BAB II LANDASAN TEORI. oleh Psikolog Salovery dan John Mayer untuk menerapkan kualitas-kualitas

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. oleh Psikolog Salovery dan John Mayer untuk menerapkan kualitas-kualitas"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI II.A. Kecerdasan Emosional II.A.1. Definisi Kecerdasan Emosional Istilah kecerdasan emosional pertama kali dicetuskan pada tahun 1990 oleh Psikolog Salovery dan John Mayer untuk menerapkan kualitas-kualitas emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan seseorang. Kualitas-kualitas tersebut antara lain empati, mengungkap dan memahami perasaan orang lain, mengendalikan amarah diri, kemandirian, kemampuan menyesuaikan diri, disukai, kemampuan memecahkan masalah yang dihadapi atau pribadi, ketekunan, kesetiakawanan dan sikap hormat (dalam Shapiro, 1997). Menurut Stanberg & Salovery (dalam Shapiro, 1997) kecerdasan emosional adalah kemampuan mengenali emosi diri yang merupakan kemampuan seseorang dalam mengenali perasaannnya sendiri sewaktu perasaan atau emosi itu muncul dan ia mampu mengenali emosinya sendiri apabila ia memiliki kepekaan yang tinggi atas perasaan mereka yang sesungguhnya dan kemudian mengambil keputusan-keputusan secara mantap. Salovery & Mayer (dalam Goleman, 2001) mendefinisikan kecerdasan emosional adalah sebagai kemampuan memantau dan mengendalikan perasaan diri sendiri dan orang lain, serta menggunakan perasaan-perasaan tersebut untuk memandu pikiran dan tindakan dalam menghadapi persoalan. Cooper dan Sawaf (2000), juga mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan 15

2 merasakan, memahami dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi koneksi dan pengaruh yang manusiawi. Patton (2002) menyatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kekuatan dibalik singasana kemampuan intelktual. Shapiro (1997) berpendapat bahwa kecerdasan emosional tidak begitu dipengaruhi oleh faktor keturunan sehingga membuka kesempatan bagi orang tua untuk mendidik lebih besar meraih keberhasilan. Selanjutnya Dameria (2005) mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenali, mengekspresikan, mengolah emosi baik emosi dirinya sendiri maupun emosi orang lain dengan tindakan konstruktif yang mempromosikan kerjasama sebagai tim yang mengacu pada produktifitas dan bukan pada konflik. Kecerdasan emosional menurut Goleman (2001) adalah kemampuankemampuan yang mencakup pengendalian diri, semangat, ketekunan dan kemampuan untuk memotivasi diri sendiri. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional adalah serangkaian kemampuan pribadi, emosi dan sosial yang dapat melibatkan kemampuan memantau perasaan dan emosi baik pada diri sendiri maupun pada orang lain, kemampuan pengendalian diri, semangat dan memotivasi diri sendiri, tidak dipengaruhi oleh keturunan namun merupakan konsep yang bermakna dan merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk berhasil dalam menghadapi tuntutan dan tekanan lingkungan. 16

3 II.A.2. Faktor-Faktor Kecerdasan Emosional Menurut Goleman (2001), ada beberapa faktor yang mempengaruhi keeradasan emosional, yaitu : a. Pengalaman Kecerdasan emosional dapat meningkat sepanjang hidup manusia. Sepanjang perjalanan hidup yang normal, kecerdasan emosional cenderung bertambah sementara manusia belajar untuk menangani suasana hati, menangani emosiemosi yang menyulitkan, sehingga semakin cerdas dalam hal emosi dan dalam berhubungan dengan orang lain. Mayer (dalam Goleman, 2001) menyatakan pendapat yang sama bahwa kecerdasan emosional berkembang sejalan dengan usia dan pengalaman dari kanak-kanak hingga dewasa. b. Usia Siswa yang lebih tua dapat sama baiknya atau lebih baik dibandingkan siswa yang lebih muda dalam penguasaan kecakapan emosi baru. c. Jenis kelamin Pria dan wanita mempunyai kemampuan yang sama dalam hal meningkatkan kecerdasan emosional.tetapi rata-rata wanita mungkin dapat lebih tinggi dibanding kaum pria dalam beberapa ketrampilan emosi (namun ada juga pria yang lebih baik disbanding kebanyakan wanita), walaupun secara statistik ada perbedaan yang nyata diantara kedua kelompok tersebut. d. Jabatan Semakin tinggi jabatan seseorang, maka semakin penting ketrampilan antar pribadinya dalam membuatnya menonjol disbanding mereka yang berprestasi 17

4 biasa-biasa atau dengan kata lain bahwa semakin tinggi jabatan, maka semakin tinggi kecerdasan emosional yang dimilikinya. Patton (2002) membagi faktor kecerdasan emosional menjadi 5 bagian yaitu: 1. Keluarga Keluarga adalah perekat yang menyatukan struktur dasar dunia kita agar satu. Kasih sayang dan dukungan kita temukan dalam keluarga dan merupakan alat untuk mendapatkan kekuatan dan menanamkan kecerdasan emosional. 2. Hubungan-hubungan pribadi. Hubungan-hubungan pribadi (interpersonal) terhadap seseorang dalam seharihari yang memberikan penerimaan dan kedekatan emosional dapat menimbulkan kematangan emosional pada seseorang dalam bersikap dan bertindak. 3. Hubungan dengan teman kelompok. Dalam membangun citra diri sosial diperlukan adanya hubungan dengan teman sekelompok. Saling menghargai, memberikan dukungan dan umpan balik diantara sesame, hal ini dapat mempengaruhi dalam pola pembentukan emosi seseorang. 4. Lingkungan Keadaan lingkungan individu dimana mereka tinggal dan bergaul ditengahtengah masyarakat yang mempunyai nilai-nilai atau norma-norma tersendiri dalam berinteraksi sehingga mempengaruhi pola kehidupan seseorang. 18

5 5. Hubungan dengan teman sebaya. Pergaulan individu dengan teman sebaya yang saling mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak dapat membentuk kehidupan emosi tersendiri. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional adalah pengalaman, usia, hubungan dengan teman kelompok, jabatan, keluarga, hubungan-hubungan pribadi, dan hubungan dengan teman sebaya. II.A.3 Ciri-ciri Individu dengan Kecerdasan Emotional Tinggi dan Rendah. Steven Hein (dalam ) membedakan individu dengan kecerdasan emosional tinggi dan rendah. Ia juga mengkarakteristikkan orang yang memiliki Emotional Intelligence tinggi dan rendah atas cirri yang khas, yaitu : a. Ciri-ciri individu dengan tingkat Emotional Intelligence yang tinggi : Mampu untuk melabelkan perasaannya daripada melabelkan perasaan orang lain ataupun situasi. Mampu membedakan mana yang pikiran dan mana yang merupakan rasa. Bertanggung jawab terhadap rasa. Menggunakan rasa mereka untuk membantu dalam membuat suatu keputusan. Respek terhadap apa yang dirasakan oleh orang lain. Bersemangat dan tidak mudah marah. Mengakui rasa orang lain. 19

6 Berupaya untuk memperoleh nilai-nilai positif dari emosi yang negative. Tidak bertindak otoriter, menggurui ataupun memerintah. b. Ciri-ciri individu dengan tingkat Emotional Intelligence yang rendah : Tidak berani bertanggung jawab terhadap rasa yang dimiliki, tetapi lebih menyalahkan orang lain terhadap hal yang terjadi pada dirinya. Berlebihan ataupun menekan rasa yang dimilikinya. Cenderung menyerang, menyalahkan, menilai orang lain. Merasa tidak nyaman apabila berada disekitar orang lain. Kurang memiliki rasa empati. Cenderung kaku, kurang fleksibel, cenderung membutuhkan suatu aturan yang sistematis agar merasa nyaman. Menghindari tanggung jawabnya dengan menyatakan tidak ada pilihan lain. Pesimistis dan cenderung menganggap dirinya ini adil. Sering merasa kurang dihargai, kecewa, hambar atau merasa jadi korban. II.A.4. Aspek-Aspek Kecerdasan Emosional. Goleman (2001) membagi aspek-aspek kecerdasan emosional menjadi 5 wilayah yang menjadi pedoman dalam mencapai kesuksesan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu: 20

7 1. Kesadaran Diri Kesadaran diri dalam mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi merupakan dasar dari kecerdasan emosional. Pada tahap ini diperlukan adanya pemantauan perasaan dari waktu ke waktu agar timbul wawasan psikologi dan pemahaman tentang diri sendiri. Ketidakmampuan dalam mencermati perasaan yang sesungguhnya membuat diri berada dalam kekuasaan perasaan, sehingga tidak peka akan perasaan diri dan orang lain yang berpengaruh terhadap pengambilan keputusan atas suatu masalah. Aspek kesadaran diri atas 3 kecakapan yaitu : a. Kesadaran emosi Kesadaran emosi : tahu tentang bagaimana pengaruh emosi terhadap kinerja, dan kemampuan menggunakan nilai-nilai untuk memndu pembuatan keputusan. b. Penilaian diri secara akurat Perasaan yang tulus tentang kekuatan-kekuatan dan batas-batas pribadi, visi yang jelas tentang mana yang perlu diperbaiki, dan kemampuan belajar dari pengalaman. c. Percaya diri Keberanian yang datang dari diri sendiri dan kepastian tentang kemampuan, nilai-nilai dan tujuan diri. 2. Pengaturan diri Pengaturan diri berarti pengelolaan impulse dan perasaan yang menekan, agar dapat terungkap dengan tepat. Hal ini merupakan kecakapan yang sangat 21

8 tergantung pada kesadaran diri sendiri. Emosi dikatakan berhasil apabila : mampu menghibur diri sendiri ketika ditimpa musibah, dapat melepas kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan bangkit kembali dengan cepat dari semuanya itu. Sebaliknya orang yang buruk kemampuannya dalam mengelola emosi akan terus menerus bertarung melawan perasaan murung atau melarikan diri pada hal-hal negatife yang merugikan diri sendiri. Aspek pengaturan diri terdiri dari 5 kecakapan, yaitu : a. Pengendalian diri : mengelola emosi dan impulse yang merusak secara efektif b. Dapat dipercaya : menunjukkan kejujuran dan integritas. c. Kehati-hatian : dapat diandalkan dan bertanggung jawab dalam memenuhi kewajiban d. Adaptabilitas : keluwesan dalam menangani perubahan dan tantangan e. Inovasi : bersikap terbuka terhadap gagasan, pendekatan baru dan informasi terkini. 3. Motivasi kemampuan seseorang memotivasi diri sendiri dapat ditelusuri melalui hal-hal sebagai berikut : cara mengendalikan dorongan hati, kekuatan berpikir positif, optimisme dan keadaan flow, yaitu keadaan ketika perhatian seseorang sepenuhnya tercurah kedalam apa yang sedang terjadi, pekerjaannya yang hanya terfokus pada satu objek. Dengan kemampuan memotivasi diri yang dimilikinya maka seseorang akan cenderung memiliki pandangan positif dalam menilai segala sesuatu yang terjadi dalam dirinya. 22

9 Aspek motivasi terdiri dari empat kecakapan, yaitu: a. Dorongan berprestasi : dorongan untuk meningkatkan kualitas diri atau memenuhi standart keunggulan. b. Komitmen : setia pada visi dan sasaran kelompok c. Inisiatif : menunjukkan produktivitas, menggunakan setiap peluang dengan baik untuk mencapai sasaran diri. d. Optimisme : menunjukkan ketekunan diri dalam mengejar sasaran 4. Empati Empati atau mengenal emosi orang lain dibangun berdasarkan pada kesadaran diri. Jika seseorang terbuka pada emosi sendiri, maka dapat dipastikan bahwa ia akan terampil membaca perasaan orang lain sebaliknya orang yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan emosinya sendiri dapat dipastikan tidak akan mampu menghormati perasaan orang lain. Aspek empati terdiri dari lima kecakapan, yaitu : a. Memahami orang lain : mengindera perasaan-perasaan perspektif orang lain, serta menunjukkan minat aktif terhadap kepentingan-kepentingan mereka. b. Orientasi melayani : mengantisipasi, mengakui, dan memenuhi kebutuhankebetuhan orang lain. c. Mengembangkan orang lain : mengindera kebutuhan orang lain untuk berkembvang dan meningkatkan kemampuan mereka. d. Memanfaatkan keragaman: menumbuhkan kesempatan-kesempatan melalui keragaman pada orang lain 23

10 e. Kesadaran politik : membaca kecenderungan politik dan sosial dalam lingkungan. 5. Ketrampilan sosial Ketrampilan sosial merupakan seni dalam membina hubungan dengan orang lain yang mendukung keberhasilan dalam pergaulan. Tanpa memiliki ketrampilan seseorang akan mengalami kesulitan dalam pergaulan sosial. Aspek ketrampilan sosial terdiri dari 5 kecakapan yaitu : a. Pengaruh : menerapkan taktik persuasi secara efektif b. Komunikasi : mengirimkan pesan secara jelas dan meyakinkan. c. Kepemimpinan : mampu menjadi pemimpin yang baik dari orang lain d. Katalisator Perubahan : mengawali, mendorong, atau mengelola perubahan e. Manajemen konflik : mampu mengatasi & menyelesaikan konflik yang ada. Berdasarkan hal di atas, dapat dismpulkan emotional intelligence dapat dibagi kedalam lima aspek yaitu : 1) kesadaran diri, 2) pengaturan diri, 3) motivasi, 4) empati, dan 5) ketrampilan sosial. II. B. Pacaran II.B.1 Pengertian Pacaran Pacaran (dating) berarti seseorang laki-laki dan seorang perempuan pergi keluar bersama-sama untuk melakukan berbagai aktivitas yang sudah direncanakan sebelumnya. 24

11 Menurut Guerney dan Arthur (Dacey & Kenney, 1997), pacaran adalah aktifitas sosial yang membolehkan dua orang yang berbeda jeniskelaminnya untuk terikat dalam interaksi sosial dengan pasangan yang tidak ada hubungan keluarga. Salah satu karakteristik dari pacaran yaitu adanya kedekatan atau keintiman secara fisik atau (physical intimacy). Keintiman (intimacy) tersebut meliputi berbagai tingkah laku tertentu, seperti berpegangan tangan, berciuman, dan berbagai interaksi prilaku seksual lainnya (Baron & Byrne, 1997). Sedangkan menurut Duvall & Miller (1985) keintiman dalam berpacaran tersebut antara lain meliputi berpegangan tangan, ciuman, petting dan intercourse. Berdasarkan hal yang diatas dapat disimpulkan pacaran adalah kegiatan yang dilakukan dua orang yang berbeda jenis kelamin yang tidak menikah dan tidak ada hubungan keluarga, yang meliputi sejumlah prilaku yaitu berpegangan tangan, berciuman, petting dan intercourse. Menurut Baron & Byrne (1997) ketertarikan itu dimulai ketika seseorang mulai berinteraksi dengan orang lain dan biasanya interaksi tersebut dapat terjadi dimana saja dan tanpa disengaja. Langkah pertama yang dapat membuat seseoramg tertarik dengan orang lain, yaitu kedekatan fisik (physical proximity). Faktor yang sangat penting yang dapat mempengaruhi adalah seseorang menyukai atau tidak orang yang dijumpainya yaitu keadaannya pada saat itu (affective state). Seseorang akan senang dengan orang yang dijumpainya ketika perasaan emosinya positif dan begitu juga sebaliknya. Walaupun interaksi sudah terjadi berulang kali dan perasaan emosinya positif, tetapi rasa tertarik akan timbul jika kedua individu yang berkaitan tidak termotivasi untuk membentuk suatu hubungan. 25

12 Imran (2000) dalam modul perkembangan seksualitas remaja mengatakan ada lima tahap berpacaran yaitu : a. Tahap ketertarikan Sumber ketertarikan terhadap lawan jenis sangat bervariasi, antara lain penampilan fisik, kemampuan, karakter atau sifat, dan lain-lain. Pada tahap ini biasanya masing-masing individu mengirim sinyal-sinyal, baik verbal maupun non verbal untuk menunjukkan rasa ketertarikannya. b. Tahap ketidakpastian. Pada tahap kedua, terjadi peralihan dari rasa tertarik kearah tidak pasti, tepat, atau tidaknya pasangan. Tantangan tahap ini adalah menerima ketidakpastian ini sebagai sesuatu yang wajar dan jangan goyah. Jika seseorang yang memiliki hubungan yang istimewa ddengan lawan jenis adalah normal. Jika mendadak ragu apakah akan melanjutkan hubungan tersebut atau tidak. Tanpa melalui tahap ini, maka seseorang akan dapat mudah berpindah dari satu pria ke pria lain atau dari suatu wanita kewanita lain c. Tahap komitmen dan ketertarikan. Pada tahap ketiga ini seseorang ingin berkencan dengan lawan jenisnya secara eksklusif. Setiap orang ingin mendapatkan kesempatan memberi dan menerima cinta dalam suatu hubungan yang khusus tanpa harus bersaing dengan orang lain. Pada tahap ini, setiap orang berusaha untuk menciptakan hubungan yang romantis dan saling cinta dengan pasangannya. 26

13 d. Tahap keintiman. Pada tahap ini mulai merasakan adanya keintiman. Tahap ini merupakan kesempatan untuk lebih mengungkapkan diri dengan pasangan. e. Tahap pertunangan Dengan adanya kepastian akan menikah, maka seseorang akan mengikatkan diri dengan pasangannya. Pada saat inilah mulai banyak mengumpulkan pengalaman tentang saling berbagi, memecahkan ketidaksepakatan dan kekecewaan sebelum menghadapi tantangan yang lebih besar dalam perkawinan dan hidup berkeluarga. II.B.2 Perilaku Dalam Berpacaran Menurut Imran (2000) dalam modul perkembangan seksualitas remaja mengatakan bahwa ada beberapa bentuk perilaku dalam berpacaran : a. Berbincang-bincang Umumnya dengan berbincang-bincang, seseorang dapat semakin mengenal lebih dekat pasangannya dan dapat berbagi perasaan baik saat senang maupun saat sedang menghadapi masalah tertentu sehingga masalah tersebut menjadi lebih ringan dan dapat diselesaikan. b. Berciuman Perilaku berciuman dapat dibagi menjadi 2, yaitu : 1. Cium Kening Yaitu aktivitas yang dilakukan pasangan berupa sentuhan pipi dengan pipi atau pipi dengan bibir. Hal ini dapat menimbulkan perasaan sayang jika diberikan 27

14 pada momen tertentu dan bersifat sekilas, ettapi juga dapat menimbulkan keinginan untuk melanjutkan ke perilakulainnya. 2. Cium Basah Aktivitas yang dilakukan pasangan berupa sentuhan bibir dengan bibir.dapat menimbulkan sensasi seksual yang kuat yang membangkitkan dorongan seksual hingga tak terkendali. c. Meraba Yaitu kegiatan meraba bagian-bagian sensitive untuk menimbulkan rangsangan seksual, seperti payudara, leher, paha atas, vagina, penis, pantat, dan lain-lain. Hal ini sapat membuat pasangan terangsang secara seksual, sehingga melemahkan control diri yang akibatnya bisa melakukan aktivitas seksual lainnya dalam berpacaran. d. Berpelukan Aktivitas yang dilakukan pasangan, dan hal ini dapat menimbulkan perasaan aman, nyaman, dan tenang, juga dapat menimbulkan rangsangan seksual. e. Masturbasi Yaitu perilaku merangsang organ kelamin untuk mendapatkan kepuasan seksual. f. Oral sex Aktivitas yang dilakukan pasangan berupa memasukkan alat kelamin ke dalam mulut pasangan yang berbeda jenis kelamin. 28

15 g. Petting Petting adalah kontak fisik dengan menempalkan alat kelamin pria dan wanita sebagai upaya untuk membangkitkan dorongan seksual tanpa melakukan intercourse. h. Intercourse Aktivitas seksual dengan memasukkan alat kelamin pria kedalam alat kelamin wanita. II.C. Remaja Hurlock (1999) menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, dimulai saat anak secara seksual matang dan berakhir saat ia mencapai usia matang secara hukum. Santrock (1998) remaja adalah suatu periode perkembangan dari transisi antara anak-anak dan dewasa, yang diikuti oleh perubahan biologis, kognitif, dan sosioemosional. Sementara itu, Monks (1999) remaja adalah individu yang berusia antara tahun yang sudah mengalami peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, dengan pembagian tahun adalah masa remaja awal, tahun adalah masa remaja pertengahan, dan tahun adalah masa remaja akhir. II.C.1. Tugas-tugas Perkembangan Pada Masa Remaja Havighurst (dalam Hurlock, 1999) menyatakan tugas-tugas perkembangan pada masa remaja. Tugas-tugas perkembangan tersebut adalah : 29

16 1. Mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita. 2. Mencapai peran sosial pria dan wanita. 3. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif. 4. Mengharapkan dan mencapai prilaku sosial yang bertanggung jawab. 5. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya. 6. Mempersiapkan karir ekonomi. 7. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga. 8. Memperoleh perangkat nilai dan sistim etis sebagai pegangan untuk berprilaku mengembangkan ideologi. Ada beberapa faktor penting yang mempengaruhi penguasaan tugas-tugas perkembangan. Faktor-faktor yang menghalanginya adalah: a. Tingkat perkembangan yang mundur b. Tidak ada kesempatan untuk mempelajari tugas-tugas perkembangan atau tidak ada bimbingan untuk dapat menguasainya. c. Tidak ada motivasi. d. Kesehatan yang buruk. e. Cacat tubuh f. Tingkat kecerdasan yang rendah. Faktor-faktor yang membantunya adalah a. Tingkat perkembangan yang normal atau diakselerasikan. 30

17 b. Kesempatan-kesempatan untuk mempelajari tugas-tugas dalam perkembangan dan bimbingan untuk menguasainya. c. Motivasi. d. Kesehatan yang baik dan tidak ada cacat tubuh. e. Kreatifitas. II.C.2. Ciri-ciri Masa Remaja Menurut Hurlock (1999) remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan periode sebelumnya dan sesudahnya. Ciri-ciri tersebut adalah: a. Masa remaja sebagai periode yang penting Semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting namun kadar kepentingannya berbeda-beda. Ada beberapa periode yang lebih penting daripada periode lainnya, karena akibatnya yang langsung terhadap sikap dan prilaku, dan ada lagi yang penting karena akibat-akibat jangka panjangnya. Pada periode remaja, baik akibat langsung maupun akibat jangka panjang adalah tetap penting. Ada periode yang penting akibat perubahan fisik dan ada lagi karena akibat psikologis. Pada periode remaja kedua-duanya sama penting. b. Masa remaja sebagai periode peralihan. Pada masa ini, remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan orang dewasa. Kalau remaja berprilaku sebagai anak-anak, ia akan diajari untuk bertindak sesuai umurnya, kalau remaja berusaha berprilaku seperti 31

18 orang dewasa, ia sering kali dituduh terlalu besar untuk celananya dan dimarahi karena mencoba bertindak seperti orang dewasa. c. Masa remaja sebagai periode perubahan. Tingkat perubahan dalam sikap dan prilaku selama masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Selama awal masa remaja, ketika perubahan fisik terjadi dengan pesat, perubahan prilaku dan sikap juga berlangsung cepat. Kalau perubahan fisik menurun, maka perubahan prilaku dan sikap juga menurun. d. Masa remaja sebagai mencari identitas. Pada tahun-tahun awal masa remaja, penyesuaian diri dengan kelompok masih tetap penting bagi anak laki-laki dan perempuan. Lambat laun mereka mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi dengan menjadi sama dengan menjadi sama dengan teman-teman dalam segala hal, seperti sebelumnya. e. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan kecemasan Anggapan stereotip budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapih, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung merusak dan berprilaku merusak, menyebabkan orang dewasa yang harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja. f. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik. Remaja cenderung memandang kehidupan mereka melalui kaca berwarna merah jambu. Ia melihat dirinya sendiri sebagaimana yang ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya, terlebihn dalam hal cita-cita. 32

19 g. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa. Dengan semakin mendekatnya usia kematangan yang sah, para remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip belasan tahun dan untuk memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa. II.D. Gambaran Kecerdasan Emosional Pada Remaja Yang Berpacaran Menurut Santrock (1998) pacaran bagi remaja merupakan salah satu bentuk perkembangan aspek sosial yang penting. Pacaran pada masa remaja dapat membantu proses pembentukan hubungan yang romantis dan pernikahan dimasa dewasa. Lebih lanjut Hidayati & Mashum (2002) pacaran adalah sebuah proses saling mengenal, memahami dan menghargai perbedaan diantara dua individu. Pacaran bagi remaja bertujuan untuk menemukan dan mengetahui lebih jauh mengenai seseorang yang berbeda jenis kelaminnya yang disukainya. Intinya adalah menemukan pasangan (Duvall & Miller, 1985). Turner dan Helms, dalam bukunya Life Span Development mengemukakan keuntungan pacaran buat remaja yakni remaja dapat mengasah kemampuan bersosialisasi, menyadari jujur pada pasangan itu penting. Hubungan kasih sayang juga semakin terjaga saat kita saling memberi saran dan bukan menyalahkan. Kemampuan bernegosiasi untuk menyelesaikan konflik sama pacar pun bermanfaat buat melanggengkan hubungan. Lebih jauh lagi, melalui pacaran remaja dapat belajar menolerir perbedaan. Semua ilmu yang berhasil dipetik dari masa pacaran itu sangat berguna. Terutama buat bekal memasuki dunia pernikahan ( Witri, 2003). 33

20 Pacaran ternyata bukan cara yang tepat untuk mengenali calon pendamping hidup. Maksudnya bahwa pacaran ternyata lebih banyak menimbulkan aspek negatif daripada positif dalam mencapai proses pengenalan. Proses ini cenderung hanya untuk kesenangan semata dan adapula yang menjalaninya hanya untuk ikut-ikutan dan tidak dengan tujuan pernikahan (Adhim, 2003). Pendapat ini didukung oleh Turner dan Helms (dalam Witri, 2003) yang menyatakan sisi negatif yang muncul dari berpacaran adalah 1) ingin buat gaya. Fenomena ini sering terjadi di kalangan cowok yang merasa bangga bila pamer ke teman-teman tentang puluhan cewek yang berhasil ditaklukkan. Bahkan, ada suatu geng yang anggotanya saling bersaing buat membuktikan siapa yang paling sukses menebar pesona, 2) kecenderungan playful saat pacaran. Remaja belum mau berkomitmen serius dan menganggap pacaran cuma untuk main-main belaka. Hal ini dapat berakibat salah satu pasangan yang serius dengan pasangannya jengkel karena ditinggalkan oleh pasangan yang belum mau berkomitmen serius dan menganggap pacaran cuma untuk main-main belaka. 3) alasan klasik yang sering dipakai untuk mengakhiri hubungan: tidak cocok sama pasangan., jalur memutuskan hubungan memang yang paling gampang diambil. Cara ini justru mengesankan remaja tersebut adalah sosok egois yang malas mencari solusi. 4) keterbatasan waktu bergaul dengan teman-teman kita., terutama teman yang berasal dari lawan jenis karena pacar suka keberatan kalau pasangannya terlalu dekat sama lawan jenis lain sehingga menelantarkan teman-temannya, 5) terjerumus seks bebas. Kemungkinan terjerumus juga makin besar karena kita 34

21 dipengaruhi gejolak hormon seksual. Keberadaan pacar dijadikan kesempatan untuk eksplorasi seksual. Tanpa disadari, keintiman fisik dengan pacar semakin meningkat dan meningkat, sementara kita belum siap menghadapi konsekuensinya., seperti hamil di luar nikah atau ketularan penyakit kelamin. Menurut Hidayati & Masyum (2005) kecerdasan emosional penting dan perlu untuk pacaran. Individu yang berkembang kecerdasan emosionalnya dengan baik terampil dalam mengelola emosinya, seperti mampu mengidentifikasikan serta mendefenisikan perasaan yang muncul, mampu mengungkapkan perasaan, mampu menilai intensitas (kadar perasaan), mampu mengelola perasaan, mampu mengendalikan diri sendiri, mampu mengurangi stress, mampu mengetahui antara perasaan dan tindakan dan terampil dalam berperilaku, seperti : perilaku verbal (mampu mengajukan permintaan-permintaan dengan jelas, menanggapi kesulitan dengan efektif, mampu bersikap asertif untuk menolak pengaruh-pengaruh negative, mampu mendengarkan orang lain) dan perilaku non verbal (eksperi wajah, sikap tubuh, dan pandangan mata). Hal ini didukung oleh Goleman (2003) remaja yang kecerdasan emosionalnya berkembang dengan baik akan merasakan bahwa tekanan baru para teman sebaya, meningkatnya tuntutan akademis, godaan merokok, menggunakan obat-obat terlarang, dan seks bebas tidak lagi merisaukan mereka dibandingkan dengan teman sebaya yang kecerdasan emosionalnya tidak berkembang dengan baik Mereka yang sudah menguasai kecerdasan emosional yang sekurangkurangnya utuk jangka pendek, memberi vaksinasi bagi mereka utuk melawan guncangan dan tekanan yang akan mereka hadapi. Intinya, untuk mengembangkan 35

22 kecerdasan emosional harus dimulai sejak dini yang disesuaikan dengan usia dan dilangsungkan sepanjang tahun ajaran serta dikaitan dengan sekolah, rumah, dan masyarakat. 36

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, dengan pembagian

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, dengan pembagian BAB I PENDAHULUAN I. A. Latar Belakang Remaja adalah individu yang berusia antara 12 21 tahun yang sudah mengalami peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, dengan pembagian 12 15 tahun adalah masa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Seksual Pranikah 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah Menurut Sarwono (2005) perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual

Lebih terperinci

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 2 Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka Dalam bab ini, akan dibahas mengenai tinjauan pustaka yang digunakan peneliti terkait dengan penelitian yang dilakukan, dan dapat menjadi landasan teoritis untuk mendukung penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Seksual. laku individu yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Seksual. laku individu yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Seksual 1. Definisi Perilaku Seksual Sarwono (2005) mengungkapkan bahwa perilaku seksual adalah tingkah laku individu yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Remaja adalah mereka yang berusia diantara 10-24 tahun dan merupakan salah satu kelompok populasi terbesar yang apabila dihitung jumlahnya berkisar 30% dari jumlah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Penyesuaian Sosial 2.1.1. Pengertian Penyesuaian Sosial Schneider (1964) mengemukakan tentang penyesuaian sosial bahwa, Sosial adjustment signifies the capacity to react affectively

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konformitas Negatif Pada Remaja 2.1.1 Pengertian Konformitas Negatif Pada Remaja Konformitas dapat timbul ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain. Apabila seseorang menampilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa peralihan antara tahap anak dan dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbukanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut terjadi akibat dari kehidupan seksual remaja yang saat ini semakin bebas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut terjadi akibat dari kehidupan seksual remaja yang saat ini semakin bebas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman membawa masalah seks tidak lagi tabu untuk dibahas dan diperbincangkan oleh masyarakat khusunya di kalangan remaja. Hal tersebut terjadi akibat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. serangkaian kemampuan pribadi, emosi dan sosial yang mempengaruhi

BAB II LANDASAN TEORI. serangkaian kemampuan pribadi, emosi dan sosial yang mempengaruhi BAB II LANDASAN TEORI A. Kecerdasan Emosi 1. Pengertian Kecerdasan Emosi Bar-On (dalam Goleman, 2000) mengatakan kecerdasan emosi sebagai serangkaian kemampuan pribadi, emosi dan sosial yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II. A. DUKUNGAN SOSIAL II. A. 1. Definisi Dukungan Sosial Menurut Orford (1992), dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIK

BAB II LANDASAN TEORITIK BAB II LANDASAN TEORITIK 2.1. Prestasi Belajar Prestasi belajar merupakan gabungan dari prestasi belajar dan pengetahuan teknologi informasi dan komunikasi. Prestasi dalam buku Kamus Besar Bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tugas perkembangan individu dewasa adalah merasakan ketertarikan terhadap lawan jenis yang akan menimbulkan hubungan interpersonal sebagai bentuk interaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Cinta dan seksual merupakan salah satu permasalahan yang terpenting yang dialami oleh remaja saat ini. Perasaan bersalah, depresi, marah pada gadis yang mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting namun kadar kepentingannya berbedabeda. Kadar kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk memiliki. Pada masa ini, seorang remaja biasanya mulai naksir lawan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk memiliki. Pada masa ini, seorang remaja biasanya mulai naksir lawan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pacaran tidak bisa lepas dari dunia remaja, karena salah satu ciri remaja yang menonjol adalah rasa senang kepada lawan jenis disertai keinginan untuk

Lebih terperinci

PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak

PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR Laelasari 1 1. Dosen FKIP Unswagati Cirebon Abstrak Pendidikan merupakan kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Remaja mengalami perkembangan begitu pesat, baik secara fisik maupun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Remaja mengalami perkembangan begitu pesat, baik secara fisik maupun 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Remaja mengalami perkembangan begitu pesat, baik secara fisik maupun psikologis. Perkembangan secara fisik ditandai dengan semakin matangnya organ -organ

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Perilaku Seksual Pranikah. 1. Perilaku Seksual. Sarwono (2003), mendefinisikan perilaku seksual remaja sebagai

BAB II KAJIAN TEORI. A. Perilaku Seksual Pranikah. 1. Perilaku Seksual. Sarwono (2003), mendefinisikan perilaku seksual remaja sebagai 8 BAB II KAJIAN TEORI A. Perilaku Seksual Pranikah 1. Perilaku Seksual Sarwono (2003), mendefinisikan perilaku seksual remaja sebagai segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh : Putri Nurul Falah F 100

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. petualangan dan tantangan serta cenderung berani menanggung risiko atas

BAB I PENDAHULUAN. petualangan dan tantangan serta cenderung berani menanggung risiko atas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis maupun intelektual. Sifat khas remaja mempunyai keingintahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini budaya barat telah banyak yang masuk ke negara kita dan budaya barat ini sangat tidak sesuai dengan budaya negara kita yang kental dengan budaya timur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada zaman modern saat ini semua informasi tidak tertutup oleh ruang dan waktu, karena saat ini telah terjadi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga memudahkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai oleh berkurangnya ketegangan,

BAB II LANDASAN TEORI. anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai oleh berkurangnya ketegangan, BAB II LANDASAN TEORI II.A. Keharmonisan Keluarga II.A.1. Definisi Keharmonisan Keluarga Menurut Gunarsa (2000) keluarga harmonis adalah bilamana seluruh anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai oleh

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS INDONESIA

KUESIONER PENELITIAN FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS INDONESIA KUESIONER PENELITIAN FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS INDONESIA HUBUNGAN ANTARA PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP PERILAKU PACARAN PADA REMAJA DI SMA PATRIOT BEKASI TAHUN 2008 (SANGAT RAHASIA)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini, anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang, tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbentuknya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Diet 1. Pengertian Perilaku Diet Perilaku diet adalah pengurangan kalori untuk mengurangai berat badan (Kim & Lennon, 2006). Demikian pula Hawks (2008) mengemukakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan membahas tentang landasan teori berupa definisi, dimensi, dan faktor yang berpengaruh dalam variabel yang akan diteliti, yaitu bahasa cinta, gambaran tentang subjek

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kecerdasan Emosional 1. Pengertian Kecerdasan dan Emosi Berdasarkan pengertian tradisional, kecerdasan meliputi: kemampuan membaca, menulis, dan berhitung yang merupakan keterampilan

Lebih terperinci

Henni Anggraini Universitas Kanjuruhan Malang

Henni Anggraini Universitas Kanjuruhan Malang HUBUNGAN KELEKATAN DAN KECERDASAN EMOSI PADA ANAK USIA DINI Henni Anggraini Universitas Kanjuruhan Malang ABSTRAK. Kelekatan (Attachment) merupakan hubungan emosional antara seorang anak dengan pengasuhnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Pada masa remaja tidak dapat dikatakan sebagai orang dewasa dan tidak dapat pula dikatakan

Lebih terperinci

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia terlahir dalam keadaan yang lemah, untuk memenuhi kebutuhannya tentu saja manusia membutuhkan orang lain untuk membantunya, artinya ia akan tergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Remaja adalah suatu masa transisi dari masa anak ke dewasa yang ditandai dengan perkembangan biologis, psikologis, moral, dan agama, kognitif dan sosial

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Berdasarkan pengertian tradisional, kecerdasan meliputi kemampuan

BAB II LANDASAN TEORI. Berdasarkan pengertian tradisional, kecerdasan meliputi kemampuan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kecerdasan Emosional 2.1.1 Pengertian Kecerdasan Emosional Berdasarkan pengertian tradisional, kecerdasan meliputi kemampuan membaca, menulis dan berhitung yang merupakan keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence)

BAB I PENDAHULUAN. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Dalam perkembangan kepribadian seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah;

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah; BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Perkawinan Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah; sedangkan menurut Purwadarminta (1979), kawin adalah perjodohan laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kecerdasan Emosional 2.1.1 Pengertian Kecerdasan Emosional Secara umum kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan dan memahami secara lebih efektif terhadap daya kepekaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia. Tahap ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia. Tahap ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia. Tahap ini merupakan tahap yang kritis, karena merupakan tahap transisi dari masa kanakkanak ke masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peneliti menganggap bahwa penelitian tentang kecerdasan emosional pada mahasiswa yang bekerja sangat penting, karena siapa pun dapat mengalami emosi, tak terkecuali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja kota besar khususnya Jakarta semakin berani melakukan hubungan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja kota besar khususnya Jakarta semakin berani melakukan hubungan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja kota besar khususnya Jakarta semakin berani melakukan hubungan seksual pranikah. Hal ini terbukti berdasarkan hasil survey yang dilakukan Bali Post

Lebih terperinci

KOMUNIKASI EFEKTIF ANTARA ORANG TUA DAN REMAJA MENGENAI TEMAN BERGAUL REMAJA. Dra. Muniroh A, M. Pd Afra Hafny Noer, S. Psi, M. Sc

KOMUNIKASI EFEKTIF ANTARA ORANG TUA DAN REMAJA MENGENAI TEMAN BERGAUL REMAJA. Dra. Muniroh A, M. Pd Afra Hafny Noer, S. Psi, M. Sc KOMUNIKASI EFEKTIF ANTARA ORANG TUA DAN REMAJA MENGENAI TEMAN BERGAUL REMAJA Dra. Muniroh A, M. Pd Afra Hafny Noer, S. Psi, M. Sc Remaja Remaja adalah masa transisi antara masa anak dan masa dewasa. Permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. peka adalah permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kematangan seksual

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. peka adalah permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kematangan seksual 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Permasalahan remaja sekarang ini cukup kompleks. Salah satu yang paling peka adalah permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kematangan seksual remaja. Hal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Berdasarkan sensus penduduk terbaru yang dilaksanakan pada tahun 2010, Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dimana pada masa itu remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, sedang mencari jati diri, emosi labil serta butuh pengarahan,

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Mahasiswa masuk pada tahapan perkembangan remaja akhir karena berada pada usia 17-

Bab I Pendahuluan. Mahasiswa masuk pada tahapan perkembangan remaja akhir karena berada pada usia 17- Bab I Pendahuluan Latar Belakang Masalah Mahasiswa masuk pada tahapan perkembangan remaja akhir karena berada pada usia 17-21 yaitu dimana remaja tumbuh menjadi dewasa yang mencakup kematangan mental,

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Awal dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Masa Dewasa

Lebih terperinci

Istilah kecerdasan emosi (Emotional Quotient) pertama kali dilontarkan. pada tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John

Istilah kecerdasan emosi (Emotional Quotient) pertama kali dilontarkan. pada tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecerdasan Emosional 2.1.1 Pengertian Kecerdasan Emosional Istilah kecerdasan emosi (Emotional Quotient) pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovey

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana pada masa ini akan terjadi perubahan fisik, mental, dan psikososial yang cepat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan kelompok umur yang memegang tongkat estafet pembangunan suatu bangsa. Untuk itu, remaja perlu mendapat perhatian. Pada masa remaja seseorang mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal di Indonesia merupakan rangkaian jenjang pendidikan yang wajib dilakukan oleh seluruh warga Negara Indonesia, di mulai dari Sekolah Dasar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Masa remaja dimulai sekitar usia 10 hingga 13 tahun sampai 18 hingga 22 tahun (Santrock, 2007, hlm. 20). Pada masa remaja, individu banyak mengalami perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia selama hidupnya pasti mengalami perubahan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia selama hidupnya pasti mengalami perubahan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia selama hidupnya pasti mengalami perubahan. Perubahan tersebut dapat terjadi pada nilai, norma sosial, serta pola interaksi dengan orang lain. Pada perubahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Analisis Deskriptif Penelitian ini dilakukan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Desember 2016. Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SMP

TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SMP TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SMP Dra. Aas Saomah, M.Si JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SMP A. Pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. para pekerja seks mendapatkan cap buruk (stigma) sebagai orang yang kotor,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. para pekerja seks mendapatkan cap buruk (stigma) sebagai orang yang kotor, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia dan negara-negara lain istilah prostitusi dianggap mengandung pengertian yang negatif. Di Indonesia, para pelakunya diberi sebutan Wanita Tuna Susila. Ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan merupakan proses yang terjadi secara terus menerus dan berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan yang dialami

Lebih terperinci

Perpustakaan Unika LAMPIRAN

Perpustakaan Unika LAMPIRAN LAMPIRAN A. SKALA PENELITIAN A-1. Skala Perilaku Seksual Pranikah Remaja Putri A-1. Skala Peran Ayah dalam Pendidikan Seksualitas A-1. Skala Perilaku Seksual Pranikah Remaja Putri No : Petunjuk Pengisian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Siswa sebagai generasi muda diharapkan berani untuk mengemukakan

BAB I PENDAHULUAN. Siswa sebagai generasi muda diharapkan berani untuk mengemukakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Siswa sebagai generasi muda diharapkan berani untuk mengemukakan pendapatnya, berani tampil di muka umum, memiliki kepedulian sosial, dan memiliki kemampuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ekonomi. Remaja akan mengalami transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ekonomi. Remaja akan mengalami transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari segi biologi, psikologi, sosial dan ekonomi. Remaja akan mengalami transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dukungan sosial timbul oleh adanya persepsi bahwa terdapat orang- orang yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dukungan sosial timbul oleh adanya persepsi bahwa terdapat orang- orang yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dukungan Sosial 2.1.1 Pengertian Dukungan Sosial Cohen dan Wills (1985) mendefinisikan dukungan sosial sebagai pertolongan dan dukungan yang diperoleh seseorang dari interaksinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. topik yang menarik untuk dibicarakan. Topik yang menarik mengenai masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. topik yang menarik untuk dibicarakan. Topik yang menarik mengenai masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sampai dengan pertengahan abad-21, masalah seksualitas selalu menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan. Topik yang menarik mengenai masalah seksualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Di usia remaja antara 10-13 tahun hingga 18-22 tahun (Santrock, 1998), secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Perubahan pada masa remaja mencakup perubahan fisik, kognitif, dan sosial. Perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru

BAB I PENDAHULUAN. khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena perubahan yang terjadi dalam masyarakat dewasa ini khususnya bagi remaja merupakan suatu gejala yang dianggap normal, sehingga dampak langsung terhadap perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa transisi yang ditandai oleh adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa transisi yang ditandai oleh adanya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik dan psikologi. Masa remaja yakni antara usia 10-19 tahun, masa ini juga disebut suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mayang Wulan Sari,2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mayang Wulan Sari,2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan manusia terbagi menjadi beberapa fase selama rentang kehidupan. Beberapa fase tersebut diantaranya fase bayi, anak-anak, remaja hingga dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah suatu tahap peralihan antara masa anak-anak dengan masa dewasa. Lazimnya masa remaja dimulai saat anak secara seksual menjadi matang dan berakhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja.

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecepatan arus informasi dan semakin majunya teknologi sekarang ini yang dikenal dengan era globalisasi memberikan bermacam-macam dampak bagi setiap kalangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Masa remaja adalah periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan biologis, kognitif, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Bullying. ketidaknyamanan fisik maupun psikologis terhadap orang lain. Olweus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Bullying. ketidaknyamanan fisik maupun psikologis terhadap orang lain. Olweus BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying 1. Pengertian perilaku bullying Randall (2002) berpendapat bahwa Bullying dapat didefinisikan sebagai tindakan atau perilaku agresif yang disengaja untuk menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perkembangan dari masa kanak-kanak menuju dewasa ditandai dengan adanya masa transisi yang dikenal dengan masa remaja. Remaja berasal dari kata latin adolensence,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial; mereka tidak dapat hidup sendiri dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial; mereka tidak dapat hidup sendiri dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial; mereka tidak dapat hidup sendiri dan membutuhkan orang lain. Sejak manusia dilahirkan, manusia sudah membutuhkan kasih sayang,

Lebih terperinci

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat SKRIPSI HUBUNGAN SUMBER INFORMASI DAN PENGETAHUAN TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS BEBAS PADA REMAJA DI SMP MUHAMMADIYAH 7 SURAKARTA TAHUN 2011 Proposal skripsi Skripsi ini Disusun untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini terbagi atas empat sub bab. Sub bab pertama membahas mengenai komunikasi sebagai media pertukaran informasi antara dua orang atau lebih. Sub bab kedua membahas mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun sebuah hubungan senantiasa menjadi kebutuhan bagi individu untuk mencapai kebahagiaan. Meskipun terkadang hubungan menjadi semakin kompleks saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau keinginan yang kuat tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau keinginan yang kuat tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia remaja merupakan dunia yang penuh dengan perubahan. Berbagai aktivitas menjadi bagian dari penjelasan usianya yang terus bertambah, tentu saja karena remaja yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak 7 TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan. Berdasarkan Undang-undang nomor 52 tahun 2009, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematangan fisik, mental, sosial, dan emosional. Umumnya, masa ini berlangsung

BAB I PENDAHULUAN. kematangan fisik, mental, sosial, dan emosional. Umumnya, masa ini berlangsung 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak ke masa dewasa. Berkaitan dengan masa ini, remaja mengalami perkembangan mencapai kematangan fisik,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ketertarikan mereka terhadap makna dari seks (Hurlock, 1997). media cetak maupun elektronik yang berbau porno (Dianawati, 2006).

BAB 1 PENDAHULUAN. ketertarikan mereka terhadap makna dari seks (Hurlock, 1997). media cetak maupun elektronik yang berbau porno (Dianawati, 2006). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seksualitas merupakan topik yang sangat menarik bagi remaja. Hal tersebut dikarenakan remaja mengalami perubahan-perubahan hormonal seksual di dalam diri mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan perilaku maupun sikap yang diinginkan. Pendidikan dapat

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan perilaku maupun sikap yang diinginkan. Pendidikan dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan secara sengaja, teratur dan terprogram dengan tujuan untuk mengubah dan mengembangkan perilaku maupun

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menuju masyarakat modern, yang mengubah norma-norma, nilai-nilai dan gaya

BAB 1 PENDAHULUAN. menuju masyarakat modern, yang mengubah norma-norma, nilai-nilai dan gaya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Remaja Indonesia saat ini sedang mengalami perubahan sosial yang menuju masyarakat modern, yang mengubah norma-norma, nilai-nilai dan gaya hidup mereka yang

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pikiran mengamati dan menggali pengalaman, termasuk emosi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pikiran mengamati dan menggali pengalaman, termasuk emosi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesadaran Diri 1. Pengertian Kesadaran Diri Menurut Goleman (1999) kesadaran diri yaitu perhatian terus menerus terhadap keadaan batin seseorang. Dalam keadaan refleksi diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja diidentifikasikan sebagai masa peralihan antara anak-anak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. Remaja diidentifikasikan sebagai masa peralihan antara anak-anak ke masa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja diidentifikasikan sebagai masa peralihan antara anak-anak ke masa dewasa atau masa usia belasan tahun yang menunjukkan tingkah laku tertentu seperti susah diatur,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak menuju dewasa, yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis (Hurlock, 1988:261).

Lebih terperinci