BAB I PENDAHULUAN. Realitas Pelayanan Sosial Pemerintah Kabupaten Bantul Sebagai Usaha

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Realitas Pelayanan Sosial Pemerintah Kabupaten Bantul Sebagai Usaha"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Judul: Realitas Pelayanan Sosial Pemerintah Kabupaten Bantul Sebagai Usaha Meningkatkan Kesejahteraan Lansia Terlantar (Studi Implementasi Pelayanan Sosial Lansia Terlantar di Kelurahan Tirtomulyo) B. Alasan Pemilihan Judul 1. Aktualitas Membicarakan tentang usaha negara untuk mewujudkan kesejahteraan maka perlu adanya kebijakan sosial yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kebijakan sosial adalah kebijakan yang berkaitan dengan kesejahteraan (welfare), baik dalam arti luas, yang menyangkut kualitas hidup manusia, maupun dalam arti sempit, yang menunjuk pada beberapa jenis pemberian pelayanan kolektif tertentu guna melindungi kesejahteraan rakyat (Spicker) 1. Kebijakan sosial yang disusun pemerintah haruslah melihat permasalahan sosial yang ada dalam masyarakat agar menciptakan solusi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat saat ini. Kebijakan sosial yang sesuai, pelaksanaan yang tepat dan pengawasan yang baik akan membantu pemerintah mewujudkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Fenomena yang sekarang ini terjadi adalah mulai tingginya jumlah lansia. Tingginya angka lansia di Indonesia tidak terlepas dari adanya angka harapan hidup yang tinggi. Angka harapan hidup tinggi berarti banyak orang yang bertahan sampai tua padahal pada tahun 60-an terjadi peledakan kelahiran bayi. Yogyakarta adalah 1 Rahmat, Definisi dan Ruang Lingkup Kebijakan Sosial dalam diunduh pada 16 Desember 2013 pukul 12:09 WIB Page 1

2 daerah di Indonesia yang mempunyai angka harapan hidup paling tinggi di Indonesia sehingga menarik untuk melihat kondisi lansia yang ada di Yogyakarta. Tingginya jumlah lansia di Indonesia menimbulkan permasalahan sosial baru baik bagi pemerintah maupun masyarakat. Banyaknya lansia yang bertahan berarti makin tinggi tingkat ketergantungan di masyarakat. Lansia secara biologis adalah makhluk yang semakin lemah dan secara mental semakin sensitif karena seringkali mereka merasa sudah tidak dibutuhkan lagi oleh keluarganya. Lemahnya fisik menyebabkan berkurangnya produktifitas para lansia sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya seperti ketika masih muda. Kondisi tersebut menyebabkan mayoritas lansia yang ada di Indonesia menggantungkan hidupnya kepada orang lain. Ketidakberdayaan mereka seringkali menjadi alasan utama berkurangnya peran lansia dalam kehidupan sosial. Apabila ketika memasuki masa tua tidak mempunyai tabungan yang menjamin dan tidak ada keluarga yang mampu merawat maka para lansia tersebut tidak terurus atau terlantar. Pelayanan sosial bagi lansia merupakan sebuah bentuk kebijakan pemerintah dalam mengantisipasi tingginya jumlah lansia khususnya lansia yang terlantar atau teraniyaya. Perhatian pemerintah yang berupa pelayanan sosial bagi lansia ini bagaikan angin segar bagi permasalahan lansia yang seringkali terlupakan terlebih bagi lansia terlantar. Pelayanan sosial yang sesuai dengan kemampuan para lansia menjadi terobosan bagi pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan para lansia tanpa melupakan kebutuhan dasar dari lansia itu sendiri. Peneliti ingin melihat segala hal yang berkaitan dengan pelayanan sosial yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan bagi lansia beserta Page 2

3 implementasi di lapangan. Seringkali perencanaan dan implementasi tidak sesuai sehingga perlu ada pemantauan untuk melihat keberlangsungan program agar tercipta kesejahteraan bagi para lansia tanpa harus pergi ke panti jompo. 2. Orisinalitas Penelitian terkait pelayanan sosial bagi lansia di Kelurahan Tirtomulyo, Kretek, Bantul bukanlah tanpa alasan, peneliti ingin melihat implementasi kebijakan sosial dari pemerintah daerah tentang pelayanan sosial lansia yang berisi beberapa program dan dikaitkan dengan kesejahteraan lansia. Fokus dari penelitian ini bukanlah lansia yang tinggal di panti jompo namun lansia yang tinggal di luar panti serta mendapatkan pelayanan sosial. Sekarang permasalahan lansia menjadi pembicaraan yang hangat karena semakin tingginya jumlah lansia. Terdapat beberapa penelitian sebelumnya yang juga membicarakan tentang lansia namun secara fokus permasalahan dan substansinya berbeda. Tahun 2010 terdapat penelitian dengan judul Pengembangan Model Jaminan Sosial Informal Bagi Lansia di Pedesaan Wonogiri yang dilakukan oleh Eko Sriyanto, mahasiswa Jurusan Sosiatri, FISIPOL, UGM. Penelitian tersebut juga mengarah terhadap kesejahteraan lansia namun dikorelasikan dengan jaminan sosial yang tumbuh dalam masyarakat. Peneltian yang berlokasi di Pedesaan Wonogiri ini melihat bahwa masyarakat Indonesia mempunyai modal sosial yang cukup tinggi sehingga bisa menjadi jalan keluar bagi pemenuhan kebutuhan lansia yang tidak sepenuhnya tercover oleh pemerintah. Jaminan sosial dari pemerintah, mayoritas hanya mencakup lansia pensiunan pekerja formal. Muncullah jaminan sosial informal yang menjadi pilihan masyarakat Wonogiri. Hasil dari penelitian tersebut adalah mencari tipe jaminan sosial informal yang Page 3

4 paling tepat bagi kebutuhan lansia itu sendiri. jaminan sosial informal berbasis masyarakat tidak bisa sembarangan dibentuk karena perlu ada pertimbanganpertimbangan agar tepat sasaran dan tidak memunculkan konflik. Penelitian lain yang hampir serupa dari Fifin Fatmawati mahasiswa jurusan Ilmu Sosiatri, FISIPOL, UGM, dilakukan pada tahun 2012 dengan judul Pelayanan Panti bagi Lanjut Usia (Studi tentang Nilai dan Dukungan Sosial pada Lansia Panti Werdha Yuswa Mulya, Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali). Penelitian yang dilakukan di Mojosongo, Boyolali ini melihat segi pelayanan sosial yang diberikan oleh pihak panti werdha dan ingin mengetahui mengapa banyak yang tidak ingin masuk panti sosial. Sama halnya dengan peneliti sebelumnya, dari penelitian ini juga bermuara kepada usaha untuk meningkatkan kesejahteraan lansia namun dengan cara yang berbeda. Apabila peneliti yang sebelumnya membicarakan bentuk jaminan sosial informal yang sesuai untuk lansia maka penelitian ini ingin melihat pelayanan yang diberikan oleh panti werdha kepada penghuninya. Namun dalam penjelasan disebutkan meski di dalam panti werdha kehidupan lansia lebih terjamin, tidak banyak lansia yang mau tinggal disana. Banyak lansia yang enggan tinggal di dalam panti dan lebih memilih untuk tinggal bersama keluarga. Melalui penelitian ini pula penulis ingin mengetahui mengapa para lansia enggan tinggal di dalam panti werdha dan diketahui bahwa ketika lansia berada dalam lingkungan sosial di luar panti mereka merasa nyaman. Kembali kepada kultur masyarakat Indonesia yang masih kental akan modal sosial sehingga menciptakan dukungan sosial bagi lansia tersebut. Page 4

5 Hasil dari beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penelitian yang akan dilakukan masih bersifat orisinil dan mempunyai sudut pandang yang berbeda dari penelitian sebelumnya baik dari lokasi, fokus dan pembahasannya. Penelitian ini lebih melihat kepada implementasi pelayanan sosial lansia yang diinisiasi oleh pemerintah kabupaten bukan dari provinsi. Pelayanan sosial bagi lansia di luar panti dalam skala regional yang memberikan program berbasis karakteristik lansia baik lansia produktif maupun tidak produktif. Implementasi pelayanan sosial lansia yang merupakan program inisiatif pemerintah Kabupaten Bantul menjadi menarik untuk diteliti mengingat keberhasilannya dalam membawa Bantul sebagai percontohan pemberdayaan lansia dalam lingkup nasional namun jumlah lansia di Bantul sendiri kurang mengalami kemajuan. 3. Relevansi dengan Jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (PSdK) merupakan studi yang mempelajari pembangunan dengan menekankan bagaimana tujuan sosial itu tercapai dalam pembangunan. Keseimbangan antara tujuan ekonomi dan sosial dalam proses pembangunan merupakan kondisi masyarakat sejahtera yang didambakan oleh setiap masyarakat. Terdapat tiga konsentrasi yang menjadi minat dari jurusan ini yaitu kebijakan sosial (Social Policy), Pemberdayaan Masyarakat (Social Empowerment), dan Corporate Social Responsibility (CSR). Kebijakan sosial (social policy); fokus pada kajian tentang upaya negara dalam pemecahan masalah sosial baik aspek preventif maupun pengembangannya melalui pelayanan kesejahteraan sosial. Pemberdayaan masyarakat (community empowerment); fokusnya adalah masyatrakat, dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk Page 5

6 masyarakat. Pemberdayaan lebih kearah peningkatan kapasitas agar mandiri dan berkelanjutan dalam mengelola lembaga, sumber daya dan potensi lokal. CSR sebagai respon atas berkembangnya komitmen swasta untuk terlibat aktif dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat. Fokus pada tata kelola CSR yang mampu menjembatani kepentingan perusahaan dan masyarakat. Penelitian terkait implementasi pelayanan sosial bagi lansia ini dapat dimasukkan ke dalam konsentrasi kebijakan sosial karena pelayanan sosial ini bentuk kebijakan dari pemerintah berdasarkan permasalahan yang ada dalam masyarakat dan mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan lansia. Penelitian ini sekaligus bisa sesuai dengan konsentrasi pemberdayaan sosial karena terdapat beberapa program bagi lansia yang sifatnya memberdayakan terlebih bagi lansia yang masih dianggap potensial. Berdasarkan beberapa alasan tersebut maka penelitian ini relevan dengan kajian Jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan. C. Latar Belakang Kesejahteraan merupakan sebuah kata sakral yang selalu didambakan oleh semua orang. Kesejahteraan masyarakat adalah tujuan utama dari setiap perjuangan negara begitu pula dengan Indonesia yang mempunyai impian untuk memberikan kesejahteraan yang merata bagi semua rakyatnya. Kesejahteraan masyarakat yang tinggi menunjukkan kekuatan suatu negara dalam mengelola sumber daya yang dimiliki. Tidak ada lagi masyarakat miskin, orang kelaparan, pengangguran, tangisan bayi tak berdosa, meninggalnya ibu hamil, anak putus sekolah dan lansia yang terlantar. Meraih kesejahteraan bukanlah hal yang mudah Page 6

7 bagai membalik telapak tangan, untuk mewujudkannya harus menempuh perjalanan panjang. Salah satu strategi setiap negara dalam meningkatkan kesejahteraan adalah adanya jaminan sosial. Jaminan sosial dapat didefinisikan sebagai pemberian uang dan/atau pelayanan sosial guna melindungi seseorang dari resiko tidak memiliki atau kehilangan pendapatan akibat kecelakaan, kecacatan, sakit, menganggur, kehamilan, masa tua dan kematian 2. Jaminan sosial tidaklah harus berbentuk uang namun juga bisa dalam bentuk barang atau jasa seperti adanya pelayanan sosial, sehingga dimensi jaminan sosial lebih beragam. Pelayanan sosial yang diberikan bukan sekedar pelayanan namun sebagai bentuk kepedulian terhadap kelompok-kelompok rentan terlebih yang terlantar. Jaminan sosial tidak selalu harus dari pemerintah, mengingat kultur di Indonesia yang mempunyai ikatan kekerabatan erat maka jaminan sosial juga bisa diberikan oleh masyarakat itu sendiri maupun pihak swasta. Jaminan sosial juga dapat diartikan sebagai keseluruhan sistem perlindungan dan pemeliharaan kesejahteraan sosial bagi warga masyarakat, yang diselenggarakan oleh pemerintah dan atau masyarakat guna memelihara taraf kesejahteraan sosial warga negara atau masyarakat 3. Jaminan sosial mempunyai dimensi yang luas terlebih bagi negara berkembang yang tidak bisa mengcover semua kebutuan masyarakat. Mewujudkan kesejahteraan bukan hanya berada di pundak pemerintah namun menjadi tanggung jawab bersama. Kesejahteraan menjadi lebih mudah dicapai apabila semua pihak menyadari segala tindakan yang harus dipilih. Kesadaran 2 Nurhadi, Mengembangkan Jaminan Sosial Mengentaskan Kemiskinan, Yogyakarta, Media Wacana, 2007 hal Pramuwito dkk dalam Setyo Sumarno dkk, Evaluasi Program Jaminan Sosial Lanjut Usia, Jakarta, P3KS Press, 2011 hal.9 Page 7

8 tersebut adalah pemerintah yang harus mengayomi rakyat, rakyat juga harus berusaha agar meringankan beban pemerintah. Setiap negara mempunyai karakterisktik masyarakat dan permasalahan yang berbeda-beda sehingga program yang dikeluarkan pun berbeda pula. Setiap negara memiliki definisi, sistem, dan pendekatan yang berbeda dalam mengatasi kemiskinan dan ketimpangan, dan karenanya, memiliki sistem dan strategi jaminan sosial yang berbeda pula 4. Jaminan sosial yang ada di Indonesia sekarang ini diatur oleh UU no.40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), Undang-Undang SJSN merupakan payung hukum bagi segala yang berkaitan dengan pelaksanaan jaminan sosial. Jaminan sosial yang dimaksud dalam UU SJSN lebih bersifat contributory atau lebih ke arah asuransi sosial yaitu apabila ingin mendapatkan jaminan sosial harus membayar premi tiap bulannya. Pada dasarnya jaminan sosial terdapat 2 jenis yaitu asuransi sosial dan bantuan sosial 5. Beberapa kalangan menganggap bahwa asuransi sosial merupakan tabungan untuk mempersiapkan segala kemungkinan buruk yang akan terjadi dikemudian hari. Namun bagi kelompok masyarakat yang mempunyai penghasilan menengah ke bawah akan berpikir ulang untuk mengikuti asuransi sosial sehingga adanya bantuan sosial menjadi solusi agar kelompok tersebut dapat merasakan jaminan sosial. Berdasarkan metodenya, jaminan sosial terdiri dari 2 program, yaitu program jaminan hari tua dan program pemeliharaan kesehatan. Program jaminan hari tua ditetapkan berdasarkan: metode manfaat yang pasti (defined benefits) yaitu kemanfaatan program ditetapkan secara pasti tanpa atau sedikit memperhitungkan besarnya iuran, metode iuran pasti 4 Edi Suharto, Konsepsi dan Strategi Jaminan Sosial, dalam AGENDA STRATEGIS DEPSOS.htm, diunduh pada 16 Desember 2013 pukul WIB 5 Pramuwito dkk, 1999 dalam Setyo Sumarno dkk, op. cit. hal.14 Page 8

9 (defined contributory) yaitu besar iuran ditetapkan dan kemanfaatannya mengikuti keadaan atau besarnya iuran yang terpupuk. Program pemeliharaan kesehatan juga didasarkan atas 2 metode yaitu: asuransi ganti rugi yang berarti penggantian biaya atas perawatan dan obat-obatan, dan perawatan terkendali yaitu pemberian pelayanan kesehatan secara menyeluruh. 6 Kedua program tersebut merupakan gambaran dari jaminan sosial yang bersifat asuransi dimana harus ada investasi agar mendapatkan keuntungan. Jaminan hari tua yang mempunyai sistem asuransi sosial hanya mencakup pensiunan pegawai negeri sehingga lansia yang tidak termasuk didalamnya akan kesulitan untuk mengakses jaminan sosial. Perlu adanya inovasi agar jaminan sosial lebih mudah diakses oleh semua kalangan masyarakat terlebih bagi masyarakat yang terbilang kekurangan dalam hal ekonomi dan tidak mempunyai kekuatan maupun kekuasaan untuk memperbaiki kondisi hidupnya. Jaminan sosial suatu negara mempunyai tanggung jawab sosial ekonomis kepada masyarakatnya terlebih bagi beberapa kelompok masyarakat rentan yang harus menggantungkan hidupnya kepada orang lain seperti anak-anak janda, korban perang dan orang lanjut usia (lansia). Sebagai pihak yang tidak muda lagi dan mempunyai kondisi fisik lemah maka lansia salah satu kelompok masyarakat yang membutuhkan perhatian lebih besar. Ketika seseorang mencapai lanjut usia mereka harus belajar bergantung kepada orang lain, belajar untuk tidak terlalu produktif dan menghabiskan sebagian besar untuk waktu-waktu santai 7. Seseorang yang dulunya aktif secara tiba-tiba harus mengurangi aktivitas karena tuntutan kondisi tubuh akan mengalami rasa kaget. Memasuki usia lanjut seringkali menjadi hal yang menakutkan bagi beberapa orang terlebih bagi kelompok masyarakat yang pada masa mudanya tidak mempunyai pekerjaan tetap. Semua 6 Pramuwito dkk, 1999 dalam Setyo Sumarno dkk, op. cit. hal Eitzen, Ihromi (Penyunting) dalam Bunga Rampai Sosiologi Keluarga, jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 1999 hal. 41 Page 9

10 orang tidak akan terlepas dari pertambahan usia sehingga siap atau tidak siap harus dijalani. Memasuki usia lanjut banyak orang yang berubah menjadi lebih sensitif, kondisi kesehatan kurang stabil dan tidak bisa bergerak segesit dulu. Kebanyakan lansia tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri karena berkurangnya kemampuan fisik yang mengakibatkan tidak produktif seperti ketika masih muda. Kondisi antara satu lansia dengan lansia yang lain berbeda, ada yang masih produktif meski memasuki usia lanjut adapula yang sudah tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia pada Bab I, Pasal 1, butir 2, 3 dan 4 menyatakan 8 ; 1) Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh tahun) ke atas, 2) Lanjut usia potensial adalah lanjut usia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang dan/atau jasa, 3) Lanjut usia tidak potensial adalah lanjut usia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain Klasifiksi lansia menurut UU ini lebih mengarah kepada faktor kebutuhan dari sisi ekonomi dan fisik. Maka yang diperlukan para lansia untuk bertahan hidup adalah jaminan sosial yang sesuai dengan kebutuhan lansia itu sendiri. Jaminan sosial yang sesuai kebutuhan maupun karakteristik lansia akan lebih efektif dan menjadi strategi untuk memberdayakan lansia tanpa ada unsur pemaksaan. Jaminan sosial 8 UU 13 tahun 1998, dalam diunduh pada 16 Desember 2013 pukul Page 10

11 sangat dibutuhkan untuk keberlangsungan hidup para lansia mengingat jumlah lansia di Indonesia yang semakin meningkat. Melihat data tahun 2012 jumlah penduduk Negara Indonesia sudah mencapai kurang lebih 255 juta jiwa 9, sedangkan saat ini jumlah lansia di Indonesia mencapai 8,42% dari total penduduk atau sejumlah 18,96 juta jiwa. Besarnya jumlah penduduk merepresentasikan adanya kemampuan bertahan hidup yang tinggi dari masyarakat. Bagai pisau bermata dua, angka harapan hidup yang tinggi merupakan sebuah dilema bagi pembangunan. Harapan hidup yang tinggi menunjukkan kualitas hidup masyarakat yang baik namun dengan begitu menjadikan permasalahan sosial lain bagi pemerintah. Tingginya jumlah manusia lanjut usia berarti angka ketergantungan juga tinggi dengan begitu kesejahteraan bagi lansia akan lebih sulit untuk dicapai. Yogyakarta tercatat sebagai daerah dengan usia harapan hidup tertinggi di Indonesia seperti data yang dikeluarkan oleh Data Statistik Indonesia tahun 2013 (lihat lampiran 1). Diperkirakan pada tahun akan terjadi ledakan lansia sebagai imbas adanya ledakan bayi pada tahun 60-an. Bahkan pada tahun 2020 jumlah lansia diperkirakan akan mencapai 11,34% dari total penduduk 10. Pusat data informasi kesejahteraan sosial kemensos mencatat lansia terlantar tahun 2007 ada 2 juta jiwa naik menjadi 2,3 juta jiwa pada tahun Terdapat beberapa hal yang menyebabkan banyaknya lansia terlantar seperti tidak ada keluarga yang merawat atau keluarga yang masih ada tidak mampu untuk merawat lansia dengan 9 Robbi Khadafi, 2012, KPU Jumlah Penduduk Indonesia 255 Juta diakses dalam juta diunduh Senin, 20 Mei Soflinurdi, jtptunimus-gdl-soflinurdi bab2.pdf diunduh Senin, 20 Mei Nasional Kompas.com, 2013, Jutaan Orang Lanjut Usia Terlantar di Indoensia dalam onesia diunduh Selasa, 21 Mei 2013 Page 11

12 layak. Terlantarnya lansia di Indonesia juga tidak terlepas dari karakter masyarakatnya. Karakter masyarakat yang konsumtif tidak diimbangi dengan hasil kerja yang memadahi. Hal tersebut berimbas pada kurangnya kesejahteraan lansia di Indonesia. Berbeda dengan karakter masyarakat luar negeri yang sejak usia muda sudah bekerja keras karena menyadari kebutuhan ketika memasuki usia tua. Kesadaran untuk menabung atau berinvestasi ketika muda untuk kehidupan tuanya terbilang tinggi, seperti uraian di bawah ini: Penduduk di luar negeri mempunyai etos kerja yang sangat tinggi sejak berusia muda. Semboyan struggle of life benar-benar mereka laksanakan, disamping pendapatan perkapita mereka sangat tinggi sehingga memungkinkan mereka untuk mengalokasikan sebagian pendapatan mereka untuk keperluan hari tuanya karena kebutuhan pokok mereka sudah dapat tercukupi dan terjamin. Savings penduduk luar negeri untuk hari tua terbilang baik sehingga menjamin dan mencukupi hari tuanya. Kebanyakan kegiatan yang mereka ikuti bukan kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh pendapatan namun lebih kepada yang bersifat leisure. Berbeda dengan lansia di Indonesia, kebutuhan hidup yang semakin mendesak dan tidak adanya tabungan ketika mereka memasuki masa lanjut usia menjadikan mereka mulai berfikir kembali untuk mencari penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidup di hari tuanya 12. Karakter masyarakat luar negeri terlebih bagi negara maju, mempunyai kesadaran untuk mempersiapkan nasib masa depan karena ketika memasuki usia tua mereka harus hidup sendiri. Mayoritas negara industri >50% lansianya tinggal di panti atau penampungan khusus seperti di Inggris lebih dari 60%, di Amerika sekitar 70% dan di Denmark sekitar 80% 13. Berbeda dengan kondisi di Indonesia yang notabene negara berkembang, memasukkan orang tua ke panti asuhan dianggap sebagai bentuk pengasingan dan dianggap tidak menghargai jasa orang tua yang merawat ketika kecil. Kebudayaan yang mengagungkan orang tua itu membuat panti jompo di Indonesia kurang diminati. Tidak seperti di negara maju yang lebih bersifat individulaistik dan terbiasa dengan kultur kemandirian bahkan 12 Dyah Rosina Yuniati, Upaya Peningkatan Kesejahteraan Lansia dalam Menghadapi Naiknya Angka Harapan Hidup, Skripsi S1 Jurusan Ilmu Sosiatri FISIPOL UGM, 2011 hal Anonim, 1994, Manula :Manusia Lanjut Usia, hal Page 12

13 Provinsi/ Kabupaten ketika memasuki usia lanjut. Seperti yang diungkapkan Cowgill bahwa perubahan nilai budaya menuju sistim individualistik di negara-negara barat cenderung mengurangi bantuan keluarga untuk lanjut usia 14. Ikatan kekeluargaan yang masih kental menjadi modal sosial yang positif bagi masyarakat Indonesia dan tidak semua negara memilikinya. Keluarga adalah salah satu opsi terbaik bagi lansia menghabiskan masa senjanya. Apabila di luar negeri banyak lansia yang saving atau berani berinvestasi untuk masa tua, maka masyarakat Indonesia kebanyakan memilih untuk mempercayakan masa tua terhadap keluarga tanpa persiapan. Tidak banyak lansia yang memiliki tabungan maupun mengikuti asuransi. Sebagai gambarannya sumber pendapatan lansia di Yogyakarta selaku daerah yang mempunyai angka harapan hidup tertinggi. Tabel 1. Penduduk 60 Tahun Ke Atas yang Memperoleh Pendapatan menurut Kabupaten/Kota dan Sumber Pendapatan Terbesar, DI Yogyakarta Pekerja/ Usaha Pensiun/ Jaminan Sosial Sumber Pendapatan Terbesar Tabungan Saham Suami/ Istri Anak/ menantu Saudara Orang lain Jumlah DIY 167,291 55,537 1,260-37, ,100 12,444 1, ,183 Kulon Progo 23,065 8, ,520 20,275 1,316-57,990 Bantul 50,815 11, ,926 28,906 2,393 1, ,049 Gunung Kidul 44,116 7, ,050 47,823 4, ,917 Sleman 38,526 15, ,959 31,970 2,456-97,293 Yogyakarta 10,769 12, ,577 9,126 1,625-37,934 Sumber: Badan Pusat Statistik Soflinurdi, loc.cit. Page 13

14 Masih banyak penduduk yang diatas usia 60 tahun mencari nafkah sendiri. sedangkan yang menabung tidak ada 50% dari jumlah lansia keseluruhan di Yogyakarta. Padahal ketika sudah tua, kemampuan fisik yang dimiliki tidak akan sekuat ketika muda. Masyarakat Indonesia mengalami kesulitan untuk survive karena kurangnya persiapan untuk memenuhi kebutuhan ketika memasuki usia tua Ketidakmampuan maupun kurangnya minat masyarakat untuk menabung maupun mengikuti asuransi sosial membuat pemerintah untuk memutar otak agar ketika memasuki usia lanjut mereka bisa sejahtera. Jaminan sosial yang mengantisipasi hari tua adalah Jaminan Hari Tua (JHT), namun hanya mencakup pensiunan tenaga kerja formal sedangkan di luar itu masih belum terjamah dengan baik. Selama ini jaminan sosial formal dari pemerintah hanya menjangkau 15 % dari seluruh masyarakat di Indonesia. Hal ini menunjukkan masih 85% penduduk berada di luar skema jaminan sosial formal, dimana memang masyarakat yang bergerak di sector informal sangat jarang terjangkau jaminan sosial dari pemerintah 15. JHT sendiri bersifat asuransi sosial yang dibayarkan kepada penyedia jaminan sosial dimana komposisi pembayaran premi 3,7% oleh pemberi kerja dan 2% ditanggung pekerja dan telah membentuk akumulasi dana JHT. Akumulasi dana JHT merupakan 2/3 dari seluruh dana PT. Jamsostek yang pada dasarnya merupakan utang PT. Jamsostek kepada pekerja yang menjadi peserta 16. Bagi tenaga kerja formal adanya jaminan hari tua menjadi tabungan untuk masa tua selain tunjangan pensiunan. Selama ini, kehidupan lansia di Indonesia lebih banyak ditanggung oleh keluarga daripada jaminan sosial dari 15 Eko Sriyanto, Pengembangan Model Jaminan Sosial Informal Bagi Lansia di Pedesaan Wonogiri, Skripsi S1 Jurusan Ilmu Sosiatri FISIPOL UGM, 2010 hal Bambang Purwoko, Jaminan Sosial dan Sistem Penyelenggaraannya: Gagasan dan Pandangan, Jakarta, PT. Meganet Dutatama, 1999 hal.40 Page 14

15 pemerintah. Hal itu tidak terlepas dari cakupan jaminan sosial yang kurang luas. Selain bergantung dengan keluarga, lansia sebagai makhluk tradisional menganggap komunitas masyarakat adalah modal sosial yang harus tetap dilestarikan. Adanya komunitas dalam masyarakat bukan hanya sekedar berkaitan dengan gotong-royong, kerja bakti, bedol desa namun juga memperhatikan kesejahteraan kaum rentan seperti lansia. Terdapat salah satu contoh sistem jaminan sosial hari tua yang berbasis komunitas tepatnya di Kecamatan Watulimo, Trenggalek dimana mayoritas masyarakatnya bekerja sebagai nelayan. Seperti dalam pemenuhan jaminan sosial hari tua terhadap kesehatan, maka sebagaimana dengan kebutuhan ekonomi, maka keluarga merupakan tumpuan utama nelayan Jaring Tarik yang sudah tua 17. Terdapat komunitas Nelayan Jaring Tarik (KJT) Pantai Teluk Prigi yang menjadi modal sosial terlebih menjadi pegangan para nelayan saat memasuki usia lanjut. Jaminan Hari Tua bagi nelayan KJT lebih kepada keluarga. Umumnya keluarga KJT mengembangkan pola keluarga luas (extended family) untuk melindungi dari tekanan sosial, sehingga disini peranan keluarga terutama anak menempati posisi sentral. Penentuan seseorang layak memperoleh jaminan sosial hari tua di sektor formal sangat mudah yaitu didasarkan pada usia yang dikategorikan sebagai pensiun. Bagi nelayan KJT, penentuan seorang nelayan dianggap pensiun kerja sangat sulit sebab tidak ada parameter baku kapan seorang nelayan dikatakan pensiun kerja. Begitu pula dengan pekerja informal yang lain, akan kesulitan mendefinisikan masa pensiun. 17 Penelitian Rachmad Syafa at: Analisis Kebijakan Dan Strategi Adaptasi Nelayan Dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial Hari Tua (Studi Kasus Komunitas Nelayan Jaring Tarik Pantai Teluk Prigi Kecamatan Watulimo, Kabupaten Trenggalek Dalam Negara, Masyarakat Adat Dan Kearifan Lokal), Malang, In-Trans Publishing, 2008 hal. 203 dan 206 Page 15

16 Sebenarnya terdapat Keputusan Bupati 61/2003 tentang jaminan sosial hari tua bagi nelayan namun pada substansinya tidak sesuai dengan hakekat jaminan sosial untuk menjawab kebutuhan kebutuhan masyarakat setempat. Maka para nelayan itu sebagai suatu institusi lokal secara mandiri mempunyai inisiatif untuk memenuhi kebutuhan yang tidak dapat ditangani sepenuhnya oleh pemerintah. Namun, akan semakin sulit apabila diketemukan kasus lansia terlantar. Lansia terlantar tidak dapat menggantungkan hidupnya kepada keluarga. Karakteristik lansia yang berbeda perlu tindakan yang berbeda pula. Bantuan yang tidak sesuai kebutuhan terkadang memberi dampak yang buruk bagi kepribadian masyarakat. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) selaku daerah yang memiliki angka harapan hidup paling tinggi di Indonesia mengantisipasi tingginya jumlah lansia dengan menerapkan beberapa program pelayanan sosial lansia. Program pelayanan sosial lansia yang diberikan merupakan bentuk jaminan sosial yang bisa diakses oleh orang yang membutuhkan. Program yang dilakukan tidak hanya menjadi tanggungjawab pemerintah namun juga membutuhkan kerjasama dari semua pihak baik swasta, lingkungan maupun keluarga sehingga akan terwujud jaminan sosial yang menghargai pada local wisdom. Untuk meningkatkan kesejahteraan para lansia, Pemerintah Provinsi DIY melalui Dinas Sosial telah melakukan berbagai macam upaya di bidang pelayanan sosial lanjut usia baik lansia yang masih potensial maupun yang tidak potensial, khususnya yang mengalami keterlantaran dan kekerasan. Mengacu dari program pelayanan sosial lanjut usia Kementerian Sosial RI, berbagai macam program/kegiatan di bidang pelayanan sosial lanjut usia baik Page 16

17 melalui dana APBD maupun APBN yang selama ini telah dilaksanakan oleh Dinas Sosial Provinsi DIY telah melakukan beberapa kegiatan, antara lain 1. JSLU (Jaminan Sosial Lanjut Usia) 2. Bantuan permakanan bagi LUT 3. Bimbingan Sosial UEP LUT 4. Fasilitasi pelayanan LU melalui Homecare 5. Pendampingan LU korban merapi 6. Forkom Organisasi Sosial (LU) 7. Pelaksanaan KiE dan kampanye sosial dalam rangka HLUN Selain itu, Dinas Sosial Provinsi DIY juga menyelenggarakan pelayanan sosial bagi Lansia melalui Panti Sosial Tresna Werdha yang terdiri dari 2 unit, yaitu Unit Abiyasa Pakem Sleman dan Unit Budhi Luhur Kasongan Bangunjiwo Kasihan Bantul. Kultur yang tumbuh di masyarakat Indonesia menyebabkan partisipasi lansia terhadap panti jompo masih terbilang rendah. Jumlah Klien Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) dari sekian banyak lansia yang ada di DIY yang dilayani pada tahun 2013 sebanyak 214 orang penghuni 18. Setiap program mempunyai fokus dan jenis bantuan yang berbeda, Usaha Ekonomis Produktif (UEP) merupakan bantuan yang diberikan oleh pemerintah kepada lansia yang masih produktif sesuai dengan namanya. UEP merupakan bantuan baik berupa modal maupun barang namun opsi pekerjaan yang diberikan sesuai dengan kemampuan para lansia. Program ini termasuk program yang mengarah ke pemberdayaan lansia dimana lansia yang masih mampu bekerja diberi fasilitas guna mengakses pekerjaan yang layak. Pemberdayaan yang 18 Pemerintah Jogja, PENANGANAN MASALAH SOSIAL DI DIY 2013 dalam informasipublik.jogjaprov.go.id/.../penanganan-masalah-sosial-di-diy-2013.ppt diunduh pada 14 Januari 2014 pukul WIB Page 17

18 dimaksud adalah memberi bekal kepada lansia baik meningkatkan keterampilan maupun memberi bantuan agar dapat mencukupi kebutuhan hidup. Contohnya dengan pelatihan tenun kepada para lansia agar dapat mengisi waktunya namun juga menghasilkan. Pelatihan keterampilan yang diberikan tidak dapat disamakan dengan masyarakat kelompok umur produktif, perlu ada pemahaman tentang kapasitas kemampuan lansia itu sendiri. Pemberdayaan lansia tidak dapat dilakukan seenaknya, perlu ada penilaian terhadap kemampuan baik fisik maupun psikis. Bagi lansia yang tidak produktif terdapat Program Home Care yaitu pendampingan dan perawatan lanjut usia di rumah/ lingkungan keluarga yang tepat untuk diterapkan dalam masyarakat Indonesia. Masyarakat masih berpegang pada nilai-nilai budaya timur, sebagai wujud perhatian terhadap lanjut usia dengan mengutamakan peran masyarakat berbasis keluarga. Home care sangat membantu lanjut usia yang mempunyai hambatan fisik, mental dan social, termasuk memberikan dukungan dan pelayanan untuk hidup mandiri, sehingga mengurangi beban baik dari anggota keluarga, teman, kerabat maupun tetangga yang membantu memenuhi kebutuhan lanjut usia. Program Home Care diharapkan dapat membantu lanjut usia mendapatkan kenyamanan dan rasa aman serta diakui keberadaannya. Kegiatan yang dilakukan dalam program Home Care adalah: pelayanan pemberian makanan tambahan tujuannya agar terpenuhinya kebutuhan pangan yang bernilai gizi setara dengan asupan gizi yang diperlukan. Selain itu, memberikan pelayanan pemeriksaan kesehatan, pengobatan ringan dan bimbingan, tujuannya agar tercapai taraf kesehatan yang memenuhi syarat untuk menjalani kehidupan sehari-hari secara wajar, baik sehat secara fisik, mental Page 18

19 maupun sosial 19. Adanya Home Care juga ditunjang oleh Day Care Service agar kondisi lansia semakin terpantau. Jaminan sosial lanjut usia (JSLU) adalah program pemerintah untuk memberikan perlindungan sosial terhadap lanjut usia terlantar dalam bentuk pemberian bantuan uang langsung tunai. Uji coba JSLU dilakukan sejak tahun 2006, dan hingga tahun 2010 terealisasi di 29 provinsi dengan jumlah sasaran jiwa lanjut usia 20. Bantuan dana diberikan sebesar Rp ,- yang disalurkan langsung kepada lanjut usia peserta program melalui PT. Pos Indonesia selama 12 bulan kepada lanjut usia terlantar atau tidak potensial. Pelayanan sosial di luar panti merupakan jalan untuk memberikan kesejahteraan bagi lansia secara umum terlebih bagi lansia yang terlantar dan mengalami kekerasan karena pada dasarnya mereka tergolong rentan terhadap permasalahan sosial. Program-program tersebut merupakan terobosan dari pemerintah untuk menciptakan kesejahteraan lansia tanpa mengabaikan kebutuhan masing-masing lansia yang mempunyai karakter berbeda-beda. Terdapat program bagi lansia yang masih produktif adapula program yang ditujukan kepada lansia tidak produktif. Ada program dalam bentuk in-cash adapula dalam bentuk in-kind. Adanya pemilahan tersebut jaminan sosial yang diberikan tidak hanya memberikan bantuan sosial tapi juga mempunyai cita-cita untuk memberdayakan para lansia. 19 Kementerian Sosial, 2009, Pelaksanaan Pelayanan Lanjut Usia Melalui Program Home Care Di PSTW Budhi Dharma, dalam diunduh pada 14 Januari 2014 pukul02.12 WIB 20 Setyo Sumarno dkk, Evaluasi Program Jaminan Sosial Lanjut Usia, Jakarta, P3KS Press, 2011 hal.14 dalam Page 19

20 Bantul adalah salah satu kabupaten di Provinsi Daerah istimewa Yogyakarta yang memberikan pelayanan sosial lansia secara mandiri. Artinya selain adanya pelayanan sosial dari Dinas Sosial DIY, Pemerintah Bantul juga memberikan pelayanan sosial kepada lansia di wilayahnya. Tipe program pelayanan sosial yang diberikan tidak berbeda jauh dengan pelayanan sosial Dinsos DIY. Programnya terbagi untuk lansia yang produktif dan lansia yang tidak produktif. Terdapat tiga bantuan yang termasuk dalam program pelayanan lansia terlantar di Bantul. Ketiga bantuan tersebut mempunyai perbedaan jenis antara lain: 1. Asistensi Lanjut Usia Terlantar (ASLUT) yang memberi bantuan kepada lansia terlantar tidak potensial dalam bentuk uang tunai Rp ,00 setiap bulan bisa dibilang ini adalah bantuan secara ekonomi. 2. Pemberdayaan lansia yaitu program untuk lansia potensial dengan memberikan pelatihan keterampilan dan memberi bantuan modal 3. Homecare merupakan program dalam bidang kesehatan bagi lansia tidak produktif yang berupa bantuan permakanan atau paket sembako. ASLUT adalah bantuan dari pemerintah pusat yang dilaksanakan oleh dinas sosial setempat. Dana program pelayanan sosial lansia di bantul berasal dari APBN (ASLUT) dan APBD (Homecare dan Pemberdayaan Lansia). Aktor utama yang berperan dalam proses penyaluran pelayanan sosial lansia adalah Dinas Sosial Bantul. Sedangkan penerima pelayanan sosial ini mempunyai beberapa kriteria yang sudah ditentukan oleh pihak Dinas Sosial Bantul. Pelaksanaan pelayanan sosial lansia di Kabupaten Bantul tidak begitu saja diberikan namun Page 20

21 memerlukan proses. Program pelayanan sosial lansia di bantul dilaksanakan berdasarkan Tupoksi Dinas Sosial sejak tahun Pelaksanaan Pprogram Homecare dan Pemberdayaan Lansia baru berjalan dua tahun berbeda dengan ASLUT yang sudah berjalan lebih lama. Pelayanan sosial lansia terlantar diberikan kepada lansia yang belum mendapatkan bantuan apapun dari pemerintah pusat maupun provinsi. Hal ini dilakukan agar lebih memperluas jangkauan bantuan sosial kepada para lansia terlantar dan tercipta kesejahteraan yang merata. Penelitian ini mengambil lokasi di Kelurahan Tirtomulyo yaitu bagian dari Kecamatan Kretek karena menjadi satu-satunya wilayah yang mendapatkan semua program dalam pelayanan sosial lansia dari Pemerintah Bantul. Kabupaten Bantul merupakan daerah yang dijadikan sebagai percontohan program pemberdayaan lansia dalam lingkup nasional. Sebuah penghargaan yang cukup membanggakan akan kinerja pemerintah namun hal tersebut kurang terlihat dari jumlah lansia terlantar di Bantul. Kabupaten Bantul menjadi daerah kedua yang mempunyai jumlah lansia terlantar tinggi di DIY. Berikut perbandingan jumlah lansia terlantar di DIY dari tahun 2012 dan tahun 2013: Tabel 2. Jumlah Lansia terlantar di DIY pada tahun 2012 dan 2013 kabupaten tahun Bantul orang 7976 orang Gunungkidul orang orang Sleman 6017 orang orang Kulonprogo 5432 orang orang Kota Jogja 2303 orang orang Sumber: olahan dari Kresna dalam dan data pemutakhiran PMKS Dinas Sosial DIY tahun 2013 Page 21

22 Data diatas memang menunjukkan penurunan jumlah lansia terlantar di beberapa wilayah begitupula dengan Bantul namun masih terlihat bahwa jumlah lansia terlantar di Bantul tetap menjadi peringkat kedua yang sejatinya kabupaten ini menjadi percontohan pemberdayaan lansia. Melihat fenomena tingginya angka lansia terlantar di Bantul padahal terdapat Panti Wredha milik Dinas Sosial DIY dan pelayanan sosial yang ditujukan bagi lansia terlantar menimbulkan pertanyaan terhadap kinerja para implementor. Pelayanan sosial yang digadang-gadang meningkatkan kesejahteraan lansia tetap saja memunculkan realitas bahwa lansia terlantar di Bantul terbilang tinggi. Masih terdapat lansia yang tidak mendapat kehidupan layak meski masih mempunyai sanak keluarga. Perlu ada peninjauanpeninjauan untuk mengetahui alasan masih tingginya jumlah lansia terlantar didalam pelaksanaan pelayanan sosial yang sangat beragam. Terdapat indikasi adanya kesalahan secara kontekstual maupun secara pelaksanaan sehingga jumlah lansia terlantar di Bantul masih terbilang tinggi. Hal tersebut bisa dilihat berdasarkan implementasi program di Kelurahan Tirtomulyo, Kretek selaku wilayah yang mendapatkan program Pemberdayaan Lansia, ASLUT, dan Homecare pada tahun yang lalu. D. Rumusan Masalah: Mengacu dari latar belakang permasalahan yang menunjukkan bahwa terdapat inisiatif dari Pemerintah Bantul untuk meningkatkan kesejahteraan lansia namun masih tingginya jumlah lansia terlantar menyebabkan muncul pertanyaan, yaitu Page 22

23 >> Bagaimana realitas implementasi program pelayanan sosial lansia terlantar dalam usaha meningkatkan kesejahteraan lansia terlantar di Kelurahan Tirtomulyo? E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah ingin mengetahui pelayanan sosial bagi lansia dan melihat kesesuaian implementasi program tersebut dalam meningkatkan kesejahteraan. Melihat sisi positif maupun negatif adanya pelayanan sosial bagi lansia ini agar lebih memahami bentuk pelayanan sosial yang tepat. Penelitian ini juga ingin mengetahui sistem pelayanan sosial yang dilakukan pemerintah agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat. 2. Manfaat Penelitian a) Bagi Ilmu Pengetahuan, yaitu: Memberikan gambaran yang nyata dari pelayanan sosial bagi lansia agar menjadi kajian tentang kesejahteraan yang lebih mudah dipahami Menjadi masukan maupun referensi terkait kebijakan sosial yang memperhatikan sisi humanis dan kebutuhan dari masyarakat Memahami skema pelaksanaan pelayanan sosial yang baik bagi lansia b) Bagi Lansia, yaitu: Mendapatkan perhatian pemerintah terkait pelayanan sosial tanpa melupakan kebutuhan setiap lansia Page 23

24 Mendapatkan pelayanan sosial yang lebih ideal karena program yang dilaksanakan mendapat masukan dari hasil penelitian c) Bagi Pemerintah, yaitu: Menjadi masukan bagi pelayanan sosial yang telah dirumuskan Dapat menjadi referensi dalam pelaksanaan program pada masa yang akan datang E. Tinjauan Pustaka Tingginya angka harapan hidup yang berbanding lurus dengan meningkatnya jumlah lansia menyebabkan suatu permasalahan. Masalah sosial yang perlu mendapatkan perhatian agar tidak menjadi lebih besar. Masalah sosial bisa dibilang sesuatu yang paling dihindari oleh masyarakat karena tidak sesuai dengan nilai, norma maupun standar sosial yang berlaku. Menurut Weinberg, masalah sosial adalah situasi yang dinyatakan sebagai sesuatu yang bertentangan dengan nilai-nilai oleh warga masyarakat yang cukup signifikan, dimana mereka sepakat dibutuhkannya suatu tindakan untuk merubah dan memperbaiki situasi tersebut 21. Pemerintah mempunyai inisiatif dalam perumusan kebijakan sosial guna meminimalisir banyaknya lansia yang terlantar. Kebijakan sosial berisi upaya untuk mengelola masalah-masalah sosial, oleh karena keberadaan masalah sosial dapat menjadi penghalang perwujudan kesejahteraan sosial 22. Pelayanan sosial bagi lansia merupakan sebuah kebijakan sosial terkait pemberian jaminan sosial ketika memasuki usia lanjut. Lansia bisa lebih merasa nyaman karena 21 Soetomo, Masalah Sosial dan Upaya Pemecahannya, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2010 hal Ibid hal. 216 Page 24

25 mereka mendapatkan perhatian lebih baik dari pemerintah maupun orang-orang di sekitarnya. Kebijakan sosial dalam bentuk program pelayanan sosial bagi lansia tidak lain adalah untuk meningkatkan kesejahteraan lansia yang mayoritas sudah tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri karena kondisi fisik yang semakin lemah terlebih bagi lansia yang tergolong dalam kategori terlantar. Implementasi pelayanan sosial bagi lansia yang terlantar merupakan wujud nyata agar harapan bersama yaitu kesejahteraan dapat terwujud. Implementasi yang penuh komitmen memberikan kontribusi yang positif bagi kesejahteraan lansia begitu pula sebaliknya apabila implementasi yang dilakukan setengah hati maka yang ada hanya program tanpa nyawa. Hasil yang didapat pun kurang memberi dampak bagi kesejahteraan lansia terlantar. Perencanaan pelayanan yang baik tapi tidak ditunjang dengan implementasi yang baik pula maka hasil yang didapat akan kurang maksimal. Teori implementasi merupakan teori untuk melihat faktor keberhasilan implementasi suatu program atau kebijakan. Keberhasilan implementasi berarti program yang dirumuskan menjawab permasalahan sosial yang ada dan meningkatkan kesejahteraan karena suatu program diadakan untuk memperbaiki kondisi kehidupan masyarakat. Terdapat beberapa tokoh tentang teori implementasi, salah satunya adalah Merilee S Grindle (1980). Menurut Merilee S Grindle, ada 2 variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi yaitu isi kebijakan dan lingkungan implementasi 23. Pelayanan sosial sebagai bagian dari kebijakan sosial juga perlu mendapat perhatian guna melihat sejauhmana 23 Subarsono, Analisis Kebijakan Publik : Konsep, Teori dan Aplikasi, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2005 hal. 93 Page 25

26 pelaksanaannya dalam mewujudkan kesejahteraan dari lansia. Pelaksanaan pelayanan sosial perlu memperhatikan beberapa hal seperti perumusan awal sehingga memunculkan program yang sesuai dengan kebutuhan, mencakup: 1. Sejauhmana kepentingan kelompok sasaran atau target groups. 2. Jenis manfaat yang diterima oleh target groups 3. Sejauhmana perubahan yang diinginkan 4. Apakah letak sebuah program sudah tepat 5. Apakah sudah menyebutkan implementatornya dengan rinci 6. Apakah sebuah program didukung oleh sumber daya yang memadahi Program sebaiknya sesuai dengan kebutuhan target sasaran karena tidak akan ada gunanya apabila tidak dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapi masyarakat. Isi kebijakan menjadi rule bagi para implementator agar tidak melupakan bahwa kebijakan dibuat untuk masyarakat luas terlebih bagi kelompok rentan seperti halnya kelompok lanjut usia (lansia) terlantar. Terlepas dari isinya maka lingkungan pun mempunyai peran dalam keberhasilan implementasi. Lingkungan merupakan faktor eksternal yang mendukung pelaksanaan kebijakan dengan tepat baik dari pembuat kebijakan maupun target sasaran. Lingkungan implementasi meliputi: 1. Seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan 2. Karakteristik institusi dan rejim yang sedang berkuasa 3. Tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran Berdasarakan gagasan teori implementasi Merilee, keberhasilan implementasi pelayanan sosial lansia harus melihat beberapa hal dalam proses pelaksanaannya. Kebijakan pelayanan sosial bagi lansia juga mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan lansia tidak bisa terlepas dari implementasinya. Perlu ada batasan agar sesuai dengan jalur yang tepat. Tidak terjadi simpangan- Page 26

27 simpangan yang menyebabkan ketidaksesuaian implementasi dengan tujuan awal. Teori ini, memberi bantuan untuk melihat komitmen implementator dalam meningkatkan kesejahteraan. Pemetaan kebutuhan yang tepat akan memberikan solusi masalah dalam program yang sesuai. Perumusan program yang sesuai kebutuhan akan mendapatkan hasil yang baik pula apabila dalam implementasinya sesuai dengan aturan yang seharusnya seperti yang tertuang dalam teori implementasi. Pelayanan sosial yang mengatasnamakan programnya untuk kepentingan lansia benarkah meningkatkan kesejahteraan lansia sepenuhnya(?). Kesejahteraan adalah kondisi dapat menyelesaikan masalah sosial, terpenuhinya kebutuhan, berbagai kesemapatan dan peluang sosial dapat dimanfaatkan secara optimal 24. Kesejahteraan adalah hak semua orang tanpa memandang status, pendidikan, jenis kelamin, jabatan maupun alasan yang lainnya. Kesejahteraan lansia akan terwujud apabila dalam implementasi pelayanan sosial terdapat komitmen baik dari pelaksana maupun dari kelompok sasaran program (lansia). Berikut ini beberapa konsep yang dapat mengkerangkai pemikiran dasar dari penelitian ini, yaitu: 1. Lansia Lanjut usia atau yang sering disebut lansia merupakan istilah tahap akhir dari fase pertumbuhan hidup manusia. Menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu diperhitungkan yaitu aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial. Secara biologis penduduk lansia adalah 24 Soetomo, op.cit. hal Page 27

28 penduduk yang mengalami penuaan secara terus-menerus yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan serta sistem organ 25. Fisik lansia semakin lama akan semakin lemah, bukan karena kebetulan namun semua itu adalah proses alamiah. Tidak jarang lansia menjadi seperti balita yang tidak bisa melakukan segala hal sendiri. kodrat dari lansia adalah menjadi semakin lemah dan secara psikis menjadi lebih sensitif karena perubahan peran sosial yang dulunya bisa mempunyai andil dalam pemenuhan kebutuhan keluarga, saat lansia maka perannya berubah menajdi pihak yang mendapatkan perawatan. Banyak definisi terkait lansia, berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia pada Bab I, Pasal 1, butir 2, 3 dan 4 menyatakan; 1) Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh tahun) ke atas, 2) Lanjut usia potensial adalah lanjut usia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang dan/atau jasa, 3) Lanjut usia tidak potensial adalah lanjut usia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain ` Batasan-batasan lansia beragam versi, menurut WHO lanjut usia meliputi: Usia pertengahan : tahun Lanjut usia : tahun Lanjut usia tua : tahun Usia sangat tua : Diatas 90 tahun 25 Anonim, Pengertian Lansia, 2012 dalam diunduh pada 16 Mei 2013 pukul WIB Page 28

29 Mayoritas pengkategorian lansia berdasarkan batasan usia sehingga untuk mempermudah dalam penelitian di lapangan peneliti juga mendefiniskan lansia sesuai dengan umur yaitu seseorang yang berusia diatas 60 tahun. Secara ekonomi, lansia lebih dipandang sebagai beban daripada sebagai sumber daya. Umur yamg sudah tidak lagi produktif sering dianggap sebagai beban keluarga dan masyarakat. Lansia dipandang sebagai hal yang negative dalam dunia ekonomi. Dipandang dari aspek sosial, lansia merupakan suatu kelompok sendiri. Di Indonesia lansia mempunyai kelas sosial yang tinggi yang harus dihormati oleh kaum yang lebih muda karena mereka dianggap mempunyai pengalaman yang lebih luas. Kenyataannya tidak semua lansia mempunyai karakteristik yang sama. Sesuai dengan definisi Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 1998, bahwa terdapat lansia yang potensial dan tidak potensial sehingga perlu ada perlakuan yang berbeda terhadap masing-masing lansia. Menurut Budi Anna Keliat (1999), lansia memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 ayat 2 UU no. 13 tentang kesehatan) 2. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif 3. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi 26. Lansia pun mempunyai karakter yang perlu diperhitungkan karena mereka juga membutuhkan pengakuan, meski sudah berusia lanjut dan tidak sekuat dulu 26 Siti Maryam, Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya, Jakarta, Salemba Medika, 2008 hal. 33 dalam &source=bl&ots=cxuul8qc35&sig=f0i7tyefpqrt66krbak3yrasy8m&hl=id&sa=x&ei=5vvguvrmp IebigfQ2oG4BA&redir_esc=y#v=onepage&q=pengertian%20lansia&f=false diunduh pada 22 Januari 2014 Page 29

30 namun mereka juga tidak selalu menggantungkan hidupnya kepada orang lain. Pemberdayaan adalah hal yang sah diberikan kepada lansia namun dengan jenis yang sesuai kondisi fisik lansia itu sendiri selama mereka masih masuk dalam golongan potensial. 2. Jaminan Sosial Jaminan sosial adalah sebuah kata yang sekarang biasa didengar oleh masyarakat, baik dari media, pemerintah, seminar maupun perbincanganperbincangan ringan. Jaminan sosial menjadi isu hangat dari pemerintah untuk mengantisipasi berbagai kebijakan yang khususnya diarahkan kepada kelompokkelompok masyarakat yang rentan. Seperti Bantuan Langsung Sementara (BLSM) sebagai jaminan sosial yang berupa bantuan langsung kepada masyarakat miskin karena adanya kebijakan kenaikan harga BBM. Jaminan sosial dapat didefinisikan sebagai sistem pemberian uang dan/ atau pelayanan guna melindungi seseorang dari resiko tidak memiliki atau kehilangan pendapatan akibat kecelakaan, kecacatan, sakit, menganggur, kehamilan, masa tua, dan kematian. Jaminan sosial didefinisikan dengan rumusanrumusan yang berbeda di berbagai peraturan perundang-undangan dan dokumen lainya. Menurut Konvensi International Labour Organization (ILO) Tahun 1952 (102), jaminan sosial (standar minimum) adalah perlindungan yang diberikan masyarakat untuk para anggotanya melalui seperangkat instrument publik, terhadap kesulitan ekonomi dan sosial yang disebabkan karena terhentinya atau turunnya penghasilan diakibatkan oleh sakit, hamil, kecelakaan kerja, pengangguran, cacat, hari tua, dan kematian; pemberian perawatan medis, dan pemberian subsidi bagi keluarga yang mempunyai anak. Page 30

Daftar Pustaka. Buku:

Daftar Pustaka. Buku: Buku: Daftar Pustaka Anonim, 1994, Manula :Manusia Lanjut Usia, Jakarta: CV. Haji Masagung Bungin, B. 2008, Penelitian Kualitatif, Jakarta: Prenada Putra Grafika Dokumen Kelurahan: Data Monografi Desa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan

BAB I PENDAHULUAN. (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penuaan adalah konsekuensi yang tidak dapat dihindarkan. Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya memperbaiki taraf hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. upaya memperbaiki taraf hidupnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi ini bangsa Indonesia mengalami berbagai kemajuan. Hal ini merupakan hal yang positif karena dengan kemajuankemajuan tersebut maka bisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lanjut usia (selanjutnya disingkat lansia) merupakan segmen populasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Lanjut usia (selanjutnya disingkat lansia) merupakan segmen populasi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Lanjut usia (selanjutnya disingkat lansia) merupakan segmen populasi yang digolongkan rentan akan masalah kesehatan seperti halnya anak-anak. Masalah kesehatan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemutusan hubungan kerja atau kehilangan pekerjaan, menurunnya daya beli

BAB I PENDAHULUAN. pemutusan hubungan kerja atau kehilangan pekerjaan, menurunnya daya beli BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Krisis moneter yang berkepanjangan di negara kita telah banyak menyebabkan orang tua dan keluarga mengalami keterpurukan ekonomi akibat pemutusan hubungan kerja atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Secara konsepsional, pembangunan yang telah dan sedang dilaksanakan pada

I. PENDAHULUAN. Secara konsepsional, pembangunan yang telah dan sedang dilaksanakan pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara konsepsional, pembangunan yang telah dan sedang dilaksanakan pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, memperluas kesempatan kerja dan

Lebih terperinci

Penilaian Pencapaian MDGs di Provinsi DIY Oleh Dyna Herlina Suwarto, SE, SIP

Penilaian Pencapaian MDGs di Provinsi DIY Oleh Dyna Herlina Suwarto, SE, SIP Penilaian Pencapaian MDGs di Provinsi DIY Oleh Dyna Herlina Suwarto, SE, SIP Sejak tahun 2000, Indonesia telah meratifikasi Millenium Development Goals (MDGs) di bawah naungan Persatuan Bangsa- Bangsa.

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap warga negara berhak untuk

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:a.bahwa setiap warga negara berhak untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, taraf kehidupan, dan taraf pendidikan tetapi juga membawa dampak

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, taraf kehidupan, dan taraf pendidikan tetapi juga membawa dampak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan program pembangunan membawa pada perbaikan kesehatan, taraf kehidupan, dan taraf pendidikan tetapi juga membawa dampak masalah kependudukan. Masalah kependudukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harapan hidup penduduknya (life expectancy). Indonesia sebagai salah satu negara

BAB I PENDAHULUAN. harapan hidup penduduknya (life expectancy). Indonesia sebagai salah satu negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu tolak ukur kemajuan suatu bangsa seringkali dinilai dari angka harapan hidup penduduknya (life expectancy). Indonesia sebagai salah satu negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kesehatan adalah hak semua manusia, baik kaya, msikin, tua, maupun muda.

I. PENDAHULUAN. Kesehatan adalah hak semua manusia, baik kaya, msikin, tua, maupun muda. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah hak semua manusia, baik kaya, msikin, tua, maupun muda. Pemerintah berkewajiban memberikan pelayanan kesehatan yang layak bagi seluruh masyarakat. Semua

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa sistem

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. angka harapan hidup semakin tinggi, sehingga kebutuhan ini mendesak yang

BAB I PENDAHULUAN. angka harapan hidup semakin tinggi, sehingga kebutuhan ini mendesak yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap manusia menginginkan hidup damai, sejahtera dan hampir semua orang berkeinginan berumur panjang, dan untuk itu semua orang mau melakukan apa saja.

Lebih terperinci

Profil Pekerjaan yang Layak INDONESIA

Profil Pekerjaan yang Layak INDONESIA Profil Pekerjaan yang Layak INDONESIA Ringkasan Selama 15 tahun terakhir, Indonesia mengalami perubahan sosial dan politik luar biasa yang telah membentuk latar belakang bagi pekerjaan layak di negeri

Lebih terperinci

IV.B.22. Urusan Wajib Sosial

IV.B.22. Urusan Wajib Sosial 22. URUSAN SOSIAL Perlindungan dan kesejahteraan sosial diperlukan bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945. Meskipun telah banyak dicatat beberapa keberhasilan, beberapa masalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional telah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional telah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional telah mewujudkan hasil yang positif diberbagai bidang yaitu kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia yang harus dicapai, untuk itu diperlukan upaya-upaya dalam mengatasi

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia yang harus dicapai, untuk itu diperlukan upaya-upaya dalam mengatasi 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup manusia yang harus dicapai, untuk itu diperlukan upaya-upaya dalam mengatasi masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada saat ini ataupun nanti,dengan kematian seseorang akan berpisah dengan apa

BAB I PENDAHULUAN. pada saat ini ataupun nanti,dengan kematian seseorang akan berpisah dengan apa BAB I PENDAHULUAN 1.LATAR BELAKANG Setiap manusia akan mengalami kematian tidak ada pengecualiannya, baik pada saat ini ataupun nanti,dengan kematian seseorang akan berpisah dengan apa yang di milikinya,keluarga

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.43, 2015 KEMENSOS. Rehabilitasi Sosial. Profesi. Pekerjaan Sosial. Standar. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR REHABILITASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun terbagi kepulauan-kepulauan, dan suku bangsa tanpa perbedaan. 1 Hal ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun terbagi kepulauan-kepulauan, dan suku bangsa tanpa perbedaan. 1 Hal ini merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945). Pada penjelasannya menetapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan dalam bidang ketenagakerjaan merupakan bagian dari usaha

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan dalam bidang ketenagakerjaan merupakan bagian dari usaha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan dalam bidang ketenagakerjaan merupakan bagian dari usaha sumber daya manusia yang diarahkan pada tujuan meningkatkan harkat, martabat dan kemampuan manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lanjut usia sebagai tahap akhir dari siklus kehidupan manusia, sering

BAB I PENDAHULUAN. Lanjut usia sebagai tahap akhir dari siklus kehidupan manusia, sering BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lanjut usia sebagai tahap akhir dari siklus kehidupan manusia, sering diwarnai kondisi hidup yang tidak sesuai dengan harapan. Banyak faktor yang menyebabkan seorang

Lebih terperinci

halnya lansia yang bekerja di sektor formal. Hal ini menyebabkan semakin kompleksnya permasalahan yang dihadapi oleh lanjut usia terlantar.

halnya lansia yang bekerja di sektor formal. Hal ini menyebabkan semakin kompleksnya permasalahan yang dihadapi oleh lanjut usia terlantar. digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesejahteraan sosial merupakan suatu keadaan terpenuhinya kebutuhan hidup yang layak bagi masyarakat, sehingga mampu mengembangkan diri dan dapat

Lebih terperinci

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA PERATURAN NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang :, a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Soekanto (1982: 243) berpendapat bahwa peranan adalah. seseorang dalam suatu masyarakat.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Soekanto (1982: 243) berpendapat bahwa peranan adalah. seseorang dalam suatu masyarakat. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Peranan 2.1.1 Pengertian Peranan Menurut Soekanto (1982: 243) berpendapat bahwa peranan adalah suatu aspek yang dinamis dari kedudukan (status). Apabila seseorang

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupaya untuk menghambat kejadiannya. Ada tiga aspek yang perlu

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupaya untuk menghambat kejadiannya. Ada tiga aspek yang perlu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usia lanjut adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh semua orang yang dikaruniai usia panjang, terjadinya tidak bisa dihindari oleh siapapun, namun

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2011 TENTANG PEMBINAAN, PENDAMPINGAN, DAN PEMULIHAN TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN ATAU PELAKU PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB II PENGELOLAAN JAMINAN SOSIAL DI INDONESIA. D. Pengertian dan Dasar Hukum Jaminan Sosial

BAB II PENGELOLAAN JAMINAN SOSIAL DI INDONESIA. D. Pengertian dan Dasar Hukum Jaminan Sosial BAB II PENGELOLAAN JAMINAN SOSIAL DI INDONESIA D. Pengertian dan Dasar Hukum Jaminan Sosial Jaminan sosial adalah perlindungan yang diberikan oleh masyarakat bagi anggota-anggotanya untuk resiko-resiko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kesehatan merupakan kebutuhan dasar manusia yang sangat penting untuk dapat hidup layak dan produktif. Keterjaminan pelayanan kesehatan merupakan salah satu hak dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia telah merdeka hampir mencapai 69 tahun, tetapi masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia telah merdeka hampir mencapai 69 tahun, tetapi masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia telah merdeka hampir mencapai 69 tahun, tetapi masalah kemiskinan masih tetap menjadi masalah fenomenal yang masih belum dapat terselesaikan hingga

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 201

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 201 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.744, 2017 KEMENSOS. Standar Rehabilitasi Sosial. Pencabutan. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR REHABILITASI SOSIAL DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari tahun ke tahun, hal tersebut membutuhkan upaya pemeliharaan kesehatan bagi

BAB I PENDAHULUAN. dari tahun ke tahun, hal tersebut membutuhkan upaya pemeliharaan kesehatan bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan semakin luasnya pelaksanaan upaya kesehatan dan keberhasilan pembangunan nasional pada semua sektor, sehingga hal tersebut mendorong peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berstruktur lanjut usia karena dari tahun ke tahun, jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. berstruktur lanjut usia karena dari tahun ke tahun, jumlah penduduk 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia karena dari tahun ke tahun, jumlah penduduk Indonesia yang berusia 60 tahun ke

Lebih terperinci

BAB IV DISKUSI TEORITIK

BAB IV DISKUSI TEORITIK BAB IV DISKUSI TEORITIK Teori yang digunakan dalam analisa ini bermaksud untuk memahami apakah yang menjadi alasan para buruh petani garam luar Kecamatan Pakalmelakukan migrasi ke Kecamatan Pakal, Kota

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR REHABILITASI SOSIAL DENGAN PENDEKATAN PROFESI PEKERJAAN SOSIAL

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR REHABILITASI SOSIAL DENGAN PENDEKATAN PROFESI PEKERJAAN SOSIAL PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR REHABILITASI SOSIAL DENGAN PENDEKATAN PROFESI PEKERJAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang satu akan memberikan pengaruh pada tahap perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. yang satu akan memberikan pengaruh pada tahap perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pada dasarnya dialami oleh semua makhluk hidup. Tahapan perkembangan pada manusia dimulai pada saat manusia berada di dalam kandungan (prenatal) hingga

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Kemiskinan Nelayan Nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diulang kembali. Hal-hal yang terjadi di masa awal perkembangan individu akan

BAB I PENDAHULUAN. diulang kembali. Hal-hal yang terjadi di masa awal perkembangan individu akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam hidupnya akan mengalami perkembangan melalui serangkaian periode yang berurutan, mulai dari periode prenatal hingga lanjut usia. Semua individu pasti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lanjut usia merupakan suatu anugerah. Menjadi tua, dengan segenap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lanjut usia merupakan suatu anugerah. Menjadi tua, dengan segenap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lanjut usia merupakan suatu anugerah. Menjadi tua, dengan segenap keterbatasannya akan dialami oleh seseorang bila berumur panjang. Di Indonesia istilah untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah sebuah proses yang melekat pada setiap kehidupan bersama dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa pendidikan tidak

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.862, 2012 KEMENTERIAN SOSIAL. Pelayanan Sosial. Lanjut Usia. Pedoman. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAYANAN SOSIAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan sangat cepat. Perubahan yang terjadi dalam bidang teknologi, informasi dan juga ledakan populasi

Lebih terperinci

PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017

PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017 PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017 KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA 2017 PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017 I. LATAR BELAKANG Anak

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Dinas Sosial Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan. Rumah Singgah Anak Mandiri

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Dinas Sosial Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan. Rumah Singgah Anak Mandiri BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN Dinas Sosial Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Rumah Singgah Anak Mandiri A. Dinas Sosial Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Dinas Provinsi merupakan unsur

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2011 2011 TENTANG PEMBINAAN, PENDAMPINGAN, DAN PEMULIHAN TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN ATAU PELAKU PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan fase dimana anak mengalami tumbuh kembang yang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan fase dimana anak mengalami tumbuh kembang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah investasi dan harapan masa depan bangsa serta sebagai penerus generasi di masa mendatang. Dalam siklus kehidupan, masa anakanak merupakan fase dimana

Lebih terperinci

- 1 - BAB I PENGUATAN REFORMASI BIROKRASI

- 1 - BAB I PENGUATAN REFORMASI BIROKRASI - 1 - LAMPIRAN PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG ROAD MAP REFORMASI BIROKRASI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN SOSIAL TAHUN 2015-2019. BAB I PENGUATAN REFORMASI BIROKRASI

Lebih terperinci

Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan di Kairo Mesir tahun 1994 menekankan bahwa kondisi kesehatan tidak sekedar terbebas dari

Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan di Kairo Mesir tahun 1994 menekankan bahwa kondisi kesehatan tidak sekedar terbebas dari Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan di Kairo Mesir tahun 1994 menekankan bahwa kondisi kesehatan tidak sekedar terbebas dari penyakit atau kelemahan fisik, tetapi meliputi aspek mental

Lebih terperinci

WALIKOTA BLITAR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG KESEJAHTERAAN LANJUT USIA WALIKOTA BLITAR,

WALIKOTA BLITAR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG KESEJAHTERAAN LANJUT USIA WALIKOTA BLITAR, 1 WALIKOTA BLITAR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG KESEJAHTERAAN LANJUT USIA WALIKOTA BLITAR, Menimbang : a. bahwa orang lanjut usia sebagai Warga Negara Republik Indonesia mempunyai

Lebih terperinci

MENCERMATI PENERBITAN PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEKERJA RUMAH TANGGA

MENCERMATI PENERBITAN PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEKERJA RUMAH TANGGA MENCERMATI PENERBITAN PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEKERJA RUMAH TANGGA Oleh: Arrista Trimaya * Naskah diterima: 30 Januari 2015; disetujui: 12 Februari 2015 Menteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan potensi dan kualitas dirinya. Seiring dengan berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan potensi dan kualitas dirinya. Seiring dengan berkembangnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aspek kesehatan merupakan salah satu hal penting dalam mengukur kualitas sumber daya manusia. Kesehatan merupakan hal yang dibutuhkan bagi setiap orang untuk mengembangkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa hakikat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. panti tidak terdaftar yang mengasuh sampai setengah juta anak. Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. panti tidak terdaftar yang mengasuh sampai setengah juta anak. Pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia menempati urutan pertama di dunia sebagai negara dengan jumlah panti asuhan terbesar yaitu mencapai 5000 hingga 8000 panti terdaftar dan 15.000 panti

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemberdayaan masyarakat

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN BAGI LANJUT USIA

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN BAGI LANJUT USIA GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN BAGI LANJUT USIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA

Lebih terperinci

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 03 / HUK / 2007 TENTANG

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 03 / HUK / 2007 TENTANG MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 03 / HUK / 2007 TENTANG BANTUAN KESEJAHTERAAN SOSIAL PERMANEN BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL NON POTENSIAL

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Pengembangan masyarakat (community development) Pengembangan masyarakat (community development) adalah salah satu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Pengembangan masyarakat (community development) Pengembangan masyarakat (community development) adalah salah satu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan masyarakat (community development) Pengembangan masyarakat (community development) adalah salah satu kegiatan yang menjadi bagian dari program corporate social responsibility

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR REHABILITASI SOSIAL KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN ZAT ADIKTIF LAINNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sumber daya dan dana yang ada. Faktor manusia atau tenaga kerja sebagai penggerak utama

PENDAHULUAN. sumber daya dan dana yang ada. Faktor manusia atau tenaga kerja sebagai penggerak utama I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara berkembang dan masyarakatnya sedang giat membangun. Salah satu aspek penting dari pembangunan adalah bidang ekonomi dan sosial, di mana dunia

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG DISABILITAS

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG DISABILITAS GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG DISABILITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA

Lebih terperinci

BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang eksis hampir di semua masyarakat. Terdapat berbagai masalah sosial

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang eksis hampir di semua masyarakat. Terdapat berbagai masalah sosial BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Anak terlantar merupakan salah satu penyandang masalah kesejahteraan sosial yang eksis hampir di semua masyarakat. Terdapat berbagai masalah sosial yang menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ekonomi merosot hingga minus 20% mengakibatkan turunnya berbagai. jumlah masyarakat penyandang masalah sosial di daerah perkotaan.

I. PENDAHULUAN. ekonomi merosot hingga minus 20% mengakibatkan turunnya berbagai. jumlah masyarakat penyandang masalah sosial di daerah perkotaan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 telah membawa dampak yang luas bagi masyarakat sampai saat ini. Pertumbuhan ekonomi merosot

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah memberlakukan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. telah memberlakukan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan permasalahan yang dihadapi oleh seluruh Negara, terutama di Negara berkembang seperti Indonesia. Pemerintah Indonesia telah memberlakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, yang dimaksud dengan lanjut usia adalah penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun

Lebih terperinci

PENYESUAIAN DIRI PADA LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WREDHA

PENYESUAIAN DIRI PADA LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WREDHA PENYESUAIAN DIRI PADA LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WREDHA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : SANTI SULANDARI F 100 050 265 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

para1). BAB I PENDAHULUAN

para1). BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menjadi tua merupakan suatu proses perubahan alami yang terjadi pada setiap individu. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan 60 tahun sampai 74 tahun sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

IV.B.22. Urusan Wajib Sosial

IV.B.22. Urusan Wajib Sosial 22. URUSAN SOSIAL UUD 45 telah mengamanatkan bahwa Negara wajib memberi perlindungan dan jaminan kesejahteraan sosial. Beberapa masalah yang masih perlu mendapat perhatian diantaranya masih rendahnya kualitas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kepada pandangan terhadap konsep sehat dengan perspektif yang lebih luas. Luasnya

BAB 1 PENDAHULUAN. kepada pandangan terhadap konsep sehat dengan perspektif yang lebih luas. Luasnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendekatan pelayanan kesehatan yang digunakan pada abad ke-21, mengacu kepada pandangan terhadap konsep sehat dengan perspektif yang lebih luas. Luasnya aspek itu

Lebih terperinci

PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017

PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017 PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017 KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA 2017 PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017 I. LATAR BELAKANG Anak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Lanjut Usia Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.13 Tahun 1998 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan istilah masa penutup. Masa penutup merupakan masa dimana. penurunan jumlah aktivitas (Hurlock, 1999).

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan istilah masa penutup. Masa penutup merupakan masa dimana. penurunan jumlah aktivitas (Hurlock, 1999). BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap individu menjalani periode perkembangan yang sama. Salah satu masa perkembangan yang dijalani adalah masa lansia atau masa tua yang juga dikenal dengan istilah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Karena itu, kesehatan adalah

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 10 TAHUN 2013

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 10 TAHUN 2013 PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 10 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN BIMBINGAN LANJUT DAN RUJUKAN BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL DI KABUPATEN KARAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA DAERAH Menimbang : a. Mengingat : 1. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

2016 GAMBARAN PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG MANAJEMEN PELAYANAN HOSPITAL HOMECARE DI RSUD AL-IHSAN PROVINSI JAWA BARAT

2016 GAMBARAN PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG MANAJEMEN PELAYANAN HOSPITAL HOMECARE DI RSUD AL-IHSAN PROVINSI JAWA BARAT BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kaum marjinal digambarkan sebagai suatu kelompok sosial tertentu yang keberadaannya dianggap sebagai kelompok masyarakat yang memiliki status sosial paling rendah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kapan saja, yang dapat menimbulkan kerugian materiel dan imateriel bagi

BAB I PENDAHULUAN. dan kapan saja, yang dapat menimbulkan kerugian materiel dan imateriel bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia secara geografis terletak di wilayah yang rawan bencana. Bencana alam sebagai peristiwa alam dapat terjadi setiap saat, di mana saja, dan kapan saja,

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG AGAMA DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA DI PANTI WREDHA DHARMA BHAKTI KOTA SURAKARTA

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG AGAMA DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA DI PANTI WREDHA DHARMA BHAKTI KOTA SURAKARTA HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG AGAMA DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA DI PANTI WREDHA DHARMA BHAKTI KOTA SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan wanita untuk bekerja adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena dibekali dengan akal dan pikiran dalam bertindak. Manusia sebagai

BAB I PENDAHULUAN. karena dibekali dengan akal dan pikiran dalam bertindak. Manusia sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna karena dibekali dengan akal dan pikiran dalam bertindak. Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup

Lebih terperinci

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG KESEJAHTERAAN LANJUT USIA

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG KESEJAHTERAAN LANJUT USIA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG KESEJAHTERAAN LANJUT USIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARMASIN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Banyuasin di Provinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Banyuasin di Provinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 70 Menimbang : Mengingat : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUASIN, a. bahwa setiap warga

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan masyarakat merupakan tanggungjawab semua pihak, baik pemerintah, dunia usaha (swasta dan koperasi), serta masyarakat. Pemerintah dalam hal ini mencakup pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya merupakan hak asasi manusia dan diakui oleh segenap bangsa-bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan diri dan dapat melaksanakan fungsi sosialnya yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan diri dan dapat melaksanakan fungsi sosialnya yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan sosial merupakan suatu keadaan terpenuhinya kebutuhan hidup yang layak bagi masyarakat, sehingga mampu mengembangkan diri dan dapat melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah lingkungan pertama yang dimiliki seorang anak untuk mendapatkan pengasuhan,

BAB I PENDAHULUAN. adalah lingkungan pertama yang dimiliki seorang anak untuk mendapatkan pengasuhan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan seorang anak dimulai ditengah lingkungan keluarga, lingkungan keluarga adalah lingkungan pertama yang dimiliki seorang anak untuk mendapatkan pengasuhan,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL I. UMUM Pembangunan kesejahteraan sosial merupakan perwujudan dari upaya mencapai tujuan

Lebih terperinci