BAB II LANDASAN TEORI. serangkaian kemampuan pribadi, emosi dan sosial yang mempengaruhi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. serangkaian kemampuan pribadi, emosi dan sosial yang mempengaruhi"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. Kecerdasan Emosi 1. Pengertian Kecerdasan Emosi Bar-On (dalam Goleman, 2000) mengatakan kecerdasan emosi sebagai serangkaian kemampuan pribadi, emosi dan sosial yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil dalam mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan. Menurut Patton (2002), kecerdasan emosi itu mencakup beberapa keterampilan yaitu menunda kepuasan dan mengendalikan impuls dalam diri, tetap optimis jika menghadapi ketidakpastian atau kemalangan, menyalurkan emosi secara efektif, mampu memotivasi dan menjaga semangat disiplin diri dalam usaha mencapai tujuan, menangani kelemahan pribadi, menunjukkan rasa empati kepada orang lain serta membangun kesadaran diri dan pemahaman pribadi. Goleman (2000) menyebutkan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mengenali perasaan diri kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Dari berbagai defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan emosi secara efektif dengan cara mengenali perasaan diri sendiri dan orang lain, mampu mengelola emosi 12

2 dengan baik pada diri sendiri dan dalam berhubungan dengan orang lain sehingga seseorang dapat berhasil mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan. 2. Komponen-komponen Kecerdasan Emosi Bar-On (dalam Goleman, 2000) menjabarkan kecerdasan emosi menjadi 5 kemampuan pokok yang dibagi kedalam lima gugus umum yaitu : 1. Kemampuan Intrapersonal, meliputi : a. Kesadaran diri emosional Kemampuan untuk mengakui atau mengenal perasaan diri, memahami hal yang sedang dirasakan dan mengetahui penyebabnya. b. Asertivitas Kemampuan untuk mengungkapkan perasaan, gagasan, keyakinan secara terbuka, dan mempertahankan kebenaran tanpa berperilaku agresif. c. Harga Diri Kemampuan menghargai dan menerima diri sendiri sebagai sesuatu yang baik, atau kemampuan mensyukuri berbagai aspek dan kemampuan positif yang ada dan juga menerima aspek negatif dan keterbatasan yang ada pada diri kita dan tetap menyukai diri sendiri. d. Aktualisasi diri. Kemampuan menyadari kapasitas potensial yang dimiliki. Aktualisasi diri adalah suatu proses dinamis dengan tujuan mengembangkan kemampuan dan bakat secara maksimal. e. Kemandirian 13

3 Kemampuan mengatur atau mengarahkan diri dan mengendalikan diri dalam berfikir dan bertindak serta tidak tergantung pada orang lain secara emosional. 2. Kemampuan Interpersonal, meliputi : a. Empati Kemampuan menyadari, memahami dan menghargai perasaan orang lain dan juga kemampuan untuk peka terhadap perasaan dan pikiran orang lain. b. Hubungan interpersonal Kemampuan menjalin dan mempertahankan hubungan yang saling memuaskan yang dicirikan dengan keakraban serta memberi dan menerima kasih sayang. c. Tanggung jawab sosial Kemampuan menunjukkan diri sendiri dengan bekerjasama, serta berpartisipasi dalam kelompok sosialnya. Komponen kecerdasan emosi ini meliputi bertindak secara bertanggung jawab, meskipun kita tidak mendapatkan keuntungan apapun secara pribadi. 3. Penyesuaian diri, meliputi : a. Pemecahan masalah Kemampuan mengenali masalah serta menghasilkan dan melaksanakan solusi yang secara potensial efektif. Kemampuan ini juga berkaitan dengan keinginan untuk melakukan yang terbaik dan tidak menghindari masalah tetapi dapat menghadapi masalah dengan baik. 14

4 b. Uji realitas Kemampuan menilai kesesuaian antara apa yang dialami atau dirasakan dan kenyataan yang ada secara objektif dan sebagaimana adanya, bukan sebagaimana yang kita inginkan atau kita harapkan. c. Fleksibilitas Kemampuan mengatur emosi, pikiran dan tingkah laku untuk merubah situasi dan kondisi. Sikap fleksibel ini juga mencakup seluruh kemampuan kita untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang tidak terduga dan dinamis. 4. Penanganan stress, meliputi : a. Ketahanan menanggung stress Kemampuan menahan peristiwa yang tidak menyenangkan dan situasi stress dan dengan aktif serta sungguh-sungguh mengatasi stress tersebut. Ketahanan menanggung stress ini berkaitan dengan kemampuan untuk tetap tenang dan sabar. b. Pengendalian impuls Kemampuan menahan dan menunda gerak hati, dorongan dan godaan untuk bertindak. 5. Suasana hati, meliputi : a. Kebahagiaan Kemampuan untuk merasa puas dengan kehidupannya, menikmati kebersamaan dengan orang lain dan bersenang-senang. 15

5 b. Optimisme Kemampuan untuk melihat sisi terang dalam hidup dan membangun sikap positif sekalipun dihadapkan dengan kesulitan. Optimisme mengasumsikan adanya harapan dalam menghadapi kesulitan. 3. Ciri-Ciri Kecerdasan Emosi Goleman (2000) mengkarakteristikkan orang yang memiliki kecerdasan emosi tinggi dan rendah atas ciri-ciri yang khas, yaitu : a. Ciri-ciri individu dengan tingkat kecerdasan emosi yang tinggi. 1. Mampu melabelkan perasaannya daripada melabelkan perasaan orang lain ataupun situasi. 2. Mampu membedakan mana yang pikiran dan mana yang merupakan perasaan 3. Bertanggung jawab terhadap perasaan 4. Menggunakan perasaan untuk membantu dalam membuat suatu keputusan 5. Peduli terhadap apa yang dirasakan oleh orang lain 6. Bersemangat dan tidak mudah marah 7. Mengakui perasaan orang lain 8. Berupaya untuk memperoleh nilai-nilai positif dari emosi yang negatif 9. Tidak bertindak otoriter, menggurui ataupun memerintah. 16

6 b. Ciri-ciri individu dengan tingkat kecerdasan emosi rendah 1. Tidak berani bertanggng jawab terhadap perasaan yang dimiliki tetapi lebih menyalahkan orang lain terhadap hal yang terjadi pada dirinya. 2. Berlebih ataupun menekan perasaan yang dimiliki 3. Cenderung menyerang, menyalahkan atau menilai orang lain 4. Kurang memiliki rasa empati. 5. Cenderung kaku, kurang fleksibel, cenderung membutuhkan suatu aturan yang sistematis agar merasa nyaman 6. Merasa tidak nyaman apabila berada disekitar orang lain 7. Menghindari tanggung jawab dengan membela diri 8. Sistematis dan cenderung menganggap bahwa dunia tidak adil 9. Sering merasa kurang dihargai, kecewa, hambar atau merasa menjadi korban. B. Perilaku Seksual Pranikah 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah Perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual yang dilakukan oleh dua orang, pria dan wanita diluar perkawinan yang sah (Sarwono,2005). Mu tadin (2002) mengatakan bahwa perilaku seksual pranikah merupakan perilaku seks yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut agama dan kepercayaan masing-masing individu. 17

7 Menurut Lestari (1999), perilaku seksual pranikah merupakan perilaku seksual yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan resmi menurut hukum maupun agama dan kepercayaan masing-masing individu. Berdasarkan definisi-definisi yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa perilaku seksual pranikah adalah segala perilaku yang didorong oleh hasrat seksual yang dilakukan oleh dua orang, pria dan wanita tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum maupun agama. 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Pranikah Menurut Mu tadin (2002) bahwa perilaku seksual pranikah pada remaja tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan dipengaruhi oleh faktor tertentu pada diri remaja baik secara internal maupun eksternal. 1. Faktor internal Pada seorang remaja, perilaku seksual pranikah tersebut didorong oleh rasa sayang dan cinta dengan didominasi oleh perasaan kedekatan dan gairah yang tinggi terhadap pasangannya, tanpa disertai komitmen yang jelas. Selain itu, faktor lain yang dapat mempengaruhi seorang remaja melakukan seks pranikah karena didorong oleh rasa ingin tahu yang besar untuk mencoba segala hal yang belum diketahui. Hal tersebut merupakan ciri-ciri remaja pada umumnya, remaja ingin mengetahui banyak hal yang hanya dapat dipuaskan serta diwujudkannya melalui pengalaman sendiri, "Learning by doing". 18

8 2. Faktor eksternal a. Teman sebaya. Pada masa remaja, kedekatannya dengan peer-groupnya sangat tinggi karena selain ikatan peer-group menggantikan ikatan keluarga, mereka juga merupakan sumber afeksi, simpati, dan pengertian, saling berbagi pengalaman dan sebagai tempat remaja untuk mencapai otonomi dan independensi. b. Media dan televisi. Pengaruh media dan televisi pun sering kali diimitasi oleh remaja dalam perilakunya sehari-hari. Misalnya saja remaja yang menonton film remaja yang berkebudayaan barat, melalui observational learning, mereka melihat perilaku seks itu menyenangkan dan dapat diterima lingkungan. Hal ini pun diimitasi oleh mereka, terkadang tanpa memikirkan adanya perbedaan kebudayaan, nilai serta norma-norma dalam lingkungan masyakarat yang berbeda. c. Hubungan dalam keluarga khusunya orangtua. Kurangnya dukungan keluarga seperti kurangnya perhatian orangtua terhadap aktivitas anak, kurangnya kasih sayang orangtua dapat menjadi pemicu munculnya perilaku seksual pranikah pada remaja. Bila orangtua mampu memberikan pemahaman mengenai perilaku seksual kepada remaja, maka remaja cenderung mengontrol perilaku seksualnya sesuai dengan pemahaman yang diberikan orangtuanya (Sarwono, 2005). Penelitian yang dilakukan oleh Gerald Patterson dan rekan-rekannya 19

9 (dalam Santrock, 2003) juga menunjukkan bahwa pengawasan orangtua yang tidak memadai terhadap keberadaan remaja dan penerapan disiplin yang tidak efektif dan tidak sesuai merupakan faktor keluarga yang penting dalam tingginya perilaku seksual pranikah pada remaja. Konflik dalam keluarga, atau stress yang dialami keluarga juga berhubungan dengan perilaku seksual pada remaja. Menurut Sarwono (2005), perilaku seksual pranikah pada remaja juga dipengaruhi oleh perbedaan jenis kelamin. Remaja laki-laki cenderung mempunyai perilaku seksual yang lebih agresif, terbuka, serta lebih sulit menahan diri dibandingkan remaja perempuan. Hal tersebut sebagai wujud nilai jender dan adanya norma-norma yang memberikan keleluasaan yang lebih besar pada laki-laki daripada perempuan. Hal ini membuat laki-laki merasa lebih bebas untuk bereksplorasi dalam berbagai macam bentuk perilaku seksual. Apalagi orientasi laki-laki berpacaran lebih ke arah aktivitas seksual daripada mengutamakan afeksi, membuat laki-laki cepat beraktivitas seksual tanpa melibatkan perasaan terlebih dahulu. 20

10 Hajcak & Garwood (dalam Dacey & Kenny, 1997) menyebutkan beberapa motif yang digunakan oleh remaja untuk melakukan perilaku seksual, yaitu : 1. Menegaskan peran maskulin dan feminin Bagi sebagian remaja, melakukan hubungan seks dengan lebih dari satu pasangan, merupakan bukti bahwa identitas seksualnya utuh. 2. Mendapatkan kasih sayang Beberapa aspek dari perilaku seksual termasuk di dalamnya kontak fisik sebagai bentuk kasih sayang, seperti memeluk, membelai dan mencium. Bagi remaja yang hanya sedikit memperoleh bentuk afeksi ini, maka hubungan seks yang dilakukan setimpal dengan afeksi yang mereka dapatkan. 3. Sebagai bentuk perlawanan terhadap orang tua atau figur otoritas lainnya. Konflik yang dialami dengan orang tua atau figur otoritas lainnya, membuat remaja menggunakan seks sebagai bentuk pemberontakan, bahkan sampai pada terjadinya kehamilan. 4. Meraih harga diri yang lebih tinggi Ada remaja yang menganggap jika ada orang yang bersedia berhubungan seks dengannya, maka ia akan memperoleh rasa hormat dan penghargaan dari orang lain. 5. Sebagai bentuk balas dendam atau untuk menghina seseorang 21

11 Seks dapat digunakan untuk menyakiti perasaan orang lain, misalnya mantan pacar. Pada kasus yang ekstrim, hubungan yang dilakukan bertujuan untuk memperkosa pasangan sebagai bentuk penghinaan untuknya. 6. Melampiaskan kemarahan Perilaku seksual merupakan sarana melampiaskan emosi yang ada, termasuk rasa marah yang dirasakan. Remaja umumnya melakukan masturbasi dengan tujuan ini. 7. Menghilangkan rasa bosan Masturbasi umumnya dilakukan untuk menghilangkan kebosanan yang dirasakan remaja. 8. Membuktikan kesetiaan pasangan Beberapa remaja terlibat dalam perilaku seksual bukan atas keinginan mereka sendiri tapi lebih dikarenakan ketakutan akan ditinggalkan oleh pasangan bila mereka tidak bersedia melakukannya. Dengan demikian dapat disimpulkan dari beberapa pengertian di atas bahwa perilaku seksual adalah segala bentuk perilaku yang didorong oleh hasrat seksual, memiliki tujuan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan seksual secara fisik tetapi juga berbagai kebutuhan lain seperti afeksi, yang objeknya bisa diri sendiri, orang lain ataupun benda tertentu, dimana ekspresi perilaku yang ditampilkan dapat dipengaruhi oleh peran seks serta nilai tertentu yang diterima ataupun ditolak oleh individu tersebut. 22

12 3. Bentuk-bentuk Perilaku Seksual Pranikah Bentuk-bentuk perilaku seksual bisa bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu dan bersenggama (Sarwono, 2004). Sedangkan DeLamenter dan MacCorquodale (dalam Santrock, 2003), mengemukakan ada beberapa bentuk perilaku seksual yang biasa muncul, yaitu : a. Necking, yaitu berciuman sampai ke daerah dada. b. Lip kissing, yaitu bentuk tingkah laku seksual yang terjadi dalam bentuk ciuman bibir antara dua orang. c. Deep kissing, yaitu berciuman bibir dengan menggunakan lidah. d. Meraba payudara. e. Petting, yaitu bentuk hubungan seksual dengan melibatkan kontak badan antara dua orang dengan masih menggunakan celana dalam (alat kelamin tidak bersentuhan secara langsung). f. Oral sex, yaitu hubungan seksual yang dilakukan dengan menggunakan organ oral (mulut dan lidah) dengan alat kelamin pasangannya. g. Sexual intercourse (coitus), yaitu hubungan kelamin yang dilakukan antara laki-laki dan perempuan, dimana penis pria dimasukkan ke dalam vagina wanita hingga terjadi orgasme/ejakulasi. 23

13 Dari uraian diatas perilaku seksual pada remaja dapat dilihat dalam perilaku, berciuman di kening, dan pipi, lip kissing, deep kissing, necking, petting, meraba payudara, oral sex, dan sexual intercourse. C. Remaja 1. Pengertian Remaja Menurut Papalia (2004) remaja adalah transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang meliputi perubahan secara fisik, kognitif, dan perubahan sosial. Lahey (2004) menyatakan bahwa remaja adalah periode yang dimulai dari munculnya pubertas sampai pada permulaan masa dewasa. Hurlock (1999) mengemukakan istilah Adolescence atau remaja yang berasal dari bahasa latin adolescence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolescence, seperti yang dipergunakan saat ini juga mempunyai arti yang luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, atau fisik. Menurut Monks (1998) batasan usia remaja adalah antara 12 tahun sampai 21 tahun. Monks membagi batasan usia remaja terbagi atas tiga fase, yaitu: 1. Fase remaja awal : usia 12 tahun sampai 15 tahun 2. Fase remaja pertengahan : usia 15 tahun sampai 18 tahun 3. Fase remaja akhir : usia 18 tahun sampai 21 tahun 24

14 Sementara itu, batasan usia remaja untuk masyarakat Indonesia adalah antara 11 sampai 24 tahun dan belum menikah. Dengan pertimbangan bahwa usia 11 tahun adalah usia dimana pada umumnya tanda-tanda seksual sekunder mulai tampak, sedangkan batasan usia 24 tahun merupakan batas maksimal untuk individu yang belum dapat memenuhi persyaratan kedewasaan secara sosial maupun psikologis. Individu yang sudah menikah dianggap dan diperlakukan sebagai individu dewasa penuh sehingga tidak lagi digolongkan sebagai remaja (Sarwono, 2000). Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa remaja adalah periode perkembangan dari anak-anak ke dewasa awal yang mencakup perubahan fisik, sosial, kognitif, emosional dan mental yang berlangsung antara usia 12 atau 13 tahun hingga 18 atau 21 tahun. 2. Tugas Perkembangan Masa Remaja Dalam Hurlock (1999), semua tugas perkembangan pada masa remaja dipusatkan pada penanggulangan sikap dan pola perilaku kekanak-kanakan dan mengadakan persiapan untuk menghadapi masa dewasa. Adapun tugas perkembangan masa remaja adalah : a. Mencapai hubungan baru dan lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita. b. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif. c. Mencapai peran sosial pria dan wanita. d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab. 25

15 e. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang-orang dewasa lainnya. 3. Ciri-ciri Masa Remaja Madya (15 18 tahun) Pada tahap ini, remaja sangat membutuhkan teman-teman. Ada kecenderungan narcisistik yaitu mencintai dirinya sendiri, dengan cara lebih menyukai teman-teman yang mempunyai sifat-sifat yang sama dengan dirinya. Pada tahap ini remaja berada dalam kondisi kebingungan karena masih ragu harus memilih yang mana, peka atau peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis dan sebagainya. Pada tahap inilah hubungan persahabatan dengan lawan jenis mulai meningkat ( Genmbeck, Siebenbruner, Collins, 2004). Hubungan persahabatan lawan jenis yang meningkat tersebut disebabkan karena adaptasi remaja madya terhadap interaksi lawan jenis sudah berkembang dengan baik. Interaksi lawan jenis yang dilakukan remaja madya dapat berupa teman biasa, sahabat dan pacar. Umumnya pada usia remaja madya seseorang berinteraksi dengan sebayanya. Demikian halnya untuk dijadikan sahabat, mereka pada umumnya memilih teman sebaya, bisa teman di sekolah, di klub olah raga, organisasi, dan komunitas lain dimana keduanya sering berkomunikasi ( Harvey, 2003) 4. Perkembangan emosi remaja Secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode storm and stress (badai dan tekanan), suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi 26

16 sebagai akibat dari perubahan fisik. Meningginya keadaan emosi terutama karena anak laki-laki dan wanita berada di bawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru. Meskipun emosi remaja seringkali sangat kuat, tidak terkendali, dan tampaknya irrasional, tetapi pada umumnya dari tahun ke tahun terjadi perbaikan perilaku emosional (Hurlock, 1998). Menurut Gessel dkk (Hurlock, 1998), remaja yang berusia empat belas tahun sering kali mudah marah, mudah dirangsang, dan emosinya cenderung meledak, tidak berusaha mengendalikan perasaannya. Sebaliknya, remaja enam belas tahun mengatakan bahwa mereka tidak punya keprihatinan. Jadi adanya badai dan tekanan dalam periode ini berkurang menjelang berakhirnya awal masa remaja. Masa remaja merupakan masa dimana emosi menjadi meningkat. Intensitas emosi remaja biasanya terlihat tidak seimbang dengan keadaan mereka. Seringnya remaja tidak bisa mengekspresikan perasaan mereka dengan baik. Terkadang mereka menjadikan orang tua atau saudara sebagai sasaran kemarahan atau perasaan mereka terhadap orang lain (Santrok, 2002). 5. Perkembangan Perilaku Seksual Remaja Kematangan seksual pada remaja menyebabkan munculnya minat seksual dan keingintahuan remaja tentang seksual. Perkembangan minat seksual ini menyebabkan masa remaja disebut juga dengan masa keaktifan seksual yang tinggi, yang merupakan masa ketika masalah seksual dan lawan jenis menjadi 27

17 bahan pembicaraan yang menarik dan penuh dengan rasa ingin tahu tentang masalah seksual (Imran, 2000). Perubahan dan perkembangan yang terjadi pada masa remaja, dipengaruhi oleh berfungsinya hormon-hormon seksual (testosteron untuk laki-laki dan progesteron & estrogen untuk wanita). Hormon-hormon inilah yang berpengaruh terhadap dorongan seksual remaja (Imran, 2000). Hal ini didukung oleh pendapat Monks (1999), dimana pertumbuhan kelenjar seks seseorang telah sampai pada taraf matang saat akhir masa remaja, sehingga fokus utama pada fase ini biasanya lebih diarahkan pada perilaku seksual dibandingkan pertumbuhan kelenjar seks itu sendiri. Pada kehidupan sosial remaja, perkembangan organ seksual mempunyai pengaruh dalam minat remaja terhadap lawan jenis. Remaja dapat memperoleh teman baru, dan mengadakan jalinan cinta dengan lawan jenisnya yang kemudian dimunculkan dalam bentuk berpacaran. Menurut Rahman dan Hirmaningsih (dalam Mayasari, 2000) adanya dorongan seksual dan rasa cinta membuat remaja ingin selalu dekat dan mengadakan kontak fisik dengan pacar. Kedekatan fisik inilah yang akan mengarah pada perilaku seksual dalam pacaran. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kematangan seksual pada remaja menyebabkan munculnya minat seksual dan keingintahuan remaja tentang seksual. Pada masa-masa seperti inilah remaja mulai menunjukkan perilakuperilaku seksual dalam upaya memenuhi dorongan seksualnya. Perilaku seksual merupakan perilaku yang bertujuan untuk menarik perhatian lawan jenis dan memperoleh teman baru kemudian dimunculkan dalam bentuk pacaran. Aktivitas 28

18 seksual dianggap sebagai hal yang lazim dilakukan remaja yang berpacaran sebagai ekspresi rasa cinta dan kasih sayang. D. Hubungan Kecerdasan Emosi dan Perilaku Seksual pada Remaja Fase usia remaja merupakan masa dimana manusia sedang mengalami perkembangan begitu pesat, baik fisik, psikologis dan sosial. Perkembangan secara fisik ditandai dengan semakin matangnya organ-organ tubuh termasuk organ reproduksi. Kematangan secara seksual memiliki hubungan yang sejalan dengan perkembangan fisik termasuk didalamnya aspek-aspek anatomis dan fisiologis (Monks dkk, 1998). Adanya kematangan fisik termasuk matangnya organ-organ seksual tanpa diimbangi percepatan pematangan emosi dan adanya kebebasan yang kian meningkat menyebabkan masalah seksualitas yang dialami remaja menjadi semakin kompleks. Hal tersebut diperparah dengan maraknya pemberitaan di media massa dan televisi yang menceritakan tentang pacaran dan cinta (Prihartini, 2002). Hal ini menyebabkan aktivitas seksual seolah-olah sudah menjadi hal yang lazim dilakukan oleh remaja yang berpacaran. Hurlock (dalam Mayasari, 2000) mengemukakan bahwa aktivitas seksual merupakan salah satu bentuk ekspresi atau tingkah laku berpacaran dan rasa cinta. Hal-hal tersebut telah menempatkan remaja pada posisi yang rentan. Menurut Pudjono (dalam Prihartini, 2002), kematangan secara seksual membuat remaja menjadi mudah terangsang akan halhal yang berbau seksualitas karena dorongan seksual yang meningkat. 29

19 Sebagian ahli mempertanyakan alasan keterlibatan remaja dalam berbagai perilaku seksual yang membuatnya terjebak pada resiko yang berkaitan dengan aspek sosial, emosional, maupun kesehatan. Turner dan Feldman (1996) menemukan bahwa alasan yang melandasi perilaku remaja adalah berkaitan dengan upaya-upaya untuk pembuktian perkembangan identitas diri; belajar menyelami anatomi lawan jenis, menguji kejantanan, menikmati perasaan dominan, pelampiasan kemarahan (terhadap seseorang), peningkatan harga diri, mengatasi depresi, menikmati perasaan berhasil menaklukkan lawan jenis, menyenangkan pasangan, dan mengatasi rasa kesepian. Berbagai kegiatan yang mengarah pada pemuasan dorongan seksual yang pada dasarnya menunjukan tidak berhasilnya seseorang dalam mengendalikannya atau kegagalan untuk mengalihkan dorongan tersebut ke kegiatan lain yang sebenarnya masih dapat dikerjakan. Menurut Mu tadin (2002) salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pranikah pada remaja adalah faktor internal, dimana remaja yang melakukan perilaku seksual pranikah tersebut didorong oleh rasa sayang dan cinta dengan didominasi oleh perasaan kedekatan dan gairah yang tinggi terhadap pasangannya, tanpa disertai komitmen yang jelas. Rasa sayang dan rasa cinta merupakan salah satu bentuk emosi yang dirasakan setiap orang. Remaja yang perasaannya lebih didominasi oleh dorongan-dorongan seksual akan lebih memudahkan mereka untuk melakukan perilaku seksual pranikah dengan pasangannya sebagai wujud dari rasa sayang dan cinta tersebut. 30

20 Remaja perlu untuk mengontrol semua bentuk perilaku negatif mereka, salah satu hal yang dapat mengontrol perilaku negatif yang banyak dilakukan remaja adalah dengan memiliki kecerdasan emosi yang tinggi, hal ini didukung juga oleh penjelasan Gottman & DeClaire (1998) bahwa remaja yang cerdas secara emosi akan mampu memecahkan masalah mereka sendiri maupun bersama orang lain, mampu mengambil keputusan secara mandiri, lebih banyak mengalami sukses di sekolah maupun dalam hubungannya dengan rekan-rekan sebaya, dan terlindung dari resiko penggunaan obat terlarang, tindak kriminal dan perilaku seks yang tidak aman. Menurut Salovey dan Mayer (dalam Shapiro, 1997) kecerdasan emosi juga akan mendukung terciptanya kemampuan pengendalian diri atau kontrol diri. Pengendalian diri ini meliputi pengendalian perilaku terutama perilaku-perilaku yang mengarah kepada konsekuensi negatif, pengendalian kognitif dan pengendalian keputusan (Averill dalam Elfisa, 1995). Selain itu, kemampuan mengontrol diri juga dapat diartikan sebagai kemampuan untuk membimbing, mengatur, dan mengarahkan bentuk-bentuk perilaku melalui pertimbangan kognitif, sehingga dapat membawa kearah konsekuensi positif (Lazarus, 1976). Hal ini sejalan dengan Ekowarni (1993) bahwa ketegangan emosi yang tinggi, dorongan emosi yang sangat kuat dan tidak terkendali akan membuat remaja sering mudah meledak emosinya dan bertindak tidak rasional Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa remaja yang mempunyai masalah dalam kecerdasan emosinya, akan mengalami kesulitan dalam bergaul dan tidak dapat mengontrol emosi dan perilakunya. Sebaliknya 31

21 remaja yang berkarakter atau mempunyai kecerdasan emosi yang tinggi akan terhindar dari masalah-masalah umum yang dihadapi oleh remaja seperti kenakalan, tawuran, narkoba, miras, perilaku seks bebas dan sebagainya. E. Hipotesa Penelitian Adapun hipotesa penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara kecerdasan emosi dan perilaku seksual pranikah pada remaja. Semakin positif kecerdasan emosi maka akan semakin rendah perilaku seksual pranikah pada remaja. 32

BAB II LANDASAN TEORI. anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai oleh berkurangnya ketegangan,

BAB II LANDASAN TEORI. anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai oleh berkurangnya ketegangan, BAB II LANDASAN TEORI II.A. Keharmonisan Keluarga II.A.1. Definisi Keharmonisan Keluarga Menurut Gunarsa (2000) keluarga harmonis adalah bilamana seluruh anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa peralihan antara tahap anak dan dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbukanya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Seksual Pranikah 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah Menurut Sarwono (2005) perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang, tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbentuknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus 16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru dimana secara sosiologis, remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru

BAB I PENDAHULUAN. khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena perubahan yang terjadi dalam masyarakat dewasa ini khususnya bagi remaja merupakan suatu gejala yang dianggap normal, sehingga dampak langsung terhadap perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Remaja adalah mereka yang berusia diantara 10-24 tahun dan merupakan salah satu kelompok populasi terbesar yang apabila dihitung jumlahnya berkisar 30% dari jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini, anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk

Lebih terperinci

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 2 Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka Dalam bab ini, akan dibahas mengenai tinjauan pustaka yang digunakan peneliti terkait dengan penelitian yang dilakukan, dan dapat menjadi landasan teoritis untuk mendukung penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Perubahan pada masa remaja mencakup perubahan fisik, kognitif, dan sosial. Perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Cinta dan seksual merupakan salah satu permasalahan yang terpenting yang dialami oleh remaja saat ini. Perasaan bersalah, depresi, marah pada gadis yang mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Masa remaja dimulai sekitar usia 10 hingga 13 tahun sampai 18 hingga 22 tahun (Santrock, 2007, hlm. 20). Pada masa remaja, individu banyak mengalami perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Remaja adalah suatu masa transisi dari masa anak ke dewasa yang ditandai dengan perkembangan biologis, psikologis, moral, dan agama, kognitif dan sosial

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh : Putri Nurul Falah F 100

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Berdasarkan sensus penduduk terbaru yang dilaksanakan pada tahun 2010, Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konformitas Negatif Pada Remaja 2.1.1 Pengertian Konformitas Negatif Pada Remaja Konformitas dapat timbul ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain. Apabila seseorang menampilkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Perbedaan Kecerdasan..., Muhammad Hidayat, FPSI UI, 2008

I. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Perbedaan Kecerdasan..., Muhammad Hidayat, FPSI UI, 2008 I. PENDAHULUAN I. A. Latar Belakang Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecerdasan emosional yang rendah berhubungan dengan meningkatnya penggunaan obat-obatan terlarang dan kekerasan, terutama pada laki-laki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tugas perkembangan individu dewasa adalah merasakan ketertarikan terhadap lawan jenis yang akan menimbulkan hubungan interpersonal sebagai bentuk interaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut terjadi akibat dari kehidupan seksual remaja yang saat ini semakin bebas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut terjadi akibat dari kehidupan seksual remaja yang saat ini semakin bebas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman membawa masalah seks tidak lagi tabu untuk dibahas dan diperbincangkan oleh masyarakat khusunya di kalangan remaja. Hal tersebut terjadi akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut Papalia et, al (2008) adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Seksual. laku individu yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Seksual. laku individu yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Seksual 1. Definisi Perilaku Seksual Sarwono (2005) mengungkapkan bahwa perilaku seksual adalah tingkah laku individu yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja kota besar khususnya Jakarta semakin berani melakukan hubungan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja kota besar khususnya Jakarta semakin berani melakukan hubungan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja kota besar khususnya Jakarta semakin berani melakukan hubungan seksual pranikah. Hal ini terbukti berdasarkan hasil survey yang dilakukan Bali Post

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. petualangan dan tantangan serta cenderung berani menanggung risiko atas

BAB I PENDAHULUAN. petualangan dan tantangan serta cenderung berani menanggung risiko atas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis maupun intelektual. Sifat khas remaja mempunyai keingintahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Pada masa remaja tidak dapat dikatakan sebagai orang dewasa dan tidak dapat pula dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Sampai saat ini masalah seksualitas masih menjadi hal yang menarik untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah menjadi sesuatu

Lebih terperinci

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya perilaku seksual pranikah di kalangan generasi muda mulai mengancam masa depan bangsa Indonesia. Banyaknya remaja yang melakukan perilaku seksual pranikah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja.

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang permasalahan Setiap manusia tidak dapat hidup sendiri, manusia pasti membutuhkan orang lain disekitarnya mulai dari hal yang sederhana maupun untuk hal-hal besar didalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dimana pada masa itu remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, sedang mencari jati diri, emosi labil serta butuh pengarahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,

Lebih terperinci

KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL DI SMK PENCAWAN MEDAN TAHUN 2014

KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL DI SMK PENCAWAN MEDAN TAHUN 2014 KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL DI SMK PENCAWAN MEDAN TAHUN 2014 I. Identitas Responden No.Responden : Jenis kelamin : Umur : Alamat rumah : Uang saku/bulan : II.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia. Tahap ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia. Tahap ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia. Tahap ini merupakan tahap yang kritis, karena merupakan tahap transisi dari masa kanakkanak ke masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan yang terjadi pada remaja melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana remaja menjadi labil

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja ditandai oleh perubahan yang besar diantaranya kebutuhan untuk beradaptasi dengan perubahan fisik dan psikologis, pencarian identitas dan membentuk hubungan

Lebih terperinci

BAB I. perkembangan, yaitu fase remaja. Remaja (Adolescence) di artikan sebagai masa

BAB I. perkembangan, yaitu fase remaja. Remaja (Adolescence) di artikan sebagai masa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam proses perkembangan dan pertumbuhan sebagai manusia ada fase perkembangan, yaitu fase remaja. Remaja (Adolescence) di artikan sebagai masa perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas, yaitu masa terjadinya perubahan-perubahan fisik meliputi penampilan fisik seperti bentuk tubuh dan proporsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ekonomi. Remaja akan mengalami transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ekonomi. Remaja akan mengalami transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari segi biologi, psikologi, sosial dan ekonomi. Remaja akan mengalami transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Perilaku Seksual Pranikah. 1. Perilaku Seksual. Sarwono (2003), mendefinisikan perilaku seksual remaja sebagai

BAB II KAJIAN TEORI. A. Perilaku Seksual Pranikah. 1. Perilaku Seksual. Sarwono (2003), mendefinisikan perilaku seksual remaja sebagai 8 BAB II KAJIAN TEORI A. Perilaku Seksual Pranikah 1. Perilaku Seksual Sarwono (2003), mendefinisikan perilaku seksual remaja sebagai segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa yang jangka waktunya berbeda-beda tergantung faktor sosial budaya, yang berjalan antara umur 12

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, dimana pada masa ini terjadi pertumbuhan yang pesat termasuk fungsi reproduksi sehingga mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Casmini (2004) istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah (2008), remaja adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. HARGA DIRI (Self Esteem) 2.1.1. Pengertian Harga Diri Harga diri adalah salah satu faktor yang sangat menentukan perilaku individu (Ghufron, 2010). Setiap orang menginginkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menikmati masa remajanya dengan baik dan membahagiakan, sebab tidak jarang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menikmati masa remajanya dengan baik dan membahagiakan, sebab tidak jarang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang indah, tetapi tidak setiap remaja dapat menikmati masa remajanya dengan baik dan membahagiakan, sebab tidak jarang beberapa permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana pada masa ini akan terjadi perubahan fisik, mental, dan psikososial yang cepat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kepercayaan Diri 2.1.1 Pengertian Kepercayaan Diri Percaya diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Orang yang percaya diri yakin

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Analisis Deskriptif Penelitian ini dilakukan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Desember 2016. Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan kelompok umur yang memegang tongkat estafet pembangunan suatu bangsa. Untuk itu, remaja perlu mendapat perhatian. Pada masa remaja seseorang mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Notoatmodjo (2007) masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Remaja a. Pengertian Remaja Remaja adalah masa di mana individu mengalami perkembangan semua aspek dari masa kanak-kanak menjadi dewasa. Peralihan dari masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perkembangan dari masa kanak-kanak menuju dewasa ditandai dengan adanya masa transisi yang dikenal dengan masa remaja. Remaja berasal dari kata latin adolensence,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ketertarikan mereka terhadap makna dari seks (Hurlock, 1997). media cetak maupun elektronik yang berbau porno (Dianawati, 2006).

BAB 1 PENDAHULUAN. ketertarikan mereka terhadap makna dari seks (Hurlock, 1997). media cetak maupun elektronik yang berbau porno (Dianawati, 2006). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seksualitas merupakan topik yang sangat menarik bagi remaja. Hal tersebut dikarenakan remaja mengalami perubahan-perubahan hormonal seksual di dalam diri mereka

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Salusu (2004), pengambilan keputusan adalah proses memilih

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Salusu (2004), pengambilan keputusan adalah proses memilih BAB II LANDASAN TEORI A. Pengambilan Keputusan 1. Pengertian pengambilan keputusan Menurut Salusu (2004), pengambilan keputusan adalah proses memilih alternatif-alternatif bagaimana cara bertindak dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tampak pada pola asuh yang diterapkan orang tuanya sehingga menjadi anak

BAB I PENDAHULUAN. tampak pada pola asuh yang diterapkan orang tuanya sehingga menjadi anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang sangat penting dan krisis sehingga memerlukan dukungan serta pengarahan yang positif dari keluarganya yang tampak pada pola asuh yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. sah (Sarwono, 2005). Mu tadin (2002) mengatakan bahwa prilaku seksual

BAB II LANDASAN TEORI. sah (Sarwono, 2005). Mu tadin (2002) mengatakan bahwa prilaku seksual BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Seksual Pranikah 1. Definisi Prilaku Seksual Pranikah Prilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual yang dilakukan oleh dua orang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Masa remaja adalah periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan biologis, kognitif, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Remaja mengalami perkembangan begitu pesat, baik secara fisik maupun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Remaja mengalami perkembangan begitu pesat, baik secara fisik maupun 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Remaja mengalami perkembangan begitu pesat, baik secara fisik maupun psikologis. Perkembangan secara fisik ditandai dengan semakin matangnya organ -organ

Lebih terperinci

15 Prinsip dasar Kecerdasan Emosional : Modal Dasar Perawat Profesional

15 Prinsip dasar Kecerdasan Emosional : Modal Dasar Perawat Profesional 15 Prinsip dasar Kecerdasan Emosional : Modal Dasar Perawat Profesional Saat ini kecerdasan emosional tidak bisa dipandang sebelah mata. Sejak munculnya karya Daniel Goleman, Emotional Intelligence: Why

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Antara tahun 1970 dan

BAB 1 PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Antara tahun 1970 dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekitar 1 miliar manusia atau setiap 1 diantara 6 penduduk dunia adalah remaja. Sebanyak 85% di antaranya hidup di negara berkembang. Di indonesia, jumlah remaja dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, dengan pembagian

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, dengan pembagian BAB I PENDAHULUAN I. A. Latar Belakang Remaja adalah individu yang berusia antara 12 21 tahun yang sudah mengalami peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, dengan pembagian 12 15 tahun adalah masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Periode perkembangan manusia terdiri atas tiga yaitu masa anak-anak,

BAB I PENDAHULUAN. Periode perkembangan manusia terdiri atas tiga yaitu masa anak-anak, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Periode perkembangan manusia terdiri atas tiga yaitu masa anak-anak, remaja dan dewasa. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia selama hidupnya pasti mengalami perubahan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia selama hidupnya pasti mengalami perubahan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia selama hidupnya pasti mengalami perubahan. Perubahan tersebut dapat terjadi pada nilai, norma sosial, serta pola interaksi dengan orang lain. Pada perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia hidup selalu dipenuhi oleh kebutuhan dan keinginan. Seringkali kebutuhan dan keinginan tersebut tidak dapat terpenuhi dengan segera. Selain itu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karena kehidupan manusia sendiri tidak terlepas dari masalah ini. Remaja bisa dengan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karena kehidupan manusia sendiri tidak terlepas dari masalah ini. Remaja bisa dengan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian A. 1 Perilaku Seks Sebelum Menikah Masalah seksual mungkin sama panjangnya dengan perjalanan hidup manusia, karena kehidupan manusia sendiri tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampai saat ini masalah seksualitas selalu menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah menjadi suatu hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Balakang Masalah Remaja dipandang sebagai periode perubahan, baik dalam hal fisik, minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas. Istilah pubertas juga istilah dari adolescent yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecerdasan Emosional pada Remaja Akhir. 1. Pengertian Kecerdasan Emosional Pada remaja Akhir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecerdasan Emosional pada Remaja Akhir. 1. Pengertian Kecerdasan Emosional Pada remaja Akhir BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecerdasan Emosional pada Remaja Akhir 1. Pengertian Kecerdasan Emosional Pada remaja Akhir Menurut Goleman (2000) kecerdasan emosional adalah kemampuan yang dimiliki seseorang

Lebih terperinci

Gambaran konsep pacaran, Nindyastuti Erika Pratiwi, FPsi UI, Pendahuluan

Gambaran konsep pacaran, Nindyastuti Erika Pratiwi, FPsi UI, Pendahuluan 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang melibatkan berbagai perubahan, baik dalam hal fisik, kognitif, psikologis, spiritual,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Gelar Sarjana S-1 Psikologi Oleh : Nina Prasetyowati F

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak menuju dewasa, yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis (Hurlock, 1988:261).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai 19 tahun. Istilah pubertas juga selalu menunjukan bahwa seseorang sedang

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai 19 tahun. Istilah pubertas juga selalu menunjukan bahwa seseorang sedang 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia pasti melewati beberapa fase perkembangan, salah satunya yaitu fase remaja. Fase atau masa remaja adalah masa dimana anak berusia 12 sampai 19 tahun.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nadia Aulia Nadhirah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nadia Aulia Nadhirah, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan suatu fase perkembangan yang dinamis dalam perkembangan kehidupan individu. Masa remaja adalah masa peralihan dari anakanak ke dewasa. Menurut

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEINTIMAN KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN POLTEKKES BHAKTI MULIA

HUBUNGAN KEINTIMAN KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN POLTEKKES BHAKTI MULIA HUBUNGAN KEINTIMAN KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN POLTEKKES BHAKTI MULIA ABSTRACT Chusnul Chotimah Dosen Prodi D3 Kebidanan Politeknik Kebidanan Bhakti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang merupakan salah satu faktor yang memiliki peran besar dalam menentukan tingkat pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu fase krusial dalam

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu fase krusial dalam BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu fase krusial dalam perkembangan manusia. Dalam masa remaja terjadi banyak perubahan, baik secara fisik maupun psikis. Perubahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa terjadinya perubahan-perubahan baik perubahan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa terjadinya perubahan-perubahan baik perubahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa terjadinya perubahan-perubahan baik perubahan yang terjadi pada dirinya maupun akibat perubahan lingkungan seperti perubahan intelektual,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang paling mengesankan dan indah dalam perkembangan hidup manusia, karena pada masa tersebut penuh dengan tantangan, gejolak emosi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG Rheza Yustar Afif Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soeadarto, SH, Kampus Undip Tembalang,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Latin adolescere (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Latin adolescere (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Remaja 1.1. Pengertian Remaja Menurut Hurlock (2003), istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin adolescere (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia mengalami proses perkembangan secara bertahap, dan salah satu periode perkembangan yang harus dijalani manusia adalah masa remaja. Masa remaja merupakan

Lebih terperinci

Perpustakaan Unika LAMPIRAN

Perpustakaan Unika LAMPIRAN LAMPIRAN A. SKALA PENELITIAN A-1. Skala Perilaku Seksual Pranikah Remaja Putri A-1. Skala Peran Ayah dalam Pendidikan Seksualitas A-1. Skala Perilaku Seksual Pranikah Remaja Putri No : Petunjuk Pengisian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. peka adalah permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kematangan seksual

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. peka adalah permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kematangan seksual 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Permasalahan remaja sekarang ini cukup kompleks. Salah satu yang paling peka adalah permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kematangan seksual remaja. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini budaya barat telah banyak yang masuk ke negara kita dan budaya barat ini sangat tidak sesuai dengan budaya negara kita yang kental dengan budaya timur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan sosial-ekonomi secara total ke arah ketergantungan yang

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan sosial-ekonomi secara total ke arah ketergantungan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja usia (13-21 tahun) sebagai masa ketika perubahan fisik, mental, dan sosial-ekonomi terjadi. Secara fisik, terjadi perubahan karakteristik jenis kelamin sekunder

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa transisi yang ditandai oleh adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa transisi yang ditandai oleh adanya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik dan psikologi. Masa remaja yakni antara usia 10-19 tahun, masa ini juga disebut suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimasyarakat pada saat ini melalui media-media seperti televisi, koran, radio dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimasyarakat pada saat ini melalui media-media seperti televisi, koran, radio dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada zaman sekarang, kehidupan seksual dikalangan remaja sudah lebih bebas dibanding dahulu. Terbukanya saluran informasi seputar seks bebas beredar dimasyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan yang cepat baik secara fisik maupun psikologis diantaranya peningkatan emosional, kematangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari anak menuju dewasa, dimana masa perkembangan ini berlangsung cukup singkat dari rentang usia 13 18 tahun. Pada masa ini remaja

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Y, 2009). Pada dasarnya pendidikan seksual merupakan suatu informasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Y, 2009). Pada dasarnya pendidikan seksual merupakan suatu informasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja, yakni antara usia 10-19 tahun, adalah suatu periode masa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam proses kehidupan manusia mengalami tahap-tahap perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam proses kehidupan manusia mengalami tahap-tahap perkembangan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam proses kehidupan manusia mengalami tahap-tahap perkembangan yang akan di laluinya, dan salah satu adalah periode masa remaja. Masa remaja ini di sebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun sebuah hubungan senantiasa menjadi kebutuhan bagi individu untuk mencapai kebahagiaan. Meskipun terkadang hubungan menjadi semakin kompleks saat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL KAJIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL KAJIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL KAJIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Subjek Penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian SMA Kristen 1 Salatiga merupakan salah satu SMA Swasta favorit yang ada di kota Salatiga. SMA Kristen 1 Salatiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak selalu membawa kebaikan bagi kehidupan manusia, kehidupan yang semakin kompleks dengan tingkat stressor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci