BAB I PENDAHULUAN. Wilayah laut dalam perkembangannya kini tidak lagi berfungsi hanya

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Wilayah laut dalam perkembangannya kini tidak lagi berfungsi hanya"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah laut dalam perkembangannya kini tidak lagi berfungsi hanya sebagai sumber mata pencaharian untuk menangkap ikan, lalu lintas perdagangan dan pelayaran internasional, lebih dari itu kini manusia telah memaksimalkan pemanfaatan laut dengan menggunakan ilmu pengetahuan serta tekhnologi yang kini terus berkembang. Oleh karenanya fungsi laut kini telah bertambah lagi dengan ditemukannya berbagai energi atau sumber daya alam yang terkandung di dalam dasar laut. Mulai dari gas alam, sumber daya minyak (hydrocarbon) hingga bahan galian yang lainnya yang belum dikembangkan secara maksimal. Hal tersebutlah yang membuat negara-negara berusaha semaksimal mungkin mengolah wilayah laut demi meningkatkan ekonomi negara dan kesejahteraan rakyatnya. Dengan adanya perkembangan fungsi laut tersebut banyak negara terdorong untuk melakukan klaim terhadap wilayah laut yang berdekatan dengan pantainya, tujuannya jelas untuk mengekspansi kedaulatan wilayah negaranya serta untuk melakukan penguasaan dan pemanfaatan terhadap potensi yang dimiliki dalam wilayah laut. Menurut Barry Buzan, dalam tiga dekade terakhir sejak Perang Dunia II, lautan telah menjadi suatu sumber pertikaian dan konflik antar negara yang begitu penting. Tidak berbeda jauh dengan anggapan Hanry Kissinger mantan mentri luar negeri Amerika Serikat yang menyatakan bahwa 1

2 potensi lautan kini semakin menjadi harapan umat manusia, meskipun sangat potensial pula sebagai sumber konflik. 1 Sebenarnya penguasaan laut telah lama dilakukan oleh negara-negara, dimulai sejak berakhirnya kekuasaan Roma dan lahirnya negara-negara kecil yang berada di sekeliling lautan, sehingga pada saat itu melahirkan suatu konsepsi hukum laut. Dalam sejarah perkembangan hukum laut, khususnya hukum laut internasional mengenal dua konsepsi yang dicetuskan oleh bangsa Romawi, yaitu diantaranya: 2 1. Res Communis, yang menyatakan bahwa laut itu adalah milik bersama masyarakat dunia, dan karenanya itu tidak dapat diambil atau dimiliki oleh masing-masing negara; 2. Res Nullius, yang menyatakan bahwa laut itu tidak ada yang memiliki dan karenanya itu dapat diambil dan dimiliki oleh masing-masing negara. Dua konsepsi tersebut merupakan awal mula mengenai penguasaan laut yang dikenal pada masa Imperium Roma. Namun akhirnya dua konsepsi tersebut berakhir bersamaan dengan runtuhnya Imperium Roma. Dengan runtuhnya Imperium Roma tidak berarti aturan mengenai hukum laut ikut berakhir pula. Aturan-aturan mengenai hukum laut justru terus dikembangkan oleh para pakar hingga terus mengalami perkembangannya dalam hukum laut internasional. 1 Syamsumar Dam, 2010, Politik Kelautan, Cetakan pertama, Bumi Aksara, Jakarta, hlm. 2 2 Hasyim Djalal dalam Dikdik Mohamad Sodik, 2011, Hukum Laut Internasional, Refika Aditama, Bandung, hal. 2 2

3 Keberhasilan hukum internasional dibidang kelautan ditandai dengan berhasilnya mengkodifikasi aturan-aturan hukum laut pada tahun 1958 dengan lahirnya United Nations Conventions The Law of The Sea yang pertama (UNCLOS I) yang berlangsung di Jenewa dari tanggal 24 Februari hingga 27 April 1958, namun konvensi ini mengalami kegagalan karena masyarakat internasional belum mencapai kesepakatan mengenai persoalan lebar laut teritorial. Sama halnya dengan UNCLOS II di tahun 1960 yang merupakan kelanjutan dari UNCLOS I, konvensi ini bahkan tidak menghasilkan hal yang berbeda dari sebelumnya atau dengan kata lain gagal menghasilkan suatu kesepakatan tentang lebar laut teritorial. Sehingga pada akhirnya dilakukan kembali kongres yang sama di tahun 1973 sampai 1982 yang menghasilkan UNCLOS III di tahun 1982 dan telah diberlakukan sejak tanggal 16 November Pada Januari 2013 Konvensi PBB mengenai hukum laut ini telah memiliki 165 negara anggota yang berasal dari Asia, Afrika, Eropa, Amerika dan Oceania serta Timor Leste yang merupakan negara penandatangan terakhir yaitu pada 8 Januari Delapan negara yang berbatasan dengan Laut Timur pun telah bergabung dengan konvensi ini diantaranya Vietnam, China, Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei dan Thailand. 4 Konvensi inilah yang hingga kini dijadikan pedoman oleh masyarakat internasional dalam mengelola serta memanfaatkan wilayah laut. UNCLOS 1982 telah membagi zona laut yang didasarkan pada yurisdiksi suatu negara, khususnya bagi negara pantai dan negara kepulauan. Kemudian 3 List selengkapnya terdapat di halaman Lampiran. 4 diakses terakhir pada 24 Desember

4 UNCLOS 1982 juga memberikan penjelasan mengenai bagian-bagian wilayah laut yang dapat dimiliki oleh suatu negara serta bagian laut yang tidak boleh dimiliki oleh negara melainkan diperuntukkan bagi semua masyarakat internasional seperti laut lepas dan dasar laut samudra atau kawasan yang ditetapkan sebagai warisan bersama bagi umat manusia (common heritage of mankind). Selain itu pula UNCLOS 1982 telah memberikan aturan pemanfaatan dan pengelolaan bagi negara-negara yang boleh dan diizinkan untuk mengeksplorasi serta mengeksploitasi lautnya, yaitu bagi negara pantai maupun negara yang tidak berpantai ataupun bagi negara-negara yang secara geografis tak beruntung. Jadi dapat dilihat bahwa UNCLOS 1982 sendiri telah memberikan izin kepada negara-negara pantai untuk mengklaim wilayah laut yang berdekatan dengan pantainya. Meskipun ketentuan mengenai pengklaiman wilayah laut telah diatur dalam UNCLOS 1982, namun tidak sedikit negara-negara pantai yang masih memiliki sengketa dengan negara yang berdekatan, baik itu negara yang berhadapan ataupun negara yang berdampingan. Tidak terkecuali dalam hal kepemilikan wilayah laut berikut pulau-pulau yang berada di sekitar wilayah laut tersebut. Hingga sekarang penguasaan wilayah laut masih memiliki potensi konflik yang cukup tinggi termasuk klaim terhadap pulau-pulau yang berada di sekitarnya. Laut China Selatan adalah salah satu perairan terluas di dunia yang menyimpan potensi konflik tersebut, dengan potensi sumber daya alam hayati dan sumber daya mineral yang tinggi, baik dari sumber daya perikanannya maupun 4

5 minyak bumi dan gas alam serta tidak kalah pentingnya bahwa Laut China Selatan pun berperan sebagai jalur perdagangan dan pelayaran internasional. Laut China Selatan menurut UNCLOS III termasuk dalam tipe laut yang setengah tertutup (semi-enclosed sea) 5, dimana dalam ketentuan Konvensi dijelaskan bahwa laut tertutup atau laut setengah tertutup berarti suatu teluk, lembah laut (basin), atau laut yang dikelilingi oleh dua atau lebih negara dan dihubungkan dengan laut lainnya atau samudera oleh suatu alur yang sempit atau yang terdiri seluruhnya terutama dari laut teritorial dan zona ekonomi eksklusifnya dua atau lebih negara pantai. 6 Terdapat beberapa negara yang mengelilingi Laut China Selatan yang diantaranya adalah China termasuk Taiwan, Thailand, Filipina, Malaysia, Indonesia, Vietnam, Brunei Darussalam, Singapura dan Kamboja. Selain dikelilingi oleh negara-negara, kawasan laut ini juga banyak memiliki pulau-pulau kecil dan gugusan karang yaitu, gugusan pulau-pulau Pratas, gugusan Kepulauan Paracel dan gugusan Kepulauan Spratly yang merupakan gugusan kepulauan terbesar. 7 Pulau-pulau ini menyimpan potensi konflik regional yang tinggi dikarenakan negara-negara yang berada di sekitar laut tersebut saling mengajukan klaim terhadapnya. Khususnya atas pulau-pulau serta karang di sekitar Kepulauan Spratly yang merupakan sebuah fitur laut tidak berpenghuni yang dipersengketakan dan diklaim oleh beberapa negara (klaim multilateral), diantaranya China termasuk Taiwan dan beberapa negara-negara 5 Zou Keyuan, 2005, Law of The Sea In East Asia, RoutledgeTaylor and Francis Group, New York, hlm Lihat Pasal 122, BAB IX United Nations Convention The Law of The Sea Ign.Agung Setyawan, 2010, Komunikasi Negosiasi China Terhadap Penyelesaian Sengketa Laut China Selatan, dalam Jurnal Komunikasi Massa Vol.3 No.2 bulan Juli, diakses dari nikasi%20massa, pada 9 Oktober

6 anggota ASEAN yang terdiri dari Vietnam 8, Brunei 9, Filipina, dan Malaysia, kemudian gugusan kepulauan Paracel yang diperebutkan oleh China termasuk Taiwan dan Vietnam. 10 China merupakan negara yang pertama kali sekaligus sangat dominan dalam mengklaim pulau-pulau kecil dan karang yang berada di kawasan Laut China Selatan tersebut. Sebenarnya ada dua klaim yang dilakukan oleh China terhadap wilayah Laut China Selatan, yang pertama klaim China terhadap yurisdiksi wilayah laut di kawasan Laut China Selatan, kedua klaim China terhadap kedaulatan atas empat gugusan pulau yang berbeda, yaitu, Kepulauan Paracel, Spratly, Pratas dan Macclesfield. Namun, dari klaim-klaim yang telah disebutkan, klaim terhadap gugusan Kepulauan Spratly yang menjadi sorotan masyarakat internasional karena memiliki implikasi yang besar bagi hubungan internasional di kawasan tersebut. 11 Klaim terhadap kepemilikan Kepulauan Spratly inilah yang akan dikaji lebih jauh oleh peneliti dalam penelitian ini. Klaim kedaulatan terhadap wilayah Spratly ini jelas tercermin pada beragam nama yang digunakan untuk menyebut pulau di Laut China Selatan tersebut. China menyebut Kepulauan Spratly dengan sebutan Nansha Qundao, Vietnam menyebutnya sebagai Vạn LýTruong Sa atau Beting Sepuluh Ribu Liga, Filipina menyebutnya dengan Kalayaan/Freedomland, Malaysia menyebut 8 Vietnam resmi menjadi anggota ke-7 ASEAN pada tanggal Juli 1995 dalam Pertemuan para Menteri Luar Negeri ASEAN ke-28 di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam. 9 Brunei Darussalam resmi menjadi anggota ke-6 ASEAN pada tanggal 7 Januari 1984 dalam Sidang Khusus Menteri-Menteri Luar Negeri ASEAN (ASEAN Ministerial Meeting/AMM) di Jakarta, Indonesia. 10 Budi Susilo Supandji, diakses terakhir pada 15 September Chi Kin Lo, 1989, China s policy Toward Teritorial Dispute, Routledge, New York, hlm. 25 6

7 Kepulauan Spratly dengan sebutan Tarumbun Layang-Layang, kecuali Brunei yang tetap menyebutnya dengan Kepulauan Spratly seperti halnya yang dikenal oleh masyarakat internasional. 12 Kepulauan Spratly yang terletak di Laut China Selatan tersebut dalam konteks sumber daya alam yang ada di daratannya sebenarnya tidak memiliki nilai ekonomis yang signifikan, karena fitur-fitur utama dari pulau-pulau tersebut adalah bebatuan, terumbu karang, pasir yang tidak sesuai untuk bercocok tanam dan tidak mampu menyokong kehidupan serta aktifitas manusia. 13 Kepulauan Spratly adalah kumpulan pulau-pulau kecil serta karang yang luas daratannya kurang dari 4 km², tetapi melingkupi lautan seluas km². Namun, setidaknya ada tiga hal yang membuat Kepulauan Spratly ini strategis, yaitu; Penguasaan terhadap pulau-pulau yang menjadi bagian dari Kepulauan Spratly tersebut akan sangat menentukan garis batas negara yang menguasainya, dan berakses pada luas jangkauan wilayah kedaulatan yang akan dimiliki. 2. Wilayah Kepulauan Spratly merupakan bagian dari jalur lalu lintas internasional, baik untuk kapal dagang dan kadang kapal militer, 12 Jerry Indrawan, 2011, diakses pada 29 November Athanasius Aditya Nugraha, 2011, Manuver Politik China Dalam Konflik Laut China Selatan, Jurnal Pertahanan Vol.1 No.3, Oktober 2011, diakses terakhir pada 28 November Chinese Outpost, 20 Juni 2011, terkutip dalam Sandy Nur Ikfal Raharjo, diakses terakhir pada 28 November

8 sehingga akan sangat menentukan bagi posisi geostrategis negara tersebut. 3. Lautan di wilayah sekitar kepulauan ini diduga mengandung cadangan minyak dan gas alam yang besar. Walaupun belum ada penelitian yang berhasil mengkalkulasi berapa jumlahnya secara pasti, tetapi sedimentasi dari lembah laut yang ada di wilayah tersebut menunjukkan tanda-tanda kandungan minyak dan gas. Menurut penelitian yang diadakan oleh The Committee for Coordination of Joint Prospecting For Mineral Resources In Asian offshore Areas, Economic Commission for Asia and The Far East, sejak dasawarsa 1960-an telah ditemukan mineral potensial terutama minyak dan gas. 15 Selain kandungan minyak dan gas, Laut China Selatan juga berpotensi besar akan variasi jenis ikan. Letak geografi laut yang berdekatan dengan beberapa selat memungkinkan migrasi ikan-ikan dari Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) satu ke ZEE lainnya. Ketiga faktor di ataslah yang membuat lima negara terus memperkuat klaim mereka dan terus berupaya untuk mendapatkan kedaulatannya di teritorial tersebut. China termasuk Taiwan mengklaim kawasan Laut China Selatan khususnya di wilayah Kepulauan Spratly berdasarkan aspek history right, menurut pemerintah China Kepulauan Spratly telah diduduki dan dikuasai oleh kekaisaran Dinasti Chi ing pada 1400 setelah masehi, sedangkan menurut Vietnam, kepulauan Spratly telah dicantumkan sejak 1802 sebagai wilayah kekuasaannya 15 Setyaningsih Aryani, Kepentingan Nasional China Dalam Konflik Laut China Selatan, diakses terakhir pada 13 September

9 pada masa Kekaisaran Giang Long. Demikian juga halnya Filipina yang mengklaim kepulauan tersebut berdasarkan prinsip discovery dimana wilayah yang ditemukan menurut Filipina adalah terra nullius sebagai salah satu dasar pengklaiman, yaitu prinsip kewilayahan tidak bertuan sehingga dapat dimiliki oleh negara mana saja, dimana pada tahun 1947 warga negaranya Thomas Cloma berhasil menemukan kepulauan ini. Malaysia mengatakan bahwa berdasarkan UNCLOS 1982 sebagian pulau-pulau di Kepulauan Spratly adalah bagian dari Sabah, sama halnya Brunei yang juga mengakui bahwa fitur yang menjadi klaimnya di Kepulauan Spratly merupakan bagian dari wilayahnya sesuai dengan ketentuan UNCLOS 1982 dan setelah memperoleh kemerdekaan dari negara Inggris pada tahun Sehingga klaim dari negara-negara ini pada akhirnya mengakibatkan overlapping kepemilikan terhadap Kepulauan Spratly. Dalam hal overlapping kepemilikan wilayah, khususnya terhadap sebuah pulau oleh suatu negara yang berpotensi menimbulkan sengketa tentu tidak terlepas kaitannya dengan hukum internasional, khususnya hukum laut internasional. Persoalan klaim teritorial di wilayah Laut China Selatan yang diklaim oleh beberapa negara anggota ASEAN dimana sebagian besar diklaim oleh negara China menunjukkan bahwa perlu adanya pengaturan yang jelas yang dapat diterima secara universal. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini akan menjelaskan bagaimana peran hukum internasional dapat diterapkan untuk menjelaskan pemasalahan, upaya penyelesaian sengketa dan untuk mengetahui 16 Sulfa, 2008, Peran Indonesia Dalam Menciptakan Ketahanan Regional dalam jurnal SELAMI IPS, edisi nomor 24 volume 1 Tahun XIII Agustus 2008, diakses dari 15 September

10 status klaim negara-negara yang bersengketa, apakah pengajuan klaim dari negara-negara tersebut sah berdasarkan hukum internasional. Berikut merupakan gambaran geografi pulau-pulau yang berada di kawasan Laut China Selatan serta gugusan pulau-pulau yang dipersengketakan termasuk Kepulauan Spratly. Gambar 1: Negara-negara yang berada di kawasan Laut China Selatan diakses terakhir pada 21 November

11 Gambar 2. Kelompok Gugus Kepulauan Paracel :1, Kepulauan Spratly:2, Kepulauan Pratas:3 dan Kepulauan Macclesfield:4 18 B. Rumusan Masalah: Dari uraian latar belakang penelitian di atas, maka ada beberapa rumusan masalah yang akan penyusun ajukan, diantaranya yaitu: 1. Bagaimanakah status hukum terhadap klaim kedaulatan yang diajukan oleh negara-negara yang bersengketa dalam melaksanakan penguasaan Kepulauan Spratly di wilayah Laut China Selatan? 2. Bagaimanakah upaya penyelesaian sengketa terhadap klaim kedaulatan teritorial yang terjadi di wilayah Laut China Selatan berdasarkan hukum internasional? 18 Sumber dari situs diakses terakhir pada 21 November

12 C. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai Penyelesaian Sengketa Terhadap Klaim Kedaulatan Teritorial di Wilayah Laut China Selatan Berdasarkan Hukum Internasional, sepanjang pengetahuan peneliti melalui bacaan-bacaan pustaka, ditemukan beberapa karya ilmiah yang hampir sama, namun memiliki perbedaan dalam aspek-aspek tertentu dengan permasalahan yang dikaji penulis saat ini. Penelusuran terhadap hasil-hasil penelitian dan karya-karya ilmiah telah dilakukan, dan telah ditemukan berbagai hasil penelitian, artikel maupun jurnal, baik itu jurnal internasional dan jurnal nasional yang juga membahas permasalahan serupa. Akan tetapi, calon peneliti juga menemukan bahwa meskipun membahas permasalahan serupa, akan tetapi tidak ditemukan hasil penelitian maupun jurnal yang secara spesifik membahas status hukum (legal status) klaim yang diajukan oleh negara-negara yang terlibat dalam sengketa di Kepulauan Spraty, Laut China Selatan dan pengaturan instrument hukum internasional dalam upaya penyelesaian sengketanya. Dari sekian banyak hasil penelitian dan jurnal internasional serta nasional, peneliti hanya mengangkat beberapa tulisan yang dianggap memiliki kemiripan substansi dengan permasalahan yang dirumuskan oleh peneliti, tulisan tersebut yakni sebagai berikut: 1. Jurnal internasional The South China Sea dispute: Evolution, Conflict Management and Resolution oleh Lalita Boonpriwan. Substansi jurnal ini dijadikan bahan rujukan oleh peneliti dalam penelitian ini. 12

13 Jurnal ini merupakan hasil penelitian yang membahas tentang sengketa pengklaiman di wilayah Laut China Selatan. Mulai dari membahas latar belakang timbulnya sengketa pengklaiman di wilayah Laut China Selatan dan juga mengenai pendekatan-pendekatan alternatif yang dapat digunakan dalam penyelesaian sengketa ini terutama menggunakan pengembangan sumber daya dan peningkatan kerjasama yang menjadi pendekatan untuk penyelesaian konflik di kawasan yang melibatkan ASEAN, yang membedakan penelitian ini dengan penelitian peneliti adalah penelitian ini lebih cenderung membahas sengketa ini dalam aspek hubungan internasional, tidak membahas lebih lanjut mengenai status hukum klaim yang diajukan oleh setiap negara terhadap kepemilikan serta penguasaan pulau-pulau di Kepulauan Spratly, Laut China Selatan. 2. Jurnal internasional dengan dengan tema UNCLOS and Sovereignty Claims in the South China Sea oleh Joshua P Rowan. Substansi jurnal ini menjadi rujukan peneliti dalam penelitian ini. Jurnal ini mengkaji kaitan antara UNCLOS 1982 dan pengklaiman Laut China Selatan. Jurnal ini pun menceritakan latar belakang mengapa lima negara yang terlibat dalam sengketa mengklaim wilayah Laut China Selatan. Namun tidak membahas adanya pengaturan upaya penyelesaian sengketa pengklaiman Laut China Selatan dalam lingkup hukum internasional secara menyeluruh dan tidak adanya penjelasan status klaim yang diajukan para pihak yang bersengketa. Artinya, meskipun 13

14 memiliki kemiripan objek pembahasan yaitu mengenai pengklaiman kedaulatan di wilayah Laut China Selatan, penelitian yang dilakukan oleh kedua peneliti tersebut diatas memiliki perbedaan tersendiri dengan penelitian ini. 3. Jurnal Nasional oleh Ign. Agung Setyawan dengan judul Komunikasi Negosiasi China Terhadap Penyelesaian Sengketa Laut China Selatan. Jurnal yang menjadi rujukan peneliti ini membahas mengenai kedudukan Laut China Selatan bagi negara-negara yang bersengketa, khususnya bagi negara China yang sangat konsisten dengan argumennya dalam mengklaim wilayah laut tersebut. Pemaparan jurnal ini menitikberatkan pada upaya penyelesaian sengketa yang pernah dilakukan oleh ASEAN untuk mengurangi ketegangan yang terjadi di kawasan sengketa. Berbeda dengan penelitian dalam tesis ini, selain meneliti mengenai peran ASEAN penelitian dalam tesis ini juga mengkaji tentang upaya penyelesaian sengketa pengklaiaman Laut China Selatan dalam kerangka hukum internasional pada umumnya dan hukum laut internasional pada khususnya. D. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang peneliti telah ajukan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 14

15 1. Untuk mengetahui status hukum (legal status) klaim kedaulatan masingmasing negara yang bersengketa di Kepulauan Spratly wilayah Laut China Selatan. 2. Untuk mengetahui bagaimana mengupayakan penyelesaian sengketa terhadap klaim kedaulatan teritorial yang terjadi di wilayah Laut China Selatan berdasarkan hukum internasional. E. Manfaat Penelitian Ada beberapa manfaat yang tentunya ingin dicapai peneliti melalui penelitian ini, antara lain sebagai berikut : 1. Dalam lingkup akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan dan pengkajian ilmu hukum internasional, khususnya dalam bidang hukum penyelesaian sengketa internasional dan hukum laut internasional dalam mengumpulkan informasi dan data yang selengkap-lengkapnya guna menjawab permasalahan yang telah dirumuskan di atas, sehingga dari informasi tersebut dapat dirumuskan suatu kesimpulan yang tepat sesuai dengan hukum yang menjadi dasar dalam menjawab permasalahan di atas; 2. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah pengetahuan peneliti dalam bidang hukum internasional pada umumnya dan dalam bidang hukum laut internasional dan hukum penyelesaian sengketa internasional pada khususnya. 15

KONFLIK LAUT TIONGKOK SELATAN [DEWI TRIWAHYUNI]

KONFLIK LAUT TIONGKOK SELATAN [DEWI TRIWAHYUNI] KONFLIK LAUT TIONGKOK SELATAN [DEWI TRIWAHYUNI] INTERNATIONAL RELATIONS DEPARTMENT UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA 2015 1 HISTORICAL BACKGROUND 2 Secara geografis kawasan Laut Cina Selatan dikelilingi sepuluh

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal...

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR GRAFIK... iii DAFTAR SINGKATAN... iii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar Belakang... 1 I.2 Rumusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asia Tenggara merupakan suatu kawasan di Asia yang memiliki sekitar

BAB I PENDAHULUAN. Asia Tenggara merupakan suatu kawasan di Asia yang memiliki sekitar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Asia Tenggara merupakan suatu kawasan di Asia yang memiliki sekitar 80% merupakan wilayah lautan. Hal ini menjadikan kawasan Asia Tenggara sebagai jalur alur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makhluk individu, negara juga memiliki kepentingan-kepentingan yang harus

BAB I PENDAHULUAN. makhluk individu, negara juga memiliki kepentingan-kepentingan yang harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara-negara dalam melakukan hubungan-hubungan yang sesuai kaidah hukum internasional tidak terlepas dari sengketa. Seperti halnya manusia sebagai makhluk individu,

Lebih terperinci

Perkembangan Hukum Laut Internasional

Perkembangan Hukum Laut Internasional Perkembangan Hukum Laut Internasional Hukum laut internasional adalah seperangkat norma hukum yang mengatur hubungan hukum antara negara pantai atau yang berhubungan dengan pantai, yang terkurung oleh

Lebih terperinci

BAB III KONFLIK LAUT CINA SELATAN. itu bernama Cina memproduksi peta LCS dengan 9 garis putus-putus dan

BAB III KONFLIK LAUT CINA SELATAN. itu bernama Cina memproduksi peta LCS dengan 9 garis putus-putus dan BAB III KONFLIK LAUT CINA SELATAN A. Sejarah Konflik Laut Cina Selatan Berbicara tentang konflik LCS tentu tidak bisa dilepaskan dengan penetrasi yang di lakukan oleh Tiongkok atas klaim sepihak mereka

Lebih terperinci

2 dunia. Kerjasama yang terjalin diantara negara-negara menjadikan status antar negara adalah partner bukan musuh sehingga keinginan untuk saling bers

2 dunia. Kerjasama yang terjalin diantara negara-negara menjadikan status antar negara adalah partner bukan musuh sehingga keinginan untuk saling bers BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi telah menjadi fenomena yang terjadi secara global yang cukup mempengaruhi tatanan dunia hubungan internasional dewasa ini. Globalisasi merupakan proses

Lebih terperinci

Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional

Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional Wilayah Negara Pasal 1 Konvensi Montevideo 1933 menyatakan bahwa: The state as a person of international law should possess the following qualifications: (a) a

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penetapan batas wilayah teritorial laut telah menjadi permasalahan antar negaranegara bertetangga sejak dulu. Kesepakatan mengenai batas teritorial adalah hal penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Laut Cina Selatan merupakan bagian dari Samudera Pasifik, yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Laut Cina Selatan merupakan bagian dari Samudera Pasifik, yang meliputi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Laut Cina Selatan merupakan bagian dari Samudera Pasifik, yang meliputi sebagian wilayah dari Singapura dan Selat Malaka hingga ke Selat Taiwan dengan luas

Lebih terperinci

Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III

Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III Gambar Batas-batas ALKI Lahirnya Konvensi ke-3 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai hukum laut (United Nation Convention on the Law of the Sea/UNCLOS),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat masih berupa non-intervensi. Namun ketika Perang Dunia Kedua

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat masih berupa non-intervensi. Namun ketika Perang Dunia Kedua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketika Perang Dunia Pertama terjadi, tren utama kebijakan luar negeri Amerika Serikat masih berupa non-intervensi. Namun ketika Perang Dunia Kedua terjadi Amerika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Garis pantainya mencapai kilometer persegi. 1 Dua pertiga wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Garis pantainya mencapai kilometer persegi. 1 Dua pertiga wilayah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim terbesar ketiga di dunia yang memiliki luas laut mencapai 7.827.087 km 2 dengan jumlah pulau sekitar 17.504 pulau. Garis pantainya

Lebih terperinci

Hukum Laut Indonesia

Hukum Laut Indonesia Hukum Laut Indonesia Pengertian Hukum Laut Hukum Laut berdasarkan pendapat ahli ahli : Hukum laut menurut dr. Wirjono Prodjodikoro SH adalah meliputi segala peraturan hukum yang ada hubungan dengan laut.

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN SUMBER-SUMBER IKAN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF ANTAR NEGARA ASEAN

PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN SUMBER-SUMBER IKAN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF ANTAR NEGARA ASEAN PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN SUMBER-SUMBER IKAN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF ANTAR NEGARA ASEAN (The Protection and the Conservation of Fishery Resources in the Economic Exclusive Zone Among the Asean States)

Lebih terperinci

KONFLIK & MANAJEMEN KONFLIK DI ASIA TENGGARA PASKA PERANG DINGIN DALAM PERSPEKTIF KEAMANAN TRADISIONAL DEWI TRIWAHYUNI

KONFLIK & MANAJEMEN KONFLIK DI ASIA TENGGARA PASKA PERANG DINGIN DALAM PERSPEKTIF KEAMANAN TRADISIONAL DEWI TRIWAHYUNI KONFLIK & MANAJEMEN KONFLIK DI ASIA TENGGARA PASKA PERANG DINGIN DALAM PERSPEKTIF KEAMANAN TRADISIONAL DEWI TRIWAHYUNI Introduksi Perbedaan Latar belakang sejarah, status ekonomi, kepentingan nasional,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1996 WILAYAH. KEPULAUAN. PERAIRAN. Wawasan Nusantara (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

Ketika Capres bicara Kedaulatan, Batas Maritim dan Laut China Selatan. I Made Andi Arsana, Ph.D.

Ketika Capres bicara Kedaulatan, Batas Maritim dan Laut China Selatan. I Made Andi Arsana, Ph.D. Ketika Capres bicara Kedaulatan, Batas Maritim dan Laut China Selatan I Made Andi Arsana, Ph.D. Jutaan orang menyaksikan debat capres ketiga tanggal 22 Juni lalu. Temanya, setidaknya menurut saya, sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perbatasan darat dengan tiga negara tetangga, yaitu Malaysia, Papua Nugini dan Timor Leste. Sementara perbatasan laut dengan sepuluh negara tetangga,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Situasi politik keamanan di Laut Cina Selatan dalam beberapa tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Situasi politik keamanan di Laut Cina Selatan dalam beberapa tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Situasi politik keamanan di Laut Cina Selatan dalam beberapa tahun terakhir menjadi semakin buruk. Penyebabnya adalah pemerintah Republik Rakyat Cina (RRC) yang semakin

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. diatur oleh hukum internasional yakni okupasi terhadap suatu wilayah harus

BAB V PENUTUP. diatur oleh hukum internasional yakni okupasi terhadap suatu wilayah harus BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Bedasarkan pembahasan dari bab-bab sebelumnya, maka penulis mencoba menarik kesimpulan, yaitu: Pertama, telah terjadinya pelanggaran klaim kedaulatan wilayah yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. wilayah, tindakan atas hak dan kewajiban yang dilakukan di laut baik itu oleh

BAB V KESIMPULAN. wilayah, tindakan atas hak dan kewajiban yang dilakukan di laut baik itu oleh BAB V KESIMPULAN Laut memiliki peranan penting baik itu dari sudut pandang politik, keamanan maupun ekonomi bagi setiap negara. Segala ketentuan mengenai batas wilayah, tindakan atas hak dan kewajiban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut adalah kumpulan air asin dan menyatu dengan samudera. Dari waktu ke waktu, terjadi perkembangan yang signifikan terhadap fungsi atau peranan laut. Adapun fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juta km² dan mempunyai kedalaman sekitar meter. 1 Laut China Selatan

BAB I PENDAHULUAN. juta km² dan mempunyai kedalaman sekitar meter. 1 Laut China Selatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Laut China Selatan terletak di antara Samudera Pasifik di sebelah Timur dan Samudera Hindia di sebelah Barat. Laut China Selatan memiliki luas 3.447 juta km²

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1982, tepatnya tanggal 10 Desember 1982 bertempat di Jamaika

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1982, tepatnya tanggal 10 Desember 1982 bertempat di Jamaika I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tahun 1982, tepatnya tanggal 10 Desember 1982 bertempat di Jamaika merupakan hari bersejarah bagi perkembangan Hukum Laut Internasional. Saat itu diadakan Konferensi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA FAKULTAS HUKUM JURNAL KEABSAHAN TENTANG PENETAPAN SEMBILAN GARIS PUTUS-PUTUS LAUT CINA SELATAN OLEH REPUBLIK RAKYAT CINA MENURUT UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA 1982 (UNCLOS III) Disusun oleh : MELDA

Lebih terperinci

MUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM

MUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM MUHAMMAD NAFIS 140462201067 PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM Translated by Muhammad Nafis Task 8 Part 2 Satu hal yang menarik dari program politik luar negeri Jokowi adalah pemasukan Samudera Hindia sebagai

Lebih terperinci

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang.

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang. BAB V KESIMPULAN Asia Tenggara merupakan kawasan yang memiliki potensi konflik di masa kini maupun akan datang. Konflik perbatasan seringkali mewarnai dinamika hubungan antarnegara di kawasan ini. Konflik

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Laut China Selatan sebagai perairan semi tertutup telah berstatus konflik. Konflik yang

BAB V KESIMPULAN. Laut China Selatan sebagai perairan semi tertutup telah berstatus konflik. Konflik yang BAB V KESIMPULAN Fenomena hubungan internasional pada abad ke-20 telah diwarnai dengan beberapa konflik. Terutama di Kawasan Asia Pasifik atau lebih tepatnya kawasan Laut China Selatan. Laut China Selatan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK SOSIALIS VIETNAM TENTANG PENETAPAN BATAS LANDAS KONTINEN,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan dalam lingkungan wilayah yang dibatasi oleh garis-garis perbatasan

BAB I PENDAHULUAN. dan dalam lingkungan wilayah yang dibatasi oleh garis-garis perbatasan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Wilayah atau teritori adalah salah satu manifestasi paling utama dari kedaulatan suatu negara.oleh karena itu dalam lingkungan wilayahnya tersebut suatu negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada zaman Romawi, penguasaan laut belum menimbulkan persoalan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada zaman Romawi, penguasaan laut belum menimbulkan persoalan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman Romawi, penguasaan laut belum menimbulkan persoalan perlintasan laut, karena kekuatan Romawi sebagai kekuasaan kekaisaran (imperium) masih menguasai Laut

Lebih terperinci

KEPENTINGAN NASIONAL CHINA DALAM KONFLIK LAUT CINA SELATAN

KEPENTINGAN NASIONAL CHINA DALAM KONFLIK LAUT CINA SELATAN KEPENTINGAN NASIONAL CHINA DALAM KONFLIK LAUT CINA SELATAN SETYASIH HARINI Staf Pengajar Ilmu Hubungan Internasional Fisip Unsri Surakarta Abstract This article explores about national interest of China

Lebih terperinci

91 menganut prinsip penyeleasaian sengketa dilakukan dengan jalan damai maka ASEAN berusaha untuk tidak menggunakan langkah yang represif atau dengan

91 menganut prinsip penyeleasaian sengketa dilakukan dengan jalan damai maka ASEAN berusaha untuk tidak menggunakan langkah yang represif atau dengan BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Melalui penelitian mengenai peran ASEAN dalam menangani konflik di Laut China Selatan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Sengketa di Laut China Selatan merupakan sengketa

Lebih terperinci

ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF

ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF Ardigautama Agusta. Analisis Undang-undang Kelautan di Wilayah Zona Ekonomi Eksklusif 147 ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF Ardigautama Agusta Teknik Geodesi dan Geomatika,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si khodijah5778@gmail.com www. Khodijahismail.com POKOK BAHASAN Kontrak Perkuliahan dan RPKPS (Ch 01) Terminologi Ilmu dan Teknologi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK SOSIALIS VIETNAM TENTANG PENETAPAN BATAS LANDAS KONTINEN,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah-masalah hukum. Di Indonesia, salah satu masalah hukum

BAB I PENDAHULUAN. masalah-masalah hukum. Di Indonesia, salah satu masalah hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat internasional, pasti tidak lepas dari masalah-masalah hukum. Di Indonesia, salah satu masalah hukum internasional yang sering muncul

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: 1. bahwa berdasarkan kenyataan sejarah dan cara pandang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

BAB II DINAMIKA KONFLIK LAUT CINA SELATAN. Konflik Laut Cina adalah konflik yang terjadi karena adanya perebutan

BAB II DINAMIKA KONFLIK LAUT CINA SELATAN. Konflik Laut Cina adalah konflik yang terjadi karena adanya perebutan BAB II DINAMIKA KONFLIK LAUT CINA SELATAN Konflik Laut Cina adalah konflik yang terjadi karena adanya perebutan wilayah, baik darat maupun laut, antar beberapa negara yang masing-masing memilii klaim tersendiri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara dimana wilayah daratnya berbatasan dengan laut. menimbulkan kerenggangan hubungan dan apabila berlarut-larut akan

BAB I PENDAHULUAN. negara dimana wilayah daratnya berbatasan dengan laut. menimbulkan kerenggangan hubungan dan apabila berlarut-larut akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah suatu negara yang kita kenal seperti udara dan darat juga lautan. Namun masalah kelautan atau wilayah laut tidak dimiliki oleh setiap negara, hanya negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional 4. Kedaulatan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional 4. Kedaulatan BAB I PENDAHULUAN H. Latar Belakang Kedaulatan ialah kekuasaan tertinggi yang dimiliki oleh suatu negara untuk secara bebas melakukan berbagai kegiatan sesuai dengan kepentingannya asal saja kegiatan tersebut

Lebih terperinci

IUU FISHING DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA. Oleh Prof. Dr. Hasjim Djalal. 1. Wilayah perbatasan dan/atau kawasan perbatasan atau daerah perbatasan

IUU FISHING DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA. Oleh Prof. Dr. Hasjim Djalal. 1. Wilayah perbatasan dan/atau kawasan perbatasan atau daerah perbatasan IUU FISHING DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA Oleh Prof. Dr. Hasjim Djalal 1. Wilayah perbatasan dan/atau kawasan perbatasan atau daerah perbatasan Wilayah perbatasan: a. Internal waters/perairan pedalaman.

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjuangan Indonesia terkait dengan prinsip Wawasan Nusantara telah membuahkan hasil dengan diakuinya konsep negara kepulauan atau archipelagic state secara

Lebih terperinci

SENGKETA KEPEMILIKAN KEPULAUAN SPRATLY DI LAUT CHINA SELATAN BERDASARKAN UNCLOS III (UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA) TAHUN 1982

SENGKETA KEPEMILIKAN KEPULAUAN SPRATLY DI LAUT CHINA SELATAN BERDASARKAN UNCLOS III (UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA) TAHUN 1982 SENGKETA KEPEMILIKAN KEPULAUAN SPRATLY DI LAUT CHINA SELATAN BERDASARKAN UNCLOS III (UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA) TAHUN 1982 Oleh : Ocie April Ningsih Pembimbing 1 : Dr. Mexsasai Indra,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggenangi dan membagi daratan atas benua atau pulau. 1

BAB I PENDAHULUAN. menggenangi dan membagi daratan atas benua atau pulau. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laut adalah kumpulan air asin dalam jumlah yang banyak dan luas yang menggenangi dan membagi daratan atas benua atau pulau. 1 Menurut definisi hukum, laut adalah keseluruhan

Lebih terperinci

Hukum Internasional Kl Kelautan. Riza Rahman Hakim, S.Pi

Hukum Internasional Kl Kelautan. Riza Rahman Hakim, S.Pi Hukum Internasional Kl Kelautan Riza Rahman Hakim, S.Pi Hukum laut mulai dikenal semenjak laut dimanfaatkan untuk kepentingan pelayaran, perdagangan, dan sebagai sumber kehidupan seperti penangkapan ikan

Lebih terperinci

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN. Oleh : Ida Kurnia*

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN. Oleh : Ida Kurnia* PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN Oleh : Ida Kurnia* Abstrak KHL 1982 tentang Hukum Laut yang telah diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-Undang

Lebih terperinci

PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI REGIONAL

PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI REGIONAL PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI REGIONAL Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) ASEP GINANJAR PPG DALAM JABATAN Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi 2018 1. Peran Indonesia dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Potensi ruang angkasa untuk kehidupan manusia mulai dikembangkan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Potensi ruang angkasa untuk kehidupan manusia mulai dikembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ruang angkasa merupakan sebuah tempat baru bagi manusia, sebelumnya ruang angkasa merupakan wilayah yang asing dan tidak tersentuh oleh peradaban manusia. Potensi ruang

Lebih terperinci

BAB III ISU PERBATASAN LAUT CINA SELATAN CINA-ASEAN. ASEAN secara komprehensif, konflik ini sebenarnya lebih terpusat pada tumpang tindih

BAB III ISU PERBATASAN LAUT CINA SELATAN CINA-ASEAN. ASEAN secara komprehensif, konflik ini sebenarnya lebih terpusat pada tumpang tindih BAB III ISU PERBATASAN LAUT CINA SELATAN CINA-ASEAN Konflik di Laut Cina Selatan dapat di kategorikan dalam 4 Hal ; Perebutan wilayah, lokasi untuk perikanan, eksplorasi dan pengembangan minyak, dan gas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Dinamika Hukum Laut Internasional mengalami perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Dinamika Hukum Laut Internasional mengalami perkembangan yang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Dinamika Hukum Laut Internasional mengalami perkembangan yang begitu pesat. Menurut J.G. Starke 1, tidak ada cabang hukum internasional yang lebih banyak mengalami perubahan

Lebih terperinci

PENERAPAN UNCLOS 1982 DALAM KETENTUAN PERUNDANG UNDANGAN NASIONAL, KHUSUSNYA ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA. Oleh : Ida Kurnia * Abstrak

PENERAPAN UNCLOS 1982 DALAM KETENTUAN PERUNDANG UNDANGAN NASIONAL, KHUSUSNYA ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA. Oleh : Ida Kurnia * Abstrak PENERAPAN UNCLOS 1982 DALAM KETENTUAN PERUNDANG UNDANGAN NASIONAL, KHUSUSNYA ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA Oleh : Ida Kurnia * Abstrak Sebelum Indonesia meratifikasi UNCLOS 1982, Indonesia telah mempunyai

Lebih terperinci

Kata Kunci : Yurisdiksi Indonesia, Penenggelaman Kapal Asing, UNCLOS

Kata Kunci : Yurisdiksi Indonesia, Penenggelaman Kapal Asing, UNCLOS YURISDIKSI INDONESIA DALAM PENERAPAN KEBIJAKAN PENENGGELAMAN KAPAL ASING YANG MELAKUKAN ILLEGAL FISHING BERDASARKAN UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA Oleh : Kadek Rina Purnamasari I Gusti

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK FILIPINA MENGENAI PENETAPAN BATAS ZONA EKONOMI EKSKLUSIF,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK FILIPINA MENGENAI PENETAPAN BATAS ZONA EKONOMI EKSKLUSIF,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT FOR THE IMPLEMENTATION OF THE PROVISIONS OF THE UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA OF 10 DECEMBER 1982 RELATING

Lebih terperinci

Kepentingan Vietnam Dalam Konflik Laut China Selatan

Kepentingan Vietnam Dalam Konflik Laut China Selatan Kepentingan Vietnam Dalam Konflik Laut China Selatan I Gede Made Dwi Jaya Program Studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana Email: dwijaya1990@gmail.com ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh United Nations Security Council yang menyebabkan berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN. oleh United Nations Security Council yang menyebabkan berkembangnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan organisasi internasional sebagai subjek hukum internasional, tidak terlepas dari munculnya berbagai organisasi internasional pasca Perang Dunia ke II. Terjadinya

Lebih terperinci

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN LAPORAN PENELITIAN KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN Oleh: Drs. Simela Victor Muhamad, MSi.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT FOR THE IMPLEMENTATION OF THE PROVISIONS OF THE UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA OF 10 DECEMBER

Lebih terperinci

2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,

2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.177, 2008 WILAYAH NEGARA. NUSANTARA. Kedaulatan. Ruang Lingkup. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4925) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi ekonomi bagi seluruh bangsa di dunia adalah fakta sejarah yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan ASEAN. Globalisasi

Lebih terperinci

HUKUM LAUT. Laut adalah keseluruhan rangkaian air asin yang menggenangi permukaan bumi.

HUKUM LAUT. Laut adalah keseluruhan rangkaian air asin yang menggenangi permukaan bumi. HUKUM LAUT I. Pengertian Laut adalah keseluruhan rangkaian air asin yang menggenangi permukaan bumi. Laut secara hukum adalah keseluruhan air laut yang berhubungan secara bebas di seluruh permukaan bumi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan laut merupakan elemen penting yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Sumberdaya yang terkandung di dalamnya, baik berupa sumberdaya hayati ataupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan investasi atau penanaman modal merupakan salah satu kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan investasi atau penanaman modal merupakan salah satu kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan investasi atau penanaman modal merupakan salah satu kegiatan pembangunan karena investasi dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Era

Lebih terperinci

No b. pemanfaatan bumi, air, dan udara serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; c. desentralis

No b. pemanfaatan bumi, air, dan udara serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; c. desentralis TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.4925 WILAYAH NEGARA. NUSANTARA. Kedaulatan. Ruang Lingkup. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 177 ) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI BATAS WILAYAH SUATU NEGARA. A. Sejarah Perkembangan Hukum Laut Internasional

BAB II PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI BATAS WILAYAH SUATU NEGARA. A. Sejarah Perkembangan Hukum Laut Internasional BAB II PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI BATAS WILAYAH SUATU NEGARA A. Sejarah Perkembangan Hukum Laut Internasional Pada abad ke-19, batas 3 mil memperoleh pengakuan dari para ahli hukum, juga oleh

Lebih terperinci

Kompleksitas Sengketa Celah Timor

Kompleksitas Sengketa Celah Timor Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI Gd. Nusantara I Lt. 2 Jl. Jend. Gatot Subroto Jakarta Pusat - 10270 c 5715409 d 5715245 m infosingkat@gmail.com BIDANG HUBUNGAN INTERNASIONAL KAJIAN SINGKAT TERHADAP

Lebih terperinci

BAB II KLAIM TIONGKOK TERHADAP LAUT CHINA SELATAN DAN NATUNA. Dalam bab ini akan dijelaskan alasan Tiongkok mengklaim wilayah Laut China Selatan

BAB II KLAIM TIONGKOK TERHADAP LAUT CHINA SELATAN DAN NATUNA. Dalam bab ini akan dijelaskan alasan Tiongkok mengklaim wilayah Laut China Selatan BAB II KLAIM TIONGKOK TERHADAP LAUT CHINA SELATAN DAN NATUNA Dalam bab ini akan dijelaskan alasan Tiongkok mengklaim wilayah Laut China Selatan serta memasukkan perairan Natuna kedalam peta Nine-Dashed

Lebih terperinci

BAB III DINAMIKA PEREBUTAN PENGARUH DI PERAIRAN NATUNA. Landasan hukum tentang peraturan perbatasan laut tiap-tiap negara yang

BAB III DINAMIKA PEREBUTAN PENGARUH DI PERAIRAN NATUNA. Landasan hukum tentang peraturan perbatasan laut tiap-tiap negara yang BAB III DINAMIKA PEREBUTAN PENGARUH DI PERAIRAN NATUNA Landasan hukum tentang peraturan perbatasan laut tiap-tiap negara yang seringkali diabaikan oleh negara-negara yang bertetangga secara maritime seringkali

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

SE)ARAH HUKUM laut INTERNASIONAl 1. PENGATURAN KONVENSI HUKUM laut 1982 TENTANG PERAIRAN NASIONAl DAN IMPlEMENTASINYA DI INDONESIA 17

SE)ARAH HUKUM laut INTERNASIONAl 1. PENGATURAN KONVENSI HUKUM laut 1982 TENTANG PERAIRAN NASIONAl DAN IMPlEMENTASINYA DI INDONESIA 17 Daftar lsi leata PENGANTAR DAFTAR lsi v vii BAB I SE)ARAH HUKUM laut INTERNASIONAl 1 BAB II PENGATURAN KONVENSI HUKUM laut 1982 TENTANG PERAIRAN NASIONAl DAN IMPlEMENTASINYA DI INDONESIA 17 A. Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki sejarah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki sejarah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki sejarah panjang untuk mendapatkan status sebagai negara kepulauan. Dimulai dengan perjuangan Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ambalat adalah blok laut seluas Km2 yang terletak di laut

BAB I PENDAHULUAN. Ambalat adalah blok laut seluas Km2 yang terletak di laut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ambalat adalah blok laut seluas 15.235 Km2 yang terletak di laut Sulawesi atau Selat Makassar milik negara Indonesia sebagai negara kepulauan. Hal ini dapat

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Pembagian Wilayah Laut

BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Pembagian Wilayah Laut BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Pembagian Wilayah Laut Dalam UNCLOS 1982 disebutkan adanya 6 (enam) wilayah laut yang diakui dan ditentukan dari suatu garis pangkal yaitu : 1. Perairan Pedalaman (Internal Waters)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan salah satu subjek hukum internasional. Sebagai subjek hukum internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, salah satunya

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM LAUT INTERNASIONAL TERKAIT DENGAN REKLAMASI. Retno Windari Poerwito

ASPEK HUKUM LAUT INTERNASIONAL TERKAIT DENGAN REKLAMASI. Retno Windari Poerwito ASPEK HUKUM LAUT INTERNASIONAL TERKAIT DENGAN REKLAMASI Retno Windari Poerwito FOKUS MATERI Apakah hukum internasional mengatur kegiatan reklamasi? Hukum internasional yang mengatur tentang kewenangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa, kepulauan tidak hanya berarti sekumpulan pulau, tetapi juga lautan yang

BAB I PENDAHULUAN. bahasa, kepulauan tidak hanya berarti sekumpulan pulau, tetapi juga lautan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dari sudut pandang geografis, kepulauan merupakan formasi dari pulaupulau yang dikelompokkan bersama menjadi satu kesatuan. Dari sudut pandang bahasa, kepulauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pertahanan negara. Salah satu keuntungannya adalah sebagai

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pertahanan negara. Salah satu keuntungannya adalah sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Pasal 1 Konvensi Montevideo tahun 1933 tentang Hak dan Kewajiban Negara salah satu unsur yang harus dipenuhi dalam terbentuknya suatu negara adalah wilayah.

Lebih terperinci

Hak Lintas Damai di Laut Teritorial

Hak Lintas Damai di Laut Teritorial Hak Lintas Damai di Laut Teritorial A. Laut Teritorial HAK LINTAS DAMAI DI LAUT TERITORIAL (KAJIAN HISTORIS) Laut teritorial merupakan wilayah laut yang terletak disisi luar dari garis-garis dasar (garis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Namun tidak semua negara memiliki wilayah lautan. Wilayah lautan hanya

BAB I PENDAHULUAN. Namun tidak semua negara memiliki wilayah lautan. Wilayah lautan hanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah suatu negara terdiri dari wilayah daratan, wilayah udara, dan juga wilayah lautan. Setiap negara pasti memiliki wilayah daratan dan wilayah udara. Namun tidak

Lebih terperinci

BAB I. Potensi Konflik Laut Tiongkok Selatan

BAB I. Potensi Konflik Laut Tiongkok Selatan BAB I Potensi Konflik Laut Tiongkok Selatan A. Laut Tiongkok Selatan dan Claimant States Laut Tiongkok Selatan 1, terletak di wilayah yang berbatasan dengan Tiongkok, Taiwan, dan sebagian negara ASEAN

Lebih terperinci

PUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL LAN (2006) 1

PUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL LAN (2006) 1 ABSTRAK KAJIAN KERJASAMA ANTARA PEMERINTAH INDONESIA, MALAYSIA DAN SINGAPURA DALAM MENANGANI MASALAH KEAMANAN DI SELAT MALAKA Selat Malaka merupakan jalur pelayaran yang masuk dalam wilayah teritorial

Lebih terperinci

BAB III BENTUK KETERLIBATAN AMERIKA SERIKAT DI LAUT CINA SELATAN. A. Keterlibatan Amerika Serikat secara Politik

BAB III BENTUK KETERLIBATAN AMERIKA SERIKAT DI LAUT CINA SELATAN. A. Keterlibatan Amerika Serikat secara Politik BAB III BENTUK KETERLIBATAN AMERIKA SERIKAT DI LAUT CINA SELATAN Meskipun tidak memiliki klaim di wilayah tersebut Amerika Serikat tetap secara terbuka menunjukan keterlibatannya di konflik Laut Cina Selatan.

Lebih terperinci

ZONASI LAUT TERITORIAL. Oleh Dr. Ir. HJ. KHODIJAH ISMAIL, M.Si

ZONASI LAUT TERITORIAL. Oleh Dr. Ir. HJ. KHODIJAH ISMAIL, M.Si ZONASI LAUT TERITORIAL Oleh Dr. Ir. HJ. KHODIJAH ISMAIL, M.Si Indonesia memiliki wilayah perairan laut yang sangat luas. Untuk landas kontinen negara Indonesia berhak atas segala kekayaan alam yang terdapat

Lebih terperinci

xii hlm / 14 x 21 cm

xii hlm / 14 x 21 cm ka JUDUL BUKU HUKUM KEWILAYAHAN INDONESIA (Dasar Lepasnya Pulau Sipadan-Ligitan dan Konsep Pengelolaan Pulau-pulau Terluar NKRI) PENULIS Mahendra Putra Kurnia, SH.MH PENERBIT Bayumedia Publishing Malang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, laut adalah kumpulan air asin

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, laut adalah kumpulan air asin BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, laut adalah kumpulan air asin dalam jumlah yang banyak dan luas yang menggenangi dan membagi daratan atas benua atau pulau 1.

Lebih terperinci

BAB SYARAT TERBENTUKNYA NEGARA

BAB SYARAT TERBENTUKNYA NEGARA BAB SYARAT TERBENTUKNYA NEGARA Menurut Konvensi Montevideo tahun 1933, yang merupakan Konvensi Hukum Internasional, Negara harus mempunyai empat unsur konsititutif, yaitu : a. Harus ada penghuni (rakyat,

Lebih terperinci

PERENCANAAN KAWASAN PESISIR

PERENCANAAN KAWASAN PESISIR PERENCANAAN KAWASAN PESISIR Hukum Laut Internasional & Indonesia Aditianata Page 1 PENGERTIAN HUKUM LAUT : Bagian dari hukum internasional yang berisi normanorma tentang : (1) pembatasan wilayah laut;

Lebih terperinci

KEWARGANEGARAAN WAWASAN NUSANTARA : GEOPOLITIK-GEOSTRATEGI. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: 11Fakultas FASILKOM. Program Studi Teknik Informatika

KEWARGANEGARAAN WAWASAN NUSANTARA : GEOPOLITIK-GEOSTRATEGI. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: 11Fakultas FASILKOM. Program Studi Teknik Informatika KEWARGANEGARAAN Modul ke: 11Fakultas FASILKOM WAWASAN NUSANTARA : GEOPOLITIK-GEOSTRATEGI Nurohma, S.IP, M.Si Program Studi Teknik Informatika Pendahuluan Abstract : Menjelaskan Pengertian, kedudukan, fungsi,

Lebih terperinci

MENEGOSIASIKAN BATAS WILAYAH MARITIM INDONESIA DALAM BINGKAI NEGARA KEPULAUAN

MENEGOSIASIKAN BATAS WILAYAH MARITIM INDONESIA DALAM BINGKAI NEGARA KEPULAUAN TINJAUAN BUKU MENEGOSIASIKAN BATAS WILAYAH MARITIM INDONESIA DALAM BINGKAI NEGARA KEPULAUAN Vivian Louis Forbes. 2014. Indonesia s Delimited Maritime Boundaries. Heidelberg: Springer. xvii + 266 hlm. Sandy

Lebih terperinci

I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 10

I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 10 I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 10 A.TUJUAN AJAR Dapat menjelaskan Sengketa Batas Maritim dan penyelesaiannya B. POKOK BAHASAN: Penyebab sengketa batas maritim Penyelesaian sengketa

Lebih terperinci

Ambalat: Ketika Nasionalisme Diuji 1 I Made Andi Arsana 2

Ambalat: Ketika Nasionalisme Diuji 1 I Made Andi Arsana 2 Ambalat: Ketika Nasionalisme Diuji 1 I Made Andi Arsana 2 Di awal tahun 2005, bangsa ini gempar oleh satu kata Ambalat. Media massa memberitakan kekisruhan yang terjadi di Laut Sulawesi perihal sengketa

Lebih terperinci

ASIA PACIFIC PARLIAMENTARY FORUM (APPF)

ASIA PACIFIC PARLIAMENTARY FORUM (APPF) ASIA PACIFIC PARLIAMENTARY FORUM (APPF) www.appf.org.pe LATAR BELAKANG APPF dibentuk atas gagasan Yasuhiro Nakasone (Mantan Perdana Menteri Jepang dan Anggota Parlemen Jepang) dan beberapa orang diplomat

Lebih terperinci