BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Seseorang dituntut untuk selalu bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Seseorang dituntut untuk selalu bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seseorang dituntut untuk selalu bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, kadang seseorang melupakan kesehatan dan kebugaran tubuh jika sudah melakukan pekerjaan. Melakukan pekerjaan yang melebihi kemampuan tubuh akan berdampak secara langsung atau tidak langsung bagi kebugaran dan kondisi tubuh yang sehat. Kerja fisik yang dilakukan secara berlebihan bisa membuat kelelahan pada tubuh, sering kali melebihi dari kemampuan atau berlebihan sehingga akan berpengaruh terhadap kesehatan jasmani dan fisik seseorang. Kemampuan seseorang untuk dapat melakukan kegiatan fisik dengan baik tergantung terhadap kondisi kebugaran fisik seseorang. Upaya untuk bisa menjaga kebugaran tubuh adalah dengan berolahraga. Olahraga adalah serangkaian gerak yang teratur dan terencana untuk memelihara gerak dan meningkatkan kemampuan gerak. Olahraga bertujuan untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan jasmani, rohani dan sosial (Watson,1999). Olahraga bisa dilakukan setiap hari dengan teratur dan atau dengan kegiatan olahraga yang terjadwal. Berkembangnya pusat kebugaran seperti gym, lapangan futsal, basket dan sebagainya, merupakan sarana olahraga bagi remaja yang selalu menarik antusiasme untuk rajin berolahraga. Beberapa di antara mereka bahkan tidak mengetahui manfaat dari olahraga yang mereka lakukan, namun mereka 1

2 2 rajin melakukannya hanya karena hobi dan ingin menghabiskan waktu bersama teman-teman mereka dengan berolahraga (Haryanto, 2010). Remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak dengan masa dewasa dengan rentang usia antara tahun, dimana pada masa tersebut terjadi proses pematangan baik itu pematangan fisik, batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun. Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu tahun (masa remaja awal), tahun (masa remaja pertengahan), dan tahun (masa remaja akhir). Tetapi Monks, Knoers, dan Haditono membedakan masa remaja menjadi empat bagian, yaitu masa pra-remaja tahun, masa remaja awal tahun, masa remaja pertengahan tahun, dan masa remaja akhir tahun (Haryanto, 2010). Cedera hamstring dapat terjadi pada siapapun dengan tingkat cedera yang berbeda. Pada atlit kondisi cedera kadang bisa lebih komplek kasusnya bisa terjadi spasme, nyeri sampai pada robekan otot yang mengganggu aktifitas latihan seorang atlit dan pada remaja bisa disebabkan karena tulang dan otot tidak tumbuh pada tingkat yang sama. Cedera pada otot hamstring dapat menyebabkan terjadinya kerusakan otot paha, cedera yang terjadi dapat diakibatkan karena melakukan aktifitas berlari dan gerakan berhenti dengan tiba tiba. Gejala yang dapat dirasakan ketika otot hamstring terkena cedera seperti nyeri pada belakang paha, otot terasa sobek, bengkak dan terasa lunak dalam beberapa jam, otot melemah atau kaki tidak bisa mengangkat beban (Anonim, 2012).

3 3 Cedera hamstring dapat terjadi ringan ( tertariknya otot hamstring dan otot hanya kehilangan sedikit tarikan), cedera sedang ditandai dengan robeknya satu atau dua otot hamstring menimbulkan nyeri dan hilang sebagian kekuatan otot, cedera yang menyebabkan otot hamstring mengalami robekan yang dapat menimbulkan otot kehilangan seluruh kekuatan ototnya. (Anonim, 2012). Muscle soreness dapat menyebabkan rasa tidak nyaman atau nyeri yang kadang kita tidak mengetahui penyebab nyeri tersebut dapat timbul. Dari beberapa teori yang sudah dikemukakan penyebab terjadinya muscle soreness disebabkan oleh microtrauma yang terjadi pada serabut kecil muscle fiber. Muscle soreness dapat terjadi pada fase akut dimana pada fase akut ini terjadi muscle soreness yang berlangsung selama ataupun setelah melakukan aktifitas fisik yang berat dalam jangka waktu yang cepat yang disebut acute muscle soreness, kemudian muscle soreness yang dapat terjadi dan dirasakan setelah 24 jam sampai 72 jam setelah melakukan aktifitas fisik yang disebut dengan Delayed Onset Muscle Soreness (Anonim, 2012). Delayed Onset Muscle Soreness (DOMS) selalu dikaitkan dengan keadaan yang tidak biasa, kerja otot yang berlebihan dan kontraksi eksentrik dapat memicu terjadinya DOMS. Kontraksi otot eksentrik dapat dilihat dari adanya perpanjangan otot selama otot berkontraksi. Mekanisme terjadinya DOMS dapat dikaitkan dengan adanya stimulasi nyeri yang disebabkan dengan adanya pembentukan asam laktat, kekakuan otot, kerusakan jaringan ikat, kerusakan otot, peradangan,

4 4 dll. Gejala yang bisa muncul dalam jam setelah latihan dan bisa menghilang setelah 5 7 hari ( Cheung et al., 2003). Muscle soreness terjadi ketika muscle fiber mengalami robekan, dan otot beradaptasi untuk menjaga kekuatannya. Muscle strain terjadi karena akibat karena overtraining yang tejadi pada sebagian besar muscle fiber yang berpengaruh terhadap derajat gerak dan tendon. Beberapa penelitian melakukan kombinasi beberapa tekhnik untuk dapat memberikan penanganan pada DOMS seperti warm up, stretching dan massage, warm underwater water jet massage dan ice massage. Tetapi beberapa juga hanya menggunakan satu tekhnik dalam menangani DOMS, seperti massage dan stretching, massage dan electric stimulation, pre exercise warm up dengan stretching dan post exercise dengan massage. Rasa nyeri dan kerusakan pada otot dapat terjadi karena melakukan latihan yang bersifat kontinyu atau terus menerus (Connoly et al., 2003). Tingkat kerusakan dan nyeri dapat disebabkan beberapa faktor misalnya pada tingkat profesional dapat disebabkan karena dosis latihan dan intensitas dari latihan yang diberikan. Bila pada seseorang yang bukan atlet kerusakan dapat disebabkan karena aktifitas otot melebihi dari kemampuan dlm melakukan aktifitas dan gerakan yang salah. Dan faktor yang lain adalah stiffness, kecepatan kontraksi, lelah otot, dan sudut pada saat akan melakukan gerakan. Dengan memperhatikan teori dan ilmu dasar pada mekanisme injury, penanganan untuk DOMS akan bisa meminimalkan kerusakan pada jaringan dan menghindarkan dari latihan otot yang berlebihan. Delayed Onset Muscle Soreness (DOMS) dapat

5 5 diklasifikasikan sebagai cedera pada otot tipe I dan dapat diketahui dengan adanya nyeri tekan dan spasme pada saat dilakukan palpasi dan gerakan. Nyeri tekan dapat terlokalisasi pada bagian distal otot dan dapat bertambah nyeri dalam waktu jam setelah melakukan latihan. Rasa nyeri tersebut dapat menggambarkan tingginya receptor pada jaringan lunak dan pada tendon otot. (Cheung et al., 2003). Dalam penelitian disebutkan bahwa DOMS dapat terjadi pada saat kita melakukan aktifitas lari gunung (Hiking), Ressisted Cycling, Stepping, ballistic stretching, isocinetic dynamometri, dan latihan melawan tahanan. Serabut otot tipe I yaitu dengan tipe otot slow twitch yang berfungsi sebagai stabilisator atau mempertahankan sikap tubuh dengan kecepatan kontraktil lambat, kekuatan motor unit yang rendah, tidak cepat lelah, memiliki kapasitas aerobik yang tinggi, serta jika terjadi patologi akan tegang dan memendek. Jika terjadi DOMS dan tidak dilakukan penanganan dengan tepat akan menimbulkan cedera yang berkelanjutan, sehingga akan mempengaruhi aktifitas dari seseorang untuk aktifitas (Cheung et al., 2003). Penanganan dan pemberian latihan yang baik pada DOMS akan mengurangi resiko terjadinya DOMS dan akan menjaga mobilitas agar tetap optimal. Setelah melakukan aktifitas olahraga fisik dengan kontraksi eksentrik dan menunjukkan rusaknya otot, otot secara perlahan lahan melakukan adaptasi untuk mengurangi terjadinya kerusakan lebih lanjut pada saat melakukan aktifitas olahraga yang sama, karena apabila otot mengalami cedera yang sama akan menimbulkan

6 6 repeated bout effect. Alasan terjadinya mekanisme protektif otot dapat terjadi karena adaptasi neuron ( penggunaan dan kontrol otot oleh sistem saraf), adaptasi mekanik (peningkatan kerusakan otot dan jaringan), dan adaptasi sel (adaptasi terhadap respon inflamasi dan peningkatan sintesis protein). Muscle soreness dapat dihindari dengan mengurangi latihan dengan kontraksi eksentrik dan konsentrik. Tetapi kontraksi eksentrik pada salah satu otot tidak dapat dihindari selama latihan ketika otot mengalami kelelahan (Cheung et al., 2003). Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis), dan komunikasi (Anonim, 2001). Penanganan dengan menggunaan ice massage dilihat dari proses trauma atau cedera pada jaringan lunak. Aplikasi dengan menggunakan ice massage dapat memberikan perubahan pada kulit, jaringan subcutaneus, intramusculer dan suhu pada persendian. Penurunan suhu pada jaringan lunak dapat menstimulasi receptor untuk mengeluarkan simpatetic adrenergic fibers karena terjadinya fase konstriksi pembuluh darah lokal pada arteri dan vena. Ini menunjukkan adanya penurunan oedem dan mengurangi terjadinya proses metabolisme dengan adanya penurunan reaksi radang, permeabilitas peredaran darah dan bengkak. Ini menunjukkan bahwa dengan cryotherapy (ice) dapat memberikan fasilitasi terhadap terjadinya pemulihan pada muscle soreness (Cheung et al., 2003).

7 7 Pada DOMS, pemberian aplikasi ice massage pada hamstring yang mengalami cedera akan memberikan efek sedatif karena adanya sensasi dari ice dan pemberian gerakan massage pada grup otot. Pemberian ice massage dapat mencegah terjadinya kerusakan jaringan otot yang lebih berat karena rusaknya pembuluh darah disekitar otot. Pemberian ice massage akan memperlambat metabolisme pembuluh darah lokal pada area yang cedera dengan adanya penurunan temperatur atau suhu pada area lokal sebagai akibat dari reaksi hipoksi, sehingga terjadinya inflamasi dan pemicu reaksi dari munculnya nyeri dapat diminimalisir. Kecepatan konduksi saraf pada otot akan berkurang dan akan mengurangi reaksi gamma motor neuron dan mengurangi aktifitas pada sel muscle spindle (Anonim, 2011). Dari penjelasan diatas dilihat faktor yang dapat berpengaruh terhadap terjadinya DOMS, maka yang dapat dirasakan dan diperhatikan adalah rasa nyeri, kemampuan kekuatan otot yang menurun yang dapat berpengaruh terhadap aktifitas fungsional. Berdasarkan latar belakang masalah diatas untuk mengurangi terjadinya DOMS, maka dilakukan penelitian mengenai Aplikasi Ice Massage dan Non Ice Massage Sesudah Pelatihan Dalam Mengurangi Resiko DOMS Pada Otot Hamstring.

8 8 1.2.RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penulis merumuskan masalah yang diteliti adalah : Apakah terdapat perbedaan pengaruh aplikasi pemberian Ice massage dan tanpa pemberian ice massage sesudah pelatihan dalam mengurangi terjadinya DOMS pada otot hamstring? 1.3. TUJUAN PENELITIAN Tujuan Umum Untuk mengetahui efek pemberian ice massage sesudah pelatihan untuk mengurangi terjadinya Delayed Onset Muscle Soreness otot Hamstring Tujuan Khusus Mengetahui perbedaan dalam mengurangi DOMS pada aplikasi pemberian Ice massage dan tanpa pemberian ice massage sesudah pelatihan MANFAAT PENELITIAN Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan 1. Untuk menambah pengetahuan dan memperluas wawasan dalam bidang fisioterapi tentang kejadian DOMS dan bagaimana mengenal tanda dan gejala serta pelaksanaan penanganan terjadinya DOMS.

9 9 2. Untuk melihat pengaruh Ice massage untuk mengurangi terjadinya proses radang, timbulnya nyeri, bengkak, penurunan toleransi aktifitas sebagai tanda dan gejala terjadinya DOMS Bagi Institusi Pendidikan 1. Sebagai bahan informasi bagi teman sejawat fisioterapi 2. Dapat digunakan untuk dasar penelitian selanjutnya Bagi Peneliti 1. Penelitian ini dapat berguna untuk menambah ilmu pengetahuan dan menambah pengalaman bagi penulis untuk mempelajari manfaat dari penggunaan ice massage untuk mencegah terjadinya kerusakan jaringan, nyeri, serta penurunan toleransi aktifitas yang merupakan tanda dan gejala awal terjadinya DOMS 2. Dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang didapat selama proses pendidikan diperoleh.

10 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Delayed Onset Muscle Soreness Definisi DOMS Delayed Onset Muscle Soreness adalah suatu rasa sakit atau nyeri pada otot yang dirasakan jam setelah melakukan aktivitas fisik atau olahraga. Melakukan aktifitas fisik yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya cedera, kerusakan otot atau jaringan ikat pada otot. Apabila pada otot mengalami kerusakan jaringan maka secara otomatis tubuh akan merespon dengan memperbaiki kerusakan dan merangsang ujung saraf sensorik sehingga akan timbul nyeri karena rangsangan tersebut. DOMS dapat terjadi ketika pertama kali melakukan olahraga dengan intensitas yang tinggi dan terjadi kerja otot secara berlebihan (Cheung et al., 2003). Delayed Onset Muscle Soreness pertama kali dijelaskan oleh Theodore Hough 1902 dalam penelitiannya menyebutkan karena adanya kerusakan yang dalam pada otot. Pada penelitian terdahulu menjelaskan adanya kerusakan ultrastructural dari myofilaments, terutama pada Z-disc, menjadi penyebab kerusakan pada jaringan ikat. Kerusakan jaringan ikat merupakan penyebab langsung terjadinya soreness, yang dapat menimbulkan peningkatan sensasi nyeri pada nosiseptor atau reseptor nyeri, dan nyeri akan bertambah bila dilakukan stretching dan palpasi. Delayed Onset Muscle Soreness (DOMS) merupakan suatu keadaan yang tidak asing, kerja dari otot 10

11 11 dengan intensitas tinggi yang terstimulasi dengan kontraksi otot eksentrik, dan terjadi proses peradangan yang menyebabkan munculnya nyeri/rasa tidak nyaman. Dengan latihan yang dilakukan secara intens dan bisa terjadi pada atlit yang lama istirahat atau tidak melakukan latihan. Pada seorang atlit hal tersebut dapat terjadi karena fase istirahat yang lama dan berpengaruh terhadap penurunan aktifitas fisik. Gejala yang menyertai terjadinya DOMS meliputi spasme otot, keterbatasan ROM, terjadinya bengkak, penurunan kekuatan otot, nyeri lokal, dan rasa propioceptive sendi yang terganggu. Gejala yang muncul dapat terjadi dalam 24 jam setelah latihan dan akan menghilang setelah 5-7 hari (Chung et al., 2003) Patologi DOMS Delayed Onset Muscle Soreness dapat terjadi karena nyeri otot yang tertunda yang disebabkan karena kerusakan jaringan otot. Pada pemeriksaan biopsi kerusakan otot yang terjadi pada sarcolema yang pecah dan memungkinkan isi sel meresap antara serat otot lainnya. Kerusakan pada filamen kontraktil aktin dan myosin dan juga kerusakan pada Z Disc merupakan bagian dari terjadinya kerusakan struktural sel. Terjadinya respon inflamasi merupakan respon terhadap cedera jaringan pada sistem kekebalan tubuh karena terjadinya cedera. Banyak upaya yang dilakukan untuk meredam efek nyeri otot yang tertunda (DOMS) misalnya dengan pemberian obat anti inflamasi. Kerusakan otot mikroskopis disebabkan oleh latihan berat yang dapat menyebabkan respon inflamasi pada otot. Kerusakan struktural akut pada jaringan otot memulai terjadinya DOMS dan dapat mengarah terjadinya nekrosis

12 12 (kematian sel) memuncak sekitar 48 jam setelah latihan. Isi intraseluler dan efek respon immuno kemudian terakumulasi di luar sel merangsang ujung saraf dari otot (Marquez et al., 2001). Gerakan yang dilakukan pada keadaan otot tidak siap dapat mengakibatkan ketegangan berlebihan yang tidak dapat dikendalikan otot. Kejang otot ringan terjadi diawal latihan dan bertambah berat saat seseorang mengalami kelelahan. Banyak yang menyebutkan bahwa DOMS dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti penumpukan asam laktat atau olahraga yang intens (overload). Proses pembuangan penumpukan zat beracun yang tidak lancar menyebabkan terjadinya stimulus nyeri dan nyeri merupakan tahap terjadinya DOMS. Melakukan latihan yang tidak terprogram dengan latihan eksentrik dapat menyebabkan terjadinya cedera karena pemberian latihan yang berulang ulang atau overload. Jika latihan yang dilakukan secara overlod maka akan menimbulkan cedera pada otot dan akan menyebabkan terjadinya kerusakan otot karena efek latihan yang berat. Latihan yang tidak dikontrol dengan baik tersebut dapat menyebabkan timbulnya kerusakan otot, peradangan, dan nyeri serta menurunnya lingkup gerak sendi (Cheung et al., 2003). Beberapa teori juga menyebutkan peningkatan jumlah Hydroxypoline (HP) dan Hydroxylysine juga tidak dapat menjelaskan keterkaitan dengan terjadinya DOMS. Teori tentang kerusakan otot merupakan salah satu teori yang dapat menjelaskan hubungannya dengan terjadinya DOMS. Hough menerangkan adanya gangguan pada komponen kontraktil otot, terutama pada Z-line, pada latihan

13 13 eksentrik. Karakteristik lesi mikroskopik meluas, dan akan terjadi kerusakan total myofibril pada Z line, dan akan meluas pada kerusakan sarcomere. Ini merupakan salah satu penyebab terjadinya ketegangan atau nyeri pada semua area otot yang akan mengurangi keterlibatan motor unit pada saat kontraksi eksentrik. Nosiseptor pada jaringan ikat pada otot dan pada daerah arteri, capiler dan struktur jaringan otot dan tendon akan terjadi atau timbul sensasi nyeri (Cheung et al., 2003). Delayed Onset Muscle Soreness terjadi setelah adanya latihan eksentrik dan konsentrik yang berat atau intens yang menimbulkan adanya kondisi kerusakan yang nyata pada jaringan otot, peradangan, dan diikuti oleh pengeluaran enzim. Kerusakan ini akan menyebabkan adanya peningkatan terjadinya tegangan yang mengakibatkan menurunnya aktif motor unit selama kontraksi eksentrik. Terjadinya kerusakan bagian struktur sel otot terutama pada tipe otot II(Fast twitch) menjadi lebih kecil dan melemah pada Z line. Rangsang nyeri kemudian akan mengaktifasi timbulnya nyeri pada jaringan otot dan arteri, kapiler darah, serta tendon. CK (creatinin kinase) merupakan salah satu indikator terjadinya permeabilitas enzim pada membran yang terjadi pada otot skeletal dan otot jantung. (Cheung et al., 2003). Adanya kerusakan pada Z line dan sarkolema akan memungkinkan terjadinya difusi dan pelarutan enzim pada otot, seperti CK ke dalam cairan intersisil. Dalam keadaan normal jumlah plasma CK sebesar 100IU/L. Tetapi dengan adanya latihan eksentrik akan meningkat menjadi IU/L yang menunjukkan penigkatan yang tinggi pada permeabilitas membran sel otot karena terjadinya kerusakan pada Z line.

14 14 Teori tentang terjadinya peradangan didasarkan karena adanya respon peradangan seperti terjadinya bengkak, dan peningkatan infiltrasi sel yang terjadi seiring dengan dilakukannya kontraksi eksentrik yang berulang. Struktur jaringan otot yang terdiri dari proteolitik merupakan penyebab terjadinya degradasi lipid dan struktur protein pada sel karena cedera. Kerusakan muscle fibres dan jaringan ikat menyebabkan terjadinya akumulasi bradikinin, histamin, dan prostaglandin akan menarik monosit dan neutrofil ke dalam jaringan yang cedera. Adanya tekanan osmosis dan nyeri menyebabkan group IV neuron sensorik teraktivasi (Cheung et al., 2003). Respon inflamasi akut yang terjadi dalam 1 hari dari mulai awal latihan yang dapat menyebabkan terjadinya DOMS dan nekrosis jaringan dapat dilihat dari adanya peningkatan konsentrasi CK yang terjadi antara 1 7 hari setelah diberikan latihan, kemudian jumlah leukosit, neutrofil, monosit dan basofil yang mengalami perubahan selama terjadinya cedera (Gleesson et al., 1995).

15 15 Gambar 2.1 Mekanisme DOMS pada Jaringan (Anonim, 2013) Hamstring Anatomi Hamstring Hamstring merupakan salah satu group otot yang terdiri dari 3 macam otot antara lain bisep femoris, semitendinosus, semimembranosus. Otot hamstring berfungsi untuk gerakan fleksi dari knee joint dan membantu untuk gerakan ekstensi dari hip joint (Connel et al., 2004). a. Otot Semimembranosus Letak dari otot semimembranosus berada pada bagian medial diantara ketiga otot hamstring.

16 16 Origo : berada pada tuberositas ischii Insersio : berada pada bagian posterior condylus medialis tibia Fungsi : ekstensi hip, fleksi knee, dan internal rotasi b. Otot semitendinosus Terletak diantara semimembranosus dan bisep femoris Origo : tuberositas ischii Insersio : permukaan atas bagian medial pada tibia Fungsi : ekstensi hip, fleksi knee, internal rotasi hip c. Otot bisep femoris Merupakan otot yang terletak pada bagian lateral Origo : pada tuberositas ischii, ½ distal linea aspera tulang femur, bagian lateral supracondylus Insersio : condylus lateral tibia, collum femur Fungsi : ekstensi hip, fleksi knee, lateral rotasi

17 17 Gambar 2.2 Group Otot Hamstring (Connel et al., 2004) Patofisiologi DOMS Pada Hamstring Otot hamstring dapat terkena cedera secara tiba tiba, nyeri pada belakang paha dan sampai menyebabkan aktifitas terhambat. Setelah cedera knee tidak bisa melakukan gerakan ekstensi lebih dari derajat. Riwayat pengobatan merupakan salah satu cara untuk membantu mengetahui adanya cedera pada hamstring. Cedera hamstring banyak terjadi pada lipatan bagian posterior yang dapat menghentikan aktivitas latihan atau olahraga. Tetapi tidak hanya adanya tarikan pada posterior otot yang bisa mengakibatkan cedera hamstring, adanya nyeri otot juga merupakan salah satu tanda terjadinya cedera pada hamstring karena adanya kerusakan pada jaringan fibrous.

18 18 Hamstring merupakan group otot yang melakukan gerakan fleksi dan ekstensi pada knee dan hip secara bersamaan yang akan membutuhkan kemampuan otot untuk dapat memanjang dan memendek dalam waktu yang bersamaan. Pada saat melakukan gerakan mengayun, hamstring berkontraksi untuk melakukan persiapan untuk ekstensi knee dan otot melakukan gerakan untuk memanjang dan akan mempengaruhi panjang otot. Hamstring harus merubah dari fungsi untuk eksentrik pada saat persiapan ekstensi knee ke gerakan konsentrik untuk melakukan ekstensi hip. Hal ini menunjukkan adanya perubahan kontraksi dari eksentrik ke konsentrik memungkinkan terjadinya cedera DOMS pada hamstring (Peterson et al., 2006). Cedera pada hamstring terjadi akibat dari peregangan atau kontraksi otot yang melebihi batas normal (Abnormal stress) dan umumnya terjadi karena pembebanan secara tiba tiba pada otot tertentu. Jenis cedera ini juga terjadi akibat otot tertarik pada arah yang salah, atau ketika terjadi kontraksi otot belum siap. Overload otot adalah penyebab utama ketegangan otot hamstring, hal ini dapat terjadi ketika otot over stretch melampaui kapasitasnya atau pembebanan yang tiba tiba. Selama berlari,atau meloncat otot hamstring berkontraksi secara eksentrik dimana kaki belakang yang diluruskan dan jari-jari kaki yang digunakan untuk mendorong dalam keadaan toe off dan bergerak maju atau keatas. Otot-otot hamstring tidak hanya melakukan lenghtening atau memperpanjang otot tetapi juga menjaga berat beban oleh badan dan gaya yang dibutuhkan untuk melakukan gerakan tersebut berlari ataupun meloncat (Nancy, 2012).

19 19 Kerusakan jaringan tersebut dapat pulih dari cedera pada hari ke 14 jika terjadi cedera yang ringan. Otot dapat melakukan fungsi semula sampai 90%, dan kemampuan otot untuk melakukan kontraksi memanjang dan memendek dapat kembali setelah terjadi adanya fibrosis. Pada otot hamstring gerakan yang banyak terjadi adalah untuk kontraksi otot eksentrik yang melindungi knee dan hip joint dari energi kinetik yang berlebihan. Terjadinya cedera hamstring tidak hanya karena gerakan eksentrik dan konsentik dari otot, tetapi dari hasil poto MRI menunjukkan bahwa terjadinya cedera pada hamstring dapat juga disebabkan karena adanya latihan otot eksentrik yang dilakukan secara terus menerus/intens dan menemukan bahwa untuk kontraksi otot secara konsentrik tidak menunjukkan efek yang sama setelah latihan. Terjadinya DOMS pada hamstring dilihat dari hasil laboratorium menunjukkan hasil cedera dengan derajat yang berbeda yang tejadi pada hamstring dimulai dari strain sampai terjadinya kerusakan otot keseluruhan yang dapat mengurangi kemampuan otot untuk ddapat bekerja atau berkontraksi disebabkan karena kelelahan dan kelemahan menyebabkan otot memiliki resiko untuk cedera karena kemampuan untuk menjaga energi hilang (Connel et al., 2004).

20 20 Gambar 2.3 Gambaran Kontraksi otot (Anonim, 2013) Gambar 2.4 Sarcomere Normal dan Setelah Latihan (Proske and Morgan, 2001)

21 21 Otot-otot hamstring merupakan struktur yang sering kali mengalami cedera, gangguan tersebut dapat berupa robekan atau regangan otot. Cedera hamstring paling sering terjadi dalam olah raga seperti lari, sepakbola, basket, dll. Cedera dapat ringan sampai berat, pada cedera yang ringan hanya mengalami robekan kecil pada hamstring sehingga hanya mengalami perasaan seperti tertekan pada paha bagian belakang. Pada cedera yang berat, terjadi apabila otot hamstring terputus dan bahkan terpisah dari bagian-bagiannya sehingga akan menimbulkan nyeri yang hebat hingga tidak dapat berjalan. Cedera hamstring merupakan cedera yang dapat berlangsung lama, penyembuhannya lambat, dan kejadian cedera sangat tinggi. Cedera hamstring merupakan salah satu cedera yang dapat terjadi pada olahraga misalnya pada saat lari dan melompat, tetapi bisa juga terjadi pada saat menari, dan ski air. Banyak penelitian yang dilakukan tentang cedera pada hamstring salah satunya penelitian pada pemain sepak bola inggris dan australia menunjukkan cedera hamstring terjadi antara 12 % - 16 % pemain. Cedera yang terjadi pada hamstring dapat terjadi secara langsung karena hantaman dan cedera yang terjadi karena strain (Petersen et al., 2006). Cedera otot dapat menunjukkan terjadinya muscle cramps (kejang otot) sampai terjadinya rupture otot (sobekan otot), dan terjadinya Delayed Onset Muscle Soreness dan partial strain injury. Cedera pada hamstring umumnya terjadi karena adanya kerentanan atau kesalahan pada posisi anatomi. Pada pemain sepakbola kebanyakan terjadi cedera strain hamstring pada saat lari biasa dan lari cepat atau

22 22 sprint. Penelitian menyebutkan cedera hamstring terjadi di saat fase kaki mengayun ( Swing Phase), ketika hamstring bergerak ke ekstensi knee dan terjadi pemanjangan otot hamstring bekerja secara eksentrik dan kontraksi konsentrik terjadi saat ekstensor hip. Jadi cedera terjadi karena adanya gerakan dan perubahan kontraksi eksentrik ke kontraksi konsentrik (Petersen et al., 2006). Exercise induced muscle soreness dapat disebut sebagai tanda tanda awal terjadinya Delayed Onset Muscle Soreness, seseorang yang terkena DOMS akan merasakan nyeri dan terbakar yang dirasakan pada otot. Penurunan ROM, dan hilang kekuatan otot yang terjadi selama jam setelah latihan, akan bertambah buruk pada jam, dan mereda dalam 5 7 hari setelah latihan. DOMS ditandai dengan munculnya nyeri dan rasa tidak nyaman yang terjadi pada otot pada jam dan semakin memburuk pada jam, rasa nyeri pada otot dan tendon ketika dipalpasi, spasme otot, penurunan kekuatan otot, tanda tanda radang dan bengkak, kekakuan dan terprofokasi terhadap peregangan otot (Day M dan Ploen E, 2010). 2.2 Penanganan DOMS Dengan Ice Massage Definisi Ice massage Ice massage merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk membantu mengurangi kerusakan jaringan, dan mencegah terjadinya inflamasi pada otot, tendon dan ligamen. Ice massage sangat baik untuk menyembuhkan atau

23 23 mengurangi rasa nyeri, dan rasa tidak nyaman yang disebabkan strain otot, proses pembengkakan, yang terjadi setelah cedera dan Ice massage dapat diaplikasikan pada semua anggota tubuh. Ice massage dapat diaplikasikan sewaktu waktu dan dapat digunakan sebagai metode penanganan cedera akut tetapi tergantung dari tingkat cedera yang dialami dari jaringan otot. Proses dari pemberian ice massage sangat sederhana, posisi pasien yang nyaman sebelum terapi. Ice digerakkan secara perlahan secara menyilang pada area yang terkena cedera atau dengan gerakan menyilang dari kulit dan usahakan otot pasien dalam keadaan rilek. Ice massage dilakukan setelah terjadi cedera, rasa dingin dari ice akan mengurangi terjadinya proses peradangan pada jaringan ikat dan mengurangi terjadinya resiko bengkak. Dan efek dari massage dapat memberikan efek rileksasi yang menimbulkan efek sedatif bagi jaringan otot. Fisioterapi membantu mempercepat proses penyembuhan, ketika metabolisme menurun saat diberikan ice massage, dan darah akan kembali membawa nutrisi dan akan mempercepat proses penyembuhan. Ice massage akan mengurangi terjadinya kerusakan pada cedera dengan mengurangi terjadinya bengkak dan menjaga peredaran darah

24 Indikasi dan Kontra indikasi Ice massage a. Indikasi Ice Massage 1. Cedera ( sprain, strain, contusio) 2. Sakit kepala 3. Gangguan temporo mandibular (TMJ disorder) 4. Nyeri post operasi 5. Peradangan pada sendi 6. Tendinitis dan bursitis 7. Nyeri lutut, nyeri sendi, nyeri perut b. Kontra Indikasi Ice Massage 1. Open wounds 2. Robekan pada otot 3. Robekan pada tendon 4. Luka bakar 5. Fraktur, dll

25 Efek Fisiologis Pemberian Ice Massage terhadap Jaringan Ice massage yang dilakukan atau diaplikasikan langsung pada kulit akan mempengaruhi penurunan suhu pada kulit. Aplikasi ice massage selama 5 menit akan berpengaruh pada penurunan suhu 18,9 derajat pada otot gastrok. Study lain juga menyebutkan dengan ice massage penurunan suhu ada kulit sebesar 2,7 derajat. Adapun aplikasi ice massage selama 10 menit akan menurunkan suhu kulit 26,6 derajat celcius pada kedalaman kulit sekitar 2 cm. Namun ada penelitian menyebutkan penurunan suhu 15,9 derajat celcius selama 5 menit dengan kedalaman 2 cm (Sterner, 2008). Pemberian ice massage ke pada kulit tidak hanya akan mempengaruhi kecepatan konduksi dan nyeri sensorik pada saraf pada serabut A delta dan C delta, tetapi juga dapat merangsang serabut A delta. Serabut yang berdiameter besar akan mengaktifkan gerbang kontrol nyeri dan akan menghambat munculnya sensasi nyeri karena cedera. Derajat penurunan suhu akan meningkat dengan pemberian ice massage yang lebih. Penelitian menunjukkan adanya penurunan suhu kulit 7,4 C akan berpengaruh terhadap kecepatan konduksi saraf sebanyak 33%. dengan pemberian ice massage tersebut menunjukkan bahwa suhu akan menurun 26,6 C pada paha setelah diberikan ice massage selama 10 menit dimana suhu kulit normal adalah 33 C. Penurunan suhu dari 33 C menjadi 26,6 C akan membuat suhu kulit menjadi 6,4 C. Ini jauh di bawah 14,4 C yang merupakan batas terjadinya analgesik maksimum (Sterner, 2008).

26 26 Respon terhadap cedera akut, ada vasokonstriksi pada tingkat arteriola dan venula yang berlangsung 5 10 menit. Pemberian ice massage akan menyebabkan terjadinya vasokonstriksi yang dapat memperlambat terjadinya pendarahan dan memungkinkan trombosit darah untuk melakukan perbaikan. Terjadi reaksi kimia yang dapat menyebabkan vasodilatasi dari pembuluh. Vasodilatasi ini akan membawa lebih banyak darah ke daerah yang mengalami cedera serta meningkatkan permeabilitas pembuluh darah. Reaksi kimia yang memicu vasodilatasi ini membuang leukosit dan racun yang tertinggal setelah cedera. Proses peredaran darah yang kembali lancar memungkinkan untuk menghambat terjadinya proses peradangan. Respon sel terjadi bersamaan dengan respon vaskular. Setelah trauma terdeteksi mediator kimia memicu respon vaskular. Mediator kimia lainnya juga akan mengingatkan tubuh untuk mengirim leukosit yang menggunakan fagositosis untuk membersihkan dan Sel-sel ini memainkan peran besar dalam perbaikan struktur yang menyebabkan pembengkakan dan edema. Vaskular limfatik dan sistem vaskular berperan untuk menghilangkan getah bening dan zat racun pada tubuh. Pada fase ini aliran darah yang membaik akan membantu untuk menghilangkan zat racun dan leukosit pada area yang cedera (Sterner, 2008).

27 Metode Ice Massage Metode yang digunakan dalam ice massage adalah efflurage (stroking movement), efflurage merupakan gerakan mengusap yang dilakukan secara ritmis dan berturut turut ke arah proksimal. Tekhnik efflurage memiliki efek seudatif yaitu menenangkan, oleh karena itu gerakan ini dapat dilakukan pada awal dan akhir pijatan. Efflurage terhadap peredaran darah antara lain mempercepat pengangkutan zat sampah dan darah yang mengandung karbondioksida dan memperlancar aliran limfe baru dan darah yang mengandung banyak sari makanan dan oksigen. Massage diberikan secara langsung ke area atau otot hamstring dengan gerakan memutar dan stroking selama 15 menit (Purnama, 2012). Beberapa studi menyebutkan penanganan yang sering dilakukan untuk DOMS adalah pasif stretching dan massage. Tetapi penelitian yang mendukung studi tersebut masih sedikit. Beberapa studi yang lain juga melakukan beberapa kombinasi penanganan seperti pemanasan, stretching dan massage, Cryotherapy dan ice massage, massage dan stretching, massage dengan elektrikal stimulasi dan infra merah. Kombinasi penanganan yaitu pemanasan sebelum latihan dan massage setelah latihan menghasilkan efek yang positif (Connolly et al., 2003). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ploen dkk, cryotherapy digunakan untuk mencegah dan untuk mengobati DOMS, Sebanyak 21 subyek dipilih secara acak umur tahun sebagai kontrol grup. Pre exercise dicatat untuk latihan

28 28 kontraksi volunter maksimal dan mencatat nyeri. Kelompok kontrol diberikan latihan eksentrik dengan menggunakan dumbel 10 lb dengan tempo 1 detik konsentrik dan 3 detik eksentrik untuk induced muscle soreness. Kelompok yang diberikan perlakuan mengunakan aplikasi es selama 30 menit setelah latihan 2,4,6,24 dan 48 jam.variabel dependen yang dinilai pada 0, 24, 48, 72 dan 96 jam setelah latihan. Hasilnya adalah adanya perbedaan yang signifikan antara grup kontrol dan grup aplikasi terhadap nyeri dengan menggunakan latihan dumbel. Dan tidak terdapat perbedaan yang signifikan latihan menggunakan isometrik. Hal ini menunjukkan kegunaan ice pada kasus DOMS efektif untuk mencegah terjadinya nyeri jam setelah latihan. Sedangkan aplikasi menggunakan cryotherapy tidak efektif untuk mengurangi adanya defisit fungsional pada DOMS ( Ploen et al., 2010). Berbeda dengan massage dan stretching penanganan dengan menggunakan cryotherapy dan kompresi banyak digunakan untuk menangani pada cedera untuk mencegah timbulnya nyeri, mengurangi terjadinya efek inflamasi, dan mengurangi terjadinya proses peradangan. Cold Water Immersion (CWI), intermitten pneumatic compression dan compreeson sleeves menunjukkan hasil yang positif untuk menangani gejala timbulnya DOMS. Penanganan dengan CWI selama 15 menit setelah latihan eksentrik fleksi otot elbow setiap 12 jam dengan 7 kali penganan sangat efektif untuk mengurangi nyeri yang ditandai dengan adanya penurunan aktifitas plasma CK. Intermitten pneumatic compression selama 20 menit setelah latihan eksentrik fleksor elbow selam 5 hari berturut turut efektif untuk mengurangi

29 29 kekakuan (stifness) dan peradangan (sweeling). Kemudian kraemer et al melakukan kompresi pada fleksor elbow setelah aktifitas selama 5 hari efektif untuk mencegah penurunan kekuatan otot, soreness, sweeling dan stiffness ( Ploen et al., 2010). Dewasa ini terapi dingin banyak digunakan untuk menangani cedera akut pada cedera olahraga ataupun karena cedera latihan. Berbagai macam bentuk terapi seperti ice massage, ice pack, cold bath, cryotherapy digunakan untuk mengatasi peradangan dan mengurangi waktu yang diperlukan untuk pemulihan cedera lewat berbagai mekanisme fisiologis (Hurme et al.1993). Perubahan suhu jaringan bervariasi tergantung pada bentuk terapi, waktu pemaparan, suhu awal, dan lokasi anatomis (Bleakly et al.2004). Efek fisiologis terapi dingin disebabkan oleh penurunan suhu jaringan yang mencetuskan perubahan hemodinamis lokal dan sistemik serta disertai respon neuromuskuler. Secara klinis terapi dingin dapat meningkatkan ambang nyeri, mencegah pembengkakan dan menurunkan performa motorik lokal. Namun perlu dihindari pemberian aplikasi dingin yang berkepanjangan untuk menghindari terjadinya efek iritasi, hipotermia dan fros bite (Swenson et al., 1996) Efek Ice Massage Terhadap DOMS Hamstring Respon Mekanik Dan Neurofisiologis Ice Massage Masuknya ion kalsium ke dalam muscle fibres dan adanya gangguan keseimbangan kalsium pada saat latihan eksentrik akan pulih kembali dengan meningkatnya oksigen pembuluh darah pada area yang cedera. Peningkatan aliran

30 30 darah dengan pemberian ice massage akan mencegah jumlah produksi neutrofil dan mengurangi kerusakan lanjut yang dapat menyebabkan timbulnya proses peradangan. Peningkatan jumlah asupan oksigen dapat mendorong terjadinya regenerasi mitokondria pada ATP dan transpor aktif kalsium kedalam retikulum sarkoplasma.efek pengaruh pemberian ice massage pada aliran darah lokal dapat meningkatkan aliran darah pada pembuluh darah vaskuler. Penelitian menunjukkan efek pemberian ice massage pada proses terjadinya DOMS sangat bervariasi, tidak ada perbedaan tingkat kelemahan atau penurunan kekuatan dengan menggunakan tekhnik massage petrissage (kneading) pada anggota tubuh atau ekstremitas atau kombinasi efflurage dan petrissage massage (2 menit efflurage, 5 menit petrissage dan 1 menit efflurage) pada latihan dengan intensitas tinggi (Sterner, 2008). Tubuh dapat memberikan respon hipoksia sekunder karena adanya vasodilatasi dari pembuluh darah. Salah satu efek pertama dari aplikasi ice massage pada sistem tubuh adalah vasokonstriksi yang diberikan pada area. Vasokonstriksi ini dapat menurunkan sel-sel untuk melakukan metabolisme. Penurunan tingkat metabolisme jaringan akan menurunkan suhu temperatur dan dengan terjadinya vasokonstriksi ini dapat mengurangi terjadinya edema. Timbulnya nyeri dapat dicegah dengan pemberian Ice massage karena memberikan pengaruh terhadap konduksi saraf. Serabut saraf akan terpengaruh oleh aplikasi yang diberikan terutama pada synapsis. Satu studi mengatakan penurunan 33% dalam kecepatan konduksi saraf sensorik setelah 10 derajat penurunan temperatur kulit. Penelitian yang sama mengatakan,

31 31 hasil yang sama dalam menurunkan suhu kulit saraf motorik sebesar 14%. Sensasi saraf sensorik yang menurun akan mengurangi sensasi rasa sakit dengan terjadinya penutupan pada gerbang Gate (Sterner, 2008). Penurunan sensasi saraf motorik akan mengurangi terjadinya kejang otot oleh karena cedera. Semakin cepat pemberian ice masage maka kecepatan konduksi diturunkan dan akan memberikan efek analgesia. Saraf propriocepive memiliki ambang batas yang sangat rendah dan bermielin tebal yang terletak jauh di dalam jaringan. Dengan pemberian es maka akan terjadi penurunan metabolisme dan akan mengurangi terjadinya nyeri dan spasme otot. Satu studi menunjukkan setelah diberikan Ice massage selama 20 menit dan dibagi menjadi beberapa sesi, dilakukan latihan eksentrik, konsentrik, dan isokinetik akan terjadi penurunan kekuatan otot dan kelelahan. Hal ini menunjukkan pemberian Ice massage dalam jangka pendek akan mempengaruhi produksi oksigen (Sterner, 2008).

32 32 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir DOMS merupakan suatu cedera yang biasa dialami oleh seorang atlit dan bisa juga terkena pada seseorang dengan intensitas latihan yang overload gejala yang timbul berasal dari nyeri otot dan timbulnya kelemahan. DOMS bisa diderita oleh seseorang yang melakukan aktifitas fisik dan kadang tidak melihat tingkat kebugaran seseorang, karena DOMS merupakan suatu efek fisiologis pada jaringan yang memberikan respon terhadap aktifitas yang diterima oleh otot. Delayed Onset Muscle Soreness paling lazim terjadi pada awal pemberian latihan dimana seseorang mulai melakukan latihan setelah lama istirahat dan tidak latihan. Pada seorang atlit hal tersebut terjadi karena fase istirahat yang lama dapat menimbulkan pengaruh terhadap aktifitas fisik yang mengalami penurunan. Gejala yang menyertai terjadinya DOMS meliputi pemendekan otot, spasme otot, terjadinya bengkak, penurunan kekuatan otot, nyeri lokal, dan rasa propioceptive sendi yang terganggu. Gejala yang muncul dapat terjadi dalam 24 jam setelah latihan dan akan menghilang setelah 5-7 hari (Chung et al., 2003). Masa remaja adalah masa pertumbuhan dan perkembangan yang sangat penting. Selain aktif berolahraga, nutrisi yang lengkap dan seimbang juga penting untuk mendukung proses pertumbuhan dan perkembangan ini. Olahraga bagi remaja 32

33 33 dapat meningkatkan pertumbuhan tubuh lebih optimal, karena masa remaja merupakan masa pertumbuhan. Latihan yang dilakukan secara rutin pada masa ini akan memberikan dampak yang positif bagi pertumbuhan. Pada masa pertumbuhan, otot dan tulang membutuhkan aktivitas yang tinggi untuk dapat tumbuh dan berkembang. Oleh karena itu, olahraga bagi remaja memainkan peran penting dalam mendukung pertumbuhan tubuh yang optimal. Memiliki tulang yang kuat saat remaja, dapat membantu mengurangi risiko keropos tulang saat dewasa, dan pertumbuhan otot yang baik akan membuat tubuh terlihat lebih ideal. Jenis olahraga yang dapat meningkatkan kekuatan otot dan tulang, seperti basket, bersepeda, dan berenang. Tubuh yang fleksibel dapat membantu meningkatkan performa saat berolahraga dan kegiatan lainnya. Olahraga bagi remaja dapat memperkuat otot-otot, meningkatkan koordinasi dan bahkan memperbaiki postur tubuh. Otot yang fleksibel dapat membantu mencegah keseleo, kram dan masalah punggung yang mungkin dapat terjadi di kemudian hari. Cedera olahraga secara umum dibedakan menjadi cedera traumatis dan cedera berkelanjutan (overuse injury). Cedera traumatis berupa benturan sedangkan overuse injury terjadi karena akibat dari beban kerja fisiologis yang berlebihan. Bentuk cedera dapat berupa memar, strain, sprain sampai patah tulang. Respon tubuh terhadap kerusakan jaringan dapat berupa inflamasi (radang) yang dipicu oleh mediator inflamasi yang dihasilkan oleh sel yang rusak. DOMS pada hamstring dapat terjadi karena adanya kontraksi eksentrik dan konsentrik dari otot tersebut. Adanya ketidakseimbangan antara kekuatan otot dan

34 34 latihan yang dilakukan berpengaruh terhadap kemampuan otot hamstring untuk dapat memenuhi kebutuhan katihan. Pada saat melakukan gerakan, hamstring berkontraksi untuk melakukan persiapan untuk ekstensi knee dan otot melakukan gerakan untuk memanjang. Hamstring harus merubah dari fungsi untuk eksentrik pada saat persiapan ekstensi knee ke gerakan konsentrik untuk melakukan ekstensi hip. Hal ini menunjukkan adanya perubahan kontraksi dari eksentrik ke konsentrik memungkinkan terjadinya cedera DOMS pada hamstring. Overload otot adalah penyebab utama ketegangan otot hamstring terjadi ketika otot over stretch melampaui kapasitasnya atau pembebanan yang tiba tiba, dan jika tidak diselingi dengan masa istirahat yang cukup maka hamstring akan memberikan respon yang negatif terhadap latihan yang diberikan yaitu berupa kelelahan yang otot yang akan berujung sampai kerusakan struktur sel. Penanganan DOMS pada hamstring dengan menggunakan ice massage merupakan salah satu modalitas yang banyak digunakan untuk cedera pada fase akut. Pada fase akut, akan terjadi efek fisiologis dari modalitas yang digunakan yaitu berupa vase konstriksi arteri dan vena, penurunan kepekaan saraf bebas dan penurunan tingkat metabolisme sel sehingga mengakibatkan penurunan kebutuhan oksigen sel. Proses tersebut akan mengurangi proses pembengkakan, mengurangi nyeri, mengurangi spasme otot, dan resiko kematian sel. Dewasa ini terapi dingin banyak digunakan pada fase cedera akut pada cerdera olahraga.

35 35 Efek fisiologis terapi dingin disebabkan oleh penurunan suhu jaringan yang mencetuskan perubahan hemodinamis lokal dan sistemik serta adanya respon neuromuskuler. Terapi dingin dapat meningkatkan ambang nyeri, mencegah pembengkakan dan menurunkan performa motorik lokal. Terapi dingin pada suhu 3,5 derajad Celcius selama 10 menit dapat mempengaruhi suhu sampai dengan 4 cm dibawah kulit. Respon hormonal terhadap terapi dingin adalah pelepasan endorphin, penurunan transmisi saraf sensoris, penurunan aktivitas badan sel saraf, penurunan iritan yang merupakan limbah metabolisme sel, peningkatan ambang nyeri. Terapi dingin lebih mudah menembus jaringan daripada panas. Ketika otot sudah mengalami penurunan suhu akibat aplikasi dingin, efek dingin dapat bertahan lebih lama dibandingkan dengan panas karena adanya lemak subcutan yang bertindak sebagai insulator Dari kerangka berpikir diatas, maka penulis melakukan penelitian untuk melihat apakah aplikasi ice masssage sesudah pelatihan dapat mengurangi DOMS daripada tanpa pemberian aplikasi ice massage sesudah pelatihan pada otot hamstring pada remaja usia 19 tahun.

36 Konsep Ice Massage Post Excercise : -. Memperlambat tjd inflamasi -. Memperlambat proses bengkak -. Mengurangi tjd DOMS Non Ice Massage Post Exercise : -. Proses inflamasi meningkat -. Kerusakan struktur sel luas -. DOMS tdk dapat berkurang Faktor Internal : -. Inflamasi akut -. Terjadi kerusakan struktur sel DOMS Faktor Eksternal -. Kurang pemanasan -. Latihan yang overload Mengurangi DOMS

37 Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah Aplikasi ice massage sesudah pelatihan dapat mengurangi terjadinya DOMS daripada tanpa aplikasi ice massage sesudah pelatihan pada otot hamstring.

38 38 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1.Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan rancangan penelitian post only with control group design (Suparyanto, 2010). Bagan rancangan post test only with control group design penelitian adalah sebagai berikut: P1 O1 P S P2 O2 Gambar 4.1 Bagan rancangan penelitian Keterangan : P : Populasi S : Sampel P1 : kelompok kontrol P2 : kelompok perlakuan O1 : Nilai kelompok 1 tanpa aplikasi Ice massaage sesudah pelatihan O2 : Nilai kelompok 2 dengan aplikasi Ice massage sesudah pelatihan. 38

39 39 Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh pemberian Ice massage dan tanpa ice massage dalam mengurangi terjadinya DOMS. Pada penelitian ini variabel dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok perlakuan yang diberikan Ice massage dan kelompok tanpa pemberian ice massage. Jumlah sampel masing masing kelompok 10 orang. 4.2.Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian: Penelitian ini dilakukan di Fitnes Centre Gajah Mada Batang dengan sampel mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Pekalongan Waktu penelitian Persiapan penelitian : Juni - Juli 2013 Pengambilan data penelitian : Juli 2013 Pengelolaan hasil penelitian : Agustus 2013 Presentasi hasil penelitian : September 2013 Ujian tesis : Oktober 2013

40 Penentuan Sumber Data Populasi Populasi penelitian ini adalah Mahasiswa Laki Laki Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Pekalongan Program Studi Fisioterapi dan bukan mahasiswa yang terlatih Sampel Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan teknik quota sampling yaitu peneliti menentukan besarnya jumlah sampel atau responden untuk menjadi anggota sampel. Teknik pengambilan sampel ini dilakukan sampai jumlah yang telah ditentukan dapat tercapai, yang telah ditetapkan dengan kriteria inklusi yang dibahas dalam kriteria eligibilitas. Jumlah sampel dianggap mencukupi yang dihitung dengan rumus federer (Federer, 1963) Kriteria eligibilitas Kriteria pemilihan yang membatasi karakteristik populasi terjangkau. Kriteria pengambilan sampel : Kriteria inklusi a. Umur 19 tahun b. Subjek berbadan sehat (tidak sedang cedera atau terapi akibat cedera) c. Bersedia menjadi sampel dan menanda tangani inform consent. d. Subjek bisa diajak bekerjasama dan mengerti instruksi yang diberikan.

41 Kriteria eksklusi a. Subjek memiliki kondisi yang buruk untuk mengikuti latihan. b. Subjek menderita cedera atau sakit Kriteria pengguguran a. Subjek tidak kooperatif dan tidak memenuhi program latihan yang sudah di jadwalkan. b. Subjek selama penelitian tidak teratur mengikuti prosedur penelitian. c. Subjek meminum obat pereda nyeri. 4.4.Besar Sampel Besar sampel yang diperlukan dalam penelitian ini dihitung berdasarkan rumus (federer 1963): (n-1) x (t-1) 15 (n-1) x (2-1) 15 (n-1) 15/1 n 1 15 n 16 Ket : n = Jumlah Sampel t = jumlah perlakuan

42 42 Dari hasil penghitungan di atas maka sample ditetapkan minimal berjumlah 16 sampel. Untuk menghindari adanya sampel yang gugur maka peneliti menggunakan 20 sampel. Sampel akan di bagi menjadi dua kelompok masing-masing 10 orang. 4.5.Variabel Penelitian Identifikasi variabel Mengukur variabel yang meliputi pengaruh Ice massage untuk mengurangi DOMS Hamstring Klasifikasi variabel Yang termasuk klasifikasi variabel dalam penelitian ini adalah: a. Variabel Dependent adalah variabel yang mempengaruhi variabel tergantung. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah terjadinya Delayed Onset Muscle Soreness b. Variabel Independent : Ice Massage 4.6. Definisi operasional variabel Yang termasuk di dalam definisi operasional variabel dalam penelitian ini adalah a. Ice massage Ice massage merupakan salah satu aplikasi yang mudah dilakukan, dengan memberikan efek pada kulit superfisial ataupun pada jaringan yang lebih dalam pada otot. Dan merupakan suatu aplikasi penatalaksanaan pada

43 43 fisioterapi yang dapat dikombinasi dengan berbagai macam metode. Ice massage memberikan efek untuk terjadinya vasokonstriksi pada pembuluh darah kapiler, mengurangi terjadinya proses permeabilitas jaringan dan peredaran darah, sehingga dapat mengurangi terjadinya proses pembengkakan dan respon inflamasi atau peradangan (Smith, 1991). Pemberian aplikasi ice massage dilakukan segera setelah pelatihan pada kelompok perlakuan. Aplikasi ice massage dilakukan pada group otot hamstring dengan metode stroking dan efflurage. Waktu pemberian ice massage dilakukan selama 10 menit pada otot hamstring, segera 30 menit setelah pelatihan diberikan ice massage. Sehari setelah pemberian aplikasi ice massage dalam waktu jam setelah dihitung nilai muscle soreness pada otot hamstring dengan menggunakan skala talaq. b. Skala Talaq (Talaq Scale) Merupakan salah satu instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur terjadinya Delayed Onset Muscle Soreness (DOMS).

44 44 c. 1 RM dengan metode Hollten Untuk mengetahui adanya DOMS dilakukan suatu pelatihan yang diberikan pada otot hamstring dengan menggunakan alat En Tree Train. Menghitung 1 RM dengan menggunakan diagram holten. Beban awal padda subjek ditentukan sebesar 12 kg, kemudian subjek melakukan gerakan dengan beban tersebut hingga lelah. Subyek dapat melakukan gerakan selama 26 x repetisi. Kemudian dengan diagram holten kita tarik garis lurus pada sisi repetisi 26 ke arah kiri, didapatkan angka 65 %. Maka B = 65%. Sehingga didapatkkan perhitungan nilai 1 RM adalah Nilai 1 RM = 12 kg x 100% : 65% = 18,46 kg Gambar 2.3 Diagram Holten (Anonim,2008)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Laktat merupakan produk akhir dari metabolisme anaerobik, proses ini berlangsung tanpa adanya oksigen.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Laktat merupakan produk akhir dari metabolisme anaerobik, proses ini berlangsung tanpa adanya oksigen. digilib.uns.ac.id 18 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Laktat merupakan produk akhir dari metabolisme anaerobik, proses ini berlangsung tanpa adanya oksigen. Selama latihan fisik akan terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun mental. Akan tetapi, olahraga yang dilakukan tanpa mengindahkan

BAB I PENDAHULUAN. maupun mental. Akan tetapi, olahraga yang dilakukan tanpa mengindahkan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Olahraga, baik yang bersifat olahraga prestasi maupun rekreasi merupakan aktivitas yang dapat memberikan manfaat bagi kesehatan fisik maupun mental. Akan tetapi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia setiap hari melakukan gerakan untuk melakukan suatu tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia setiap hari melakukan gerakan untuk melakukan suatu tujuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia setiap hari melakukan gerakan untuk melakukan suatu tujuan atau aktivitas sehari-hari dalam kehidupannya. Salah satu contoh aktivitas seharihari adalah bersekolah,kuliah,bekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan. Olahraga merupakan kebutuhan yang tidak asing lagi.

BAB I PENDAHULUAN. sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan. Olahraga merupakan kebutuhan yang tidak asing lagi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain sehingga manusia harus memiliki kemampuan untuk bergerak atau melakukan aktivitas demi memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang membuat otot tertarik lebih dari pada kapasitas yang dimilikinya. Berbeda

BAB I PENDAHULUAN. yang membuat otot tertarik lebih dari pada kapasitas yang dimilikinya. Berbeda 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, penyakit muskuloskletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia dan menjadi penyebab tingginya angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Menuju Indonesia Sehat 2010 merupakan program pemerintah dalam mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai macam kondisi yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya aktifitas masyarakat diluar maupun didalam ruangan. melakukan atifitas atau pekerjaan sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya aktifitas masyarakat diluar maupun didalam ruangan. melakukan atifitas atau pekerjaan sehari-hari. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Negara Indonesia merupakan negara dengan jumah penduduk yang memasuki peringkat 5 besar penduduk terbanyak didunia. Dengan banyaknya jumlah penduduk di Indonesia membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Futsal adalah permainan bola yang dimainkan oleh dua tim, yang. masing-masing beranggotakan lima orang. Tujuannya adalah memasukkan

BAB I PENDAHULUAN. Futsal adalah permainan bola yang dimainkan oleh dua tim, yang. masing-masing beranggotakan lima orang. Tujuannya adalah memasukkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Futsal adalah permainan bola yang dimainkan oleh dua tim, yang masing-masing beranggotakan lima orang. Tujuannya adalah memasukkan bola kegawang lawan, dengan memanipulasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. robek pada ligamen,atau patah tulang karena terjatuh. Cedera tersebut

BAB I PENDAHULUAN. robek pada ligamen,atau patah tulang karena terjatuh. Cedera tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera sering dialami oleh seorang atlit, seperti cedera goresan, robek pada ligamen,atau patah tulang karena terjatuh. Cedera tersebut biasanya memerlukan pertolongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dari mulai alat komunikasi, alat perkantoran, alat transportasi sampai sistem

BAB I PENDAHULUAN. Dari mulai alat komunikasi, alat perkantoran, alat transportasi sampai sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kini, perkembangan zaman semakin pesat. Setiap waktunya lahir berbagai teknologi baru yang memudahkan manusia melakukan aktivitas sehari-hari. Dari mulai alat komunikasi,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tahun dengan diagnosa medis CTS dextra diperoleh permasalahan berupa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tahun dengan diagnosa medis CTS dextra diperoleh permasalahan berupa BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Setelah dilakukan proses assessment pada pasien Ny. DA usia 44 tahun dengan diagnosa medis CTS dextra diperoleh permasalahan berupa nyeri tekan dan gerak pada pergelangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk yang dinamis, dimana pada hakekatnya selalu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk yang dinamis, dimana pada hakekatnya selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk yang dinamis, dimana pada hakekatnya selalu bergerak dan beraktivitas dalam kehidupannya. Semua bentuk kegiatan manusia selalu memerlukan dukungan

Lebih terperinci

PATOFISIOLOGI CEDERA

PATOFISIOLOGI CEDERA PATOFISIOLOGI CEDERA Dr.dr.BM.Wara Kushartanti, MS FIK-UNY Ada dua jenis cedera yang sering dialami oleh atlet, yaitu trauma akut dan Overuse Syndrome (Sindrom Pemakaian Berlebih). Trauma akut adalah suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usaha yang dapat mendorong, mengembangkan, dan membina potensi-potensi

BAB I PENDAHULUAN. usaha yang dapat mendorong, mengembangkan, dan membina potensi-potensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Olahraga adalah proses sistematik yang berupa segala kegiatan atau usaha yang dapat mendorong, mengembangkan, dan membina potensi-potensi jasmaniah dan rohaniah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan anggota gerak bawah. Yang masing-masing anggota gerak terdiri atas

BAB I PENDAHULUAN. dan anggota gerak bawah. Yang masing-masing anggota gerak terdiri atas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu bergerak dalam menjalankan aktivitasnya. Sering kita jumpai seseorang mengalami keterbatasan gerak dimana hal tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menghambat aktivitas kegiatan sehari-hari, di Jerman persentase

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menghambat aktivitas kegiatan sehari-hari, di Jerman persentase BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Cedera ligamen kolateral medial sendi lutut merupakan salah satu gangguan yang dapat menyebabkan gangguan mobilitas dan fungsional, sehingga menghambat aktivitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. gerak: nyeri cukup berat, sedangkan pada terapi ke-6 didapatkan hasil bahwa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. gerak: nyeri cukup berat, sedangkan pada terapi ke-6 didapatkan hasil bahwa BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Nyeri Hasil evaluasi nyeri dengan menggunakan VDS didapatkan hasil bahwa pada terapi ke-0 nyeri diam: tidak nyeri, nyeri tekan: nyeri ringan, nyeri gerak: nyeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan segala aktifitas dalam kehidupan sehari-hari nya. Sehat adalah

BAB I PENDAHULUAN. melakukan segala aktifitas dalam kehidupan sehari-hari nya. Sehat adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan sangat penting bagi manusia untuk hidup dan untuk melakukan segala aktifitas dalam kehidupan sehari-hari nya. Sehat adalah suatu keadaan dimana seseorang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut manusia melakukan macam aktivitas. Aktivitas yang sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut manusia melakukan macam aktivitas. Aktivitas yang sangat BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan membuat manusia dituntut untuk hidup lebih maju mengikuti perkembangan tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan karena 65% penduduk Indonesia adalah usia kerja, 30% bekerja disektor

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan karena 65% penduduk Indonesia adalah usia kerja, 30% bekerja disektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu dari negara dengan jumlah penduduk terbesar didunia, sangat berkepentingan terhadap masalah kesehatan dan keselamatan kerja. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nyeri tak tertahankan, mempengaruhi tangan, punggung, leher, lengan, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. nyeri tak tertahankan, mempengaruhi tangan, punggung, leher, lengan, bahkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Myalgia cervical atau sering dikenal dengan nyeri otot leher adalah suatu kondisi kronis dimana otot mengalami ketegangan atau terdapat kelainan struktural tulang

Lebih terperinci

Lampiran materi MYALGIA (NYERI OTOT) 1. Pengertian myalgia 2. Jenis Myalgia Fibromyalgia

Lampiran materi MYALGIA (NYERI OTOT) 1. Pengertian myalgia 2. Jenis Myalgia Fibromyalgia Lampiran materi MYALGIA (NYERI OTOT) 1. Pengertian Myalgia adalah nyeri otot yang merupakan gejala dari banyak penyakit dan gangguan pada tubuh. Penyebab umum myalgia adalah penggunaan otot yang salah

Lebih terperinci

Oleh: dr. Hamidie Ronald, M.Pd, AIFO

Oleh: dr. Hamidie Ronald, M.Pd, AIFO Oleh: dr. Hamidie Ronald, M.Pd, AIFO 1. Berdasarkan waktu terjadi: -Akut : terjadi secara tiba-tiba dan terjadi dalam beberapa jam yang lalu. Tanda & Gejala: sakit, nyeri tekan, kemerahan, kulit hangat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan sehari-hari manusia dalam bekerja dan beraktivitas selalu melibatkan anggota gerak tubuhnya. Manusia adalah makhluk yang memerlukan gerak karena hampir seluruh

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH. Disusun oleh: ILSA ROVIATIN AGUSTINA J Diajukan Guna Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat

KARYA TULIS ILMIAH. Disusun oleh: ILSA ROVIATIN AGUSTINA J Diajukan Guna Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat 1 KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI STIFFNESS ANKLE JOINT SINISTRA AKIBAT POST FRACTURE CRURIS DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Disusun oleh: ILSA ROVIATIN AGUSTINA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. stabilitas sendi dapat menurunkan proprioseptif dan koordinasi yang dapat. mengakibatkan meningkatkan risiko cedera.

BAB I PENDAHULUAN. stabilitas sendi dapat menurunkan proprioseptif dan koordinasi yang dapat. mengakibatkan meningkatkan risiko cedera. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekuatan dan daya tahan otot saling mempengaruhi. Saat kekuatan otot meningkat, daya tahan juga meningkat dan sebaliknya. Lemahnya stabilitas sendi dapat menurunkan

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh: AYUDIA SEKAR PUTRI J

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh: AYUDIA SEKAR PUTRI J NASKAH PUBLIKASI PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA STIFFNESS ELBOW DEXTRA POST FRAKTUR SUPRACONDYLAR HUMERI DENGAN K-WIRE DI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL Disusun oleh: AYUDIA SEKAR PUTRI J 100 090 02

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jaman. Termasuk ilmu tentang kesehatan yang di dalamnya mencakup. manusia. Selama manusia hidup tidak pernah berhenti menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. jaman. Termasuk ilmu tentang kesehatan yang di dalamnya mencakup. manusia. Selama manusia hidup tidak pernah berhenti menggunakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang seiring perkembangan jaman. Termasuk ilmu tentang kesehatan yang di dalamnya mencakup bahasan tentang berbagai macam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas sehari- hari, beradaptasi dan berkontribusi di lingkungan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas sehari- hari, beradaptasi dan berkontribusi di lingkungan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hidup sehat adalah tujuan semua orang. Salah satu yang mempengaruhi kualitas hidup individu adalah kondisi fisiknya sendiri. Sehingga manusia yang sehat sudah tentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi sebagai barometer kemajuan dan alat ukur cita cita manusia. Juga

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi sebagai barometer kemajuan dan alat ukur cita cita manusia. Juga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Olahraga merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sejarah manusia. Yang berfungsi sebagai barometer kemajuan dan alat ukur cita cita manusia. Juga memberikan manfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipergunakan dalam olahraga. Kelincahan pada umumnya didefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. dipergunakan dalam olahraga. Kelincahan pada umumnya didefinisikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelincahan merupakan salah satu komponen fisik yang banyak dipergunakan dalam olahraga. Kelincahan pada umumnya didefinisikan sebagai kemampuan mengubah arah secara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam studi kasus ini, seorang pasien perempuan dengan inisial Ny. NF

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam studi kasus ini, seorang pasien perempuan dengan inisial Ny. NF BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Dalam studi kasus ini, seorang pasien perempuan dengan inisial Ny. NF berusia 52 tahun dengan keluhan nyeri pinggang bawah dan menjalar sampai kaki kiri akibat Hernia

Lebih terperinci

Pengantar Cedera Olahraga

Pengantar Cedera Olahraga Pengantar Cedera Olahraga Oleh: Ade Jeanne D.L. Tobing Kuliah Pengantar Cedera Olahraga, PPDS Program Studi Ilmu Kedokteran Olahraga FKUI Outline Definisi dan klasifikasi cedera olahraga Mekanisme cedera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan taraf hidup dan umur harapan hidup. Namun peningkatan umur

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan taraf hidup dan umur harapan hidup. Namun peningkatan umur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan adalah cita-cita suatu bangsa yang terlihat dari peningkatan taraf hidup dan umur harapan hidup. Namun peningkatan umur harapan hidup ini dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia tidak akan terlepas dari masa remaja. Masa remaja merupakan saah satu periode dari perkembangan manusia, masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas dan produktif dibutuhkan status kesehatan yang tinggi dan. peningkatan sistem pelayanan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas dan produktif dibutuhkan status kesehatan yang tinggi dan. peningkatan sistem pelayanan kesehatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi, pola kehidupan masyarakat Indonesia semakin hari semakin berkembang dan maju, dimana pola hidup tersebut dapat berpengaruh terhadap pembangunan

Lebih terperinci

MUSCLE SOARNESS & MUSCLE CRAMPS

MUSCLE SOARNESS & MUSCLE CRAMPS MUSCLE SOARNESS & MUSCLE CRAMPS Muscle soarness Muscle soarness (pegal otot) tidak hanya dikenal pada atlet melainkan juga oleh masyarakat umum Terjadi setelah melaksanakan olahraga/aktivitas cukup berat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh tugas, kepribadian, dan lingkungan, seperti bekerja, olahraga,

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh tugas, kepribadian, dan lingkungan, seperti bekerja, olahraga, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang hidupnya, manusia tidak terlepas dari proses gerak. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia melakukan berbagai macam aktifitas yang dipengaruhi oleh tugas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsional untuk menjadikan manusia menjadi berkualitas dan berguna

BAB I PENDAHULUAN. fungsional untuk menjadikan manusia menjadi berkualitas dan berguna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepanjang hidupnya, manusia tidak terlepas dari proses gerak. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia melakukan berbagai macam aktifitas yang dipengaruhi oleh tugas, kepribadian,

Lebih terperinci

Manfaat Ice Compress Terhadap Penurunan Nyeri Akibat Delayed Onset Muscle Soreness (DOMS) pada Otot Gastrocnemius

Manfaat Ice Compress Terhadap Penurunan Nyeri Akibat Delayed Onset Muscle Soreness (DOMS) pada Otot Gastrocnemius Manfaat Ice Compress Terhadap Penurunan Nyeri Akibat Delayed Onset Muscle Soreness (DOMS) pada Otot Gastrocnemius Dita Mirawati 1, Ari Sapti Mei Leni 2 1,2 Program Studi Fisioterapi STIKES Aisyiyah Surakarta

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Sindroma miofasial adalah kumpulan gejala dan tanda dari satu atau

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Sindroma miofasial adalah kumpulan gejala dan tanda dari satu atau 61 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Sindroma miofasial adalah kumpulan gejala dan tanda dari satu atau beberapa titik picu (trigger points) dan dicirikan

Lebih terperinci

Tinjauan Umum Jaringan Otot. Tipe Otot

Tinjauan Umum Jaringan Otot. Tipe Otot Tinjauan Umum Jaringan Otot Tipe Otot Otot rangka menempel pada kerangka, lurik, dapat dikontrol secara sadar Otot jantung menyusun jantung, lurik, dikontrol secara tidak sadar Otot polos, berada terutama

Lebih terperinci

CEDERA OLAHRAGA. By : Faidillah Kurniawan

CEDERA OLAHRAGA. By : Faidillah Kurniawan CEDERA OLAHRAGA By : Faidillah Kurniawan CEDERA OLAHRAGA Menurut penyebabnya: 1. Overuse injury 2. Traumatic injury Overuse injury disebabkan oleh gerakan berulang yang terlalu banyak dan terlalu cepat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perubahan ini terjadi sejak awal kehidupan sampai lanjut usia pada

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perubahan ini terjadi sejak awal kehidupan sampai lanjut usia pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Perubahan akan terjadi pada tubuh sejalan dengan semakin meningkatnya usia manusia. Perubahan ini terjadi sejak awal kehidupan sampai lanjut usia pada semua organ dan

Lebih terperinci

MENGATASI DOMS SETELAH OLAHRAGA. Suriani Sari 1 IKIP PGRI PONTIANAK

MENGATASI DOMS SETELAH OLAHRAGA. Suriani Sari 1 IKIP PGRI PONTIANAK MENGATASI DOMS SETELAH OLAHRAGA Suriani Sari 1 IKIP PGRI PONTIANAK suriansari@yahoo.co.id Abstrak Olahraga merupakan serangkaian gerak yang teratur dan terencana untuk memelihara gerak dan meningkatkan

Lebih terperinci

PENGURUTAN (MASSAGE)

PENGURUTAN (MASSAGE) PENGURUTAN (MASSAGE) Massage merupakan salah satu cara perawatan tubuh paling tua dan paling bermanfaat dalam perawatan fisik (badan) Massage mengarahkan penerapan manipulasi (penanganan) perawatan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan gerak tubuh yang benar maka akan terus menerus dipertahankan di

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan gerak tubuh yang benar maka akan terus menerus dipertahankan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat pertumbuhan pada manusia ada empat fase, yaitu fase anak-anak, remaja, dewasa dan lansia. Remaja adalah fase yang sangat penting yang menjadi kunci pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tangan atau alat terhadap jaringan tubuh yang lunak. Massage bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tangan atau alat terhadap jaringan tubuh yang lunak. Massage bertujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Massage adalah suatu cara penyembuhan yang menggunakan gerakan tangan atau alat terhadap jaringan tubuh yang lunak. Massage bertujuan memperbaiki sirkulasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekedar jalan-jalan atau refreshing, hobi dan sebagainya. Dalam melakukan

BAB I PENDAHULUAN. sekedar jalan-jalan atau refreshing, hobi dan sebagainya. Dalam melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupannya manusia memiliki banyak aktivitas untuk dilakukan baik itu rutin maupun tidak rutin. Ada berbagai macam aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

APLIKASI ICE MASSAGE SESUDAH PELATIHAN LEBIH BAIK MENGURANGI TERJADINYA DOMS DARIPADA TANPA PEMBERIAN ICE MASSAGE PADA OTOT HAMSTRING

APLIKASI ICE MASSAGE SESUDAH PELATIHAN LEBIH BAIK MENGURANGI TERJADINYA DOMS DARIPADA TANPA PEMBERIAN ICE MASSAGE PADA OTOT HAMSTRING APLIKASI ICE MASSAGE SESUDAH PELATIHAN LEBIH BAIK MENGURANGI TERJADINYA DOMS DARIPADA TANPA PEMBERIAN ICE MASSAGE PADA OTOT HAMSTRING Rakasiwi, A.M Fisioterapis-Universitas Pekalongan Jalan Sriwijaya No

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prestasi merupakan salah satu faktor dalam pembangunan olahraga. Prestasi juga dapat dijadikan tolak ukur untuk melihat status atau tingkat pencapaian dan keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas sehari-hari. Gangguan pada kaki bisa menghambat aktivitasnya.

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas sehari-hari. Gangguan pada kaki bisa menghambat aktivitasnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kaki menjadi bagian penting bagi manusia dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Gangguan pada kaki bisa menghambat aktivitasnya. Dibandingkan dengan bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari salah satu jalur energi dalam tubuh yang dikenal sebagai glikolisis (Mc

BAB I PENDAHULUAN. dari salah satu jalur energi dalam tubuh yang dikenal sebagai glikolisis (Mc BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Aktifitas fisik dengan maksimal akan mengalami kelelahan. Kelelahan adalah menurunnya kualitas dan kuantitas kerja atau olahraga yang disebabkan (akibat dari)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Dalam kehidupan sehari-hari setiap orang melakukan aktifitas fisik untuk menunjang hidup sehat, karena Kesehatan sangat penting bagi kehidupan manusia untuk hidup dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang ada, sangat kompleks sekali masalah demi masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang ada, sangat kompleks sekali masalah demi masalah yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada kehidupan manusia pasti akan dihadapkan dengan beberapa masalah yang ada, sangat kompleks sekali masalah demi masalah yang muncul. Dengan segenap kemampuan yang

Lebih terperinci

Perwujudan kerja ditampilkan oleh rangka yg digerakkan oleh otot-otot. Gerakan otot-otot diatur oleh syaraf

Perwujudan kerja ditampilkan oleh rangka yg digerakkan oleh otot-otot. Gerakan otot-otot diatur oleh syaraf Perwujudan kerja ditampilkan oleh rangka yg digerakkan oleh otot-otot. Gerakan otot-otot diatur oleh syaraf SKELET OTOT SARAF KESATUAN PERTAMA YG MELAKSANAKAN GERAK ERGOSISTEMA I MENDUKUNG DARAH & CAIRAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kebugaran serta dilakukan dengan aturan tertentu, dimana dengan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kebugaran serta dilakukan dengan aturan tertentu, dimana dengan tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Olahraga adalah suatu kegiatan fisik yang merupakan salah satu cara untuk dapat meningkatkan kebugaran serta dilakukan dengan aturan tertentu, dimana dengan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas. Aktivitas-aktivitas tersebut berlangsung di tempat kerja, sekolah, kampus

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas. Aktivitas-aktivitas tersebut berlangsung di tempat kerja, sekolah, kampus 15 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sepanjang daur kehidupannya, manusia tidak akan terlepas dari gerak dan aktivitas. Aktivitas-aktivitas tersebut berlangsung di tempat kerja, sekolah, kampus maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat disuatu negara,

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat disuatu negara, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa dampak yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat disuatu negara, termasuk masyarakat Indonesia. Salah satu

Lebih terperinci

RESPON HUNTING PADA TERAPI DINGIN PADA PENANGANAN CEDERA OLAHRAGA. Oleh: Novita Intan Arovah Jurusan Pendidikan Kesehatan dan Rekreasi FIK UNY

RESPON HUNTING PADA TERAPI DINGIN PADA PENANGANAN CEDERA OLAHRAGA. Oleh: Novita Intan Arovah Jurusan Pendidikan Kesehatan dan Rekreasi FIK UNY RESPON HUNTING PADA TERAPI DINGIN PADA PENANGANAN CEDERA OLAHRAGA Oleh: Novita Intan Arovah Jurusan Pendidikan Kesehatan dan Rekreasi FIK UNY ABSTRAK Atlet merupakan populasi yang rentan mengalami cedera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti tarian. Pada saat ini, aerobik mempunyai gerakan yang tersusun, tapi

BAB I PENDAHULUAN. seperti tarian. Pada saat ini, aerobik mempunyai gerakan yang tersusun, tapi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dekade terakhir, latihan senam aerobik telah menjadi salah satu jenis latihan yang paling popular. Aerobik yang dilakukan pada saat ini tidak seperti

Lebih terperinci

Hasil Evaluasi Nyeri Tekan Menggunakan Skala VDS

Hasil Evaluasi Nyeri Tekan Menggunakan Skala VDS BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Permasalahan- permasalahan yang timbul pada pasen bernama Ny. N, usia 62 tahun dengan kondisi Post Fraktur 1/3 proksimal Humerus sinistra adalah adanya nyeri tekan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar ke-4

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar ke-4 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar ke-4 didunia. Dengan banyaknya jumlah penduduk, Indonesia memiliki sejumlah permasalahan baik dalam perekonomian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Brachial Plexus (pleksus brachialis) adalah pleksus saraf somatik yang

BAB I PENDAHULUAN. Brachial Plexus (pleksus brachialis) adalah pleksus saraf somatik yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Brachial Plexus (pleksus brachialis) adalah pleksus saraf somatik yang terbentuk antara ventral rami (akar) dari empat nervus cervical (C5-C8) dan nervus thoracal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan bangsa Indonesia yang tertuang dalam

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan bangsa Indonesia yang tertuang dalam BAB I PENDAHULUAN Salah satu tujuan pembangunan bangsa Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah memajukan kesejahteraan umum, dan untuk mencapai tujuan tersebut bangsa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beratnya latihan dan kontak badan antar pemain bertumpu pada fisik. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. beratnya latihan dan kontak badan antar pemain bertumpu pada fisik. Oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan dan kekuatan jasmani merupakan salah satu dari sejumlah syarat mutlak yang wajib di miliki oleh seorang atlet sepak bola, mengingat beratnya latihan dan kontak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data digilib.uns.ac.id 76 BAB IV HASIL PENELITIAN Dalam bab ini disajikan mengenai hasil penelitian beserta interpretasinya. Penyajian hasil penelitian adalah berdasarkan analisis statistik yang dilakukan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau permukaan rawan sendi. Karena tulang dikelilingi oleh struktur jaringan

BAB I PENDAHULUAN. atau permukaan rawan sendi. Karena tulang dikelilingi oleh struktur jaringan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, lempeng epiphyseal atau permukaan rawan sendi. Karena tulang dikelilingi oleh struktur jaringan lunak, tekanan fisik yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya pusat rehabilitasi di Surakarta menuntut pengetahuan lebih

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya pusat rehabilitasi di Surakarta menuntut pengetahuan lebih 1 BAB I PENDAHULUAN Pada tahun 1948 Prof. Dr. Soeharso mendidik tenaga kesehatan dalam rangka kerja besarnya memulihkan korban perang, dibangun Sekolah Perawat Fisioterapi. Semakin berkembangnya pusat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan social yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara social dan ekonomis. Pemelihara kesehatan

Lebih terperinci

Berikut ini adalah beberapa yang paling sering direkomendasikan oleh para ahli :

Berikut ini adalah beberapa yang paling sering direkomendasikan oleh para ahli : Pemulihan/Recovery setelah latihan sangat penting untuk otot dan perbaikan jaringan dan membangun kekuatan. Ini bahkan lebih penting setelah sesi latihan beban berat. Otot membutuhkan di mana saja dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas tersebut antara lain memasak, mencuci, menulis, mengetik, dan

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas tersebut antara lain memasak, mencuci, menulis, mengetik, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tangan adalah bagian tubuh yang memiliki peran dan fungsi yang penting dalam melakukan berbagai aktivitas baik ringan maupun berat. Aktivitas tersebut antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebugaran jasmani adalah kemampuan tubuh untuk menjalankan aktivitas harian tanpa adanya rasa lelah yang berlebih (Kisner & Colby, 2012). Di era globalisasi yang penuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, begitu juga dalam bidang kesehatan. Salah satu Negara kita, yaitu dari

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, begitu juga dalam bidang kesehatan. Salah satu Negara kita, yaitu dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan pembangunan dan teknologi memberikan dampak bagi segala bidang pembangunan, begitu juga dalam bidang kesehatan. Salah satu Negara kita, yaitu dari penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan bagian integral kesehatan (Ibid dkk, 2009). kita, hal itu ditunjukkan dalam aktivitas kita sehari-hari.

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan bagian integral kesehatan (Ibid dkk, 2009). kita, hal itu ditunjukkan dalam aktivitas kita sehari-hari. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang Undang No.23 tahun 1992 tentang kesehatan menyatakan bahwa: kesehatan adalah keadaan kesejahteraan fisik, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA AKTIVITAS BERMAIN BULUTANGKIS DENGAN KECENDERUNGAN TERKENA TENNIS ELBOW DI GOR BULUTANGKIS DIRGANTARA KARTASURA

HUBUNGAN ANTARA AKTIVITAS BERMAIN BULUTANGKIS DENGAN KECENDERUNGAN TERKENA TENNIS ELBOW DI GOR BULUTANGKIS DIRGANTARA KARTASURA HUBUNGAN ANTARA AKTIVITAS BERMAIN BULUTANGKIS DENGAN KECENDERUNGAN TERKENA TENNIS ELBOW DI GOR BULUTANGKIS DIRGANTARA KARTASURA SKRIPSI Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mendapatkan gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menaiki tangga, berlari dan berolahraga secara umum dan lain-lain. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. menaiki tangga, berlari dan berolahraga secara umum dan lain-lain. Untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktivitas fisik adalah bagian sangat esensial dari kehidupan manusia sehari-hari. Misalnya berjalan kaki, mengangkat sesuatu dengan tangan, menaiki tangga, berlari dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi, tetapi juga dari kegiatan olahraga atau aktivitas fisik yang kita lakukan.

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi, tetapi juga dari kegiatan olahraga atau aktivitas fisik yang kita lakukan. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kesehatan tubuh kita tidak hanya tergantung dari jenis makanan yang kita konsumsi, tetapi juga dari kegiatan olahraga atau aktivitas fisik yang kita lakukan. Dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Olahraga merupakan hal yang penting dalam kehidupan kita, karena

PENDAHULUAN. Olahraga merupakan hal yang penting dalam kehidupan kita, karena BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Olahraga merupakan hal yang penting dalam kehidupan kita, karena olahraga dapat mempertahankan dan meningkatkan kesehatan tubuh, serta akan dapat berdampak kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan makin meningkatnya usia. Perubahan tubuh sejak awal kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. dengan makin meningkatnya usia. Perubahan tubuh sejak awal kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan perubahan akan terjadi pada tubuh manusia berkaitan dengan makin meningkatnya usia. Perubahan tubuh sejak awal kehidupan sampai usia lanjut pada semua organ

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. barang, mencuci, ataupun aktivitas pertukangan dapat mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. barang, mencuci, ataupun aktivitas pertukangan dapat mengakibatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktivitas sehari-hari tidak jarang dapat menimbulkan gangguan pada tubuh kita, misalnya pada saat melakukan aktivitas olahraga, mengangkat barang, mencuci, ataupun aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam mencari pengobatan (Kambodji, 2002). menyebabkan sekitar 12,5% dari seluruh angka sakit.

BAB I PENDAHULUAN. dalam mencari pengobatan (Kambodji, 2002). menyebabkan sekitar 12,5% dari seluruh angka sakit. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyeri punggung bawah merupakan salah satu keluhan yang dapat menurunkan produktivitas manusia, 80% penduduk di negara industri pernah mengalami nyeri punggung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan merupakan hasil pengindraan atau hasil tahu, setelah orang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan merupakan hasil pengindraan atau hasil tahu, setelah orang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil pengindraan atau hasil tahu, setelah orang melakukan kegiatan dengan indra penglihatan (mata), pendengaran (telinga), dan penciuman (hidung)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakang Masalah. Lari jarak pendek (sprint) adalah lari yang menempuh jarak antara 100

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakang Masalah. Lari jarak pendek (sprint) adalah lari yang menempuh jarak antara 100 BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Masalah Lari jarak pendek (sprint) adalah lari yang menempuh jarak antara 100 meter sampai dengan 400 meter (Yoyo, 2000). Lari sprint 100 meter merupakan nomor lari jarak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan keadaan dinamis dan dapat ditingkatkan sehingga manusia dapat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan keadaan dinamis dan dapat ditingkatkan sehingga manusia dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Setiap orang mendambakan bebas dari penyakit, baik fisik maupun mental serta terhindar dari kecacatan. Sehat bukan suatu keadaan yang sifatnya statis tapi merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, dimana harus mempunyai kemampuan fungsi yang optimal

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, dimana harus mempunyai kemampuan fungsi yang optimal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan mahkluk sosial yang saling berinteraksi dengan lingkungannya, dimana harus mempunyai kemampuan fungsi yang optimal dalam bergerak atau beraktivitas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsionalnya. Kompleksnya suatu gerakan dalam aktifitas seperti. tulang-tulang yang membentuk sendi ini masing-masing tidak ada

BAB I PENDAHULUAN. fungsionalnya. Kompleksnya suatu gerakan dalam aktifitas seperti. tulang-tulang yang membentuk sendi ini masing-masing tidak ada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia banyak melakukan aktifitas untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Manusia melakukan aktifitasnya tidak pernah lepas dari proses gerak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun jumlahnya cenderung mengalami peningkatan. Menurut Kantor

BAB I PENDAHULUAN. tahun jumlahnya cenderung mengalami peningkatan. Menurut Kantor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan penduduk lanjut usia (Lansia) di Indonesia dari tahun ke tahun jumlahnya cenderung mengalami peningkatan. Menurut Kantor Kementrian Koordinator Kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia antara lain taekwondo, karate, kempo, yudho, dan sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia antara lain taekwondo, karate, kempo, yudho, dan sebagainya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dari berbagai jenis olahraga prestasi, beladiri merupakan salah satu cabang olahraga yang berkembang di Indonesia. Olahraga beladiri yang ada di Indonesia antara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada even olahraga kompetisi, power merupakan salah satu unsur penting

BAB I PENDAHULUAN. Pada even olahraga kompetisi, power merupakan salah satu unsur penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada even olahraga kompetisi, power merupakan salah satu unsur penting untuk mencapai suatu prestasi maksimal. Power adalah kemampuan mengatasi hambatan dalam kecepatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umum dan untuk mencapai tujuan tersebut bangsa Indonesia melakukan

BAB I PENDAHULUAN. umum dan untuk mencapai tujuan tersebut bangsa Indonesia melakukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah memajukan kesejahteraan umum dan untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pengambilan data penelitian telah dilakukan di SMK Kesehatan PGRI

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pengambilan data penelitian telah dilakukan di SMK Kesehatan PGRI BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengambilan data penelitian telah dilakukan di SMK Kesehatan PGRI Denpasar untuk kelompok I dan kelompok II. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswi yang

Lebih terperinci

Skeletal: Otot: Sendi: Fasia Hubungan sistem muskuloskeletal dengan reproduksi wanita

Skeletal: Otot: Sendi: Fasia Hubungan sistem muskuloskeletal dengan reproduksi wanita Skeletal: Struktur jaringan tulang Klasifikasi tulang Tulang tengkorak, rangka dada, tulang belakang, panggul, ekstremitas atas dan bawah Sendi: Klasifikasi berdasarkan gerakan Klasifikasi berdasarkan

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS KNEE DEXTRA DI RSUD KOTA SRAGEN

KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS KNEE DEXTRA DI RSUD KOTA SRAGEN KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS KNEE DEXTRA DI RSUD KOTA SRAGEN Diajukan guna melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk menyelesaikan program Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang (Helmi,2012). Klasifikasi

BAB I PENDAHULUAN. Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang (Helmi,2012). Klasifikasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang (Helmi,2012). Klasifikasi fraktur menurut hubungan dengan jaringan ikat disekitarnya dibagi menjadi 2 yaitu fraktur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif kronik non inflamasi yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Penyakit ini bersifat progresif lambat,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada setiap sediaan otot gastrocnemius dilakukan tiga kali perekaman mekanomiogram. Perekaman yang pertama adalah ketika otot direndam dalam ringer laktat, kemudian dilanjutkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ada (kurangnya aktivitas fisik), merupakan faktor resiko independen. menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ada (kurangnya aktivitas fisik), merupakan faktor resiko independen. menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1. Aktivitas Fisik a. Definisi Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Aktivitas fisik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Osteoarthritis merupakan penyakit sendi degeneratif yang paling banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. Osteoarthritis merupakan penyakit sendi degeneratif yang paling banyak BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Osteoarthritis merupakan penyakit sendi degeneratif yang paling banyak dijumpai dibanding dengan penyakit sendi lainnya. Semua sendi dapat terserang, tetapi yang paling

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. cabang-cabang olahraga. Atlet yang menekuni salah satu cabang tertentu untuk

PENDAHULUAN. cabang-cabang olahraga. Atlet yang menekuni salah satu cabang tertentu untuk 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Olahraga Prestasi adalah kegiatan olahraga yang dilakukan dan dikelola secara profesional dengan tujuan untuk memperoleh prestasi optimal pada cabang-cabang olahraga.

Lebih terperinci