BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT SINDIKASI. Kredit sindikasi atau Syndicated Loan ialah pinjaman yang di berikan oleh

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT SINDIKASI. Kredit sindikasi atau Syndicated Loan ialah pinjaman yang di berikan oleh"

Transkripsi

1 BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT SINDIKASI A. Pengertian dan Syarat-syarat Kredit Sindikasi I. Pengertian Kredit Sindikasi Kredit sindikasi atau Syndicated Loan ialah pinjaman yang di berikan oleh beberapa kreditur sindikasi, yang biasanya terdiri dari bank-bank dan/atau lembagalembaga keuangan lainnya kepada seorang debitur, yang biasanya berbentuk badan hukum untuk membiayai satu atau beberapa proyek (pembangunan gedung atau pabrik) milik debitur. Pinjaman tersebut di berikan secara sindikasi mengingat jumlah yang di butuhkan untuk membiayai proyek tersebut sangat besar, sehingga tidak mungkin di biayai oleh kreditur tunggal. Stanley Hurn dalam bukunya Syndicated Loan : A Handbook for Banker and Borrower memberikan definisi mengenai kredit sindikasi sebagai berikut : A syndicated loan is a loan made by two or more lending institution, on similar terms and condition, using common documentation and administered by common agent. 21 Definisi tersebut di atas mencakup semua unsur unsur yang penting dari suatu kredit sindikasi, yaitu : 22 1) Kredit sindikasi melibatkan lebih dari satu lembaga pembiayaan dalam suatu fasilitas sindikasi. 2) Definisi tersebut menyatakan bahwa kredit sindikasi adalah kredit yang di berikan berdasarkan syarat syarat dan ketentuan ketentuan yang sama bagi masing masing peserta sindikasi. Hal ini di wujudkan dalam 21 Stanley Hurn, Log. Cit. 22 Sutan Remy Syahdeni, Log. Cit.

2 bentuk hanya ada satu perjanjian kredit antara nasabah dan sebuah bank peserta sindikasi. 3) Definisi tersebut menegaskan bahwa hanya ada satu dokumentasi kredit, karena dokumentasi inilah yang menjadi pegangan bagi semua bank peserta sindikasi secara bersama sama. 4) Sindikasi tersebut di administrasikan oleh satu agen (agent) yang sama bagi semua bank peserta sindikasi. Bila tidak, maka terpaksa harus ada serangkaian fasilitas bilateral (dua pihak), yang sama tetapi mandiri, antara masing masing bank peserta dengan nasabah. Kredit yang berbentuk sindikasi atau kredit patungan yang dilakukan oleh bank ini, berbeda dari kredit kredit yang biasa di berikan oleh bank kepada nasabahnya. Dan karena kredit sindikasi di berikan dalam rangka membiayai suatu proyek, yang dapat di tentukan kapan di mulainya dan saat berakhirnya pembangunan proyek tersebut, maka di tinjau dari sifatnya, suatu kredit sindikasi dapat di golongkan sebagai Project Financing yaitu proyek-proyek berskala besar dan memerlukan pembiayaan jangka panjang, oleh karena itu pembayaran kembali hutang pokok akan dilakukan dengan menggunakan jadwal yang di setujui oleh kedua belah pihak (debitur dan kreditur) yang di analisa dari projected cash flow debitur, namun tidak menutup kemungkinan kredit juga di berikan dalam jangka waktu yang relatif singkat, misalnya 1 (satu) tahun dan harus clean up atau lunas pada akhir/tanggal jatuh waktunya serta tidak bersifat aflopen (tidak dapat di perbaharui). II. Ciri - Ciri Utama Kredit Sindikasi Ada beberapa ciri ciri utama dari suatu kredit sindikasi. Ciri ciri tersebut adalah : 23 a) Terdiri atas lebih dari satu pemberi kredit. 23 Ibid.

3 Kredit sindikasi selalu di berikan oleh lebih dari satu pemberi kredit sebagai peserta dari sindikasi kredit. Sepanjang mengenai jumlah pesertanya, kredit sindikasi di bagi dalam dua jenis yaitu : club loan dan consortium lending. Club loan adalah kredit yang di berikan oleh beberapa bank saja. Club loan biasanya mengandung pengertian bahwa jumlah kredit yang di berikan oleh bank-bank anggota club banks itu sama besarnya, sekalipun tidak selalu harus demikian. Apabila jumlah kredit sangat besar sehingga tidak mungkin di berikan dalam bentuk suatu club transactioan atau club deal, maka perlu kredit itu di berikan oleh banyak bank. Pemberian kredit yang demikian ini di namakan consortium lending. b) Besarnya jumlah kredit Kredit sindikasi adalah suatu teknik bagi suatu bank untuk dapat menyebarkan resiko dalam pemberian kredit. Oleh karena itu biasanya tidak cocok untuk kredit yang jumlahnya kecil, dimana tidak ada alasan bagi bank tersebut untuk tidak membiayai sendiri seluruh jumlah kredit yang kecil itu. Namun ada keadaan keadaan dimana suatu pinjaman mencapai suatu jumlah sedemikian rupa besarnya sehingga dirasakan terlalu besar bagi bank tersebut untuk dapat memikulnya sendiri. Apabila bank tersebut merasa bahwa resikonya terlalu besar bagi bank tersebut bila seluruh permintaan sesuatu nasabah tertentu di pikul sendiri, sekalipun mungkin dari segi ketentuan legal lending limit atau batas maksimum pemberian kredit (BMPK) dari bank tersebut belum terlampaui. Dan pertimbangan terbatasnya likuiditas bank tersebut pada waktu permohonan kredit di ajukan oleh nasabah, sehingga perlu bank tersebut mengajak bank-bank lain untuk membiayai permintaan nasabahnya.

4 c) Jangka waktu Pada umumnya kredit sindikasi berjangka waktu menengah (medium term) atau berjangka waktu panjang (long-term), sekalipun tidak ada alasan mengapa tidak mungkin kredit sindikasi di berikan juga dalam jangka waktu pendek (short-term). Dalam termonologi kredit sindikasi belum ada kesamaan mengenai apa yang di maksudkan short, medium dan long. Namun pada umumnya short berarti sampai dengan 1 tahun, medium berarti antara 1-5 tahun dan long berarti diatas 5 tahun. d) Bunga Pada umumnya bunga dari kredit sindikasi bersifat mengambang (floating rate) yang di sesuaikan setiap jangka waktu tertentu, misalnya setiap 3 bulan sekali. Untuk menetapkan bunga kredit sindikasi dalam kurs rupiah yaitu berpatokan pada JIBOR (Jakarta Interbank Offered Rate). Sekalipun bunga dari kredit sindikasi bersifat mengambang (floating rate), namun di mungkinkan pula pemberian kredit sindikasi dengan bunga yang tetap sepanjang jangka waktu kredit. Penetapan bunga secara mengambang di rasakan lebih adil bagi bank-bank peserta sindikasi dan nasabah, di samping itu juga bagi bank dapat lebih memberikan kepastian sehubungan dengan kemampuan bank itu untuk memperoleh dana yang harus di sediakan bagi pemberian kredit sindikasi. Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 6/11/PBI/2004, JIBOR adalah bank-bank yang di tetapkan oleh Bank Indonesia yang menjadi acuan dalam menetapkan suku bunga JIBOR. e) Tanggung jawab berbagi Meskipun suatu fasilitas kredit sindikasi adalah suatu totalitas dan bukannya kombinasi dari sejumlah fasilitas bilateral, namun bertanggung jawab dari masing

5 masing bank peserta dalam sindikasi itu tidak bersifat tanggung renteng. Artinya, bahwa masing masing bank peserta hanya bertanggung jawab untuk bagian jumlah kredit yang menjadi komitmennya. Tanggung jawab dari masing masing bank di dalam sindikasi tidak merupakan tanggung jawab dimana suatu bank menjamin bank lainnya. f) Dokumentasi Kredit Dokumentasi kredit (loan documentation) yang sama bagi semua peserta sindikasi merupakan ciri yang penting dari suatu kredit sindikasi. Dokumentasi kredit tersebut adalah dasar bagi administrasi kredit sindikasi tersebut selama jangka waktunya. Untuk mencapai keseragaman dalam pelaksanaannya di antara bank bank peserta sindikasi, maka di tunjuklah satu bank diantara bank bank peserta itu sebagai agen (agent bank) untuk bertindak sebagai kuasa dari bank bank peserta sindikasi dengan tugas mengadministrasikan kredit tersebut setelah perjanjian kreditnya di tandatangani. g) Publisitas Ciri lain yang membedakan antara pinjaman bilateral dengan kredit sindikasi adalah keharusan bagi kredit sindikasi itu untuk di publikasikan (diketahui oleh umum). Publisitas ini dilakukan setelah perjanjian kredit sindikasi di tandatangani. h) Setiap kali hanya satu tingkat bunga bagi nasabah Tidak semua bank dapat meminjam dana dari pasar uang dengan tingkat bunga yang sama. Apabila beberapa bank memberikan kredit kepada seorang nasabah berdasarkan perjanjian bilateral antara masing-masing bank dengan nasabahnya, tidak menjadi masalah dan memang biasa dilakukan apabila tingkat bunga kredit sindikasi

6 masing-masing bank peserta tidak sama besarnya. Namun apabila bebrapa bank itu memberikan kredit kepada seorang nasabah berdasarkan perjanjian kredit dalam suatu kredit sindikasi, maka akan sulit pelaksanaannya jika masing-masing bank peserta sindikasi menghendaki tingkat bunga yang berbeda yang harus di bayar oleh nasabah kepada masing-masing bank. Kredit sindikasi di tinjau dari asal pembiayaannya dapat di bedakan menjadi offshore loan dan onshore loan. Offshore loan adalah pinjaman yang pembiayaannya berasal dari luar negeri. Artinya asal dari dana pinjaman sindikasi tersebut barasal dari devisa yang beredar di luar negeri. Dengan perkataan lain offshore loan pastilah di berikan dalam bentuk valuta asing (devisa). Para krediturnya biasanya terdiri dari bank-bank asing/lembaga-lembaga keuangan asing yang beroperasi di luar negeri. Cabang dari bank/lembaga keuangan nasional yang beroperasi di luar negeri di mungkinkan untuk memberikan offshore loan, asal dananya benar-benar berasal dari devisa yang beredar di luar negeri, bukan devisa yang ada di dalam negeri. Sedangkan yang di maksud dengan onshore loan adalah pinjaman yang dananya berasal dari negara debitur sendiri. Jadi suatu onshore loan dapat di berikan dalam bentuk valuta asing atau rupiah. Para kreditur sindikasinya biasanya terdiri dari beberapa bank/lembaga keuangan nasional. Tetapi cabang/lembaga keuangan asing dapat menjadi kreditur sindikasi dari suatu onshore loan dengan catatan dana yang di pinjamkannya benar-benar dari dalam negeri (negara debitur dimana cabang bank/lembaga keuangan asing tersebut berkedudukan).

7 Kredit sindikasi dalam bentuk offshore loan biasanya dibuat dengan akte di bawah tangan dan dalam bahasa Inggris. Draft biasanya dibuat oleh agen dari para kreditur sindikasi (dalam hal ini agent s lawyer). Sedangkan untuk onshore loan, ada yang dibuat di bawah tangan, tetapi ada juga yang dibuat dengan akte notaris walaupun ada yang berbahasa Indonesia, tetapi kebanyakan ditulis dalam bahasa Inggris. Hal ini dapat dimengerti karena kebanyakan bank yang menjadi agen dari onshore loan tersebut adalah cabang dari bank asing. Hanya onshore loan yang tidak melibatkan cabang asinglah yang dibuat dalam bahasa Indonesia. III. Syarat-Syarat Perjanjian Kredit Sindikasi Menurut Von Holger Langer, LL.M menyebutkan bahwa syarat-syarat dalam perjanjian kredit sindikasi antara lain : 1) Conditions Precedent yaitu : klausul yang harus di penuhi terlebih dahulu oleh debitur sebelum bank berkewajiban untuk menyediakan dana bagi kredit tersebut, dan debitur berhak untuk pertama kalinya menggunakan kredit tersebut. 2) Representation and Warranties yaitu : bagian awal dari fakta-fakta yang menjadi dasar bank memutuskan untuk memberikan kredit, yaitu klausul yang berisi pernyataan debitur mengenai fakta-fakta yang menyangkut status hukum, keadaan keuangan dan harta kekayaan debitur pada waktu kredit diberikan.

8 3) Financial Arangement yaitu : mekanisme dan prosedur-prosedur penyerahan dana, pembayaran bunga dan aspek-aspek administrasi lainnya antara lain menyangkut tentang : a) currency of the loan (mata uang). b) period of the loan (jangka waktu kredit). c) amaount of the loan (jumlah kredit). d) drawdown of funds (penarikan kredit). e) repayment of the loan. f) prepayment of the loan. 4) Covenant yaitu : suatu persetujuan atau janji oleh penerima kredit dalam suatu perjanjian untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan-tindakan tertentu. Covenants ini membebankan kewajiban kepada perusahaan penerima kredit yang bertujuan untuk melindungi kepentingan pemberi kredit. Covenant ini terbagi menjadi enam bagian yaitu : 24 a) Financial covenant. yaitu untuk memastikan penerima kredit memenuhi kriteria-kriteria kinerja keuangan dasar (debt of equity ratio, minimun net worth, current ratio, minimum working capital, debt service ratio). b) Financial Information Covenant. Memungkinkan bank-bank peserta sindikasi untuk memperoleh informasi keuangan dari penerima kredit bukan saja yang telah di publikasikan tetapi 24 Ibid.

9 juga informasi keuangan lainnya yang di perlukan oleh bank-bank peserta sindikasi yang menurut bank tersebut dapat di jadikan alat pemantauan atas kinerja perusahaan penerima kredit. c) Asset Disposal Covenant. Untuk memastikan kuantitas dan kualitas dari aset perusahaan penerima kredit tetap terpelihara. d) Merger control Covenant. Yaitu untuk melarang penerima kredit untuk melakukan merger dengan perusahaan korporasi lainnya tanpa persetujuan bank-bank peserta sindikasi. Tujuan dasar klausul ini adalah untuk memastikan tidak terjadinya perubahan identitas dari perusahaan penerima kredit. e) Pari Passu Covenant. Untuk memastikan bahwa penerima kredit tidak memberikan prioritas kepada seorang kreditur konkuren. f) Negative Pledge. Yaitu jaminan atau kepastian agar debitur tidak mengalihkan aset-aset yang telah di jaminkan. 5) Even of Default Klausul tentang ingkar janji yaitu klausul yang menentukan suatu peristiwa yang apabila terjadi memberikan hak kepada bank untuk seketika dan sekaligus menagih outstanding credit. Even of default ini terbagi menjadi 16 bagian yaitu : 1. Payment Default

10 Yaitu : debitur tidak membayar hutang-hutangnya baik hutang bunga maupun hutang pokok, pada tanggal jatuh temponya. 2. Representation Default Debitur memberikan dokumen-dokumen sebagaimana di sebutkan dalam pasal yang mengatur Representation and Warranties yang isinya tidak benar. 3. Negative Covenant Default Debitur tidak dapat memenuhi ketentuan-ketentuan yang di atur dalam pasal mengenai Negative Covenant. 4. Other Provision Default Debitur tidak dapat memenuhi ketentuan-ketentuan lain dari perjanjian ini, (selain daripada ketentuan mengenai Negative covenant Default dan Payment Default yang telah di atur dalam pasal-pasal tersendiri). 5. Authorization and Approval Default Penarikan atau pembatasan atas segala kuasa dan/atau izin dari pihak-pihak yang berwenang merupakan suatu wanprestasi oleh debitur, kecuali jika keputusan tentang penarikan/pembatasan tersebut di batalkan selambatlambatnya dalam waktu misalnya 90 hari sejak keputusan penarikan/pembatasan tersebut, artinya kuasa/izin tersebut di berlakukan kembali. 6. Illegaly Default

11 Terjadinya keadaan dimana menurut hukum yang berlaku, debitur menjadi tidak berwenang lagi untuk melaksanakan kewajiban-kewajibannya sebagaimana di atur dalam perjanjian kredit sindikasi. 7. Cross Default Wanprestasi terhadap kreditur lain di anggap wanprestasi terhadap para kreditur sindikasi. Konstruksi hukum ini di buat mengingat para kreditur sindikasi mengkhawatirkan bahwa: a) Ketidak mampuan debitur untuk membayar kepada kreditur lain mencerminkan juga ketidak mampuan debitur untuk memenuhi kewajibankewajibannya kepada para kreditur sindikasi. b) Jaminan-jaminan yang di berikan debitur untuk menjamin kredit sindikasi akan di eksekusi terlebih dahulu untuk melunasi hutang-hutang debitur kepada kreditur lain tersebut, sehingga mengurangi jaminan kredit sindikasi. 8. Judgement Default, di sebabkan oleh : a) Adanya Keputusan Pengadilan yang mewajibkan debitur membayar denda di atas jumlah tertentu dan debitur tidak mampu melaksanakan keputusan tersebut setelah jangka waktu tertentu misalnya dalam jangka waktu selambat-lambatnya 30 hari setelah keputusan di keluarkan, maka hal ini di anggap wanprestasi debitur terhadap perjanjian kredit sindikasi, atau; b) Adanya penetapan Pengadilan yang isinya menyita kekayaan debitur dan penetapan sita tersebut tidak di angkat setelah jangka waktu tertentu

12 misalnya penetapan sita tidak juga diangkat setelah 30 hari sejak ditetapkannya, maka hal ini dianggap wanprestasi debitur terhadap perjanjian kredit sindikasi. 9. Nationalization Default Dalam hal terjadi nationalization atau pengambil alihan assets debitur oleh pemerintah dimana agen menganggap bahwa hal tersebut sangat mempengaruhi (meterially affect): a) jalannya usaha debitur; b) kemampuan debitur untuk membayar hutangnya. 10. Bankruptcy Default Debitur wanprestasi karena pada saat hutangnya jatuh tempo debitur dalam keadaan pailit atau debitur atau pihak ketiga telah memohon kepailitan atas diri debitur.

13 11. Security Default Terjadinya kesalahan pada akte-akte jaminan yang sangat mempengaruhi kekuatan hukum dari jaminannya. 12. Articles of Asociation Default Debitur merubah anggaran dasarnya sehingga memberikan dampak negatif terhadap perjanjian kredit sindikasi, promissory note dan akteakte jaminan, atau mempengaruhi kemampuan debitur untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya berdasarkan perjanjian kredit sindikasi, promissory note dan akte-akte jaminan tersebut. 13. Project Performance Default Projek yang di biayai oleh dana kredit sindikasi tidak selesai pada waktu yang telah di sepakati dalam perjanjian kredit sindikasi atau setelah perpanjangan waktu yang telah di sepakati oleh debitur dan agen. 14. Contracts Default Terjadinya kesalahan yang sangat mempengaruhi kontrak-kontrak yang di buat debitur dengan pihak kontraktor atau pihak ketiga lainnya dalam rangka pembangunan proyek yang di biayai oleh kredit sindikasi. 15. Consequence of Default Dalam hal terjadi wanprestasi mengenai hal-hal tersebut di atas (yang di anggap materiil oleh debitur), kecuali payment default, maka agen dapat memberi kesempatan kepada debitur misalnya selama 90 hari untuk memulihkan keadaan wanprestasi tersebut, atau dalam hal terjadi payment default, maka agent dengan pemberitahuan tertulis kepada

14 debitur dapat menyatakan bahwa kredit sindikasi berikut segala bunga yang terhutang dan pembayaran-pembayaran lain yang di wajibkan kepada debitur harus di bayar lunas, atau agent dengan pemberitahuan tertulis dapat menyatakan bahwa sisa commitment yang belum di ambil oleh debitur di batalkan. B. Para Pihak Dalam Kredit Sindikasi Para pihak dalam kredit sindikasi adalah sebagai berikut : 1) Pihak Debitur (borrower). Adalah sebagai pihak yang menerima pinjaman/kredit yang pada umumnya berstatus sebagai badan hukum (PT). 2) Pihak Kreditur (lenders). Sering di sebut juga dengan the lenders atau participant. Pihak kreditur adalah pihak yang memberikan kredit atau bank-bank yang ikut serta membiayai kredit sindikasi. Bank-bank yang ikut serta dalam kredit sindikasi biasanya mempunyai kelompok-kelompok tertentu. Kelompok tertentu ini dengan sendirinya terbentuk, karena persamaan persepsi tentang bidang yang akan di biayai, tentang tata cara penganalisaan kredit dan tentang peringkat bank itu sendiri. 25 3) Pihak Lead Manager. Adalah sebagai pihak yang memberikan dana atau mengaproach bank-bank lain untuk ikut berpartisipasi. Pada umumnya lead bank merangkap sebagai arranger. 25 Herlina Suyati Bachir, aspek Legal Kredit Sindikasi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada), 2000, hal. 18.

15 Tetapi tidak di tangan satu bank, bilamana lead bank ini hanya berfungsi mengumpulkan bank-bank peserta sindikasi atau menawarkan suatu proyek tetapi untuk selanjutnya di serahkan ke bank lain untuk melakukan arrangement sehingga bank lead lebih bisa mengkonsentrasikan dirinya untuk proyek-proyek lainnya yang juga akan di handelnya. 26 4) Pihak Agent Bank Mewakili bank dan bertindak untuk kepentingan serta untuk dan atas nama para kreditur (lenders). Pihak agen bank ini di tunjuk dan di angkat oleh para kreditur (lenders), yang mempunyai tanggung jawab secara operasional mengelola pinjaman sindikasi, di mulai dari menerima angsuran, bunga, dan mengatur serta membagi dana pada waktu memberikan pinjaman kepada debitur. Dengan kata lain, pihak agen ini hanya mengatur administrasi operasional saja. Dalam praktek perbankan yang menduduki posisi sebagai agen bank ini pada umumnya adalah bank yang menjadi lead manager. C. Manfaat Kredit Sindikasi Adapun manfaat dari kredit sindikasi ini adalah sebagai berikut : Manfaat bagi bank Kredit sindikasi merupakan salah satu jalan bagi bank untuk memenuhi permintaan kredit dari nasabah yang jumlahnya besar, meskipun bank mempunyai kemampuan untuk memikul sendiri seluruh jumlah kredit tersebut. Ataupun sebaliknya jika bank tidak sanggup memenuhi permintaan kredit dari nasabah yang jumlahnya besar, bank tidak akan kehilangan nasabahnya itu. Sebagaimana telah di kemukakan, pembentukan sindikasi dalam pemberian kredit memungkinkan bagi suatu bank untuk mengatasi masalah batas maksimum pemberian kredit (BMPK) atau 26 ibid, hal Sutan Remi Sjahdeni, Op.Cit, Hal

16 legal lending limit. Apabila permintaan kredit yang di ajukan oleh nasabah bank sedemikian besar jumlahnya sehingga tidak mungkin di biayai seluruhnya oleh bank itu sendiri, dan apabila bank tersebut tidak dapat mengajak bank lain untuk ikut membiayai permintaan nasabahnya itu, maka tentu saja bank tersebut terpaksa harus melepaskan nasabahnya itu. Kredit sindikasi memungkinkan bagi suatu bank untuk menyebarkan resiko dengan cara berbagi resiko dengan bank bank lain. Hal ini dilakukan apabila terjadi kredit macet, maka kerugian bank tidak akan terlalu besar karena hanya sebesar jumlah kredit yang diberikannya saja. 2. Manfaat bagi nasabah a) Apabila bank tersebut tidak bersedia untuk memberikan kredit yang terlalu besar kepada seorang nasabah, maka sindikasi merupakan jalan keluar bagi nasabah tersebut. b) Kredit sindikasi memungkinkan bagi nasabah untuk memperoleh kredit yang berjumlah besar tanpa harus berhubungan dengan banyak bank. Nasabah tersebut hanya cukup berhubungan dengan satu bank saja yang telah bertahun-tahun menjadi banknya. c) Kredit sindikasi memungkinkan bagi suatu nasabah untuk memupuk record dengan banyak bank melalui pengaturan oleh banknya sendiri yang bertindak sebagai arranger untuk kredit sindikasi itu. d) Kredit sindikasi menambah kredibilitas dari nasabah tersebut. Lebih lebih lagi apabila para peserta sindikasi terdiri dari bank bank besar ternama. D. Pengaturan Kredit Sindikasi Dalam Perspektif Undang-Undang Perbankan Sejak pemerintah menerapkan kebijaksanaan deregulasi di bidang keuangan, moneter, dan perbankan pada tanggal 27 Oktober 1988 (pakto 27), jumlah bank dan kantor bank meningkat dengan pesat. Sejalan dengan itu jumlah dana masyarakat yang di himpun oleh perbankan juga meningkat, produk perbankan juga bervariasi dan meningkat dengan pesat sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan kemajuan teknologi. Sebagaimana diketahui bank adalah lembaga perantara keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kepada masyarakat. Dalam menghimpun dana masyarakat ini bank memerlukan kepercayaan dari masyarakat

17 yang akan menyimpan uangnya di bank. Oleh karena itu bank wajib memelihara kesehatan bank sesuai dengan ketentuan Perundang-undangan. Oleh sebab itu Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK). Sebagaimana diketahui bahwa pemberian kredit oleh bank mengandung banyak resiko kegagalan seperti kemacetan dalam pelunasannya sehingga dapat berpengaruh terhadap kesehatan bank mengingat kredit tersebut berasal dari dana masyarakat maka resiko yang di hadapi bank dapat berpengaruh juga kepada keamanan dana masyarakat. Maka bank wajib untuk menyebar resiko dengan mengatur penyeluran kreditnya, sehingga tidak terpusat pada debitur atau kelompok debitur tertentu. Menurut Pakto 27, bank tidak boleh memberikan kredit yang melampaui batas meksimum pemberian kredit sebagai berikut : 28 1) Sebesar 20% dari modal sendiri bank untuk fasilitas yang di berikan kepada satu debitur. 2) Sebesar 50% dari modal bank untuk fasilitas yang di sediakan bagi suatu debitur grup. 3) Bagi anggota dewan komisaris yang bukan pemegang saham : a) 5% dari modal bank bagi individu atau perusahaan yang di milikinya. b) 15% dari midal bank bagi komisaris beserta grup yang di milikinya. Bagi pemilik saham : a) 10% dari penyertaannya pada bank bagi pemegang saham atau perusahaan yang di milikinya. b) 25% dari penyertaannya pada bank beserta grup yang di milikinya. Memang terlihat batas maksimum pemberian kredit menurut Pakto ini masih longgar, misalnya legal lending limit debitur grup perusahaan di batasi maksimum 50% dari modal bank. Hal ini cukup berbahaya karena 50% dari modal bank yang di 28 Marulak Pardede, Hukum Pidana Bank, (Jakarta : Pustaka Sinar harapan), 1995, Hal. 76.

18 berikan kepada perusahaan tergolong jumlah kredit yang besar dan berisiko tinggi. Ketentuan legal lending limit dalam Pakto 27 ini selanjutnya di sempurnakan dalam Paket Februari 1991 (Pakfeb). Pada intinya batas maksimum pemberian kredit yang di atur dalam Pabfeb ini tidak bebeda dengan Pakto 27. Kemudian selanjutnya pengaturan mengenai legal lending limit ini di atur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/3/PBI/2005 yaitu tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit. Adapun kredit sindikasi ini ada kaitannya dengan BMPK, dimana di berikannya kredit sindikasi tersebut kepada seorang nasabah/debitur di karenakan jumlah kredit yang di minta oleh si debitur tersebut sangat besar. Dan bank tidak mungkin memberikannya, sebab bank tersebut akan terkena dampak legal lending limit/bmpk. Dimana setiap bank itu mempunyai batasan di dalam memberikan kredit kepada seorang nasabah/debitur. Apabila bank memberikan semua dananya kepada satu debitur saja maka bank itu akan mengalami kerugian. Oleh karena itu di tetapkanlah BMPK kepada setiap bank. Karena adanya BMPK ini maka bank harus memberikan kredit secara sindikasi kepada debitur yang memerlukannya. Di dalam Pasal 1 PBI Nomor 7/3/PBI/2005 di jelaskan mengenai pengertian BMPK, ialah : persentase maksimum penyediaan dana yang di perkenankan terhadap modal bank. Adapun yang di maksud dengan penyediaan dana ialah penanaman dan bank dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan, surat berharga yabg di beli dengan janji di jual kembali, tagihan akseptasi, derivatif kredit, transaksi rekening administratif, tagihan derivatif, potential future credit axposure, penyertaan modal, penyertaan modal sementara, dan bentuk penyediaan dana lainnya yang dapat di persamakan dengan yang tertera di atas (Pasal 1 angka 3). Di dalam menyelenggarakan penyediaan dana bank di larang untuk membuat suatu perjanjian atau perikatan atau menetapkan persyaratan yang mewajibkan bank untuk memberikan penyediaan dana yang akan mengakibatkan terjadinya

19 pelanggaran BMPK, dan memberikan penyediaan dana yang mengakibatkan pelanggaran BMPK (Pasal 3). Bank juga dilarang memberikan penyediaan dana kepada pihak terkait yang bertentangan dengan prosedur umum penyediaan dana yang berlaku, dilarang juga memberikan penyediaan dana kepada pihak terkait tanpa persetujuan dewan komisaris bank, dan dilarang membeli aktiva berkualitas rendah dari pihak terkait (Pasal 5). Adapun yang di maksud pihak terkait ialah : perseorangan/perusahaan atau badan yang merupakan pengendali bank, perusahaan/badan dimana bank bertindak sebagai pengendali, perseorangan/perusahaan lain yang bertindak sebagai pengendali dari perusahaan (Pasal 8). Seluruh portofolio penyediaan dana kepada pihak terkait dengan bank di tetapkan paling tinggi 10% dari modal bank (Pasal 4). Sedangkan untuk peminjam yang bukan merupakan pihak terkait di tetapkan paling tinggi 20% dari modal bank, dan untuk satu kelompok peminjam yang bukan merupakan pihak terkait di tetapkan paling tinggi 25% dari modal bank (Pasal 11).Penghitungan BMPK untuk kredit di dasarkan pada baki debet (Pasal 13 ayat 2). Suatu bank di kategorikan sebagai pelampauan BMPK apabila di sebabkan oleh hal-hal berikut (Pasal 23 ayat 1) : a) Penurunan modal bank; b) Perubahan nilai tukar; c) Perubahan nilai wajar; d) Penggabungan usaha dan atau perubahan struktur kepengurusan yang menyebabkan perubahan pihak terkait dan atau kelompok peminjam; e) Perubahan ketentuan.

20 Di dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan ada di jelaskan mengenai BMPK ini yaitu dalam Pasal 11 yang menyatakan : 1. Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai BMPK atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, pamberian jaminan, penempatan investasi, surat berharga atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh bank kepada peminjam atau sekelompok peminjam yang terkait termasuk kepada perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama dengan bank yang bersangkutan. 2. Batas maksimum sebagaimana yang di maksud dalam ayat 1 tidak boleh melebihi 30% dari modal namk yang sesuai dengan ketentuan yang di tetapkan oleh BI. 3. BI menetapkan ketentuan mengenai BMPK, atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga, atau hal lain yang serupa yang dapat di lakukan oleh bank kepada : a) pemegang saham yang memiliki 10% atau lebih dari modal di setor bank; b) anggota dewan komisaris; c) anggota direksi; d) keluarga dari pihak sebagaimana di maksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c; e) pejabat bank lainnya; f) perusahaan-perusahaan yang di dalamnya terdapat kepentingan dari pihak-pihak sebagaiman di maksud dalam huruf a, b, c, d, dan e. 4. Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank dilarang melampaui batas maksimum pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah sebagaimana di atur dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4). E. Perbedaan Antara Kredit Sindikasi dengan Sindikasi Kredit Harus di bedakan antara sindikasi kredit atau loan syndication dan kredit sindikasi atau syndicated loan. Sindikasi kredit adalah suatu sindikasi yang peserta pesertanya terdiri dari lembaga lembaga pemberi kredit yang di bentuk dengan tujuan untuk memberikan kredit kepada suatu perusahaan yang memerlukan kredit untuk membiayai suatu proyek. Sedangkan yang di maksud dengan kredit sindikasi (Syndication Loans) adalah kredit yang di berikan secara bersama-sama oleh dua

21 bank atau lebih atau perusahaan pembiayaan lainnya dengan pembagian dana, risiko dan pendapatan (bunga dan provisi/komisi) sesuai dengan porsi kepesertaan masingmasing anggota sindikasi. Kredit sindikasi disebut juga kredit dalam rangka pembiayaan bersama. Kredit yang berbentuk sindikasi atau kredit patungan yang dilakukan oleh bank ini, berbeda dari kredit kredit yang biasa di berikan oleh bank kepada nasabahnya.

22 BAB IV PERJANJIAN KREDIT SINDIKASI PADA PT. BANK SUMUT MEDAN Untuk lebih memahami mengenai kredit sindikasi maka ada baiknya mengetahui istilah-istilah yang lazim di gunakan di dalam kredit sindikasi. Istilah tersebut bukanlah istilah yang baku karena memang saat ini belum ada istilah yang baku dalam bahasa Indonesia, sehingga masih sering di gunakan istilah-istilah asing. Istilah-istilah tersebut yaitu : Borrower Ialah : nasabah peminjam kredit sindikasi. Nasabah tersebut pada umumnya berbentuk perseroan terbatas (PT). Berbeda dengan kredit biasa yang nasabahnya dapat berbentuk perorangan, PT, koperasi, firma, CV, dan lainnya. 2. Proyek Artinya : proyek yang akan di biayai dari dana hasil sindikasi. Proyek yang akan di biayai ini bisa bermacam-macam, bisa berupa hotel, pabrik, perumahan, apartemen, shopping centre, mall, jalan/jembatan, maupun rumah sakit. 3. Proyek Cost Artinya : total keseluhuran biaya proyek. Total keseluruhan biaya proyek tersebut harus di perkirakan pada awal pembuatan memorandum oleh marketing/account officer, setelah dilakukan penganalisaan kredit secara matang dan lengkap serta memperhatikan kemungkinan 29 Herlina Suyati Bachir, Op. Cit, Hal

23 yang akan terjadi di dunia bisnis serta cash flow dari si borower tersebut. Jangan sampai salah memprediksi jumlah biaya yang harus di keluarkan untuk proyek tersebut, karena akibatnya akan sangat besar sekali dan kemungkinan bisa menjadi kredit macet. Proyek cost ini bisa dalam jumlah rupiah Indonesia atau bisa juga dalam mata uang asing yang umumnya di pakai ialah dalam Dollar US. 4. Purpose Artinya : tujuan penggunaan dana dari hasil kredit sindikasi. Tujuan ini harus dengan jelas-jelas di cantumkan dalam memorandum maupun di dalam pengikatan kredit sindikasi. Hal ini untuk menjaga jangan sampai dana yang akan di berikan di salah-gunakan oleh si borrower, sehingga akan mengganggu kelangsungan berjalannya proyek. Untuk lebih mengontrol, maka ada baiknya pada waktu pelaksanaan di lapangan di awasi secara ketat setiap pencairan kredit yang di minta oleh si borower, apakah sesuai dengan hasil proyek yang telah di bangun. 5. Arranger Artinya : bank yang mengatur segala sesuatunya, dari mulai kredit di proses, menawarkan ke ikutsertaan kepada bank-bank lain, memonitor sampai dengan penandatanganan kredit sindikasi dan memonitor setelah kredit sindikasi di tanda tangani. Tugas sebagai arranger ini cukup berat. Arranger ini mendapat arranger fee, untuk itulah dia harus pintar menawarkan proyek yang akan di biayai sehingga bisa terjual/diambil oleh bank-bank peserta sindikasi, juga menyiapkan segala sesuatunya dari mulai awal sampai akhir sindikasi, dan tak lupa menyiapkan dokumen kredit

24 yang di perlukan sehingga aman untuk bank-bank peserta sindikasi dan terakhir memonitor jalannya sindikasi sehingga tidak ada yang tidak terkontrol. 6. Lead Manager Artinya : bank yang memimpin sindikasi. Bisa juga merangkap sebagai arranger. Hampir sedikit sekali perbedaan antara lead bank dan arranger. Umumnya lead bank merangkap sebagai arranger. Tetapi bisa juga tidak di tangan satu bank, bilamana lead bank ini hanya berfungsi mengumpulkan bank-bank peserta sindikasi / menawarkan suatu proyek, tetapi untuk selanjutnya di serahkan ke bank lain untuk melakukan arrangement sehingga bank lead bisa lebih mengkonsentrasikan dirinya untuk proyek-proyek lainnya yang juga akan di handelnya. 7. Facility Agent Artinya : bank yang bertindak sebagai agent fasilitas kredit. Umumnya untuk kredit sindikasi akan di tunjuk satu bank selaku agen fasilitas kredit, dimana agen ini bertugas untuk memberitahukan kepada bank-bank peserta sindikasi tentang kapan uang harus di setorkan ke rekening agen fasilitas dan selanjutnya agen fasilitas baru menyetorkan ke rekening si borrower. Begitu juga dengan pembayaran bunga, maka borrower harus membayarkan kepada rekening agen fasilitas, baru kemudian agen fasilitas membagikan kepada bank-bank peserta sesuai dengan ke ikutsertaan bank-bank tersebut. 8. Lender Artinya : bank-bank yang ikut serta membiayai kredit sindikasi.

25 Bank-bank yang ikut serta dalam kredit sindikasi biasanya mempunyai kelompok-kelompok tertentu. Kelompok ini terbentuk dengan sendirinya, karena persamaan persepsi tentang bidang yang akan di biayai, tentang tata cara penganalisaan kredit dan tentang peringkat bank itu sendiri. 9. Tenor Artinya : jangka waktu berapa lama fasilitas kredit akan di gunakan. Penentuan berapa lama jangka waktu kredit sindikasi ini harus di lakukan dengan analisa yang mendalam oleh marketing/account officer. Harus di lihat perjanjian pemborongan kerjaan sesuai dengan berapa lama proyek itu, dan di hitung berapa lama jangka waktu untuk pengembalian hutang berikut dengan cicilannya, dan apakah perlu di berikan masa tenggang waktu untuk tidak melakukan cicilan. 10. Grace Period Artinya : jangka waktu dimana nasabah tidak membayar angsuran kepada bank-bank peserta sindikasi, dan biasanya hanya membayar bunga saja. Grace period ini biasanya juga telah di pertimbangkan pada waktu akan di berikan kredit sindikasi. Mengingat pada suatu proyek yang telah selesai tidak akan langsung menghasilkan keuntungan. Harus ada tenggang waktu untuk mendapatkan keuntungan. Untuk itulah perlu di berikan tenggang waktu dimana nasabah hanya membayar bunga saja, tetapi tidak membayar cicilan. Bila telah lewat masa krisisnya barulah di bebankan cicilan berikut bunga yang harus di bayar oleh nasabah. 11. Interest Rate Artinya : tingkat suku bunga yang akan di pakai, misalnya Libor, Sibor, suku bunga rata-rata dari bank-bank peserta sindikasi.

26 Tingkat suku bunga yang di tetapkan kepada nasabah sangat bervariasi. Hal ini juga melihat kepada situasi perekonomian di Indonesia. 12. Draw Down Artinya : syarat-syarat pencairan kredit sindikasi dapat dilakukan. Mengenai syarat-syarat draw down dapat di lihat dari kelengkapan dokumen yang di minta apakah sudah di penuhi atau tidak. Dan mengenai tata cara untuk pencairan kredit pun harus di tentukan di awal, apakah perlu instrumen tertentu, atau apakah perlu di buatkan surat tertentu dan di setujui oleh bank-bank peserta sindikasi. 13. Commitment Fee Artinya : biaya yang di keluarkan oleh nasabah sebagai kompensasi dari fasilitas dana yang di sediakan, tetapi belum di gunakan. Hal ini sangat berbeda dengan kredit biasa. Commitment fee di kenakan karena dana yang di ambil oleh bank-bank peserta sinidikasi biasanya dana dari luar negeri. Apabila dana tersebut tidak di gunakan tentu saja bank-bank tersebut akan rugi, untuk itulah dikenakan commitment fee kepada nasabah. 14. Facility Fee Artinya : biaya yang di bayar oleh nasabah atas jumlah fasilitas kredit yang di pakai. Biasanya di lakukan perhitungan sesuai dengan jumlah dana yang di pakai oleh nasabah. Apabila pengerjaan proyek baru sebagian tentu saja dana yang di pakai pun baru sebagian, sehingga perhitungan bunga pun di kenakan atas bagian yang telah di pakai oleh nasabah. Perhitungan tersebut sama dengan perhitungan pada kredit biasa.

27 15. Loan Repayment Artinya : cara pembayaran kredit yang harus di lakukan oleh nasabah, biasanya di buatkan tabel atau datanya. Dalam kredit sindikasi biasanya telah di tentukan bagaimana cara pembayaran kredit sidikasi. Umumnya di lakukan per kwartal atau per semester. Berbeda dengan kredit biasa yang harus di bayar setiap bulan sesuai dengan daftar angsuran yang telah di buatkan oleh bank untuk nasabah. Bilamana nasabah mempunyai kelebihan dana ia pun bisa melakukan pembayaran kembali yang di percepat. Tetapi pada umumnya pembayaran kembali yang di percepat pun di kenai biaya denda. Karena dengan pembayaran yang di percepat, bank tidak memperoleh untung karena dana yang di kembalikan lebih cepat dari jadwalnya, tentu saja akan sulit untuk di lempar kembali ke nasabah yang lain. 16. Prepayment Artinya : pembayaran yang di percepat sebelum waktunya pembayaran itu harus di lakukan. Hal ini bisa di lakukan oleh nasabah apabila proyeknya sangat berhasil. Pada umumnya prepayment ini di kenakan penalti oleh bank-bank sindikasi. 17. Security Artinya : jaminan-jaminan yang di berikan sehubungan dengan kredit sindikasi tersebut. 18. Condition Artinya : syarat-syarat yang harus di penuhi oleh nasabah, baik itu sebelum penandatanganan maupun untuk pencairan kredit sindikasi dan selama kredit sindikasi berjalan.

28 19. Financial Covenant Artinya : syarat-syarat keuangan yang harus di penuhi oleh nasabah. Syarat-syarat tersebut biasanya di tentukan oleh marketing/account officer setelah di lakukan analisa yang mendalam. 20. Covenant Artinya : ketentuan-ketentuan yang harus di penuhi, baik sebagai affirmative covenant (yang harus di lakukan) maupun sebagai negative covenant (yang tidak boleh di lakukan). Syarat yang harus di penuhi maksudnya bilamana nasabah tidak melakukan atau memenuhi syarat tersebut maka nasabah di anggap wanprestasi. Tetapi untuk syarat yang tidak boleh di lakukan malah bersifat sebaliknya, yaitu bilamana nasabah melakukan hal-hal yang tidak boleh di lakukan dan tetap di lakukan oleh nasabah, maka nasabah itu di anggap wanprestasi. 21. Taxes Artinya pajak yang harus di bayar oleh nasabah. 22. Expences dan Fees Artinya : pengeluaran dan biaya-biaya lainnya yang harus di bayar oleh nasabah. Biaya ini meliputi biaya pembuatan information memorandum, biaya mengadakan meeting-meeting maupun surat menyurat yang berhubungan dengan kredit sindikasi, biaya lawyer, dan lain-lain. Selain itu ada biaya untuk acara penandatanganan kredit sindikasi yang pada umumnya di lakukan di hotel-hotel, kesemua biaya itu di anggung oleh nasabah.

29 23. Governing Law Artinya : pemilihan hukum di negara mana. 24. Court of Yurisdiction Artinya : pemilihan domisili hukum di pengadilan negara mana. Apabila bank-bank peserta sindikasi adalah bank-bank di Indonesia atau bank perwakilan di Indonesia, maka selain memilih hukum negara Indonesia, juga harus menentukan pengadilan negeri mana yang yang akan di pilih. Hal ini perlu untuk menguatkan apabila di kemudian hari terjadi kemacetan kredit maka tidak akan mengalami kesulitan pada saat eksekusinya karena sudah memilih domisili hukum di pengadilan negeri yang sama. 25. Consultant Artinya : konsultan yang di tunjuk sehubungan dengan proyek yang di bangun. Misalnya konsultan penilai, konsultan arsitek, konsultan untuk arsitek bangunan, dan lain-lain. Pemilihan konsultan yang di perlukan tergantung dari proyek dan untuk kepentingan apa. Jika memang di perlukan maka di pilih konsultan yang sudah biasa menangani proyek-proyek, sehingga tidak akan timbul kesulitan atau kerugian akibat ulah konsultan yang yang tidak cakap dan tidak profesional. 26. Stamp Duties Artinya : biaya yang harus di bayarkan oleh nasabah yang di haruskan oleh pemerintah. Misalnya materai.

30 27. Escrow Account Artinya : rekening untuk menampung hasil dari proyek. Dimana lead bank nantinya akan memotong angsuran yang harus di bayar oleh nasabah dari rekening escrow account ini. Pada umumnya di dalam kredit sindikasi di syaratkan untuk membuka satu rekening yang di sebut dengan rekening escrow account. Rekening inilah yang nantinya akan di aktifkan sebagai tempat pemasukan atau pengeluaran dana dari nasabah. Tujuannya adalah untuk mengontrol pemasukan dan pengeluaran dana serta untuk kepentingan apa dana tersebut di keluarkan. Begitu pun hasil yang kelak akan di peroleh nasabah dari proyeknya, maka hasil tersebut akan di blokir oleh bank penyimpan dana untuk kepentingan pemotongan cicilan yang harus/di bayar oleh nasabah bila telah tiba waktunya. Setelah mengetahui apa saja istilah yang sering di pergunakan dalam kredit sindikasi, maka akan mempermudah untuk lebih memahami mengenai kredit sindikasi. Pada dasarnya proses kerja atau pembentukan kredit sindikasi sama saja seperti proses kredit biasa yang di lakukan oleh bank-bank. Apabila kredit biasa di berikan oleh hanya satu bank, sedangkan kredit sindikasi di berikan oleh lebih dari satu bank, dan di sinilah letak perbedaan antara kredit biasa dengan kredit sindikasi. Oleh karena dalam kredit sindikasi melibatkan lebih dari satu bank maka dalam prosesnya tentulah memerlukan perhatian yang khusus dalam hal penandatanganannya, terutama hal-hal yang menyangkut hubungan dengan bankbank calon peserta sindikasi. Hubungan antara bank yang satu dengan yang lainnya harus terjalin dengan baik dan harmonis, dan harus di cari jalan tengahnya agar dapat

31 di capai titik temu yang dapat memuaskan masing-masing bank, dengan tidak menimbulkan kekurang-amanan bagi bank yang lain. A. Prosedur Pemberian Kredit Sindikasi Pada PT. Bank Sumut Medan I. Proses Sebelum Pemberian Kredit Sindikasi. Prosedur pembentukan sindikasi di awali sebelum surat mandat sampai kegiatan-kegiatan sebagai berikut: 1. Kegiatan sebelum surat mandat. 30 Kegiatan sebelum surat mandat ini di bagi menjadi 3 (tiga) yaitu : 1.1 Deal Organization Ialah mengorganisasikan segala sesuatu yang perlu untuk menunjang terbentuknya dan terselenggaranya kredit sindikasi. Dalam tahap ini ada beberapa hal yang perlu untuk di bahas antara lain : a) Tentang jumlah kredit yang harus di berikan. Harus di rencanakan secara matang dan baik, jangan sampai jumlah kredit yang di berikan terlalu banyak atau bahkan terlalu sedikit. b) Tentang hubungan debitur dengan bank-bank peserta. Harus pula di perhatikan bentuk hubungan yang telah terjalin sebelumnya antara debitur dengan bank-bank calon peserta sindikasi. Jangan sampai terjadi bahwa ternyata debitur pernah menjadi nasabah macet di salah satu bank. Apabila hal ini terjadi maka ada kemungkinan bank tersebut tidak akan mau menjadi bank yang akan membiayai proyek debitur, dan bisa saja bank 30 Ibid.

32 tersebut memberitahukan kepada bank-bank yang lain mengenai track record si debitur. Dan hal ini akan sangat merugikan si debitur sendiri. c) Tentang informasi mengenai proyek yang akan di biayai. Informasi mengenai proyek yang akan di biayai harus di berikan secara jelas, lengkap dan terbuka, jangan sampai ada hal-hal yang di tutupi. Sebab akan menimbulkan masalah di kemudian hari. Dan yang paling utama adalah jangan sampai ada rekayasa data dan informasi yang bisa menyesatkan bank-bank peserta sindikasi. d) Tentang kebaikan dari proyek tersebut. Bilamana ada kebaikan dari proyek tersebut yang bisa disampaikan kepada bank-bank peserta, hal tersebut dapat di sampaikan. Sebab akan menjadi salah satu daya tarik dari berhasilnya kredit sindikasi untuk di pasarkan. e) Tentang menyiapkan memorandum informasi. Harus ada kerjasama yang baik antara nasabah dengan lead bank dalam menyiapkan information memorandum yang di kenal dengan istilah info memo. Info memo ini umumnya berbentuk baku yang di buat menarik agar bisa di tawarkan atau mempunyai nilai jual di kalangan bank-bank peminat kredit sindikasi. 1.2 Credit Evaluation Ialah kegiatan untuk mengevaluasi kredit yang akan di berikan. Cara untuk melakukan evaluasi ini sama dengan evaluasi kredit biasa. Untuk dapat mengevaluasi ini perlu di lihat beberapa hal yaitu :

33 a) Latar belakang dari perusahaan yang akan di biayai. Harus juga dil ihat bagaimana latar belakang dari perusahaan yang akan di biayai, apakah mempunyai latar belakang yang cacat atau tidak. Apabila perusahaan tersebut latar belakangnya tidak baik maka akan sangat mempengaruhi perjalanan perusahaan ini selanjutnya. b) Siapa saja pemegang sahamnya Perlu di ketahui siapa saja pemegang sahamnya. Apakah pemegang saham ini memang ahli di bidang perusahaan tersebut. Misalnya : A adalah seorang pemegang saham yang ahli di bidang perhotelan dan proyek yang akan di biayai adalah hotel, maka sesuai dengan bidangnya. Bisa saja suatu perusahaan jatuh karena pemegang sahamnya tidak mempunyai keahlian di bidang perusahaan yang di bangunnya. Hal ini tentu mempunyai pengaruh yang cukup berat untuk kelangsungan perusahaan tersebut. Terkadang pemegang saham juga mempengaruhi kredit sindikasi akan di berikan atau tidak. c) Bagaimana managementnya Perlu di ketahui juga management dari perusahaan tersebut, apakah memang mempunyai keahlian memanage perusahaan yang sejenis. Karena apabila perusahaan telah mempunyai keahlian memanage yang baik tentu akan ikut melancarkan jalannya proyek tersebut. d) Bagaimana laporan keuangannya Laporan keuangan harus di lihat dari tahun-tahun sebelumnya sebagai bahan masukan dan referensi. Bila hanya di lihat dari laporan keuangan

34 tahun berjalan kadang kala tidak terlihat adanya kejelekan atau kebaikan dari perusahaan tersebut. e) Bagaimana struktur modalnya, apakah milik sendiri atau pinjaman Mengenai struktur modal dapat di lihat dari neracanya, apakah modal yang ada dalam anggaran dasar sesuai dengan yang ada di neraca. Dan perlu adanya kerjasama dengan bagian hukum untuk melihat anggaran dasar perusahaan tersebut, berapa modal yang di setor dan berapa modal yang di tempatkan. f) Bagaimana prospek market dari perusahaan tesebut Hal ini perlu di lihat apakah proyek yang akan di biayai dapat menghasilkan atau tidak, apakah produknya terkena larangan dari pemerintah yang akan mengakibatkan kredit tersebut macet karena produksinya mengalami hambatan. Karena akan percuma dan sia-sia saja apabila produk yang di hasilkannya di larang oleh pemerintah atau produknya terganjal masalah, sebab hal ini akan merugikan bukan hanya perusahaan tersebut tetapi juga bank-bank yang membiayainya, sebab ada kemungkinan perusahaan itu tidak mampu mengembalikan pinjamannya. g) Bagaimana aspek operasional dari perusahaan tersebut Aspek operasional sangat penting dalam menjalankan suatu perusahaan, karena kinerja suatu perusahaan sangat mempengaruhi keberhasilan perusahaan itu. Apakah perusahaan sering terjadi pemogokan kerja oleh para karyawannya sehingga kelangsungan perusahaan juga menjadi terganggu. Bagaimana pula dengan pembayaran kewajiban dari

35 perusahaan, seperti listrik, air, telepon. PBB. Bila pernah terjadi tunggakan, bisa saja terjadi penutupan pabrik oleh instansi terkait. Hal ini tentunya akan sangat mempengaruhi jalannya perusahaan h) Bagaimana record pinjamannya dari bank-bank lain Hal ini juga sangat penting untuk di perhatikan. Karena apabila perusahaan itu pernah menjadi debitur macet di salah satu bank, maka kredit sindikasi pun akan di tolak. Sebab di khawatirkan akan terjadi hal yang sama, apalagi kredit sindikasi jumlahnya sangat banyak, tidak sama seperti kredit biasa yang jumlah pinjamannya tidak sebesar pada kredit sindikasi. Tetapi sekarang ini para pengusaha atau debitur sudah sangat pintar, mereka tidak akan menggunakan nama PT yang sama dengan PT yang pernah mengalami macet di salah satu bank. Oleh sebab itu perlu di lakukan cross check anatar bank, untuk memastikan agar hal seperti itu tidak terjadi. Dan juga pihak bank harus sangat teliti dalam memeriksa berkas-berkas permohonan. i) Bagaimana proyeksi keuangan selanjutnya Proyeksi keuangan harus di analisa dengan teliti, sebab apabila terjadi kesalahan dalam mnganalisa dan memproyeksikan maka akan berakibat fatal bagi kelangsungan perusahaan itu, yang tentunya juga akan mempengaruhi kemampuannya untuk mengembalikan kredit kepada bankbank peserta sindikasi. j) Bagaiman tentang jaminan yang akan di berikan, apakah mengcover jumlah pinjaman

36 Mengenai jaminan harus di lihat dengan seksama, dan jika perlu di lakukan pengecekan ketempat dimana jaminan itu berada. Agar terdapat kepastian dan nantinya tidak akan terjadi kekecewaan bagi bank-bank peserta sindikasi. Jaminan itu juga harus dapat meng-cover jumlah kredit yang, apabila terjadi kredit macet. Karena pada saat kredit macet maka para bank peserta sindikasi hanya berpegang pada jaminan yang ada. k) Bagaimana dengan penutupan asuransinya Pada umumnya suatu proyek yang akan di bangun di asuransikan, maka jaminan pun harus di asuransikan. Dalam kredit biasanya hanya di tutup asuransi kebakaran. Sedangkan dalam kredit sindikasi selain di tutup asuransi atas kebakaran juga di tutup asuransi atas gempa. Selain itu juga claim atas asuransi tersebut (bilamana terjadi hal-hal yang di pertanggungkan) di serahkan kepada bank-bank peserta sindikasi. Sejak saat itu bila terjadi claim, maka hasil claim menjadi milik dari bank-bank peserta sindikasi. 1.3 Structuring the credit Setelah menganalisa hal-hal di atas secara mendetail, maka baru di tentukan struktur kredit apa yang baik untuk di berikan kepada nasabah. Jangan salah memberikan struktur kredit, karena akan menjadi salah satu penyebab kredit macet. Misalnya : nasabah memerlukan kredit modal kerja untuk pembelian mesin-mesin baru, tetapi yang di berikan kredit PRK/rekening koran, dimana nasabah bisa mengambil kapan saja uangnya tapa perlu di kontrol oleh pihak bank. Maka hal ini akan mengakibatkan kreditnya macet, karena ternyata uang kredit yang di berikan

TUGAS MATA KULIAH H U K U M P E R B A N K A N

TUGAS MATA KULIAH H U K U M P E R B A N K A N TUGAS MATA KULIAH H U K U M P E R B A N K A N Kredit Sindikasi O l e h : APRILIA GAYATRI N P M : A10. 05. 0201 Kelas : C FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PADJADJARAN 2008 KREDIT SINDIKASI A. Pengertian Harus

Lebih terperinci

CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT

CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT PERJANJIAN KREDIT Yang bertanda tangan di bawah ini : I. ------------------------------------- dalam hal ini bertindak dalam kedudukan selaku ( ------ jabatan ------- ) dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini tak dapat di pungkiri

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini tak dapat di pungkiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini tak dapat di pungkiri lagi. Hal ini mengakibatkan meningkatnya kebutuhan manusia. Oleh karena itu di perlukanlah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-undang

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 4/7/PBI/2002 TENTANG

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 4/7/PBI/2002 TENTANG PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 4/7/PBI/2002 TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM RANGKA PEMBELIAN KREDIT OLEH BANK DARI BADAN PENYEHATAN PERBANKAN NASIONAL GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kegiatan

Lebih terperinci

KREDIT SINDIKASI SEBAGAI ALTERNATIF PEMBIAYAAN KREDIT DALAM SKALA BESAR

KREDIT SINDIKASI SEBAGAI ALTERNATIF PEMBIAYAAN KREDIT DALAM SKALA BESAR KREDIT SINDIKASI SEBAGAI ALTERNATIF PEMBIAYAAN KREDIT DALAM SKALA BESAR A.A. Mirah Endraswari I Ketut Sudantra Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstrak Lembaga keuangan Bank merupakan suatu

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF BANK PERKREDITAN RAKYAT GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat di pisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan para pelaku ekonomi yang secara terus menerus dari waktu

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA WANITA YANG BEKERJA PADA MALAM HARI

PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA WANITA YANG BEKERJA PADA MALAM HARI PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA WANITA YANG BEKERJA PADA MALAM HARI A.A. Mirah Endraswari I Ketut Sudantra Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstrak Pemerintah mempunyai kewajiban membina perlindungan

Lebih terperinci

di akses pada tanggal 10 September 2008.

di akses pada tanggal 10 September 2008. BAB 2 TINJAUAN MENGENAI PERKREDITAN PERBANKAN DAN PERJANJIAN KREDIT SINDIKASI SECARA UMUM SERTA KETENTUAN DAN SYARAT PERJANJIAN KREDIT BAGI PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN JALAN TOL 2.1. Pedoman Penyusunan Kebijakan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 44 BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 3.1 Hubungan Hukum Antara Para Pihak Dalam Perjanjian Kartu Kredit 3.1.1

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1992 TENTANG BANK UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1992 TENTANG BANK UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1992 TENTANG BANK UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. Bahwa perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan perkembangan dan pertumbuhan pembangunan, masalah kebutuhan. tidak dapat dipisahkan dengan kesinambungan pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. dengan perkembangan dan pertumbuhan pembangunan, masalah kebutuhan. tidak dapat dipisahkan dengan kesinambungan pembangunan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan perekonomian, perdagangan dalam dan luar negeri, investasi-investasi modal nasional dan penanaman modal asing, telah mengakibatkan semakin

Lebih terperinci

SYARAT DAN KETENTUAN

SYARAT DAN KETENTUAN SYARAT DAN KETENTUAN 1. DEFINISI (1) Bank adalah PT Bank Nusantara Parahyangan Tbk., yang berkantor pusat di Bandung, dan dalam hal ini bertindak melalui kantor-kantor cabangnya, meliputi kantor cabang,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk meningkatkan pendapatan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA Nomor: 8/1/PBI/2006 TENTANG FASILITAS PEMBIAYAAN DARURAT GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA Nomor: 8/1/PBI/2006 TENTANG FASILITAS PEMBIAYAAN DARURAT GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA Nomor: 8/1/PBI/2006 TENTANG FASILITAS PEMBIAYAAN DARURAT GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam menjalankan kegiatan usahanya, bank dapat mengalami kesulitan likuiditas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pemerintah berkewajiban mensejahterakan rakyatnya secara adil dan merata. Ukuran sejahtera biasanya dapat dilihat dari kemampuan seseorang dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: PP 68-1996 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 52, 1999 PERBANKAN. LIKUIDASI. IZIN USAHA. PEMBUBARAN. LEMBAGA KEUANGAN. (Penjelasan dalam

Lebih terperinci

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit Kehadiran bank dirasakan semakin penting di tengah masyarakat. Masyarakat selalu membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Perbankan sendiri merupakan perantara keuangan dari dua pihak, yakni pihak yang kelebihan dana dan pihak yang kekurangan dana. Hal tersebut tercermin pada UU RI no. 10

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN STANDARD OPERATING PROCEDURE ADMINISTRASI KREDIT PEMILIKAN RUMAH DALAM RANGKA SEKURITISASI

PEDOMAN PENYUSUNAN STANDARD OPERATING PROCEDURE ADMINISTRASI KREDIT PEMILIKAN RUMAH DALAM RANGKA SEKURITISASI Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 12/ 38 /DPNP tanggal 31 Desember 2010 PEDOMAN PENYUSUNAN STANDARD OPERATING PROCEDURE ADMINISTRASI KREDIT PEMILIKAN RUMAH DALAM RANGKA SEKURITISASI Lampiran Surat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2000 TENTANG PINJAMAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2000 TENTANG PINJAMAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2000 TENTANG PINJAMAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 15 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X 44 BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X 4.1 Kedudukan Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Perjanjian yang akan dianalisis di dalam penulisan skripsi

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/3/PBI/2017 TENTANG PINJAMAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/3/PBI/2017 TENTANG PINJAMAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/3/PBI/2017 TENTANG PINJAMAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kondisi

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.24, 2016 KEUANGAN OJK. BPR. Badan Kredit Desa. Transformasi. Status. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5847) PERATURAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 26 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 26 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 26 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berhubung telah

Lebih terperinci

*37998 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 107 TAHUN 2000 (107/2000) TENTANG PINJAMAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*37998 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 107 TAHUN 2000 (107/2000) TENTANG PINJAMAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 107/2000, PINJAMAN DAERAH *37998 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 107 TAHUN 2000 (107/2000) TENTANG PINJAMAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2013 TENTANG PEDOMAN PENERBITAN DAN PELAPORAN EFEK BERAGUN ASET BERBENTUK SURAT PARTISIPASI

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2013 TENTANG PEDOMAN PENERBITAN DAN PELAPORAN EFEK BERAGUN ASET BERBENTUK SURAT PARTISIPASI OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2013 TENTANG PEDOMAN PENERBITAN DAN PELAPORAN EFEK BERAGUN ASET BERBENTUK SURAT PARTISIPASI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

No.9/1/DInt Jakarta, 15 Februari 2007 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA. Perihal : Pinjaman Luar Negeri Bank

No.9/1/DInt Jakarta, 15 Februari 2007 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA. Perihal : Pinjaman Luar Negeri Bank No.9/1/DInt Jakarta, 15 Februari 2007 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Pinjaman Luar Negeri Bank Sehubungan dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 7/52/PBI/2005 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN ALAT PEMBAYARAN DENGAN MENGGUNAKAN KARTU GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 7/52/PBI/2005 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN ALAT PEMBAYARAN DENGAN MENGGUNAKAN KARTU GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 7/52/PBI/2005 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN ALAT PEMBAYARAN DENGAN MENGGUNAKAN KARTU GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kebutuhan masyarakat terhadap penggunaan

Lebih terperinci

BAB I. KETENTUAN UMUM

BAB I. KETENTUAN UMUM BAB I. KETENTUAN UMUM 1 1 Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan

Lebih terperinci

KEGIATAN BANK DALAM PENGHIMPUNAN DANA MASYARAKAT. Oleh : Fatmah Paparang 1

KEGIATAN BANK DALAM PENGHIMPUNAN DANA MASYARAKAT. Oleh : Fatmah Paparang 1 KEGIATAN BANK DALAM PENGHIMPUNAN DANA MASYARAKAT Oleh : Fatmah Paparang 1 A. PENDAHULUAN Dalam berbagai teksbook yang lama, selalu dikemukakan bahwa kegiatan utama dari suatu Bank adalah menghimpun dana

Lebih terperinci

Syarat dan ketentuan 1. Definisi Dalam syarat dan ketentuan ini, kecuali apabila konteksnya menentukan lain, istilah-istilah berikut ini memiliki arti

Syarat dan ketentuan 1. Definisi Dalam syarat dan ketentuan ini, kecuali apabila konteksnya menentukan lain, istilah-istilah berikut ini memiliki arti Syarat dan ketentuan 1. Definisi Dalam syarat dan ketentuan ini, kecuali apabila konteksnya menentukan lain, istilah-istilah berikut ini memiliki arti sebagai berikut: a. "Angsuran" adalah besar pembayaran

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 16, 1999 BURSA BERJANGKA. PERDAGANGAN. KOMODITI. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi. BAPPEBTI. (Penjelasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Ada dua penelitian terdahulu yang dijadikan rujukan dalam penelitian ini, yaitu penelitian yang dilakukan oleh : Raden Okky Murdani P.A. tahun 2010 yang

Lebih terperinci

SYARAT DAN KETENTUAN FASILITAS DANA BANTUAN SAHABAT

SYARAT DAN KETENTUAN FASILITAS DANA BANTUAN SAHABAT SYARAT DAN KETENTUAN FASILITAS DANA BANTUAN SAHABAT Syarat dan Ketentuan Fasilitas Dana Bantuan Sahabat ( Syarat dan Ketentuan Umum ) ini berlaku bagi Nasabah yang permohonan Fasilitas Dana Bantuan Sahabat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NOMOR: KEP- 412/BL/2010 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM I OLEH KOPERASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM I OLEH KOPERASI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM I OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk meningkatkan pendapatan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1996 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1996 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1996 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perbankan

Lebih terperinci

No. 15/28/DPNP Jakarta, 31 Juli 2013 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA

No. 15/28/DPNP Jakarta, 31 Juli 2013 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA No. 15/28/DPNP Jakarta, 31 Juli 2013 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal: Penilaian Kualitas Aset Bank Umum Sehubungan dengan Peraturan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 8/28/PBI/2006 TENTANG KEGIATAN USAHA PENGIRIMAN UANG GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 8/28/PBI/2006 TENTANG KEGIATAN USAHA PENGIRIMAN UANG GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 8/28/PBI/2006 TENTANG KEGIATAN USAHA PENGIRIMAN UANG GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa saat ini jumlah transaksi maupun nilai nominal pengiriman uang baik di

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 3 /PBI/2011 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 3 /PBI/2011 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 3 /PBI/2011 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

-2- Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu untuk mengatur kembali PLJP bagi Bank yang diharapkan dapat memelihara stabilitas sistem keuangan teruta

-2- Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu untuk mengatur kembali PLJP bagi Bank yang diharapkan dapat memelihara stabilitas sistem keuangan teruta TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I PERBANKAN. BI. Bank Umum. Konvensional. Jangka Pendek. Likuiditas. Pinjaman. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 82) PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. (Mulyadi, 2010:5). Prosedur adalah suatu urutan pekerjaan klerikal

BAB II KAJIAN PUSTAKA. (Mulyadi, 2010:5). Prosedur adalah suatu urutan pekerjaan klerikal BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Prosedur pengertian prosedur adalah suatu urutan kegiatan klerikal, biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu departemen atau lebih, yang

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 16 /PBI/2012 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 16 /PBI/2012 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 16 /PBI/2012 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kondisi makro ekonomi

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 6 /PBI/2011 TENTANG

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 6 /PBI/2011 TENTANG PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 6 /PBI/2011 TENTANG TINDAK LANJUT PENANGANAN TERHADAP BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DALAM STATUS PENGAWASAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 2 / 6 /PBI/2000 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN BANK GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 2 / 6 /PBI/2000 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN BANK GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 2 / 6 /PBI/2000 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN BANK GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa bank sebagai badan usaha yang menghimpun dan menyalurkan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 10/9/PBI/2008 TENTANG

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 10/9/PBI/2008 TENTANG PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 10/9/PBI/2008 TENTANG PERUBAHAN IZIN USAHA BANK UMUM MENJADI IZIN USAHA BANK PERKREDITAN RAKYAT DALAM RANGKA KONSOLIDASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK

Lebih terperinci

Kamus Pasar Modal Indonesia. Kamus Pasar Modal Indonesia

Kamus Pasar Modal Indonesia. Kamus Pasar Modal Indonesia Kamus Pasar Modal Indonesia Kamus Pasar Modal Indonesia Kamus Pasar Modal A Afiliasi 1 hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal; 2

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 448/KMK.017/2000 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 448/KMK.017/2000 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 448/KMK.017/2000 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemulihan perekonomian nasional,

Lebih terperinci

seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri

seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/2/PBI/2013 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM KONVENSIONAL

- 1 - PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/2/PBI/2013 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM KONVENSIONAL - 1 - PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/2/PBI/2013 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM KONVENSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5 /POJK.03/2015 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5 /POJK.03/2015 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5 /POJK.03/2015 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM DAN PEMENUHAN MODAL INTI MINIMUM BANK PERKREDITAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 sangat

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 sangat memprihatinkan karena telah mengakibatkan sendi-sendi dan potensi ekonomi mengalami

Lebih terperinci

Kamus Istilah Pasar Modal

Kamus Istilah Pasar Modal Sumber : www.bapepam.go.id Kamus Istilah Pasar Modal Afiliasi 1 hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal; 2 hubungan antara Pihak dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menghimpun dana dari masyarakat (tabungan, giro, deposito) dan menyalurkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menghimpun dana dari masyarakat (tabungan, giro, deposito) dan menyalurkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Pengertian Kredit Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam latar belakang, kegiatan bank ialah menghimpun dana dari masyarakat (tabungan, giro, deposito)

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/KMK.017/2000 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/KMK.017/2000 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/KMK.017/2000 TENTANG SYARAT, TATA CARA DAN KETENTUAN PELAKSANAAN JAMINAN PEMERINTAH TERHADAP KEWAJIBAN PEMBAYARAN BANK UMUM MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.04/2016 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.04/2016 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.04/2016 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 35 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 35 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 35 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berhubung

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/ 9 /PBI/2003 TENTANG PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF BAGI BANK SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/ 9 /PBI/2003 TENTANG PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF BAGI BANK SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/ 9 /PBI/2003 TENTANG PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF BAGI BANK SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kelangsungan usaha bank yang melakukan kegiatan

Lebih terperinci

Afiliasi 1 hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal;

Afiliasi 1 hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal; Kamus Pasar Modal Afiliasi 1 hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal; 2 hubungan antara Pihak dengan pegawai, direktur, atau komisaris

Lebih terperinci

No. 15/16/DInt Jakarta, 29 April 2013 SURAT EDARAN. Perihal : Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Berupa Realisasi dan Posisi Utang Luar Negeri

No. 15/16/DInt Jakarta, 29 April 2013 SURAT EDARAN. Perihal : Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Berupa Realisasi dan Posisi Utang Luar Negeri No. 15/16/DInt Jakarta, 29 April 2013 SURAT EDARAN Perihal : Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Berupa Realisasi dan Posisi Utang Luar Negeri Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/21/PBI/2012

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PEDOMAN PENERBITAN DAN PELAPORAN EFEK BERAGUN ASET BERBENTUK SURAT PARTISIPASI DAL

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PEDOMAN PENERBITAN DAN PELAPORAN EFEK BERAGUN ASET BERBENTUK SURAT PARTISIPASI DAL LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.358, 2014 KEUANGAN. OJK. Efek Beragun Aset. Partisipasi Pembiayaan. Pedoman. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5632) PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

STIE DEWANTARA Pengelolaan Risiko Kredit

STIE DEWANTARA Pengelolaan Risiko Kredit Pengelolaan Risiko Kredit Manajemen Risiko, Sesi 6 Latar Belakang 1. Risiko Kredit didefinisikan sebagai risiko akibat kegagalan debitur dan/atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada Bank. 2. Pada

Lebih terperinci

Pasal 12 ayat (1) dan (2)

Pasal 12 ayat (1) dan (2) SYARAT DAN KETENTUAN UMUM PEMBERIAN FASILITAS PERBANKAN COMMERCIAL NO. PASAL SEMULA MENJADI PERATURAN OJK YANG DIGUNAKAN 1. Halaman 1 Syarat dan Ketentuan Umum Syarat dan Ketentuan Umum Pasal 20 ayat (1)

Lebih terperinci

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 8 /POJK.03/2016 TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM MELAKSANAKAN AKTIVITAS KEAGENAN PRODUK KEUANGAN LUAR NEGERI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Sistem Perusahaan memerlukan sistem untuk menunjang kegiatan perusahaan dengan kata lain sistem merupakan rangkaian dari prosedur yang saling berkaitan dan secara

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN NOMOR 2/PLPS/2005 TENTANG LIKUIDASI BANK DEWAN KOMISIONER LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN,

SALINAN PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN NOMOR 2/PLPS/2005 TENTANG LIKUIDASI BANK DEWAN KOMISIONER LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN, R AN SALINAN PERATURAN NOMOR 2/PLPS/2005 TENTANG LIKUIDASI BANK DEWAN KOMISIONER, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya UndangUndang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan perlu diatur

Lebih terperinci

SYARAT DAN KETENTUAN DANA BANTUAN SAHABAT

SYARAT DAN KETENTUAN DANA BANTUAN SAHABAT SYARAT DAN KETENTUAN DANA BANTUAN SAHABAT Syarat dan Ketentuan Dana Bantuan Sahabat ini berlaku bagi Nasabah Dana Bantuan Sahabat yang sebelumnya adalah Nasabah aktif ANZ Personal Loan pada saat produk

Lebih terperinci

WAWANCARA. pertanyaan kepada dua orang narasumber, yaitu: : Dicky Frandhika Gutama. pada PT. Bank Sumut Cabang Koordinator Medan

WAWANCARA. pertanyaan kepada dua orang narasumber, yaitu: : Dicky Frandhika Gutama. pada PT. Bank Sumut Cabang Koordinator Medan WAWANCARA Wawancara dalam penelitian ini dilakukan dengan memberikan beberapa pertanyaan kepada dua orang narasumber, yaitu: 1. Narasumber I Nama Jabatan : Dicky Frandhika Gutama :Seksi Pelaksana Penyelamatan

Lebih terperinci

2017, No menetapkan Peraturan Bank Indonesia tentang Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek bagi Bank Umum Konvensional; Mengingat : 1. Undang-Undang

2017, No menetapkan Peraturan Bank Indonesia tentang Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek bagi Bank Umum Konvensional; Mengingat : 1. Undang-Undang No.82, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Bank Umum. Konvensional. Jangka Pendek. Likuiditas. Pinjaman. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6044) PERATURAN

Lebih terperinci

Manajemen Kas EXIM (termasuk Pembiayaan EXIM/Trade Finance)

Manajemen Kas EXIM (termasuk Pembiayaan EXIM/Trade Finance) Interest Rate Swap Jenis Produk dan/atau Layanan Penyimpanan Pinjaman Pengiriman Uang Bank Garansi Manajemen Kas EXIM (termasuk Pembiayaan EXIM/Trade Finance) ATM Pertukaran Uang/Forex Lainnya: Lindung

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Istilah kredit berasal dari bahasa yunani (credere) yang berarti. disepakati yaitu dapat berupa barang, uang, atau jasa.

BAB II LANDASAN TEORI. Istilah kredit berasal dari bahasa yunani (credere) yang berarti. disepakati yaitu dapat berupa barang, uang, atau jasa. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Kredit Istilah kredit berasal dari bahasa yunani (credere) yang berarti kepercayaan. Oleh karena itu dasar dari kredit ialah kepercayaan. Seseorang atau suatu badan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 49 /POJK.03/2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK PERKREDITAN RAKYAT

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 49 /POJK.03/2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK PERKREDITAN RAKYAT SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 49 /POJK.03/2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK PERKREDITAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

Lebih terperinci

PP 9/1999, PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA

PP 9/1999, PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA Copyright (C) 2000 BPHN PP 9/1999, PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA *36161 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 9 TAHUN 1999 (9/1999) TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI

Lebih terperinci

GUBERNUR BANK INDONESIA,

GUBERNUR BANK INDONESIA, - 1 - PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 3/ 12 /PBI/2001 TENTANG PERSYARATAN DAN TATACARA PELAKSANAAN JAMINAN PEMERINTAH TERHADAP KEWAJIBAN PEMBAYARAN BANK PERKREDITAN RAKYAT GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

2015, No.73 2 e. bahwa sehubungan dengan huruf a sampai dengan huruf d diatas diperlukan penyesuaian terhadap ketentuan tentang Kewajiban Penyediaan M

2015, No.73 2 e. bahwa sehubungan dengan huruf a sampai dengan huruf d diatas diperlukan penyesuaian terhadap ketentuan tentang Kewajiban Penyediaan M No.73, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. OJK. Modal Minimum. Modal Inti Minimum. Bank. Perkreditan Rakyat. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5686) PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menciptakan sistem perbankan yang sehat,

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 66 /POJK.03/2016 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM DAN PEMENUHAN MODAL INTI MINIMUM BANK PEMBIAYAAN RAKYAT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA ANGGOTA DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA ANGGOTA DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR NOMOR 19/9/PADG/2017 TENTANG LEMBAGA PENDUKUNG PASAR UANG YANG MELAKUKAN KEGIATAN TERKAIT SURAT BERHARGA KOMERSIAL DI PASAR UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA ANGGOTA

Lebih terperinci

Manajemen Kas EXIM (termasuk Pembiayaan EXIM/Trade Finance)

Manajemen Kas EXIM (termasuk Pembiayaan EXIM/Trade Finance) Single Rate Forward Jenis Produk dan/atau Layanan Penyimpanan Pinjaman Pengiriman Uang Bank Garansi Manajemen Kas EXIM (termasuk Pembiayaan EXIM/Trade Finance) ATM Pertukaran Uang/Forex Lainnya (sebutkan)

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk kepentingan negara

Lebih terperinci

SYARAT DAN KETENTUAN DANA BANTUAN SAHABAT

SYARAT DAN KETENTUAN DANA BANTUAN SAHABAT Living, Breathing Asia SYARAT DAN KETENTUAN DANA BANTUAN SAHABAT Syarat dan Ketentuan Dana Bantuan Sahabat ini berlaku bagi Nasabah yang permohonan Dana Bantuan Sahabat telah disetujui. Harap membaca Syarat

Lebih terperinci

MATRIKS RANCANGAN POJK KPMM BPRS

MATRIKS RANCANGAN POJK KPMM BPRS MATRIKS RANCANGAN POJK KPMM BPRS BATANG TUBUH PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../POJK.03/... TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM DAN PEMENUHAN MODAL INTI MINIMUM BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

Lebih terperinci

GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN BANK & LEMBAGA KEUANGAN 1

GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN BANK & LEMBAGA KEUANGAN 1 GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN BANK & LEMBAGA KEUANGAN 1 IX. KREDIT PERBANKAN A. Pengertian Kredit Istilah kredit berasal dari bahasa latin credo atau credere, yang berarti I believe, I trust, saya percaya

Lebih terperinci

2017, No Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal

2017, No Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal No.121, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Portofolio Efek. Nasabah. Individual. Pengelolaan. Pedoman. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6068) PERATURAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 25 /PBI/2011 TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN BAGI BANK UMUM YANG MELAKUKAN PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN KEPADA PIHAK LAIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Syarat dan Ketentuan Umum Fasilitas Commonwealth KTA PT Bank Commonwealth

Syarat dan Ketentuan Umum Fasilitas Commonwealth KTA PT Bank Commonwealth Syarat dan Ketentuan Umum Fasilitas Commonwealth KTA PT Bank Commonwealth Syarat dan Ketentuan Umum untuk Commonwealth KTA PT Bank Commonwealth 1. Definisi Syarat dan Ketentuan Umum ANGSURAN adalah suatu

Lebih terperinci

PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR NOMOR 19/6/PADG/2017 TENTANG PINJAMAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL

PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR NOMOR 19/6/PADG/2017 TENTANG PINJAMAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR NOMOR 19/6/PADG/2017 TENTANG PINJAMAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA ANGGOTA DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1996 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1996 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK Menimbang: PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1996 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA TENTANG PENYEDIAAN DANA OLEH BANK YANG DIJAMIN BANK LAIN GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA TENTANG PENYEDIAAN DANA OLEH BANK YANG DIJAMIN BANK LAIN GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 2/ 5 /PBI/2000 TENTANG PENYEDIAAN DANA OLEH BANK YANG DIJAMIN BANK LAIN GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menggerakkan perekonomian nasional diperlukan

Lebih terperinci

STIE DEWANTARA Manajemen Bank

STIE DEWANTARA Manajemen Bank Manajemen Bank Manajemen Lembaga Keuangan, Sesi 4 Pengertian Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat alam bentuk simpanan dan menyalurkannya dalam bentuk kredit dan/atau bentuk2 lainnya

Lebih terperinci

SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA. Perihal : Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Perkreditan Rakyat

SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA. Perihal : Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Perkreditan Rakyat No. 10/ 45 /DKBU Jakarta, 12 Desember 2008 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA Perihal : Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Perkreditan Rakyat Sehubungan dengan ditetapkannya

Lebih terperinci