BAB II LiNGKUP PEKERJAAN PeNGERUKAN ALUR PELAYARAN PELABUHAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LiNGKUP PEKERJAAN PeNGERUKAN ALUR PELAYARAN PELABUHAN"

Transkripsi

1 BAB II LiNGKUP PEKERJAAN PeNGERUKAN ALUR PELAYARAN PELABUHAN Pekerjaan pengerukan dapat dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu: Pengerukan Awal (Capital Dredging), Pengerukan Perawatan (Maintenance Dredging), Pengerukan Batu (Rock Dredging), dan Reklamasi (Reclamation). Pekerjaan capital dredging diperlukan dalam pembuatan pelabuhan baru. Pekerjaan ini bermodal besar dan dilakukan untuk sedimentasi yang telah lama terbentuk. Pekerjaan maintenance dredging dilakukan di Pelabuhan yang sudah ada, dengan tujuan menjaga agar terpenuhi persyaratan navigasi di alur pelayaran pelabuhan. Adanya sedimentasi di alur pelayaran mengakibatkan pendangkalan, sehingga kedalamannya tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi alur pelayaran di Pelabuhan. Oleh karena itu diperlukan pengerukan secara berkala di alur pelayaran pelabuhan (maintenance dredging). Pekerjaan rock dredging dilakukan khusus pada sedimentasi berupa batuan, sehingga metode yang digunakan berbeda. Pekerjaan reclamation bertujuan memindahkan soil di dasar laut dari daerah keruk ke daerah timbunan dengan maksud menambah luas daerah timbunan / keperluan rekayasa lainnya Sebelum dilaksanakan pengerukan, idealnya perlu dilakukan survey investigasi dan pengumpulan data. Pada tabel 2.1 dijelaskan survey yang diperlukan dalam pelaksanaan pekerjaan pengerukan. Karena dalam hal ini tujuan pelaksanaan survey hidrografi yaitu mengetahui apakah kedalaman dasar alur pelayaran sudah mencapai batas desain kedalaman yang sesuai dengan ketentuan bagi alur pelayaran di Pelabuhan Tanjung Priok serta menghitung volume material yang harus dikeruk, maka pembahasan ini dibatasi oleh pelaksanaan survey hidrografi (penentuan posisi, pengukuran kedalaman dan water level) untuk pekerjaan II-1

2 pengerukan perawatan (maintenance dredging). Pelaksanaan survey hidrografi dilakukan sebelum, selama, dan setelah pekerjaan pengerukan. Hidrografi Geoteknik Hidraulik Meteorologi Sistem penentuan posisi Pengukuran kedalaman Water level Side scan sonar Magnetometer Pengukuran densitas Bottom sampling Uji lapangan Uji laboratorium Pengamatan gerakan air Arus Gelombang Pasut Penelitian kandungan air Salinitas Temperatur Komposisi Penelitian sedimentasi Bed load Suspended load Turbidity Sumber: Economic And Social Commission for Asia and The Pacific United Nations Development Programme Angin Temperatur Curah hujan Kelembaban Kabut Tabel 2.1 Jenis survey dalam pelaksanaan ideal pekerjaan pengerukan Telah dikemukakan sebelumnya bahwa adanya sedimentasi di alur pelayaran pelabuhan mengakibatkan pendangkalan, sehingga persyaratan navigasi di alur pelayaran tersebut tidak terpenuhi. Maka dalam bab ini akan dijelaskan hubungan antara navigasi dan pengerukan, yaitu terkait pada kedalaman dan lebar alur pelayaran. Agar lebih jelas disajikan gambar 2.1 skema lingkup pekerjaan pengerukan alur pelayaran pelabuhan. II-2

3 Tipe Pekerjaan Pengerukan : Lingkup Pekerjaan Pengerukan Alur Pelayaran Pelabuhan Capital Dredging Maintenance Dredging Rock Dredging Reclamation Persyaratan Navigasi Di Alur Pelayaran Kedalaman alur Pelayaran Lebar alur pelayaran Pelaksanaan dan Proses Pengerukan (maintenance dredging) Pelaksanaan Survei Hidrografi : Penentuan posisi Pengukuran kedalaman Water level Gambar 2.1 Skema lingkup pekerjaan pengerukan alur pelayaran pelabuhan Gambar diatas menjelaskan bahwa lingkup pekerjaan pengerukan alur pelayaran terdiri dari capital dredging, maintenance dredging, rock dredging, dan reclamation. Berdasarkan persyaratan navigasi untuk alur pelayaran yang harus dipenuhi, maka perlu dilakukan pelaksanaan dan proses pengerukan. Pada pelaksanaan dan proses pengerukan (maintenance dredging) terdapat peran hidrografi dalam survey untuk pekerjaan pengerukan, yaitu : penentuan posisi, pengukuran kedalaman dan water level. II-3

4 2.1 Pekerjaan Pengerukan Pengerukan merupakan proses pemindahan tanah dengan menggunakan suatu peralatan atau suatu alat berat, dengan cara mekanis dan/atau hidraulis dari suatu tempat ke tempat lain (misalnya dari suatu dasar sungai atau laut ke tempat lain). Peralatan yang digunakan untuk pengerukan alur pelayaran pelabuhan biasanya berbentuk kapal. Tujuan pekerjaan pengerukan adalah untuk berbagai macam keperluan, diantaranya (Rochmandi, 1992): 1. Memperdalam dasar sungai / laut, 2. Memperbesar penampang sungai, 3. Mengambil material pasir laut untuk keperluan urugan / fill untuk keperluan bangunan ataupun reklamasi tanah, 4. Mengambil material / tanah / lumpur di dasar sungai untuk keperluan penambangan, 5. Keperluan Navigasi, 6. Pengendalian banjir / pengambilan material di muara sungai (delta), 7. Rekayasa konstruksi dan reklamasi, 8. Pemeliharaan pesisir / pantai, 9. Instalasi dan perawatan pipa bawah laut (pipeline), 10. Pembuangan limbah / polutan, Berdasarkan keperluannya, pekerjaan pengerukan dapat dikelompokkan menjadi 4 jenis pekerjaan, yaitu (Dredging For Navigation - a handbook for port and waterways authorities): A. Pengerukan Awal (Capital Dredging) Pekerjaan pengerukan awal sangat diperlukan dalam membangun kolam/alur pelayaran baru guna mempermudah manouver bagi kapal-kapal yang berada di wilayah perairan, membuat pelabuhan baru (termasuk alur pelayarannya). II-4

5 Contohnya antara lain : beach nourishment yaitu menambang pasir di lepas-pantai dan kemudian menempatkannya di pantai untuk mengganti pasir akibat peristiwa erosi oleh badai atau ombak (perlindungan fungsi dari pantai, rekreasi), pembuatan parit untuk pipa bawah laut, menyiapkan lokasi pengeboran lepas pantai, menstabilkan platform lepas pantai dan melindungi pipa bawah laut. Secara umum, pekerjaan ini disebut Capital Dredging. Jenis pekerjaan pengerukan ini dilakukan pada tipe-tipe soil yang telah lama terendap di dasar perairan. Sebagai pekerjaan yang bersifat capital, kedalaman alur pelayaran di suatu pelabuhan yang telah lama digunakan tentu saja patut diperhatikan dan diperbaiki. Dalam manajemen di negara-negara berkembang, kata pengerukan biasa dikaitkan dengan capital dredging (United Nations, 1991). Pekerjaan ini merupakan suatu proyek / kegiatan konstruksi yang besar dan dilaksanakan oleh kontraktor yang sangat berpengalaman. Pihak-pihak yang umumnya terlibat dalam proyek capital dredging antara lain: pihak dari pemerintah, bank / badan keuangan negara dan konsultan. Dalam beberapa kasus, pekerjaan ini memerlukan waktu yang relatif lama dan hasil yang diciptakan sangat spektakuler. Antara lain: menciptakan sebuah daratan, perbaikan lingkungan wilayah perairan, serta membuat alur laut/sungai. Beberapa faktor yang sangat signifikan mempengaruhi kesuksesan pekerjaan capital dredging, yaitu : 1) Faktor Teknik a) Keberadaan rongsokan (wrecks) dan Ranjau Laut. Wrecks yang berukuran besar biasanya terapung dan dapat terpetakan. Investigasi dengan magnetometer atau deteksi dengan side scan sonar dapat mengetahui pula ranjau laut yang tidak terpetakan. Dalam proses pengangkatan wrecks, terkait dengan alasan navigasi, biasanya tertulis pada kontrak perjanjian yang terpisah dengan biaya yang berbeda. Metode yang digunakan dalam proses pembuangannya harus pula tercantum pada kontrak kerja. II-5

6 b) Reruntuhan / puing (debris). Debris dapat mengakibatkan banyak kerugian dalam penggunaan alat keruk hidraulik. Alat keruk tipe grabs cocok untuk mengatasinya. Sehingga, debris dapat dibuang jauh dari area pengerukan. c) Kandungan dasar. Masalah ini terjadi pada alat keruk buckets, grabs, hoppers, roda cutters dan pipeline. Tingginya kepekatan tanah dapat menyebabkan tingginya intensitas adhesi (kelengketan), akibatnya efektivitas kerja alat terganggu. Dampaknya berujung pada waktu produktivitas kerja berkurang dan tentu saja akan bermasalah pada perjanjian kontrak kerja. d) Pelapisan dasar. Kurangnya kepadatan tanah, adanya kandungan gas di dalamnya dan kecenderungan terjadinya gelombang besar dan cepat dapat menyebabkan kesulitan dalam pekerjaan pengerukan. 2) Faktor Manajemen a) Kondisi perjanjian kontrak Perjanjian kontrak terkait dengan pengetahuan dan kemampuan pelaksana pekerjaan dalam penggunaan alat teknologi terbaru. Teknologi dapat berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Maka tidak dapat dipungkiri bahwa pelaksana pekerjaan harus mampu mengatasi dan mengikuti perkembangan teknologi yang terjadi di bidang pengerukan. b) Metode pengukuran dan sertifikasi pekerjaan. Sebagai pelaksana pekerjaan pengerukan yang profesional dan dapat dipercaya, maka pelaksana harus bersertifikasi dan menguasai metodemetode pengukuran yang ada. Hal itu terkait pada perkembangan teknologi. II-6

7 c) Peraturan pembayaran yang disepakati. Setiap pekerjaan, memiliki sistem pembayaran yang berbeda-beda sesuai dengan kesepakatan antara pelaksana dan pengguna jasa pengerukan. Oleh karena itu, peraturan pekerjaan yang telah disepakati oleh kedua belah pihak harus dipatuhi dan dilaksanakan secara keseluruhan. d) Hubungan antara pemberi kerja dan kontraktor. Adanya good relationship yang harus terjalin antara pemberi kerja dan kontraktor sebagai pelaksana akan berdampak baik dalam pelaksanaan pekerjaan. B. Pengerukan Perawatan (Maintenance dredging) Maintenance dredging adalah pekerjaan spesial yang termasuk pada pengangkatan soil, umumnya soil yang dikeruk belum lama mengendap di dasar perairan. Sehingga pada pekerjaan ini biasanya lapisan dasar perairan yang dikeruk tidak terlalu tebal dan keras. Maintenance dredging merupakan pekerjaan yang dilakukan berkesinambungan pada jangka waktu tertentu. Biaya untuk melakukan pekerjaan ini salah satunya bergantung pada besar siltation yang terjadi. Siltation terbentuk akibat adanya sedimentasi yang dikeruk, sehingga sedimentasi di sisi lainnya yang tidak terkeruk cenderung mengikuti gravitasi bumi. Akibatnya, area tempat sedimentasi yang dikeruk sebelumnya terisi kembali oleh sedimentasi dari sisi-sisi lainnya. Dalam beberapa kasus, terdapat alur pelayaran pelabuhan yang memiliki intensitas siltation yang tinggi. Akibatnya, pekerjaan pengerukan pelabuhan di alur pelayaran tersebut menghabiskan waktu yang cukup lama dan biaya yang sangat besar. II-7

8 Gambar 2.2 Proses terbentuknya Siltation Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam menentukan biaya operasi pekerjaan pengerukan perawatan maintenance dredging : 1. Menempatkan alur pelayaran di area yang memiliki siltation rendah. 2. Melakukan perencanaan yang baik dalam perawatan alur pelayaran. 3. Mempelajari dan menerapkan metode dan teknologi terbaru sesuai dengan karakteristik alur pelayaran yang akan dikeruk. Tipe pekerjaan pengerukan ini dilakukan untuk memelihara dan melindungi fungsi-fungsi dari suatu subyek yang berkenaan dengan aspek-aspek pelayaran/nautical aspects, perlindungan tanah/pantai, nilai-nilai lingkungan. Dalam hal ini aspek-aspek pelayaran menyangkut alur pelayaran, terkait dengan fungsi ekonomi (misalnya: bila pelabuhan dangkal maka kapal tidak dapat merapat), serta faktor-faktor alam lainnya seperti sedimentasi, dll. C. Pengerukan Batu (Rock dredging) Pekerjaan pengerukan ini sangat mahal, hal itu disebabkan oleh material yang dikeruk berupa batu keras, sehingga diperlukan perencanaan yang baik dalam memutuskan apakah pekerjaan pengerukan ini layak untuk dilakukan. Metode pengerukan pekerjaan rock dredging akan dijelaskan pada bab 4 tentang pelaksanaan pengerukan. II-8

9 D. Reklamasi (Reclamation) Suatu area dapat direklamasi oleh material dari hasil pekerjaan pengerukan. Ketika merencanakan pekerjaan reklamasi, karakteristik soil di area yang akan direklamasi dan karakteristik material yang diperoleh dari pekerjaan pengerukan harus diperhatikan. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pekerjaan pengerukan untuk reklamasi antara lain: ukuran butiran material / sedimen, karakteristik sedimen, efek dari gabungan sedimen yang dibentuk karena terdapat perbedaan karakteristik soil. Biasanya ukuran material yang kasar seperti pasir dan kerikil sangat cocok untuk pekerjaan reklamasi, hal itu dikarenakan massa jenis material cenderung besar. Namun perlu dipertimbangkan pula ketika daerah reklamasi memiliki karakteristik perairan yang sangat dinamis, hal itu dapat menyebabkan intensitas siltation yang tinggi. Dalam pekerjaan reklamasi, penentuan jumlah volume material yang akan dikeruk harus direncanakan terlebih dahulu. Hal ini berkaitan pada luas area yang akan dilakukan reklamasi. 2.2 Navigasi dan Pengerukan Keselamatan pelayaran adalah hal yang paling diutamakan. Alur pelayaran di pelabuhan tidak dapat terlepas dari pekerjaan pengerukan. Oleh karena itu, panjang, lebar dan kedalaman alur pelayaran menjadi salah satu persyaratan navigasi. Hal itu tentu saja dipengaruhi oleh kondisi fisik alam (kondisi laut, iklim dan karakteristik dasar laut). Agar alur pelayaran dapat berfungsi dengan baik dan sesuai desain awal kedalaman pelabuhan yang telah dibuat, maka diperlukan pekerjaan pengerukan untuk dapat memelihara kedalaman alur pelayaran. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk alur pelayaran di pelabuhan, sebelum dilakukan pekerjaan pengerukan biasanya diperlukan studi kelayakan bagi daerahdaerah tertentu yang akan dikeruk. Hal ini tergantung pada jenis pengerukan yang akan dilakukan. Biasanya, studi kelayakan dilakukan oleh pemilik proyek (owner). II-9

10 Berdasarkan hasil konferensi International Association of Ports and Harbours (IAPH) Juni 1983 di Vancouver, Kanada merekomendasikan bahwa pada umumnya seluruh pelabuhan utama di seluruh dunia harus melakukan pengerukan pelabuhan secara kontinu (terus-menerus) di sepanjang alur pelayaran untuk mengakomodasikan kapal-kapal laut yang masuk, baik kapal domestik maupun internasional. Dengan kata lain, pengerukan sangat penting untuk menjamin pergerakan kapal laut dan bergantung pada kondisi ekonomi yang digunakan di sebagian besar negara di dunia. Pengerukan yang berkesinambungan biasanya digunakan untuk mendukung navigasi yaitu: merawat/meningkatkan alur pelayaran pelabuhan serta dalam pembuatan pelabuhan ataupun fasilitas navigasi lainnya. Pengerukan untuk navigasi adalah suatu bentuk aktivitas sebagai salah satu konsekuensi persyaratan navigasi Persyaratan Navigasi Persyaratan navigasi adalah jaminan bahwa pelayaran melalui alur pelayaran pelabuhan aman. Oleh karena itu diperlukan pekerjaan pengerukan alur pelayaran pelabuhan untuk keselamatan pelayaran (safety navigation). Tabel 2.1 menjelaskan syarat navigasi untuk pelabuhan-pelabuhan di beberapa negara asia pasifik, misalnya pelabuhan belawan merekomendasikan bahwa kapal-kapal yang memiliki draft kapal maksimum 11 meter dinyatakan aman melalui alur pelayaran pelabuhan belawan. Persyaratan navigasi berhubungan dengan permintaan pekerjaan pengerukan. Adanya siltation yang terbentuk di alur pelayaran mengakibatkan pendangkalan, akibatnya kedalaman alur pelayaran tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi alur pelayaran pelabuhan atau dengan kata lain tidak terpenuhinya persyaratan navigasi. Untuk dapat memenuhi persyaratan navigasi diperlukan adanya pelaksanaan pengerukan secara berkala, maintenance dredging. Telah dikemukakan sebelumnya bahwa maintenace dredging bertujuan untuk membuang (remove) siltation yang terbentuk di alur pelayaran. II-10

11 Negara Pelabuhan terdalam Draft (meter) China Shanghai 10.5 Dalian 17.5 India Bombay 14.3 Indonesia Belawan 11 Malaysia Port Kelang 13.5 Myanmar Yangon 9 Pakistan Port Qasim 10 Phillippines Manila 12 Sri Lanka Colombo 12.1 Thailand Bangkok 8.5 (Ports Authority database, 1987) Tabel 2.2 Draft pelabuhan beberapa negara ESCAP (Economics and Social Commission for Asia and the Pasific) Meninjau aksesibilitas pelayaran di Pelabuhan, untuk kapal-kapal yang berdimensi kecil persyaratan navigasi tidak terlalu diperhatikan. Namun untuk kapal-kapal yang berdimensi besar, persyaratan navigasi harus diperhatikan. Hal itu disebabkan di laut terdapat pengaruh efek hidrodinamik kecepatan kapal dan kemudi kapal. Efek hidrodinamik muncul antara lain akibat adanya angin, gelombang laut dan arus laut. Persyaratan navigasi pada pembahasan ini terbatas pada ukuran alur, yakni kedalaman dan lebar alur pelayaran. Terdapat banyak pendekatan untuk persyaratan navigasi yang digunakan dalam mendesain kedalaman dan lebar alur pelayaran. Hal itu tergantung pada keperluan alur yang dibuat, survey lapangan dan kondisi lingkungan. Berikut ini disajikan contoh metode dan faktor-faktor yang digunakan dalam mendesain kedalaman dan lebar alur pelayaran pada beberapa negara, contohnya negara Jepang dan India. II-11

12 2.2.2 Kedalaman alur pelayaran Setiap pelabuhan memiliki standard alur pelayaran yang berbeda-beda, contohnya di negara Jepang dan India. Lebar dan kedalaman alur pelayaran merupakan faktor yang sangat penting dalam standardisasi pelabuhan. Nilai kedalaman tersebut harus tidak boleh kurang dari ukuran draft kapal yang melewati alur pelayaran tersebut. Sehingga, setiap pelabuhan memiliki klasifikasi tersendiri bagi kapal-kapal yang akan melewati alur pelayaran pelabuhan. Standard yang digunakan oleh Jepang menjelaskan bahwa kedalaman yang sesuai (proper depth) berarti kedalaman yang lebih dari kedalaman yang telah dijelaskan pada Tabel 2.3. Dengan kata lain, desain kedalaman yang direkomendasikan Jepang harus memperhatikan kondisi laut setempat, seperti: gelombang, angin, dan arus pasut, serta pengaruhnya pada gerakan kapal, seperti: rolling, pitching, dan squat. Contohnya: Untuk pelabuhan yang mengizinkan masuk bagi kapalkapal kargo dengan berat maksimum DWT, maka desain kedalaman yang direkomendasikan sebesar 14 meter ditambah faktor kondisi laut setempat. Jenis Kedalaman Ukuran Jenis Kedalaman Ukuran Jenis Kedalaman Ukuran Kapal (m) Kapal Kapal (m) Kapal Kapal (m) Kapal GT DWT DWT Kapal Kapal Kapal Penumpang Tanker Pembawa Minyak Biji (Besi) DWT Kapal Kargo GT Kapal Ferry GT gross tons DWT dead weight tons Tabel 2.3 Standard kedalaman kolam/alur pelayaran di Jepang (R.N Bray) II-12

13 Standard India merekomendasikan bahwa faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam memperhitungkan desain kedalaman kolam/alur pelayaran, yaitu : (United Nations) a) Ukuran, draft, bentuk dan kecepatan kapal b) Kecepatan arus laut c) Jenis alur (alur terbatas, semi-terbatas dan tak terbatas bagi pelayaran) d) Jumlah lajur yang digunakan e) Pergerakan angin dan gelombang f) Variasi pasut g) Pola pengerukan dan frekuensi pekerjaan h) Salinitas dan material di dasar laut i) Tingkat akurasi (spesifikasi teknis) yang digunakan IHO Lebar alur pelayaran Pada dasarnya, faktor-faktor yang mempengaruhi lebar alur pelayaran agar dapat dilalui kapal laut dengan aman diantaranya adalah jenis lalu lintas (alur pelayaran satu arah dan dua arah), ukuran kapal dan sudut pembelokan alur. Alur pelayaran satu arah yaitu alur yang dilewati satu kapal atau lebih (hanya pada satu lintasan) dengan arah yang sama. Sedangkan alur pelayaran dua arah yaitu alur yang dapat dilewati oleh dua kapal sekaligus, biasanya kapal saling berpapasan (arah yang saling berlawanan). Geometri lebar alur pelayaran satu arah dan dua arah dapat dilihat pada gambar 2.3. Lebar alur pelayaran satu arah II-13

14 Keterangan: b = Lebar kapal yang direncanakan melewati alur pelayaran d = Lebar untuk pergerakan horizontal kapal yang disebabkan alur pelayaran yang tidak searah dengan arus air, sebesar 1,6 sampai dengan 2 kali lebar kapal f = Faktor pengaman antara sisi alur, sebesar 1,5 sampai dengan 2 kali lebar kapal L = Lebar alur pelayaran = d + 2f Lebar alur pelayaran dua arah Keterangan: b = Lebar kapal yang direncanakan melewati alur pelayaran d = Lebar untuk pergerakan horizontal kapal yang disebabkan alur pelayaran yang tidak searah dengan arus air, sebesar 1,6 sampai dengan 2 kali lebar kapal s = Faktor pengaman antara dua kapal, sebesar 1 kali lebar kapal f = Faktor pengaman antara sisi alur, sebesar 1,5 sampai dengan 2 kali lebar kapal L = Lebar alur pelayaran = 2d + 2f + s Gambar 2.3 Tipe-tipe lebar alur pelayaran (Soedjono Kramadibrata) 2.3 Pelabuhan Menurut PP nomor 70 tahun 1996 tentang Kepelabuhanan, definisi pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batasbatas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun penumpang dan/atau bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan II-14

15 pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi. Pelabuhan diciptakan sebagai titik simpul (central) untuk menunjang perdagangan dan memungkinkan perpindahan muatan dan penumpang, tempat kapal-kapal dapat berlabuh dan bersandar untuk kemudian melakukan bongkar-muat dan/atau meneruskan pelayaran ke daerah tujuan. Istilah pelabuhan laut pada umumnya digunakan untuk pelabuhan yang menangani kapal-kapal laut. Sedangkan pelabuhan nelayan adalah pelabuhan yang digunakan untuk berlabuhnya kapalkapal penangkap ikan serta menjadi tempat distribusi maupun pasar ikan. Di bawah ini hal-hal yang penting agar pelabuhan dapat berfungsi : a. Adanya alur-alur / kolam-kolam laut yang cukup dalam (minimum 12 meter kedalaman) b. Perlindungan dari angin, ombak, dan petir (Breakwater) c. Akses ke transportasi penghubung seperti kereta api dan truk. Pelabuhan yang digunakan sebagai tempat berlabuhnya kapal-kapal diharapkan menjadi suatu tempat yang terlindung dari gangguan laut, sehingga kegiatan bongkar muat dapat dilaksanakan untuk menjamin keamanan barang. Terkadang suatu lokasi pantai dapat memenuhi keadaan ini dan kedalaman air/besaran kolam pelabuhannya memenuhi persyaratan bagi suatu ukuran kapal tertentu, sehingga hanya dibutuhkan dibangun suatu tambatan (wharf) guna merapatnya kapal agar bongkar muat dapat dilaksanakan. Pelabuhan semacam ini disebut Pelabuhan Alam. Untuk kondisi yang lain, misalnya dalam pengembangan suatu daerah dibutuhkan suatu pelabuhan dan kolam pelabuhannya dengan cara mengeruk tanah serta bangunan pelindung (breakwater), yaitu pemecah gelombang agar kapal-kapal dapat berlabuh dengan aman, pelabuhan semacam ini disebut pula Pelabuhan Buatan. Tipe lain yang tidak memenuhi kedua persyaratan ekstrim seperti yang telah disebutkan diatas disebut Pelabuhan Semi Alam. II-15

16 Pelabuhan Tanjung Priok, terletak di muara sungai Lagos di Laut Jawa, adalah pelabuhan terbesar dan tersibuk di Indonesia sekaligus sebagai pintu gerbang arus keluar masuk barang ekspor-impor maupun barang antar pulau. Terletak di muara sungai Lagos, di Laut jawa. Fasilitas yang dimiliki pelabuhan Tanjung Priok cukup memadai, yakni untuk melayani arus keluar masuk barang. Karena lokasi di muara sungai lagos tersebut, maka masalah pengerukan merupakan masalah rutin tahunan yang harus diatasi. Terdapat 5 terminal pelayanan peti kemas ekspor-impor di pelabuhan ini yaitu: 1) Jakarta International Container Terminal I (JICT I) 2) Jakarta International Container Terminal II (JICT II) 3) Terminal Petikemas Koja (TPJ Koja) 4) Mustika Alam Lestari (MAL) 5) Multi Terminal Indonesia (MTI). Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan wilayah perairan untuk kepentingan pengelolaan pelabuhan yaitu alur pelayaran dan perlintasan kapal, olah gerak kapal, keperluan darurat (misalnya kondisi dimana kapal kehabisan bahan bakar di tengah alur pelayaran), tempat labuh kapal, kelestarian lingkungan, dan aspek pertahanan keamanan negara. Pembahasan terkait pada penggunaan wilayah perairan, yaitu alur pelayaran untuk kepentingan pengelolaan pelabuhan. Pelabuhan Tanjung Priok memiliki alur luar dan alur dalam yang sama-sama terdapat peranan yang sangat penting. Seluruh kapal yang ingin memasuki Pelabuhan Tanjung Priok harus melalui alur tersebut terlebih dahulu. Sehingga, segala ketentuan mengenai keselamatan alur pelayaran pelabuhan Tanjung Priok sangat perlu diperhatikan. II-16

17 II-17

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pelabuhan merupakan salah satu jaringan transportasi yang menghubungkan transportasi laut dengan transportasi darat. Luas lautan meliputi kira-kira 70 persen dari luas

Lebih terperinci

BAB 6 PENUTUP. BAB VI PenUTUP

BAB 6 PENUTUP. BAB VI PenUTUP BAB VI PenUTUP Pembahasan survey hidrografi dan pelaksanaan pengerukan secara keseluruhan mulai dari : penjelasan lingkup pekerjaan pengerukan, pengumpulan dan pengolahan data survey hidrografi, pelaksanaan

Lebih terperinci

Bray, R.N. Dredging a Hand Book For Engineer. Edward Arnold Ltd. London

Bray, R.N. Dredging a Hand Book For Engineer. Edward Arnold Ltd. London Daftar pustaka Bray, R.N. Dredging a Hand Book For Engineer. Edward Arnold Ltd. London. 1979. United Nations Development Programme. Dredging For Navigation: a Handbook For Port and Waterways Authorities.

Lebih terperinci

TIPE DERMAGA. Dari bentuk bangunannya, dermaga dibagi menjadi dua, yaitu

TIPE DERMAGA. Dari bentuk bangunannya, dermaga dibagi menjadi dua, yaitu DERMAGA Peranan Demaga sangat penting, karena harus dapat memenuhi semua aktifitas-aktifitas distribusi fisik di Pelabuhan, antara lain : 1. menaik turunkan penumpang dengan lancar, 2. mengangkut dan membongkar

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberikan

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN PERAIRAN PELABUHAN

BAB III PERENCANAAN PERAIRAN PELABUHAN BAB III PERENCANAAN PERAIRAN PELABUHAN III.1 ALUR PELABUHAN Alur pelayaran digunakan untuk mengarahkan kapal yang akan masuk ke dalam kolam pelabuhan. Alur pelayaran dan kolam pelabuhan harus cukup tenang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran, telah diatur

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH DI PELABUHAN

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH DI PELABUHAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH DI PELABUHAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam upaya

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN,

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN, : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2009 tentang Kepelabuhanan telah diatur ketentuan

Lebih terperinci

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI Lokasi pada lepas pantai yang teridentifikasi memiliki potensi kandungan minyak bumi perlu dieksplorasi lebih lanjut supaya

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan. Bab 1.

LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan. Bab 1. LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan Bab 1 Pendahuluan Bab 1 Pendahuluan Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan

Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 70 TAHUN 1996 (70/1996) Tanggal : 4 DESEMBER 1996 (JAKARTA) Sumber : LN 1996/107; TLN PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM Indonesia merupakan negara kepulauan dengan potensi luas perairan 3,1 juta km 2, terdiri dari 17.508 pulau dengan panjang garis pantai ± 81.000 km. (Dishidros,1992).

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN UMUM Kegiatan kenavigasian mempunyai peranan penting dalam mengupayakan keselamatan berlayar guna mendukung

Lebih terperinci

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan mengenai pengerukan dan reklamasi sebagaimana diatur dalam Pasal 102 dan Pasal 107 Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: PP 70-1996 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 127, 2001 Perhubungan.Pelabuhan.Otonomi Daerah.Pemerintah Daerah.Tarif Pelayanan. (Penjelasan

Lebih terperinci

BAB 2 TEORI DASAR. 2.1 Pekerjaan Survei Hidrografi

BAB 2 TEORI DASAR. 2.1 Pekerjaan Survei Hidrografi BAB 2 TEORI DASAR Pada bab ini akan dijelaskan uraian mengenai pekerjaan yang dilaksanakan dalam rangka penelitian Tugas Akhir ini, meliputi survei hidrografi yang terdiri dari: survei batimetri atau pemeruman,

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN UMUM Pelabuhan sebagai salah satu unsur dalam penyelenggaraan pelayaran memiliki peranan yang sangat penting

Lebih terperinci

Studi Master Plan Pelabuhan Bungkutoko di Kendari KATA PENGANTAR

Studi Master Plan Pelabuhan Bungkutoko di Kendari KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Buku Laporan ini disusun oleh Konsultan PT. Kreasi Pola Utama untuk pekerjaan Studi Penyusunan Master Plan Pelabuhan Bungkutoko di Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara. Laporan ini adalah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR : 45 TAHUN : 2001 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN DI KOTA CILEGON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CILEGON,

Lebih terperinci

OPTIMALISASI DERMAGA PELABUHAN BAJOE KABUPATEN BONE

OPTIMALISASI DERMAGA PELABUHAN BAJOE KABUPATEN BONE PROSIDING 20 13 HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK OPTIMALISASI DERMAGA PELABUHAN BAJOE KABUPATEN BONE Jurusan Perkapalan Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Jl. Perintis Kemerdekaan Km.10 Tamalanrea

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Permasalahan

I. PENDAHULUAN Permasalahan I. PENDAHULUAN 1.1. Permasalahan Sedimentasi di pelabuhan merupakan permasalahan yang perlu mendapatkan perhatian. Hal tersebut menjadi penting karena pelabuhan adalah unsur terpenting dari jaringan moda

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 78,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat luas, dirasakan sangat perlu akan kebutuhan adanya angkutan (transport) yang

BAB I PENDAHULUAN. sangat luas, dirasakan sangat perlu akan kebutuhan adanya angkutan (transport) yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Republik Indonesia yang berbentuk kepulauan dengan daerah yang sangat luas, dirasakan sangat perlu akan kebutuhan adanya angkutan (transport) yang efektif dalam

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L No.394, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Terminal Khusus. Terminal untuk Kepentingan Sendiri. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 20 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pelabuhan merupakan sebuah fasilitas di ujung samudera, sungai, atau danau untuk menerima kapal dan memindahkan barang kargo maupun penumpang ke dalamnya. Perkembangan pelabuhan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1089, 2012 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Pelayaran. Sungai. Danau. Alur. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 52 TAHUN 2012 TENTANG ALUR-PELAYARAN SUNGAI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Triatmodjo (1996) pelabuhan (port) adalah daerah perairan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Triatmodjo (1996) pelabuhan (port) adalah daerah perairan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Menurut Triatmodjo (1996) pelabuhan (port) adalah daerah perairan yang terlindung terhadap gelombang, yang dilengkapi dengan fasilitas terminal laut meliputi dermaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta sebagai tempat perpindahan intra-dan antarmoda transportasi.

BAB I PENDAHULUAN. serta sebagai tempat perpindahan intra-dan antarmoda transportasi. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pelabuhan merupakan tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan Pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG KEPELABUHANAN DI KABUPATEN LAMONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG KEPELABUHANAN DI KABUPATEN LAMONGAN SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG KEPELABUHANAN DI KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMONGAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

2 Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5070); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian (Lemb

2 Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5070); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian (Lemb BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.216, 2015 KEMENHUB. Penyelenggara Pelabuhan. Pelabuhan. Komersial. Peningkatan Fungsi. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 23 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

TATANAN KEPELABUHAN NASIONAL KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 53 TAHUN 2002 MENTERI PERHUBUNGAN,

TATANAN KEPELABUHAN NASIONAL KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 53 TAHUN 2002 MENTERI PERHUBUNGAN, TATANAN KEPELABUHAN NASIONAL KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 53 TAHUN 2002 MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan, dalam

Lebih terperinci

Pesawat Polonia

Pesawat Polonia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara maritim sekaligus negara kepulauan terbesar di dunia, tidak bisa dibantah bahwa pelabuhan menjadi cukup penting dalam membantu peningkatan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1298, 2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Pelabuhan Tegal. Jawa Tengah. Rencana Induk. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 89 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA

Lebih terperinci

RANCANGAN KRITERIA KLASIFIKASI PELAYANAN PELABUHAN

RANCANGAN KRITERIA KLASIFIKASI PELAYANAN PELABUHAN RANCANGAN KRITERIA KLASIFIKASI PELAYANAN PELABUHAN LAMPIRAN 1 i DAFTAR ISI 1. Ruang Lingkup 2. Acuan 3. Istilah dan Definisi 4. Persyaratan 4.1. Kriteria dan Variabel Penilaian Pelabuhan 4.2. Pengelompokan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 78,

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PELAKSANAAN PERENCANAAN ALUR PELAYARAN

BAB 4 ANALISIS PELAKSANAAN PERENCANAAN ALUR PELAYARAN BAB 4 ANALISIS PELAKSANAAN PERENCANAAN ALUR PELAYARAN Tujuan pembahasan analisis pelaksanaan perencanaan alur pelayaran untuk distribusi hasil pertambangan batubara ini adalah untuk menjelaskan kegiatan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2015 TENTANG PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN JASA KEPELABUHANAN TERTENTU KEPADA PERUSAHAAN ANGKUTAN LAUT YANG MELAKUKAN KEGIATAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 10 TAHUN 2007 TENTANG KEPELABUHANAN DI KABUPATEN INDRAMAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 10 TAHUN 2007 TENTANG KEPELABUHANAN DI KABUPATEN INDRAMAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 10 TAHUN 2007 TENTANG KEPELABUHANAN DI KABUPATEN INDRAMAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2015 TENTANG PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN JASA KEPELABUHANAN TERTENTU KEPADA PERUSAHAAN ANGKUTAN LAUT YANG MELAKUKAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 78,

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN 1. Kriteria Pelabuhan yang Dapat Diusahakan Secara Komersial dan Non Komersial a. Kriteria Pelabuhan yang Dapat Diusahakan Secara Komersial 1) Memiliki fasilitas

Lebih terperinci

Sungai Musi mempunyai panjang ± 750 km

Sungai Musi mempunyai panjang ± 750 km STUDI PENETAPAN TARIF ALUR PELAYARAN (CHANNEL FEE) : STUDI KASUS SUNGAI MUSI Septyan Adi Nugroho, Murdjito Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Lebih terperinci

Desain Konsep Self-Propelled Backhoe Dredger untuk Operasi Wilayah Sungai Kalimas Surabaya

Desain Konsep Self-Propelled Backhoe Dredger untuk Operasi Wilayah Sungai Kalimas Surabaya JURNAL TEKNIK ITS Vol. 7, No. 1 (2018), 2337-3520 (2301-928X Print) G 31 Desain Konsep Self-Propelled Backhoe Dredger untuk Operasi Wilayah Sungai Kalimas Surabaya Fajar Andinuari dan Hesty Anita Kurniawati

Lebih terperinci

SPESIFIKASI PEKERJAAN SURVEI HIDROGRAFI Jurusan Survei dan Pemetaan UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI

SPESIFIKASI PEKERJAAN SURVEI HIDROGRAFI Jurusan Survei dan Pemetaan UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI SPESIFIKASI PEKERJAAN SURVEI HIDROGRAFI Jurusan Survei dan Pemetaan UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI Spesifikasi Pekerjaan Dalam pekerjaan survey hidrografi, spesifikasi pekerjaan sangat diperlukan dan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENYEMPURNAAN RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENYEMPURNAAN RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENYEMPURNAAN RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA 5.1. KESIMPULAN Kawasan Strategis Pantai Utara yang merupakan Kawasan Strategis Provinsi DKI Jakarta sesuai

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 52 TAHUN 2012 TENTANG ALUR-PELAYARAN SUNGAI DAN DANAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 52 TAHUN 2012 TENTANG ALUR-PELAYARAN SUNGAI DAN DANAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 52 TAHUN 2012 TENTANG ALUR-PELAYARAN SUNGAI DAN DANAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.363, 2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Pelabuhan. Tanjung Balai Karimun. Rencana Induk. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 17 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG KEPELABUHANAN DI KOTA PANGKALPINANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG KEPELABUHANAN DI KOTA PANGKALPINANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 09 TAHUN 2005 TENTANG KEPELABUHANAN DI KOTA PANGKALPINANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PANGKALPINANG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA

ANALISIS KINERJA PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA ANALISIS KINERJA PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA Noor Mahmudah 1, David Rusadi 1 1 Prodi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta E-mail: noor.mahmudah@umy.ac.id Abstrak. Pelabuhan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 9 TAHUN 2004 KEPELABUHANAN DAN IZIN KEPELABUHANAN

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 9 TAHUN 2004 KEPELABUHANAN DAN IZIN KEPELABUHANAN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG KEPELABUHANAN DAN IZIN KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

Pelabuhan secara umum adalah daerah yang terlindung

Pelabuhan secara umum adalah daerah yang terlindung 2. TINJAUAN PUSTAKA Pelabuhan secara umum adalah daerah yang terlindung dari badai atau ombak sehingga kapal dapat berputar (turning basin), bersandar atau membuang sauh sedemikian rupa sehingga bongkar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pelabuhan Menurut Peraturan Pemerintah No.69 Tahun 2001 Pasal 1 ayat 1, tentang Kepelabuhanan, pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di negara Indonesia, jasa kepelabuhanan merupakan hal strategis untuk kebutuhan logistik berbagai industri dan perpindahan masyarakat dari satu tempat ke tempat

Lebih terperinci

PERENCANAAN LAYOUT TERMINAL PETI KEMAS KALIBARU

PERENCANAAN LAYOUT TERMINAL PETI KEMAS KALIBARU PERENCANAAN LAYOUT TERMINAL PETI KEMAS KALIBARU Octareza Siahaan dan Prof. Hang Tuah Salim Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG KEPELABUHANAN DI KABUPATEN BELITUNG

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG KEPELABUHANAN DI KABUPATEN BELITUNG PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG KEPELABUHANAN DI KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR : 9 TAHUN : 2003 SERI : D NOMOR : 7

LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR : 9 TAHUN : 2003 SERI : D NOMOR : 7 KOTA DUMAI LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR : 9 TAHUN : 2003 SERI : D NOMOR : 7 PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DUMAI, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 220, 2015 KEUANGAN. PPN. Jasa Kepelabuhanan. Perusahaan Angkutan Laut. Luar Negeri. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5742). PERATURAN

Lebih terperinci

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PELABUHAN PENGUMPAN LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PELABUHAN PENGUMPAN LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PELABUHAN PENGUMPAN LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang BUPATI ALOR, : a. bahwa pelabuhan mempunyai peran

Lebih terperinci

PERMASALAHAN PADA PELABUHAN TANJUNG PRIOK Oleh : Tulus Hutagalung

PERMASALAHAN PADA PELABUHAN TANJUNG PRIOK Oleh : Tulus Hutagalung PERMASALAHAN PADA PELABUHAN TANJUNG PRIOK Oleh : Tulus Hutagalung A. PENDAHULUAN Setelah dibukanya Terusan Suez pada tahun 1869, arus kunjungan kapal ke Indonesia meningkat dengan drastis sehingga dibutuhkan

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENGEMBANGAN PELABUHAN LAUT SERUI DI KOTA SERUI PAPUA

PERENCANAAN PENGEMBANGAN PELABUHAN LAUT SERUI DI KOTA SERUI PAPUA PERENCANAAN PENGEMBANGAN PELABUHAN LAUT SERUI DI KOTA SERUI PAPUA Jori George Kherel Kastanya L. F. Kereh, M. R. E. Manoppo, T. K. Sendow Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sam Ratulangi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH K E P E L A B U H A N A N KABUPATEN CILACAP NOMOR 26 TAHUN 2003 SERI D NOMOR 21

LEMBARAN DAERAH K E P E L A B U H A N A N KABUPATEN CILACAP NOMOR 26 TAHUN 2003 SERI D NOMOR 21 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 26 TAHUN 2003 SERI D NOMOR 21 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2003 TENTANG K E P E L A B U H A N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.633, 2012 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Pelabuhan. Tanjung Priok. Rencana Induk. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 38 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK

Lebih terperinci

2016, No kepelabuhanan, perlu dilakukan penyempurnaan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan L

2016, No kepelabuhanan, perlu dilakukan penyempurnaan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan L BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1867, 2016 KEMENHUB. Pelabuhan Laut. Penyelenggaraan. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 146 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

TENTANG IZIN PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN PELABUHAN KHUSUS

TENTANG IZIN PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN PELABUHAN KHUSUS PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG IZIN PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN PELABUHAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH BUMBU,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 84 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PELABUHAN LINAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 84 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PELABUHAN LINAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 84 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PELABUHAN LINAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, Membaca : 1. surat

Lebih terperinci

Analisis Kelayakan Pelabuhan Hub Nasional Guna Mendukung Konsep Tol Laut Indonesia

Analisis Kelayakan Pelabuhan Hub Nasional Guna Mendukung Konsep Tol Laut Indonesia Analisis Kelayakan Pelabuhan Hub Nasional Guna Mendukung Konsep Tol Laut Indonesia Karya tulis ilmiah yang diajukan untuk Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKTI) Kategori Surveyor dan Umum dalam Rangka Hari Hidrografi

Lebih terperinci

Bab iv Pelaksanaan dan proses pekerjaan Pengerukan

Bab iv Pelaksanaan dan proses pekerjaan Pengerukan Bab iv Pelaksanaan dan proses pekerjaan Pengerukan Di dalam bab ini terdapat dua hal yang akan dibahas, yaitu pelaksanaan dan proses pekerjaan pengerukan. Secara umum, pelaksanaan pengerukan antara lain

Lebih terperinci

RINGKASAN SKEMA SERTIFIKASI SUB BIDANG HIDROGRAFI

RINGKASAN SKEMA SERTIFIKASI SUB BIDANG HIDROGRAFI RINGKASAN SKEMA SERTIFIKASI SUB BIDANG HIDROGRAFI No Klaster Unit Kompetensi Kode Unit Judul Unit Elemen Persyaratan Dasar Metode Uji Durasi Biaya Uji 1 Operator Utama M.711000.015.01 Mengamati Pasut Laut

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KETAPANG dan BUPATI KETAPANG MEMUTUSKAN :

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KETAPANG dan BUPATI KETAPANG MEMUTUSKAN : 1 BUPATI KETAPANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPELABUHANAN, ANGKUTAN SUNGAI, DAN PENYEBERANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH R.I. NOMOR 69 TAHUN 2001 TANGGAL 17 OKTOBER 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH R.I. NOMOR 69 TAHUN 2001 TANGGAL 17 OKTOBER 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH R.I. NOMOR 69 TAHUN 2001 TANGGAL 17 OKTOBER 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberikan

Lebih terperinci

7 STRATEGI PENGEMBANGAN PELABUHAN TANJUNG PRIOK SEBAGAI INTERNATIONAL HUB PORT. Pendahuluan

7 STRATEGI PENGEMBANGAN PELABUHAN TANJUNG PRIOK SEBAGAI INTERNATIONAL HUB PORT. Pendahuluan 73 7 STRATEGI PENGEMBANGAN PELABUHAN TANJUNG PRIOK SEBAGAI INTERNATIONAL HUB PORT Pendahuluan Selama ini jalur pengiriman kontainer dari Indonesia ke luar negeri diarahkan ke Pelabuhan Singapura atau Port

Lebih terperinci

2015, No ruang wilayah Kabupaten Manggarai Barat sebagaimana yang direkomedasikan oleh Bupati Manggarai Barat melalui surat Nomor BU.005/74/IV

2015, No ruang wilayah Kabupaten Manggarai Barat sebagaimana yang direkomedasikan oleh Bupati Manggarai Barat melalui surat Nomor BU.005/74/IV BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1764, 2015 KEMENHUB. Pelabuhan. Labuan Bajo. NTT. Rencana Induk PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 183 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PELABUHAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Standar Pelayanan Berdasarkan PM 37 Tahun 2015 Standar Pelayanan Minimum adalah suatu tolak ukur minimal yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan

Lebih terperinci

Badan Litbang Perhubungan telah menyusun kegiatan penelitian yang dibiayai dari anggaran pembangunan tahun 2010 sebagai berikut.

Badan Litbang Perhubungan telah menyusun kegiatan penelitian yang dibiayai dari anggaran pembangunan tahun 2010 sebagai berikut. Badan Litbang Perhubungan telah menyusun kegiatan penelitian yang dibiayai dari anggaran pembangunan tahun 2010 sebagai berikut. A. KEGIATAN POKOK 1. Studi Besar a. Sektoral/Sekretariat 1) Studi Kelayakan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI PERHUBUNGAN DAN KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI PERHUBUNGAN DAN KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI PERHUBUNGAN DAN KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM NOMOR: KP 99 TAHUN 2017 NOMOR: 156/SPJ/KA/l 1/2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 52 Tahun 2004 TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia sebagai negara yang terdiri dari ribuan pulau dan memiliki wilayah laut yang sangat luas maka salah satu moda transportasi yang sangat diperlukan adalah angkutan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1522,2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Pelabuhan Makassar. Sulawesi Selatan. Rencana Induk. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 92 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No. 5742 KEUANGAN. PPN. Jasa Kepelabuhanan. Perusahaan Angkutan Laut. Luar Negeri. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 220). PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

Pembuatan Alur Pelayaran dalam Rencana Pelabuhan Marina Pantai Boom, Banyuwangi

Pembuatan Alur Pelayaran dalam Rencana Pelabuhan Marina Pantai Boom, Banyuwangi G186 Pembuatan Alur Pelayaran dalam Rencana Pelabuhan Marina Pantai Boom, Banyuwangi Muhammad Didi Darmawan, Khomsin Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi

Lebih terperinci

Terminal Darat, Laut, dan

Terminal Darat, Laut, dan Terminal Darat, Laut, dan Udara Adipandang Y 11 Beberapa definisi tentang Terminal TERMINAL Merupakan komponen penting dalam sistem transportasi yang direpresentasikan dengan titik dimana penumpang dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN [LN 1992/98, TLN 3493]

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN [LN 1992/98, TLN 3493] UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN [LN 1992/98, TLN 3493] BAB XIII KETENTUAN PIDANA Pasal 100 (1) Barangsiapa dengan sengaja merusak atau melakukan tindakan apapun yang mengakibatkan tidak

Lebih terperinci

1 Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang. Bab

1 Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang. Bab Bab 1 1 Pendahuluan Penanganan Kerusakan Dermaga Studi Kasus Dermaga A I Pelabuhan Palembang 1.1 Latar Belakang Pekerjaan terkait dengan bidang kepelabuhanan merupakan salah satu bidang kajian dalam Teknik

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun No.573, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ATR/BPN. Pertanahan. Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Penataan. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK

Lebih terperinci

7 KAPASITAS FASILITAS

7 KAPASITAS FASILITAS 71 7 KAPASITAS FASILITAS 7.1 Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di PPI Cituis sejak tahun 2000 hingga sekarang dikelola oleh KUD Mina Samudera. Proses lelang, pengelolaan, fasilitas,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1879, 2014 KEMENHUB. Pelabuhan. Terminal. Khusus. Kepentingan Sendiri. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 73 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN Data survey Hidrografi

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN Data survey Hidrografi BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN Data survey Hidrografi Hal yang perlu diperhatikan sebelum pelaksanaan survey hidrografi adalah ketentuan teknis atau disebut juga spesifikasi pekerjaan. Setiap pekerjaan

Lebih terperinci

Deskipsi (S. Imam Wahyudi & Gata Dian A.) Menjelaskan tentang fasilitas Pelabuhan di darat meliputi : fasilitas-fasilitas darat yang berada di

Deskipsi (S. Imam Wahyudi & Gata Dian A.) Menjelaskan tentang fasilitas Pelabuhan di darat meliputi : fasilitas-fasilitas darat yang berada di Deskipsi (S. Imam Wahyudi & Gata Dian A.) Menjelaskan tentang fasilitas Pelabuhan di darat meliputi : fasilitas-fasilitas darat yang berada di terminal barang potongan, terminal peti kemas, terminal barang

Lebih terperinci

Pelabuhan Tanjung Priok

Pelabuhan Tanjung Priok Pelabuhan Tanjung Priok Alamat : Jalan Raya Pelabuhan Nomor 9, Jakarta Utara, DKI Jakarta. Kode Pos : 14310 Telepon : 62-21-4367305 62-21-4301080 Faximile : 62-21-4372933 Peta Lokasi: Sumber: maps.google.com

Lebih terperinci

BUPATI BARITO UTARAA PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG DI SUNGAI BARITO DALAM WILAYAH KABUPATEN BARITO UTARA

BUPATI BARITO UTARAA PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG DI SUNGAI BARITO DALAM WILAYAH KABUPATEN BARITO UTARA BUPATI BARITO UTARAA PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENETAPAN KAWASAN TAMBAT, LABUH KAPAL LAUT DAN RAKIT KAYU DI SUNGAI BARITO DALAM WILAYAH KABUPATEN BARITO UTARA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Trestle : Jenis struktur : beton bertulang, dengan mtu beton K-300. Tiang pancang : tiang pancang baja Ø457,2 mm tebal 16 mm dengan panjang tiang

Trestle : Jenis struktur : beton bertulang, dengan mtu beton K-300. Tiang pancang : tiang pancang baja Ø457,2 mm tebal 16 mm dengan panjang tiang BAB VIII PENUTUP BAB VIII PENUTUP 8.1. KESIMPULAN Dari hasil Perencanaan Pembangunan Dermaga Pangkalan TNI Angkatan Laut Tarakan - Kalimantan Timur yang meliputi : analisa data, perhitungan reklamasi,

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 55 Tahun 2002. Tentang

Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 55 Tahun 2002. Tentang Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 55 Tahun 2002 Tentang PENGELOLAAN PELABUHAN KHUSUS MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. Bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhan telah

Lebih terperinci

Analisis Struktur Dermaga Deck on Pile Terminal Peti Kemas Kalibaru 1A Pelabuhan Tanjung Priok

Analisis Struktur Dermaga Deck on Pile Terminal Peti Kemas Kalibaru 1A Pelabuhan Tanjung Priok Analisis Struktur Dermaga Deck on Pile Terminal Peti Kemas Kalibaru 1A Pelabuhan Tanjung Priok Julfikhsan Ahmad Mukhti Program Studi Sarjana Teknik Kelautan ITB, FTSL, ITB julfikhsan.am@gmail.com Kata

Lebih terperinci

PROFILE PELABUHAN PARIWISATA TANAH AMPO

PROFILE PELABUHAN PARIWISATA TANAH AMPO PROFILE PELABUHAN PARIWISATA TANAH AMPO 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terminal Kapal Pesiar Tanah Ampo Kabupaten Karangasem dengan sebutan "Pearl from East Bali" merupakan tujuan wisata ketiga setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber daya kelautan dan perikanan adalah salah satu sumber daya alam yang merupakan aset negara dan dapat memberikan sumbangan yang berharga bagi kesejahteraan suatu

Lebih terperinci

BAB 3 TINJAUAN LINGKUNGAN

BAB 3 TINJAUAN LINGKUNGAN BAB 3 TINJAUAN LINGKUNGAN A. KARAKTERISTIK LINGKUNGAN DI SEKITAR LOKASI PROYEK 1. Teluk Kendari Kota Kendari memiliki area perairan teluk yang cukup luas. Kawasan teluk Kendari yang berada di ibu kota

Lebih terperinci