEBAGAI PENUNJUK ARAH KIBLAT KELOMPOK NELAYAN MINA KENCANA DESA JAMBU KECAMATAN MLONGGO KABUPATEN JEPARA BAB IV ANALISIS PENGGUNAAN BINTANG SEBAGAI PENUNJUK ARAH KIBLAT KELOMPOK NELAYAN MINA KENCANA DESA JAMBU KECAMATAN MLONGGO KABUPATEN JEPARA A. Analisis Metode Penggunaan Bintang Sebagai Penunjuk Arah Kiblat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PEDOMAN WAKTU SHALAT SEPANJANG MASA KARYA SAĀDOE DDIN DJAMBEK. A. Analisis Metode Hisab Awal Waktu Salat Saādoe ddin Djambek dalam

BAB IV ANALISIS PEDOMAN WAKTU SHALAT SEPANJANG MASA KARYA SAĀDOE DDIN DJAMBEK. A. Analisis Metode Hisab Awal Waktu Salat Saādoe ddin Djambek dalam BAB IV ANALISIS PEDOMAN WAKTU SHALAT SEPANJANG MASA KARYA SAĀDOE DDIN DJAMBEK A. Analisis Metode Hisab Awal Waktu Salat Saādoe ddin Djambek dalam Pembuatan Pedoman Waktu Shalat Sepanjang Masa Saādoe ddin

Lebih terperinci

PENENTUAN AWAL AKHIR WAKTU SHOLAT

PENENTUAN AWAL AKHIR WAKTU SHOLAT PENENTUAN AWAL AKHIR WAKTU SHOLAT Sholat 5 waktu sehari semalam adalah kewajiban setiap muslim/at dan salah satu rukun Islam. Sholat adalah amalan yang pertama kali dihisab di hari akhir. Jika sholat seorang

Lebih terperinci

ZAARI BIN MOHAMAD HBSC4203_V2 - EARTH AND SPACE / BUMI DAN ANGKASA BUMI DAN ANGKASA A. PENDAHULUAN

ZAARI BIN MOHAMAD HBSC4203_V2 - EARTH AND SPACE / BUMI DAN ANGKASA BUMI DAN ANGKASA A. PENDAHULUAN BUMI DAN ANGKASA A. PENDAHULUAN Seperti yang kita ketahui, selain planet bumi, di alam semesta terdapat banyak lagi benda-benda lain di langit. Kenampakan objek-objek samawi lain di langit yang umumnya

Lebih terperinci

JAWABAN DAN PEMBAHASAN

JAWABAN DAN PEMBAHASAN JAWABAN DAN PEMBAHASAN 1. Dalam perjalanan menuju Bulan seorang astronot mengamati diameter Bulan yang besarnya 3.500 kilometer dalam cakupan sudut 6 0. Berapakah jarak Bulan saat itu? A. 23.392 km B.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN HISAB IRTIFA HILAL MENURUT ALMANAK NAUTIKA DAN NEWCOMB

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN HISAB IRTIFA HILAL MENURUT ALMANAK NAUTIKA DAN NEWCOMB BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN HISAB IRTIFA HILAL MENURUT ALMANAK NAUTIKA DAN NEWCOMB 1. Analisis Metode Hisab Irtifa Hilal Menurut Sistem Almanak Nautika Dalam hisab awal bulan Qamariyah, hasil ketinggian

Lebih terperinci

1. Fenomena Alam Akibat Perubahan Kedudukan Bumi, Bulan, terhadap Matahari. Gerhana Matahari

1. Fenomena Alam Akibat Perubahan Kedudukan Bumi, Bulan, terhadap Matahari. Gerhana Matahari 1. Fenomena Alam Akibat Perubahan Kedudukan Bumi, Bulan, terhadap Matahari Gerhana Matahari Peristiwa gerhana matahari cincin (GMC) terlihat jelas di wilayah Bandar Lampung, Lampung, pada letak 05.21 derajat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENGGUNAAN DAN AKURASI BENCET DI PONDOK PESANTREN AL-MAHFUDZ SEBLAK DIWEK JOMBANG SEBAGAI PENUNJUK WAKTU SALAT

BAB IV ANALISIS PENGGUNAAN DAN AKURASI BENCET DI PONDOK PESANTREN AL-MAHFUDZ SEBLAK DIWEK JOMBANG SEBAGAI PENUNJUK WAKTU SALAT BAB IV ANALISIS PENGGUNAAN DAN AKURASI BENCET DI PONDOK PESANTREN AL-MAHFUDZ SEBLAK DIWEK JOMBANG SEBAGAI PENUNJUK WAKTU SALAT A. Analisis Bencet di Pondok Pesantren Al-Mahfudz Seblak Diwek Jombang. 1.

Lebih terperinci

GERAK EDAR BUMI & BULAN

GERAK EDAR BUMI & BULAN GERAK EDAR BUMI & BULAN Daftar isi : Pendahuluan Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator Materi : 1. Bentuk dan Ukuran Bumi 2. Pengaruh Rotasi Bumi 3. Pengaruh Revolusi Bumi 4. Bulan Sebagai Satelit

Lebih terperinci

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM TANGGAL 23 JANUARI 2012 M PENENTU AWAL BULAN RABI UL AWAL 1433 H

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM TANGGAL 23 JANUARI 2012 M PENENTU AWAL BULAN RABI UL AWAL 1433 H INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM TANGGAL 23 JANUARI 2012 M PENENTU AWAL BULAN RABI UL AWAL 1433 H Keteraturan peredaran Bulan dalam mengelilingi Bumi juga Bumi dan Bulan dalam mengelilingi Matahari

Lebih terperinci

Cladius Ptolemaus (abad 2) Geosentris

Cladius Ptolemaus (abad 2) Geosentris ROTASI DAN REVOLUSI BUMI Cladius Ptolemaus (abad 2) Geosentris Bumi sebagai pusat tata surya Planet-planet (termasuk Mth.) berputar mengelilingi bumi Sambil mengelilingi Bumi, planet-planet bergerak melingkar

Lebih terperinci

Makalah Rotasi dan Revolusi bumi

Makalah Rotasi dan Revolusi bumi 1 Makalah Rotasi dan Revolusi bumi Guna memenuhi Tugas Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Disusun oleh Ketua Anggota : Syalmi : Yola Prawita Oti Mulyani Anggi Mutia Kelas : VII.4 SMP NEGERI 2 TOBOALI

Lebih terperinci

INFORMASI ASTRONOMIS HILAL DAN MATAHARI SAAT MATAHARI TERBENAM TANGGAL 8 DAN 9 SEPTEMBER 2010 PENENTU AWAL BULAN SYAWWAL 1431 H

INFORMASI ASTRONOMIS HILAL DAN MATAHARI SAAT MATAHARI TERBENAM TANGGAL 8 DAN 9 SEPTEMBER 2010 PENENTU AWAL BULAN SYAWWAL 1431 H INFORMASI ASTRONOMIS HILAL DAN MATAHARI SAAT MATAHARI TERBENAM TANGGAL 8 DAN 9 SEPTEMBER 2010 PENENTU AWAL BULAN SYAWWAL 1431 H Keteraturan peredaran Bulan dalam mengelilingi Bumi juga Bumi dan Bulan dalam

Lebih terperinci

PROGRAM APLIKASI FALAKIYAH DENGAN fx-7400g PLUS

PROGRAM APLIKASI FALAKIYAH DENGAN fx-7400g PLUS PROGRAM APLIKASI FALAKIYAH DENGAN fx-7400g PLUS Bagian III : Menghitung Deklinasi Matahari dan Equation of Time A. Pendahuluan Yang disebut dengan deklinasi (declination) adalah jarak sudut antara sebuah

Lebih terperinci

indahbersamakimia.blogspot.com

indahbersamakimia.blogspot.com Tes Seleksi Olimpiade Astronomi Tingkat Provinsi 2007 Materi Uji : Astronomi Waktu : 150 menit Tidak diperkenankan menggunakan alat hitung (kalkultor). Di bagian akhir soal diberikan daftar konstanta yang

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DITJEN MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DITJEN MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DITJEN MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA Soal Test Olimpiade Sains Nasional 2010 Bidang : ASTRONOMI Materi : Teori (Pilihan Berganda) Tanggal

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TENTANG METODE PENENTUAN AWAL WAKTU SALAT DENGAN JAM BENCET KARYA KIAI MISHBACHUL MUNIR MAGELANG

BAB IV ANALISIS TENTANG METODE PENENTUAN AWAL WAKTU SALAT DENGAN JAM BENCET KARYA KIAI MISHBACHUL MUNIR MAGELANG BAB IV ANALISIS TENTANG METODE PENENTUAN AWAL WAKTU SALAT DENGAN JAM BENCET KARYA KIAI MISHBACHUL MUNIR MAGELANG A. Analisis Metode Penentuan Awal Waktu Salat dengan Jam Bencet Karya K. Mishbachul Munir

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS SISTEM HISAB AWAL WAKTU SALAT PROGRAM MAWAAQIT VERSI A. Analisis Sistem Hisab Awal Waktu Salat Program Mawaaqit Versi 2001

BAB IV ANALISIS SISTEM HISAB AWAL WAKTU SALAT PROGRAM MAWAAQIT VERSI A. Analisis Sistem Hisab Awal Waktu Salat Program Mawaaqit Versi 2001 BAB IV ANALISIS SISTEM HISAB AWAL WAKTU SALAT PROGRAM MAWAAQIT VERSI 2001 A. Analisis Sistem Hisab Awal Waktu Salat Program Mawaaqit Versi 2001 Sistem hisab waktu salat di Indonesia sangat beragam dan

Lebih terperinci

MENGENAL GERAK LANGIT DAN TATA KOORDINAT BENDA LANGIT BY AMBOINA ASTRONOMY CLUB

MENGENAL GERAK LANGIT DAN TATA KOORDINAT BENDA LANGIT BY AMBOINA ASTRONOMY CLUB MENGENAL GERAK LANGIT DAN TATA KOORDINAT BENDA LANGIT BY AMBOINA ASTRONOMY CLUB A. Gerak Semu Benda Langit Bumi kita berputar seperti gasing. Ketika Bumi berputar pada sumbu putarnya maka hal ini dinamakan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENENTUAN ARAH KIBLAT DALAM KITAB. A. Analisis Penentuan Arah Kiblat dengan Bayang- bayang Matahari dalam

BAB IV ANALISIS PENENTUAN ARAH KIBLAT DALAM KITAB. A. Analisis Penentuan Arah Kiblat dengan Bayang- bayang Matahari dalam BAB IV ANALISIS PENENTUAN ARAH KIBLAT DALAM KITAB NATIJAT AL MIQĀT KARYA AHMAD DAHLAN Al-TARMASI A. Analisis Penentuan Arah Kiblat dengan Bayang- bayang Matahari dalam Kitab Natijat al-miqāt Manusia mempunyai

Lebih terperinci

APLIKASI SEGITIGA BOLA DALAM RUMUS-RUMUS HISAB RUKYAT

APLIKASI SEGITIGA BOLA DALAM RUMUS-RUMUS HISAB RUKYAT APLIKASI SEGITIGA BOLA DALAM RUMUS-RUMUS HISAB RUKYAT Disampaikan pada : Kegiatan Pembinaan dan Orientasi Hisab Rukyat Hisab dan Rukyat di Lingkungan PA/MA Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Perdata

Lebih terperinci

BAB IV UJI KOMPARASI DAN EVALUASI QIBLA LASER SEBAGAI ALAT PENENTU ARAH KIBLAT. A. Konsep Penentuan Arah Kiblat Dengan Qibla Laser Setiap Saat Dengan

BAB IV UJI KOMPARASI DAN EVALUASI QIBLA LASER SEBAGAI ALAT PENENTU ARAH KIBLAT. A. Konsep Penentuan Arah Kiblat Dengan Qibla Laser Setiap Saat Dengan BAB IV UJI KOMPARASI DAN EVALUASI QIBLA LASER SEBAGAI ALAT PENENTU ARAH KIBLAT A. Konsep Penentuan Arah Kiblat Dengan Qibla Laser Setiap Saat Dengan Menggunakan Matahari dan Bulan Benda langit yang paling

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA Dapatkan soal-soal lainnya di http://forum.pelatihan-osn.com DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA Solusi Tes Olimpiade Sains Nasional

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. A. Landasan Penyusunan Konversi Kalender Waktu Shalat Antar Wilayah. Dalam Kalender Nahdlatul Ulama Tahun 2016

BAB IV ANALISIS. A. Landasan Penyusunan Konversi Kalender Waktu Shalat Antar Wilayah. Dalam Kalender Nahdlatul Ulama Tahun 2016 BAB IV ANALISIS A. Landasan Penyusunan Konversi Kalender Waktu Shalat Antar Wilayah Dalam Kalender Nahdlatul Ulama Tahun 2016 1. Landasan Normatif Ada beberapa nash yang menjelaskan tentang waktu-waktu

Lebih terperinci

BAB IV APLIKASI DAN UJI AKURASI DATA GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) DAN AZIMUTH MATAHARI PADA SMARTPHONE BERBASIS ANDROID UNTUK HISAB ARAH KIBLAT

BAB IV APLIKASI DAN UJI AKURASI DATA GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) DAN AZIMUTH MATAHARI PADA SMARTPHONE BERBASIS ANDROID UNTUK HISAB ARAH KIBLAT BAB IV APLIKASI DAN UJI AKURASI DATA GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) DAN AZIMUTH MATAHARI PADA SMARTPHONE BERBASIS ANDROID UNTUK HISAB ARAH KIBLAT Dalam tahap uji akurasi ini, analisis yang hendak penulis

Lebih terperinci

Macam-macam Waktu. Universal Time dan Dynamical Time

Macam-macam Waktu. Universal Time dan Dynamical Time Macam-macam Waktu Waktu (time) sangat penting bagi kehidupan kita. Allah SWT berfirman dengan bersumpah wal ashri. Barangsiapa yang pandai menggunakan waktu dengan benar, ia akan beruntung. Waktu terus

Lebih terperinci

PROGRAM APLIKASI FALAKIYAH DENGAN fx-7400g PLUS

PROGRAM APLIKASI FALAKIYAH DENGAN fx-7400g PLUS PROGRAM APLIKASI FALAKIYAH DENGAN fx-7400g PLUS Bagian III : Menghitung Deklinasi Matahari dan Equation of Time A. Pendahuluan Yang disebut dengan deklinasi (declination) adalah jarak sudut antara sebuah

Lebih terperinci

Meridian Greenwich. Bujur

Meridian Greenwich. Bujur 5. TATA KOORDINAT Dalam astronomi, amatlah penting untuk memetakan posisi bintang atau benda langit lainnya, dan menerapkan system koordinat untuk membakukan posisi tersebut. Prinsip dasarnya sama dengan

Lebih terperinci

FENOMENA ASTRONOMI SISTEM BUMI, BULAN & MATAHARI

FENOMENA ASTRONOMI SISTEM BUMI, BULAN & MATAHARI FENOMENA ASTRONOMI SISTEM BUMI, BULAN & MATAHARI Resti Andriyani 4001411044 KONDISI FISIK Bumi Bulan Matahari BUMI Bumi merpakan planet yang KHAS dan ISTIMEWA Terdapat lautan, kegiatan vulkanik dan tektonik,

Lebih terperinci

MAKALAH ISLAM Waktu Praktis Penentuan Arah Kiblat

MAKALAH ISLAM Waktu Praktis Penentuan Arah Kiblat MAKALAH ISLAM Waktu Praktis Penentuan Arah Kiblat 23 Mai 2014 Makalah Islam Waktu Praktis Penentuan Arah Kiblat Disusun oleh : Dr. H. Ahmad Izzuddin, M.Ag (Kasubdit Pembinaan Syariah dan Hisab Rukyat Kemenag

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS METODE HISAB WAKTU SALAT DALAM PROGRAM SHOLLU VERSI 3.10

BAB IV ANALISIS METODE HISAB WAKTU SALAT DALAM PROGRAM SHOLLU VERSI 3.10 BAB IV ANALISIS METODE HISAB WAKTU SALAT DALAM PROGRAM SHOLLU VERSI 3.10 A. Analisis Metode Hisab Waktu Salat Program Shollu Versi 3.10 Karya Ebta Setiawan Sistem hisab waktu salat di Indonesia sangat

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN

DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN DAFTAR ISI PRAKATA DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN INTISARI ABSTRACT vii x xii xiii xv xvii xviii xix BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu astronomi di Indonesia sudah terasa manfaatnya. Objek kajian yang diamatinya pun semakin berkembang, tidak hanya terbatas pada Matahari,

Lebih terperinci

Kapan Idul Adha 1436 H?

Kapan Idul Adha 1436 H? Kapan Idul Adha 1436 H? Hari Raya Idul Adha 1436 H diprediksi akan kembali berbeda setelah Ramadhan 1436 H dan Syawwal 1436 H bisa serempak dirayakan ummat Islam di Indonesia. Penyebabnya karena posisi

Lebih terperinci

IPA TERPADU KLAS VIII BAB 14 BUMI, BULAN, DAN MATAHARI

IPA TERPADU KLAS VIII BAB 14 BUMI, BULAN, DAN MATAHARI IPA TERPADU KLAS VIII BAB 14 BUMI, BULAN, DAN MATAHARI KOMPETENSI INTI 3. Memahami dan menerapkan pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

PROGRAM APLIKASI FALAKIYAH Bagian IV : APLIKASI PERHITUNGAN UNTUK PENGGUNAAN SUNDIAL MIZWALA dengan Casio Power Graphic Fx-7400g Plus

PROGRAM APLIKASI FALAKIYAH Bagian IV : APLIKASI PERHITUNGAN UNTUK PENGGUNAAN SUNDIAL MIZWALA dengan Casio Power Graphic Fx-7400g Plus PROGRAM APLIKASI FALAKIYAH Bagian IV : APLIKASI PERHITUNGAN UNTUK PENGGUNAAN SUNDIAL MIZWALA dengan Casio Power Graphic Fx-7400g Plus Sundial Mizwala Qibla Finder Sundial adalah instrumen penunjuk waktu

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS METODE RASHDUL KIBLAT BULAN AHMAD GHOZALI DALAM KITAB JAMI U AL-ADILLAH

BAB IV ANALISIS METODE RASHDUL KIBLAT BULAN AHMAD GHOZALI DALAM KITAB JAMI U AL-ADILLAH BAB IV ANALISIS METODE RASHDUL KIBLAT BULAN AHMAD GHOZALI DALAM KITAB JAMI U AL-ADILLAH A. Analisis Metode Rashdul Kiblat Bulan. Data adalah kunci utama untuk melihat keakuratan sebuah perhitungan, ketika

Lebih terperinci

METODE PENENTUAN ARAH KIBLAT DENGAN TEODOLIT

METODE PENENTUAN ARAH KIBLAT DENGAN TEODOLIT METODE PENENTUAN ARAH KIBLAT DENGAN TEODOLIT (Pendekatan Sistem Koordinat Geografik dan Ellipsoid) Oleh : Akhmad Syaikhu A. PERSIAPAN Untuk melakukan pengukuran arah kiblat suatu tempat atau kota dengan

Lebih terperinci

BAB III HASIL STUDI LAPANGAN

BAB III HASIL STUDI LAPANGAN BAB III HASIL STUDI LAPANGAN A. Profil Masjid Baitur Rohim Masjid Baitur Rohim ini dibangun di atas tanah seluas 27 x 40 m² dengan lebar 24 meter dan panjang 30 meter. Serta dibangun tepat di sebelah barat

Lebih terperinci

AS Astronomi Bola. Suhardja D. Wiramihardja Endang Soegiartini Yayan Sugianto Program Studi Astronomi FMIPA Institut Teknologi Bandung

AS Astronomi Bola. Suhardja D. Wiramihardja Endang Soegiartini Yayan Sugianto Program Studi Astronomi FMIPA Institut Teknologi Bandung AS 2201 - Astronomi Bola Suhardja D. Wiramihardja Endang Soegiartini Yayan Sugianto Program Studi Astronomi FMIPA Institut Teknologi Bandung PENDAHULUAN Menjelaskan posisi benda langit pada bola langit.

Lebih terperinci

Sabar Nurohman Prodi Pendidikan IPA FMIPA UNY

Sabar Nurohman Prodi Pendidikan IPA FMIPA UNY Sabar Nurohman Prodi Pendidikan IPA FMIPA UNY Dafatar Isi Bumi dalam Bola Langit Tata Surya Sistem Bumi-Bulan Gerak Planet dan Satelit Fisika Bintang Evolusi Bintang Galaksi Struktur Jagad Raya Bumi dan

Lebih terperinci

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM RABU, 24 SEPTEMBER 2014 M PENENTU AWAL BULAN DZULHIJJAH 1435 H

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM RABU, 24 SEPTEMBER 2014 M PENENTU AWAL BULAN DZULHIJJAH 1435 H INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM RABU, 24 SEPTEMBER 2014 M PENENTU AWAL BULAN DZULHIJJAH 1435 H Keteraturan peredaran Bulan dalam mengelilingi Bumi juga Bumi dan Bulan dalam mengelilingi Matahari

Lebih terperinci

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM SENIN, 4 NOVEMBER 2013 M PENENTU AWAL BULAN MUHARRAM 1435 H

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM SENIN, 4 NOVEMBER 2013 M PENENTU AWAL BULAN MUHARRAM 1435 H INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM SENIN, 4 NOVEMBER 2013 M PENENTU AWAL BULAN MUHARRAM 1435 H Keteraturan peredaran Bulan dalam mengelilingi Bumi juga Bumi dan Bulan dalam mengelilingi Matahari memungkinkan

Lebih terperinci

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM SELASA, 13 OKTOBER 2015 M PENENTU AWAL BULAN MUHARRAM 1437 H

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM SELASA, 13 OKTOBER 2015 M PENENTU AWAL BULAN MUHARRAM 1437 H INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM SELASA, 13 OKTOBER 2015 M PENENTU AWAL BULAN MUHARRAM 1437 H Keteraturan peredaran Bulan dalam mengelilingi Bumi juga Bumi dan Bulan dalam mengelilingi Matahari memungkinkan

Lebih terperinci

MAKALAH PEMBELAJARAN IPA TENTANG SISTEM BUMI, BULAN DAN MATAHARI DI SEKOLAH DASAR

MAKALAH PEMBELAJARAN IPA TENTANG SISTEM BUMI, BULAN DAN MATAHARI DI SEKOLAH DASAR MAKALAH PEMBELAJARAN IPA TENTANG SISTEM BUMI, BULAN DAN MATAHARI DI SEKOLAH DASAR Di susun untuk melengkapi salah satu tugas mata kuliah Bumi dan Antariksa Dosen pengampu : Subuh Anggoro, M.Si Di susun

Lebih terperinci

Abdul Rachman dan Thomas Djamaluddin Peneliti Matahari dan Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)

Abdul Rachman dan Thomas Djamaluddin Peneliti Matahari dan Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Abdul Rachman dan Thomas Djamaluddin Peneliti Matahari dan Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Disampaikan pada Diseminasi Hisab Rukyat di BPPR- LAPAN Pameungpeuk 30 Juli 2011

Lebih terperinci

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM RABU, 14 NOVEMBER 2012 M PENENTU AWAL BULAN MUHARRAM 1434 H

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM RABU, 14 NOVEMBER 2012 M PENENTU AWAL BULAN MUHARRAM 1434 H INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM RABU, 14 NOVEMBER 2012 M PENENTU AWAL BULAN MUHARRAM 1434 H Keteraturan peredaran Bulan dalam mengelilingi Bumi juga Bumi dan Bulan dalam mengelilingi Matahari memungkinkan

Lebih terperinci

GERAK BUMI DAN BULAN

GERAK BUMI DAN BULAN MATERI ESENSIAL IPA SEKOLAH DASAR (Pengayaan Materi Guru) KONSEP ILMU PENGETAHUAN BUMI DAN ANTARIKSA GERAK BUMI DAN BULAN Agus Fany Chandra Wijaya DIGITAL LEARNING LESSON STUDY JAYAPURA 2010 GERAK BUMI

Lebih terperinci

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM AHAD, 10 FEBRUARI 2013 M PENENTU AWAL BULAN RABI UTS TSANI 1434 H

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM AHAD, 10 FEBRUARI 2013 M PENENTU AWAL BULAN RABI UTS TSANI 1434 H INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM AHAD, 10 FEBRUARI 2013 M PENENTU AWAL BULAN RABI UTS TSANI 1434 H Keteraturan peredaran Bulan dalam mengelilingi Bumi juga Bumi dan Bulan dalam mengelilingi Matahari

Lebih terperinci

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM AHAD, 19 APRIL 2015 M PENENTU AWAL BULAN RAJAB 1436 H

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM AHAD, 19 APRIL 2015 M PENENTU AWAL BULAN RAJAB 1436 H INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM AHAD, 19 APRIL 2015 M PENENTU AWAL BULAN RAJAB 1436 H Keteraturan peredaran Bulan dalam mengelilingi Bumi juga Bumi dan Bulan dalam mengelilingi Matahari memungkinkan

Lebih terperinci

MENGENAL SISTEM WAKTU UNTUK KEPENTINGAN IBADAH

MENGENAL SISTEM WAKTU UNTUK KEPENTINGAN IBADAH MENGENAL SISTEM WAKTU UNTUK KEPENTINGAN IBADAH Misbah Khusurur Dosen Fakultas Syari ah Institut Agama Islam Imam Ghozali (IAIIG) Cilacap Jl. Kemerdekaan Barat No. 1, Kesugihan, 53274 ABSTRAK Adanya perbedaan

Lebih terperinci

SOAL PILIHAN GANDA ASTRONOMI 2008/2009 Bobot nilai masing-masing soal : 1

SOAL PILIHAN GANDA ASTRONOMI 2008/2009 Bobot nilai masing-masing soal : 1 SOAL PILIHAN GANDA ASTRONOMI 2008/2009 Bobot nilai masing-masing soal : 1 1. [SDW] Tata Surya adalah... A. susunan Matahari, Bumi, Bulan dan bintang B. planet-planet dan satelit-satelitnya C. kumpulan

Lebih terperinci

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM SABTU, 5 OKTOBER 2013 M PENENTU AWAL BULAN DZULHIJJAH 1434 H

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM SABTU, 5 OKTOBER 2013 M PENENTU AWAL BULAN DZULHIJJAH 1434 H INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM SABTU, 5 OKTOBER 2013 M PENENTU AWAL BULAN DZULHIJJAH 1434 H Keteraturan peredaran Bulan dalam mengelilingi Bumi juga Bumi dan Bulan dalam mengelilingi Matahari memungkinkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benda-benda langit saat ini sudah mengacu pada gerak nyata. Menentukan awal waktu salat dengan bantuan bayang-bayang

BAB I PENDAHULUAN. benda-benda langit saat ini sudah mengacu pada gerak nyata. Menentukan awal waktu salat dengan bantuan bayang-bayang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu falak khususnya di Indonesia sudah berkembang pesat terbukti dengan adanya para pakar baru yang bermunculan dalam bidang ilmu falak ini, perhitungan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENENTUAN ARAH KIBLAT DENGAN LINGKARAN JAM TANGAN ANALOG. A. Prinsip Penentuan Arah Kiblat dengan Menggunakan Lingkaran Jam

BAB IV ANALISIS PENENTUAN ARAH KIBLAT DENGAN LINGKARAN JAM TANGAN ANALOG. A. Prinsip Penentuan Arah Kiblat dengan Menggunakan Lingkaran Jam BAB IV ANALISIS PENENTUAN ARAH KIBLAT DENGAN LINGKARAN JAM TANGAN ANALOG A. Prinsip Penentuan Arah Kiblat dengan Menggunakan Lingkaran Jam Tangan Analog Sebagaimana yang telah dikemukakan pada pembahasan

Lebih terperinci

STRUKTUR BUMI. Bumi, Tata Surya dan Angkasa Luar

STRUKTUR BUMI. Bumi, Tata Surya dan Angkasa Luar STRUKTUR BUMI 1. Skalu 1978 Jika bumi tidak mempunyai atmosfir, maka warna langit adalah A. hitam C. kuning E. putih B. biru D. merah Jawab : A Warna biru langit terjadi karena sinar matahari yang menuju

Lebih terperinci

Oleh : Kunjaya TPOA, Kunjaya 2014

Oleh : Kunjaya TPOA, Kunjaya 2014 Oleh : Kunjaya Kompetensi Dasar X.3.5 Menganalisis besaran fisis pada gerak melingkar dengan laju konstan dan penerapannya dalam teknologi X.4.5 Menyajikan ide / gagasan terkait gerak melingkar Pengertian

Lebih terperinci

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM AHAD, 16 SEPTEMBER 2012 M PENENTU AWAL BULAN DZULQO DAH 1433 H

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM AHAD, 16 SEPTEMBER 2012 M PENENTU AWAL BULAN DZULQO DAH 1433 H INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM AHAD, 16 SEPTEMBER 2012 M PENENTU AWAL BULAN DZULQO DAH 1433 H Keteraturan peredaran Bulan dalam mengelilingi Bumi juga Bumi dan Bulan dalam mengelilingi Matahari

Lebih terperinci

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM SENIN, 22 DESEMBER 2014 M PENENTU AWAL BULAN RABI UL AWAL 1436 H

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM SENIN, 22 DESEMBER 2014 M PENENTU AWAL BULAN RABI UL AWAL 1436 H INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM SENIN, 22 DESEMBER 2014 M PENENTU AWAL BULAN RABI UL AWAL 1436 H Keteraturan peredaran Bulan dalam mengelilingi Bumi juga Bumi dan Bulan dalam mengelilingi Matahari

Lebih terperinci

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM SELASA, 12 MARET 2013 M PENENTU AWAL BULAN JUMADIL ULA 1434 H

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM SELASA, 12 MARET 2013 M PENENTU AWAL BULAN JUMADIL ULA 1434 H INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM SELASA, 12 MARET 2013 M PENENTU AWAL BULAN JUMADIL ULA 1434 H Keteraturan peredaran Bulan dalam mengelilingi Bumi juga Bumi dan Bulan dalam mengelilingi Matahari

Lebih terperinci

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM SENIN, 8 JULI 2013 M PENENTU AWAL BULAN RAMADHAN 1434 H

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM SENIN, 8 JULI 2013 M PENENTU AWAL BULAN RAMADHAN 1434 H INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM SENIN, 8 JULI 2013 M PENENTU AWAL BULAN RAMADHAN 1434 H Keteraturan peredaran Bulan dalam mengelilingi Bumi juga Bumi dan Bulan dalam mengelilingi Matahari memungkinkan

Lebih terperinci

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM SABTU, 15 AGUSTUS 2015 M PENENTU AWAL BULAN DZULQO DAH 1436 H

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM SABTU, 15 AGUSTUS 2015 M PENENTU AWAL BULAN DZULQO DAH 1436 H INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM SABTU, 15 AGUSTUS 2015 M PENENTU AWAL BULAN DZULQO DAH 1436 H Keteraturan peredaran Bulan dalam mengelilingi Bumi juga Bumi dan Bulan dalam mengelilingi Matahari

Lebih terperinci

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM RABU DAN KAMIS, 1 DAN 2 JANUARI 2014 M PENENTU AWAL BULAN RABI UL AWAL 1435 H

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM RABU DAN KAMIS, 1 DAN 2 JANUARI 2014 M PENENTU AWAL BULAN RABI UL AWAL 1435 H INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM RABU DAN KAMIS, 1 DAN 2 JANUARI 2014 M PENENTU AWAL BULAN RABI UL AWAL 1435 H Keteraturan peredaran Bulan dalam mengelilingi Bumi juga Bumi dan Bulan dalam mengelilingi

Lebih terperinci

SISTEM KOORDINAT GEOGRAFIK

SISTEM KOORDINAT GEOGRAFIK SISTEM KOORDINAT GEOGRAFIK Oleh: Ir. Djawahir, M.Sc Untuk mengidentifikasi posisi titik di bumi atau yang terkait dengan bumi, dikembangkanlah Sistem Koordinat Geografik dengan mendefinisikan bentuk bumi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beraktifitas pada malam hari. Terdapat perbedaan yang menonjol antara siang

BAB I PENDAHULUAN. beraktifitas pada malam hari. Terdapat perbedaan yang menonjol antara siang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap hari manusia disibukkan dengan rutinitas pekerjaan ataupun aktifitas lainya, ada yang beraktifitas pada siang hari dan ada pula yang beraktifitas pada malam

Lebih terperinci

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM JUMAT DAN SABTU, 27 DAN 28 JUNI 2014 M PENENTU AWAL BULAN RAMADLAN 1435 H

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM JUMAT DAN SABTU, 27 DAN 28 JUNI 2014 M PENENTU AWAL BULAN RAMADLAN 1435 H INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM JUMAT DAN SABTU, 27 DAN 28 JUNI 2014 M PENENTU AWAL BULAN RAMADLAN 1435 H Keteraturan peredaran Bulan dalam mengelilingi Bumi juga Bumi dan Bulan dalam mengelilingi

Lebih terperinci

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM SELASA, 29 APRIL 2014 M PENENTU AWAL BULAN RAJAB 1435 H

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM SELASA, 29 APRIL 2014 M PENENTU AWAL BULAN RAJAB 1435 H INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM SELASA, 29 APRIL 2014 M PENENTU AWAL BULAN RAJAB 1435 H Keteraturan peredaran Bulan dalam mengelilingi Bumi juga Bumi dan Bulan dalam mengelilingi Matahari memungkinkan

Lebih terperinci

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM SELASA, 16 OKTOBER 2012 M PENENTU AWAL BULAN DZULHIJJAH 1433 H

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM SELASA, 16 OKTOBER 2012 M PENENTU AWAL BULAN DZULHIJJAH 1433 H INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM SELASA, 16 OKTOBER 2012 M PENENTU AWAL BULAN DZULHIJJAH 1433 H Keteraturan peredaran Bulan dalam mengelilingi Bumi juga Bumi dan Bulan dalam mengelilingi Matahari

Lebih terperinci

BAB IV KELAYAKAN PANTAI PANCUR ALAS PURWO BANYUWANGI SEBAGAI TEMPAT RUKYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIAH

BAB IV KELAYAKAN PANTAI PANCUR ALAS PURWO BANYUWANGI SEBAGAI TEMPAT RUKYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIAH BAB IV KELAYAKAN PANTAI PANCUR ALAS PURWO BANYUWANGI SEBAGAI TEMPAT RUKYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIAH A. Analisis Latar Belakang Perekomendasian Pantai Pancur Alas Purwo Banyuwangi sebagai Tempat

Lebih terperinci

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM JUMAT, 31 JANUARI 2014 M PENENTU AWAL BULAN RABI UL AKHIR 1435 H

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM JUMAT, 31 JANUARI 2014 M PENENTU AWAL BULAN RABI UL AKHIR 1435 H INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM JUMAT, 31 JANUARI 2014 M PENENTU AWAL BULAN RABI UL AKHIR 1435 H Keteraturan peredaran Bulan dalam mengelilingi Bumi juga Bumi dan Bulan dalam mengelilingi Matahari

Lebih terperinci

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM RABU, 7 AGUSTUS 2013 M PENENTU AWAL BULAN SYAWWAL 1434 H

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM RABU, 7 AGUSTUS 2013 M PENENTU AWAL BULAN SYAWWAL 1434 H INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM RABU, 7 AGUSTUS 2013 M PENENTU AWAL BULAN SYAWWAL 1434 H Keteraturan peredaran Bulan dalam mengelilingi Bumi juga Bumi dan Bulan dalam mengelilingi Matahari memungkinkan

Lebih terperinci

HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA)

HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA) HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA) Dosen : DR. ERY SUHARTANTO, ST. MT. JADFAN SIDQI FIDARI, ST., MT 1.PANCARAN RADIASI SURYA Meskipun hanya sebagian kecil dari radiasi yang dipancarkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS METODE HISAB AWAL WAKTU SALAT AHMAD GHOZALI DALAM KITAB ṠAMARĀT AL-FIKAR

BAB IV ANALISIS METODE HISAB AWAL WAKTU SALAT AHMAD GHOZALI DALAM KITAB ṠAMARĀT AL-FIKAR BAB IV ANALISIS METODE HISAB AWAL WAKTU SALAT AHMAD GHOZALI DALAM KITAB ṠAMARĀT AL-FIKAR A. Analisis Metode Hisab Awal Waktu Salat Ahmad Ghozali dalam Kitab Ṡamarāt al-fikar 1. Hisab Waktu Salat Kitab

Lebih terperinci

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM SELASA, 3 DESEMBER 2013 M PENENTU AWAL BULAN SHAFAR 1435 H

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM SELASA, 3 DESEMBER 2013 M PENENTU AWAL BULAN SHAFAR 1435 H INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM SELASA, 3 DESEMBER 2013 M PENENTU AWAL BULAN SHAFAR 1435 H Keteraturan peredaran Bulan dalam mengelilingi Bumi juga Bumi dan Bulan dalam mengelilingi Matahari memungkinkan

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 3. Mengenal Planet Bumilatihan soal 3.2

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 3. Mengenal Planet Bumilatihan soal 3.2 SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 3. Mengenal Planet Bumilatihan soal 3.2 1. Pergerakan bumi sebagai benda angkasa yang menempuh waktu 365 hari disebut. gerak presesi gerak rotasi gerak revolusi gerak

Lebih terperinci

A. Peta 1. Pengertian Peta 2. Syarat Peta

A. Peta 1. Pengertian Peta 2. Syarat Peta A. Peta Dalam kehidupan sehari-hari kamu tentu membutuhkan peta, misalnya saja mencari daerah yang terkena bencana alam setelah kamu mendengar beritanya di televisi, sewaktu mudik untuk memudahkan rute

Lebih terperinci

KAJIAN ALGORITMA MEEUS DALAM MENENTUKAN AWAL BULAN HIJRIYAH MENURUT TIGA KRITERIA HISAB (WUJUDUL HILAL, MABIMS DAN LAPAN)

KAJIAN ALGORITMA MEEUS DALAM MENENTUKAN AWAL BULAN HIJRIYAH MENURUT TIGA KRITERIA HISAB (WUJUDUL HILAL, MABIMS DAN LAPAN) KAJIAN ALGORITMA MEEUS DALAM MENENTUKAN AWAL BULAN HIJRIYAH MENURUT TIGA KRITERIA HISAB (WUJUDUL HILAL, MABIMS DAN LAPAN) Oleh: Indri Yanti 1 dan Rinto Anugraha NQZ 2 1 Fakultas Teknik, Universitas Wiralodra,

Lebih terperinci

IMKAN RUKYAT: PARAMETER PENAMPAKAN SABIT HILAL DAN RAGAM KRITERIANYA (MENUJU PENYATUAN KALENDER ISLAM DI INDONESIA)

IMKAN RUKYAT: PARAMETER PENAMPAKAN SABIT HILAL DAN RAGAM KRITERIANYA (MENUJU PENYATUAN KALENDER ISLAM DI INDONESIA) IMKAN RUKYAT: PARAMETER PENAMPAKAN SABIT HILAL DAN RAGAM KRITERIANYA (MENUJU PENYATUAN KALENDER ISLAM DI INDONESIA) T. Djamaluddin Peneliti Utama Astronomi dan Astrofisika, LAPAN Bandung Alhamdulillah,

Lebih terperinci

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM AHAD, 10 DAN SENIN, 11 JANUARI 2016 M PENENTU AWAL BULAN RABI UL AKHIR 1437 H

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM AHAD, 10 DAN SENIN, 11 JANUARI 2016 M PENENTU AWAL BULAN RABI UL AKHIR 1437 H INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM AHAD, 10 DAN SENIN, 11 JANUARI 2016 M PENENTU AWAL BULAN RABI UL AKHIR 1437 H Keteraturan peredaran Bulan dalam mengelilingi Bumi juga Bumi dan Bulan dalam mengelilingi

Lebih terperinci