RINGKASAN KAJIAN PENYUSUNAN KELEMBAGAAN PENGEMBANGAN KAWASAN PERBATASAN ANTAR NEGARA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RINGKASAN KAJIAN PENYUSUNAN KELEMBAGAAN PENGEMBANGAN KAWASAN PERBATASAN ANTAR NEGARA"

Transkripsi

1 RINGKASAN KAJIAN PENYUSUNAN KELEMBAGAAN PENGEMBANGAN KAWASAN PERBATASAN ANTAR NEGARA Staf Ahli Bidang Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional Bidang Percepatan Pembangunan Pembangunan KTI dan Kawasan Tertinggal Abstrak Kajian ini bertujuan untuk (1) mengidentifikasi landasan yuridis yang berkenaan dengan pengembangan kelembagaan kawasan perbatasan antar negara, (2) mngidentifikasi instansi-instansi yang terkait dalam pengelolaan kawasan perbatasan saat ini baik di tingkat pusat maupun daerah, (3) mengevaluasi mekanisme pengelolaan kawasan perbatasan saat ini oleh lembaga-lembaga terkait, serta (4) merumuskan alternatif-alternatif bentuk kelembagaan pengelola kawasan perbatasan yang bersfiat terpadu dan terintegrasi Penyusunan kajian terdiri dari empat tahap, yaitu (1), Pengumpulan data dan informasi, (2) Evaluasi dan analisis data dan informasi, (3) Perumusan alternatif bentuk kelembagaaan dan desain kelembagaan, dan (4) Seminar dan finalisasi. Selama ini terdapat tiga bentuk kelembagaan di pusat dan di daerah yang terkait dengan pengelolaan kawasan perbatasan, yaitu antara lain : (a) komite-komite perbatasan (GBC RI- Malaysia, JBC RI-Timor Leste, JBC RI-PNG, dan Border Commitee RI-Fillipina); (b) instansi-instansi pusat terkait; dan (c) pemerintah daerah terkait. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa kelembagaan pengelola perbatasan yang ada saat ini pada umumnya menghadapi beberapa permasalahan, baik dari segi kepemimpinan, struktur, program, maupun sumber daya, sehingga diperlukan penyempurnaan terhadap kelembagaan pengelola perbatasan yang ada saat ini. Di dalam penyempurnaan terhadap kelembagaaan pengelola perbatasan terdapat 5 (lima) alternatif kelembagaan pengelola perbatasan, yaitu : (1) Kelembagaan yang tetap mempertahankan mekanisme saat ini dengan memperbaiki koordinasi pada mekanisme pengelolaan secara sektoral. (2) Kelembagaan yang tetap mempertahankan mekanisme kelembagaan saat ini dengan memperbaiki koordinasi diantara komite-komite ad-hoc yang ada, (3) Lembaga struktural khusus di tingkat pusat, yaitu Badan Pengelola Kawasan Perbatasan Antarnegara (BP-KPA), (4) Lembaga ad-hoc khusus di tingkat pusat yang berfungsi koordinasi, yaitu Dewan Koordinasi Perbatasan Kawasan Perbatasan Antarnegara (DP-KPA), atau (5) Lembaga semi-struktural yang berfungsi koordinasi program dan mengalokasikan anggaran dari sektor terkait, yaitu Badan Koordinasi Percepatan pembangunan Kawasan Perbatasan Antarnegara (BK-P2KPA). Sebagai tindak lanjut dari kajian ini, maka pemerintah perlu melakukan beberapa upaya antara lain : (1) Membentuk kelembagaan perbatasan dengan memilih salah satu dari lima alternatif yang ditawarkan oleh kajian ini; (2) Merumuskan aturan perundang-undangan sebagai landasan bagi penyusunan kelembagaan perbatasan antarnegara; (3) Merumuskan tugas pokok dan fungsi kelembagaan secara jelas sesuai dengan visi pengembangan kawasan perbatasan antarnegara; (4) Merumuskan pembagian kewenangan yang jelas dan tegas dalam implementasi pembangunan di kawasan perbatasan untuk menghindari duplikasi dan overlapping; dan (5) Menyusun struktur organisasi pengelola kawasan perbatasan yang efektif dan sesuai dengan kebutuhan. 1 Ikhwanuddin@bappenas.go.id

2 I. LATAR BELAKANG Kawasan perbatasan negara merupakan manifestasi utama kedaulatan wilayah suatu negara. Kawasan perbatasan suatu negara mempunyai peranan penting dalam penentuan batas wilayah kedaulatan, pemanfaatan sumberdaya alam, serta keamanan dan keutuhan wilayah. Masalah perbatasan memiliki dimensi yang kompleks. Terdapat sejumlah faktor krusial yang terkait didalamnya seperti yurisdriksi dan kedaulatan negara, politik, sosial ekonomi, dan pertahanan keamanan. Secara garis besar terdapat tiga isu utama dalam pengelolaan kawasan perbatasan antarnegara, yaitu : (1) Penetapan garis batas baik darat maupun laut, (2) Pengamanan kawasan perbatasan, dan (3) Pengembangan kawasan perbatasan. Penanganan berbagai permasasalahan pada tiga isu utama diatas masih menghadapi berbagai kendala. Salah satu kendala utama adalah aspek kelembagaan, dimana selama ini pengelolaan perbatasan antarnegara ditangani secara parsial oleh berbagai komite perbatasan yang bersifat ad-hoc maupun oleh instansi pusat terkait secara sektoral. Hal ini menyebabkan solusi untuk menanganani permasalahan yang ditawarkan cenderung parsial dan tidak menyeluruh. Untuk mewujudkan penanganan kawasan perbatasan yang efektip secra nasional diperlukan lembaga pengelola perbatasan antarnegara yang terpadu dan terintegrasi. Sampai sekarang ini belum pernah dilakukan pengkajian dan evaluasi tentang kemampuan institusi atau kelembagaan dalam mengelola kawasan perbatasan. Oleh karena itu permasalahan yang akan dijawab dalam kajian ini antara lain : (1) Landasan yuridis yang berkenaan dengan pengembangan kelembagaan perbatasan, (2) Lembaga yang terkait dalam pengelolaan kawasan perbatasan saat ini, (3) Tugas pokok dan peran lembaga-lembaga terkait baik di tingkat pusat maupun daerah dalam pengelolaan kawasan perbatasan antarnegara saat ini, (4) Mekanisme pengelolaan kawasan perbatasan saat ini oleh instansi-instansi yang ada saat ini, dan (5) Alternatif bentuk kelembagaan pengelola kawasan perbatasan yang bersifat terpadu? II. TUJUAN Tujuan dari penyusunan kajian ini adalah untuk : (1) Mengidentifikasi landasan yuridis yang berkenaan dengan pengembangan kelembagaan kawasan perbatasan antar negara. (2) Mengidentifikasi instansi-instansi yang terkait dalam pengelolaan kawasan perbatasan saat ini baik di tingkat pusat maupun daerah. (3) Mengevaluasi mekanisme pengelolaan kawasan perbatasan saat ini oleh lembaga-lembaga terkait. (4) Merumuskan aternatif-alternatif bentuk kelembagaan pengelola kawasan perbatasan yang bersfiat terpadu dan terintegrasi. Ruang lingkup kajian ini adalah : (a) mengumpulan data dan informasi, (b) evaluasi dan analisis data dan informasi, (c) perumusan alternatif bentuk kelembagaaan dan desain kelembagaan, dan (d) seminar dan finalisasi. Output dari penyusunan kajian ini adalah adanya alternatif bentuk kelembagaan yang bersifat terpadu dan terintegrasi dalam pengelolaan kawasan perbatasan antarnegara. Berbagai alternatif konsep

3 kelembagaan ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah dalam membentuk kelembagaan pengelola kawasan perbatasan antarnegara baik di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota. III. METODOLOGI 3.1. Kerangka Analisis Melalui analisis terhadap faktor kepemimpinan, tujuan, program, sumberdaya, dan struktur, dapat dianalisis kondisi kelembagaan pengelolaan perbatasan saat ini. Dari analisis ini dapat dirumuskan alternatif bentuk kelembagaan yang efisien, terpadu dan terintegrasi. Perumusan alternatif bentuk kelembagaan pengelola perbatasan dilakukan secara deskriptif berdasarkan hasil analisis data sekunder dan primer. Melalui analisis tugas dan fungsi, desain organisasi, serta masukan dari berbagai seminar, maka diperolehlah berbagai alternatif lembaga pengelola perbatasan Metode Pelaksanaan Kajian Analisis data dilakukan secara deskriptif untuk mengevaluasi bentuk dan mekanisme kelembagaan pengelola perbatasan yang ada saat ini, meliputi struktur, tugas, pokok, fungsi, dan mekanisme koordinasi. Perumusan alternatif bentuk kelembagaan dan Desain Organisasi dilakukan secara deskriptif berdasarkan hasil analisa data dan informasi pada bagian sebelumnya. Melalui analisis struktur, tugas pokok, fungsi dan mekanisme koordinasi kelembagaan pengelola kawasan perbatasan yang ada saat ini dapat dilihat kelemahan dan kelebihan berbagai model kelembagaan pengelola kawasan perbatasan. Dari analisis tersebut dapat dirumuskan alternatif bentuk kelembagaan pengelola perbatasan yang terpadu dan terintegrasi. Selanjutnya untuk memperoleh umpan-balik dari seluruh stakeholder terkait dengan bentuk kelembagaan pengelola kawasan perbatasan dilakukan melalui berbagai seminar atau lokakarya. Finalisasi kajian dilakukan berdasarkan berbagai masukan dan saran dari seluruh stakeholder terhadp kelembagaan pengelola kawasan perbatasan Data Data dan informasi yang digunakan dalam kajian ini adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui diskusi, wawancara, dan seminar dengan aparat di pusat dan daerah (Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Papua, dan NTT), sedangkan untuk mendapatkan data sekunder dalam kajian ini diperoleh dari studi literatur, hasil kajian, buku-buku ilmiah, peraturan perundangan, jurnal-jurnal ilmiah, serta artikel dari internet yang berkaitan dengan kelembagaan pengelola perbatasan antarnegara. IV. HASIL KAJIAN DAN ANALISIS 4.1. Peraturan Perundang-Undangan yang Terkait dengan Pengembangan Kelembagaan Terdapat berbagai peraturan-perundang-undangan yang terkait ketiga isu utama dalam pengelolaan kawasan perbatasan, antara lain (1) peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penetapan garis batas dan penegasan kedaulatan wilayah, (2) peraturan perundang-undangan yang

4 terkait dengan pengamanan kawasan perbatasan, serta (3) peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pengembangan kawasan perbatasan. Landasan yuridis penetapan perbatasan Republik Indonesia telah termaktub dengan jelas di dalam Pasal 25 A UUD 1945 tentang wilayah Negara. Selain itu terdapat sejumlah peraturan perundang-undangan yang mengatur batas negara, baik dalam bentuk UU, PP, maupun Keppres/Perpres. Undang-undang tersebut secara spesifik mengatur prinsip-prinsip cara penarikan batas, misalnya UU No. 5 tahun 1984 tentang ZEEI, UU No. 17 tahun 1985 tentang pengesahan UNCLOS, UU No 6 tahun 1996 tentang Perairan yang didukung oleh PP No. 38 tahun 2002 tentang Daftar Koordinat Geografis Garis Pangkal Indonesia. Selain peraturan perundang-undangan mengenai aturan penarikan garis batas, telah ada pula peraturan perundang-undangan mengenai pengesahan hasil perundingan batas negara dengan negara tetangga, misalnya UU No. 2 Tahun 1971 mengenai Batas Laut Teritorial Indonesia-Malaysia, UU no.7 tahun 1973 mengenai Batas Laut Teritorial Indonesia- Singapura. Untuk melengkapi pengaturan terhadap UU tersebut telah dikeluarkan beberapa Keppres yang mengatur secara spesifik batas wilayah Indonesia dengan negara tetangga, misalnya Keppres No. 89 tahun 1969 menganai pengaturan batas wilayah Indonesia-Malaysia. Terkait dengan upaya pengamanan kawasan perbatasan, beberapa peraturan perundangundangan seperti PP No. 36 tahun 2002, PP No. 37 tahun 2002, dan PP No. 38 tahun 2002 memberi dasar dan kewenangan bagi aparat guna menegakkan hukum dalam rangka perwujudan kedaulatan nyata di perbatasan, khususnya di perbatasan laut. Meski demikian, upaya penegakan hukum di kawasan perbatasan laut saat ini sering menimbulkan kerancuan di lapangan akibat para adanya penafsiran yang berbeda tentang implementasinya masing-masing sesuai dengan kewenangan yang berikan undang-undang. Selain itu tersebarnya kewenangan dalam penegakan hukum di kawasan perbatasan serta luasnya wilayah yang harus diawasi dan tidak sebanding dengan sarana pendukung operasional seringkali dimanfaatkan oleh para pelanggar hukum yang terkadang menggunakan teknologi lebih maju. Hal ini menyebabkan sulitnya upaya koordinasi dalam penegakan hukum di kawasan perbatasan. Terkait dengan upaya pengembangan kawasan perbatasan, UU no. 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang telah memasukkan kawasan perbatasan sebagai salah satu bentuk kawasan tertentu, yaitu kawasan yang ditetapkan secara nasional yang penataan ruangnya dipriotaskan. Adanya penataan ruang kawasan perbatasan dimaksudkan untuk mendorong keterpaduan pengembangan kawasan perbatasan untuk mengurangi kesenjangan wilayah dan perwujudan kawasan perbatasan sebagai beranda depan negara; Mempercepat pembangunan kawasan melalui upaya pengembangan pusat pertumbuhan ekonomi dan membuka keterisolasian wilayah, dengan tetap menjaga kelestraian lingkungan dan sosial budaya setempat; serta mendorong perwujudan kerjasama ekonomi sub regional secara sinergis dan seimbang dengan menganut keserasian antara pendekatan keamanan dan pendekatan kesejahteraan masyarakat. Upaya pengembangan kawasan perbatasan juga telah didukung oleh Peraturan Presiden No 7 Tahun 2005 mengenai Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun , dimana arah kebijakan program pengembangan kawasan perbatasan adalah untuk menjaga keutuhan wilayah NKRI melalui penetapan hak kedaulatan NKRI yang dijamin oleh hukum internasional; serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat dengan menggali potensi ekonomi, sosial dan budaya serta keuntungan lokasi geografis yang sangat strategis untuk berhubungan dengan negara tetangga. Tantangan ke depan adalah menyelesaikan landasan yuridis terhadap batas-batas wilayah baik BLT, BLK, dan ZEE melalui kesepakatan dengan negara-negara tetangga.

5 4.2. Kelembagaan Pengelolaan Perbatasan saat ini Kelembagaan pengelolaan kawasan perbatasan saat ini terdiri dari 3 (tiga) bentuk kelembagaan, yaitu : (a) Komite-komite Perbatasan, antara lain General Border Committee (GBC) RI-Malaysia, Joint Border Committee (JBC) RI-PNG, JBC RI Timor Leste, dan Border Commitee RI Filipina, (b) Instansi-instansi pemerintah pusat terkait, antara lain menangani tim-tim teknis dan melakukan berbagai program secara sektoral, (c) Pemerintah daerah terkait baik provinsi maupun kabupaten, dimana dalam pengelolaannya dilaksanakan oleh Bappeda atau unit khusus yang dibentuk untuk menangani pengelolaan kawasan perbatasan (misalnya Badan Perbatasan dan Kerjasama Daerah di Provinsi Papua). Berdasarkan 5 aspek kelembagaan, yaitu kepemimpinan, tujuan, program, sumberdaya, dan struktur, dapat dianalisis kondisi kelembagaan pengelolaan perbatasan saat ini Komite-komite Perbatasan (1) General Border Committee RI-Malaysia GBC RI-Malaysia merupakan forum kerjasama perbatasan antara pemerintah RI dengan Malaysia. Hasil analisa aspek-aspek kelembagaan GBC RI-Malaysia diperlihatkan pada Tabel 1. Tabel 1. Analisis aspek-aspek kelembagaan GBC RI-Malaysia Aspek Kelembagaan Kepemimpinan Struktur Tujuan Program Sumberdaya Hasil Analisis Diketuai Panglima TNI Ketua membawahi SPC yang terdiri dari 5 Bidang, yaitu COCC, JKLB, KK Sosek Malindo, dan KK SAR Membahas isu dan permasalahan perbatasan dalam bidang sosial, ekonomi, maupun pertahanan keamanan diantara RI-Malaysia Melakukan perumusan program melalui bidang-bidang namun implementasinya dilakukan oleh instansi-instansi yang terkait di tingkat pusat dan daerah. Tidak memiliki anggaran, aparat, dan prasarana yang mandiri karena berfungsi sebagai forum ad hoc dan bukan institusi yang bersifat struktural (2) Joint Border Committee RI-PNG JBC RI-PNG merupakan forum kerjasama perbatasan antara pemerintah RI dengan PNG. Hasil analisa aspek-aspek kelembagaan JBC RI-PNG diperlihatkan pada Tabel 2. Tabel 2. Analisis aspek-aspek kelembagaan JBC RI-PNG Aspek Kelembagaan Kepemimpinan Struktur Tujuan Program Sumberdaya Hasil Analisis Diketuai oleh Menteri dalam Negeri Dipimpin oleh ketua yang membawahi Sub Komisi Teknis dan Border Liaision Meeting Membahas isu dan permasalahan perbatasan RI-PNG Melakukan perumusan program melalui bidang-bidang namun implementasinya dilakukan oleh instansi-instansi yang terkait di tingkat pusat dan daerah. Tidak memiliki anggaran, aparat, dan prasarana yang mandiri karena berfungsi sebagai forum ad hoc dan bukan institusi yang bersifat struktural

6 (3) Joint Border Committee RI-Timor Leste JBC RI-Timor Leste merupakan forum kerjasama perbatasan antara pemerintah RI dengan Timor Leste. Hasil analisa aspek-aspek kelembagaan JBC RI-TImor diperlihatkan pada Tabel 3. Tabel 3. Analisis aspek-aspek kelembagaan JBC RI-Timor Leste Aspek Kelembagaan Kepemimpinan Struktur Tujuan Program Sumberdaya Hasil Analisis Diketuai oleh Dirjen PUM Depdagri Dipimpin oleh ketua yang membawahi Sub Komisi Teknis dan Border Liaision Membahas isu dan permasalahan perbatasan RI-Timor Leste Melakukan perumusan program melalui bidang-bidang namun implementasinya dilakukan oleh instansi-instansi yang terkait di tingkat pusat dan daerah. Tidak memiliki anggaran, aparat, dan prasarana yang mandiri karena berfungsi sebagai forum ad hoc dan bukan institusi yang bersifat struktural (4) Border Committee RI-Filipina Border Committe RI-Filipina merupakan forum kerjasama perbatasan antara pemerintah RI dengan Filipina. Hasil analisa aspek-aspek kelembagaan Border Committee RI-Filipina diperlihatkan pada Tabel 4. Tabel 4. Analisis aspek-aspek kelembagaan Border Commitee RI-Filipina Aspek Kelembagaan Kepemimpinan Struktur Tujuan Program Sumberdaya *data tidak ada Hasil Analisis Diketuai oleh Pangdam VII/Wirabuana Dta* Membahas isu dan permasalahan perbatasan RI-Filipina, terutama mengenai isu penetapan batas laut. Dta Tidak memiliki anggaran, aparat, dan prasarana yang mandiri karena berfungsi sebagai forum ad hoc dan bukan institusi yang bersifat struktural Kelembagaan di Tingkat Pusat Pengelolaan kawasan perbatasan di Indonesia saat ini tidak dilakukan oleh suatu institusi khusus dan belum memiliki struktur yang jelas, dimana pengelolaan dilakukan oleh instansi-instansi di tingkat pusat yang terkait secara sektoral. Hasil analisa kelembagaan pada mekanisme pengelolaan sektoral oleh instasni pusat terkait diperlihatkan pada Tabel 5.

7 Tabel 5. Hasil Analisis Kelembagaan pada Mekanisme Pengelolaan Sektoral oleh Instansi Pusat Terkait Aspek Kelembagaan Hasil Analisis Kepemimpinan Belum ada satu instansi khusus yang bertanggung jawab atau berwenang penuh dalam menangani permasalahan perbatasan Struktur - Pekerjaan dibagi berdasarkan tugas pokok dan fungsi sektornya masing-masing - Belum ada mekanisme koordinasi yang jelas antar instansi terkait sehingga seringkali terjadi overlapping kewenangan Tujuan RPJM : 1. Menjaga keutuhan wilayah NKRI melalui penetapan hak kedaulatan NKRI yang dijamin oleh hukum internasional; 2. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat dengan menggali potensi ekonomi, sosial dan budaya serta keuntungan lokasi geografis yang sangat strategis untuk berhubungan dengan negara tetangga. Program Telah ada program pengembangan kawasan perbatasan dalam Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 mengenai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun Sumberdaya Telah ada anggaran, aparat, dan prasarana yang mandiri di sektor masing-masing namun kapasitasnya masih relatif minim dan pemanfaatannya belum efektif karena belum ada mekanisme kelembagaan yang menyeluruh Kelembagaan di Daerah Bentuk institusi pengelola kawasan perbatasan di tingkat daerah tidak sama antar satu daerah dengan daerah lainnya. Secara umum terdapat dua model institusi pengelolaan di daerah. Model pertama adalah pengelolaan kawasan perbatasan melalui pembentukan institusi khusus pengelola perbatasan di tingkat provinsi yang diikuti dengan pembentukan badan-badan serupa di tingkat kabupaten yang diberi kewenangan untuk menangani permasalahan yang dihadapi wilayah perbatasan. Contoh dari model ini sudah ada, yaitu : (1) Badan Perbatasan dan Kerjasama Daerah, Papua (BKPD), yaitu lembaga perbatasan di provinsi Papua, (2) Pengelolaan wilayah perbatasan oleh unit Bappeda di daerah melalui kerjasama antara kedua negara (Tabel 6). Contoh dari model kedua ini adalah pengelolaan kawasan perbatasan oleh Bappeda di Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Riau melalui pelaksanaan kerjasama Sosek Malindo (Tabel 7) Tabel 6. Analisis aspek-aspek kelembagaan BPKD Papua Aspek Kelembagaan Hasil Analisis Kepemimpinan Diketuai oleh Kepala BPKD Struktur - Dipimpin oleh seorang kepala dan didukung oleh kesekretariatan untuk melaksanakan urusan administrasi umum, keuangan, kepegawaian dan penyusunan program. Kepala membawahi pula bidang-bidang yang terdiri dari bidang perbatasan, kerjasama, dan pemberdayaan potensi perbatasan. - Koordinasi dengan pusat belum jelas. Tujuan Memiliki pernyataan tujuan : Menangani dan mengembangkan potensi perbatasan dan kerjasama pemerintah daerah dengan daerah di negara lain serta tugas lain yang diberikan oleh gubernur Program Memiliki otoritas dan program mandiri dalam bidang pengembangan prasarana dan sarana perbatasan, kerjasama, dan pemberdayaan potensi wilayah. Sumberdaya Merupakan institusi struktural sehingga memiliki anggaran, aparat, dan prasarana yang mandiri

8 Tabel 7. Analisa Aspek-aspek kelembagaan Sosek Malindo Tingkat Daerah di Provinsi Kalimantan Barat Aspek Kelembagaan Hasil Analisis Kepemimpinan Kepala Bappeda Provinsi Struktur Merupakan bagian dari Kelompok Kerjasama Sosek Malindo Indonesia. Ketua Sosek Malindo tingkat daerah membawahi tim-tim teknis yang bertugas untuk merumuskan buku kertras kerja yang kemudian dilaporkan kepada sekretariat Sosek Malindo Tingkat pusat. Tujuan Memiliki pernyataan tujuan : Mengkaji secara rinci kerjasama Sosial Ekonomi di daerah dan memantau pelaksanaannya sesuai arahan arahan KK Sosek Malindo Tingkat Pusat. Program Hanya berwenang untuk merumuskan program di tingkat daerah, sedangkan implementasinya diserahkan kepada instansi terkait. Sumberdaya Merupakan forum ad-hoc sehingga tidak memiliki anggaran, aparat, dan prasarana yang mandiri Hubungan antara lembaga-lembaga terkait dalam pengelolaan kawasan perbatasan Gambar 1 dibawah ini menunjukkan hubungan antara komite-komite perbatasan, instansi pusat terkait dengan pemerintah daerah dalam kegiatan pengelolaan kawasan perbatasan. Gambar 1. Hubungan Komite Perbatasan, Instansi Pusat terkait, dan Pemerintah Daerah dalam kegiatan pengelolaan kawasan perbatasan saat ini. JBC RI-PNG Instansi Pusat Terkait BC RI-FILIPINA JBC RI-TIMLES Pengelolaan Kawasan Perbatasan GBC RI-MALAYSIA Pemerintah Daerah Terkait Hubungan Koordinasi Implementasi program Instansi pusat Implementasi program pemerintah daerah terkait Pembagian Kewenangan pusat-daerah Berdasarkan UU No. 32/2004

9 Berdasarkan hasil analisis dan gambar diatas berdasarkan aspek kepemimpinan, struktur, program, dan sumberdaya, terdapat beberapa permasalahan kelembagaan dalam pengelolaan kawasan perbatasan di Indonesia, antara lain : (1) Kepemimpinan : (a) Komite-komite perbatasan yang ada saat ini diketuai oleh instansi yang berbeda sehingga pengelolaan kawasan perbatasan tidak terintegrasi secara nasional. (b) Di tingkat pusat, belum ada satu institusi khusus yang ditunjuk/berwenang penuh untuk menangani kawasan perbatasan. (c) Di tingkat daerah, belum seluruh daerah memiliki institusi khusus yang memiliki wewenang untuk menangani permasalahan perbatasan. (d) Dalam pelaksanaan kerjasama Sosek Malindo, kepemimpinan yang ada saat ini kurang sesuai dengan bentuk dan isi kerjasama Sosek Malindo. (2) Struktur : (a) Dalam pelaksanaan komite perbatasan, hanya instansi-instansi tertentu yang terlibat dalam pelaksanaan border committee sesuai dengan kesepakatan kerjasama sehingga pengelolaan kawasan perbatasan tidak dilaksanakan secara menyeluruh. (b) Tidak ada koordinasi antar komite perbatasan. (c) Bentuk komite perbatasan yang bersifat ad-hoc menyebabkan lembaga tidak memiliki fungsi implementasi sehingga ada kemungkinan hasil kesepakatan cenderung tidak berjalan baik di lapangan. (d) Kegiatan instansi-instansi di tingkat pusat dilakukan secara sektoral dan berjalan sendirisendiri. (e) Belum terdapat mekanisme hubungan yang jelas antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah (3) Program : (a) Program pada komite-komite perbatasan dirumuskan berdasarkan isu-isu yang terjadi sehingga cenderung bersifat parsial dan tidak menyelesaikan permasalahan secara menyeluruh (b) Bentuk komite perbatasan yang bersifat ad-hoc menyebabkan sulitnya melakukan monitoring implementasi program secara berkelanjutan terhadap instansi pelaksana. (c) Pelaksanaan program oleh instansi-instansi pusat cenderung dilaksanakan secara sektoral dan tidak terpadu. (d) Di tingkat daerah, karena tidak adanya hubungan yang jelas dengan pusat, pelaksanaan program masih berjalan sendiri tanpa mengacu kebijakan di tingkat pusat. (4) Sumber Daya : (a) Komite perbatasan dan kerjasama Sosek Malindo sebagai suatu forum ad hoc tidak memiliki aparat, prasarana, dan anggaran yang mandiri sehingga implementasi dari program yang telah disepakati kurang efektif (b) Instansi-instansi pusat terkait memiliki anggaran, aparat, dan prasarana yang mandiri dari tiap sektor namun kapasitasnya masih relatif minim dan pemanfaatannya belum efektif karena belum ada mekanisme kelembagaan yang terpadu dan menyeluruh. (c) Lembaga perbatasan di tingkat daerah dihadapkan pada permasalahan minimnya anggaran, prasarana, dan kualitas aparat untuk menunjang operasionalisasi lembaga

10 4.3. Alternatif Bentuk Kelembagaan Pengelola Perbatasan Terdapat 4 (empat) alternatif bentuk dan mekanisme kelembagaan dalam pengelolaan kawasan perbatasan, yaitu : Kelembagaan yang tetap mempertahankan mekanisme kelembagaan saat ini dengan memperbaiki koordinasi pada mekanisme pengelolaan secara sektoral. Bentuk kelembagaan ini tidak mengubah mekanisme pengelolaan saat ini, namun ditekankan kepada perbaikan koordinasi antar instansi pusat terkait. Perbaikan koordinasi dilakukan dengan menunjuk suatu institusi yang diberi kewenangan penuh untuk melakukan koordinasi perencanaan, pelaksanaan, serta monitoring evaluasi program. Lembaga tersebut dapat merupakan Kementerian Koordinator atau Kementerian Negara yang memiliki kewenangan lintas sektoral. Selain itu, harus dibentuk sub-unit di tiap instansi yang diberi kewenangan untuk mengambil keputusan mengenai pengelolaan kawasan perbatasan sesuai dengan tugas, pokok, dan fungsinya masing-masing Kelembagaan yang tetap mempertahankan mekanisme kelembagaan saat ini dengan memperbaiki koordinasi diantara komite-komite ad-hoc yang ada. Bentuk kelembagaan ini pada prinsipnya hampir sama dengan alternatif pertama, instansi yang ditunjuk diberi kewenangan untuk mengkoordinasikan komite-komite perbatasan yang ada. Selain itu diperlukan peningkatan keterlibatan sektor-sektor terkait di dalam komite-komite perbatasan yang ada saat ini Kelembagaan berbentuk Struktural (Badan Pengelola Kawasan Perbatasan Antarnegara /BP-KPA). Lembaga ini merupakan lembaga khusus pengelola perbatasan di tingkat pusat yang bersifat struktural (Badan setingkat LPND). Lembaga ini merupakan lembaga yang memiliki sumberdaya aparatur, anggaran, dan prasarana mandiri, serta memiliki kewenangan dan otoritas penuh dalam hal perencanaan program, koordinasi pelaksanaan, dan implementasi. BP-KPA dapat dipimpin oleh seorang kepala, dibantu oleh sekretaris utama dan staf ahli serta membawahi deputi-deputi. Keberadaan BP-KPA akan mengambil alih fungsi-fungsi yang sebelumnya tersebar di berbagai departemen. Dengan demikian agar lembaga ini efektif diperlukan konsolidasi dan koordinasi dengan instansi-instansi teknis terkait. Selain itu untuk meningkatkan koordinasi dengan pemerintah daerah, lembaga baru perlu melibatkan pemda dalam perumusan, implementasi, monitoiring, serta evaluasi program. Lembaga ini juga perlu menggali sumber-sumber dana alternatif untuk membiayai pembangunan kawasan perbatasan seperti melalui hibah dan kerjasama ekonomi dengan negera tetangga. Untuk memenuhi kebutuhan aparat, diperlukan anggaran yang cukup besar untuk melakukan perekrutan SDM aparatur dari instansi-instansi yang telah ada saat ini baik di pusat maupun daerah Lembaga berbentuk Add Hoc (Dewan Koordinasi Perbatasan Kawasan Perbatasan Antarnegara /DP-KPA). Lembaga ini merupakan lembaga koordinasi di tingkat pusat dan dipimpin langsung oleh presiden. DP-KPA merupakan wadah koordinasi instansi-instansi terkait dalam pengelolaan kawasan perbatasan, sehingga tidak memiliki sumberdaya aparatur, anggaran, dan prasarana secara mandiri. Lembaga ini dipimpin oleh presiden yang dibantu oleh ketua harian dan didukung oleh sekretariat

11 jenderal untuk menangani permasalahan administratif. Presiden juga membawahi pokja-pokja yang dapat dikelompokkan berdasarkan fungsi-fungsi strategis dalam pengelolaan kawasan perbatasan. DP-KPA ini dinilai akan lebih mudah diterima dibandingkan alternatif ketiga karena disamping tidak mengambil alih fungsi yang telah ada di berbagai instansi-instasi juga tidak menggunakan biaya yang besar dalam pembentukannya. Namun demikian, karena tidak memiliki otoritas dalam implementasi dan tidak memiliki anggaran yang mandiri, lembaga ini dikhawatirkan sulit untuk melakukan kontrol terhadap pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh sektor-sektor terkait. Dengan demikian, untuk menerapkan bentuk lembaga ini diperlukan pemantauan dan evaluasi rutin untuk menilai komitmen dan kinerja dari sektor terkait. Agar lembaga ini efektif dan pembangunan di kawasan perbatasan sesuai dengan rencana yang dibuat, diperlukan kebijakan khusus dari presiden sebagai ketua badan/dewan. Untuk meningkatkan koordinasi dengan pemerintah daerah, lembaga ini perlu melibatkan pemda dalam perumusan, implementasi, monitoiring, serta evaluasi program yang dilaksanakan Kelembagaan Semi Struktural (Badan Koordinasi Percepatan Pembangunan Kawasan Perbatasan Antarnegara /BK- P2KPA) BK-P2KPA merupakan lembaga koordinasi yang bersifat semi-struktural. Lembaga ini disamping bersifat adhoc berfungsi untuk mengkoordinasikan program dan pendanaan dari instansiinstansi pusat terkait, juga memiliki aparat tetap di dalam sekretariat yang berfungsi sebagai national operation center untuk melakukan koordinasi perencanaan, pelaksanaan, serta monitoring program, termasuk untuk mengarahkan dan mengelola anggaran. Adanya kewenangan untuk mengarahkan dan mengelola anggaran dimaksudkan untuk memberikan otoritas penuh kepada lembaga dalam melakukan koordinasi dan kontrol secara efektif terhadap implementasi program pembangunan yang dilakukan oleh sektor-sektor terkait, sehingga pelaksanaan pembangunan di kawasan perbatasan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Dengan demikian agar lembaga ini dapat berjalan efektif, perlu diadakan suatu dana alokasi khusus yang ditujukan untuk pengembangan kawasan perbatasan. V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian diatas, terdapat beberapa hal yang dapat disimpulkan : Hingga saat ini telah disusun beberapa peraturan perundang-undangan yang memberikan legitimasi bagi pengelolaan kawasan perbatasan, baik ditinjau dari sisi kadaulatan wilayah, keamanan, maupun dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pengembangan kawasan. Namun demikian dalam implementasinya masih terjadi kewenangan yang tersebar dan belum adanya koordinasi yang baik. Hal ini disebabkan belum adanya suatu kelembagaan khusus yang memayungi lembaga-lembaga yang terkait dalam pengelolaan kawasan perbatasan antar negara. Kelembagaan pengelolaan kawasan perbatasan yang ada saat ini belum berjalan secara optimal, untuk itu perlu ditinjau kembali baik dari segi kepemimpinan, struktur, program, maupun pemanfataan sumber daya yang dimiliki, baik pada komite-komite perbatasan, instansi pusat terkait, maupun pemerintah daerah di kawasan perbatasan.

12 Terdapat 5 (lima) model alternatif kelembagaan pengelola perbatasan yang masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan, yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil kebijakan dalam memutuskan alternatif terbaik sesuai dengan kondisi yang ada : Lembaga yang mempertahankan mekanisme kelembagaan yang sudah saat ini dengan memperbaiki koordinasi pada mekanisme pengelolaan secara sektoral. Lembaga yang mempertahankan mekanisme kelembagaan yang sudah ada saat ini dengan memperbaiki koordinasi diantara komite-komite ad-hoc yang ada. Membentuk Badan Pengelola Kawasan Perbatasan Antarnegara (BP-KPA). Membentuk Dewan Koordinasi Perbatasan Kawasan Perbatasan Antarnegara (DP-KPA). Membentuk Badan Koordinasi Percepatan Pembangunan Kawasan Perbatasan Antarnegara (BK- P2KPA) 5.2. Rekomendasi Di dalam menanganai pembangunan dan pengembangan wilayah perbatasan diperlukan suatu lembaga pengelola perbatasan. Dari hasil kajian diperoleh beberapa alternatif bentuk lembaga pengelola perbatasan, dan masing-masing lembaga tersebut memiliki kelebihan dan kelemahan. Oleh karena itu untuk memilih bentuk kelembagaan yang mana yang Adapun untuk menentukan alternatif kelembagaan mana yang paling baik merupakan suatu hal bersifat relatif. Setiap alternatif kelembagaan yang ditawarkan dalam kajian pada dasarnya dapat diterapkan. Namun demikian. Setiap alternatif disamping memiliki kelebihan masing-masing, juga memiliki kelemahan. Berdasarkan hal tersebut, agar alternatif-alternatif yang ada dapat diterapkan secara optimal, maka dalam penerapannya diperlukan beberapa upaya pemecahan antara lain : Alternatif I (1) Menunjuk satu institusi yang memiliki kewenangan penuh untuk melakukan koordinasi, perencanaan, pelaksanaan serta monitoring dan evaluasi program Lembaga tersebut bisa merupakan Menteri Koordinator, atau Menteri Negara memiliki kewenangan untuk mengkoordinasikan antar sektor yang ada; (2) Memberikan kewenangan kepada tiap-tiap sub unit di tiap Departemen/Instansi terkait untuk dapat mengambil keputusan yang terkait dengan masalah perbatasan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing. Alternatif II (1) Menunjuk suatu institusi khusus yang diberikan kewenangan untuk mengkoordinasikan komitekomite yang telah ada (2) Meningkatkan keterlibatan instansi pusat yang terkait dengan pelaksanaan kerjasama dalam komite (3) Meningkatkan koordinasi dengan pemerintah daerah dalam implementasi pelaksanaan kerjasama dalam komite. Alternatif III (1) Melakukan konsolidasi dan koordinasi dengan instansi-instansi teknis terkait;

13 (2) Melibatkan Pemerintah Daerah dalam perumusan, implementasi, monitoring dan evaluasi program; (3) Mencari alternatif sumber dana lain untuk membiayai kelangsungan kegiatan lembaga ini, misalnya dari hibah, kerjasama luar negri ataupun dari Pemerintah Daerah yang terkait; dan (4) Dalam upaya memenuhi kebutuhan sumberdaya manusia yang cukup banyak, dapat diambil dari instansi terkait yang telah ada baik di pusat maupun di daerah. Alternatif IV (1) Melakukan pemantauan dan evaluasi rutin untuk menilai komitmen dan kinerja Departemen/LPND terkait; (2) Adanya kebijakan-kebijakan khusus dari presiden agar pelaksanaan pembangunan perbatasan sesuai dengan rencana yang dibuat; (3) Mengintesifkan koordinasi dengan Pemerintah Daerah di dalam perencanaan, pelaksanaan dan monitoring evaluasi program pengembangan kawasan perbatasan. Alternatif V (1) Mengadakan Dana Alokasi Khusus bagi kegiatan pembangunan di kawasan perbatasan untuk dikelola oleh lembaga ini. (2) Melakukan pemantauan dan evaluasi rutin untuk menilai komitmen dan kinerja Departemen/LPND terkait; (3) Dalam upaya memenuhi kebutuhan sumberdaya manusia di dalam unit kesekretariatan, dapat diambil dari instansi terkait yang telah ada baik di pusat maupun di daerah. (4) Adanya kebijakan-kebijakan khusus dari presiden agar pelaksanaan pembangunan perbatasan sesuai dengan rencana yang dibuat; (5) Mengintesifkan koordinasi dengan Pemerintah dan Pemerintah Daerah (Provinsi, Kabupaten/Kota) di dalam perencanaan program dan pendanaan, pelaksanaan dan monitoring evaluasi program pembangunan dan pengembangan kawasan perbatasan.

14 DAFTAR PUSTAKA Dakhuri, R., J. Rais, S.P. Ginting, M.J. Sitepu Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta Departemen dalam Negeri Rancangan Keputusan Presiden tentang Rencana Induk Pengembangan Wilayah Perbatasan NKRI. Jakarta Departemen Pekerjaan Umum. UU No. 24 Tahun 1992, tentang Penataan Ruang. Jakarta Deputi Otonomi Daerah dan Pengembangan Regional Bappenas Pengembangan Wilayah Perbatasan Perbatasan Terpadu. Jakarta. Dirjen PUM Depdagri Kelembagaan Pengelolaan Kawasan Perbatasan Antarnegara dalam Perspektif Otonomi Daerah dan Kesejahteraan Rakyat. Makalah Seminar. Jakarta. Bratakusumah, D dan Solihin, D Otonomi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah. Jakarta. Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Kawasan Perbatasan Antarnegara. Jakarta. Keputusan Presiden no. 36 Tahun 996 tentang Panitia Koordinasi Penyelesaian Masalah Wilayah Perbatasan dan Dasar Laut (Pankorwilnas). Jakarta. Keputusan Presiden no. 77 Tahun 1996 tentang Dewan Kelautan Nasional. Jakarta. Nainggolan, P Partogi Batas Wilayah dan Situasi Perbatasan Indonesia : Ancaman Terhadap Integrasi Teritorial. Jakarta. Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat Kerjasama Sosek Malindo Tingkat Daerah dalam Pengelolaan Perbatasan di Provinsi Kalimantan Barat. Makalah Seminar. Jakarta. Perpres No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Jakarta Pemerintah Provinsi Papua Kelembagaan BPKD Provinsi Papua. Makalah Seminar. Jakarta Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional/RTRWN. Jakarta Sihombing, M Pemahaman Penetapan dan Pengelolaan Perbatasan Sebagai Syarat Terapainya Optimalisasi Pengelolan Kerjasama Perbatasan Antarnegara. Makalah Seminar. Jakarta Soelaiman, M. Munandar Dinamika Masyarakat Transisi. Yogyakarta Sudrajat Kelembagaan Pengelolaan Perbatasan Antarnegara dalam Perspektif Pertahanan dan Keamanan Nasional. Makalah Seminar. Jakarta.

RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011

RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011 LAMPIRAN : PERATURAN KEPALA BNPP NOMOR : 4 TAHUN 2011 TANGGAL : 7 JANUARI 2011 RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011 A. LATAR BELAKANG Penyusunan Rencana Kerja (Renja) Badan Nasional

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka menjaga

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamb

2017, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamb No.580, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. Pengamanan Perbatasan. Pengerahan Tentara Nasional Indonesia. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGERAHAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2002 TENTANG DEWAN PENGEMBANGAN KAWASAN TIMUR INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2002 TENTANG DEWAN PENGEMBANGAN KAWASAN TIMUR INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2002 TENTANG DEWAN PENGEMBANGAN KAWASAN TIMUR INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan pembangunan daerah di Kawasan

Lebih terperinci

LAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

LAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR 7 2012, No.54 LAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2012 NOMOR : 2 TAHUN 2012 TANGGAL : 6 JANUARI 2012 RENCANA

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG DEWAN NASIONAL DAN DEWAN KAWASAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG DEWAN NASIONAL DAN DEWAN KAWASAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG DEWAN NASIONAL DAN DEWAN KAWASAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

MEMBANGUN KEMITRAAN DENGAN PERGURUAN TINGGI DALAM KAWASAN PERBATASAN KAWASAN NEGARA 1) Dr. Bambang Istijono, ME 2)

MEMBANGUN KEMITRAAN DENGAN PERGURUAN TINGGI DALAM KAWASAN PERBATASAN KAWASAN NEGARA 1) Dr. Bambang Istijono, ME 2) MEMBANGUN KEMITRAAN DENGAN PERGURUAN TINGGI DALAM KAWASAN PERBATASAN KAWASAN NEGARA 1) Dr. Bambang Istijono, ME 2) ABSTRAK Pengelolaan wilayah perbatasan, termasuk pulau-pulau kecil terluar, selama ini

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG DEWAN NASIONAL DAN DEWAN KAWASAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG DEWAN NASIONAL DAN DEWAN KAWASAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG DEWAN NASIONAL DAN DEWAN KAWASAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENGELOLA PERBATASAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Menurut pasal 373 ayat (4) UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pembinaan yang bersifat umum dan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan

Lebih terperinci

BAB II EKSISTENSI BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL (BKPM) DALAM PENANAMAN MODAL DI INDONESIA. A. Pengertian Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)

BAB II EKSISTENSI BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL (BKPM) DALAM PENANAMAN MODAL DI INDONESIA. A. Pengertian Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) 22 BAB II EKSISTENSI BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL (BKPM) DALAM PENANAMAN MODAL DI INDONESIA A. Pengertian Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Badan Koordinasi Penanaman Modal atau yang biasa disingkat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 154 TAHUN 2014 TENTANG KELEMBAGAAN PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 154 TAHUN 2014 TENTANG KELEMBAGAAN PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 154 TAHUN 2014 TENTANG KELEMBAGAAN PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PENYUSUNAN KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN KAWASAN PERBATASAN INDONESIA

PENYUSUNAN KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN KAWASAN PERBATASAN INDONESIA PENYUSUNAN KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN KAWASAN PERBATASAN INDONESIA Oleh Staf Ahli Menneg PPN Bidang Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia dan Kawasan Tertinggal ikhwanuddin@bappenas.go.id

Lebih terperinci

LAMPIRAN II RENCANA KERJA PENATAAN RUANG UNTUK PEMANTAPAN KEAMANAN NASIONAL (PENANGANAN KAWASAN PERBATASAN)

LAMPIRAN II RENCANA KERJA PENATAAN RUANG UNTUK PEMANTAPAN KEAMANAN NASIONAL (PENANGANAN KAWASAN PERBATASAN) LAMPIRAN II RENCANA KERJA PENATAAN RUANG UNTUK PEMANTAPAN KEAMANAN NASIONAL (PENANGANAN KAWASAN PERBATASAN) 1 2 3 4 5 1. INDONESIA MALAYSIA. Garis batas laut dan 1. Departemen Pertahanan (Action - Anggaran

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: PP 8-2003 file PDF: [1] LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 89, 2007 OTONOMI. PEMERINTAHAN. PEMERINTAHAN DAERAH. Perangkat Daerah. Organisasi.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2018 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2018 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2018 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 228 dan

Lebih terperinci

RENCANA AKSI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011

RENCANA AKSI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011 LAMPIRAN I : PERATURAN BNPP NOMOR : 3 TAHUN 2011 TANGGAL : 7 JANUARI 2011 RENCANA AKSI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011 A. LATAR BELAKANG Penyusunan Rencana Aksi (Renaksi)

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 228

Lebih terperinci

RANCANGAN PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN

RANCANGAN PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN RANCANGAN PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

*49722 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 62 TAHUN 2000 (62/2000) TENTANG KOORDINASI PENATAAN RUANG NASIONAL

*49722 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 62 TAHUN 2000 (62/2000) TENTANG KOORDINASI PENATAAN RUANG NASIONAL Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 62/2000, KOORDINASI PENATAAN RUANG NASIONAL *49722 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 62 TAHUN 2000 (62/2000) TENTANG KOORDINASI PENATAAN RUANG NASIONAL

Lebih terperinci

BAB III ISU DAN PERMASALAHAN PENGELOLAAN KAWASAN PERBATASAN

BAB III ISU DAN PERMASALAHAN PENGELOLAAN KAWASAN PERBATASAN BAB III ISU DAN PERMASALAHAN PENGELOLAAN KAWASAN PERBATASAN Pada bagian ini dipaparkan berbagai isu dan permasalahan yang dihadapi kawasan perbatasan, baik perbatasan darat maupun laut. Agar penyelesaian

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS

BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PENGELOLA PERBATASAN KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 68, 2009 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5004)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan umum dari penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Dengan terbitnya Undang-undang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 154 TAHUN 2014 TENTANG KELEMBAGAAN PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 154 TAHUN 2014 TENTANG KELEMBAGAAN PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 154 TAHUN 2014 TENTANG KELEMBAGAAN PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN UTARA

GUBERNUR KALIMANTAN UTARA 1 GUBERNUR KALIMANTAN UTARA PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN UTARA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSPEKTORAT, BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH, SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DAN LEMBAGA

Lebih terperinci

RENCANA AKSI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011

RENCANA AKSI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011 LAMPIRAN I : PERATURAN BNPP NOMOR : 3 TAHUN 2011 TANGGAL : 7 JANUARI 2011 RENCANA AKSI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011 A. LATAR BELAKANG Penyusunan Rencana Aksi (Renaksi)

Lebih terperinci

KERJASAMA ANTAR DAERAH DALAM PENATAAN RUANG KAWASAN JABODETABEKPUNJUR. oleh: Sekretaris Badan Kerja Sama Pembangunan (BKSP) Jabodetabek

KERJASAMA ANTAR DAERAH DALAM PENATAAN RUANG KAWASAN JABODETABEKPUNJUR. oleh: Sekretaris Badan Kerja Sama Pembangunan (BKSP) Jabodetabek KERJASAMA ANTAR DAERAH DALAM PENATAAN RUANG KAWASAN JABODETABEKPUNJUR oleh: Sekretaris Badan Kerja Sama Pembangunan (BKSP) Jabodetabek Wilayah Jabodetabekjur merupakan kawasan perkotaan dengan dinamika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Menurut pasal 217 ayat (1) huruf e UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh pemerintah yang

Lebih terperinci

2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,

2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.177, 2008 WILAYAH NEGARA. NUSANTARA. Kedaulatan. Ruang Lingkup. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4925) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

ARAHAN DIREKTUR JENDERAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA PADA ACARA

ARAHAN DIREKTUR JENDERAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA PADA ACARA ARAHAN DIREKTUR JENDERAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA PADA ACARA RAPAT KOORDINASI NASIONAL PENGUATAN KELEMBAGAAN TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN (TKPK) TAHUN 2014 Jakarta, 13 Mei 2014 TARGET

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2010 TENTANG TUNJANGAN OPERASI PENGAMANAN BAGI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2010 TENTANG TUNJANGAN OPERASI PENGAMANAN BAGI PERATURAN PRESIDEN NOMOR 49 TAHUN 2010 TENTANG TUNJANGAN OPERASI PENGAMANAN BAGI PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA DAN PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG BERTUGAS DALAM OPERASI PENGAMANAN PADA PULAU-PULAU KECIL

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Berdasarkan hasil rapat Koordinasi Daerah Pembangunan Perempuan Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

KEPPRES 138/1999, BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

KEPPRES 138/1999, BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 138/1999, BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL *49186 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 138 TAHUN 1999 (138/1999) TENTANG BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2011 TENTANG FORUM LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2011 TENTANG FORUM LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2011 TENTANG FORUM LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

2017, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); MEMUTUSKAN: Menetapka

2017, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); MEMUTUSKAN: Menetapka No.19, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ADMINISTRASI. Nasional. SDA. Dewan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG DEWAN SUMBER DAYA AIR NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan

Lebih terperinci

HASIL KESEPAKATAN MUSRENBANGNAS 2010 DAN HASIL BILATERAL PASCA-MUSRENBANGNAS 2010 ANTARA K/L DAN BAPPEDA PROVINSI KELOMPOK IV: PRIORITAS 10

HASIL KESEPAKATAN MUSRENBANGNAS 2010 DAN HASIL BILATERAL PASCA-MUSRENBANGNAS 2010 ANTARA K/L DAN BAPPEDA PROVINSI KELOMPOK IV: PRIORITAS 10 REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/BAPPENAS HASIL KESEPAKATAN MUSRENBANGNAS 2010 DAN HASIL BILATERAL PASCA-MUSRENBANGNAS 2010 ANTARA K/L DAN BAPPEDA PROVINSI KELOMPOK IV: PRIORITAS

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 42 2012 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INGONESIA NOMOR 52 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN TIM KOORDINASI TINDAK LANJUT PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.403, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHAN. Pengamanan. Wilayah Perbatasan. Kebijakan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN PENGAMANAN WILAYAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara kepulauan dengan garis pantai kurang lebih 81.900 km dan memiliki kawasan yang berbatasan dengan sepuluh negara,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

TOPIK KHUSUS DIPLOMASI INTERNASIONAL

TOPIK KHUSUS DIPLOMASI INTERNASIONAL TOPIK KHUSUS DIPLOMASI INTERNASIONAL MENCIPTAKAN PERDAMAIAN DUNIA Salah satu langkah penting dalam diplomasi internasional adalah penyelenggaraan KTT Luar Biasa ke-5 OKI untuk penyelesaian isu Palestina

Lebih terperinci

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi PEMERINTAHAN DAERAH Harsanto Nursadi Beberapa Ketentuan Umum Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

REVITALISASI INSTITUSI PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN DAERAH

REVITALISASI INSTITUSI PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN DAERAH Karya Tulis REVITALISASI INSTITUSI PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN DAERAH Murbanto Sinaga DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2006 DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN... 1 II.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG DEWAN SUMBER DAYA AIR NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG DEWAN SUMBER DAYA AIR NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG DEWAN SUMBER DAYA AIR NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG BADAN KOORDINASI PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN PROVINSI SUMATERA SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 136 TAHUN 1999 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DEPARTEMEN

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 136 TAHUN 1999 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DEPARTEMEN KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 136 TAHUN 1999 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DEPARTEMEN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka mendukung

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO, Menimbang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2000 TENTANG BADAN PERTANAHAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2000 TENTANG BADAN PERTANAHAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2000 TENTANG BADAN PERTANAHAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tanah merupakan kekayaan nasional dan modal dasar pembangunan,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PENGELOLA PERBATASAN KABUPATEN SINTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2005 TENTANG BADAN KOORDINASI KEAMANAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2005 TENTANG BADAN KOORDINASI KEAMANAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2005 TENTANG BADAN KOORDINASI KEAMANAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penegakan hukum dan keamanan di perairan Indonesia dilaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN NATUNA NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN NATUNA NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN NATUNA NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENGELOLA PERBATASAN KABUPATEN NATUNA. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 21 Maret 2011 Kepada, Nomor : 050 / 883 / SJ Yth. 1. Gubernur. Sifat : Penting 2. Bupati/Walikota. Lamp : Satu berkas di - Hal : Pedoman Penyusun Program

Lebih terperinci

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH A. KONDISI UMUM 1. PENCAPAIAN 2004 DAN PRAKIRAAN PENCAPAIAN 2005 Pencapaian kelompok

Lebih terperinci

BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH KABUPATEN KLATEN

PEMERINTAH KABUPATEN KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH KABUPATEN KLATEN PEMERINTAH KABUPATEN KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH KABUPATEN KLATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintahan Daerah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintahan Daerah

Lebih terperinci

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Rancangbangun hukum pulau-pulau perbatasan merupakan bagian penting dari ketahanan negara.

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Rancangbangun hukum pulau-pulau perbatasan merupakan bagian penting dari ketahanan negara. 243 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Rancangbangun hukum pulau-pulau perbatasan merupakan bagian penting dari ketahanan negara. Untuk itu setiap negara mempunyai kewenangan menentukan batas wilayah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri)

TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, Pertanahan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLAAN PERBATASAN PROVINSI MALUKU

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLAAN PERBATASAN PROVINSI MALUKU PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLAAN PERBATASAN PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TEGAL DINAS KELAUTAN DAN PERTANIAN Jalan Lele Nomor 6 (0283) Tegal BAB I

PEMERINTAH KOTA TEGAL DINAS KELAUTAN DAN PERTANIAN Jalan Lele Nomor 6 (0283) Tegal BAB I PEMERINTAH KOTA TEGAL DINAS KELAUTAN DAN PERTANIAN Jalan Lele Nomor 6 (0283) 351191 Tegal - 52111 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sektor Kelautan dan Pertanian secara kontinyu dan terarah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 2004 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2005 TENTANG BADAN KOORDINASI KEAMANAN LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2005 TENTANG BADAN KOORDINASI KEAMANAN LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2005 TENTANG BADAN KOORDINASI KEAMANAN LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penegakan hukum dan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH TAHUN 2009

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH TAHUN 2009 PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH TAHUN 2009 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a.

Lebih terperinci

8. Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (Lembaran Negara Republik

8. Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (Lembaran Negara Republik LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 118-144 TAHUN 2017 TANGGAL : 26 JANUARI 2017 TENTANG : PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI)

Lebih terperinci

BAB II DISKRIPSI ORGANISASI

BAB II DISKRIPSI ORGANISASI BAB II DISKRIPSI ORGANISASI 2.1. Sejarah Organisasi Pemilihan umum adalah sarana pelaksanaan kadaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG BADAN KOORDINASI PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG BADAN KOORDINASI PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG BADAN KOORDINASI PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN PROVINSI JAWA BARAT GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang Mengingat a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 136 TAHUN 1999 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DEPARTEMEN

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 136 TAHUN 1999 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DEPARTEMEN KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 136 TAHUN 1999 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DEPARTEMEN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka mendukung

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG SERTA KEDUDUKAN KEUANGAN GUBERNUR SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH DI WILAYAH PROVINSI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1 PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2009-2013

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2010 TENTANG FORUM LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2010 TENTANG FORUM LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2010 TENTANG FORUM LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI DALAM NEGERI,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI DALAM NEGERI, PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 33 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN HUBUNGAN KERJA ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI DALAM

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 41 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANAMAN MODAL DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. dijalankan oleh BPBD DIY ini, memakai lima asumsi pokok sebagai landasan

BAB VI PENUTUP. dijalankan oleh BPBD DIY ini, memakai lima asumsi pokok sebagai landasan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai strategi komunikasi bencana yang dijalankan oleh BPBD DIY ini, memakai lima asumsi pokok sebagai landasan pengelolaan komunikasi bencana

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

Grand Design Pembangunan Kawasan Perbatasan.

Grand Design Pembangunan Kawasan Perbatasan. Grand Design Pembangunan Kawasan Perbatasan www.arissubagiyo.com Latar belakang Kekayaan alam yang melimpah untuk kesejahterakan rakyat. Pemanfaatan sumber daya alam sesuai dengan peraturan serta untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa terorisme merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN UTARA

GUBERNUR KALIMANTAN UTARA S A L I N A N GUBERNUR KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN UTARA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH PROVINSI KALIMANTAN UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci