BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengarahan pertumbuhan kota sekarang dan di masa mendatang harus dengan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengarahan pertumbuhan kota sekarang dan di masa mendatang harus dengan"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pentingnya Sejarah Sebuah Kota Wujud sebuah kota terkait dengan masa lampau, sehingga perencanaan serta pengarahan pertumbuhan kota sekarang dan di masa mendatang harus dengan perspektif sejarah. Warisan sejarah mencakup bangunan, kawasan, struktur berupa patung, air mancur, taman, pepohonan dan lansekap. Daya tarik terhadap warisan sejarah ini dapat bersumber dari signifikannya dalam hal arsitektur, estetis, historis, ilmiah, kultural dan sosial. Dalam pertumbuhan kota terkait tiga aspek yaitu : (1) Aspek sejarah dalam hal ini yang perlu di analisa adalah tatanan arsitektur yang berperan pada masa lampau, masa kini dan masa mendatang. (2) Faktor pertumbuhan dan perkembangan kota sebagai akibat pertambahan penduduk secara alami maupun migrasi-urbanisasi, faktor ekonomi, faktor sosial budaya termasuk kecenderungan masyarakat (public interst), faktor kedudukan kota dalam lingkup wilayah. (3) Aspek legal yang menyangkut peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penataan ruang dan fisik kota yang berlaku secara umum maupun berlaku khusus untuk kota yang bersangkutan.

2 Kaitan suatu tempat dan sejarah sangat erat karena suatu tempat adalah sumber memori individu dan memori kolektif. Dengan demikian suatu tempat juga memberi kontribusi pada identitas individu dan kolektif karena karakter dan kepribadian tempat itu sendiri yang membedakannya dari tempat lain dan masyarakat yang tinggal di suatu tempat mempunyai rasa memiliki dan keterikatan dengan tempat tersebut. Para perencana kota harus mempertahankan kelayakan inti kota dengan memastikan bahwa bangunan-bangunan baru dan pembangunan berskala besar tidak menghilangkan ciri khas kota yang mudah dikenali. Hal ini hanya dapat dilakukan dengan menyelamatkan dan merehabilitasi sebanyak mungkin bangunan lama, membangun yang baru hanya jika yang diperlukan dan kemudian dengan mengintegrasikan yang baru dengan yang lama (Lotmann, 1976). Selain itu, karakter suatu tempat juga ditentukan oleh faktor-faktor lain yaitu lingkungan binaan. Menurut K. Lynch (1960) dalam bukunya The Image of the city bahwa kualitas lingkungan binaan yakni citra (imageability) dan kejelasan (legibility) bangunan-bangunan memberi kontribusi pada munculnya identitas yang menonjol pada suatu tempat. Citra suatu tempat merupakan kombinasi beberapa faktor lansekap yang saling terkait yaitu bentuk, tampak dan warna bangunan, ritme kumpulan orang, kemeriahan serta acara-acara yang diadakan di tempat tersebut. Faktor lain yang menentukan identitas suatu tempat adalah kombinasi berbagai elemen kultur nonmaterial seperti karakteristik masyarakat (etnis, agama, bahasa) serta apa yang di

3 sebut sebagai genius loci. Istilah genius loci dikemukakan oleh Dubos yang dikutip dalam buku Place and placeness (1976) yang artinya adalah roh suatu tempat, mencakup keunikan lingkungan binaan, kekayaan dan momen-momen historis. Hal yang sama juga dikemukakan dalam Guidelines for preparing conservation plan (1994) bahwa penentuan apakah suatu bangunan atau tempat tertentu layak dilindungi sebagai warisan sejarah ditentukan juga oleh aspek-aspek non-fisik yaitu : 1. Mempunyai nilai estetik yaitu menunjukkan aspek desain dan arsitektur suatu tempat. 2. Mempunyai nilai edukatif yaitu menunjukkan gambaran kegiatan manusia di masa lalu di tempat itu dan menyisakan bukti-bukti yang asli. Bisa mencakup teknologi, arkeologi, filosofi, adat istiadat, selera dan kegunaan sebagaimana halnya juga teknik atau bahan-bahan tertentu. 3. Nilai sosial atau spiritual yaitu keterikatan emosional kelompok masyarakat tertentu terhadap aspek spiritual, tradisional, politis atau suatu peristiwa. 4. Nilai historis yaitu asosiasi suatu bangunan bersejarah dengan pelaku sejarah, gagasan atau peristiwa tertentu. Mencakup analisis tentang aspek-aspek yang tidak kasat mata (intangible aspects) dari masa lalu bangunan tersebut.

4 Apabila suatu bangunan atau kawasan mempunyai semua persyaratan untuk dilindungi sebagai warisan sejarah, maka selanjutnya perlu dirumuskan suatu kebijakan umum sebagai perangkat pelestarian warisan sejarah. Tujuan dari kebijakan umum dalam bidang preservasi landmark dan kawasan bersejarah adalah untuk : 1. Mempengaruhi dan memberi perlindungan, peningkatan dan pelestarian bangunan, kawasan dan daerah-daerah yang mewakili atau merefleksikan elemen kultural, sosial, ekonomi, politisi dan sejarah arsitektural kota. 2. Melindungi warisan historis, estetis dan kultural kota, sebagaimana terangkum dan terefleksikan dalam bangunan, kawasan dan daerah tersebut. 3. Memantapkan dan meningkatkan nilai properti di kawasan tersebut. 4. Mendorong kebanggaan masyarakat terhadap keindahan dan prestasi agung di masa lalu. 5. Melindungi dan meningkatkan daya tarik kota untuk para wisatawan dan pengunjung sekaligus mendukung serta merangsang iklim usaha dan industri yang terkait. 6. Memperkuat perekonomian kota. Kekayaan ini sebenarnya merupakan kebanggaan yang tak ternilai harganya. Namun tidak banyak disadari, oleh masyarakat maupun penentu kebijakan bahwa bangunan-bangunan kuno dan bahkan antik banyak di anggap ketinggalan jaman yang sewaktu-waktu dapat terancam kehadirannya. Semestinya tidak hanya bangunan

5 kuno saja yang perlu untuk dilestarikan, tetapi juga wilayah kota yang dipertahankan sebagai cagar budaya, karena peninggalan-peninggalan arkeologi yang tersisa masih cukup banyak Melestarikan Bangunan Bersejarah Pelestarian bangunan bersejarah merupakan suatu pendekatan yang strategis dalam pembangunan kota, karena pelestarian menjamin kesinambungan nilai-nilai kehidupan dalam proses pembangunan yang dilakukan oleh aktor pembangunan (stakeholder). Istilah yang digunakan untuk bangunan lama yang memiliki nilai-nilai berharga adalah historical building, atau dapat kita samakan artinya dengan bangunan bersejarah. Pada pusat kota terjadi perkembangan dan perubahan yang dinamis ditandai dengan munculnya berbagai aktivitas, terutama perekonomian dan mengakibatkan perubahan secara fisik. Menurut seorang ahli hukum dari Denmark yang bernama JJA Worsaae pada abad ke 19 mengatakan bahwa : bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak hanya melihat masa kini dan masa mendatang, tetapi mau berpaling ke masa lampau untuk menyimak perjalanan yang dilaluinya. Senada dengan ucapan di atas ungkapan lain muncul yang ditegaskan oleh filsuf Aguste Comte mengatakan bahwa : mempelajari masa lalu, melihat masa kini, untuk menentukan masa depan. Melihat masa lalu yang diungkapkan dengan keberadaan fisik bangunan kuno tentunya tidak dilihat dari sosok bangunannya saja, tetapi nilai sejarah besar apa yang melekat dan membungkusnya sebagai makna kultural. Karena tampilan pembungkus makna ini dapat diikutkan dalam menentukan dan memberikan

6 identitas bagi kawasan perkotaan di masa mendatang (Antariksa: 20 Juni 2009, Jurnal Architecture Articles). Pelestarian dalam bangunan maupun arsitektur perkotaan merupakan salah satu daya tarik bagi sebuah kawasan. Dengan terpeliharanya satu bangunan kunobersejarah pada suatu kawasan akan memberikan ikatan kesinambungan yang erat, antara masa kini dan masa lalu. Pelestarian merupakan terjemahan dari conservation atau konservasi. Pelestarian atau konservasi dalam bidang arsitektur dan lingkungan binaan berawal dari konsep konservasi yang bersifat dinamis dengan cakupan yang lebih luas. Sasaran konservasi tidak hanya pada peninggalan arkeologi saja, melainkan meliputi juga karya arsitektur lingkungan atau kawasan bahkan kota bersejarah. Konservasi lantas merupakan istilah yang menjadi payung dari segenap kegiatan pelestarian kawasan atau bangunan bersejarah (Jurnal Architecture Articles ). Sebenarnya, istilah bangunan kuno telah digunakan dalam arti yang luas untuk menunjukkan bangunan-bangunan baik objek tidak bergerak, pemukiman, area bersejarah, artistik, arsitektur, sosial, budaya maupun simbol ilmu pengetahuan. Istilah perlindungan bangunan kuno, menunjukkan adanya variasi dari aktifitas yang terlibat didalamnya, sebagai contoh restorasi, renovasi, rekonstruksi, rehabilitasi dan konservasi dalam lingkup bangunan dan perkotaan, adalah semua proses untuk memelihara bangunan atau kawasan sedemikian rupa, sehingga makna kultural yang berupa nilai keindahan, sejarah, keilmuan, atau nilai sosial untuk generasi lampau, masa kini, dan masa mendatang akan dapat terpelihara.

7 Menurut Kurokawa (1988), mengatakan bahwa ada dua jalan pemikiran mengenai sejarah dan tradisi. Pertama, adalah sejarah yang dapat kita lihat seperti bentuk arsitektur, elemen dekorasi, dan simbol-simbol yang telah ada pada kita. Kemudian yang kedua, adalah sejarah yang tidak dapat kita lihat seperti sikap, ideide, filosofi, kepercayaan, keindahan dan pola kehidupan. Kehidupan merupakan bagian dari identitas yang dihasilkan dari konteks budaya dan sosial. Maka, identitas dapat dianggap sebagai individual dan diri sendiri, tetapi juga identitas dapat semata bertranformasi menjadi bentuk yang berbeda mengikuti transformasi yang terjadi pada lingkungan sekitar kita. Dapat disimpulkan, bahwa tanpa usaha pelestarian yang layak sebuah kota akan kehilangan sejarah dan identitas yang menghubungkan kita dengan masa lalu. Dengan demikian, menghancurkan bangunan kuno-bersejarah sama halnya dengan menghapuskan salah satu cermin untuk mengenali sejarah dan tradisi masa lalu. Dengan hilangnya bangunan kuno, lenyap pula bagian sejarah dari suatu tempat yang sebenarnya telah menciptakan suatu identitas tersendiri, sehingga menimbulkan erosi identitas budaya (Sidharta & Budhiardjo, 1989). Mengetahui sejarah harus mengalaminya lewat benda-benda atau dari tulisan-tulisan sejarah. Benda boleh hancur tetapi nilai harus tetap asli yakni photo-photo sebelum dihancurkan. Di Indonesia upaya pelestarian terhadap warisan budaya sebenarnya telah di mulai sejak masa kolonial. Untuk pertama kalinya dibentuk komite khusus pada tahun 1822 sebagai lembaga pemerintah. Dengan tujuan mengeksplorasi sumber daya budaya Indonesia untuk meningkatkan citra Belanda di luar negeri. Peran negara

8 tersebut semakin kuat dengan ditetapkannya Monumenten Ordonantie, Staatsblad 238 tahun 1931 atau dengan MO Secara tegas gedung-gedung yang termasuk cagar budaya tidak boleh di bongkar atau di ubah bentuknya, baik living monument (keraton, rumah adat, bangunan bersejarah) maupun dead monument (candi-candi). Kemudian dalam perjalanannya MO tahun 1931 di atas, Pemerintah Indonesia juga telah menetapkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. Didalamnya dijelaskan, bahwa yang dimaksud dengan Cagar Budaya adalah benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak yang berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya atau sisa-sisanya, yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, atau mewakili masa gaya yang khas dan mewakili masa sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan (Tunggul, 1997). Undang-undang di atas dipertegas lagi dengan Piagam Pelestarian Pusaka Indonesia 2003, yang bertekad untuk bersama-sama melaksanakan Agenda Tindakan dalam Dasa Warsa Pelestarian Pusaka Indonesia meneguhkan upaya pelestarian sebagai berikut : 1. Pusaka Indonesia adalah pusaka alam, pusaka budaya, dan pusaka saujana. Pusaka alam adalah bentukan alam yang istimewa. Pusaka budaya adalah hasil cipta, rasa, karsa, dan karya yang istimewa dari lebih 500 suku bangsa di Tanah Air Indonesia, dan dalam interaksinya dengan budaya lain sepanjang sejarah

9 keberadaannya. Pusaka saujana adalah gabungan pusaka alam dan budaya dalam kesatuan ruang dan waktu. 2. Pusaka budaya mencakup pusaka berwujud dan pusaka tidak berwujud. 3. Pusaka yang diterima dari generasi-generasi sebelumnya sangat penting sebagai landasan dan modal awal bagi pembangunan masyarakat Indonesia di masa depan, karena itu harus dilestarikan untuk diteruskan kepada generasi berikutnya dalam keadaan baik, tidak berkurang nilainya, bahkan perlu ditingkatkan untuk membentuk pusaka masa mendatang. 4. Pelestarian adalah upaya pengelolaan pusaka melalui kegiatan penelitian, perencanaan, perlindungan, pemeliharaan, pemanfaatan, pengawasan atau pengembangan secara selektif untuk menjaga kesinambungan, keserasian dan daya dukungnya dalam menjawab dinamika jaman untuk membangun kehidupan bangsa yang lebih berkualitas. Benda cagar budaya memiliki sifat unik (unique), langka, rapuh, tidak dapat diperbaharui (nonrenewable), tidak bisa digantikan oleh teknologi dan bahan yang sama, dan penting (significant) karena merupakan bukti-bukti aktivitas manusia masa lampau. Oleh karena itu dalam penanganannya harus hati-hati dan diusahakan tidak salah yang bisa mengakibatkan kerusakan dan perubahan pada benda. Perubahan yang terjadi sekecil apapun akan menyebabkan dampak yang mengurangi nilai budaya yang terkandung di dalamnya. Karena tinggalan benda cagar budaya dapat

10 memberikan gambaran tentang tingkat-tingkat kemajuan dalam kehidupan sosial ekonomi, pemukiman, penguasaan teknologi, kehidupan religi dan lain-lain. Pelestarian benda cagar budaya merupakan hal yang penting berdasarkan sifat-sifat yang dimiliki oleh benda cagar budaya dan sesuai dengan amanat dari Undang-Undang No. 5 Tahun 1992 yang menyebutkan bahwa benda cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan, sehingga perlu dilindungi dan dilestarikan demi pemupukan kesadaran jatidiri bangsa dan kepentingan nasional. Pada masa otonomi daerah saat ini, dimana Pemerintahan Daerah (Pemda) mempunyai kewenangan yang besar untuk mengatur daerahnya, telah juga ikut serta dalam hal pelestarian benda cagar budaya yang dahulunya dominan dilakukan oleh pemerintah pusat. Di satu sisi ada baiknya bahwa Pemda terlibat dalam pelestarian benda cagar budaya, karena tidak sedikit biaya yang diperlukan dan tidak cukup ditangani oleh pemerintah pusat. Namun di sisi lain pelestarian benda cagar budaya oleh pemda sering kali tidak sesuai yang diharapkan. Salah satu yang banyak dikeluhkan dalam perkembangan kota modern adalah hilangnya ciri khas wajah-wajah kota yang tergantikan oleh bangunan-bangunan bergaya internasional. Wajah-wajah tersebut menjadi anonimus dan tak berjiwa. Karena itulah warisan budaya menjadi gencarnya kegiatan modrenisasi dan globalisasi kota-kota di dunia yang bila tidak dikendalikan akan memberikan wajah kota yang sama di setiap kota.

11 Kota Medan secara keseluruhan merupakan kawasan pariwisata kota berbasis bangunan bersejarah. Kawasan-kawasan yang dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda diisi oleh bangunan-bangunan bersejarah yang berfungsi sebagai penanda kawasan. Namun, dewasa ini fungsi kawasan beserta bangunannya sudah banyak yang berubah. Spesifikasinya yang berbasis bangunan bersejarah justru mengalami pengabaian di balik gencarnya diskursus modernitas pembangunan. Proses modernisasi Kota Medan melalui pembangunan yang kapitalistik menyebabkan Kota Medan mengalami komodifikasi yang mengancam pusaka budaya dan pengembangan pariwisata. Sebagaimana dikatakan oleh Barker (2004: 408), komodifikasi adalah proses yang diasosiasikan dengan kapitalisme dimana objek, kualitas, dan tanda dijadikan sebagai komoditas dan komoditas adalah sesuatu yang tujuan utamanya untuk dijual di pasar. Kekuasaan pemerintah dan kekuatan modal (pengusaha) disebut sebagai penyebab penghancuran bangunan bersejarah di mana, di dalamnya, pemerintah sedang mempraktikkan politik ekonomi instan. Pengembangan pariwisata jauh lebih menguntungkan bila dikelola dengan baik dan benar. Realitas menunjukkan bahwa beberapa pusat perbelanjaan yang sudah ada akhirnya ditutup karena pusat perbelanjaan yang lebih modern didirikan. Menurut Richards (1996) menyebutkan bahwa : kecenderungan pariwisata global ditandai dengan meningkatnya bentukbentuk pariwisata posmodern yang terkait dengan pusaka budaya tetapi sebelum dikembangkan menjadi sebuah city tour, misalnya, perlu dilakukan tindakan konservasi mengingat usia bangunan rata-rata di atas 100 tahun. Salah satu teknik konservasi adalah pengembangan pariwisata karena konservasi tidak akan berarti bila tidak menguntungkan secara ekonomi.

12 Makna pelestarian pusaka budaya terkait dengan tuntutan hak budaya (cultural rights), baik untuk pelestarian itu sendiri maupun dalam kaitannya dengan pengembangan pariwisata dan manfaatnya bagi kehidupan dan kesejahteraan masyarakat. Pusaka budaya merupakan sumber daya budaya yang memiliki berbagai nilai dan makna antara lain nilai dan makna informasi atau ilmu pengetahuan, ekonomi, estetika, dan asosiasi atau simbolik (Ardika ; 2007). Kegiatan pelestarian bukanlah hal yang mudah dan tanpa tantangan. Kinerja kegiatan pelestarian sering mengalami benturan dengan kepentingan pembangunan, sehingga pelestarian bangunan dan kawasan dianggap sebagai penghalang pembangunan yang mengakibatkan timbulnya pertentangan-pertentangan dalam pelestarian. Permasalahan pelestarian timbul akibat perbedaan kepentingan untuk melestarikan bangunan lingkungan kuno atau kawasan bersejarah dengan tuntutan kebutuhan jaman akan bangunan lingkungan atau kawasan modren. Di sisi lain masih banyak ditemukan adanya upaya pelestarian yang secara tidak disadari justru telah merusak situs benda cagar budaya itu sendiri. Pelestarian juga harus dapat mengakomodasi kemungkinan perubahan, karena pelestarian harus dianggap sebagai upaya untuk memberikan makna baru bagi warisan budaya itu sendiri. Selain itu, permasalahan pelestarian secara makro terdiri dari aspek ekonomi, sosial dan fisik, sedangkan permasalahan mikro pelestarian berkaitan dengan sistem pengelolaan warisan budaya yang terdiri dari aspek legal, sistem administrasi, piranti perencanaan, kuantitas dan kualitas tenaga pengelola, serta pendanaan.

13 Upaya pelestarian yang telah dilakukan dahulu dan sekarang pada dasarnya mempunyai tujuan yang sama, yaitu pelestarian demi kepentingan penggalian nilainilai budaya dan proses-proses yang pernah terjadi pada masa lalu. Namun seiring dengan usaha pembangunan yang terus berlangsung di negara kita, maka memberi tantangan tersendiri terhadap upaya pelestarian. Pembangunan sering kali berdampak negatif terhadap kelestarian benda cagar budaya. Problem semacam ini muncul dimana-mana terutama di daerah perkotaan. Kegiatan pembangunan tanpa menghiraukan keberadaan benda cagar budaya hingga saat ini masih terus berlangsung. Hal ini tampak dari semakin menurunnya kualitas dan kuantitas benda cagar budaya. Upaya pelestarian benda cagar budaya membutuhkan keterlibatan banyak pihak dan yang terpenting adalah keterlibatan masyarakat, terutama pada benda cagar budaya yang masih dipakai (living monument). Pelestarian living monument terkadang lebih sulit, dikarenakan kurangnya pemahaman sang pemilik tentang pentingnya pelestarian benda cagar budaya miliknya. Menurut Mundarjito (UI 2002, dalam Jurnal FT UMJ 2005: 3) tentang upaya pelestarian benda cagar budaya secara garis besar sebagai berikut: 1. Perlindungan Perlindungan merupakan upaya melindungi benda cagar budaya dari kondisikondisi yang mengancam kelestariannya melalui tindakan pencegahan terhadap gangguan, baik yang bersumber dari perilaku manusia, fauna, flora maupun lingkungan alam. Upaya perlindungan yang dilakukan melalui :

14 a. Penyelamatan Penyelamatan dilakukan untuk mencegah dan menanggulangi benda cagar budaya dari kerusakan dengan kegiatan berupa ekskavasi penyelamatan, pemindahan, pemagaran, pencungkupan, penguasaan benda cagar budaya oleh negara melalui imbalan, dan pemasangan papan larangan. b. Pengamanan Pengamanan dilakukan untuk pencegahan terhadap gangguan perbuatan manusia yang dapat mengakibatkan kerugian fisik dan nilai benda. Kegiatannya berupa Penempatan Satuan Pengamanan Peninggalan Sejarah dan Purbakala (SATPENJARLA), dan Penyuluhan Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. c. Perizinan Perizinan dilakukan melalui pengawasan dan perizinan, baik dalam bentuk ketentuan atau ketetapan maupun tindakan penertiban terhadap lalu lintas benda cagar budaya. Kegiatannya berupa mengeluarkan ijin pemanfaatan untuk kepentingan pendidikan Siswa sekolah dan keagamaan. 2. Pemeliharaan Pemeliharaan merupakan upaya untuk melestarikan benda cagar budaya dari kerusakan yang diakibatkan oleh manusia dan alam. Upaya pemeliharaan dilakukan melalui :

15 a. Konservasi Kegiatan pemeliharaan benda cagar budaya dari kemusnahan dengan cara menghambat proses pelapukan dan kerusakan benda sehingga umurnya dapat diperpanjang dengan cara kimiawi dan non kimiawi. Kegiatannya berupa pengangkatan Juru pelihara (Jupel), penataan lingkungan, pertamanan, pembersihan menggunakan pihak ketiga, pembersihan dengan bahan kimia, dan pengujian bahan kimia untuk konservasi. b. Pemugaran Serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk memperbaiki bangunan yang telah rusak dengan mempertahankan keasliannya, namun jika diperlukan dapat ditambah dengan perkuatan strukturnya. Keaslian yang harus diperhatikan dalam pemugaran mencakup keaslian bentuk, bahan, teknik pengerjaan, dan tata letak. 1) Keaslian Bentuk Keaslian bentuk bangunan harus dikembalikan berdasarkan bukti-bukti yang ditemukan antara lain foto-foto lama, dokumen tertulis, saksi hidup, atau studi teknis. 2) Keaslian Bahan a. Dalam pemugaran bahan bangunan yang harus digunakan adalah bahan asli dan harus dikembalikan ke tempatnya semula b. Apabila bahan bangunan mengalami rusak ringan maka harus dilakukan perbaikan dan pengawetan sehingga dapat digunakan kembali.

16 c. Apabila telah rusak berat atau hilang, maka dapat diganti dengan bahan baru. Namun bahan pengganti harus sama, baik jenis maupun kualitasnya. 3) Keaslian Tata Letak a. Tata letak bangunan harus dipertahankan dengan lebih dahulu melakukan pemetaan b. Keletakan komponen-komponen bangunan seperti hiasan, arca, dan lainlain harus dikembalikan ke tempat semula. 4) Keaslian Teknologi Keaslian teknologi pengejaan dengan bahan asli maupun baru harus tetap dipertahankan. keaslian teknologi ini antara : a. Teknologi Pembuatan b. Teknologi Konstruksi Berdasarkan prinsip-prinsip diatas, maka perlu dipahami bahwa pemugaran bukan merupakan pekerjaan pembangunan atau pembuatan bangunan, melainkan pekerjaan perbaikan dan pengawetan. 3. Dokumentasi atau Publikasi Dokumentasi atau publikasi merupakan upaya untuk mendokumentasikan benda cagar budaya dan menyebarluaskannya kepada masyarakat melalui media cetak atau media elektronik. Upaya dokumentasi atau publikasi dilakukan melalui :

17 a. Perekaman Data Perekaman Data merupakan rangkaian kegiatan pembuatan dokumen tentang benda cagar budaya yang dapat memberikan informasi atau pembuktian tentang keberadaannya. Kegiatannya berupa pemotretan, pemetaan, penggambaran, dan survei. b. Publikasi Publikasi merupakan upaya menyebarluaskan informasi pelestarian benda cagar budaya agar dapat diketahui dan dipahami oleh masyarakat. Kegiatannya berupa pameran, penerbitan buletin dan buku, film dokumenter dan website. Bangunan-bangunan kuno bernilai sejarah dihancurkan dan ruang-ruang terbuka disulap menjadi bangunan. Banyak perencanaan arsitektur dan kota dikerjakan tidak atas dasar cinta dan pengertian sesuai etik profesional, melainkan berdasarkan eksploitasi yang bermotif komersial, sehingga menghasilkan karya berkualitas rendah. Dengan demikian, kehendak untuk membisniskan kota hendaknya mempertimbangkan secara matang, karena setiap kota mempunyai budaya dan sejarah yang berbeda-beda dengan kota-kota lainnya.

BAB II KAJIAN LITERATUR

BAB II KAJIAN LITERATUR BAB II KAJIAN LITERATUR 2.1 Pengertian Pelestarian Filosofi pelestarian didasarkan pada kecenderungan manusia untuk melestarikan nilai-nilai budaya pada masa yang telah lewat namun memiliki arti penting

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA SALINAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang :

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA I. UMUM Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa negara memajukan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : a.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN, STRUKTUR, DAN KAWASAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menguraikan beberapa kajian teoretis dari literature dan kajian normatif, sehingga dapat menjadi dasar pijakan dari penyusunan metodologi dan pelaksanaan penyusunan laporan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: : PERATURAN BUPATI TENTANG PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA.

MEMUTUSKAN: : PERATURAN BUPATI TENTANG PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA. Menimbang Mengingat BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 61 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI : a. bahwa cagar budaya

Lebih terperinci

- 1 - WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA DI KOTA MAGELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA DI KOTA MAGELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA - 1 - WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA DI KOTA MAGELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri pada akhir dekade pertama abad ke-19, diresmikan tanggal 25 September 1810. Bangunan

Lebih terperinci

TENTANG CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TENTANG CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMO 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemeliharaan adalah salah satu usaha dari pelestarian benda cagar budaya yang nampaknya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemeliharaan adalah salah satu usaha dari pelestarian benda cagar budaya yang nampaknya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pemeliharaan Pemeliharaan adalah salah satu usaha dari pelestarian benda cagar budaya yang nampaknya mempunyai sejarah yang panjang dan tidak terlepas dari dinamika

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

STUDI PENENTUAN KLASIFIKASI POTENSI KAWASAN KONSERVASI DI KOTA AMBARAWA TUGAS AKHIR

STUDI PENENTUAN KLASIFIKASI POTENSI KAWASAN KONSERVASI DI KOTA AMBARAWA TUGAS AKHIR STUDI PENENTUAN KLASIFIKASI POTENSI KAWASAN KONSERVASI DI KOTA AMBARAWA TUGAS AKHIR Oleh: KHAIRINRAHMAT L2D 605 197 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI SLEMAN, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 09 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN CAGAR BUDAYA

BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 09 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN CAGAR BUDAYA BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 09 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA, Menimbang : a. bahwa kawasan dan

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa cagar budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada abad ini gerak perubahan zaman terasa semakin cepat sekaligus semakin padat. Perubahan demi perubahan terus-menerus terjadi seiring gejolak globalisasi yang kian

Lebih terperinci

RUMAH LIMAS PALEMBANG WARISAN BUDAYA YANG HAMPIR PUNAH

RUMAH LIMAS PALEMBANG WARISAN BUDAYA YANG HAMPIR PUNAH RUMAH LIMAS PALEMBANG WARISAN BUDAYA YANG HAMPIR PUNAH Reny Kartika Sary Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Palembang Email : renykartikasary@yahoo.com Abstrak Rumah Limas

Lebih terperinci

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 07 TAHUN 2005 TENTANG

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 07 TAHUN 2005 TENTANG BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 07 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PEMUGARAN KAWASAN DAN BANGUNAN CAGAR BUDAYA DI DAERAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 SALINAN LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN DAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA

BUPATI LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA BUPATI LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUMAJANG, Menimbang : a. bahwa Cagar Budaya merupakan kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, namun banyak juga yang

BAB I PENDAHULUAN. bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, namun banyak juga yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yogyakarta memiliki banyak bangunan monumental seperti Tamansari, Panggung Krapyak, Gedung Agung, Benteng Vredeburg, dan Stasiun Kereta api Tugu (Brata: 1997). Beberapa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kota Kota merupakan suatu komponen yang rumit dan heterogen. Menurut Branch (1996: 2) kota diartikan sebagai tempat tinggal dari beberapa ribu atau lebih penduduk, sedangkan

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG PENETAPAN, PENGELOLAAN DAN PERIZINAN MEMBAWA CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut : BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Keberadaan bangunan bersejarah merupakan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah Lanskap sejarah (historical landscape) menurut Harris dan Dines (1988), secara sederhana dapat dinyatakan sebagai bentukan lanskap tempo dulu (landscape of

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa

Lebih terperinci

TENTANG CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TENTANG CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMO 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa

Lebih terperinci

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BONDOWOSO, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN DAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN DAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN DAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

Lebih terperinci

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA KOTA KENDARI

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA KOTA KENDARI WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA KOTA KENDARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI, Menimbang : a. bahwa keberadaan Cagar Budaya di

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN GURU-GURU IPS / SEJARAH DI BANTUL DALAM UPAYA PENINGKATAN KESADARAN MASYARAKAT TERHADAP PELESTARIAN BENDA-BENDA PENINGGALAN SEJARAH *

PEMBERDAYAAN GURU-GURU IPS / SEJARAH DI BANTUL DALAM UPAYA PENINGKATAN KESADARAN MASYARAKAT TERHADAP PELESTARIAN BENDA-BENDA PENINGGALAN SEJARAH * PEMBERDAYAAN GURU-GURU IPS / SEJARAH DI BANTUL DALAM UPAYA PENINGKATAN KESADARAN MASYARAKAT TERHADAP PELESTARIAN BENDA-BENDA PENINGGALAN SEJARAH * OLEH : DANAR WIDIYANTA A. Latar Belakang Perjalanan sejarah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah wilayah atau daerah mempunyai banyak Bangunan serta Benda Cagar

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah wilayah atau daerah mempunyai banyak Bangunan serta Benda Cagar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah wilayah atau daerah mempunyai banyak Bangunan serta Benda Cagar Budaya yang dapat dijadikan sebagai sarana kegiatan pariwisata, pembelajaran, dan penelitian.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRACT...

DAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRACT... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRAK. ABSTRACT... DAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR TABEL.. DAFTAR LAMPIRAN..

Lebih terperinci

UPAYA PELESTARIAN PENINGGALAN PURBAKALA DI WILAYAH PROPINSI MALUKU. Drs. M. Nendisa 1

UPAYA PELESTARIAN PENINGGALAN PURBAKALA DI WILAYAH PROPINSI MALUKU. Drs. M. Nendisa 1 UPAYA PELESTARIAN PENINGGALAN PURBAKALA DI WILAYAH PROPINSI MALUKU Drs. M. Nendisa 1 1. P e n d a h u l u a n Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki warisan masa lampau dalam jumlah

Lebih terperinci

PERUBAHAN FASADE DAN FUNGSI BANGUNAN BERSEJARAH (DI RUAS JALAN UTAMA KAWASAN MALIOBORO) TUGAS AKHIR. Oleh: NDARU RISDANTI L2D

PERUBAHAN FASADE DAN FUNGSI BANGUNAN BERSEJARAH (DI RUAS JALAN UTAMA KAWASAN MALIOBORO) TUGAS AKHIR. Oleh: NDARU RISDANTI L2D PERUBAHAN FASADE DAN FUNGSI BANGUNAN BERSEJARAH (DI RUAS JALAN UTAMA KAWASAN MALIOBORO) TUGAS AKHIR Oleh: NDARU RISDANTI L2D 005 384 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA

WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAREPARE, Menimbang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan Kota Yogyakarta tidak dapat dilepaskan dari keberadaan Keraton Yogyakarta yang didirikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1756. Berdirinya Keraton

Lebih terperinci

biasa dari khalayak eropa. Sukses ini mendorong pemerintah kolonial Belanda untuk menggiatkan lagi komisi yang dulu. J.L.A. Brandes ditunjuk untuk

biasa dari khalayak eropa. Sukses ini mendorong pemerintah kolonial Belanda untuk menggiatkan lagi komisi yang dulu. J.L.A. Brandes ditunjuk untuk 11 Salah satu warisan lembaga ini adalah Museum Sono Budoyo di dekat Kraton Yogyakarta. 8 Tahun 1900, benda-benda warisan budaya Indonesia dipamerkan dalam Pameran Kolonial Internasional di Paris dan mendapat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 19 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 19 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 19 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR. Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D

PERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR. Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D PERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D 003 381 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DRAFT RUU CB Hasil Panja 23 September 2010 Versi 1 RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BUPATI JEMBER PROVINSI JAWA TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 5 TAHUN 2016

BUPATI JEMBER PROVINSI JAWA TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 5 TAHUN 2016 1 BUPATI JEMBER PROVINSI JAWA TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 59 TAHUN 2007 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 59 TAHUN 2007 TENTANG SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 59 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA

Lebih terperinci

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara SALINAN BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DI KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB 2 PENGEMBANGAN KEBUDAYAAN YANG BERLANDASKAN NILAI-NILAI LUHUR

BAB 2 PENGEMBANGAN KEBUDAYAAN YANG BERLANDASKAN NILAI-NILAI LUHUR BAB 2 PENGEMBANGAN KEBUDAYAAN YANG BERLANDASKAN NILAI-NILAI LUHUR A. KONDISI UMUM bangsa yang dilandasi nilai luhur berdasarkan Pancasila dan bercirikan Bhinneka Tunggal Ika diupayakan agar senantiasa

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PELESTARIAN WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PELESTARIAN WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA,

Lebih terperinci

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR Oleh : SABRINA SABILA L2D 005 400 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB 2 PENGEMBANGAN KEBUDAYAAN YANG BERLANDASKAN NILAI-NILAI LUHUR

BAB 2 PENGEMBANGAN KEBUDAYAAN YANG BERLANDASKAN NILAI-NILAI LUHUR BAB 2 PENGEMBANGAN KEBUDAYAAN YANG BERLANDASKAN NILAI-NILAI LUHUR BAB 2 PENGEMBANGAN KEBUDAYAAN YANG BERLANDASKAN NILAI-NILAI LUHUR A. KONDISI UMUM bangsa yang dilandasi nilai luhur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA Menimbang: DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA a. bahwa benda cagar budaya merupakan kekayaan budaya

Lebih terperinci

NOMOR 5 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR : 5 TAHUN 2013 TENTANG

NOMOR 5 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR : 5 TAHUN 2013 TENTANG NOMOR 5 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR : 5 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DI KABUPATEN BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 15 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA

PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 15 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA R I A U PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 15 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang : a. bahwa cagar budaya

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kasus Proyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kasus Proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1.1 Kasus Proyek Perkembangan globalisasi telah memberikan dampak kesegala bidang, tidak terkecuali pengembangan potensi pariwisata suatu kawasan maupun kota. Pengembangan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. bertahan sampai sekarang dan merupakan sumber daya yang terbatas dalam jumlah serta

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. bertahan sampai sekarang dan merupakan sumber daya yang terbatas dalam jumlah serta BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Benda cagar budaya merupakan benda warisan kebudayaan nenek moyang yang masih bertahan sampai sekarang dan merupakan sumber daya yang terbatas dalam jumlah serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kisaran terbagi menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Kisaran Timur dan

BAB I PENDAHULUAN. Kisaran terbagi menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Kisaran Timur dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Kisaran adalah ibu kota dari Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara yang bejarak 160 km dari Kota Medan ( ibu kota Provinsi Sumatera Utara). Kota Kisaran

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, Menimbang Mengingat : a. bahwa kawasan dan cagar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat sehingga menjadi sebuah kepercayaan terhadap hal-hal yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat sehingga menjadi sebuah kepercayaan terhadap hal-hal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan yang sudah melekat dalam masyarakat dan sudah turun temurun sejak dulu, akan semakin terkonsep dalam kehidupan masyarakat sehingga menjadi sebuah

Lebih terperinci

PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DAERAH

PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG Disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG,

Lebih terperinci

Dasar Kebijakan Pelestarian Kota Pusaka 1. Tantangan Kota Pusaka 2. Dasar Kebijakan terkait (di Indonesia) 3. Konvensi Internasional

Dasar Kebijakan Pelestarian Kota Pusaka 1. Tantangan Kota Pusaka 2. Dasar Kebijakan terkait (di Indonesia) 3. Konvensi Internasional 1. Tantangan 2. Dasar terkait (di Indonesia) 3. Konvensi Internasional Source: PU-PPI. (2011). - Langkah Indonesia Membuka Mata Dunia. Jakarta: Direktorat Jenderal Penataan Ruang bersama-sama adan Indonesia

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG CAGAR BUDAYA

BUPATI BANYUMAS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG CAGAR BUDAYA BUPATI BANYUMAS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1O TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1O TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1O TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA UMUM Perlindugan benda cagar budaya sebagai salah satu upaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Budaya Lanskap adalah suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dimana karakter tersebut menyatu secara harmoni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelahirannya dilatarbelakangi oleh norma-norma agama, dan dilandasi adat

BAB I PENDAHULUAN. Kelahirannya dilatarbelakangi oleh norma-norma agama, dan dilandasi adat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Gelebet, dalam bukunya yang berjudul Aristektur Tradisional Bali (1984: 19), kebudayaan adalah hasil hubungan antara manusia dengan alamnya. Kelahirannya

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Tata Cara Pengelolaan dan Pembinaan Kawasan Cagar Budaya dan Benda Cagar Budaya;

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI

BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI VII. 1. Kesimpulan Penelitian proses terjadinya transformasi arsitektural dari kampung kota menjadi kampung wisata ini bertujuan untuk membangun teori atau

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan kekayaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Sejarah 2.2 Kriteria Lanskap Sejarah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Sejarah 2.2 Kriteria Lanskap Sejarah 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Sejarah Lanskap adalah suatu bentang alam yang memiliki karakteristik tertentu yang dapat dinikmati keberadaannya melalui seluruh indera yang dimiliki manusia (Simonds

Lebih terperinci

Integrasi Budaya dan Alam dalam Preservasi Candi Gambarwetan

Integrasi Budaya dan Alam dalam Preservasi Candi Gambarwetan JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5, No.2, (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) G-169 Integrasi Budaya dan Alam dalam Preservasi Candi Gambarwetan Shinta Octaviana P dan Rabbani Kharismawan Jurusan Arsitektur,

Lebih terperinci

PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA INDUK PELESTARIAN BUDAYA MELAYU KABUPATEN SIAK

PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA INDUK PELESTARIAN BUDAYA MELAYU KABUPATEN SIAK PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA INDUK PELESTARIAN BUDAYA MELAYU KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang : a. bahwa budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ragam hias atau disebut juga dengan ornamen di Indonesia merupakan kesatuan dari pola-pola ragam hias daerah atau suku-suku yang telah membudaya berabad-abad.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah Lanskap merupakan bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dimana karakter lanskap tersebut menyatu secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Museum Budaya Dayak Di Kota Palangka Raya Page 1

BAB I PENDAHULUAN. Museum Budaya Dayak Di Kota Palangka Raya Page 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG EKSISTENSI PROYEK Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sehingga kita dapat memberikan arti atau makna terhadap tindakan-tindakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sehingga kita dapat memberikan arti atau makna terhadap tindakan-tindakan digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah adalah peristiwa yang terjadi di masa lampau. Untuk mengetahui kejadian di masa lampau itu kita dapat dipelajari dari buktibukti yang

Lebih terperinci

Undang-undang untuk mengatur pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan tinggalan purbakala. Oleh Junus Satrio Atmodjo

Undang-undang untuk mengatur pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan tinggalan purbakala. Oleh Junus Satrio Atmodjo Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya Undang-undang untuk mengatur pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan tinggalan purbakala Oleh Junus Satrio Atmodjo Mengapa Kita Harus Mempertahankan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis mapun pembahasan, penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Kawasan Dataran Tinggi Dieng adalah sebuah saujana yang

Lebih terperinci

BUPATI MOJOKERTO PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI MOJOKERTO PROVINSI JAWA TIMUR -1- BUPATI MOJOKERTO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO, Menimbang : a. bahwa Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Kawasan Pusaka Kawasan pusaka dalam suatu kota adalah bukti perkembangan kota tersebut. Bagaimana dimulainya kota, potensi awal kota, kawasan strategis pada

Lebih terperinci

Perizinan dalam Pelestarian Cagar Budaya

Perizinan dalam Pelestarian Cagar Budaya Perizinan dalam Pelestarian Cagar Budaya Fr. Dian Ekarini Balai Konservasi Borobudur email : fransiscadian79@gmail.com Abstak: Upaya pelestarian cagar budaya berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan untuk memperkenalkan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ashriany Widhiastuty, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ashriany Widhiastuty, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang terbentang dari sabang hingga merauke. Oleh karena itu Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman suku dan budaya serta

Lebih terperinci

REVITALISASI WISMA PHI SEMARANG SEBAGAI CITY HOTEL Dengan Penekanan Desain Arsitektur Post-Modern James Stirling

REVITALISASI WISMA PHI SEMARANG SEBAGAI CITY HOTEL Dengan Penekanan Desain Arsitektur Post-Modern James Stirling LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR REVITALISASI WISMA PHI SEMARANG SEBAGAI CITY HOTEL Dengan Penekanan Desain Arsitektur Post-Modern James Stirling Diajukan untuk memenuhi sebagian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BANGUNAN BERSEJARAH

BAB IV ANALISIS MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BANGUNAN BERSEJARAH BAB IV ANALISIS MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BANGUNAN BERSEJARAH A. Pengaturan Hukum atas Alih Fungsi Bangunan Bersejarah Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya Perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan nasional merupakan sesuatu hal yang penting bagi Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan nasional merupakan sesuatu hal yang penting bagi Indonesia dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan nasional merupakan sesuatu hal yang penting bagi Indonesia dan merupakan salah satu unsur dalam menjaga rasa nasionalisme dalam diri kita sebagai

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG PERATURAN BUPATI KARAWANG

BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG PERATURAN BUPATI KARAWANG BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG NO. 32 2011 SERI. E PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 32 TAHUN 2010 TENTANG KAMPUNG BUDAYA GERBANG KARAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah dalam bahasa Indonesia merupakan peristiwa yang benar-benar

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah dalam bahasa Indonesia merupakan peristiwa yang benar-benar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah dalam bahasa Indonesia merupakan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau atau asal-usul (keturunan) silsilah, terutama bagi rajaraja yang memerintah.

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 38 TAHUN : 2009 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PEMBERIAN PENGHARGAAN PELESTARI KAWASAN CAGAR BUDAYA DAN BENDA CAGAR BUDAYA

Lebih terperinci

REVITALISASI BANGUNAN MEGARIA SEBAGAI PUSAT SINEMA

REVITALISASI BANGUNAN MEGARIA SEBAGAI PUSAT SINEMA REVITALISASI BANGUNAN MEGARIA SEBAGAI PUSAT SINEMA Oleh : Harry Anggara 1 & Agus Dharma 2 Abstrak Bangunan bioskop Megaria merupakan salah satu peninggalan sejarah perkembangan arsitektur di tanah air.

Lebih terperinci

RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH PER KEMENTERIAN/LEMBAGA II.L.040.1

RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH PER KEMENTERIAN/LEMBAGA II.L.040.1 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH PER KEMENTERIAN/LEMBAGA KEMENTERIAN/LEMBAGA : KEMENTERIAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA 1 Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Kebudayaan

Lebih terperinci

b. bahwa untuk menjaga kelestarian benda cagar budaya diperlukan langkah pengaturan bagi penguasaan, pemilikan,

b. bahwa untuk menjaga kelestarian benda cagar budaya diperlukan langkah pengaturan bagi penguasaan, pemilikan, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa benda cagar

Lebih terperinci