Hubungan Kelembagaan Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI Dalam Rangka Pengawasan Hakim di Indonesia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Hubungan Kelembagaan Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI Dalam Rangka Pengawasan Hakim di Indonesia"

Transkripsi

1 Hubungan Kelembagaan Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI Dalam Rangka Pengawasan Hakim di Indonesia Dewi Hannie Handayani P. M. dan Hamid Chalid Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia Abstrak Sejak dilakukan perubahan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Komisi Yudisial Republik Indonesia merupakan dua lembaga yang sama-sama memiliki tujuan penegakkan keadilan di Indonesia melalui pengawasan hakim. Akan tetapi dalam prakteknya, hubungan kelembagaan antara Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Komisi Yudisial Republik Indonesia dalam melakukan pengawasan hakim di Indonesia, menghadapi permasalahan. Skripsi ini bermula dengan memperhatikan dinamika hubungan yang terjadi antara kedua lembaga dalam mengawasi hakim sejak kemunculan Komisi Yudisial Republik Indonesia pada masa reformasi. Penelitian dengan metode yuridis normatif ini, pertama-tama dijelaskan dengan terlebih dahulu memahami mengenai kewenangan dan tugas Mahkamah Agung Republik Indonesia sebagai pengawas hakim secara internal sekaligus menjabarkan kewenangan dan tugas Komisi Yudisial Republik Indonesia mengawasi hakim secara eksternal yang diketahui melalui peraturan perundang-undangan dan berbagai peraturan terkait lainnya. Pemahaman akan kewenangan dan tugas masing-masing lembaga tersebut, akan membantu menemukan keterkaitan kedua lembaga dalam mengawasi hakim di Indonesia. Kata kunci: eksternal; internal; kode etik dan pedoman perilaku hakim; hubungan kelembagaan; pengawasan hakim. Institutional Relationship Between Indonesian Supreme Court and Indonesian Judicial Commission Controlling Indonesian Judges Abstract Since the amandment of the Constitution of 1945, the Indonesian Supreme Court and the Indonesian Judicial Commission are both share the same goals of justice enforcement in Indonesia through the control of judges. However, practicaly the institutional relationship in controlling judges between this two institution, dealing with problems. This thesis begins by observing the dynamics of the relationship between the two institutions in controlling judges since the emergence of Indonesian Judicial Commission on the reform period. This legal study method of thesis, begin with understanding the authority and duties of the Indonesian Supreme Court as an internal control for judges. Also describes the authority and duty of Indonesian Judicial Commission in controlling judges externally through legislation and various other related regulations. An understanding of the authority and duties of each of these institutions, will help find the interconnection between both institutions in controling judges in Indonesia. Keywords:external; internal; judges code of conduct; institutional relationship, controlling judges. I. Pendahuluan

2 Sejak mengemuka ide pembentukan lembaga baru untuk mengawasi hakim pada sidang tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 2001 agenda pembahasan amandemen UUD 1945, 1 hadir Komisi Yudisial RI sebagai lembaga mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim melalui Pasal 24B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pasca terbentuknya Komisi Yudisial RI, hubungan Mahkmah Agung RI dan Komisi Yudisial RI dalam pengawasan hakim tercatat beberapa kali kurang harmonis karena alasan terusiknya kemerdekaan kekuasaan kehakiman, dalam hal independensi hakim dalam memeriksa dan memutus perkara. Sejumlah kejadian tersebut diantaranya: pertama, terjadi tahun 2006 dilakukan permohonan gugatan uji materi Pasal 1 angka 5, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22 ayat (1) huruf e dan ayat (5), Pasal 23 ayat (2) dan (3) dan (5), Pasal 24 ayat (1), Pasal 25 ayat (3) dan (4) Undang-Undang No. 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial RI dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 Tentang Mahkamah Agung RI, terhadap Pasal 24B dan Pasal 25 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Permohonan diajukan karena adanya kekuatiran independensi hakim dapat hancur dengan adanya makna yang terkandung dalam pasal-pasal tersebut yang memungkinkan hakim agung dapat dipanggil karena memutus perkara. 3 Atas perkara ini Mahakamah Konstitusi RI memutuskan bahwa pasal-pasal yang diujikan tersebut yang menyangkut pengawasan bertentang dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 karena menimbulkan ketidakpastian hukum. 4 Kedua, tahun 2011 dilakukan permohonan 1 Pada tahun 1968 dalam pembahasan RUU tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman sempat diusulkan pembentukan lembaga Majelis Pertimbangan dan Penelitian Hakim yang berfungsi memberikan pertimbangan dalam mengambil keputusan akhir mengenai saran dan/atau usul pengangkatan, promosi, kepindahan, pemberhentian dan tindakan/hukuman jabatan para hakim. Namun ide tersebut gagal dan tidak berhasil dimasukkan dalam UU No. 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. (Mahkamah Agung RI, Naskah Akademis dan RUU tentang Komisi Yudisial, (Jakarta: MARI, 2003). 2 Mahkamah Konstitusi RI, Naskah Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945: Latar Belakang, Proses, dan hasil Pembahasan Buku VI Kekuasaan Kehakiman, (Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2008), hlm Putusan Mahkamah Konstitusi RI No. 005/PUU-IV/2006, alasan permohonan, hlm Setelah memeriksa dan mempertimbangkan perkara, Mahkamah Konstitusi Ri memutuskan tiga hal inti sebagai berikut: (1) Komisi Yudisial tidak berwenang mengawasi hakim konstitusi; (2) Komisi Yudisial tetapp berwenang mengawasi hakim agung dan hakim pada badan peradilan di bawah Mahkamah Agung; dan (3) Pasal-pasal dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial sepanjang mengenai fungsi pengawasan hakim dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan karenanya tidak mmepunyai kekuatan hukum.(putusan Mahkamah Konstitusi No. 005/PUU-IV/2006).

3 gugatan uji materi kepada Mahkamah Agung RI mengenai butir 8.1, 8.2, 8.3, 8.4 dan butir 10.1, 10.2, 10.3, 10.4 Surat Keputusan Bersama Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI No. 047/KMA/SKB/IV/ /SKB/P.KY/IV/2009 Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim terhadap Pasal 32 ayat (4) UU No. 3 Tahun 2009 Tentang Mahkamah Agung, serta Pasal 40, Pasal 41 ayat (1) huruf b dan (3), Pasal 43 Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Alasannya sejumlah butir yang dimohonkan untuk diuji tersebut dianggap dapat memungkinkan Komisi Yudisial RI memasuki ranah teknis yudisial dalam mengawasi hakim, dimana hal ini kembali dinilai sebagai dapat mengintervensi independesi hakim dalam memeriksa dan memutus perkara. 5 Di samping konflik kedua lembaga dalam pengawasan hakim tersebut, Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI juga telah menjalin kerja sama dalam pengawasan hakim di Indonesia. Pertama, pengesahan Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No, 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung dan sejumlah perubahan terhadap peraturan perundang-undangan seluruh badan peradilan di bawah Mahkamah Agung, serta pembuatan Surat Keputusan Bersama Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Kedua, pengesahan Undang-Undang No. 18 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas UU No. 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial; dan ketiga, muncul empat peraturan bersama Mahkamah bentukan Agung dan Komisi Yudisial RI No. 01/PB/MA/IX/ /PB/P.KY/09/2012 Tentang Seleksi Pengangkatan Hakim, No. 02/PB/MA/IX/ /PB/P.KY/09/2012 Tentang Panduan Penegakkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, No. 03/PB/MA/IX/ /PB/P.KY/09/2012 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Bersama, No. 04/PB/MA/IX/ /PB/P.KY/09/2012 Tentang Pembentukan, Tata Kerja, dan Tata Cara Pengambilan Keputusan Majelis Kehormatan Hakim. Berdasarkan dinamika hubungan kedua lembaga yang telah terjadi tersebut di atas, penulis tertarik meneliti hubungan Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial dalam melakukan pengawasan terhadap hakim di Indonesia, khususnya setelah ada peraturan bersama Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial mengenai Panduan Penegakkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, Tata Cara Pemeriksaan Bersama, dan Tata Kerja, dan Tata Cara Pengambilan Keputusan Majelis Kehormatan Hakim. Permasalahan yang akan dikemukakan dalam penelitian ini adalah: 5 Putusan Mahkmah Agung RI No. 36P/HUM/2011, dasar permohonan, hlm

4 1) Bagaimana wewenang dan tugas Mahkamah Agung RI dalam melakukan pengawasan internal terhadap hakim? 2) Bagaimana wewenang dan tugas Komisi Yudisial RI dalam melakukan pengawasan eksternal terhadap hakim? 3) Bagaimana hubungan kelembagaan Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI dalam rangka pengawasan hakim di Indonesia? Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh pemahaman mengenai hubungan antara Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial dalam tugas pengawasan terhadap hakim guna mewujudkan suatu kekuasaan kehakiman yang independen dan kompeten. II. Tinjauan Teoritis a. Pemisahan Kekuasaan Salah satu ciri dalam negara hukum adalah adanya pembatasan kekuasaan dalam penyelenggaraan kekuasaan negara. 6 Sebagaimana dikemukakan oleh Lord Acton, Power tends to corrupt, and absolute power corrupt absolutely, kekuasaan yang terpusat di tangan satu orang pasti memiliki kecenderungan untuk untuk berkembang menjadi sewenangwenang. 7 Oleh karena itu dibutuhkan adanya pemisahan kekuasaan dalam negara. 8 Gagasan pemisahan kekuasaan negara mula-mula dikemukakan oleh John Locke, kemudian ide pemisahan kekuasaan ini dimodifikasi oleh Montesquieu. 9 Pembagian kekuasaan berdasarkan konsep Montesquieu terkenal dengan sebutan Trias Politica 10 memisahkan kekuasaan (separation of power) menjadi tiga kekuasaan besar yaitu kekuasaan eksekutif sebagai kekuasaan yang menjalankan undang-undang, kekuasaan legislatif sebagai kekuasaan untuk 6 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, ed. 1, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2009), hlm Ibid., hlm Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, cet. 2, (Jakarta: Konstitusi Press, 2006), hlm Moh. Mafud MD, Komisi Yudisial dalam Mosaik Ketatanegaraan Kita dalam Bunga Rampai Komisi Yudisial dan Reformasi Peradilan, (Jakarta: Komisi Yudisial RI, 2007), hlm Trias Politica berasa dari kata tri, as, dan politica. Tri berati tiga, as berarti poros/pusat, dan politica berarti kekuasaan. Trias Politica adalah nama pemberian Immanuel Kant. (Lihat Bambang Sutiyoso dan Sri Hastuti Puspitasari, Aspek-Aspek Perkembangan Kekuasaan Kehakiman di Indonesia, (Yogyakarta: UII Press, 2005), hlm

5 membuat undang-undang, dan kekuasaan yudikatif sebagai kekuasaan mengadili atas pelanggaran undang-undang. 11 b. Kekuasaan Kehakiman Salah satu cabang kekuasaan dalam sistem kekuasaan negara adalah kekuasaan kehakiman. Dalam sistem negara modern, cabang kekuasaan kehakiman merupakan cabang yang diorganisasikan secara tersendiri, terpisah secara ekstrem dari kekuasaan eksekutif dan legislatif. 12 Apapun sistem pemerintahan yang dianut dalam suatu negara, pelaksanan principles of independence and impartiality of judiciary adanya kekuasaan kehakiman yang independen dan tidak berpihak (independent and impartial) haruslah menjamin keberlangsungan dan merupakan suatu ciri negara hukum modern. 13 Ada beberapa substansi yang terkandung dalam pengertian kekuasaan kehakiman yang independen (merdeka): 14 1) Kekuasaan kehakiman yang merdeka adalah kekuasaan dalam menyelenggarakan peradilan atau fungsi yustisial yang meliputi kekuasaan memeriksa dan memutus suatu perkara. 2) Kekuasaan kehakiman yang merdeka dimaksudkan untuk memberi jaminan kebebasan hakim dari berbagai kekhawatiran atau rasa takut akibat suatu putusan atau ketetapan hukum yang dibuat. 3) Kekuasaan kehakiman yang merdeka menjamin hakim untuk bertindak obyektif, jujur dan tidak berpihak. 4) Pengawasan kekuasaan kehakiman semata-mata dilakukan melalui upaya hukum biasa atau luar biasa oleh dan dalam lingkungan kekuasaan kehakiman itu sendiri. 5) Kekuasaan kehakiman yang merdeka melarang segala bentuk campur tangan dari luar kekuasaan kehakiman. 6) Semua tindakan terhadap hakim semata-mata dilakukan menurut undang-undang. 11 Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, (Depok: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan CV Sinar Bakti, 1988), hlm Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Op.cit., hlm Ibid Bagir Manan, Suatu Tinjauan Terhadap Kekuasaan Kehakiman Indonesia dalam UU No. 4 tahun 2004, (Jakarta: Mahkamah Agung RI 2005), hlm Meskipun tulisan ini diterbitkan sebelum terbitnya UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan UU No. 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung, akan tetapi substansi masalah yang diuraikan dalam buku tersebut maupun substansi masalah pada kedua undang-undang ini menyangkut masalah yang sama. Oleh karena itu pendapat tersebut dapat digunakan sebagai pembanding guna memperjelas urain pokok permasalahannya.

6 Alasan penegasan serta jaminan perlindungan independensi kekuasaan kehakiman sangat penting adanya dalam suatu negara hukum adalah: yang pertama, karena secara natural kekuasaan kehakiman tidak sekuat bahkan lemah dibandingkan dengan cabang kekuasaan lain. 15 Tanpa penegasan, jaminan dan perlindungan kekuasaan kehakiman tidak berdaya menghadapi kekuasaan-kekuasaan lain. 16 Kedua, kekuasaan kehakiman yang merdeka (independen) diperlukan untuk menjamin impartiality (tidak berpihak) dan fairness (kejujuran) dalam memutus perkara, termasuk perkara yang langsung atau tidak langsung melibatkan kepentingan cabang kekuasaan yang lain. Pengadilan atau hakim harus independen tidak hanya terhadap cabang kekuasaan lain, melainkan juga terhadap pihak-pihak yang berperkara. 17 Ketiga, kekuasaan kehakiman yang merdeka (independen) oleh banyak penulis dipandang sebagai unsur penting sebuah negara hukum dan demokrasi atau negara hukum demokratis (democratissche rechtstaat). 18 III. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan studi kepustakaan, menggunakan metode penulisan deskriptif-analitis. Data sekunder yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah bahan-bahan hukum primer seperti Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan berbagai peraturan perundang-undangan serta peraturanperaturan terkait lainnya. Selain itu penelitian ini juga menggunakan bahan/sumber primer berupa buku-buku, skripsi, majalah, buletin, makalah, laporan tahunan masing-masing lembaga, dan berbagai tulisan-tulisan lainnya yang berhubungan dengan permasalahan dalam penelitian ini baik langsung maupun tidak langsung. Dilakukan juga wawancara kepada ketua pengadilan tingkat banding, hakim tinggi pengawas yang diperbantukan ke Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI, dan staf Komisi Yudisial RI untuk memperoleh pemahaman pelaksanaan pengawasan internal dan eksternal yang dilakukan masing-masing lembaga. Dalam penelitian ini dilakukan juga studi kasus dengan melihat kepada Keputusan Bagir Manan, Menegakkan Hukum Suatu Pencarian, (Jakarta: Asosiasi Advokat Indonesia, 2009), hlm. 16 Ibid., hlm Ibid. 18 Ibid.

7 Majelis Kehormatan Hakim atas dugaan pelanggaran etika profesi hakim, untuk menemukan pola keterkaitan antara Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI dalam melakukan pengawasan hakim. IV. Hasil Penelitian a. Pengawasan Internal oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia Tugas dan wewenang Mahkamah Agung RI (selanjutnya disebut Mahkamah Agung) yang berkaitan dengan fungsi pembinaan dan pengawasan diantaranya yakni pengawasan yang dilakukan terhadap proses peradilan dan hakim. 19 Dalam bidang pengawasan hakim Mahkamah Agung berwenang sebagai pengawas tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan, pelaksanaan tugas administrasi, serta organisasi dan keuangan seluruh badan peradilan di semua lingkungan peradilan di bawahnya. 20 Dalam pengawasan hakim secara internal, berlaku bentuk pengawasan melekat dan pengawasan fungsional. 21 Pengawasan melekat adalah serangkaian kegiatan yang bersifat sebagai pengendalian yang terus menerus, dilakukan oleh atasan langsung terhadap bawahannya secara preventif dan represif, agar pelaksanaan tugas bawahan tersebut berjalan secara efektif dan efisien sesuai dengan rencana kegiatan dan peraturan perundangundangan yang berlaku. 22 Pada pengawasan melekat wewenang dan tanggung jawab pengawasan ada pada pimpinan masing-masing peradilan, seluruh pejabat kepaniteraan, dan seluruh pejabat struktural di seluruh lembaga peradilan baik di Mahkamah Agung, pengadilan tingkat banding, maupun pengadilan tingkat pertama. 23 Pengawasan ini 19 Berdasarkan Pasal 32 dan Pasal 32A UU No. 3 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung RI dan Pasal 39 UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. 20 Indonesia, Undang-Undang Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung, UU No. 3 Tahun 2009, LN. No. 3 Tahun 2009, TLN. No. 4958, Psl. 32 ay. (1) dan (2). 21 Mahkamah Agung RI, Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan di Lingkungan Peradilan, Keputusan No. KMA/080/SK/VIII/2006, Lampiran I. 22 Ibid. 23 Ibid.

8 dilakukan melalui penggarisan struktur organisasi, perincian kebijaksanaan pelaksanaan, rencana kerja, prosedur kerja, pencatatan hasil kerja, dan pembinaan personel. 24 Pengawasan melekat di Mahkamah Agung dilakukan oleh Ketua Mahkamah Agung, di pengadilan tingkat banding dilakukan oleh Ketua Pengadilan Tingkat Banding, dan di pengadilan tingkat pertama dilakukan oleh Ketua Pengadilan Tingkat Pertama. Berdasarkan Keputusan Mahkamah Agung Tentang Tanggung Jawab Ketua Pengadilan Tingkat Banding dalam Melakukan Pengawasan Terhadap Pegawai Pengadilan No. KMA/096/SK/X/2006, Ketua Pengadilan Tingkat Pertama dan Ketua Pengadilan Tingkat Banding menjalankan pengawasan terhadap jalannya peradilan dan tingkah laku hakim dalam wilayah hukumnya masing-masing. Pengawasan pada lingkungan pengadilan tersebut berupa pengawasan terhadap pelaksanaan jalannya persidangan agar persidangan berjalan tertib sesuai hukum acara. Dalam hal majelis menghadapi kesulitan menangani perkara, ketua pengadilan memberikan petunjuk. Selain itu ketua pengadilan melakukan monitoring terhadap kehadiran hakim di kantor pada hari-hari kerja serta terhadap tingkah laku hakim di dalam maupun di luar persidangan. Selanjutnya Ketua Muda Bidang Pengawasan mengawasi para hakim agung sekaligus mengawasi para hakim banding dan hakim pengadilan tingkat pertama. Demikianlah pengawasan melekat dilakukan secara berjenjang dari atas ke bawah, dan dari bawah memberikan laporan tertulis hasil pengawasannya kepada pihak yang paling tinggi dalam struktur organiasasi yakni pimpinan Mahkamah Agung. Pimpinan Mahkamah Agung kemudian akan menindak-lanjuti hasil laporan pengawasan. Sedangkan pengawasan fungsional adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan yang khusus ditunjuk untuk melaksanakan tugas tersebut dalam satuan kerja tersendiri yang diperuntukkan untuk itu. 25 Pada pengawasan fungsional pelaksanaannya dilakukan oleh Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI (selanjutnya disebut Badan Pengawasan), yang merupakan satuan kerja pengawasan fungsional pada Mahkamah Agung yang mengawasi pelaksanaan tugas di lingkungan Mahkamah Agung dan pengadilan di semua lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung. 26 Badan Pengawasan bertugas 24 Presiden RI, Instruksi Presiden Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan, Instruksi No. 15 Tahun 1983, Pasal 3 ayat (2). 25 Ibid. 26 Ibid.

9 untuk memantau, memeriksa, dan meneliti serta mengawasi kinerja Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya, dengan fungsi sebagai berikut: Untuk menjaga agar pelaksanaan tugas lembaga peradilan sesuai dengan rencana dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku; 2. Mengendalikan agar adminstrasi finansial peradilan dikelola secara tertib, aparatur peradilan melaksanakan tugasnya dengan baik dan benar; 3. Menjamin terlaksananya pelayanan publik yang prima, transparan, dan akuntabel; 4. Meminimalisir terjadinya kesalahan dan kesenjangan antara standar kerja dan pelaksanaan tugas pada badan peradilan; 5. Mengukur tingkat kepatuhan dan ketaatan aparat badan peradilan dalam melaksanakan perencanaan dengan anggaran yang tersedia guna menilai pencapaian kinerja dan memudahkan pimpinan untuk mengambil tindakan perbaikan maupun penyusunan rencana berikutnya. Adapun kewenangan Badan Pengawasan yakni: Melakukan pengawasan rutin/reguler, keuangan, dan penanganan pengaduan masyarakat; 2. Melakukan review keuangan terhadap satuan kerja yang ada pada Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya; 3. Pengawasan lainnya yang ditugaskan oleh pimpinan Mahkamah Agung. Dalam pelaksanaan tugasnnya, Badan Pengawasan memiliki sejumlah kelemahan antara lain keterbatasan personel dan tenaga pengawas, ruang kerja dan peralatan belum memadai, tidak tersedia anggaran penanganan pengaduan yang didelegasikan Bawas kepada pengadilan tingkat banding, dan sistem penempatan pegawai belum didasarkan pada kompetensi. 29 b. Pengawasan Hakim secara Eksternal oleh Komisi Yudisial RI 27 Imam Anshori Saleh, Konsep Pengawasan Kehakiman: Upaya Memperkuat Kewenangan Konstitusional Komisi Yudisial dalam Pengawasan Peradilan, (Malang: Setara Press, 2014), hlm Ibid. 29 Saleh, Op.cit. Berdasarkan wawancara dengan Hakim Tinggi Pengawas yang diperbantukan di Badan Pengawas MARI diketahui bahwa salah satu kekurangan pengawasan eksternal yang dilakukan oleh Bawas adalah kurangnya jumlah pengawas (personel) untuk mengawasi seluruh hakim di Indonesia. Personel yang sedikit tersebut tidak sebanding dengan jumlah pengaduan masuk yang banyak. Wawancara denan Hakim Tinggi Pengawas yang diperbantukan di Badan Pengawas MARI tanggal 13 Juni 2014.

10 Pengawasan eksternal merupakan pengawasan yang dilakukan oleh lembaga di luar Mahkamah Agung terhadap perilaku Hakim. Perilaku Hakim diawasi saat pelaksanaan tugasnya (kedinasan) sekaligus dalam perilaku keseharian. Pengawasan eksternal oleh Komisi Yudusial RI (selanjutnya disebut Komisi Yudisial) dilakukan untuk memperkuat pengawasan internal oleh Mahkamah Agung yang selama ini telah ada. Berdasarkan UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, UU Tentang Mahkamah Agung, peraturan perundangundangan terkait empat lingkungan badan peradilan di bawah Mahkamah Agung, dan UU Tentang Komisi Yudisial, pengawasan hakim secara eksternal oleh Komisi Yudisial dapat melalui tiga cara. Pertama, melalui penerimaan laporan masyarakat terkait pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (selanjutnya disebut KE dan PPH). Pasal 22 ayat (1) UU No. 18 Tahun 2011 menyebutkan bahwa dalam melaksanakan pengawasan, Komisi Yudisial menerima laporan masyarakat dan/atau informasi tentang pelanggaran KE dan PPH. 30 Penanganan laporan masyarakat merupakan rangkaian kegiatan mulai dari penerimaan, pendalaman, sidang panel pembahasan (hasil pendalaman), pemeriksaan (pelapor, saksi ahli, atau terlapor), dan klarifikasi terlapor, sidang panel pemeriksaan (hasil pemeriksaan pelapor, saksi dan/atau ahli), dan sidang pleno (hasil pemeriksaan dan/atau klarifikasi terlapor), serta pelaksanaan hasil sidang. 31 Kedua, penelitian putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Selain melalui laporan dari masyarakat, Komisi Yudisial dapat mengawasi hakim melalui penelitian putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. 32 Analisis putusan bertujuan untuk mengetahui kecenderungan putusan-putusan hakim pengadilan tingkat banding dan pengadilan tingkat pertama dalam hal ketaatan kepada hukum acara, penguasaan hukum materiil, penalaran hukum, dan penggalian nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, serta menggambarkan profesionalisme hakim dalam penyelesaian perkara. 33 Selain itu analisis putusan yang telah berkekuatan hukum tetap juga dimaksudkan untuk memberikan masukan bagi penyusunan basis data, baik secara individual maupun kolektif tentang figur hakim-hakim pengadilan tingkat banding yang berpotensi sebagai hakim agung (jalur karir) dan hakim-hakim 30 Indonesia, Undang-Undang Tentang Perubahan Atas UU No. 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial, UU No. 18 Tahun 2011, Pasal 22 ay. (1). 31 Komisi Yudisial RI, Kiprah 8 Tahun.., Op.cit., hlm Indonesia, Undang-Undang Tentang Kekuasaan Kehakiman, UU No. 48 Tahun 2009, Pasal Komisi Yudisial RI, Kiprah 8 Tahun..., Op.cit., hlm. 118.

11 pengadilan tingkat pertama yang suatu saat akan mengisi posisi hakim agung. 34 Hasil analisis putusan ini dapat menjadi dasar peningkatan kapasitas hakim, juga untuk rekomendasi mutasi (promosi dan demosi). 35 Komisi Yudisial juga tidak boleh menyatakan pertimbangan yuridis dan substansi putusan yang dibuat Hakim benar atau salah, terlepas dari baik atau buruknya perilaku Hakim yang diawasi. 36 Ketiga, pemantauan di persidangan. Di samping cara-cara pengawasan yang telah dikemukakan sebelumnya, pengawasan perilaku Hakim dapat juga dilakukan pemantauan dengan menghadiri persidangan di pengadilan. 37 Kegiatan pemantauan dapat menjalin kerja sama dengan instansi lain, jejaring Komisi Yudisial, 38 dan/atau pihak lain. 39 Pemantauan persidangan pada semua tingkat peradilan dapat dilakukan apabila ada permohonan pemantauan dari masyarakat atau atas inisiatif Komisi Yudisial. 40 Objek pemantauan ialah hal proses persidangan, perilaku hakim, dan situasi dan kondisi peradilan. 41 Terhadap permohonan pemantauan dari masyarakat, Komisi Yudisial melakukan penelaahan untuk menilai keperluan tindak lanjutnya. Hasil pemantauan di persidangan akan menjadi disampaikan kepada Mahkamah Agung maupun ketua pada pengadilan yang dipantau sebagai evaluasi sehingga pelanggaran yang sama tidak terjadi lagi atau setidaknya dapat diminimalisir. 34 Ibid. 35 Indonesia, Undang-Undang Tentang Kekuasaan Kehakiman, UU No. 48 Tahun 2009, Pasal 42 dan penjelasan Pasal Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial RI, Peraturan Bersama MA dan KY Panduan Penegakkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, Peraturan No. 02/PB/MA/IX/ /PB/P.KY/09/2012, Pasal Lihat Pasal 13D ay. (2) huruf c UU No. 49 Tahun 2009 Tentang Peradilan Umum, Pasal 12D ay. (2) huruf c UU No. 50 Tahun 2009 Tentang Peradilan Agama, Pasal 13D ay. (2) huruf c UU No. 51 Tahun 2009 Tentang Peradilan TUN. 38 Jejaring Komisi Yudisial RI adalah mitra kerja sama penghubung daerah Komisi Yudisial RI. Jejaring yang ada di daerah ini dapat terdiri dari unsur perguruan tinggi, organisasi masyarakat, organisasi kepemudaan, dan lembaga swadaya masyarakat, khususnya yang ditunjuk untuk menjalankan fungsi pos koordinasi pematauan peradilan di daerah. Pihak-pihak yang menjadi peserta konsolidasi jejaring merupakan pihak yang telah menandatangani nota kesepakatan kerja sama dengan Komisi Yudisial. (Berdasarkan Peraturan Komisi Yudisial RI No. 1 Tahun 2012 Tentang Pembentukan, Susunan, dan Tata Kerja Penghubung Komisi Yudisial di Daerah dan 39 Komisi Yudisial RI, Peraturan Tentang Tata Cara Penanganan Laporan Masyarakat, Peraturan No. 4 Tahun 2013, Pasal 41 ay. (1). 40 Ibid. Pasal 36 ay. (1). 41 Ibid., Pasal 40 ay. (2).

12 V. Pembahasan Sebelumnya telah dijabarkan kewenangan dan tugas Mahkamah Agung maupun Komisi Yudisial mengawasi hakim di Indonesia. Kedua lembaga pengawas ini memiliki arah tujuan yang sejalan, dimana Mahkamah Agung sebagai kekuasaan yang menegakkan keadilan dalam negara, sedangkan Komisi Yudisial menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim. Oleh karena arah tujuan kedua lembaga ini tidak lain yakni supaya tercapai suatu profesi Hakim yang merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman yang luhur dan bermartabat sehingga penegakkan keadilan di Indonesia dapat berjalan dengan baik, penting bagi kedua lembaga ini untuk berkoordinasi dalam melaksanakan kewenangannya. 42 Dalam melakukan pengawasan Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial bersinergi dalam halhal sebagai berikut: a) Penegakkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Penegakkan KE dan PPH berarti proses mempertahankan, memelihara, dan melaksanakan KE dan PPH yang diantaranya melibatkan hakim, lembaga pengawas, dan pejabat yang berwenang mengambil keputusan akhir. 43 Agar ada kesepahaman penerapan penegakkan KE dan PPH, penting untuk memperhatikan peraturan yang ada. 44 Dalam penegakkan KE dan PPH terdapat Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial yang berperan sebagai pengawas hakim. 45 Masing-masing lembaga memiliki yurisdiksi pengawasan masing-masing menurut peraturan perundang-undangan dan peraturan terkait. 42 Salman Luthan, Sinergitas Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung dalam Pembaruan Peradilan, dalam Dialektika Pembaruan Sistem Hukum Indonesia, (Jakarta: Komisi Yudisial RI, 2012), hlm Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata penegakkan berarti proses mempertahankan (negara, keadilan, keyakinan, dsb.); proses atau cara memelihara dan mempertahankan (kemerdekaan, tata tertib, hukum, dsb.); mewujudkan atau melaksanakan (cita-cita). (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ed. 3 cet. 3, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hlm. 1154). 44 Diatur dalam Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman No. 48 Tahun 2009, Undang-Undang Mahkamah Agung No. 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah kedua kalinya dengan UU No. 3 Tahun 2009, Undang- Undang Peradilan Umum No. 2 Tahun 1986 sebagaimana telah diubah kedua kalinya dengan UU No. 49 Tahun 2009, Undang-Undang Peradilan Agama No. 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah kedua kalinya dengan UU No. 50 Tahun 2009, Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara UU No. 5 Tahun 1986 sebagaimana telah diubah kedua kalinya dengan UU No. 51 Tahun 2009, dan Undang-Undang Komisi Yudisial UU No. 22 Tahun 2004 sebagaiman telah diubah dengan UU No. 18 Tahun 2011, serta melalui Peraturan Bersama Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial yaitu Peraturan Bersama Tentang Penegakkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim PB No. 02 Tahun 2012, Peraturan Bersama Tentang Tata Cara Pemeriksaan Bersama PB No. 03 Tahun 2012, dan Peraturan Bersama Tentang Pembentukan, Tata Kerja, dan Tata Cara Pengambilan Keputusan Majelis Kehormatan Hakim PB No. 04 Tahun Indonesia, Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman, UU No. 48 Tahun 2009, Pasal 39 dan Pasal 40.

13 Berdasarkan Pasal 16 dan Pasal 17 Peraturan Bersama Tentang Pedoman Penegakkan KE dan PPH No. 02/PB/MA/IX/ /PB/P.KY/09/2012 aspek pengawasan yang menjadi yurisdiksi Mahkamah Agung adalah pengawasan etika profesi yang berkaitan dengan hukum acara, sedangkan pengawasan yang dilakukan oleh Komisi Yudisial terhadap etika profesi yang selain yang berkaitan dengan hukum acara. 46 Memperhatikan juga pertimbangan Majelis Hakim dalam perkara uji materil Keputusan Bersama Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, bahwa kewenangan Mahkamah Agung yang bersumber dari Pasal 39 ayat (1), (2), dan (3) UU No. 48 Tahun 2009 adalah pengawasan terhadap aspek teknis yuridis, melalui penggunaan upaya-upaya hukum sesuai hukuam acara oleh para pihak berperkara; administrasi; dan perilaku hakim. 47 Sedangkan kewenangan Komisi Yudisial yang bersumber pada Pasal 40 UU No. 48 Tahun 2009 adalah pengawasan perilaku hakim sebagi bentuk pengawasan eksternal yang dimaksudkan semata-mata perilaku hakim guna menegakkan martabat dan kehormatan hakim. 48 Kewenangan Komisi Yudisial yang berkaitan dengan teknis hukum hanya sebatas menganalisis putusan hakim yang bekekuatan hukum tetap sesuai dengan Pasal 42 UU No. 48 Tahun Selain hakim dan lembaga pengawas, dalam penegakkan KE dan PPH terdapat juga peran pejabat yang berwenang untuk melaksanakan keputusan penjatuhan sanksi untuk menegakkan KE dan PPH. Apabila hukuman disiplin yang direkomendasikan bersifat ringan, maka Ketua Muda Pengawasan dapat menetapkan hukuman yang dijatuhkan. Atas keputusan tersebut, Direktur Jendral badan peradilan terkait akan mengeluarkan surat keputusan penjatuhan hukuman. Surat keputusan tersebut diteruskan ke Ketua Pengadilan untuk memberitahu hakim bersangkutan. Sebagai pengawas tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan di Indonesia, termasuk juga dalam pengawasan 46 Peraturan Bersama No. 02/PB/MA/IX/ /PB/P.KY/09/2012 Tentang Pedoman Penegakkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Pasal 16 menyebutkan, Pemeriksaan atas dugaan pelanggaran terhadap Pasal 12 dan Pasal 14 yang merupakan implementasi dari prinsip berdisiplin tinggi dan bersikap profesional dilakukan oleh MA atau oleh MA bersama-sama dengan KY dalam hal ada usulan dari KY untuk melakukan pemeriksaan bersama. Dan Pasal 17 ayat (1) yaitu, Dalam hal KY menerima laporan dugaan pelanggaran kode etik yang juga merupakan pelanggaran hukum acara, Komisi Yudisial dapat mengusulkan kepada MA untuk ditindaklanjuti. 47 Putusan Mahkamah Agung RI No. 36P/HUM/ Ibid. 49 Ibid.

14 hakim (teknis yudisial, admnistrasi, dan perilaku), maka pelaksanaan keputusan penjatuhan sanksi berada di Mahkamah Agung. b) Pemeriksaan Bersama Dalam melaksanakan pengawasan hakim, hubungan yang mungkin terjadi antara Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial adalah pemeriksaan bersama akan dugaan terjadinya pelanggaran KE dan PPH. 50 Secara lebih rinci Peraturan Bersama Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial No. 03/PB/MA/IX/ /PB/P.KY/09/2012 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Bersama, mejabarkan pemeriksaan bersama dapat terjadi karena beberapa hal yaitu ada perbedaan pendapat antara Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial mengenai hasil pemeriksaan dan/atau rekomendasi penjatuhan sanksi yang diajukan oleh Komisi Yudisial; atau terdapat laporan yang sama, yang ditembuskan ke Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial; atau diketahui terdapat permasalahan pelanggaran etika profesi yang sama yang masih dilakukan oleh salah satu lembaga; atau terdapat laporan/informasi yang menarik perhatian publik dan masing-masing lembaga memandang perlu untuk melakukan pemeriksaan bersama. Selain alasan tersebut di atas, Pasal 16 Peraturan Bersama Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial No. 02/PB/MA/IX/ /PB/P.KY/09/2012 Tentang Pedoman Penegakkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim memungkinkan pemeriksaan bersama dalam hal ada usulan Komisi Yudisial untuk memeriksa dugaan pelanggaran KE dan PPH yang berkaitan dengan prinsip berdisiplin tinggi dan bersikap profesional. Hingga saat ini, pemeriksaan bersama belum pernah dilakukan. 51 c) Pembentukan Majelis Kehormatan Hakim Rekomendasi penjatuhan sanksi berat berupa pemberhentian kepada Hakim terlapor berarti membentuk Majelis Kehormatan Hakim. Majelis Kehormatan Hakim merupakan suatu forum pembelaan diri bagi hakim yang berdasarkan hasil pemeriksaan dinyatakan terbukti melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan, serta diusulkan dijatuhi sanksi berat berupa pemberhentian dengan hormat atau pemberhentian dengan tidak dengan hormat. Apabila terdapat rekomendasi 50 Lihat Pasal 13C UU Peradilan Umum, Pasal 12C UU Peradilan Agama, dan Pasal 13C UU Peradilan Tata Usaha Negara, dan Pasal 22E ayat (2) UU Komisi Yudisial. 51 Salah satu alasannya ialah karena belum terintegrasinya laporan yang masuk ke masing-masing lembaga, sehingga masing-masing lembaga tidak tahu apabila sedang memeriksa kasus yang sama. Berdasarkan hasil wawancara dengan Staf Bidang Pengawasan dan Invenstigasi Hakim Komisi Yudisial RI, tanggal Juni 2014.

15 pemberhentian terhadap hakim, maka rekomendasi tersebut diberitahukan ke Sekretariat Majelis Kehormatan Hakim, berkedudukan di Mahkamah Agung. Setelah rekomendasi masuk ke Sekretariat Majelis Kehormatan Hakim, Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Komisi Yudisial menetapkan Majelis Kehormatan Hakim yang terdiri dari tujuh orang anggota, dimana empat orang diantaranya merupakan anggota Komisi Yudisial dan tiga orang lainnya merupakan Hakim Agung. Keputusan Majelis Kehormatan Hakim atas pemeriksaan usul pemberhentian hakim bersifat mengikat dan tidak dapat diajukan keberatan. VI. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan di atas, penulis membuat kesimpulan sebagai berikut: 1) Mengenai wewenang dan tugas Mahkamah Agung dalam melakukan pengawasan internal terhadap hakim Berdasarkan Pasal 39 ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, MA memiliki wewenang untuk melakukan pengawasan internal terhadap hakim. Pengawasan Hakim secara internal dilakukan melalui pengawasan melekat dan pengawasan fungsional. Pengawasan melekat merupakan pengawasan yang dilakukan oleh setiap pimpinan pengadilan, atas segala jalannya peradilan di pengadilan tempatnya bertugas dan seluruh perbuatan bawahannya termasuk para hakim. Pimpinan melakukan tugas pengawasannya terhadap tingkah laku hakim baik di dalam maupun di luar persidangan. Pengawasan terhadap hakim secara fungsional dilakukan oleh Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI. Badan Pengawasan melakukan tugas pengawasan dengan menjaga agar pelaksanaan tugas lembaga peradilan sesuai dengan rencana dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, dan mengendalikan agar adminstrasi finansial peradilan dikelola secara tertib, serta mengawasi aparatur peradilan melaksanakan tugasnya. Pengawasan fungsional diadakan untuk membantu pengawasan melekat yang dilakukan oleh pimpinan Mahkamah Agung dalam tugas pengawasan. Setiap hasil pengawasan yang dilakukannya diajukan kepada pimpinan Mahkamah Agung agar dapat diambil keputusan dan/atau kebijakan. Karena itu keberadaan pengawasan fungsional memperlengkapi pengawasan melekat.

16 2) Mengenai wewenang dan tugas Komisi Yudisial dalam melakukan pengawasan eksternal terhadap hakim Pengawasan hakim secara eksternal oleh Komisi Yudisial merupakan pengawasan yang dilakukan di luar institusi Mahkamah Agung. Komisi Yudisial melaksanakan tugas pengawasannya yaitu dengan menerima dan menangani laporan dan/atau informasi, melakukan penelitian putusan yang telah berkekuatan hukum tetap; dan melakukan pemantauan di persidangan. Pengawasan eksternal Komisi Yudisial terhadap hakim memperlengkapi pengawasan internal hakim yang dilakukan oleh Mahkamah Agung. Hasil pengawasan yang dilakukan oleh Komisi Yudisial harus diajukan kepada Mahkamah Agung, sebagai pengawas tertinggi terhadap peradilan dan terhadap hakim, agar dapat diambil keputusan dan/atau kebijakan untuk pembinaan hakim yang lebih baik. Dalam hal terdapat kasus dugaan pelanggaran etika profesi, tugas Komisi Yudisial melakukan pemeriksaan dan memberikan hasil pemeriksaan serta rekomendasi penjatuhan sanksi kepada Mahkamah Agung. 3) Mengenai hubungan kelembagaan Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial dalam rangka pengawasan hakim di Indonesia Hubungan kedua lembaga dalam pengawasan hakim dapat terlihat dalam penegakkan kode etik dan pedoman perilaku hakim. Pertama, mengenai yurisdiksi pengawasan. Pengawasan internal dilakukan oleh Mahkamah Agung melalui atasan langsung kepada bawahan dan oleh Badan Pengawasan Mahkamah Agung, mencakup pengawasan perilaku dalam aspek teknis yudisial dan non yudisial berupa administrasi, organisatoris, dan finansial, termasuk perilaku hakim. Sementara pengawasan eksternal yang dilaksanakan oleh Komisi Yudisial merupakan pengawasan perilaku dalam aspek non yudisial yaitu perilaku hakim di dalam maupun di luar kedinasan. Aspek pengawasan Komisi Yudisial terbatas pada perilaku hakim, sehingga apabila terdapat laporan dugaan pelanggaran yang berkaitan dengan teknis yudisial, Komisi Yudisial harus memberikan kasus tersebut untuk ditindaklanjuti oleh MA. Kedua, pengawasan hakim di Indonesia yang dilaksanakan oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial dapat melalui pemeriksaan bersama. Pemeriksaan bersama merupakan pemeriksaan dugaan pelanggaran KE dan PPH yang dilakukan oleh tim pemeriksa yang berasal dari Mahkamah Agung dan dari Komisi Yudisial. Pemeriksaan bersama dapat dilakukan apabila terdapat perbedaan pendapat antara Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial mengenai hasil pemeriksaan dan/atau rekomendasi penjatuhan sanksi yang diajukan oleh

17 Komisi Yudisial; atau terdapat laporan yang sama, yang ditembuskan ke Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial; atau diketahui terdapat permasalahan pelanggaran etika profesi yang sama yang masih dilakukan oleh salah satu lembaga; atau terdapat laporan/informasi yang menarik perhatian publik dan masing-masing lembaga memandang perlu untuk melakukan pemeriksaan bersama. Selain itu pemeriksaan bersama dapat juga dilakukan jika ada usulan Komisi Yudisial ke Mahkamah Agung untuk memeriksa pelanggaran KE dan PPH yang berkaitan dengan prinsip berdisiplin tinggi dan bersikap profesional. Pemeriksaan bersama pada prakteknya tidak pernah dilaksanakan. Menurut penulis, muatan Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) huruf c Peraturan Bersama Tentang Tata Cara Pemeriksaan Bersama dan Pasal 16 Peraturan Bersama Tentang Pedoman Penegakkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, tidak memuat tolak ukur yang jelas untuk terselenggaranya pemeriksaan bersama. Ketiga, pembentukan Majelis Kehormatan Hakim. Hasil pemeriksaan dugaan pelanggaran KE dan PPH dengan usul penjatuhan sanksi berat berupa pemberhentian diperiksa oleh Majelis Kehormatan Hakim. Majelis Kehormatan Hakim terbentuk oleh penetapan bersama Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Komisi Yudisial, dengan anggotaanggotanya berasal dari Mahkamah Agung dan dari Komisi Yudisial. Melalui Majelis Kehormatan Hakim, Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial mengambil keputusan bersamasama atas hakim yang diduga melanggar etika profesi. Keempat, pelaksanaan sanksi. Pengajuan rekomendasi sanksi dapat dilakukan oleh kedua lembaga kepada Ketua Mahkamah Agung. Rekomendasi ini diperlukan agar keputusan penjatuhan sanksi dapat diambil dan menjadi evaluasi ataupun masukkan bagi pengawasan dan pembinaan hakim secara keseluruhan. Kebijakan penjatuhan sanksi ringan, sedang, atau berat kecuali sanksi berupa pemberhentian sesungguhnya menjadi peran Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial. Komisi Yudisial bertugas untuk mengajukan hasil pemeriksaan dan/atau rekomendasi sanksi, sedangkan Mahkamah Agung merupakan pengambil keputusan langsung atas setiap hasil pemeriksaan dan/atau rekomendasi sanksi. Sedangkan pengambilan kebijakan akhir penjatuhan sanksi berat berupa pemberhentian merupakan kewenangan Majelis Kehormatan Hakim yang terdiri dari anggota-anggota Komisi Yudisial dan hakim agung. Namun pelaksana keputusan penjatuhan sanksi sepenuhnya dilakukan oleh Mahkamah Agung melalui pejabat yang berwenang. Kelima, pengawasan pelaksanaan penjatuhan sanksi. Pengawasan pelaksanaan sanksi ringan, sedang, ataupun berat selain sanksi berat berupa pemberhentian menjadi tugas dari

18 pimpinan badan pengadilan. Pimpinan pengadilan bertanggung jawab untuk mengawasi pelaksanaan penjatuhan sanksi yang ada di pengadilan tempatnya bertugas atau di setiap pengadilan yang merupakan wilayah hukum pengadilan tingkat banding. Komisi Yudisial dapat juga melakukan pengawasan penjatuhan sanksi, akan tetapi pengawasan KY hanya terbatas mengetahui penerbitan surat keputusan penjatuhan sanksi. Pengawasan yang sesungguhnya terhadap pelaksanaan penjatuhan sanksi dilakukan oleh pimpinan pengadilan. Apabila sanksi tidak dilaksanakan, kesalahan ada pada pimpinan badan pengadilan tersebut. VII. Saran 1) Untuk menghindari penafsiran yang berbeda-beda terhadap Pasal 2 ayat (ayat (2) huruf c Peraturan Bersama Tentang Tata Cara Pemeriksaan Bersama dan Pasal 16 Peraturan Bersama Tentang Pedoman Penegakkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, perlu diatur lebih jelas mengenai: satu kriteria kasus yang menarik perhatian publik dan memandang perlu untuk melakukan pemeriksaan bersama sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c Peraturan Bersama Tentang Tata Cara Pemeriksaan Bersama; dan dua tindak-lanjut dalam hal ada usul Komisi Yudisial untuk dilakukan pemeriksaan bersama sebagaimana disebutkan dalam Pasal 16 Peraturan Bersama Tentang Pedoman Penegakkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. 2) Perlunya pengaturan pemeriksaan bersama dugaan pelanggaran etika profesi yang dilakukan pimpinan Mahkamah Agung dan/atau hakim agung, karena apabila dilakukan pemeriksaan sendiri oleh Mahkamah Agung ada kemungkinan hasil pemeriksaan mengandung konflik kepentingan. 3) Untuk menghindari kemungkinan terjadi masuknya pengaduan dugaan pelanggaran yang sama ke masing-masing lembaga, yang membuat masing-masing lembaga melakukan pemeriksaannya masing-masing, perlu disiapkan infrastruktur pendukung pengintegrasian laporan yang masuk ke MA dan ke KY, sehingga suatu kasus yang sama-sama masuk ke kedua lembaga dapat segera diketahui sebelum masing-masing lembaga memulai pemeriksaannya. 4) Untuk menghindari terjadi dalam praktek sanksi tidak dilaksanakan sepenuhnya atau tidak dilaksanakan sama sekali, perlu diatur mekanisme pengawasan pelaksanaan sanksi dan tugas MA dan KY dalam penegakkan sanksi.

19 VIII. Daftar Referensi BUKU Asshiddiqie, Jimly. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Ed. 1. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Cet. 2. Jakarta: Konstitusi Press, Kusnardi, Moh.dan Harmaily Ibrahim. Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia. Depok: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan CV Sinar Bakti, Luthan, Salman. Sinergitas Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung dalam Pembaruan Peradilan Dalam Dialektika Pembaruan Sistem Hukum Indonesia. Jakarta: Komisi Yudisial RI, 2012, hlm Manan, Bagir. Suatu Tinjauan Terhadap Kekuasaan Kehakiman Indonesia dalam UU No. 4 tahun Jakarta: Mahkamah Agung RI Menegakkan Hukum Suatu Pencarian. Jakarta: Asosiasi Advokat Indonesia, MD, Moh. Mafud. Komisi Yudisial dalam Mosaik Ketatanegaraan Kita Dalam Bunga Rampai Komisi Yudisial dan Reformasi Peradilan. Jakarta: Komisi Yudisial RI, 2007, hlm Saleh, Imam Anshori. Konsep Pengawasan Kehakiman: Upaya Memperkuat Kewenangan Konstitusional Komisi Yudisial dalam Pengawasan Peradilan. Malang: Setara Press, Sutiyoso, Bambang dan Sri Hastuti Puspitasari. Aspek-Aspek Perkembangan Kekuasaan Kehakiman di Indonesia. Yogyakarta: UII Press, TERBITAN LEMBAGA Komisi Yudisial RI. Kiprah 8 Tahun Komisi Yudisial RI Mengukuhkan Sinergitas Memperkokoh Kewenangan. Jakarta: Pusat Analisis dan Layanan Informasi, Mahkamah Agung RI. Naskah Akademis dan RUU tentang Komisi Yudisial. Jakarta: MARI, Mahkamah Konstitusi RI. Naskah Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945: Latar Belakang, Proses, dan hasil Pembahasan Buku VI Kekuasaan Kehakiman. Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, KAMUS Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Ed. 3. Cet. 3. Jakarta: Balai Pustaka, PUTUSAN Putusan Mahkamah Konstitusi RI No. 005/PUU-IV/2006, alasan permohonan, hlm Putusan Mahkmah Agung RI No. 36P/HUM/2011, dasar permohonan, hlm PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Indonesia. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Indonesia. Undang-Undang Dasar Tahun Indonesia. Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman. UU No. 4 Tahun LN. No. 8 Tahun TLN. No Indonesia. Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman. UU No. 48 Tahun LN. No. 157 Tahun TLN. No

20 Indonesia. Undang-Undang Tentang Mahkamah Agung. UU No. 14 Tahun 1985, LN. No. 73 Tahun TLN. No Indonesia. Undang-Undang Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung. UU No. 3 Tahun LN. No. 3 Tahun TLN. No Indonesia. Undang-Undang Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum. UU No. 49 Tahun LN. No. 158 Tahun TLN. No Indonesia. Undang-Undang Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. UU No. 50 Tahun LN. No. 159 Tahun TLN. No Indonesia. Undang-Undang Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 5 tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara. UU No. 51 Tahun LN. No. 159 Tahun TLN. No Indonesia. Undang-Undang Tentang Komisi Yudisial. UU No. 22 Tahun LN. No. 89 Tahun TLN. No Indonesia. Undang-Undang Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Tentang Komisi Yudisial. UU No. 18 Tahun LN. No. 106 Tahun TLN. No Indonesia. Instruksi Presiden Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan. Instruksi No. 15 Tahun Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial RI. Surat Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan Ketua Komisi Yudisial RI. SKB Nomor: 047/KMA/SKB/IV/2009, 02/SKB/P.KY/IV/2009 Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial RI. Peraturan Bersama Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial Tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. PB No. 02/PB/MA/IX/ /PB/P.KY/09/2012. Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial RI. Peraturan Bersama Tentang Tata Cara Pemeriksaan Bersama. PB No. 03/PB/MA/IX/ /PB/P.KY/09/2012. Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial RI. Peraturan Bersama Tentang Pembentukan, Tata Kerja, dan Tata Cara Pengambilan Keputusan Majelis Kehormatan Hakim. PB No. 04/PB/MA/IX/ /PB/P.KY/09/2012. Mahkamah Agung RI. Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan di Lingkungan Lembaga Peradilan. Keputusan KMA No. KMA/080/SK/VIII/2006. Mahkamah Agung RI. Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Tentang Tanggung Jawab Ketua Pengadilan Tingkat Pertama dan Ketua Pengadilan Tingkat Banding dalam Melakukan Pengawasan Terhadap Hakim dan Pegawai Pengadilan. Keputusan No. KMA/096/SK/X/2006. Mahkamah Agung RI. Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Tentang Pedoman Pelaksanaan Penanganan Pengaduan di Lingkungan Lembaga Peradilan. Keputusan No. 076/KMA/SK/IV/2009. Komisi Yudisial RI. Peraturan Komisi Yudisial Tata Cara Penanganan Laporan Masyarakat. Peraturan No. 4 Tahun WAWANCARA Wawancara dengan Staf Bidang Pengawasan dan Invenstigasi Hakim Komisi Yudisial RI, tanggal Juni INTERNET diunduh 5 Juli 2014.

Komisi Yudisial. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga 25 Juni 2008

Komisi Yudisial. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga 25 Juni 2008 Komisi Yudisial R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga 25 Juni 2008 Pokok Bahasan Latar Belakang Kelahiran Komisi Yudisial dan Konteks Pemantauan

Lebih terperinci

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN A. Komisi Yudisial Komisi Yudisial merupakan lembaga tinggi negara yang bersifat independen. Lembaga ini banyak berkaitan dengan struktur yudikatif

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga DAFTAR ISI

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga DAFTAR ISI DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul... i Halaman Pengesahan... ii Halaman Penetapan Panitia Penguji Disertasi... iii Ucapan Terima Kasih... v Ringkasan... x Summary... xiii Abstrak... xvi Abstract... xvii

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat), bukan negara berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat), bukan negara berdasarkan 1 BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat), bukan negara berdasarkan kekuasaan (macthstaat) yang berdasar atas kekuasaan belaka, sebagaimana telah diamanatkan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan konstitusi yang memberikan jaminan kemandirian dan akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. perubahan konstitusi yang memberikan jaminan kemandirian dan akuntabilitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transisi demokrasi di berbagai negara umumnya ditandai dengan terjadinya perubahan konstitusi yang memberikan jaminan kemandirian dan akuntabilitas kekuasaan kehakiman.

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Disampaikan oleh : Timur P. Manurung, SH., MM Ketua Muda Pengawasan Mahkamah Agung R.I.

Disampaikan oleh : Timur P. Manurung, SH., MM Ketua Muda Pengawasan Mahkamah Agung R.I. Disampaikan oleh : Timur P. Manurung, SH., MM Ketua Muda Pengawasan Mahkamah Agung R.I. Pada Rapat Kerja Nasional Mahkamah Agung R.I. Dengan Jajaran Pengadilan Tingkat Banding Dari Empat Lingkungan Peradilan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL I. UMUM Pasal 24B Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENANGANAN LAPORAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENANGANAN LAPORAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENANGANAN LAPORAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI YUDISIAL REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah institusi yang berperan melakukan kegiatan pengujian konstitusional di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

Lebih terperinci

Oleh Eggy Dwikurniawan (Mahasiswa Hukum Universitas Pakuan)

Oleh Eggy Dwikurniawan (Mahasiswa Hukum Universitas Pakuan) PERKEMBANGAN PENGATURAN KOMISI YUDISIAL DALAM UNDANG UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Oleh Eggy Dwikurniawan (Mahasiswa Hukum

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2009 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2009 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Badan Pengawasan, Dr. H.M. SYARIFUDDIN, SH., MH.

KATA PENGANTAR. Kepala Badan Pengawasan, Dr. H.M. SYARIFUDDIN, SH., MH. KATA PENGANTAR Penyusunan Renstra (Rencana Strategis) Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI Tahun 200 204, dimaksudkan guna mencapai tujuan dan sasaran strategis dalam rangka pencapaian visi dan pelaksanaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2009 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Oleh: Dr. (HC) AM. Fatwa Wakil Ketua MPR RI Kekuasaan Penyelenggaraan Negara Dalam rangka pembahasan tentang organisisasi

Lebih terperinci

REKONSTRUKSI KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN ANTARA MAHKAMAH AGUNG, MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL DI INDONESIA. Oleh: Antikowati, S.H.,M.H.

REKONSTRUKSI KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN ANTARA MAHKAMAH AGUNG, MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL DI INDONESIA. Oleh: Antikowati, S.H.,M.H. 1 REKONSTRUKSI KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN ANTARA MAHKAMAH AGUNG, MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL DI INDONESIA Oleh: Antikowati, S.H.,M.H. 1 ABSTRAK Undang-Undang Dasar 1945 (pasca amandemen) tidak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1365, 2013 KOMISI YUDISIAL. Pembidangan Kerja. Susunan Organisasi. Pecabutan. PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN PEMBIDANGAN KERJA KOMISI YUDISIAL

PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN PEMBIDANGAN KERJA KOMISI YUDISIAL KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN PEMBIDANGAN KERJA KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.legalitas.org UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/PMK/2006 TENTANG MAJELIS KEHORMATAN MAHKAMAH KONSTITUSI MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

2015, No Mengingat : 1. Pasal 24B Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun

2015, No Mengingat : 1. Pasal 24B Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1758, 2015 KY. Laporan Masyarakat. Penanganan. Pencabutan. PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENANGANAN LAPORAN MASYARAKAT DENGAN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN I. UMUM PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009.... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis pada abad ke-18 (delapan belas), memunculkan gagasan dari para pakar hukum dan negarawan untuk melakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

KEDUDUKAN KOMISI YUDISIAL SEBAGAI PERADILAN ETIK DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA

KEDUDUKAN KOMISI YUDISIAL SEBAGAI PERADILAN ETIK DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA SEMNAS MKD DPR-IKAHI/BRW/21032018 1 KEDUDUKAN KOMISI YUDISIAL SEBAGAI PERADILAN ETIK DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA Oleh Basuki Rekso Wibowo Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Airlangga SEMNAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat). 1 Di dalam sebuah Negara Hukum yang demokratis, kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat,

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara senantiasa memiliki seperangkat kaidah yang mengatur susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan kenegaraan untuk menjalankan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

2017, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan Lembaran Neg

2017, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan Lembaran Neg No.1748, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DKPP. Kode Etik dan Pedoman Perilaku. PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK DAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 I. UMUM TENTANG PERADILAN UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

Etika kehidupan berbangsa adalah etika penyelenggaraan negara yang

Etika kehidupan berbangsa adalah etika penyelenggaraan negara yang EKSISTENSI KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA DALAM UUD RI TAHUN 1945 (Studi Perbandingan Komisi Yudisial Indonesia dan Peru) Nunik Nurhayati, S.H.,M.H. 1 nn123@ums.ac.id Abstrak Etika kehidupan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 215/KMA/SK/XII/2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM

KEPUTUSAN KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 215/KMA/SK/XII/2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM KEPUTUSAN KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 215/KMA/SK/XII/2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN KETUA MAHKAMAH AGUNG

Lebih terperinci

HASIL WAWANCARA. Wawancara dilakukan pada hari kamis tanggal 25 Juli 2013 jam WIB

HASIL WAWANCARA. Wawancara dilakukan pada hari kamis tanggal 25 Juli 2013 jam WIB 1 HASIL WAWANCARA Wawancara dilakukan pada hari kamis tanggal 25 Juli 2013 jam 12.15 WIB di Gedung Komisi Yudisial RI. Narasumber yang diwawancara adalah Dr.Taufiqurrohman Syahuri, S.H., M.H., Beliau merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN BERSAMA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA DAN KETUA KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA Nomor : 03/PB/MA/IX/ /PB/P.

PERATURAN BERSAMA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA DAN KETUA KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA Nomor : 03/PB/MA/IX/ /PB/P. PERATURAN BERSAMA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA DAN KETUA KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA Nomor : 03/PB/MA/IX/2012 03/PB/P.KY/09/2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BERSAMA KETUA MAHKAMAH AGUNG

Lebih terperinci

2013, No Mengingat dan tata cara seleksi, pemilihan, dan pengajuan calon hakim konstitusi serta pembentukan majelis kehormatan hakim konstitusi;

2013, No Mengingat dan tata cara seleksi, pemilihan, dan pengajuan calon hakim konstitusi serta pembentukan majelis kehormatan hakim konstitusi; LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.167, 2013 HUKUM. Kehakiman. Mahkamah Konstitusi. Penyelenggaraan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5456) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN DAN PEMBINAAN ATASAN LANGSUNG DI LINGKUNGAN MAHKAMAH AGUNG DAN BADAN PERADILAN DI BAWAHNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat PRESIDEN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PENGAWASAN KOMISI YUDISIAL TERHADAP KEHORMATAN KELUHURAN DAN MARTABAT PERILAKU HAKIM BERDASARKAN UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA 1945

PENGAWASAN KOMISI YUDISIAL TERHADAP KEHORMATAN KELUHURAN DAN MARTABAT PERILAKU HAKIM BERDASARKAN UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA 1945 PENGAWASAN KOMISI YUDISIAL TERHADAP KEHORMATAN KELUHURAN DAN MARTABAT PERILAKU HAKIM BERDASARKAN UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA 1945 Oleh: Verdinandus Kiki Afandi, Nengah Suantra, Made Nurmawati (Bagian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2009 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER- 022 /A/JA/03/2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGAWASAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER- 022 /A/JA/03/2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGAWASAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA 1 PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER- 022 /A/JA/03/2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGAWASAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. Bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai Lembaga Negara Bantu dalam Struktur Ketatanegaran Republik Indonesia Corruption Eradication Commission Institutional

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1054, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BERSAMA. Pemeriksaan Bersama. Tata Cara. PERATURAN BERSAMA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA DAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA Nomor 03/PB/MA/IX/2012

Lebih terperinci

TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4

TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4 1 TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4 DISUSUN OLEH: NAMA NIM PRODI : IIN SATYA NASTITI : E1M013017 : PENDIDIKAN KIMIA (III-A) S-1 PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MATARAM

Lebih terperinci

PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 04 TAHUN 2013

PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 04 TAHUN 2013 KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 04 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERILAKU BAGI PELAKSANA KHUSUS DAN PETUGAS PENERIMA LAPORAN MASYARAKAT,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

RANCANGAN. Tahun Sidang : Masa Persidangan : III Rapat ke :

RANCANGAN. Tahun Sidang : Masa Persidangan : III Rapat ke : RANCANGAN LAPORAN SINGKAT FIT AND PROPER TEST KOMISI III DPR RI TERHADAP CALON ANGGOTA KOMISI YUDISIAL ------------------------------------- (BIDANG HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN, HAM DAN KEAMANAN) Tahun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH : RANTI SUDERLY

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH : RANTI SUDERLY SKRIPSI PENGUJIAN TERHADAP UNDANG - UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DAN UNDANG UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG GARIS BESAR KEBIJAKAN DAN STRATEGI KOMISI YUDISIAL TAHUN

PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG GARIS BESAR KEBIJAKAN DAN STRATEGI KOMISI YUDISIAL TAHUN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG GARIS BESAR KEBIJAKAN DAN STRATEGI KOMISI YUDISIAL TAHUN 2012-2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG SALINAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PENGADILAN NEGERI BANTUL KELAS I B KEPUTUSAN KETUA PENGADILAN NEGERI BANTUL NOMOR 6 TAHUN 2017 T E N T A N G PEDOMAN PENGAWASAN INTERNAL

PENGADILAN NEGERI BANTUL KELAS I B KEPUTUSAN KETUA PENGADILAN NEGERI BANTUL NOMOR 6 TAHUN 2017 T E N T A N G PEDOMAN PENGAWASAN INTERNAL PENGADILAN NEGERI BANTUL KELAS I B KEPUTUSAN NOMOR 6 TAHUN 2017 T E N T A N G PEDOMAN PENGAWASAN INTERNAL Menimbang a. Bahwa pengawasan merupakan salah satu fungsi pokok manajemen sebagai pengendali agar

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam

Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam TUGAS AKHIR SEMESTER Mata Kuliah: Hukum tentang Lembaga Negara Dosen: Dr. Hernadi Affandi, S.H., LL.M Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam Oleh: Nurul Hapsari Lubis 110110130307 Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

ETIKA PENEGAKAN HUKUM DALAM PERILAKU HAKIM

ETIKA PENEGAKAN HUKUM DALAM PERILAKU HAKIM Sub Tema : ETIKA PENEGAKAN HUKUM DALAM PERILAKU HAKIM Disampaikan oleh : Dr. Sri Muryanto, SH.,MH. 1 Pada hari : Sabtu, tanggal 23 Mei 2015 Tempat : Ruang Sidang FH UII Lt. III, Jl. Taman Siswa No. 158,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

Positive. Personality. OLEH-OLEH DARI MEDAN hal. 4. Disiplin Tanpa Batas

Positive. Personality. OLEH-OLEH DARI MEDAN hal. 4. Disiplin Tanpa Batas Positive Personality J E M B A T A N R E F O R M A S I OLEH-OLEH DARI MEDAN hal. 4 Disiplin Tanpa Batas TC MEDIA EDISI 32 MARET 2011 1 action Oleh-oleh dari Seminar di Medan Hari Rabu tanggal 9 Maret

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA DAN KETUA KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA,

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA DAN KETUA KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN BERSAMA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA DAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA Nomor : 04/PB/MA/IX/2012 04/PB/P.KY/09/2012 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, TATA KERJA, DAN TATA CARA PENGAMBILAN

Lebih terperinci

KODE ETIK PENYELENGGARA NEGARA SEBAGAI UPAYA PENEGAKAN ETIKA BAGI PENYELENGGARA NEGARA

KODE ETIK PENYELENGGARA NEGARA SEBAGAI UPAYA PENEGAKAN ETIKA BAGI PENYELENGGARA NEGARA KODE ETIK PENYELENGGARA NEGARA SEBAGAI UPAYA PENEGAKAN ETIKA BAGI PENYELENGGARA NEGARA Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 01 November 2014; disetujui: 01 Desember 2014 Terselenggaranya tata pemerintahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG Menimbang UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Analisis Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Mengeluarkan Putusan Yang Bersifat Ultra Petita Berdasarkan Undang-Undangnomor 24 Tahun 2003

Analisis Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Mengeluarkan Putusan Yang Bersifat Ultra Petita Berdasarkan Undang-Undangnomor 24 Tahun 2003 M a j a l a h H u k u m F o r u m A k a d e m i k a 45 Analisis Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Mengeluarkan Putusan Yang Bersifat Ultra Petita Berdasarkan Undang-Undangnomor 24 Tahun 2003 Oleh: Ayu

Lebih terperinci

MATRIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

MATRIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG MATRIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG RUU MASUKAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI Lembaga negara merupakan lembaga pemerintahan negara yang berkedudukan di pusat yang fungsi, tugas, dan kewenangannya diatur secara tegas dalam

Lebih terperinci

Faridah T, S.Pd., M.Pd. NIP Widyaiswara LPMP Sulawesi Selatan

Faridah T, S.Pd., M.Pd. NIP Widyaiswara LPMP Sulawesi Selatan TRIAS POLITICA DI INDONESIA, ANTARA SEPARATION OF POWER DENGAN DISTRIBUTION OF POWER, MENURUT UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945. Faridah T, S.Pd., M.Pd. NIP.19651216 198903

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bergulirnya reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 membawa dampak banyak perubahan di negeri ini, tidak terkecuali terhadap sistem dan praktik ketatanegaraan

Lebih terperinci

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum.

Lebih terperinci

*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN UU 4/2004, KEKUASAAN KEHAKIMAN *14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci