PENGARUH RANCANGAN PEREDAM SILAU TERHADAP JARAK PANDANGAN (Studi Kasus Tol CIPULARANG) Ni Luh Shinta Eka Setyarini 1
|
|
- Johan Dharmawijaya
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PENGARUH RANCANGAN PEREDAM SILAU TERHADAP JARAK PANDANGAN (Studi Kasus Tol CIPULARANG) Ni Luh Shinta Eka Setyarini 1 1 Universitas Tarumanagara, Jl. LetJen S.Parman, Jakarta ABSTRAK Tol CIPULARANG merupakan akses utama dari Jakarta ke kota Bandung dan sekitarnya atau sebaliknya,sehingga sangat perlu diperhatikan faktor keamanan dan kenyamanan bagi pengguna jalan. Salah satu faktor yang dapat menimbulkan kecelakaan lalu lintas adalah terganggu (berkurangnya) jarak pandangan pengemudi akibat silau dari lampu kendaraan arah pada malam hari. Setiap titik pada perencanaan Geometrik jalan harus mengakomodasi jarak pandangan henti sebagai salah satu faktor keamanan.karena jarak pandangan henti merupakan kemampuan pengemudi untuk melihat halangan yang ada di depannya. Pancaran lampu kendaraan yang arah akan menyebabkan silau sehingga mengurangi kemampuanjarak pandangan henti dari pengemudi. Pengaruh silau dapat dikurangi dengan memberi ruang antara pada jalur yang arah atau membangun peredam silau. Karena terbatasnya lahan saat ini pembangunan peredam silau lebih sering dipilih sebagai alternatif, termasuk di ruas Tol CIPULARANG. Pembangunan peredam silau yang efektif dipengaruhi oleh faktor ketinggian dan kerapatan dari peredam, hal lain yang juga mempengaruhi adalah alnyemen vertikal dari Geometrik jalan. Kata kunci : Jarak pandangann, Jarak pandanganan Henti dan Peredam Silau 1. PENDAHULUAN Tol CIPULARANG merupakan akses utama dari Jakarta ke kota Bandung dan sekitarnya maupun sebaliknya. Karena apabila menggunakan TOL maka waktu tempuh jauh lebih singkat daripada melalui jalan biasa. Kondisi jalan Tolpun sangat nyaman dengan geometrik yang aman dan nyaman dibanding dengan jalan biasa yang kondisi medannya penuh dengan tikungan dan tanjakan yang agak ekstrim. Dengan demikian sebagian besar kendaraan yang menuju kota Bandung dan sekitarnya menggunakan ruas TOL CIPULARANG. Dengan volume lalulintas yang tinggi dan terus meningkat maka kecelakaan lalintas juga sering terjadi, sehingga sangat perlu diperhatikan faktor keamanan dan kenyamanan bagi pengguna jalan. Salah satu faktor yang dapat menimbulkan kecelakaan lalu lintas adalah terganggu (berkurangnya) jarak pandangan pengemudi akibat silau dari lampu kendaraan dari arah terutama pada malam hari. Jarak pandangan sangat penting pada saat merencanakan geometrik suatu ruas jalan, terutama pada perencanaan alinyemen Horisontal dan Vertikal. Jarak pandangan juga mempengaruhi kecepatan rencana suatu ruas jalan. Semakin tinggi kecepatan rencana maka akan diperlukan jarak pandangan yang semakin panjang untuk dapat terhindar dari kecelakaan lalulintas. Jarak pandangan minimum yang harus diakomodir oleh setiap titik pada ruas jalan adalah jarak pandangan henti, yang berarti setiap titik pada perencanaan Geometri harus mengakomodasi jarak pandangan henti sebagai salah satu faktor keamanan. Karena jarak pandangan henti merupakan kemampuan pengemudi melihat halangan didepannya, berpersepsi, kemudian bereaksi menginjak rem sampai dengan kendaraan berhenti tanpa menabrak halangan didepannya. Pancaran lampu kendaraan yang arah pada malam hari akan menyebabkan silau sehingga kemampuan jarak pandang pengemudi akan berkurang. Pengaruh silau dapat dikurangi dengan memberi ruang antara pada jalur jalur yang arah. Memperlebar median merupakan salah satu alternative yang sangat baik. Namun mengingat keterbatasan lahan akibat mahalnya harga pembebasan lahan maka membangun dinding pembatas sebagai alat peredam silau sering dipilih sebagai alternatif, termasuk di ruas TOL CIPULARANG. Pembangunan peredam silau yang efektif sangat dipengaruhi oleh ketinggian konstruksi yaitu harus melebihi tinggi mata pengemudi yang arah atau tinggi lampu kendaraan dengan sudut bias 1 o untuk kendaraan searah. Kerapatan dan bahan konstruksi juga berpengaruh, dimana semakin masif dan rapat bahan semakin kecil kemungkinan terjadi pembiasan sinar lampu yang dapat menyilaukan pengemudi. bahan yang umum dipergunakan adalah tanaman dengan kerapatan tidak tembus dan ketinggian tertentu, beton bertulang, pelat baja atau lembaran seng berpenyangga. Hal lain yang juga KoNTekS 6 T-107
2 mempengaruhi adalah Alinyemen Vertikal dari Geometrik Jalan karena bidang datar ketinggian lampu tergantung dari gradient lengkung vertikal sebagai awal ketinggian dari tinggi lampu kendaraan. 2. PERMASALAHAN Salah satu penyebab kecelakaan lalulintas adalah berkurangnya jarak pandangann pengemudi akibat dari pengaruh silau dari kendaraan yang arah terutama pada malam hari. Sehingga diperlukan bangunan peredam silau yang efektif (Studi kasus TOL CIPULARANG) dengan kondisi TOL CIPULARANG pada tanggal 28 Agustus LANDASAN TEORI Pengertian Kecelakaan Kecelakaan lalulintas adalah suatu peristiwa dijalan yang tidak diduga dan tidak sengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan atau kerugian harta benda. (Undang - undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 2009, tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan). Pengertian Jarak Pandangan Jarak Pandangan adalah: suatu jarak yang diperlukan oleh pengemudi sedemikian rupa sehingga pengemudi dapat melakukan antisipasi ketika melihat suatu halangan Jarak Pandang Terdiri dari : - Jarak Pandang Henti - Jarak Pandang Mendahului/ menyiap Jarak Pandangan henti (Jh) : Jh adalah jarak minimum yang diperlukan oleh setiap pengemudi untuk menghentikan kendaraannya dengan aman begitu melihat adanya halangan di depan. Setiap titik di sepanjang jalan harus memenuhi ketentuan Jh Jarak Pandangan henti terdiri dari dua elemen jarak, yaitu : a. Jarak awal reaksi (Jht) adalah jarak pergerakan kendaraan sejak pengemudi melihat suatu halangan yang menyebabkan ia harus berhenti sampai saat pengemudi menginjak rem; dan b. Jarak awal pengereman (Jhr) adalah jarak pergerakan kendaraan sejak pengemudi menginjak rem sampai dengan kendaraan tersebut berhenti. (AASHTO,2001) Jh = Jht + Jhr Jh = Dimana: V R = kecepatan rencanaa (km/jam) T = waktu tanggap, ditetepkan 2.5 detik g = percepatan gravitasi, ditetapkan 9,8 m/det² fp = koefisien gesek memanjang antara ban kendaraan dengan perkerasan jalan aspal, ditetapkan 0,28 0,45 (menurut AASHTO 2001), fp akan semakin kecil jika kecepatan semakin tinggi dan sebaliknya Jarak Pandang Mendahului (Jd)/ menyiap Jd adalah jarak yang memungkinkann untuk suatu kendaraan mendahului kendaraan lain di depannya dengan aman sampai kendaraan tersebut kembali ke jalur semula. (AASHTO,2001) Jd = d1 + d2 + d3 + d4 dimana: d1 = jarak yang ditempuh selama waktu tanggap (m) d2 = jarak yang ditempuh selama mendahului sampai dengan kembali ke lajur semula (m) d3 = jarak antara kendaraan yang mendahului dengan kendaraan yang datang dari arah setelah proses mendahului selesai (m) d4 = jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang datang dari arah Jarak pandangan mendahului/ menyiap cenderung dipergunakan pada ruas jalan secara selektif, penyebaran llokasi harus disebar di sepanjang jalan dengan jumlah panjang minimum 30% dari total panjang ruas jalan yang direncanakan. T-108 KoNTekS 6
3 Asumsi Tinggi Halangan. Jh diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi adalah 105cm (untuk kendaraan penumpang) dan 180 untuk mobil komersial/niaga tinggi halangan 15 cm. Ketinggian diukur dari permukaan jalan. (AASHTO,2001) Persyaratan desain Untuk mendesain suatu jalan yang aman dan nyaman diusahakan agar jarak pandangan desain harus lebih besar dari jarak pandangan henti, agar lebih aman sebaiknya menggunakan jarak pandangan menyiap, namun hal ini jarang terjadi karena harga desain jalan akan menjadi kurang ekonomis. Tabel 1. Jarak Pandang Minimum Stopping Passing Radius Of Min. Radius Of Max. Relative Design Sight Sight Curves with Curves Without Gradient Of Speed Distance Distance Adverse Spirals Pavement Edges Slopes Km/hr (m) (m) (m) (m) : : : : : : : 100 (Standard Specification For Geometric Design OF Rural Roads, No. 13/1970, Directorate General Of Highways, Indonesia 1970) 4. METODE PENELITIAN Pengumpulan data berupa survei lapangan dilaksanakan pada kondisi tol Cipularang tanggal 28 Agustus 2012 jam 09.00, pagi hari sampai dengan jam malam hari. Pada saat dilaksanakan peninjauan lokasi dan juga dilakukan pengambilan data yang meliputi; Pada siang hari untuk melihat kondisi jalan dan situasi jalan pada foto 1 dan2, lokasi (stationing), mengukur ketinggian pembatas jalan yang sekaligus juga berfungsi sebagai konstruksi peredam silau untuk kendaraan n yang arah di malam hari. Juga di inventarisasi geometrik jalan yang dimulai dari km yaitu pintu tol Sadang Purwakarta sampai dengan km Padalarang dilakukan dari arah Jakarta Bandung dan sebaliknya. KoNTekS 6 T-109
4 Foto 1 Geometrik menanjak dengan konstruksi pembatas dari beton penuh. Foto 2 Geometrik datar dengan konstruksi pembatas beton ditambah pelat baja. Pada malam hari dilaksanakan inventarisasi lokasi - lokasi dimana pengemudi arah mengalami silau dari km 121 Padalarang sampai dengan km 79 Sadang dilaksanakan dari arah sebaliknya yaitu arah Bandung Jakarta. Dimana surveyor langsung berada pada kendaraan yang dari arah Bandung Jakarta. Sehingga efek silau dari kendaraan arah langsung dirasakan uleh surveyor. Pada siang hari juga diinventarisasi jenis konstruksi dari pembatas yang bervariasi antara lain terdiri dari tipe 1. Dinding beton dengan pelat baja diatasnya, tipe 2. Dinding beton dengan tanaman bougenfil rapat dibagian atasnya, tipe 3. Dinding beton dengan pelat baja berjarak diatasnya, dan tipe 4.konstruksi beton menyeluruh yang terdiri dari gabungan pelat. Data diambil 1 hari pada hari kerja agar diperoleh jenis kendaraan yang setiap hari secara normal melalui jalan tersebut. Apabila dilaksanakan pada akhir pekan biasanya akan didominasi oleh mobil penumpang/wisatawan. T-110 KoNTekS 6
5 5. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari pelaksanaan survei lapangan dengan road inventory, maka diperoleh hasil ketinggian konstruksi pagar pembatas eksisting pada tanggal 28 Agustus 2012, sudah 100% dari ruas jalan Tol CIPULARANG memiliki konstruksi dinding pemisah/peredam silau. Namun ada beberapa bagian dari ruas jalan masih memiliki dinding pemisah yang kurang efektif baik dari fungsi maupun konstruksinya. Adapun jenis/tipe konstruksi dinding pemisah/panahan silau yang terdiri dari 4 jenis. Yaitu : h total = h1 + h2 h total = tinggi pagar keseluruhan h1 = tinggi beton h2 = tinggi pelat baja h total = h1 + h2 h total = tinggi pagar keseluruhan h1 = tinggi beton h2 = tinggi tanaman h total = h1 + h2 h total = tinggi pagar keseluruhan h1 = tinggi beton h2 = tinggi pelat baja KoNTekS 6 T-111
6 H = dinding beton X = lebar masing masing pelat beton Setelah pengamatan maka lebih terinci diperoleh penggunaan masing masing tipe pada lokasi seperti tabel 2 dan 3 berikut : Tabel 2. Ketinggian dan material pagar pembatas/peredam silau. No Kilometer Ke. Ketinggian pagar Jenis Material pagar Efektifitas peredam Silau s/d cm, tanjakan Tipe 4 Sangat efektif s/d cm + 30cm, Tipe2 efektif 400 ketebalan tanaman ± 20 cm s/d cm + 40 cm, Tipe 2 efektif ketebalan tanaman ± 20 cm s/d cm + 40 Tipe 2 efektif cm/tanjakan ketebalan tanaman ± 20 cm s/d cm + 40 cm, Tipe 2 efektif ketebalan tanaman ± 20 cm s/d cm, Tipe 1 Sangat efektif s/d cm, Tipe 3 Tidak efektif, pada celah pelat baja menyebabkan silau dan mengganggu pengemudi s/d cm, Tipe 1 Sangat efektif s/d , Tipe 3 Tidak efektif, pada celah pelat baja menyebabkan silau dan mengganggu pengemudi s/d cm, Tipe 1 Sangat efektif s/d 110, Tipe 3 Tidak efektif, pada celah pelat baja menyebabkan silau dan mengganggu pengemudi s/d cm/tanjakan Tipe 4 Sangat efektif s/d cm/tanjakan Tipe 4 Sangat efektif catatan : Efektifitas peredam silau dengan nilai ++ ( sangat efektif), +(efektif) dan - ( kurang efektif) T-112 KoNTekS 6
7 Tabel 3. Efektifitas peredam silau. No Kilometer Ke. Ketinggian pagar Jenis Material pagar Efektifitas peredam Silau s/d cm, tanjakan Tipe 4 Sangat efektif s/d cm + 30cm, Tipe2 efektif dan 400 kedap ketebalan tanaman ± 20 cm s/d cm + 40 cm, Tipe 2 efektif dan kedap ketebalan tanaman ± 20 cm s/d cm + 40 Tipe 2 efektif dan cm/tanjakan kedap ketebalan tanaman ± 20 cm s/d cm + 40 cm, Tipe 2 efektif dan kedap ketebalan tanaman ± 20 cm s/d cm, Tipe 1 Sangat efektif s/d cm, Tipe 3 Tidak efektif, pada celah pelat baja menyebabkan silau dan mengganggu pengemudi s/d cm, Tipe 1 Sangat efektif s/d , Tipe 3 Tidak efektif, pada celah pelat baja menyebabkan silau dan mengganggu pengemudi s/d cm, Tipe 1 Sangat efektif s/d 110, Tipe 3 Tidak efektif, pada celah pelat baja menyebabkan silau dan mengganggu pengemudi Keterangan + +(efektif) +(efektif) +(efektif) + (efektif) + (efektif) +(efektif) - (tidak efektif) - (tidak efektif) -(tidak efektif) KoNTekS 6 T-113
8 s/d cm/tanjakan Tipe 4 Sangat efektif s/d cm/tanjakan Tipe 4 Sangat efektif ++(sangat efektif) ++(sangat efektif) Dinding pemisah/peredam silau sepanjang ruas jalan memiliki kriteria yang sangat efektif dan efektif namun dibeberapa tempat yaitu di km s/d , km s/d dan km s/d dengan konstruksi tipe 3, pengemudi arah masih mengalami silau karena rendahnya tembok beton dan tambahan plat baja yang berjarak yang menimbulkan pembiasan yang sangat menyilaukan. Celah dari pelat baja mengakibatkan berpendarnya dan sangat mengganggu pandangan pengemudi yang arah, Disamping jenis konstruksi dan tingginya dinding pemisah lajur maka pada bagian tanjakan penyebaran sinar lampu akan mengalami kenaikan sorot lampu akibat dari naiknya gradien dari ruas jalan, sehingga bidang datar dari penyebaran mengikuti gradiennya dan sebaliknya akan mengalami koreksi apabila gradiennya turun/berupa turunan. Hal ini lebih jelas digambarkan pada gambar 1 sampai 3. Pada gambar 2 maka kondisi normal tetapi pada kondisi 1 dan 3 pengaruh gradien (alinemen vertikal ) harus diperhitungkan. Terutama pana kondisi 1 (menanjak /mendaki). Karena dengan kemiringan menanjak maka ketinggian sudut sebar dari sorot lampu akan menjadi bertambah. Gambar 1. Kondisi mobil dijalan menanjak dengan sudut kemiringan α, sudut penyebaran sinar lampu 1 o dari tinggi lampu kendaraan. Keterangan gambar : α kemiringan; t ketinggian lampu kendaraan Gambar 2. Kondisi mobil dijalan mendatar ( flat) dengan sudut penyebaran sinar lampu 1 o dari tinggi lampu kendaraan. T-114 KoNTekS 6
9 Gambar 3. Kondisi mobil dijalan menurun dengan dengan sudut kemiringan α dan sudut penyebaran sinar lampu 1 o dari tinggi lampu kendaraan. Dari hasil analisis sebagian besar (hampir 70% dari panjang ruas) dari ruas jalan Tol CIPULARANG sudah memiliki konstruksi dinding pemisah/peredam silau yang sangat efektif (++) dan efektif (+) namun dibeberapa tempat sekitar 30% dari total ruas yaitu di s/d95+600, di km s/d dan km s/d dengan konstruksi tipe 3 yang tidak efektif (-), dimana pengemudi arah masih mengalami silau dan mengakibatkan berkurangnya jarak pandangan. Demikian juga terdapat beberapa bagian dari ruas yang merupakan bagian tanjakan, akibatnya adalah penyebaran sorot lampu akan mengalami kenaikan sesuai naiknya gradien dari ruas jalan. Hal ini sudah di dijelaskan pada gambar 1 sampai 3. Pada gambar 2 maka kondisi normal tetapi pada kondisi 1 dan 3 pengaruh gradien (alinemen vertikal) harus diperhitungkan. Seharusnya dinding pemisah/peredam silau dibuat bervariasi mengikuti alinemen vertikal jalan. Sedangkan dinding pemisah pada ruas jalan tol cipularang tidak dibuat bervariasi ketinggian dinding pemisah akibat alinemen vertikal dan menanjaknya medan, semuanya mengacu pada kondisi medan, dengan variasi konstruksi dan ketinggian seperti pada tipe koonstruksi 1 sampai dengan 4. Hal tersebut juga memberikan kontribusi gangguan silau pada bagian ruas yang menanjak/pendakian. Pada turunan pengaruh silau tidak berpengaruh pada pengemudi yang arah karena terjadi penurunan sorot lampu sesuai dengan menurunnya gradien. 6. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan: 1. Peredam silau efektifitasnya sangat tergantung dari ketebakan/kerapatan bahan, kedap dan ketinggiannya. 2. Pada medan yang tidak rata di km s/d , s/d , s/d , dan s/d ketinggian sorot lampu yang menimbulkan silau sangat tergantung dari gradien atau kemiringan ruas jalan. Sehingga ketinggian tembok penahan harus mengikuti alinemen vertikal jalan. 3. Pada turunan ketinggian sorot lampu akan terkoreksi. Saran: 1. Pada km s/d , di km s/d dan km s/d dengan konstruksi tipe 3 yang tidak efektif (-), dimana pengemudi arah masih mengalami silau dan mengakibatkan berkurangnya jarak pandangan. disarankan untuk dapat dilakukan peninggian pagar dan merubah konstruksinya menjadi lebih rapat/kedap. 2. Pada km s/d , s/d , s/d , dan s/d medan tanjakkan disarankan agar ketinggian dinding pemisah mengikuti alinemen vertikal jalan dan kondisi medan. KoNTekS 6 T-115
10 Daftar Pustaka 1. AASHTO, Geometric Road Design Standard, Direktorat Jenderal Bina Marga, Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya No. 13, Direktorat Jenderal Bina Marga, Standar Perencanaan Geometrik Untuk Jalan Perkotaan, Maret Direktorat Jenderal Bina Marga, Standar Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, September Undang Undang Republik Indonesia Tentang Lalulintas Dan Angkutan Jalan No.22, 2009 T-116 KoNTekS 6
PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Fakultas Teknik - Universitas Gadjah Mada PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN MODUL - 6 JARAK PANDANG HENTI DAN MENYIAP Disusun oleh: Tim Ajar Mata Kuliah Perancangan Geometrik
Lebih terperinciKRITERIA PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN ANTAR KOTA
KRITERIA PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN ANTAR KOTA Karakteristik Pengguna Jalan Rencana : Masalah utama dalam memperhitungkan karakteristik pengguna jalan untuk perancangan jalan adalah sangat bervariasi
Lebih terperinci5/11/2012. Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University. Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Source:. Gambar Situasi Skala 1:1000
Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Gambar Situasi Skala 1:1000 Penentuan Trace Jalan Penentuan Koordinat PI & PV Perencanaan Alinyemen Vertikal
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI. harus memiliki jarak pandang yang memadai untuk menghindari terjadinya
BAB II DASAR TEORI Pada jalan luar kota dengan kecepatan yang rencana yang telah ditentukan harus memiliki jarak pandang yang memadai untuk menghindari terjadinya kecelakaan akibat terhalangnya penglihatan
Lebih terperinciBAB 4 JARAK PANDANG 4.1. Pengertian
BAB 4 JARAK PANDANG 4.1. Pengertian Jarak pandang adalah panjang bagian jalan di depan pengemudi yang dapat dilihat dengan jelas, diukur dari tempat kedudukan mata pengemudi. Kemampuan untuk dapat melihat
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI
BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Klasifikasi dan Fungsi Jalan 3.1.1 Klasifikasi Menurut Fungsi Jalan Menurut Bina Marga (1997), fungsi jalan terdiri dari : a. jalan arteri : jalan yang melayani angkutan utama
Lebih terperinciBAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN
BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN Dalam perencanaan geometrik jalan terdapat beberapa parameter perencanaan yang akan dibicarakan dalam bab ini, seperti kendaraan rencana, kecepatan rencana,
Lebih terperinciPERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Fakultas Teknik - Universitas Gadjah Mada PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN MODUL - 5 KARAKTERISTIK KECEPATAN Disusun oleh: Tim Ajar Mata Kuliah Perancangan Geometrik Jalan
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. tanah adalah tidak rata. Tujuannya adalah menciptakan sesuatu hubungan yang
BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Pengertian Geometrik Jalan Raya Geometrik merupakan membangun badan jalan raya diatas permukaan tanah baik secara vertikal maupun horizontal dengan asumsi bahwa permukaan tanah
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Geometrik Jalan Antar Kota Dalam Buku Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/TBM/1997 ini merupakan salah satu konsep dasar yang dihasilkan oleh Direktorat Jenderal
Lebih terperinciBAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN
BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN 3.1. KENDARAAN RENCANA Kendaraan rencana adalah kendaraan yang dimensi (termasuk radius putarnya) dipilih sebagai acuan dalam perencanaan geometrik jalan raya.
Lebih terperinciyang mempunyai panjang kelandaian lebih dari 250 m yang sering dilalui kendaraan berat.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perancangan geometrik jalan merupakan bagian dari perancangan jalan yang dititik beratkan pada perancangan bentuk fisik jalan sedemikian sehingga dapat menghasilkan
Lebih terperinciBAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Perhitungan
BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Analisis Perhitungan 1. Data Spesifikasi Jalan Ruas jalan Yogyakarta-Wates Km 15-22 termasuk jalan nasional berdasarkan Keputusan Meteri Pekerjaan Umum No. 631/KPTS/M/2009
Lebih terperinciSesuai Peruntukannya Jalan Umum Jalan Khusus
Sesuai Peruntukannya Jalan Umum Jalan Khusus Jalan umum dikelompokan berdasarkan (ada 5) Sistem: Jaringan Jalan Primer; Jaringan Jalan Sekunder Status: Nasional; Provinsi; Kabupaten/kota; Jalan desa Fungsi:
Lebih terperinciDAFTAR ISI KATA PENGATAR
DAFTAR ISI Halaman Judul i Pengesahan ii Halaman Persetujuan iii Motto dan Persembahan iv ABSTRAK v ABSTRACK vi KATA PENGATAR vii DAFTAR ISI ix DAFTAR TABEL xii DAFTAR GAMBAR xiii DAFTAR LAMPIRAN xiv DAFTAR
Lebih terperinciTinggi mata pengeraudi merupakan faktor utaraa
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinggi Mata Pengemudi Tinggi mata pengeraudi merupakan faktor utaraa dalam penentuan jarak pandangan yang diperlukan guna merencanakan geometrik jalan yang aman. Tinggi mata
Lebih terperinciJarak pandang berguna untuk :
E. JARAK PANDANG Definisi jarak pandang : Yaitu panjang jalan di depan kendaraan yang masih dapat dilihat dengan jelas oleh pengemudi yang diukur dari titik kedudukan pengemudi. Jarak pandang berpengaruh
Lebih terperinciPERENCANAAN GEOMETRIK JALAN DAN TEBAL PERKERASAN LENTUR PADA RUAS JALAN GARENDONG-JANALA
Sudarman Bahrudin, Rulhendri, Perencanaan Geometrik Jalan dan Tebal Perkerasan Lentur pada Ruas Jalan Garendong-Janala PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN DAN TEBAL PERKERASAN LENTUR PADA RUAS JALAN GARENDONG-JANALA
Lebih terperinciBAB II STUDI PUSTAKA
4 BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 UMUM Studi pustaka memuat uraian tentang informasi yang relevan dengan masalah yang dibahas. Informasi ini dapat diperoleh dari buku-buku, laporan penelitian, karangan ilmiah,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Tahapan Perencanaan Teknik Jalan
BAB 1 PENDAHULUAN Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap jalan, dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelompokan Jalan Menurut Undang Undang No. 38 Tahun 2004 tentang jalan, ditinjau dari peruntukannya jalan dibedakan menjadi : a. Jalan khusus b. Jalan Umum 2.1.1. Jalan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jalan Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan
Lebih terperinciEVALUASI ALINEMEN HORIZONTAL PADA RUAS JALAN SEMBAHE SIBOLANGIT
EVALUASI ALINEMEN HORIZONTAL PADA RUAS JALAN SEMBAHE SIBOLANGIT TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil Oleh: DARWIN LEONARDO PANDIANGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk, maka semakin banyak
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk, maka semakin banyak pula aktifitas masyarakat. Salah satu aktifitas manusia yang paling penting adalah berlalu lintas.
Lebih terperinciBAB 2 PENAMPANG MELINTANG JALAN
BAB 2 PENAMPANG MELINTANG JALAN Penampang melintang jalan adalah potongan melintang tegak lurus sumbu jalan, yang memperlihatkan bagian bagian jalan. Penampang melintang jalan yang akan digunakan harus
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI. Pada bagian berikut ini disampaikan Bagan Alir dari Program Kerja.
3.1 Bagan Alir Program Kerja BAB III METODOLOGI Pada bagian berikut ini disampaikan Bagan Alir dari Program Kerja. Persiapan Penyusunan Program Kerja dan Metodologi Data Sekunder Pengumpulan Data Data
Lebih terperinciPenampang Melintang Jalan Tipikal. dilengkapi Trotoar
Penampang melintang merupakan bentuk tipikal Potongan jalan yang menggambarkan ukuran bagian bagian jalan seperti perkerasan jalan, bahu jalan dan bagian-bagian lainnya. BAGIAN-BAGIAN DARI PENAMPANG MELINTANG
Lebih terperinciPEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B
PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pd. T-17-2004-B Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Daftar isi Daftar tabel. Daftar gambar Prakata. Pendahuluan. i ii ii iii
Lebih terperinciPerencanaan Geometrik Jalan
MODUL PERKULIAHAN Perencanaan Geometrik Jalan Pengantar Perencanaan Geometrik Jalan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Teknik Sipil Tatap Muka Kode MK 02 Disusun Oleh Reni Karno Kinasih, S.T., M.T Abstract
Lebih terperinciKARAKTERISTIK KENDARAAN
1 KARAKTERISTIK KENDARAAN Dr.Eng. Muhammad Zudhy Irawan, S.T., M.T. Materi Kuliah PPI MSTT PENDAHULUAN 2 Kriteria untuk desain geometrik jalan dan tebal perkerasan didasarkan pada: 1. Karakteristik statis
Lebih terperinciPERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PADA PROYEK PENINGKATAN JALAN BATAS KABUPATEN TAPANULI UTARA SIPIROK (SECTION 2)
PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PADA PROYEK PENINGKATAN JALAN BATAS KABUPATEN TAPANULI UTARA SIPIROK (SECTION 2) LAPORAN Ditulis untuk Menyelesaikan Mata Kuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma
Lebih terperinciSTUDI JARAK PANDANG SEGITIGA DI SIMPANG JALAN SARIMANAH RAYA DAN JALAN PERINTIS PERUMAHAN SARIJADI ABSTRAK
STUDI JARAK PANDANG SEGITIGA DI SIMPANG JALAN SARIMANAH RAYA DAN JALAN PERINTIS PERUMAHAN SARIJADI Randuangga Suryo Bonang NRP : 0521048 Pembimbing : Silvia Sukirman, Ir. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK
Lebih terperinci4.1.URAIAN MATERI 1: MERENCANA ALIGNEMEN VERTICAL JALAN
4.1.URAIAN MATERI 1: MERENCANA ALIGNEMEN VERTICAL JALAN Alignemen vertikal jalan diperlukan pada saat arah jalan mengalami pendakian dan penurunan pada posisi arah jalan. Kondisi ini dapat merubah sudut
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peraturan Pemerintah ( PP ) Nomor : 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Kecelakaan Peraturan Pemerintah ( PP ) Nomor : 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas, yang merupakan penjabaran UU No 14 tahun 1992 tentang lalu lintas
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997, ruas jalan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Istilah Jalan 1. Jalan Luar Kota Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997, ruas jalan merupakan semua bagian dari jalur gerak (termasuk perkerasan),
Lebih terperinciBAB V MEDIAN JALAN. 5.2 Fungsi median jalan
BAB V MEDIAN JALAN 5.1 Macam-macam Median Jalan 1. Pemisah adalah suatu jalur bagian jalan yang memisahkan jalur lalulintas. Tergantung pada fungsinya, terdapat dua jenis Pemisah yaitu Pemisah Tengah dan
Lebih terperinciPENGANTAR PERENCANAAN JALAN RAYA SO324 - REKAYASA TRANSPORTASI UNIVERSITAS BINA NUSANTARA 2006
PENGANTAR PERENCANAAN JALAN RAYA SO324 - REKAYASA TRANSPORTASI UNIVERSITAS BINA NUSANTARA 2006 PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN STANDARD PERENCANAAN Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya No. 13/1970 Direktorat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Keselamatan Jalan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keselamatan Jalan Keselamatan jalan adalah upaya dalam penanggulangan kecelakaan yang terjadi di jalan raya yang tidak hanya disebabkan oleh faktor kondisi kendaraan maupun pengemudi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kendaraan, terutama pada saat melakukan pengereman dan berhenti. Kendaraan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ruas jalan di persimpangan banyak mengalami kerusakan akibat beban kendaraan, terutama pada saat melakukan pengereman dan berhenti. Kendaraan yang melakukan pengereman
Lebih terperinciNo Dokumen Revisi Ke: Dokumen Level: 3 PANDUAN Tanggal Berlaku: RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) Halaman 1
RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) Halaman 1 Identitas Mata Kuliah Course Identity Kode mata kuliah Course code : TKS22227 Bobot satuan kredit semester (sks) :4 Course credit unit : 4 Semester : Semester
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ( Suryadarma H dan Susanto B., 1999 ) bahwa di dalam
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tahapan Perencanaan Jalan Menurut ( Suryadarma H dan Susanto B., 1999 ) bahwa di dalam perencanaan jalan pada prinsipnya supaya suatu jalan memenuhi syarat keamanan dan kenyamanan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan lalu lintas regional dan intra regional dalam keadaan aman,
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Fungsi utama dari sistem jalan adalah memberikan pelayanan untuk pergerakan lalu lintas regional dan intra regional dalam keadaan aman, nyaman, dan cara pengoperasian
Lebih terperinciMANUAL KAPASITAS JALAN INDONESIA. From : BAB 5 (MKJI) JALAN PERKOTAAN
MANUAL KAPASITAS JALAN INDONESIA From : BAB 5 (MKJI) JALAN PERKOTAAN 1.1. Lingkup dan Tujuan 1. PENDAHULUAN 1.1.1. Definisi segmen jalan perkotaan : Mempunyai pengembangan secara permanen dan menerus minimum
Lebih terperinciOutline. Klasifikasi jalan Dasar-dasar perencanaan geometrik Alinemen horisontal Alinemen vertikal Geometri simpang
Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Outline Klasifikasi jalan Dasar-dasar perencanaan geometrik Alinemen horisontal Alinemen vertikal Geometri
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. A. Kecelakaan Lalu Lintas
13 BAB III LANDASAN TEORI A. Kecelakaan Lalu Lintas kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa dijalan yang tidak terduga dan tidak disengaja yang melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan
Lebih terperinciBAB 3 Bab 3 METODOLOGI PENELITIAN
BAB 3 Bab 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Studi Kasus Obyek studi kasus untuk penulisan Tugas Akhir ini adalah Perencanaan Jalan Tol Kertosono Mojokerto, Surabaya yang berada pada provinsi Jawa Timur
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. BAGAN ALIR PENELITIAN Mulai Pengumpulan Data Data Geometrik Seksi Sadang - Padalarang Data Individu Kecelakaan Tahun 2005-2006 Data Karakteristik Geometrik per Kilometer
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. situasi dimana seorang atau lebih pemakai jalan telah gagal mengatasi lingkungan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Kecelakaan Kecelakaan dapat didefinisikan sebagai suatu peristiwa yang jarang dan tidak tentu kapan terjadi dan bersifat multi faktor yang selalu didahului oleh situasi
Lebih terperinciKOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI
FINAL KNKT-08-12-06-01 KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI LAPORAN INVESTIGASI DAN PENELITIAN KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN BUS PO PENANTIAN UTAMA NOMOR KENDARAAN BE 2334 FC MASUK JURANG JALAN LINTAS
Lebih terperinciBAB II STUDI PUSTAKA
BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. TARIF TOL Tol adalah sejumlah uang tertentu yang dibayarkan untuk pemakaian jalan tol. Besarnya tarif tol tidak boleh melebihi 70 % nilai BKBOK yang merupakan selisih antara BOK
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI
24 BAB III LANDASAN TEORI A. Alinyemen Horisontal Jalan Raya Alinemen horisontal atau trase suatu jalan adalah proyeksi sumbu jalan tegak lurus bidang kertas yang terdiri dari garis lurus dan garis lengkung.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Jaringan jalan menjadi bagian penting dari prasarana perhubungan darat untuk menumbuhkan dan meningkatkan kegiatan ekonomi. Distribusi barang dari produsen ke konsumen
Lebih terperinciPerencanaan Geometrik dan Perkerasan Jalan Tol Pandaan-Malang dengan Jenis Perkerasan Lentur
E69 Perencanaan Geometrik dan Perkerasan Jalan Tol Pandaan-Malang dengan Jenis Perkerasan Lentur Muhammad Bergas Wicaksono, Istiar Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut
Lebih terperinciSolo. Reza Febriano, S.IP,ST,MT. Arie Irianto, ST,MT. Kepala Seksi Perencanaan Teknik. Staf Madya Divisi Pembangunan. Surabaya, November 2008
Kajian Kecepatan Rencana yang Optimal pada Jalan Tol Semarang-Solo Solo Reza Febriano, S.IP,ST,MT. Kepala Seksi Perencanaan Teknik & Arie Irianto, ST,MT. Staf Madya Divisi Pembangunan Konferensi Regional
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar perencanaan geometrik 2.1.1 Pengertian Perencanaan geometrik jalan merupakan bagian dari perencanaan jalan yang menitik beratkan pada perencanaan bentuk fisik jalan
Lebih terperinciBAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN
BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN 3.1. Kendaraan Rencana Kendaraan rencana adalah kendaraan yang merupakan wakil dari kelompoknya. Dalam perencanaan geometrik jalan, ukuran lebar kendaraan rencana
Lebih terperinciBAB II KOMPONEN PENAMPANG MELINTANG
BAB II KOMPONEN PENAMPANG MELINTANG Memperhatikan penampang melintang jalan sebagaimana Bab I (gambar 1.6 dan gambar 1.7), maka akan tampak bagian-bagian jalan yang lazim disebut sebagai komponen penampang
Lebih terperinciHADIRANTI 1, SOFYAN TRIANA 2
Reka Racana Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Teknik Sipil Itenas No.x Vol. Xx Juni 2015 Perencanaan Geometrik Simpang Susun Double Trumpet Pada Jalan Tol Jakarta Serpong Berdasarkan Transportation
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dipergunakan untuk menunjang perekonomian maupun kegiatan-kegiatan manusia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Jalan raya adalah salah satu sarana transportasi yanag paling banyak dipergunakan untuk menunjang perekonomian maupun kegiatan-kegiatan manusia sehari-hari. Jalan raya berfungsi
Lebih terperinciRSNI-T-XX-2008 RSNI. Standar Nasional Indonesia. Standar geometri jalan bebas hambatan untuk jalan tol. ICS Badan Standarisasi Nasional BSN
RSNI Standar Nasional Indonesia RSNI-T-XX-2008 Standar geometri jalan bebas hambatan untuk jalan tol 2008 ICS Badan Standarisasi Nasional BSN Prakata Standar geometrik jalan bebas hambatan untuk jalan
Lebih terperinciANALISIS JARAK PANDANGAN HENTI SEBAGA ELEMEN GEOMETRIK PADA BEBERAPA TIKUNGAN RUAS JALAN MATARAM-LEMBAR
ANALISIS JARAK PANDANGAN HENTI SEBAGA ELEMEN GEOMETRIK PADA BEBERAPA TIKUNGAN RUAS JALAN MATARAM-LEMBAR ANALYSIS OF STOPPING SIGHT DISTANCE FOR GEOMETRIC ELEMENTS FOR ROADS IN MATARAM-LEMBAR I Dewa Made
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Evaluasi teknis adalah mengevaluasi rute dari suatu ruas jalan secara umum meliputi beberapa elemen yang disesuaikan dengan kelengkapan data yang ada atau tersedia
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keselamatan Jalan Komite Nasional Keselamatan Transportasi, menyatakan bahwa Inspeksi Keselamatan Jalan (IKJ) merupakan pemeriksaan sistematis terhadap jalan atau segmen jalan
Lebih terperinciDEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
STANDAR Konstruksi dan Bangunan No. 007/BM/009 Geometri Jalan Bebas Hambatan Untuk Jalan Tol DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DAFTAR ISI Daftar Isi.. i Prakata. ii Pendahuluan...
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jumlah kendaraan yang terdapat dalam ruang yang diukur dalam interval waktu
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Arus Lalu Lintas Jumlah kendaraan yang terdapat dalam ruang yang diukur dalam interval waktu tertentu disebut arus lalu lintas.karakteristik arus lalu lintas menjelaskan
Lebih terperinciPERENCANAAN ULANG JALAN TOL KERTOSONO MOJOKERTO STA , DENGAN MENGGUNAKAN PERKERASAN KAKU
PERENCANAAN ULANG JALAN TOL KERTOSONO MOJOKERTO STA 34+350 31+100, DENGAN MENGGUNAKAN PERKERASAN KAKU Kabupaten Jombang - Jawa timur Mahasiswa 1 Muhammad Nur Alamsyah 3108.030.005 Dosen Pembimbing Ir.
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Jalan Menurut Arthur Wignall (2003 : 12) secara sederhana jalan didefinisikan sebagai jalur dimana masyarakat mempunyai hak untuk melewatinya tanpa diperlakukannya izin khusus
Lebih terperinciSKRIPSI PERBANDINGAN PERHITUNGAN PERKERASAN LENTUR DAN KAKU, DAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN (STUDI KASUS BANGKALAN-SOCAH)
SKRIPSI PERBANDINGAN PERHITUNGAN PERKERASAN LENTUR DAN KAKU, DAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN (STUDI KASUS BANGKALAN-SOCAH) Disusun oleh : M A R S O N O NIM. 03109021 PROGAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. A. Inspeksi Keselamatan Jalan
BAB III LANDASAN TEORI A. Inspeksi Keselamatan Jalan Menurut Komite Nasional Keselamatan Transportasi (2016) tentang bimbingan teknis investigasi kecelakaan transportasi lalu lintas dan angkutan jalan
Lebih terperinciANALISA KECEPATAN YANG DIINGINKAN OLEH PENGEMUDI (STUDI KASUS RUAS JALAN MANADO-BITUNG)
ANALISA KECEPATAN YANG DIINGINKAN OLEH PENGEMUDI (STUDI KASUS RUAS JALAN MANADO-BITUNG) Cindy Irene Kawulur, T.K. Sendow, E. Lintong, A.L.E. Rumayar Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sam
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut MKJI (1997) ruas Jalan, kadang-kadang disebut juga Jalan raya
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Dan Fungsi Ruas Jalan Menurut MKJI (1997) ruas Jalan, kadang-kadang disebut juga Jalan raya atau daerah milik Jalan (right of way). Pengertian Jalan meliputi badan
Lebih terperinciEVALUASI JARAK PANDANG PADA ALINEMEN VERTIKAL DAN HORIZONTAL PADA TIKUNGAN JALAN LUAR KOTA (STUDI KASUS SEI RAMPAH-TEBING TINGGI)
EVALUASI JARAK PANDANG PADA ALINEMEN VERTIKAL DAN HORIZONTAL PADA TIKUNGAN JALAN LUAR KOTA (STUDI KASUS SEI RAMPAH-TEBING TINGGI) TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk
Lebih terperinciFINAL KNKT
FINAL KNKT-08-09-04-01 KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI LAPORAN INVESTIGASI DAN PENELITIAN KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN TRUK KAYU PADI MAS NOMOR KENDARAAN EB 2144 AC MASUK JURANG DI JALAN JURUSAN
Lebih terperinciANALISA ALINYEMEN HORIZONTAL PADA JALAN LINGKAR PASIR PENGARAIAN
ANALISA ALINYEMEN HORIZONTAL PADA JALAN LINGKAR PASIR PENGARAIAN Ahmadi : 1213023 (1) Bambang Edison, S.Pd, MT (2) Anton Ariyanto, M.Eng (2) (1)Mahasiswa Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Pasir
Lebih terperinciPERANCANGAN GEOMETRIK JALAN MENGGUNAKAN SOFTWARE AUTODESK LAND DESKTOP 2006 Veronica Dwiandari S. NRP:
PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN MENGGUNAKAN SOFTWARE AUTODESK LAND DESKTOP 2006 Veronica Dwiandari S. NRP: 0721079 Pembimbing: Dr. Budi Hartanto S., Ir., M.Sc. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. karakteristik jalan yang dapat diuraikan sebagai berikut: dapat dilihat pada uraian di bawah ini:
BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Karakteristik Jalan Setiap ruas jalan memiiki karakteristik yang berbeda-beda. Ada beberapa karakteristik jalan yang dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Geometrik Kondisi geometrik
Lebih terperinciSTUDI PARAMETER LALU LINTAS DAN KINERJA JALAN TOL RUAS MOHAMMAD TOHA BUAH BATU
STUDI PARAMETER LALU LINTAS DAN KINERJA JALAN TOL RUAS MOHAMMAD TOHA BUAH BATU IRPAN ADIGUNA NRP : 9721041 NIRM : 41077011970277 Pembimbing : Ir. V. HARTANTO, M.SC FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL
Lebih terperinciELEMEN PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
ELEMEN PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN Alinemen Horizontal Alinemen Horizontal adalah proyeksi dari sumbu jalan pada bidang yang horizontal (Denah). Alinemen Horizontal terdiri dari bagian lurus dan lengkung.
Lebih terperinciEVALUASI KINERJA JALAN SEBAGAI PARAMETER KEMACETAN SIMPANG EMPAT PINGIT YOGYAKARTA
EVALUASI KINERJA JALAN SEBAGAI PARAMETER KEMACETAN SIMPANG EMPAT PINGIT YOGYAKARTA Poegoeh Soedjito (Staf pengajar Jurusan Teknik Sipil, UNIBA Balikpapan) ABSTRAK Dalam mewujudkan sarana prasarana trasnportasi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebelumnya, maka dengan ini penulis mengambil referensi dari beberapa buku dan
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penulisan tugas akhir ini berdasarkan referensi beberapa buku dan skripsi sebelumnya, maka dengan ini penulis mengambil referensi dari beberapa buku dan skripsi sebelumnya. Penelitian
Lebih terperinciANALISIS ALINYEMEN HORIZONTAL PADA TIKUNGAN RING ROAD SELATAN KM. 6 TAMAN TIRTO KASIHAN, BANTUL, DIY. Oleh : BERTHOLOMEUS LELE SIGA NPM :
ANALISIS ALINYEMEN HORIZONTAL PADA TIKUNGAN RING ROAD SELATAN KM. 6 TAMAN TIRTO KASIHAN, BANTUL, DIY Laporan Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana dari Universitas Atma Jaya
Lebih terperinciANALISIS DAN PEMBAHASAN 5
ANALISIS DAN PEMBAHASAN 5 Pada bab ini akan diuraikan analisis data dari hasil survei primer dan sekunder yang dilakukan pada Studi Evaluasi Lokasi Black Spot di Jalur Utara dan Selatan Pulau Jawa dalam
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sehingga memberikan kenyamanan kepada pengemudi selama masa pelayanan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang menghubungkan satu kawasan dengan kawasan lain. Jalan berperan penting dalam pertumbuhan sosial dan ekonomi suatu
Lebih terperinciTEKNIK LALU LINTAS EKONOMI KEGIATAN PERPINDAHAN/PERGERAKAN ORANG DAN ATAU BARANG POL KAM KEBUTUHAN AKAN ANGKUTAN PERGERAKAN + RUANG GERAK
TEKNIK LALU LINTAS KEGIATAN EKONOMI SOSBUD POL KAM PERPINDAHAN/PERGERAKAN ORANG DAN ATAU BARANG KEBUTUHAN AKAN ANGKUTAN PERGERAKAN + RUANG GERAK PERGERAKAN ALAT ANGKUTAN LALU LINTAS (TRAFFICS) Rekayasa
Lebih terperinciPEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B
PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pd. T-15-2004-B Perencanaan Separator Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Daftar isi Daftar tabel. Daftar gambar Prakata. Pendahuluan. i ii ii iii
Lebih terperinciKelandaian maksimum untuk berbagai V R ditetapkan dapat dilihat dalam tabel berikut :
ALINYEMEN VERTIKAL 4.1 Pengertian Alinyemen Vertikal merupakan perpotongan bidang vertikal dengan bidang permukaan perkerasan jalan melalui sumbu jalan untuk jalan 2 lajur 2 arah atau melalui tepi dalam
Lebih terperinciMODUL 3 : PERENCANAAN JARINGAN JALAN DAN PERENCANAAN TEKNIS TERKAIT PENGADAAN TANAH
MODUL 3 : PERENCANAAN JARINGAN JALAN DAN PERENCANAAN TEKNIS TERKAIT PENGADAAN TANAH Diklat Perencanaan dan Persiapan Pengadaan Tanah KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BADAN PENGEMBANGAN SUMBER
Lebih terperinciPERENCANAAN DAN PERMODELAN TRANSPORTASI. 1 REKAYASA TRANSPORTASI Copyright 2017 By. Ir. Arthur Daniel Limantara, MM, MT
PERENCANAAN DAN PERMODELAN TRANSPORTASI 1 REKAYASA TRANSPORTASI Copyright 2017 By. Ir. Arthur Daniel Limantara, MM, MT KERANGKA KONSEPTUAL PERENCANAAN TRANSPORTASI 2 REKAYASA TRANSPORTASI LANGKAH2 UTAMA
Lebih terperinciSNITT- Politeknik Negeri Balikpapan 2017 ISBN:
ANALISIS TINGKAT PENANGANAN KECELAKAAN PADA TIKUNGAN BERDASARKAN PELUANG DAN RESIKO AKIBAT DEFISIENSI JARAK PANDANGAN HENTI (STUDI KASUS RUAS JALAN MATARAM-SENGGIGI-PEMENANG) ANALYSIS OF ROAD CURVE ACCIDENTS
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
DAFTAR ISI ABASTRAK... i UCAPAN TERIMA KASIH... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 2 1.3 Tujuan Penelitian... 3 1.4
Lebih terperinciBAB II PENAMPANG MELINTANG JALAN
BAB II PENAMPANG MELINTANG JALAN Penampang melintang jalan adalah potongan suatu jalan tegak lurus pada as jalannya yang menggambarkan bentuk serta susunan bagian-bagian jalan yang bersangkutan pada arah
Lebih terperinciPERENCANAAN UNDERPASS SIMPANG TUJUH JOGLO SURAKARTA
Lembar Pengesahan ii LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN UNDERPASS SIMPANG TUJUH JOGLO SURAKARTA ( DESIGN OF SIMPANG TUJUH JOGLO SURAKARTA UNDERPASS) Disusun Oleh : FARID WIBISONO L2A0 002 059 MOCH.
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN
37 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 TAHAPAN PENELITIAN Penelitian ini di bagi menjadi 2 tahap: 1. Pengukuran kondisi geometri pada ruas jalan Ring Road Selatan Yogyakarta Km. 36,7-37,4 untuk mengkorfirmasi
Lebih terperinciBAB IV PERENCANAAN. Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen SKBI
BAB IV PERENCANAAN 4.1. Pengolahan Data 4.1.1. Harga CBR Tanah Dasar Penentuan Harga CBR sesuai dengan Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen SKBI 2.3.26.
Lebih terperinciSpesifikasi geometri teluk bus
Standar Nasional Indonesia Spesifikasi geometri teluk bus ICS : 93.080.01 Badan Standardisasi Nasional BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Karakteristik jalan 2.1.1.Tipe Jalan Bebagai tipe jalan akan menunjukan kinerja yang berbeda pada pembebanan lalu lintas tertentu, tipe jalan ditunjukan dengan potongan melintang
Lebih terperinciSTUDI KELAYAKAN GEOMETRI JALAN PADA RUAS JALAN SANGGAU - SEKADAU
STUDI KELAYAKAN GEOMETRI JALAN PADA RUAS JALAN SANGGAU - SEKADAU M.Azmi Maulana 1),Komala Erwan 2),Eti Sulandari 2) D11109050@gmail.com ABSTRAK Jalan raya adalah salah satu prasarana transportasi yang
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perencanaan Geometrik Jalan Raya 2.1.1 Umum Perencanaan geometrik adalah bagian dari perencanaan jalan dimana bentuk dan ukuran yang nyata dari suatu jalan yang direncanakan beserta
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Wilayah Studi Daerah rawan kecelakaan adalah daerah yang mempunyai angka kecelakaan tinggi, resiko kecelakaan tinggi dan potensi kecelakaan tinggi pada suatu ruas jalan. Daerah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Raya Jalan merupakan suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun yang meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan
Lebih terperinci