LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2014

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2014"

Transkripsi

1 LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2014 PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA

2 DAFTAR ISI Kata Pengantar.... Daftar Isi.... Daftar Tabel.. Daftar Grafik Daftar Gambar.. Daftar Lampiran.. i ii vi vii ix x BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan dan Sasaran Isu Prioritas Lingkungan Analisis Isu, Tekanan dan Respon Arahan Program Pembangunan Bidang Lingkungan Hidup 10 BAB II KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA LAHAN DAN HUTAN Analisis Kualitas Lahan/Tanah, Tutupan Lahan, Luas Kawasan Lindung, dan Luas Lahan Kritis dan Kecendrungannya KEANEKARAGAMAN HAYATI Spesies Flora dan Fauna yang diketahui dan dilindungi Kawasan Konservasi AIR Inventarisasi Sungai Inventarisasi Danau/Waduk/Situ/Embung Kualitas Air Sungai UDARA,,,,,,,,,,,,, Informasi Kualitas Udara Ambien LAUT, PESISIR DAN PANTAI.. 68 ii

3 Informasi kualitas air laut Luas Tutupan dan Kondisi Terumbu Karang Luas dan Kerusakan Padang Lamun Luas dan Kerapatan Hutan Mangrove IKLIM, Analisis Curah Hujan Rata-Rata Bulanan dan Kecendrungannya Analisis Suhu dan Kecendrungannya BENCANA ALAM Informasi Luas Bencana, Korban Jiwa dan Perkiraan Kerugian Akibat Banjir, Ananlisis dan Kecendrungannya Informasi Bencana Kekeringan, Analisis dan Kecendrungannnya Informasi Bencana Tanah Longsor, Korban, Kerugian, Analisis & Kecenderungannya Informasi Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan, Luas dan Kerugian Analisis dan Kecendrungannya Informasi Bencana Iklim 84 BAB III TEKANAN TERHADAP LINGKUNGAN KEPENDUDUKAN Informasi Jumlah, Pertumbuhan, dan Kepadatan Penduduk, serta pola migrasi Analisis dan Kecenderungannya Informasi Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin, Kelompok Umur dan Status Pendidikan, Analisis dan Kecenderungannya Permukiman Jumlah Rumah Tangga Yang Bertempat Tinggal di Lokasi Permukiman Mewah,, Menengah Sederhana, Kumuh, Bantaran Sungai dan Di Lokasi Pasang Surut Jumlah Rumah Tangga Menurut Sumber Air Untuk Minum, Tempat Pembuangan Samapah Dan Tempat Buang Air Besar KESEHATAN Usia Harapan Hidup, Angka Kelahiran, Angka Kematian, dan Pola Penyakit Yang Banyak Diderita PERTANIAN.. 93 iii

4 Kebutuhan Air dan Penggunaan Pupuk Untuk Lahan Sawah, Lahan Pertanian Tanaman Pangan Dan Perkebunan Informasi Perubahan Lahan Pertanian Menjadi Lahan Non Pertanian Dan Informasi Beban Limbah Padat Dari Kegiatan Pertanian, Analisis Dan Kecenderungannya INDUSTRI Informasi jumlah industri yang berpotensi mencemari sumber air, tingkat ketaatan terhadap baku mutu dan jumlah beban limbah cairnya, Analisis, Kecendrungannya Penilaian Proper PERTAMBANGAN Informasi Produksi dan Luas Areal Konsesi Pertambangan yang Perizinan dan atau Pengawasannya merupakan Kewenangan Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota, Analisis dan Kecendrungannya ENERGI Informasi Perkiraan Konsumsi Energi untuk Kegiatan Transportasi, Industri, dan Rumah Tangga, Analisis dan Kecendrungannya Perkiraan Emisi CO 2 dari Sektor Energi TRANSPORTASI Informasi Panjang Jalan, kondisi, dan kepadatan lalulintas dan jumlah limbah padat dan cair yang bersumber dari Pelabuhan, Analisis dan Kecendrungannya PARIWISATA Informasi lokasi-lokasi wisata dan jumlah pengunjung Analisis & Kecendrungannya Informasi jumlah hotel/penginapan, Analisis dan Kecendrungannya BAB IV UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN REHABILITASI LINGKUNGAN Rencana dan Realisasi Kegiatan Reboisasi, Penghijauan dan Kegiatan Fisik Lainnya yang Terkait Dengan Perbaikan Kondisi Lingkungan PENGAWASAN AMDAL Rekomendasi AMDAL yang Diberikan dan Hasil Pengawasan Pelaksanaan UKL/UPL PENEGAKAN HUKUM. 109 iv

5 Informasi masalah lingkungan yang diadukan masyarakat dan tindak lanjutnya PERAN SERTA MASYARAKAT Informasi Upaya Perbaikan Lingkungan yang dilakukan oleh Masyarakat Penghargaan Kegiatan Penyuluhan, Pelatihan, Workshop Seminar Lingkungan KELEMBAGAAN Informasi produk hukum yang dihasilkan oleh pemerintah daerah yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup, anggaran pengelolaan lingkungan hidup dan upaya untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia Anggaran Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara Jumlah Personil Institusi Lingkungan Menurut Tingkat Pendidikan Jumlah Jabatan Fungsional Lingkungan, PPNS, dan PPLHD 113 v

6 DAFTAR TABEL Tabel Perbandingan Luas Kawasan Hutan menurut SK 44/MENHUT-II/2005 dengan SK 579/MENHUT II/ Tabel Inventarisasi Danau/Waduk/Situ/Embung Sumut Tahun Tabel Perbandingan Kualitas Air Hujan dan Baku Mutu Tabel Hasil Analisis Parameter NO3-N Air Sumur.. 61 Tabel Hasil Analisis Parameter NO2-N Air Sumur Tabel Luas Tutupan & Kondisi Terumbu Karang Tahun Tabel Klasifikasi Iklim Menurut Oldeman 71 Tabel Perbandingan Bencana Alam Gempa Bumi, Korban dan Kerugian Tahun Tabel Bencana Kebakaran Hutan & Lahan, Luas & Kerugian Tahun Tabel Perhitungan Emisi CO2 dari Sektor Energi Tabel Jumlah Limbah Padat Dari Sektor Transportasi. 102 Tabel Penghargaan yang Diterima Tahun 2013 dan Tabel Produk Hukum Bidang Pengelola Lingkungan. 112 Tabel Anggaran Pengelolaan Lingkungan Hidup Tahun 2012,2013, Tabel Jumlah Personil institusi Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013 dan Tabel Jumlah Jabatan Fungsional Lingkungan, PPNS dan PPLHD Tahun 2013 dan vi

7 DAFTAR GRAFIK Grafik Luas Tutupan Lahan dan Hutan Provinsi Sumatera Utara Tahun Grafik Data Olahan Tutupan Lahan Bervegetasi & Tidak Bervegetasi Tahun Grafik Kawasan Hutan Tetap Berdasarkan SK Menhut No.579/Menhut II Tahun Grafik Perbandingan Luas Kawasan Lahan Kritis TA 2013 & Grafik ph Sungai Asahan pada Tahun Grafik Suhu Sungai Asahan Tahun Grafik TDS Sungai Asahan Tahun Grafik Analisis Parameter TSS Sungai Asahan Tahun Grafik Nilai DO Sungai Asahan Pada Tahun Grafik Perbandingan Nilai BOD Sungai Asahan Dari Hulu Ke Hilir Tahun Grafik Perbandingan Nilai COD Sungai Asahan Tahun Grafik Perbandingan Nilai Minyak Dan Lemak Sungai Asahan Tahun Grafik ph Sungai Percut Tahun Grafik Residu Terlarut Sungai Percut Pada Tahun Grafik Analisis Parameter TSS Sungai Percut Tahun Grafik Nilai DO Sungai Percut Pada Tahun Grafik Perbandingan BOD Sungai Percut dari hulu ke hilir Tahun Grafik Perbandingan Nilai COD Tahun Grafik Analisis Parameter TSS Sungai Wampu Tahun Grafik Nilai DO Sungai Wampu pada Tahun Grafik Perbandingan nilai BOD dari hulu ke hilir tahun Grafik Perbandingan Nilai COD Tahun Grafik Suhu Air Danau Toba Pada Sisi Pulau Sumatera, Sisi Pulau Samosir dan Tengah Danau 43 Grafik Suhu Air Danau Toba Pada Daerah Dengan Berbagai Jenis Pemanfaatan 44 Grafik 2.25 Kadar TDS Pada Sisi Pulau Sumatera, Sisi Pulau Samosir Dan Tengah Danau 45 Grafik Kadar TDS Pada Daerah Dengan Berbagai Jenis Pemanfaatan Grafik ph Air Danau Toba Pada Sisi Pulau Sumatera, Sisi Pulau Samosir, Dan Tengah Danau 46 Grafik ph Air Danau Toba Pada Daerah Dengan Berbagai Jenis Pemanfaatan 47 Grafik Kadar BOD Air Danau Toba Pada Sisi Pulau Sumatera, Sisi Pulau Samosir, Dan Tengah Danau 48 vii

8 Grafik Kadar BOD Air Danau Toba Pada Daerah Dengan Berbagai Jenis Pemanfaatan 49 Grafik Kadar COD Air Danau Toba Pada Sisi Pulau Sumatera, Sisi Pulau Samosir, Dan Tengah Danau 50 Grafik Kadar COD Air Danau Toba Pada Daerah Dengan Berbagai Jenis Pemanfaatan 50 Grafik Kadar DO Air Danau Toba Pada Sisi Pulau Sumatera, Sisi Pulau Samosir, Dan Tengah Danau 51 Grafik Kadar DO Air Danau Toba Pada Daerah Dengan Berbagai Jenis Pemanfaatan 52 Grafik Kadar Total Phosphat Air Danau Toba Pada Sisi Pulau Sumatera, Sisi Pulau Samosir, Dan Tengah Danau.53 Grafik Kadar Total Phosphat Air Danau Toba Pada Daerah Dengan Berbagai Jenis Pemanfaatan 54 Grafik Kadar Nitrat Air Danau Toba Pada Sisi Pulau Sumatera, Sisi Pulau Samosir, Dan Tengah Danau 55 Grafik Kadar Nitrat Air Danau Toba Pada Daerah Dengan Berbagai Jenis Pemanfaatan 55 Grafik Kadar BA Air Danau Toba Pada Sisi Pulau Sumatera, Sisi Pulau Samosir, Dan Tengah Danau 58 Grafik Kadar BA Air Danau Toba Pada Daerah Dengan Berbagai Jenis Pemanfaatan 58 Grafik Titik Sampling Air Tanah Di Beberapa Lokasi Di Sumatera Utara. 60 Grafik Perbandingan Air Tanah Dengan Permenkes RI No.492 Tahun Grafik Curah Hujan Rata-rata Bulanan di Stasiun Sampali Tahun Grafik Curah Hujan Rata-rata Bulanan di Stasiun Polonia Tahun 2014, Grafik Curah Hujan Rata-rata Bulanan di Stasiun BMKG Wilayah I.. 73 Grafik 2.46 Curah Hujan Rata-rata Bulanan di Stasiun Tuntungan 73 Grafik 2.47 Curah Hujan Rata-rata Bulanan di Stasiun Parapat 74 Grafik 2.48 Curah Hujan Rata-rata Bulanan di Stasiun Aek Godang 74 Grafik 2.49 Curah Hujan Rata-rata Bulanan di Stasiun Pinang Sari 74 Grafik 2.50 Curah Hujan Rata-rata Bulanan di Stasiun Binaka 75 Grafik 2.51 Curah Hujan Rata-rata Bulanan di Stasiun Belawan 75 Grafik 2.52 Suhu Udara Rata-Rata Bulanan DI Sumatera Utara Tahun Grafik 3.1 Persentase Sumber Air Minum Provsu Tahun Grafik 3.2 Jenis Penyakit Yang Diderita Tahun Grafik 3.3. Persentase Pemakaian Pupuk Untuk Tanaman Perkebunan 94 Grafik 3.4. Perbandingan Persentase Jumlah Hewan Ternak Menurut Jenis Ternak 95 Grafik 3.5. Perbandingan Jumlah Jenis Industri/Kegiatan Usaha Menurut Beban Limbah Cair Tahun Grafik 3.6. Jumlah Penyaluran BBM (Kiloliter) 99 viii

9 DAFTAR GAMBAR Gambar Kerangka Alur Pikir Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Badan Lingkungan Hidup 11 Gambar 1.2. Mekanisme Sistem Program /Kegiatan Perlindungan dan Pengelolaan LH di Sumatera Utara Gambar Peta Tutupan Lahan Provinsi Sumatera Utara dalam Buku RTRW Gambar Jenis Tumbuhan yang di awetkan Berdasarkan PP RI No. 7 Tahun Gambar Jenis Satwa yang di awetkan Berdasarkan PP RI No. 7 Tahun Gambar Ikan Batak.. 28 Gambar Peta DAS di Sumatera Utara.. 29 Gambar Peta Iklim Saat Ini di Sumatera Utara Tahun Gambar Peta Kerentanan Perubahan Iklim Di Sumatera Utara Tahun Gambar Peta Indeks Kerentanan Perubahan Iklim Di Sumatera Utara Tahun Gambar Peta Rawan Bencana Di Sumatera Utara Gambar Peta Bencana Iklim Provinsi Sumatera Utara. 84 Gambar Peta Indeks Bencana Iklim Provinsi Sumatera Utara Tahun Gambar 4.1. Menanam Pohon Di Bantaran Sungai ix

10 DAFTAR LAMPIRAN 1. Peraturan Gubernur Sumatera Utara No. 1 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Air Danau Toba di Sumatera Utara 2. Peraturan Gubernur Sumatera Utara No. 21 Tahun 2006 tentang Penetapan Baku Mutu Air Sungai dan Segmentasi Sungai di Provinsi Sumatera Utara 3. SK Gubernur Sumatera Utara tentang Tim Penyusunan Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun SK Kepala Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara tentang Tim Penyelenggara Sistem Informasi Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah (SILHD) Provinsi Sumatera Utara x

11 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Provinsi Sumatera Utara terletak antara Lintang Utara dan Bujur Timur, dengan luas wilayah mencapai ,68 km2 atau 3,72% dari luas wilayahrepublik Indonesia. Provinsi Sumatera Utara memiliki 162 pulau, yaitu 6 pulau di Pantai Timur dan 156 pulau di Pantai Barat. Secara administratif Provinsi Sumatera Utara berbatasan dengan Provinsi Aceh di sebelah Utara, Provinsi Riau dan Sumatera Barat di sebelah Selatan, Samudera Hindia di sebelah Barat, serta Selat Malakadi sebelah Timur. Secara geografis provinsiini berada pada jalur strategis pelayaran Internasional Selat Malaka yang dekat dengan Singapura, Malaysia, dan Thailand. Berdasarkan topografinya, Sumatera Utara dibagi atas 3 (tiga) bagian yaitu bagian Timurdengan keadaan relatif datar, bagian tengah bergelombang sampai berbukit dan bagian Baratmerupakan dataran bergelombang. Wilayah Pantai Timur merupakan dataran rendah seluas ,99 km2 atau 34,77% dari luas wilayah Sumatera Utara adalah daerah yang subur,kelembaban tinggi dengan curah hujan relatif tinggi pula. Wilayah ini memiliki potensi ekonomiyang tinggi sehingga cenderung semakin padat karena arus migrasi dari wilayah Pantai Barat dandataran tinggi. Banjir juga sering melanda wilayah tersebut akibat berkurangnya pelestarianhutan, erosi dan pendangkalan sungai. Pada musim kemarau terjadi pula kekurangan persediaan air disebabkan kondisi hutan yang kritis. Wilayah dataran tinggi dan wilayah Pantai Barat seluas ,69 km2 atau 65,23% dariluas wilayah Sumatera Utara, yang sebagian besar merupakan pegunungan, memiliki variasi dalamtingkat kesuburan tanah, iklim, topografi dan kontur serta daerah dengan struktur tanah yang labil. Provinsi Sumatera Utara memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, mulai dari sector kehutanan, pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan, pertambangan maupun sector jasa seperti pariwisata, perdagangan dan industri manufaktur. Pemanfaatan potensi ini secara langsung maupun tidak langsung memberi tekanan terhadap pelestarian fungsi lingkungan hidup. Keterbatasan lingkungan dan teknologi menghadapi tekanan tersebut mengharuskan perlunya pengendalian sehingga tidak menimbulkan bencana ekologi. Perumusan pengendalian secara tepat hanya dapat dilakukan jika tersedia data tentang kondisi lingkungan dan Pendahuluan 1

12 kecenderungnya serta factor penyebabnya. Dalam kaitan inilah penyusunan Status Lingkungan HidupDaerah (SLHD) menjadi sangat penting, karena menyajikan data tentang perubahan kualitas penduduk beserta aktifitasnya, tekanan terhadap lingkungan karena kegiatan social dan ekonomi untuk memenuhi ke but u han dan kesejahteraan penduduk, serta upaya-upaya pengendalian yang sudah dilakukan. Informasi-informasi tersebut harus disebarluaskan untuk menumbuhkan kesadaran lingkungan bagi seluruh lapisan masayarakat, dan pelaku usaha, serta menjadi dasar pertimbangan dalam penentuan kebijakan pembangungan bagi pemerintah serta juga untuk memenuhi amanat Undang-undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik Tujuan dan Sasaran T u j u a n penyusunan SLHD Provinsi Sumatera Utara adalah sebagai berikut: a. Mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan hutan dan lahan, keanekaragamanhayati, air, udara, laut, pesisir dan pantai, iklim dan bencana alam, menganalisisnya untuk mengetahui ko nd is i lingkungan di Sumatera Utara serta kecenderungannya. b. Mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan kependudukan, pemukiman, kesehatan, pertanian, industri, pertambangan, energi, transportasi, pariwisata, dan limbah B3, menganalisisnya untuk mengetahui sumber dan besaran tekanan terhadap lingkungan. c. Mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan rehabilitasi lingkungan, AMDAL, penegakan hukum, peran serta masyarkat dan penegakan hokum serta menganalisisnya untuk mengetahui upaya-upaya pengelolaan lingkungan yang sudah dilakukan. d. Untuk mengetahui is u -is u lingkungan utama yang terjadi di Sumatera Utara, sehingga dapat dirumuskan upaya kebijakan pengelolaannya. Sedangkan sasaran penyusunan SLHD adalah sebagai berikut : a. Menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam menyusun program dan kegiatan pembangunan di Sumatera Utara oleh berbagai sektor. b. Menjadi salah satu bahan utama bagi Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara dalam penyusunan Rencana Strategis Tahun Bidang Lingkungan Hidup c. Untuk memenuhi amanat Undang-undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik Pendahuluan 2

13 1. 3 Isu Prioritas Lingkungan Berdasarkan analisis data kondisi lingkungan hidup dan kecenderungannya serta sumber dan besaran tekanan terhadap lingkungan hidup, dapat disimpulkan bahwa is u prioritas lingkungan hidup di Sumatera Utara meliputi enam aspek, sebagaimana diuraikan berikut ini. 1. Lahan, Hutan dan Keanekaragaman Hayati Isu yang relevan dengan lahan dan hutan al. : a. Masih ditemuinya lahan kritis yang cukup luas di beberapa daerah b. Konversi lahan pertanian produktif menjadi kawasan terbangun/non pertanian c. Alih fungsi lahan dan/atau pemanfaatan kawasan hutan untuk kegiatan non kehutanan d. kepunahan gajah sumatra dan satwa lain di Sumatra Utara e. kurangnya ruang terbuka hijau di Perkotaan 2. Wilayah pesisir Isu yang relevan dengan wilayah pesisir yaitu : a. Degradasi Habitat Wilayah Pesisir (Mangrove, Terumbu Karang dan Pantai Berpasir) b. Alih Fungsi Hutan Mangrove menjadi perkebunan kelapa sawit, Kawasan Industri dan Pemukiman c. Pencemaran Wilayah Pesisir dan Laut oleh Limbah Industri dan Rumah Tangga d. Sedimentasi yang Cukup Tinggi di Wilayah Pesisir Timur Sumatera Utara 3. Air Isu yang relevan dengan kualitas air yaitu : a. Penurunan Kualitas Air Sungai Deli dan Sungai Belawan di Kabupaten Karo, Deli Serdang, dan Kota Medan b. Status cemar sedang pada beberapa sungai di Sumatera Utara, yaitu Sungai Deli, Sungai Belawan dan Sungai Asahan. c. Penurunan debit sungai d. Sedimentasi pada beberapa sungai di Sumatera Utara, yaitu Sungai Asahan dan Sungai Deli. e. Daya dukung dan daya tampung Danau Toba Pendahuluan 3

14 4. PerubahanIklim Isu yang relevan dengan iklim yaitu : a. Peningkatan suhu udara b. Curah hujan yang berfluktuasi 5. Bencana Alam Isu yang relevan dengan bencana alam yaitu : a. Banjir yang terjadi di beberapa daerah seperti Kabupaten Mandailing Natal, b. Longsor di daerah pegunungan c. Terjadinya bencana longsor akibat penambangan emas ilegal di Kabupaten Mandailing Natal 6. Persampahan Isu yang relevan dengan persampahan yaitu : a. Belum adanya pengelolaan sampah yang disesuaikan dengan peraturan yang berlaku. b. Belum terimplementasinya konsep pengelolaan sampah 3R Analisis Isu, Tekanan dan Respon 1. Lahan dan Hutan Kebutuhan lahan untuk kegiatan nonpertanian cenderung terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan struktur perekonomian. Alih fungsi lahan pertanian sulit dihindari akibat kecenderungan tersebut. Beberapa kasus menunjukkan jika di suatu lokasi terjadi alih fungsi lahan, maka dalam waktu yang tidak lama lahan di sekitarnya juga beralih fungsi secara progresif. Sekitar Ha hutan di Sumatera Utara diperkirakan rusak setiap tahun, sebagian besar akibat kegiatan perambahan ilegal, sisanya karena pengalihan lahan menjadi areal perkebunan dan pembangunan infratruktur jalan. Kerusakan terbesar atau sekitar 40% dari total kerusakan hutan terjadi di berada di Kawasan Pantai Barat yang meliputi Kabupaten Tapsel, Padang Lawas, Humbang Hasundutan, Pakpat Barat, hingga Kabupaten Dairi. Ruang terbuka hijau (RTH) di perkotaan sangat minim, contohnya Kota Medan saat ini hanya memiliki RTH seluas 22,1 hektar yang tersebar di 146 taman di seluruh kota. Angka itu tak sebanding dengan luas kota Medan yang mencapai hektar. Kota Medan yang memiliki luas 26 ribu hektar Pendahuluan 4

15 lebih dengan jumlah penduduk 2,01 juta jiwa saat malam hari dan 2,5 juta jiwa saat siang hari, sedikitnya membutuhkan 4 juta batang pohon penghijauan. Secara teoritis, luas total Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah 8 persen dari 26,5 ribu Ha luas Kota Medan. Namun jumlah batang pohon yang ada di Kota Medan tidak sesuai dengan kebutuhannya yaitu kebutuhan pohon minimal yaitu 4 juta batang pohon, dengan pertimbangan setiap dua orang membutuhkan satu batang pohon rindang dan manusia membutuhkan oksigen (O 2 ) 0,5 Kg per hari, sementara pohon rimbun hanya bisa menghasilkan O 2 sebanyak 1,2 Kg per hari.total taman-taman kota yang dikelola oleh Dinas Pertamanan Kota Medan adalah ± m² atau ±53,49 Ha. Isu yang berkaitan dengan keanekaragaman hayati berhubungan dengan tingginya laju konversi atau pengalihan fungsi kawasan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit sehingga memicu kepunahan Gajah Sumatera dan satwa lain. Populasi orang utan, harimau, dan badak yang merupakan satwa liar yang dilindungi negara.habitat Gajah Sumatera antara lain di Huta Raja Tinggi dekat perbatasan antara Sumatera Utara dan Provinsi Riau. Jumlah Gajah Sumatra ini akan semakin menurun setiap tahunnya setelah kawasan hutan berstatus hutan produksi, sebagian besar sudah berubah menjadi perkebunan kelapa sawit, karet, dan permukiman masyarakat. Upaya pengelolaan yang dilakukan berkaitan dengan lahan dan hutan adalah : penghijauan, reboisasi, perbaikan fisik kehutanan, dan penataan ruang. Revisi RTRW Sumatera Utara dalam tahap pengesahan di legislatif. 2. Wilayah pesisir Habitat ekosistem pesisir dan laut mengalami degradasi, demikian juga habitat ekosistem di wilayah pesisir dan laut.khususnya di wilayah padat kegiatan pantai timur Pulau Sumatera. Rusaknya habitat ekosistem pesisir seperti deforestasi hutan mangrove, terumbu karang dan padang lamun telah mengakibatkan berkurangnya keanekaragaman hayati (biodiversity). Erosi pantai yang terjadi perencanaan tata ruang dan pengembangan wilayah yang kurang tepat, dan pengambilan pasir laut serta kegiatan-kegiatan lain yang bertujuan untuk memanfaatkan pantai dan perairannya. Laju sedimentasi yang merusak perairan pesisir juga terus meningkat,muara sungai mengalami pendangkalan yang cepat, kond is i kawasan pesisir dan laut juga berada pada kondisi yang sangat memprihatinkan. Sumber utama pencemaran pesisir dan baik berasal dari darat, maupun dari laut. Praktik-praktik penangkapan ikan yang merusak dan ilegal (illegal fishing) serta eksploitasi terumbu karang terjadi memperparah kondisi ekosistem pesisir dan laut. Kawasan hutan mangrove di Provinsi Sumatera Utara yang terdapat di Pendahuluan 5

16 kawasan pantai barat dan pantai timur, merupakan sumberdaya alam yang memberikan manfaat besar bila dikelola dengan baik. Terjadinya alih fungsi kawasan hutan mangrove menyebutkan perubahan peruntukan, yakni permukiman, kawasan wisata pantai, tambak, bahkan perkebunan kelapa sawit serta tumpang tindih dalam pemanfaatannya yang tidak terarah. T e r j a d inya kerusakan biogeofisik sumberdaya pesisir dan laut pada ekosistem mangrove telah sampai pada tingkat yang mengkhawatirkan. Luas Hutan Mangrove di 12 Kabupaten yang ada di wilayah pesisir Provinsi Sumatera Utara seluas ,30 Ha dengan persentase tutupan 26,12 %. Kerusakan yang terjadi diakibatkan oleh penebangan bakau, kegiatan perikanan yang bersifat destruktif seperti penggunaan bahan peledak, racun potasium dan sianida untuk penangkapan ikan, pembuangan jangkar perahu dan pengambilan batu karang. Terumbu karang merupakan potensi sumberdaya laut yang sangat penting dan strategis, karena mempunyai produktifitas organik sangat tinggi dibanding ekosistem lain. Disamping fungsi ekologis sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, pelindung fisik, tempat pemijahan, habitat biota perairan, dan juga menghasilkan nilai ekonomi penting seperti berbagai jenis ikan, udang, karang, alga, teripang dan kerang mutiara. Upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi kerusakan mangrove tersebut adalah dengan melakukan penanaman pohon bakau, penetapan perda no 5 tahun 2008 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, serta penguatan ke lembagaan UPT Kajian Pengelolaan Pesisir dan Laut, memiliki peranan melakukan analisis dan pemetaan terhadap sumber daya pesisir dan laut serta pengembangan kapasitas sumber daya manusia pesisir dan laut di Sumatera Utara. 3. Air Tingkat pencemaran air sungai di Sumatera Utara diindikasi dengan status mutu air sungai dengan status cemar berat, sedang dan ringan. Sumatera Utara dengan jumlah 11 (sebelas) Satuan Wilayah Sungai telah dilakukan evaluasi kualitas air sungai, yaitu : Sungai Deli dan Sungai Belawan. Pencemaran air sungai Deli dan Belawan diakibatkan oleh kegiatan industri, lingkungan permukiman, pasar, rumah sakit dan berbagai kegiatan lain di sepanjang sungai tersebut. Berdasarkan data yang diperoleh, diprediksi 70 persen pencemaran diakibatkan oleh limbah padat dan cair. Limbah padat atau sampah yang dihasilkan di Kota Medan ton /hari. Dari hasil pengamatan dan analisis air sungai Deli, menunjukkan nilai DO, COD, BOD dan TSS di Kecamatan Belawan sudah melewati baku mutu Kelas II yang mengacu kepada PP No. 82 Tahun Di Sungai Belawan parameter yang melampaui baku mutu air kelas III adalah DO, NH 3 N, Cd, Pb, Cu, Mn, dan Zn. Pendahuluan 6

17 Upaya yang akan dilakukan oleh BLH Provinsi Sumatera Utara untuk meningkatkan kualitas air Sungai Deli dan Sungai Belawan adalah dengan penguatan kelembagaan instansi lingkungan hidup melalui penguatan kelembagaan UPT Pengelolaan Sungai Deli dan Sungai Belawan, yang memiliki peranan melakukan koordinasi terhadap stakeholder sepanjang Sungai Deli dan pemantauan rutin terhadap parameter kualitas air Sungai Deli. 4. Iklim Fenomena kekeringan (El Niño) dan banjir (La Niña) yang terjadi secara luas sejak tahun 1990-an membuktikan adanya perubahan iklim global. Dibandingkan 150 tahun lalu, suhu rata-rata permukaan bumi kini meningkat 0,6 C akibat emisi gas rumah kaca (greenhouse gases) seperti CO 2, CH 4, dan NOx dari negara-negara industri maju. Sampai tahun 2100 mendatang suhu rata-rata permukaan bumi diperkirakan akan naik lagi sebesar 1,4-5,8 C. Keseimbangan lingkungan global terganggu, glacier dan lapisan es di kutub mencair, permukaan laut naik, dan iklim global berubah. Indonesia, sebagai negara kepulauan di daerah tropis, pasti terkena dampaknya. Oleh karena itu adaptasi terhadap perubahan iklim tersebut mutlak dilakukan, khususnya yang terkait dengan strategi pembangunan sektor kesehatan, pertanian, permukiman, dan tata-ruang. Beberapa wilayah di Sumatera Utara termasuk Kota Medan sudah mengalami perubahan cuaca yang cukup ekstrem. Di Kota Medan terjadi fluktuasi cuaca yang tidak dapat diduga sebelumnya, misalnya pada pagi hari cuaca terik dan siang hari berubah mendung dan turun hujan deras. Kondisi cuaca ini terindikasi oleh gangguan cuaca yang diprediksi akibat pergolakan kondisi Laut China Selatan (LCS). Hal ini berpontensi terhadap peluang banjir yang cukup besar, terutama intensitas curah hujan di kawasan pergunungan semakin tinggi. Dampak cuaca ekstrem yang terjadi ini mempengaruhi sektor pertanian. Hal ini diidentifikasi dari munculnya hama wereng. Tentu saja berdampak kepada tanaman padi, umbi-umbian, kacang-kacangan, jagung, kedelai, palawijaya serta holtikultura seperti sayur, buah-buahan, bunga-bungaan, dan biofarmaka. Kebijakan inventory gas rumah kaca mengacu pada Perpres No. 71 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca, Sumatera Utara mendapat kesempatan menjadi pilot project KLH dengan JICA, kegiatan inventory tersebut dilakukan di sektor sampah pada aktivitas penimbunan limbah padat di TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Pendahuluan 7

18 Rencana aksi daerah (RAD) Sumatera Utara seperti yang diamanatkan dalam Perpres No. 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca telah dituangkan dalam Peraturan Gubernur No. 36 Tahun Upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sektor transportasi direfleksikan dengan lahirnya Perda Pengendalian Pencemaran Udara yang telah mendapat pengesahan dari DPRD Sumatera Utara, yang diprioritaskan terhadap sumber bergerak dengan kebijakan retribusi kendaraan bermotor melalui perhitungan ilmiah dalam naskah akademik sehingga direncanakan menjadi pendapatan asli daerah yang diarahkan pengelolaan lingkungan hidup di Sumatera Utara. 5. Bencana Alam Bencana alam di Sumatera Utara umumnya terdiri dari banjir, longsor, gempa dan kekeringan. Hal tersebut tersebut berkaitan juga dengan bencana iklim. Bencana longsor disertai dengan banjir bandang terjadi di Sumatera Utara berlokasi di Sibolangit (Deli Serdang, 22 November 1994), Dolok - Saipar Dolok Hole di DAS Bilah (Tapanuli Selatan - Labuhan Batu, Mei 1995), Perbaungan - Lubuk Pakam (Deli Serdang, Januari 2002), Nias (31 Juli 2001 dan 2 Januari 2003), Bahorok (Langkat, 2 Nopember 2003), Mandailing Natal (16 November 2010, 27 Februari 2011, dan 30 desember 2012). Berbagai longsor dan banjir bandang dalam ukuran kecil juga telah terjadi di berbagai lokasi di Sumatera Utara seperti di Brastagi yang berada di Kabupaten Karo. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya longsor di Sumatera Utara adalah sebagai berikut: Kemiringan Lereng. Kemiringan Lereng yang terjal pada bagian barat Pegunungan Bukit Barisan dan perbedaan elevasi satu tempat dengan tempat lain menjadi sumber energi gaya berat untuk mempermudah terjadinya gerakan. Kondisi Geologi. Batuan Pegunungan Bukit Barisan di Sumatera Utara adalah batuan yang dicacah-cacah oleh patahan-patahan. Di Sumatera Utara terdapat 3 (tiga) ruas patahan utama yaitu Renun, Toru dan Angkola. Keadaan geologi lainnya adalah kedudukan atau kemiringan lapisan tanah dan batuan di daerah (desa, kota) tersebut. Semakin miring lapisan tanah/batuan maka semakin labil atau semakin mudah longsor, demikian pula jika kemiringan topografi suatu daerah semakin curam atau semakin terjal, maka akan semakin mudah longsor. Pendahuluan 8

19 Curah Hujan Curah hujan yang tinggi terdapat pada daerah perbukitan bagian barat Bukit Barisan serta disekitar Pegunungan Leuseur menyebabkan kondisi dan pola hidrologi mempengaruhi tingkat kerawanan longsor disuatu daerah. Daerah dengan kondisi pengeringan alamiah (drainage) yang buruk akan menyebabkan genangan yang melumas bidang gelincir massa batuan dan memicu terjadinya longsor. Gempa Gempa Sumatera, Rabu 11 April Dengan kekuatan 8,9 Skala Richter (SR) dan terjadi di 2.31 Lintang Utara dan Bujur T i m u r. Sementara Tahun 2013 Bencana Tanah Longsor terjadi di Kabupaten Dairi dengan jumlah 1 korban meninggal dunia, Kabupaten Nias Selatan dengan jumlah 1 korban meninggal dunia, Kabupaten Samosir dengan jumlah 4 korban meninggal dunia dan di Kabupaten Tapanuli Tengah tetapi tidak ada korban jiwa. Jadi total korban meninggal dunia akibat bencana tanah longsor tahun 2013 sebanyak 6 orang. Perubahan Vegetasi & Aktifitas Manusia Penebangan hutan, alih fungsi lahan pembukaan lahan hutan untuk jalan, permukiman dan infrastruktur lainnya turut memicu terjadinya longsor. Kawasan yang terletak pada daerah rawan tanah longsor antara lain pada sebagian besar wilayah Sumatera Utara di sekitar Bukit Barisan membujur arah Utara Selatan. Kawasan tersebut pada dasarnya potensial terhadap gerakan tanah, rayapan, longsoran, gelombang pasang dan banjir bandang. 6. Persampahan Pengelolaan sampah di Sumatera Utara masih menjadi polemik yang memerlukan pemikiran yang serius melalui kebijakan nasional dan regional. Hal ini teridentifikasi melalui permasalahan pencemaran akibat dari pembuangan sampah di kawasan perkotaan terutama Kota Medan, adalah hal yang sangat penting untuk diatasi. Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa Provinsi Sumatera Utara telah melakukan perhitungan karakteristik sampah untuk menjadi dasar pertimbangan kebijakan penentuan teknologi yang sesuai dalam pengelolaan sampah di Sumatera Utara. Pendahuluan 9

20 1. 5. Arahan Program Pembangunan Bidang Lingkungan Hidup Pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) telah tertuang sas aran pembangunan lingkungan hidup adalah: (1) Peningkatan Konservasi dan Tata Kelola Hutan ; (2) Perbaikan Kualitas Lingkungan Hidup ; (3) Peningkatan pelestarian dan pemanfaatan keekonomian keanekaragaman hayati ; (4) Penanganan Perubahan Iklim dan Penyediaan Informasi Iklim dan Informasi Kebencanaan Arahan Program Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara Dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, permasalahan, tantangan, peluang dan yang dihadapi Provinsi Sumatera Utara, dan mempertimbangkan keberagaman budaya yang hidup dalam masyarakat, isu-isu strategis dan fenomena anomali iklim akhir-akhir ini, maka dengan merujuk kepada Perda Provsu No. 12 Tahun 2008 tentang RPJP Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun serta Perda Provsu No. 5 Tahun 2014 tentang RPJMD Provinsi Sumatera Utara Tahun , ditetapkan tujuan dan sasaran perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup tahun 2012 mengacu kepada Visi dan Misi Provinsi Sumatera Utara Tahun , yakni Menjadi Provinsi Yang Berdayasaing Menuju Sumatera Utara Sejahtera Badan Lingkungan Hidup disingkat BLH merupakan institusi yang menangani pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup di Provinsi Sumatera Utara. Peranan melaksanakan kebijakan daerah bersifat spesifik dibidang administrasi umum, pengkajian tata lingkungan dan Amdal, pengendalian pencemaran lingkungan dan pengelolaan limbah, pengendalian kerusakan dan pemulihan lingkungan, penaatan lingkungan dan komunikasi lingkungan, serta tugas pembantuan di bidang lingkungan hidup yang secara teknis mengacu kepada Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2008 tentang Lembaga T e k n i s Daerah Provinsi Sumatera Utara yang juga merupakan unsur penunjang Pemerintah Provinsi dan berdasarkan Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 7 Tahun 2010 tentang tugas, pokok, dan fungsi Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara. BLH Provinsi Sumatera Utara sebagai Instansi teknis pengelolaan lingkungan hidup di Provinsi Sumatera Utara memiliki visi dan misi yang bersifat koordinasi, dan evaluasi terhadap instansi/sektor dalam pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup, yang memiliki visi dan misi, tujuan dan sasaran dengan strategi yang dijalankan Badan Lingkungan Hidup Sumatera Utara, seperti yang terlihat pada Gambar 1.1. Dalam mewujudkan visi dan misinya Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara menetapkan program kerja sebagai berikut : Pendahuluan 10

21 1. Program Perlindungan dan Konservasi Sumber daya Alam 2. Program Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup 3. Program Pengelolaan dan Rehabilitasi Ekosistem Pesisir dan Laut 4. Program Peningkatan Kualitas dan Akses Informasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup V I S I Mewujudkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta terpeliharanya potensi sumber daya alam yang berkelanjutan STRATEGI MISI Merumuskan arah kebijakan dan melaksanakan penataan, pengendalian dampak dan pemulihan lingkungan hidup agar terlaksananya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan di Provinsi Sumatera Utara KEBIJAKAN TUJUAN - Melestarikan fungsi lingkungan - Mencegah terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan - Meningkatkan peran serta dan partisipasi masyarakat dalam pelestarian lingkungan - Mencegah penurunan potensi keaneka - ragaman hayati PROGRAM SASARAN Komponen lingkungan hidup : 1. Fisik Kimia 2. Biologi 3. Sosial Budaya 4. Pemangku Amanah / Stakeholder KEGIATAN Gambar Kerangka Alur Pikir Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Badan Lingkungan Hidup Sumatera Utara Pendahuluan 11

22 Keterkaitan seluruh program di atas diuraikan pada bagan berikut : Visi Tugas Fungfsi LA K IP Kondisi Eksisting Isu Lingkungan Hidup Isu Strategis Strategi T u j u a n Program Kegiatan RPJMN RPJMD Arah Kebijakan BLH Provsu RENSTRA RENJA Gambar 1.2. Mekanisme Sistem Program/Kegiatan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Sumatera Utara Pendahuluan 12

23 LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2014

24 BAB II KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA 2.1. LAHAN DAN HUTAN Wilayah Sumatera Utara terdiri atas perairan laut, sungai, danau, dan daratan yang terbentang dari dataran rendah di pesisir timur hingga pegunungan bukit barisan dan pantai barat yang indah dengan hutan tropis yang alami. Provinsi Sumatera Utara memiliki luas total ,65 km² yang terdiri dari luas daratan sebesar ,68 km². Hutan merupakan suatu ekosistem yang tidak hanya menyimpan sumber daya alam berupa kayu tetapi banyak potensi lainnya berupa hasil hutan non kayu, termasuk perannya dalam mengatur fungsi hidrologis. Berdasarkan topografi, kondisi iklim dan ketersediaan air, maka sektor pertanian dan perkebunan merupakan kegiatan dominan dalam penggunaan lahan di Sumatera Utara, dengan rincian sebagai berikut : 1. Komoditas kopi unggulan tersebar pada wilayah Kabupaten Dairi, Pak-pak Bharat dan lain sebagainya. 2. Komoditas tanaman karet tersebar pada wilayah pesisir timur hingga dataran tinggi. 3. Perkebunan kelapa sawit tersebar di wilayah Kabupaten Langkat, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Simalungun, Batu Bara, Asahan, Labuhan Batu dan Padang Lawas. 4. Perkebunan tembakau Deli tersebar di pesisir timur antara Sungai Ular di Deli Serdang dan Sungai Wampu di Langkat. 5. Komoditas sayur mayur dan buah-buahan terdapat di daratan tinggi Karo, serta daerah Sidamanik di Kabupaten Simalungun yang juga sesuai untuk perkebunan teh. Permasalahan utama yang berkaitan dengan penggunaan lahan dan hutan di Sumatera Utara adalah : 1. Perubahan penggunaan lahan atau alih fungsi lahan yang tidak terkendali, baik perubahan penggunaan lahan dari sawah menjadi permukiman, ataupun hutan yang dirambah menjadi perkebunan kelapa sawit. 2. Lahan kritis akibat penebangan (ilegal logging) dan kebakaran hutan (forest fire) pada beberapa wilayah di Sumatera Utara. Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 13

25 Analisis Kualitas Lahan/Tanah, Tutupan Lahan, Luas Kawasan Lindung, dan Luas Lahan Kritis dan kecendrungannya. 1. Lahan Hasil dari inventarisasi data luas tutupan lahan di Provinsi Sumatera Utara dari Badan Pertanahan Nasional Wilayah Sumatera Utara (tahun 2014) menunjukkan bahwa lahan kering dan hutan mendominasi penggunaan lahan Sumatera Utara dengan luas lahan kering ,35 Ha atau 32,94 % dari luas seluruh tutupan lahan,hutan seluas ,11 Ha atau 24,67 % dari luas seluruh tutupan lahan, luas lahan non pertanian ,09 Ha atau 0,86 % dari luas seluruh tutupan lahan. Perkebunan seluas ,53 atau 21,89 % dari luas tutupan lahan. Sawah seluas atau 2,96 %. (Sumber : Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014, Tabel SD-1). Gambaran tutupan lahan tersebut ditunjukkan dengan Grafik 2.1. Persentase Penggunaan Tutupan Lahan Sumatera Utara Tahun % 25% 12% 33% 22% 3% Lainnya Sumber : BPN Wilayah Sumatera Utara Tahun 2014 Grafik Luas Tutupan Lahan dan Hutan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014 Lahan ke r ing terluas terdapat di Kabupaten Padang Lawas Utara dengan luas ,49 Ha dan luas lahan ke r ing terkecil terdapat di Kabupaten Asahan dengan luas 9.00 Ha. Sawah terluas terdapat di Kabupaten Serdang Bedagai dengan luas ,72 Ha dan luasan sawah terkecil terdapat di Kota Tebing Tinggi dengan luas 11,70 Ha. Daerah yang tidak memiliki lahan sawah adalah Kota Sibolga. Perkebunan terluas di Sumatera Utara terdapat di Kabupaten Labuhan Batu Selatan dengan luas ,20 Ha, dan luas perkebunan yang terkecil di Kabupaten Tapanuli Utara dengan luas 8,54 Ha. Daerah yang tidak memiliki lahan perkebunan adalah Kota Gunung Sitoli dan Kota Sibolga. Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 14

26 2. Kawasan Hutan Menurut Status dan Fungsinya Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.44/Menhut-II/2005 tanggal 16 Pebruari 2005, telah diubah dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.201/Menhut-II/2006 tanggal 5 Juni 2006, telah ditunjuk kawasan hutan di Wilayah Provinsi Sumatera Utara seluas ± (tiga juta tujuh ratus empat puluh dua ribu seratus dua puluh) hektar di Provinsi Sumatera Utara, dalam rangka penyesuaian pemanfaatan ruang dalam revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Sumatera Utara, Gubernur Sumatera Utara melalui surat Nomor 522/7585 tanggal 7 Oktober 2009, Nomor 522/8939 tanggal 9 September 2011, dan Nomor 522/8787/2012 tanggal 18 September 2012, mengusulkan perubahan peruntukan clan fungsi kawasan hutan serta penunjukan bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan di Provinsi Sumatera Utara dengan ditetapkannya Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : SK.579/Menhut-II/ Kawasan Hutan Provinsi Sumatera Utara adalah seluas (tiga juta lima puluh lima ribu tujuh ratus sembilan puluh lima) hekt ar, yang dirinci menurut fungsi dengan luas sebagai berikut : a. Kawasan Suaka Alam (KSA)/Kawasan Pelestarian Alam (KPA)/Taman Buru (TBl, seluas 2: (empat ratus dua puluh tujuh ribu delapan) hektar ; b. Kawasan Hutan Lindung (HL), seluas ± (satu juta dua ratus enam ribu delapan ratus delapan puluh satu) hektar ; c. Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT), seluas ± (enam ratus empat puluh satu ribu tujuh ratus enam puluh sembilan) hektar ; d. Kawasan Hutan Produksi (HP), seluas ± (tujuh ratus empat ribu empat ratus lima puluh dual hektar ; e. Kawasan Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK), seluas (tujuh puluh lima ribu enam ratus delapan puluh empat) hektar. Luas Kawasan Hutan Provinsi Sumatera Utara Berdasarkan SK. Menhut No.579/MENHUT-II/2014 tanggal 24 Juni 2014 dibandingkan dengan luas kawasan hutan menurut SK. 44/Menhut-II/2005 dapat dilihat pada Tabel 2.1. berikut : Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 15

27 Tabel Perbandingan Luas Kawasan Hutan Menurut SK 44/Menhut-II/2005 dengan SK 579/MENHUT-II/2014 LUAS KAWASAN HUTAN BERDASARKAN SK.44/MENHUT-II/2005 KAWASAN HUTAN SK.MENHUT NO.579/MENHUT-II/2014 NO KABUPATEN WILAYAH HSA HL HPT HP HPK TOTAL APL HSA HL HPT HP HPK TOTAL (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) Luas (Ha) % (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) Luas (Ha) % Kab. Asahan , ,24 2 Kab. Batubara , ,30 3 Kota Binjai Kab. Dairi , ,42 5 Kab.D.Serdang , ,94 6 Kota Gunung Sitoli , ,60 7 Kab. Humbaha , ,03 8 Kab. Karo , ,35 9 Kab. L.Batu Utara , ,20 9 Kab. L.Batu , ,67 10 Kab. LB.Selatan , ,36 12 Kab. Langkat , ,71 13 Kab. Madina , ,03 14 Kota Medan ,01 15 Kab. Nias , ,49 16 Kab. Nias Barat , ,64 17 Kab. Nisel , ,54 18 Kab. Nias Utara , ,11 19 Kab. Palas , ,98 20 Kota P.Sidempuan , ,99 21 Kab. Paluta , ,46 22 Kab. P. Bharat , ,98 23 Kota P.Siantar Kab. Samosir , ,53 25 Kab. Segei , ,02 26 Kota Sibolga , ,30 27 Kab. Simalungun , ,40 28 Kota Tanjung Balai , Kab. Tapsel , ,86 30 Kab. Tapteng , ,64 31 Kab. Taput , ,09 32 Kota Tebing Tinggi Kab. Toba Samosir , ,02 TOTAL , ,83 Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014 Kawasan hutan yang ada di Sumatera Utara menurut fungsi dan statusnya,adalah hutan lindung sebesar Ha dan untuk Taman Wisata dengan luas Ha. Sedangkan kawasan konservasi di Sumatera Utara terdiri dari Cagar Alam (CA), Suaka Margasatwa (SM), Taman Nasional (TN), Taman Wisata Alam (TW), Taman Hutan Raya (THR) dan Taman Buru (TB). Hutan Konservasi yang telah ditunjuk dan ditetapkan adalah 8 unit Cagar Alam, 1unit Cagar Alam Laut (CAL), 4 unit Suaka Margasatwa, 1 unit Taman Buru, 1 Unit Taman Hutan Raya, 6 unit Taman Wisata dan 2 unit Taman Nasional (TN). Hutan konservasi terluas adalah Hutan Bukit Barisan dengan luas Ha, berfungsi sebagai taman hutan raya (THR) yang berada di Kabupaten Karo, Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Langkat, kawasan hutan konservasi terkecil adalah cagar alam Batu Ginurit dan cagar alam Liang Balik dengan luas masing-masing 0,5 Ha. Sedangkan Tanaman Nasional di Sumatera Utara terdapat 2 (Dua) kawasan yaitu Taman Nasional Gunung Lauser dan Taman Nasional Batang Gadis. Secara nyata luas hutan di Sumatera Utara terus mengalami penurunan, terutama disebabkan oleh konversi hutan menjadi areal non hutan (tidak berhutan) seperti permukiman, sawah, perkebunan, ladang dan areal terbuka. Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 16

28 3. Luas Kawasan Lindung Berdasarkan RTRW dan Tutupan Lahannya Prinsip dasar perencanaan pemanfaatan ruang adalah penetapan kawasan lindung dan kawasan budidaya sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007, PP Nomor 26 Tahun 2008, dan Keppres Nomor 32 Tahun 1990, dengan batasan sebagai berikut : a. Kawasan lindung merupakan kawasan yang memiliki fungsi utama untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumber daya buatan yang terdiri dari kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya, kawasan perlindungan setempat, kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya, kawasan rawan bencana alam, kawasan lindung geologi dan kawasan lindung lainnya. b. Kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya binaan, dan sumberdaya manusia yang terdiri dari kawasan peruntukan hutan produksi, hutan tanaman rakyat, pertanian, perkebunan, perikanan, pertambangan, industri, pariwisata, permukiman dan peruntukan budidaya lainnya. Batas Kawasan Hutan di Provinsi Sumatera Utara mengalami perubahan-perubahan sesuai dengan perkembangan kebijakan pemerintah. Berdasarkan Perda Nomor 7 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Sumatera Utara Tahun , luas kawasan hutan di Provinsi Sumatera Utara mencapai ,48 Ha yang terdiri dari kawasan lindung seluas ,05 Ha dan kawasan budidaya hutan seluas ,43 Ha. Hal ini berbeda dengan luas kawasan hutan menurut SK Menteri Kehutanan Nomor : 44/Menhut-II/2005 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Provinsi Sumatera Utara. Perbedaan tersebut al. disebabkan oleh perbedaan metode pengukuran luas kawasan hutan, dimana pada Perda Nomor 7 T ahun 2003, metode pengukuran kawasan hutan masih menggunakan sistem manual, sedangkan pada SK Menteri Kehutanan Nomor : 579/Menhut-II/2014, metode pengukuran kawasan hutan telah menggunakan sistem digitasi. Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 17

29 Gambar Peta Tutupan Lahan Provinsi Sumatera Utara dalam Buku RTRW Luas Penutupan Lahan dalam kawasan Hutan dan Luar Kawasan Hutan Luas penutupan lahan dalam kawasan hutan dan luar kawasan hutan di Provinsi Sumatera Utara ditunjukkan pada Tabel 2.2 (Sumber : Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014, Tabel SD-4). Berdasarkan data tersebut, total luas kawasan hutan adalah Ha, yang terdiri dari hutan suaka alam ,39 Ha, Hutan Lindung ,34 Ha, Hutan Produksi Terbatas ,29 Ha, Hutan Produksi Tetap ,19 Ha, Hutan Produksi Konversi ,35 Ha. Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 18

30 Luas Penutupan Lahan dalam Kawasan Hutan dan Luar Kawasan Hutan Tidak ada data 0% Hutan 26% Non Hutan 74% Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, 2014 Grafik Data Olahan Tutupan Lahan Bervegetasi dan Tidak Bervegetasi Tahun 2014 Distribusi luasan hutan berdasarkan SK Menhut No. 579/II/ T a h u n , untuk Kawasan Suaka Alam Kawasan Pelestarian Alam (KSA-KPA) Hutan Lindung, Hutan Produksi Tetap, dan Hutan Produksi adalah sebagaimana ditinjukkan pada grafik berikut ini. Kawasan Hutan Tetap Menurut SK Menhut No. 579/II/2014 HP 24% KSA-KPA 14% HPT 22% HL 40% Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, 2014 Grafik Kawasan Hutan Tetap berdasarkan SK Menhut No. 579/Menhut-II/2014 Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 19

31 6. Lahan Kritis Acuan penetapan lahan kritis oleh instansi kehutanan adalah berdasarkan lahan yang telah rusak karena kehilangan tutupan vegetasi, kehilangan atau berkurangnya fungsi penahan air, pengendali erosi, siklus hara pengatur iklim mikro dan retensi karbon. Tingkat kekritisan lahan dibagi menjadi beberapa klasifikasi yaitu : sangat kritis, kritis, agak kritis, potensial kritis dan tidak kritis. Luas lahan kritis di Sumatera Utara sebesar ,67 Ha yang luasan terbesar terdapat di Kabupaten Mandailing Natal sebesar ,67 Ha, luasan terkecil terdapat di Kota Sibolga seluas 1.112,08 Ha. (Sumber : Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014, Tabel SD-5) dan grafik Perbandingan Lahan Kritis Tahun 2013 dan Perbandingan Luas Lahan Kritis Tahun 2013 dan Lahan Terkecil Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, 2014 Grafik Perbandingan Luas Kawasan Lahan Ktritis Tahun 2013 dan Kerusakan Hutan dan Konversi Hutan dan Lahan Dari data kerusakan dan konversi hutan diketahui bahwa penyebab utama kerusakan hutan di Sumatera Utara adalah perambahan, mencapai ha pada tahun Sedangkan konversi hutan terjadi terutama karena alih fungsi hutan menjadi perkebunan, yang luasannya mencapai ,70 ha pada tahun Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 20

32 2.2. KEANEKARAGAMAN HAYATI Keanekaragaman hayati adalah suatu variasi berbagai bentuk makhluk hidup dalam suatu ekosistem tertentu, dalam sebuah bioma atau bahkan di seluruh muka bumi. Karenanya keanekaragaman hayati kerap dijadikan tolok ukur sehat atau tidaknya suatu sistem biologis. Dalam pengertian lain; keanekaragaman hayati merujuk pada keanekaragaman semua jenis tumbuhan, hewan dan jasad renik (mikroorganisme), serta proses ekosistem dan ekologis dimana mereka menjadi bagiannya. Keanekaragaman genetik (didalam jenis) mencakup keseluruhan informasi genetik sebagai pembawa sifat keturunan dari semua makhluk hidup yang ada. Keanekaragaman jenis berkaitan dengan keragaman organisme atau jenis yang mempunyai ekspresi genetis tertentu. Sementara itu, keanekaragaman ekosistem merujuk pada keragaman habitat, yaitu tempat berbagai jenis makhluk hidup melangsungkan kehidupannya dan berinteraksi dengan faktor abiotik dan biotik lainnya. Keanekaragaman hayati lebih dari sekedar jumlah jenis-jenis flora dan fauna.indonesia khususnya Provinsi Sumatera Utara terletak di daerah tropik sehingga memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dibandingkan dengan daerah subtropik (iklim sedang) dan kutub (iklim kutub). Tingginya keanekaragaman hayati di Sumatera Utara ini terlihat dari berbagai macam ekosistem yang ada di Indonesiaseperti: ekosistem pantai, ekosistem hutan hujan tropis, ekosistem air tawar, ekosistem air danau, ekosistem air laut dan lain-lain. Masing-masing ekosistem ini memiliki keaneragaman hayati tersendiri Spesies Flora dan Fauna yang diketahui dan dilindungi Sumatera Utara tidak hanya tersohor dengan keragaman etnis dan budaya tetapi juga memiliki biodiversitas yang sangat besar, Sumatera Utara memiliki banyak sumberdaya alam hayati yang tak ternilai harganya, baik dari tumbuhan maupun hewan. Jumlah spesies flora dan fauna yang diketahui dan dilindungi di Sumatera Utara mencapai spesies. 1. Flora dan Fauna yang dilindungi Spesies flora dan fauna yang dilindungi di Provinsi Sumatera Utara dapat dilihat pada (Sumber : Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014, Tabel SD-11). Berdasarkan data tersebut di atas, diketahui bahwa golongan hewan endemik menyusui yang sangat terancam adalah : Mawas/Orang utan, dan yang termasuk pada status sangat terancam adalah T apir, Badak Sumatera dan Harimau Sumatera. Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 21

33 Golongan burung endemik dan sangat terancam adalah itik liar dan burung beo nias. Golongan amphibi endemik dan sangat terancam adalah katak bercula dua. Golongan tumbuh-tumbuhan endemik dan sangat terancam adalah Daun Payung dan dan Palem Sumatera, anggrek Hartinah, dan bunga bangkai raksasa. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999 terdapat 12 jenis palem yang dilindungi, salah satunya terdapat di Sumatera Utara yaitu Johanneste ijsmaria altifrons (Daun payung). a. Golongan hewan menyusui Orangutan merupakan salah satu satwa liar yang paling terkenal dan memberikan daya tarik karena perawakan dan perilakunya yang mirip manusia. Pada saat ini Orangutan hanya ada di Sumatera, Kalimantan, Sabah dan Serawak, dimana 90% populasinya berada di Indonesia. Orangutan merupakan salah satu anggota suku Pongidae, yang dilindungi Undang-undang dan menurut Lembaga Konservasi Internasional (IUCN) tergolong satwa yang sangat terancam punah (Critically Endangered), termasuk dalam Appendix I CITES (Conservation on International Trade in Endangered Species Wild and Flora). Saat ini sebaran Orangutan Sumatera terbatas hanya di Daerah Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara bagian Utara, yang diperkirakan hanya tertinggal sekitar Orangutan Sumatera dan tersebar di Kawasan Hutan Nasional Gunung Lauser yang sebagian wilayahnya terdapat di Provinsi Sumatera Utara.Sekitar 229 Orangutan terdapat di dalam kawasan Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera (PPOS) - Bukit Lawang (Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera (PPOS), 2009), dimana Bukit Lawang adalah salah satu pintu masuk ke Kawasan Hutan Nasional Gunung Lauser berada di Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara. Pemerintah khususnya Kementerian Kehutanan terus mengupayakan peningkatan populasi Orangutan di alam. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan mengembalikan Orangutan yang berada pada tempat yang tidak semestinya ke alam liarnya. Upaya untuk mengembalikan ini dikenal dengan rehabilitasi..pusat Rehabilitasi ini bertujuan untuk menyiapkan Orangutan yang pernah ditangkap/disita /diserahkan oleh masyarakat sehingga hingga memiliki mental dan fisik untuk hidup dalam kondisi liar dan tidak tergantung pada pemberian makan oleh manusia dan dapat hidup di alam habitat aslinya di hutan. T apirasia (Tapirus indicus) atau di Indonesia biasa disebut T a p i r, merupakan satu dari empat spesies tapir yang ada di dunia. Dibandingkan dengan spesies tapir lainnya Tapir Asia memiliki ukuran tubuh yang paling besar. Satwa yang oleh IUCN digolongkan berstatus endangered dan merupakan satwa yang dilindungi di Indonesia berdasarkan PP Nomor 7 Tahun 1999 ini dapat ditemukan di Indonesia Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 22

34 (Sumatera), Malaysia, Myanmar dan Thailand.Binatang yang mempunyai nama ilmiah Tapirus indicus ini oleh masyarakat Sumatera sering disebut sebagai tenuk atau seladang, gindol, babi alu, kuda ayer, kuda rimbu, kuda arau, marba, cipan, dan sipan. Sedang dalam bahasa inggris disebut sebagai Asian Tapir, Indian Tapir, Malayan Tapir, Malay Tapir. Tapir dapat ditemukan diseluruh hutan hujan dataran rendah, namun populasinya menurun pada tahun-tahun belakangan ini, dan seperti jenis-jenis tapir lainnya juga terancam. Karena ukurannya, tapir memiliki sedikit pemangsa alami, bahkan tapir jarang dimangsa oleh harimau. Ancaman utama bagi tapir adalah kegiatan manusia termasuk penebangan hutan untuk pertanian, banjir akibat dibendungnya sungai untuk membuat pembangkit listrik tenaga air, dan perdagangan illegal. Karena perburuan liar dan penyempitean habitatnya hewan ini semakin langka. Ancaman utama terhadap Tapir adalah berkurangnya habitat akibat kebakan hutan dan penggundulan hutan. Sebagian besar hutan yang menjadi habitat Tapir Asia di Sumatera telah menjadi perkebunan kelapa sawit. Suaka Margasatwa (SM) Dolok Surungan ditunjuk menjadi kawasan konservasi sebagai salah satu kawasan penting perlindungan tapir (tapirus indicus) dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan (Republik Indonesia) No. 43/Kpts/Um/1974. Dengan status dalam daftar merah IUCN 2008 sebagai satwa yang berkategori Endangered (sama dengan harimau Sumatera). Suaka Margasatwa Dolok Surungan sebenarnya merupakan sebuah wilayah perlindungan eksklusif bagi tapir. Sebab bila biasanya kawasan-kawasan konservasi lain di Sumatera Utara ditunjuk untuk perlindungan beberapa satwa, maka dalam Surat Keputusan penunjukkan SM Dolok Surungan hanya tapir yang menjadi tujuan utama perlindungan kawasan ini. b. Golongan burung Beo nias merupakan salah satu subspesies (anak jenis) burung beo yang hanya terdapat (endemik) di pulau Nias, Sumatera Utara. Beo nias yang mempunyai ukuran paling besar dibandingkan subspesies beo lainnya paling populer dan banyak diminati oleh penggemar burung beo ka re na kepandaiannya menirukan berbagai jenis suara termasuk ucapan manusia.sayang, beo nias yang endemik Sumatera Utara ini semakin hari semakin langka.beo Nias ditetapkan sebagai fauna identitas Provinsi Sumatera Utara dan dilindungi berdasarkan Peraturan Perlindungan Binatang Liar Tahun 1931 serta Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 421/Kpts/Um/8/1970, Di Indonesia, Beo Nias menjadi salah satu satwa yang dilindungi bahkan oleh pemerintah kolonial Belanda. Berbagai peraturan perundangan yang menyertakan Beo Nias dalam daftar satwa yang dilindungi dari kepunahan antara lain Peraturan Perlindungan Binatang Liar Tahun 1931, Surat Keputusan Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 23

35 Menteri Pertanian No. 421/Kpts/Um/8/1970, Undang-undang No. 5 Tahun 1990, dan Peraturan pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 24

36 Gambar Jenis Tumbuhan yang diawetkan Berdasarkan Peraturan pemerintah No. 7 Tahun 1999 Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 25

37 Gambar Jenis Satwa yang diawetkan Berdasarkan Peraturan pemerintah No. 7 Tahun 1999 Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 26

38 Kawasan konservasi Salah satu kawasan konservasi di Sumatera Utara adalah Kawasan Hutan Batang Toru, LIPI (Lembaga Penelitian Indonesia) telah mengadakan penelitian tentang keanekaragaman hayati pada kawasan tersebut. Penelitian dibagi dalam beberapa kelompok dengan fokus masing-masing taksa, yaitu: mamalia, burung, herpetofauna, amfibia, reptilia dan tumbuhan, yaitu, orangutan Sumatera (Pongo abelii) hasil penemuan lainnya adalah harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), beruang madu (Helarctos malayanus), kukang (Nycticebus coucang), kambing hutan Sumatera (Naemorhedus sumatrensis), tapir (Tapirus indicus), kucing emas (Pardofelis marmomata) dan rusa sambar (Cervus unicolor).pada taksa mamalia ditemukan 67 jenis, 10 diantaranya masuk daftar merah IUCN dan 11 spesies masuk dalam kategori CITES. Untuk jenis-jenis burung ditemukan 287 jenis, 8 jenis diantaranya endemik atau tidak dapat ditemukan di daerah lain. Dari 287 jenis burung yang ditemukan, 61 jenis diantaranya masuk dalam kategori IUCN sebagai hampir punah dan terancam, sedangkan 4 jenis diantaranya berkontribusi penting bagi pembentukan kawasan EBA (Endemic Bird Area). Penemuan lainnya yaitu ada sekitar 688 jenis tumbuhan perhektar, 138 jenis diantaranya merupakan sumber pakan orangutan Sumatera. Menariknya lagi, dari 688 jenis tumbuhan tersebut, 9 jenis merupakan jenis baru dan 8 jenis diantaranya masuk dalam status terancam punah dari IUCN, 3 jenis merupakan spesies endemik Sumatera, sepertirafflesia gadutensis Meijer atau Nepenthes sumatrana (Miq.) Becc. Penemuan menarik lainnya, terdapat 4 jenis bersifat endemik, 5 jenis terancam punah menurut kategori IUCN dan 7 jenis masuk dalam daftar CITES. (Conservation International Indonesia, 2005). Kawasan Konservasi Taman Nasional Batang Gadis yang terletak di dalam kawasan biodiversitas belantara Angkola terdapat hewan spesies endemik Sumatera Utara yang dilindungi yaitu Harimau, Tapir, dan Siamang. Kawasan ini oleh para pakar biologi dan lembaga-lembaga ilmiah dikategorokan sebagai kawasan kunci keanekaragaman hayati (key biodiversity area) (Conservation International-Indonesia et al, 2007). Selanjutnya diperairan Danau T oba juga terdapat jenis ikan endemik yang hampir punah yaituikan Batak yang terdiri dari dua spesies yaitu : Lissochilus sumatranus dan Labeobarbus soro. Di perairan danau ini juga terdapat remis yang endemik yang dikenal namanya sebagai Remis Toba (Corbicula tobae). Jenis-jenis ikan endemik tersebut diatas tergolong langka karena pengembangan jenis-jenis ikan budidaya yang bersifat ekspansif dan penurunan kualitas habitatnya. Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 27

39 Gambar Ikan Batak 2.3. AIR Kondisi hidrologi di Provinsi Sumatera Utara terdiri dari air permukaan yaitu sungai, danau, rawa dan air bawah tanah dimana secara keseluruhan wilayah terbagi atas 72 DAS dan 3 (tiga) DAS lintas provinsi. Jumlah induk sungai di Provinsi Sumatera Utara sebanyak 99 buah, anak sungai sebanyak 783 buah, ranting sungai 659 buah, anak ranting sungai 342 buah Inventarisasi Sungai Sesuai dengan Peraturan Menteri PU nomor 11.A/PRT/M/2006 tentang Sungai dan Satuan Wilayah Sungai, maka sungai-sungai di Provinsi Sumatera Utara dapat dikelompokkan ke dalam 11 (sebelas) Satuan Wilayah Sungai berdasarkan lintas wilayahnya yaitu WS Strategis Nasional adalah WS Belawan Ular Padang, WS Toba Asahan dan WS Batang Angkola Batang Gadis. WS Lintas Provinsi yaitu WS Alas Singkil lintas provinsi dengan Provinsi Aceh, WS Batang Natal Batang Batahan lintas provinsi dengan Sumatera Barat dan SWS Rokan lintas Provinsi dengan Riau. Sementara WS Wampu - Besitang Lintas Kab/Kota, WS Bah Bolon Lintas Kab/Kota, WS Barumun Kualuh adalah lintas Kab/Kota, WS Pulau Nias Lintas Kab/Kota, WS Sibundong - Batang Toru Lintas Kab/Kota. Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 28

40 Gambar Peta DAS di Sumatera Utara Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 29

41 Inventarisasi Danau/Waduk/Situ/Embung Provinsi Sumatera Utara memiliki 9 Danau yang tersebar di 10 Kabupaten yaitu Danau Siais dan Danau Pandan di Tapanuli Tengah, Danau Balimbing di Tapanuli Selatan, Danau Lau Kawar di Kabupaten Karo dan yang terbesar besar yaitu Danau Toba yang terletak di dataran tinggi di wilayah tengah meliputi 7 (tujuh) kabupaten dengan luas ha. Serta dua danau kecil yaitu Danau Sidihoni dan Danau Aek Tonang yang terdapat di Pulau Samosir.Danau yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi, terutama danau yang memiliki debit air yang cukup besar sangat berpotensi bagi sistem pengairan dan danau yang memiliki air terjun juga berpotensi sebagai sumber energi. Tabel Inventarisasi Danau/Waduk/Situ/Embung Sumatera Utara Tahun 2014 No. Nama Danau / Waduk / Situ / Embung Luas (Ha) Volume (m 3 ) (1) (2) (3) (4) 1 Danau toba x Danau Siais Danau Pandan Danau Balimbing Danau Lau Kawar Danau Sidihoni Danau Sikiceh-kic e h Danau Linting 1, Danau Aek Tonang - - Ket : -) data tidak tersedia Sumber :Dinas PSDA Provinsi Sumatera Utara Tahun Kualitas Air Sungai Pemantauan sungai Tahun 2014 di Provinsi Sumatera Utara telah dilakukan adalah pemantauan kualitas air Sungai Asahan, Sungai deli, Sungai Belawan, Sungai Batahan, Sungai Percut dan Sungai Wampu. Pemantauan kualitas air sungai ini bertujuan untuk menentukan status mutu air sungai yang digolongkan pada status tercemar ringan, sedang dan berat. 1. Pemantauan Kualitas Air Sungai Asahan Titik sampling Sungai Asahan melewati 3 (tiga) Kabupaten/Kota yaitu : Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Asahan, dan Kota Tanjung Balai. Nama lokasi dan titik sampling diuraikan dapat dilihat pada (Sumber : Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014, Tabel SD-14). Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 30

42 a. Analisis data kualitas air Sungai Asahan untuk beberapa parameter : ph ph (derajat keasaman) air sungai Asahan berdasarkan hasil pemantauan cenderung menurun dari kebasaan menjadi lebih keasaman. Hal ini dimungkinkan oleh pertambahan jumlah polutan bahan-bahan organik dan anorganik yang masuk ke badan air cenderung meningkat. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas air sungai secara umum berasal dari kegiatan pertanian, peternakan, pertambangan (galian C), limbah domestik/rumah, dan limbah usaha dan/atau kegiatan. Secara umum ph air sungai tergolong masih memenuhi persyaratan yang ditetapkan karena masih memenuhi Kriteria Mutu Air (nilai ph hasil uji : 6 < ph < 9) menurut Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 21 Tahun 2006 tentang Penetapan Baku Mutu Air Sungai dan Segmentasi Sungai di Provinsi Sumatera Utara Lampiran II.F. ph 8,2 8 7,8 7,6 7,4 7,2 7 6,8 6,6 6,4 JJB JDM T G D JDP JKP JTP ph Sumber : Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014 Grafik ph Sungai Asahan pada Tahun JJB : Jembatan Jl. Balige Psr. Porsea ds. Parparean III 2. JDM : Jembatan Desa Meranti Kec. Pintu Pohan 3. TGD : Titi Gantung Deang-Deang Kp. Bedeng 4. JDP : Jembatan Downstream PKS Pulau Raja 5. JKP : Jemb. Kuning Pulau Simardan 6. JTP : Jemb. Tabayong ds. Patembo Suhu Suhu air merupakan parameter fisik yang dapat mempengaruhi kehidupan biota air karena berhubungan dengan tingkat kelarutan oksigen, proses respirasi biota air, dan kecepatan degradasi bahan pencemar. Kenaikan suhu juga dipengaruhi oleh aktifitas penebangan vegetasi di sekitar sumber air. Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 31

43 Berdasarkan data tabel dan grafik di atas, suhu air sungai Asahan cenderung meningkat dari hulu ke hilir selama periode pemantauan yang dimungkinkan oleh meningkatnya jumlah polutan yang masuk ke sungai. Secara keseluruhan kualitas suhu air sungai tergolong masih memenuhi persyaratan yang ditetapkan karena memenuhi Kriteria Mutu Air (deviasi 3) menurut Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 21 Tahun 2006 tentang Penetapan Baku Mutu Air Sungai dan Segmentasi Sungai Lampiran II.F. suhu 29 28, , , ,5 25 JJB JDM TGD JDP JKP JTP suhu Sumber : Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014 Grafik Suhu Sungai Asahan pada Tahun 2014 Total Dissolved Solid (TDS) TDS JJB JDM TGD JDP JKP JTP TDS Sumber : Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014 Grafik TDS Sungai Asahan pada Tahun 2014 Berdasarkan data tabel dan grafik, konsentrasi parameter TDS selama periode berkisar antara 65,4 194 mg/l dan masih memenuhi Kriteria Mutu Air (nilai TDS hasil uji < mg/l) menurut Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 21 Tahun 2006 tentang Penetapan Baku Mutu Air Sungai dan Segmentasi Sungai Lampiran II.F. dengan persentase tingkat pemenuhan ketentuan yang disyaratkan sebesar 100%. Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 32

44 Total Suspended Solid TSS adalah jumlah padatan tersuspensi di dalam air yang terdiri dari partikel-pertikel yang bobot dan ukurannya lebih kecil dari sediment, tidak larut di dalam air, dan tidak dapat langsung mengendap. Padatan tersuspensi menyebabkan terjadinya kekeruhan air seperti tanah liat halus, berbagai jenis bahan organik, dan sel-sel mikroorganisme. Berdasarkan data dan grafik, secara umum konsentrasi TSS air sungai Asahan dari hulu ke hilir masih memenuhi Kriteria Mutu Air (nilai TSS hasil uji < 50 mg/l) menurut Peraturan Gubenur Sumatera Utara Nomor 21 Tahun 2006 tentang Penetapan Baku Mutu Air Sungai dan Segmentasi Sungai Lampiran II.F kecuali di titik sampling Jembatan Kuning P. Simardan pada Bulan September dan Oktober 2014 melebihi ketentuan dengan tingkat pemenuhan ketentuan yang dipersyaratkan sebesar 91,67 %. TSS JJB JDM TGD JDP JKP JTP TSS Sumber : Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014 Grafik Analisis Parameter TSS Sungai Asahan Tahun 2014 Dissolved Oxygen (DO) Oksigen terlarut (dissolved oxygen, disingkat DO) atau sering juga disebut dengan kebutuhan oksigen (Oxygen demand). Nilai DO yang biasanya diukur dalam bentuk konsentrasi ini menunjukan jumlah oksigen (O 2 ) yang tersedia dalam suatu badan air. Semakin besar nilai DO pada air, mengindikasikan air tersebut memiliki kualitas yang bagus. Sebaliknya jika nilai DO rendah, dapat diketahui bahwa air tersebut telah tercemar. Pengukuran DO juga bertujuan melihat sejauh mana badan air mampu menampung biota air seperti ikan dan mikroorganisme. Selain itu kemampuan air untuk membersihkan pencemaran juga ditentukan oleh banyaknya oksigen dalam air. Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 33

45 DO JJB JDM TGD JDP JKP JTP DO Sumber : Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014 Grafik Nilai DO Sungai Asahan pada Tahun 2014 Kadar DO tidak menunjukkan penurunan yang drastis dari hulu ke hilir. Pada daerah hulu kadar DO masih tergolong baik berada pada kisaran 6 (Kls I PP No. 82). BOD (Biochemical Oxygen Demand) BOD adalah jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh bakteri pengurai untuk menguraikan bahan pencemar organik dalam air secara biokimia. Semakin rendah nilai BOD berarti semakin sedikit bahan pencemar organik dalam air, dengan kata lain kualitas airnya semakin baik. Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air limbah yang di masukkan ke dalam sungai. Angka BOD menunjukkan jumlah oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme pada waktu melakukan penguraian hampir semua bahan organik yang terlarut dan sebagian yang tidak terlarut. BOD JJB JDM TGD JDP JKP JTP BOD Sumber : Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014 Grafik Perbandingan nilai BOD Sungai Asahan dari hulu ke hilir tahun 2014 Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 34

46 Berdasarkan grafik dapat dilihat bahwa konsentrasi parameter BOD dari hulu ke hilir selama periode pemantauan kualitas air sungai Asahan mulai titik sampling -1 (satu) di Jembatan Jl. Balige Psr. Porsea sampai titik sampling-6 (enam) di Jembatan Tabayong Desa Patembo melebihi Kriteria Mutu Air menurut Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 21 Tahun 2006 tentang Penetapan Baku Mutu Air Sungai dan Segmentasi Sungai Lampiran II.F. dengan tingkat pemenuhan ketentuan yang dipersyaratkan sebesar 20,83%. Hal ini dimungkinkan oleh meningkatnya polutan yang masuk ke badan air dari kegiatan pertanian, perkebunan, galian C, peternakan, limbah domestik, dan limbah usaha dan/atau kegiatan tanpa adanya proses pengolahan terlebih dahulu. COD (Chemical Oxgen Demand) COD adalah jumlah oksigen (mg O 2 ) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organis yang ada dalam 1 liter sampel air, dimana pengoksidasi K 2 Cr 2 O 7 digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent). Angka COD merupakan ukuran pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses kimia, sehingga akan berkurangnya oksigen terlarut dalam air. Peningkatan konsentrasi COD dapat dilihat dari grafik di bawah COD 10 5 COD 0 JJB JDM TGD JDP JKP JTP Sumber : Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014 Grafik Perbandingan Nilai COD Sungai Asahan Tahun 2014 Konsentrasi COD mulai dari hulu sungai Asahanhingga ke hilir berada diatas Baku Mutu Air Kls.I PP No.82 Tahun 2001 karena sumber pencemar yang masuk ke badan air juga berfluktuasi yang dimungkinkan oleh kegiatan pertanian, perkebunan, dan peternakan di bagian hulu, serta limbah rumah tangga dan industri di pertengahan sampai hilir. Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 35

47 Minyak dan Lemak Minyak dan lemak merupakan bahan pencemar yang banyak ditemukan di perairan, bersumber dari industri perminyakan, limbah industri bahan makanan, agroindustri, dan limbah domestik. Lemak termasuk senyawa organik yang relative stabil dan sulit diuraikan oleh bakteri. Berdasarkan grafik, secara keseluruhan kandungan minyak dan lemak air sungai Asahan masih memenuhi Kriteria Mutu Air (BMA = 1000 mg/l) menurut Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 21 Tahun 2006 tentang Penetapan Baku Mutu Air Sungai dan Segementasi Sungai Lampiran II.F Minyak dan Lemak Minyak dan Lemak 0 JJB JDM TGD JDP JKP JTP Sumber : Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014 Grafik Perbandingan Nilai Minyak dan Lemak Sungai Asahan Tahun Pemantauan Kualitas Air Sungai Percut a. Analisis data kualitas air Sungai Percut untuk beberapa parameter : ph ph (derajat keasaman) air sungai Percut berdasarkan hasil pemantauan cenderung menurun dari kebasaan menjadi lebih keasaman. Hal ini dimungkinkan oleh pertambahan jumlah polutan bahan-bahan organik dan anorganik yang masuk ke badan air cenderung meningkat. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas air sungai secara umum berasal dari kegiatan pertanian, peternakan, pertambangan (galian C), limbah domestik/rumah, dan limbah usaha dan/atau kegiatan. Secara umum ph air sungai tergolong masih memenuhi persyaratan yang ditetapkan karena masih memenuhi Kriteria Mutu Air (nilai ph hasil uji : 6 < ph < 9) menurut Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 21 Tahun 2006 tentang Penetapan Baku Mutu Air Sungai dan Segmentasi Sungai di Provinsi Sumatera Utara Lampiran II.F. Kondisi Lingkungan & Kecenderungannya 36

48 ph 7,8 7,6 7,4 7,2 7 6,8 6,6 JDB JDS JDP JMA JDT JSE ph Sumber : Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014 Grafik ph Sungai Percut Tahun 2014 Residu Terlarut (TDS) Pada pemantauan tahun 2014 juga didapatkan secara umum nilai T D S meningkat dari hulu ke hilir dan semakin tinggi ke arah hilir. Hal ini dipredikisi karena meningkatnya kegiatan usaha maupun kegiatan masyarakat disepanjang pinggiran sungai Percut membuat meningkatnya TDS pada sungai Percut.. TDS JDB JDS JDP JMA JDT JSE Sumber : Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014 Grafik Residu Terlarut Sungai Percut pada Tahun 2014 TDS Lokasi 6. JSE = Jembatan Desa Bandar Setia Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 37

49 TSS (Total Suspended Solid) Tingkat kekeruhan yang terukur di masing-masing titik sampling menunjukkan nilai yang bervariasi di masing-masing titik. Perbedaan tingkat kekeruhan yang ditunjukkan dipengaruhi oleh kondisi lahan yang ada serta kegiatan masyarakat di sekitar sungai. Kekeruhan terjadi karena adanya za-zat koloid, zat tersuspensi seperti lempung, lumpur, zat organik, plankton dan zat-zat lainnya. Perbandingan tingkat kekeruhan di sungai Percut tidak tampak perbedaan yang signifikan mulai dari hulu hingga ke hilir hal ini dapat saja disebabkan debit air yang tidak begitu besar mulai dari hulu hingga ke hilir. Nilai TSS di sungai Percut masih berada dibawah baku mutu air kls I PP. No. 82 Tahun TSS 10 5 TSS 0 JDB JDS JDP JMA JDT JSE Sumber : Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014 Grafik Analisis Parameter TSS Sungai Percut Tahun 2014 Dissolved Oxygen (DO) DO (oksigen terlarut) diperlukan oleh semua organisme akuatik untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Kandungan oksigen terlarut dalam air dipengaruhi oleh suhu, peningkatan suhu akan menyebabkan penurunan kandungan oksigen terlarut DO DO 0 JDB JDS JDP JMA JDT JSE Sumber : Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014 Grafik Nilai DO Sungai Percut pada Tahun 2014 Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 38

50 Bila dilihat pada grafik diatas, nilai kadar oksigen juga mengalami penurunan dari hulu ke hilir namun tidak begitu signifikan dan masih berada diatas Baku Mutu, hal ini menunjukan nilai DO pada sungai Percut masih baik dan ini mungkin dapat disebabkan konsentrasi TSS pada sungai Percut masih baik, berada di bawah Baku Mutu.Kadar DO menunjukkan penurunan dari hulu ke hilir. Pada daerah hulu kadar DO masih tergolong baik berada pada kisaran 6 (Kls I PP No. 81) disemua lokasi pemantauan di sungai Percut. BOD (Biochemical Oxygen Demand) Bila dilihat pada grafik dibawah, nilai kadar BOD mengalami fluktuatif yang signifikan dari hulu ke hilir dan berada diatas Baku Mutu Kls I PP No.82 Tahun 2001, hal ini menunjukan kadar BOD pada sungai Percut tidak baik jika dibandingkan dengan Baku Mutu Kls I PP No.82 Tahun BOD JDB JDS JDP JMA JDT JSE BOD Sumber : Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014 Grafik Perbandingan BOD Sungai Percut dari hulu ke hilir Tahun 2014 Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air limbah yang di masukkan ke dalam sungai. Angka BOD menunjukkan jumlah oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme pada waktu melakukan penguraian hampir semua bahan organik yang terlarut dan sebagian yang tidak terlarut. COD (Chemical Oxygen Demand) Nilai COD berfluktuasi dari hulu ke hilir dimana konsentrasi bahan pencemar yang masuk ke badan air juga berfluktuasi. Hal ini dimungkinkan oleh kegiatan pertanian, perkebunan, dan peternakan di bagian hulu dan hilir, serta limbah rumah tangga dan industri di pertengahan. Secara umum berdasarkan hasil Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 39

51 pemantauan konsentrasi COD melebihi Kriteria Mutu Air Kelas I dan Kelas II menurut PP No.82 Tahun COD 10 5 COD 0 JDB JDS JDP JMA JDT JSE Sumber : Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014 Grafik Perbandingan Nilai COD Tahun Pemantauan Kualitas Air Sungai Wampu A n a l i s i s Data Kualitas A ir Sungai W a m p u untuk beberapa parameter : TSS (Total Suspended Solid) Perbandingan nilai TSS Tahun 2014 dari hulu ke hilir menunjukkan kenaikan. Nilai TSS tertinggi terdapat di jembatan desa stabat dengan nilai 24,8 mg/l dan nilai TSS terendah terdapat di Desa Sogong dengan nilai 17,8 mg/l.padatan tersuspensi dalam air Sungai wampu semakin meningkat ke arah hilir. Peningkatan padatan tersuspensi ini disebabkan makin banyaknya material yang masuk ke Sungai Wampudikarenakan berbagai kegiatan di sepanjang sungai wampum. Meskipun demikian dari grafik dapat dilihat nilai residu tersuspensi (TSS) masih berada di bawah baku mutu (BM : 50 mg/l). TSS JDS JSB GOP JDT JUB JDB TSS Sumber : Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014 Grafik Analisis Parameter TSS sungai Wampu Tahun 2014 Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 40

52 1. JDS : Jemb. Desa Sogong, 2. JSB : Jemb. Sei Bahorok, 3.GOP : Getek Oriza, Desa Perthiasan, 4. JDT : Jembatan Desa Tanjung Lenggang, 5. JUB : Jemb. Jl. Umar Baki Binjai, 6. JDB : Jemb. Desa Stabat Dissolved Oxygen (DO) Bila dilihat pada tahun 2014 kadar DO menunjukkan penurunan dari hulu ke hilir. Meskipun demikian kadar DO masih tergolong baik berada pada kisaran lebih dari 6 mg/l (Kls I PP No. 82). Untuk lebih lengkap nilai DO tahun dapat dilihat pada grafik dibawah ini. DO 8,2 8 7,8 7,6 7,4 7,2 7 6,8 6,6 6,4 JDS JSB GOP JDT JUB JDB DO Sumber : Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014 Grafik Nilai DO Sungai Wampu pada Tahun 2014 BOD (Biochemical Oxygen Demand) Angka BOD menunjukkan jumlah oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme pada waktu melakukan penguraian hampir semua bahan organik yang terlarut dan sebagian yang tidak terlarut. 5 4 BOD 3 2 BOD 1 0 JDS JSB GOP JDT JUB JDB Sumber : Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014 Grafik Perbandingan nilai BOD dari hulu ke hilir tahun 2014 Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 41

53 Seperti pada gambar grafik di atas tampak kenaikan nilai BOD mulai dari hulu hingga hilir. Kadar BOD berada pada kisaran 2 5 mg/l dari hasil ini menunjukan bahwa kadar BOD pada perairan sungai Wampu berada diatas baku mutu (Kls I dan Kls II PP No. 82) dan ini menggambarkan bahwa banyaknya zat organik yang terkandung di sungai Wampu. Kadar BOD paling tinggi terdapat pada lokasi Jembatan Desa Stabat dengan nilai 4,6 mg/l mendekati baku mutu air kls II (PP No. 82/2001). COD (Chemical Oxgen Demand) Peningkatan konsentrasi COD dapat dilihat dari grafik di bawah. 7,4 COD Axis Title 7,2 7 6,8 6,6 COD 6,4 JDS JSB GOP JDT JUB JDB Sumber : Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014 Grafik Perbandingan Nilai COD Tahun Pemantauan Kualitas Air Danau Toba Data hasil analisa laboratorium terhadap contoh uji air Danau Toba dilampirkan pada bagian akhir laporan ini. Data yang dianalisa adalah data sesaat, karena merupakan data tunggal, dengan demikian data kurang representatif menggambarkan kualitas air Danau Toba. Data hasil uji setiap parameter disajikan dalam dua gambar.gambar pertama yang terdiri dari tiga kelompok grafik batang menyajikan pengelompokan titik sampling berdasarkan letak pada pantai Pulau Sumatera dan pantai Pulau Samosir serta kontrol.titik-titik sampling Parapat, Ajibata, Sigaol, Porsea, Balige-1, Balige-2, Lintong, Muara, Bakara, Silalahi, Tongging, Haranggaol, Salbe dan Tigaras berada di pantai Pulau Sumatera Utara. Sedangkan titik sampling Tomok, Onan Runggu, Mogang, Pangururan, Simanindo dan Ambarita berada disekitar pantai Pulau Samosir.Titik sampling Tao Nainggolan dan Tengah Tao Silalahi merupakan titik sampling yang berada di tengah danau dan dijadikan sebagai titik kontrol. Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 4 2

54 Baku Mutu Parapat Ajibata Sigaol Porsea Balige-1 Balige-2 Lintong Muara Bakara Silalahi Tongging Haranggaol Salbe Tigaras Tomok Onan Runggu Mogang Pangururan Simanindo Ambarita Tao Nainggolan Tao Silalahi (oc) Gambar kedua terdiri dari lima pengelompokan data berdasarkan pemanfaatan daerah sekitar danau. Titik sampling Balige-1, Balige-2 dan Pangururan merupakan titik sampling perkotaan.titik sampling Parapat dan Tomok mewakili daerah pariwisata, titik sampling Onan Runggu, Sigaol dan Ambarita mewakili titik sampling pedesaan, sedangkan titik sampling Silalahi, Haranggaol dan Salbe merupakan titik sampling yang mewakili daerah perikanan dan peternakan. Sedangkan Lintong, Tao Nainggolan dan Tengah Tao Silalahi dimaksudkan sebagai titik sampling kontrol. Hasil analisa masingmasing parameter dengan pengelompokan sebagaimana disebutkan di atas disajikan berikut ini. 1. Suhu Suhu air merupakan parameter fisik air yang dapat mempengaruhi kehidupan biota perairan karena berkaitan dengan tingkat kelarutan oksigen, proses respirasi biota perairan dan kecepatan degradasi bahan pencemar. Suhu pada ekosistem perairan berfluktuasi baik harian maupun tahunan, terutama mengikuti pola temperatur udara lingkungan sekitarnya, intensitas cahaya matahari, letak geografis, penaungan dan kondisi internal perairan itu sendiri seperti kekeruhan, kedalaman, kecepatan arus dan timbunan bahan organik di dasar perairan. Suhu memiliki peran yang sangat penting terhadap kehidupan di dalam air. Kelarutan berbagai jenis gas di dalam air serta semua aktivitas biologis di dalam perairan sangat dipengaruhi oleh suhu. Sebagaimana diketahui bahwa meningkatnya suhu sebesar 10 C akan meningkatkan laju metabolisme sebesar 2 3 kali lipat. Meningkatnya laju metabolisme akan menyebabkan kebutuhan oksigen meningkat, sementara dilain pihak naiknya temperatur akan menyebabkan kelarutan oksigen dalam air menurun. Fenomena ini akan menyebabkan organisme air mengalami kesulitan untuk respirasi. Suhu Permukaan Air Danau Toba 28 27, , , , ,5 Sisi P. Sumatera Kontrol Grafik Suhu air Danau Toba pada sisi P. Sumatera, sisi P. Samosir dan tengah danau Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 43

55 (oc) Suhu Air Danau Toba Perkotaan 28 Pedesaan Perikanan/Peternakan Kontrol 27, , , , ,5 Grafik Suhu air Danau Toba pada daerah dengan berbagai jenis pemanfaatan Pada ekosistem perairan daerah tropis suhu cenderung konstan sepanjang tahun, berbeda dengan ekosistem perairan di daerah subtropis. Hal ini berhubungan dengan musim. Di daerah tropis tidak terdapat musim dingin sehingga tidak ada kondisi dimana lingkungan berada pada suhu yang ekstrim rendah. Dari Gambar dan 2.24 terlihat bahwa suhu permukaan air Danau Toba bervariasi antara satu titik sampling dengan titik lainnya. Perbedaan suhu ini terutama disebabkan oleh perbedaan intensitas penyinaran matahari serta kondisi cuaca.suhu pada pagi hari lebih rendah dibandingkan suhu pada siang hari, suhu pada saat langit cerah lebih tinggi dibandingkan suhu pada saat mendung. Jika ditinjau dari posisi titik sampling berdasarkan letaknya pada sisi P. Sumatera dan sisi P. Samosir serta tengah danau tidak terdapat perbedaan yang berarti, demikian juga jika ditinjau dari pemanfaatan daerah sekitar titik sampling. Perbedaan suhu yang terlihat terutama disebabkan oleh perbedaan penyinaran matahari. 2. T D S TDS (Total Dissolved Solids) atau padatan terlarut mengacu pada setiap mineral, garam, logam, kation atau anion yang terlarut dalam air. Ini mencakup apa pun yang ada dalam air selain molekul air murni ( H20 ) dan limbah padat. (Limbah padat adalah partikel/zat yang tidak larut dan tidak menetap dalam air, seperti bulir kayu dll). Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 44

56 (mg/l) Baku Mutu Parapat Ajibata Sigaol Porsea Balige-1 Balige-2 Lintong Muara Bakara Silalahi Tongging Haranggaol Salbe Tigaras Tomok Onan Runggu Mogang Pangururan Simanindo Ambarita Tao Nainggolan Tao Silalahi (mg/l) Kadar padatan terlarut di Danu Toba masih jauh dibawah baku mutu, dan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara daerah di sekitar P. Sumatera dan P. Samosir. (Gamba 2.25) Ditinjau dari segi pemanfaatan, kadar padatan tersuspensi tertinggi terdapat di wilayah perkotaan, diikuti wilayah pariwisata dan pedesaan (Gambar 2.26). Tingginya kadar TDS di wilayah perkotaan kemungkinan disebabkan oleh minimnya sabuk hijau di pinggiran pantai sehingga padatan-padatan terlarut yang terbawa oleh air larian langsung masuk ke Danau Toba, selain hal itu kualitas air sungai atau selokan pada wilayah perkotaan yang masuk ke Danau Toba juga lebih buruk dibandingkan kualitas sungai di daerah pedesaan. Di daerah pedesaan keberadaan sabuk hijau di pinggiran pantai sangat berperan memerangkap polutan yang terbawa bersama air larian Kadar TDS Air Danau Toba Sisi P. Sumatera Kontrol Grafik Kadar TDS pada sisi P. Sumatera, sisi P. Samosir dan tengah danau Kadar TDS Air Danau Toba Perkotaan Pedesaan Perikanan/Peternakan Kontrol Grafik Kadar TDS pada daerah dengan berbagai jenis pemanfaatan Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 45

57 Baku Mutu Parapat Ajibata Sigaol Porsea Balige-1 Balige-2 Lintong Muara Bakara Silalahi Tongging Haranggaol Salbe Tigaras Tomok Onan Runggu Mogang Pangururan Simanindo Ambarita Tao Nainggolan Tao Silalahi 3. ph Derajat keasaman (ph) merupakan ukuran jumlah ion hidrogen bebas dalam air. ph mempengaruhi kelarutan bahan kimia dan nutrisi. Seiring dengan peningkatan keasaman, kebanyakan logam menjadi lebih larut dalam air dan lebih beracun. Toksisitas sianida dan sulfida juga meningkat dengan penurunan ph (peningkatan keasaman). Amonia menjadi lebih beracun hanya dengan sedikit peningkatan ph. Perubahan ph berdampak buruk terhadap kehidupan biota air, baik secara langsung maupun tidak langsung. Akibat langsung adalah kematian ikan dan penurunan produktifitas primer. Akibat tidak langsung adalah perubahan toksisitas zat-zat yang ada dalam air, misalnya penurunan ph sebesar 1,5 dari nilai alami dapat memperbesar toksisitas NiCN sampai 1000 kali. Dari Gambar 2.27 diketahui bahwa ph air Danau Toba hampir merata disemua titik pantau. Menurut Pergub 1/2009, baku mutu kelas I untuk ph adalah 6-9, dan ph air yang netral adalah 7. Dari gambar terlihat bahwa ph air Danau Toba lebih mengarah ke basa daripada ke asam. Hanya ditengah Tao Silalahi ph air Danau Toba terdeteksi normal Derajat Keasaman Air Danau Toba Sisi P. Sumatera Sisi P. Samosir Kontrol Grafik ph air Danau Toba pada sisi P. Sumatera, sisi P. Samosir dan tengah danau Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 46

58 Derajat Keasaman Air Danau Toba Perkotaan 8,4 Pedesaan Perikanan/Peternakan Kontrol 8,2 8 7,8 7,6 7,4 7,2 7 6,8 Grafik ph air Danau Toba pada daerah dengan berbagai jenis pemanfaatan Jika ditinjau dari segi pemanfaatan, terlihat bahwa air Danau Toba lebih asam pada daerah perikanan dan peternakan dan lebih basa pada daerah pariwisata, sedangkan pada daerah kontrol derajat keasamannya lebih netral. 4. BOD Kebutuhan oksigen biologis (Biological Oxygen Demand - BOD 5), menyatakan banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk menguraikan zat organik yang terdapat dalam air selama 5 hari. Nilai BOD menggambarkan banyaknya zat organik yang mudah terurai oleh kegiatan biokimia dalam suatu perairan. Nilai BOD yang semakin meningkat menunjukkan bahwa jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk mengoksidasi bahan organik dalam air juga semakin meningkat. Jika nilai BOD suatu badan air tinggi berarti defisit oksigen sudah terjadi pada badan air tersebut. Banyaknya mikroorganisme yang tumbuh dalam air dikarenakan banyaknya makanan yang tersedia (bahan organik), oleh sebab itu BOD secara tidak langsung selalu dikaitkan dengan kadar bahan organik dalam air. Kehadiran nitrat dan phospat pada badan air juga dapat berkontribusi terhadap peningkatan nilai BOD. Nitrat dan phosphat merupakan nutrisi bagi tumbuh-tumbuhan dan ketersediaannya pada badan air akan mempercepat pertumbuhannya. Ketika tumbuh-tumbuhan bertumbuh dengan cepat, mereka juga akan mati dengan cepat. Tumbuh-tumbuhan yang mati ini akan meningkatkan jumlah bahan Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 47

59 Baku Mutu Parapat Ajibata Sigaol Porsea Balige-1 Balige-2 Lintong Muara Bakara Silalahi Tongging Haranggaol Salbe Tigaras Tomok Onan Runggu Mogang Pangururan Simanindo Ambarita Tao Nainggolan Tao Silalahi (mg/l) organik dalam air, yang kemudian akan dibusukkan dalam air. Proses pembusukan ini akan meningkatkan kadar BOD. Suhu air juga dapat berkontibusi terhadap peningkatan nilai BOD. Air hangat pada umumnya memiliki nilai BOD yang lebih tinggi dibandingkan dengan air dingin. Apabila suhu air meningkat, maka laju photosintesis juga akan meningkat dan jumlah tumbuhan air juga akan meningkat. Jika hal ini terjadi maka tumbuh-tumbuhan air akan bertumbuh dengan cepat dan juga akan mati dengan cepat. Ketika tumbuh-tumbuhan mati, dan jatuh ke dasar badan air dan diuraikan oleh bakteri. Bakteri-bakteri ini membutuhkan oksigen untuk proses pembusukan, sehingga kadar BOD akan meningkat/tinggi pada lokasi ini. Dengan demikian peningkatan suhu air, akan mempercepat proses pembusukan yang akan meningkatkan kadar BOD. Apabila kadar BOD meningkat maka kadar DO akan menurun, karena oksigen terlarut dalam air digunakan oleh mikroba untuk proses pembusukan. Pada umumnya jika kadar BOD 1-2 ppm, maka kualitas air tersebut sangat baik, tidak terdapat banyak bahan organik pada badan air. Jika nilai BOD 3-5 ppm kualitas air tergolong sedang, BOD 6-9, kualitas air kurang baik; biasanya mengindikasikan terdapatnya bahan organik pada badan air, dan bakteri sedang membusukkan bahan-bahan ini. Kadar BOD > 100, maka kualitas air tersebut sangat buruk, sangat tercemar, terdapat banyak bahan organik pada badan air. Dari Gambar terlihat bahwa BOD lebih tinggi pada sisi P. Sumatera jika dibandingkan dengan sisi P. Samosir. Pada titik pantau Porsea diketahui bahwa kadar BOD sangat jauh melebihi baku mutu. Selain di Porsea kadar BOD yang melebihi baku mutu juga terdapat di Haranggaol. Sedangkan pada sisi P. Samosir kadar BOD pada umumnya masih berada dibawah baku mutu. 4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 Kadar BOD Air Danau Toba Sisi P. Sumatera Kontrol Grafik Kadar BOD Air Danau Toba Pada Sisi P. Sumatera, Sisi P. Samosir dan Tengah Danau Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 48

60 (mg/l) Di tinjau dari segi pemanfaatan (Gambar 2.30) kadar BOD tertinggi terdapat pada daerah perikanan dan peternakan jika dibandingkan dengan wilayah perkotaan, pariwisata dan pedesaan. Secara umum kadar BOD sudah melebihi baku mutu yang ditetapkan. 2,5 Kadar BOD Air Danau Toba Perkotaan Pedesaan Perikanan/Peternakan Kontrol 2 1,5 1 0,5 0 Grafik Kadar BOD A i r Danau Toba Pada Daerah dengan Berbagai Jenis Pemanfaatan 5. COD Berbeda dengan BOD yang hanya menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk menguraikan bahan organik secara biologis, maka COD (Chemical Oxygen Demand) kebutuhan oksigen kimiawi, menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi seluruh bahan organik menjadi karbon dioksida dan air. Oleh karena itu nilai COD selalu lebih tinggi dari nilai BOD. Nilai COD yang semakin meningkat mengindikasikan semakin banyaknya bahan organik yang terdapat pada suatu contoh uji. Dari Gambar 2.31 terlihat bahwa kadar COD air Danau Toba pada seluruh titik pantau masih berada dibawah baku mutu. Ditinjau dari segi lokasi titik sampling, kadar COD secara umum lebih tinggi pada sisi P. Samosir dibandingkan dengan sisi P. Sumatera. Pada sisi P. Sumatera nilai tertinggi terdapat di Sigaol, sedangkan pada sisi P. Samosir kadar tertinggi terdapat di titik pantau Onan Runggu. Baik Sigaol maupun Onan Runggu sama-sama daerah pedesaan. Kadar COD di tengah danau tergolong rendah, semakin jauh titik pantau dari sisi pantai kadar COD semakin menurun. Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 49

61 (mg/l) Baku Mutu Parapat Ajibata Sigaol Porsea Balige-1 Balige-2 Lintong Muara Bakara Silalahi Tongging Haranggaol Salbe Tigaras Tomok Onan Runggu Mogang Pangururan Simanindo Ambarita Tao Nainggolan Tao Silalahi (mg/l) Kadar COD Air Danau Toba Sisi P. Sumatera Kontrol Grafik Kadar COD air Danau Toba pada sisi P. Sumatera, sisi P. Samosir dan tengah danau Ditinjau dari pemanfaatan wilayah daratan disekitar titik pantau, maka nilai COD tertinggi terdapat pada wilayah pedesaan, disusul daerah pariwisata, perikanan dan peternakan serta perkotaan. (Gambar 2.32.) Kadar COD Air Danau Toba Perkotaan Pedesaan Perikanan/Peternakan Kontrol Grafik Kadar COD air Danau Toba pada daerah dengan berbagai jenis pemanfaatan Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 50

62 Baku Mutu Parapat Ajibata Sigaol Porsea Balige-1 Balige-2 Lintong Muara Bakara Silalahi Tongging Haranggaol Salbe Tigaras Tomok Onan Runggu Mogang Pangururan Simanindo Ambarita Tao Nainggolan Tao Silalahi (mg/l) 6. Oksigen terlarut Oksigen terlarut (dissolved oxygen,- DO) atau sering juga disebut dengan kebutuhan oksigen (Oxygen demand) merupakan salah satu parameter penting dalam analisis kualitas air. Nilai DO menunjukan jumlah oksigen yang tersedia dalam suatu badan air. Semakin tinggi nilai DO mengindikasikan semakin baik kualitas air tersebut, sebaliknya semakin rendah nilai DO mengindikasikan semakin rendah kualitas air tersebut. Oksigen terlarut diperlukan oleh semua organisme akuatik untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Kandungan oksigen terlarut dalam air dipengaruhi oleh suhu, peningkatan suhu akan menyebabkan penurunan kandungan oksigen terlarut. Oksigen terlarut di dalam air kebanyakan berasal dari udara yang terlarut ke dalam air, sebagian berasal dari hasil photosintesa tumbuhan air. Faktor lain yang mempengaruhi tingkat DO adalah intensitas sinar matahari pada permukaan air. Pada siang hari DO akan lebih tinggi pada daerah yang memiliki banyak tumbuhan air, karena terjadinya proses photosintesis. Turbulensi aliran juga berperan meningkatkan kadar DO pada badan air.selain hal itu, suhu juga turut mempengaruhi tingkat kelarutan oksigen dalam air. Air dingin dapat melarutkan lebih banyak oksigen daripada air hangat. Kadar DO pada umumnya berkisar antara 0-8 ppm, meskipun kebanyakan sungai dan danau membutuhkan kadar DO 5-6 ppm untuk mendukung kehidupan di dalamnya. Kadar DO 0-4 ppm, termasuk tidak baik, beberapa speseies ikan dan populasi makroinvertebrata lainnya akan mulai menurun. Kadar DO ppm, tergolong sedang, ppm termasuk baik, sedangkan jika kadar DO > 12 ppm, maka perlu dilakukan pengujian ulang, atau air tersebut sudah mengalami aerasi artificial. Kadar DO Air Danau Toba Sisi P. Sumatera Kontrol Grafik Kadar DO air Danau Toba pada sisi P. Sumatera, sisi P. Samosir dan tengah danau Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 51

63 (mg/l) Dari Gambar terlihat pada keseluruhan titik sampling kecuali titik sampling Haranggaol kadar DO melebihi kadar minimum yang dipersyaratkan. Kadar DO pada sisi P. Sumatera secara umum lebih rendah dari kadar DO pada sisi P. Samosir, di tengah danau kadar DO juga tergolong tinggi Kadar DO Air Danau Toba Perkotaan Pedesaan Perikanan/Peternakan Kontrol Grafik Kadar DO air Danau Toba pada daerah dengan berbagai jenis pemanfaatan Ditinjau dari pemanfatan (Gambar 2.34), kadar DO terendah terdapat pada wilayah perikanan dan peternakan. Secara khusus terlihat bahwa di Haranggaol yang merupakan pusat budidaya ikan pada KJA oleh masyarakat, kadar DO sangat rendah, jauh dibawah kadar minimum yang dipersyaratkan. Dari data ini terlihat bahwa budidaya perikanan pada KJA memberi pengaruh buruk terhadap kualitas air danau. 7. Total Phosphat Phosphor merupakan salah satu komponen penting bagi pertumbuhan tanaman dan hewan. Phosphor dalam bentuk dasar sangat beracun dan dapat terakumulasi dalam mahluk hidup. Phosphat (P O 4 ) dibentuk dari elemen phosphor. Phosphat terdapat dalam tiga bentuk, yaitu orthophosphat, methaphosphat (atau poliphosphat) dan phosphate yang terikat secara organik. Setiap senyawa mengandung phosphor dengan formula kimia yang berbeda. Bentuk orto dihasilkan dari proses alami dan terdapat pada saluran-saluran pembuangan. Bentuk poli digunakan untuk mengolah air boiler dan pada detergen. Di dalam air bentuk poli berubah menjadi bentuk ortho. Organik phosphate sangat penting di alam. Phosphat ini terjadi sebagai hasil perombakan pestisida organik yang mengandung phosphate. Phosphat organik dapat ditemui dalam bentuk larutan, partikel, atau dalam tubuh organisme akuatik. Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 52

64 Baku Mutu Parapat Ajibata Sigaol Porsea Balige-1 Balige-2 Lintong Muara Bakara Silalahi Tongging Haranggaol Salbe Tigaras Tomok Onan Runggu Mogang Pangururan Simanindo Ambarita Tao Nainggolan Tao Silalahi (mg/l) Keberadaan phosphate akan menstimulasi pertumbuhan plankton dan tumbuhan akuatik, yang merupakan sumber makanan ikan. Peningkatan pertumbuhan plankton dan tumbuhan akuatik ini dapat meningkatkan populasi ikan serta meningkatkan kualitas air secara keseluruhan. Namun jika phosphate secara berlebih masuk ke badan air, alga dan tumbuhan akuatik akan berkembang secara massif, menutup badan air dan menggunakan sejumlah besar oksigen dalam air. Pertumbuhan yang demikian dapat menyebabkan kematian dan pembusukan vegetasi serta kehidupan akuatik karena penurunan tingkat oksigen terlarut. Phosphat sesungguhnya tidak beracun terhadap manusia maupun hewan, kecuali dalam konsentrasi yang sangat tinggi. 0,45 0,4 0,35 0,3 0,25 0,2 0,15 0,1 0,05 0 Kadar Total Phophat Air Danau Toba Sisi P. Sumatera Kontrol Grafik Kadar Total Phosphat air Danau Toba pada sisi P. Sumatera, sisi P. Samosir dan tengah danau Dari Gambar terlihat bahwa kadartotal Phosphat di perairan Danau Toba pada beberapa tempat telah melebihi baku mutu, yakni di Sigaol pada sisi P. Sumatera dan Tomok di sisi P. Samosir. Kadar Total Phosphat sangat bervariasi pada sisi P. Sumatera maupun sisi P. Samosir, sedangkan pada daerah kontrol nilainya masih dibawah limit deteksi alat atau metode analisa yang digunakan. Dari sisi pemanfaatan, diketahui bahwa kadar Total Phosphatcukup bervariasi pada berbagai pemanfaatan. Kadar terendah terdapat pada daerah kontrol, tertinggi pada daerah pariwisata. Perlu data seri pengujian kualitas air untuk menjastifikasi kecenderungan yang tersaji dalam Gambar 2.36 ini. Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 53

65 (mg/l) 0,45 0,4 0,35 0,3 0,25 0,2 0,15 0,1 0,05 0 Kadar Total Phosphat Air Danau Toba Perkotaan Pedesaan Perikanan/Peternakan Kontrol Grafik Kadar Total Phosphat air Danau Toba pada daerah dengan berbagai jenis pemanfaatan 8. Nitrat Nitrat (NO - 3 ) dan nitrit (NO - 2 ) adalah ion-ion anorganik alami, yang merupakan bagian dari siklus nitrogen. Aktifitas mikroba di tanah atau air menguraikan sampah yang mengandung nitrogen organik pertama-pertama menjadi ammonia, kemudian dioksidasikan menjadi nitrit dan nitrat. Oleh karena nitrit dapat dengan mudah dioksidasikan menjadi nitrat, maka nitrat adalah senyawa yang paling sering ditemukan di dalam air bawah tanah maupun air permukaan. Pencemaran oleh pupuk nitrogen, termasuk ammonia anhidrat seperti juga sampah organik yang berasal dari hewan maupun manusia, dapat meningkatkan kadar nitrat di dalam air. Senyawa yang mengandung nitrat di dalam tanah biasanya larut dan mudah bermigrasi dengan air bawah tanah. Aktifitas pertanian yang dilakukan manusia telah banyak meningkatkan kadar nitrat padalingkungan karena penggunaan pupuk yang berlebihan. Nitrat dan nitrit sangat mudah bercampur dengan air dan terdapat bebas didalam lingkungan. Dari Gambar terlihat bahwa kadar Nitrat pada seluruh titik pantau Danau Toba masih berada di bawah baku mutu. Secara umum terlihat bahwa kadar Nitrat pada sisi P. Sumatera lebih tinggi dari sisi P. Samosir. Pada sisi P. Sumatera kadar Nitrat terlihat lebih tinggi di daerah Balige-2, Lintong dan Muara, sedangkan pada sisi P. Samosir kadar Nitrat tertinggi terdapat di daerah Mogang. Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 54

66 (mg/l) Baku Mutu Parapat Ajibata Sigaol Porsea Balige-1 Balige-2 Lintong Muara Bakara Silalahi Tongging Haranggaol Salbe Tigaras Tomok Onan Runggu Mogang Pangururan Simanindo Ambarita Tao Nainggolan Tao Silalahi (mg/l) Kadar Nitrat Air Danau Toba Sisi P. Sumatera Kontrol Gambar Kadar Nitrat air Danau Toba pada sisi P. Sumatera, sisi P. Samosir dan tengah danau Dari Gambar terlihat bahwa kadar Nitrat terendah terdapat pada daerah pedesaan, tertinggi justru tedapat pada kontrol. Secara umum terlihat juga bahwa kadar Nitrat lebih tinggi pada wilayah perkotaan dibandingkan dengan wilayah perikanan dan peternakan. 4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 Kadar Nitrat Air Danau Toba Perkotaan Pedesaan Perikanan/Peternakan Kontrol Grafik Kadar Nitrat air Danau Toba pada daerah dengan berbagai jenis pemanfaatan 9. A m o n i a k Senyawa-senyawa nitrogen yang sering digunakan sebagai parameter dalam penentuan kualitas air adalah nitrogen organik, amonia, nitrit, nitrat dan gas N 2. Keberadaan senyawa-senyawa nitrogen dalam air permukaan menunjukkan terjadinya pencemaran pada air permukaan tersebut. Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 55

67 Baku Mutu Parapat Ajibata Sigaol Porsea Balige-1 Balige-2 Lintong Muara Bakara Silalahi Tongging Haranggaol Salbe Tigaras Tomok Onan Runggu Mogang Pangururan Simanindo Ambarita Tao Nainggolan Tao Silalahi (mg/l) NH 3, merupakan bentuk amonia yang bersifat racun. Hasil penelitian menunjukkan rentang kadar mg/l akan menyebabkan keracunan pada air permukaan. Tingkat keracunan bertambah seiring dengan penurunan ph dan suhu. Kadar amonia yang melebihi batasan tertentu dapat membahayakan kehidupan akuatik. Keracunan amonia diduga merupakan penyebab utama kehilangan tak jelas dari benih ikan di penetasan. Meskipun molekul amonia merupakan nutrisi yang dibutuhkan untuk kehidupan, namum kelebihannya dapat terakumulasi dalam organisme dan menyebabkan gangguan metabolisme. Kadar amonia yang berlebihan dapat menyebabkan ikan kehilangan keseimbangan, mengalami peningkatan pernafasan dan detak jantung. Pada kadar yang lebih tinggi amonia dapat menyebabkan kematian. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi amonia yang mematikan untuk berbagai jenis ikan bervariasi antara mg/l. Senyawa-senyawa Nitrogen yang sering digunakan sebagai parameter dalam penentuan kualitas air adalah nitrogen organik, amonia, nitrit, nitrat dan gas N 2. Keberadaan senyawa-senyawa nitrogen dalam air permukaan menunjukkan terjadinya pencemaran pada air permukaan tersebut. Dalam keadaan kadar oksigen rendah, senyawa nitrat dapat tereduksi menjadi amonia atau N 2. Pada kondisi aerob, amonia dapat teroksidasi menjadi nitrat dan nitrit. Jadi amonia merupakan bentuk senyawa nitrogen yang banyak ditemui jika kadar oksigen dalam air permukaan rendah, dan sebaliknya bentuk senyawa nitrit dan nitrat lebih banyak ditemui jika kadar oksigen cukup tinggi. 0,5 0,45 0,4 0,35 0,3 0,25 0,2 0,15 0,1 0,05 0 Kadar Amoniak Air Danau Toba Sisi P. Sumatera Kontrol Grafik Kadar Amoniak air Danau Toba pada sisi P. Sumatera, sisi P. Samosir dan tengah danau Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 56

68 (mg/l) Dari Gambar terlihat bahwa kadar amoniak air Danau Toba hampir sama pada sisi P. Sumatera dan sisi P. Samosir, hanya di Haranggaol dan Salbe kadar amoniaknya cukup tinggi dibanding daerah lainnya. Dari sisi pemanfaatan, terlihat bahwa kadaramoniak tertinggi terdeteksi pada wilayah perikanan dan peternakan, secara khusus terlihat kadar Amoniak tertinggi terdapat di Haranggaol yang merupakan pusat budidaya ikan pada keramba jaring apung. Salbe yang merupakan daerah peternakan juga menunjukkan kadar Amoniak yang cukup tinggi. Kadar Amoniak Air Danau Toba Perkotaan 0,35 Pedesaan Perikanan/Peternakan Kontrol 0,3 0,25 0,2 0,15 0,1 0,05 0 Grafik Kadar Amoniak air Danau Toba pada daerah dengan berbagai jenis pemanfaatan 10. Barium Barium merupakan salah satu logam alkali tanah.logam ini tidak ditemui dalam bentuk bebas di alam, namum dalam bentuk senyawa umumnya berupa barium sulfat dan barium karbonat.senyawa barium, termasuk barium sulfat dan barium karbonat digunakan dalam industri plastik, karet, elektronik dan tekstil, dalam lapisan keramik dan lapisan gigi, dalam pembuatan gelas, pembuatan kertas dan zat tambahan pada cairan farmasi dan kosmetik.barium dalam air terutama berasal dari sumber alami.kelarutan senyawa barium semakin meningkat seiring dengan penurunan ph. Kadar barium pada air Danau Toba masih jauh dari dibawah baku mutu yang dipersyaratkan (Gambar 2.40). Namun jika ditinjau dari konsentrasinya, berdasarkan pemanfaatan wilayah sekitar titik sampling, maka kadar tertinggi didapati justru di tengah danau, disusul daerah perkotaan dan pedesaan. Konsentrasi yang agak merata ditemui pada daerah pariwisata (Gambar 2.40) perlu tambahan data kualitas air untuk menyimpulkan fenomena ini. Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 57

69 (mg/l) Baku Mutu Parapat Ajibata Sigaol Porsea Balige-1 Balige-2 Lintong Muara Bakara Silalahi Tongging Haranggaol Salbe Tigaras Tomok Onan Runggu Mogang Pangururan Simanindo Ambarita Tao Nainggolan Tao Silalahi (mg/l) 1 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 Kadar Barium Air Danau Toba Sisi P. Sumatera Kontrol Grafik Kadar Ba air Danau Toba pada sisi P. Sumatera, sisi P. Samosir dan tengah danau 0,045 0,04 0,035 0,03 0,025 0,02 0,015 0,01 0,005 0 Kadar Ba Air Danau Toba Perkotaan Pedesaan Perikanan/Peternakan Kontrol Grafik Kadar Ba air Danau Toba pada daerah dengan berbagai jenis pemanfaatan Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 58

70 5. Kualitas Air Hujan Kualitas air hujan di Provinsi Sumatera Utara sangat dipengaruhi oleh kondisi udara atau atmosfer daerah. Sumatera Utara. Untuk mengetahui kualitas air hujan dilakukan pengukuran terhadap parameter ph, DHL, SO 4, NO 3, Cl, NH 4, Na, Ca 2+, Mg 2+. Pengukuran Dari Bulan Januari Juni, Nilai ph berada pada range 4,77 5,27, hal ini diprediksi akibat banyaknya buangan emisi dari kegiatan usaha berupa pabrik industry dan juga emisi kendaraan bermotor, Hal ini menunjukan bahwa kondisi air hujan bersifat asam. Air Hujan yang bersifat asam ini berpotensi menimbulkan korosif pada setiap logam yang di pergunakan pada atap perumahan/bangunan begitu juga untuk pagar besi yang di gunakan juga disebagian bangunan di perkotaan. Pengukuran Dari Bulan September Desember, Nilai ph berada pada range 5,89 6,19, dari data ini dapat disimpulkan ph air hujan bulan September November tidak bersifat asam, hal ini dimungkinkan buangan emisi dari kegiatan usaha berupa pabrik industry dan juga emisi kendaraan bermotor tidak begitu berpengaruh terhadap hujan yang turun. Fluktuasi data tersebut di atas dapat dilihat jelasnya pada table dibawah. Apabila dibandingkan dengan baku mutu ph air hujan normal yaitu 5,65, maka ph air tersebut berada di bawah baku mutu. Tabel Perbandingan Kualitas Air Hujan dan Baku Mutu No Parameter Satuan Baku mutu Rata-rata Kualitas Air Hujan Ket : 1. ph 5,5-9,0 5, DHL mmhos/em - 44,02 3. S04-2 mg/l 400 3, N03 mg/l 10 1, Cl mg/l 0,05 5,293 6 NH4 mg/l - 0,277 7 Na mg/l - 0,66 8 Ca 2+ mg/l 0,005 1,96 9 Mg 2+ mg/l - 1,93 Baku mutu berdasarkan Permenkes No.416/MenKes/Per/IX/1990 tentang Syarat-syarat dan pengawasan kualitas air. Dari beberapa parameter yang dianalisis, parameter yang melebihi baku mutu adalah kandungan Ca 2+., Klorida (Cl), sedangkan ph berada dibawah baku mutu (5,5 9,0). Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 59

71 6. Pemantauan Kualitas Air Tanah Data kualitas air tanah diambil dari beberapa lokasi di Sumatera Utara, hasil analisis kualitas air tanah dibandingkan dengan baku mutu pada Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Kls.I maka secara umum dapat dilihat masih memenuhi Baku Mutu kualitas air Kls. I karena ph air tanah/sumur masih berada pada rentang ph ; 6 9. Pebandingan ph di beberapa lokasi ph 7,5 7 6,5 6 5,5 DB M DK DST DVP PAJ PA M P41 P53 BDR PGS PAN ph 6,19 6,15 6,92 7,17 6,51 7,22 6,54 6,71 6,69 6,6 6,89 Keterangan : Sumber : Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014 Grafik Titik Sampling Air Tanah dibeberapa lokasi di Sumatera Utara 1. DBM : Desa Batu Mbelin 2. DK : Disekitar KIM 3. DST : Dikawasan Sekitar TPA 4. DVP : Disekitar Veteran Pasar 6 Helvetia 5. PT. ANJ Kab. Padang Lawas Utara 6. PAM : PT. ANUGERAH MULTI SAWIT Kab. Asahan 7. P41 : Sumur Pantau Blok 41 Padang Lawas 8. P53 : Sumur Pantau Blok 53 Padang Lawas 9. BOR : Air Sumur Bor Kab. Padang Lawas 10. PGS : Air Sumur Kec. Pergetteng-getteng Sengkut 11. PAN : Air Sumur Pantau Kab. Simalungun Namun jika dibandingkan dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 492 Tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum, maka dapat dilihat beberapa lokasi untuk parameter ph berada dibawah Baku Mutu PerMenKes RI No.492, seperti tampak pada grafik dibawah ini. Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 60

72 Perbandingan ph air tanah dengan PerMenKes RI No ph 8,9 8,6 8,3 8 7,7 7,4 7,1 6,8 6,5 6,2 5,9 5,6 DBM DK DST DVP PAJ PAM P41 P53 BDR PGS PAN ph 6,19 6,15 6,92 7,17 6,51 7,22 6,54 6,71 6,69 6,6 6,89 BM I 6,5 6,5 6,5 6,5 6,5 6,5 6,5 6,5 6,5 6,5 6,5 BM II 8,5 8,5 8,5 8,5 8,5 8,5 8,5 8,5 8,5 8,5 8,5 Sumber : Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013 Grafik Perbandingan Air Tanah dengan Permenkes RI No. 492 Tahun 2010 ph (derajat keasaman) merupakan indikator tingkat keasaman dan kebasaan dari kualitas air sumur/tanah. Pada Lokasi DBM : Desa Batu Mbelin ph : 6,19 dan DK : Disekitar KIM ph : 6,15 berada dibawah Baku Mutu. Nitrat (NO 3 -N) Nitrat adalah senyawa yang banyak dihasilkan dari limbah, baik limbah kotoran manusia, limbah industri atau limbah organik lainnya seperti hasil samping dari penggunaan pupuk pertanian.senyawa nitrat dapat menahan perembesan air kedalam tanah dan banyak mencemari sumber air dangkal. Nitrat adalah salah satu jenis senyawa kimia yang sering ditemukan di alam, seperti dalam tanaman dan air. Tabel 2.4. Hasil Analisis Parameter NO 3 -N Air Sumur Titik Sampling Hasil Analisa mg/l PP No. 82 Tahun 2001 Kls I DBM : Desa Batu Mbelin 0,02 10 DK : Disekitar KIM 0,2 10 DST : Dikawasan Sekitar TPA 4,2 10 DVP : Disekitar Veteran Pasar 6 Helvetia 1,9 10 PT. ANJ Kab. Padang Lawas Utara 1,32 10 PAM : PT. ANUGERAH MULTI SAWIT Kab. Asahan 0,8 10 P41 : Sumur Pantau Blok 41 Padang Lawas 0,42 10 P53 : Sumur Pantau Blok 53 Padang Lawas 0,38 10 BOR : Air Sumur Bor Kab. Padang Lawas 1,3 10 Sumber : Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 61

73 Dari data diatas diperoleh bahwa parameter NO 3 -N tidak melampaui/diatas kriteria mutu air Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 Kls. I Nitrat (NO 2 -N) Titik Sampling Tabel 2.5. Hasil Analisis Parameter NO 2 -N Air Sumur Hasil Analisa mg/l DBM : Desa Batu Mbelin 0,008 0,05 DK : Disekitar KIM 0,018 0,05 DST : Dikawasan Sekitar TPA 2,45 0,05 DVP : Disekitar Veteran Pasar 6 Helvetia 1,52 0,05 PP No. 82 Tahun 2001Kls I mg/l Berdasarkan data dan grafik diatas nilai parameter Fe (besi) masih memenuhi kriteria persyaratan air bersih yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 tentang Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas I.Dari data diatas diperoleh bahwa parameter NO 2 -N untuk lokasi DST : Dikawasan Sekitar TPA 2,45 mg/l dan DVP : Disekitar Veteran Pasar 6 Helvetia1,52 mg/l melampaui/ bearada diatas Kriteria Mutu Air Kls. I. Untuk lokasi DBM : Desa Batu Mbelin 0,008 mg/l dan DK : Disekitar KIM 0,018 mg/l tidak melampaui/diatas kriteria mutu air Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 Kls. I UDARA Informasi Kualitas Udara Ambien Kegiatan pemantauan kualitas udara ambien Provinsi Sumatera Utara telah dilaksanakan secara kontinue. Pemantauan kualitas udara yang dilaksanakan bersifat pemantauan yang sesaat atau uji petik lapangan, sehingga memiliki keterbatasan untuk menggambarkan situasi maupun kondisi yang sebenarnya pada satu tahun. Kegiatan uji petik sesaat dilaksanakan secara terputus-putus dan jangka waktu tertentu, sehingga perolehan hasil dibatasi pada penilaian kualitas terpantau saat pelaksanaan kegiatan dilakukan saja. Penetapan titik sampling ditetapkan dengan Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara No : /1696.K tanggal 26 Juli 2006 tentang Penetapan Titik Sampling Pemantauan Kualitas Udara Ambien di Provinsi Sumatera Utara. Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 62

74 Sasaran lokasi pemantauan adalah kawasan Mebidangro (Medan, Binjai, Deli Serdang dan Karo) dengan ketentuan : 1. Dari 24 titik pantau objek pemantauan kualitas udara ambien lebih difokuskan 9 lokasi objek kegiatan di wilayah (Mebidangro) Medan, Binjai, Deli Serdang dan Karo. 2. Terlaksananya kegiatan pengukuran 9 titik lokasi pemantauan kualitas udara kualitas udara ambien di 4 daerah dalam wilayah Medan, Binjai dan Deli Serdang dan Karo yang meliputi pemantauan parameter yaitu : a. parameter SO 2 b. parameter NO 2 c. T S P d. Kebisingan Hasil analisis kualitas udara ambien dibandingkan dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun Hasil Analisis Kualitas Udara Ambien 1. PARAMETER SO 2 (Sulfuroksida) Berdasarkan jadwal kegiatan pemantauan kualitas udara ambient, maka hasil pemantauan Parameter SO 2 secara kontiniu selama 4 (empat) bulan berturut-turut, maka hasil yang didapat seperti uraian dibawah ini : A. MEDAN Berdasarkan penyajian tabel diatas digambarkan bahwa dari 1 (satu) titik pantau yang berlokasi di wilayah Kota Medan yaitu Halaman TVRI Medan parameter SO 2 tahun 2014 telah diperoleh gambaran yang keseluruhannya TIDAK melampaui batas Baku Mutu yang ditetapkan. Namun terdapat kecenderungan kenaikan rata-rata dibulan Mei sampai November. B. BINJAI Berdasarkan hasil analisis 1 (satu) titik pantau yang berlokasi di wilayah kota Binjai parameter SO 2 tahun 2014 telah diperoleh gambaran yang keseluruhannya TIDAK melampaui batas Baku Mutu yang ditetapkan. Terdapat kenaikan pada bulan Juli dan November pada titik pemantauan. Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 63

75 C. DELI SERDANG Berdasarkan hasil analisis bahwa 1 (satu) titik pantau yang berlokasi di wilayah Kabupaten Deli Serdang yaitu Halaman Kantor Bupati Deli Serdang parameter S O 2 tahun 2014 telah diperoleh gambaran keseluruhan TIDAK melampaui batas Baku Mutu yang ditetapkan. Namun terdapat peningkatan angka tertinggi pada bulan Juli. D. KARO Berdasarkan hasil analisis dari 1 (satu) titik pantau yang berlokasi di wilayah Kabupaten Karo yaitu Halaman Depan Kantor Dinas Pariwisata Brastagi Parameter SO 2 tahun 2014 telah diperoleh gambaran yang keseluruhannya TIDAK melampaui batas baku mutu yang ditetapkan. Terdapat ada kenaikan angka yang mencolok di bulan Juli dan Oktober. 2. PARAMETER NO2 (Nitrogenoksida) Berdasarkan jadwal kegiatan pemantauan kualitas udara ambient, hasil pemantauan parameter NO 2 secara kontiniu selama 4(empat) bulan berturut-turut, dilihat fluktuasi hasil pemantauan secara jelas melalui pemaparan grafik dibawah ini: A. MEDAN Berdasarkan hasil analisis 1 (satu) titik pantau yang berlokasi diwilayah kota Medan parameter NO 2 tahun 2014 telah diperoleh gambaran yang keseluruhannya TIDAK melampaui batas Baku Mutu yang ditetapkan. B. BINJAI Berdasarkan hasil analisis 1 (satu) titik pantau yang berlokasi diwilayah Binjai parameter NO 2 tahun 2014 telah diperoleh gambaran yang keseluruhannya TIDAK melampaui batas Baku Mutu yang ditetapkan. C. DELI SEDANG Berdasarkan hasil analisis 1 (satu) titik pantau yang berlokasi di wilayah Kabupaten Deli Serdang parameter NO 2 tahun 2014 telah diperoleh gambaran yang keseluruhannya TIDAK melampaui batas Baku Mutu yg ditetapkan. Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 64

76 D. KARO Berdasarkan hasil analisis 1 (satu) titik pantau yang berlokasi di wilayah Kabupaten Karo parameter NO 2 tahun 2014 telah diperoleh gambaran yang keseluruhannya TIDAK melampaui batas Baku Mutu yang ditetapkan. Terdapat nilai tertinggi di bulan Oktober. 3. PARAMETER H 2 S (Hidrogen Sulfida) Berdasarkan jadwal kegiatan pemantauan kualitas udara ambient, hasil pemantauan parameter H 2 S secara kontiniu selama 4 (bulan) bulan berturut-turut. A. MEDAN Berdasarkan hasil analisis 1 (satu) titik pantau yang berlokasi di wilayah kota medan parameter H 2 S tahun 2014 telah diperoleh gambaran keseluruhannya TIDAK melampaui batas baku Mutu yang ditetapkan. B. BINJAI Berdasarkan hasil analisis 1 (satu) titik pantau yang berlokasi di wilayah kota Binjai parameter H 2 S tahun 2014 telah diperoleh gambaran yang keseluruhannya TIDAK melampaui batas Baku Mutu yang ditetapkan. Rata-rata angka pada semua titik pantau mendekati baku mutu. C. DELI SERDANG Berdasarkan hasil analisis 1 (satu) titik pantau yang berlokasi di wilayah Kabupaten Deli Serdang parameter H 2 S tahun 2014 telah diperoleh gambaran yang keseluruhannya TIDAK melampaui batas baku mutu yang ditetapkan. D. KARO Berdasarkan hasil analisis 1 (satu) titik pantai yang berlokasi di wilayah Kabupaten Karo parameter H 2 S tahun 2014 telah diperoleh gambaran yang keseluruhannya TIDAK melampaui batas Baku Mutu yang ditetapkan. Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 65

77 4. PARAMETER NH 3 (Amoniak) Berdasarkan jadwal kegiatan pemantauan kualitas udara ambient, hasil pemantauan Parameter NH 3 secara kontiniu selama 4 (empat) bulan berturut-turut, dilihat fluktuasi hasil pemantauan secara jelas melalui pemaparan grafik dibawah ini: A. MEDAN berdasarkan hasil analisis 1 (satu) titik pantau yang berlokasi di wilayah kota Medan parameter NH 3 tahun 2014 telah diperoleh gambaran yang keseluruhannya TIDAK melampaui batas Baku Mutu yang ditetapkan. B. BINJAI Berdasarkan hasil analisis 1 (satu) titik panatu yang berlokasi di wilayah kota Binjai parameter NH 3 tahun 2014 telah diperoleh gambaran yang keseluruhannya TIDAK melampaui batas Baku Mutu yang ditetapkan. C. DELI SERDANG Berdasarkan hasil analisis 1 (satu) titik pantau yang berlokasi di wilayah Kabupaten Deli Serdang parameter NH3 Tahun 2014 telah diperoleh gambaran yang keseluruhannya TIDAK melampaui batas Baku Mutu yang ditetapkan. D. KARO Berdasarkan hasil analisis dari 1 (satu) titik pantau yang berlokasi di wilayah Kabupaten Karo parameter NH3 tahun 2014 telah diperoleh gambaran yang keseluruhannya TIDAK melampaui batas Baku Mutu yang ditetapkan. 5. PARAMETER TSP Berdasarkan jadwal kegitana pemantauan kualitas udara ambient, maka hasil pemantauan parameter TSP secara kontinyu selama 4 (empat) bulan berturut-turut, maka hasil yang didapat adalah tidak ada yang melebihi nilai Baku Mutu yang ditetapkan. Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 66

78 A. MEDAN Berdasarkan hasil analisis dari 1 (satu) titik pantau yang berlokasi di wilayah kota Medan parameter TSP tahun 2014 telah diperoleh gambaran yang keseluruhannya TIDAK melampaui batas Baku Mutu yang ditetapkan. Terdapat nilai terendah pada bulan juli. B. BINJAI Berdasarkan hasil analisis dari 1 (satu) titik pantau yang berlokasi di wilayah kota Binjai parameter TSP tahun 2014 telah diperoleh gambaran yang keseluruhannya TIDAK melampaui batas Baku Mutu yang ditetapkan. Terdapat nilai terendah pada bulan juli. C. DELI SERDANG Berdasarkan hasil analisis dari 1 (satu) titik pantau yang berlokasi di wilayah Kabupaten Deli Serdang parameter TSP tahun 2014 telah diperoleh gambaran yang keseluruhannya TIDAK melampaui Batas Baku Mutu yang ditetapkan. Terdapat nilai terendah pada bulan juli. D. KARO Berdasarkan hasil analisis dari 1 (satu) titik pantau yang berlokasi di wilayah Kabupaten Karo parameter TSP tahun 2014 telah diperoleh gambaran yang keseluruhannya TIDAK melampaui batas Baku Mutu yang ditetapkan. Terdapat nilai terendah pada bulan Juli. 6. PARAMETER KEBISINGAN Berdasarkan jadwal kegiatan pemantauan kualitas udara ambient, hasil pemantauan Parameter Kebisingan secara Kontiniu selama 4(empat) bulan berturut-turut. A. MEDAN Berdasarkan hasil analisis dari 1 (satu) titik pantau yang berlokasi di wilayah kota Medan parameter kebisingan tahun 2014 telah diperoleh gambaran yang keseluruhannya hamper melampaui batas Baku Mutu dan ada yang sudah melampaui baku mutu yang ditetapkan. Rata-rata pada semua titik pantau angkanya mendekati baku mutu dan terlihat pada bulan oktober dan November. B. BINJAI Berdasarkan hasil analisis dari 1(satu) titik pantau yang berlokasi di wilayah kota Binjai parameter kebisingan tahun 2014 telah diperoleh gambaran beberapa melampaui Batas Baku Mutu yang ditetapkan. Rata-rata hamper semua titik pantau hamper melampaui baku mutu. Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 67

79 C. DELI SERDANG Berdasarkan hasil analisis dari 1 (satu) titik pantau yang berlokasi di wilayah Kabupaten Deli Serdang parameter kebisingan tahun 2014 telah diperoleh gambaran yang keseluruhannya mendekati batas baku. D. KARO Berdasarkan hasil analisis dari 1 (satu) titik pantau yang berlokasi di wilayah Kabupaten Karo parameter kebisingan tahun 2014 telah diperoleh gambaran yang keseluruhannya hamper melampaui batas Baku Mutu yang ditetapkan. Terdapat Kenaikan angka rata-rata pada seluruh titik pantau yang mendekati baku mutu di bulan oktober sampai November LAUT, PESISIR DAN PANTAI Sumatera Utara memiliki luas laut km², panjang pantai km (Pantai Timur 545 km dan Pantai Barat 375 km serta Pulau Nias 380 km) Jumlah Pulau sebanyak 419 buah (bernama 237 buah dan tidak bernama 182 buah) Informasi kualitas air laut Ditinjau dari segi fisika, air laut tidak berbau, kekeruhan hanya pada titik 1 yang memenuhi baku mutu pada Keputusan Mentri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004, Lampiran I. Pada titik 1, 2, 3 dan 4 sudah melewati baku mutu pada Keputusan Mentri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun Padatan tersuspensi total tertinggi pada titik 3, dengan nilai 179,43 mg/l dan sudah melewati batas baku mutu pada Keputusan Mentri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 lampiran I. Lapisan minyak terdapat pada titik sampling 1 dan 2. Ditinjau dari segi kimia, kadar total fenol, tembaga, dan seng pada beberapa titi sudah melewati batas baku mutu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun Luas Tutupan dan Kondisi Terumbu Karang Dilihat dari kondisi terumbu karang dan tutupannya di Provinsi Sumatera Utara dapat dilihat pada (Sumber : Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014, Tabel SD-19). Luas tutupan terumbu karang terluas berada di Kabupaten Nias Selatan dengan luas tutupan Ha dan luas terkecil di Kabupaten Langkat dan Kabupaten Nias seluas 2 Ha dengan kondisi rusak. Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 68

80 Tabel Luas Tutupan dan Kondisi Terumbu Karang Tahun 2014 Kabupaten / Kota (di pesisir) Luas Tutupan (Ha) Tahun 2014 Kota Medan 0 Kab. Serdang Bedagai 7,674 Kab. Batubara 24,0 Kota Sibolga 39,3 Kab Langkat 2 Kab. Nias 2 Kota Sibolga 39,3 Kab. Tapanuli Tengah 26 Kab. Nias Selatan ,0 Kab. Nias Utara ,5 Kab Nias Barat Kab Labuhan Batu Utara 0 Sumber : Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara Tahun Luas dan Kerusakan Padang lamun Padang lamun di Sumatera Utara hanya terdapat di Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kabupaten Asahan. Padang lamun terluas terdapat di Kabupaten Tapanuli Tengah dengan persentase area kerusakan sebesar 100%, sedangkan padang lamun yang terkecil terdapat di Kabupaten Asahan 30% dalam kondisi rusak Luas dan Kerapatan Hutan Mangrove Luas dan kerapatan Mangrove terluas terdapat di Kabupaten Langkat dengan luas Ha dengan persentase tutupan 28,57 %, luas Mangrove terkecil di Kabupaten Labuhan Batu Utara dengan luas 105 Ha dengan persentase tutupan 20,95%. Jenis mangrove dominan yang ada di Kabupaten Asahan adalah Xylocarpus sp (Nyirih) dan Rhizopora Sp (Bakau), di Kabupaten Labuhan Batu, Serdang Bedagai dan Nias jenis mangrove dominan adalah Rhizopora Sp (Bakau) dan di Kabupaten Langkat jenis mangrove yang dominan adalah Avicennia sp (Api) dan Rhizopora Sp (Bakau). Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 69

81 2.6. IKLIM Pola dinamika cuaca dan iklim di Sumatera Utara sangat beragam yang merupakan ciri khas Sumatera Utara. Pola distribusi curah hujan sangat dipengaruhi oleh kondisi topografi yang ada. Iklim di Sumatera Utara termasuk iklim tropis yang dipengaruhi oleh angin Passat dan angin Muson. Ketinggian permukaan daratan Provinsi Sumatera Utara sangat bervariasi, sebagian daerahnya datar, hanya beberapa meter di atas permukaan laut, beriklim cukup panas bisa mencapai 33,9 o C, sebagian daerah berbukit dengan kemiringan yang landai, beriklim sedang dan sebagian lagi berada pada daerah ketinggian yang suhu minimalnya bisa mencapai 13,4 o C. Kelembaban udara rata-rata 78%-91%, Curah hujan ( ) mm/tahun dan penyinaran matahari 43%.Provinsi Sumatera Utara mempunyai musim kemarau dan musim penghujan. Musim kemarau biasanya terjadi pada bulan Juni sampai dengan September dan musim penghujan biasanya terjadi pada bulan November sampai dengan bulan Maret, diantara kedua musim itu diselingi oleh musim pancaroba. Iklim Sumatera Utara saat ini digambarkan pada Gambar 2.8. tipe iklim didasarkan pada tipe Oldeman yang membagi lima zona iklim dan lima sub zona iklim. Zona iklim merupakan pembagian dari banyaknya jumlah bulan basah berturut-turut yang terjadi dalam setahun. Sedangkan sub zona iklim merupakan banyaknya jumlah bulan kering berturutturut dalam setahun. Pemberian nama Zone iklim berdasarkan huruf yaitu zone A, zone B, zone C, zone D dan zone E sedangkan pemberian nama sub zone berdasarkana angka yaitu sub 1, sub 2, sub 3 sub 4 dan sub 5. Zone A dapat ditanami padi terus menerus sepanjang tahun. Zone B hanya dapat ditanami padi 2 periode dalam setahun. Zone C, dapat ditanami padi 2 kali panen dalam setahun, dimana penanaman padi yang jatuh saat curah hujan di bawah 200 mm per bulan dilakukan dengan sistem gogo rancah. Zone D, hanya dapat ditanami padi satu kali masa tanam. Zone E, penanaman padi tidak dianjurkan tanpa adanya irigasi yang baik. (Oldeman, et al., 1980), lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 2.6. Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 70

82 Gambar Peta Iklim Saat Ini di Sumatera Utara Tahun 2014 Tabel Klasifikasi iklim menurut Oldeman Sumber : Oldeman, et al., 1980 Kondisi Lingkungan & Kecenderungannya 71

83 Analisis Curah Hujan Rata-Rata Bulanan dan Kecendrungannya Berdasarkan data pengamatan BMKG Wilayah I Sumatera Utara, hasil pengamatan curah hujan yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara di 9 stasiun. Curah hujan tertinggi umumnya terjadi pada bulan oktober, dan curah hujan terendah umumnya terjadinya pada bulan Juli. Curah Hujan Rata - rata Bulanan di Stasiun Sampali Tahun ,0 300,0 250,0 200,0 150,0 100,0 50,0 0,0 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Dec Grafik Curah Hujan Rata-rata Bulanan di Stasiun Sampali Tahun 2014 Pengamatan curah hujan rata-rata bulanan di Stasiun Sampali, Kota Medan, curah hujan tertinggi terjadi di bulan Oktober sebesar 313,1 mm dan curah hujan terendah terjadi pada bulan Maret sebesar 73,8 mm. 500,0 400,0 300,0 200,0 100,0 Curah Hujan Rata - rata Bulanan di Stasiun Polonia Tahun ,0 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Dec Grafik Curah Hujan Rata-rata Bulanan di Stasiun Polonia Tahun 2014 Kondisi Lingkungan & Kecenderungannya 72

84 Pengamatan curah hujan rata-rata bulanan di Stasiun Polonia, Kota Medan, curah hujan tertinggi terjadi di bulan Oktober sebesar 398,9 mm dan curah hujan terendah terjadi pada bulan Juli 57,8 mm. 600,0 500,0 400,0 300,0 200,0 100,0 0,0 Curah Hujan Rata - rata Bulanan di Stasiun BMKG Wilayah I Tahun 2014 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Dec Grafik Curah Hujan Rata-rata Bulanan di Stasiun BBMKG Wilayah I Pengamatan curah hujan rata-rata bulanan di Stasiun Kantor BMKG Wilayah I, Kota Medan, curah hujan tertinggi terjadi di bulan Oktober sebesar 513,9 mm dan curah hujan terendah terjadi pada bulan Juli 94,2 mm. 800,0 Curah Hujan Rata - rata Bulanan di Stasiun Tuntungan Tahun ,0 400,0 200,0 0,0 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Grafik Curah Hujan Rata-rata Bulanan di Stasiun Tuntungan Pengamatan curah hujan rata-rata bulanan di Stasiun Tuntungan, Kabupaten Deli Serdang, curah hujan tertinggi terjadi di bulan Oktober sebesar 690,6 mm dan curah hujan terendah terjadi pada bulan Maret sebesar 59,5 mm. Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 73

85 400 Curah Hujan Rata - rata Bulanan di Stasiun Parapat Tahun Grafik Curah Hujan Rata-rata Bulanan di Stasiun Parapat Pengamatan curah hujan rata-rata bulanan di Stasiun Parapat, Kabupaten Simalungun, curah hujan tertinggi terjadi di bulan November sebesar 347,1 mm dan curah hujan terendah terjadi pada bulan Juli 43,6 mm. 600,0 Curah Hujan Rata - rata Bulanan di Stasiun Aek Godang Tahun ,0 200,0 0,0 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Dec Grafik Curah Hujan Rata-rata Bulanan di Aek Godang Pengamatan curah hujan rata-rata bulanan di Stasiun Aek Godang, Kabupaten Padang Lawas Utara, curah hujan tertinggi terjadi di bulan Januari sebesar 385,3 mm dan curah hujan terendah terjadi pada bulan Juli sebesar 19,1 mm. 600,0 Curah Hujan Rata - rata Bulanan di Stasiun Pinang Sori Tahun ,0 200,0 0,0 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Dec Grafik Curah Hujan Rata-rata Bulanan di Stasiun Pinang Sori Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 74

86 Pengamatan curah hujan rata-rata bulanan di Stasiun Pinang Sori, Kabupaten Tapanuli Tengah, curah hujan tertinggi terjadi di bulan oktober sebesar 536,3 mm dan curah hujan terendah terjadi pada bulan Juli sebesar 86,7 mm. 500,0 400,0 300,0 200,0 100,0 0,0 Curah Hujan Rata - rata Bulanan di Stasiun Binaka Tahun 2014 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Dec Grafik Curah Hujan Rata-rata Bulanan di Stasiun Binaka Pengamatan curah hujan rata-rata bulanan di Stasiun Binaka, Kabupaten Nias, curah hujan tertinggi terjadi di bulan Februari sebesar 402,6 mm dan curah hujan terendah terjadi pada bulan Maret sebesar 54,4 mm. 600,0 Curah Hujan Rata - rata Bulanan di Stasiun Belawan Tahun ,0 200,0 0,0 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Dec Grafik Curah Hujan Rata-rata Bulanan di Stasiun Belawan Pengamatan curah hujan rata-rata bulanan di Stasiun Belawan, Kota Medan, curah hujan tertinggi terjadi di bulan Oktober sebesar 403,7 mm dan curah hujan terendah terjadi pada bulan Maret sebesar 4,5 mm. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, SumateraUtaramengalamipenurunan curah hujan sebesar rata rata sebesar 12%. Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 75

87 Analisis Suhu dan Kecendrungannya Berdasarkan pengamatan suhu udara di 9 stasiun (sumatera Utara) nilai suhu rata-rata tahunan adalah 26,15 o C. Dalam 30 tahun terakhir terjadi trend kenaikan suhu udara di Sumatera Utara. 35,0 30,0 25,0 20,0 15,0 10,0 5,0 0,0 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Dec Belawan Grafik Suhu Udara Rata-rata Bulanan Di Sumatera Utara Tahun 2014 Secara umum di Provinsi Sumatera Utara suhu tertinggi terjadi di bulan Juni, dan suhu terendah di bulan November. Fenomena perubahan iklim juga sudah mulai dirasakan di Sumatera Utara, yang ditandai dengan trend kenaikan suhu dalam waktu 30 tahun terakhir dan kecendrungan peningkatan curah hujan dalam waktu 5 tahun terakhir disertai dengan curah hujan yang lebih fluktuatif. Pemetaan kerentanan perubahan iklim di Sumatera Utara telah dilakukan oleh Dewan Perubahan Iklim Nasional bekerjasama dengan Badan Lingkungan Hidup Sumatera Utara diuraikan sebagai berikut dalam Peta Kerentanan Perubahan Iklim. Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 76

88 Gambar Peta Kerentanan Perubahan Iklim Sumatera Utara Tahun 2008 Pembahasan mengenai iklim tidak terlepas dari fenomena perubahan iklim tersebut. Sumatera Utara melalukan kajian kerentanan perubahan iklim dengan tujuan untuk mengetahui kebijakan yang akan dilakukan sebagai upaya mitigasi dan adaptasi di Sumatera Utara. Kerentanan merupakan suatu kondisi daerah atau masyarakat yang mengarah atau menyebabkan atau ketidakmampuan dalam mengahadapi ancaman bahaya. Indikator dalam analisis kerentanan perubahan iklim adalah : 1. Jumlah penduduk miskin 2. Fraksi Non Hutan 3. Kepadatan Penduduk 4. Layanan non air bersih Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 77

89 5.Fraksi pantai 6. fraksi areal pertanian tanaman pangan 7. Fraksi areal tanaman perkebunan Dari Gambar 2.8. Kabupaten Serdang Bedagai adalah kabupaten yang sangat rentan terhadap perubahan iklim. Daerah rentan perubahan iklim lainnya adalah daerah Kabupaten Tapanuli Tengah, Simalungun, Langkat, dan Kepulauan Nias. Namun prediksi di tahun 2050, Daerah yang rentan semakin bertambah seperti terlihat pada Gambar 2.9. Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 78

90 NAD Langkat Binjai Deli Serdang Medan Tebing Tinggi Peta Indeks Kerentanan 2050 Dairi Karo PakPak Bharat Humbang Hasundutan Pematang Siantar Asahan Tanjung Balai Labuhan Toba Batu Utara Samosir Labuhan Batu Tapanuli Utara Sibolga Labuhan Batu Selatan Nias Padang Sidempuan Padang Lawas Utara Padang Lawas Riau Mandailing Natal Nias Selatan Gambar Peta Indeks Kerentanan Perubahan Iklim di Sumatera Utara Tahun 2050 Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 79

91 2.7. BENCANA ALAM Secara umum, peristiwa bencana alam terjadi dikarenakan peristiwa alam geologi seperti gempa bumi, gunung meletus, gerakan tanah/ longsor, gelombang pasang dan non geologis sepertibanjir, kekeringan dan kebakaran hutan maupun puting beliung. Wilayah Sumatera Utara merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang rawan terhadap terjadinya longsor (gerakan tanah), gelombang pasang (tsunami), banjirdan peristiwa gempa. Gambar Peta Rawan Bencana di Sumatera Utara Informasi Luas Bencana, Korban Jiwa dan Perkiraan Kerugian Akibat Banjir, Ananlisis dan Kecendrungannya Peristiwa banjir merupakan bencana alam yang juga sering terjadi di wilayah Sumatera Utara yang beriklim tropis, terutama pada wilayah dengan kemiringan lereng landai atau dataran. Beberapa peristiwa banjir yang terjadi di Sumatera Utara dapatdilihat pada(sumber : Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014, Tabel BA-1).Daerah yang mengalami banjir di Sumatera Utara sepanjang tahun 2014 adalah Kota Binjai, Kota Tebing Tinggi, Kota Pematang Siantar, Kabupaten Asahan, Kabupaten Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 80

92 Dairi, Kabupaten Tapanuli Selatan dan Kabupaten Samosir.Total area yang terndam banjir adalah 854,65 Ha dan total kerugian diperkirakan Rp ,00,- Tabel Perbandingan Bencana Banjir, Korban, dan Kerugian Tahun 2014 Tahun Total Area Terendam (ha) Perkiraan Kerugian (Rp) Tahun , Sumber : Data Olahan Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara Tahun Informasi Bencana Kekeringan, Analisis dan Kecendrungannnya Secara umum pengertian kekeringan adalah ketersediaan air yang jauh di bawah dari kebutuhan air untuk kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan. Terjadinya kekeringan bisa menjadi kendala dalam peningkatan produksi pangan, salah satunya gagal panen padi. Dapat dilihat total areal padi yang mengalami gagal panen dan perkiraan kerugian. Bencana kekeringan terjadi di Kota Medan, Kabuapten Deli Serdang, Kabupaten Langkat, Kabupaten Labuhan Batu, Kabupaten Dairi, Kabupaten mandailing Natal, Kabupaten Serdang Bedagai. Data dapat dilihat pada (Sumber : Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014, Tabel BA-2). Total areal padi yang mengalami gagal panen adalah 1.694,19 Ha, dan perkiraan kerugian Rp Informasi Bencana Tanah Longsor, Korban, Kerugian, analisis dan kecendrungannya Bencana longsor adalah perpindahan suatu masa batuan, tanah atau bahan rombakan material penyusun lereng, yang bergerak ke bawah atau ke luar arah lereng akibat gravitasi dan bertanya material karena kandungan air yang jenuh (Vemes, dalam Bakosurtanal, 2008). Di Provinsi Sumatera Utara terdapat 3 ruas patahan utama yang meliputi patahan Renun, patahan Toru, dan Pantahan Angkola yang sering menyebabkan gerakan tanah, longsor dan banjir bandang. Bencana longsor disertai dengan banjir bandang sudah sering terjadi di Sumatera Utara antara lain longsor dan banjir bandang Sibolangit (Deli Serdang, 22 November 1994), Dolok - Saipar Dolok Hole di DAS Bilah (Tapanuli Selatan - Labuhan Batu, Mei 1995), Perbaungan - Lubuk Pakam (Deli Serdang, Januari 2002), Nias (31 Juli 2001 dan 2 Januari 2003), Bahorok (Langkat, 2 Nopember 2003). Berbagai longsor dan banjir bandang dalam ukuran kecil juga telah sering terjadi di berbagai lokasi di Sumatera Utara sebagai contoh Berastagi yang berada di pegunungan daerah Karo beberapa waktu yang lalu dilanda banjir bandang.kawasan yang terletak pada daerah rawan tanah longsor antara lain pada sebagian besar Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 81

93 wilayah Sumatera Utara di sekitar Bukit Barisan membujur arah Utara Selatan. Kawasan tersebut pada dasarnya potensial terhadap gerakan tanah, rayapan, longsoran, gelombang pasang dan banjir bandang, termasuk dalam kawasan ini Kabupaten Tapanuli Utara pada Kecamatan Muara, Sipoholon, Dolok Sanggul, Lintong Nihuta, Siborong-borong, Pagaran, Onan Ganjang, Tarutung, Adian Koting, Pahae Julu dan Pahae Jae; Kabupaten Toba Samosir pada Kecamatan Simanindo, Pangururan, Sianjur Mula-Mula, Harian Boho, Palipi, Onan Runggu, Laguboti, Porsea dan Habinsaran; Kabupaten Tapanuli Tengah pada Kecamatan Barus, Kolang, Tapian Nauli, Lumut dan Sibabangun;Kabupaten Mandailing Natal pada Kecamatan Siabu, Panyabungan, Batang Natal dan Kotanopan; Kabupaten Dairi pada Kecamatan Tigalingga, Siempat Nempu, Silima Pungga-Pungga, Pegagan, Sumbul, Sidikalang, Parbuluan dan Kerajaan; Kabupaten Simalungun pada Kecamatan Dolok Silau, Silimakuta, Dolok Pardamean, Sidamanik, Dolok Panribuan dan Girsang Sipangan Bolon; Kabupaten Deli Serdang pada Kecamatan Namorambe, STM Hilir, Biriu-biru, Sibolangit, STM Hulu dan Bangun Purba; Kabupaten Karo pada Kecamatan Mardinding, Kutabuluh, Lau Baleng, Tiga Binanga, Simpang Empat, Kabanjahe, Barusjahe dan Merek; Kabupaten Langkat pada Kecamatan Padangtualang, Bahorok, Salapian, Kwala dan Sei Bingai; Pulau Nias bagian Selatan dan bagian Tengah yaitu Kabupaten Nias pada Kecamatan Hiliduho; Kabupaten Nias Barat pada Kecamatan Mandrehe serta Kota Gunung Sitoli pada Kecamatan Gunung Sitoli. Bencana tanah longsor pada tahun 2014 dapatdilihat pada (Sumber : Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014, Tabel BA-3). Tanah longsor terjadi di Kabupaten Labuhan Batu, Tapanuli Selatan, Nias dan Mandailing Natal. Jumlah korban yang meninggal 6 orang dengan perkiraan kerugian Rp , Informasi Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan, Luas dan Kerugian, A nalisis dan Kecendrungannya Daerah rawan kebakaran hutan di Sumatera Utara terletak di Kabupaten Mandailing Natal dan Kabupaten Karo. Pada tahun 2014 tidak ada terjadi kejadian kebakaran hutan. Dari data tahun 2014 total perkiraan luas kebakaran hutan dan lahan pada kawasan ini Kab. Mandailing Natal sebesar 70 Ha dan Kabupaten Karo sebesar 37,5 Ha. Data dapat dilihat pada (Sumber : Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014, Tabel BA-4). Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 82

94 Tabel Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan, Luas dan Kerugian Tahun 2014 Tahun 2014 Kabupaten/Kota Perkiraan Luas Hutan / Lahan Terbakar (Ha) Perkiraan Kerugian (Rp) Kota Medan 7 0 Kota Binjai 0 0 Kota Tebing Tinggi 2 0 Kota Pematang Siantar 0 0 Kota Tanjung Balai 0 0 Kota Sibolga 0 0 Kota Padang Sidempuan 4 0 Kota Gunung Sitoli 0 0 Kab. Deli Serdang 13,1 0 Kab. Langkat 11 0 Kab. Asahan 1 0 Kab. Dairi 21,15 0 Kab. Labuhan Batu 8 0 Kab. Labuhanbatu Selatan 21,5 0 Kab. Labuhanbatu Utara 21,5 0 Kab. Simalungun 9 0 Kab. Tapanuli Utara 4,5 0 Kab. Tapanuli Tengah 20 0 Kab. Tapanuli Selatan 15,7 0 Kab. Mandailing Natal 70 0 Kab. Karo 37,5 0 Kab. Nias 5 0 Kab. Nias Selatan 11 0 Kab. Nias Utara 0 0 Kab. Nias Barat 0 0 Kab. Humbang Hasundutan 18 0 Kab. Pakpak Barat 5 0 Kab. Toba Samosir 8 0 Kab. Serdang Berdagai 0,4 0 Kab. Samosir 1 Rp ,00 Kab. Batu Bara 1 0 Kab. Padang Lawas 1,5 0 Kab. Padang Lawas Utara 29 0 Sumber : Data Olahan Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014 Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 83

95 Informasi Bencana Iklim Bencana iklim adalah kondisi dimana suatu daerah memiliki kapasitas yang rendah dan kerentanan perubahan iklimnya sangat tinggi. Yang dimaksudkan kapasitas adalah : 1. Infrastruktur jalan 2. Pendidikan 3. Struktur Ekonomi Daerah 4. Kesehatan 5. Fasilitas Listrik Pada kajian kerentanan perubahan iklim Sumatera Utara tahun 2010, bencana iklim di Sumatera Utara dapat dilihat pada gambar Daerah yang indeks bencana iklimnya tinggi adalah Kabupaten langkat, Deli Serdang dan Kota Tanjung Balai. Diprediksikan pada tahun 2050 Daerah yang yang indeks bencana iklimnyan tinggi yaitu adalah Kabupaten langkat, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Batubara dan Kota Tanjung Balai, yang petanya dapat dilihat pada Gambar dibawah ini. NAD Langkat Binjai Deli Serdang Medan Tebing Tinggi Peta Indeks Bencana Iklim 2000 Dairi Karo PakPak Bharat Humbang Hasundutan Pematang Siantar Asahan Tanjung Balai Labuhan Toba Batu Utara Samosir Labuhan Batu Tapanuli Utara Sibolga Labuhan Batu Selatan Nias Padang Sidempuan Padang Lawas Utara Padang Lawas Riau Mandailing Natal Nias Selatan Gambar Peta Bencana Iklim Provinsi Sumatera Utara Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 84

96 NAD Langkat Binjai Deli Serdang Medan Tebing Tinggi Peta Indeks Bencana Iklim 2050 Dairi Karo PakPak Bharat Humbang Hasundutan Pematang Siantar Asahan Tanjung Balai Labuhan Toba Batu Utara Samosir Labuhan Batu Tapanuli Utara Sibolga Labuhan Batu Selatan Nias Padang Sidempuan Padang Lawas Utara Padang Lawas Riau Mandailing Natal Nias Selatan Gambar Peta Indeks Bencana Iklim Provinsi Sumatera Utara Tahun 2050 Kondisi Lingkungan & Kecenderunganny a 85

97 LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2014

98 BAB III TEKANAN TERHADAP LINGKUNGAN Manusia sebagai makhluk hidup memiliki potensi diri untuk mewujudkan perannya sebagai makhluk sosial yang adaptif dan transformatif terhadap lingkungan yang mampu mengelola dirinya sendiri serta seluruh potensi yang terkandung di alam menuju tercapainya kesejahteraan kehidupan dalam tatanan yang seimbang dan berkelanjutan. Aktivitas manusia yang memanfaatkan sumberdaya alam akan menimbulkan tekanan pada lingkungan dan merubah keadaannya, atau kondisinya. Tekanan tersebut berasal dari pertumbuhan penduduk yang akan berdampak terhadap peningkatan kebutuhan untuk areal permukiman maupun dari kegiatan pembangunan dari berbagai sektor. Ruang lingkup kegiatan beberapa sektor yang dibahas dalam SLHD ini adalah : a. Sektor kesehatan yang memberi tekanan terhadap kualitas tanah, air dan udara berasal dari buangan limbah padat dan cair dari rumah sakit; b. Sektor pertanian selain mendapat tekanan terhadap lingkungan akibat perubahan fungsi lahan, juga sebagai sumber tekanan terhadap lingkungan berasal dari emisi limbah ternak dan pemakaian pupuk yang memberikan kontribusi gas rumah kaca berupa emisi gas metan (CH 4 ) dan gas CO 2 ; c. Sektor industri memberikan tekanan terhadap kualitas air yang berasal limbah cairnya, pencemaran udara dan limbah B3 yang dihasilkan serta pemanasan global; d. Sektor pertambangan memberikan tekanan terhadap kerusakan lahan dan air tanah; e. Sektor energi tak terbarukan memberikan tekanan terhadap ketersediaan cadangan energi yang berasal dari alam dan mengakibatkan pemanasan global; f. Sektor transportasi memberi tekanan terhadap kualitas udara ambien dan suhu udara global; g. Sektor pariwisata menyebabkan tekanan terhadap kualitas air dan tanah dari kegiatan perhotelan dan limbah padat daerah parawisata. T ekanan T erhadap Lingkungan 86

99 3.1. KEPENDUDUKAN Informasi jumlah, pertumbuhan, dan kepadatan penduduk, serta pola migrasi, Analisis dan Kecendrungannya Sumatera Utara merupakanprovinsi keempat yang terbesar jumlah penduduknya di Indonesia setelah Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Permasalahan kependudukan di Sumatera Utara terutama adalah pertumbuhan penduduk dalam beberapa tahun terakhir yang relatif cukup tinggi. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dari hasil pencacahan lengkap Sensus Penduduk (SP) 1990 penduduksumatera Utara keadaan tanggal 31 Oktober 1990 (hari sensus) berjumlah10,26 juta jiwa, dan dari hasil SP2000, jumlah penduduk Sumatera Utarasebesar 11,51 juta jiwa. Pada bulan April tahun 2003 dilakukan PendaftaranPemilih dan Pendataan Penduduk Berkelanjutan (P4B). Dari hasil pendaftaran tersebut diperoleh jumlah penduduk sebesar jiwa. Dari data jumlah penduduk yang diperoleh pada Tahun 2013, jumlah penduduk di Sumatera Utara sebanyak jiwa. Dimana jumlah penduduk terbanyak terdapat di Kota Medan yaitu sebesar jiwa dan kabupaten/kota dengan jumlah penduduk terkecil adalah Kabupaten Pakpak Barat dengan jumlah penduduk jiwa. Untuk menganalisis tekanan dari kependudukan dapat dilihat dari beberapa komponen yaitu laju pertumbuhan dan kepadatan penduduk, struktur tingkat migrasi penduduk dan tingkat pendidikan. Analisis tersebut dapat dilihat DE-1 s/d DE-3 dan DS-1, s/d DS-1A. Pola migrasi penduduk di Sumatera Utara ditinjau dari arus perpindahan penduduk yang bersifat internal, maka yang menjadi daerah sasaran dalam aktivitas perpindahan penduduk antar kabupaten/kota adalah daerah perkotaan, sehingga daerah perkotaan menjadi primadona masuknya arus migrasi. Daerah yang paling diminati dan menjadi incaran para migran adalah kota Medan yang merupakan ibukota Provinsi Sumatera Utara. Keadaan tersebut mempengaruhi persebaran penduduk. Persebaran penduduk ini sangat berpengaruh pada pola pemukiman suatu daerah yang dipengaruhi pula oleh iklim, letak dan bentuk dataran/tanah, kesuburan tanah, sumber alam, sosial budaya, dan teknologi Informasi jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin, kelompok umur dan status pendidikan, Anlisis dan Kecenderungannya Penduduk yang telah mengenyam dunia pendidikan di sekolah menurut tingkat pendidikan, Jumlah Penduduk Laki-Laki dan Perempuan Menurut Tingkatan Pendidikan (Persentase) dapat dilihat pada (Sumber : Buku Data DS -1 dan DS-1.A). T ekanan T erhadap Lingkungan 87

100 3.2. PERMUKIMAN Jumlah Rumah Tangga Yang Bertempat Tinggal Di Lokasi Permukiman Mewah, Menengah, Sederhana, Kumuh, Bantaran Sungai dan Di Lokasi Pasang Surut Salah satu persoalan kependudukan adalah kemiskinan. Akar persoalan kemiskinan berbeda satu dengan lainnya, mulai dari rendahnya skala usaha, kekurangan modal kerja, kekurangan keterampilan kerja, kreatifitas dan inovasi, serta faktor lainnya. Berdasarkan data yang diperoleh dari Sosial Ekonomi Nasional pada Bulan Maret 201, garis kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2010 sebesar %per kapita/bulan. Angka garis kemiskinan terus mengalami penurunan, jika dibandingkan dengan tahun 2003 dengan nilai 15.89%. Berdasarkan data tingkat kemiskinan tahun 2014, persentase kemiskinan tertinggi terdapat di Kota Medan, dengan jumlah penduduk miskin sebanyak rumah tangga dan kemiskinan terendah terdapat di Kabupaten Pakpak Bharat dengan jumlah penduduk miskin sebanyak 4.94 rumah tangga. Data tingkat kemiskinan di Kabupaten/Kota yang berada di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2013 dapat dilihat (Sumber : Buku Data SLHD Provinsi Tahun 2014 T a b e l S E -1). Kawasan permukiman terbagi atas dua yaitu, permukiman di perkotaan dan permukiman di perdesaan. Pemukiman di perkotaan tersebar di beberapa kota, seperti yaitu Kota Medan, Binjai, Tebing Tinggi, Pematang Siantar, Tanjung Balai, Sibolga, Padang Sidempuan, dan Gunung Sitoli dan di beberapa ibukota kabupaten. Pemanfaatan lahan untuk permukiman di Sumatera Utara mencapai ± ,00 Ha atau 3,02 % dari total luas wilayah Sumatera Utara. Perkembangan kawasan permukiman di Sumatera Utara berlangsung sangat pesat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, khususnya di Kota Medan. Bahkan kawasan permukiman berkembang ke luar kota Medan membentuk kawasan perkotaan baru yang cukup luas, yang mencakup beberapa bagian wilayah kabupaten/kota di sekitarnya, seperti Kabupaten Deli Serdang, dan Kota Binjai. Perkembangan ini ditunjang oleh tersedianya sarana dan prasarana transportasi yang memadai, dan prasarana lainnya. T ekanan T erhadap Lingkungan 88

101 Jumlah Rumah Tangga Menurut Sumber Air Untuk Minum, Tempat Pembuangan Sampah 1. Air Minum Dan Tempat Buang Air Besar Pemenuhan kebutuhan rumah tangga terhadap air minum di Sumatera Utara Pada Tahun 2014 yang tertinggi bersumber dari air sumur Kab. Serdang Berdagai dengan persentase sebesar 71,75 %, dan paling sedikit bersumber dari air hujan 1,53 %. Sumber air minum yang bersumber dari air ledeng paling banyak digunakan di Kota Medan yaitu sebesar 41,30%. Pada kabupaten/kota lainnya sebagaian besar sumber air terbanyak berasal dari air sumur. Penggunaan air minum dalam kemasan di Kota Medan menempati urutan tertinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya di Provinsi Sumatera Utara dari jumlah rumah tangga. Hal ini disebabkan oleh kualitas air kemasan yang lebih baik, dan kepraktisan penggunaan air minum dalam kemasan dan tidak lagi memerlukan proses pemasakan. Data yang di peroleh menyajikan Jumlah Rumah Tangga dan Sumber Air Minum dapat dilihat pada (Sumber : Buku Data SLHD Provinsi Tahun 2014 Tabel SE-2). Dari data di atas dapat kita jabarkan perbandingan persentase Sumber Air Minum Penduduk di Sumatera Utara pada Tahun 2014 adalah sebagai berikut : Persentase Sumber Air Minum Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014 Ledeng Sumur Sungai Hujan Kemasan Lainnya 1% 24% 15% 11% 44% 5% Grafik 3.1. Persentase Sumber Air Minum Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014 T ekanan T erhadap Lingkungan 89

102 2. Tempat Pembuangan Sampah Pengelolaan persampahan merupakan salah satu permasalahan permukiman. Cara penanganan terhadap sampah oleh masyarakat akan turut mempengaruhi tingkat sanitasi dan keberhasilan penerapan pola hidup bersih terutama di perkotaan. Paradigma lama penanganan sampah dengan metode kumpul, angkut kemudian buang masih melekat di sebagian besar masyarakat. Sudah semestinya metode ini diubah dengan metode pemilahan di timbulan, 3R dan pengomposan untuk mengurangi beban TPA yang semakin besar. Dilihat dari metoda penanganan sampah oleh masyarakat, untuk Kota Medan sebagian besar rumah tangga sudah relatif lebih baik dibanding dengan masyarakat di kabupaten/kota lainnya. Hal ini terlihat dari 80% timbulan sampah sudah diangkut ke TPA, dan sisanya dibuang dengan cara ditimbun, dibakar dan dibuang ke kali. Data tentang Jumlah Rumah Tangga dan menurut Cara Pembuangannya dapat dilihat pada (Sumber : Buku Data SLHD 2013 Tabel SP-9) Namun di Sumatera Utara belum tersedia unit pengolahan sampah yang dapat menyelesaikan permasalahan akhir dari timbulan sampah. Saat ini Provinsi Sumatera Utara mendapatkan kesempatan sebagai pilot project JICA KLH untuk melakukan inventory gas rumah kaca dari sektor sampah. Dalam project tersebut akan dilakukan pengembangan kapasitas terhadap 4 Kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Utara setiap tahunnya sampai tahun Pada Tahun 2014 jumlah sampah perhari dari rumah tangga masih cukup tinggi, dari data yang diperoleh rata-rata jumlah sampah perhari sebesar ,87 dari jumlah seluruh rumah tangga yang ada di Provinsi Sumatera Utara. Jumlah sampah perhari paling tinggi berada di Kota Medan dengan jumlah rumah tangga hanya namun menimbulkan sampah sebanyak 3.378,41. sedangkan penghasil sampah terendah adalah Kabupaten Pakpak Bharat dengan jumlah timbunan sampah perhari sebanyak 42,08 dari Rumah Tangga. Data Jumlah Rumah Tangga menurut Kabupaten dan Perkiraan Timbulan Sampah per Hari data dapat dilihat pada (Sumber : Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014, Tabel SP-9). 3. Tempat Buang Air Besar Selain persoalan air bersih dan pengelolaan persampahan dalam konteks permukiman, pemerintah juga dihadapi dengan kondisi sanitasi keluarga yang belum memadai dan sehat. Proporsi rumah tangga di T ekanan T erhadap Lingkungan 90

103 Sumatera Utara dengan akses berkelanjutan terhadap sanitasi dasar di wilayah perkotaan dan perdesaan pada tahun 2010 sebesar 4 %. (Dokumen MDG s Provinsi Sumatera Utara). Kawasan perkotaan di Sumatera Utara umumnya sudah memiliki fasilitas buang air besar dengan nilai 75%. Tempat buang air besar terdiri dari 3 jenis yaitu : Sendiri, Bersama dan Umum. Tempat buang air besar sendiri terbanyak di Kota Medan sebanyak ,02 dan terkecil adalah Kabupaten Nias Barat sebanyak 4.377,71. Tempat buang air besar bersama terbanyak terdapat di Kabupaten Deli Serdang sebanyak ,18. Sedangkan Terkecil Kabupaten Pakpak Bharat sebanyak 348,18. Tempat buang air besar umum terbanyak terdapat di Kabupaten Tapanuli Selatan sebesar , terkecil Kota Pematang Siantar sebanyak 168 dan yang tidak memiliki tempat buang air besar, angka tertinggi terdapat di Kabupaten Mandailing Natal sebanyak dan paling sedikit yang tidak memiliki tempat buang besar adalah Kota Binjai sebanyak 233,16. Untuk lebih rinci berikut ini dapat dilihat data yang menyajikan Jumlah Rumah Tangga dan Fasilitas Tempat Buang Air Besar.(Sumber : Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014, Tabel SP-8) KESEHATAN Usia Harapan Hidup, Angka Kelahiran, Angka Kematian, dan Pola Penyakit Yang Banyak Diderita 1. Pola penyakit Sarana kesehatan pada tingkat kecamatan dan perdesaan cukup banyak di Sumatera Utara. Puskesmas di Sumatera Utara tahun 2010 berjumlah 526 unit dan Puskesmas Pembantu(PUSTU) sebanyak unit. Balai Pengobatan Umum (BPU) terdapat sebanyak unit dan Posyandu ada sekitar unit. Tenaga medis di Sumatera Utara jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun. Jumlah dokter umum di Sumatera Utara tahun 2010 terdapat sebanyak orang, dokter gigi 756 orang dan dokter spesialis sebanyak 976 orang. Sedangkan tenaga medis bidan terdapat sebanyak orang dan perawat sebanyak orang. Jenis penyakit utama yang diderita penduduk adalah diare sebesar 21 %, dengan jumlah penderita orang per tahun. ini mengindasikan bahwa tingkat kebersihan lingkungan di Sumatera Utara masih rendah. Selain diare, penyakit-penyakit yang banyak di derita penduduk adalah meningitis, influenza, diare berdarah dan tersangka TB baru. Perbandingan jenis penyakit yang banyak di derita penduduk Sumatera Utara disajikan pada chart berikut ini : T ekanan T erhadap Lingkungan 91

104 Jenis Penyakit yang diderita Penduduk Jumlah Penderita; Infuensa; 2402; 17% Jumlah Penderita; Diare Berdarah; 1604; 11% Jumlah Penderita; Tersangka TB Paru; 1390; 10% Jumlah Penderita; Meningitis; 3044; 22% Jumlah Penderita; Diare; 5510; 40% Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014 Grafik 3.2. Jenis Penyakit yang diderita Penduduk Tahun 2014 Penyakit-penyakit ini biasanya ditangani oleh pihak medis, dalam hal ini adalah rumah sakit. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan rumah sakit menghasilkan berbagai macam limbah, baik berupa limbah cair, padat maupun gas. Pengelolaan limbah rumah sakit adalah bagian dari kegiatan penyehatan lingkungan di rumah sakit yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran lingkungan yang bersumber dari limbah rumah sakit. Sebagaimana termaktub dalam Undang-undang No. 9 tahun 1990 tentang Pokok-pokok Kesehatan, bahwa setiap warga berhak memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. 2. Limbah padat dan limbah cair Limbah padat terbanyak yang dihasilkan Rumah Sakit di Sumatera Utara, berasal dari RS Pirngadi, dengan volume limbah padat sebesar 50,80 m3/hari, dan limbah padat terkecil adalah RS Delima sebesar 8,9 m3/hari. Sedangkan untuk limbah cair volume terbanyak dihasilkan oleh Rumah Sakit RS Adam Malik, dengan volume sebesar 65,5 m3/hari, dan limbah cair terkecil dihasilkan oleh RS Delima dengan volume sebesar 7,8 m3/hari. Data Perkiraan Volume Limbah Padat dan Limbah Cair dari Rumah Sakit di T ekanan T erhadap Lingkungan 92

105 Sumatera Utara lebih jelasnya data dapat dilihat pada (Sumber : Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014, Tabel SP-10) PERTANIAN Kebutuhan Air dan Penggunaan Pupuk untuk Lahan Sawah, Lahan Pertanian Tanaman Pangan dan Perkebunan 1. Kebutuhan air dan penggunaan pupuk untuk lahan sawah dan lahan pertanian Produksi padi Sumatera Utara selama periode rata-rata mengalami peningkatan sebesar 1,5 persen per tahun. Peningkatan ini disebabkan bertambahnya produksi padi sawah dengan rata-rata pertumbuhan per tahun sebesar 1,60 persen per tahun, sedangkan produksi padi ladang mengalami penurunan rata-rata sebesar 0,44 persen per tahun. Luas lahan sawah di Sumatera Utara tahun 2014 kira-kira ± ,64 Ha. Daerah yang merupakan penghasil padi dari sawah yang ada di Provinsi Sumatera Utara terbanyak adalah Kabupaten Serdang Bedagai. Produksi padi Kabupaten Serdang bedagai sebesar ,72 ton. Produksi padi terkecil di Sumatera Utara adalah Kota Tebing Tinggi yakni sebesar 11,70 ton, dan Kota Sibolga tidak memiliki lahan sawah sama sekali. Peningkatan produktivitas pertanian tidak terlepas dari peran pupuk, dimana pupuk tersebut ada yang berasal dari pupuk organik dan pupuk an-organik. Berbagai macam jenis pupuk yang diberikan kepada setiap jenis tanaman, disatu sisi dapat meningkatkan hasil produksi pertanian, di sisi lain apabila menggunakan pupuk an-organik secara berlebihan akan menyebabkan pencemaran, baik pencemaran tanah maupun pencemaran udara. Pemakaian pupuk di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014 untuk Produksi Perkebunan menurut Jenis Tanaman & Penggunaan Pupuk adalah : Urea : ,80 ton, SP.36 : 2.496,79 ton, ZA : 2.168,30 ton, NPK : 8.640,62 ton dan Organik : 604,84 ton. T ekanan T erhadap Lingkungan 93

106 Series1; ZA; 2.168,30; 6% Series1; NPK; 8.640,62; 25% Series1; SP.36; 2.494,79; 7% Series1; Organik; 604,84; 2% Series1; Urea; ,80; 60% Pemakaian Pupuk Untuk Tanaman Perkebunan Tahun 2014 Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara, BPS Sumatera Utara 2014 Grafik 3.3. Persentase Pemakaian Pupuk untuk Tanaman Perkebunan 2. Kebutuhan air dan pupuk untuk perkebunan Di Sumatera Utara terdapat berbagai komoditi hasil-hasil perkebunan, seperti: karet, sawit, kopi nilam, jahe, kemiri, aren, pinang, coklat, kelapa, panili, kemenyan, kulit manis, dan cengkeh yang memberi peluang untuk mendirikan industri pengolahan hasil perkebunan. Produksi komoditi perkebunan tahun 2014 adalah ,36 ton. Hasil produksi perkebunan besar tahun 2013 sebesar ,56 ton dan hasil produksi perkebunan rakyat sebesar ,80 ton. Produksi perkebunan besar terbanyak adalah jenis kelapa sawit sebanyak ,31 ton dan produksi perkebunan rakyat terbanyak juga jenis kelapa sawit sebanyak ,01 ton, yang diikuti oleh kom oditi tanaman karet. Jenis pupuk utama yang digunakan tanaman perkebunan adalah pupuk urea sebanyak ,80 ton, dan jenis pupuk organik paling sedikit digunakan dengan nilai sebesar 604,84 ton. T ekanan T erhadap Lingkungan 94

107 Informasi perubahan lahan pertanian menjadi lahan non pertanian dan informasi beban limbah padat dari kegiatan pertanian, Analisis dan Kecendrungannya 1. Informasi gas rumah kaca dari kegiatan pertanian dan peternakan a. Peternakan Produksi peternakan besar yang paling banyak adalah jenis babi yaitu ekor, sedangkan jumlah paling sedikit adalah jenis Sapi Perah yakni sebanyak ekor. Kabupaten/Kota penghasil babi terbanyak adalah T a p t e n g, dan Kabupaten Nias Selatan. Produksi peternakan jenis unggas terbesar adalah jenis ayam, baik ayam Petelur dan ayam pedaging. Kabupaten/Kota yang memiliki produksi unggas jenis ayam petelur terbesar adalah Kabupaten Serdang Bedagai yakni juta/tahun, sedangkan produksi unggas terkecil di Kabupaten Padang Lawas Ayam Kampung Ayam Petelur Ayam Pedaging Itik Sumber : Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014 Grafik 3.4. Perbandingan Persentase Jumlah Hewan Ternak menurut Jenis Ternak b. Pupuk urea Dari penggunaan pupuk tahun 2013, emisi CO 2 yang dihasilkan sebesar ton/tahun. Emisi CO 2 tertinggi berasal dari Kabupaten Labuhan Batu sebesar ton/tahun, dan emisi CO 2 terendah terdapat di Kota Tanjung Balai sebesar 14 ton/tahun. T ekanan T erhadap Lingkungan 95

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR TABEL Daftar Tabel... i BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan. l 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah

Lebih terperinci

STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN

STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2015 PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA Kondisi Lingkungan & Kecenderungannya 1 LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 DAFTAR ISI A. SUMBER DAYA ALAM Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 Tabel SD-3 Luas Kawasan Lindung berdasarkan RTRW dan

Lebih terperinci

Daftar Tabel. halaman. Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan

Daftar Tabel. halaman. Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan Daftar Tabel Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan halaman Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan... I - 1 Tabel SD-2. Luas Kawasan Hutan Menurut

Lebih terperinci

Daftar Tabel. Kualitas Air Rawa... I 28 Tabel SD-15. Kualitas Air Sumur... I 29

Daftar Tabel. Kualitas Air Rawa... I 28 Tabel SD-15. Kualitas Air Sumur... I 29 Daftar Tabel Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan... I - 1 Tabel SD-2. Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi

Lebih terperinci

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL DAFTAR TABEL Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah Menurut Penggunaan lahan Utama Tahun 2009 2011... 2 Tabel SD-1B. Topografi Kota Surabaya...

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 3.1 IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TENGAH Dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Daftar i ii iii vii Bab I Pendahuluan A. Kondisi Umum Daerah I- 1 B. Pemanfaatan Laporan Status LH Daerah I-10 C. Isu Prioritas Lingkungan Hidup Kabupaten Kulon

Lebih terperinci

DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH Lampiran II. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : Tanggal : DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH Tabel-1. Lindung Berdasarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bogor, 08 Desember 2015 Walikota Bogor, Dr. Bima Arya Sugiarto

KATA PENGANTAR. Bogor, 08 Desember 2015 Walikota Bogor, Dr. Bima Arya Sugiarto WALIKOTA BOGOR KATA PENGANTAR Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan perlu didukung data dan informasi lingkungan hidup yang akurat, lengkap dan berkesinambungan. Informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi di kehidupan manusia. Itu terjadi dikarenakan proses alam dan tatanan

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi di kehidupan manusia. Itu terjadi dikarenakan proses alam dan tatanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana merupakan suatu kejadian dan fenomena baik alam non alam dan sosial yang terjadi di kehidupan manusia. Itu terjadi dikarenakan proses alam dan tatanan kehidupan

Lebih terperinci

KAWASAN HUTAN PROVINSI SUMATERA UTARA

KAWASAN HUTAN PROVINSI SUMATERA UTARA PAPARAN USULAN REVISI KA WASAN H UTAN P ROVINSI SUMATERA UTARA PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA JA NUARI 2010 KAWASAN HUTAN PROVINSI SUMATERA UTARA No Fungsi Hutan TGHK (1982) RTRWP (2003) 1 2 3 4 5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR ISI Kata Pengantar... i Daftar Isi... iii Daftar Tabel... vi Daftar Gambar... ix Daftar Grafik... xi BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN... Bab I 1 A.1. SUMBER

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

Provinsi Sumatera Utara: Demografi

Provinsi Sumatera Utara: Demografi Fact Sheet 02/2015 (28 Februari 2015) Agrarian Resource Center ARC Provinsi Sumatera Utara: Demografi Provinsi Sumatera Utara adalah provinsi peringkat ke-4 di Indonesia dari sisi jumlah penduduk. Pada

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam 11 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan, termasuk hutan tanaman, bukan hanya sekumpulan individu pohon, namun merupakan suatu komunitas (masyarakat) tumbuhan (vegetasi) yang kompleks yang terdiri dari pohon,

Lebih terperinci

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009 Contributor : Doni Prihatna Tanggal : April 2012 Posting : Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009 Pada 19 Januari 2012 lalu, Presiden Republik Indonesia mengeluarkan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis berbentuk kepulauan dengan 17.500 pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km, yang merupakan kawasan tempat tumbuh hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usaha pertanian (0,74 juta rumah tangga) di Sumatera Utara.

BAB I PENDAHULUAN. usaha pertanian (0,74 juta rumah tangga) di Sumatera Utara. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian merupakan basis utama perekonomian nasional. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih menggantungkan hidupnya pada

Lebih terperinci

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA PERENCANAAN WILAYAH 1 TPL 314-3 SKS DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT. Kuliah 10 BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam KEPPRES NO. 57 TAHUN 1989 dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang PEDOMAN

Lebih terperinci

Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera

Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera 1 2 3 Pendahuluan (Sistem Perencanaan Tata Ruang - Kebijakan Nasional Penyelamatan Ekosistem Pulau Sumatera) Penyelamatan Ekosistem Sumatera dengan

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II Bab II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah, setiap satuan kerja perangkat Daerah, SKPD harus menyusun Rencana

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya alam seperti air, udara, lahan, minyak, ikan, hutan dan lain - lain merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Penurunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.508 pulau dan panjang garis pantai lebih dari 81.000

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Ekosistem mangrove adalah tipe ekosistem yang terdapat di daerah pantai dan secara teratur di genangi air laut atau dipengaruhi oleh pasang surut air laut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera 2020 Dalam RTR Pulau Sumatera

Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera 2020 Dalam RTR Pulau Sumatera Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera 2020 Dalam RTR Pulau Sumatera Jakarta, 29 Juli 2011 1 2 3 Progress Legalisasi RTR Pulau Sumatera Konsepsi Tujuan, Kebijakan, Dan Strategi Rtr Pulau Sumatera Muatan

Lebih terperinci

RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO

RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO Oleh: Firman Dermawan Yuda Kepala Sub Bidang Hutan dan Hasil Hutan Bidang Perencanaan Pengelolaan SDA dan LH I. Gambaran Umum DAS Barito Daerah Aliran Sungai (DAS)

Lebih terperinci

KONDISI KAWASAN HUTAN PROVINSI SUMATERA UTARA

KONDISI KAWASAN HUTAN PROVINSI SUMATERA UTARA KONDISI KAWASAN HUTAN PROVINSI SUMATERA UTARA (Bahan Kata Sambutan Gubernur Sumatera Utara pada Rapat Monitoring dan Evaluasi Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam Indonesia Sektor Kehutanan dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI WILAYAH KAJIAN

BAB III DESKRIPSI WILAYAH KAJIAN 24 BAB III DESKRIPSI WILAYAH KAJIAN 3.1. Gambaran Umum Kabupaten Serdang Bedagai Kabupaten Serdang Bedagai merupakan salah satu Kabupaten yang berada di kawasan Pantai Timur Sumatera Utara. Secara geografis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia yakni 3,2 juta ha (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau besar mulai dari Sumatera,

Lebih terperinci

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Pertanian Perikanan Kehutanan dan Pertambangan Perindustrian, Pariwisata dan Perindustrian Jasa Pertanian merupakan proses untuk menghasilkan bahan pangan, ternak serta

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. yang signifikan, dimana pada tahun 2010 yaitu mencapai 8,58% meningkat. hingga pada tahun 2014 yaitu mencapai sebesar 9,91%.

BAB I. PENDAHULUAN. yang signifikan, dimana pada tahun 2010 yaitu mencapai 8,58% meningkat. hingga pada tahun 2014 yaitu mencapai sebesar 9,91%. BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor perikanan memberikan kontribusi terhadap PDRB sektor pertanian di Provinsi Sumatera Utara tahun 2010 s/d 2014 mengalami peningkatan yang signifikan, dimana

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN 5.. Rencana Program dan Kegiatan Program adalah Instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 39 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Kabupaten Deli Serdang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Sumatera Utara dan secara geografis Kabupaten ini terletak pada 2º 57-3º

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha yang memanfaatkan potensi sumberdaya lahan secara maksimal untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat

Lebih terperinci

LAPORAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2016

LAPORAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2016 LAPORAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2016 DINAS LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI SUMATERA UTARA Kata Pengantar Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan lebih lanjut ketentuan Bab IV Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon bakau yang mampu

Lebih terperinci

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi, ekologi dan sosial yang tinggi. Hutan alam tropika

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. DAFTAR ISI... i BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Landasan Hukum Maksud dan Tujuan...

DAFTAR ISI. DAFTAR ISI... i BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Landasan Hukum Maksud dan Tujuan... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i BAB I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 2 1.2. Landasan Hukum... 3 1.3. Maksud dan Tujuan... 4 1.4. Sistematika Penulisan... 4 BAB II. EVALUASI PELAKSANAAN KINERJA RENJA

Lebih terperinci

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL SUKANDAR, IR, MP, IPM (081334773989/cak.kdr@gmail.com) Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Sebagai DaerahPeralihan antara Daratan dan Laut 12 mil laut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (2007) Indonesia memiliki kawasan mangrove yang terluas

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (2007) Indonesia memiliki kawasan mangrove yang terluas 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Menurut FAO (2007) Indonesia memiliki kawasan mangrove yang terluas di dunia sekitar 19% dari total hutan mangrove dunia, dan terluas se-asia Tenggara sekitar 49%

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh karena pupuk kimia lebih mudah diperoleh dan aplikasinya bagi tanaman

BAB I PENDAHULUAN. oleh karena pupuk kimia lebih mudah diperoleh dan aplikasinya bagi tanaman BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penggunaan pupuk pada tanah pertanian terutama pupuk kandang telah di mulai berabad abad yang silam sesuai dengan sejarah pertanian. Penggunaan senyawa kimia sebagai pupuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, keadaan dan mahluk termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah wilayah dengan topogafi yang dibatasi oleh punggung-punggung bukit tempat tangkapan air hujan yang akan dialirkan melalui anak-anak sungai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, salah satu pengelompokan hutan berdasarkan fungsinya adalah hutan konservasi. Hutan konservasi merupakan

Lebih terperinci

KONDISI TUTUPAN HUTAN PADA KAWASAN HUTAN EKOREGION KALIMANTAN

KONDISI TUTUPAN HUTAN PADA KAWASAN HUTAN EKOREGION KALIMANTAN KONDISI TUTUPAN HUTAN PADA KAWASAN HUTAN EKOREGION KALIMANTAN oleh: Ruhyat Hardansyah (Kasubbid Hutan dan Hasil Hutan pada Bidang Inventarisasi DDDT SDA dan LH) Kawasan Hutan Hutan setidaknya memiliki

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau. Wilayahnya mencakup daratan bagian pesisir timur Pulau Sumatera dan wilayah kepulauan,

Lebih terperinci

SUATU TINJAUAN KEBIJAKAN ALOKASI BELANJA 3 (TIGA) BIDANG UTAMA (SOSIAL BUDAYA, INFRASTRUKTUR, EKONOMI) UNTUK 25 KABUPATEN DAN KOTA PADA RAPBD TA

SUATU TINJAUAN KEBIJAKAN ALOKASI BELANJA 3 (TIGA) BIDANG UTAMA (SOSIAL BUDAYA, INFRASTRUKTUR, EKONOMI) UNTUK 25 KABUPATEN DAN KOTA PADA RAPBD TA Karya Tulis SUATU TINJAUAN KEBIJAKAN ALOKASI BELANJA 3 (TIGA) BIDANG UTAMA (SOSIAL BUDAYA, INFRASTRUKTUR, EKONOMI) UNTUK 25 KABUPATEN DAN KOTA PADA RAPBD TA. 2006 PROVINSI SUMATERA UTARA Murbanto Sinaga

Lebih terperinci

BAB III ISU STRATEGIS

BAB III ISU STRATEGIS BAB III ISU STRATEGIS Berdasar kajian kondisi dan situasi Pengelolaan Lingkungan Hidup tahun 2006 2010 (Renstra PLH 2006 2010), dan potensi maupun isu strategis yang ada di Provinsi Jawa Timur, dapat dirumuskan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN PERSEBARAN PENDUDUK PROVINSI SUMATERA UTARA BERDASARKAN HASIL SENSUS PENDUDUK TAHUN 2010 Oleh Mbina Pinem *

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN PERSEBARAN PENDUDUK PROVINSI SUMATERA UTARA BERDASARKAN HASIL SENSUS PENDUDUK TAHUN 2010 Oleh Mbina Pinem * ANALISIS PERTUMBUHAN DAN PERSEBARAN PENDUDUK PROVINSI SUMATERA UTARA BERDASARKAN HASIL SENSUS PENDUDUK TAHUN 2010 Oleh Mbina Pinem * Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan dan persebaran

Lebih terperinci

PERBANYAKAN BENIH SUMBER PADI DAN KEDELAI DI SUMATERA UTARA MELALUI UPBS

PERBANYAKAN BENIH SUMBER PADI DAN KEDELAI DI SUMATERA UTARA MELALUI UPBS PERBANYAKAN BENIH SUMBER PADI DAN KEDELAI DI SUMATERA UTARA MELALUI UPBS CATUR HERMANTO dan Tim Disampaikan pada seminar proposal kegiatan BPTP Sumatera Utara TA. 2014 Kamis, 9 Januari 2014 OUTLINE 1.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS KATA PENGANTAR Sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 11 ayat (2), mengamanatkan pemerintah daerah kabupaten berwenang dalam melaksanakan penataan ruang wilayah kabupaten

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan hasil kajian Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2001 mengenai perubahan iklim, yaitu perubahan nilai dari unsur-unsur iklim dunia sejak tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan hutan di Sumatera Utara memiliki luas sekitar 3.742.120 ha atau sekitar 52,20% dari seluruh luas provinsi, luasan kawasan hutan ini sesuai dengan yang termaktub

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN 5.1. Rencana Program dan Kegiatan Program adalah Instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh

Lebih terperinci

Perencanaan Perjanjian Kinerja

Perencanaan Perjanjian Kinerja Bab II Perencanaan Perjanjian Kinerja Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah, setiap satuan kerja perangkat Daerah, SKPD harus menyusun Rencana

Lebih terperinci

Disampaikan Pada Acara :

Disampaikan Pada Acara : Disampaikan Pada Acara : Balancing Spatial Planning, Sustainable Biomass Production, Climate Change and Conservation (Menyeimbangkan Penataan Ruang, Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan, Perubahan Iklim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bencana alam sebagai salah satu fenomena alam dapat terjadi setiap saat,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bencana alam sebagai salah satu fenomena alam dapat terjadi setiap saat, A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Bencana alam sebagai salah satu fenomena alam dapat terjadi setiap saat, dimanapun dan kapanpun, sehingga dapat menimbulkan kerugian material dan imaterial bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 34 provinsi yang kini telah tumbuh menjadi beberapa wacana

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 34 provinsi yang kini telah tumbuh menjadi beberapa wacana BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki 34 provinsi yang kini telah tumbuh menjadi beberapa wacana untuk mendirikan provinsi-provinsi baru di Indonesia. Pembentukan provinsi baru ini didasari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0 1.266 m di atas permukaan laut serta terletak pada

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan manusia dalam menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan manusia dalam menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan manusia dalam menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan menunjukkan bahwa manusia dengan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan,

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

`BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH

`BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH `BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH URUSAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP (Urusan Bidang Lingkungan Hidup dilaksanakan oleh Badan Lingkungan Hidup Daerah (BAPEDAL) Aceh. 2. Realisasi Pelaksanaan

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No. 5794. KEHUTANAN. Hutan. Kawasan. Tata Cara. Pencabutan (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 326). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut.

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan 29 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan ekosistem laut. Mangrove diketahui mempunyai fungsi ganda

Lebih terperinci

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan Latar Belakang Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang utama memegang posisi penting dalam kelestarian lingkungan. Kemerosotan kemampuan tanah yang ditunjukkan dengan meningkatnya laju erosi dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan wilayah yang dikelilingi dan dibatasi oleh topografi alami berupa punggung bukit atau pegunungan, dan presipitasi yang jatuh di

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai sebuah ekosistem mempunyai berbagai fungsi penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Beberapa fungsi utama dalam ekosistem sumber daya hutan adalah

Lebih terperinci

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN II CONTOH PETA RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 2 LAMPIRAN III CONTOH PETA PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN L

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai menjadi salah satu pemasok air terbesar untuk kebutuhan mahluk hidup yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia. Sungai adalah sumber daya alam yang bersifat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam 2 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam lingkungan hidup. Oleh karena adanya pengaruh laut dan daratan, di kawasan mangrove terjadi interaksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tantangan, menyesuaikan diri dalam pola dan struktur produksi terhadap

I. PENDAHULUAN. tantangan, menyesuaikan diri dalam pola dan struktur produksi terhadap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Suhardiyono (1992), dalam rangka membangun pertanian tangguh para pelaku pembangunan pertanian perlu memiliki kemampuan dalam memanfaatkan segala sumberdaya secara

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA UTARA

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA UTARA BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA UTARA Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan hidup. Oleh karena adanya pengaruh laut dan daratan, dikawasan mangrove terjadi interaksi kompleks

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. 1 P a g e

BAB I. PENDAHULUAN. 1 P a g e BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberadaan kawasan hutan di Jawa Timur, sampai dengan saat ini masih belum dapat mencapai ketentuan minimal luas kawasan sebagaimana amanat Undang-Undang nomor 41

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI Jawa Barat Bagian Utara memiliki banyak potensi baik dari aspek spasial maupun non-spasialnya. Beberapa potensi wilayah Jawa Barat bagian utara yang berhasil diidentifikasi

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF Dalam kerangka pembangunan Good Governance yang berorientasi pada hasil, dan dalam rangka mendukung pencapaian

Lebih terperinci

Policy Brief. Skema Pendanaan Perhutanan Sosial FORUM INDONESIA UNTUK TRANSPARANSI ANGGARAN PROVINSI RIAU. Fitra Riau

Policy Brief. Skema Pendanaan Perhutanan Sosial FORUM INDONESIA UNTUK TRANSPARANSI ANGGARAN PROVINSI RIAU. Fitra Riau Skema Pendanaan Perhutanan Sosial FORUM INDONESIA UNTUK TRANSPARANSI ANGGARAN PROVINSI RIAU Fitra Riau 1 Skema Pendanaan Perhutanan Sosial SKEMA PENDANAAN PERHUTANAN SOSIAL LANDASAN KEBIJAKAN (HUKUM) Banyak

Lebih terperinci