LAPORAN PENELITIAN DOSEN PEMULA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN PENELITIAN DOSEN PEMULA"

Transkripsi

1 LAPORAN PENELITIAN DOSEN PEMULA ANALISA HUKUM MENGENAI KEBIJAKAN PEMERINTAH MELINDUNGI INDUSTRI DALAM NEGERI TERKAIT DENGAN KESEPAKATAN PERDAGANGAN REGIONAL AFTA-CHINA (Studi Deskriptif Analitis Pada Pemerintah Sumatera Utara) TIM PENYUSUN: 1. HALIMATUL MARYANI, SH., MH (NIDN ), Ketua 2. FERRY SUSANTO LIMBONG, SH.SpN.M.Hum ( ), Anggota Dibiayai Oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Penugasan Penelitian Dosen Pemula Bagi Dosen Perguruan Tinggi Swasta Tahun Anggaran 2012 Nomor : 282/SP2H/PL/Dit.Litabmas/VI/2012, tanggal 15 Juni UNIVERSITAS MUSLIM NUSANTARA ALWASHLIYAH MEDAN NOPEMBER, 2012

2 Halaman Pengesahan Judul Penelitian :Analisa Hukum Mengenai Kebijakan Pemerintah Melindungi Industri Dalam Negeri Terkait Dengan Kesepakatan Perdagangan Regional AFTA-China (Studi Deskriptif Analitis Pada Pemerintah Sumatera Utara) Bidang Ilmu : Hukum Ketua Peneliti a. Nama Lengkap : Halimatul Maryani, SH. MH b. NIDN : c. Pangkat/Golongan : III A d. Jabatan Fungsional : Asisten Ahli e. Fakultas/Jurusan : Hukum/Hukum Internasional f. Pusat Penelitian : LPPM UMN Al-Washliyah Medan g. Alamat Institusi : JL. Garu II No. 02 Medan h. Telpon/Faks/ , Biaya yang diusulkan : Rp , Biaya yang direkomendasi : Rp , Medan, 18 Nopember 2012 Mengetahui, Dekan Fakultas Hukum Ketua Peneliti, (Hj. Adawiyah Nasution, SH. Sp.N, M. Kn ) NIDN (Halimatul Maryani, SH. MH) NIDN Menyetujui, Ketua Lembaga Penelitian (Drs. Firmansyah, M. Si) NIP

3 ABSTRAK Konsep dasar dari perdagangan bebas adalah penghilangan hambatanhambatan dalam perdagangan internasional serta pelaksanaannya membentuk globalisasi yang maknanya ialah universal mencakup bidang yang sangat luas. Terkait dengan kesepakatan perdagangan bebas Free Trade Agreement regional, sebenarnya ada sistem multilateral (WTO) yang jauh lebih baik daripada sistemsistem yang ada dalam kerangka regional. Akan tetapi yang menjadi problema adalah bahwa sistem multilateral dalam kerangka WTO terhambat dan tidak berjalan dengan baik, sehingga mulailah negara-negara membentuk blok-blok perdagangan regional seperti ASEAN, AFTA, termasuk ACFTA dengan tujuan meraih keuntungan langsung dan memajukan pertumbuhan ekonomi regional lebih maju dan berkembang. Sejak 1 Januari 2010 China dipastikan bergabung lewat apa yang disebut dengan Asean China Free Trade Agreement (ACFTA), pada Framework Agreement on comprehensive Economic Co-opration Between The Association of South East Asian Nation and The People s Republic of China (Asean-China) yang ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia (Megawati) pada tanggal 4 Novenber 2002 di Phnom Penh, Kamboja, juga telah diratifikasi melalui Keputusan Presiden Nomor 48 Tahun 2004, dengan UU.No. 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dasar hukum berlakunya kesepakatan perdagangan regional dalam ketentuan WTO, mengetahui penerapan prinsip keadilan dalam pelaksanaan perdagangan bebas serta mengetahui kebijakan-kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk melindungi industri dalam negeri terhadap dampak negatif dari pelaksanaan AFTA-China. Maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah terfokus pada penelitian yuridis normatif dan sifat penelitian deskriftif analitis dengan data skunder meliputi bahan hukum primer, skunder dan tertier. Bahan hukum yang diperoleh dari penelusuran kepustakaan dan dianalisis secara kualitatif. Kata kunci: Kebijakan Pemerintah, Perdagangan Regional, ACFTA

4 KATA PENGANTAR Suhbanallah dengan ucapan Bismillaahirrahmaanirraahiim, ketika akan memulai proses awal penelitian ini, mulai dari rencana penyusunan proposal dan agenda penelitian, study kepustakaan, analisis sampai kepada penulisan dan penyusunan penelitian ini, dan dilanjutkan dengan mengucap Alhamdulillahirabbil alamin, penulis bersyukur Kehadirat Ilahirabbi, tentunya yang telah memberikan Taufik, Rahmat, Hidayah, Karunia serta kesehatan dan kesempatan bagi penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian ini dengan judul Analisa Hukum Mengenai Kebijakan Pemerintah Melindungi Industri Dalam Negeri Terkait Dengan Kesepakatan Perdagangan Regional AFTA-China (Studi Deskrptif Analistis Pada Pemerintah Sumatera Utara). Sholawat dan salam atas junjungan kita nabi besar Muhammad Rasulullah SAW.yang telah membawa kita dari zaman kejahiliyahan menuju zaman yang terang benderang yang disinanari dengan iman dak taqwa serta ilmu pengetahuan. Tujuan penyusunan laporan penelitian ini adalah sebagai salah satu bentuk dari Tri Darma Perguruan Tinggi untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan peneliti khususnya sebagai sebagai tenaga pendidik profesi Dosen. Maka dalam laporan penelitian ini penulis juga menyadari tentunya masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan dikarenakan keterbatasan dan kemampuan yang penulis miliki, untuk itu dengan senang hati penulis sangat mengharapkan saran-saran, pengarahan maupun sumbangan pemikiran dari semua pihak agar laporan penelitian ini lebih baik.

5 Dalam kesempatan ini sudah sepatut dan selayaknya penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang tidak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu penulis, baik moril maupun meteriil dalam penyusunan laporan penelitian ini. Ucapan terima kasih tersebut penulis sampaikan kepada: 1. Pimpinan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (dikti) yang telah memberikan dana penuh untuk membiayai penulis selama menjalani dan melaksanakan tugas penelitian sampai laporan penelitian ini selesai. 2. Bapak Koordinator Kopertis Wilayah I Sumut-NAD, selaku pelaksana dan monitoring kegiatan atau penugas penelitian ini khususnya untuk dosen pemula bagi dosen Perguruan Tinggi Swasta di lingkungan Kopertis Wilayah I tahun anggaran Bapak Drs. H. Kondar Siregar, MA, selaku Rektor Universitas Muslim Nusantara Al-washliyah Medan 4. Bapak Drs. Firmansyah, M.Si, selaku Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Muslim Nusanatar Al-washliyah Medan 5. Bapak Dr. Ir. Tri Martial, MP, selaku Sekretaris Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Muslim Nusantara Al-washliyah Medan 6. Ibu Adawiyah Nasution, SH. Sp.N, M. Kn, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Muslim Nusantara Al-washliyah Medan

6 7. Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Utara Medan, sebagai tempat lokasi penelitian. 8. Terima kasih juga kepada kedua orang tua penulis yang tidak terhingga, karena dengan doa mereka lah penulis bisa berjuang dalam belajar dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang penulis miliki. 9. Saya Halimatul Maryani, SH. MH (sebagai ketua peneliti) mengucapkan terima kasih kepada suami dan anak-anak penulis, karena dengan dorongan dan motivasi mereka jualah laporan penelitian ini dapat terselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. 10. Saya Ferrry Susanto Limbong, SH, SpN. M. Hum (sebagai anggota peneliti) mengucapkan terima kasih kepada seluruh keluarga tentunya istri dan anakanak penulis, karena dengan motivasi mereka jugalah laporan penelitian ini dapat terselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. 11. Terima kasih juga kepada seluruh civitas UMN dan teman-teman yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan laporan penelitian ini, yang mohon maaf saya dalam hal ini tidak bisa menyebutkan satu persatu. Akhirnya semoga laporan penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak. Amin Medan, 15 Nopember 2012 Tim Penulis, 1. Halimatul Maryani 2. Ferry Susanto Limbong

7 DAFTAR ISI Halaman Halaman Sampul Halaman Pengesahan Abstrak i Kata Pengantar ii Daftar Isi. v Daftar Singkatan. ix Daftar Tabel. x BAB I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang B. Perumusan Masalah... 9 C. Tujuan Penelitian.. 9 D. Manfaat Penelitian 10 E. Keaslian Penelitian F. Target Luaran yang Ingin dicapai 11 BAB II : TINJAUAN PUSTAKA. 13 A. Kerangka Teori Teori Kebijakan Teori Perdagangan Bebas 16 B. Konsepsi C. Pengertian Perdagangan Regional 27 D. Tinjauan Umum Tentang AFTA E. Pengertian Industri Dalam Negeri 35

8 BAB III : METODE PENELITIAN. 38 A. Lokasi Penelitian. 38 B. Jenis dan Sifat Penelitian. 38 C. Sumber Data 39 D. Teknik Pengumpulan Data.. 41 E. Analisis Data 41 BAB IV: PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN 42 A. Analisa Hukum Mengenai Kebijakan Pemerintah Melindungi Industri Dalam Negeri Terkait AFTA-China Penentuan Arah dan Prioritas Kebijakan Peranan/Wewenang Pemerintah Mengambil Kebijakan Langkah-Langkah Kabijakan Pemerintah Melindungi Industri dalam Negeri Terkait AFTA-China. 47 a. Kebijakan Secara Umum. 50 b. Kebijakan Pemerintah Sumut. 53 B. Pengaturan Kesepakatan Perdagangan Regional dalam Perdagangan Internasional Dasar Hukum Pengaturan Perdagangan Regional Perkembangan Pengaturan Perdagangan Bebas dalam Ketentuan AFTA Skema CEPT Dasar Hukum Perdagangan AFTA-China Manfaat dan Tujuan Perdagangan Regional 73 C. Tantangan/Peluang Pemerintah Sumut Terkait AFTA-China Sejarah dan Profil Sumut Pengertian Peluang dan Tantangan Kendalala dan Hambatan Sumut dalam Pelaksanaan AFTA-China 84

9 4. Bentuk-Bentuk Peluang Sumut Terkait AFTA-China Dikaji dari Aspek Ekonomi Daerah Dikaji dari Aspek Potensi SDA Dikaji dari Sudut Potensi SDM Dikaji dari Sudut Hukum Berlaku. 95 BAB V : PENUTUP 97 A. Kesimpulan 97 B. Saran.. 99 Daftar Pustaka Lampiran-Lampiran 1. Bio Data Tim Peneliti 2. Surat Pengantar Riset dari LPPM UMN ke Dinas Perindag-SU 3. Surat Keterangan Telah Melakukan Riset dari Dinas Perindag-SU

10 DAFTAR SINGKATAN AFTA-China/ACFTA AFTA ASEAN APEC CEPT FTA GATT UMKM UKM WTO : Asean China Free Trade Agreement : ASEAN Free Trade Area : Association of South East Asian Nations : Asia Fasific Economi Cooperation : Common Efective Preferential Tariff : Free Trade Agreement : General Agreement on Tariffs and Trade : Usaha Masyarakat Kecil Menengah : Usaha Kecil Menengah : World Trade Organization

11 DAFTAR TABEL Halaman 1. Perkembangan Kebijakan Perdagangan Indonesia Pembagian Wilayah Provinsi Sumatera Utara Pembagian Wilayah Sumut dalam kabupaten Ekspor Sumut ke Negara China Impor Sumut dari Negara China. 89

12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembentukan World Trade Organization (WTO) dan Indonesia meratifikasi GATT/WTO ini dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 1994, 1 dan telah memberikan konsep liberalisasi perdagangan kepada dunia khususnya kepada negara-negara anggota, dimana konsep dasar dari liberalisasi perdagangan adalah penghilangan hambatan dalam perdagangan internasional. Konsep ini dalam pelaksanaannya membentuk globalisasi 2, yang maknanya ialah universal dan mencakup bidang yang sangat luas. Dari segi ekonomi dan perdagangan globalisasi sudah terjadi pada saat mulainya perdagangan rempah-rempah, kemudian tanam paksa di Jawa, sampai tumbuhnya perkebunan-perkebunan di Hindia Belanda, dan pada saat itu globalisasi lahir dengan kekerasan dalam alam kolonialisme. Berbeda dengan globalisasi ekonomi dan perdagangan pada masa kini dilakukan dengan jalan damai yaitu melalui perundingan dan perjanjian 1 Erman Rajagukguk, Butir-Butir Hukum Ekonomi,,( Fakultas hukum Universitas Indonesia : Lembaga Studi Hukum dan Ekonomi, 2011), hal Eko Prilianto Sudradjat, Free Trade (Perdagangan Bebas) dan Fair Trade ( Perdagangan berkeadilan) Dalam Konsep Hukum, Whatbecomethegreaterme.blogspot.com/2007/12/konsep-hukum-fair-trade.html, diakses pada tanggal 18 Maret 2011.

13 internasional yang melahirkan aturan perdagangan bebas serta memfokuskan pengembangan pasar bebas terbuka. 3 Percepatan proses globalisasi dalam dua dekade terakhir ini secara fundamental telah mengubah struktur dan pola hubungan perdagangan dan keuangan internasional. Hal ini menjadi fenomena penting sekaligus merupakan suatu era baru yang ditandai dengan adanya pertumbuhan perdagangan internasional yang tinggi, artinya Indonesia telah menjalankan dan melaksanakan rezim perdagangan bebas (era globalisasi). Dalam era globalisasi perdagangan bebas merupakan hal yang sering diperbincangkan karena diharapkan membawa perubahan penting bagi dunia. Untuk mencapai kondisi perdagangan bebas perlu cukup waktu, sebab konsekuensi yang ditimbulkan tidak sedikit. Penghapusan hambatan perdagangan internasional disatu sisi dapat membawa kebaikan, misalnya perdagangan bebas memungkinkan arus masuk produk import lebih melaju, banyak beragam sehingga menambah pilihan bagi konsumen. Proses kearah perdagangan bebas ini disebut dengan liberalisasi perdagangan atau trade liberalization 4. Namun disisi lain juga dapat membawa kejelekan dan diharapkan tidak akan terjadi seperti, 5 apabila pemerintah membebaskan pajak impor hingga 0 % (nol persen), maka Indonesia tidak mendapat keuntungan dari produk impor, akan 3 Erman Rajagukguk, Globalisasi Hukum dan Kemajuan Teknologi: Implikasinya Bagi Pendidikan Hukum dan Pembangunan Hukum Indonesia, (Jurnal hukum, Vol.01,No.1, 2005), hal Ida susanti dan Bayu Seto, Aspek Hukum Dari Perdagangan Bebas: Menelaah Kesiapan Hukum Indonesia Dalam melaksanakan perdagangan Bebas, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), hal Administrator, ACFTA dan Dampak Terhadap Perindustrian dan UKM di Indonesia, terakhir diakses pada tanggal 10 April 2011.

14 terjadi defisit perdagangan, perdagangan bebas akan mengganggu pasar domestik dan mengancam barang produksi dalam negeri, produksi Indonesia akan berkurang dikarenakan produk impor membanjiri Indonesia, pemutusan hubungan kerja akibat pengurangan produksi dari perusahaan, gulung tikar terhadap pengusaha lokal kemungkinan terjadi, termasuk Usaha Masyarakat Kecil dan Menengah (UMKM) karena produk dalam negeri kalah bersaing dengan produk impor, masyarakat Indonesia akan menjadi masyarakat konsumtif karena dibanjiri barang-barang impor dengan relatif murah. Perkembangan perdagangan yang semakin kompleks menuntut adanya sebuah aturan atau hukum yang berbentuk tertulis dan berlaku secara universal. Hukum adalah merupakan suatu kaidah sekaligus sebagai rujukan yang harus dipatuhi bagi masyarakat internasional dalam hal melakukan kegiatan ekonomi (perdagangan) untuk mengembangkan dan memperkuat struktur dan daya saing industri, khususnya dalam business to business, baik secara bilateral dan regional sampai pada tingkat internasional. General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) lahir dengan tujuan untuk membuat suatu unifikasi hukum dibidang perdagangan internasional. Meskipun pada awalnya masyarakat internasional ingin membentuk sebuah organisasi perdagangan internasional di bawah PBB, namun dengan adanya penolakan dari Amerika Serikat, maka negara peserta GATT membuat kesepakatan agar perjanjian dalam GATT ditaati oleh para pihak yang menandatanganinya. Beragam kelemahan yang terdapat dalam GATT kemudian diperbaiki melalui beberapa pertemuan. Salah satu pertemuan yang berhasil

15 adalah Putaran Uruguay antara tahun Pada putaran tersebut dicapai kesepakatan untuk membentuk sebuah lembaga perdagangan internasional World Trade Organization (WTO). 6 Indonesia yang merupakan bagian dari masyarakat internasional yang turut meratifikasi kerangka WTO ini, dengan sendirinya tunduk pada aturan perdagangan yang dimuat dalam kesepakatan tersebut. Untuk itu Indonesia tanpa tawar menawar, harus menyesuaikan peraturan perundang-undangannya, dengan kerangka WTO, khususnya dalam kaitannya dengan bidang yang diatur dalam WTO, 7 adalah murni multilateral. Kelahiran WTO menandakan adanya usaha dari negara-negara untuk melembagakan ketentuan-ketentuan tentang perdagangan internasional yang telah disepakati dalam GATT. Upaya tersebut membuktikan keinginan dunia internasional untuk membuat unifikasi dan harmonisasi hukum perdagangan internasional dengan prinsip yang menganut pada liberalisasi perdagangan dan kompetisi yang bebas. Upaya untuk melakukan unifikasi dan harmonisasi hukum perdagangan internasional yang dilakukan oleh WTO ternyata mengalami kesulitan untuk mencapai kesepakatan multilateral. Hal ini disebabkan karena terlalu banyaknya negara yang menjadi anggota dan tentunya anggota tersebut semua harus setuju. Kesulitan yang dihadapi untuk menciptakan sistem perdagangan multilateral sebenarnya sudah diambil jalan tengahnya dalam ketentuan Pasal 24 GATT 6 Administrator, Perjanjian Perdagangan Regional (RTA) dalam Kerangka WTO, terakhir diakses pada hari senin tanggal 18 April Sutiarnoto MS, Tantangan dan Peluang Investasi Asing, (Jurnal Hukum,Volume 6 No. 3, Agustus 2001), hal. 271.

16 tentang diperbolehkannya pembentukan kerjasama-kerjasama regional dibidang perdagangan. Ketentuan pasal tersebut memberi persyaratan bahwa pembentukan perjanjian perdagangan regional tidak menjadi rintangan bagi perdagangan multilateral. 8 Perkembangan saat ini, banyak negara-negara membuat perjanjian perdagangan regional, karena bersifat lebih mudah dan aplikatif tidak melibatkan terlalu banyak negara serta kepentingannya seperti yang terjadi dalam WTO. Dengan kata lain ada pengecualian yang membolehkan bagi negara anggota WTO untuk membentuk organisasi-organisasi ekonomi (perdagangan) secara regional bilateral dan tidak harus memberikan perlakuan yang sama kepada negara anggota lainnya 9. Bahkan sekarang ini sering dijadikan sebagai salah satu pertimbangan utama dalam membuat kesepakatan, menjalin kerjasama dibidang ekonomi dan perdagangan antar negara misalnya, dalam konteks custum union atau free trade area. 10 Salah satu perjanjian perdagangan regional yang ada saat ini adalah Asean Free Trade Area (AFTA) yang diprakarsai oleh Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) sebuah organisasi regional negara-negara di Asia Tenggara. AFTA lahir pada tahun 1995 dengan tujuan untuk memberikan keuntungankeuntungan perdagangan bagi negara-negara yang berasal dari ASEAN. Upaya AFTA untuk mewujudkan tujuannya adalah dengan melakukan kesepakatan 8 Huala Adolf, Hukum Ekonomi Internasional Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005), hal Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional Persetujuan Umum Mengenai Tarif dan Perdagangan, ( Jakarta: BP. IBLAM, Cetakan I, 2005), hal Huala Adolf dan A.Chandrawulan, Masalah-Masalah Hukum Dalam Perdagangan Internasional, (Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada, 1995), hal. 20.

17 preferensi terhadap barang-barang yang ada dari negara ASEAN. 11 Selain itu juga Uni Eropa, Asia Facific Economic Co-operation (APEC), North American Free Trade Agreement (NAFTA) dan lainnya dengan syarat bahwa pembentukan organisasi (perdagangan) regional tersebut tidak menjadi rintangan perdagangan bagi pihak ketiga, hal ini berdasarkan pasal 24 GATT. Kelahiran AFTA sendiri merupakan upaya dari ASEAN untuk melindungi kepentingan negara anggota dalam perdagangan multilateral yang didomisi oleh negara-negara maju. Berdasarkan kesadaran tersebut, maka terkesan bahwa AFTA merupakan usaha ASEAN melakukan proteksi terhadap pasar regionalnya dan timbul atas perjanjian perdagangan regional yang lainnya, karena dengan adanya perjanjian perdagangan regional ini akan melemahkan sistem perdagangan multilateral. Padahal dalam ketentuan GATT sendiri mengatur tentang diperbolehkannya untuk membentuk perjanjian pedagangan regional. 12 Terkait dengan perjanjian atau kesepakatan dalam perdagangan bebas Free Trade Agreement atau FTA yang bilateral dan regional, sebenarnya ada sistem multilateral (WTO) yang jauh lebih baik daripada sistem-sistem yang ada dalam kerangka bilateral dan regional. Akan tetapi yang menjadi problema adalah bahwa sistem multilateral dalam kerangka WTO terhambat, macet, dan tidak berjalan dengan baik, sehingga mulailah negara-negara membentuk blok-blok perdagangan regional seperti ASEAN, AFTA, termasuk ACFTA dengan tujuan 11 Administrator, Perjanjian Perdagangan Regional (RTA) dalam Kerangka WTO, Op.Cit. 12 Ibid.

18 meraih keuntungan langsung. Dimana saat ini perdagangan secara regional lebih merebak, maju dan berkembang. 13 Perdagangan bebas ASEAN atau AFTA sudah diputuskan terhitung mulai sejak 1 Januari 2010 China dipastikan bergabung lewat apa yang disebut dengan Asean China Free Trade Agreement (ACFTA), 14 pada Framework Agreement on comprehensive Economic Co-opration Between The Association of South East Asian and The People s Republic of China (Asean-China). China cukup agresip untuk mengejar FTA ini, karena ekonomi China yang tumbuh dengan laju 9 % (sembilan persen) pertahunnnya sangat membutuhkan bahan mentah dan energi, juga beberapa produk pertanian dan kehutanan yang ia ingin pastikan dengan FTA tersebut. Masuknya China dalam perdagangan bebas ASEAN ini meresahkan kalangan produsen tekstil dalam negeri, karena bisa dipastikan semua produk bebas masuk ke pasar ASEAN termasuk Indonesia. Sikap Indonesia terhadap perdagangan bebas internasional khususnya perdagangan bebas ACFTA sering mendua atau ambivalen. Artinya di satu pihak Indonesia takut bahwa pasar dalam negeri akan direbut oleh asing, akan tetapi di lain pihak juga disadari bahwa kalau tidak mengikuti mode dan trend FTA khusus ACFTA maka Indonesia akan jauh ketinggalan dari negara lain. 13 Renegosiasi Perjanjian dagang ACFTA, Koran Waspada, kamis tanggal 14 Mei Lihat juga M. Sadli, Kerja Sama Ekonomi Asia dan Posisi Indonesia, terakhir diakses pada tanggal 16 Juli Administrator, China Bergabung Dalam AFTA, terakhir diakses pada 20 April 2011.

19 Akhirnya Indonesia juga membuka perundingan atau kesepakatan secara bilateral untuk mencapai FTA dan prosesnya mengandung give and take. Jika Indonesia menginginkan suatu konsesi atau fasilitas maka Indonesia harus bisa menawarkan suatu konsesi secara quid and pro, dan berangsur-angsur membuka Indonesia untuk perdagangan yang bebas. 15 Kesepakatan multilateral dalam kerangka WTO lebih superior dari pada kesepakatan FTA bilateral atau regional, maka pemerintah Indonesia sebaiknya tetap berkiblat kepada pengaturan multilateral walaupun merundingkan FTA secara bilateral. Demikian juga halnya FTA bilateral harus dikaitkan dengan FTA regional dan harus disesuaikan dengan WTO. Artinya ketentuan-ketentuan yang ada dalam aturan hukum perdagangan bebas secara regional tetap pondasinya pada aturan ketentuan yang ada dalam WTO, serta tidak betentangan dengan WTO. Berdasarkan latar belakang dan permasalahan tersebut, maka penelitian ini diberi judul Analisa Hukum Mengenai Kebijakan Pemerintah Melindungi Industri Dalam Negeri Terkait Dengan Kesepakatan Perdagangan Regional AFTA-China (Studi Deskriptif Analitis Pada Pemerintah Sumatera Utara). 15 M. Sadli, Op.Cit.

20 B. Perumusan Masalah Bertitik tolak dari uraian latar belakang di atas, maka ada beberapa hal yang menjadi isu hukum dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut : 1. Bagaimana analisis hukum mengenai kebijakan pemerintah melindungi industri dalam negeri terhadap dampak negatif dari pelaksanaan perdagangan internasional AFTA-China? 2. Bagaimana pengaturan kesepakatan perdagangan bebas regional dalam ketentuan perdagangan internasional? 3. Faktor-faktor apa sajakah yang menjadi tantangan sekaligus peluang bagi pemerintah, khususnya Sumatera Utara terhadap pelaksanaan perdagangan internasional AFTA-China? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengkaji dan mengalisa mengenai kebijakan pemerintah melindungi industri dalam negeri terhadap dampak negatif dari pelaksanaan perdagangan internasional AFTA-China. 2. Untuk mengkaji dan mengetahui tentang pengaturan kesepakatan perdagangan bebas regional dalam ketentuan perdagangan internasional. 3. Untuk menganalisa dan mengetahui serta memberikan gambaran mengenai faktor-faktor yang menjadi tantangan sekaligus peluang

21 bagi pemerintah, khususnya Sumatera Utara dengan ada dan diterapkannya perdagangan internasional AFTA-China. D. Manfaat Penelitian Dengan adanya penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat bagi seluruh pihak dan kalangan yang dapat memanfaatkannya, khusunya bagi dosen yang menerapkan prinsip Tri Darma Perguruan Tinggi. Maka dalam pemanfaatan penelitian ini ada dua hal yang sangat penting, baik secara teoritis maupun secara praktis antara lain sebagai berikut: 1. Secara teoritis Merupakan bahan untuk penelitian lebih lanjut, baik sebagai bahan dasar maupun bahan perbandingan bagi penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan rumusan dalam penelitian ini dan memberikan sumbangan pemikiran hukum khususnya dalam bidang hukum perdagangan Internasional. 2. Secara praktis Memberikan sumbangan pemikiran bagi penegak hukum, negara dan pemerintah khususnya Sumatera Utara akan pentingnya mengkaji lebih dalam lagi mengenai kebijakan pemerintah melindungi industri dalam negeri terkait dengan pelaksanaan perdagangan internasional, selanjutnya memahami ketantuan diperbolehkannya perdagangan regional serta mengetahui faktor-faktor yang menjadi tantangan sekaligus peluang pemerintah, khususnya pemerintah Sumatera Utara dengan diterapkannya perdagangan AFTA-China.

22 E. Keaslian Penelitian Berdasarkan informasi dan penelusuran (studi kepustakaan) dibeberapa perpustakaan yang dilakukan terhadap penelitian-penelitian sebelumnya, khususnya di lingkungan Program Studi Ilmu Hukum, LPPM Universitas Muslim Nusantara Al-washliyah juga di lingkungan Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat dan tidak ada penelitian yang benar-benar percis sama dengan penelitian yang penulis lakukan, dan kalaupun ada, peneliti yang terdahulu membahas terkait dengan tema atau judul yang diangkat, tentunya dari segi judul, meteri, substansi, objek penelitian dan permasalahan serta pengkajian dalam penelitiannya berbeda sama sekali. Oleh karena itu penulis berkeyakinan bahwa penelitian yang penulis lakukan ini dapat dipertanggung jawabkan secara jujur, secara akademis dan secara ilmiah. F. Target Luaran yang Ingin dicapai Ada 4 (empat) poin target luaran yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah yaitu: 1) Bahwa untuk melindungi industri dalam negeri (produk lokal) pemerintah harus melakukan kebijakan dan kebijakan pemerintah tersebut haarus sesuai dengan prinsip keadilan dan harus benar-benar merupakan target utama yang diperlukan untuk mengantisifasi dan melindungi terhadap dampak negatif dari pelaksanaan kesepakatan perdagangan AFTA-China di Indonesia.

23 2) Bahwa para pelaku kegiatan ekonomi (pelaku usaha) yang terlibat dalam kerja sama perdagangan bebas internasional khususnya dalam kesepakatan perdagangan regional AFTA-China wajib mematuhi aturan-aturan yang sudah ditetapkan dan tetap mengarah kepada ketentuan WTO secara multilateral. Sehingga dalam proses kegiatan ekonomi (perdagangan) tersebut khususnya para pelaku usaha hendaaknya tetap berlaku adil dan jujur. 3) Bahwa pemerintah Indonesia, khususnya pemerintah Sumatera Utara harus memanfaatkan perdagangan bebas ini sebagai motivasi dan peluang untuk mengembangkan dan memajukan perekonomian Indonesia, khususnya perekonomian Sumatera Utara, bukan sebaliknya, pemerintah jangan pesimis atau tidak boleh takut terhadap perdagangan bebas AFTA-China ini, dengan kata lain Indonesia, khususnya Sumatera Utara harus optimis serta bisa memanfaatkan dampak positif dari terlaksananya perdagangan AFTA-China. 4) Bahwa hasil penelitian ini semoga dapat dimuat dalam jurnal, Insya Allah.

24 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Teori Kebijakan Menurut Bruggink dalam bukunya Refleksi Tentang Hukum pengertian teori adalah kaseluruhan pernyataan (statement, claim, bewenngen) yang saling berkaitan. 16 Tentunya terfokus pada teori hukum yang menjadi kajian atau analisis hukum normatif. 17 Sedangkan pengertian kebijakan istilah lainnya adalah policy disebut sebagai wisdom, dalam arti kebijakan atau kearifan adalah pemikiran-pemikiran/pertimbangan yang mendalam untuk menjadi dasar (landasan) bagi perumusan kebijakan, dan kebijakan ini dalam arti Kebijakan Publik. Kebijakan menurut Thomas R. Dye adalah sebagai pilihan pemerintah untuk menentukan langkah untuk berbuat atau tidak berbuat (to do or not to do). Carl J. Friendrich juga menyebutkan bahwa kebijakan adalah serangkaian konsep tindakan yang diusulkan oleh seseorang atau sekelompok orang atau pemerintah dalam satu lingkungan tertentu dengan menunjukkan hambatan- 16 M.Solly Lubis, (modul) Teori Hukum, (Medan : Universitas Sumatera Utara, 2006), hal 3. Lihat juga B.Arief Sidharta, Meuwissen Tentang Pengembanan Hukum, Ilmu Hukum, dan Filsafat Hukum, (Bandung : Refika Aditama, 2008), hal Achmad Ali, Menguat Teori Hukum (Legal Teori) dan Teori Peradilan (Judicialprudence) Termasuk Interpretasi UndangUndang (Legisprudence), (Jakarta: Kencana Prenada MediaGroup, 2009, hal. 17.

25 hambatan dan peluang, terhadap pelaksanaan usulan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu. 18 Selanjutnya Amara Raksasataya mendefinisikan bahwa kebijakan adalah suatu taktik dan strategi yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan. Ada 3 (tiga) unsur dalam kebijakan menurut Amara: 1. Identifikasi tujuan yang akan dicapai 2. Strategi untuk mencapainya 3. Penyediaan beberapa input atau masukan yang memungkinkan pelaksanaannya. Menganalisa dari beberapa pengertian dan defenisi kebijakan tersebut, maka ada tiga konotasi yang terkait dengan istilah kebijakan publik, khususnya kata publik yaitu: (1). Pemerintah, (2). Masyarakat, dan (3).Umum. Ini tercermin, kata Said, dalam dimensi subjek, objek dan lingkungan dari kebijakan itu. 19 Adapun kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini hanya terfokus kepada poin pertama Kebijakan Pemerintah saja, yakni dimensi subjek yang ditandai oleh adanya kebijakan dari pemerintah, maka dikatakan bahwa salah satu ciri kebijakan itu adalah what government do or not to do. Dengan demikian kebijakan publik itu merupakan serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh pemerintah dengan tujuan tertentu demi kepentingan masyarakat. Jika suatu pemerintah negara melakukan pelayanan dengan berorientasi kepada public interest atau public needs, maka yang harus 18 M. Solly Lubis, Kebijakan Publik, (Bandung : Mandar Maju, 2007), hal Ibid, hal. 8.

26 dipikirkan oleh pemerintah itu adalah How to serve the public?, bagaimana untuk melayani masyarakat?, sehingga pemerintah tersebut bertindak sebagai public sevant pelayanan masyarakat yang menyelenggarakan public service (layanan Publik). 20 Hal ini bisa dilihat pada tataran negara Indonesia pada tahun 1999, yakni disaat arus politik gerakan reformasi mulai bergelora, MPR RI, sebagai Lembaga Negara Tertinggi menetapkan GBHN (Broadlines of the State Policy), sebagai induk kebijakan public (public policy), yang bermuatan luas meliputi semua bidang dan sektor pembangunan nasional, termasuk bidang hukum yang kemudian berlanjut dengan rincian rencana pelaksanaanya dengan konsep Repelita (Rencana Pembangunan Nasional Lima Tahun). 21 Kalau dulu keseluruhan garis kebijakan (state policy) itu dituangkan dalam GBHN, maka sekarang melalui RPJPN, RPJMN, untuk skala nasional disusul RPJPD dan RPJMD untuk skala Daerah. 22 Oleh karena itu kebijakan pembangunan dibidang perdagangan dipusatkan bagi terciptanya kerangka landasan perdagangan yang memungkinkan bidang ini menunjang pelaksanaan pembangunan nasional yang berkesinambungan. Peranan perdagangan dalam pembangunan pada akhirnya dapat dilihat dari seberapa besar sumbangannya dalam pembangunan dalam menunjang pertumbuhan dan stabilitas ekonomi serta pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya. Keberhasilan dibidang perdagangan dalam upaya meningkatkan ekspor sangat penting bagi 20 Ibid, hal M. Solly Lubis, Paradigma Kebijakan Hukum Pasca Reformasi Dalam Rangka Ultah ke- 80 Prof. M. Solly Lubis, (Medan: PT. Sofmedia, 2010), hal Ibid, hal. 73

27 tercapainya pembangunan nasional secara keseluruhan, maka dari aspek inilah terdapat keterkaitan erat antara ekspor dengan pembangunan ekonomi Teori Perdagangan Bebas Berikut ini akan diuraikan pemikiran-pemikiran serta teori yang akan menjadi dasar kerangka bagi penelitian ini yang awalnya lahir dari adanya hubungan-hubungan internasional baik secara bilateral, regional maupun multilateral tentunya dengan prinsip-prinsip dan asas-asas yang berlaku dalam ketentuan-ketentuan hukum internasional dan selanjutnya menjadi teori hukum internasional. Adapun teori tentang perdagangan bebas yang digunakan adalah teori yang dikemukakan oleh Adam Smith ( ), seorang guru besar dibidang Filosofi moral dari Glasgow University pada tahun 1750, sekaligus juga dikenal sebagai ahli teori hukum, bapak ekonomi modern, 24 telah melahirkan teori keadilan (justice), bahwa tujuan keadilan adalah untuk melindungi dari kerugian the end of justice is to secure from injure yang berawal dari persepektif kapitalisme klasik terhadap perdagangan bebas internasional didasarkan pada prinsip laissez faire dalam karyanya yang sangat terkenal An Inquiry to the Nature and Causes of the Wealth Natio. Awalnya kapitalisme dianggap cukup atraktif dimana versi Adam Smith ini diyakini akan mampu memberikan kesejahteraan kepada mayarakat. Dalam The Wealth of Nation Smith juga mendiskripsikan bahwa sistem harga akan 23 Administrator, Tinjauan Efektifitas implementasi Perjanjian ACFTA Bagi Perekonomian Indonesia, tinjauan-efektifitas-implementasi.html. terakhir diakses pada tanggal 25 Mei Bismar Nasution, Diktat Peranan Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi, (Medan: Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2005), hal. 4.

28 bekerja dan bagaimana ekonomi yang bebas dan berkopetensi akan berfungsi tanpa ada campur tangan pemerintah melalui pengalokasian sumber daya dengan cara yang efesien. Smith juga mendiskripsikan pandangan laissez faire atau prinsip bebas melakukan apa saja, bahwa berbagai transaksi ekonomi yang independen akan terdapat harmoni alamiah di mana manusia mencari pekerjaan, produsen menghasilkan barang, konsumen membelanjakan penghasilannya untuk membeli produk yang berdasarkan pilihan masing-masing. 25 Adam Smith percaya bahwa kepentingan pribadi tidak boleh dikekang oleh negara. Lebih jauh dikatakan bahwa selama pasar bebas bersaing, tindakan individu yang didorong oleh kepentingan diri akan berjalan bersama dengan kebutuhan bersama khalayak ramai. Sebagaimana diuraikan Smith bahwa bila dalam transaksi dengan orang lain setiap individu bebas mengejar kepentingannya sendiri, maka bukan hanya individu itu yang beruntung, akan tetapi juga seluruh masyarakat. 26 Meskipun tidak setuju dengan campur tangan pemerintah, akan tetapi seperti diuraikan Smith tersebut, peran negara tidak hilang sama sekali, hanya dikurangi sampai tingkat minimal. Ia juga menegaskan bahwa pemerintah punya tugas yang amat sangat penting dan yang begitu luas serta jelas bagi pemahaman 25 Ningrum Natasya Sirait, Indonesia Dalam Menghadapi Persaingan Internasional, disampaikan pada Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Dalam Bidang Ilmu Hukum Internasional Pada Fakultas Hukum, diucapkan dihadapan Rapat Terbuka Universitas Sumatera Utara, pada tanggal 2 September, Mahmul Siregar, Perdagangan Internasional dan Penanaman Modal : Studi kesiapan Indonesia Dalam Perjanjian Inverstasi Multilateral, (Medan: Universitas Sumatera Utara, Sekolah Pascasarjana, 2005), hal.191. dan lihat juga dalam Adam Smith,Teori Adam Smith, diakses pada 7 Maret 2011.

29 umum. Pertama tugas untuk melindungi masyarakat dari kekarasan dan serbuan negara lain. Untuk melindungi sejauh mungkin setiap warga negara dari ketidakadilan dan pemaksaan/pemerasan yang dilakukan oleh warga lain, atau tugas menyelenggarakan secermat mungkin tata keadilan. 27 Smith juga mengajarkan bahwa perdagangan bebas akan dengan sendirinya menciptakan international devision of labour (pembagian kerja internasional) yang saling menguntungkan, di mana masing-masing negara akan mengekspor barang maupun jasa ke pasar internasional yang dianggap paling menguntungkan dari segi biaya produksi maupun jasa ke pasar internasional. 28 Namun pada prinsipnya mengenai sistem perdagangan bebas ini juga dikembangkan oleh John Meynard Keynes bahwa sistem perdagangan bebas ini adalah sistem ekonomi kapitalis yang terkontrol melalui campur tangan negara. 29 Artinya Keynes menyatakan bahwa perlunya campur tangan pemerintah dan pendanaan langsung dari pemerintah untuk menanggulangi kemerosotan investasi swasta dan daya beli demi untuk merangsang pemulihan ekonomi. Anjuran Keynes ini memunculkan konsep negara kesejahteraan (welfare state) dan membawa perubahan bahwa campur tangan negara dalam masyarakat sangat mengubah pekerjaan yang bisa dilakukan oleh hukum tradisional, 30 dimana peran 27 Ibid, hal Bob s. Hadiwinata dan Aknolt K. Pakpahan, Fair Trade Gerakan Perdagangan Alternatif, (Bandung: Pustaka belajar Oxfam, 2004), hal Ida susanti dan Bayu Seto, Aspek Hukum Dalam Perdagangan Bebas : Menelaah Kesiapan Hukum Indonesia Dalam Melaksanakan Perdagangan Bebas, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2003, hal. 14. Lihat juga dalam diakses pada tanggal 7 Maret Satjipto Rahardjo,SH, Negara Hukum Yang Membahagiakan Rakyatnya, (Mataram: Genta Publishing, 2009), hal. 27.

30 negara yang besar diakui tidak saja untuk menjamin keamanan internal dan ekternal, akan tetapi lebih jauh bertanggung jawab atas sejumlah besar ketidakadilan. Negara harus mengambil peran dalam penghapusan ketidakadilan tersebut dari sistem yang ada melalui sejumlah intervensi ekonomi dan sosial. 31 Salah satu bentuk intervensi dalam konteks hukum adalah keadilan, dan tentunya tidak terlepas dari ketentuan yang mengatur perdagangan bebas termasuk prinsip-prinsip perdagangan yang tertuang dalam ketentuan WTO, bahwa perdagangan bebas bertujuan untuk meningkatkan daya saing ASEAN sebagai basis produksi dalam pasar dunia melalui penghapusan bea dan hambatan non-bea di lingkaran ASEAN dalam AFTA untuk menciptakan pasar yang terintegrasi antara negara anggota ASEAN juga untuk meningkatkan kerja sama ekonomi antara negara ASEAN guna mencapai pertumbuhan ekonomi dan pembangunan yang berkesinambungan bagi semua negara anggota ASEAN dimana hal tersebut sangat penting bagi pencapaian stabilitas dan kemakmuran di kawasan. Hal ini juga sejalan dengan apa yang dikemukan oleh Jhon Rawls dalam teori keadilannya (theory of justice), bahwa keadilan adalah sebagai suatu kejujuran dan kesetaraan ( justice as fairness), 32 yaitu memberikan keuntungan terbesar bagi yang paling tidak diuntungkan serta membuka kesempatan yang fair. Keadilan sebagai konsep yang didasarkan pada asas persamaan dan ketidaksamaan ( equality and inequality) dimana nilai-nilai sosial, kebebasan dan kesempatan, 31 Mahmul Siregar, Buku 1, Op. Cit., hal John Rawls, A Theory of Justice Teori Keadilan Dasar-Dasar Filsafat Politik Untuk Mewujudkan Kesejahteraan Sosial Dalam Negara, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hal. 3.

31 pendapatan dan kemakmuran berdasarkan self respect harus didistribusikan sesama. 33 Namun demikian ketidaksamaan distribusi kemakmuran diperkenankan selama hal tersebut untuk memberikan kebaikan kepada setiap orang. Dengan kata lain, inequalities diperkenankan sepanjang everyone s position be improved. Teori keadilan Jhon Rawls (Rawlsian) yang juga dinamakan sebagai contract theory mengandung maksud bahwa keadilan dalam konteks atau situasi kontraktual dan prinsip timbal balik (reciprocity) yang merupakan salah satu prinsip terkait hubungan dalam perdagangan internasional serta karakter hukum internasional bercirikan suatu sistem hukum yang sifatnya horizontal (horizontal legal system). 34 Konsep keadilan internasional Rawls digambarkan kedalam konteks hukum internasional dan dapat diaplikasikan dalam hal perdebatan melalui negosiasi pengadaan harus terhindar dari unsur manipulasi, dominasi, tekanan terhadap kelompok inferior yang selanjutnya dinamakan kriteria resiprositas juga melahirkan ketegangan internal dalam teori liberal itu sendiri yaitu adanya tensi antara teori keadilan perdagangan utilitarian dan liberatarian. Pertama, bahwa perdagangan internasional yang harus dikontruksi untuk perlindungan kesamaan moral (morality equality) dari semua individu yang dikenakan aturan. Kedua, keadilan dalam pandangan liberal memerlukan hukum perdagangan internasional 33 Ade Manan Suherman, Perdagangan bebas (Free Trade) Dalam Perspektif Keadilan Internasional, (Jurnal Hukum, Vol. 5, No. 2, 2008), hal.252. Lihat juga dalam diakses pada tanggal 17 Maret Ibid, hal. 253.

32 yang berlaku dan menguntungkan negara yang kurang beruntung. Ketiga, bahwa keadilan liberal memasyarakatkan hukum internasional yang tidak mengorbankan hak asasi manusia dan perlindungan efektif terhadap hak asasi manusia untuk mencapai kesejahteraan (welfare gains), keadilan adalah suatu cita-cita dari segala kepentingan hukum perdagangan internasional tidak lain adalah keadilan. Maka keadilan dalam pandangan internasional memerlukan komitmen terhadap perdagangan bebas sebagai elemen fundamental dari hubungan perekonomian yang adil, artinya bahwa prinsip dasar perdagangan bebas tetap menelaah dari aturan-aturan dasar yang terdapat dalam GATT 1994 dan didukung dengan pendapat para ahli hukum khususnya hukum internasional. Dengan demikian pada dasarnya prinsip liberalisasi perdagangan internasional menganggap semua pihak sama kedudukannya dan dalam prinsip ini tersirat prinsip persaingan yang bebas melalui kesempatan yang sama misalnya perdagangan baik secara bilateral maupun regional tetap ketentuannya dalam kerangka WTO dan dengan bergabungnya China dalam AFTA terkait WTO, maka negara-negara berkembang memiliki suara yang lebih berpengaruh pada satu pihak, walaupun terdapat kepentingan China dan kepentingan dari negara-negara berkembang lainnya tidak sepenuhnya berjalan seiring. Selanjutnya mengenai uraian teori di atas tersebut adalah akan menjadi pisau analis untuk membuktikan bahwa norma-norma hukum internasional yang terkait dengan judul penelitian yaitu Analisa Hukum Mengenai kebijakan pemerintah melindungi industri dalam negeri terkait dengan kesepakatan

33 perdagangan regional AFTA-China (Studi Deskriptif Analitis Pada Pemerintah Sumatera Utara). Dalam rangka kajian terhadap analisa hukum mengenai kebijakan pemerintah melindungi industri dalam negeri terkait dengan kesepakatan perdagangan AFTA-China tersebut, perlu memperhatikan sebagai mana diamati hasil studi yang dilakukan Burg s mengenai hukum dan pembangunan terdapat 5 (lima) unsur yang harus dikembangkan agar tidak menghambat ekonomi, yaitu stabilitas (stability), prediksi (predictibily), keadilan (fairness), pendidikan (education), dan pengembangan khusus dari sarjana hukum ( the special development abilities of the lawyer). 35 Selanjutnya Burg s mengemukakan bahwa unsur pertama dan kedua di atas ini merupakan persyaratan supaya ekonomi berfungsi dengan baik. Dalam hal ini stabilitas berfungsi untuk mengakomodasi dan menghindari kepentingankepentingan yang saling bersaing, dan dalam hukum internasional stabilitas berfungsi untuk menyeimbangkan dan mengakomodasi persaingan kepentingan antara kelompok negara berkembang dengan kelompok negara maju dengan kapasitas masih dalam lingkup kerangka WTO. Sedangkan prediksi merupakan kebutuhan untuk bisa memprediksi ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan ekonomi suatu negara 36. Hal ini sejalan dengan J.D. Ny. Hart, yang mengemukakan konsep hukum sebagai dasar 35 Leonard J. Theberge, Law and Economic Development, Journal of International and Policy, Vol.9, 1980), hal. 232, dikutip dalam Bismar Nasution, Hukum Kegiatan Ekonomi I, (Bandung : Books Terrace & Library, 2009), hal Ibid.

34 pembangunan ekonomi yaitu predictability, procedural capability, codification of goals, education, balance, definition and clarity of status serta accommodation. 37 Aspek keadilan fairness adalah ukuran yang menyeimbangkan kepentingan-kepentingan lembaga WTO di satu pihak, dengan kepentingan masyarakat di negara-negara berkembang di pihak lainnya, terutama yang berkenaan dengan hubungan-hubungan internasional, contoh dalam kesepakatan perdagangan bebas internasional AFTA-China dan setiap problema perdagangan yang timbul sebagai akibat perjanjian dalam kerangka WTO harus benar-benar diselesaikan dengan ketentuan atau norma-norma hukum internasional. Keadilan yang diharapkan dari perdagangan bebas AFTA-China ini adalah memperoleh keuntungan yang besar bagi semua negara anggota khususnya AFTA- China dengan tidak membedakan antara negara-negara maju dengan negaranegara berkembang. Kaitannya dengan perdagangan, dalam bentuk apapun ada kelompok besar dan kelompok kecil yang terlibat dalam kegiatan dagang atau pelaku usaha. Keadilan yang diharapkan dalam hal ini, ketika keduanya bersatu harus berdasarkan prinsip kesetaraan tanpa harus menghilangkan perbedaanperbedaan tersebut. Dengan kata lain, nilai dasar yang hendak dicari dan diperoleh oleh berbagai peraturan hukum adalah keadilan. Masyarakat ASEAN khususnya yang tergabung dalam AFTA-China merasakan, bahwa keadilan tercapai apabila seseorang yang tidak bersalah tidak dikenakan hukuman, juga dirasakan adil jika seorang kreditur dilindungi haknya untuk mendapatkan kembali uangnya dari 37 J.D.Ny. Hart, The Rule of Law in Economic Development dikutip dalam Erman Rajagukguk, Peranan Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi, Jilid 2, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1995), hal

35 sidebitur. Keadilan tercermin pula apabila negara yang sudah cukup memiliki modal, mengalirkan modalnya ke negara yang kekurangan modal. 38 Jelas, bahwa semua sistem hukum ASEAN mempunyai persamaan yang besar dan mendasar adalah sama-sama mencari keadilan yang benar-benar adil, seperti yang dicita-citakan orang cerdik pandai Aristotels, Adam Smith, John Rawls dan lain-lainnya yang tidak disebutkan dalam tulisan penelitian ini, tentunya mereka banyak mengajukan analisis tentang keadilan. 39 Artinya jika dikaitkan dalam perdagangan AFTA-China, Indonesia dan China tentunya terdapat perbedaan, misalnya produk China terkenal dengan harga murah dan relatif bagus sehingga dapat bersaing dengan produk lokal. Namun harga saja bukan faktor yang menentukan konsumen untuk membeli. Oleh karena itu, sebaiknya konsumen juga harus memperhatikan kualitas, purna jual, pelayanan, dan faktor-faktor lainnya. Maka ada baiknya keputusan pembelian konsumen dipengaruhi oleh 4P yaitu Product atau produk, Price atau harga, Place atau distribusi, dan Promotion atau promosi, sehingga perbedaan-perbedaan tersebut jangan dihilangkan, artinya penentuan untuk membeli ada pada pihak konsumen. B. Konsepsi Kerangka konsepsional ini penting untuk dirumuskan agar tidak tersesat kepemahaman yang lain di luar maksud penulis dalam penelitian ini. Konsepsional ini merupakan alat yang dipakai oleh hukum disamping unsur 38 Charles Himawan, Hukum Sebagai Panglima, ( Jakarta: Buku Kompas, 2006), hal Ibid, hal. 43

36 lainnya seperti asas dan standart. Oleh karena itu, kebutuhan untuk membentuk konsepsional merupakan salah satu inti sari hal-hal yang dirasakan penting dalam hukum. Konsepsional adalah suatu konstruksi mental yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh suatu proses yang berjalan dalam pikiran penelitian untuk keperluan analisis. Untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini perlu didefenisikan beberapa konsep dasar sehingga diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. Adapun konsep yang dimaksud pada penelitian ini antara lain: 1. Hukum internasional adalah keseluruhan kaidah dan azas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara, antara negara dengan negara, negara dengan subjek hukum lain bukan negara atau subjek hukum bukan negara satu sama lain. 2. Perjanjian Internasional adalah perjanjian dalam bentuk dan sebutan apapun, yang diatur oleh hukum internasional dan dibuat secara tertulis oleh pemrintah Republik Indonesia dengan satu atau lebih negara, organisasi internasional atau subjek hukum internasional lainnya, serta menimbulkan hak dan kewajiban pada Pemerintah Republik Indonesia yang bersifat hukum Publik. 40 Perjanjian Internasional dalam hal ini adalah Asean-China Free Trade Agreement. 40 Pasal 1 angka 3 UU No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri,dan pasal 1 butir 1 UU No. 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. Lihat juga I Wayan Parthiana. Hukum Perjanjian Internasional,bag.I, (Bandung: Mandar Maju, 2002), hal. 12.

37 3. Perdagangan bebas adalah masuknya barang dan jasa dari satu unsur ke unsur lain tanpa dikenai tarif, dan merupakan sebuah konsep ekonomi yang mengacu kepada Harmonizet Commodity Deskription and Coding System (HS) dengan ketentuan dari World Customs Organization. Dengan kata lain perdagangan bebas disebut juga sebagai tidak adanya hambatan buatan (hambatan yang diterapkan pemerintah) dalam perdagangan antara individual dan perusahaan-perusahaan yang berada di negara yang berbeda. 4. Perdagangan Internasional adalah perdagangan yang bersifat lintas batas yang dilintasi oleh negara dalam suatu perdagangan internasional yang sering dibatasi oleh berbagai pajak negara. 5. Kebijakan pemerintah adalah suatu kearifan atau seperangkat keputusan yang diambil oleh pelaku-pelaku politik termasuk pemerintah dalam rangka memilih tujuan dan bagaimana cara untuk mencapai tujuan tersebut. 6. Industri Dalam Negeri adalah suatu industri atau perusahaan (pabrik) yang menghasilkan barang-barang dalam negeri secara domestik. 7. ACFTA (Asean China Free Trade Agreement) atau juga dikenal dengan AFTA-China adalah perjanjian perdagangan bebas antara negara-negara ASEAN yang tergabung dalam AFTA dengan China.

BAB I PENDAHULUAN. Pembentukan World Trade Organization (WTO) telah memberikan konsep

BAB I PENDAHULUAN. Pembentukan World Trade Organization (WTO) telah memberikan konsep BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembentukan World Trade Organization (WTO) telah memberikan konsep liberalisasi perdagangan kepada dunia khususnya kepada negara-negara anggota, dimana konsep dasar

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMERINTAH MELINDUNGI INDUSTRI DALAM NEGERI TERKAIT DENGAN KESEPAKATAN PERDAGANGAN REGIONAL AFTA-CHINA. 0leh :

KEBIJAKAN PEMERINTAH MELINDUNGI INDUSTRI DALAM NEGERI TERKAIT DENGAN KESEPAKATAN PERDAGANGAN REGIONAL AFTA-CHINA. 0leh : KEBIJAKAN PEMERINTAH MELINDUNGI INDUSTRI DALAM NEGERI TERKAIT DENGAN KESEPAKATAN PERDAGANGAN REGIONAL AFTA-CHINA 0leh : 1. Halimatul Maryani 2. Ferry Susanto Limbong Abstrak UMN AL- wasliyah Medan, Jln.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga perdagangan antar negara menjadi berkembang pesat dan tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. sehingga perdagangan antar negara menjadi berkembang pesat dan tidak hanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemenuhan kebutuhan ekonomi suatu negara saat ini tidak bisa terlepas dari negara lain. Perdagangan antar negara menjadi hal yang perlu dilakukan suatu negara. Disamping

Lebih terperinci

Menerjang Arus Globalisasi ACFTA dan Masa Depan Ekonomi Politik Indonesia

Menerjang Arus Globalisasi ACFTA dan Masa Depan Ekonomi Politik Indonesia Menerjang Arus Globalisasi ACFTA dan Masa Depan Ekonomi Politik Indonesia Tahun 2001, pada pertemuan antara China dan ASEAN di Bandar Sri Begawan, Brunei Darussalam, Cina menawarkan sebuah proposal ASEAN-China

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era

BAB I PENDAHULUAN. membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi hal yang wajar apabila perkembangan peradaban manusia membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era perdagangan global yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai terbentuk ditandai dengan berbagai peristiwa

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional.

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional. ABSTRAK Indonesia telah menjalankan kesepakan WTO lewat implementasi kebijakan pertanian dalam negeri. Implementasi kebijakan tersebut tertuang dalam deregulasi (penyesuaian kebijakan) yang diterbitkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL

MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL INDONESIA DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL (SERI 1) 24 JULI 2003 PROF. DAVID K. LINNAN UNIVERSITY OF

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan

Lebih terperinci

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia No.92, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PENGESAHAN. Agreement. Asosiasi Bangsa-Bangsa Asia Tenggara. Republik Rakyat Tiongkok. Penyelesaian Sengketa. Kerja Sama Ekonomi. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PENERAPAN STANDAR NASONAL INDONESIA (SNI) TERHADAP PRODUK IMPOR DALAM RANGKA PERJANJIAN ASIANCHINA FREE TRADE AREA (ACFTA) SKRIPSI

PENERAPAN STANDAR NASONAL INDONESIA (SNI) TERHADAP PRODUK IMPOR DALAM RANGKA PERJANJIAN ASIANCHINA FREE TRADE AREA (ACFTA) SKRIPSI PENERAPAN STANDAR NASONAL INDONESIA (SNI) TERHADAP PRODUK IMPOR DALAM RANGKA PERJANJIAN ASIANCHINA FREE TRADE AREA (ACFTA) SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk

Lebih terperinci

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B.

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. Outline Sejarah dan Latar Belakang Pembentukan AFTA Tujuan Strategis AFTA Anggota & Administrasi AFTA Peranan & Manfaat ASEAN-AFTA The

Lebih terperinci

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN SECOND PROTOCOL TO AMEND THE AGREEMENT ON TRADE IN GOODS UNDER THE FRAMEWORK AGREEMENT ON COMPREHENSIVE ECONOMIC COOPERATION AMONG THE GOVERNMENTS OF THE MEMBER COUNTRIES OF

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip umum perdagangan bebas adalah menyingkirkan hambatan-hambatan

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip umum perdagangan bebas adalah menyingkirkan hambatan-hambatan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Prinsip umum perdagangan bebas adalah menyingkirkan hambatan-hambatan teknis perdagangan (technical barriers to trade) dengan mengurangi atau menghilangkan tindakan

Lebih terperinci

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES (PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN KOMITMEN PAKET KEENAM DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan perdagangan antar negara yang dikenal dengan perdagangan internasional mengalami perkembangan yang pesat dari waktu ke waktu. Perdagangan internasional merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 1. perubahan perilaku konsumsi dan transaksi dan sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 1. perubahan perilaku konsumsi dan transaksi dan sebagainya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat saat ini, secara sadar memahami bahwa dalam pola hidup bermasyarakat, penegakan hukum sangat berperan penting, tidak hanya mengatur bagaimana manusia berperilaku,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Hukum Perjanjian Internasional Undang-undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional selanjutnya disingkat UUPI merupakan pelaksanaan dari Pasal 11 Undang-

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

ARAH PEMBANGUNAN HUKUM DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015 Oleh: Akhmad Aulawi, S.H., M.H. *

ARAH PEMBANGUNAN HUKUM DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015 Oleh: Akhmad Aulawi, S.H., M.H. * ARAH PEMBANGUNAN HUKUM DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015 Oleh: Akhmad Aulawi, S.H., M.H. * Era perdagangan bebas di negaranegara ASEAN tinggal menghitung waktu. Tidak kurang dari 2 tahun pelaksanaan

Lebih terperinci

Efektivitas ASEAN Economic Community Terhadap Optimalisasi Kualitas Industri Kerajinan Keramik Dinoyo Malang

Efektivitas ASEAN Economic Community Terhadap Optimalisasi Kualitas Industri Kerajinan Keramik Dinoyo Malang PASAR BEBAS Efektivitas ASEAN Economic Community Terhadap Optimalisasi Kualitas Industri Kerajinan Keramik Dinoyo Malang Latar Belakang Integrasi ekonomi merupakan salah satu sarana dalam meningkatkan

Lebih terperinci

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN didirikan di Bangkok 8 Agustus 1967 oleh Indonesia, Malaysia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Intellectual Property

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Intellectual Property 18 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Munculnya Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Intellectual Property Rights (IPR) sebagai bahan pembicaraan dalam tataran nasional, regional, dan internasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian. Menurut data BPS (2010), jumlah penduduk yang bekerja di sektor

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN KERANGKA KERJA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK ISLAM PAKISTAN TENTANG KEMITRAAN EKONOMI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjuangan Indonesia terkait dengan prinsip Wawasan Nusantara telah membuahkan hasil dengan diakuinya konsep negara kepulauan atau archipelagic state secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penelitian Negara-negara di seluruh dunia saat ini menyadari bahwa integrasi ekonomi memiliki peran penting dalam perdagangan. Integrasi dilakukan oleh setiap negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan resiprokal antara dua mitra dagang atau lebih. RTA mencakup

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan resiprokal antara dua mitra dagang atau lebih. RTA mencakup BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Regional Trade Agreements (RTA) didefinisikan sebagai kerjasama perdagangan resiprokal antara dua mitra dagang atau lebih. RTA mencakup free trade agreements (FTA),

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 28 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN TIM NASIONAL UNTUK PERUNDINGAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL PRESIDEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buah-buahan merupakan sumber vitamin A, C, serat, dan mineral yang sangat berguna sebagai zat pengatur tubuh manusia. Vitamin dan mineral yang banyak terkandung dalam

Lebih terperinci

Kerja sama ekonomi internasional

Kerja sama ekonomi internasional Meet -12 1 hubungan antara suatu negara dengan negara lainnya dalam bidang ekonomi melalui kesepakatankesepakatan tertentu, dengan memegang prinsip keadilan dan saling menguntungkan. Tujuan umum kerja

Lebih terperinci

Sambutan oleh: Ibu Shinta Widjaja Kamdani Ketua Komite Tetap Kerjasama Perdagangan Internasional Kadin Indonesia

Sambutan oleh: Ibu Shinta Widjaja Kamdani Ketua Komite Tetap Kerjasama Perdagangan Internasional Kadin Indonesia Sambutan oleh: Ibu Shinta Widjaja Kamdani Ketua Komite Tetap Kerjasama Perdagangan Internasional Kadin Indonesia Disampaikan Pada Forum Seminar WTO Tanggal 12 Agustus 2008 di Hotel Aryaduta, Jakarta Kepada

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 28 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN TIM NASIONAL UNTUK PERUNDINGAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL PRESIDEN

Lebih terperinci

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional E k o n o m i I n t e r n a s i o n a l 101 Materi Minggu 12 Kerjasama Ekonomi Internasional Semua negara di dunia ini tidak dapat berdiri sendiri. Perlu kerjasama dengan negara lain karena adanya saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut saling terkait satu dengan yang lainnya. Untuk memulai hal tersebut akan dipaparkan contoh yang sangat sederhana.

BAB I PENDAHULUAN. tersebut saling terkait satu dengan yang lainnya. Untuk memulai hal tersebut akan dipaparkan contoh yang sangat sederhana. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan manusia dalam kesehariannya memang tidak dapat dilepaskan dari berbagai aspek. Aspek tersebut antara lain seperti aspek hukum, ekonomi, sosial, budaya

Lebih terperinci

Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5

Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5 Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5 1 PENGERTIAN GLOBALISASI Globalisasi: Perekonomian dunia yang menjadi sistem tunggal yang saling bergantung satu dengan yang lainnya Beberapa kekuatan yang digabungkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Dalam beberapa dekade belakangan ini, perdagangan internasional telah

PENDAHULUAN. Dalam beberapa dekade belakangan ini, perdagangan internasional telah PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam beberapa dekade belakangan ini, perdagangan internasional telah tumbuh dengan pesat dan memainkan peranan penting dan strategis dalam perekonomian global. Meningkatnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) / ASEAN Economic Community (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini merupakan agenda utama negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

PERDAGANGAN INTERNASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERDAGANGAN INTERNASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, w w w.bpkp.go.id KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 28 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN TIM NASIONAL UNTUK PERUNDINGAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperoleh dengan melakukan kerjasama dengan negara-negara lain, walaupun. akan sangat menarik dijalankan (Ulfah, 2013: 2).

BAB I PENDAHULUAN. diperoleh dengan melakukan kerjasama dengan negara-negara lain, walaupun. akan sangat menarik dijalankan (Ulfah, 2013: 2). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi sangat berperan dalam perkembangan dunia secara keseluruhan. Dengan adanya globalisasi seakan dunia tidak memiliki batasan dan jarak, tidak lagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada akhir tahun 2015 ini, negara-negara yang tergabung dalam ASEAN, akan memasuki era baru penerapan perdagangan bebas kawasan Asia Tenggara, yaitu ASEAN Free Trade

Lebih terperinci

PENGATURAN PERDAGANGAN BEBAS DALAM ASEAN-CHINA FREE TRADE AREAL (ACFTA) DAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA

PENGATURAN PERDAGANGAN BEBAS DALAM ASEAN-CHINA FREE TRADE AREAL (ACFTA) DAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA PENGATURAN PERDAGANGAN BEBAS DALAM ASEAN-CHINA FREE TRADE AREAL (ACFTA) DAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Oleh: SRI OKTAVIANI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional memiliki peranan penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu negara terhadap arus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada. tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada. tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World Trade Organization ditandatangani para

Lebih terperinci

ERD GANGAN INTERNA INTERN SIONA SION L

ERD GANGAN INTERNA INTERN SIONA SION L PERDAGANGAN INTERNASIONAL PIEw13 1 KEY QUESTIONS 1. Barang-barang apakah yang hendak dijual dan hendak dibeli oleh suatu negara dalam perdagangan internasional? 2. Atas dasar apakah barang-barang tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. krisis keuangan dunia secara relatif mulus. Perlambatan pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. krisis keuangan dunia secara relatif mulus. Perlambatan pertumbuhan ekonomi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan merupakan penggerak utama pembangunan perekonomian nasional, yang memberikan daya dukung dalam meningkatkan produksi, menciptakan lapangan pekerjaan, meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur perekonomian internasional yang lebih bebas dengan jalan menghapuskan semua hambatanhambatan

Lebih terperinci

KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL. Bab 3

KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL. Bab 3 KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL Bab 3 1. Pengertian Kerjasama Ekonomi Internasional Hubungan antara suatu negara dengan negara lainnya dalam bidang ekonomi melalui kesepakatan-kesepakatan tertentu, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri jasa konstruksi memiliki arti penting dan strategis dalam pembangunan nasional mengingat industri jasa konstruksi menghasilkan produk akhir berupa bangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Liberalisasi perdagangan kini telah menjadi fenomena dunia. Hampir di seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok perdagangan bebas

Lebih terperinci

Pengaruh Globalisasi Ekonomi Terhadap Perkembangan Ekonomi Indonesia

Pengaruh Globalisasi Ekonomi Terhadap Perkembangan Ekonomi Indonesia Pengaruh Globalisasi Ekonomi Terhadap Perkembangan Ekonomi Indonesia Oleh : Indah Astutik Abstrak Globalisasi ekonomi merupakan proses pengintegrasian ekonomi nasional ke dalam sistim ekonomi global yang

Lebih terperinci

BENTUK KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL.

BENTUK KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL. BENTUK KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL BADAN-BADAN KERJASAMA EKONOMI KERJA SAMA EKONOMI BILATERAL: antara 2 negara KERJA SAMA EKONOMI REGIONAL: antara negara-negara dalam 1 wilayah/kawasan KERJA SAMA EKONOMI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cina mulai mengajukan diri untuk menjadi anggota WTO sejak Juli 1986

BAB I PENDAHULUAN. Cina mulai mengajukan diri untuk menjadi anggota WTO sejak Juli 1986 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cina mulai mengajukan diri untuk menjadi anggota WTO sejak Juli 1986 dimana saat itu WTO masih berbentuk GATT ( General Agreement On Tariffs and Trade ). Dengan tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi suatu negara ke dalam kawasan integrasi ekonomi telah menarik perhatian banyak negara, terutama setelah Perang Dunia II dan menjadi semakin penting sejak tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tanaman Apel Apel adalah jenis buah-buahan, atau buah yang dihasilkan dari pohon buah

Lebih terperinci

2 masing-masing negara masih berhak untuk menentukan sendiri hambatan bagi negara non anggota. 1 Sebagai negara dalam kawasan Asia Tenggara tentunya p

2 masing-masing negara masih berhak untuk menentukan sendiri hambatan bagi negara non anggota. 1 Sebagai negara dalam kawasan Asia Tenggara tentunya p 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi yang semakin maju ini ada banyak isu-isu yang berkembang. Bukan hanya isu mengenai hard power yang menjadi perhatian dunia, tetapi isu soft

Lebih terperinci

SIAPA YANG DIUNTUNGKAN DALAM PERJANJIAN PERDAGANGAN BEBAS?

SIAPA YANG DIUNTUNGKAN DALAM PERJANJIAN PERDAGANGAN BEBAS? SIAPA YANG DIUNTUNGKAN DALAM PERJANJIAN PERDAGANGAN BEBAS? Oleh: Ahmad Syariful Jamil, S.E., M.Si Calon Widyaiswara Ahli Pertama Belum selesai proses penarikan diri Inggris dari keanggotaan Uni Eropa,

Lebih terperinci

Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1

Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1 Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1 Pengertian Globalisasi Globalisasi: Perekonomian dunia yang menjadi sistem tunggal yang saling bergantung satu dengan yang lainnya Beberapa kekuatan yang digabungkan menyulut

Lebih terperinci

KERJASAMA INTERNASIONAL PERGURUAN TINGGI: Pengalaman di Universitas Negeri Yogyakarta

KERJASAMA INTERNASIONAL PERGURUAN TINGGI: Pengalaman di Universitas Negeri Yogyakarta KERJASAMA INTERNASIONAL PERGURUAN TINGGI: Pengalaman di Universitas Negeri Yogyakarta Oleh: Satoto E. Nayono Kantor Urusan Internasional dan Kemitraan - Universitas Negeri Yogyakarta Jalan Colombo 1, Yogyakarta

Lebih terperinci

untuk memastikan agar liberalisasi tetap menjamin kesejahteraan sektor swasta. Hasil dari interaksi tersebut adalah rekomendasi sektor swasta yang

untuk memastikan agar liberalisasi tetap menjamin kesejahteraan sektor swasta. Hasil dari interaksi tersebut adalah rekomendasi sektor swasta yang Bab V KESIMPULAN Dalam analisis politik perdagangan internasional, peran politik dalam negeri sering menjadi pendekatan tunggal untuk memahami motif suatu negara menjajaki perjanjian perdagangan. Jiro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan World Trade Organization (selanjutnya disebut WTO) melalui

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan World Trade Organization (selanjutnya disebut WTO) melalui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang telah meratifikasi pembentukan World Trade Organization (selanjutnya disebut WTO) melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

MATERI PERDAGANGAN LUAR NEGERI

MATERI PERDAGANGAN LUAR NEGERI MATERI PERDAGANGAN LUAR NEGERI A. Definisi Pengertian perdagangan internasional merupakan hubungan kegiatan ekonomi antarnegara yang diwujudkan dengan adanya proses pertukaran barang atau jasa atas dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Organization (WTO), General Agreement on Tarrifs and Trade (GATT), dan General Agreement on Trade in Services (GATS) tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. Organization (WTO), General Agreement on Tarrifs and Trade (GATT), dan General Agreement on Trade in Services (GATS) tidak hanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Profesi akuntan di Indonesia sekarang menghadapi tantangan yang semakin berat. Tantangan tersebut adalah berikut ini. Pertama, World Trade Organization (WTO),

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN KERJA SAMA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN LUAR NEGERI

PETUNJUK PELAKSANAAN KERJA SAMA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN LUAR NEGERI LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : TANGGAL : PETUNJUK PELAKSANAAN KERJA SAMA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN LUAR NEGERI I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam era globalisasi ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi ekonomi bagi seluruh bangsa di dunia adalah fakta sejarah yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan ASEAN. Globalisasi

Lebih terperinci

E UNIVERSITAS SEBELAS MARET

E UNIVERSITAS SEBELAS MARET Implementasi agreement on trade related investment measures (persetujuan tentang kebijakan investasi yang berkaitan dengan perdagangan) oleh pemerintah Indonesia Beteng Sehi E.0000074 UNIVERSITAS SEBELAS

Lebih terperinci

ii Ekonomi Internasional

ii Ekonomi Internasional Pendahuluan ii Ekonomi Internasional Daftar Isi iii EKONOMI INTERNASIONAL Oleh : Lia Amalia Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2007 Hak Cipta 2007 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang

Lebih terperinci

Oleh : Putu Ayu Satya Mahayani I Ketut Sujana Hukum Keperdataan, Fakultas Hukum, Universitas Udayana

Oleh : Putu Ayu Satya Mahayani I Ketut Sujana Hukum Keperdataan, Fakultas Hukum, Universitas Udayana IMPLIKASI HUKUM PERSETUJUAN GENERAL AGREEMENT ON TRADE IN SERVICES (GATS) WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) TERHADAP PENGATURAN KEPARIWISATAAN DI INDONESIA Oleh : Putu Ayu Satya Mahayani I Ketut Sujana Hukum

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. Liberalisasi perdagangan merupakan salah satu tujuan organisasi

BAB III PENUTUP. Liberalisasi perdagangan merupakan salah satu tujuan organisasi 66 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Liberalisasi perdagangan merupakan salah satu tujuan organisasi internasional yaitu World Trade Organization. Sektor pertanian merupakan salah satu bidang yang menjadi

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia BAB 5 KESIMPULAN Dalam bab terakhir ini akan disampaikan tentang kesimpulan yang berisi ringkasan dari keseluruhan uraian pada bab-bab terdahulu. Selanjutnya, dalam kesimpulan ini juga akan dipaparkan

Lebih terperinci

Pertama-tama, perkenanlah saya menyampaikan permohonan maaf dari Menteri Luar Negeri yang berhalangan hadir pada pertemuan ini.

Pertama-tama, perkenanlah saya menyampaikan permohonan maaf dari Menteri Luar Negeri yang berhalangan hadir pada pertemuan ini. PAPARAN WAKIL MENTERI LUAR NEGERI NILAI STRATEGIS DAN IMPLIKASI UNCAC BAGI INDONESIA DI TINGKAT NASIONAL DAN INTERNASIONAL PADA PERINGATAN HARI ANTI KORUPSI SEDUNIA JAKARTA, 11 DESEMBER 2017 Yang terhormat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang lainnya yang

BAB I PENDAHULUAN. di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang lainnya yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan dunia perdagangan tidak dapat dilepaskan dari pembangunan di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang lainnya yang pelaksanaannya dititikberatkan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBANGUNAN PERTANIAN DI ERA GLOBALISASI (Konsolidasi Agribisnis dalam Menghadapi Globalisasi)

BAB IV PEMBANGUNAN PERTANIAN DI ERA GLOBALISASI (Konsolidasi Agribisnis dalam Menghadapi Globalisasi) BAB IV PEMBANGUNAN PERTANIAN DI ERA GLOBALISASI (Konsolidasi Agribisnis dalam Menghadapi Globalisasi) Sebagai suatu negara yang aktif dalam pergaulan dunia, Indonesia senantiasa dituntut untuk cepat tanggap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah 17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ASEAN terbentuk pada tahun 1967 melalui Deklarasi ASEAN atau Deklarasi Bangkok tepatnya pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok oleh Wakil Perdana Menteri merangkap

Lebih terperinci

Boks 1 SURVEI : DAMPAK ASEAN CHINA FREE TRADE AREA (ACFTA) TERHADAP UMKM DI PROVINSI RIAU I. LATAR BELAKANG

Boks 1 SURVEI : DAMPAK ASEAN CHINA FREE TRADE AREA (ACFTA) TERHADAP UMKM DI PROVINSI RIAU I. LATAR BELAKANG Boks SURVEI : DAMPAK ASEAN CHINA FREE TRADE AREA (ACFTA) TERHADAP UMKM DI PROVINSI RIAU I. LATAR BELAKANG Kawasan perdagangan bebas (Free Trade Area/FTA) telah menghasilkan paradigma terhadap keunggulan

Lebih terperinci

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 I. PENDAHULUAN Kegiatan Sosialisasi Hasil dan Proses Diplomasi Perdagangan Internasional telah diselenggarakan

Lebih terperinci

ACFTA sebagai Tantangan Menuju Perekonomian yang Kompetitif Rabu, 07 April 2010

ACFTA sebagai Tantangan Menuju Perekonomian yang Kompetitif Rabu, 07 April 2010 ACFTA sebagai Tantangan Menuju Perekonomian yang Kompetitif Rabu, 07 April 2010 Awal tahun 2010 dimulai dengan hentakan pemberlakuan ACFTA atau ASEAN-China Free Trade Area. Pro-kontra mengenai pemberlakuan

Lebih terperinci

Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya. WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama. Fungsi WTO. Tujuan WTO 4/22/2015

Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya. WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama. Fungsi WTO. Tujuan WTO 4/22/2015 WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama Hanif Nur Widhiyanti, S.H.,M.Hum. Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya TidakterlepasdarisejarahlahirnyaInternational Trade Organization (ITO) dangeneral

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/M-DAG/PER/8/2010

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/M-DAG/PER/8/2010 PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/M-DAG/PER/8/2010 TENTANG SURAT KETERANGAN ASAL (CERTIFICATE OF ORIGIN) UNTUK BARANG EKSPOR INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dalam melaksanakan pembangunan Nasional, perlu melakukan perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang ekonomi yang mengarah

Lebih terperinci

SISTEM PENETAPAN NILAI PABEAN (CUSTOMS VALUATION) YANG BERLAKU DI INDONESIA

SISTEM PENETAPAN NILAI PABEAN (CUSTOMS VALUATION) YANG BERLAKU DI INDONESIA SISTEM PENETAPAN NILAI PABEAN (CUSTOMS VALUATION) YANG BERLAKU DI INDONESIA Oleh : Sunarno *) Pendahuluan Nilai pabean adalah nilai yang digunakan sebagai dasar untuk menghitung Bea Masuk. Pasal 12 UU

Lebih terperinci

IMPLIKASI AFTA TERHADAP KEGIATAN INVESTASI DAN HUKUM INVESTASI INDONESIA

IMPLIKASI AFTA TERHADAP KEGIATAN INVESTASI DAN HUKUM INVESTASI INDONESIA IMPLIKASI AFTA TERHADAP KEGIATAN INVESTASI DAN HUKUM INVESTASI INDONESIA Oleh: Dr. Bismar Nasution, SH, MH Berkembangnya kerjasama ekonomi regional sebagaimana dibuat ASEAN, yang akan menjadi ASEAN Free

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK DEMOKRATIK TIMOR- LESTE TENTANG AKTIFITAS KERJA SAMA DIBIDANG PERTAHANAN

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Prinsip perluasan Uni Eropa adalah semua anggota harus memenuhi ketentuan yang dimiliki oleh Uni Eropa saat ini, antara lain menyangkut isu politik (kecuali bagi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan

BAB V KESIMPULAN. masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan BAB V KESIMPULAN Penelitian ini membahas salah satu isu penting yang kerap menjadi fokus masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan berkembangnya isu isu di dunia internasional,

Lebih terperinci

perdagangan, industri, pertania

perdagangan, industri, pertania 6. Organisasi Perdagangan Internasional Untuk mempelajari materi mengenai organisasi perdagangan internasional bisa dilihat pada link video berikut: https://bit.ly/2i9gt35. a. ASEAN (Association of South

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Kota Pekalongan, Jawa Tengah, sudah sejak lama terkenal dengan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Kota Pekalongan, Jawa Tengah, sudah sejak lama terkenal dengan 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Kota Pekalongan, Jawa Tengah, sudah sejak lama terkenal dengan kerajinan batiknya. Kerajinan batik telah secara turun-temurun diwariskan dari generasi ke generasi,

Lebih terperinci

Dhiani Dyahjatmatmayanti, S.TP., M.B.A.

Dhiani Dyahjatmatmayanti, S.TP., M.B.A. Pertemuan 5 Dinamika Organisasi Internasional Dhiani Dyahjatmatmayanti, S.TP., M.B.A. STTKD Yogyakarta Jl.Parangtritis Km.4,5 Yogyakarta, http://www.sttkd.ac.id info@sttkd.ac.id, sttkdyogyakarta@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan mendatangkan atau membeli barang-barang kebutuhan tersebut dari

BAB I PENDAHULUAN. dengan mendatangkan atau membeli barang-barang kebutuhan tersebut dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada kenyataannya, sejak zaman dahulu sampai sekarang, tidak ada satu negara pun yang bisa memenuhi semua kebutuhan konsumsi rakyatnya. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA RINGKASAN EKSEKUTIF SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 4 INVESTASI UNI EROPA PENDORONG PERDAGANGAN INDONESIA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL TO INCORPORATE TECHNICAL BARRIERS TO TRADE AND SANITARY AND PHYTOSANITARY MEASURES INTO THE AGREEMENT ON TRADE IN GOODS

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 2 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemekaran daerah adalah pembentukan wilayah administratif baru di tingkat provinsi maupun kota dan kabupaten dari induknya. Alasan paling mengemuka dalam wacana pemekaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang, dimana tiap-tiap industri bersaing mengembangkan produk atau

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang, dimana tiap-tiap industri bersaing mengembangkan produk atau 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Di era globalisasi saat ini, dunia perindustrian semakin hari semakin berkembang, dimana tiap-tiap industri bersaing mengembangkan produk atau jasa-nya agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Seperti kita ketahui, perdagangan bebas telah menjadi topik kebijakan publik yang paling hangat diperdebatkan menjelang penerapan perdagangan bebas dunia. Salah satu

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP ASEAN-CHINA FREE TRADE AGREEMENT (ACFTA) DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENGATURAN PENANAMAN MODAL

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP ASEAN-CHINA FREE TRADE AGREEMENT (ACFTA) DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENGATURAN PENANAMAN MODAL TRANSPARENCY, Jurnal Hukum Ekonomi, Feb-Mei 2013. Volume I Nomor 1 TINJAUAN YURIDIS TERHADAP ASEAN-CHINA FREE TRADE AGREEMENT (ACFTA) DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENGATURAN PENANAMAN MODAL Suspim G.P Nainggolan

Lebih terperinci