BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kecemasan Menghadapi Tes Matematika a. Definisi Kecemasan Beberapa ahli mendefinisikan mengenai kecemasan diantaranya adalah Nevid dkk (2003) yang menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu keadaan aprehensi atau keadaan khawatir yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi. Hal senada juga diungkapkan oleh Chaplin (2002) yang menjelaskan bahwa kecemasan adalah perasaan campuran berisikan ketakutan dan keprihatinan mengenai masa-masa mendatang tanpa sebab khusus untuk ketakutan tersebut. Kaplan, Sadock, dan Grebb dalam Fausiah dan Widury (2005), menyatakan bahwa kecemasan adalah respons terhadap situasi tertentu yang mengancam, dan merupakan hal yang normal terjadi menyertai perkembangan, perubahan, pengalaman baru atau yang belum dilakukan, serta dalam menemukan identitas diri dan arti hidup. Freud dalam Hall (2000) mendefinisikan kecemasan adalah suatu pengalaman perasaan yang menyakitkan yang ditimbulkan oleh ketegangan-ketegangan dalam alat-alat intern dari tubuh. Kecemasan merupakan emosi yang tidak menyenangkan, yang ditandai dengan istilah-istilah seperti kekhawatiran, keprihatinan, dan rasa takut yang kadang-kadang kita alami dalam tingkat yang berbeda-beda (Atkinson dkk, 1999). Berdasarkan beberapa definisi kecemasan menurut para ahli maka dapat disimpulkan bahwa kecemasan merupakan salah satu bentuk emosi yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran dalam menghadapi situasi yang dirasakan mengancam tanpa adanya sebab khusus untuk ketakutan tersebut. b. Teori Kecemasan Terdapat beberapa teori tentang pengembangan kecemasan (Stuart, 2006). Teori-teori tersebut adalah sebagai berikut: 5

2 6 1) Teori Psikoanalitis Kecemasan adalah konflik emosional yang diantaranya ada dua elemen kepribadian yaitu id dan superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitif, sedangkan superego mencerminkan hati nurani dan dikendalikan oleh norma budaya. Ego berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan tersebut, dan fungsi kecemasan adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya. 2) Teori Interpersonal Kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap ketidaksetujuan dan penolakan interpersonal. Kecemasan juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kerentanan tertentu. 3) Teori Perilaku Kecemasan merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Kecemasan dianggap sebagai suatu dorongan yang dipelajari berdasarkan keinginan dalam diri untuk menghindari kepedihan. Para ahli meyakini bahwa adanya hubungan timbal balik antara konflik dan kecemasan, yaitu konflik menimbulkan kecemasan, dan kecemasan menimbulkan perasaan tidak berdaya, yang pada gilirannya meningkatkan konflik yang dirasakan. 4) Teori Keluarga Teori keluarga menunjukkan bahwa gangguan kecemasan biasanya terjadi dalam keluarga. Gangguan kecemasan juga tumpang tindih antara gangguan kecemasan dengan depresi. 5) Teori Biologis Teori biologis menunjukkan bahwa kesehatan umum individu dan riwayat kecemasan pada keluarga memiliki efek nyata sebagai predisposisi kecemasan. Kecemasan mungkin disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kemampuan individu untuk mengatasi stressor.

3 7 c. Macam-macam Kecemasan Macam-macam kecemasan menurut Freud dalam Atkinson dkk (1999) dibedakan atas dua macam yaitu kecemasan objektif dan kecemasan neurotis. Kecemasan objektif sebagai respons yang realistis terhadap bahaya eksternal, yang maknanya sama dengan rasa takut. Sedangkan kecemasan neurotis, timbul dari konflik tak sadar dalam diri individu, karena konflik itu tidak disadari sehingga individu tidak mengetahui alasan kecemasannya. Spielberger dalam Slameto (2003) membedakan kecemasan menjadi dua bagian, yaitu kecemasan sebagai suatu sifat (trait anxiety) dan kecemasan sebagai suatu keadaan (state anxiety). Kecemasan sebagai suatu sifat yaitu kecenderungan pada diri seseorang untuk merasa terancam oleh sejumlah kondisi yang sebenarnya tidak berbahaya. Sedangkan kecemasan sebagai suatu keadaan yaitu suatu keadaan atau kondisi emosional sementara pada diri seseorang yang ditandai dengan perasaan tegang dan kekhawatiran yang dikhayati secara sadar serta bersifat subyektif dan meningginya aktivitas sistem syaraf. d. Gejala-gejala Kecemasan Menurut Stuart (2006) menyatakan bahwa kecemasan dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan fisiologis dan perilaku. 1) Gejala kecemasan fisiologis, diantaranya adalah kardiovaskular (jantung berdebar dan rasa ingin pingsan), pernafasan (sesak nafas, tekanan pada dada, dan sensasi tercekik), neuromuskular (insomnia, mondar-mandir, dan wajah tegang), gastrointestinal (nafsu makan hilang, mual, dan diare), saluran perkemihan (tidak dapat menahan kencing), dan kulit (berkeringat, wajah memerah, dan rasa panas dingin pada kulit). 2) Gejala kecemasan perilaku yang meliputi kognitif dan afektif. Perilaku kognitif diantaranya adalah perhatian terganggu, konsentrasi buruk, pelupa, salah memberikan penilaian, hambatan berfikir, kehilangan objektivitas, bingung, takut, dan mimpi buruk. Perilaku afektif diantaranya adalah mudah terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang, gugup, ngeri, khawatir, rasa bersalah, dan malu.

4 8 Menurut Sarason dan Sarason dalam Atkinson dkk (1999) ada beberapa gejala kecemasan, yaitu jantung berdebar, gangguangangguan kecil pada syaraf yang menjadikan gelisah dan jengkel, tibatiba takut tanpa alasan yang tepat, merasa cemas terus-menerus dan putus asa, diserang rasa kelelahan dan keletihan, sulit memutuskan suatu hal, takut akan sesuatu, gugup dan perasa setiap saat, merasa tidak dapat mengatasi kesulitan, serta tegang. e. Tingkatan Kecemasan Stuart (2006) menjelaskan ada empat tingkat kecemasan, yaitu kecemasan ringan, kecemasan sedang, kecemasan berat, dan panik. 1) Kecemasan ringan Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari, kecemasan ini menyebabkan individu menjadi waspada dan meningkatkan lapang persepsinya. Kecemasan ringan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah kelelahan, iritabel, lapang persepsi meningkat, kesadaran tinggi, mampu untuk belajar, motivasi meningkat dan tingkah laku sesuai situasi. 2) Kecemasan sedang Kecemasan sedang memungkinkan individu untuk berfokus pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain. Kecemasan ini mempersempit lapang persepsi individu, sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang terarah. Manifestasi yang terjadi pada tingkat ini yaitu kelelahan meningkat, kecepatan denyut jantung dan pernafasan meningkat, ketegangan otot meningkat, bicara cepat dengan volume tinggi, lahan persepsi menyempit, mampu untuk belajar namun tidak optimal, kemampuan konsentrasi menurun, perhatian selektif dan terfokus pada rangsangan yang tidak menambah kecemasan, mudah tersinggung, tidak sabar, mudah lupa, marah dan menangis. 3) Kecemasan berat Kecemasan berat sangat mengurangi lapang persepsi individu. Individu dengan kecemasan berat cenderung untuk

5 9 memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik, serta tidak dapat berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah mengeluh pusing, sakit kepala, nausea, tidak dapat tidur (insomnia), sering kencing, diare, palpitasi, lahan persepsi menyempit, tidak mau belajar secara efektif, berfokus pada dirinya sendiri dan keinginan untuk menghilangkan kecemasan tinggi, perasaan tidak berdaya, bingung, disorientasi. 4) Panik Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror karena mengalami kehilangan kendali. Individu yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan arahan. Panik mencakup disorganisasi kepribadian dan menimbulkan peningkatan aktivitas motoriknya, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat kecemasan ini tidak sejalan dengan kehidupan, jika berlangsung terus dalam waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan dan kematian. Berikut adalah Gambar 1 rentang respon cemas (Stuart, 2006) Gambar 1 Rentang Respon Cemas f. Tes Matematika Sudijono (2008) mendefinisikan tes adalah cara (yang dapat dipergunakan) atau prosedur (yang perlu ditempuh) dalam rangka pengukuran dan penilaian di bidang pendidikan, yang berbentuk pemberian tugas atau serangkaian tugas. Sedangkan menurut Arikunto (2006) tes merupakan alat pengumpul informasi tetapi jika dibandingkan dengan alat-alat yang lain, tes ini bersifat lebih resmi karena penuh dengan batasan-batasan. Menurut Djiwandono (2002), Yang dimaksud dengan tes hasil belajar atau achievement test ialah tes yang digunakan untuk menilai

6 10 hasil-hasil pelajaran yang telah diberikan oleh guru kepada siswasiswanya dalam jangka waktu tertentu. Tes hasil belajar digunakan untuk mengetahui seberapa jauh tujuan belajar dapat dicapai (Suharno, 2002). Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tes hasil belajar adalah tes yang dipergunakan untuk menilai hasil-hasil pelajaran yang telah diberikan guru kepada siswa untuk mengetahui seberapa jauh tujuan belajar dapat dicapai. Berdasarkan pengertian tes di atas, yang dimaksud tes matematika adalah tes yang digunakan untuk menilai hasil pelajaran matematika yang telah diberikan guru matematika kepada siswa untuk mengetahui seberapa jauh tujuan belajar matematika dapat dicapai. g. Cara Mengatasi Kecemasan Slameto (2003) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa cara mengatasi kecemasan dalam menghadapi tes, diantaranya adalah: 1) tes harus dimaksudkan untuk diagnosa, bukan untuk menghukum siswa yang gagal mencapai harapan-harapan guru dan orang tua; 2) menghindari menentukan berhasil atau tidaknya siswa hanya dari hasil satu tes; 3) membuat catatan pribadi pada setiap lembar jawaban tes yang menyarankan siswa untuk tepat berusaha dengan baik dan harus meningkatkan usahanya; 4) meyakinkan bahwa setiap pertanyaan mengukur hal yang penting yang telah diajarkan kepada siswa; 5) menghindari pelaksanaan tes atau ujian tanpa pemberitahuan; 6) menjadwalkan pertemuan-pertemuan pribadi dengan siswa sesering mungkin untuk mengurangi kecemasan dan untuk mengarahkan belajar apabila perlu; 7) menghindari membanding-bandingkan siswa, yang dapat menyinggung perasaan; 8) menekankan kelebihan-kelebihan siswa, bukan kelemahankelemahannya; 9) mengurangi peranan tes atau ujian yang bersifat kompetitif bila siswa tidak sanggup bersaing; 10) merahasiakan taraf dan nilai-nilai siswa dari siswa-siswa lainnya;

7 11 11) memberikan pada siswa kemungkinan untuk memilih aktivitasaktivitas yang mempunyai nilai pengajaran yang sebanding. Djiwandono (2002) menyatakan cara mengatasi kecemasan yaitu menggunakan kompetisi secara hati-hati, memperhatikan situasi siswa, memberikan perintah yang jelas, menghindari menekankan waktu yang tidak penting, dan memindahkan beberapa tekanan dari tes-tes standar yang diperlukan ke tes sehari-hari. h. Kecemasan menghadapi tes matematika Berdasarkan definisi kecemasan dan tes matematika di atas dapat disimpulkan bahwa kecemasan menghadapi tes matematika adalah keadaan atau kondisi emosional pada diri siswa yang ditandai dengan perasaan tegang dan khawatir, bahkan kadang-kadang lepas kendali dan sangat mengganggu pikiran yang dialami siswa pada saat menghadapi tes yang ditujukan untuk menilai hasil tes mata pelajaran matematika yang telah diberikan guru matematika kepada siswa untuk mengetahui seberapa jauh tujuan belajar matematika dapat dicapai. 2. Hasil Belajar Matematika a. Definisi Hasil Belajar Hasil belajar menurut Abdurrahman dalam Jihad dan Haris (2008) adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Menurut Dimyati (2002) hasil belajar merupakan hasil dari interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar. Sedangkan menurut Winkel (2004), mengatakan hasil belajar adalah perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman keterampilan dan nilai sikap yang bersifat konstan menetap. Seseorang yang sudah belajar tidak sama keadaannya dengan saat ketika belum belajar. Para guru dan sekolah juga lebih mengutamakan aspek kognitif dalam pengukuran hasil belajar siswa. Hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam perubahan pengetahuan sikap dan keterampilan (Hamalik, 2002). Perubahan dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih

8 12 baik dibandingkan dengan sebelumnya, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, sikap tidak sopan menjadi sopan, dan sebagainya. Jihad dan Haris (2008) menyatakan bahwa hasil belajar pencapaian bentuk perubahan perilaku yang cenderung menetap dari ranah kognitif, afektif dan psikomotoris dari proses belajar yang dilakukan dalam waktu tertentu. Upaya untuk mengukur pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar siswa. Bukti dari usaha yang telah dilakukan dalam pembelajaran adalah hasil belajar yang biasa diukur melalui tes. Hasil belajar (achievement) itu sendiri dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di pondok pesantren atau sekolah, yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu (Hamalik, 2002). Berdasarkan uraian di atas, hasil belajar adalah perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dengan menggunakan tes standar sebagai pengukur keberhasilan belajar seseorang. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika adalah hasil yang telah dicapai siswa sebagai tanda atau simbol keberhasilan dari usaha belajar (hasil aktivitas belajar) yang menghasilkan perubahan, pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai, dan dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes mata pelajaran matematika. b. Klasifikasi Hasil Belajar Bloom dalam Winkel (2012) mengklasifikasikan hasil belajar kedalam tiga ranah yakni ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotoris. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. 1) Pengetahuan (knowledge) Pengetahuan mencakup ingatan akan hal-hal yang pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan. Hal tersebut meliputi fakta, kaidah dan prinsip, serta metode yang diketahui. Pengetahuan yang disimpan dalam ingatan, digali pada saat dibutuhkan melalui bentuk ingatan mengingat atau mengenal kembali.

9 13 2) Pemahaman (comprehension) Pemahaman mencakup kemampuan untuk menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari. Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam menguraikan isi pokok dari suatu bacaan; mengubah data yang disajikan dalam bentuk tertentu ke bentuk lain, seperti rumus matematika ke dalam bentuk kata-kata. Kemampuan ini setingkat lebih tinggi daripada kemampuan pengetahuan. 3) Penerapan (application) Penerapan mencakup kemampuan untuk menerapkan suatu kaidah atau metode bekerja pada suatu kasus yang kongkret dan baru. Adanya kemampuan dinyatakan dalam aplikasi suatu rumus pada persoalan yang belum dihadapi atau aplikasi suatu metode kerja pada pemecahan problem baru. Kemampuan ini setingkat lebih tinggi daripada kemampuan pemahaman. 4) Analisis (analysis) Analisis mencakup kemampuan untuk merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian, sehingga struktur keseluruhan atau organisasinya dapat dipahami dengan baik. Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam penganalisaan bagian-bagian pokok atau komponen-komponen dasar, bersama dengan hubungan/ relasi antara semua bagian itu. Kemampuan ini setingkat lebih tinggi daripada kemampuan penerapan. 5) Sintesis (synthesis) Sintesis mencakup kemampuan untuk membentuk suatu kesatuan atau pola baru. Bagian-bagian dihubungkan satu sama lain, sehingga terciptakan suatu bentuk baru. Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam membuat suatu rencana. Kemampuan ini setingkat lebih tinggi daripada kemampuan analisis. 6) Evaluasi (evaluation) Evaluasi mencakup kemampuan untuk membentuk suatu pendapat mengenai sesuatu atau beberapa hal, bersama dengan pertanggungjawaban pendapat itu, yang berdasarkan kriteria tertentu. Kemampuan ini dinyatakan dalam memberikan penilaian

10 14 terhadap sesuatu. Kemampuan ini setingkat lebih tinggi daripada kemampuan sintesis. Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai yang terdiri dari lima aspek yaitu penerimaan, partisipasi, penentuan sikap, organisasi, dan pembentukan pola hidup. 1) Penerimaan (receiving) Penerimaan menunjuk pada kesediaan siswa untuk mengikuti stimulus tertentu. Penerimaan dari aspek pengajaran dapat dilihat dalam mempertahankan dan mengarahkan perhatian siswa. Hasil belajar untuk level ini bergerak dari kesadaran yang sederhana (bahwa sesuatu ada) sampai pada perhatian tertentu. Level ini adalah level yang paling rendah pada ranah afektif. 2) Partisipasi (responding) Partisipasi menunjukkan pada partisipasi aktif dari siswa. Level ini siswa tidak hanya hadir dan memperhatikan, tetapi juga memberikan reaksi. Hasil belajar pada level ini menekankan pada kesiapan dalam memberikan respon. Level yang lebih tinggi dari kategori ini ialah apa yang disebut dengan minat. 3) Penentuan sikap (valuing) Level ini berhubungan dengan nilai yang melekat pada siswa terhadap suatu objek, fenomena, atau tingkah laku. Level ini bergerak dari penerimaan yang paling rendah pada suatu nilai sampai kepada level komitmen yang lebih kompleks. Penilaian didasari pada internalisasi seperangkat nilai-nilai tertentu, tetapi tanda-tanda dari nilai itu terlihat pada perilaku siswa yang nyata. Hasil belajar untuk level ini berkenaan dengan perilaku yang konsisten dan stabil dalam membuat nilai, dapat diidentifikasi secara jelas. Kondisi dalam tujuan pembelajaran disebut dengan sikap dan penghargaan. 4) Organisasi (organization) Organisasi ialah menggabungkan beberapa nilai yang berbeda-beda, menyelesaikan konflik diantara nilai-nilai tersebut, serta membangun sistem nilai yang konsisten secara internal. Penekanannya berada pada membandingkan, menghubungkan, dan mensintesiskan nilai-nilai tersebut. Hasil belajar untuk level ini

11 15 berkenaan dengan konseptualisasi nilai atau pengorganisasian sistem nilai. Tujuan pembelajaran pada level ini dikenal dengan pengembangan filsafat hidup. 5) Pembentukan pola (characterization by a value or a value complex) Seseorang pada level ini sudah mempunyai sistem nilai yang mengendalikan perilakunya dalam waktu yang cukup lama sehingga membentuknya menjadi sebuah karakter gaya hidup, sehingga perilakunya bersifat perpasif, konsisten, dan dapat diprediksi. Hasil belajar pada level ini meliputi rentang aktivitas yang banyak, tetapi yang pokok dapat terlihat pada perilaku yang sudah menjadi tipikal atau karakternya. Ranah psikomotor berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris diantaranya adalah persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian pola gerakan, dan kreativitas. 1) Persepsi (perception) Level persepsi berkenaan dengan penggunaan organ indra untuk menangkap isyarat yang membimbing aktivitas gerak. Kategori ini bergerak dari stimulus sensori (kesadaran terhadap stimulus) melalui pemilihan isyarat hingga penerjemahan. 2) Kesiapan (set) Level kesiapan menunjukkan pada kesiapan untuk melakukan tindakan tertentu. Kategori ini meliputi perangkat mental, perangkat fisik, dam perangkat emosi. Persepsi terhadap isyarat menempati prasyarat yang penting untuk level ini. 3) Gerakan terbimbing (guided response) Level gerakan terbimbing merupakan tahapan awal dalam mempelajari keterampilan yang kompleks. Kategori ini meliputi peniruan dan trail and eror. Kelayakan kinerja oleh instruktur atau oleh seperangkat kriteria yang cocok. 4) Gerakan terbiasa (mechanical response) Level gerakan ini berkenaan dengan kinerja dimana respon siswa telah menjadi terbiasa dan gerakan-gerakan dilakukan dengan penuh keyakinan dan kecakapan. Hasil belajar level ini

12 16 berkenaan dengan keterampilan berbagai tipe kinerja, tetapi tingkat kompleksitas gerakannya lebih rendah dari level berikutnya. 5) Gerakan kompleks (complex response) Level gerakan kompleks merupakan gerakan yang sangat terampil dengan pola-pola gerakan yang sangat kompleks. Keahliannya terindikasi dengan gerakan yang cepat, lancar, akurat, dan menghabiskan energi yang minimum. Kategori ini meliputi kemantapan gerakan dan gerakan otomatik. 6) Gerakan pola penyesuaian (adjustment) Level gerakan ini berkenaan dengan keterampilan yang dikembangkan dengan baik sehingga seseorang dapat memodifikasi pola-pola gerakan untuk menyesuaikan tuntutan tertentu atau menyesuaikan situasi tertentu. 7) Kreativitas (creativity) Level terakhir ini menunjukkan pada penciptaan pola-pola gerakan baru untuk menyesuaikan situasi tertentu atau problem khusus. Hasil belajar untuk level ini menekankan kreativitas yang didasarkan pada keterampilan yang sangat hebat. c. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat dibedakan atas dua jenis yaitu faktor dari dalam diri siswa dan faktor dari luar diri siswa (Winkel, 2004). 1) Faktor dari dalam diri siswa yang terdiri dari: a) faktor psikis intelektual, yang meliputi taraf intelegensi, motivasi belajar, sikap, perasaan, minat, kondisi akibat keadaan sosio kultural atau ekonomis; b) faktor psikis non intelektual, yang meliputi perasaan seperti puas, gembira, simpati, takut, cemas, rasa benci, rasa takut, dan lain sebagainya; c) faktor fisik yang meliputi keadaan fisik. 2) Faktor dari luar siswa yang terdiri dari: a) faktor-faktor proses belajar di sekolah, yang meliputi kurikulum pengajaran, disiplin sekolah, teacher efectiveness, fasilitas belajar, dan pengelompokkan siswa;

13 17 b) faktor-faktor sosial di sekolah yang meliputi sistem sosial, status sosial, serta interaksi guru dan siswa; c) faktor situasional, yang meliputi keadaan politik, ekonomi, keadaan waktu dan tempat serta musim iklim. Memperhatikan faktor-faktor tersebut di atas, ternyata keberhasilan belajar siswa ditentukan oleh faktor-faktor yang ada pada diri siswa sendiri juga dipengaruhi oleh lingkungannya. Kedua faktor ini mempunyai peranan yang sangat besar dalam menentukan keberhasilan belajar siswa. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi hasil belajar dibedakan atas dua jenis yaitu faktor dari dalam diri siswa dan faktor dari luar diri siswa. Faktor dari dalam diri siswa, diantaranya adalah faktor fisik dan faktor psikis, faktor psikis diantaranya adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap, bakat, dan kecemasan. Faktor eksternal adalah semua faktor yang berasal dari luar diri siswa. B. Penelitian yang Relevan Penelitian ini relevan dengan beberapa penelitian diantaranya adalah penelitan yang dilakukan Phrativi Dian Puspita Anggraini (2012) yang berjudul Pengaruh Kecemasan Siswa dalam Menghadapi Tes terhadap Prestasi Belajar Matematika yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kecemasan siswa dalam menghadapi tes dan ada tidaknya pengaruh kecemasan siswa dalam menghadapi tes terhadap prestasi belajar matematika. Hasil penelitiannya adalah ada pengaruh yang signifikan kecemasan menghadapi tes terhadap prestasi belajar matematika, yang artinya adalah semakin nilai bertambah tinggi, semakin tinggi pula tingkat kecemasan siswa pada siswa kelas X semester 1 SMA Negeri 4 Tegal tahun pelajaran 2011/2012. Selanjutnya penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Erny Retno Agustiningsih (2010) yang berjudul Pengaruh Pemberian Motivasi Belajar dari Orang Tua, Minat Belajar dan Kecemasan Menghadapi Tes Matematika terhadap Prestasi Belajar Matematika yang salah satu tujuannya adalah untuk mengidentifikasi ada tidaknya pengaruh kecemasan menghadapi tes matematika terhadap prestasi belajar matematika. Hasilnya menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan kecemasan menghadapi tes matematika

14 18 terhadap prestasi belajar matematika siswa SMP Negeri 7 Surakarta kelas VIII semester I tahun ajaran 2009/ Penelitian yang dilakukan oleh Eliza Widyastuti (2007) pada siswa kelas X semester II SMA As-Salam Sukoharjo tahun 2005/ 2006 yang berjudul Pengaruh Kemampuan Awal, Motivasi Belajar, dan Kecemasan dalam Menghadapi Tes Matematika terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa, yang salah satu tujuannya adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh yang signifikan antara kecemasan menghadapi tes matematika terhadap prestasi belajar matematika. Hasilnya menunjukkan bahwa prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai kecemasan menghadapi tes matematika tinggi lebih buruk dibandingkan dengan siswa yang mempunyai kecemasan menghadapi tes matematika rendah. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Purnamasari (2012) dalam penelitiannya yang berjudul Hubungan Antara Tingkat Kecemasan ketika Menghadapi Ujian dengan Prestasi Belajar Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Haurgeulis-Indramayu, menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecemasan ketika menghadapi ujian dengan prestasi belajar siswa kelas VII SMP Negeri 1 Haurgeulis tahun ajaran 2010/2011. Hal tersebut senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Leonard dan Supardi (2010) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Konsep Diri, Sikap Siswa pada Matematika, dan Kecemasan Siswa terhadap Hasil Belajar Matematika menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh positif dan signifikan antara kecemasan siswa terhadap hasil belajar matematika. Hasil ini membuktikan kecemasan siswa tidak memberikan pengaruh bagi peningkatan hasil belajar matematika. Kirkland dalam Slameto (2003) membuat suatu kesimpulan mengenai hubungan antara tes, kecemasan, dan hasil belajar. Tingkat kecemasan yang sedang biasanya mendorong belajar, sedangkan tingkat kecemasan yang tinggi mengganggu belajar. Siswa-siswa dengan tingkat kecemasan yang rendah lebih merasa cemas dalam menghadapi tes dari pada siswa-siswa yang pandai. Bila siswa cukup mengenal jenis tes yang akan dihadapi, maka kecemasan akan berkurang. Siswa yang sangat cemas memberikan hasil yang lebih baik dari pada siswa yang kurang cemas pada tes-tes yang mengukur daya ingat. Sedangkan pada tes yang membutuhkan cara berfikir yang fleksibel, siswa yang

15 19 sangat cemas hasilnya lebih buruk. Kecemasan terhadap tes bertambah bila hasil tes dipakai untuk menentukan tingkat-tingkat siswa. Penelitian ini sedikit berbeda dengan penelitian yang sebelumnya yaitu variabel yang digunakan lebih spesifik dengan satu variabel bebas yaitu kecemasan siswa dalam menghadapi tes matematika. Selain itu, variabel terikatnya dilihat dari hasil belajar matematika. Subjek penelitiannya pun juga berbeda. Berdasarkan hasil penelitian-penelitian yang telah dipaparkan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kecemasan siswa dalam menghadapi tes matematika mempunyai hubungan yang signifikan dengan hasil belajar matematika. Dengan demikian hasil temuan-temuan tersebut semakin mendukung penelitian yang dilakukan dengan judul Hubungan antara tingkat kecemasan siswa dalam menghadapi tes matematika dengan hasil belajar matematika siswa kelas VII SMP Negeri 1 Tengaran. C. Kerangka Berfikir Kecemasan menghadapi tes matematika adalah keadaan atau kondisi emosional pada diri siswa yang ditandai dengan perasaan tegang dan khawatir, bahkan kadang-kadang lepas kendali dan sangat mengganggu pikiran yang dialami siswa pada saat menghadapi tes yang ditujukan untuk menilai hasil mata pelajaran matematika yang telah diberikan guru matematika kepada siswa untuk mengetahui seberapa jauh tujuan belajar matematika dapat dicapai. Kecemasan merupakan bagian faktor yang mempengaruhi hasil belajar dari segi psikologis. Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dengan menggunakan tes standar sebagai pengukur keberhasilan belajar seseorang. Berdasarkan beberapa teori mengenai kecemasan dan hasil belajar maka terdapat suatu gagasan atau pendapat. Gagasan tersebut bila disajikan akan tampak seperti bagan berikut:

16 20 Kecemasan siswa dalam menghadapi tes Hasil belajar matematika matematika Gambar 2 Bagan Kerangka Berfikir D. Hipotesis Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara (Arikunto, 2002). Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara tingkat kecemasan siswa dalam menghadapi tes matematika dengan hasil belajar matematika siswa kelas VII SMP Negeri 1 Tengaran.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ANSIETAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ANSIETAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ANSIETAS I. PENGKAJIAN PASIEN ANSIETAS 1. DEFINISI Ansietas adalah suatu perasaan tidak santai yang samar-samar karena ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai suatu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif korelasional, jenis ini bertujuan untuk melihat apakah antara dua variabel atau lebih memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Kecemasan 1. Pengertian Kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak merniliki objek yang spesifik. Kecemasan adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kecemasan a. Pengertian Kecemasan Ada beberapa pengertian tentang kecemasan, diantaranya disampaikan oleh Kaplan dan Saddok (1997) kecemasan merupakan suatu

Lebih terperinci

KECEMASAN (ANSIETAS) Niken Andalasari

KECEMASAN (ANSIETAS) Niken Andalasari KECEMASAN (ANSIETAS) Niken Andalasari 1. Definisi Kecemasan mengandung arti sesuatu yang tidak jelas dan berhubungan dengna perasaan yang tidak menentu dan tidak berdaya (stuart & sundeeen,1995). Kecemasan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIK. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. a. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah

BAB II KAJIAN TEORETIK. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. a. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah BAB II 6 KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis a. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah Menurut Gibson (1996) Kemampuan (ability) adalah kapasitas individu untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kecemasan sangat berkaitan dengan tidak pasti dan tidak berdaya,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kecemasan sangat berkaitan dengan tidak pasti dan tidak berdaya, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan 1. Pengertian Kecemasan Kecemasan sangat berkaitan dengan tidak pasti dan tidak berdaya, keadaan emosi ini tidak memiliki obyek yang spesifik. Kecemasan berbeda dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Skripsi 1. Pengertian Skripsi merupakan karya ilmiah yang dibuat oleh mahasiswa setingkat strata satu (S1) dalam rangka persyaratan untuk menyelesaikan tugas akhir atau program

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Kecemasan 1. Pengertian Kecemasan merupakan pengalaman manusia yang universal, suatu respon emosional yang tidak baik dan penuh kekhawatiran. Suatu rasa yang tidak terekspresikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kompetensi Bidan. melaksanakan tugas dan peran dengan mengintegrasikan pengetahuan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kompetensi Bidan. melaksanakan tugas dan peran dengan mengintegrasikan pengetahuan, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kompetensi Bidan 1. Pengertian Kompetensi Bidan Kompetensi merupakan kemampuan individu untuk melaksanakan tugas dan peran dengan mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan,

Lebih terperinci

Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin. angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik.

Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin. angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik. Pengertian Kecemasan Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik. Menurut Freud (dalam Alwisol, 2005:28) mengatakan

Lebih terperinci

LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN TES Untuk dapat memperoleh alat penilaian (tes) yang memenuhi persyaratan, setiap penyusun tes hendaknya dapat mengikuti

LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN TES Untuk dapat memperoleh alat penilaian (tes) yang memenuhi persyaratan, setiap penyusun tes hendaknya dapat mengikuti LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN TES Untuk dapat memperoleh alat penilaian (tes) yang memenuhi persyaratan, setiap penyusun tes hendaknya dapat mengikuti langkah-langkah penyusunan tes. Sax (1980), mengidentifikasi

Lebih terperinci

dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.

dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tingkat Kecemasan Remaja yang Menjalani Perawatan (Hospitalisasi) Remaja 1. Kecemasan Kecemasan merupakan suatu sinyal yang menyadarkan dan mengingatkan adanya bahaya yang mengancam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG MASALAH Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam pendidikan. Perguruan Tinggi diadakan dengan tujuan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi

Lebih terperinci

Meminimalisasi Kecemasan (Anxiety) Dengan Menumbuhkan Self Awareness Siswa Dalam Pembelajaran Matematika

Meminimalisasi Kecemasan (Anxiety) Dengan Menumbuhkan Self Awareness Siswa Dalam Pembelajaran Matematika Meminimalisasi Kecemasan (Anxiety) Dengan Menumbuhkan Self Awareness Siswa Dalam Pembelajaran Matematika Selvi Rajuati Tandiseru 1 selvitandiseru@yahoo.co.id Pendahuluan Dalam proses pembelajaran matematika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. atau ancaman atau fenomena yang sangat tidak menyenangkan serta ada

BAB II TINJAUAN TEORITIS. atau ancaman atau fenomena yang sangat tidak menyenangkan serta ada BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Kecemasan 1. Defenisi Kecemasan adalah keadaan yang menggambarkan suatu pengalaman subyektif mengenai ketegangan mental kesukaran dan tekanan yang menyertai suatu konflik atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ansietas 1. Pengertian Ansietas atau kecemasan adalah respons emosi tanpa objek yang spesifik yang secara subjektif dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal (Suliswati,

Lebih terperinci

PENGARUH BIMBINGAN BELAJAR TERHADAP KECEMASAN SISWA DALAM MENGHADAPI UJIAN NASIONAL. Skripsi

PENGARUH BIMBINGAN BELAJAR TERHADAP KECEMASAN SISWA DALAM MENGHADAPI UJIAN NASIONAL. Skripsi PENGARUH BIMBINGAN BELAJAR TERHADAP KECEMASAN SISWA DALAM MENGHADAPI UJIAN NASIONAL Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan oleh : Amila Millatina

Lebih terperinci

EMOSI DAN SUASANA HATI

EMOSI DAN SUASANA HATI EMOSI DAN SUASANA HATI P E R I L A K U O R G A N I S A S I B A H A N 4 M.Kurniawan.DP AFEK, EMOSI DAN SUASANA HATI Afek adalah sebuah istilah yang mencakup beragam perasaan yang dialami seseorang. Emosi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR 6 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Belajar Belajar merupakan suatu proses aktif dalam memperoleh pengalaman atau pengetahuan baru sehingga menyebabkan perubahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab II ini peneliti akan menjelaskan mengenai teori-teori yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab II ini peneliti akan menjelaskan mengenai teori-teori yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab II ini peneliti akan menjelaskan mengenai teori-teori yang mendukung dan terkait dengan topik yang akan di ambil. Bab II ini akan menjelaskan tentang landasan teori, kerangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat tertentu, dan dengan tingkat yang berbeda-beda. Kecemasan merupakan salah satu bentuk emosi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kembali kehidupan, masa pensiun dan penyesuaian diri dengan peran-peran sosial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kembali kehidupan, masa pensiun dan penyesuaian diri dengan peran-peran sosial BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Lanjut Usia Menurut Santrock (2006) masa lanjut usia (lansia) merupakan periode perkembangan yang bermula pada usia 60 tahun yang berakhir dengan kematian. Masa ini adalah

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORETIS. menghadapi dan menyesuaikan kedalam situasi yang baru dengan cepat dan

II. KERANGKA TEORETIS. menghadapi dan menyesuaikan kedalam situasi yang baru dengan cepat dan II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Intelegensi Intelegensi adalah kecakapan yang terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan kedalam situasi yang baru dengan cepat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan 1. Pengertian Kecemasan Cemas merupakan suatu reaksi emosional yang timbul oleh penyebab yang tidak pasti dan tidak spesifik yang dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Pengertian Self Efficacy Self efficacy berasal dari teori Bandura (1997) yaitu teori kognisi belajar sosial. Teori kognisi belajar sosial mengacu pada kemampuan

Lebih terperinci

SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana S1 Psikologi

SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana S1 Psikologi HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TERHADAP PEMBERIAN PUNISHMENT OLEH GURU DENGAN KECEMASAN DI DALAM KELAS PADA SISWA KELAS VII SEKOLAH LANJUTAN TINGKAT PERTAMA (SLTPN) 1 DAWE KUDUS SKRIPSI Diajukan Kepada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Kecemasan a. Pengertian Kecemasan Kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. Pada bab ini akan diuraikan teori tentang kecemasan, GGT, HD dan

BAB II TINJAUAN TEORI. Pada bab ini akan diuraikan teori tentang kecemasan, GGT, HD dan BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep dan Teori Terkait Pada bab ini akan diuraikan teori tentang kecemasan, GGT, HD dan faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kecemasan pasien GGT yang sedang menjalani

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 KecemasanPada Mahasiswa Dalam Menyusun Proposal Skripsi 2.1.1 Pengertian kecemasanmahasiswa dalam menyusun proposal Skripsi Skripsi adalah tugas di akhir perkuliahan yang harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa awal adalah masa dimana seseorang memperoleh pasangan hidup, terutama bagi seorang perempuan. Hal ini sesuai dengan teori Hurlock (2002) bahwa tugas masa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hospitalisasi 1. Pengertian Hospitalisasi merupakan suatu proses karena alasan berencana atau darurat yang mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit untuk menjalani terapi

Lebih terperinci

1. Bab II Landasan Teori

1. Bab II Landasan Teori 1. Bab II Landasan Teori 1.1. Teori Terkait 1.1.1. Definisi kecemasan Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. lingkungan. Lingkungan menyediakan rangsangan (stimulus) terhadap individu

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. lingkungan. Lingkungan menyediakan rangsangan (stimulus) terhadap individu BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Hakekat Belajar Belajar pada hakekatnya adalah suatu interaksi antara individu dengan lingkungan. Lingkungan menyediakan rangsangan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS 12 BAB II LANDASAN TEORITIS A. Kecemasan 1. Pengertian Kecemasan Suatu keadaan yang mengancam keberadaan kehidupan seseorang, akan menimbulkan suatu perasaan yang tidak menyenangkan pada diri orang tersebut.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan 1. Definisi Kecemasan Kecemasan atau anxietas adalah status perasaan tidak menyenangkan yang terdiri atas respon-respon patofisiologis terhadap antisipasi bahaya yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan 1. Definisi cemas Cemas atau ansietas antara lain adalah reaksi emosional yang ditimbulkan oleh penyebab yang tidak pasti atau spesifik yang dapat menimbulkan perasaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar pelitian. Berikut adalah beberapa teori yang terkait sesuai dengan penelitian ini. 2.1 Anxiety (Kecemasan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecemasan adalah perasaan ketakutan yang menyeluruh, tidak menyenangkan, bersifat samar-samar, seringkali disertai gejala otonomik seperti nyeri kepala, jantung berdebar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam dirinya maupun lingkungan luarnya. Manusia yang mempunyai ego yang sehat dapat membedakan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecemasan merupakan suatu keadaan tegang dimana kita termotivasi untuk melakukan sesuatu dan memperingatkan individu bahwa adanya ancaman yang membahayakan individu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KECEMASAN 1. Pengertian kecemasan Kecemasan adalah keadaan dimana seseorang mengalami perasaan gelisah atau cemas dan aktivitas sistem saraf outonom dalam berespon terhadap ancaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai macam perubahan yaitu perubahan biologis, kognitif, sosial dan emosional.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini dijelaskan, Landasan teori mengenai konsep mahasiswa,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini dijelaskan, Landasan teori mengenai konsep mahasiswa, BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini dijelaskan, Landasan teori mengenai konsep mahasiswa, Kecemasan, spiritualitas dan mekanisme koping juga kerangka konsep yang memberikan alur pikir hubungan antar

Lebih terperinci

2. Variabel terikat (dependent variable), yaitu koping orang tua yang. anaknya dirawat di RSUD kota Semarang

2. Variabel terikat (dependent variable), yaitu koping orang tua yang. anaknya dirawat di RSUD kota Semarang 24 2. Variabel terikat (dependent variable), yaitu koping orang tua yang anaknya dirawat di RSUD kota Semarang G. Hipotesis Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : Ada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Teori 1. Kecemasan Situasi yang mengancam atau yang dapat menimbulkan stres dapat menimbulkan kecemasan pada diri individu. Atkinson, dkk (1999, p.212) menjelaskan kecemasan merupakan

Lebih terperinci

PROSES TERJADINYA MASALAH

PROSES TERJADINYA MASALAH PROSES TERJADINYA MASALAH ` PREDISPOSISI PRESIPITASI BIOLOGIS GABA pada sistem limbik: Neurotransmiter inhibitor Norepineprin pada locus cereleus Serotonin PERILAKU Frustasi yang disebabkan karena kegagalan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional 2.1.1 Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian Kecemasan adalah perasaan campuran berisikan ketakutan dan keprihatinan mengenai masa-masa mendatang

Lebih terperinci

KECEMASAN MENGHADAPI MASA PERSALINAN DITINJAU DARI KEIKUTSERTAAN IBU DALAM SENAM HAMIL. Madah Larasati. RR. Retno Kumolohadi INTISARI

KECEMASAN MENGHADAPI MASA PERSALINAN DITINJAU DARI KEIKUTSERTAAN IBU DALAM SENAM HAMIL. Madah Larasati. RR. Retno Kumolohadi INTISARI 1 KECEMASAN MENGHADAPI MASA PERSALINAN DITINJAU DARI KEIKUTSERTAAN IBU DALAM SENAM HAMIL Madah Larasati RR. Retno Kumolohadi INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada perbedaan kecemasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilakunya karena hasil dari pengalaman.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilakunya karena hasil dari pengalaman. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Belajar Banyak ahli pendidikan yang mengungkapkan pengertian belajar menurut sudut pandang mereka masing-masing. Berikut ini kutipan pendapat beberapa ahli pendidikan tentang

Lebih terperinci

ANALISIS KECEMASAN MAHASISWA PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FKIP UNLAM BANJARMASIN DALAM MENGHADAPI UJIAN AKHIR SEMESTER.

ANALISIS KECEMASAN MAHASISWA PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FKIP UNLAM BANJARMASIN DALAM MENGHADAPI UJIAN AKHIR SEMESTER. Al Ulum Vol.60 No.2 April 2014 halaman 4-9 4 ANALISIS KECEMASAN MAHASISWA PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FKIP UNLAM BANJARMASIN DALAM MENGHADAPI UJIAN AKHIR SEMESTER Ali Rachman* ABSTRAK Kecemasan

Lebih terperinci

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 2 Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1. Kecemasan 2.1.1. Definisi Menurut Kaplan, Sadock, dan Grebb (Fausiah&Widury, 2007), kecemasan adalah respons terhadap situasi tertentu yang mengancam, dan merupakan hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAN. Kecemasan adalah sinyal akan datangnya bahaya (Schultz & Schultz, 1994).

BAB I PENDAHULAN. Kecemasan adalah sinyal akan datangnya bahaya (Schultz & Schultz, 1994). BAB I PENDAHULAN 1.1 Latar Belakang Kecemasan adalah sinyal akan datangnya bahaya (Schultz & Schultz, 1994). Seseorang mengalami kecemasan ketika mereka menjadi waspada terhadap keberadaan atau adanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Setiap diri cenderung memiliki emosi yang berubah-ubah. Rasa cemas merupakan salah

I. PENDAHULUAN. Setiap diri cenderung memiliki emosi yang berubah-ubah. Rasa cemas merupakan salah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Setiap diri cenderung memiliki emosi yang berubah-ubah. Rasa cemas merupakan salah satunya, rasa ini timbul akibat perasaan terancam terhadap

Lebih terperinci

kepentingan, pengalaman masa lalu dan harapan (Robbins, 2002).

kepentingan, pengalaman masa lalu dan harapan (Robbins, 2002). BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Persepsi 1.1 Pengertian Persepsi Persepsi adalah proses dimana individu mengatur dan mengintepretasikan kesan- kesan sensori mereka guna memberikan arti bagi lingkungan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kecemasan 2.1.1 Pengertian kecemasan Kecemasan adalah perasaan campuran berisikan ketakutan dan keprihatinan mengenai masa-masa mendatang tanpa sebab khusus untuk ketakutan-ketakutan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kerangka Teoretis. 1. Hasil Belajar. a. Pengertian Hasil Belajar

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kerangka Teoretis. 1. Hasil Belajar. a. Pengertian Hasil Belajar BAB II KAJIAN TEORI A. Kerangka Teoretis 1. Hasil Belajar a. Pengertian Hasil Belajar Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS. 2.1 Hakekat Kemampuan Siswa Mengubah Pecahan Biasa Menjadi Pecahan Desimal Pengertian Pecahan Biasa dan Pecahan Desimal

BAB II KAJIAN TEORETIS. 2.1 Hakekat Kemampuan Siswa Mengubah Pecahan Biasa Menjadi Pecahan Desimal Pengertian Pecahan Biasa dan Pecahan Desimal 5 BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1 Hakekat Kemampuan Siswa Mengubah Pecahan Biasa Menjadi Pecahan Desimal 2.1.1 Pengertian Pecahan Biasa dan Pecahan Desimal Kata pecahan berasal dari bahasa latin fractus (pecah).

Lebih terperinci

BAB II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN dan HIPOTESIS

BAB II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN dan HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN dan HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Definisi Kecemasan Kecemasan (anxiety) adalah variabel penting dari hampir semua teori kepribadian.kecemasan sebagai dampak

Lebih terperinci

mendalam (insight) (Suparyo, 2010) : (1) Identifikasi, anak mengidentifikasi

mendalam (insight) (Suparyo, 2010) : (1) Identifikasi, anak mengidentifikasi BAB II TINJAUAN TEORI 1. Biblioterapi 1.1 Defenisi Biblioterapi merupakan tehnik komunikasi yang kreatif dengan anak. Biblioterapi juga diartikan menggunakan buku dalam proses terapeutik dan suportif.

Lebih terperinci

Pedagogik Jurnal Pendidikan, Oktober 2013, Volume 8 Nomor 2, ( )

Pedagogik Jurnal Pendidikan, Oktober 2013, Volume 8 Nomor 2, ( ) PELAKSANAAN PENGUKURAN RANAH KOGNITIF, AFEKTIF, DAN PSIKOMOTOR PADA MATA PELAJARAN IPS KELAS III SD MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA Oleh : Iin Nurbudiyani * Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan

Lebih terperinci

PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak

PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR Laelasari 1 1. Dosen FKIP Unswagati Cirebon Abstrak Pendidikan merupakan kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. mengetahui deskripsi data tentang kecemasan, maka peneliti

BAB IV HASIL PENELITIAN. mengetahui deskripsi data tentang kecemasan, maka peneliti BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi 1. Deskripsi Data Deskripsi data merupakan penjabaran dari data yang diteliti dan untuk menjawab rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini. Untuk mengetahui

Lebih terperinci

PENILAIAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI. Sukanti. Abstrak

PENILAIAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI. Sukanti. Abstrak PENILAIAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI Sukanti Abstrak Terdapat empat karakteristik afektif yang penting dalam pembelajaran yaitu: (1) minat, 2) sikap, 3) konsep diri, dan 4) nilai. Penilaian afektif

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS. Pembahasan pada Bab II ini terdiri dari tinjauan pustaka, hasil penelitian yang

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS. Pembahasan pada Bab II ini terdiri dari tinjauan pustaka, hasil penelitian yang II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS Pembahasan pada Bab II ini terdiri dari tinjauan pustaka, hasil penelitian yang relevan, kerangka pikir, dan hipotesis penelitian. Sebelum membuat analisis

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN AFEKTIF

PERKEMBANGAN AFEKTIF PERKEMBANGAN AFEKTIF PTIK PENGERTIAN AFEKTIF Afektif menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah berkenaan dengan rasa takut atau cinta, mempengaruhi keadaan, perasaan dan emosi, mempunyai gaya atau makna yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian pustaka 2.1.1 Kehamilan 2.1.1.1 Definisi Kehamilan adalah suatu keadaan mengandung embrio atau fetus di dalam tubuh, setelah bertemunya sel telur

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan klien. Tehnik

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan klien. Tehnik BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Terapeutik 2.1.1 Pengertian Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan klien. Tehnik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah menentukan model atau metode mengajar tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam sistem pembelajaran. Ketiga dimensi tersebut saling berkaitan satu

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam sistem pembelajaran. Ketiga dimensi tersebut saling berkaitan satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum, proses pembelajaran, dan evaluasi merupakan tiga dimensi penting dalam sistem pembelajaran. Ketiga dimensi tersebut saling berkaitan satu sama lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Saat ini pendidikan adalah penting bagi semua orang baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Saat ini pendidikan adalah penting bagi semua orang baik bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya merupakan makhluk hidup yang harus terus berjuang agar dapat mempertahankan hidupnya. Manusia dituntut untuk dapat mengembangkan dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan model utama untuk meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan model utama untuk meningkatkan kualitas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan model utama untuk meningkatkan kualitas bangsa, karena dengan pendidikan dapat meningkatkan Sumber Daya Manusia yang berkualitas. Peran

Lebih terperinci

DESKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL BELAJAR OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT PADA SISWA DI SDN 3 TAPA KECAMATAN TAPA KABUPATEN BONE BOLANGO

DESKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL BELAJAR OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT PADA SISWA DI SDN 3 TAPA KECAMATAN TAPA KABUPATEN BONE BOLANGO DESKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL BELAJAR OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT PADA SISWA DI SDN 3 TAPA KECAMATAN TAPA KABUPATEN BONE BOLANGO Oleh DELI MA RUF NIM : 151 409 192 (Mahasiswa Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kecemasan dapat dialami oleh para siswa, terutama jika dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kecemasan dapat dialami oleh para siswa, terutama jika dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecemasan dapat dialami oleh para siswa, terutama jika dalam suatu sekolah terjadi proses belajar mengajar yang kurang menyenangkan. Salah satu bentuk kecemasan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605).

BAB II KAJIAN TEORI. tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605). BAB II KAJIAN TEORI A. Teori Kontrol Diri 1. Pengertian Kontrol Diri Kontrol diri adalah kemampuan untuk menekan atau untuk mencegah tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605).

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Motivasi Belajar a. Pengertian Motivasi Belajar Motivasi merupakan pendorong bagi perbuatan siswa. Menyangkut soal mengapa siswa berbuat demikian dan apa tujuannya

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KECEMASAN DALAM MENYUSUN PROPOSAL SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KECEMASAN DALAM MENYUSUN PROPOSAL SKRIPSI Hubungan Antara Kepercayaan Diri dengan Kecemasan dalam Menyusun Proposal Skripsi (Pindho Hary Kristanto, dkk.) HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KECEMASAN DALAM MENYUSUN PROPOSAL SKRIPSI Pindho

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan rakyatnya rendah dan tidak berkualitas. Sebaliknya, suatu negara dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan rakyatnya rendah dan tidak berkualitas. Sebaliknya, suatu negara dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peran yang penting bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia. Suatu bangsa akan tertinggal dari bangsa lain apabila pendidikan rakyatnya

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. orang lain maupun lingkungan (Townsend, 1998). orang lain, dan lingkungan (Stuart dan Sundeen, 1998).

BAB II KONSEP DASAR. orang lain maupun lingkungan (Townsend, 1998). orang lain, dan lingkungan (Stuart dan Sundeen, 1998). BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihadapinya, baik masalah pribadi maupun masalah yang ada di sekitar lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. dihadapinya, baik masalah pribadi maupun masalah yang ada di sekitar lingkungan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era Modern ini permasalahan dan problem hidup yang dihadapi individu semakin kompleks. Setiap kehidupan manusia tidak luput dari berbagai masalah yang dihadapinya,

Lebih terperinci

Gangguan Ansietas, Fobia, dan Obsesif kompulsif

Gangguan Ansietas, Fobia, dan Obsesif kompulsif Gangguan Ansietas, Fobia, dan Obsesif kompulsif Ns Wahyu Ekowati MKep., Sp J Materi Kuliah Keperawatan Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) www.unsoed.ac.id 1 Tujuan pembelajaran Menyebutkan kembali

Lebih terperinci

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang paling penting pada seseorang. Kepercayaan diri merupakan atribut yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KOMPETENSI DASAR MATA PELAJARAN IPS SD/MI KURIKULUM 2013 DILIHAT DARI TAKSONOMI BLOOM

BAB IV ANALISIS KOMPETENSI DASAR MATA PELAJARAN IPS SD/MI KURIKULUM 2013 DILIHAT DARI TAKSONOMI BLOOM BAB IV ANALISIS KOMPETENSI DASAR MATA PELAJARAN IPS SD/MI KURIKULUM 2013 DILIHAT DARI TAKSONOMI BLOOM A. Analisis Kurikulum 2013 Mata Pelajaran IPS SD/MI Pembicaraan kurikulum tidak bisa terlepas dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan data numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistika. Pada

BAB III METODE PENELITIAN. dengan data numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistika. Pada BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini termasuk jenis penelitian kuantitatif yang analisisnya dengan data numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistika. Pada dasarnya,

Lebih terperinci

Bagian 2. EVALUASI : Prinsip, Karakteristik Kualitas, Taksonomi Hasil Belajar, Ragam Bentuk dan Prosedur.

Bagian 2. EVALUASI : Prinsip, Karakteristik Kualitas, Taksonomi Hasil Belajar, Ragam Bentuk dan Prosedur. Bagian 2 EVALUASI : Prinsip, Karakteristik Kualitas, Taksonomi Hasil Belajar, Ragam Bentuk dan Prosedur. Prinsip-Prinsip Dasar Tes Hasil Belajar 1. Mengukur Hasil Belajar. 2. Mengukur sample yang representatif

Lebih terperinci

Anterior Jurnal, Volume 13 Nomor 1, Desember 2013, Hal dari rencana pendidikan. Namun perlu dicatat

Anterior Jurnal, Volume 13 Nomor 1, Desember 2013, Hal dari rencana pendidikan. Namun perlu dicatat Anterior Jurnal, Volume 13 Nomor 1, Desember 2013, Hal 88 93 dari rencana pendidikan. Namun perlu dicatat PELAKSANAAN PENGUKURAN RANAH KOGNITIF, bahwa AFEKTIF, tidak DAN semua PSIKOMOTOR bentuk evaluasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Prestasi Belajar Pengertian prestasi belajar menurut Slameto (2003: 10) yaitu sebagai suatu perubahan yang dicapai seseorang setelah mengikuti proses belajar. Perubahan ini meliputi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tepat untuk diterapkan guna mencapai apa yang diharapkan yaitu menciptakan manusia

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tepat untuk diterapkan guna mencapai apa yang diharapkan yaitu menciptakan manusia BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu startegi pembelajaran yang paling tepat untuk diterapkan guna mencapai apa yang diharapkan yaitu menciptakan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tujuan pendidikan banyak bergantung pada proses belajar yang dialami siswa

BAB I PENDAHULUAN. tujuan pendidikan banyak bergantung pada proses belajar yang dialami siswa 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Seluruh proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok, ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Pembelajaran IPA a. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan haanya penguasaan kumpulan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian di RSJ dr. Amino Gondohutomo Semarang, ditampilkan pada tabel dibawah ini: 1. Karakteristik Responden a. Umur Tabel 4.1 Distribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia akan mengalami perkembangan sepanjang hidupnya, mulai dari masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, dewasa menengah,

Lebih terperinci

Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. IX. No. 1 Tahun 2011, Hlm PENILAIAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI. Oleh Sukanti 1.

Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. IX. No. 1 Tahun 2011, Hlm PENILAIAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI. Oleh Sukanti 1. Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. IX. No. 1 Tahun 2011, Hlm. 74-82 PENILAIAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI Oleh Sukanti 1 Abstrak Terdapat empat karakteristik afektif yang penting dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada masa kini di seluruh dunia telah timbul pemikiran baru terhadap status pendidikan. Pendidikan diterima dan dihayati sebagai kekayaan yang sangat berharga

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kepercayaan Diri 2.1.1 Pengertian Kepercayaan Diri Percaya diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Orang yang percaya diri yakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pembawan diri yang tepat. Kemampuan mahasiswa berbicara di depan umum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pembawan diri yang tepat. Kemampuan mahasiswa berbicara di depan umum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa fakultas psikologi di tuntut untuk memiliki kemampuan berbicara di depan umum, selain mengungkapkan pikirannya secara tertulis. Kemampuan mengungkapkan

Lebih terperinci

STRATEGI PENGUBAHAN POLA PIKIR UNTUK MENGURANGI KECEMASAN SISWA DALAM MENGEMUKAKAN PENDAPAT

STRATEGI PENGUBAHAN POLA PIKIR UNTUK MENGURANGI KECEMASAN SISWA DALAM MENGEMUKAKAN PENDAPAT STRATEGI PENGUBAHAN POLA PIKIR UNTUK MENGURANGI KECEMASAN SISWA DALAM MENGEMUKAKAN PENDAPAT Yuni Nur Faridah 1 dan Retno Tri Hariastuti 2 Penelitian ini bertujuan untuk menguji keefektifan penggunaan strategi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. antar bangsa yang semakin nyata serta agenda pembangunan menuntut sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. antar bangsa yang semakin nyata serta agenda pembangunan menuntut sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan bagian yang penting untuk pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas. Setiap negara sangat membutuhkan sumber daya manusia berkualitas, siap

Lebih terperinci