PEMETAAN PENYEBARAN POLUTAN SEBAGAI BAHAN PERTIMBANGAN PEMBANGUNAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA CILEGON BAKHTIAR SANTRI AJI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMETAAN PENYEBARAN POLUTAN SEBAGAI BAHAN PERTIMBANGAN PEMBANGUNAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA CILEGON BAKHTIAR SANTRI AJI"

Transkripsi

1 PEMETAAN PENYEBARAN POLUTAN SEBAGAI BAHAN PERTIMBANGAN PEMBANGUNAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA CILEGON BAKHTIAR SANTRI AJI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

2 RINGKASAN BAKHTIAR SANTRI AJI. Pemetaan Polutan sebagai Bahan Pertimbangan Pembangunan Ruang Terbuka Hijau di Kota Cilegon. Dibimbing oleh Ir. Siti Badriyah Rushayati, MSi dan Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, MSc. Kota Cilegon terkenal dengan kota sejuta industri mempunyai perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan kota akan diikuti oleh peningkatan aktivitas sektor lainnya, salah satunya adalah sektor transportasi. Kota Cilegon adalah pintu keluar-masuk Pulau Jawa, hal ini menyebabkan tingginya arus transportasi. Tingginya dua sektor tersebut akan berdampak pada jumlah polutan udara yang dikeluarkan oleh keduanya. Peningkatan polutan memerlukan pengendalian agar konsetrasinya di udara tidak meningkat terlalu tinggi. Pengendalian dapat dilakukan dengan membangun area terbuka hijau yang berfungsi sebagai penyerap polutan. Pengukuran parameter udara dilakukan pada debu, hidrokarbon, kabon monoksida dan nitrogen dioksida. Pengambilan contoh udara dilakukan di 24 titik dalam Kota Cilegon. Pengolahan konsentrasi polutan dilakukan dengan cara interpolasi konsentrasi polutan antara titik. Berdasarkan analisis iklim unsur selama 18 tahun, arah angin dominan bertiup dari arah barat dan utara dengan kecepatan berkisar antara 3,4-3,9 km/jam. Suhu berkisar antara 26,2-27,3 o C, dengan suhu maksimal terjadi pada bulan Oktober. Menurut Schmidth Ferguson tipe iklim Kota Cilegon termasuk dalam tipe iklim B dengan ratarata jumlah bulan basah sebesar 9,6 bulan dan rata-rata jumlah bulan kering sebesar 1,6 bulan. Nilai Q yang didapatkan adalah 16,6 %. Tipe Iklim B berarti daerah basah dengan vegetasi tropika. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari dengan nilai 326,2 mm. Mekanisme iklim saling berkaitan dan sangat mempengaruhi penyebaran polutan. Senyawa polutan yang dilakukan pemetaan adalah HC, debu, CO, NO 2. Hasil pemetaan terlihat bahwa akumulasi polutan tertinggi pada kawasan yang mempunyai aktivitas transportasi dan industri, sedangkan kawasan dengan penutupan vegetasi yang baik mempunyai konsentrasi polutan dibawah BMU. Angin lokal sangat mempengaruhi penyebaran polutan. Berdasarkan hasil rata-rata luas zona polutan (nilai konsentrasi diatas BMU) selama 2 triwulan pengukuran tahun 2004, zona polutan hidrokarbon terluas berada di Kecamatan Pulo Merak dengan luas area sebesar 2.374,865 Ha, sedangkan zona debu terluas berada di Kecamatan Cibeber dengan luas sebesar 3.217,916 Ha.

3 Berdasarkan penyebaran polutan dan dinamika arah angin, ruang terbuka hijau sangat diperlukan di Kecamatan Gerogol, Cibeber dan Citangkil. Pembuatan area ruang terbuka hijau di kawasan permukiman diharapkan dapat mengurangi dampak polutan terhadap mahluk hidup khususnya manusia. Pembangunan ruang terbuka hijau di Kecamatan Gerogol dikhususkan sebagai area pemecah angin.

4 PEMETAAN PENYEBARAN POLUTAN SEBAGAI BAHAN PERTIMBANGAN PEMBANGUNAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA CILEGON BAKHTIAR SANTRI AJI Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Tegal, Jawa Tengah pada tanggal 22 Maret Merupakan anak keempat dari lima bersaudara pasangan Mulyono dan Thoyibah. Pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1987 di TK Pertiwi Slawi dan lulus pada tahun 1989, kemudian penulis melanjutkan ke SD Negeri Slawi II dan lulus pada tahun 1995, kemudian melanjutkan pendidikan ke SLTP Negeri 1 Slawi dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan ke SMU Negeri 1 Slawi, lulus pada tahun Pendidikan perguruan tinggi ditempuh penulis di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) tahun 2001, dengan mengambil Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan. Selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Kehutanan, penulis pernah melakukan Praktek Pengenalan Umum Kehutanan di BKPH Rawa Timur, KPH Banyumas Barat dan BKPH Gunung Slamet Barat, KPH Banyumas Timur serta Praktek Pengelolaan Hutan di BKPH Getas, KPH Banyumas Barat tahun 2004, dan terakhir penulis menyelesaikan Praktek Kerja Lapang (PKLP) di Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi pada tahun Selain kegiatan praktek lapang, penulis telah mengikuti berbagai kegiatan dan organisasi baik di dalam maupun di luar perguruan tinggi. Organisasi yang pernah diikuti penulis antara lain Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan (HIMAKOVA), Kelompok Pemerhati Goa Hira Kelompok Pemerhati Burung (KPB) Prenjak dan Fotografi Konservasi (FOKA). Kegiatan yang pernah di lakukan di luar kegiatan kampus diantaranya adalah Volunteer dalam acara Asia Europe Environment Forum (2005), Volunteer aksi kemanusiaan bencana alam tsunami Aceh, Sebagai salah satau syarat untuk meraih gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan IPB, penulis melakukan penelitian dengan judul Pemetaan Polutan sebagai Pertimbangan Pembangunan Ruang Terbuka Hijau di Kota Cilegon dibawah bimbingan Ir. Siti Badriyah Rushayati, MSi dan Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo MSc.

6 KATA PENGANTAR Pembangunan kota yang sangat pesat akan meningkatkan pertumbuhan di segala bidang baik ekonomi maupun penduduk. Petumbuhan yang pesat akan memberikan manfaat dan dampak negatif. Permasalahan yang akan ditimbulkan salah satunya adalah di sektor lingkungan hidup khususnya pencemaran udara. Penelitian ini menggambil judul Pemetaan Konsentrasi Polutan sebagai Bahan Pertimbangan Pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Cilegon. Kota Cilegon merupakan kota industri besar. industri adalah kegiatan antropogenik yang banyak menyumbangkan polutan udara dalam jumlah yang besar. Pemetaan konsentrasi polutan dalam skala kota diharapkan dapat memberikan gambaran terhadap penyebaran dan akumulasi polutan di wilayah Kota Cilegon, sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan dalam perencanaan ruang terbuka hijaudi Kota Cilegon. Penulis menyadari karya ini masih banyak kekurangan. Penulis berharap hasil penulisan ini dapat memberikan manfaat dan dapat menjadi pertimbangan dalam pengelolaan lingkungan hidup khususnya di Kota Cilegon. Bogor, Januari 2006 Penulis

7 DAFTAR ISI Teks Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR LAMPIRAN TABEL... iv DAFTAR LAMPIRAN GAMBAR... v I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan Penelitian... 2 C. Manfaat Penelitian... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pencemaran Udara... 3 B. Iklim dan Penyebaran Polutan... 4 C. Ruang Terbuka Hijau... 6 D. Sistem Informasi Geografis (SIG)... 7 E. Penginderaan Jauh (Remote Sensing)... 8 F. Merancang Kawasan Perlindungan III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas B. Ketinggian Tempat dan Kemiringan Lahan C. Hidrogeologi D. Kondisi Iklim E. Jenis Batuan F. Jenis Tanah G. Sosial dan Ekonomi IV. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian B. Alat dan Bahan C. Jenis Data, Kegunaan dan Pengumpulannya D. Pengolahan Data E. Batasan Penelitian V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identifikasi Sumber Pencemar B. Evaluasi Kondisi Fisik C. Evaluasi Pengukuran Emisi Udara D. Penutupan Lahan Kota Cilegon VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 62

8 DAFTAR GAMBAR No. Teks Halaman 1. Peta lokasi penelitian Lokasi pengambilan contoh udara Tahapan pembuatan peta penyebaran polutan Tahapan pembuatan peta arah angin Tahapan pembuatan peta penutupan lahan Sumber polutan di Kota Cilegon Peta penyebaran sumber polutan Peta kemiringan lahan Kota Cilegon Diagram rataan curah hujan bulanan Diagram rataan suhu bulanan Diagram rata-rata kecepatan angin bulanan Peta angin pada pengukuran triwulan I tahun Peta angin pada pengukuran triwulan IV tahun Lokasi pengambilan titik di Simpang Tiga Ramayana RTH di daerah pemukiman Peta penyebaran hidrokarbon (HC) triwulan I tahun Kawasan industri di pinggir garis pantai Peta penyebaran debu triwulan I tahun Jalur transportasi perkotaan Peta penyebaran karbon monoksida triwulan I tahun Peta penyebaran nitrogen dioksida triwulan I tahun Peta penyebaran hidrokarbon (HC) triwulan IV tahun Peta penyebaran debu triwulan IV tahun Peta penyebaran karbon monoksida (CO) triwulan IV tahun Peta penyebaran nitrogen dioksida (NO 2 ) triwulan IV tahun Peta penutupan lahan Kota Cilegon... 58

9 DAFTAR LAMPIRAN TABEL No. Teks Halaman 1. Keputusan pemerintah tentang baku mutu udara ambien nasional Data suhu rata rata bulanan Data arah angin bulanan Data kecepatan angin bulanan Data curah hujan bulanan Hasil pengukuran udara triwulan I tahun Hasil pengukuran udara triwulan IV tahun Hasil pengukuran udara triwulan III tahun Luasan zona polutan debu (ha) pengukuran triwulan I tahun Luasan zona polutan hc (ha) pengukuran triwulan I tahun Luasan zona polutan karbon monoksida (ha) pengukuran triwulan I tahun Luasan zona polutan nitrogen dioksida (ha) pengukuran triwulan I tahun Luasan zona polutan debu (ha) pengukurantriwulan IV tahun Luasan zona polutan hidrokarbon (ha) pengukuran triwulan IV tahun Luasan zona polutan karbon monoksida (ha) pengukuran triwulan IV tahun Luasan zona polutan nitrogen dioksida (ha) pengukuran triwulan IV tahun Luas penutupan lahan setiap kecamatan (ha)... 71

10 DAFTAR LAMPIRAN GAMBAR No. Teks Halaman 1. Gambar windrose/mawar angin Diagram fluktuasi konsentrasi polutan di lokasi pengambilan contoh udara... 74

11 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang sangat pesat pada berbagai bidang akan memberikan manfaat yang cukup besar diantaranya yaitu peningkatan perekonomian, kemajuan teknologi dan kemajuan pembangunan. Kemajuan pembangunan yang diikuti dengan adanya pembangunan sarana dan prasarana yang digunakan untuk kepentingan masyarakat akan memberikan dampak positif berupa peningkatan kualitas hidup. Peningkatan kualitas hidup tidak diimbangi dengan adanya peningkatan kualitas lingkungan. Penurunan kualitas lingkungan diantaranya adalah pencemaran udara, tanah dan air. Meningkatnya pencemar di udara disebabkan oleh bertambahnya jumlah industri dan transportasi yang menghasilkan buangan. Degradasi lingkungan tersebut memerlukan perhatian yang cukup serius dari berbagai pihak karena akhirnya akan memberikan dampak yang cukup luas baik secara langsung maupun tidak langsung. Kota Cilegon dengan luas Ha merupakan salah satu kota yang berada di Propinsi Banten dan merupakan kota yang mempunyai kawasan industri cukup besar. Kota yang terletak di ujung Pulau Jawa ini merupakan salah satu pintu masuk dan keluar dari Pulau Jawa. Berbagai macam aktivitas di dalam kota (khususnya industri dan transportasi) memberikan potensi yang cukup besar sebagai penyumbang polutan, sehingga diperlukan suatu tindakan pemantauan terhadap kondisi lingkungan. Salah satu kegiatan pemantauan yang dilakukan adalah pemantauan kualitas udara. Menurut PP 41 tahun 1999, pencemaran udara diartikan sebagai masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. Pencemaran udara dihasilkan oleh berbagai sumber. Pencemaran udara merupakan permasalahan yang sangat umum terjadi di kota-kota besar dimana industri dan transportasi adalah penyuplai utama terhadap penurunan kualitas udara. Pencemaran udara dapat menimbulkan dampak negatif pada berbagai sektor, salah satunya adalah kesehatan. Sebagai contoh karbon monoksida (CO) merupakan hasil pembakaran akan oleh dihirup manusia untuk kemudian berikatan dengan hemoglobin, sehingga akan mengurangi ikatan dengan oksigen. Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran udara menjelaskan beberapa pengertian yang berkaitan dengan kegiatan pemantauan kualitas udara, diantaranya adalah mengenai batas-batas ambien maksimal yang berada di udara.

12 Batas maksimal yang telah ditentukan adalah batas dimana suatu polutan akan berdampak negatif bagi lingkungan, sehingga suatu kota akan dapat dikatakan tercemar oleh suatu senyawa polutan apabila telah melewati batas tersebut. Pemantauan kualitas udara merupakan suatu kegiatan untuk mengetahui kandungan udara, sehingga dengan kegiatan ini diharapkan dapat ditentukan tindakan yang tepat apabila terjadi peningkatan polutan terutama yang membahayakan. Pemantauan kualitas udara dalam suatu kota dapat menggambarkan tentang konsentrasi polutan yang ada di udara. Konsentrasi polutan di udara dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya mekanisme iklim secara lokal, kondisi topografi dan penutupan lahan. Proses mekanisme iklim merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap penyebaran atau pendispersian senyawa polutan dari sumbernya. Pemodifikasian iklim mikro dapat mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh pencemaran. Informasi tentang kualitas udara dan proses-proses alami yang dapat mempengaruhi penyebaran polutan dapat menggambarkan konsentrasi polutan dalam bentuk zonasi yang diharapkan dapat digunakan dalam memprioritaskan pembangunan RTH sebagai kawasan penyangga penyerap polutan. Ruang Terbuka Hijau dengan berbagai macam bentuk mulai dari semak sampai hutan diharapkan dapat mengurangi dan menyerap senyawa polutan yang ada di udara, sehingga dapat memperbaiki kualitas udara. B. Tujuan 1. Memetakan konsentrasi polutan di Kota Cilegon. 2. Menentukan kecamatan yang memiliki nilai konsentrasi polutan di atas baku mutu udara ambien. 3. Menentukan kecamatan yang mempunyai akumulasi polutan tertinggi. C. Manfaat Pemetaan penyebaran polutan (aplikasi SIG dan Penginderaan Jauh) diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam prioritas pembangunan area untuk Ruang Terbuka Hijau khususnya di Kota Cilegon yang berfungsi sebagai pengendali dan kawasan penyangga polutan di kota industri.

13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pencemaran Udara Pencemaran udara didefinisikan sebagai masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu sehingga menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya (Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1999). Budirahardjo dalam Pusparini (2002) menjelaskan bahwa konsentrasi udara ambien merupakan polutan dari sumber pencemar yang terdiri dari partikel-partikel dan gas-gas kemudian di atmosfer mendapat pengaruh dari antara lain faktor meteorologis seperti curah hujan, arah dan kecepatan angin, kelembaban udara dan temperatur serta secara bersamaan mengalami reaksi kimia. Baku mutu udara ambien adalah ukuran batas atau kadar zat, energi, dan/atau komponen yang ada atau yang seharusnya ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam udara ambien. Selanjutnya dijelaskan juga tentang sumber pencemar udara adalah setiap usaha dan/atau kegiatan yang mengeluarkan bahan pencemar ke udara yang menyebabkan udara tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya ( Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999). Menurut Lestari (2003), selain faktor meteorologi, kondisi topografi wilayah dapat memberikan pengaruh terhadap konsentrasi polutan di udara. Topografi dan keadaan lingkungan akan mempengaruhi dispersi polutan di sekitar wilayah tersebut. Suatu wilayah yang terletak di dataran rendah akan memiliki konsentrasi yang berbeda dengan daerah di dataran tinggi maupun cekungan. Namun, suatu wilayah tidak akan mengalami polusi udara jika tidak terdapat pencemar di wilayah tersebut. Senyawa yang diketahui sebagai pencemar udara primer terhitung lebih dari 90 % dari total pencemar. Senyawa tersebut adalah Karbon Monoksida (CO), Nitrogen Oksida (NO x ), Hidrokarbon (HC), Sulfur Oksida (SO x ) dan partikulat. Beberapa contoh senyawa primer yang terdapat diudara adalah : 1. Karbon Monoksida (CO) CO dihasilkan karena pembakaran tidak sempurna bahan bakar fosil oleh mesin kendaraan, pembakaran perindustrian, pembangkit listrik, pemanas rumah, pembakaran di pertanian dan sebagainya. CO memiliki sifat tidak berwarna atau berbau, tetapi amat berbahaya (Sastrawijaya,1991).

14 2. Sulfur Dioksida (SO 2 ) SO 2 berbau tajam dan tidak mudah terbakar. SO 2 dapat terdeteksi manusia pada konsentrasi ppm. Gas buangan biasanya mengandung SO 2 lebih tinggi dari gas SO 3 (Wardhana dalam Pusparini, 2002). Secara umum, SO 2 dihasilkan oleh sumber pencemar alamiah dan antropogenik. Sumber pencemar alamiah antara lain letusan gunung berapi dan produksi oksidasi dari metil sulfida ((CH 3 ) 2 S)yang dilepaskan oleh fitoplankton, sedangkan sumber pencemar yang dihasilkan manusia adalah pembakaran biomassa dan emisi bahan bakar maupun pembangkit tenaga listrik. 3. Nitrogen Dioksida (NO 2 ) Menurut Fitter dan Hay (1994) dalam Patra (2002), NO 2 merupakan hasil samping pembakaran yang timbul dari kombinasi nitrogen dan oksigen di atmosfer. Hasil awal reaksi ini adalah NO secara lambat menjadi NO 2 dalam atmosfer. Bila NO 2 dilepaskan ke atmosfer maka dapat bekerja dalam sejumlah reaksi fotokimia sehingga terbentuknya ozon. 4. Timbal (Pb) Timbal merupakan salah satu bahan aditif yang sering digunakan untuk meningkatkan mutu bensin. Partikel Pb yang ada diudara berupa senyawa an organik yang beukuran kecil. Tsalev dan Zaprianov (1985) dalam Harahap (2004) menyebutkan 52 % pencemaran Pb sebagai salah satu bahan aditif dari bensin sedangkan 48 % ditemukan dalam bahan pembungkus kabel, zat pewarna pada cat, kristal, keramik dan sebagai bahan stabilitator pada bahan plastik dan karet. Timbal salah satu pencemar logam berat yang memiliki sifat akumulatif sehingga dapat menyebabkan gangguan terhadap manusia (Widriani, 1998 dalam Rachmawati, 2005). B. Iklim dan Penyebaran Polutan Menurut Handoko (1994), iklim adalah sintesis atau kesimpulan dari perubahan nilai unsur-unsur cuaca (hari demi hari dan bulan demi bulan) dalam jangka panjang atau pada suatu wilayah. Unsur-unsur iklim adalah radiasi surya, lama penyinaran surya, suhu udara, kelembaban udara, kecepatan dan arah angin, penutupan awan, presipitasi (embun, salju, hujan) dan evaporasi/evapotranspirasi. Menurut Kozak dan Sudarmo (1993) dalam Sukarsono (1998) ada 2 bentuk emisi dari unsur dan senyawa pencemar udara, yaitu : 1. Pencemar udara primer (Primary air pollution) Merupakan emisi unsur unsur pencemar udara langsung ke atmosfer dari sumbersumber diam maupun bergerak. Pencemar udara primer ini mempunyai waktu paruh di

15 atmosfer yang tinggi pula. Contoh pencemar udara primer adalah CO, CO 2, SO 2, CFC, Cl 2, debu. 2. Pencemar udara sekunder (Secondary air pollution) Merupakan emisi pencemar udara dari hasil proses fisik dan kimia di atmosfer dalam bentuk foto kimia (Photo Cemistry) yang umumnya bersifat reaktif dan mengalami proses transformasi fisik kimia menjadi unsur/senyawa. Perubahan bentuk senyawa polutan terjadi mulai saat diemisikan hingga setelah ada di atmosfer. Contoh pencemar udara sekunder adalah ozon (O 3 ), aldehida, PAN, hujan asam. Barker (1992) mengatakan bahwa untuk partikel dengan diameter lebih kecil dari 0.1 µm pertukaran di atmosfer dipengaruhi oleh turbulensi angin, bentuk topografi dan stratifikasi suhu pada lapisan terendah atmosfer. Menurut Lakitan (1994), keberadaan bangunan fisik (buatan manusia) dan benda-benda alami pada suatu lingkungan juga mempunyai pengaruh terhadap iklim mikro setempat, misalnya terhadap suhu udara, kecepatan dan arah angin, intensitas dan lamanya penyinaran yang diterima oleh suatu permukaan dan kelembaban udara. Menurut Lowry (1972), perbedaan tingkat suhu akan menciptakan tekanan yang berbeda sehingga terjadi angin skala sedang atau angin lokal. Terkadang kondisi meteorologi menjadi faktor utama terjadinya akumulasi polutan udara pada skala regional (Rouse, 1975). Menurut Sastrawijaya (1991), kecepatan angin mempengaruhi distribusi pencemar. Konsentrasi pencemar akan berkurang jika angin kecepatan tinggi dan membagikan kecepatan tersebut secara mendatar atau vertikal. Selain menurunkan intensitas cahaya langsung dan suhu, pohon (serta vegetasi lainnya) dapat pula meningkatkan kelembaban udara dan mengurangi kecepatan angin. Tergantung pada ukuran dan kerapatan tanaman sistem tajuk tanaman, energi radiasi matahari yang diserap oleh sistem tajuk tanaman dapat mencapai 90 % dari total yang diterimanya (Lakitan, 1994). Menurut Sastrawijaya (1991), suhu yang rendah menyebabkan bahan bakar naik. Perbedaan suhu merupakan faktor pengubah yang besar. Pergolakan ke atas akan membawa pencemar ke daerah yang suhunya lebih rendah. Pencemar akan menurun konsentrasinya dan kemudian disebarkan oleh angin. Setelah suhu turun polutan akan turun dan akan terakumulasi pada kota tersebut. Stabilitas atmosfer akan turut mendukung penetrasi (penetralisir) polusi udara ke lapisan yang lebih tinggi dan juga mempunyai peranan penting dalam proses dispersi serta pengenceran polusi di udara. Stabilitas atmosfer ditentukan oleh gradien suhu udara vertikal dan variabilitas angin (Lestari, 2003). Pangeran (2002) menambahkan, di troposfer udara selalu bergerak turbulen yang berarti bahwa arah dan kecepatan gerak molekul gas berubah secara bersambung. Difusi turbulen oleh suatu proses terjadi pada

16 skala mikro karena itu, hal ini memainkan peranan kecil jika dibanding adveksi dispersi polutan untuk beberapa kondisi atmosfer. Pada malam hari, Tanaman berperan sebagai penahan panas sehingga suhu udara di bawah tajuk akan lebih hangat dibandingkan suhu udara di atas area terbuka (tanpa vegetasi). Tajuk tanaman akan menyerap dan menahan sebagian energi yang dipancarkan oleh permukaan tanah dan akan mengurangi fluktuasi suhu siang dan malam hari (Lakitan, 1994). Penyerapan energi radiasi matahari oleh sistem tajuk tanaman akan memacu tumbuhan untuk meningkatkan laju transpirasinya (terutama menjaga stabilitas suhunya). Setiap gram air yang diuapkan menggunakan energi sebesar 580 kalori. Karena besarnya energi yang digunakan untuk menguapkan air dalam transpirasi ini, maka hanya sedikit panas yang tersisa yang dipancarkan udara sekitarnya. Hal ini yang menyebabkan suhu udara sekitar tanaman tidak meningkat secara drastis pada siang hari. Pada kondisi kecukupan air, kehadiran pohon diperkirakan dapat menurunkan suhu udara dibawahnya kira-kira 3.5 o C pada siang hari yang terik (Lakitan, 1994). Kemampuan tanaman menyerap radiasi yang diterima dipengaruhi oleh kerapatan dan perkembangan daunnya. Dengan memperhatikan sifat vegetasi, para perencana dapat memanipulasi iklim mikro (Robinette, 1983 dalam Sitawati, 1994). C. Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau adalah Ruang Terbuka baik dalam bentuk area kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur yang penggunaannya lebih bersifat terbuka tanpa bangunan. Ruang terbuka hijau pemanfaatannya lebih bersifat pengisian tanaman dan tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman seperti lahan pertanian, pertamanan, perkebunan dan lain sebagainya (Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 tahun 1988 dalam Nasihin, 2003). Bagian dan bentuk Ruang Terbuka Hijau (Anonius, 2004) : a. Jalur Hijau, merupakan pohon peneduh jalan raya, pada kawasan riparian seperti delta sungai, kanal, saluran irigasi, tepian danau, dan tepian pantai. Pembuatan jalur hijau diharapkan dapat memperbaiki kualitas dan kuantitas air. b. Taman Kota, merupakan tanaman yang ditanam sedemikian rupa, baik sebagian maupun semuanya hasil rekayasa manusia untuk mendapatkan komposisi tertentu yang indah. c. Kebun dan Halaman, jenis tanaman yang ditanam di kebun biasanya dari jenis yang dapat menghasilkan buah.

17 d. Kebun Raya, Hutan Raya dan Kebun Binatang, dalam hal ini dapat dimasukan ke dalam hutan kota. Tanaman dapat berasal dari daerah setempat maupun daerah lain. e. Hutan Lindung, kawasan hutan yang mempunyai lereng yang curam dan daerah rawan abrasi. f. Kuburan dan Taman Makam Pahlawan Grey dan Deneke (1987) serta Dibyosuwarno (1986) dalam Harahap (1987) berpendapat bahwa hutan kota penting untuk penduduk kota dengan berbagai kegunaan sebab pohon dapat berfungsi sebagai pencegah pencemaran yang berperan sebagai saringan, memberi naungan dan estetika. Grey dan Deneke (1987) mengelompokkan berbagai kegunaan hutan kota menjadi empat kategori yaitu kegunaan-kegunaan arsitektur, kegunaan-kegunaan rekayasaan (engineering uses), kegunaan-kegunaan estetika dan untuk perbaikan iklim. Ukuran serta tata letak kawasan perlindungan di dunia seringkali ditentukan faktorfaktor seperti sebaran manusia, nilai potensial lahan, upaya politik oleh para warga yang berjiwa konservasi. Seringkali, lahan disisihkan bagi kepentingan konservasi hanya karena lahan tersebut tidak memiliki nilai komersial secara langsung; kawasan perlindungan tersebut berlokasi pada lahan-lahan yang tidak diminati siapapun (Runte 1979; Pressey 1994 dalam Primack et al. 1998). D. Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (GIS) merupakan suatu sistem (berbasiskan komputer) yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi geografis. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan dan menganalisis objek-objek serta fenomena fenomena dimana lokasi geografis merupakan karakteristik yang penting atau kritis untuk dianalisis. Dengan demikian, SIG merupakan sistem komputer yang memiliki empat kemampuan berikut dalam menangani data yang bereferensi geografis ; (a) masukan, (b) keluaran, (c) manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data), (d) analisis dan manipulasi data (Aronof 1989 dalam Prahasta, 2002). Menurut Kartasasmita (2001), SIG yang mampu mengumpulkan, menyimpan, mentransformasikan (mengedit, memanipulasi, menyetarakan format, dan lain sebagainya). Menurut Prahasta (2001) menjelaskan bahwa sejak pertengahan tahun 1970, telah dikembangkan sistem-sistem khusus yang dibuat untuk menangani masalah informasi yang bereferensi geografis dengan berbagai cara dan bentuk. Sebutan umum untuk sistem yang menangani masalah tersebut adalah sistem informasi geografis (SIG).

18 Prahasta (2002) menjelaskan beberapa hal yang menjadi alasan bahwa konsep dan aplikasi SIG sangat menarik untuk digunakan dalam berbagai bidang ilmu yaitu SIG sangat efektif, dapat digunakan sebagai alat bantu, mampu menguraikan unsur-unsur yang terdapat di permukaan bumi ke dalam bentuk beberapa layer atau coverage data spasial, memiliki kemampuan yang sangat baik dalam memvisualisasikan data spasial dan bentuk atribut-atributnya serta dapat menurunkan data-data secara otomatis tanpa keharusan untuk melakukan interpretasi secara manual. E. Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah suatu cara pemantauan tentang sifat dan kondisi suatu obyek atau fenomena alam di permukaan bumi untuk mendapatkan informasi tentang obyek itu sendiri ataupun sekitarnya tanpa harus kontak langsung dengan obyek tersebut melalui suatu alat (sensor) (Kartasasmita, 2001). Lo (1995) menyatakan bahwa penginderaan jauh merupakan suatu teknik untuk mengumpulkan informasi mengenai objek dan lingkungannya dari jarak jauh tanpa sentuhan fisik. Biasanya teknik ini menghasilkan beberapa bentuk citra yang selanjutnya diproses dan interpretasikan guna membuahkan data yang bermanfaat untuk aplikasi dibidang pertanian arkeologi, kehutanan, geologi, geografi perencanaan dan bidang bidang lainnya. Pengideraan jauh meliputi dua proses utama, yaitu pengumpulan data dan analisis data (Lillesand dan Kiefer, 1993). Elemen pengumpulan data meliputi : (a) sumber energi, (b) perjalanan energi melalui atmosfer, (c) interaksi antara energi dengan kenampakan di muka bumi, (d) sensor wahana pesawat terbang dan/atau satelit, dan hasil data dalam bentuk piktoral dan/atau numerik. Proses analisis data meliputi (a) pengujian data dengan menggunakan alat interpretasi dan alat pengamatan untuk menganalisis data piktoral, dan/atau komputer untuk menganalisis data numerik (b) Biasanya informasi ini disajikan dalam bentuk peta, tabel dan suatu bahasan tertulis atau laporan, dan (c) Hasil digunakan untuk pengambilan keputusan. Citra landsat merupakan hasil dari suatu program sumbardaya bumi yang dikembangkan oleh NASA (the National Aeuronautical and Space Administration) Amerika Serikat pada awal tahun 1970 an. Landsat 1 diluncurkan pada tanggal 22 Juli Setelah pencuran 3 tipe landsat sebelumnya, kemudian diluncurkan tipe landsat 4 yang menampilkan suatu perbaikan yaitu citra satelit yang mempunyai resolusi tinggi. Landsat 4 diluncurkan pada tanggal 16 Juli Landsat 4 dipasang suatu sensor baru yang bertujuan untuk perbaikan dan resolusi spasial, pemisahan spektral, kecermatan data

19 radiometrik dan ketelitian radiometrik maka ditambah Thematic Mapper (TM) pada empat saluran multispectral scanner (Salomonson dan Park, 1979 dalam Lo, 1995). Tabel 1. Aplikasi dan Saluran Spektral (Band) Thematic Mapper (Lo, 1995) Panjang Saluran Gelombang (Band) (µm) Potensi Pemanfaatan 1 0,45 0,52 Dirancang untuk penetrasi tubuh air, sehingga bermanfaat untuk pemetaan perairan pantai. Berguna juga untuk membedakan antara tanah dengan vegetasi, tumbuhan berdaun lebar dan berdaun jarum. 2 0,52 0,60 Dirancang untuk mengukur puncak pantulan hijau saluran tampak bagi vegetasi guna penilaian ketahanan. 3 0,63 0,69 Saluran absorpsi klorofil yang penting untuk diskriminasi vegetasi 4 0,76 0,90 Bermanfaat untuk menentukan kandungan biomassa dan untuk delineasi tubuh air. 5 1,55 1,75 Menunjukan kandungan kelembaban vegetasi dan kelembaban tanah, dan bermanfaat untuk membedakan salju dan awan. 6 2,08 2,35 Saluran inframerah termal yang penggunaannya untuk perekaman vegetasi, diskriminasi kelembaban tanah dan pemetaan termal. 7 10,45 12,50 Saluran yang diseleksi karena potensinya untuk membedakan tipe batuan dan untuk pemetaan hidrotermal. Penggunaan citra landsat untuk pemetaan penggunaan lahan khususnya telah populer di negara negara berkembang untuk mempercepat perolehan data yang diperlukan atau untuk memperbarui data yang lama. Ketersediaan data citra satelit dalam bentuk berbeda telah menarik melimpahnya aplikasi untuk pemetaan penggunaan lahan dan penutupan lahan medan. Keuntungan data satelit adalah dalam jumlah besar. Untuk tujuan pemetaan penggunaan lahan, liputan luas dan berulang dihasilkan oleh wahana satelit khususnya penting untuk melihat biaya efektif pengumpulan dan kemudahan meng up-date data penggunaan lahan (Lo, 1995). Klasifikasi citra menurut Lillesand dan Kiefer (1990), dibagi ke dalam dua pendekatan, yaitu klasifikasi terbimbing (supervised classification) dan klasifikasi tak terbimbing (unsupervised classification). Pada klasifikasi terbimbing proses pengklasifikasian dilakukan dengan prosedur pengenalan pola spektral dengan memilih kelompok atau kelas-kelas informasi yang diinginkan dan selanjutnya memilih contohcontoh kelas (training area) yang mewakili setiap kelompok. Kemudian dilakukan perhitungan statistik terhadap contoh-contoh kelas yang digunakan sebagai dasar klasifikasi.

20 F. Merancang Kawasan Perlindungan Menurut White (1985) dalam Harahap (1987), Analisis tapak merupakan suatu kegiatan riset pra-rancangan yang memusat pada kondisi-kondisi yang ada, dekat dan potensial pada dan di sekitar proyek. Analisis tersebut, sedikit banyak merupakan suatu penyelidikan atas seluruh tekanan, gaya dan situasi serta hubungan timbal balik pada lahan dimana proyek akan didirikan. Selanjutnya ditambahkan oleh White (1987) dalam Harahap (1987), peran utama dari analisis tapak dalam perancangan adalah memberi kita informasi mengenai tapak sebelum memulai kosep-konsep perancangan sehingga pemikiran dini tentang proyek dapat digabugkan dengan tanggapan-tanggapan yang berarti terhadap kondisi luar. Setelah didapatkan potensi tapak menurut Simonds (1983) dalam Harahap (1987) mengatakan ada dua hal yang harus dikerjakan secara serentak yaitu formulasi dari pengembangan program dan analisis pada tapak. Penyusunan suatu program kebutuhan-kebutuhan yang logis dan tepat dapat dilakukan dengan jalan penelitian dan penyelidikan yaitu yang dapat dilakukan sebagai perencanaan. Informasiinformasi tersebut antara lain adalah lokasi tapak, ukuran, bentuk, kontur, pola-pola drainase, tanah, utilitas, pemandangan kearah dan dari tapak, iklim dan lain-lain (White, 1985 dalam Harahap, 1987). Ukuran serta tata letak kawasan perlindungan di dunia seringkali ditentukan faktorfaktor seperti sebaran manusia, nilai potensial lahan, upaya politik oleh para warga yang berjiwa konservasi. Seringkali, lahan disisihkan bagi kepentingan konservasi hanya karena lahan tersebut tidak memiliki nilai komersial secara langsung; kawasan perlindungan tersebut berlokasi pada lahan-lahan yang tidak diminati siapapun (Runte 1979; Pressey 1994 dalam Primack et al. 1998). Dalam biologi konservasi pernah terjadi perdebatan berkepanjangan, mengenai pada keadaan manakah kekayaan spesies dapat dicapai secara maksimal; tunggal berukuran besar, atau dengan ukuran sama namun terpecah-pecah dalam beberapa lokasi yang lebih kecil (Diamond 1975; Simberloff dan Abele 1976, 1982; Terborgh 1986 dalam Primack 1998). Menurut Soule dan Simberloff 1986 dalam Primack 1998 bahwa strategi mengenai ukuran kawasan perlindungan disesuaikan dengan kelompok spesies yang akan dilindungi.

21 III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Kota Cilegon dengan luas Ha merupakan bagian dari Propinsi Banten dan berada di bagian ujung barat dari Pulau Jawa. Terbagi kedalam 8 kecamatan (Cilegon, Cibeber, Ciwandan, Pulomerak, Purwokarta, Jombang, Ciwandan dan Citangkil) dan 41 desa. Secara geografis, Kota Cilegon terletak pada 5 o o LS dan 105 o o BT, sedangkan secara administratif Kota Cilegon memiliki batas-batas sebagai berikut (UU No 15 tahun 1999 tentang terbentuknya Kotamadya Daerah Tingkat II Depok dan Kotamadya Daerah Tingkat II Cilegon pada Tanggal 27 April 1999) : Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Bojonegara (Kabupaten Serang). Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Sunda Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Anyar dan Kecamatan Mancak (Kabupaten Serang) Sebelah Timur berbatasan dengan kecamatan Kramatwatu (Kabupaten Serang) B. Ketinggian Tempat dan Kemiringan Lereng Kota Cilegon berada pada ketinggian antara meter di atas permukaan laut. Wilayah tertinggi pada Gunung Gede (Kecamatan Pulomerak), sedangkan wilayah terendah berada di bagian barat yang merupakan hamparan pantai. Kemiringan lereng Kota Cilegon cukup bervariasi. Bagian barat, tengah hingga timur kota Cilegon memiliki kelerengan antara 0 2 % dan 2 7 %. Wilayah utara didominasi oleh lahan yang mempunyai kemiringan lereng cukup besar karena merupakan wilayah pegunungan, sedangkan untuk wilayah selatan lebih didominasi oleh kelas kelerengan 2 7 %.

22 C. Hidrogeologi Hidrogeologi Kota Cilegon memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut : Akuifer tidak produktif dengan penyebaran luas, alirannya melalui ruang antar butir. Pada akuifer ini tidak terdapat mata air. Akuifer produktif dengan penyebaran luas, alirannya melalui ruang antar butir. Pada akuifer ini tidak terdapat mata air. Akuifer produktif sedang dengan penyebaran luas, alirannya melalui ruang antar butir. Pada akuifer ini tidak terdapat mata air. D. Kondisi Iklim Kota Cilegon mempunyai panjang periode bulan basah 9 bulan yaitu mulai bulan Oktober sampai dengan bulan Mei tanpa bulan kering dengan kisaran curah hujan 145,4 mm 326,2 mm. Besarnya curah hujan tahunan berkisar antara ,5 mm/tahun. Sementara kecepatan angin rata-rata bulanan berkisar 3,4-4,6 m/detik. Karakteristik tipe iklim Kota Cilegon adalah daerah basah. E. Jenis Batuan Jenis bantuan yang terdapat di Kota Cilegon terdiri dari batuan vulkanik dan aluvium. Jenis batuan tersebut mempunyai sebaran sebagai berikut: Lava dan Breksi Gunung Gede tersebar di bagian utara. Breksi dan tuva Gunung Gede tersebar di bagian wilayah tengah sampai barat. Endapan Sungai berada diantara sebaran lava/breksi Gunung Gede dan Breksi/tuva Gunung Gede. Breksi dan tuva danau tersebar di bagian tengah, barat dan selatan. Tuva dan breksi Gunung Tukang berada di bagian barat daya. Tuva Gunung Danau berada di bagian timur. F. Jenis Tanah Keadaan tanah Kota Cilegon merupakan pelapukan batuan vulkanik Gunung Gede. Jenis tanah yang dijumpai berwarna coklat muda, coklat tua dengan tekstur haluskasar, termasuk jenis tanah lempung, lempung pasiran dan pasir. Jenis tanah pasir atau yang bersifat pasiran meresapkan air cukup baik. Tanah alluvium dijumpai di wilayah utara Kota Cilegon dicirikan dengan warna abu-abu muda kecoklatan dan bersifat agak

23 lepas, ukuran butir dari lempung hingga pasir, teksutr halus-kasar. Jenis-jenis tanah yang ditemui di Kota Cilegon adalah aluvial, latosol, regosol. G. Sosial dan Ekonomi Berdasarkan data kependudukan tahun , di ketahui rata-rata pertambahan penduduk Kota Cilegon sebesar 4,46 % per tahun (BAPPEDA Kota Cilegon, 1999 dalam Kurniasih, 2004). Pada tahun 2002 tercatat sekitar jiwa mendiami Kota Cilegon (BAPPEDA, 2003 dalam Kurniasih, 2004). Dari delapan kecamatan, Kecamatan Jombang merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk tertinggi, sedangkan jumlah penduduk terendahterdapat di Kecamatan Grogol. Tabel 2. Data Kependudukan Kota Cilegon Tahun 2002 No Kecamatan Jumlah Penduduk Kepala Jumlah Pria Wanita Keluarga 1 Pulo Merak Cilegon Cibeber Ciwandan Grogol Purwakarta Jombang Citangkil Jumlah Mata pencaharian penduduk Kota Cilegon terdiri dari (a) petani, (b) nelayan, (c) pengusaha, (d) perajin, (e) buruh (tani, industri, bangunan dan pertambangan), (f) pedagang, (g) perangkutan, (h) PNS, (i) ABRI, (j) pensiunan, serta (k) peternak. Dari sejumlah mata pencaharian tersebut industri mempunyai persentase tertinggi sebesar 30,64 %, disusul kemudian oleh petani dan pedangan dengan persentase sebesar 30,41 % dab 12,50 % (BAPPEDA Kota Cilegon, 1999 dalam Kurniasih, 2004). Pada tahun 2002, jumlah penduduk yang tidak memiliki ijazah dan (atau) hanya berpendidikan sampai tingkat SD sebesar 47,92 %, sedangkan satu per tiga dari sisanya merupakan penduduk berpendidikan SMU ke atas. Jumlah tersebut terdiri dari : tamatan SMU 25,03 %, tamatan D1 dan (atau) D2 sebesar 1 %, tamatan D3 sebesar 1,77 % dan tamatan D4, S1 dan (atau) S2 sebesar 3,33 % (BPS Kota Cilegon, 2003 dalam Kurniasih, 2004).

24 IV. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di dua tempat, untuk kegiatan pengambilan data mengenai kondisi fisik dan potensi kawasan dilaksanakan di Kota Cilegon, sedangkan untuk kegiatan pengolahan data dilaksanakan di Laboratorium Analisis Lingkungan dan Permodelan Spasial, Departemen Konservasi Sumberdaya hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan November Lokasi penelitian disajikan di Gambar 1.

25 Gambar 1. Peta lokasi penelitian B. Bahan dan Alat Bahan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : a Peta Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kota Cilegon, b Peta rupa bumi Kota Cilegon c Peta topografi d Citra Landsat ETM (Path 122 Row 64) dengan tahun pengambilan 2004 e Kondisi fisik lingkungan meliputi: suhu udara, arah dan kecepatan angin, curah hujan.

26 Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya kamera, komputer dilengkapi dengan perangkat lunak Arc View 3.3 dan Erdas Imagine 8.5, Surfer 7.0, Microsoft Word 2003, Microsoft Excel 2003, Global Positioning System (GPS), dan alat tulis. C. Jenis Data, Kegunaan dan Pengumpulannya Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari nilai polutan di udara dan kondisi fisik pada saat pengukuran, data klimatologi dari stasiun pengamatan terdekat dan kondisi fisik Kota Cilegon (termasuk bentuk topografi) serta data penutupan lahan (land cover) yang diperoleh dari kegiatan interpretasi citra Landsat TM. Berikut ini akan dijelaskan masing-masing data, cara pengumpulan dan kegunaannya: 1. Pengukuran Ambien Udara Parameter-parameter yang diukur adalah debu, hidrokarbon (HC), NO 2 dan CO (menurut PP No. 41 Tahun 1999). Pengukuran dilakukan di 24 titik yang tersebar di dalam kota dengan masing-masing parameter diukur selama 24 jam. Selain parameterparameter diatas, kondisi fisik pada saat pengukuran parameter tersebut juga diukur yaitu suhu udara, arah dan kecepatan angin, dan kondisi cuaca. Data pengukuran ambien udara diperoleh dari Dinas Lingkungan Hidup dan Pertambangan Kota Cilegon. Berikut ini merupakan gambar lokasi pengambilan titik atau sample yang dilakukan di dalam Kota Cilegon. Lokasi pengambilan sample udara di sajikan di Gambar 2.

27 2. Data Iklim Gambar 2. Lokasi pengambilan contoh udara

28 Data unsur iklim yang dikumpulkan berupa arah dan kecepatan angin, curah hujan, suhu udara rata-rata bulanan yang dikumpulkan selama 18 tahun terakhir. Data-data tersebut diperoleh dari stasiun pengamatan cuaca yaitu Badan Metereologi dan Geofisika (BMG) Ciputat, Jakarta. Data-data tersebut akan diolah berdasarkan rata-rata tahunan sehingga akan diperoleh karakteristik/pola proses angin lokal, curah hujan dan suhu. 3. Kondisi Lingkungan Kota Data mengenai kondisi lingkungan kota yang diambil berupa peta jalan, peta Kota Cilegon, topografi serta penggunaan lahan. Keadaan topografi kawasan merupakan gambaran tentang bentuk muka bumi kawasan yang dapat digunakan untuk pertimbangan pergerakan angin. Peta penggunaan lahan diperoleh dari intepretasi citra Landsat ETM tahun Citra Landsat dan vektor Kota Cilegon Citra landsat diperoleh dari Laboratorium Analisis Lingkungan dan Permodelan Spasial Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB, sedangkan data vektor (kontur, jalan, administrasi, sungai) diperoleh dari Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) Bogor. D. Pengolahan Data Data berupa kondisi fisik lapangan pada saat pengukuran, ambien udara, koordinat lokasi pengambilan contoh udara dan data iklim di stasiun terdekat diolah menggunakan perangkat lunak komputer dan dilakukan secara manual (konvensional). Pengolahan setiap jenis data dapat dilihat selengkapnya sebagai berikut : 1. Memetakan koordinat lokasi pengukuran dalam Peta Kota Cilegon. Pemetaan koordinat lokasi pengukuran dilakukan dengan menggunakan titik koordinat yang memiliki nilai untuk setiap parameter pengukuran (senyawa ambien) untuk kemudian dilakukan interpolasi antar titik sehingga akan diperoleh zona/daerah yang mempunyai range atau nilai kisaran tertentu untuk masing-masing ambien udara. Interpolasi titik yang mempunyai nilai polutan tertentu menghasilkan peta penyebaran konsentrasi polutan. Pembuatan pemetaan penyebaran konsentrasi polutan dilakukan pada 4 senyawa polutan yaitu Debu, Hidrokarbon (HC), Karbon Monoksida dan Nitrogen Dioksida. Pemilihan jenis polutan dilakukan berdasarkan besarnya kosentrasi senyawa dalam pengukuran dan dengan pertimbangan kedekatan dengan baku mutu udara ambien. Gambar 3 merupakan diagram alir pemetaan koordinat lokasi pengukuran dalam Kota Cilegon.

29 Data Titik Koordinat dan Ambien (DMS) MS Excel (file.dbf4) Arc View ( DBF, file.shp) Transform Koordinat (UTM) Interpolasi Classify Convert to Shapfile overlay Peta Administrasi Peta Penyebaran Polutan Gambar 3. Tahapan Pembuatan Peta Penyebaran Polutan 2. Analisis unsur-unsur iklim secara manual (konvensional) Pengolahan data-data klimatologi akan menghasilkan : Analisis data curah hujan diperoleh tipe iklim kawasan dan karakteristiknya. Data angin pada saat pengukuran akan menggambarkan kondisi arah dan kecepatan angin dan dihasilkan peta angin lokal pada saat pengukuran. Tahapan pembuatan peta angin lokal disajikan dalam Gambar 4. Analisis data dari Badan Meteorologi dan Geofisika menghasilkan arah dan kecepatan angin dalam bentuk windrose/bunga angin bulanan selama satu tahun. Pembuatan Peta Angin dengan menggunakan software Surfer 7.0. Analisis data suhu fluktuasi bulanan. Fluktuasi suhu disajikan dalam bentuk diagram batang.

30 Data Titik Koordinat (DMS) dan Arah Angin Surfer 7.0 (file.*dat, *grd) Run Data (grid vektor Export (file.shp) Transform Koordinat (UTM) 3. Interpretasi Citra Landsat. Gambar 4. Tahapan Pembuatan Peta Arah Angin Penutupan lahan diperoleh dari interpretasi citra yang diolah dengan menggunakan software Erdas Imagine 8.5 dengan metode supervised clasification. Gambar 5 merupakan diagram alir proses interpretasi citra. Peta Angin Peta digital (peta jalan, sungai, kontur) Koreksi Geometri Citra Landsat tahun 2004 Citra Terkoreksi overlay Subset Image Peta batas Administrasi Penutupan lahan Klasifikasi citra terbimbing (supervised Classification) Gambar 5. Tahapan Pembuatan Peta Penutupan Lahan

31 Tahap-tahap pengolahan citra secara lengkap dapat dilihat dalam penjelasan berikut ini: a. Koreksi Geometri Koreksi geometri merupakan suatu proyeksi data peta dalam suatu sistem proyeksi peta tertentu. Koreksi geometri merupakan suatu proses untuk memperbaiki kesalahan posisi. Langkah awal dalam proses ini adalah menentukan georeferensi. Georeferensi merupakan proses menentukan koordinat yang dijadikan referensi. Referensi yang sudah terkoreksi dapat berupa image ataupun vektor. Tahap selanjutnya adalah penentuan ground control point (GCP). Dalam koreksi geometri, pengambilan titik kontrol bumi atau disebut sebagai ground control point (GCP) harus memiliki letak yang sama antara citra yang akan dikoreksi dengan peta/citra yang menjadi acuan. Letak dan jumlah titik GCP disarankan harus menyebar secara merata di seluruh citra. Proyeksi yang digunakan adalah sistem koordinat Universal Transverse Mercator (UTM). b. Pemotongan Citra (Subset Image) Image yang telah terkoreksi dioverlay dengan vektor lokasi penelitian. Subset Citra dilakukan dengan menggunakan AOI tool, proses tersebut dengan membatasi area penelitian. Subset citra dilakukan untuk mempermudah dalam pengolahan pada tahap selanjutnya dan melakukan analisa. c. Klasifikasi Citra (Image Classification) Klasifikasi citra dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu klasifikasi tak terbimbing (unsupervised classification) dan klasifikasi terbimbing (supervised classification). Klasifikasi citra tak terbimbing mendasarkan pada informasi gugus warna spektral yang tidak bertumpang susun pada ambang jarak tertentu dan saluran - saluran yang digunakan. Klasifikasi terbimbing merupakan metode klasifikasi dengan menggunakan data lapangan tentang penutupan lahan. Tahap awal klasifikasi tak terbimbing adalah dengan membuka citra yang akan diklasifikasikan dan membuka citra/vektor panduan pada viewer berikutnya. Penentuan penutupan lahan dilakukan dengan cara mengedit atribut properties image serta dengan bantuan image/vektor panduan. Tahap berikutnya adalah reklasifikasi hasil klasifikasi. Reklasifikasi pada tahap ini, penutupan lahan dikelompokan berdasarkan kelas klasifikasi yang telah ditentukan. Proses reklasifikasi dilakukan dengan cara mengedit atribut dari image

32 terklasifikasi. Pengelompokan penutupan lahan akan menghasilkan peta penutupan lahan sesuai dengan kelas yang telah ditentukan E. Batasan Penelitian Batasan penelitian ini adalah penentuan zonasi masing-masing polutan di kota Cilegon. Penentuan wilayah kritis pada kota yaitu daerah yang mempunyai kualitas udara diatas atau diambang baku mutu udara ambien.

33 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identifikasi Sumber Pencemar Kota Cilegon merupakan kota industri besar. Kemajuan bidang industri akan diikuti dengan kenaikan jumlah penduduk dan aktivitas di dalamnya. Banyak industri yang bermunculan dan berpotensi dalam peningkatan jumlah pencemar. Kota Cilegon sebagai pintu keluar dan masuk Pulau Jawa dengan menggunakan jalur darat. Hal ini akan meningkatkan aktivitas manusia, salah satunya sektor transportasi. Sektor transportasi adalah penyumbang polutan udara terbesar. Sumber pencemar digolongkan berdasarkan mobilitas sumber pencemar, yaitu sumber diam (stationary) dan sumber bergerak (kendaraan). Cerobong pabrik dan PLTU merupakan contoh sumber pencemar diam dan kendaraan bermotor adalah sumber pencemar bergerak. Gambar 7 merupakan peta sebaran sumber pencemar di Kota Cilegon. Menurut Soedomo (2001), sumber pencemar dapat dikelompokkan kedalam beberapa golongan : 1. Sumber Titik Cerobong pabrik merupakan salah satu contoh sumber pencemar dalam bentuk titik. Sumber pencemar dalam bentuk titik di Kota Cilegon adalah cerobong pabrik dan pembangkit listrik tenaga uap Suralaya. Letak kawasan industri di Kota Cilegon pada umumnya di sepanjang garis pantai sehingga mempengaruhi penyebaran polutan karena dipengaruhi oleh dinamika angin lokal. Gambar 6.a adalah gambar Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya yang terletak di Kelapa Tujuh, Kecamatan Pulo Merak. Polutan dominan yang dikeluarkan oleh cerobong pabrik adalah SO x dan debu. 2. Sumber Garis Sumber garis merupakan gabungan dari sumber sumber titik yang tak terhingga banyaknya, sehingga dapat dianggap sebagai sumber pencemar yang memancarkan pencemar udara. Contoh sumber garis adalah jalan raya yang mengemisikan CO, HC, NOx, debu dan SO x. Jalan raya Kota Cilegon cukup padat karena kota Cilegon sebagai jalur utama keluar dan masuk Pulau Jawa. Gambar 6.b adalah jalan dari pusat kota menuju Pelabuhan Merak. Transportasi akan semakin padat dengan kendaraan perusahaan dan sarana transportasi lokal. Pengukuran besarnya polutan untuk sumber garis sangat diperlukan karena dengan informasi ini dapat diketahui pengaruhnya terhadap lingkungan.

RINGKASAN BAKHTIAR SANTRI AJI.

RINGKASAN BAKHTIAR SANTRI AJI. PEMETAAN PENYEBARAN POLUTAN SEBAGAI BAHAN PERTIMBANGAN PEMBANGUNAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA CILEGON BAKHTIAR SANTRI AJI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi 31 IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini adalah dimulai dari bulan April 2009 sampai dengan November 2009 yang secara umum terbagi terbagi menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara yang berada di bumi merupakan komponen yang tak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Penggunaannya akan tidak terbatas selama udara mengandung unsur-unsur

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kawasan Hutan Adat Kasepuhan Citorek, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Pengambilan data lapangan dilaksanakan bulan Februari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahapan Penelitian

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahapan Penelitian BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai Distribusi dan Kecukupan Luasan Hutan Kota sebagai Rosot Karbondioksida dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografi dan Penginderaan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura WAR). Berdasarkan administrasi pemerintahan Provinsi Lampung kawasan ini berada

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... xviii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan Juli-Agustus 2010 dengan pemilihan lokasi di Kota Denpasar. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Maret sampai bulan November 2009. Objek penelitian difokuskan pada wilayah Kota Banjarmasin, Yogyakarta, dan

Lebih terperinci

3/30/2012 PENDAHULUAN PENDAHULUAN METODE PENELITIAN

3/30/2012 PENDAHULUAN PENDAHULUAN METODE PENELITIAN APLIKASI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DALAM EVALUASI DAERAH RAWAN LONGSOR DI KABUPATEN BANJARNEGARA (Studi Kasus di Gunung Pawinihan dan Sekitarnya Sijeruk Kecamatan Banjarmangu Kabupaten

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 9 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Pengambilan data atribut berupa data sosial masyarakat dilakukan di Kampung Lebak Picung, Desa Hegarmanah, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak Banten (Gambar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Permukaan Suhu permukaan dapat diartikan sebagai suhu terluar suatu obyek. Untuk suatu tanah terbuka, suhu permukaan adalah suhu pada lapisan terluar permukaan tanah. Sedangkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way

III. METODE PENELITIAN. berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way 13 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni sampai dengan September 2012 yang berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way Kambas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak Juli 2010 sampai dengan Mei 2011. Lokasi penelitian terletak di wilayah Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pengolahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesatnya kemajuan dan kestabilan pembangunan nasional menempatkan Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai kota metropolitan dengan kondisi perekonomian yang selama

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena II. TINJAUAN PUSTAKA A. Defenisi Hujan Asam Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena keragamannya sangat tinggi baik menurut waktu dan tempat. Hujan adalah salah satu bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas transportasi khususnya kendaraan bermotor merupakan sumber utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan kendaraan yang digerakan

Lebih terperinci

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) 24/09/2012 10:58 Sistem (komputer) yang mampu mengelola informasi spasial (keruangan), memiliki kemampuan memasukan (entry), menyimpan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, yaitu masuknya zat pencemar yang berbentuk gas, partikel kecil atau aerosol ke dalam udara (Soedomo,

Lebih terperinci

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

Gambar 7. Lokasi Penelitian

Gambar 7. Lokasi Penelitian III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat sebagai daerah penelitian yang terletak pada 6 56'49''-7 45'00'' Lintang Selatan

Lebih terperinci

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO SUMMARY ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO Oleh : Yuliana Dauhi Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Dan Keolahragaan Universitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan Pengertian masyarakat adat berdasarkan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara adalah kelompok masyarakat yang memiliki asal usul leluhur (secara turun temurun)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Komposisi dan Perilaku Gas Buang Kendaraan Bermotor Emisi kendaraan bermotor mengandung berbagai senyawa kimia. Komposisi dari kandungan senyawa kimianya tergantung

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 12 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 5 A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik 1. Hutan Hujan Tropis Rona gelap Pohon bertajuk, terdiri dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kekeringan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kekeringan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kekeringan Kekeringan (drought) secara umum bisa didefinisikan sebagai kurangnya persediaan air atau kelembaban yang bersifat sementara secara signifikan di bawah normal atau volume

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi saat ini menjadi masalah yang sangat penting karena dapat mengindikasikan kemajuan suatu daerah. Transportasi sangat diperlukan untuk mendukung perkembangan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang. III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2010. Lokasi penelitian di Kota Palembang dan Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan, Departemen Konservasi Sumberdaya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Pekanbaru. Kota Pekanbaru terletak pada 101 0 18 sampai 101 0 36 Bujur Timur serta 0 0 25 sampai 0 0 45 Lintang Utara.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat (Gambar 1). Penelitian dimulai dari bulan Juli 2010 sampai Januari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan 2.1.1 Pengertian Lahan Pengertian lahan tidak sama dengan tanah, tanah adalah benda alami yang heterogen dan dinamis, merupakan interaksi hasil kerja

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM KAWASAN INDUSTRI CILEGON

IV. KONDISI UMUM KAWASAN INDUSTRI CILEGON IV. KONDISI UMUM KAWASAN INDUSTRI CILEGON 4.1. Letak Geografis dan Administratif Kota Cilegon merupakan salah satu kota yang berkembang pesat terutama di bidang industri. Berdasarkan RTRW nasional (PP

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-September 2011, dengan lokasi penelitian untuk pengamatan dan pengambilan data di Kabupaten Bogor, Jawa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Lokasi CV. Jayabaya Batu Persada secara administratif terletak pada koordinat 106 O 0 51,73 BT dan -6 O 45 57,74 LS di Desa Sukatani Malingping Utara

Lebih terperinci

Bab IV Gambaran Umum Daerah Studi

Bab IV Gambaran Umum Daerah Studi Bab IV Gambaran Umum Daerah Studi IV.1 Umum Kota Bandung yang merupakan ibukota propinsi Jawa Barat terletak pada 107 o 36 Bujur Timur dan 6 o 55 Lintang Selatan. Secara topografis terletak pada ketinggian

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Secara Geografis Kota Depok terletak di antara 06 0 19 06 0 28 Lintang Selatan dan 106 0 43 BT-106 0 55 Bujur Timur. Pemerintah

Lebih terperinci

Geografi. Kelas X ATMOSFER VII KTSP & K Iklim Junghuhn

Geografi. Kelas X ATMOSFER VII KTSP & K Iklim Junghuhn KTSP & K-13 Kelas X Geografi ATMOSFER VII Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami iklim Junghuhn dan iklim Schmidt Ferguson. 2. Memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan ekosistem buatan yang terjadi karena campur tangan manusia dengan merubah struktur di dalam ekosistem alam sesuai dengan yang dikehendaki (Rohaini, 1990).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan menegaskan bahwa air beserta sumber-sumbernya, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 9 bulan (Maret - November 2009), dan obyek penelitian difokuskan pada tiga kota, yaitu Kota Padang, Denpasar, dan Makassar.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Kota Medan sebagai ibu kota Provinsi Sumatera Utara merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia dengan jumlah penduduk 2.191.140 jiwa pada tahun 2014 (BPS Provinsi Sumut,

Lebih terperinci

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA 14 BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian inii dilakukan di Sentul City yang terletak di Kecamatan Babakan Madang dan Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (Gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh merupakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni perolehan informasi objek di permukaan Bumi melalui hasil rekamannya (Sutanto,2013). Objek di permukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sarana dan prasarana fisik seperti pusat-pusat industri merupakan salah satu penunjang aktivitas dan simbol kemajuan peradaban kota. Di sisi lain, pembangunan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Juni Juli 2012 di area Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam (IUPHHK-HA) PT. Mamberamo Alasmandiri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perubahan iklim akibat pemanasan global saat ini menjadi sorotan utama berbagai masyarakat dunia. Perubahan iklim dipengaruhi oleh kegiatan manusia berupa pembangunan

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN ALAT UKUR POLLUTANT STANDARD INDEX YANG TERINTEGRASI DENGAN PENGUKURAN FAKTOR-FAKTOR CUACA SECARA REAL TIME

RANCANG BANGUN ALAT UKUR POLLUTANT STANDARD INDEX YANG TERINTEGRASI DENGAN PENGUKURAN FAKTOR-FAKTOR CUACA SECARA REAL TIME RANCANG BANGUN ALAT UKUR POLLUTANT STANDARD INDEX YANG TERINTEGRASI DENGAN PENGUKURAN FAKTOR-FAKTOR CUACA SECARA REAL TIME Vandri Ahmad Isnaini, Indrawata Wardhana, Rahmi Putri Wirman Jurusan Fisika, Fakultas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi geografis daerah kajian Kota Jakarta merupakan ibukota Republik Indonesia yang berkembang pada wilayah pesisir. Keberadaan pelabuhan dan bandara menjadikan Jakarta

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 12 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan mulai dari Bulan Juni sampai dengan Bulan Desember 2009. Penelitian ini terbagi atas pengambilan dan pengumpulan

Lebih terperinci

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011 4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011 Pada pengujian periode I nilai NO 2 lebih tinggi dibandingkan dengan periode II dan III (Gambar 4.1). Tinggi atau rendahnya konsentrasi NO 2 sangat dipengaruhi oleh berbagai

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 10 SUMBERDAYA LAHAN Sumberdaya Lahan Lahan dapat didefinisikan sebagai suatu ruang di permukaan bumi yang secara alamiah dibatasi oleh sifat-sifat fisik serta bentuk

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Bandung terletak di Provinsi Jawa Barat, dengan ibu kota Soreang. Secara geografis, Kabupaten Bandung berada pada 6 41 7 19 Lintang

Lebih terperinci

ANALISA DEGRADASI HUTAN MANGROVE PADA KAWASAN WISATA TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA

ANALISA DEGRADASI HUTAN MANGROVE PADA KAWASAN WISATA TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA ANALISA DEGRADASI HUTAN MANGROVE PADA KAWASAN WISATA TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA Oleh YOHAN M G JARISETOUW FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS NEGERI PAPUA MANOKWARI 2005 ii Abstrak Yohan M G Jarisetouw. ANALISA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebakaran hutan merupakan fenomena yang sering terjadi di Indonesia (Stolle et al, 1999) yang menjadi perhatian lokal dan global (Herawati dan Santoso, 2011). Kebakaran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penutupan Lahan dan Perubahannya Penutupan lahan menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara sebagai salah satu komponen lingkungan merupakan kebutuhan yang paling utama untuk mempertahankan kehidupan. Metabolisme dalam tubuh makhluk hidup tidak mungkin dapat

Lebih terperinci

POLA PERSEBARAN KUALITAS UDARA AMBIENT KAWASAN PERMUKIMAN DI SEKITAR INDUSTRI CILEGON SEBAGAI ACUAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA CILEGON TUGAS AKHIR

POLA PERSEBARAN KUALITAS UDARA AMBIENT KAWASAN PERMUKIMAN DI SEKITAR INDUSTRI CILEGON SEBAGAI ACUAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA CILEGON TUGAS AKHIR POLA PERSEBARAN KUALITAS UDARA AMBIENT KAWASAN PERMUKIMAN DI SEKITAR INDUSTRI CILEGON SEBAGAI ACUAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA CILEGON TUGAS AKHIR Oleh : WAHYU WARDANI L2D 098 471 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara dewasa ini semakin memprihatinkan. Hal ini terlihat

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara dewasa ini semakin memprihatinkan. Hal ini terlihat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara dewasa ini semakin memprihatinkan. Hal ini terlihat dimana terjadi perubahan cuaca dan iklim lingkungan yang mempengaruhi suhu bumi dan berbagai pengaruh

Lebih terperinci

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu BAB 2 PEMANASAN BUMI S alah satu kemampuan bahasa pemrograman adalah untuk melakukan kontrol struktur perulangan. Hal ini disebabkan di dalam komputasi numerik, proses perulangan sering digunakan terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Utara memiliki luas total sebesar 181.860,65 Km² yang terdiri dari luas daratan sebesar 71.680,68 Km² atau 3,73 % dari luas wilayah Republik Indonesia. Secara

Lebih terperinci

STUDI PENYEBARAN Pb, debu dan CO KEBISINGAN DI KOTA JAKARTA

STUDI PENYEBARAN Pb, debu dan CO KEBISINGAN DI KOTA JAKARTA STUDI PENYEBARAN Pb, debu dan CO KEBISINGAN DI KOTA JAKARTA Abstrak Tingkat pencemaran udara di kota-kota besar di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat bahkan beberapa kota sudah melampaui ambang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peningkatan jumlah penduduk di perkotaan akan menyebabkan kualitas lingkungan menurun karena tingginya aktivitas manusia. Perkembangan kota seringkali diikuti

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udara merupakan sumber daya alam milik bersama yang besar pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk bernafas umumnya tidak atau kurang

Lebih terperinci

ATMOSFER & PENCEMARAN UDARA

ATMOSFER & PENCEMARAN UDARA ATMOSFER & PENCEMARAN UDARA Pengelolaan lingkungan diperlukan agar lingkungan dapat terus menyediakan kondisi dan sumber daya yang dibutuhkan oleh makhluk hidup. Lingkungan abiotis terdiri dari atmosfer,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang semakin menurun untuk mendukung kehidupan mahluk hidup. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang semakin menurun untuk mendukung kehidupan mahluk hidup. Menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Isu mengenai pencemaran lingkungan terutama udara masih hangat diperbincangkan oleh masyrakat dan komunitas pecinta lingkungan di seluruh dunia. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemar kendaraan bermotor di kota besar makin terasa. Pembakaran bensin dalam kendaraan bermotor merupakan lebih dari separuh penyebab polusi udara. Disamping

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai September 2011. Kegiatan penelitian ini meliputi tahap prapenelitian (persiapan, survei), Inventarisasi (pengumpulan

Lebih terperinci

Unsur gas yang dominan di atmosfer: Nitrogen : 78,08% Oksigen : 20,95% Argon : 0,95% Karbon dioksida : 0,034%

Unsur gas yang dominan di atmosfer: Nitrogen : 78,08% Oksigen : 20,95% Argon : 0,95% Karbon dioksida : 0,034% Unsur gas yang dominan di atmosfer: Nitrogen : 78,08% Oksigen : 20,95% Argon : 0,95% Karbon dioksida : 0,034% Ozon (O 3 ) mempunyai fungsi melindungi bumi dari radiasi sinar Ultraviolet Ozon sekarang ini

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS). TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai (DAS) Besitang Sekilas Tentang DAS Besitang Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o 45 04 o 22 44 LU dan 97 o 51 99 o 17 56 BT. Kawasan DAS Besitang melintasi

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan penggunaan lahan akhir-akhir ini semakin mengalami peningkatan. Kecenderungan peningkatan penggunaan lahan dalam sektor permukiman dan industri mengakibatkan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Febuari 2009 sampai Januari 2010, mengambil lokasi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengolahan dan Analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan fisik kota yang ditentukan oleh pembangunan sarana dan prasarana. Lahan yang seharusnya untuk penghijauan

Lebih terperinci

PENCEMARAN LINGKUNGAN. Purwanti Widhy H, M.Pd

PENCEMARAN LINGKUNGAN. Purwanti Widhy H, M.Pd PENCEMARAN LINGKUNGAN Purwanti Widhy H, M.Pd Pengertian pencemaran lingkungan Proses terjadinya pencemaran lingkungan Jenis-jenis pencemaran lingkungan PENGERTIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN Berdasarkan UU Pokok

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL. Efek Rumah Kaca (Green House Effect)

PEMANASAN GLOBAL. Efek Rumah Kaca (Green House Effect) PEMANASAN GLOBAL Efek Rumah Kaca (Green House Effect) EFEK RUMAH KACA Efek rumah kaca dapat digunakan untuk menunjuk dua hal berbeda: efek rumah kaca alami yang terjadi secara alami di bumi, dan efek rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkembangnya sektor industri dan pemanfaatan teknologinya tercipta produk-produk untuk dapat mencapai sasaran peningkatan kualitas lingkungan hidup. Dengan peralatan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan berwawasan lingkungan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat dengan sesedikit mungkin memberikan dampak negatif pada lingkungan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kota Provinsi Sumatera Barat (Gambar 5), dengan pertimbangan sebagai berikut: 1. Kota merupakan salah satu dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya merupakan suatu proses yang wajar dan terlaksana sejak manusia itu dilahirkan sampai ia meninggal dunia. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN Letak Geografis dan Luas Wilayah Kota Tangerang Selatan terletak di timur propinsi Banten dengan titik kordinat 106 38-106 47 Bujur Timur dan 06 13 30 06 22 30 Lintang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 6 3.3.5 Persamaan Hubungan RTH dengan Suhu Udara Penjelasan secara ilmiah mengenai laju pemanasan/pendinginan suhu udara akibat pengurangan atau penambahan RTH adalah mengikuti hukum pendinginan Newton,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).

Lebih terperinci

menunjukkan nilai keakuratan yang cukup baik karena nilai tersebut lebih kecil dari limit maksimum kesalahan rata-rata yaitu 0,5 piksel.

menunjukkan nilai keakuratan yang cukup baik karena nilai tersebut lebih kecil dari limit maksimum kesalahan rata-rata yaitu 0,5 piksel. Lampiran 1. Praproses Citra 1. Perbaikan Citra Satelit Landsat Perbaikan ini dilakukan untuk menutupi citra satelit landsat yang rusak dengan data citra yang lainnya, pada penelitian ini dilakukan penggabungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SINTESIS

ANALISIS DAN SINTESIS 55 ANALISIS DAN SINTESIS Lokasi Lokasi PT Pindo Deli Pulp and Paper Mills yang terlalu dekat dengan pemukiman penduduk dikhawatirkan dapat berakibat buruk bagi masyarakat di sekitar kawasan industri PT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lahan dan Penggunaan Lahan 2.2 Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lahan dan Penggunaan Lahan 2.2 Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lahan dan Penggunaan Lahan Lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi, dan vegetasi, dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 33 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Studi ini dilakukan di Kota Padang Panjang, Sumatera Barat. Secara administrasi pemerintahan Kota Padang Panjang terletak di Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Status administrasi dan wilayah secara administrasi lokasi penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. Status administrasi dan wilayah secara administrasi lokasi penelitian TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Penelitian Status administrasi dan wilayah secara administrasi lokasi penelitian berada di kecamatan Lhoknga Kabupaten Aceh Besar. Kecamatan Lhoknga mempunyai 4 (empat)

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR FISIS YANG MEMPENGARUHI AKUMULASI NITROGEN MONOKSIDA DAN NITROGEN DIOKSIDA DI UDARA PEKANBARU

FAKTOR-FAKTOR FISIS YANG MEMPENGARUHI AKUMULASI NITROGEN MONOKSIDA DAN NITROGEN DIOKSIDA DI UDARA PEKANBARU FAKTOR-FAKTOR FISIS YANG MEMPENGARUHI AKUMULASI NITROGEN MONOKSIDA DAN NITROGEN DIOKSIDA DI UDARA PEKANBARU Riad Syech, Sugianto, Anthika Jurusan Fisika FMIPA Universitas Riau Kampus Bina Widya Km 12,5

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di Provinsi Kalimantan Barat. Provinsi Kalimantan Barat terletak di bagian barat pulau Kalimantan atau di antara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan Lahan adalah suatu wilayah daratan yang ciri-cirinya menerangkan semua tanda pengenal biosfer, atsmosfer, tanah geologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan komponen yang sangat penting untuk keberlangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Tingkat pencemaran udara di Kota Padang cukup tinggi. Hal

Lebih terperinci

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA Oleh 1207055018 Nur Aini 1207055040 Nur Kholifah ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS MULAWARMAN

Lebih terperinci