BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. peternakan (melakukan pemeliharaan ternak) dengan tujuan sebagian atau seluruh

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. peternakan (melakukan pemeliharaan ternak) dengan tujuan sebagian atau seluruh"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian Usaha peternakan adalah kegiatan yang menghasilkan produk peternakan (melakukan pemeliharaan ternak) dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya dijual/ditukar atau memperoleh pendapatan/keuntungan atas resiko usaha (Bidang Produksi BPS Provinsi Gorontalo, 2007: 20). 1. Peternakan Ayam Risky Layer Peternakan Ayam Risky Layer didirikan oleh Ibu Nurasiah Kadir pada tahun 2006 dengan luas ± m 2. Jumlah populasi ayam pada tahun 2013 sebanyak ekor. Jumlah karyawan di peternakan ayam Risky Layer sebanyak 5 orang dan 4 orang siswa SMK Peternakan yang keseluruhannya berjenis kelamin laki-laki. Batas wilayah Peternakan Ayam Risky Layer : Batas Utara Batas Timur : 87 m, berbatasan dengan Kebun Samadi Daud : 123 m, berbatasan dengan Kebun Suka Padja Batas Selatan : 81 m, berbatasan dengan Jalan Tutuwoto Batas Barat : 126 m, berbatasan dengan Kebun Puhi 2. Peternakan Ayam CV. Malu o Jaya Jaya Peternakan Ayam CV. Malu o Jaya Jaya berdiri sejak tahun 2003 oleh Bapak Lian Gim Lung dengan luas ±1.080 m 2. Jumlah populasi ayam pada bulan Desember 2012 sebanyak ekor, dan pada bulan Maret 2013 sebanyak ekor, dimana dilakukan 2 kali pemasokan ayam dalam 1 tahun, pada setiap pemasokan sebanyak ekor ayam. Jumlah karyawan

2 Peternakan Ayam CV. Malu o Jaya Jaya sebanyak 29 orang yang terdiri dari 7 orang perempuan dan 22 orang laki-laki. Batas wilayah Peternakan Ayam CV. Malu o Jaya Jaya Jaya : Batas Utara Batas Timur : berbatasan dengan Tanah Husain Masyur : berbatasan dengan sungai Batas Selatan : berbatasan dengan Tanah Pakaya Lasudika Batas Barat : berbatasan dengan Jalan Nani Wartabone 1.2 Hasil Analisis Univariat Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin Tabel Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin Berdasarkan Wilayah Kerja Peternakan Ayam di Kabupaten Bone Bolango April 2013 Peternakan Ayam Jenis Kelamin Risky Layer CV. Malu o Jaya Jaya n % n % Laki-laki 9 100, ,9 Perempuan 0,0 0,0 7 24,1 Jumlah 9 100, ,0 Tabel menunjukkan bahwa dari 38 responden, wilayah peternakan ayam Risky Layer terdapat 9 orang responden (100,0%) berjenis kelamin laki-laki dan tidak ada responden yang berjenis kelamin perempuan. Untuk wilayah peternakan ayam CV. Malu o Jaya Jaya terdapat 22 orang responden (75,9%) berjenis kelamin laki-laki dan 7 orang responden (24,1%) berjenis kelamin perempuan.

3 1.2.2 Distribusi Responden Menurut Kelompok Umur Tabel Distribusi Responden Menurut Kelompok Umur Berdasarkan Wilayah Kerja Peternakan Ayam di Kabupaten Bone Bolango April 2013 Peternakan Ayam Kelompok Risky Layer CV. Malu o Jaya Jaya Umur n % n % (Tahun) ,8 3 10, ,2 7 24, ,0 5 17, ,0 5 17, ,0 4 13, ,0 1 3, ,0 1 3, ,0 2 6,9 >63 0 0,0 1 3,4 Jumlah 9 100, ,0 Dari tabel menunjukkan bahwa dari 38 orang responden, untuk wilayah peternakan ayam Risky Layer sebanyak 7 orang responden (77,8%) yang berumur tahun dan 2 orang responden (22,2%) yang berumur tahun, sementara wilayah peternakan ayam CV. Malu o Jaya Jaya terdapat 1 orang responden (3,4%) yang berumur tahun, 1 orang (3,4%) berumur tahun, dan 1 orang (3,4%) berumur > 63 tahun, 7 orang responden (24,2%) berumur tahun.

4 1.2.3 Distribusi Responden Menurut Kebiasaan Merokok Tabel 4.3 Distribusi Responden Menurut Kebiasaan Merokok Berdasarkan Wilayah Kerja Peternakan Ayam di Kabupaten Bone Bolango April 2013 Peternakan Ayam Kebiasaan Risky Layer CV. Malu o Jaya Jaya Merokok n % n % Tidak 2 22,2 8 27,6 Ya 7 77, ,4 Jumlah 9 100, ,0 Berdasarkan tabel menunujukkan bahwa dari 38 orang responden, untuk wilayah peternakan ayam Risky Layer terdapat 2 orang responden (22,2%) yang tidak merokok dan 7 orang responden (77,8%) yang merokok. Wilayah peternakan ayam CV. Malu o Jaya Jaya sebanyak 8 orang responden (27,6%) tidak merokok dan 21 orang responden (72,4%) yang merokok Distribusi Responden Menurut Kebiasaan Olahraga Tabel Distribusi Responden Menurut Kebiasaan Olahraga Berdasarkan Wilayah Kerja Peternakan Ayam di Kabupaten Bone Bolango April 2013 Peternakan Ayam Kebiasaan Risky Layer CV. Malu o Jaya Jaya Olahraga n % n % Tidak 7 77, ,7 Ya 2 22,2 5 17,3 Jumlah 9 100, ,0 Tabel menunjukkan bahwa dari 38 responden, wilayah kerja peternakan ayam Risky Layer sebanyak 7 orang responden (77,8%) tidak mempunyai kebiasaan olahraga dan 2 orang responden

5 (22,2%) yang mempunyai kebiasaan olahraga, sementara di wilayah peternakan ayam CV. Malu o Jaya Jaya sebanyak 24 orang responden (82,7%) yang tidak mempunyai kebiasaan olahraga dan sebanyak 5 orang responden (17,3%) yang mempunyai kebiasaan olahraga Distribusi Responden Menurut Lama Paparan Tabel Distribusi Responden Menurut Lama Paparan Berdasarkan Wilayah Kerja Peternakan Ayam di Kabupaten Bone Bolango April 2013 Peternakan Ayam Lama Risky Layer CV. Malu o Jaya Jaya Paparan n % n % < 8 Jam 0 0,0 8 27,6 > 8 Jam 9 100, ,4 Jumlah 9 100, ,0 Dari tabel menunjukkan bahwa dari 9 orang responden melakukan dipeternakan ayam Risky Layer melakukan aktifitas kerja selama lebih dari 8 jam per hari, sementara di peternakan ayam CV. Malu o Jaya sebanyak 21 orang (72,4%) responden memiliki jam kerja lebih dari 8 jam dan terdapat 8 orang responden (27,6%) memiliki jam kerja kurang dari 8 jam.

6 1.2.6 Distribusi Responden Menurut Masa Kerja Tabel Distribusi Responden Menurut Masa Kerja Berdasarkan Wilayah Kerja Peternakan Ayam di Kabupaten Bone Bolango April 2013 Peternakan Ayam Masa Kerja Risky Layer CV. Malu o Jaya Jaya (Tahun) n % n % < ,9 9 31, , , ,0 3 10,3 Jumlah 9 100, ,0 Tabel menunjukkan bahwa 38 responden, wilayah kerja peternakan ayam Risky Layer 8 orang responden (88,9%) memiliki masa kerja kurang dari 1 tahun, dan 1 orang responden (11,1%) memiliki masa kerja 1-5 tahun. Sementara wilayah kerja peternakan ayam CV. Malu o Jaya Jaya terdapat 9 orang responden (31,1%) yang memiliki masa kerja kurang dari 1 tahun, 17 orang responden (58,6%) yang memiliki masa kerja 1-5 tahun dan 3 orang responden (10,3%) memiliki masa kerja 6-10 tahun Distribusi Responden Menurut Penggunaan Masker Tabel Distribusi Responden Menurut Penggunaan Masker Berdasarkan Wilayah Kerja Peternakan Ayam di Kabupaten Bone Bolango April 2013 Peternakan Ayam Penggunaan Risky Layer CV. Malu o Jaya Jaya Masker n % n % Tidak 5 55, ,1 Ya 4 44, ,9 Jumlah 9 100, ,0

7 Tabel menunjukkan bahwa dari 38 responden, wilayah peternakan ayam Risky Layer sebanyak 5 orang responden (55,6%) yang tidak menggunakan masker saat bekerja, dan 4 orang responden (44,4%) menggunakan masker saat melakukan aktifitas kerja. Wilayah peternakan ayam CV. Malu o Jaya Jaya sebanyak 18 orang responden (62,1%) tidak menggunakan masker saat bekerja dan 11 orang responden (37,9%) yang menggunakan masker saat bekerja Distribusi Responden Menurut Indeks Massa Tubuh Tabel Distribusi Responden Menurut Indeks Massa Tubuh Berdasarkan Wilayah Kerja Peternakan Ayam di Kabupaten Bone Bolango April 2013 Peternakan Ayam IMT Risky Layer CV. Malu o Jaya Jaya n % N % Kurus 2 22,2 5 17,3 Normal 7 77, ,4 Gemuk 0 0,0 3 10,3 Jumlah 9 100, ,0 Tabel menunjukkan bahwa dari 38 orang responden, di wilayah peternakan ayam Risky Layer terdapat 2 orang responden (22,2%) yang memiliki IMT dalam kategori kurus, dan terdapat 7 orang responden (77,8%) yang memiliki IMT normal. Wilayah peternakan ayam CV. Malu o Jaya Jaya terdapat 5 orang responden (17,3%) yang memiliki IMT kategori kurus, sebanyak 21 orang responden (72,4%) memiliki IMT normal dan 3 orang responden (10,3%) yang memiliki IMT kategori gemuk.

8 1.2.9 Distribusi Responden Menurut Kapasitas Paru Tabel Distribusi Responden Menurut Kapasitas Paru Berdasarkan Wilayah Kerja Peternakan Ayam di Kabupaten Bone Bolango April 2013 Peternakan Ayam Kapasitas Paru Risky Layer CV. Malu o Jaya Jaya n % N % Normal 6 66,7 3 10,3 Tidak Normal 3 33, ,7 Jumlah ,0 Sumber: Data Primer Hasil penelitian yang disajikan dalam Tabel menunjukkan bahwa hasil pengukuran kapasitas paru dengan spirometer sebanyak 38 orang responden, yang memiliki gangguan fungsi paru di peternakan ayam Risky Layer dari 9 orang pekerja adalah 3 orang responden (33,3%) dan jumlah responden yang mengalami gangguan fungsi paru di peternakan ayam CV. Malu o Jaya Jaya adalah 26 orang (90%) dari 29 orang responden, untuk responden yang memiliki fungsi paru normal pada peternakan ayam Risky Layer sebanyak 6 orang (66,7%) serta jumlah responden yang memiliki fungsi paru normal di peternakan ayam CV. Malu o Jaya Jaya adalah 3 orang (10.3%) dengan parameter FVC 80% dan FEV 1 70% dikategorikan normal. Jika FVC < 80% dan FEV 1 > 70% maka artinya funsi paru tidak normal yang dikategorikan sebagai gangguan restriksi, FVC > 80% dan FEV 1 < 70% dikategorikan gangguan fungsi paru (obstruksi), dan jika FVC < 80% dan FEV 1 < 70% artinya memiliki gangguan fungsi paru (kombinasi antara restriksi dan obstruksi).

9 Hasil Pengukuran Kapasitas Paru a. Hasil Pengukuran Kapasitas Paru Pekerja Peternakan Ayam Risky Layer Tabel Hasil Pengukuran Kapasitas Paru Pekerja Peternakan Ayam Risky Layer Kapasitas Kategori Kapasitas Paru Jumlah Paru n % Normal FVC > 80% & FEV 1 > 70% 6 66,7 Restriksi FVC < 80% & FEV 1 > 70% 1 11,1 Obstruksi FVC < 80% & FEV 1 < 70% 0 0 Kombinasi FVC < 80% & FEV 1 < 70% 2 22,2 Jumlah 9 100,0 Berdasarkan tabel dapat diketahui bahwa dari 9 orang pekerja di Peternakan Ayam Risky Layer sebanyak 6 orang pekerja (66,7%) memiliki kapasitas paru normal, 1 orang (11,1%) memiliki kapasitas paru tidak normal kategori restriksi,dan 2 orang pekerja (22,2%) memiliki kapasitas paru tidak normal kategori kombinasi. Hal ini dapat dilihat pada diagram lingkaran dibawah ini.

10 Kapasitas Paru Pekerja Peternakan Ayam Risky Layer 0% 11% 22% 67% Normal Restriksi Obstruksi Kombinasi Gambar 4.1 Hasil Pengukuran Kapasitas Pekerja Peternakan Ayam Risky Layer b. Hasil Pengukuran Kapasitas Paru Pekerja Peternakan Ayam CV. Malu o Jaya Jaya Tabel Hasil Pengukuran Kapasitas Paru Pekerja Peternakan Ayam CV. Malu o Jaya Jaya Kapasitas Kategori Kapasitas Paru Jumlah Paru Normal Restriksi Obstruksi Kombinasi FVC > 80% & FEV 1 > 70% FVC < 80% & FEV 1 > 70% FVC > 80% & FEV 1 < 70% FVC < 80% & FEV 1 < 70% n % 10,3 13,8 6,9 69,0 Jumlah ,0 Tabel 4.11 menunjukkan bahwa dari 29 orang pekerja terdapat 3 orang (10,3%) memiliki kapasitas paru normal, 4 orang pekerja (13,8%) memiliki kapasitas paru tidak normal dengan kategori restriksi, 2 orang pekerja (6,9%) memiliki kapasitas paru tidak normal kategori obstruksi dan 20 orang pekerja (69,0%)

11 memiliki kapasitas paru tidak normal kategori kombinasi. Hal ini dapat dilihat pada diagram lingkaran di bawah ini. Kapasitas Paru Pekerja Peternakan Ayam CV. Malu'o Jaya 69% 10% 14% 7% Normal Restriksi Obstruksi Kombinasi Gambar 4.2 Hasil Pengukuran Kapasitas Pekerja Peternakan Ayam CV. Malu o Jaya Jaya 1.3 Hasil Analisis Bivariat Pengaruh Faktor Jenis Kelamin Dengan Kapasitas Paru Tabel Hubungan Jenis Kelamin dengan Kapasitas Paru Peternak Ayam CV. Malu o Jaya Jaya dan Risky Layer Kapasitas Paru Jenis Tidak Normal Normal Total p Kelamin Laki-laki Perempuan Total n % 71,0 100,0 73,3 n % 29,0 0,0 23,7 n % 100,00 100,00 100,00 value 0,164 Sumber: Dataa Primer 2013 Dari tabel menunjukkan bahwa terdapat 9 orang (29,0%) responden berjenis kelamin laki-laki yang memiliki kapasitas paru normal, dan terdapat 22 orang (71,0%) responden laki-lak memiliki kapasitas paru tidak normal, serta sebanyak 7 orang responden berjenis kelamin perempuan memiliki kapasitas (100,0%) paru tidak

12 normal dan tidak ada responden perempuan yang memiliki kapasitas paru normal. Analisis chi-square dari data jenis kelamin dengan kapasitas paru peternak ayam memberikan nilai Ρ value lebih besar dari 0,05 (p = 0,164) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara jenis kelamin dengan kapasitas paru pekerja peternakan ayam CV. Malu o Jaya dan Risky Layer Pengaruh Faktor Umur Dengan Kapasitas Paru Tabel Hubungan Umur dengan Kapasitas Paru Peternak Ayam CV. Malu o Jaya Jaya dan Risky Layer Golongan Kapasitas Paru Umur Tidak Normal Normal Total p (Tahun) n % n % n % value ,0 9 30, , ,0 0 0, ,0 0,084 > ,0 0 0, ,0 Total 29 76,3 9 23, ,0 Berdasarkan tabel menunjukkan pada kelompok umur tahun dari 30 orang terdapat 9 orang (30,0%) memiliki kapasitas paru normal sementara kelompok umur tahun dari 7 orang (100,0%) responden seluruhnya memiliki kapasitas paru tidak normal dan 1 orang responden (100,0%) yang bergolongan umur >65 tahun memiliki kapasitas paru tidak normal. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan faktor umur dengan kapasitas paru menggunakan analisis statistik uji chi-square di peroleh nilai p value = 0,084.

13 1.3.3 Pengaruh Faktor Kebiasaan Merokok Dengan Kapasitas Paru Tabel Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Kapasitas Paru Peternak Ayam CV. Malu o Jaya Jaya dan Risky Layer Kapasitas Paru Kebiasaan Tidak Normal Normal Total p Merokok n % n % n % value Tidak 8 80,0 2 20, ,0 Merokok 1 Merokok 21 75,0 7 25, ,0 Total 29 76,3 9 23, ,0 Dari tabel dapat diketahui bahwa dari 10 orang responden yang tidak merokok terdapat 8 orang (80,0%) responden yang memiliki kapasitas paru tidak normal dan 2 orang (20,0%) responden memiliki kapasitas paru normal. Untuk responden yang merokok sebanyak 21 orang (75,0%) dari 28 orang memiliki kapasitas paru tidak normal serta sebanyak 7 orang (25,0%) memiliki kapasitas paru normal. Berdasarkan hasil analisis stastistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh bahwa nilai p value = 1, yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara kebiasaan merokok dengan kapasitas paru pekerja peternakan ayam CV. Malu o Jaya dan Risky Layer.

14 1.3.4 Pengaruh Faktor Kebiasaan Olahraga Dengan Kapasitas Paru Tabel Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Kapasitas Paru Peternak Ayam CV. Malu o Jaya Jaya dan Risky Layer Kapasitas Paru Kebiasaan Tidak Normal Normal Total p value Olahraga n % n % n % Tidak 24 77,4 7 22, ,0 Olahraga 1 Olahraga 5 71,4 2 28, ,0 Total 29 76,3 9 23, ,0 Tabel diatas menunjukkan bahwa dari 31 orang responden yang tidak memiliki kebiasaan merokok sebanyak 24 orang (77,4%) memiliki kapsitas paru tidak normal, dan 7 orang (22,6%) memiliki kapasitas paru normal. Untuk 7 orang responden yang memiliki kebiasaan olahraga sebanyak 5 orang (71,4%) responden yang mengalami kapasitas paru tidak normal, dan 2 orang (28,6%) responden yang memiliki kapasitas paru normal. Tabel menunjukkan bahwa berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji chi-square didapat nilai p value = 1 (> 0,05) yang berarti tidak ada hubungan bermakna antara kebiasaan olahraga dengan kapsitas paru pekerja peternakan ayam CV. Malu o Jaya dan Risky Layer.

15 1.3.5 Pengaruh Faktor Lama Paparan Dengan Kapasitas Paru Tabel Hubungan Lama Paparan dengan Kapasitas Paru Peternak Ayam CV. Malu o Jaya Jaya dan Risky Layer Lama Kapasitas Paru Paparan Tidak Normal Normal Total p n % n % n % value < 8 Jam 7 87,5 1 12, ,0 > 8 Jam 22 73,3 8 26, ,0 0,650 Total 29 76,3 9 23, ,0 Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa sebanyak 7 orang (87,5%) responden dari 8 orang yang memiliki jam kerja < 8 jam mempunyai kapasitas paru tidak normal, dan dari 30 responden yang memiliki jam kerja > 8 jam sebanyak 22 orang (73,3%) responden mempunyai kapasitas paru tidak normal dan 8 orang (26,7%) mempunyai kapasitas paru normal. Hasil analisis chi-square memberikan nilai p value = 0,650 dimana nilai p lebih besar dari 0,05, yang menunjukkan tidak ada hubungan antara lama paparan dengan kapasitas paru pekerja peternakan ayam CV. Malu o Jaya dan Risky Layer Pengaruh Faktor Masa Kerja Dengan Kapasitas Paru Tabel Hubungan Masa Kerja dengan Kapasitas Paru Peternak Ayam CV. Malu o Jaya Jaya dan Risky Layer Masa Kapasitas Paru Kerja Tidak Normal Normal Total p n % n % n % value < 1 Tahun 9 52,9 8 47, ,0 1-5 Tahun 17 94,4 1 5, ,0 0,006 > 5 Tahun 3 100,0 0 0, ,0 Total 29 76,3 9 23, ,0

16 Tabel menunjukkan dari 17 responden yang memiliki masa kerja < 1 tahun terdapat 9 orang (52,9%) responden yang mengalami kapasitas paru tidak normal dan 8 orang (47,1%) responden memiliki kapasitas paru normal. Responden yang memiliki masa kerja 1-5 tahun yang mengalami kapasitas paru tidak normal sebanyak 17 orang (94,4%) dari 18 orang responden, serta seluruh responden yang memiliki masa kerja > 5 tahun yaitu sebanyak 3 orang (100,0%) mengalami kapasitas paru tidak normal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan bermakna antara masa kerja dengan kapasitas paru pekerja peternakan ayam CV. Malu o Jaya dan Risky Layer dengan menggunakan analisis statistik uji chi-square diperoleh bahwa nilai p lebih besar dari 0,05 (Ρ value = 0,006). Hal ini menunjukkan bahwa responden yang memiliki masa kerja 1 sampai > 5 tahun lebih beresiko untuk mengalami gangguan kapasitas paru Pengaruh Faktor Penggunaan Masker Dengan Kapasitas Paru Tabel Hubungan Penggunaan Masker dengan Kapasitas Paru Peternak Ayam CV. Malu o Jaya Jaya dan Risky Layer Kapasitas Paru Penggunaan Masker Tidak menggunakan masker Menggunakan Masker Tidak Normal Total Normal n % n % n % 18 78,3 5 21, , ,3 4 26, ,0 Total 29 76,3 9 23, ,0 p value 1

17 Berdasarkan tabel diatas bahwa dari 23 responden yang tidak menggunakan masker saat bekerja terdapat 18 orang (78,3%) responden yang mengalami kapasitas paru tidak normal dan 5 orang (21,7%) memiliki kapasitas paru tidak normal. Sebanyak 11 orang (73,3%) responden dari 15 orang yang menggunakan saat masker saat bekerja memiliki kapasitas paru tidak normal dan 4 orang (26,7%) responden yang memiliki kapasitas paru normal. Berdasarkan hasil analisis statistik menggunakan uji chi-square diperoleh bahwa nilai p value = 1 dimana nilai p lebih besar dari 0,05 sehingga menunjukkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara penggunaan masker dengan kapasitas paru pekerja peternakan ayam CV. Malu o Jaya dan Risky Layer Pengaruh Faktor Indeks Massa Tubuh (IMT) Dengan Kapasitas Paru Tabel Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Kapasitas Paru Peternak Ayam CV. Malu o Jaya Jaya dan Risky Layer Kapasitas Paru IMT Tidak Normal Normal Total p n % n % n % value Kurus 7 100,0 0 0, ,0 Normal 19 67,9 9 32, ,0 0,040 Gemuk 3 100,0 0 0, ,0 Total 29 76,3 9 23, ,0 Dari tabel dapat dilihat bahwa seluruh responden yang memiliki IMT kategori kurus yaitu sebanyak 7 orang (100,0%) memiliki kapasitas paru tidak normal. Dari 28 orang responden yang

18 mempunyai IMT normal terdapat 19 orang (67,9%) responden yang mengalami kapasitas paru tidak normal, dan 9 orang (32,1%) responden memiliki kapasitas paru normal. Seluruh responden yang memiliki IMT kategori gemuk yaitu sebanyak 3 orang (100,0%) mengalami kapasitas paru tidak normal. Dari hasil analisis statistik menggunakan uji chi-square didapatkan nilai p value = 0,040. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan bermakna antara IMT dengan kapasitas paru pekerja peternakan ayam CV. Malu o Jaya dan Risky Layer. 1.4 Pembahasan Jenis Kelamin Pada tabel yang menunjukkan bahwa responden berjenis kelamin laki-laki yang memiliki kapasitas paru tidak normal sebanyak 22 orang (71,0%) dari 31 orang responden, dan sebanyak 9 orang (29,0%) responden yang memiliki kapasitas paru normal. Untuk responden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 7 orang (100,0%) responden, dimana seluruhnya mengalami kapasitas paru tidak normal. Hasil analisis chi-square diperoleh nilai p lebih besar dari 0,05 yaitu p = 0,164. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kapasitas paru pekerja peternakan ayam CV. Malu o Jaya dan Risky Layer. Menurut Lorriane, dan Sylvia (1995) Volume paru pria dan wanita terdapat perbedaan bahwa kapasitas paru total (kapasitas inspirasi dan kapasitas residu fungsional), pria adalah 6,0 liter dan wanita 4,2 liter.

19 Menurut Guyton (1997) volume dan kapasitas seluruh paru pada wanita kira-kira 20 sampai 25 persen lebih kecil daripada pria, dan lebih besar lagi pada atletis dan orang yang bertubuh besar daripada orang yang bertubuh kecil dan astenis. Menurut Tambayong (2001) disebutkan bahwa kapasitas paru pada pria lebih besar yaitu 4,8 L dibandingkan pada wanita yaitu 3,1 L. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya (Siti Yulaekah, 2007) menunjukkan bahwa ada hubungan antara kapasitas paru dengan jenis kelamin laki-laki dengen hasil persentase 22 orang pekerja (75.90%) berjenis kelamin laki-laki ada gangguan fungsi paru, dan 7 orang (24.10%) memiliki kapasitas paru normal. Sementara tidak ada hubungan antara kapasitas paru dengan jenis kelamin perempuan dengan persentase 6 orang pekerja (85.70%) berjenis kelamin perempuan yang memiliki gangguan fungsi paru, dan 1 orang (14.30%) memiliki kapasitas paru normal. Kapasitas paru tidak normal lebih banyak dialami oleh jenis kelamin laki-laki karena aktifitas laki-laki yang lebih banyak terpapar dengan kotoran hewan dan debu yang berasal dari pakan ternak dibandingkan perempuan yang lebih banyak berada di dalam ruangan. Volume paru wanita lebih kecil dibandingkan pria, hal ini dikarenakan oleh perbedaan kekuatan otot maksimum paru, luas permukaan tubuh, kekuatan otot. Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji chi-square bahwa tidak ada hubungan jenis kelamin dengan kapasitas paru peternak ayam, kemungkinan dikarenakan oleh faktor lain seperti masa kerja yang lebih dari 5 tahun serta status gizi

20 yang tidak normal sehingga meskipun responden berjenis kelamin perempuan yang memiliki volume paru yang kecil tetapi telah bekerja dipeternakan lebih dari 5 tahun akan lebih mudah mengalami gamgguan fungsi paru dibandingkan pekerja berjenis kelamin laki-laki yang baru bekerja kurang dari 5 tahun Umur Berdasarkan hasil penelitian yang disajikan pada tabel untuk kelompok umur tahun sebanyak 9 orang (30,0%) responden memiliki kapasitas paru normal dari 30 orang responden. Kelompok umur tahun seluruhnya mengalami kapasitas paru tidak normal yaitu sebanyak 7 orang (100,0%) responden. Sedangkan kelompok umur > 65 tahun seluruhnya mengalami kapasitas paru tidak normal yaitu 1 orang (100,0%) dengan nilai p = 0,084, sehingga tidak ada hubungan antara umur dengan kapasitas paru pekerja peternakan ayam CV. Malu o Jaya dan Risky Layer. Menurut Raharjo, 1988 bahwa Faal paru akan meningkat dengan bertambahnya umur, nilai faal paru mulai dari masa kanak kanak terus meningkat sampai mencapai titik optimal pada usia tahun. Sesudah itu terjadi penurunan, setelah mencapai titik pada usia dewasa muda, difusi paru, ventilasi paru, proses inspirasi O 2 dan semua parameter paru akan menurun sesuai dengan perubahan usia. Menurut Mengkidi (2006), frekuensi pernapasan pada orang dewasa antara kali permenit, pada anak-anak sekitar 24 kali permenit sedangkan pada bayi sekitar 30 kali permenit. Walaupun pada orang dewasa

21 pernapasan frekuensi pernapasan lebih kecil dibandingkan dengan anak-anak dan bayi, akan tetapi KVP pada orang dewasa lebih besar dibanding anakanak dan bayi. Dalam kondisi tertentu hal tersebut akan berubah misalnya akibat dari suatu penyakit, pernapasan bisa bertambah cepat dan sebaliknya. Menurut Khumaidah (2009), faal paru pada tenaga kerja sangat dipengaruhi oleh usia tenaga kerja itu sendiri. Meningkatnya umur seseorang maka kerentanan terhadap penyakit akan bertambah, khususnya gangguan saluran pernafasan pada tenaga kerja. Pada hasil penelitian sebelumnya (Rimba Putra Bintara Kandung, 2013) menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan antara umur dengan kapasitas paru dengan persentase hasil penelitian dengan umur > 40 tahun mengalami gangguan fungsi paru sebanyak 4 orang (22,2%) dan tidak mengalami gangguan fungsi paru 2 orang (11,1%). Responden dengan umur 40 tahun mengalami gangguan fungsi paru sebanyak 12 orang (66,7%) dan tidak mengalami gangguan fungsi paru 0 (0%). Dari hasil analisis dengan uji Chi-Square diperoleh nilai p=0,098. Sehingga secara statistik variabel umur pekerja tidak berhubungan dengan kejadian kapasitas fungsi paru. Pekerja yang berumur tahun telah mengalami gangguan kapasitas paru dikarenakan penurunan fungsi paru dibandingkan responden yang berumur tahun yang diakibatkan oleh bertambahnya umur. Kelompok responden yang berumur tahun mengalami peningkatan nilai faal paru sehingga tidak mudah untuk mengalami gangguan fungsi paru. Bertambahanya usia berpengaruh terhadap volume paru dan perubahan

22 elastisitas paru sehingga rentan untuk mengalami berbagai macam gangguan kesehatan salah satunya gangguan pernapasan Kebiasaan Merokok Tabel menunjukkan bahwa dari 10 orang responden yang tidak merokok terdapat 8 orang (80,0%) responden yang mengalami kapasitas paru tidak normal, dan dari 28 orang responden yang merokok sebanyak 21 orang (75,0%) yang mengalami kapasitas paru tidak normal dan 7 orang (25,0%) responden yang memiliki kapasitas paru normal. Berdasarkan hasil analisis chi- square menunjukkan nilai p = 1 yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kapasitas paru pekerja peternakan ayam CV. Malu o Jaya dan Risky Layer. Mannopo, 1987 menyatakan bahwa Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur, fungsi saluran napas dan jaringan paru-paru. Akibat perubahan anatomi saluran napas pada perokok akan timbul perubahan pada fungsi paru dengan segala macam gejala klinisnya. Hal ini merupakan penyebab utama terjadinya PPOM. Menurut Talley & O connor (1994) bahwa merokok berat dalam jangka waktu 10 tahun dapat menyebabkan penyakit karsinoma paru dan PPOM. Yunus (1997), mengatakan asap rokok meningkatkan risiko timbulnya penyakit bronchitis dan kanker paru, untuk itu tenaga kerja hendaknya berhenti merokok bila bekerja pada tempat yang mempunyai risiko terjadi penyakit tersebut. Beberapa penelitian tentang bahaya merokok

23 terhadap kesehatan dan gangguan ventilasi paru dikemukakan oleh Mangesiha dan Bakele (1998), terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dan gangguan saluran pernafasan (dalam Khumaidah, 2009:54). Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya (David Eko Rikmiarif, Eram Tunggul Pawenang, Widya Hary Cahyati, 2012) menunjukkan tidak adanya hubungan antara kebiasaan merokok dengan kapasitas paru. Hasil penelitian ini menunjukkan Hal ini ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi Pearson 1,519 dengan taraf signifikan 0,468. Hasil analsis ini tidak menunjukkan ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kapasitas vital paru. Kebiasaan merokok dapat menurunkan fungsi paru karena dalam rokok terkandung lebih dari 4000 zat adiktif yang dapat merusak organ tubuh manusia termasuk paru-paru. Responden yang telah lama merokok (5 tahun) dengan frekuensi > 10 batang per hari menyebabkan kapasitas paru tidak normal dibandingkan responden yang tidak memiliki kebiasaan merokok. Tenaga kerja yang bekerja di lingkungan yang berhubungan dengan gas-gas yang berbahaya, berdebu dan memiliki kebiasaan merokok beresiko lebih tinggi mengalami gangguan fungsi paru dibandingkan pekerja yang bekerja di lingkungan yang sama tetapi tidak merokok. Kebiasaan merokok bukan hanya mengurangi tingkat pertukaran oksigen dalam darah tetapi juga merupakan faktor penyebab beberapa penyakit paru, seperti kanker paru,

24 karsinoma paru, bronkhitis, oleh karena itu kebiasaan merokok akan lebih memperberat kejadian gangguan fungsi paru seseorang. Hasil penelitian yang berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, kemungkinan disebabkan oleh responden yang meskipun memiliki kebiasaan merokok tetapi frekuensi merokok dalam sehari < 10 batang, dan kebiasaan merokok yang < 10 tahun sehingga dalam pengelompokkan kebiasaan merokok, maka hasil analisis statistik dengan uji chi-square tidak ada hubungan antara kebiasaan merokok. Selain itu kemungkinan adanya riwayat penyakit yang diderita oleh responden Kebiasaan Olahraga Berdasarkan hasil penelitian yang disajikan pada tabel dari 31 orang responden yang tidak memiliki kebiasaan olahraga terdapat 24 orang (77,4%) responden yang mengalami kapasitas paru tidak normal, dan 7 orang (22,6%) responden yang memiliki kapasitas paru normal. Sementara untuk 7 orang responden yang memiliki kebiasaan olahraga sebanyak 5 orang (71,4%) responden yang memiliki kapasitas paru tidak normal dan 2 orang (28,6%) responden yang memiliki kapasitas paru normal. Menurut Yunus F, 1997 bahwa Kapasitas paru dapat dipengaruhi oleh kebiasaan seseorang melakukan Olahraga. Pada Olahraga terdapat satu unsur pokok yang penting dalam kesegaran jasmani, yaitu fungsi pernapasan. Berolah raga secara rutin dapat meningkatkan aliran darah melalui paru yang akan menyebabkan kapiler paru mendapatkan perfusi maksimum, sehingga

25 O2 dapat berdifusi ke dalam kapiler paru dengan volume lebih besar atau maksimum. Olahraga sebaiknya dilakukan minimal seminggu tiga kali. Menurut Talini, Benvenuti, Petrozzino, dkk (1998), kebiasaan berolahraga akan menimbulkan Force Vital Capacity (FVC) seperti yang terjadi pada seorang atlet FVC akan meningkat 30% sampai dengan 40 %. Menurut Khumaidah (2009), olahraga yang paling baik untuk pernapasan adalah renang dan senam. Di negara berkembang seperti Indonesia, senam merupakan pilihan paling tepat karena jauh lebih murah, mudah dan berguna untuk memperkuat otot pernapasan. Latihan fisik yang teratur akan meningkatkan kemampuan pernapasan dan mempengaruhi organ tubuh sedemikian rupa hingga kerja organ lebih efisien dan kapasitas fungsi paru bekerja maksimal. Hasil penelitian sebelumnya (Dorce Mengkidi, 2007) menunjukkan tidak ada hubungan antara kebiasaan olahraga dengan kapasitas paru dimana dari 51 responden yang tidak sering melakukan aktifitas olahraga terdapat 22 orang (43,1%) responden mengalami gangguan fungsi paru dan 29 orang (56,9%) responden yang tidak mengalami gangguan fungsi paru. dan dari 40 orang responden yang melakukan aktivitas olahraga terdapat 25 orang (62,5%) responden yang mengalami gangguan fungsi paru dan 15 orang (37,5%) responden yang tidak mengalami gangguan fungsi paru, dengan nilai p value =0,105.

26 Kebiasaan olahraga dikategorikan menjadi 2 yaitu, olahraga dan tidak olahraga. Dikategorikan olah raga jika melakukan olahraga jogging dengan frekuensi < 30 menit sampai > 30 menit. Aktifitas olahraga dapat berpengaruh terhadap perkembangan sistem pernapasan. Latihan fisik yang teratur dapat meningkatkan faal paru. aktifitas olahraga dapat membantu meningkatkan dan memperlancar aliran darah melalui paru-paru sehingga memudahkan oksigen berdifusi dalam kapiler paru dengan volume yang lebih besar. Seseorang yang melakukan aktifitas olahraga secara teratur akan meningkatkan kebugaran sehingga tidak rentan untuk mengalami gangguan pernapasan, disebabkan adanya peningkatan faal paru dibandingkan orang yang tidak melakukan aktifitas olahraga. Kebiasaan olahraga memiliki banyak manfaat yaitu meningkatkan kerja dan fungsi paru, jantung dan aliran darah yang ditandai oleh kapasitas vital bertambah, denyut nadi saat istrahat menurun, meningkatkan HDL kolesterol. Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan olahraga dengan kapasitas paru, yang kemungkinan disebabkan oleh aktivitas olahraga yang tidak rutin, frekuensi < 30 menit dalam sehari, dan jenis olahraga yang dilakukan oleh responden dapat mempengaruhi daya tahan kapasitas fungsi paru. Faktor usia yang mengakibatkan penurunan fungsi paru, serta adanya riwayat penyakit atau faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kapasitas paru pekerja peternakan ayam.

27 1.4.5 Lama Paparan Tabel menunjukkan bahwa dari 8 orang responden yang memiliki lama paparan < 8 jam terdapat 7 orang (87,5%) responden mempunyai kapasitas paru tidak normal, dan dari 30 responden yang memiliki jam kerja > 8 jam sebanyak 22 orang (73,3%) responden mempunyai kapasitas paru tidak normal dan 8 orang (26,7%) mempunyai kapasitas paru normal. Dengan nilai p value = 0,650. Berdasarkan hasil observasi dimana jam kerja seluruh pekerja peternakan ayam Risky Layer dari jam , sementara untuk pekerja peternakan ayam CV. Malu o Jaya Jaya rata-rata memulai pekerjaan pada jam Menurut Budiono, (2007) jumlah jam kerja pada aktivitas pekerja yang terpapar debu dapat digunakan sebagai perkiraan kumulatif paparan yang diterima oleh seorang pekerja. Rendahnya KVP pada pekerja tergantung pada lamanya paparan serta konsentrasi debu lingkungan kerja. Paparan dengan konsentrasi rendah dalam waktu lama mungkin tidak akan segera menunjukkan adanya penurunan nilai KVP dibandingkan dengan paparan tinggi dalam waktu yang singkat. Menurut Khumaidah (2009), pneumonitis hipersensitivitas biasanya merupakan penyakit akibat pekerjaan. Dimana terjadi pemaparan terhadap debu organik yang menyebabkan penyakit paru akut maupun kronik. Keadaan tersebut akan timbul setelah penderita mengalami kontak dalam waktu lama, hal ini terjadi lebih dari 10 tahun dan jarang terjadi dibawah 10

28 tahun. Sehingga lama paparan mempunyai pengaruh cukup besar terhadap kejadian gangguan fungsi paru. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya (Siti Kaidah, 2012) menunujukkan bahwa tidak ada hubungan lama paparan dengan fungsi paru penambang batu gunung, dimana dari 9 orang responden yang memiliki lama paparan yang pendek terdapat 7 orang (77,8%) responden yang mengalami gangguan fungsi paru dan 2 orang (22,2%) yang memiliki fungsi paru normal. Sementara sebanyak 17 orang (73,9%) responden dari 23 responden yang memiliki fungsi paru tidak normal dengan lama paparan yang panjang dan sebanyak 6 orang (26,1%) responden yang memiliki fungsi paru normal, dengan nilai p lebih besar dari 0,05 (p = 1,000), yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara lama paparan dengan fungsi paru penambang batu gunung di desa Awang Bangkal Barat. Dari 30 responden yang bekerja di dua lokasi peternakan ayam memiliki lama kerja > 8 jam yang berarti telah melebihi jam kerja yang telah ditentukan. Lama papran merupakan jumlah jam kerja yang dihabiskan pekerja dilingkungan kerja. Semakin lama jam kerja seseorang maka kemungkinan terjadinya gangguan kesehatan akan semakin meningkat terutama di lingkungan kerja yang berhubungan dengan bahan-bahan kimia, gas-gas yang berbahaya dan memiliki kadar debu yang tinggi dapat menyebabkan gangguan sistem pernapasan. Hal tersebut juga dapat

29 dipengaruhi oleh konsentrasi gas-gas atau bahan-bahan berbahaya, debu yang ada di lingkungan kerja. Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan anatara lama paparan dengan kapasitas paru pekerja peternakan ayam disebabkan oleh masa kerja yang < 1 tahun sehingga belum menunjukkan adanya perubahan fungsi paru responden, faktor usia yang masih muda dan kebiasaan merokok yang < 5 tahun serta frekuensi merokok < 10 batang per hari sehingga meskipun responden yang memiliki jam kerja > 8 jam masih mempunyai kapasitas paru yang normal Masa Kerja Berdasarkan tabel yang menunjukkan bahwa dari 17 responden yang memiliki masa kerja < 1 tahun terdapat 9 orang (52,9%) responden yang mengalami kapasitas paru tidak normal dan 8 orang (47,1%) responden memiliki kapasitas paru normal. Responden yang memiliki masa kerja 1-5 tahun yang mengalami kapasitas paru tidak normal sebanyak 17 orang (94,4%) dari 18 orang responden, serta seluruh responden yang memiliki masa kerja > 5 tahun yaitu sebanyak 3 orang (100,0%) mengalami kapasitas paru tidak normal. Hasil analisis chi-square diperoleh nilai p value = 0,006). Hal ini menunjukkan bahwa responden yang memiliki masa kerja 1 sampai > 5 tahun lebih beresiko untuk mengalami gangguan kapasitas paru. Menurut KBBI, (2001) masa kerja adalah jangka waktu orang sudah bekerja (pada suatu kantor, badan dan sebagainya). Menurut Depkes RI, 1994 bahwa setiap kegiatan industri selalu menggunakan teknologi, baik

30 teknologi yang canggih ataupun sederhana. Efek samping penggunaan teknologi dapat mengganggu tatanan kehidupan dan lingkungan hidup, khususnya penggunaan teknologi yang dapat berdampak negatif pada tenaga kerja. Menurut Suma mur, (1996) semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut. Menurut RE. Hyatt, PD. Scanlon & M. Nakamura (2006), pada pekerja yang berada dilingkungan dengan kadar debu tinggi dalam waktu lama memiliki risiko tinggi terkena penyakit paru obstruktif. Masa kerja mempunyai kecenderungan sebagai faktor risiko terjadinya obstruksi pada pekerja di industri yang berdebu lebih dari 5 tahun (dalam Khumaidah, 2009:61). Hasil penelitian sejalan dengan penelitian sebelumnya (Dorce Mengkidi, 2006 dan Ida Mahdaniar, 2006) yang menunjukkan adanya hubungan antara masa kerja dengan kapasitas paru. Persentase responden dengan masa kerja 15 tahun mengalami gangguan fungsi paru sebanyak 33 orang (63,5%) dan tidak mengalami gangguan fungsi paru 19 orang (36,5%). Responden dengan masa kerja < 15 tahun mengalami gangguan fungsi paru sebanyak 14 orang (35,9%) dan tidak mengalami gangguan fungsi paru 25 orang (64,1%). Hasil penelitian yang dilakukan Ida Mahdaniar, menunjukkan bahwa 25 orang (75.7%) yang mempunyai masa kerja 1-10 tahun memiliki kapasitas paru normal, 3 orang (50.0%) mempunyai masa kerja tahun memiliki kapasitas paru normal dan 1 orang (100%) mempunyai masa kerja

31 21-30 tahun memiliki kapasitas paru normal. Sedangkan 8 orang (24.2%) yang mempunyai masa kerja 1-10 tahun memiliki kapasitas paru tidak normal, dan 3 orang (50.0%) yang mempunyai masa kerja tahun memiliki kapasitas paru tidak normal. Masa kerja merupakan keadaan dimana seseorang telah melakukan aktifitas pekerjaan yang ditentukan dalam kurun waktu tertentu. Responden dengan masa kerja yang telah berlangsung 1 hingga > 5 tahun di lokasi pekerjaan yang terpapar dengan berbagai macam gas yang dapat membahayakan kesehatan mempunyai potensi besar untuk mengalami kapasitas paru tidak normal, dosis paparan dari berbagai macam gas dan debu yang terhirup menyebabkan seseorang lebih rentan untuk mengalami gangguan kapasitas paru dibandingkan responden yang memiliki masa kerja < 1 tahun. Semakin lama masa kerja seseorang di lokasi pekerjaan yang telah terpapar gas-gas berbahaya menyebabkan perubahan yang signifikan terhadap kapasitas paru seseorang. Responden yang memiliki masa kerja 5 tahun di lingkungan kerja yang memiliki kadar debu yang tinggi berpotensi untuk mengalami gangguan obstruksi Penggunaan Masker Hasil penelitian yang disajikan dalam tabel menunjukkan bahwa dari 23 responden yang tidak menggunakan masker saat bekerja terdapat 18 orang (78,3%) responden yang mengalami kapasitas paru tidak normal dan 5 orang (21,7%) memiliki kapasitas paru tidak normal. Sebanyak

32 11 orang (73,3%) responden dari 15 orang yang menggunakan saat masker saat bekerja memiliki kapasitas paru tidak normal dan 4 orang (26,7%) responden yang memiliki kapasitas paru normal. Menurut Khumaidah (2009), suatu kegiatan industri, paparan dan risiko yang ada ditempat kerja tidak selalu dapat dihindari. Upaya untuk pencegahan terhadap kemungkinan penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja harus senantiasa dilakukan. Ada beberapa alternatif pengendalian (secara tehnik dan administratif) yang bisa dilaksanakan, namun mempunyai beberapa kendala. Pilihan yang sering dilakukan adalah melengkapi tenaga kerja dengan alat pelindung diri dijadikan suatu kebiasaan dan keharusan. Menurut Yeung, & Lam Enarson (1999), alat pelindung diri (APD) yang baik adalah APD yang memenuhi standar keamanan dan kenyamanan bagi pekerja (Safety and acceptation), apabila pekerja memakai APD merasa kurang nyaman dan pengunaannya kurang bermanfaat bagi pekerja maka pekerja enggan memakai walaupun memakai karena terpaksa atau hanya berpura-pura sebagai syarat agar masih diperbolehkan untuk bekerja atau menghindari sanksi perusahaan. Pada penelitian sebelumnya (Tria Damayanti, Faisal Yunus, Mukhtar Ikhsan, Kiki Sutjahyo, 2007) menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan antara penggunaan APD dengan kapasitas paru. kelainan klinis yang didapatkan pada 10 orang (11,9%) dengan kebiasaan buruk menggunakan APD masker dan 8 orang (8,2%) dengan kebiasaan yang baik menggunakan APD masker namun secara statistik tidak berbeda bermakna

33 (p=0,399). Kelainan faal paru pada subjek penelitian kelompok yang buruk kebiasaan menggunakan APD masker tidak berbeda bermakna dengan kelompok yang baik kebiasaan meng-gunakan APD masker (p=0,310). Kelainan foto toraks di-dapatkan pada 2 orang (2,5%) dengan kebiasaan menggunakan APD masker yang buruk dan 3 orang (3,2%) dengan kebiasaan menggunakan APD masker yang baik namun secara statistik tidak berbeda bermakna. Penggunaan APD khususnya masker merupakan salah satu bentuk pencegahan awal terhadap gangguan penyakit yang menyerang saluran pernapasan. Masker dapat melindungi saluran pernapasan atas terutama hidung agar partikel-partikel misalnya debu tidak terhirup dan masuk ke dalam saluran pernapasan dan menyebabkan berbagai macam penyakit. Keamanan dan Keselamatan Kerja (K3) bagi pekerja baik di wilayah Peternakan Ayam Risky Layer dan wilayah Peternakan Ayam CV. Malu o Jaya Jaya belum diterapkan sepenuhnya. Hal ini terlihat di lapangan, pekerja pada saat mencampur bahan pakan ternak, pembersihan kandang belum dilengkapi dengan alat penutup hidung (masker). Berdasarkan analisis chi-square yang menunjukkan tidak ada hubungan antara penggunaan masker dengan kapasitas paru pekerja peternakan ayam disebabkan oleh beberapa faktor, seperti ada pekerja yang menggunakan kaos untuk menutup hidung belum sesuai dengan syarat K3 dan kesehatan, responden yang awalnya tidak menggunakan masker saat bekerja akibatnya responden mengalami beberapa macam keluhan seperti

34 pusing, sakit kepala, sesak napas sehingga respnden mengubah kebiasaan menjadi selalu menggunakan masker dan dapat mempengaruhi hasil penelitian Indeks Massa Tubuh (IMT) Dari tabel dapat diketahui bahwa seluruh responden yang memiliki IMT kategori kurus yaitu sebanyak 7 orang (100,0%) memiliki kapasitas paru tidak normal. Dari 28 orang responden yang mempunyai IMT normal terdapat 19 orang (67,9%) responden yang mengalami kapasitas paru tidak normal, dan 9 orang (32,1%) responden memiliki kapasitas paru normal. Seluruh responden yang memiliki IMT kategori gemuk yaitu sebanyak 3 orang (100,0%) mengalami kapasitas paru tidak normal. Dengan nilai p value = 0,040. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan bermakna antara IMT dengan kapasitas paru pekerja peternakan ayam CV. Malu o Jaya dan Risky Layer. Menurut Murray & Lopez (2006), status gizi tenaga kerja erat kaitannya dengan ringkat kesehatan tenaga kerja maupun produktifitas tenaga kerja. Zat gizi manusia telah didasarkan kepada: 1) Basal Metabolisme Rate (BMR) dimana jumlah energi yang dibutuhkan seimbang untuk aktifitas vital tubuh, 2) Specific Dynamic Action (SDA) yang merupakan jumlah energi yang dibutuhkan untuk proses pengolahan makanan, 3) Aktifitas fisik adalah kegiatan tubuh yang mebutuhkan energi dan 4) Pertumbuhan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan sel dan jaringan baru. Dalam hal ini gizi baik akan meningkatkan derajat kesehatan tenaga kerja dan akan mempengaruhi

35 produktifitas tenaga kerja sehingga dapat mengalami peningkatan produktifitas perusahaan dan produktifitas nasional. Menurut Almatsier, S. (2002) Status gizi buruk akan menyebabkan daya tahan seseorang menurun, sehingga seseorang mudah terkena infeksi oleh mikroba. Berkaitan dengan infeksi saluran pernapasan, apabila terjadi secara berulang dan disertai batuk berdahak, akan menyebabkan terjadinya bronkhitis kronis. Menurut Supariasa, (2001) kesehatan dan daya kerja erat hubungannya dengan status gizi seseorang. Secara umum kekurangan gizi akan berpengaruh terhadap kekuatan daya tahan dan respon imunologis terhadap penyakit dan keracunan. Status gizi juga berperan terhadap kapasitas paru. Orang dengan postur kurus panjang biasanya kapasitas vital paksanya lebih besar dari orang dengan postur gemuk pendek. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya (Irwan Budiono, 2007) menunjukkan bahwa IMT ada hubungan dengan kapasitas paru. Hasil penelitian Irwan Budiono, menunjukkan responden dengan status gizi tidak normal mengalami gangguan fungsi paru sebanyak 33 orang (60.0%) dan tidak mengalami gangguan fungsi paru 22 orang (40.0%). Responden dengan status gizi normal mengalami gangguan fungsi paru sebanyak 9 orang (25.7%) dan tidak mengalami gangguan fungsi paru 26 orang (74.3%). Hasil analsis menunjukkan ada hubungan antara status gizi dengan gangguan fungsi paru (p = 0,0001). Perhitungan rasio prevalensi

36 menunjukkan besar risiko status gizi tidak normal adalah 2,967 (95% CI = 1,556 5,659). Status gizi seseorang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan organ-organ tubuh manusia, dapat diasumsikan bahwa seseorang yang memiliki stastus gizi buruk maka organ dalam tubuhnya tidak berkembang dan berfungsi dengan baik. Salah satu akibat dari kekurangan gizi yaitu menurunkan imunitas dan anti bodi sehingga mudah terserang penyakit infeksi. Seseorang yang memiliki status gizi lebih akan mengalami berbagai macam gangguan kesehatan salah satunya adalah gangguan pernapasan yang diakibatkan oleh menumpuknya lemak berlebih dalam tubuh sehingga dapat menghambat proses pernapasan sehingga seseorang dengan kondisi tersebut memerlukan tenaga ekstra dalam melakukan respirasi. Status gizi memiliki kaitan dengan tingkat kesehatan tenaga kerja karena dapat mempengaruhi produktifitas tenaga kerja.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS PARU PETERNAK AYAM. Putri Rahayu H. Umar. Nim ABSTRAK

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS PARU PETERNAK AYAM. Putri Rahayu H. Umar. Nim ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS PARU PETERNAK AYAM (Studi Pada Peternakan Ayam CV. Malu o Jaya dan Peternakan Ayam Risky Layer Kabupaten Bone Bolango) Putri Rahayu H. Umar Nim. 811409003 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan lingkungan utama di dunia, khususnya di negara berkembang, baik pencemaran udara dalam ruangan maupun udara

Lebih terperinci

Rimba Putra Bintara Kandung E2A307058

Rimba Putra Bintara Kandung E2A307058 Hubungan Antara Karakteristik Pekerja Dan Pemakaian Alat Pelindung Pernapasan (Masker) Dengan Kapasitas Fungsi Paru Pada Pekerja Wanita Bagian Pengampelasan Di Industri Mebel X Wonogiri Rimba Putra Bintara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran udara ini

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Buliide, Kecamatan Kota Barat merupakan salah satu mata

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Buliide, Kecamatan Kota Barat merupakan salah satu mata BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penambangan kapur tradisional yang terletak secara administratif di Kelurahan Buliide, Kecamatan Kota Barat merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahaya tersebut diantaranya bahaya faktor kimia (debu, uap logam, uap),

BAB I PENDAHULUAN. bahaya tersebut diantaranya bahaya faktor kimia (debu, uap logam, uap), BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia memegang peranan utama dalam proses pembangunan industri. Resiko bahaya yang dihadapi oleh tenaga kerja adalah bahaya kecelakaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan kerjanya. Resiko yang dihadapi oleh tenaga kerja adalah bahaya

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan kerjanya. Resiko yang dihadapi oleh tenaga kerja adalah bahaya BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia memegang peranan utama dalam proses pembangunan industri. Oleh karena itu peranan sumber daya manusia perlu mendapat perhatian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 23 April 2013. Penelitian dilakukan pada saat pagi hari yaitu pada jam 09.00-

BAB III METODE PENELITIAN. 23 April 2013. Penelitian dilakukan pada saat pagi hari yaitu pada jam 09.00- BAB III METODE PENELITIAN 1.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian akan dilakukan di peternakan ayam CV. Malu o Jaya Desa Ulanta, Kecamatan Suwawa dan peternakan ayam Risky Layer Desa Bulango

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gerak adalah aktivitas fisik dan merupakan ciri kehidupan. Sesuai dengan pepatah yang mengatakan Dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat, maka aktivitas fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerjanya. Potensi bahaya menunjukkan sesuatu yang potensial untuk mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. kerjanya. Potensi bahaya menunjukkan sesuatu yang potensial untuk mengakibatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia memegang peranan utama dalam proses pembangunan industri. Sehingga peranan sumber daya manusia perlu mendapatkan perhatian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat menyebabkan penyakit paru (Suma mur, 2011). Penurunan fungsi paru

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat menyebabkan penyakit paru (Suma mur, 2011). Penurunan fungsi paru BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan kerja yang penuh oleh debu, uap dan gas dapat mengganggu produktivitas dan sering menyebabkan gangguan pernapasan serta dapat menyebabkan penyakit paru (Suma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok,

BAB I PENDAHULUAN. pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok mengganggu kesehatan, kenyataan ini tidak dapat kita pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terdiri atas beberapa bagian, satuan fungsi dan seksi yaitu : Bag Ops, Bag Ren,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terdiri atas beberapa bagian, satuan fungsi dan seksi yaitu : Bag Ops, Bag Ren, BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Kantor Polres Gorontalo Kota merupakan instansi yang berperan aktif dalam administrasi pemerintahan, pembangunan dan pemasyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ATP (Adenosin Tri Phospat) dan karbon dioksida (CO 2 ) sebagai zat sisa hasil

BAB I PENDAHULUAN. ATP (Adenosin Tri Phospat) dan karbon dioksida (CO 2 ) sebagai zat sisa hasil BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Paru merupakan salah satu organ vital yang berfungsi sebagai tempat pertukaran gas oksigen (O 2 ) yang digunakan sebagai bahan dasar metabolisme dalam tubuh.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Spirometri adalah salah satu uji fungsi paru yang dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) (Health Partners, 2011). Uji fungsi paru

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dibahas pada bab. sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa:

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dibahas pada bab. sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa: BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dibahas pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Faktor jenis kelamin tidak mempengaruhi kapasitas

Lebih terperinci

BAB VI HASIL PENELITIAN. analisis univariat dilakukan untuk menjelaskan karakteristik masing masing

BAB VI HASIL PENELITIAN. analisis univariat dilakukan untuk menjelaskan karakteristik masing masing BAB VI HASIL PENELITIAN Hasil penelitian ini disajikan dengan penyajian hasil analisis univariat. Hasil analisis univariat dilakukan untuk menjelaskan karakteristik masing masing variabel yang diteliti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok menimbulkan berbagai masalah, baik di bidang kesehatan maupun sosio-ekonomi. Rokok menimbulkan berbagai masalah kesehatan seperti gangguan respirasi, gangguan

Lebih terperinci

Unnes Journal of Public Health

Unnes Journal of Public Health Unnes Journal of Public Health 1 (1) (2012) Unnes Journal of Public Health http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph HUBUNGAN PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG PERNAPASAN DENGAN TINGKAT KAPASITAS VITAL PARU

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Bab IV ini membahas hasil penelitian yaitu analisa univariat. dan bivariat serta diakhiri dengan pembahasan.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Bab IV ini membahas hasil penelitian yaitu analisa univariat. dan bivariat serta diakhiri dengan pembahasan. 51 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab IV ini membahas hasil penelitian yaitu analisa univariat dan bivariat serta diakhiri dengan pembahasan. 4.1. ANALISA UNIVARIAT Penelitian dilakukan di Rumah

Lebih terperinci

GAMBARAN FAKTOR RISIKO YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS PARU PADA POLISI LALU LINTAS DI KOTA GORONTALO. Tian Bapino, Rama P. Hiola, Sri Manovita Pateda 1

GAMBARAN FAKTOR RISIKO YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS PARU PADA POLISI LALU LINTAS DI KOTA GORONTALO. Tian Bapino, Rama P. Hiola, Sri Manovita Pateda 1 GAMBARAN FAKTOR RISIKO YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS PARU PADA POLISI LALU LINTAS DI KOTA GORONTALO Tian Bapino, Rama P. Hiola, Sri Manovita Pateda 1 Program Studi Kesehatan Masyarakat Peminatan Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan kerja ditempat kerja. Dalam pekerjaan sehari-hari pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan kerja ditempat kerja. Dalam pekerjaan sehari-hari pekerjaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi sekarang ini menuntut pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja ditempat kerja. Dalam pekerjaan sehari-hari pekerjaan akan terpajan dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kapasitas paru merupakan volume udara yang dapat diekspirasi secara paksa sesudah inspirasi maksimal (costanzo, 2012). Kapasitas vital paru rata rata pada usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat sudah banyak yang mengetahui bahwa menghisap rokok adalah kebiasaan yang tidak sehat, tetapi sampai sekarang masyarakat Indonesia masih banyak yang merokok,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang kerja. 2) Perlindungan tenaga kerja meliputi aspek-aspek yang cukup luas, yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan mempunyai dampak yang menyebabkan kehidupan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. solusi alternatif penghasil energi ramah lingkungan.

BAB 1 PENDAHULUAN. solusi alternatif penghasil energi ramah lingkungan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri pengolahan kelapa sawit di Indonesia mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Hal ini disebabkan tingginya permintaan atas Crude Palm Oil

Lebih terperinci

HUBUNGAN PAPARAN DEBU DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA PENYAPU PASAR JOHAR KOTA SEMARANG. Audia Candra Meita

HUBUNGAN PAPARAN DEBU DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA PENYAPU PASAR JOHAR KOTA SEMARANG. Audia Candra Meita HUBUNGAN PAPARAN DEBU DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA PENYAPU PASAR JOHAR KOTA SEMARANG * ) Alumnus FKM UNDIP, ** ) Dosen Bagian Keselamatan dan Kesehatan Kerja FKM UNDIP ABSTRAK Pasar Johar merupakan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Hasil penelitian pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebagian besar balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur 12-23 bulan yaitu sebanyak 23 balita (44,2%).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan tanaman perkebunan secara besar-besaran, maka ikut berkembang pula

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan tanaman perkebunan secara besar-besaran, maka ikut berkembang pula BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karet alam merupakan salah satu komoditi pertanian yang penting, baik untuk lingkup internasional dan teristimewa bagi Indonesia. Di Indonesia karet merupakan salah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membentuk suatu asam yang harus dibuang dari tubuh (Corwin, 2001). duktus alveolaris dan alveoli (Plopper, 2007).

I. PENDAHULUAN. membentuk suatu asam yang harus dibuang dari tubuh (Corwin, 2001). duktus alveolaris dan alveoli (Plopper, 2007). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem kardiovaskular dan sistem respirasi harus bekerja sama untuk melakukan pertukaran gas. Sistem ini berfungsi untuk mengelola pertukaran oksigen dan karbondioksida

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain industri, transportasi, perkantoran, dan perumahan. Sumber pencemaran udara juga dapat disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan bebas sehingga jumlah tenaga kerja yang berkiprah disektor

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan bebas sehingga jumlah tenaga kerja yang berkiprah disektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi ini, Seluruh Negara dituntut untuk memasuki perdagangan bebas sehingga jumlah tenaga kerja yang berkiprah disektor industri akan bertambah sejalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Fungsi utama dari paru-paru adalah untuk proses respirasi. Respirasi merupakan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok mengganggu kesehatan barangkali merupakan istilah yang tepat, namun tidak populer dan tidak menarik bagi perokok. Banyak orang sakit akibat merokok, tetapi orang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut.

BAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah inflamasi saluran napas kecil. Pada bronkitis kronik terdapat infiltrat dan sekresi mukus di saluran pernapasan. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ISPA adalah suatu infeksi pada saluran nafas atas yang disebabkan oleh. yang berlangsung selama 14 hari (Depkes RI, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. ISPA adalah suatu infeksi pada saluran nafas atas yang disebabkan oleh. yang berlangsung selama 14 hari (Depkes RI, 2010). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan atas atau yang selanjutnya disingkat dengan ISPA adalah suatu infeksi pada saluran nafas atas yang disebabkan oleh masuknya mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. udara termasuk oksigen. Secara alamiah paru-paru orang yang tinggal di

BAB 1 PENDAHULUAN. udara termasuk oksigen. Secara alamiah paru-paru orang yang tinggal di BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di daerah pegunungan tekanan atmosfer lebih tinggi dari pada di dataran rendah. Tekanan atmosfer yang tinggi dapat mempengaruhi jumlah molekul udara termasuk oksigen.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia perlu mendapat perhatian khusus baik kemampuan, keselamatan, berbagai faktor yaitu tenaga kerja dan lingkungan kerja.

BAB I PENDAHULUAN. manusia perlu mendapat perhatian khusus baik kemampuan, keselamatan, berbagai faktor yaitu tenaga kerja dan lingkungan kerja. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia memegang peranan utama dalam proses pembangunan industri. Oleh karena itu peranan sumber daya manusia perlu mendapat perhatian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan permasalahan terkait kebiasaan merokok yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Jumlah batang rokok

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) yang berjumlah 96 pasien sesuai

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) yang berjumlah 96 pasien sesuai 32 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Subjek Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Paru Respira Yogyakarta pada bulan Agustus Desember 2016. Peserta penelitian adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latihan fisik merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kesehatan dan kebugaran. Seseorang dengan aktivitas fisik rendah memiliki 20% sampai 30% lebih tinggi risiko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan kerja ditempat kerja. Dalam pekerjaan sehari - hari pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan kerja ditempat kerja. Dalam pekerjaan sehari - hari pekerjaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi sekarang ini menuntut pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja ditempat kerja. Dalam pekerjaan sehari - hari pekerjaan akan terpajan dengan berbagai

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 KUESIONER WAWANCARA PENELITIAN SKRIPSI GAMBARAB ANTARA KARAKTERISTIK PEKERJA DENGAN KAPASITAS VITAL PAKASA PARU PEKERJA BAGIAN PRODUKSI

LAMPIRAN 1 KUESIONER WAWANCARA PENELITIAN SKRIPSI GAMBARAB ANTARA KARAKTERISTIK PEKERJA DENGAN KAPASITAS VITAL PAKASA PARU PEKERJA BAGIAN PRODUKSI LAMPIRAN 1 KUESIONER WAWANCARA PENELITIAN SKRIPSI GAMBARAB ANTARA KARAKTERISTIK PEKERJA DENGAN KAPASITAS VITAL PAKASA PARU PEKERJA BAGIAN PRODUKSI ASPAL HOTMIX PT SABARITHA PERKASA ABADI TAHUN 2014 PETUNJUK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan menghadapi hal-hal darurat tak terduga (McGowan, 2001). Lutan. tahan dan fleksibilitas, berbagai unsur kebugaran jasmani saling

I. PENDAHULUAN. dan menghadapi hal-hal darurat tak terduga (McGowan, 2001). Lutan. tahan dan fleksibilitas, berbagai unsur kebugaran jasmani saling I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebugaran jasmani adalah kemampuan untuk melaksanakan tugas seharihari dengan giat dan penuh kewaspadaan tanpa mengalami kelelahan yang berarti dan dengan energi yang cukup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan mesin, mulai dari mesin yang sangat sederhana sampai dengan

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan mesin, mulai dari mesin yang sangat sederhana sampai dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini begitu banyak pekerjaan yang dilakukan dengan menggunakan mesin, mulai dari mesin yang sangat sederhana sampai dengan penggunaan mesin dengan kapasitas teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan gaya hidup. Sebagian besar dari aktivitas telah digantikan oleh

BAB I PENDAHULUAN. perubahan gaya hidup. Sebagian besar dari aktivitas telah digantikan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi pada era globalisasi membawa berbagai dampak perubahan gaya hidup. Sebagian besar dari aktivitas telah digantikan oleh teknologi yang secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok merupakan sebuah kebiasaan yang telah membudaya bagi masyarakat di sekitar kita. Di berbagai wilayah perkotaan sampai pedesaan, dari anak anak sampai orang

Lebih terperinci

berkembang, baik pencemaran udara dalam ruangan maupun udara ambien di

berkembang, baik pencemaran udara dalam ruangan maupun udara ambien di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu dipelihara dan ditingkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah ganda (double burden). Disamping masalah penyakit menular dan kekurangan gizi terjadi pula peningkatan

Lebih terperinci

STATUS PEMERIKSAAN PENELITIAN : UJI LATIHAN PERNAFASAN TERHADAP FAAL PARU, DERAJAT SESAK NAFAS DAN KAPASITAS FUNGSIONAL PENDERITA PPOK STABIL

STATUS PEMERIKSAAN PENELITIAN : UJI LATIHAN PERNAFASAN TERHADAP FAAL PARU, DERAJAT SESAK NAFAS DAN KAPASITAS FUNGSIONAL PENDERITA PPOK STABIL LAMPIRAN 1 STATUS PEMERIKSAAN PENELITIAN : UJI LATIHAN PERNAFASAN TERHADAP FAAL PARU, DERAJAT SESAK NAFAS DAN KAPASITAS FUNGSIONAL PENDERITA PPOK STABIL No : RS/No.RM : Tanggal I. DATA PRIBADI 1. Nama

Lebih terperinci

PREVALENSI GANGGUAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA BATU PADAS DI SILAKARANG GIANYAR BALI

PREVALENSI GANGGUAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA BATU PADAS DI SILAKARANG GIANYAR BALI ABSTRAK PREVALENSI GANGGUAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA BATU PADAS DI SILAKARANG GIANYAR BALI Pekerja Batu padas adalah pekerjaan yang beresiko terkena polusi udara akibat paparan debu hasil olahan batu padas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses penuaan merupakan tantangan yang harus ditanggulangi karena diartikan

BAB I PENDAHULUAN. Proses penuaan merupakan tantangan yang harus ditanggulangi karena diartikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses penuaan merupakan tantangan yang harus ditanggulangi karena diartikan dengan proses kemunduran prestasi kerja dan penurunan kapasitas fisik seseorang. Menua adalah

Lebih terperinci

Kata Kunci : Sampah,Umur,Masa Kerja,lama paparan, Kapasitas Paru, tenaga kerja pengangkut sampah.

Kata Kunci : Sampah,Umur,Masa Kerja,lama paparan, Kapasitas Paru, tenaga kerja pengangkut sampah. 1 2 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KAPASITAS PARU TENAGA KERJA PENGANGKUT SAMPAH DI KABUPATEN GORONTALO Novalia Abdullah, Herlina Jusuf, Lia Amalaia novaliaabdullah@gmail.com Program Studi Kesehatan

Lebih terperinci

Pemakaian obat bronkodilator sehari- hari : -Antikolinergik,Beta2 Agonis, Xantin,Kombinasi SABA+Antikolinergik,Kombinasi LABA +Kortikosteroid,,dll

Pemakaian obat bronkodilator sehari- hari : -Antikolinergik,Beta2 Agonis, Xantin,Kombinasi SABA+Antikolinergik,Kombinasi LABA +Kortikosteroid,,dll LAMPIRAN 1 Lembaran Pemeriksaan Penelitian Nama : Umur :...tahun Tempat / Tanggal Lahir : Alamat : Pekerjaan : No telf : No RM : Jenis kelamin : 1. Laki laki 2. Perempuan Tinggi badan :...cm Berat badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lagi dengan diberlakukannya perdagangan bebas yang berarti semua produkproduk

BAB I PENDAHULUAN. lagi dengan diberlakukannya perdagangan bebas yang berarti semua produkproduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi dengan kemajuan di bidang teknologi telekomunikasi dan transportasi, dunia seakan tanpa batas dan jarak. Dengan demikian pembangunan sumber

Lebih terperinci

STATUS PEMERIKSAAN PENELITIAN : ANALISIS KUALITAS HIDUP PENDERITA PPOK SETELAH DILAKUKAN PROGRAM REHABILITASI PARU No : RS/No.

STATUS PEMERIKSAAN PENELITIAN : ANALISIS KUALITAS HIDUP PENDERITA PPOK SETELAH DILAKUKAN PROGRAM REHABILITASI PARU No : RS/No. LAMPIRAN 1 STATUS PEMERIKSAAN PENELITIAN : ANALISIS KUALITAS HIDUP PENDERITA PPOK SETELAH DILAKUKAN PROGRAM REHABILITASI PARU No : RS/No.RM : Tanggal I. DATA PRIBADI 1. Nama 2. Umur 3. Alamat 4. Telepon

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel

Lebih terperinci

Unnes Journal of Public Health

Unnes Journal of Public Health UJPH 3 (1) (2014) Unnes Journal of Public Health http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA PENGGILINGAN DIVISI BATU PUTIH DI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat penggunaan sumber daya alam (Wardhani, 2001).

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat penggunaan sumber daya alam (Wardhani, 2001). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di bidang industri merupakan perwujudan dari komitmen politik dan pilihan pembangunan yang tepat oleh pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan bagi segenap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adalah perokok pasif. Bila tidak ditindaklanjuti, angka mortalitas dan morbiditas

I. PENDAHULUAN. adalah perokok pasif. Bila tidak ditindaklanjuti, angka mortalitas dan morbiditas 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rokok telah membunuh 50 persen pemakainya, hampir membunuh enam juta orang setiap tahunnya yang merupakan bekas perokok dan 600.000 diantaranya adalah perokok

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi RSUD dr. Moewardi adalah rumah sakit umum milik pemerintah Propinsi Jawa Tengah. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sehat adalah kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia. Sehat juga keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinan setiap orang hidup produktif dan ekonomis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia dapat lebih mudah memenuhi kebutuhan hidupnya. Keadaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. manusia dapat lebih mudah memenuhi kebutuhan hidupnya. Keadaan tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keadaan lingkungan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat. Banyak aspek kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak penyakit dapat dimulai,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif.

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah suatu keadaan terdapatnya keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif. Penyakit ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan pekerja dan akhirnya menurunkan produktivitas. tempat kerja harus dikendalikan sehingga memenuhi batas standard aman,

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan pekerja dan akhirnya menurunkan produktivitas. tempat kerja harus dikendalikan sehingga memenuhi batas standard aman, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tempat kerja merupakan tempat dimana setiap orang mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri maupun keluarga yang sebagian besar waktu pekerja dihabiskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disekelilingnya khususnya bagi mereka yang termasuk ke dalam kelompok rentan

BAB I PENDAHULUAN. disekelilingnya khususnya bagi mereka yang termasuk ke dalam kelompok rentan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok adalah salah satu perilaku hidup yang tidak sehat yang dapat merugikan dan sangat mengganggu bagi diri sendiri maupun orang lain disekelilingnya khususnya bagi

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Berdasarkan jenis kelamin menurut Suma mur (2014) memiliki kekuatan otot yang

BAB V PEMBAHASAN. Berdasarkan jenis kelamin menurut Suma mur (2014) memiliki kekuatan otot yang BAB V PEMBAHASAN Responden dalam penelitian ini semua berjenis kelamin perempuan. Berdasarkan jenis kelamin menurut Suma mur (2014) memiliki kekuatan otot yang berbeda. Kekuatan otot merupakan penentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Riset Kesehatan Dasar (RISKEDAS) di Indonesia tahun mendapatkan hasil prevalensi nasional untuk penyakit asma pada semua umur

BAB I PENDAHULUAN. Riset Kesehatan Dasar (RISKEDAS) di Indonesia tahun mendapatkan hasil prevalensi nasional untuk penyakit asma pada semua umur 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Riset Kesehatan Dasar (RISKEDAS) di Indonesia tahun 2013 mendapatkan hasil prevalensi nasional untuk penyakit asma pada semua umur adalah 4,5 %. Prevalensi asma

Lebih terperinci

Analisis Kapasitas Paru dan Aliran Udara Pernafasan Manusia Yang Mempunyai Kebiasaan Merokok dan Tidak Merokok

Analisis Kapasitas Paru dan Aliran Udara Pernafasan Manusia Yang Mempunyai Kebiasaan Merokok dan Tidak Merokok Prosiding Seminar Nasional Fisika dan Pendidikan Fisika (SNFPF) Ke-6 2015 57 Analisis Kapasitas Paru dan Aliran Udara Pernafasan Manusia Yang Mempunyai Kebiasaan Merokok dan Tidak Merokok Gisella Maria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular (PTM), yang merupakan penyakit akibat gaya hidup serta

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular (PTM), yang merupakan penyakit akibat gaya hidup serta BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada beban ganda, di satu pihak penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat karena

Lebih terperinci

Specific Dynamic Action

Specific Dynamic Action Kebutuhan Energi Besarnya kebutuhan energi tergantung dari energi yang digunakan setiap hari. Kebutuhan energi dapat dihitung dengan memperhatikan beberapa komponen penggunaan energi. Komponen-komponen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Paru merupakan salah satu organ penting, bagian dari sistem pernapasan manusia. Fungsi utama dari sistem pernapasan adalah untuk pertukaran udara yaitu mengambil O

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu melakukan pengukuran terhadap nilai kapasitas vital

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kesegaran Jasmani 2.1.1 Pengertian Kesegaran jasmani sudah umum dipakai dalam bahasa Indonesia, khususnya dalam bidang keolahragaan. Kesegaran jasmani biasa diucapkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan suatu bangsa dan negara tentunya tidak bisa lepas dari peranan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan suatu bangsa dan negara tentunya tidak bisa lepas dari peranan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memasuki AFTA, WTO dan menghadapi era globalisasi seperti saat ini pertumbuhan suatu bangsa dan negara tentunya tidak bisa lepas dari peranan sektor industri,pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumokoniosis merupakan penyakit paru yang disebabkan oleh debu yang masuk ke dalam saluran pernafasan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumokoniosis merupakan penyakit paru yang disebabkan oleh debu yang masuk ke dalam saluran pernafasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumokoniosis merupakan penyakit paru yang disebabkan oleh debu yang masuk ke dalam saluran pernafasan (inhalasi). Pneumokoniosis membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Provinsi Gorontalo. Puskesmas Tapa didirikan pada tahun 1963 dengan luas

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Provinsi Gorontalo. Puskesmas Tapa didirikan pada tahun 1963 dengan luas BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Lokasi Penelitian a. Kondisi Puskesmas Tapa Puskesmas Tapa terletak di Kecamatan Tapa Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. commit to user BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan, penyerapan dan penggunaan zat gizi. Status gizi berkaitan dengan asupan makanan yang dikonsumsi baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Olahraga adalah aktivitas fisik yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Olahraga adalah aktivitas fisik yang bertujuan untuk meningkatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Olahraga adalah aktivitas fisik yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan, memelihara kesegaran jasmani (fitness) atau sebagai terapi untuk memperbaiki kelainan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebiasaan lain, perubahan-perubahan pada umumnya menimbulkan beberapa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebiasaan lain, perubahan-perubahan pada umumnya menimbulkan beberapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan dan Keselamatan Kerja merupakan suatu masalah penting dalam setiap proses operasional baik di sektor tradisional maupun modern, khususnya pada masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan terhadap keselamatan dan kesehatan para pekerja di tempat

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan terhadap keselamatan dan kesehatan para pekerja di tempat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan industri di Indonesia dewasa ini maju sangat pesat, seiring dengan tuntutan berbagai kebutuhan bermacam produk. Penerapan teknologi berbagai bidang tersebut

Lebih terperinci

KAPASITAS FAAL PARU PADA PEDAGANG KAKI LIMA. Olvina Lusianty Dagong, Sunarto Kadir, Ekawaty Prasetya 1

KAPASITAS FAAL PARU PADA PEDAGANG KAKI LIMA. Olvina Lusianty Dagong, Sunarto Kadir, Ekawaty Prasetya 1 KAPASITAS FAAL PARU PADA PEDAGANG KAKI LIMA Olvina Lusianty Dagong, Sunarto Kadir, Ekawaty Prasetya 1 Olvina Lusianty Dagong. 811410088. Kapasitas Faal Paru Pada Pedagang Kaki Lima. Jurusan Kesehatan Masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udara merupakan salah satu komponen lingkungan yang paling penting setelah air dalam memberikan kehidupan di permukaan bumi. Pada keadaan normal, sebagian besar udara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG Penyakit tidak menular terus berkembang dengan semakin meningkatnya jumlah penderitanya, dan semakin mengancam kehidupan manusia, salah satu penyakit tidak menular

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Penyakit tidak menular (PTM), merupakan penyakit kronis, tidak ditularkan dari orang ke orang, mempunyai durasi yang panjang dan umumnya berkembang lambat. Empat jenis

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA PEMBUAT BATU BATA DI KELURAHAN PENGGARON KIDUL KECAMATAN PEDURUNGAN SEMARANG TAHUN 2015

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA PEMBUAT BATU BATA DI KELURAHAN PENGGARON KIDUL KECAMATAN PEDURUNGAN SEMARANG TAHUN 2015 1 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA PEMBUAT BATU BATA DI KELURAHAN PENGGARON KIDUL KECAMATAN PEDURUNGAN SEMARANG TAHUN 2015 Yuanika Permata Dewi *), Eni Mahawati **) *) Alumni

Lebih terperinci

ABSTRAK FAAL PARU PADA PEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DAN PEROKOK PASIF PASANGANNYA

ABSTRAK FAAL PARU PADA PEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DAN PEROKOK PASIF PASANGANNYA ABSTRAK FAAL PARU PADA PEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DAN PEROKOK PASIF PASANGANNYA Siti A. Sarah M, 2011. Pembimbing I : dr.jahja Teguh Widjaja,Sp.P.,FCCP Pembimbing II: dr.sijani

Lebih terperinci

SUMMARY GAMBARAN KAPASITAS PARU PADA REMAJA PEROKOK DI DESA TULADENGGI KECAMATAN TELAGA BIRU. Dwi Purnamasari Zees

SUMMARY GAMBARAN KAPASITAS PARU PADA REMAJA PEROKOK DI DESA TULADENGGI KECAMATAN TELAGA BIRU. Dwi Purnamasari Zees SUMMARY GAMBARAN KAPASITAS PARU PADA REMAJA PEROKOK DI DESA TULADENGGI KECAMATAN TELAGA BIRU Dwi Purnamasari Zees Program Studi keperawatan, fakultas ilmu ilmu kesehatan dan keolahragaan, universitas negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penyakit saluran nafas banyak ditemukan secara luas dan berhubungan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penyakit saluran nafas banyak ditemukan secara luas dan berhubungan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit saluran nafas banyak ditemukan secara luas dan berhubungan erat dengan lamanya pajanan terhadap debu tertentu karena pada dasarnya saluran pernafasan merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rokok adalah gulungan tembakau yang dibalut dengan kertas atau daun. nipah. Menurut Purnama (1998) dalam Alamsyah (2009), rokok

I. PENDAHULUAN. Rokok adalah gulungan tembakau yang dibalut dengan kertas atau daun. nipah. Menurut Purnama (1998) dalam Alamsyah (2009), rokok I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rokok adalah gulungan tembakau yang dibalut dengan kertas atau daun nipah. Menurut Purnama (1998) dalam Alamsyah (2009), rokok umumnya terbagi menjadi tiga kelompok yaitu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. waktu pengukuran atau observasi data dalam satu kali pada satu waktu yang

BAB III METODE PENELITIAN. waktu pengukuran atau observasi data dalam satu kali pada satu waktu yang 48 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian observasional analitik dengan pendekatan Cross Sectional yaitu jenis penelitian yang menekankan pada waktu pengukuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah pembunuh utama balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti AIDS, malaria, dan campak. Infeksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatnya pendapatan masyarakat. Di sisi lain menimbulkan dampak

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatnya pendapatan masyarakat. Di sisi lain menimbulkan dampak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor industri saat ini makin berkembang, dari satu sisi memberi dampak positif berupa bertambah luasnya lapangan kerja yang tersedia dan meningkatnya pendapatan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi perubahan yang sangat cepat, baik dalam bidang ekonomi, dan motorisasi (Dharmawan, 2004).

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi perubahan yang sangat cepat, baik dalam bidang ekonomi, dan motorisasi (Dharmawan, 2004). BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga terjadi perubahan yang sangat cepat, baik dalam bidang ekonomi, pembangunan, industri, dan transportasi. Pesatnya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Kerangka Konsep Variabel Bebas Variabel Terikat Jenis Kelamin Status Gizi Kebiasaan Merokok Kapasitas Vital Paru Masa Kerja Penggunaan Masker Posisi Kerja Gambar 3.1 Kerangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan manusia, kesehatan merupakan hal yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan manusia, kesehatan merupakan hal yang sangat 14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam kehidupan manusia, kesehatan merupakan hal yang sangat penting, kesehatan akan terganggu jika timbul penyakit yang dapat menyerang siapa saja baik laki-laki

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini dilaksanakan di kawasan penambangan kapur

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini dilaksanakan di kawasan penambangan kapur BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Peneitian Lokasi penelitian ini dilaksanakan di kawasan penambangan kapur sederhana Kelurahan Buliide, Kecamatan Kota Barat. Adapun

Lebih terperinci

BEBERAPA FAKTOR PENYEBAB GANGGUAN FAAL PARU PADA PENJUAL UNGGAS DI PASAR BURUNG KUPANG SURABAYA

BEBERAPA FAKTOR PENYEBAB GANGGUAN FAAL PARU PADA PENJUAL UNGGAS DI PASAR BURUNG KUPANG SURABAYA BEBERAPA FAKTOR PENYEBAB GANGGUAN FAAL PARU PADA PENJUAL UNGGAS DI PASAR BURUNG KUPANG SURABAYA Fariz Zuvil Arganata PT. Charoen Pokphand Indo-Food Division Jl. Industri IV Modern Industri Estate Kav.

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA LAMA PAPARAN DEBU KAYU DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA KAYU DI KECAMATAN KELAPA LIMA TAHUN 2015

HUBUNGAN ANTARA LAMA PAPARAN DEBU KAYU DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA KAYU DI KECAMATAN KELAPA LIMA TAHUN 2015 HUBUNGAN ANTARA LAMA PAPARAN DEBU KAYU DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA KAYU DI KECAMATAN KELAPA LIMA TAHUN 2015 ABSTRAK Reza Eka Putra, Dwita Anastasia Deo, Dyah Gita Rambu Kareri Bekerja di industry

Lebih terperinci

Gambar Kerangka pemikiran hubungan faktor gaya hidup dengan kegemuka pada orang dewasa di Provinsi Sulawesi Utara, DKI Jakarta, dan Gorontalo.

Gambar Kerangka pemikiran hubungan faktor gaya hidup dengan kegemuka pada orang dewasa di Provinsi Sulawesi Utara, DKI Jakarta, dan Gorontalo. 102 KERANGKA PEMIKIRAN Orang dewasa 15 tahun seiring dengan bertambahnya umur rentan menjadi gemuk. Kerja hormon menurun seiring dengan bertambahnya umur, yang dapat mengakibatkan ketidakseimbangan metabolisme

Lebih terperinci