B. Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "B. Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang"

Transkripsi

1 B. Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perubahan kurikulum pendidikan dilakukan dengan tujuan utama untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, agar lulusan pendidikan nasional memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif sesuai standar mutu pendidikan nasional maupun internasional. Kurikulum 2013 yang dilaksanakan secara bertahap mulai Juli 2013 diharapkan dapat mengatasi masalah dan tantangan berupa kompetensi riil yang dibutuhkan oleh dunia kerja, globalisasi ekonomi pasar bebas, membangun kualitas manusia Indonesia yang berakhlak mulia, dan menjadi warga negara yang bertanggung jawab. Pada hakikatnya pengembangan Kurikulum 2013 adalah upaya yang dilakukan melalui salah satu elemen pendidikan, yaitu kurikulum untuk memperbaiki kualitas hidup dan kondisi sosial bangsa Indonesia secara lebih luas. Jadi, pengembangan Kurikulum 2013 tidak hanya berkaitan dengan persoalan kualitas pendidikan saja, melainkan kualitas kehidupan bangsa Indonesia secara umum. Di bidang Pendidikan Agama Kristen (PAK), perubahan ini sejalan dengan arah perubahan PAK yang bersifat dogmatis indoktrinatif menjadi PAK yang membebaskan peserta didik untuk mengembangkan spiritualitas dinamis yang tampak melalui kreativitas berpikir, kemerdekaan dalam bersikap dan bertindak sesuai dengan isi ajaran iman kristiani. Pelaksanaan Kurikulum 2013 yang mulai dilakukan sejak Juli 2013 menuntut kesiapan guru-guru untuk mampu menjadi ujung tombak bagi keberhasilan implementasi Kurikulum Guru membutuhkan acuan yang dapat menuntun mereka melaksanakan kurikulum ini. Untuk kepentingan itulah buku pedoman mata pelajaran PAK disusun dan diharapkan buku pedoman ini membantu guru-guru dalam melaksanakan Kurikulum PAK B. Tujuan Tujuan penyusunan buku ini adalah: 1. Mengembangkan wawasan guru dalam memahami Kurikulum 2013; 2. Membantu guru dalam mengimplementasikan Kurikulum PAK 2013 menyangkut perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran dan penilaian; 3. Membantu guru untuk lebih mahir dalam mengembangkan berbagai model pembelajaran PAK. C. Ruang Lingkup Buku pedoman ini berisi sejumlah komponen yaitu: pendahuluan, karakteristik matapelajaran termasuk di setiap satuan pendidikan, Kurikulum 2013, desain pembelajaran, model pembelajaran, penilaian, media dan sumber belajar, guru sebagai pengembang budaya sekolah, dan penutup. Pendahuluan memuat tentang latar belakang disusunnya buku pedoman serta rasional perubahan kurikulum sehingga diperlukan perubahan pola pikir dan pelaksanaannya dalam pola mengajar; tujuan, ruang lingkup dan sasaran pengguna pedoman. -36-

2 Karakteristik mata pelajaran memuat rasional mata pelajaran serta relevansi dengan konteks sekarang, tujuan penyusunan buku pedoman dan ruang lingkup buku pedoman. Kurikulum 2013 berisi pengantar tentang alur pengembangan Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) setiap jenjang, diantaranya memuat: lingkup kompetensi dan materi mata pelajaran di SMA. Desain pembelajaran memuat kerangka pembelajaran, pendekatan pembelajaran, strategi dan metode pembelajaran, serta rancangan pembelajaran. Model pembelajaran memuat karakteristik masing-masing model pembelajaran, pemilihan model, serta kaitan materi-materi dan model pembelajaran. Penilaian dalam kurikulum 2013 yaitu penilaian yang menekankan pada otentisitas dalam aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap. Penilaian memandu guru untuk mengetahui apa yang harus dinilai dalam aspek tertentu kemudian masuk ke bentuk-bentuk penilaian yang mengacu pada standar penilaian yang meliputi: a) strategi penilaian, b) bentuk penilaian sikap, pengetahuan dan keterampilan, serta c) pelaporan hasil penilaian. Media dan sumber belajar meliputi media sebagai praktik, alat atau saluran yang digunakan, sedangkan sumber belajar meliputi referensi seperti perpustakaan, masyarakat, kelompok sasaran tertentu yang akan diadakan perubahan, pemitraan, dikaitkan dengan lingkungan masyarakat sekitarnya. Guru sebagai pengembang budaya sekolah meliputi pengembangan budaya berpikir kritis, kreatif dan konstruktif, memanfaatkan perpustakaan, lingkungan alam, sosial dan budaya sebagai sumber belajar, membuat catatan pribadi, serta mengembangkan kemandirian peserta didik dalam belajar. Selain itu guru juga berperan penting dalam pembentukan spiritualitas dan karakter peserta didik melalui keteladanan. Bagian terakhir adalah penutup yang memuat rekomendasi pemanfaatan buku. D. Sasaran Buku ini digunakan oleh dinas pendidikan, pengawas PAK, kepala sekolah, guru PAK, orangtua, dan pemangku kepentingan lainnya. -37-

3 BAB II KARAKTERISTIK MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN A. Dasar Pertimbangan Pendidikan Agama Kristen (PAK) menjadi tanggung jawab keluarga, gereja, dan sekolah formal. Ketiga lembaga tersebut memiliki target capaiannya masing-masing meskipun ketiganya tidak bisa dipisahkan. Penyelenggaraan PAK di sekolah berada di bawah koordinasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama RI, tetapi isi ajaran (dogma) diserahkan kepada gereja. Oleh karena itu kerjasama yang bersinergi antara keluarga, gereja dan sekolah perlu terus dibangun. Penyelenggaraan PAK di masa kini menghadapi tantangan yang cukup berat menyangkut berbagai perkembangan yang ada yang dapat mempengaruhi kehidupan iman dan spiritualitas anak-anak Kristen Indonesia. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita menghadapi berbagai permasalahan yang kompleks, seperti konflik yang seringkali diikuti dengan kekerasan, bahaya perpecahan atau disintegrasi bangsa, pelanggaran HAM, ketidakadilan sosial, pelecehan terhadap hukum, diskriminasi terhadap masyarakat marginal, kekerasan kepada perempuan dan anak-anak, reformasi dan demokratisasi yang disinyalir jalan di tempat, serta kemiskinan yang semakin membuat terpuruknya kehidupan bangsa ini. Menghadapi berbagai permasalahan tersebut, kita diperhadapkan pada pertanyaan yang penting dan mendesak, yaitu: Bagaimana cara menghasilkan PAK yang mampu memperbarui penghayatan serta panggilan kita sebagai umat Kristen serta sekaligus memberikan sumbangan bagi kehidupan bersama sebagai satu bangsa? Hal ini penting direnungkan karena umat Kristen Indonesia adalah bagian dari bangsa Indonesia yang turut serta membidani, melahirkan, dan mengukir sejarah serta patut proaktif memelihara perjalanan bangsanya. Melalui PAK, diharapkan kebutuhan spiritual peserta didik tidak sekadar terpenuhi tetapi juga memperoleh pencerahan hidup. Melalui pencerahan itu mereka mampu menemukan solusi atas berbagai permasalahan nyata dalam kehidupannya, antara lain: a. Globalisasi yang menawarkan dimensi baru pengetahuan dan otoritas yang kemudian turut mempengaruhi pola pikir dan gaya hidup anak dan remaja. b. Pergeseran pemahaman dan penerapan nilai-nilai dan moral kehidupan, antara lain semakin menipisnya kejujuran, semakin maraknya penyalahgunaan kekuasaan, melemahnya penghargaan terhadap sesama, dll. c. Perubahan pemahaman dan sikap seksualitas termasuk: pelecehan seksual, ketidakadilan jender, seksisme, komodifikasi seks dan tubuh, dll. d. Penyimpangan perilaku sosial di dalam masyarakat dan sekolah seperti diwarnai oleh antara lain : tawuran remaja, pertikaian antara kelompok yang berakhir dengan kekerasan, tayangan media yang mengeksploitasi kekerasan. e. Meningkatnya fanatisme agama, golongan dan kelompok yang sempit. f. Konsumerisme, materialisme, dan hedonisme yang kian mengemuka dalam kehidupan keseharian. -38-

4 Berbagai permasalahan yang disebutkan di atas turut mempengaruhi kehidupan anak dan remaja. Oleh karena itu, penyusunan Kurikulum PAK sedapat mungkin mampu menolong peserta didik untuk siap dan mampu menemukan solusi atas berbagai persoalan tersebut. B. Deskripsi mata pelajaran PAK Pendidikan Agama Kristen merupakan wahana pembelajaran yang memfasilitasi peserta didik untuk mengenal Allah melalui karya-nya serta mewujudkan pengenalannya akan Allah Tritunggal melalui sikap hidup yang mengacu pada nilai-nilai kristiani. Dengan demikian, melalui PAK peserta didik dibimbing mengalami perjumpaan dengan Allah Tritunggal yang dikenal, dipercaya dan diimaninya. Perjumpaan itu diharapkan mampu mempengaruhi peserta didik untuk bertumbuh menjadi pribadi dewasa serta berperan sebagai garam dan terang kehidupan. PAK merupakan mata pelajaran yang bersumber dari Alkitab yang dapat mengembangkan berbagai kemampuan dan kecerdasan peserta didik, antara lain dalam memperteguh iman kepada Tuhan Allah, mempunyai kedamaian batin, memiliki budi pekerti luhur, menghormati serta menghargai semua manusia dengan segala persamaan dan perbedaannya termasuk sikap setuju untuk tidak setuju. C. Hakikat Pendidikan Agama Kristen Hakikat PAK seperti yang tercantum dalam hasil Lokakarya Strategi PAK di Indonesia tahun 1999 adalah: Usaha yang dilakukan secara terencana dan berkelanjutan dalam rangka mengembangkan kemampuan peserta didik agar dengan pertolongan Roh Kudus dapat memahami dan menghayati kasih Tuhan Allah di dalam Yesus Kristus yang dinyatakan dalam kehidupan sehari-hari, terhadap sesama dan lingkungan hidupnya. Setiap orang yang terlibat dalam proses pembelajaran PAK memiliki keterpanggilan untuk mewujudkan kebenaran dan tanda-tanda Kerajaan Allah dalam kehidupan pribadi maupun sebagai bagian dari komunitas dalam konteks masyarakat majemuk. D. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Agama Kristen Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan, disebutkan bahwa: pendidikan agama berfungsi membentuk manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia dan mampu menjaga kedamaian dan kerukunan hubungan inter dan antar umat beragama (Pasal 2 ayat 1). Selanjutnya disebutkan bahwa pendidikan agama bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai agama yang menyerasikan penguasaannya dalam ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (Pasal 2 ayat 2). Mata pelajaran PAK berfungsi untuk: a. Memperkenalkan Allah Tritunggal dan karya-karya-nya agar peserta didik bertumbuh iman percayanya dan meneladani Allah dalam hidupnya. b. Menanamkan pengertian tentang Allah Tritunggal dan karya-nya kepada peserta didik, sehingga mampu memahami, menghayati, dan mengamalkannya. -39-

5 Tujuan PAK: a. Membentuk peserta didik yang dapat memahami kasih Allah Tritunggal di dalam Yesus Kristus dan mengasihi Allah dan sesama. b. Membangun manusia Indonesia yang mampu menghayati imannya secara bertanggung jawab serta berakhlak mulia dalam masyarakat majemuk. PAK di sekolah disajikan dalam dua ruang lingkup, yaitu Allah Tritunggal dan karya-nya, dan Nilai-nilai kristiani. Secara holistik, pengembangan Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar PAK pada pendidikan Dasar dan Menengah mengacu pada pengajaran tentang Allah Tritunggal dan karya- Nya. Pemahaman terhadap Allah Tritunggal dan karya-nya harus tampak pula dalam nilai-nilai kristiani yang dapat dilihat dalam kehidupan keseharian peserta didik. E. Landasan Teologis PAK telah ada sejak pembentukan umat Allah yang dimulai dengan panggilan terhadap Abraham. Hal ini berlanjut dalam lingkungan dua belas suku Israel sampai dengan komunitas gereja di zaman Perjanjian Baru. Sinagoge atau rumah ibadah orang Yahudi bukan hanya menjadi tempat ibadah melainkan menjadi pusat kegiatan pendidikan bagi anak-anak dan keluarga orang Yahudi. Selain merupakan wadah untuk beribadah dan bersekutu, gereja juga menjadi lingkungan bagi warga jemaat untuk pembelajaran. Beberapa nas Alkitab di bawah ini dipilih untuk mendukungnya, yaitu: a. Ulangan 6:4-9. Allah memerintahkan keluarga umat-nya untuk mengajarkan tentang kasih Allah kepada anak-anak dan kaum muda. Perintah ini kemudian menjadi kewajiban normatif bagi umat Kristen dan lembaga gereja untuk mengajarkan kasih Allah. Dalam kaitannya dengan PAK bagian Alkitab ini telah menjadi dasar dalam menyusun dan mengembangkan kurikulum dan pembelajaran PAK. b. Amsal 22: 6 Dalam nas ini dikatakan: Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu. Betapa pentingnya penanaman nilai-nilai iman yang bersumber dari Alkitab bagi generasi muda, seperti tumbuhan yang sejak awal pertumbuhannya harus diberikan pupuk dan air, demikian pula kehidupan iman orang percaya harus dimulai sejak dini. Bahkan sebagaimana dikatakan oleh Horace Bushnell ( ) pendidikan agama harus diberikan sejak dalam kandungan Ibu sampai akhir hidup seseorang, sehingga seorang anak belajar sedemikian rupa agar dapat mengetahui apa yang baik sejak dini (Boehlke, 1997). c. Matius 28:19-20 Tuhan Yesus Kristus memberikan amanat kepada tiap orang percaya untuk pergi ke seluruh penjuru dunia, menuntun orang menjadi murid- Nya dan mengajarkan kasih Allah untuk diwujudkan dalam perbuatan nyata. Perintah ini telah menjadi dasar bagi tiap orang percaya untuk turut bertanggung jawab terhadap PAK. -40-

6 Sejarah perjalanan agama Kristen turut dipengaruhi oleh peran PAK sebagai pembentuk sikap, karakter dan iman umat Kristen dalam keluarga, gereja dan lembaga pendidikan. Oleh karena itu, lembaga gereja, lembaga keluarga dan sekolah secara bersama-sama bertanggung jawab dalam tugas mengajar dan mendidik anak-anak, remaja, dan kaum muda untuk mengenal Allah Tritunggal Pencipta, Penyelamat, Pembaharu, dan mewujudkan ajaran itu dalam kehidupan sehari-hari. F. Landasan Psikologis Dalam PAK, seperti dalam mata pelajaran lainnya, kebanyakan pembelajaran diberlakukan secara klasikal, artinya, semua peserta didik menerima materi yang sama dan diajarkan dengan metode yang juga sama, tanpa mempertimbangkan bahwa setiap peserta didik adalah pribadi yang unik. Sementara itu, setiap peserta didik memiliki kebutuhan dan gaya belajar yang bisa saja berbeda dengan kebutuhan dan gaya belajar peserta didik lainnya. Keunikan yang tidak diakui akan membuat peserta didik menemui kesulitan dalam mengikuti pembelajaran; sebaliknya, keunikan yang diakui akan membuat peserta didik merasa dihargai, dan ini menjadi dorongan baginya untuk mengaktualisasikan segenap kemampuan dan potensi yang dimilikinya. Ini adalah dasar pendidikan yang diteladankan oleh Yesus Guru Agung serta yang juga diajarkan oleh para ahli pendidikan sejak beberapa abad yang lalu (lihat misalnya Dewey, 1931; Mills, 1887). Secara psikologis, ada sejumlah aspek perubahan yang dialami setiap individu dalam perkembangannya dari saat lahir sampai ke tahap usia yang paling lanjut. Wujud aspek-aspek ini berbeda-beda sejalan dengan pertumbuhan yang dialaminya dari satu periode usia ke periode usia berikutnya. Adapun aspek-aspek perkembangan tersebut adalah sebagai berikut: a. Aspek fisik, yaitu pertumbuhan fisik yang mencakup juga kemampuan motorik (gerakan), perseptual (kemampuan melihat atau memandang), seksual. b. Aspek intelektual, yaitu kemampuan berpikir, termasuk juga kemampuan berbahasa. c. Aspek emosi, yaitu kemampuan untuk mengenali dan mengekspresikan perasaan. d. Aspek sosial, yaitu kemampuan untuk menjalin hubungan (interaksi) dengan orang lain. e. Aspek moral, yaitu kemampuan untuk memahami dan menghayati nilainilai luhur dan mulia. f. Aspek spiritual, yaitu kemampuan meresponi panggilan Allah Tritunggal untuk menyembah, memuliakan serta mentaati perintah-perintah-nya. g. Aspek identitas diri, yaitu kemampuan untuk mengenali keberadaan dirinya di tengah-tengah kebersamaannya dengan orang lain. Dengan demikian, materi dan penyampaian PAK serta penuangannya dalam proses belajar-mengajar hendaknya memperhatikan aspek-aspek perkembangan ini. Untuk lengkapnya, dicantumkan dalam Tabel 1. tentang kebutuhan individu berdasarkan tahap perkembangannya, dan bagaimana ini harus dipertimbangkan dalam proses belajar-mengajar. Untuk mengenali kebutuhan peserta didik, di bawah ini tertera tabel yang berisi kebutuhan individu berdasarkan usianya. -41-

7 Tabel 1. Kebutuhan Individu Aspek perkembangan Fisik Intelektual Kekhususan anak berusia tahun Hal-hal yang Karakteristik khusus dipertimbangkan dalam proses belajar-mengajar Mengalami pertumbuhan Ketika menggabungkan fisik terkait dengan jenis perempuan dan laki-laki kelaminnya, sehingga menjadi satu kelompok, semakin terlihat ciri-ciri seks harus diperhatikan agar sekunder (perempuan norma kesopanan dan bertumbuh payudaranya, kesantunan tetap dijaga, laki-laki semakin berat supaya tidak terjadi suaranya). korban pelecehan seksual. 1. Memiliki adolescence egocentrism: diri sendiri menjadi ukuran dan standard, tidak menyadari kalau sering memakai double standard. 2. Menikmati masa remaja, mulai membuat keputusan yang dipertanggungjawabkannya sendiri dan diamdiam. Kalau keputusan itu salah, dampaknya bisa seumur hidup. Misalnya keputusan tentang pilihan bersekolah atau berhenti, memilih teman, memilih pengisian waktu luang, memilih pasangan. 1. Memberi kesempatan untuk menentukan sikap dan memiliki alasan mengapa bersikap tertentu, dan diminta memberikan bukti untuk bahwa sikap yang dipilih adalah tepat. 2. Memberi kesempatan untuk beradu argumentasi sehingga tidak mempertahankan pendapat pribadi/ keputusan yang salah. Emosi Sosial 1. Wanita mulai lebih sensitif terhadap perasaannya, dan lebih peka terhadap perlakuan orang lain terhadapnya. 2. Memiliki tokoh idola yang dijadikan panutan, lepas dari realistis atau tidak. Ketertarikan pada lawan jenis mulai lebih diungkapkan Memberi kesempatan untuk menyatakan perasaannya, dan mengamati reaksi orang lain terhadap pengungkapan perasaan itu. 2. Memberi kesempatan untuk mengkaji tokohtokoh Alkitab dan dunia, apakah tepat dijadikan idola. Memberi kesempatan untuk berkenalan dan bergaul dengan lawan jenis secara lebih akrab melalui pemberian tugas yang

8 Aspek perkembangan Kekhususan anak berusia tahun Hal-hal yang Karakteristik khusus dipertimbangkan dalam proses belajar-mengajar harus dikerjakan bersama. Dengan demikian mereka bisa belajar tentang kekhususan lawan jenis, dan keunikan masingmasing sebagai pribadi. Moral Spiritual Identitas diri Mulai menemukan alasan untuk berbuat baik, yaitu bukan untuk mendapatkan hadiah atau pengakuan, melainkan karena ingin memberi kebaikan kepada orang yang perlu ditolong. 1.Membuka diri kepada anugerah Allah yang mengasihinya. 2.Melakukan ibadah kepada Allah bukan lagi karena dorongan orangtua melainkan karena munculnya kesadaran diri. 3.Selain memiliki pengalaman rohani juga mengajukan pertanyaan masalah keimanan 4.Ingin memberikan jawaban atas pertanyaan tentang hubungan iman dengan segala aspek kehidupan termasuk pengetahuan. 5.Memiliki kerinduan untuk menjadi pengikut (murid) Kristus yang setia dan tidak mengalami krisis identitas Kristiani. Memilih untuk menekuni minat tertentu karena memiliki ketertarikan terhadap hal itu, dan karena mengagumi pelatih/guru/ intsruktur (terjadi proses identifikasi) -43- Membahas kasus-kasus yaitu orang yang memiliki masalah (diangkat dari artikel/tayangan di media massa), melakukan analisis mengapa orang itu memiliki masalah, dan apa yang dapat dilakukan untuk menolongnya. 1.Bicarakan tentang besarnya kasih karunia Allah bagi diri anak didik. 2.Motivasi anak didik untuk menaruh minat kepada hal-hal rohani. 3.Ajari anak didik menyatakan pengalaman rohaninya secara baik dan benar, juga memberikan jawaban atas pertanyaanpertanyaan terhadap imannya. 4.Tuntun anak didik melihat relevansi imannya di dalam Kristus dengan studi dan kehidupan kesehariannya. 5. Dorong anak didik menjadikan dirinya sebagai pengikut Kristus yang setia dan menghindari solidaritas yang negatif, dan menjadi teladan iman baik di rumah, di sekolah dan di kalangan sesamanya. Memberi kesempatan untuk menyatakan dan menekuni minatnya sampai menunjukkan hasil yang membanggakan.

9 Tabel tersebut diatas dapat membantu guru dalam proses belajar-mengajar, terutama dalam pemilihan materi, metodologi maupun media pembelajaran. Sebagaimana telah dipaparkan bahwa tiap anak/remaja memiliki keunikan. Disamping itu, pola asuh mereka di rumah turut mempengaruhi perilakunya. Oleh karena itu Guru diharapkan untuk kreatif dalam mengelola pembelajaran. G. Ruang Lingkup PAK di SMA Sejarah perkembangan PAK diwarnai oleh dua pemetaan pemikiran yang mana masing-masing pemikiran memiliki pembenarannya dalam sejarah. Pertama, pemikiran bahwa ruang lingkup pembahasan PAK seharusnya mengacu pada kronologi Alkitab, dan kedua pembahasan PAK seharusnya mengacu pada tema-tema tertentu menyangkut problematika kehidupan. Dua pemikiran ini dikenal dengan sebutan Bible oriented dan issue oriented. Jika ditelusuri sejak zaman PL, PB sampai dengan sebelum Reformasi, pengajaran iman Kristen umumnya mengacu pada kronologi Alkitab namun sejak Reformasi berbagai tema kehidupan telah menjadi lingkup pembahasan PAK. Artinya terjadilah perluasan wawasan dari Bible oriented ke issue oriented agar bersifat integratif. Hal ini berkaitan dengan pemahaman bahwa iman harus mewujud didalam tindakan, atau praksis kehidupan. Menurut Groome praksis bukan sekedar tindakan atau aksi, melainkan praktik kehidupan yang melibatkan ranah kognitif, afektif maupun psikomotorik secara menyeluruh (Groome, 2010). Berkaitan dengan dua pemikiran tersebut, ruang lingkup pembahasan PAK di SMA dipetakan dalam dua ruang lingkup, yaitu Allah Tritunggal dan karyakarya-nya serta nilai-nilai kristiani. Dua ruang lingkup ini mengakomodir ruang lingkup pembahasan PAK yang bersifat pendekatan yang berpusat pada Alkitab dan tema-tema penting dalam kehidupan. Melalui pembahasan inilah diharapkan peserta didik dapat mengalami perjumpaan dengan Allah. Hasil dari perjumpaan itu adalah terjadinya transformasi kehidupan. Pemetaan ruang lingkup PAK yang mengacu pada tema-tema kehidupan ini tidak mudah untuk dilakukan karena amat sulit merubah pola pikir kebanyakan teolog, pakar PAK maupun guru-guru PAK. Umumnya mereka masih merasa asing dengan berbagai pembahasan materi yang mengacu pada tema-tema kehidupan,misalnya demokrasi, hak asasi manusia, keadilan, jender, ekologi. Seolah-olah pembahasan mengenai tema-tema tersebut bukanlah menjadi ciri khas PAK. Padahal, teologi yang menjadi dasar bagi bangunan PAK baru berfungsi ketika bertemu dengan realitas kehidupan. Jadi, pemetaan lingkup pembahasan PAK tidak dapat mengabaikan salah satu dari dua pemetaan tersebut diatas baik issue oriented maupun Bible oriented. Mengacu pada hasil Lokakarya tentang Strategi PAK di Indonesia yang diadakan oleh Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) bersama dengan Departeman Agama RI isi PAK di sekolah membahas nilai-nilai iman tanpa mengabaikan tradisi, dogma atau ajaran. Namun, pembahasan mengenai tradisi dan ajaran (dogma) secara lebih spesifik diserahkan pada gereja (menjadi bagian dari pembahasan PAK di Gereja). Keputusan tersebut muncul berdasarkan pertimbangan: Gereja Kristen di Indonesia terdiri dari berbagai denominasi dengan berbagai tradisi dan ajaran, karena itu menyangkut ajaran (dogma) yang lebih spesifik tidak diajarkan di sekolah. -44-

10 Menghindari tumpang tindih (overlapping) materi PAK di sekolah dan di gereja. Adapun ruang lingkup kompetensi dan materi PAK di di SMA kelas X-XII adalah sebagai berikut: Tingkat Tingkat Kompetensi Kelas Kompetensi 5 X-XI - Menjelaskan Allah sebagai pembaharu melalui Roh Kudus. - Menerapkan nilainilai kristiani dalam kehidupan modern. 6 XII - Menganalisis nilai demokrasi, multibudayaalisme dan HAM sebagai anugerah Allah. - Mewujudkan demokrasi, keadilan dan HAM serta perdamaian. Ruang Lingkup Materi Allah Tritunggal dan karya-nya - Allah sebagai pembaharu kehidupan melalui Roh Kudus - Kebudayaan dan IPTEK sebagai anugerah Tuhan Nilai-nilai kristiani - Menjadi manusia dewasa dalam iman - Makna kesetiaan, keadilan dan kasih. - Pertemanan, persahabatan, dan berpacaran. - Nilai kristiani dalam keluarga dan masyarakat - Keluarga dan modernisasi - Keluarga dan sekolah sebagai lembaga pendidikan utama. Allah Tritunggal dan karya-nya - Demokrasi sebagai anugerah Allah - Hak asasi manusia (HAM) dalam perspektif iman Kristen - Multibudayaalisme Nilai-nilai kristiani - Keadilan jender - Proaktif dalam mewujudkan demokrasi dan HAM - Turut memperjuangkan keadilan - Menjadi pembawa damai sejahtera -45-

11 A. Karakteristik Kurikulum 2013 BAB III KURIKULUM 2013 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut, ada dua dimensi kurikulum, yang pertama adalah rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, sedangkan yang kedua adalah cara yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran. Pengembangan kurikulum perlu dilakukan karena adanya berbagai tantangan yang dihadapi baik tantangan internal maupun tantangan eksternal. Disamping itu, di dalam menghadapi tuntutan perkembangan zaman, dirasa perlu adanya penyempurnaan pola pikir dan penguatan tata kelola kurikulum serta pendalaman dan perluasan materi. Dalam hal pembelajaran dan penilaian yang tidak kalah pentingnya adalah perlunya penguatan proses pembelajaran dan penyesuaian beban belajar agar dapat menjamin kesesuaian antara apa yang diinginkan dan apa yang diharapkan. Kurikulum 2013 yang diberlakukan mulai tahun ajaran 2013/2014 memenuhi kedua dimensi tersebut. Kurikulum 2013 dirancang dengan karakteristik sebagai berikut: 1. Membangun keseimbangan antara pengembangan sikap spiritual dan sosial, rasa ingin tahu, kreativitas, kerja sama dengan kemampuan intelektual dan psikomotorik; 2. Sekolah merupakan bagian dari masyarakat yang memberikan pengalaman belajar terencana dimana peserta didik menerapkan apa yang dipelajari di sekolah ke masyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebagai salah satu sumber belajar; 3. Mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan masyarakat; 4. Memberi waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan berbagai sikap, pengetahuan, dan keterampilan; 5. Kompetensi dinyatakan dalam bentuk Kompetensi Intikelas yang dirinci lebih lanjut dalam Kompetensi Dasar mata pelajaran; 6. Kompetensi Inti kelas menjadi unsur pengorganisasi (organizing elements) Kompetensi Dasar, dimana semua Kompetensi Dasar dan proses pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi yang dinyatakan dalam Kompetensi Inti; 7. Kompetensi Dasar dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif, saling memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antar mata pelajaran dan jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal). Selain itu Kurikulum 2013 dikembangkan dengan penyempurnaan pola pikir dengan ciri sebagai berikut: 1. Tiap mata pelajaran mendukung semua kompetensi (sikap, keterampilan, dan pengetahuan) yang terkait satu dengan yang lain serta memiliki Kompetensi Dasar yang diikat oleh Kompetensi Inti tiap kelas; 2. Pola pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi pembelajaran berpusat pada peserta didik. Peserta didik harus memiliki pilihan- -46-

12 pilihan terhadap materi yang dipelajari untuk memiliki kompetensi yang sama; 3. Pola pembelajaran satu arah (interaksi guru-peserta didik) menjadi pembelajaran interaktif (interaktif guru-peserta didik-masyarakatlingkungan alam, sumber/media lainnya); 4. Pola pembelajaran pasif menjadi pembelajaran aktif-mencari (pembelajaran siswa aktif mencari semakin diperkuat dengan model pembelajaran pendekatan saintific). Pendekatan pembelajaran adalah Student centered yaitu proses pembelajaran berpusat pada peserta didik, guru berperan sebagai fasilitator atau pendamping dan pembimbing peserta didik dalam proses pembelajaran. Active and cooperative learning artinya bahwa dalam proses pembelajaran peserta didik harus aktif untuk bertanya, mendalami, dan mencari pengetahuan untuk membangun pengetahuan mereka sendiri melalui pengalaman dan eksperimen pribadi dan kelompok, metode observasi, diskusi, presentasi, melakukan proyek sosial dan sejenisnya. Contextual maksudnya pembelajaran harus mengaitkan dengan konteks sosial di mana peserta didik hidup, yaitu lingkungan kelas, sekolah, keluarga, dan masyarakat. Melalui pendekatan ini diharapkan dapat menunjang capaian kompetensi peserta didik secara optimal; 5. Konsep dasar pembelajaran mengedepankan pengalaman individu melalui observasi (meliputi menyimak, melihat, membaca, mendengarkan), bertanya, asosiasi, menyimpulkan, mengkomunikasikan, menalar, dan berani bereksperimen yang tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kreativitas peserta didik. Pendekatan ini lebih dikenal dengan sebutan pembelajaran berbasis pengamatan (observation-based learning). Selain itu proses pembelajaran juga diarahkan untuk membiasakan peserta didik beraktivitas secara kolaboratif dan berjejaring untuk mencapai suatu kemampuan yang harus dikuasai oleh peserta didik pada aspek pengetahuan (kognitif) yang meliputi daya kritis dan kreatif, kemampuan analisis dan evaluasi. Aspek sikap (afektif) yaitu mencakup religiusitas, mempertimbangkan nilai-nilai moralitas dalam melihat sebuah masalah, mengerti dan toleran terhadap perbedaan pendapat. Aspek keterampilan (psikomotorik) meliputi terampil berkomunikasi, ahli dan terampil dalam bidang kerja; 6. Pola pembelajaran alat tunggal menjadi pembelajaran berbasis alat multimedia; 7. Pola pembelajaran berbasis klasikal tanpa mengabaikan kebutuhan pelanggan (users) dengan memperkuat pengembangan potensi khusus yang dimiliki setiap peserta didik; 8. Pola pembelajaran ilmu pengetahuan tunggal (monodiscipline) menjadi pembelajaran ilmu pengetahuan jamak (multidisciplines), dengan demikian memfasilitasi pembelajaran terintegrasi; 9. Penilaian untuk mengukur kemampuan pengetahuan, sikap, dan keterampilan hidup peserta didik yang diarahkan untuk menunjang dan memperkuat pencapaian kompetensi yang dibutuhkan oleh peserta didik di abad ke-21. Dengan demikian, penilaian yang dilakukan sebagai bagian dari proses pembelajaran adalah penunjang pembelajaran itu sendiri. Dengan proses pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, sudah seharusnya penilaian juga dapat dipersiapkan sedemikian rupa hingga menarik, menyenangkan, dan tidak menegangkan; -47-

13 10. Membangun rasa percaya diri dan keberanian peserta didik dalam berpendapat, serta membangun pola pikir kritis,kreatif dan komprehensif. B. Perubahan Kurikulum PAK PERUBAHAN PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN NO KURIKULUM 2006 KURIKULUM Silabus disusun oleh Silabus disusun oleh pemerintah pusat. sekolah. 2. Pengembangan KD berdasarkan esensi mata pelajaran. Pengembangan KD berdasarkan Kompetensi Inti (KI) yang meliputi aspek pengetahuan, keterampilan sebagai dampak dari pengetahuan, sikap spiritual dan sikap sosial sebagai dampak pengiring dari aspek pengetahuan tersebut. 3. Asesmen atau penilaian meliputi penilaian proses dan hasil namun dalam implementasinya penilaian lebih banyak pada hasil. 4. Buku pelajaran lebih dominan bersifat informasi. 5. Ruang lingkup materi yang tertulis lebih cenderung bersifat pengetahuan saja. 6. Guru lebih cenderung pemberi informasi. Asesmen atau penilaian meliputi penilaian proses dan hasil, namun penekanannya pada penilaian otentik sepanjang proses pembelajaran yang menggambarkan dunia nyata bukan dunia sekolah. Buku pelajaran bersifat informasi dan kegiatan belajar. Ruang lingkup materi yang tertulis secara berimbang memuat pengetahuan, keterampilan dan sikap. Guru berperan sebagai fasilitator. C. Kompetensi Inti Kompetensi Inti dirancang seiring dengan meningkatnya usia peserta didik pada kelas tertentu. Melalui Kompetensi Inti, integrasi vertikal berbagai Kompetensi Dasar pada kelas yang berbeda dapat dijaga. Rumusan Kompetensi Intimenggunakan notasi sebagai berikut: a. Kompetensi Inti-1 (KI-1) untuk Kompetensi Inti sikap spiritual; b. Kompetensi Inti-2 (KI-2) untuk Kompetensi Inti sikap sosial; c. Kompetensi Inti-3 (KI-3) untuk Kompetensi Inti pengetahuan; dan d. Kompetensi Inti-4 (KI-4) untuk Kompetensi Inti keterampilan. D. Kompetensi Dasar Rumusan Kompetensi Dasar PAK disusun sedemikian rupa sehingga memotivasi peserta didik untuk: Mengembangkan diri sebagai pribadi Kristiani yang tangguh, yang mampu memahami siapa dirinya di hadapan Allah Tritunggal, mengenali potensi diri serta mampu mengembangkan citra diri secara positif. -48-

14 Mampu mengekspresikan kasih yang tulus kepada Tuhan Allah, Pencipta, Penebus dan Pembaharu dengan berbagai cara dan kesempatan. Peduli dan peka merespon kebutuhan sesama dan lingkungan berdasarkan iman yang diyakininya. Tidak bersikap fanatik sempit, sebaliknya dengan kasih dan kebenaran membangun solidaritas dan toleransi dalam pergaulan sehari-hari tanpa kehilangan identitas diri sebagai murid Kristus. Memiliki kesadaran dan proaktif dalam turut serta mewujudkan demokrasi dan HAM di Indonesia. Memiliki kesadaran untuk turut serta memelihara serta menjaga kelestarian alam ciptaan Allah sebagai ketaatan kepada-nya. Memiliki kesadaran akan keadilan dan kesetaraan jender serta mewujudkannya dengan sikap jujur dan hormat dalam kehidupan. Memiliki kesadaran dalam mengembangkan kreativitas dalam berpikir, menilai, bersikap dan bertindak. Tidak kehilangan ciri khas sebagai anak-anak dan remaja Kristen Indonesia ketika diperhadapkan dengan berbagai tawaran nilai-nilai kehidupan yang bertentangan dengan iman Kristiani. E. Kaitan antara Kompetensi Inti (KI), Kompetensi Dasar (KD), dan Pembelajaran Kompetensi Inti merupakan kompetensi yang mengikat seluruh mata pelajaran dalam satu kesatuan kelas. Kompetensi Dasar dirumuskan untuk mencapai Kompetensi Inti. Rumusan Kompetensi Dasar dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik peserta didik, kemampuan awal, serta ciri dari suatu matapelajaran. Kompetensi Dasar dibagi menjadi empat kelompok sesuai dengan pengelompokkan Kompetensi Inti pada setiap tingkat. Penyusunan Kompetensi Dasar (KD) untuk semua mata pelajaran harus mengacu pada Kompetensi Inti dengan mempertimbangkan ciri khas tiap mata pelajaran. Kata kerja yang ada dalam Kompetensi Inti sedapat mungkin tercakup dalam rumusan Kompetensi Dasar (KD) tiap mata pelajaran termasuk mata pelajaran PAK. Selanjutnya, penyusunan materi pembelajaran mengacu pada KD. Pada kurikulum 2013 fungsi indikator sebagai wahana untuk mengukur tercapainya kompetensi dicantumkan dalam RPP. Rumusan KD disusun dengan mempertimbangkan usia dan kemampuan peserta didik serta perkembangannya secara keseluruhan dan KD yang bermuara pada materi pembelajaran. Di bidang PAK hal itu menolong memperkuat peran PAK sebagai pencerah kehidupan karena agama berkaitan dengan hampir semua bidang kehidupan. Dengan demikian, ketika belajar ilmu-ilmu lainnya, peserta didik Kristen diperkuat oleh nilai-nilai imannya sehingga dalam mengembangkan kemampuan berpikir dan kecakapan hidup, peserta didik mampu melakukannya sebagai orang beriman. -49-

15 A. Desain Pembelajaran PAK BAB IV DESAIN DAN MODEL PEMBELAJARAN PAK Ada persepsi yang perlu diluruskan dalam pemahaman sebagian orang seolah-olah pembelajaran pendidikan agama cenderung menghafal sejumlah doktrin atau ajaran (dogma) yang bersifat kognitif dimana implementasinya mewujud didalam kesetiaan beribadah secara formal. Pelajaran pendidikan agama seperti itu hanya akan menghasilkan manusia yang pandai menghafal ajaran agama namun tidak pandai mewujudkan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari. Akibatnya, pelajaran pendidikan agama malahan menyebabkan peserta didik terasing dari kehidupan. Oleh karena itu, dalam kurikulum Pendidikan Agama Kristen 2013, rumusan Kompetensi Dasar diupayakan menghantar peserta didik untuk memahami nilai-nilai agama yang bersentuhan dengan realitas kehidupan nyata. Berbagai isu kontemporer yang dihadapi oleh masyarakat masa kini, maupun oleh anak-anak dan remaja dibahas dari sisi ajaran Alkitab. Nilainilai agama yang lahir dari ajaran iman Kristen berperan sebagai cahaya yang menerangi setiap sudut kehidupan. Berdasarkan kerangka pikir tersebut, maka pembelajaran PAK di sekolah diharapkan mampu menghasilkan sebuah proses transformasi pengetahuan, nilai dan sikap. Hal itu memperkuat nilai-nilai kehidupan yang dianut oleh peserta didik terutama dengan dipandu oleh ajaran iman Kristen, sehingga peserta didik mampu menunjukkan kesetiaannya kepada Allah, menjunjung tinggi nasionalisme dengan taat kepada Pancasila dan UUD Oleh sebab itu pembahasan isi kurikulum perlu selalu dimulai dari lingkup yang paling kecil, yaitu diri peserta didik sebagai ciptaan Allah. Kemudian akan dibahas keluarga, teman, lingkungan di sekitar peserta didik, masyarakat di lingkungan sekitarnya dan bangsa Indonesia serta dunia secara keseluruhan dengan berbagai dinamika persoalan. Proses belajarmengajar lebih menekankan pendekatan induktif yang secara konsisten dipakai sejak jenjang SD, SMP, sampai SMA/SMK. Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa ruang lingkup PAK adalah: Keluarga, gereja, dan sekolah. Dalam praktiknya PAK lebih banyak dibebankan kepada sekolah. Karena itu, mengacu pada ruang lingkup PAK, seharusnya pelaksanaan PAK di sekolah juga melibatkan gereja dan terutama keluarga. Ada kecenderungan keluarga untuk menyerahkan pendidikan agama bagi anak-anaknya kepada sekolah dan lembaga agama (gereja). Sudah saatnya keluarga mengambil peran aktif dalam pendidikan agama bagi anak-anaknya. Mengacu kepada pendapat Pater J.I.G.M. Drost, SJ. (dalam Sekolah Mendidik atau Mengajar?,1998) sekolah berperan -50-

16 membantu orangtua dalam mendidik anak-anak. Pendidik pertama dan utama adalah orangtua sejak seorang anak berada dalam kandungan ibunya sampai dengan usia dewasa. Namun mengubah persepsi masyarakat tentang peran orangtua dalam pendidikan, khususnya pendidikan agama tidaklah mudah. Oleh karena itu, penting bagi penentu kebijakan untuk mengatur instrumen pelaksanaan PAK yang melibatkan keluarga dalam proses belajar-mengajar PAK. Strategi ini telah dilakukan oleh beberapa lembaga pendidikan di Jakarta, tetapi belum ada observasi dan evaluasi terhadap pelaksanaan strategi ini sehingga belum diketahui tingkat keberhasilannya. Selanjutnya, ada dua pendekatan pembelajaran yaitu pendekatan yang berpusat pada guru dan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Pendekatan yang berpusat pada guru (teacher centered) dimana guru cenderung mendominasi proses pembelajaran sedangkan peserta didik lebih pasif. Pendekatan yang berpusat pada peserta didik (student centered) cenderung memberi ruang yang seluas-luasnya pada peserta didik untuk mengembangkan kemerdekaan berpikir dan kreativitasnya. Dalam Kurikulum 2013 pendekatan yang dianjurkan adalah pendekatan yang berpusat pada peserta didik. Namun, itu tidak berarti guru pasif dan membiarkan proses pembelajaran berlangsung tanpa arahan dan dampingan. Dalam banyak kasus terjadi kesalahpahaman terhadap pendekatan yang berpusat pada peserta didik karena guru meninggalkan kelas atau membiarkan peserta didik belajar sendiri tanpa arahan dan bimbingan. Pendekatan yang berpusat pada peserta didik justru menuntut guru untuk bekerja keras serta mampu memaksimalkan seluruh potensi peserta didik. Kedua pendekatan pembelajaran tersebut adalah pendekatan yang dapat dipelajari oleh guru PAK, khususnya pembelajaran yang berpusat pada peserta didik sudah saatnya diterapkan dalam proses belajar-mengajar di sekolah. Sebagaimana kita ketahui bahwa kekhasan PAK membuat PAK berbeda dengan mata pelajaran lain, yaitu PAK menjadi sarana atau media dalam membantu peserta didik berjumpa dengan Allah. Pertemuan itu bersifat personal, sekaligus tampak dalam sikap hidup sehari-hari yangdapat disaksikan serta dapat dirasakan oleh orang lain, baik guru, teman, keluarga maupun masyarakat. Dengan demikian, pendekatan pembelajaran PAK bersifat student centered, yang memanusiakan manusia, demokratis, menghargai peserta didik sebagai subyek dalam pembelajaran, menghargai keanekaragaman peserta didik, memberi tempat bagi peranan Roh Kudus. Dalam proses seperti ini, maka kebutuhan peserta didik merupakan kebutuhan utama yang harus terakomodir dalam proses pembelajaran (Sidjabat, 2009). Proses pembelajaran PAK adalah proses pembelajaran yang mengupayakan peserta didik mengalami pembelajaran melalui aktivitas-aktivitas kreatif yang difasilitasi oleh guru. Penjabaran Kompetensi Dasar dalam pembelajaran PAK dirancang sedemikian rupa sehingga proses dan hasil pembelajaran PAK memiliki bentuk-bentuk karya, unjuk kerja dan perilaku/sikap yang merupakan bentuk-bentuk kegiatan belajar yang dapat diukur melalui penilaian (assessment) sesuai kriteria pencapaian. B. Model Pembelajaran PAK Dalam pembelajaran PAK tidak semua model pembelajaran cocok untuk diterapkan. Hal ini berkaitan dengan tujuan akhir yang ingin dicapai, juga perlu dipertimbangkan usia dan jenjang pendidikan. Berbagai model pembelajaran yang dipersiapkan hendaknya tidak hanya mengembangkan -51-

17 kemampuan kognitif saja ataupun menghafal aturanmaupun ajaran agama, melainkan tercapainya transformasi atau perubahan hidup. Untuk itu model paradigma pedagogi reflektif juga dapat dipakai dalam pembelajaran PAK. Pendekatan ini meliputi tiga unsur utama sebagai satu kesatuan dalam pembelajaran yaitu pengalaman, refleksi dan aksi. 1. Menggali pengalaman faktual maupun aktual yang diangkat dari pengalaman pribadi, kisah, cerita nyata maupun berbagai kisah Alkitab. 2. Melalui refleksi dan permenungan, peserta didik dipandu untuk mencari dan menemukan makna terdalam dari iman dan kepercayaan yang coba ditanamkan melalui pembelajaran PAK, kemudian membentuk kesadaran baru sebagai hasil dari perenungan dan refleksi. 3. Sebagai hasil dari menggali pengalaman dan refleksi, peserta didik melakukan tindakan yang sesuai dengan ajaran imannya. Berbagai metode yang variatif, dinamis, kreatif, partisipatif dan menyenangkan yang bersifat eksploratif dapat dikembangkan dalam pembelajaran PAK. Dalam rangka mengoptimalkan pembelajaran, maka guru dapat memanfaatkan berbagai sarana pembelajaran terutama media yang ada dan tersedia di sekolah masing-masing. Peran media pembelajaran amat penting dalam rangka mendukung tercapainya tujuan pembelajaran. Pembelajaran dilakukan dalam suasana yang menyenangkan dan bersifat dialogis partisipatif, artinya terjadi komunikasi timbal balik antara guru dengan peserta didik. Terjadi diskusi dua arah yang saling mengisi. Peran guru tidak lagi sebagai satu-satunya sumber ilmu karena peserta didik dapat belajar dari berbagai pembelajaran yang ada dan tersedia. Pendekatan pembelajaran hendaknya disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik, daya serap dan kemampuannya. Beberapa alternatif model yang relevan dapat digunakan dengan memperhatikan pendekatan pada pengajaran yang berpusat pada peserta didik, misalnya: 1. Model inkuiri. Model ini menekankan pada pengembangan kognitif atau cara berpikir peserta didik. Penekanan kepada peserta didik yang mencari, menggali dan menjelajahi sendiri, akhirnya menemukan sendiri jawabnya. Di sini peserta didik dilatih untuk menggunakan dan mengembangkan kemampuan berpikir, dimana guru lebih berperan sebagai fasilitator yang kreatif. Misalnya dengan menebak pemikiran pendidik, memberikan dua teka-teki dan memberikan clue sampai peserta didik menemukan jawabanya, juga bisa melalui teknik kata bergambar yang bisa dianalisis. Hal ini penting karena banyak aspek dan konsep-konsep kepercayaan dan ajaran Kristen yang perlu dipikirkan, dipahami, dan dihayati melalui pengembangan ranah berpikir. Model pembelajaran ini dapat diterapkan terutama ketika membahas berbagai persoalan yang dihadapi pada masa kini menyangkut keadilan, kesetaraan, demokrasi dan HAM. 2. Model perjumpaan dengan Tuhan Allah. Hal ini sangat penting bagi PAK, terutama untuk pengembangan iman dan spiritualitas peserta didik. Pada model ini, guru perlu berperan sebagai seorang seniman yang mampu mendesain model pembelajaran dengan komprehensif. Model ini perlu beberapa tahapan, yakni: (a) mendesain proses belajar-mengajar yang menekankan aspek afektif, (b) menyiapkan bahan/materi yang dibutuhkan, (c) membuat pedoman pengalaman, (d) memimpin refleksi atas pengalaman, sehingga peserta didik bisa bertemu dengan Tuhan Allah. Untuk itu guru perlu mendesain suasana atau lingkungan yang diharapkan (gelap, terang, gembira); membuat pedoman pengalaman -52-

18 dengan alur dan media yang sesuai misalnya gambar, alam, lagu, obyek tertentu (lilin, salib, roti, buah anggur); memberi waktu yang memadai kepada peserta didik untuk berefleksi, kontemplasi, meditasi atau perenungan. Acara ini juga bisa dikembangkan misalnya dalam acara refleksi, retreat, rekoleksi, meditasi, saat teduh. 3. Model pengembangan lingkungan. Di sini guru perlu mengajarkan bagaimanapesertadidik dapat mendesain lingkungan agar tujuan yang baik dapat diterapkan dan dicapai. Misalnya supaya mampu menerapkan kasih, belajar dengan baik, membuat lingkungan kondusif yang sehat, bersih dan kristiani. Model ini dapat diterapkan dan dilakukan secara sendiri atau mandiri, namun tidak jarang sering harus melibatkan dan menyadarkan orang lain di sekitarnya dalam pengelolaannya. 4. Model aksi-refleksi dan aksi baru. Ini adalah usaha untuk menerapkan iman dalam situasi konkret. Iman dapat dihayati apabila seseorang betul-betul telah menerapkan dan melakukan apa yang diimani. Untuk model ini perlu ditentukan masalahnya lebih dahulu, misalnya masalah pribadi/personal, masalah bersama, atau masalah lingkungan hidup. Selanjutnya secara berturut-turut perlu konsisten diikuti tahapan sbb: (1) pengungkapan data atau fakta yang diketahui, (2) analisis data, bisa dilakukan dengan perspektif personal, sosial, budaya, agama, ekonomi, ideologi, dll., (3) mencari dan menemukan pengalaman kristiani yang pernah dialamai berhubungan dengan masalah yang dibahas, misalnya dari pengalaman umat Kristen selama ini, dari kisah Perjanjian Lama, Perjanjian Baru, etika Kisten, sejarah gereja, dll. (4) merumuskan masalah, atau rumusan keprihatinan, (5) rencana aksi baru, yaitu rencana kegiatan nyata untuk memecahkan masalah berdasarkan rumusan masalah atau keprihatinan iman. Di sini kadang-kadang diperlukan kepemimpinan dan manajemen/pengelolaan. (6) pelaksanaan aksi baru. Model aksi-refleksi-aksi baru tersebut sesungguhnya merupakan model sebagaimana suatu siklus atau spiral, yang dapat diulangi dalam tenggang waktu tertentu. 5. Mendongeng/bercerita dengan mempesona. Mendongeng sebenarnya merupakan bagian dari budaya kita, namun sayang hal itu tidak lagi dikembangkan oleh masyarakat, termasuk dalam komunitas kristiani. Dongeng bisa dipakai dalam proses pembelajaran, khotbah, mengajar berbagai usia, atau sebagai ilustrasi. Beberapa tahap untuk bercerita atau mendongeng dengan menarik dapat memakai tahap-tahap: (1) tentukan topik cerita/dongeng, (2) mencari maksud utama atau nilai kristiani yang akan dikembangkan, misalnya kasih, kesabaran, pengampunan, (3) mendesain cerita (pembukaan, isi, penutup), misalnya dengan membuat dua hal atau tokoh yang saling bertentangan (4) merencanakan pemecahan masalah atau klimaks cerita dengan dramatis (5) menyimpulkan, (6) membuat evaluasi dengan memberikan pertanyaan sederhana pada pendengar/peserta didik. (7) berterimakasih pada pendengar untuk perhatiannya. Beberapa tips mendongeng perlu diadopsi, misalnya: (a) perkenalkan cerita melalui nyanyian atau gambar, (b) gunakan suara sesuai tokoh yang diungkapkan misalnya suara tokoh laki-laki, perempuan, suara orang yang sedang sedih, marah, gembira, (3) bukalah Alkitab bila memakai referensi Alkitab, (4) pakailah diri anda sebagai media/alat peraga, (5) jangan layani interupsi sampai dongeng selesai agar konsentrasi pendengar tidak terpecah, sesudah selesai mendongeng baru layani pertanyaan. 6. Bermain peran (role-play). Role-play bertujuan untuk memecahkan masalah aktual yang sedang dihadapi kelompok/komunitas dengan cara -53-

19 mengidentifikasikan diri, memahami, berempati, mengambil sikap. Masalah bisa diambil dari hal-hal yang dihadapi kelompok/komunitas, misalnya kenakalan remaja, mencontek, hamil di luar nikah, sulit memahami peristiwa penyaliban Tuhan Yesus, perkelahian, bullying di sekolah, dll. Untuk itu tahapan-tahapan tertentu perlu dilakukan: (a) pemilihan tokoh-tokoh yang akan melakukan pemeranan; (b) mendeskripsikan sikap, perasaan, tindakan yang harus diperankan; (c) pemanasan bermain peran (d) bermain peran yang sesungguhnya; (e) analisis pemeranan, mengenali masalah, sikap, perasaan, emosi, para tokoh; (f) bermain peran perlu diulang jika para tokoh tidak bermain peran dengan baik dan sulit dilakukan analisis, sehingga identifikasi perasaan, emosi, sikap, nilai-nilai yang dipegang tokoh tidak dapat disimpulkan dengan baik; (g) membandingkan masalah sesungguhnya yang sedang dihadapi dengan permainan peran yang dilakukan (persamaan dan perbedaan); (h) memecahkan dan mendiskusikan masalah aktual yang sedang dihadapi komunitas. 7. Model pengembangan kepribadian. Tujuannya agar peserta didik dapat mengembangkan dirinya sebagai pribadi Kristen ciptaan Tuhan, dan menjadi berkat bagi lingkungan. Pengembangan kepribadian dilakukan dengan memakai obyek atau tokoh lain. Misalnya tokoh Musa, Debora, Maria ibunda Yesus, Bunda Teresa dari Kolkata, dr. J. Leimena. Atau obyek tertentu, misalnya buah semangka, pohon, lilin, lampu. Beberapa tahap perlu dilakukan: (1) memilih tokoh atau obyek tertentu; (2) menganalisis obyek atau tokoh tertentu sesuai keberadaannya; (3) membandingkan perbedaan dan persamaan diri dengan obyek atau tokoh tertentu tersebut; (4) melihat potensi diri dan talenta yang dimiliki oleh pribadi sebagai anugerah Tuhan; (5) merencanakan pengembangkan diri secara konkret agar menjadi pribadi Kristen yang handal dan menjadi berkat bagi lingkungan. 8. Model pelatihan. Tujuannya melatih peserta didik agar memiliki kemampuan, keterampilan, wawasan baru dengan dasar iman. Misalnya, wawasan tentang kesadaran jender, sadar lingkungan, peduli pada sesama, memiliki keterampilan untuk membaca dan menerapkan Alkitab dalam kehidupan, menolong orang lain, menjadi aktivis Kristen, mengenali dan membuat simbol-simbol kristiani secara kreatif. Untuk itu guru perlu melakukan tahap-tahap sebagai berikut: (a) tentukan pelatihan yang akan dilaksanakan; (b) demonstrasikan di depan peserta didik cara, atau pelaksanaan, atau membuat obyek tertentu; (c) buatlah langkah-langkah atau pedoman supaya peserta didik dapat melaksanakan kemampuan atau keterampilan yang baru; (d) dampingi peserta didik untuk melaksanakan hal yang ditetapkan sebagaimana yang sudah guru lakukan atau demonstrasikan sebelumnya; (e) membuat tugas pekerjaan rumah atau tugas mandiri bagi peserta didik di luar kelas. -54-

7. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

7. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 7. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama

Lebih terperinci

6. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Dasar (SD)

6. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Dasar (SD) 6. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Dasar (SD) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya untuk mewujudkan

Lebih terperinci

10. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunalaras (SMPLB E)

10. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunalaras (SMPLB E) 10. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunalaras (SMPLB E) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi

Lebih terperinci

6. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)

6. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) 6. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya

Lebih terperinci

6. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)

6. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) 6. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya

Lebih terperinci

INSPIRASI PEMBELAJARAN DAN PENILAIAN MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DAN BUDI PEKERTI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)

INSPIRASI PEMBELAJARAN DAN PENILAIAN MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DAN BUDI PEKERTI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) INSPIRASI PEMBELAJARAN DAN PENILAIAN MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DAN BUDI PEKERTI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN JAKARTA, 2016 1 DAFTAR ISI DAFTAR ISI

Lebih terperinci

Hak Cipta 2014 pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Dilindungi Undang-undang

Hak Cipta 2014 pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Dilindungi Undang-undang Hak Cipta 2014 pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Dilindungi Undang-undang MILIK NEGARA TIDAK DIPERDAGANGKAN Disklaimer: Buku ini merupakan buku guru yang dipersiapkan Pemerintah dalam rangka implementasi

Lebih terperinci

Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Katalog Dalam Terbitan (KDT) Hak Cipta 2017 pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Dilindungi Undang-Undang Disklaimer: Buku ini merupakan buku guru yang dipersiapkan Pemerintah dalam rangka implementasi Kurikulum 2013. Buku guru

Lebih terperinci

41. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DAN BUDI PEKERTI SMA/SMK

41. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DAN BUDI PEKERTI SMA/SMK 41. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DAN BUDI PEKERTI SMA/SMK KELAS: X Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan secara keseluruhan

Lebih terperinci

: Deicy Lidia Bessie, E.V. Robinson Napitulu. : Daniel Stefanus dan Daniel Nuhamara. : Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemdikbud.

: Deicy Lidia Bessie, E.V. Robinson Napitulu. : Daniel Stefanus dan Daniel Nuhamara. : Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemdikbud. Hak Cipta 2014 pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Dilindungi Undang-Undang MILIK NEGARA TIDAK DIPERDAGANGKAN Disklaimer: Buku ini merupakan buku guru yang dipersiapkan Pemerintah dalam rangka implementasi

Lebih terperinci

12. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

12. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 12. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama

Lebih terperinci

Hak Cipta 2015 pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Dilindungi Undang-Undang

Hak Cipta 2015 pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Dilindungi Undang-Undang Hak Cipta 2015 pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Dilindungi Undang-Undang MILIK NEGARA TIDAK DIPERDAGANGKAN Disklaimer: Buku ini merupakan buku guru yang dipersiapkan Pemerintah dalam rangka implementasi

Lebih terperinci

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar (SD)

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar (SD) 11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar (SD) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan

Lebih terperinci

Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Katalog Dalam Terbitan (KDT) Hak Cipta 2015 pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Dilindungi Undang-Undang MILIK NEGARA TIDAK DIPERDAGANGKAN Disklaimer: Buku ini merupakan buku guru yang dipersiapkan Pemerintah dalam rangka implementasi

Lebih terperinci

03. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia.

03. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. 03. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna,

Lebih terperinci

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik Sekolah Menengah Pertama (SMP) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik Sekolah Menengah Pertama (SMP) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan 11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik Sekolah Menengah Pertama (SMP) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan

Lebih terperinci

Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Katalog Dalam Terbitan (KDT) Hak Cipta 2015 pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Dilindungi Undang-Undang MILIK NEGARA TIDAK DIPERDAGANGKAN Disklaimer: Buku ini merupakan buku guru yang dipersiapkan Pemerintah dalam rangka implementasi

Lebih terperinci

C. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDIPEKERTI SMALB TUNANETRA

C. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDIPEKERTI SMALB TUNANETRA - 273 - C. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDIPEKERTI SMALB TUNANETRA KELAS: X Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan

Lebih terperinci

32. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DAN BUDI PEKERTI SMP

32. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DAN BUDI PEKERTI SMP 32. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DAN BUDI PEKERTI SMP KELAS: VII Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan secara keseluruhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Astrid Sutrianing Tria, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Astrid Sutrianing Tria, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia akan menjadi negara yang tentram apabila sumber daya manusianya memiliki budi pekerti yang baik. Budi pekerti yang baik dapat diupayakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah pembelajaran sangat ditentukan keberhasilannya oleh masingmasing guru di kelas. Guru yang profesional dapat ditandai dari sejauh mana

Lebih terperinci

Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan Pembelajaran C. Sosiologi Satuan Pendidikan : SMA/MA Kelas : X (sepuluh) Kompetensi Inti : KI 1 : Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya KI 2 : Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab,

Lebih terperinci

2015 PERSEPSI GURU TENTANG PENILAIAN SIKAP PESERTA DIDIK DALAM KURIKULUM 2013 DI SMA NEGERI KOTA BANDUNG

2015 PERSEPSI GURU TENTANG PENILAIAN SIKAP PESERTA DIDIK DALAM KURIKULUM 2013 DI SMA NEGERI KOTA BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi semua orang dan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan sampai kapanpun

Lebih terperinci

42. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI SMA/SMK

42. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI SMA/SMK 42. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI SMA/SMK KELAS: X Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan secara keseluruhan

Lebih terperinci

1. Kristen Studi dan Pengajaran I. Judul II. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 268

1. Kristen Studi dan Pengajaran I. Judul II. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 268 Hak Cipta 2014 pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Dilindungi Undang-Undang MILIK NEGARA TIDAK DIPERDAGANGKAN Disklaimer: Buku ini merupakan buku guru yang dipersiapkan Pemerintah dalam rangka implementasi

Lebih terperinci

1. Kristen -- Studi dan Pengajaran I. Judul II. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

1. Kristen -- Studi dan Pengajaran I. Judul II. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hak Cipta 2014 pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Dilindungi Undang-Undang MILIK NEGARA TIDAK DIPERDAGANGKAN Disklaimer: Buku ini merupakan buku guru yang dipersiapkan Pemerintah dalam rangka implementasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm. 6. 2

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm. 6. 2 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan karakter saat ini memang menjadi isu utama pendidikan, selain menjadi bagian dari proses pembentukan akhlak anak bangsa. Dalam UU No 20 Tahun 2003

Lebih terperinci

Memahami Budaya dan Karakter Bangsa

Memahami Budaya dan Karakter Bangsa Memahami Budaya dan Karakter Bangsa Afid Burhanuddin Kompetensi Dasar: Memahami budaya dan karakter bangsa Indikator: Menjelaskan konsep budaya Menjelaskan konsep karakter bangsa Memahami pendekatan karakter

Lebih terperinci

Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti

Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti HET ZONA 1 ZONA 2 ZONA 3 ZONA 4 ZONA 5 Rp13.000 Rp13.500 Rp14.000 Rp15.100 Rp19.400 ISBN: 978-602-427-054-4 (jilid lengkap) 978-602-427-056-8 (jilid 2) Buku Guru Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah sebagai fokus pendidikan nasional. sampai jenjang pendidikan tinggi. Dalam Peraturan Pemerintah No.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah sebagai fokus pendidikan nasional. sampai jenjang pendidikan tinggi. Dalam Peraturan Pemerintah No. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Agama di sekolah dimaksudkan untuk peningkatan potensi spiritual dan membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada

Lebih terperinci

BAB I LANDASAN KURIKULUM AL-ISLAM, KEMUHAMMADIYAHAN DAN BAHASA ARAB DENGAN PARADIGMA INTEGRATIF-HOLISTIK

BAB I LANDASAN KURIKULUM AL-ISLAM, KEMUHAMMADIYAHAN DAN BAHASA ARAB DENGAN PARADIGMA INTEGRATIF-HOLISTIK BAB I LANDASAN KURIKULUM AL-ISLAM, KEMUHAMMADIYAHAN DAN BAHASA ARAB DENGAN PARADIGMA INTEGRATIF-HOLISTIK A. Latar Belakang Pemikiran Indonesia merupakan negara kepulauan dengan keragamannya yang terdapat

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 2017 SMP KELAS VIII Hak Cipta 2017 pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Dilindungi Undang-Undang Disklaimer: Buku ini merupakan buku guru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Dalam menjalani kehidupan sosial dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Dalam menjalani kehidupan sosial dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk individu sekaligus sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial tentunya manusia dituntut untuk mampu berinteraksi dengan individu lain

Lebih terperinci

C. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDIPEKERTI SDLB TUNANETRA

C. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDIPEKERTI SDLB TUNANETRA - 27 - C. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDIPEKERTI SDLB TUNANETRA KELAS: I Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan dirumuskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya dari aspek jiwa, manusia memiliki cipta rasa dan karsa sehingga dalam tingkah laku dapat membedakan benar atau salah, baik atau buruk, menerima atau menolak

Lebih terperinci

MODEL SILABUS MATA PELAJARAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DAN BUDI PEKERTI

MODEL SILABUS MATA PELAJARAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DAN BUDI PEKERTI MODEL SILABUS MATA PELAJARAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DAN BUDI PEKERTI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN JAKARTA, 2017 DAFTAR ISI DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kehidupan tersebut maka seseorang harus banyak belajar. Proses belajar yang

I. PENDAHULUAN. kehidupan tersebut maka seseorang harus banyak belajar. Proses belajar yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia melalui proses hidup yang terus berubah seiring dengan bertambahnya usia dan tuntutan kehidupannya. Oleh karena itu untuk membekali diri agar semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sikap, perilaku, intelektual serta karakter manusia. Menurut Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. sikap, perilaku, intelektual serta karakter manusia. Menurut Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan memiliki peran penting dalam meningkatkan sumber daya manusia. Tujuan utama pendidikan yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Berdasarkan tujuan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan menurut Nuh pada hakikatnya bertujuan untuk menghilangkan tiga penyakit masyarakat yaitu kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan peradaban (Kompas, 2015).

Lebih terperinci

KOMPETENSI GURU 1. Kompetensi Profesional 2. Kompetensi Kepribadian

KOMPETENSI GURU 1. Kompetensi Profesional 2. Kompetensi Kepribadian KOMPETENSI GURU Seorang guru harus memiliki 4 Kompetensi Dasar yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru.(lampiran PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan bertujuan untuk menjadikan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan bertujuan untuk menjadikan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum pendidikan bertujuan untuk menjadikan manusia seutuhnya yang bermanfaat bagi diri, keluarga, masyarakat dan bagi negaranya. Hal ini selaras dengan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dalam bagian ini akan dikemukakan kesimpulan dan rekomendasi

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dalam bagian ini akan dikemukakan kesimpulan dan rekomendasi BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Dalam bagian ini akan dikemukakan kesimpulan dan rekomendasi penelitian yang dirumuskan dari deskripsi temuan penelitian dan pembahasan hasil-hasil penelitian dalam bab

Lebih terperinci

Indonesia, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti : buku guru / Kementerian Pendidikan

Indonesia, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti : buku guru / Kementerian Pendidikan Hak Cipta 2014 pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Dilindungi Undang-Undang MILIK NEGARA TIDAK DIPERDAGANGKAN Disklaimer: Buku ini merupakan buku guru yang dipersiapkan Pemerintah dalam rangka implementasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggota suatu kelompok masyarakat maupun bangsa sekalipun. Peradaban suatu

BAB I PENDAHULUAN. anggota suatu kelompok masyarakat maupun bangsa sekalipun. Peradaban suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Moral dalam kehidupan manusia memiliki kedudukan yang sangat penting. Nilai-nilai moral sangat diperlukan bagi manusia, baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota suatu

Lebih terperinci

KELAS. Buku Guru Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti Kelas X SMA/SMK

KELAS. Buku Guru Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti Kelas X SMA/SMK Buku Guru Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti Kelas X SMA/SMK KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 2017 HET ZONA 1 ZONA 2 ZONA 3 ZONA 4 ZONA 5 Rp17.200 Rp17.900 Rp18.700 Rp20.100

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Sekolah : SMP-K PERMATA BUNDA CIMANGGIS Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Katolik Kelas/Semester : VIII / 1 Alokasi Waktu : 2 x 40 menit A. Standar Kompetensi : Memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah generasi penerus yang menentukan nasib bangsa di masa depan.

BAB I PENDAHULUAN. adalah generasi penerus yang menentukan nasib bangsa di masa depan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sesungguhnya memiliki modal besar untuk menjadi sebuah bangsa yang maju, adil, makmur, berdaulat, dan bermartabat. Hal itu didukung oleh sejumlah fakta

Lebih terperinci

Hak Cipta 2015 pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Dilindungi Undang-Undang

Hak Cipta 2015 pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Dilindungi Undang-Undang Hak Cipta 2015 pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Dilindungi Undang-Undang MILIK NEGARA TIDAK DIPERDAGANGKAN Disklaimer: Buku ini merupakan buku siswa yang dipersiapkan Pemerintah dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. telah berupaya meningkatkan mutu pendidikan. Peningkatan pendidikan diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. telah berupaya meningkatkan mutu pendidikan. Peningkatan pendidikan diharapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan suatu proses pemuliaan diri yang di dalamnya terdapat tujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya,

Lebih terperinci

STRUKTUR KURIKULUM 2013 MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA DAN SMK/MAK

STRUKTUR KURIKULUM 2013 MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA DAN SMK/MAK A. SD/MI KELAS: I STRUKTUR KURIKULUM 2013 MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA DAN SMK/MAK Kompetensi Dasar Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 1. Menerima

Lebih terperinci

PROFESIONALISME DOSEN DARI SUDUT PANDANG KRISTIANI. Maria Lidya Wenas Sekolah Tinggi Teologi Simpson

PROFESIONALISME DOSEN DARI SUDUT PANDANG KRISTIANI. Maria Lidya Wenas Sekolah Tinggi Teologi Simpson PROSIDING SEMINAR NASIONAL PAK II DAN CALL FOR PAPERS, Tema: Profesionalisme dan Revolusi Mental Pendidik Kristen. Ungaran, 5 Mei 2017. ISBN: 978-602-60350-4-2 PROFESIONALISME DOSEN DARI SUDUT PANDANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dalam konteks kebangsaan, pendidikan berperan untuk menyiapkan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dalam konteks kebangsaan, pendidikan berperan untuk menyiapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses yang berorientasi pada terbentuknya individu yang mampu memahami realitas dirinya dan masyarakat serta bertujuan untuk menciptakan

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN KRITIS DARI PERSPEKTIF PEDAGOGI PEMBEBASAN PAULO FREIRE TERHADAP MODEL PENYULUHAN AGAMA KRISTEN

BAB IV TINJAUAN KRITIS DARI PERSPEKTIF PEDAGOGI PEMBEBASAN PAULO FREIRE TERHADAP MODEL PENYULUHAN AGAMA KRISTEN BAB IV TINJAUAN KRITIS DARI PERSPEKTIF PEDAGOGI PEMBEBASAN PAULO FREIRE TERHADAP MODEL PENYULUHAN AGAMA KRISTEN Dalam bab ini, penulis akan melakukan tinjauan kritis terhadap model penyuluhan agama berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta :

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan karakter saat ini memang menjadi isu utama pendidikan, selain menjadi bagian dari proses pembentukan akhlak anak bangsa. Dalam UU No 20 Tahun 2003

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya mencapai kedewasaan subjek didik yang mencakup segi intelektual, jasmani dan rohani, sosial maupun emosional. Undang-Undang Sisdiknas

Lebih terperinci

25. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DAN BUDI PEKERTI SD

25. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DAN BUDI PEKERTI SD 25. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DAN BUDI PEKERTI SD KELAS: I 1. menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya 1.1 menerima dan mensyukuri dirinya sebagai ciptaan 1.2 menerima dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran, di antaranya: pendidikan dan pelatihan guru, pengadaan sarana dan

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran, di antaranya: pendidikan dan pelatihan guru, pengadaan sarana dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hasil belajar merupakan salah satu indikator kualitas pendidikan yang langsung dapat diamati. Berbagai upaya dilakukan dalam meningkatkan kualitas pembelajaran,

Lebih terperinci

Gereja di dalam Dunia Dewasa Ini

Gereja di dalam Dunia Dewasa Ini ix U Pengantar ndang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan

Lebih terperinci

SILABUS MATA PELAJARAN SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DAN BUDI PEKERTI

SILABUS MATA PELAJARAN SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DAN BUDI PEKERTI SILABUS MATA PELAJARAN SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DAN BUDI PEKERTI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN JAKARTA, 2016 DAFTAR ISI DAFTAR ISI i I. PENDAHULUAN 1

Lebih terperinci

2 Menetapkan : Negara Republik Indonesia Nomor 4496) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas P

2 Menetapkan : Negara Republik Indonesia Nomor 4496) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas P BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1314, 2014 KEMENDIKBUD. Instruktur. Kursus Dan Pelatihan. Kompetensi. Kualifikasi. Standar. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 pada Pasal 3 menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan media strategis dalam meningkatkan kualitas sumber

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan media strategis dalam meningkatkan kualitas sumber 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan media strategis dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan juga merupakan salah satu sarana untuk dapat mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat membawa perubahan ke arah lebih baik. Pendidikan di Indonesia harus

BAB I PENDAHULUAN. dapat membawa perubahan ke arah lebih baik. Pendidikan di Indonesia harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan berkualitas harus berlandaskan tujuan yang jelas, sehingga dapat membawa perubahan ke arah lebih baik. Pendidikan di Indonesia harus sesuai dengan

Lebih terperinci

XII. Diunduh dari. Bab. Keluarga Kristen Menjadi Berkat Bagi Lingkungan

XII.  Diunduh dari. Bab. Keluarga Kristen Menjadi Berkat Bagi Lingkungan Bab XII A. Pengantar Bernyani Kucinta Keluarga Tuhan Kucinta k luarga Tuhan, terjalin mesra sekali semua saling mengasihi betapa s nang kumenjadi k luarganya Tuhan Keluarga Kristen Menjadi Berkat Bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas kepribadian serta kesadaran sebagai warga negara yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. kualitas kepribadian serta kesadaran sebagai warga negara yang baik. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Permasalahan di bidang pendidikan yang dialami bangsa Indonesia pada saat ini adalah berlangsungnya pendidikan yang kurang bermakna bagi pembentukan watak

Lebih terperinci

LANGKAH-LANGKAH MENUJU PERTUMBUHAN ROHANI

LANGKAH-LANGKAH MENUJU PERTUMBUHAN ROHANI LANGKAH-LANGKAH MENUJU PERTUMBUHAN ROHANI KUNCI MENUJU PERTUMBUHAN ROHANI BAGI MEREKA YANG MEMBUAT KEPUTUSAN Saudara yang terkasih, pada waktu Saudara menerima Yesus Kristus menjadi Juruselamat pribadi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Persoalan yang muncul di

BAB I PENDAHULUAN. tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Persoalan yang muncul di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persoalan budaya dan karakter bangsa kini menjadi sorotan tajam masyarakat. Sorotan itu mengenai berbagai aspek kehidupan, tertuang dalam berbagai tulisan di media cetak,

Lebih terperinci

PENERAPAN KONSEP PEMBELAJARAN HOLISTIK DI SEKOLAH DASAR ISLAM RAUDLATUL JANNAH WARU SIDOARJO PADA MATERI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

PENERAPAN KONSEP PEMBELAJARAN HOLISTIK DI SEKOLAH DASAR ISLAM RAUDLATUL JANNAH WARU SIDOARJO PADA MATERI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PENERAPAN KONSEP PEMBELAJARAN HOLISTIK DI SEKOLAH DASAR ISLAM RAUDLATUL JANNAH WARU SIDOARJO PADA MATERI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM Oleh Azam Rizqi Muttaqin NIM. FO.5.4.10.135 Persoalan pendidikan hingga kini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan memudarnya sikap saling menghormati, tanggung jawab,

BAB I PENDAHULUAN. dengan memudarnya sikap saling menghormati, tanggung jawab, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merosotnya moralitas bangsa terlihat dalam kehidupan masyarakat dengan memudarnya sikap saling menghormati, tanggung jawab, kesetiakawanan sosial (solidaritas),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang mampu bersaing di dunia internasional.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang mampu bersaing di dunia internasional. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan tonggak utama kemajuan suatu bangsa. Dengan pendidikan dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Salah satu cara yang dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab Pendahuluan Ini Memuat : A. Latar Belakang, B. Fokus Penelitian,C. Rumusan

BAB I PENDAHULUAN. Bab Pendahuluan Ini Memuat : A. Latar Belakang, B. Fokus Penelitian,C. Rumusan BAB I PENDAHULUAN Bab Pendahuluan Ini Memuat : A. Latar Belakang, B. Fokus Penelitian,C. Rumusan Masalah, D. Tujuan Penelitian, E. Manfaat Penelitian, F. Penegasan Istilah A. Latar Belakang Pendidikan

Lebih terperinci

KELAS: X. 1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya

KELAS: X. 1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya 20. PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS/ MADRASAH ALIYAH/SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN/MADRASAH ALIYAH KEJURUAN (SMA/MA/SMK/MAK) KELAS: X KOMPETENSI INTI 1 (SIKAP SPIRITUAL) 1. Menghayati

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan karakter dalam menanamkan nilai-nilai kebangsaan. Di samping

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan karakter dalam menanamkan nilai-nilai kebangsaan. Di samping BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, dunia pendidikan menghadapi berbagai masalah yang sangat kompleks yang perlu mendapatkan perhatian bersama. Fenomena merosotnya karakter kebangsaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah survei pernah dilakukan Mazzola (2003) tentang bullying di sekolah.

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah survei pernah dilakukan Mazzola (2003) tentang bullying di sekolah. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Karakter bangsa Indonesia semakin menurun, ini ditunjukkan dengan rendahnya etika dan moralitas, dalam pendidikan ada tawuran pelajar yang sering terjadi, siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Proses pendidikan diselenggarakan dalam rangka mengembangkan pengetahuan, potensi, akal dan perkembangan diri manuisa, baik itu melalui jalur pendidikan formal,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi

I. PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kehidupan dan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kehidupan dan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan suatu hal yang penting bagi setiap manusia. Pendidikan dapat dilakukan baik secara formal maupun non formal. Setiap pendidikan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan yang berkualitas akan menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. SDM yang dimaksud adalah peserta didik sebagai ouput pendidikan. Dengan SDM

Lebih terperinci

SILABUS MATA PELAJARAN SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DAN BUDI PEKERTI

SILABUS MATA PELAJARAN SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DAN BUDI PEKERTI SILABUS MATA PELAJARAN SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DAN BUDI PEKERTI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2 JAKARTA, 2016DAFTAR ISI DAFTAR ISI i I. PENDAHULUAN 1

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sepanjang hayat (long life education). Hal ini sesuai dengan prinsip

I. PENDAHULUAN. sepanjang hayat (long life education). Hal ini sesuai dengan prinsip 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses memanusiakan manusia atau lazim disebut sebagai proses humanisasi. Proses humanisasi ini diperoleh melalui berbagai pengalaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Atas dasar pemikiran tersebut, pendidikan karakter. dengan metode serta pembelajaran yang aktif.

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Atas dasar pemikiran tersebut, pendidikan karakter. dengan metode serta pembelajaran yang aktif. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang mengembangkan nilainilai karakter bangsa pada diri peserta didik, sehingga peserta didik dapat memaknai karakter bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Oka Nazulah Saleh, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Oka Nazulah Saleh, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar adalah proses yang aktif, peserta didik sendiri yang membentuk pengetahuan. Pada proses belajar, peserta didik diharapkan mampu menyesuaikan konsep dan

Lebih terperinci

PERAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN SOSIAL

PERAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN SOSIAL PERAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN SOSIAL Lenda Dabora Sagala STT Simpson Ungaran Abstrak Menghadapi perubahan sosial, Pendidikan Agama Kristen berperan dengan meresponi perubahan

Lebih terperinci

BAB III STANDAR KOMPETENSI LULUSAN STRUKTUR DAN MUATAN KURIKULUM

BAB III STANDAR KOMPETENSI LULUSAN STRUKTUR DAN MUATAN KURIKULUM BAB III STANDAR KOMPETENSI LULUSAN STRUKTUR DAN MUATAN KURIKULUM A. STANDAR KOMPETENSI LULUSAN ( SKL) 1. Pengertian Standar kompetensi Lulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan mencakup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siswa untuk memahami nilai-nilai warga negara yang baik. Sehingga siswa

BAB I PENDAHULUAN. siswa untuk memahami nilai-nilai warga negara yang baik. Sehingga siswa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan kewarganegaraan sebagai mata pelajaran yang bertujuan untuk membentuk karakter individu yang bertanggung jawab, demokratis, serta berakhlak mulia.

Lebih terperinci

FILSAFAT PENDIDIKAN DALAM PRAKSIS PENDIDIKAN NASIONAL 1 Paul Suparno

FILSAFAT PENDIDIKAN DALAM PRAKSIS PENDIDIKAN NASIONAL 1 Paul Suparno 1 FILSAFAT PENDIDIKAN DALAM PRAKSIS PENDIDIKAN NASIONAL 1 Paul Suparno Pengantar Apakah ada filsafat pendidikan dalam praktek pendidikan nasional kita? Untuk menjawab persoalan ini dapat dilakukan dua

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Simpulan Agustinus Tanggu Daga, 2014

BAB V PENUTUP A. Simpulan Agustinus Tanggu Daga, 2014 BAB V PENUTUP Bagian ini mengemukakan dua pokok pembahasan yaitu simpulan hasil penelitian, dan saran kepada pihak-pihak terkait. A. Simpulan Mengacu pada hasil evaluasi kurikulum mata kuliah Pendidikan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KTSP DAN K13 PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI KELAS 7

PERBANDINGAN KTSP DAN K13 PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI KELAS 7 PERBANDINGAN KTSP DAN K13 PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI KELAS 7 (oleh aendydasaint.wordpress.com) KURIKULUM 2013 (Kompetensi Inti:) 1. Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menetapkan tujuan pendidikan nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sekolah menyelenggarakan proses pembelajaran untuk membimbing, mendidik,

I. PENDAHULUAN. Sekolah menyelenggarakan proses pembelajaran untuk membimbing, mendidik, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sekolah menyelenggarakan proses pembelajaran untuk membimbing, mendidik, melatih dan mengembangkan kemampuan siswa guna mencapai tujuan pendidikan nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Upaya pemerintah dalam menanamkan kembali nilai-nilai karakter (luhur) dilatar

I. PENDAHULUAN. Upaya pemerintah dalam menanamkan kembali nilai-nilai karakter (luhur) dilatar I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Upaya pemerintah dalam menanamkan kembali nilai-nilai karakter (luhur) dilatar belakangi oleh realita permasalahan kebangsaan yang berkembang saat ini, seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan perubahan yang terjadi kian cepat seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum pendidikan harus disusun dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mitra Pustaka, 2006), hlm 165. Rhineka Cipta,2008), hlm 5. 1 Imam Musbikiin, Mendidik Anak Kreatif ala Einstein, (Yogyakarta:

BAB I PENDAHULUAN. Mitra Pustaka, 2006), hlm 165. Rhineka Cipta,2008), hlm 5. 1 Imam Musbikiin, Mendidik Anak Kreatif ala Einstein, (Yogyakarta: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai orang tua kadang merasa jengkel dan kesal dengan sebuah kenakalan anak. Tetapi sebenarnya kenakalan anak itu suatu proses menuju pendewasaan dimana anak

Lebih terperinci

KOMPETENSI PENDIDIK (GURU PAUD, GURU PENDAMPING, GURU PENDAMPING MUDA) 1 KOMPETENSI GURU PAUD

KOMPETENSI PENDIDIK (GURU PAUD, GURU PENDAMPING, GURU PENDAMPING MUDA) 1 KOMPETENSI GURU PAUD LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 137 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN ANAK USIA DINI KOMPETENSI PENDIDIK (GURU PAUD, GURU PENDAMPING, GURU

Lebih terperinci

SILABUS MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN KURIKULUM SMA NEGERI 3 MEDAN TAHUN PELAJARAN 2011/2012

SILABUS MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN KURIKULUM SMA NEGERI 3 MEDAN TAHUN PELAJARAN 2011/2012 MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN KURIKULUM SMA NEGERI 3 MEDAN TAHUN PELAJARAN 2011/2012 DINAS PENDIDIKAN KOTA MEDAN SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 3 MEDAN Jl. Budi Kean No. 3, Kel. Pulo Brayan Kota,

Lebih terperinci

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) 26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara

Lebih terperinci

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar Kompetensi Inti 2. Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong royong, kerjasama, cinta damai, responsif dan proaktif) dan menunjukan sikap sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agama. Hal tersebut sangat berkaitan dengan jiwa Nasionalisme bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. agama. Hal tersebut sangat berkaitan dengan jiwa Nasionalisme bangsa Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang kaya akan budaya, suku, ras dan agama. Hal tersebut sangat berkaitan dengan jiwa Nasionalisme bangsa Indonesia. Berbagai

Lebih terperinci

KURIKULUM 2004 STANDAR KOMPETENSI. Mata Pelajaran

KURIKULUM 2004 STANDAR KOMPETENSI. Mata Pelajaran KURIKULUM 2004 STANDAR KOMPETENSI Mata Pelajaran PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN SEKOLAH MENENGAH ATAS DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL Jakarta, Tahun 2003 Katalog dalam Terbitan Indonesia. Pusat Kurikulum, Badan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha membina kepribadian dan kemajuan manusia

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha membina kepribadian dan kemajuan manusia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha membina kepribadian dan kemajuan manusia baik fisik maupun moril, sehingga pendidikan memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia khususnya

Lebih terperinci