ABSTRAKSI Tingginya Partisipasi pemilih merupakan salah satu indikator kesuksesan Pemilu maupun Pilkada. Karena bagaimanapun dengan tingginya

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ABSTRAKSI Tingginya Partisipasi pemilih merupakan salah satu indikator kesuksesan Pemilu maupun Pilkada. Karena bagaimanapun dengan tingginya"

Transkripsi

1

2 ABSTRAKSI Tingginya Partisipasi pemilih merupakan salah satu indikator kesuksesan Pemilu maupun Pilkada. Karena bagaimanapun dengan tingginya partisipasi pemilih dalam sebuah pelaksanaan Pemilu hal ini menunjukkan tingginya keinginan perubahan serta partisipasi politik masyarakat dalam sebuah sistem demokrasi. Berkaca pada data statistik patisipasi pemilih dari beberapa Pemilu sebelumnya, Kabupaten Sambas sebagai salah satu wilayah otonom mempunyai catatan sendiri yang harus diperbaiki dan ditingkatkan khususnya dalam angka partisipasi pemilih pada proses Pemilu Berdasarkan data partisipasi tingkat pemilih Pemilihan Umum Legislatif Anggota DPR, DPD, DPRD 2004, 2009 sera 2014 menunjukkan bahwa tingkat partisipasi pemilih masyarakat kabupaten sambas tergolong tidak terlalu baik. Hal ini dibuktikan dari tingkat rata-rata partisipasi pemilih di kabupaten Sambas pada tahun 2014 sebesar 67,51% atau hanya meningkat 0,78% dari Pemilu sebelumnya tahun 2009 yakni 66,73%. Namun jika dibanding dengan Pemilu tahun 2004 justru angka ini mengalami penurunan sebesar 10,79% dimana rata-rata angka partisipasi pemilih pada Pemilu tahun 2004 yakni sebesar 78,30%. Artinya harus dilakukan upaya untuk meningkatkan partisipasi pemilih di Kabupaten Sambas Secara harfiah partisipasi berarti keikutsertaan, untuk memaknai partisipasi dalam konteks politik, atau dapat dikatakan sebagai bentuk keikutsertaan warga dalam berbagai proses politik. Keikutsertaan warga yang dimaksud adalah kemauan warga untuk melihat, mengkritisi serta ikut terlibat secara aktif dalam setiap proses politik. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif analisis, dengan pendekatan Kuantitatif dimana tujuan dari metode ini adalah untuk menggambarkan kondisi obyek penelitian berdasarkan data dan fakta yang ada, yang kemudian dilakukan analisis dengan metode kuantitatif terhadap obyek penelitian. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor administrasi dan teknis mempunyai skor nilai paling rendah yakni sebesar 1,75. Hal ini memberikan bukti bahwa faktor administrasi dan teknis adalah faktor yang paling dominan menyebabkan rendahnya partisipasi pemilih di Kabupaten Sambas. Adapun faktor berikutnya adalah faktor sosialisasi yang mencapai skor nilai 1,98 dan terakhir adalah pada faktor politik yang mencapai nilai 2,11. Beradasarkan hasil temuan dilapangan dan terdapat beberapa rekomendasi dan saran yang ingin peneliti sampaikan sebagai berikut: 1. Pemerintah melalui KPU dan KPUD hendaknya menyusun dan mensingkronisasikan DPT yang disesuaikan dengan kondisi dan domisili penduduk. Hal ini dalam rangka mengurangi rendahnya angka partisipasi pemilih yang disebabkan oleh masalah teknis dan administrasi. 2. Pemerintah melalui KPU dan KPUD hendaknya membuat regulasi yang jelas terhadap mekanisme suara/pergantian suara pada masyarakat yang terdaftar sebagai DPT namun tidak berada di tempat pada saat pemungutan suara. i

3 3. Pemerintah melalui KPU dan KPUD hendaknya membentuk tim khusus yang bertugas memberikan sosialisasi dan edukasi pada masyarakat utamanya untuk menangani pemilih pemula maupun pemilih yang sudah berpengalaman, mulai dari mengenalkan peraturan, mempersiapkan, membimbing mereka dalam menggunakan hak pilih secara baik, mandiri dan bertanggung jawab. Hal ini untuk menghindari rusaknya suara dan hilangnya hak pilih bagi masyarakat. 4. Pemerintah melalui KPU dan KPUD hendaknya menyediakan media dalam memberikan pendidikan politik dan membuka akses informasi politik yang mudah, efektif dan berkesinambungan bagi masyarakat sebagai upaya memberikan pemahaman politik yang komprehensif pada masyarakat Sambas, 10 Juli 2015 Tim Peneliti ii

4 KATA PENGANTAR Laporan Penelitian ini merupakan salah kegiatan dari pelaksanaan penelitian tentang Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilihan Umum di Kabupaten Sambas. Disusunnya laporan ini adalah sebagai laporan akhir untuk menerangkan gambaran kegiatan penelitian yang sudah dilakukan. Dalam laporan ini terdiri dari 4 (empat) bab yang meliputi Bab I Pendahuluan, Bab 2 Gambaran Lokasi Penelitian dan Bab 3 Analisis dan Pembahasan Bab 4 Penutup. Akhir kata, kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran kegiatan ini secara langsung atau tidak langsung, kami ucapkan terima kasih. Sambas, 10 Juli 2015 Tim Peneliti iii

5 DAFTAR ISI Halaman ABSTRAKSI... i KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... vi BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Perumusan Masalah... 6 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian D. Ruang Lingkup... 7 E. Kerangka Konsep dan Teori... 8 F. Metode Penelitian BAB II. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum Kabupaten Sambas B. Gambaran Umum Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan Umum di Kabupaten Sambas BAB III. ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden B. Tanggapan Responden Terhadap Faktor-Faktor Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat Dalam Pemilihan Umum Di Kabupaten Sambas C. Analisis Indeks Terhadap Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan Umum iv

6 BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan B. Rekomendasi dan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN v

7 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilu merupakan salah satu tonggak penting yang merepresentasikan kedaulatan rakyat, sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada negara demokrasi tanpa memberikan peluang adanya pemilihan umum yang dilakukan secara sistematik dan berkala. Oleh karenanya Pemilu digolongkan juga sebagai elemen terpenting dalam sistem demokrasi. Apabila suatu negara telah melaksanakan proses Pemilu dengan baik, transparan, adil, teratur dan berkesinambungan, maka negara tersebut dapat dikatakan sebagai negara demokratis. Namun sebaliknya apabila suatu negara tidak melaksanakan Pemilu atau tidak mampu melaksanakan Pemilunya dengan baik, dimana terjadinya berbagai kecurangan, deskriminasi, maka negara itu pula dinilai sebagai negara yang anti atau belum demokratis. Indonesia, sebagai sebuah bangsa besar telah melewati suatu babak baru dalam pelaksanaan demokrasi. Bahwa saat ini pemilihan umum mulai dari pemilihan anggota legislatif sampai pada pemilihan presiden dan wakil presiden, gubernur dan wakil gubernur serta bupati dan wakil bupati boleh dikatakan berjalan dengan lancar serta terlaksana dengan aman, jujur dan adil. Pemilu yang dilaksanakan secara langsung oleh rakyat dengan memilih kandidat-kandidat baik dari calon legislatif maupun calon eksekutif, memberikan kebebasan kepada rakyat untuk memilih sendiri kandidatnya. 1

8 2 Mekanisme ini dianggap sebagai wujud kedaulatan rakyat karena memberikan kesempatan kepada rakyat agar dapat ikut menentukan siapa yang mewakili mereka didalam pemerintah. Dikeluarkannya aturan dan perundang-undangan tentang Pemilu dan Pilkada secara langsung merupakan sebuah proses sekaligus jaminan keberlangsungan dalam aktivitas demokrasi di Republik Indonesia. Hal ini memberikan rasa optimisme terhadap perbaikan kualitas kepemimpinan disebuah daerah, utamanya dalam proses pemilihan gubernur wakil gubernur serta bupati dan wakil bupati dalam sebuah proses Pilkada. Selain itu Pemilu/Pilkada juga merupakan sebuah momentum pembelajaran politik bagi masyarakat. Harapan terhadap kualitas pelaksanaan Pemilu atau Pilkada sangat tinggi dengan mengedepankan prinsip-prinsip transparansi, partisipasi, egalitarian, supremasi hukum, dan representasi yang maksimal dan optimal dalam penyelenggaraan. Proses Pemilu atau Pilkada membutuhkan keterlibatan masyarakat yang bukan hanya sekedar memilih saja, namun juga akses masyarakat untuk ikut serta secara langsung dalam menentukan calon kepala daerah yang bakal dijadikan sebagai pemimpin mereka. Disisi lain sesempurna apapun proses Pemilu atau Pilkada, hal yang paling utama dan harus terlibat adalah masyarakat itu sendiri. Karena bagaimanapun masyarakat merupakan input sekaligus output dari proses Demokrasi. Oleh itu keterlibatan dan partisipasi masyarakat menjadi hal yang harus di perhatikan dan ditingkatkan dari waktu ke waktu.

9 3 Secara sederhana, konsep demokrasi dapat diartikan sebagai suatu pemerintahan yang berasal dari, oleh dan untuk rakyat. Karenanya salah satu pilar demokrasi adalah partisipasi rakyat itu sendiri. Bentuk partisipasi politik yang sangat penting dilakukan oleh warga negara adalah keikutsertaan dalam pemilihan umum. Partisipasi politik merupakan kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih pimpinan negara dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan publik ( public policy). Anggota masyarakat yang berpartisipasi dalam proses politik, misalnya dalam pemilihan umum, melakukan tindakan yang didorong oleh keyakinan bahwa melalui kegiatan itu kepentingan mereka akan tersalurkan atau sekurang-kurangnya diperhatikan, dan bahwa mereka sedikit banyak dapat mempengaruhi tindakan dari wakil rakyat yang telah mereka pilih. Akan tetapi masalah terbesar dalam Pemilu dan Pilkada bukanlan hanya pada sistem Pemilu itu sendiri melainkan hal yang sangat krusial adalah terkait pendidikan politik serta pemahaman masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemilihan umum. Padahal pendidikan politik serta pemahaman masyarakat terhadap pentingnya Pemilu dan Pilkada sangat urgen untuk mendorong partisipasi masyarakat serta kesuksesan Pemilu itu sendiri. Tingginya Partisipasi pemilih merupakan salah satu indikator kesuksesan Pemilu maupun Pilkada itu sendiri. Karena bagaimanapun dengan tingginya partisipasi pemilih dalam sebuah pelaksanaan Pemilu hal ini

10 4 menunjukkan tingginya keinginan perubahan serta partisipasi politik masyarakat dalam sebuah sistem demokrasi. Berkaca pada data statistik patisipasi pemilih dari beberapa Pemilu sebelumnya, Kabupaten Sambas sebagai salah satu wilayah otonom mempunyai catatan sendiri yang harus diperbaiki dan ditingkatkan khususnya dalam angka partisipasi pemilih pada proses Pemilu. Untuk lebih jelasnya berikut ini disajikan data tingkat partisipasi pemilih pada Pemilihan Umum Legislatif Anggota DPR, DPD, DPRD 2004, 2009 sera Tabel 1.1 Persentasi Tingkat Partisipasi Pemilih Pada Pemilu DPR, DPD dan DPRD Tahun 2004, 2009 dan 2014 Di Kabupaten Sambas No Kecamatan Persentasi Tingkat Partisipasi Pemilih SAMBAS TELUK KERAMAT JAWAI TEBAS PEMANGKAT SEJANGKUNG SELAKAU PALOH SAJINGAN BESAR SUBAH GALING TEKARANG SEMPARUK SAJAD SEBAWI JAWAI SELATAN TANGARAN SALATIGA SELAKAU TIMUR Sumber: Data KPU 2015.

11 5 Berdasarkan data partisipasi tingkat pemilih Pemilihan Umum Legislatif Anggota DPR, DPD, DPRD 2004, 2009 sera 2014 menunjukkan bahwa tingkat partisipasi pemilih masyarakat kabupaten sambas tergolong tidak terlalu baik. Hal ini dibuktikan dari tingkat rata-rata partisipasi pemilih di kabupaten Sambas pada tahun 2014 sebesar 67,51% atau hanya meningkat 0,78% dari Pemilu sebelumnya tahun 2009 yakni 66,73%. Namun jika dibanding dengan Pemilu tahun 2004 justru angka ini mengalami penurunan sebesar 10,79% dimana rata-rata angka partisipasi pemilih pada Pemilu tahun 2004 yakni sebesar 78,30%. Artinya harus dilakukan upaya untuk meningkatkan partisipasi pemilih di Kabupaten Sambas. Berdasarkan tabel 1.1 diatas juga menunjukkan bahwa kecamatan yang paling rendah angka partisipasi pemilihnya dalam pemilihan umum tahun 2014 adalah Kecamatan Jawai Selatan, bahwa rata-rata angka partsipasi pemilih tersebut hanya mencapai angka 58,04% diikuti Kecamatan Jawai dimana angka partisipasi pemilih di Kecamatan Jawai hanya sebesar 61,33%. Adapun angka partisipasi pemilih pada yang paling tinggi Pemilu tahun 2014 di Kabupaten Sambas adalah pada Kecamatan Galing yang mencapai angka 81,76 % selanjutnya diikuti oleh Kecamatan Subah mencapai angka 79,17%. Partisipasi masyarakat merupakan keharusan dalam mewujudkan pemerintahan yang demokratis, oleh karena itu pertanyaannya adalah bagaimana agar partisipasi masyarakat ini bisa muncul, serta rendahnya partisipasi masyarakat untuk mengikuti Pemilu bisa diminimalisir? Tentu saja jawabannya tidak semudah membalikan telapak tangan, harus dicarikan

12 6 solusi. Harus ada ikhtiar yang harus diupayakan menuju optimalisasi partisipasi tersebut. Terkadang keinginan untuk berpartisipasi dari masyarakat sangat besar, tetapi untuk mengaktualisasikan partisipasi seringkali disalah artikan dan tidak faham bagaimana mekanismenya? jika hal tersebut dibiarkan maka kemungkinan yang timbul adalah kekerasan, karena partisipasi masyarakat dalam pemerintahanan berarti masyarakat bekerja sebagai patner (mitra) pemerintah itu sendiri. B. Perumusan Masalah Adapun Masalah dalam penelitian ini adalah faktor apa saja yang mempengaruhi partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan Umum di Kabupaten Sambas? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Berlandaskan rumusan masalah tersebut maka dapat di uraikan tujuan dan manfaat yang akan dihasilkan adalah sebagai berikut. a. Tujuan Adapun tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan Umum di Kabupaten Sambas. Adapun sub tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Melakukan pemetaan terhadap indikator yang dijadikan pertimbangan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemilihan umum.

13 7 2) Melakukan pemetaan masyarakat terhadap pemahaman dan partisipasi masyarakat Kabupaten Sambas dalam pemilihan umum. b. Manfaat Adapun manfaat penelitian ini meliputi: 1) Penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan pemikiran dan sebagai panduan bagi pihak terkait untuk membuat, melakukan dan melaksanakan kebijakan pendidikan politik bagi masyarakat dalam meningkatkan partisipasi pemilih masyarakat di Kabupaten Sambas. 2) Tersedianya basis data dalam bentuk dokumen tentang faktorfaktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat Kabupaten Sambas dalam pemilihan umum. D. Ruang Lingkup Kegiatan Dalam upaya untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat Kabupaten Sambas dalam pemilihan umum, kegiatan akan difokuskan meliputi: a. Melakukan Penyebaran angket atau kuisioner pada masyarakat dengan menemui secara langsung terkait partisipasi masyarakat Sambas dalam Pemilu dan Pilkada yang menjadi fokus dalam penelitian ini. b. Menghimpun data-data sekunder yang mendukung penelitian ini untuk menjawab terkait partisipasi masyarakat Sambas dalam Pemilu dan Pilkada.

14 8 c. Menyajikan data terukur dan tersturktur mengenai partisipasi masyarakat Sambas dalam Pemilu dan Pilkada di kabupaten Sambas berdasarkan kondisi lapangan. d. Membuat rekomendasi strategik berdasarkan data dan temuan lapangan sebagai hasil penelitian guna meningkatkan partisipasi masyarakat dalam Pemilu dan Pilkada di Kabupaten Sambas. E. Kerangka Konsep dan Teori Kajian perilaku pemilih hanya ada dua konsep utama, yaitu; perilaku memilih ( voting behavior) dan perilaku tidak memilih ( non voting behavior). David Moon mengatakan ada dua pendekatan teoritik utama dalam menjelaskan prilaku non-voting yaitu: pertama, menekankan pada karakteristik sosial dan psikologi pemilih dan karakteristik institusional sistem Pemilu; dan kedua, menekankan pada harapan pemilih tentang keuntungan dan kerugian atas keputusan mereka untuk hadir atau tidak hadir memilih (dalam Hasanuddin M. Saleh; 2007). Secara harfiah partisipasi berarti keikutsertaan, untuk memaknai partisipasi dalam konteks politik, atau dapat dikatakan sebagai bentuk keikutsertaan warga dalam berbagai proses politik. Keikutsertaan warga yang dimaksud adalah kemauan warga untuk melihat, mengkritisi serta ikut terlibat secara aktif dalam setiap proses politik (baca : Pilkada atau Pemilu). Keterlibatan tersebut bukan berarti warga akan mendukung seluruh keputusan, kebijakan maupun pelaksanaan kebijakan yang akan dan telah ditetapkan oleh pemimpinnya. Jika terjadi sebaliknya maka kondisi ini

15 9 tidak bisa dikatakan sebagai partisipasi, namun yang lebih tepat adalah mobilisasi politik (Huntington& Nelson 1994:2-5). Partisipasi politik yang dimaksud adalah keterlibatan warga dalam segala tahapan kebijakan, mulai dari sejak perencanaan, pembuatan keputusan sampai dengan penilaian keputusan, termasuk juga peluang untuk ikut serta dalam pelaksanaan keputusan. Peran warga dalam partisipasi politik tersebut, selama ini bisa dikatakan masih sangat kurang (Gatara & Dzulkiah Said 2007:90-91). Hasil penelitian Tauchid Dwijayanto dalam kasus Pilkada Jawa Tengah menyatakan ada tiga hal yang menyebabkan terjadinya golput yaitu lemahnya sosialisasi, masyarakat lebih mementingkan kebutuhan ekonomi dan sikap apatisme masyarakat. Berdasarkan hasil temuan Efniwati ada dua hal yang menyebabkan pemilih golput yaitu faktor pekerjaan dan faktor lokasi TPS. Kemudian Eriyanto mengatakan ada empat alasan mengapa pemilih golput yaitu karena administratif, teknis, rendahnya keterlibatan atau ketertarikan pada politik (political engagement) dan kalkulasi rasional. Kegiatan pemilihan umum ( Pemilu) merupakan momen yang paling tepat dalam melihat indikator pelaksanaan demokrasi di suatu wilayah. Namun dalam beberapa Pemilu banyak orang-orang yang tidak memilih atau menggunakan hak suaranya dalam Pemilu atau lebih dikenal dengan golput, yang menyebabkan keberhasilan dalam Pemilu ini kurang efektif dari hasil yang didapatkannya. Secara umum terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi orang melakukan golput, yaitu :

16 10 1. Faktor Sosialisasi Menurut Peter L. Berger, Sosialisasi adalah proses belajar untuk menjadi anggota yang ikut berpartisipasi dalam masyarakat. Sementara menurut David Gaslin Sosialisasi adalah proses belajar nilai dan norma untuk menjadi anggota yang ikut aktif dalam masyarakat. Namun secara umum sosialisasi dapat diartikan sebagai proses belajar kelompok tentang aturan di dalam kelompok tersebut. Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat. Sejumlah sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai peranan ( role theory). Karena dalam proses sosialisasi diajarkan peran-peran yang harus dijalankan oleh individu. 2. Politik uang (Money Politic) Money politic dalam Bahasa Indonesia adalah suap. Arti suap dalam buku kamus besar Bahasa Indonesia adalah uang sogok. Suap dalam bahasa arab adalah rishwah atau rushwah, yang yang berasal dari kata alrisywah yang artinya sebuah tali yang menyambungkan sesuatu ke air. Alrosyi adalah orang memberi sesuatu yang batil, sedangkan murtasyinya adalah yang menerima. Al-raisy adalah perantara keduanya sehingga Rasulullah SAW melaknat kesemuanya pihak. Menurut pakar hukum Tata Negara Universitas Indonesia, Yusril Ihza Mahendra, definisi money politic sangat jelas, yakni mempengaruhi massa Pemilu dengan imbalan materi. Yusril mengatakan, sebagaimana

17 11 yang dikutip oleh Indra Ismawan kalau kasus money politic bisa di buktikan, pelakunya dapat dijerat dengan pasal tindak pidana biasa, yakni penyuapan. Tapi kalau penyambung adalah figur anonim (merahasiakan diri) sehingga kasusnya sulit dilacak, tindak lanjut secara hukum pun jadi kabur. Secara umum money politic biasa diartikan sebagai upaya untuk mempengaruhi perilaku orang dengan menggunakan imbalan tertentu. Ada yang mengartikan money politic sebagai tindakan jual beli suara pada sebuah proses politik dan kekuasaan. Pengertian politik uang adalah pertukaran uang dengan posisi/ kebijakan/keputusan politik yang mengatasnamakan kepentingan rakyat tetapi sesungguhnya demi kepentingan pribadi/kelompok/partai. Politik uang dalam Pemilu legislatif bisa dibedakan berdasarkan faktor dan wilayah operasinya yaitu: Pertama, Lapisan atas yaitu transaksi antara elit ekonomi (pemilik uang) denga n elit politik (pimpinan p artai/calon presiden) yang akan menjadi pengambil kebijakan/keputusan politik pasca Pemilu nanti. Bentuknya berupa pelanggaran dana perseorangan. Penggalangan dana perusahaan swasta, pengerahan dana terhadap BUMN/BUMD. Ketentuan yang terkait dengan masalah ini berupa pembatasan sumbangan dana kampanye. Kedua, Lapisan tengah yaitu transaksi elit politik (fungsi onaris partai) dalam manentukan calon legislatif/eksekutif dan urutan /pasangan calon. Bentuknya berupa uang tanda jadi caleg, uang harga nomor, uang pindah daerah pemilihan dan

18 12 lain-lain. Sayangnya tidak satu pun ketentuan peraturan perundangan Pemilu yang memungkinkan untuk menjerat kegiatan tersebut (politik uang). Semua aktivitas disini dianggap sebagai masalah internal partai. Ketiga, Lapisan bawah yaitu transaksi antara elit politik (caleg dan fungsionaris partai tingkat bawah) dengan massa pemilih. Bentuknya berupa pembagian sembako, Serangan fajar, ongkos transportasi kampanye, kredit ringan, peminjaman dan lain-lain. Dalam hal ini ada ketentuan administratif yang menyatakan bahwa calon anggaota DPRD/DPD (pasangan calon presiden dan atau tim kampanye yang terbukti menjanjikan dana dan atau memberi materi lainnya untuk mempengaruhi pemilih dapat dibatalkan pencalonannya oleh KPU. Jadi, politik uang adalah suatu bentuk pemberian atau janji menyuap seseorang baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu pada saat pemilihan umum. 3. Lingkungan Masyarakat Lingkungan masyarakat adalah tempat terjadinya sebuah interaksi suatu sistem dalam menghasilkan sebuah kebudayaan yang terikat oleh norma-norma dan adat istiadat yang berlangsung dalam kurun waktu yang lama. 4. Partisipasi politik Partisipasi politik adalah secara harfiah berarti keikutsertaan, dalam konteks politik ini mengacu pada keikutsertaan warga dalam berbagai

19 13 proses politik. Keikutsertaan warga dalam berbagai proses politik. Keikutsertaan warga dalam proses politik tidaklah hanya berarti warga mendukung keputusan atau kebijakan yang telah digariskan oleh para pemimpinnya, karena kalau ini yang terjadi maka istilah yang tepat adalah mobilisasi politik. Partisipasi politik adalah keterlibatan warga dalam segala tahapan kebijakan, mulai dari sejak pembuatan keputusan sampai dengan penilaian keputusan, termasuk juga peluang untuk ikut serta dalampelaksanaan keputusan. Merujuk pada pendapat Bismar Arianto (2011) bahwa alasan rendahnya partisipasi masyarakat untuk memilih diklasifikasikan menjadi 2 hal yakni faktor Internal dan faktor Eksternal. Untuk lebih jelasnya dalam menjelaskan masalah tersebut berikut diuraikan sebagai berikut. 1. Faktor Internal Adapun faktor internal itu sendiri meliputi 3 faktor utama yakni a. Faktor Teknis Faktor teknis yang penulis maksud adalah adanya kendala yang bersifat teknis yang dialami oleh pemilih sehingga menghalanginya untuk menggunakan hak pilih. Seperti pada saat hari pencoblosan pemilih sedang sakit, pemilih sedang ada kegiatan yang lain serta berbagai hal lainnya yang sifatnya menyangkut pribadi pemilih. Kondisi itulah yang secara teknis membuat pemilih tidak datang ke TPS untuk menggunakan hak pilihnya. Faktor teknis ini dalam pemahaman dapat di klasifikasikan ke dalam dua hal yaitu teknis mutlak dan teknis yang bisa

20 14 ditolerir. Teknis mutlak adalah kendala yang serta merta membuat pemilih tidak bisa hadir ke TPS seperti sakit yang membuat pemilih tidak bisa keluar rumah. Sedang berada di luar kota. Kondisi yang seperti yang penulis maksud teknis mutlak. Teknis yang dapat ditolerir adalah permasalahan yang sifatnya sederhana yang melakat pada pribadi pemilih yang mengakibat tidak datang ke TPS. Seperti ada keperluan keluarga, merencanakan liburan pada saat hari pemilihan. Pada kasus-kasus seperti ini dalam pemahaman penulis pemilih masih bisa mensiasatinya, yaitu dengan cara mendatangi TPS untuk menggunakan hak pilih terlebih dahulu baru melakukan aktivitas atau keperluan yang bersifat pribadi. Pemilih golput karena alasan teknis yang tipe kedua ini cenderung tidak mengetahui esensi dari menggunakan hak pilih, sehingga lebih mementingkan kepentingan pribadi dari pada menggunakan hak pilihnya. Pemilih ideal harus mengetahui dampak dari satu suara yang diberikan dalam Pemilu. Hakikatnya suara yang diberikan itulah yang menentukan pemimpin lima tahun mendatang. Dengan memilih pemimpin yang baik berarti pemilih berkontribusi untuk menciptakan masa depan yang lebih baik pula. b. Faktor Pekerjaan Faktor pekerjaan adalah pekerjaan sehari-hari pemilih. Faktor pekerjaan pemilih ini dalam pemahaman penulis memiliki kontribusi terhadap jumlah orang yang tidak memilih. Berdasarkan data sensus Penduduk Indonesia tahun 2010 dari 107,41 juta orang yang bekerja,

21 15 paling banyak bekerja di sektor pertanian yaitu 42,83 juta orang (39,88 persen), disusul sektor perdagangan sebesar 22,21 juta orang (20,68 persen), dan sektor jasa kemasyarakatan sebesar 15,62 juta orang (14,54 persen). Data di atas menunjukkan sebagian besar penduduk Indonesia bekerja di sektor informal, dimana penghasilanya sangat terkait dengan intensitasnya bekerja. Banyak dari sektor informal yang baru mendapatkan penghasilan ketika mereka bekerja, tidak bekerja berarti tidak ada penghasilan. Seperti tukang ojek, buruh harian, nelayan, petani harian. Kemudian ada pekerjaan masyarakat yang mengharuskan mereka untuk meninggalkan tempat tinggalnya seperti para pebisnis, pelaut atau penggali tambang. Kondisi seperti membuat mereka harus tidak memilih, karena faktor lokasi mereka bekerja yang jauh dari TPS. Maka dalam pemahaman penulis faktor pekerjaan cukup signifikan yang mempengaruhi partisipasi pemilih dalam sebuah pemilihan umum. Pemilih dalam kondisi seperti ini dihadapkan pada dua pilihan menggunakan hak pilih yang akan mengancam berkurang penghasilannya atau pergi bekerja dan tidak memilih. 2. Faktor Eksternal Faktor ektenal faktor yang berasal dari luar yang mengakibatkan pemilih tidak menggukan hak pilihnya dalam Pemilu. Ada tiga yang masuk pada kategori ini menurut pemilih yaitu aspek administratif, sosialisasi dan politik.

22 16 a. Faktor Administratif Faktor adminisistratif adalah faktor yang berkaitan dengan aspek adminstrasi yang mengakibatkan pemilih tidak bisa menggunakan hak pilihnya. Diantaranya tidak terdata sebagai pemilih, tidak mendapatkan kartu pemilihan tidak memiliki identitas kependudukan (KTP). Hal-hal administratif seperti inilah yang membuat pemilih tidak bisa ikut dalam pemilihan. Pemilih tidak akan bisa menggunakan hak pilih jika tidak terdaftar sebagai pemilih. Kasus Pemilu legislatif 2009 adalah buktinya banyaknya masyarakat Indonesia yang tidak bisa ikut dalam Pemilu karena tidak terdaftar sebagai pemilih. Jika kondisi yang seperti ini terjadi maka secara otomatis masyarakat akan tergabung kedalam kategori golput. Faktor berikut yang menjadi penghalang dari aspek administrasi adalah permasalahan kartu identitas. Masih ada masyarakat tidak memilki KTP. Jika masyarakat tidak memiliki KTP maka tidak akan terdaftar di DPT (Daftar Pem ilih Tetap) karena secara administtaif KTP yang menjadi rujukkan dalam mendata dan membuat DPT. Maka masyarakat baru bisa terdaftar sebagai pemilih menimal sudah tinggal 6 bulan di satu tempat. Golput yang diakibat oleh faktor administratif ini bisa diminimalisir jika para petugas pendata pemilih melakukan pendataan secara benar dan maksimal untuk mendatangi rumah-rumah pemilih.

23 17 Selain itu dituntut inisiatif masyarakat untuk mendatangi petugas pendataan untuk mendaftarkan diri sebagai pemilih. Langkah berikutnya DPS (Daftar Pemilih Sementara) harus tempel di tempat-tempat strategis agar bisa dibaca oleh masyarakat. Masyarakat juga harus berinisiatif melacak namanya di DPS, jika belum terdaftar segara melopor ke pengrus RT atau petugas pendataan. Langkah berikut untuk menimalisir terjadi golput karen aspek adminitrasi adalah dengan memanfaatkan data kependudukan berbasis IT. Upaya elektoronik Kartu Tanda Penduduk (E KTP) yang dilakukan pemerintahan sekarang dalam pandangan penulis sangat efektif dalam menimalisir golput administratif. b. Sosialisasi Sosialisasi atau menyebarluaskan pelaksanaan Pemilu di Indonesia sangat penting dilakukan dalam rangka memenimalisir golput. Hal ini di sebabkan intensitas Pemilu di Indonesia cukup tinggi mulai dari memilih kepala desa, bupati/walikota, gubernur Pemilu legislatif dan Pemilu presiden hal ini belum dimasukkan pemilihan yang lebih kecil RT/ RW. Kondisi lain yang mendorong sosialisi sangat penting dalam upaya meningkatkan partisipasi politik masyarakat adalah dalam setiap Pemilu terutama Pemilu di era reformasi selalu diikuti oleh sebagian peserta Pemilu yang berbeda. Pada Pemilu 1999 diikuti sebanyak 48 partai politik, pada Pemilu 2004 dikuti oleh 24 partai politik dan Pemilu 2009 dikuti oleh 41 partai politik nasional dan 6 partai politik lokal di Aceh. Kondisi ini menuntut perlunya sosialisasi terhadap masyarakat.

24 18 Permasalahan berikut yang menuntut perlunya sosialisasi adalah mekanisme pemilihan yang berbeda antara Pemilu sebelum reformasi dengan Pemilu sebelumnya. Dimana pada era orde baru hanya memilih lambang partai sementara sekarang selian memilih lambang juga harus memilih nama salah satu calon di pertai tersebut. Perubahan yang signifikan adalah pada Pemilu 2009 dimana kita tidak lagi mencoblos dalam memilih tetapi dengan cara menandai. Kondisi ini semualah yang menuntu pentingnya sosialisasi dalam rangka menyukseskan pelaksanaan Pemilu dan memenimalisir angka golput dalam setiap Pemilu. Terlepas dari itu semua penduduk di Indonesia sebagai besar berada di pedesaan maka menyebar luaskan informasi Pemilu dinilai pentingi, apalagi bagi masyarakat yang jauh dari akses transportasi dan informasi, maka sosiliasi dari mulut ke mulut menjadi faktor kunci mengurangi angka golput. c. Faktor Politik Faktor politik adalah alasan atau penyebab yang ditimbulkan oleh aspek politik masyarakat tidak mau memilih. Seperti ketidak percayaan dengan partai, tak punya pilihan dari kandidat yang tersedia atau tak percaya bahwa Pemilu/Pilkada akan membawa perubahan dan perbaikan. Kondisi inilah yang mendorong masyarakat untuk tidak menggunakan hak pilihnya. Stigma politik itu kotor, jahat, menghalalkan segala cara dan lain sebagainya memperburuk kepercayaan masyarakat terhadap politik sehingga membuat masyarakat enggan untuk menggunakan hak

25 19 pilih. Stigma ini terbentuk karena tabiat sebagian politisi yang masuk pada kategori politik instan. Para pelaku politik punya kecenderungan baru mendekati masyarakat ketika akan ada agenda politik seperti Pemilu. Maka kondisi ini meruntuhkan kepercayaan masyarakat pada politisi itu sendiri. Faktor lain adalah para politisi yang tidak mengakar, politisi yang tidak dekat dan tidak memperjuangkan aspirasi rakyat. Sebagian politisi lebih dekat dengan para petinggi partai, dengan pemegang kekuasaan. Mereka lebih mengantungkan diri pada pemimpinnya dibandingkan mendekatkan diri dengan konstituen atau pemilihnya. Kondisi lain adalah tingkah laku politisi yang banyak berkonflik mulai konflik internal partai dalam mendapatkan jabatan strategis di partai, kemudian konflik dengan politisi lain yang berbeda partai. Konflik seperti ini menimbulkan antipati masyarakat terhadap partai politik itu sendiri. Idealnya konflik yang di tampilkan para politisi seharusnya tetap mengedepankan etika politik untuk menjaga kewibawaan politik dan kepercayaan masyarakat. Politik pragamatis yang semakin menguat, baik dikalangan politisi maupun di sebagian masyarakat. Para politisi hanya mencari keuntungan sesaat dengan cara mendapatkan suara rakyat. Sedangan sebagian masyarakat kita, politik dengan melakukan transaksi semakin menjadijadi. Baru mau mendukung, memilih jika ada mendapatkan keutungan materi, maka muncul ungkapan kalau tidak sekarang kapan lagi, kalau sudah jadi/terpilih mereka akan lupa janji. Kondisi-kondisi yang seperti

26 20 penulis uraikan ini yang secara politik memengaruhi masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya. Sebagian Masyarakat semakin tidak yakin dengan politisi. Harus diakui tidak semua politisi seperti ini, masih banyak politisi yang baik, namun mereka yang baik tenggelam dikalahkan politisi yang tidak baik. F. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan dan Bentuk Penelitian Metode yang digunakan adalah metode deskriptif analisis, dengan pendekatan Kuantitatif dimana tujuan dari metode ini adalah untuk menggambarkan kondisi obyek penelitian berdasarkan data dan fakta yang ada, yang kemudian dilakukan analisis dengan metode kuantitatif terhadap obyek penelitian sesuai dengan tujuan penelitian yakni untuk melihat analisis faktorfaktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dalam Pemilihan Umum di Kabupaten Sambas. Dalam penelitian ini, peneliti memakai bentuk penelitian survey, yang dimaksud dengan penelitian Survei adalah metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai suatu unit atau sekelompok unit. Menurut Singarimbun dan Effendi (1995 : 3) metode penelitian survey adalah penelitian yang mengambil sample dari populasai dan mengunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok. menurut Cooper dan Emory (1996: 287) Mensurvei adalah mengajukan pertanyaan pada orang-orang dan merekam jawabannya untuk dianalisis.

27 21 2. Sumber Data Dalam suatu penelitian kita kenal adanya teknik dan alat yang sangat dipelukan untuk mengumpulkan data yang digunakan. Adapun data yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi; a) Data Primer Yaitu berbentuk informasi yang diperoleh secara langsung dari objek penelitian itu sendiri yang dapat dikumpulkan dengan metode survey dimana informasi tersebut diperoleh melalui Wawancara Terstruktur yaitu mengadakan tanya jawab dengan menggunakan alat baik berupa angket atau Koesioner maupun melalui wawancara tidak terstruktur melalui yakni bertanya langsung pada responden melalui teknik wawancara mendalam. b) Data Sekunder Yaitu data yang diperoleh penulis secara tidak langsung yang disediakan oleh lembaga KPU, data Kecamatan, Desa atau dari sumber lainnya seperti melakukan studi literatur atau instansi pemerintahan. 3. Populasi Dan Sampel a) Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulnnya (Sugiono, 1999:72). Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat di Kabupaten Sambas yang terdata sebagai pemilih pada pemilihan umum.

28 22 b) Sampel Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 1999: 72). Adapun sampel dalam penelitian ini adalah pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan purposive sampling. Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah purposive sampling yaitu dimana pengambilan sampel yang dimaksud dalam sampel dilakukan dengan sengaja dengan catatan bahwa sampel tersebut mewakili populasi yang ada, hal ini dengan menggunakan pertimbangan bahwa sampel berkaitan dengan tujuan penelitian. Dalam menentukan besarnya sampel yang diambil dalam suatu penelitian, Soeratno dan Arsyad (1999:105), mengatakan bahwa Dalam penentuan jumlah sampel tidak ada aturan yang tegas yang dipersyaratkan untuk suatu penelitian dari populasi yang tersedia. Singaribun dan Sofyan (1988:149) mengatakan, ada empat faktor yang harus dipertimbangkan agar mendapat data yang representatif, yaitu : 1) Derajat keseragaman, semakin seragam sampel populasi, maka akan semakin kecil sampel yang akan diambil. 2) Presisi yang dikehendaki peneliti, semakin tinggi presisi yang dikehendaki maka akan semakin besar sampel yang harus diambil. 3) Rencana analisis, pada dasarnya sampel juga ditentukan dari kebutuhan analisis, kadang kala besarnya sampel sudah mencukupi

29 23 sesuai dengan presisi yang dikehendaki, tetapi kalau dikaitkan dengan kebutuhan analisis maka jumlah sampel tersebut kurang mencukupi. 4) Biaya, tenaga, dan waktu yang tersedia. Semakin besar biaya, tenaga dan waktu yang tersedia, maka akan semakin besar sampel yang dapat diambil dan tingkat presisi yang diperoleh akan semakin tinggi. Berdasarkan pendapat para ahli jumlah sampel yang diambil sebanyak 30 orang responden merupakan angka yang representatif dalam sebuah besaran sampel penelitian. Donald R. Cooper & C. William Emory menjelaskan 30 responden adalah jumlah minimum yang disebutkan oleh ahli ahli metodologi penelitian (1996: 245). Oleh itu, dalam penelitian ini peneliti mengambil jumlah responden sebanyak 35 orang dari setiap dapil (Daerah Pemilih) sebagai sampel. Pertimbangan ini karena jumlah tersebut merupakan angka yang dianggap representatif sehingga total sampel dalam penelitian ini dari 5 (lima) dapil (Daerah Pemilih) adalah 175 responden. Hal ini dengan asumsi bahwa data sampel sebanyak 35 orang telah dianggap represetatif dalam metode penelitian sosial, serta sudah merupakan bentuk data besar (> 30) yang bisa dianalisis menggunakan analisis statistik parametrik. Selain itu pertimbangan peneliti mengambil jumlah sampel 35 orang juga sudah mempertimbangkan empat aspek yang dijadikan pertimbangan pengambilan sampel berdasarkan pendapatan ahli utamanya merujuk pada pendapat Singaribun dan Sofyan (1988:149) yang menjelaskan bahwa pertimbangan derajat keseragaman, tingkat presisi,

30 24 analisis penelitian serta kondisi teknis meliputi biaya, tenaga, dan waktu yang tersedia dalam penyelesaian penelitian ini. Adapun bauran sampel penelitian yang diambil oleh peneliti dalam menjawab masalah penelitian ini selanjutnya dapat digambarkan berdasarkan tabel 1.2 dibawah ini. Tabel 1.2 Bauran Sampel Penelitian Dapil Wilayah Kecamatan Jumlah Sampel Dapil 1 Sambas, Sejangkung, 35 Subah, Sajad, Sebawi Dapil 2 Tebas Tekarang 35 Dapil 3 Pemangkat, Selakau, 35 Semparuk, Salatiga Dapil 4 Jawai, Jawai Selatan 35 Dapil 5 Paloh, Sajingan Besar, Tl. 35 Keramat, Tangaran, Galing Total 175 Sumber: Data Sekunder Olahan, Juni Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengambilan sampel yang akan digunakan peneliti meliputi: a) Kuesioner, yaitu pengumpulan data melalui daftar pertanyaan yang disebarkan kepada Masyarakat sambas yang menjadi sampel dalam penelitian ini. b) Wawancara Mendalam yakni pengumpulan data dengan melakukan wawancara pada responden yang dianggap mampu menjawab masalah penelitian. Metode ini dijadikan sebagai metode tambahan untuk memperdalam informasi dari hasil Kuesioner yang disebarkan pada responden.

31 25 c) Observasi, yaitu pengumpulan data dengan cara penelitian langsung terjun ketempat penelitian. 5. Teknik Analisis Data Adapun teknik analisis data yang digunakan untuk pengolahan data yaitu dengan menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif. a) Analisis Kualitatif Yaitu dengan melihat jawaban dari responden melalui kuesioner yang telah disebarkan kemudian dikelompokkan menurut kriteria yang ada dan hasil dari masing-masing jawaban pertanyaan dijumlahkan kemudian dicari persentasenya, dianalisis dan ditarik kesimpulan. Selain itu data dari hasil wawancara mendalam juga dijadikan sebagai informasi tambahan untuk menjelaskan masalah penelitian. b) Analisis Kuantitatif Analisis Data Kuantitatif adalah data yang berbentuk angka atau data kualitatif yang diangkakan. Untuk mengukur variabel yang digunakan di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan skala likert. Menurut Sugiono, (2005 : 87-86) Skala Likert ini digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam penelitian ini fenomena sosial ini diterapkan secara spesifik oleh peneliti dan selanjutnya disebut sebagai variabel penelitian. Ada empat skala yang digunakan peneliti : sangat yakin, yakin, ragu-ragu dan tidak setuju. Adapun untuk lima tingkat kualitas pelaksanaan pelayanan sesuai indikator. Variabel yang diukur meliputi:

32 26 1) Jawaban A = Sangat Yakin : Bobot 4 2) Jawaban B = Yakin : Bobot 3 3) Jawaban C = Ragu-ragu : Bobot 2 4) Jawaban D = Tidak setuju : Bobot 1 Selanjutnya analisis jawaban responden akan ditabulasikan dengan menganalisis jawaban responden dari penyebaran kuesioner serta observasi dan wawancara peneliti, lalu dilakukan tabulasi dan disajikan dalam bentuk tabel frekwensi kemudian dianalisis dengan menggunakan persentase. Untuk lebih memperdalam analisis dalam penelitian ini selanjutnya dilakukan penskoran dengan skala indeks. Adapun Total nilai indeks yang dijadikan ukuran peneliti adalah 4 (empat) dengan menggunakan kriteria 3 kotak (Three box Method). Sehingga rentang 4 (0,1-4,00) akan menghasilkan rentang sebesar 1,33 yang akan digunakan sebagai dasar interprestasi nilai indeks. Adapun interpretasi nilai indeks yang dimaksud adalah sebagai berikut; 1. Dengan skor nilai 0,10-1,33 atau mempunyai nilai interpretasi yang paling rendah. Artinya variabel ini mempunyai pengaruh yang paling besar karena mempunyai skor yang paling rendah, menjauhi nilai indeks opitimal yang ditentukan.

33 27 2. Dengan skor nilai 1,34-2,66 dengan asumsi sedang atau mempunyai pengaruh yang sedang. 3. Dengan skor nilai 2,67-4,00 yang paling tinggi atau mempunyai pengaruh yang paling rendah, mendekati nilai harapan optimal dari indeks yang ditentukan.

34 BAB II GAMBARAN LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum Kabupaten Sambas 1. Kondisi Fisik Wilayah Kabupaten Sambas terletak di bagian paling utara Propinsi Kalimantan Barat atau diantara 1 23 Lintang Utara dan Bujur Timur Secara administratif, batas wilayah Kabupaten Sambas adalah: a. Utara : Serawak (Malaysia Timur) & laut Natuna b. Selatan : Kab. Bengkayang & Kota Singkawang c. Barat : Laut Natuna. d. Timur : Kab. Bengkayang & Serawak Luas Kabupaten Sambas adalah 6.395,70 km2 atau sekitar 4,36 persen dari luas wilayah Propinsi Kalimantan Barat. 28

35 29 Gambar 2.1 Peta Kabupaten Sambas Daerah Pemerintahan Kabupaten Sambas pada tahun 2008 terbagi menjadi 19 Kecamatan dan 183 Desa serta 1 UPT. Kecamatan terluas adalah Kecamatan Sajingan Besar dengan luas 1.391,20 km2 atau 21,75 persen sedangkan yang terkecil adalah Kecamatan Tekarang dengan luas sebesar 83,16 km2 atau 1,30 persen dari luas wilayah Kabupaten Sambas.

36 30 Grafik 2.2 Penduduk Kabupaten Sambas Menurut Jenis Kelamin, J U M L A H P E N D U D U K KECAMATAN

37 31 Tabel 2.1. Penduduk Kabupaten Sambas Menurut Jenis Kelamin No Kecamatan Laki-Laki Perempuan Total 1. Selakau Selakau Timur Pemangkat Semparuk Salatiga T e b a s Tekarang S a m b a s S u b a h Sebawi Sajad J a w a i Jawai Selatan Teluk Keramat G a l i n g Tangaran Sejangkung Sajingan Besar P a l o h Jumlah Sumber: Kab. Sambas Dalam Angka, Visi, Misi, Tujuan, Sasaran, Strategi dan Arah Kebijakan Kabupaten Sambas mempunyai bupati dan wakil bupati yang masing-masing bernama dr. Hj. Juliarti Djuhardi Alwi, MPH dan Dr. Pabali Musa, M.Ag untuk masa periode Sejalan dengan

38 32 ketentuan peraturan perundangan yang berlaku, setiap kepala daerah berkewajiban adalah menetapkan langkah strategis berkewajiban untuk menjamin kelanjutan dan peningkatan percepatan pembangunan yang telah dicapai sebelumnya. Langkah ini harus dijabarkan dalam visi dan misi serta program prioritas yang dituangkan ke dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (R PJMD) Kabupaten Sambas , yang selanjutnya disebut RPJMD Kabupaten Sambas. Mengingat Kepala Daerah terpilih adalah lanjutan dari kepemimpinan periode sebelumnya, maka dengan RPJMD konsistensi dan keberlanjutan pencapaian rencana pembangunan lima tahun sebelumnya akan lebih terjamin. Untuk memastikan konsistensi dan keberlanjutan. a. Visi Dalam rangka konsistensi terhadap visi terdahulu, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun , maka dibutuhkan visi berikutnya ( ) yang merupakan keberlanjutan dan penajaman dari visi yang digagas, dirancang, dan dirintis oleh Bupati-Wakil Bupati sebelumnya. Penetapan visi tersebut, didasarkan atas pertimbangan, sebagai berikut: 1) Visi masih aktual untuk tetap digunakan sampai target pencapaian pada tahun 2016, sebagai konsistensi terhadap Peraturan Daerah Nomor: 2 Tahun 2010 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Sambas Tahun dan

39 33 Peraturan Daerah Nomor: 6 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun ) Masih tetap sesuai dengan nilai-nilai luhur masyarakat yang sebagian besar muslim dan agraris, serta didukung dengan potensi laut dan lahan pertanian yang masih besar. Nilai-nilai luhur yang masih dianut antara lain: a) Kehidupan masyarakat Kabupaten Sambas yang religius Islami, hal ini tercermin dari sebagian besar penduduk beragama Islam (87%), sehingga cukup mewarnai budaya masyarakat Sambas. b) Motto Terpikat Terigas sudah mulai terinternalisasi dan menginspirasi seluruh stakeholders dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan daerah, sehingga pada periode berikutnya masih relevan untuk dilanjutkan dengan tambahan sedikit kata menjadi Bersama Lanjutkan Terpikat Terigas, yang kemudian disingkat dengan Bela Terpikat Terigas. Makna dari moto Bela Terpikat Terigas adalah: - Bela (bersama lanjutkan), mengandung arti bahwa dengan semangat kebersamaan dan bekerja sama seluruh komponen masyarakat Sambas berkomitmen untuk melanjutkan dan meningkatkan apa yang telah digagas, dirancang, dan dirintis oleh Bupati-Wakil Bupati periode

40 34 - Terpikat Terigas, mengandung arti bahwa seluruh komponen masyarakat Sambas akan bahu membahu berpartisipasi aktif dalam seluruh aspek dan tujuan pembangunan, yaitu: Tingkatkan Ekonomi Rakyat, untuk membangun kemandirian. Religius, untuk membangun kepribadian. Pendidikan, untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Ilmu pengetahuan, untuk membangun peradaban besar dan utama. Kesehatan masyarakat, untuk meningkatkan kualitas lahiriyahnya. Semua itu akan diwujudkan melalui suatu Pemerintahan Daerah yang tertib dan terukur pada aspek: Ekonomi kerakyatan yang sinergis dengan investasi. Religius. Ilmu pengetahuan dan teknologi. Good Governance. Amanah dan berakhlaqul-karimah, serta Social control and social participation. Atas dasar pertimbangan di atas dan dengan memperhatikan potensi, permasalahan, dan peluang yang dimiliki Kabupaten Sambas, nilai-nilai visi daerah, aspirasi, dan dinamika yang berkembang pada

41 35 masa 5 tahun sebelumnya (tahun ), maka visi Kabupaten Sambas untuk periode adalah: TERWUJUDNYA SAMBAS YANG MANDIRI, BERPRESTASI, MADANI, SERTA SEJAHTERA, MELALUI BELA TERPIKAT TERIGAS Adapun makna dari visi tersebut yaitu: 1) Sambas yang mandiri adalah suatu kondisi dimana perekonomian masyarakat berkembang dengan baik, kreatif, dan inovatif yang ditandai dengan meningkatnya investasi dan kapasitas ekonomi masyarakat baik karena faktor intensifikasi maupun ekstensifikasi, serta membaiknya infrastruktur dan pengelolaan sumber daya alam yang berwawasan lingkungan. 2) Sambas yang berprestasi adalah suatu kondisi dimana kualitas sosial, moral, dan intelektual masyarakat berkembang dengan baik menuju pencapaian unggul terutama pada bidang pendidikan, kesehatan, kepribadian, dan kebudayaan. 3) Sambas yang madani adalah suatu kondisi dimana kehidupan masyarakat berlangsung dengan harmonis, taat dan tertib hukum, sadar politik, demokratis, dan dinamis serta selaras dengan prinsip-prinsip good governance. 4) Sambas yang sejahtera adalah suatu kondisi dimana hak-hak dasar dan sekunder masyarakat terpenuhi dengan didukung oleh suasana kehidupan yang agamis, aman, dan damai.

42 36 b. Misi Dalam upaya mewujudkan visi pembangunan Kabupaten Sambas Tahun tersebut, maka misi pembangunan Kabupaten Sambas adalah sebagai berikut : 1) Mengembangkan ekonomi kerakyatan dan investasi yang sinergis melalui kemitraan dan pemberdayaan antara pemerintah, swasta, dan masyarakat yang didukung oleh pelayanan prima. 2) Meningkatkan pembangunan infrastruktur dasar dengan memperhatikan aspek pemerataan dan keadilan pembangunan serta mengutamakan faktor pengungkit perekonomian rakyat. 3) Meningkatkan kemampuan budi, daya, dan karsa insani menuju pembangunan manusia seutuhnya. 4) Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan. 5) Meningkatkan kapasitas dan kualitas aparatur dan penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan prinsip-prinsip good governance. 6) Penegakan hukum ( law enforcement) yang adil dan bertanggung jawab. 7) Memantapkan stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat guna memacu akselerasi pembangunan daerah. 8) Meningkatkan pembinaan mental spritual guna mengokohkan jatidiri masyarakat yang berkepribadian luhur, berbudaya, dan berwawasan kebangsaan.

43 37 c. Tujuan Tujuan Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sambas Tahun adalah sebagai berikut : 1) Meningkatkan penyediaan infrastruktur dasar. 2) Meningkatkan kemampuan pengelolaan sumber daya alam yang berwawasan lingkungan hidup. 3) Meningkatkan kegiatan ekonomi dan investasi. 4) Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia melalui pembangunan bidang pendidikan, kesehatan, kebudayaan, pemuda, olahraga dan pemberdayaan perempuan, keluarga dan anak untuk menunjang program-program unggulan daerah. 5) Meningkatkan derajat pendidikan. 6) Meningkatkan kepribadian dan kebudayaan masyarakat. 7) Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam program pembangunan. 8) Melakukan reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan. 9) Menegakkan supremasi hukum. 10) Memantapkan stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat. 11) Meningkatkan kualitas kehidupan beragama. d. Sasaran Adapun sasaran pembangunan daerah Kabupaten Sambas Tahun adalah: 1) Meningkatnya ketersediaan infrastruktur dasar.

ANALISIS PENYEBAB MASYARAKAT TIDAK MEMILIH DALAM PEMILU. Bismar Arianto 1

ANALISIS PENYEBAB MASYARAKAT TIDAK MEMILIH DALAM PEMILU. Bismar Arianto 1 ANALISIS PENYEBAB MASYARAKAT TIDAK MEMILIH DALAM PEMILU Bismar Arianto 1 Abstract Number of unvoting electors or generally termed as golongan putih or the white group continuously increases from every

Lebih terperinci

Dewi Masita Umar, NIM: ,**Jusdin Puluhulawa., SH, M.Si***Dr.Udin Hamim, S.Pd.,SH, M.Si, Jurusan Ilmu Hukum dan Kemasyarakatan, Program Studi

Dewi Masita Umar, NIM: ,**Jusdin Puluhulawa., SH, M.Si***Dr.Udin Hamim, S.Pd.,SH, M.Si, Jurusan Ilmu Hukum dan Kemasyarakatan, Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan, Fakultas Ilmu Sosial Page 1 Golongan Putih ( Golput ) Pada Pemilihan Kepala Daerah di Gorontalo Utara ( Studi Kasus Bagi Warga Pemilih di Kecamatan Atinggola) Oleh Dewi Masita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pilgub Jabar telah dilaksanakan pada tanggal 24 Pebruari 2013, yang

BAB I PENDAHULUAN. Pilgub Jabar telah dilaksanakan pada tanggal 24 Pebruari 2013, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pilgub Jabar telah dilaksanakan pada tanggal 24 Pebruari 2013, yang dilaksanakan secara langsung, yang merupakan salah satu bentuk Demokrasi. Bagi sebuah bangsa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Reformasi politik yang sudah berlangsung sejak berakhirnya pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto pada bulan Mei 1998, telah melahirkan perubahan besar

Lebih terperinci

Alhamdulillah, puji syukur kita panjatkan

Alhamdulillah, puji syukur kita panjatkan KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-nya kepada kita, sehingga Pemerintah Kabupaten Sambas dapat menyusun Laporan Akuntabilitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah

PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan wilayah, secara spasial tidak selalu merata. Kesenjangan pembangunan antar wilayah seringkali menjadi permasalahan serius. Beberapa daerah mengalami pertumbuhan cepat,

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI SKPD Analisis Isu-isu strategis dalam perencanaan pembangunan selama 5 (lima) tahun periode

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Peran Menurut Abdulsyani (1994) peran atau peranan adalah apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya. Peran merupakan suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. demokrasi, Sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Dalam

I. PENDAHULUAN. demokrasi, Sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan negara demokrasi, Sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Dalam hubungannya

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN I. UMUM 1. Dasar Pemikiran Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH Penyelenggaraan otonomi daerah sebagai wujud implementasi Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, memunculkan berbagai konsekuensi berupa peluang,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum.

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan suatu negara yang menganut paham demokrasi, dan sebagai salah satu syaratnya adalah adanya sarana untuk menyalurkan aspirasi dan memilih pemimpin

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Sambas dengan luas wilayah 6.395,70 km 2 atau 639.570 Ha (4,36% dari luas wilayah propinsi Kalimantan Barat), merupakan wilayah kabupaten

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI DAN TUJUAN PEMERINTAHAN KABUPATEN SOLOK TAHUN

BAB V VISI, MISI DAN TUJUAN PEMERINTAHAN KABUPATEN SOLOK TAHUN BAB V VISI, MISI DAN TUJUAN PEMERINTAHAN KABUPATEN SOLOK TAHUN 2011-2015 5.1. Visi Paradigma pembangunan moderen yang dipandang paling efektif dan dikembangkan di banyak kawasan untuk merebut peluang dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperlakukan rakyat sebagai subjek bukan objek pembangunan, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. memperlakukan rakyat sebagai subjek bukan objek pembangunan, sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Parameter paling utama untuk melihat ada atau tidaknya pembangunan politik di sebuah negara adalah demokrasi. Meskipun sebenarnya demokrasi tidak sepenuhnya menjadi

Lebih terperinci

Visi, Misi, Tujuan Dan Sasaran

Visi, Misi, Tujuan Dan Sasaran Visi, Misi, Tujuan Dan Sasaran Visi Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode perencanaan. Visi tersebut harus bersifat dapat dibayangkan (imaginable), diinginkan oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan

I. PENDAHULUAN. Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai dari presiden, kepala daerah,

Lebih terperinci

Urgensi Pemimpin Daerah Yang Bersih Guna Mewujudkan Good Governance Oleh: Achmadudin Rajab *

Urgensi Pemimpin Daerah Yang Bersih Guna Mewujudkan Good Governance Oleh: Achmadudin Rajab * Urgensi Pemimpin Daerah Yang Bersih Guna Mewujudkan Good Governance Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 20 November 2015; disetujui: 7 Desember 2015 Latar Belakang Pilkada Serentak pada tanggal 9

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 VISI Dalam periode Tahun 2013-2018, Visi Pembangunan adalah Terwujudnya yang Sejahtera, Berkeadilan, Mandiri, Berwawasan Lingkungan dan Berakhlak Mulia. Sehingga

Lebih terperinci

URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014

URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014 KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014 Disampaikan pada acara Round Table Discussion (RTD) Lemhannas, Jakarta, Rabu 12 Oktober

Lebih terperinci

BERSATU MENGATASI KRISIS BANGKIT MEMBANGUN BANGSA

BERSATU MENGATASI KRISIS BANGKIT MEMBANGUN BANGSA BERSATU MENGATASI KRISIS BANGKIT MEMBANGUN BANGSA Oleh : PROF. DR. 1 TERIMA KASIH ATAS UNDANGAN UNTUK MENGIKUTI TEMU NASIONAL ORMAS KARYA KEKARYAAN GAGASAN TENTANG UPAYA MENGATASI KRISIS DAN KEBIJAKAN

Lebih terperinci

BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Visi dan misi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Tapin tahun 2013-2017 selaras dengan arah Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I1 Perencanaan Dan Perjanjian Kinerja L IHA PEMILIHAN UMUM

BAB I1 Perencanaan Dan Perjanjian Kinerja L IHA PEMILIHAN UMUM BAB I1 Perencanaan Dan Perjanjian Kinerja SI L IHA N PEM UMUM MI KO I 2014 PEMILIHAN UMUM A. Sasaran RPJMN 2010 2014 Komisi Pemilihan Umum adalah lembaga penyelenggara Pemilihan Umum yang bersifat nasional,

Lebih terperinci

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu kebijakan dan tercapainya kebijakan tersebut. Impelementasi juga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu kebijakan dan tercapainya kebijakan tersebut. Impelementasi juga 22 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Implementasi Implementasi adalah proses untuk memastikan terlaksananya suatu kebijakan dan tercapainya kebijakan tersebut. Impelementasi juga dimaksudkan menyediakan sarana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah suatu sarana demokrasi yang digunakan untuk memilih

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah suatu sarana demokrasi yang digunakan untuk memilih I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan umum adalah suatu sarana demokrasi yang digunakan untuk memilih wakil wakil rakyat untuk duduk sebagai anggota legislatif di MPR, DPR, DPD dan DPRD. Wakil rakyat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut kepentingan rakyat harus didasarkan pada kedaulatan rakyat. Pemilu

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut kepentingan rakyat harus didasarkan pada kedaulatan rakyat. Pemilu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara demokrasi dimana pemerintahan berdasarkan atas kedaulatan rakyat (Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1

Lebih terperinci

KPU Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Sumedang BAB I PENDAHULUAN

KPU Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Sumedang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pemilihan Umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara demokratis, Langsung Umum Bebas Rahasia, Jujur dan Adil dalam Negara Kesatuan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. menggunakan metode penelitian kuantitatif. Metode kuantitatif digunakan

III. METODE PENELITIAN. menggunakan metode penelitian kuantitatif. Metode kuantitatif digunakan 32 III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode penelitian kuantitatif. Metode kuantitatif digunakan dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang dianggap demokratis selalu mencantumkan kata kedaulatan

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang dianggap demokratis selalu mencantumkan kata kedaulatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara yang dianggap demokratis selalu mencantumkan kata kedaulatan rakyat didalam konstitusinya. Hal ini menunjukkan bahwa kedaulatan rakyat merupakan suatu

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH 5.1 Sasaran Pokok dan Arah Kebijakan Pembangunan Jangka Panjang Untuk Masing masing Misi Arah pembangunan jangka panjang Kabupaten Lamongan tahun

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN - 115 - BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Visi dan Misi, Tujuan dan Sasaran perlu dipertegas dengan upaya atau cara untuk mencapainya melalui strategi pembangunan daerah dan arah kebijakan yang diambil

Lebih terperinci

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan BAB - VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN 6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan Strategi adalah langkah-langkah berisikan program indikatif untuk mewujudkan visi dan misi, yang dirumuskan dengan kriterianya

Lebih terperinci

PEMILUKADA PASCA REFORMASI DI INDONESIA. Oleh : Muhammad Afied Hambali Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta. Abstrack

PEMILUKADA PASCA REFORMASI DI INDONESIA. Oleh : Muhammad Afied Hambali Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta. Abstrack PEMILUKADA PASCA REFORMASI DI INDONESIA Oleh : Muhammad Afied Hambali Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta Abstrack Pilkada telah memiliki aturan pemilihan secara jelas, dan adanya pembatasan oleh

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG top PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH I. UMUM 1. Dasar

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN A. Persepsi Masyarakat Pada Caleg Secara teoritis, pemilihan umum baik itu legislatif maupun eksekutif yang diselenggarakan secara langsung dapat berperan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangan rakyat, maka kekuasaan harus dibangun dari bawah. diantaranya adalah maraknya praktik-praktik money politics.

BAB I PENDAHULUAN. tangan rakyat, maka kekuasaan harus dibangun dari bawah. diantaranya adalah maraknya praktik-praktik money politics. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan umum hampir tidak mungkin dilaksanakan tanpa kehadiran partai-partai politik di tengah masyarakat. Keberadaan partai-partai politik juga merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan umum dari penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Dengan terbitnya Undang-undang

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PENELITIAN

LAPORAN HASIL PENELITIAN LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMETAAN PERSEPSI ATAS PENYELENGGARAAN SOSIALISASI KEPEMILUAN, PARTISIPASI DAN PERILAKU PEMILIH DI KABUPATEN BANGLI Kerjasama Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli dan Fakultas

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran otentik Kabupaten Rejang Labong dalam 5 (lima) tahun mendatang pada kepemimpinan Bupati dan Wakil Bupati terpilih untuk periode RPJMD

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 VISI Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional menjelaskan bahwa visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup rakyat yang dipimpin oleh para pejabat yang terbukti

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup rakyat yang dipimpin oleh para pejabat yang terbukti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tindak perilaku korupsi akhir-akhir ini makin marak dipublikasikan di media massa maupun media cetak. Tindak korupsi ini mayoritas dilakukan oleh para pejabat

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS SISTEM BERJALAN

BAB 3 ANALISIS SISTEM BERJALAN 28 BAB 3 ANALISIS SISTEM BERJALAN Dalam bab tiga ini akan menjelaskan analisis sistem yang sedang berjalan dan pemecahan masalah. Analisis dan pemecahan masalah di dapat dari sumber data yang diperoleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemimpin negara dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi

I. PENDAHULUAN. pemimpin negara dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Partisipasi politik adalah kegiatan sesorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih pemimpin

Lebih terperinci

BAB III ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan SKPD Bappeda Kotabaru

BAB III ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan SKPD Bappeda Kotabaru BAB III ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan SKPD Bappeda Kotabaru Kondisi saat ini peningkatan kualitas penyelenggaraan perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Simbol manifestasi negara demokrasi adalah gagasan demokrasi dari

BAB I PENDAHULUAN. Simbol manifestasi negara demokrasi adalah gagasan demokrasi dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Simbol manifestasi negara demokrasi adalah gagasan demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Pemilihan Umum (Pemilu) menjadi bagian utama dari gagasan

Lebih terperinci

Oleh : Dr. Muhammad, S.IP., M.Si. (Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum)

Oleh : Dr. Muhammad, S.IP., M.Si. (Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum) Oleh : Dr. Muhammad, S.IP., M.Si. (Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum) Disampaikan dalam RAKORNAS dalam Rangka Pemantapan Pelaksanaan Pemilu DPR, DPD, dan DPRD Tahun 2014, Balai Sidang Jakarta Convention

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA SEMARANG

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA SEMARANG BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA SEMARANG Untuk memberikan arahan pada pelaksanaan pembangunan daerah, maka daerah memiliki visi, misi serta prioritas yang terjabarkan dalam dokumen perencanaannya. Bagi

Lebih terperinci

Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya Bab VIII

Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya Bab VIII Bab VIII 8.1 KELEMBAGAAN Lembaga penataan ruang memegang peran krusial dalam proses penataan ruang. Hal ini mengingat proses penataan ruang memerlukan lembaga yang kredibel terutama dalam pengendalian

Lebih terperinci

Bab III Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi dan Kerangka Kelembagaan

Bab III Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi dan Kerangka Kelembagaan Bab III Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi dan Kerangka Kelembagaan 3.1. Arah Kebijakan dan Strategi Komisi Pemilihan Umum Arah kebijakan dan strategi Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Sumedang

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN 45 IV. GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Panwaslu 1. Sejarah Singkat Panwaslu Negara Republik Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat atau negara demokrasi. Salah satu ciri penting

Lebih terperinci

TERWUJUDNYAMASYARAKAT KABUPATEN PASAMAN YANGMAJU DAN BERKEADILAN

TERWUJUDNYAMASYARAKAT KABUPATEN PASAMAN YANGMAJU DAN BERKEADILAN TERWUJUDNYAMASYARAKAT KABUPATEN PASAMAN YANGMAJU DAN BERKEADILAN Untuk memberikan gambaran yang jelas pada visi tersebut, berikut ada 2 (dua) kalimat kunci yang perlu dijelaskan, sebagai berikut : Masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penelitian ini mengkaji tentang Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU), proses. pengawasan dan hambatan-hambatan yang dialami dalam mengawasi

I. PENDAHULUAN. Penelitian ini mengkaji tentang Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU), proses. pengawasan dan hambatan-hambatan yang dialami dalam mengawasi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ini mengkaji tentang Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU), proses pengawasan dan hambatan-hambatan yang dialami dalam mengawasi pelanggaran Pemilihan Gubernur Lampung

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Palembang Tahun BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Palembang Tahun BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Perumusan visi, misi, tujuan dan sasaran pembangunan menegaskan tentang kondisi Kota Palembang yang diinginkan dan akan dicapai dalam lima tahun mendatang (2013-2018).

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan 56 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Identitas Responden Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan yang berjumlah 100 responden. Identitas responden selanjutnya didistribusikan

Lebih terperinci

PANDUAN AKUNTABILITAS POLITIK

PANDUAN AKUNTABILITAS POLITIK PANDUAN AKUNTABILITAS POLITIK I. PENGANTAR Pemilihan Umum adalah mekanisme demokratis untuk memilih anggota legislatif (DPR, DPD, DPRD), dan Eksekutif (Presiden-Wakil Presiden, serta kepala daerah). Pemilu

Lebih terperinci

BAB 7 KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB 7 KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH BAB 7 KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH 7.1 Kebijakan Umum Perumusan arah kebijakan dan program pembangunan daerah bertujuan untuk menggambarkan keterkaitan antara bidang urusan pemerintahan

Lebih terperinci

Dibacakan oleh: Dr. Ir. Hj. Andi Yuliani Paris, M.Sc. Nomor Anggota : A-183 FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Dibacakan oleh: Dr. Ir. Hj. Andi Yuliani Paris, M.Sc. Nomor Anggota : A-183 FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENDAPAT AKHIR FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD DAN DPRD Dibacakan oleh: Dr. Ir. Hj. Andi

Lebih terperinci

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 2018 Visi Terwujudnya Kudus Yang Semakin Sejahtera Visi tersebut mengandung kata kunci yang dapat diuraikan sebagai berikut: Semakin sejahtera mengandung makna lebih

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Koordinasi Dinas Olahraga dan Pemuda Provinsi Jawa Barat Dinas Olahraga dan Pemuda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan Indonesia dari sentralistik menjadi desentralistik sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan Indonesia dari sentralistik menjadi desentralistik sesuai dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peralihan kekuasaan dari rezim Orde Baru ke Orde Reformasi merubah tata pemerintahan Indonesia dari sentralistik menjadi desentralistik sesuai dengan tuntutan

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan. 1. Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas Tentang Aksesibilitas Pemilu

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan. 1. Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas Tentang Aksesibilitas Pemilu BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. akuntabilitas bagi mereka yang menjalankan kekuasaan. Hal ini juga

I. PENDAHULUAN. akuntabilitas bagi mereka yang menjalankan kekuasaan. Hal ini juga 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menurut berbagai kajiannya tentang politik, para sarjana politik sepakat bahwa demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang paling baik. Sistem ini telah memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan besar pada sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satu perubahan itu

BAB I PENDAHULUAN. perubahan besar pada sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satu perubahan itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hasil amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 telah membawa perubahan besar pada sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satu perubahan itu terkait dengan pengisian

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. sistem-sistem yang diterapkan dalam penyelenggaraan Pemilu di kedua Pemilu itu

BAB V PENUTUP. sistem-sistem yang diterapkan dalam penyelenggaraan Pemilu di kedua Pemilu itu BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Pembahasan dalam bab sebelumnya (Bab IV) telah diuraikan beberapa ketentuan pokok dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu). Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD 2009 dan 2014

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 Visi Bab ini akan menjabarkan visi dan misi pembangunan di Kabupaten Malang selama 5 tahun mendatang (2016-2021). Hal ini sejalan dengan amanat di dalam pasal 263

Lebih terperinci

2 Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur Bupati dan Walikota Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 6 Tahun 2012

2 Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur Bupati dan Walikota Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 6 Tahun 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.995, 2015 BAWASLU. Penghitungan Suara. Pilkada. Pemungutan Suara. Pencabutan. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PENGAWASAN PEMUNGUTAN

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN. Visi Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013-

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN. Visi Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013- BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi 2017 adalah : Visi Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013- ACEH TAMIANG SEJAHTERA DAN MADANI MELALUI PENINGKATAN PRASARANA DAN SARANA

Lebih terperinci

BAB I. A. Latar Belakang Masalah. mengenai konsep dan perkembangan politik serta bagaimana cara berpolitik

BAB I. A. Latar Belakang Masalah. mengenai konsep dan perkembangan politik serta bagaimana cara berpolitik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sosialisasi politik merupakan sarana untuk memberitahukan pada seseorang mengenai konsep dan perkembangan politik serta bagaimana cara berpolitik dengan benar.

Lebih terperinci

BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK

BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK A. KONDISI UMUM Setelah melalui lima tahun masa kerja parlemen dan pemerintahan demokratis hasil Pemilu 1999, secara umum dapat dikatakan bahwa proses demokratisasi telah

Lebih terperinci

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK A. PENDAHULUAN Salah satu agenda pembangunan nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN DAERAH

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN DAERAH BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN DAERAH 5.1 VISI DAN MISI KOTA CIMAHI. Sesuai dengan ketentuan yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karena keberhasilan suatu perusahaan atau organisasi terletak pada kemampuan

BAB 1 PENDAHULUAN. karena keberhasilan suatu perusahaan atau organisasi terletak pada kemampuan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman segala sesuatu aktifitas kerja dilakukan secara efektif dan efisien serta dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Wilayah Perkembangan wilayah merupakan salah satu aspek yang penting dalam pelaksanaan pembangunan. Tujuannya antara lain untuk memacu perkembangan sosial ekonomi dan

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN I. VISI Pembangunan di Kabupaten Flores Timur pada tahap kedua RPJPD atau RPJMD tahun 2005-2010 menuntut perhatian lebih, tidak hanya untuk menghadapi permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran dalam kemajuan bangsa. Pentingya peran generasi muda, didasari atau tidak, pemuda sejatinya memiliki

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan L IHA PEMILIHAN UMUM

BAB 1 Pendahuluan L IHA PEMILIHAN UMUM BAB 1 Pendahuluan SI L IHA N PEM UMUM MI KO I 2014 PEMILIHAN UMUM A. Latar Belakang Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan yang telah mengalami

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 22E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia,

Berdasarkan Pasal 22E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH I. UMUM 1. Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demokrasi lebih dari sekedar seperangkat aturan dan prosedur konstitusional yang menentukan suatu fungsi pemerintah. Dalam demokrasi, pemerintah hanyalah salah

Lebih terperinci

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA TAHUN 2014

Lebih terperinci

Pendahuluan. Latar Belakang

Pendahuluan. Latar Belakang Pendahuluan Latar Belakang Pembangunan daerah Kabupaten Bangkalan yang dilaksanakan dalam kurun waktu Tahun 2008 2013 telah memberikan hasil yang positif dalam berbagai segi kehidupan masyarakat. Namun

Lebih terperinci

BAB 4 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN. 4.1 Visi dan Misi SKPD VISI

BAB 4 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN. 4.1 Visi dan Misi SKPD VISI VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Bab ini menjabarkan tentang Visi, Misi, Tujuan Dan Sasaran, Strategi dan Kebijakan BAB 4 4.1 Visi dan Misi SKPD 4.1.1 VISI Visi adalah pandangan ideal

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN BAB V. PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi pembangunan daerah dalam RPJMD adalah visi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah terpilih yang disampaikan pada waktu pemilihan kepala daerah (Pemilukada)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi demokrasi, terbukti dengan diberikannya kebebasan kepada setiap warga negara untuk bebas menyatakan pendapat

Lebih terperinci

BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2016-2021 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PENINGKATAN NILAI PARTISIPASI PEMILIH

PENINGKATAN NILAI PARTISIPASI PEMILIH Policy Brief [05] Kodifikasi Undang-undang Pemilu Oleh Sekretariat Bersama Kodifikasi Undang-undang Pemilu MASALAH Demokrasi bukanlah bentuk pemerintahan yang terbaik, namun demokrasi adalah bentuk pemerintahan

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN. Visi pembangunan daerah dalam RPJMD adalah visi Kepala daerah dan

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN. Visi pembangunan daerah dalam RPJMD adalah visi Kepala daerah dan BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Visi pembangunan daerah dalam RPJMD adalah visi Kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih yang disampaikan pada waktu pemilihan kepala daerah (pilkada).

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN 5.1. Visi BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Sumbawa tahun 2011-2015 merupakan bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang

Lebih terperinci

PEMILU NASIONAL DAN PEMILU DAERAH

PEMILU NASIONAL DAN PEMILU DAERAH Policy Brief [04] Kodifikasi Undang-undang Pemilu Oleh Sekretariat Bersama Kodifikasi Undang-undang Pemilu MASALAH Sukses-tidaknya pemilu bisa dilihat dari sisi proses dan hasil. Proses pemilu dapat dikatakan

Lebih terperinci

PILPRES & PILKADA (Pemilihan Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah)

PILPRES & PILKADA (Pemilihan Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah) PILPRES & PILKADA (Pemilihan Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah) R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 21 Mei 2008 Pokok

Lebih terperinci

BAB III ISU ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI SKPD Pada bagian ini akan diuraikan mengenai gambaran umum pelayanan Sekretariat DPRD

Lebih terperinci

RESUME 21 BUTIR PLATFORM KEBIJAKAN PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (1) PEMANTAPAN EKONOMI MAKRO

RESUME 21 BUTIR PLATFORM KEBIJAKAN PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (1) PEMANTAPAN EKONOMI MAKRO RESUME 21 BUTIR PLATFORM KEBIJAKAN PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (1) PEMANTAPAN EKONOMI MAKRO Membangun kembali fundamental ekonomi yang sehat dan mantap demi meningkatkan pertumbuhan, memperluas pemerataan,

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PEMILHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PENGAWASAN PEMUNGUTAN DAN PENGHITUNGAN SUARA DI TEMPAT PEMUNGUTAN SUARA DALAM PEMILIHAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENGANTAR Latar Belakang. demokrasi sangat tergantung pada hidup dan berkembangnya partai politik. Partai politik

BAB 1 PENGANTAR Latar Belakang. demokrasi sangat tergantung pada hidup dan berkembangnya partai politik. Partai politik BAB 1 PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Partai politik merupakan sebuah institusi yang mutlak diperlukan dalam dunia demokrasi, apabila sudah memilih sistem demokrasi dalam mengatur kehidupan berbangsa dan

Lebih terperinci

PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN DAN PENGGERAK UTAMA PEMBANGUNAN DAERAH

PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN DAN PENGGERAK UTAMA PEMBANGUNAN DAERAH BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN DAN PENGGERAK UTAMA PEMBANGUNAN DAERAH 5.1. Visi Visi Kabupaten Sintang 2011-2015, tidak terlepas dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Pemerintah Kabupaten

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PEMANTAU DAN TATA CARA PEMANTAUAN DALAM PEMILIHAN UMUM BUPATI DAN WAKIL BUPATI KABUPATEN NGANJUK TAHUN 2012

PEDOMAN TEKNIS PEMANTAU DAN TATA CARA PEMANTAUAN DALAM PEMILIHAN UMUM BUPATI DAN WAKIL BUPATI KABUPATEN NGANJUK TAHUN 2012 Lampiran I : KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN NGANJUK Nomor : 04/Kpts/KPU-Kab-014.329801/2012 Tanggal : 7 Mei 2012 PEDOMAN TEKNIS PEMANTAU DAN TATA CARA PEMANTAUAN DALAM PEMILIHAN UMUM BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi dan arah kebijakan merupakan rumusan perencanaan komprehensif tentang bagaimana pemerintah daerah Kabupaten Lingga mencapai tujuan dan sasaran RPJMD dengan efektif

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran pembangunan untuk mewujudkan visi dan misi yang telah ditetapkan, perlu perubahan secara mendasar, terencana dan terukur. Upaya

Lebih terperinci