BENTUK PENYAJIAN LANGGA DI KECAMATAN DUNGINGI KOTA GORONTALO. Oleh Irwan Yassin Trubus Semiaji ABSTRAK
|
|
- Sudomo Sukarno Kusuma
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BENTUK PENYAJIAN LANGGA DI KECAMATAN DUNGINGI KOTA GORONTALO Oleh Irwan Yassin Trubus Semiaji ABSTRAK Adanya suatu prilaku menyimpang yang dilakukan oleh mayarakat Gorontalo khususnya di kecamatan Dungingi Kota Gorontalo telah dilarang oleh orang-orang yang mempertentangkan. Langga dianggap sebagai praktek musyrik, sehingga secara sistematik pelaksanaan Langga tidak dilaksanakan lagi oleh orang-orang yang melakukannya. Namun Langga merupakan suatu bentuk tradisi di kecamatan Dungingi untuk mendapatkan kekuatan beladiri. Metode yang digunakan adalah metode bersifat deskriptif. Data-data yang diperoleh melalui observasi, wawancara dan dokumentasi dalam bentuk rekaman video. Analisis data menggunakan langkah-langkah pengolahan data yang diawali dari identifikasi apa yang ada dalam data, melihat pola-pola dan membuat interpretasi atau penarikan kesimpulan. Langga akan dilaksanakan apabila ada yang ingin melakukannya. Terdapat dua bentuk Langga yaitu Langga lai dan Langga bua. Dalam pertunjukan Langga juga terdapat beberapa gerakan yang ditunjukkan seperti, gerakan dudato, mongohi, totame dan mobunggato. Langga juga memiliki ritual didalamnya, yaitu yang dinamakan hepasialo. Hepasialo merupakan proses dipasangkannya kekuatan lati dengan pemain Langga dengan memakai hewan ayam yang dijadikan sebagai alat ritual. Beberapa hal yang dapatkan disimpulkan 1). Adanya tuntutan suatu tradisi menjadikan Langga masih bertahan sampai saat ini meskipun sulit untuk melaksanakannya. 2). Suatu tradisi sulit dibedakan dengan suatu seni, karena keduanya memiiliki unsure dan konsep yang berbeda seperti pada tradisi Langga. 3) Masyarakat lama masih percaya akan adanya suatu tingkah laku nenek moyangnya yang sampai saat ini membuat suatu kelompok tersebut bisa bertahan dan melindungi diri. Kata Kunci: Tradisi, Langga, dan Dungingi. 1
2 I Langga dikatakan sebagai kekuatan beladiri yang telah ada sejak ratusan tahun lalu sebelum pengaruh Islam masuk di Gorontalo. Saat ini, sebagian besar penduduk Gorontalo telah memeluk agama Islam. Adanya perilaku menyimpang yang dilakukan oleh masyatarakat telah dilarang oleh beberapa orang yang mempertentangkan. Langga merupakan suatu yang dianggap sebagai praktek musyrik (menyembah kepada zat yang lain, bukan Tuhan), dan dilarang dalam ajaran agama islam. Sehingga secara sistematik, masyarakat yang beragama Islam banyak yang tidak menerima adanya pelaksanaan Langga bahkan orang yang memiliki Langga. Meskipun telah dipertentangkan, sebagian kecil dari masyarakat Gorontalo masih melaksanakan Langga, bahkan yang melaksanakannya pun adalah orang yang beragama Islam. Di kecamatan Dungingi Kota Gorontalo adalah salah satu tempat yang masih melaksanakan Langga, namun pelaksanaannya pun masih dilakukan secara sembunyi-sembunyi, seperti di dalam rumah ataupun di ruang tertutup, karena Larangan adanya pelaksanaan Langga terdapat pada proses sebelum dilakukannya pertarungan Langga. Pelaksanaan Langga dapat dilakukan di ruang terbuka apabila mandapat izin dari beberapa tokoh masyarakat, tokoh agama dan pemerintah setempat. Masih dilaksanakannya Langga oleh tokoh masyarakat maupun pemerintah saat ini, karena adanya tuntutan untuk ditunjukan kapada masyarakat baik di dalam maupun luar daerah Gorontalo serta generasi-generasi yang tidak mengetahui tentang tradisi Langga. Namun pelaksanaan Langga hanya meliputi pertunjukan dimana pemain Langga sudah dalam ajang pertarungan, yang berarti proses praktek musyrik yang telah dijelaskan sebelumnya sudah tidak dilakukan. Sekarang, Langga sering dilakukan pada acara-acara tertentu, salah satu contoh adalah pada penyambutan tamu besar yang disajikan kepada mereka, bahkan saat ini Langga dilakukan pada saat hari raya idul fitri yang biasanya dilakukan 2
3 setelah melaksanakan shalat idul fitri. Pelaksanaannya pun dilakukan oleh tokoh masyarakat maupun pemerintah setempat berdasarkan kesepakatan bersama. Dari beberapa pertunjukan yang ada, terdapat asumsi masyarakat mengatakan bahwa Langga merupakan sebuah seni berupa tarian dan hal ini masih simpangsiur terhadap pandangan mereka. Dilihat dari pelaksanaanya, keberadaan Langga sulit teridentifikasi dalam hal bentuknya, beberapa bentuk berupa tarian, ritual dan teatrikal sulit untuk diinterpretasikan ditengah masyarakat yang melakukannya, karena bentuknya sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Dilihat dari komponen pelaksaannya, Langga mempunyai gerakan-gerakan ritmik, heroik, dan ditengah-tengah pelaksanaannya ada semacam ritual yang dilakukan. Hal ini menyulitkan dimana Langga bisa berdiri sebagai bentuk yang utuh dan jelas. Adanya seni dan tradisi belum bisa diketahui secara pasti apakah keduaanya terlahir dengan cara berbeda atau secara bersamaan saling berkaitan. Namun dalam pelaksanaan Langga secara visual akan membedakan bahwa suatu tradisi dan seni memiliki sebuah struktur dan kosep dasar yang berbeda. II Langga merupakan sebuah kekuatan masyarakat Gorontalo untuk melindungi diri. Langga berasal dari kata hi langga-langgawa yang berarti merontak-rontak atau bergerak tanpa tujuan. Dari kata hi Langga-Langgawa inilah nama Langga dikenal dan menjadi sebuah kekuatan bagi masyarakat Gorontalo Sejak ratusan tahun lalu yang digunakan untuk bekerja. Keberadaan Langga saat ini telah menjadi tradisi di kecamatan Dungingi Kota Gorontalo yang dilaksanakan setiap tahun, beberapa bentuk dari Langga sendiri telah banyak perbedaan. Jauh sebelum Langga dimainkan, diketahui Langga sering digunakan untuk pembelaan diri satu sama lain, ketika seseorang saling bertengkar karena adanya perbedaan pendapat, kemudian menjadi sebuah ajang uji ketangkasan oleh beberapa orang laki-laki. Setelah mengalami pasang surut yang diakibatkan oleh zaman maka, Langga sendiri mulai hilang. setelah 3
4 mengalami pasang surut, sekitar tahun 1990 Langga kembali muncul dengan memiliki aturan-aturan dalam permainannya, pelaksanaannya pun terbagi atas dua jenis, yaitu Langga undangan dan Langga khusus. Langga undangan adalah Langga yang dilaksanakan oleh masyarakat besar seperti Kabupaten dan Kota. Sedangkan Langga khusus adalah Langga yang bersifat pribadi yang diadakan oleh kelompok masyarakat sendiri seperti di desa dan kecamatan. namun pelaksanaan Langga yang masih terlihat saat ini bersifat Langga khusus. Ditengah orang yang melakukan Langga, Langga terbagi atas dua bentuk, yaitu Langga la i dan Langga bua. Langga la i adalah Langga yang dilakukan di depan umum atau sering digelar dibeberapa tempat seperti di Kabupaten atau Kota Gorontalo. Sedangkan Langga bua adalah Langga yang tidak selalu diperlihatkan kepada orang-orang, Langga bua merupakan Langga yang lebih gesit dari Langga la i dan seringkali disembunyikan atau jarang dipakai oleh orang yang memilikinya. Pelaksana Langga 1. Pujonggo Pujonggo atau pemimpin Langga adalah seorang yang memiliki pengetahuan tinggi tentang Langga, pujonggo adalah orang yang telah mewarisi Langga dari generasi sebelumya. Apabila pelaksaan Langga akan dilakukan di suatu tempat, atau seseorang yang ingin memiliki Langga maka pujonggolah yang akan berperan sebagai perantara dimana pujonggo akan memberikan Langga kepada orang yang ingin bermain atau memiliki Langga. 2. Tamokaraja Tamokaraja adalah orang-orang yang ikut berpartisipasi diadakannya pelaksanaan Langga, tamokaraja ini dilakukan oleh laki-laki dan perempuan, mereka bertugas untuk melaksanakan proses memasak makanan untuk disajikan kepada seluruh penyelenggara Langga sebagai bentuk syukuran bahwa pelaksanaan Langga telah terlaksana, makanan yang disajikan pun sebagaian dari 4
5 hasil syarat pemakaian Langga seperti ayam balibi dan proses memasakpun dilaksanakan bersamaan dengan proses dilaksanakannya Langga. 3. Tamolangga Tamolangga adalah orang-orang yang bermain Langga, jumlah Tamolangga tidak terbatas. Tamolangga di tengah-tengah permainan bisa terjadi kerasukan yang berdampak pada antara dua Tamolangga. Proses ini yang sering kali dinamakan ilopasia lati lo malo o. Apabila telah terjadi ilopasi ini biasanya bisa bebuntut pada keadaan yang fatal. Bukan hanya tomolangga yang bisa kerasukan, bahkan penonton pun bisa terangsang dan ikut permaian Langga. Perangkat-perangkat Pelaksanaan Langga 1. Kostum Kostum yang digunakan dalam pertunjukan terbilang sederhana, tidak ada tata rias wajah, pakaian yang digunakan dalam Langga memakai hitam-hitam, baik pakaian maupun celana yang dikenakan. Semua pemain (Tamolangga) memakai hitam-hitam dan kepala diikat dengan kain yang beragam warna, ada juga memakai payungo atau destar. Keberadaan ikat kepala sendiri bertujuan untuk membedakan setiap Tamolangga apabila dalam permainan Langga undangan, namun pertunjukan ini hanya meliputi Langga khusus maka semua pemain memakai warna yang sama yaitu warna merah, warna merah menyimbolkan adanya energi yang memudahkan sang pemain Langga disertai oleh para lati. Pakaian hitam memiliki arti kegarangan, kekerasan, dan siap untuk berperang maupun bertarung tanpa ada kata maaf. 2. Tempat Bentuk pertunjukan Langga merupakan pertunjukan yang diadakan ditempat terbuka, suasana yang ada dalam pertujukan memiliki kesan yang formal, serta mempunyai tata tertib pertunjukan yang di tentukan oleh pujonggo, sehingga Tamolangga dan penonton tertata dengan baik ditempatnya masingmasing. Adanya ruang untuk melakukan pertunjukan Langga dan tempat para 5
6 penonton serta tempat khusus para tamu besar, maka menjadikan suasan pertunjukan terkendali. 3. Pencahayaan Penataan cahaya sederhana, hanya memakai dua buah lampu yang besar sehingga terlihat terang, pertunjukan juga berada di tepi jalan yang berhalaman dan mendapatkan cahaya yang lain dari rumah-rumah warga sekitar, serta cahaya dari kamera video. 4. Properti Property yang digunakan dalam pertunjukan Langga ini adalah pisau yang gagangnya terlilit oleh kain berwarna merah. pisau ini dipakai saat melakukan pitodu, alat untuk pemotongan ceger ayam serta alat untuk simbol pembeatan Tamolangga dengan melemparkan pisau dari kepala ke kaki Tamolangga yang sedang terbaring di tempat pertunjukan. Pelaksanaan Langga Sebelum melakukan pertunjukan Langga, persiapan Langga diawali dengan pembinaan oleh pujonggo Langga, pujonggo adalah pemimpin Langga. pujonggo akan membina para pelaku yang akan melaksanakan Langga, yaitu dengan mengikuti pembinaan selama 14 kali pertemuan yang ditetapkan waktu pada awal malam senin dan akhir malam jum at secara berturut-turut. Setelah menjalani pembinaan tujuh kali malam senin dan tujuh kali malam jum at, Tamolangga akan melaksanakan proses selanjutnya, yaitu pada malam jum at terakhir pujonggo akan membawa para tamoangga to dutula (sungai) untuk dimandikan dengan membawa beberapa syarat perlengkapan ritual. Dalam pemandian ini, pujonggo akan melakukan proses hepasialo (semacam pemberian kekuatan kepada pemain Langga) yang sebelumnya akan diperintahkan pemain Langga memakan hati ayam hutan, kemudian memasuki proses hepitodelo (penetesan mata dengan cairan khusus). Secara bersamaan pada akhir malam jum at tersebut menjelang pagi hari, para ibu-ibu akan memasak bermacammacam makan untuk disajikan kepada Tamolangga dan orang-orang yang ada. 6
7 Selang beberapa hari kemudian, barulah pelaksanaan langga dipertunjukan, Pada saat pelaksanaannya, pertunjukan di laksanakan di halaman rumah. Pukul pujonggo atau yang bertanggung jawab dalam kegiatan Langga, akan memberikan pembinan secara singkat berdasarkan poin-point tertentu yang harus dipahami oleh Tamolangga sebelum melakukan permainan, dan beberapa orang yang dipercaya bisa menjaga keamanan di lingkungan pertunjukan serta mengadakan sesuatu yang dibutuhkan selama pertunjukan berlangsung. Proses pembinaan diadakan di rumah yang menjadi tempat diturunkannya Tamolangga. Tamolangga mulai mengganti kostum yang akan meraka kenakan untuk pertunjukan dan setiap pemain sebelumnya telah mengeluarkan uang Rp sebagai syarat dikeluarkannya botol pitode, sebagian kain yang berwana merah dipakai untuk mengikat kepala, pujonggo menyiapkan kembali perlengkapan ritual yang akan dipakai untuk pertunjukan yaitu: Gamabar 5. Perlengkapan Pitode (Foto Irwan Yassin,2013) Keterangan : 1) Pisau dengan gagang yang dililiti oleh kain merah 2) Kapas 3) Uang koin berjumlah 14 4) Tiga lembar kain yang berwarna hitam, putih dan merrah 5) Polutube (tempat bara api) 6) Ayam huatan jantan atau ayam jantan balibi berkaki hitam dan kuning 7) Kemenyan 8) Botol pitode yang terbungkus dengan kain merah 9) Segelas dan satu cerek air putih 7
8 Gambar 6. Ayam berkaki kuning dan hitam (Foto Irwan Yassin, 2013) Pemakaian ayam dalam tradisi Langga disimbolkan sebagai kelincahannya dalam bergerak, karena binatang ayam adalah jenis binatang yang mempunyai dua mata yang berada di sisi kiri dan kanan, sehinga itu ayam merupakan binatang yang sensitive dengan adanya gerakan lain disekelilingnya. Ayam yang dipakai dalam tradisi Langga adalah jenis ayam hutan jantan, dikarenakan ayam hutan merupakan ayam yang lebih terkenal dengan kelincahannya bila dibandingkan dengan jenis ayam lain, namum bisa juga ayam yang berjenis balibi atau sipaga jantan berkaki hitam dan kuning. Setelah semuanya telah siap, pujonggo akan meberikan tetesan cairan (pitodu) pertama kepada penjaga lokasi permainan, kemudian langsung menuju lokasi permainan dan mensterilkan area serta mengatur posisi ditempat yang sudah ditentukan, jangan sampai orang lain masuk tanpa izin. Tempat duduk para tokoh masyarakat dan tamu besar telah tersedia. Setelah selesai proses persiapan di dalam rumah dan dilokasi pertunjukan, barulah Tamolangga akan keluar menuju lokasi pertunjukan. Pelaksanaan pertunjukan Langga dimulai, para tamu besar telah hadir ditempat, pujonggo Langga akan meminta izin kepada tamu dan penyelengra pertunjukan. Perlengkapan ritual telah berada di tempat, pujonggo Langga mulai 8
9 membacakan mantra dengan menaburkan kemenyan diatas polutube yang berisikan bara api, dilanjutkan menyirami tempat permainan Langga dengan satu cerek air putih berbentuk persegi empat yang merupakan batas permainan Langga sambil terus membacakan mantra. Setelah member ibatas, pujonggo mengikatan kain berwarna merah dikepala dan mulai meletakan perlengkapan ritual didekat tikar dan bantal guling yang telah disediakan sebelumnya dan berada ditempat pertunjukan, pembacaan mantra kembali dilakukan dengan memegang segelas air putih dengan membalik-balikan air tersebut dengan kedua tangan, kemudian meletakan air tersebut di sebuah piring yang telah diletakan kapas sebelumnya, pembukaan botol pitode yang terlilit oleh kain merah dilakukan dan mencampurkan cairan dari botol dengan air dan kapas. Tamolangga satu persatu berbaring di tikar yang telah disediakan dengan posisi kepala berada di sebelah barat dan kaki dibagian timur, kaki kanan berada di atas kaki kiri dan kedua tanagan berada diatas antara perut dan dada. Sebelum di pitode, pujonggo akan mulai melakukan gerak Langga (bayango) sebagai syarat diawal pitode pertama, dengan mengelilingi Tamolangga yang telah dibaringkan diatas tikar, setelah itu proses pitode pun dilakukan dengan menambahkan kemenyan diatas bara polutube, kemudian menempelkan kapas yang telah dilumuri campuran air putih dan cairan pitode keujung pisau yang telah disediakan. Pisau akan diletakan diatas bara dan langsung meneteskan cairan tersebut kedua mata Tamolangga, dimulut dan dipusat kemudian membacakan mantra sambil memegang kepala sang pemain dan Tamolangga dibangunkan, proses pitode pun selesai. Pitode telah selesai, permainan Langga dimulai. Satu persatu pemain memberi hormat kepada pujonggo Langga yang telah duduk di tempat pembesar negeri, penghormatan dilakukan dengan kedua tangan berada didepan, telapak terbuka, posisi badan merungkuk disetiap kali penghormatan dengan bergerak mudur kebelakang. Setelah melakukan penghormatan, Tamolangga yang terakhirlah yang akan maju pertama melawan sang pujonggo Langga sebagai permulaan. Setiap Tamolangga akan dipertarungkan dengan secara bergantian dari pemain satu dengan pemain yang lainnya dan seterusnya. 9
10 pujonggo Langga menjadi wasit dalam permainan tersebut. Tamolangga akan melakukan penghormatan kepada pujonggo Langga kemudian mengadakan gerak variasi, sang lawan yang lainpun masuk mengadakan gerak variasi dan beradu kekuatan. kedua pemain pun a langsung mengadakaan gerak variasi atau gerak dudato masing-masing. Dalam permainan Langga di tengah-tengah para penonton sangatlah menarik, karena dalam permainan ini memiliki keunikan yang terdapat pada gerakan-gerakan yang dikeluarkan oleh Tamolangga. Beberapa gerak sebagai pukulan maupun tangkisan merupakan bentuk dari ekspresi Tamolangga kepada Tamolangga lain, yaitu yang diibaratkan seperti orang yang berdialog, ada tanya dan ada jawab, keduanya mencari sebuah jawaban yang benar untuk mewaspadai dimana lawan akan menyerang. Kekuatan filling sangatlah perlu dipakai dalam permainan Langga ini, karenan kapan dan dimana lawan akan menyerang, pelaku tersebut sudah mengetahui bagaimana cara menagkisnya dan memberi penyerangan balik kepada yang lawan. Setelah Tamolangga selesai dipertarungkan, maka selanjutnya adalah proses mopodungga (mempertemukan atau menghadirkan lati kembali dengan Tamolangga), pujonggo membasuh muka dengan air putih yang tersedia dan perlengkapan ritual diadakan kembali di tempat pelaksanaan Langga berupa empat ekor ayam yang sesuai dengan anggota Tamolangga, tikar bantal guling,, pulutube berisi bara yang ditaburkan kembali dengan kemenyan, seekor ayam diletakan di atas bara dengan membacakan mantra kemudian diperintahkan Tamolangga yang telah duduk di depan pujonggo Langga untuk memegang ayam tersebut, pisau dengan gagang terlilit dengan kain merahpun dioleskan cairan pitodu dan diletakan di atas bara kemudian di ujung mata pisau diletakan oleh pemimpin Langga di area jidatnya sambil membacakan mantra, ayam balibi yang dipegang pemain akan diambil cegernya kemudian sambil membacakan mantra, potongan ceger tersebut diletkan di area jidat, leher, bahu, kedua siku, kedua lutut dan telapak kaki. Setiap pemain akan melakukan hal yang sama dengan ayam 10
11 yang dipegang mereka masing-masing sesuai banyaknya pemain Langga yang telah bertarung. Setelah proses pemotongan ceger ayam, tiga lembar kain berwarna hitam, merah dan putih diletakan di atas tikar dengan saling bersusunan. Uang koin yang telah tersedia diletakan diatas ketiga kain tersebut dengan empat koin berada di posisi kepala, tiga koin berada di atas pundak belakang serta disisi tangan kiri dan kanan, dua koin berada dibelakang bawah, tiga koin berada diposisi pinggang dan di kedua sisi kaki kiri dan kanan dan satu koin berada dibagian bawah. Tamolangga akan dibaringkan di atas kain berserta koin yang telah ada, kemudian pujonggo Langga akan melakukan proses pemanggilan lati yang nantinya akan ikut menyertai Tamolangga dengan mengangkat kedua tangannya ke atas kepala, pujonggo Langga berdiri diposisi bagian kepala Tamolangga dan memegang pisau sambil memfokuskan diri, pisau yang dipegang kemudian dilemparkan kearah kebagian kaki Tamolangga, setelah itu melakukan gerak penghormatan dan menepuk-nepuk bagian kedua tangan Tamolangga. Proses penepukan tangan dilakukan karena adanya dalam permainan Langga lebih dominan pada gerak tangan. Semua pemain dilakukan dengan proses yang sama. Setelah proses hepasialo selesai, pujonggo Langga kembali melakukan permainan Langga dengan salah satu Tamolangga, keduanya saling menghormati kemudian mengadakan gerak dudato, setelah itu keduanya bertarung beradu kekuatan. Permainan ini dilakukan sebagai pengukur peningkatan kekuatan Tamolangga setelah melakukan hepasialo, selesai bertarung pertunjukannya pun selesai dan semua perlengkapan yang berada ditempat pertunjukan dikumpulkan kemudian dibawah kembali kerumah tempat diturunkannya Tamolangga. Proses terakhir setelah melakukan pertunjukan Langga, semua Tamolangga akan dibawa ke sungai dekat lokasi pertunjukan untuk dibasuh dengan air. Pembasuhan Tamolangga tidak selamanya dilakukan disungai, proses pembasuhan juga boleh dilakukan ditempat lain yang terdapat sumber air. Pembasuhan ini bermaksud untuk menetralisir kembali otak serta tubuh Tamolangga setelah mengadakan beberapa tahap pertunjukan dan membersihkan 11
12 diri dari kekuatan lati. Pujonggo Langga akan melakukan pembacaan mantra dengan menyatukan pisau yang dipegangnya dengan air, kemudian dipercikan kepada Tamolangga, semua Tamolangga membasuh diri dengan air. Dilanjutkan dengan pembacaan doa bersama yang dipimpin oleh pujonggo Langga bahwa semua yang dilakukan dalam pertunjukan Langga telah selesai. Selanjutnya semua Tamolangga akan melakukan makan bersama dengan para tamu besar yang telah datang, penyajian makan ini disediakan oleh para ibuibu disaat pertunjukan berlangsung. Makan bersama ini merupakan bagian dari proses terakhir Langga yang merupakan syukuran bagi pemain beserta pelaksan bahwa pertunjukan telah selesai. Gerak Dalam Langga Pada pertunjukan Langga ada beberapa macam gerak dilakukan, gerak dalam Langga merupakan suatu unsur penting yang ada pada Langga itu sendiri, adapun gerak tersebut yaitu: 1. Dudato Dudato merupakan gerak yang dimainkan oleh pemain Langga secara seorang diri, gerakan ini terdapat pada awal sebelum pemain bersentuhan atau saling menyerang, atau yang dinamakan sebagai gerak pariasi. Dikatakan sebagai gerak dudato karena memiliki gerak yang dimainkan seorang diri. Dudato dalam bahasa Gorontalo yaitu seseorang yang sudah tidak mempunyai istri (duda) sehingga gerak dudato yang ditunjukan seorang diri diambil dari nama duda. Gambar 1. Gerak Dudato 12
13 2. Mongohi Mongohi atau memberi, Merupakan gerak menyerang kepada sang lawan, baik menyerang dari atas, tengah, maupun dari bawah. Mongohi juga memiliki beberapa bentuk, seperti mongohi dengan tangan, mongohi dengan kaki maupun dengan badan. Dikatakan sebagai gerak mongohi karena bentuk geraknya memberi dalam bentuk pukulan tangan. Gambar 2. Gerak Mongohi Totame Totame atau Molame menangkis, Merupakan gerak menangkis ketika sang lawang memberi pukulan. Totame memiliki banyak gerak untuk menangkis dari beberapa pukulan dari sang lawan, bahkan untuk gerak totame bisa jadi gerak pukulan bagi pemain yang diserang, yaitu dengan membalikan tangkisan menjadi sebuah pukulan kepada sang lawan. Dikatakan sebagai gerak totame karena bentuk geraknya menangkis. 13
14 Gambar 3. Gerak Totame / Molame 3. Mobunggato Mobunggato mencabut atau pergi kemana?, Merupakan gerak mencari ruang untuk bisa menyerang kepada pemain yang lainnya. Mobunggato merupakan gerak penentu dimana pemain akan menyerang dan lawan akan mancari bagaimana cara ia bisa menangkis serangan dari sang lawan tersebut. Gerkan ini merupakan gerakan yang banyak mengandalkan filling. Dikatakan sebagai gerak mobunggato karena terdapat berbagai macam geraknya yang saling berpegangan dan berjalan menuju sesuatu yang dituju. Gambar 4. Gerak Mobunggato 14
15 III Berdasarkan bentuk dan penyajian Langga yang telah dilakukan di Kota Gorontalo khususnya di kecamatan Dungingi dapat mengambil disimpulkan bahwa : 1. Langga merupakan sebuah tradisi berupa beladiri yang di dalamnya terdapat sebuah ritual untuk memberikan kekuatan kepada pemain Langga, yang dilakukan melalui pemanggilan lati dan pemanggilan tersebut dibuktikan dengan adanya perlengkapan ritual seperti, polutube, kemenyan, uang koin, pisau dengan gagang terlilit dengan kain merah, ayam, tiga helai kain berwarna hitam, putih, merah serta tingkah laku pemimpin Langga saat pelaksanaan Langga.. 2. Dilaksanakannya tradisi Langga melalui proses hepasialo lo lati lo malu o (menyatukan lati ayam dengan pemain Langga), yang bertujuan untuk memperoleh kekutan beladiri yang sampai saat ini diyakini oleh masyarakat kecamatan Dungingi. 3. Terdapat dua jenis Langga yang dilaksanakan yaitu Langga khusus dan Langga undangan. Langga khusus merupakan bentuk Langga yang dilaksanakan oleh kelompok masyarakat kecil (desa ataupun kecamatan) yang dilakukan sebagai hiburan atau presentasi estetis. dan yang melakukan pertarungan (Tamolangga) adalah orang-orang yang ada ditempat itu. Langga undangan adalah Langga yang dilaksanakan untuk masyarakat besar yang diikuti oleh beberapa Tamolangga yang ada disetiap wilayah Kabupaten ataupun Kota Gorontalo, untuk disuguhkan kepada tamu besar Negeri. Namun dalam penelitian ini hanya meliputi Langga khusus. Berdasarkan kesimpulan yang ada, maka dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut: 1. Generasi penerus khususnya kepada kaum muda di kecamatan Dungingi bisa menjadi pewaris yang nantinya tradisi Langga di Kota Gorontalo 15
16 khususnya di kecamatan Dungingi dapat tetap berjalan dengan baik dan tidak akan hilang termakan oleh zaman. 2. Khususnya kepada seluruh masyarakat Dungingi ataupun di luar dari kecamatan Dungingi, diharapkan agar memberikan suatu dorongan, motivasi serta perhatian yang lebih terhadap beberapa kesenian, tradisi ataupun adat istiadat yang ada dilingkungannya yang kini mulai hilang dan tidak akan terpengaruh oleh beberapa bentuk modern. DAFTAR PUSTAKA Abu Ahmadi, Antropologi Budaya. Surabaya: CV. Pelangi. Arikunto, Suharsimi Manejemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Basrowi, Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta. Brandon, James R Jejak-jejak Seni Pertunjukan di Asia Tenggara. Bandung: P4ST. Endaswara Suwardi Metodologi Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Kartika, Dharsono, Perwira Nanang Ganda Pengantar Estetika. Bandung: Rekayasa Sains. Koentjaraningrat Sejarah Teori Antropolgi II. Jakarta: Universitas Indonesia. Prasetya Joko, dkk Ilmu Budaya Dasar. MKDU. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Sedyawati, Edi Pertumbuhan Seni Pertunjukan, Jakarta: Sinar Harapan Soedarsono R.M. Seni Pertunjukan Indonesia di Era Globalisasi. Yogyakatra: Gajah Mada University Press. 16
17 Wawancara Nama Pekerjaan Umur Nama Pekerjaan Umur Nama Pekerjaan Umur : Ishak Laingo :Pedagang :60 Tahun :Muslim Bau :Wiraswasta :62 Tahun :Anis Supu :Wiraswasta :57 Tahun 17
18 BENTUK PENYAJIAN LANGGA DI KECAMATAN DUNGINGI KOTA GORONTALO Oleh Irwan Yassin Trubus Semiaji JURUSAN PENDIDIKAN SENI DRAMA, TARI DAN MUSIK FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari sisi jenis maupun bentuk penyajiannya. Salah satu tradisi yang ada di Gorontalo yaitu tradisi Langga.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap daerah pada umumnya memiliki tradisi-tradisi tertentu. Tradisi yang dimaksud dapat tersangkut paut dengan sosial masyarakat maupun hal lain, seperti kebudayaan.
Lebih terperinciPandangan Masyarakat Islam di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang terhadap Kesenian Sintren
Pandangan Masyarakat Islam di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang terhadap Kesenian Sintren Oleh : Zuliatun Ni mah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa zuliatunikmah@gmail.com
Lebih terperinciSENI TRADISI UJUNGAN PADA MASYARAKAT DESA GUMELEM WETAN KECAMATAN SUSUKAN KABUPATEN BANJARNEGARA
SENI TRADISI UJUNGAN PADA MASYARAKAT DESA GUMELEM WETAN KECAMATAN SUSUKAN KABUPATEN BANJARNEGARA Oleh : Desy Dwijayanti program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa Cahyo_desy@yahoo.com Abstrak: Penelitian
Lebih terperinciTATA RIAS DAN BUSANA TARI PADMA MUSTIKANING KRIDA
1 TATA RIAS DAN BUSANA TARI PADMA MUSTIKANING KRIDA DALAM RANGKA PERESMIAN GEDUNG OLAH RAGA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA PADA TANGGAL 22 JANUARI 2008 Disusun oleh: Titik Putraningsih JURUSAN PENDIDIKAN
Lebih terperinciWARISAN BUDAYA TAK BENDA KAB. MERANGIN, JAMBI TARI SAYAK & TARI PISANG
Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan (PDSPK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2016 WARISAN BUDAYA TAK BENDA KAB. MERANGIN, JAMBI TARI SAYAK & TARI PISANG DAFTAR ISI A. Pendahuluan B.
Lebih terperinciPola Perilaku Kesurupan Endhang Mayit dalam Kesenian Kuda Kepang Turangga Mudha di Desa Banioro Kecamatan Karangsambung Kabupaten Kebumen
Pola Perilaku Kesurupan Endhang Mayit dalam Kesenian Kuda Kepang Turangga Mudha di Desa Banioro Kecamatan Karangsambung Kabupaten Kebumen Oleh: Hamzah Setiadi Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Lebih terperinciTari Piring Salah Satu Seni Budaya Khas Minangkabau
Tari Piring Salah Satu Seni Budaya Khas Minangkabau Indonesia memiliki beragam tradisi dan budaya, dimana setiap propinsi dan suku yang ada di Nusantara, memiliki tradisi dan budaya masing-masing, baik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut Suzanne K. Langer (1998:2) menyatakan bahwa Kesenian adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian merupakan induk dari beberapa bentuk cabang seni yang ada di Indonesia, diantaranya seni tari, seni musik, seni rupa, seni drama dan seni sastra. Menurut
Lebih terperinciBAB IV KAJIAN VISUAL PADA KOSTUM DAN GERAK TARI KESENIAN SURAK IBRA
BAB IV KAJIAN VISUAL PADA KOSTUM DAN GERAK TARI KESENIAN SURAK IBRA 4.1. Kajian Visual pada Kostum Kesenian Surak Ibra Pada kesenian Surak Ibra di Kampung Sindangsari, Desa Cinunuk terdapat kostum yang
Lebih terperinciBAB II SENI TARI DAN UNSUR VISUAL
BAB II SENI TARI DAN UNSUR VISUAL 2.1. Seni dan Tari 2.1.1. Pengertian Seni Seni dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991: 915) didefinisikan sebagai keahlian membuat karya yang bermutu dilihat dari segi
Lebih terperinciBENTUK, MAKNA, DAN FUNGSI PERTUNJUKAN KUDA LUMPING TURONGGO TRI BUDOYO DI DESA KALIGONO KECAMATAN KALIGESING KABUPATEN PURWOREJO
BENTUK, MAKNA, DAN FUNGSI PERTUNJUKAN KUDA LUMPING TURONGGO TRI BUDOYO DI DESA KALIGONO KECAMATAN KALIGESING KABUPATEN PURWOREJO Oleh : Dewi Kartikasari program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Sumedang memang dikenal memiliki beraneka ragam kesenian tradisional berupa seni pertunjukan yang biasa dilaksanakan dalam upacara adat daerah, upacara selamatan,
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Rancangan kostum pada tokoh Rampak Kera dalam The Futuristic of
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Pergelaran Ramayana dengan tema futuristic merupakan sebuah pertunjukan tradisional yang diubah kedalam tema yang lebih modern. Setelah menyusun Laporan Proyek
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Sasaran Penelitian 1. Lokasi Penelitian Lokasi yang digunakan sebagai tempat penelitian tentang struktur penyajian dan peranan masing-masing kelompok/bagian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masyarakat dan kebudayaan merupakan hubungan yang sangat sulit dipisahkan. Sebab masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usaha melaksanakan program pemerintah tentang peraturan pelaksanaan undang-undang otonomi daerah (Undang-Undang No. 22 & 32 Tahun 1999), setiap pemerintah daerah
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. tradisi slametan, yang merupakan sebuah upacara adat syukuran terhadap rahmat. dan anugerah yang diberikan oleh Allah SWT.
6 BAB II LANDASAN TEORI A. Seni Pertunjukan dalam Tradisi Masyarakat Seni pertunjukan yang terdapat dalam tradisi masyarakat, umumnya masih banyak ditemui ritual-ritual yang berkenaan dengan sebuah prosesi
Lebih terperinciDAFTAR PERTANYAAN. 4. Bagaimana prosesi upacara sebelum kesenian Jonggan dilaksanakan?
Lampiran 1 63 Lampiran 2 DAFTAR PERTANYAAN 1. Bagaimana sejarah kesenian Jonggan! 2. Mengapa disebut dengan Jonggan? 3. Apa fungsi kesenian Jonggan? 4. Bagaimana prosesi upacara sebelum kesenian Jonggan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Pengkajian uraian dari berbagai aspek historis tentang tarian Deo Tua dalam upacara minta
BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Seni tradisi merupakan warisan nenek moyang yang masih berkembang di masyarakat dan mengandung nilai-nilai budaya masyarakat sebagai bagian dari kebudayaan nasional. Pengkajian
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM TENTANG AMIGURUMI. Boneka berasal dari bahasa Portugis yaitu Boneca yang berarti sejenis
BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG AMIGURUMI 2.1 Sejarah Amigurumi Boneka berasal dari bahasa Portugis yaitu Boneca yang berarti sejenis mainan yang dapat berbentuk macam-macam, terutamanya bentuk manusia dan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Kesenian Angklung Buncis merupakan kesenian turun temurun yang
115 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. B. Kesimpulan Kesenian Angklung Buncis merupakan kesenian turun temurun yang diwariskan oleh para leluhur kepada masyarakat kampung adat cireundeu. Kesenian Angklung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Media tradisional dikenal juga sebagai media rakyat, atau dalam arti sempitnya disebut sebagai kesenian rakyat. Coseteng dan Nemenzo (Jahi 2003: 29) mendefinisikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sumardjo (2001:1) seni adalah bagian dari kehidupan manusia dan masyarakat.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni merupakan sebuah kata yang semua orang pasti mengenalnya. Beragam jawaban dapat diberikan oleh para pengamat, dan pelaku seni. Menurut Sumardjo (2001:1)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia yang terdiri atas beberapa pulau dan kepulauan serta di pulau-pulau itu terdapat berbagai suku bangsa masing-masing mempunyai kehidupan sosial,
Lebih terperinciBAB IV BELA DIRI. 108 Kelas X SMA/MA/SMK/MAK
BAB IV BELA DIRI 108 Kelas X SMA/MA/SMK/MAK Pencak Silat Olahraga bela diri pencak silat merupakan salah satu alat pembelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan, juga merupakan upaya melestarikan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai Ronggeng Kaleran Dalam Upacara Adat Nyuguh di Kampung Adat Kuta Ciamis dapat disimpulkan sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Gambaran kehidupan masyarakat Indonesia yang beragam menjadikan kesenian sebagai salah satu perwujudan jati diri bangsa Indonesia yang memiliki ciri khas. Kesenian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Neneng Yessi Milniasari, 2013
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia yang dijadikan milik diri manusia dan diperoleh melalui proses belajar (Koentjaraningrat,
Lebih terperinciGUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PAKAIAN DINAS PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI BALI
GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PAKAIAN DINAS PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : Mengingat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri atas beribu-ribu pulau dan berbagai etnis, kaya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri atas beribu-ribu pulau dan berbagai etnis, kaya dengan seni dan sastra seperti permainan rakyat, tarian rakyat, nyanyian rakyat, dongeng,
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil analisis setiap gambar yang dipilih dari video mapping
BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisis setiap gambar yang dipilih dari video mapping Revitalisasi Kota Tua Jakarta pembahasan yang didasarkan pemikiran yang menggunakan semiotika signifikasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menarik. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan keindahan, manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian merupakan salah satu jenis kebutuhan manusia yang berkaitan dengan pengungkapan rasa keindahan. Menurut kodratnya manusia adalah makhluk yang sepanjang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesenian adalah ciptaan dari segala pikiran dan perilaku manusia yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian adalah ciptaan dari segala pikiran dan perilaku manusia yang fungsional, estetis dan indah, sehingga ia dapat dinikmati dengan panca inderanya yaitu
Lebih terperinciPenyusunan Data Awal Referensi Nilai Budaya Tak Benda Kab. Aceh Tengah, Provinsi D.I. Aceh Kesenian Didong
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Penyusunan Data Awal Referensi Nilai Budaya Tak Benda Kab. Aceh Tengah, Provinsi D.I. Aceh Kesenian Didong Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Setjen,
Lebih terperinciHASIL SURVEI LOKASI PREWEDDING ( Tmn. Wiladatika, Cibubur & Tmn. Bunga Nusantara, Puncak )
HASIL SURVEI LOKASI PREWEDDING ( Tmn. Wiladatika, Cibubur & Tmn. Bunga Nusantara, Puncak ) Ruko Ungu No. 6, Bundaran UI - HASIL SURVEI LOKASI PREWEDDING Hari / Tanggal : Rabu / 25 November 2009 Lokasi
Lebih terperinciARTIKEL TENTANG SENI TARI
NAMA : MAHDALENA KELAS : VII - 4 MAPEL : SBK ARTIKEL TENTANG SENI TARI A. PENGERTIAN SENI TARI Secara harfiah, istilah seni tari diartikan sebagai proses penciptaan gerak tubuh yang berirama dan diiringi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara garis besar perkembangan seni pertunjukan Indonesia tradisional sangat dipengaruhi oleh adanya budaya yang datang dari luar. Hal itu menjadikan kesenian tradisional
Lebih terperinciBENTUK PENYAJIAN TARI PELEBAT DI SANGGAR LAC SUKU ALAS KABUPATEN ACEH TENGGARA ABSTRAK
BENTUK PENYAJIAN TARI PELEBAT DI SANGGAR LAC SUKU ALAS KABUPATEN ACEH TENGGARA Mellya Safitri 1*, Tri Supadmi 1, Aida Fitri 1 1 Program Studi Pendidikan Seni Drama Tari dan Musik, Fakultas Keguruan dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Provinsi Sumatera Utara adalah salah Provinsi yang terletak di Negara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Provinsi Sumatera Utara adalah salah Provinsi yang terletak di Negara Indonesia. Sumatera Utara memiliki keanekaragaman suku dan budaya. Suku yang berada di
Lebih terperinciPENYAJIAN MUSIK IRINGAN TARI LIKOK PULO DI PULAU ACEH KABUPATEN ACEH BESAR ABSTRAK
PENYAJIAN MUSIK IRINGAN TARI LIKOK PULO DI PULAU ACEH KABUPATEN ACEH BESAR Ridha Faluthia Fahlafi 1*, Taat Kurnita 1, Aida Fitri 1 Program Studi Pendidikan Seni Drama Tari dan Musik, Fakultas Keguruan
Lebih terperinciTARI ADI MERDANGGA SIWA NATA RAJA LINGGA
DESKRIPSI TARI ADI MERDANGGA SIWA NATA RAJA LINGGA Produksi ISI Denpasar pada Pembukaan Pesta Kesenian Bali XXXI di Depan Banjar Kayumas Denpasar Tahun 2009 OLEH : I Gede Oka Surya Negara,SST.,M.Sn INSTITUT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya. Kebudayaan lokal sering disebut kebudayaan etnis atau folklor (budaya tradisi). Kebudayaan lokal
Lebih terperinciFUNGSI SILEK DALAM UPACARA MANJALANG NINIK MAMAK DI KENAGARIAN SIALANG KECAMATAN KAPUR IX KABUPATEN 50 KOTA
FUNGSI SILEK DALAM UPACARA MANJALANG NINIK MAMAK DI KENAGARIAN SIALANG KECAMATAN KAPUR IX KABUPATEN 50 KOTA Lhaxmi Nuari 1, Herlinda Mansyur 2, Susmiarti 3 Program Studi Pendidikan Sendratasik FBS Universitas
Lebih terperinci2015 KESENIAN RONGGENG GUNUNG DI KABUPATEN CIAMIS TAHUN
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Masyarakat Sunda Ciamis mempunyai kesenian yang khas dalam segi tarian yaitu tarian Ronggeng Gunung. Ronggeng Gunung merupakan sebuah bentuk kesenian tradisional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia merupakan suatu masyarakat majemuk yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia merupakan suatu masyarakat majemuk yang memiliki keanekaragaman di dalam berbagai aspek kehidupan. Bukti nyata adanya kemajemukan di dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Utara.Sumatera Utara juga memiliki kebudayaan yang beragam.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumatera Utara adalah sebuah provinsi yang terletak di pulau Sumatera, berbatasan dengan Aceh disebelah utara dan dengan Sumatera Barat serta Riau disebelah selatan.
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
26 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian Tempat yang digunakan peneliti sebagai lokasi penelitian di Jalan Kuantan Gang Puteri Ledeng 14 No. 11 Kelurahan Kota Piring
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kelurahan Sindangkasih adalah kearifan lokal budaya yang masih tersisa di
BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Seni tradisi Gaok di Majalengka, khususnya di Dusun Dukuh Asem Kelurahan Sindangkasih adalah kearifan lokal budaya yang masih tersisa di wilayah tersebut. Berbeda dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Musik merupakan suara yang disusun sedemikian rupa sehingga
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Musik merupakan suara yang disusun sedemikian rupa sehingga mengandung unsur-unsur irama, melodi, dan tempo. Disamping itu, musik juga merupakan hasil dari
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG PAKAIAN DINAS PEGAWAI NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG
PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG PAKAIAN DINAS PEGAWAI NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang : a.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Seni Dzikir Saman Di Desa Ciandur Kecamatan Saketi Kabupaten Pandeglang Banten
1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Kesenian pada dasarnya muncul dari suatu ide (gagasan) dihasilkan oleh manusia yang mengarah kepada nilai-nilai estetis, sehingga dengan inilah manusia didorong
Lebih terperinciANALISIS BENTUK DAN NILAI KESENIAN NDOLALAK PUTRI DWI LESTARI DESA PLIPIR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO
ANALISIS BENTUK DAN NILAI KESENIAN NDOLALAK PUTRI DWI LESTARI DESA PLIPIR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO Oleh : Theo Artanti program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa artanti_theo@yahoo.com
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Moyang terdahulu. sebagai mana dikemukakannya bahwa: c. Seni musik yang disebut gondang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suku Angkola atau batak Angkola adalah salah satu suku yang terbesar di wilayah Angkola Tapanuli Selatan. Suku ini berdiam dan tersebar di seluruh wilayah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim yang besar dan memiliki berbagai macam kebudayaan, mulai dari tarian, pakaian adat, makanan, lagu daerah, kain, alat musik, lagu,
Lebih terperinciKEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG
SALINAN KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN NOMOR TAHUN 0 TENTANG PAKAIAN DINAS PEGAWAI NEGERI SIPIL Dl LINGKUNGAN BADAN NASIONAL
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia sering membicarakan kebudayaan. Budaya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Dalam kehidupan sehari-hari manusia sering membicarakan kebudayaan. Budaya terbentuk dan berkembang sesuai dengan kebutuhan, situasi dan kondisi di suatu tempat. Kebudayaan
Lebih terperinciWALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 24 TAHUN 2008 TENTANG PAKAIAN DINAS PEGAWAI DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA
1 SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 24 TAHUN 2008 TENTANG PAKAIAN DINAS PEGAWAI DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang Mengingat : a. bahwa untuk
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
24 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Tiap penelitian memerlukan suatu desain yang direncanakan salah satunya menggunakan metode penelitian. Metode memiliki arti yaitu cara yang teratur dan
Lebih terperinciPERJALANAN HIDUP DAN UPAYA MEMBANGKITKAN KEMBALI SENI OPERA BATAK TILHANG SERINDO
PERJALANAN HIDUP DAN UPAYA MEMBANGKITKAN KEMBALI SENI OPERA BATAK TILHANG SERINDO Esra Parmian Talenta Siburian Abstrak Suatu fenomena menarik yang ada di tanah Batak Sumatera Utara, yaitu keberadaan kesenian
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Keberadaan
1 I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Keberadaan kebudayaan adalah hasil dari karya manusia. Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seni merupakan salah satu bentuk unsur kebudayaan manusia, baik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seni merupakan salah satu bentuk unsur kebudayaan manusia, baik manusia sebagai individu, manusia sebagai kelompok masyarakat. Kondisi ekonomi, sosial dan adat istiadat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Dalam permainan tradisional lompat tali ialah permainan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam permainan tradisional lompat tali ialah permainan yang menyerupai tali yang disusun dari karet yang biasanya digunakan untuk membungkus (karet gelang,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keberadaan masyarakat Jawa yang bermigrasi ke Sumatera Utara.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertunjukan kuda lumping berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur yang akhirnya menyebar keseluruh Indonesia termasuk di propinsi Sumatera Utara. Perkembangan pertunjukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perasaan, yaitu perasaan estetis. Aspek estetis inilah yang mendorong budi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian adalah unsur kebudayaan yang bersumber pada aspek perasaan, yaitu perasaan estetis. Aspek estetis inilah yang mendorong budi daya manusia untuk menciptakan
Lebih terperinciBENTUK DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM TRADISI GUYUBAN BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA PASIR AYAH KEBUMEN
BENTUK DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM TRADISI GUYUBAN BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA PASIR AYAH KEBUMEN Oleh : Ade Reza Palevi program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa aderezahidayat@yahoo.co.id ABSTRAK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nova Silvia, 2014
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia terdiri dari ratusan suku bangsa yang masingmasing memiliki kekhasan atau keunikan tersendiri.kekhasan dan keunikan itulah yang pada dasarnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. [Type text]
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tari adalah suatu pertunjukan yang melibatkan seluruh elemen masyarakat pendukungnya. Tari merupakan warisan budaya leluhur dari beberapa abad yang lampau. Tari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pariwisata telah menjadi sektor industri yang sangat pesat dewasa ini, pariwisata sangat berpengaruh besar di dunia sebagai salah satu penyumbang atau membantu
Lebih terperinciPANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO
PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO Oleh: Wahyu Duhito Sari program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa Wahyu_duhito@yahoo.com
Lebih terperinciLATIHAN PERNAFASAN. Pengantar
LATIHAN PERNAFASAN Pengantar 1. Teknik pernafasan: kembangkan perut pada saat menarik nafas dalam, dan kempiskan perut pada saat membuang nafas. 2. Sebaiknya bernafas melalui hidung. 3. Biarkan dada mengikuti
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 67 TAHUN 2009 TENTANG PAKAIAN DINAS PEGAWAI NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BERAU BUPATI BERAU,
PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 67 TAHUN 2009 TENTANG PAKAIAN DINAS PEGAWAI NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BERAU BUPATI BERAU, Menimbang : a. bahwa sebagai pelaksanaan Peraturan Menteri Dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan suatu alat penghubung antara yang satu dengan yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan suatu alat penghubung antara yang satu dengan yang lain, baik itu komunikasi Verbal maupun Non verbal. Dimana tanpa adanya komunikasi maka
Lebih terperinciMITOS PESAREAN MBAH DAMARWULAN DALAM TRADISI SELAMETAN SURAN DI DESA SUTOGATEN KECAMATAN PITURUH KABUPATEN PURWOREJO
MITOS PESAREAN MBAH DAMARWULAN DALAM TRADISI SELAMETAN SURAN DI DESA SUTOGATEN KECAMATAN PITURUH KABUPATEN PURWOREJO Oleh: Siti Nurfaridah program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa flowersfaragil@yahoo.co.id
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu olahraga. Dapat dibuktikan jika kita membaca komik dan juga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di Jepang terdapat bermacam-macam budaya, salah satunya adalah olahraga. Jepang merupakan salah satu negara yang memiliki ketertarikan tinggi terhadap suatu olahraga.
Lebih terperinciBULU TANGKIS Guru Pendamping : Bapak Hendra
KLIPING BULU TANGKIS Guru Pendamping : Bapak Hendra Disusun Oleh : Nama : Zurpa Kelas : X MIPA 5 SMA N 2 BATANG HARI BULU TANGKIS Bulu tangkis atau badminton adalah suatu olahraga raket yang dimainkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Belitung Timur merupakan bagian dari wilayah Provinsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang merupakan bagian dari wilayah Provinsi Bangka Belitung. Dari data Badan Pusat Statistik, secara geografis terletak antara 107 45 BT sampai 108 18 BT dan 02 30 LS sampai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Kalimantan Selatan merupakan salah satu dari lima provinsi yang ada di Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan keanekaragaman
Lebih terperinciTARI GANGERENG ATAU TARI GIRING-GIRING
TARI GANGERENG ATAU TARI GIRING-GIRING Oleh: Neni Puji Nur Rahmawati 1 Sebelum membahas tentang tari Giring-Giring, berikut deskrispsi dari tarian tersebut: Daerah asal : Dusun Paju Ampat, Kec. Dusun Timur,
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Pendekatan Penelitian Metode penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono,2012, hlm. 2). Penelitian ini bertujuan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN RELEVAN
BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN RELEVAN A. Landasan Teori 1. Kebudayaan Banyak orang mengartikan kebudayaan dalam arti yang terbatas yaitu pikiran, karya, dan semua hasil karya manusia yang memenuhi
Lebih terperinci46 47 48 49 50 Daftar Pertanyaan Wawancara dengan Bapak Albert Taguh (Domang Kabupaten Lamandau) 1. Apakah yang dimaksud dengan upacara Tewah? 2. Apa tujuan utama upacara Tewah dilaksanakan? 3. Siapa yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada etnik Simalungun memiliki struktur sosial berbentuk pentangon sehingga
BAB I PENDAHULUAN 1.1.1 Latar Belakang Masalah Beragam kebudayaan Indonesia di berbagai daerah seperti bahasa dan budaya yang berbeda dan keunikan yang dipengaruhi lingkungan sosial maupun ekoniminya.
Lebih terperinciberjalan, mungkin karena posisi memboncengnya atau bagaimana. Motor yang dikendarai mengalami kecelakaan setelah menabrak sebuah mobil di tengah
NENEK GAYUNG Nenek Gayung adalah sebuah urban legend yang berasal dari Indonesia tentang penampakan nenek misterius yang tiba-tiba muncul di tepi jalan. Menurut legendanya, Nenek Gayung merupakan suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Barat Daya. Aceh Barat Daya sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aceh merupakan salah satu provinsi yang ada di Indonesia, yang terletak di ujung pulau Sumatera. Aceh dikenal dengan keunikan dan kekayaan yang dimilikinya, baik kekayaan
Lebih terperinciBab II. Solusi Terhadap Masalah-Masalah Kesehatan. Cerita Juanita. Apakah pengobatan terbaik yang dapat diberikan? Berjuang untuk perubahan
Bab II Solusi Terhadap Masalah-Masalah Kesehatan Cerita Juanita Apakah pengobatan terbaik yang dapat diberikan? Berjuang untuk perubahan Untuk pekerja di bidang kesehatan 26 Beberapa masalah harus diatasi
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 60 TAHUN 2007 TENTANG
Menimbang : a. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 60 TAHUN 2007 TENTANG PAKAIAN DINAS PEGAWAI NEGERI SIPIL Dl LINGKUNGAN DEPARTEMEN DALAM NEGERI DAN PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki nilai estetis (indah) yang disukai oleh manusia dan mengandung ide-ide
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni adalah salah satu unsur kebudayaan yang tumbuh dan berkembang sejajar dengan perkembangan manusia selaku penggubah dan penikmat seni. Seni memiliki nilai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku bangsa, bahasa serta budaya. Keanekaragaman kebudayaan ini berasal dari kebudayaan-kebudayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Innez Miany Putri, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni pertunjukan merupakan aktivitas yang mencakup sosial, hiburan, juga kepercayaan atau adat istiadat yang tidak berwujud sebagai benda. Seni pertunjukan tradisional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masih tersebar diseluruh Nusantara. Menurut Kodirun (dalam Koentjaranigrat,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wayang adalah suatu kebudayaan yang ada di Indonesia sejak ajaran Hindu masih tersebar diseluruh Nusantara. Menurut Kodirun (dalam Koentjaranigrat, 1990:329). Daerah
Lebih terperinci- 1 - PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 68 TAHUN 2012 TENTANG
- 1 - SALINAN PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 68 TAHUN 2012 TENTANG PAKAIAN DINAS BUPATI, WAKIL BUPATI, DAN KEPALA DESA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SRAGEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. permainan modern seperti game on line dan play station. Dongeng dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seni budaya merupakan salah satu warisan dari leluhur atau nenek moyang yang menjadi keanekaragaman suatu tradisi dan dimiliki oleh suatu daerah. Seiring dengan berkembangnya
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. temurun. Soedarsono mengungkapkan bahwa tari tradisional adalah semua. selalu bertumpu pada pola-pola tradisi yang ada.
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teoritik 1. Kesenian Tradisional Tradisional merupakan cara berfikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh pada norma dan adat istiadat yang ada secara turun temurun.
Lebih terperinciBUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PAKAIAN DINAS PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BADUNG
BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PAKAIAN DINAS PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan dan kebiasaan tersebut dapat dijadikan sebagai identitas atau jatidiri mereka. Kebudayaan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan pola tingkah laku yang dipelajari dan disampaikan dari satu generasi ke genarasi berikutnya karena kebudayaan merupakan proses belajar dan
Lebih terperinciTRADISI PEMBUATAN TANGKAL UNTUK IBU HAMIL PADA SUKU MELAYU DI DESA SEI BEROMBANG KECAMATAN PANAI HILIR KABUPATEN LABUHAN BATU
TRADISI PEMBUATAN TANGKAL UNTUK IBU HAMIL PADA SUKU MELAYU DI DESA SEI BEROMBANG KECAMATAN PANAI HILIR KABUPATEN LABUHAN BATU Oleh: Rosramadhana, Payerli Pasaribu, dan Waston Malau Abstrak Pada masyarakat
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. menurut tuntutan sejarahnya sendiri-sendiri. Pengalaman serta kemampuan
BAB II LANDASAN TEORI A. Kebudayaan Kebudayaan Indonesia adalah satu kondisi yang majemuk karena bermodalkan berbagai kebudayaan lingkungan wilayah yang berkembang menurut tuntutan sejarahnya sendiri-sendiri.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesenian merupakan segala hasil kreasi manusia yang mempunyai sifat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian merupakan segala hasil kreasi manusia yang mempunyai sifat keindahan dan dapat diekspresikan melalui suara, gerak ataupun ekspresi lainnya. Dilihat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sedikit pergeseran yaitu tidak hanya sebagai pelindung tubuh dari. gangguan alam dan untuk kesopanan, tetapi juga untuk menyalurkan
A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan berkembangnya zaman, fungsi busana mengalami sedikit pergeseran yaitu tidak hanya sebagai pelindung tubuh dari gangguan alam dan untuk kesopanan, tetapi
Lebih terperinci