SNI 7563:2011 Standar Nasional Indonesia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SNI 7563:2011 Standar Nasional Indonesia"

Transkripsi

1 Standar Nasional Indonesia Spesifikasi profil, pelat, dan batang tulangan baja struktural dari baja karbon dan baja paduan rendah kekuatan tinggi, serta pelat baja struktural paduan hasil quen dan temper untuk jembatan ICS Badan Standardisasi Nasional

2

3 Daftar isi Daftar isi... i Prakata... iii 1 Ruang lingkup Acuan normatif Istilah dan definisi Persyaratan bahan Persyaratan umum pengiriman produk struktural Bahan dan proses pembuatannya Perlakuan panas Persyaratan kimia Persyaratan uji tarik Persyaratan kekerasan Brinell untuk kelas 690 dan kelas 690W Benda uji dan jumlah uji tarik Uji ulang Ketahanan korosi atmosfer Penandaan Persyaratan tambahan Pengujian ultrasonik Bundel peleburan tunggal Frekuensi uji tarik Bahan kritikal non fraktur, T, uji ketangguhan dan penandaan Bahan kritikal fraktur, F, uji ketangguhan dan penandaan Ketahanan korosi atmosfer Batasan perbaikan las (hanya untuk bahan kritikal fraktur) Tabel 1 - Nilai kuat luluh... 5 Tabel 2 - Persyaratan nilai tarik dan nilai kekerasan a)... 6 Tabel 3 - Persyaratan komposisi kimia Kelas 250 (analisis satu peleburan) Tabel 4 - Persyaratan komposisi kimia kelas 345 (analisis satu peleburan) a) Tabel 5 - Persyaratan komposisi kimia kelas 345 (analisis satu peleburan) Tabel 6 - Persyaratan kimia kelas 345W (analisis satu peleburan) Tabel 7 - Persyaratan persentase komposisi kimia kelas 690 dan 690W (analisis satu peleburan) Tabel 8 - Persyaratan komposisi kimia kelas HPS 345W dan HPS 485W (analisis satu peleburan) i

4 Tabel 9 - Persyaratan komposisi kimia kelas 345S Tabel 10 - Zona temperatur uji impak Tabel 11 - Persyaratan uji tumbuk bahan kritikal non fraktur Tabel 12 - Persyaratan uji tumbuk bahan kritikal fraktur a) ii

5 Prakata Standar Nasional Indonesia (SNI) Spesifikasi profil, pelat, dan batang tulangan baja struktural dari baja karbon dan baja paduan rendah kekuatan tinggi, serta pelat baja struktural paduan hasil quen dan temper untuk jembatan adalah adopsi modifikasi dari ASTM A 709M-04 Carbon and High-Strength Low-Alloy Structural Steel Shapes, Plates, and Bars and Quenched-and-Tempered Alloy Structural Steel Plates for Bridges yang dimasukkan sebagai ketentuan yang dirujuk pada Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan. Modifikasi mencakup antara lain fokus hanya pada persyaratan bahan. SNI ini dipersiapkan oleh Panitia Teknis Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil pada Subpanitia Teknis Rekayasa Jalan dan Jembatan melalui Gugus Kerja Jembatan dan Bangunan Pelengkap Jalan. Tata cara penulisan disusun mengikuti Pedoman Standardisasi Nasional (PSN) Nomor 8 Tahun 2007 dan dibahas dalam forum konsensus tanggal 31 Juli 2008 di Bandung, yang melibatkan para narasumber, pakar dan lembaga terkait. iii

6

7 Spesifikasi profil, pelat, dan batang tulangan baja struktural dari baja karbon dan baja paduan rendah kekuatan tinggi, serta pelat baja struktural paduan hasil quen dan temper untuk jembatan 1 Ruang lingkup Standar ini memaparkan tentang spesifikasi teknis yang harus dipenuhi oleh profil, pelat, dan batang tulangan baja struktural dari baja karbon dan baja paduan rendah kekuatan tinggi, serta pelat baja struktural paduan hasil quen dan temper untuk jembatan dengan delapan kelas. Delapan kelas itu adalah: kelas 250, 345, 345S, 345W, HPS 345W, HPS 485W, 690, dan 690W, yang dikelompokkan dalam empat tingkatan nilai kuat luluh yaitu 250 MPa, 345 MPa, 485 MPa, dan 690 MPa. Standar ini memaparkan beberapa hal yang berhubungan dengan: a) Persyaratan bahan dan nilai kuat luluh dari delapan kelas baja; b) Bahan dan proses pembuatannya; c) Perlakuan panas yang harus dilakukan untuk kelas HPS 345W dan HPS 485W, 690 dan 690W; d) Komposisi kimia yang harus dipenuhi untuk masing-masing kelas dan ketentuan khusus dan analisis kimia karbon ekuivalen untuk kelas 345S; e) Uji tarik yang disyaratkan; f) Kekerasan Brinell untuk kelas 690 dan 690W; g) Benda uji dan jumlah uji tarik yang harus disiapkan; h) Uji ulang yang harus dilaksanakan; i) Ketahanan korosi yang dihasilkan dari baja yang memenuhi spesifikasi ini; j) Penandaan tambahan untuk kelas 345W, 690, dan 690W; k) Persyaratan tambahan yang diinginkan pemesan berupa uji ketangguhan dan penandaan untuk bahan kritikal non fraktur dan fraktur. l) Persyaratan yang harus dan/atau dapat dipenuhi ketika diadakan perjanjian antara produsen dan pemesan 2 Acuan normatif Dokumen referensi di bawah ini harus digunakan dan tidak dapat ditinggalkan untuk melaksanakan standar ini: ASTM A 6M Specification for general requirements for rolled structural steel bars, plates, shapes, and sheet piling. ASTM A 36M, Specification for carbon structural steel. ASTM A 370 Test methods and definitions for mechanical testing of steel products. ASTM A 435M, Specification for straight-beam ultrasonic examination of steel plates. ASTM A 514M, Specification for high-yield-strength, quenched-and-tempered alooy steel plate, suitable for welding. ASTM A 572 M, Specification for high-strength low-alloy columbium-vanadium structural steel. ASTM A 588 M, Specification for high-strength low-alloy structural steel with 345 Mpa minimum yield point to 100 mm thick. ASTM A 673M Specification for sampling procedure for impact testing of structural steel. 1 dari 21

8 ASTM A 992 M, Specification for steel for structural shapes for use in building framing. ASTM E 112, Test Methods for determining average grain size. ASTM G 101, Guide for estimating the atmospheric corrosion resistance of low-alloy steels. 3 Istilah dan definisi Istilah dan definisi yang digunakan dalam standar ini adalah sebagai berikut: 3.1 analisis produk (product analysis) analisis produk untuk setiap peleburan dimana pemesan memberikan pilihan untuk menganalisis contoh yang mewakili yang diambil dari produk struktur yang telah selesai 3.2 analisis satu peleburan (heat analysis) analisis kimia dari suatu contoh termasuk di dalamnya penentuan karbon, mangan, belerang, nikel, kromium, molibdenum, tembaga, vanadium, kolumbium, unsur lain yang dispesifikasikan atau yang tidak boleh ada oleh spesifikasi produk yang akan dipakai untuk kelas, dan tipe yang akan diterapkan, dan unsur butiran austenitik yang dimurnikan yang kandungannya digunakan dalam pengujian ukuran butiran austenitik dari satu peleburan 3.3 anil (annealing) suatu proses perlakuan panas dimana ukuran butir mikrostruktur suatu bahan meningkat, menyebabkan perubahan pada sifatnya seperti kekuatan dan kekerasan 3.4 austenitik / besi fasa gama (austenitic) larutan padat non-magnetik dalam besi dan unsur pemadu 3.5 bainit (bainite) substansi logam yang umumnya timbul pada baja sesudah perlakukan panas 3.6 baja dikil (killed steel) baja yang dideoksidasi dengan baik melalui penambahan zat deoksidan yang kuat atau dengan proses vakum, untuk mereduksi kandungan oksigen sampai suatu tingkatan dimana tidak ada reaksi yang muncul antara karbon dan oksigen selama solidifikasi 3.7 baja semi dikil (semi-killed steel) baja yang tidak lengkap dideoksidasi dengan pemberian oksigen yang cukup untuk membentuk karbon monoksida selama proses solidifikasi 2 dari 21

9 3 dari 21 SNI 7563: ferit/besi alfa (ferrite) istilah pengetahuan tentang bahan untuk besi atau solusi padat dengan besi sebagai unsur utama, dengan struktur kristal kubus berpusat ruang [body-centered cubic (BCC)] 3.9 ingot sebuah massa logam atau bahan setengah jadi, dipanaskan melebihi titik luluhnya dan dicetak dalam bentuk yang mudah dibawa, biasanya berupa batang tulangan atau balok 3.10 kompon substansi kimia yang berisi dua atau lebih elemen kimia yang terikat secara kimiawi yang berbeda pada perbandingan tertentu 3.11 larutan campuran homogen yang terbuat dari dua atau lebih substansi 3.12 martensit (martensite) suatu struktur kristal yang dibentuk dengan perpindahan fasa yang cepat dan tidak terjadi difusifitas 3.13 paduan (alloy) sebuah kombinasi, baik itu berupa larutan atau senyawa dari dua unsur atau lebih, paling sedikitnya satu diantaranya berupa logam dan menghasilkan sifat logam 3.14 pelat yang dirol (plate as-rolled) pelat yang dirol dari lembaran atau langsung dari ingot 3.15 pengerasan permukaan (case hardening) suatu proses pengerasan permukaan logam, umumnya baja karbon rendah, dengan menambahkan unsur melalui permukaan bahan, membentuk lapisan tipis pada suatu paduan yang mengeras 3.16 penguatan presipitasi = pengerasan alami = pengerasan dispersi (precipitation strengthening = age hardening = dispersion hardening) perlakuan panas yang digunakan untuk memperkuat bahan yang mudah dibentuk terutama paduan bukan besi termasuk paduan struktural seperti alumunium, magnesium, titanium, dan beberapa baja tahan karat (stainless steel)

10 3.17 perlakuan panas (heat treatment) suatu teknik yang digunakan untuk meningkatkan sifat fisik dan sifat kimia dari sebuah bahan. Dimana dalam teknik ini dilakukan proses pemanasan dan pendinginan, yang diterapkan pada temperatur normal sampai dengan temperatur yang ekstrim untuk mencapai hasil yang diinginkan seperti pengerasan dan pelunakan suatu bahan. Yang termasuk dalam teknik ini adalah anil, pengerasan permukaan, penguatan presipitasi, temper dan quen 3.18 quen (quenching) pendinginan cepat. Dalam teknik metalurgi cara ini umunya digunakan untuk memperkeras baja dengan menghasilkan martensit 3.19 sementit kompon kimia dengan formula Fe 3 C atau Fe 2 C:Fe dan suatu struktur kristal ortohombik. Bahan ini keras, getas, secara normal diklasifikasikan sebagai keramik dalam bentuk murninya 3.20 slab ingot logam yang dirol setengah jadi yang berbentuk datar dengan lebar tidak lebih dari 250 mm dan luas penampang tidak lebih besar dari 105 cm substansi salah satu unsur atau senyawa dengan komposisi seragam. Jika substansi tidak berupa campuran maka dapat dikatakan substansi murni 3.22 temper (tempered) suatu teknik perlakuan panas untuk logam dan paduan. Dalam pemprosesan baja, temper dilakukan untuk memperkeras logam dengan mentransformasi martensit menjadi bainit atau kombinasi ferit dan sementit 3.23 titik eutektoid titik batas fasa cair yang langsung bertemu dengan dua paduan fasa padat pada temperatur 721 o C 3.24 vacuum degassing Pengambillan logam yang mencair di dalam suatu tungku yang kemudian logam tersebut dipindahkan ke tempat lain. Pengambilan ini mengurangi kandungan gas, khususnya sebagian hidrogen, dan juga mengurangi inklusi kandungan non-logam. Proses pembuatan 4 dari 21

11 baja sekunder menggunakan unit vacuum arc degassing dimana termasuk di dalamnya pengarah otomatis dan pengendalian temperatur dan analisis kimia, yang menjamin konsistensi dan kualitas tinggi suatu produk. 4 Persyaratan bahan a) Delapan kelas dengan empat tingkat kelas kuat luluh baja, sebagaimana yang tercantum pada Tabel 1; Tabel 1 - Nilai kuat luluh Kelas Kuat luluh (MPa) S W 345 HPS 345W 345 HPS 485W W 690 b) Kelas 250, 345, 345S, 345W, 690 dan 690W masing-masing termasuk dalam spesifikasi ASTM A 36 M, A 572 M, A 992 M, A 558 M, dan A 514 M. Ketika ketentuan tambahan dalam spesifikasi ini diterapkan maka ketentuan tambahan akan menggantikan ketentuan ASTM A 36 M, A 572 M, A 992 M, A 558 M, dan A 514 M; c) Kelas 345W, HPS 345W, HPS 485W, dan 690W mempunyai ketahanan korosi atmosfer yang lebih baik. Ketentuan produk yang tersedia diperlihatkan dalam Tabel 2; d) Kelas HPS 485W, 690, atau 690W tidak boleh digantikan untuk kelas 250, 345, 345W, atau HPS 345W, kemudian Kelas 345W atau HPS 345W tidak boleh digantikan untuk Kelas 250, 345, atau 345S tanpa perjanjian antara pemesan dan pemasok; e) Bila baja akan dilas, maka prosedur pengelasan cocok untuk kelas tersebut dan cocok untuk penggunaan baja yang ditentukan atau pelaksanaan pengelasan yang akan diterapkan. Lihat Lampiran X3 dari ASTM A 6M untuk informasi tentang pengelasan; f) Persyaratan tambahan dapat diterapkan jika disyaratkan oleh pemesan saat pemesanan; g) Untuk produk struktural yang diproduksi berupa pelat yang dirol dan diproses tanpa perlakuan panas atau hanya pelepasan tegangan (stress relieving), persyaratan tambahan dari ASTM A 6M (termasuk persyaratan uji tambahan dan pelaporan hasil uji tambahan). 5 dari 21

12 S Kelas Ketebalan pelat (mm) sampai dengan 100 sampai dengan 100 g) Grup profil struktural Tabel 2 - Persyaratan nilai tarik dan nilai kekerasan a) Kuat luluh b), (MPa) Kuat tarik, (MPa) 6 dari 21 Penguluran minimum (%) Pelat dan Batang tulangan mm mm mm c),e) Profil e) 50 mm Reduksi luasan c),d) (%) sampai dengan 400 sampai minimal f) mm dengan 550 lebih besar 75 mm minimal semua minimal f) - - semua 345 sampai dengan 450 h) 450 h) Nilai kekerasan brinell 345W dan sampai HPS 345W dengan 100 semua minimal 345 minimal i) - - HPS 485W sampai g) 585 sampai 485 dengan 100 dengan dan 690W sampai g) 760 sampai j) k) 235 sampai - - minimal dengan 65 dengan 895 dengan 293 l) 690 dan 690W 65 sampai g) 690 sampai 620 dengan 100 dengan j) - - minimal k) - a) Lihat Orientasi dan Persiapan pada Uji Tarik di dalam ASTM A 6M; b) Diukur pada offset 0,2 % atau perpanjangan 0,5 % sebagaimana yang dijelaskan pada Pasal 13 Metode Uji ASTM A370 c) Penguluran dan pengurangan luasan tidak perlukan untuk ditentukan pada pelat lantai; d) Untuk pelat lebih lebar dari 600 mm, persyaratan pengurangan luas, jika mungkin untuk diterapkan, dikurangi sebesar 0,05. e) Untuk pelat lebih lebar dari 600 mm, persyaratan penguluran dikurangi sebesar 0,02. Lihat penyesuaian persyaratan penguluran pada Bagian Pengujian Tarik ASTM A 6M; f) Penguluran pada 50 mm, 19 persen untuk ketebalan bagian sayap yang lebih besar 75 mm; g) Tidak dapat dipakai; h) Rasio kuat luluh terhadap kuat tarik harus kurang atau sama dengan 0,85; i) Untuk profil WF dengan tebal sayap di atas 75 mm, penguluran pada 50 mm sebesar minimum 18 % diterapkan; j) Jika diukur dengan menggunakan Gambar 3 (Metode Uji ASTM 370 ) untuk benda uji dengan lebar 40 mm, penguluran yang ditentukan pada panjang gage 50 mm termasuk fraktur dan memperlihatkan penguluran yang paling besar; k) Besar reduksi sebesar 40 % diterapkan jika diukur pada Gambar 3 (Metode Uji ASTM A 370) untuk benda uji pelat 40 mm dan besar reduksi sebesar 40 % diterapkan 50 % minimum jika diukur pada Gambar 4 (Metode Uji ASTM A 370) untuk benda uji bulat 12,5 mm; i) Diterapkan hanya untuk pelat dengan ketebalam 10 mm atau kurang dan tidak diuji tarik. Keterangan : Jika tanda - muncul pada tabel ini artinya nilai tersebut tidak diperlukan

13 5 Persyaratan umum pengiriman produk struktural a) Produk struktural yang diproses dalam standar ini harus memenuhi persyaratan terakhir ASTM A 6M untuk produk struktural spesifik kecuali jika konflik akan timbul ketika standar ini diberlakukan; b) Produk gulungan yang tidak termasuk dalam kualifikasi standar ini sampai gulungan tersebut diproses menjadi produk struktural akhir. Produk struktural yang diproduksi dari gulungan sebagai produk struktural harus dipotong sampai panjang yang diperlukan dari sebuah gulungan. Operator mesin pemproses gulungan secara langsung mengontrol atau diberi tanggung jawab ketika dilakukan pemprosesan sebuah gulungan sampai menjadi produk akhir. Dimana proses tersebut termasuk pembukaan gulungan, pembuatan level yang sesuai atau pelurusan, pembentukan dengan proses yang panas dan dingin (jika memungkinkan), pemotongan sampai panjang yang dibutuhkan, pengujian, pemeriksaan, pengkondisian, perlakuan panas (jika memungkinkan), pemaketan, penandaan, pengangkutan untuk dikirim, dan sertifikasi. CATATAN 1 - Untuk produk struktural yang diproduksi dari gulungan dan yang diproses tanpa perlakuan panas atau hanya dengan pelepasan tegangan saja, dua hasil uji dilaporkan untuk masingmasing gulungan. Persyaratan tambahan tentang produk struktural yang diproduksi dari gulungan diuraikan pada ASTM A 6M. 6 Bahan dan proses pembuatannya a) Untuk kelas 250 dan 345, baja harus baja semi dikil atau baja dikil; b) Untuk kelas 345W, HPS 345W dan HPS 485W, baja dibuat sampai dengan terbentuk butir halus baja yang memenuhi persyaratan butir halus; c) Untuk kelas 345S, baja harus diproses dengan cara dikil. agar memenuhi persyaratan baja dikil pada laporan uji atau dengan melaporkan deoksidan, kadar silikon yang sama atau lebih besar dari 0,10% atau kadar alumunium yang sama atau lebih besar dari 0,015%; d) Untuk kelas 345S, pembuatan baja yang digunakan harus berupa salah satu dari penambahan kadar nitrogen pada baja tidak boleh lebih dari 0,015% bila ditambahkan elemen pengikat nitrogen atau pembuatan baja yang menggunakan penambahan kadar nitrogen yang tidak lebih besar dari 0,012% (dengan atau tanpa penambahan elemen pengikat nitrogen). Kandungan nitogen dapat untuk tidak dilaporkan, tergantung proses pembuatan baja yang digunakan; e) Untuk kelas HPS 345W dan HPS 485W, pembuatan baja harus menggunakan kadar hidrogen rendah melalui proses vacuum degassing selama pembuatan baja, perendaman terkendali untuk ingot dan slab serta pendinginan lambat yang terkendali untuk ingot, slab atau pelat atau kombinasi dari semuanya; f) Untuk kelas 690 dan 690 W, persyaratan ukuran butir austenitik yang halus sesuai ASTM A 6M; g) Kelas HPS 345W dan HPS 485W harus diproses mengikuti kondisi berikut ini: dirol panas, penggulungan terkendali, proses kontrol mekanis-panas [thermo-mechanical control processed (TMCP)] dengan atau tanpa percepatan pendinginan, atau yang diquen dan ditemper. 7 dari 21

14 7 Perlakuan panas a) Untuk Kelas HPS 345W yang diquen dan ditemper dan HPS 485W, perlakuan panas harus dilaksanakan oleh pembuat dan harus terdiri dari pemanasan baja tidak kurang dari 900 o C, diquen dalam air atau oli, dan ditemper tidak kurang dari 590 o C. Temperatur perlakuan pemanasan harus dilaporkan pada sertifikat uji; b) Untuk Kelas 690 dan 690 W, perlakuan panas harus dilaksanakan oleh pabrik pembuat dan harus terdiri dari pemanasan baja yang tidak boleh kurang dari 900 o C, proses quen dalam air atau oli, dan proses temper tidak boleh kurang dari 620 o C. Temperatur perlakuan pemanasan harus dilaporkan pada sertifikat uji. 8 Persyaratan kimia a) Analisis satu peleburan harus memenuhi persyaratan kelas yang diuraikan pada Tabel 3 sampai dengan Tabel 9; b) Untuk Kelas 345S, dalam penambahan elemen yang terdaftar pada Tabel 8, laporan uji yang diperuntukan sebagai informasi harus mencakup analisis kimia untuk timah putih(sn) kurang dari 0,02% diperbolehkan dan dilaporkan. c) Untuk Kelas 345S, nilai karbon ekuivalen maksimum yang dibolehkan harus 0,47% untuk profil dengan ketebalan kurang dari 50 mm, dan 0,45% untuk profil struktural lainnya. Karbon ekuivalen harus didasarkan pada analisis satu peleburan. Analisis kimia diperlukan sebagaimana karbon ekuivalen harus dilaporkan dan dihitung dengan menggunakan rumus berikut: Mn (Cr + Mo + V) (Ni + Cu) CE = C (1) Keterangan: CE adalah kandungan karbon ekuivalen (%) C adalah kandungan karbon (%) Mn adalah kandungan mangan (%) Cr adalah kandungan Kromium (%) Mo adalah kandungan Molibden (%) V adalah kandungan Vanadium (%) Ni adalah kandungan nikel (%) Cu adalah kandungan tembaga (%) 9 Persyaratan uji tarik a) Bahan sebagaimana yang ditampilkan oleh benda uji kecuali yang dispesifikasikan pada 9 b), harus memenuhi persyaratan sifat-sifat tarik pada Tabel 2; b) Untuk Kelas 250 profil dengan luas penampang kurang dari 645 mm 2 pada penampang dan batang tulangan, kecuali penampang yang berbentuk datar dengan tebal dan diameter batang tulangan kurang dari 12,5 mm, tidak diperuntukan untuk uji tarik oleh pabrik pembuat. 8 dari 21

15 10 Persyaratan kekerasan Brinell untuk kelas 690 dan kelas 690W Untuk pelat dengan ketebalan kurang atau sama dengan 10 mm, pengujian kekerasan Brinell dapat digunakan selain pengujian tarik setiap pelat, dalam kasus benda uji tarik harus diambil dari sudut setiap dua pelat dalam satu lot. Satu lot harus berisi pelat dari satu peleburan dan mempunyai ketebalan yang sama, kondisi awal dan perlakuan panas yang terjadual yang sama dan massanya tidak boleh melebihi 15 Megagram (15 ton). Pengujian kekerasan Brinell harus dibuat untuk setiap pelat yang tidak diuji tarik dan harus memenuhi persyaratan yang diperlihatkan pada Tabel 2. 9 dari 21

16 Tabel 3 - Persyaratan komposisi kimia Kelas 250 (analisis satu peleburan) Jenis Profil Pelat dengan ketebalan b) Batang tulangan dengan diameter b) Unsur Semua a) Profil sampai dengan 20 mm Lebih besar dari 20 mm sampai dengan 40 mm Lebih besar dari 40 mm sampai dengan 65 mm Lebih besar dari 65 mm sampai dengan 100 mm Sampai dengan 20 mm Lebih besar dari 20 mm sampai dengan 40 mm Lebih besar dari 100 mm Karbon, maksimum 0,26 0,25 0,25 0,26 0,27 0,26 0,27 0,28 Mangan - - 0,80 sampai dengan 1,20 0,80 sampai dengan 1,20 0,85 sampai dengan 1,20-0,60 sampai dengan 0,90 0,60 sampai dengan 0,90 Fosfor, maksimum 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 Sulfur, maksimum 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 Silikon maksimum 0,40 maksimum 0,40 maksimum 0,40 0,15 sampai dengan 0,40 0,15 sampai dengan 0,40 maksimum 0,40 maksimum 0,40 maksimum 0,40 Tembaga, minimum bila baja tembaga ditentukan 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 a) kadar mangan 0,85% sampai dengan 1,35% dan kadar silikon 0,15% sampai dengan 0,40% diperlukan untuk tebal flens lebih dari 75 mm; b) untuk setiap pengurangan 0,01% di bawah persentase karbon maksimum yang ditetapkan, peningkatan 0,06% mangan di atas persentase maksimum yang ditetapkan dapat diizinkan sampai maksimum 1,35%. Keterangan: Jika tanda - muncul pada tabel ini artinya nilai tersebut tidak diperlukan. Analisis satu peleburan mangan harus ditentukan dan dilaporkan sebagaimana bagian analisis satu peleburan pada ASTM A 6M. 10 dari 21

17 Tabel 4 - Persyaratan komposisi kimia kelas 345 (analisis satu peleburan) a) Diameter, ketebalan, atau jarak antara muka yang paralel maksimum, (mm) Kandungan karbon, maksimum (%) Kandungan mangan b), maksimum, (%) Kandungan fosfor, maksimum, (%) Kandungan belerang maksimum, (%) Kandungan Silikon c) Pelat dengan ketebalan sampai dengan 40 mm, profil dengan ketebalan flens atau leg sampai dengan 75 mm Turap, Batang tulangan, Baja Kanal Z, Baja Kanal T yang dirol d) (%) 100 0,23 1,35 0,04 0,05 0,40 Pelat dengan ketebalan di atas 40 mm dan profil dengan ketebalan flens di atas 75 mm, (% ) 0,15 sampai dengan 0,40 Kandungan Columbium, Vanadium, dan Nitrogen Lihat catatan kaki e) a) b) c) d) e) Tembaga bila ditetapkan harus mempunyai kandungan minimum sebesar 0,20% dengan analisis satu peleburan (0,18 persen dengan analisis produk). Persentase Mangan, minimum dengan analisis satu peleburan sebesar 0,80% (0,75% dengan analisis produk) harus diperlukan untuk semua pelat dengan ketebalan lebih besar dari 10 mm, minimum sebesar 0,50% (0,45 persen analisis produk) harus diperlukan untuk pelat dengan ketebalan kurang atau sama dengan 10 mm dan untuk semua produk lain. Rasio kandungan mangan terhadap kandungan karbon harus kurang dari 2 sampai dengan 1. Maksimum kandungan mangan sebesar 1,50 persen diizinkan, dengan pengurangan yang sebanding untuk karbon maksimum 0,03 persen. Kandungan silikon yang melebihi 0,4 persen dengan analisis satu peleburan harus dinegosiasikan. Batang tulangan dengan diameter, ketebalan dan jarak antarmuka yang paralel di atas 40 mm, harus dibuat dengan proses baja yang dikil. Kandungan paduan harus sesuai dengan tipe 1,2,3, atau 5 pada Tabel 5, dan kandungan elemen yang diterapkan harus dilaporkan. 11 dari 21

18 Tabel 5 - Persyaratan komposisi kimia kelas 345 (analisis satu peleburan) Tipe Unsur Presentase berat (%) 1 Columbium a) 0,005 sampai dengan 0,05 b) 2 Vanadium 0,01 sampai dengan 0,15 3 Columbium a) 0,005 sampai dengan 0,05 b) Vanadium 0,01 sampai dengan 0,15 Columbium plus vanadium 0,02 sampai dengan 0,15 c) 4 Titanium 0,006 sampai dengan 0,04 Nitrogen 0,003 sampai dengan 0,015 Vanadium maksimum 0,06 a) b) c) Columbium untuk kelas 345 harus dibatasi untuk pelat, batang tulangan, baja kanal Z dan baja kanal T yang dirol dengan ketebalan maksimum 20 mm dan untuk profil dengan bagian sayap atau leg dengan ketebalan sampai dengan 40 mm kecuali jika baja dikil. Baja dikil harus ditegaskan dengan sebuah pernyataan baja dikill pada laporan pengujian, atau pada sebuah laporan kehadiran kuantitas yang memadai dari elemen dioksida yang kuat, seperti kandungan silikon pada lebih besar atau sama dengan 0,10%, atau kandungan alumunium yang lebih besar atau sam dengan 0,015%. Batas analisis produk adalah 0,004% sampai dengan 0,06%. Batas analisis produk adalah 0,01% sampai dengan 0,16%. Tabel 6 - Persyaratan kimia kelas 345W (analisis satu peleburan) Komposisi, % a) Unsur Tipe A Tipe B Tipe C Karbon b) maksimum 0,19 maksimum 0,20 maksimum 0,15 Mangan b) 0,80 sampai dengan 1,25 0,75 sampai dengan 1,35 0,80 sampai dengan 1,35 Fosfor maksimum 0,04 maksimum 0,04 maksimum 0,04 Belerang maksimum 0,05 maksimum 0,05 maksimum 0,05 Silikon 0,30 sampai dengan 0,65 (0,15 sampai dengan 0,50) 0,15 sampai dengan 0,50 Nikel maksimum 0,40 maksimum 0,50 0,25 sampai dengan 0,50 Kromium 0,40 sampai dengan 0,65 0,40 sampai dengan 0,70 0,30 sampai dengan 0,50 Tembaga 0,25 sampai dengan 0,40 0,20 sampai dengan 0,40 0,20 sampai dengan 0,50 Vanadium 0,02 sampai dengan 0,10 0,01 sampai dengan 0,10 0,01 sampai dengan 0,10 a) b) Data kemampuan untuk dapat dilas untuk tipe ini dikualifikasikan oleh Badan Administrasi Jalan Pemerintah Federal Amerika Serikat / Federal Highway Administration (FHWA) untuk digunakan dalam konstruksi jembatan; Setiap pengurangan 0,01% di bawah maksimum yang ditetapkan untuk karbon, diizinkan peningkatan 0,06 di atas nilai maksimum yang ditetapkan untuk mangan, sampai dengan maksimum 1,50%. Keterangan : Tipe A, Tipe B, dan Tipe C pada Tabel 5 sebanding dengan masing-masing Kelas A, Kelas B, dan Kelas C pada Tabel 1 ASTM A 588M 12 dari 21

19 11 Benda uji dan jumlah uji tarik a) Untuk kelas 250, 345, dan 345W, dan kelas HPS 345W, dan HPS 485W yang tidak diquen dan tidak ditemper, lokasi dan kondisi, jumlah pengujian, dan persiapan benda uji harus memenuhi persyaratan ASTM A 6M; b) Persyaratan c) dan d) sebagai tambahan dalam ASTM A 6M harus diterapkan hanya untuk Kelas 690 dan 690 W dan Kelas HPS 345W dan 485 W yang diquen dan ditemper; c) Jika memungkinkan, semua benda uji harus dipotong dari pelat pada kondisi dilaku panas. Jika diperlukan untuk mempersiapkan benda uji dari bagian yang terpisah, semua bagian harus dalam tebal penuh dan harus sama dan dilaku panas secara simultan dengan bahan tersebut. Semua bagian yang terpisah tersebut harus pada ukuran tertentu sehingga benda uji yang dipersiapkan bersih dari semua variasi sifatsifat yang disebabkan efek akhir d) Setelah perlakuan panas,satu benda uji tarik harus diambil dari sebuah sudut setiap pelat sebagai yang diperlakuan panas. (kecuali ditetapkan pada Pasal 10). CATATAN 2 - Istilah pelat menunjukkan pelat yang dilaku panas. 13 dari 21

20 14 dari 21

21 Tabel 7 - Persyaratan persentase komposisi kimia kelas 690 dan 690W (analisis satu peleburan) Unsur Kimia Tipe A dengan ketebalan maksimum 32 mm Tipe B dengan ketebalan maksimum 32 mm Tipe C dengan ketebalan maksimum 32 mm 0,10 sampai dengan 0,20 1,10 sampai dengan 1,50 Tipe E a dengan ketebalan maksimum 100 mm Komposisi kimia (%) untuk Tipe F a dengan ketebalan maksimum 65 mm 0,10 sampai dengan 0,20 0,60 sampai dengan 1,00 Tipe H dengan ketebalan maksimum 50 mm Tipe J dengan ketebalan maksimum 32 mm 0,12 sampai dengan 0,21 0,45 sampai dengan 0,70 Tipe M dengan ketebalan maksimum 50 mm 0,12 sampai dengan 0,21 0,45 sampai dengan 0,70 Tipe P a) dengan ketebalan maksimum 100 mm 0,12 sampai dengan 0,21 0,45 sampai dengan 0,70 Tipe Q a) dengan ketebalan maksimum 100 mm 0,14 sampai dengan 0,21 0,95 sampai dengan 1,30 Karbon 0,15 sampai 0,12 sampai 0,12 sampai 0,12 sampai dengan 0,21 dengan 0,21 dengan 0,20 dengan 0,20 Mangan 0,80 sampai 0,70 sampai 0,40 sampai 0,95 sampai dengan 1,10 dengan 1,00 dengan 0,70 dengan 1,30 Fosfor, 0,035 maksimum 0,035 0,035 0,035 0,035 0,035 0,035 0,035 0,035 0,035 Belerang, maksimum 0,035 0,035 0,035 0,035 0,035 0,035 0,035 0,035 0,035 0,035 Silikon 0,40 sampai 0,20 sampai 0,15 sampai 0,20 sampai 0,15 sampai 0,20 sampai 0,20 sampai 0,20 sampai 0,20 sampai 0,15 sampai dengan 0,80 dengan 0,35 dengan 0,30 dengan 0,40 dengan 0,35 dengan 0,35 dengan 0,35 dengan 0,35 dengan 0,35 dengan 0,35 Nikel ,70 sampai 0,30 sampai 1,20 sampai 1,20 sampai 1,20 sampai - dengan 1,00 dengan 0,70 dengan 1,50 dengan 1,50 dengan 1,50 Kromium 0,50 sampai 0,40 sampai 1,40 sampai 0,40 sampai 0,40 sampai 0,85 sampai 1,00 sampai dengan 0,80 dengan 0,65 dengan 2,00 dengan 0,65 dengan 0,65 dengan 1,20 dengan 1,50 Molybdeum 0,18 sampai 0,15 sampai 0,15 sampai 0,40 sampai 0,40 sampai 0,20 sampai 0,50 sampai 0,45 sampai 0,45 sampai 0,40 sampai dengan 0,28 dengan 0,25 dengan 0,30 dengan 0,60 dengan 0,60 dengan 0,30 dengan 0,65 dengan 0,60 dengan 0,60 dengan 0,60 Vanadium - 0,03 sampai b) 0,03 sampai 0,03 sampai 0,03 sampai dengan 0,08 dengan 0,08 dengan 0,08 dengan 0,08 Titanium - 0,01 sampai 0,01 sampai - dengan 0,03 dengan 0, Zirkonium 0,05 sampai dengan 0,15 c) Tembaga Boron 0,025 sampai dengan maksimum 0,0005 sampai dengan 0,005 0,001 sampai dengan 0,005 0,001 sampai dengan 0,005 0,15 sampai dengan 0,50 0,0005 sampai dengan 0, ,0005 sampai dengan 0,005 0,001 sampai dengan 0,005 0,001 sampai dengan 0,005 0,001 sampai dengan 0,005 - a) b) c) Tipe E, F, P, dan Q memenuhi persyaratan ketahanan korosi atmosfer sesuai dengan Bagian 13(b); Sebagian atau seluruhnya dapat digantikan dengan kandungan titanium dengan dasar satu banding satu; Zirkonium dapat digantikan dengan cerium dengan rasio terhadap belerang berkisar 1,5 sampai dengan 1, berdasarkan pada analisis satu peleburan. Keterangan 1 : Dimana tanda - muncul di dalam tabel artinya tidak diperlukan Keterangan 2 : Tipe A, Tipe B, Tipe C, Tipe E, Tipe F, Tipe H, Tipe J, Tipe M, Tipe P, dan Tipe Q sebanding dengan masing-masing Kelas A, Kelas B, Kelas C, Kelas E, Kelas F, Kelas H, Kelas J, Kelas M, Kelas P, dan Kelas Q pada ASTM A 514M 15 dari 21

22 Tabel 8 - Persyaratan komposisi kimia kelas HPS 345W dan HPS 485W (analisis satu peleburan) Unsur Presentase berat (%) Karbon maksimum 0,11 Mangan 1,10 sampai dengan 1,35 Fosfor maksimum 0,020 Belerang a) maksimum 0,006 Silikon 0,30 sampai dengan 0,50 Tembaga 0,25 sampai dengan 0,40 Nikel 0,25 sampai dengan 0,40 Kromium 0,45 sampai dengan 0,70 Molybdeum 0,02 sampai dengan 0,08 Vanadium 0,04 sampai dengan 0,08 Alumunium 0,010 sampai dengan 0,040 Nitrogen maksimum 0,015 a) untuk mengatur bentuk sulfida, baja harus ditambahkan kalsium Tabel 9 - Persyaratan komposisi kimia kelas 345S Unsur Komposisi, % Karbon, maksimum 0,23 Mangan, maksimum 0,50 sampai dengan 1,50 a) Silikon, maksimum 0,40 Vanadium, maksimum` 0,11 b) Columbium 0,05 b) Fosfor, maksimum 0,035 Sulfur, maksimum 0,045 Tembaga, maksimum 0,60 Nikel, maksimum 0,45 Kromium, maksimum 0,35 Molybdenum, maksimum 0,15 a) b) Apabila rasio mangan terhadap belerang tidak kurang dari 20 sampai dengan 1, batas minimum untuk mangan untuk profil dengan ketebalan flens dan siku yang tidak melebihi 25 mm harus sebesar 0,30 %. Jumlah columbium dan vanadium tidak boleh melebihi 0,15%. 16 dari 21

23 12 Uji ulang a) Kelas 250, 345, 345S, dan 345W, dan kelas HPS 345W dan HPS 485W yang tidak diquen dan tidak ditemper dapat diuji kembali sesuai dengan ASTM A 6M; b) Apabila pengujian kekerasan Brinell dilakukan pada pelat kelas 690 dan 690W dan hasilnya tidak memenuhi persyaratan kekerasan Brinell, maka pabrikan dapat mengusulkan pengujian tarik pada pelat tersebut. Dan apabila hasil pengujian tarik memenuhi persyaratan Tabel 2, maka pelat tersebut harus diterima. c) Apabila pabrikan memanaskan kembali pelat yang gagal hasil quen dan temper untuk memenuhi persyaratan sifat mekanik dalam standar ini, semua pengujian sifat-sifat harus diulang bila bahan diserahkan kembali untuk diuji ulang. 13 Ketahanan korosi atmosfer Baja yang memenuhi spesifikasi ini memberikan dua tingkat ketahanan korosi atmosfer: a) Kelas baja tanpa tambahan huruf memberikan sebuah tingkatan ketahanan korosi atmosfer tipikal dari baja karbon atau baja paduan tanpa tembaga; b) Baja untuk kelas 345W, HPS 345W dan HPS 485W harus mempunyai indeks ketahanan korosi atmosfer 6,0 atau lebih tinggi, diperhitungkan dari analisis satu peleburan sesuai dengan Metode Perkiraan Berdasarkan Data dari Larabee and Coburn pada ASTM G 101 (lihat CATATAN 3 ). Bila sesuai untuk udara terbuka, baja ini dapat tidak diberi lapisan pelindung untuk beberapa penerapan. Baja untuk Kelas 690W menyediakan kelas yang lebih baik dari ketahanan korosi atmosfer daripada baja campuran tanpa tembaga. CATATAN 3 - Untuk metode estimasi ketahanan korosi atmosfer dari baja paduan rendah, lihat ASTM G 101. Pengguna harus berhati-hati mengenai persamaan prediksi ASTM G 101 (metode prediksi yang berdasarkan data dari Larabee dan Coburn) untuk perhitungan index ketahanan korosi atmosfer yang hanya diverifikasi untuk batas komposisi tersebut yang ditetapkan oleh panduan itu. 14 Penandaan Sebagai tambahan untuk persyaratan penandaaan ASTM A 6M, identifikasi bahan harus juga memasukkan tipe komposisi untuk kelas 345W, 690, dan 690W. 15 Persyaratan tambahan Persyaratan lain selain yang diperlihatkan dalam bagian ini dapat berupa subyek spesifik mengenai perjanjian antara pemasok dan pemesan. Persyaratan tambahan tidak harus diterapkan kecuali dispesifikasikan dalam dokumen pemesanan atau kontrak. Persyaratan tambahan yang distandarkan berguna sebagai pada pilihan pemesan diperlihatkan pada ASTM A 6M. Persyaratan tersebut diharapkan sesuai untuk digunakan dengan standard ini Pengujian ultrasonik Pengujian ultrasonik untuk kelas baja yang ditentukan dalam standar ini merujuk kepada bagian S8 dari ASTM A 6M. 17 dari 20

24 15.2 Bundel peleburan tunggal Bundel yang terdiri dari profil atau batang tulangan harus berasal dari peleburan tunggal baja Frekuensi uji tarik Uji tarik yang disyaratkan sebagai tambahan pada pengujian tarik pada ASTM A 6M harus dilaksanakan sebagai berikut: a) Untuk pelat : sebuah pengujian tarik harus menggunakan benda uji diambil dari setiap pelat yang dirol atau pelat yang diperlakukan panas b) Untuk profil struktural : sebuah pengujian tarik harus dibuat menggunakan benda uji yang diambil dari tiap 5 Megagram (5 ton) bahan yang diproduksi pada penggilingan (milling) yang sama dari ukuran nominal yang sama, tidak termasuk ukuran panjang, dari setiap kumpulan baja. Setiap profil tunggal yang melebihi 5 Megagram (5 ton) dalam satuan massa harus diuji. Jika profil diperlakukan panas, satu pengujian harus dibuat pada benda uji yang diambil dari setiap kumpulan dengan ukuran nominal yang sama tetapi tidak termasuk ukuran panjang, pada setiap lot tungku; c) Untuk batang tulangan : sebuah pengujian tarik harus dibuat menggunakan benda uji yang diambil dari setiap 5 Megagram (5 ton) dari peleburan dan diameter atau tebal yang sama jika bahan diproses sebagai pelat yang dirol atau pelat yang diperlakukan panas pada tungku tipe menerus. Untuk bahan yang diperlakukan panas pada tungku yang tidak menerus, sebuah pengujian harus diambil dari setiap peleburan dari batang tulangan dengan diameter atau tebal yang sama untuk setiap isi tungku Bahan kritikal non fraktur, T, uji ketangguhan dan penandaan a) Persyaratan tambahan harus ditetapkan sebagai bahan kritikal non fraktur apabila bahan dari komponen pemikul beban utama terkena tegangan tarik sebagaimana yang didefinisikan oleh Asosiasi Pengelola Jalan dan Transportasi Negara Bagian Amerika Serikat / Association of American State Highway and Transportation Official (AASHTO). Pesanan harus mencantumkan zona pengujian, sebagaimana yang ditentukan pada Tabel 10. (Zona-zona tersebut berhubungan dengan temperatur layan ambien terendah bahan akan digunakan) b) Pengujian takikan V Charpy harus dilakukan sesuai dengan ASTM A673M. Hasil pengujian harus memenuhi persyaratan Tabel 11. c) Bahan harus ditandai dengan huruf T dan nomor zona (1,2,atau 3) sesudah penandaan kelasnya Bahan kritikal fraktur, F, uji ketangguhan dan penandaan a) Persyaratan tambahan harus ditetapkan sebagai bahan kritikal fraktur sebagaimana yang didefinisikan oleh Asosiasi Pengelola jalan dan Transportasi Negara Bagian Amerika Serikat / Association of American State Highway and Transportation Official (AASHTO). Pesanan harus mencantumkan zona pengujian sebagaimana yang ditentukan pada Tabel 10. (Zona-zona tersebut berhubungan dengan temperatur layan ambien terendah bahan akan digunakan); b) Pengujian takikan V Charpy harus dilakukan sesuai dengan ASTM A673M. Hasil pengujian harus memenuhi persyaratan Tabel 12; 18 dari 21

25 c) Bahan harus ditandai dengan huruf F dan nomor zona (1,2, atau 3) penandaan kelasnya. Tabel 10 - Zona temperatur uji impak Zona Temperatur layan minimum, o C Di bawah - 18 sampai dengan Di bawah - 34 sampai dengan -51 Tabel 11 - Persyaratan uji tumbuk bahan kritikal non fraktur Kelas Metode penyambungan dan ketebalan bahan Energi rata-rata minimum (Joule) Zona 1 Zona 2 Zona T a) sambungan mekanis atau dilas, sampai dengan 100 mm 345T a),b), 345S a) a), b) 345WT a), b) HPS 345 WT sambungan c), d) HPS 485 WT sambungan 690T, 690WT c) sambungan mekanis atau dilas, sampai dengan 50 mm sambungan mekanis, di atas 50 mm sampai dengan100 mm sambungan yang dilas, lebih besar dari 50 mm sampai dengan 100 mm mekanis atau dilas, sampai dengan 100 mm mekanis atau dilas, sampai dengan 100 mm sambungan mekanis atau dilas, sampai dengan 65 mm sambungan mekanis, di atas 65 mm sampai dengan 100 mm sambungan yang dilas, lebih besar 65 mm sampai dengan 100 mm 20 pada 21 o C 20 pada 4 o C 20 pada 12 o C 20 pada 21 o C 20 pada 4 o C 20 pada -12 o C 20 pada 21 o C 20 pada 4 o C 20 pada 12 o C 27 pada 21 o C 27 pada 4 o C 27 pada 12 o C 27 pada 12 o C 27 pada 12 o C 27 pada 12 o C 34 pada 23 o C 34 pada 23 o C 34 pada 23 o C 34 pada -1 o C 34 pada 18 o C 34 pada 34 o C 34 pada -1 o C 34 pada 18 o C 34 pada 34 o C 48 pada -1 o C 48 pada -18 o C 48 pada 34 o C a) b) c) d) Pengujian impak pengujian impak dengan takikan V harus merupakan pengujian frekuensi panas H sesuai dengan ASTM A 673M; Jika titik luluh bahan melebihi 450 MPa, temperatur pengujian untuk energi rata-rata minimum yang diperlukan harus dikurangi dengan nilai 8 o C untuk setiap kenaikan 70 MPa di atas 450 MPa. Titik luluh merupakan nilai yang diberikan pada sertifikat Laporan Pengujian Mill Pabrik ; Uji tumbuk pengujian impak dengan takikan V harus merupakan pengujian frekuensi pelat P sesuai dengan ASTM A 673M Jika kuat luluh bahan melebihi 585 MPa, temperatur pengujian untuk energi rata-rata minimum yang diperlukan harus dikurangi dengan 8 C untuk setiap peningkatan 70 MPa di atas 585 MPa. Kuat luluh merupakan nilai yang diberikan oleh Laporan Pengujian Mill Pabrik. 19 dari 21

26 Tabel 12 - Persyaratan uji tumbuk bahan kritikal fraktur a) Kelas 250 F 345F c), 345S, 345WF c) HPS 345 WF c) HPS 485 WF d) 690F, 690WF Metode penyambungan dan ketebalan bahan Energi nilai pengujian minimal, (Joule) b) Energi rata-rata minimum b), (Joule) Zona 1 Zona 2 Zona 3 sambungan mekanis atau dilas, sampai dengan 100 mm pada 21 o C 34 pada 4 o C 34 pada 12 o C sambungan mekanis atau dilas sampai dengan 50 mm pada 21 o C 34 pada 4 o C 34 pada -12 o C sambungan mekanis, lebih besar dari 50 mm sampai dengan 100 mm pada 21 o C 34 pada 4 o C 34 pada 12 o C sambungan yang dilas, lebih besar dari 50 mm sampai dengan 100 mm pada 21 o C 41 pada 4 o C 41 pada 12 o C sambungan mekanis atau dilas, sampai dengan 100 mm pada 12 o C 41 pada 12 o C 41 pada 12 o C sambungan mekanis atau dilas, sampai dengan 100 mm pada 23 o C 48 pada 23 o C 48 pada 23 o C sambungan mekanis atau dilas, sampai dengan 65 mm pada -1 o C 48 pada 18 o C 48 pada 34 o C sambungan mekanis, lebih besar dari 65 mm sampai dengan 100 mm pada -1 o C 48 pada 18 o C 48 pada 34 o C sambungan yang dilas, lebih besar dari 65 mm sampai dengan 100 mm pada -1 o C 61 pada -18 o C Tidak diizinkan a) Bagian kritis dengan fraktur atau komponen bagian baja didefinisikan oleh Asosiasi Pengelola jalan dan Transportasi Negara Bagian Amerika Serikat / Association of American State Highway and Transportation Official (AASHTO) sebagai bagian tarik atau komponen tarik bagian yang kegagalannya diharapkan sebagai hasil dari keruntuhan jembatan; b) Pengujian tumbukan pengujian impak dengan takikan V harus merupakan frekuensi profil P yang sesuai dengan ASTM A 673M kecuali untuk pelat kelas 250F, 345F, 345WF, HPS 345WF, dan HPS 485WF, dimana benda uji harus dipilih sebagai berikut: 1) sebagaimana pelat yang dirol (termasuk penggulangan terkendali dan TCMP) harus diambil contoh ujinya pada setiap bagian akhir dari setiap pelat yang dirol; 2) pelat yang dinormalkan harus diambil contoh ujinya pada setiap bagian akhir pelat, sebagaimana yang diperlakukan panas; 3) pelat yang diquen dan ditemper harus diambil contoh ujinya pada setiap bagian akhir pelat yang diperlakukan panas. c) Jika titik luluh bahan melebihi 450 MPa, temperatur pengujian untuk energi rata-rata minimum dan energi nilai pengujian minimum yang diperlukan harus dikurangi 8 o C untuk setiap peningkatan 70 MPa di atas nilai titik leleh (luluh) 450 MPa. Titik leleh (luluh) adalah nilai yang diberikan pada Laporan Pengujian Mill Pabrik ; d) Jika kuat leleh (luluh) bahan melebihi 585 MPa, temperatur pengujian untuk energi rata-rata minimum dan energi nilai pengujian minimum yang diperlukan harus dikurangi 8 o C untuk setiap peningkatan 70 MPa di atas nilai titik leleh (luluh) 585 MPa. Titik leleh (luluh) adalah nilai yang diberikan pada Laporan Pengujian Mill Pabrik. 20 dari 21

27 15.6 Ketahanan korosi atmosfer a) Bila ditentukan, pabrikan bahan harus mensuplai kepada pemesan bukti pemesanan ketahanan korosi atmosfer yang memenuhi kepada pemesan; b) Rujukan dari S23 dari ASTM A 6M dapat diterapkan untuk kelas 250, 345, dan kelas Batasan perbaikan las (hanya untuk bahan kritikal fraktur) Perbaikan las logam dasar oleh pembuat atau pemasok bahan tidak diperkenankan. 21 dari 21

Profil pelat dan batang baja struktural paduan karbon rendah yang bermutu tinggi dan pelat baja struktural tempa dingin untuk jembatan

Profil pelat dan batang baja struktural paduan karbon rendah yang bermutu tinggi dan pelat baja struktural tempa dingin untuk jembatan Profil pelat dan batang baja struktural paduan karbon rendah yang bermutu tinggi dan pelat baja struktural tempa dingin untuk jembatan 1 Ruang lingkup Spesifikasi ini mencakup profil baja struktural, pelat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekuatan tarik adalah sifat mekanik sebagai beban maksimum yang terusmenerus

BAB I PENDAHULUAN. Kekuatan tarik adalah sifat mekanik sebagai beban maksimum yang terusmenerus BAB I PENDAHULUAN 1.1. Umum Kekuatan tarik adalah sifat mekanik sebagai beban maksimum yang terusmenerus oleh spesimen selama uji tarik dan dipisahkan oleh daerah penampang lintang yang asli. Kekuatan

Lebih terperinci

Spesifikasi batang baja mutu tinggi tanpa pelapis untuk beton prategang

Spesifikasi batang baja mutu tinggi tanpa pelapis untuk beton prategang Standar Nasional Indonesia Spesifikasi batang baja mutu tinggi tanpa pelapis untuk beton prategang ICS 91.100.30; 77.140.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... 1 Daftar tabel... Error!

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Logam Logam cor diklasifikasikan menurut kandungan karbon yang terkandung di dalamnya yaitu kelompok baja dan besi cor. Logam cor yang memiliki persentase karbon

Lebih terperinci

Baja profil siku sama kaki proses canai panas (Bj P Siku sama kaki)

Baja profil siku sama kaki proses canai panas (Bj P Siku sama kaki) Standar Nasional Indonesia Baja profil siku sama kaki proses canai panas (Bj P Siku sama kaki) ICS 77.140.10 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Baja Baja adalah salah satu bahan konstruksi yang paling banyak digunakan. Sifat-sifatnya yang penting dalam penggunaan konstruksi adalah kekuatannya yang tinggi dibandingkan

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007)

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007) BAB II DASAR TEORI 2.1 TINJAUAN PUSTAKA Proses pengelasan semakin berkembang seiring pertumbuhan industri, khususnya di bidang konstruksi. Banyak metode pengelasan yang dikembangkan untuk mengatasi permasalahan

Lebih terperinci

BAB VI L O G A M 6.1. PRODUKSI LOGAM

BAB VI L O G A M 6.1. PRODUKSI LOGAM BAB VI L O G A M Baja banyak di gunakan dalam pembuatan struktur atau rangka bangunan dalam bentuk baja profil, baja tulangan beton biasa, anyaman kawat, atau pada akhir-akhir ini di pakai juga dalam bentuk

Lebih terperinci

Kategori unsur paduan baja. Tabel periodik unsur PENGARUH UNSUR PADUAN PADA BAJA PADUAN DAN SUPER ALLOY

Kategori unsur paduan baja. Tabel periodik unsur PENGARUH UNSUR PADUAN PADA BAJA PADUAN DAN SUPER ALLOY PENGARUH UNSUR PADUAN PADA BAJA PADUAN DAN SUPER ALLOY Dr.-Ing. Bambang Suharno Dr. Ir. Sri Harjanto PENGARUH UNSUR PADUAN PADA BAJA PADUAN DAN SUPER ALLOY 1. DASAR BAJA 2. UNSUR PADUAN 3. STRENGTHENING

Lebih terperinci

MATERIAL TEKNIK 5 IWAN PONGO,ST,MT

MATERIAL TEKNIK 5 IWAN PONGO,ST,MT MATERIAL TEKNIK 5 IWAN PONGO,ST,MT STRUKTUR LOGAM DAPAT BERUBAH KARENA : KOMPOSISI KIMIA (PADUAN) REKRISTALISASI DAN PEMBESARAN BUTIRAN (GRAIN GROWTH) TRANSFORMASI FASA PERUBAHAN STRUKTUR MENIMBULKAN PERUBAHAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Baja adalah salah satu dari bahan konstruksi yang paling penting. Sifatsifatnya yang penting dalam penggunaan konstruksi adalah kekuatannya yang tinggi dibandingkan terhadap

Lebih terperinci

Baja profil kanal U proses canai panas (Bj P kanal U)

Baja profil kanal U proses canai panas (Bj P kanal U) Standar Nasional Indonesia Baja profil kanal U proses canai panas (Bj P kanal U) ICS 77.140.10 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH TEMPERATUR TEMPERING TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADA BAJA AAR-M201 GRADE E

ANALISA PENGARUH TEMPERATUR TEMPERING TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADA BAJA AAR-M201 GRADE E ANALISA PENGARUH TEMPERATUR TEMPERING TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADA BAJA AAR-M201 GRADE E Mochammad Ghulam Isaq Khan 2711100089 Dosen Pembimbing Ir. Rochman Rochiem, M.Sc. Wikan Jatimurti

Lebih terperinci

SKRIPSI / TUGAS AKHIR

SKRIPSI / TUGAS AKHIR SKRIPSI / TUGAS AKHIR PENGARUH BENTUK KAMPUH LAS TIG TERHADAP SIFAT MEKANIK MATERIAL BAJA ST 37 CAHYANA SUHENDA (20408217) JURUSAN TEKNIK MESIN LATAR BELAKANG Pada era industrialisasi dewasa ini teknik

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI 2.1. Pengertian Las Definisi pengelasan menurut DIN (Deutsche Industrie Norman) adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer

Lebih terperinci

Spesifikasi anyaman kawat baja polos yang dilas untuk tulangan beton

Spesifikasi anyaman kawat baja polos yang dilas untuk tulangan beton SNI 03-6812-2002 Standar Nasional Indonesia Spesifikasi anyaman kawat baja polos yang dilas untuk tulangan beton ICS 77.140.65; 91.100.01 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metalurgi merupakan ilmu yang mempelajari pengenai pemanfaatan dan pembuatan logam dari mulai bijih sampai dengan pemasaran. Begitu banyaknya proses dan alur yang harus

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 ANALISA STRUKTUR MIKRO BAJA SETELAH HARDENING DAN TEMPERING Struktur mikro yang dihasilkan setelah proses hardening akan menentukan sifat-sifat mekanis baja perkakas, terutama kekerasan

Lebih terperinci

07: DIAGRAM BESI BESI KARBIDA

07: DIAGRAM BESI BESI KARBIDA 07: DIAGRAM BESI BESI KARBIDA 7.1. Diagram Besi Karbon Kegunaan baja sangat bergantung dari pada sifat sifat baja yang sangat bervariasi yang diperoleh dari pemaduan dan penerapan proses perlakuan panas.

Lebih terperinci

Heat Treatment Pada Logam. Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma. Proses Perlakuan Panas Pada Baja

Heat Treatment Pada Logam. Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma. Proses Perlakuan Panas Pada Baja Heat Treatment Pada Logam Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma Proses Perlakuan Panas Pada Baja Proses perlakuan panas adalah suatu proses mengubah sifat logam dengan cara mengubah struktur mikro

Lebih terperinci

PENGARUH PERLAKUAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK BAJA JIS G 4051 S15C SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI. Purnomo *)

PENGARUH PERLAKUAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK BAJA JIS G 4051 S15C SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI. Purnomo *) PENGARUH PERLAKUAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK BAJA JIS G 4051 S15C SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI Purnomo *) Abstrak Baja karbon rendah JIS G 4051 S 15 C banyak digunakan untuk bagian-bagian

Lebih terperinci

Spesifikasi baut baja hasil perlakuan panas dengan kuat tarik minimum 830 MPa (ASTM A 325 M 04,IDT)

Spesifikasi baut baja hasil perlakuan panas dengan kuat tarik minimum 830 MPa (ASTM A 325 M 04,IDT) Standar Nasional Indonesia SNI ASTM A325:2012 Spesifikasi baut baja hasil perlakuan panas dengan kuat tarik minimum 830 MPa ICS 21.060.10; 91.100.01 (ASTM A 325 M 04,IDT) Badan Standardisasi Nasional Hak

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DATA ALAT DAN MATERIAL PENELITIAN 1. Material Penelitian Tipe Baja : AISI 1045 Bentuk : Pelat Tabel 7. Komposisi Kimia Baja AISI 1045 Pelat AISI 1045 Unsur Nilai Kandungan Unsur

Lebih terperinci

14. Magnesium dan Paduannya (Mg and its alloys)

14. Magnesium dan Paduannya (Mg and its alloys) 14. Magnesium dan Paduannya (Mg and its alloys) Magnesium adalah logam ringan dan banyak digunakan untuk aplikasi yang membutuhkan massa jenis yang ringan. Karakteristik : - Memiliki struktur HCP (Hexagonal

Lebih terperinci

Cara uji berat isi, volume produksi campuran dan kadar udara beton

Cara uji berat isi, volume produksi campuran dan kadar udara beton Standar Nasional Indonesia Cara uji berat isi, volume produksi campuran dan kadar udara beton ICS 91.100.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan... iii 1 Ruang

Lebih terperinci

Ir. Hari Subiyanto, MSc

Ir. Hari Subiyanto, MSc Tugas Akhir TM091486 METALURGI Budi Prasetya Awab Putra NRP 2104 100 018 Dosen Pembimbing: Ir. Hari Subiyanto, MSc ABSTRAK Austenitic stainless steel adalah suatu logam paduan yang mempunyai sifat tahan

Lebih terperinci

Cara uji daktilitas aspal

Cara uji daktilitas aspal Standar Nasional Indonesia Cara uji daktilitas aspal ICS 93.080.20; 75.140 Badan Standardisasi Nasional Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian atau seluruh isi

Lebih terperinci

METODE PENINGKATAN TEGANGAN TARIK DAN KEKERASAN PADA BAJA KARBON RENDAH MELALUI BAJA FASA GANDA

METODE PENINGKATAN TEGANGAN TARIK DAN KEKERASAN PADA BAJA KARBON RENDAH MELALUI BAJA FASA GANDA METODE PENINGKATAN TEGANGAN TARIK DAN KEKERASAN PADA BAJA KARBON RENDAH MELALUI BAJA FASA GANDA Ahmad Supriyadi & Sri Mulyati Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Semarang Jl. Prof. H. Sudarto, SH.,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Proses Celup panas (Hot Dipping) Pelapisan hot dipping adalah pelapisan logam dengan cara mencelupkan pada sebuah material yang terlebih dahulu dilebur dari bentuk padat menjadi

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Penampang luar pipa elbow

Gambar 4.1 Penampang luar pipa elbow BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Latar Belakang Material Material yang digunakan pada penelitian ini merupakan material yang berasal dari pipa elbow pada pipa jalur buangan dari pompa-pompa pendingin

Lebih terperinci

Pengaruh Unsur-unsur Paduan Pada Proses Temper:

Pengaruh Unsur-unsur Paduan Pada Proses Temper: PROSES TEMPER Proses temper adalah proses memanaskan kembali baja yang sudah dikeraskan dengan tujuan untuk memperoleh kombinasi antara kekuatan, duktilitas dan ketangguhan yang tinggi. Proses temper terdiri

Lebih terperinci

TIN107 - Material Teknik #10 - Metal Alloys (2) METAL ALLOYS (2) TIN107 Material Teknik

TIN107 - Material Teknik #10 - Metal Alloys (2) METAL ALLOYS (2) TIN107 Material Teknik 1 METAL ALLOYS (2) TIN107 Material Teknik Tool Steel (Baja Perkakas) 2 W Pengerasan dengan air (Water hardening) Pengerjaan Dingin (Cold Work) O Pengerasan dengan oli (Oil hardening) A Pengerasan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Baja pada dasarnya ialah besi (Fe) dengan tambahan unsur karbon (C) sampai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Baja pada dasarnya ialah besi (Fe) dengan tambahan unsur karbon (C) sampai dengan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Baja pada dasarnya ialah besi (Fe) dengan tambahan unsur karbon (C) sampai dengan 1.67% (maksimal). Bila kadar unsur karbon ( C) lebih dari 1.67%, maka material tersebut

Lebih terperinci

Pembahasan Materi #11

Pembahasan Materi #11 1 TIN107 Material Teknik Pembahasan 2 Tool Steel Sidat dan Jenis Stainless Steel Cast Iron Jenis, Sifat, dan Keterbatasan Non-Ferrous Alloys Logam Tahan Panas 1 Tool Steel (Baja Perkakas) 3 W Pengerasan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Tinjauan Pustaka

BAB II DASAR TEORI Tinjauan Pustaka BAB II DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Pengelasan logam tak sejenis antara baja tahan karat dan baja karbon banyak diterapkan di bidang teknik, diantaranya kereta api, otomotif, kapal dan industri lain.

Lebih terperinci

ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH

ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH Sumidi, Helmy Purwanto 1, S.M. Bondan Respati 2 Program StudiTeknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim Semarang

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia

SNI Standar Nasional Indonesia SNI Standar Nasional Indonesia SNI 7614:2010 Baja batangan untuk keperluan umum (BjKU) ICS 77.140.99 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan

Lebih terperinci

Baja profil I-beam proses canai panas (Bj.P I-beam)

Baja profil I-beam proses canai panas (Bj.P I-beam) Standar Nasional Indonesia Baja profil I-beam proses canai panas (Bj.P I-beam) ICS 77.140.10 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keliatan dan kekuatan yang tinggi. Keliatan atau ductility adalah kemampuan. tarik sebelum terjadi kegagalan (Bowles,1985).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keliatan dan kekuatan yang tinggi. Keliatan atau ductility adalah kemampuan. tarik sebelum terjadi kegagalan (Bowles,1985). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Bahan konstruksi yang mulai diminati pada masa ini adalah baja. Baja merupakan salah satu bahan konstruksi yang sangat baik. Baja memiliki sifat keliatan dan kekuatan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka struktural yang memikul beban dari balok. Kolom meneruskan beban-beban dari elevasi atas ke elevasi yang lebih bawah hingga akhirnya

Lebih terperinci

HEAT TREATMENT. Pembentukan struktur martensit terjadi melalui proses pendinginan cepat (quench) dari fasa austenit (struktur FCC Face Centered Cubic)

HEAT TREATMENT. Pembentukan struktur martensit terjadi melalui proses pendinginan cepat (quench) dari fasa austenit (struktur FCC Face Centered Cubic) HEAT TREATMENT Perlakuan panas (heat treatment) ialah suatu perlakuan pada material yang melibatkan pemanasan dan pendinginan dalam suatu siklus tertentu. Tujuan umum perlakuan panas ini ialah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

KERANGKA KONSEP PENELITIAN PENGARUH NITROCARBURIZING TERHADAP LAJU KOROSI, KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PADA MATERIAL DUPLEX STAINLESS STEEL

KERANGKA KONSEP PENELITIAN PENGARUH NITROCARBURIZING TERHADAP LAJU KOROSI, KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PADA MATERIAL DUPLEX STAINLESS STEEL KERANGKA KONSEP PENELITIAN PENGARUH NITROCARBURIZING TERHADAP LAJU KOROSI, KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PADA MATERIAL DUPLEX STAINLESS STEEL A. Kerangka Konsep Baja stainless merupakan baja paduan yang

Lebih terperinci

Spesifikasi material baja tahan karat unit instalasi pengolahan air

Spesifikasi material baja tahan karat unit instalasi pengolahan air Standar Nasional Indonesia Spesifikasi material baja tahan karat unit instalasi pengolahan air ICS 91.140.60; 77.140.01 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan...

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 52 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DATA PENELITIAN 1. Material Penelitian a. Tipe Baja : A 516 Grade 70 Bentuk : Plat Tabel 7. Komposisi Kimia Baja A 516 Grade 70 Komposisi Kimia Persentase (%) C 0,1895 Si

Lebih terperinci

Perilaku Material Baja dan Konsep Perencanaan Struktur Baja

Perilaku Material Baja dan Konsep Perencanaan Struktur Baja Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : CIV 303 SKS : 3 SKS Perilaku Material Baja dan Konsep Perencanaan Struktur Baja Pertemuan - 1 Sub Pokok Bahasan : Perilaku Mekanis Baja Pengantar LRFD Untuk

Lebih terperinci

Proses Annealing terdiri dari beberapa tipe yang diterapkan untuk mencapai sifat-sifat tertentu sebagai berikut :

Proses Annealing terdiri dari beberapa tipe yang diterapkan untuk mencapai sifat-sifat tertentu sebagai berikut : PERLAKUAN PANAS Perlakuan panasadalah suatu metode yang digunakan untuk mengubah sifat logam dengan cara mengubah struktur mikro melalui proses pemanasan dan pengaturan kecepatan pendinginan dengan atau

Lebih terperinci

TIN107 - Material Teknik #9 - Metal Alloys 1 METAL ALLOYS (1) TIN107 Material Teknik

TIN107 - Material Teknik #9 - Metal Alloys 1 METAL ALLOYS (1) TIN107 Material Teknik 1 METAL ALLOYS (1) TIN107 Material Teknik Definisi 2 Metal Alloys (logam paduan) adalah bahan campuran yang mempunyai sifat-sifat logam, terdiri dari dua atau lebih unsur-unsur, dan sebagai unsur utama

Lebih terperinci

MATERIAL TEKNIK DIAGRAM FASE

MATERIAL TEKNIK DIAGRAM FASE MATERIAL TEKNIK DIAGRAM FASE Pengertian Diagram fasa Pengertian Diagram fasa Adalah diagram yang menampilkan hubungan antara temperatur dimana terjadi perubahan fasa selama proses pendinginan dan pemanasan

Lebih terperinci

TUGAS PENYAMBUNGAN MATERIAL 5 RACHYANDI NURCAHYADI ( )

TUGAS PENYAMBUNGAN MATERIAL 5 RACHYANDI NURCAHYADI ( ) 1. Jelaskan tahapan kerja dari las titik (spot welding). Serta jelaskan mengapa pelelehan terjadi pada bagian tengah kedua pelat yang disambung Tahapan kerja dari las titik (spot welding) ialah : Dua lembaran

Lebih terperinci

Masa berlaku: Alamat : Jl. Sangkuriang No. 12 Bandung Juli 2009 Telp. (022) ; Faks. (022) ,

Masa berlaku: Alamat : Jl. Sangkuriang No. 12 Bandung Juli 2009 Telp. (022) ; Faks. (022) , AMANDEMEN LAMPIRAN SERTIFIKAT AKREDITASI LABORATORIUM NO. LP-021-IDN Nama Laboratorium : Balai Besar Logam dan Mesin Mekanik Logam dan paduannya Kuat tarik (tensile strength) SNI 07-0408-1989 JIS Z 2241-1998

Lebih terperinci

PENGARUH KEKUATAN PENGELASAN PADA BAJA KARBON AKIBAT QUENCHING

PENGARUH KEKUATAN PENGELASAN PADA BAJA KARBON AKIBAT QUENCHING PENGARUH KEKUATAN PENGELASAN PADA BAJA KARBON AKIBAT QUENCHING Nur Subkhan 1, Kun Suharno 2, NaniMulyaningsih 3 Abstrak Studi kekuatan tarik pada sambuangan las telah dilakukan pada baja karbon rendah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah logam. Seiring dengan jaman yang semakin maju, kebutuhan akan logam menjadi semakin tinggi.

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS TUGAS AKHIR ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS Disusun : SUDARMAN NIM : D.200.02.0196 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS

Lebih terperinci

Cara uji kadar air total agregat dengan pengeringan

Cara uji kadar air total agregat dengan pengeringan Standar Nasional Indonesia Cara uji kadar air total agregat dengan pengeringan ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 4340

ANALISA PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 4340 ANALISA PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 30 Sasi Kirono, Eri Diniardi, Seno Ardian Jurusan Mesin, Universitas Muhammadiyah Jakarta Abstrak.

Lebih terperinci

Baja tulangan beton dalam bentuk gulungan

Baja tulangan beton dalam bentuk gulungan Standar Nasional Indonesia Baja tulangan beton dalam bentuk gulungan ICS 77.140.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEKAKUAN PEGAS DAUN DENGAN CARA QUENCHING

PENINGKATAN KEKAKUAN PEGAS DAUN DENGAN CARA QUENCHING PENINGKATAN KEKAKUAN PEGAS DAUN DENGAN CARA QUENCHING Pramuko Ilmu Purboputro Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos I Surakarta Pramuko_ip@ums.ac.id ABSTRAK Tujuan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini telah merambah pada berbagai aspek kehidupan manusia, tidak terkecuali di dunia industri manufacture (rancang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dibidang konstruksi, pengelasan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pertumbuhan dan peningkatan industri, karena mempunyai

Lebih terperinci

BESI COR. 4.1 Struktur besi cor

BESI COR. 4.1 Struktur besi cor BESI COR Pendahuluan Besi cor adalah bahan yang sangat penting dan dipergunakan sebagai bahan coran lebih dari 80%. Besi cor merupakan paduan besi dan karbon dengan kadar 2 %s/d 4,1% dan sejumlah kecil

Lebih terperinci

RANGKUMAN LAS TIG DAN MIG GUNA MEMENUHI TUGAS TEORI PENGELASAN

RANGKUMAN LAS TIG DAN MIG GUNA MEMENUHI TUGAS TEORI PENGELASAN RANGKUMAN LAS TIG DAN MIG GUNA MEMENUHI TUGAS TEORI PENGELASAN Oleh : MUH. NURHIDAYAT 5201412071 FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK MESIN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG A. Las TIG ( Tungsten Inert Gas) 1. Pengertian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Baja adalah logam paduan, logam besi sebagai unsur dasar dengan karbon

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Baja adalah logam paduan, logam besi sebagai unsur dasar dengan karbon 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Baja adalah logam paduan, logam besi sebagai unsur dasar dengan karbon sebagai unsur paduan utamanya. Kandungan unsur karbon dalam baja berkisar antara 0.2% hingga 2.1%

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN Data Pengujian Pengujian Kekerasan.

BAB IV PEMBAHASAN Data Pengujian Pengujian Kekerasan. BAB IV PEMBAHASAN 4.1. Data Pengujian. 4.1.1. Pengujian Kekerasan. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan metoda Rockwell C, pengujian kekerasan pada material liner dilakukan dengan cara penekanan

Lebih terperinci

Melalui sedikit kelebihan gas dalam api dapat dicegah terjadinya suatu penyerapan arang (jika memang dikehendaki) dicapai sedikit penambahan

Melalui sedikit kelebihan gas dalam api dapat dicegah terjadinya suatu penyerapan arang (jika memang dikehendaki) dicapai sedikit penambahan Flame Hardening Flame hardening atau pengerasan dengan nyala api terbuka adalah pengerasan yang dilakukan dengan memanaskan benda kerja pada nyala api. Nyala api tersebut dapat menggunakan Elpiji + Udara

Lebih terperinci

Cara uji slump beton SNI 1972:2008. Standar Nasional Indonesia

Cara uji slump beton SNI 1972:2008. Standar Nasional Indonesia Standar Nasional Indonesia Cara uji slump beton ICS 91.100.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia teknik dikenal empat jenis material, yaitu : logam,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia teknik dikenal empat jenis material, yaitu : logam, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia teknik dikenal empat jenis material, yaitu : logam, plastik, komposit dan keramik. Logam itu sendiri masih dibagi menjadi dua bagian, yaitu : logam ferro

Lebih terperinci

Baja lembaran, pelat dan gulungan canai panas (Bj P)

Baja lembaran, pelat dan gulungan canai panas (Bj P) Standar Nasional Indonesia Baja lembaran, pelat dan gulungan canai panas (Bj P) ICS 77.140.10 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

Sistem Besi-Karbon. Sistem Besi-Karbon 19/03/2015. Sistem Besi-Karbon. Nurun Nayiroh, M.Si. DIAGRAM FASA BESI BESI CARBIDA (Fe Fe 3 C)

Sistem Besi-Karbon. Sistem Besi-Karbon 19/03/2015. Sistem Besi-Karbon. Nurun Nayiroh, M.Si. DIAGRAM FASA BESI BESI CARBIDA (Fe Fe 3 C) MK: TRANSFORMASI FASA Pertemuan Ke-6 Sistem Besi-Karbon Nurun Nayiroh, M.Si Sistem Besi-Karbon Besi dengan campuran karbon adalah bahan yang paling banyak digunakan diantaranya adalah baja. Kegunaan baja

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN IV.1 PENGUJIAN AWAL PADA GARDAN IV.1.1 PENGUJIAN KOMPOSISI Pengujian komposisi diperlukan untuk mengetahui komposisi unsur, termasuk unsur-unsur paduan yang terkandung dalam material

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen,

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen, dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh suhu tempering terhadap sifat mekanik baja

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI ANALISIS STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIS KOMPONEN STUD PIN WINDER BAJA SKD-11 YANG MENGALAMI PERLAKUAN PANAS DISERTAI PENDINGINAN NITROGEN Naskah Publikasi ini disusun guna memenuhi Tugas

Lebih terperinci

PROSES PENGERASAN (HARDENNING)

PROSES PENGERASAN (HARDENNING) PROSES PENGERASAN (HARDENNING) Proses pengerasan atau hardening adalah suatu proses perlakuan panas yang dilakukan untuk menghasilkan suatu benda kerja yang keras, proses ini dilakukan pada temperatur

Lebih terperinci

DUPLEX STAINLESS STEEL

DUPLEX STAINLESS STEEL DUPLEX STAINLESS STEEL Oleh: Mohamad Sidiqi Pendahuluan Stainless Steel (SS) adalah baja dengan sifat ketahanan korosi yang sangat tinggi di berbagai kondisi lingkungan, khususnya pada atmosfer ambient

Lebih terperinci

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN :

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN : PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN PADUAN AL-SI (SERI 4032) TERHADAP HASIL PENGECORAN Ir. Drs Budiyanto Dosen Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Nasional Malang ABSTRAK Proses produksi

Lebih terperinci

03/01/1438 KLASIFIKASI DAN KEGUNAAN BAJA KLASIFIKASI BAJA 1) BAJA PEGAS. Baja yang mempunyai kekerasan tinggi sebagai sifat utamanya

03/01/1438 KLASIFIKASI DAN KEGUNAAN BAJA KLASIFIKASI BAJA 1) BAJA PEGAS. Baja yang mempunyai kekerasan tinggi sebagai sifat utamanya KLASIFIKASI BAJA KLASIFIKASI DAN KEGUNAAN BAJA L U K H I M U L I A S 1 Baja yang mempunyai kekerasan tinggi sebagai sifat utamanya 1) BAJA PEGAS Baja pegas adalah baja karbon yang mengandung 0,5-1,0% karbon

Lebih terperinci

PROSES QUENCHING DAN TEMPERING PADA SCMnCr2 UNTUK MEMENUHI STANDAR JIS G 5111

PROSES QUENCHING DAN TEMPERING PADA SCMnCr2 UNTUK MEMENUHI STANDAR JIS G 5111 PROSES QUENCHING DAN TEMPERING PADA SCMnCr2 UNTUK MEMENUHI STANDAR JIS G 5111 Agung Setyo Darmawan Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos I Pabelan Kartasura agungsetyod@yahoo.com

Lebih terperinci

Cara uji CBR (California Bearing Ratio) lapangan

Cara uji CBR (California Bearing Ratio) lapangan Standar Nasional Indonesia Cara uji CBR (California Bearing Ratio) lapangan ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Baja Baja adalah salah satu dari bahan konstruksi yang paling penting. Sifatsifatnya yang terutama penting dalam penggunaan konstruksi adalah kekuatannya yang tinggi, dibandingkan

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Temperatur Anneling Terhadap Kekerasan Sambungan Baja ST 37

Pengaruh Variasi Temperatur Anneling Terhadap Kekerasan Sambungan Baja ST 37 Nusantara of Engineering/Vol. 2/ No. 1/ISSN: 2355-6684 23 Pengaruh Variasi Temperatur Anneling Terhadap Kekerasan Sambungan Baja ST 37 Sigit Nur Yakin 1 ), Hesti Istiqlaliyah 2 ) 1 )Teknik Mesin S1, Fakultas

Lebih terperinci

PENGARUH PERLAKUAN PANAS DOUBLE TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIK MATERIAL AISI 4340

PENGARUH PERLAKUAN PANAS DOUBLE TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIK MATERIAL AISI 4340 PENGARUH PERLAKUAN PANAS DOUBLE TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIK MATERIAL AISI 4340 Cahyana Suherlan NIM : 213431006 Program Studi : Teknik Mesin dan Manufaktur Konsentrasi : Teknologi Pengecoran Logam

Lebih terperinci

Laporan Praktikum Struktur dan Sifat Material 2013

Laporan Praktikum Struktur dan Sifat Material 2013 BAB IV UJI JOMINY (JOMINY TEST) 4.1 PENDAHULUAN 4.1.1 Latar Belakang Pada dunia engineering, penggunaan bahan yang spesifik pada aplikasi tertentu sangatlah krusial. Salah satu metode yang sering diaplikasi

Lebih terperinci

Perilaku Material Baja dan Konsep Perencanaan Struktur Baja

Perilaku Material Baja dan Konsep Perencanaan Struktur Baja Mata Kuliah Kode SKS : Perancangan Struktur Baja : TSP 306 : 3 SKS Perilaku Material Baja dan Konsep Perencanaan Struktur Baja Pertemuan - 1 TIU : Mahasiswa dapat merencanakan kekuatan elemen struktur

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1. BAJA PADUAN RENDAH KEKUATAN TINGGI (HSLA) Baja HSLA adalah baja karbon rendah dengan paduan mikro dibawah 1% yang memiliki sifat mekanis yang baik antara lain: kekuatan, ketangguhan,

Lebih terperinci

Analisis Perbandingan Laju Korosi Pelat ASTM A36 antara Pengelasan di Udara Terbuka dan Pengelasan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat

Analisis Perbandingan Laju Korosi Pelat ASTM A36 antara Pengelasan di Udara Terbuka dan Pengelasan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-73 Analisis Perbandingan Pelat ASTM A36 antara di Udara Terbuka dan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat Yanek Fathur Rahman,

Lebih terperinci

Frekuensi yang digunakan berkisar antara 10 hingga 500 khz, dan elektrode dikontakkan dengan benda kerja sehingga dihasilkan sambungan la

Frekuensi yang digunakan berkisar antara 10 hingga 500 khz, dan elektrode dikontakkan dengan benda kerja sehingga dihasilkan sambungan la Pengelasan upset, hampir sama dengan pengelasan nyala, hanya saja permukaan kontak disatukan dengan tekanan yang lebih tinggi sehingga diantara kedua permukaan kontak tersebut tidak terdapat celah. Dalam

Lebih terperinci

SIFAT FISIK DAN MINERAL BAJA

SIFAT FISIK DAN MINERAL BAJA SIFAT FISIK DAN MINERAL BAJA Oleh kelompok 7 AYU ANDRIA SOLIHAT (20130110066) SEPTIYA WIDIYASTUTY (20130110077) BELLA LUTFIANI A.Z. (20130110080) M.R.ERNADI RAMADHANI (20130110100) Pengertian Baja Baja

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Data

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Data BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Penelitian ini merupakan eksperimen untuk mengetahui pengaruh temperatur media pendingin pasca pengelasan terhadap laju korosi dan struktur mikro.

Lebih terperinci

FERIT, PERLIT, SEMENTIT, MARTENSIT, DAN BAINIT

FERIT, PERLIT, SEMENTIT, MARTENSIT, DAN BAINIT TUGAS PENGETAHUAN BAHAN ALAT DAN MESIN FERIT, PERLIT, SEMENTIT, MARTENSIT, DAN BAINIT Oleh: RENDY FRANATA (1014071009) TIA YULIAWATI (1014071052) JURUSAN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENGARUH MEDIA PENDINGIN PADA PROSES HARDENING MATERIAL BAJA S45C

PENGARUH MEDIA PENDINGIN PADA PROSES HARDENING MATERIAL BAJA S45C PENGARUH MEDIA PENDINGIN PADA PROSES HARDENING MATERIAL BAJA S45C Syaifudin Yuri, Sofyan Djamil dan M. Sobrom Yamin Lubis Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara, Jakarta e-mail:

Lebih terperinci

PENGARUH PROSES HARDENING PADA BAJA HQ 7 AISI 4140 DENGAN MEDIA OLI DAN AIR TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO

PENGARUH PROSES HARDENING PADA BAJA HQ 7 AISI 4140 DENGAN MEDIA OLI DAN AIR TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO PENGARUH PROSES HARDENING PADA BAJA HQ 7 AISI 4140 DENGAN MEDIA OLI DAN AIR TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO Cahya Sutowo 1.,ST.MT., Bayu Agung Susilo 2 Lecture 1,College student 2,Departement

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Baja Baja merupakan bahan dasar vital untuk industri. Semua segmen kehidupan, mulai dari peralatan dapur, transportasi, generator, sampai kerangka gedung dan jembatan menggunakan

Lebih terperinci

Semen portland campur

Semen portland campur Standar Nasional Indonesia Semen portland campur ICS 91.100.10 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR DAN WAKTU TAHAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN, STRUKTUR MIKRO DAN LAJU KOROSI PADA BAJA TAHAN KARAT MARTENSITIK 13Cr3Mo3Ni

PENGARUH TEMPERATUR DAN WAKTU TAHAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN, STRUKTUR MIKRO DAN LAJU KOROSI PADA BAJA TAHAN KARAT MARTENSITIK 13Cr3Mo3Ni PENGARUH TEMPERATUR DAN WAKTU TAHAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN, STRUKTUR MIKRO DAN LAJU KOROSI PADA BAJA TAHAN KARAT MARTENSITIK 13Cr3Mo3Ni 1) Hadi Perdana, 2) Andinnie Juniarsih, ST., MT. dan 3) Dr.

Lebih terperinci

PERUBAHAN SIFAT MEKANIK BAJA KONSTRUKSI JIS G4051 S17C SETELAH DILAKUKAN HARDENING DAN TEMPERING

PERUBAHAN SIFAT MEKANIK BAJA KONSTRUKSI JIS G4051 S17C SETELAH DILAKUKAN HARDENING DAN TEMPERING PERUBAHAN SIFAT MEKANIK BAJA KONSTRUKSI JIS G4051 S17C SETELAH DILAKUKAN HARDENING DAN TEMPERING MEDIA NOFRI media_nofri@yahoo.co.id Abstract Material JIS G 4051 S 17 C including low carbon steel with

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. PENGARUH JENIS ELEKTRODA PADA HASIL PENGELASAN PELAT BAJA St 32 DENGAN KAMPUH V TUNGGAL TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN KEKUATAN TARIKNYA

TUGAS AKHIR. PENGARUH JENIS ELEKTRODA PADA HASIL PENGELASAN PELAT BAJA St 32 DENGAN KAMPUH V TUNGGAL TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN KEKUATAN TARIKNYA TUGAS AKHIR PENGARUH JENIS ELEKTRODA PADA HASIL PENGELASAN PELAT BAJA St 32 DENGAN KAMPUH V TUNGGAL TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN KEKUATAN TARIKNYA Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program

Lebih terperinci

Cara uji penetrasi aspal

Cara uji penetrasi aspal SNI 2432:2011 Standar Nasional Indonesia Cara uji penetrasi aspal ICS 91.100.30 Badan Standardisasi Nasional Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian atau seluruh

Lebih terperinci

Baja tulangan beton SNI 2052:2014

Baja tulangan beton SNI 2052:2014 Standar Nasional Indonesia Baja tulangan beton ICS 77.140.15 Badan Standardisasi Nasional BSN 2014 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES PERLAKUAN PANAS BAJA AISI 304 TERHADAP LAJU KOROSI

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES PERLAKUAN PANAS BAJA AISI 304 TERHADAP LAJU KOROSI Teknika : Engineering and Sains Journal Volume, Nomor, Juni 207, 67-72 ISSN 2579-5422 online ISSN 2580-446 print PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES PERLAKUAN PANAS BAJA AISI 304 TERHADAP LAJU KOROSI

Lebih terperinci

Cara uji slump beton SNI 1972:2008

Cara uji slump beton SNI 1972:2008 Standar Nasional Indonesia Cara uji slump beton ICS 91.100.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah

Lebih terperinci

BAB VII PROSES THERMAL LOGAM PADUAN

BAB VII PROSES THERMAL LOGAM PADUAN BAB VII PROSES THERMAL LOGAM PADUAN Annealing adalah : sebuah perlakukan panas dimana material dipanaskan pada temperatur tertentu dan waktu tertentu dan kemudian dengan perlahan didinginkan. Annealing

Lebih terperinci