BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata Sebagai Suatu Sistem Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai berbagai hal yang terkait dengan pariwisata, mulai dari pengertian, wisatawan, dampak kegiatan pariwisata, sampai dengan pembahasan sebagai suatu sistem yang terintegrasi dengan berbagai sektor lainnya Definisi Pariwisata Pariwisata adalah keseluruhan rangkaian kegiatan yang berhubungan dengan pergarakan manusia yang melakukan pergerakan/perjalanan atau persinggahan sementara dari tempat tinggal ke suatu atau beberapa tempat tujuan di luar lingkungan tempat tinggal yang didorong oleh beberapa keperluan tanpa bermaksud mencari nafkah tetap. (Biro Pusat Statistik, 1986) Pariwisata merupakan pergerakan sementara menuju suatu daerah tujuan yang berada di luar wilayah kerja dan tempat tinggal yang berupa kegiatan yang dilakukan selama berada di lokasi daeha tujuan. (Mathieson and Wall, 1989) Pariwisata merupakan kegiatan seseorang yang dilakukan diluar wilayah tempat tinggalnya, dalam waktu yang singkat untuk singgah dengan tujuan berwisata. (Rob Davidson, 1993) Pariwisata merupakan gabungan dari berbagai fenomena dan hubungan yang terkait dan dan tercipta dari interaksi antara wisatawan, penyedia bisnis, pemerintah setempat, dan penduduk lokal dalam proses menghibur dan menyambut para wisatawan dan para pendatang lainnya. (Mc. Intosh and Goeldner, 1995) Dari pengertian-pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pariwisata merupakan suatu kegiatan yang dilakukan seseorang diluar lingkungan

2 tempat melakukan kegiatan sehari-hari seperti bekerja dan tinggal yang dilakukan dalam waktu tertentu tanpa tujuan mencari nafkah tetap. Dalam prakteknya, kegiatan pariwisata dapat dikategorikan menjadi beberapa jenis. Menurut Spillane, pariwisata dapat dikategorikan kedalam enam jenis pariwisata, yaitu sebagai berikut: 1. Pariwisata untuk menikmati perjalanan (Pleasure Tourism). Bentuk pariwisata ini dilakukan oleh wisatawan yang meninggalkan tempat tinggalnya untuk tujuan berlibur, untuk mencari udara segar yang baru, untuk memenuhi keingintahuannya, untuk mengendorkan ketegangan, untuk melihat dan menikmati suatu hal yang baru, untuk menikmati hiburan di kota-kota besar, dan ikut serta dalam keramaian pusat-pusat pariwisata. 2. Pariwisata untuk rekreasi (Recreation Tourism). Jenis pariwisata ini dilakukan oleh wisatawan yang ingin memanfaatkan hari liburnya untuk beristirahat, memulihkan kembali kesegaran jasmani dan rohani, serta menyegarkan keletihan dan kelelahan. 3. Pariwisata untuk kebudayaan (Cultural Tourism). Jenis pariwisata ini lebih dilakukan oleh wisatawan yang ingin mengetahui kebudayaan suatu negara maupun daerah, mengunjungi monumen bersejarah, mempelajari adat istiadat, mengunjungi pusat kesenian, pusat keagamaan. 4. Pariwisata untuk olah raga (Sports Tourism). Dilakukan oleh wisatawan yang sengaja bepergian untuk tujuan olah raga, baik untuk melakukan kegiatan olah raga, maupun menghadiri acara-acara olah raga. 5. Pariwisata untuk usaha dagang (Business Tourism). Dilakukan oleh orang-orang yang secara profesional melakukan perjalanan untuk keperluan bisnis.

3 6. Pariwisata untuk berkonvensi (Convention Tourism). Dilakukan oleh orang-orang yang melakukan perjalanan dengan tujuan untuk menghadiri konvensi atau konfrensi nasional. Pariwisata muncul berdasarkan perpaduan berbagai fenomena dan hubungan yang timbul dari interaksi antara wisatawan, industri, pemerintah dan masyarakat. Pengembangan pariwisata tidak bisa terlepas dari unsur lain, tidak hanya sekedar objek wisatanya saja. Unsur yang tidak dapat dipisahkan adalah ketersediaan jaringan sarana prasarana yang memungkinkan wisatawan mencapai tujuannya, fasilitas penunjang dan kegiatan pelayanan yang memungkinkan wisatawan memenuhi kebutuhannya serta menikmati kunjungannya. Selain itu, aspek kelembagaan juga berpengaruh dari segi keamanan dan ketertiban dan aspek budaya yang merupakan salah satu daya tarik. Pariwisata berkaitan erat dengan produk yang dihasilkan maupun produk yang terhubung dengan kegiatan pariwisata tersebut yang biasa disebut produk pariwisata. Produk pariwisata merupakan rangkaian komponen, mulai dari informasi tentang produk bersangkutan, infrastruktur, fasilitas, izin sampai segala sesuatu yang memungkinkan terwujudnya kegiatan pariwisata. (Myra P. Gunawan, 1990) Pariwisata juga menggabungkan berbagai macam produk, seperti transportasi, akomodasi, catering, sumber daya alam, hiburan dan berbagai jenis fasilitas dan jasa lainnya seperti bank, pertokoan serta biro perjalanan. Untuk lebih jelas mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan pariwisata, khususnya sarana prasarana yang mendukung kegiatan pariwisata dapat dilihat pada sub bab berikutnya. Produk pariwisata atau yang dapat dikatakan sebagai tujuan wisata tidak dapat tercipta dengan sendirinya, melainkan merupakan perpaduan dari berbagai sektor. Dalam praktiknya, terdapat tiga komponen dasar pembentuk produk pariwisata dan tujuan wisata, yaitu Daya Tarik Wisata (Attraction), Amenitas dan Aksesibilitas (3A). Berikut akan dijelaskan mengenai komponen-komponen tersebut.

4 a. Daya Tarik (Attraction) yang merupakan keunggulan yang dimiliki suatu daerah yang dapat digunakan untuk menjual daerah tersebut sehingga dapat menarik wisatawan untuk datang untuk melakukan kegiatan wisata. b. Amenitas yang merupakan kenyamanan yang didukung oleh berbagai kelengkapan sarana dan prasarana pendukung kegiatan pariwisata. Ketersediaan sarana dan prasarana maupun fasilitas penunjang kegiatan pariwisata dapat berpengaruh terhadap kelangsungan kegiatan pariwisata di suatu daerah. c. Aksesibilitas yang merupakan jaringan dan sarana prasarana penghubung yang menghubungkan suatu kawasan wisata dengan wilayah lain yang merupakan pintu masuk bagi para wisatawan untuk mengunjungi tempat wisata. Menurut Inskeep, aksesibilitas mencakup keseluruhan infrastruktur transportasi yang menghubungakan wisatawan dari, ke dan selama berada di daerah tujuan wisata tersebut. Apabila merujuk pada konsep destinasi yang dikemukakan oleh Gunn, aksesibilitas terbagi kedalam dua hal, yaitu akses dan linkage. Akses merupakan pintu masuk atau penghubung antara suatu kawasan dengan kawasan lain, dalam hal ini dapat berarti suatu daerah yang menjadi tujuan wisata dengan daerah lain disekitarnya. Berbeda dengan akses, yang dimaksud dengan linkage dalam konsep destinasi yang dikemukakan oleh Gunn adalah penghubung antara berbagai objek maupun kawasan wisata di suatu daerah. Linkage berkaitan dengan ketersediaan prasarana atau infrastruktur jalan raya yang merupakan prasarana penghubung antar kawasan wisata di suatu daerah. Dari hal diatas dapat diketahui bahwa kegiatan pariwisata sangat dipengaruhi oleh daya tarik (alam maupun buatan) dan kelengkapan sarana prasarana pendukung kegiatan pariwisata tersebut (fisik). Inti dari pengembangan pariwisata adalah daya tarik. Sebagai hal yang menjadi sorotan utama, daya tarik dapat diciptakan (kolam, waduk, dll) maupun dapat memanfaatkan potensipotensi yang telah lebih dahulu ada pada daerah tersebut seperti keindahan alam (pemandangan, air terjun, sungai, pantai, dll). Namun daya tarik tanpa didukung oleh ketersediaan sarana dan prasarana serta tanpa didukung oleh akses yang

5 memadai tidak akan menjadikan kegiatan pariwisata di daerah tersebut berkembang. Oleh karena itu, suatu konsep mengenai destinasi sangatlah penting dalam usaha mendukung perkembangan sektor pariwisata. Berikut ini pada GAMBAR 2.1 dapat dilihat keterkaitan antar aspek dalam suatu konsep destinasi. GAMBAR 2.1 KONSEP DESTINASI PARIWISATA Daya Tarik Aksesibilitas Alami Buatan Akses Linkage Local Community Penyedia Jasa Tujuan WIsata Akomodasi Restoran Transportasi Masyarakat Ketersediaan Sarana dan Prasarana Sumber : Tourism Planning, Gunn, Clare A, 2002 Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa dalam suatu konsep destinasi, tujuan wisata atau objek wisata tidak data berdiri sendiri. Perkembangan tujuan wisata dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu daya tarik yang dimiliki oleh suatu tujuan wisata, aksesibilitas antar daerah maupun antar objek wisata di suatu daerah, ketersediaan sarana prasarana pendukung, serta masyarakat sebagai penduduk setempat yang menyediakan jasa. Dalam pengembangan pariwisata di suatu negara maupun di suatu daerah, yang menjadi unsur terpenting selain daya tarik dari wilayah itu sendiri adalah wisatawan. Dalam prakteknya, terdapat beberapa tipe wisatawan, beberapa diantaranya yaitu: Individual Mass Tourist (mencari perjalanan ke tempat yang tidak asing, kepastian tentang lingkungan yang dikenal/tidak asing, dan wisata terpadu). Mass (mencari kesempatan rileks dan good times di lokasi baru tetapi yang tidak asing).

6 Midcentric (perjalanan individual ke daerah-daerah yang memiliki fasilitas dan sesuai dengan reputasi yang populer/tumbuh). Recreational (perjalanan untuk mencari hiburan, relaksasi untuk memulihkan kekuatan fisikal dan mental). World Tourism Organization (WTO) membagi wisatawan ke dalam dua bagian, yaitu Domestic Visitors dan International Visitors. Domestic Visitors, yaitu penduduk yang bepergian dalam suatu Negara dalam waktu tidak lebih dari satu tahun, dengan tujuan bukan untuk mencari nafkah. Domestic Visitors dapat dikelompokkan lagi menjadi dua, yaitu: Domestic Tourist, yaitu penduduk bepergian setidaknya menginap satu malam (24 jam) dan tidak lebih dari satu tahun dengan tujuan untuk kesenangan, rekreasi, liburan, olahraga, bisnis, mengunjungi teman, misi, pertemuan, konfrensi, kesehatan, pendidikan dan keagamaan. Domestic Excursionists, yaitu penduduk bepergian kurang dari 24 jam. Kelompok wisatawan yang ke dua menurut WTO adalah International Visitors, yaitu penduduk dari suatu negara yang mengunjungi negara lain. (Chadwick, 1987) International Union Official Travel Organization (IUOTO) menjelaskan terdapat perbedaan antara wisatawan dan pelancong. Menurut IUOTO, wisatawan adalah pengunjung sementara yang tinggal sekurang-kurangnya 24 jam di negara atau daerah tujuan wisata yang dikunjungi dengan tujuan perjalanan adalah untuk pesiar (Leisure), yaitu untuk keperluan rekreasi, liburan, kesehatan, pendidikan, keagamaan dan olah raga. Tujuan perjalanan yang ke dua adalah untuk hubungan dagang, sanak keluarga, konfrensi dan pertemuan. Yang dimaskud dengan pelancong menurut IUOTO adalah pengunjung sementara yang tinggal di negara atau daerah yang menjadi tujuan wisata yang dikunjungi kurang dari 24 jam. Chadwick mengemukakan bahwa wisatawan berasal dari dua sumber, yaitu penduduk lokal dan penduduk pendatang. Yang dikatakan sebagai wisatawan adalah mereka yang melakukan perjalanan dengan berbagai alasan dan motivasi dengan tujuan berwisata. Mereka yang memiliki tujuan melakukan perjalanan wisata kemudian dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu wisatawan

7 yang berasal dari daerah sendiri maupun daerah lain yang masih termasuk ke dalam batas negara yang disebut sebagai wisatawan domestik, maupun wisatawan yang berasal dari luar negeri yang biasa disebut sebagai wisatawan mancanegara/internasional. Pada penelitian kali ini, pengggolongkan wisatawan didasarkan pada pengertian wisatawan berdasarkan WTO, yaitu pendatang domestik yang melakukan perjalanan ke suatu daerah dan menginap di daerah tersebut yang lebih dikenal dengan istilah wisatawan. Pengunjung yang melakukan perjalanan ke suatu daerah kurang dari 24 jam yang disebut day tripper (ekskursionis), kelompok kedua dari kategori wisatawan menurut WTO adalah pengunjung internasional (wisatawan mancanegara). Klasifikasi wisatawan yang dikemukakan oleh Chadwick dalam Tourism Planning dapat dilihat pada GAMBAR 2.2 berikut ini.

8 GAMBAR 2.2 KLASIFIKASI WISATAWAN Residence Visitors Non-travellers Travellers Within scope of travel and tourism Other travellers International Domestic Commuters Intercontinental Continental Interregional Regional Other Local Travellers (3) Staying one or more nights (1) Same day (2) Crews Students (4) Primary purpose of travel Migrants (5) Business Visiting friends or relatives (VFR) Other personal business Pleassure Temporary workers Primary activities: - Consultations - Conventions - Inspections Secondary activities: - Dining out - Recreation - Shopping - Sightseeing - VFR Primary activities: - Socializing - Dining in - Home Entertainment Secondary activities: - Dining out - Physical Recreation - Shopping - Sightseeing - Urban entertainment Primary activities: - Shopping - Visiting lawyer - Medical appointment Secondary activities: - Dining out - VFR Primary activities: - Recreation - Sightseeing - Dining out Secondary activities: - VFR - Convention - Business - Shopping (1) Wisatawan dalam pengertian internasional (2) Excurtionists dalam pengertian internasional (3) Wisatawan yang perjalanannya kurang dari standar sebagai wisatawan, misalnya kurang dari 50 mil dari tempat tinggalnya (4) Pelajar yang bepergian antara rumah dan sekolah (5) Seluruh perpindahan manusia ke suatu permukiman baru seperti emigran, imigran, tawanan dan pengembara. Sumber: Chadwick dalam Tourism Planning, Gunn, Clare A, 1988 Menurut Spillane, terdapat beberapa motivasi yang mendorong seseorang untuk melakukan perjalanan. Beberapa motivasi yang dimaksud adalah sebagai berikut: 1. Dorongan kebutuhan dagang atau ekonomi, 2. Dorongan kebutuhan kepentingan politik, 3. Dorongan kebutuhan keamanan, 4. Dorongan kebutuhan kesehatan,

9 5. Dorongan kebutuhan pemukiman, 6. Dorongan kebutuhan kepentingan keagamaan, 7. Dorongan kebutuhan kepentingan pendidikan, 8. Dorongan kebutuhan minat kebudayaan, 9. Dorongan kebutuhan hubungan keluarga, dan 10. Dorongan kebutuhan untuk rekreasi. Ryan (1991) mengemukakan beberapa motivasi yang mendorong wisatawan untuk melakukan perjalanan wisata, yaitu: 1. Pemenuhan keinginan 2. Belanja/Shopping 3. Dorongan untuk menghindari lingkungan sehari-hari 4. Kebutuhan untuk rekreasi 5. Mencari kesempatan untuk bermain 6. Mempererat tali persaudaraan 7. Untuk menjaga gengsi 8. Interaksi sosial 9. Kesempatan mendapatkan pendidikan Sistem Kepariwisataan Hal yang merupakan bagian awal dari perencanaan pariwisata adalah sistem fungsional pariwisata (functional tourism system). Dilihat dari sudut pandang perencanaan wilayah, sangat sulit untuk mengelola perencanaan hanya dalam salah satu elemen basis struktural. Dalam penerapannya, sebuah sistem harus dijalankan agar sebuah perencanaan yang ideal dapat terlaksana. Dalam hal ini yang dimaksud dengan sistem adalah sistem pariwisata. Secara umum, fungsi dari sistem pariwisata sebagai jantung dari pengembangan dan pelaksanaan pariwisata, terdiri dari dua hal utama, yaitu permintaan (demand) yang lebih identik dengan pasar, lalu penawaran (supply). Permintaan dan penawaran akan suatu kegiatan pariwisata merupaka kekuatan utama dalam perencanaan pariwisata. Perencanaan dalam pengembangan pariwisata harus dapat dijalankan dengan kedua kekuatan diatas

10 pada waktu yang bersamaan. Permintaan (supply), sebagai pasar, menentukan apa yang diinginkan wisatawan, kebutuhan dan kemampuan wisatawan dalam membayar. Pasar dapat dikategorikan, namun akan selalu berubah seiring dengan berjalannya waktu. Penawaran (demand) harus dikembangkan, tidak hanya sebagai tanggapan dari pasar tetapi juga sebagai salah satu faktor geografi dan pengelolaan yang berhubungan dengan daerah tujuan wisata. Hubungan antara supply dan demand dalam suatu sistem pariwisata dapat dilihat pada GAMBAR 2.3. GAMBAR 2.3 SISTEM PARIWISATA FUNGSIONAL PERMINTAAN (DEMAND) Populasi Ketertarikan dalam bepergian Kemampuan untuk bepergian Informasi & Promosi Transportasi Volume dan kapasitas dari seluruh moda Daya Tarik Pengembangan sumberdaya untuk kepuasan pengunjung PENAWARAN (SUPPLY) Jasa Kualitas dan keanekaragaman makanan, penginapan dan produk Sumber : Tourism Planning, Gunn (2002) Dalam pelaksanaannya, terdapat 4 komponen utama yang termasuk kedalam penawaran, yaitu transportasi, daya tarik, jasa dan informasi/promosi (Gunn: 1972). Dalam literatur yang ditulis oleh John Lea (1988), Tourism and Development in Third World, terdapat 5 elemen utama yang merupakan supply. Kelima elemen itu adalah:

11 1. Daya tarik (attractions) Dikategorikan sebagai daya tarik alami (pantai, air terjun, dll), buatan (waduk, jembatan, dll) maupun kultural yang dimilik oleh suatu daerah seperti budaya, kesenian dll. 2. Transportasi (transport) Terdapat hubungan yang cukup dekat antar pengembangan pariwisata dengan sektor trasnportasi. 3. Akomodasi (accomodation) Lebih mengarah kepada tempat untuk tinggal bagi para wisatawan selagi melakukan pejalanan wisata seperti hotel dan guest house. 4. Fasilitas dan pelayanan pendukung (supporting facilities and services) Meliputi berbagai jenis fasilitas dan pelayanan pendukung seperti restoran, toko, bank, tempat beribadat dan pusat pelayanan medis. 5. Infrastruktur (infrastructure) Merupakan sesuatu yang luas yang digunakan untuk mendukung keempat hal diatas dalam pengembangan pariwisata. Dalam suatu perencanaan pariwisata, seluruh komponen dari penawaran (supply) menjadi hal yang sangat penting dalam suatu sistem pariwisata yang terbentuk. Keseluruhan komponen yang terdapat didalam penawaran harus saling terkait dan harus dalam keadaan seimbang. Ketidakseimbangan atau perubahan dalam salah satu komponen dapat mempengaruhi komponen lainnya. Namun dalam penerapannya di lapangan, dinamisme atau keseimbangan yang diharapkan masih sulit dilakukan dan belum sepenuhnya dimengerti karena beberapa alasan tertentu (Gunn, 1988). Untuk elemen penawaran (demand) ditentukan oleh pasar yang lebih identik dengan kebutuhan dari wisatawan itu sendiri. Dalam suatu sistem pariwisata seperti diatas, terdapat hubungan yang sangat erat antara beberapa sektor, yaitu kebutuhan, transportasi, daya tarik, kegiatan informasi serta kegiatan jasa. Soekadijo dalam Anatomi Pariwisata mengemukakan bahwa pengembangan pariwisata di suatu daerah harus terdapat integrasi antara jaringan

12 transportasi, akomodasi, serta pemasaran. Tanpa dihubungkan dan tanpa dilengkapi oleh jaringan transportasi, tidak mungkin suatu objek wisata mendapat kunjungan dari wisatawan. Hal tersebut terkait dengan ketersediaan aksesibilitas yang telah dijelaskan sebelumnya pada konsep destinasi pariwisata. Setelah ketersediaan aksesibilitas tersebut, hal yang kemudian harus diperhatikan adalah ketersediaan lahan parkir. Baik akses jalan maupun ketersediaan parkir harus sesuai dengan kebutuhan, yaitu sesuai dengan jumlah wisatawan yang diharapkan kedatangannya dan jenis serta jumlah kendaraan yang diperkirakan akan digunakan oleh para wisatawan. Selain dihubungkan dengan berbagai sarana prasarana transportasi, pengembangan kegiatan pariwisata juga harus memperhatikan akomodasi yang berupa berbagai fasilitas yang dapat digunakan oleh wisatawan untuk beristirahat. Hal yang kemudian menjadi hal pendukung perkembangan pariwisata di suatu daerah adalah kegiatan promosi dan pemasaran. Berikut ini dapat dilihat komponen dari perencanaan pariwisata pada GAMBAR 2.4 GAMBAR 2.4 KOMPONEN PERENCANAAN PARIWISATA Tourist Attraction and Activities Transportasion Accomodation Natural and Socioeconomic Environment Other Infrastructure Other Tourist Facilities and Services Institutional Elements Sumber : Tourism Planning, Inskeep 1988

13 Berikut ini akan dijelaskan beberapa komponen yang termasuk ke dalam suatu sistem pariwisata yang dapat dilihat pada Gambar 2.3 dan merupakan kaitan antara dua elemen utama dalam pengembangan pariwisata yaitu supply dan demand. Pasar (markets) Pasar merupakan komponen permintaan (demand) pariwisata yang sangat penting. Tanpa volume dari wisatawan, yang memiliki keinginan dan kemampuan dalam melakukan perjalanan wisata, kegiatan pariwisata tidak akan dapat dikembangkan dan berkembang. Seorang perencana harus memperhatikan hubungan dan keterkaitan pasar dan komponen-komponen lainnya yang termasuk ke dalam supply. Daya Tarik Keanekaragaman pengaturan dan pembentukan sumber daya yang ada menciptakan tarikan bagi wisatawan untuk datang ke tempat tujuan wisata. Untuk menjadikan suatu hal menjadi daya tarik, sistem fungsional pariwisata membutuhkan identifikasi, perencanaan dan pengelolaan dari pengembangan fisik dan program yang dapat memuaskan pengunjung. Fasilitas Jasa/Pelayanan Wisata Hal yang menjadi bagian sangat penting dalam pendapatan ekonomi adalah tersedianya fasilitas dan jasa seperti hotel, restoran, tempat penyewaan kendaraan, dan berbagai jenis jasa lainnya. Transportasi Hubungan antara lokasi penduduk dan lokasi tujuan wisata merupakan salah satu komponen yang sangat penting. Informasi dan Promosi Orang-orang mengumpulkan informasi dan melakukan penilaian terhadap pengalaman berwisata yang mempengaruhi keputusan mereka untuk melakukan wisata dan menentukan tujuan wisata. Saling Ketergantungan (Interdpendence) Fungsi dari setiap komponen yang terdapat dalam suatu sistem fungsional pariwisata saling terkait satu dengan lainnya. Hubungan yang terbentuk

14 dalam suatu sistem fungsional pariwisata dapat dilihat pada GAMBAR 2.3. Beberapa unsur pokok yang harus mendapat perhatian guna menunjang pengembangan pariwisata di daerah tujuan wisata juga dikemukakan oleh Gamal Suwantoro dalam Dasar-dasar Pariwisata. Unsur-unsur tersebut antara lain sebagai berikut: a. Objek dan daya tarik wisata b. Prasarana wisata c. Sarana wisata d. Infrastruktur e. Masyarakat/lingkungan. Selain dipengaruhi oleh permintaan (demand) dan penawaran (supply), suatu sistem fungsional pariwisata juga dipengaruhi oleh faktor eksternal. Pasar dan keempat komponen supply yang terdapat dalam sistem fungsional pariwisata turut dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal. Berbagai faktor eksternal yang mempengaruhi sistem fungsonal pariwisata antara lain sebagai berikut: a. Sumberdaya alam Kualitas dan kuantitas aset sumber daya alam dianggap menjadi sustu hal yang sangat penting dalam pengembangan pariwisata. Yang termasuk dalam kategori sumberdaya alam adalah iklim dan udara, air dan kehidupan di dalamnya, tumbuh-tumbuhan, kehidupan liar, kondisi topografi dan kondisi geologi permukaan. b. Kebudayaan Lokasi yang memiliki karakteristik budaya tersendiri lebih dipilih dalam pengembangan pariwisata ketimbang lokasi yang tidak menarik. c. Entrepreneurship Sebagai suatu hal yang dinamis, pariwisata membutuhkan pengusaha untuk mengembangkan dan menciptakan peluang yang ada serta mengatur pembangunan yang sudah ada.

15 d. Keuangan dan pembiayaan Pembiayaan merupakan suatu hal yang penting dalam pengembangan pariwisata, baik pengembangan oleh publik maupun swasta. e. Tenaga kerja Ketersediaan tenaga kerja yang cukup dalam wilayah atau lokasi periwisata memegang peranan penting dalam pengembangan pariwisata. Semakin tinggi tingkat permintaan, maka makin dibutuhkan sumber daya manusia yang terampil untuk memuaskan permintaan wisatawan. f. Kompetisi Kompetisi diperlukan dalam usaha untuk memberikan pilihan pagi wisatawan untuk mendapatkan pelayanan terbaik dan untuk memuaskan wisatawan. g. Masyarakat Pengembangan pariwisata diharapkan dapat ikut membantu masyarakat sekitar, khususnya dalam perbaikan kondisi sosial, ekonomi, dan fisikal masyarakat di sekitar lokasi pariwisata. h. Kebijakan pemerintah Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah baik pusat, daerah maupun lokal dapat mempengaruhi tingkat pengembangan pariwisata. i. Organisasi Banyak daerah menggunakan jasa konsultan untuk mengetahui peluang kegiatan pariwisata di daerahnya. Peranan organisasi baik pemerintah maupun swasta diperlukan apabila mengharapkan pengembangan pariwisata yang pesat. Freyer (1993) menjelaskan bahwa terdapat dua hal yang dapat ditawarkan kepada para wisatawan. Pertama adalah pruduct atau yang lebih dikenal dengan istilah produk wisata yang merupakan cakupan keseluruhan produk yang diperuntukkan bagi seseorang atau dikonsumsi oleh seseorang selama melakukan kegiatan wisata. Kedua adalah services atau lebih dikenal dengan jasa pelayanan, yang merupakan layanan yang diterima wisatawan selama melakukan perjalanan

16 wisata. Menurut Burkart dan Medlik dalam perencanaan ekowisata, yang dimaksud dengan jasa pariwisata adalah gabungan produk komposit yang terangkum dalam atraksi, transportasi, akomodasi dan hiburan. Dalam perkembangannya, pariwisata tidak hanya dapat selalu berkembang. Kegiatan pariwisata di suatu daerah dapat menurun karena disebabkan oleh berbagai hal. Hal tersebut dapat dilihat dari grafik Tourism Life Cycle pada GAMBAR 2.5 berikut ini. GAMBAR 2.5 TOURISM LIFE CYCLE Number Of Tours Critical Range of Elements of Capacity Consolidation Stagnation E Decline Rejuvination A B C D Development Involvement Exploration Sumber : Butler (1980), Tourism and Sustainable Development : Monitoring, Planning, Managing Time Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa terdapat hubungan antara variabel berjalannya waktu dengan variabel jumlah kunjungan wisatawan. Gambar tersebut menjelaskan bahwa kegiatan pariwisata seiring dengan berjalannya waktu apabila didukung oleh berbagai sektor pendukung yang memadai akan terus meningkat. Namun apabila kapasitas dari berbagai unsur pendukung kegiatan pariwisata tersebut telah mencapai batasnya, maka kelanjutan kegiatan pariwisata dapat menjadi beberapa macam pilihan (A, B, C, D, dan E). Kegiatan pariwisata yang terus dieksplorasi dan dikembangkan, lama kelamaan akan sampai pada kapasitasnya dalam mendukung kegiatan wisatawan yang datang. Dukungan yang

17 dimaksud adalah dari faktor lingkungan, ketersediaan sarana prasarana dan infrastruktur, perencanaan yang baik, maupun dari daya tarik pariwisata di daerah itu sendri. Salah satu hal yang dapat menggambarkan apabila suatu kegiatan pariwisata telah mencapai titik puncaknya adalah timbulnya berbagai permasalahan seperti kemacetan lalu lintas, turunnya kualitas lingkungan dan kenyamanan, serta turunnya jumlah kunjungan wisatawan. Apabila gejala-gejala tersebut tidak diperhatikan, maka dikhawatirkan kegiatan pariwisata di daerah tersebut akan hancur dan kehilangan daya tarik bagi wisatawan Peranan Sektor Pariwisata Pengembangan sektor pariwisata di suatu daerah secara langsung maupun tidak langsung akan memberikan dampak, baik itu dampak positif maupun dampak negatif. Beberapa sektor yang dapat terpengaruh oleh kegiatan pariwisata antara lain adalah sektor ekonomi, sosial, dan lingkungan (Gunn, 1988). Peranan sektor pariwisata dalam bidang ekonomi dapat dilihat dari sektor pariwisata yang dapat dikategorikan sebagai sebuah industri yang dapat memberikan dampak ekonomi yang begitu besar bagi suatu daerah. Frechtling (1987) menambahkan beberapa dampak tidak langsung yang dihasilkan sektor pariwisata di bidang ekonomi yang terkait dengan wisatawan, yaitu penambahan jumlah penduduk: pendidikan, rumah sakit, perumahan, kesejahteraan publik, dan perkembangan ekonomi secara keseluruhan. Selain beberapa hal yang telah disebutkan di atas, pengaruh kegiatan pariwisata bagi sektor ekonomi tidak hanya terlihat pada hubungan langsung dengan usaha perhotelan, restoran dan penyelenggara paket perjalanan wisata, namun juga berhubungan dengan berbagai aspek lain seperti transportasi, telekomunikasi, dan berbagai kegiatan bisnis lainnya. Peranan sektor pariwisata dalam bidang sosial dapat dilihat dari interaksi yang terjadi antara wisatawan dengan masyarakat lokal yang dapat memberikan berbagai macam dampak baik itu dampak positif maupun dampak negatif. Sektor pariwisata juga memiliki pengaruh terhadap lingkungan dalam hubungannya dengan ekosistem di lokasi pengembangan kegiatan pariwisata maupun lingkungan sekitar pengembangan kegiatan pariwisata.

18 2.2 Peran dan Jenis Infrastruktur Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai berbagai hal yang terkait dengan infrastruktur dan kemudian akan dijelaskan mengenai hubungan antara infrastruktur dengan kegiatan pariwisata Definisi infrastruktur Seperti definisi pariwisata, definisi yang menjelaskan mengenai pengertian dari infrastruktur juga terdiri dari berbagai pengertian, antara lain: Sebuah sistem infrastruktur dapat didefinisikan sebagai fasilitas atau struktur dasar, peralatan, instalasi yang dibangun dan yang dibutuhkan untuk berfungsinya sistem sosial dan sistem ekonomi masyarakat (Grigg, 2000). Infrastruktur sebagai struktur dan fasilitas fisik yang dikembangkan oleh badan pemerintah untuk menjalankan fungsi pemerintahan dalam menyediakan air, sumber tenaga, penanganan limbah, transport dan layanan sejenisnya untuk memfasilitasi pencapaian tujuan sosial dan ekonomi (American Public Work Association). Suatu sistem fasilitas umum, baik yang didanai pemerintah maupun swasta yang menyediakan pelayanan yang penting dan mendukung pencapaian standar kehidupan (Associated General Contractors of America). Dalam Tourism Planning disebutkan bahwa infrastruktur dalam konteks perencanaan mengacu pada segala bentuk konstruksi di atas maupun di bawah tanah yang dapat menyediakan kebutuhan dasar untuk menunjang pembangunan seperti pembangunan perkotaan, industri, dan pariwisata. (Inskeep, 1991) Secara umum, definisi infrastruktur dapat dijelaskan sebagai suatu sistem fasilitas fisik yang mendukung kehidupan, keberlangsungan dan pertumbuhan ekonomi dan sosial suatu masyarakat atau komunitas. Infrastruktur yang dimaksud dalam penelitian ini mengacu pada katersediaan sarana prasarana penunjang. Dalam konteks infrastruktur di Indonesia, infrastruktur di Indonesia lebih dikenal dengan prasarana (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Sarana memiliki

19 sifat mobile seperti mobil, kereta, dll. Sedangkan prasarana memiliki sifat tidak mobile dan merupakan elemen pendukung kegiatan perkotaan seperti jalan, lahan parkir, jembatan, dll Peranan Infrastruktur Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, peranan infrastruktur adalah sebagai aspek penting dalam pencapaian pembangunan, baik dalam bidang sosial maupun dalam bidang ekonomi. Peranan infrastruktur dapat dikatakan sebagai mediator antara lingkungan sebagai suatu elemen dasar dengan sistem ekonomi dan sosial masyarakat. Selain itu, peranan infrastruktur juga merupakan elemen pendukung kegiatan perkotaan. Prasarana perlu disediakan dalam suatu kota karena prasarana merupakan kebutuhan dasar (basic needs) dan prasarana dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi. Pengembangan sektor pariwisata sangat terkait dan bergantung pada perkembangan infrastruktur yang tersedia. Peran infrastruktur menjadi sangat penting karena dengan pengembangan infrastruktur dan sistem infrastruktur yang tersedia, akan dapat mendorong perkembangan sektor pariwisata. Dari GAMBAR 2.3 dapat dilihat keterkaitan antara infrastruktur dengan kegiatan pariwisata yang merupakan sebuah sistem yang terintegrasi satu dengan lainnya. Dari berbagai infrastruktur dapat dikembangkan di perkotaan, beberapa infrastruktur yang menjadi sangat penting bagi perkembangan sektor pariwisata yaitu infrastruktur transportasi seperti jalan raya, moda transportasi umum, dan lahan parkir. Sarana prasarara dan infrastruktur yang telah disebutkan diatas memegang peranan penting dalam perencanaan penggunaan lahan. Beberapa peranan infrastruktur dalam perencanaan penggunaan lahan, khususnya di perkotaan antara lain: Infrastruktur tersebut merupakan respon terhadap permintaan yang ada dengan cara menyediakan jasa-jasa yang dibutuhkan. Penggunaan lahan, baik sekarang maupun pada masa yang akan datang akan menentukan kebutuhan akan infrastruktur.

20 Infrastruktur tertentu dapat menarik dan memicu pembangunan dan pengembangan lahan baru. Ketersediaan akan infrastruktur akan menjadi perwujudan terhadap kebutuhan di daerah tersebut. Infrastruktur dapat menjadi katalisator dalam menciptakan koordinasi yang lebih baik antara fasilitas dengan rencana pengembangan lahan karena investasi infrastruktur dan perbaikan kapasitas terkesan tidak merata Jenis Infrastruktur Infrastruktur di Indonesia dibedakan atas dua kelompok, yaitu sarana dan prasarana. Yang dimaksud dengan sarana adalah yang memiliki sifat mobile seperti mobil, kereta, dll. Sedangkan prasarana memiliki sifat tidak mobile dan merupakan elemen pendukung kegiatan perkotaan seperti jalan, lahan parkir, jembatan, dll. (Sumber : Catatan Kuliah Prasarana Wilayah dan Kota) Berikut ini akan disebutkan berbagai jenis infrastruktur, yaitu: Transportasi Bangunan institusional, sosial dan komersial Bangunan irigasi, drainase dan pengendalian banjir Fasilitas air bersih dan air kotor Fasilitas penanganan limbah padat Pembangkit energi dan distribusinya Fasilitas telekomunikasi Fasilitas olahraga dan rekreasi Infrastruktur kawasan permukiman Thames Gateaway London dalam Social Infrastructure Framework, 2006 mengemukakan empat sektor dalam pembagian infrastruktur sosial, yaitu: 1. Infrastruktur pendidikan, 2. Infrastruktur kesehatan dan sosial, 3. Infrastruktur rekreasi, kebudayaan, komunitas dan leisure services, 4. Infrastruktur darurat dan penting.

21 World Bank (1994) membedakan dan mengklasifikasikan infrastruktur kedalam tiga bagian, yaitu sebagai berikut: 1. Public Utilities, seperti listrik dan telekomunikasi 2. Public Works, seperti drainase 3. Other Transport Sector (yang ditambahkan oleh parkin (1999)), seperti airport, jalur kerena api, transportasi perkotaan. Berikut ini akan disebutkan mengenai pembagian infrastruktur berdasarkan aspeknya,yaitu sebagai berikut: 1. Prasarana Olah Raga atau Ruang Terbuka Hijau, 2. Prasarana Budaya dan Kesenian, 3. Prasarana Perhubungan, 4. Prasarana Pariwisata. Dari penjabaran infrastruktur di atas dapat dikatakan bahwa salah satu sektor yang sangat terkait dengan penyediaan infrastruktur adalah rekreasi yang termasuk ke dalam sektor pariwisata. Selain itu, penyediaan infrastruktur juga dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain yaitu: Populasi Perkembangan ekonomi Penyedia Lokasi Penggunaan lahan Aktivitas Permintaan Faktor Individu Berdasarkan American Public Works Association, terdapat tiga belas jenis infrastruktur yang menjadi acuan dan menjadi standar dalam perencanaan di sebuah kota, yaitu: 1. Sistem penyediaan air : waduk, transmisi dan distribusi, treatment plant 2. Sistem pengelolaan air limbah : pengumpul, pengolahan, pembuangan, daur ulang

22 3. Fasilitas pengelolaan limbah padat 4. Fasilitas pengendalian banjir, drainase, dan irigasi 5. Fasilitas lintas air dan navigasi 6. Fasilitas transportasi : jalan, rel, bandar udara (termasuk tanda-tanda lalu lintas dan fasilitas pengontrol) 7. Sistem transit publik 8. Sistem kelistrikan : produksi dan distribusi 9. Fasilitas gas alam 10. Gedung publik : sekolah, rumah sakit 11. Fasilitas perumahan publik 12. Ruang terbuka yang terdiri dari taman kota (sebagai daerah resapan), tempat bermain (termasuk stadion) 13. Komunikasi 2.3 Infrastruktur Penunjang Pariwisata Kegiatan pariwisata yang berkembang dituntut untuk dapat menyediakan infrastruktur penunjang yang memadai. Menurut Heraty dalam Tourism Planning, ketersediaan infrastruktur yang memadai merupakan suatu hal yang sangat penting dalam usaha pengembangan pariwisata. Seperti yang telah dikemukaan oleh Gunn dalam konsep destinasi, salah satu aspek yang sangat penting untuk mendukung suatu tujuan wisata adalah ketersediaan sarana prasarana. Penyediaan infrastruktur pendukung kegiatan pariwisata dalam konteks pengembangan di Indonesia mengacu juga pada pengembangan dan penyediaan sarana dan prasarana yang dapat mendukung kegiatan pariwisata. Dalam konteks pariwisata, sarana wisata merupakan kelengkapan daerah tujuan wisata yang diperlukan guna melayani kebutuhan wisatawan selama berada di tempat tujuannya. Pengertian infrastruktur dalam konteks pariwisata adalah situasi yang mendukung fungsi sarana dan prasarana wisata, baik yang berupa suatu sistem pengaturan maupun bangunan fisik diatas permukaan tanah dan di bawah tanah. Dalam pengembangan kegiatan wisata kota atau Urban Tourism, Ashworth (1992) menyebutkan bahwa salah satu aspek utama yang dapat mendukung perkembangan pariwisata adalah

23 ketersediaan fasilitas penunjang kegiatan pariwisata. Secara umum, berdasarkan Page (1995) dalam Urban Tourism, fasilitas utama penunjang kegiatan pariwisata dapat dibedakan menjadi: o Sarana akomodasi o Penyedia jasa makanan o Sarana perbelanjaan o Berbagai sarana pendukung lainnya Namun dalam penyediaannya di lapangan, hal tersebut masih menjadi salah satu permasalahan dalam kepariwisataan di Indonesia karena dapat disebabkan oleh ketidaksesuaian antara supply dan demand. Dalam hubungannya dengan infrastruktur, berkembangnya kegiatan pariwisata dapat memberikan dampak positif maupun dampak negatif. Dampak yang dimaksud diantaranya berupa munculnya atau dibangunnya berbagai infrastruktur pendukung kegiatan pariwisata yang juga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar, namun juga dapat memberikan beban yang berlebih bagi infrastruktur perkotaan yang telah tersedia. Oleh karena itu, pembangunan dan pengelolaan infrastruktur yang baik dirasa masih sangat diperlukan. Apabila dikaitkan kembali dengan sistem pariwisata, terdapat hubungan antara permintaan dan penawaran. motivasi merupakan faktor yang mendorong untuk mengadakan perjalanan dan kemudian menimbulkan permintaan mengenai prasarana, sarana perjalanan dan perhubungan, sarana akomodasi dan penyediaan jasa. Menurut Spillane, industri pariwisata tidak hanya membutuhkan berbagai sarana akomodasi seperti hotel dan penginapan, restoran, agen perjalanan wisata, perencana perjalanan wisata, industri kerajinan, namun industri pariwisata juga memerlukan prasarana ekonomi, seperti jalan raya, jembatan, terminal, pelabuhan, lapangan udara. Selain itu, juga diperlukan prasarana lain yang lebih bersifat public utilities seperti sarana kebersihan, kesehatan, keamanan, dsb. Melihat keterkaitan antara pengembangan pariwisata dengan ketersediaan infrastruktur, maka kegiatan pariwisata juga memberikan dampak bagi infrastruktur. Untuk lebih lengkapnya, dampak pengembangan kegiatan pariwisata terhadap infrastruktur dapat dilihat pada TABEL II-2 berikut ini.

24 TABEL II-1 DAMPAK PENGEMBANGAN PARIWISATA TERHADAP INFRASTRUKUTUR Dampak Positif Dibangunnya infrastruktur penunjang yang baru Terjadi pemusatan infrastruktur penunjang kegiatan pariwisata Meningkatkan ketersediaan akan fasilitas penunjang kegiatan pariwisata Standar pelayanan yang lebih baik dari infrastruktkur dan fasilitas penunjang kegiatan pariwisata Semakin baiknya jangkauan dan pilihan fasilitas yang tersedia Sumber : Berbagai Sumber Dampak Negatif Terbebaninya kapasitas infrastruktur yang telah tersedia seperti jalan dan lahan parkir Terbengkalainya infrastruktur yang tidak berhubungan dengan kegiatan pariwisata Penumpukan kegiatan Kurangnya fasilitas jasa Apabila dikaitkan dengan kegiatan pariwisata, salah satu infrastruktur yang paling terkait dan mempengaruhi pariwisata adalah infrastruktur transportasi. Seperti yang telah dijelaskan oleh Inskeep dalam Tourism Planning, salah satu infrastruktur dasar yang dianggap penting untuk mendukung keberlangsungan kegiatan dan pengembangan pariwisata adalah penyediaan infrastruktur transportasi yang memadai. Infrastruktur transportasi yang dimaksud bukan hanya berupa jalan raya, tetapi berbagai sarana prasarana lainnya yang masih terkait dengan transportasi seperti fasilitas parkir, moda transportasi serta berbagai sarana prasarana lailnnya. Sebuah kota harus memiliki akses ke dalam sebuah sistem fasilitas infrastruktur dan jasa dalam usaha mendukung kehidupan masyarakat yang berkelanjutan. Wilayah perkotaan dapat memiliki banyak fasilitas publik maupun fasilitas kuasi publik yang menyediakan berbagai fasilitas kepada masyarakat, seperti transportasi, air, persampahan, rekreasi, pendidikan, serta kesehatan dan keamanan. Dalam hal ini, infrastruktur perkotaan yang paling berkaitan dengan kegiatan pariwisata adalah infrastruktur transportasi, selain infrastruktur pendukung kegiatan pariwisata lainnya. Untuk infrastruktur transportasi, masyarakat bisa mendapatkan trotoar, jalur pejalan kaki dan sepeda, lahan parkir, jalan lokal, jalan kolektor, jalan arteri, jalan tol, garasi, kendaraan, dan lapangan terbang. Berikut ini dapat dilihat pada GAMBAR 2.6 mengenai

25 elemen-elemen infrastruktur yang terkait dengan kegiatan pariwisata, khususnya kegiatan pariwisata perkotaan. GAMBAR 2.6 ELEMEN PARIWISATA DAN REKREASI PERKOTAAN Elemen Primer Tempat Aktifitas Leisure Setting Fasilitas kebudayaan Fasilitas hiburan Perayaan dan acara tertentu Pameran Kondisi Fisik Pola sejarah Monumen Benda seni Taman dan ruang hijau Pelabuhan, kanal dan tepi laut Karakteristik Sosial/budaya Jenis kegiatan Bahasa, adat masyarakat lokal, dongeng dongeng Gaya hidup Elemen Sekunder Fasilitas katering Fasilitas belanja Pasar Elemen Tambahan Aksesibilitas, Fasilitas parkir, Infrastruktur Pariwisata (pusat informasi, papan penunjuk jalan, buku panduan) Sumber : Jansen-Verbeke (1986). Menurut Jansen-Verbeke (1986), sebuah kota dapat dikatakan sebagai salah satu tujuan wisata apabila memiliki elemen utama, elemen sekunder, dan elemen tambahan sebagai berikut

26 Elemen utama yang terdiri dari berbagai jenis fasilitas yang dapat dikategorikan dalam: o Tempat aktivitas, dimana termasuk seluruh jenis fasilitas yang ditawarkan dalam suatu kota, yang merupakan daya tarik pariwisata. o Leisure Setting, dimana terdiri dari elemen fisik, soaial, dan kebudayaan yang menjadikan sebuah kota menjadi menarik. Elemen sekunder yang terdiri dari berbagai fasilitas dan jasa pendukung kegiatan pariwisata seperti akomodasi, fasilitas perbelanjaan, dll. Menurut Shaw dan Williams (1994), elemen penunjang seperti pertokoan, pusat perbelanjaan dan restoran dapat menjadi daya tarik utama bagi kegiatan pariwisata perkotaan. Elemen tambahan yang terdiri dari sarana dan prasarana seperti jalan raya, fasilitas parkir, dan berbagai jasa pariwista lain. Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa walaupun hanya termasuk ke dalam elemen tambahan dalam elemen pariwisata dan rekreasi perkotaan, infrastruktur transportasi seperti akses dan ketersediaan fasilitas parkir menjadi elemen yang sangat penting dalam pengembangan kegiatan pariwisata, khususnya pariwisata perkotaan. Selain elemen yang terdapat diatas, terdapat elemen lainnya yang merupakan elemen-elemen dari industri pariwisata yang dapat dilihat pada TABEL II-2 berikit ini.

27 TABEL II-2 ELEMEN DALAM INDUSTRI PARIWISATA Sumber Daya Pariwisata Sumber daya alam Sumber daya manusia Infrastruktur umum dan pariwisata Sarana dan prasarana transportasi Public Utilities Telekomunikasi Fasilitas akomodasi Hotel, guest house, kota dan pedesaan Kondominium Tempat tinggal pelengkap Instalasi makanan dan minuman Hiburan dan fasilitas olahraga Fasilitas budaya dan rekreasi Fasilitas olahraga Jasa pariwisata Biro perjalanan pariwisata Badan promosi lokal dan hotel Pusat informasi Penyewaan mobil Pemandu dan juru bahasa Sumber : Sessa (1983) dalam Critical Issues in Tourism Freyer (1993) menyebutkan bahwa terdapat 3 jenis pasar pariwisata yang terkait dengan supply yang dibutuhkan dalam usaha mengembangkan sektor pariwisata di suatu daerah. Ketiga pasar yang dimaksud adalah pasar primer, pasar sekunder, dan pasar tersier. Untuk pasar primer, terdiri dari sarana prasrana akomodasi, transportasi, biro perjalanan wisata, pemandu wisata, serta daya tarik wisata. Pasar sekunder terdiri dari toko-toko cinderamata, money changer, rental kendaraan, asuransi, dsb. Untuk pasar tersier, merupakan elemen pelengkap dalam pengembangan kegiatan pariwisata di suatu daerah. Pasar tersier terdiri dari

28 kegiatan fotografi, buku panduan wisata, pengiriman barang kebutuhan hotel, dsb. Usaha kepariwisataan berdasarkan Undang-Undang No. 9 Tahun 1990 tentang kepariwisataan dibagi kedalam tiga kategori, yaitu usaha jasa pariwisata, pengusahaan obyek dan daya tarik wisata, serta usaha sarana pariwisata yang digolongkan berdasarkan objek dan atraksi wisata. Apabila dikaitkan dengan pengembangan infrastruktur, maka pada studi kali ini hanya akan dijelaskan mengenai jenis usaha sarana pariwisata. Pembagian usaha sarana pariwisata berdasarkan Usaha kepariwisataan berdasarkan Undang-Undang No. 9 Tahun 1990 tentang kepariwisataan adalah sebagai berikut: Penyediaan akomodasi, yaitu usaha penyediaan kamar dan fasilitas yang lain serta pelayanan yang diperlukan. Penyediaan makan dan minum, yaitu usaha pengolahan, penyediaan, dan pelayanan makanan dan minuman. Penyediaan angkutan wisata, yaitu usaha khusus atau sebagian dari usaha dalam rangka penyediaan angkutan pada umumnya. Penyediaan sarana wisata tirta, yaitu usaha yang kegiatannya menyediakan dan mengelola prasarana dan sarana serta jasa-jasa lainnya yang berkaitan dengan kegiatan wisata tirta. Kegiatan wisata tirta ini dapat dilakukan di laut, sungai, danau, rawa, serta waduk. Kawasan pariwisata, yaitu usaha yang kegiatannya membangun atau mengelola kawasan dengan luas tertentu untuk memenuhi kebutuhan pariwisata sesuai dengan tata ruang kawasan dan berdasarkan rencana pengembangan kepariwisataan. Kegiatan pariwisata berkaitan erat dengan wisatawan, khususnya dalam hal permintaan dan penawaran. Menurut Spillane, dalam prakteknya, terdapat perbedaan pola penggunaan sarana dan prasarana antara wisatwan nusantara (domestik) dan wisatwan mancanegara. Perbedaan yang lebih jelas juga dapat dilihat antara kebutuhan wisatawan (tourist) dengan palancong (excurtionists) karena berkaitan dengan karakteristik perjalanan mereka. Sebagai salah satu contohnya, wisatawan baik wisatawan nusantara maupun wisatwan mancanegara akan memerlukan sarana akomodasi untuk menginap, sedangkan pelancong tidak

29 terlalu memerlukan darasan akomodasi karena perjalanan yang dilakukan tidak lebih dari 24 jam. Apabila dihubungkan dengan kegiatan pariwisata, peranan sektor transportasi menjadi sangat penting karena pariwisata identik dengan mobilitas dan pergerakan yang dilakukan oleh wisatawan maupun pelaku wisata lainnya. Wisatawan sebagai pengguna sarana transportasi memiliki tiga permintaan utama dalam hal transportasi. Ketiga hal tersebut adalah: a. Wisatawan membutuhkan pergerakan atau perpindahan dari rumah menuju lokasi wisata maupun di lokasi pariwisata itu sendiri. Dalam hal ini, semakin dekat jarak tempuh dan semakin kecil biaya yang dikeluarkan maka akan semakin baik. b. Wisatawan selalu mencari perjalanan yang menyenangkan dan memuaskan. Hal ini bukan hanya sekedar pergerakan dan perpindahan, tetapi juga terkait dengan fungsi dari daya tarik wisata yang ada. Kepuasan dari para wisatawan bergantung kepada tujuan dari wisatawan itu sendiri. Apabila tujuan wisatawan hanya untuk menginap pada lokasi penginapan pada akhir minggu, maka perjalanannya tidak akan memberikan banyak dampak. c. Wisatawan akan mencari beberapa faktor perjalanan dan akan memilih kombinasi yang dirasa paling baik, tanpa mempertimbangkan jenis angkutan yang tersedia. Faktor-faktor tersebut antara lain: Kenyamanan (termasuk kebebasan dari kepenatan, ketidaknyamanan, dan kebersihan yang buruk), Ketepatan waktu (tidak adanya delay, sistem yang rumit), Keamanan (kebebasan dari resiko, baik dari sarana yang ada, maupun dari orang lain), Kepercayaan (jadwal yang dapat dipercaya dan kondisi perjalanan), Harga (masuk akal dan kompetitif), dan Kecepatan. Dilihat dari segi perencanaan dan pembangunan, fungsi-fungsi tersebut memerlukan perhatian terhadap hubungan antar seluruh moda transportasi

30 untuk wisatawan dan hubungannya dengan daya tarik, baik selama perjalanan menuju tempat wisata maupun di lokasi wisata tersebut. 2.4 Pariwisata dan Transportasi Transportasi dianggap lebih dari hanya sekedar pergerakan, melainkan sudah menjadi sebuah pengalaman. Menurut Morlok, transportasi adalah perpindahan orang atau barang dari satu tempat ke tempat lain secara spasial baik dengan menggunakan sarana angkut maupun tanpa menggnakan sarana angkut. Untuk melakukan pergerakan, manusia memiliki dua pilihan, yaitu dengan bantuan moda transportasi (berkendara) atau melakukan pergerakan tanpa bantuan moda transportasi (berjalan kaki). Pergerakan tanpa moda transportasi biasanya akan bersifat perjalanan yang memiliki jarak tempuh yang pendek, yaitu sekitar 1-2 km. Perjalanan dengan menggunakan bantuan moda transportasi, biasanya memiliki sifat perjalanan yang jauh dan panjang (Tamin, 2000). Mengingat bahwa menyediakan akses ke daerah tujuan bagi daerah perumahan atau berpenduduk merupakan tujuan utama transportasi, wisatawan tidak dapat diperlakukan sematamata hanya sebagai barang angkutan. Bagi kebanyakan wisatawan maupun pelancong, beberapa kondisi, sosial dan fisik, di dalam dan di luar kendaraan merupakan hal yang harus diperhatikan. Kualitas kepuasan wisatawan akan perjalanannya dari tempat tinggalnya ke tujuan dan sebaliknya memerlukan kerjasama dari berbagai aspek dan memerlukan perencanaan yang bersifat kolaboratif. Dalam kepariwisataan, transportasi terkait dalam aksesibilitas yang merupakan salah satu elemen utama dalam pengembangan pariwisata seperti yang tertera dalam konsep destinasi yang dikemukakan oleh Gunn. Apabila hanya transportasi dan tidak dikaitkan dengan sektor lainnya, maka tidak dapat menciptakan objek wisata atau tujuan wisata yang baru. Apabila suatu tujuan wisata tidak memiliki jaringan transportasi atau aksesibilitas yang baik, maka pariwisata di kawasan tersebut tidak dapat berkembang dengan baik. Sistem perencanaan transportasi harus terkait dan terintegrasi dengan perencanaan transportasi di lokasi itu sendiri untuk mencapai kesuksesan pariwisata.

31 Infrastruktur yang berkaitan dengan transportasi yang berkaitan erat dengan pengembangan pariwisata antara lain adalah jalan raya, fasilitas parkir, zebra cross, trotoar, dan berbagai sarana prasarana lainnya. Untuk kebutuhan akan jalan raya, kegiatan pariwisata membutuhkan jalan raya sebagai akses untuk menuju dan dari lokasi wisata. Kebutuhan yang dimaksud adalah keterkaitan antara kegiatan pariwisata dengan transportasi yang dapat dilihat dari berbagai konsep yang telah dijelaskan sebelumnya. Kebutuhan akan jalan raya merupakan kebutuhan dasar, baik bagi masyarakat di sekitar lokasi atau daerah tujuan wisata. Oleh karena itu, pembangunan sarana prasarana harus memperhatikan kedua aspek tersebut, jangan hanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah itu saja. Hal tersebut dilakukan agar masyarakat sebagai tuan rumah tetap dapat menikmati berbagai sarana prasarana yang disediakan oleh pemerintah. Menurut Harun Al-Rasyid Lubis, pakar transportasi dari Transportation Research Group Institut Teknologi Bandung (2006) mengatakan bahwa idealnya sekitar 20% dari luas permukaan suatu kota digunakan untuk fasilitas jalan atau digunakan untuk memenuhi ruang milik jalan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, ketersediaan sarana dan prasarana transportasi harus disesuaikan dengan kebutuhannya. Oleh karena itu, apabila ketersediaan sarana dan prasarana transportasi tidak disesuaikan dengan kebutuhannya, maka akan menimbulkan berbagai permasalahan seperti kemacetan lalu lintas. Kemacetan lalu lintas dapat terjadi karena ruas jalan tidak dapat menampung volume lalu lintas yang melintasi jalan tersebut. Arus lalu lintas yang mendekati kapasitasnya akan menimbulkan kemacetan. Kemacetan yang terjadi apabila arus lalu lintas yang melintas suatu ruas jalan tertentu sangat besar dan pada akhirnya arus lalu lintas menjadi terganggu serta mulai terjadi tundaan atau bahkan lalu lintas menjadi terhenti. Selain itu, kemacetan juga terjadi karena penurunan kecepatan yang disebabkan berbagai hal seperti PKL, on street parking, dan pejalan kaki yang menggunakan badan jalan. Gangguan tersebut menyebabkan pengurangan jumlah kapasitas jalan yang dapat menampung sejumlah kendaraan yang melintas. Kapasitas jalan yang dimaksud disini adalah jumlah lalu lintas kendaraan maksimum yang dapat

GAMBAR 6.1 KOMPOSISI PENGUNJUNG YANG DATANG DAN TERDAPAT DI KOTA BANDUNG

GAMBAR 6.1 KOMPOSISI PENGUNJUNG YANG DATANG DAN TERDAPAT DI KOTA BANDUNG BAB 6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini akan dijelaskan mengenai temuan-temuan studi yang didapat dari penelitian kali ini yang akan menjurus kepada suatu kesimpulan dari penelitian ini. Selain dari

Lebih terperinci

Tujuan Penyediaan Prasarana

Tujuan Penyediaan Prasarana PERTEMUAN III Karakteristik Komponen yang memberi input kepada penduduk meliputi prasarana air minum dan listrik Komponen yang mengambil output dari penduduk meliputi prasarana drainase/ pengendalian banjir,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam hal penyediaan lapangan kerja,

TINJAUAN PUSTAKA. pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam hal penyediaan lapangan kerja, TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pariwisata Pariwisata merupakan salah satu industri yang mampu menyediakan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam hal penyediaan lapangan kerja, pendapatan, tarif hidup, dan dalam

Lebih terperinci

BAB 5 KESENJANGAN KETERSEDIAAN SARANA DAN PRASARANA PENUNJANG KEGIATAN PARIWISATA

BAB 5 KESENJANGAN KETERSEDIAAN SARANA DAN PRASARANA PENUNJANG KEGIATAN PARIWISATA BAB 5 KESENJANGAN KETERSEDIAAN SARANA DAN PRASARANA PENUNJANG KEGIATAN PARIWISATA Pada bab ini akan lebih dibahas mengenai sarana prasarana penunjang kegiatan pariwisata. Permasalahan sarana prasarana

Lebih terperinci

APA PARIWISATA? Karakteristik jasa lingkungan pariwisata bahari? Karakteristik Jasa Lingkungan Pariwisata Bahari. Sistematika paparan APA PARIWISATA?

APA PARIWISATA? Karakteristik jasa lingkungan pariwisata bahari? Karakteristik Jasa Lingkungan Pariwisata Bahari. Sistematika paparan APA PARIWISATA? Karakteristik Jasa Lingkungan Pariwisata Bahari Wiwik D Pratiwi Karakteristik jasa lingkungan pariwisata bahari? Karakteristik jasa di lingkungan yang berfungsi untuk pariwisata bahari? Karakteristik pariwisata

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II URAIAN TEORITIS BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 PENGERTIAN PARIWISATA Pariwista merupakan perjalanan dari suatu tempat ke tempat yang lain, yang bersifat sementara bukan untuk berusaha (business) atau mencari nafkah di tempat

Lebih terperinci

DEFINISI- DEFINISI A-1

DEFINISI- DEFINISI A-1 DEFINISI- DEFINISI Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Obyek wisata adalah salah satu komponen yang penting dalam industri pariwisata

II. TINJAUAN PUSTAKA. Obyek wisata adalah salah satu komponen yang penting dalam industri pariwisata II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Obyek Wisata Obyek wisata adalah salah satu komponen yang penting dalam industri pariwisata dan salah satu alasan pengunjung melakukan perjalanan ( something to see).

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman kondisi fisik yang tersebar di seluruh Kabupaten, Hal ini menjadikan

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman kondisi fisik yang tersebar di seluruh Kabupaten, Hal ini menjadikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Propinsi Lampung merupakan wilayah yang memiliki kekayaan alam yang melimpah dan keanekaragaman kondisi fisik yang tersebar di seluruh Kabupaten, Hal ini menjadikan Propinsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk memotivasi berkembangnya pembangunan daerah. Pemerintah daerah harus berupaya

I. PENDAHULUAN. untuk memotivasi berkembangnya pembangunan daerah. Pemerintah daerah harus berupaya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata merupakan bentuk industri pariwisata yang belakangan ini menjadi tujuan dari sebagian kecil masyarakat. Pengembangan industri pariwisata mempunyai peranan penting

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Angkot Angkutan adalah mode transportasi yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat di Indonesia khususnya di Purwokerto. Angkot merupakan mode transportasi yang murah dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukannya. Pergerakan dikatakan juga sebagai kebutuhan turunan, sebab

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukannya. Pergerakan dikatakan juga sebagai kebutuhan turunan, sebab BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Pergerakan dan perjalanan adalah hasil dari kebutuhan manusia untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia melakukannya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Pergerakan dan perjalanan adalah hasil dari kebutuhan manusia untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia melakukannya.

Lebih terperinci

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah)

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) Sub Bidang Sumber Daya Air 1. Pengembangan, Pengelolaan, dan Konservasi Sungai, Danau, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS KEPARIWISATAAN

BAB II TINJAUAN TEORITIS KEPARIWISATAAN BAB II TINJAUAN TEORITIS KEPARIWISATAAN 2.1. Pengertian Kepariwisataan, Pariwisata, dan Wisata Sesunguhnya pariwisata telah dimulai sejak dimulainya peradaban manusia itu sendiri, yang ditandai oleh adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris, memiliki banyak keunggulan-keunggulan UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris, memiliki banyak keunggulan-keunggulan UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara agraris, memiliki banyak keunggulan-keunggulan yang dapat menjadi suatu aset dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi. Selain sektor pertanian,

Lebih terperinci

STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR. Oleh : M. KUDRI L2D

STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR. Oleh : M. KUDRI L2D STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR Oleh : M. KUDRI L2D 304 330 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata Alam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan, menyebutkan bahwa wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang

Lebih terperinci

Dari pengertian diatas, maka hotel juga dapat definisi seperti di bawah ini :

Dari pengertian diatas, maka hotel juga dapat definisi seperti di bawah ini : A. Pengertian Hotel Kata Hotel berasal dari bahasa Perancisyaitu hostel artinya tempat penampungan buat pendatang atau bangunan penyedia pondokan dan makanan untuk umum. Oleh sebab itu, keberadaan hostel

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN UMUM Pelabuhan sebagai salah satu unsur dalam penyelenggaraan pelayaran memiliki peranan yang sangat penting

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. yaitu : pari dan wisata. Pari artinya banyak, berkali-kali atau berkeliling.

BAB II URAIAN TEORITIS. yaitu : pari dan wisata. Pari artinya banyak, berkali-kali atau berkeliling. BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Pariwisata Kata Pariwisata berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari dua suku kata yaitu : pari dan wisata. Pari artinya banyak, berkali-kali atau berkeliling.

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PELAYANAN PARIWISATA PROPINSI DI YOGYAKARTA SAAT WEEKEND-WEEKDAYS BERDASARKAN SEGMENTASI WISATAWAN NUSANTARA

OPTIMALISASI PELAYANAN PARIWISATA PROPINSI DI YOGYAKARTA SAAT WEEKEND-WEEKDAYS BERDASARKAN SEGMENTASI WISATAWAN NUSANTARA OPTIMALISASI PELAYANAN PARIWISATA PROPINSI DI YOGYAKARTA SAAT WEEKEND-WEEKDAYS BERDASARKAN SEGMENTASI WISATAWAN NUSANTARA TUGAS AKHIR Oleh: FRIDA HANDAYANI HASIBUAN L2D 000 427 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH

Lebih terperinci

Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, MA.

Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, MA. Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, MA. Referensi Utama: Utama, I Gusti Bagus Rai. (2015). Pengantar Industri Pariwisata. Penerbit Deepublish Yogyakarta CV. BUDI UTAMA. Url http://www.deepublish.co.id/penerbit/buku/547/pengantar-industri-pariwisata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjalanan, bepergian, yang dalam hal ini sinonim dengan kata travel dalam

BAB I PENDAHULUAN. perjalanan, bepergian, yang dalam hal ini sinonim dengan kata travel dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Parwisata berasal dari Bahasa Sanskerta, yaitu pari dan wisata. Pari berarti banyak, berkali-kali, berputar-putar, lengkap. Wisata berarti perjalanan, bepergian,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN SINTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG,

Lebih terperinci

BAB 4 TOLERANSI PENGUNJUNG DAN WISATAWAN TERHADAP KEMACETAN LALU LINTAS DI KOTA BANDUNG

BAB 4 TOLERANSI PENGUNJUNG DAN WISATAWAN TERHADAP KEMACETAN LALU LINTAS DI KOTA BANDUNG BAB 4 TOLERANSI PENGUNJUNG DAN WISATAWAN TERHADAP KEMACETAN LALU LINTAS DI KOTA BANDUNG Pada bab ini akan dijelaskan mengenai temuan yang telah dilakukan pada seluruh sampel yang telah disebarkan kepada

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. di Kabupaten Bangka melalui pendekatan sustainable placemaking, maka

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. di Kabupaten Bangka melalui pendekatan sustainable placemaking, maka BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI V. 1. KESIMPULAN Berdasarkan analisis yang dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempegaruhi pengembangan produk wisata bahari dan konservasi penyu di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. : pari dan wisata. Pari artinya banyak, berkali-kali atau berkeliling. Sedangkan wisata

BAB II URAIAN TEORITIS. : pari dan wisata. Pari artinya banyak, berkali-kali atau berkeliling. Sedangkan wisata BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Pariwisata Kata Pariwisata berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari dua suku kata yaitu : pari dan wisata. Pari artinya banyak, berkali-kali atau berkeliling.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pariwisata merupakan industri perdagangan jasa yang memiliki mekanisme pengaturan yang kompleks karena mencakup pengaturan pergerakan wisatawan dari negara asalnya, di

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pariwisata, seperti melaksanakan pembinaan kepariwisataan dalam bentuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. pariwisata, seperti melaksanakan pembinaan kepariwisataan dalam bentuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengelolaan Pariwisata Pengelolaan merupakan suatu proses yang membantu merumuskan kebijakankebijakan dan pencapaian tujuan. Peran pemerintah dalam pengelolaan pariwisata, seperti

Lebih terperinci

Strategi Pengembangan Pariwisata ( Ekowisata maupun Wisata Bahari) di Kabupaten Cilacap.

Strategi Pengembangan Pariwisata ( Ekowisata maupun Wisata Bahari) di Kabupaten Cilacap. Strategi Pengembangan Pariwisata ( Ekowisata maupun Wisata Bahari) di Kabupaten Cilacap. Bersyukurlah, tanah kelahiran kita Cilacap Bercahaya dianugerahi wilayah dengan alam yang terbentang luas yang kaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pariwisata Dan Wisatawan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pariwisata adalah kegiatan melaksanakan perjalanan untuk memperbaiki kesehatan, menikmati olahraga atau istirahat, mencari kepuasan, mendapatkan kenikmatan,

Lebih terperinci

BAB V ARAHAN PENGEMBANGAN WISATA KAMPUNG NELAYAN KELURAHAN PASAR BENGKULU

BAB V ARAHAN PENGEMBANGAN WISATA KAMPUNG NELAYAN KELURAHAN PASAR BENGKULU BAB V ARAHAN PENGEMBANGAN WISATA KAMPUNG NELAYAN KELURAHAN PASAR BENGKULU Berdasarkan analisis serta pembahasan sebelumnya, pada dasarnya kawasan studi ini sangat potensial untuk di kembangkan dan masih

Lebih terperinci

KAJIAN PRIORITAS PENYEDIAAN KOMPONEN WISATA BAGI PENGEMBANGAN PARIWISATA DI PULAU NIAS TUGAS AKHIR. Oleh: TUHONI ZEGA L2D

KAJIAN PRIORITAS PENYEDIAAN KOMPONEN WISATA BAGI PENGEMBANGAN PARIWISATA DI PULAU NIAS TUGAS AKHIR. Oleh: TUHONI ZEGA L2D KAJIAN PRIORITAS PENYEDIAAN KOMPONEN WISATA BAGI PENGEMBANGAN PARIWISATA DI PULAU NIAS TUGAS AKHIR Oleh: TUHONI ZEGA L2D 301 337 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aksesibilitas dan mobilitas di daerah tersebut yang sebaliknya akan dapat

I. PENDAHULUAN. aksesibilitas dan mobilitas di daerah tersebut yang sebaliknya akan dapat 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perkembangan suatu kota dapat diukur oleh semakin banyaknya sarana dan prasarana penunjang perkembangan kota, (Tamin, 2000). Salah satu laju perkembangan ini

Lebih terperinci

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA DANAU

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA DANAU KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA DANAU 1. Latar Belakang Sebagai modal dasar untuk mengembangkan kepariwisataannya yaitu alam dan budaya tersebut meliputi alam dengan segala isi dan bentuknya baik berupa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Infrastruktur Pengertian Infrastruktur, menurut Grigg (1988) infrastruktur merupakan sistem fisik yang menyediakan transportasi, pengairan, drainase, bangunan gedung

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 1996 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 1996 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 1996 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan pengembangan kepariwisataan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman flora, fauna dan gejala alam dengan keindahan pemandangan alamnya merupakan anugrah Tuhan Yang Maha

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORI INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI DAN KARAKTERISTIK PERGERAKAN

BAB 2 TINJAUAN TEORI INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI DAN KARAKTERISTIK PERGERAKAN BAB 2 TINJAUAN TEORI INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI DAN KARAKTERISTIK PERGERAKAN Pada bab ini akan dipaparkan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini. Teori-teori tersebut meliputi teori

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota-kota yang pesat merupakan salah satu ciri dari suatu negara yang sedang berkembang. Begitu pula dengan Indonesia, berbagai kota berkembang secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkembangnya pembangunan daerah. Provinsi Lampung merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. berkembangnya pembangunan daerah. Provinsi Lampung merupakan salah satu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan industri pariwisata merupakan salah satu sarana untuk berkembangnya pembangunan daerah. Provinsi Lampung merupakan salah satu tujuan wisata karena memiliki

Lebih terperinci

mempertahankan fungsi dan mutu lingkungan.

mempertahankan fungsi dan mutu lingkungan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepariwisataan saat ini sangat ramai dibicarakan karena berkembangnya sektor pariwisata maka pengaruh terhadap sektor lainnya sangat besar, oleh karena itu permintaan

Lebih terperinci

Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, SE., M.MA., MA.

Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, SE., M.MA., MA. (1) Pariwisata dapat berperan sebagai faktor pemicu bagi perkembangan ekonomi nasional maupun international; (2) Pemicu kemakmuran melalui perkembangan komunikasi, transportasi, akomodasi, jasa-jasa pelayanan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. yang berkaitan dengan topik-topik kajian penelitian yang terdapat dalam buku-buku pustaka

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. yang berkaitan dengan topik-topik kajian penelitian yang terdapat dalam buku-buku pustaka II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka Untuk memberikan arah jalannya penelitian ini akan disajikan beberapa pendapat para ahli yang berkaitan dengan topik-topik kajian penelitian

Lebih terperinci

RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM

RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM 111 VI. RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM Rancangan strategi pengembangan pariwisata bahari di Kabupaten Natuna merupakan langkah terakhir setelah dilakukan beberapa langkah analisis, seperti analisis internal

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan pada bab sebelumnya melalui penilaian posisi perkembangan dan faktor - faktor yang mempengaruhinya maka dapat disimpulkan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 14 BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Pengertian Umum Transportasi Kebutuhan akan transportasi timbul dari kebutuhan manusia. Transportasi dapat diartikan sebagai kegiatan yang memungkinkan perpindahan barang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pertumbuhan Ekonomi Ekonomi merupakan sebuah kegiatan yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah atas keperluan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang tidak terbatas dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jumlah wisatawan internasional dari tahun ke tahun terus mengalami

I. PENDAHULUAN. Jumlah wisatawan internasional dari tahun ke tahun terus mengalami I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah wisatawan internasional dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Jika pada tahun 1990, jumlah wisatawan internasional hanya sekitar 439 juta, maka dalam

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu bidang pembangunan yang semakin hari semakin besar kontribusinya dalam pembangunan. Hal ini dibuktikan dengan besarnya penyerapan tenaga

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2011-2031 I. UMUM 1. Faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

PERTEMUAN 9 Divisi Ekonomi Lingkungan Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Fakultas Ekonomi dan Manajemen

PERTEMUAN 9 Divisi Ekonomi Lingkungan Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Fakultas Ekonomi dan Manajemen INDUSTRI PARIWISATA PERTEMUAN 9 PENDAHULUAN Pariwisata sebagai industri semakin berkembang pembangunan hotel berbagai tipe dan kelas, peningkatan sarana-prasarana pariwisata, dan peningkatan keahlian SDM

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata

I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan perekonomian Indonesia yang semakin membaik ditandai dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Peningkatan pertumbuhan ekonomi salah satunya didorong oleh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. wisatawan itu sendiri. Sejak dahulu kegiatan pariwisata sudah banyak dilakukan oleh

BAB II KAJIAN PUSTAKA. wisatawan itu sendiri. Sejak dahulu kegiatan pariwisata sudah banyak dilakukan oleh BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pariwisata Keberadaan pariwisata dalam suatu daerah bisa dikatakan merupakan suatu gejala yang kompleks di dalam masyarakat. Di sini terdapat suatu keterkaitan antara

Lebih terperinci

Sistematika presentasi

Sistematika presentasi Perencanaan Pariwisata Berkelanjutan Wiwik D Pratiwi Sistematika presentasi Mengapa? Apa prinsipnya? Apa pertimbangannya? Apa elemen-elemen strategisnya? Apa hal-hal yang diperlukan bila berdasar pada

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS 2.1. TINJAUAN HASIL PENELITIAN SEBELUMNYA

BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS 2.1. TINJAUAN HASIL PENELITIAN SEBELUMNYA BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS 2.1. TINJAUAN HASIL PENELITIAN SEBELUMNYA Tinjauan penelitian sebelumnya sangat penting dilakukan guna mendapatkan perbandingan antara penelitian yang saat ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu hal yang penting bagi suatu negara.

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu hal yang penting bagi suatu negara. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu hal yang penting bagi suatu negara. Berkembangnya pariwisata pada suatu negara atau lebih khusus lagi pemerintah daerah tempat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1. Tinjauan Umum Pariwisata II.1.1. Pengertian Pariwisata Undang-undang Nomor 10 tahun 2009, menyebutkan pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk

Lebih terperinci

Sarana dan prasarana pariwisata yang lancar merupakan salah satu indikator perkembangan pariwisata. Sarana/prasarana diartikan sebagai proses tanpa

Sarana dan prasarana pariwisata yang lancar merupakan salah satu indikator perkembangan pariwisata. Sarana/prasarana diartikan sebagai proses tanpa Sarana dan prasarana pariwisata yang lancar merupakan salah satu indikator perkembangan pariwisata. Sarana/prasarana diartikan sebagai proses tanpa hambatan dari pengadaan dan peningkatan hotel, restoran,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas dan kaya akan potensi sumber daya

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas dan kaya akan potensi sumber daya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas dan kaya akan potensi sumber daya alam. Dengan demikian, Indonesia memiliki potensi kepariwisataan yang tinggi, baik

Lebih terperinci

BAB II SEKILAS TENTANG OBJEK WISATA. budaya serta bangsa dan tempat atau keadaan alam yang mempunyai daya

BAB II SEKILAS TENTANG OBJEK WISATA. budaya serta bangsa dan tempat atau keadaan alam yang mempunyai daya BAB II SEKILAS TENTANG OBJEK WISATA 2.1 Pengertian Objek Wisata Objek wisata adalah perwujudan ciptaan manusia, tata hidup, seni budaya serta bangsa dan tempat atau keadaan alam yang mempunyai daya tarik

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA PRESIDEN, Dalam rangka keterpaduan pembangunan kebudayaan dan pariwisata, dengan ini menginstruksikan : Kepada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR 10 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian dan Peranan Geografi Pariwisata Menurut Ramaini (1992: 2): Geografi pariwisata adalah ilmu yang mempelajari antara geografi

Lebih terperinci

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah 2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation antara kinerja pembangunan yang dicapai saat inidengan yang direncanakan serta antara apa yang ingin dicapai

Lebih terperinci

Wisata : Perjalanan, dalam bahasa Inggris disebut dengan Travel.

Wisata : Perjalanan, dalam bahasa Inggris disebut dengan Travel. Wisata Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang kepariwisataan (Irawan, 2010:11) menjabarkan kata kata yang berhubungan dengan kepariwisataan sebagai berikut: Wisata : Perjalanan, dalam bahasa

Lebih terperinci

BAB I. Pengantar Geografi Pariwisata. 2. Mampu membedakan bentuk-bentuk wisata serta hubungan masing-masing dengan. nurdinrazak.

BAB I. Pengantar Geografi Pariwisata. 2. Mampu membedakan bentuk-bentuk wisata serta hubungan masing-masing dengan. nurdinrazak. BAB I Pengantar Geografi Pariwisata Tujuan Obyektif: 1. Memahami pengertian waktu senggang, rekreasi dan wisata serta hubungan ketiganya. 2. Mampu membedakan bentuk-bentuk wisata serta hubungan masing-masing

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sumber penghasilan suatu daerah. Dengan pengelolaan yang baik, suatu obyek wisata dapat menjadi sumber pendapatan yang besar.menurut

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN EKOWISATA ALAM DAN BUDAYA DI KABUPATEN MERANGIN - PROPINSI JAMBI TUGAS AKHIR

PENGEMBANGAN EKOWISATA ALAM DAN BUDAYA DI KABUPATEN MERANGIN - PROPINSI JAMBI TUGAS AKHIR PENGEMBANGAN EKOWISATA ALAM DAN BUDAYA DI KABUPATEN MERANGIN - PROPINSI JAMBI TUGAS AKHIR Disusun oleh: Agusmanto L2D 302 376 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB.II. LANDASAN KONSEP DAN TEORI. karya yang relevan dengan penelitian ini. Hasil-hasil penelitian tersebut akan dijadikan sebagai

BAB.II. LANDASAN KONSEP DAN TEORI. karya yang relevan dengan penelitian ini. Hasil-hasil penelitian tersebut akan dijadikan sebagai BAB.II. LANDASAN KONSEP DAN TEORI 2.1. Tinjauan Penelitian Sebelumnya Tinjauan hasil penelitian sebelumnya yang dimaksud adalah kajian terhadap hasil-hasil karya yang relevan dengan penelitian ini. Hasil-hasil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rekreasi dan Wisata 2.2 Perencanaan Kawasan Wisata

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rekreasi dan Wisata 2.2 Perencanaan Kawasan Wisata 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rekreasi dan Wisata Secara etimologi kata rekreasi berasal dari bahasa Inggris yaitu recreation yang merupakan gabungan dari kata re yang berarti kembali dan creation yang berarti

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran, telah diatur

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. untuk membantu proses penyususnan penelitian ini adalah:

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. untuk membantu proses penyususnan penelitian ini adalah: A. Tinjauan Penelitian Terdahulu BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS Dalam hal ini penelitian terdahulu berguna sebagai rujukan atau referensi, bahkan sebagai bahan untuk membantu penulis dalam proses

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pembangunan

Lebih terperinci

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN DESA WISATA DI NAGARI KOTO HILALANG, KECAMATAN KUBUNG, KABUPATEN SOLOK

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN DESA WISATA DI NAGARI KOTO HILALANG, KECAMATAN KUBUNG, KABUPATEN SOLOK Konferensi Nasional Ilmu Sosial & Teknologi (KNiST) Maret 2014, pp. 155~159 KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN DESA WISATA DI NAGARI KOTO HILALANG, KECAMATAN KUBUNG, KABUPATEN SOLOK Dini Rahmawati 1, Yulia Sariwaty

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG KEPARIWISATAAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG KEPARIWISATAAN 1 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG KEPARIWISATAAN I. UMUM Tuhan Yang Maha Esa telah menganugerahi bangsa Indonesia kekayaan berupa sumber daya yang

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KOMPONEN PARIWISATA PADA OBYEK-OBYEK WISATA DI BATURADEN SEBAGAI PENDUKUNG PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BATURADEN TUGAS AKHIR

PENGEMBANGAN KOMPONEN PARIWISATA PADA OBYEK-OBYEK WISATA DI BATURADEN SEBAGAI PENDUKUNG PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BATURADEN TUGAS AKHIR PENGEMBANGAN KOMPONEN PARIWISATA PADA OBYEK-OBYEK WISATA DI BATURADEN SEBAGAI PENDUKUNG PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BATURADEN TUGAS AKHIR Oleh : BETHA PATRIA INKANTRIANI L2D 000 402 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan studi berupa temuantemuan yang dihasilkan selama proses analisis berlangsung yang sesuai dengan tujuan dan sasaran studi,

Lebih terperinci

11/15/2016 Djoko Wijono

11/15/2016 Djoko Wijono Maribaya Waterfall, Jawa Barat Lake Singkarak Sematera barat Sulawesi Selatan 5 Djoko Wijono Tanah Merah Indah Lempake Mount Bromo Jawa Timur Surabaya Minangkabau's Girl In traditional dress www.indonesia-tourism.com.

Lebih terperinci

Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan temuan penelitian mengenai elemen ROD pada kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: -

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi di bidang transportasi sangat membantu manusia dalam menghemat waktu perjalanan yang tadinya berlangsung sangat lama menjadi lebih cepat. Teknologi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PENURUNAN PERKEMBANGAN KAWASAN WISATA CANDIDASA KABUPATEN KARANGASEM BALI TUGAS AKHIR

IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PENURUNAN PERKEMBANGAN KAWASAN WISATA CANDIDASA KABUPATEN KARANGASEM BALI TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PENURUNAN PERKEMBANGAN KAWASAN WISATA CANDIDASA KABUPATEN KARANGASEM BALI TUGAS AKHIR Oleh: I NYOMAN SIKI NGURAH L2D 301 325 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN

Lebih terperinci

Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, MA.

Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, MA. Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, MA. Referensi Utama: Utama, I Gusti Bagus Rai. (2015). Pengantar Industri Pariwisata. Penerbit Deepublish Yogyakarta CV. BUDI UTAMA. Url http://www.deepublish.co.id/penerbit/buku/547/pengantar-industri-pariwisata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta dikenal sebagai kota pelajar, selain itu juga dikenal sebagai kota

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta dikenal sebagai kota pelajar, selain itu juga dikenal sebagai kota BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yogyakarta dikenal sebagai kota pelajar, selain itu juga dikenal sebagai kota budaya dan juga pariwisata. Salah satu sektor yang berperan penting dalam pendapatan daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang telah menjadi kebutuhan. manusia seiring dengan perkembangan sosiokultur yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang telah menjadi kebutuhan. manusia seiring dengan perkembangan sosiokultur yang mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang telah menjadi kebutuhan manusia seiring dengan perkembangan sosiokultur yang mengalami perubahan. Kegiatan pariwisata

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri pariwisata saat ini semakin menjadi salah satu industri yang dapat

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri pariwisata saat ini semakin menjadi salah satu industri yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pariwisata saat ini semakin menjadi salah satu industri yang dapat menghasilkan pendapatan daerah terbesar di beberapa negara dan beberapa kota. Selain sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu aset yang menguntungkan bagi suatu negara. Dalam UU

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu aset yang menguntungkan bagi suatu negara. Dalam UU BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata merupakan sebuah industri yang memiliki jaringan yang luas. Pariwisata adalah kegiatan dinamis yang melibatkan banyak manusia serta menghidupkan berbagai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian diperoleh dari survei primer dan sekunder terhadap ketersediaan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian diperoleh dari survei primer dan sekunder terhadap ketersediaan 66 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Hasil penelitian diperoleh dari survei primer dan sekunder terhadap ketersediaan dan kebutuhan prasarana dan sarana transportasi perkotaan di empat kelurahan di wilayah

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan

Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 70 TAHUN 1996 (70/1996) Tanggal : 4 DESEMBER 1996 (JAKARTA) Sumber : LN 1996/107; TLN PRESIDEN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Judul... i Kata Pengantar... ii Daftar Isi... iv Daftar Gambar... viii Daftar Tabel... xi Lampiran... xii

DAFTAR ISI Judul... i Kata Pengantar... ii Daftar Isi... iv Daftar Gambar... viii Daftar Tabel... xi Lampiran... xii DAFTAR ISI Judul... i Kata Pengantar... ii Daftar Isi... iv Daftar Gambar... viii Daftar Tabel... xi Lampiran... xii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 4 1.3. Tujuan Penulisan...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. npembangunan nasional. Hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat

BAB I PENDAHULUAN. npembangunan nasional. Hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diperhatikan dalam kancah npembangunan nasional. Hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat dijadikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bandar Udara Transportasi adalah kegiatan untuk memindahkan, menggerakkan, atau mengalihkan objek, baik itu barang maupun manusia, dari tempat asal ke tempat tujuan (Miro,

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN IZIN USAHA PARIWISATA BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NO. 4 TAHUN 2014 TENTANG KEPARIWISATAAN

BAB II PENGATURAN IZIN USAHA PARIWISATA BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NO. 4 TAHUN 2014 TENTANG KEPARIWISATAAN 29 BAB II PENGATURAN IZIN USAHA PARIWISATA BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NO. 4 TAHUN 2014 TENTANG KEPARIWISATAAN A. Pengertian Usaha Pariwisata Kata pariwisata berasal dari bahasa Sansakerta

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL, PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS PEMASARAN PARIWISATA LAMPUNG

BAB V ANALISIS PEMASARAN PARIWISATA LAMPUNG BAB V ANALISIS PEMASARAN PARIWISATA LAMPUNG 5.1 ANALISIS MARKETING MIX PARIWISATA LAMPUNG Berdasarkan hasil survei yang dilakukan, maka di indentifikasi kekuatan dan kelemahan pariwisata Lampung berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kepariwisataan dunia dari tahun ke tahun semakin. meningkat baik dari jumlah wisatawan maupun pembelanjaannya.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kepariwisataan dunia dari tahun ke tahun semakin. meningkat baik dari jumlah wisatawan maupun pembelanjaannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan kepariwisataan dunia dari tahun ke tahun semakin meningkat baik dari jumlah wisatawan maupun pembelanjaannya. Bagi sebagian orang, berwisata menjadi

Lebih terperinci