Evaluasi Cepat Perkembangan Industri Bahan Bakar Nabati Cair dan Kebijakan Pembinaannya

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Evaluasi Cepat Perkembangan Industri Bahan Bakar Nabati Cair dan Kebijakan Pembinaannya"

Transkripsi

1 Evaluasi Cepat Perkembangan Industri Bahan Bakar Nabati Cair dan Kebijakan Pembinaannya Laporan Akhir November, 2013 Program Pendukung Rendah Karbon untuk Kementerian Keuangan, Indonesia

2 Evaluasi Cepat Perkembangan Industri Bahan Bakar Nabati Cair dan Kebijakan Pembinaannya Laporan Akhir November, 2013 i

3 Disusun Oleh: Tatang Hernas Soerawidjaja Staf Pengajar Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung (ITB), Ketua Ikatan Ahli Bioenergi Indonesia (IKABI),dan Anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) Bekerja sama dengan: Pusat Kebijakan Pendanaan Perubahan Iklim dan Multilateral (PKPPIM), Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Kementerian Keuangan Republik Indonesia ii

4 PENGANTAR VERSI BAHASA INDONESIA Laporan ini pada awalnya disusun dalam bahasa Indonesia. Laporan dalam Bahasa Inggris juga telah tersedia, yang disusun secara cepat tanpa menggunakan proses penerjemahan baku yang bersertifikat. Terjemahan versi bahasa Inggris yang tidak sempurna tersebut dimaksudkan untuk membantu para pembaca asing yang tidak mengerti bahasa Indonesia agar dapat memahami isi laporan ini secara cepat. Bila ditemukan sejumlah perbedaan atau ketidaksesuaian antara versi bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, maka gunakan versi bahasa Indonesia sebagai acuan atau referensi utama. Disclaimers Laporan diskusi ini telah disiapkan melalui Program Dukungan Rendah Karbon untuk Kementerian Keuangan Republik Indonesia untuk tujuan pengembangan kebijakan dan pembahasan/diskusi. Pandangan yang diungkapkan dalam Makalah diskusi ini adalah dari penulis sendiri dan sama sekali tidak harus ditafsirkan sebagai cermin pandangan dari Kementerian Keuangan atau Pemerintah Indonesia". Laporan dalam bahasa Indonesia ini merupakan terjemahan tidak sempurna dari laporan asli yang berbahasa Inggris, yang bertujuan untuk memudahkan diskusi dengan Kementerian Keuangan dan para pemangku kepentingan mengenai isi laporan. Terjemahan dengan kualitas yang lebih baik akan dilakukan apabila versi final dari laporan dalam bahasa Inggris telah tersedia dan Kementerian Keuangan berkeinginan untuk mempublikasikan laporan ini sebagai bahan referensi bagi para pemangku kepentingan dan masyarakat yang lebih luas. iii

5 KATA PENGANTAR Laporan ini disusun untuk memenuhi Persetujuan Konsultansi antara penulis (Tatang H. Soerawidjaja) dengan Oxford Policy Management (atas permintaan Pusat Kebijakan Pendanaan Perubahan Iklim dan Multilateral (PKPPIM), Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Kementerian Keuangan Republik Indonesia) sesuai dengan kontrak no / POR tanggal 22 September Penulis mengucapkan terimakasih kepada Oxford Policy Management dan PKPPIM-BKF- Kemenkeu RI yang telah memberinya kepercayaan untuk menyusun dan menyajikan draft-draft laporan ini serta saran-saran perbaikannya. Laporan ini juga berhasil disusun atas bantuan berbagai pihak yang telah memberikan informasi serta data yang penulis perlukan dan, untuk ini, terima kasih diucapkan terutama kepada Direktorat Bioenergi, Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Indonesia, Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI), Asosiasi Etanol Indonesia (ASENDO), dan bapak Ir. Toto Nugroho MM (Direktorat Perencanaan Investasi dan Manajemen Risiko PT Pertamina). iv

6 DAFTAR ISI PENGANTAR VERSI BAHASA INDONESIA... iii KATA PENGANTAR... iv RINGKASAN EKSEKUTIF... vii 1. Alasan Strategis Perlunya Pengasuhan dan Pembinaan Industri Bahan Bakar Nabati Pengantar Transisi ke arah perekonomian berbasis nabati Industri bahan bakar nabati adalah pilar utama perekonomian berbasis nabati Kesempatan emas bagi Indonesia Ulasan tentang Berbagai Jenis Bahan Bakar Nabati Cair dan Teknologi Produksinya Pengantar Bahan bakar nabati generasi satu BBN biohidrokarbon dari minyak-lemak nabati Bahan bakar nabati generasi dua Ikhtisar penutup : klasifikasi BBN dan status komersialisasi teknologinya Evaluasi Perkembangan Industri Bahan Bakar Nabati Cair dan Kebijakan Pembinaannya Pengantar Pemetaan para produsen serta kapasitas terpasang industri biodiesel dan bioetanol serta aksesnya pada bahan mentah/baku Analisis ketersediaan biodiesel dan bioetanol produksi domestik dan potensi pertumbuhannya Analisis penjualan domestik dan ekspor serta penilaian faktor-faktor yang menentukannya Analisis kebijakan yang sudah ada untuk mendukung produksi dan pemanfaatan biodiesel dan bioetanol di Indonesia dan penilaian kapasitas untuk memperlancar produksi dan pemanfaatan domestik Analisis biaya, penetapan harga dan profitabilitas produksi BBN cair domestik, termasuk pertimbangan harga-harga domestik dan internasional dari bahan mentah produksi BBN cair Analisis dampak peningkatan produksi domestik BBN cair ke berbagai sektor lain seperti kehutanan dan pemanfaatan lahan dan juga implikasinya pada emisi gas rumah kaca, serta biaya subsidi energi dan bahan bakar v

7 3.8. Berbagai Pilihan strategi dan kebijakan untuk pembangunan industri BBN pasca Skenario Kontribusi BBN untuk Mengendalikan Impor BBM Dasar pemikiran Target skenario Anggapan yang menjadi basis sejumlah skenario Skenario Selaras Permen ESDM 25/ Skenario E10B Evaluasi akhir dan kesimpulan Rekomendasi Daftar Pustaka Lampiran vi

8 RINGKASAN EKSEKUTIF Sebagai respon terhadap kian mahalnya minyak bumi dan makin meningkatnya kadar dan akumulasi gas rumah kaca di atmosfir bumi, masyarakat dan perekonomian dunia kini sebenarnya sedang bertransisi dari perekonomian berbasis fosil (fossil-based economy) ke perekonomian berbasis nabati (bio-based economy). Industri bahan bakar nabati (BBN) atau biofuel merupakan satu dari dua pilar utama perekonomian berbasis nabati; pilar utama lainnya adalah industri pangan. Oleh karena itu, agar dapat bertransisi secara mulus ke era perekonomian berbasis nabati dan menjadi negara yang unggul di masa datang tersebut, pemerintah dan bangsa Indonesia tak boleh gagal, dengan kata lain harus berhasil membangun industri BBN domestik yang tangguh dan dinamik. Keanekaragaman hayati yang luar biasa serta lahan potensial yang luas merupakan faktor-faktor pendukung utama yang akan memampukan negara ini merealisasikan maksud tersebut. Berbagai BBN cair sekarang kian dibutuhkan untuk mensubstitusi dan menggantikan BBM-BBM yang mendominasi sektor transportasi : bensin, solar dan avtur. Aneka BBN cair tersebut dapat digolongkan ke dalam 2 kelas, yaitu: BBN oksigenat (beroksigen), yang hanya bisa dicampurkan pada persentase terbatas (10 20 %-volume) ke dalam BBM, karena pencampuran pada persentase lebih tinggi akan mengharuskan modifikasi mesin kendaraan, tetapi keberadaannya membuat emisi kendaraan lebih bersih daripada jika hanya menggunakanbahan bakar hidrokarbon; BBN drop-in, yaitu BBN yang secara kimia berwujud hidrokarbon sehingga bisa dicampurkan ke dalam BBM padanannya sampai persentase berapa saja (termasuk sampai 100%). Tabel berikut ini menampilkan ikhtisar jenis-jenis BBN yang tergolong ke dalam kedua kelas tersebut. BBM padanan Solar Oksigenat Biodiesel generasi 1 (Biodiesel EMAL/FAME * ) BBN (Bahan Bakar Nabati) Drop-in Bio-Hydrofined Diesel (BHD) atau Green diesel dan Biodiesel generasi 2 (atau biodiesel BTL atau biodiesel F-T) Bensin Bioetanol generasi 1 dan 2 Biogasoline atau Green gasoline (Bensin nabati) Avtur - Bioavtur atau Jet biofuel * EMAl/FAME : Ester Metil Asam-asam Lemak / Fatty Acids Methyl Ester. Gambar di bawah ini memberikan ikhtisar status komersialisasi aneka jenis BBN cair, termasuk yang masih dalam taraf Penelitian & Pengembangan (Litbang) dasar dan terapan. Dua BBN yang kini sudah diproduksi dan dimanfaatkan di Indonesia adalah biodiesel EMAL/FAME (yang dibuat dengan proses transesterifikasi) dan bioetanol generasi 1 (yang dibuat dari bahan bergula atau berpati); keduanya adalah BBN oksigenat. Permen ESDM no. 32/2008 dan perubahannya (Permen ESDM no. 25/2013) menetapkan jadwal dan kadar pemanfaatan wajib (mandatori) kedua BBN oksigenat ini di Indonesia. vii

9 Evaluasi perkembangan industri biodiesel dan bioetanol domestik dalam kaitan dengan perealisasian target-target pemanfaatan wajib yang ditetapkan dalam Permen ESDM no. 25/2013 menunjukkan bahwa: A. pada aspek kemampuan penyediaan: kapasitas terpasang maupun terencana (installed as well as planned capacity) industri biodiesel akan mampu memasok kebutuhan dalam negeri (sesuai Permen ESDM no. 25/2013) dalam beberapa tahun ke depan; dan kapasitas terpasang maupun terencana industri bioetanol tak akan mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri pada tahun 2014, 2015, serta 2016, dan jika diinginkan bahwa kebutuhan dalam negeri terpenuhi dengan baik mulai tahun 2017, maka pemeriitah perlu menyediakan insentif-insentif yang memadai. B. pada aspek kegairahan untuk memasok harga pembelian biodiesel yang ditetapkan pemerintah sebelum terbitnya Permen ESDM no. 25/2013 dinilai industri kurang memberikan margin keuntungan yang memadai; dan harga pembelian bioetanol yang ditetapkan pemerintah sebelum terbitnya Permen ESDM no. 25/2013 dinilai industri sebagai terlalu rendah, sehingga pasokan (dan pemanfaatan) bioetanol bernilai nihil sejak tahun Lebih buruk lagi, kebijakan pembelian BBN dengan cara tender disertai syarat harus berharga di bawah MOPS seperti diberlakukan sekarang ini (pasca terbitnya Permen ESDM no.25/2013) dipandang sangat tidak tepat karena akan berakibat gulungtikarnya industri-industri BBN berkapasitas relatif kecil yang sebenarnya sangat baik bagi pemerataan pertumbuhan ekonomi ke seantero wilayah NKRI. Mengingat bahwa industri BBN merupakan industri strategis di dalam meretas jalan ke arah perekonomian berbasis nabati, pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia perlu mengasuh dan membina industri BBN domestik agar tumbuh menjadi kuat dan dinamik. Karena itu, untuk mengatasi berbagai permasalahandi atas, pemerintah disarankan: viii L viii

10 a. memberikan berbagai kemudahan (misalnya membiayai studi kelayakan, menawarkan pemberian tax holiday, dsb) untuk mendorong tumbuhnya industri BBN bioetanol, terutama yang berbasis: agroforestri nipah dan hutan tanaman industri (HTI) sagu; dan perkebunan-perkebunan sorgum manis dan aren. serta juga mendorong serta memfasilitasi kerjasama litbang industri dan lembaga penelitian yang bertujuan untuk mengembangkan serta menerapkan secara komersial teknologi bioetanol generasi 2. b. menetapkan kebijakan harga (pricing policy) yang mula-mula agak longgar tetapi secara bertahap diperketat untuk mendorong agar industri BBN tumbuh dengan daya saing yang kian kuat (termasuk mengembangkan teknologi-teknologi yang kian efektif atau efisien); sebagai ketetapan awal (untuk tahun 2014) bisa dipilih harga-harga indeks pasar (HIP) sbb: HIP biodiesel = Harga olein domestik + US$120; dan HIP bioetanol = (Harga Argus) x 788 kg/m 3 x (1 + 0,35). dan perundingan-perundingan dengan para produsen dan para pakar BBN (atau dikenal dengan sinergi ABG : Academic-Business-Government) kemudian dilaksanakan untuk menyepakati jadwal pengetatan/pengecilan nilai ditahun berikutnya. Berdasar keterangan dari beberapa pelaku industri, pemanfataan biodiesel dan biodietanol dengan HIP di atas diperkirakan akan memerlukan subsidi on-top subsidi BBM tak lebih dari Rp.1000/liter. Dana untuk subsidi on-top ini sudah akan terpenuhi (dan bahkan masih banyak berlebih) jika harga BBM bersubsidi dinaikkan sebesar Rp.500/liter (pengalihan subsidi BBM ke subsidi BBN). Harga BBN turunan (atau yang dibuat dari) minyak sawit sebenarnya dapat dibuat berada di bawah harga MOPS jika saja pemerintah dapat mengatur tataniaga dari bahan mentah sampai produk akhir, mengingat harga pokok produksi CPO sebenarnya hanya sekitar US$400/kg]. c. membatalkan kebijakan pembelian BBN dengan cara tender seperti sekarang ini (pasca terbitnya Permen ESDM no. 25/2013), karena akan berakibat gulung-tikarnya industri-industri biodiesel berkapasitas relatif kecil yang sebenarnya sangat baik bagi pemerataan pertumbuhan ekonomi ke seantero wilayah NKRI. d. seperti telah tersirat pada butir b di atas, melanjutkan kebijakan pemberian subsidi BBN on-top dari dari harga BBM MOPS sampai beberapa tahun ke depan, yaitu sampai harga BBN turun ke level di bawah MOPS. e. tidak mengenakan pajak keluaran (PPN yang dipungut pada penjualan produk) pada produsen-produsen bahan-bahan bakar nabati cair. f. menetapkan pertumbuhan dan kekuatan industri bioenergi domestik sebagai salah satu indikator kunci kinerja (key performance indicators) dari Kementerian-kementerian ESDM (di bagian hilir), Pertanian dan Kehutanan (di bagian hulu) serta juga Kelautan dan Perikanan (di tahun-tahun mendatang setelah penelitian dan pengembangan menunjukkan potensi kelayakan ekonomi produksi BBN dari makro- dan mikroalga). ix

11 Agar setelah tahun 2016 mampu mencegah tekanan berat terhadap neraca pembayaran negara dan upaya pengadaan US$ yang diakibatkan oleh fakta-fakta berikut : 1. Kebutuhan BBM terus meningkat pesat karena pertumbuhan ekonomi dan sektor transportasi cukup cepat; 2. Peningkatan kebutuhan tersebut harus dipenuhi dengan impor, karena kapasitas produksi kilang-kilang dalam negeri tak kunjung meningkat; dan 3. Biodiesel EMAL/FAME dan bioetanol memang membantu mengurangi peningkatan impor solar & bensin, tetapi hanya %; sisanya (yang kuantitasnya berlipat kali lebih besar) tetap harus diimpor. Pemerintah Indonesia dapat mengembangkan dan membangun industri biohydrofined diesel (BHD) dan biogasoline sebagai BBN-BBN drop-in (masing-masing untuk mensubstitusi bensin dan solar impor), melengkapi BBN oksigenat biodiesel EMAL/FAME dan bioetanol generasi 1 yang kini sudah dimanfaatkan. Minyak sawit mentah (CPO) yang sebagian besarnya masih diekspor (sekitar 16 juta ton di tahun 2013 dan 21 juta ton di tahun 2020) dapat dijadikan andalan awal untukpenyediaan bahan mentah bagi industri kedua BBN drop-in tersebut. Berbagai skenario yang dipaparkan dan dibahas di dalam bab 4 laporan ini menunjukkan bahwa Indonesia akan mampu mempertahankan impor BBM bensin dan solar sesudah tahun 2016 pada level/nilai yang konstan, jika pada tahun 2017 sudah berhasil membangun dan mengoperasikan sekitar 6 pabrik/kilang biogasoline via FCC (Fluid Catalytic Cracking)dan 12 pabrik/kilang BHD via hidrodeoksigenasi serta jumlahnya meningkat menjadi sekitar 26 pabrik/kilang biogasoline dan 20 pabrik/kilang BHD pada tahun Total kebutuhan investasi sampai 2020 untuk merealisasikannya adalah sekitar US$ juta ( atau Rp. 151,8 triliun). Sekalipun tampak sangat besar, dana ini sebenarnya masih lebihkecil dari subsidi BBM yang kini sudah mencapai Rp. 200 triliun. Tambahan pula, investasi Rp. 151,8 triliun itu dibutuhkan dalam kurun waktu beberapa tahun ( ), dan sebagian bisa dialihkan ke pihak swasta, sedangkan subsidi BBM Rp. 200 triliun adalah per tahun. Untuk mengimplementasikan rencana ini, pemerintah disarankan: A. mengalokasikan anggaran maupun memberikan berbagai kemudahan (membiayai studi kelayakan, menawarkan pemberian tax holiday, dsb) untuk mendorong pembangunan dan pengoperasian pabrik produksi bahan bakar hidrokarbon terbarukan dengan teknologi hidrodeoksigenasi maupun Fluid Catalytic Cracking (FCC); B. membiayai penelitian dan pengembangan perkebunan atau agroforestri tumbuhtumbuhan penghasil potensial minyak lemak non-pangan seperti pongam, nyamplung, nimba, dan kemiri sunan; dan C. membiayai pengembangan teknologi perengkahan katalitik (catalytic cracking) minyak sawit dan minyak lemak non pangan tersebut di dalam sebuah pabrik percobaan agar pabrik komersial bisa dibangun di Indonesia tahun 2017 atau x

12 1. Alasan Strategis Perlunya Pengasuhan dan Pembinaan Industri Bahan Bakar Nabati 1.1. Pengantar Bab ini akan menjelaskan berbagai kecenderungan perkembangan perekonomian dunia yang menyebabkan industri bahan bakar nabati akan merupakan industri strategis di masa depan sehingga pemerintah Indonesia perlu mengasuh dan membina perkembangan industri ini agar tumbuh menjadi industri yang tangguh dan dinamik Transisi ke arah perekonomian berbasis nabati Kini, masyarakat dan perekonomian dunia sebenarnya sedang berubah/bertransisi dari : perekonomian berbasis fosil (fossil-based economy), yaitu perekonomian/masyarakat yang hampir sepenuhnya bergantung pada sumber daya fosil untuk penyediaan energi dan bahan mentah industri. menuju ke: perekonomian berbasis nabati (bio-based economy), yaitu perekonomian/masyarakat yang bertumpu pada sumber daya nabati untuk penyediaan tidak hanya pangan dan pakan, melainkan juga energi dan produk industri. Perubahan ini terjadi sebagai respon terhadap: kian meningkatnya kadar dan akumulasi gas rumah kaca di atmosfir bumi (dengan segala kemungkinan dampak katastopiknya) sebagai akibat dari pemakaian berlebihan bahan bakar fosil; dan kian mahalnya minyak bumi (sehingga membahayakan ketahanan energi) karena cadangannya kian menipis sedangkan permintaannya dari seluruh negara di dunia terus meningkat. Secara lebih rinci, perubahan ke perekonomian berbasis nabati diperlukan demi maksudmaksud berikut : Memperkuat keterjaminan pasokan energi (energy security) sambil mengurangi dan akhirnya meredam kebutuhan akan bahan bakar fosil; Mengembangkan industri sambil menyehatkan neraca pembayaran negara (country s balance of payment); Mengurangi pemanasan global (emisi gas rumah kaca); Meningkatkan kreasi nilai tambah hasil industri budidaya dan membuka pasar baru untuk sektor pertanian; Membuka lapangan/kesempatan kerja terutama di wilayah-wilayah pedesaan sehingga dapat mengembangkan wilayah pedesaan dan mengentaskan kemiskinan; dan Mengurangi daya peracunan produk-produk dan proses-proses demi peningkatan kesehatan. 1

13 Evaluasi Cepat Perkembangan Industri BahanNabati BakarCair Nabati Cair danpembinaannya Kebijakan Pembinaannya Evaluasi CepatPerkembangan Industri Bahan Bakar dan Kebijakan Gambar 1.1. Aneka produk dan pataka dari kegiatan-kegiatan di seluruh dunia yang menunjukkan sedang berubahnya zaman ke arah perekonomian berbasis nabati. Gambar 1.1 menampilkan sekelumit hasil dan panji dari sejumlah aktifitas di berbagai penjuru dunia yang dapat menjadi petunjuk bahwa zaman sedang bertransisi ke arah perekonomian berbasis nabati. Penelusuran lebih lanjut di dunia maya (internet) akan menghasilkan kesimpulan yang lebih kuat lagi Industri bahan bakar nabati adalah pilar utama perekonomian berbasis nabati Sebagaimana telah tersirat dalam pemaparan di atas, di dalam perekonomian berbasis nabati, sumber daya nabati menjadi tumpuan penyediaan tidak hanya pangan dan pakan, melainkan juga energi dan produk industri. Gambar 1.2. menyajikan secara garis besar rute transformasi atau pengolahan aneka sumber daya nabati menjadi aneka produk barang kebutuhan industri dan masyarakat. 2 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia2

14 Gambar 1.2: Rute-rute pemanfaatan sumber daya nabati di dalam zaman perekonomian berbasis nabati [Cherubini dkk. (2009)] Di dalam era perekonomian berbasis nabati, ada 4 kelompok komoditas yang produksinya menjadi pilar dari perekonomian. Berdasar volume produksinya, ke-4 komoditas pilar ini terbagi menjadi 2 pilar utama dan 2 pilar pelengkap. Ke-2 pilar utama adalah: pangan (+ pakan); dan bahan bakar nabati (biofuels). sedangkan ke-2 pilar pelengkap adalah : listrik berbasis nabati; dan produkproduk kimia dan material berbasis nabati. Gambar 1.3. menyajikan secara skematik struktur perekonomian berbasis nabati. Keempat komoditas pilar tersebut di atas diproduksi dan dipasok oleh kilang nabati (biorefineries) yang kelak perannya akan menggantikan kilang minyak (petroleum refineries) di masa kini. Perhatikan bahwa sekalipun listrik merupakan komoditas kebutuhan pokok masyarakat, volume produksi listrik dari sumber daya nabati (yaitu listrik berbasis nabati) tidaklah sebesar volume produksi bahan bakar nabati, karena sebagian (besar) listrik akan dibangkitkan oleh sumber daya (terbarukan) lain : panas bumi, tenaga air, tenaga surya, tenaga angin dan tenaga laut. Di sektor energi, sumber daya nabati memiliki tugas pokok yang tak tergantikan (sehingga menjadi niche-nya), yaitu 3

15 menyediakan bahan bakar, karena sumber daya energi terbarukan lainnya hanya bisa menghasilkan listrik. Gambar 1.3: Struktur perekonomian berbasis nabati (bio-based economy) Kesempatan emas bagi Indonesia Pergerakan dunia ke arah perekonomian berbasis nabati merupakan peluang/kesempatan emas bagi Indonesia, karena Indonesia adalah negara tropik yang berlahan potensial luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang luar biasa (darat saja no. 2 di dunia sesudah Brazil, tetapi darat + laut no. 1 di dunia). Di Indonesia, pohon tumbuh lebih cepat dan lebih besar dibanding di negara-negara maju (yang semuanya beriklim dingin atau 4 musim); bermacam tumbuhan multifungsi pun tersimpan di dalam keanekaragaman hayati negeri. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa, di dunia, Indonesia berpotensi besar untuk menjadi pusat produksi dan pemimpin (leader) dalam perekonomian berbasis nabati. Peluang emas ini tentu harus dimanfaatkan semaksimal mungkin agar jangan sampai negara dan bangsa ini lagi-lagi ketinggalan di dalam merealisasikannya. Sebagai negeri yang potensi sumber dayanya jauh lebih besar dari rata-rata negara, Indonesia tidak boleh terbawa arus rata-rata, melainkan harus menjadi leader dalam upaya-upaya produksi, pemasaran dan R & D produk nabati serta teknologi pengolahannya, agar supaya potensi besar kekayaan nabatinya itu dapat didayagunakan untuk mendapatkan nilai tambah, melancarkan pembangunan ekonomi dan mewujudkan ketahanan pangan dan energi. Oleh karena industri bahan bakar nabati (BBN) belum lagi ada di abad ke-20 yang baru lalu tetapi merupakan 1 dari 2 pilar utama perekonomian berbasis nabati, maka pembangunan industri BBN tentu masih harus dilakukan oleh pemerintah dan bangsa Indonesia serta mutlak tak boleh gagal. Untuk ini, pertumbuhan dan kekuatan industri BBN domestik mestinya menjadi salah satu indikator kunci kinerja (key performance indicators) pemerintah. Konfirmasi lebih lanjut tentang amat pentingnya membangun industri BBN yang tangguh dan dinamik dapat disimpulkan dari skenario-skenario pembangunan berkelanjutan di 4

16 sektor energi. Gambar 1.4 dan 1.5 menampilkan proyeksi konsumsi total energi primer di, masing-masing, seluruh dunia dan benua Asia menurut skenario visi pembangunan berkelanjutan dari International Energy Agency (IEA). Gambar 1.4: Perkembangan konsumsi total energi primer di dunia menurut Skenario Visi Pembangunan Berkelanjutan dari International Energy Agency (2003) Gambar 1.5: Perkembangan konsumsi total energi primer di Asia menurut Skenario Visi Pembangunan Berkelanjutan dari International Energy Agency (2003) Gambar 1.4 jelas memperlihatkan bahwa dalam proyeksi untuk seluruh dunia, konsumsi energi berbasis biomassa (yaitu bioenergi, mencakup BBN + listrik berbasis nabati), yaitu area yang ditunjukkan oleh panah merah, adalah sekitar setengah dari konsumsi total energi terbarukan (area biomass + other renewables). Selanjutnya, Gambar 1.5. menampilkan bahwa di benua Asia proporsi bioenergi terhadap total energi terbarukan ini bahkan akan lebih besar lagi. Jadi, berdasar proyeksi ini dapat disimpulkan bahwa jika 5

17 pemerintah dan bangsa Indonesia gagal membangun industri bioenergi (yang sebagian besarnya adalah BBN), maka akan gagal pulalah pembangunan industri energi terbarukan di negeri ini. Dalam lingkup pembangunan yang lebih luas, ini berarti gagalnya negara ini melaksanakan pola pembangunan yang disepakati untuk dilaksanakan oleh seluruh negara di dunia, yaitu pembangunan berkelanjutan. Dengan demikian jelaslah, bahwa untuk menghindari kegagalan tersebut, pembangunan industri bioenergi (terutama BBN) di Indonesia harus berhasil baik. 6

18 2. Ulasan tentang Berbagai Jenis Bahan Bakar Nabati Cair dan Teknologi Produksinya 2.1. Pengantar Di antara semua bentuk energi final (yaitu listrik dan bahan-bahan bakar bermutu tinggi), bahan bakar cair adalah bentuk energi final yang paling unggul & strategis, karena: mudah dan aman disimpan untuk jangka waktu lama (sehingga menjadi sediaan siaga untuk menanggulangi keadaan darurat); portabel, mudah diangkut dan dikirim jauh; berkerapatan energi (yaitu enegi per satuan volume) besar; dan relatif mudah dinyalakan (dibanding bahan bakar padat), tetapi tak mudah meledak (dibanding bahan bakar gas). Berbagai keunggulan inilah yang telah membuat minyak bumi dan BBM (Bahan Bakar minyak, petroleum fuels), dari awal abad 20 lalu hingga kini, sangat mendominasi perekonomian energi. Kemudian, akibat turunan dari fakta ini adalah bahwa sekarang: 1. semua mesin/teknologi pengkonversi BBM menjadi listrik tersedia, dan 2. sektor transportasi sangat bergantung kepada BBM atau bahan bakar cair (ini berarti bahwa mengubah total kendaraan transportasi menjadi berpenggerak listrik adalah tidak mudah, bisa memakan waktu puluhan tahun). Karena beragam komponen penyusun BBM adalah zat-zat kimia yang disebut hidrokarbon, maka BBM dapat juga disebut bahan bakar hidrokarbon fosil. Tiga jenis bahan bakar hidrokarbon fosil yang paling penting di sektor transportasi adalah solar dan bensin untuk transportasi darat dan avtur untuk transportasi udara. Dengan berbagai alasan yang sama dengan yang disebutkan di atas, maka di antara aneka jenis BBN pun, BBN-BBN cair adalah yang lebih penting. Selanjutnya, BBN cair terpenting adalah yang bisa mensubstitusi solar atau bensin atau avtur. Bab ini akan memperkenalkan beragam jenis BBN cair terpenting tersebut, garis-garis besar teknologi produksinya dan bahan-bahan mentahnya, baik yang sudah dimanfaatkan oleh industri maupun yang potensial untuk dikembangkan Bahan bakar nabati generasi satu Biodiesel generasi satu Pengertian ilmiah dari istilah biodiesel adalah bahan bakar mesin diesel otomotif yang dibuat dari sumber daya nabati. Produk komersial yang disebut biodiesel oleh industri dan pelaku ekonomi dewasa ini sebenarnya bernama lengkap biodiesel EMAL (Ester Metil Asam-asam Lemak) atau FAME (Fatty Acids Methyl Ester) dan disebut juga biodiesel generasi 1. Secara kimia, bahan bakar ini memang minimal 96,5 %-nya merupakan campuran dari ester metil asam-asam lemak atau fatty acids methyl ester. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Ditjen EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kemen ESDM) dewasa ini menetapkan bahwa biodiesel EMAL/FAME yang dipasarkan di Indonesia harus 7

19 memenuhi persyaratan mutu yang dirinci dalam SNI 7182: Bahan mentah yang paling umum untuk pembuatan biodiesel EMAL/FAME adalah minyak nabati mulus dan metode pembuatannya sering disebut proses transesterifikasi. Gambar 2.1 menyajikan diagram blok sederhana tahapan pembuatan biodiesel generasi satu. Gambar 2.1: Diagram blok sederhana proses produksi biodiesel EMAL/FAME atau biodiesel generasi satu. Bahan mentah pembuatan biodiesel yang paling banyak tersedia di Indonesia dewasa ini adalah minyak sawit mulus atau minyak goreng sawit. Gambar 2.2. menyajikan diagram blok sederhana proses pembuatan kedua bahan mentah pembuatan biodiesel ini dari minyak sawit mentah atau CPO. Untuk menghasilkan minyak goreng, kebanyakan minyak nabati mentah (misalnya minyak kedelai atau minyak kanola mentah) hanya membutuhkan proses pemulusan; minyak sawit membutuhkan tambahan proses fraksionasi karena minyak ini berwujud setengah padat [CPO dan RBDPO berwujud setengah padat, RBDP Stearin berwujud padat dan RBDP Olein atau minyak goreng sawit sudah tentu berwujud cair]. Gambar 2.2: Diagram blok sederhana proses pemulusan dan fraksionasi minyak sawit. Keanekaragaman hayati Indonesia menyimpan pula pohon potensial penghasil minyaklemak nabati non-pangan yang layak untuk dikembangkan guna menyediakan bahan mentah non-pangan untuk pembuatan biodiesel EMAL/FAME. Yang dinilai paling unggul di antaranya adalah mabai atau pongam (Pongamia pinnata), nyamplung atau bintangur (Callophylum innophylum), nimba (Azadirachta indica) dan kemiri sunan (Reutealis trisperma). Karena pongam juga terdapat di Australia (utara), negeri Kanguru itu sekarang melaksanakan program besar untuk mengembangkan perkebunannya. Satu perusahaan Amerika Serikat juga sedang berupaya mengebunkan pongam di negara bagian Florida. Keterangan ringkas tentang pongam dan ketiga pohon penghasil potensial minyak-lemak nabati non-pangan tersebut disajikan dalam lampiran. 8

20 Biodiesel EMAL/FAME tergolong ke dalam kelompok bahan bakar oksigenat (yaitu bahan bakar yang mengandung oksigen); pencampurannya ke dalam bahan bakar hidrokarbon akan membuat emisi kendaraan menjadi lebih bersih Bioetanol generasi satu Bioetanol, atau etanol yang dibuat dari sumber daya nabati, adalah bahan untuk subsitusi bensin; agar bisa bercampur sempurna dengan bensin, kadar air di dalam bioetanol untuk gasohol (campuran gasoline-alcohol) harus sangat rendah, maksimal 0,5 %-berat. Pemerintah Indonesia melalui Ditjen EBTKE Kementerian ESDM dewasa ini menetapkan bahwa bioetanol yang dipasarkan di Indonesia harus memenuhi persyaratan mutu yang dirinci dalam SNI 7390: Bioetanol generasi satu dibuat dari bahan bergula atau bahan berpati (yang sekarang umum dihasilkan oleh sektor pertanian/perkebunan untuk keperluan pangan). Gambar 2.3 menyajikan diagram blok proses pembuatan bioetanol dari bahan bergula maupun bahan berpati. Gambar 2.3: Diagram blok proses produksi bioetanol dari bahan bergula maupun berpati. Gambar ini dengan jelas menunjukkan bahwa tahapan atau proses produksi bioetanol dari bahan bergula lebih sedikit daripada dari bahan berpati. Jadi, per satuan volume bioetanol yang diproduksi, pabrik bioetanol berbahan mentah bahan bergula akan membutuhkan investasi maupun ongkos operasi yang lebih kecil. Ini berarti bahwa pabrik bioetanol berbahan mentah bahan berpati hanya akan bisa bersaing jika harga bahan mentahnya relatif murah. Bahan bergula paling populer untuk bahan mentah produksi bioetanol adalah tetes tebu, cairan hitam kental berkadar gula sekitar 50 % yang merupakan produk samping produksi gula tebu. Bahan bergula lain yang layak untuk dikembangkan di Indonesia adalah nira nipah, nira sorgum manis, dan nira aren. Di Brasil terdapat tak sedikit pabrik etanol yang terpadu dengan pabrik gula; bahan mentah proses produksinya bisa tetes tebu saja dan bisa juga nira + tetes tebu. Selain singkong, yang cara penanaman/pembudidayaannya sudah sangat dikenal para petani, sagu merupakan bahan berpati lain yang merupakan kekayaan nabati besar Indonesia dan sangat layak untuk dikembangkan. 9

21 2.3. BBN biohidrokarbon dari minyak-lemak nabati Fakta bahwa molekul minyak-lemak nabati sebenarnya sudah % hidrokarbon telah menjadi pendorong lahirnya teknologi untuk mengkonversi minyak-lemak nabati menjadi campuran hidrokarbon cair terbarukan (alias biohidrokarbon cair) yang kemudian bisa diolah lanjut dengan teknologi yang sudah amat lazim digunakan dalam kilang minyak bumi (perengkahan, isomerisasi, distilasi dll) untuk menghasilkan bahan bakar hidrokarbon terbarukan : bio-hydrofined diesel (BHD) atau green diesel, jet biofuel, maupun biogasoline; ketiganya merupakan padanan dari, masing-masing, solar, avtur, dan bensin. Garis besarrute pemrosesannya diperlihatkan oleh diagram blok dalam Gambar 2.4. Gambar 2.4: Garis besar alur proses pembuatan aneka bahan-bahan bakar hidrokarbon terbarukan dari minyak-lemak nabati. Jika yang hendak diproduksi adalah minyak diesel hijau (green diesel atau biohydrofined diesel, BHD) maka teknologi yang diterapkan adalah teknologi hidrodeoksigenasi [Eco- Resources Consultants (2012)]. Pada rute hidrodeoksigenasi berbahan mentah minyaklemak nabati yang umum (minyak sawit, minyak kanola, minyak kedelai, minyak bunga matahari), di samping produk utama BHD akan terproduksikan pula sedikit (sekitar 18 %) bioavtur (jet biofuel). Jika yang hendak dihasilkan adalah khusus bioavtur, maka teknologi hidrodeoksigenasi harus diterapkan pada bahan mentah minyak-lemak tipe laurat seperti minyak kelapa, minyak inti sawit, minyak biji kayumanis, dan minyak biji lemo, yang juga merupakan keunggulan kekayaan nabati negeri ini. Pemanfaatan komersial bioavtur atau jet biofuel akan menjadi kenyataan dalam beberapa tahun ke depan, karena: IATA (International Air Transport Association) telah menetapkan target mencapai pertumbuhan netral-karbon mulai Ini berarti bahwa laju pertumbuhan pemakaian aviation biofuel (yang bagian terbesarnya adalah bioavtur atau jet biofuel) di dalam industri penerbangan sipil harus sama dengan laju pertumbuhan industrinya sendiri (termasuk di Indonesia); dan Uni Eropa dan Amerika Serikat telah mulai menerapkan skema jual-beli emisi (Emission Trading Scheme, ETS) ke dalam industri penerbangan, sehingga memaksa maskapai-maskapai penerbangan seperti KLM dan Lufthansa mulai menggunakan bioavtur. Menanggapi perkembangan tersebut, para pemangku kepentingan di Indonesia (Garuda, Lion Air, Angkasa Pura, Ditjen Perhubungan Udara, Ditjen EBTKE, Ikatan Ahli Bioenergi 10

22 Indonesia IKABI) telah beberapa kali mengadakan pertemuan penyiapan program produksi dan pemanfaatan bioavtur untuk mengurangi emisi di sektor trnasportasi udara. Di seluruh dunia dewasa ini telah ada paling sedikitnya 5 pabrik bahan bakar minyak nabati terhidrogenasi (yaitu yang menerapkan teknologi hidrodeoksigenasi), salah satunya berlokasi di Singapura dan memproduksi sekitar 850 ribu ton/tahun bahan bakar hidrokarbon terbarukan dari bahan mentah minyak sawit Indonesia (1 juta ton/tahun). Pabrik yang dimiliki Neste Oil (Finlandia) ini semula akan ditempatkan di Batam, Indonesia, tetapi kemudian dibangun di Singapura karena diming-imingi pembebasan pajak selama 10 tahun oleh pemerintah negeri tetangga tersebut. Jika yang hendak diproduksi dalam kuantitas terbesar adalah biogasoline, tersedia teknologi perengkahan katalitik minyak-lemak, yang sangat mirip dengan teknologi fluid catalytic cracking (FCC) yang sudah lazim diterapkan di dalam kilang minyak bumi [Al- Sabawi dkk. (2012)]. Versi sederhana dari teknologi ini sesungguhnya sudah diterapkan di China pada tahun 1940-an (masa Perang Dunia ke-2) untuk memproduksi bensin dari minyak tung (yang satu keluarga atau sangat mirip dengan minyak kemiri sunan) [Chang and Wan (1947)]. Kini banyak lembaga riset di dunia mengoperasikan pabrik-pabrik percobaan (pilot plants) perengkahan minyak-lemak untuk memverifikasi dan mengembangkan lebih lanjut teknologi ini ke tahap komersial modern. Seperti ditunjukkan pada diagram di bagian atas Gambar 2.4, di samping biogasoline sebagai produk utama, pada proses FCCakan terproduksikan pula (sekitar 33 %) light cycle oil yang bisa dijadikan bahan pencampur green diesel. Bahanhidrokarbon cair terbarukan memiliki keunggulan bisa dicampurkan pada sembarang kadar (sehingga disebut drop-in fuel) pada bahan bakar hidrokarbon fosil padanannya (karena keduanya tersusun atas molekul yang serupa, hanya saja yang satu berasal dari sumber daya fosil sedang yang lain berasal dari sumber daya nabati). Di lain pihak, bahan bakar nabati oksigenat seperti bioetanol dan biodiesel EMAL/FAME hanya bisa dicampurkan sampai pada kadar tertentu saja (karena pada kadar yang terlalu besar akan mengharuskan dilakukannya modifikasi mesin kendaraan). Perlu juga dicatat di sini bahwafabrikan pesawat terbang, maskapai penerbangan sipil, dan para pengembang BBN telah sepakat bahwa hanya bahan bakar nabati yang berkarakter drop-in fuel saja yang boleh ada di dunia transportasi udara. Karakter khusus minyak-lemak nabati, yang menjadikannya relatif mudah diproses menjadi biodiesel EMAL/FAME, bahan bakar hidrokarbon cair terbarukan, dan juga minyak nabati murni atau pure plant oil, PPO, atau straight vegetable oil, SVO (bahan bakar nabati untuk mesin diesel stasioner berputaran rendah), telah membuat negaranegara barat serius mengembangkan pohon penghasil potensial minyak-lemak nonpangan yang ada di wilayahnya, misalnya tembakau dan camelina, sekalipun potensi produksi tanaman tersebut jarang lebih dari 1½ ton/ha/tahun. Dalam kaitan ini harus dicatat bahwa potensi produksi dari pohon penghasil minyak-lemak non-pangan bumi Indonesia yang telah disebutkan di atas (mabai, nyamplung, nimba dan kemiri sunan) adalah lebih dari 2½ ton/ha/tahun, sehingga jika secara serius dikembangkan menjadi komoditas perkebunan, negara ini akan menjadi penghasil terbesar minyak lemak pangan (yaitu minyak sawit) maupun minyak lemak non-pangan Bahan bakar nabati generasi dua BBN generasi 2 adalah bahan bakar nabati cair yang dibuat dari lignoselulosa. Bahan yang disebut lignoselulosa, atau sering kali dinamakan juga biomassa utuh (whole biomass) adalah bagian struktural dari pohon. Contohnya adalah : tandan kosong sawit, kulit batang sagu, jerami, bagas tebu, bagas sorgum manis, tongkol & batang jagung, 11

23 kayu, bambu, rumput-rumputan dan sejenisnya. Lignoselulosa bukanlah bahan pangan, tetapi biasanya merupakan bahan terbanyak/terbesar yang dihasilkan/diproduksi oleh pohon, termasuk oleh tumbuh-tumbuhan yang ditanam/dibudidayakan untuk keperluan penyediaan pangan. Jadi, pembuatan BBN dari lignoselulosa tidak akan bersaing, dan malahan berpotensi saling-dukung, dengan penyediaan pangan, karena memanfaatkan (meningkatkan nilai tambah) bahan yang biasanya terbuang sebagai sisa atau limbah pemanenan dan pemrosesan bahan pangan Bioetanol generasi dua Bahan lignoselulosa tersusun dari matriks 2 karbohidrat (selulosa dan hemiselulosa) yang dibebat kuat oleh lignin (bahan non-karbohidrat) dengan komposisi %-berat selulosa, %-berat hemiselulosa, dan %-berat lignin. Ke-2 karbohidrat dalam lignoselulosa adalah bahan yang bisa diproses secara bioteknologi menjadi bioetanol. Gambar 2.5: Diagram blok proses produksi bioetanol generasi 2. Pembuatan bioetanol dari lignoselulosa (Gambar 2.5) melibatkan sejumlah tahapan yang lebih rumit daripada pembuatan bioetanol dari bahan berpati yang disajikan dalam Gambar 2.3, karena antara lain harus mencakup proses pengolahan awal (pretreatment) untuk membebaskan selulosa dan hemiselulosa dari bebatan lignin. Berbagai teknologinya sedang dikembangkan oleh lembaga litbang di sejumlah negara dan beberapa di antaranya sudah mencapai tahap pabrik demostrasi, sehingga diharapkan sudah bisa diterapkan secara komersial pada tengahan kedua dekade ini. Kelak, jika saja bioetanol generasi 2 sudah dapat diproduksi secara murah, maka bioetanol ini dapat juga dikonversi menjadi biogasoline dengan menggunakan teknologi yang sangat mirip dengan teknologi Methanol-to-Gasoline (MTG) dari ExxonMobil (2009), yang telah terbukti secara komersial Biodiesel generasi dua Berbeda dari biodiesel generasi satu yang berwujud campuran ester metil asam-asam lemak (EMAL), biodiesel generasi 2, yang biasa disebut juga minyak diesel BTL (BTL = Biomass-To-Liquids) atau biodiesel F-T (Fischer-Tropsch), adalah bahan bakar hidrokarbon cair terbarukan seperti biohydrofined diesel (BHD) tetapi dibuat dari lignoselulosa dengan kombinasi teknologi gasifikasi biomassa dan sintesis Fischer- Tropsch. Gambar 2.6 menyajikan diagram blok proses dalam pembuatan biodiesel generasi 2. 12

24 Gambar 2.5: Diagram blok proses produksi hidrokarbon cair BTL. Perusahaan Jerman CHOREN telah berhasil mengembangkan teknologi BTL sampai ke tahap demonstrasi dan pabrik demonstrasinya telah ada di Freiberg, Jerman sejak tahun Akan tetapi, mungkin karena belum kunjung laik secara ekonomi, teknologi dan pabrik komersialnya hingga kini belum ada dan malahan perusahaan CHOREN diberitakan sudah bangkrut serta menjual teknologinya kepada perusahaan Jerman lain yaitu Linde Engineering. Sekalipun demikian, dewasa ini Uni Eropa malahan membiayai pula beberapa pabrik demonstrasi sejenis. Diperkirakan bahwa teknologi BTL diesel ini baru akan komersial pasca Ikhtisar penutup : klasifikasi BBN dan status komersialisasi teknologinya Di dalam sub-bab terdahulu telah diungkapkan bahwa ada 2 kelas bahan bakar nabati (BBN), yaitu: BBN oksigenat(beroksigen).ini adalah BBN yang hanya bisa dicampurkan pada persentase terbatas (10 20 %-volume) ke dalam BBM, karena pencampuran pada persentase lebih tinggi akan mengharuskan modifikasi mesin kendaraan, tetapi keberadaannya membuat emisi kendaraan lebih bersih daripada jika hanya menggunakanbahan bakar hidrokarbon; dan BBN drop-in. Ini adalah BBN hidrokarbon sehingga bisa dicampurkan ke dalam BBM padanannya sampai persentase berapa saja (termasuksampai 100%). Tabel 2.1 berikut ini menampilkan ikhtisar jenis-jenis BBN yang tergolong ke dalam kedua kelas tersebut. Tabel 2.1: Kelas dan jenis Bahan Bakar Nabati (BBN) BBN (Bahan Bakar Nabati) BBM Oksigenat Drop-in Solar Biodiesel generasi 1 Bio-Hydrofined Diesel (BHD) atau Green diesel dan Biodiesel generasi 2 (atau biodiesel BTL atau biodiesel F-T) Bensin Bioetanol generasi 1 dan 2 Biogasoline atau Green gasoline (Bensin nabati) Avtur - Bioavtur atau Jet biofuel Gambar 2.6 berikut ini menyajikan ikhtisar status komersialisasidewasa ini dari aneka jenis BBN yang telah dipaparkan pada sub-bab terdahulu dan juga beberapa BBN lain yang relatif (masih) kurang penting. 13

25 Gambar 2.6: Status komersialisasi aneka jenis BBN. [modifikasi dari yang disajikan IEA (2011)] 14

26 Evaluasi CepatPerkembangan Industri Bahan Bakar Nabati Cair dan Kebijakan Pembinaannya Evaluasi Cepat Perkembangan Industri Bahan Bakar Nabati Cair dan Kebijakan Pembinaannya 3. Evaluasi Perkembangan Industri Bahan Bakar Nabati Cair dan Kebijakan Pembinaannya 3.1. Pengantar Indonesia dewasa ini mengalami situasi perekonomian yang sulit. Sekalipun pertumbuhan ekonomi masih tetap relatif tinggi (sekitar 6 %/tahun), volume impor telah meningkat tajam, sedangkan volume ekspor menurun dan, tambahan pula, aliran modal secara netto bergerak ke luar negeri. Kejadian ini telah berakibat anjloknya neraca keseluruhan perekonomian dan cadangan devisa yang pada akhirnya menyebabkan pelemahan nilai tukar rupiah. Untuk menanggulangi ketidakstabilan di atas, pada tanggal 23 Agustus 2013, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi yang salah satu di antaranya mencakup reduksi impor BBM melalui peningkatan pemanfaatan BBN produksi domestik, mengingat bahwa nilai impor BBM adalah yang nomor wahid di dalam penyebab utama defisit neraca perdagangan. Selanjutnya pada tanggal 28 Agustus 2013, pemerintah menerbitkan serta memberlakukan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) no. 25/2013 yang menetapkan target dan jadwal baru pemanfaatan wajib (mandatori) BBN, yang sebelumnya ditetapkan dalam Permen ESDM no. 32/2008. Target dan jadwal baru tersebut adalah seperti tercantum di dalam Tabel 3.1 berikut. Tabel 3.1: Target-target dan jadwal-jadwal pemanfaatan wajib bahan-bahan bakar nabati (BBN) menurut Permen ESDM no. 25/2013 (persentase minimum terhadap konsumsi total). Tujuan jangka pendek dari Permen ESDM no. 25/2013 tersebut di atas adalah secepatnya (dalam tahun 2014) mencapai pengurangan impor BBM sebesar barel/hari (5,73 juta kl/tahun). Bab ini berisi penilaian cepat terhadap perkembangan industri biodiesel dan bioetanol di Indonesia, untuk memastikan bahwa target yang sudah dijadwalkan di dalam Permen ESDM no. 25/2013 dan tercantum di dalam Tabel 3.1 secara teknis akan dapat dicapai dan juga memunculkan kebijakan apa saja yang perlu diambil guna membina industri BBN domestik yang sudah ada sekarang ini agar program pemanfaatan wajib/mandatori BBN tersebut dapat terlaksana dengan baik. Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia15 15

27 3.2. Pemetaan para produsen serta kapasitas terpasang industri biodiesel dan bioetanol serta aksesnya pada bahan mentah/baku Tabel 3.2 menyajikan informasi tentang identitas, lokasi pabrik, dan kapasitas terpasang dari produsen biodiesel yang kini ada di Indonesia. Semua pabrik biodiesel yang ada dewasa ini berbahan mentah minyak sawit mulus (Refined-Bleached-Degummed Palm [RBDP] Olein/Oil/Stearin). *) Tabel 3.2: Daftar perusahaan-perusahaan produsen biodiesel di Indonesia. No. Perusahaan Lokasi Kapasitas terpasang, ton/th Akses kepada bahan mentah 1 PT. Pelita Agung Agrindustri Duri, Riau Pasar *) 2 PT. Musim Mas Medan + Batam Kebun sendiri 3 PT. Wilmar Nabati Gresik Pasar 4 PT. Wilmar Bioenergi Dumai Pasar 5 PT. Nusantara Bioenergi Aceh Pasar murni 6 PT. Multi Biofuels Indonesia Kalsel Pasar murni 7 PT. Indo Biofuels Energy Merak Pasar murni 8 PT. Eterindo Wahanatama Gresik Pasar murni 9 PT. Darmex Biofuels Bekasi Pasar murni 10 PT. Ciliandra Perkasa Dumai Pasar 11 PT. Cemerlang Eka Perkasa Dumai Pasar 12 PT. Sumi Asih Bekasi Pasar murni 13 PT. Damai Sentosa CO Surabaya Pasar murni TOTAL ( kl) Pasar : ada perusahan perkebunan dalam kelompok usaha. Pasar murni : tak ada perusahaan perkebunan dalam kelompok usaha. Sumber : APROBI (Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia) Di antara ke-13 perusahaan tersebut, hanya PT. Musim Mas saja yang memiliki perkebunan sawit sendiri (alias terintegrasi dengan perkebunan sawit), sedangkan ke-12 perusahaan sisanya harus membeli bahan mentah dari perusahaan produsen minyak sawit mulus. Sekalipun demikian, 5 dari ke-12 perusahaan itu (yaitu yang akses kepada bahan mentahnya diberi atribut Pasar ) dapat dipandang memiliki keterjaminan pasokan bahan mentah lebih baik, karena di dalam kelompok usahanya terdapat perusahaan pemasok minyak sawit mulus, sedangkan 7 sisanya (yang akses kepada bahan mentahnya diberi atribut Pasar murni ) tidak memiliki kenyamanan tersebut. Tabel 3.3 menyajikan daftar perusahaanprodusen bioetanol mutu gasohol (yaitu memenuhi syarat untuk dijadikan pencampur bensin), termasuk PT. Energi Agro Nusantara, anak perusahaan PT. Perkebunan Negara X (PTPN X) yang pabriknya baru selesai dibangun bulan Agustus 2013 lalu. Kecuali PT. Medco Ethanol Lampung, pabrikpabrik tersebut dirancang untuk berbahan mentah tetes tebu (cane mollases). PT. Medco Ethanol Lampung sendiri mulanya dirancang untuk berbahan mentah umbi singkong (dari pasar murni), tetapi karena senantiasa kesulitan memperoleh bahan mentah ini, sekarang berbahan mentah tetes tebu juga. 16

28 *) Tabel 3.3: Daftar produsen-produsen bioetanol mutu gasohol di Indonesia. No. Perusahaan Lokasi Kapasitas terpasang, ton/th Akses kepada bahan mentah 1 PT. Molindo Raya Industrial Malang Pasar murni *) 2 PT. Medco Ethanol Lampung Lampung Pasar murni 3 PT. Energi Agro Nusantara Mojokerto Pasar 4 PT. Acidatama Surakarta Pasar murni TOTAL Pasar : ada perusahan perkebunan dalam kelompok usaha. Pasar murni : tak ada perusahaan perkebunan dalam kelompok usaha. Sumber : APROBI ( kl) Data yang tersaji pada Tabel 3.2 dan Tabel 3.3 menunjukkan bahwa kapasitas terpasang total pabrik biodiesel dan bioetanol di Indonesia dewasa ini adalah 5,75 juta kl. Jadi asal saja seluruh hasil produksi perusahaan ini bisa dikerahkan untuk mensubstitusi BBM di dalam negeri, maka target pengurangan impor BBM sebesar barel/hari (5,73 juta kl/tahun) pada tahun 2013 secara teknis memang akan bisa dicapai Analisis ketersediaan biodiesel dan bioetanol produksi domestik dan potensi pertumbuhannya Biodiesel Produksi minyak sawit mentah (CPO) Indonesia dewasa ini (2013) sekitar 26 juta ton/tahun dan diperkirakan akan meningkat menjadi 40 juta ton/tahun pada tahun Dari 26 juta ton/tahun produksi sekarang, 5 juta ton dikonsumsi oleh sektor/industri pangan dalam negeri, 5 juta ton dikonsumsi oleh industri biodiesel (jika pabriknya beroperasi dengan kapasitas penuh), dan sekitar 16 juta ton sisanya diekspor mentah (yaitu sebagai minyak sawit mentah atau crude palm oil, CPO). Gambaran produksi dalam negeri dan ekspor CPO di atas menunjukkan bahwa potensi pertumbuhan industri biodiesel di dalam negeri masih sangat besar. Ketersediaan biodiesel produksi domestik di Indonesia juga bisa dijamin, asal saja harga pembelian biodiesel yang ditetapkan/ditawarkan oleh pemerintah cukup menarik para produsen untuk menjalankan usaha produksinya. Tabel 3.4 berikut ini meyajikan rincian tambahan produksi domestik biodiesel yang bisa diharapkan tersedia di 1 3 tahun mendatang berdasar rencana ekspansi kapasitas produksi dari para produsen yang sudah ada maupun produsen baru. Data yang terdaftar pada tabel ini merupakan indikasi bahwa ketersediaan biodiesel produksi dalam negeri di masa datang (sampai 2015) cukup meyakinkan. 17

29 Tabel 3.4: Tambahan kapasitas produksi biodiesel di tahun-tahun mendatang. No. Perusahaan Lokasi Kapasitas terencana, ton/th Target siap beroperasi 1 PT. Pelita Agung Agrindustri Duri, Riau Des PT. Nusantara Bioenergi Aceh Des PT. Multi Biofuels Indonesia Kalsel Maret 2014 Sulut Juni 2014 Merak Jan PT. Indo Biofuels Energy Jambi Maret 2014 Sulsel Juni 2014 Kalbar Agu PT Eterindo Wahanatama Gresik Jan Bekasi Jan PT. Darmex Biofuels Kaltim Juli 2015 Riau Juli PT. Oleokimia Sejahtera Mas Riau Des PT. BITs Energi Kaltim Des PT. Nusa Energi Kaltim Agu TOTAL ( kl) Sumber :APROBI Bioetanol Kebanyakan pabrik bioetanol di dunia (dan semua pabrik bioetanol di Indonesia) memproduksi bioetanol mutu gasohol (kadar air maksimum 0,5 %-berat) dengan mengeringkan bioetanol mutu industri (atau bioetanol azeotropik) yang berkadar air sekitar 5 %-volume (atau sekitar 6 %-berat). Produk bioetanol mutu azeotropik ini dihasilkan oleh tahap distilasi (silahkan rujuk kembali Gambar 2.3 di dalam Bab 2) dan diniagakan untuk keperluan industri kimia, industri farmasi, dan industri minuman. Tabel 3.5 berikut menyajikan daftar produsen bioetanol mutu industri berkapasitas terpasang besar. Tabel 3.5: Daftar produsen-produsen bioetanol mutu industri. No. Nama perusahaan Lokasi Kapasitas terpasang ton/th 1 PT. Medco Ethanol Lampung Lampung PT. Molindo Raya Industrial Malang PT. Indo Acidatama Solo PT. Energi Agro Nusantara Mojokerto PT. Indonesia Ethanol Industry Lampung PT. Indo Lampung Distillery Lampung PSA Jatiroto (PTPN XI) Jatiroto PSA Palimanan (PT. RNI) Cirebon PT. Madubaru Yogyakarta PT. Molasindo Alur Pratama Medan PT. Basis Indah Makassar TOTAL ( kl/th) ton/th Sumber : ASENDO (Asosiasi Etanol Indonesia) Perbandingan kapasitas total yang tercantum di dalam Tabel 3.3 dan Tabel 3.5 menunjukkan bahwa, di Indonesia sekarang ini, kapasitas produksi bioetanol mutu gasohol tak sampai ¼ dari kapasitas total produksi bioetanol (mutu industri). Ini menunjukkan bahwa, jika saja harga bioetanol mutu gasohol cukup menarik minat para produsen, maka mereka akan memasang instalasi pengeringan etanol (yang 18

Tatang H. Soerawidaja

Tatang H. Soerawidaja Tatang H. Soerawidaja!!! " # $ % &!" #$ ' % ( ) * # $ % & Ada 2 macam energi final yang dibutuhkan masyarakat : Listrik, dan Bahan-bahan bakar bermutu tinggi atau high quality fuels (untuk transportasi,

Lebih terperinci

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Oleh: Drs. Sudjoko Harsono Adi, M.M. Direktur Bioenergi Disampaikan pada: Seminar Ilmiah dan

Lebih terperinci

Peluang, Potensi dan Rintangan Pengembangan Industri Bahan Bakar Nabati di Indonesia

Peluang, Potensi dan Rintangan Pengembangan Industri Bahan Bakar Nabati di Indonesia Peluang, Potensi dan Rintangan Pengembangan Industri Bahan Bakar Nabati di Indonesia Tatang Hernas Soerawidjaja Ketua Umum Ikatan Ahli Bioenergi Indonesia (IKABI) Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional (KIPNAS)

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

PENELAAHAN BESARAN SUBSIDI BIODIESEL. Agus Nurhudoyo

PENELAAHAN BESARAN SUBSIDI BIODIESEL. Agus Nurhudoyo PENELAAHAN BESARAN SUBSIDI BIODIESEL Agus Nurhudoyo Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi Baru Terbarukan, dan Konservasi Energi agusn@p3tkebt.esdm.go.id, agusnurhudoyo@ymail.com

Lebih terperinci

... Hubungi Kami : Studi Potensi Bisnis dan Pelaku Utama Industri BIODIESEL di Indonesia, Mohon Kirimkan. eksemplar.

... Hubungi Kami : Studi Potensi Bisnis dan Pelaku Utama Industri BIODIESEL di Indonesia, Mohon Kirimkan. eksemplar. Hubungi Kami 021 31930 108 021 31930 109 021 31930 070 marketing@cdmione.com S etelah lama menyandang predikat sebagai produsen CPO terbesar di dunia, Indonesia juga berpeluang menjadi raja biodisel dunia

Lebih terperinci

Optimalisasi Pemanfaatan Biodiesel untuk Sektor Transportasi- OEI 2013

Optimalisasi Pemanfaatan Biodiesel untuk Sektor Transportasi- OEI 2013 Optimalisasi Pemanfaatan Biodiesel untuk Sektor Transportasi- OEI 213 Ira Fitriana 1 1 Perencanaan Energi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi E-mail: fitriana.ira@gmail.com, irafit_24@yahoo.com Abstract

Lebih terperinci

1 UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.

1 UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Sebagai Negara penghasil minyak bumi yang cukup besar, masa keemasan ekspor minyak Indonesia telah lewat. Dilihat dari kebutuhan bahan bakar minyak (BBM)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi permintaan. Artinya, kebijakan energi tidak lagi mengandalkan pada ketersediaan pasokan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi yang terjadi di dunia khususnya dari bahan bakar fosil yang

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi yang terjadi di dunia khususnya dari bahan bakar fosil yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Krisis energi yang terjadi di dunia khususnya dari bahan bakar fosil yang bersifat non renewable disebabkan dari semakin menipisnya cadangan minyak bumi. Saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Semakin meningkatnya kebutuhan minyak sedangkan penyediaan minyak semakin terbatas, sehingga untuk memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri Indonesia harus mengimpor

Lebih terperinci

Harga Minyak Mentah Dunia 1. PENDAHULUAN

Harga Minyak Mentah Dunia 1. PENDAHULUAN 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir ini Indonesia mulai mengalami perubahan, dari yang semula sebagai negara pengekspor bahan bakar minyak (BBM) menjadi negara pengimpor minyak.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah energi yang dimiliki Indonesia pada umumnya dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan energi di sektor industri (47,9%), transportasi (40,6%), dan rumah tangga (11,4%)

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 2009 Indonesia Energy Outlook (IEO) 2009 adalah salah satu publikasi tahunan

Lebih terperinci

2015, No Biodiesel Dalam Kerangka Pembiayaan Oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 200

2015, No Biodiesel Dalam Kerangka Pembiayaan Oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 200 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1217, 2015 KEMEN ESDM. Bahan Bakar Nabati Pembiayaan Badan Pengelola. Kelapa Sawit. Pemanfaatan. Penyediaan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK

Lebih terperinci

BIOENERGI. Bioenergi : energi yang diperoleh dari biomasa (mahluk hidup) Biofuel : bahan bakar yang berbahan baku dari tanaman

BIOENERGI. Bioenergi : energi yang diperoleh dari biomasa (mahluk hidup) Biofuel : bahan bakar yang berbahan baku dari tanaman BIOENERGI Bioenergi : energi yang diperoleh dari biomasa (mahluk hidup) Biofuel : bahan bakar yang berbahan baku dari tanaman Dua tipe Biofuel / BBN (Bahan Bakar Nabati) Biodiesel (bahan campuran/pengganti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk 114 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk perekonomian bagi masyarakat Indonesia. Salah satu sektor agroindustri yang cendrung berkembang

Lebih terperinci

ENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL. Hasbullah, S.Pd, M.T.

ENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL. Hasbullah, S.Pd, M.T. ENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL Hasbullah, S.Pd, M.T. Biomassa Biomassa : Suatu bentuk energi yang diperoleh secara langsung dari makhluk hidup (tumbuhan). Contoh : kayu, limbah pertanian, alkohol,sampah

Lebih terperinci

KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL HASIL FERMENTASI TEPUNG UMBI KETELA POHON (Manihot utilissma, Pohl) VARIETAS MUKIBAT DENGAN PENAMBAHAN Aspergillus niger

KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL HASIL FERMENTASI TEPUNG UMBI KETELA POHON (Manihot utilissma, Pohl) VARIETAS MUKIBAT DENGAN PENAMBAHAN Aspergillus niger KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL HASIL FERMENTASI TEPUNG UMBI KETELA POHON (Manihot utilissma, Pohl) VARIETAS MUKIBAT DENGAN PENAMBAHAN Aspergillus niger SKRIPSI Disusun untuk memenuhi sebagai persyaratan Guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Proyeksi tahunan konsumsi bahan bakar fosil di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Proyeksi tahunan konsumsi bahan bakar fosil di Indonesia Prarancangan Pabrik Etil Alkohol dari Molase BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendirian Pabrik Harga minyak dunia yang melambung, sudah lama diprediksi. Logikanya, minyak bumi (fossil fuel) adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat seiring dengan terus meningkatnya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat seiring dengan terus meningkatnya pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penggunaan energi oleh manusia yang berasal dari bahan bakar fosil semakin meningkat seiring dengan terus meningkatnya pertumbuhan penduduk di dunia.menurut laporan

Lebih terperinci

SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN

SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN Abstrak Dalam kurun waktu tahun 2009-2014, rata-rata alokasi belanja non mandatory spending terhadap total belanja negara sebesar 43,7% dan dari alokasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disegala bidang industri jasa maupun industri pengolahan bahan baku menjadi

BAB I PENDAHULUAN. disegala bidang industri jasa maupun industri pengolahan bahan baku menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris, kehidupan sebagian besar masyarakatnya adalah ditopang oleh hasil-hasil pertanian dan pembangunan disegala bidang industri jasa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menurun. Penurunan produksi BBM ini akibat bahan bakunya yaitu minyak

I. PENDAHULUAN. menurun. Penurunan produksi BBM ini akibat bahan bakunya yaitu minyak 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada masa sekarang produksi bahan bakar minyak (BBM) semakin menurun. Penurunan produksi BBM ini akibat bahan bakunya yaitu minyak mentah nasional menipis produksinya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan-kegiatan di sektor industri, jasa, perhubungan dan rumah tangga salah satunya memerlukan pemanfaatan energi. Berdasarkan Handbook Of Energy & Economics Statistics

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang didukung oleh sektor pertanian. Salah satu sektor pertanian tersebut adalah perkebunan. Perkebunan memiliki peranan yang besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia masih belum dapat mencapai target pembangunan di bidang energi hingga pada tahun 2015, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri masih ditopang oleh impor

Lebih terperinci

Sub Sektor Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi

Sub Sektor Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA Sub Sektor Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Jakarta, 05 Agustus

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK

PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK The New Climate Economy Report RINGKASAN EKSEKUTIF Komisi Global untuk Ekonomi dan Iklim didirikan untuk menguji kemungkinan tercapainya pertumbuhan ekonomi yang

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY TUGAS PERANCANGAN PABRIK KIMIA. Oleh :

EXECUTIVE SUMMARY TUGAS PERANCANGAN PABRIK KIMIA. Oleh : EXECUTIVE SUMMARY TUGAS PERANCANGAN PABRIK KIMIA TUGAS PERANCANGAN PABRIK BIOETANOL DARI TANAMAN SORGUM DENGAN KAPASITAS 324.000 kl/tahun Oleh : RIKY YONAS NIM. 21030110151003 URAY IRZANDI NIM. 21030110151004

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Konsumsi Bahan Bakar Diesel Tahunan

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Konsumsi Bahan Bakar Diesel Tahunan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan BBM mengalami peningkatan sejalan dengan peningkatan kebutuhan masyarakat akan bahan bakar ini untuk kegiatan transportasi, aktivitas industri, PLTD, aktivitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Namun demikian cadangan BBM tersebut dari waktu ke waktu menurun. semakin hari cadangan semakin menipis (Yunizurwan, 2007).

I. PENDAHULUAN. Namun demikian cadangan BBM tersebut dari waktu ke waktu menurun. semakin hari cadangan semakin menipis (Yunizurwan, 2007). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari dari kehidupan manusia modern, bahkan akan terus meningkat akibat semakin banyaknya populasi penduduk

Lebih terperinci

Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Kelapa Sawit

Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Kelapa Sawit Fitur Pemeringkatan ICRA Indonesia April 2015 Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Kelapa Sawit Pendahuluan Sektor perkebunan terutama kelapa sawit memiliki peran penting bagi perekonomian Indonesia karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minyak bumi pun menurun. Krisis energi pun terjadi pada saat ini, untuk

BAB I PENDAHULUAN. minyak bumi pun menurun. Krisis energi pun terjadi pada saat ini, untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan akan sumber energi semakin meningkat seiring dengan perkembangan zaman. Namun hal tersebut tidak diimbangi dengan ketersediaan sumber energi yang ada. Manusia

Lebih terperinci

Rancangan Umum Pengembangan Bioenergi Berbasis Kehutanan : Sebuah Inisiasi

Rancangan Umum Pengembangan Bioenergi Berbasis Kehutanan : Sebuah Inisiasi Rancangan Umum Pengembangan Bioenergi Berbasis Kehutanan : Sebuah Inisiasi Wening Sri Wulandari Diskusi Ilmiah Badan Litbang Kehutanan Bogor, 22 April 2014 Sistematika Kondisi Energi Nasional dan Peran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Para ilmuwan telah mengamati kadar karbon dioksida di udara mengalami peningkatan secara signifikan semenjak satu abad yang lalu dibandingkan dengan zaman pra-industri

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran strategis dalam menunjang perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan sebagai penyedia bahan pangan, pakan ternak, sumber bahan baku

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak nabati merupakan salah satu komoditas penting dalam perdagangan minyak pangan dunia. Tahun 2008 minyak nabati menguasai pangsa 84.8% dari konsumsi minyak pangan

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Selama tahun 1999-2008, rata-rata tahunan harga minyak telah mengalami peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam negeri semakin berkurang, bahkan di

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam negeri semakin berkurang, bahkan di 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam negeri semakin berkurang, bahkan di beberapa tempat terpencil mengalami kelangkaan pasokan. Oleh karena itu sudah saatnya Indonesia

Lebih terperinci

Peran Bioteknologi Dalam Mendukung Energi Berkelanjutan

Peran Bioteknologi Dalam Mendukung Energi Berkelanjutan Peran Bioteknologi Dalam Mendukung Energi Berkelanjutan Siswa Setyahadi Pusat Teknologi Bioindustri Deputi Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Gedung BPPT 2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan krisis Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia sudah mencapai tingkat yang sangat memprihatinkan. Di satu sisi konsumsi masyarakat (demand) terus meningkat,

Lebih terperinci

VIII. EFISIENSI DAN STRATEGI ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

VIII. EFISIENSI DAN STRATEGI ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA VIII. EFISIENSI DAN STRATEGI ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA Pada bagian ini dibahas efisiensi energi dalam perekonomian Indonesia, yang rinci menjadi efisiensi energi menurut sektor. Disamping itu,

Lebih terperinci

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014 OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014 23 DESEMBER 2014 METODOLOGI 1 ASUMSI DASAR Periode proyeksi 2013 2050 dimana tahun 2013 digunakan sebagai tahun dasar. Target pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata sebesar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisa kelayakan..., Muhamad Gadhavai Fatony, FE UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisa kelayakan..., Muhamad Gadhavai Fatony, FE UI, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Premium merupakan jenis bahan bakar minyak yang digunakan pada sektor transportasi, khususnya transportasi darat baik itu digunakan pada kendaraan pribadi maupun kendaraan

Lebih terperinci

Kebijakan Sektor Pertanian Mendukung Pengembangan BBN

Kebijakan Sektor Pertanian Mendukung Pengembangan BBN PENGEMBANGAN TANAMAN DAN BIOENERGI BERBASIS EKOREGION Prof Dr. Risfaheri Kepala Balai Besar Litbang Pasca panen Pertanian Focus Group Discussion Sinergi Riset dan Inovasi Bio-Energi pada Era Industri 4.0

Lebih terperinci

CATATAN DISKUSI TENTANG: Kebutuhan Energi, pengembangan energi alternatif dan potensi energi dari minyak jarak (Resume presentasi & makalah pembicara)

CATATAN DISKUSI TENTANG: Kebutuhan Energi, pengembangan energi alternatif dan potensi energi dari minyak jarak (Resume presentasi & makalah pembicara) CATATAN DISKUSI TENTANG: Kebutuhan Energi, pengembangan energi alternatif dan potensi energi dari minyak jarak (Resume presentasi & makalah pembicara) Pengembangan Energi di Dunia 1. BBM berbasis minyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, meningkatnya kegiatan Industri dan jumlah penduduknya, maka

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, meningkatnya kegiatan Industri dan jumlah penduduknya, maka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi listrik saat ini sudah merupakan suatu kebutuhan primer kehidupan masyarakat maupun bagi perkembangan menyeluruh suatu bangsa. Khususnya di Indonesia, meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Bio Oil Dengan Bahan Baku Tandan Kosong Kelapa Sawit Melalui Proses Pirolisis Cepat

BAB I PENDAHULUAN. Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Bio Oil Dengan Bahan Baku Tandan Kosong Kelapa Sawit Melalui Proses Pirolisis Cepat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Selama ini Indonesia menggunakan BBM (Bahan Bakar Minyak) sebagai sumber daya energi primer secara dominan dalam perekonomian nasional.pada saat ini bahan bakar minyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Jumlah cadangan minyak bumi dunia semakin menipis. Sampai akhir tahun 2013, cadangan minyak bumi dunia tercatat pada nilai 1687,9 miliar barel. Jika tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Energi minyak bumi telah menjadi kebutuhan sehari-hari bagi manusia saat

BAB I PENDAHULUAN. Energi minyak bumi telah menjadi kebutuhan sehari-hari bagi manusia saat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi minyak bumi telah menjadi kebutuhan sehari-hari bagi manusia saat ini karena dapat menghasilkan berbagai macam bahan bakar, mulai dari bensin, minyak tanah,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas penting di Malaysia

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas penting di Malaysia 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas penting di Malaysia sehingga industri kelapa sawit diusahakan secara besar-besaran. Pesatnya perkembangan industri kelapa

Lebih terperinci

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI SUMBER DAYA ENERGI. Nasional. Energi. Kebijakan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 300) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Konsumsi BBM Berdasarkan Sektor 2011 (Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2011)

Gambar 1.1 Konsumsi BBM Berdasarkan Sektor 2011 (Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2011) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan sumber daya yang sangat penting dalam kehidupan setiap makhluk.hal tersebut karena ketersediaan energi dapat mempengaruhi beberapa aspek kehidupan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Estimasi Produksi Komoditas Indonesia Tahun Produksi / Cadangan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Estimasi Produksi Komoditas Indonesia Tahun Produksi / Cadangan Indonesia BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang penelitian, posisi penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan-batasan serta sistematika penulisan laporan yang digunakan dalam penelitian.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan minyak bumi dan gas alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen dan pengekspor terbesar minyak kelapa sawit di dunia. Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Energi (M BOE) Gambar 1.1 Pertumbuhan Konsumsi Energi [25]

BAB I PENDAHULUAN. Energi (M BOE) Gambar 1.1 Pertumbuhan Konsumsi Energi [25] BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pertumbuhan populasi penduduk yang semakin meningkat mengakibatkan konsumsi energi semakin meningkat pula tetapi hal ini tidak sebanding dengan ketersediaan cadangan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Perkembangan Harga Minyak Bumi Minyak bumi merupakan salah satu sumber energi dunia. Oleh karenanya harga minyak bumi merupakan salah satu faktor penentu kinerja ekonomi global.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam pengembangan sektor pertanian sehingga sektor pertanian memiliki fungsi strategis dalam penyediaan pangan

Lebih terperinci

Rintangan-Rintangan Percepatan Implementasi Bioenergi

Rintangan-Rintangan Percepatan Implementasi Bioenergi Rintangan-Rintangan Percepatan Implementasi Bioenergi Tatang H. Soerawidjaja Ketua Umum Ikatan Ahli Bioenergi Indonesia (IKABI) Seminar KADIN Memasuki Era Energi Baru dan Terbarukan untuk Kedaulatan Energi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan jaman, kebutuhan manusia akan bahan bakar semakin meningkat. Namun, peningkatan kebutuhan akan bahan bakar tersebut kurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan harga BBM membawa pengaruh besar bagi perekonomian bangsa. digunakan semua orang baik langsung maupun tidak langsung dan

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan harga BBM membawa pengaruh besar bagi perekonomian bangsa. digunakan semua orang baik langsung maupun tidak langsung dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) yang berimbas pada kenaikan harga BBM membawa pengaruh besar bagi perekonomian bangsa Indonesia. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

LINGKUNGAN BISNIS PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

LINGKUNGAN BISNIS PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA LINGKUNGAN BISNIS PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA Nama : Budiati Nur Prastiwi NIM : 11.11.4880 Jurusan Kelas : Teknik Informatika : 11-S1TI-04 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2012 Abstrack Kelapa Sawit

Lebih terperinci

Sumber-Sumber Energi yang Ramah Lingkungan dan Terbarukan

Sumber-Sumber Energi yang Ramah Lingkungan dan Terbarukan Sumber-Sumber Energi yang Ramah Lingkungan dan Terbarukan Energi ramah lingkungan atau energi hijau (Inggris: green energy) adalah suatu istilah yang menjelaskan apa yang dianggap sebagai sumber energi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri strategis sektor pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemudahan ini melahirkan sisi negatif pada perkembangan komoditas pangan

BAB I PENDAHULUAN. Kemudahan ini melahirkan sisi negatif pada perkembangan komoditas pangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pasar bebas dipandang sebagai peluang sekaligus ancaman bagi sektor pertanian Indonesia, ditambah dengan lahirnya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015 yang diwanti-wanti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beracun dan berbahaya terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. kendaraan bermotor dan konsumsi BBM (Bahan Bakar Minyak).

BAB I PENDAHULUAN. beracun dan berbahaya terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. kendaraan bermotor dan konsumsi BBM (Bahan Bakar Minyak). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi otomotif sebagai alat transportasi, baik di darat maupun di laut, sangat memudahkan manusia dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Selain mempercepat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi mempunyai peranan penting dalam pencapaian kehidupan manusia di bumi. Berdasarkan data Departemen ESDM (2008), kondisi umum penggunaan energi di Indonesia masih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak awal Januari 2009 ini Pertamina semakin memperluas jaringan SPBU yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak awal Januari 2009 ini Pertamina semakin memperluas jaringan SPBU yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak awal Januari 2009 ini Pertamina semakin memperluas jaringan SPBU yang memasarkan atau hanya diberi opsi untuk menjual Biosolar saja, tidak lagi menjual solar

Lebih terperinci

Indonesia dan Pendayagunaan Sistem Energi Terbarukan

Indonesia dan Pendayagunaan Sistem Energi Terbarukan Indonesia dan Pendayagunaan Sistem Energi Terbarukan Tatang H. Soerawidjaja Anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), KetuaUmum Ikatan Ahli Bioenergi Indonesia (IKABI), dan Pengajar Program Studi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Strategi pembangunan pertanian yang berwawasan agribisnis dan agroindustri pada dasarnya menunjukkan arah bahwa pengembangan agribisnis merupakan suatu upaya

Lebih terperinci

oleh nilai tukar rupiah terhadap US dollar dan besarnya inflansi.

oleh nilai tukar rupiah terhadap US dollar dan besarnya inflansi. HMGRIN Harga Margarin (rupiah/kg) 12393.5 13346.3 7.688 VII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Dari hasil pendugaan model pengembangan biodiesel terhadap produk turunan kelapa sawit

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis bahan bakar minyak merupakan salah satu tanda bahwa cadangan energi fosil sudah menipis. Sumber energi fosil yang terbatas ini menyebabkan perlunya pengembangan

Lebih terperinci

SKEmA BARU PENDANAAN BIoDIESEL BERBASIS SAWIT,

SKEmA BARU PENDANAAN BIoDIESEL BERBASIS SAWIT, SKEmA BARU PENDANAAN BIoDIESEL BERBASIS SAWIT, menuju KEmANDIRIAN ENERgI DI TENgAh melemahnya harga minyak DUNIA yunita Ariyani, muhammad Ferian, Dadan Kusdiana, Bayu Krisnamurthi Badan Pengelola Dana

Lebih terperinci

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA, MENTERi ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN BAHAN BAKAR NABATI JENIS

Lebih terperinci

MEMANFAATKAN BIOENERGI UNTUK PEMBANGUNAN PEDESAAN

MEMANFAATKAN BIOENERGI UNTUK PEMBANGUNAN PEDESAAN MEMANFAATKAN BIOENERGI UNTUK PEMBANGUNAN PEDESAAN MEMANFAATKAN BIOENERGI UNTUK PEMBANGUNAN PEDESAAN Kata Pengantar Dunia saat ini sedang mengalami transisi dalam penggunaan energi, dari energi fosil ke

Lebih terperinci

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model Boks 1 Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model I. Latar Belakang Perkembangan ekonomi Riau selama beberapa kurun waktu terakhir telah mengalami transformasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia dan merupakan kunci utama diberbagai sektor. Semakin hari kebutuhan akan energi mengalami kenaikan seiring dengan

Lebih terperinci

USAID LESTARI DAMPAK PELARANGAN EKSPOR ROTAN SEMI-JADI TERHADAP RISIKO ALIH FUNGSI LAHAN, LINGKUNGAN DAN KESEJAHTERAAN PETANI

USAID LESTARI DAMPAK PELARANGAN EKSPOR ROTAN SEMI-JADI TERHADAP RISIKO ALIH FUNGSI LAHAN, LINGKUNGAN DAN KESEJAHTERAAN PETANI LESTARI BRIEF LESTARI Brief No. 02 I 27 Mei 2016 USAID LESTARI DAMPAK PELARANGAN EKSPOR ROTAN SEMI-JADI TERHADAP RISIKO ALIH FUNGSI LAHAN, LINGKUNGAN DAN KESEJAHTERAAN PETANI Penulis: Suhardi Suryadi Editor:

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA KELOMPOK I KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA TOPIK : PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO DAN KIMIA MELALUI PENDEKATAN KLASTER KELOMPOK INDUSTRI HASIL HUTAN DAN PERKEBUNAN, KIMIA HULU DAN

Lebih terperinci

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan Direktorat

Lebih terperinci

KomUNIKASI SINgKAT: BAgAImANA NASIB ENERgI TERBARUKAN DI INDoNESIA PASCA TURUNNyA harga minyak DUNIA?

KomUNIKASI SINgKAT: BAgAImANA NASIB ENERgI TERBARUKAN DI INDoNESIA PASCA TURUNNyA harga minyak DUNIA? KomUNIKASI SINgKAT: BAgAImANA NASIB ENERgI TERBARUKAN DI INDoNESIA PASCA TURUNNyA harga minyak DUNIA? verina J. Wargadalam Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber energi berbasis fosil (bahan bakar minyak) di Indonesia diperkirakan hanya cukup untuk 23 tahun lagi dengan cadangan yang ada sekitar 9.1 milyar barel (ESDM 2006),

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perkebunan memegang peranan penting dalam meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perkebunan memegang peranan penting dalam meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor perkebunan memegang peranan penting dalam meningkatkan pertumbuhan Produk Domestik Nasional Bruto (PDNB) sektor Pertanian, salah satunya adalah kelapa sawit.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA No.1067, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Bahan bakar Nabati. Biofuel. Pemanfaatan. Tata Niaga. Perubahan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

Krisis Pangan, Energi, dan Pemanasan Global

Krisis Pangan, Energi, dan Pemanasan Global Krisis Pangan, Energi, dan Pemanasan Global Benyamin Lakitan Kementerian Negara Riset dan Teknologi Rakorda MUI Lampung & Jawa Jakarta, 22 Juli 2008 Isu Global [dan Nasional] Krisis Pangan Krisis Energi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Krisis energi dan lingkungan akhir akhir ini menjadi isu global. Pembakaran BBM menghasilkan pencemaran lingkungan dan CO 2 yang mengakibatkan pemanasan global. Pemanasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan minyak bumi yang semakin menipis mempengaruhi aktivitas penduduk di dunia yang diakibatkan oleh sumber daya alam ini tidak dapat diperbaharui dan juga

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Konsumsi bahan bakar minyak (BBM) secara nasional mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Di sisi lain ketersediaan bahan bakar minyak bumi dalam negeri semakin hari semakin

Lebih terperinci

BIDANG USAHA TERTENTU (1) (2) (3) (4) (5) 1. PERTAMBANGAN BATUBARA DAN LIGNIT

BIDANG USAHA TERTENTU (1) (2) (3) (4) (5) 1. PERTAMBANGAN BATUBARA DAN LIGNIT LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 16 2015 TENTANG : KRITERIA DAN/ATAU PERSYARATAN DALAM PEMANFAATAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Jumlah produksi, konsumsi dan impor bahan bakar minyak di Indonesia [1]

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Jumlah produksi, konsumsi dan impor bahan bakar minyak di Indonesia [1] BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan bakar minyak merupakan kebutuhan yang sangat pokok bagi masyarakat Indonesia. Setiap harinya bahan bakar minyak digunakan untuk membantu aktifitas masyarakat.

Lebih terperinci

KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040

KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040 KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040 Ana Rossika (15413034) Nayaka Angger (15413085) Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut Teknologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan kemajuan teknologi dan industri telah memacu pertumbuhan konsumsi enerji yang cukup tinggi selama beberapa dasawarsa terakhir di dunia, sehingga mempengaruhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemiskinan, dan pembangunan wilayah terutama di luar pulau Jawa.

I. PENDAHULUAN. kemiskinan, dan pembangunan wilayah terutama di luar pulau Jawa. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting di Indonesia yang berperan sebagai sumber utama pangan dan pertumbuhan ekonomi. Peranan sektor ini di Indonesia masih

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Kunjungan Kerja ke PT. Wilmar Nabati Indonesia Gresik, 17 April 2015

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Kunjungan Kerja ke PT. Wilmar Nabati Indonesia Gresik, 17 April 2015 SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Kunjungan Kerja ke PT. Wilmar Nabati Indonesia Gresik, 17 April 2015 Bismillahirrohmanirrahim Yth.Pimpinan dan Karyawan PT. Wilmar Nabati Indonesia Yth. Pejabat Pemerintah

Lebih terperinci