RONA AWAL LINGKUNGAN CALON TAPAK PLTN STUDI KASUS MUNTOK, KAB. BANGKA BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RONA AWAL LINGKUNGAN CALON TAPAK PLTN STUDI KASUS MUNTOK, KAB. BANGKA BARAT"

Transkripsi

1 RONA AWAL LINGKUNGAN CALON TAPAK PLTN STUDI KASUS MUNTOK, KAB. BANGKA BARAT Lilin Indrayani Direktorat Inspeksi Instalasi dan Bahan Nuklir -BAPETEN ABSTRAK RONA AWAL LINGKUNGAN CALON TAPAK PLTN STUDI KASUS MUNTOK, KAB. BANGKA BARAT. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2006 tentang Perizinan Reaktor Nuklir menyatakan bahwa persyaratan teknis yang harus dipenuhi oleh pemegang izin baik pada tahap tapak, konstruksi, komisioning, operasi sampai dekomisioning instalasi nuklir termasuk PLTN adalah hasil studi tapak dan program pemantauan lingkungan pada setiap tahapan perizinan instalasi nuklir. Salah satu komponen lingkungan yang digunakan sebagai dasar dalam program pemantauan lingkungan adalah data rona awal lingkungan. Data rona awal lingkungan pada tahap tapak dapat dipergunakan sebagai dasar dalam mengendalikan dan memverifikasi seluruh aktivitas yang kemungkinan berdampak terhadap lingkungan akibat adanya kegiatan pada setiap tahapan pembangunan dan pengoperasian PLTN baik pada kondisi normal maupun kondisi kecelakaan. Oleh karena itu BAPETEN sebagai Badan Pengawas yang memiliki tujuan untuk menjamin keselamatan pekerja, masyarakat serta perlindungan terhadap lingkungan hidup yang memiliki beberapa perangkat pengawasan dalam rangka antisipasi pembangunan PLTN di Indonesia penting untuk memperhatikan data rona awal lingkungan pada calon tapak PLTN. Dalam makalah ini dijelaskan beberapa data rona awal lingkungan studi kasus Muntok, Kab. Bangka barat yang berguna untuk menggambarkan status dan kondisi lingkungan pada calon tapak PLTN dimasa mendatang. ABSTACT THE ENVIROMENTAL BASELINE OF FUTURE NUCLEAR POWER PLAT SITING ON CASE STUDIES OF MUNTOK, WEST BANGKA. Based on Government Regulation Number 43 Year 2006 on Nuclear Reactor Licensing stated that the technical requirements to be met by either licences at the stage of siting, construction, commissioning, operation to decommissioning of nuclear installations including Nuclear Power Plants (NPP) are the results of the site studies and environmental monitoring programs at each stage of the installation nuclear permiting. One of the environmental components that are used as environmental monitoring program is the environment baseline data. Environmental baseline data on the siting stage can be used as a basis to control and verify all the activities that may impact on the environment resulting from activities at each stage of development and operation of Nuclear Power Plants (NPP) either under normal conditions and accident conditions. Therefore BAPETEN as Regulatory Body which has the aim to guarantee the safety of workers, communities and the protection of the environment that has several monitoring tools in order to anticipate the development of nuclear power plant (NPP) in Indonesia is important to pay attention to the environment baseline data at potensially site of nuclear plants. In this paper described some of environment baseline data study case on Muntok, Bangka west that is useful to describe the environmental status and conditions on the prospective future nuclear power plant (NPP) siting. LATAR BELAKANG Undang-undang nomor 30 tahun 2007 tentang energi memasukkan nuklir sebagai sumber energi nasional dalam kelompok energi baru dan terbarukan. Undangundang nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) mengamanatkan bahwa rencana pemanfaatan PLTN di Indonesia. Terkait dengan rencana tersebut di atas, BAPETEN sebagai badan pengawas yang memiliki tujuan untuk menjamin keselamatan pekerja, masyarakat serta perlindungan terhadap lingkungan hidup memiliki beberapa perangkat pengawasan dalam rangka antisipasi pembangunan PLTN di Indonesia salah satunya adalah pemantauan rona awal lingkungan pada calon tapak PLTN. Berdasarkan Peraturan Pemerintah 43 tahun 2006 tentang Perizinan Reaktor Nuklir menyatakan bahwa persyaratan teknis yang harus dipenuhi untuk mendapatkan izin dari BAPETEN adalah hasil studi tapak dan program pemantauan lingkungan pada tapak dan pada instalasi PLTN baik pada tahap tapak, konstruksi, komisioning, operasi dan dekomisioning. Salah satu komponen lingkungan yang digunakan dasar dalam program pemantauan lingkungan adalah data rona awal lingkungan. Data rona awal lingkungan pada tahap tapak dapat dipergunakan sebagai dasar dalam mengendalikan dan memverifikasi seluruh 311

2 aktivitas yang kemungkinan berdampak terhadap lingkungan akibat adanya kegiatan pada tahapan pembangunan, pengoperasian sampai dekomisioning instalasi PLTN baik pada kondisi normal maupun kondisi kecelakaan. Rona awal lingkungan adalah data yang dikumpulkan yang merupakan komponen lingkungan yang menggambarkan kondisi dan kualitas lingkungan pada calon tapak. Kegiatan pengumpulan data rona awal lingkungan bertujuan untuk: a. Menentukan Status Kualitas Lingkungan. Merupakan tugas dan tanggung jawab Badan Pengawas untuk menentukan status kualitas lingkungan pada daerah tertentu dan waktu tertentu khususnya pada calon tapak PLTN. Memberi informasi kepada pihak yang berkepentingan misalnya publik tentang kualitas lingkungan pada daerah dan waktu tertentu. Mengevaluasi kecenderungan kualitas atau perubahan lingkungan pada tahapan kegiatan pembangunan dan pengoperasian pada calon tapak PLTN. Sebagai panduan atau acuan dalam pemulihan kondisi lingkungan pada tahap dekomisioning. Sebagai panduan atau acuan dalam pemulihan lingkungan akibat terjadinya kecelakaan yang berpotensi mengakibatkan kontaminasi lingkungan. b. Menentukan kebijakan pengelolaan lingkungan Data yang diperoleh dapat digunakan dasar pertimbangan, penyusunan dan evaluasi kebijakan terhadap kegiatan pengelolaan lingkungan yang akan dilakukan, misalnya penetapan tingkat radiasi, pengendalian teknologi yang akan dipakai, pengendalian limbah radioaktif,dll. c. Menegakkan Hukum Lingkungan Dalam mengawasi penerapan peraturan perundang-undangan atau untuk membuktikan indikasi terjadinya dampak lingkungan akibat pembangunan dan pengoperasian instalasi nuklir di kemudian hari. Salah satu alat bukti indikasi kontaminasi lingkungan adalah perlu dilakukan pengambilan sampel lingkungan yang akan dibandingkan dengan data rona awal lingkungan. II. RONA AWAL LINGKUNGAN KAB. BANGKA BARAT Perhatian masyarakat nuklir baik pihak pemerintah, LSM maupun masyarakat umum pemerhati nuklir akhir-akhir ini perhatiannya tertuju pada Kabupaten Bangka barat yang selalu disebut-sebut sebagai calon tapak PLTN. Kabupaten Bangka barat secara geografis terletak diantara BT dan LS. Adapun secara administrasi mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut : Sebelah Utara : Laut Natuna Sebelah Timur : Kabupaten Bangka Sebelah Selatan : Selat Bangka dan kabupaten Bangka Sebelah Barat : Selat Bangka Menurut data BPS Kab. Bangka Barat terakhir (November 2008), luas wilayah total Kab. Bangka Barat adalah. yang 2.820,61 km 2 terdiri dari 5 (lima) kecamatan yaitu Muntok, Simpang Teritip, Kelapa, Jebus dan Tempilang. Luas daratan kurang lebih 2.820,61 km 2. Sedangkan untuk luas wilayah laut kewenangan yaitu selebar 4 (empat) mil laut ditarik dari garis pantai/ batas terluar pantai sekitar Ha. TOPOGRAFI DAN MORFOLOGI WILAYAH Ketinggian daerah yang paling dominan di kabupaten bangka barat 0 25 meter dpl (diatas permukaan laut) sehingga menunjukkan seolah ada lahan rendah yang memisahkan antara wilayah Kecamatan Jebus dengan wilayah lainnya di Bangka Barat. Bagian lahan rendah tersebut adalah persambungan antara komplek sungai Kampak dan Komplek sungai Antam. Puncak tertinggi di bangka barat adalah Gunung Menumbing dikecamatan Muntok dengan ketinggian sekitar 445 meter diatas permukaan laut. Adapun bukit yang termasuk dataran rendah tersebut adalah bukit Kelumpang, Bukit Kukus, Bukit Mayang, Bukit Penyambung, Bukit Kebon Kapit, Bukit Pasukan, Bukit Penyambung, 312

3 Bukit Telimpung yang ketinngiannya bervariasi antara 150 m sampai 200 m. SIFAT TANAH A. Jenis tanah Jenis tanah kabupaten bangka barat yang terletak di ujung barat pulau Bangka didominasi oleh jenis tanah asosiasi podsolik coklat ke kuning-kuningan dengan bentuk wilayah berombak dan bergelombang. Kondisi tanah di Kab. Bangka Barat mempunyai PH rata-rata dibawah 5, yang didalamnya mengandung mineral biji timah dan bahan galian lainnya seperti pasir kwarsa, kaolin, batu gunung dan lain-lain. Bentuk dan Keadaan tanah di Kab. Bangka Barat adalah sebagai berikut (Sumber BPS Kab. Bangka barat Tahun 2007) : 4 % berbukit seperti bukit Menumbing, dengan jenis tanahnya adalah kompleks podsolik coklat kekuning-kuningan dan litosol dari batu plutonik masam. 51% berombak dan bergelombang dengan jenis tanah asosiasi podsolik coklat kekuning-kuningan dengan bahan induk komplek batu pasir kwarsit dan batuan plutonik masam 20% lembah/ datar dengan jenis tanah asosiasi podsolik, berasal dari komplek batu pasir dan kwarsit. 25 % rawa dan bencah datar engan jenis tanah asosiasi alluvial hidromotif dengan Glei humus serta Regosol kelabu muda berasal dari endapan pasir dan tanah liat. B. Tekstur Tanah Tektur tanah merupakan alat ukur yang dapat menunjukkan perbandingan relatif antara partikel-partikel tanah pasir, tanah liat dan debu. Tingkat kehalusan partikel tanah adalah tekstur halus, sedang dan kasar. Berdasarkan klasifikasi tersebut, Tekstur tanah di Kab. Bangka Barat didominasi tekstur sedang. IKLIM Kabupaten Bangka Barat memiliki iklim tropis type A. Berdasarkan data dari stasiun Meteorologi Pangkal Pinang Tahun 2007, suhu udara maksimal Kab. Bangka Barat adalah 28,3 Celsius dan minimal 26,2 derajat Celcius. Sedangkan kelembaban udara bervariasi antara 71-88%. Berdasarkan catatan tahun 2007 curah hujan total 1,760,64 mm,atau rara-rata sebesar 146,72 mm/bulan dan banyaknya hari hujan rata-rata sebesar 9,75 hari. Musim penghujan rata-rata terjadi pada bulan Oktober sampai Mei. Intensitas penyinaran matahari rata-rata bervariasi antara 30,0-70,41 % dan tekanan udara antara 1.008,1 MB 1.010,8 MB. Gambar 1. sifat tanah coklat kekuning-kuningan terdiri dari pasir, kerikil dan bebatuan dengan kontur yang bergelombang 313

4 HIDROLOGI Pola Hidrologi diidentifikasi menurut daerah aliran Sungai (DAS) di wilayah Kab, Bangka barat yang mempunyai arah aliran masing-masing ke laut Natuna, Selat Bangka dan Teluk Kelabat. Keberadaan sungai di kab. Bangka Barat sering berubah-ubah seriring banyaknya penambangan liar disekitar DAS. Beberapa sungai yang relatif besar jika dibandingkan sungai lainnya yaitu : Sungai kampak yang mengalir ke arah barat yaitu ke Teluk Kampak (Laut Natuna) yang terletak di kecamatan Jebus. Sungai Mancong/Sungai Jering yang mengalir kearah selatan yaitu ke selat Bangka yang terletak di Kecamatan Kelapa Sungai Antan yang mengalir kearah timur yaitu keteluk Kelabat yang terletak di Kecamatan Jebus. Selain Sungai, badan air yang merupakan air pemukaan yang banyak terdapat di kabupaten Bangka barat adalah Kolong yaitu air yang tertampung dalam lubang bekas galian tambang timah. Sejumlah kolong yang terdapat kab. Bangka barat yaitu Kolong Terabek, Kolong Berang, Kolong sekar Biru, Kolong Ketap, Kolong Hijau dan Kolong Panca. Selain itu terdapat juga rawa-rawa yang merupakan tampungan air permukaan. Sistem penyediaan air minum PDAM kecamatan Muntok ( Sumber : Kajian Potensi Air untuk kabupaten Bangka Barat, Bappeda Kabupaten Bagka Barat Tahun 2007) berasal dari sumber air bersih perpipaan yang dikelola oleh PDAM Muntok diambil dari tiga buah sumber air yaitu Kolong Menjelang, Sungai Daeng (sungai Babi) dan Mata air Gunung Menumbing. Saat ini PDAM kecamatan Muntok hanya mengandalkan sumber air dari Kolong Menjelang yang mempuyai luas 3 ha dengan debit 15 l/dt, mengingat debit air yang dihasilkan mata air Gunung Menumbing relatif kecil sekitar 5 l/dt. DRAINASE Dengan karakter topografi wilayah dengan pola aliran sungai, ada permasalahan dalam drainase wilayah ini terutama kota Muntok, berupa adanya banjir periodik pada musim penghujan dan pada saat air laut pasang. Banjir periodik tersebut terjadi sebagai limpasan/luasan air sungai, terutama yang perbedaan tinggi dengan muara (permukaan laut) tidak terlalu besar, seperti pada sungai Muntok asin GEOLOGI Sebaran karakter geologi di Kabupaten Bangka Barat didasarkan pada batuan penyusunnya. Jenis batuan terdiri dari batuan Aluvial, batuan Bintan, batuan Filit, Formasi Bintan, dan Granit. 1. Batuan Granit merupakan batuan beku atau malihan (igneous atau metamorphic rocks) batuan ini mempunyai potensi dan prospek ait tanah sangat rendah. 2. Batuan aluvial terdapat sebagian besar disebelah selatan kecamatan Muntok, bagian selatan kecamatan dan bagian timur kecamatan Jebus. Batuan aluvial ini merupakan sedimen lepas atau setengah padu seperti kerikil, pasir, lanau, lempung. Sebaran jenis batuan aluvial ini terdapat pada catchment area Sungai Kampak, Sungai Jering/ Mancung, Sungai Menduyung, dan Sungai Sukai. Batuan ini mempunyai potensi dan prospek air tanah sedang. 3. Batuan Bintan, tersebar dibagian timur Kab. Bangka barat yaitu bagian timur kecamatan Jebus, Bagian Timur kecamatan Kelapa, dan Bagian Timur kecamatan tempilang. 4. Batuan Filit, terdapat di bagian selatan kecamatan Jebus, bagian timur kecamatan Kelapa. STATUS DAN FUNGSI HUTAN. Dominan Wilayah Kab. Bangka Barat adalah hutan. Kajian penetapan pola ruang yang terkait dengan fungsi hutan yang ada terutama ditetapkan untuk kawasan lindung yang berupa hutan maupun budidaya yang berupa hutan, maka terlebih perlu dilakukan kajian terhadap penetapan fungsi hutan yang ada di kabupaten bangka barat. Dari data Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bangka barat diperoleh data kawasan hutan di Kab. Bangka Barat yang terdiri dari Hutan Konservasi (HK), Hutan Lindung/ Hutan Lindung Pantai, dan Hutan Produksi yang 314

5 2.8 PENGGUNAAN LAHAN Status Penggunaan Lahan di kawasan kab. Bangka barat Tahun 2007 (data Badan Perencanaan Daerah Kab. Bangka Barat) adalah sebagai berikut: Tabel 1. Tata guna Lahan Kab. Bangka Barat No JENIS PENGGUNAAN LUAS (ha) 1 Hutan ,65 2 Hutan Rawa ,26 3 Rawa ,76 4 Semak Belukar ,33 5 Bekas Galian 878,49 Tambang 6 Tambang ,07 7 Tegalan-Ladang ,40 8 Perkebunan ,50 9 Sawah 134,73 10 Pemukiman 3.185,71 11 Pasir Darat 247,56 12 Tanah Kosong 640,63 13 Sungai 1.909,55 JUMLAH DAN DISTRIBUSI PENDUDUK Jumlah Penduduk Kabupaten Bangka Barat Tahun 2007 adalah sebesar jiwa (Sumber Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kab. Bangka Barat Tahun 2008) yang terdiri dari jumlah penduduk laki-laki jiwa dan jumlah penduduk perempuan jiwa. Kalau dilihat dari tabel diatas Untuk selang waktu tahun Kabupaten Bangka Barat Mempunyai angka laju pertumbuhan penduduk (LPP) sebesar 2,38 %. Sementara bila dilihat dinamikanya pertumbuhan penduduk tiap tahun pada selang waktu antara 2001 sampai 2007 ada beberapa kecamatan yang mengalami pertumbuhan sangat tinggi dan ada juga yang malahan negatif pertumbuhannya atau berkurang jumlah penduduknya PRASARANA TRANSPORTASI a. Prasarana Transportasi Darat Jaringan jalan yang ada di kab. Bangka barat terdiri dari Jalan Negara, Jalan Provinsi dan jalan Kabupaten. Berdasarkan Tahun 2007 Jalan Negara sepanjang 81,00 km, Jalan Propinsi sepanjang 46, 80 km dan Jalan Kabupaten sepanjang 421, 42 km. Jalan Negara merupakan jaringan jalan yang membentuk sumbu utama di wilayah Kabupaten bangka barat yang menghubungkan tanjung kalian Muntok- Simpang Teritip Kelapa- batas Kabupaten Ke Pangkal Pinang. Jalan Kabupaten dan Jalan Propinsi serta jalan lokal dominan merupakan cabang dari jalan negara. Oleh karena itu pola jaringan jalan yang ada pada dasarnya merupakan pola tulang ikan. Beberapa titik pertemuan atau persimpangan antara jalan negara dengan jalan-jalan lainnya muntok, air limau, mayang, pelangas, simpang teritip, ibul, kacung, dendang, simpang bulin, kelapa, dan simpang tempilang. Sebagai kelengkapan dari pergerakan transportasi jalan raya, dewasa ini ada 3 terminal dikab. Bangka barat, yaitu: Terminal Muntok yang merupakan terminal utama di kab.bangka barat yang melayani trayek antar propinsi ke palempang antar kabupaten di pulau bangka antar kecamatan di bangka barat dan lokal sekitar kota dan kecamatan muntok. Terminal Parit Tiga Jebus yang lebih merupakan sub-terminal yang melayani trayek antar kabupaten (ke sungailiat) antar kecamatan (ke muntok, tempilang)dan lokal di kecamatan jebus Terminal Kelapa yang lebih merupakan terminal perlintasan ataupun sub terminal yaitu melayani perlintasan Muntok- Kelapa- Pangkal pinang. b. Prasarana Pelabuhan Laut dan Penyebrangan Pada saat ini Kab. Bangka Barat memiliki 5 pelabuhan penyebrangan yaitu: Pelabuhan Muntok yang terletak di Simpul perkotaan Muntok (Kel. Tanjung Kec.Muntok) yang melayani pergerakan barang dan penumpang Pelabuhan Tanjung Kelian diujung barat Pulau Bangka yang terletak di desa Air Putih Kecamatan Muntok, yang melayani angkutan penyeberangan Muntok- Palembang. Pelabuhan Tanjung Ru, di Desa Bukit Kecamatan Jebus yang melayani penyebrangan ke Belinyu dengan menggunakan perahu rakyat dan bahkan perahu nelayan, untuk menyebrangkan orang dan barang. 315

6 Pelabuhan Kayu arang terletak di desa kayu arang Kecamatan Kelapa yang dahulu merupakan pelabuhan penyebrangan Palembang-Katu arang yang dewasa ini tidak dimanfaatkan lagi untuk itu, sehingga pada lokasi pelabuhan ini lebih banyak dipakai sebagai tambatan perahu nelayan. SEKTOR EKONOMI Masyarakat Muntok dari zaman belanda hingga kini terkenal dengan timah dan perkebunan lada. Timah Muntok merupakan sumber tambang timah terbesar di Indonesia. Penambangan timah oleh kapal hisap diperairan laut merupakan bentuk ekspansi pertambangan timah yang dilakukan di darat, akhir-akhir ini disoroti sebagai bentuk kegiatan perusakan lingkungan. Usaha industri yang banyak di kab.bangka barat adalah industri yang mendukung pertambangan timah misalnya industri pengolahan biji timah (smelter). Sesuai dengan kondisi geografisnya yang terletak diperairan dekat laut yang kaya akan keanekaragaman hayati laut, penduduk sekitar pesisir pada umumnya memiliki mata pencaharian sebagai nelayan. Daerah Teresterial yang didominasi dengan hutan sekarang ini banyak berubah menjadi lahan tanaman hutan industri seperti karet, kelapa sawit, dan lahan hutan yang diubah menjadi perkebunan antara lain perkebunan lada. Selain bekerja pada pemerintahan, hanya sebagian kecil masyarakat bergerak dibidang jasa misalnya jasa untuk mendukung pariwisata yang terkenal dengan pantainya yang indah. KESIMPULAN BAPETEN sebagai badan pengawas yang memiliki tujuan untuk menjamin keselamatan pekerja, masyarakat serta perlindungan terhadap lingkungan hidup memiliki beberapa perangkat pengawasan dalam rangka antisipasi pembangunan PLTN di Indonesia salah satunya adalah pemantauan rona awal lingkungan pada calon tapak PLTN. Rona awal merupakan pedoman/acuan untuk menentukan kualitas lingkungan calon tapak PLTN khususnya tapak Muntok, Kab. Bangka Barat pada tahap pembangunan dan pengoperasian sampai dekomisioning PLTN dimasa mendatang. DAFTAR PUSTAKA 1 Data Kependudukan, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kab. Bangka Barat, Tahun Data Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bangka barat tentang penggunaan lahan Kab. Bangka Barat. 3 Data Meteorologi dari stasiun Meteorologi Pangkal Pinang Tahun Data dari BPS Kab. Bangka barat Tahun Kajian Potensi Air untuk kabupaten Bangka Barat, Bappeda Kabupaten Bagka Barat Tahun

7 PENGOLAHAN LIMBAH BORON-10 DARI OPERASI PLTN TIPE PWR DENGAN TEKNIK SOLIDIFIKASI HYPER CEMENT Subiarto, Cahyo Hari Utomo Pusat Teknologi Limbah Radioaktif- BATAN ABSTRAK PENGOLAHAN LIMBAH BORON-10 DARI OPERASI PLTN TIPE PWR DENGAN TEKNIK SOLIDIFIKASI HYPER CEMENT. Telah dilakukan pengkajian pengolahan limbah boron-10 dari operasi PLTN tipe PWR. Pada sistem air pendingin primer untuk PLTN tipe reaktor air ringan bertekanan (pressurized water reactor, PWR), penanganan jumlah neutron yang terbentuk dari reaksi fisi di dalam reaktor selain dengan menggunakan batang kendali saat siklus awal juga dilakukan dengan penambahan boron dalam bentuk asam borat. Asam borat ini ditambahkan kedalam air pendingin primer pada kadar 4000 ppm untuk menyerap neutron. Asam borat dalam limbah cair (air pendingin bekas) akan memberikan kesulitan dalam proses sementasi untuk isolasi dan pengungkungan unsur radioaktif, karena beton hasil pemadatan akan menjadi sulit untuk mengeras. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu dilakukan pengurangan kadar boron dengan teknik pengenceran tapi ini akan menambah volume limbah solidifikasi yang dihasilkan. Sebagai jalan keluar limbah asam borat dikelola dengan teknik solidifikasi (hyper-cement) yang menggunakan material semen yang menambah kandungan borat dalam produknya. Kata kunci : Limbah boron-10, PWR, Tehnik solidifikasi ABSTRACT THE TREATMENT OF BORON -10 WASTE GENERATED FROM PWR'S TYPE OF NUCLEAR POWER PLANT OPERATION USING HYPERCEMENT SOLIDIFICATION. The assesment of treatment of boron 10 waste generated from PWR's type of Nuclear Power Plant have been carried out. On the primary coolant water system for PWR's type of NPP, the handling of amount of neutron formed from fission reaction within reactor besides using control rod at the starting up of the reactor, it was also done by adding boron in boric acid form. Boric acid was added into primary coolant water at the content cementation product of 4000 ppm to absorb neutron. Boric acid in liquid waste (spent coolant water) would give difficulties in solidification process for radioactive elements isolation since it would hinder the hardening process of the concrete of solidification product materials. To overcome this problem, it is necessary to reduce the amount of boric by dilution technique, but this will increase the waste volume of the solidification products of waste solidification. Therefore there is a need to develop a solidification technique using cement materials that increases the borate content in products. Keywords : Boron-10 waste, PWR, solidification PENDAHULUAN Penggunaan boron-10 dalam bentuk asam borat diperlukan untuk menyerap neutron yang dihasilkan selama reaksi fisi di dalam reaktor tipe pwr, karena penggunaan batang kendali saja tidak memadai. Boron dalam bentuk asam borat ditambahkan ke dalam sistem air pendingin primer pada kandungan 4000 ppm [1,2]. Penambahan boron ini di dalam reaktor menjalankan fungsi : Mengendalikan reaktivitas teras. Meratakan fluks neutron agar bahan bakar mengalami pembakaran yang sama. Reaksi penyerapan neutron oleh boron adalah [2] : B + n Li + α Selain harganya mahal, keberadaan elemen boron di dalam limbah tidak dikehendaki karena akan mencemari lingkungan, karenanya diupayakan pengambilan kembali boron ini di dalam sistem air pendingin primer reaktor tipe PWR. Pengambilan kembali ini bisa dilakukan baik dengan menggunakan metoda evaporasi ataupun dengan menggunakan resin penukar ion. Berdasarkan pertimbangan ekonomi dan keselamatan, asam borat yang terdapat dalam air pendingin bekas diambil kembali melalui proses evaporasi sehingga diperoleh asam borat sebagai pekatan yang digunakan kembali dan kondensat yang dipakai sebagai air make-up. Jika air berkadar boron cukup tinggi mengalami pendinginan, maka akan ada resiko penyumbatan saluran pipa karena terbentuknya kristal. Telah diketahui pula kondisi proses yang optimal agar pada proses evaporasi belum terdapat resiko 317

8 penyumbatan oleh terjadinya kristal asam borat, yaitu pada kadar asam borat maksimum 6 % [1] Asam borat dapat pula diambil kembali dengan metode penukar ion. Resin yang dipergunakan adalah resin penukar anion basa lemah. Larutan asam borat dialirkan melalui kolom penukar ion berisi resin penukar anion berukuran mesh, sehingga ion-ion borat terkonsentrasi pada resin. Kemudian resin dielusi dengan air dan dalam fraksi efluen, kandungan isotop B 10 akan meningkat pada akhir tahap elusi. Faktor pemisahan terbaik yang diperoleh adalah sebesar 1,03 pada temperatur operasi 25 C, kecepatan umpan boron dalam bentuk larutan asam borat 0,101 M adalah 50 ml/jam/cm 2 dan kecepatan elusi sebesar 38 ml/jam/cm 2 dalam kolom uji berukuran 0,8 cm x 48 cm Dapat pula diketahui bahwa temperatur operasi yang lebih tinggi dan laju alir umpan boron yang lebih besar akan mengakibatkan kecenderungan pengurangan faktor pemisahan. Larutan yang mengandung banyak isotop B 10 akan terkumpul terpisah di bagian belakang dari proses elusi. Ada metoda lain, juga secara catu, untuk meningkatkan kandungan isotop B 10 dalam larutan asam borat dari 19,78 % menjadi 91 % dengan mengalirkan larutan umpan melewati resin penukar anion basa lemah berukuran mesh di dalam kolom penukar ion sepanjang 256 cm dengan menggunakan air sebagai eluen. Konsentrasi umpan asam borat adalah 0,1 mol/dm 3 dan kecepatan elusi sebesar 20 cm 3 /jam/cm 2 pada temperatur operasi 40 C. Faktor pemisahan yang diperoleh konstan sepanjang kolom, yakni sebesar 1,0100 ± 0,0005 per 100 cm.[1,2] Setelah unsur boronnya diambil kembali, baik dengan cara evaporasi maupun dengan penukar ion, maka limbah radioaktif yang tersisa dapat diproses lebih lanjut agar tidak mengancam keselamatan manusia dan mengganggu keseimbangan lingkungan. Dalam makalh ini akan dilakukan pengkajian teknik solidifikasi untuk digunakan dalam menangani limbah boron dari operasi PLTN tipe PWR. Teknik solidifikasi yang dipilih adalah solidifikasi hyper cement yang dapat mengurangi volume limbah cair boron-10 dari PLTN tipe PWR dengan cara solidifikasi semen stabil. KARAKTERISTIK LIMBAH BORON DARI OPERASI PLTN TIPE PWR Dari operasi PLTN tipe PWR akan ditimbulkan limbah radioaktif cair terkonsentrasi boron dengan karakteristik sebagai berikut : [3] 1. Tipe limbah : limbah aktivitas rendah 2. Kerapatan jenis : 1,2 g/cm 3 3. Karakteristik fisik : gambaran umum berupa lumpur dimana mayoritas air limbah telah diolah baik dengan cara evaporasi maupun dengan resin penukar ion. 4. Komponen fisik : konsentrat boron 90 % dan air 10 %. Konsentrat boron didisposal jika tidak bisa digunakan kembali, karena terkontaminasi secara kimia sehingga menghalangi penggunaannya kembali. Bentuknya secara fisik berupa lumpur yang densitasnya lebih besar daripada air. Setelah diolah maka limbah disolidifikasi ke dalam drum 200 l dan kemudian ditempatkan di dalam kontainer yang memenuhi standar ISO. Radioaktivitas dari limbah terdiri dari pemancar alfa, beta dan gamma. SOLIDIFIKASI KONSENTRAT BORON LIMBAH Limbah radioaktif cair yang mengandung boron setelah diambil boronnya baik dengan cara evaporasi maupun penukar ion, maka limbah konsentratnya kemudian disolidifikasi agar dapat dengan aman disimpan di fasilitas penyimpanan. Dalam makalah ini akan ditampilkan satu teknik solidifikasi yang menghasilkan tidak begitu banyak limbah untuk dibuang di fasilitas penyimpanan lestari, jauh lebih sedikit dibandingkan cara solidifikasi konvensional, yang dinamakan teknik solidifikasi hyper-cement. Dengan menggunakan teknik ini, rasio reduksi volume limbah yang dihasilkan lebih besar dibandingkan dengan cara teknik bitumen, yang secara konvensional digunakan dalam solidifikasi limbah cair terkonsentrasi dari PLTN tipe PWR. Material semen diketahui sangat bagus untuk solidifikasi limbah radioaktif karena sifat tak tembus airnya setelah pengerasan dan sifat penyerapannya yang tinggi terhadap elemen radioaktif ke dalam material yang mengeras. Sejalan dengan kesederhanaan proses solidifikasi 318

9 menggunakan bahan- bahan ini, sistem solidifikasi semen telah beroperasi di banyak fasilitas nuklir. Tetapi proses pengerasan kadang-kadang terhambat oleh kehadiran komponen-komponen tertentu seperti asam borat dan asam fosfat sebab unsur-unsur tersebut mengganggu reaksi hidrasi semen. Gangguan ini menjadi titik perhatian khusus dalam hal solidifikasi limbah cair terkonsentrasi dari reaktor tipe air bertekanan (PWR) karena komponen utamanya adalah asam borat. Untuk menghindari gangguan ini, adalah perlu untuk mengurangi kandungan komponen ini pada solidifikasi semen, tetapi ini mengakibatkan bertambahnya volume produk solidifikasi limbah. Untuk alasan ini diperkenalkanlah teknik bitumen dimana garam- garam dari campuran borat dan elemen-elemen radioaktif dicampurkan kedalam aspal molten. Teknik ini dapat mengurangi timbulnya produk solidifikasi limbah di PLTN tipe PWR. Tapi proses solidifikasi ini rumit dan kadang-kadang diperlukan perbaikan peralatan akibat aktivasi aspal molten pada temperatur tinggi yang berujung pada korosi logam. Jadi perlu dikembangkan teknik solidifikasi menggunakan bahan semen yang menambah kandungan borat dalam produknya. DATA DAN PEMBAHASAN a, Proses Solidifikasi Hyper - Cement Telah dikembangkan teknik solidifikasi semen yang baru, yang dikenal dengan nama teknik solidifikasi hypercement yang menghasilkan reduksi volume limbah yang tinggi. Teknik ini terdiri dari 2 proses : proses pengeringan untuk mengurangi volume limbah radioaktif dan proses sementasi untuk solidifikasi sejumlah besar produk pengeringan dengan semen. Menggunakan teknik ini, rasio reduksi volume limbah lebih besar daripada jika kita menggunakan teknik bitumen. Gambar 1 menunjukkan proses solidifikasi (pemadatan) yang dikembangkan untuk limbah radioaktif terkonsentrasi dari PLTN tipe PWR. Mula-mula teknik pra-pengolahan diterapkan untuk mengubah borat yang larut menjadi borat yang tak larut dengan menambahkan bahan kimia Ca (OH) 2 ke dalam larutan sebelum pengeringan. Dengan menambahkan Ca (OH) 2 ke dalam limbah cair, kristal kalsium dan campuran boron akan mengendap dalam limbah cair. Ca dan boron (B) ini tidak akan berpengaruh terhadap reaksi hidrasi semen karena keduanya tidak larut dalam air [4]. Dalam proses kedua, dengan tujuan untuk mengurangi volume limbah cair dari PLTN tipe PWR, limbah cair pra pengolahan direduksi menjadi bentuk bubukan padat dengan metode pengeringan. Telah dikembangkan peralatan evaporasi untuk lmbah cair dan resin bekas. yang dinamakan wiped film evaporator. Kondisi optimum untuk proses pengeringan limbah cair terkonsentrasi dari PWR adalah pada rasio mol Ca/B antara 0,4 0,6. Faktor dekontaminasi (DF) dari wiped film evaporator pada kondisi ini adalah , dan nilai ini sudah cukup tinggi dibandingkan dengan yang diharapkan.[4] Dalam proses selanjutnya, limbah bubuk ini disolidikasi dengan semen. Semen ini mengandung campuran khusus yang mendispersi partikel-partikel semen dan limbah bubuk dalam air pencampur, dan hasil campuran ini viskositasnya rendah. Konsekwensinya, sejumlah besar limbah bubuk dapat dicampurkan secara homogen dan rasio reduksi volumenya 6 7 kali lebih besar dibandingkan dengan proses solidifikasi semen konvensional.[4] b. Kandungan Asam Borat dalam Solidifikasi Semen Rasio mol Ca/B dari limbah bubuk dipilih sebesar 0,5 0,6 dan bahan semen yang digunakan untuk solidifikasi bubuk ini adalah campuran dari semen portland biasa dan kerak sisa pembakaran. Dalam rangka menambah jumlah limbah bubuk yang disolidifikasi dalam drum 200 l (untuk dibandingkan dengan solidifikasi dengan bitumen), akan dipelajari hubungan antara jumlah asam borat yang disolidifikasi dengan dua sifat, yakni viskositas campuran dan kuat tekan setelah proses pengerasan. Dipilih pula kondisi optimum untuk proses solidifikasi semen, yakni viskositas campuran yang rendah ( < 50 dpa.s ) dengan tujuan untuk memperoleh kuat tekan yang tinggi ( > 5 MPa ). 319

10 Gambar 1. Proses solidifikasi limbah dengan bahan matriks semen Viscositas (dpa s) Gambar 2. Hubungan antara kadar asam borat dalam pemadatan dengan semen dan viskositas campuran. Gambar 2 menunjukkan hubungan antara kandungan asam borat dalam solidifikasi semen untuk drum berukuran 200 l dengan viskositas campuran. Diperoleh bahwa viskositas campuran itu terjaga tetap rendah meskipun campuran berisi sekitar delapan kali lipat lebih banyak asam borat (sebanyak 110 kg dalam drum 200 liter ) dibanding dengan proses sementasi konvensional. Karena campuran menambah potensial zeta dari bubukan dalam air, maka partikel-partikel saling tolak-menolak satu sama lain sehingga mengurangi viskositas campuran. Tabel 1 memperlihatkan kuat tekan dari produk solidifikasi setelah 28 hari. Diperoleh bahwa kuat tekan campuran terjaga tetap tinggi, di atas lebih dari 5 Mpa sekalipun mengandung sekitar 8 kali lebih banyak asam borat (sekitar 110 kg dalam drum 200 liter) daripada semen konvensional. Hasil ini menguatkan kemungkinan untuk menambah kandungan asam borat dalam produk solidifikasi. Dibandingkan dengan teknik solidifikasi semen konvensional, teknik solidifikasi hyper cement yang baru ini memberikan sekitar 8 320

11 kali lipat penambahan jumlah kandungan asam borat dalam produk solidifikasi. Tabel 1. Kuat Tekan Produk Solidifikasi setelah 28 Hari [4] Jumlah Asam Borat Kuat Tekan ( MPa ) Semen Solidifikasi Baru Kondisi Optimum 100 kg 10,0 > kg 6,7 > 5 c. Pelindian Produk Solidifikasi Studi pelindian radionuklidaradionuklida dari produk solidifikasi penting dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan pengungkungan kandungan radionuklida dari produk solidifikasi. Pelindian limbah radioaktif aktivitas rendah tersolidifikasi diukur dengan sebuah prosedur uji jangka pendek (metoda American National Laboratory). Radionuklida yang digunakan adalah Cs-137 dan Co-60. Spesimen sampel untuk uji pelindian adalah sebuah silinder sirkuler dengan diameter 1,8 cm dan panjang 1,4 cm. Indeks pelindian dihitung berdasarkan difusivitasnya. Gambar 3 menunjukkan hubungan antara waktu pelindian dengan difusivitas Cs-137 dan Co-60, sedangkan tabel II menunjukkan indeks pelindian yang diperoleh. Tabel 2. Indeks Pelindihan untuk Cs-137 dan Co-60 [4] Jumlah Asam Borat Indeks Pelindihan Cs-137 Co kg 9,2 12,6 9,3 12,7 110 kg 9,6 12,6 9,3 12,5 Indeks pelindihan nuklida-nuklida penting yang dioeroleh dengan metoda ANL adalah sekitar 9 untuk Cs-137 dan sekitar 12 untuk Co-60. Hasil ini menunjukkan bahwa produk yang dihasilkan dengan teknik ini telah memenuhi regulasi disposal limbah aktivitas rendah Amerika Serikat. Limbah cair simulasi yang mengandung campuran natrium dan boron ( ppm boron) dan bubuk Ca (OH) 2 (ratio mol Ca/B adalah 0,5) dicampurkan pada suhu 80 C, dan campuran lalu dikeringkan dengan wiped film evaporator. Campuran mengandung asam borat sebanyak 100 kg dalam drum 200 l. Volume limbah tersolidifikasi direduksi hingga seperdelapan volume limbah menggunakan teknik solidifikasi semen konvensional. Gambar 4 (a) menunjukkan peralatan skala penuh.dan Gambar 4 (b) menunjukkan hasil solidifikasi dalam drum 200 liter dengan teknik baru sementasi. Difusifitas (cm 2 /s) Gambar 3. Hubungan antara waktu lindi dengan difusifitas Cs-137 dn C

12 Gambar 4.Peralatan Solidifikasi dan drum 200 l hasil olahan Perubahan konsumsi daya motor diukur selama operasi proses solidifikasi. Nilai rata-rata konsumsi daya motor selama operasi adalah 2 kwh, nilai puncak adalah sekitar 2,5 kwh. Fluktuasi konsumsi daya motor yang relatif kecil selama operasi disebabkan oleh gerakan ke bawah yang halus dari film tipis yang terbentuk pada permukaan dalam dari dinding yang dipanasi ke dasar wiped film evaporator. Bubukan diketahui mempunyai kurang daripada 10 % berat campuran. Hasil ini memenuhi nilai yang ditargetkan (50 dpa.s), juga dikonfirmasikan bahwa tidak ada bendabenda padat di peralatan solidifikasi semen. Temperatur puncak di inti produk adalah sekitar 60 C setelah 6 jam pencampuran. Gambar 4 (b) menunjukkan foto dari produk drum berukuran 200 liter yang diproduksi menggunakan peralatan solidifikasi semen skala penuh. Pada hasil solidifikasi tidak ditemukan adanya cacat, retakan, rongga ataupun kandungan sedimentasi. Hasil ini mengkonfirmasi bahwa limbah cair boron- 10 terkonsentrasi dari PLTN tipe PWR telah dapat disolidifikasi dengan baik memakai teknik solidifikasi hyper cement ini. Volume limbah yang dihasilkan dari teknik solidifikasi hyper cement ini adalah seperdelapan dibandingkan dengan jika menggunakan solidifikasi konvensional. KESIMPULAN Telah dikembangkan sebuah teknik solidifikasi semen yang baru ( teknik solidifikasi hyper cement ) untuk limbah cair boron-10 terkonsentrasi yang ditimbulkan oleh PLTN tipe PWR. Volume limbah berkurang hingga seperdelapan dibandingkan jika menggunakan teknik solidifikasi konvensional. Produk solidifikasi mempunyai sifat yang bagus dan memenuhi standar regulasi disposal limbah aktivitas rendah di Amerika Serikat. DAFTAR PUSTAKA 1. ZAINUS SALIMIN, Pengambilan Kembali Asam Borat dari Limbah Cair Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Jenis Reaktor Air Ringan Bertekanan, PTPLR BATAN, Serpong, MULYONO DARYOKO, Prarancangan Alat Pengambilan Asam Borat dari Sistem Air Pendingin Primer PLTN Reaktor Air Ringan Bertekanan, 1000 MW, Pusat Teknologi Limbah Radioaktif, BATAN, Serpong, Devenport Management Limited, Waste Stream 7D 38 Low Level Waste PWR 1&2 Boron Concentrate, USA, M. KANEKO, M. TOYOHARA, T. SATOH, Development of High Volume Reduction and Cement Solidification Technique for PWR Concentrated Waste, WM '01 Conference, Tucson, AZ,

PENGOLAHAN LIMBAH BORON-10 DARI OPERASI PLTN TIPE PWR DENGAN TEKNIK SOLIDIFIKASI HYPER CEMENT

PENGOLAHAN LIMBAH BORON-10 DARI OPERASI PLTN TIPE PWR DENGAN TEKNIK SOLIDIFIKASI HYPER CEMENT PENGOLAHAN LIMBAH BORON-10 DARI OPERASI PLTN TIPE PWR DENGAN TEKNIK SOLIDIFIKASI HYPER CEMENT Subiarto, Cahyo Hari Utomo Pusat Teknologi Limbah Radioaktif- BATAN ABSTRAK PENGOLAHAN LIMBAH BORON-10 DARI

Lebih terperinci

RONA AWAL LINGKUNGAN CALON TAPAK PLTN STUDI KASUS MUNTOK, KAB. BANGKA BARAT

RONA AWAL LINGKUNGAN CALON TAPAK PLTN STUDI KASUS MUNTOK, KAB. BANGKA BARAT RONA AWAL LINGKUNGAN CALON TAPAK PLTN STUDI KASUS MUNTOK, KAB. BANGKA BARAT Lilin Indrayani Direktorat Inspeksi Instalasi dan Bahan Nuklir -BAPETEN ABSTRAK RONA AWAL LINGKUNGAN CALON TAPAK PLTN STUDI KASUS

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis dan Administratif Kabupaten Bangka Barat merupakan salah satu kabupaten pemekaran di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung yang disahkan dengan UU RI Nomor

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Administrasi Kabupaten Bangka Tengah secara administratif terdiri atas Kecamatan Koba, Kecamatan Lubuk Besar, Kecamatan Namang, Kecamatan Pangkalan Baru, Kecamatan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM. 4.1 Letak Geografis

KEADAAN UMUM. 4.1 Letak Geografis III. KEADAAN UMUM 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bangka Selatan, secara yuridis formal dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Bangka Selatan, Kabupaten Bangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Hartini Susanti, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Hartini Susanti, 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dan mineral, seperti batubara, timah, minyak bumi, nikel, dan lainnya. Peraturan Presiden

Lebih terperinci

ANALISIS LIMBAH RADIOAKTIF CAIR DAN SEMI CAIR. Mardini, Ayi Muziyawati, Darmawan Aji Pusat Teknologi Limbah Radioaktif

ANALISIS LIMBAH RADIOAKTIF CAIR DAN SEMI CAIR. Mardini, Ayi Muziyawati, Darmawan Aji Pusat Teknologi Limbah Radioaktif ANALISIS LIMBAH RADIOAKTIF CAIR DAN SEMI CAIR Mardini, Ayi Muziyawati, Darmawan Aji Pusat Teknologi Limbah Radioaktif ABSTRAK ANALISIS LIMBAH RADIOAKTIF CAIR DAN SEMI CAIR. Telah dilakukan analisis limbah

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF TINGKAT RENDAH DAN TINGKAT SEDANG

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF TINGKAT RENDAH DAN TINGKAT SEDANG PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF TINGKAT RENDAH DAN TINGKAT SEDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU 75 GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU Sumatera Barat dikenal sebagai salah satu propinsi yang masih memiliki tutupan hutan yang baik dan kaya akan sumberdaya air serta memiliki banyak sungai. Untuk kemudahan dalam

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Situasi Wilayah Letak Geografi Secara geografis Kabupaten Tapin terletak antara 2 o 11 40 LS 3 o 11 50 LS dan 114 o 4 27 BT 115 o 3 20 BT. Dengan tinggi dari permukaan laut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Infrastruktur menurut American Public Works Association (Stone,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Infrastruktur menurut American Public Works Association (Stone, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infrastruktur Pengertian Infrastruktur menurut American Public Works Association (Stone, 1974 Dalam Kodoatie, R., 2005), adalah fasilitas-fasilitas fisik yang dikembangkan atau

Lebih terperinci

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM BANJARMASIN KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis

Lebih terperinci

Aneks TAHAPAN-TAHAPAN DASAR PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF Pengelolaan limbah radioaktif yang efektif harus memperhatikan tahapantahapan dasar

Aneks TAHAPAN-TAHAPAN DASAR PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF Pengelolaan limbah radioaktif yang efektif harus memperhatikan tahapantahapan dasar Aneks TAHAPAN-TAHAPAN DASAR PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF Pengelolaan limbah radioaktif yang efektif harus memperhatikan tahapantahapan dasar (ditunjukkan dalam skema di Gambar A.1) proses pengelolaan

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu. 25 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak dan luas DAS Cisadane segmen Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane secara keseluruhan terletak antara 106º17-107º BT dan 6º02-6º54 LS. DAS Cisadane segmen hulu berdasarkan

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 39 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Kabupaten Deli Serdang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Sumatera Utara dan secara geografis Kabupaten ini terletak pada 2º 57-3º

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti secara geografis terletak pada koordinat antara sekitar 0 42'30" - 1 28'0" LU dan 102 12'0" - 103 10'0" BT, dan terletak

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari

Lebih terperinci

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1. Letak Geografis dan Administrasi Pemerintahan Propinsi Kalimantan Selatan memiliki luas 37.530,52 km 2 atau hampir 7 % dari luas seluruh pulau Kalimantan. Wilayah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang 70 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Tanggamus 1. Keadaan Geografis Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Sukabumi 4.1.1 Letak geografis Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Provinsi Jawa Barat dengan jarak tempuh 96 km dari Kota Bandung dan 119 km

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. besar, yaitu Pulau Bangka dan Pulau Belitung serta pulau-pulau kecil

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. besar, yaitu Pulau Bangka dan Pulau Belitung serta pulau-pulau kecil 52 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian 1. Letak Wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terdiri atas dua pulau besar, yaitu Pulau Bangka dan Pulau Belitung serta

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6 SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6 1. Komponen tanah yang baik yang dibutuhkan tanaman adalah.... bahan mineral, air, dan udara bahan mineral dan bahan organik

Lebih terperinci

KETENTUAN KESELAMATAN DEKOMISIONG REAKTOR NUKLIR 1

KETENTUAN KESELAMATAN DEKOMISIONG REAKTOR NUKLIR 1 KETENTUAN KESELAMATAN DEKOMISIONG REAKTOR NUKLIR 1 Dewi Prima Meiliasari, Zulfiandri, dan Taruniyati Handayani Direktorat Pengaturan Pengawasan Instalasi dan Bahan Nuklir Badan Pengawas Tenaga Nuklir ABSTRAK.

Lebih terperinci

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 21 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Umum Fisik Wilayah Geomorfologi Wilayah pesisir Kabupaten Karawang sebagian besar daratannya terdiri dari dataran aluvial yang terbentuk karena banyaknya sungai

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas DAS/ Sub DAS Stasiun Pengamatan Arus Sungai (SPAS) yang dijadikan objek penelitian adalah Stasiun Pengamatan Jedong yang terletak di titik 7 59

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN

Lebih terperinci

KONDISI W I L A Y A H

KONDISI W I L A Y A H KONDISI W I L A Y A H A. Letak Geografis Barito Utara adalah salah satu Kabupaten di Propinsi Kalimantan Tengah, berada di pedalaman Kalimantan dan terletak di daerah khatulistiwa yaitu pada posisi 4 o

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI BAB II 2.1. Tinjauan Umum Sungai Beringin merupakan salah satu sungai yang mengalir di wilayah Semarang Barat, mulai dari Kecamatan Mijen dan Kecamatan Ngaliyan dan bermuara di Kecamatan Tugu (mengalir

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Luas Wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung secara geografis terletak pada 104 0 50 sampai 109 0 30 Bujur Timur dan 0 0 50 sampai 4 0 10 Lintang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 14/Ka-BAPETEN/VI-99 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN PABRIK KAOS LAMPU

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 14/Ka-BAPETEN/VI-99 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN PABRIK KAOS LAMPU KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 14/Ka-BAPETEN/VI-99 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN PABRIK KAOS LAMPU KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang : a. bahwa proses pembuatan kaos

Lebih terperinci

STUDI PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PADAT PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR

STUDI PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PADAT PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR ARTIKEL STUDI PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PADAT PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR Gangsar Santoso Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ABSTRAK STUDI PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PADAT PEMBANGKIT LISTRIK

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 15 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Sub DAS Model DAS Mikro (MDM) Barek Kisi berada di wilayah Kabupaten Blitar dan termasuk ke dalam Sub DAS Lahar. Lokasi ini terletak antara 7 59 46 LS

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis dan Iklim Daerah aliran sungai (DAS) Siulak di hulu DAS Merao mempunyai luas 4296.18 ha, secara geografis terletak antara 101 0 11 50-101 0 15 44 BT dan

Lebih terperinci

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah 2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dengan ibukota Samarinda berdiri pada tanggal 7 Desember 1956, dengan dasar hukum Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewi Fitriyani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewi Fitriyani, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat pesisir merupakan kelompok orang yang tinggal di daerah pesisir dan sumber kehidupan perekonomiannya bergantung secara langsung pada pemanfaatan sumberdaya

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Sejarah terbentuknya Kabupaten Lampung Selatan erat kaitannya dengan dasar

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Sejarah terbentuknya Kabupaten Lampung Selatan erat kaitannya dengan dasar IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Sejarah Kabupaten Lampung Selatan Sejarah terbentuknya Kabupaten Lampung Selatan erat kaitannya dengan dasar pokok Undang-Undang Dasar 1945. Dalam Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran,

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

2 instalasi nuklir adalah instalasi radiometalurgi. Instalasi nuklir didesain, dibangun, dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga pemanfaatan tenaga

2 instalasi nuklir adalah instalasi radiometalurgi. Instalasi nuklir didesain, dibangun, dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga pemanfaatan tenaga TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 107) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah aliran sungai (DAS) Cilamaya secara geografis terletak pada 107 0 31 107 0 41 BT dan 06 0 12-06 0 44 LS. Sub DAS Cilamaya mempunyai luas sebesar ± 33591.29

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27 Lintang Selatan dan 110º12'34 - 110º31'08 Bujur Timur. Di IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai lima Kabupaten dan satu Kotamadya, salah satu kabupaten tersebut adalah Kabupaten Bantul. Secara geografis,

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Kondisi Geografis Luas wilayah Kota Bogor tercatat 11.850 Ha atau 0,27 persen dari luas Propinsi Jawa Barat. Secara administrasi, Kota Bogor terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI. Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK

KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI. Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK Penelitian tentang karakter morfologi pantai pulau-pulau kecil dalam suatu unit gugusan Pulau Pari telah dilakukan pada

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undang-undang

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI II-1 BAB II 2.1 Kondisi Alam 2.1.1 Topografi Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali secara umum di bagian hulu adalah daerah pegunungan dengan topografi bergelombang dan membentuk cekungan dibeberapa

Lebih terperinci

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON Air merupakan salah satu bahan pokok dalam proses pembuatan beton, peranan air sebagai bahan untuk membuat beton dapat menentukan mutu campuran beton. 4.1 Persyaratan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undangundang

Lebih terperinci

*39525 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 27 TAHUN 2002 (27/2002) TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*39525 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 27 TAHUN 2002 (27/2002) TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 27/2002, PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF *39525 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 27 TAHUN 2002 (27/2002) TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

SYNOPSIS REAKTOR NUKLIR DAN APLIKASINYA

SYNOPSIS REAKTOR NUKLIR DAN APLIKASINYA SYNOPSIS REAKTOR NUKLIR DAN APLIKASINYA PENDAHULUAN Disamping sebagai senjata nuklir, manusia juga memanfaatkan energi nuklir untuk kesejahteraan umat manusia. Salah satu pemanfaatan energi nuklir secara

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB III TINJAUAN WILAYAH BAB III TINJAUAN WILAYAH 3.1. TINJAUAN UMUM DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Pembagian wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) secara administratif yaitu sebagai berikut. a. Kota Yogyakarta b. Kabupaten Sleman

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undang-undang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1) Desa Tulabolo Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur, Kabupaten Bone Boalngo, Provinsi

Lebih terperinci

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM 69 4. DESKRIPSI SISTEM SOSIAL EKOLOGI KAWASAN PENELITIAN 4.1 Kondisi Ekologi Lokasi studi dilakukan pada pesisir Ratatotok terletak di pantai selatan Sulawesi Utara yang termasuk dalam wilayah administrasi

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH Bab ini akan memberikan gambaran wilayah studi yang diambil yaitu meliputi batas wilayah DAS Ciliwung Bagian Hulu, kondisi fisik DAS, keadaan sosial dan ekonomi penduduk, serta

Lebih terperinci

PARAMETER YANG DIPERTIMBANGKAN SEBAGAI KONDISI BATAS UNTUK OPERASI NORMAL

PARAMETER YANG DIPERTIMBANGKAN SEBAGAI KONDISI BATAS UNTUK OPERASI NORMAL LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI REAKTOR NONDAYA PARAMETER YANG DIPERTIMBANGKAN SEBAGAI KONDISI BATAS UNTUK OPERASI NORMAL

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN 2.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN 2.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI BAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN 2.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI Kabupaten Kendal terletak pada 109 40' - 110 18' Bujur Timur dan 6 32' - 7 24' Lintang Selatan. Batas wilayah administrasi Kabupaten

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI. Gambaran Umum Kabupaten Cirebon

KONDISI UMUM LOKASI. Gambaran Umum Kabupaten Cirebon KONDISI UMUM LOKASI Gambaran Umum Kabupaten Cirebon Letak Administrasi Kabupaten Cirebon Kabupaten Cirebon merupakan salah satu wilayah yang terletak di bagian timur Propinsi Jawa Barat. Selain itu, Kabupaten

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian 5.1.1 Letak, kondisi geografis, dan topografi Kabupaten Bangli terletak di tengah-tengah pulau Bali, dan menjadi satusatunya kabupaten yang tidak

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 52, 2002 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4202) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

geografi Kelas X PEDOSFER II KTSP & K-13 Super "Solusi Quipper" F. JENIS TANAH DI INDONESIA

geografi Kelas X PEDOSFER II KTSP & K-13 Super Solusi Quipper F. JENIS TANAH DI INDONESIA KTSP & K-13 Kelas X geografi PEDOSFER II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini kamu diharapkan memiliki kemampuan untuk memahami jenis tanah dan sifat fisik tanah di Indonesia. F. JENIS TANAH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Mulai tahap perencanaan hingga tahap analisis, penelitian dilaksanakan berdasarkan sumber yang berkaitan dengan topik yang dipilih, yaitu penelitian tentang agregat

Lebih terperinci

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

Gambar 9. Peta Batas Administrasi IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Letak Geografis Wilayah Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6 56'49'' - 7 45'00'' Lintang Selatan dan 107 25'8'' - 108 7'30'' Bujur

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM. Gambar 3 Peta Lokasi Sub-sub DAS Keyang, Slahung, dan Tempuran.

BAB IV KONDISI UMUM. Gambar 3 Peta Lokasi Sub-sub DAS Keyang, Slahung, dan Tempuran. 25 BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak dan Luas Sub-sub DAS Keyang, Slahung, dan Tempuran (KST) terletak di Sub DAS Kali Madiun Hulu. Secara geografis Sub-sub DAS KST berada di antara 7º 48 14,1 8º 05 04,3 LS

Lebih terperinci

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR ISI Kata Pengantar... i Daftar Isi... iii Daftar Tabel... vi Daftar Gambar... ix Daftar Grafik... xi BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN... Bab I 1 A.1. SUMBER

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN LOKASI

BAB III TINJAUAN LOKASI BAB III TINJAUAN LOKASI 3.1 Gambaran Umum Kota Surakarta 3.1.1 Kondisi Geografis dan Administratif Wilayah Kota Surakarta secara geografis terletak antara 110 o 45 15 dan 110 o 45 35 Bujur Timur dan antara

Lebih terperinci

SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT

SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT Martono Divisi Pemodelan Iklim, Pusat Penerapan Ilmu Atmosfir dan Iklim LAPAN-Bandung, Jl. DR. Junjunan 133 Bandung Abstract: The continuously

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung Tengah terletak pada

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung Tengah terletak pada IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung Tengah terletak pada 104 35-105

Lebih terperinci

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANGKA

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANGKA GEOGRAFIS KABUPATEN BANGKA PKL Sungailiat PKW PKNp PKWp PKW PKW Struktur Perekonomian Kabupaten Bangka tanpa Timah Tahun 2009-2013 Sektor 2009 (%)

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 23 IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Batas Wilayah Kabupaten Tabalong merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Provinsi Kalimantan Selatan dengan ibukota Tanjung yang mempunyai

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 41 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung 1. Keadaan Umum Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi di Republik Indonesia dengan areal daratan seluas 35.288 km2. Provinsi

Lebih terperinci

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP PENGERTIAN TANAH Pedosfer berasal dari bahasa latin yaitu pedos = tanah, dan sphera = lapisan. Pedosfer yaitu lapisan kulit bumi yang tipis yang letaknya

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Lombok Timur merupakan salah satu dari delapan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis terletak antara 116-117

Lebih terperinci

PELUANG DAN TANTANGAN BATAN SEBAGAI ORGANISASI PENDUKUNG TEKNIS DI BIDANG PROTEKSI RADIASI

PELUANG DAN TANTANGAN BATAN SEBAGAI ORGANISASI PENDUKUNG TEKNIS DI BIDANG PROTEKSI RADIASI PELUANG DAN TANTANGAN BATAN SEBAGAI ORGANISASI PENDUKUNG TEKNIS DI BIDANG PROTEKSI RADIASI Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi BATAN Jalan Lebak Bulus Raya No.49, Kotak Pos 7043 JKSKL, Jakarta

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undang-undang

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 38 IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Hutan Mangrove di Tanjung Bara termasuk dalam area kawasan konsesi perusahaan tambang batubara. Letaknya berada di bagian pesisir timur Kecamatan Sangatta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel).

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia sebagai Negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Tinjauan Umum Pelaksanaan penelitian ini dimulai dari tahap perencanaan, teknis pelaksanaan, dan pada tahap analisa hasil, tidak terlepas dari peraturan-peraturan maupun referensi

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI 2.1 Geografis dan Administratif Sebagai salah satu wilayah Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Kendal memiliki karakteristik daerah yang cukup

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan 77 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada 104 552-105 102 BT dan 4 102-4 422 LS. Batas-batas wilayah Kabupaten Tulang Bawang Barat secara geografis

Lebih terperinci

REAKTOR GRAFIT BERPENDINGIN GAS (GAS COOLED REACTOR)

REAKTOR GRAFIT BERPENDINGIN GAS (GAS COOLED REACTOR) REAKTOR GRAFIT BERPENDINGIN GAS (GAS COOLED REACTOR) RINGKASAN Reaktor Grafit Berpendingin Gas (Gas Cooled Reactor, GCR) adalah reaktor berbahan bakar uranium alam dengan moderator grafit dan berpendingin

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Belitung yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 sejak

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Belitung yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 sejak IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Belitung Timur adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Bangka Belitung yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 sejak tanggal 25 Februari

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Daftar i ii iii vii Bab I Pendahuluan A. Kondisi Umum Daerah I- 1 B. Pemanfaatan Laporan Status LH Daerah I-10 C. Isu Prioritas Lingkungan Hidup Kabupaten Kulon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan bagi kelangsungan hidup seluruh makhluk, terutama manusia. Dua pertiga wilayah bumi terdiri dari lautan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN II. 1. Umum Ujung Berung Regency merupakan perumahan dengan fasilitas hunian, fasilitas sosial dan umum, area komersil dan taman rekreasi. Proyek pembangunan perumahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi Kesampaian Daerah Daerah penelitian secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kampung Seibanbam II, Kecamatan Angsana, Kabupaten Tanah Bumbu, Propinsi Kalimantan Selatan.

Lebih terperinci

JAMINAN MUTU UNTUK PERSIAPAN PEMBANGUNAN PLTN

JAMINAN MUTU UNTUK PERSIAPAN PEMBANGUNAN PLTN JAMINAN MUTU UNTUK PERSIAPAN PEMBANGUNAN PLTN Syahrudin PSJMN-BATAN, Kawasan PUSPIPTEK, GD71, Lt.2,Cisauk, Tangerang Abstrak Jaminan Mutu untuk Persiapan Pembangunan PLTN. Standar sistem manajemen terus

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI. Administrasi

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI. Administrasi KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI Administrasi Secara administrasi pemerintahan Kabupaten Sukabumi dibagi ke dalam 45 kecamatan, 345 desa dan tiga kelurahan. Ibukota Kabupaten terletak di Kecamatan

Lebih terperinci

DAS SUNGAI SIAK PROVINSI RIAU

DAS SUNGAI SIAK PROVINSI RIAU DAS SUNGAI SIAK PROVINSI RIAU Oleh NUR ANITA SETYAWATI, 0706265705 Gambaran Umum DAS SIAK Sungai Siak adalah sungai yang paling dalam di Indonesia, yaitu dengan kedalaman sekitar 20-30 meter. Dengan Panjang

Lebih terperinci