INTEGRASI TERNAK DENGAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT
|
|
- Lanny Oesman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 INTEGRASI TERNAK DENGAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DIDI BUDI WIJONO, LUKMAN AFFANDHY dan AINUR RASYID Loka Penelitian Sapi Potong, Grati-Pasuruan ABSTRAK DIDI BUDI WIJONO, LUKMAN AFFANDHY dan AINUR RASYID Integrasi Ternak dengan Perkebunan Kelapa Sawit. Kelapa sawit merupakan komoditas penghasil minyak nabati dan memiliki peluang strategis utnuk dikembangkan secara nasional dalam upaya peningkatan eksport non- migas dan penerimaan devisa negara. Perkebunan kelapa sawit di Indonesia telah mangalami mengalami peningkatan areal tanam sebesar 14% per tahun sehingga diperlukan teknologi yang sesuai, khususnya dalam pengelolaan kebun kelapa sawit. Perkebunan kelapa sawit menggunakan lahan yang cukup luas serta tenaga kerja yang banyak, sehingga membutuhkan pegelolaan manajemen yang tepat dan efisien. Peluang integrasi ternak pada perkebunan kelapa sawit cukup besar ditinjau dari teknologi budidaya dan industri kelapa sawit yang akan banyak hasil ikutannya dan potensial sebagai bahan pakan ternak. Lebih dari 80% kegagalan pengelolaan perkebunan sawit disebabkan oleh kesalahan manajemen, antara lain kebutuhan pupuk dan biaya tenaga kerja yang mencapai 30 50% dari biaya produksi. Dengan demikian, integrasi ternak dengan kelapa sawit merupakan kinerja simbiosis mutualisme yang tidak memberikan dampak negatif. Salah satu alternatif untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan kebun kelapa sawit adalah program integrasi dengan usaha peternakan ruminansia seperti sapi potong, sapi perah, kambing dan domba. Dengan adanya program keterpaduan antara ternak dengan kelapa sawit akan terjadi daur ulang sumberdaya local yang tersedia. Hasil samping perkebunan kelapa sawit berupa rumput liar, tanaman leguminosa penutup tanah dan limbah dari pengolahan minyak sawit dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak, di samping kotoran ternaknya sangat baik untuk menyediakan unsure hara tanah. Dengan demikian, integrasi ternak ruminansia dengan perkebunan kelapa sawit akan meningkatkan efisiensi biaya pengelolaan kebun, meningkatkan produktivitas buah kelapa sawit dan peningkatan usaha ternaknya. Kata kunci: Kelapa sawit, ternak, integrasi ABSTRACT DIDI BUDI WIJONO, LUKMAN AFFANDHY and AINUR R Livestock Integration on Oil Palm Plantation. Oil palm is the main commodity of vegetable oils and having strategic opportunity to be improved nationally in the efforts to increase non-oil exports and foreign exchange of the country. Oil palm plantation areas in Indonesia has increased as much as 14% per year so that suitable technologies are needed, especially in management aspects. An oil palm plantation uses wide lands and employs many workers, so that it needs suitable and efficient management. The chance of integrating livestock on the oil palm plantation is considerable from its technological and industrial point of view which will geneate potencial by products for livestock feeds. More than 80% of failure in developing oil palm plantation is caused by mismanagement, such as the needs for fertilizers and labor expenses which reaching 30 50% of total production costs. So, the integration of livestock with oil palm is a mutual symbiolism that causes no negative impacts. An alternative to improve management efficiency of oil palm plantation is an integration program with ruminant animals such as beef cattle, dairy cattle, goats and sheep. By integrating livestock with oil palms, the locally available resources could be recycled. By-products of oil palm plantation such as native grass, cover legumes and wastes from palm oil processing can be used as feedstuffs, in addition to ruminants manure which is good as a fertilizer. Therefore, ruminant integration to oil palm plantation will increase management efficiency of the plantation, productivity of the oil palm, and the ruminants as well. Key words: Oil palm, livestock, integration 147
2 148 PENDAHULUAN Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan yang diandalkan untuk meningkatkan ekspor dan penerimaan devisa negara sehingga memerlukan penanganan dan pengelolaan yang efektif guna peningkatan produktivitasnya. Kelapa sawit adalah tanaman keras sebagai salah satu sumber penghasil minyak nabati yang bermanfaat luas dan memiliki keunggulan dibandingkan minyak nabati lainnya. Demikian pula budidaya kelapa sawit tidak memerlukan teknologi tinggi namun untuk mendapatkan hasil yang maksimal diperlukan pengelolaan yang intensif dan terpadu (ANONIMUS, 2002) Areal perkebunan kelapa sawit sejak tahun 1978 mengalami laju perkembangan yang sangat pesat sampai tahun 1999 menjadi ribu ha, meningkat sebesar 25 kali lipat. Perkebunan sawit tersebut merupakan usaha perkebunan rakyat yang bermitra dengan perkebunan besar (32,7%), usaha perkebunan besar milik negara (16,6%) dan swasta (50,7%). Perkembangannya didominasi oleh perkebunan rakyat dan swasta, sedangkan perkebunan negara relatif lebih kecil (ANONIMUS, 2003). Perkembangan pertanaman kelapa sawit di Indonesia cukup menggembirakan, yakni 14%/tahun dan akan terus bertumbuh mengingat lahan yang sesuai agroekosistem dan agroklimatnya untuk kelapa sawit masih cukup luas. Kebijakan pengembangan perkebunan kelapa sawit semenjak tahun 1986 mulai dilaksanakan terkait dengan program di bidang transmigrasi dan koperasi dengan pola Perkebunan Inti Rakyat (PIR). Sejalan dengan perkembangan pentingnya diversifikasi usaha dan sumber pendapatan bagi petani, terbuka kesempatan ternak masuk ke wilayah pengembangan perkebunan yang sampai periode tahun tujuh puluhan masih terlarang. Peluang alternatif untuk memperbaiki pengelolaan perkebunan kelapa sawit adalah dengan mengintegrasikan usaha peternakan, khususnya ternak ruminansia seperti sapi potong, sapi perah dan domba/kambing (PT PERKEBUNAN II, 1994; DAMANIK, 1994; DITJEN BINA PRODUKSI PERTERNAKAN, 2002). Dengan demikian, kebutuhan pakan ternak dapat dipenuhi dengan memanfaatkan vegetasi dan hasil samping industri perkebunan kelapa sawit. DIWYANTO et al. (1996) menyatakan bahwa Indonesia sebagai negara tropis di kawasan katulistiwa dengan areal yang cukup luas, maka persediaan bahan pakan ternak sebetulnya bukan merupakan kendala dalam usaha peternakan sapi potong. Banyak potensi bahan baku pakan lokal yang belum diolah atau dimanfaatkan secara maksimal, antara lain berupa limbah perkebunan seperti pucuk tebu, limbah tanaman pangan seperti jerami, limbah industri meliputi molases, ampas, dedak, bungkil dsb. Integrasi ternak ke dalam perkebunan kelapa sawit dilakukan dengan pendekatan konsep LEISA (Low Ekternal Input System Agriculture), di mana ketergantungan antara tanaman perkebunan dan ternak dapat memberi keuntungan pada kedua subsektor tersebut. Oleh karena itu, program keterpaduan antara kelapa sawit dan ternak ruminansia harus didukung dengan penerapan teknologi yang tepat/sesuai sehingga produksi yang dihasilkan dapat lebih efisien, berdaya saing dan berkelanjutan. Pada dasarnya sistem keterpaduan ini menjadikan daur ulang resource driven sumber daya yang tersedia secara optimal. Hasil samping dari limbah perkebunan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak, sedangkan kotoran ternak dan sisa pakan serta hasil panen yang tidak dapat digunakan untuk pakan dapat didekomposisi menjadi kompos sebagai penyedia unsur hara untuk meningkatkan kesuburan lahan. Kondisi produktivitas ternak sangat tergantung kepada ketersediaan pakan yang berkualitas untuk mendapatkan produksi yang optimal. Kekurangan zat nutrisi pakan akan mempengaruhi seluruh fungsi faali tubuh, yang mana sampai dengan 95% dipengaruhi oleh faktor lingkungan, termasuk pakan yang diberikan.
3 Dalam beberapa tahun terakhir terdapat kecenderungan peningkatan celah antara penawaran dan permintaan daging. Bila dilihat dari kecenderungan permintaan daging dalam negeri, diperkirakan pada tahun diperlukan daging sapi sebanyak ton yang setara dengan sapi siap potong sebanyak ekor. Sementara pasokan dari dalam negeri dengan teknologi dan kebijakan yang ada sekarang dan dengan asumsi peningktaan populasi rata-rata 2-3% maka baru akan tersedia ton daging atau setara dengan ekor sapi siap potong (ANONIMUS, 1998). Prediksi pada tahun 2005 kebutuhan daging yang berasal dari sapi menyumbang pangsa 25,41%. Dengan jumlah penduduk 210,4 juta jiwa dan tingkat pertumbuhan penduduk 1,66%, diperhitungkan kebutuhan daging sapi sebesar 404,2 ribu ton pada tahun 2002 dan 499,0 ribu ton pada tahun Dengan program reguler, pengembangan peternakan hanya dapat menghasilkan daging sekitar 249,7 ribu ton. Dengan demikian, akan terdapat kesenjangan pasokan sebesar 250 ribu ton daging pada tahun 2005 (ANONIMUS, 2001). Hal ini sama dengan konsep dasar crop livestock system (CLS), yaitu integrasi sistem padi ternak, dimana petani memelihara ternak pada hamparan padi yang jeraminya diproses untuk pakan sapi dan kotorannya untuk kompos tanaman (ANONIMUS, 2002). Hampir 2/3 dari penduduk miskin di negara-negara berkembang memelihara ternak dan 60% di antaranya bergantung pada sistem tanaman ternak (ILRI, 2000, disitasi HUTABARAT, 2002). Implementasi program keterpaduan antara perkebunan dan peternakan ini akan dapat mendorong akselerasi/percepatan pembangunan yang terdesentralisasi sesuai semangat Undangundang Nomor 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah (DITJEN BINA PRODUKSI PERTERNAKAN, 2002). Dengan demikian, integrasi antara tanaman kelapa sawit dan ternak diharapkan akan meningkatkan efektivitas pengelolaan kebun kelapa sawit dan meningkatkan produktivitasnya sebagai bahan baku minyak sawit untuk dalam negeri maupun diekspor ke luar negeri. Sedangkan limbahnya dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan kotoran ternaknya sebagai kompos untuk tanaman kelapa sawit. Dengan demikian, dukungan pakan baik dari limbah kelapa sawit atau rumput di sekitarnya akan dapat memenuhi kebutuhan ternak dengan tujuan penggemukan maupun pembibitan, khususnya di areal perkebunan kelapa sawit, yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan karyawan atau petani di sekitar perkebunan, demikian pula dapat meningkatkan populasi ternak sebagai penghasil daging guna memenuhi kebutuhan daging secara nasional. Konsep integrasi ternak dengan perkebunan kelapa sawit disusun sebagai pengembangan konsepsi berorientasi ke depan, terutama dalam menghadapi era globalisasi dan perdagangan bebas. Oleh karena itu, diperlukan penelitian dan masukan dari berbagai pihak. TUJUAN DAN SASARAN Tujuan 1. Meningkatkan produktivitas perkebunan kelapa sawit yang mendukung pengembangan ternak. 2. Meningkatkan efsiensi tenaga kerja dengan pemanfaatan ternak 3. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan pekerja perkebunan. 4. Membuka dan meningkatkan kesempatan kerja dan berusaha. 149
4 5. Memanfaatkan sumber daya lokal untuk pembangunan secara optimal. 6. Mempercepat pertumbuhan ekonomi wilayah. 7. Mendukung pelestarian plasma nutfah dan lingkungan hidup. Sasaran 1. Strategi pemanfaatan sumberdaya lokal secara optimal melalui sistem dan pola agribisnis yang berdaya saing, berkelanjutan, dan terdesentralisasi. 2. Meningkatkan peran serta masyarakat petani dalam pembangunan perkebunan dan peternakan secara terintegrasi. Perkebunan kelapa sawit POTENSI DAN PERMASALAHAN Industri kelapa sawit terdiri dari beberapa segmen industri, yaitu budidaya perkebunan, mill berupa pengolahan kelapa sawit menjadi Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel Oil (PKO), industri pengolahan dan perdagangan. Masalah utama dalam pengembangan perkebunan kelapa sawit adalah rendahnya produktivitas dan mutu hasil perkebunan rakyat. Hal tersebut disebabkan oleh sistem pengelolaan kebun yang tidak efisien, karena jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk menyiangi tanaman gulma di bawah pohon kelapa sawit terlalu banyak, dan pupuk yang digunakan untuk tanaman kelapa sawit menggunakan pupuk buatan yang biayanya sangat mahal. Menurut laporan SIRAIT (1989) bahwa sebesar 30 50% dari biaya pemerliharaan tanaman kelapa sawit adalah untuk pupuk dan tenaga kerja. Lebih 80% kegagalan disebabkan oleh manajemen yang tidak efisien (SIAHAAN, 1983, disitasi SIRAIT, 1989). Hasil utama dari pengolahan kelapa sawit adalah minyak sawit (CPO) dan minyak inti sawit atau dikenal dengan nama Palm Kernel Oil (PKO). Sedangkan hasil sampingnya berupa bungkil inti sawit, serat perasan buah, tandan buah kosong dan lumpur minyak sawit mempunuai prospek yang baik untuk bahan pakan ternak. Peranan CPO sebagai sumber utama penghasil minyak makan dan produk turunannya yang sangat bermanfaat dan sangat prospektif untuk dikembangkan, seperti biodiesel sebagai sumber energi masa depan yang dapat diperbaharui (renewable energy). Di samping produk ikutan pengolahan kelapa sawit, vegetasi yang ada dikawasan perkebunan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak. Adapun hasil utama dan hasil ikutan pengolahan kelapa sawit sebagai berikut: 1. Produk utama kelapa sawit: (1). Crude Palm Oil (CPO) adalah minyak buah kelapa sawit. (2). Palm Kemel Oil (PKO) adalah minyak inti biji sawit. 150
5 2. Produk hasil ikutan pengolahan kelapa sawit: (1) Palm Pressing Fibre (PPF) adalah serat buah sawit merupakan sisi perasan buah sawit. (2) Palm Sludge (PS) adalah lumpur sawit merupakan cairan sisa pengolahan minyak sawit. (3) Palm Kernel Cake (PKC) adalah bungkil kelapa sawit berupa sisi ekstraksi inti sawit. 3. Produk perkebunan kelapa sawit: (1) Oil Palm Fronds (OPF) adalah pelepah daun sawit berupa bagian dalam pangkal batang daun kelapa sawit. (2) Empty Fruits Bunch (EFB) adalah tandan buah kosong atau tandan yang dikastrasi atau tidak berbiji. 4. Produk lahan perkebunan kelapa sawit: Produk Hijauan Antar Tanaman (HAT) adalah vegetasi di lahan perkebunan (leguminosa, semak, ilalang, rumput lapangan). Peranan perkebunan sawit sebagai salah satu sumber yang dapat digunakan sebagai lahan pengembangan ternak sangatlah mendukung, ditunjang oleh peranan vegetasi lahan sebagai penutup tanah dan pakan ternak, serta produk samping perkebunan dan industri pengolahan buah sawit sebagai pakan ternak. Sebagaimana tanaman perkebunanan lain yang bercirikan tanaman keras, hasil samping yang didapatkan merupakan limbah dengan nilai nutrisi rendah dan kandungan lignin yang cukup tinggi. Diperlukan teknologi pengolahan pakan hijauan dalam upaya memaksimalkan kandungan nutrisi dan manfaat limbah perkebunan sebagai pakan pengganti/substitusi pada saat kemarau yang dicirikan dengan terbatasnya ketersediaan pakan hijauan. Kotoran dan sisa pakan ternak dapat mengurangi biaya kebutuhan pupuk yang sekaligus dapat mengurangi biaya produksi disamping menjaga kelestarian bahan organik tanah, khususnya di wilayah perkebunan yang berlereng dan memberikan tambahan pendapatan usahatani (HUTABARAT, 2002). Sedangkan hasil olahan tandan buah digunakan sebagai bahan utama pangan dan bahan dasar industri makanan, sabun, cat, kosmetik. Ternak di areal perkebunan Permintaan produk peternakan terus meningkat sebagai konsekuensi adanya peningkatan jumlah penduduk, bertambahnya proporsi penduduk perkotaan, pendidikan dan pengetahuan masyarakat tentang perlunya makanan yang berkualitas dan bergizi serta adanya dukungan membaiknya pendapatan dan tingkat kesejahteraan masyarakat. Di sisi lain, secara rutin peternakan tidak mampu menyediakan produk daging dan susu untuk memenuhi permintaan konsumen dan industri, sehingga berakibat ketergantungan terhadap impor makin besar. Oleh karena itu diperlukan suatu strategi guna peningkatan populasi ternak, khususnya pada areal dekat perkebunan kelapa sawit atau areal yang jauh di dalam perkebunan kelapa sawit, dengan harapan petani peternak tidak mengganggu tanaman kelapa sawit dengan cara diberikan modal dan bekal pengetahuan cara beternak, pemanfaatan areal yang kosong untuk pakan ternak serta cara pengelolaan kotoran sapi yang digunakan untuk pupuk sehingga akan menambah pendapatan pertani peternak. 151
6 Pengembangan ternak disesuaikan dengan kondisi sumber daya lokal perkebunan, seperti ternak ruminansia sangat potensial untuk dikembangkan pada areal perkebunan kelapa sawit karena kebutuhan pakan dapat dicukupi dari vegetasi perkebunan kelapa sawit dan memanfaatkan hasil samping pengolahan kelapa sawit. Pengelolaan ternak di perkebunan kelapa sawit masih konvensional dengan pemanfaatan perkebunan hanya pada saat musim kering dan musim tanam (ARITONANG, 1986). Adanya kotoran sapi dapat mengurangi biaya pengadaan pupuk yang sekaligus dapat mengurangi biaya produksi di samping menjaga kelestarian bahan organik tanah, khususnya di wilayah perkebunan yang berlereng (HUTABARAT, 2002). GINTING (1991) melaporkan bahwa ternak dapat berperan sebagai industri biologis dan penyiang biologis sekaligus mampu meningkatkan produksi daging dan penyedia kompos. Pemeliharaan intensif untuk ruminansia besar secara empiris mencegah pemadatan tanah dan sentuhan langsung dengan tanaman yang dikuatirkan merusak tanaman pokok, sedangkan untuk ruminansia kecil tidak bermasalah secara penggembalaan bebas/ekstensif. MODEL INTEGRASI Ternak ruminansia berpotensi besar untuk mendukung upaya pengembangan perkebunan kelapa sawit yang pengelolaannya tidak terlepas dari faktor pemupukan dan perbaikan tektur tanah. Dengan demikian, tampaklah ternak bertindak sebagai bioindustri dan berperan ganda, yaitu pemroses limbah sawit dan pemberantas gulma, pemanfaatan limbah naungan tanah yang biasa digunakan pada saat tanaman muda ataupun pada lahan berkelerengan, tenaga kerja (penghela) dan dapat bertindak sebagai sumber penghasilan bagi petani kelapa sawit. Integrasi ternak dengan perkebunan kelapa sawit dapat menurunkan biaya produksi yang berkaitan dengan biaya pengadaan bahan kimiawi untuk pemberantasan tanaman pengganggu dan tenaga kerja. Vegetasi (rerumputan) lahan perkebunan tersebut digunakan sebagai pakan ternak untuk menghasilkan daging. Alternatif pola pemeliharaan ternak secara intensif atau semi intensif tergantung pada jenis ternak serta disesuaikan sumber daya alam yang ada. Pemeliharaan ternak ruminansia besar dan ruminasia kecil lebih memiliki nilai tambah dan umpan balik yang sinergis dengan kebutuhan perkebunan. Pembibitan. Pembibitan ternak ditentukan oleh kapasitas tampung vegetasi lahan perkebunan. Usaha ini diharapkan berperan sebagai penyedia ternak bakalan dan mencukupi kebutuhan bibit. Untuk usaha ini tidak terlalu diperlukan pakan berkualitas tinggi. Penggemukan. Untuk mendapatkan laju pertumbuhan yang optimal diperlukan perlakuan khusus, terutama pemberian pakan tambahan dan pemeliharaan yang intensif. KEBUTUHAN TEKNOLOGI Untuk menunjang keberhasilan sitem integrasi ternak dengan perkebunan kelapa sawit dibutuhkan teknologi tepat guna dan sosialisasi berkelanjutan dalam hal: a. Pengolahan limbah perkebunan/pabrikan sebagai sumber pakan ternak 152
7 b. Pengolahan kompos yang berkualitas dalam waktu pendek c. Pendugaan kapasitas tampung lahan perkebunan untuk jenis ternak tertentu d. Manajemen pemeliharaan ternak yang efisien CPO DAGING BUAH PS PPF PKO KELAPA SAWIT BIJI SAWIT TEMPURUNG TEKNOLOGI TANDAN & DAUN OPF & EFB TEKNOLOGI TERNAK VEGETASI Gambar 1. Diagram integrasi ternak-kelapa sawit PENUTUP Pembangunan pola integrasi ternak dengan perkebunan kelapa sawit sangat potensial untuk menggerakkan perekonomian berbasis pertanian di pedesaan, menghasilkan komoditi ekspor, memperkuat ketahanan pangan, mendorong pertumbuhan perekonomian daerah dan meningkatkan penghasilan pekerja. Untuk terwujudnya pengembangan integrasi ternak dengan perkebunan kelapa sawit diperlukan dukungan dan komitmen dari berbagai pihak, yaitu koperasi petani, pengusaha/investor, perbankan, perguruan tinggi, peneliti, pemerintah daerah dan pemerintah pusat. DAFTAR PUSTAKA 153
8 ANONIMUS Produksi Beberapa Komoditas Utama Perrtanian. Pembangunan Pertanian di Indonesia. Departemen Pertanian. pp PT PERKEBUNAN II Prospek dan kendala usaha ternak domba kebun sawit seberang. Pros. Pengolahan dan Komunikasi Hasil Penelitian Sei Putih. Sub Balitnak Sei Putih. pp ANONIMUS, Buku Statistik Peternakan. Ditjen Peternakan, Deptan, Jakarta. ANONIMUS Perkembangan Kelapa Sawit. Ditjen Perkebunan. perkemb-swt.htm ANONIMUS Peluang Investasi. DPMD Kutai Timur. pinvestasi/pi-sawit.htm ARITONANG D perkebunan kelapa sawit, sumber pakan ternak di Indonesia. J. Litbang Pertanian. 4 (4): DAMANIK, K Integrasi ternak domba dengan perkebunan kelapa sawit: prospek dan tantangannya. Pros. Pengolahan dan Komunikasi Hasil Penelitian Sei Putih. Sub Balitnak Sei Putih. pp DITJEN BINA PRODUKSI PETERNAKAN Integrasi Ternak Sapi dengan Perkebunan Kelapa sawit. Direktorat Jendral Pengembangan Peternakan, Departemen Pertanian, Jakarta. DIWYANTO, K., A. PRIYANTI dan D. ZAINUDIN Pengembangan ternak berwawasan agribisnis di pedesaan dengan memanfaatkan limbah pertanian dan pemilihan bibit yang tepat. J. Litbang Pertanian. 15(1) : 1-6. HUTABARAT, T.S.P.N Pendekatan Kawasan dalam Pembangunan Peternakan. Direktorat Jendral Bina Produksi Peternakan, Departemen Pertanian, Jakarta. pp GINTING S.P Keterpaduan ternak ruminansia dengan perkebunan :2. Pola pemeliharaan dan produksi ternak. J. Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 10 (1): SIRAIT, H. J Sumbangan simulasi agrometeorologi terhadap pengelolaan budidaya kelapa sawit. Pros. Seminar Sehari Peningkatan Pemanfaatan Agrometeorologi Dalam Pembangunan Hutan Tanaman Industri dan Pengembangan Perkebunan. Kerjasama Perhimpunan Meteorologi Pertanian Indonesia. Badan Litbang Kehutanan dan Pertanian. pp Pertanyaan: DISKUSI 1. Dalam mengintegrasikan sapi potong pada perkebunan kelapa sawit, berapa ekor sapi sekiranya yang layak dipelihara untuk satuan luas perkebunan Jawaban: 1. Kemampuan lahan tanaman perkebunan kelapa sawit untuk budidaya sapi potong sangat tergantung pada kondisi tanaman kelapa sawit, produksi tanaman sela dan sistem pemeliharaan ternak (Grazing atau cut and carry). Kondisi umur tanaman kelapa sawit sangat berpengaruh terhadap produksi tanaman selanya. Pada tahun pertama lahan masih terbuka dan setelah umur 3 5 tahun produksi tanaman sela mengalami penurunan sebesar 10 15%, akibat semakin lebarnya canopy daun tanaman sawit. Oleh karena itu untuk memenuhi kecukupan pakan setelah umur tanaman 5 tahun sangat tergantung kepada agroplantation (limbah tanaman dan limbah industri kelapa sawit). Beberapa laporan menunjukkan kemampuan kapasitas tampung untuk sapi potong pada tanaman berumur 1 3 tahun adalah 1 3 ekor ha -1 tahun -1, sampai 154
9 dengan umur tanaman 10 tahun mempunyai kemampuan 0,4 0,6 ekor ha -1 tahun -1 dan lebih dari 10 tahun hanya mampu sekitar 0,4 ekor ha -1 tahun -1. Prediksi kemampuan kapasitas lahan perkebunan untuk memelihara berbagai jenis ternak perlu dilakukan pengamatan lapang mencakup prediksi secara empiris kebutuhan dan produksi hijauan pakan serta dilanjutkan dengan pengamatan kesesuaian lapangan lahan perkebunan dengan perlakuan berbagai jenis ternak. 155
I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk baik pada tingkat nasional maupun wilayah provinsi. Untuk
Lebih terperinciRENCANA PENGEMBANGAN PETERNAKAN PADA SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KALIMANTAN SELATAN
RENCANA PENGEMBANGAN PETERNAKAN PADA SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KALIMANTAN SELATAN MASKAMIAN Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Selatan Jl. Jenderal Sudirman No 7 Banjarbaru ABSTRAK Permintaan pasar
Lebih terperinciMenurut Ditjen Perkebunan (2011) bahwa luas areal perkebunan kelapa sawit yang ada di Indonesia adalah 9,1 juta ha Kawasan secara ekonomis kurang
1 2 Menurut Ditjen Perkebunan (2011) bahwa luas areal perkebunan kelapa sawit yang ada di Indonesia adalah 9,1 juta ha Kawasan secara ekonomis kurang produktif untuk penyediaan sumber pakan & menjadi kawasan
Lebih terperinciPengembangan Wilayah Sentra Produksi tanaman, menyebabkan pemadatan lahan, serta menimbulkan serangan hama dan penyakit. Di beberapa lokasi perkebunan
BAB VII PENUTUP Perkembangan industri kelapa sawit yang cepat ini disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain : (i) secara agroekologis kelapa sawit sangat cocok dikembangkan di Indonesia ; (ii) secara
Lebih terperinciPOTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN
Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN ABDULLAH BAMUALIM dan SUBOWO G. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Lebih terperinciPENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PADA KAWASAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI PROVINSI JAMBI
Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PADA KAWASAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BAMBANG PRAYUDI 1, NATRES ULFI 2 dan SUPRANTO ARIBOWO 3 1 Balai Pengkajian
Lebih terperinciX. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO
X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO 10.1. Kebijakan Umum Penduduk Kabupaten Situbondo pada umumnya banyak
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kelapa sawit merupakan komoditi utama perkebunan di Indonesia. Komoditas kelapa sawit mempunyai peran yang cukup strategis dalam
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit merupakan komoditi utama perkebunan di Indonesia. Komoditas kelapa sawit mempunyai peran yang cukup strategis dalam perekonomian Indonesia. Pertama, minyak
Lebih terperinciKEBIJAKAN SUB SEKTOR PETERNAKAN DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI
KEBIJAKAN SUB SEKTOR PETERNAKAN DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DJAFAR MAKKA Direktur Pengembangan Peternakan, Ditjen Bina Produksi Peternakan ABSTRAK Sub sektor peternakan mempunyai
Lebih terperinciPOTENSI PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI DAN KELAPA SAWIT RAKYAT DI PROPINSI BENGKULU. Afrizon dan Andi Ishak
POTENSI PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI DAN KELAPA SAWIT RAKYAT DI PROPINSI BENGKULU Afrizon dan Andi Ishak Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu ABSTRAK Integrasi sapi dengan kelapa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. meningkat, rata-rata konsumsi protein hewani penduduk Indonesia masih sangat
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor peternakan merupakan sektor yang cukup penting di dalam proses pemenuhan kebutuhan pangan bagi masyarakat. Produk peternakan merupakan sumber protein hewani. Permintaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu kegiatan pembangunan yang menjadi skala prioritas karena dapat memenuhi kebutuhan protein hewani yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat kearah protein hewani telah meningkatkan kebutuhan akan daging sapi. Program
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkebunan sebagai salah satu sub sektor pertanian di Indonesia berpeluang besar dalam peningkatan perekonomian rakyat dan pembangunan perekonomian nasional.adanya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan
Lebih terperinciPOTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU
POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU MARZUKI HUSEIN Dinas Peternakan Provinsi RIAU Jl. Pattimura No 2 Pekanbaru ABSTRAK Sebagai usaha sampingan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kemudahan ini melahirkan sisi negatif pada perkembangan komoditas pangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pasar bebas dipandang sebagai peluang sekaligus ancaman bagi sektor pertanian Indonesia, ditambah dengan lahirnya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015 yang diwanti-wanti
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Lampung Timur merupakan salah satu daerah di provinsi Lampung yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan jagung, sehingga
Lebih terperinciSISTEM INTEGRASI SAPI DI PERKEBUNAN SAWIT PELUANG DAN TANTANGANNYA
Suplemen 5 SISTEM INTEGRASI SAPI DI PERKEBUNAN SAWIT PELUANG DAN TANTANGANNYA Latar Belakang Sejak tahun 2008, Pemerintah Propinsi Sumatera Selatan telah menginisiasi program pengembangan ternak sapi yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam struktur ekonomi nasional. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya berperan dalam pembentukan
Lebih terperinciPROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI BENGKULU DALAM MENDUKUNG AGRIBISNIS YANG BERDAYA SAING
PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI BENGKULU DALAM MENDUKUNG AGRIBISNIS YANG BERDAYA SAING (Prospect of Beef Cattle Development to Support Competitiveness Agrivusiness in Bengkulu) GUNAWAN 1 dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan sektor yang terus. dikembangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan sektor yang terus dikembangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional. Sektor pertanian
Lebih terperincipengusaha mikro, kecil dan menegah, serta (c) mengkaji manfaat ekonomis dari pengolahan limbah kelapa sawit.
BOKS LAPORAN PENELITIAN: KAJIAN PELUANG INVESTASI PENGOLAHAN LIMBAH KELAPA SAWIT DALAM UPAYA PENGEMBANGAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH DI PROVINSI JAMBI I. PENDAHULUAN Laju pertumbuhan areal perkebunan
Lebih terperinciInovasi Ternak Dukung Swasembada Daging dan Kesejahteraan Peternak
Agro inovasi Inovasi Ternak Dukung Swasembada Daging dan Kesejahteraan Peternak Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Jl. Ragunan No.29 Pasar Minggu Jakarta Selatan www.litbang.deptan.go.id 2 AgroinovasI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia dilihat dari aspek kontribusinya terhadap PDB, penyediaan lapangan kerja, penyediaan penganekaragaman menu makanan,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia
TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia Sapi lokal memiliki potensi sebagai penghasil daging dalam negeri. Sapi lokal memiliki kelebihan, yaitu daya adaptasi terhadap lingkungan tinggi, mampu
Lebih terperinciDUKUNGAN USAHA PERKEBUNAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN KELAPA SAWIT TERHADAP USAHA TERNAK SAPI POTONG DI KALIMANTAN SELATAN
DUKUNGAN USAHA PERKEBUNAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN KELAPA SAWIT TERHADAP USAHA TERNAK SAPI POTONG DI KALIMANTAN SELATAN AKHMAD HAMDAN 1, IKA SUMANTRI 2 dan ENI SITI ROHAENI 1 1 Balai Pengkajian Teknologi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang
Lebih terperinciTemu Lapang Bioindustri Sawit-Sapi
Temu Lapang Bioindustri Sawit-Sapi Bangkinang-Salah satu kegiatan diseminasi inovasi hasil penelitian dan Pengkajian Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau adalah kegiatan temu lapang. Pada sabtu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perkebunan menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan, adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/atau
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan adalah bagian dari sektor pertanian yang merupakan sub sektor yang penting dalam menunjang perekonomian masyarakat. Komoditas peternakan mempunyai prospek
Lebih terperinciSUMBERDAYA INDUSTRI KELAPA SAWIT DALAM MENDUKUNG SWASEMBADA DAGING SAPI NASIONAL
SUMBERDAYA INDUSTRI KELAPA SAWIT DALAM MENDUKUNG SWASEMBADA DAGING SAPI NASIONAL Firman RL Silalahi 1,2, Abdul Rauf 3, Chairani Hanum 3, dan Donald Siahaan 4 1 Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Medan,
Lebih terperinciPELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA
PELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA MUFID NURDIANSYAH (10.12.5170) LINGKUNGAN BISNIS ABSTRACT Prospek bisnis perkebunan kelapa sawit sangat terbuka lebar. Sebab, kelapa sawit adalah komoditas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya
Lebih terperinciPENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PERKEBUNAN SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN PETERNAKAN SAPI MENUJU SWASEMBADA DAGING 2010
PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PERKEBUNAN SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN PETERNAKAN SAPI MENUJU SWASEMBADA DAGING 2010 (SUATU SUMBANG SARAN PEMIKIRAN) Oleh: Suharyanto PROGRAM STUDI PRODUKSI TERNAK JURUSAN
Lebih terperinciI.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam struktur ekonomi nasional. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya berperan dalam pembentukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam perekonomian Indonesia melalui peningkatan nilai tambah, ekspor, pengurangan kemiskinan, dan penciptaan
Lebih terperinciProspek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS SAPI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005
Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS SAPI Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan pangan hewani asal ternak (daging, telur dan susu) dari waktu kewaktu cenderung meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, pendapatan, kesadaran
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian dan peternakan merupakan satu kesatuan terintegrasi yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi. Pembangunan kedua sektor ini bertujuan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di beberapa daerah di Indonesia telah memberikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Bio Oil Dengan Bahan Baku Tandan Kosong Kelapa Sawit Melalui Proses Pirolisis Cepat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Selama ini Indonesia menggunakan BBM (Bahan Bakar Minyak) sebagai sumber daya energi primer secara dominan dalam perekonomian nasional.pada saat ini bahan bakar minyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ditanam di hampir seluruh wilayah Indonesia. Bagian utama dari kelapa sawit yang diolah adalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membuat perekonomian di Indonesia semakin tumbuh pesat. Salah satu sektor agro industri yang cenderung
Lebih terperinciKomparasi Kelayakan Finansial Usaha Perkebunan Sawit Rakyat dengan Sistem Integrasi Sawit-Sapi dengan Usaha Perkebunan Sawit Tanpa Sistem Integrasi
Komparasi Kelayakan Finansial Usaha Perkebunan Sawit Rakyat dengan Sistem Integrasi Sawit-Sapi dengan Usaha Perkebunan Sawit Tanpa Sistem Integrasi Yudi Setiadi Damanik, Diana Chalil, Riantri Barus, Apriandi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Upaya memenuhi kebutuhan hijauan ternak ruminansia saat ini, para
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya memenuhi kebutuhan hijauan ternak ruminansia saat ini, para peternak selayaknya memanfaatkan bahan pakan yang berasal dari hasil ikutan produk sampingan olahan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kelapa sawit adalah salah satu komoditas non migas andalan Indonesia.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit adalah salah satu komoditas non migas andalan Indonesia. Selain menghasilkan produksi utamanya berupa minyak sawit dan minyak inti sawit, perkebunan kelapa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya sektor pertanian dalam proses Pembangunan Indonesia disadari oleh Pemerintah Era reformasi terlihat dari dicanangkannya Revitaslisasi Pertanian oleh Presiden
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kelapa sawit merupakan tanaman dengan banyak manfaat. Tanaman ini menjadi bahan baku dalam industri penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar
Lebih terperinciSeminar Oplimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak 3,25 persen dan 2,89 persen seperti disajikan p
POTENSI PENGEMBANGAN INTEGRASI TERNAK DAN SAWIT DI KALIMANTAN BARAT TATANG M. IBRAHIM dan L.M. GUFRONI AR Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Baral ii. Budi Utomo No. 45 Siantan Hulu Kotak
Lebih terperinci3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis
3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis 3.1.1 Kelembagaan Agro Ekonomi Kelembagaan agro ekonomi yang dimaksud adalah lembaga-lembaga yang berfungsi sebagai penunjang berlangsungnya kegiatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya mata pencaharian penduduk Indonesia bergerak pada sektor
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pada umumnya mata pencaharian penduduk Indonesia bergerak pada sektor pertanian, sektor ini meliputi aktifitas pertanian, perikanan, perkebunan dan peternakan.
Lebih terperinciOPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI
OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI Pita Sudrajad, Muryanto, dan A.C. Kusumasari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah E-mail: pitosudrajad@gmail.com Abstrak Telah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana pembangunan dibidang pertanian menjadi prioritas utama karena Indonesia merupakan salah satu negara yang memberikan komitmen
Lebih terperinciPENGANTAR. Latar Belakang. Sebagian komponen dalam industri pakan unggas terutama sumber energi
PENGANTAR Latar Belakang Sebagian komponen dalam industri pakan unggas terutama sumber energi pakan yang berasal dari jagung, masih banyak yang diimpor dari luar negeri. Kontan (2013) melaporkan bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai sentra bisnis yang menggiurkan. Terlebih produk-produk tanaman
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan Tanaman perkebunan merupakan salah satu komoditas yang bisa diandalkan sebagai sentra bisnis yang menggiurkan. Terlebih produk-produk tanaman perkebunan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN konstribusi yang besar bagi devisa negara, khususnya karena pergeseran pangsa
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelapa sawit adalah komoditi strategis yang diharapkan dapat memberikan konstribusi yang besar bagi devisa negara, khususnya karena pergeseran pangsa konsumsi minyak nabati
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. besar untuk dikembangkan, sapi ini adalah keturunan Banteng (Bos sundaicus)
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi Bali adalah salah satu bangsa sapi murni yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan, sapi ini adalah keturunan Banteng (Bos sundaicus) dan mempunyai bentuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan antar negara akan menciptakan pasar yang lebih kompetitif dan mendorong pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Kondisi sumber daya alam Indonesia
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber daya hewan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. efetivitas rantai pemasok. Menurut Wulandari (2009), faktor-faktor yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Lingkungan Eksternal Lingkungan eksternal merupakan bagian yang sangat penting untuk membangun, mempertahankan, dan mengembangkan sebuah bisnis. Lingkungan eksternal juga dapat didefinisikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Pemenuhan kebutuhan pokok dalam hidup adalah salah satu alasan agar setiap individu maupun kelompok melakukan aktivitas bekerja dan mendapatkan hasil sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor utama yang menunjang perkembangan perekonomian Indonesia. Pada saat ini, sektor pertanian merupakan sektor penghasil devisa bagi
Lebih terperincisebagai tabungan sementara (BAHR[, 2007). Ternak kambing potensinya cukup besar dan tersebar hampir di sebagian besar propinsi di Indonesia. Komoditas
SISTEM INTEGRASI PETERNAKAN KAMBING DENGAN KONSEP TANPA LIMBAH KOESNOTO SOEPRANIANONDO Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga Kampus C UNAIR, Mulyorejo, Surabaya 60115 ABSTRAK Petemak di Indonesia
Lebih terperinciANALISIS BIAYA PRODUKSI PENGOLAHAN PAKAN DARI LIMBAH PERKEBUNAN DAN LIMBAH AGROINDUSTRI DI KECAMATAN KERINCI KANAN KABUPATEN SIAK
ANALISIS BIAYA PRODUKSI PENGOLAHAN PAKAN DARI LIMBAH PERKEBUNAN DAN LIMBAH AGROINDUSTRI DI KECAMATAN KERINCI KANAN KABUPATEN SIAK Susy Edwina, Dany Varian Putra Fakultas Pertanian Universitas Riau susi_edwina@yahoo.com
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak nabati merupakan salah satu komoditas penting dalam perdagangan minyak pangan dunia. Tahun 2008 minyak nabati menguasai pangsa 84.8% dari konsumsi minyak pangan
Lebih terperinci1.1 Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Crude palm oil (CPO) merupakan produk olahan dari kelapa sawit dengan cara perebusan dan pemerasan daging buah dari kelapa sawit. Minyak kelapa sawit (CPO)
Lebih terperinciPEMANFAATAN HASIL IKUTAN TANAMAN SAWIT SEBAGAI PAKAN SAPI POTONG DI SUMATERA BARAT
PEMANFAATAN HASIL IKUTAN TANAMAN SAWIT SEBAGAI PAKAN SAPI POTONG DI SUMATERA BARAT (Oil Palm By Products as Beef Cattle Feeds in West Sumatera) Jefrey M Muis, Wahyuni R, Ratna AD, Bamualim AM Balai Penggkajian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien dan tangguh.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam GBHN 1993, disebutkan bahwa pembangunan pertanian yang mencakup tanaman pangan, tanaman perkebunan dan tanaman lainnya diarahkan pada berkembangnya pertanian yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah telah ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Undang-undang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketetapan MPR Nomor: XV/MPR/1999 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah telah ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kelestarian sumber daya alam (Mubyarto, 1994).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum sektor pertanian dapat memperluas kesempatan kerja, pemerataan kesempatan berusaha, mendukung pembangunan daerah dan tetap memperhatikan kelestarian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan
I. PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan produksi menuju swasembada, memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan serta meratakan taraf hidup
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Potong Sapi merupakan penghasil daging utama di Indonesia. Konsumsi daging sapi mencapai 19 persen dari jumlah konsumsi daging Nasional (Dirjen Peternakan, 2009). Konsumsi
Lebih terperinciFakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang ABSTRAK
Volume 5 Nomor 2 Tahun 2016 ISSN pastura Vol. 5 No. 2 : 88-93 ISSN : 2088-818X INTEGRASI SAPI POTONG TANAMAN SAWIT (SISKA) DAN POTENSI PENGEMBANGANNYA DI KABUPATEN PASAMAN BARAT (Studi Kasus Kelompok Tani
Lebih terperinciABSTRACT ABSTRAK PENDAHULUAN
KEBIJAKAN PENGEMBANGAN AGRIBISNIS UNGGAS AIR DI INDONESIA (POLICY ON WATERFOWL DEVELOPMENT IN INDONESIA) Drh.H. Sofyan Sudrajat, D. MS. Direktur Jendral Bina Produksi Peternakan, Departemen Pertanian ABSTRACT
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat akan
Lebih terperinciII. TINJAUAN UMUM MINYAK NABATI DUNIA DAN MINYAK KELAPA SAWIT INDONESIA
II. TINJAUAN UMUM MINYAK NABATI DUNIA DAN MINYAK KELAPA SAWIT INDONESIA 2.1. Tinjauan Umum Minyak Nabati Dunia Minyak nabati (vegetable oils) dan minyak hewani (oil and fats) merupakan bagian dari minyak
Lebih terperinciPROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI NUSA TENGGARA BARAT
PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI NUSA TENGGARA BARAT A. MUZANI dan MASHUR Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat, PO Box 1017, Mataram ABSTRAK Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)
Lebih terperinciKrisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan Juli 1997 mempunyai dampak yang besar terhadap perekonomian negara. Sektor pertanian di lndonesia dalam
Lebih terperinciJohanis A. Jermias; Vinni D. Tome dan Tri A. Y. Foenay. ABSTRAK
PEMANFAATAN GULMA SEMAK BUNGA PUTIH (Chromolaena odorata) SEBAGAI BAHAN PEMBUAT PUPUK ORGANIK BOKHASI DALAM RANGKA MENGATASI PENYEMPITAN PADANG PEMGGEMBALAAN DAN MENCIPTAKAN PERTANIAN TERPADU BERBASIS
Lebih terperinciSTRATEGI USAHA PENGEMBANGAN PETERNAKAN YANG BERKESINAMBUNGAN
STRATEGI USAHA PENGEMBANGAN PETERNAKAN YANG BERKESINAMBUNGAN H. MASNGUT IMAM S. Praktisi Bidang Peternakan dan Pertanian, Blitar, Jawa Timur PENDAHULUAN Pembangunan pertanian berbasis sektor peternakan
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian
I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan
Lebih terperinciRENCANA PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI SAWIT PADA LAHAN PERKEBUNAN DI KALIMANTAN TIMUR
RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI SAWIT PADA LAHAN PERKEBUNAN DI KALIMANTAN TIMUR ABDULLAH MAKSUM M. dan ETNAWATI Dinas Perkebunan Propinsi Kalimantan Timur Jl. M.T. Haryono Samarinda 75124 ABSTRAK
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat
Lebih terperinciPOTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI-KELAPA SAWIT DI PROVINSI BENGKULU
POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI-KELAPA SAWIT DI PROVINSI BENGKULU GUNAWAN dan AZMI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Jl. Irian Km. 6,5 Bengkulu 38119 ABSTRAK Permintaan
Lebih terperinciPOTENSI, PELUANG DAN ALTERNATIF PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI-KELAPA SAWIT DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
POTENSI, PELUANG DAN ALTERNATIF PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI-KELAPA SAWIT DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR M. BASIR NAPPU dan LUDY K. KRISTIANTO Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
15 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karet merupakan komoditas perkebunan yang sangat penting peranannya di Indonesia. Selain sebagai sumber lapangan kerja, komoditas ini juga memberikan kontribusi yang
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. sapi mencapai 19 persen dari jumlah konsumsi daging Nasional (Dirjen
9 II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1. Ternak Sapi Sapi merupakan penghasil daging utama di Indonesia. Konsumsi daging sapi mencapai 19 persen dari jumlah konsumsi daging Nasional (Dirjen Peternakan, 2009). Konsumsi
Lebih terperinciPengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan
Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Anton J. Supit Dewan Jagung Nasional Pendahuluan Kemajuan teknologi dalam budidaya jagung semakin
Lebih terperinciKAJIAN PENGEMBANGAN SISTEM PERTANIAN TERINTEGRASI TANAMAN TERNAK
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2014 KAJIAN PENGEMBANGAN SISTEM PERTANIAN TERINTEGRASI TANAMAN TERNAK Oleh : Nyak Ilham Saptana Bambang Winarso Herman Supriadi Supadi Yonas Hangga Saputra PUSAT ANALISIS SOSIAL
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia. Buah nenas merupakan produk terpenting kedua setelah pisang. Produksi nenas mencapai 20%
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi beternak babi di Indonesia kebanyakan berasal dari negaranegara sub tropis yang sering kali membutuhkan biaya pemeliharaan yang tinggi. Teknologi beternak babi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman kelapa sawit memiliki arti penting bagi pembangunan perkebunan nasional, selain mampu menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat dan juga mengarah pada kesejahteraan
Lebih terperinciDUKUNGAN KEBIJAKAN PERLUASAN AREAL UNTUK PENGEMBANGAN KAWASAN TERNAK KERBAU
DUKUNGAN KEBIJAKAN PERLUASAN AREAL UNTUK PENGEMBANGAN KAWASAN TERNAK KERBAU AGUS SOFYAN Direktorat Perluasan Areal Direktorat Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air Pertanian Jl. Margasatwa No 3, Ragunan Pasar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. khususnya lahan pertanian intensif di Indonesia semakin kritis. Sebagian besar
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semenjak dimulainya revolusi hijau (1970 -an), kondisi lahan pertanian khususnya lahan pertanian intensif di Indonesia semakin kritis. Sebagian besar lahan pertanian Indonesia
Lebih terperinciPOTENSI, PELUANG DAN TANTANGAN PENGEMBANGAN INTEGRASI SAPI-SAWIT DI PROVINSI RIAU
POTENSI, PELUANG DAN TANTANGAN PENGEMBANGAN INTEGRASI SAPI-SAWIT DI PROVINSI RIAU DWI SISRIYENNI dan DECIYANTO SOETOPO Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Riau Jl. Kaharudin Nasution Km 10 Padang Marpoyan,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Kebijakan otonomi daerah yang bersifat desentralisasi telah merubah
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan otonomi daerah yang bersifat desentralisasi telah merubah pendekatan orientasi pembangunan yang tadinya dari atas ke bawah (top-down) menjadi pembangunan dari
Lebih terperinci