EMA BNPB Fokus Berita Liputan Khusus

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EMA BNPB Fokus Berita Liputan Khusus"

Transkripsi

1 ISSN AGUSTUS 2015 VOL. 6 NO. 2 GEMA BNPB Ketangguhan Bangsa Dalam Menghadapi Bencana One ASEAN One Response Fokus Berita Menuju Ketangguhan Terhadap Bencana Hidrometeorologi di Indonesia Liputan Khusus Pasca Bencana Tohoku

2 DAFTAR ISI GEMA BNPB Vol. 6 No. 2 Agustus FOKUS BERITA Menuju Ketangguhan Terhadap Bencana Hidrometeorologi di Indonesia 04 LAPORAN UTAMA One ASEAN One Response 03 Pengantar Redaksi 08 ASEAN Bangun Kemitraan 3 Pilar di Bidang Mitigasi Bencana 11 ERAT Perkuat Tanggap Darurat di Kawasan ASEAN 14 ASEAN ERAT Misi Kemanusiaan Banjir Myanmar 18 DELSA Depot Logistik Kemanusiaan ASEAN 26 Kekeringan, DAS dan Masyarakat Tangguh 30 BNPB Perkuat Kapasitas SDM Pusdalops Bali 33 Embung Asa di Tengah Kekeringan yang Melanda 36 Pembahasan Panduan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Kawasan ASEAN 41 Target dan Indikator PRB dalam SDGs 49 Bantuan Kemanusiaan Indonesia untuk Gempabumi Nepal 52 Komitmen BNPB Mengelola Dana Penanggulangan Bencana Secara Profesional 58 Pemantauan Media Mengapa Diperlukan? 70 Snapshot 44 LIPUTAN KHUSUS Pasca Bencana Tohoku 55 TEROPONG Semester Pertama Tanah Longsor Mendominasi Bencana 64 PROFIL Direktur Logistik - Kedeputian Bidang Logistik dan Peralatan 2 GEMA BNPB AGUSTUS 2015

3 Pengantar Redaksi ISSN AGUSTUS 2015 VOL. 6 NO. 2 GEMA BNPB Ketangguhan Bangsa Dalam Menghadapi Bencana One ASEAN One Response Tahun 2015 ini merupakan momentum Association of Southeast Asian Nations atau ASEAN untuk mengenalkan visi One ASEAN One Response. Visi tersebut mengandung makna bahwa ASEAN secara konkret memberikan perhatian dan kepedulian terhadap anggotanya yang tertimpa musibah dan sekaligus memberikan ruang bersama terhadap solidaritas dan respon. Pada konteks tersebut, Pemerintah Indonesia sangat aktif untuk turut mensosialisasikan visi yang targetnya tercapai pada Fokus Berita Menuju Ketangguhan Terhadap Bencana Hidrometeorologi di Indonesia Liputan Khusus Pasca Bencana Tohoku Foto Sampul AHA Centre Penanggung Jawab Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Editor Rita Rosita S, Ario Akbar Lomban, I Gusti Ayu Arlita NK, Theophilus Yanuarto, Rusnadi Suyatman Putra, Slamet Riyadi Fotografer Andri Cipto Utomo Desain Grafis Ignatius Toto Satrio Alamat Redaksi Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Pusat Data, Informasi dan Humas, GRAHA BNPB Jl. Pramuka Kav. 38 Jakarta Telp. & Fax. : Di sisi lain, ASEAN memiliki segudang kegiatan dalam menyempurnakan mekanisme, penguatan kapasitas, maupun kerangka kerja dalam kerjasama penanggulangan bencana di kawasan Asia Tenggara, tentunya berlandaskan visi tersebut. Salah satu wujud kegiatan adalah penyelenggaraan pelatihan ASEAN ERAT (Emergency Response and Assessment Team) dari gabungan perwakilan negara-negara ASEAN. Menyambung diskursus di atas, secara khusus, majalah GEMA BNPB Volume 6 Nomor 2 edisi Agustus 2015 menampilkan tulisan mengenai penanggulangan bencana dalam konteks ASEAN sebagai laporan utama. Beberapa artikel tersebut seperti ERAT, solidaritas pada banjir Myanmar, dan DELSA. Edisi ini juga menampilkan tulisan-tulisan dengan beragam tema bencana pada fokus berita, seperti kekeringan dan pengurangan risiko bencana. Sementara itu, rubrik liputan khusus membahas mengenai pascabencana Tohoku di Jepang, daerah aliran sungai, bantuan kemanusiaan Indonesia untuk gempabumi Nepal, dan penguatan kapasitas Pusdalops Bali. Tulisan mengenai tanah longsor sebagai bencana dominan pada semester pertama juga terdapat pada bagian ini. Rubrik lain seperti teropong, profil, dan snapshot selalu menghiasi majalah GEMA BNPB pada setiap edisinya. Pada rubrik profil, tim redaksi mengkisahkan sosok Bapak Sunardi sebagai Direktur Logistik di Kedeputian Bidang Logistik dan Peralatan BNPB. Akhir kata, semoga tulisan yang disajikan memberikan informasi dan wawasan bencana di Indonesia maupun di tingkat internasional. Salam Tangguh! Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat BNPB Dr. Sutopo Purwo Nugroho, M.Si., APU GEMA BNPB AGUSTUS

4 LAPORAN UTAMA One ASEAN One Response ASEAN ERAT berlatih mendirikan Mobile Storage Unit selama pelatihan ACE Programme di Subang, Malaysia, pada Juli lalu. Foto: AHA Centre 4 GEMA BNPB AGUSTUS 2015

5 Risiko bencana alam di kawasan Asia Tenggara termasuk sangat tinggi. Indeks risiko bencana alam 2010 dari Maplecroft menempatkan tiga negara yang tergabung dalam Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) yaitu Indonesia, Filipina, dan Myanmar dengan kategori ekstrim. Masih dari sumber yang sama, ketahanan sosial-ekonomi 2013 di kawasan ASEAN termasuk memiliki risiko yang tinggi. Bencana alam secara nyata dapat memberikan dampak yang sangat buruk terhadap masyarakat dan ekonomi negara-negara yang tergabung dalam ASEAN, sebagai contoh data ASEAN Disaster Information Network (ADInet) mencatat banjir sebagai bencana dengan frekuensi tertinggi di kawasan ASEAN selama tahun pertumbuhan penduduk dan perubahan iklim. Sementara itu, Bank Dunia menyebutkan setiap tahun rata-rata kerugian akibat bencana mencapai 4,6 trilyun dolar. Ketangguhan menghadapi bencana menjadi landasan yang utama dalam menghadapi setiap risiko bahaya. ASEAN memiliki berbagai mekanisme seperti kelembagaan, perjanjian, kerangka kerja untuk membangun ketangguhan di kawasan Asia Tenggara. Di samping itu, berbagai mekanisme bertujuan untuk menekan kerugian dampak bencana dan melakukan respon bersama pada masa tanggap darurat. Kondisi tersebut merupakan salah satu pendorong lahirnya gagasan akan visi One ASEAN One Response sebagai refleksi solidaritas dan menjadi pondasi dalam membangun Bank Dunia menyebutkan bahwa negara-negara kawasan ASEAN berada kategori terpapar kelas tinggi terhadap bencana alam seperti gempabumi, banjir, siklon dan kekeringan. Lebih dari 100 juta orang di kawasan ASEAN terdampak bencana sejak tahun 2000, belum lagi jumlah penduduk yang berpotensi terpapar. Kecenderungan ke depan keterpaparan penduduk semakin meningkat karena Dukungan ASEAN ERAT di lokasi bencana banjir Thailand pada Foto: AHA Centre GEMA BNPB AGUSTUS

6 ketangguhan. Visi tersebut hadir pada dokumen 2 nd ASEAN Ministerial Meeting on Disaster Management (AMMDM) di Bandar Seri Begawan pada 16 Oktober Visi ini kembali ditegaskan sebagai salah satu prioritas penting dan komitmen serius dalam pertemuan 13 th ASCC Council pada 26 Maret 2015 di Melaka, Malaysia. Sehubungan dengan konteks tersebut, ASEAN Coordinating Centre for Humanitarian Assistance on Disaster Management (AHA Centre), sebagai representasi operasional dan memiliki mandat dalam penanggulangan bencana, melakukan sosialisasi visi One ASEAN One Response. Target pencapaian visi bersama ini pada One ASEAN One Response sebagai sebuah visi mendorong ASEAN untuk membangun komitmen nyata dan memperkuat respon bersama menghadapi bencana, serta upaya mitigasi terhadap dampak yang mungkin terjadi. Sosialisasi One ASEAN One Response AHA Centre mengawali sosialisasi atau roadshow One ASEAN One Response di Jakarta, Indonesia. Sosialisasi visi tersebut berlangsung April 2015 lalu. Di saat suatu negara mengalami bencana, bukan berarti tidak memiliki kemampuan. One ASEAN One Response merupakan semangat Tim ASEAN ERAT berinteraksi dengan anak-anak korban bencana banjir di Myanmar. Foto: Luqmanul Hakim antar negara-negara ASEAN sebagai solidaritas dan upaya mewujudkan hidup aman. Sosialisasi ini bertujuan untuk mempromosikan mekanisme penanggulangan bencana di kawasan ASEAN dan visi One ASEAN One Response. Visi juga bermakna bahwa negaranegara ASEAN merupakan satu entitas dalam merespon bencana baik di dalam dan luar kawasan. Pada kesempatan itu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Syamsul Maarif mengemukakan pokok-pokok pikiran dalam menambah wacana One ASEAN One Response. Dalam kerangka visi, Kepala BNPB berpendapat bahwa pelibatan masyarakat dan mitra kerja sangat penting. Masyarakat dengan bekal pengetahuan lokal berbasis komunitas mampu memberikan kontribusi dalam pengurangan risiko bencana. Kepala BNPB mencontohkan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia yang menggunakan lagu dangdut dengan pengeras suara dalam mencari korban warga negaranya setelah terjadi bencana tsunami di Sendai, Jepang pada Selain itu, banyak budaya kita yang bersentuhan langsung tentang bagaimana living harmony with nature sebaiknya jangan ditinggalkan. "Ada rembug ndeso, resik ndeso dan mbangun ndeso dalam adat Jawa, di Bali ada adat dilarang meminjamkan tanah atau biasa disebut Subak, tambah Syamsul Maarif. Menurutnya, negara lain tentu memiliki pengalaman dan pengetahuan lokal dari masyarakat. 6 GEMA BNPB AGUSTUS 2015

7 Tim ASEAN ERAT usai menyelesaikan simulasi pelatihan di INADRTG pada Juni lalu. Foto: AHA Centre Tidak terlepas dari One ASEAN One Response, kolaborasi dan kerjasama menjadi upaya nyata dalam pembangunan sumber daya manusia. Pada wacana ini, harapan ke depan akan tindak lanjut dari Kementerian Luar Negeri secara proaktif dalam menggagas rule of engagements dan rule of conducts pada mekanisme penanggulangan bencana berbasis komunitas di ASEAN. Sementara itu Direktur Eksekutif AHA Centre Said Faisal mengatakan bahwa ASEAN memiliki mekanisme bersama yang tertuang dalam ASEAN Agreement on Disaster Management and Emergency Response (AADMER). Perjanjian ini merupakan bentuk ikatan antar negara ASEAN dalam menguji solidaritas dan relevansi ASEAN sebagai suatu strategi. Sosialisasi kedua berlangsung di Manila, Filipina, pada Agustus AHA Centre bersama National Disaster Risk Reduction and Management Council, Office of Civil Defense (NDRRMC) menyelenggarakan sosialisasi yang dihadiri mitra kerja penanggulangan bencana. Pada sambutan pembuka, Said Faisal mengatakan bahwa One ASEAN One Response adalah visi dimana ASEAN membentuk kesatuan dan solidaritas di antara sepuluh negara anggota. Said Faisal mengungkapkan penghargaan yang dalam atas dukungan terus menerus dari semua negara ASEAN. Dukungan ini mampu mewujudkan visi One ASEAN One Response. Kami yakin melalui sosialisasi akan membawa dampak yang signifikan untuk memahami kerangka kerja ASEAN dalam penanggulangan bencana, dan tentunya respon darurat. Lebih lagi kami dapat memahami bagaimana AHA Centre berperan dalam mekanisme penanggulangan bencana di tingkat regional dan bagaimana NDRRMC dapat memanfaatkan dukungan seperti berbagi informasi, tanggap darurat, dan peningkatan kapasitas bagi personil kami, kata Usec Parma, Kepala NDRRMC. Laporan utama majalah GEMA BNPB kali ini membahas mengenai visi One ASEAN One Response seperti kemitraan tiga pilar antara pemerintah, dunia usaha, dan lembaga swadaya masyarakat, respon banjir di Myanmar dan ASEAN Emergency Response and Assessment Team (ERAT). (PHI) GEMA BNPB AGUSTUS

8 LAPORAN UTAMA Pelatihan berbasis masyarakat di tingkat desa untuk membentuk Komite Pembangunan Desa (VDC) di Provinsi Savannakhet, Lao PDR. Foto: ASEAN Bangun Kemitraan 3 Pilar di Bidang Mitigasi Bencana Pemerintah, Dunia Usaha, dan Lembaga Swadaya Masyarakat 8 GEMA BNPB AGUSTUS 2015

9 Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) dan AADMER Partnership Group (APG) yang didukung Singapore Management University menyelenggarakan pertemuan untuk membahas komunikasi antara tiga pilar di bidang bencana pada 11 Agustus Ketiga pilar tersebut adalah pemerintah, dunia usaha, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM), sebagai salah satu representasi masyarakat sipil. APG merupakan kelompok yang terdiri atas LSM international di kawasan ASEAN yang berperan dalam mengimplementasikan ASEAN Agreement on Disaster Management and Emergency Response (AADMER). Upaya mempersatukan tiga pilar ini merupakan langkah awal di ASEAN dalam membangun kebersamaan di bidang tanggap darurat dan pengelolaan risiko bencana. Pertemuan atau workshop ini bersifat informal sekaligus penjajagan isu terkait dengan pengelolaan risiko bencana yang dapat dikolaborasikan bersama. Pertemuan ini telah dihadiri oleh 40 orang dari berbagai negara dan pihak, termasuk Indonesia yang telah mengirimkan delegasi pemerintah dari BNPB dan DRP yang aktif mendukung dari dunia usaha di Indonesia. Foto: TUJUAN PERTEMUAN 1 Berupaya untuk menyediakan forum untuk memulai dan membangun proses komunikasi untuk mendapatkan perspektif dari masih-masing pilar yang terdiri dari pemerintah, dunia usaha, dan lembaga masyarakat. 2 Mencoba untuk mendapatkan bentuk kerjasama dan inisiatif dari ketiga pilar dalam pengelolaan risiko bencana dan tanggap darurat di kawasan ASEAN. 3 Mempertimbangkan langkah selanjutnya dalam diskusi dan aksi pengelolaan kebencanaan di ASEAN. GEMA BNPB AGUSTUS

10 Perjanjian ASEAN tentang Penanggulangan Bencana dan Tanggap Darurat (AADMER - Agreement on Disaster Management and Emergency Response) telah disepakati oleh seluruh negara anggota ASEAN pada tahun 2005 dan mulai efektif berlaku pada tahun Salah satu prinsip dari AADMER adalah keikutsertaan dan partisipasi aktif dari para pemangku kepentingan di bidang kebencanaan yang sejalan dengan tujuan ASEAN Charter untuk mempromosikan secara terbuka, inklusif, dan transparan yang berorientasi pada masyarakat ASEAN. Pada tahun 2009 Kelompok Kemitraan AADMER (APG - AADMER Partnership Group), sebuah perkumpulan yang teridiri dari tujuh LSM di ASEAN, bermaksud untuk memperkuat kapasitas sumber daya manusia melalui berbagi ilmu pengetahuan dan keahlian untuk memberikan dukungan bagi negara-negara di ASEAN. Komite ASEAN tentang Penanggulangan Bencana (ACDM - ASEAN Committee on Disaster Management), dengan dukungan dari Sekretariat ASEAN, saat ini sedang mengembangkan program kerja AADMER pasca-2015, termasuk membangun kemitraan yang lebih kuat dengan para multipihak di bidang kebencanaan. Beberapa hasil yang disimpulkan dalam pertemuan ini adalah isu kesepakatan, upaya dalam merealisasikannya, dan langkah ke depan untuk ASEAN. Isu yang menjadi kesepakatan bersama antara lain adalah: penguatan kapasitas dengan pelatihan untuk dunia usaha dan pelaporan ke media dalam perumusan kebijakan, membangun bahasa yang sama dalam kebencanaan, melatih dunia usaha dalam tanggap darurat bersama AHA Centre dalam ERAT, melibatkan sektor dunia usaha dalam pengelolaan risiko bencana melalui kolaborasi pembiayaan dan mekanisme yang jelas, kolaborasi untuk bidang pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan, serta permasalahan kepemimpinan, membangun sistem, berkoordinasi, terlibat dalam proses perencanaan, kontigensi, untuk memasukan proses bisnis secara kontinu perlu menjadi perhatian bersama. Upaya dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut perlu suatu langkah kerja yaitu dengan mengembangkan kolaborasi antar tiga pilar, membangun mekanisme yang baik antar sektor pemerintah, dunia usaha, dan lembaga masyarakat. Di samping itu, upaya bersama dalam membangun jejaring on line untuk ASEAN, membuat road map bersama antar pilar, memanfaatkan pertemuan-pertemuan yang telah dirancang dalam ASEAN, serta menyelaraskan dengan program One ASEAN, One Response. Langkah ke depan adalah menindaklanjuti pertemuan ASEAN di Kuala Lumpur pada November 2015 serta melalui Sekretariat ASEAN yang dapat memberikan dukungan pada berbagai kegiatan yang terintegrasi antara 3 pilar kepentingan untuk ASEAN. (RDJ) Foto: 10 GEMA BNPB AGUSTUS 2015

11 LAPORAN UTAMA ERAT Perkuat Tanggap Darurat di Kawasan ASEAN Sebagian besar dari kita mungkin belum mengetahui bahwa ASEAN memiliki tim khusus yang selalu siaga apabila dibutuhkan oleh negara yang terdampak bencana. As sociation of Southeast Asian Nations Emergency Response and Assessment Team atau ASEAN ERAT merupakan tim yang dibekali pengetahuan dan keterampilan khusus pada saat tanggap darurat, seperti kaji cepat, koordinasi dan mobilisasi sumber daya, dan memfasilitasi bantuan kemanusiaan. Tim yang beranggotakan dari negaranegara ASEAN ini berperan dalam merespon bencana secara cepat. Pembentukan ASEAN ERAT tidak terlepas dari konteks potensi dan kejadian bencana yang tinggi di kawasan Asia Tenggara. ASEAN ERAT pertama kali dibentuk oleh ASEAN Committee on Disaster Management (ACDM) pada 2007, yang berpegang pada AADMER dan ASEAN SASOP. ASEAN Agreement on Disaster Management and Emergency Response atau AADMER yang ditandatangani bersama pada 26 Juli 2005 merupakan kerangka kerja kerjasama, koordinasi, bantuan teknis, dan mobilisasi sumber daya di saat tanggap darurat, sedangkan ASEAN SASOP merupakan prosedur standar operasi terhadap misi kemanusiaan bersama ASEAN. Upaya konkret terhadap penguatan ASEAN ERAT muncul pada dokumen Program Kerja AADMER ( ). Salah satu butir dari prioritas tahap kedua pada dokumen tersebut adalah mengenai penguatan kapasitas dan peran ASEAN ERAT. Pada November 2013, peran ASEAN ERAT tidak hanya melakukan kaji cepat tetapi juga memberikan dukungan logistik, komunikasi, dan koordinasi pada saat tanggap darurat. ASEAN ERAT pertama kali dimobilisasi pada saat misi kemanusiaan pasca Siklon Nargis yang terjadi di Myanmar pada tahun Hingga kini, ASEAN ERAT telah melakukan beberapa misi kemanusiaan, seperti tsunami Mentawai (2010), banjir Bangkok (2011), taifun Bopha (2012), gempabumi Bohol (2013), taifun haiyan dan rammasun (2014). Misi terakhir berlangsung pada saat tanggap darurat bencana banjir di Myanmar beberapa waktu lalu. GEMA BNPB AGUSTUS

12 Personel ASEAN ERAT pada pelatihan khusus ke-5 di Sentul, Jawa Barat. Foto: AHA Centre Sebagai upaya memperkuat ASEAN ERAT, AHA Centre telah melakukan lima kali pelatihan khusus yaitu angkatan pertama hingga ketiga berlangsung di Singapura (2010, 2011, 2013), keempat dan kelima berlangsung di Indonesia (2014, 2015). Total personil ASEAN ERAT mencapai lebih dari 100 personil. Indonesia sendiri memiliki 10 personil ERAT yang berasal dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebagai focal point penanggulangan bencana di Indonesia, organisasi nonpemerintah, dan Palang Merah Indonesia. Tim yang beranggotakan dari lembaga pemerintah, Sekretariat ASEAN, AHA Centre, dan organisasi non-pemerintah ini mendapatkan pembekalan dari ASEAN Coordinating Centre for Humanitarian Assistance on Disaster Management (AHA Centre) yang didukung berbagai pihak, khususnya Perserikatan Bangsa-Bangsa. Pada tahun ini, tercatat beberapa organisasi yang mendukung terselenggaranya pelatihan ASEAN ERAT, antara lain BNPB, Pemerintah Australia dan Jepang, Singapore Civil Defense Force (SCDF), United Nations Office of Humanitarian Affairs (UNOCHA), AADMER Partnership Group, Palang Merah Internasional (IFRC) dan Channel News Asia. ASEAN ERAT Simbol Solidaritas dan Respon Bersama Pengerahan personil ASEAN ERAT memiliki prinsip kemandirian pada saat di lokasi bencana. Secara teknis, ASEAN ERAT berada di bawah tanggung jawab AHA Centre yang berkantor di Jakarta, Indonesia. Pengerahan ASEAN ERAT sangat tergantung pada kebutuhan bencana di lapangan. ASEAN ERAT merupakan tim yang didesain berada di lokasi 8 jam setelah aktivasi dari AHA Centre. Tim ini akan membantu lembaga pemerintah yang menjadi focal point penanggulangan bencana. ASEAN ERAT merupakan simbol solidaritas dan relasi emosional di antara negara-negara ASEAN. Solidaritas dengan bekerja bersama, One ASEAN One Respon, perlu langkah konkret sehingga ini bukan hanya menjadi simbol tetapi nyata. Di samping itu, ASEAN ERAT menjadi aktualisasi dari hubungan emosial, khususnya ketika salah satu negara di kawasan ASEAN mengalami bencana. It is about professionalism, kata Said Faisal, Direktur Eksekutif AHA Centre pada acara pembukaan pelatihan ASEAN ERAT Juni 2015 lalu. Said mengatakan bahwa profesionalitas sangat penting dalam mewujudkan fungsi ERAT di lokasi bencana sehingga memberikan nilai lebih untuk negara yang terpapar bencana. ASEAN ERAT menuntut profesionalisme dalam setiap operasi tanggap darurat. Cita-cita untuk memiliki standar kualitas dunia menjadi target di waktu yang akan datang. Baik tidak cukup untuk ERAT, kita harus lebih dari baik (great), kata Said Faisal. Profesionalisme melandasi peran ASEAN ERAT di lokasi bencana yang meliputi: Melakukan kaji cepat di lokasi terdampak; Memperkirakan skala, kerusakan dan dampak bencana; Mengumpulkan informasi dan melaporkan kebutuhan dari masyarakat terdampak; Mengkoordinasi bersama AHA Centre untuk mobilisasi, respon, dan pengerahan sumber daya, kapasitas dan bantuan logistik ke lokasi bencana. 12 GEMA BNPB AGUSTUS 2015

13 Pelatihan Khusus Angkatan ke-5 ASEAN ERAT Gempabumi berkekuatan 7,2 SR dan berkedalaman 24 km menguncang beberapa provinsi di negeri Yanaya pada 25 Juni 2015, pukul waktu setempat. Gempabumi berpusat 150 km timur laut Bekario berdampak pada Provinsi Amethyst, Cobalt, Emerald, dan Bronze. Pemerintah Yanana menginformasikan dampak bencana antara lain jatuh korban jiwa, kerusakan rumah serta fasilitas umum, seperti jalan dan jembatan. Ratusan ribu masyarakat kehilangan tempat tinggal. Kondisi parah pascabencana mendorong otoritas setempat meminta bantuan internasional, khususnya ASEAN ERAT. AHA Centre kemudian menerjunkan ASEAN ERAT di negeri antah berantah Yanaya, yang diguncang gembumi Kamis pagi itu. Selanjutnya ASEAN ERAT yang beranggotakan tujuh personil gabungan dari negaranegara di kawasan ASEAN bertugas untuk mendukung Pemerintah Yanaya dalam tanggap darurat. Paragraf di atas merupakan narasi skenario simulasi dalam rangkaian Pelatihan Khusus Angkatan ke-5 ASEAN ERAT yang berlangsung pada Juni 2015 di Bogor dan Sentul, Jawa Barat. Sebelum latihan simulasi berlangsung di Indonesia Disaster Relief Training Ground (Ina DRTG), peserta mendapatkan pelatihan dengan berbagai materi terkait panduan ASEAN ERAT, kaji cepat, media, logistik, webeoc, dan manajemen stress. yang bergerak di bidang bencana atau National Disaster Management Office (NDMO), yang terdampak bencana di kawasan ASEAN. Pelatihan yang dipersiapkan untuk melatih personil ERAT berasal dari perwakilan pemerintah dan nonpemerintah dari negara-negara Association of Southeast Asian Nations (ASEAN). Pelatihan ASEAN ERAT ini meluluskan sebanyak 27 peserta dari 10 negara ASEAN. Perwakilan lembaga pemerintah yang bergerak di bidang penanggulangan bencana berasal dari Filipina, Indonesia, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Singapura, Thailand, dan Vietnam, sedangkan beberapa lembaga non-pemerintah mengirimkan perwakilan, seperti dari Sekretariat ASEAN, Palang Merah Indonesia (PMI) dan lembaga swadaya masyarakat yang tergabung dalam AADMER Partnership Group (APG). Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengirimkan tiga perwakilan dari Kedeputian Penanganan Darurat dan Pusat Data, Informasi dan Humas. Menyikapi penyelenggaraan pelatihan, Kepala Biro Hukum dan Kerjasama BNPB Sugiharo mengatakan bahwa pelatihan ASEAN ERAT sebagai implementasi nyata atas komitmen besama dalam respon bencana melalui kerjasama melalui upaya nasional, regional maupun internasional. ASEAN ERAT sangat penting dalam mendukung kesiapsiagaan, efektivitas tanggap darurat terhadap pengiriman sumber daya dari negara-negara di dalam kawasan ASEAN, kata Sugiharto pada acara pelatihan yang berlangsung 10 hari tersebut. Pelatihan ASEAN ERAT disambut dengan penuh semangat dari para peserta. 5 th ASEAN ERAT Induction Course merupakan wujud nyata bagaimana ASEAN menyiapkan pemimpin mereka dalam penanggulangan bencana, kata Riezel Chatto perwakilan Pemerintah Filipina. Melalui ASEAN ERAT solidaritas dapat dilakukan untuk mendukung negara yang tertimpa bencana, tambah Riezel Chatto. (PHI) Dalam latihan simulasi itu, peran ASEAN ERAT adalah membantu pemerintah, khususnya lembaga Said Faisal memberikan arahan pada pelatihan khusus ke-5 ASEAN ERAT di Sentul, Jawa Barat. GEMA BNPB AGUSTUS

14 LAPORAN UTAMA ASEAN ERAT Misi Kemanusiaan Banjir Myanmar Curah hujan yang tinggi selama bulan Juli memicu banjir bandang dan longsor di beberapa wilayah Sagaing dan Kachin, Myanmar. Kondisi ini diperparah dengan Siklon Komen yang melanda Bangladesh pada akhir Juli. Siklon membawa angin kencang hingga memicu hujan lebat. Bencana yang lebih parah pun terjadi di hampir seluruh negeri. Berdasarkan laporan United Nations Office for Coordination of Humanitarian Affairs (UNOCHA), Presiden Myanmar U Thein Sein mengeluarkan pernyataan status tanggap darurat di negara bagian Chin dan Rakhine, serta propinsi Sagaing dan Magway. Wilayah terdampak pun meluas memasuki bulan Agustus. Ratusan ribu masyarakat menderita dan mengungsi ke tempat yang aman. Di samping rumah, bangunan umum, dan infrastruktur rusak, lebih dari 500 ribu ha sawah tergenang banjir sejak Juni dan 370 ribu ha rusak. Kementerian Kesejahteraan Sosial, Bantuan, dan Pemukiman melaporkan per 15 Agustus jumlah masyarakat terdampak hingga 1,6 juta jiwa, lebih dari 300 ribu jiwa mengungsi dan 117 jiwa meninggal dunia. Pemerintah setempat memperkirakan 1,8 miliar dolar dikucurkan untuk membantu masyarakat terdampak di seluruh wilayah. Pemerintah, militer, relawan dari palang merah dan organisasi non-pemerintah, serta dunia usaha berperan penting dalam melakukan tanggap darurat kepada para korban. Pada akhirnya dampak yang sangat luas mendorong Pemerintah Myanmar untuk membuka pintu terhadap bantuan internasional pada masa tanggap darurat. Visi One ASEAN One Response merupakan panggilan solidaritas terhadap negara ASEAN yang tertimpa bencana. ASEAN ERAT pun diterjunkan untuk mendukung misi kemanusiaan pemerintah setempat. Berikut ini wawancancara personil ASEAN ERAT dari perwakilan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Luqmanul Hakim. 14 GEMA BNPB AGUSTUS 2015

15 Foto: Luqmanul Hakim ASEAN memilik visi One ASEAN One Response. Sehubungan dengan situasi bencana banjir ekstrim di Myanmar, keterlibatan ASEAN ERAT menunjukkan aktualisasi visi tersebut. Peran apa saja yang telah dilakukan oleh ASEAN ERAT dalam tanggap darurat di Myanmar? Periode operasi banjir Myanmar adalah dari tanggal Agustus 2015, dimana dalam melaksanakan misi ASEAN ERAT berkoordinasi dengan Ministry of Social Welfare Rehabilitation and Reconstruction Myanmar. Beberapa hal yang menjadi tugas ASEAN ERAT selama operasi berdasarkan permintaan pemerintah Myanmar adalah pertama, identifikasi dan fasilitasi kemungkinan bantuan dari negara anggota ASEAN. Kedua, mendukung dan memfasilitasi tugas pemerintah negara terdampak pada fase tanggap darurat. Kemudian membantu dan bertugas dalam dimensi kemanusiaan dan kedaruratan AHA Centre, dengan tujuan memberikan gambaran yang jelas mengenai situasi dan dampak bencana kepada negara-negara anggota ASEAN. Berikutnya, menjaga hubungan baik dan secara berkala melaporkan perkembangan pelaksanaan misi kepada AHA Centre selama jangka waktu pelaksanaan misi tersebut. Terakhir, melakukan kaji cepat di distrik Hintadha dan Maubin dari tanggal Agustus 2015 Selama beberapa hari di Myanmar, kami melakukan kaji cepat di wilayah Distrik Hintadha dan Maubin yang terletak di Region Ayeyarwady. GEMA BNPB AGUSTUS

16 Di sana, kami memfasilitasi penerimaan bantuan dari Disaster Emergency Logistic System for ASEAN (DELSA) serta mendirikan Mobile Storage Unit (MSU) di Yangon dan Mandalay. Bagaimana mekanisme kerjasama sehingga pada akhirnya AHA Centre mengirimkan ASEAN ERAT ke Myanmar? Proses pengiriman ASEAN-ERAT ke Myanmar dimulai pada fase tanggap darurat banjir dimana pemerintah Myanmar telah menyatakan menerima bantuan kemanusiaan dalam rangka penanggulangan bencana tersebut. AHA Centre kemudian melakukan pendekatan terhadap pemerintah Myanmar untuk dapat terlibat dalam respons kejadian bencana tersebut dengan menawarkan bantuan logistik dan ASEAN ERAT untuk bergabung dalam Joint Assesment bersama pemerintah Myanmar dan Organisasi Internasional lainnya. Setelah disetujui, selanjutnya AHA Centre mengirim tim Advance untuk memfasilitasi proses pemberian bantuan kemanusiaan terhadap pemerintah Myanmar, termasuk mengirimkan notifikasi aktivasi ASEAN ERAT kepada seluruh anggotanya. Selanjutnya proses deployment ASEAN ERAT dimulai pada tanggal Agustus 2015 yang terdiri dari 6 orang yaitu, saya sendiri dari BNPB sebagai team leader dan dibantu dua rekan dari Indonesia, dua dari Brunei dan satu dari Vietnam. Mereka di dalam tim memiliki peran masing-masing, seperti logistic, assessment, information management, dan finance specialist. Selain itu ASEAN ERAT juga didukung oleh In Country Coordination Team (ICCT) atau dari AHA Centre. Bagaimana kondisi lapangan pada saat Anda berada di sana, seperti masyarakat dan wilayah yang terdampak? Seperti apa tantangan utama yang dihadapi oleh pemerintah dan masyarakat Myanmar? Banjir dan longsor Myanmar berdampak pada 12 wilayah states/region, 117 jiwa meninggal dunia, lebih dari 1,2 juta penduduk meninggalkan kediamannya untuk hidup sementara di tempat penampungan, rumah rusak dan hancur, 868 ruas jalan dan 831 jembatan rusak sehingga memutus akses transportasi. Secara umum tantangan yang dihadapi oleh pemerintah Myanmar adalah dampak banjir yang begitu masif dengan cakupan wilayah terdampak yang sangat luas. Terputusnya akses menuju beberapa lokasi terdampak menyebabkan pemerintah Myanmar kesulitan dalam Foto: Luqmanul Hakim 16 GEMA BNPB AGUSTUS 2015

17 Foto: Luqmanul Hakim mendistribusikan bantuan kepada masyarakat. Hal lain yang menjadi permasalahan adalah terdapat keterlambatan penyampaian informasi terkini perkembangan dampak banjir yang disebabkan terbatasnya sarana komunikasi khususnya pada daerah-daerah terpencil. Menurut Anda lesson learned dari bencana banjir ekstrim di Myanmar dan peran ASEAN ERAT dalam memberikan kontribusi di saat tanggap darurat? Beberapa hal yang menjadi catatan penting dari kegiatan respons terhadap banjir dan longsor di Myanmar adalah: a. Organisasi penanggulangan bencana di Myanmar lebih terpusat (sentralistik) dengan perwakilan pada masing-masing ibukota region, sehingga pada keadaan darurat response yang dilakukan mengalami kendala khususnya dalam kecepatan penanganan. b. Pemanfaatan teknologi informasi dalam hal penanganan darurat menjadi hal penting dalam memperoleh informasi terkini yang akurat, sehingga dapat memudahkan pengambilan keputusan. Nilai tambah yang diberikan oleh AHA Centre dan ASEAN ERAT terkait hal ini adalah aktivasi WebEOC pada Emergency Operation Centre (EOC) pusat di Naypyitaw Myanmar. c. Keterlibatan Organisasi Internasional dan lembaga swadaya masyarakat secara terintegrasi dibawah koordinasi pemerintah Myanmar memberi dampak positif dalam penanganan bencana banjir dan longsor yang terjadi. Salah satunya adalah pada pelaksanaan kegiatan Joint Rapid Assesment dapat dilakukan dengan cepat dan akurat. Beberapa cerita menarik lainnya dalam misi ini adalah peran In Country Coordination Team (ICCT) dalam hal memfasilitasi dan menjadi penghubung antara pemerintah Myanmar dan ASEAN ERAT berjalan dengan sangat baik. Proses koordinasi berjalan dengan lancar baik pada tahap mobilisasi, pelaksanaan kaji cepat, maupun tahap pengakhiran misi. Luasnya wilayah terdampak banjir dan longsor mengharuskan kami untuk menempuh perjalanan yang cukup jauh dari satu daerah ke daerah yang lain dengan waktu tempuh rata-rata ke satu daerah ± 5 jam perjalanan darat. Menjadi team leader dari ASEAN ERAT pada misi ini merupakan tantangan tersendiri bagi saya pribadi. Pembagian tugas berdasarkan spsesialisasi anggota tim, meredam ego pribadi masing-masing anggota, dan memastikan misi dapat berhasil dengan tenggat waktu yang terbatas menuntut upaya yang luar biasa. (PHI) GEMA BNPB AGUSTUS

18 LAPORAN UTAMA DELSA Depot Logistik Kemanusiaan ASEAN Memasuki salah satu kawasan pangkalan udara militer, berdiri sebuah depot atau gudang logistik tempat Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) menyimpan bantuan kemanusiaan. Tampak rak-rak berukuran besar tertata rapi dipenuhi berbagai jenis bantuan. Logo ASEAN terpapang pada salah satu rak yang menunjukkan bahwa rak tersebut tempat persediaan logistik yang siap didistrubusikan setiap saat. Depot yang berlokasi di Subang, Malayasia ini mampu memaksimalkan distribusi logistik bantuan kemanusiaan dalam hitungan 5 hingga 8 jam ke seluruh titik di kawasan ASEAN. ASEAN Coordinator Centre for Humanitarian Assistance on Disaster Management (AHA Centre) dengan dukungan Pemerintah Jepang membangun program DELSA. DELSA yang didanai melalui Japan-ASEAN Integrated Fund (JAIF) bertujuan untuk mendukung distribusi bantuan kemanusiaan secara cepat di lokasi bencana. Program ini merupakan persediaan yang dimiliki ASEAN pertama kali, dan operasionalnya dari dan untuk negara-negara ASEAN. Termasuk di dalam program ini adalah peningkatan kapasitas berupa pelatihan logistik atau dukungan teknis terhadap AHA Centre dan negara-negara ASEAN dalam logistik selama masa tanggap darurat. DELSA yang dimulai pada Desember 2012 telah mendukung berbagai misi kemanusiaan di kawasan ASEAN seperti respon bencana taifun Haiyan dan banjir Myanmar beberapa waktu lalu. Secara fisik, depot logistik ASEAN berada di dalam kawasan depot yang dikelola oleh United Nations Humanitarian Response Depot (UNHRD). Berbagai persediaan bantuan logistik ASEAN tersimpan di gudang antara lain Mobile Storage Unit (MSU), generator, tenda keluarga, beberapa jenis perkakas untuk keperluan shelter, family kits, tenda komando. Barang-barang tersusun dan 18 GEMA BNPB AGUSTUS 2015

19 GEMA BNPB AGUSTUS

20 terbungkus rapi dengan standar manajemen pengudangan yang tinggi. Melalui manajemen UNHRD, logistik bantuan dapat dengan cepat disusun ke dalam pesawat angkut yang siap menuju lokasi bencana. Dalam konteks peningkatan kapasitas, AHA Centre telah menyelenggarakan dua kali pelatihan komprehensif bagian dari AHA Centre Executive Programme (ACE Programme). Ini dimaksudkan sebagai pengintegrasian kapasitas ASEAN ERAT dengan mekanisme yang berlaku di UNHRD serta manajemen operasi logistik di lokasi bencana. Depot UNHRD Pada saat tanggap darurat, masyarakat yang terdampak Foto : AHA Centre tentu membutuhkan intervensi bantuan kemanusiaan dalam tempo cepat. Situasi ini melatarbelakangi Pemerintah Malaysia memberikan dukungan pembangunan depot logistik bantuan kemanusiaan di kawasan militer Subang. Depot logistik yang berlokasi di Subang memberikan keuntungan terhadap pengiriman bantuan kemanusiaan secara cepat ke lokasi bencana, khususnya di kawasan Asia Tenggara. Di sisi lain, Malaysia memiliki posisi geografi yang strategis di antara negara-negara Asia Tengara, dan aman terhadap bencana seperti gempabumi atau erupsi gunungapi. UNHRD adalah jaringan depot yang berlokasi strategis dan mampu untuk menyediakan, menggudangkan dan mengirimkan bantuan kemanusiaan. Dibangunnya depot tersebut sebagai upaya yang berfokus pada kesiapsiagaan dan tanggap darurat serta penyediaan fasilitas terhadap akomodasi logistik kemanusiaan dari 68 mitra kerja seperti lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) lain, lembaga pemerintah dan non-pemerintah, serta komunitas palang merah. Mereka sebagai pengguna dapat saling meminjam stok logistik yang tersedia untuk pemanfaatan yang bersifat mendesak ataupun berkolaborasi dalam pengiriman logistik. Sementara itu, mandat dari UNHRD adalah membantu masyarakat yang tertimpa bencana atau situasi darurat yang bersifat kompleks di suatu negara. UNHRD menawarkan fasilitas untuk pelayanan penggudangan, penyimpanan, inspeksi dan penanganan logistik di gudang. Biaya hanya dikenakan terhadap mitra kerja yang membutuhkan bantuan untuk pengadaan, pengiriman ke lokasi tujuan, atau pun pengemasan kembali logistik yang akan disimpan di depot. Depot UNHRD Subang seluas m² terbagi menjadi dua depot utama. Sekitar m² depot dimanfaatkan sebagai ruang untuk logistik yang sifatnya kering dengan muatan lebih dari palet, sedangkan depot lain sebagai ruang penyimpanan berpendingin khusus. Logistik tersimpan dalam depot ini antara lain tenda depot sementara atau MSU, family kits, generator, tenda, dan sebagainya. Depot 20 GEMA BNPB AGUSTUS 2015

21 kelima dari enam depot PBB berdiri sejak Fasilitas selain depot adalah ruang kantor administrasi, ruang pelatihan, beberapa container, peralatan dan kendaraan bongkar muat. Fasilitas yang sangat khusus pada depot Subang adalah pemanfaatan pesawat angkut militer apabila tidak tersedia pesawat komersil atau charter untuk mengangkut logistik. Kekhususan tersebut dapat dilakukan dalam waktu 24 hingga 48 jam setelah ada permintaan pengiriman. Depot UNHRD merupakan salah satu dari enam depot yang dikelola oleh United Nations World Foord Programme. Keenam depot tersebut berlokasi di Panama City (Panama), Las Palmas (Spanyol), Accra (Ghana), Brindisi (Italia), Dubai (Uni Emirat Arab), dan Subang (Malaysia). Pertimbangan lokasi keenam depot adalah efisiensi dan efektivitas dalam menjangkau wilayah-wilayah terdampak bencana di seluruh dunia dalam waktu 8 jam. (PHI) GEMA BNPB AGUSTUS

22 FOKUS BERITA Menuju Ketangguhan Terhadap Bencana Hidrometeorologi di Indonesia Permasalahan Konvergensi Pengurangan Risiko Bencana dan Adaptasi Perubahan Iklim dalam Kekeringan dan Upaya Penyelesaian Kita mengetahui bersama bahwa bencana kekeringan di berbagai daerah di Indonesia akhirakhir ini makin intensif, seiring meningkatnya fenomena El Nino pada tahun Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dan beberapa lembaga meteorologi di dunia menyatakan bahwa saat ini sedang terjadi El Nino dengan tingkat moderate dan diprediksi akan menguat hingga awal tahun Bahkan El Nino 2015 diperkirakan akan sekuat bahkan lebih kuat dibandingkan dengan fenomena serupa yang terjadi pada tahun Fenomena ini sudah mulai aktif sejak Juni hingga September dan semakin dirasakan dampaknya pada bulan Agustus sehingga kondisi ini akan memberikan efek pada tingkat intensitas dan frekuensi curah hujan yang akan semakin berkurang dan bahkan kemungkinan menyebabkan mundurnya awal musim hujan di sebagian wilayah Indonesia. El Nino adalah gejala penyimpangan (anomali) pada suhu permukaan Samudera Pasifik di pantai Barat Ekuador dan Peru yang lebih tinggi daripada rata-rata normalnya. Peristiwa ini membawa dampak kekeringan panjang di beberapa daerah di Indonesia, terutama Indonesia bagian Timur dan daerah-daerah yang terletak di Lintang Selatan, seperti Sumatera Selatan, Lampung, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, dan Papua bagian selatan Dibandingkan dengan kejadian El Nino tahun 1997 yang terjadi di Samudera Pasifik juga diikuti dengan kenaikan suhu di Samudera Hindia sebelah Barat 22 GEMA BNPB AGUSTUS 2015

23 Indonesia, kondisi ini memicu wilayah barat Indonesia tertarik suhunya ke Samudera Hindia (Indian Ocean Dipole IOD) terkena pengaruh El Nino. Pada akhirnya kondisi ini berakibat pada terjadinya kekeringan yang merata di seluruh wilayah Indonesia. Sementara untuk kejadian El Nino tahun 2015 ini, di kawasan pasifik terjadi pada tingkatan yang sama, namun tidak diikuti kejadian IOD Positif sehingga wilayah barat Indonesia masih diguyur hujan (basah). Sementara di wilayah selatan dan timur Indonesia sudah terjadi kekeringan. Masalah utama yang kita hadapi terkait situasi ini adalah terkait perilaku keseharian yang belum memanfaatkan dan pengelolaan air yang bijaksana, termasuk dalam menyiapkan perangkat kebijakan. Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), saat ini Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara musim kemarau di wilayah tersebut mengalami defisit air sekitar 20 milyar meter kubik. BNPB mencatat kekeringan telah melanda 16 provinsi, meliputi 102 kabupaten/kota dan 721 kecamatan di Indonesia hingga akhir Juli Seluas 111 ribu hektar lahan pertanian juga mengalami kekeringan. Menurut Kementerian Pertanian, El Nino memang cukup berpengaruh pada sektor pertanian, khususnya untuk produksi beras. Namun, selain keberadaan sawah irigasi kita juga memiliki lahan rawa yang GEMA BNPB AGUSTUS

24 luasnya sekitar 33 juta hektar dimana pada saat terjadi El Nino permukaan airnya surut sehingga bisa ditanami dan 1 juta hektar dari lahan rawa tersebut sudah memproduksi beras. Secara nasional, berdasarkan data yang di keluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) produksi beras kita masih aman untuk mencukupi kebutuhan nasional, karena pengurangan jumlah produksi hanya terjadi sekitar 3% saja. Saat ini, kekeringan meteorologis berdampak sangat buruk terhadap kekeringan hidrologis. Hal ini disebabkan karena belum terwujudnya penyelamatan hutan dan DAS, belum membudayanya upaya memanen dan menabung air hujan, ketidaksiapan masyarakat untuk menghadapi musim kering. Teknologi rekayasa atmosfir memang cukup efektif dilakukan di wilayah yang tidak terdampak secara masif dan ketika musim kemarau belum mencapai puncaknya. Kawasan hutan dan DAS mempunyai pengaruh signifikansi pada ketidakseimbangan neraca air mikro dan makro suatu wilayah. Belum terciptanya budaya menampung air hujan menyebabkan tidak adanya persediaan cadangan air di masyarakat sehingga musim kemarau yang berkepanjangan berakibat pada penderitaan kekeringan di berbagai daerah yang rentan. Upaya dalam mengatasi permasalahan dampak kekeringan ini dapat dilakukan secara kuratif dan preventif. Upaya tersebut merupakan upaya pengintegrasian antara pengelolaan risiko bencana dengan adaptasi perubahan iklim yang saat ini menjadi salah satu prioritas dalam pola gerakan nasional untuk menjadikan wilayah Indonesia tangguh terhadap bencana kekeringan khususnya. Penerapan teknologi sederhana terkait pengelolaan air hujan melalui budaya gerakan TRAP (Tampung, Resapkan, Alirkan, dan Pelihara) harus menjadi gerakan bersama. Pola gerakan ini dapat menjadi program dengan skala waktu jangka panjang yang melalui tahapan-tahapan perencanaan dapat berkoordinasi antar kementerian dan lembaga, hingga ke peran masyarakat secara langsung di daerah. (Kelompok kerja Banjir dan Kekeringan IABI). (RDJ) 24 GEMA BNPB AGUSTUS 2015

25 DALAM MENGHADAPI SITUASI SAAT INI MAKA PERLU DIDORONG UPAYA-UPAYA Pemerintah pusat dan daerah untuk bekerjasama melakukan identifikasi kondisi saat ini, memprediksi ketersediaan air hingga bulan November, dan menginventarisasi kekuatan sumberdaya yang ada. Jika ada hal-hal yang dirasa perlu untuk dilakukan dalam menghadapi kondisi kekeringan jangka pendek ini maka perlu dilakukan sinergi pusat dan daerah untuk mengatasinya. Teknologi tepat guna maupun teknologi canggih perlu diaplikasikan untuk membantu mangatasi masalah kekeringan, seperti pecarian sumber-sumber air, penjernihan air, desalinasi air laut, teknologi rekayasa atmosfir, dan sebagainya. Penanganan bencana kekeringan harus menjadi ancaman dampak perubahan iklim tidak dipandang secara darurat. Pemerintah pusat dan daerah untuk bersama-sama memberikan informasi dan prediksi jauh-jauh sebelumnya tentang tingkat kekeringan yang akan terjadi, mensosialisasikan pola tanam yang berbasis pada teknologi keikliman, dan menganggarkan penciptaan cadangan air baik melalui penyelamatan hutan dan DAS maupun upaya pemanenan air hujan. Ancaman kekeringan perlu disikapi secara menyeluruh dan sistemik sesuai dengan SOP penanggulangan bencana level nasional. Siapa berbuat apa dan saling percaya dalam pertukaran data dan informasi. Masyarakat bersama pemerintah dan kelompok-kelompok peduli perubahan iklim dan pengurangan risiko bencana melakukan kampanye pengelolaan air yang bijaksana dan berkeadilan. Dan melakukan pendampingan kepada masyarakat untuk mempraktekkan pertanian dengan pola tanam berbasis teknologi keikliman, melakukan penyelamatan hutan dan DAS, serta melakukan gerakan pemanenan air hujan. Analisis prakiraan El Nino tahun 2015 perlu ditindaklanjuti dengan melakukan monitoring dan evaluasi secara intensif agar keterandalannya dapat efektif di beberapa wilayah ZOM/ zone musim. Monev indeks kehijauan vegetasi (NDVI) melalui interpretasi citra satelit perlu dikombinasikan dengan potensi air yang masih ada saat ini di waduk, embung danau, dan lainnya sehingga dapat diketahui wilayah-wilayah yang berisiko tinggi terhadap kekeringan. GEMA BNPB AGUSTUS

26 FOKUS BERITA Kekeringan, DAS dan Masyarakat Tangguh Air penting bagi kehidupan umat manusia dan penghidupan manusia. Tanpa air, tidak mungkin manusia hidup tanpanya, namun apa yang terjadi akibat perubahan iklim berdampak pada bencana di Indonesia, yakni bencana hidrometeorologi. Bencana hidrometeorologi adalah jenis bencana yang dipengaruhi oleh aspek cuaca seperti banjir, kekeringan, tanah longsor, cuaca ekstrem dan puting beliung. 26 GEMA BNPB AGUSTUS 2015

27 Pada tahun 2000, secara nasional ketersediaan air permukaan hanya mencukupi 23% dari kebutuhan penduduk. Tingkat ketersediaan air permukaan di Pulau Jawa hanya juta m 3 /tahun sedangkan kebutuhan mencapai juta m 3 /tahun, sehingga terjadi defisit air juta m 3 /tahun. Hasil model perhitungan lain untuk Pulau Jawa menyatakan bahwa ketersediaan air diperkirakan tinggal m 3 /kapita/tahun, yang telah mengisyaratkan krisis air jika dibanding dengan standar kecukupan air sebesar m 3 /kapita/tahun. Hal tersebut akan merosot sampai m 3 /kapita/ tahun ketika penduduk Indonesia mencapai 267 juta pada tahun 2020, dimana 150 juta diantaranya tinggal di Pulau Jawa. Sementara itu, laju kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) setiap tahun terus meningkat. Pada tahun 1984, jumlah DAS kritis di Indonesia mencapai 22 DAS kemudian meningkat menjadi 42 DAS pada tahun Tahun 2000 menjadi 58 DAS kritis dan pada tahun 2015 ini ada 108 DAS kritis. Menurut Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB, DR. Sutopo Purwo Nugroho, penyebab bencana umumnya adalah kombinasi antara faktor alam dan antropogenik atau akibat ulah manusia, Seperti pengaruh dampak perubahan iklim, meningkatnya jumlah penduduk dan kerentanan, degradasi lingkungan dan kerusakan DAS, penataan ruang, serta lemahnya penegakan hukum, dan lemahnya kepemimpinan atau leadership ucapnya. Sementara itu menurut Prof. Dr. Emil Salim perubahan iklim sudah terjadi di Indonesia, maka pola pembangunan yang dapat dikembangkan selanjutnya adalah pembangunan 3 jalur, yakni ekonomi, sosial dan lingkungan. Pola inklusif pembangunan penting diterapkan sehingga tidak ada penduduk yang miskin. September nanti di New York, akan dicanangkan perubahan pembangunan ekonomi konvensional menjadi pembangunan ekonomi berkelanjutan ucap Emil. Dasar dari bumi adalah tanah, air dan sumber daya alam. Oleh karena itu, iklim saling pengaruh dan mempengaruhi. Terkait penyakit dan obat Daya Aliran Sungai diteliti dalam rangkaian studi kajian DAS. Sehingga ditemukan bahwa benang merahnya adalah perlu restorasi DAS dan pembenahan diskoneksi pengelolaan DAS. Regulasi pengelolaan DAS memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi dan masih mengandung ego sektoral setiap kementerian kata Emil. Kementerian harus meninggalkan ego sektoralnya untuk upaya kesejahteraan rakyat. Pemerintah bersama rakyat dan dunia usaha harus bersamasama mengelola dan memelihara DAS guna kepentingan rakyat, sehingga Indonesia tidak mengalami kekeringan berkelanjutan. Masyarakat Tangguh Dalam konteks ketangguhan masyarakat menghadapi bencana, maka masyarakat perlu memiliki lima daya atau Panca Daya menurut Kepala BNPB, Prof. Dr. Syamsul Maarif, M.Si. Kepala BNPB dalam paparannya saat Kongres Sungai Indonesia di Banjarnegara, pekan lalu. Ada lima kunci yang disampaikan, yakni daya akses informasi, daya untuk mengantisipasi setiap ancaman, daya untuk melawan atau menghindari ancaman bencana banjir, daya untuk GEMA BNPB AGUSTUS

28 mengadaptasi bencana dan dampak yang ditimbulkan, daya untuk pulih kembali secara cepat setelah terjadi bencana. (1) Daya akses informasi. UNISDR (2012) mengatakan bahwa kunci utama dalam penanggulangan bencana bencana, baik pra bencana, tanggap darurat, dan pasca bencana adalah kemampuan memperoleh informasi dan komunikasi. Bagaimana semua potensi ancaman yang ada dapat dipahami dan dikenali oleh masyarakat. (2) Daya untuk mengantisipasi setiap ancaman. Untuk mencapai hal ini masyarakat dituntut mampu untuk melakukan prediksi, analisis, identifikasi dan kajian terhadap risiko bencana. Kemampuan ini memerlukan ilmu pengetahuan dan teknologi, baik yang canggih maupun yang tepat guna. Juga dari pengetahuan yang modern hingga kearifan lokal yang sudah ada di masyarakat. (3) Daya untuk melawan atau menghindari ancaman bencana banjir. Kemampuan dapat ditempuh melalui beberapa hal seperti relokasi permukiman, pembangunan tanggul sungai, dan normalisasi sungai. Masyarakat yang tinggal di daerah rawan banjir dipindahkan ke tempat-tempat yang lebih tinggi dan aman dari banjir. Upaya relokasi umumnya sulit dilakukan karena terkait dengan faktorfaktor sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. Seperti masyarakat di sekitar Bojonegoro, Jawa Timur yang tinggal di daerah rawan aliran banjir dari Bengawan Solo. Hampir tiap tahun masyarakat tersebut mengalami banjir. Mereka tetap tinggal di daerah tersebut dan tidak mau direlokasi dengan alasan mata pencahariannya berada di sekitar sungai tersebut. (4) Daya untuk mengadaptasi bencana dan dampak yang ditimbulkan. Apabila kita tidak mampu melawan ataupun menghindar, maka kita harus mampu mengurangi, mengalihkan atau menerima risiko bencana yang akan terjadi. Prinsipprinsip manajemen risiko berlaku untuk menanggulangi bencana. Pengalihan risiko atau risk transfer, seperti asuransi bencana mulai dibudayakan. Pada dasarnya mengadaptasi bencana ini bertujuan agar kemampuan masyarakat untuk menerima risiko semakin tinggi. Hal ini berkaitan dengan filosofi hidup berdampingan secara damai dengan bencana. Masyarakat yang tinggal di daerah rawan banjir, seperti membangun rumah panggung. Orang Dayak di daerah rawa-rawa Kalimantan dan sebagainya sudah beradaptasi dengan ancaman banjir. Masyarakat di sekitar bantaran sungai telah beradaptasi dengan membangun rumah-rumah bertingkat. Ketika akan terjadi banjir, barang-barang berharga dan persediaan makanan milik masyarakat ditaruh di tempat yang lebih tinggi untuk mengantisipasi banjir. (5) Daya untuk pulih kembali secara cepat setelah terjadi bencana. Ketangguhan suatu masyarakat dalam menanggulangi bencana dapat dilihat dari kemampuannya (daya lenting) untuk pulih kembali setelah ditimpa bencana. Pada intinya, end to end dari penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah dari manusia sampai dengan manusia. Manusia menciptakan alat atau ciptaan-ciptaan lain, tetapi pada ujungnya bagaimana masyarakat menerima itu dan berakhir pada masyarakat sendiri. 28 GEMA BNPB AGUSTUS 2015

PERAN KEDEPUTIAN PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG PENANGGULANGAN BENCANA

PERAN KEDEPUTIAN PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG PENANGGULANGAN BENCANA PERAN KEDEPUTIAN PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG PENANGGULANGAN B. Wisnu Widjaja Deputi Pencegahan dan Kesiapsiagaan TUJUAN PB 1. memberikan perlindungan kepada masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang rawan terjadi kekeringan setiap tahunnya. Bencana kekeringan semakin sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia dengan pola dan

Lebih terperinci

Deklarasi Dhaka tentang

Deklarasi Dhaka tentang Pembukaan Konferensi Dhaka tentang Disabilitas & Manajemen Risiko Bencana 12-14 Desember 2015, Dhaka, Bangladesh Deklarasi Dhaka tentang Disabilitas dan Manajemen Risiko Bencana, 14 Desember 2015 diadopsi

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Wilayah Indonesia terletak pada jalur gempa bumi dan gunung berapi

BAB I PENGANTAR. Wilayah Indonesia terletak pada jalur gempa bumi dan gunung berapi 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Wilayah Indonesia terletak pada jalur gempa bumi dan gunung berapi atau ring of fire yang dimulai dari Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi Utara hingga

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia yang berada di salah satu belahan Asia ini ternyata merupakan negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

Lebih terperinci

xvii Damage, Loss and Preliminary Needs Assessment Ringkasan Eksekutif

xvii Damage, Loss and Preliminary Needs Assessment Ringkasan Eksekutif xvii Ringkasan Eksekutif Pada tanggal 30 September 2009, gempa yang berkekuatan 7.6 mengguncang Propinsi Sumatera Barat. Kerusakan yang terjadi akibat gempa ini tersebar di 13 dari 19 kabupaten/kota dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir sudah menjadi masalah umum yang dihadapi oleh negaranegara di dunia, seperti di negara tetangga Myanmar, Thailand, Filipina, Malaysia, Singapore, Pakistan serta

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami pengertian mitigasi. 2. Memahami adaptasi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana Rahmawati Husein Wakil Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana PP Muhammadiyah Workshop Fiqih Kebencanaan Majelis Tarjih & Tajdid PP Muhammadiyah, UMY,

Lebih terperinci

Bulletin Kemanusiaan Indonesia

Bulletin Kemanusiaan Indonesia Bulletin Kemanusiaan Indonesia April - Juni 2014 Dalam edisi ini SOROTAN Penurunan keseluruhan kejadian bencana pada tahun 2014 Dua gunung berapi meletus Gunung Sangeangapi dan Gunung Sinabung Pelatihan

Lebih terperinci

INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH

INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR : 360 / 009205 TENTANG PENANGANAN DARURAT BENCANA DI PROVINSI JAWA TENGAH Diperbanyak Oleh : BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH JALAN IMAM BONJOL

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL SAMBUTAN DARI DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN REGIONAL MEWAKILI MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. mencapai 50 derajat celcius yang menewaskan orang akibat dehidrasi. (3) Badai

BAB 1 : PENDAHULUAN. mencapai 50 derajat celcius yang menewaskan orang akibat dehidrasi. (3) Badai BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana merupakan rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik faktor alam dan/ atau faktor non alam

Lebih terperinci

I. Permasalahan yang Dihadapi

I. Permasalahan yang Dihadapi BAB 34 REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI DI WILAYAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN NIAS PROVINSI SUMATRA UTARA, SERTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DAN PROVINSI JAWA TENGAH I. Permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Australia dan Lempeng Pasifik (gambar 1.1). Pertemuan dan pergerakan 3

BAB I PENDAHULUAN. Australia dan Lempeng Pasifik (gambar 1.1). Pertemuan dan pergerakan 3 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini dipaparkan : (a) latar belakang, (b) perumusan masalah, (c) tujuan penelitian, (d) manfaat penelitian, (e) ruang lingkup penelitian dan (f) sistematika penulisan. 1.1. Latar

Lebih terperinci

Kerangka Acuan Peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana Nasional

Kerangka Acuan Peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana Nasional Kegiatan Kerangka Acuan Peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana Nasional SFDRR (Kerangka Sendai untuk Pengurangan Risiko Bencana) dan Pengarusutamaan PRB dalam Pembangunan di Indonesia Tanggal 17 Oktober

Lebih terperinci

BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN

BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2013-2015 Penyelenggaraan penanggulangan bencana bertujuan untuk menjamin terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana

Lebih terperinci

Buletin Pemantauan Ketahanan Pangan INDONESIA. Volume 7, Agustus 2017

Buletin Pemantauan Ketahanan Pangan INDONESIA. Volume 7, Agustus 2017 Buletin Pemantauan Ketahanan Pangan INDONESIA Volume 7, Agustus 2017 IKLIM DAN KETAHANAN PANGAN April - Juni 2017 Rendahnya kejadian kebakaran hutan Musim panen utama padi dan jagung lebih tinggi dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Nomor 4 Tahun 2008, Indonesia adalah negara yang memiliki potensi bencana sangat tinggi dan bervariasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

BAB I PENDAHULUAN. Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hadirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 P. Nasoetion, Pemanasan Global dan Upaya-Upaya Sedehana Dalam Mengantisipasinya.

BAB I PENDAHULUAN. 1 P. Nasoetion, Pemanasan Global dan Upaya-Upaya Sedehana Dalam Mengantisipasinya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim atau Climate change adalah gejala naiknya suhu permukaan bumi akibat naiknya intensitas efek rumah kaca yang kemudian menyebabkan terjadinya pemanasan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN ASEAN AGREEMENT ON TRANSBOUNDARY HAZE POLLUTION (PERSETUJUAN ASEAN TENTANG PENCEMARAN ASAP LINTAS BATAS) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara geografis, geologis, hidrologis, dan sosio-demografis, Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara geografis, geologis, hidrologis, dan sosio-demografis, Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara geografis, geologis, hidrologis, dan sosio-demografis, Indonesia merupakan wilayah rawan bencana. Sejak tahun 1988 sampai pertengahan 2003 terjadi 647 bencana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan bencana, baik yang disebabkan kejadian alam seperi gempa bumi, tsunami, tanah longsor, letusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. strategis secara geografis dimana letaknya berada diantara Australia dan benua Asia

BAB I PENDAHULUAN. strategis secara geografis dimana letaknya berada diantara Australia dan benua Asia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telah lama diakui bahwa Negara Indonesia memiliki posisi yang sangat strategis secara geografis dimana letaknya berada diantara Australia dan benua Asia serta diantara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang terdapat di permukaan bumi, meliputi gejala-gejala yang terdapat pada lapisan air, tanah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semua daerah tidak pernah terhindar dari terjadinya suatu bencana. Bencana bisa terjadi kapan dan dimana saja pada waktu yang tidak diprediksi. Hal ini membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, kejadian bencana di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Dalam kurun waktu 1 abad (1900-2012), tercatat lebih dari 212,000 orang meninggal, lebih

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki karakteristik bencana yang kompleks, karena terletak pada tiga lempengan aktif yaitu lempeng Euro-Asia di bagian utara, Indo-Australia di bagian

Lebih terperinci

PENURUNAN INDEKS RISIKO BENCANA DI INDONESIA

PENURUNAN INDEKS RISIKO BENCANA DI INDONESIA PENURUNAN INDEKS RISIKO BENCANA DI INDONESIA 14 DESEMBER 2016 DISIAPKAN OLEH : DIREKTORAT PRB, BNPB INDONESIA DAN BENCANA Secara geografis Indonesia terletak pada rangkaian cincin api yang membentang sepanjang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BANDUNG DENGAN

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 48 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2012-2032 DISEBARLUASKAN OLEH : SEKRETARIAT DEWAN SUMBER

Lebih terperinci

Siaran Pers BNPB: BNPB Menginisiasi Pencanangan Hari Kesiapsiagaan Bencana Selasa, 25 April 2017

Siaran Pers BNPB: BNPB Menginisiasi Pencanangan Hari Kesiapsiagaan Bencana Selasa, 25 April 2017 Siaran Pers BNPB: BNPB Menginisiasi Pencanangan Hari Kesiapsiagaan Bencana Selasa, 25 April 2017 Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menginisiasi Hari Kesiapsiagaan Bencana dengan mengajak semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beberapa pulau utama dan ribuan pulau kecil disekelilingnya. Dengan 17.508 pulau, Indonesia menjadi negara

Lebih terperinci

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, 1 RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Gunung Merapi merupakan gunung api tipe strato, dengan ketinggian 2.980 meter diatas permukaan laut. secara geografis terletak pada posisi 7 32.5 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA 1 BEncANA O Dasar Hukum : Undang-Undang RI No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana 2 Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

PENERAPAN KERANGKA KERJA BERSAMA SEKOLAH AMAN ASEAN UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI INDONESIA

PENERAPAN KERANGKA KERJA BERSAMA SEKOLAH AMAN ASEAN UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI INDONESIA PENERAPAN KERANGKA KERJA BERSAMA SEKOLAH AMAN ASEAN UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI INDONESIA Ida Ngurah Plan International Indonesia Ida.Ngurah@plan-international.org Konteks Bencana dan Dampak Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 LATAR BELAKANG. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam

Lebih terperinci

Ketika Negara Gagal Mengatasi Asap. Oleh: Adinda Tenriangke Muchtar

Ketika Negara Gagal Mengatasi Asap. Oleh: Adinda Tenriangke Muchtar Ketika Negara Gagal Mengatasi Asap Oleh: Adinda Tenriangke Muchtar Tahun 2015 menjadi tahun terburuk bagi masyarakat di Sumatera dan Kalimantan akibat semakin parahnya kebakaran lahan dan hutan. Kasus

Lebih terperinci

No. 1411, 2014 BNPB. Logistik. Peralatan. Penanggulangan Bencana. Manajemen. Pedoman.

No. 1411, 2014 BNPB. Logistik. Peralatan. Penanggulangan Bencana. Manajemen. Pedoman. No. 1411, 2014 BNPB. Logistik. Peralatan. Penanggulangan Bencana. Manajemen. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 13,TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN MANAJEMEN LOGISTIK DAN PERALATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berdasarkan UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pasal 6 ayat (1), disebutkan bahwa Penataan Ruang di selenggarakan dengan memperhatikan kondisi fisik wilayah

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PEMBENTUKAN DESA TANGGUH BENCANA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BOYOLALI TAHUN ANGGARAN 2015

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PEMBENTUKAN DESA TANGGUH BENCANA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BOYOLALI TAHUN ANGGARAN 2015 KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PEMBENTUKAN DESA TANGGUH BENCANA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BOYOLALI TAHUN ANGGARAN 015 I. LATAR BELAKANG Sejarah kebencanaan di Kabupaten Boyolali menunjukkan,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO. 9 2009 SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

Lebih terperinci

menyiratkan secara jelas tentang perubahan paradigma penanggulangan bencana dari

menyiratkan secara jelas tentang perubahan paradigma penanggulangan bencana dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana telah menyiratkan secara jelas tentang perubahan paradigma penanggulangan bencana dari upaya responsif

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU)

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) PEMERINTAH PROVINSI RIAU BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jalan Jendral Sudirman No. 438 Telepon/Fax. (0761) 855734 DAFTAR ISI BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang...

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DAN

Lebih terperinci

1) Sumber Daya Air, 2) Pertanian dan Ketahanan Pangan, 3) Kesehatan Manusia, 4) Ekosistem daratan,

1) Sumber Daya Air, 2) Pertanian dan Ketahanan Pangan, 3) Kesehatan Manusia, 4) Ekosistem daratan, SUMBER DAYA AIR Perubahan iklim akibat pemanasan global bukan lagi dalam tataran wacana, namun secara nyata telah menjadi tantangan paling serius yang dihadapi dunia di abad 21. Pada dasarnya perubahan

Lebih terperinci

KONDISI TEKTONIK INDONESIA

KONDISI TEKTONIK INDONESIA KONDISI TEKTONIK INDONESIA 2 Bencana Tsunami Aceh dan Sumatra Utara Desember 2004 Bencana Gempabumi Yogyakarta dan Jawa Tengah Mei 2006 Bencana Tsunami Pangandaran Juli 2006 UU No. 24 Tahun 2007 : Penanggulangan

Lebih terperinci

1.1 Latar belakang masalah

1.1 Latar belakang masalah Bab I Pendahuluan 1.1 Latar belakang masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis terletak di daerah khatulistiwa, berada diantara dua benua yaitu Asia dan Australia serta diantara dua

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bencana banjir termasuk bencana terbesar di dunia. Data Guidelines for Reducing Flood

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bencana banjir termasuk bencana terbesar di dunia. Data Guidelines for Reducing Flood 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana banjir termasuk bencana terbesar di dunia. Data Guidelines for Reducing Flood Losses, United Nations International Strategy for Disaster Reduction (UN-ISDR)

Lebih terperinci

Sejarah AusAID di Indonesia

Sejarah AusAID di Indonesia Apakah AusAID Program bantuan pembangunan luar negeri Pemerintah Australia merupakan program yang dibiayai Pemerintah Federal untuk mengurangi tingkat kemiskinan di negaranegara berkembang. Program ini

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu No.89, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Pelaksanaan KLHS. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.69/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

INDONESIA KERJA NYATA

INDONESIA KERJA NYATA BMKG SAMBUTAN KEPALA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA PADA UPACARA BENDERA MEMPERINGATI HARI ULANG TAHUN PROKLAMASI REPUBLIK INDONESIA KE 71 TAHUN 2016 Yang saya banggakan Para Pejabat Tinggi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gempa bumi sebagai suatu kekuatan alam terbukti telah menimbulkan bencana yang sangat besar dan merugikan. Gempa bumi pada skala kekuatan yang sangat kuat dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011 BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNSI PELAKSANA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BLITAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan terjadinya kerusakan dan kehancuran lingkungan yang pada akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan terjadinya kerusakan dan kehancuran lingkungan yang pada akhirnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan wilayah yang rawan terhadap berbagai jenis bencana, termasuk bencana alam. Bencana alam merupakan fenomena alam yang dapat mengakibatkan terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang terdiri dari gugusan kepulauan mempunyai potensi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang terdiri dari gugusan kepulauan mempunyai potensi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia yang terdiri dari gugusan kepulauan mempunyai potensi bencana yang sangat tinggi dan sangat bervariasi dari jenis bencana. Kondisi alam serta keanekaragaman

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1554, 2014 BNPB. Bantuan Logistik. Peralatan. Penanggulangan Bencana. Distribusi. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1554, 2014 BNPB. Bantuan Logistik. Peralatan. Penanggulangan Bencana. Distribusi. Pedoman. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1554, 2014 BNPB. Bantuan Logistik. Peralatan. Penanggulangan Bencana. Distribusi. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 18 TAHUN 2010

Lebih terperinci

BAB II VISI, MISI DAN LANDASAN PENGURANGAN RISIKO BENCANA

BAB II VISI, MISI DAN LANDASAN PENGURANGAN RISIKO BENCANA BAB II Rencana Aksi Daerah (RAD) VISI, MISI DAN LANDASAN PENGURANGAN RISIKO BENCANA 2.1 Visi Berdasarkan tugas pokok dan fungsi Badan Penanggulangan Bencana Derah Kabupaten Pidie Jaya, menetapkan Visinya

Lebih terperinci

DAFTAR ISI 1. PENDAHULUAN.5 2. MENGENAL LEBIH DEKAT MENGENAI BENCANA.8 5W 1H BENCANA.10 MENGENAL POTENSI BENCANA INDONESIA.39 KLASIFIKASI BENCANA.

DAFTAR ISI 1. PENDAHULUAN.5 2. MENGENAL LEBIH DEKAT MENGENAI BENCANA.8 5W 1H BENCANA.10 MENGENAL POTENSI BENCANA INDONESIA.39 KLASIFIKASI BENCANA. DAFTAR ISI 1. PENDAHULUAN...5 2. MENGENAL LEBIH DEKAT MENGENAI BENCANA...8 5W 1H BENCANA...10 MENGENAL POTENSI BENCANA INDONESIA...11 SEJARAH BENCANA INDONESIA...14 LAYAKNYA AVATAR (BENCANA POTENSIAL INDONESIA)...18

Lebih terperinci

LESTARI BRIEF KETERPADUAN DALAM PENANGANAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN USAID LESTARI PENGANTAR. Penulis: Suhardi Suryadi Editor: Erlinda Ekaputri

LESTARI BRIEF KETERPADUAN DALAM PENANGANAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN USAID LESTARI PENGANTAR. Penulis: Suhardi Suryadi Editor: Erlinda Ekaputri LESTARI BRIEF LESTARI Brief No. 01 I 11 April 2016 USAID LESTARI KETERPADUAN DALAM PENANGANAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN Penulis: Suhardi Suryadi Editor: Erlinda Ekaputri PENGANTAR Bagi ilmuwan, kebakaran

Lebih terperinci

PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PB

PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PB PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PB PELUNCURAN DAN DISKUSI BUKU TATANAN KELEMBAGAAN PB DI DAERAH PUJIONO CENTER, 3 JUNI 2017 RANIE AYU HAPSARI Peran Serta Masyarakat SFDRR: Prioritas 1 (Memahami Risiko Bencana):

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di negara ini berada hampir di seluruh daerah. Penduduk di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. di negara ini berada hampir di seluruh daerah. Penduduk di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara yang terbentang luas, area pertanian di negara ini berada hampir di seluruh daerah. Penduduk di Indonesia sebagian besar berprofesi

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. bumi dan dapat menimbulkan tsunami. Ring of fire ini yang menjelaskan adanya

BAB 1 : PENDAHULUAN. bumi dan dapat menimbulkan tsunami. Ring of fire ini yang menjelaskan adanya BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang tergolong rawan terhadap kejadian bencana alam, hal tersebut berhubungan dengan letak geografis Indonesia yang terletak di antara

Lebih terperinci

MODUL 1: PENGANTAR TENTANG KETANGGUHAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DAN PENGURANGAN RESIKO BENCANA. USAID Adapt Asia-Pacific

MODUL 1: PENGANTAR TENTANG KETANGGUHAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DAN PENGURANGAN RESIKO BENCANA. USAID Adapt Asia-Pacific MODUL 1: PENGANTAR TENTANG KETANGGUHAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DAN PENGURANGAN RESIKO BENCANA University of Hawaii at Manoa Institut Teknologi Bandung SELAMAT DATANG! Mengapa kita berada disini (tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana,

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan dan dilihat secara geografis, geologis, hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana, bahkan termasuk

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2009 Kepala Pusat Penanggulangan Krisis, Dr. Rustam S. Pakaya, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2009 Kepala Pusat Penanggulangan Krisis, Dr. Rustam S. Pakaya, MPH NIP KATA PENGANTAR Berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, buku Buku Profil Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana Tahun 2008 ini dapat diselesaikan sebagaimana yang telah direncanakan. Buku ini menggambarkan

Lebih terperinci

MANAJEMEN BENCANA PENGERTIAN - PENGERTIAN. Definisi Bencana (disaster) DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MANAJEMEN BENCANA PENGERTIAN - PENGERTIAN. Definisi Bencana (disaster) DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PENGERTIAN - PENGERTIAN ( DIREKTUR MANAJEMEN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BENCANA ) DIREKTORAT JENDERAL PEMERINTAHAN UMUM Definisi Bencana (disaster) Suatu peristiwa

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis temuan penelitian rencana strategi BPBD Kota Bandar

VI. SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis temuan penelitian rencana strategi BPBD Kota Bandar 93 VI. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil analisis temuan penelitian rencana strategi BPBD Kota Bandar Lampung dalam menanggulangi wilayah kekeringan Kecamatan Sukabumi ini, maka dapat disimpulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis serta demografis. Dampak dari terjadinya suatu bencana akan

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis serta demografis. Dampak dari terjadinya suatu bencana akan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Terjadinya bencana alam di suatu wilayah merupakan hal yang tidak dapat dihindarkan. Hal ini disebabkan karena bencana alam merupakan suatu gejala alam yang tidak

Lebih terperinci

Versi 27 Februari 2017

Versi 27 Februari 2017 TARGET INDIKATOR KETERANGAN 13.1 Memperkuat kapasitas ketahanan dan adaptasi terhadap bahaya terkait iklim dan bencana alam di semua negara. 13.1.1* Dokumen strategi pengurangan risiko bencana (PRB) tingkat

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA BENCANA :

MITIGASI BENCANA BENCANA : MITIGASI BENCANA BENCANA : suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Rencana Aksi Daerah (RAD) 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang rawan bencana. Dari aspek geografis, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, terletak di antara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Kondisi Wilayah Kabupaten Gorontalo Kabupaten Gorontalo terletak antara 0 0 30 0 0 54 Lintang Utara dan 122 0 07 123 0 44 Bujur Timur. Pada tahun 2010 kabupaten ini terbagi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

Prinsip Interkoneksi Informasi Dalam Penanganan Bencana Banjir* Dicky R. Munaf ** Abstract

Prinsip Interkoneksi Informasi Dalam Penanganan Bencana Banjir* Dicky R. Munaf ** Abstract Prinsip Interkoneksi Informasi Dalam Penanganan Bencana Banjir* Dicky R. Munaf ** Abstract Due to its geographical characteristics, the natural disasters in Indonesia are inevitable. However, the problem

Lebih terperinci

KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PEMBANGUNAN DESA YANG BERBASIS PENGURANGAN RISIKO BENCANA

KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PEMBANGUNAN DESA YANG BERBASIS PENGURANGAN RISIKO BENCANA KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PEMBANGUNAN DESA YANG BERBASIS PENGURANGAN RISIKO BENCANA DISAMPAIKAN OLEH : EKO PUTRO SANDJOJO MENTERI DESA, PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

BNPB. Logistik. Inventarisasi. Pedoman.

BNPB. Logistik. Inventarisasi. Pedoman. No.1421, 2014 BNPB. Logistik. Inventarisasi. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN INVENTARISASI LOGISTIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdasarkan data dunia yang dihimpun oleh WHO, pada 10 dekade terakhir ini,

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdasarkan data dunia yang dihimpun oleh WHO, pada 10 dekade terakhir ini, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana dan keadaan gawat darurat telah mempengaruhi aspek kehidupan masyarakat secara signifikan, terutama yang berhubungan dengan kesehatan. Berdasarkan data dunia

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2083, 2014 BNPB. Bantuan Logistik. Penanggulangan Bencana. Pemanfaatan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2083, 2014 BNPB. Bantuan Logistik. Penanggulangan Bencana. Pemanfaatan BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2083, 2014 BNPB. Bantuan Logistik. Penanggulangan Bencana. Pemanfaatan PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG PEMANFAATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa tahun belakangan ini Indonesia banyak ditimpa musibah

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa tahun belakangan ini Indonesia banyak ditimpa musibah BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Beberapa tahun belakangan ini Indonesia banyak ditimpa musibah bencana alam. Data dari Badan PBB untuk Strategi Internasional Pengurangan Risiko Bencana (UN-ISDR)

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Bantuan logistik. Pedoman. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Bantuan logistik. Pedoman. Perubahan. No.2081, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Bantuan logistik. Pedoman. Perubahan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang dilewati oleh dua jalur pegunungan muda dunia sekaligus, yakni pegunungan muda Sirkum Pasifik dan pegunungan

Lebih terperinci

No.1119, 2014 KEMENHAN. Krisis Kesehatan. Penanganan. Penanggulangan Bencana. Pedoman.

No.1119, 2014 KEMENHAN. Krisis Kesehatan. Penanganan. Penanggulangan Bencana. Pedoman. No.1119, 2014 KEMENHAN. Krisis Kesehatan. Penanganan. Penanggulangan Bencana. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN KRISIS KESEHATAN DALAM

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang 17 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang berlangsung secara perlahan. Beberapa jenis bencana seperti gempa bumi, hampir tidak mungkin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis,

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis, hidrologis, dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana. Badan Nasional Penanggulangan

Lebih terperinci