BAB II STATUS DAN KEDUDUKAN LAUT CHINA SELATAN MENURUT HUKUM LAUT INTERNASIONAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II STATUS DAN KEDUDUKAN LAUT CHINA SELATAN MENURUT HUKUM LAUT INTERNASIONAL"

Transkripsi

1 BAB II STATUS DAN KEDUDUKAN LAUT CHINA SELATAN MENURUT HUKUM LAUT INTERNASIONAL A. Sejarah Konflik Laut China Selatan Konflik di Laut China Selatan telah dimulai sejak akhir abad ke-19 ketika Inggris mengklaim Kepulauan Spartly, diikuti oleh Tiongkok pada awal abad ke- 20, dan Perancis sekitar tahun 1930-an. Disaat berkecambuknya perang dunia II, Jepang mengusir Perancis dan menggunakan Kepulauan Spartly sebagai basis kapal selam. Dengan berakhirnya PD II, Perancis kembali mengklaim kawasan tersebut dan diikuti oleh Filipina yang membutuhkan sebagian kawasan tersebut sebagai bagian dari kepentingan keamanan dari kawasannya. Sejak 1970 klaim terhadap kawasan tersebut meningkat pesat sejalan dengan perkembangan penemuan dan hukum internasional. Perkembangan pertama menyangkut ditemukannya ladang minyak yang diperkirakan cukup banyak di kawasan tersebut berdasarkan survey geologi yang dilakukan para peneliti dari perusahaan Amerika dan Inggris. Penemuan ini sudah tentu membuat harga kepulauan dan pulau kecil serta batu karang di kawasan tersebut meroket. Perkembangan kedua, berkaitan dengan ditetapkannya Zona Ekonomi Eksklusif sepanjang 200 mil laut bagi setiap negara berdasarkan ketentuan dari UNCLOS ( United Nation Conference on The Law of The Sea ) 35. Klaim terhadap Laut China Selatan yang dilakukan oleh negara-negara sering sekali didasarkan pada alasan historis semata. Klaim berdasarkan alasan historis ini menyebabkan ketidakpastian dalam penguasaan dan kepemilikan Laut 35 pada tanggal 30 Oktober 2015 diakses 23

2 China Selatan. Tiap-tiap negara mengklaim dengan alasan sejarah nya masingmasing sehingga terjadi tumpang tindih dalam mengklaim Laut China Selatan. Dan klaim yang tumpang tindih ini mengakibatkan konflik di Laut China Selatan. Alasan historis dijadikan dasar oleh negara-negara dalam mengklaim Laut China Selatan, contohnya saja Tiongkok, Vietnam, dan Filipina. Tiongkok mengklaim Laut China Selatan berdasarkan sejarah bahwa Kepulauan Paracel yang terletak 300 Km sebelah tengggara pantai Tiongkok telah dikuasai oleh Pemerintahan Dinasti Han antara 206 sebelum masehi hingga 220 sesudah masehi. Disebutkan pula oleh Direktur Institut Arkeologi Provinsi Guangdong; Gu Yunguan, 98% benda-benda yang telah ditemukan digugus Paracel merupakan mata dagangan buatan Tiongkok. Sejak itu Tiongkok terus melancarkan berbagai upaya demi membuktikan kedaulatannya atas Kepulauan Paracel termasuk Kepualaun Spratly dengan berpegang pada dokumen sejarah dan peninggalan Arkeologi. Sedangkan Vietnam berpendapat bahwa Kaisar gia Long dari Vietnam (1802) telah mencantumkan Spartly sebagai wilayah kekuasaannya. Nelayannelayan Vietnam sebelumnya telah lama melakukan pelayaran di wilayah tersebut. Vietnam juga menyebutkan bahwa Kepulauan Spartly dan Paracel secara efektif didudukinya sejak abad ke-17 ketika kedua kepulauan itu tidak berada dalam penguasaan suatu negara. Vietnam tidak mengakui wilayah kedaulatan Tiongkok di kawasan tersebut, sehingga pada saat Perang Dunia II berakhir Vietnam Selatan menduduki Kepulauan Paracel, termasuk beberapa gugus pulau di Kepulauan Spartly. Ada catatan sejarah mengungkapkan kepulauan yang juga disebut Hoang Sa dalam bahasa Vietnam (Xisha dalam bahasa Tiongkok) masuk dibawah distrik Binh Son Vietnam. Sementara Filipina menduduki kelompok 24

3 gugus pulau di bagian timur Kepulauan Spartly, dan tahun 1978 menduduki lagi gugus Pulau Panata. Alasan Filipina menduduki kawasan tersebut karena kawasan itu merupakan tanah yang tidak sedang dimiliki oleh negara-negara manapun (kosong). Filipina juga merujuk kepada Perjanjian Perdamaian San Francisco , yang antara lain menyatakan bahwa Jepang telah melepaskan haknya terhadap Kepulauan Spartly, dan tidak mengemukakan diserahkan kepada negara mana. Selain ketiga negara tersebut, ada juga klaim yang diajukan oleh Malaysia dan Brunei Darussalam. Malaysia menduduki beberapa gugus pulau Kepulauan Spartly. Menurut Malaysia, langkah itu diambil berdasarkan Peta Batas Landas Kontinen Malaysia tahun 1979, yang mencakup sebagian dari Kepulauan Spartly. Dua kelompok gugus pulau lain juga diklaim Malaysia sebagai wilayahnya yaitu Terumbu Laksamana yang diduduki oleh Filipina dan Amboyna yang diduduki Vietnam. Sementara, Brunei Darussalam yang memperoleh kemerdekaan secara penuh dari Inggris 1 Januari 1984 juga ikut mengklaim wilayah di Kepulauan Spratly. Namun, Brunei hanya mengklaim peraian dan bukan gugus pulau 37. Perbedaan sejarah dalam mengklaim Laut China Selatan tidak hanya menyebabkan klaim tumpang tindih dan konflik, tetapi juga menimbulkan 36 Perjanjian Perdamaian dengan Jepang (San Francisco Peace Treaty) atau lebih dikenal sebagai Perjanjian San Francisco (Treaty of San Francisco) antara Sekutu dan Jepang secara resmi ditandatangani oleh 49 negara pada 8 September 1951di San Francisco, California. Perjanjian ini berlaku efektif mulai 28 April Perjanjian San Francisco secara resmi mengakhiri Perang Dunia II, dan mengakhiri secara resmi kedudukan Jepang sebagai kekuatan imperialis, dan mengalokasikan kompensasi untuk warga sipil Sekutu dan mantan tawanan perang yang menderita kejahatan perang Jepang. Perjanjian ini sebagian besar didasarkan pada Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia. Dokumen Perjanjian San Francisco secara resmi membatalkan hak-hak Jepang berdasarkan Protokol Boxer tahun 1901 dan hak Jepang atas Korea, Formosa (Taiwan), Hong Kong (koloni Inggris), Kepulauan Kuril, Pescadores, Kepulauan Spratly, Antartika, dan Pulau Sakhalin. ( diakses pada tanggal 30 Oktober 2015) 37 diakses pada tanggal 30 Oktober

4 perbedaan pemberian nama Laut China Selatan dan kepulauan di Laut China Selatan. Istilah South China Sea merupakan nama dalam bahasa Inggris yang paling sering digunakan untuk menyebut Laut China Selatan. Sementara para pelaut Portugis pada abad keenam belas menyebutnya Mar Da China (Laut China). Kemudian, untuk membedakannya dengan wilayah perairan di dekatnya, namanya berubah menjadi Laut China Selatan. Namun di negara-negara sekitar Laut China Selatan sendiri, nama laut tersebut berbeda-beda, dan seringkali sebutannya mencerminkan klaim historis untuk menghegemoni laut tersebut. Secara resmi, pemerintah Vietnam menyebutnya Bien Dong (Laut Timur). Nama Bien Dong digunakan pada peta resmi Vietnam. Bagian Laut China Selatan di dalam wilayah perairan Filipina sering disebut Dagat Luzon (Laut Luzon) di peta-peta yang diterbitkan di negara tersebut, mengikuti nama pulau besar di Filipina, Pulau Luzon. Namun, di Filipina nama Dagat Timog Tsina (Laut China Selatan) masih diterima untuk menyebut laut tersebut secara keseluruhan. Di Asia Tenggara, Laut China Selatan dulu disebut Laut Champa atau Laut Cham, sesuai nama kerajaan maritim yang pernah muncul pada abad keenam belas. Bangsa Jepang menyebut Laut China Selatan sebagai Minami Shina Kai. Sedangkan Tiongkok sendiri menyebut Laut China Selatan sebagai Laut Selatan saja 38. Perbedaan penamaan juga terjadi pada kepulauan di Laut China Selatan. Penamaan ini umumnya tergantung atas klaimnya, Taiwan misalnya menamakan Kepulauan Spratly dengan Shinnengunto, Vietnam menyebut Kepulauan Spratly 38 Loc.Cit. 26

5 dengan Truong Sa (Beting Panjang), Filipina menyebut Kepulauan Spratly dengan Kelayaan (Kemerdekaan), Malaysia menyebut Kepulauan Spratly dengan Aba dan Terumbu Layang-Layang, sedangkan Tiongkok lebih suka menyebut Nansha Quadao (kelompok pulau selatan). Sedangkan masyarakat internasional sering menyebutnya Kepulauan Spratly yang berarti burung layang-layang. B. Status dan Kedudukan Laut China Selatan Pengaturan hukum dalam bidang hukum laut menjadi lebih jelas dengan lahirnya Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut tahun 1982 (UNCLOS 1982). UNCLOS 1982 memberikan payung hukum terhadap masalahmasalah yang timbul dalam hubungannya dengan laut. Dengan adanya UNCLOS 1982, negara-negara memiliki satu pedoman dalam menentukan batas-batas wilayah negara khususnya batas di wilayah laut. Sehingga dapat diketahui wilayah laut yang berada di kedaulatan penuh suatu negara, wilayah laut yang hanya berlaku hak-hak berdaulat suatu negara, dan wilayah laut yang tidak bisa dimiliki oleh suatu negara. Pembagian wilayah laut menurut UNCLOS 1982 terdiri dari : 1. Perairan Pedalaman (Internal Waters) 39 Perairan pedalaman adalah perairan yang berada pada sisi darat (dalam) garis pangkal. Di perairan pedalaman negara memiliki kedaulatan penuh, sama seperti kedaulatan negara di daratan. 2. Perairan Kepulauan (Archipelagic Waters) Pasal 8 UNCLOS Pasal 50 UNCLOS

6 Perairan kepulauan adalah semua perairan yang terletak pada sisi dalam garis pangkal lurus kepulauan. Wilayah perairan kepulauan hanya dimiliki oleh negara-negara kepulauan. Di dalam wilayah ini negara memiliki kedaulatan penuh. Namun negara-negara kepulauan harus menetapkan alur laut kepulauannya bagi kapal-kapal asing sehingga berlakulah hak lintas damai bagi kapal asing di alur laut kepulauan ini. 3. Laut Teritorial (Territorial Waters) 41 Laut teritorial adalah laut yang terletak pada sisi luar dari garis pangkal dan tidak melebihi dari 12 mil laut. Di laut teritorial negara memiliki kedaulatan penuh termasuk atas ruang udara di atasnya. Namun di laut teritorial ini berlaku hak lintas damai (innocent passage) 42 bagi kapal-kapal asing. Hak lintas damai adalah hak untuk melintas secepat-cepatnya tanpa berhenti dan bersifat damai tidak mengganggu keamanan dan ketertiban negara pantai. 4. Zona Tambahan (Contiguous Zone) 43 Zona tambahan adalah laut yang terletak pada sisi luar dari garis pangkal dan tidak melebihi 24 mil laut dari garis pangkal. Di wilayah ini, kekuasaan negara terbatas hanya berlaku hak-hak tertentu, seperti mencegah pelanggaranpelanggaran yang berkaitan dengan bea cukai, fiskal, imigrasi, dan saniter. 5. Zona Ekonomi Eksklusif (Exclusive Economic Zone) 44 Zona ekonomi eksklusif adalah suatu zona selebar tidak lebih dari 200 mil laut dihitung dari garis pangkal.. Di ZEE negara hanya memiliki hak-hak berdaulat yang eksklusif untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi sumber 41 Pasal 3-16 UNCLOS Pasal UNCLOS Pasal 33 UNCLOS Pasal UNCLOS

7 kekayaan alam serta yurisdiksi tertentu terhadap : pembuatan dan pemakaian pulau buatan, instalasi, dan bangunan; riset ilmiah kelautan; dan, perlindungan dan pelestarian lingkungan laut. 6. Landas Kontinen (Continental Shelf) 45 Landas kontinen adalah wilayah yang meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya dari area di bawah permukaan laut yang terletak di luar laut teritorial, sepanjang kelanjutan alamiah wilayah daratan hingga pinggiran luar tepi kontinen, atau hingga suatu jarak 200 mil laut dari garis pangkal dari mana lebar laut teritorial diukur, dalam hal pinggiran luar tepi kontinen tidak mencapai jarak tersebut. Di wilayah ini negara hanya memiliki hak-hak berdaulat. 7. Laut Lepas (High Seas) 46 Laut lepas adalah wilayah laut yang tidak termasuk dalam zona ekonomi eksklusif, laut teritorial, perairan pedalaman suatu negara, atau perairan kepulauan suatu negara kepulauan. Laut lepas tidak berada di bawah kedaulatan suatu negara, laut lepas terbuka untuk semua negara. Terhadap laut lepas berlaku berbagai prinsip kebebasan dengan batas-batas hukum internasional, seperti kebebasan berlayar, penerbangan, memasang kabel dan pipa, pembuatan pulau buatan serta instalasi lain, kebebasan menangkap ikan, juga penelitian ilmiah. 8. Kawasan Dasar Laut Internasional (International Sea-Bed Area) 47 Kawasan adalah dasar laut dan tanah di bawahnya yang berada di luar batas-batas yurisdiksi nasional. Hal ini berarti Kawasan adalah dasar laut di luar zee. Menurut UNCLOS 1982, Kawasan dan sumber kekayaan alam di dalamnya dinyatakan sebagai warisan bersama seluruh umat manusia. Tidak ada negara 45 Pasal UNCLOS Pasal UNCLOS Pasal UNCLOS

8 dapat menyatakan kedaulatannya ataupun hak berdaulatnya terhadap Kawasan ataupun sumber kekayaan alamnya. Semua hak-hak atas sumber kekayaan alamnya diserahkan kepada umat manusia secara keseluruhan. Kawasan dikelola oleh suatu badan international yaitu Badan Otorita Dasar Laut International (International Sea-Bed Authority yang disingkat ISBA) sehingga pengelolaan kawasan dasar laut tersebut bisa dikelola oleh negara-negara yang mempunyai teknologi berdasarkan persetujuan ISBA. Selain membahas mengenai pembagian wilayah, UNCLOS 1982 juga ada membahas mengenai laut tertutup atau laut setengah tertutup. Masalah laut tertutup (enclosed seas) atau laut setengah tertutup (semi-enclosed seas) dibahas di dalam BAB IX Pasal UNCLOS Di dalam Pasal 122 dinyatakan bahwa laut tertutup atau laut setengah tertutup adalah suatu teluk, lembah laut (basin), atau laut yang dikelilingi oleh dua atau lebih Negara dan dihubungkan dengan laut lainnya atau samudera oleh suatu alur yang sempit atau yang terdiri seluruhnya atau terutama dari laut teritorial dan zona ekonomi eksklusif dua atau lebih Negara pantai. Negara-negara yang berbatasan dengan laut tertutup atau setengah tertutup dianjurkan untuk bekerjasama dalam melaksanakan pengelolaan sumberdaya hayati, menetapkan kebijaksanaan serta melaksanakan kegiatan-kegiatan riset dan lingkungan 48. Hal ini juga dijelaskan dalam Pasal 123 UNCLOS 1982, bahwa negara-negara yang berbatasan langsung dengan laut tertutup atau setengah tertutup hendaknya bekerjasama satu sama lainnya dalam melaksanakan hak dan 48 Mochtar Kusumaatmadja & Etty R. Agoes, Op.Cit., hlm

9 kewajibannya. Oleh karena itu negara-negara harus berusaha secara langsung atau melalui organisasi regional yang tepat untuk : 1) mengkoordinasikan pengelolaan, konservasi, eksplorasi, dan eksploitasi sumber kekayaan hayati laut ; 2) mengkoordinasikan pelaksanaan hak dan kewajiban mereka bertalian dengan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan laut ; 3) mengkoordinasikan kebijaksanaan riset ilmiah mereka dan untuk bersamasama dimana perlu mengadakan program bersama riset ilmiah di kawasannya ; 4) mengundang, menurut keperluan, negara lain yang berminat atau organisasi internasional untuk bekerjasama dengan mereka dalam pelaksanaan lebih lanjut ketentuan pasal ini. Jadi dapat dikatakan bahwa bagi negara-negara yang berbatasan langsung dengan laut tertutup atau laut setengah tertutup mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk bekerja sama dalam memanfaatkan dan menjaga laut tertutup atau laut setengah tertutup tersebut. Laut China Selatan termasuk dalam golongan laut setengah tertutup. Hal ini berarti Laut China Selatan terletak di antara negara-negara pantai. Adapun negara-negara pantai yang berbatasan langsung dengan Laut China Selatan di antaranya : Republik Rakyat Tiongkok, Taiwan, Filipina, Vietnam, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Indonesia. Oleh karena itu, status dan kedudukan Laut China Selatan ini sebagai laut setengah tertutup sering menyebabkan konflik dan sengketa di antara negara-negara yang berbatasan langsung dengan Laut China 31

10 Selatan. Dan untuk itu pulalah diperlukan kerja sama di antara negara-negara pantai yang berbatasan langsung dengan Laut China Selatan tersebut. Gambar I : Peta Laut China Selatan (Sumber : Kerja sama antara negara-negara pantai yang berbatasan langsung dengan Laut China Selatan sebenarnya telah dilaksanakan. Salah satu bukti kerja sama yang dilakukan adalah dengan ditandatangani nya Declaration On The Conduct Of Parties In The South China Sea pada tahun Declaration On The Conduct Of Parties In The South China Sea (yang disingkat DOC) merupakan suatu perjanjian internasional antara negara-negara anggota ASEAN 49 dengan negara Republik Rakyat Tiongkok yang berisi kerja sama dalam hal-hal yang berkaitan dengan Laut China Selatan. DOC ditandatangani pada KTT ASEAN ke-8 di Phnom Penh, Kamboja, tanggal 4 November Permasalahan Laut China Selatan berkaitan dengan ASEAN karena negara-negara yang berbatasan langsung dengan Laut China Selatan mayoritasnya adalah negara-negara anggota ASEAN. Sehingga penandatanganan DOC pun dilakukan pada saat KTT ASEAN. Dengan demikian 49 Association of Southeast Asian Nations (Perhimpunan Negara-Negara Asia Tenggara) 32

11 ASEAN sebagai organisasi internasional menjadi mediator atau perantara dalam kerja sama antara negara-negara anggotanya dengan Republik Rakyat Tiongkok. DOC merupakan bentuk kerja sama antara negara-negara pantai yang berbatasan langsung dengan Laut China Selatan. DOC berisi mengenai hak dan kewajiban yang harus dilakukan oleh negara-negara peserta. Dengan adanya DOC ini, seharusnya Laut China Selatan dengan status dan kedudukannya sebagai laut setengah tertutup, tidak menyebabkan konflik atau sengketa lagi. Namun pada kenyataannya sampai saat ini masih saja terjadi konflik dan sengketa di Laut China Selatan. Padahal di dalam DOC sudah dinyatakan bahwa antara negaranegara anggota ASEAN dan Republik Rakyat Tiongkok diharuskan untuk mewujudkan keadaan yang damai, bersahabat, dan harmonisasi di Laut China Selatan. Hal ini tentu bertolak belakang antara kenyataannya di Laut China Selatan dengan apa yang tertuang di dalam DOC. Konflik dan sengketa yang terjadi di Laut China Selatan sampai sekarang ini meskipun telah ditanda tanganinya DOC sebagai bentuk kerja sama, dikarenakan DOC yang tidak memiliki kekuatan mengikat. DOC hanya sebatas deklarasi dalam hal kerja sama, tidak memuat sanksi-sanksi bagi negara yang melanggar. Oleh karena itu, negara-negara seperti Republik Rakyat Tiongkok sering sekali melanggar ketentuan-ketentuan DOC ini. Di dalam DOC sendiri sempat disinggung tentang pembuatan Code on The Conduct (COC) yang lebih memiliki kekuatan mengikat, namun pembahasan mengenai COC ini tidak ada kelanjutan sampai saat ini. Konflik dan sengketa di Laut China Selatan juga terjadi karena ketidaktaatan negara-negara pantai yang berbatasan langsung dengan Laut China 33

12 Selatan terhadap ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam UNCLOS Misalnya saja Republik Rakyat Tiongkok. Ketidaktaatan Tiongkok terlihat yaitu ketika Tiongkok secara eksplisit mengeluarkan peta pada tahun Peta tersebut memuat garis putus-putus yang melingkupi hampir seluruh kawasan Laut China Selatan. Dalam perkembangannya garis klaim itu dikenal dengan ninedashed line karena merupakan sembilan segmen garis putus-putus. Tiongkok mengajukan klaim ini berdasarkan pada prinsip historic waters atau perairan yang konon menurut sejarah Tiongkok merupakan bagian dari wilayah atau yurisdiksi Tiongkok 50. Garis putus-putus tersebut yang dikenal juga dengan garis U karena bentuknya menyerupai huruf U, merupakan klaim Tiongkok di Laut China Selatan yang terjadi pada tahun 1947 sebelum adanya UNCLOS Namun setelah UNCLOS 1982 ditanda tangani pada 10 desember 1982 dan mulai berlaku sejak 16 november 1994, Tiongkok tidak melakukan penyesuaian terhadap ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam UNCLOS 1982 dan tetap menganggap wilayah Laut China Selatan sebagai bagian dari wilayah kekuasaannya. Hal ini berarti Tiongkok tidak mentaati UNCLOS Hal seperti ini juga berlaku bagi negara-negara lain yang mengklaim Laut China Selatan tanpa dasar yang jelas yang ditetapkan oleh UNCLOS Jadi dapat disimpulkan bahwa status Laut China Selatan adalah sebagai laut yang berbatasan dengan banyak negara pantai. Status inilah yang kemudian menjadikan kedudukan Laut China Selatan sebagai laut setengah tertutup. Status dan kedudukan Laut China Selatan tersebut yang sering menimbulkan sengketa 50 I Made Andi Arsana, Loc.Cit. 34

13 dan konflik di antara negara-negara yang berbatasan langsung dengan Laut China Selatan. Konflik juga timbul karena kurangnya kerja sama di antara negara-negara pantai yang berbatasan langsung dengan Laut China Selatan untuk menjaga dan mengelola Laut China Selatan secara bersama. Kerja sama yang ada dalam bentuk DOC pun belum mampu untuk mencegah terjadinya konflik di Laut China Selatan, karena DOC sendiri sebagai perjanjian di antara negara-negara anggota ASEAN dengan Tiongkok tidak mempunyai kekuatan mengikat sehingga negaranegara pantai tersebut tidak mematuhi ketentuan-ketentuan di dalam DOC. Selain itu juga dikarenakan negara-negara pantai tersebut tidak mentaati ketentuanketentuan yang terdapat di dalam UNCLOS UNCLOS 1982 sebagai payung hukum di bidang kelautan seharusnya ditaati oleh setiap negara. C. Sengketa-Sengketa Yang Terjadi di Laut China Selatan Hubungan-hubungan internasional yang diadakan antarnegara, negara dengan individu, atau negara dengan organisasi internasional tidak selamanya terjalin dengan baik. Acap kali hubungan itu menimbulkan sengketa di antara mereka. Sengketa dapat bermula dari berbagai sumber potensi sengketa. Sumber potensi sengketa antarnegara dapat berupa perbatasan, sumber daya alam, kerusakan lingkungan, perdagangan, dan lain-lain. Manakala hal demikian itu terjadi, hukum internasional memainkan peranan yang tidak kecil dalam penyelesaiannya. Peran yang dimainkan hukum internasional dalam penyelesaian sengketa internasional adalah memberikan cara bagaimana para pihak yang bersengketa menyelesaikan sengketanya menurut hukum internasional , hlm Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Jakarta: Sinar Grafika, 35

14 Sengketa (dispute) menurut Merrils adalah ketidaksepahaman mengenai sesuatu. Adapun John Collier & Vaughan Lowe membedakan antara sengketa (dispute) dengan konflik (conflict). Sengketa (dispute) adalah a spesific disagreement concerning a matter of fact, law or policy in which a claim or assertion of one party is met with refusal, counter claim or denial by another. Sedangkan konflik adalah istilah umum atau genus dari pertikaian (hostility) antara pihak-pihak yang sering kali tidak fokus. Jadi dapat dikatakan bahwa setiap sengketa adalah konflik, tetapi tidak semua konflik dapat dikategorikan sebagai sengketa (dispute) 52. Sengketa internasional adalah sengketa yang bukan secara eksklusif merupakan urusan dalam negeri suatu negara. Sengketa internasional juga tidak hanya eksklusif menyangkut hubungan antarnegara saja mengingat subjek-subjek hukum internasional saat ini sudah mengalami perluasan sedemikian rupa melibatkan banyak aktor non negara 53. Berdasarkan pengertian sengketa internasional di atas maka dapat dikatakan bahwa sengketa yang terjadi di Laut China Selatan merupakan sengketa internasional, karena sengketa yang terjadi di Laut China Selatan tidak hanya menyangkut urusan dalam negeri suatu negara tetapi juga menyangkut urusan negara lain. Kawasan Laut China Selatan sepanjang dekade 90-an menjadi primadona isu keamanan dalam hubungan internasional di ASEAN pasca Perang Dingin. Kawasan ini merupakan wilayah cekungan laut yang dibatasi oleh negara-negara 52 John Collier & Vaughan Lowe, The Settlement of Disputes in International Law, Oxford University Press, 1999, sebagaimana dikutip oleh Sefriani, Hukum Internasional Suatu Pengantar, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2014, hlm Sefriani, Hukum Internasional Suatu Pengantar, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2014, hlm

15 besar dan kecil seperti Tiongkok, Vietnam, Philipina, Malaysia, Burma, dan Taiwan. Dalam cekungan laut ini terdapat Kepulauan Spratly dan Kepulauan Paracel. Pada berbagai kajian tentang konflik di Laut China Selatan, Kepulauan Spratly lebih mengemuka karena melibatkan beberapa negara ASEAN sekaligus, sementara Kepulauan Paracel hanya melibatkan Vietnam dan Tiongkok 54. Konflik di Laut China Selatan telah dimulai sejak akhir abad ke-19 ketika Inggris mengklaim Kepulauan Spratly, diikuti oleh Tiongkok pada awal abad ke- 20 dan Perancis sekitar tahun 1930-an. Di saat berkecamuknya Perang Dunia II, Jepang mengusir Perancis dan menggunakan Kepulauan Spratly sebagai basis kapal selam. Dengan berakhirnya PD II Tiongkok dan Perancis kembali mengklaim kawasan tersebut dan diikuti oleh Philipina yang membutuhkan sebagian kawasan tersebut sebagai bagian dari kepentingan keamanan nasionalnya 55. Terbukanya peluang untuk memanfaatkan dan mengeksploitasi kawasan Laut China Selatan dengan sendirinya mendorong negara-negara yang pantainya berbatasan langsung dengan kawasan tersebut segera melakukan klaim terhadap sebagian pulau, kepulauan, atau karang yang masuk dalam kawasan negaranya sebagaimana ditentukan oleh hukum laut Internasional. Tiongkok, Vietnam, Philipina, Malaysia berlomba-lomba mengklaim, mengirim pasukan untuk mengamankan kepulauan yang mereka klaim 56. Klaim-klaim yang dilakukan oleh negara-negara pantai yang berbatasan langsung dengan Laut China Selatan tersebut sering sekali melanggar ketentuan 54 Bambang Cipto, Hubungan Internasional di Asia Tenggara: Teropong terhadap Dinamika, Realitas, dan Masa Depan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007, hlm Ibid. hlm Ibid. hlm

16 hukum laut internasional sehingga menimbulkan sengketa dan berujung pada terjadinya konflik antar negara-negara tersebut. Beberapa sengketa ataupun konflik yang terjadi di Laut China Selatan setelah perang dunia II antara lain sebagai berikut: 57 Tahun Pada tahun 1946, Republik China 58 mengirim kapal perang untuk mengklaim Itu Aba, pulau terbesar dari Kepulauan Spratly dan menamainya Taiping Island. Kepulauan Paracel dan Kepulauan Spratly diserahkan di bawah kendali Republik China dari Jepang setelah Jepang menyerah dari Sekutu pada tahun Setelah PD II berakhir, Republik China menjadi satu-satu nya negara yang paling aktif mengklaim Laut China Selatan. 2. Pada tahun 1947 Republik China menyusun The Southern China Sea Islands Location Map (Peta Lokasi Pulau-Pulau Laut China Selatan), yaitu menandai batas-batas nasional di laut dengan 11 garis yang menunjukkan klaim berbentuk U di seluruh Laut China Selatan. 11 garis ini kemudian diubah oleh Republik Rakyat Tiongkok dengan menerbitkan peta dengan 9 garis tetap pada tahun diakses pada tanggal 10 November Republik China merujuk pada sebuah negara yang sebelum dimulainya Perang Saudara Tiongkok pada tahun 1949, memerintah seluruh wilayah daratan Tiongkok. Semenjak kekalahan republik ini dari kaum Komunis Tiongkok, pemerintahan negara ini pindah ke pulau Taiwan, dan memerintah pulau Taiwan, Kepulauan Pescadores, Quemoy, dan Kepulauan Matsu. Republik China lebih dikenal dengan Taiwan saat sekarang ini, sebagaimana dikutip dari diakses pada tanggal 11 November

17 Tahun 1950-an 1. Pada tahun 1950 setelah kekalahan Republik China dari kaum komunis Tiongkok dalam Perang Saudara Tiongkok tahun 1949, Republik China pindah ke Taiwan dan menarik keluar pasukannya yang menduduki Itu Aba di Kepulauan Spratly. Namun pada tahun 1956, Republik China (Taiwan) mengirim kembali pasukannya untuk menduduki Itu Aba. Pendudukan Taiwan tahun dan tahun 1956 di Itu Aba merupakan pendudukan efektif yang pertama di Kepulauan Spratly, Laut China Selatan. 2. Pada tahun 1952, Jepang mencabut klaim kedaulatan atas Kepulauan Spratly dan Kepulauan Paracel sesuai dengan isi dari Perjanjian Damai San Francisco, tetapi tidak menunjuk kepada siapa penguasaan kedua kepulauan tersebut diserahkan. 3. Pada tahun 1954, Prancis menyerahkan klaimnya atas Kepulauan Paracel kepada Vietnam. 4. Pada tahun 1956, Vietnam Utara menyatakan bahwa Kepulauan Paracel dan Kepulauan Spratly merupakan wilayah Tiongkok secara historis. 5. Pada tahun 1958, RRT menerbitkan "Declaration of the Government of the People's Republic of China on China's Territorial Sea published on 4 September 1958" untuk mensahkan peta sembilan garis putus-putus di Laut China Selatan. Tahun 1970-an 1. Pada tahun 1970, Tiongkok menduduki wilayah Amphitrite Group di Kepulauan Paracel. 39

18 2. Pada tahun 1971, Filipina mengumumkan klaimnya ke pulau-pulau yang berdekatan dengan wilayahnya di Kepulauan Spratly, yang mereka namakan Kalayaan, dan secara resmi dimasukkan ke Provinsi Palawan pada tahun Presiden Filipina mengumumkan klaim tersebut setelah tentara Taiwan menyerang dan menembak sebuah kapal nelayan Filipina di Itu aba. 3. Pada tahun 1972, Biro Survei dan Kartografi di bawah Kantor Perdana Menteri Vietnam mencetak "The World Atlas" yang menyatakan bahwa "rantai yang menghubungkan pulau-pulau dari Kepulauan Nansha dan Xisha ke Pulau Hainan, Pulau Taiwan, Kepulauan Penghu dan Kepulauan Zhoushan berbentuk seperti busur dan membentuk sebuah Dinding Besar yang mempertahankan atau melindungi daratan Tiongkok. 4. Pada tahun 1974, terjadi pertempuran di Kepulauan Paracel antara Tiongkok dengaan Vietnam Selatan. Tiongkok menang dalam pertempuran tersebut dan mengusir pasukan Vietnam Selatan dari Crescent Group di Kepulauan Paracel. 5. Pada tahun 1975, pemerintah Vietnam yang baru bersatu mengemukakan kembali klaim lama mereka atas Kepulauan Spratly dan Kepulauan Paracel. Tahun 1980-an Pada tahun 1988, terjadi pertempuran bersenjata antara Tiongkok dengan Vietnam di Johnson South Reef Skirmish. Tiongkok mengalahkan Vietnam. Pertempuran menewaskan lebih dari 70 orang pasukan Vietnam. Pertempuran terjadi karena Vietnam mencoba untuk mencegat pasukan 40

19 Tiongkok yang ditugaskan oleh UNESCO untuk membangun sebuah pos pengamatan. Tahun 1990-an 1. Pada tahun 1992, Tiongkok melanggar hukum dengan menyatakan seluruh Laut China Selatan sebagai wilayahnya, sehingga memicu protes dari negara-negara lain. 2. Pada tahun 1997, Filipina mulai menantang kedaulatan Tiongkok atas Scarborough Shoal, yaitu salah satu pulau karang yang ada di Laut China Selatan. 3. Pada tahun 1999, Presiden Taiwan, Lee Teng-hui menyatakan bahwa berdasarkan hukum, historis, geografis, atau dalam realitas, semua Laut China Selatan dan Kepulauan Spratly merupakan wilayah Taiwan dan di bawah kedaulatan Taiwan, dan mencela tindakan yang dilakukan oleh Malaysia dan Filipina. Tahun 2000-an 1. Pada April 2001 terjadi insiden Pulau Hainan. Insiden di Pulau Hainan terjadi antara Amerika Serikat dengan Tiongkok dimana pesawat jet tempur Tiongkok bertabrakan dengan pesawat mata-mata angkatan Laut AS yang menewaskan pilot Tiongkok. Peristiwa terjadi di wilayah udara Pulau Hainan, yang merupakan salah satu pulau yang di klaim oleh Tiongkok 2. Pada tahun 2002 ASEAN dan Tiongkok sepakat untuk membuat code of conduct di dalam Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea (DOC). 41

20 3. Pada tahun 2005 kapal Tiongkok menembaki dua kapal nelayan Vietnam dari provinsi Thanh Hoa. Peristiwa itu menewaskan 9 orang dan menahan satu kapal dengan 8 orang di pulau Hainan. Kementerian Luar Negeri Tiongkok mengklaim bahwa mereka adalah bajak laut dan mereka yang melepaskan tembakan pertama sebagaimana pengakuan dari anggota yang tertangkap. 4. Pada maret 2009 Pentagon melaporkan bahwa kapal-kapal Tiongkok melecehkan kapal pengawasan AS. 5. Pada Mei 2009, merupakan batas waktu bagi negara-negara untuk melakukan klaim hidrokarbon dasar laut berdasarkan Konvensi PBB tentang Hukum Laut. Hal ini diduga yang menyebabkan klaim pulau kuno muncul ke permukaan dan menjadi meningkat. Tahun Pada Februari 2011, kapal Tiongkok, Dongguan menembakkan tiga tembakan pada kapal-kapal nelayan Filipina di sekitar Jackson atoll. Tembakan ditembakkan setelah kapal Tiongkok menginstruksikan kapal nelayan Filipina untuk pergi, namun salah satu dari kapal nelayan tersebut mengalami kesulitan mengangkat jangkarnya. 2. Pada Mei 2011 terjadi bentrokan yang melibatkan kapal survei minyak dan gas Binh Minh 02 milik Vietnam dengan tiga kapal patroli Tiongkok. Bentrokan terjadi pada 120 km (80 mil) di lepas pantai selatan-tengah Vietnam dan sekitar 600 km sebelah selatan dari pulau Hainan Tiongkok. Vietnam mengatakan kapal Tiongkok sengaja memotong kabel kapal survei di perairan Vietnam. Tiongkok menyangkal tuduhan itu. 42

21 3. Pada Juni 2011, sebuah kapal berbendera Norwegia yang disewa oleh Vietnam Oil & Gas Corporation (PetroVietnam) bentrok dengan tiga kapal patroli perikanan Tiongkok dalam Zona Ekonomi Eksklusif Vietnam. Vietnam sekali lagi mengklaim kabel eksplorasi sengaja dipotong. 4. Pada Oktober 2011, Vietnam dan Tiongkok sepakat untuk membuat suatu perjanjian baru dalam penyelesaian sengketa maritim. Tahun Pada April 2012, kapal perang Filipina, Gregorio del Pilar terlibat dalam kebuntuan dengan dua kapal pengintai Tiongkok di Scarborough Shoal, daerah yang diklaim oleh kedua negara. Angkatan Laut Filipina telah mencoba untuk menangkap nelayan Tiongkok yang diduga mengambil secara ilegal spesies laut yang dilindungi oleh pemerintah dari wilayah tersebut, tapi kapal pengintai mencegah mereka. 2. Pada tanggal 16 April 2012, Kementerian Luar Negeri Tiongkok mendesak kapal arkeologi Filipina untuk segera meninggalkan perairan Scarborough Shoal, yang diklaim Tiongkok merupakan bagian integral dari wilayahnya. 3. Pada Mei 2012, Taiwan menolak pendekatan dengan RRT untuk berkoordinasi dalam menegaskan klaim ke Laut China Selatan. 4. Pada Juli 2012, Vietnam mengesahkan undang-undang yang membatasi perbatasan laut Vietnam untuk memasukkan pulau-pulau Spratly dan Paracel. 5. Pada tanggal 7 Juli 2012, Wakil Menteri Luar Negeri Tiongkok Fu Ying mengadakan pertemuan dengan Alex Chua, kuasa usaha dari Kedutaan 43

22 Besar Filipina di Tiongkok, untuk membuat representasi serius atas insiden saat di Scarborough Shoal. 6. Pada tanggal 16 Juli 2012, larangan memancing di Scarborough Shoal oleh pemerintah Tiongkok dan Filipina menjadi efektif. 7. Pada 1 September 2012, Taiwan melakukan latihan militer di Pulau Taiping. Vietnam memprotes latihan tersebut dan menuntut Taiwan menghentikannya. Taiwan menolak protes Vietnam, sementara Tiongkok menyuarakan persetujuan dan dukungan dari latihan militer Taiwan di pulau itu. 8. Pada 23 September 2012, Tiongkok meluncurkan program untuk meningkatkan jumlah UAV untuk memantau Scarborough Shoal, Kepulauan Paracel, Kepulauan Spratly dan Laut China Timur, yang mana merupakan program zonasi laut nasional yang disetujui oleh Dewan Negara pada tahun sebelumnya sebagai bagian dari Kedua Belas Rencana Lima Tahun Tiongkok. Tahun Pada Januari 2014, Tiongkok memberlakukan aturan ijin memancing di Laut China Selatan, atas keberatan Amerika Serikat, Filipina, dan Vietnam. 2. Pada 11 Maret 2014 dua kapal Filipina dikeluarkan oleh Chinese Coast Guard dari Ayungin Shoal di dalam kelompok Kepulauan Spratly. 3. Pada 30 Maret 2014 Republik Filipina memohon kewajiban penyelesaian sengketa sesuai ketentuaan di dalam Konvensi Hukum Laut, dengan 44

23 mendaftarkan kasus ke Pengadilan Arbitrase di Den Haag dalam kasus melawan Tiongkok atas klaim-klaim Laut China Selatan. 4. Pada 2 Mei 2014 kapal angkatan laut Vietnam dan kapal Tiongkok bertabrakan di Laut China Selatan. Insiden itu terjadi karena Tiongkok mendirikan sebuah alat pengebor minyak di daerah yang diklaim oleh kedua negara tersebut. 5. Pada tanggal 26 Mei, kapal nelayan Vietnam tenggelam dekat alat pengebor minyak, setelah bertabrakan dengan sebuah kapal Tiongkok. Karena kedua belah pihak menyalahkan satu sama lain, Vietnam merilis rekaman video seminggu kemudian, menunjukkan perahu Vietnam sedang diserang oleh kapal Tiongkok sebelum tenggelam. Berdasarkan data-data tersebut terlihat bahwa sengketa atau konflik di Laut China Selatan lebih sering terjadi setelah adanya UNCLOS Hal ini menunjukkan ketidaktaatan negara-negara yang mengklaim Laut China Selatan tersebut terhadap ketentuan di dalam UNCLOS Dan apabila dilihat lebih lanjut, sengketa atau konflik semakin sering terjadi pada tahun 2000-an. Padahal pada awal tahun 2000-an telah ditanda tangani DOC antara negara-negara anggota ASEAN dengan RRT. Hal ini juga menunjukkan bahwa DOC yang ditanda tangani pada tahun 2002 tidak mengikat dan masih dilanggar oleh negara-negara peserta. Sengketa atau konflik di Laut China Selatan terus berkembang hingga sekarang ini. Dimana pada akhir tahun 2014 sampai sekarang telah terjadi sengketa atau konflik. Sengket atau konflik yang terjadi berkaitan dengan reklamasi yang dilakukan oleh RRT di Laut China Selatan. 45

KONFLIK LAUT TIONGKOK SELATAN [DEWI TRIWAHYUNI]

KONFLIK LAUT TIONGKOK SELATAN [DEWI TRIWAHYUNI] KONFLIK LAUT TIONGKOK SELATAN [DEWI TRIWAHYUNI] INTERNATIONAL RELATIONS DEPARTMENT UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA 2015 1 HISTORICAL BACKGROUND 2 Secara geografis kawasan Laut Cina Selatan dikelilingi sepuluh

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Pembagian Wilayah Laut

BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Pembagian Wilayah Laut BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Pembagian Wilayah Laut Dalam UNCLOS 1982 disebutkan adanya 6 (enam) wilayah laut yang diakui dan ditentukan dari suatu garis pangkal yaitu : 1. Perairan Pedalaman (Internal Waters)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Situasi politik keamanan di Laut Cina Selatan dalam beberapa tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Situasi politik keamanan di Laut Cina Selatan dalam beberapa tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Situasi politik keamanan di Laut Cina Selatan dalam beberapa tahun terakhir menjadi semakin buruk. Penyebabnya adalah pemerintah Republik Rakyat Cina (RRC) yang semakin

Lebih terperinci

BAB III KONFLIK LAUT CINA SELATAN. itu bernama Cina memproduksi peta LCS dengan 9 garis putus-putus dan

BAB III KONFLIK LAUT CINA SELATAN. itu bernama Cina memproduksi peta LCS dengan 9 garis putus-putus dan BAB III KONFLIK LAUT CINA SELATAN A. Sejarah Konflik Laut Cina Selatan Berbicara tentang konflik LCS tentu tidak bisa dilepaskan dengan penetrasi yang di lakukan oleh Tiongkok atas klaim sepihak mereka

Lebih terperinci

Hukum Laut Indonesia

Hukum Laut Indonesia Hukum Laut Indonesia Pengertian Hukum Laut Hukum Laut berdasarkan pendapat ahli ahli : Hukum laut menurut dr. Wirjono Prodjodikoro SH adalah meliputi segala peraturan hukum yang ada hubungan dengan laut.

Lebih terperinci

ZONASI LAUT TERITORIAL. Oleh Dr. Ir. HJ. KHODIJAH ISMAIL, M.Si

ZONASI LAUT TERITORIAL. Oleh Dr. Ir. HJ. KHODIJAH ISMAIL, M.Si ZONASI LAUT TERITORIAL Oleh Dr. Ir. HJ. KHODIJAH ISMAIL, M.Si Indonesia memiliki wilayah perairan laut yang sangat luas. Untuk landas kontinen negara Indonesia berhak atas segala kekayaan alam yang terdapat

Lebih terperinci

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si khodijah5778@gmail.com www. Khodijahismail.com POKOK BAHASAN Kontrak Perkuliahan dan RPKPS (Ch 01) Terminologi Ilmu dan Teknologi

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1996 WILAYAH. KEPULAUAN. PERAIRAN. Wawasan Nusantara (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional

Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional Wilayah Negara Pasal 1 Konvensi Montevideo 1933 menyatakan bahwa: The state as a person of international law should possess the following qualifications: (a) a

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal...

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR GRAFIK... iii DAFTAR SINGKATAN... iii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar Belakang... 1 I.2 Rumusan

Lebih terperinci

Hukum Internasional Kl Kelautan. Riza Rahman Hakim, S.Pi

Hukum Internasional Kl Kelautan. Riza Rahman Hakim, S.Pi Hukum Internasional Kl Kelautan Riza Rahman Hakim, S.Pi Hukum laut mulai dikenal semenjak laut dimanfaatkan untuk kepentingan pelayaran, perdagangan, dan sebagai sumber kehidupan seperti penangkapan ikan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: 1. bahwa berdasarkan kenyataan sejarah dan cara pandang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

Pembagian Kewenangan Dalam Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan Di Perairan Indonesia

Pembagian Kewenangan Dalam Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan Di Perairan Indonesia Pembagian Kewenangan Dalam Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan Di Perairan Indonesia Abdul Muthalib Tahar dan Widya Krulinasari Dosen Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF

ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF Ardigautama Agusta. Analisis Undang-undang Kelautan di Wilayah Zona Ekonomi Eksklusif 147 ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF Ardigautama Agusta Teknik Geodesi dan Geomatika,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan dalam lingkungan wilayah yang dibatasi oleh garis-garis perbatasan

BAB I PENDAHULUAN. dan dalam lingkungan wilayah yang dibatasi oleh garis-garis perbatasan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Wilayah atau teritori adalah salah satu manifestasi paling utama dari kedaulatan suatu negara.oleh karena itu dalam lingkungan wilayahnya tersebut suatu negara

Lebih terperinci

Hak Lintas Damai di Laut Teritorial

Hak Lintas Damai di Laut Teritorial Hak Lintas Damai di Laut Teritorial A. Laut Teritorial HAK LINTAS DAMAI DI LAUT TERITORIAL (KAJIAN HISTORIS) Laut teritorial merupakan wilayah laut yang terletak disisi luar dari garis-garis dasar (garis

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK SOSIALIS VIETNAM TENTANG PENETAPAN BATAS LANDAS KONTINEN,

Lebih terperinci

Ketika Capres bicara Kedaulatan, Batas Maritim dan Laut China Selatan. I Made Andi Arsana, Ph.D.

Ketika Capres bicara Kedaulatan, Batas Maritim dan Laut China Selatan. I Made Andi Arsana, Ph.D. Ketika Capres bicara Kedaulatan, Batas Maritim dan Laut China Selatan I Made Andi Arsana, Ph.D. Jutaan orang menyaksikan debat capres ketiga tanggal 22 Juni lalu. Temanya, setidaknya menurut saya, sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asia Tenggara merupakan suatu kawasan di Asia yang memiliki sekitar

BAB I PENDAHULUAN. Asia Tenggara merupakan suatu kawasan di Asia yang memiliki sekitar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Asia Tenggara merupakan suatu kawasan di Asia yang memiliki sekitar 80% merupakan wilayah lautan. Hal ini menjadikan kawasan Asia Tenggara sebagai jalur alur

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK FILIPINA MENGENAI PENETAPAN BATAS ZONA EKONOMI EKSKLUSIF,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK FILIPINA MENGENAI PENETAPAN BATAS ZONA EKONOMI EKSKLUSIF,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya pengaturan mengenai perjanjian (treaties), hak dan kewajiban raja, hukum

BAB I PENDAHULUAN. adanya pengaturan mengenai perjanjian (treaties), hak dan kewajiban raja, hukum 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan hukum internasional sebagai bagian dari hukum yang sudah tua, yang mengatur hubungan antar negara tak dapat dipisahkan dari keberadaannya yang saat ini

Lebih terperinci

2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,

2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.177, 2008 WILAYAH NEGARA. NUSANTARA. Kedaulatan. Ruang Lingkup. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4925) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Dalam UNCLOS 1982 disebutkan adanya 6 (enam) wilayah laut yang diakui dan ditentukan dari suatu garis pangkal yaitu :

BAB II DASAR TEORI. Dalam UNCLOS 1982 disebutkan adanya 6 (enam) wilayah laut yang diakui dan ditentukan dari suatu garis pangkal yaitu : BAB II DASAR TEORI 2.1 Pembagian Wilayah Laut Dalam UNCLOS 1982 disebutkan adanya 6 (enam) wilayah laut yang diakui dan ditentukan dari suatu garis pangkal yaitu : 1. Perairan Pedalaman (Internal Waters)

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pembangunan nasional

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK SOSIALIS VIETNAM TENTANG PENETAPAN BATAS LANDAS KONTINEN,

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN SUMBER-SUMBER IKAN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF ANTAR NEGARA ASEAN

PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN SUMBER-SUMBER IKAN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF ANTAR NEGARA ASEAN PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN SUMBER-SUMBER IKAN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF ANTAR NEGARA ASEAN (The Protection and the Conservation of Fishery Resources in the Economic Exclusive Zone Among the Asean States)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terbentang memanjang dari Sabang hingga Merauke dan dari Pulau Miangas di ujung Sulawesi Utara sampai ke Pulau Dana di selatan

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP REKLAMASI PULAU-PULAU YANG DIPERSENGKETAKAN DI LAUT CHINA SELATAN OLEH REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK JURNAL

TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP REKLAMASI PULAU-PULAU YANG DIPERSENGKETAKAN DI LAUT CHINA SELATAN OLEH REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK JURNAL TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP REKLAMASI PULAU-PULAU YANG DIPERSENGKETAKAN DI LAUT CHINA SELATAN OLEH REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK JURNAL OLEH : WAHYUDI AGUNG PAMUNGKAS NIM : 120200491 DEPARTEMEN HUKUM

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM LAUT INTERNASIONAL TERKAIT DENGAN REKLAMASI. Retno Windari Poerwito

ASPEK HUKUM LAUT INTERNASIONAL TERKAIT DENGAN REKLAMASI. Retno Windari Poerwito ASPEK HUKUM LAUT INTERNASIONAL TERKAIT DENGAN REKLAMASI Retno Windari Poerwito FOKUS MATERI Apakah hukum internasional mengatur kegiatan reklamasi? Hukum internasional yang mengatur tentang kewenangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makhluk individu, negara juga memiliki kepentingan-kepentingan yang harus

BAB I PENDAHULUAN. makhluk individu, negara juga memiliki kepentingan-kepentingan yang harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara-negara dalam melakukan hubungan-hubungan yang sesuai kaidah hukum internasional tidak terlepas dari sengketa. Seperti halnya manusia sebagai makhluk individu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki sejarah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki sejarah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki sejarah panjang untuk mendapatkan status sebagai negara kepulauan. Dimulai dengan perjuangan Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. A. Penyebab Sengketa Cina dan Filipina terhadap kepemilikan Laut Cina. 1. Tinjauan umum sengketa Laut Cina Selatan

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. A. Penyebab Sengketa Cina dan Filipina terhadap kepemilikan Laut Cina. 1. Tinjauan umum sengketa Laut Cina Selatan 19 BAB IV HASIL DAN ANALISIS A. Penyebab Sengketa Cina dan Filipina terhadap kepemilikan Laut Cina Selatan 1. Tinjauan umum sengketa Laut Cina Selatan Konflik di Laut Cina Selatan telah dimulai sejak akhir

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. wilayah, tindakan atas hak dan kewajiban yang dilakukan di laut baik itu oleh

BAB V KESIMPULAN. wilayah, tindakan atas hak dan kewajiban yang dilakukan di laut baik itu oleh BAB V KESIMPULAN Laut memiliki peranan penting baik itu dari sudut pandang politik, keamanan maupun ekonomi bagi setiap negara. Segala ketentuan mengenai batas wilayah, tindakan atas hak dan kewajiban

Lebih terperinci

Perkembangan Hukum Laut Internasional

Perkembangan Hukum Laut Internasional Perkembangan Hukum Laut Internasional Hukum laut internasional adalah seperangkat norma hukum yang mengatur hubungan hukum antara negara pantai atau yang berhubungan dengan pantai, yang terkurung oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Laut Cina Selatan merupakan bagian dari Samudera Pasifik, yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Laut Cina Selatan merupakan bagian dari Samudera Pasifik, yang meliputi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Laut Cina Selatan merupakan bagian dari Samudera Pasifik, yang meliputi sebagian wilayah dari Singapura dan Selat Malaka hingga ke Selat Taiwan dengan luas

Lebih terperinci

HUKUM LAUT. Laut adalah keseluruhan rangkaian air asin yang menggenangi permukaan bumi.

HUKUM LAUT. Laut adalah keseluruhan rangkaian air asin yang menggenangi permukaan bumi. HUKUM LAUT I. Pengertian Laut adalah keseluruhan rangkaian air asin yang menggenangi permukaan bumi. Laut secara hukum adalah keseluruhan air laut yang berhubungan secara bebas di seluruh permukaan bumi.

Lebih terperinci

BAB II DINAMIKA KONFLIK LAUT CINA SELATAN. Konflik Laut Cina adalah konflik yang terjadi karena adanya perebutan

BAB II DINAMIKA KONFLIK LAUT CINA SELATAN. Konflik Laut Cina adalah konflik yang terjadi karena adanya perebutan BAB II DINAMIKA KONFLIK LAUT CINA SELATAN Konflik Laut Cina adalah konflik yang terjadi karena adanya perebutan wilayah, baik darat maupun laut, antar beberapa negara yang masing-masing memilii klaim tersendiri.

Lebih terperinci

Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut

Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut PEMBUKAAN Negara-negara Peserta pada Konvensi ini, Didorong oleh keinginan untuk menyelesaikan, dalam semangat saling pengertian dan kerjasama, semua

Lebih terperinci

KONFLIK & MANAJEMEN KONFLIK DI ASIA TENGGARA PASKA PERANG DINGIN DALAM PERSPEKTIF KEAMANAN TRADISIONAL DEWI TRIWAHYUNI

KONFLIK & MANAJEMEN KONFLIK DI ASIA TENGGARA PASKA PERANG DINGIN DALAM PERSPEKTIF KEAMANAN TRADISIONAL DEWI TRIWAHYUNI KONFLIK & MANAJEMEN KONFLIK DI ASIA TENGGARA PASKA PERANG DINGIN DALAM PERSPEKTIF KEAMANAN TRADISIONAL DEWI TRIWAHYUNI Introduksi Perbedaan Latar belakang sejarah, status ekonomi, kepentingan nasional,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1985 TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG HUKUM LAUT) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1983 TENTANG ZONA EKONOMI EKSLUSIF INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1983 TENTANG ZONA EKONOMI EKSLUSIF INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1983 TENTANG ZONA EKONOMI EKSLUSIF INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : 1. bahwa pada tanggal 21 Maret 1980

Lebih terperinci

pres-lambang01.gif (3256 bytes)

pres-lambang01.gif (3256 bytes) pres-lambang01.gif (3256 bytes) Menimbang Mengingat PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2002 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL DAN PESAWAT UDARA ASING DALAM MELAKSANAKAN HAK LINTAS ALUR

Lebih terperinci

NAVIGASI. Pengertian Lintas (Art. Art. 18 LOSC) SELAT SELAT REZIM HAK LINTAS. Dalam arti geografis: Dalam arti yuridis: lain.

NAVIGASI. Pengertian Lintas (Art. Art. 18 LOSC) SELAT SELAT REZIM HAK LINTAS. Dalam arti geografis: Dalam arti yuridis: lain. SELAT NAVIGASI Iman Prihandono, SH., MH., LL.M Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Airlangga E-Mail: iprihandono@unair.ac.id Blog: imanprihandono.wordpress.com Dalam arti geografis:

Lebih terperinci

UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG HUKUM LAUT)

UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG HUKUM LAUT) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 17 TAHUN 1985 (17/1985) Tanggal: 31 DESEMBER 1985 (JAKARTA) Sumber: LN 1985/76; TLN NO. 3319 Tentang: PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 17 TAHUN 1985 (17/1985) Tanggal: 31 DESEMBER 1985 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 17 TAHUN 1985 (17/1985) Tanggal: 31 DESEMBER 1985 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 17 TAHUN 1985 (17/1985) Tanggal: 31 DESEMBER 1985 (JAKARTA) Sumber: LN 1985/76; TLN NO. 3319 Tentang: PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA Kementerian Kelautan dan Perikanan 2017 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pertahanan negara. Salah satu keuntungannya adalah sebagai

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pertahanan negara. Salah satu keuntungannya adalah sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Pasal 1 Konvensi Montevideo tahun 1933 tentang Hak dan Kewajiban Negara salah satu unsur yang harus dipenuhi dalam terbentuknya suatu negara adalah wilayah.

Lebih terperinci

SE)ARAH HUKUM laut INTERNASIONAl 1. PENGATURAN KONVENSI HUKUM laut 1982 TENTANG PERAIRAN NASIONAl DAN IMPlEMENTASINYA DI INDONESIA 17

SE)ARAH HUKUM laut INTERNASIONAl 1. PENGATURAN KONVENSI HUKUM laut 1982 TENTANG PERAIRAN NASIONAl DAN IMPlEMENTASINYA DI INDONESIA 17 Daftar lsi leata PENGANTAR DAFTAR lsi v vii BAB I SE)ARAH HUKUM laut INTERNASIONAl 1 BAB II PENGATURAN KONVENSI HUKUM laut 1982 TENTANG PERAIRAN NASIONAl DAN IMPlEMENTASINYA DI INDONESIA 17 A. Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. diatur oleh hukum internasional yakni okupasi terhadap suatu wilayah harus

BAB V PENUTUP. diatur oleh hukum internasional yakni okupasi terhadap suatu wilayah harus BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Bedasarkan pembahasan dari bab-bab sebelumnya, maka penulis mencoba menarik kesimpulan, yaitu: Pertama, telah terjadinya pelanggaran klaim kedaulatan wilayah yang dilakukan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT FOR THE IMPLEMENTATION OF THE PROVISIONS OF THE UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA OF 10 DECEMBER 1982 RELATING

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2002 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL ASING DALAM MELAKSANAKAN LINTAS DAMAI MELALUI PERAIRAN INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II KLAIM TIONGKOK TERHADAP LAUT CHINA SELATAN DAN NATUNA. Dalam bab ini akan dijelaskan alasan Tiongkok mengklaim wilayah Laut China Selatan

BAB II KLAIM TIONGKOK TERHADAP LAUT CHINA SELATAN DAN NATUNA. Dalam bab ini akan dijelaskan alasan Tiongkok mengklaim wilayah Laut China Selatan BAB II KLAIM TIONGKOK TERHADAP LAUT CHINA SELATAN DAN NATUNA Dalam bab ini akan dijelaskan alasan Tiongkok mengklaim wilayah Laut China Selatan serta memasukkan perairan Natuna kedalam peta Nine-Dashed

Lebih terperinci

PENGATURAN HUKUM HAK LINTAS DAMAI MENURUT KONVENSI HUKUM LAUT 1982 DAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA 1 Oleh: Monica Carolina Ingke Tampi 2

PENGATURAN HUKUM HAK LINTAS DAMAI MENURUT KONVENSI HUKUM LAUT 1982 DAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA 1 Oleh: Monica Carolina Ingke Tampi 2 PENGATURAN HUKUM HAK LINTAS DAMAI MENURUT KONVENSI HUKUM LAUT 1982 DAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA 1 Oleh: Monica Carolina Ingke Tampi 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian yaitu untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan salah satu subjek hukum internasional. Sebagai subjek hukum internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, salah satunya

Lebih terperinci

2 dunia. Kerjasama yang terjalin diantara negara-negara menjadikan status antar negara adalah partner bukan musuh sehingga keinginan untuk saling bers

2 dunia. Kerjasama yang terjalin diantara negara-negara menjadikan status antar negara adalah partner bukan musuh sehingga keinginan untuk saling bers BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi telah menjadi fenomena yang terjadi secara global yang cukup mempengaruhi tatanan dunia hubungan internasional dewasa ini. Globalisasi merupakan proses

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT FOR THE IMPLEMENTATION OF THE PROVISIONS OF THE UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA OF 10 DECEMBER

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 44, 1983 (KEHAKIMAN. WILAYAH. Ekonomi. Laut. Perikanan. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.legalitas.org PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2002 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL DAN PESAWAT UDARA ASING DALAM MELAKSANAKAN HAK LINTAS ALUR LAUT KEPULAUAN MELALUI ALUR LAUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah laut dalam perkembangannya kini tidak lagi berfungsi hanya

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah laut dalam perkembangannya kini tidak lagi berfungsi hanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah laut dalam perkembangannya kini tidak lagi berfungsi hanya sebagai sumber mata pencaharian untuk menangkap ikan, lalu lintas perdagangan dan pelayaran internasional,

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2002 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL DAN PESAWAT UDARA ASING DALAM MELAKSANAKAN HAK LINTAS ALUR LAUT KEPULAUAN MELALUI ALUR LAUT KEPULAUAN YANG DITETAPKAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1982, tepatnya tanggal 10 Desember 1982 bertempat di Jamaika

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1982, tepatnya tanggal 10 Desember 1982 bertempat di Jamaika I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tahun 1982, tepatnya tanggal 10 Desember 1982 bertempat di Jamaika merupakan hari bersejarah bagi perkembangan Hukum Laut Internasional. Saat itu diadakan Konferensi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1983 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN MALAYSIA TENTANG REJIM HUKUM NEGARA NUSANTARA DAN HAK-HAK MALAYSIA DI LAUT TERITORIAL DAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1997 TENTANG PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia No.92, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PENGESAHAN. Agreement. Asosiasi Bangsa-Bangsa Asia Tenggara. Republik Rakyat Tiongkok. Penyelesaian Sengketa. Kerja Sama Ekonomi. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK KOREA (TREATY ON EXTRADITION BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK SINGAPURA TENTANG PENETAPAN GARIS BATAS LAUT WILAYAH KEDUA NEGARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional 4. Kedaulatan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional 4. Kedaulatan BAB I PENDAHULUAN H. Latar Belakang Kedaulatan ialah kekuasaan tertinggi yang dimiliki oleh suatu negara untuk secara bebas melakukan berbagai kegiatan sesuai dengan kepentingannya asal saja kegiatan tersebut

Lebih terperinci

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN. Oleh : Ida Kurnia*

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN. Oleh : Ida Kurnia* PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN Oleh : Ida Kurnia* Abstrak KHL 1982 tentang Hukum Laut yang telah diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-Undang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK KOREA (TREATY ON EXTRADITION BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE

Lebih terperinci

Menyoal Konflik Indonesia di Laut Cina Selatan

Menyoal Konflik Indonesia di Laut Cina Selatan Menyoal Konflik Indonesia di Laut Cina Selatan Konflik di Laut Cina Selatan muncul saat China mengklaim kedaulatan atas kawasan laut serta wilayah di kepulauan Paracel (Xisha) dan Spratly (Nansha) dua

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Laut China Selatan sebagai perairan semi tertutup telah berstatus konflik. Konflik yang

BAB V KESIMPULAN. Laut China Selatan sebagai perairan semi tertutup telah berstatus konflik. Konflik yang BAB V KESIMPULAN Fenomena hubungan internasional pada abad ke-20 telah diwarnai dengan beberapa konflik. Terutama di Kawasan Asia Pasifik atau lebih tepatnya kawasan Laut China Selatan. Laut China Selatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah-masalah hukum. Di Indonesia, salah satu masalah hukum

BAB I PENDAHULUAN. masalah-masalah hukum. Di Indonesia, salah satu masalah hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat internasional, pasti tidak lepas dari masalah-masalah hukum. Di Indonesia, salah satu masalah hukum internasional yang sering muncul

Lebih terperinci

Materi Kuliah. Modul 12. Oleh :

Materi Kuliah. Modul 12. Oleh : PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Materi Kuliah GEOPOLITIK INDONESIA (Wilayah Sebagai Ruang Hidup) Modul 12 Oleh : Rohdearni Tetty Yulietty Munthe, SH/08124446335 86 1. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perbatasan darat dengan tiga negara tetangga, yaitu Malaysia, Papua Nugini dan Timor Leste. Sementara perbatasan laut dengan sepuluh negara tetangga,

Lebih terperinci

NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO THE ASEAN CHARTER ON DISPUTE SETTLEMENT MECHANISM (PROTOKOL PIAGAM ASEAN MENGENAI MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA)

NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO THE ASEAN CHARTER ON DISPUTE SETTLEMENT MECHANISM (PROTOKOL PIAGAM ASEAN MENGENAI MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA) NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO THE ASEAN CHARTER ON DISPUTE SETTLEMENT MECHANISM (PROTOKOL PIAGAM ASEAN MENGENAI MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA) 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Protokol Piagam ASEAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan kenyataan sejarah dan cara

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK SINGAPURA TENTANG PENETAPAN GARIS BATAS LAUT WILAYAH KEDUA NEGARA DI BAGIAN

Lebih terperinci

LAPORAN SINGKAT KOMISI I DPR RI

LAPORAN SINGKAT KOMISI I DPR RI LAPORAN SINGKAT KOMISI I DPR RI KEMENTERIAN PERTAHANAN, KEMENTERIAN LUAR NEGERI, KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA, TENTARA NASIONAL INDONESIA, BADAN INTELIJEN NEGARA, DEWAN KETAHANAN NASIONAL, LEMBAGA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KELAUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KELAUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KELAUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diakui

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK SINGAPURA TENTANG PENETAPAN GARIS BATAS LAUT WILAYAH KEDUA NEGARA DI BAGIAN BARAT

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.10, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA AGREEMENT. Pengesahan. RI - Republik Singapura. Timur Selat Singapura. Wilayah. Laut. Garis Batas. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK KOREA (TREATY ON EXTRADITION BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2002 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2002 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL ASING DALAM MELAKSANAKAN LINTAS DAMAI MELALUI PERAIRAN INDONESIA Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a.

Lebih terperinci

PERSETUJUAN TRANSPORTASI LAUT ANTARA PEMERINTAH NEGARA-NEGARA ANGGOTA ASOSIASI BANGSA-BANGSA ASIA TENGGARA DAN PEMERINTAH REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK

PERSETUJUAN TRANSPORTASI LAUT ANTARA PEMERINTAH NEGARA-NEGARA ANGGOTA ASOSIASI BANGSA-BANGSA ASIA TENGGARA DAN PEMERINTAH REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK PERSETUJUAN TRANSPORTASI LAUT ANTARA PEMERINTAH NEGARA-NEGARA ANGGOTA ASOSIASI BANGSA-BANGSA ASIA TENGGARA DAN PEMERINTAH REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK Pemerintah-pemerintah Brunei Darussalam, Kerajaan Kamboja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut adalah kumpulan air asin dan menyatu dengan samudera. Dari waktu ke waktu, terjadi perkembangan yang signifikan terhadap fungsi atau peranan laut. Adapun fungsi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan kenyataan sejarah dan cara

Lebih terperinci

UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA)

UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) Copyright 2002 BPHN UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) *9571 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ambalat adalah blok laut seluas Km2 yang terletak di laut

BAB I PENDAHULUAN. Ambalat adalah blok laut seluas Km2 yang terletak di laut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ambalat adalah blok laut seluas 15.235 Km2 yang terletak di laut Sulawesi atau Selat Makassar milik negara Indonesia sebagai negara kepulauan. Hal ini dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggenangi dan membagi daratan atas benua atau pulau. 1

BAB I PENDAHULUAN. menggenangi dan membagi daratan atas benua atau pulau. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laut adalah kumpulan air asin dalam jumlah yang banyak dan luas yang menggenangi dan membagi daratan atas benua atau pulau. 1 Menurut definisi hukum, laut adalah keseluruhan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 37/2002, HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL DAN PESAWAT UDARA ASING DALAM MELAKSANAKAN HAK LINTAS ALUR LAUT KEPULAUAN MELALUI ALUR LAUT KEPULAUAN YANG DITETAPKAN *39678 PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

91 menganut prinsip penyeleasaian sengketa dilakukan dengan jalan damai maka ASEAN berusaha untuk tidak menggunakan langkah yang represif atau dengan

91 menganut prinsip penyeleasaian sengketa dilakukan dengan jalan damai maka ASEAN berusaha untuk tidak menggunakan langkah yang represif atau dengan BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Melalui penelitian mengenai peran ASEAN dalam menangani konflik di Laut China Selatan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Sengketa di Laut China Selatan merupakan sengketa

Lebih terperinci

STATUS PULAU BUATAN YANG DIBANGUN DI DALAM ZONA EKONOMI EKSKLUSIF TERHADAP PENETAPAN LEBAR LAUT TERITORIAL DAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF

STATUS PULAU BUATAN YANG DIBANGUN DI DALAM ZONA EKONOMI EKSKLUSIF TERHADAP PENETAPAN LEBAR LAUT TERITORIAL DAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF STATUS PULAU BUATAN YANG DIBANGUN DI DALAM ZONA EKONOMI EKSKLUSIF TERHADAP PENETAPAN LEBAR LAUT TERITORIAL DAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF Oleh: Anak Agung Gede Seridalem Ni Made Ari Yuliartini Griadhi Program

Lebih terperinci

JURNAL. Disusun oleh: REIGER MAHULE JELA JELA NPM : Program Kekhususan : Hubungan Internasional. Dosen Pembimbing I : H.

JURNAL. Disusun oleh: REIGER MAHULE JELA JELA NPM : Program Kekhususan : Hubungan Internasional. Dosen Pembimbing I : H. JURNAL PERANAN ASEAN DALAM MENGATASI KONFLIK ANTARA REPUBLIK RAKYAT CINA (RRC) DENGAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA ASEAN TERKAIT PENDAKUAN REPUBLIK RAKYAT CINA (RRC) ATAS SELURUH WILAYAH PERAIRAN LAUT CINA SELATAN

Lebih terperinci