BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Konferensi kependudukan dan pembangunan atau International Conference on
|
|
- Ari Budiono
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konferensi kependudukan dan pembangunan atau International Conference on Population and Development (ICPD) 1994 di Kairo disepakati bersama tentang Program Aksi Pembangunan Kependudukan Kairo Tahun ICPD 1994 disebutkan bahwa kebijakan keluarga berancana (KB) secara global dikaitkan dengan hak-hak reproduksi, yang menjadi bagian dari hak asasi manusia yang bersifat universal (Wilopo, 2010). Hak-hak reproduksi yang paling pokok ialah hak setiap individu dan pasangan untuk menentukan kapan akan melahirkan, berapa jumlah anak dan jarak anak yang dilahirkan, dan upaya untuk mewujudkan hak-hak tersebut melalui pemakaian kontrasepsi (KB). Program KB mengharapkan seluruh kehamilan menjadi dikehendaki dan direncanakan oleh setiap keluarga. Kehamilan yang dikendaki dan direncanakan adalah merupakan awal untuk menjadikan keluarga yang sehat dan sejahtera. Periode postpartum merupakan masa yang tepat untuk memulai menggunakan kontrasepsi dalam mengatur jarak kehamilan atau membatasi jumlah anak demi kesehatan ibu dan bayinya serta menghindari kehamilan yang tidak diinginkan (Badan Kependudukan dan Keluarga Berancana Nasional, 2004). Kehamilan yang terjadi pada periode postpartum merupakan kehamilan yang berisiko tinggi, karena memiliki jarak yang dekat dengan kehamilan sebelumnya. Sebagian besar penelitian 1
2 2 menyatakan bahwa jarak kehamilan kurang dari 6 bulan merupakan faktor risiko untuk terjadinya kelahiran prematur, berat bayi lahir rendah (BBLR), dan kematian perinatal-neonatal (Conde-Agudelo et al., 2006; Smith et al., 2003). Selain itu kehamilan yang terlalu dekat juga berisiko pada ibu sendiri, yaitu dapat menimbulkan risiko kematian, perdarahan pada trimester terakhir, robekan membran dan anemia (Conde-Agudelo & Belizan, 2000). Terdapat wanita yang memiliki sedikit atau tidak memahami proses terjadinya kesuburan, terutama pada periode postpartum (Evans, 2005). Ibu postpartum beranggapan bahwa selama amenore pada periode postpartum tidak akan terjadi kehamilan dan akan menggunakan metode kontrasepsi setelah haid pertama datang, sebagai tanda kesuburan sudah dimulai. Ovulasi biasanya terjadi sebelum perdarahan vagina yang pertama (Evans, 2005), sedangkan banyak pasangan usia subur yang sudah memulai hubungan seksual selama masa postpartum 6 minggu setelah bayi lahir (Bobak et al., 2005). Sangat sulit untuk menilai kapan pemulihan kesuburan pada periode postpartum. Meskipun banyak penelitian yang masih memprediksikan seorang wanita untuk kembali menjadi subur di periode postpartum, namun tidak ada satupun yang mengetahui kapan pastinya kesuburan itu mulai terjadi. Faktor yang mempengaruhi kembalinya kesuburan termasuk genetika dan gizi, menyusui dengan payudara atau dengan susu botol. Tidak menyusui dapat mengakibatkan ovulasi lebih dini yaitu terjadi 25 hari dan rata-rata keterlambatan 45 hari (Evans, 2005).
3 3 Ibu postpartum tidak segera menggunakan kontrasepsi karena masih merasa bingung dengan penentuan alat kontrasepsi yang akan mereka gunakan. Kebingunan dari ibu postpartum mencerminkan kurangnya pengetahuan yang dimilliki oleh ibu postpartum, sehingga konseling perlu diberikan pada masa ini. Konseling merupakan media penyampaian informasi tentang alat kontrasepsi efektif pada periode postpartum yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan ibu postpartum. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Anya et al. (2008) yang menyebutkan bahwa penyampaian informasi yang tepat dapat meningkatkan pengetahuan ibu dengan melalui konseling. Nobili et al. (2007) juga melakukan penelitian di Milan menyebutkan bahwa dengan melakukan konseling dapat meningkatkan pengetahuan. Penggunaan kontrasepsi erat kaitannya dengan pengetahuan yang dimiliki oleh ibu postpartum. Pengetahuan tersebut berpengaruh kepada pemakaian metode kontrasepsi yang tepat dan efektif. Hal ini dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Basri (2009) menyebutkan bahwa pemberian konseling pada periode postpartum dapat meningkatkan pengetahuan ibu serta mempengaruhi penggunaan alat kontrasepsi dalam 12 minggu pertama setelah melahirkan. Saeed et al. (2008) melakukan penelitian di Pakistan dan didapatkan hasil bahwa kelompok yang mendapatkan konseling lebih tinggi menggunakan kontrasepsi dibandingkan dengan kelompok yang tidak konseling setelah 8-12 minggu postpartum. Jenis kontrasepsi yang digunakan pada kelompok konseling terdiri dari pil, injeksi, Intra Uterine Contraception Devices (IUCD), kondom dan tubektomi. Sedangkan pada kelompok tidak konseling lebih banyak menggunakan kontrasepsi senggama terputus dan
4 4 kondom serta masih terdapat yang tidak menggunakan kontrasepsi. Penelitian yang dilakukan oleh Ustun et al. (2006) di Turki mengenai efek konseling postpartum terhadap penggunaan kontrasepsi postpartum, mendapatkan hasil bahwa dari 143 orang responden yang diberi konseling, mayoritas ibu postpartum menggunakan metode kontrasepsi tradisional, metode efektif lebih sedikit serta masih ada responden yang tidak menggunakan kontrasepsi. Konseling merupakan salah satu cara pendekatan dalam menyampaikan pendidikan kesehatan untuk menolong individu. Konseling adalah merupakan bentuk komunikasi interpersonal yang khusus, yaitu suatu pemberian bantuan yang dilakukan kepada orang lain dalam membuat suatu keputusan atau memecahkan suatu masalah melalui pemahaman terhadap klien meliputi fakta-fakta, harapan, kebutuhan dan perasaan-perasaan klien (Badan Kependudukan dan Keluarga Berancana Nasional, 2011). Konseling merupakan aspek yang sangat penting dalam pelayanan keluarga berancana. Studi kualitatif yang dilakukan oleh Dehlendorf et al. (2013) menyebutkan banyak pasien berkeinginan agar provider kontrasepsi terlibat aktif selama proses memilih metode kontrasepsi, nilai kedekatan provider selama konseling sangat berarti dalam rangka mengakomodasi pengalaman dan keinginan pasien. Melakukan konseling berarti petugas membantu klien dalam memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi yang akan digunakan sesuai dengan pilihannya (Sulistyawati, 2011). Seringkali konseling diabaikan dan tidak dilaksanakan dengan baik karena petugas tidak mempunyai waktu dan tidak menyadari pentingnya konseling (Saifuddin, 2010). Hasil penelitian Adegbola et al. (2009) menunjukkan
5 5 konseling keluarga berancana pada periode postpartum yang diberikan oleh dokter dan perawat dapat meningkatkan keinginan untuk menggunakan kontrasepsi. Salah satu indikator utama dari kualitas pelayanan KB adalah pemberian konseling yang berkualitas kepada ibu postpartum sebagai calon akseptor KB yang menghasilkan informed choice, hal tersebut hanya dapat diperoleh melalui konseling yang baik, lengkap dan dapat menggunakan media komunikasi serta pemberian informasi standar. Adapun informasi standar tersebut adalah: informasi tentang kontraindikasi, risiko dan manfaat dari masing-masing alat/cara/metode kontrasepsi, informasi tentang cara menggunakan kontrasepsi dan efek samping yang mungkin timbul serta bagaimana cara mengatasi efek samping tersebut dan informasi tentang apa yang dapat klien harapkan dari pelayanan petugas KB, seperti nasehat, dukungan, ketersediaan dan rujukan ke tempat pelayanan lainnya jika diperlukan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Widaningsih (2007) yang menyebutkan ada hubungan antara pemberian informasi dengan pemilihan metode atau alat kontrasepsi rasional. Hasil penelitian tersebut berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Dwiyanto (2009) yang menyebutkan bahwa penggunaan kontrasepsi pil, suntik, IUD dan implant diantara yang memperoleh informed choice dan yang tidak memperoleh informed choice tidak terdapat perbedaan yang bermakna terhadap keberlangsungan penggunaan kontrasepsi. Setiap pelayanan profesi yang diberikan apapun itu jenisnya, harus selalu memberi kesempatan untuk memilih (informed choice) dan memberikan persetujuan (informed consent). Dalam pelayanan KB hal ini tetap berlaku karena tenaga
6 6 kesehatan harus menjelaskan keuntungan dan kerugian setiap jenis alat kontrasepsi dengan jujur dan netral, tidak memaksakan suatu metode kontrasepsi tertentu. Mengingat bahwa belum ada satu metode kontrasepsi yang aman dan efektif 100% maka dengan melakukan informed choice dan informed consent selain merupakan perlindungan bagi tenaga kesehatan sebagai provider juga membantu dampak rasa aman dan nyaman bagi pasien sebagai penerima jasa. Faktor pendukung pelaksanaan konseling salah satunya adalah faktor materi dan media (Badan Kependudukan dan Keluarga Berancana Nasional, 2001). Informasi yang disampaikan oleh petugas konseling harus jelas, dapat dimengerti, serta terkait dengan masalah masalah yang sedang dihadapi klien. Di samping itu untuk memudahkan dalam hal penyampaian materi konseling, petugas sebaiknya menggunakan alat bantu dalam proses konseling. Penelitian ini menggunakan beberapa alat bantu yaitu video, leafleat dan alat bantu pengambilan keputusan ber- KB berupa lembar balik (Flifchart). Video adalah media elektronik yang komplit, dimana dapat menstimulus indera penglihatan dan pendengaran (Audiovisual). Lopez et al. (2013) melakukan review salah satu penelitian menyebutkan alat bantu audiovisual bekerja lebih baik dari pada persentasi lisan. Semakin banyak indera yang digunakan untuk menerima pesan, maka akan semakin banyak dan jelas pula pengetahuan yang diperoleh. Pengetahuan lebih banyak diperoleh oleh manusia melalui penglihatan yaitu sebanyak 75% (Notoatmodjo, 2007). Media leafleat juga digunakan dalam penelitian ini karena leafleat adalah merupakan alat peraga cetak yang sederhana mudah dipahami, menarik karena terdiri dari tulisan singkat dan
7 7 bergambar serta mudah dibawa. Pemberian konseling dengan menggunakan media leafleat dapat membantu meningkatkan pengetahuan ibu postpartum tentang alat kontrasepsi (Saeed et al., 2008). Suryani (2012) menyebutkan bahwa konseling yang diberikan sesuai standar menggunakan leafleat nilai rerata sebesar 1,51 sedangkan ibu yang diberi konseling yang tidak sesuai standar tanpa leafleat nilai rerata adalah 0,45. Hal ini menunjukkan metode konseling yang menggunakan leafleat efektif untuk meningkatkan pengetahuan ibu hamil. WHO telah mengembangkan Alat Bantu Pengambilan Keputusan (ABPK) berupa lembar balik (Flifchart) dan telah diadaptasi untuk Indonesia yang digunakan dalam proses konseling kontrasepsi. ABPK ber-kb (Flifchart) ini tidak hanya berisi informasi mutakhir kontrasepsi namun juga standar proses dan langkah konseling KB yang berlandaskan pada hak klien KB, sehingga flifchart atau ABPK ini memudahkan provider dalam menjelaskan materi konseling agar lebih optimal. Pemilihan dan penggunakan kontrasepsi tidak bisa lepas dari peran suami. Hal ini dibuktikan oleh hasil penelitian Warda (2011) yang menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara peran suami dengan pemilihan alat kontrasepsi. Keputusan mengikuti program KB harus mendapatkan persetujuan dari suami, karena suami dianggap sebagai kepala keluarga, pencari nafkah. Alasan ibu tidak menggunakan kontrasepsi postpartum adalah berhubungan dengan suami yaitu sebesar 33,2% (Gutierrez et al., 2003). Oleh karena itu perlu adanya kesamaan informasi tentang alat KB pada pasangan, dengan harapan terjadi diskusi suami dan isteri sebelum
8 8 memutuskan jenis kontrasepsi yang akan digunakan. Informasi tentang alat kontrasepsi bisa didapatkan melalui konseling. Di Indonesia berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 memperlihatkan bahwa hampir semua responden pernah mendengar suatu metode/cara kontrasepsi (99%), namun ada kesenjangan diantara metode kontrasepsi tersebut. Pil KB dan suntik KB merupakan metode kontrasepsi yang paling dikenal oleh responden dengan persentasi masing masing sebesar 97% dan 98%. Sementara itu wanita kawin yang tahu tentang Metode Amenorea Laktasi (MAL) yaitu cara KB dengan memberikan ASI eksklusif hanya 20% (Badan Kependudukan Keluarga Berancana Nasional, 2011). Studi pendahuluan yang dilakukan di Badan Kependudukan dan Keluarga Berancana Nasional (BKKBN) Propinsi Kalimantan Selatan terdapat 781,047 pasangan usia subur (PUS) pada tahun Dari PUS tersebut 586,563 (75%) mengikuti keluarga berancana. Berdasarkan laporan pengendalian lapangan kondisi bulan Agustus 2013 terdapat 793,796 PUS, pasangan usia subur yang mengikuti KB 625,168 (78,78%). Peserta KB baru metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) sebesar 10,81% dan non MKJP sebesar 89,19%. Metode kontrasepsi jangka panjang meliputi Intra Uterine Device (IUD), Metode Operasi Wanita (MOW), dan Metode Operasi Pria (MOP) dan implan, sedangkan metode kontrasepsi jangka pendek (Non MKJP) adalah suntik, pil, dan kondom. Persentasi masing masing jenis kontrasepsi terdapat kesenjangan yang cukup jauh yaitu IUD (1,85%), MOW (1,19%), MOP (0,38%), Implan (7,38%), kondom (2,16%), suntik (36,22%) dan pil (50,82%).
9 9 Hasil observasi di rumah sakit umum Ulin Banjarmasin diruangan nifas, pendidikan kesehatan sudah dilaksanakan bersama mahasiswa yang praktik di ruangan tersebut. Pendidikan kesehatan yang diberikan melalui pendekatan pada kelompok ibu postpartum. Pemberian informasi kontrasepsi melalui konseling yang ideal seperti dilaksanakan di ruangan khusus, sesuai langkah-langkah konseling, menggunakan media seperti leafleat, dan melibatkan suami belum dilakukan. Ibu postpartum ketika akan pulang hanya dimotivasi dengan mengingatkan ibu untuk mengikuti program keluarga berancana sebelum masa nifasnya berakhir tanpa dikenalkan jenis-jenis kontrasepsi yang telah tersedia sesuai dengan kondisi ibu postpartum. B. Perumusan Masalah Ibu postpartum tidak segera menggunakan kontrasepsi karena masih merasa bingung dengan penentuan alat kontrasepsi yang akan mereka gunakan, sehingga pemberian informasi tentang pilihan metode atau cara kontrasepsi perlu diberikan pada masa ini. Konseling sering diabaikan, padahal penelitian menunjukkan bahwa pemberian konseling pada periode postpartum dapat meningkatkan pengetahuan ibu serta mempengaruhi penggunaan alat kontrasepsi. Konseling juga mempengaruhi terhadap penggunaan kontrasepsi pada ibu postpartum, seperti penelitian Saeed et al. (2008) di Pakistan didapatkan hasil bahwa kelompok yang mendapatkan konseling seluruhnya menggunakan kontrasepsi efektif seperti pil, injeksi, IUD, kondom dan tubektomi. Hasil yang berbeda dengan penelitian di Turki mengenai efek konseling
10 10 postpartum terhadap penggunaan kontrasepsi postpartum, mayoritas ibu postpartum menggunakan metode tradisional, metode efektif lebih sedikit serta masih ada responden yang tidak menggunakan kontrasepsi. Berdasarkan permasalahan dan fakta-fakta yang diuraikan di atas dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Apakah ada pengaruh pemberian konseling kontrasepsi terhadap pengetahuan, penggunaan metode kontrasepsi efektif pada ibu postpartum dan faktor-faktor lain yang berpengaruh? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Mengetahui pengaruh konseling kontrasepsi terhadap pengetahuan dan penggunaan metode kontrasepsi efektif pada ibu postpartum serta faktor-faktor lain yang dapat berpengaruh. 2. Tujuan khusus a. Mengetahui peningkatan pengetahuan ibu postpartum tentang metode kontrasepsi efektif sebelum dan sesudah perlakukan pada kelompok konseling dan kelompok tidak konseling. b. Mengetahui perbedaan proporsi ibu postpartum yang menggunaan metode kontrasepsi efektif pada kelompok yang mendapatkan konseling dan kelompok yang tidak mendapatkan konseling.
11 11 c. Mengetahui pengaruh faktor umur, pendidikan, status ekonomi, paritas, peran suami dan metode persalinan terhadap pengetahuan dan penggunaan metode kontrasepsi efektif pada ibu postpartum. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis a. Memberikan informasi ilmiah tentang pengaruh pemberian konseling terhadap pengetahuan dan penggunaan alat kontrasepsi pada ibu postpartum serta faktor lain yang dapat berpengaruh. b. Sebagai bahan pertimbangan penelitian selanjutnya, dengan topik yang relevan. 2. Manfaat praktis Memberikan masukan yang berguna bagi pembuat kebijakan dan petugas kesehatan akan pentingnya pemberian konseling kontasepsi pada ibu postpartum dan memperhatikan media yang digunakan. 3. Manfaat bagi peneliti Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman, daya analisis dan kemampuan dalam mengaplikasikan metodologi penelitian.
12 12 E. Keaslian Penelitian Penelitian yang mendukung penelitian ini, diantaranya adalah: 1. Schwandt, H.M., et al. (2013) melakukan penelitian dengan judul Group Versus Individual Family Planning Counseling In Ghana dengan desain randomized non inferiority. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan perubahan pengetahuan metode kontrasepsi pada kelompok konseling bergroup dan kelompok konseling individu, serta untuk melihat perubahan dalam penggunaan metode kontrasepsi sebelum dan sesudah intervensi pada kedua kelompok. Partisipan diacak menjadi kelompok intervensi konseling berkelompok dan kelompok intervensi konseling individu. Jumlah anggota kelompok konseling berkelompok terdiri dari 2-5 orang rata-rata 4 orang. Rata-rata durasi sesi konseling individu adalah 14 menit, sementara durasi rata-rata konseling berkelompok mempertimbangkan jumlah anggota. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pada kedua kelompok (individu dan kelompok) terdapat peningkatan pengetahuan. Namun tidak ada perbedaan peningkatan pengetahuan yang signifikan pada kedua kelompok partisipan (individu 3,95 dengan 95% CI; 3,68 dan kelompok 3,68 dengan 95% CI; 3,39). Dan tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap niat untuk menggunakan kontrasepsi pada kedua kelompok. Konseling kontrasepsi kelompok sama efektifnya dalam meningkatkan pengetahuan kontrasepsi modern diantara pasien ginekologi di Ghana. 2. Lopez et al. (2013) melakukan review penelitian yang berjudul Strategi for Communicating Contraceptive Effectiveness. Tujuan dari review adalah untuk
13 13 membandingkan semua percobaan random strategi untuk mengkomunikasikan kontrasepsi efektif dalam mencegah kehamilan. Pencarian dilakukan dan didapatkan 7 penelitian yang memenuhi kriteria dan total 4526 wanita. Hasil review beberapa penelitian ini menyebutkan provider pelayanan kesehatan secara rutin mengkomunikasikan informasi kontrasepsi kepada pasien mereka. Karena banyak jenis intervensi yang dilakukan, maka tidak bisa menyimpulkan secara keseluruhan bantuan/intervensi terbaik apa yang dapat membantu memilih metode kontrasepsi. Penelitian lain menyebutkan bahwa alat bantu audiovisual bekerja lebih baik dari pada persentasi lisan biasa oleh dokter. Salah satu uji coba menunjukkan bahwa program konseling yang ditingkatkan menyebabkan lebih banyak perempuan memilih metode strelisasi atau metode kontrasepsi modern. 3. Lee, J.K., et al. (2011) melakukan penelitian yang berjudul The Impact Of Contraceptive Counseling In Primary Care On Contraceptive Use. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi hubungan antara konseling kontrasepsi yang diberikan oleh dokter primary care terhadap penggunaan kontrasepsi oleh pasien. Penelitian ini merupakan hasil survey pada wanita usia tahun yang berkunjung pada salah satu dari empat klinik primary care di Pannsylvania Barat. Hasilnya 50% perempuan membutuhkan konseling kontrasepsi pada saat kunjungan. Mereka yang menerima konseling kontrasepsi dari provider dilaporkan lebih memungkinkan peningkatan penggunaan kontrasepsi hormonal (OR 3,83 CI:2,25-6,52). Peningkatan pelayanan konseling kontrasepsi di primary care memungkinkan untuk mengurangi kehamilan yang tidak diinginkan.
14 14 4. Basri, S.W.S. (2009) melakukan penelitian mengenai pengaruh konseling postpartum terhadap penggunaan alat kontrasepsi di kota Tebing Tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konseling postpartum terhadap penggunaan alat kontrasepsi dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi penggunaan alat kontrasepsi di kota Tebing Tinggi. Metode penelitian ini adalah kuasi eksperimen (quasi experimental) dengan desain non-randomized pretestposttest group design. Analisis multivariabel menunjukkan bahwa proporsi ibu postpartum yang menggunakan alat kontrasepsi pada kelompok konseling lebih tinggi bila dibandingkan dengan kelompok tidak konseling (RP= 1,49 95%CI=1,03-2,17). Faktor lain yang mempengaruhi penggunaan kontrasepsi adalah umur ibu, paritas dan status ekonomi, sedangkan faktor pendidikan ibu menunjukkan pendidikan tinggi tidak mempengaruhi penggunaan alat kontrasepsi pada periode postpartum. 5. Sriwenda, D. (2009) melakukan penelitian yang berjudul Peran Konseling Kontrasepsi Postpartum Terhadap Partisipasi Pria Dalam Kontrasepsi Di Rumah Sakit Khusus Ibu Dan Anak Kota Bandung. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui peran konseling kontrasepsi postpartum terhadap partisipasi pria dalam menggunakan kontrasepsi dan faktor lain yang dominan mempengaruhi partisipasi pria dalam kontrasepsi. Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen jenis posttest only control group design. Kelompok perlakuan adalah kelompok yang diberikan konseling pada suami dan isteri, sedangkan kelompok kontrol diberikan konseling hanya pada isteri. Konseling diberikan sebelum
15 15 pasien pulang (antara hari 1-3 postpartum) dan dilakukan follow up pada hari ke 45. Hasil penelitian menunjukkan konseling kontrasepsi postpartum pada suami isteri memiliki hubungan bermakna secara statistik dan praktik dengan partisipasi pria dalam penggunaan kontrasepsi dengan RR 1,71 dengan CI 1,35-2, Saeed et al. (2008) melakukan penelitian yang berjudul Change in trend of Contraceptive Uptake-effect of educational leafleats and counseling. Penelitian ini dilakukan Pakistan. Rancangan penelitian ini menggunakan rendomisasi pada 600 wanita yang dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok A diberikan intervensi konseling dan pemberian leafleat pada ibu setelah bersalin. Kelompok B tidak diberikan intervensi berupa konseling. Setelah intervensi dilakukan, kemudian setelah 8-12 minggu setelah melahirkan ibu ditanya kembali jenis kontrasepsi yang digunakan. Kelompok A menunjukkan perbedaan hasil yang signifikan bahwa 56,9% segera menggunakan kontrasepsi dan 43,1% memutuskan menggunakan kontrasepsi 6 bulan kemudian. Sedangkan pada kelompok B terdapat 6,3% mulai menggunakan kontrasepsi, 50,8% memutuskan untuk memulai menggunakan kontrasepsi 6 bulan kemudian, dan 42,8% tidak mempunyai keputusan. Jenis kontrasepsi yang digunakan pada kelompok A adalah pil 37,1%, suntikan 2%, Intra Uterine Contraceptive Device (IUCD) 23,7%, kondom 29,1% dan tubektomi 8,1%. Sedangkan pada kelompok B kontrasepsi yang digunakan coitus intruptus 20,6%, pil 6,3%, suntikan 7,3%, IUCD 3,4%, kondom 18,3%, tubektomi 1,3% dan 42,8% tidak menggunakan kontrasepsi.
16 16 7. Ustun et al. (2006) melakukan penelitian di Turki dengan memberikan konseling pada ibu postpartum dengan menggunakan standar konseling yang dimiliki. Setelah dilakukan konseling ibu postpartum akan menggunakan alat kontrasepsi Intra Uterine Device (IUD) 47 orang (32,9%), kondom 23 orang (16,1%), suntikan progestin 16 orang (11,2%), pil 7 orang (4,9%), senggama terputus 7 orang (4,9%), norplant 6 orang, kondom dan senggama terputus 1 orang dan 36 orang (25,2%) memutuskan tidak menggunakan kontrasepsi. Lima bulan kemudian dilakukan ditanyakan kembali melalui telepon dan dijumpai bahwa mayoritas ibu postpartum menggunakan metode sederhana dan menggunakan metode efektif lebih sedikit. Alat kontrasepsi yang digunakan terdiri dari kondom 45 orang (31,5%), senggama terputus 51 orang (35,7%), IUD 14 orang (9,7%), kondom dan senggama terputus 9 orang (6,3%), norplant 5 orang (3,5%), pil 2 orang (1,4%), spermisida 1 orang (0,7%) dan terdapat 16 orang (11,2%) tidak menggunakan kontrasepsi. Penelitian yang akan dilakukan tentang pengaruh konseling kontrasepsi terhadap pengetahuan dan penggunaan metode kontrasepsi efektif pada ibu postpartum di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ulin Banjarmasin, jadi perbedaan dengan penelitian penelitian sebelumnya adalah terletak pada variabel penelitian, sampel penelitian, media penyampaian informasi, waktu dan tempat peneliti.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization merekomendasikan untuk mengatur jarak kehamilan minimal 24 bulan dari persalinan sebelumnya supaya dapat menurunkan risiko kematian maupun
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. yang muncul di seluruh dunia, di samping isu tentang global warning, keterpurukan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk merupakan salah satu permasalahan global yang muncul di seluruh dunia, di samping isu tentang global warning, keterpurukan ekonomi, masalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jumlah anak dalam keluarga (WHO, 2009). Program KB tidak hanya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga Berencana (KB) merupakan tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk mendapatkan objektif tertentu, menghindari kelahiran yang tidak diinginkan,
Lebih terperincipemakaian untuk suatu cara kontrasepsi adalah sebesar 61,4% dan 11% diantaranya adalah pemakai MKJP, yakni IUD (4,2 %), implant (2,8%), Medis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki jumlah penduduk cukup padat. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia adalah 237.556.363
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga berencana merupakan upaya untuk mengatur jumlah anak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Keluarga berencana merupakan upaya untuk mengatur jumlah anak atau mengatur jarak kelahiran anak serta dapat menanggulangi masalah kemandulan, selain itu keluarga
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Sensus Penduduk tahun 2010 sebesar 237,6 juta jiwa dengan laju
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sensus Penduduk tahun 2010 sebesar 237,6 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk (LPP) 1,49% per tahun. Jika laju pertumbuhan tidak ditekan maka jumlah penduduk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Permasalahan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Permasalahan Indonesia dengan perkiraan jumlah penduduk sebanyak 252 juta jiwa pada tahun 2014 menempati peringkat keempat dunia sebagai negara dengan jumlah populasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lepas dari berbagai masalah kependudukan. Masalah di bidang. Indonesia sebesar 1,49% per tahun.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang tidak lepas dari berbagai masalah kependudukan. Masalah di bidang kependudukan yang dihadapi Indonesia adalah jumlah
Lebih terperinciSiti Amallia 1, Rahmalia Afriyani 2, Yuni Permata Sari 3 1,2,3 STIK Siti Khadijah Palembang.
PENGARUH KONSELING KONTRASEPSI HORMONAL TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN AKSEPTOR KELUARGA BERENCANA PASCA PERSALINAN DI WILAYAH KERJA BIDAN PRAKTIK MANDIRI LISMARINI PALEMBANG Siti Amallia 1, Rahmalia Afriyani
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Masalah utama yang dihadapi Indonesia adalah di bidang kependudukan yaitu
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah utama yang dihadapi Indonesia adalah di bidang kependudukan yaitu semakin meningkatnya jumlah penduduk dari tahun ketahun. Jumlah penduduk Indonesia dari tahun
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. keadaan stagnan yang ditandai dengan tidak meningkatnya beberapa indikator
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program Pelayanan Keluarga Berencana (KB) di Indonesia mengalami suatu keadaan stagnan yang ditandai dengan tidak meningkatnya beberapa indikator pelayanan KB yaitu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sebab apapun yang berkaitan atau memperberat kehamilan diluar kecelakaan. Angka
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kematian ibu adalah kematian wanita dalam masa kehamilan atau dalam waktu 42 hari setelah pemberhentian kehamilan tanpa memandang usia dan tempat kehamilan, oleh sebab
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. bahwa angka kematian ibu (AKI) di Indonesia di tahun 2012 mengalami kenaikan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kematian dan kesakitan pada ibu hamil dan bersalin serta bayi baru lahir sejak lama telah menjadi masalah, khususnya di negara berkembang (Saifuddin, 2005). Berdasarkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kependudukan. Sejak 2004, program keluarga berencana (KB) dinilai berjalan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya angka kelahiran di Indonesia masih menjadi masalah utama dalam kependudukan. Sejak 2004, program keluarga berencana (KB) dinilai berjalan lamban, hingga
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kontrasepsi 2.1.1 Definisi Kontrasepsi berasal dari kata kontra yang berarti mencegah dan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur dan sel sperma yang mengakibatkan kehamilan.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga Berencana merupakan upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. metode kontrasepsi tersebut adalah Intra Uterine Device (IUD), implant, kondom, suntik, metode operatif untuk wanita (MOW), metode
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontrasepsi merupakan salah satu upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Upaya itu dapat bersifat sementara, dapat pula bersifat permanen. Pada saat ini telah banyak
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. lebih besar menempatkan ibu pada risiko kematian (akibat kehamilan dan persalinan)
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontrasepsi modern memainkan peranan penting untuk menurunkan kehamilan yang tidak diinginkan yang merupakan salah satu penyebab terjadinya kematian ibu. Kehamilan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan berbagai jenis masalah. Masalah utama di Indonesia dalam bidang kependudukan adalah masih tingginya pertumbuhan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. petugas membantu dalam memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi yang akan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konseling merupakan aspek yang sangat penting dalam pelayanan Keluarga Berencana (KB) dan kesehatan reproduksi. Dengan melakukan konseling berarti petugas membantu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penurunan karena kematian. Crude Birth Rate (CBR) turun dari sekitar 21 per
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Hasil proyeksi menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia selama dua puluh lima tahun mendatang terus meningkat yaitu dari 205,1
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. setelah Amerika, China, dan India. Jumlah penduduk Indonesia dari hasil Sensus
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia berada di urutan ke empat dengan penduduk terbesar di dunia setelah Amerika, China, dan India. Jumlah penduduk Indonesia dari hasil Sensus 2016 mencapai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) dengan. variabel yang mempengaruhi fertilitas (Wiknjosastro, 2009).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara keempat terbesar penduduknya di dunia dengan lebih dari 253 juta jiwa (BPS, 2014). Fertilitas atau kelahiran adalah salah satu faktor
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dalam mencapai target MDGs (Millennium Development Goals), termasuk negara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak negara di berbagai belahan dunia telah berkomitmen secara serius dalam mencapai target MDGs (Millennium Development Goals), termasuk negara Indonesia sampai
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dihasilkan dalam International Conference of Population Development (ICPD) Cairo
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan lingkungan strategis baik nasional, regional maupun internasional, telah memberi pengaruh pada program keluarga berencana nasional di Indonesia. Perubahan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kualitas pelayanan kesehatan. Kematian ibu masih merupakan masalah besar yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Angka kematian merupakan barometer status kesehatan, terutama kematian ibu dan kematian bayi. Tingginya angka kematian tersebut menunjukkan rendahnya kualitas pelayanan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Angka pertumbuhan penduduk yang tinggi merupakan salah satu masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka pertumbuhan penduduk yang tinggi merupakan salah satu masalah kependudukan yang masih terjadi di Indonesia. Indonesia berada di urutan keempat negara dengan jumlah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendekatan pengendalian populasi dan penurunan fertilitas menjadi kearah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Melalui kesepakatan International Conference on Population and Development (ICPD) tahun 1994 terjadi perubahan paradigma baru Program Keluarga Berencana Nasional (KBN).
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. jiwa. Menurut data Badan Pusat Statistik sosial didapatkan laju pertumbuhan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dari tahun ke tahun jumlah penduduk Indonesia terus meningkat. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 adalah 237,6 juta jiwa. Menurut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Jumlah AKI
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah kependudukan di Indonesia salah satunya adalah tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Jumlah AKI Indonesia tahun 2007 sebesar 228
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organisation) expert Committe 1970 :
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut WHO (World Health Organisation) expert Committe 1970 : keluarga berencana adalah tindakan yang membantu pasangan suami istri untuk menghindari kehamilan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (International Conference on Population and Development) tanggal 5 sampai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan (International Conference on Population and Development) tanggal 5 sampai 13 September 1994 di
Lebih terperinciPENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN KB VASEKTOMI TERHADAP PENGETAHUAN SUAMI DI DESA SOCOKANGSI KECAMATAN JATINOM KABUPATEN KLATEN
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN KB VASEKTOMI TERHADAP PENGETAHUAN SUAMI DI DESA SOCOKANGSI KECAMATAN JATINOM KABUPATEN KLATEN SKRIPSI Diajukan UntukMemenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat Sarjana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ledakan penduduk merupakan masalah yang belum terselesaikan sampai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ledakan penduduk merupakan masalah yang belum terselesaikan sampai saat ini, pertumbuhan penduduk yang cepat terjadi akibat dari tingginya angka laju pertumbuhan penduduk.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia semakin nyata. Menurut World Population Data Sheet 2013, Indonesia
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kependudukan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara termasuk Indonesia. Di Indonesia masalah utama yang dihadapi di bidang kependudukan adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang mendapat perhatian dan pembahasan yang serius dari ahli
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, masalah kependudukan merupakan masalah penting yang mendapat perhatian dan pembahasan yang serius dari ahli kependudukan, baik di Indonesia maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. miliar jiwa. Cina menempati urutan pertama dengan jumlah populasi 1,357 miliar
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya laju pertumbuhan penduduk dan kurang seimbangnya penyebaran dan struktur umur penduduk merupakan masalah utama yang sedang dihadapi negaranegara berkembang.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN jiwa, 2009 sebanyak jiwa, dan tahun sebanyak jiwa (KepMenKes, 2011).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi merupakan masalah yang harus ditanggulangi karena pertumbuhan penduduk di Indonesia meningkat dengan cepat. Pada tahun 2008 jumlah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. utama yang dihadapi Indonesia. Dinamika laju pertumbuhan penduduk di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya pertumbuhan penduduk di Indonesia merupakan masalah utama yang dihadapi Indonesia. Dinamika laju pertumbuhan penduduk di Indonesia saat ini cukup tinggi.
Lebih terperinciUpaya meningkatkan pelayanan KB diusahakan dengan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keluarga Berencana (KB) Menurut WHO pengertian keluarga berencana adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk mendapatkan objektif tertentu, menghindari
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Juli 2013 mencapai 7,2 miliar jiwa, dan akan naik menjadi 8,1 miliar jiwa pada tahun
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju pertumbuhan penduduk dunia pada tahun 2013 mengalami peningkatan lebih tinggi dari perkiraan dua tahun yang lalu. Jumlah penduduk dunia pada bulan Juli 2013 mencapai
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dirasakan mengalami kemunduruan. Setelah program KB digalakkan pada tahun
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak era reformasi digulirkan, program Keluarga Berencana (KB) dirasakan mengalami kemunduruan. Setelah program KB digalakkan pada tahun 1967 telah terjadi penurunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan hasil kesepakan International Conference On Population and
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program Keluarga Berencana merupakan program yang mendunia, hal ini sejalan dengan hasil kesepakan International Conference On Population and Development (ICPD) yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keluarga Berencana (KB). Progam KB yang baru didalam paradigma ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak masalah kependudukan dan belum bisa teratasi hingga saat ini. Hasil sensus Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Angka Kematian Bayi (AKB) yang masih cukup tinggi di Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam mendukung upaya penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) yang masih cukup tinggi di Indonesia dibandingkan Negara ASEAN, kesepakatan global
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Perbandingan karakteristik...,cicik Zehan Farahwati, FKM UI, 2009
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program Keluarga Berencana (KB) berpotensi meningkatkan status kesehatan wanita dan menyelamatkan kehidupannya. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara memungkinkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memungkinkan wanita untuk merencanakan kehamilan sedemikian rupa sebagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program Keluarga Berencana (KB) berpotensi meningkatkan status kesehatan wanita dan menyelamatkan kehidupannya. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara memungkinkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. yang digunakan dengan jangka panjang, yang meliputi IUD, implant dan kontrasepsi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Alat kontrasepsi jangka panjang (MKJP) adalah alat kontrasepsi yang digunakan untuk menunda, menjarangkan kehamilan, serta menghentikan kesuburan, yang digunakan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan nasional (Prawirohardjo, 2007). Berdasarkan data
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih memiliki kualitas penduduk yang sangat rendah dengan ditandai terhambatnya pelaksanaan pembangunan nasional (Prawirohardjo,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kepentingan anggota keluarganya. Pada umumnya, apabila hal tersebut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari keluarga seringkali dihadapkan pada masalah pengambilan keputusan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan anggota keluarganya.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. penduduk Indonesia sebanyak jiwa dan diproyeksikan bahwa jumlah ini
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia termasuk salah satu negara sedang berkembang yang tidak luput dari masalah kependudukan. Berdasarkan data hasil Sensus Penduduk tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Visi Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas. Keluarga yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Visi Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas. Keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masalah utama yang sedang dihadapi negara-negara yang sedang berkembang termasuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah utama yang sedang dihadapi negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia adalah masih tingginya laju pertumbuhan penduduk dan kurang seimbangnya penyebaran
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. besar. AKI menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 yaitu
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kematian dan kesakitan ibu di Indonesia masih merupakan masalah besar. AKI menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 yaitu 228 per 100.000
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan hingga saat ini juga masih mengalami hambatan hambatan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meskipun program KB dinyatakan cukup berhasil di Indonesia, namun dalam pelaksanaan hingga saat ini juga masih mengalami hambatan hambatan. Dari hasil penelitian diketahui
Lebih terperinciGAMBARAN KELUARGA BERENCANA DAN KESEHATAN REPRODUKSI DI PROPINSI BENGKULU TAHUN 2007 (SURVEI DEMOGRAFI KESEHATAN INDONESIA 2007)
GAMBARAN KELUARGA BERENCANA DAN KESEHATAN REPRODUKSI DI PROPINSI BENGKULU TAHUN 2007 (SURVEI DEMOGRAFI KESEHATAN INDONESIA 2007) I. Pendahuluan Propinsi Bengkulu telah berhasil melaksanakan Program Keluarga
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. diharapkan. Peningkatan partisipasi pria dalam KB dan kesehatan reproduksi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Partisipasi pria menjadi salah satu faktor dalam menyukseskan program Keluarga Berencana (KB). Sebaik apa pun program yang dilakukan pemerintah tetapi tanpa peran
Lebih terperinci1. BAB I PENDAHULUAN
1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan jumlah penduduk di Provinsi Bali dari periode ke periode, selalu mengalami peningkatan. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 1971 jumlah penduduk
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara ke-5 di dunia dengan jumlah penduduk
2 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara ke-5 di dunia dengan jumlah penduduk terbanyak yaitu 249 juta. Dengan Angka Fertilitas atau Total Fertelitity Rate (TFR) 2,6, Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masalah kependudukan di Indonesia merupakan salah satu masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kependudukan di Indonesia merupakan salah satu masalah serius yang perlu mendapat perhatian khusus dari semua pihak. Tidak hanya pemerintah, masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masalah kepadatan kependudukan di Indonesia merupakan salah satu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kepadatan kependudukan di Indonesia merupakan salah satu masalah serius yang perlu mendapatkan perhatian khusus dari semua pihak. Tidak hanya pemerintah, masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk merupakan salah satu masalah besar. berkembang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk merupakan salah satu masalah besar yang dihadapi oleh semua negara baik negara maju maupun negara berkembang. Indonesia merupakan salah satu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah umum dibidang kesehatan dan kependudukan sebagai mana diungkapkan Sunarto (2004), adalah masih tingginya kematian ibu dan bayi, jumlah penduduk yang besar dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah pengendalian tingkat kelahiran dan usaha penurunan tingkat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah utama yang dihadapi Indonesia di bidang kependudukan adalah pengendalian tingkat kelahiran dan usaha penurunan tingkat pertambahan penduduk yang demikian telah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan keluarga berencana (KB) telah dipromosikan menjadi bagian dari kesehatan reproduksi sejak International
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan keluarga berencana (KB) telah dipromosikan menjadi bagian dari kesehatan reproduksi sejak International Conference on Population and Development (ICPD) 1994.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, 2009).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah utama yang sedang dihadapi negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia adalah masih tingginya laju pertumbuhan penduduk dan kurang seimbangnya penyebaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air susu ibu (ASI) merupakan makanan paling ideal baik secara fisiologis maupun biologis untuk diberikan bayi di awal kehidupannya (Almatsier, 2004). Keuntungan ASI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menempati posisi keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat, dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang dilihat dari jumlah penduduknya menempati posisi keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat, dengan laju pertumbuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penghambat pengeluaran folicel stimulating hormon dan leitenizing hormon. sehingga proses konsepsi terhambat (Manuaba, 2002).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontrasepsi hormonal adalah alat atau obat kontrasepsi yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kehamilan dimana bahan bakunya mengandung preparat estrogen dan progesteron,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Peran Keluarga Berencana dalam Kesehatan Reproduksi adalah. untuk menunjang tercapainya kesehatan ibu dan bayi, karena kehamilan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran Keluarga Berencana dalam Kesehatan Reproduksi adalah untuk menunjang tercapainya kesehatan ibu dan bayi, karena kehamilan yang diinginkan dan berlangsung dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bidang kependudukan. Pertumbuhan penduduk yang masih tinggi. disebabkan tingkat kelahiran masih lebih tinggi dibandingkan tingkat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk yang besar, tingkat pertumbuhannya yang masih tinggi, dan penyebaran antar daerah yang kurang seimbang merupakan ciri penduduk Indonesia dan merupakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. berdasarkan sensus penduduk mencapai 237,6 juta jiwa. keluarga kecil yang sehat dan sejahtera yaitu melalui konsep pengaturan jarak
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya angka kelahiran di Indonesia masih menjadi masalah utama dalam kependudukan. Sejak 2004, program keluarga berencana (KB) dinilai berjalan lamban, hingga
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. (1969) yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak dalam
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program Keluarga Berencana (KB) merupakan bagian program pembangunan nasional di Indonesia yang sudah dimulai sejak masa awal pembangunan lima tahun (1969) yang bertujuan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN berjumlah jiwa meningkat menjadi jiwa di tahun
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan laju pertumbuhan penduduk yang cukup cepat. Berdasarkan penelitian Noya, dkk. (2009), penduduk Indonesia pada tahun 1971 berjumlah
Lebih terperincikeselamatan ibu dan bayi. Upaya menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) perlu didukung upaya untuk mencapai universal coverage pelayanan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir merupakan suatu keadaaan yang fisiologis namun dalam prosesnya terdapat kemungkinan suatu keadaan yang dapat mengancam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kekuatan sosial ekonomi (Rismawati, 2012). mengatur jarak kelahiran atau mengurangi jumlah kelahiran dengan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu pelayanan kesehatan preventif yang utama bagi wanita. Keluarga Berencana menurut WHO (World Health Organization) adalah
Lebih terperinciFAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI KONDOM DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS KASOKANDEL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN
ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI KONDOM DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS KASOKANDEL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2015 Yeti Yuwansyah Penggunaan alat kontrasepsi sangat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan misi Program KB Nasional. Visi KB itu sendiri yaitu Norma Keluarga
BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dijelaskan latar belakang program Keluarga Berencana (KB) dengan menggunakan metode IUD, rumusan masalah yang timbul, tujuan umum dan tujuan khusus penelitian yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah pertumbuhan penduduk yang masih tinggi. Semakin tingginya. pada tahun 2000 menjadi 237,6 juta di tahun 2010 (BKKBN, 2010).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah utama yang dihadapi oleh Indonesia di bidang kependudukan adalah pertumbuhan penduduk yang masih tinggi. Semakin tingginya pertumbuhan penduduk maka semakin
Lebih terperinciMATRIK LAPORAN MINI SURVEI PEMANTAUAN PUS PROVINSI BENGKULU TAHUN 2009
MATRIK LAPORAN MINI SURVEI PEMANTAUAN PUS PROVINSI BENGKULU TAHUN 2009 2.6 terhadap PUS umur terhadap PUS 40-49 Umur 40-49 1 Bengkulu Selatan 2,7 3,8 2 Rejang Lebong 3,6 4,7 3 Bengkulu Utara 3,6 5,3 4
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bayi sebagai upaya untuk menjarangkan jarak kehamilan. terbentuknya keluarga kecil yang berkualitas (BkkbN, 2013)
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-undang nomor 52 tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga, keluarga berencana adalah upaya untuk mewujudkan penduduk tumbuh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adanya permasalahan kependudukan, karena Indonesia merupakan negara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dasar pemikiran lahirnya Keluarga Berencana di Indonesia adalah adanya permasalahan kependudukan, karena Indonesia merupakan negara yang jumlah penduduknya berada pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terhadap bayi premature (lahir muda) makin dapat diselamatkan dari kematian,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk setelah perang dunia kedua sangat cepat meningkat, oleh karena penemuan dalam bidang kesehatan diantaranya usia harapan hidup makin panjang, angka
Lebih terperinciBAB I. termasuk individu anggota keluarga untuk merencanakan kehidupan berkeluarga yang baik
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program Keluarga Berencana Nasional adalah program untuk membantu keluarga termasuk individu anggota keluarga untuk merencanakan kehidupan berkeluarga yang baik sehingga
Lebih terperinciMATRIK LAPORAN MINI SURVEI PEMANTAUAN PUS PROVINSI BENGKULU TAHUN 2009
MATRIK LAPORAN MINI SURVEI PEMANTAUAN PUS PROVINSI BENGKULU TAHUN 2009 2.6 terhadap PUS umur terhadap PUS 40-49 Umur 40-49 1 Bengkulu Selatan 2,7 3,8 2 Rejang Lebong 3,6 4,7 3 Bengkulu Utara 3,6 5,3 4
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak disertai peningkatan kualitas hidupnya. Laporan BKKBN (2008)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk merupakan masalah di suatu negara apabila tidak disertai peningkatan kualitas hidupnya. Laporan BKKBN (2008) menunjukkan pada tahun 2007,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. yang memaparkan tentang ASI eksklusif dan berbagai pilihan jenis
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metode Amenore Laktasi (MAL) adalah salah satu kontrasepsi alami yang menggunakan prinsip menyusui secara eksklusif selama 6 bulan penuh tanpa tambahan makanan dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hal ini dapat dibuktikan dengan melihat negara Amerika Serikat dan Jepang,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk dalam jumlah yang besar sebagai sumber daya manusia merupakan kekuatan pembangunan. Anggapan tersebut mengandung kebenaran bila kondisinya disertai faktor kualitas
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kependudukan yang hingga saat ini belum bisa diatasi. Jumlah penduduk
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang memiliki banyak masalah kependudukan yang hingga saat ini belum bisa diatasi. Jumlah penduduk Indonesia berdasarkan hasil sensus adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menggalakkan program keluarga berencana dengan menggunakan metode
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Masalah kependudukan merupakan masalah yang terus mendapatkan perhatian pemerintah dan lembaga terkait. Pembangunan kependudukan dan keluarga kecil berkualitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara yang dilihat dari jumlah penduduknya ada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang dilihat dari jumlah penduduknya ada pada posisi keempat di dunia, dengan laju pertumbuhan yang masih relative tinggi. Esensi tugas program
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menunggu mendapatkan keturunan dan menunda kehamilan dapat dilakukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap tahun pasangan menikah pada usia subur semakin meningkat. Kecenderungan peningkatan pasangan menikah usia subur akan berdampak pada peningkatan angka kelahiran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berencana Nasional tersebut dapat dilihat pada pelaksanaan Program Making
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program Keluarga Berencana Nasional mempunyai kontribusi penting dalam upaya meningkatkan kualitas penduduk. Kontribusi Program Keluarga Berencana Nasional tersebut
Lebih terperinciDAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... HALAMAN PENGESAHAN... DAFTAR RIWAYAT HIDUP... MOTTO... HALAMAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR...
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... HALAMAN PENGESAHAN... DAFTAR RIWAYAT HIDUP... MOTTO... HALAMAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR SINGKATAN... DAFTAR TABEL... DAFTAR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peningkatan. Realita yang ada saat ini masih banyak masyarakat yang belum bisa
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang penduduknya sangat padat. Hal ini terlihat dari angka kelahiran yang terjadi di setiap tahunnya mengalami peningkatan.
Lebih terperinciTingkat Pengetahuan Wanita Usia Subur Tentang Alat Kontrasepsi IUD di BPRB Bina Sehat Kasihan Bantul
Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia JOURNAL NERS AND MIDWIFERY INDONESIA Tingkat Pengetahuan Wanita Usia Subur Tentang Alat Kontrasepsi IUD di BPRB Bina Sehat Ade Rindiarti 1, Tony Arjuna 2, Nindita Kumalawati
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. besar dan berkualitas serta dikelola dengan baik, akan menjadi aset yang besar dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan sangat berkaitan erat dengan kualitas masyarakat. Penduduk yang besar dan berkualitas serta dikelola dengan baik, akan menjadi aset yang besar dan berharga
Lebih terperincisedang berkembang setelah India. Hasil pencacahan lengkap sensus 2015, penduduk Indonesia berjumlah 254,9 juta jiwa. Menurut proyeksi yang dilakukan
1 Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia termasuk Negara terbesar keempat diantara negara-negara sedang berkembang setelah India. Hasil pencacahan lengkap sensus 2015, penduduk Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kependudukan salah satunya adalah keluarga berencana. Visi program
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepadatan penduduk menjadi masalah pemerintah yang menjadi problem dalam pertumbuhan penduduk. Usaha pemerintah dalam menghadapi kependudukan salah satunya adalah keluarga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dengan berbagai. masalah. Masalah utama yang dihadapi di Indonesia adalah dibidang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dengan berbagai masalah. Masalah utama yang dihadapi di Indonesia adalah dibidang kependudukan yang masih tingginya
Lebih terperinci