BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LABORATORIUM FORENSIK POLRI, PENYIDIKAN DAN NARKOTIKA Gambaran Umum Laboratorium Forensik Polri

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LABORATORIUM FORENSIK POLRI, PENYIDIKAN DAN NARKOTIKA Gambaran Umum Laboratorium Forensik Polri"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LABORATORIUM FORENSIK POLRI, PENYIDIKAN DAN NARKOTIKA 2.1 LABORATORIUM FORENSIK POLRI Gambaran Umum Laboratorium Forensik Polri Sebelum menguraikan secara singkat tentang Pusat Laboratorium Forensik Polri ada baiknya penulis memberikan pengertian tentang forensik. Forensik adalah ilmu pembuktian ditempat kejadian perkara (TKP) sesuai dengan disiplin ilmu masing-masing. 1 Menurut Klotter-Meier, pengertian forensik ialah Laboratorium kriminal menjadi demikian penting oleh karena tidak semua terdakwa melakukan pengakuan atas perbuatan yang dibuatnya. Oleh karena itu pembuktian-pembuktian dilakukan dengan menggunakan ahli-ahli yang berkecimpung di dalam dunia laboratorium kriminal. Sama halnya dengan ahliahli di bidang lain, maka keahlian pada laboratorium kriminal setelah mengikuti pendidikan khusus, kemudian latihan-latihan serta pengalaman. 2 Dalam Pasal 1 angka 2, Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Tata Cara Persyaratan Permintaan Pemeriksaan Teknis Kriminalistik Tempat Kejadian Perkara Dan Laboratoris 1. Abdussalam dan Adri Desasfuyanto, loc.cit. 2 Bawengan, G.W, Penyelidikan Perkara Pidana dan Teknik Inetroasi, Penerbit Pradnya Paramita, Jakarta, hlm. 137.

2 Kriminalistik Barang Bukti Kepada Labotorium Forensik Kepolisian Negara Republik Indonesia, menyebutkan : Laboratorium Forensik adalah satuan kerja Polri meliputi Pusat Laboratorium Forensik dan Laboratorium Forensik Cabang yang bertugas membina dan menyelenggarakan fungsi Laboratorium Forensik/Kriminalistik dalam rangka mendukung penyidikan yang dilakukan oleh satuan kewilayahan, dengan pembagian wilayah pelayanan (area service) sebagaimana ditentukan dengan Keputusan Kapolri. Pasal 1 angka 4 Peraturan Kapolri Noomor 10 Tahun 2009 menetukan juga pengertian dari tempat kejadian perkara, bahwa: Tempat Kejadian Perkara (TKP) adalah tempat dimana suatu tindak pidana dilakukan atau terjadi dan tempat-tempat lain dimana tersangka dan/atau korban dan/atau barang-barang bukti yang berhubungan dengan tindak pidana tersebut dapat ditemukan. Pengertian dari Ilmu Kriminalistik adalah pengetahuan untuk menentukan terjadinya atau tidak terjadinya kejahatan dan menyidik perbuatan dengan menggunakan ilmu pengetahuan alam dan mengenyampingkan cara-cara lain yang dipergunakan oleh ilmu kedokteran kehakiman, ilmu racun kehakiman, dan ilmu penyakit jiwa kehakiman. 3 Berdasarkan Keputusan Kapolri No. Pol.: Kep/30/VI/2003 tanggal 30 Juni 2003, tentang Perubahan atas Keputusan Kapolri No. Pol.: Kep/53/X/2002 tanggal 17 Oktober 2002, Tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan Organisasi pada Tingkat Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pusat h.1. 3 R.Soesilo, 1976, Ilmu Kriminalistik (Ilmu Penyidikan Kejahatan), Penerbit Politea, Bogor,

3 Laboratorium Forensik Polri mempunyai kedudukan, tugas pokok, dan fungsi sebagai berikut : a. Kedudukan Pusat Laboratorium Forensik Polri disingkat Puslabfor Polri adalah unsur pelaksana Badan Reserse Kriminal yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawaban kepada Kepala Bagian Reserse Kriminal (Bareskrim Polri). b. Tugas Pokok Puslabfor Polri mempunyai tugas membina fungsi kriminalistik/ forensic dalam lingkungan Polri dan menyelenggarakan fungsi kriminalistik/ forensic kepolisian pada tingkat pusat. c. Fungsi Dalam melaksanakan tugasnya, Puslabfor Polri berfungsi : - Perumusan dan pengembangan petunjuk dan prosedur pelaksanaan fungsi kriminalistik/ forensik kepolisian. - Penyelenggaran pengawasan dan pemberi arahan dalam rangka menjamin terlaksananya tugas sesuai petunjuk dan prosedur pelaksanaan fungsi kriminalistik/forensik polri. - Pemberi dukungan dalam pelaksanaan fungsi kriminalistik/forensic kepolisian pada tingkat kewilayahan.

4 - Penyelenggara pemeriksaan teknis kriminalistik TKP dan analisis Laboratoris barang bukti berkaitan dengan pelaksanaan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan peradilan. - Pemberi bantuan keahlian kriminalistik/forensic dalam proses penegakan hukum. - Pengkaji dan pengembang ilmu dan teknologi kriminalistik/forensic kepolisian. - Pelaksana dalam melakukan analisa dan evaluasi pelaksanaan dan kinerja Pengembangan fungsi kriminalistik/forensic kepolisian. - Pengadaan koordinasi dan kerjasama dengan badan-badan di dalam dan di luar Polri untuk kelancaran pelaksanaan tugasnya. d. Organisasi Struktur organisasi berdasarkan keputusan kapolri No.Pol.: Kep/9/V/2001 Puslabfor Polri Berkedudukan di bawah Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. Areal Service Labfor Polri: 1. Puslabfor Bareskrim Polri (Jakarta) : Polda Metro Jaya, Polda Jawa Barat, Polda Banten, dan Polda Kalimantan Barat 2. Labfor Cabang Medan : Polda Aceh, Polda Sumatera Utara, Polda Sumatera Barat, Polda Riau, dan Polda Kepulauan Riau 3. Labforcab Surabaya : Polda Jawa Timur, Polda Kalimantan Tengah, Polda Kalimantan Selatan, dan Polda Kalimantan Timur

5 4. Labforcab Semarang : Polda Jawa Tengah dan Polda Daerah Istimewa Yogyakarta 5. Labforcab Makassar : Polda Sulawesi Selatan, Polda Sulawesi Tenggara, Polda Sulawesi Utara, Polda Sulawesi Tengah, Polda Gorontalo, Polda Maluku, Polda Maluku Utara, dan Polda Papua 6. Labforcab Palembang : Polda Sumatera Selatan, Polda Lampung, Polda Jambi, Polda Bengkulu, dan Polda Bangka Belitung 7. Labforcab Denpasar : Polda Bali, Polda Nusa Tenggara Barat, dan Polda Nusa Tenggara Timur Bidang dalam Laboratorium Forensik Polri Dalam pelaksanaan fungsinya Pusat Laboratorium Forensik Polri di bantu oleh 5 (lima) Departemen yang masing-masing Departemen tersebut membidangi ilmu-ilmu Forensik sebagai berikut: 1. Bidang Kimia dan Biologi Forensik (Bid Kimbiofor) - Bidang Kimia Umum Forensik meliputi pemeriksaan; pemalsuan hasilhasil industri, makanan/minuman, obat-obatan, kosmetik, minyak pelumas/oli, bahan bakar minyak dan bahan-bahan yang tidak dikenal lainnya. - Bidang Biologi Forensik meliputi pemeriksaan; serologi, pemeriksaan cairan dan jaringan tubuh (darah, sprema,air, ludah, rambut/bulu, kuku, pemeriksaan tumbuhan, hewan dan sebagainya).

6 - Bidang Taxikologi Forensik meliputi pemeriksaan; peracunan dan keracunan baik melalui makanan/minuman maupun melalui udara/gas (Monoksida) dan Pencemaran lingkungan (air limbah). 2. Bidang Fisika dan Komputer Forensik (Bid Fiskomfor) - Bidang Fisika Umum Forensik meliputi Pemeriksaan sabotasi, berkas kejahatan dan sebagainya. - Bidang Komputer Forensik meliputi pemeriksaan suara dan gambar (audio/video), computer dan telepon genggam (computer dan mobile phones), dan kejahatan jaringan internet/intranet (cyber network) dan sebaginya. - Bidang kebakaran Forensik meliputi pemeriksaan kebakaran on the spot dan pemeriksaan barang bukti kebakaran. - Bidang Fisika khusus meliputi pemeriksaan bekas alat/jejak alat (tool mark), pemeriksaan/analisa kebohongan melalui Leidetection dan voice detection. - Bidang instrument Forensik meliputi pemeriksaan barang bukti dengan dukungan instrument analisis. 3. Bidang Balistik dan Metallurgi Forensik (Bid Balmetfor) - Bidang senjata api dan Peluru Forensik meliputi pemeriksaan senajata api, selongsong peluru, anak peluru, peluru, sisa mesium, serta partikel pecahan logam yang diperikrakan dari senjata api dan peluru.

7 - Bidang Bahan Peledak Forensik meliputi pemeriksaan barang bukti bahan peledak komersil yang di paket/container berbentuk bom serta sumbu ledak. - Bidang Metallurgi Forensik meliputi pemeriksaan metallurgi umum seperti ; analisa kerusakan/perpatahan logam, analisa spesifikasi teknis/struktur logam serta pemalsuan nomor seri yang dicetak diatas permukaan logam (nomor mesin dan nomor rangka/chasis, motor atau mobil serta peralatan cadangan lainnya). 4. Bidang Dokumen dan Uang Palsu Forensik (Bid Dokupalfor) - Bidang dokumentasi Forensik meliputi pemeriksaan; tulisan tangan, tanda tangan, dan ketik. - Bidang produk Cetak dan Uang palsu Forensik meliputi pemeriksaan; bahan cetak, perangko dan uang palsu. - Bidang Fotografi Forensik meliputi pemeriksaan; mikro dan makro fotografi. 5. Bidang Narkotika, Psikotropika, dan obat berbahaya Forensik (Bid Narkobafor) Bidang ini bertugas melakukan pemeriksaan narkotika (narkotika bahan alam, bahan sintesa dan semi sintesa, dan cairan tubuh), psikotropika (bahan dan sediaan psikotropika), laboratorium illegal

8 (clandestine labs), bahan psikotropika) dan obat (bahan kimia obat berbahaya, bahan kimia adiktif, dan prekursor) PENYIDIKAN Pengertian Penyidikan Setelah dilakukan penyelidikan dan hasil penyelidikan telah pula dilaporkan dan diuraikan secara rinci, maka apabila dari hasil penyelidikan itu dianggap cukup bukti-bukti permulaan maka akan dilanjutkan dengan proses penyidikan. Pengertian penyidikan itu sendiri terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dalam Bab I tentang ketentuan umum pada Pasal 1 angka 2 yang berbunyi : Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Dalam Bahasa Belanda ini sama dengan opsporing. Menurut de Pinto, menyidik (opsporing) berarti pemeriksaan permulaan oleh pejabat-pejabat yang untuk itu ditunjuk oleh undang-undang segera setelah mereka dengan jalan 4. Cantrik Edmond Locard, 2010, Mengenal Lebih Dekat Laboratorium Forensik Polri, diakses tanggal 24 Jaunari 2014.

9 apapun mendengar kabar yang sekedar beralasan bahwa ada terjadi sesuatu pelanggaran hukum. 5 Penyidikan adalah tindakan yang dapat dan harus segera dilakukan oleh penyidik jika terjadi atau jika ada persangkaan telah terjadi suatu tindak pidana. Apabila ada persangkaan telah terjadi kejahatan atau pelanggaran maka harus diusahakan apakah hal tersebut sesuai dengan kenyataan, benarkah telah terjadi suatu tindak pidana dan jika benar demikian, siapakah pembuatnya. 6 Tahap penyidikan yaitu tahap yang di mulainya dilakukan tindakantindakan hukum yang langsung bersinggungan dengan hak-hak asasi manusia yaitu berupa pembatasan bahkan mungkin berupa pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia. Tahap ini dilaksanakan setelah yakin adanya suatu tindak pidana yang terjadi, untuk memperjelas suatu tindak pidana yang terjadi maka perlu dilakukan tindakan-tindakan tertentu yang berupa pembatasan dan pelanggaran akan hak-hak asasi seseorang yang bertanggung jawab terhadap terjadinya suatu tindak pidana. Keyakinan tersebut diperoleh dari hasil penyelidikan yang dilakukan oleh kepolisian. Menurut hasil penyelidikan yang di dapat, maka hasil tersebut dapat dijadikan suatu permulaan bukti yang kuat bahwa adanya suatu tindak pidana yang terjadi yang dilakukan oleh pelaku. 5 Andi Hamzah, 2008, Hukum Acara Pidana Indonesia, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, h Joko Prakoso, 1987, Polri sebagai Penyidik dalam Penegakan Hukum, Penerbit PT Bina Aksara, Jakarta, h. 6.

10 2.2.2 Pejabat Penyidik Sebelum membahas mengenai pejabat penyidik, penulis akan menjelaskan terlebih dahulu pengertian dari penyidik yaitu terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dalam Pasal 1 angkat 1 yang berbunyi : Penyidik adalah Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Pejabat Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan Pada Pasal 1 angkat 3 KUHAP terdapat pengertian penyidik pembantu, yang berbunyi: Penyidik Pembantu adalah Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang karena diberikan wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam undang-undang ini. Yang dimaksud sebagai pejabat penyidik yaitu, ditegaskan dalam Pasal 6 KUHAP. Dalam pasal tersebut ditentukan instansi dan kepangkatan seorang pejabat penyidik, adapun yang berhak diangkat sebagai pejabat penyidik yaitu : 1. Pejabat Penyidik Polri Pada Pasal 6 ayat (1) KUHAP menyebutkan: Penyidik adalah : a. Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia; b. Pejabat Pegawai Negeri sipil tertentu yang diberikan wewenang khusus oleh undang-undang Menurut ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf a, KUHAP salah satu instansi yang diberi kewenangan melakukan penyidikan ialah Pejabat Polisi Negara

11 memang dari segi diferensiasi fungsional, KUHAP meletakkan tanggung jawab fungsi penyidikan kepada instansi kepolisian. Seorang pejabat kepolisian dapat diberi jabatan sebagai penyidik, harus memenuhi syarat kepangkatan, seperti ditegaskan dalam Pasal 6 ayat (2) KUHAP dan akan di atur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah. Dan telah ditetapkan berupa PP No 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, syarat kepangkatan pejabat penyidik diatur dalam Bab II. Syarat kepangkatan dan pengangkatan pejabat penyidik kepolisian dapat dilihat berikut: a) Pejabat Penyidik Penuh Pejabat polisi yang dapat diangkat sebagai pejabat Penyidik Penuh, harus memenuhi syarat kepangkatan dan pengankatan - Sekurang-kurangnya berpangkat Pembantu Letnan Dua Polisi - Atau yang berpangkat bintara di bawah Pembantu Letnan Dua - Ditunjuk dan diangkat oleh kepala kepolisian RI. 7 b) Penyidik Pembantu Pejabat polisi yang dapat diangkat sebagai penyidik pembantu di atur dalam Pasal 3 PP No 27 Tahun 1983 sebagai berikut: - Sekurang-kurangnya berpangkat Sersan Dua Polisi 7 Leden Marpaung, 2013, Proses Penanganan Perkara Pidana Penyelidikan dan Penyidikan, Sinar Grafika, Jakarta, h. 74.

12 - Diangkat oleh kepala kepolisian RI atas usul komandan atau pimpinan kesatuan masing-masing. Syarat kepangkatan penyidik pembantu, lebih rendah dari pangkat jabatan penyidik, berdasarkan hierarki dan organisatoris, penyidik pembantu diperbantukan kepada pejabat penyidik, oleh karena itu kepangkatan mereka harus lebih rendah dari penyidik. 2. Penyidik Pegawai Negeri Sipil Penyidik pegawai negeri sipil diatur dalam pasal 6 ayat (1) huruf b, yaitu pegawai negeri sipil yang mempunyai fungsi dan wewenang sebagai penyidik. Pada dasarnya, wewenang yang mereka miliki bersumber kepada undang-undang pidana khusus, yang telah menetapkan sendiri pemberian wewenang penyidikan pada salah satu pasal. Wewenang Penyidik pegawai negeri sipil dalam melaksanakan tugas penyidikannya adalah: a. Penyidik pegawai negeri sipil kedudukannya berada dibawah koordinasi penyidik polri dan di bawah pengawasan penyidik polri. b. Untuk kepentingan penyidikan, penyidik polri memberikan petunjuk kepada penyidik pegawai negeri sipil tertentu dan memberikan bantuan penyidikan yang diperlukan (Pasal 107 ayat (1)). c. Penyidik pegawai negeri sipil tertentu harus melaporakan kepada peyidik polri tentang adanya suatu tindak pidana yang sedang disidik,

13 jika ada ditemukan bukti yang kuat maka penyidik pegawai negeri sipil mengajukan tindak pidananya kepada penuntut umum ( Pasal 107 ayat (2)). d. Apabila penyidik pegawai negeri sipil telah selesai mengajukan penyidikan, hasil penyidikan tersebut harus di serahkan kepada penuntut umum, cara penyerahannya melalui penyidik polri (Pasal 107 ayat (3)). e. Apabila penyidik pegawai negeri sipil menghentikan penyidikan yang telah dilaporkan pada penyidik polri, penghentian itu harus di beritahukan kepada penyidik polri dan penuntut umum (Pasal 109 ayat (3) Kewenangan Penyidik Dalam kegiatan Penyidik untuk mengumpulkan bukti-bukti, diberikan kewenangan-kewenangan untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu kepadanya, sehingga memungkinkannya untuk menyelesaikan penyidikan itu dan siap untuk diserahkan kepada Penuntut Umum. Adapun kewenangan-kewenangan Penyidik untuk melakukan Penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1), (2), dan (3) KUHAP yang berbunyi : Penyidikan sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (1) huruf a karena kewajibannya mempunyai wewenang : 1. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana. 2. Melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejadian;

14 3. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka; 4. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan; 5. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat; 6. Mengambil sidik jari dan memotret seorang; 7. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; 8. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; 9. Mengadakan penghentian penyidikan; 10. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab. 8 Penyidik sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (1) huruf b mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masingmasing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik tersebut dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a. Dalam melakukan tugasnya sebagaimana dimaksud Ayat (1) dan Ayat (2), penyidik wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku. Penjabaran tindakantindakan yang dilakukan penyidik dalam proses penyidikan yaitu: 1. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana Sesuai dengan tugas dan kewajibannya, maka penyidik harus menerima laporan atau pengaduan mengenai adanya suatu tindak pidana yang terjadi. Pengertian laporan atau pengaduan tersebut dalam ilmu hukum berbeda artinya yaitu; 8 Faisal Salam, 2001, Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktek, Penerbit Mandar Maju, Bandung, h

15 Laporan adalah tindakan seseorang untuk memberitahukan kepada penyelidik atau penyidik bahwa suatu tindak pidana telah terjadi atau dilakukan oleh seseorang, dimana tindakan tersebut harus dituntut. Pengaduan adalah Laporan yang khusus mengenai tindakan pidana aduan (klachtdelict), tindak pidana mana jika tidak ada permintaan dari orang yang kena perkara, tidak bisa diadakan penuntutan. 2. Melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejadian Setelah menerima laporan atau pengaduan dari seseorang maka penyidik mengecek kebenaran laporan atau pengaduan tersebut dengan memeriksa di tempat kejadian. Kemudian penyidik harus berusaha mencari dan mengumpulkan bahan-bahan keterangan dan bukti yang digunakan untuk melakukan kejahatan. Apabila pemeriksaan di tempat kejadian perkara selesai dilakukan dan barangbarang bukti yang di peroleh dianggap cukup dan telah pula dikumpulkan maka selanjutnya harus disusun suatu kesimpulan semenatara yaitu apakah kejadian tersebut merupakan suatu tindak pidana narkotika, pembunuhan, penganiayaan, pemerkosaan dan sebagainya. Dan melakukan selanjutnya penyidik melakukan penangkapan terhadap pelaku kejahatan. 3. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka Setelah sampai di tempat kejadian penyidik biasanya terlebih dahulu memeriksa identitas tersangka atau menyuruh berhenti orang-orang yang dicurigai melakukan tindak pidana dan melarang orang-orang keluar masuk di tempat

16 kejadian. Hal ini dilakukan untuk mempermudah proses penanganan suatu tindak pidana yang dilakukan tersangka, dan mengamankan tersangka. 4. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan; Selanjutnya yang dilakukan oleh penyidik yaitu melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kejahatan yang dilakukan pelaku. a. Penangkapan Penangkapan bisa dilakukan ketika : - Seseorang ditangkap ketika ia sedang melakukan kejahatan. - Seseorang ditangkap tidak lama setelah kejahatan itu dilakukan. - Teriakan masa yang menunjuk tersangka sebagai pelaku kejahatan tidak seberapa lama setelah kehatan itu dilakukan. - Adanya barang bukti yang ditemukan setelah beberapa saat kejahatan itu dilakukan yang di duga digunakan oleh tersangka. Setelah tersangka ditangkap baik ditangkap dengan surat perintah maupun tersangka yang tertangkap tangan, maka dalam waktu 1x24 jam tersangka telah selesai diperiksa. apabila telah diperiksa, selanjutnya akan dilakukan tindakan penahanan tersangka bila bukti-bukti yang ditemukan cukup dan berdasarkan atas hasil pemeriksaan tersangka. b. Penahanan

17 Penahanan adalah perampasan hak pribadi orang, maka hal tersebut hanya dapat dilakukan atas perintah kekuasaan yang sah menurut peraturan yang ditetapkan dalam undang-undang. Perumusan secara tegas tentang penahanan di rumuskan dalam Undangundang No.8 Tahun 1981 Pasal 1 butir 21 yaitu; Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum atau hakim dengan penerapannya, dalam hal serta cara yang diatur dalam undangundang ini. Penahanan tersebut dilakukan bisanya untuk kepentingan pemeriksaan dan untuk menjaga jangan sampai tersangka melarikan diri. Berbeda dengan Penangkapan, dasar penahanan tidaklah cukup atas bukti permulaan yang cukup saja, tetapi penyidik harus mempunyai setidaknya pembuktian minimum yang diisyartkan KUHAP, yaitu sekurang-kurangnya telah terdapat 2 alat bukti yang tersebut dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP. c. Penggeledahan Penggeledahan merupakan salah satu tindakan penyidik dalam rangka melakukan penyidikan dengan tujuan : - Menemukan barang bukti yang telah dipergunakan dalam melakukan tindak pidana. - Mencari tersangka yang belum tertangkap, sehingga tersangka dapat ditangkap dan diperiksa.

18 Menurut KUHAP, dikenal 3 macam penggeledahan yaitu: - Penggeledahan rumah/ruang tertutup. - Penggeledahan badan yaitu memeriksa badan seseorang untuk mencari alat bukti. - Penggeledahan pakaian yaitu pemeriksaan terhadap pakaian yang sedang dikenakan oleh tersangka untuk mencari barang bukti yang disimpan dalam pakaian. d. Penyitaan Penyitaan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Pasal 1 butir 16 menyebutkan bahwa penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan, dan peradilan. 9 berikut : Adapaun barang-barang yang dapat dilakukan penyitaan adalah sebagai - Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana. - Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk mempersiapkannya. 9 C.Djisman Samosir, 2013, Segenggam Tentang Hukum Acara Pidana, Penerbit Nuansa Aulia, Bandung, h. 76.

19 - Benda yang digunakan untuk menghalangi penyidikan suatu tindak pidana yang dilakukan. - Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana. - Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana. 5. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat; Barang-barang sitaan terdiri dari barang bergerak dan barang tidak bergerak, barang berwujud dan barang tidak berwujud termasuk surat-surat yang ada hubungannya dengan tindakan kejahatan, dimana hal itu diatur dalam pasal 47 KUHAP. Penyidik tidak dapat secara sembarangan untuk memeriksa surat dan menyitanya. Untuk memeriksa surat dan kemudian apabila ada hubungannya dengan tindak pidana menyita surat tersebut, maka untuk itu penyidik harus mendapat izin dari ketua pengadilan negeri setempat. 6. Mengambil sidik jari dan memotret seorang; Untuk melengkapi dokumen kepolisian, maka penyidik perlu mengambil sidik jari dan memotret tersangka. Hal ini untuk memudahkan petugas kepolisisan untuk mencarai indentitas tersangka apabila ia mengualng suatu tindak pidana lagi. 7. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

20 Pemeriksaan tersangka dan saksi merupakan bagian atau tahapan yang paling penting dalam proses penyidikan. Dari keterangan tersangka atau saksi akan diperoleh keterangan-keterangan yang akan dapat mengungkapkan segala sesuatu tentang tindak pidana yang terjadi. 8. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; Dalam hal penyidik menggap perlu minta pendapat seorang ahli atau orang yang dianggap memiliki keahlian khusus, maka penyidik dapat meminta agar ahli-ahli yang bersangkutan memberikan keterangan tentang hal tersebut. Salah satunya penyidik mengajukan permintaan tentang pemeriksaan barang bukti narkotika kepada Laboratorium Forensik, untuk dilakukan pemeriksaan terhadap barang bukti yang ditemukan di tempat kejadian kejahatan narkotika. 9. Mengadakan penghentian penyidikan; Pada uraian dimuka telah dibahas mengenai penyidikan, dimana dikemukakan apabila penyidik mulai melakukan penyidikan suatu tindak pidana, penyidik memberitahukan hak tersebut kepada penuntut umum. Demikian juga dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak cukup alat bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan suatu tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum. 10. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab.

21 Setelah penyidik melakukan tugas sebagai penyidik, maka ada dua kemungkinan yang dilakukan oleh penyidik yaitu : - Mengadakan penyidikan tindak pidana sampai selesai. - Mengehentikan penyidikan apabila tidak cukup bukti atau penghentian penyidikan demi hukum. Mengadakan penyidikan sampai selesai jika diketemukan bukti-bukti yang cukup bahwa tindak pidana telah dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang tersangka. Jika penyidikan tersebut telah selesai dan dipandang cukup, maka penyidik menyusun hasil penyidikannya dalam suatu berita acara. 2.3 HUBUNGAN ANTARA LABORATORIUM FORENSIK POLRI DENGAN PENYIDIK Pada hakekatnya tugas Polisi adalah menemukan dan membuktikan keterkaitan antara pelaku, korban dan tempat kejadian perkara/barang bukti/saksi. Tugas Penyidik Polri dalam hal ini memeriksan saksi mata (hidup) dan tugas dari Labfor Polri memeriksa saksi mati (brang bukti dan tempat kejadian perkara). 10 Hubungan antara Laboratorium Forensik Polri dengan Penyidik dalam proses penyidikan suatu tindak pidana sangkat erat kaitannya, dalam proses penyidikan beberapa tindak pidana memerlukan ahli dari forensik. 10 Yani Nur Syamsu, 2014, Mengenal Ilmu Forensik, Antara Saksi Mata dan Saksi Hidup, Warta Sura Dwipa Edisi 518, Maret 2014, h. 22

22 Dalam upaya mencari dan mengumpulkan bukti dalam proses penyidikan, penyidik diberi kewenangan seperti yang tersirat dalam Pasal 7 ayat (1) huruf h KUHAP yang menyatakan bahwa mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara dan Pasal 120 ayat (1) KUHAP menyatakan dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus. Pengertian mendatangkan para ahli/memiliki keahlian khusus tersebut salah satunya dapat dipenuhi oleh Laboratorium Forensik, sehingga Laboratorium Forensik dapat berperan dalam proses Penyidikan. Ada dua peranan Laboratorium Forensik dalam membantu proses penyidikan yaitu, memberikan pelayanan Pemeriksaan Teknis Kriminalistik TKP dan Pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik Barang bukti kepada Penyidik. Yang telah diatur dan diuraikan dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia 10 Tahun 2009 tentang tentang Tata cara dan Persyaratan permintaan Pemeriksaan Teknis Kriminalistik TKP dan Laboratoris Barang Bukti kepada Laboratorium Forensik Polri. Pemeriksaan teknis kriminalistik TKP yang dilaksanakan oleh Puslabfor adalah pemeriksaan dalam rangka pencarian, pengambilan, pengamanan, pengawetan, pemeriksaan pendahuluan (preliminary test) barang bukti yang dalam penanganannya memerlukan pengetahuan teknis kriminalistik sesuai Pasal 1 ayat 6 Perkap No. 10 Tahun 2009.

23 Sedangkan Pemeriksaan laboratoris kriminalistik barang bukti adalah pemeriksaan terhadap barang bukti yang diperoleh dari pencarian, pengambilan, penyitaan, pengamanan dan pengiriman petugas Polri atau instansi penegak hukum lainnya, yang dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah di Labfor Polri, agar barang bukti yang telah diperiksa dapat dijadikan sebagai salah satu alat bukti yang sah sesuai Pasal 1 ayat 7 Perkap No. 10 Tahun Sesuai dengan uraian tersebut diatas pada dasarnya apabila penyidik telah mampu melakukan pencarian, pangamanan, pengawetan, pemeriksaan pendahuluan, maka laboratorium forensik tinggal menerima barang bukti tersebut untuk dilakukan pemeriksaan di laboratorium, namun untuk kondisi Tempat kejadian Perkara (TKP) tertentu kadang-kadang, atau Penyidik memandang Laboratorium Forensik perlu melakukan pemeriksaan di TKP antara lain, karena pencarian dan pengambilan Barang Bukti memerlukan metode dan peralatan khusus yang belum dimiliki penyidik (contoh :mencari darah dilantai yg sudah dibersihkan dll), karena bentuk dan sifatnya barang bukti tidak dapat dibawa ke laboratorium (contoh: lantainya sendiri), untuk mendapat sample atau barang bukti yang baik perlu dilakukan uji pendahuluan (pre leminari test) dilapangan dan lain lain (contoh :mencari sample darah disaluran pembuangan dan sebagainya).

24 2.4 PENGERTIAN DAN GOLONGAN NARKOTIKA Pengertian Narkotika Istilah narkoba merupakan istilah yang sering dipergunakan dalam masyarakat sekarang. Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat terlarang sebagian juga mengartikan sebagai narkotika dan obat berbahaya. Narkoba juga biasa diistilahkan sebagai napza. Napza adalah singkatan dari narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya. Kedua istilah ini sudah menjadi istilah yang umum dalam masyarakat. Narkotika atau obat bius yang dalam bahasa inggrisnya sering diistilahkan dengan narcotic adalah semua bahan yang mempunyai efek kerja pada umumnya bersifat : - Membius (menurunkan tingkat kesadaran seseorang). - Merangsang (meningkatkan semnagat kerja, kegiatan/aktifitas) atau sering disebut dopping. - Ketagihan (ketergantungan, mengikat) untu terus menggunakannya. - Menimbulkan daya berkhayal (halusinasi). Namun ada juga yang mengakatan bahwa narkotika berasal dari kata narcissus, sejenis tumbuh-tumbuhan yang mempunyai bunga yang dapat membuat orang menjadi tak sadar. Zat ini digolongkan menjadi dua macam, yakni narkotika dalam arti sempit dan narkotika dalam arti luas. Dalam arti sempit adalah semua zat atau bahan yang bersifat alami, yaitu semua bahan obat

25 seperti opiate, kokain, dan ganja. 11 Dalam arti Luas adalah bersifat alami dan sintesis (buatan), yaitu semua bahan obat-obatan yang berasal dari: - Papaver Somniferum (opium, candu, morpin, heroin, dsb); - Eryth Roxylon Coca (cocain); - Golongan obat-obatan penenang; - Golongan obat-obatan perangsang; - Golongan obat-obatan pemicu khayalan. 12 Apabila masuk ke dalam tubuh manusia akan merubah fungsi-fungsi organ tubuh karena narkotika adalah zat-zat kimiawi yang merubah pikiran, perasaan, mental dan prilaku manusia. Pada tingkat yang paling parah narkotika ini dapat menimbulkan efek yang paling parah yaitu menimbulkan ketergantungan atau kecanduan. Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tenatng Narkotika, menjelaskan pengertian dari Narkotika, yang tercantum pada Pasal 1 angka 1 yaitu : Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semisintesis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang di bedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam undang-undang. Sebagai zat adiktif atau atau zat yang dapat menimbulkan efek kecanduan, pemakaiannya sulit dikontrol dan ketergantungan. Jenis Narkotika ini jika 11 Hari Sasangka, 2003, Narkotika Dan Psikotropika, Penerbit Mandar Maju, Bandung, h Ummu Afifia, 2003, Apa itu Narkotika dan Napza?, PT. Begawan Ilmu, Jakarta, h.5.

26 disalahgunakan untu tujuan diluar pengobatan, akan mengubah kerja syaraf otak sehingga si pemakai berfikir, berperasaan dan berprilaku tidak normal Golongan Narkotika Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, pada Pasal 6 menyebutkan golongan narkotika yaitu: 1. Narkotika golongan I; 2. Narkotika golongan II; dan 3. Narkotika golongan III; a. Narkotika golongan I adalah Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunkan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contohnya Narkotika golongan I yang sering disalahgunakan adalah : - Opiata, heroin, putau, candu, dan lainlain; - Ganja atau kanabis, mariyuana, hashis; - Kokain, yaitu serbuk/pasta kokain dan daun koka. b. Narkotika golongan II adalah Narkotika berkhasiat dalam pengobatan yang digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh Narkotika golongan II : - Morfin; - Betametadol;

27 - Benzetidin; - Pethidin. c. Narkotika golongan III adalah Narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh Narkotika golongan III yaitu : - Metadon; - Kodein; - Naltrexon. 13 Berdasarkan cara pembuatannya, narkotika dibagi ke dalam 3 golongan juga, yaitu narkotika Alami, narkotika semisintesis dan narkotika sintesis. 13 Ummu Afifia, op.cit, h. 10

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan di segala bidang, baik pembangunan fisik maupun pembangunan mental spiritual

Lebih terperinci

BAB III PENGGUNAAN LIE DETECTOR SEBAGAI ALAT PENDUKUNG DALAM PENGUNGKAPAN PERKARA PIDANA PADA TAHAP PENYIDIKAN

BAB III PENGGUNAAN LIE DETECTOR SEBAGAI ALAT PENDUKUNG DALAM PENGUNGKAPAN PERKARA PIDANA PADA TAHAP PENYIDIKAN BAB III PENGGUNAAN LIE DETECTOR SEBAGAI ALAT PENDUKUNG DALAM PENGUNGKAPAN PERKARA PIDANA PADA TAHAP PENYIDIKAN A. Tinjauan Umum Mengenai Penggunaan Lie Detector Dalam Hukum Acara Pidana Di Indonesia Menurut

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN, KEWENANGAN DAN TUGAS PENYIDIKAN, JENIS, MENURUT HUKUM ACARA PIDANA ISLAM tentang Hukum Acara Pidana.

BAB II PENGERTIAN, KEWENANGAN DAN TUGAS PENYIDIKAN, JENIS, MENURUT HUKUM ACARA PIDANA ISLAM tentang Hukum Acara Pidana. 22 BAB II PENGERTIAN, KEWENANGAN DAN TUGAS PENYIDIKAN, JENIS, BENTUK UMUM VISUM ET REPERTUM, DAN VISUM ET REPERTUM MENURUT HUKUM ACARA PIDANA ISLAM A. Tinjauan Umum Penyidikan a. Pengertian Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam UUD 1945 ditegaskan bahwa negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Recchstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat). Ini berarti bahwa Republik

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG KOORDINASI, PENGAWASAN DAN PEMBINAAN PENYIDIKAN BAGI PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYIDIKAN BAGI PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, PERBAIKAN DR SETUM 13 AGUSTUS 2010 PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG KOORDINASI, PENGAWASAN DAN PEMBINAAN PENYIDIKAN BAGI PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BUTON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK

Lebih terperinci

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN POLTABES LOCUSNYA KOTA BESAR KEJAKSAAN NEGERI KOTA PENGADILAN NEGERI PERISTIWA HUKUM PENGADUAN LAPORAN TERTANGKAP TANGAN PENYELIDIKAN, PEYIDIKAN BAP Berdasarkan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Negara juga menjunjung tinggi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyelidikan dan Penyidikan. Pengertian penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyelidikan dan Penyidikan. Pengertian penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penyelidikan dan Penyidikan Pengertian penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan adanya perkembangan dan kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung meningkat. Semakin pintarnya

Lebih terperinci

PERLUNYA NOTARIS MEMAHAMI PENYIDIK & PENYIDIKAN. Dr. Widhi Handoko, SH., Sp.N. Disampaikan pada Konferda INI Kota Surakarta, Tanggal, 10 Juni 2014

PERLUNYA NOTARIS MEMAHAMI PENYIDIK & PENYIDIKAN. Dr. Widhi Handoko, SH., Sp.N. Disampaikan pada Konferda INI Kota Surakarta, Tanggal, 10 Juni 2014 PERLUNYA NOTARIS MEMAHAMI PENYIDIK & PENYIDIKAN Dr. Widhi Handoko, SH., Sp.N. Disampaikan pada Konferda INI Kota Surakarta, Tanggal, 10 Juni 2014 Ketentuan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Untuk penanganan korban, saksi, dan pelaku akan diurusi oleh pihak Reserse.

BAB 1 PENDAHULUAN. Untuk penanganan korban, saksi, dan pelaku akan diurusi oleh pihak Reserse. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini kejahatan yang terjadi di negara kita telah semakin banyak dan beragam macamnya. Suatu tindak kejahatan secara umum menimbulkan bukti segitiga, yaitu adanya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 4 TAHUN 1988 TENTANG

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 4 TAHUN 1988 TENTANG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 4 TAHUN 1988 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 120 TAHUN 1987 SERI : D

LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 120 TAHUN 1987 SERI : D LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 120 TAHUN 1987 SERI : D ----------------------------------------------------------- PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (PERDA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Pidana merupakan bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang dibuat oleh penguasa untuk mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara yang membedakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2006 T E N T A N G PEMBENTUKAN, KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.16 No.3 Tahun 2016

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.16 No.3 Tahun 2016 PERTIMBANGAN YURIDIS PENYIDIK DALAM MENGHENTIKAN PENYIDIKAN PERKARA PELANGGARAN KECELAKAAN LALU LINTAS DI WILAYAH HUKUM POLRESTA JAMBI Islah 1 Abstract A high accident rate makes investigators do not process

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kepolisian Republik Indonesia 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia Menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENYIMPANAN SEMENTARA DAN PENGUMPULAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN

Lebih terperinci

Bagian Kedua Penyidikan

Bagian Kedua Penyidikan Bagian Kedua Penyidikan Pasal 106 Penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan

Lebih terperinci

BAB II PROSES PENYIDIKAN BNN DAN POLRI TERHADAP TERSANGKA NARKOTIKA MENGACU PADA UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

BAB II PROSES PENYIDIKAN BNN DAN POLRI TERHADAP TERSANGKA NARKOTIKA MENGACU PADA UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA BAB II PROSES PENYIDIKAN BNN DAN POLRI TERHADAP TERSANGKA MENGACU PADA UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG 2.1 Bentuk Kejahatan Narkotika Kejahatan adalah rechtdelicten, yaitu perbuatan-perbuatan

Lebih terperinci

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013 LAMPIRAN PASAL-PASAL RUU KUHAP PELUMPUH KPK Pasal 3 Pasal 44 Bagian Kedua Penahanan Pasal 58 (1) Ruang lingkup berlakunya Undang-Undang ini adalah untuk melaksanakan tata cara peradilan dalam lingkungan

Lebih terperinci

BUPATI TUBAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TUBAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG S A L I N A N BUPATI TUBAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah negara hukum.

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah negara hukum. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka. Sebagaimana tercantum pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memberikan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kelima, Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN)

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kelima, Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) Modul E-Learning 3 PENEGAKAN HUKUM Bagian Kelima, Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) 3.5 Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) 3.5.1 Kewenangan Penyidikan oleh BNN Dalam melaksanakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dan Anak Nakal Pengertian masyarakat pada umumnya tentang anak adalah merupakan titipan dari Sang Pencipta yang akan meneruskan keturunan dari kedua orang tuanya,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS

PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA Oleh : Sumaidi, SH.MH Abstrak Aparat penegak hukum mengalami kendala dalam proses pengumpulan alat-alat bukti yang sah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2007 NOMOR 6 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BOGOR, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA SALINAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 04 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2013

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2013 SALINAN PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI SELATAN,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG KOORDINASI, PENGAWASAN DAN PEMBINAAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG KOORDINASI, PENGAWASAN DAN PEMBINAAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG KOORDINASI, PENGAWASAN DAN PEMBINAAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Untuk menjawab permasalahan dalam skripsi ini penulis telah melakukan

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Untuk menjawab permasalahan dalam skripsi ini penulis telah melakukan IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Untuk menjawab permasalahan dalam skripsi ini penulis telah melakukan wawancara dengan responden yang berkaitan dengan Analisis Yuridis Penyidikan

Lebih terperinci

PERATURAN BERSAMA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG

PERATURAN BERSAMA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERATURAN BERSAMA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

Lebih terperinci

KEPUTUSAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP 558 /A/J.A/ 12/ 2003 TENTANG

KEPUTUSAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP 558 /A/J.A/ 12/ 2003 TENTANG KEPUTUSAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP 558 /A/J.A/ 12/ 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP-225/A/J.A/05/2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN

Lebih terperinci

BAB II PERANAN POLISI SEBAGAI PENYIDIK DALAM MELAKUKAN PENANGANAN TEMPAT KEJADIAN PERKARA

BAB II PERANAN POLISI SEBAGAI PENYIDIK DALAM MELAKUKAN PENANGANAN TEMPAT KEJADIAN PERKARA BAB II PERANAN POLISI SEBAGAI PENYIDIK DALAM MELAKUKAN PENANGANAN TEMPAT KEJADIAN PERKARA A. Peraturan Perundang-undangan Yang Dapat Dijadikan Penyidik Sebagai Dasar Hukum Untuk Melakukan Penanganan Tempat

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.465, 2014 PERATURAN BERSAMA. Penanganan. Pencandu. Penyalahgunaan. Narkotika. Lembaga Rehabilitasi. PERATURAN BERSAMA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA MENTERI

Lebih terperinci

STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP)

STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP) KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARAN BARAT RESOR BIMA KOTA STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP) Tentang PENYIMPANAN DAN PEMUSNAHAN BARANG BUKTI TINDAK PIDANA NARKOBA POLRES BIMA KOTA

Lebih terperinci

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual Hukum Acara Pidana dibuat adalah untuk melaksanakan peradilan bagi pengadilan dalam lingkungan peradilan umum dan Mahkamah Agung dengan mengatur hak serta

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN ALAT BUKTI DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA

BAB II PENGATURAN ALAT BUKTI DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA 12 BAB II PENGATURAN ALAT BUKTI DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA 2.1. Pengaturan Alat Bukti Dalam KUHAP Alat bukti merupakan satu hal yang mutlak adanya dalam suatu persidangan. Macam-macam

Lebih terperinci

PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II UJUNG PANDANG

PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II UJUNG PANDANG WALIKOTA MAKASSAR PERATURAN DAERAH KOTA MAKASSAR NOMOR 2 TAHUN 1988 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II UJUNG PANDANG BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT DAERAH

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran N

2017, No Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran N No.1490, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Pengelolaan Barang Bukti. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN BARANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP)

STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP) KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARAN BARAT RESOR BIMA KOTA STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP) Tentang PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA NARKOBA POLRES BIMA KOTA Menimbang

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam upaya

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 15 TAHUN 2006 SERI E =============================================================== PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 53 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN PELAKSANAAN TUGAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 53 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN PELAKSANAAN TUGAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN NOMOR 52/2014 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 53 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN PELAKSANAAN TUGAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Negara Republik Indonesia dan penyidikan oleh penyidik Badan Narkotika

II. TINJAUAN PUSTAKA. Negara Republik Indonesia dan penyidikan oleh penyidik Badan Narkotika II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penyidikan dalam Tindak Pidana Narkotika Penyidikan dalam tindak pidana narkotika yang dimaksud dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu penyidikan oleh penyidik

Lebih terperinci

STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP)

STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP) KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARAN BARAT RESOR BIMA KOTA STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP) Tentang PENGGELEDAHAN TINDAK PIDANA NARKOBA POLRES BIMA KOTA Menimbang : Semakin berkembangnya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 3 TAHUN 2001 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG,

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 3 TAHUN 2001 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 3 TAHUN 2001 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang : a. bahwa kewenangan penegakan dan penyidikan terhadap

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR - 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL GUBERNUR

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG ADMINISTRASI PENYIDIKAN DAN PENINDAKAN TINDAK PIDANA DI BIDANG TEKNOLOGI INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

Lebih terperinci

STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP)

STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP) KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARAN BARAT RESOR BIMA KOTA STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP) Tentang PENANGKAPAN TERSANGKA TINDAK PIDANA NARKOBA POLRES BIMA KOTA Menimbang : Semakin

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR

PEMERINTAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR 1 2 PEMERINTAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR Menimbang NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL LINGKUP PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah stratbaar feit dan dalam kepustakaan tentang hukum pidana

Lebih terperinci

PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA METRO NOMOR 05 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA METRO NOMOR 05 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA METRO NOMOR 05 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA METRO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penegakan atas

Lebih terperinci

STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP)

STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP) KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARAN BARAT RESORT BIMA KOTA STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP) Tentang PENYITAAN BARANG BUKTI TINDAK PIDANA NARKOBA POLRES BIMA KOTA Menimbang : Semakin

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 18 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR,

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 18 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR, PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 18 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR, Menimang : a. b. bahwa dalam upaya penegakan Peraturan Daerah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2010 S A L I N A N

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2010 S A L I N A N 4 Nopember 2010 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2010 S A L I N A N SERI E NOMOR 3 Menimbang : PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH

Lebih terperinci

KEDUDUKAN PEJABAT PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DITINJAU DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP)

KEDUDUKAN PEJABAT PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DITINJAU DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP) KEDUDUKAN PEJABAT PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DITINJAU DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP) Oleh : Nimrot Siahaan, SH, M.H Dosen Tetap STIH Labuhanbatu Rantauprapat, Sumatera Utara ABSTRAK

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 3 Tahun : 2013

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 3 Tahun : 2013 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 3 Tahun : 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI

Lebih terperinci

BAB I BERKAS PENYIDIKAN

BAB I BERKAS PENYIDIKAN BAB I BERKAS PENYIDIKAN Rangkaian penyelesaian peradilan pidana terdiri atas beberapa tahapan, suatu proses penyelesaian peradilan dimulai dari adanya suatu peristiwa hukum, namun untuk menentukan apakah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemeriksaan suatu perkara pidana dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal ini

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 42 TAHUN : 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 5 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 42 TAHUN : 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 5 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 42 TAHUN : 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 5 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. WALIKOTA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA 1. Wewenang Jaksa menurut KUHAP Terlepas dari apakah kedudukan dan fungsi Kejaksaan Republik Indonesia diatur secara eksplisit atau implisit

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 5 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 5 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 5 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL (PPNS) DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH TENGAH NOMOR 12 TAHUN 2008 PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH (PPNSD) DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TENGAH

QANUN KABUPATEN ACEH TENGAH NOMOR 12 TAHUN 2008 PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH (PPNSD) DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TENGAH QANUN KABUPATEN ACEH TENGAH NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH (PPNSD) DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TENGAH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH TENGAH,

Lebih terperinci

jahat tersebut tentunya berusaha untuk menghindar dari hukuman pidana, yaitu dengan cara

jahat tersebut tentunya berusaha untuk menghindar dari hukuman pidana, yaitu dengan cara A. Pengertian Penahanan Seorang terdakwa akan berusaha untuk menyulitkan pemeriksaan perkara dengan meniadakan kemungkinan akan dilanggar, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain. Terdakwa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. hubungan seksual dengan korban. Untuk menentukan hal yang demikian

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. hubungan seksual dengan korban. Untuk menentukan hal yang demikian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembuktian memegang peranan yang sangat penting dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan, karena dengan pembuktian inilah nasib terdakwa ditentukan, dan hanya dengan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2013 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN BARANG BUKTI DI LINGKUNGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN BARANG BUKTI DI LINGKUNGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL HSL RPT TGL 13 JULI 2009 PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN BARANG BUKTI DI LINGKUNGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara

Lebih terperinci

STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP)

STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP) KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARAN BARAT RESOR BIMA KOTA STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP) Tentang PEMBERHENTIAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA NARKOBA POLRES BIMA KOTA Menimbang : Semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adanya ketidakseimbangan antara perlindungan korban kejahatan dengan pelaku

BAB I PENDAHULUAN. Adanya ketidakseimbangan antara perlindungan korban kejahatan dengan pelaku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perlindungan korban tindak pidana dalam sistem hukum nasional nampaknya belum memperoleh perhatian serius. Hal ini terlihat dari masih sedikitnya hak-hak

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna

I. PENDAHULUAN. mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rangkaian panjang dalam proses peradilan pidana di Indonesia berawal dari suatu proses yang dinamakan penyelidikan. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan teknologi yang sangat cepat, berpengaruh secara signifikan terhadap kehidupan sosial masyarakat. Dalam hal ini masyarakat dituntut

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU, Menimbang : a. bahwa pengelolaan limbah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN JEMBRANA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN JEMBRANA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi ini banyak budaya dari luar masuk ke Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi ini banyak budaya dari luar masuk ke Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi ini banyak budaya dari luar masuk ke Indonesia dimana sangat mempengaruhi perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi di Indonesia. Perkembangan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KABUPATEN BANGKA SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci