BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dasarnya analisis gerombol akan menghasilkan sejumlah gerombol (kelompok).

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dasarnya analisis gerombol akan menghasilkan sejumlah gerombol (kelompok)."

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Gerombol Pengertian Analisis Gerombol Cluster atau gerombol dapat diartikan kelompok dengan demikian, pada dasarnya analisis gerombol akan menghasilkan sejumlah gerombol (kelompok). Analisis ini diawali dengan pemahaman bahwa sejumlah data tertentu sebenarnya mempunyai kemiripan di antara anggotanya; karena itu, dimungkinkan untuk mengelompokkan anggota-anggota yang mirip atau mempunyai karakteristik yang serupa tersebut dalam satu atau lebih dari satu gerombol (Santoso, 2010). Analisis gerombol melakukan sebuah usaha untuk menggabungkan keadaan atau objek ke dalam suatu kelompok, dimana anggota kelompok itu tidak diketahui sebelumnya untuk dianalisis. Dengan kata lain analisis gerombol merupakan analisis statistik yang digunakan untuk mengelompokan n objek ke dalam k buah kelompok, dengan setiap objek dalam kelompok memiliki keragaman yang besar dibandingkan antar kelompok (Afifi & Clark, 1999). Menurut Sharma (1996:185) yang dikutip dari Nuningsih (2010), analisis gerombol merupakan salah satu teknik multivariat metode interdependensi (saling ketergantungan). Oleh karena itu, dalam analisis gerombol tidak ada pembedaan antara variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable). Analisis gerombol adalah teknik yang digunakan untuk menggabungkan observasi ke dalam kelompok atau gerombol, sedemikian sehingga :

2 a. Setiap kelompok atau gerombol homogen mempunyai karakteristik tertentu. Hal ini berarti bahwa observasi dalam setiap kelompok sama dengan observasi lain dalam satu kelompok yang sama. b. Setiap kelompok seharusnya berbeda dari kelompok lain dengan karakteristik yang sama. Hal ini berarti bahwa observasi dalam kelompok yang satu seharusnya berbeda dari observasi dalam kelompok lain. Menurut Tan et al (2006:490) yang dikutip dari Nuningsih (2010), analisis gerombol digunakan untuk mengelompokkan data observasi yang hanya berdasarkan pada informasi yang ditemukan dalam data, di mana data tersebut harus menggambarkan observasi dan hubungannya. Oleh karena itu, tujuan dari analisis ini adalah observasi dalam satu kelompok mirip satu sama lain dan berbeda dari observasi dalam kelompok lain. Semakin besar kemiripan (homogenitas) dalam kelompok dan semakin besar perbedaan (heterogenitas) antar kelompok maka penggerombolan akan lebih baik atau lebih berbeda. Pada prinsipnya analisis gerombol merupakan proses untuk mereduksi sejumlah objek yang besar menjadi lebih sedikit yang disebut gerombol. Analisis gerombol digunakan oleh peneliti yang belum mengetahui anggota dari suatu kelompok. Analisis gerombol disebut juga Q-analysis, classification analysis, pengenalan pola (pattern recognition), analisis segmentasi (numerical taxonomy) (Supranto, 2004) Tujuan Analisis Gerombol Adapun tujuan analisis gerombol adalah :

3 1. Mengetahui ada tidaknya perbedaan yang nyata (signifikan) antar kelompok yang terbentuk, dalam hal ini gerombol yang dihasilkan. 2. Melihat profil serta kecenderungan-kecenderungan dari masing-masing gerombol yang terbentuk. 3. Melihat posisi masing-masing objek terhadap objek lainnya dari gerombol yang terbentuk Asumsi Analisis Gerombol Asumsi yang harus dipenuhi pada analisis gerombol: (Santoso, 2010) 1. Sampel yang diambil benar-benar bisa mewakili populasi yang ada. Memang tidak ada ketentuan jumlah sampel yang representatif, namun tetaplah diperlukan sejumlah sampel yang cukup besar agar proses clustering bisa dilakukan dengan benar. 2. Multikolinearitas, yaitu kemungkinan adanya korelasi antar objek. Sebaiknya tidak ada atau seandainya ada, besar multikolinearitas tersebut tidaklah tinggi (misal di atas 0,5). Jika sampai terjadi multikolinearitas, dianjurkan untuk menghilangkan salah satu variabel dari dua variabel yang mempunyai korelasi cukup besar Melakukan Analisis Gerombol Analisis gerombol ini terdiri dari beberapa proses dasar, yaitu : 1. Merumuskan Masalah Hal yang paling penting di dalam perumusan masalah analisis gerombol ialah pemilihan variabel-variabel yang akan dipergunakan untuk penggerombolan (pembentukan gerombol). Memasukkan satu atau dua variabel yang tidak relevan

4 dengan masalah penggerombolan/pengelompokan akan mendistorsi hasil penggerombolan yang kemungkinan besar sangat bermanfaat. Pada dasarnya set variabel yang akan dipilih harus menguraikan kemiripan antara objek, yang memang benar-benar relevan dengan masalah riset pemasaran. Variabel harus dipilih berdasarkan penelitian sebelumnya, teori atau suatu pertimbangan berkenaan dengan hipotesis yang akan diuji. Di dalam riset eksplorasi peneliti harus menggunakan pertimbangan dan intuisi. 2. Memilih Ukuran Jarak atau Similaritas Oleh karena tujuan penggerombolan ialah untuk mengelompokkan objek yang mirip dalam gerombol yang sama, maka beberapa ukuran diperlukan untuk mengakses seberapa mirip atau berbeda objek-objek tersebut. Pendekatan yang paling biasa ialah mengukur kemiripan dinyatakan dalam jarak (distance) antara pasangan objek (Supranto, 2004). Objek dengan jarak yang lebih pendek antara mereka akan lebih mirip satu sama lain dibandingkan dengan pasangan dengan jarak yang lebih panjang. Ada 3 metode yang digunakan : (Santoso, 2010) a. Mengukur korelasi antara sepasang objek pada beberapa variabel. Cara ini sebenarnya sederhana; jika beberapa data memang akan tergabung menjadi satu gerombol, tentulah di antara data tersebut ada hubungan yang erat, atau disebut berkorelasi satu dengan yang lain. Metode ini mendasarkan besaran korelasi antara data untuk mengetahui kemiripan data satu dengan yang lain.

5 b. Mengukur jarak (distance) antara dua objek. Pengukuran ada bermacammacam, yang paling popular adalah metode Euclidean Distance. Pada dasarnya, cara ini memasukkan sebuah data ke dalam gerombol tertentu dengan mengukur jarak data tersebut dengan pusat gerombol. Jika data ada dalam jarak yang masih ada dalam batas tertentu, data tersebut dapat dimasukkan pada gerombol tersebut. c. Mengukur asosiasi antar-objek. Pada dasarnya, cara ini akan mengasosiasikan sebuah data dengan gerombol tertentu; dalam praktek, cara ini tidak sepopuler kedua cara sebelumnya. Korelasi dan distance digunakan jika data adalah metrik, sedangkan asosiasi digunakan jika data adalah non-metrik. Dalam praktek, penggunaan metode Euclidean Distance adalah yang paling popular. 3. Melakukan Proses Standarisasi Data Jika Diperlukan Setelah cara mengukur jarak ditetapkan, yang juga perlu diperhatikan adalah apakah satuan data mempunyai perbedaan yang besar. Sebagai contoh, jika variabel penghasilan mempunyai satuan juta ( ), sedangkan usia seseorang hanya mempunyai satuan puluhan (00), maka perbedaan yang mencolok ini akan membuat perhitungan jarak (distance) menjadi tidak valid. Jika data memang mempunyai satuan yang berbeda secara signifikan, pada data harus dilakukan proses standarisasi dengan mengubah data yang ada ke Z-Score. Proses standarisasi menjadikan dua data dengan perbedaan satuan yang lebar akan otomatis menjadi menyempit (Santoso, 2010).

6 4. Memilih Suatu Prosedur Penggerombolan Setelah data yang dianggap mempunyai satuan yang sangat berbeda diseragamkan, dan metode gerombol ditentukan (misal dipilih Eucledian), langkah selanjutnya adalah pengelompokan data, yang bisa dilakukan dengan dua metode: a. Hierarchical Method, ialah metode yang memulai pengelompokannya dengan dua atau lebih obyek yang mempunyai kesamaan paling dekat, kemudian proses dilanjutkan ke objek lain yang mempunyai kedekatan kedua. Demikian seterusnya sehingga gerombol akan membentuk semacam pohon dimana ada hierarki (tingkatan) yang jelas antar objek, dari yang paling mirip sampai dengan yang paling tidak mirip. Secara logika semua objek pada akhirnya hanya akan membentuk sebuah gerombol. Dendogram biasanya digunakan untuk membantu memperjelas proses hierarki tersebut. b. Non Hirarchical Method, ialah metode yang dimulai dengan menentukan terlebih dahulu jumlah gerombol yang diinginkan (dua gerombol, tiga gerombol atau yang lain). Dan kemudiaan baru dilakukan proses gerombol tanpa mengikuti proses hierarki. Biasa disebut metode K-Means Cluster. Dua kelemahan dari prosedur non-hierarki ialah bahwa banyaknya gerombol harus disebutkan/ditentukan sebelumnya dan pemilihan pusat gerombol sembarang. Lebih lanjut, hasil gerombol mungkin tergantung pada bagaimana pusat dipilih. Banyak program non-hierarki, memilih k objek (kasus) yang pertama, tanpa ada nilai yang hilang sebagai pusat gerombol awal (k=banyaknya gerombol). Jadi hasil gerombol mungkin

7 tergantung pada urutan observasi dalam data. Bagaimanapun juga, gerombol non-hierarki lebih cepat daripada metode hierarki dan lebih menguntungkan kalau jumlah objek/kasus atau observasi besar sekali (sampel besar). 5. Melakukan Interpretasi Terhadap Gerombol yang Telah Terbentuk. Setelah sejumlah gerombol terbentuk dengan metode hierarki atau nonhierarki, langkah selanjutnya adalah melakukan interpretasi terhadap gerombol yang telah terbentuk, yang pada intinya memberi nama spesifik untuk menggambarkan isi gerombol tersebut. 6. Melakukan Validasi dan Profiling Cluster Gerombol yang terbentuk kemudian diuji apakah hasil tersebut valid. Kemudian dilakukan proses profiling untuk menjelaskan karakteristik setiap gerombol berdasar profil tertentu (seperti usia konsumen pembeli rumah, tingkat penghasilannya dan sebagainya). Dari data profiling tersebut bisa dilakukan analisis lanjutan seperti Analisis Diskriminan Metode Pengelompokan Dalam analisis gerombol, terdapat banyak metode untuk mengelompokkan observasi ke dalam gerombol. Secara umum metode pengelompokkan dalam analisis gerombol dibedakan menjadi hirarki (Hierarchical Clustering Method) dan metode non hirarki (Nonhierarchical Clustering Method). Metode hirarki digunakan apabila belum ada informasi jumlah gerombol yang dipilih. Sedangkan metode non hirarki bertujuan untuk mengelompokkan n objek ke dalam k gerombol (k < n), di mana nilai k telah ditentukan sebelumnya.

8 Metode analisis gerombol membutuhkan suatu ukuran ketakmiripan (jarak) yang didefinisikan untuk setiap pasang objek yang akan dikelompokan. Jarak yang biasa digunakan dalam analisis penggerombolan diantaranya (Johnson & Wichern, 2007) adalah : a. Jarak Euclidian Jarak Euclidian adalah jarak yang paling umum dan paling sering digunakan dalam analisis gerombol. Jarak Euclidian antara dua titik dapat terdefinisikan dengan jelas. Jarak digunakan adalah peubah kontinu. Jarak Euclidian antara gerombol ke-i dan ke-j dari p peubah didefinisikan: dengan : d(i,j) = jarak antara objek i ke objek j = nilai tengah pada gerombol ke-i = nilai tengah pada gerombol ke-j p = banyaknya peubah yang diamati b. Jarak Mahalanobis Jarak Mahalanobis sangat berguna dalam menghilangkan atau mengurangi perbedaan skala pada masing-masing komponen. Pada permasalahan tertentu, pada saat menentukan jarak, perlu juga dipertimbangkan ragam dan peragam. Jarak Mahalanobis didefinisikan:

9 dengan : d(i,j) = jarak antara objek i ke objek j = nilai tengah pada gerombol ke-i = nilai tengah pada gerombol ke-j S -1 = matriks ragam peragam gabungan antara c. Jarak Manhattan didefinisikan: Ukuran ini merupakan bentuk umum dari jarak Euclidian, fungsi jaraknya dengan: d(i,j) = jarak antara objek i ke objek j = nilai tengah pada gerombol ke-i = nilai tengah pada gerombol ke-j p = banyaknya peubah yang diamati d. Jarak Log Likehood Jarak Log Likelihood dapat diterapkan untuk peubah kontinu maupun kategorik. Asumsi yang ada pada jarak ini adalah peubah kontinu menyebar normal, peubah kategorik menyebar multinomial dan antar peubahnya saling bebas. Metode

10 Two Step Cluster cukup tegar terhadap pelanggaran asumsi tersebut sehingga metode ini masih dapat digunakan ketika terjadi pelanggaran asumsi. Jarak antara gerombol j dan s didefinisikan: dengan : Keterangan : N = jumlah total observasi = jumlah observasi di dalam gerombol j N jkl = jumlah data di gerombol j untuk peubah kategorik ke-k dengan kategorik ke-l = ragam dugaan untuk peubah kontinu ke-k untuk keseluruhan observasi = ragam dugaan untuk peubah kontinu ke-k dalam gerombol j K A = jumlah total peubah kontinu

11 K B L k = jumlah total peubah kategorik = jumlah kategorik untuk peubah kategorik ke-k d(j,s) = jarak antara gerombol j dan s <j,s> = indeks kombinasi gerombol j dan s Jarak Euclid dan jarak Manhattan digunakan jika antar peubah memiliki satuan yang sama dan korelasi antar peubahnya tidak nyata. Sedangkan jika satuan antar peubah tidak sama dapat menggunakan jarak Euclid maupun jarak Manhattan yang telah ditransformasi ke dalam bentuk baku. Jika adanya korelasi antar peubah yang nyata, jarak yang digunakan menggunakan jarak Mahalanobis atau jika menggunakan jarak Euclid maka peubah asal ditransformasi menggunakan analisis komponen utama (AKU). 1. Metode Hirarki Pada dasarnya metode ini dibedakan menjadi dua metode pengelompokkan, yaitu: a. Metode Penggabungan Proses pengelompokan dengan pendekatan metode penggabungan (Down to Top) dimulai dengan n gerombol sehingga masing-masing gerombol memiliki tepat satu objek, kemudian tentukan dua gerombol terdekat dan gabungkan gerombol tersebut menjadi satu gerombol baru. Proses penggabungan dua gerombol diulangi sampai diperoleh satu gerombol yang memuat semua himpunan data. Perlu diperhatikan bahwa setiap penggabungan dalam metode ini selalu diikuti dengan perbaikan matriks jarak. Hasil analisis gerombol dari metode ini dapat disajikan dalam bentuk dendogram.

12 b. Metode Pemecahan Proses pengelompokan dengan pendekatan metode pemecahan (Top to Down) dimulai dengan n objek yang dikelompokkan menjadi satu gerombol, kemudian gerombol tersebut dipartisi ke dalam dua gerombol pada setiap langkah sampai diperoleh n gerombol dengan setiap gerombol memiliki satu objek. 2. Metode Non-Hirarki Metode penggerombolan tak berhirarki digunakan apabila banyak gerombol yang akan dibentuk sudah diketahui terlebih dahulu. Salah satu contohnya adalah metode K-means. Pada metode ini harus ditentukan terlebih dahulu besarnya k, yaitu banyaknya gerombol. Pemilihan k dapat ditentukan secara subjektif berdasarkan latar belakang bidang masing-masing. Jarak yang biasanya digunakan adalah jarak Euclidean. Dalam metode ini data dibagi dalam k partisi, setiap partisi mewakili sebuah gerombol. Secara umum proses metode non-hirarki sebagai berikut : a. Pilih k centroid gerombol awal atau seed, di mana k merupakan jumlah gerombol yang diinginkan. b. Tempatkan setiap observasi ke dalam gerombol yang terdekat. c. Tempatkan kembali setiap observasi ke dalam k gerombol menurut aturan penghentian yang sudah ditentukan. d. Proses berhenti jika tidak ada observasi yang berpindah lagi, jika belum ulangi langkah kedua.

13 Beberapa algoritma non-hirarki berbeda dalam aturan untuk memperoleh centroid gerombol awal dan aturan yang digunakan untuk menempatkan kembali observasi. Beberapa aturan yang digunakan untuk memperoleh seed awal antara lain : 1) Pilih k observasi pertama dengan tidak ada data yang hilang sebagai centroid atau seed gerombol awal. 2) Pilih observasi pertama dengan tidak ada data yang hilang sebagai seed gerombol pertama, lalu seed gerombol kedua dipilih dari observasi yang mempunyai jarak terjauh dari sebelumnya, dan seterusnya. 3) Pilih secara random k observasi dengan tidak ada data yang hilang sebagai pusat gerombol atau seed. 4) Perbaiki seed yang dipilih dengan menggunakan aturan tertentu sehingga jarak seed tersebut sejauh mungkin. 5) Gunakan heuristic tentang identifikasi pusat gerombol sehingga jarak pusat gerombol tersebut sejauh mungkin. 6) Gunakan seed yang disediakan oleh peneliti. Setelah seed diidentifikasi, gerombol awal yang dibentuk akan menempatkan kembali n - k observasi sisanya ke dalam seed yang terdekat dengan observasi tersebut. Beberapa algoritma non hirarki juga berbeda terkait dengan prosedur yang digunakan dalam penempatan kembali observasi ke dalam k gerombol. Adapun aturan penempatan kembali observasi sebagai berikut : 1) Hitung centroid setiap gerombol dan tempatkan kembali observasi ke dalam gerombol berdasarkan centroid terdekat. Centroid ke dalam k gerombol, centroid

14 dihitung ulang setelah penempatan kembali semua observasi yang telah dibuat. Jika perubahan dalam centroid gerombol lebih besar daripada kriteria konvergensi yang dipilih maka penempatan kembali setiap observasi terus dilakukan. Proses penempatan kembali dilanjutkan hingga perubahan centroid kurang dari kriteria konvergensi yang dipilih. 2) Hitung centroid setiap gerombol dan tempatkan kembali observasi ke dalam gerombol berdasarkan centroid terdekat. Untuk penempatan kembali setiap observasi, hitung ulang centroid gerombol di mana observasi ditempatkan dan gerombol dari mana observasi ditempatkan. Sekali lagi penempatan kembali dilanjutkan hingga perubahan centroid gerombol kurang dari kriteria konvergensi yang dipilih. 3) Tempatkan kembali observasi sedemikian sehingga beberapa fungsi objektif diminimumkan. Pada dasarnya, algoritma non-hirarki dibedakan atas teknik partitioning, overlapping dan hybrid. Sebelum membahas partitioning sebagai dasar metode K- Means, secara singkat akan dibahas overlapping dan hybrid. Overlapping terjadi apabila data tumpang tindih sehingga suatu objek dapat termasuk ke dalam beberapa gerombol. Dalam teknik ini data mempunyai nilai keanggotaan (membership). Sedangkan hybrid merupakan teknik penggabungan antara metode hirarki dan non-hirarki. Dalam pendekatan partitioning, observasi dibagi ke dalam k gerombol tanpa menggunakan matriks jarak di antara semua pasangan titik seperti pada pendekatan hirarki.

15 3. Metode Two Step Cluster Metode Two Step Cluster merupakan suatu metode penggerombolan yang dapat mengatasi masalah skala pengukuran, khususnya untuk data berukuran besar dengan peubah yang memiliki tipe data kategorik dan kontinu, serta mengetahui gerombol optimasi yang terbentuk. Gerombol optimal memiliki jarak antar gerombol yang paling jauh, dan jarak antar obyek yang paling dekat. Fungsi jarak yang digunakan adalah jarak Euclidian atau jarak Log Likelihood. Karena menggunakan ukuran jarak tersebut, maka dimungkinkan digunakan berbagai tipe data baik kontinu maupun kategorik. Hasil akhir dari metode ini adalah pembentukan gerombol optimal berdasarkan kriteria tertentu (Bacher et al, 2004).

16 Menurut Chiu et al (2001) yang dikutip dari Karlina (2007) adapun perbedaan metode Hirarki, Non Hirarki dan Two Step Cluster yaitu : Tabel 2.1 Perbandingan Metode Hirarki, Non Hirarki, dan Two Step Cluster Aspek yang Metode Hirarki Metode Non Two Step dibandingkan Hirarki Cluster Ukuran data Untuk data kecil Untuk data Untuk data sangat besar besar Jenis peubah Kontinu Kontinu Kontinu dan kategorik Banyak Belum diketahui Sudah diketahui Belum diketahui gerombol Ukuran jarak Euclidian atau Euclidian Euclidian atau mahalanobis Log likehood Asumsi Tidak ada asumsi Tidak ada Peubah sebaran asumsi kontinu menyebar normal Peubah kategorik menyebar multinomial Antar peubahnya Metode Penggabungan (agglomerative) dan pemisahan (divisive) K-means saling bebas Pembentukan CF Tree Agglomerative Menentukan gerombol optimal Metode K-means K-Means merupakan salah satu metode data clustering non hirarki yang berusaha mempartisi data yang ada ke dalam bentuk satu atau lebih gerombol/cluster. Metode ini mempartisi data ke dalam gerombol sehingga data yang memiliki karakteristik sama dikelompokkan ke dalam satu gerombol yang sama. Dasar

17 pengelompokan dalam metode ini adalah menempatkan objek berdasarkan rata-rata (mean) gerombol terdekat (Jhonson & Wichern, 2007). Algoritma K-Means memerlukan 3 komponen yaitu: 1. Jumlah Gerombol K Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, K-Means merupakan bagian dari metode non-hirarki sehingga dalam metode ini jumlah k terus harus ditentukan terlebih dahulu. Jumlah gerombol k dapat ditentukan melalui pendekatan metode hirarki. Namun perlu diperhatikan bahwa tidak terdapat aturan khusus dalam menentukan jumlah gerombol k, terkadang jumlah gerombol yang diinginkan tergantung pada subjektif seseorang. 2. Gerombol Awal Gerombol awal yang dipilih berkaitan dengan penentuan pusat gerombol awal (centroid awal). Dalam hal ini, terdapat beberapa pendapat dalam memilih gerombol awal untuk metode K-Means sebagai berikut: a. Pemilihan gerombol awal dapat ditentukan berdasarkan interval dari jumlah setiap observasi. b. Pemilihan gerombol awal dapat ditentukan melalui pendekatan salah satu metode hirarki. c. Pemilihan gerombol awal dapat secara acak dari semua observasi. Oleh karena adanya pemilihan gerombol awal yang berada ini maka kemungkinan besar solusi gerombol yang dihasil akan berbeda pula.

18 3. Ukuran Jarak Dalam hal ini, ukuran jarak digunakan untuk menempatkan observasi ke dalam gerombol berdasarkan centroid terdekat. Ukuran jarak yang digunakan dalam metode K-Means adalah jarak Euclid. 2.2 Analisis Diskriminan Analisis diskriminan adalah teknik multivariat yang termasuk pada Dependence Method, dengan ciri adanya variabel dependen dan independen. Dengan demikian, ada variabel yang hasilnya tergantung pada variabel independen. Ciri khusus analisis diskriminan adalah data variabel dependen harus berupa data kategori, sedangkan data untuk variabel independen berupa data rasio. Kegunaan analisis diskriminan ada dua yaitu pertama adalah kemampuan memprediksi terjadinya variabel dependen dengan memasukkan data variabel independen; kedua adalah kemampuan memilih mana variabel independen yang secara nyata memengaruhi variabel dependen dan mana yang tidak (Santoso, 2010) Tujuan Analisis Diskriminan Adapun tujuan analisis diskriminan adalah : (Yasril, 2009) 1. Membuat suatu fungsi diskriminan dari variabel independen yang bisa mendiskriminan atau membedakan kelompok variabel dependen, artinya mampu membedakan suatu objek masuk kelompok yang mana. 2. Menguji apakah ada perbedaan signifikan antara kelompok, dikaitkan dengan variabel independen. 3. Menentukan variabel independen yang mana yang memberikan sumbangan terbesar terhadap terjadinya perbedaan antar kelompok.

19 4. Mengelompokkan (mengklasifikasikan) variabel dependen ke dalam suatu kelompok didasarkan pada nilai variabel independen Asumsi Analisis Diskriminan Asumsi-asumsi yang harus dipenuhi untuk analisis diskriminan adalah : (Yasril, 2009) 1. Multivariate Normality Bila menggunakan teknik analisis multivariat dengan analisa diskriminan, variabel independen seharusnya berdistribusi normal. Jika data tidak berdistribusi normal, hal ini akan menyebabkan masalah pada ketepatan fungsi (model) diskriminan. Regresi Logistik bisa dijadikan alternatif metode jika memang data tidak berdistribusi normal. 2. Matriks kovarians dari semua variabel independen seharusnya sama (equel) 3. Tidak adanya data yang sangat ekstrim (outlier) pada variabel independen. Jika ada data outlier yang tetap diproses, hal ini bisa berakibat berkrangnya ketepatan klasifikasi dari fungsi diskriminan. 4. Tidak ada multikolinearitas antar variabel independen. Multikolinearitas terjadi bila ada variabel independen yang berkorelasi sangat kuat dengan variabel independen lainnya. Untuk mengetahui adanya multikolinearitas dapat dilakukan dengan melihat korelasi antar variabel independen yaitu jika nilai r > 0,8 menunjukkan adanya multikolinearitas Model Analisis Diskriminan Model analisis diskriminan berkenaan dengan kombinasi linier yang disebut juga fungsi diskriminan bentuknya sebagai berikut : (Yasril, 2009)

20 dimana Z jk = a + W 1 X 1k + W 2 X 2k + + W n X nk Z jk a W n X nk = Nilai (skor) diskriminan dari fungsi diskriminan j untuk objek k = Intercept = Timbangan diskriminan untuk variabel independen = Variabel independen n untuk objek k Langkah-Langkah Analisis Diskriminan 1. Desain penelitian untuk analisis diskriminan (Yasril, 2009): a. Pemilihan variabel dependen dan independen Sebelum menggunakan analisis diskriminan, peneliti harus menentukan terlebih dahulu mana variabel dependen dan mana variabel independen. Sesuai dengan ketentuan di atas, variabel dependen harus merupakan variabel kategorik sedang variabel independen merupakan variabel numerik. Berdasarkan jumlah kelompok variabel dependen yang dalam hal ini harus mutually exclusive dan exhaustive, analisis diskriminan dibedakan menjadi dua yaitu : 1) Analisis diskriminan dua kategorik/kelompok, dimana variabel dependen dikelompokkan menjadi 2 (dikotomi), diperlukan satu fungsi diskriminan. 2) Analisis diskriminan berganda (Multiple Discriminant Anlysis/MDA), dimana variabel dependen dikelompokkan menjadi lebih dari 2 kelompok (multikotomi), diperlukan fungsi diskriminan sebanyak (k-1) kalau ada k kategori. b. Besar sampel

21 Pada analisis diskriminan tidak ada ketentuan untuk besar sampel, tetapi beberapa penelitian menyarankan 5-20 sampel untuk setiap variabel independen. Dengan demikian jika ada lima variabel independen, seharusnya minimal ada 25 sampel. c. Pembagian Sampel Ada beberapa cara pembagian sampel yang dilakukan, tetapi yang paling sering digunakan adalah membagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok sampel analisis yang digunakan untuk membuat estimasi nilai koefisien fungsi diskriminan dan kelompok validasi yang digunakan untuk menguji hasil diskriminan. Jumlah tiap kelompok biasanya sama besar walaupun ini tidak mutlak. Apabila peran bagian pertama kemudian ditukar dengan peran bagian kedua, analisis diulangi, yang dipergunakan untuk estimasi kemudian untuk validasi, ini yang disebut double cross validation. 2. Pembentukan fungsi diskriminan Ada dua metode dasar untuk membuat fungsi diskriminan : a. Direct Method (Simultaneous Estimation), dimana semua variabel dimasukkan secara bersama-sama kemudian dilakukan proses dikriminan b. Step-wise Discriminant Analysis, dimana variabel dimasukkan satu persatu ke dalam model diskriminan. 3. Menguji signifikan dari fungsi diskriminan

22 Untuk menguji signifikan fungsi diskriminan dilihat nilai signifikan dari Wilk s Lambda, Pilai, F test dan lainnya (Santoso, 2010). Jika p > 0,05, maka menunjukkan bahwa fungsi diskriminan ini dapat memperlihatkan perbedaan yang jelas antara dua kelompok variabel dependen (Yasril, 2009). 4. Menguji ketepatan klasifikasi dari fungsi diskriminan Untuk menguji ketepatan klasifikasi fungsi diskriminan dilakukan uji dengan Casewise Diagnostics. Jika fungsi diskriminan mempunyai ketepatan mengklasifikasi kasus > 50%, ketepatan model dianggap tinggi. 5. Melakukan interpretasi terhadap fungsi diskriminan tersebut 2.3 Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) Pengertian Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) merupakan salah satu prioritas utama pembangunan kesehatan di Indonesia. Program ini bertanggung jawab terhadap pelayanan kesehatan bagi ibu hamil, ibu melahirkan dan bayi neonatal. Salah satu tujuan program ini adalah menurunkan kematian dan kejadian sakit di kalangan ibu (Hasanbasri, 2007). Pengelolaan program KIA bertujuan memantapkan dan meningkatkan jangkauan serta mutu pelayanan KIA secara efektif dan efisien. Pemantapan pelayanan KIA dewasa ini diutamakan pada kegiatan pokok sebagai berikut (Depkes, 2009) : a. Peningkatan pelayanan antenatal di semua fasilitas pelayanan dengan mutu sesuai standar serta menjangkau seluruh sasaran.

23 b. Peningkatan pertolongan persalinan ditujukan kepada peningkatan pertolongan oleh tenaga kesehatan kebidanan secara berangsur. c. Peningkatan deteksi dini risiko tinggi/komplikasi kebidanan, baik oleh tenaga kesehatan maupun masyarakat oleh kader dan dukun bayi serta penanganan dan pengamatannya secara terus menerus. d. Peningkatan penanganan komplikasi kebidanan secara adekuat dan pengamatan secara terus menerus oleh tenaga kesehatan. e. Peningkatan pelayanan neonatal dan ibu nifas dengan mutu sesuai standard yang menjangkau seluruh sasaran Tujuan Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) Tujuan Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) adalah tercapainya kemampuan hidup sehat melalui peningkatan derajat kesehatan yang optimal, bagi ibu dan keluarganya untuk menuju Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) serta meningkatnya derajat kesehatan anak untuk menjamin proses tumbuh kembang optimal yang merupakan landasan bagi peningkatan kualitas manusia seutuhnya (Erliana, 2009). Sedangkan tujuan khusus program KIA adalah : (Nasir, 2008) 1. Meningkatnya kemampuan ibu (pengetahuan, sikap dan perilaku), dalam mengatasi kesehatan diri dan keluarganya dengan menggunakan teknologi tepat guna dalam upaya pembinaan kesehatan keluarga, paguyuban 10 keluarga, Posyandu dan sebagainya.

24 2. Meningkatnya upaya pembinaan kesehatan balita dan anak prasekolah secara mandiri di dalam lingkungan keluarga, paguyuban 10 keluarga, Posyandu, dan Karang Balita serta di sekolah Taman Kanak-kanak atau TK. 3. Meningkatnya jangkauan pelayanan kesehatan bayi, anak balita, ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, dan ibu meneteki. 4. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu meneteki, bayi dan anak balita. 5. Meningkatnya kemampuan dan peran serta masyarakat, keluarga dan seluruh anggotanya untuk mengatasi masalah kesehatan ibu, balita, anak prasekolah, terutama melalui peningkatan peran ibu dan keluarganya Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) 1. Pelayanan Antenatal Pelayanan antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan professional (dokter spesialis obgyn, dokter umum, bidan dan perawat) seperti pengukuran berat badan dan tekanan darah, pemeriksaan tinggi fundus uteri, imunisasi tetanus toxoid (TT) serta pemberian tablet besi kepada ibu hamil selama masa kehamilannya sesuai pedoman pelayanan antenatal yang ada dengan titik berat pada kegiatan promotif dan preventif. Hasil pelayanan antenatal dapat dilihat dari cakupan palayanan K1 dan K4 (Dinkes Provsu, 2011). Kunjungan baru ibu hamil (K1) adalah kunjungan ibu hamil yang pertama kali pada masa kehamilan. Sedangkan cakupan K4 ibu hamil adalah kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang keempat (atau lebih), untuk mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar yang ditetapkan, dengan syarat: minimal satu kali kontak

25 pada triwulan I, satu kali kontak pada triwulan II, dan dua kali kontak pada triwulan III (Depkes, 2009). 2. Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan dengan Kompetensi Kebidanan Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah pertolongan persalinan oleh petugas kesehatan, tidak termasuk pertolongan pendampingan. Pertolongan persalinan dilakukan oleh dokter ahli, dokter, bidan atau petugas kesehatan lainnya yang telah memperoleh pelatihan tehnis untuk melakukan pertolongan kepada ibu bersalin. Dilakukan sesuai dengan pedoman dan prosedur teknis yang telah ditetapkan (Dinkes Provsu, 2011). Periode persalinan merupakan salah satu periode yang berkontribusi besar terhadap Angka Kematian Ibu di Indonesia. Kematian saat bersalin dan 1 minggu pertama diperkirakan 60% dari seluruh kematian ibu. Sedangkan dalam target MDG s, salah satu upaya yang harus dilakukan untuk meningkatkan kesehatan ibu adalah menurunkan angka kematian ibu menjadi 102 per kelahiran hidup pada tahun 2015 dari 425 per kelahiran hidup pada tahun 1992 (SKRT) serta meningkatkan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah pelayanan persalinan yang aman yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dengan kompetensi kebidanan (Depkes, 2011). 3. Cakupan Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas (KF3) Masa nifas atau pueperium adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat kandungan seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung selama ± 6 minggu. Pelayanan kesehatan ibu nifas adalah pelayanan kesehatan sesuai standar

26 pada ibu mulai 6 jam sampai 42 hari pasca persalinan oleh tenaga kesehatan. Untuk deteksi dini komplikasi pada ibu nifas diperlukan pemantauan pemeriksaan terhadap ibu nifas dengan melakukan kunjungan nifas minimal sebanyak 3 kali dengan distribusi waktu: 1) kunjungan nifas pertama (KF1) pada 6 jam setelah persalinan sampai 3 hari; 2) kunjungan nifas ke-2 (KF2) dilakukan dalam waktu hari ke-4 sampai dengan hari ke-28 setelah persalinan; dan 3) kunjungan nifas ke-3 (KF3) dilakukan dalam waktu hari ke-29 sampai dengan hari ke-42 setelah persalinan (Erliana, 2009). Pelayanan kesehatan ibu nifas yang diberikan meliputi: 1) pemeriksaan tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu; 2) pemeriksaan tinggi fundus uteri; 3) pemeriksaan lokhia dan pengeluaran per vaginam lainnya; 4) pemeriksaan payudara dan anjuran ASI eksklusif 6 bulan; 5) pemberian kapsul Vitamin A IU sebanyak dua kali; 6) pelayanan KB pasca persalinan (Dinkes Provsu, 2011). 4. Rujukan Kasus Risti dan Penanganan Komplikasi Dalam memberikan pelayanan khususnya oleh tenaga bidan di desa dan puskesmas, beberapa ibu hamil yang memiliki resiko tinggi (risti) dan memerlukan pelayanan kesehatan karena terbatasnya kemampuan dalam memberikan pelayanan, maka kasus tersebut perlu dilakukan upaya rujukan ke unit pelayanan kesehatan yang memadai. Risti atau komplikasi kebidanan adalah keadaan penyimpangan dari normal, yang secara langsung menyebabkan kesakitan dan kematian ibu maupun bayi. Risti/komplikasi kebidanan meliputi; Hb < 8 g %, tekanan darah tinggi (sistole > 140 mmhg, diastole > 90 mmhg), oedema nyata, eklamsia, perdarahan pervaginam,

27 ketuban pecah dini, letak lintang pada usia kehamilan >32 minggu, letak sungsang pada primigravida, infeksi berat/sepsis, persalinan prematur (Dinkes Provsu, 2011). Kejadian komplikasi kebidanan dan risiko tinggi diperkirakan terdapat pada sekitar 15-20% ibu hamil. Komplikasi dana kehamilan dan persalinan tidk selalu dapat diduga atau diramalkan sebelumnya, sehingga ibu hamil harus berada sedekat mungkin pada sarana pelayanan yang mampu memberikan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED). Agar puskesmas mampu melaksanakan PONED maka harus didukung pula oleh tenaga medis terampil yang telah dilatih dan adanya sarana medis maupun non medis yang memadai. Komplikasi obstetri ini merupakan penyebab langsung kematian ibu, yaitu perdarahan, infeksi, eklamsia, partus macet (persalinan kasip), abortus dan rupture uteri (robekan rahim). Sedangkan komplikasi neonatal adalah neonatal dengan penyakit dan kelainan yang dapat menyebabkan kesakitan, kecacatan, dan kematian yaitu seperti BBLR (berat badan lahir rendah <2500 gr. Neonatal risti/komplikasi meliputi asfiksia, tetanus neonatorum, sepsis, trauma lahir, BBLR (berat badan lahir <2.500 gr), sindroma gangguan pernafasan dan kelainan neonatal. Neonatal risti/komplikasi yang tertangani adalah neonatal risti/komplikasi yang mendapat pelayanan oleh tenaga kesehatan terlatih, dokter dan bidan di polindes, puskesmas, rumah bersalin dan rumah sakit (Depkes, 2011). 5. Kunjungan Neonatal (KN1 dan KN3) Kunjungan neonatal adalah kontak neonatal dengan tenaga kesehatan minimal 2 (dua) kali untuk mendapatkan pelayanan dan pemeriksaan kesehatan neonatal, baik

28 didalam maupun diluar gedung puskesmas (termasuk bidan desa, polindes dan kunjungan rumah) dengan ketentuan (Depkes, 2009) : a. Kunjungan pertama kali pada hari pertama sampai pada hari ke tujuh (sejak 6 jam setelah lahir 7 hari) b. Kunjungan kedua kali pada hari ke delapan sampai dengan hari keduapuluh delapan (8-28 hari) Petugas kesehatan dalam melaksanakan pelayanan neonatus disamping melakukan pemeriksaan kesehatan bayi, juga dilakukan konseling perawatan bayi kepada ibunya. Pelayanan tersebut meliputi pelayanan kesehatan neonatal dasar (tindakan resusitasi, pencegahan hipotermia, pemberian ASI dini dan eksklusif, pencegahan infeksi berupa perawatan mata, tali pusat, kulit dan pemberian imunisasi), pemberian vitamin K, manajemen terpadu balita muda (MTBM) dan penyuluhan perawatan neonatus di rumah menggunakan buku KIA (Dinkes Provsu, 2011).

29 2.4 Kerangka Konsep Profil kabupaten/kota Variabel 1.Cakupan pelayanan ibu hamil (K1) 2.Cakupan pelayanan ibu hamil (K4) 3.Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan 4.Cakupan pelayanan ibu nifas 5.Cakupan penanganan komplikasi obstetri 6. Cakupan penanganan komplikasi neonatal 7.Kunjungan neonatal (KN1) 8.Kunjungan neonatal lengkap Analisis Gerombol/Cluster Hasil : 1. Status KIA baik 2.Status KIA sedang 3. Status KIA buruk Analisis Diskriminan Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penerapan Analisis Gerombol Untuk Profil Kesehatan Ibu dan Anak di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengelompokkan anggota-anggota yang mirip atau mempunyai karakteristik yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengelompokkan anggota-anggota yang mirip atau mempunyai karakteristik yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Gerombol 2.1.1 Pengertian Analisis Gerombol Cluster atau gerombol dapat diartikan kelompok dengan demikian, pada dasarnya analisis gerombol akan menghasilkan sejumlah

Lebih terperinci

BAB III K-MEANS CLUSTERING. Analisis klaster merupakan salah satu teknik multivariat metode

BAB III K-MEANS CLUSTERING. Analisis klaster merupakan salah satu teknik multivariat metode BAB III K-MEANS CLUSTERING 3.1 Analisis Klaster Analisis klaster merupakan salah satu teknik multivariat metode interdependensi (saling ketergantungan). Oleh karena itu, dalam analisis klaster tidak ada

Lebih terperinci

Upaya Pelayanan Kesehatan Masyarakat

Upaya Pelayanan Kesehatan Masyarakat Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan kesehatan yaitu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, telah dilakukan berbagai upaya pelayanan kesehatan masyarakat. Berikut ini diuraikan gambaran situasi

Lebih terperinci

PELAYANAN KESEHATAN DASAR

PELAYANAN KESEHATAN DASAR Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan kesehatan yaitu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, telah dilakukan berbagai upaya pelayanan kesehatan masyarakat. Berikut ini diuraikan gambaran situasi

Lebih terperinci

BAB III K-MEDIANS CLUSTERING

BAB III K-MEDIANS CLUSTERING BAB III 3.1 ANALISIS KLASTER Analisis klaster merupakan salah satu teknik multivariat metode interdependensi (saling ketergantungan). Metode interdependensi berfungsi untuk memberikan makna terhadap seperangkat

Lebih terperinci

KOMPLIKASI PADA IBU HAMIL, BERSALIN, DAN NIFAS. Ante Partum : keguguran, plasenta previa, solusio Plasenta

KOMPLIKASI PADA IBU HAMIL, BERSALIN, DAN NIFAS. Ante Partum : keguguran, plasenta previa, solusio Plasenta KOMPLIKASI PADA IBU HAMIL, BERSALIN, DAN NIFAS 1. Ketuban pecah Dini 2. Perdarahan pervaginam : Ante Partum : keguguran, plasenta previa, solusio Plasenta Intra Partum : Robekan Jalan Lahir Post Partum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah dalam kehidupan sehari-hari tidak hanya didasarkan pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah dalam kehidupan sehari-hari tidak hanya didasarkan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah dalam kehidupan sehari-hari tidak hanya didasarkan pada hubungan satu variabel atau dua variabel saja, akan tetapi cenderung melibatkan banyak variabel. Analisis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari)

BAB 1 PENDAHULUAN. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu momen istimewa yang dinanti oleh pasangan suami istri. Kehamilan merupakan serangkaian proses alamiah yang dialami seorang wanita yaitu mulai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. linier, varian dan simpangan baku, standarisasi data, koefisien korelasi, matriks

BAB II KAJIAN TEORI. linier, varian dan simpangan baku, standarisasi data, koefisien korelasi, matriks BAB II KAJIAN TEORI Pada bab II akan dibahas tentang materi-materi dasar yang digunakan untuk mendukung pembahasan pada bab selanjutnya, yaitu matriks, kombinasi linier, varian dan simpangan baku, standarisasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hamil perlu dilakukan pelayanan antenatal secara berkesinambungan, seperti

BAB 1 PENDAHULUAN. hamil perlu dilakukan pelayanan antenatal secara berkesinambungan, seperti BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya proses kehamilan, persalinan, bayi baru lahir, nifas dan Keluarga Berencana (KB) merupakan suatu kejadian yang fisiologis/alamiah, namun dalam prosesnya

Lebih terperinci

Analisis Cluster, Analisis Diskriminan & Analisis Komponen Utama. Analisis Cluster

Analisis Cluster, Analisis Diskriminan & Analisis Komponen Utama. Analisis Cluster Analisis Cluster Analisis Cluster adalah suatu analisis statistik yang bertujuan memisahkan kasus/obyek ke dalam beberapa kelompok yang mempunyai sifat berbeda antar kelompok yang satu dengan yang lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Asuhan Kebidanan merupakan penerapan fungsi dan kegiatan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Asuhan Kebidanan merupakan penerapan fungsi dan kegiatan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asuhan Kebidanan merupakan penerapan fungsi dan kegiatan yang menjadi tanggung jawab dalam memberikan pelayanan kepada klien yang mempunyai kebutuhan atau masalah dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. B. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. B. Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan dibidang kesehatan terutama yang berkaitan dengan Kesehatan Ibu Anak dan Keluarga Berencana merupakan suatu hal yang sangat mendapatkan perhatian besar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu komplikasi atau penyulit yang perlu mendapatkan penanganan lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu komplikasi atau penyulit yang perlu mendapatkan penanganan lebih 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asuhan kebidanan meliputi Kehamilan dan persalinan adalah peristiwa yang alamiah atau natural bagi perempuan. Meskipun alamiah, kehamilan, persalinan dan masa setelah

Lebih terperinci

BAB II. 2.1 MDG s Dan SDG s. A. MDG s

BAB II. 2.1 MDG s Dan SDG s. A. MDG s BAB II 2.1 MDG s Dan SDG s A. MDG s Millennium Development Goals atau disingkat dalam bahasa Inggris MDGs, adalah Deklarasi Milenium hasil kesepakatan kepala negara dan perwakilan dari 189 negara Perserikatan

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam upaya meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang bermutu, bidang pendidikan memegang peranan penting. Dengan pendidikan diharapkan kemampuan mutu pendidikan

Lebih terperinci

Filosofi. Mendekatkan Akses pelayanan kesehatan yg bermutu kepada masyarakat. UKM_Maret

Filosofi. Mendekatkan Akses pelayanan kesehatan yg bermutu kepada masyarakat. UKM_Maret Filosofi Mendekatkan Akses pelayanan kesehatan yg bermutu kepada masyarakat UKM_Maret 2006 1 MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS Tujuan Pembangunan Millenium (MDG) yg meliputi : 1 Menghapuskan kemiskinan & kelaparan.

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 125 BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 4.3 Implementasi Program Kesehatan Ibu dan Anak Bidang Pelayanan Antenatal Care dan Nifas di Puskesmas Bandarharjo Kota Semarang Setiap kebijakan yang dibuat pasti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 10 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam upaya meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang bermutu, bidang pendidikan memegang peranan penting. Dengan pendidikan diharapkan kemampuan mutu pendidikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ibu dan anak penting untuk dilakukan (Kemenkes RI, 2016) Berdasarkan laporan Countdown bahwa setiap dua menit, disuatu

BAB 1 PENDAHULUAN. ibu dan anak penting untuk dilakukan (Kemenkes RI, 2016) Berdasarkan laporan Countdown bahwa setiap dua menit, disuatu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ibu dan anak merupakan anggota keluarga yang perlu mendapatkan prioritas dalam penyelenggaraan upaya kesehatan, karena ibu dan anak merupakan kelompok rentan terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja 2.1.1. Definisi Kinerja Ilyas (2002) mendefinisikan kinerja sebagai penampilan hasil karya personil baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah yang terjadi di dunia saat ini adalah menyangkut kemiskinan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah yang terjadi di dunia saat ini adalah menyangkut kemiskinan, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah yang terjadi di dunia saat ini adalah menyangkut kemiskinan, ekonomi dan kesehatan. Masalah kesehatan sampai saat ini masih belum dapat diselesaikan. Salah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bayi baru lahir merupakan proses fisiologis, namun dalam prosesnya

BAB 1 PENDAHULUAN. bayi baru lahir merupakan proses fisiologis, namun dalam prosesnya 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir dan pemilihan metode keluarga berencana merupakan suatu mata rantai yang berkesinambungan dan berhubungan dengan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis statistik multivariat adalah metode statistik di mana masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. Analisis statistik multivariat adalah metode statistik di mana masalah yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Analisis statistik multivariat adalah metode statistik di mana masalah yang diteliti bersifat multidimensional dengan menggunakan tiga atau lebih variabel

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sehat (Pantikawati dan Saryono,2010:1). Namun, dalam prosesnya terdapat

BAB 1 PENDAHULUAN. sehat (Pantikawati dan Saryono,2010:1). Namun, dalam prosesnya terdapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan dan kelahiran adalah suatu proses yang normal, alami dan sehat (Pantikawati dan Saryono,2010:1). Namun, dalam prosesnya terdapat kemungkinan suatu keadaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. proses fisiologis dan berksinambungan. Kehamilan dimulai dari konsepsi

BAB 1 PENDAHULUAN. proses fisiologis dan berksinambungan. Kehamilan dimulai dari konsepsi 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan, persalinan dan nifas merupakan proses yang fisiologis, artinya setiap perubahan yang terjadi pada wanita selama kehamilan, persalinan dan nifas normal

Lebih terperinci

PEMANTAUAN WILAYAH SETEMPAT KESEHATAN IBU DAN ANAK (PWS-KIA) Tarwinah

PEMANTAUAN WILAYAH SETEMPAT KESEHATAN IBU DAN ANAK (PWS-KIA) Tarwinah PEMANTAUAN WILAYAH SETEMPAT KESEHATAN IBU DAN ANAK (PWS-KIA) Tarwinah Pengertian PWS KIA alat manajemen untuk melakukan pemantauan program KIA di suatu wilayah kerja secara terus menerus, agar dapat dilakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seperti yang kita ketahui, bahwa akhir-akhir ini nilai standar kelulusan Ujian Nasional (UN) di Indonesia terkhususnya pendidikan di tingkat SMA semakin tinggi. Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bulan pertama kehidupan merupakan masa paling kritis dalam kelangsungan kehidupan anak. Dari enam juta anak yang meninggal sebelum ulang tahunnya yang ke lima di tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Rujukan Sistem rujukan pelayanan kesehatan merupakan penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara

Lebih terperinci

LAPORAN PROGRAM KIA DI PUSKESMAS PETANG II, BADUNG

LAPORAN PROGRAM KIA DI PUSKESMAS PETANG II, BADUNG LAPORAN PROGRAM KIA DI PUSKESMAS PETANG II, BADUNG Nama Mahasiswa: I Gst Ayu Mahaprani Danastri Dosen Pembimbing: dr. Made Dharma, MPH Saravanan Krishnan DP Puskesmas : dr Ni L.K Ayu Ratnawati Che Haniff

Lebih terperinci

MODUL 5 ANALISIS DISKRIMINAN

MODUL 5 ANALISIS DISKRIMINAN MODUL 5 ANALISIS DISKRIMINAN TUJUAN PRAKTIKUM Tujuan yang diharapkan dalam pelaksanaan praktikum ini, antara lain : Mahasiswa memahami karakteristik dan kegunaan Metode Analisis Diskriminan. Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minggu, trimester kedua 15 minggu (minggu ke-13 hingga ke-27), dan dan

BAB I PENDAHULUAN. minggu, trimester kedua 15 minggu (minggu ke-13 hingga ke-27), dan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut federasi obstetri internasional, Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatpozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau impalntasi.

Lebih terperinci

SITUASI UPAYA KESEHATAN JAKARTA PUSAT

SITUASI UPAYA KESEHATAN JAKARTA PUSAT SITUASI UPAYA KESEHATAN JAKARTA PUSAT A.UPAYA KESEHATAN IBU DAN ANAK Salah satu komponen penting dalam pelayanan kesehatan kepada masyarakat adalah pelayanan kesehatan dasar. UU no.3 tahun 2009 tentang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. konsepsi sampai lahirnya janin. Kehamilan dibagi dalam 3 triwulan yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. konsepsi sampai lahirnya janin. Kehamilan dibagi dalam 3 triwulan yaitu 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Wanita adalah makluk yang istimewa ada serangkaian proses alamiah yang tentunya perlu memperoleh perhatian dan pendampingan khusus, perubahan - perubahan yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Kebidanan atau Obstetri ialah bagian Ilmu Kedokteran yang

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Kebidanan atau Obstetri ialah bagian Ilmu Kedokteran yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu Kebidanan atau Obstetri ialah bagian Ilmu Kedokteran yang khusus mempelajari segala soal yang bersangkutan dengan lahirnya bayi. Dengan demikian, yang menjadi objek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses selanjutnya. Proses kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir

BAB I PENDAHULUAN. proses selanjutnya. Proses kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses kehamilan, persalinan, nifas, neonatus dan pemilihan metode keluarga berencana merupakan suatu mata rantai yang berkesinambungan dan berhubungan dengan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kematian bayi (AKB) pada lebih dari satu dasawarsa mengalami penurunan sangat lambat dan cenderung stagnan di beberapa negara sedang berkembang, oleh karena jumlah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak kalah penting dalam memberikan bantuan dan dukungan pada ibu. bagi ibu maupun bayi yang dilahirkan (Sumarah, dkk. 2008:1).

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak kalah penting dalam memberikan bantuan dan dukungan pada ibu. bagi ibu maupun bayi yang dilahirkan (Sumarah, dkk. 2008:1). 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologi yang normal dalam kehidupan. Kelahiran seorang bayi juga merupakan peristiwa sosial bagi ibu dan keluarga. Peranan

Lebih terperinci

BAB III INDIKATOR PEMANTAUAN

BAB III INDIKATOR PEMANTAUAN BAB III INDIKATOR PEMANTAUAN Indikator pemantauan program KIA yang dipakai untuk PWS KIA meliputi indikator yang dapat menggambarkan keadaan kegiatan pokok dalam program KIA, seperti yang diuraikan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asuhan Komprehensif Kebidanan..., Harlina Destri Utami, Kebidanan DIII UMP, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Asuhan Komprehensif Kebidanan..., Harlina Destri Utami, Kebidanan DIII UMP, 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ukuran yang digunakan untuk menilai baik buruknya keadaan pelayanan kebidanan dalam suatu negara atau daerah ialah angka kematian ibu. Angka Kematian Ibu (AKI) mencerminkan

Lebih terperinci

Oleh JUSTIN DARREN RAJ

Oleh JUSTIN DARREN RAJ Oleh JUSTIN DARREN RAJ 0810314259 Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kesehatan. Sebagai

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 21 Kemiskinan Definisi tentang kemiskinan telah mengalami perluasan, seiring dengan semakin kompleksnya faktor penyebab, indikator, maupun permasalahan lain yang melingkupinya Kemiskinan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan masyarakat sangat diperlukan. seorang bidan yang berkompeten untuk menangani masalah-masalah tersebut.

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan masyarakat sangat diperlukan. seorang bidan yang berkompeten untuk menangani masalah-masalah tersebut. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemantauan dan perawatan kesehatan yang memadai selama kehamilan sampai masa nifas sangat penting untuk kelangsungan hidup ibu dan bayinya. Dalam upaya mempercepat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Millennium Development Goals (MDGs) 4 menargetkan penurunan angka kematian balita (AKBa) hingga dua per tiganya di tahun 2015. Berdasarkan laporan terdapat penurunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah Angka Kematian Ibu (AKI) sangat tinggi di dunia, tercatat 800 perempuan meninggal setiap hari akibat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah Angka Kematian Ibu (AKI) sangat tinggi di dunia, tercatat 800 perempuan meninggal setiap hari akibat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah Angka Kematian Ibu (AKI) sangat tinggi di dunia, tercatat 800 perempuan meninggal setiap hari akibat komplikasi kehamilan dan kelahiran anak. Pada tahun 2013

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas 2.1.1 Definisi Puskesmas Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kodrat dari wanita yaitu mengandung, melahirkan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kodrat dari wanita yaitu mengandung, melahirkan dan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kodrat dari wanita yaitu mengandung, melahirkan dan menyusui. Suami dan istri berperan penting dalam menjaga dan merawat bayinya mulai dari janin agar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indicator untuk melihat derajat kesehatan perempuan. Angka Kematian Ibu juga merupakan salah satu target yang telah ditentukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang baru dilahirkan (Saifuddin, 2010:1). Keberhasilan penyelenggaraan. gerakan keluarga berencana (Manuaba, 2010:10).

BAB 1 PENDAHULUAN. yang baru dilahirkan (Saifuddin, 2010:1). Keberhasilan penyelenggaraan. gerakan keluarga berencana (Manuaba, 2010:10). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu Kebidanan atau Obstetri ialah bagian Ilmu Kedokteran yang khusus mempelajari segala soal yang bersangkutan dengan lahirnya bayi. Dengan demikian, yang menjadi

Lebih terperinci

Efikasi terhadap penyebab kematian ibu

Efikasi terhadap penyebab kematian ibu 203 Efikasi terhadap penyebab kematian ibu Intervensi Efikasi (%) Perdarahan (ante partum) PONED 90 PONEK 95 Perdarahan (post partum) Manajemen aktif kala tiga 27 PONED 65 PONEK 95 Eklamsi/pre- eklamsi

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN PELAYANAN KESEHATAN IBU, ANAK DAN KELUARGA BERENCANA DI PUSKESMAS PEKAUMAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PELAKSANAAN PELAYANAN KESEHATAN IBU, ANAK DAN KELUARGA BERENCANA DI PUSKESMAS PEKAUMAN BAB I PENDAHULUAN PEDOMAN PELAKSANAAN PELAYANAN KESEHATAN IBU, ANAK DAN KELUARGA BERENCANA DI PUSKESMAS PEKAUMAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Puskesmas sebagai organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan pelayanan kesehatan suatu negara ditentukan dengan perbandingan tinggi rendahnya angka kematian ibu dan angka kematian perinatal. Dikemukakan bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 27 TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 27 TAHUN 2008 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 27 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 272 TAHUN 2008 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DI KABUPATEN SERDANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Asuhan komprehensif merupakan asuhan yang diberikan secara fleksibel, kreatif, suportif, membimbing dan memonitoring yang dilakukan secara berkesinambungan. Tujuan utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan. Penurunan AKI juga merupakan indikator keberhasilan derajat

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan. Penurunan AKI juga merupakan indikator keberhasilan derajat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya angka kematian ibu dapat menunjukkan masih rendahnya kualitas pelayanan kesehatan. Penurunan AKI juga merupakan indikator keberhasilan derajat kesehatan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan akibat langsung proses reproduksi

BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan akibat langsung proses reproduksi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan akibat langsung proses reproduksi dalam 10.000 kelahiran hidup (Manuaba, 2010, h 38). Menurut Survey Demografi Kesehatan Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut perlu dilakukan secara bersama-sama dan berkesinambungan oleh para

BAB I PENDAHULUAN. tersebut perlu dilakukan secara bersama-sama dan berkesinambungan oleh para BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan ibu dan perinatal merupakan masalah nasional yang perlu dan mendapat prioritas utama karena sangat menentukan kualitas sumber daya manusia pada generasi

Lebih terperinci

BAB II PRINSIP PENGELOLAAN PROGRAM KIA

BAB II PRINSIP PENGELOLAAN PROGRAM KIA BAB II PRINSIP PENGELOLAAN PROGRAM KIA Pengelolaan program KIA bertujuan memantapkan dan meningkatkan jangkauan serta mutu pelayanan KIA secara efektif dan efisien. Pemantapan pelayanan KIA dewasa ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persalinan dan kala nifas serta pemberian ASI dengan selamat, dengan

BAB I PENDAHULUAN. persalinan dan kala nifas serta pemberian ASI dengan selamat, dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu kebidanan adalah ilmu yang mempelajari tentang kehamilan, persalinan, dan kala nifas serta kembalinya alat reproduksi ke keadaan normal. Tujuan ilmu kebidanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dikandungnya. Kehamilan merupakan suatu proses reproduksi yang perlu

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dikandungnya. Kehamilan merupakan suatu proses reproduksi yang perlu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa kehamilan merupakan masa yang rawan kesehatan, baik kesehatan ibu maupun janin yang dikandungnya sehingga dalam masa kehamilan perlu dilakukan pemeriksaan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perempuan. Angka kematian ibu juga merupakan salah satu target yang telah

BAB I PENDAHULUAN. perempuan. Angka kematian ibu juga merupakan salah satu target yang telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kematian ibu merupakan suatu indikator untuk melihat derajat kesehatan perempuan. Angka kematian ibu juga merupakan salah satu target yang telah ditentukan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan jumlah kelahiran hidup. Faktor-faktor yang mempengaruhi AKB

BAB I PENDAHULUAN. dengan jumlah kelahiran hidup. Faktor-faktor yang mempengaruhi AKB BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Situasi derajat kesehatan di suatu wilayah digambarkan dalam berbagai indikator derajat kesehatan. Indikator yang dinilai dan telah disepakati secara nasional sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ibu melahirkan menjadi 118 per kelahiran hidup; dan 4) Menurunnya

BAB 1 PENDAHULUAN. ibu melahirkan menjadi 118 per kelahiran hidup; dan 4) Menurunnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan tahun 2005-2025 memberikan perhatian khusus pada penduduk rentan, antara lain: ibu, bayi, anak, usia lanjut dan keluarga miskin. Adapun sasaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam masa kehamilan perlu dilakukan pemeriksaan secara teratur dan

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam masa kehamilan perlu dilakukan pemeriksaan secara teratur dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa kehamilan merupakan masa yang rawan kesehatan, baik kesehatan ibu yang mengandung maupun janin yang dikandungnya sehingga dalam masa kehamilan perlu dilakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bayi yang di kandung (Saifuddin, 2009:284). (Hani, 2011:12). Berdasarkan pengalaman praktek di polindes Kradenan

BAB 1 PENDAHULUAN. bayi yang di kandung (Saifuddin, 2009:284). (Hani, 2011:12). Berdasarkan pengalaman praktek di polindes Kradenan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Proses kehamilan, persalinan, nifas, neonatus dan pemilihan metode keluarga berencana merupakan suatu mata rantai yang berkesinambungan dan berhubungan dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap saat yang dapat membahayakan jiwa ibu dan bayi (Marmi, 2011:11).

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap saat yang dapat membahayakan jiwa ibu dan bayi (Marmi, 2011:11). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyusunan LTA Pada dasarnya proses kehamilan, persalinan, bayi baru lahir, nifas dan Keluarga Berencana (KB) merupakan suatu kejadian yang fisiologis/alamiah, namun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjamin bahwa proses alamiah dari kehamilan berjalan normal. Tujuan dari

BAB 1 PENDAHULUAN. menjamin bahwa proses alamiah dari kehamilan berjalan normal. Tujuan dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan antenatal care merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan professional (dokter spesialis kandungan dan kebidanan, dokter umum, bidan dan perawat)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. unsur penentu status kesehatan (Saifuddin, 2013). Keadaan fisiologis bisa

BAB I PENDAHULUAN. unsur penentu status kesehatan (Saifuddin, 2013). Keadaan fisiologis bisa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa depan suatu bangsa dipengaruhi oleh kesejahteraan ibu dan anak, kesejahteraan ibu dan anak dipengaruhi oleh proses kehamilan, persalinan, postpartum (nifas), BBL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebidanan dalam suatu negara adalah Kematian Maternal. Kematian

BAB I PENDAHULUAN. kebidanan dalam suatu negara adalah Kematian Maternal. Kematian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ukuran yang digunakan untuk menilai baik-buruknya keadaan pelayanan kebidanan dalam suatu negara adalah Kematian Maternal. Kematian Maternal merupakan kematian seorang

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PROGRAM KIA DI UNIT PELAKSANA TEKNIS INDUSTRI GRESIK

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PROGRAM KIA DI UNIT PELAKSANA TEKNIS INDUSTRI GRESIK PEDOMAN PENYELENGGARAAN PROGRAM KIA DI UNIT PELAKSANA TEKNIS INDUSTRI GRESIK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program Kesehatan Ibu dan Anak ( KIA ) merupakan salah satu prioritas utama pembangunan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keadaan keluarga dan sekitarnya secara umum. Penilaian status kesehatan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. keadaan keluarga dan sekitarnya secara umum. Penilaian status kesehatan dan 1 BAB 1 PENDAHULUAN I. Latar Belakang Kesehatan ibu dan anak merupakan prioritas dalam penyelenggaraan upaya kesehatan, karena ibu dan anak merupakan kelompok rentan terhadap keadaan keluarga dan sekitarnya

Lebih terperinci

DATA MINING DAN WAREHOUSE A N D R I

DATA MINING DAN WAREHOUSE A N D R I DATA MINING DAN WAREHOUSE A N D R I CLUSTERING Secara umum cluster didefinisikan sebagai sejumlah objek yang mirip yang dikelompokan secara bersama, Namun definisi dari cluster bisa beragam tergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini penelitian sering kali melibatkan beberapa variabel

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini penelitian sering kali melibatkan beberapa variabel BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekarang ini penelitian sering kali melibatkan beberapa variabel pengamatan. Data yang diperoleh dengan mengukur lebih dari satu variabel pengamatan pada setiap

Lebih terperinci

Lampiran III Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 900/MENKES/SK/VII/2002 Tanggal : 25 Juli 2002

Lampiran III Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 900/MENKES/SK/VII/2002 Tanggal : 25 Juli 2002 Lampiran III Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 900/MENKES/SK/VII/2002 Tanggal : 25 Juli 2002 PETUNJUK PELAKSANAAN PRAKTIK BIDAN I. PENDAHULUAN A. UMUM 1. Bidan sebagai salah satu tenaga kesehatan

Lebih terperinci

kemampuan reality (Knowledge + skill). Artinya pegawai yang memiliki IQ di

kemampuan reality (Knowledge + skill). Artinya pegawai yang memiliki IQ di 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kinerja 2.1.1 Pengertian Kinerja Pengertian kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menilai derajat kesehatan. Kematian Ibu dapat digunakan dalam pemantauan

BAB I PENDAHULUAN. menilai derajat kesehatan. Kematian Ibu dapat digunakan dalam pemantauan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator penting dalam menilai derajat kesehatan. Kematian Ibu dapat digunakan dalam pemantauan kematian terkait dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses kehamilan, persalinan, nifas merupakan suatu proses fisiologis

BAB I PENDAHULUAN. Proses kehamilan, persalinan, nifas merupakan suatu proses fisiologis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses kehamilan, persalinan, nifas merupakan suatu proses fisiologis yang akan dialami perempuan dalam masa reproduksi. Pada umumnya 80-90% kehamilan akan berlangsung

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KINERJA BIDAN DESA TENTANG PELAYANAN ANTENATAL DI KABUPATEN PIDIE TAHUN 2014

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KINERJA BIDAN DESA TENTANG PELAYANAN ANTENATAL DI KABUPATEN PIDIE TAHUN 2014 77 KUESIONER PENELITIAN SETELAH UJI VALIDITAS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KINERJA BIDAN DESA TENTANG PELAYANAN ANTENATAL DI KABUPATEN PIDIE TAHUN 2014. Responden :... (Diisi peneliti) Petunjuk pengisian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terakhir (Mochtar, 2012;h.35). Persalinan adalah rangkaian proses yang

BAB I PENDAHULUAN. terakhir (Mochtar, 2012;h.35). Persalinan adalah rangkaian proses yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lama kehamilan normal adalah 280 hari atau 40 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir (Mochtar, 2012;h.35).

Lebih terperinci

B. Status Obstetrikus (meliputi : paritas ibu dan jarak kelahiran) 1. Paritas Ibu

B. Status Obstetrikus (meliputi : paritas ibu dan jarak kelahiran) 1. Paritas Ibu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Berat Bayi Lahir (BBL) Berat bayi lahir adalah hasil penimbangan bayi dalam 24 jam pertama kehidupan yang dinyatakan dalam gram. 4) Seorang bayi mulai menyesuaikan diri terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan cara mengumpulkan atau memperoleh data, berdasarkan kumpulan data tersebut (Sudjana, 1992).

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan cara mengumpulkan atau memperoleh data, berdasarkan kumpulan data tersebut (Sudjana, 1992). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Statistik sekarang ini sudah menjadi kebutuhan bagi masyarakat global, baik kalangan akademis, ilmuan, praktisi bisnis, kesehatan terutama kalangan peneliti. Metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah dalam kehidupan sehari-hari tidak hanya didasarkan pada

BAB I PENDAHULUAN. Masalah dalam kehidupan sehari-hari tidak hanya didasarkan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah dalam kehidupan sehari-hari tidak hanya didasarkan pada hubungan satu variabel atau dua variabel saja, akan tetapi cenderung melibatkan banyak variabel. Analisis

Lebih terperinci

Kewenangan bidan dalam pemberian obat pada kehamilan dan proses kelahiran dan aspek hukumnya

Kewenangan bidan dalam pemberian obat pada kehamilan dan proses kelahiran dan aspek hukumnya Kewenangan bidan dalam pemberian obat pada kehamilan dan proses kelahiran dan aspek hukumnya A. Wewenang bidan Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI No.900/ Menkes/SK/VII/2002. Bidan dalam menjalankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dengan melihat indikator yang tercantum dalam Milenium

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dengan melihat indikator yang tercantum dalam Milenium BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pemerintah dalam upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat dengan melihat indikator yang tercantum dalam Milenium Development Goals (MDGs) salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) adalah kemandirian keluarga dalam memelihara kesehatan Ibu dan Anak. Ibu dan Anak merupakan kelompok yang paling

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Posyandu 1. Definisi Posyandu Posyandu adalah wadah pemeliharaan kesehatan yang dilakukan dari, oleh dan untuk masyarakat serta yang dibimbing petugas terkait (Depkes, 2006.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluarganya secara fisiologis, emosional dan sosial. Baik di negara maju

BAB I PENDAHULUAN. keluarganya secara fisiologis, emosional dan sosial. Baik di negara maju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Periode pascapersalinan meliputi masa transisi kritis bagi ibu, bayi, dan keluarganya secara fisiologis, emosional dan sosial. Baik di negara maju maupun negara

Lebih terperinci

ANALISIS KELOMPOK DENGAN MENGGUNAKAN METODE HIERARKI UNTUK PENGELOMPOKAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR BERDASAR INDIKATOR KESEHATAN

ANALISIS KELOMPOK DENGAN MENGGUNAKAN METODE HIERARKI UNTUK PENGELOMPOKAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR BERDASAR INDIKATOR KESEHATAN 1 ANALISIS KELOMPOK DENGAN MENGGUNAKAN METODE HIERARKI UNTUK PENGELOMPOKAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR BERDASAR INDIKATOR KESEHATAN, dan, Universitas Negeri Malang Email: lina_ninos26@yahoo.com ABSTRAK:

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Persalinan sectio caesaria adalah proses melahirkan janin melalui insisi pada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Persalinan sectio caesaria adalah proses melahirkan janin melalui insisi pada BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Persalinan Sectio caesaria Persalinan sectio caesaria adalah proses melahirkan janin melalui insisi pada dinding abdomen (laparatomi) dan dinding uterus (histerektomi).(william,

Lebih terperinci

Statistika Industri II TIP - FTP UB

Statistika Industri II TIP - FTP UB Statistika Industri II TIP - FTP UB Mirip regresi linier berganda Metode dependen Dimana : Variabel Independen (X1 dan seterusnya) adalah data metrik, yaitu data berskala interval atau rasio. Variabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Yunita Tri Setya, Kebidanan DIII UMP, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Yunita Tri Setya, Kebidanan DIII UMP, 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kematian ibu atau kematian maternal adalah kematian seorang ibu hamil atau dalam 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan, tidak bergantung pada tempat atau usia kehamilan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh pada proses laktasi. Dalam prosesnya kemungkinan keadaan

BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh pada proses laktasi. Dalam prosesnya kemungkinan keadaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di mulai dari kehamilan, persalinan bayi baru lahir dan nifas yaang secara berurutan berlangsung secara fisisologis dan diharapkan ibu pasca melahirkan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak. Setiap prosesnya tidak dapat dipisahkan satu sama lain dan kondisi

BAB I PENDAHULUAN. anak. Setiap prosesnya tidak dapat dipisahkan satu sama lain dan kondisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan dan persalinan adalah suatu proses yang normal, alami dan sehat. Gangguan kesehatan dalam masa kehamilan dan persalinan mengakibatkan ancaman, baik bagi jiwa

Lebih terperinci

Jurusan Kesehatan, Politeknik Negeri Jember Jln Mastrip Kotak Pos 164 Jember 2

Jurusan Kesehatan, Politeknik Negeri Jember Jln Mastrip Kotak Pos 164 Jember 2 EFEKTIFITAS PENCATATAN PEMERIKSAAN FAKTOR RISIKO TINGGI IBU HAMIL DALAM MENEKAN ANGKA KEMATIAN IBU (AKI) DI WILAYAH PUSKESMAS KARANG DUREN KECAMATAN BALUNG KABUPATEN JEMBER Fikhy Rizky Hapsari 1, Novita

Lebih terperinci

suplemen Informasi Jampersal

suplemen Informasi Jampersal suplemen Informasi Jampersal A. Apa itu Jampersal? Jampersal merupakan kependekan dari Jaminan Persalinan, artinya jaminan pembiayaan yang digunakan untuk pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan,

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG. nifas, bayi baru lahir, dan kontrasepsi (Manuaba, 2014; h.28).

BAB I LATAR BELAKANG. nifas, bayi baru lahir, dan kontrasepsi (Manuaba, 2014; h.28). 1 BAB I LATAR BELAKANG A. Pendahuluan Bidan sangat berperanan penting dalam menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Peran tersebut mencakup pemeriksaan yang berkesinambungan yaitu asuhan pada kehamilan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memberikan pelayanan kepada ibu dalam masa pra konsepsi, hamil, bersalin, post partum, bayi baru lahir (Lestari, 2014:34).

BAB 1 PENDAHULUAN. memberikan pelayanan kepada ibu dalam masa pra konsepsi, hamil, bersalin, post partum, bayi baru lahir (Lestari, 2014:34). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kebidanan (midwifery) merupakan ilmu yang terbentuk dari sintesa berbagai disiplin ilmu (multi disiplin) yang terkait dengan pelayanan kebidanan meliputi ilmu kedokteran,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya seperti Thailand hanya 44 per

BAB 1 PENDAHULUAN. dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya seperti Thailand hanya 44 per BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator dalam menentukan derajat kesehatan masyarakat. Di Indonesia Angka Kematian Ibu tertinggi dibandingkan negara-negara

Lebih terperinci

PEDOMAN KESEHATAN IBU DAN ANAK (KIA) PUSKESMAS AMPLAS

PEDOMAN KESEHATAN IBU DAN ANAK (KIA) PUSKESMAS AMPLAS PEDOMAN KESEHATAN IBU DAN ANAK (KIA) PUSKESMAS AMPLAS BAB 1 PEDOMAN KESEHATAN IBU DAN ANAK A. Latar Belakang Upaya kesehatan ibu dan anak adalah upaya di bidang kesehatan yang menyangkut pelayanan dan

Lebih terperinci