KOMPLEMENTASI KEDELAI DEBIGAN BERAS; UNTUK PEMBUATAN TEMPE

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KOMPLEMENTASI KEDELAI DEBIGAN BERAS; UNTUK PEMBUATAN TEMPE"

Transkripsi

1 ., " r..4 KOMPLEMENTAS KEDELA DEBGAN BERAS; UNTUK PEMBUATAN TEMPE Oleh KlSMAWAN THEN F FAKULTAS TEKNOLOG PERTANlAN PJSTTUT PERTANAN BOGOR B O G O R

2 Kismawan Then. F Komplementasi Kedelai denqan Beras untuk Pembuatan Tempe. Di bawah bimbingan Dra. Suliantari, MS. RNGKASAN Dalam penelitian ini dilakukan pembuatan tempe dari campuran kedelai dan beras denqan tujuan untuk meninqkatkan mutu qizi tempe, terutama mutu proteinnya dan juga untuk meninqkatkan daya cerna protein tempe yang dihasilkan. Perlakuan yanq digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua faktor, yaitu perbandingan penqqunaan kedelai dan beras (80:20, 70:30 dan 60:40) serta lamanya fermen-tasi (24, 34 dan 44 jam). Perbandinqan penggunaan kedelai dan beras berpenqaruh terhadap kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan kadar serat makanan serta beberapa sifat organoleptilc seperti warna, rasa dan penilaian umum tempe. Sedangkan interalcsi antara perbandingan penqyunaan kedelai dan beras denqan lamanya fermentasi berpengaruh terhadap kadar abu serta tekstur tempe. semakin banyak beras yang digunakan dalam pembuatan tempe maka kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan kadar serat makanan serta tinqkat kesukaan panelis terhadap warna, rasa dan penilaian umum tempe semakin menurun, tetapi daya cerna protein tempe yang diuji..

3 secara in vitro semakin meningkat. Lama fermentasi berpengaruh terhadap kadar protein, kadar lemak, "total volatile nitrogenu, kadar serat makanan dan tekstur tempe serta uji organoleptik warna tempe. Semakin lama waktu fermentasi maka kadar protein, "total volatile nitrogent1 dan tingkat kesukaan panelis terhadap warna tempe semakin meningkat, sedang- kan kadar lemak dan kadar serat makanan semakin berkurang serta tekstur tempe semakin lunak. Nilai kesukaan panelis dalam uji organoleptik hedonilc terhadap warna, kekompakan, rasa dan penilaian umum tempe berkisar antara netral sampai suka. Analisa asam amino menunjukkan adanya kenaikan kandungan asam amino dan skor kimia tempe beras dan kedelai yang dihasilkan, tapi umumnya menunjukkan penurunan kandungan hampir seluruh asam amino dan skor kimia ' jika dibandingkan dengan kandungan asam amino tempe kedelai.

4 KCMPLEMENTAS KEDEM DENGAN BERAS UNTUK PEMBUATAN TEMPE Oleh KSMAWAN THEN F SKRPS sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada jurusan Teknologi Pangan dan Gizi Fakultas Teknologi Pertanian nstitut Pertanian Bogor 1992 FAKULTAS TEKNOLOG PERTANAN NSTTUT PERTANAN BOGOR BOGOR

5 NSTTUT PERTANAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOG PERTANAN KOM'LEMENT.AS KEDEU DENGAN BERM UNTUK PEMBUATAN TEMPE SKRPS sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi Oleh KSMAWAN THEN F dilahirkan tanggal 28 Oktober 1968 di Tasikmalaya Tanggal lulus : 24 Pebruari 1992

6 KATA PENGANTAR Ucapan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat pertolongan-nya maka tugas akhir dan penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian selama lima bulan di laboratorium Kimia Pangan Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi dan di laboratorium Mikrobiologi Pangan PAU, nstitut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada: 1. Dra. Suliantari, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan perhati- an selama penelitian dan penyusunan skripsi ini. 2. r. Ni Luh Puspitasari, M.Sc dan r. Sutrisno Kos- wara bagai dosen penguji. 3. Papa, Mama dan kakak-kakak tercinta. 4. Wisian, Tigor, sti, Lia dan semua teman-teman di Asrama Gilang Kencana. Penulis menyadari skripsi ini belum sempurna, sehingga saran dan kritikan yang membangun sangat diharapkan dan akan diterinia dengan tangan terbuka. Akhir kata semoga sripsi ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya. Bogor, Pebruari 1992 Penulis

7 DAFTAR S1 Halaman vi... X... xi ZEDELA...* Botani Komposisi Kimia Kedelai Botani Komposisi Kimia Beras... 6 KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPRA'J PENDAHULUAN TNJAUAN PUSTAKA A B 3ERAS 6 C. TEMPE Nilai Gizi dan Manfaat Tempe Pembuatan Tempe Perubahan Selama Fermentasi xii 1 D. LARU TEMPE E. XOMPLEMENTAS BAHAN DAN METODA PENELTAN A. BAHAN DAN ALAT B. METODA Penelitian Pendahuluan Penelitian Utama... 19

8 C. PENGAMATAN Kadar Air Kadar Abu Kadar Protein Kadar Lemak Total Volatile Nitrogen Kadar Serat Makanan Uji Organoleptik Uji Tekstur 9. Uji Daya Cerna Protein in vitro dengan Teknik Enzim. Hsu et a Analisa Asam Amino... V. HAS; DAN PEMBAHASAN... A. PENELTAN PENDAWULUAN... PENELTAN LANJUTAN... B. 1. Kadar Air Kadar Abu Kadar Protein Kadar Lemak Total Volatile Nitrogen Kadar Serat Makanan Tekstur Uji Organoleptik Daya Cerna Protein in vitro Analisa Asam Amino

9 V. KESPPULAN DAN SARAN A. KESMPULAN B. SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPRAN... 66

10 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Komposisi kimia kedelai... 5 Tabel 2. Komposisi asam amino esensial kedelai... 5 Tabel 3. Komposisi proksimat beras pecah kulit dan beras giling (% berat kering)... 7 Tabel 4. Komposisi rata-rata asam amino esensial pada beras giling... 7 Tabel 5. Komposisi kedelai dan tempe (% berat kering)... 9 Tabel 6. Vitamin dan mineral dalam tempe segar Tabel 7. Kemampuan spesies-spesies Rhizopus dalam menghasilkan enzim Tabel 8. Data hasil analisa proksimat kedelai dan beras (%) Tabel 9. Hasil uji daya cerna protein in vitro pada tempe Tabel 10. Kandungan asam amino tempe kedelai dan kandungan asam amino serta skor kimia tempe dari campuran kedelai dan beras... 60

11 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar 1. Tahapan-tahapan pembuatan tempe kedelai secara tradisional (Shurtleff dan Aoyagi, 1979) Proses pembuatan laru murni (Rahman, 1989) Proses pembuatan tempe campuran beras dan kedelai Histogram hubungan perbandingan kedelai dan beras terhadap kadar abu tempe Histogram hubungan perbandingan kedelai dan beras serta lamanya fermentasi terhadap kadar protein tempe Histogram hubungan perbandingan kedelai dan beras terhadap kadar lemak tempe Histogram hubungan lama fermentasi terhadap kandungan total volatile nitrogen pada tempe Histogram hubungan perbandingan kedelai dan beras serta lamanya fermentasi terhadap kadar serat makanan pada tempe... 47

12 DAFTAR LAMPRAN Halaman Lampiran 1. Data hasil analisa tempe kedelai dan beras... Lampiran 2. Nilai rata-rata hasil uji hedonik tempe dari beras dan kedelai... Lampiran 3. Analisa ragam kadar air tempe... Lampiran 4a. Analisa ragam kadar abu tempe... Lampiran 4b. Uji BNJ pengaruh perbandingan penggunaan kedelai dan beras terhadap kadar abu tempe... Lampiran 4c. Uji BNJ pengaruh interaksi perbandingan penggunaan kedelai dan beras dengan lama fermentasi terhadap kadar abu tempe... Lampiran 5a. Analisa ragam kadar protein tempe... Lampiran 5b. Uji BNJ pengaruh perbandingan penggunaan beras dan kedelai terhadap kadar protein tempe... Lampiran 5c. Uji BNJ pengaruh lama fermentasi terhadap kadar protein tempe... Lampiran 6a. Analisa ragam kadar lemak tempe... Lampiran 6b. Uji BNJ pengaruh perbandingan penggunaan kedelai dan beras terhadap kadar lemak tempe... Lampiran 6c. Uji BNJ pengaruh lama fermentasi terhadap kadar lemak tempe... Lampiran 7a. Analisa ragam total volatile nitrogen tempe... Lampiran Yb. Uji BNJ pengaruh lamanya fermentasi terhadap total volatile nitrogen tempe...

13 Lampiran 8a. Analisa ragam kadar serat makanan tempe... Lampiran 8b. Uji BNJ pengaruh perbandingan penggunaan kedelai dan beras terhadap kadar serat makanan tempe... Lampiran 8c. Uji BNJ pengaruh lama fermentasi terhadap kadar serat makanan tempe.. Lampiran 9a. Analisa ragam tekstur tempe... Lampiran 9b. Uji BNJ pengaruh lama fermentasi terhadap tekstur tempe... Lampiran 9c. Uji BNJ pengaruh interaksi perbandingan penggunaan kedelai dan beras dengan lama fermentasi terhadap tekstur tempe... Lampiran 13a. Analisa ragam warna tempe (hedonik).. Lampiran lob. Uji BNJ pengaruh perbandingan penggunaan kedelai dan beras terahadap warna tempe (hedonik)... Lampiran i0c. Uji BNJ pengaruh lama fermentasi terhadap warna tempe (hedonik)... Lampiran 11. Analisa ragam-kekompakan tempe (hedonik)... Lampiran,:L2. Analisa ragam aroma tempe (hedonik).. Lampiran l:3a. Analisa ragam rasa tempe (hedonik).. Lampiran 13b. Uji BNJ pengaruh perbandingan penggunaan kedelai dan beras terhadap rasa tempe (hedonik)... Lampiran 14a. Analisa ragam penilaian umum tempe (hedonik)... Lampiran 14b. Uji BNJ pengaruh perbandingan penggunaan kedelai dan beras terhadap penilaian umum tempe (hedonik)... Lampiran.15. Contoh formulir uji organoleptik (hedonik)...

14 Lampiran 16a. Gambar tempe dari campuran kedelai dan beras. Dengan perlakuan perbandingan kede1ai:beras = 80:20 dan lama fermentasi 24 jam Lampiran 16b. Gambar tempe dari campuran kedelai dan beras. Dengan perlakuan perbandingan kede1ai:beras = 70:30 dan lama fermentasi 34 jam Lampiran 16c. Gambar tempe dari campuran kedelai dan beras. Dengan perlakuan perbandingan kede1ai:beras = 60:40 dan lama fermentasi 44 jam

15 . PENDAHULUAN Kelturangan kalori dan protein (KKP) dapat terjadi baik pada bayi, anak-anak maupun orang dewasa. Anak-anak yang di bawah tiga tahun serta ibu-ibu yang sedang mengandung atau menyusui merupakan golongan yang sangat rawan gizi. Menurut Winarno (1988), pada tahun 1978 diketahui bahwa sekitar 30% anak-anak pra sekolah di ndonesia menderita gizi kurang dan 3% anak pra sekolah menderita gizi buruk. D i samping itu <KP terjadi juga pada 7% ibu hamil dan pada ibu menyusui sebanyak 3%. Masalnh kekurangan kalori dan protein ini harus di- atasi, karena KKP ini sangat menghambat pembentukan manusia yang berkualitas tinggi dan selanjutnya bisa menghambat pembangunan bangsa. Usaha-usaha untuk mengatasi masalah KKP ini telah banyak dilakukan, di antaranya adalah pembuatan bahan makan- an campuran (BMC) dari beras dan kedelai untuk anak-anak di bawah lima tahun, ibu-ibu hamil dan ibu-ibu yang menyusui. Fungsi beras di sini adalah untuk memenuhi kebutuhan sedangkan kedelai untuk mencukupi kebutuhan protein. kalori Bahan makanan campuran ini harganya relatif murah, karena bahan bakunya dapat diperoleh di setiap tempat. Produk lain yang dapat dibuat dari bahan campuran kedelai dan beras adalah tempe. Dibandingkan dengan berbagai jenis makanan olahan nabati yang lain, tempe merupakan jenis

16 yang paling menonjol. Hal ini karena selain pembuatannya mudah dan harganya rendah, tempe juga memiliki nilai gizi yang sangat tinggi Sampai sekarang kedelai masih merupakan bahan utama pembuatan tempe, karena kedelai merupakan bahan pangan nabati yang mempunyai nilai protein yang tinggi. Namun demikian protein kedelai mempunyai faktor pembatas, yaitu kekurangan asam amino metionin dan sistin, sehingga pemanfaatan protein kedelai oleh tubuh tidaklah efisien. Salah satu cara untuk menghilangkan faktor pembatas yang ada pada protein kedelai adalah mengkombinasikah kedelai dengan bahan pangan lain yang memiliki kandungan asam amino metionin dan sistin cukup besar, misalnya beras. Kekurangan asam amino lisin pada beras dapat diatasi oleh kelebihan lisin dari kedelai. Pembuatan tempe dari kedelai dan beras akan meningkatkan mutu dan daya cerna protein tempe yang dihasillcan. Hal ini karena fermentasi dalam pembuatan tempe akan menyebabkan protein pada bahan balcu terurai sebagian menjadi asam-asam amino yang relatif lebih mudah diserap ole11 tubuh. Selain itu fermentasi juga dapat menghilangkan zat anti nutrisi yany terdapat pada bahan baku. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan mutu gizi dan daya cerna tempe. Selain itu penelitian juga bertujuan untuk menambah keragaman jenis tempe dalam rangka menunjang program diversifikasi pangan.

17 11. TNJAUAN PUSTAKA A. KEDELA 1. Botani Kedelai merupakan tanaman semusim, berupa semak rendah, tumbuh tegak, berdaun lebat, dengan beragam morfologi. Tinggi tanaman berkisar antara 10 sampai 200 cm, dapat bercabang sedikit atau banyak tergantung kultivar dan lingkungan hidup (Hidajat, 1985). Klasifikasi kedelai sendiri adalah sebagai berikut : Ordo Famili Sub famili Genus Sub genus spesies : Polypetales : Leguminosae : Papilionideae : Glycine : soja : Glycine max (L.) Merrill Di ndonesia pada umumnya kedelai digolongkan berdasarkan umur dan warna bijinya. Berdasarkan umur, kedelai dibedakan atas tiga golongan, yaitu varietas genjah yang berumur hari, varietas setengah dalam berumur hari dan varietas dalam yang berumur lebih dari 90 hari. Berdasarkan warna biji, kedelai dibedakan atas kedelai putih.

18 atau kuning, hitam dan hijau. Perbedaan warna kulit kedelai disebabkan karena perbedaan pigmen, yang dikandungnya. Warna kulit kedelai berpengaruh terhadap penggunaan kedelai sebagai bahan pangan (Somaatmadja, 1964). 2. Komposisi Kimia Kedelai Kedelai merupakan sumber gizi yang sangat baik. Kedelai mengandung 35-38% protein yang bermutu tinggi, karena mengandung semua asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh. Selain itu kedelai juga mengandung asam amino lisin dalam jumlah yang berlebih, sehingga cocok dikombinasikan dengan serelia yang umumnya kekurangan lisin. Hal tersebut akan meningkatkan jumlah protein yang dapat digunakan tubuh sampai 42% (Shurtleff dan Aoyagi, 1979). Komposisi kimia kedelai dan komposisi asam amino esensial pada kedelai dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2. Selain zat-zat gizi yang sangat berguna, ternyata kedelai juga mengandung faktor-faktor antinutrisi yang merugikan. Misalnya antitripsin, hemaglutinin, saponin dan asam fitat. Untuk menginak- tifkan faktor-faktor antinutrisi tersebut, agar

19 Tabel 1. Komposisi kimia kedelai (%)* KOMPONEN MN MAKS RATA-RATA air abu lemak serat protein pentosan karbohidrat lain * Somaatmadja (1964) Tabel 2. Komposisi asam amino esensial kedelai* ASAM AMNO JUMLAH (mg/g N) metionin-sistin 165 treonin 247 valin 291 lisin 391 leusin 494 fenilalanin-tirosin 506 isoleusin 290 triptof an 7 6 * Murata et al. (1967) diperoleh produk dengan nilai gizi yang maksimum, dapat dilakukan pemanasan dengan pengaturan suhu dan waktu yang tepat (Muchtadi, 1989). Selain itu zat ahti nutrisi juga bisa dihilangkan dengan perebusan, perkecambahan dan fermentasi.

20 B. BERAS 1. Botani Tanaman padi atau beras (Oryza sativa L.) termasuk tanaman rumput-rumputan setahun, berbatang banyak, beruas bulat, berlubang dan mempunyai daun bendera yang menempel pada pelepah daun (Darmadjati, 1981). Tanaman padi dapat tumbuh dengan baik di daerah pasang surut sampai daerah kering di dataran tinggi (Lu dan Chang, 1979). Tanaman padi di Asia dibedakan atas tiga jenis eko-geografi (jenis yang sesuai dengan lingkungan setempat), yaitu ndika, Javanika dan Japonika atau Sinika. ndika merupakan tipe utama yang tumbuh di daerah tropis dan sub tropis. Javanika terutama ditanam di ndonesia dan negara-negara tetangganya. Japonika atau Sinika terdapat di daerah dingin daerah sub tropis dan daerah bersuhu sedang (Damar- djati, 1983). 2. Komposisi Kimia Beras Beras merupakan bahan pangan yang penting sebagai sumber kalori. Tapi selain itu beras juga mengandung zat gizi lain yang cukup penting, seperti

21 protein dan lemak. Komposisi kimia beras dan kompo- sisi asam amino beras dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4. Tabel 3. Komposisi proksimat beras pecah kuiit dan beras giling (% berat kering) * KOMPONEN BERAS BERAS GZLNG PECAH KULT Protein 9 Lemak kasar 2.5 Serat kasar 1.2 Abu 1.7 Ekstraksi bebas nitrogen 86 Guia 1.1 Pentosan 2.3 * Bhattacharya (1979) Tabel 4. Komposisi rata-rata asam amino esensial pada beras giling* ASAM M NO JUMLAH (mgjg N) Metionin-sistin 289 Treonin Valin Lisin 226 Leusin 506 Fenilalanin-tirosin 616 soleusin 253 Triptof an * Juiiano (1981)

22 C. TEMPE Tempe adalah makanan hasil fermentasi yang sangat populer di ndonesia. Umumnya tempe terbuat dari kedelai yang telah dimasak, tapi bisa juga dibuat dari bahan lain seperti kacang kara benguk, beras, gandum ataupun kelapa. Bahan-bahan tersebut setelah jadi tempe akan saling terikat satu sama lain oleh miselium dari kapang Rhizopus membentuk "padatan" yang putih dan kompak (Shurtleff dan Aoyagi, 1979). 1. Nilai Gizi dan Manfaat Tempe Ditinjau dari segi gizi, tempe mengandung protein sekitar 19% berat basah atau lebih dari 45% berat kering. Sekitar 56% dari seluruh protein tersebut dapat dimanfaatkan oleh tubuh manusia. Jadi setiap 100 gram tempe segar dapat menyumbangkan 10.9 gram protein bagi tubuh manusia, artinya lebih dari 25% kebutuhan protein bagi orang dewasa (Winarno, 1985). Kedelai merupakan sumber protein yang kaya, selain itu kedelai juga banyak mengandung zat gizi yang lain, tetapi hanya sebagian dari zat gizi tersebut yang dapat digunakan oleh tubuh. Jika kedelai diolah menjadi tempe, maka selama fermentasi terjadi perubahan yang dapat meningkatkan nilai gizi

23 dan juga daya cernanya (Shurtleff dan Aoyagi, 1979). Nilai gizi kedelai dan tempe kedelai tidaklah berbeda jauh, tapi pada tempe mutu gizinya bagi tubuh menjadi lebih baik. Untuk lebih jelasnya nilai gizi tempe dan kedelai dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Komposisi kedelai dan tempe* (% berat kering) ZAT GZ KEDELA TEMPE Protein Lemak Karbohidrat (serat) (3-7) (7.2) Abu *' Slamet dan Tarwotjo (1980) Tempe merupakan sumber kalsium, fosfor dan besi yang baik serta juga merupakan sumber vitamin yang baik khususnya tiamin, riboflavin, piridoksin, asam folat dan vitamin B12. Setiap 100 gram tempe segar mampu menyediakan sekitar 18-30% kebutuhan vitamin per hari yang dianjurkan oleh Widya Karya Pangan dan Gizi 1983 (Winarno, 1985), seperti dapat dilihat pada Tabel 6. Khusus untuk vitamin B12 (sianokobalamin), tempe merupakan makanan nabati yang paling kaya kandungan vitamin BZ-nya. Vitamin B12 biasanya

24 10 Tabel 6. Vitamin dan mineral dalam tempe segar GZ JUMLAH PER SARAN WDYA KARYA 100 g TEMPE (1983) Vitamin A Tiamin Riboflavin Niasin Asam Pantotenat Piridoksin Folasin - Vitamin B12 Biotin Kalsium Fosf or Besi 42.U mg 0.65 mg 2.52 mg 4000.U. 1.0 mg 1.8 mg 21.0 mg jarang terdapat pada makanan nabati, padahal vitamin ini sangat penting bagi pembentukan sel-sel darah merah dan untuk mencegah anemia (Shurtleff dan Aoyagi, 1979). Menurut Winarno (1988) produk nabati lain yang mengandung vitamin B12 adalah oncom dari bungkil kacang tanah dan produk fermentasi kedelai yang lain seperti tauco dan kecap ~embuatan Tempe Pada umumnya pembuatan tempe kedelai masih dilakukan secara tradisional dengan menggunakan peralatan yang masih sederhana. Pembuatan tempe kedelai dimulai dengan pencucian kedelai, dilan- jutkan dengan perebusan kedelai, perendaman selama

25 semalam, perebusan kedua, penirisan, pemberian laru tempe dan terakhir inkubasi (Gambar 1). Cara lain pembuatan tempe kedelai secara tradisional adalah dengan menghilangkan proses perebusan pertama (Steinkraus et al., 1960) kemudian langsung direndam semalam, dan setelah itu baru dilakukan pengupasan kulit kedelai. Perebusan berfungsi untuk memudahkan pengupasan kedelai dari kulitnya dan melunakkan biji kedelai agar memudahkan pertumbuhan kapang selama fermentasi, karena kapang sulit tumbuh pada kedelai yang masih keras (steinkraus, 1960). Perendaman semalam berfungsi untuk memberi kesempatan air masuk ke dalam biji dan agar terjadi fermentasi asam oleh bakteri. Hal ini diperlukan untuk mencegah atau melindungi tempe dari mikroba yang tidak dikehendaki (Winarno, 1985). Untuk merendam kedelai dapat digunalcan air biasa atau air yang ditambah dengan asam sehingga mencapai ph antara 4-5. Asam-asam yang dapat digunakan untuk menurunkan ph air rendaman kedelai adalah asam cuka atau asam laktat (Suliantari dan Rahayu, 1990). Tahap akhir pembuatan tempe adalah inkubasi atau fermentasi kacang kedelai oleh kapang tempe. Produk dikatakan sudah menjadi tempe yang baik jika miselium kapang sudah menutupi kedelai dengan

26 KEDELA KERNG 1 dicuci 1 direbus (30 menit) 1 ditiriskan dan dikupas T dipisahkan dari kulit kacang kedelai 1 4 direndam dan prafermentasi (24 jam) direbus (30-90 menit) 1 ditiriskan didinginkan (suhu kamar) 1 diinokulasi i dikemas diinkubasi (36-48 jam) 1 TEMPE KEDELA Gambar 1. Tahapan-tahapan pembuatan tempe kedelai secara tradisional (Shurtleff dan Aoyagi, 1979)

27 sempurna dan tanpa adanya pembentukan spora yang berwarna hitam atau kehitaman (Ayres et al., 1980). Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan tempe adalah oksigen, uap air, suhu dan keaktifan laru (Suliantari dan Rahayu, 1990). 3. Perubahan Selama Fermentasi Menurut Sudarmadji (1977) yang dikutip oleh Shurtleff dan Aoyagi (1979), disebutkan bahwa pada 30 jam pertama fermentasi terjadi kenaikan jumlah asam lemak bebas, pertumbuhan kapang dan sejumlah bakteri yang mungkin mengkontaminasi tempe, serta terjadi juga kenaikan suhu. Selama jam pertama, pertumbuhan kapang tidak begitu terlihat. Kemudian terjadi perubahan yang cepat, yaitu permukaan kacang kedelai terselubungi oleh miselium putih yang makin lama makin tebal. Mikroba pengkontaminasi yang mungkin terdapat pada tempe di antaranya adalah bakteri gram positif, bakteri gram negatif dan staphylococcus, tapi pertumbuhan bakteri gram positif tidaklah signifikan (Fardiaz et al., 1990). Dan menurut Steinkraus (1.983) dalam Fardiaz et al. (1990), jenis mikroba yang tumbuh selama fermentasi tempe tergantung pada

28 suhu inkubasi dan metoda perendaman, perebusan serta penanganan lebih lanjut. D. LARU TEMPE Untuk membuat tempe dibutuhkan inokulum atau laru tempe. Laru tempe dapat dijumpai dalam berbagai bentuk, misalnya bentuk tepung atau yang menempel pada daun waru dan dikenal dengan nama "usar". Laru bentuk tepung dibuat dengan cara menumbuhkan spora kapang pada bahan, dikerinqkan kemudian ditumbuk. Bahan yang dapat diguna- kan untuk sporulasi dapat bermacam-macam, seperti misalnya tepung terigu, beras, jagung atau umbi-umbian (Suliantari dan Rahayu, 1990). Rhizopus oligosporus merupalcan spesies kapang yang utama dalam pembuatan tempe. D i antara sekian banyak jenis kapang tempe yang ada, Rhizopus oligosporus memi- liki aktivitas protease dan lipase yang tinggi namun rendah kemampuan amilolitiknya. Hal ini menyebabkan Rhizopus oligosporus ideal untuk pembuatan tempe dari serelia ataupun campuran serelia dan kedelai. Strain yang paling banyak digunakan dan sangat disukai adalah Rhizopus oligosporus NRRL Strain ini sangat cocok untuk pembuatan tempe dari serelia ataupun campuran antara serelia dan kedelai (Shurtleff dan Aoyagi, 1979).

29 Steinkraus et al. (1960) menyebutkan bahwa strain kapang Rhizopus untuk pembuatan tempe harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut: tumbuh cepat pada 37'~, aktivitas proteolitik yang tinggi, mampu untuk menghasilkan aroma, rasa dan tekstur khas tempe, tidak dapat memfermentasi sukrosa, daya lipolitik yang tinggi dan juga menghasilkan antioksidan. Hesseltine et al. (1963) menyatakan bahwa Rhizopus merupakan kapang khas dalam pembuatan tempe. Umumnya Rhizopus yang digunakan untuk pembuatan tempe adalah: R. oryzae, R. oligosporus, R. arrhizuss dan R. stolonifer, yang masing-masing mempunyai kemampuan memproduksi enzim yang berbeda, seperti dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Kemampuan spesies-spesies Rhizopus dalam menghasilkan enzim AMLASE PROTEASE PEKTNASE LPASE PRODUKS ASMl LAKTAT E. KOMPLEMENTAS Mutu protein suatu makanan berbeda satu dengan yang lainnya, ha1 ini tergantung pada jumlah dan komposisi asam-asam amino yang terkandung di dalamnya. Umumnya

30 asam-asam amino dari protein nabati mempunyai nilai gizi yang kurang dibandingkan dengan asam-asam amino hewani. Padahal, sebagian besar masyarakat di negara yang sedang berkembang, konsumsi protein dalam makanannya berasal dari protein nabati. Di ndonesia hampir 67% (64.5% %) sumber protein dari makanannya berasal dari serelia dan hampir 89% dari protein yang dikonsumsi berasal dari tumbuh-tumbuhan (Slamet dan Purwisastra, 1979). Protein kedelai memiliki kandungan asam amino yang lengkap dan kaya akan asam amino lisin, tetapi kekurang- an asam amino belerang yaitu metionin dan sistin. SebaliLnya beras memiliki kandungan metionin dan sistin yang tinggi tetapi kekurangan lisin (Muchtadi, 1989). Untuk memperbaiki nilai gizi protein nabati dapat ditempuh dua cara, yaitu suplementasi dengan asam amino yang l~ekurangan, atau dengan komplementasi antar dua sumber protein sehingga kekurangan masing-masing akan saling tertutupi. Komplementasi yang telah terbukti dapat meningkatkan nilai gizi protein adalah campuran kedelai dengan beras atau campuran biji kapas dan kedelai (Muchtadi, 1989). Sebagai contoh adalah campur- an tepung kedelai sangrai dengan tepung beras yang digunakan dalam usaha peningkatan gizi keluarga di daerah-daerah tertentu (Winarno, 1988).

31 111. BAHAN DAN METODA PENELTAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah kacang kedelai eks impor RRC dan beras R-36 diperoleh dari sekitar Bogor. nokulum yang dipakai adalah kultur murni Rhizopus oligosporus NRRL 2710 yang diperoleh dari Balai Penelitian Veteriner, Bogor. Bahan-bahan kimia untuk analisa, seperti NaOH, H~sO~, aseton, petroleum benzene, larutan versene 0.5%, larutan NDF, TCA, multi enzim dan lain-lain; diperoleh dari laboratorium Kimia Pangan jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, laboratorium BPPHP/AP-4 (Bangsal Percontohan Pengolahan Hasil Pertanian) serta dari toko kimia. Peralatan yang digunakan adalah panci, kompor, ayakan, plastik pembungkus, peralatan gelas untuk anali sa kimia, oven, tanur, penetrometer, Soxtec System KT 12, Kjeldahl, ph-meter, spektrometer, freeze-drier, HPLC (Shimadzu Pout, LC-1) dan alat-alat bantu yang lain. B. METODA 1. Penelitian Pendahuluan Pada penelitian pendahuluan dilakukan pembuatan

32 laru tempe dengan menggunakan kultur murni Rhizopus oligosporus NRRL 2710 (Gambar 2), penentuan kisaran kadar air optimum untuk fermentasi, analisa proksimat kedelai dan beras (kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan kadar serat kasar), mempelajari cara pembuatan tempe campuran beras dan kedelai (Gambar 3) serta menentukan lamanya fermentasi sehingga diperoleh tempe yang bailc. Untuk mengetahui lamanya fermentasi dilakukan uji organoleptik terhadap produk tempe. beras 10 g air 10 ml +- 1 diaduk disterilisasi 121' C, 15 menit didinginkan + diinokulasi dengan 1 ml suspensi R. oliqosporus 1 diinkubasi 30-32O C, 2-3 hari dikeringkan (40 c) i dihaluskan Gambar 2. Proses pembuatan laru murni (Rahman, 1989)

33 2. Penelitian Utama Pada penelitian utama dipelajari pengaruh rasio jumlah kedelai dan beras serta lamanya waktu fermentasi terhadap mutu dan penerimaan tempe yang dihasilkan. Produk yang dihasilkan dianalisa proksimat (kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak), kadar "total volatile nitrogen", kadar serat makanan, uji tekstur, uji organoleptik, uji daya cerna protein in vitro, serta analisa komposisi asam amino. Perlakuan-perlakuan pada penelitian utama adalah: A = perbandingan antara kedelai dan beras dalam pembuatan tempe A1 = 80% : 20% A2 = 70% : 30% A3 = 60% : 40% B = waktu fermentasi (inkubasi) dalam pembuatan tempe B1 = 24 jam B2 = 34 jam B3 = 44 jam

34 XEDELA dicuci 1 direbus 30 menit BERAS direndam semalam dicuci 1-1 dipisahkan dari kulit diaron J dicampur 1 + ditanak 20 menit i diaduk dan didinginkan 1 diinokulasi dengan kapang. (1 g laru / kg bahan) -1 dibungkus plastik LDPE yang telah diberi lubang-lubang udara i diinkubasi TEMPE Gambar 3. Proses pembuatan tempe campuran kedelai dan beras Rancangan percobaan yang dipakai adalah ran- cangan acak lengkap faktorial dengan dua kali ulang- an. Model rancangannya adalah sebagai berikut:

35 Yijk = hasil yang diamati pada taraf rasio penggu- naan kedelai dan beras ke-i, lama fermentasi ke-j dan ulangan ke-k!j = pengaruh rata-rata Ai = pengaruh rasio penggunaan kedelai dan beras pada taraf ke-i j ABij = pengaruh waktu fermentasi pada taraf ke-j = pengaruh interaksi rasio penggunaan kedelai dan beras pada taraf ke-i dan lama fermentasi ce- j 'ijk = pengaruh pengacakan pada rasio penggunaan ke- delai dan beras ke-i, waktu fermentasi ke-j dan ulangan ke-k C. PENGAMATAN 1. Kadar Air (Apriyantono dkk, 1989) - Cawan lcosong dikeringkan dalam oven selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang. - Sampel ditimbang cepat sebanyak kurang lebih 5 gram ke dalam cawan. - Cawan yang berisi sampel ditempatkan dalam oven dan dikeringkan sampai beratnya tetap.

36 - Cawan dipindahkan ke dalam desikator, didinginkan kemudian ditimbang. Perhitungan: Persen kadar air (wet basis) = (w2/wl) x 100 wl = berat sampel (gram) w2 = kehilangan berat (gram) 2. Kadar Abu (Apriyantono dkk, 1989) - Cawan pengabuan dibakar dalam tanur, didinginlcan dalam desikator dan ditimbanq. - Sampel sebanyak 3-5 gram ditimbang ke dalam cawan pengabuan, kemudian dibakar dalam tanur sampai didapatkan abu berwarna abu-abu atau sampai beratnya tetap. Pengabuan dilakukan dalam dua tahap, yaitu pertama pada suhu 400 c dan kemudian dilanjutkan pada suhu - Cawan didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Perhitungan: Persen abu = berat abu (g) berat sampel (g) x i00

37 3. Kadar Protein (Apriyantono dkk, 1989) Kadar protein ditentukan dengan metoda Kjeldahl- mikro. - Sejumlah kecil sampel ditimbang (kira-kira membutuhkan 2-10 ml HC N atau 0.02 N) ke dalam labu Kjeldahl 30 ml. Tambahkan g K2S04, mg HgO dan ml H2S04. Jika sampel lebih dari 15 mg, tambahlcan 0.1 ml H2S04 untuk setiap 10 mg bahan organik di atas 15 mg. Sampel kemudian dididihkan (didestruksi) selama l - 1% jam sampai cairan jadi jernih. -. Cairan hasil destruksi didinginkan dan sejumlah kecil air ditambahkan secara perlahanlahan, kemudian didinginkan lagi. - si labu dipindahkan ke dalam alat destilasi dan labu dibilas 5-6 kali dengan 1-2 ml air, air bilasan ini dipindahkan ke dalam alat destilasi. - Erlenmeyer 125 ml yang berisi 5 ml larutan H3B03 jenuh dan 2-4 tetes indikator (campuran 2 bagian metil merah 0.2% dalam alkohol dan 1 bagian metilen blue 0.2% dalam alkohol) ditempatkan di bawah kondensor. Ujung tabung kondensor terendam di dalam larutan H3B03.

38 - Larutan NaOH-Na2S203 sebanyak 8-10 ml di- tambahkan, kemudian dilakukan destilasi sampai tertampung kira-kira 15 ml destilat dalam erlenmeyer. - Tabung kondensor dibilas dengan air dan bi- lasannya ditampung dalam erlenmeyer yang sama. si erlenmeyer dititrasi dengan HC N sampai terjadi perubahan warna jadi abu-abu. - Penetapan blanko juga dilakukan. Perhitungan: % N = (ml HC1-ml blanko) x N KC1 x x 100 mg sampel % protein = % N x faktor konversi - faktor konversi beras = faktor konversi kedelai = Kadar Lemak (Anonim, 1983) Analisa kadar lemak dilakukan dengan alat Soxtec System HT Sampel sebanyak 3-5 gram ditimbang dan dimasukkan ke dalam selulosa timbal, kemudian selulosa timbal dipasangkan pada cincin pasangannya (adapter). - Selulosa timbal dipasangkan pada penyangga.

39 Dengan 'penyangga ini selulosa timbal kemudian dipasangkan pada kondensor. - Tombol pada alat "Soxtec System HT 12" dipindahkan ke posisi ltboilingl' (pendidihan). Magnet pada alat wsoxtec System HT 12" menarik cincin penyangga. akan Kemudian tombol dipindahkan lagi ke posisi "rinsingu (pembilasan). - Cawan ekstraksi (berat tepat sudah diketahui) berisi ml pelarut dipasangkan pada kondensor dan kemudian dijepit sehingga menempel pada kondensornya. - Tombol kemudian dipindahkan ke posisi "boil- ing" sehingga selulosa timbal akan tercelup dalam pelarut. - Pendidihan dilakukan selama satu jam. Sete- lah pendidihan selesai, tombol dipindahkan lagi ke posisi "rinsing". - Pelarut kemudian diambil lagi dari kondensor dengan cara katup kondensor ditutup sehingga aliran pelarut tertahan sehingga tertampung. - Setelah proses ekstraksi selesai, cawan eks- traksi diambil dan dioven sebentar untuk menguapkan sisa pelarut yang mungkin masih ada. - Cawan ekstraksi kemudian ditimbang. Selisih

40 berat cawan menunjukkan jumlah lemak yang terekstraksi. Perhitungan: berat lemak (gram) % lemak = x 100 berat sampel (gram) 5. Total Volatile Nitrogen (Apriyantono dkk, 1989) - Sampel sebanyak 100 gram ditimbang ke dalam waring blender, kemudian ditambahkan larutan TCA (tri chloro acetic acid) 5% sebanyak 300 ml. Waring blender dijalankan sampai campuran jadi homogen. - Campuran TCA dipisahkan dengan cara sentrifuse - Ekstrak TCA sebanyak 5 ml dimasukkan ke dalam alat destilasi Kjeldahl semi mikro, dan ditambah NaOH 2 M sebanyak 5 ml. Kemudian dilakukan destilasi di mana destilat ditangkap dengan 15 ml HC M standar. - Beberapa tetes merah fen01 ditambahkan ke dalam destilat, lalu destilat dititrasi dengan dengan NaOH 0.01 M standar sampai tercapai titik akhir. Perhitungan: TVN (mg/loog) = X - 5 M

41 14 : bobot atom nitrogen W vl : jumlah air yang ada dalam bahan (gram) : volume NaOH 0.Ol.M yang dibutuhkan untuk titrasi M : berat sampel 6. Kadar Serat Makanan (Apriyantono dkk, 1989) Kadar serat makanan dihitung dengan menjumlah- kan kadar NDF (Neutral Detergent Fiber) dengan kadar substansi pektat. a. Penetapan NDF - Sampel berbentuk tepung yang 1010s ayakan 30 mesh ditimbang sebanyak 0.5 gram ke dalam erlenmeyer. - Sebanyak 30 ml Larutan a-amilase ditambahkan, kemudian diinkubasi pada suhu 40'~ selama semalam. - Larutan NDF sebanyak 200 ml dan 0.5 gram Na2SOj ditambahkan, kemudian campuran direfluk pada pendingin tegak selama 60 menit. - Campuran disaring melalui filter gelas 2- G-3 dan dicuci dengan aquades panas beberapa kali, kemudian endapan dibilas

42 beberapa kali dengan aseton. - Filter dan endapan dikeringkan pada oven yang bersuhu sampai ~ ~ beratnya tetap dan kemudian ditimbang. - Filter dan endapan diabukan pada tanur yang bersuhu ~~ sampai beratnya tetap kemudian ditimbang. Perhitungan: a - b % kadar NDF = - x 100 W a : berat filter dan endapan setelah dike- ringkan (gram) b : berat filter dan endapan setelah diabu- kan (gram) W : berat awal sampel (gram) b. Penetapan substansi pektat (metoda kolori- metrik) Penetapan sampel - Sampel berbentuk tepung yang 1010s ayakan 30 mesh ditimbang sebanyak 0.5 gram ke dalam erlenmeyer. Kemudian dilakukan ekstraksi dengan 25 ml etanol 70% untuk menghilangkan gula-gula. - Larutan disaring dan endapannya diambil kemudian ditambahkan 200 ml larutan

43 versene 0.5%. - Campuran diinkubasi pada suhu 25'~ selama 30 menit untuk melarutkan substansi pek- tat di dalam sampel. - Campuran diasamkan sampai ph dengan menggunakan asam asetat, kemudian ditambahkan 0.1 gram pektinase dan diin- kubasi pada 25'~ selama 1 jam. - Volume campuran ditepatkan sampai 250 ml dengan aquades kemudian disaring. - Sebanyak 0.8 ml filtrat ditambah dengan 4.8 ml larutan tetraborat/sulfat. Kemu- dian didinginkan pada penangas es sampai ~ O C lalu dikocok dengan vortex mixer. ' - Campuran filtrat dipanaskan lagi dalam penangas air selama ~ ~ lima menit, kemudian didinginkan dalam penangas es sampai 20 c. Kemudian ditambahkan 0.08 ml larutan 0-hidroksidifenil dan' dikocok lagi dengan vortex mixer. - Campuran filtrat kemudian dibiarkan sela- ma 5 menit sehingga warna terbentuk dengan sempurna, absorbansinya diukur pada panjang gelombang 520 nm. - Pembuatan blanko sama dengan prosedur di atas tapi tidak ditambahkan larutan O-hidroksidifenil.

44 Pembuatan kurva standar - Sebanyak mg asam galakturonat mono- hidrat ditambah dengan 10 ml NaOH 0.05 N, diencerkan dengan aquades sampai 500 ml. Campuran dibiarkan selama satu malam. - Larutan standar sebanyak 10, 20, 40, 50, 60 dan 80 ml masing-masing dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan volumenya ditepatkan sampai 100 ml dengan aquades. - Setiap 0.8 ml larutan standar 'diperlaku- kan sama seperti penetapan sampel, kemu- dian absorbansinya diukur pada panjang gelombang 520 nm. - Blanko larutan standar dibuat sama seper- ti larutan standar, tapi tidak ditambah 0-hidroksidifenil. Perhitunqan: a x b anhidrouronat = x 100% 0.8 x W x lo6 a : konsentrasi sampel yang diperoleh b : volume akhir sesudah penambahan pekti- nase 0.8: volume filtrat yang diambil untuk pe- ngukuran absorbansi (ml) W : berat sampel lo6: f aktor konversi

45 Kadar anhidrouronat yang diperoleh setara dengan kadar substansi pektat di dalam sampel. 7. Uji Organoleptik (Soekarto, 1982) a.' Uji Hedonik Penilaian hedonik dilakukan berdasarkan tingkat kesukaan terhadap warna, kekompakan dan aroma tempe inentah. Penilaian terhadap rasa dilakukan untuk tempe yang sudah digoreng. Sedangkan penilaian penerimaan umum dilakukan sekaligus pada tempe mentah dan yang teiah digoreng. Uji hedonik dilakukan dengan menggunakan 20 orang panelis semi terlatih. Skala hedonik yang digunakan adalah dari 1 sampai 7, yaitu mulai dari sangat tidak suka sampai sangat suka. Contoh formulir untuk uji hedonik dapat dilihat pada Lampiran Uji tekstur Uji tektur dilakukan dengan menggunakan alat penetrometer (merk Humboldt Universal Penetrometer [1/10], made in USA). Sebelum dilakukan penusukan,

46 jarum penusuk diletakkan tepat di atas permukaan tempe. Penusukan dilakukan dengan membebaskan pegangan jarum penusuk selama 10 detik. Penusukan dilakukan pada 5 tempat dan diambil rata-ratanya. Nilai keempukan dilihat pada skala yang ditunjuk oleh jarum penunjuk, dan nilainya dinyatakan dengan satuan O.lmm/50g/10 detik. 9. Uji Daya Cerna Protein in vitro dengan Teknik Enzim - Hsu et al. (Muchtadi, 1989) - Sampel halus yang 1010s ayakan 80 mesh disuspen- sikan dalam air destilata sampai diperoleh kon- sentrasi 6.25 mg proteinlml. - Sebanyak 50 ml suspensi sampel ditaruh dalam ge- las piala kecil, kemudian ph-nya diatur jadi 8.0 dengan penambahan HC1 atau NaOH 0.1 N. - Sampel diletakkan dalam penangas air 37O~ dan diaduk dengan magnetik stirer selama 5 menit. - Larutan multi enzim (campuran enzim tripsin, ki- motripsin dan peptidase) sebanyak 5 ml ditambah- kan ke tlalam suspensi protein sambil tetap diaduk dalam penangas air 37'~. Catat ph suspensi sampel pada menit kesepuluh. Perhitungan: Y = X

47 Y = daya cerna protein (%) x = ph suspensi sampel pada menit ke-lo lo. Analisa Asam Amino (Anonim, 1989) Analisa kandungan asam amino pada bahan dilaku- kan dengan menggunakan HPLC (High Pressure Liquid Chromatography). Merk instrumen yang digunakan adalah "Shimadzu Pout High Speed Liquid Chromato- graphy LC-n, sedangkan kolom yang dipakai adalah " SC - 07/S 1504". Hiclrolisa sampel untuk analisa asam amino: - Sampel sehanyak mg dimasukkan ke dalam labu 250 ml, kemudian ditamhahkan 170 ml HC1 6 N dan batu didih. - Sampel direfluks selama 24 jam dengan menggunakan "heating mantle". - Larutan ditambah air suling dan didinginkan, ke- rnudian dimasukkan ke dalam labu ulcur 250 ml dan diencerkan sampai tanda tera. - 'Larutan kemudian disaring dengan kertas saring Whatman nomor Hasil saringan diambil sebanyak 5 ml kemudian diuapkan dengan evaporator 40 c sampai kering. - Endapan dibilas tiga kali dengan sedikit air suling dan diuapkan lagi.

48 - Hasil penguapan dilarutkan dengan buffer ph 2.2 kemudian disaring. - Hasil saringan diinjeksikan ke alat HPLC untuk analisa asam amino.

49 V. HZSL DAN PEMBAHASAN A. PENELTAN PENDAHULUAN Pembuatan laru dari Rhizopus oligosporus NRRL 2710 dilakukan berdasarkan prosedur seperti pada Gambar 2. nokulum murni kapang Rhizopus oliqosporus NRRL 2710 diperoleh dari Balai Penelitian Veteriner, Bogor. Laru yang dihasilkan mempunyai aktifitas yang baik. Hal ini terlihat setelah laru tersebut dicobakan dalam pembuatan tempe kedelai. Miselium pada tempe sudah banyak terbentuk setelah 20 jam fermentasi. Dan setelah 24 jam, ternyata sudah diperoleh tempe yang cukup kompak. Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa kisaran-kadar air bahan untuk fermentasi adalah 62-65%. Kisaran air antara 62-65% ini ternyata telah menghasilkan tempe yang cukup baik dan kompak. Menurut Steinkraus (1960), pada pembuatan tempe kedelai, kadar air kedelai pada saat sebelum diinokulasi adalah 62.4%. Tapi menurut Roelofsen dan Thalens (1964) yang dikutip oleh Shurtleff dan Aoyagi (1979), kapang tempe tumbuh paling baik jika kadar air kedelai diturunkan dari 64% setelah perebusan menjadi sekitar 55% sebelum diinokulasi. Hasil penelitian pendahuluan analisa proksimat kedelai dan beras dapat dilihat pada Tabel 8.

50 Tabel 8: Data hasil analisa proksimat kedelai dan beras (%)... Zedelai Beras... Kadar air Kadar abu Kadar protein Kadar lernak Serat kasar Karbohidrat non serat Pada penelitian pendahuluan ini juga dilakukan pembuatan dan pengamatan terhadap tempe dari kedelai dan beras dengan perbandingan kedelai : beras = 80:20, 70:30, 60:40 dan 50:50. Ternyata setelah fermentasi selama 24 jam, tempe dengan perbandingan kedelai : beras = 50:50 sudah mulai memiliki aroma tape yang keras. Selain itu tempe tersebut memiliki penampakan yang kurang menarik, karena penampakannya berbeda sekali dengan penampakan tempe yang sudah umum dikenal. Dengan alasan-alasan tersebut maka untuk penelitian lanjutan digunakan tiga perbandingan kedelai dan beras, yaitu 80:20, 50:30 dan 60:40. Dalam penelitian pendahuluan juga dilakulcan pengamatan terhadap lamanya fermentasi yang akan digunakan dalam penelitan lanjutan. Dari hasil pengamatan tempe dengan perbandingan kedelai : beras = 80:20, ternyata

51 pada 24 jam pertama fermentasi dengan laru murni Rhizopus oligosporus NRRL 2710 telah terbentuk miselium dan struktur tempe yang cukup kompak. Setelah fermentasi selama 44 jam tempe dari kedelai dan beras berbau tape, sehingga kurang disenangi oleh konsumen ataupun panelis. Dari pengamatan tersebut maka ditentukan lamanya fermentasi yang akan digunakan dalam penelitian lanjutan adalah antara 24 sampai 44 jam, yaitu 24, 34 dan 44 jam. B. PENELTAN LANJUTAN Pada penelitian lanjutan dilakukan pembuatan tempe dari kedelai dan beras dengan perbandingan kedelai dan beras sebagai berikut: 80:20, 70:30 dan 60:40. Masing- masing dengan lama fermentasi 24, 34 dan 44 jam. Hasil analisa dan pengamatan terhadap tempe dari kedelai dan beras yang dilakukan pada penelitian lanjutan dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran Kadar Air Dari hasil pengamatan ternyata kadar air bahan sebelum diinokulasi tidak berbeda jauh dengan kadar air tempe yang telah jadi. Kadar air bahan sebelum diinokulasi berkisar antara 62-65% sedangkan kadar air tempe jadi antara % sampai %.

52 Menurut Sudarmadji (1977) yang dikutip oleh Shurtleff dan Aoyagi (1979), disebutkan bahwa umumnya kedelai dengan kadar air 67% pada waktu diinokulasi, turun menjadi 61% setelah fermentasi selama 24 jam dan meningkat lagi menjadi 64% setelah 40 jam. Dari hasil analisa ragam (Lampiran 3), terlihat bahwa kadar air tempe tidak dipengaruhi oleh perbandingan kedelai dan beras, lamanya fermentasi maupun interaksi keduanya. 2. Kadar Abu Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa semakin banyak beras yang digunakan dalam pembuatan tempe, maka kadar abu tempe semakin menurun. Penurunan ini disebabkan karena beras memiliki kadar abu yang lebih kecil daripada kadar abu kedelai. Kadar abu beras, dari hasil penelitian pendahuluan, adalah % sedangkan kadar abu kedelai sebesar %. Lamanya fermentasi tidak berpengaruh tsrhadap kadar abu tempe. Hal ini sesuai dengan yang disebutkan oleh Shurtleff dan Aoyagi (1979), bahwa tidak ada perbedaan antara kadar abu kedelai dengan kadar abu tempe kedelai. Jika terjadi sedikit penurunan kadar abu, maka ha1 ini umumnya disebabkan hilangnya

53 kandungan abu kedelai selama pengolahan seperti pada pengupasan kulit, perendaman dan perebusan. Kandungan abu pada kedelai terutama terdapat pada bagian kulit, sehingga adanya proses pengupasan kulit kedelai akan mengurangi kadar abu. kadar abu (% bbl Ai180:201 A2170:301 A3(60:40) kedelai : beras Gambar 4. Histogram hubungan perbandingan kedelai dan beras terhadap kadar abu tempe. Hasil analisa ragam (Lampiran 4a) menunjukkan bahwa kadar abu tempe dipengaruhi dengan sangat nyata oleh perbandingan kedelai dan beras, serta oleh interaksi antara perbandingan kedelai dan beras dengan lamanya fermentasi, tetapi tidak dipengaruhi oleh lamanya fermentasi. Hasil rata-rata fermentasi 24, 34 dan 44 jam menunjukkan kadar abu 1.391, 1.28% dan 1.28%.

54 Uji BNJ (Lampiran 4b) menghasilkan perbedaan kadar abu yang sangat nyata bila dilakukan perbandingan antara taraf penggunaan kede1ai:beras = 80:20 (1.5353%) dengan penggunaan kedelai: beras = 70: 30 (1.2804%) dan kede1ai:beras = 60:40 (1.1373%). Uji BNJ terhadap interaksi perbandingan kedelai dan beras dengan lamanya fermentasi (Lampiran 4c) menunjukkan adanya perbedaan pada kombinasi perlalcuan. Pada Lampiran 4c dapat dilihat kombinasi periakuan mana saja yang menunjukkan perbedaan nyata. Dari Lampiran 4c tersebut dapat dilihat bahwa kadar abu yang tertinggi diperoleh dari kombinasi perlakuan penggunaan kede1ai:beras = 80:20 dengan waktu fermentasi 34 jam, yaitu sebesar % (bb). Sedangkan kadar abu terendah diper- ole11 dari kombinasi perlakuan perbandingan ce- de1ai:beras = 60:40 dengan walctu fermentasi 34 jam, yaitu sebesar % (bb). 3. Kadar Protein Kadar protein tempe didapat dari perkalian persen nitrogen tertitrasi dengan faktor konversi. Faktor konversi beras adalah 5.95 dan falctor konversi kedelai adalah Untuk tempe yang dibuat dari kedelai dan beras dengan perbandingan 80:20,

55 faktor konversinya = (0.8 x x 5.95) = Untuk perbandingan 70:30 = (0.7 x x 5.95) = 5.782, sedangkan untuk perbandingan 60:40 = (0.6 x ) = Gambar 5 memperlihatkan bahwa semakin banyak i beras yang digunakan dalam pembuatan tempe, maka kadar protein tempe pun semakin berkurang. Hal ini disebabkan karena kadar protein kedelai ( % bk) lebih besar daripada kadar protein beras kadar Drotein (% bk) 80:20 70:30 60:40 kedelai : beras fermentasi: 24 jam KW 34 jam U 44 jam Gambar 5. Histogram hubungan perbandingan kedelai dan beras serta lamanya fermentasi terhadap kadar protein tempe.

56 (6.9288% bk). Sehingga bila kedelai dan beras dicampurkan dalam pembuatan tempe, maka tempe yang lebih banyak jumlah kedelainya akan mengandung kadar protein yang lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Shurtleff dan Aoyagi (1979), bahwa jumlah total protein pada tempe dan kedelai yang siap diinokulasi adalah sama, dengan total nitrogen tetap pada kisaran 7.5% selama fermentasi. Jadi kadar protein tempe sangat tergantung pada jumlah kandungan protein pada bahan asal. Hasil analisa ragam kadar protein (Lampiran 5a) menunjukkan bahwa kadar protein tempe dipengaruhi dengan sangat nyata oleh perbandingan penggunaan kedelai dan beras serta oleh lamanya fermentasi. Uji BNJ (Lampiran 5b) memperlihatkan adanya perbedaan yang sangat nyata pada semua taraf perbandingan penggunaan kedelai dan beras. Selain dipengaruhi oleh perbandingan jumlah kedelai dan beras yang digunakan, kadar protein juga dipengaruhi dengan sangat nyata oleh lamanya fermentasi. Seperti terlihat juga pada Gambar 5, dengan semalcin lamanya fermentasi maka kadar protein mengalami peningkatan. Steinkraus et al. (1965) mengatakan adanya sedikit peningkatan total nitrogen tempe kedelai dari 7.6% pada awal fermentasi menjadi 7.8% setelah fermentasi, akan menyebabkan terjadinya sedikit peningkatan kadar protein tempe.

57 Uji BNJ (Lampiran 5c) menunjukkan bahwa waktu fermentasi 24 jam (kadar protein = %) berbeda sangat nyata dengan yang 44 jam (kadar protein = %), sedangkan antara taraf yang lainnya tidak berbeda nyata. 4. Kadar Lemak Gambar 6 memperlihatkan bahwa semakin banyak beras yang digunakan dalam pembuatan tempe, maka kadar lemak tempe pun semakin berkurang., ni disebabkan bahan baku tempe yaitu beras memiliki kadar lemak yang lebih rendah dibandingkan kadar lemak kedelai. Kadar lemak beras adalah % (bk) sedangkan kadar lemak kedelai sebesar % (bk). Jadi bila beras dan kedelai dicampur dalam pembuatan tempe maka tempe yang lebih banyak kedelainya akan memiliki kadar lemak yang lebih tinggi. Hasil analisa ragam kadar lemak (Lampiran 6a) menunjukkan bahwa kadar lemak tempe dipengaruhi sangat nyata oleh perbandingan kedelai dan beras serta oleh lamanya fermentasi. Lampiran 6c menunjukkan rata-rata hasil fermentasi 24, 34 dan 44

58 kadar iernak (% bkl A1(80:201 A2(70:301 A3(60:401 kedelai : beras Gambar 6. Histogram hubungan perbandingan kedelai dan beras terhadap kadar lemak tempe. Uji BNJ (Lampiran 6b) menunjukkan adanya perbedaan yang sangat nyata pada semua taraf perlakuan penggunaan kedelai dan beras dalam pembuatan tempe. Hasil penelitian menunjukkan terjadinya penurunan kadar lemak antara fermentasi 24 dan 34 jam, tapi terjadi sedikit kenaikan kadar lemak pada waktu fermentasi 44 jam. Namun dari uji BNJ (Lampiran 6c) ternyata kadar lemak pada fermentasi 44 jam ini tidak berbeda nyata dengan kadar lemak tempe pada fermentasi 34 jam. Uji BNJ juga menunjukkan bahwa kadar lemak dengan waktu fermentasi 24 jam berbeda sangat nyata terhadap kadar lemak dengan waktu fermentasi 34 jam dan 34 jam.

59 Dengan makin lamanya fermentasi, maka kandungan kadar lemak pun semakin menurun. Shurtleff dan Aoyagi (1979) mengatakan bahwa selama proses pembu- atan tempe kedelai terjadi penurunan kadar lemak jika dibandingkan dengan kadar lemak kedelainya, yaitu sebesar kira-kira 45% dari 21.1% pada kedelai menjadi 11.7% pada tempe (bk). Hal ini diduga mungkin disebabkan karena selama tahapan sebelum fermentasi dan selama fermentasi, kandungan lemak pada bahan mentah ada yang terlarut (selama tahapan pengolahan) dan ada yang terurai menjadi asam-asam lemak (selama fermentasi). 5. Total Volatile Nitrogen Pada Gambar 7 terlihat bahwa dengan semakin lamanya waktu fermentasi, maka kandungan total volatile nitrogen juga mengalami peningkatan. Shurtleff dan Aoyagi (1979) mengatakan bahwa setelah fermentasi berlangsung beberapa lama akan terbentuk amonia yang merupakan produk sampingan dari fermentasi. Selanjutnya menurut Fardiaz et al. (1990), total volatile nitrogen, yang umumnya meru- * pakan amonia bebas, naik jumlahnya dari 6 mg per seratus bagian menjadi mg per seratus bagian setelah inkubasi tempe selama 4 hari. Steinkraus

KOMPLEMENTASI KEDELAI DEBIGAN BERAS; UNTUK PEMBUATAN TEMPE

KOMPLEMENTASI KEDELAI DEBIGAN BERAS; UNTUK PEMBUATAN TEMPE ., " r..4 KOMPLEMENTASI KEDELAI DEBIGAN BERAS; UNTUK PEMBUATAN TEMPE Oleh KlSMAWAN THEN F 24.0231 1992 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANlAN IPJSTITUT PERTANIAN BOGOR B O G O R Kismawan Then. F 24.0231. Komplementasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 24 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989)

Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989) LAMPIRAN Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989) Pereaksi 1. Larutan ADF Larutkan 20 g setil trimetil amonium bromida dalam 1 liter H 2 SO 4 1 N 2. Aseton Cara

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode

Bab III Bahan dan Metode Bab III Bahan dan Metode A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 di daerah budidaya rumput laut pada dua lokasi perairan Teluk Kupang yaitu di perairan Tablolong

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Berbagai jenis makanan dan minuman yang dibuat melalui proses fermentasi telah lama dikenal. Dalam prosesnya, inokulum atau starter berperan penting dalam fermentasi.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 19 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. B.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. B. digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Maret 2015 sampai bulan Januari 2016 di Laboratorium Prodi Biologi Fakultas MIPA, Laboratorium

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai pengambilan sampel di Kelurahan Tuah Karya Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru dan dianalisis

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi talas segar yang dibeli di Bogor (Pasar Gunung Batu, Jalan Perumahan Taman Yasmin, Pasar

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa, Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil

Lebih terperinci

Lampiran 1 Formulir organoleptik

Lampiran 1 Formulir organoleptik LAMPIRA 55 56 Lampiran Formulir organoleptik Formulir Organoleptik (Mutu Hedonik) Ubi Cilembu Panggang ama : o. HP : JK : P / L Petunjuk pengisian:. Isi identitas saudara/i secara lengkap 2. Di hadapan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, sementara pengujian mutu gizi dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Lampung, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratoriun

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 38 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Mei Tahun 2013 di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Kimia Fakultas Pertanian Dan Peternakan Universitas Islam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai beranekaragam biji-bijian kacang polong yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan tempe seperti kacang merah, kacang hijau, kacang tanah, biji kecipir,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Universitas Muhammadiyah Malang mulai bulan April 2014 sampai Januari 2015.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Universitas Muhammadiyah Malang mulai bulan April 2014 sampai Januari 2015. III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang mulai bulan April 2014 sampai Januari 2015. 3.2 Alat Alat

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2011. Pelaksanaan penelitian di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi

Lebih terperinci

KUALITAS TEPUNG BERAS SEBAGAI BAHAN BAKU CAMPURAN RAGI TEMPE (Rhizopus oligosporus) DILIHAT DARI HASIL PRODUKSI TEMPE KEDELAI ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH

KUALITAS TEPUNG BERAS SEBAGAI BAHAN BAKU CAMPURAN RAGI TEMPE (Rhizopus oligosporus) DILIHAT DARI HASIL PRODUKSI TEMPE KEDELAI ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH KUALITAS TEPUNG BERAS SEBAGAI BAHAN BAKU CAMPURAN RAGI TEMPE (Rhizopus oligosporus) DILIHAT DARI HASIL PRODUKSI TEMPE KEDELAI ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. mengsel,larutan NaOH teknis 40%, larutan Na 2 SO 4 5%, petroleum benzen,

BAHAN DAN METODE. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. mengsel,larutan NaOH teknis 40%, larutan Na 2 SO 4 5%, petroleum benzen, 17 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2016 di Laboratorium Teknologi Pangan Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratoriun Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratorium Analisis Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan yaitu umbi garut kultivar creole berumur 10 bulan yang diperoleh dari kebun percobaan Balai Penelitian Biologi dan Genetika Cimanggu

Lebih terperinci

3.1. Tempat dan Waktu Bahan dan Aiat Metode Penelitian

3.1. Tempat dan Waktu Bahan dan Aiat Metode Penelitian in. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Riau, Laboratorium Kimia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Desember 2012. Cangkang kijing lokal dibawa ke Laboratorium, kemudian analisis kadar air, protein,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan perlakuan satu faktor (Single Faktor Eksperimen) dan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 7 perlakuan yaitu penambahan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai Agustus September

III. METODE PENELITIAN. Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai Agustus September 14 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai Agustus

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan

Lebih terperinci

3. MATERI DAN METODE. Gambar 2. Alat Penggilingan Gabah Beras Merah. Gambar 3. Alat Penyosohan Beras Merah

3. MATERI DAN METODE. Gambar 2. Alat Penggilingan Gabah Beras Merah. Gambar 3. Alat Penyosohan Beras Merah 3. MATERI DAN METODE Proses pemanasan dan pengeringan gabah beras merah dilakukan di Laboratorium Rekayasa Pangan. Proses penggilingan dan penyosohan gabah dilakukan di tempat penggilingan daerah Pucang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu. 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) :

Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu. 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) : Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) : Rendemen merupakan persentase perbandingan antara berat produk yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel. Tanaman wortel. Wortel

Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel. Tanaman wortel. Wortel Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel Tanaman wortel Wortel Lampiran 2. Gambar potongan wortel Potongan wortel basah Potongan wortel kering Lampiran 3. Gambar mesin giling tepung 1 2 4 3 5 Mesin Giling

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 22 23 3.2 Metode Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Produksi Kerupuk Terfortifikasi Tepung Belut Bagan alir produksi kerupuk terfortifikasi tepung belut adalah sebagai berikut : Belut 3 Kg dibersihkan dari pengotornya

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan bulan November 2011 sampai Januari 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Cisolok, Palabuhanratu, Jawa Barat. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

FERMENTASI TEMPE MATERI KULIAH MIKROBIOLOGI INDUSTRI NUR HIDAYAT

FERMENTASI TEMPE MATERI KULIAH MIKROBIOLOGI INDUSTRI NUR HIDAYAT FERMENTASI TEMPE MATERI KULIAH MIKROBIOLOGI INDUSTRI NUR HIDAYAT Tempe tradisional Digunakan untuk makanan Modifikasi limbah pertanian bahan tidak bernilai ekonomi dapat dipakai langsung atau untuk pakan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Pelaksanaan dan Hasil Penelitian Pendahuluan

Lampiran 1. Prosedur Pelaksanaan dan Hasil Penelitian Pendahuluan LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Pelaksanaan dan Hasil Penelitian Pendahuluan 1. Penentuan Formulasi Bubur Instan Berbasis Tepung Komposit : Tepung Bonggol Pisang Batu dan Tepung Kedelai Hitam Tujuan: - Mengetahui

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung dan Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. JENIS PENELITIAN Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental di bidang teknologi pangan. B. TEMPAT DAN WAKTU Tempat pembuatan chips tempe dan tempat uji organoleptik

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai macam alat gelas, labu Kjeldahl, set alat Soxhlet, timble ekstraksi, autoclave, waterbath,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari kulit pisang dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau. Nata yang dihasilkan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian dan Laboratorium Kimia,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi azeotropik kontinyu dengan menggunakan pelarut non polar.

Lebih terperinci

Atas kesediaan Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih.

Atas kesediaan Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih. Lampiran 1. Lembar Uji Hedonik Nama : Usia : Pekerjaan : Pengujian organoleptik dilakukan terhadap warna, aroma, rasa dan kekentalan yoghurt dengan metoda uji kesukaan/hedonik. Skala hedonik yang digunakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di industri rumah tangga terasi sekaligus sebagai

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di industri rumah tangga terasi sekaligus sebagai 13 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di industri rumah tangga terasi sekaligus sebagai penjual di Kecamatan Menggala, Kabupaten Tulang Bawang dan Laboratorium

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah jagung pipil kering dengan varietas Pioneer 13 dan varietas Srikandi (QPM) serta bahanbahan kimia yang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 21 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen laboratorium. Faktor perlakuan meliputi penambahan pengembang dan pengenyal pada pembuatan kerupuk puli menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g Kacang hijau (tanpa kulit) ± 1

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang dan Laboratorium Kimia Universitas

Lebih terperinci

1.Penentuan Kadar Air. Cara Pemanasan (Sudarmadji,1984). sebanyak 1-2 g dalam botol timbang yang telah diketahui beratnya.

1.Penentuan Kadar Air. Cara Pemanasan (Sudarmadji,1984). sebanyak 1-2 g dalam botol timbang yang telah diketahui beratnya. 57 Lampiran I. Prosedur Analisis Kimia 1.Penentuan Kadar Air. Cara Pemanasan (Sudarmadji,1984). Timbang contoh yang telah berupa serbuk atau bahan yang telah dihaluskan sebanyak 1-2 g dalam botol timbang

Lebih terperinci

BAHAN MAKANAN SETENGAH JADI

BAHAN MAKANAN SETENGAH JADI BAHAN MAKANAN SETENGAH JADI Definisi : * Bahan makanan olahan yang harus diolah kembali sebelum dikonsumsi manusia * Mengalami satu atau lebih proses pengolahan Keuntungan: * Masa simpan lebih panjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia, karena didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk memulihkan dan memperbaiki jaringan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan Universitas Katholik Soegiyapranata untuk analisis fisik (ph) dan Laboratorium Kimia Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph meter,

Lebih terperinci

OLEH: YULFINA HAYATI

OLEH: YULFINA HAYATI PENGOLAHAN HASIL KEDELAI (Glycine max) OLEH: YULFINA HAYATI PENDAHULUAN Dalam usaha budidaya tanaman pangan dan tanaman perdagangan, kegiatan penanganan dan pengelolaan tanaman sangat penting diperhatikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana.

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Percobaan Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yaitu dengan cara mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. Rancangan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Fermentasi Onggok Singkong (Termodifikasi)

Lampiran 1. Prosedur Fermentasi Onggok Singkong (Termodifikasi) Lampiran 1. Prosedur Fermentasi Onggok Singkong (Termodifikasi) Diambil 1 kg tepung onggok singkong yang telah lebih dulu dimasukkan dalam plastik transparan lalu dikukus selama 30 menit Disiapkan 1 liter

Lebih terperinci

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di Kelurahan Gunung Sulah Kecamatan Sukarame Bandar Lampung, Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian Jenis pelitian ini adalah jenis penelitian eksperimen di bidang Ilmu Teknologi Pangan.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian Jenis pelitian ini adalah jenis penelitian eksperimen di bidang Ilmu Teknologi Pangan. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis pelitian ini adalah jenis penelitian eksperimen di bidang Ilmu Teknologi Pangan. B. Tempat Dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Tempat pembuatan

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. khas serta berwarna putih atau sedikit keabu-abuan. Tempe dibuat dengan cara

I PENDAHULUAN. khas serta berwarna putih atau sedikit keabu-abuan. Tempe dibuat dengan cara I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADIATUS L ) MENJADI SUSU KENTAL MANIS KACANG HIJAU

PEMANFAATAN KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADIATUS L ) MENJADI SUSU KENTAL MANIS KACANG HIJAU Prosiding SNaPP2011 Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN:2089-3582 PEMANFAATAN KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADIATUS L ) MENJADI SUSU KENTAL MANIS KACANG HIJAU 1 Taufik Rahman, 2 Agus Triyono 1,2 Balai Besar

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. Adapun alat yang digunakan dalam percobaan ini terdiri dari: - neraca analitik - Ohauss. alat destruksi Kjeldahl 250ml -

BAB III BAHAN DAN METODE. Adapun alat yang digunakan dalam percobaan ini terdiri dari: - neraca analitik - Ohauss. alat destruksi Kjeldahl 250ml - BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Alat alat Adapun alat yang digunakan dalam percobaan ini terdiri dari: - neraca analitik - Ohauss alat destruksi Kjeldahl 250ml - - alat destilasi uap - - - labu destruksi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian 3.1.1 Bagan Alir Pembuatan Keju Cottage Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 900 g Susu skim - Ditambahkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari bonggol nanas dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau. Nata yang dihasilkan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian Penelitian mengenai Aplikasi Asap Cair dalam Pembuatan Fillet Belut

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian Penelitian mengenai Aplikasi Asap Cair dalam Pembuatan Fillet Belut 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian Penelitian mengenai Aplikasi Asap Cair dalam Pembuatan Fillet Belut Asap dengan Kombinasi Bumbu dilakukan pada bulan Agustus 2009 Januari 2010 yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian melalui eksperimen di bidang Ilmu Teknologi Pangan.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian melalui eksperimen di bidang Ilmu Teknologi Pangan. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian melalui eksperimen di bidang Ilmu Teknologi Pangan. B. Waktu dan Tempat Penelitian a. Waktu Penelitian dilakukan mulai

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kacang kedelai, kacang tanah, oat, dan wortel yang diperoleh dari daerah Bogor. Bahan kimia yang digunakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Percobaan Penelitian tentang peran pemberian metionin dan linoleat pada tepung kaki ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat 14 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini berlangsung pada bulan Juni sampai September 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan, Laboratorium Percobaan Makanan, dan Laboratorium

Lebih terperinci

Penggunaan Tepung Tempe, Tepung Kedelai dan Campurannya. sebagai Media Usar Tempe

Penggunaan Tepung Tempe, Tepung Kedelai dan Campurannya. sebagai Media Usar Tempe Penggunaan Tepung Tempe, Tepung Kedelai dan Campurannya sebagai Media Usar Tempe (The Use of Tempe, Soybean Flour and Both as a media of Tempe Starter) Oleh, Fitriana Wahyu Nugraheni NIM : 412011003 SKRIPSI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kacang Merah Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah atau kacang jogo ini mempunyai nama ilmiah yang sama dengan kacang buncis, yaitu Phaseolus vulgaris

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Mei 2014 di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Mei 2014 di Laboratorium BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Mei 2014 di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass,

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass, III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang. Kegiatan penelitian dimulai pada bulan Februari

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-April 2013 di Laboratorium Teknologi Industri Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang efek pemanasan pada molases yang ditambahkan urea

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang efek pemanasan pada molases yang ditambahkan urea 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang efek pemanasan pada molases yang ditambahkan urea terhadap ketersediaan NH3, volatile fatty acids dan protein total secara in vitro dilaksanakan pada tanggal

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. hijau atau tauge. Nata yang dihasilkan kemudian diuji ketebalan, diukur persen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. hijau atau tauge. Nata yang dihasilkan kemudian diuji ketebalan, diukur persen 23 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari kulit singkong dengan penggunaan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau atau tauge. Nata yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian tentang pengaruh variasi konsentrasi penambahan tepung tapioka dan tepung beras terhadap kadar protein, lemak, kadar air dan sifat organoleptik

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan-bahan untuk persiapan bahan, bahan untuk pembuatan tepung nanas dan bahan-bahan analisis. Bahan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri

III. BAHAN DAN METODE. Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Lehan Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba Jonggol R1 (a) dan Domba Jonggol R2 (b) Gambar 4. Domba Garut R1 (a) dan Domba Garut R2 (b)

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba Jonggol R1 (a) dan Domba Jonggol R2 (b) Gambar 4. Domba Garut R1 (a) dan Domba Garut R2 (b) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli sampai Oktober 2011 di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8

setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8 40 setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8 ml. Reaksi enzimatik dibiarkan berlangsung selama 8 jam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009 yang bertempat di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum.

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-November 2011. Pemeliharaan ternak prapemotongan dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok

Lebih terperinci

DAYA TERIMA DAN KUALITAS PROTEIN IN VITRO TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine soja) YANG DIOLAH PADA SUHU TINGGI. Abstrak

DAYA TERIMA DAN KUALITAS PROTEIN IN VITRO TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine soja) YANG DIOLAH PADA SUHU TINGGI. Abstrak DAYA TERIMA DAN KUALITAS PROTEIN IN VITRO TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine soja) YANG DIOLAH PADA SUHU TINGGI Nurhidajah 1, Syaiful Anwar 2, Nurrahman 2 Abstrak Pengolahan pangan dengan suhu tinggi dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari limbah cair tapioka dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak. Nata yang dihasilkan kemudian

Lebih terperinci

BAB III METODE I II III BKK1 U1 U2 U3 BKH2 U1 U2 U3 BKK3 U1 U2 U3 BKH4 U1 U2 U3 BKK5 U1 U2 U3 BKH6 U1 U2 U3 BKHKK7 U1 U2 U3 BKHKK8 U1 U2 U3

BAB III METODE I II III BKK1 U1 U2 U3 BKH2 U1 U2 U3 BKK3 U1 U2 U3 BKH4 U1 U2 U3 BKK5 U1 U2 U3 BKH6 U1 U2 U3 BKHKK7 U1 U2 U3 BKHKK8 U1 U2 U3 BAB III METODE A. Rancangan Penelitian. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Berdasarkan rumus galat (P-1) x (U 1) dimana harga galat 12, ( maka pada penelitian ini menggunakan 8 perlakuan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai akhir bulan Desember 2011-Mei 2012. Penanaman hijauan bertempat di kebun MT. Farm, Desa Tegal Waru. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan November Desember 2016 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan November Desember 2016 di 13 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Materi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan November Desember 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan untuk pembuatan produk, menguji total bakteri asam

Lebih terperinci