BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang akan diteliti yakni, mengenai psychological well being pada auditor.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang akan diteliti yakni, mengenai psychological well being pada auditor."

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan membahas teori teori berkaitan dengan variabel-variabel yang akan diteliti yakni, mengenai psychological well being pada auditor. Pembahasan mengenai psychological well being meliputi pengertian, dimensi psychological well being serta faktor faktor yang mempengaruhi psychological well being serta pembahasan mengenai auditor pengertian auditor dan faktor-faktor psikologis auditor Psychological Well Being Pengertian Psychological Well Being Psychological Well Being suatu keadaan dimana individu dapat menerima kekuatan dan kelemahan diri apa adanya, memiliki hubungan positif dengan orang lain, mampu mengarahkan tingkah lakunya sendiri, mampu mengatur lingkungan dan memiliki tujuan dalam hidup (Ryff, 2002). Menurut Ryff, psychological well being juga berkaitan dengan apa yang dirasakan individu terhadap aktivitas yang dilakukan dalam kehidupan seharihari dan mengarah pada pengungkapan perasaan individu sebagai hasil dari pengalaman hidupnya. Penelitian mengenai psychological well being memperkenalkan istilah subject well being menjelaskan bahwa seseorang dikatakan well being apabila dikatakan bahagia, dimana dia memiliki banyak efek positif, sedikit 1

2 negatif dan memiliki kepuasan dalam hidup. Hal ini mendapat kritikan dari berbagai tokoh, termasuk Ryff. Bagi Ryff dan Siregar psychological well being bukan sekedar pencapaian kesenangan akan tetapi merupakan perjuangan untuk mencapai kesempurnaan yang mewakili pengaktualisasian potensi seseorang yang sebenarnya. Namun Seligman mengatakan bahwa dengan memusatkan kesehatan mental, kebaikan, kekuatan karakter, kita dapat memperkaya diri kita sendiri dan mendapatkan kebahagaiaan yang sebenranya. Dapat disimpulkan bahwa psychological well being (kesejahteraan psikologis) adalah kondisi individu yang ditandai dengan adanya perasaan bahagia, mempunyai kepuasan hidup dan tidak ada gejala gejala depresi. Kondisi tersebut dipengaruhi adanya fungsi psikologis yang positif seperti penerimaan diri, relasai sosial yang positif, mempunyai tujuan hidup, perkembangan pribadi, penguasaan lingkungan dan otonomi Dimensi Psychological Well Being Menurut Ryff fondasi untuk memperoleh kesejahteraan psikologis adalah individu yang secara psikologis dapat berfungsi secara positif (positive psychological functioning). Komponen individu yang mempunyai fungsi psikologis yang positif yaitu: 2

3 a. Penerimaan diri (Self Acceptance) Penerimaan diri dapat digambarkan dengan memiliki sikap positif terhadap diri, mengakui dan menerima berbagai aspek diri, termasuk kualitas baik dan buruk, merasa positif tentang kehidupan masa lalu atau dapat dikatakan bahwa saya suka sebagian besar aspek kepribadian saya. b. Hubungan positif dengan orang lain (Positive Relationship With Others) Dimensi ini dapat digambarkan seperti hubungan dengan orang lain yakni memiliki sikap hangat, memuaskan, hubungan saling percaya dengan orang lain, prihatin dengan kesejahteraan orang lain, mampu empati yang kuat, kasih sayang, dan keintiman, memahami memberi dan menerima hubungan manusia. c. Otonomi (Autonomy) Dimensi ini menunjukkan bahwa apakah diri menentukan dan independen, mampu melawan tekanan sosial untuk berpikir dan bertindak dengan cara tertentu, mengatur perilaku dari dalam dan mengevaluasi diri dengan standar pribadi. d. Tujuan hidup (Purpose in life) Dimensi ini dapat digambarkan yakni memiliki tujuan dalam hidup dan rasa directedness, terasa ada arti bagi kehidupan sekarang dan masa 3

4 lalu, memegang keyakinan yang memberikan tujuan hidup, memiliki maksud dan tujuan untuk hidup. e. Pertumbuhan diri (Personal growth) Pada dimensi penumbuhan diri dapat digambarkan dengan memiliki perasaan pengembangan lanjutan, melihat diri sebagai tumbuh dan berkembang, terbuka untuk pengalaman baru, memiliki rasa mewujudkan potensi nya, melihat perbaikan dalam diri dan perilaku dari waktu ke waktu, berubah dengan cara yang mencerminkan lebih self pengetahuan dan efektifitas. f. Penguasaan lingkungan (Environmental Mastery) Penguasaan lingkungan adalah kemampuan untuk memilih atau menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kondisi psikis. Menurut Ryff (1995) individu yang memliliki penguasaan lingkungan yang tinggi memiliki rasa menguasai, berkompetensi dalam mengatur lingkungan, mampu mengontrol kegiatan kegiatan eksternal yang kompleks, menggunakan kesempatan yang di tawarkan lingkungan secara efektif dan mampu memilih atau menciptakan konteks lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan dan nilai pribadinya. 4

5 2.1.3 Faktor Faktor yang mempengaruhi Psychological Well Being Manusia pada umumnya memiliki tingkat kesejahteraan psikologis yang berbeda-beda. Ryff (1995), menyatakan bahwa empat faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis manusia adalah sebagai berikut: 1. Faktor faktor Demografis dan Klasifikasi Sosial Dijelaskan dalam beberapa penelitian bahwa faktor demografis tidak terlalu memberi aspek penting dalam pencapaian kesejahteraaan psikologis. Demografis sendiri mencakup ras, usia, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, dan status pernikahan. a. Usia Menurut Ryff (1995), ada perbedaan antara usia dengan kesejahteraan psikologis. Kemudian Ryff dan Singer, dalam Jurnal Psychological Well Being: Meaning, Measurement, and Implication for Psychotherapy Health (Lakoy, 2009), menemukan bahwa beberapa dimensi kesejahteraan psikologis, seperti penguasaan lingkungan dan otonomi cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya usia. 5

6 b. Jenis Kelamin Menurut Ryff (1995), perbedaan jenis kelamin mempengaruhi aspek aspek kesejahteraan psikologis. Di temukan bahwa perempuan memiliki kemampuan yang lebih tinggi dalam membina hubungan yang lebih positif dengan orang lain serta memiliki pertumbuhan pribadi yang lebih baik dari pada pria. c. Status Sosial Ekonomi Menurut Ryff dan Singer dalam Jurnal Psychological Well Being: Meaning, Measurement, and Implication for Psychotherapy Health (Lakoy, 2009), mengatakan bahwa perbedaan kelas sosial ekonomi memiliki hubungan dengan kesejahteraan psikologis individu. Di temukan kesejahteraan psikologis yang tinggi pada individu yang memiliki status pekerjaan yang tinggi. d. Budaya Ryff dan Singer dalam Jurnal Psychological Well Being: Meaning, Measurement, and Implication for Psychotherapy Health (Lakoy, 2009) menyatakan bahwa ada perbedaan kesejahteraan psikologis antara masyarakat yang memiliki budaya yang berorientasi pada individualisme dan kemandirian seperti dalam 6

7 aspek penerimaan diri atau otonomi lebih menonjol dalam konteks budaya barat. Sementara itu, masyarakat yang memiliki budaya yang berorientasi kolektif dan saling ketergantungan dalam konteks budaya timur seperti yang termasuk dalam aspek hubungan positif dengan orang yang bersifat kekeluargaan. e. Dukungan Sosial Dukungan sosial adalah hal hal yang berkaitan dengan rasa nyaman, perhatian, penghargaan atau pertolongan yang di persepsikan. Hal hal tersebut dapat di dapatkan dari orang orang yang ada disekeliling kita. Dukungan sosial dapat menimbulkan perasaan di cintai, dihargai, diperhatikan, dan sebagai bagian dari suatu jaringan sosial, seperti organiasasi masyarakat dalam individu. f. Daur Hidup Keluarga Sejumlah peneliti telah melakukan studi dengan menggunakan indikator kesejahteraan psikologis seperti konsep diri, kesehatan mental dan kepuasan hidup, untuk mempelajari hubungan antara daur hidup keluarga dengan kesejahteraan psikologis dari anggota keluarga. Selanjutnya masa peralihan dalam satu periode ke periode 7

8 berikutnya, dianggap sebagai saat yang penuh dengan stres karena masing- masing anggota keluarga saling menyesuaikan kembali hubungan, peran, dan pengharapan. 2. Evaluasi Terhadap Bidang Bidang Tertentu Ryff dan Essex dalam Jurnal The Interpretation of Life Experience And Well Being: The Sample Case of Relocations (Lakoy, 2009) menyatakan bahwa ada hubungan pengalaman hidup dengan kesejahteraan psikologis, yang di antaranya sebagai berikut: a. Perbandingan sosial Manusia cenderung membandingkan dirinya terhadap orang lain. Bila individu membandingkan diri secara positif terhadap kelompok yang setara, maka semakin besar kemungkinan untuk mencapai kesehatan dan kepuasan hidup subjektif ( Ryff & Essex, dalam Jurnal The Interpretation of Life Experience And Well Being: The Sample Case of Relocations, Lakoy, 2009). 8

9 b. Perwujudan penghargaan Individu di pengaruhi oleh sikap yang ditunjukan oleh orang lain terhadap dirinya, dan semakin lama ia akan memandang dirinya sesuai pandangan orang lain terhadap dirinya. Umpan balik yang di terima individu dan orang-orang yang signifikan bagi dirinya pada saat mengalami pengalamam hidup tertentu merupakan suatu mekanisme evaluasi diri. c. Pemusatan psikologis Konsep diri terbentuk atas masa lalu dan berpengaruh terhadap kesejahteraan psikologis individu. Sebelumya harus diketahui dulu sejauh mana peristiwa dan dampaknya memempengaruhi aspek utama atau aspek samping dari identitas diri individu, yang berarti bahwa terjadinya perubahan kesejahteraaan psikologis pada individu. Ryff (1995) berpendapat bahwa pengalaman dalam hidup berpotensi mempengaruhi kesejahteraan psikologis adalah pengalaman yang dipandang oleh individu tersebut sebagai pengalaman yang sangat berpengaruh pada komponen komponen hidupnya. Pengalaman tersebut mencakup berbagai 9

10 bidang kehidupan dalam periode hidup, yang masing masing memiliki tantangan tersendiri dalam menjalaninya. Sebagai contohnya, memiliki bakat dan di kembangkan sehingga meraih prestasi bakat. 2.2 Pengertian Auditor Internal Internal Auditor ialah orang atau badan yang melaksanakan aktivitas internal auditing. Oleh sebab itu Internal Auditor senatiasa berusaha untuk menyempurnakan dan melengkapi setiap kegiatan dengan penilaian langsung atas setiap bentuk pengawasan untuk dapat mengikuti perkembangan dunia usaha yang semakin kompleks. Dengan demikian Internal Auditor muncul sebagai suatu kegiatan khusus dari bidang akuntansi yang luas yang memanfaatkan metode dan teknik dasar dari penilaian (Committe on Auditing procedures, Statement on Auditing Statement Net, AICPA, New York, 1973, hal 15). Definisi audit internal menurut International Standards for the Professional Practice of Internal Auditing (SPPIA) adalah suatu kegiatan assurance dan konsultasi (consulting) yang independen dan objektif yang dirancang untuk menambah nilai dan meningkatkan operasi suatu organisasi. Kegiatan-kegiatan tersebut membantu organisasi yang bersangkutan mencapai tujuan tujuannya dengan mengevaluasi dan memperbaiki efektivitas proses 10

11 manajemen risiko, pengendalian, dan tata kelola (governance) melalui pendekatan yang teratur dan sistematik. Kegiatan assurance meliputi kegiatan penilaian bukti bukti oleh seorang auditor internal secara objektif sebagai dasar pemberian opini atau kesimpulan yang independen mengenai suatu proses, sistem, dan sebagainya. Sifat dan lingkup kegiatan assurance ditentukan oleh auditor internal. Namun di samping auditor internal sebagai penilai, terdapat pihak lain yang terlibat dalam kegiatan assurance, yaitu pemilik proses yang dinilai (process owner) dan pengguna hasil penilaian (the user). Dengan demikian terdapat tiga pihak yang terlibat dalam penugasan Ruang Lingkup Internal Auditor Ruang lingkup internal audit antara lain meliputi evaluasi terhadap aktivitas pengendalian, sistem informasi, dan risk assesment yaitu antara lain: a. Evaluasi terhadap kecukupan struktur organisasi, kebijakan dan prosedur yang menggambarkan sikap manajemen puncak dan direksi dalam membentuk lingkungan pengendalian perusahaan. b. Evaluasi terhadap business plan dan kecukupan perencanaan operasi serta penetapan strategi yang akan dilaksanakan oleh perusahaan. c. Penelaahan Kinerja (Performance Appraisal), melalui evaluasi terhadap pelaksanaan rencana kerja serta strategi yang telah dilaksanakan. 11

12 d. Evaluasi pengolahan informasi (Information Processing), melalui evaluasi terhadap laporan laporan intern (keuangan dan non keuangan) untuk mendeteksi adanya kesalahan, penyimpangan, pelanggaran dan fraud serta untuk mengevaluasi reliabilitas laporan tersebut dalam pengambilan keputusan manajemen. e. Evaluasi terhadap pengendalian fisik (Physical Controls), meliputi pengamanan yang memadai, seperti fasilitas yang diamankan, otorisasi terhadap akses informasi dan fasilitas yang diamankan, dokumentasi, perhitungan berkala, dan perbandingan dengan catatan pengendalian. f. Evaluasi terhadap pemisahan fungsi (Segregation of Duties) untuk menilai kecukupan pemisahan fungsi antara otorisasi transaksi, pencatatan transaksi, dan penyimpanan aktiva yang berkaitan. g. Audit kepatuhan (Compliance Audit) terhadap peraturan, ketentuan, kebijakan intern, manual dan standard operating procedures yang ada. h. Aktivitas pemantauan (Continuous Monitoring), yang dilaksanakan melalui pengawasan terhadap tindak lanjut hasil audit, perbaikan dan improvement yang dilaksanaka. 12

13 2.2.2 Fungsi dan Tujuan Internal Auditor a. Mengevaluasi dan menilai sistem pengendalian secara independen. b. Memastikan adanya kesesuaian dengan prosedur, peraturan, hukum, dan kebijakan yang berlaku c. Memberi kepastian kepada manajemen bahwa kebijakan dilaksanakan secara efektif dan efisien d. Melakukan kerjasama dengan auditor eksternal Kategori Pemeriksaan Internal Auditor a. Financial Audit: menguji kebenaran pencatatan akuntansi (baik informasi keuangan dan operasional). b. Operasional Audit: fokus pada keekonomisan dan efisiensi penggunaan sumberdaya dalam pencapaian tujuan organisasi. c. Internal Control Audit: melakukan review terhadap sistem informasi akuntansi untuk menilai keterkaitannya dengan kebijakan pengendalian internal dan keefektifan dalam perlindungan asset Manfaat Internal Auditor Beberapa manfaat yang seharusnya dapat diambil oleh manajemen dari adanya audit internal: 13

14 Mengawasi kegiatan kegiatan yang tidak dapat diawasi sendiri oleh manajemen Mengidentifikasi dan meminimalkan risiko Memvalidasi laporan ke manajemen Membantu manajemen pada bidang bidang teknis Membantu proses pengambilan keputusa Menganalisis masa depan-bukan hanya masa lalu Membantu manajer mengelola perusahaan Indenpendensi Internal Auditor a. Indenpendensi Dalam Program Audit Bebas dari intervensi manajerial atas program audit Bebas dari intervensi atas prosedur audit Bebas dari segala persyaratan untuk penugasan audit selain yang memang diisyaratkan untuk sebuah proses audit. b. Indenpendensi Dalam Verifikasi Bebas dalam mengakses semua catatan, memeriksa aktiva dan karyawan yang relevan dengan audit yang dilakukan Mendapat kerja sama yang aktif pihak manajemen selama verifikasi Bebas dari usaha manajerial yang membatasi aktivitas yang diperiksa atau membatasi perolehan barang bukti 14

15 Bebas dari kepentingan pribadi yang menghambat proses audit. c. Indenpendensi Dalam Pelaporan Bebas dari perasaan wajib memodifikasi dampak atau signifikansi dari fakta-fakta yang dilaporkan. Bebas dari tekanan untuk tidak melaporkan hal-hal yang signifikan dalam laporan audit. Menghindari penggunaan kata kata yang menyesatkan dalam melaporkan fakta, opini dan rekomendasi. Bebas dari usaha untuk meniadakan pertimbangan auditor mengenai fakta atau opini dalam laporan audit internal. 2.3 Hambatan Hambatan Yang Dihadapi Auditor. Hampir semua perusahaan besar menerapkan fungsi internal audit untuk melihat sejauh mana masing masing bagian dalam perusahaan tersebut mematuhi kebijaksanaan dan prosedur yang telah ditetapkan oleh pimpinan perusahaan. Namun dalam prakteknya tidak jarang menjadi tumpul karena kesalah pemahaman, tidak saja oleh masing masing bagian yang di audit tetapi juga internal auditornya sendiri yang tidak benar menafsirkan tanggung jawab yang sebenarnya. Lalu kondisi yang sering muncul adalah seorang Internal Auditor akan dimusuhi karena dianggap sebagai mata mata. Tentu saja hal ini akan menyebabkan tujuan semula dibentuknya fungsi Internal Auditor tidak tercapai. 15

16 2.4 Faktor faktor penghambat penunjangan keberhasilan fungsi Internal Auditor. Pengalaman yang dimiliki oleh seorang Internal Auditor belum cukup. Seorang Internal Auditor adalah dia mau menunjukkan prestasinya kalau dia bisa menderetkan kesalahan kesalahan orang lain. Pihak manajemen menilai jika Internal Auditor tidak menemukan kesalahan berarti Internal Auditor tidak bekerja Internal Auditor dianggap sebagai mata mata direksi Pihak manajemen tidak membuka akses lebih luas kepada Internal Auditor untuk memeriksa laporan keuangan perusahaan. Hasil-hasil audit dari Internal Auditor tidak ditunjang dengan informasi-informasi yang lengkap (dibatasi). Pihak direksi tidak memberi kepercayaan sepenuhnya kepada Internal Auditor untuk mengaudit laporan keuangan. Pandangan bahwa internal audit mengganggu kegiatan Kesulitan membentuk criteria Tanggapan unit yang diperiksa Diragukan independensinya 16

17 Eselonering atau jenjang jabatannya tidak sejajar dengan direktur, melainkan sedikit dibawah para direktur eksekutif yang kegiatannya harus diperiksa (Sumber: Laboratorium Akuntansi Lanjut A, Universitas Gunadarma) 2.5 Perkembangan Dewasa Awal Dewasa awal adalah masa peralihan dari masa remaja. Masa remaja yang ditandai dengan pencarian identitasdiri, pada masa dewasa awal, identitas diri ini didapat sedikit demi sedikit sesuai dengan umur kronologis dan mental agenya. Secara umum, mereka yang tergolong dewawa muda (young) ialah mereka yang berusia tahun. Menurut seorang ahli psikologi perkembangan, Santrock (1999), orang dewawa muda termauk masa transisi, baik transisi secara fisik (physically transition), transisi secara intelektual (cognitive transition), serta transis peran sosial (social role transition). Menurut Vailant (1998), membagi masa dewasa awal menjadi tiga masa, yaiyu masa pembentukan (20 30 tahun) dengan tugas perkembangan mulai memisahkan diri dari orang tua, membentuk keluarga baru dengan pernikahan danmenembangkan persahabatn. Masa konsolidasi (30 40 tahun) yaitu masa konsolidasi karier dan memperkuat ikatan perkawinan. Masa transisi (sekitar usia 40 tahun), merupakan masa meninggalkan kesibukan pekerjaan dan melakukan evaluasi terhadap hal yang diperoleh. 17

18 2.5.1 Ciri Ciri Perkembagan Dewasa Awal adalah: a. Usia reproduktif (Reproductive Age) Masa dewasa adalah masa usia reproduktif. Masa ini ditandai dengan membentuk rumah tangga, tetapi masa ini bisa ditunda dengan beberapa alasan. b. Usia memantapkan letak kedudukan (Setting down age) Dengan pemantapan kedudukan (settle down), seseorang berkembang pola hidupnya secara individual yang mana dapat menjadi ciri khas seseorang sampai akhir hayat. Ini adalah masa dimana seseorang mengatur hidup dan bertanggung jawab dengan kehidupannya. c. Usia Banyak Masalah (Problem age) Masa ini adalah masa yang penuh dengan banyak masalah. Jika seseorang tidak siap memasuki tahap ini, dia akan kesulitan dalam menyelesaikan tahap perkembangannya. Persoalan yang dihadapi seperti persoalan pekerjaan/jabatan, persoalan teman hidup maupun persoalan keuangan, semuanya memerlukan penyesuaian di dalamnya. d. Usia tegang dalam hal emosi (emostional tension) Banyak orang dewasa muda mengalami kegagalan emosi yang berhubungan dengan persoalan persoalan yang dialaminya seperti persoalan jabatan, perkawinan, keuangan dan sebagainya. 18

19 e. Masa keterasingan sosial Dengan berakhirnya pendidikan formal dan terjunnya seseorang ke dalam pola kehidupan orang dewasa, yaitu karir, perkawinan dan rumah tangga, hubungan dengan teman teman kelompok sebaya semakin menjadi renggang, dan berbarengan dengan itu keterlibatan dalam kegiatan kelompok di luar rumah akan terus berkurang. (Erikson: 34). f. Masa komitmen Mengenai komitmen, Bardwick (dalam Hurlock: 250) mengatakan: Nampak tidak mungkin orang mengadakan komitmen untuk selama lamanya. Hal ini akan menjadi suatu tanggung jawab yang terlalu berat untuk dipikul. g. Masa Ketergantungan Masa dewasa awal ini adalah masa dimana ketergantungan pada masa dewasa biasanya berlanjut. Ketergantungan ini mungkin pada orang tua, lembaga pendidikan yang memberikan beasiswa sebagian atau penuh atau pada pemerintah karena mereka memperoleh pinjaman untuk membiayai pendidikan mereka. 19

20 h. Masa perubahan nilai Beberapa alasan terjadinya perubahan nilai pada orang dewasa adalah karena ingin diterima pada kelompok orang dewasa, kelompokkelompok sosial dan ekonomi orang dewasa. i. Masa Kreatif Bentuk kreativitas yang akan terlihat sesudah orang dewasa akan tergantung pada minat dan kemampuan individual, kesempatan untuk mewujudkan keinginan dan kegiatan-kegiatan yang memberikan kepuasan sebesar besarnya. Ada yang menyalurkan kreativitasnya ini melalui hobi, ada yang menyalurkannya melalui pekerjaan yang memungkinkan ekspresi kreativitas Tugas Tugas Perkembangan Dewasa Awal a) Memilih teman bergaul (sebagai calon suami atau istri) Setelah melewati masa remaja, golongan dewasa muda semakin memiliki kematangan fisiologis (seksual) sehingga mereka siap melakukan tugas reproduksi, yaitu mampu melakukan hubungan seksual dengan lawan jenisnya.dia mencari pasangan untuk bisa menyalurkan kebutuhan biologis. 20

21 b) Belajar hidup bersama dengan suami istri Dari pernikahannya, dia akan saling menerima dan memahami pasangan masing masing, saling menerima kekurangan dan saling bantu membantu membangun rumah tangga. c) Mulai hidup dalam keluarga atau hidup berkeluarga Masa dewasa yang memiliki rentang waktu sekitar 20 tahun (20 40) dianggap sebagai rentang yang cukup panjang.dari sini, mereka mempersiapkan dan membukukan diri bahwa mereka sudah mandiri secara ekonomis, artinya sudah tidak bergantung lagi pada orang tua. d) Mengelolah rumah tangga Setelah menjalani pernikahan, dia akan berusaha mengelolah rumah tangganya. Dia akan berusaha membentuk, membina, menyesuaikan dan mengembangkan kehidupan rumah tangga dengan sebaik-baiknya agar dapat mencapai kebahagiaan hidup. e) Mulai bekerja dalam suatu jabatan Umumnya dewasa muda memasuki dunia kerja, guna menerapkan ilmu dan keahliannya. Mereka berupaya menekuni karier sesuai dengan minat dan bakat yang dimiliki, serta memberi jaminan masa depan keuangan yang baik. 21

22 f) Mulai bertangungjawab sebagai warga Negara secara layak Warga negara yang baik adalah warga negara yang taat dan patuh pada tata aturan perundang undangan yang berlaku. Baik disadari atau tidak, setiap orang dewasa muda akan melakukan tugas perkembangan tersebut dengan baik. g) Memperoleh kelompok sosial yang seirama dengan nilai nilai pahamnya. Masa dewasa awal ditandai juga dengan membntuk kelompokkelompok yang sesuai dengan nilai nilai yang dianutnya.salah satu contohnya adalah membentuk ikatan sesuai dengan profesi dan keahlian. 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Rencana Hidup. yang akan datang. Individu dapat merencanakan hal-hal spesifik untuk menjaga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Rencana Hidup. yang akan datang. Individu dapat merencanakan hal-hal spesifik untuk menjaga BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rencana Hidup Individu dapat memilih untuk menghabiskan waktu sepanjang hidupnya dimana saja, akan tetapi individu tersebut tetap membutuhkan rencana hidup. Kebanyakan dari individu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Orang yang melaksanakan fungsi auditing dinamakan pemeriksa atau auditor. Pada mulanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Orang yang melaksanakan fungsi auditing dinamakan pemeriksa atau auditor. Pada mulanya BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis a. Pengertian Auditing dan Internal Auditing Istilah auditing dikenal berasal dari bahasa latin yaitu : audire, yang artinya mendengar. Orang yang melaksanakan

Lebih terperinci

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Psikologi Disusun oleh : RIZKIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. interaksi antara satu dengan lainnya, memiliki kecenderungan timbulnya

BAB I PENDAHULUAN. interaksi antara satu dengan lainnya, memiliki kecenderungan timbulnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap kelompok dalam satu organisasi, dimana didalamnya terjadi interaksi antara satu dengan lainnya, memiliki kecenderungan timbulnya konflik. Bicara konflik bisa

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PSYCHOLOGICAL WELL-BEING 2.1.1. Definisi Psychological Well-Being Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being. Menurut Ryff (1989), psychological well being

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. potensi individu dimana individu dapat menerima kekurangan dan kelebihan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. potensi individu dimana individu dapat menerima kekurangan dan kelebihan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well-Being 1. Pengertian Psychological Well-Being Psychological well-being merupakan realisasi dan pencapaian penuh dari potensi individu dimana individu dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

Lebih terperinci

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

PIAGAM AUDIT INTERNAL

PIAGAM AUDIT INTERNAL PIAGAM AUDIT INTERNAL MUKADIMAH Dalam melaksanakan fungsi audit internal yang efektif, Audit Internal berpedoman pada persyaratan dan tata cara sebagaimana diatur dalam Standar Pelaksanaan Fungsi Audit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan permasalahan penelitian, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, isu etis, cakupan penelitian, dan sistematika penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari keluarga, dimana sebagian besar kelahiran disambut bahagia oleh anggota keluarganya, setiap orang tua mengharapkan anak yang sehat,

Lebih terperinci

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi Modul ke: Kesehatan Mental Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Fakultas Psikologi Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Konsep Kebahagiaan atau Kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selayaknya mendapatkan perhatian utama baik dari pemerintah maupun. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,

BAB I PENDAHULUAN. selayaknya mendapatkan perhatian utama baik dari pemerintah maupun. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan tujuan suatu bangsa untuk memberdayakan semua warga negaranya agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prostitusi merupakan fenomena yang tiada habisnya. Meskipun telah dilakukan upaya untuk memberantasnya dengan menutup lokalisasi, seperti yang terjadi di lokalisasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. perspektif besar mengenai psychological well being yang diturunkan dari dua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. perspektif besar mengenai psychological well being yang diturunkan dari dua 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well Being 1. Konsep Psychological Well Being Konsep psychological well being sendiri mengacu pada pengalaman dan fungsi psikologis yang optimal. Sampai saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia memerlukan norma atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Laporan hasil pemeriksaan merupakan kesempatan bagi satuan pengawas

BAB I PENDAHULUAN. Laporan hasil pemeriksaan merupakan kesempatan bagi satuan pengawas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Laporan hasil pemeriksaan merupakan kesempatan bagi satuan pengawas intern untuk menunjukkan kontribusinya pada perbaikan kinerja organisasi. Laporan juga

Lebih terperinci

SURAT KEPUTUSAN BERSAMA DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI NO.SKB.003/SKB/I/2013

SURAT KEPUTUSAN BERSAMA DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI NO.SKB.003/SKB/I/2013 SURAT KEPUTUSAN BERSAMA DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI NO.SKB.003/SKB/I/2013 TENTANG INTERNAL AUDIT CHARTER (PIAGAM AUDIT INTERNAL) PT ASURANSI JASA INDONESIA (PERSERO) 1. VISI, MISI DAN STRUKTUR ORGANISASI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1. Pengertian Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi dimana individu memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab II ini akan menjelaskan Psychological well-being, dimensidimensi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab II ini akan menjelaskan Psychological well-being, dimensidimensi BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab II ini akan menjelaskan Psychological well-being, dimensidimensi psychological well-being, faktor-faktor yang berkaitan dengan psychological well-being, pengertian remaja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa dimana peserta didik bergaul, belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa dimana peserta didik bergaul, belajar dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa dimana peserta didik bergaul, belajar dan memperoleh ilmu sesuai dengan tingkat kebutuhannya yang dilaksanakan secara formal sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sistematis serta mengevaluasi pengendalian intern dalam perusahaan. Namun pada. penyimpangan-penyimpangan dalam perusahaan.

BAB 1 PENDAHULUAN. sistematis serta mengevaluasi pengendalian intern dalam perusahaan. Namun pada. penyimpangan-penyimpangan dalam perusahaan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengendalian internal dalam perusahaan besar sangat sulit diwujudkan, dikarenakan banyaknya anggota dari perusahaan tersebut. Oleh karena itu diperlukan pengendalian

Lebih terperinci

SM, 2015 PROFIL PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA TUNGGAL BESERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA

SM, 2015 PROFIL PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA TUNGGAL BESERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA 1 BAB I PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang Masalah Pada tahun 1980-an di Amerika setidaknya 50 persen individu yang lahir menghabiskan sebagian masa remajanya pada keluarga dengan orangtua tunggal dengan pengaruh

Lebih terperinci

2015 KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

2015 KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kekerasan dalam rumah tangga menjadi sebuah fenomena sosial yang memprihatinkan di tengah masyarakat. Abrahams (2007), mengungkapkan bahwa kekerasan dalam

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 149 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Pada bab pendahuluan telah dijelaskan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran psychological well-being pada wanita dewasa muda yang menjadi istri

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang RI Nomor 34 tahun 2004, Tentara Nasional Indonesia sebagai alat pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia, bertugas melaksanakan kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang beragam dan terus bertambah seiring dengan pertumbuhan manusia,

BAB I PENDAHULUAN. yang beragam dan terus bertambah seiring dengan pertumbuhan manusia, BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Setiap individu memiliki kebutuhan yang tidak terbatas dan tidak akan pernah berhenti sampai mengalami kematian. Untuk bisa memenuhi kebutuhan yang beragam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well-Being) pada buku karangan Aristotetea yang berjudul Nicomacheon Ethics

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well-Being) pada buku karangan Aristotetea yang berjudul Nicomacheon Ethics BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well-Being) 1. Kesejahteraan Psikologis Bradburn menterjemahkan kesejahteraan psikologis berdasarkan pada buku karangan Aristotetea yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Sumber daya manusia itu sendiri dapat dirincikan menjadi seorang

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Sumber daya manusia itu sendiri dapat dirincikan menjadi seorang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi ini, sumber daya manusia menjadi hal yang sangat penting bagi suatu perusahaan untuk meningkatkan kinerjanya, semakin banyak sumber daya

Lebih terperinci

PIAGAM INTERNAL AUDIT

PIAGAM INTERNAL AUDIT PIAGAM INTERNAL AUDIT PT INTILAND DEVELOPMENT TBK. 1 dari 8 INTERNAL AUDIT 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Piagam Audit Internal merupakan dokumen penegasan komitmen Direksi dan Komisaris serta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum anak-anak tinggal dengan orang tua mereka di rumah, tetapi ada juga sebagian anak yang tinggal di panti asuhan. Panti asuhan adalah suatu lembaga

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. PENYESUAN SOSIAL 1. Pengertian Penyesuaian sosial merupakan suatu istilah yang banyak merujuk pada proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui psychological well-being pada pasien HIV positif (usia 20-34 tahun) di RS X Bandung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi, dari kehidupan bersama antara seorang laki-laki dan perempuan tetapi lebih dari itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan norma di suatu lingkungan masyarakat (Santoso, 2003). Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dengan norma di suatu lingkungan masyarakat (Santoso, 2003). Salah satu BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Tindakan kriminalitas merupakan perbuatan yang bertentangan dengan norma di suatu lingkungan masyarakat (Santoso, 2003). Salah satu hukuman yang akan diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pentingnya peran auditor dalam dunia perekonomian (Ristina dan Indah, 2014). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. pentingnya peran auditor dalam dunia perekonomian (Ristina dan Indah, 2014). Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan perusahaan akan pengauditan kegiatan perusahaannya menunjukkan pentingnya peran auditor dalam dunia perekonomian (Ristina dan Indah, 2014). Hal ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

PT ARGHA KARYA PRIMA INDUSTRY, Tbk. PIAGAM UNIT INTERNAL AUDIT

PT ARGHA KARYA PRIMA INDUSTRY, Tbk. PIAGAM UNIT INTERNAL AUDIT PT ARGHA KARYA PRIMA INDUSTRY, Tbk. PIAGAM UNIT INTERNAL AUDIT A. PENDAHULUAN A.1 TUJUAN PENYUSUNAN PIAGAM UNIT INTERNAL AUDIT a. Memenuhi Keputusan Ketua Bapepam dan LK No. KEP-496/BL/2008 tanggal 28

Lebih terperinci

PIAGAM UNIT AUDIT INTERNAL

PIAGAM UNIT AUDIT INTERNAL PIAGAM UNIT AUDIT INTERNAL PT Trimegah Sekuritas Indonesia Tbk memandang pemeriksaan internal yang dilaksanakan oleh Unit Audit Internal sebagai fungsi penilai independen dalam memeriksa dan mengevaluasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pemerintah dalam menyelenggarakan sistem pemerintahannya telah bergeser

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pemerintah dalam menyelenggarakan sistem pemerintahannya telah bergeser BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah dalam menyelenggarakan sistem pemerintahannya telah bergeser dari sistem tradisional menjadi sistem yang berbasis kinerja yang dilakukan secara menyeluruh

Lebih terperinci

Paket 10 PSYCHOLOGICAL WELL BEING

Paket 10 PSYCHOLOGICAL WELL BEING Paket 10 PSYCHOLOGICAL WELL BEING Pendahuluan Psikologi kesehatan sebagai pengetahuan social-psychological dapat digunakan untuk mengubah pola health behavior dan mengurangi pengaruh dari psychosocial

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah auditing dikenal berasal dari bahasa latin yaitu : audire, yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah auditing dikenal berasal dari bahasa latin yaitu : audire, yang 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Auditing dan Internal Auditing Istilah auditing dikenal berasal dari bahasa latin yaitu : audire, yang artinya mendengar. Orang yang melaksanakan fungsi auditing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu. Kegiatan bekerja dilakukan untuk berbagai alasan seperti; mencari uang,

BAB I PENDAHULUAN. individu. Kegiatan bekerja dilakukan untuk berbagai alasan seperti; mencari uang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bekerja merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan oleh setiap individu. Kegiatan bekerja dilakukan untuk berbagai alasan seperti; mencari uang, mengisi

Lebih terperinci

PIAGAM AUDIT INTERNAL

PIAGAM AUDIT INTERNAL PIAGAM AUDIT INTERNAL (INTERNAL AUDIT CHARTER) PT PERTAMINA INTERNASIONAL EKSPLORASI & PRODUKSI DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 3 1.1 Umum... 3 1.2 Visi, Misi, Dan Tujuan... 3 1.2.1 Visi Fungsi Audit Internal...

Lebih terperinci

PERANAN AUDIT INTERNAL DALAM MENGATASI RISIKO PENJUALAN KREDIT

PERANAN AUDIT INTERNAL DALAM MENGATASI RISIKO PENJUALAN KREDIT PERANAN AUDIT INTERNAL DALAM MENGATASI RISIKO PENJUALAN KREDIT Oleh: Christina Verawaty Situmorang, SE, M.Si Dosen UMI, Medan ABSTRAK Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui peranan audit internal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang paling dinanti-nantikan. Pada pasangan yang sulit memiliki anak, segala

BAB I PENDAHULUAN. yang paling dinanti-nantikan. Pada pasangan yang sulit memiliki anak, segala BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setelah sepasang pria dan wanita menikah, memiliki anak merupakan hal yang paling dinanti-nantikan. Pada pasangan yang sulit memiliki anak, segala upaya akan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam kehidupan manusia, terutama di kota besar di Indonesia, seperti Jakarta. Sampai saat ini memang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing 67 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing pada mahasiswa Fakultas Psikologi Unversitas X di kota Bandung, maka diperoleh kesimpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa berada pada masa dewasa awal. Pada masa ini, mahasiswa berada pada masa transisi dari masa remaja ke masa dewasa. Pada masa transisi ini banyak hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dian Lidriani, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dian Lidriani, 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Populasi lansia di dunia mengalami peningkatan pesat. Berdasarkan hasil penelitian Kinsella &Velkof (2001), bahwa sepanjang tahun 2000, populasi lansia dunia tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan generasi penerus bangsa yang diharapkan menjadi calon-calon pemimpin bangsa maupun menjadi calon penggerak kehidupan bangsa dari sumbangsih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

PT INDO KORDSA Tbk. PIAGAM AUDIT INTERNAL

PT INDO KORDSA Tbk. PIAGAM AUDIT INTERNAL PT INDO KORDSA Tbk. PIAGAM AUDIT INTERNAL Halaman 1 dari 5 1. TUJUAN Tujuan utama dari Piagam Audit Internal ( Piagam ) ini adalah untuk menguraikan kewenangan dan cakupan dari fungsi Audit Internal di

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Definisi Psychological Well Being

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Definisi Psychological Well Being BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Psychological Well Being a. Definisi Psychological Well Being Psychological well being merupakan konsep yang berakar dari Psikologi positif, belum ada konsep yang ajeg terkait

Lebih terperinci

BAB II AUDIT INTERNAL PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN. memeriksa dan mengevaluasi laporan keuangan yang disajikan oleh objek

BAB II AUDIT INTERNAL PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN. memeriksa dan mengevaluasi laporan keuangan yang disajikan oleh objek BAB II AUDIT INTERNAL PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN 2.1 Auditing 2.1.1 Pengertian Audit Secara umum, auditing adalah jasa yang diberikan oleh auditor dalam memeriksa dan mengevaluasi laporan keuangan yang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN.. 1

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN.. 1 PIAGAM AUDIT INTERNAL PT INTERMEDIA CAPITAL Tbk. DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN.. 1 Pasal 1 Definisi. 1 Pasal 2 Maksud. 2 BAB II VISI DAN MISI. 2 Pasal 3 Visi... 2 Pasal 4 Misi.. 2 BAB III KEDUDUKAN, FUNGSI,

Lebih terperinci

PIAGAM KOMITE AUDIT DAN RISIKO USAHA (BUSINESS RISK AND AUDIT COMMITTEES CHARTER) PT WIJAYA KARYA BETON Tbk. BAGIAN I

PIAGAM KOMITE AUDIT DAN RISIKO USAHA (BUSINESS RISK AND AUDIT COMMITTEES CHARTER) PT WIJAYA KARYA BETON Tbk. BAGIAN I PIAGAM KOMITE AUDIT DAN RISIKO USAHA (BUSINESS RISK AND AUDIT COMMITTEES CHARTER) PT WIJAYA KARYA BETON Tbk. BAGIAN I 1.1. Pengertian Komite Audit dan Risiko Usaha adalah komite yang dibentuk oleh dan

Lebih terperinci

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Audit Internal

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Audit Internal PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Audit Internal PIAGAM AUDIT INTERNAL PT LIPPO KARAWACI TBK I. LANDASAN HUKUM Landasan pembentukan Internal Audit berdasarkan kepada Peraturan Nomor IX.I.7, Lampiran Keputusan

Lebih terperinci

Struktur Organisasi. PT. Akari Indonesia. Pusat dan Cabang. Dewan Komisaris. Direktur. General Manager. Manajer Sumber Daya Manusia Kepala Cabang

Struktur Organisasi. PT. Akari Indonesia. Pusat dan Cabang. Dewan Komisaris. Direktur. General Manager. Manajer Sumber Daya Manusia Kepala Cabang 134 Struktur Organisasi PT. Akari Indonesia Pusat dan Cabang Dewan Komisaris Direktur Internal Audit General Manager Manajer Pemasaran Manajer Operasi Manajer Keuangan Manajer Sumber Daya Manusia Kepala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,

Lebih terperinci

PERATURAN DEPARTEMEN AUDIT INTERNAL

PERATURAN DEPARTEMEN AUDIT INTERNAL PERATURAN DEPARTEMEN AUDIT INTERNAL Bab I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Tujuan Peraturan ini dibuat dengan tujuan menjalankan fungsi pengendalian internal terhadap kegiatan perusahaan dengan sasaran utama keandalan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, penulis mengambil kesimpulan bahwa: 1. Komite Audit dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wanita merupakan individu yang memiliki keterbukaan dalam membagi permasalahan kehidupan maupun penilaian mereka mengenai sesuatu ataupun tentang orang lain.

Lebih terperinci

1.1. Dasar/ Latar Belakang Penyusunan Piagam Audit Internal

1.1. Dasar/ Latar Belakang Penyusunan Piagam Audit Internal Piagam Audit Intern 1.0 PENDAHULUAN 2.0 VISI 3.0 MISI 1.1. Dasar/ Latar Belakang Penyusunan Piagam Audit Internal a. Peraturan Bank Indonesia No.1/6/PBI/1999 tanggal 20 September 1999 tentang Penugasan

Lebih terperinci

INTERNAL AUDIT CHARTER 2016 PT ELNUSA TBK

INTERNAL AUDIT CHARTER 2016 PT ELNUSA TBK 2016 PT ELNUSA TBK PIAGAM AUDIT INTERNAL (Internal Audit Charter) Internal Audit 2016 Daftar Isi Bab I PENDAHULUAN Halaman A. Pengertian 1 B. Visi,Misi, dan Strategi 1 C. Maksud dan Tujuan 3 Bab II ORGANISASI

Lebih terperinci

BATASAN, STANDAR, DAN KODE ETIK AUDIT INTERNAL

BATASAN, STANDAR, DAN KODE ETIK AUDIT INTERNAL BATASAN, STANDAR, DAN KODE ETIK AUDIT INTERNAL Latar Belakang Definisi dan Ruang Lingkup Standar Atribut dan Standar Kinerja Kode Etik tedi last 01/17 LATAR BELAKANG. Faktor yang mendorong Manajemen membentuk

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Dalam memasuki era globalisasi, laju perekonomian di Indonesia harus

Bab 1. Pendahuluan. Dalam memasuki era globalisasi, laju perekonomian di Indonesia harus 1 Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Dalam memasuki era globalisasi, laju perekonomian di Indonesia harus terus ditingkatkan. Indonesia memiliki sumber daya dan kekayaan alam yang cukup banyak dan potensial

Lebih terperinci

HUBUNGAN FORGIVENESS TERHADAP PERISTIWA PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN

HUBUNGAN FORGIVENESS TERHADAP PERISTIWA PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN HUBUNGAN FORGIVENESS TERHADAP PERISTIWA PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN Disusun Oleh Nama : Pandu Perdana NPM : 15512631 Kelas : 4PA05 Keluarga Perceraian

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Audit Internal a. Pengertian Audit Internal Audit Internal merupakan pengawasan manajerial yang fungsinya mengukur dan mengeavaluasi sistem pengendalian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pengendalian internal dalam perusahaan besar sangat sulit, dikarenakan banyaknya anggota dari perusahaan tersebut. Oleh karena itu di perlukan pengendalian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Layanan bimbingan pada dasarnya upaya peserta didik termasuk remaja untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi termasuk masalah penerimaan diri. Bimbingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012)

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Angka pernikahan dini di Indonesia terus meningkat setiap tahunya. Data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional BKKBN (2012), menyatakan bahwa angka pernikahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada saat ini istilah globalisasi ekonomi telah menjadi topik hangat yang mencerminkan dunia usaha yang semakin kompetitif. Tidak terkecuali

Lebih terperinci

PIAGAM (CHARTER) AUDIT SATUAN PENGAWASAN INTERN PT VIRAMA KARYA (Persero)

PIAGAM (CHARTER) AUDIT SATUAN PENGAWASAN INTERN PT VIRAMA KARYA (Persero) PIAGAM (CHARTER) AUDIT SATUAN PENGAWASAN INTERN PT VIRAMA KARYA (Persero) Jakarta, 17 Januari 2017 DAFTAR ISI Halaman A. PENDAHULUAN... 1 I. Latar Belakang... 1 II. Maksud dan Tujuan Charter Satuan Pengawasan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. menurut para ahli. Adapun pengertian audit internal menurut The Institute of

BAB II LANDASAN TEORI. menurut para ahli. Adapun pengertian audit internal menurut The Institute of BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pengertian Audit Internal, SPFAIB, dan SKAI Berikut ini penulis akan mengemukakan beberapa pengertian pemeriksaan menurut para ahli. Adapun pengertian audit internal menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. concern) dan tanggung jawab sosial (corporate social responsibility) (Brigham et al

BAB I PENDAHULUAN. concern) dan tanggung jawab sosial (corporate social responsibility) (Brigham et al BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan dari sebuah perusahaan salah satunya adalah untuk memperoleh laba/profit yang menunjang tujuan lainnya yaitu pertumbuhan yang terus menerus (going concern) dan

Lebih terperinci

Kesejahteraan Psikologis pada Survivor Kanker di Bandung Cancer Society (BCS)

Kesejahteraan Psikologis pada Survivor Kanker di Bandung Cancer Society (BCS) Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Kesejahteraan Psikologis pada Survivor Kanker di Bandung Cancer Society (BCS) 1 Hany Fakhitah, 2 Temi Damayanti Djamhoer 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap perusahaan baik milik negara maupun swasta sebagai suatu pelaku

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap perusahaan baik milik negara maupun swasta sebagai suatu pelaku 5 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap perusahaan baik milik negara maupun swasta sebagai suatu pelaku ekonomi tidak bisa lepas dari kondisi globalisasi ekonomi dewasa ini. Era globalisasi

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/8/PBI/2003 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/8/PBI/2003 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/8/PBI/2003 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa situasi lingkungan eksternal dan internal perbankan mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum suatu negara yang dibangun dengan tujuan untuk aktivitas religius. Gereja termasuk ke

BAB I PENDAHULUAN. hukum suatu negara yang dibangun dengan tujuan untuk aktivitas religius. Gereja termasuk ke BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gereja merupakan sebuah institusi yang dibentuk secara legal dan berada di bawah hukum suatu negara yang dibangun dengan tujuan untuk aktivitas religius. Gereja

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Pada bab 5 ini, akan dijelaskan mengenai kesimpulan dan diskusi dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Kemudian, saran-saran juga akan dikemukakan untuk perkembangan

Lebih terperinci

Internal Audit Charter

Internal Audit Charter DAFTAR ISI HAL 1. Pengantar 2 2. Struktur dan Kedudukan 2 3. Tujuan 3 4. Ruang Lingkup 4 5. Wewenang 4 6. Tugas dan Tanggung Jawab 5 7. Pelaporan 5 8. Kode Etik 5 9. Persyaratan Auditor 7 10. Standar Profesional

Lebih terperinci

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Audit Internal

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Audit Internal PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Audit Internal PIAGAM AUDIT INTERNAL PT LIPPO KARAWACI TBK I. LANDASAN HUKUM Landasan pembentukan Internal Audit berdasarkan kepada Peraturan Nomor IX.I.7, Lampiran Keputusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dinamakan pemeriksa (auditor). Seorang auditor pada mulanya bertindak sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dinamakan pemeriksa (auditor). Seorang auditor pada mulanya bertindak sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ruang Lingkup Pengawasan Internal Pengertian Auditing pertama kali dikenal dari bahasa latin, yaitu: audire, yang artinya mendengar. Sedangkan orang yang melaksanakan fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era persaingan bisnis yang makin ketat seperti dewasa ini, sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Di era persaingan bisnis yang makin ketat seperti dewasa ini, sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di era persaingan bisnis yang makin ketat seperti dewasa ini, sumber daya manusia merupakan aset perusahaan dan sumber daya vital sebagai penentu keberhasilan

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN PERANAN AUDIT INTERNAL DALAM MENUNJANG EFEKTIVITAS PENGENDALIAN INTERNAL PENJUALAN

KUESIONER PENELITIAN PERANAN AUDIT INTERNAL DALAM MENUNJANG EFEKTIVITAS PENGENDALIAN INTERNAL PENJUALAN Lampiran 20 KUESIONER PENELITIAN PERANAN AUDIT INTERNAL DALAM MENUNJANG EFEKTIVITAS PENGENDALIAN INTERNAL PENJUALAN Kepada Yth, Bapak/ibu respoden Di tempat Bandung, 17 Desember 2007 Dengan hormat, Melalui

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological

BAB II LANDASAN TEORI. Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological 15 BAB II LANDASAN TEORI A. PSYCHOLOGICAL WELL-BEING 1. Definisi Psychological Well-Being Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological well-being menjadi afek positif dan afek negatif. Penelitiannya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Psychological Well-Being. kehidupan berjalan dengan baik. Keadaan tersebut merupakan kombinasi dari

BAB II LANDASAN TEORI. A. Psychological Well-Being. kehidupan berjalan dengan baik. Keadaan tersebut merupakan kombinasi dari BAB II LANDASAN TEORI A. Psychological Well-Being 1. Pengertian Psychological Well-being Huppert mendefinisikan psychological well-being sebagai keadaan kehidupan berjalan dengan baik. Keadaan tersebut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah mengentaskan anak (the launching of a child) menuju kehidupan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah mengentaskan anak (the launching of a child) menuju kehidupan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Empty Nest 1. Definisi Empty Nest Salah satu fase perkembangan yang akan terlewati sejalan dengan proses pertambahan usia adalah middle age atau biasa disebut dewasa madya, terentang

Lebih terperinci

PIAGAM AUDIT INTERNAL

PIAGAM AUDIT INTERNAL PIAGAM AUDIT INTERNAL Latar Belakang Unit Audit Internal unit kerja dalam struktur organisasi Perseroan yang dibentuk untuk memberikan keyakinan yang memadai dan konsultasi yang bersifat independen dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era teknologi informasi dan globalisasi saat ini menyebabkan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era teknologi informasi dan globalisasi saat ini menyebabkan perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era teknologi informasi dan globalisasi saat ini menyebabkan perubahan lingkungan bisnis yang sangat besar dan persaingan yang sangat ketat. Oleh karena itu perusahaan

Lebih terperinci

BAB 1. Pendahuluan. Manusia bukan makhluk yang sempurna, karena memiliki kelebihan dan

BAB 1. Pendahuluan. Manusia bukan makhluk yang sempurna, karena memiliki kelebihan dan BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia bukan makhluk yang sempurna, karena memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Setiap individu, baik dengan keunikan ataupun kekurangan berhak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam era pembangunan dewasa ini telah tumbuh dan berkembang bermacam-macam perusahaan di Indonesia baik di bidang jasa, perdagangan, maupun industri yang

Lebih terperinci