BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yaitu: perpajakan (tax policy) dan pengeluaran (expenditure policy). Dalam hal

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yaitu: perpajakan (tax policy) dan pengeluaran (expenditure policy). Dalam hal"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori Dalam perekonomian dan pembangunan ekonomi suatu negara, peranan pemerintah secara empiris tidak dapat dihindarkan. Peran pemerintah tersebut diwujudkan dalam kebijakan fiskal. Kebijakan ini memiliki dua instrumen pokok, yaitu: perpajakan (tax policy) dan pengeluaran (expenditure policy). Dalam hal pembangunan ekonomi rancangan kebijakan fiskal tidak hanya diarahkan untuk pengembangan aspek ekonomi seperti pendapatan perkapita, pertumbuhan ekonomi, pengurangan pengangguran dan stabilitas ekonomi tetapi juga peningkatan harkat sosial seperti pemerataan, pendidikan dan kesehatan Kebijakan Fiskal Kebijakan fiskal merupakan tindakan pemerintah untuk mempengaruhi jalannya perekonomian melalui pajak (tax) dan pengeluaran pemerintah (G) untuk mencapai tujuan makroekonomi, pajak dan pengeluaran pemerintah mempunyai dampak terhadap permintaan agregat dari barang dan jasa di dalam perekonomian. Tax atau pajak (T) dalam analisis ekonomi makro dipandang sebagai daya beli masyarakat berupa uang yang diserahkan kepada pemerintah, penyerahan uang tersebut tidak ada pemberian balas jasa secara langsung dari pemerintah. Pengeluaran pemerintah atau Government Expenditure (G) merupakan pengeluaran pemerintah dan atas pengeluaran tersebut pemerintah akan memperoleh hasil secara langsung,

2 misalnya pengeluaran pemerintah untuk membayar gaji pegawai negeri hasil yang diperoleh pemerintah berupa prestasi kerja dari pegawai negeri tersebut. Government Transfer (TR) merupakan pengeluaran pemerintah tetapi atas pengeluaran tersebut pemerintah tidak memperoleh hasil secara langsung pada tahun anggaran pengeluaran itu terjadi, misalnya pembayaran pensiun, beasiswa dan subsidi lainnya (Murni, 2006). Kebijakan fiskal dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Kebijakan fiskal aktif atau diskresioner (discretionary fiscal policy). 2. Kebijakan fiskal nondiskresioner (nondiscretionary fiscal policy). Kebijakan Fiskal Aktif atau Diskresioner (Discretionary Fiscal Policy) Kebijakan fiskal aktif atau diskresioner adalah kebijakan di mana pemerintah melakukan perubahan tingkat pajak atau program-program pengeluarannya, dapat bersifat ekspansif dan kontraktif. a. Kebijakan fiskal ekspansif (expansionary fiscal policy) adalah kebijakan yang dilakukan melalui peningkatan pengeluaran pemerintah (G dan/atau penurunan penerimaan pajak T) dengan tujuan untuk meningkatkan permintaan agregat dalam perekonomian selanjutnya akan mengurangi pengangguran yang ada, umumnya sangat baik digunakan jika keadaan ekonomi sedang resesi. Peningkatan Pengeluaran Pemerintah Belanja pemerintah (G) adalah salah satu komponen pengeluaran, maka pengeluaran pemerintah yang lebih tinggi mengakibatkan pengeluaran yang direncanakan yang lebih tinggi untuk pendapatan. Jika belanja pemerintah naik

3 sebesar ÄG maka kurva pengeluaran yang direncanakan bergeser ke atas sebesar ÄG seperti Gambar 2.1 di bawah ini: E Y = E E 2 =Y 2 B ÄG E = C + I +G 2 E = C + I +G 1 ÄY E 1 =Y 1 A Kenaikan dalam belanja pemerintah menggeser pengeluaran yang direncanakan ke atas E 1 =Y 1 E 2 =Y 2 Y r LM r 2 IS 2 r 1 IS 1 0 Y 1 Y 2 Y Gambar 2.1. Peningkatan Pengeluaran Pemerintah

4 Berdasarkan Gambar 2.1 di atas dapat dijelaskan bahwa kenaikan belanja pemerintah sebesar ÄG meningkatkan pengeluaran yang direncanakan sebesar jumlah itu untuk semua tingkat pendapatan. Ekuilibrium bergerak dari titik A ke titik B dan dapat meningkatkan pendapatan dari Y 1 ke Y 2. Kenaikan dalam pendapatan ÄY melebihi kenaikan belanja pemerintah ÄG jadi kebijakan fiskal memiliki dampak pengganda terhadap pendapatan. Kenaikkan belanja pemerintah menggeser kurva IS ke kanan. Pendapatan meningkat dari Y 1 ke Y 2 dan tingkat bunga naik dari r 1 ke r 2. Ketika pemerintah meningkatkan belanjanya atas barang dan jasa pengeluaran yang direncanakan akan naik. Kenaikan pengeluaran yang direncanakan akan mendorong produksi barang dan jasa yang menyebabkan pendapatan total Y meningkat karena peningkatan uang bergantung pada pendapatan, kenaikkan pendapatan total meningkatkan jumlah uang yang diminta pada setiap tingkat bunga. Akan tetapi jumlah uang beredar tidak berubah menunjukkan bahwa penawaran keseimbangan uang riil adalah tetap tidak tergantung pada tingkat bunga sehingga permintaan uang yang lebih tinggi menyebabkan tingkat bunga ekuilibrium r naik. Ketika tingkat bunga naik perusahaan mengurangi rencana investasinya. Penurunan investasi ini sebagian mengurangi dampak ekspansif dari kenaikan belanja pemerintah. Pergeseran horizontal kurva IS sama dengan kenaikan pendapatan ekuilibrium dalam perpotongan keynesian, jumlah ini lebih besar daripada kenaikan pendapatan ekuilibrium dalam model IS-LM. Perbedaan itu dijelaskan oleh desakan investasi (crowding out of invesment) yang diakibatkan oleh tingkat bunga yang lebih tinggi.

5 Pengurangan Penerimaan Pajak Pengurangan pajak sebesar ÄT secara langsung akan menaikkan disposible income (Y T) sebesar ÄT maka menaikkan konsumsi sebesar MPC x ÄT. Pada setiap tingkat pendapatan Y pengeluaran yang direncanakan sekarang akan lebih tinggi seperti Gambar 2.2 di bawah ini dapat dijelaskan bahwa pengurangan pajak sebesar ÄT meningkatkan pengeluaran yang direncanakan sebesar MPC x ÄT untuk setiap tingkat pendapatan ekuilibrium bergerak dari titik A ke titik B dan pendapatan meningkat dari Y 1 ke Y 2, kebijakan fiskal memiliki dampak pengganda terhadap pendapatan. Penurunan pajak menggeser kurva IS ke kanan. Ekuilibrium bergerak dari titik A ke titik B. Pendapatan meningkat dari Y 1 ke Y 2 dan tingkat bunga naik dari r 1 ke r 2. Karena tingkat bunga yang lebih tinggi daripada kenaikan pendapatan dalam model IS-LM lebih kecil daripada kenaikan pendapatan dalam perpotongan keynesian. b. Kebijakan fiskal kontraktif (contractionary fiscal policy) adalah kebijakan fiskal yang dilakukan melalui pengurangan pengeluaran pemerintah (G) dan/atau peningkatan penerimaan pajak (T) dengan tujuan menurunkan tingkat permintaan agregat di dalam perekonomian. Dengan demikian jika perekonomian dalam keadaan inflasi maka kebijakan fiskal yang kontraktif dapat diterapkan untuk menurunkan permintaan agregat (AD).

6 E Y = E E 2 =Y 2 B ÄT E = C 2 + I +G E = C 1 + I +G ÄY E 1 =Y 1 A Pemotongan pajak menggeser pengeluaran yang direncanakan ke atas E 1 =Y 1 E 2 =Y 2 Y r LM r 2 IS 2 r 1 IS 1 0 Y 1 Y 2 Y Gambar 2.2. Pengurangan Penerimaan Pajak

7 Pengurangan Pengeluaran Pemerintah Penurunan belanja pemerintah sebesar ÄG menurunkan pengeluaran yang direncanakan sebesar jumlah itu untuk semua tingkat pendapatan. Ekuilibrium bergerak dari titik A ke titik B dan dapat menurunkan pendapatan dari Y 1 ke Y 2. Penurunan belanja pemerintah menggeser kurva IS ke kiri. Pendapatan menurun dari Y 1 ke Y 2 dan tingkat bunga turun dari r 1 ke r 2. Ketika pemerintah menurunkan belanjanya atas barang dan jasa pengeluaran yang direncanakan akan turun. Penurunan pengeluaran yang direncanakan akan mengurangi produksi barang dan jasa yang menyebabkan pendapatan total Y menurun dan dapat menahan inflasi dapat dilihat pada Gambar 2.3 di bawah ini. Peningkatan Penerimaan Pajak Peningkatan pajak sebesar ÄT secara langsung akan menurunkan disposible income (Y T) sebesar ÄT maka menurunkan konsumsi sebesar MPC x ÄT. Pada setiap tingkat pendapatan Y pengeluaran yang direncanakan sekarang akan lebih rendah. Berdasarkan Gambar 2.4 di bawah ini dapat dijelaskan bahwa peningkatan pajak sebesar ÄT menurunkan pengeluaran yang direncanakan sebesar MPC x ÄT untuk setiap tingkat pendapatan ekuilibrium bergerak dari titik A ke titik B dan pendapatan menurun dari Y 1 ke Y 2, kebijakan fiskal memiliki dampak pengganda terhadap pendapatan. Peningkatan pajak menggeser kurva IS ke kiri. Ekuilibrium bergerak dari titik A ke titik B. Pendapatan menurun dari Y 1 ke Y 2 dan tingkat bunga turun dari r 1 ke r 2. Karena tingkat bunga yang lebih rendah daripada penurunan

8 pendapatan dalam model IS-LM lebih tinggi daripada penurunan pendapatan dalam perpotongan keynesian. E Y = E E 1 =Y 1 A ÄG E = C + I +G 1 E = C + I +G 2 ÄY E 2 =Y 2 B Penurunan dalam belanja pemerintah menggeser pengeluaran yang direncanakan ke bawah E 2 =Y 2 E 1 =Y 1 Y r LM r 1 IS 1 r 2 IS 2 0 Y 2 Y 1 Y Gambar 2.3. Pengurangan Pengeluaran Pemerintah

9 Angka Pengganda Pengeluaran Pemerintah Adanya pengeluaran pemerintah (G) dalam perekonomian tiga sektor akan memperbesar pengeluaran agregat. Sebelum ada G nilai AD merupakan nilai C + I, tetapi setelah ada G nilai AD berubah menjadi C + I + G. Pertambahan G dalam perekonomian dapat menaikkan output atau pendapatan nasional (Y). Kenaikan Y sebagai akibat dari kenaikan G dapat ditentukan melalui teori multiplier government expenditure, kenaikan G akan mempengaruhi kenaikan pendapatan nasional secara berlipat ganda. Angka pengganda pengeluaran pemerintah dapat diturunkan dengan persamaan sebagai berikut: C I G I C G MPC G MPC G (1 MPC) G 1 G 1 MPC 1 G 1 MPC Exogenous jika kecenderungan mengkonsumsi marginal adalah 0,6 penggandanya adalah: 1 G 1 MPC 1 G 1 0,6 1 G 0,4 2,5 G

10 Artinya, kenaikan sebesar $1 dalam belanja pemerintah meningkatkan pendapatan ekuilibrium sebesar $2,50. E Y = E E 1 =Y 1 A ÄT E = C 1 + I +G E = C 2 + I +G ÄY E 2 =Y 2 B Peningkatan pajak menggeser pengeluaran yang direncanakan ke bawah E 2 =Y 2 E 1 =Y 2 Y r LM r 1 IS 1 r 2 IS 2 0 Y 2 Y 1 Y Gambar 2.4. Peningkatan Penerimaan Pajak

11 Angka Pengganda Pajak C Angka pengganda pajak dapat diturunkan dengan persamaan sebagai berikut: C I G I dan ÄG adalah exogenous MPC( T ) MPC MPC T MPC MPC T (1 MPC) MPC T T MPC 1 MPC Persamaan ini adalah pengganda pajak (tax multiplier) jumlah perubahan pendapatan yang disebabkan oleh perubahan sebesar $1 dalam pajak. Tanda negatif mengindikasikan pendapatan yang bergerak ke arah berlawanan dari pajak sebagai contoh jika kecenderungan mengkonsumsi marginal adalah 0,6 maka pengganda pajak adalah: MPC T 1 MPC 0,6 T 1 0,6 1,5 T Artinya pemotongan pajak sebesar $1 meningkatkan pendapatan ekuilibrium sebesar $1,50. Kebijakan Fiskal Nondiskresioner (Nondiscretionary Fiscal Policy) Kebijakan fiskal nondiskresioner atau penstabil otomatis adalah segala sesuatu yang cenderung meningkatkan defisit pemerintah (atau menurunkan surplus

12 pemerintah) selama periode resesi dan cenderung meningkatkan surplus pemerintah (atau menurunkan defisit pemerintah) selama periode inflasi tanpa harus ada tindakan eksplisit oleh para pembuat kebijakan (Nanga, 2005). Dilihat dari komposisi anggaran kebijakan fiskal dapat dibedakan menjadi: a. Kebijakan anggaran surplus adalah jika penerimaan pajak lebih besar daripada pengeluaran pemerintah (T > G). b. Kebijakan anggaran berimbang adalah jika penerimaan pajak sama dengan pengeluaran pemerintah (T = G). c. Kebijakan anggaran defisit adalah jika penerimaan pajak lebih kecil daripada pengeluaran pemerintah (T < G). T,G T = f(y) T > G Surplus G 0 T < G Defisit T = G Berimbang G = G 0 Gambar 2.5. Posisi Anggaran Y Berdasarkan Gambar 2.5 di atas dapat dijelaskan bahwa dalam analisis ini diasumsikan bahwa pengeluaran pemerintah (G) sebagai peubah eksogen dalam arti nilainya ditentukan oleh faktor lain di luar model. Hal ini berarti bahwa pengeluaran

13 pemerintah konstan sampai ada tindakan pemerintah untuk mengubahnya oleh sebab itu kurva G merupakan garis sejajar dengan garis horizontal. Sedangkan pajak (T) merupakan fungsi dari pendapatan artinya besar kecilnya pajak tergantung dengan pendapatan. Dalam masa kemunduran ekonomi misalnya pendapatan pajak berkurang, tetapi untuk mengatasi pengangguran itu pemerintah perlu melakukan lebih banyak program-program pembangunan maka pengeluaran pemerintah perlu ditambah sehingga G > T artinya defisit anggaran sehingga tabungan nasional turun. Sebaliknya pada waktu inflasi tingkat kemakmuran tinggi mengalami surplus anggaran di mana T > G pemerintah berusaha untuk mengurangi pengeluarannya untuk mengurangi inflasi tetapi pemerintah harus lebih berhati-hati dalam pembelanjaannya, harus dijaga agar pengeluaran pemerintah tidak memperburuk keadaan inflasi yang berlaku sehingga tabungan nasional meningkat Teori Siklus Bisnis (Business Cycle Theory) Siklus bisnis adalah suatu pola konjuntur yang berfluktuasi dari ekspansi (pemulihan) dan kontraksi (resesi) dalam aktivitas perekonomian di sekitar jalur dari trend pertumbuhan. Pada Gambar 2.6 di bawah ini terdapat empat tahapan dalam siklus perekonomian: Tahap pertama adalah Expansion, suatu kondisi pemulihan ekonomi (recovery), pertumbuhan ekonomi terlihat mulai bergerak naik yang ditandai dengan adanya gerakan peningkatan produk nasional, kesempatan kerja mulai meningkat, upah cenderung mengalami kenaikan dan keuntungan perusahaan mengalami peningkatan, kegiatan ekonomi disebut ekspansi bila terjadi kenaikan

14 selama minimal dua triwulan berturut-turut. Tahap kedua adalah Peak, titik puncak kegiatan ekonomi tercapai setelah mengalami ekspansi pada saat ini kondisi upah dan kesempatan kerja berada dalam kondisi yang ideal bagi suatu negara. Kondisi peak ini terjadi selamanya tapi akan terjadi penurunan kembali, pertumbuhan ekonomi naik dan mencapai titik puncak melebihi puncak biasanya terjadi. Tahap ketiga adalah Recession, ketika perekonomian mengalami resesi pendapatan akan turun sehingga kemampuan seseorang untuk membayar pajak berkurang. Laba juga turun sehingga perusahaan membayar lebih sedikit pajak pendapatan, semakin banyak orang yang menjadi tergantung pada bantuan pemerintah seperti asuransi kesejahteraan dan pengangguran, sehingga pengeluaran pemerintah naik. Tahap keempat adalah Trought, penurunan kegiatan perekonomian tidak akan berlangsung terus tapi akan terhenti pada titik terendah (trought). Pada saat ini pertumbuhan ekonomi berada pada titik terendah kesempatan kerja sangat rendah dan tingkat upah berada di bawah subsistem. Bila kegiatan perekonomian menurun secara tajam dan mencapai titik terendah melebihi titik terendah yang biasa terjadi perekonomian dikatakan mengalami Depression.

15 Output Output Potensial A C E Output Riil F D 0 B Gambar 2.6. Tahapan Siklus Bisnis Waktu Keterangan Gambar 2.6 di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: Titik A merupakan perkembangan ekonomi berada pada titik puncak (peak) pada siklus boom aktivitas perekonomian relatif tinggi daripada trend, antara titik A dan titik B perekonomian mengalami penurunan (recession), pada masa resesi pengangguran meningkat dan output yang dihasilkan di bawah yang seharusnya dapat dicapai dengan sumber daya dan teknologi yang ada maka untuk mengurangi pengangguran, pemerintah melakukan kebijakan fiskal yang ekspansif dengan cara meningkatkan pengeluaran pemerintah (G) dan menurunkan penerimaan pajak sehingga investasi naik maka pengangguran berkurang seperti Gambar 2.7 di bawah ini:

16 AE 45 0 AE f AE Jurang deflasi 0 Y Y f Y Gambar 2.7. Kebijakan Fiskal Ekspansif Berdasarkan Gambar 2.7 di atas bahwa keseimbangan perekonomian negara mengalami pengangguran karena pengeluaran agregat (AE) aktual berada di bawah pengeluaran agregat yang diperlukan untuk mencapai tingkat konsumsi tenaga kerja penuh (AE f ). Pendapatan nasional adalah Y yaitu nilainya di bawah pendapatan nasional yang potensial (Y f ). Perbedaan antara AE f dan AE adalah jurang deflasi yaitu jumlah kekurangan perbelanjaan agregat yang diperlukan untuk mencapai konsumsi tenaga kerja penuh. Titik B merupakan perkembangan ekonomi mengalami titik terendah (trought). Antara titik B dan titik C perekonomian mengalami kenaikan (expansion) penggunaan faktor produksi meningkat. Output dapat meningkat di atas trend karena orang-orang bekerja lembur dan mesin-mesin digunakan lebih lama.

17 AE 45 0 AE AE f Jurang inflasi 0 Y f Y Y Gambar 2.8. Kebijakan Fiskal Kontraksi Berdasarkan Gambar 2.8 di atas dapat dijelaskan bahwa tingkat kegiatan ekonomi yang melebihi tingkat konsumsi tenaga kerja penuh dan berlaku inflasi. Pengeluaran agregat aktual melebihi kemampuan perekonomian untuk memproduksi barang dan jasa. Kelebihan permintaan tersebut akan menimbulkan kenaikan hargaharga. Pengeluaran agregat aktual (Y) lebih besar dari pengeluaran agregat potensial (Y f ) hanya mungkin terjadi apabila harga-harga telah mengalami kenaikan yang menyebabkan sejumlah barang tertentu sekarang mempunyai nilai yang lebih tinggi daripada sewaktu kenaikan harga-harga belum berlaku. Perbedaan antara AE dan AE f adalah jurang inflasi yaitu kelebihan dalam pengeluaran agregat di atas pengeluaran agregat pada konsumsi tenaga kerja penuh yang menimbulkan kekurangan barang dan seterusnya kenaikan harga-harga, maka pemerintah melakukan kebijakan fiskal kontraktif dengan cara menurunkan pengeluaran pemerintah (G) dan meningkatkan pajak (T) sehingga inflasi berkurang.

18 Titik C merupakan perkembangan ekonomi mencapai puncak kembali. Antara titik C dan titik D perekonomian mengalami resesi. Titik D merupakan perkembangan ekonomi berada di titik terendah (trought). Antara titik D dan titik E perekonomian mengalami peningkatan (recovery) atau ekspansi. Titik E perekonomian mengalami boom. Antara titik E dan titik F perekonomian mengalami penurunan resesi. Titik F perkembangan ekonomi mengalami depresi (depression). Gelombang antara satu puncak dan puncak berikutnya atau satu titik terendah dengan titik terendah berikutnya disebut periode satu siklus, misalnya gerakan dari periode satu sampai dengan periode tiga merupakan periode satu siklus untuk titik puncak. Gerakan dari periode dua sampai periode empat merupakan periode satu siklus untuk titik terendah. Setiap siklus memiliki 2 jenis titik balik (turning points) yaitu titik puncak (peak) dan titik lembah (trough). Kedua titik balik ini menandakan sinyal apabila dari arah pergerakan siklikal suatu indikator berubah dari periode ekspansi ke periode kontraksi atau jika terjadi sebaliknya. Kedua titik balik ini hanya dapat ditentukan menggunakan data time series yang merupakan deviasi dari trend-nya, Dapat disimpulkan bahwa tahapan ini akan datang silih berganti sepanjang waktu dalam perekonomian suatu negara. Hal yang dapat dilakukan dalam siklus bisnis adalah mengelolah siklus agar dampak negatifnya dapat ditekan seminimal mungkin dalam arti selalu berupaya untuk memperkecil kepincangan (gap) antara output potensial dan output riil, sehingga gelombang naik-turun siklus ekonomi semakin kecil. Sementara kecenderungan (trend) perkembangan ekonomi jangka panjang terus

19 diupayakan meningkat, secara teoritis dapat dicapai dengan mengkombinasikan kebijakan jangka pendek dan jangka panjang. Kebijakan yang digunakan adalah kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Pada jangka pendek kebijakan fiskal dan moneter bertujuan untuk meningkatkan stimulus permintaan, misalnya kebijakan tingkat bunga. Sedangkan untuk jangka panjang diarahkan kepada stimulus penawaran misalnya kebijakan pemberian kredit jangka panjang dan kebijakan bidang pendidikan. Durasi siklus dan faktor yang mempengaruhinya telah lama menjadi pengamatan para ahli ekonomi, mereka menemukan beberapa variasi siklus sebagai berikut: a. Siklus jangka pendek (Kitchin cycle). Durasi siklus jangka pendek sekitar 40 bulan (antara 3 s/d 4 tahun), faktor yang diduga mempengaruhi siklus jangka pendek adalah pengaruh alamiah (nature) dan adat istiadat. Pengaruh faktor alam contohnya pengaruh musim, iklim dan cuaca yang terdapat di setiap Negara. Pengaruh adat istiadat contohnya perubahan kegiatan produksi menjelang tahun baru atau menjelang hari raya keagamaan. b. Siklus jangka menengah (Juglar cycle). Durasi siklus jangka menengah adalah berkisar 7 s/d 11 tahun, siklus ini diakibatkan oleh faktor eksternal yaitu siklus matahari yang berdaur ulang 11 tahun sekali. Siklus matahari ini akan mempengaruhi iklim dan cuaca di setiap negara sehingga mempengaruhi output nasional.

20 c. Siklus jangka panjang (Kondratief cycle). Durasi siklusnya berkisar antara tahun, faktor yang mempengaruhi siklus jangka panjang adalah invention and innovation yaitu adanya ciptaan dan penemuan baru dalam kegiatan ekonomi contohnya adanya penemuan dan perkembangan teknologi (Murni, 2006). Teori Business Cycle dikemukakan untuk mencari sumber penyebab terjadinya siklus. Teori yang menyebutkan bahwa guncangan eksogen merupakan penyebab terjadinya fluktuasi disebut sebagai teori business cycle eksogen. Teori business cycle eksogen terdiri dari teori siklus bisnis riil (real business cycle), ilmu ekonomi Keynesian baru (New Keynesian Economics) dan moneter. 1. Teori Siklus Bisnis Riil (Real Business Cycle) Teori real business cycle mengasumsikan bahwa harga adalah fleksibel bahkan pada jangka pendek. Dengan asumsi complete price flexibility, teori ini menganut classical dichotomy di mana variabel-variabel nominal seperti pergerakan uang dan tingkat harga tidak mempengaruhi pergerakan variabel di sektor riil seperti output dan kesempatan kerja (Mankiw, 2007). Untuk menjelaskan pergerakan sektor riil termasuk investasi, teori ini menyatakan pergerakan tersebut disebabkan oleh faktor alami di sektor itu sendiri seperti terjadinya technological shock yang membuat produktivitas meningkat sehingga output dari perekonomian juga meningkat. Dengan kata lain semua fluktuasi di sektor riil seperti pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran, tingkat konsumsi dan investasi merupakan hasil reaksi dari individuindividu terhadap perubahan dalam perekonomian. Dengan mengasumsikan bahwa

21 uang adalah netral dalam ekonomi, teori ini mendapat kritik karena data menunjukkan bahwa penurunan money supply selalu disertai dengan perubahan sektor riil seperti tingginya pengangguran dan rendahnya output. Penganut teori ini memberikan argumentasi bahwa perubahan dalam perekonomian seperti tingginya output akibat faktor alami akan mempengaruhi permintaan akan uang. Meningkatnya permintaan akan uang ini akan direspon oleh bank sentral dengan menambah money supply (Mankiw, 2007). Perubahan dalam perekonomian karena faktor-faktor alami ini akan menyebabkan terjadinya siklus dalam pergerakan variabel-variabel di sektor riil. Siklus ini dipercaya terjadi dalam setiap variabel di sektor riil dan dapat dilihat dengan menghilangkan faktor-faktor musiman, trend dan irregular dari data. 2. Ilmu Ekonomi Keynesian Baru (New Keynesian Economics) Sebaliknya ilmu ekonomi Keynesian baru didasarkan pada premis bahwa market-clearing, model teori siklus bisnis riil tidak dapat menjelaskan fluktuasi ekonomi jangka pendek. Keynes menekankan bahwa permintaan agregat adalah determinan primer pendapatan nasional dalam jangka pendek. Menurut logika output perekonomian dapat berfluktuasi baik karena tingkat output alami (natural rate of output) berfluktuasi atau karena output perekonomian menyimpang dari tingkat alamiahnya. Teori New Keynesian menekankan pentingnya ketidakstabilan permintaan agregat sebagai penyebab terjadinya fluktuasi ekonomi makro. Teori ini sama dengan teori business cycle moneter, menyatakan bahwa guncangan permintaan

22 uang penting terhadap fluktuasi ekonomi. Namun guncangan moneter bukan merupakan satu-satunya penyebab fluktuasi seperti pendapat business cycle moneter. 3. Teori Business Cycle Moneter Teori business cycle moneter menekankan arti pentingnya guncangan permintaan, khususnya uang terhadap fluktuasi ekonomi tetapi hanya dalam jangka pendek. Dalam business cycle moneter dan Keynesian uang mempengaruhi output, sebaliknya teori RBC menyatakan bahwa output mempengaruhi uang Variabel Kebijakan Fiskal Kebijakan fiskal memiliki instrumen pokok seperti pengeluaran pemerintah (G) dan pajak (T) yang dapat diubah-ubah oleh pemerintah dengan tujuan untuk mempengaruhi permintaan agregat dalam perekonomian. a. Pengeluaran Pemerintah (G) Pengeluaran pemerintah adalah pembelian pemerintah atau belanja pemerintah terhadap barang dan jasa (Mankiw, 2007). Teori mengenai pengeluaran pemerintah dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu teori mikro dan teori makro (Basri, 2005). 1) Teori Mikro Tujuan teori mikro mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang menimbulkan permintaan akan barang publik dan faktor-faktor yang mempengaruhi penyediaan barang publik tersebut. Interaksi antara permintaan dan penawaran barang publik untuk menentukan jumlah barang

23 publik yang harus disediakan melalui anggaran belanja. Jumlah barang publik yang akan disediakan selanjutnya akan menimbulkan permintaan akan barang lain. Perkembangan pengeluaran pemerintah dijelaskan dengan beberapa faktor: a. Perubahan permintaan akan barang publik. b. Perubahan aktivitas pemerintah dalam menghasilkan barang publik dan juga perubahan dari kombinasi yang digunakan dalam proses produksi. c. Perubahan kualitas barang publik. d. Perubahan harga-harga faktor-faktor produksi. 2) Teori Makro a. Model Pembangunan tentang Pembangunan Pemerintah Model ini dikembangkan oleh W.W Rostow dan RA Musgrave yang menghubungkan pengeluaran pemerintah dengan tahapan-tahapan ekonomi. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, menurut mereka pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap pendapatan nasional cukup besar. Hal ini dikarenakan pada tahap ini pemerintah harus menyediakan berbagai sarana dan prasarana seperti pendidikan, kesehatan, prasarana transportasi. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi pemerintah tetap diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mencapai tahap lepas landas. Bersamaan dengan itu porsi investasi yang dilakukan swasta juga akan meningkat. Tetapi besarnya peranan pemerintah adalah pada tahap ini tidak seimbang dengan adanya banyak kegagalan pasar yang ditimbulkan oleh perkembangan pasar itu sendiri yaitu kasus eksternalitas yang ditimbulkan misalnya pencemaran

24 lingkungan. Dalam suatu proses pembangunan, menurut Musgrave rasio investasi total terhadap pendapatan nasional semakin besar tetapi rasio antara investasi pemerintah dan pendapatan nasional akan semakin kecil. Sementara itu Rostow berpendapat pada tahap lanjut pembangunan terjadi peralihan aktivitas pemerintah dari penyediaan prasarana ekonomi ke pengeluaranpengeluaran untuk layanan sosial seperti kesehatan dan pendidikan. Teori Rostow dan Musgrave merupakan pandangan yang timbul dari pengamatan atau pengalaman pembangunan ekonomi yang dialami oleh banyak negara, tetapi tidak didasari oleh suatu teori tertentu. Selain tidak jelas, apakah tahap pertumbuhan ekonomi terjadi dalam tahap demi tahap atau beberapa tahap dapat terjadi secara simultan. b. Hukum Wagner Pengamatan Adolf Wagner terhadap negara-negara Eropa Amerika dan Jepang pada abad ke-19 menunjukkan bahwa aktivitas pemerintah dalam perekonomian semakin meningkat. Wagner mengukur perbandingan pengeluaran pemerintah terhadap produk nasional. Wagner menamakan hukum aktivitas pemerintah yang selalu meningkat (the Law of increasing state of activity). Wagner mengemukakan pendapatnya dalam bentuk hukum akan tetapi dalam pandangannya tidak disebutkan dengan jelas apa yang dimaksud dengan pertumbuhan pengeluaran pemerintah dan GNP, apakah dalam pengertian pertumbuhan secara relatif ataukah secara absolut. Apabila yang dimaksud oleh Wagner adalah perkembangan pengeluaran secara relatif sebagaimana teori Musgrave maka hukum

25 Wagner adalah sebagai berikut dalam suatu perekonomian, apabila pendapatan perkapita meningkat secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat. Wagner menyadari bahwa dengan bertumbuhnya perekonomian hubungan antara industri dengan industri, hubungan industri dan masyarakat dan sebagainya akan semakin kompleks. Dalam hal ini Wagner menerangkan mengapa peranan pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat, hukum, pendidikan, rekreasi, kebudayaan dan sebagainya. Kelemahan hukum Wagner adalah karena hukum tersebut tidak didasarkan pada suatu teori mengenai pemilihan barangbarang publik. Hukum Wagner dapat diformulasikan sebagai berikut (Basri, 2005): P PP k PPK 1 1 P PP k 2... PPK 2 P PP k PPK n n Di mana: P k PP PPK : Pengeluaran pemerintah perkapita : Pendapatan perkapita (GDP/jumlah penduduk) 1,2, : Jangka waktu (tahun) Hukum Wagner dapat dijelaskan pada Gambar 2.9 di bawah ini di mana kenaikan pengeluaran pemerintah mempunyai bentuk eksponensial yang ditunjukkan oleh kurva 1 dan bukan seperti yang ditunjukkan oleh kurva 2.

26 P k PP PPK Kurva 1 Kurva waktu Gambar 2.9. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Menurut Wagner c. Teori Peacock dan Wiseman Peacock dan Wiseman adalah dua ahli yang mengemukakan teori perkembangan pengeluaran pemerintah yang terbaik. Pandangan mereka mengenai pengeluaran pemerintah adalah bahwa pemerintah senantiasa berusaha untuk memperbesar pengeluarannya sedangkan masyarakat tidak suka membayar pajak yang lebih besar untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang semakin besar tersebut. Menurut Peacock dan Wiseman, perkembangan ekonomi menyebabkan pemungutan pajak akan semakin meningkat meskipun tarif pajak tetap (tidak berubah). Meningkatnya penerimaan pajak mengakibatkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat. Jadi dalam keadaan normal, kenaikan pendapatan nasional akan menaikkan pula penerimaan dan pengeluaran pemerintah (Basri, 2005).

27 Apabila keadaan normal tersebut terganggu, katakanlah karena perang atau eksternalitas lain maka pemerintah harus memperbesar pengeluarannya untuk mengatasi gangguan tersebut. Konsekuensinya timbul tuntutan untuk memperoleh penerimaan pajak yang lebih besar dan pemerintah menaikkan penerimaannya tersebut dengan cara menaikkan tarif pajak sehingga dana swasta untuk investasi dan konsumsi menjadi berkurang. Efek ini disebut efek pengalihan (displacement effect) yaitu adanya gangguan sosial dalam perekonomian menyebabkan aktivitas swasta dialihkan pada aktivitas pemerintah. Jika pada saat terjadinya gangguan sosial dalam perekonomian timbul efek penggantian maka sesudah gangguan berakhir akan timbul efek lain yang disebut efek inspeksi (inspection effect) yang menyatakan gangguan sosial menumbuhkan kesadaran masyarakat akan adanya hal-hal yang perlu ditangani oleh pemerintah sesudah redanya gangguan sosial tersebut. Kesadaran semacam inilah menggugah kesadaran masyarakat untuk membayar pajak lebih besar, sehingga memungkinkan pemerintah untuk memperoleh penerimaan yang lebih besar pula. Berdasarkan Gambar 2.10 di bawah ini dapat dijelaskan bahwa dalam keadaan normal dari tahun t ke t + 1, pengeluaran pemerintah dalam persentase terhadap GDP naik sebagaimana ditunjukkan oleh garis AG. Apabila pada tahun t terjadi perang maka pengeluaran pemerintah naik sebesar AC dan kemudian naik ditunjukkan pada garis CD. Setelah perang selesai (pada tahun t + 1) pengeluaran pemerintah tidak turun ke G yaitu tingkat perkembangan pengeluaran pemerintah apabila tidak terjadi perang. Hal ini disebabkan karena setelah perang pemerintah memerlukan tambahan

28 dana untuk mengembalikan pinjaman pemerintah yang digunakan dalam pembiayaan perang, kenaikan tarif pajak dimaklumi masyarakat sehingga tingkat toleransi pajak naik dan pemerintah dapat memungut pajak yang lebih besar tanpa menimbulkan gangguan dalam masyarakat. Pengeluaran Pemerintah/GDP C D F A G Pengeluaran Pemerintah B Pengeluaran Swasta 0 t t + 1 Tahun Gambar Teori Peacock dan Wiseman b. Pajak (T) Pajak adalah pembayaran iuran oleh rakyat kepada pemerintah berdasarkan Undang-undang yang dapat dipaksakan dengan tiada mendapat jasa timbal balik (kontra prestasi) langsung dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Basri, 2005). Dasar hukum pemungutan pajak di Indonesia setelah amandemen undang-

29 undang dasar 1945 (Abimanyu, 2009) adalah: Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Pasal 23 A dan Undang-Undang tentang Perpajakan yaitu: 1) Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan berlaku efektif sejak tahun 1 Januari ) Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh). 3) Undang-Undang No. 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa (PPn), Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM). 4) Undang-Undang No. 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan atas Hak Tanah dan Bangunan. 5) Undang-Undang No. 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan. Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumberdaya dari sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa. Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat. Perubahan pada tingkat pajak akan mempengaruhi jumlah pendapatan yang diterima oleh masyarakat. Adanya kebijakan peningkatan pajak akan mengurangi penerimaan pendapatan yang akan dialokasikan untuk pengeluaran konsumsi. Variabel penerimaan pajak total pemerintah di Indonesia terdiri dari beberapa bagian antara lain: Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Perdagangan Internasional (bea masuk dan pajak

30 ekspor), Cukai, serta penerimaan pajak lain-lain. Pajak-pajak tersebut dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak. Fungsi Pajak Pada hakikatnya fungsi pajak dapat dibedakan menjadi dua (Basri, 2005) yaitu: 1. Fungsi Budgetair Fungsi pajak yang paling utama adalah untuk mengisi kas negara. Fungsi ini disebut dengan fungsi budgetair atau fungsi penerimaan. Oleh karena itu, suatu pemungutan pajak yang baik sudah seharusnya memenuhi asas revenue productivity. Oleh karena itu pulalah, dalam menentukan kebijakan pajak, berlaku second best theory. Jika suatu pajak sulit untuk dipungut padahal potensinya sangat signifikan maka mungkin saja pemerintah lebih mengedepankan asas simplicity/ease of administration daripada asas equality misalnya dengan menerapkan schedular taxation. 2. Fungsi Regulatory Dalam kenyataannya pajak bukan hanya berfungsi untuk mengisi kas negara. Pajak juga digunakan oleh pemerintah sebagai instrumen untuk mencapai tujuantujuan tertentu yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Pajak seperti bea masuk, digunakan untuk mendorong atau melindungi/memproteksi produksi dalam negeri, khususnya untuk melindungi industri yang baru berdiri (infant industry) dan atau industri-industri yang dinilai strategis oleh pemerintah. Selain itu, pajak juga dapat digunakan justru untuk menghambat atau mendistorsi suatu kegiatan perdagangan.

31 Misalnya, pada saat terjadi kelangkaan minyak goreng pemerintah mengenakan pajak ekspor yang tinggi guna membatasi atau mengurangi ekspor kelapa sawit. Pemerintah juga mengenakan excise (cukai) terhadap barang dan jasa tertentu yang mempunyai eksternalitas negatif dengan tujuan mengurangi atau membatasi produksi dan konsumsi barang dan jasa. Prinsip Pengenaan Pajak a. Prinsip Certainty Prinsip ini menyatakan bahwa harus ada kepastian, baik bagi petugas pajak maupun semua wajib pajak dan seluruh masyarakat. Prinsip kepastian antara lain mencakup kepastian mengenai siapa-siapa yang harus dikenakan pajak, apa-apa saja yang dijadikan sebagai objek pajak, serta besarnya jumlah pajak yang harus dibayar dan bagaimana jumlah pajak yang terutang itu harus dibayar. b. Prinsip Convenience Prinsip convenience (kemudahan/kenyamanan) menyatakan bahwa saat pembayaran pajak hendaklah dimungkinkan pada saat yang menyenangkan / memudahkan wajib pajak, misalnya pada saat menerima gaji atau penghasilan lain seperti saat menerima bunga deposito. Prinsip convenience bisa juga dilakukan dengan cara membayar terlebih dahulu pajak yang terutang selama satu tahun pajak secara berangsur-angsur setiap bulan. Dengan demikian, pada akhir tahun pajak wajib pajak tidak terlalu berat dalam membayar pajaknya dibandingkan dengan jika pajak yang terutang selama satu tahun pajak tersebut dibayar sekaligus pada akhir tahun.

32 c. Prinsip Efficiency Prinsip efisiensi dapat dilihat dari dua sisi yaitu dari sisi fiskus pemungutan pajak dikatakan efisien jika biaya pemungutan pajak yang dilakukan oleh kantor pajak antara lain dalam rangka pengawasan kewajiban pajak lebih kecil daripada jumlah pajak yang berhasil dikumpulkan. Dari sisi wajib pajak, sistem pemungutan pajak dikatakan efisien jika biaya yang harus dikeluarkan oleh wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya bisa seminimal mungkin. d. Prinsip Simplicity Peraturan yang sederhana pada umumnya akan lebih pasti, jelas dan mudah dimengerti oleh wajib pajak. Oleh karena itu, dalam menyusun suatu Undang-Undang Perpajakan harus diperhatikan juga asas kesederhanaan (Basri, 2005). Pajak Progresif dan Pajak Proporsional Sistem pajak progresif biasanya digunakan dalam memungut pajak pendapatan individu, pada pendapatan yang sangat rendah pendapatan seseorang tidak perlu membayar pajak. Akan tetapi semakin tinggi pendapatan semakin besar pajak yang dikenakan ke atas tambahan pendapatan yang diperoleh. Sistem pajak proporsional biasanya digunakan untuk memungut pajak ke atas keuntungan perusahaan-perusahaan korporat yaitu pajak yang harus dibayar adalah proporsional dengan keuntungan yang diperoleh, ini berarti suatu persentasi dari keuntungan (misalnya 30 persen) selalu merupakan pajak yang akan dibayar kepada pemerintah. Kedua sistem pajak tersebut cenderung untuk mengurangi fluktuasi kegiatan perekonomian dari satu periode ke periode lainnya. Ketika ekonomi mengalami

33 masalah resesi, pajak yang dipungut dari individu dan perusahaan akan mengalami penurunan. Sebagai akibatnya pendapatan disposible akan menurun pada tingkat yang lebih lambat dari penurunan dalam pendapatan nasional. Perubahan seperti ini memperlambat penurunan dalam pengeluaran konsumsi rumah tangga dan pengeluaran agregat dalam perekonomian suatu keadaan yang mengurangi seriusnya keadaan resesi yang berlaku. Sebaliknya ketika kegiatan ekonomi berkembang kesempatan kerja meningkat dan kemakmuran berlaku, pendapatan disposible tidak akan berkembang secepat kenaikan pendapatan nasional dan pendapatan individu. Keadaan itu akan berlaku karena pajak akan mengalami pertambahan yang lebih cepat dan mengurangi kelajuan pertambahan pendapatan disposible. Keadaan ini menyebabkan konsumsi rumah tangga tidak akan berkembang secepat seperti pertambahan pendapatan dan memperlambat ekspansi pengeluaran agregat secara grafik dapat dijelaskan pada Gambar 2.11 di bawah ini:

34 AE Y=E AE 2 (T) E 0 C ÄAE A AE 0 (T) AE 1 (T) AE 2 D ÄAE AE 0 B AE Y Y b Y d Y 0 Y c Y a Gambar Sistem Pajak dan Kestabilan Ekonomi Berdasarkan Gambar 2.11 di atas dapat dijelaskan bahwa pada mulanya permintaan agregat dalam perekonomian dengan menggunakan pajak tetap adalah AE 0 (T) dan yang bersistem pajak proporsional ditunjukkan oleh fungsi AE 0. Kedua kurva perbelanjaan agregat memotong garis 45 0 di titik E 0. Berarti di kedua perekonomian pada mulanya pendapatan nasional adalah Y 0, kenaikan/penurunan perbelanjaan agregat sebanyak ÄAE akan menyebabkan dalam sistem pajak tetap pendapatan nasional akan merosot menjadi Y b apabila berlaku pengurangan perbelanjaan agregat dan meningkat menjadi Y a apabila perbelanjaan agregat bertambah. Dalam sistem pajak proporsional pendapatan nasional hanya merosot

35 menjadi Y d apabila berlaku pengurangan perbelanjaan agregat dan juga peningkatan yang relatif sedikit yaitu menjadi Y c apabila perbelanjaan agregat meningkat. Dari perubahan yang diterangkan di atas dapat disimpulkan bahwa fluktuasi kegiatan ekonomi dan pendapatan nasional akan menjadi semakin kecil dalam sistem pajak proporsional (Sukirno, 2000) Kebijakan Moneter Kebijakan moneter merupakan kebijakan bank sentral atau otoritas moneter dalam bentuk pengendalian besaran moneter dan atau tingkat bunga untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan. Pengendalian itu berupa terjaganya stabilitas ekonomi makro yaitu adanya stabilitas harga (rendahnya laju inflasi), membaiknya perkembangan output riil (pertumbuhan ekonomi), serta terbukanya kesempatan kerja yang besar. Kebijakan moneter yang dikenal terdapat dua macam yaitu kebijakan moneter kontraktif dan kebijakan moneter ekspansif. Kebijakan ekspansif dilakukan untuk mendorong kegiatan ekonomi, antara lain dengan menurunkan tingkat bunga. Sedangkan kebijakan kontraktif dilakukan untuk memperlambat kegiatan ekonomi dengan meningkatkan tingkat bunga (Warjiyo, 2004) Teori Tingkat Bunga Para ekonom membedakan antara tingkat bunga nominal dan tingkat bunga riil. Perbedaan ini adalah relevan ketika seluruh tingkat harga berubah. Tingkat bunga nominal (nominal interest rate) adalah tingkat bunga yang biasa dilaporkan, tingkat bunga yang investor bayar untuk meminjam uang. Tingkat bunga riil (real interest

36 rate) adalah tingkat bunga nominal yang dikoreksi karena pengaruh inflasi (Mankiw, 2007). Menurut teori klasik tingkat bunga terjadi berdasarkan kekuatan permintaan dana (tabungan) di pasar uang. Timbulnya penawaran dana disebabkan adanya masyarakat yang kelebihan pendapatan untuk dikonsumsi sehingga mereka berhasrat untuk menabung. Di lain pihak terdapat masyarakat yang memerlukan dana untuk kegiatan investasi. Harga yang harus dibayar oleh pihak yang memerlukan dana untuk keperluan investasi yaitu tingkat bunga. Pada hakikatnya, tingkat bunga adalah pembayaran yang harus dilakukan untuk penggunaan uang. Tingkat Bunga adalah jumlah bunga yang dibayarkan per unit waktu. Dengan kata lain masyarakat harus membayar peluang untuk meminjam uang. Biaya untuk meminjam uang diukur dalam rupiah per tahun untuk setiap rupiah yang dipinjam atau dalam persen pertahun adalah tingkat bunga. Masyarakat mau membayar bunga karena dana yang dipinjam membantu mereka untuk membeli barang dan jasa untuk memuaskan kebutuhan konsumsi mereka atau membuat investasi yang menguntungkan. Makin tinggi tingkat bunga keinginan untuk melakukan investasi juga makin kecil. Alasan seorang pengusaha akan menambah pengeluaran investasinya apabila keuntungan yang diharapkan dari investasi semakin besar dari tingkat bunga yang harus dia bayar untuk dana investasi tersebut yang merupakan ongkos-ongkos penggunaan dana (cost of capital). Makin rendah tingkat bunga maka pengusaha akan lebih terdorong untuk melakukan investasi sebab biaya penggunaan dana juga makin kecil. Tingkat bunga dalam keadaan keseimbangan tidak ada dorongan untuk naik atau turun akan tercapai apabila keinginan menabung

37 masyarakat sama dengan keinginan pengusaha untuk melakukan investasi. Secara grafik keseimbangan tingkat bunga tersebut digambarkan sebagai berikut: Tingkat Bunga Tabungan (S) i 1 i 0 0 S 0 S 1 I 0 I 1 Loanable Fund Gambar Hubungan Tingkat Bunga dan Tabungan Berdasarkan Gambar 2.12 di atas dapat dijelaskan bahwa keseimbangan tingkat bunga (i) berada pada titik I 0 di mana jumlah tabungan sama dengan investasi. Apabila tingkat bunga di atas i 0 maka jumlah tabungan melebihi keinginan pengusaha untuk melakukan investasi. Para penabung akan saling bersaing untuk meminjamkan dananya dan persaingan ini akan menekan tingkat bunga turun ke posisi i 0, sebaliknya apabila tingkat bunga di bawah i 0 para pengusaha akan saling bersaing untuk memperoleh dana yang jumlahnya relatif lebih kecil dan persaingan ini akan mendorong tingkat bunga naik lagi ke i 0. Kenaikan efisiensi produksi misalnya akan mengakibatkan keuntungan yang diharapkan naik, sehingga pada tingkat bunga yang sama pengusaha bersedia

38 meminjam dana lebih besar untuk membiayai investasinya atau untuk dana investasi yang sama jumlahnya, pengusaha bersedia membayar pada tingkat bunga yang lebih tinggi. Keadaan ini dapat dilihat pada gambar di atas ditunjukkan dengan bergesernya kurva permintaan investasi ke kanan atas dan keseimbangan tingkat bunga yang baru pada titik Iý Produk Domestik Bruto dan Inflasi Produk Domestik Bruto (PDB) adalah pendapatan total dan pengeluaran total nasional atas output barang dan jasa dalam periode tertentu. PDB ini dapat mencerminkan kinerja ekonomi, sehingga semakin tinggi PDB sebuah negara dapat dikatakan semakin bagus pula kinerja ekonomi di negara tersebut. Karena begitu pentingnya peran PDB di dalam suatu perekonomian, maka perlu kiranya untuk menganalisa faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi PDB. Sebenarnya ada banyak sekali faktor baik langsung maupun tidak langsung. Menurut teori Keynes, PDB terbentuk dari empat faktor yang secara positif mempengaruhinya, keempat faktor tersebut adalah konsumsi (C), investasi (I), pengeluaran pemerintah (G) dan ekspor neto (NX). Keempat faktor tersebut kembali dipengaruhi oleh berbagai macam faktor antara lain dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti tingkat pendapatan, tingkat harga, tingkat bunga, inflasi, money supply, nilai tukar. Beberapa ekonom berpendapat bahwa kecenderungan naik bagi output perkapita saja tidak cukup, tetapi kenaikan output harus bersumber dari proses interen perekonomian tersebut. Dengan kata lain proses pertumbuhan ekonomi harus bersifat self generating yang mengandung arti menghasilkan kekuatan bagi timbulnya

39 kelanjutan pertumbuhan dalam jangka panjang (periode-periode selanjutnya). Dalam penawaran agregat terdapat tiga model penawaran agregat yaitu model harga kaku, model upah kaku dan model informasi tak sempurna. Ketiga model ini dapat diringkas kedalam persamaan sebagai berikut: Y Y ( P e P ) Persamaan ini menyatakan bahwa penyimpangan output dari tingkat alamiah dikaitkan dengan penyimpangan tingkat harga dari tingkat harga yang diharapkan. Jika tingkat harga lebih tinggi dari tingkat harga yang diharapkan, output akan naik melebihi tingkat alamiah. Jika tingkat harga lebih rendah dari tingkat harga yang diharapkan output turun lebih rendah dari tingkat alamiah. Pada kurva penawaran agregat jangka pendek output menyimpang dari tingkat alamiahnya Y jika tingkat harga P menyimpang dari tingkat harga yang diharapkan. Sementara itu pada kondisi steady-state, tingkat inflasi adalah selisih antara tingkat pertumbuhan uang [ ] dengan elastisitas permintaan uang terhadap output riil agregat [ 1 ] dikali tingkat pertumbuhan output riil agregat [v]. Dengan mengambil logaritme natural model permintaan uang model inflasi steady-state adalah sebagai berikut: ln( M t ) ln( Pt ) 0 1 ln( yt ) 2 ln( Rt ) ln( M t ) ln( Pt ) 1 ln( yt ) 2 ln( Rt ) ln( Pt ) 1 v 2 ln( Rt ) ln( Pt ) 1 v 2 ln( Rt )...(2.1)

40 Persamaan 2.1 menjelaskan bahwa tingkat inflasi [ ln(p t )] pada kondisi steady-state adalah - 1 v, di mana pertumbuhan tingkat bunga [ ln(r t )] sama dengan nol atau tingkat bunga nominal tidak berubah pada kondisi steady-state. Selama tingkat bunga nominal masih berubah maka kondisi perekonomian belum mencapai steady state (Manurung, 2009) Penelitian Terdahulu Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu No Peneliti dan Tahun 1 Antonio Fatas dan Ilian Mihov (2002) 2 Francisco de Castro (2003) 3 Marianne Baxter, Robert G. King (2003) 4 Andrew Mountford dan Harald Uhlig (2005) 5 Kristen H. Heppke-Falk Judul Penelitian Variabel Kesimpulan The Macroeconomic Effects of Fiscal Rules The Macroeconomic Effects of Fiscal Policy in Spain Fiscal Policy in General Equilibrium What are the Effects of Fiscal Policy Shocks The Macroeconomic Effects of Exogenous Pengeluaran pemerintah, output Pengeluaran pemerintah, pajak bersih, GDP, harga, tingkat bunga Pengeluaran pemerintah, pajak, output Tingkat bunga, GDP, konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, pajak Pengeluaran pemerintah, Kebijakan fiskal signifikan dan berpengaruh terhadap siklus bisnis di US GDP, tingkat bunga dan harga berpengaruh dan signifikan terhadap variabel kebijakan fiskal (pengeluaran pemerintah, pajak). Pengeluaran pemerintah berpengaruh terhadap kegiatan makroekonomi ketika pajak bebas dari pendapatan Variabel ekonomi makro (tingkat bunga, GDP, konsumsi, investasi) berpengaruh terhadap kebijakan fiskal (pajak, pengeluaran pemerintah) jika anggarannya defisit maka pemerintah menaikkan G dan mengurangi T Output, konsumsi, investasi berpengaruh terhadap

41 dan Tenhofen (2006) Jorn Fiscal Policy Shocks in Germany output, investasi, konsumsi pengeluaran pemerintah 2.3. Kerangka Konseptual Berdasarkan tinjauan pustaka dan penelitian terdahulu, model yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan model Franscisco de Castro (2003) sebagai berikut: å INF å T å G å PDB å R Gambar Kerangka Konseptual Di mana: å T å G å R å INF å PDB : Shock Pajak : Shock Pengeluaran Pemerintah : Shock Tingkat Bunga (Kebijakan Moneter) : Shock Inflasi : Shock PDB

42 2.4. Hipotesis 1. Shock kebijakan fiskal, shock PDB berkontribusi terhadap shock inflasi. Ceteris paribus. 2. Shock kebijakan fiskal, shock tingkat bunga riil, shock inflasi berkontribusi terhadap shock PDB. Ceteris paribus.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan ekonomi secara makro, di samping kebijakan fiskal juga terdapat kebijakan moneter yang merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. landasan teori yang digunakan dalam penelitian yaitu mengenai variabel-variabel

BAB II TINJAUAN TEORI. landasan teori yang digunakan dalam penelitian yaitu mengenai variabel-variabel BAB II TINJAUAN TEORI Bab ini membahas mengenai studi empiris dari penelitian sebelumnya dan landasan teori yang digunakan dalam penelitian yaitu mengenai variabel-variabel dalam kebijakan moneter dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 1. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (sehingga dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan negara adalah pemerataan pembangunan ekonomi. Dalam

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan negara adalah pemerataan pembangunan ekonomi. Dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan negara adalah pemerataan pembangunan ekonomi. Dalam mencapai tujuannya, pemerintah negara Indonesia sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

PASAR UANG & PASAR BARANG (Keseimbangan Kurva IS-LM)

PASAR UANG & PASAR BARANG (Keseimbangan Kurva IS-LM) PASAR UANG & PASAR BARANG (Keseimbangan Kurva IS-LM) Model IS-LM Model IS-LM adalah interpretasi terkemuka dari teori Keynes. Tujuan dari model ini adalah untuk menunjukkan apa yang menentukan pendapatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Untuk mengukur kinerja ekonomi suatu negara dapat dilakukan dengan menghitung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Untuk mengukur kinerja ekonomi suatu negara dapat dilakukan dengan menghitung 27 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendapatan Nasional Untuk mengukur kinerja ekonomi suatu negara dapat dilakukan dengan menghitung besarnya pendapatan nasional atau produksi nasional setiap tahunnya, yang

Lebih terperinci

BAB 10 Permintaan Agregat 1: Membangun Model IS-LM

BAB 10 Permintaan Agregat 1: Membangun Model IS-LM BAB 10 Permintaan Agregat 1: Membangun Model IS-LM Tutoriasl PowerPoint Untuk mendampingi MAKROEKONOMI, edisi ke-6. N. Gregory Mankiw oleh Mannig J. Simidian Chapter Ten 1 Depresi Besar (Great Depression)

Lebih terperinci

PENGANTAR EKONOMI MAKRO. Masalah Utama dalam perekonomian, Alat Pengamat Kegiatan Ekonomi dan Kebijakan Ekonomi Makro

PENGANTAR EKONOMI MAKRO. Masalah Utama dalam perekonomian, Alat Pengamat Kegiatan Ekonomi dan Kebijakan Ekonomi Makro PENGANTAR EKONOMI MAKRO Masalah Utama dalam perekonomian, Alat Pengamat Kegiatan Ekonomi dan Kebijakan Ekonomi Makro EKONOMI MAKRO DAN MIKRO Pengertian Ekonomi Makro ilmu yang mempelajari fenomena ekonomi

Lebih terperinci

Teori Pengeluaran Pemerintah. Sayifullah, SE., M.Akt. Materi Presentasi. Teori Makro Rostow dan Musgrave Wagner Peacock dan Wiseman Teori Mikro

Teori Pengeluaran Pemerintah. Sayifullah, SE., M.Akt. Materi Presentasi. Teori Makro Rostow dan Musgrave Wagner Peacock dan Wiseman Teori Mikro Teori Pengeluaran Pemerintah Sayifullah, SE., M.Akt Materi Presentasi Teori Makro Rostow dan Musgrave Wagner Peacock dan Wiseman Teori Mikro 1 Rostow dan Musgrave : Perkembangan Pengeluaran Pemerintah

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORITIS

III. KERANGKA TEORITIS III. KERANGKA TEORITIS 3.1. Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Moneter Kebijakan fiskal mempengaruhi perekonomian (pendapatan dan suku bunga) melalui permintaan agregat pada pasar barang, sedangkan kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dunia dewasa ini ditandai dengan semakin terintegrasinya perekonomian antar negara. Indonesia mengikuti perkembangan tersebut melalui serangkaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak sekedar memenuhi kebutuhan hayati saja, namun juga menyangkut kebutuhan lainnya seperti

Lebih terperinci

PERAN PEMERINTAH DALAM PEREKONOMIAN

PERAN PEMERINTAH DALAM PEREKONOMIAN PERAN PEMERINTAH DALAM PEREKONOMIAN 1 2 Fungsi Ekonomi Utama Pemerintah 1. Meningkatkan efisiensi dengan menciptakan persaingan, mengendalikan eksternalitas dan menyediakan barang publik Pemerintah berperan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) 39 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Filosofi dan karateristik pajak Soemitro (2002) mengemukakan bahwa pajak adalah iuran masyarakat atau rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

Lebih terperinci

Andri Helmi M, SE., MM. Sistem Ekonomi Indonesia

Andri Helmi M, SE., MM. Sistem Ekonomi Indonesia Andri Helmi M, SE., MM Sistem Ekonomi Indonesia Pemerintah bertugas menjaga stabilitas ekonomi, politik, dan sosial budaya kesejahteraan seluruh masyarakat. Siapa itu pemerintah? Bagaimana stabilitas di

Lebih terperinci

FUNGSI PEMERINTAH Peran pemerintah dibutuhkan karena perekonomian tidak dapat secara efisien menghasilkan barang/jasa yang mengoptimalkan kepuasan masyarakat. Kegagalan pasar merupakan muara dari tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Utang Luar Negeri 1. Pengertian Utang luar negeri adalah sebagian dari total utang suatu negara yang diperoleh dari para kreditor di luar negara tersebut. Penerima utang luar

Lebih terperinci

Model IS-LM. Lanjutan... Pasar Barang & Kurva IS 5/1/2017. PASAR UANG & PASAR BARANG (Keseimbangan Kurva IS-LM)

Model IS-LM. Lanjutan... Pasar Barang & Kurva IS 5/1/2017. PASAR UANG & PASAR BARANG (Keseimbangan Kurva IS-LM) Model IS-LM PASAR UANG & PASAR BARANG (Keseimbangan IS-LM) Model IS-LM adalah interpretasi terkemuka dari teori Keynes. Tujuan dari model ini adalah untuk menunjukkan apa yang menentukan pendapatan nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kegiatan konsumsi telah melekat di sepanjang kehidupan sehari-hari manusia.

I. PENDAHULUAN. Kegiatan konsumsi telah melekat di sepanjang kehidupan sehari-hari manusia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan konsumsi telah melekat di sepanjang kehidupan sehari-hari manusia. Manusia melakukan kegiatan konsumsi berarti mereka juga melakukan pengeluaran. Pengeluaran untuk

Lebih terperinci

EKONOMI MAKRO RINA FITRIANA,ST,MM

EKONOMI MAKRO RINA FITRIANA,ST,MM EKONOMI MAKRO RINA FITRIANA,ST,MM EKONOMI MAKRO Ekonomi Tertutup : Ekonomi yang tidak berinteraksi dengan ekonomi lain di dunia Ekonomi Terbuka : Ekonomi yang berinteraksi secara bebas dengan ekonomi lain

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah

II. TINJAUAN PUSTAKA. kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah 19 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Kebijakan Fiskal Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah

Lebih terperinci

Mekanisme transmisi. Angelina Ika Rahutami 2011

Mekanisme transmisi. Angelina Ika Rahutami 2011 Mekanisme transmisi Angelina Ika Rahutami 2011 the transmission mechanism Seluruh model makroekonometrik mengandung penjelasan kuantitatif yang menunjukkan bagaimana perubahan variabel nominal membawa

Lebih terperinci

MODEL IS DARI PASAR BARANG DAN MODEL LM DARI PASAR UANG. Chapter Ten 1

MODEL IS DARI PASAR BARANG DAN MODEL LM DARI PASAR UANG. Chapter Ten 1 MODEL IS DARI PASAR BARANG DAN MODEL LM DARI PASAR UANG. Chapter Ten 1 Model Keynes diartikan berbeda-beda oleh banyak orang. Hal yang berguna untuk memikirkan model Keynes buku teks dasar sebagai perincian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri apabila pembangunan itu sebagian besar dapat dibiayai dari sumber-sumber penerimaan dalam negeri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya,

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara umum angka inflasi yang menggambarkan kecenderungan umum tentang perkembangan harga dan perubahan nilai dapat dipakai sebagai informasi dasar dalam pengambilan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN FISKAL DAN KEBIJAKAN MONETER. Oleh : Muhlisin

KEBIJAKAN FISKAL DAN KEBIJAKAN MONETER. Oleh : Muhlisin KEBIJAKAN FISKAL DAN KEBIJAKAN MONETER Oleh : Muhlisin TEORI MAKROEKONOMI MELIPUTI JUGA ANALISIS DALAM BERBAGAI ASPEK BERIKUT : 1. Masalah ekonomi yang dihadapi, terutama pengangguran dan inflasi, dan

Lebih terperinci

Makro ekonomi adalah Makro artinya besar, analisis makro ekonomi merupakan analisis keseluruhan kegiatan perekonomian. Bersifat global dan tidak

Makro ekonomi adalah Makro artinya besar, analisis makro ekonomi merupakan analisis keseluruhan kegiatan perekonomian. Bersifat global dan tidak TEORI EKONOMI MAKRO Makro ekonomi adalah Makro artinya besar, analisis makro ekonomi merupakan analisis keseluruhan kegiatan perekonomian. Bersifat global dan tidak memperhatikan kegiatan ekonomi yang

Lebih terperinci

Pengantar Ekonomi Makro. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

Pengantar Ekonomi Makro. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM Pengantar Ekonomi Makro Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM Materi Perkuliahan: 1. Ruang Lingkup Analisis Makroekonomi (Konsep dasar ekonomi makro) 2. Aliran kegiatan perekonomian (aliran sirkular atau circular

Lebih terperinci

KEBIJAKAN FISKAL 30/04/2016. Kebijakan fiskal

KEBIJAKAN FISKAL 30/04/2016. Kebijakan fiskal KEBIJAKAN FISKAL KEBIJAKAN FISKAL Kebijakan Fiskal adalah kebijakan ekonomi yang digunakan pemerintah untuk mengelola atau mengarahkan perekonomian ke kondisi yang diinginkan dengan cara mengubah-ubah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau bahkan tercapainya full employment adalah kondisi ideal perekonomian yang

BAB I PENDAHULUAN. atau bahkan tercapainya full employment adalah kondisi ideal perekonomian yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tingkat inflasi yang terkendali, nilai tukar dan tingkat suku bunga yang stabil serta tingkat pengangguran yang rendah atau bahkan

Lebih terperinci

Permintaan Agregat dalam Perekonomian Tertutup: Perilaku Pasar Barang dan Pasar Uang

Permintaan Agregat dalam Perekonomian Tertutup: Perilaku Pasar Barang dan Pasar Uang Modul 1 Permintaan Agregat dalam Perekonomian Tertutup: Perilaku Pasar Barang dan Pasar Uang Arief Ramayandi, S.E., MecDev., Ph.D. Ari Tjahjawandita, S.E., M.Si. M PENDAHULUAN odul ini akan menjelaskan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Makroekonomi Makroekonomi adalah teori dasar kedua dalam ilmu ekonomi, setelah mikroekonomi. Teori mikroekonomi menganalisis mengenai kegiatan di dalam perekonomian dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk menilai

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk menilai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk menilai keberhasilan ekonomi suatu negara. Sebagai negara berkembang, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi pada dasarnya untuk memenuhi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat (social welfare) tidak bisa sepenuhnya

Lebih terperinci

Pertanyaan: Isi semua kolom tersebut (sertakan perhitungannya di bawah tabel)

Pertanyaan: Isi semua kolom tersebut (sertakan perhitungannya di bawah tabel) Tugas PIE Makro 1. Diketahui: C = 50 + 0,8 Yd S = - 50 + 0,2 Yd I = 40 Pendapatan Nasional Konsumsi RT Tabungan RT Investasi Pengeluaran Agregat 0 150 200 450 600 750 Pertanyaan: Isi semua kolom tersebut

Lebih terperinci

Pertemuan ke-4 KONSUMSI DAN INVESTASI

Pertemuan ke-4 KONSUMSI DAN INVESTASI 1 Pertemuan ke-4 KONSUMSI DAN INVESTASI Tujuan Instruksi Khusus: Mahasiswa dapat memahami hubungan nilai variable permintaan agregat (keynessian), pendapatan nasional keseimbangan dan sistem keuangan.

Lebih terperinci

Mata Kuliah : Pengantar Ekonomi. Chairul Maulidi Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota 2012

Mata Kuliah : Pengantar Ekonomi. Chairul Maulidi Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota 2012 Mata Kuliah : Pengantar Ekonomi Siklus EKONOMI Chairul Maulidi Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota 2012 Bahasan 1. Anatomi Siklus Ekonomi 2. Durasi & Faktor Memengaruhi 3. Siklus Ekonomi - Kesempatan

Lebih terperinci

Pengantar Ekonomi Makro. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

Pengantar Ekonomi Makro. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM Pengantar Ekonomi Makro Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM Pengertian Ilmu Ekonomi Adalah studi mengenai cara-cara yang ditempuh oleh masyarakat untuk menggunakan sumber daya yang langka guna memproduksi komoditas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah sektor riil dalam pembahasan mengenai ekonomi makro menggambarkan kondisi perekonomian dipandang dari sisi permintaan dan penawaran barang dan jasa. Oleh karena

Lebih terperinci

GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) JURUSAN AKUNTANSI - PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI FAKUTAS EKONOMI UNIVERSITAS GUNADARMA

GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) JURUSAN AKUNTANSI - PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI FAKUTAS EKONOMI UNIVERSITAS GUNADARMA GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) JURUSAN AKUNTANSI - PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI FAKUTAS EKONOMI UNIVERSITAS GUNADARMA Nama Mata Kuliah / Kode Mata Kuliah : TEORI EKONOMI 2 / IT-022255 SKS : 2 Semester

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, investasi yang dapat meningkatkan barang modal,

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, investasi yang dapat meningkatkan barang modal, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian negara dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengambilan keputusan bisnis. Pertumbuhan ekonomi menjadi indikator kondisi

BAB I PENDAHULUAN. pengambilan keputusan bisnis. Pertumbuhan ekonomi menjadi indikator kondisi BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara masih menjadi acuan dalam pengambilan keputusan bisnis. Pertumbuhan ekonomi menjadi indikator kondisi perekonomian negara dimana pertumbuhan

Lebih terperinci

VII. SIMPULAN DAN SARAN

VII. SIMPULAN DAN SARAN VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum dalam perekonomian Indonesia terdapat ketidakseimbangan internal berupa gap yang negatif (defisit) di sektor swasta dan

Lebih terperinci

Penyesuaian Penghasilan Tidak Kena Pajak Sebagai Instrument Fiskal Stimulus Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2015

Penyesuaian Penghasilan Tidak Kena Pajak Sebagai Instrument Fiskal Stimulus Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2015 Penyesuaian Penghasilan Tidak Kena Pajak Sebagai Instrument Fiskal Stimulus Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2015 Bidang Kebijakan Pajak dan PNBP II, Pusat Kebijakan Pendapatan Negara I. Pendahuluan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh rumahtangga atas barang-barang akhir dan jasa-jasa dengan tujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. oleh rumahtangga atas barang-barang akhir dan jasa-jasa dengan tujuan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada umumnya bahwa sebagian besar dari pendapatan yang diterima masyarakat akan dibelanjakan kembali untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Pengeluaran

Lebih terperinci

Xpedia Ekonomi. Makroekonomi

Xpedia Ekonomi. Makroekonomi Xpedia Ekonomi Makroekonomi Doc. Name: XPEKO0399 Doc. Version : 2012-08 halaman 1 01. Pengangguran friksional / frictional unemployment ialah... (A) diasosiasikan dengan penurunan umum di dalam ekonomi

Lebih terperinci

= Inflasi Pt = Indeks Harga Konsumen tahun-t Pt-1 = Indeks Harga Konsumen tahun sebelumnya (t-1)

= Inflasi Pt = Indeks Harga Konsumen tahun-t Pt-1 = Indeks Harga Konsumen tahun sebelumnya (t-1) Inflasi adalah kecendrungan meningkatnya harga-harga barang secara umum dan terus menerus. Kenaikkan harga satu atau dua barang tidak bisa disebut sebagai inflasi, kecuali jika kenaikkan harga barang itu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997-1998 memberikan dampak pada keuangan Indonesia. Berbagai peristiwa yang terjadi pada masa krisis mempengaruhi Anggaran Pendapatan

Lebih terperinci

Kerangka Belajar Ekonomi Makro Pandangan Klasik, Keyness dan Sesudahnya

Kerangka Belajar Ekonomi Makro Pandangan Klasik, Keyness dan Sesudahnya 3. Kerangka Belajar Ekonomi Makro Pandangan Klasik, Keyness dan Sesudahnya Mengapa Anda Perlu Tahu Tahun 1997 Indonesia pernah mengalami krisis ekonomi yang disebabkan oleh krisis moneter di Asia. Secara

Lebih terperinci

Pertemuan ke: 03 KEBIJAKAN FISKAL. POLITIK KEUANGAN NEGARA (3 SKS) Pengampu: Miftah Adhi Ikhsanto, S.IP, MiOP Amirudin, S.IP, M.Ec.

Pertemuan ke: 03 KEBIJAKAN FISKAL. POLITIK KEUANGAN NEGARA (3 SKS) Pengampu: Miftah Adhi Ikhsanto, S.IP, MiOP Amirudin, S.IP, M.Ec. Pertemuan ke: 03 KEBIJAKAN FISKAL POLITIK KEUANGAN NEGARA (3 SKS) Pengampu: Miftah Adhi Ikhsanto, S.IP, MiOP Amirudin, S.IP, M.Ec.Dev 1 Alamat: Jurusan Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM Jl. Sosio-Justisia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan pendapatan dan pengeluaran negara yang di Indonesia lebih dikenal

I. PENDAHULUAN. dengan pendapatan dan pengeluaran negara yang di Indonesia lebih dikenal I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan Fiskal adalah kebijakan yang dikeluarkan pemerintah yang berkaitan dengan pendapatan dan pengeluaran negara yang di Indonesia lebih dikenal dengan Anggaran Pendapatan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH JUMLAH UANG BEREDAR DAN TINGKAT SUKU BUNGA TERHADAP PERMINTAAN AGREGAT DI INDONESIA

ANALISIS PENGARUH JUMLAH UANG BEREDAR DAN TINGKAT SUKU BUNGA TERHADAP PERMINTAAN AGREGAT DI INDONESIA ANALISIS PENGARUH JUMLAH UANG BEREDAR DAN TINGKAT SUKU BUNGA TERHADAP PERMINTAAN AGREGAT DI INDONESIA YUSNIA RISANTI Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Trunojoyo Madura Abstrak

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN PENGELUARAN PERKAPITA DI KABUPATEN BATANGHARI

ANALISIS PENDAPATAN DAN PENGELUARAN PERKAPITA DI KABUPATEN BATANGHARI Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Jurnal Paradigma Ekonomika Vol.1, No.5 April 2012 ANALISIS PENDAPATAN DAN PENGELUARAN PERKAPITA DI KABUPATEN BATANGHARI Oleh : Nurhayani.,SE.MSi Dosen Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan salah satu kondisi utama bagi kelangsungan ekonomi di Indonesia atau suatu negara, sehingga pertumbuhan

Lebih terperinci

Perekonomian Indonesia

Perekonomian Indonesia Modul ke: 11Fakultas Ekonomi & Bisnis Perekonomian Indonesia Kebijakan Fiskal dan Moneter Janfry Sihite Program Studi Manajemen Tujuan Sesuai rapem Kebijakan Fiskal Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UTS GENAP 2015/2016 TEORI EKONOMI MAKRO 1

PEMBAHASAN UTS GENAP 2015/2016 TEORI EKONOMI MAKRO 1 PEMBAHASAN UTS GENAP 2015/2016 TEORI EKONOMI MAKRO 1 1. Para ekonom menggunakan beberapa variabel makroekonomi untuk mengukur prestasi seuah perekonomian. Tiga variable yang utama adalah real GDP, inflation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengeluaran konsumsi masyarakat merupakan salah satu variabel ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Pengeluaran konsumsi masyarakat merupakan salah satu variabel ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengeluaran konsumsi masyarakat merupakan salah satu variabel ekonomi yang memberikan kontribusi paling besar terhadap pendapatan domestik bruto (PDB), yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalangan ekonom dan pengambil kebijakan. Pada satu sisi, kebijakan fiskal

BAB I PENDAHULUAN. kalangan ekonom dan pengambil kebijakan. Pada satu sisi, kebijakan fiskal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Interaksi kebijakan fiskal dan moneter telah lama menjadi perdebatan di kalangan ekonom dan pengambil kebijakan. Pada satu sisi, kebijakan fiskal ditetapkan untuk

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERADAAN TRADEOFF INFLASI DAN PENGANGGURAN (KURVA PHILLIPS) DI INDONESIA

ANALISIS KEBERADAAN TRADEOFF INFLASI DAN PENGANGGURAN (KURVA PHILLIPS) DI INDONESIA ANALISIS KEBERADAAN TRADEOFF INFLASI DAN PENGANGGURAN (KURVA PHILLIPS) DI INDONESIA Abstract Inflasi dan pengangguran adalah masalah pelik yang selalu dihadapi oleh Negara Indonesia terkait belum berkualitasnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam beberapa dekade terakhir, perekonomian Indonesia telah menunjukkan integrasi yang semakin kuat dengan perekonomian global. Keterkaitan integrasi ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan disegala bidang harus terus dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Untuk melaksanakan pembangunan, pemerintah tidak bisa

Lebih terperinci

Pengeluaran Agregat yang direncanakan (AE) dan Ekuilibrium Output

Pengeluaran Agregat yang direncanakan (AE) dan Ekuilibrium Output Pengeluaran Agregat yang direncanakan (AE) dan Ekuilibrium Output 1. Model Arus Lingkar Pendapatan (The Circular Flow of Income model) 2. Pengeluaran Agregate yang direncanakan (Agregate Expenditure, AE)

Lebih terperinci

Kebijakan Pemerintah KEBIJAKAN PEMERINTAH. Kebijakan Pemerintah. Kebijakan Pemerintah 4/29/2017. Tujuan

Kebijakan Pemerintah KEBIJAKAN PEMERINTAH. Kebijakan Pemerintah. Kebijakan Pemerintah 4/29/2017. Tujuan KEBIJAKAN PEMERINTAH Kebijakan pemerintah yg berkaitan dengan APBN untuk mempengaruhi jalannya perekonomian guna mencapai sasaran atau tujuan tertentu Misal: 1. menaikkan/menurunkan budget 2. menaikkan

Lebih terperinci

BAB 3 Pendapatan Nasional : Dari Mana Berasal dan Ke Mana Perginya

BAB 3 Pendapatan Nasional : Dari Mana Berasal dan Ke Mana Perginya BAB 3 Pendapatan Nasional : Dari Mana Berasal dan Ke Mana Perginya Tutorial PowerPoint untuk mendampingi MAKROEKONOMI, edisi ke-6 N. Gregory Mankiw oleh Mannig J. Simidian 1 Model ini sangat sederhana

Lebih terperinci

STAN KEBIJAKAN FISKAL PENGANTAR PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA. oleh: Rachmat Efendi

STAN KEBIJAKAN FISKAL PENGANTAR PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA. oleh: Rachmat Efendi PENGANTAR PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA KEBIJAKAN FISKAL oleh: Rachmat Efendi Sekolah Tinggi Akuntansi Negara Prodip III Kepabeanan Dan Cukai Tahun 2015 TUJUAN PEMBELAJARAN Memahami Kebijakan Fiskal yang

Lebih terperinci

MODEL SEDERHANA PERMINTAAN AGREGAT PENAWARAN AGREGAT

MODEL SEDERHANA PERMINTAAN AGREGAT PENAWARAN AGREGAT MODEL SEDERHANA PERMINTAAN AGREGAT PENAWARAN AGREGAT Permintaan agregat adalah permintaan keseluruhan total atau permintaan seluruh lapisan masyarakat. Permintaan agregat terbentuk : 1. Dibentuk oleh pasar

Lebih terperinci

Model Keseimbangan Pengeluaran dengan Campur Tangan Pemerintah

Model Keseimbangan Pengeluaran dengan Campur Tangan Pemerintah 5. Model Keseimbangan Pengeluaran dengan Campur Tangan Pemerintah Mengapa Anda Perlu Tahu Kita tulis kembali krisis yang melanda Indonesia tahun 1997 sebagai momentum memasukkan peran pemerintah dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tukar rupiah terhadap mata uang asing, khususnya US dollar, ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. tukar rupiah terhadap mata uang asing, khususnya US dollar, ditentukan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semenjak diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating system) di Indonesia pada tahun 1997, telah menyebabkan posisi nilai tukar rupiah terhadap

Lebih terperinci

FLUKTUASI PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) DI KOTA PADANGSIDIMPUAN

FLUKTUASI PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) DI KOTA PADANGSIDIMPUAN FLUKTUASI PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) DI KOTA PADANGSIDIMPUAN Enni Sari Siregar STKIP Tapanuli Selatan, Padangsidimpuan Email : ennisari056@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

teori distribusi neoklasik

teori distribusi neoklasik BAB 3 Pendapatan Nasional : Dari Mana Berasal dan Ke Mana Perginya Tutorial PowerPoint untuk mendampingi MAKROEKONOMI, edisi ke-6 N. Gregory Mankiw Model ini sangat sederhana namun kuat, dibangun antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi dunia saat ini adalah sangat lambat. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Salah satunya adalah terjadinya krisis di Amerika.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi pemerintah dalam suatu negara adalah : 1) fungsi stabilisasi, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi pemerintah dalam suatu negara adalah : 1) fungsi stabilisasi, yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fungsi pemerintah dalam suatu negara adalah : 1) fungsi stabilisasi, yaitu fungsi pemerintah dalam menciptakan kestabilan ekonomi, sosial politik, hukum, pertahanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pokok penelitian. Teori yang dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pokok penelitian. Teori yang dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan, BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori yang menjadi dasar pokok penelitian. Teori yang dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, inflasi, pengangguran,

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN PENGELUARAN PERKAPITA DI KABUPATEN BATANGHARI

ANALISIS PENDAPATAN DAN PENGELUARAN PERKAPITA DI KABUPATEN BATANGHARI ANALISIS PENDAPATAN DAN PENGELUARAN PERKAPITA DI KABUPATEN BATANGHARI Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Vol.1, No.5 April 2012 ANALISIS PENDAPATAN DAN PENGELUARAN PERKAPITA DI KABUPATEN BATANGHARI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kuznets (dalam Yuliana, 2003) pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan kemampuan suatu sistem perekonomian untuk menyediakan kebutuhankebutuhan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemerintah bersama dengan kebijakan moneter dan sektoral. Kebijakan fiskal

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemerintah bersama dengan kebijakan moneter dan sektoral. Kebijakan fiskal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan makro yang dijalankan oleh pemerintah bersama dengan kebijakan moneter dan sektoral. Kebijakan fiskal yang dijalankan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN FISKAL. Sayifullah, SE., M.Akt

KEBIJAKAN FISKAL. Sayifullah, SE., M.Akt KEBIJAKAN FISKAL Sayifullah, SE., M.Akt Materi Presentasi Asal mula kebijakan fiskal Macam kebijakan fiskal Tujuan kebijakan fiskal Konflik antara stabilitas harga dan kesempatan kerja Kaitan antara kebijakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Moneter Kebijakan moneter merupakan kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Sentral dari suatu Negara. Pada dasarnya kebijakan ini bertujuan untuk mengendalikan perekonomian

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH TEORI EKONOMI 2 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH TEORI EKONOMI 2 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH TEORI EKONOMI 2 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN Minggu Pokok Bahasan dan TIU ke 1 Pasar komoditi dan kurva IS Menjelaskan bagaimana perubahan variabel aggregatif

Lebih terperinci

Perekonomian Indonesia

Perekonomian Indonesia MODUL PERKULIAHAN Perekonomian Indonesia Kebijakan Fiskal dan APBN Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis Akuntansi 10 84041 Abstraksi Modul ini membahas salah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebagaimana cita-cita kita bangsa Indonesia dalam bernegara yaitu untuk

I. PENDAHULUAN. Sebagaimana cita-cita kita bangsa Indonesia dalam bernegara yaitu untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana cita-cita kita bangsa Indonesia dalam bernegara yaitu untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan menjadi hal yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kebijakan moneter merupakan kebijakan bank sentral dalam bentuk pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan yaitu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Hasil Uji Asumsi Klasik Untuk menghasilkan hasil penelitian yang baik, pada metode regresi diperlukan adanya uji asumsi klasik untuk mengetahui apakah

Lebih terperinci

GDP = konsumsi + investasi + pengeluaran pemerintah + ekspor - impor

GDP = konsumsi + investasi + pengeluaran pemerintah + ekspor - impor 1. Pengertian GDP: Ujian Ekonomika Makro GDP (Gross Domestic Product) atau Produk Domestik Bruto dalam Bhs Ind, adalah salah satu dari beberapa indikator yang mengukur tingkat pertumbuhan ekonomi. GDP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara, terutama untuk negara-negara yang sedang berkembang. Peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyokong penyelenggaraan pembangunan suatu bangsa. Dalam Anggaran

I. PENDAHULUAN. menyokong penyelenggaraan pembangunan suatu bangsa. Dalam Anggaran I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Negara yang cukup berpotensi untuk menyokong penyelenggaraan pembangunan suatu bangsa. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan pembangunan ekonomi. Dimana pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan pembangunan ekonomi. Dimana pertumbuhan ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu tolak ukur penting dalam menentukan keberhasilan pembangunan ekonomi. Dimana pertumbuhan ekonomi menggambarkan suatu dampak

Lebih terperinci

PERMINTAAN DAN PENAWARAN AGREGAT

PERMINTAAN DAN PENAWARAN AGREGAT PERMINTAAN DAN PENAWARAN AGREGAT L Suparto LM,. M.Si Dalam teori makroekonomi klasik, jumlah output bergantung pada kemampuan perekonomian menawarkan barang dan jasa, yang sebalikya bergantung pada suplai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hal ini dilakukan karena penerimaan pemerintah yang berasal dari pajak tidak

I. PENDAHULUAN. Hal ini dilakukan karena penerimaan pemerintah yang berasal dari pajak tidak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah dalam menggunakan pinjaman baik dari dalam maupun dari luar negeri merupakan salah satu cara untuk menutupi defisit anggaran yang terjadi. Hal ini dilakukan

Lebih terperinci

Kebutuhan manusia Pengertian kebutuhan Macam-macam kebutuhan

Kebutuhan manusia Pengertian kebutuhan Macam-macam kebutuhan 1. Mengidentifikasi manusia Karakteristik OSN Ekonomi menurut jenjang Tingkat Kabupaten/Kota Tingkat Provinsi Tingkat Nasional Kebutuhan manusia Pengertian Macam-macam 1. Mengidentifikasi manusia Kebutuhan

Lebih terperinci

KESEIMBANGAN EKONOMI Melihat lebih mendalam keseimbangan Pendapatan Nasional yang ditentukan oleh Pengeluaran Agregat ( Pendekatan Keynesian )

KESEIMBANGAN EKONOMI Melihat lebih mendalam keseimbangan Pendapatan Nasional yang ditentukan oleh Pengeluaran Agregat ( Pendekatan Keynesian ) KESEIMBANGAN EKONOMI Melihat lebih mendalam keseimbangan Pendapatan Nasional yang ditentukan oleh Pengeluaran Agregat ( Pendekatan Keynesian ) PREPARED BY : S. K.TOMASOA, SE.,M.Si. Keseimbangan Ekonomi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Tidak ada gading yang tak retak, kepada para pembaca kami mohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan buku ini kedepan.

KATA PENGANTAR. Tidak ada gading yang tak retak, kepada para pembaca kami mohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan buku ini kedepan. i KATA PENGANTAR Penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas selesainya penulisan buku Pengantar Teori Ekonomi. Buku ini bukanlah karya tulis asli dari penulis tetapi kumpulan materi kuliah

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. pengeluaran (G = T). Anggaran surplus yaitu pengeluaran lebih kecil dari

BAB II URAIAN TEORITIS. pengeluaran (G = T). Anggaran surplus yaitu pengeluaran lebih kecil dari BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Pengeluaran Pemerintah Dalam kebijakan fiskal dikenal ada beberapa kebijakan anggaran yaitu anggaran berimbang, anggaran surplus dan anggaran defisit. Dalam pengertian umum,

Lebih terperinci

SILABUS OLIMPIADE EKONOMI. : 120 menit tingkat kabupaten/kota dan provinsi. 150 menit tingkat nasional

SILABUS OLIMPIADE EKONOMI. : 120 menit tingkat kabupaten/kota dan provinsi. 150 menit tingkat nasional SILABUS OLIMPIADE EKONOMI Bidang studi Jenjang Alokasi waktu : Ekonomi : SMA/MA : 120 menit tingkat kabupaten/kota dan provinsi 150 menit tingkat nasional Kompetensi Dasar Materi Pembelajaran 1. Mengidentifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Cita-cita mulia tersebut dapat diwujudkan melalui pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB 2 Ilmu Ekonomi Makro

BAB 2 Ilmu Ekonomi Makro BAB 2 Ilmu Ekonomi Makro Satuan Acara Perkuliahan 2 Tujuan kegiatan belajar ini adalah untuk membahas : Akar Ilmu Ekonomi Makro Definisi Ekonomi Makro Perbedaan ekonomi makro dan ekonomi mikro Permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsisten, perekonomian dibangun atas dasar prinsip lebih besar pasak dari pada

BAB I PENDAHULUAN. konsisten, perekonomian dibangun atas dasar prinsip lebih besar pasak dari pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Utang luar negeri yang selama ini menjadi beban utang yang menumpuk yang dalam waktu relatif singkat selama 2 tahun terakhir sejak terjadinya krisis adalah

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Bank-bank umun pemerintah dan Bank-bank umum swasta nasional di

BAB II URAIAN TEORITIS. Bank-bank umun pemerintah dan Bank-bank umum swasta nasional di BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Pengaruh Variabel Kinerja Perbankan terhadap Tingkat Bunga Deposito Syakir (1995) dalam penelitiannya yang mengambil judul Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan ekonomi suatu negara pada dewasa ini tidak dapat dipisahkan dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan negara lain

Lebih terperinci