EVALUASI PEMILIHAN DAN PENGGUNAAN OBAT SELESMA TANPA RESEP DI KALANGAN ORANG TUA MURID KELOMPOK BERMAIN DAN TAMAN KANAK-KANAK DI KECAMATAN UMBULHARJO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EVALUASI PEMILIHAN DAN PENGGUNAAN OBAT SELESMA TANPA RESEP DI KALANGAN ORANG TUA MURID KELOMPOK BERMAIN DAN TAMAN KANAK-KANAK DI KECAMATAN UMBULHARJO"

Transkripsi

1 EVALUASI PEMILIHAN DAN PENGGUNAAN OBAT SELESMA TANPA RESEP DI KALANGAN ORANG TUA MURID KELOMPOK BERMAIN DAN TAMAN KANAK-KANAK DI KECAMATAN UMBULHARJO SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi Oleh : Faila Sufa Sasono Putri NIM : FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2006 i

2 ii

3 iii

4 HALAMAN PERSEMBAHAN life without a friend is death without a witness ridhar rabbi fii ridhal waalidi wasukhthur rabbi fii sukhthil waalidi (HR Tirmidzi dan Hakim) Kupersembahkan untuk: Allah SWT dan Nabi Muhammad saw Ibu-Bapakku, ungkapan rasa hormat dan baktiku Suami dan anak-anakku, ungkapan rasa cintaku Saudara-saudaraku dan Almamaterku iv

5 v

6 PRAKATA Assalamu alaikum Wr.Wb Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT serta sholawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW karena telah dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Evaluasi Pemilihan dan Penggunaan Obat Selesma Tanpa Resep Di Kalangan Orang Tua Murid Kelompok Bermain dan Taman Kanak-Kanak di Kecamatan Umbulharjo. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan Strata Satu (S1) Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapat dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada: 1. Bapak Drs. A. Yuswanto, S.U., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan untuk menyelesaikan skripsi ini. 2. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing sekaligus penguji yang telah memberikan bimbingan, saran dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini. 3. Ibu Aris Widayati, M.Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan kritik dalam penyusunan skripsi ini. 4. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan kritik dalam penyusunan skripsi ini. vi

7 5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Farmasi USD atas ilmu yang telah diberikan. 6. Walikota Yogyakarta dan Ketua Bappeda DIY atas ijin yang diberikan untuk melakukan penelitian di Kecamatan Umbulharjo. 7. Dinas P dan P kota Yogyakarta atas kesempatan yang diberikan untuk melakukan penelitian di Kelompok Bermain dan Taman Kanak-Kanak di Kecamatan Umbulharjo. 8. Kepala Sekolah dan Guru Kelompok Bermain dan Taman Kanak- Kanak di lima Kelompok Bermain dan Taman Kanak-Kanak di Kecamatan Umbulharjo atas bantuannya dalam penelitian. 9. Orang tua murid Kelompok Bermain dan Taman Kanak-Kanak di Kecamatan Umbulharjo atas partisipasinya dalam pengisian kuisioner. 10. Bapak Djoko Sasono Putranto dan Ibu Tri Irianti tercinta selaku orang tua penulis, terima kasih atas segala limpahan kasih sayang, doa dan kesabaran. 11. Bapak H.M Syadhali, BA dan Ibu Sugiarti tercinta selaku bapak dan ibu mertua penulis atas doa dan kasih sayangnya. 12. My husband tercinta Nur Machmud yang selalu menemani hari-hariku dalam suka dan duka. Terima kasih atas pengertian dan kesabaranmu. 13. Buah hatiku tercinta Arya dan Iqbal yang selalu menghiasi hari-hariku dengan tawa ceria, tangis dan kemanjaan. 14. Saudara-saudaraku tersayang Erik, Zia, Mas Feri dan Mbak Dewi atas kasih sayang dan motivasinya. vii

8 15. Teman-teman seperjuangan Mbak Rita, Mbak Cicil, Mbak Kiki, Ira, Sari, Rini, Kiky dan Dedi atas motivasi dan bantuannya. 16. Muly dan Hans atas abstraksnya. 17. Teman-teman Farmasi angkatan 98, 00 dan Budhe Rin dan Pakdhe Edi atas bantuan moril dan materiil. 19. Woro dan Panjul atas pinjaman komputernya. 20. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini banyak kekurangannya namun penulis berharap skripsi ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan. Wassalamu alaikum Wr.Wb Yogyakarta, Agustus 2006 Penulis viii

9 INTISARI Orang tua adalah orang yang paling berperan dalam pengambilan keputusan pengobatan selesma pada anak. Tersedianya berbagai macam produk obat selesma tanpa resep untuk anak mendorong orang tua untuk melakukan swamedikasi untuk mengobati selesma anak dengan menggunakan obat selesma tanpa resep untuk anak. Metodologi penelitian ini adalah non eksperimental dengan rancangan penelitian survei epidemiologik deskriptif dan pengambilan sampel secara quota sampling. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pemilihan dan penggunaan obat selesma tanpa resep untuk anak yang rasional. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner yang disebarkan kepada sejumlah orang tua murid di lima Kelompok Bermain dan Taman Kanak-kanak di Kecamatan Umbulharjo. Analisis hasil menggunakan analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden mengetahui bahwa swamedikasi dilakukan untuk mengobati penyakit ringan termasuk selesma dengan menggunakan obat selesma tanpa resep atau obat tradisional (80,23%). Sebagian besar responden mengerti bahwa selesma merupakan gejala penyakit yang dapat sembuh dengan menggunakan obat selesma tanpa resep atau obat tradisional (54,80%). Jenis terapi yang dilakukan responden untuk mengobati selesma anak adalah swamedikasi menggunakan obat tanpa resep (68,63%). Merek obat yang paling banyak digunakan adalah Anakonidin (25,56%) dalam bentuk sediaan cair (97,74%). Apotek merupakan tempat yang paling banyak dipilih responden untuk mendapatkan produk obat selesma tanpa resep untuk anak (73,68%). Sebagian besar responden menyatakan bahwa sumber informasi tentang obat selesma tanpa resep untuk anak adalah dari iklan di televisi (44,36%). Berdasarkan data responden yang mematuhi informasi yang tertera pada kemasan obat (76,69%), dapat disimpulkan bahwa pemilihan dan penggunaan obat selesma tanpa resep yang dilakukan responden sudah rasional. Kata kunci : selesma, swamedikasi, obat tanpa resep, pemilihan dan penggunaan ix

10 ABSTRACT Parents are decision-makers in treating common cold among paediatric patients.the availability of the various nonprescription drug promotes the self medication of common cold. The study of paediatric nonprescription drug of common cold has been done using the non experimental survey. The aim is to evaluate the rational selection and use of the drug. The data were collected with questionaire from the subjects sampled using quota sampling method among parents in 5 playgroups and kindergartens in Kecamatan Umbulharjo. Data were analyzed descriptively. Results of the study showed that most respondents (80.23%) knew that self medication is done to cure a non serious diseases including common cold using nonprescription drug and Indonesian traditional medicine. Most respondents (54.80%) knew that common cold is a disease symptom which can be cured using nonprescription drug or Indonesian traditional medicine. Therapy used by the parents to cure paediatric s common cold is a self medication using nonprescription drug (68.63%). The mostly used drug was Anakonidin (25.56%) in the liquid dosage form (97.74%). Pharmacy is the most favorable place to get the nonprescription drug (73.68%). Most respondents obtained drug information from the television advertisement (44.36%). Based on the respondents data of obeying drug information on the drug packaging (76.69%), it can be concluded the selection and use of the nonprescription drug of common cold by the respondents have been rationale. Keywords: common cold, self medication, nonprescription, selection and use x

11 DAFTAR ISI Hal HALAMAN JUDUL.. i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.. ii HALAMAN PENGESAHAN iii HALAMAN PERSEMBAHAN. iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA. v PRAKATA.. vi INTISARI... ix ABSTRACT. x DAFTAR ISI... xi DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... xvii DAFTAR LAMPIRAN... xviii BAB I. PENGANTAR 1 A. Latar Belakang Penelitian Permasalahan 3 2. Keaslian Penelitian Manfaat Penelitian. 4 B. Tujuan Penelitian Tujuan Umum 5 2. Tujuan Khusus. 5 xi

12 BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA. 6 A. Perilaku Sehat dan Sakit 6 B. Swamedikasi. 7 C. Obat Tanpa Resep. 9 D. Selesma Definisi Penyebab Patofisiologi.. 13 E. Penatalaksanaan Terapi Tujuan Terapi Sasaran Terapi Strategi Terapi F. Pengobatan Rasional G. Pelayanan Informasi Obat.. 20 H. Keterangan Empiris 22 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN.. 23 A. Jenis dan Rancangan Penelitian 23 B. Definisi Operasional. 23 C. Tempat Penelitian. 24 D. Subjek Penelitian.. 25 E. Instrumen Penelitian. 26 F. Tata Cara Penelitian Penyusunan Kuesioner.. 27 xii

13 2. Penyebaran dan Pengisian Kuesioner G. Analisis Hasil. 29 H.Kesulitan Dalam Penelitian. 29 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Usia Responden Status Responden Dalam Keluarga Tingkat Pendidikan Responden Jenis Pekerjaan Responden Jumlah Penghasilan Responden 34 B. Karakteristik Anak Responden Usia Anak Responden 35 2.Frekuensi Anak Terserang Selesma Dalam Satu Bulan Lama Anak Terserang Selesma. 37 C. Pengetahuan Responden Tentang Swamedikasi dan Selesma Pengetahuan Responden Tentang Swamedikasi 38 2.Obat yang Biasa Digunakan Dalam Swamedikasi 39 3.Pengertian Selesma Menurut Responden Pemicu Anak Terserang Selesma Gejala Selesma Pada Anak D.Jenis Terapi Selesma Pada Anak E.Sumber Informasi Tentang Obat Selesma.. 46 F. Pemilihan Obat Selesma Tanpa Resep Untuk Anak.. 48 xiii

14 G.Kerasionalan Pemilihan dan Penggunaan Obat Selesma H.Rangkuman Pembahasan. 63 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan.. 67 B. Saran. 68 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN.. 71 BIOGRAFI PENULIS xiv

15 DAFTAR TABEL Tabel I. Enam Tanda Peringatan yang Harus Dicantumkan Sesuai Dengan Penggunaannya.. 11 Tabel II. Usia Orang Tua Murid KB dan TK di Kecamatan Umbulharjo. 31 Tabel III. Tabel IV. Tabel V. Tingkat Pendidikan Orang Tua Murid KB dan TK di Kecamatan Umbulharjo.. 33 Jenis Pekerjaan Orang Tua Murid KB dan TK di Kecamatan Umbulharjo. 34 Jumlah Penghasilan Orang Tua Murid KB dan TK di Kecamatan Umbulharjo.. 34 Tabel VI. Usia Anak-anak KB dan TK di Kecamatan Umbulharjo 35 Tabel VII. Frekuensi Anak Terserang Selesma Dalam Satu Bulan. 36 Tabel VIII. Lama Anak Terserang Selesma.. 37 Tabel IX. Pengetahuan Responden Tentang Swamedikasi. 38 Tabel X. Pengertian Selesma Menurut Responden 40 Tabel XI. Pemicu Anak Terserang Selesma 41 Tabel XII. Gejala Selesma pada Anak.. 42 Tabel XIII. Tabel XIV. Tabel XV. Jenis Obat atau Ramuan Tradisional yang Digunakan Responden Untuk Mengobati Selesma Anak. 46 Sumber Informasi Tentang Obat Selesma Tanpa Resep yang Digunakan Responden 47 Merek Obat Selesma Tanpa Resep yang Sering Digunakan Responden Tabel XVI. Pengelompokan Produk Obat Selesma Tanpa Resep Berdasarkan Komposisi dan Indikasi Zat Aktif.. 50 xv

16 Tabel XVII. Alasan Responden Memilih Obat Selesma Tanpa Resep Merek Tertentu Tabel XVIII. Alasan Responden Memilih Bentuk Sediaan Cair.. 53 Tabel XIX. Alat Penakar Untuk Obat dengan Bentuk Sediaan Cair. 54 Tabel XX. Tabel XXI. Alasan Responden Membeli Obat Selesma Tanpa Resep di Apotek. 55 Pengalaman Responden Membaca Informasi Obat pada Kemasan.. 57 Tabel XXII. Pengalaman Pesponden Memahami Informasi Obat yang Terdapat pada Kemasan.. 58 Tabel XXIII. Pengalaman Responden Mematuhi Informasi Obat yang Terdapat pada Kemasan.. 59 Tabel XXIV. Frekuensi Pemberian Obat Sampai Sembuh Tabel XXV. Tindakan Responden Bila Selesma Tidak Sembuh. 61 Tabel XXVI. Tindakan Responden Terhadap Obat yang Masih Sisa xvi

17 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Organ Saluran Pernafasan. 13 Gambar 2. Status Orang Tua Murid KB dan TK di Kecamatan Umbulharjo Gambar 3. Obat yang Biasa Digunakan Dalam Swamedikasi 39 Gambar 4. Jenis Terapi Selesma pada Anak Gambar 5. Jenis Obat yang Digunakan Dalam Pengobatan Selesma Anak Gambar 6. Bentuk Sediaan Obat Selesma Tanpa Resep yang Digunakan Responden. 53 Gambar 7. Tempat Responden Membeli Produk Obat Selesma Tanpa Resep 55 Gambar 8. Pengalaman Responden Membeli Obat Utuh Dengan Kemasannya Gambar 9. Keadaan Anak Responden Setelah Menggunakan Obat Selesma. 60 xvii

18 DAFTAR LAMPIRAN Kuesioner Hasil Wawancara Rekapitulasi Jawaban Responden.. 78 Surat Ijin Penelitian dari BAPPEDA DIY. 83 Surat Ijin Penelitian dari Dinas P dan P Kota Yogyakarta 84 xviii

19 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Selesma merupakan salah satu penyakit ringan yang sering muncul di saat pergantian musim dari kemarau ke musim hujan. Penyakit ini sering menyerang balita dan anak-anak, terutama anak usia prasekolah karena pada usia tersebut daya tahan tubuh relatif masih lemah. Gejala yang sering muncul adalah keluarnya lendir hidung, hidung tersumbat dan bersin. Pergantian musim dan seringnya mereka berinteraksi dengan anak lain di sekolah terlebih dengan anak yang terserang selesma menyebabkan kemungkinan terserang penyakit tersebut lebih besar, apalagi selesma disebabkan oleh virus yang mudah sekali menular. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan di Kelompok Bermain dan Taman Kanakkanak yang ada di Kecamatan Umbulharjo. Alasan lain yang mendorong peneliti melakukan penelitian di Kecamatan Umbulharjo karena jumlah Kelompok Bermain dan Taman Kanak-kanaknya paling banyak dibandingkan kecamatan lain di kota Yogyakarta berdasarkan data dari Dinas P dan P tahun 2004 sehingga diharapkan dapat mewakili populasi anak yang ada di Kecamatan Umbulharjo. Kondisi sakit pada anak ini menuntut upaya dan sikap bijaksana dari orang tua untuk mencari pengobatan yang terbaik agar penyakit tidak bertambah parah dan anak cepat sembuh. Sebenarnya selesma merupakan suatu gejala penyakit yang dapat sembuh sendiri tanpa diobati (self limiting), namun bila sampai mengganggu aktivitas anak maka harus dilakukan upaya untuk mengurangi gejala yang timbul. Upaya yang dilakukan dapat berupa swamedikasi 1

20 2 menggunakan terapi nir obat, obat atau ramuan tradisional, obat tanpa resep maupun dengan berobat ke tenaga kesehatan. Salah satu upaya yang dilakukan orang tua adalah dengan swamedikasi menggunakan obat tanpa resep yang dapat diperoleh di apotek, toko obat, supermarket maupun warung tanpa resep dokter. Swamedikasi biasanya dilakukan untuk mengatasi gangguan kesehatan yang ringan seperti selesma. Harga obat dengan resep dokter dan biaya pelayanan kesehatan yang makin mahal serta peredaran produk obat tanpa resep yang makin pesat mendorong orang tua untuk melakukan swamedikasi. Dalam swamedikasi orang tua mendiagnosis sendiri penyakit yang diderita anaknya dan menentukan sendiri pengobatan yang dilakukan tanpa bantuan dari tenaga kesehatan. Swamedikasi menggunakan obat tanpa resep harus dilakukan dengan tepat dan rasional, agar tidak terjadi pemborosan biaya pengobatan dan terhindar dari dampak negatif yang disebabkan karena penggunasalahan obat. Dalam pemilihan obat untuk swamedikasi orang tua harus mengetahui penyebab penyakit anaknya. Hal ini berkaitan dengan pemilihan obat yang tepat, karena pemilihan dan penggunaan obat yang sesuai dan tepat akan memberikan manfaat yang diharapkan serta dapat memperkecil timbulnya efek yang tidak diinginkan. Banyaknya produk obat tanpa resep yang beredar sekarang ini terutama yang dikhususkan untuk balita dan anak-anak, semakin mendorong orang tua untuk melakukan swamedikasi dalam mengatasi penyakit yang diderita anaknya dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya. Salah satu obat tanpa resep yang banyak beredar di pasaran adalah obat untuk selesma yang telah

21 3 didesain dan diatur pemakaiannya untuk balita dan anak-anak. Orang tua harus teliti dan selektif dalam memilih obat, yaitu dengan memilih obat yang sesuai dengan gejala penyakit dan disertai informasi yang lengkap dan memadai. Pemilihan obat jangan dilakukan hanya karena bentuk, rasa dan kemasan obat yang menarik saja, agar pengobatan yang dilakukan rasional dan tidak ada penggunasalahan obat. Hal ini menarik untuk diteliti, karena pemilihan dan penggunaan obat selesma tanpa resep yang dilakukan oleh orang tua untuk mengobati selesma anak sangat menentukan keberhasilan pengobatan yang rasional. 1. Permasalahan Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dari penelitian ini sebagai berikut : a. seperti apakah pengetahuan responden tentang swamedikasi dan selesma pada anak? b. apakah jenis terapi yang dilakukan responden untuk mengobati selesma anak dan alasan apakah yang mendasari responden memilih jenis terapi tersebut? c. bagaimana pemilihan obat selesma tanpa resep untuk anak, meliputi: merek obat, komposisi zat aktif obat, bentuk sediaan dan tempat memperoleh obat selesma tanpa resep tersebut? d. dari manakah responden mendapatkan informasi tentang obat selesma tanpa resep? e. apakah pemilihan dan penggunaan obat selesma tanpa resep untuk anak sudah rasional?

22 4 2. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai pengobatan sendiri dengan obat selesma tanpa resep sudah pernah dilakukan oleh Kusumaningrum (2000) yang menguraikan tentang pertimbangan mahasiswa Universitas Sanata Dharma dalam pemilihan obat selesma dan Papilaya (2003) serta Sulistyowati (2004) yang menguraikan tentang penilaian iklan obat selesma di TV di kalangan pengunjung apotek. Perbedaan dengan penelitian ini adalah subjek penelitian, lokasi penelitian dan penelitian ini lebih menguraikan tentang pemilihan dan penggunaan obat selesma tanpa resep untuk anak yang dilakukan oleh orang tua. 3. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan deskripsi yang jelas tentang pemilihan dan penggunaan obat selesma tanpa resep untuk anak oleh orang tua di Kecamatan Umbulharjo. b. Manfaat praktis Data yang diperoleh dari penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan bagi apoteker dalam pelayanan informasi obat dan membantu menentukan pemilihan dan penggunaan obat selesma tanpa resep untuk anak secara rasional, serta bagi dokter dalam pemberian informasi tentang obat agar tidak terjadi polifarmasi.

23 5 B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang pemilihan dan penggunaan obat selesma tanpa resep untuk anak yang dilakukan oleh orang tua di Kecamatan Umbulharjo. 2. Tujuan Khusus Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: a. pengetahuan orang tua tentang swamedikasi dan selesma pada anak. b. jenis terapi yang dilakukan orang tua untuk mengobati selesma anak dan alasan yang mendasari pemilihan jenis terapi tersebut. c. pemilihan obat selesma tanpa resep, meliputi: merek obat, komposisi zat aktif obat, bentuk sediaan dan tempat memperoleh obat selesma tanpa resep. d. sumber informasi tentang obat selesma tanpa resep. e. mengetahui kerasionalan pemilihan dan penggunaan obat selesma tanpa resep untuk anak yang dilakukan orang tua.

24 BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Perilaku Sehat dan Sakit Masyarakat awam mengartikan sehat sebagai keadaan tubuh yang enak, nyaman, gembira dan dapat melakukan kegiatan sehari-hari, sedangkan sakit diartikan sebagai keadaan tubuh yang mengalami gangguan yang menimbulkan perasaan tidak enak, tidak nyaman dan sebagainya. Konsep sehat-sakit ini berlaku sama bagi anak-anak maupun orang dewasa, hanya gejalanya yang berbeda (Notoadmodjo, 2003). Pengertian penyakit (disease) adalah suatu bentuk reaksi biologis terhadap suatu organisme, benda asing atau luka. Hal ini merupakan suatu fenomena yang objektif yang ditandai oleh perubahan fungsi-fungsi tubuh sebagai organisme biologis, sedangkan sakit (illness) adalah penilaian seseorang terhadap penyakit sehubungan dengan pengalaman yang langsung dialaminya. Hal ini merupakan fenomena subjektif yang ditandai dengan perasaan tidak enak (Notoadmodjo, 2003). Perilaku sehat adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh orang yang merasa sehat untuk mencegah penyakit atau mendeteksi penyakit sebelum keluarnya gejala. Perilaku sakit adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh orang yang merasa sakit untuk menjelaskan keadaan kesehatannya dan mendapatkan pengobatan yang sesuai (Supardi,1999). 6

25 7 Lima konsep yang berguna untuk analisis perilaku sakit adalah: 1. shopping atau proses mencari beberapa sumber yang berbeda dari medical care untuk satu persoalan atau yang lain. 2. fragmentation atau proses pengobatan oleh beberapa fasilitas kesehatan pada lokasi yang sama. 3. procrastination atau proses penundaan pencarian pengobatan gejala yang dirasakan. 4. self medication atau mengobati sendiri dengan menggunakan berbagai ramuan atau obat-obatan yang dinilai tepat baginya. 5. discontinuity atau proses penghentian pengobatan (Notoadmodjo, 2003). B. Swamedikasi Dari Riset Rumah Tangga yang dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan RI, didapat data kuantitatif tentang perilaku masyarakat terhadap timbulnya gejala penyakit antara lain: dibiarkan 5%, diobati dengan cara sendiri 5%, diobati dengan jamu 9%, memakai obat bebas 63% dan pergi ke dokter atau puskesmas 18%. Dari data tersebut ternyata prosentase penderita sakit yang melakukan swamedikasi menggunakan obat bebas adalah paling besar. Kenyataan tersebut dapat dijadikan salah satu dasar kebijakan dalam membina kesehatan masyarakat pada umumnya (Sartono,1993b). Swamedikasi merupakan suatu tindakan pengobatan sendiri yang biasa dilakukan untuk mengatasi masalah atau gangguan kesehatan yang ringan,

26 8 misalnya selesma, demam, sakit kepala, diare, sembelit, maag, gatal-gatal, infeksi jamur kulit dan lain-lain (Anonim,2001). Swamedikasi biasanya dilakukan untuk mengobati penyakit yang sudah biasa dialami dengan menggunakan terapi nir obat, obat atau ramuan tradisional, obat modern atau cara lain tanpa petunjuk dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Tujuan swamedikasi antara lain untuk peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit ringan dan pengobatan rutin penyakit kronis setelah perawatan dokter. Peranan swamedikasi adalah untuk penanggulangan secara cepat dan efektif keluhan yang tidak memerlukan konsultasi medis, mengurangi beban pelayanan kesehatan pada keterbatasan sumber daya dan tenaga serta meningkatkan keterjangkauan pelayanan kesehatan untuk masyarakat yang jauh dari puskesmas (Supardi,1997). Swamedikasi menggunakan obat tanpa resep pada umumnya didasarkan atas pengalaman masa lalu maupun informasi dari keluarga atau lingkungan sekitar. Selain itu, saat ini semakin banyak obat-obat tanpa resep yang dipromosikan melalui iklan di media cetak, elektronik maupun billboard yang disertai dengan informasi dan bujukan yang kadang menarik konsumen bahkan menyesatkan. Konsumen harus benar-benar selektif dalam memilih obat sesuai dengan kondisi tubuh dan penyakitnya. Swamedikasi menggunakan obat tanpa resep harus memperhatikan: 1. pencantuman nomor registrasi dari Badan POM sebagai izin beredar 2. kondisi obat dan kemasan apakah dalam keadaan baik atau rusak 3. tanggal kadaluarsa obat

27 9 4. membaca dan mengikuti keterangan atau informasi yang tercantum pada kemasan atau brosur yang terdapat dalam kemasan obat yang berisi tentang indikasi, kontraindikasi, efek samping, dosis, aturan pemakaian, cara penyimpanan, perhatian, peringatan dan informasi tentang interaksi obat dengan obat atau obat dengan makanan (Widodo, 2004). C. Obat Tanpa Resep Penggolongan obat berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 917/MENKES/PER/X/1993 (pasal 1 ayat 3) tentang Wajib Daftar Obat Jadi, obat digolongkan menjadi enam yaitu obat bebas, obat bebas terbatas, obat wajib apotek, obat keras, psikotropika dan narkotika (Anonim, 1996). Berikut hanya dijelaskan tentang obat bebas dan obat bebas terbatas yang termasuk dalam Obat Tanpa Resep. Obat Tanpa Resep (OTR) dapat diartikan sebagai obat modern yang dapat dibeli tanpa resep dokter atau obat yang telah ditegaskan akan aman dan manjur bagi penggunanya apabila digunakan mengikuti petunjuk penggunaan dan peringatan yang terdapat dalam kemasan obat. Dari pengertian tersebut berarti pemakai dapat bebas mendiagnosis penyakit dan memilih obat sendiri, serta pemakaian dan cara mendapatkan obat tidak diawasi oleh dokter atau apoteker. Obat yang dapat diserahkan tanpa resep berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 919/MENKES/PER/X/1993 (pasal 2) harus memenuhi kriteria: 1. tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah umur 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun.

28 10 2. pengobatan sendiri dengan menggunakan obat yang dimaksud tidak mampu memberikan resiko pada kelanjutan penyakit. 3. penggunaannya tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan. 4. penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia. 5. obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri (Anonim, 1996). Obat Tanpa Resep dapat dibedakan menjadi dua, yaitu obat bebas dan obat bebas terbatas. Obat bebas adalah obat yang dalam penggunaannya tidak membahayakan dan dapat dipergunakan tanpa pengawasan dokter. Berdasarkan SK Menteri Kesehatan RI No. 2380/A/SK/1983, pada bagian wadah atau kemasan harus diberi tanda khusus berupa lingkaran hijau dengan garis tepi hitam. Obat bebas terbatas adalah golongan obat yang dalam penggunaannya cukup aman, tetapi bila digunakan berlebihan dapat mengakibatkan efek samping yang kurang menyenangkan. Penggunaannya tidak memerlukan pengawasan dokter namun terbatas sesuai dengan aturan yang tertera dalam kemasan. Obat bebas terbatas harus mencantumkan tanda khusus berupa lingkaran berwarna biru dengan garis tepi hitam. Pada kemasan obat bebas terbatas juga harus mencantumkan tanda peringatan yang ditulis dengan warna putih di dalam kotak yang berwarna hitam (Anonim, 1996).

29 11 Tabel I. Enam tanda peringatan yang harus dicantumkan sesuai dengan penggunaannya P. no. 1 Awas! Obat Keras. Bacalah aturan pemakaiannya di dalam P. no. 2 Awas! Obat Keras. Hanya untuk kumur, jangan ditelan. P. no. 3 Awas! Obat Keras. Hanya untuk bagian luar tubuh. P. no. 4 Awas! Obat Keras. Hanya untuk dibakar. P. no. 5 Awas! Obat Keras. Tidak boleh ditelan. P. no. 6 Awas! Obat Keras. Obat wasir jangan ditelan. Contoh: Paramex Contoh:Listerine Mouthwash Contoh: Betadine Antiseptik Contoh: Rokok Anti Asma Contoh: Dulcolax Contoh: Anusol 1. Definisi D. Selesma Selesma atau common cold merupakan gabungan dari berbagai gejala yang mengganggu saluran pernafasan bagian atas, terutama selaput lendir hidung (Tietze, 2004). Selesma sering disebut juga dengan pilek karena adanya lendir hidung yang keluar, rhinitis akut karena terjadi dengan cepat, rhinitis virus karena disebabkan oleh virus (Donatus, 1997). Selesma kadang diartikan sama dengan influenza atau rhinitis alergi, padahal ketiganya berbeda. Perbedaannya terletak pada penyebab dan intensitas gejala. Penyebab influenza hampir mirip dengan selesma yaitu virus, namun pada selesma penyebabnya adalah virus selesma sedangkan pada influenza penyebabnya adalah virus influenza. Gejala yang timbul pun juga hampir sama yaitu adanya sumbatan dan cairan nasal, namun pada influenza intensitasnya lebih

30 12 berat dan kadang disertai gatal pada hidung, nyeri otot dan sendi, batuk dan demam, sedangkan rhinitis alergi disebabkan karena adanya reaksi alergi dari antibodi pada mukosa hidung terhadap antigen yang terhisap. Penyebab rhinitis alergi ini antara lain debu, tungau, benang sari atau alergi terhadap udara dingin. Jika penyebab alergi dijauhi maka rhinitis alergi juga akan sembuh sendiri. Gejalanya antara lain sumbatan dan cairan nasal, gatal hidung dan bersin-bersin (Donatus, 1997). 2. Penyebab Selesma disebabkan oleh salah satu jenis virus penyebab selesma, terutama Rhinovirus. Virus lain yang menyebabkan gejala seperti pada selesma antara lain Coronavirus, Adenovirus, Parainfluenza virus, RSV (Respiratory Syncytial Virus), Echovirus dan Cocksackievirus (Tietze, 2004). Gejala yang timbul setelah suatu periode inkubasi singkat antara 1-3 hari biasanya berupa pilek karena adanya cairan nasal, bersin, sakit tenggorokan dan juga sakit kepala. Penyakit ini dapat sembuh dengan sendirinya (self-limiting) tanpa diobati apabila tidak ada komplikasi dan seringkali tidak disertai demam (Tjay & Raharja, 2002). Kejadian selesma diawali karena infeksi virus yang menyebabkan terjadinya radang dan iritasi nasal yang ditandai dengan bersin kemudian keluar cairan nasal yang dapat menyebabkan sumbatan nasal yang disertai sakit kepala karena iritasi yang meluas. Jika gejala tersebut tidak segera diatasi, dapat menyebabkan sakit tenggorokan, batuk kering yang dapat berubah menjadi batuk basah (Tietze, 2004).

31 13 3. Patofisiologi Proses infeksi virus selesma meliputi tiga tahap, yang pertama virus masuk sel semang (host) pada hidung dan mengeluarkan asam nukleat, kemudian terjadi duplikasi genom dan sintesis protein virus dengan menggunakan fasilitas sel semang, dilanjutkan dengan penyusunan partikel virus baru, kemudian dilepaskan dan akan menginfeksi sel semang yang lain, selanjutnya terjadilah peradangan (Tietze, 2004). Beberapa kondisi yang dapat memicu timbulnya selesma antara lain daya tahan tubuh yang lemah atau menurun, pergantian musim biasanya musim dingin, usia balita dan anak-anak lebih mudah terserang selesma dan pada wanita lebih mudah terserang selesma berkaitan dengan siklus menstruasi. Gambar 1. Organ Saluran Pernafasan E. Penatalaksanaan Terapi GG Gambar 1. Organ Saluran Pernafasan

32 14 E. Penatalaksanaan Terapi 1. Tujuan Terapi Selesma merupakan penyakit simptomatis yang dapat sembuh dengan sendirinya. Karena itu pengobatan yang dilakukan hanya bersifat paliatif atau meringankan gejala saja. Tetapi tidak semua gejala yang muncul harus diobati karena satu gejala yang muncul umumnya merupakan perluasan gejala sebelumnya. Selain itu, tidak semua gejala yang muncul dirasakan berat oleh penderita. 2. Sasaran Terapi Sasaran terapi penyakit selesma adalah gejala yang dirasakan paling berat oleh penderita dan merupakan awal mata rantai gejala selesma, yaitu cairan nasal dan sumbatan nasal. Apabila kedua gejala ini dapat diringankan maka akan membatasi tekanan nasal yang menimbulkan sakit kepala dan perluasan iritasi yang merupakan penyebab munculnya rangkaian gejala berikutnya seperti sakit tenggorokan dan batuk. Oleh karena itu, sasaran terapi selesma yang utama adalah meringankan gejala cairan nasal dan sumbatan nasal. Dengan berkurangnya cairan dan sumbatan nasal, rentetan gejala berikutnya kemungkinan besar juga akan berkurang (Donatus, 1997). 3. Strategi Terapi Gejala cairan dan sumbatan nasal pada selesma dapat dikurangi atau dihilangkan dengan dua macam terapi, yaitu terapi nir obat dan terapi obat.

33 15 a. Terapi Nir Obat Terapi nir obat dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain istirahat yang cukup, makan makanan yang bergizi, memperbanyak asupan cairan, minum minuman yang hangat atau menghirup uap air panas (Tietze, 2004). Dengan cara tersebut dalam beberapa hari mekanisme pertahanan tubuh secara alami akan kembali ke keadaan normal. b. Terapi Obat Terapi obat biasanya digunakan kombinasi dari beberapa obat yang mempunyai efek terapi yang berbeda-beda namun saling melengkapi. Kombinasi obat selesma biasanya berupa dekongestan nasal, analgesik-antipiretik, antihistamin, antitusif dan ekspektoran. Dekongestan dibagi menjadi dua, yaitu dekongestan oral dan topikal. Dekongestan adalah obat yang mempunyai efek mengurangi hidung tersumbat, melapangkan saluran pernafasan, mengeringkan hidung dan sinus. Dekongestan oral yang direkomendasikan oleh FDA (Food and Drug Administration) adalah fenilefrin dan pseudoefedrin. Efek samping dekongestan antara lain gelisah, perut terasa tidak enak dan sukar tidur. Dekongestan dikontraindikasikan terhadap penderita dengan riwayat hipersensitif, penderita yang mendapat terapi obat MAO. Selain itu, beberapa dekongestan topikal dikontraindikasikan untuk anak dibawah usia 12 tahun. Dekongestan topikal biasanya berefek lebih lama daripada oral, dan tidak boleh menimbulkan efek sistemik maupun mengiritasi mukosa dan silia pada saluran pernafasan. Dekongestan topikal yang beredar di pasaran antara

34 16 lain efedrin, epinefrin, fenilefrin, nafazolin, tetrahidrazolin, oximetazolin dan xilometazolin (Tietze, 2004). Analgesik antipiretik efektif digunakan untuk mengurangi sakit kepala dan demam yang kadang menyertai gejala selesma. Beberapa analgesik antipiretik yang digunakan dalam obat selesma tanpa resep untuk anak antara lain parasetamol dan ibuprofen (Tietze, 2004). Antihistamin berfungsi untuk menghilangkan atau mengurangi gejala yang diakibatkan oleh sekresi kelenjar lendir yang berlebihan yang menyebabkan hidung tersumbat oleh cairan lendir dan mata terasa gatal. Antihistamin menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus dan macam-macam otot polos yang terlepas pada saat terjadi lisis sel semang. Antihistamin juga bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitif atau keadaan lain yang disertai pelepasan histamin endogen berlebihan. Antihistamin mempunyai efek mengantuk, dan dikontraindikasikan untuk bagi penderita glaukoma, asma dan wanita yang menyusui. Antihistamin yang sering digunakan antara lain klorfeniramin maleat, deksklorfeniramin maleat, prometazin HCl, tripolidin dan lain-lain (Anonim, 1997). Antitusif diindikasikan untuk mengurangi frekuensi batuk yang berlebihan pada batuk kering. Beberapa jenis antitusif misalnya kodein, dextromethorpan dan difenhidramin. Antitusif tidak boleh diberikan untuk batuk berdahak. Ekspektoran berfungsi untuk mengencerkan dahak sehingga lebih mudah dikeluarkan. Ekspektoran yang biasa digunakan adalah gliserilguaiakolat (guaifenesin). Untuk pengobatan selesma perlu juga dipilih obat yang mengandung antitusif atau ekpektoran tergantung dari jenis batuk yang menyertai.

35 17 F. Pengobatan Rasional Pengobatan atau penggunaan obat yang rasional adalah pemilihan dan penggunaan obat yang efektifitasnya terjamin aman dengan mempertimbangkan harga dan efek samping dari obat yang digunakan. Menurut WHO, pemakaian obat dikatakan rasional jika memenuhi kriteria: sesuai dengan indikasi penyakit, tersedia setiap saat dengan harga yang terjangkau, diberikan dengan dosis yang tepat, cara pemberian dengan interval waktu yang tepat, lama pemberian yang tepat, obat yang diberikan harus efektif dengan mutu yang terjamin dan aman (Anonim, 2000). Untuk mencapai pengobatan yang rasional, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi antara lain: ketepatan diagnosis, ketepatan indikasi pemakaian obat, ketepatan pemilihan obat, ketepatan dosis, cara dan lama pemberian obat. Sedangkan aspek lain yang harus diperhatikan oleh dokter dan apoteker adalah ketepatan penilaian terhadap kondisi pasien, ketepatan pemberian informasi dan ketepatan dalam tindak lanjut (Anonim, 2000). Informasi yang umum tercantum pada brosur atau kemasan obat tanpa resep antara lain: komposisi yaitu obat atau zat aktif apa saja yang ada dalam obat beserta jumlah masing-masing zat aktif, indikasi yaitu kegunaan obat dalam pengobatan penyakit, efek samping yaitu efek yang tidak diinginkan yang dapat muncul akibat penggunaan obat, kontraindikasi yaitu siapa yang tidak boleh menggunakan obat berkaitan kondisi tubuh pengguna, aturan pemakaian yaitu berapa kali obat digunakan dalam sehari dan selama berapa lama, peringatan dan

36 18 perhatian yaitu hal-hal apa saja yang harus diperhatikan oleh pengguna, waktu kadaluarsa yaitu waktu yang menunjukkan batas akhir obat masih memenuhi persyaratan seperti semula sehingga sebaiknya obat digunakan sebelum batas waktu tersebut (Widodo, 2004). Penggunaan obat yang tidak rasional dapat dikategorikan antara lain: 1. peresepan berlebih yaitu penggunaan obat yang tidak diperlukan, dosis terlalu tinggi atau pengobatan yang terlalu lama. 2. peresepan kurang yaitu tidak menggunakan obat yang sebetulnya diperlukan, dosis tidak mencukupi atau pengobatan yang terlalu singkat. 3. peresepan salah yaitu obat dipilih untuk indikasi yang tidak tepat. 4. peresepan mewah yaitu pemberian obat mahal padahal ada obat yang lebih murah. 5. polifarmasi yaitu penggunaan dua atau lebih obat padahal satu obat saja sudah mencukupi (Donatus, 1997). Dalam penggunaan obat bebas, masalah yang dihadapi antara lain adalah sebagian besar obat yang dijual bebas mengandung campuran beberapa obat berkhasiat sehingga harga obat menjadi mahal, karena merupakan campuran beberapa obat berkhasiat, maka satu macam obat dinyatakan dapat digunakan untuk berbagai macam penyakit dan gejala penyakit. Karena penggunaan yang dapat bermacam-macam maka petunjuk penggunaannya menjadi tidak jelas, masyarakat menganggap bahwa pengobatan sendiri cukup aman sehingga pada

37 19 waktu memerlukan pertolongan dokter sudah dalam keadaan terlambat dan masyarakat percaya bahwa pemerintah tidak akan mengijinkan penjualan obatobat yang berbahaya bagi kesehatan. Padahal obat-obat tertentu mempunyai efek samping yang dapat merugikan bagi pengguna sehubungan dengan penyakit yang diderita (Sartono,1993a). Sehubungan dengan masalah yang dihadapi tersebut, maka hal-hal yang perlu diperhatikan oleh pengguna obat-obat bebas sebelum menentukan pilihan antara lain memperhatikan dan mengenali penyakit atau gejala penyakit yang diderita, memilih obat yang paling sesuai untuk penyakitnya mengacu pada kondisi tubuh penderita, memilih obat yang mempunyai efek samping yang paling ringan, memilih bentuk sediaan yang paling nyaman dan sesuai, memilih obat yang harganya murah (Widodo,2004). Setelah mendapatkan obat, yang perlu diperhatikan sebelum menggunakan obat tersebut antara lain aturan pemakaian yang meliputi cara memakai, berapa jumlahnya, berapa kali sehari, dipakai sebelum atau sesudah makan atau sebelum tidur serta berapa lama pemakaiannya. Selain itu perlu diperhatikan pula indikasi, kontraindikasi (pada keadaan mana obat tidak dapat digunakan), efek samping, makanan atau minuman atau obat lain yang tidak boleh dikonsumsi bersamaan dengan obat serta penyimpanan obat berkaitan dengan obat disimpan dimana dan dapatkah sisa obat yang disimpan digunakan lagi (Anonim,2001).

38 20 G. Pelayanan Informasi Obat Pelayanan informasi obat sangat diperlukan menuju pengobatan yang rasional. Fungsi pelayanan apoteker di farmasi komunitas lebih ditekankan pada konsultasi dengan pasien serta pemberian informasi yang tepat guna berkaitan dengan khasiat, efek samping, peringatan dan cara pemakaian obat. Pemantauan dan penilaian terhadap hasil pengobatan juga termasuk dalam fungsi pelayanan apoteker. Hal ini perlu diterapkan pada farmasi komunitas di Indonesia (Donatus, 2000). Salah satu sasaran tercapainya penggunaan obat yang rasional adalah diperolehnya informasi tentang obat yang berkualitas dan memadai bagi pasien, sehingga pasien dapat memutuskan tindakan apa yang terbaik bagi dirinya. Saat ini pasien menyadari bahwa mereka mempunyai hak untuk mengambil keputusan atas kesehatan dirinya sehingga diperlukan informasi yang tepat diberikan kepada pasien dalam mengambil keputusan (Setiadji, 1996). Pada kenyataannya, kebanyakan masyarakat mendapatkan informasi tentang penggunaan obat bebas hanya dari keluarga, pelayan toko atau warung maupun dari iklan. Selain itu, masyarakat biasanya cenderung melakukan percobaan terhadap obat yang belum pernah dipakainya. Ditambah lagi banyak pasien yang tidak menghargai atau merasa tidak perlu mendapatkan bantuan dokter atau apoteker dalam memilih obat tanpa resep (Schwartz dan Isetts, 2000). Hal tersebut diatas menyebabkan terjadinya penggunasalahan obat yang berdampak negatif bagi pasien (Donatus, 1997).

39 21 Apoteker adalah profesi yang berada di garis depan dalam sistem pelayanan kesehatan yang diwajibkan untuk membantu pasien dalam memilih alternatif yang dibutuhkan untuk mengatasi kondisinya (Anonim, 1990). Apoteker dapat menyarankan salah satu dari tiga alternatif pilihan berikut ini kepada pasien untuk mengatasi penyakitnya berdasarkan kondisi pasien pada saat itu: 1. memberikan saran non-farmakoterapi pada pasien jika memang dinilai tidak membutuhkan obat. 2. menyarankan swamedikasi kepada pasien dengan penyakit ringan yang membutuhkan obat. 3. merujuk pasien pada profesional kesehatan lain seperti dokter atau petugas laboratorium jika memang pasien membutuhkannya (Schwartz dan Isetts, 2000). Institusi penting dalam pelayanan pengaturan obat kepada masyarakat adalah apotek. Apotek merupakan tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi serta perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat, pelayanan atas resep dokter, pelayanan informasi obat dan pengembangan obat (Widodo, 2004). Apotek memberikan pelayanan khusus bagi konsumen, antara lain kesempatan berkonsultasi dengan apoteker untuk mendapatkan informasi perlu tidaknya seseorang memeriksakan penyakitnya ke dokter atau cukup hanya dengan menggunakan obat tanpa resep, obat wajib apotek atau bahkan tanpa obat.

40 22 Pelayanan informasi obat yang dibutuhkan oleh konsumen antara lain mengenai indikasi, kontraindikasi, efek samping, dosis dan aturan pakai, peringatan penggunaan obat, harga obat serta informasi mengenai pilihan obat yang tepat bagi konsumen. Apotek juga memberikan kesempatan kepada konsumen untuk berkonsultasi apabila ada keluhan atau efek yang timbul setelah pengggunaan obat tertentu (Widodo, 2004). H. Keterangan Empiris Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas tentang pemilihan dan penggunaan obat selesma tanpa resep untuk anak di kalangan orang tua murid Kelompok Bermain dan Taman Kanak-Kanak di Kecamatan Umbulharjo.

41 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian non eksperimental, karena pengamatan dilakukan terhadap sejumlah variabel subjek menurut keadaan sebenarnya tanpa adanya manipulasi atau intervensi dari peneliti. Rancangan penelitian yang digunakan adalah survei epidemiologik deskriptif. Rancangan ini bertujuan untuk membuat gambaran atau deskripsi terhadap fenomena kesehatan masyarakat dalam keadaan apa adanya tanpa mencoba menganalisis bagaimana dan mengapa fenomena tersebut terjadi (Pratiknya, 1986). B. Definisi Operasional Beberapa konsep yang perlu didefinisikan secara operasional antara lain : 1. Responden adalah orangtua murid Kelompok Bermain dan Taman Kanakkanak di Kecamatan Umbulharjo yang menjadi subjek penelitian. 2. Swamedikasi adalah upaya untuk mengobati penyakit dengan menggunakan obat tradisional, obat modern maupun cara lain tanpa petunjuk dari dokter atau apoteker. 3. Jenis terapi adalah jenis pengobatan yang dilakukan untuk mengobati penyakit, antara lain swamedikasi atau langsung berobat ke dokter. 4. Selesma adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh berbagai gejala yang mengganggu saluran pernafasan bagian atas, terutama selaput lendir hidung. 23

42 24 5. Produk obat selesma adalah bahan obat dalam berbagai bentuk sediaan yang digunakan untuk mengurangi atau menghilangkan gejala selesma, seperti keluarnya lendir hidung, hidung tersumbat, bersin, dan lain sebagainya. 6. Informasi obat adalah informasi yang tertera dalam kemasan obat yang terdiri dari komposisi zat aktif dengan nama generik atau merek dagang, indikasi, efek samping, kontraindikasi, peringatan, perhatian, waktu kadaluarsa, cara penyimpanan, nama dan alamat industri farmasi atau distributor. 7. Pengobatan rasional adalah pengobatan yang dilakukan dengan memperhatikan dan mematuhi indikasi, kontraindikasi, efek samping, aturan pakai, dosis, waktu kadaluarsa dan informasi lain yang tertera pada kemasan obat. C. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kelompok Bermain dan Taman Kanakkanak yang ada di Kecamatan Umbulharjo. Jumlah KB dan TK di Kecamatan Umbulharjo sebanyak 30 sekolah, berdasarkan data dari Dinas Pendidikan dan Pengajaran (Dinas P dan P) Kota Yogyakarta tahun Pada penelitian ini dipilih 5 KB dan TK yang tersebar di bagian tengah, barat, timur, selatan dan utara Kecamatan Umbulharjo. Pemilihannya berdasarkan letak sekolah dan jumlah siswa dengan pertimbangan mewakili masing-masing wilayah.

43 25 D. Subjek Penelitian Populasi penelitian adalah orang tua yaitu ayah atau ibu dari anak-anak usia prasekolah yang terdaftar sebagai murid Kelompok Bermain atau Taman Kanak-kanak di Kecamatan Umbulharjo. Subjek penelitian adalah bagian dari populasi yang digunakan sebagai data pada penelitian ini. Menurut Gay (cit., Sevilla, dkk, 1993 ), untuk penelitian deskriptif sampel yang diperlukan minimal 10 % dari populasi. Berdasarkan data dari Dinas P dan P Kota Yogyakarta tahun 2004 jumlah siswa Kelompok Bermain dan Taman Kanakkanak dari 30 sekolah yang ada sebesar 2015 anak. Subjek penelitian yang digunakan sebanyak 205 responden untuk 5 KB dan TK dengan jumlah responden untuk tiap sekolah ditentukan 50% dari jumlah siswanya. Pemilihan responden menggunakan metode non-probability sampling yaitu quota sampling, yang didasarkan pada suatu pertimbangan bahwa orang tua yang memiliki anak usia prasekolah kemungkinan besar pernah atau sering menggunakan obat selesma tanpa resep untuk mengobati selesma pada anak dengan menetapkan terlebih dahulu jumlah sampel secara quotum atau jatah yang diperlukan (Notoadmodjo, 2002). Kriteria responden adalah orang tua yang pernah atau sering melakukan swamedikasi menggunakan obat selesma tanpa resep untuk mengobati selesma anak. Dari 205 responden yang menerima kuesioner, yang mengembalikan dan mengisi dengan lengkap sebanyak 177 responden yang kemudian digunakan sebagai data penelitian.

44 26 E. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner adalah formulir yang berisikan daftar urutan pertanyaan yang disusun untuk memperoleh informasi yang harus diisi sendiri oleh responden (Notoadmodjo, 2002). Kuesioner disampaikan langsung kepada responden yang akan dimintai informasi. Kuesioner terdiri dari empat bagian yaitu bagian pertama merupakan data karakteristik responden yang terdiri dari 5 pertanyaan, bagian kedua merupakan data karakteristik anak responden sebagai objek penelitian yang terdiri dari 4 pertanyaan, bagian ketiga merupakan data pengetahuan responden tentang selesma dan pengobatan sendiri yang terdiri dari 5 pertanyaan, bagian keempat merupakan data tindakan responden dalam pengobatan selesma anak yang terdiri dari 29 pertanyaan. Bentuk pertanyaan berupa pertanyaan tertutup, semi terbuka dan kombinasi tertutup terbuka. Pada pertanyaan tertutup, kemungkinan jawabannya sudah ditentukan terlebih dulu dan responden tidak diberi kesempatan untuk memberikan jawaban lain. Pada pertanyaan semi terbuka, jawabannya sudah tersusun tetapi masih ada kemungkinan jawaban tambahan dari responden sendiri, sedangkan pada pertanyaan kombinasi tertutup terbuka, jawabannya sudah ditentukan namun kemudian disusul dengan pertanyaan terbuka (Singarimbun dan Handayani, 1995).

45 27 Untuk mempermudah dalam pengumpulan data, pertanyaan disusun menjadi dua nomor yaitu pertanyaan pertama berupa pertanyaan tertutup dan pertanyaan kedua berupa pertanyaan terbuka (Singarimbun dan Handayani, 1995). F. Tata Cara Penelitian 1. Penyusunan Kuesioner a. Pembuatan kuesioner Pembuatan kuesioner berdasarkan tujuan penelitian, perumusan masalah dan definisi operasional. Kuesioner terdiri dari empat bagian dengan total pertanyaan sebanyak 41 pertanyaan. Bentuk pertanyaan berupa pertanyaan tertutup, semi terbuka dan kombinasi tertutup terbuka. b. Uji coba kuesioner Uji coba kuesioner dalam penelitian ini adalah uji pemahaman bahasa yang dilakukan untuk menyempurnakan kuesioner. Melalui uji coba akan diketahui berbagai hal, antara lain: apakah pertanyaan tertentu perlu dihilangkan atau ditambahkan, apakah tiap pertanyaan dapat dimengerti dengan baik oleh responden, apakah urutan pertanyaan perlu diubah, apakah pertanyaan yang sensitif dapat diperlunak dengan mengubah bahasa, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengisi kuesioner (Singarimbun dan Handayani, 1995). Agar diperoleh distribusi nilai hasil pengukuran mendekati normal, maka sebaiknya jumlah responden untuk uji coba paling sedikit 20 orang. Responden untuk ujicoba adalah yang memiliki karakteristik hampir sama dengan responden

46 28 untuk penelitian. Ujicoba dilaksanakan di luar daerah penelitian (Notoatmodjo, 2002). Pada penelitian ini ujicoba dilakukan di KB dan TK di luar Kecamatan Umbulharjo, dengan jumlah responden sebesar 25 orang tua murid KB dan TK tersebut. Dari hasil ujicoba, ternyata ada beberapa pertanyaan yang harus diperbaiki kalimatnya dan juga petunjuk pengisian. Perbaikan kuesioner dilakukan antara lain dengan menghilangkan kalimat dari pertanyaan yang dianggap tidak perlu, menambah kalimat agar pertanyaan menjadi lebih jelas, mengganti beberapa pertanyaan dengan bahasa yang tepat dan memperbaiki kalimat petunjuk pengisian sehingga kuesioner lebih mudah dipahami oleh responden. Setelah dilakukan perbaikan akhirnya didapatkan kuesioner yang lengkap dan mudah dipahami. 2. Penyebaran dan Pengisian Kuesioner Penyebaran kuesioner dilakukan sendiri oleh peneliti dengan menemui langsung orang tua murid di sekolah anaknya. Bagi responden yang dapat mengisi di tempat, peneliti mendampingi tetapi memberikan keleluasaan kepada responden untuk mengisi kuesioner dan apabila ada pertanyaan yang kurang dimengerti dapat langsung ditanyakan kepada peneliti dan kuesioner dapat langsung dikembalikan. Namun bagi responden yang tidak dapat mengisi di tempat, maka kuesioner dibawa pulang dengan asumsi bahwa responden lebih leluasa dalam mengisi dan sudah mengerti isi kuesioner sehingga diharapkan tidak ada kesulitan dalam pengisian. Kuesioner yang dibawa pulang harus sudah diserahkan kembali maksimal tiga hari setelah penyerahan dan dikumpulkan kepada Kepala Sekolah.

47 29 Peneliti juga melakukan wawancara singkat kepada beberapa responden dari masing-masing sekolah untuk melengkapi informasi yang diperlukan. Pertanyaan wawancara terstruktur yang merupakan pertanyaan lanjutan dari kuesioner atau pun pertanyaan yang tidak terdapat pada kuesioner namun diperlukan untuk menunjang hasil penelitian. Pembagian kuesioner dan pengumpulan data dilakukan pada bulan Mei G. Analisis Hasil Kuesioner yang telah terkumpul kemudian jawabannya ditabulasi secara manual sesuai dengan kategori yang sudah ditentukan oleh peneliti. Tabulasi data didasarkan pada kategori yang dibuat berdasarkan pertimbangan peneliti sendiri, yang disesuaikan dengan tujuan penelitian, permasalahan dan definisi operasional (Notoatmodjo, 2002). Analisis hasil menggunakan metode statistik deskriptif dengan analisis prosentase dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Pada analisis prosentase, data yang diperoleh dibagi dalam beberapa kelompok dan dinyatakan dalam prosentase. H. Kesulitan Dalam Penelitian Meskipun telah dilakukan ujicoba dan hasilnya baik, namun saat penelitian tetap mengalami kendala dan kesulitan. Kesulitan yang dihadapi adalah pada saat pengisian kuesioner oleh responden yang mengisi sendiri di rumah, ada beberapa responden yang tidak mematuhi perintah pengisian yang diberikan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengobatan Sendiri 1. Definisi dan Peran Pengobatan sendiri atau swamedikasi yaitu mengobati segala keluhan pada diri sendiri dengan obat-obat yang dibeli bebas di apotik atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan tempat pelayanan kesehatan (DepKes RI, 2002). paling tepat dan murah (Triyanto & Sanusi, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. dan tempat pelayanan kesehatan (DepKes RI, 2002). paling tepat dan murah (Triyanto & Sanusi, 2003). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obat adalah sebuah benda kecil yang mampu menyembuhkan sekaligus dapat menjadi bumerang bagi penderitanya. Benda kecil yang awalnya dijauhi ini kemudian berkembang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Influenza (flu) adalah penyakit pernapasan menular yang disebabkan oleh virus influenza yang dapat menyebabkan penyakit ringan sampai penyakit berat (Abelson, 2009).

Lebih terperinci

By: Kelompok 2 Amelia Leona Ayu Afriza Cindy Cesara Dety Wahyuni Fitri Wahyuni Ida Khairani Johan Ricky Marpaung Silvia Syafrina Ibrahim

By: Kelompok 2 Amelia Leona Ayu Afriza Cindy Cesara Dety Wahyuni Fitri Wahyuni Ida Khairani Johan Ricky Marpaung Silvia Syafrina Ibrahim By: Kelompok 2 Amelia Leona Ayu Afriza Cindy Cesara Dety Wahyuni Fitri Wahyuni Ida Khairani Johan Ricky Marpaung Silvia Syafrina Ibrahim Flu adalah suatu infeksi saluran pernapasan atas. Orang dengan daya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengobatan sendiri Pengobatan sendiri merupakan upaya masyarakat untuk menjaga kesehatan sendiri dan merupakan cara yang mudah, murah praktis untuk mengatasi gejala yang masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sakit (illness) berbeda dengan penyakit (disease). Sakit berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sakit (illness) berbeda dengan penyakit (disease). Sakit berkaitan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sakit (illness) berbeda dengan penyakit (disease). Sakit berkaitan dengan keluhan yang dirasakan seseorang dan bersifat subjektif, sedangkan penyakit berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Swamedikasi adalah penggunaan obat oleh masyarakat untuk tujuan pengobatan tanpa resep atau intervensi dokter (Shankar, et al., 2002). Di Indonesia obat yang dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan dalam Undang-Udang Nomor 36 tahun 2009 didefinisikan sebagai kondisi dimana seseorang mencapai keadaan sehat baik fisik, mental, sosial dan spiritual sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengobatan sendiri (swamedikasi) merupakan bagian dari upaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengobatan sendiri (swamedikasi) merupakan bagian dari upaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengobatan sendiri (swamedikasi) merupakan bagian dari upaya masyarakat menjaga kesehatannya sendiri. Swamedikasi adalah penggunaan setiap zat yang dikemas dan dijual

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pilihan Pengobatan Masalah kesehatan masyarakat termasuk penyakit ditentukan oleh 2 faktor utama, yaitu faktor perilaku seperti pergi ke apotek membeli obat dan non perilaku

Lebih terperinci

ANALISIS IKLAN OBAT BEBAS DAN OBAT BEBAS TERBATAS PADA ENAM MEDIA CETAK YANG BEREDAR DI KOTA SURAKARTA PERIODE BULAN FEBRUARI-APRIL 2009

ANALISIS IKLAN OBAT BEBAS DAN OBAT BEBAS TERBATAS PADA ENAM MEDIA CETAK YANG BEREDAR DI KOTA SURAKARTA PERIODE BULAN FEBRUARI-APRIL 2009 ANALISIS IKLAN OBAT BEBAS DAN OBAT BEBAS TERBATAS PADA ENAM MEDIA CETAK YANG BEREDAR DI KOTA SURAKARTA PERIODE BULAN FEBRUARI-APRIL 2009 SKRIPSI Oleh : ANGGA ALIT ANANTA YOGA K.100.040.182 FAKULTAS FARMASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. peningkatan kesehatan masyarakat. Definisi swamedikasi menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. peningkatan kesehatan masyarakat. Definisi swamedikasi menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Swamedikasi merupakan salah satu elemen penting dalam usaha peningkatan kesehatan masyarakat. Definisi swamedikasi menurut Departemen Kesehatan (Depkes) (1993)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini mengambil lokasi Desa Pojok Kidul Kecamatan Nguter

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini mengambil lokasi Desa Pojok Kidul Kecamatan Nguter BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi Desa Pojok Kidul Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo. Desa Pojok Kidul Kecamatan Nguter Kabupaten

Lebih terperinci

INTISARI TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TERHADAP SWAMEDIKASI BATUK DI APOTEK PANASEA BANJARMASIN

INTISARI TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TERHADAP SWAMEDIKASI BATUK DI APOTEK PANASEA BANJARMASIN INTISARI TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TERHADAP SWAMEDIKASI BATUK DI APOTEK PANASEA BANJARMASIN Ernita ¹; Eka Kumalasari, S.Farm., Apt ²; Maria Sofyan Teguh, S.Farm., Apt ³ Berkembangnya penyakit sekarang

Lebih terperinci

INTISARI PROFIL SWAMEDIKASI OBAT BATUK PILEK BEBAS PADA ANAK DI APOTEK AMANDIT FARMA BANJARMASIN

INTISARI PROFIL SWAMEDIKASI OBAT BATUK PILEK BEBAS PADA ANAK DI APOTEK AMANDIT FARMA BANJARMASIN 1 INTISARI PROFIL SWAMEDIKASI OBAT BATUK PILEK BEBAS PADA ANAK DI APOTEK AMANDIT FARMA BANJARMASIN Rianisa Hasty Agustiani 1, Ratih Pratiwi Sari 2, Maria Ulfah 3 Gencarnya promosi obat bebas melalui iklan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Self Medication menjadi alternatif yang diambil masyarakat untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Self Medication menjadi alternatif yang diambil masyarakat untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Self Medication menjadi alternatif yang diambil masyarakat untuk meningkatkan keterjangkauan pengobatan. Pada pelaksanaanya self medication dapat menjadi sumber

Lebih terperinci

PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT SOSIALISASI MENGENAL OBAT AGAR TAK SALAH OBAT PADA IBU-IBU PENGAJIAN AISYIYAH PATUKAN AMBARKETAWANG GAMPING

PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT SOSIALISASI MENGENAL OBAT AGAR TAK SALAH OBAT PADA IBU-IBU PENGAJIAN AISYIYAH PATUKAN AMBARKETAWANG GAMPING PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT SOSIALISASI MENGENAL OBAT AGAR TAK SALAH OBAT PADA IBU-IBU PENGAJIAN AISYIYAH PATUKAN AMBARKETAWANG GAMPING Oleh : Sri Tasminatun, M.Si., Apt NIK 173 036 PROGRAM STUDI PROFESI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat saat ini sudah tidak pasif lagi dalam menanggapi situasi sakit maupun gangguan ringan kesehatannya. Mereka sudah tidak lagi segan minum obat pilihan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 386/MEN.KES/SK/IV/1994, untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 386/MEN.KES/SK/IV/1994, untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. IKLAN OBAT Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 386/MEN.KES/SK/IV/1994, untuk melindungi masyarakat akibat dari promosi iklan yang bisa mempengaruhi tindakan pengobatan khususnya

Lebih terperinci

OTC (OVER THE COUNTER DRUGS)

OTC (OVER THE COUNTER DRUGS) OTC (OVER THE COUNTER DRUGS) Obat adalah bahan atau panduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Swamedikasi atau self medication adalah penggunaan obat-obatan tanpa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Swamedikasi atau self medication adalah penggunaan obat-obatan tanpa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Swamedikasi (Pengobatan Sendiri). Swamedikasi atau self medication adalah penggunaan obat-obatan tanpa resep oleh seseorang atas inisiatifnya sendiri (FIP, 1999). Dasar hukum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apotek Definisi apotek menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/MENKES/SK/X/2002 yaitu sebagai suatu tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian, penyaluran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya penyakit mendorong masyarakat untuk mencari alternatif pengobatan yang efektif secara terapi tetapi juga efisien dalam hal biaya. Berkenaan dengan

Lebih terperinci

Maria Ulfa Pjt Maria Lalo Reina Fahwid S Riza Kurnia Sari Sri Reny Hartati Yetti Vinolia R

Maria Ulfa Pjt Maria Lalo Reina Fahwid S Riza Kurnia Sari Sri Reny Hartati Yetti Vinolia R BATUK Butet Elita Thresia Dewi Susanti Fadly Azhar Fahma Sari Herbert Regianto Layani Fransisca Maria Ulfa Pjt Maria Lalo Reina Fahwid S Riza Kurnia Sari Sri Reny Hartati Yetti Vinolia R BATUK Batuk adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penduduk di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan. Pada tahun 2010 persentase jumlah penduduk berdasarkan usia di pulau Jawa paling banyak adalah

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Demografi Responden. Distribusi responden berdasarkan umur seperti pada tabel 3.

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Demografi Responden. Distribusi responden berdasarkan umur seperti pada tabel 3. 2 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Umur Responden A. Demografi Responden Distribusi responden berdasarkan umur seperti pada tabel 3. Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Umur Dalam Pengumpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Istilah pengobatan sendiri, meskipun belum terlalu populer, namun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Istilah pengobatan sendiri, meskipun belum terlalu populer, namun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah pengobatan sendiri, meskipun belum terlalu populer, namun praktiknya telah berkembang secara luas dan menjadi tren di masyarakat. Pengobatan sendiri menurut

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN STATUS EKONOMI TERHADAP RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT SWAMEDIKASI PADA PENGUNJUNG DI APOTEK X KOTA PANGKALPINANG

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN STATUS EKONOMI TERHADAP RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT SWAMEDIKASI PADA PENGUNJUNG DI APOTEK X KOTA PANGKALPINANG ABSTRAK HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN STATUS EKONOMI TERHADAP RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT SWAMEDIKASI PADA PENGUNJUNG DI APOTEK X KOTA PANGKALPINANG Aditya Yanuardi, 1210224 Pembimbing I: Cindra Paskaria,

Lebih terperinci

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANALGETIK ANTIPIRETIK SEBAGAI UPAYA PENGOBATAN SENDIRI DI KELURAHAN PONDOK KARANGANOM KLATEN NASKAH PUBLIKASI

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANALGETIK ANTIPIRETIK SEBAGAI UPAYA PENGOBATAN SENDIRI DI KELURAHAN PONDOK KARANGANOM KLATEN NASKAH PUBLIKASI EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANALGETIK ANTIPIRETIK SEBAGAI UPAYA PENGOBATAN SENDIRI DI KELURAHAN PONDOK KARANGANOM KLATEN NASKAH PUBLIKASI Oleh : ELLYSA SETYAWATI K 100070036 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

Famili : Picornaviridae Genus : Rhinovirus Spesies: Human Rhinovirus A Human Rhinovirus B

Famili : Picornaviridae Genus : Rhinovirus Spesies: Human Rhinovirus A Human Rhinovirus B RHINOVIRUS: Bila Anda sedang pilek, boleh jadi Rhinovirus penyebabnya. Rhinovirus (RV) menjadi penyebab utama dari terjadinya kasus-kasus flu (common cold) dengan presentase 30-40%. Rhinovirus merupakan

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN PENGETAHUAN WARGA DALAM MEMILIH OBAT BEBAS UTUK PENGONATAN SENDIRI MELALUI PEMBERIAN INFORMASI LISAN

UPAYA PENINGKATAN PENGETAHUAN WARGA DALAM MEMILIH OBAT BEBAS UTUK PENGONATAN SENDIRI MELALUI PEMBERIAN INFORMASI LISAN UPAYA PENINGKATAN PENGETAHUAN WARGA DALAM MEMILIH OBAT BEBAS UTUK PENGONATAN SENDIRI MELALUI PEMBERIAN INFORMASI LISAN Di RT. 18 KELURAHAN DUA ILIR PALEMBANG TAHUN 2013 ABSTRAK Tujuan umum penelitian ini

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGOBATAN PADA PENDERITA ISPA (INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT) DI PUSKESMAS TRUCUK 1 KLATEN TAHUN 2010

GAMBARAN PENGOBATAN PADA PENDERITA ISPA (INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT) DI PUSKESMAS TRUCUK 1 KLATEN TAHUN 2010 GAMBARAN PENGOBATAN PADA PENDERITA ISPA (INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT) DI PUSKESMAS TRUCUK 1 KLATEN TAHUN 2010 Roy Yani Dewi Hapsari, Sunyoto, Farida Rahmawati INTISARI Infeksi Saluran Pernafasan Akut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. promosi / iklan obat melalui media massa dan tingginya biaya pelayanan kesehatan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. promosi / iklan obat melalui media massa dan tingginya biaya pelayanan kesehatan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kedokteran dan farmasi diikuti dengan semakin meningkatnya kecerdasan masyarakat, semakin gencarnya promosi / iklan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Obat Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi, yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Swamedikasi menjadi alternatif yang diambil masyarakat untuk meningkatkan keterjangkauan pengobatan. Pada pelaksanaannya swamedikasi dapat menjadi sumber terjadinya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan suatu indikator yang menggambarkan tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan suatu indikator yang menggambarkan tingkat BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan suatu indikator yang menggambarkan tingkat keberhasilan pembangunan suatu negara. Tujuan pembangunan kesehatan adalah untuk mencapai derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu permasalahan kesehatan utama di Indonesia yang mempengaruhi tingginya angka mortalitas dan morbiditas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal. Kesehatan menurut Undang-Undang Kesehatan Republik

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal. Kesehatan menurut Undang-Undang Kesehatan Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan yang optimal. Kesehatan menurut Undang-Undang Kesehatan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Para orang tua menjadi khawatir ketika anak menderita sakit. Ibu. ketika anak terserang penyakit (Widodo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Para orang tua menjadi khawatir ketika anak menderita sakit. Ibu. ketika anak terserang penyakit (Widodo, 2009). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Para orang tua menjadi khawatir ketika anak menderita sakit. Ibu merupakan peran penting dalam menjaga kesehatan anak. Tidak bisa dipungkiri anak anak mudah sakit.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Izin Apotek Pasal 1 ayat (a): Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Izin Apotek Pasal 1 ayat (a): Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Apotek Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002 Tentang Perubahan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/Menkes/Per/X/1993

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelayanan Kefarmasian Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan kefarmasian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di apotek Mega Farma Kota Gorontalo pada tanggal

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di apotek Mega Farma Kota Gorontalo pada tanggal 4.1 Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan di apotek Mega Farma Kota Gorontalo pada tanggal 30 Mei-29 Juni tahun 2013. Dengan menggunakan tehnik accidental sampling,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakat yang setinggi tingginya (Depkes, 2009). Adanya kemajuan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakat yang setinggi tingginya (Depkes, 2009). Adanya kemajuan ilmu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang. benda asing eksternal seperti debu dan benda asing internal seperti dahak.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang. benda asing eksternal seperti debu dan benda asing internal seperti dahak. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batuk adalah refleks pertahanan tubuh ketika saluran nafas sedang dimasuki oleh benda asing yang mengiritasi atau bersentuhan dengan dinding saluran nafas. Refleks tersebut

Lebih terperinci

Tingkat Pengetahuan Masyarakat Di Desa Talungen Kabupaten Bone Tentang Swamedikasi

Tingkat Pengetahuan Masyarakat Di Desa Talungen Kabupaten Bone Tentang Swamedikasi Tingkat Pengetahuan Masyarakat Di Desa Talungen Kabupaten Bone Tentang Swamedikasi Muh, Saud *), Taufiq **), Ishak Abdul Jalil ***) *) Poltekes Kemenkes Makassar **) Akademi Farmasi Yamasi Makassar ***)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sakit merupakan gangguan psikososial yang dirasakan seseorang, berbeda dengan penyakit yang menyerang langsung pada organ tubuh berdasarkan diagnosis yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengertian sakit (illness) berbeda dengan penyakit (disease). Sakit merupakan keluhan yang dirasakan seseorang (bersifat subjektif), berbeda dengan penyakit yang terjadi

Lebih terperinci

INTISARI TINGKAT PENGETAHUAN ORANG TUA DALAM PENGGUNAAN AMOXICILLIN SIRUP KERING PADA PASIEN BALITA DI PUSKESMAS SUNGAI KAPIH SAMARINDA

INTISARI TINGKAT PENGETAHUAN ORANG TUA DALAM PENGGUNAAN AMOXICILLIN SIRUP KERING PADA PASIEN BALITA DI PUSKESMAS SUNGAI KAPIH SAMARINDA INTISARI TINGKAT PENGETAHUAN ORANG TUA DALAM PENGGUNAAN AMOXICILLIN SIRUP KERING PADA PASIEN BALITA DI PUSKESMAS SUNGAI KAPIH SAMARINDA Ruli Yanti ¹; Amaliyah Wahyuni, S.Si, Apt ²; drg. Rika Ratna Puspita³

Lebih terperinci

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru 1.1 Pengertian Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis

Lebih terperinci

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit Puskesmas dan sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pengobatan Sendiri (Swamedikasi) Pengobatan sendiri adalah penggunaan obat oleh masyarakat dengan tujuan mengobati penyakit atau gejala sakit tanpa menggunakan

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KETEPATAN PEMILIHAN OBAT INFLUENZA PADA MAHASISWA FARMASI NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KETEPATAN PEMILIHAN OBAT INFLUENZA PADA MAHASISWA FARMASI NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KETEPATAN PEMILIHAN OBAT INFLUENZA PADA MAHASISWA FARMASI NASKAH PUBLIKASI Oleh : SUHARTINI LESTARI A. L K100070037 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

ANALISIS KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP PELAYANAN OBAT DI APOTEK KELURAHAN WONOKARTO KABUPATEN WONOGIRI SKRIPSI

ANALISIS KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP PELAYANAN OBAT DI APOTEK KELURAHAN WONOKARTO KABUPATEN WONOGIRI SKRIPSI ANALISIS KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP PELAYANAN OBAT DI APOTEK KELURAHAN WONOKARTO KABUPATEN WONOGIRI SKRIPSI Oleh : WAHYU TRI WULANDARI K100040040 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

Lebih terperinci

PERAN APOTEKER DALAM PELAYANAN SWAMEDIKASI. Dra. Liza Pristianty,MSi,MM,Apt Fakultas Farmasi Universitas Airlangga PC IAI Surabaya

PERAN APOTEKER DALAM PELAYANAN SWAMEDIKASI. Dra. Liza Pristianty,MSi,MM,Apt Fakultas Farmasi Universitas Airlangga PC IAI Surabaya PERAN APOTEKER DALAM PELAYANAN SWAMEDIKASI Dra. Liza Pristianty,MSi,MM,Apt Fakultas Farmasi Universitas Airlangga PC IAI Surabaya Swamedikasi Pemilihan dan penggunaan obat-obatan oleh individu, termasuk

Lebih terperinci

ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN GASTRITIS TERHADAP PENGGUNAAN TERAPI KOMBINASI RANITIDIN DAN ANTASIDA DI PUSKESMAS S. PARMAN BANJARMASIN

ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN GASTRITIS TERHADAP PENGGUNAAN TERAPI KOMBINASI RANITIDIN DAN ANTASIDA DI PUSKESMAS S. PARMAN BANJARMASIN ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN GASTRITIS TERHADAP PENGGUNAAN TERAPI KOMBINASI RANITIDIN DAN ANTASIDA DI PUSKESMAS S. PARMAN BANJARMASIN Deisy Octaviani 1 ;Ratih Pratiwi Sari 2 ;Soraya 3 Gastritis merupakan

Lebih terperinci

Perpustakaan Unika LAMPIRAN- LAMPIRAN

Perpustakaan Unika LAMPIRAN- LAMPIRAN LAMPIRAN- LAMPIRAN Perkiraan Biaya Istalasi dan Operasional Sistem Informasi akuntansi Berbasis Komputer Apotek Fatma Medika A. Investasi 1 Set Komputer Pentium IV Rp. 2.500.000,- 1 Set Printer Epson LX

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN ORANG TUA TERHADAP TINDAKAN SWAMEDIKASI SELESMA PADA ANAK DI KELURAHAN GROBOGAN PURWODADI NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN PENGETAHUAN ORANG TUA TERHADAP TINDAKAN SWAMEDIKASI SELESMA PADA ANAK DI KELURAHAN GROBOGAN PURWODADI NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN PENGETAHUAN ORANG TUA TERHADAP TINDAKAN SWAMEDIKASI SELESMA PADA ANAK DI KELURAHAN GROBOGAN PURWODADI NASKAH PUBLIKASI Oleh : MELLA MAHESWARI K 080 079 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

EVALUASI TINGKAT KESALAHAN PENGOBATAN SENDIRI (SWAMEDIKASI) DI KALANGAN MAHASISWA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

EVALUASI TINGKAT KESALAHAN PENGOBATAN SENDIRI (SWAMEDIKASI) DI KALANGAN MAHASISWA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA EVALUASI TINGKAT KESALAHAN PENGOBATAN SENDIRI (SWAMEDIKASI) DI KALANGAN MAHASISWA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA SKRIPSI rjana Farmasi pada Fakulta Universitas Sumatera Utar OLEH: FUTRI RIZKIYAH WISUDANI LUBIS

Lebih terperinci

KUALITAS HIDUP PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA MADIUN SKRIPSI

KUALITAS HIDUP PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA MADIUN SKRIPSI KUALITAS HIDUP PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA MADIUN SKRIPSI Oleh : TRY WIYANTY K 100 060 042 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2012

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suksesnya sistem kesehatan adalah pelaksanaan pelayanan kefarmasian (Hermawati, kepada pasien yang membutuhkan (Menkes RI, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. suksesnya sistem kesehatan adalah pelaksanaan pelayanan kefarmasian (Hermawati, kepada pasien yang membutuhkan (Menkes RI, 2014). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang sangat penting di dalam kehidupan. Seseorang yang merasa sakit akan melakukan upaya demi memperoleh kesehatannya kembali. Pilihan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pembangunan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Inflamasi adalah suatu respon dari jaringan hidup atau sel terhadap suatu rangsang atau infeksi yang dilakukan oleh pembuluh darah dan jaringan ikat. Tanda-tanda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. individu, tetapi juga oleh komunitas atau kelompok, bahkan oleh masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. individu, tetapi juga oleh komunitas atau kelompok, bahkan oleh masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Terwujudnya keadaan sehat adalah kehendak semua pihak, tidak hanya oleh individu, tetapi juga oleh komunitas atau kelompok, bahkan oleh masyarakat. Menurut UU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan manusia dalam hal kelangsungan hidup. Dalam hal ini, kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat (drug oriented)

BAB I PENDAHULUAN. yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat (drug oriented) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan kefarmasian merupakan salah satu kunci pokok suksesnya sistem kesehatan. Pelayanan kefarmasian telah mengalami perubahan yang semula hanya berfokus kepada

Lebih terperinci

CARA BIJAK MEMILIH OBAT BATUK

CARA BIJAK MEMILIH OBAT BATUK Penyakit batuk merupakan penyakit yang dapat menyerang siapa saja, bahkan bayi yang baru lahir pun akan mudah terserang batuk jika disekelilingnya terdapat orang yang batuk. Penyakit batuk ini terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Parasetamol merupakan obat penurun panas dan pereda nyeri yang telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Metabolit Fenasetin ini diklaim sebagai zat antinyeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengobatan sendiri (swamedikasi) merupakan upaya yang paling banyak dilakukan masyarakat untuk mengatasi keluhan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengobatan sendiri (swamedikasi) merupakan upaya yang paling banyak dilakukan masyarakat untuk mengatasi keluhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengobatan sendiri (swamedikasi) merupakan upaya yang paling banyak dilakukan masyarakat untuk mengatasi keluhan atau gejala penyakit. Ketersediaan obat yang mudah diakses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Swamedikasi atau pengobatan sendiri merupakan kegiatan pemilihan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Swamedikasi atau pengobatan sendiri merupakan kegiatan pemilihan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Swamedikasi atau pengobatan sendiri merupakan kegiatan pemilihan dan penggunaan obat baik itu obat modern, herbal, maupun obat tradisional oleh seorang individu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (40 60%), bakteri (5 40%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain. Setiap. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. (40 60%), bakteri (5 40%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain. Setiap. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang disebabkan oleh virus (40 60%), bakteri (5 40%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain. Setiap tahunnya ± 40 juta

Lebih terperinci

2. Bagi Apotek Kabupaten Cilacap Dapat dijadikan sebagai bahan masukan sehingga meningkatkan kualitas dalam melakukan pelayanan kefarmasian di Apotek

2. Bagi Apotek Kabupaten Cilacap Dapat dijadikan sebagai bahan masukan sehingga meningkatkan kualitas dalam melakukan pelayanan kefarmasian di Apotek 2. Bagi Apotek Kabupaten Cilacap Dapat dijadikan sebagai bahan masukan sehingga meningkatkan kualitas dalam melakukan pelayanan kefarmasian di Apotek Cilacap. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Focus Group Discusion

Lebih terperinci

SKRIPSI FENNY SURATININGSIH K Oleh :

SKRIPSI FENNY SURATININGSIH K Oleh : ANALISIS KINERJA APOTEKER TERHADAP WAKTU TUNGGU PELAYANAN OBAT JADI DAN OBAT RACIKAN PASIEN JAMKESMAS RAWAT JALAN DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUKOHARJO PERIODE MARET-MEI 2011 SKRIPSI Oleh

Lebih terperinci

Catur Setiya Sulistiyana, Yogi Irawan Fakultas Kedokteran, Universitas Swadaya Gunung Jati, Cirebon

Catur Setiya Sulistiyana, Yogi Irawan Fakultas Kedokteran, Universitas Swadaya Gunung Jati, Cirebon Hubungan Pengetahuan Masyarakat tentang Obat Anti Nyeri Terhadap Pengobatan Sendiri pada Nyeri Akut (Studi Di Kelurahan Wadowetan Kecamatan Bantarujeg Majalengka) Catur Setiya Sulistiyana, Yogi Irawan

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG. suatu usaha dalam pemilihan dan penggunaan obat obatan oleh individu UKDW

BAB I LATAR BELAKANG. suatu usaha dalam pemilihan dan penggunaan obat obatan oleh individu UKDW BAB I LATAR BELAKANG A. Pendahuluan Self medication atau biasa disebut dengan swamedikasi merupakan suatu usaha dalam pemilihan dan penggunaan obat obatan oleh individu ataupun keluarga untuk mengobati

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KETEPATAN PEMILIHAN OBAT INFLUENZA PADA MASYARAKAT KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KETEPATAN PEMILIHAN OBAT INFLUENZA PADA MASYARAKAT KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KETEPATAN PEMILIHAN OBAT INFLUENZA PADA MASYARAKAT KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI Oleh : FAJARIA DISON EVERY K 100 100 108 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

BAB I. Kesehatan merupakan hal yang penting di dalam kehidupan. Seseorang. yang merasa sakit akan melakukan upaya demi memperoleh kesehatannya

BAB I. Kesehatan merupakan hal yang penting di dalam kehidupan. Seseorang. yang merasa sakit akan melakukan upaya demi memperoleh kesehatannya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang penting di dalam kehidupan. Seseorang yang merasa sakit akan melakukan upaya demi memperoleh kesehatannya kembali. Pilihan untuk mengupayakan

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN ORANG TUA TERHADAP TINDAKAN SWAMEDIKASI SELESMA PADA ANAK DI KELURAHAN GROBOGAN PURWODADI SKRIPSI

HUBUNGAN PENGETAHUAN ORANG TUA TERHADAP TINDAKAN SWAMEDIKASI SELESMA PADA ANAK DI KELURAHAN GROBOGAN PURWODADI SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN ORANG TUA TERHADAP TINDAKAN SWAMEDIKASI SELESMA PADA ANAK DI KELURAHAN GROBOGAN PURWODADI SKRIPSI Oleh : MELLA MAHESWARI K 100 080 079 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

KAJIAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DEMAM TYPHOID DEWASA DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA TAHUN 2010 SKRIPSI

KAJIAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DEMAM TYPHOID DEWASA DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA TAHUN 2010 SKRIPSI KAJIAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DEMAM TYPHOID DEWASA DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA TAHUN 2010 SKRIPSI Oleh : HIDAYATUL FITRIYAH K 100 070 038 Oleh : HIDAYATUL

Lebih terperinci

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI Oleh : DWI KURNIYAWATI K 100 040 126 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apotek berasal dari bahasa Yunani apotheca, yang secara harfiah berarti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apotek berasal dari bahasa Yunani apotheca, yang secara harfiah berarti BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Apotek 2.1.1 Pengertian Apotek Apotek berasal dari bahasa Yunani apotheca, yang secara harfiah berarti penyimpanan. Dalam bahasa Belanda, apotek disebut apotheek, yang berarti

Lebih terperinci

Lampiran 1. Daftar Tilik Mutu Pelayanan Kefarmasian DAFTAR TILIK

Lampiran 1. Daftar Tilik Mutu Pelayanan Kefarmasian DAFTAR TILIK Lampiran 1. Daftar Tilik Mutu Pelayanan Kefarmasian DAFTAR TILIK Jumlah tenaga teknis kefarmasian dan kualifikasi : Jumlah Apoteker : Orang Jumlah tenaga teknis kefarmasian (TTK) : Orang Jumlah tenaga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Swamedikasi 1. Definisi Swamedikasi Pelayanan sendiri didefinisikan sebagai suatu sumber kesehatan masyarakat yang utama di dalam sistem pelayanan kesehatan. Termasuk di dalam

Lebih terperinci

SWAMEDIKASI PADA PENGUNJUNG APOTEK DI APOTEK MARGI SEHAT TULUNG KECAMATAN TULUNG KABUPATEN KLATEN

SWAMEDIKASI PADA PENGUNJUNG APOTEK DI APOTEK MARGI SEHAT TULUNG KECAMATAN TULUNG KABUPATEN KLATEN SWAMEDIKASI PADA PENGUNJUNG APOTEK DI APOTEK MARGI SEHAT TULUNG KECAMATAN TULUNG KABUPATEN KLATEN Trias Apriliani, Anita Agustina, Rahmi Nurhaini INTISARI Swamedikasi adalah mengobati segala keluhan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak dibawah lima tahun atau balita adalah anak berada pada rentang usia nol sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang sangat

Lebih terperinci

INTISARI. Ahmad Rajidin 1 ; Riza Alfian 2 ; Erna Prihandiwati 3

INTISARI. Ahmad Rajidin 1 ; Riza Alfian 2 ; Erna Prihandiwati 3 INTISARI PROFIL PENGGALIAN INFORMASI PASIEN DAN REKOMENDASI OBAT TERHADAP KASUS BATUK BERDAHAK OLEH TENAGA KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KOTA BANJARMASIN Ahmad Rajidin 1 ; Riza Alfian 2 ; Erna Prihandiwati

Lebih terperinci

BAB II A. TINJAUAN PUSTAKA. obat atau farmakoterapi. Tidak kalah penting, obat harus selalu digunakan secara

BAB II A. TINJAUAN PUSTAKA. obat atau farmakoterapi. Tidak kalah penting, obat harus selalu digunakan secara BAB II A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Obat Obat berperan sangat penting dalam pelayanan kesehatan. Penanganan dan pencegahan berbagai penyakit tidak dapat dilepaskan dari tindakan terapi dengan obat atau farmakoterapi.

Lebih terperinci

PERBEDAAN BIAYA PERAWATAN DIARE DENGAN PENANGANAN

PERBEDAAN BIAYA PERAWATAN DIARE DENGAN PENANGANAN KARYA TULIS ILMIAH PERBEDAAN BIAYA PERAWATAN DIARE DENGAN PENANGANAN RASIONAL DAN TIDAK RASIONAL PADA BALITA SEBELUM DIBAWA KE FASILITAS KESEHATAN Di Poli Anak RSUD Dr. Hardjono Ponorogo Oleh: RIZKA DWIRAHMA

Lebih terperinci

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA KAJIAN PERESEPAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1197/MENKES/SK/X/2004 PADA RESEP PASIEN RAWAT JALAN DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN

Lebih terperinci

Kata Kunci: Tingkat Pengetahuan, Asam Mefenamat, Pasien Poli Gigi

Kata Kunci: Tingkat Pengetahuan, Asam Mefenamat, Pasien Poli Gigi ABSTRAK GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN POLI GIGI TENTANG PENGGUNAAN TABLET ASAM MEFENAMAT 500 Mg DI PUSKESMAS ALALAK SELATAN BANJARMASIN Nurlailiani 1 ;Muhammad Arsyad 2 ;Maria Ulfah 3 Penyakit gigi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Flu merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus, terutama rhinovirus dan coronavirus, disertai terjadinya infeksi akut pada mukosa sistem pernapasan atas. Flu pada

Lebih terperinci

PADA ANAK YANG SKRIPSI

PADA ANAK YANG SKRIPSI EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANALGETIK PADA ANAK YANG MENDERITA DEMAM BERDARAH DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUKOHARJO PERIODE TAHUN 2009 SKRIPSI Oleh : HERMANINGRUM TRISNOWATI K 100 060

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya) (Notoatmodjo, 2010).

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN SWAMEDIKASI GASTRITIS (MAAG) PADA MAHASISWA NON FARMASI FMIPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET TUGAS AKHIR

GAMBARAN PENGETAHUAN SWAMEDIKASI GASTRITIS (MAAG) PADA MAHASISWA NON FARMASI FMIPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET TUGAS AKHIR GAMBARAN PENGETAHUAN SWAMEDIKASI GASTRITIS (MAAG) PADA MAHASISWA NON FARMASI FMIPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Ahli Madya D3 Farmasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Daenaa Kecamatan Limboto Barat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Daenaa Kecamatan Limboto Barat BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Daenaa Kecamatan Limboto Barat selama ± 2 minggu dari tanggal 12-25 Juni tahun 2013. Dengan jumlah sampel

Lebih terperinci

CERDAS MENGENALI PENYAKIT DAN OBAT

CERDAS MENGENALI PENYAKIT DAN OBAT CERDAS MENGENALI PENYAKIT DAN OBAT Oleh : dr. Euis Heryati, M.Kes Makalah Disampaikan pada Tanggal 1 Desember 2009 dalam Kegiatan Gebyar Healthy Life, Happy Life 2009 BUMI SILIWANGI HEALTH CARE CENTER

Lebih terperinci

Jurnal Kefarmasian Indonesia. Vol : 20-27

Jurnal Kefarmasian Indonesia. Vol : 20-27 20 Jurnal Kefarmasian Indonesia. Vol 2.1.2012 : 20-27 Kajian Peraturan...(Sudibyo Supardi, e t.al) sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara elektronik ataupun non elektronik.

Lebih terperinci

LEBIH DEKAT DENGAN OBAT

LEBIH DEKAT DENGAN OBAT BUKU PANDUAN LEBIH DEKAT DENGAN OBAT LAILATURRAHMI 0811012047 FAKULTAS FARMASI KKN-PPM UNAND 2011 Bab DAFTAR ISI Halaman I. Pengertian obat 2 II. Penggolongan obat 2 1. Obat bebas 2 2. Obat bebas terbatas

Lebih terperinci

Jangan Sembarangan Minum Antibiotik

Jangan Sembarangan Minum Antibiotik Jangan Sembarangan Minum Antibiotik Beragamnya penyakit infeksi membuat kebanyakan orang segera berobat ke dokter meski hanya penyakit ringan. Rasanya tidak puas jika dokter tidak memberi obat apapun dan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian Lampiran 1. Surat Izin Penelitian 1 Lampiran 2. Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian 2 3 Lampiran 3. Lembar Persetujuan Menjadi Responden LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN Kepada Yth. Ibu / Responden

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Pustaka. tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (Notoatmodjo,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Pustaka. tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (Notoatmodjo, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (Notoatmodjo,

Lebih terperinci