BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Debu Batu Kapur dan Penyakit Pernapasan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Debu Batu Kapur dan Penyakit Pernapasan"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Debu Batu Kapur dan Penyakit Pernapasan Mineral kalsit dan aragonite memiliki kandungan yang sama yaitu kalsium karbonat (CaCO 3 ) dan mineral dolomite (CaMg(CO 3 ) 2 ) adalah komponen utama pembentuk batu kapur, unsur-unsur ini membentuk warna putih dan bertekstur lembut. Proses terbentuknya batu kapur terjadi selama berjuta juta tahun silam. Batu kapur terbentuk dari unsur karbonat, merupakan penyusun utama kulit kerang dan tiram. Pada saat organisme ini mati, mikroorganisme mikroskopik seperti foraminifera akan mendegradasi kulit kerang dan tulang yang tertinggal menjadi unsur yang lebih kecil lagi. Hasil degradasi ini akan terbentuk pasir karbonat atau lumpur karbonat. Pengendapan ini terjadi terus - menerus dalam waktu yang lama dan didukung dengan adanya proses alam, maka endapan pasir dan lumpur karbonat menjadi keras sehingga akan membentuk pegunungan batu kapur. Oleh sebab itu hampir sebagian besar pegunungan batu kapur berada dekat dengan laut (Kristanto, 2001). Penggunaan batu kapur sebagai batu bata, mortar, dan bahan konstruksi bangunan lainya, didasarkan pada sifat batu kapur tersebut yang tidak berbau dan tidak mudah terbakar ataupun meledak, batu kapur memiliki beberapa jenis warna yaitu putih, abu-abu dan coklat. Karena batu kapur merupakan batuan sedimen jenis khusus yang terbentuk oleh fosil-fosil hewan laut yang terdegradasi, kandungan utama dari batu kapur adalah CaCO 3 sebanyak 95% dan MgCO 3 11

2 12 sebanyak 11%. Jika terpapar dalam jumlah sedikit dengan waktu yang singkat tidak akan menimbulkan bahaya terhadap tubuh. Namun karena pada debu batu kapur mengandung kristal silika sebanyak 1-20% maka akan sangat berbahaya bagi tubuh jika terhirup dalam jumlah besar dan dengan waktu pajanan yang relatife lebih lama (Neil, 2000; Anonimus, 2011). Akibat adanya proses penambangan, karena adanya kekuatan mekanis terbentuklah debu kapur yang merupakan salah satu partikel padat. Berdasarkan komposisinya debu kapur berasal dari golongan anorganik dan jika dilihat dari sifatnya debu kapur termasuk profilferate dust, dimana di dalam paru golongan debu ini akan membentuk jaringan parut (fibrosis), yang dapat menyebabkan pengerasan pada jaringan alveoli, sehingga mengakibatkan gangguan kapasitas paru (Yulaekah, 2007). Penyakit seperti penurunan fungsi paru, bronkitis kronis dan emfisima yang termasuk dalam penyakit paru obstruktif akut merupakan efek yang timbul akibat adanya kadar debu silika dalam waktu yang lama. Hal ini sering disebut sebagai salah satu penyakit akibat kerja (OHSA, 2010). Paparan debu yang terjadi secara terus menerus dalam waktu yang lama akan mengakibatkan timbulnya Cronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) yang sering disebut dengan Penyakit paru obstruktif kronis. Penyebab utama timbulnya COPD umumnya adalah akibat asap rokok, dan asap juga debu sebagai faktor lingkungan dimana genetika dapat mempengaruhi terjadinya COPD. Paparan berat oleh debu di tempat kerja berkontribusi menyebabkan terjadinya PPOK pada pekerja (Lareau et al., 2013).

3 13 Paru dan saluran napas adalah organ tubuh yang sering terpapar oleh bahan-bahan berbahaya seperti debu di tempat kerja. Efek debu terhadap paru dipengaruhi oleh tingkat pajanan debu. Kadar debu rata-rata di udara dan waktu pajanan terhadap debu menentukan tingkat pajanan (Susanto, 2011). Ukuran debu yang dapat berdifusi dengan gerakan Brown untuk keluar masuk alveoli yaitu 0,1 0,5 mikron, namun bila debu membentur alveoli, maka akan terjadi penimbunan debu di situ (WHO, 2007). 2.2 Penambangan Batu Kapur Batu kapur merupakan salah satu jenis hasil galian golongan C yaitu bahan galian yang tidak termasuk golongan strategik dan vital, yang tercantum dalam Undang-Undang No. 11 tahun 1967 tentang Ketentuan - Ketentuan Pokok Pertambangan. Kegiatan pertambangan batu kapur dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu pertambangan skala besar dan pertambangan skala kecil. Jenis pertambangan skala kecil sering disebut pertambangan rakyat. Hal ini dikarenakan kegiatan pertambangan dilakukan oleh masyarakat setempat secara bersama-sama dengan menggunakan alat sederhana, yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan kehidupan sehari-hari. Pertambangan batu kapur biasanya dilakukan oleh perseorangan atau oleh warga masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah pertambangan, namun ada juga penambangan yang dilakukan oleh pengusaha kecil maupun besar (Arvina, 2009).

4 Sistem penambangan batu kapur (Risyanto et al., 2001) Sistem penambangan batu kapur yang sering dilakukan oleh pertambangan rakyat dibagi menjadi dua jenis yaitu : 1. Sistem penambangan terbuka Sistem penambangan terbuka/open pit mining menghasilkan bahan tambang dolomit berupa hancuran atau batuan pecah, dan batuan ini masih harus diproses lebih lanjut untuk keperluan tertentu. Sistem penambangan seperti ini memiliki prosedur yaitu langsung memotong lereng/tebing bukit kapur hingga menghasilkan depresi luas dinding berlereng. Dapat mencapai 90º. Sistem penambangan seperti ini merupakan sistem penambangan yang banyak digunakan oleh masyarakat. Dengan menggunakan peralatan tradisional maupun peralatan mekanik. 2. Sistem penambangan tertutup Sistem penambangan tertutup merupakan sistem yang pelaksanaannya dengan cara membuat gua-gua tambang dengan tiang penyangga dari gua tambang itu adalah dolomit itu sendiri, peralatan yang digunakan pada sistem penambangan ini adalah peralatan tradisional antara lain bethel, bodem, linggis dan lain-lain. Sistem seperti ini adalah sistem yang paling sering ditemukan pada pertambangan rakyat Kegiatan penambangan batu kapur Proses penambangan batu kapur sendiri tediri dari beberapa tahapan proses yang diawali dengan proses peledakan (Blasting) yang bertujuan untuk membongkar atau melepaskan batuan (losses) dari batuan induknya,

5 15 dilanjutkan dengan pemecahan bongkahan batu kapur menjadi diameter yang lebih kecil (Breaking), kemudian pengambilan material (Loading), dilanjutkan dengan pemuatan material (Hauling) dan tahapan terakhir adalah pembuangan material (Dumping) ke dalam crusher (Frakhruzy, 2009). 2.3 Tumor Necrosis Factor Alpha (TNFα) Tumor Necrosis Factor (TNF)-α pertama kali diidentifikasi sebagai sitokin proinflamasi multifungsi dengan efek pada metabolisme lemak, resistensi insulin, fungsi endothelial dan koagulasi pada tahun Beberapa dekade lalu TNF telah dikenal sebagai agen anti kanker, yang merupakan anggota dari TNF Receptor (TNFR) superfamily dimana dapat mengirimkan sinyal survival atau pun sinyal kematian sel. TNFα merupakan protein yang terdapat dalam dua bentuk yaitu terlarut (157 asam amino) dan transmembran (233 asam amino). Kelompok TNF berperan penting dalam berbagai proses patologis dan filosofis yaitu ploriferasi sel, diferensiasi, apoptosis, indeks inflamasi dan modulasi sistem imun (Aggarwal, 2009). Sitokin utama pada respon inflamasi akut terhadap bakteri gram negatif dan mikroba lainnya adalan TNF. Produksi TNF dalam jumlah besar dipicu oleh adanya infeksi yang besar sehingga menimbulkan reaksi sistemik. TNFα disebut TNFα atas dasar historis dan di gunakan untuk membedakannya dari TNFβ atau limfotoksin. Fagosit molekulear, sel T yang diaktifkan antigen, sel NK dan sel mast merupakan sumber utama TNFα (Baratawidjaja, 2012).

6 16 Pada awalnya TNFα ditemukan pada tumor tertentu yang mengalami perdarahan, ternyata yang menyebabkan perdarahan tersebut adalah nekrosis jaringan. Sel-sel penghasil TNF adalah sel makrofag dan sel-sel jenis lain dengan aktifitas biologik yang berbeda pada sel-sel sasaran yang termasuk dalam sistem imun atau pun tidak. Sejumlah jenis sel yang baru akan menghasilkan TNF apabila mendapatkan rangsangan yang cocok, misalnya pada limfosit dan sel NK (Subowo, 2009). Tumor Necrosis Factor (TNF) bekerja terhadap leukosit dan endotel pada kadar rendah yang menginduksi inflamasi akut. Pada kadar sedang, TNF berperan penting dalam inflamasi sistemik. Sedangkan pada keadaan tinggi, TNF dapat menimbulkan kelainan patologik syok septic (Baratawidjaja, 2012). Tumor Necrosis Factor (TNF)-α merupakan sitokin pada imunitas nonspesifik dengan sumber utama adalah makrofag dan sel T, dimana sasaran utama dan efek biologik yang di timbulkan yaitu pada sel endotel terjadi aktivasi (inflamasi, koagulasi), neotrofil terjadi aktivasi, hipotalamus terjadinya panas, hati terjadinya efek sintesis APP, pada otak dan lemak terjadi katabolisme (kaheksia) (Baratawidjaja, 2012).

7 17 Gambar 2.1 Efek Biologik TNF (Sumber : Baratawidjaja, 2012). Sintesis TNFα terkontrol secara ketat untuk memastikan produksi masih kecil dalam sel normal pada kondisi normal. Adanya stimulasi dari berbagai stimuli, maka kemungkinan melepaskan TNFα dalam jumlah yang besar karena adanya proses transkripsi dan translasi gen TNFα yang mengalami peningkatan secara cepat. Terdapat banyak faktor pada multilevel dan sel teraktifitasi yang mengendalikan ragulasi ekpresi TNF dengan meningkatnya serum TNF dalam waktu 90 menit setelah adanya proses stimulasi dan kemudian diikuti dengan menurunnya kadar TNFα pada kadar normal dalam waktu 4 jam (Aggarwal, 2009).

8 Faal Paru Respirasi yang berarti bernafas kembali atau yang disebut juga sistem pernafasan. Sistem ini berperan menyediakan oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida dari dalam tubuh menuju ke udara bebas. Peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen ke dalam tubuh (inspirasi) serta mengeluarkan udara yang mengandung karbon dioksida sisa oksidasi ke luar tubuh (ekspirasi) adalah pernafasan (Muttaqin, 2008). Menurut Siregar (2004), Proses pernafasan dibagi menjadi tiga tahap, yaitu : 1. Ventilasi adalah proses masuk dan keluarnya udara, serta distribusi udara pada trakeobronkial sehingga terjadi pertukaran gas di dalam alveoli. 2. Difusi adalah merupakan proses perpindahan udara dari alveoli ke dalam darah, serta proses keluarnya karbondioksida dari darah menuju alveoli. Terjadi proses perpindahan molekul dari tempat yang konsentrasi tinggi ke tempat dengan konsentrasi rendah. 3. Perfusi adalah distribusi darah di dalam paru yang telah teroksigenasi untuk dialirkan ke seluruh tubuh. Aktifitas ventilasi meningkat apabila seseorang beraktifitas dan disesuaikan dengan beratnya aktifitas yang dilakukan. Beberapa hal yang mempengaruhi volume paru nomal yaitu ukuran sistem pernafasan tergantung bentuk dan ukuran tubuh, jenis kelamin dan usia. Kapasitas vital rata-rata 4,6 liter adalah untuk usia dewasa muda dan 3, 1 liter untuk wanita dewasa muda. Volume

9 19 dan kapasitas paru juga dipengaruhi oleh postur tubuh, biasanya akan meningkat ketika berdiri dan menurun ketika berbaring (Francis, 2006). Pengukuran volume paru dapat diukur secara langsung dengan menggunakan spirometer, namun tidak untuk volume residu. Keadaan fungsi paru yang diketahui berdasarkan hasil pengukuran atau uji fungsi paru dengan menggunakan alat spirometer adalah untuk mengetahui status fungsi paru. Parameter yang digunakan dalam pengukuran faal paru adalah Vital Capacity (VC), Forced Vital Capacity (FVC), dan Forced Expiratory Volume (FEV). Parameter yang digunakan untuk mengukur volume maksimum udara yang dapat di ekspirasikan oleh seseorang dengan rentang waktu tertentu adalah volume ekspirasi paksa (VEP/FEV), yang perlu di evaluasi adalah volume udara pada satu titik pertama ekspirasi (FEV 1 ) (Depnakertrans, 2005) Volume dan kapasitas standar paru Menurut Levitzky (2007), ada empat volume standard paru dan empat kapasitas paru standard yaitu terdiri dari dua atau lebih kombinasi volume paru standard. Guyton dan Hall (2008) menjabarkan empat volume standard paru sebagai berikut : 1. Volume tidal (tidal volume), yaitu jumlah udara yang dihirup dan dihembuskan pada setiap kali pernafasan normal. Volume udara waktu istirahat lebih kecil dari pada waktu kerja. Besarnya 0,5 L pada rata - rata orang dewasa.

10 20 2. Volume cadangan inspirasi (Inpiratory Reserve Volume), yaitu jumlah maksimal udara yang dihirup sesudah setelah volume tidal. Biasanya mencapai 2,5 L. 3. Volume cadangan ekspirasi (Ekspiratory Reserve Volume), yaitu jumlah maksimal udara yang masih dapat dihembuskan sesudah akhir ekspirasi normal. Volume udara yang masih tetap dalam paru setelah ekspirasi yang paling kuat, dalam keadaan normal jumlahnya 1,5 L. 4. Volume residu (Residual Volume) yaitu jumlah udara yang masih ada di dalam paru sesudah melakukan ekspirasi yang paling kuat, volume tersebut ± 1,5 L. Gambar 2.2 Volume Paru dan Kapasitas Standard (Sumber : Levitzky, 2007)

11 21 Kapasitas paru adalah kombinasi nilai kapasitas ini mencakup dua atau lebih nilai volume paru, dalam siklus paru (Guyton, 1995) seperti : 1. Kapasitas Paru Total (KPT) adalah jumlah maksimal udara yang dapat ditampung oleh paru pada akhir inspirasi maksimal dengan cara inspirasi paksa kira-kira sebesar 6000 ml. 2. Kapasitas Vital (KV) adalah jumlah maksimal udara yang dikeluarkan seseorang dari paru dengan sekuat-kuatnya setelah mengisi paru secara maksimal terlebih dulu dan kemudian mengeluarkan dengan maksimal kirakira sebesar ml. 3. Kapasitas Inspirasi, adalah jumlah maksimal udara yang dihirup oleh seseorang kira-kira sebesar ml setelah posisi istirahat (akhir ekspirasi normal) sampai jumlah maksimal. 4. Kapasitas Residu Fungsional (KRF) adalah jumlah udara yang tersisa dalam paru pada posisi istirahat dan atau akhir respirasi normal kira-kira sebesar 3000 ml. Untuk wanita semua volume dan kapsitas paru kira-kira 20 25% dibawah pria dan lebih besar pada orang yang memiliki ukuran tubuh besar dan altet jika dibandingkan dengan orang bertubuh kecil dan astenik Alat uji faal paru Spirometer merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk pemeriksaan faal paru. Menurut Fishman et al., 2008 menyebutkan bahwa jenis Spirometer yaitu :

12 22 1. Spirometer basah (Water filled) 2. Spirometer kering (Waterless) Pemeriksaan fungsi paru dengan menggunakan spirometer bertujuan agar dapat sedini mungkin mengetahui adanya gangguan fungsi paru. Hasil pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mengetahui atau menilai seberapa beratkah obstruksi yang telah terjadi meskipun secara pemeriksaan klinik maupun radiologi pada penderita belum tentu dapat diketahui. Pada pemeriksaan fungsi paru ini juga memiliki kekurangan yaitu hasil normal yang diperoleh hanya untuk tujuan evaluasi personal bukan kelompok, dan pada saat pengukuran harus dilakukan dengan maksimal karena hasilnya sangat dipengaruhi oleh kerja sama dengan orang yang diperiksa Nilai normal, restriktif, dan obstruktif pada faal paru Hasil pemeriksaan faal paru yang diperoleh harus diinterpretasikan dengan cara dibandingkan dengan nilai standard, berikut ini interpretasi pemeriksaan faal paru dengan menggunakan nilai prediksi atau perbandingan (Ikawati, 2011). 1. Normal, jika FEV 1 /FVC 75% dan FVC 80% 2. Gangguan Obstruktif, jika FEV 1 /FVC < 75%, FVC 80%, dibagi menjadi: a) FEV 1 /FVC : % : Ringan b) FEV 1 /FVC : % : Sedang c) FEV 1 /FVC : < 40 % : Berat 3. Gangguan Restriksi, jika FEV 1 /FVC 75 % dan FVC < 80 % 4. Gangguan campuran (obstruktif dan restriksi), jika FEV 1 /FVC < 75 % dan FVC < 80 %

13 23 Hasil pengukuran dengan menggunakan spirometer masih harus disesuaikan lagi dengan umur, tinggi badan, dan kemungkinan etnik yang merupakan nilai sebenarnya dari pemeriksaan fungsi paru. 2.5 Karakteristik Penambang Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya gangguan paru pada penambang, diantaranya : 1. Umur Elastisitas paru sebagaimana jaringan lain dalam tubuh juga dipengaruhi oleh umur seseorang. Faktor umur menjadi salah satu variabel penting dalam terjadinya gangguan fungsi paru, semakin tua umur seseorang maka semakin besar kemungkinan untuk mengalami penurunan fungsi paru. Kejadian ini akan semakin buruk jika disertai dengan buruknya kondisi lingkungan dan adanya faktor lain yang semakin mempengaruhi fungsi paru (Budiono, 2007). Menurut Rosbinawati (2002) dari hasil penelitiannya diketahui bahwa ada hubungan bermakna secara statistika antara umur dengan gejala gangguan pernapasan. Hal ini menggambarkan adanya hubungan antara umur dengan potensi kemungkinan terpapar terhadap agen infeksi, kekebalan tubuh dan aktifitas fisiologis berbagai jaringan yang berpengaruh terhadap perjalanan penyakit pada seseorang. Setelah pada usia 30 tahun dapat terjadi penurunan KVP, tetapi penurunan KVP akan lebih cepat lagi pada usia 40 tahun. Sejak usia anak-anak faal paru akan bertambah volumenya, pada usia 19 tahun sampai 21 tahun akan mencapai nilai

14 24 maksimum. Namun setelah usia tersebut seiring dengan bertambahnya usia maka faal paru akan mulai menurun (Budiono, 2007). 2. Masa kerja Suatu masa berlangsungnya kegiatan seseorang dalam waktu tertentu disebut dengan masa kerja. Seseorang yang bekerja pada lingkungan kerja yang menghasilkan debu maka akan memiliki risiko gangguan kesehatan akibat kadar debu tersebut. Makin lama seseorang bekerja atau terpapar dengan debu di lingkungan kerjanya maka semakin besar pula risiko terkena gangguan pernapasan. 3. Kebiasaan merokok Debu yang tertimbun di dalam paru akan menyebabkan terjadinya fibrosis (pengerasan jaringan paru), apabila kondisi lingkungan kerja seseorang yang merokok memiliki tingkat konsentrasi debu yang tinggi maka dapat menyebabkan terjadinya gangguan fungsi paru yang ditandai dengan penurunan fungsi paru (VC, FCV dan FEV 1 ) yang berdampak pada penurunan KVP. Kebiasaan seseorang merokok dapat mempercepat terjadinya penurunan fungsi paru, untuk non perokok penurunan volume ekspirasi paksa pertahun yaitu 28,7 ml, sedangkan untuk bekas perokok yaitu 38,4 ml dan untuk perokok aktif adalah 41,7 ml (Anshar, 2005). Gold et al (2005) menyatakan bahwa kebiasaan merokok pada pekerja yang terpapar oleh debu memperbesar kemungkinan terjadinya gangguan fungsi

15 25 paru. Untuk mengukur derajat berat merokok dilakukan dengan menghitung indeks Brinkman yang merupakan hasil perkalian antara jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap setiap hari dengan lama merokok dalam tahun. Nilai yang diperoleh dari hasil perhitungan kemudian dimasukkan kedalam tiga kategori yaitu ringan: 0 200, sedang: dan berat: > Riwayat Penyakit Saluran Pernapasan KVP seseorang dipengaruhi oleh kondisi kesehatan saluran pernapasan, ketika seseorang sakit maka kekuatan otot-otot pernapasan dapat berkurang (Ganong, 2002). Secara otomatis nilai kapasitas paru akan berkurang pada penyakit paru, penyakit jantung (yang menimbulakan kongesti paru) dan terjadi juga pada kelemahan otot pernapasan. Selain itu juga pada pekerja yang menghadapi debu dalam melaksanakan pekerjaannya akan mengakibatkan pneumunokiosis. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk melindungi pekerja dari kadar debu adalah dengan menggunakan respirator saat bekerja.

BAB I PENDAHULUAN. pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok,

BAB I PENDAHULUAN. pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok mengganggu kesehatan, kenyataan ini tidak dapat kita pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gerak adalah aktivitas fisik dan merupakan ciri kehidupan. Sesuai dengan pepatah yang mengatakan Dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat, maka aktivitas fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latihan fisik merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kesehatan dan kebugaran. Seseorang dengan aktivitas fisik rendah memiliki 20% sampai 30% lebih tinggi risiko

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS PARU PETERNAK AYAM. Putri Rahayu H. Umar. Nim ABSTRAK

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS PARU PETERNAK AYAM. Putri Rahayu H. Umar. Nim ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS PARU PETERNAK AYAM (Studi Pada Peternakan Ayam CV. Malu o Jaya dan Peternakan Ayam Risky Layer Kabupaten Bone Bolango) Putri Rahayu H. Umar Nim. 811409003 ABSTRAK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membentuk suatu asam yang harus dibuang dari tubuh (Corwin, 2001). duktus alveolaris dan alveoli (Plopper, 2007).

I. PENDAHULUAN. membentuk suatu asam yang harus dibuang dari tubuh (Corwin, 2001). duktus alveolaris dan alveoli (Plopper, 2007). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem kardiovaskular dan sistem respirasi harus bekerja sama untuk melakukan pertukaran gas. Sistem ini berfungsi untuk mengelola pertukaran oksigen dan karbondioksida

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat menyebabkan penyakit paru (Suma mur, 2011). Penurunan fungsi paru

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat menyebabkan penyakit paru (Suma mur, 2011). Penurunan fungsi paru BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan kerja yang penuh oleh debu, uap dan gas dapat mengganggu produktivitas dan sering menyebabkan gangguan pernapasan serta dapat menyebabkan penyakit paru (Suma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok mengganggu kesehatan barangkali merupakan istilah yang tepat, namun tidak populer dan tidak menarik bagi perokok. Banyak orang sakit akibat merokok, tetapi orang

Lebih terperinci

Uji Fungsi (lung function test) Peak flow meter

Uji Fungsi (lung function test) Peak flow meter Uji Fungsi Paru-paru (lung function test) Peak flow meter Spirometer 2009/1/11 Zullies Ikawati's Lecture Notes 1 Spirometri 2009/1/11 Zullies Ikawati's Lecture Notes 2 Peak flow meter PEF = Peak Expiratory

Lebih terperinci

Sistem Pernapasan - 2

Sistem Pernapasan - 2 Anatomi sistem pernapasan Proses inspirasi dan ekspirasi Definisi pernapasan Eksternal Internal Mekanik pernapasan Inspirasi dan ekspirasi Peran otot pernapasan Transport gas pernapasan Ventilasi, difusi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi perokok dewasa per hari. Menurut data Global Adult Tobacco Survey

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi perokok dewasa per hari. Menurut data Global Adult Tobacco Survey BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Masalah yang ditimbulkan rokok belum bisa tertangani secara optimal hingga saat ini. Jumlah perokok di seluruh dunia dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Paru. Paru adalah satu-satunya organ tubuh yang berhubungan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Paru. Paru adalah satu-satunya organ tubuh yang berhubungan dengan 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Paru Paru adalah satu-satunya organ tubuh yang berhubungan dengan lingkungan di luar tubuh, yaitu melalui sistem pernapasan. Fungsi paru utama untuk respirasi, yaitu pengambilan

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. penyakit akibat pajanan debu tersebut antara lain asma, rhinitis alergi dan penyakit paru

B A B I PENDAHULUAN. penyakit akibat pajanan debu tersebut antara lain asma, rhinitis alergi dan penyakit paru B A B I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajanan debu kayu yang lama dapat menyebabkan berbagai gangguan pada sistem pernafasan, pengaruh pajanan debu ini sering diabaikan sehingga dapat menimbulkan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok menimbulkan berbagai masalah, baik di bidang kesehatan maupun sosio-ekonomi. Rokok menimbulkan berbagai masalah kesehatan seperti gangguan respirasi, gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan pekerja dan akhirnya menurunkan produktivitas. tempat kerja harus dikendalikan sehingga memenuhi batas standard aman,

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan pekerja dan akhirnya menurunkan produktivitas. tempat kerja harus dikendalikan sehingga memenuhi batas standard aman, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tempat kerja merupakan tempat dimana setiap orang mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri maupun keluarga yang sebagian besar waktu pekerja dihabiskan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Penyakit paru obstruktif kronik merupakan penyakit dengan preventif dan terapi yang umum, penyakit ini dicirikan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POSISI TUBUH TERHADAP VOLUME STATIS PARU

HUBUNGAN ANTARA POSISI TUBUH TERHADAP VOLUME STATIS PARU HUBUNGAN ANTARA POSISI TUBUH TERHADAP VOLUME STATIS PARU SKRIPSI INI DISUSUN UNTUK MEMENUHI PERSYARATAN DALAM MENDAPATKAN GELAR SARJANA SAINS TERAPAN FISIOTERAPI Disusun Oleh: ARI WIBAWA J 110 040 014

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok merupakan sebuah kebiasaan yang telah membudaya bagi masyarakat di sekitar kita. Di berbagai wilayah perkotaan sampai pedesaan, dari anak anak sampai orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahaya tersebut diantaranya bahaya faktor kimia (debu, uap logam, uap),

BAB I PENDAHULUAN. bahaya tersebut diantaranya bahaya faktor kimia (debu, uap logam, uap), BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia memegang peranan utama dalam proses pembangunan industri. Resiko bahaya yang dihadapi oleh tenaga kerja adalah bahaya kecelakaan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. kelamin pria dipilih karena mayoritas populasi sampel di BBKPM adalah pria dan

BAB V PEMBAHASAN. kelamin pria dipilih karena mayoritas populasi sampel di BBKPM adalah pria dan BAB V PEMBAHASAN Dalam penelitian ini pasien yang dipilih adalah berjenis kelamin pria. Jenis kelamin pria dipilih karena mayoritas populasi sampel di BBKPM adalah pria dan supaya sampel homogen. Secara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular (noncommunicable

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular (noncommunicable BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan berubahnya tingkat kesejahteraan, pola penyakit saat ini telah mengalami transisi epidemiologi yang ditandai dengan beralihnya penyebab kematian yang semula

Lebih terperinci

BAB 1. Pendahuluan. Faktor perinatal menjadi faktor risiko gangguan respiratorik kronis masa

BAB 1. Pendahuluan. Faktor perinatal menjadi faktor risiko gangguan respiratorik kronis masa BAB 1. Pendahuluan 1.1 Latar belakang: Faktor perinatal menjadi faktor risiko gangguan respiratorik kronis masa anak anak karena masa perkembangan dan maturasi fungsi paru dimulai sebelum lahir. Berat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia dapat lebih mudah memenuhi kebutuhan hidupnya. Keadaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. manusia dapat lebih mudah memenuhi kebutuhan hidupnya. Keadaan tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keadaan lingkungan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat. Banyak aspek kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak penyakit dapat dimulai,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ISPA adalah suatu infeksi pada saluran nafas atas yang disebabkan oleh. yang berlangsung selama 14 hari (Depkes RI, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. ISPA adalah suatu infeksi pada saluran nafas atas yang disebabkan oleh. yang berlangsung selama 14 hari (Depkes RI, 2010). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan atas atau yang selanjutnya disingkat dengan ISPA adalah suatu infeksi pada saluran nafas atas yang disebabkan oleh masuknya mikroorganisme

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rokok adalah gulungan tembakau yang dibalut dengan kertas atau daun. nipah. Menurut Purnama (1998) dalam Alamsyah (2009), rokok

I. PENDAHULUAN. Rokok adalah gulungan tembakau yang dibalut dengan kertas atau daun. nipah. Menurut Purnama (1998) dalam Alamsyah (2009), rokok I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rokok adalah gulungan tembakau yang dibalut dengan kertas atau daun nipah. Menurut Purnama (1998) dalam Alamsyah (2009), rokok umumnya terbagi menjadi tiga kelompok yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dari tahun ke tahun. Peningkatan dan perkembangan ini

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dari tahun ke tahun. Peningkatan dan perkembangan ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan sektor industri di Indonesia semakin meningkat dan berkembang dari tahun ke tahun. Peningkatan dan perkembangan ini sejalan dengan peningkatan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Spirometri adalah salah satu uji fungsi paru yang dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) (Health Partners, 2011). Uji fungsi paru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penyakit saluran nafas banyak ditemukan secara luas dan berhubungan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penyakit saluran nafas banyak ditemukan secara luas dan berhubungan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit saluran nafas banyak ditemukan secara luas dan berhubungan erat dengan lamanya pajanan terhadap debu tertentu karena pada dasarnya saluran pernafasan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ATP (Adenosin Tri Phospat) dan karbon dioksida (CO 2 ) sebagai zat sisa hasil

BAB I PENDAHULUAN. ATP (Adenosin Tri Phospat) dan karbon dioksida (CO 2 ) sebagai zat sisa hasil BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Paru merupakan salah satu organ vital yang berfungsi sebagai tempat pertukaran gas oksigen (O 2 ) yang digunakan sebagai bahan dasar metabolisme dalam tubuh.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memburuk menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang sering berubahubah. yang merugikan kesehatan, kususnya pada penderita asma.

BAB I PENDAHULUAN. memburuk menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang sering berubahubah. yang merugikan kesehatan, kususnya pada penderita asma. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini zaman semakin berkembang seiring waktu dan semakin memburuk menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang sering berubahubah. Saat ini tingkat ozon naik hingga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut.

BAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah inflamasi saluran napas kecil. Pada bronkitis kronik terdapat infiltrat dan sekresi mukus di saluran pernapasan. Sedangkan

Lebih terperinci

Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya

Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya Rahmy Sari S.Pd PERNAPASAN/RESPIRASI Proses pengambilan oksigen, pengeluaran karbondioksida (CO 2 ), dan menghasilkan energi yang dibutuhkan tubuh) Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya Pernapasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan menghadapi hal-hal darurat tak terduga (McGowan, 2001). Lutan. tahan dan fleksibilitas, berbagai unsur kebugaran jasmani saling

I. PENDAHULUAN. dan menghadapi hal-hal darurat tak terduga (McGowan, 2001). Lutan. tahan dan fleksibilitas, berbagai unsur kebugaran jasmani saling I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebugaran jasmani adalah kemampuan untuk melaksanakan tugas seharihari dengan giat dan penuh kewaspadaan tanpa mengalami kelelahan yang berarti dan dengan energi yang cukup

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perokok pasif atau second hand smoke (SHS) istilah pada orang lain bukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perokok pasif atau second hand smoke (SHS) istilah pada orang lain bukan BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perokok Pasif Perokok pasif atau second hand smoke (SHS) istilah pada orang lain bukan perokok, terpapar asap rokok secara tidak sadar dari perokok aktif. Sidestream Smoke

Lebih terperinci

SUMMARY GAMBARAN KAPASITAS PARU PADA REMAJA PEROKOK DI DESA TULADENGGI KECAMATAN TELAGA BIRU. Dwi Purnamasari Zees

SUMMARY GAMBARAN KAPASITAS PARU PADA REMAJA PEROKOK DI DESA TULADENGGI KECAMATAN TELAGA BIRU. Dwi Purnamasari Zees SUMMARY GAMBARAN KAPASITAS PARU PADA REMAJA PEROKOK DI DESA TULADENGGI KECAMATAN TELAGA BIRU Dwi Purnamasari Zees Program Studi keperawatan, fakultas ilmu ilmu kesehatan dan keolahragaan, universitas negeri

Lebih terperinci

RESPIRASI MELIBATKAN EMPAT PROSES: VENTILASI (PERGERAKAN UDARA. ANATOMI SISTEM RESPIRASI

RESPIRASI MELIBATKAN EMPAT PROSES: VENTILASI (PERGERAKAN UDARA. ANATOMI SISTEM RESPIRASI RESPIRASI MELIBATKAN EMPAT PROSES: VENTILASI (PERGERAKAN UDARA. ANATOMI SISTEM RESPIRASI Respirasi melibatkan empat proses: ventilasi (pergerakan udara keluar-masuk paru-paru), respirasi eksternal (pertukaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan dalam segala bidang kehidupan. Perkembangan perekonomian di Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi perubahan yang sangat cepat, baik dalam bidang ekonomi, dan motorisasi (Dharmawan, 2004).

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi perubahan yang sangat cepat, baik dalam bidang ekonomi, dan motorisasi (Dharmawan, 2004). BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga terjadi perubahan yang sangat cepat, baik dalam bidang ekonomi, pembangunan, industri, dan transportasi. Pesatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Riset Kesehatan Dasar (RISKEDAS) di Indonesia tahun mendapatkan hasil prevalensi nasional untuk penyakit asma pada semua umur

BAB I PENDAHULUAN. Riset Kesehatan Dasar (RISKEDAS) di Indonesia tahun mendapatkan hasil prevalensi nasional untuk penyakit asma pada semua umur 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Riset Kesehatan Dasar (RISKEDAS) di Indonesia tahun 2013 mendapatkan hasil prevalensi nasional untuk penyakit asma pada semua umur adalah 4,5 %. Prevalensi asma

Lebih terperinci

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam tubuh manusia, sistem imun sangat memegang peranan penting dalam pertahanan tubuh terhadap berbagai antigen (benda asing) dengan memberantas benda asing tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses penuaan merupakan tantangan yang harus ditanggulangi karena diartikan

BAB I PENDAHULUAN. Proses penuaan merupakan tantangan yang harus ditanggulangi karena diartikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses penuaan merupakan tantangan yang harus ditanggulangi karena diartikan dengan proses kemunduran prestasi kerja dan penurunan kapasitas fisik seseorang. Menua adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Paru merupakan salah satu organ penting, bagian dari sistem pernapasan manusia. Fungsi utama dari sistem pernapasan adalah untuk pertukaran udara yaitu mengambil O

Lebih terperinci

SPIROMETRI. Deddy Herman. Bagian Pulmonologi & Kedokteran Respirasi FK UNAND

SPIROMETRI. Deddy Herman. Bagian Pulmonologi & Kedokteran Respirasi FK UNAND SPIROMETRI Deddy Herman Bagian Pulmonologi & Kedokteran Respirasi FK UNAND RESPIRASI Ventilasi Difusi Perfusi VENTILASI Peristiwa masuk dan keluar udara ke dalam paru : Inspirasi Ekspirasi Inspirasi :

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 18. SISTEM PERNAPASANLATIHAN SOAL BAB 18

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 18. SISTEM PERNAPASANLATIHAN SOAL BAB 18 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 18. SISTEM PERNAPASANLATIHAN SOAL BAB 18 1. Perhatikan gambar berikut! Image not found http://www.primemobile.co.id/assets/uploads/materi/bio9-18-01.png Bagian yang ditunjukkan

Lebih terperinci

Respirasi melibatkan empat proses: ventilasi (pergerakan udara. Anatomi Sistem Respirasi

Respirasi melibatkan empat proses: ventilasi (pergerakan udara. Anatomi Sistem Respirasi Respirasi melibatkan empat proses: ventilasi (pergerakan udara keluar-masuk paru-paru), respirasi eksternal (pertukaran gas antara darah dan ruang paru-paru yang terisi udara), transport gas respirasi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA OBESITAS DENGAN VOLUME PARU PADA ANAK USIA 9-11 TAHUN SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA OBESITAS DENGAN VOLUME PARU PADA ANAK USIA 9-11 TAHUN SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA OBESITAS DENGAN VOLUME PARU PADA ANAK USIA 9-11 TAHUN SKRIPSI Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Terapan Fisioterapi Disusun Oleh: LISTYA TRIANDARI J 100050010 DIPLOMA

Lebih terperinci

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PERNAPASAN MANUSIA. A. Organ-Organ Pernapasan

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PERNAPASAN MANUSIA. A. Organ-Organ Pernapasan JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMP IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PERNAPASAN MANUSIA A. Organ-Organ Pernapasan Bernapas merupakan proses yang sangat penting bagi manusia.

Lebih terperinci

Perbandingan Nilai Arus Puncak Ekspirasi Antara Perokok dan Bukan Perokok

Perbandingan Nilai Arus Puncak Ekspirasi Antara Perokok dan Bukan Perokok Perbandingan Nilai Arus Puncak Ekspirasi Antara Perokok dan Bukan Perokok Slamet Santosa*, Joko Purwito**, Jahja Teguh Widjaja*** * Bagian Biokimia, Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha **

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Polusi Udara 1. Definisi Polusi Udara Udara merupakan salah satu komponen terpenting dalam tubuh manusia untuk menjalankan kehidupanya. Udara berfungsi sebagai bahan pernapasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi yang menyerang saluran nafas mulai dari hidung sampai alveoli termasuk organ di sekitarnya seperti sinus, rongga

Lebih terperinci

ABSTRAK FAAL PARU PADA PEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DAN PEROKOK PASIF PASANGANNYA

ABSTRAK FAAL PARU PADA PEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DAN PEROKOK PASIF PASANGANNYA ABSTRAK FAAL PARU PADA PEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DAN PEROKOK PASIF PASANGANNYA Siti A. Sarah M, 2011. Pembimbing I : dr.jahja Teguh Widjaja,Sp.P.,FCCP Pembimbing II: dr.sijani

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Patofisiologi Kelainan Paru akibat Paparan Uap/Gas BBM Secara fisiologis sebelum masuk ke paru udara inspirasi sudah dibersihkan dari partikel debu dan asap yang memiliki diameter

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat penggunaan sumber daya alam (Wardhani, 2001).

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat penggunaan sumber daya alam (Wardhani, 2001). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di bidang industri merupakan perwujudan dari komitmen politik dan pilihan pembangunan yang tepat oleh pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan bagi segenap

Lebih terperinci

BAB VII SISTEM PERNAPASAN

BAB VII SISTEM PERNAPASAN BAB VII SISTEM PERNAPASAN PERNAPASAN / RESPIRASI PROSES PERTUKARAN GAS OKSIGEN DAN KARBON DIOKSIDA DALAM TUBUH ORGANISME FUNGSI Mensuplai oksigen ke dalam sel-sel jaringan tubuh dan mengeluarkan karbondioksida

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah penyakit paru kronik

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah penyakit paru kronik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara saluran nafas, dimana hambatan aliran udara saluran nafas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Fungsi utama dari paru-paru adalah untuk proses respirasi. Respirasi merupakan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Silika adalah senyawa kimia silikon dioksida (SiO2) yang merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. Silika adalah senyawa kimia silikon dioksida (SiO2) yang merupakan salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Silika adalah senyawa kimia silikon dioksida (SiO2) yang merupakan salah satu mineral dengan jumlah terbanyak di bumi. Sebagian besar silika terdapat dalam bentuk kristalin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan bebas sehingga jumlah tenaga kerja yang berkiprah disektor

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan bebas sehingga jumlah tenaga kerja yang berkiprah disektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi ini, Seluruh Negara dituntut untuk memasuki perdagangan bebas sehingga jumlah tenaga kerja yang berkiprah disektor industri akan bertambah sejalan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di zaman modern sekarang ini banyak hal yang memang dibuat untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitasnya, termasuk makanan instan yang siap saji. Kemudahan

Lebih terperinci

ALAT DAN BAHAN 1. Satu set spirometer 2. Manometer tabung U 3. Respivol 4. Corong 5. Zat Cair 6. Mistar

ALAT DAN BAHAN 1. Satu set spirometer 2. Manometer tabung U 3. Respivol 4. Corong 5. Zat Cair 6. Mistar PERCOBAAN 3 SPIROMETER TUJUAN Memperoleh volume paru dan kapasitas pernapasan maksimal serta membandingkan hasil pengukuran spirometer terhadap perangkat sejenis lainnya. ALAT DAN BAHAN 1. Satu set spirometer

Lebih terperinci

Kurnia Eka Wijayanti

Kurnia Eka Wijayanti Kurnia Eka Wijayanti Pernafasan dibagi menjadi beberapa peristiwa: 1. Ventilasi paru 2. Difusi oksigen dan co2 di alveoli 3. Transpor oksigen dari darah ke dalam sel Udara masuk ke paru-paru karena ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat sudah banyak yang mengetahui bahwa menghisap rokok adalah kebiasaan yang tidak sehat, tetapi sampai sekarang masyarakat Indonesia masih banyak yang merokok,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Merokok telah menjadi kebiasaan masyarakat dunia sejak ratusan tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. Merokok telah menjadi kebiasaan masyarakat dunia sejak ratusan tahun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok telah menjadi kebiasaan masyarakat dunia sejak ratusan tahun lalu. Sekitar satu milyar penduduk dunia merupakan perokok aktif dan hampir 80% dari total tersebut

Lebih terperinci

FAKTOR RISIKO GANGGUAN FUNGSI PARU PADA TENAGA KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI DAERAH CARGO PERMAI, KABUPATEN BADUNG, BALI

FAKTOR RISIKO GANGGUAN FUNGSI PARU PADA TENAGA KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI DAERAH CARGO PERMAI, KABUPATEN BADUNG, BALI FAKTOR RISIKO GANGGUAN FUNGSI PARU PADA TENAGA KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI DAERAH CARGO PERMAI, KABUPATEN BADUNG, BALI I Putu Fajar Sukmajaya 1, I Made Muliarta 2 1 Program Studi Pendidikan Dokter

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Penyakit tidak menular (PTM), merupakan penyakit kronis, tidak ditularkan dari orang ke orang, mempunyai durasi yang panjang dan umumnya berkembang lambat. Empat jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tes fungsi paru dilakukan untuk menilai kondisi paru seseorang. Tes fungsi

BAB I PENDAHULUAN. Tes fungsi paru dilakukan untuk menilai kondisi paru seseorang. Tes fungsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tes fungsi paru dilakukan untuk menilai kondisi paru seseorang. Tes fungsi paru dengan tujuan keperluan praktis dan uji skrining cukup digunakan uji ventilasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisiologi Pernafasan Pernafasan mencakup dua proses: pernafasan eksterna, yaitu penyerapan oksigen (O 2 ) dan pengeluaran karbondioksida (CO 2 ) dari tubuh secara keseluruhan;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan lingkungan utama di dunia, khususnya di negara berkembang, baik pencemaran udara dalam ruangan maupun udara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif.

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah suatu keadaan terdapatnya keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif. Penyakit ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. udara termasuk oksigen. Secara alamiah paru-paru orang yang tinggal di

BAB 1 PENDAHULUAN. udara termasuk oksigen. Secara alamiah paru-paru orang yang tinggal di BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di daerah pegunungan tekanan atmosfer lebih tinggi dari pada di dataran rendah. Tekanan atmosfer yang tinggi dapat mempengaruhi jumlah molekul udara termasuk oksigen.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Temperatur Tubuh Peningkatan temperatur tubuh dapat dijadikan indikator terjadinya peradangan di dalam tubuh atau demam. Menurut Kelly (1984), temperatur normal tubuh sapi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya semua manusia memiliki sistem imun. Sistem imun diperlukan oleh tubuh sebagai pertahanan terhadap berbagai macam organisme asing patogen yang masuk ke

Lebih terperinci

Task Reading: ASBES TOSIS

Task Reading: ASBES TOSIS Task Reading: ASBES TOSIS Pendahuluan Asbestosis merupakan menghirup serat asbes. gangguan pernapasan disebabkan oleh Asbes atau Asbestos adalah bentuk serat mineral silika tahan terhadap asam kuat, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsumsi rokok sudah menjadi gaya hidup baru bagi masyarakat di seluruh dunia. Menurut laporan WHO yang ditulis dalam Tobacco Atlas tahun 2012, konsumsi rokok terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udara merupakan salah satu komponen lingkungan yang paling penting setelah air dalam memberikan kehidupan di permukaan bumi. Pada keadaan normal, sebagian besar udara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Batik merupakan kain tradisional dari Indonesia yang telah diakui oleh

BAB I PENDAHULUAN. Batik merupakan kain tradisional dari Indonesia yang telah diakui oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batik merupakan kain tradisional dari Indonesia yang telah diakui oleh United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) sebagai salah satu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. peternakan (melakukan pemeliharaan ternak) dengan tujuan sebagian atau seluruh

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. peternakan (melakukan pemeliharaan ternak) dengan tujuan sebagian atau seluruh BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian Usaha peternakan adalah kegiatan yang menghasilkan produk peternakan (melakukan pemeliharaan ternak) dengan tujuan sebagian atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan teknologi dan industri berdampak pula pada kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan teknologi dan industri berdampak pula pada kesehatan. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perkembangan teknologi dan industri berdampak pula pada kesehatan. Industri menimbulkan polusi udara baik di dalam maupun di luar lingkungan kerja sehingga

Lebih terperinci

INSUFISIENSI PERNAFASAN. Ikbal Gentar Alam ( )

INSUFISIENSI PERNAFASAN. Ikbal Gentar Alam ( ) 1 INSUFISIENSI PERNAFASAN Ikbal Gentar Alam (131320090001) Pendahuluan 2 Diagnosa dan pengobatan dari penyakit penyakit respirasi tergantung pada prinsip dasar respirasi dan pertukaran gas. Penyakit penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain industri, transportasi, perkantoran, dan perumahan. Sumber pencemaran udara juga dapat disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara..., Dian Eka Sutra, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara..., Dian Eka Sutra, FKM UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Polusi udara merupakan masalah lingkungan global yang terjadi di seluruh dunia. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), polusi udara menyebabkan kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup

Lebih terperinci

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini studi tentang hubungan antara makanan dan kesehatan memerlukan metode yang mampu memperkirakan asupan makanan biasa. Pada penelitian terdahulu, berbagai upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran udara ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. angka kesakitan dan angka kematian yang tinggi. 1. mematikan namun dapat dihindari. Berdasarkan laporan World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. angka kesakitan dan angka kematian yang tinggi. 1. mematikan namun dapat dihindari. Berdasarkan laporan World Health 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok merupakan problem kesehatan yang serius yang menyebabkan angka kesakitan dan angka kematian yang tinggi. 1 Merokok adalah penyebab kematian satu dari sepuluh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengimpor dari luar negeri. Hal ini berujung pada upaya-upaya peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. mengimpor dari luar negeri. Hal ini berujung pada upaya-upaya peningkatan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era industrialisasi di Indonesia kini telah memasuki masa dimana upaya swasembada bahan pokok sangat diupayakan agar tidak melulu mengimpor dari luar negeri. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepsis merupakan kondisi yang masih menjadi masalah kesehatan dunia karena pengobatannya yang sulit sehingga angka kematiannya cukup tinggi. Penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Bab IV ini membahas hasil penelitian yaitu analisa univariat. dan bivariat serta diakhiri dengan pembahasan.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Bab IV ini membahas hasil penelitian yaitu analisa univariat. dan bivariat serta diakhiri dengan pembahasan. 51 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab IV ini membahas hasil penelitian yaitu analisa univariat dan bivariat serta diakhiri dengan pembahasan. 4.1. ANALISA UNIVARIAT Penelitian dilakukan di Rumah

Lebih terperinci

HUBUNGAN PAPARAN DEBU DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA PENYAPU PASAR JOHAR KOTA SEMARANG. Audia Candra Meita

HUBUNGAN PAPARAN DEBU DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA PENYAPU PASAR JOHAR KOTA SEMARANG. Audia Candra Meita HUBUNGAN PAPARAN DEBU DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA PENYAPU PASAR JOHAR KOTA SEMARANG * ) Alumnus FKM UNDIP, ** ) Dosen Bagian Keselamatan dan Kesehatan Kerja FKM UNDIP ABSTRAK Pasar Johar merupakan

Lebih terperinci

EFEK PENUAAN TERHADAP FISIOLOGI SISTEM RESPIRASI

EFEK PENUAAN TERHADAP FISIOLOGI SISTEM RESPIRASI Tinjauan Kepustakaan V Selasa 7 Januari 2014 EFEK PENUAAN TERHADAP FISIOLOGI SISTEM RESPIRASI Penyusun: Rina Puspasari S., dr. Pembimbing: Marina Moeliono, dr., SpKFR(K) Penilai: Marietta Shanti P., dr.,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 10 juta jiwa, dan 70% berasal dari negara berkembang, salah satunya Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 10 juta jiwa, dan 70% berasal dari negara berkembang, salah satunya Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku merokok merupakan salah satu ancaman terbesar kesehatan masyarakat dunia. Menurut laporan status global WHO (2016), perilaku merokok telah membunuh sekitar

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja atau dapat menyebabkan timbulnya penyakit akibat kerja.

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dunia sekarang mengalami penderitaan akibat dampak epidemik dari berbagai penyakit penyakit akut dan kronik yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Penyakit penyakit

Lebih terperinci

REFERAT WSD. Oleh : Ayu Witia Ningrum Pembimbing : Dr. Fachry, Sp.P

REFERAT WSD. Oleh : Ayu Witia Ningrum Pembimbing : Dr. Fachry, Sp.P REFERAT WSD ( Water Seal Drainage ) Oleh : Ayu Witia Ningrum 2007730022 Pembimbing : Dr. Fachry, Sp.P Tugas Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Islan Jakarta Utara, Sukapura Stase Ilmu Penyakit Dalam 2012

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Laennec di tahun 1819, kemudian diperinci oleh Sir William Osler pada

BAB I PENDAHULUAN. Laennec di tahun 1819, kemudian diperinci oleh Sir William Osler pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Riwayat penyakit bronkiektasis pertama kali dikemukakan oleh Laennec di tahun 1819, kemudian diperinci oleh Sir William Osler pada akhir 1800, dan ditetapkan

Lebih terperinci

ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIA. Laporan. Disusun untuk memenuhi tugas. Mata kuliah Anatomi Fisiologi Manusia.

ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIA. Laporan. Disusun untuk memenuhi tugas. Mata kuliah Anatomi Fisiologi Manusia. ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIA Laporan Disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah Anatomi Fisiologi Manusia Oleh SAUSAN NAZHIRA 1206103010064 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia sekarang sedang menanggung beban ganda dalam kesehatan yang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia sekarang sedang menanggung beban ganda dalam kesehatan yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia sekarang sedang menanggung beban ganda dalam kesehatan yang dikarenakan bukan hanya penyakit menular yang menjadi tanggungan negara tetapi dengan

Lebih terperinci