SUBHAN, SE. MA. Universitas Madura ABSTRACT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SUBHAN, SE. MA. Universitas Madura ABSTRACT"

Transkripsi

1 PENGARUH KECERMATAN PROFESI, OBYEKTIFITAS, INDEPENDENSI DAN KEPATUHAN PADA KODE ETIK TERHADAP KUALITAS HASIL PEMERIKSAAN (Studi Pada Inspektorat Kabupaten Pamekasan) SUBHAN, SE. MA. Universitas Madura ABSTRACT The aim of this reseach was to identify the influence of due professional care, objectivity, independency and act upon code of ethics for the quality of audit result in the Inspectorate of Pamekasan Regency. Independence variable in this reseach were due professional care, objectivity, independency and act upon code of ethics. Dependent variable of this reseach was the quality of audit result. Data of this research is primer data obtained from questionnaires circulated to all auditors in Inspectorate of Pamekasan Regency. The result of this reseach has shown that the due professional care, objectivity, independency and act upon code of ethics were simultaneus affected significantly to the quality of audit result in the Inspectorate of Pamekasan Regency. Partially, objectivity that not affected significantly to the quality of the result of audit result in the Inspectorate of Pamekasan Regency, however, the due professional care has the bigger impact to the quality of audit result. Key Word : Due professional care, Objectivity, Independency, Act upon code of ethics, Quality of audit result. 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang direvisi menjadi Undang-undang No. 32 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintahan Pusat dan Daerah yang direvisi menjadi Undang-undang No. 33 Tahun 2004 merupakan era baru dalam hubungan antara pemerintahan pusat dan daerah dalam bentuk otonomi Daerah. Dampak pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi terhadap permasalahan bagaimana pengelolaan keuangan dan anggaran dearah yang akan tercermin dalam bentuk laporan keuangan. Untuk mewujudkan pelaksanaannya diperlukan aparat pengawas daerah yang mampu mengontrol kebijakan pengelolaan keuangan secara ekonomis, efisien, efektif, transparan dan akuntabel. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 (pasal 24) pengawasan terhadap urusan pemerintahan di daerah dilaksanakan oleh Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) sesuai dengan fungsi dan kewenangannya. Aparat Pengawas Intern Pemerintah adalah Inspektorat Jenderal Departemen, Unit 1

2 Pengawasan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Inspektorat Provinsi, dan Inspektorat Kabupaten/Kota. Pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawas intern pemerintah yang berada di bawah langsung kepala daerah dan diharapkan independen dari pengaruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintah daerah dilakukan secara berjenjang mulai tingkat kabupaten/kota, tingkat propinsi, dan tingkat departemen. Inspektorat melakukan pemeriksaan dan pengawasan khusus pada SKPD yang ada pada setiap kabupaten, kota dan propinsi. Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, selain memberikan rekomendasi juga melaporkan hasil kerjanya dalam bentuk laporan hasil pemeriksaan bedasarkan standar audit aparat pengawasan intern pemerintah. Rekomendasi dan laporan hasil kerja aparat pengawasan intern pemerintah harus berkualitas, untuk mengetahui kualitas hasil kerja dapat dinilai dari laporan hasil pemeriksaan. Batubara (2008) mendefinisikan kualitas hasil pemeriksaan adalah pelaporan tentang kelemahan pengendalian intern dan kepatuhan terhadap ketentuan, tanggapan dari pejabat yang bertanggung jawab, merahasiakan pengungkapan informasi yang dilarang, pendistribusian laporan hasil pemeriksaan dan tindak lanjut dari rekomendasi auditor sesuai dengan peraturan perundangundangan. Berdasarkan PERMENPAN No: PER/05/M.PAN/03/2008 tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah dinyatakan dalam standar umum audit kinerja dan audit investigasi meliputi standar-standar yang terkait dengan karakteriktik organisasi dan individu-individu yang melakukan kegiatan audit harus independen, obyektif, memiliki keahlian (latar belakang pendidikan, kompetensi teknis dan sertifikasi jabatan dan pendidikan dan pelatihan berkelanjutan), kecermatan profesional dan kepatuhan terhadap kode etik. Dalam kontek independensi dan obyektifitas dinyatakan bahwa dalam semua hal yang berkaitan dengan audit, APIP harus independen dan obyektif dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Independensi dan obyektifitas diperlukan auditor untuk mewujudkan dan menciptakan kredibilitas hasil pekerjaannya. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, permasalahan yang akan muncul adalah bagaimana auditor dapat mempertahankan independensi dan obyektifitas. Menurut Aren et al (2008), nilai auditing sangat tergantung pada persepsi publik atas independensi auditor. Independensi dalam audit berarti mengambil sudut pandang yang tidak bias. Auditor tidak hanya independen dalam fakta (independence in fact) tetapi juga independen dalam penampilan (independence in appearance). Alim dkk (2007) menyatakan bahwa kerjasama dengan obyek pemeriksaan yang terlalu lama dan berulang bisa menimbulkan kerawanan atas independensi yang dimiliki auditor. Belum lagi berbagai fasilitas yang disediakan obyek pemeriksaan selama penugasan dapat mempengaruhi obyektifitas auditor, serta bukan tidak mungkin auditor menjadi tidak jujur dalam mengungkapkan fakta yang menunjukkan rendahnya integritas auditor. Penelitian tentang obyektifitas dan independensi telah banyak dilakukan. Alim dkk (2007) menguji pengaruh kompetensi dan independensi terhadap kualitas auditor dengan etika sebagai variabel pemoderasi. Hasil pengujian 2

3 menunjukkan bahwa kompetensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit dan independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Hal yang sama dilakukan oleh Mardisar dan Sari (2007), yang memberikan hasil penelitian bahwa pekerjaan dengan kompleksitas rendah berpengaruh signifikan terhadap kualitas hasil kerja auditor. Trisnaningsih (2007) menyatakan bahwa pemahaman good governance dapat meningkatkan kinerja auditor jika auditor tersebut selama dalam pelaksanaan pemeriksaan selalu menegakkan sikap independensi. Sukriah ddk (2009) melakukan pengujian terhadap faktor pengalaman kerja, independensi, obyektifitas, integritas dan kompetensi terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa pengalaman kerja, obyektifitas dan kompetensi berpengaruh positif terhadap kualitas hasil pemeriksaan. untuk independensi dan integritas tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas hasil pemeriksaan, sedangkan secara simultan, kelima variabel tersebut berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Wati dkk (2010) menguji pengaruh independensi terhadap kinerja auditor pemerintah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel independensi berpengaruh positif terhadap kinerja auditor pemerintah. Seorang auditor yang memiliki independensi yang tinggi maka tidak akan mudah terpengaruh dan tidak mudah dikendalikan oleh pihak lain dalam mempertimbangkan fakta yang dijumpai saat pemeriksaan dan dalam merumuskan serta menyatakan pendapatnya. Dengan semakin independensinya seorang auditor maka akan mempengaruhi tingkat pencapaian pelaksanaan suatu pekerjaan yang semakin baik atau dengan kata lain kinerjanya akan menjadi lebih baik. Di sisi lain, Kecakapan profesional dari seorang pemeriksa dalam melakukan pemeriksaan akan mempengaruhi kualitas hasil pemeriksaannya. Auditor harus menggunakan keahlian profesionalnya dengan cermat dan seksama (due professional care) dan secara hati-hati (prudent) dalam setiap penugasan. Due professional care dapat diterapkan dalam pertimbangan profesional (professional judgement), namun dalam prakteknya masih terjadi penarikan kesimpulan yang belum tepat saat proses audit telah dilakukan. Boner (1990) meneliti tentang faktor pengalaman, memberikan bukti bahwa pengalaman auditor mempunyai dampak yang signifikan terhadap kinerja, walaupun hubungannya tidak langsung. Hubungan antara pengalaman auditor dengan kinerja melalui variabel intervening, terutama pengetahuan tentang spesifikasi tugas. Lubis (2009) menguji pengaruh keahlian, independensi, kecermatan profesi dan kepatuhan terhadap kualitas auditor pada Inspektorat Sumatera Utara. Hasil pengujian menunjukkan bahwa keahlian, independensi, kecermatan profesi dan kepatuhan secara simultan berpengaruh terhadap kualitas auditor, sedangkan keahlian, independensi, kecermatan profesi dan kepatuhan terhadap kualitas auditor secara parsial berpengaruh terhadap kualitas audit tetapi yang memiliki pengaruh terbesar terhadap kualitas auditor adalah independensi. Di samping itu, APIP dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan ketentuan dan norma yang berlaku agar tercipta aparat pengawasan yang bersih dan berwibawa. Norma dan ketentuan yang berlaku bagi auditor intern pemerintah terdiri dari Kode Etik APIP dan Standar Audit APIP. Kode Etik dimaksudkan untuk menjaga perilaku APIP dalam melaksanakan tugasnya, 3

4 sedangkan Standar Audit dimaksudkan untuk menjaga mutu hasil audit yang dilaksanakan APIP. Dengan adanya aturan tersebut, masyarakat atau pengguna laporan dapat menilai sejauh mana auditor pemerintah telah bekerja sesuai dengan standar dan etika yang telah ditetapkan (Sukriah dkk, 2009). Lubis (2009) meneliti pengaruh keahlian, independensi, kecakapan professional dan kepatuhan pada kode etik terhadap kualitas auditor pada inspektorat provinsi sumatera utara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan keahlian, independensi, kecermatan profesional dan kepatuhan pada kode etik secara bersama berpengaruh signifikan terhadap kualitas auditor. Secara parsial keahlian, independensi, kecermatan profesional dan kepatuhan pada kode etik masing-masing berpengaruh signifikan terhadap kualitas auditor, tetapi yang memiliki pengaruh terbesar terhadap kualitas auditor adalah independensi. Penelitian ini mengacu pada penenitian Alim dkk (2007), Sukriah dkk (2009), Wati dkk (2010) dan Lubis (2009). Variabel integritas dari penelitian sukriah dkk (2009) dikeluarkan dari variabel penelitian karena integritas tidak di proksikan berdasarkan PERMENPAN No: PER/05/M.PAN/03/2008, sehingga variabel yang digunakan oleh peneliti meliputi: Kecermatan profesi, Obyektifitas, Independensi dan Kepatuhan pada kode etik. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: Apakah kecermatan profesi, obyektifitas, independensi dan kepatuhan pada kode etik secara parsial berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan? 1.3 Tujuan Penelitian Untuk mengetahui pengaruh kecermatan profesi, obyektifitas, independensi dan kepatuhan pada kode etik secara parsial berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan. 1.4 Manfaat Penelitian Bagi peneliti, untuk menambah wawasan dan cakrawala berfikir mengenai variabel-variabel yang berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Bagi inspektorat dan perangkat daerah dapat memahami variabel-variabel yang berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan guna sebagai bahan kajian dan evaluasi dalam melakasanakan tugas ke inspektoratan sehingga hasil auditnya dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Bagi akademisi terutama calon peneliti selanjutnya untuk dijadikan referensi dalam melakukan penelitian yang sejenis dan dapat mengembangkan melalui keterbatasan-keterbatasan yang ada. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecermatan Profesi Pemeriksaan merupakan serangkaian kegiatan untuk menilai hasil dari pelaksanaan yang sebenarnya telah sesuai dengan yang rencana yang di tetapkan serta untuk mengidentifikasi penyimpangan-penyimpangan atau hambatan yang ditemukan. Auditor mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung jawab profesi kepada publik (Mulyadi, 2002). Sikap kehati-hatian dalam profesi auditor diharuskan untuk merencanakan dan mengawasi secara seksama. Penggunaan kemahiran 4

5 profesional dengan cermat dan seksama menuntut auditor untuk melaksanakan skeptisme profesional. Sikap skeptisme profesional merupakan sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis bukti audit. Dalam Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia No. 01 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan dinyatakan dalam pelaksanaan pemeriksaan serta penyusunan laporan hasil pemeriksaan, pemeriksa wajib menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama. Kemudian dalam standar audit aparat pengawas intern pemerintah dinyatakan bahwa Auditor harus menggunakan keahlian profesionalnya dengan cermat dan seksama (due professional care) dan secara hati-hati (prudent) dalam setiap penugasan. Due professional care dapat diterapkan dalam pertimbangan profesional (professional judgement), walaupun dalam prakteknya masih terjadi penarikan kesimpulan yang belum tepat saat proses audit telah dilakukan. Kemahiran profesional menuntut pemeriksa untuk melaksanakan skeptisme profesional, yaitu sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti pemeriksaan. Pemeriksa menggunakan pengetahuan, keahlian dan pengalaman yang dituntut oleh profesinya untuk melaksanakan pengumpulan bukti dan evaluasi obyektif mengenai kecukupan, kompetensi dan relevansi bukti. Karena bukti dikumpulkan dan dievaluasi selama pemeriksaan, skeptisme profesional harus digunakan selama pemeriksaan. Dalam menggunakan skeptisme profesional, pemeriksa tidak boleh puas dengan bukti yang kurang meyakinkan walaupun menurut anggapannya manajemen entitas yang diperiksa adalah jujur. Due professional care dilakukan pada berbagai aspek audit, diantaranya: a. formulasi tujuan audit; b. penentuan ruang lingkup audit, termasuk evaluasi risiko audit; c. pemilihan pengujian dan hasilnya; d. pemilihan jenis dan tingkat sumber daya yang tersedia untuk mencapai tujuan audit; e. penentuan signifikan tidaknya risiko yang diidentifikasi dalam audit dan efek/dampaknya; f. pengumpulan bukti audit; g. penentuan kompetensi, integritas dan kesimpulan yang diambil pihak lain yang berkaitan dengan penugasan audit. Pusdiklatwas BPKP (2008) menyatakan bahwa auditor Internal harus menerapkan kecermatan dan ketrampilan yang layaknya dilakukan oleh seorang auditor internal yang prudent dan kompeten. Dalam menerapkan kecermatan profesional auditor internal perlu mempertimbangkan: a) Ruang lingkup penugasan, b) Kompleksitas dan materialitas yang dicakup dalam penugasan, c) Kecukupan dan efektivitas manajemen risiko, pengendalian, dan proses governance, d) Biaya dan manfaat penggunaan sumber daya dalam penugasan, e) Penggunaan teknik-teknik audit berbantuan komputer dan teknik-teknik analisis lainnya. 2.2 Obyektifitas Aparat Pengawas Intern Pemerintah harus memiliki sikap mental yang objektif, tidak memihak dan menghindari kemungkinan timbulnya pertentangan kepentingan (conflict of interest). Dalam PERMENPAN No: PER/05/M.PAN/03/2008 tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah dinyatakan Auditor harus memiliki sikap yang netral dan tidak bias serta menghindari konflik kepentingan dalam merencanakan, melaksanakan dan melaporkan pekerjaan yang dilakukannya. Auditor harus obyektif dalam 5

6 melaksanakan audit. Prinsip obyektifitas mensyaratkan agar auditor melaksanakan audit dengan jujur dan tidak mengkompromikan kualitas. Pimpinan APIP tidak diperkenankan menempatkan auditor dalam situasi yang membuat auditor tidak mampu mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan profesionalnya. Pusdiklatwas BPKP (2005), menyatakan obyektifitas sebagai bebasnya seseorang dari pengaruh pandangan subyektif pihak-pihak lain yang berkepentingan, sehingga dapat mengemukaan pendapat menurut apa adanya. Unsur perilaku yang dapat menunjang obyektifitas antara lain (1) dapat diandalkan dan dipercaya, (2) tidak merangkap sebagai panitia tender, kepanitiaan lain dan atau pekerjaan-pekerjaan lain yang merupakan tugas operasional obyek yang diperiksa, (3) Tidak berangkat tugas dengan niat untuk mencari-cari kesalahan orang lain, (4) dapat mempertahankan kriteria dan kebijaksanaankebijaksanaan yang resmi, serta (5) dalam bertindak maupun mengambil keputusan didasarkan atas pemikiran yang logis. Pusdiklatwas BPKP (2008) menjelaskan bahwa Prinsip obyektivitas menuntut auditor agar : 1. Mengungkapkan semua fakta material yang diketahuinya, yang apabila tidak diungkapkan mungkin dapat mengubah pelaporan kegiatan-kegiatan yang diaudit; 2. Tidak berpartisipasi dalam kegiatan atau hubunganhubungan yang mungkin mengganggu atau dianggap mengganggu penilaian yang tidak memihak atau yang mungkin menyebabkan terjadinya benturan kepentingan; dan 3. Menolak suatu pemberian dari auditi yang terkait dengan keputusan maupun pertimbangan profesionalnya. 2.3 Independensi Auditor yang independen adalah auditor yang tidak memihak atau tidak dapat diduga memihak, sehingga tidak merugikan pihak manapun (Pusdiklatwas BPKP, 2005). Aren dkk (2008) menyatakan nilai auditing sangat tergantung pada persepsi publik atas independensi auditor. Independensi dalam audit berarti mengambil sudut pandang yang tidak bias. Auditor tidak hanya independen dalam fakta (independence in fact) tetapi juga independen dalam penampilan (independence in appearance). Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia No. 01 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara dinyatakan dalam semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan pemeriksaan, organisasi pemeriksa dan pemeriksa, harus bebas dalam sikap mental dan penampilan dari gangguan pribadi, ekstern, dan organisasi yang dapat mempengaruhi independensinya. Dengan pernyataan standar umum kedua ini, organisasi pemeriksa dan para pemeriksanya bertanggung jawab untuk dapat mempertahankan independensinya sedemikian rupa, sehingga pendapat, simpulan, pertimbangan atau rekomendasi dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tidak memihak dan dipandang tidak memihak oleh pihak manapun. Pemeriksa harus menghindar dari situasi yang menyebabkan pihak ketiga yang mengetahui fakta dan keadaan yang relevan menyimpulkan bahwa pemeriksa tidak dapat mempertahankan independensinya sehingga tidak mampu memberikan penilaian yang obyektif dan tidak memihak terhadap semua hal yang terkait dalam pelaksanaan dan pelaporan hasil pemeriksaan. 6

7 Pemeriksa perlu mempertimbangkan tiga macam gangguan terhadap independensi, yaitu gangguan pribadi, ekstern, dan atau organisasi. apabila satu atau lebih dari gangguan independensi tersebut mempengaruhi kemampuan pemeriksa secara individu dalam melaksanakan tugas pemeriksaannya, maka pemeriksa tersebut harus menolak penugasan pemeriksaan. Dalam keadaan pemeriksa yang karena suatu hal tidak dapat menolak penugasan pemeriksaan, gangguan dimaksud harus dimuat dalam bagian lingkup pada laporan hasil pemeriksaan. Pusdiklatwas BPKP (2008) Independensi pada dasarnya merupakan state of mind atau sesuatu yang dirasakan oleh masing-masing menurut apa yang diyakini sedang berlangsung. Sehubungan dengan hal tersebut, independensi auditor dapat ditinjau dan dievaluasi dari dua sisi, independensi praktisi dan independensi profesi. Secara lengkap hal tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: a. Independensi Praktisi, yakni independensi yang nyata atau faktual yang diperoleh dan dipertahankan oleh auditor dalam seluruh rangkaian kegiatan audit, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, sampai tahap pelaporan. Independensi dalam fakta ini merupakan tinjauan terhadap kebebasan yang sesungguhnya dimiliki oleh auditor, sehingga merupakan kondisi ideal yang perlu diwujudkan oleh auditor. Apabila auditor sungguh-sungguh memiliki kebebasan demikian, maka independensi dalam hal perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan hasil audit dapat terpenuhi. Namun demikian, independensi dalam fakta tersebut sifatnya sukar diukur dan tidak serta merta dapat disaksikan oleh orang lain. Kenyataan adanya independensi tersebut hanya dapat dirasakan langsung oleh auditor sendiri dan tidak mudah untuk ditunjukkan atau didemonstrasikan kepada umum. Oleh karena itu, ketika berbicara tentang independensi dalam wujudnya sehari-hari, independensi praktisi ini kurang mendapat perhatian, melainkan lebih ditekankan pada independensi menurut tinjauan yang kedua sebagaimana dikemukakan berikut. b. Independensi Profesi, yakni independensi yang ditinjau menurut citra (image) auditor dari pandangan publik atau masyarakat umum terhadap auditor yang bertugas. Independensi menurut tinjauan ini sering pula dinamakan independensi dalam penampilan (independence in appearance). Independensi menurut tinjauan ini sangat krusial karena tanpa keyakinan publik bahwa seorang auditor adalah independen, maka segala hal yang dilakukannya serta pendapatnya tidak akan mendapatkan penghargaan dari publik atau pemakainya. Agar independensi menurut tinjauan penampilan ini dapat memperoleh pengakuan publik, maka cara yang efektif untuk mewujudkannya adalah dengan menghindari segala hal yang dapat menyebabkan penampilan auditor dalam kaitannya dengan kliennya mendapat kecurigaan dari publik. Namun demikian, untuk menghilangkan kecurigaan itu tidaklah mudah, bahkan sering memperoleh sorotan dari publik. Kebijakan untuk menjaga obyektivitas auditor terhadap auditi dapat dituangkan dalam bentuk ketentuan seperti: tidak diperkenankannya seorang auditor melakukan audit pada auditi tertentu selama tiga tahun berturut-turut, dilakukannya rotasi atau mutasi penugasan audit, larangan seorang auditor 7

8 melakukan audit pada auditi yang pejabatnya memiliki hubungan keluarga, dan sebagainya. Jika independensi atau obyektivitas terganggu, baik secara faktual maupun penampilan, maka gangguan tersebut harus dilaporkan kepada pimpinan APIP. Auditor dapat menyampaikan keberatannya atas penugasan audit yang dapat mengganggu independensi dan obyektivitasnya sehingga pimpinan dapat menggantikannya dengan orang lain yang tidak terganggu keindependensian dan obyektivitasnya. Dalam pelaksanaannya perlu diciptakan ketentuan yang mengatur tentang tatacara pelaporan tersebut, juga diciptakan kebijakan yang mengatur tentang tidak diizinkannya seorang auditor melakukan penugasan audit pada suatu auditi tertentu apabila yang bersangkutan memiliki hubungan keluarga, sosial, dan hubungan lainnya yang dapat mengganggu independensi dan obyektivitasnya. Demikian pula perlu diciptakan kebijakan tentang tidak diperkenankannya auditor yang memberikan jasa reviu atau konsultansi atas suatu kegiatan atau instansi tertentu untuk terlibat dalam suatu penugasan audit pada instansi yang sama atau sebaliknya. 2.4 Kepatuhan Pada Kode Etik Kode etik mengikat semua anggota profesi perlu ditetapkan bersama. Tanpa kode etik, maka setiap individu dalam satu komunitas akan memiliki tingkah laku yang berbeda-beda yang dinilai baik menurut anggapannya dalam berinteraksi dengan masyarakat lainnya. Oleh karena itu nilai etika atau kode etik diperlukan oleh masyarakat, organisasi, bahkan negara agar semua berjalan dengan tertib, lancar, teratur dan terukur. Kepercayaan masyarakat dan pemerintah atas hasil kerja auditor ditentukan oleh keahlian, independensi serta integritas moral/kejujuran para auditor dalam menjalankan pekerjaannya. Ketidakpercayaan masyarakat terhadap satu atau beberapa auditor dapat merendahkan martabat profesi auditor secara keseluruhan, sehingga dapat merugikan auditor lainnya. Oleh karena itu organisasi auditor berkepentingan untuk mempunyai kode etik yang dibuat sebagai prinsip moral atau aturan perilaku yang mengatur hubungan antara auditor dengan auditan, antara auditor dengan auditor dan antara auditor dengan masyarakat. Kode etik atau aturan perilaku dibuat untuk dipedomani dalam berperilaku atau melaksanakan penugasan sehingga menumbuhkan kepercayaan dan memelihara citra organisasi di mata masyarakat (Pusdiklat BPKP, 2008). Kode etik pada prinsipnya merupakan sistem dari prinsip-prinsip moral yang diberlakukan dalam suatu kelompok profesi yang ditetapkan secara bersama. Kode etik suatu profesi merupakan ketentuan perilaku yang harus dipatuhi oleh setiap mereka yang menjalankan tugas profesi. Disamping itu, hasil kerja Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) diharapkan bermanfaat bagi pimpinan dan unit-unit kerja serta pengguna lainnya untuk meningkatkan kinerja organisasi secara keseluruhan. Hasil kerja ini akan dapat digunakan dengan penuh keyakinan jika pemakai jasa mengetahui dan mengakui tingkat profesionalisme auditor yang bersangkutan. Untuk itu disyaratkan diberlakukan dan dipatuhinya aturan perilaku yang menuntut disiplin dari auditor APIP yang melebihi tuntutan peraturan perundangundangan berupa Kode Etik yang mengatur nilai-nilai dasar dan pedoman 8

9 perilaku, yang dalam pelaksanaannya memerlukan pertimbangan yang seksama dari masing-masing auditor. PERMENPAN No: PER/04/M.PAN/03/2008 menjelaskan bahwa maksud ditetapkannya Kode Etik APIP adalah tersedianya pedoman perilaku bagi auditor dalam menjalankan profesinya dan bagi atasan auditor APIP dalam mengevaluasi perilaku auditor APIP, Dengan Tujuan adalah: 1. Mendorong sebuah budaya etis dalam profesi APIP; 2. Memastikan bahwa seorang profesional akan bertingkah laku pada tingkat yang lebih tinggi dibandingkan dengan PNS lainnya; 3. Mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak etis, agar terpenuhi prinsipprinsip kerja yang akuntabel dan terlaksananya pengendalian audit sehingga dapat terwujud auditor yang kredibel dengan kinerja yang optimal dalam pelaksanaan audit. Kode Etik APIP ini diberlakukan bagi auditor dan PNS/petugas yang diberi tugas oleh APIP untuk melaksanakan pengawasan dan pemantauan tindak lanjutnya yang terdiri dari 2 (dua) komponen dan pelanggaran: a. Prinsip-prinsip perilaku auditor 1. Integritas Auditor harus memiliki kepribadian yang dilandasi oleh unsur jujur, berani, bijaksana, dan bertanggung jawab untuk membangun kepercayaan guna memberikan dasar bagi pengambilan keputusan yang andal. 2. Obyektivitas Auditor harus menjunjung tinggi ketidakberpihakan profesional dalam mengumpulkan, mengevaluasi, dan memproses data/informasi auditi. Auditor APIP membuat penilaian seimbang atas semua situasi yang relevan dan tidak dipengaruhi oleh kepentingan sendiri atau orang lain dalam mengambil keputusan. 3. Kerahasiaan Auditor harus menghargai nilai dan kepemilikan informasi yang diterimanya dan tidak mengungkapkan informasi tersebut tanpa otorisasi yang memadai, kecuali diharuskan oleh peraturan perundang-undangan. 4. Kompetensi Auditor harus memiliki pengetahuan, keahlian, pengalaman dan keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas. b. Auditor wajib mematuhi aturan perilaku berikut ini: 1. Integritas a. Melaksanakan tugasnya secara jujur, teliti, bertanggung jawab dan bersungguh-sungguh; b. Menunjukkan kesetiaan dalam segala hal yang berkaitan dengan profesi dan organisasi dalam melaksanakan tugas; c. Mengikuti perkembangan peraturan perundang-undangan dan mengungkapkan segala hal yang ditentukan oleh peraturan perundangundangan dan profesi yang berlaku; d. Menjaga citra dan mendukung visi dan misi organisasi; e. Tidak menjadi bagian kegiatan ilegal, atau mengikatkan diri pada tindakan-tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi APIP atau organisasi; 9

10 f. Menggalang kerja sama yang sehat diantara sesama auditor dalam pelaksanaan audit; g. Saling mengingatkan, membimbing dan mengoreksi perilaku sesama auditor. 2. Obyektivitas a. Mengungkapkan semua fakta material yang diketahuinya yang apabila tidak diungkapkan mungkin dapat mengubah pelaporan kegiatankegiatan yang diaudit; b. Tidak berpartisipasi dalam kegiatan atau hubungan-hubungan yang mungkin mengganggu atau dianggap mengganggu penilaian yang tidak memihak atau yang mungkin menyebabkan terjadinya benturan kepentingan; c. Menolak suatu pemberian dari auditi yang terkait dengan keputusan maupun pertimbangan profesionalnya. 3. Kerahasiaan a. Secara hati-hati menggunakan dan menjaga segala informasi yang diperoleh dalam audit; b. Tidak akan menggunakan informasi yang diperoleh untuk kepentingan pribadi/golongan di luar kepentingan organisasi atau dengan cara yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. 4. Kompetensi a. Melaksanakan tugas pengawasan sesuai dengan Standar Audit; b. Terus menerus meningkatkan kemahiran profesi, keefektifan dan kualitas hasil pekerjaan; c. Menolak untuk melaksanakan tugas apabila tidak sesuai dengan pengetahuan, keahlian, dan keterampilan yang dimiliki. c. Pelanggaran 1. Tindakan yang tidak sesuai dengan Kode Etik tidak dapat diberi toleransi meskipun dengan alasan tindakan tersebut dilakukan demi kepentingan organisasi, atau diperintahkan oleh pejabat yang lebih tinggi. 2. Auditor tidak diperbolehkan untuk melakukan atau memaksa karyawan lain melakukan tindakan melawan hukum atau tidak etis. 3. Pimpinan APIP harus melaporkan pelanggaran Kode Etik oleh auditor kepada pimpinan organisasi. 4. Pemeriksaan, investigasi dan pelaporan pelanggaran Kode Etik ditangani oleh Badan Kehormatan Profesi, yang terdiri dari pimpinan APIP dengan anggota yang berjumlah ganjil dan disesuaikan dengan kebutuhan. Anggota Badan Kehormatan Profesi diangkat dan diberhentikan oleh pimpinan APIP. 2.5 Kualitas Hasil Pemeriksaan Committee on Basic Auditing Concepts (1973) yang dikutip oleh Boynton, et al (2002) mendefinisikan auditing sebagai suatu proses sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai asersi-asersi kegiatan dan peristiwa, dengan tujuan menetapkan derajat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Menurut Arens et al (2008) auditing adalah suatu kegiatan pengumpulan dan evaluasi bukti tentang informasi kuantitatif untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara informasi kuantitatif tersebut dengan 10

11 kriteria yang telah ditetapkan. Audit harus dilakukan oleh institusi atau orang yang kompeten dan independen. Kualitas hasil pemeriksaan adalah pelaporan tentang kelemahan pengendalian intern dan kepatuhan terhadap ketentuan, tanggapan dari pejabat yang bertanggung jawab, merahasiakan pengungkapan informasi yang dilarang, pendistribusian laporan hasil pemeriksaan dan tindak lanjut dari rekomendasi auditor sesuai dengan peraturan perundang-undangan ( Batubara, 2008). Kualitas hasil pemeriksaan dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, kompetensi tehnis, pendidikan dan pelatihan berkelanjutan, pengalaman kerja, kecermatan profesi, obyektifitas dan independensi pemeriksa. Variabel-variabel ini merupakan bagian dari kualitas hasil pemeriksaan. Laporan hasil pemeriksaan yang telah disusun merupakan hasil dari pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor. 2.6 Pengaruh Kecermatan Profesi Terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan Kecakapan profesional dari seorang pemeriksa dalam melakukan pemeriksaan akan mempengaruhi kualitas hasil pemeriksaannya. Auditor harus menggunakan keahlian profesionalnya dengan cermat dan seksama (due professional care) dan secara hati-hati (prudent) dalam setiap penugasan. Due professional care dapat diterapkan dalam pertimbangan profesional (professional judgement), walaupun dalam prakteknya masih terjadi penarikan kesimpulan yang belum tepat saat proses audit telah dilakukan. Boner (1990) meneliti tentang pengalaman dan memberikan bukti bahwa pengalaman auditor mempunyai dampak yang signifikan terhadap kinerja, walaupun hubungannya tidak langsung. Hubungan antara pengalaman auditor dengan kinerja melalui variabel intervening, terutama pengetahuan tentang spesifikasi tugas. Lubis (2009) menguji pengaruh keahlian, independensi, kecermatan profesi dan kepatuhan terhadap kualitas auditor. Hasil pengujian menunjukkan bahwa keahlian, independensi, kecermatan profesi dan kepatuhan secara simultan berpengaruh terhadap kualitas auditor, sedangkan keahlian, independensi, kecermatan profesi dan kepatuhan terhadap kode etik secara parsial berpengaruh terhadap kualitas auditor tetapi yang memiliki pengaruh terbesar terhadap kualitas auditor adalah independensi. Kualitas auditor menurut Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. Per/05/M.Pan/03/2008 tanggal 31 Maret 2008 adalah auditor yang melaksanakan tupoksi dengan efektif, dengan cara mempersiapkan dan membuat kertas kerja hasil pemeriksaan, melaksanakan perencanaan, koordinasi dan penilaian efektifitas tindak lanjut audit, serta konsistensi laporan audit. 2.7 Pengaruh Obyektifitas Terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan Aparat Pengawas Intern Pemerintah harus memiliki sikap mental yang objektif, tidak memihak dan menghindari kemungkinan timbulnya pertentangan kepentingan (conflict of interest). Dalam PERMENPAN No: PER/05/M.PAN/03/2008 tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah dinyatakan bahwa auditor harus memiliki sikap yang netral dan tidak bias serta menghindari konflik kepentingan dalam merencanakan, melaksanakan dan melaporkan pekerjaan yang dilakukannya. Auditor harus obyektif dalam melaksanakan audit. Prinsip obyektifitas mensyaratkan agar auditor melaksanakan audit dengan jujur dan tidak mengkompromikan kualitas. 11

12 Sukriah ddk (2009) melakukan pengujian terhadap faktor pengalaman kerja, independensi, obyektifitas, integritas dan komptensi terhadap kualitas hasil pemeriksaan pada inspektorat se-pulau Lombok dengan sampel berjumlah 154 orang. Hasil pengujian menunjukkan bahwa pengalaman kerja, obyektifitas dan kompetensi berpengaruh positif terhadap kualitas hasil pemeriksaan, untuk independensi dan integritas tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas hasil pemeriksaan, sedangkan secara simultan, kelima variabel tersebut berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan. 2.8 Pengaruh Indepensi Terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan Aren et al (2008) menyatakan, nilai auditing sangat tergantung pada persepsi publik atas independensi auditor. Independensi dalam audit berarti mengambil sudut pandang yang tidak bias. Auditor tidak hanya independen dalam fakta (independence in fact) tetapi juga independen dalam penampilan (independence in appearance). Alim (2007) menyatakan bahwa kerjasama dengan obyek pemeriksaan yang terlalu lama dan berulang bisa menimbulkan kerawanan atas independensi yang dimiliki auditor. Alim (2007) menguji pengaruh kompentensi dan independensi terhadap kualitas auditor dengan etika sebagai variabel pemoderasi. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kompetensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit dan independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas auditor. Hal yang sama dilakukan oleh Mardisar dan Sari (2007), yang memberikan hasil bahwa pekerjaan dengan kompleksitas rendah berpengaruh signifikan terhadap kualitas hasil kerja auditor. Mayangsari (2003) menguji pengaruh kualitas audit yang diproksikan dengan spesialisasi auditor, independensi dengan memproksikan lamanya hubungan auditor dengan auditee dan mekanisme corporate governance terhadap integritas laporan keuangan pada perusahaan publik selama periode Hasil menunjukkan bahwa spesialisasi auditor berpengaruh positif terhadap integritas laporan keuangan dan independensi berpengaruh negatif terhadap integritas laporan keuangan sedangkan mekanisme corporate governance berpengaruh secara statistik signifikan terhadap integritas laporan keuangan. Wati (2010) menguji pengaruh independensi terhadap kinerja auditor pemerintah. Hasil pengujian menunjukkan bahwa variabel independensi berpengaruh positif terhadap kinerja auditor pemerintah, hal ini menunjukkan bahwa semakin independensi seorang auditor maka akan semakin mempengaruhi kinerjanya. 2.9 Pengaruh Kepatuhan Pada Kode Etik Terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan APIP dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan ketentuan dan norma yang berlaku agar tercipta aparat pengawasan yang bersih dan berwibawa. Norma dan ketentuan yang berlaku bagi auditor intern pemerintah terdiri dari Kode Etik APIP dan Standar Audit APIP. Kode etik dimaksudkan untuk menjaga perilaku APIP dalam melaksanakan tugasnya, sedangkan Standar Audit dimaksudkan untuk menjaga mutu hasil audit yang dilaksanakan APIP (Sukriah dkk, 2009). Alim dkk (2007) dalam penelitiannya berjudul pengaruh kompetensi dan independensi terhadap kualitas auditor dengan etika auditor sebagai variabel moderasi. Penelitian ini berhasil membuktikan bahwa kompetensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas auditor. Sementara itu, interaksi kompetensi dan etika 12

13 auditor tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas auditor. Penelitian ini juga menemukan bukti empiris bahwa independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas auditor. Lubis (2009) meneliti pengaruh kehlian, independensi, kecakapan professional dan kepatuhan pada kode etik terhadap kualitas auditor pada inspektorat provinsi sumatera utara. Hasil penelitiaan menunjukkan bahwa secara simultan keahlian, independensi, kecermatan profesional dan kepatuhan pada kode etik secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap kualitas auditor. Secara parsial keahlian, independensi, kecermatan profesional dan kepatuhan pada kode etik masing-masing berpengaruh signifikan terhadap kualitas auditor, tetapi yang memiliki pengaruh terbesar terhadap kualitas auditor adalah independensi. Kerangka pemikiran penelitian dapat ditunjukkan dalam suatu kerangka konseptual hubungan antar variabel pada gambar 1. Kecermatan Profesi H1 Obyektifitas Independensi H2 H3 Kualitas Hasil Pemeriksaan Kepatuhan pada Kode Etik H4 Gambar 3.1 Rerangka Konseptual 2.10 Perumusan Hipotesis H1. Kecermatan profesi berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan. H2. Obyektifitas berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan. H3. Independensi berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan. H4. Kepatuhan pada kode etik berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan. 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan studi sebab - akibat (causal) karena penelitian ini diarahkan untuk memberikan bukti empiris dan mengetahui pengaruh Kecermatan profesi, Obyektifitas, Independensi dan Kepatuhan pada kode etik berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan pada inspektorat Kabupaten Pamekasan. 3.2 Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh staf inspektorat Kabupaten Pamekasan. Berdasarkan Peraturan Bupati Pamekasan No: 48 Tahun 2008 Tentang Penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi Inspektorat berjumlah 30 orang. Jenis penelitian ini adalah sensus. Anshori dan Iswati (2009) menyatakan sensus layak dilakukan jika: a. Elemen-elemen populasi relatif sedikit b. Penelitian dimaksudkan untuk menjelaskan karakteristik setiap elemen dari suatu populasi. Dengan demikian seluruh populasi yaitu seluruh staf inspektorat Kabupaten Pamekasan dijadikan sampel. 13

14 3.3 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Penelitian ini menggunakan delapan variabel independen dan satu variabel dependen yang diukur dengan menggunakan Skala Likert. Menurut Anshori dan Iswati (2009) Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan Skala Likert, variabel yang diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Variabel Independen Semua instrumen menggunakan Skala Likert dengan 5 skala nilai yaitu Sangat Tidak Setuju (STS) dengan nilai 1, Tidak Setuju (TS) dengan nilai 2, Nertral (N) dengan nilai 3, Setuju (S) dengan nilai 4, serta Sangat Setuju (SS) dengan nilai 5. kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini disusun berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya dengan membandingkan dengan PERMENPAN No: PER/05/M.PAN/03/2008 tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah dinyatakan dalam standar umum audit kinerja dan audit investigasi, untuk pengalaman, independensi, obyektifitas dan kepatuhan pada kode etik mengadopsi dari Batubara (2008), Sukriah (2009) dan Lubis (2009). Variabel independen dalam penelitian ini yaitu: a. Kecermatan profesi (X1) adalah auditor harus menggunakan keahlian profesionalnya dengan cermat dan seksama (due professional care) dan secara hati-hati (prudent) dalam setiap penugasan. Due professional care dapat diterapkan dalam pertimbangan profesional (professional judgement) yang dilakukan pada berbagai aspek audit. b. Obyektifitas (X2) adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip objektivitas mengharuskan Praktisi untuk tidak membiarkan subjektivitas, benturan kepentingan, atau pengaruh yang tidak layak dari pihak-pihak lain yang mempengaruhi pertimbangan profesional atau pertimbangan bisnisnya. c. Independensi (X3) adalah kebebasan posisi auditor baik dalam sikap maupun penampilan dalam hubungannya dengan pihak lain yang terkait dengan tugas audit yang dilaksanakannya. d. Kepatuhan pada Kode Etik (X4) adalah auditor harus mematuhi kode etik yang ditetapkan. Pelaksanaan audit harus mengacu kepada standar audit, dan auditor wajib mematuhi kode etik yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari standar audit. Kode etik ini dibuat bertujuan untuk mengatur hubungan antara : 1. Auditor dengan rekan sekerjanya, 2. Auditor dengan atasannya, 3. Auditor dengan objek pemeriksanya, 4. Auditor dengan masyarakat. Variabel Dependen Kualitas hasil pemeriksaan (Y) adalah laporan tentang kelemahan pengendalian intern dan kepatuhan terhadap ketentuan, tanggapan dari pejabat yang bertanggungjawab, merahasiakan pengungkapan informasi yang dilarang, pendistrbusian laporan hasil pemeriksaan dan tindak lanjut dari rekomendasi auditor sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 3.4 Model Analisis Data Model yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan model regresi linier berganda (Multiple Regression Analysis) yang dijabarkan dibawah ini : Y =α + β 1 X 1 + β 2 X 2 + β 3 X 3 + β 4 X 4 + e 14

15 Dimana : Y = Kualitas hasil pemeriksaan X1 = Kecermatan profesi X2 = Obyektifitas X3 = Independensi X4 = Kepatuhan pada kode etik β = Koefisien Regresi. e = Error 3.5 Tehnik Analisa Data Teknik analisis data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan model regresi linear. Dalam suatu penelitian, kemungkinan munculnya masalah dalam analisis regresi cukup sering dalam mencocokan model prediksi ke dalam sebuah model yang dimasukan ke dalam serangkaian data. Penelitian diuji dengan beberapa uji statistik yang terdiri dari uji kualitas data, pengujian asumsi klasik, statistik deskriptif, dan uji statistik untuk pengujian hipotesis. 3.6 Uji Kualitas Data Menurut Anshori dan Iswati (1999) ada dua konsep mengukur kualitas data yaitu realibilitas dan validitas. Artinya suatu penelitian akan menghasilkan kesimpulan yang bias jika datanya kurang reliabel dan kurang valid. Sedangkan kualitas data penelitian ditentukan oleh kualitas instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data. 1. Uji Reliabilitas. Pengujian reliabilitas dilakukan untuk menguji konsistensi jawaban responden atas seluruh butir pertanyaan atau pertanyaan yang digunakan, untuk keperluan pengujian tersebut. Pengujian reliabilitas bertujuan untuk mengetahui konsistensi dari sebagai alat ukur, sehingga hasil suatu pengukuran dapat dipercaya (Muhidin dan Maman, 2007). Teknik statistik yang digunakan untuk pengujian tersebut dengan koefisien Cronbach s Alpha. Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach s Alpha > 0,6 (Ghozali, 2006). 2. Uji Validitas. Pengujian validitas dilakukan untuk menguji apakah instrumen penelitian yang telah disusun benar-benar akurat, sehingga mampu mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas dalam hal ini merupakan akurasi temuan penelitian yang mencerminkan kebenaran sekalipun responden yang dijadikan objek pengujian berbeda (Ghozali, 2006). Uji validitas dihitung dengan menggunakan korelasi Pearson Product Moment. Solimun (2000) menyatakan bahwa bila koefisien korelasi antara skor suatu indikator dengan skor total seluruh indikator positif dan lebih besar 0.3 ( r 0.3) maka instrumen dianggap valid. 3.7 Uji Asumsi Klasik Untuk dapat melakukan analisis regresi berganda perlu pengujian asumsi klasik sebagai persyaratan dalam analisis agar datanya dapat bermakna dan bermanfaat. 1. Uji Normalitas. Uji Normalitas digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi, variabel terikat, variabel bebas atau keduanya mempunyai distribusi normal 15

16 atau tidak. Pengujian data dilakukan dengan menggunakan pengujian Kolmogorov-Smirnov (Ghozali, 2006). Hipotesis dalam pengujian ini adalah: H O : Data berasal dari populasi yang terdistribusi normal. H 1 : Data tidak berasal dari populasi yang terdistribusi normal Kriteria untuk menolak atau tidak menolak berdasarkan P-Value sebagai berikut: Jika P- Value α, maka H O tidak ditolak. Jika P- Value < α, maka H O ditolak. 2. Uji Multikolinieritas. Uji multikolinieritas bertujan untuk menguji apakah pada model regresi yang diajukan telah ditemukan korelasi kuat antar variabel independen. Jika terjadi korelasi kuat, terdapat masalah multikolinieritas yang harus diatasi. Menurut Ghazali (2006) model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antar variabel independen. Ketentuan untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinieritas yaitu Variance Inflation Factor (VIF), jika nilai Variance Inflation Factor (VIF) tidak lebih dari 10 dan nilai Tolerance tidak kurang dari 0,1 maka model dapat dikatakan terbebas dari multikolinieritas. 3. Uji Heteroskedastisitas. Pengujian heterokedastisitas dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel penggangu dengan variabel bebasnya. Jika terjadi gejala homokedastisitas pada model yang digunakan, berarti tidak terjadi hubungan antara variabel pengganggu dengan variabel bebas, sehingga variabel tergantung benar-benar hanya dijelaskan oleh variabel bebasnya. Gejala heterokedastisitas ini diketahui dengan menggunakan analisis Rank Spearman. Apabila nilai probabilitas kesalahan (sig) koefisien korelasi Rank Spearman lebih kecil dari 0.05 maka dapat dikatakan dalam suatu model regresi terjadi gejala heteroskedastisitas, dan sebaliknya jika sig > 0,05 maka model regresi tidak terjadi gejala heteroskedastisitas. 3.8 Statistik Deskriptif Statistik deskriptif dalam penelitian pada dasarnya merupakan proses transformasi data penelitian dalam bentuk tabulasi, sehingga mudah dipahami dan diinterprestasikan. Tabulasi menyajikan ringkasan, pengaturan atau penyusunan data dalam bentuk tabel numerik. Statistik deskriptif umumnya digunakan peneliti untuk mendiskripsikan data dan meringkas data yang diobservasi (Uyanto, 2009). 3.9 Uji Hipotesis Untuk menguji hipotesis mengenai pengaruh secara parsial dan simultan menggunakan uji t dan uji F. Dalam penelitian ini menggunakan tingkat signifikansi (α) 0,05 atau 5% atau keyakinan 95% untuk menguji hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini diterima atau ditolak. 1. Uji t. Uji t digukan untuk menguji pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen, dengan asumsi bahwa variabel lain dianggap konstan. Langkah-langkah dalam pengambilan keputusan untuk uji t adalah : H O1-8 : β = 0, Kecermatan profesi, obyektifitas, independensi dan kepatuhan pada kode etik secara parsial tidak berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan. 16

17 Ha 1-8 : β 0, Kecermatan profesi, obyektifitas, independensi dan kepatuhan pada kode etik secara parsial berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Keputusan statistik diambil berdasarkan nilai probabilitas, dengan kriteria : a. Jika signifikansi t < α, maka Ho ditolak dan Ha tidak ditolak. b. Jika signifikansi t α, maka Ho tidak ditolak dan Ha ditolak. 2. Uji F. Uji F digunakan untuk menguji pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen. Adapun langkah-langkah dalam pengambilan keputusan untuk uji F adalah sebagai berikut : Ho : β = 0, Kecermatan profesi, obyektifitas, independensi dan kepatuhan pada kode etik secara simultan tidak berpengaruh terhadap kualitas hasil Ha pemeriksaan. : β 0, Kecermatan profesi, obyektifitas, independensi dan kepatuhan pada kode etik secara simultan berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Keputusan diambil berdasarkan nilai probabilitas, dengan kriteria : a. Jika signifikansi F<α, maka Ho ditolak dan Ha tidak ditolak. b. Jika signifikansi F α, maka Ho tidak ditolak dan Ha ditolak. 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Umum Penelitian Studi ini dilakukan pada kantor Inspektorat Kabupaten Pamekasan yang beralamat di Jalan Jokotole 143 Pamekasan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh staff Inspektorat Kabupaten Pamekasanyang berjumlah 30 (tiga puluh ) orang. Dalam penelitian ini peneliti menyebarkan kuesioner pada 30 orang staff Inspektorat Kabupaten Pamekasan. Dari 30 eksemplar yang didistribusikan, yang dikembalikan berjumlah 30 eksemplar. 4.2 Pengujian Kualitas Data Uji Reliabilitas Pengujian reliabilitas dilakukan untuk menguji konsistensi jawaban responden atas seluruh butir pertanyaan atau pertanyaan yang digunakan. Pengujian reliabilitas bertujuan untuk mengetahui konsistensi dari alat ukur, sehingga hasil suatu pengukuran dapat dipercaya (Muhidin dan Maman, 2007). Teknik statistik yang digunakan untuk pengujian tersebut dengan koefisien Cronbach s Alpha. Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach s Alpha > 0,6 (Ghozali, 2006). Tabel 4.1 Hasil Uji Realibilitas Variabel Dependen dan Independen Variabel Alpha Keterangan Kualitas Hasil Pemeriksaan Reliabel Kecermatan Profesi Reliabel Obyektifitas Reliabel Independensi Reliabel Kepatuhan pada Kode Etik Reliabel Sumber: Lampiran 3 diolah Berdasarkan output hasil uji reliabiltas terhadap kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini sebagaimana dalam tabel 4.1 menunjukkan bahwa masingmasing elemen (variabel) mempunyai koefisien alpha lebih besar dari 0,6. Dengan 17

18 demikian item pengukuran pada masing-masing elemen dinyatakan reliabel dan selanjutanya dapat digunakan dalam penelitian Uji Validitas Pengujian validitas dilakukan untuk menguji apakah instrumen penelitian yang telah disusun benar-benar akurat, sehingga mampu mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas merupakan akurasi temuan penelitian yang mencerminkan kebenaran sekalipun responden yang dijadikan objek pengujian berbeda (Ghozali, 2006). Uji validitas dihitung dengan menggunakan korelasi Pearson Product Moment. Solimun (2000) menyatakan bahwa bila koefisien korelasi antara skor suatu indikator dengan skor total seluruh indikator positif dan lebih besar 0.3 ( r 0.3) maka instrumen dianggap valid. Tabel 4.2 Hasil Uji Validitas Variabel Dependen dan Independent Variabel Item r Validitas Keterangan Y Valid Y Valid Kualitas Hasil Pemeriksaan Y Valid Y Valid Y Valid X Valid Kecermatan Profesi X Valid X Valid X Valid X Valid Obyektifitas X Valid X Valid X Valid X Valid X Valid X Valid X Valid X Valid X Valid Independensi X Valid X Valid X Valid X Valid X Valid X Valid Kepatuhan Pada Kode Etik X Valid X Valid X Valid X Valid Sumber: Lampiran 4 diolah Berdasarkan output hasil uji validitas terhadap kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini sebagaimana dalam tabel 4.2 lampiran 4 menunjukkan bahwa seluruh indikator mempunyai nilai validitas lebih besar dari r standar yaitu 0,3 sehingga seluruh item dinyatakan valid. 4.3 Uji Asumsi Klasik Uji Normalitas Uji Normalitas digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi, variabel terikat, variabel bebas atau keduanya mempunyai distribusi 18

ANALISIS VARIABEL-VARIABEL YANG MEMPENGARUHI KUALITAS HASIL PEMERIKSAAN (Studi Pada Inspektorat Kabupaten Pamekasan)

ANALISIS VARIABEL-VARIABEL YANG MEMPENGARUHI KUALITAS HASIL PEMERIKSAAN (Studi Pada Inspektorat Kabupaten Pamekasan) ANALISIS VARIABEL-VARIABEL YANG MEMPENGARUHI KUALITAS HASIL PEMERIKSAAN (Studi Pada Inspektorat Kabupaten Pamekasan) SUBHAN, SE. MA. Universitas Madura ABSTRACT The purpose of this reseach was to identify

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN NOMOR : PER/04/M.PAN/03/2008 TENTANG

MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN NOMOR : PER/04/M.PAN/03/2008 TENTANG MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR : PER/04/M.PAN/03/2008 TENTANG KODE ETIK APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH

Lebih terperinci

SUBHAN, SE. MA. Universitas Madura ABSTRACT

SUBHAN, SE. MA. Universitas Madura ABSTRACT PENGARUH LATAR BELAKANG PENDIDIKAN, KOMPETENSI TEHNIS, PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BERKELANJUTAN DAN PENGALAMAN KERJA TERHADAP KUALITAS HASIL PEMERIKSAAN (Studi pada Inspektorat Kabupaten Pamekasan) SUBHAN,

Lebih terperinci

P E M E R I N T A H K O T A M A D I U N

P E M E R I N T A H K O T A M A D I U N P E M E R I N T A H K O T A M A D I U N INSPEKTORAT Jl. Letjend Panjaitan No.17 Madiun, Kode Pos 63137 Jawa Timur Telepon ( 0351 ) 458322 Faximili (0351) 458322 e-mail: inspektorat@madiunkota.go.id KEPUTUSAN

Lebih terperinci

Arsha Karunia Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi

Arsha Karunia Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi PENGARUH INDEPENDENSI, KEAHLIAN PROFESIONAL, PENGALAMAN KERJA DAN MOTIVASI TERHADAP EFEKTIVITAS PENERAPAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PADA APARAT INSPEKTORAT PROVINSI JAWA TIMUR Arsha Karunia Fakultas Ekonomi

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 47 TAHUN 2010 TENTANG KODE ETIK APARAT PENGAWAS INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA MALANG

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 47 TAHUN 2010 TENTANG KODE ETIK APARAT PENGAWAS INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA MALANG SALINAN NOMOR 35/E, 2010 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 47 TAHUN 2010 TENTANG KODE ETIK APARAT PENGAWAS INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA MALANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK AUDITOR DI LINGKUNGAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK

Lebih terperinci

2 Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelengga

2 Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelengga BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1041, 2014 KEMENKOPOLHUKAM. Kode Etik. Auditor. Aparat Pengawas Intern Pemerintah. PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM, DAN KEAMANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2012 NOMOR 21 SERI E

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2012 NOMOR 21 SERI E BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2012 NOMOR 21 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 66 TAHUN 2012 TENTANG KODE ETIK APARAT PENGAWASAN INTEREN PEMERINTAH (APIP) DI LINGKUNGAN INSPEKTORAT KOTA BOGOR DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan suatu pengawas intern untuk meminimalisir penyimpangan

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan suatu pengawas intern untuk meminimalisir penyimpangan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 (pasal 24) pengawasan terhadap urusan pemerintahan di daerah dilaksanakan oleh Aparat Pengawas Intern Pemerintah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif. Data yang diperoleh selama penelitian diolah, dianalisis dan diproses lebih lanjut sehingga dapat memperjelas gambaran

Lebih terperinci

KUALITAS HASIL PEMERIKSAAN DAN VARIABEL-VARIABEL YANG MEMPENGARUHI SUBHAN. Universitas Madura

KUALITAS HASIL PEMERIKSAAN DAN VARIABEL-VARIABEL YANG MEMPENGARUHI SUBHAN. Universitas Madura KUALITAS HASIL PEMERIKSAAN DAN VARIABEL-VARIABEL YANG MEMPENGARUHI SUBHAN Universitas Madura ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh latar belakang pendidikan, kompetensi tehnis, pendidikan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1525, 2013 KEMENTERIAN PERTAHANAN. SPIP. Aparat. Pertahanan. TNI. Kode Etik. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2013 TENTANG KODE ETIK APARAT

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat penelitian. 1. Waktu Penelitian Penelitian ini berlangsung selama 3 bulan yang dimulai dari November 2014 sampai dengan Januari 2015. Data yang digunakan hanya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 45 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Peneliti menggunakan metode kuantitatif dalam melaksanakan penelitian ini. Penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan

Lebih terperinci

BAB1 PENDAHULUAN. kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien sesuai

BAB1 PENDAHULUAN. kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien sesuai BAB1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengawasan Intern Pemerintah merupakan fungsi manajemen yang penting dalam penyelenggaraan pemerintahan. Melalui pengawasan intern dapat diketahui bahwa suatu instansi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Teori Atribusi Menurut Fritz Heider pencetus teori atribusi, teori atribusi merupakan teori yang menjelaskan tentang perilaku

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh aparat Inspektorat yang ikut dalam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh aparat Inspektorat yang ikut dalam 30 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh aparat Inspektorat yang ikut dalam tugas pemeriksaan pada Inspektorat di kabupaten/kota yang mendapatkan

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 87 TAHUN 2012 TENTANG KODE ETIK APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH (APIP) KABUPATEN BADUNG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 87 TAHUN 2012 TENTANG KODE ETIK APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH (APIP) KABUPATEN BADUNG 1 BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 87 TAHUN 2012 TENTANG KODE ETIK APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH (APIP) KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai acuan dari penelitian ini dapat disebutkan salah satu hasil penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai acuan dari penelitian ini dapat disebutkan salah satu hasil penelitian BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Penelitian Terdahulu Sebagai acuan dari penelitian ini dapat disebutkan salah satu hasil penelitian yang telah dilakukan, yaitu: Batubara (2008) melakukan penelitian tentang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Dalam penelitian ini, penelitian melakukan penelitian terhadap pegawai inspektorat provinsi Nusa Tenggara Barat. Penelitian akan dilakukan pada

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. penelitian, objek penelitian ini menjadi sasaran dalam penelitian untuk

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. penelitian, objek penelitian ini menjadi sasaran dalam penelitian untuk BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian merupakan sesuatu yang menjadi perhatian dalam suatu penelitian, objek penelitian ini menjadi sasaran dalam penelitian untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG KODE ETIK APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG KODE ETIK APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG KODE ETIK APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa pengawasan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG 5 8 BUPATI PENAJAM PASER UTARA PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG KODE ETIK APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH (APIP) DI LINGKUNGAN INSPEKTORAT KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) semakin lama

BAB I PENDAHULUAN. Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) semakin lama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) semakin lama semakin strategis dan bergerak mengikuti kebutuhan zaman. APIP diharapkan menjadi agen perubahan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA INSPEKTUR JENDERAL KEMENTERIAN PERDAGANGAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA INSPEKTUR JENDERAL KEMENTERIAN PERDAGANGAN, KEPUTUSAN INSPEKTUR JENDERAL KEMENTERIAN PERDAGANGAN NOMOR : /IJ-DAG/KEP/01/2017 TENTANG KODE ETIK AUDITOR INTERN PEMERINTAH INDONESIA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG

MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG KODE ETIK AUDITOR DI KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI DENGAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 1.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kausal, Umar (2008) menyebutkan desain kausal berguna untuk

METODE PENELITIAN 1.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kausal, Umar (2008) menyebutkan desain kausal berguna untuk METODE PENELITIAN 1.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kausal, Umar (2008) menyebutkan desain kausal berguna untuk menganalisis bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lain,

Lebih terperinci

ATURAN ETIKA DAN PERILAKU APARAT PENGAWAS INTERN DI LINGKUNGAN KEMENRISTEKDIKTI

ATURAN ETIKA DAN PERILAKU APARAT PENGAWAS INTERN DI LINGKUNGAN KEMENRISTEKDIKTI KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI INSPEKTORAT JENDERAL ATURAN ETIKA DAN PERILAKU APARAT PENGAWAS INTERN DI LINGKUNGAN KEMENRISTEKDIKTI INTEGRITAS, PROFESIONAL, SEJAHTERA Budaya Kerja Pola

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 4 2012 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 04 Tahun 2012 TENTANG KODE ETIK APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH (APIP) KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

GUBERNUR MALUKU PERATURAN GUBERNUR MALUKU NOMOR 31 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR MALUKU PERATURAN GUBERNUR MALUKU NOMOR 31 TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR MALUKU PERATURAN GUBERNUR MALUKU NOMOR 31 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK APARAT PENGAWASAN INTERNAL PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI MALUKU GUBERNUR MALUKU, Menimbang : a. bahwa pengawasan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek / sumber

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek / sumber BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Desain Penelitian III.1.1 Populasi dan Sampel III.1.1.1 Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek / sumber yang mempunyai kualitas dan karakteristik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif adalah sebagai penelitian yang menekankan pada pengujian teori-teori

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif adalah sebagai penelitian yang menekankan pada pengujian teori-teori BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif adalah sebagai penelitian yang menekankan pada pengujian teori-teori

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG ATURAN PERILAKU AUDITOR INSPEKTORAT KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG ATURAN PERILAKU AUDITOR INSPEKTORAT KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG ATURAN PERILAKU AUDITOR INSPEKTORAT KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian kausal, Umar (2008) menyebutkan model kausal berguna untuk menganalisis bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lain,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Objek Penelitian Objek penelitian dalam penulisan ini adalah Pengaruh Etika Profesi dan Pengalaman Auditor Terhadap Ketaatan Kualitas Audit. Unit Penelitian yang penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan probabilitas melaporkan pelanggaran tergantung pada independensi auditor. Ikatan Akuntan

BAB I PENDAHULUAN. dan probabilitas melaporkan pelanggaran tergantung pada independensi auditor. Ikatan Akuntan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kualitas audit sebagai probabilitas bahwa auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran pada sistem akuntansi klien (De Angelo, 1981). Deis dan Groux

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 51 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 51 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 51 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 51 TAHUN 2015 TENTANG KODE ETIK APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH KABUPATEN BANJARNEGARA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kantor Akuntan Publik

BAB III METODE PENELITIAN. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kantor Akuntan Publik BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Populasi dan Penentuan Sampel Populasi merupakan keseluruhan pengamatan yang menjadi perhatian penelitian. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kantor Akuntan

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN 26 BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian 3.1.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kausalitas yang bertujuan menjelaskan fenomena dalam bentuk pengaruh antar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian yang akan dilaksanakan di KAP yang berdomisili di wilayah

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian yang akan dilaksanakan di KAP yang berdomisili di wilayah BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian yang akan dilaksanakan di KAP yang berdomisili di wilayah Jakarta Barat dan terdaftar di Direktorat Kantor Akuntan Publik yang diterbitkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien, serta sesuai dengan rencana,

BAB I PENDAHULUAN. tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien, serta sesuai dengan rencana, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengawasan intern pemerintah merupakan fungsi manajemen yang penting dalam penyelenggaraan pemerintahan. Melalui pengawasan intern dapat diketahui apakah suatu instansi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. di Inspektorat Kabupaten/Kota dan Provinsi di Lampung yang mendapatkan opini Wajar

BAB III METODE PENELITIAN. di Inspektorat Kabupaten/Kota dan Provinsi di Lampung yang mendapatkan opini Wajar 29 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Populasi dan Sampel Penelitian Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh auditor fungsional yang bekerja di Inspektorat Kabupaten/Kota dan Provinsi di

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Konsep kinerja auditor dapat dijelaskan dengan menggunakan agency theory.

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Konsep kinerja auditor dapat dijelaskan dengan menggunakan agency theory. BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Teori Agensi Konsep kinerja auditor dapat dijelaskan dengan menggunakan agency theory. Pihak kepala unit organisasi berperan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jenderal Departemen, Satuan Pengawas Intern (SPI) di lingkungan lembaga

BAB I PENDAHULUAN. Jenderal Departemen, Satuan Pengawas Intern (SPI) di lingkungan lembaga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah dalam mengelola negara sangat memerlukan biaya atau dana yang sangat besar jumlahnya. Pertanggungjawaban atas penggunaan dana dalam penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menemukan dan melaporkan pelanggaran yang ada dalam system akuntansi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menemukan dan melaporkan pelanggaran yang ada dalam system akuntansi BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut De Angelo (1981) dalam Ardini (2010) mendefinisikan kualitas audit sebagai kemungkinan ( probability) di mana auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran yang ada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Atribusi Menurut Fritz Heider sebagai pencetus teori atribusi, teori atribusi merupakan teori yang menjelaskan tentang perilaku seseorang. Teori atribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencoba mengatasi masalah ini dengan melakukan reformasi di segala bidang.

BAB I PENDAHULUAN. mencoba mengatasi masalah ini dengan melakukan reformasi di segala bidang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Republik Indonesia saat ini sedang memasuki masa pemulihan akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan. Semua pihak termasuk pemerintah mencoba mengatasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. pada Direktori Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) tahun 2015 yang berada

BAB III METODE PENELITIAN. pada Direktori Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) tahun 2015 yang berada 32 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Sampel dan Data Penelitian 3.1.1 Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah Kantor Akuntan Publik (KAP) yang terdaftar pada Direktori Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam rangka mewujudkan good governance di lingkungan pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam rangka mewujudkan good governance di lingkungan pemerintahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam rangka mewujudkan good governance di lingkungan pemerintahan daerah. Pemerintah harus melakukan reformasi dalam segala aspek pengelolaan keuangan daerah. Salah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek/Subyek Penelitian Subyek penelitian menerangkan target populasi penelitian dan atau sampel penelitian yang relevan denga tujuan penelitian. Sedangkan obyek penelitian

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 04/PRT/M/2006 TENTANG KODE ETIK AUDITOR INSPEKTORAT JENDERAL DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 04/PRT/M/2006 TENTANG KODE ETIK AUDITOR INSPEKTORAT JENDERAL DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 04/PRT/M/2006 TENTANG KODE ETIK AUDITOR INSPEKTORAT JENDERAL DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PENGARUH KEAHLIAN, INDEPENDENSI DAN ETIKA AUDITOR TERHADAP KUALITAS AUDITOR PADA INSPEKTORAT PROVINSI DAN INSPEKTORAT KOTA TANJUNGPINANG

PENGARUH KEAHLIAN, INDEPENDENSI DAN ETIKA AUDITOR TERHADAP KUALITAS AUDITOR PADA INSPEKTORAT PROVINSI DAN INSPEKTORAT KOTA TANJUNGPINANG PENGARUH KEAHLIAN, INDEPENDENSI DAN ETIKA AUDITOR TERHADAP KUALITAS AUDITOR PADA INSPEKTORAT PROVINSI DAN INSPEKTORAT KOTA TANJUNGPINANG NOVI ERMA SUSANTI NIM :100462201196 PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian Lokasi yang menjadi tempat penelitian ini adalah Inspektorat Kota Gorontalo. Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan dari bulan Desember

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek dan Subyek Penelitian Obyek penelitian dapat berupa tempat atau lokasi dilaksanakannya penelitian. Penelitian dilaksanakan di Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen. Subyek

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. inspektorat tingkat kota/kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

BAB III METODE PENELITIAN. inspektorat tingkat kota/kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah auditor pemerintah yang bekerja pada inspektorat tingkat kota/kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Subyek penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Objek / Subjek Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menguji dan mengetahui pengaruh variabel independen yang terdiri dari pengalaman auditor, independensi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Populasi dan Sampel 3.1.1 Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/ subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. berdasarkan standar auditing yang berlaku umum. Berdasarkan definisi

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. berdasarkan standar auditing yang berlaku umum. Berdasarkan definisi 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Pengertian Auditing Audit merupakan tugas utama dari seorang akuntan publik, karena dengan fungsi ini seorang akuntan publik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan penggunaan keuangan negara yang dilakukan pihak-pihak. tertentu. Dengan adanya pengawasan ini, pemerintah diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan penggunaan keuangan negara yang dilakukan pihak-pihak. tertentu. Dengan adanya pengawasan ini, pemerintah diharapkan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pemerintah daerah dalam melaksanakan penatakelolaan keuangan membutuhkan suatu Badan Pengawasan Daerah untuk meminimalisir penyimpangan penggunaan keuangan negara yang

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian yang dipilih oleh penulis dalam penelitian ini adalah auditor-auditor yang bekerja pada kantor akuntan publik (KAP) Big Four (PricewaterhouseCoopers,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Kajian Teori 1. Kualitas Audit a. Pengertian Audit Pengertian audit menurut Mulyadi (2002:9) adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian Pendekatan Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif menitikberatkan pada pengujian hipotesis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadinya krisis ekonomi di

BAB I PENDAHULUAN. karena beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadinya krisis ekonomi di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tuntutan pelaksanaan akuntabilitas sektor publik terhadap terwujudnya good governance di Indonesia semakin meningkat. Tuntutan ini memang wajar, karena beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan yang baik (good governance), yaitu pemerintahan yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan yang baik (good governance), yaitu pemerintahan yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencapaian sasaran sesuai dengan upaya untuk mewujudkan suatu iklim pengelolaan yang baik (good governance), yaitu pemerintahan yang dapat menjalankan amanah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Profesionalisme Profesi dan profesionalisme dapat dibedakan secara konseptual. Profesi merupakan jenis pekerjaan yang memenuhi beberapa kriteria,

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN. bekerja di Kantor Akuntan Publik (KAP) The big four (PricewaterhouseCoopers,

BAB III OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN. bekerja di Kantor Akuntan Publik (KAP) The big four (PricewaterhouseCoopers, BAB III OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN III.1 Objek Penelitian Objek penelitian yang di ambil dalam penelitian ini adalah para auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik (KAP) The big four (PricewaterhouseCoopers,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan alat informasi baik bagi pemerintah sebagai manajemen maupun alat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan alat informasi baik bagi pemerintah sebagai manajemen maupun alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Akuntansi sektor publik terkait dengan tiga hal pokok, yaitu : penyediaan informasi, pengendalian manajemen, dan akuntabilitas. Akuntansi sektor publik merupakan

Lebih terperinci

INTERNAL AUDIT CHARTER

INTERNAL AUDIT CHARTER Halaman : 1 dari 5 I. PENDAHULUAN Tujuan utama Piagam ini adalah menentukan dan menetapkan : 1. Pernyataan Visi dan Misi dari Divisi Satuan Kerja Audit Intern (SKAI) Bank Woori Saudara 2. Tujuan dan ruang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar jumlahnya. Pertanggungjawaban atas penggunaan dana untuk. penyelenggaraan pemerintahan seharusnya didukung dengan suatu

BAB I PENDAHULUAN. besar jumlahnya. Pertanggungjawaban atas penggunaan dana untuk. penyelenggaraan pemerintahan seharusnya didukung dengan suatu BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Negara yang dikelola oleh pemerintah mencakup dana yang cukup besar jumlahnya. Pertanggungjawaban atas penggunaan dana untuk penyelenggaraan pemerintahan seharusnya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian Dalam penelitian ini dilaksanakan di Kantor Akuntan Publik yang berada di wilayah Jakarta Selatan. Penelitian ini menganalisis tentang pengaruh

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. yang diperoleh dari penelitian itu adalah data empiris (teramati) yang mempunyai

BAB IV METODE PENELITIAN. yang diperoleh dari penelitian itu adalah data empiris (teramati) yang mempunyai 29 BAB IV METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan,yaitu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. variabel kompetensi, independensi, dan profesionalisme memiliki pengaruh

BAB II KAJIAN PUSTAKA. variabel kompetensi, independensi, dan profesionalisme memiliki pengaruh BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Agusti dan Pratistha (2013) membuktikan melalui penelitiannya bahwa variabel kompetensi, independensi, dan profesionalisme memiliki pengaruh signifikan

Lebih terperinci

PIAGAM UNIT AUDIT INTERNAL

PIAGAM UNIT AUDIT INTERNAL PIAGAM UNIT AUDIT INTERNAL PT Trimegah Sekuritas Indonesia Tbk memandang pemeriksaan internal yang dilaksanakan oleh Unit Audit Internal sebagai fungsi penilai independen dalam memeriksa dan mengevaluasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat umum terutama dalam bidang audit atas laporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat umum terutama dalam bidang audit atas laporan keuangan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Akuntan publik merupakan auditor yang menyediakan jasa kepada masyarakat umum terutama dalam bidang audit atas laporan keuangan yang dibuat oleh kliennya. Tugas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini mengambil lokasi di KAP berlokasi di Surakarta dan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini mengambil lokasi di KAP berlokasi di Surakarta dan 31 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di KAP berlokasi di Surakarta dan Yogyakarta dengan menggunakan responden seluruh auditor yang terdapat dalam KAP dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fenomena mengenai kualifikasi personel pemeriksaan ini memang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fenomena mengenai kualifikasi personel pemeriksaan ini memang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tingkat Pendidikan Fenomena mengenai kualifikasi personel pemeriksaan ini memang menjadi masalah dalam Badan Pengawasan Daerah. Seharusnya seorang pemeriksa mempunyai wawasan

Lebih terperinci

BAB IV METODA PENELITIAN. disimpulkan dan diberikan saran. Suatu desain penelitian menyatakan struktur

BAB IV METODA PENELITIAN. disimpulkan dan diberikan saran. Suatu desain penelitian menyatakan struktur 25 BAB IV METODA PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian merupakan rencana menyeluruh dari penelitian mencakup hal-hal yang akan dilakukan peneliti mulai dari membuat hipotesis dan implikasinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya. Pertanggungjawaban atas penggunaan dana untuk

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya. Pertanggungjawaban atas penggunaan dana untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah mengelola Negara yang mencakup dana yang cukup besar jumlahnya. Pertanggungjawaban atas penggunaan dana untuk penyelenggaraan pemerintahan seharusnya didukung

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1276, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA. Pengawasan Intern Pemerintah. Aparat. Kode Etik. PERATURAN KEPALA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian adalah Inspektorat Provinsi Gorontalo. Penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian adalah Inspektorat Provinsi Gorontalo. Penelitian ini 33 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian adalah Inspektorat Provinsi Gorontalo. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai dengan bulan Juni 2012. 3.2. Metode

Lebih terperinci

PIAGAM AUDIT INTERNAL

PIAGAM AUDIT INTERNAL PIAGAM AUDIT INTERNAL (INTERNAL AUDIT CHARTER) PT PERTAMINA INTERNASIONAL EKSPLORASI & PRODUKSI DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 3 1.1 Umum... 3 1.2 Visi, Misi, Dan Tujuan... 3 1.2.1 Visi Fungsi Audit Internal...

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kamparyang berlokasi di JalanPramuka no.16 Bangkinang,padabulan April

BAB III METODE PENELITIAN. Kamparyang berlokasi di JalanPramuka no.16 Bangkinang,padabulan April BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada satuan kerja Inspektorat Kabupaten Kamparyang berlokasi di JalanPramuka no.16 Bangkinang,padabulan April 2014. Masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang

BAB I PENDAHULUAN. mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang membahas mengenai kinerja auditor yang dapat dijadikan sebagai referensi peneliti dalam melakukan penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pahlawan Seribu ITC BSD No. 33A&35 Serpong, Tangerang Selatan. Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Pahlawan Seribu ITC BSD No. 33A&35 Serpong, Tangerang Selatan. Penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Dalam penelitian ini, yang menjadi objek penelitian adalah karyawan PT Bank BNI Syariah Kantor Cabang Bumi Serpong Damai yang beralamat di Jalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nepotisme). Banyaknya kasus korupsi yang terjadi akhir-akhir ini menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. Nepotisme). Banyaknya kasus korupsi yang terjadi akhir-akhir ini menjadikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi saat ini, permasalahan yang sering dihadapi oleh suatu lembaga pemerintahan salah satunya adalah tindakan KKN (Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme). Banyaknya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini meneliti hubungan dua variabel atau lebih. Bertujuan untuk

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini meneliti hubungan dua variabel atau lebih. Bertujuan untuk BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian asosiatif karena penelitian ini meneliti hubungan dua variabel atau lebih. Bertujuan untuk menganalisis

Lebih terperinci

Setyanta Nugraha Inspektur Utama Sekretariat Jenderal DPR RI. Irtama

Setyanta Nugraha Inspektur Utama Sekretariat Jenderal DPR RI. Irtama Setyanta Nugraha Inspektur Utama Sekretariat Jenderal DPR RI Irtama 2016 1 Irtama 2016 2 SEKRETARIAT JENDERAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PIAGAM AUDIT INTERN 1. Pengawasan internal adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada masa demokrasi saat ini, pemerintah dituntut untuk semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada masa demokrasi saat ini, pemerintah dituntut untuk semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa demokrasi saat ini, pemerintah dituntut untuk semakin transparan dan akuntabel terhadap pengelolaan dana keuangan negara. Semakin tingginya permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang bersih dan bebas KKN menghendaki adanya. mendukung terciptanya kepemerintahan yang baik (good governance),

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang bersih dan bebas KKN menghendaki adanya. mendukung terciptanya kepemerintahan yang baik (good governance), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam beberapa tahun terakhir, permasalahan hukum terutama berkaitan dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dengan segala praktiknya seperti penyalahgunaan

Lebih terperinci

PT Wintermar Offshore Marine Tbk

PT Wintermar Offshore Marine Tbk PT Wintermar Offshore Marine Tbk ( Perusahaan ) Piagam Audit Internal I. Pembukaan Sebagaimana yang telah diatur oleh peraturan, yaitu Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 56/POJK.04/2015 yang ditetapkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah auditor BPK. Sampel pada peneliti adalah auditor BPK pusat yang bertempat di DKI Jakarta. Data yang digunakan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Pembangunan manusia merupakan salah satu indikator bagi kemajuan suatu negara. Suatu negara dikatakan maju bukan saja dihitung dari pendapatan domestik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keutamaan atau dikenal dengan istilah virtue ethics theory Ghilyer dalam Soraya

BAB I PENDAHULUAN. keutamaan atau dikenal dengan istilah virtue ethics theory Ghilyer dalam Soraya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin meningkatnya tuntutan masyarakat atas penyelenggaraan pemerintah yang bersih, adil, transparan, dan akuntabel seharusnya disikapi dengan serius dan sistematis.

Lebih terperinci

Kategori Frekuensi Prosentase. Jenis kelamin Wanita 12 33,3 Jumlah % , ,6 Usia

Kategori Frekuensi Prosentase. Jenis kelamin Wanita 12 33,3 Jumlah % , ,6 Usia HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAAN 4.1. Deskripsi Responden Kuesioner dalam penelitian ini dibagikan kepada 36 auditor Inspecção Geral do Estado, República Democrátika de Timor Leste (RDTL). Tahapan dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam penyelenggaraan pemerintahan. Melalui pengawasan intern dapat diketahui

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam penyelenggaraan pemerintahan. Melalui pengawasan intern dapat diketahui BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengawasan intern pemerintah merupakan fungsi manajemen yang penting dalam penyelenggaraan pemerintahan. Melalui pengawasan intern dapat diketahui apakah suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Literatur 2.1.1 Etika Auditor Munawir (1995), mengemukakan etika merupakan suatu prinsip moral dan perbuatan yang menjadi landasan bertindaknya seseorang sehingga apa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Gorontalo. Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2012

BAB III METODE PENELITIAN. Gorontalo. Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2012 BAB III METODE PENELITIAN 1.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan pada Inpspektorat Propinsi Gorontalo. Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2012 sampai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepercayaan masyarakat. Dari profesi akuntan publik, masyarakat. yang disajikan oleh manajemen perusahaan dalam laporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. kepercayaan masyarakat. Dari profesi akuntan publik, masyarakat. yang disajikan oleh manajemen perusahaan dalam laporan keuangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Profesi akuntan publik memiliki peranan penting dalam melakukan audit laporan keuangan dalam suatu organisasi dan merupakan profesi kepercayaan masyarakat. Dari

Lebih terperinci