BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ekonomi Indonesia sudah bergerak kearah yang lebih baik.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ekonomi Indonesia sudah bergerak kearah yang lebih baik."

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan ekonomi Indonesia sudah bergerak kearah yang lebih baik. Namun, Pemerintah tetap terus berbenah untuk menciptakan iklim yang kondusif untuk mempercepat gerakan pertumbuhan ekonomi. Sebagaimana kita ketahui bahwa ekonomi merupakan motor penggerak kemajuan suatu bangsa dan menjadii salah satu faktor penentuan suatu kesejahteraan masyarakat yang ada dalam suatu Negara. Beberapa gebrakan Pemerintah Indonesia untuk membangun ekonomi lebih baik di masa yang akan datang sudah sering dilakukan. Dimulai peningkatan ekonomi daerah hingga kerjasama dunia internasional. Salah satu yang akan dihadapi indonesia dalam kerjasama internasional adalah ASEAN Economic Community (AEC) yang akan mulai berlaku pada tahun Mungkin sebagian dari kita sudah mendengar tentang kebijakan ini namun tak sedikit juga yang belum mengetahuinya. AEC 2015 merupakan kerjasama negara-negara di asia tenggara dalam tujuan meningkatkan ekonomi masing-masing negara dengan konsep utama menciptakan ASEAN sebagai sebuah pasar tunggal dan kesatuan basis produksi dimana terjadi free flow atas barang, jasa, faktor produksi, investasi dan modal serta penghapusan tarif bagi perdagangan antar negara ASEAN yang kemudian diharapkan dapat mengurangi kemiskinan dan kesenjangan ekonomi diantara negara-negara anggotanya melalui sejumlah kerjasama yang saling menguntungkan. 1

2 Untuk menghadapi perdagangan bebas dan memaksimalkan manfaat kehadiran modal asing tersebut, maka pemerintah Indonesia mengambil langkah awal yaitu bekerja sama dengan China dalam Memorandum Of Understanding (MoU) Tentang Kerjasama di Bidang Investasi khususnya Pembangunan Kawasan Industri Terpadu. Kesepakatan Memorandum Of Understanding (MoU) tersebut di tandatangani pada saat kunjungan Presiden Republik Rakyat Tiongkok (RRT) Xi Jinping di Istana Negara pada tanggal 2 Oktober Kerjasama ini dilakukan guna mendorong Investasi China di Luar Pulau Jawa dan Bali, dan tujuan utamanya adalah memperkuat kerjasama bilateral yang sejatinya telah berkembang pesat sejak ditandatanganinya Kemitraan Strategis pada tahun Sebelum transaksi bisnis atau Memorandum Of Understanding (MoU) ini berlangsung biasanya terlebih dahulu dilakukan negosiasi awal. Negosiasi merupakan suatu proses tawar-menawar dengan jalan berunding, guna mencapai kesepakatan bersama antara satu pihak (kelompok atau organisasi) dengan pihak (kelompok atau organisasi) lain. 2 Negosiasi juga merupakan instrumen yang menjembatani berbagai kepentingan pelaku bisnis dalam merumuskan hak dan kewajibannya. Dalam negosiasi inilah proses tawar menawar berlangsung. Tahapan berikutnya adalah pembuatan Memorandum Of Understanding (MoU). Memorandum Of Understanding (MoU) merupakan pencatatan atau pendokumentasian hasil negosiasi awal tersebut dalam bentuk tertulis. Memorandum Of Understanding (MoU) penting sebagai pegangan untuk digunakan lebih lanjut di dalam negosiasi 1 SBY dan Presiden China Teken MoU Kawasan Industri Terpadu, VIVA.co.id, 02 Oktober Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989, hal

3 lanjutan atau sebagai dasar untuk melakukan studi kelayakan. Maksudnya studi kelayakan adalah setelah pihak-pihak memperoleh Memorandum Of Understanding (MoU) sebagai pegangan atau pedoman awal, baru dilanjutkan dengan tahapan studi kelayakan (feasibility study, due diligent) untuk melihat tingkat kelayakan dan prospek transaksi bisnis tersebut dari berbagai sudut pandang yang diperlukan misalnya ekonomi, keuangan, pemasaran, teknik, lingkungan, sosial budaya dan hukum. 3 Hasil studi kelayakan ini diperlukan dalam menilai apakah perlu atau tidaknya melanjutkan transaksi atau negosiasi lanjutan. Banyak hal yang melatarbelakangi dibuatnya Memorandum Of Understanding (MoU), salah satunya adalah karena prospek bisnis suatu usaha dirasa belum jelas benar dan dengan negosiasi yang rumit dan belum ada jalan keluarnya, sehingga dari pada tidak ada ikatan apa-apa maka dibuatlah Memorandum Of Understanding (MoU). Apa yang narnanya Memorandum Of Understanding (MoU) sebenarnya tidak dikenal dalam hukum konvensional di Indonesia, terutama dalam hukum kontrak di Indonesia. Tetapi dewasa ini sering dipraktekkan dengan meniru (mengadopsi) apa yang dipraktekkan secara internasional. Jadi sebenarnya dengan kita memberlakukan Memorandum Of Understanding (MoU) itu telah ikut memperkaya khasanah pranata hukum di Indonesia ini. Di dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia tidak kita temukan ketentuan khusus yang mengatur tentang Memorandum Of Understanding (MoU), namun apabila kita memperhatikan substansi Memorandum Of Understanding (MoU), maka jalas bahwa di 3 Salim HS et. al., Perancangan Kontrak & MOU, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hal

4 dalamnya berisi kesepakatan para pihak tentang hal-hal yang bersifat umum. Ketentuan yang mengatur tentang kesepakatan telah dituangkan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlick Wetbook) yaitu tentang syarat-syarat sahnya perjanjian. Di samping itu, yang dapat di jadikan dasar hukum memorandum Of Undestanding (MoU) adalah Pasal 1338 KUHPerdata yang berbunyi Semua perjanjian yang di buat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Secara Internasional yang menjadi dasar hukum adanya Memorandum Of Understanding (MoU) adalah UUD 1945 pada Pasal 11. Namun diatur lebih detail lagi pada Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 Tentang Hubungan Luar Negeri dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 Tentang Perjanjian Internasional. Dalam pelaksanaannya kedua Undang- Undang ini terkait erat dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Pasal 1 huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 Tentang Perjanjian Internasional telah disebutkan pengertian perjanjian internasional, adalah perjanjian, dalam bentuk dan nama tertentu, yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik. 4 Setiap perjanjian di bidang hukum publik, diatur oleh hukum Internasional, dan dibuat oleh pemerintah dengan negara, organisasi Internasional, atau subyek hukum Internasional lain. 5 Bentuk dan nama perjanjian Internasional dalam praktiknya cukup beragam, antara lain : treaty, convention, agreement, memorandum of 4 Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2000 Tentang perjanjian Internasional. 5 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2000 Tentang Perjanjian Internasional, Penjelasan Umum Hal. Pertama. 4

5 understanding, protocol, charter, declaration, final act, arrangement, exchange of notes, agreed minutes, summary records, process verbal, modus vivendi, dan letter of inten. 6 Pada umumnya bentuk dan nama perjanjian menunjukkan bahwa materi yang diatur oleh perjanjian tersebut memiliki bobot kerja sama yang berbeda tingkatannya. Namun demikian, secara hukum perbedaan tersebut tidak mengurangi hak dan kewajiban para pihak yang tertuang di dalam suatu perjanjian internasional. 7 Tidak diaturnya Memorandum of Understanding (MoU) dalam sistem hukum yang ada di Indonesia, banyak menimbulkan kesimpangsiuran dalam prakteknya, misalnya apakah Memorandum of Understanding (MoU) sesuai dengan peraturan hukum positif di Indonesia, atau apakah Memorandum of Understanding (MoU) bisa dikategorikan setingkat dengan perjanjian yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan siapa yang bertanggung jawab apabila terjadi suatu pengingkaran di dalam kesepakatan semacam ini, juga yang paling ekstrim adalah ada yang mempertanyakan apakah Memorandum of Understanding (MoU) merupakan suatu kontrak, mengingat Memorandum of Understanding (MoU) hanya merupakan suatu nota-nota kesepakatan saja Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka dapat diangkat permasalahan sebagai berikut : 6 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2000 Tentang Perjanjian Internasional, Penjelasan Umum Hal. Pertama. 7 Ibid., hal. Kedua. 5

6 a. Apakah kekuatan hukum Mou antara Indonesia-China memiliki kekuatan mengikat bagi para pihak? b. Bagaimanakah cara penyelesaiannya apabila terjadi suatu sengketa dalam pelaksanaan Mou antara Indonesia-China? 1.3. Penjelasan Judul Untuk menghindari pemultitafsiran dalam penelitian ini, maka diperlukan adanya suatu penjelasan istilah skripsi ini, yang berjudul : Tinjauan Yuridis Kekuatan Hukum Memorandum Of Understanding (MoU) Antara Indonesia China Tentang Kerjasama Investasi Khususnya Pembangunan Kawasan Industri Terpadu. Tinjauan adalah cara, sudut pandang dari penyelesaian suatu permasalahan. (Kamus Besar Bahasa Indonesia) Yuridis adalah suatu aturan atau norma hukum. (Ibid) Kekuatan adalah perihal kuat, erat, ikatannya. (Ibid) Hukum adalah peraturan yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah untuk membatasi tingkah laku manusia agar dapat terkontrol. (Ibid) Memorandum of understanding adalah nota kesepahaman yang dibuat antara subyek hukum yang satu dengan subyek hukum yang lainnya, baik dalam suatu negara maupun antarnegara untuk melakukan kerja sama dalam berbagai aspek kehidupan dan jangka waktunya tertentu. (Salim HS et.al., op.cit., hal. 47) Investasi adalah penanaman uang atau modal dalam suatu perusahaan atau proyek untuk tujuan memperoleh keuntungan. (Kamus Besar Bahasa Indonesia) 6

7 Kawasan industri terpadu adalah suatu kawasan industri diatas tanah yang cukup luas, yang secara administratif dikontrol oleh seseorang atau sebuah lembaga yang cocok untuk kegiatan industri, karena lokasinya, topografinya, zoning yang tepat, kesediaan semua infrastrukturnya (utilitas), dan kemudahan aksesibilitas transportasi. (National Industrial Zoning Committee s, 1967) 1.4. Alasan Pemilihan Judul Adapun yang menjadi pertimbangan penulis dalam pemilihan judul penelitian ini adalah : a. Masih banyaknya ketidakpastian kekuatan hukum Memorandum Of Understanding (MoU) yang diperdebatkan di khalayak umum dan kalangan ahli hukum. b. Diperlukannya penggalian tentang kekuatan hukum Memorandum Of Understanding (MoU) Tujuan Penelitian Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk melengkapi tugas dan persyaratan mencapai Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas wijaya Putra Surabaya, selain itu dalam penelitian ini penulis mempunyai tujuan : a. Untuk mengetahui kekuatan mengikatnya MoU bagi para pihak, yang telah dibuat oleh Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah China. 7

8 b. Untuk memahami cara penyelesaiannya bila terjadi suatu sengketa dalam pelaksanaan MoU Manfaat Penelitian Penulis berharap bahwa kegiatan penelitian dalam penulisan hukum ini akan bermanfaat bagi penulis dan orang lain yang membacanya. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan hukum ini antara lain : a. Manfaat Teoritis 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi dan literatur dalam dunia kepustakaan tentang kekuatan hukum Memorandum Of Understanding (MoU) dan cara penyelesaian bila terjadi suatu sengketa dalam pelaksanaan MoU. 2. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan terhadap penelitian penelitian sejenis untuk tahap selanjutnya. b. Manfaat Praktis 1. Sebagai wahana penulis mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir ilmiah sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh dibangku perkuliahan. 2. Untuk memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti. 8

9 1.7. Metode Penelitian Dalam penelitian hukum ini diperlukan metode penelitian yang dimaksudkan untuk mendapatkan informasi dari berbagai aspek. Metode yang digunakan adalah : Jenis Penelitian Jenis Penelitian dari skripsi ini adalah menggunakan Normatif, yaitu dengan meninjau fakta terhadap Undang undang, meninjau norma dengan norma lain (norma yang khusus dengan norma yang umum) Pendekatan Penelitian Didalam penelitian hukum normatif, pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan melalui perundang undangan (statute approach) terhadap peraturan hukum, isu hukum yang dihadapi dalam penelitian ini. Pendekatan perundang undangan yang dilakukan dengan menelaah peraturan peraturan hukum yang terkait dengan kekuatan hukum MoU. Selain itu, alangkah baiknya pendekatan perundang undangan didukung pula dengan pendekatan lain yang sesuai. Hal tersebut berguna untuk memperkaya pertimbangan hukum dalam menghadapi isu hukum yang ada. Pendekatan hukum yang dirasa sesuai guna mendukung dalam menghadapi isu hukum tersebut adalah dengan pendekatan kasus (case approach). Pendekatan kasus pada umumnya digunakan dengan menelaah kasus kasus yang telah berkekuatan hukum, namun bukan berarti pendekatan kasus harus berbentuk kasus yang berupa putusan Pengadilan. Pendekatan kasus ini digunakan untuk penerapan norma norma atau 9

10 kaidah kaidah hukum dalam praktik hukum yang terkait dengan kekuatan hukum MoU Langkah Penelitian 1. Obyek Penelitian Kekuatan hukum MoU antara Indonesia dengan China serta cara penyelesaian sengketa dalam pelaksanaan MoU tersebut. 2. Sumber Data Sumber data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah berupa bahan hukum yang diperoleh dengan cara studi kepustakaan, meliputi : a. Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif dan mengikat. Bersifat autoritatif dan mengikat karena mempunyai otoritas yang berasal dari perundang undangan yang memiliki daya paksa. Bahan hukum primer ini meliputi UUD 1945 beserta Amandemennya, Undang undang Nomor 37 Tahun 1999 Tentang Hubungan Luar Negeri, Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2000 Tentang Perjanjian Internasional, Kitab Undang undang Hukum Perdata (KUHPerdata), dan peraturan perundang-undangan lainnya. 10

11 b. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, seperti rancangan perundang-undangan, literatur, jurnal, hasil penelitian, buku-buku, dan teks-teks tentang hukum. c. Bahan Hukum Tersier Bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus dan ensiklopedi. 3. Metode Pengumpulan Bahan Hukum Penyusunan penelitian ini menggunakan cara untuk mendapatkan bahan-bahan dan keterangan-keterangan yang diperlukan sesuai dengan pokok pembahasan, yaitu dengan menggunakan penelitian kepustakaan, yaitu penelitian terhadap bahan-bahan yang harus penulis kumpulkan untuk keperluan penelitian ini. Setelah bahan-bahan tersebut berhasil dikumpulkan dilanjutkan dengan wilayah-wilayah yang menjadi pembahasannya. Adapun penelitian ini dilakukan terhadap bukubuku, artikel, majalah-majalah, surat kabar, serta peraturan perundang-undangan yang mempunyai keterkaitan dengan penulisan ini. 11

12 4. Metode Analisis Setelah bahan-bahan berhasil dikumpulkan dan diidentifikasi, kemudian dianalisa dengan pola deduktif. Dimana pembahasan dijelaskan lebih lanjut dengan jalan menggambarkan Kekuatan hukum MoU antara Indonesia dengan China serta cara penyelesaiannya apabila terjadi suatu sengketa dalam pelaksanaan MoU tersebut Sistematika Pertanggung Jawaban Untuk memudahkan pemahaman Penulisan Hukum (skripsi) ini, maka kerangka dibagi menjadi beberapa bab yang terdiri atas beberapa sub bab : BAB I Pendahuluan, bab ini memberikan gambaran secara umum dan menyeluruh tentang pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi, meliputi latar belakang, rumusan masalah, penjelasan judul, alasan pemilihan judul, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini serta sistematika pertanggung jawaban. Hal tersebut dimaksudkan untuk memberikan pengertian kepada pembaca agar dapat mengetahui secara garis besar pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini. BAB II Kekuatan Hukum MoU antara Indonesia dengan China. Dalam bab ini berisi uraian mengenai pengertian MoU menurut hukum positif Indonesia, pengertian perjanjian internasional dan kekuatan hukum MoU antara Indonesia dengan China. BAB III Cara Penyelesaian Sengketa Dalam Pelaksanaan MoU antara Indonesia dengan China. Bab ini berisi uraian mengenai pengertian 12

13 sengketa dan beberapa cara penyelesaian sengketa yang umum dilakukan subjek hukum serta cara penyelesaian sengketa dalam pelaksanaan MoU antara Indonesia dengan China. BAB IV Penutup, yang berisi kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis. 13

14 BAB II KEKUATAN HUKUM MOU ANTARA INDONESIA DENGAN CHINA 2.1. Istilah dan Pengertian MoU Istilah Memorandum Of Understanding (MoU) berasal dari dua kata, yaitu memorandum dan understanding. Secara gramatikal MoU diartikan sebagai nota kesepahaman. Dalam Black s Law Dictionary, yang diartikan memorandum adalah is to serve as the basis of future formal contract. 8 Artinya, dasar untuk memulai penyusunan kontrak secara formal pada masa datang. Sedangkan understanding diartikan sebagai an implied agreement resulting from the express terms of another agreement, whether written or oral, atau a valid contract engagement of a somewhat informal character; atau a loose and ambiguous terms, unless it is accompanied by some expression that it is constituted a meeting of the minds of parties upon something respecting which they intended to be bound. 9 Artinya, sebuah perjanjian yang berisi pernyataan persetujuan tidak langsung atas perjanjian lainnya baik secara lisan maupun tertulis, atau pengikatan kontrak yang sah atas suatu materi yang bersifat informal atau persyaratan yang longgar, kecuali pernyataan tersebut disertai atau merupakan hasil persetujuan atau kesepakatan pemikiran dari para pihak yang dikehendaki oleh keduanya untuk mengikat. Dari terjemahan kedua kata itu, dapat dirumuskan pengertian MoU. MoU adalah dasar penyusunan kontrak pada masa datang yang didasarkan pada hasil pemufakatan para pihak, baik secara tertulis maupun lisan. 8 Bryan A. Gardner (ed.), Black Law Dictionary (5th edition), (West Publising Co., 1979), hal Ibid., hal

15 Munir Fuady mengartikan MoU sebagai berikut : Perjanjian pendahuluan, dalam arti nantinya akan diikuti dan dijabarkan dalam perjanjian lain yang mengaturnya secara detail, karena itu MoU berisikan hal-hal yang pokok saja. 10 Erman Rajagukguk mengartikan MoU sebagai berikut : Dokumen yang memuat saling pengertian diantara para pihak sebelum perjanjian dibuat. Isi dari MoU harus dimasukkan kedalam kontrak, sehingga ia mempunyai kekuatan mengikat. 11 I Nyoman Sudana, dkk., mengartikan MoU sebagai suatu perjanjian pendahuluan, dalam arti akan diikuti perjanjian lainnya. 12 Unsur-unsur yang terkandung dalam ketiga definisi tersebut, adalah : 1. Memorandum Of Understanding sebagai perjanjian pendahuluan. 2. Isi Memorandum Of Understanding adalah mengenai hal-hal yang pokok. 3. Isi Memorandum Of Understanding dimasukkan dalam kontrak. Perjanjian pendahuluan merupakan perjanjian awal yang dilakukan oleh para pihak. Isi MoU mengenai hal-hal yang pokok saja, maksudnya substansi MoU itu hanya berkaitan dengan hal-hal yang sangat prinsip. Substansi MoU ini nantinya akan menjadi substansi kontrak yang dibuat secara lengkap dan detail oleh para pihak. Ketiga definisi yang dikemukakan oleh para ahli sebagaimana diatas hanya difokuskan pada sifat MoU, yaitu sebagai perjanjian pendahuluan. Dalam ketiga definisi tersebut juga tidak dirumuskan tentang bagaimana Ibid. 12 Ibid. 15

16 hubungan para pihaknya dan yang menjadi substansi dari MoU tersebut. Oleh karena ketiga definisi tersebut kurang lengkap, maka perlu dilengkapi dan disempurnakan. Definisi lain dikemukakan oleh Salim H.S. yang menyatakan bahwa memorandum of understanding adalah : Nota kesepahaman yang dibuat antara subjek hukum yang satu dengan subjek hukum yang lainnya, baik dalam suatu negara maupun antar negara untuk melakukan kerja sama dalam berbagai aspek kehidupan dan jangka waktunya tertentu. 13 Unsur yang terkandung dalam definisi diatas meliputi : 1. Para pihak yang membuat MoU tersebut adalah subjek hukum, baik berupa badan hukum publik maupun badan hukum privat. Badan hukum publik misalnya negara, pemerintah provinsi/kabupaten/kota. Adapun badan hukum privat antara lain perseroan terbatas (PT), koperasi, dan yayasan. 2. Wilayah keberlakuan MoU itu bisa regional, nasional maupun internasional. 3. Substansi MoU adalah kerja sama dalam berbagai aspek kehidupan. 4. Jangka waktunya tertentu. Para pihak yang terikat dalam MoU tidak hanya badan hukum privat, tetapi juga antara negara yang satu dengan negara yang lainnya. Pada hakikatnya substansi dari MoU misalnya berisi suatu kerjasama dalam berbagai bidang kehidupan, misalnya di bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan, pertahanan keamanan (hankam), keuangan, keahlian dan lain- 13 Salim HS et. al., Perancangan Kontrak & MOU, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hal

17 lain. Dalam setiap MoU juga dicantumkan tentang jangka waktunya. Jangka waktu berlakunya MoU adalah berkaitan dengan lamanya kerja sama itu dilakukan. Penggunaan istilah MoU harus dibedakan dari segi teoritis dan praktis. Secara teoritis dokumen MoU bukan merupakan dokumen yang mengikat para pihak. Agar mengikat secara hukum, harus ditindak lanjuti dengan perjanjian. Kesepakatan dalam MoU hanya bersifat ikatan moral. Secara praktis MoU disejajarkan dengan perjanjian. Ikatan yang terjadi tidak hanya bersifat moral, tetapi juga hukum. Hingga saat ini tidak dikenal pengaturan khusus tentang MoU. Hanya saja, merujuk dari definisi dan pengertian di atas, dimana MoU tidak lain adalah merupakan perjanjian pendahuluan, maka pengaturannya tunduk pada ketentuan tentang perikatan yang tercantum dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Hubungan antara perjanjian dengan perikatan dapat digambarkan sebagai berikut, Menurut KUH Perdata, perjanjian adalah peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain, dimana kedua orang tersebut saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Sedangkan perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak lain, dan pihak lain berkewajiban memenuhi tuntutan itu. Perjanjian akan menerbitkan perikatan antara dua orang yang membuatnya untuk melakukan suatu hal. Pengaturan MoU pada ketentuan buku III KUH Perdata yang sifatnya terbuka membawa konsekuensi pada materi muatan atau substansi dari MoU yang terbuka pula. Artinya para pihak diberi kebebasan untuk 17

18 menentukan materi muatan MoU akan mengatur apa saja, sepanjang tidak bertentangan dengan hukum, dan norma kepatutan, kehati-hatian dan susila yang hidup dan diakui dalam masyarakat, serta sepanjang penyusunan MoU itu memenuhi syarat-syarat sahnya sebuah perjanjian sebagaimana tertuang dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Pasal 1320 KUH Perdata menyebutkan bahwa syarat sahnya perjanjian adalah : i. Adanya kesepakatan para pihak yang mengikatkan diri. ii. iii. iv. Para pihak yang membuat perjanjian adalah pihak yang cakap. Perjanjian dibuat karena ada hal tertentu. Serta hal tersebut merupakan hal yang halal. Disamping itu, Adapun dasar berlakunya MoU di Indonesia adalah didasarkan pada asas kebebasan berkontrak dan asas kebiasaan. Ketentuan mengenai asas kebebasan berkontrak diatur dalam pasal 1338 KUH Perdata. Yang berbunyi semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk : 1. Membuat atau tidak membuat perjanjian. 2. Mengadakan perjanjian dengan siapapun. 3. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya. 4. Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan. Asas kebebasan berkontrak merupakan asas yang sangat penting dalam pembuatan MoU. Karena asas ini memperkenankan para pihak, 18

19 apakah itu badan hukum ataupun individu untuk melakukan atau membuat MoU yang sesuai dengan keinginan para pihak. Selain asas kebebasan berkontrak, berlakunya MoU di Indonesia juga didasarkan pada kebiasaan hukum. Kebiasaan hukum mengandung makna bahwa suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa yang secara tegas diatur, akan tetapi juga hal-hal yang menurut kebiasaan lazim diikuti. Selain itu, dalam lingkup internasional yang menjadi dasar hukum dalam pembuatan MoU adalah Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. Dalam Pasal 1 huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, telah disebutkan pengertian perjanjian internasional, yaitu : Perjanjian dalam bentuk dan nama tertentu, yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik. Selanjutnya dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, disebutkan bahwa : Perjanjian internasional yang dimaksud dalam undang-undang ini adalah setiap perjanjian di bidang hukum publik, diatur oleh hukum internasional, dan dibuat oleh pemerintah dengan negara, organisasi internasional, atau subjek hukum internasional lain. Apabila kita perhatikan definisi dan penjelasan umum dalam Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, maka perjanjian internasional dalam prakteknya dapat disamakan dengan : treaty (perjanjian), convention (konvensi/kebiasaan internasional), agreement (persetujuan), memorandum of understanding (nota kesepahaman), protocol 19

20 (surat-surat resmi yang memuat hasil perundingan), charter (piagam), declaration (pernyataan), final act (keputusan final), arrangement (persetujuan), exchange of notes (pertukaran nota), agreed minutes (notulen yang disetujui), summary records (catatan ringkas), process verbal (berita acara), modus vivendi, dan letter of intent (surat yang mengungkapkan suatu keinginan). Pada umumnya bentuk dan nama perjanjian menunjukkan bahwa materi yang diatur oleh perjanjian tersebut memiliki bobot kerja sama yang berbeda tingkatannya. Namun secara hukum, perbedaan tersebut tidak mengurangi hak dan kewajiban para pihak yang tertuang didalam suatu perjanjian internasional. Penggunaan suatu bentuk dan nama tertentu bagi perjanjian imternasional pada dasarnya menunjukkan keinginan dan maksud para pihak terkait serta dampak politiknya bagi para pihak tersebut. Apabila kita perhatikan bentuk dan nama-nama perjanjian internasional dalam prakteknya yang cukup beragam tersebut diatas, maka MoU yang dibuat antara dua negara atau lebih termasuk dalam kategori perjanjian internasional sehingga didalam implementasinya berlaku kaidah-kaidah internasional. Walaupun judul suatu perjanjian dapat beragam, namun apabila ditelaah lebih lanjut, pengelompokan perjanjian internasional dalam nomenklatur tertentu dimaksudkan dan diupayakan untuk menunjukkan kesamaan materi yang diatur. Selain itu terdapat kecenderungan dalam praktiknya, bahwa nomenklatur tertentu menunjukkan materi perjanjian tersebut memiliki bobot kerjasama yang berbeda tingkatannya dengan perjanjian internasional lainnya. Praktik di indonesia misalnya, sekalipun 20

21 tidak mengikat secara hukum cenderung menempatkan Agreement lebih tinggi dari MoU yang kemudian diikuti secara hierarki oleh Arrangements dan Exchange of Notes. 14 Sekalipun Undang-undang Nomor 24 Tahun 2000 Tentang Perjanjian Internasional tidak mempermasalahkan judul atau nomenklatur, namun praktik indonesia pada umumnya tanpa disengaja telah mengarah pada kristalisasi penggunaan nomenklatur tertentu untuk ruang lingkup materi tertentu. Misalnya lebih cenderung menggunakan Agreement sebagai instrumen payung dan kemudian MoU serta Arrangements untuk instrumen turunannya. Pendekatan ini dimaksudkan hanya untuk kebutuhan praktis dan secara hukum tidak mengurangi atau melarang indonesia untuk menentukan bentuk lain berdasarkan asas kebebasan berkontrak sepanjang kedua pihak menyepakatinya. MoU merupakan salah satu model dokumen yang memiliki sifat khas/tipikal. Pada negara-negara common law system, yang berpandangan bahwa MoU adalah non-legally binding dan perlu dibedakan dengan Treaties. Namun praktik negara-negara lain teermasuk indonesia menekankan prinsip bahwa setiap persetujuan yang dibuat antar negara (termasuk MoU) memiliki daya mengikat seperti Treaties. Para ahli berpendapat bahwa MoU digunakan dengan alasan politis yaitu ingin sedapat mungkin menghindri penggunaan Agreement yang dinilai lebih formal dan mengikat. Adanya pengertian MoU yang non-legally binding dalam praktek beberapa negara akan menimbulkan bahwa satu pihak menilai dokumen tersebut sebagai perjanjian internasional yang mengikat, 14 Damos Dumoli Agusman., Hukum Perjanjian Internasional, Refika Aditama, Bandung, 2010, hal

22 namun pihak yang lain menganggap dokumen itu hanya memuat komitmen politik dan moral. 15 MoU selalu mencerminkan adanya kerja sama masing-masing pihak hingga jangka waktu tertentu sesuai kesepakatan. MoU yang memuat nota kesepahaman masing-masing pihak merupakan sebuah keniscayaan yang memiliki dasar hukum baik ditinjau dari aspek peraturan yang bersifat prosedural maupun nilai-nilai moral. Peraturan yang bersifat prosedural misalnya regulasi yang menjadikan sifat tertulis (kitabah) sebagai asas perjanjian. 16 Sedangkan nilai-nilai moral tercermin dari adanya seruan kepada orang-orang beriman yang menyatakan bahwa apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah setiap penulis diantara kamu menuliskan dengan benar. 17 Aspek nilai-nilai moral tersebut pada hakikatnya juga merupakan dasar hukum pembuatan MoU yang selalu dibuat secara tertulis. 15 Ibid. hal Bab II Asas Akad Pasal 21 Huruf m Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah. 17 Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah setiap penulis diantara kamu menuliskn dengan benar [QS.Al-Baqarah(2):282]. 22

23 2.2. Pengertian Perjanjian Internasional Pengertian perjanjian internasional di kalangan publik khususnya di indonesia sangat bervariasi. Secara populer publik indonesia cenderung memahami bahwa perjanjian internasional adalah semua perjanjian yang bersifat lintas batas negara atau transnasional. Di kalangan publik, tidak dibedakan antara perjanjian internasional dan kontrak internasional karena keduanya dipahami sebagai perjanjian internasionaltanpa melihat siapa subjeknya, apa karakter hubungan hukumnya, serta rezim hukum apa yang menguasainya. Pengertian perjanjian internasional menurut pendapat para ahli sangat mempunyai pendapat yang berbeda-beda, sehingga memiliki keanekaragaman pengertian. Berikut beberapa pengertian perjanjian inernasional yang dikemukakan oleh para ahli : a. Mochtar Kusumaatmadja Perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat hukum tertentu. b. Oppenheimer Lauterpact Perjanjian internasional adalah suatu persetujuan antar negara yang menimbulkan hak dan kewajiban diantara pihak-pihak yang mengadakannya. c. G. Schwarzenberger Perjanjian internasional adalah suatu persetujuan antara subjeksubjek hukum internasional yang menimbulkan kewajibankewajiban mengikat dalam hukum internasional. 23

24 d. Jhon O brien Perjanjian internasional dalam pengertian luasnya adalah perjanjian antara pihak-pihak peserta atau negara-negara ditingkat internasional. Untuk memahami apa pengertian sesungguhnya dari perjanjian, maka perlu dipahami definisi hukum seperti yang dirumuskan oleh hukum internasional. Hukum perjanjian internasional telah berkembang pesat dan telah terkodifikasi kedalam berbagai konvensi internasional seperti Konvensi Wina 1969 tentang perjanjian internasional, Konvensi Wina 1986 tentang perjanjian internasional dan organisasi internasional, Konvensi Wina 1978 tentang suksesi negara terkait perjanjian internasional. Perdebatan sengit memang terjadi pada perumusan masalah definisi perjanjian internasional, mengingat masalah ini adalah salah satu isu kontroversi baik dalam literatur hukum perjanjian internasional maupun praktek negara. Dari konvensi-konvensi tersebut, khususnya Konvensi Wina 1969 dan 1989, telah memuat definisi tentang perjanjian internasional, yaitu : An international agreement concluded between states [ and international organitations] in written form and governed by international law, wheter embodied in a single instrument or in two or more relatedintruments and whatever its particuler designation. Selanjutnya definisi ini diadopsi oleh Undang-undang No. 24 Tahun 2000 tentang perjanjian internasional dengan sedikit modifikasi, yaitu : 24

25 setiap perjanjian di bidang hukum publik, yang diatur oleh hukum internasional, dan dibuat oleh pemerintah dengan negara, organisasi internasional, atau subjek hukum internasional lain. Dari pengertian hukum ini, maka terdapat beberapa kriteria dasar atau parameter yang harus dipenuhi oleh suatu dokumen perjanjian untuk dapat ditetapkan sebagai suatu perjanjian internasional menurut Konvensi Wina 1969 dan Undang-undang No. 24 tahun 2000 tentang perjanjian internasional, yaitu : 1. Perjanjian tersebut harus berkarakter internasional (an international agreement), sehingga tidak mencakup perjanjian-perjanjian yang berskala nasional seperti perjanjian antar negara bagian atau antara pemerintah daerah dari suatu negara nasional. 2. Perjanjian tersebut hars dibuat oleh negara dan/atau organisasi internasional (by subject of international law), sehingga tidak mencakup perjanjian yang sekalipun bersifat internasional namun dibuat oleh non-subjek hukum internasiona, seperti perjanjian antara negara dengan perusahaan multinasional. 3. Perjanjian tersebut tunduk pada rezim hukum internasional (governed by international law) yang oleh Undang-undang No. 24 Tahun 2000 tentang perjanjian internasional disebut dengan diatur dalam hukum internasional serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik. Perjanjian-perjanjian yang tunduk pada hukum perdata nasional tidak tercakup dalam kriteria ini. Dalam Konvensi Wina 1969 pasal 2 menyatakan bahwa semua perjanjian yan dibuat oleh negara sebagai salah satu subjek hukum 25

26 internasional, yang diatur oleh hukum internasional, dan berisi ikatan-ikatan yang mempunyai akibat-akibat hukum. Dari definisi dalam Konvensi Wina 1969 tersebut terdapat beberapa unsur yang dapat digunakan sebagai landasan hukum untuk menyatakan bahwa MoU yang bersifat internasional bisa dikategorikan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat antar para pihak yang membuatnya. Adapun unsur-unsur dalam perjanjian internasional sebagai berikut : 1. Kesepakatan. 2. Subjek-subjek Hukum internasional. 3. Tertulis. 4. Obyek tertentu. 5. Menimbulkan akibat hukum tertentu. Suatu perjanjian internasional yang dibuat oleh para pihak bisa dinyatakan mengikat apabila telah memenuhi semua unsur-unsur yang ada dalam pasal 2 Konvensi wina 1969 diatas. Ditinjau dari segi jumlah Negara yang menjadi Pihaknya, maka Perjanjian Internasional dibagi menjadi dua, yaitu : A. Perjanjian Bilateral Jika pihak yang terlibat hanya 2 negara, dan hanya menyangkut atau mengatur soal-soal/permasalahan dan kepentinag dua negara. Oleh karena itu sifat perjanjian bilateral ini tertutup karena pihak lain tidak dapat masuk dan ikut serta dalam perjanjian tersebut. Disebut juga dengan jenis treaty contract. 26

27 B. Perjanjian Multilateral Perjanjian yang diadakan oleh banyak negara, yang mengatur menyangkut kepentingan umum tidak hanya menyangkut kepentingan para pihak yang ikut serta saja, melainkan menyangkut juga kepentingan lain yang bukan peserta perjanjian itu sendiri. Dengan demikian perjanjian multilateral bersifat terbuka dan disebut juga perjanjian law making treaty. Para pihak yang smula tidak ikut sebagai peserta dapat menjadi peserta dengan menyatakan persetujuan untuk ikut serta (consent to be bound). 27

28 2.3. Kekuatan Hukum MoU Antara Indonesia Dengan China Meskipun secara praktek sering digunakan, namun secara konseptual belum ada penjelasan komprehensif terkait kekuatan hukum MoU. 18 Belum adanya kejelasan tersebut memungkinkan munculnya pendapat yang berbeda. Pendapat pertama menyatakan bahwa MoU memiliki kekuatan hukum yang bersifat mengikat sama halnya dengan perjanjian itu sendiri. Meskipun secara khusus tidak ada pengaturan tentang MoU serta penyusunannya diserahkan kepada para pihak, bukan berarti MoU tidak mempunyai kekuatan hukum yang bersifat mengikat hingga memaksa para pihak untuk menaatinya dan melaksanakannya. Pendapat kedua menyatakan bahwa MoU tidak mempunyai kekuatan mengikat sehingga secara hukum tidak dapat dipaksakan kepada masingmasing pihak. MoU hanya sebuah perjanjian pendahuluan sebagai alat bukti awal adanya kesepakatan yang memuat hal-hal pokok untuk melakukan perjanjian lebih lanjut. Kekuatan mengikat yang berlaku pada MoU tetap hanya sebatas moral saja. Dengan kata lain MoU merupakan Gentlemen Agreement yang tidak memiliki akibat hukum. Namun, para ahli tidak dapat memberikan jawaban yang pasti tentang kekuatan mengikat dari MoU. Ray Wijaya mengemukakan kekuatan mengikat dari MoU sebagai berikut : Dari sudut pandang Indonesia, tampaknya para ahli hukum indonesia masih berbeda pendapat tentang makna dari MoU tersebut. Satu pihak berpendapat bahwa MoU hanya merupakan suatu gentlement agreement yang tidak mempunyai akibat hukum, sedangkan pihak yang 18 Dalam KUH Perdata maupun dalam peraturan perundang-undangan lainnya, tidak ada ketentuan yang mengatur secara khusus tentang MoU. 28

29 lain menganggap bahwa MoU itu merupakan suatu bukti awal telah terjadi atau tercapainya saling pengertian mengenai masalah-masalah pokok. Artinya, telah terjadi pemahaman awal antara pihak yang bernegosiasi sebagaimana yang dituangkan dalam memorandum oleh para pihak untuk melakukan kerja sama. Oleh karenanya kesepakatan awal ini merupakan pendahuluan untuk merintis lahirnya suatu kerja sama yang sebenarnya, yang kemudian baru diatur dan dituangkan secara lebih rinci dalam perjanjian kerja sama atau joint venture dalam bentuk yang lebih formal. 19 Dari pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa ada dua pandangan yang membahas mengenai kekuatan hukum dari MoU, yaitu MoU sebagai suatu gentlement agreement dan MoU sebagai suatu agreement is agreement. MoU sebagai suatu gentlement agreement, berarti bahwa MoU mengikat hanya sebatas ikatan moral belaka. Sebagai gentlement agreement MoU tidak mengikat secara hukum dan pihak yang melakukan pengingkaran terhadap MoU tidak dapat digugat ke pengadilan. Sebagai ikatan moral, jika ada pihak yang melakukan pengingkaran terhadap MoU maka di kalangan bisnis reputasinya akan jatuh. Kekuatan mengikatnya suatu MoU sebagai gentlement agreement tidak dapat disejajarkan dengan perjanjian pada umumnya, walaupun MoU dibuat dalam bentuk yang paling kuat seperti dengan akta notaris sekalipun. MoU sebagai agreement is agreement berarti apabila suatu perjanjian sudah dibuat, apapun bentuknya, baik lisan maupun tertulis, baik pendek 19 I.G. Ray Widjaya., Merancang suatu kontrak [contract drafting]: Teori dan Praktek, Kesaint Blanc, Jakarta, 2003, hal

30 maupun panjang, lengkap maupun hanya mengatur hal-hal yang bersifat pokok, tetap saja merupakan perjanjian dan karenanya mempunyai kekuatan mengikat seperti layaknya suatu perjanjian. Dalam hal ini seluruh ketentuan pasal-pasal tentang hukum perjanjian sudah bisa diterapkan kepadanya. Kalau suatu perjanjian hanya mengatur hal-hal yang bersifat pokok saja, maka mengikatnya hanya terhadap hal-hal pokok tersebut. Atau jika suatu perjanjian hanya berlaku untuk suatu jangka waktu tertentu, maka mengikatnyapun hanya untuk jangka waktu tertentu tersebut. Dan walaupun para pihak tidak dapat dipaksakan untuk membuat perjanjian yang lebih rinci sebagai tindak lanjut dari MoU, tetapi selama MoU masih berlaku maka para pihak yang membuat MoU tersebut masih tetap terikat. Suatu MoU yang bersifat Internasional agar mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, maka harus memenuhi beberapa unsur perjanjian internasional. Unsur yang pertama adalah kesepakatan, bahwa MoU harus dibentuk berdasarkan kesepakatan bersama diantara para pihak. Kesepakatan tersebut tidak boleh mengandung cacat kehendak seperti adanya kesesatan (dwaling), paksaan (dwang), atau penipuan (bedrog). Dalam hal ini kesepakatan dari MoU antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah China disepakati oleh menteri perindustrian sebagai pihak ke 1 disebut juga Pemerintah Republik Indonesia dan menteri perdagangan sebagai pihak ke 2 disebut juga Pemerintah China, seperti yang diatur dalam naskah pembukaan sebagai berikut : Pemerintah Republik indonesia, (selanjutnya disebut Indonesia), dan Pemerintah Republik Rakyat Tiongkok, (selanjutnya disebut China), dan bersama-sama disebut sebaga Para Pihak. 30

31 Unsur yang kedua adalah subjek-subjek hukum internasional. Dalam pembuatan MoU antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah China sudah jelas memenuhi unsur tersebut, yang dapat dikategorikan bahwa perjanjian tersebut dibuat oleh Negara dengan Negara, sesuai dengan naskah pembukaan sebagai berikut : Pemerintah Republik indonesia, (selanjutnya disebut Indonesia), dan Pemerintah Republik Rakyat Tiongkok, (selanjutnya disebut China), dan bersama-sama disebut sebaga Para Pihak. Unsur yang ketiga adalah Tertulis. Bahwa dalam pembentukan suatu MoU harus dilakukan secara tertulis, karena dengan tertulis MoU tersebut memiliki ketegasan, kejelasan, dan kepastian hukum. Dalam pembuatan MoU antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah China dibuat dengan tertulis dalam dua naskah asli. Yang terdapat pada penutup dalam naskah sebagai berikut : Dibuat dalam dua naskah asli di jakarta pada tanggal dua oktober tahun dua ribu tiga belas dalam bahasa indonesia, china dan inggris, semua naskah memiliki keabsahan yang sama. Dalam hal terjadi perbedaan penafsiran atas persetujuan ini, maka naskah bahasa inggris yang berlaku. Unsur yang keempat adalah obyek tertentu. Bahwa suatu MoU harus mempunyai suatu obyek yang dapat ditentukan jenisnya (prestasi). Pembuatan MoU antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah China memiliki obyek dan tujuan tertentu dimana pemerintah China mendukung dalam pembangunan kawasan industri terpadu di indonesia, yang sesuai dalam pasal 1 naskah MoU sebagai berikut : Tujuan dari persetujuan ini adalah untuk mendukung pendirian 31

32 kawasan industri terpadudi indonesia, yang selanjutnya disebut sebagai Kawasan Industri. Kawasan industri utamanya didirikan di wilayahwilayah penghasil mineral di Indonesia. Unsur yang kelima adalah menimbulkan akibat hukum tertentu. Bahwa dalam pembutan MoU antara pemerintah Indonesia dengan Pemerintah China sudah pasti telah menimbulkan hak dan kewajiban dari pada masingmasing pihak, sehingga apabila ada yang melakukan pengingkaran dalam hak dan kewajibannya maka akan terjadi suatu sengketa dalam Perjanjian Internasional tersebut. Berdasarkan uraian di atas, menurut pendapat penulis maka MoU antara pemerintah Indonesia dengan China Tentang Kerjasama Investasi Khususnya Pembangunan Kawasan Industri Terpadu merupakan MoU sebagai agreement is agreement, karena terpenuhinya unsur-unsur Pasal 2 dalam Konvensi Wina Tahun 1969, sehingga MoU tersebut mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya serta layak untuk disebut sebagai suatu Perjanjian Internasional. Selain itu juga suatu MoU mempunyai kaitan yang sangat erat dengan asas-asas perjanjian, antara lain asas konsensualisme, asas kebebasan berkontrak, asas kepercayaan, asas pacta sunt servanda, dan asas iktikad baik. Demikian pula dengan MoU yang telah mempunyai kekuatan hukum mengikat, maka ia mempunyai keterkaitan yang sangat erat dengan asasasas pejanjian tersebut. Asas-asas perjanjian tersebut pada dasarnya tidak terpisah satu sama lainnya, namun dalam berbagai hal saling mengisi dan 32

33 melengkapi. Sehingga, masing-masing asas tersebut tidak berdiri sendirisendiri namun saling melingkupi dan melengkapi suatu perjanjian. 33

34 BAB III CARA PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PELAKSANAAN MOU ANTARA INDONESIA DENGAN CHINA 3.1. Pengertian Sengketa Pada kamus besar bahasa Indonesia terdapat kata sengketa yang memiliki arti pertentangan atau konflik. Pertentangan atau konflik berarti halhal yang terjadi antara dua orang atau lebih yang memperebutkan sesuatu. Pertentangan atau konflik bisa juga diartikan sebagai suatu permasalahan yang ditimbulkan oleh suatu hal dan pelakunya lebih dari satu orang atau dua orang lebih. Orang-orang dalam konflik tersebut memiliki tujuan serta kepentingan yang sama. Karena suatu sebab atau hal menjadi pemicu suatu permasalahan yang menimbulkan konflik diantara pelaku, perorangan atau kelompok yang kemudian hal tersebut menimbulkan akibat hukum antara keduanya. Sengketa pada dasarnya adalah bentuk aktualisasi dari perbedaan dan juga bentuk dari suatu pertentangan antara dua orang atau lebih. 20 Didalam kamus bahasa Inggris, konflik mempunyai dua istilah yaitu conflict dan juga dispute. Kata conflict sudah digunakan dalam bahasa Indonesia yaitu konflik, sedangkan dispute dalam kamus bahasa Inggris mempunyai arti sengketa. Jika ditinjau dari maknanya antara konflik dan sengketa itu sama, yaitu sebuah permasalahan yang terjadi diantara dua orang atau lebih, bisa juga dua kubu atau juga antara dua negara. Permasalahan yang dihadapi karena adanya perbedaan kepentingan untuk mendapatkan suatu hal yang sama. Sebuah konflik bisa berubah menjadi sengketa apabila ada salah satu pihak yang dirugikan tidak bisa menerima keadaan tersebut, kepada 20 Bambang Sutiyoso., Penyelesaian Sengketa Bisnis, Citra Medika, Yogyakarta, 2006, hal

35 pihak yang dianggap membuat pihak tersebut rugi. 21 Ada juga yang mengatakan bahwa sengketa adalah sebuah konflik yang terjadi didalam suatu sosial masyarakat yang membentuk suatu oposisi antara orang-orang, kelompok atau organisasi terhadap suatu obyek permasalahan. 22 Sengketa dikelompokkan menjadi dua, yaitu : a. Sengketa sosial Biasanya berhubungan dengan tradisi, etika, tata krama, dan susila yang hidup dan berkembang dalam ruang lingkup suatu masyarakat tertentu. b. Sengketa hukum Suatu sengketa yang menimbulkan akibat hukum dikarenakan adanya pelanggaran terhadap aturan-aturan hukum positif atau aturan-aturan hukum positif yang dialnggar karena dianggap bertentangan dengan hak dan kewajiban seseorang. 23 Dari beberapa pengertian sengketa diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pada intinya sengketa adalah pertentangan atau konflik antara dua pihak atau kelompok yang pemicunya antara lain perbedaan tentang suatu kepentingan atau hak milik. Biasanya pihak yang merasa dirugikan akan melakukan suatu tindakan-tindakan untuk membalas atas kerugian yang ditimpanya, karena sengketa ini bisa menimbulkan akibat hukum dan karena perbuatan tersebut bisa dikenai sanksi untuk salah satu diantara mereka. Apabila timbul suatu sengketa dalam pelaksanaan MoU antara Pemerintah Indonesia dengan China, maka dapat dikategorikan sebagai 21 Rahmadi Usman., Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hal Dy Witanto., Hukum Acara Mediasi, Alfabeta, Bandung, 2011, hal Ibid. Hal

36 sengketa internasional. Sengketa Internasional (internasional dispute) adalah perselisihan yang terjadi antara Negara dengan Negara, Negara dengan individu-individu, atau Negara dengan badan-badan/lembaga yang menjadi subjek hukum internasional. Sengketa internasional bisa terjadi karena berbagai sebab, antara lain : a. Perbedaan penafsiran mengenai isi perjanjian iinternasional. b. Perebutan sumber-sumber ekonomi. c. Perebutan pengaruh ekonomi, politik, ataupun keamanan regional maupun internasional. d. Adanya intervensi terhadap kedaulatan Negara lain. e. Penghinaan terhadap harga diri bangsa. Sengketa antar negara ada yang dapat mempengaruhi kehidupan internasional serta mengancam dunia dan ada pula yang tidak. Oleh sebab itu sengketa negara atau sengketa internasional harus dicarikan jalan penyelesaiannya. 36

37 3.2. Beberapa Cara Penyelesaian Sengketa Yang Umum Dilakukan Subjek Hukum Proses penyelesaian sengketa yang sudah dikenal sejak lama adalah melalu proses ligitasi di pengadilan. Tapi proses ligitasi mempunyai beberapa kelemahan seperti : a) Hanya menghasilkan putusan yang bersifat menang atau kalah. b) Memakan waktu yang banyak atau lama. c) Juga memakan biaya yang sangat banyak. Proses-proses tersebut pastinya banyak dihindari oleh Negara-negara, organisasi internasional dan aktor non-negara demi mengefisienkan waktu, tenaga, biaya dan kemungkinan sesuatu yang fatal terjadi kedepannya. Secara garis besar terdapat dua cara penyelesaian sengkata dalam hukum internasional, yaitu penyelesaian sengketa secara damai dan penyelesaian sengketa dengan paksa atau kekerasan. A. Penyelesaian sengketa secara damai Penyelesaian sengketa Internasional secara damai dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu : 1. Negosiasi Perundingan antara pihak yang bersengketa sebagai sarana untuk menetapkan sikap tentang masalah yang disengketakan. Negosiasi merupakan teknik penyelesaian sengketa yang paling tradisional dan paling sederhana. Teknik negosiasi tidak melibatkan pihak ketiga, hanya berpusat pada diskusi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang terkait. Perbedaan persepsi yang dimiliki oleh kedua belah pihak akan diperoleh jalan keluar 37

38 dan menyebabkan pemahaman atas inti persoalan menjadi lebih mudah untuk dipecahkan. 2. Mediasi Merupakan bantuan jasa baik dari pihak ketiga. Pihak ketiga lebih bersikap aktif, misalnya berusaha mempertemukan pihakpihak yang bersengketa, memberikan saran-saran agar sengketa dapat diselesaikan secara damai. 3. Konsiliasi Dapat diartikan secara luas dan secara sempit. Pengertian luas konsiliasi mencakup berbagai ragam metode di mana suatu sengketa diselesaikan secara damai dengan bantuan negaranegara lain atau badan-badan penyelidik dan komite-komite penasehat yang tidak berpihak. Pengertian sempit, konsiliasi berarti penyerahan suatu sengketa kepada sebuah komite untuk membuat laporan beserta usul-usul kepada para pihak bagi penyelesaian sengketa tersebut. 4. Penyelidikan (inquiry) Metode penyelidikan digunakan untuk mencapai penyelesaian sebuah sengketa dengan cara mendirikan sebuah komisi atau badan untuk mencari dan mendengarkan semua bukti-bukti yang bersifat internasional, yang relevan dengan permasalahan. Dengan dasar bukti-bukti dan permasalahan yang timbul, badan ini akan dapat mengeluarkan sebuah fakta yang disertai dengan penyelesaiannya. 5. Penyelesaian di bawah pengawasan PBB 38

BAB II ASPEK HUKUM TENTANG MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN PERJANJIAN

BAB II ASPEK HUKUM TENTANG MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN PERJANJIAN BAB II ASPEK HUKUM TENTANG MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN PERJANJIAN A. Dasar Hukum Memorandum Of Understanding Berdasarkan Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alinea keempat yang berbunyi : Kemudian daripada

Lebih terperinci

KEDUDUKAN DAN KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM SISTEM HUKUM KONTRAK ABSTRACT

KEDUDUKAN DAN KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM SISTEM HUKUM KONTRAK ABSTRACT KEDUDUKAN DAN KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM SISTEM HUKUM KONTRAK Disusun Oleh : Cyntia Citra Maharani, Fitri Amelia Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta (amelia_fitri25@yahoo.com)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MEMORANDUM OF UNDERSTANDING

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MEMORANDUM OF UNDERSTANDING BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MEMORANDUM OF UNDERSTANDING 2.1 Memorandum Of Understanding 2.1.1 Pengertian Memorandum Of Understanding Istilah memorandum of understanding berasal dari dua kata, yaitu memorandum

Lebih terperinci

HUKUM PERJANJIAN. Aspek Hukum dalam Ekonomi Hal. 1

HUKUM PERJANJIAN. Aspek Hukum dalam Ekonomi Hal. 1 HUKUM PERJANJIAN Ditinjau dari Hukum Privat A. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain/lebih (Pasal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN

Lebih terperinci

KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM

KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM 1 KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING ANTARA KEJAKSAAN TINGGI GORONTALO DENGAN PT. BANK SULAWESI UTARA CABANG GORONTALO DALAM PENANGANAN KREDIT MACET RISNAWATY HUSAIN 1 Pembimbing I. MUTIA CH. THALIB,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia diatur di

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia diatur di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perjanjian telah menjadi bagian yang penting didalam kehidupan manusia, termasuk dalam dunia bisnis. Pelaku bisnis dalam melakukan kerja sama dituangkan dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai tujuan Negara

Lebih terperinci

PERJANJIAN INTERNASIONAL DI ERA GLOBALISASI

PERJANJIAN INTERNASIONAL DI ERA GLOBALISASI PERJANJIAN INTERNASIONAL DI ERA GLOBALISASI DISUSUN OLEH : Sudaryanto, S.H., M.Hum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TUJUH BELAS AGUSTUS SEMARANG TAHUN 2011 BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Hukum Perjanjian

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL I. UMUM Dalam melaksanakan politik luar negeri yang diabdikan kepada kepentingan nasional, Pemerintah

Lebih terperinci

PERBEDAAN ANTARA MEMORANDUM OF UNDERSTANDING (MoU) DENGAN KONTRAK NO MEMORANDUM OF UNDERSTANDING KONTRAK

PERBEDAAN ANTARA MEMORANDUM OF UNDERSTANDING (MoU) DENGAN KONTRAK NO MEMORANDUM OF UNDERSTANDING KONTRAK PERBEDAAN ANTARA MEMORANDUM OF UNDERSTANDING (MoU) DENGAN KONTRAK NO MEMORANDUM OF UNDERSTANDING KONTRAK 1. Pengertian Nota kesepahaman yang dibuat antara subjek hukum yang satu dengan subjek hukum lainnya,

Lebih terperinci

Sarana utama memulai & mengembangkan hubungan internasional. Bentuk semua perbuatan hukum dan transaksi masyarakat internasional

Sarana utama memulai & mengembangkan hubungan internasional. Bentuk semua perbuatan hukum dan transaksi masyarakat internasional Perjanjian Internasional Sarana utama memulai & mengembangkan hubungan internasional Bentuk semua perbuatan hukum dan transaksi masyarakat internasional Sarana menetapkan kewajiban pihak terlibat dalam

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. V/No. 9/Nov/2017

Lex Administratum, Vol. V/No. 9/Nov/2017 KEDUDUKAN DAN KEKUATAN MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DITINJAU DARI SEGI HUKUM KONTRAK DALAM KUHPERDATA (PENERAPAN PASAL 1320 JO PASAL 1338 KUHPERDATA) 1 Oleh: Adeline C. R. Dille 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 185, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4012) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

ANALISIS TENTANG PEMERINTAH DAERAH SEBAGAI PIHAK DALAM PEMBENTUKAN PERJANJIAN INTERNASIONAL

ANALISIS TENTANG PEMERINTAH DAERAH SEBAGAI PIHAK DALAM PEMBENTUKAN PERJANJIAN INTERNASIONAL ANALISIS TENTANG PEMERINTAH DAERAH SEBAGAI PIHAK DALAM PEMBENTUKAN PERJANJIAN INTERNASIONAL Oleh: Teuku Fachryzal Farhan I Made Tjatrayasa Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional, sudah sejak lama dilakukan oleh negara-negara di dunia ini. Perjanjianperjanjian

BAB I PENDAHULUAN. internasional, sudah sejak lama dilakukan oleh negara-negara di dunia ini. Perjanjianperjanjian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perwujudan atau realisasi hubungan-hubungan internasional dalam bentuk perjanjianperjanjian internasional, sudah sejak lama dilakukan oleh negara-negara di

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL PRESIDEN Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai tujuan Negara Republik Indonesia sebagaimana tercantum di dalam Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai tujuan Negara Republik Indonesia sebagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai tujuan Negara

Lebih terperinci

KEDUDUKAN DAN KEKUATAN MENGIKAT MEMORANDUM OF UNDERSTANDING (MoU) DITINJAU DARI SEGI HUKUM KONTRAK

KEDUDUKAN DAN KEKUATAN MENGIKAT MEMORANDUM OF UNDERSTANDING (MoU) DITINJAU DARI SEGI HUKUM KONTRAK KEDUDUKAN DAN KEKUATAN MENGIKAT MEMORANDUM OF UNDERSTANDING (MoU) DITINJAU DARI SEGI HUKUM KONTRAK Oleh : Ni Putu Diana Pradnyani Raisila Ni Ketut Sri Utari Program Kekhususan Hukum Perdata Fakultas Hukum

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN INDIVIDU TENTANG

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN INDIVIDU TENTANG EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN INDIVIDU TENTANG MEMORANDUM OF UNDERSTANDING (MOU)TENTANG PINJAMAN LUAR NEGERI TIONGKOK KE INDONESIA DI BIDANG INVESTASI: STUDI IMPLIKASI PENGIRIMAN TENAGA KERJA ASING DISUSUN

Lebih terperinci

BAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK

BAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK BAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK A. Kekuatan Hukum Memorandum Of Understanding dalam Perjanjian Berdasarkan Buku III Burgerlijke

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGATURAN MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGATURAN MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGATURAN MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA Oleh: I Made Bayu Wiguna I Dewa Made Suartha Bagian Hukum Perdata, Fakultas Hukum, Universitas Udayana

Lebih terperinci

KEDUDUKAN HUKUM DARI M.O.U DITINJAU DARI HUKUM KONTRAK

KEDUDUKAN HUKUM DARI M.O.U DITINJAU DARI HUKUM KONTRAK BAB III KEDUDUKAN HUKUM DARI M.O.U DITINJAU DARI HUKUM KONTRAK A. Pengertian Memorandum of Understanding (M.O.U) Memorandum adalah suatu peringatan, lembar peringatan, atau juga suatu lembar catatan. 29

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menuntut para pelaku bisnis melakukan banyak penyesuaian yang salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. menuntut para pelaku bisnis melakukan banyak penyesuaian yang salah satu BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi dunia jelas dapat dibaca dari maraknya transaksi bisnis yang mewarnainya. Pertumbuhan ini menimbulkan banyak variasi bisnis yang menuntut para pelaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbangsa dan bernegara. Yang dimulai dari tahun 1998 karena pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. berbangsa dan bernegara. Yang dimulai dari tahun 1998 karena pemerintahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era reformasi di Indonesia merupakan era perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Yang dimulai dari tahun 1998 karena pemerintahan yang ada tidak menjalankan

Lebih terperinci

Kekuatan Hukum Memorandum Of Understanding Sebagai Suatu Akta Yang Dapat Dipertanggungjawabkan Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Kekuatan Hukum Memorandum Of Understanding Sebagai Suatu Akta Yang Dapat Dipertanggungjawabkan Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Kekuatan Hukum Memorandum Of Understanding Sebagai Suatu Akta Yang Dapat Dipertanggungjawabkan Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

Lebih terperinci

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM.

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM. HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM. PERIKATAN & PERJANJIAN Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang berdasarkan mana yang satu berhak menuntut hal dari

Lebih terperinci

KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING (MoU) DALAM HUKUM PERJANJIAN DI INDONESIA

KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING (MoU) DALAM HUKUM PERJANJIAN DI INDONESIA KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING (MoU) DALAM HUKUM PERJANJIAN DI INDONESIA Gita Nanda Pratama email: gitanandap@gmail.com Abstract Memorandum of Understanding (MoU), made orally or in written

Lebih terperinci

KEKUATAN MENGIKAT MEMORANDUM OF UNDERSTANDING (MOU) Oleh : Ngakan Agung Ari Mahendra I Ketut Keneng

KEKUATAN MENGIKAT MEMORANDUM OF UNDERSTANDING (MOU) Oleh : Ngakan Agung Ari Mahendra I Ketut Keneng ABSTRAK KEKUATAN MENGIKAT MEMORANDUM OF UNDERSTANDING (MOU) Oleh : Ngakan Agung Ari Mahendra I Ketut Keneng Fokus kajian dalam tulisan ini adalah menyangkut kekuatan mengikat Memorandum Of Understanding

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi

BAB I PENDAHULUAN. yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di berbagai belahan dunia, korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan dengan tindak pidana lainnya. Fenomena ini dapat dimaklumi mengingkat dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh terhadap semakin banyaknya kebutuhan masyarakat akan barang/ jasa tertentu yang diikuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari hukum. Hampir seluruh hubungan hukum harus mendapat perlindungan dari hukum. Oleh karena itu terdapat

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. III/No. 8/Okt/2015

Lex Administratum, Vol. III/No. 8/Okt/2015 KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DITINJAU DARI SEGI HUKUM PERIKATAN 1 Oleh: Gerry Lintang 2 Abstrak Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kedudukan dan kekuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diiringi dengan tingkat hukum yang ketat, aman dan meningkat, serta terwujud

BAB I PENDAHULUAN. diiringi dengan tingkat hukum yang ketat, aman dan meningkat, serta terwujud BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, perkembangan di berbagai aspek kehidupan juga ikut berkembang. Hal ini merupakan petanda baik bagi Indonesia, jika dalam perkembangan

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2013. Artikel skripsi. Dosen Pembimbing Skripsi: Soeharno,SH,MH, Constance Kalangi,SH,MH, Marthen Lambonan,SH,MH 2

Lex Privatum, Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2013. Artikel skripsi. Dosen Pembimbing Skripsi: Soeharno,SH,MH, Constance Kalangi,SH,MH, Marthen Lambonan,SH,MH 2 TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERJANJIAN KERJA BERSAMA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN 1 Oleh : Ruben L. Situmorang 2 ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mempromosikan produknya. perjanjian itu sah, diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. untuk mempromosikan produknya. perjanjian itu sah, diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan bisnis di Indonesia sekarang ini sangat pesat, karena munculnya para pembisnis muda yang sangat inovatif dan kreatif di segala bidang. Apalagi bisnis

Lebih terperinci

Chapter One. Pendahuluan. Article 2 (1)(a) Vienna Convention on Treaty

Chapter One. Pendahuluan. Article 2 (1)(a) Vienna Convention on Treaty Chapter One Pendahuluan Article 2 (1)(a) Vienna Convention on Treaty A treaty an international agreement concluded between States in written form and governed by international law, whether embodied in

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan itu berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK DEMOKRATIK TIMOR- LESTE TENTANG AKTIFITAS KERJA SAMA DIBIDANG PERTAHANAN

Lebih terperinci

STATUS HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING

STATUS HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING STATUS HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING (MoU) DALAM HUKUM PERJANJIAN INDONESIA Oleh Ketut Surya Darma I Made Sarjana A.A. Sagung Wiratni Darmadi Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia No.92, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PENGESAHAN. Agreement. Asosiasi Bangsa-Bangsa Asia Tenggara. Republik Rakyat Tiongkok. Penyelesaian Sengketa. Kerja Sama Ekonomi. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Perjanjian Internasional yang dilakukan Indonesia

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Perjanjian Internasional yang dilakukan Indonesia PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Perjanjian Internasional yang dilakukan Indonesia Makna Perjanjian Internasional Secara umum perjanjian internasional

Lebih terperinci

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya lembaga keuangan di Indonesia dibedakan atas dua bagian, yakni lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank, namun dalam praktek sehari-hari

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS

PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS Bambang Eko Mulyono Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan. ABSTRAK

Lebih terperinci

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan KEDUDUKAN TIDAK SEIMBANG PADA PERJANJIAN WARALABA BERKAITAN DENGAN PEMENUHAN KONDISI WANPRESTASI Etty Septiana R 1, Etty Susilowati 2. ABSTRAK Perjanjian waralaba merupakan perjanjian tertulis antara para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu standard

BAB I PENDAHULUAN. Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu standard BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu standard contract. Perjanjian baku merupakan perjanjian yang ditentukan dan telah dituangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai fakta-fakta. Dengan adanya bahan yang mengenai fakta-fakta itu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN.  hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia dalam era globalisasi ini semakin menuntut tiap negara untuk meningkatkan kualitas keadaan politik, ekonomi, sosial dan budaya mereka agar

Lebih terperinci

KONTRAK BISNIS ANTARA PEMILIK KLUB DENGAN PEMAIN SEPAK BOLA

KONTRAK BISNIS ANTARA PEMILIK KLUB DENGAN PEMAIN SEPAK BOLA KONTRAK BISNIS ANTARA PEMILIK KLUB DENGAN PEMAIN SEPAK BOLA Oleh: Arya Adhitya Kusumaatmaja Ida Bagus Surya Darmajaya Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Penulisan karya ilmiah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri. Pelaksanaan jual beli atas tanah yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri. Pelaksanaan jual beli atas tanah yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jual beli sebagai salah satu cara untuk memperoleh hak dan kepemilikan atas tanah yang pelaksanaannya memiliki aturan dan persyaratan serta prosedur tersendiri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sosialnya senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sosialnya senantiasa akan melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat dalam kehidupan sosialnya senantiasa akan melakukan interaksi satu sama lain dalam berbagai bentuk. Hubungan antara individuindividu yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan prinsip syari ah tidak mungkin dihindari akan terjadinya konflik. Ada yang berujung sengketa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak untuk saling mengikatkan diri. Dalam kehidupan sehari-hari seringkali

BAB I PENDAHULUAN. pihak untuk saling mengikatkan diri. Dalam kehidupan sehari-hari seringkali 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan bisnis tentunya didasarkan pada suatu perjanjian atau kontrak. Perjanjian atau kontrak merupakan serangkaian kesepakatan yang dibuat oleh para pihak untuk

Lebih terperinci

Fajar Sandi Wijaya et al., Kajian Yuridis Kekuatan Hukum Memorandum of Understanding (MoU) Indonesia-Singapura tentang.

Fajar Sandi Wijaya et al., Kajian Yuridis Kekuatan Hukum Memorandum of Understanding (MoU) Indonesia-Singapura tentang. 1 Kajian Yuridis Kekuatan Hukum Memorandum Of Understanding (MoU) Indonesia-Singapura Tentang Kerjasama Kawasan Ekonomi Khusus Juridical Analysis Force Of Law The Memorandum Of Understanding (MoU) Indonesia-Singapore

Lebih terperinci

PENDIRIAN DAN PEMBUBARAN ORGANISASI INTERNASIONAL OAI 2013 ILMU ADMINISTRASI NEGARA UTAMI DEWI

PENDIRIAN DAN PEMBUBARAN ORGANISASI INTERNASIONAL OAI 2013 ILMU ADMINISTRASI NEGARA UTAMI DEWI PENDIRIAN DAN PEMBUBARAN ORGANISASI INTERNASIONAL OAI 2013 ILMU ADMINISTRASI NEGARA UTAMI DEWI PENDIRIAN Prasayarat berdirinya organisasi internasional adalah adanya keinginan yang sama yang jelas-jelas

Lebih terperinci

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 25 BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

Hukum Kontrak Elektronik

Hukum Kontrak Elektronik Kontrak Elektronik (E-Contract) Hukum Kontrak Elektronik Edmon Makarim menggunakan istilah kontrak online (online contract) bagi kontrak elektronik (e-contract) dan mendefinisikan kontrak online sebagai:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian yang pesat telah menghasilkan berbagai jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan dikonsumsi. Barang dan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) telah melahirkan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) telah melahirkan sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) telah melahirkan sebuah lembaga baru yang menjadi bagian dari kekuasaan kehakiman. Sebuah lembaga dengan kewenangan

Lebih terperinci

2. Perundingan: Merupakan tahap awal yang dilakukan oleh kedua pihak yang berunding mengenai kemungkinan dibuatnya suatu perjanjian internasional.

2. Perundingan: Merupakan tahap awal yang dilakukan oleh kedua pihak yang berunding mengenai kemungkinan dibuatnya suatu perjanjian internasional. 1. Penjajakan: Merupakan tahap awal yang dilakukan oleh kedua pihak yang berunding mengenai kemungkinan dibuatnya suatu perjanjian internasional. 2. Perundingan: Merupakan tahap kedua untuk membahas substansi

Lebih terperinci

TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK

TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK Sularto MHBK UGM PERISTILAHAN Kontrak sama dengan perjanjian obligatoir Kontrak sama dengan perjanjian tertulis Perjanjian tertulis sama dengan akta Jadi antara istilah kontrak,

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM KONTRAK DAN PERJANJIAN. Perjanjian, adapun yang dimaksud dengan perikatan oleh buku III KUH

BAB III TINJAUAN UMUM KONTRAK DAN PERJANJIAN. Perjanjian, adapun yang dimaksud dengan perikatan oleh buku III KUH BAB III TINJAUAN UMUM KONTRAK DAN PERJANJIAN A. Pengertian Kontrak atau Perjanjian Buku III KUH Perdata berjudul perihal perikatan perkataan perikatan (verbintenis) mempunyai arti yang lebih luas dari

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS MEMORANDUM OF UNDERSTANDING

EFEKTIVITAS MEMORANDUM OF UNDERSTANDING JURNAL EFEKTIVITAS MEMORANDUM OF UNDERSTANDING (MoU) DALAM PEMBUATAN SUATU PERJANJIAN DI BIDANG PENDIDIKAN, STUDI KASUS DI UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Diajukan oleh : Darwin Effendi N P M : 120511016

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 12 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 12 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 12 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. Pendahuluan Transaksi-transaksi atau hubungan dagang banyak bentuknya, mulai

Lebih terperinci

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.93, 2015 PENGESAHAN. Agreement. Asosiasi Bangsa- Bangsa Asia Tenggara. Republik India. Penyelesaian Sengketa. Kerja Sama Ekonomi. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Pasal 38 Statuta MI, sumber-sumber HI:

Pasal 38 Statuta MI, sumber-sumber HI: Pasal 38 Statuta MI, sumber-sumber HI: 1. International Conventions 2. International Customs 3. General Principles of Law 4. Judicial Decisions and Teachings of the most Highly Qualified Publicist Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi telah mendorong berbagai perubahan pada setiap aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh terhadap meningkatnya perdagangan barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, oleh karenanya manusia itu cenderung untuk hidup bermasyarakat. Dalam hidup bermasyarakat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. Indonesia Asahan Alumunium (INALUM) merupakan perusahaan asing (PMA) yang bergerak dalam bidang produksi alumunium batangan, dengan mutu sesuai standar internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak berkembang usaha-usaha bisnis, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak berkembang usaha-usaha bisnis, salah satunya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini banyak berkembang usaha-usaha bisnis, salah satunya adalah usaha jasa pencucian pakaian atau yang lebih dikenal dengan jasa laundry. Usaha ini banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL

NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa dalam rangka mencapai tujuan Negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menimbulkan pengaruh terhadap berkembangnya transaksi-transaksi bisnis yang

I. PENDAHULUAN. menimbulkan pengaruh terhadap berkembangnya transaksi-transaksi bisnis yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian pada era globalisasi dan modernisasi dewasa ini, menimbulkan pengaruh terhadap berkembangnya transaksi-transaksi bisnis yang melibatkan pihak-pihak

Lebih terperinci

MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 6 PERJANJIAN INTERNASIONAL

MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 6 PERJANJIAN INTERNASIONAL MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 6 PERJANJIAN INTERNASIONAL A. PENDAHULUAN Dalam pergaulan dunia internasional saat ini, perjanjian internasional mempunyai peranan yang penting dalam mengatur

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan, baik langsung untuk kehidupan seperti bercocok tanam atau tempat tinggal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 salah satunya adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan dari Negara Indonesia yang tercantum dalam pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 salah satunya adalah memajukan kesejahteraan umum.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian dan Syarat Sah Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa hukum antara para pihak yang melakukan perjanjian.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

3. Menurut Psl 38 ayat I Statuta Mahkamah Internasional: Perjanjian internasional adalah sumber utama dari sumber hukum internasional lainnya.

3. Menurut Psl 38 ayat I Statuta Mahkamah Internasional: Perjanjian internasional adalah sumber utama dari sumber hukum internasional lainnya. I. Definisi: 1. Konvensi Wina 1969 pasal 2 : Perjanjian internasional sebagai suatu persetujuan yang dibuat antara negara dalam bentuk tertulis, dan diatur oleh hukum internasional, apakah dalam instrumen

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan untuk skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif (normative legal research) 79 yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara melakukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Permasalahan C. Tujuan

PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Permasalahan C. Tujuan PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akselerasi dalam berbagai aspek kehidupan telah mengubah kehidupan yang berjarak menjadi kehidupan yang bersatu. Pengetian kehidupan yang bersatu inilah yang kita kenal sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum.

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional yang dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan seluruhnya dilaksanakan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Listrik adalah kebutuhan dasar, strategis dan vital bagi setiap orang khususnya di Indonesia. Listrik adalah tonggak awal menuju peradaban manusia yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara hukum, dimana Negara hukum memiliki prinsip menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kepada kebenaran dan

Lebih terperinci

KEKUATAN HUKUM DARI SEBUAH AKTA DI BAWAH TANGAN

KEKUATAN HUKUM DARI SEBUAH AKTA DI BAWAH TANGAN KEKUATAN HUKUM DARI SEBUAH AKTA DI BAWAH TANGAN Oleh : Avina Rismadewi Anak Agung Sri Utari Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Many contracts are in writing so as to make it

Lebih terperinci

Disusun oleh : AZALIA SEPTINA WARDANI C

Disusun oleh : AZALIA SEPTINA WARDANI C ANALISIS MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM KONTRAK KERJASAMA DITINJAU DARI HUKUM KONTRAK (Studi Memorandum of Understanding antara Forisntinct dan Partner) Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan A. Pengertian Perjanjian Jual Beli BAB II PERJANJIAN JUAL BELI Jual beli termasuk dalam kelompok perjanjian bernama, artinya undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan pengaturan secara

Lebih terperinci

Sistematika Siaran Radio

Sistematika Siaran Radio Sistematika Siaran Radio Rabu, 24 Mei 2017 Tema: Penggunaan Perjanjian Tertulis (Kontrak) dalam Transaksi-Transaksi Bisnis Sehari-Hari Oleh: Dr. Bayu Seto Hardjowahono, S.H., LL.M. dan LBH Pengayoman UNPAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum tentang tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

BAB I PENDAHULUAN. hukum tentang tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi, yang disebut permukaan bumi. 1 Tanah sebagai sumber utama bagi kehidupan manusia yang telah dikaruniakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) pada tanggal 24 September 1960, telah terjadi perubahan

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015 PENYELESAIAN PERKARA MELALUI CARA MEDIASI DI PENGADILAN NEGERI 1 Oleh : Elty Aurelia Warankiran 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan bertuan untuk mengetahui bagaimana prosedur dan pelaksanaan mediasi perkara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan, oleh karena itu dapat dikatakan hukum tentang

Lebih terperinci

ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN

ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN Selamat malam semua Bagaimana kabarnya malam ini? Sehat semua kan.. Malam ini kita belajar mengenai Asas-asas dalam Hukum Perjanjian ya.. Ada yang tahu asas-asas apa saja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan zaman di bidang teknologi telah memacu perusahaan untuk menghasilkan produk electronic yang semakin canggih dan beragam. Kelebihan-kelebihan atas

Lebih terperinci