Disajikan pada Temu Karya XIII FT/FPTK/JPTK Universitas/IKIP Se Indonesia Di Jakarta Tgl Februari 2004

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Disajikan pada Temu Karya XIII FT/FPTK/JPTK Universitas/IKIP Se Indonesia Di Jakarta Tgl Februari 2004"

Transkripsi

1 SINERGI PENDIDIKAN FORMAL, NONFORMAL DAN INFORMAL UNTUK MENDUKUNG SERTIFIKASI DAN AKREDITASI PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN I Made Candiasa FPTK IKIP Negeri Singaraja Persaingan di tingkat regional maupun global menuntut sumber daya manusia yang berkualitas, termasuk di bidang teknologi dan kejuruan. Pendidikan teknologi dan kejuruan dapat ditempuh melalui tiga jalur, yitu pendidikan formal, pendidikan nonformal dan pendidikan informal, yang menekankan penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional. Seiring dengan kebutuhan akan sertfikasi dan akreditasi, diperlukan mekanisme untuk mensinergikan pendidikan formal, nonformal dan informal dalam pendidikan teknologi dan kejuruan. Dengan demikian, produk pendidikan akan lebih dekat dengan kebutuhan pasar dalam rangka otonomi daerah, dan sekaligus mampu bersaing di pasar regional maupun global. Kata-kata kunci: Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, Pendidikan formal, nonformal dan informal. I PENDAHULUAN Pendidikan, termasuk pendidikan teknologi dan kejuruan, diharapkan mampu menghasilkan tenaga kerja profesional yang diperlukan oleh lapangan kerja atau menciptakan peluang kerja untuk menampung tenaga kerja lainnya. Seperti diungkapkan oleh Sayuti Hasibuan bahwa fungsi sistem pendidikan dalam kaitannya dengan ketenagakerjaan meliputi dua dimensi penting, yaitu: (1) dimensi kuantitatif yang meliputi fungsi sistem pendidikan dalam memasok tenaga kerja terdidik dan terampil sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja yang tersedia, dan (2) dimensi kualitatif ya ng menyangkut fungsinya sebagai penghasil tenaga terdidik dan terlatih yang akan menjadi sumber penggerak pembangunan 1 Akan tetapi harapan itu masih sulit untuk dipenuhi. Kepentingan sistem masih menimbulkan masalah pada pendidikan tinggi antara lain: (1) pertumbuhan kesempatan kerja yang jauh di bawah pertumbuhan angakatan kerja, (2) kualitas kerja yang tidak sesuai dengan tuntutan kerja, (3) kesenjangan antara kemampuan dengan peluang antisipasi, (4) kesenjangan antara pemanfaatan inovasi teknologi dengan proses produksi, dan (5) kurangnya minat terhadap penelitian 2. Semua masalah di atas berdampak pada produktivitas bangsa secara umum, dan akhirnya berdampak pada pembangunan negeri. Sehubungan dengan hal tersebut, banyak kritik dilontarkan terhadap sistem pendidikan yang, pada dasarnya menyatakan bahwa 1 2 Dalam Ace Suryadi & H.A.R. Tilaar, Analisis Kebijakan Pendidikan, Suatau Pengantar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), hlm. 137 Conny R. Semiawan, Pendidikan Tinggi: Peningkatan Kemampuan Manusia Sepanjang Hayat Seoptimal Mungkin, (Jakarta: Grasindo, 1999), hlm. 1 1

2 perluasan kesempatan belajar cenderung mengakibatkan bertambahnya pengangguran tenaga terdidik daripada bertambahnya tenaga produktif sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja 3. Permasalahan yang harus dipecahkan untuk mengantisipasi kritik di atas adalah bagamana perguruan tinggi bisa menghasilkan tenaga-tenaga profesional dalam berbagai profesi, dengan tidak mengabaikan upaya pemerataan kesempatan pendidikan. Tuntutan politis masyarakat untuk mengupayakan pemerataan kesempatan pendidikan telah mendapat respon dari berbagai pihak. Pandangan terhadap pendidikan yang sebelumnya mengdentikkan pendidikan dengan pendidikan formal telah berubah dengan adanya pengakuan terhadap pendidikan nonformal dan informal. Pendidikan nonforml dan pendidikan informal lebih banyak diakibatkan oleh desakan pasar. Artinya, pendidikan nonformal atau pendidikan informal untuk bidang tertentu dijalankan karena memang sudah ada keperluan masyarakat akan pendidikan tersebut. Hanya saja, tidak semua sisi dari pendidikan formal dapat diperoleh lewat pendidikan nonformal atau informal. Oleh karena itu, diperlukan suatu mekanisme untuk saling melengkapi antara pendidikan formal, nonformal dan informal, dalam upaya mempercepat pengakuan masyarakat terhadap lulusan pendidikan, khususnya pendidikan teknologi dan kejuruan. II LANDASAN TEORI Teori Human Capital beranggapan bahwa semakin tinggi mutu pendidikan, semakin tinggi produktivitas tenaga kerja, semakin tinggi pula pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat 4. Teori ini menyatakan dalam perekonomian, orangorang yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi akan memiliki penghasilan lebih besar daripada orang-orang yang memiliki pendidikan yang lebih rendah. Intinya, teori Human Capacity menganggap pendidikan sebagai suatu investasi, baik bagi individu maupun bagi masyarakat. Investasi tersebut akan meningkatkan ketrampilan, dan oleh karena itu juga meningkatkan produktivitas, yang secara langsung akan menciptakan kesejahteraan. Asumsi yang melatar belakangi teori Human Capital adalah adanya pasar bebas untuk tenaga kerja 5. Setiap masyarakat memiliki sejumlah job dalam ketrampilan tinggi yang membawa renumerasi yang tinggi. Tenaga kerja yang akan mengisi job tersebut ditentukan oleh sistem pendidikan, sedemikian sehingga individu yang memiliki kemampuan tinggi akan mendapatkan job yang paling diinginkan. Pengaruh dari teori Human Capital terhadap kebijakan pendidikan di negaranegara dunia ketiga sangat besar. Negara-negara dunia ketiga mendorong, dan bahkan memberikan bantuan dana untuk investasi di bidang pendidikan. Dengan cara demikian perekonomian negara tersebut diharapkan bisa berjalan lancar, tidak mengalami kemacetan karena kurangnya tenaga terampil. Untuk kebijakan dalam negeri, investasi tersebut diharapkan dapat menciptakan keadilan sosial, dengan asumsi bahwa kemiskinan akan bisa dihapuskan apabila kaum miskin bisa masuk sekolah. Langkah pertama yang bisa diambil untuk mencapai tujuan itu adalah dengan mengadakan sekolah-sekolah Ace Suryadi & H.A.R. Tilaar, Op. Cit., hlm. 134 Ace Suryadi & H.A.R. Tilaar, Op. Cit., hlm. 135 Philip Robinson, Perspektives on the Sociology of Education, An Introduction, (London: Routledege & Kegan Paul, 1981), hlm

3 dengan standar yang rendah. Kemudian, langkah yang kedua adalah secara perlahanlahan meningkatkan mutu sekolah tersebut. Kebenaran teori Human Capital memang belum terbukti. Di Amerika Serikat misalnya, pendidikan di kalangan orang dewasa berkulit putih sudah mendekati sama antara tahun 1950 sampai tahun Akan tetapi pada saat yang sama terjadi hal yang bertentangan dengan prediksi teori Human Capital, yaitu distribusi pendapatan menjadi tidak sama. Disimpulkan bahwa investasi dalam pendidikan tidak cukup untuk meningkatkan taraf hidup kaum egalitarian 6. Kelemahan teori Human Capital bisa disebabkan oleh lapangan kerja yang tersedia, khususnya di sektor modern sangat terbatas, sehingga tidak mampu menampung lulusan yang datang dalam waktu relatif bersamaan. Selain itu, kenyataan menunjukkan bahwa lulusan pendidikan umum belum siap bekerja sesuai dengan yang diharapkan oleh lapangan kerja. Akibatnya, dunia usaha atau industri harus melatih tenaga yang belum siap pakai tersebut dalam jangka waktu yang lama, yang juga berarti menambah anggaran pendidikan. Selain itu, yang sering menjadi sasaran kritik dari teori Human Capital adalah terlalu menekankan pada dimensi material sehingga mengurangi nilai kultur manusia 7. Kekurangan yang terjadi pada teori Human Capital menyebabkan munculnya teori baru yang bermaksud mengoreksi teori Human Capital, yaitu teori Krendalisme. Menurut teori Krendalisme. Sistem pendidikan harus mampu membuka dan memperluas wawasan tenaga kerja yang dihasilkan, khususnya dalam membuka peluang kerja yang baru 8. Selanjutnya dinyatakan bahwa pendidikan harus mampu menghasilkan tenaga yang mampu menggerakkan potensi masyarakat untuk menghasilkan produk dalam bentuk barang dan jasa, dan sekaligus mampu membuka peluang pemasarannya. Ini berarti tujuan pendidikan adalah menghasilkan tenaga yang mampu memperluas lapangan kerja, sehingga tidak tergantung kepada lapangan kerja yang sudah ada, bahkan sebaliknya mampu menyediakan peluang kerja bagi tenaga kerja lainnya. Teori krendalisme tidak yakin bahwa pendidikan formal akan mampu menghasilkan tenaga terampil bekerja. Akan tetapi, teori krendalisme sangat yakin bahwa pelatihan kerja merupakan media yang strategis dalam menjembatani antara pendidikan dengan dengan kebutuhan lapangan kerja. Paradigma yang dipegang adalah belajar untuk membelajarkan diri lebih penting daripada mengingat informasi 9. Apabila terjadi ketidaksesuaian antara pendidikan dengan lapangan kerja maka hal ini dianggap sebagai gejala ketidakmampuan sistem pendidikan untuk menghasilkan tenaga kerja yang siap dilatih atau membelajarkan diri untuk menjadi tenaga terampil sesuai dengan kebutuhan pasar. Sebaliknya ketidaksesuaian tersebut juga bisa dianggap sebagai kekurangmampuan lapangan kerja untuk memfungsikan sistem pelatihan kerja secara optimal. Kondisi yang cukup baik terjadi adalah apabila pelatihan kerja merupakan bagian integral dari industri atau perusahaan. Melalui mekanisme ini pelatihan dalam industri Ibid., hlm 159 Ace Suryadi, Pendidikan, Investasi SDM, dan Pembangunan, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), hlm. 63 Ace Suryadi & H.A.R. Tilaar, Op. Cit., hlm. 136 Jami Salmi, Higher Education Facing the Chalenges of the 21 st Century, TechKnowLogia, January/February,

4 atau perusahaan merupakan tempat yang tepat untuk menghasilkan tenaga kerja yang siap pakai. Di lain pihak, pendidikan formal diharapkan secara maksimal mampu menghasilkan tenaga potensial yang dapat dikembangkan lebih lanjut di dunia kerja. Akan tetapi lemahnya koordinasi antara pendidikan formal dengan dunia kerja merupakan ancaman serius terhadap teori ini. Kesenjangan yang lebar antara kemampuan dasar yang dimiliki oleh para lulusan dengan tuntutan ketrampilan dari dunia kerja akan mengakibatkan proses pelatihan akan berjalan dalam waktu yang cukup lama. Sudah barang tentu hal ini akan sangat merugikan dunia usaha karena harus menyediakan dana untuk pelatihan yang cukup besar. Selain itu tenaga terampil yang diharapkan tidak bisa menjadi tenaga profesional dalam jangka waktu yang cukup lama, sehingga juga mempengaruhi produktivitas perusahaan atau industri. III PEMBAHASAN A. Fungsi Pendidikan Apabila diperhatikan kembali taksonomi fungsi sistem pendidikan yang dirumuskan oleh Sayuti Hasibuan, maka akan tampak bahwa fungsi sistem pendidikan sebagai suatu sistem pemasok tenaga kerja terdidik lebih banyak diilhami oleh teori Human Capital. Sistem pendidikan mempunyai arti yang sangat penting dalam menjawab tuntutan lapangan kerja yang membutuhkan tenaga kerja, baik secara kuantitas maupun kualitas pada berbagai jenis ketrampilan. Teori Human Capital percaya bahwa pendidikan formal mampu menghasilkan tenaga kerja yang cakap dan terampil pada berbagai lapangan kerja, dengan anggapan bahwa lapangan kerja yang membutuhkan tenaga kerja tersebut sudah tersedia. Di lain pihak, fungsi sistem pendidikan sebagai penghasil tenaga penggerak pembangunan cenderung lebih sesuai dengan teori Krendalisme. Sistem pendidikan harus mampu membuka dan memperluas wawasan tenaga kerja yang dihasilkan, khususnya dalam membuka peluang kerja yang baru. Teori krendalisme yakin bahwa pelatihan dalam industri atau perusahaan merupakan tempat yang tepat untuk menghasilkan tenaga kerja yang siap pakai. Di lain pihak, pendidikan formal diharapkan secara maksimal mampu menghasilkan tenaga potensial yang dapat dikembangkan lebih lanjut di dunia kerja. Apabila diperhatikan dunia pendidikan di Indonesia sekarang ini, tampaknya kedua fungsi sistem pendidikan yang disebutkan di atas belum terpenuhi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ace Suryadi & H.A.R. Tilaar 10 yang menyatakan bahwa perluasan kesempatan belajar cenderung telah menyebabkan bertambahnya pengangguran tenaga terdidik daripada bertambahnya tenaga produktif sesuai dengan lapangan kerja. Dinyatakan selanjutnya bahwa statistik menunjukkan bahwa prosentase penganggur tenaga sarjana lebih besar daripada prosentase penganggur lulusan SMA atau jenjang pendidikan yang lebih rendah. Bahkan Satryo Soemantri Brodjonegoro, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional 11, lebih jelas menyatatakan bahwa Ace Suryadi & H.A.R. Tilaar, Op. Cit. Hlm. 134 Satryo Soemantri Brodjonegoro (Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi), Pengembangan Proses Pembelajaran Modus Ganda (Dual-Mode), Makalah Disajikan pada Seminar Nasional Teknologi Pendidikan di Universitas Negeri Jakarta, Tanggal 28 Pebruari

5 salah satu kelemahan pendidikan tinggi di Indonesia adalah rendahnya pemahaman materi dan minimnya penguasaan keahlian bidang studi yang yang akhirnya membentuk lulusan dengan kompetensi yang masih rendah. Hal ini terbukti dengan masih tingginya tingkat pengangguran lulusan Perguruan Tinggi dan lemahnya kemampuan bersaing dengan produk perguruan tinggi luar negeri. Pernyataan di atas menunjukkan bahwa di Indonesia belum mampu secara optimal untuk menghasilkan tenaga kerja yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan oleh lapangan kerja. Sebaliknya pendidikan juga belum mampu secara maksimal menghasilkan tenaga potensial yang dapat dikembangkan lebih lanjut di dunia kerja. Pada kasus yang kedua, memang masih ada kemungkinan bahwa pendidikan sudah menghasilkan tenaga potensial yang memiliki kemampuan dasar, namun dunia usaha atau industri belum mampu secara optimal memberikan pelatihan kerja kepada para lulusan tersebut untuk menjadi tenaga kerja yang siap pakai. B. Jalur Pendidikan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 menetapkan bahwa jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Ditetapkan di sana bahwa pendidikan formal terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Sementara itu, untuk pendidikan nonformal ditetapkan bahwa pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Ditetapkan pula bahwa pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Sementara itu, pendidikan informal ditetapkan sebagai pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar mandiri. Diatur juga bahwa hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan, sedangkan untuk pendidikan informal diatur bahwa hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan. (Departemen Pendidikan Nasional, 2003). Ketiga jalur pendidikan yang ditetapkan diharapkan menghasilkan sumberdaya manusia berkualitas untuk mendukung pembangunan nasional. Ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang, yang mewajibkan warga negara belajar sepanjang hayat. Sementara itu, karena berbagai alasan, kesempatan untuk mengikuti pendidikan formal tidak selamanya bisa dicapai. Oleh karena itu pendidikan nonformal diharapkan dapat menggantikan pendidikan formal bagi warga yang tidak sempat mengikuti pendidikan formal. Selain itu, disadari pula bahwa tidak semua keahlian yang diperlukan di masyarakat dapat dipenuhi oleh pendidikan formal, sehingga pendidikan nonformal juga diharapkan berfungsi sebagai penambah atau pelengkap keahlian yang tidak diperoleh 5

6 pada pendidikan formal. Bila kesempatan mengikuti pendidikan nonformal juga sulit diperoleh maka jalur pendidikan informal masih bisa diikuti. Melalui belajar mandiri di keluarga atau lingkungan, diharapkan anggota masyarakat mampu mengadopsi keahlian yang diperlukan di masyarakat. C. Sertifikasi dan Akreditasi Penilaian diartikan sebagai proses pengukuran dan penafsiran hasil pengukuran tingkat penguasaan mahasiswa terhdap kompetensi yang harus dikuasai. Sementara itu, sertifikasi diartikan sebagai suatu proses pengakuan keahlian dan kewenangan mahasiswa dalam melaksanakan tugas-tugas pekerjaan tertentu, melalui suatu proses sistem pengujian keahlian yang mengacu kepada standar keahlian yang berlaku dan diakui di lapangan kerja 12. Ini berarti, penilain itu ditujukan untuk menilai proses pembelajaran di kampus untuk menentukan tingkat penguasaan materi, yang kemudian dinyatakan dalam bentuk nilai yang nantinya akan tertera pada transkrip akademik. Di lain pihak sertifikasi dimaksudkan penilain terhadap penguasaan ketrampilan di lapangan kerja, yang apabila sudah dinyatakan lulus akan dihargai dengan sertifikat, yang menyatakan bahwa yang bersangkutan sudah mampu melakukan pekerjaan (ketrampilan) yang dipersyaratkan. Pendidikan teknologi dan kejuruan lebih menekankan pada penguasaan keterampilan daripada teori. Peserta didik lebih dituntut untuk dapat berbuat sesuatu daripada hanya mengetahui sesuatu. Pada jalur pendidikan formal, pendidikan sistem ganda mampu meningkatkan profesionalisme lulusan melalui kerjasama dengan dunia kerja. Artinya, siswa sekolah kejuruan dengan bekal pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh di sekolah, menimba pengalaman kerja di dunia kerja untuk meningkatkan profesionalisme. Dengan demikian, keahlian yang dimiliki mendapat pengakuan dari dunia kerja. Pertanyaan yang sering timbul adalah, bagaimana kalau terjadi kasus yang sebaliknya, yaitu tenaga terampil yang dididik oleh dunia kerja melalui pendidikan non formal atau informal, mungkinkah diberikan pembinaan kepada mereka agar mendapat legalisasi dari masyarakat. Legalisasi seperti ini memang bukan urusan yang mudah. Sangat banyak variabel yang harus dipertimbangkan, antara lain bidang keahlian, standar penilaian, dan penetapan pihak yang berhak melegalisasi. Legalisasi memerlukan kompetensi tambahan selain keahlian yang dimiliki. Moral, etika, dan tatakrama pergaulan ilmiah merupakan kompetensi yang harus dimiliki di luar keahlian, agar keahlian yang dimiliki diabdikan untuk kebaikan, serta hasil karya yang diciptakan mampu diusahakan untuk mendapatkan hak atas karya intelektual. Banyak dunia usaha dan industri yang sudah memberikan pembinaan kepada karyawan dan calon karyawannya untuk memperoleh legalisasi atas keahlian yang dimiliki, namun masih terbatas pada dunia usaha dan industri yang berskala besar. Bagi dunia usaha dan industri skala kecil yang dengan baik hati membina keterampilan tenaga kerjanya sungguh memerlukan suatu mekanisme untuk membina karyawannya agar bisa mendapatkan legalisasi atas keahlian yang dimiliki. 12 Departemen Pendidikan dan Lebudayaan, Op. Cit., hlm. 10 6

7 Pendidikan informal telah banyak menghasilkan tenaga profesional sejak dahulu. Banyak penari, pemusik, pelukis, pemahat, arsitek, pelaut, ahli perbintangan, atau bahkan ahli pengobatan lahir dari pendidikan informal. Pendidikan dilalui melalui proses informal dengan mendatangi guru atau bekerja bersama guru. Dalam bidang seni dikenal proses nyantrik, yaitu proses belajar langsung pada guru sambil membantu segala sesuatu yang dikerjakan guru. Dalam bidang pertukangan atau permesinan, proses asistensi banyak menghasilkan tenaga profesional. Calon tukang atau calon teknisi melayani seniornya sambil belajar. Kurikulum berbasis kompetensi telah lebih dulu diterapkan karena tidak pernah ada batasan materi yang harus dipelajari melainkan ditetapkan kompetensi yang harus dikuasai. Sayangnya pendidikan informal terlambat dalam urusan memperoleh legalisasi. Kehadiran teknologi sangat banyak membantu penguasaan bidang kejuruan untuk setiap orang yang berminat, tanpa banyak menuntut latar belakang pendidikan yang relevan. Kehadiran paket komputer akuntansi menjadikan seseorang menguasai keahlian akuntansi, padahal pendidikan formalnya tidak terkait dengan pendidikan akuntansi. Demikian pula seseorang yang tidak memiliki latar belakang pendidikan arsitektur mampu menghasilkan gambar teknik berkat bantuan paket autocad. Tentunya diperlukan legalisasi untuk keahlian alternatif yang diperoleh secara informal jika keahlian allternatif yang dimiliki ingin digunakan untuk mencari peluang kerja, khususnya apabila penyedia lapangan kerja tidak cukup hanya menilai kompetensi calon tenaga kerja melainkan juga menyertakan persyaratan legalisasi. Dalam pendidikan teknologi dan kejuruan yang mengutamakan keterampilan, diperlukan suatu kerjasama yang baik antara penyelenggara pendidikan formal, penyelenggara pendidikan nonformal, dan dunia usaha yang menyelenggarakan pendidikan informal. Ketiganya bisa saling bersimbiosa, dalam upaya peningakatan kualitas sumber daya manusia secara umum. Penyelenggara pendidikan formal atau nonformal mesti merasa memerlukan dunia usaha, sebagai tempat menempa profesionalitas lulusan. Sebaliknya, dunia usaha yang menyelenggarakan pendidikan informal mesti merasa memerlukan pendidikan formal untuk meningkatkan kualitas karyawannya yang secara tidak langsung menempuh pendidikan informal. Kondisi merasa saling memerlukan akan sangat mendukung terciptanya kesepahaman untuk bekerjasama saling memajukan. IV PENUTUP Pendidikan teknologi dan kejuruan diharapkan menghasilkan sumberdaya manusia profesional di berbagai bidang untuk mendukung pembangunan. Pendidikan teknologi dan kejuruan kejuruan dapat dilakukan melalui jalur formal, jalur nonformal, dan jalur informal. Kunci utama yang harus dipegang dalam penyelenggaraan pendidikan teknologi dan kejuruan adalah adanya rasa saling memerlukan antara penyelenggara pendidikan formal atau nonformal dengan dunia usaha sebagai penyelenggara pendidikan informal. Kekurangan yang ada pada masing-masing jalur pendidikan akan dapat ditutupi dengan mensinergikan ketiga jalur pendidikan tersebut. 7

8 Keterampilan yang terkadang kurang pada pendidikan formal bisa diperkuat di jalur nonformal atau informal melalui pendidikan sistem ganda. Demikian pula pengakuan yang terkadang sulit diperoleh pada jalur pendidikan nonformal atau informal dapat diusahakan melalui pembentukan mekanisme legalisasi. Dengan demikian keterampilan sebagai syarat mencari peluang kerja untuk mendapatkan penghasilan dan pengakuan untuk aktualisasi diri dapat diperoleh dengan memulai dari salah satu jalur pendidikan yang ada. Akibatnya, pemerataan pendidikan dan pemenuhan tenaga profesional untuk pembangunan akan dapat berjalan beriringan. DAFTAR PUSTAKA Ace Suryadi, Pendidikan, Investasi SDM, dan Pembangunan, Jakarta: Balai Pustaka, 1999 Ace Suryadi & H.A.R. Tilaar, Analisis Kebijakan Pendidikan, Suatau Pengantar, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994 Robinson, Philip, Perspektives on the Sociology of Education, An Introduction, London: Routledege & Kegan Paul, 1981 Salmi, Jami, Higher Education Facing the Chalenges of the 21 st Century, TechKnowLogia, January/February, 2000 Satryo Soemantri Brodjonegoro (Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi), Pengembangan Proses Pembelajaran Modus Ganda (Dual -Mode), Makalah Disajikan pada Seminar Nasional Teknologi Pendidikan di Universitas Negeri Jakarta, Tanggal 28 Pebruari 2000 Semiawan, Conny R., Pendidikan Tinggi: Peningkatan Kemampuan Manusia Sepanjang Hayat Seoptimal Mungkin, Jakarta: Grasindo,

BAB I PENDAHULUAN. wilayah tanah air Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. wilayah tanah air Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada hakekatnya pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil makmur materiil dan spiritual yang merata di seluruh wilayah tanah air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Sumber Daya Manusia (SDM) seluruh kemampuan atau potensi penduduk yang berada di dalam suatu wilayah tertentu dengan semua karakteristik atau ciri demografis,

Lebih terperinci

STANDAR KOMPETENSI LULUSAN (SKL) KURSUS DAN PELATIHAN SENAM LEVEL II berbasis

STANDAR KOMPETENSI LULUSAN (SKL) KURSUS DAN PELATIHAN SENAM LEVEL II berbasis STANDAR KOMPETENSI LULUSAN (SKL) KURSUS DAN PELATIHAN SENAM LEVEL II berbasis Direktorat Pembinaan Kursus Dan Pelatihan Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal Dan Informal Kementerian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, fungsi pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, fungsi pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, fungsi pendidikan dirasakan semakin penting, baik yang bersifat formal maupun nonformal. Hal ini tidak terlepas

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL SMK BERBASIS POTENSI UNGGULAN DAERAH DAN KEBUTUHAN MASYARAKAT SEBAGAI UPAYA MENGELIMINASI CITRA SEKOLAH SECOND CHOICE

SEMINAR NASIONAL SMK BERBASIS POTENSI UNGGULAN DAERAH DAN KEBUTUHAN MASYARAKAT SEBAGAI UPAYA MENGELIMINASI CITRA SEKOLAH SECOND CHOICE SMK BERBASIS POTENSI UNGGULAN DAERAH DAN KEBUTUHAN MASYARAKAT SEBAGAI UPAYA MENGELIMINASI CITRA SEKOLAH SECOND CHOICE Andi Muhammad Irfan 1, Nurlaela 2, dan Sunardi 3 1,2,3 Pendidikan Teknik Mesin, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting dalam pembangunan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting dalam pembangunan bangsa. Sejarah menunjukan bahwa kunci keberhasilan pembangunan Negaranegara maju adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia seutuhnya. Dalam undang-undang No 20 Tahun 2003 disebutkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia seutuhnya. Dalam undang-undang No 20 Tahun 2003 disebutkan bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah sebuah proses pembentukan individu untuk menjadi manusia seutuhnya. Dalam undang-undang No 20 Tahun 2003 disebutkan bahwa Pendidikan bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era global telah menciptakan tingkat persaingan antar calon tenaga kerja

BAB I PENDAHULUAN. Era global telah menciptakan tingkat persaingan antar calon tenaga kerja 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era global telah menciptakan tingkat persaingan antar calon tenaga kerja yang semakin ketat dan kompetitif. Melalui kesepakatan global ini, tenaga kerja dan

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PENDIRIAN SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PENDIRIAN SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PENDIRIAN SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas. Sumber Daya Manusia (SDM) dalam menjamin kelangsungan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas. Sumber Daya Manusia (SDM) dalam menjamin kelangsungan pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dalam menjamin kelangsungan pembangunan suatu bangsa. Keberhasilan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta, 1997, hlm Engkoswara & Aan komariah, Administrasi Pendidikan, Alfabeta: Bandung, 2012, hlm. 92.

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta, 1997, hlm Engkoswara & Aan komariah, Administrasi Pendidikan, Alfabeta: Bandung, 2012, hlm. 92. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dalam arti luas berarti suatu proses untuk mengembangkan semua aspek kepribadian manusia, yang mencakup pengetahuannya, nilai serta sikapnya, dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan yang harus dihadapi. Melalui pendidikanlah seseorang dapat memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan yang harus dihadapi. Melalui pendidikanlah seseorang dapat memperoleh BAB I PENDAHULUAN I. 1. LATAR BELAKANG Di era globalisasi seperti sekarang ini mutlak dituntut seseorang untuk membekali diri dengan ilmu pengetahuan agar dapat bersaing dari semakin kerasnya kehidupan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI TENAGA KERJA KONSTRUKSI. Tenaga kerja konstruksi merupakan bagian dari sektor konstruksi yang mempunyai

BAB IV KONDISI TENAGA KERJA KONSTRUKSI. Tenaga kerja konstruksi merupakan bagian dari sektor konstruksi yang mempunyai BAB IV KONDISI TENAGA KERJA KONSTRUKSI 4.1 Umum Tenaga kerja konstruksi merupakan bagian dari sektor konstruksi yang mempunyai peran yang signifikan dalam pembangunan ekonomi nasional. Dalam Analisis Kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan upaya manusia untuk memperluas cakrawala

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan upaya manusia untuk memperluas cakrawala BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan merupakan upaya manusia untuk memperluas cakrawala pengetahuannya dalam rangka membentuk nilai, sikap, dan perilaku. Sebagai upaya yang bukan saja membuahkan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.19, 2010. PENDIDIKAN. Kedinasan. Pedoman. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5101) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14

Lebih terperinci

PERSEPSI MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI FISE UNY TERHADAP PROFESIONALITAS GURU BERDASARKAN UNDANG- UNDANG GURU DAN DOSEN NO 14 TAHUN

PERSEPSI MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI FISE UNY TERHADAP PROFESIONALITAS GURU BERDASARKAN UNDANG- UNDANG GURU DAN DOSEN NO 14 TAHUN 1 PERSEPSI MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI FISE UNY TERHADAP PROFESIONALITAS GURU BERDASARKAN UNDANG- UNDANG GURU DAN DOSEN NO 14 TAHUN 2005 Abstraks Oleh Sukanti, Sumarsih, Siswanto, Ani

Lebih terperinci

JURNAL PENDIDIKAN AKUNTANSI INDONESIA Vol. VI. No. 2 Tahun 2008 Hal

JURNAL PENDIDIKAN AKUNTANSI INDONESIA Vol. VI. No. 2 Tahun 2008 Hal JURNAL PENDIDIKAN AKUNTANSI INDONESIA Vol. VI. No. 2 Tahun 2008 Hal. 70-81 PERSEPSI MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI FISE UNY TERHADAP PROFESIONALITAS GURU BERDASARKAN UNDANG- UNDANG GURU DAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PENDIDIKAN KEDINASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PENDIDIKAN KEDINASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PENDIDIKAN KEDINASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 29

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manajemen adalah pengelolaan usaha, kepengurusan, ketatalaksanaan,

BAB I PENDAHULUAN. Manajemen adalah pengelolaan usaha, kepengurusan, ketatalaksanaan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manajemen adalah pengelolaan usaha, kepengurusan, ketatalaksanaan, penggunaan sumberdaya manusia dan sumber daya alam secara efektif untuk mencapai sasaran

Lebih terperinci

Latar Belakang Diselenggarakannya Pendidikan Kecakapan Hidup (Lifeskills) 1/5

Latar Belakang Diselenggarakannya Pendidikan Kecakapan Hidup (Lifeskills) 1/5 Latar Belakang Diselenggarakannya Pendidikan Kecakapan Hidup (Lifeskills) 1/5 Latar Belakang Diselenggarakannya Pendidikan Kecakapan Hidup (Lifeskills) Bagian I (dari 5 bagian) Oleh, Dadang Yunus L, S.Pd.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 98 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 98 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR TAHUN 2009 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 98 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 1991 TENTANG LATIHAN KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 1991 TENTANG LATIHAN KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 1991 TENTANG LATIHAN KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 1991 TENTANG LATIHAN KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 1991 TENTANG LATIHAN KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 71 TAHUN 1991 TENTANG LATIHAN KERJA PRESIDEN, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan investasi sumber daya manusia jangka panjang yang mempunyai nilai strategis bagi kelangsungan peradaban manusia di dunia. Hampir semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Pendidikan Nasional adalah upaya mencerdasakan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertaqwa dan berahlak mulia

Lebih terperinci

PANDUAN PROGRAM TRANSFER KREDIT BELMAWA

PANDUAN PROGRAM TRANSFER KREDIT BELMAWA PANDUAN PROGRAM TRANSFER KREDIT BELMAWA DIREKTORAT PEMBELAJARAN DIREKTORAT JENDERAL PEMBELAJARAN DAN KEMAHASISWAAN KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 1 BAB

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PENDIDIKAN KEDINASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PENDIDIKAN KEDINASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PENDIDIKAN KEDINASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal

Lebih terperinci

DASAR & FUNGSI. PENDIDIKAN NASIONAL BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

DASAR & FUNGSI. PENDIDIKAN NASIONAL BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DASAR & FUNGSI. PENDIDIKAN NASIONAL BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DASAR & FUNGSI Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu yang sangat besar dan mendasar, karena

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu yang sangat besar dan mendasar, karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan suatu yang sangat besar dan mendasar, karena menyangkut kualitas suatu bangsa. Pendidikan juga berarti menyiapkan kaderkader bangsa siap

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.174, 2014 PENDIDIKAN. Pelatihan. Penyuluhan. Perikanan. Penyelenggaraan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5564) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dera Fitria, 2014 Studi Relevansi Antara Program Studi Ketenagalistrikan Dengan Dunia Kerja

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dera Fitria, 2014 Studi Relevansi Antara Program Studi Ketenagalistrikan Dengan Dunia Kerja 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam Undang-Undang Republik Indonesia mengenai Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) Nomor 20 Tahun 2003 menyebutkan bahwa, Pendidikan adalah usaha sadar

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PENDIDIKAN KEDINASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PENDIDIKAN KEDINASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PENDIDIKAN KEDINASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

DASAR & FUNGSI. Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

DASAR & FUNGSI. Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DASAR & FUNGSI Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pendidikan Nasional

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembara

2017, No Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembara No.107, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PENDIDIKAN. Guru. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6058) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN

Lebih terperinci

KOPI DARAT Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat 7 Oktober 2015

KOPI DARAT Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat 7 Oktober 2015 KOPI DARAT Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat 7 Oktober 2015 Topik #10 Wajib Belajar 12 Tahun Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Menjawab Daya Saing Nasional Latar Belakang Program Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan sekaligus membuka peluang-peluang baru bagi pembangunan ekonomi dan sumber daya manusia Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat hadir di Indonesia di tengah-tengah

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat hadir di Indonesia di tengah-tengah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat hadir di Indonesia di tengah-tengah kondisi krisis sosial ekonomi nasional pada tahun 1998. Kehadiran PKBM sebenarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan eksistensi guru itu sendiri. meningkatkan pendidikan nasional ternyata masih banyak yang harus di

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan eksistensi guru itu sendiri. meningkatkan pendidikan nasional ternyata masih banyak yang harus di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada ranah dunia pendidikan, keberadaan peran dan fungsi guru merupakan salah satu faktor yang sangat signifikan. Guru merupakan bagian terpenting dalam proses

Lebih terperinci

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL I. UMUM Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 03 TAHUN 2005 SERI E PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 06 TAHUN 2005 TENTANG

LEMBARAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 03 TAHUN 2005 SERI E PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 06 TAHUN 2005 TENTANG LEMBARAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 03 TAHUN 2005 SERI E PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 06 TAHUN 2005 TENTANG PENDIDIKAN BERBASIS KAWASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teras, 2009), hlm Sulistyorini, Manajemen Pendidikan Islam: Konsep, Strategi dan Aplikasi, (Yogyakarta:

BAB I PENDAHULUAN. Teras, 2009), hlm Sulistyorini, Manajemen Pendidikan Islam: Konsep, Strategi dan Aplikasi, (Yogyakarta: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan zaman, lembaga pendidikan menjadi semakin berkembang dan berkualitas, madrasah merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam di Indonesia.

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PELATIHAN KERJA DAN PRODUKTIVITAS

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PELATIHAN KERJA DAN PRODUKTIVITAS Menimbang BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PELATIHAN KERJA DAN PRODUKTIVITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, : a. bahwa

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama:

Dengan Persetujuan Bersama: 1 QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLLAH YANG MAHA KUASA BUPATI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG TUNJANGAN PROFESI GURU DAN DOSEN, TUNJANGAN KHUSUS GURU DAN DOSEN, SERTA TUNJANGAN KEHORMATAN PROFESOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

IMPLIKASI UNDANG-UNDANG GURU DAN DOSEN TERHADAP PENINGKATAN MUTU PROSES PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

IMPLIKASI UNDANG-UNDANG GURU DAN DOSEN TERHADAP PENINGKATAN MUTU PROSES PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN IMPLIKASI UNDANG-UNDANG GURU DAN DOSEN TERHADAP PENINGKATAN MUTU PROSES PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN M. Syaom Barliana Universitas Pendidikan Indonesia L A T A R B E L A K A N G Peningkatan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan di. meningkatkan produktivitas kreativitas, kualitas, dan efisiensi kerja.

BAB I PENDAHULUAN. disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan di. meningkatkan produktivitas kreativitas, kualitas, dan efisiensi kerja. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan bagian yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan dengan pembangunan pendidikan dan latihan kerja. Dalam GBHN dinyatakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN UMUM BALAI LATIHAN KERJA

BAB 2 TINJAUAN UMUM BALAI LATIHAN KERJA BAB 2 TINJAUAN UMUM BALAI LATIHAN KERJA 2.1. Pengertian Balai Latihan Kerja Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2008), pengertian dari Balai Latihan Kerja dapat dijabarkan sebagai berikut : Balai

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DASAR & FUNGSI Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pendidikan Nasional

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan HAM RI Teks tidak dalam format asli. Kembali LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 67, 2006 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara

Lebih terperinci

LANDASAN HUKUM KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA. Dokumen 002

LANDASAN HUKUM KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA. Dokumen 002 LANDASAN HUKUM KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 002 Direktorat Jendral Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia 2015 1 Penyusunan

Lebih terperinci

2013, No.71 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 T

2013, No.71 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 T LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.71, 2013 PENDIDIKAN. Standar Nasional Pendidikan. Warga Negara. Masyarakat. Pemerintah. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PELATIHAN KERJA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PELATIHAN KERJA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PELATIHAN KERJA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

MAKALAH STRATEGI PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KEJURUAN DI INDONESIA. Oleh: Sriyono

MAKALAH STRATEGI PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KEJURUAN DI INDONESIA. Oleh: Sriyono MAKALAH STRATEGI PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KEJURUAN DI INDONESIA Makalah disampaikan pada seminar nasional Pendidikan Teknologi dan Kejuruan (PTK) di kampus Fakultas Pendidikan Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerti (kekuatan batin), pikiran (intelek), dan jasmani anak-anak, selaras. membantu peserta didik agar nantinya mampu

BAB I PENDAHULUAN. pekerti (kekuatan batin), pikiran (intelek), dan jasmani anak-anak, selaras. membantu peserta didik agar nantinya mampu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan individu dan perkembangan masyarakat, selain itu pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan individu dan perkembangan masyarakat, selain itu pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan proses yang sangat menentukan untuk perkembangan individu dan perkembangan masyarakat, selain itu pendidikan merupakan salah satu pilar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hlm U. Saefullah, Psikologi Perkembangan dan Pendidikan, CV Pustaka Setia, Bandung, 2012,

BAB I PENDAHULUAN. hlm U. Saefullah, Psikologi Perkembangan dan Pendidikan, CV Pustaka Setia, Bandung, 2012, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu permasalahan yang dihadapi dunia pendidikan adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Proses pendidikan diarahkan untuk mewujudkan suasana belajar dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 1991 TENTANG LATIHAN KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 1991 TENTANG LATIHAN KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 1991 TENTANG LATIHAN KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Era globalisasi ini masih banyak masyarakat Indonesia yang tingkat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Era globalisasi ini masih banyak masyarakat Indonesia yang tingkat 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Era globalisasi ini masih banyak masyarakat Indonesia yang tingkat pendidikannya masih dibawah standarisasi yang ditentukan pemerintah. Banyak alasan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya,

Lebih terperinci

Perluasan Lapangan Kerja

Perluasan Lapangan Kerja VII Perluasan Lapangan Kerja Perluasan lapangan kerja untuk menciptakan lapangan kerja dalam jumlah dan mutu yang makin meningkat, merupakan sebuah keniscayaan untuk menyerap angkatan kerja baru yang terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hakekat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat seluruhnya. Keberhasilan pembangunan tidak lagi diukur dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh banyak kalangan. Hal ini bisa dilihat dari beberapa indikator. Pertama,

BAB I PENDAHULUAN. oleh banyak kalangan. Hal ini bisa dilihat dari beberapa indikator. Pertama, BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini akan diuraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian dan penegasan istilah yang meliputi; kinerja guru, guru

Lebih terperinci

STANDAR KOMPETENSI LULUSAN (SKL) KURSUS DAN PELATIHAN TATA RIAS PENGANTIN LEVEL I berbasis

STANDAR KOMPETENSI LULUSAN (SKL) KURSUS DAN PELATIHAN TATA RIAS PENGANTIN LEVEL I berbasis STANDAR KOMPETENSI LULUSAN (SKL) KURSUS DAN PELATIHAN TATA RIAS PENGANTIN LEVEL I berbasis Direktorat Pembinaan Kursus dan Pelatihan Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal Dan Informal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia yang berkualitas merupakan ujung tombak kemajuan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia yang berkualitas merupakan ujung tombak kemajuan suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia yang berkualitas merupakan ujung tombak kemajuan suatu bangsa. Negara-negara maju seperti Amerika, Inggris, Jerman, dan bahkan Malaysia menempatkan pendidikan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG TUNJANGAN PROFESI GURU DAN DOSEN, TUNJANGAN KHUSUS GURU DAN DOSEN, SERTA TUNJANGAN KEHORMATAN PROFESOR DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, oleh karena itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan dari seni dan budaya manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, oleh karena itu perubahan atau perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam era informasi saat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam era informasi saat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses yang dinamis sesuai dengan perubahan masyarakat dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam era informasi saat ini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia merupakan suatu sistem pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah mencerdaskan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI BAGIAN KE TIGA JENIS PENDIDIKAN TINGGI 1. Pendidikan Akademik 2. Pendidikan Vokasi 3. Pendidikan Profesi Pendidikan Akademik

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR TAHUN 2010 NOMOR 8 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR TAHUN 2010 NOMOR 8 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR TAHUN 2010 NOMOR 8 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI KUTAI TIMUR,

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PELATIHAN KERJA DAN PRODUKTIVITAS

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PELATIHAN KERJA DAN PRODUKTIVITAS SALINAN BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PELATIHAN KERJA DAN PRODUKTIVITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ketenagakerjaan yang pelik dan komplek di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ketenagakerjaan yang pelik dan komplek di Indonesia adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah ketenagakerjaan yang pelik dan komplek di Indonesia adalah pengangguran yang setiap tahunnya terus bertambah. Untuk itu perlu perhatian dan penanganan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu upaya untuk meningkatkan derajat kehidupan masyarakat adalah melalui pembangunan di bidang pendidikan. Pendidikan merupakan unsur yang paling vital dalam

Lebih terperinci

KURIKULUM KURSUS DAN PELATIHAN SULAM JENJANG 3 BERBASIS

KURIKULUM KURSUS DAN PELATIHAN SULAM JENJANG 3 BERBASIS KURIKULUM KURSUS DAN PELATIHAN SULAM JENJANG 3 BERBASIS Direktorat Pembinaan Kursus Dan Pelatihan Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Lebih terperinci

KURIKULUM KURSUS DAN PELATIHAN BORDIR JENJANG 3 BERBASIS

KURIKULUM KURSUS DAN PELATIHAN BORDIR JENJANG 3 BERBASIS KURIKULUM KURSUS DAN PELATIHAN BORDIR JENJANG 3 BERBASIS Direktorat Pembinaan Kursus Dan Pelatihan Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK ARSITEKTUR LINGKUNGAN BINAAN

RENCANA STRATEGIS PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK ARSITEKTUR LINGKUNGAN BINAAN PROGRAM MAGISTER TEKNIK ARSITEKTUR LINGKUNGAN BINAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA RENCANA STRATEGIS PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK ARSITEKTUR LINGKUNGAN BINAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2012-2017 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional Pasal 26 ayat (3), yang menjelaskan bahwa pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional Pasal 26 ayat (3), yang menjelaskan bahwa pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Era globalisi ini masih banyak masyarakat Indonesia yang tingkat pendidikannya masih di bawah standarisasi yang di tentukan pemerintah. Banyak alasan yang

Lebih terperinci

1.a. Penetapan kebijakan nasional pendidikan. b. Koordinasi dan sinkronisasi kebijakan operasional dan program pendidikan antar provinsi.

1.a. Penetapan kebijakan nasional pendidikan. b. Koordinasi dan sinkronisasi kebijakan operasional dan program pendidikan antar provinsi. LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 38 Tahun 2007 TANGGAL : 9 Juli 2007 A. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PENDIDIKAN 1. Kebijakan 1. Kebijakan dan Standar 1.a. Penetapan kebijakan

Lebih terperinci

1.a. Penetapan kebijakan nasional pendidikan. b. Koordinasi dan sinkronisasi kebijakan operasional dan program pendidikan antar provinsi.

1.a. Penetapan kebijakan nasional pendidikan. b. Koordinasi dan sinkronisasi kebijakan operasional dan program pendidikan antar provinsi. LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 38 TAHUN 2007 TANGGAL : 9 JULI 2007 A. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PENDIDIKAN 1. Kebijakan 1. Kebijakan dan Standar 1.a. Penetapan kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional adalah pembangunan di bidang pendidikan yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. nasional adalah pembangunan di bidang pendidikan yang bertujuan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu agenda utama pemerintah Indonesia dalam pembangunan nasional adalah pembangunan di bidang pendidikan yang bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan

Lebih terperinci

Pendidikan sebagai Investasi Jangka Panjang

Pendidikan sebagai Investasi Jangka Panjang Pendidikan sebagai Investasi Jangka Panjang Profesor Toshiko Kinosita mengemukakan bahwa sumber daya manusia Indonesia masih sangat lemah untuk mendukung perkembangan industri dan ekonomi. Penyebabnya

Lebih terperinci

PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN 2003

PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN 2003 PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN 2003 Dalam upaya meningkatkan mutu sumber daya manusia, mengejar ketertinggalan di segala aspek kehidupan dan menyesuaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor ekonomi, politik, hukum keamanan, kultur, dan sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. faktor ekonomi, politik, hukum keamanan, kultur, dan sebagainya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam dunia pendidikan di Indonesia masih banyak sekali kekurangan. Salah satunya daya serap lulusan Sekolah Menengah Kujuruan (SMK) ke dunia kerja masih rendah. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan masyarakat yang semakin tinggi terhadap pendidikan bermutu menunjukkan bahwa pendidikan telah menjadi satu pranata kehidupan sosial yang kuat dan berwibawa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masyarakat merupakan salah satu modal dan sekaligus faktor dominan dalam pembangunan. Pembangunan merupakan suatu usaha yang terus menerus / proses yang dilakukan

Lebih terperinci

P. S., 2016 PEMANFAATAN HASIL BELAJAR PADA PELATIHAN KETERAMPILAN MEKANIK OTOMOTIF

P. S., 2016 PEMANFAATAN HASIL BELAJAR PADA PELATIHAN KETERAMPILAN MEKANIK OTOMOTIF BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia setiap waktunya akan bertambah dan manusia selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan yang berkaitan dengan upaya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Upaya pemerintah untuk menghadapi tantangan era globalisasi adalah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Upaya pemerintah untuk menghadapi tantangan era globalisasi adalah dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Upaya pemerintah untuk menghadapi tantangan era globalisasi adalah dengan peningkatan mutu manusia Indonesia melalui perbaikan mutu pendidikan untuk semua jalur pendidikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tua, lingkungan masyarakat sekitarnya, dan negara. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasiona No 20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. tua, lingkungan masyarakat sekitarnya, dan negara. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasiona No 20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan potensi sumber daya manusia (SDM) serta penerus cita perjuangan bangsa. Untuk mampu melaksanakan tanggung jawab tersebut anak perlu mendapatkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PELATIHAN KERJA NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PELATIHAN KERJA NASIONAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PELATIHAN KERJA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

RELEVANSI KOMPETENSI LULUSAN SMK DENGAN TUNTUTAN DUNIA KERJA. Ricky Gunawan Jurusan Teknik Mesin FPTK UPI

RELEVANSI KOMPETENSI LULUSAN SMK DENGAN TUNTUTAN DUNIA KERJA. Ricky Gunawan Jurusan Teknik Mesin FPTK UPI RELEVANSI KOMPETENSI LULUSAN SMK DENGAN TUNTUTAN DUNIA KERJA. Ricky Gunawan Jurusan Teknik Mesin FPTK UPI Email: labtek_rtu@upi.edu Abstrak Penelitian sebelumnya oleh Budi Sulistiono (1998) menemukan bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu unsur yang memiliki peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu unsur yang memiliki peranan penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan salah satu unsur yang memiliki peranan penting dalam membentuk, mengembangkan dan meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Kualitas

Lebih terperinci

2014 FAKTOR-FAKTOR DETERMINAN YANG MEMENGARUHI PEMBENTUKAN JIWA WIRAUSAHA SISWA SMK

2014 FAKTOR-FAKTOR DETERMINAN YANG MEMENGARUHI PEMBENTUKAN JIWA WIRAUSAHA SISWA SMK 183 BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, dan menfaat penelitian. 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang memiliki budi pekerti luhur,

BAB I PENDAHULUAN. kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang memiliki budi pekerti luhur, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pendidikan nasional berdasarkan pancasila bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang memiliki budi pekerti luhur, berperikemanusian,

Lebih terperinci