DAFTAR ISI. V PROSPEK, POTENSI DAN ARAH PENGEMBANGAN.. V Prospek. V Potensi.. V Arah Pengembangan. V-5

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DAFTAR ISI. V PROSPEK, POTENSI DAN ARAH PENGEMBANGAN.. V Prospek. V Potensi.. V Arah Pengembangan. V-5"

Transkripsi

1 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI.. i DAFTAR TABEL.. iii DAFTAR GAMBAR. Iv I PENDAHULUAN.. I Latar Belakang I Maksud dan Tujuan I Ruang Lingkup Pekerjaan I Landasan Hukum.... I-6 II PENDEKATAN KONSEP II Pengertian-Pengertian. II Tembakau dan Industri Rokok. II-9 III METODOLOGI.... III Metode Pendekatan... III Metode Analisis. III Lokasi Kegiatan. III Tahap Pelaksanaan. III-7 IV KONDISI PERTEMBAKAUAN SAAT INI.. IV Peran Komoditas Tembakau. IV Kondisi Umum Pertembakauan di. IV Keragaan Tembakau Setiap Kecamatan di IV Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Tembakau di IV-50 V PROSPEK, POTENSI DAN ARAH PENGEMBANGAN.. V Prospek. V Potensi.. V Arah Pengembangan. V-5 i

2 VI KEBIJAKAN, STRATEGI DAN PROGRAM PENGEMBANGAN. VI Kebijakan. VI Sistem Pengembangan.. VI Program dan Kegiatan Pengembangan Agribisnis Tembakau VI-6 VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI.. VII Kesimpulan. VII Rekomendasi... VII-2 DAFTAR PUSTAKA ii

3 DAFTAR TABEL Tabel Uraian Halaman 2.1. Target dan Realisasi Penerimaan Cukai Anggaran II-7 Pendapatan Belanja Negara Penerimaan DBHC Hasil Tembakau Jawa Barat Tahun II Bobot Penilian pada Analisis AHP... III-3 iii

4 3.2. Jadwal Pelaksanaan Penyusunan Roadmap Komoditas Cengkeh dan Tembakau di 4.1. Luas Lahan dan Kelembagaan Petani Tembakau di Tahun Varietas dan Penggunaan Sarana Produksi Pada Usahatani Tembakau Di Produksi Tembakau Setiap Kecamatan di Kabupaten Bandung Produksi Tembakau Setiap Kecamatan di Kabupaten Bandung Kegiatan Sesuai Dengan Pedoman Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) Matriks Kegiatan Pengembangan Agribisnis Tembakau Di Pada Tahun III-12 IV-6 IV-13 IV-30 IV-33 VI-6 VI-9 DAFTAR GAMBAR Tabel Uraian Halaman 2.1. Pohon Industri Komoditas Tembakau.. II-15 iv

5 3.1. Diagram AHP Lokasi Kegiatan di.. III-5 III Hirarki kebijakan/program pengembangan tembakau... III Tahapan Penyusunan Roadmap Tembakau di Kabupaten III-11 Bandung.. Kerangka Keterkaitan Industri Hasil Tembakau yang mendukung 5.1. V-7 arah pengembangan tembakau di Strategi Umum Pengembangan Agribisnis Tembakau di Kerangka Roadmap Pengembangan Agribisnis Tembakau di VI-5 VI-24 v

6 1.1. Latar Belakang Industri Hasil Tembakau (IHT) sampai saat ini masih mempunyai peran penting dalam menggerakkan ekonomi nasional terutama di daerah penghasil tembakau, cengkeh dan sentra-sentra produksi rokok, antara lain dalam menumbuhkan industri/jasa terkait, penyediaan lapangan agribisnis dan penyerapan tenaga kerja. Dalam situasi krisis ekonomi, IHT tetap mampu bertahan dan tidak melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), bahkan industri ini mampu memberikan sumbangan yang cukup signifikan dalam penerimaan negara. Dalam pengembangan IHT, aspek ekonomi masih menjadi pertimbangan utama dengan tidak mengabaikan faktor dampak kesehatan. Industri Hasil Tembakau mendapatkan prioritas untuk dikembangkan karena mengolah sumber daya alam, menyerap tenaga kerja cukup besar baik langsung maupun tidak langsung sehingga memberikan sumbangan dalam penerimaan negara (cukai). Namun demikian, IHT dewasa ini dihadapkan pada berbagai permasalahan antara lain isu dampak merokok terhadap kesehatan baik di tingkat global yang disponsori oleh WHO sebagaimana tertuang dalan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) dan di tingkat nasional pengendalian produk tembakau tertuang dalam PP No.19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan. Di samping itu, IHT juga dihadapkan pada masalah kebijakan cukai yang tidak terencana dengan I-1

7 baik, tidak transparan dan lebih berorientasi pada upaya peningkatan pendapatan negara tanpa mempertimbangkan kemampuan industri rokok dan daya beli masyarakat ditambah dengan maraknya produksi dan peredaran rokok ilegal. Pengelompokan Industri Hasil Tembakau yaitu: 1) Kelompok Industri Hulu Dalam Klasifikasi Baku Lapangan Agribisnis Indonesia (KBLI) tahun 2005, Industri Hasil Tembakau yang tergolong dalam Kelompok Industri Hulu adalah Industri Pengeringan dan Pengolahan Tembakau (KBLI 16001). Kelompok yang termasuk yaitu kegiatan agribisnis di bidang pengasapan dan perajangan daun tembakau. 2) Kelompok Industri Antara Industri Hasil Tembakau yang termasuk dalam kelompok Industri Antara yaitu Industri Bumbu Rokok serta kelengkapan lainnya (KBLI 16009), meliputi: tembakau bersaus, bumbu rokok dan kelengkapan rokok lain seperti klembak menyan, saus rokok, uwur, klobot, kawung dan pembuatan filter. 3) Kelompok Industri Hilir Industri Hasil Tembakau yang termasuk dalam Kelompok Industri Hilir meliputi: Industri Rokok Kretek (KBLI 16002), Industri Rokok Putih (KBLI dan Industri Rokok lainnya (KBLI 16004) meliputi cerutu, rokok klembak menyan dan rokok klobot/kawung. Dari pengelompokkan Industri Hasil Tembakau di atas, potensi tembakau di termasuk dalam Kelompok Industri Hulu yaitu industri pengeringan dan pengolahan tembakau dengan kegiatan agribisnis di bidang pengasapan dan perajangan daun tembakau. I-2

8 Dalam Peraturan Menteri Keuangan RI No 20 Tahun 2009 Pasal 6 disebutkan bahwa Pemetaan industri hasil tembakau merupakan bagian dari pembinaan industri berupa kegiatan pengumpulan data yang berkaitan dengan industri hasil tembakau di suatu daerah, kegiatan ini sedikitnya memuat tentang asal daerah bahan baku (tembakau dan cengkeh). Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.07/2008 tentang Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau dan Sanksi Atas Panyalahgunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau mengatur penggunaan DBHC HT oleh daerah penerima. Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHC HT) yang diterima harus dialokasikan kembali pada kegiatan kegiatan yang berhubungan dengan pertembakauan. Petani sebagai ujung tombak utama pelaku agribisnis tembakau harus menerima manfaat paling besar dalam penggunaan DHBC HT tersebut. Namun, DBHC HT tersebut tidak bisa diberikan langsung dan dikelola langsung oleh petani. Data dari Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Bandung bahwa potensi tembakau tahun 2010 meliputi: luas areal tanaman sebesar hektar, produksi bahan mentah sebesar 5.218,40 ton, produksi hasil olahan sebesar 1.050,88 ton, rata-rata produksi sebesar 0,864 ton/hektar, dengan tenaga kerja sebanyak KK atau jumlah tenaga kerja yang terlibat sebanyak orang, atau 20 kelompok tani, tersebar di 15 kecamatan yaitu Arjasari, Cicalengka, Cikancung, Ciwidey, Cileunyi, Ibun, Pacet, Paseh, Soreang, Cilengkrang, Nagreg, Kutawaringin, Pasirjambu,Baleendah dan Cimaung. Dari data potensi tembakau di atas, permasalahan yang terjadi dalam pengembangan tembakau di yaitu minimnya data, belum adanya pemetaan dan rencana aksi (masterplan) pengembangan tembakau, sehingga menghambat dalam penyusunan I-3

9 rencana kerja maupun pengembangan tembakau secara terpadu dan berkelanjutan. Berdasarkan kondisi tersebut di atas, diperlukan Penyusunan Roadmap Pengembangan Tembakau di yang dapat menggambarkan potensi, lokasi, dan rencana aksi dengan mensinergikan rencana pengembangan tembakau secara terkoordinasi dan terintegrasi, sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani Maksud dan Tujuan Maksud Maksud Kegiatan Penyusunan Roadmap Pengembangan Tembakau adalah memperoleh road map komoditas tembakau yang mendukung peningkatan kesejahteraan petani tembakau melalui agribisnis yang integrated dan sustainable di. Tujuan Tujuan Pelaksanaan Kegiatan Penyusunan Roadmap Pengembangan Tembakau yaitu: a. Memetakan kekuatan dan peluang, sumberdaya lokal, potensi kelompok petani, kegiatan agribisnis dan taraf hidup petani tembakau pada 15 kecamatan penghasil tembakau di. b. Pembuatan model kelembagaan dan pengembangan agribisnis tembakau secara terpadu dan berkelanjutan. I-4

10 c. Penyusunan arah pengembangan tembakau kedalam sebuah dokumen road map pembangunan dan pengembangan agribisnis petani tembakau di khususnya pada 15 lokasi kecamatan penghasil tembakau di. Sasaran : a. Terumuskannya kebijakan, strategi, arah pengembangan agribisnis petani tembakau tahun (5 tahun) di. b. Tersusunnya model kelembagaan dan pengembangan agribisnis petani tembakau yang terpadu dan berkelanjutan. c. Terumuskannya Road map yang mencakup sasaran yang dilakukan secara berkelanjutan mencakup: teknologi, komoditas, organisasi/kelembagaan, infrastruktur, sosialisasi dengan indikator antara lain : organisasi, Sumber Daya lahan, kepemilikan lahan, pembiayaan/kelayakan usaha, penjaminan, remunerasi/upah, motif usaha/diversifikasi usaha, motif pasar, kemandirian, taraf hidup, prasarana dan sarana, pelayanan (services). d. Tersusunnya program dan rencana aksi (action plan) kegiatan agribisnis petani tembakau tahun (5 tahun, yaitu masa persiapan/pembenahan, transisi dan masa pencapaian). Output : a. Buku Roadmap Pengembangan Tembakau atau roadmap pembangunan dan pengembangan agribisnis petani tembakau tahun (5 tahun) di. b. Media sosialisasi road map pembangunan dan pengembangan agribisnis petani tembakau terpadu. I-5

11 1.3. Ruang Lingkup Pekerjaan Ruang lingkup kegiatan Penyusunan Roadmap Pengembangan Tembakau meliputi substansi pekerjaan sebagai berikut : 1. Melakukan telaahan, koordinasi dan fasilitasi perencanaan pengembangan tembakau. 2. Mengidentifikasi potensi tembakau di 15 wilayah kecamatan berdasarkan kondisi sumber daya lahan, kegiatan agribisnis petani, kelembagaan agribisnis dan taraf hidup petani. 3. Mengidentifikasi pengembangan nilai tambah dan daya saing produk tembakau. 4. Mengkoordinasikan dan mensinergikan potensi masyarakat dan swasta/asosiasi sesuai dengan kapasitas pemerintah daerah untuk mewujudkan optimalisasi pengembangan tembakau di daerah. 5. Melakukan penyusunan dokumen road map pembangunan dan pengembangan agribisnis petani tembakau yang terpadu dan berkelanjutan. 6. Melakukan sosialisasi hasil pemetaan industri hasil tembakau pada 15 kecamatan di Landasan Hukum Road Map Pengembangan Tembakau merupakan dokumen resmi untuk memandu berbagai aktivitas pengelolaan tembakau di, adapun yang menjadi landasan penyusunannya adalah : I-6

12 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai; 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4268); 3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara; 4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Daerah; 5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4411); 6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; 7. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; 8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undangundang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah menjadi Undang-undang; 9. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; I-7

13 10. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah; 11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah; Sebagaimana telah di ubah dengan Permendagri No.59 Tahun Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.04/2005 tentang Penetapan Dasar dan Tarip Cukai Tembakau; 13. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 60/PMK.07/2008 tentang Dana Alokasi Cukai Hasil Tembakau; 14. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.07/2008 tentang Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau Dan Sanksi Atas Penyalahgunaan Alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau; Sebagaimana telah di ubah dengan PMK No.20/PMK.07/ Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 9 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Penggunaan Dan Pengalokasian Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau Tahun 2009; 16. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 85 Tahun 2010 Tentang Pembagian Alokasi Sementara Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau Jawa Barat Tahun Peraturan Daerah No.3 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun Peraturan Daerah No.7 Tahun 2011 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kabupaten bandung Tahun I-8

14 19. Peraturan Bupati Bandung No. 55 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pengelolaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT). I-9

15 2.1. Pengertian-Pengertian Pengertian Road map Roadmap merupakan idiom dalam ragam bahasa Inggris-Amerika. Secara harfiah maknanya peta jalan bagi kendaraan bermotor. Makna idiomatiknya ialah a detailed plan to guide progress toward a goal (Merriam-Webster, 2008). Tafsirannya, rencana terperinci yang mengarahkan gerak maju menuju sasaran atau matlamat ( Pengertian Cukai dan Barang Kena Cukai Undang-Undang yang mengatur tentang cukai pada saat ini adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai dan Undang- Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai. Pengertian cukai berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 adalah sebagai berikut : Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barangbarang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam undang-undang ini. Selanjutnya berdasarkan pasal 2 UU Nomor 11 Tahun 1995 Jo. UU Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai, maka yang dimaksud dengan barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik dimaksud,mengandung arti : II-1

16 1. konsumsinya perlu dikendalikan; 2. peredarannya perlu diawasi; 3. pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup; atau 4. pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan, dikenai cukai berdasarkan undang-undang ini. Barang-barang yang mempunyai sifat dan karakteristik tersebut di atas dinamakan Barang Kena Cukai. Barang Kena Cukai terdiri atas : 1. Etil alkohol atau etanol, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya. Pengertian "etil alkohol atau etanol" adalah barang cair, jernih, dan tidak berwarna, merupakan senyawa organik dengan rumus kimia C 2 H 5 OH, yang diperoleh baik secara peragian dan/atau penyulingan maupun secara sintesa kimiawi. 2. Minuman yang mengandung etil alkohol dalam kadar berapa pun, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya, termasuk konsentrat yang mengandung etil alkohol; Pengertian "minuman yang mengandung etil alkohol" adalah semua barang cair yang lazim disebut minuman yang mengandung etil alkohol yang dihasilkan dengan cara peragian, penyulingan, atau cara lainnya, antara lain bir, shandy, anggur, gin, whisky, dan yang sejenis. Pengertian "konsentrat yang mengandung etil alkohol" adalah bahan yang mengandung etil alkohol yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan minuman yang mengandung etil alkohol. II-2

17 3. Hasil tembakau, yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, dan hasil pengolahan tembakau lainnya, dengan tidak mengindahkan digunakan atau tidak bahan pengganti atau bahan pembantu dalam pembuatannya. o Sigaret adalah : Hasil tembakau yang dibuat dari tembakau rajangan yang dibalut dengan kertas dengan cara dilinting untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya. (Sigaret Kretek, Sigaret Putih dan Sigaret Kelembak Kemenyan). Sigaret Kretek adalah : Sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan cengkih atau bagiannya, baik asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya. Sigaret Putih adalah : Sigaret yang dalam pembutannya tanpa dicampuri dengan cengkih, kelembak atau kemenyan. Sigaret Kretek/Putih yang dibuat dengan Mesin adalah : Sigaret Kretek dan Sigaret Putih yang dalam pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasannya dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, seluruhnya atau sebagian menggunakan mesin. Sigaret Kretek/Putih yang dibuat dengan cara lain daripada Mesin adalah Sigaret Kretek dan Sigaret Putih yang dalam pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasannya dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, tanpa menggunakan mesin. II-3

18 o Cerutu adalah : Hasil tembakau yang dibuat dari lembaranlembaran daun tembakau diiris atau tidak, dengan cara digulung demikian rupa dengan daun tembakau, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya. o Rokok Daun adalah : Hasil tembakau yang dibuat dari daun Nipah,daun Jagung (Klobot), atau sejenisnya, dengan cara dilinting, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya. o Tembakau Iris adalah : Hasil tembakau yang dibuat dari daun tembakau yang dirajang, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya. o Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya adalah hasil tembakau yang dibuat dari daun tembakau selain yang disebut dalam huruf ini yang dibuat secara lain sesuai dengan perkembangan tehnologi dan selera konsumen, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHC HT) Untuk penetapan harga dasar dan tarif cukai hasil tembakau ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 43/PMK.04/2005, pada peraturan ini dilakukan pembagian jenis-jenis hasil tembakau, penggolongan pengusaha pabrik hasil tembakau, nilai tarif cukai dan batasan harga jual eceran hasil tembakau buatan dalam negeri dan luar negeri, batasan harga jual eceran dan tarif cukai hasil tembakau yang diimpor maupun tidak. Peraturan ini diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 118/PMK.04/2006 pada tahun 2006, diubah kembali pada tahun 2007 dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 134/PMK.04/2007. II-4

19 Pada tahun 2008 dikeluarkan peraturan baru yang mengatur tentang tarif cukai hasil tembakau dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 203/PMK.011/2008 dan diubah kembali pada tahun 2009 dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 181/PMK.011/2009. Perubahan yang dilakukan berulang-ulang ini dimaksudkan untuk mengikuti perubahan perekonomian negara mengikuti inflasi dan kenaikan harga yang terjadi. Hal-hal yang diubah adalah mengenai tarif dasarnya. Mengenai pengaturan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 84/PMK.07/2008 tentang Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) & Sanksi Atas Penyalahgunaan Alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT). Tata urutan pelaksanaan pembagian Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) ke daerah diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 126/PMK.07/2010 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah. Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHC HT) adalah dana yang diberikan kepada daerah, provinsi, kabupaten dan kota dari penerimaan negara yang berasal dari cukai rokok sebesar 2% sebagaimana tertuang dalam Pasal 66 A Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai, dinyatakan bahwa : (1) Penerimaan negara dari cukai hasil tembakau yang dibuat di Indonesia dibagikan kepada Provinsi penghasil cukai hasil tembakau sebesar 2 % yang digunakan untuk mendanai : a) peningkatan kualitas bahan baku, b) pembinaan industri, c) pembinaan lingkungan sosial, d) Sosialisasi ketentuan di bidang cukai, e) Pemberantasan barang kena cukai ilegal II-5

20 (3) Gubernur mengelola dan menggunakan DBH Cukai hasil tembakau dan mengatur pembagian DBH Cukai hasil tembakau kepada Bupati/Walikota di daerahnya masing-masing berdasarkan besaran kontribusi penerimaan cukai hasil tembakau. (4) Pembagian DBH Cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan persetujuan Menteri, dengan komposisi : a) 30 % untuk provinsi penghasil, b) 40 % untuk kabupaten/kota penghasil, dan c) 30 % untuk kabupaten/kota lainnya. Penerimaan Negara dari cukai secara keseluruhan setiap tahun mengalami peningkatan dengan kontribusi terbesar 75 % berasal dari cukai rokok. Dari cukai rokok, pemerintah bisa mendapatkan sekitar Rp 50 triliun setiap tahunnya. Peraturan Menteri Keuangan No. 181/PMK.011/2009 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau, yang mulai berlaku pada 1 Januari 2010 menetapkan besaran kenaikan tarif cukai pada 2010 untuk sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret kretek tangan (SKT). Tarif cukai untuk SKM I ditetapkan rata-rata Rp. 20 per batang. Adapun, tarif cukai untuk SKM II sebesar Rp20 per batang, sementara untuk sigaret putih mesin (SPM) golongan I Rp 35 per batang, SPM II Rp. 28 per batang. Adapun cukai untuk sigaret kretek tangan (SKT) I Rp15, SKT II Rp. 15, dan SKT III Rp. 25 per batang. Penerimaan Negara dari cukai dalam kurun waktu tiga tahun terakhir adalah sebagai berikut : II-6

21 Tabel 2.1. Target dan Realisasi Penerimaan Cukai Anggaran Pendapatan Belanja Negara Tahun Target (Rp. Triliun) Realisasi (Rp. Triliun) Rasio Cukai (Persen) ,24 33,26 103, ,52 37,80 98, ,03 44,70 106, ,72 51,25 112, ,30 54,5 102, ,0 59,3 104, ,7 - - Sumber : Departemen Keuangan Republik Indonesia, Sementara penerimaan cukai dari industri rokok yang ada di Jawa Barat cukup siginifikan untuk tiga tahun terakhir. Kontribusi penerimaan Negara tersebut berasal dari 4 pabrik besar tembakau yang ada di Kabupaten Cirebon, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Karawang dan serta lebih dari 120 industri kecil menengah pengolah hasil tembakau yang tersebar di Jawa Barat. Atas penerimaan cukai tersebut, Jawa Barat memperoleh dana bagi hasil cukai hasil tembakau dalam dua tahun terakhir sebagai berikut : II-7

22 No. Tabel 2.2 Penerimaan DBHC Hasil Tembakau Jawa Barat tahun Daerah Tahun 2008 (Rp) Tahun 2009 (Rp) Tahun 2010 (Rp) Tahun 2011 (Rp) 1 Provinsi Jawa Barat Kabupaten Bekasi Kabupaten Bogor Kabupaten Ciamis Kabupaten Cianjur Kabupaten Cirebon Kabupaten Garut Kabupaten Indramayu Kabupaten Karawang Kabupaten Kuningan Kabupaten Majalengka Kabupaten Purwakarta Kabupaten Subang Kabupaten Sukabumi Kabupaten Sumedang Kab. Tasikmalaya Kota Bandung Kota Bekasi Kota Bogor Kota Cirebon Kota Depok Kota Sukabumi Kota Cimahi Kota Tasikmalaya Kota Banjar Kab. Bandung Barat II-8

23 2.2. Tembakau dan Industri Rokok Tembakau Tembakau yang dikabarkan ada sejak abad ke-16 adalah produk pertanian yang diproses dari daun tanaman dari genus Nicotiana. Tembakau dapat dikonsumsi, digunakan sebagai pestisida, dan dalam bentuk nikotin tartrat dapat digunakan sebagai obat. Jika dikonsumsi, pada umumnya tembakau dibuat menjadi rokok, tembakau kunyah, dan sebagainya. Tembakau telah lama digunakan sebagai entheogen di Amerika. Kedatangan bangsa Eropa ke Amerika Utara mempopulerkan perdagangan tembakau terutama sebagai obat penenang. Kepopuleran ini menyebabkan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat bagian selatan. Setelah Perang Saudara Amerika Serikat, perubahan dalam permintaan dan tenaga kerja menyebabkan perkembangan industri rokok. Produk baru ini dengan cepat berkembang menjadi perusahaan-perusahaan tembakau hingga terjadi kontroversi ilmiah pada pertengahan abad ke-20. Dalam Bahasa Indonesia tembakau merupakan serapan dari bahasa asing. Bahasa Spanyol "tabaco" dianggap sebagai asal kata dalam bahasa Arawakan, khususnya, dalam bahasa Taino di Karibia, disebutkan mengacu pada gulungan daun-daun pada tumbuhan ini (menurut Bartolome de Las Casas, 1552) atau bisa juga dari kata "tabago", sejenis pipa berbentuk y untuk menghirup asap tembakau (menurut Oviedo, daun-daun tembakau dirujuk sebagai Cohiba, tetapi Sp. Tobaco (juga It. tobacco) umumnya digunakan untuk mendefinisikan tumbuhan obatobatan sejak 1410, yang berasal dari Bahasa Arab, sebagai nama dari berbagai jenis tumbuhan. Kata tobacco (bahasa Inggris) bisa jadi berasal dari Eropa, dan pada akhirnya diterapkan untuk tumbuhan sejenis yang berasal dari Amerika. II-9

24 Tembakau dan industri hasil ikutannya (rokok) selama ini telah memberikan kontribusi cukup besar terhadap perekonomian nasional. Industri tembakau dari hulu (usaha tani) sampai hilirnya (Industri Hasil Tembakau/Pabrik Rokok) mampu menyediakan lapangan kerja yang cukup besar. Tembakau di Indonesia bisa menghidupi sekitar 6 juta orang. Mereka adalah petani tembakau, buruh pabrik rokok, distributor, biro iklan, dan orang-orang yang berkecimpung di dunia jasa event organizer (EO) yang menjadikan rokok sebagai sponsor utama kegiatan. Selain itu, tembakau juga berkontribusi dalam memutar roda pembangunan nasional. Untuk mencapai usahatani tembakau yang profesional, telah dilakukan intensifikasi tembakau antara lain melalui ; 1) penggunaan benih unggul, baik berupa penggunaan benih introduksi maupun lokal ; 2) pengolahan tanah sesuai dengan baku teknis; 3) pengaturan air termasuk peramalan iklim ; 4) pemupukan tanaman ; 5) perlindungan tanaman dan 6) panen serta pasca panen. Tanaman tembakau terdiri dari batang, daun tembakau dan bunga. Setelah tanaman tembakau berumur, daun secara bertahap dipetik mulai dari daun bawah, tengah dan atas. Selanjutnya batang tembakau dimanfaatkan untuk kayu bakar dan biji dari bunga digunakan (secara selektif) untuk bibit dan daun tembakau diproses menjadi rokok, cerutu, tembakau iris dan/atau diekspor dalam bentuk tembakau yang sudah dikeringkan. Secara singkat, pohon industri tembakau dapat digambarkan pada Gambar 2.1. II-10

25 Pengusahaan tembakau oleh petani rakyat terutama ditujukan untuk ekspor, biasanya merupakan tembakau asepan yang digunakan sebagai bahan baku cerutu dan tembakau rajangan yang digunakan sebagai bahan baku rokok umumnya terkena pajak biaya cukai yang sangat tinggi kurang lebih 40 persen. Kondisi ini sangat memberatkan dan tidak kondusif bagi pengembangan tembakau nasional, padahal komoditas ini sangat prospektif baik sebagai industri yang mampu menyerap tenaga kerja secara ekstensif khususnya di pedesaan, menciptakan nilai tambah melalui kegiatan industri pengopenan, pengasapan, perajangan dan pabrik rokok, serta sebagai penghasil devisa melalui kegiatan ekspor. Liberalisasi perdagangan yang makin menguat dewasa ini memberikan peluang-peluang baru sekaligus tantangan-tantangan baru yang harus dihadapi. Dari segi permintaan pasar, liberalisasi perdagangan memberikan peluang-peluang baru seperti pasar yang semakin terbuka sejalan dihapuskannya berbagai hambatan perdagangan antar negara. Namun liberalisasi perdagangan juga menimbulkan masalah-masalah serius jika komoditas yang diproduksi secara lokal tidak mampu bersaing di pasar dunia. II-11

26 Gambar 2.1. Pohon Industri Komoditas Tembakau Daerah penghasil tembakau Di Indonesia, tembakau yang baik (komersial) hanya dihasilkan di daerah-daerah tertentu. Kualitas tembakau sangat ditentukan oleh lokasi penanaman dan pengolahan pascapanen. Akibatnya, hanya beberapa tempat yang memiliki kesesuaian dengan kualitas tembakau terbaik, tergantung produk sasarannya. Berikut adalah jenis-jenis tembakau yang dinamakan menurut tempat penghasilnya. II-12

27 1. Tembakau Deli, penghasil tembakau untuk cerutu 2. Tembakau Temanggung, penghasil tembakau srintil untuk sigaret 3. Tembakau Vorstenlanden (Yogya-Klaten-Solo), penghasil tembakau untuk cerutu dan tembakau sigaret (tembakau Virginia) 4. Tembakau Besuki, penghasil tembakau rajangan untuk sigaret 5. Tembakau Madura, penghasil tembakau untuk sigaret 6. Tembakau Lombok Timur, penghasil tembakau untuk sigaret (tembakau Virginia) Industri Rokok Manusia di dunia yang merokok untuk pertama kalinya adalah suku bangsa Indian di Amerika, untuk keperluan ritual seperti memuja dewa atau roh. Pada abad ke-16, Ketika bangsa Eropa menemukan benua Amerika, sebagian dari para penjelajah Eropa itu ikut mencoba-coba menghisap rokok dan kemudian membawa tembakau ke Eropa. Kemudian kebiasaan merokok mulai muncul di kalangan bangsawan Eropa. Tapi berbeda dengan bangsa Indian yang merokok untuk keperluan ritual, di Eropa orang merokok hanya untuk kesenangan semata-mata. Abad ke-17 para pedagang Spanyol masuk ke Turki dan saat itu kebiasaan merokok mulai masuk negara-negara Islam. Rokok dibedakan menjadi beberapa jenis. Pembedaan ini didasarkan atas bahan pembungkus rokok, bahan baku atau isi rokok, proses pembuatan rokok, dan penggunaan filter pada rokok. A. Rokok berdasarkan bahan pembungkus. 1. Klobot: rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun jagung. 2. Kawung: rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun aren. 3. Sigaret: rokok yang bahan pembungkusnya berupa kertas. 4. Cerutu: rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun tembakau. II-13

28 B. Rokok berdasarkan bahan baku atau isi. 1. Rokok Putih: rokok yang bahan baku atau isinya hanya daun tembakau yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu. 2. Rokok Kretek: rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau dan cengkeh yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu. 3. Rokok Klembak: rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau, cengkeh, dan kemenyan yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu. C. Rokok berdasarkan proses pembuatannya. 1. Sigaret Kretek Tangan (SKT): rokok yang proses pembuatannya dengan cara digiling atau dilinting dengan menggunakan tangan dan atau alat bantu sederhana. 2. Sigaret Kretek Mesin (SKM): rokok yang proses pembuatannya menggunakan mesin. Sederhananya, material rokok dimasukkan ke dalam mesin pembuat rokok. Keluaran yang dihasilkan mesin pembuat rokok berupa rokok batangan. Saat ini mesin pembuat rokok telah mampu menghasilkan keluaran sekitar enam ribu sampai delapan ribu batang rokok per menit. Mesin pembuat rokok, biasanya, dihubungkan dengan mesin pembungkus rokok sehingga keluaran yang dihasilkan bukan lagi berupa rokok batangan namun telah dalam bentuk pak. Ada pula mesin pembungkus rokok yang mampu menghasilkan keluaran berupa rokok dalam pres, satu pres berisi 10 pak. Sayangnya, belum ditemukan mesin yang mampu menghasilkan SKT karena terdapat perbedaan diameter pangkal dengan diameter ujung SKT. Pada SKM, lingkar pangkal rokok dan lingkar ujung rokok sama besar. II-14

29 D. Sigaret Kretek Mesin sendiri dapat dikategorikan kedalam 2 bagian : 1. Sigaret Kretek Mesin Full Flavor (SKM FF): rokok yang dalam proses pembuatannya ditambahkan aroma rasa yang khas. Contoh: Gudang Garam Filter Internasional, Djarum Super, dll. 2. Sigaret Kretek Mesin Light Mild (SKM LM): rokok mesin yang menggunakan kandungan tar dan nikotin yang rendah. Rokok jenis ini jarang menggunakan aroma yang khas. Contoh: A Mild, Class Mild, Star Mild, U Mild, LA Light, Surya Slim, dll. E. Rokok berdasarkan penggunaan filter. 1. Rokok Filter (RF): rokok yang pada bagian pangkalnya terdapat gabus. 2. Rokok Non Filter (RNF): rokok yang pada bagian pangkalnya tidak terdapat gabus. ( II-15

30 3.1. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang digunakan adalah survey deskriptif melalui proses pengumpulan data untuk mendapatkan informasi dari berbagai sumber informasi mengenai fenomena pada saat sekarang (existing condition) secara obyektif. Tujuannya untuk menyusun gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang akan dikaji, sehingga diperoleh buku roadmap tembakau yang betul-betul akurat sebagai pedoman untuk pengembangan tembakau di Metode Analisis Setelah mengumpulkan semua data dan informasi, maka selanjutnya data diolah dan dianalisis dengan: 1. Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats). Kegiatan yang paling penting dalam proses analisis adalah memahami seluruh informasi yang terdapat pada suatu kasus, menganalisis situasi untuk mengetahui isu apa yang sedang terjadi, dan memutuskan strategi apa yang harus segera dilakukan untuk memecahkan masalah. III-1

31 Analisis SWOT dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Dengan dilakukannya analisis SWOT, maka akan dapat menghasilkan alternatif strategi yang sesuai dengan misi, sasaran dan kebijakan (Rangkuti, 2002). Analisis SWOT ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara bersaman dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats). 2. Penyaringan dengan menggunakan sharing criteria : Alternatif Kegiatan (Program) Kriteria Total Skor Kegiatan A Kegiatan B Kegiatan C Kegiatan D Kegiatan E Dst... Keterangan : 1 = manfaat yang diperoleh 2 = ketersediaan modal 3 = dukungan manajemen (intern) 4 = dukungan kebijakan pemerintah (ekstern) 5 = SDM Skoring misalnya : SB = sangat baik Skor 3 B = Baik Skor 2 SK = Kurang Skor 1 III-2

32 3. Untuk mengetahui program yang menjadi prioritas dapat menggunakan Analisys Hierarchy Process (AHP). Analysis Hierarchy Process (AHP), merupakan suatu metode pengambilan keputusan dimana fator-faktor logika, intuisi, pengalaman dan pengetahuan (data), emosi dan rasa dicoba dioptimasikan melalui suatu proses yang sistimatis. Penentuan prioritas dilakukan dengan menghitung bobot relatif antar variabel (elemen) sehingga dapat diketahui bobot (tingkat kepentingan) setiap elemen terhadap suatu kriteria (prioritas lokal) atau terhadap pencapaian tujuan (prioritas global). Penentuan prioritas dilakukan dengan menggunakan metode perbandingan berpasangan (pairwise comparison) antar elemen pada tingkat (level) hierarki yang sama, yaitu dengan menggunakan skala mulai dari 1 sampai dengan 9. Nilai bobot 1 menggambarkan sama penting, ini berarti bahwa nilai atribut yang sama skalanya, nilai bobotnya 1, sedangkan nilai bobot 9 menggambarkan kasus atribut yang penting absolut dibandingkan dengan yang lainnya. Skala penilaian seperti pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Bobot Penilian pada Analisis AHP. Tingkat Kepentingan Definisi Penjelasan 1 Kedua elemen sama penting Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan 3 Elemen yang satu sedikit lebih Penting daripada elemen yang Lain Pengalaman dan penilaian sedikit mendukung satu elemen dibanding elemen yang lainnya 5 Elemen yang satu lebih penting daripada elemen yang lain 7 Satu elemen jelas lebih penting dari elemen lainnya 9 Satu elemen mutlak lebih penting daripada elemen yang lainnya Pengalaman dan penilaian sangat kuat mendukung satu elemen dibanding elemen yang lainnya Satu elemen dengan kuat didukung dan dominan terlihat dalam praktek Bukti yang mendukung elemen III-3

33 Tingkat Kepentingan Definisi 2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangaan yang berdekatan Kebalikan Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i Penjelasan Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi diantara dua pilihan Di dalam AHP, penetapan prioritas kebijakan dilakukan dengan menangkap secara rasional persepsi orang, kemudian mengkonversi faktor-faktor yang intangible (yang tidak terukur) ke dalam aturan yang biasa, sehingga dapat dibandingkan. Adapun tahapan dalam analisis data sebagai berikut : a). Identifikasi sistem, yaitu untuk mengidentifikasi permasalahan dan menentukan solusi yang diinginkan. Identifikasi sistem dilakukan dengan cara mempelajari referensi dan berdiskusi dengan para pakar yang memahami permasalahan, sehingga diperoleh konsep yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi. b). Penyusunan struktur hierarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan sub tujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif-alternatif pada tingkatan kriteria yang paling bawah. c). Perbandingan berpasangan, menggambarkan pengaruh relatif setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat diatasnya. Teknik perbandingan berpasangan yang digunakan dalam AHP berdasarkan judgement atau pendapat dari para responden yang dianggap sebagai key person. Mereka dapat terdiri atas: 1) pengambil keputusan; 2) para pakar; 3) orang yang terlibat dan memahami permasalahan yang dihadapi. III-4

34 d). Matriks pendapat individu, formulasinya dapat disajikan sebagai berikut: C1 C2 Cn C 1 1 a12 a1n C 2 1/a12 1 A2n... C n 1/a1n 1/a2n 1 Dalam hal ini C1, C2,... Cn adalah set elemen pada satu tingkat dalam hierarki. Kuantifikasi pendapat dari hasil perbandingan berpasangan membentuk matriks n x n. Nilai aij merupakan nilai matriks pendapat hasil perbandingan yang mencerminkan nilai kepentingan Ci terhadap Cj. Adapun diagram AHP secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 3.1. Mulai Analisa Kebutuhan Penyusunan hierarki Penilaian perbandingan setiap elemen Pengolahan horizontal 1. Perkalian elemen 2. Perhitungan vektor prioritas 3. Perhitungan nilai eigen 4. Perhitungan indeks konsistensi CI dan CR Revisi pendapat Tidak CI, CR memenuhi Ya Penyusunan matrik gabungan CI, CR memenuhi Perhitungan vector prioritas gabungan Pengolahan vertikal Ya CI, CR memenuhi Perhitungan vector prioritas sistem Revisi pendapat SELESAI Gambar 3.1. Diagram AHP III-5

35 e). Matriks pendapat gabungan, merupakan matriks baru yang elemen-elemennya berasal dari rata-rata geometrik elemen matriks pendapat individu yang nilai rasio inkonsistensinya memenuhi syarat. f). Pengolahan horisontal, yaitu : a) Perkalian baris; b) Perhitungan vektor prioritas atau vektor ciri (eigen vektor); c) Perhitungan akar ciri (eigen value) maksimum, dan d) Perhitungan rasio inkonsistensi. Nilai pengukuran konsistensi diperlukan untuk menghitung konsistensi jawaban responden. g). Pengolahan vertikal, digunakan untuk menyusun prioritas pengaruh setiap elemen pada tingkat hierarki keputusan tertentu terhadap sasaran utama Lokasi Kegiatan Lokasi Kegiatan dilaksanakan di wilayah dengan objek di 15 kecamatan yaitu Arjasari, Cicalengka, Cikancung, Ciwidey, Cileunyi, Ibun, Pacet, Paseh, Soreang, Baleendah, Cilengkrang, Nagreg, Kutawaringin, Pasirjambu dan Cimaung (Gambar 3.2.). III-6

36 Gambar 3.2. Lokasi Kegiatan di 3.4. Tahapan Pelaksanaan Pelaksanaan pekerjaan meliputi beberapa tahapan kerja yakni : Tahapan persiapan meliputi : a. Pembuatan rencana kegiatan, pekerjaan yang dilaksanakan adalah penyusunan persiapan pekerjaan b. Konsolidasi tim pelaksana c. Konsolidasi dan koordinasi dengan instansi terkait III-7

37 3.4.2 Tahap pengumpulan data. a. Pengumpulan data Melakukan berbagai studi literatur tentang berbagai sumber literatur yang relevan. Konsolidasi para pemangku kepentingan dalam kegiatan pengembangan tembakau (stakeholders), seperti : BPS, Bappeda, Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan, Dinas Kesehatan di, dan lain-lain. Melakukan survey lapangan untuk mengidentifikasi tentang aktivitas usaha dari subsistem hulu sampai hilir untuk komoditas tembakau dari 15 Gapoktan Tembakau (15 kecamatan) yang mencakup perwakilan dari kelompok tani tingkat desa sentra tembakau. Pengumpulan data kondisi dan potensi tembakau berdasarkan data sekunder dan data primer hasil survey (FGD) serta data hasil kuesioner dari para pemangku kepentingan. Pengumpulan data primer dari Gapoktan dan kelompok tani akan dilaksanakan untuk 15 Gapoktan Tembakau (15 kecamatan) yang mencakup perwakilan dari kelompok tani tingkat desa sentra tembakau. III-8

38 FOKUS Roadmap dan Kebijakan Pengembangan tembakau FAKTOR Ekologis Ekonomis Sosial Budaya AKTOR Pemerintah Masyarakat Swasta/BUMD Pemerintah & Masyarakat Pemerintah & Swasta/BUMD TUJUAN Pengendalian SD lahan (erosi, kesuburan) Infrastruktur/ saranaprasarana Peningkatan teknologi pengolahan dan mutu komoditas Kesehatan petani dan masyarakat Lapangan Kerja dan pendapatan daerah Produksi Tembakau Kelembagaa n dan Pendidikan kelompok tani Gambar 3.3. Hirarki kebijakan/program pengembangan tembakau III-9

39 Secara ringkas teknis pengumpulan data adalah : NO Jenis Data Sifat 1 Potensi dan masalah pengembangan tembakau di lapangan 2 Kebijakan dan program perioritas pengembangan tembakau 3 Peraturan-peraturan, data BPS dst. Primer dan sekunder primer Teknik Analisis SWOT, sharing criteria AHP, HIPRE 3+ sekunder statistik Alat pengumpulan data Kuisioner, studi pustaka Kuisioner Studi pustaka b. Tahap diskusi dan analisis data Diskusi dilaksanakan dengan tujuan untuk mengidentifikasi dan memetakan berbagai informasi dan data yang diperoleh, baik berupa data sekunder maupun data primer di lapangan. Analisis data dilaksanakan untuk mengolah berbagai informasi yang ada, dengan menggunakan beberapa parameter dari data yang telah terhimpun pada tahapan diskusi sebelumnya. c. Tahap penyusunan buku roadmap Buku roadmap disusun berdasarkan outline yang telah ditentukan dalam KAK, yang terdiri atas: - BAB I. PENDAHULUAN - BAB II. PENDEKATAN KONSEP - BAB III. METODOLOGI - BAB IV. KONDISI SAAT INI - BAB V. PROSPEK, POTENSI DAN ARAH PENGEMBANGAN - BAB VI. KEBIJAKAN, STRATEGI DAN PROGRAM PENGEMBANGAN - BAB VII. PENUTUP III-10

40 d. Tahap pembuatan buku roadmap Seluruh hasil dan pelaksanaan kegiatan akan dilaporkan dalam bentuk sebuah buku Roadmap Pengembangan Tembakau dan sosialisasi melalui media seminar diskusi. Mulai Penyiapan Rencana Kegiatan Persiapan Konsolidasi Tim Konsolidasi Instansi Terkait Laporan Pendahuluan Desk Study Pelaksanaa Pengumpulan Data Diskusi dan Analisis Data Penyusunan Strategi Penyusunan Rekomendasi Laporan Akhir Selesai Penyerahan Laporan-Laporan Gambar 3.4. Tahapan Penyusunan Roadmap Tembakau di III-11

41 Jadwal Pelaksanaan Kegiatan Merujuk pada Kerangka Acuan Kerja (KAK), jadwal pelaksanaan penyusunan roadmap komoditas tembakau disajikan pada Tabel 3.2. Tabel 3.2. Jadwal Pelaksanaan Penyusunan Roadmap Komoditas Cengkeh dan Tembakau di Kabupaten BAndung No Tahapan Kegiatan Waktu Pelaksanaan Minggu ke Administrasi Kegiatan 2. Tahap Persiapan a. Konsolidasi dan Koordinasi b. Konsolidasi tim pelaksana c. Pembuatan rencana kegiatan 3. Tahap Pelaksanaan a. Koordinasi tim pelaksana b. Penyusunan Desain Kajian c. Penyempurn aan Desain d. Penyusunan quesioner III-12

42 e. Survey lapangan f. Diskusi awal dengan narasumber g. Pengumpulan data sekunder h. Pengolahan data i. Analisis dan Kajian akademis j. Penyusunan Draft Lap. Awal k. Penyusunan draft lap. akhir l. Diskusi draft lap. akhir m. Lokakarya III-13

43 Roadmap Komoditas Tembakau 4.1. Peran Komoditas Tembakau Industri Hasil Tembakau (IHT) baik pada sisi hulu maupun hilir terbukti memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Efek pelipatgandaan (multiplier effect) yang ada dalam rangkaian panjang mulai dari hulu sampai hilir telah menciptakan aliran ekonomi yang besar. Beberapa indikator penting yang dapat digunakan untuk mengukur tentang besarnya peranan dan konstribusi sektor industri tembakau, misalnya dapat dilihat dari jumlah sumbangan devisa hasil ekspor tembakau maupun berbagai jenis produk rokok, setoran cukai dan pembayaran pajak lainnya yang mengalir ke kas negara, jumlah tenaga yang terserap, serta bentuk-bentuk sumbangan pembangunan dan kontribusi yang bersifat sosial. Adapun sumber pendapatan tersebut antara lain dari : a. Sumber devisa, neraca perdagangan dan penerimaan negara Industri Hasil Tembakau dapat dipakai sebagai indikator sumbangan industri ini terhadap perekonomian negara, devisa negara terutama diterima dari ekspor tembakau dan produk rokok ke pasar internasional. Perkembangan ekspor rokok ini berfluktuasi seiring dengan permintaan ekspor produk rokok kretek di dunia internasional. Namun selama 3 tahun terakhir cenderung turun karena gencarnya kampanye anti rokok/ Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Sedangkan sumbangan pajak (penghasilan, usaha) dan cukai IV-1

44 Roadmap Komoditas Tembakau yang diterima pemerintah, baik pada tingkat nasional maupun daerah terus meningkat secara signifikan dari tahun ke tahun. Bahkan dibandingkan dengan pajak lainnya cukai memiliki andil hampir 10% dari penerimaan negara. Tembakau dan Industri Hasil Tembakau (IHT) merupakan sumber devisa dan pendapatan negara yang mempunyai trend terus meningkat. Tahun 1985 menghasilkan devisa sebesar US $ 111,2 juta, tahun 2000 meningkat sebesar US $ 211,0 juta dan pada tahun 2006 sudah mencapai US $ 219,0 juta. Namun demikian, Indonesia selain sebagai eksportir, juga mengimpor tembakau dan Hasil Industri Tembakau. Dari impor tembakau selama dua dasa warsa sebagian besar yang diimpor tersebut adalah jenis tembakau Virginia yaitu sebanyak ton (80% dari total impor) senilai US $ 80 juta dan tembakau Burley serta Oriental sebanyak ton (20%) senilai US $ 16,5 juta. Tembakau yang diimpor dilihat dari bentuknya, antara lain dapat berupa tembakau murni sesuai dengan jenisnya dan ada juga berupa tembakau yang sudah diblending. Tembakau yang sudah diblending ini pada umumnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan industri rokok multinasional yang diproduksi di Indonesia. Berdasarkan neraca perdagangan tembakau dan rokok dari tahun , terlihat bahwa Indonesia mengalami suplus dalam pembayarannya. Selama kurun waktu tersebut nilai surplus perdagangan tembakau dan rokok selalu berfluktuasi. Nilai surplus terendah sebesar US $ 49,7 juta terjadi pada tahun Sedangkan nilai surplus perdagangan yang relatif besar terjadi pada tahun 2002 sebesar US $142,7 juta dan tahun 2001 sebesar US $ 190 juta. IV-2

45 Roadmap Komoditas Tembakau Perolehan cukai yang semakin meningkat setiap tahunnya selama periode dua dasa warsa tergambar bahwa, pada tahun 1985 sebesar Rp. 856,7 milyar, tahun 1990 sebesar Rp. 1,7 trilyun tahun 2000 sebesar Rp. 11,4 trilyun dan pada tahun 2005 sebesar Rp 33,26 trilyun, tahun 2006 meningkat menjadi Rp. 37,80 trilyun, pada tahun 2007 diperkirakan mencapai Rp 44,70 trilyun dan pada tahun 2010 mencapai Rp 59,30 trilyun. b. Pembangunan Daerah dan Sumbangan Lain Kehadiran Industri Hasil Tembakau (IHT) telah memberi kontribusi pada Pendapatan Asli Daerah (PAD), antara lain dengan tumbuhnya warung dan pedagang eceran, industri penunjang lainnya seperti kertas, periklanan serta kontribusinya pada aktivitas sosial seperti pembinaan dan pengembangan olah raga, kesenian, rekreasi dan fasilitas keagamaan. c. Peranan Sosial dan Budaya Dilihat dari segi sosial, peranan tembakau dan industri hasil tembakau (IHT) juga cukup strategis karena telah dapat menyediakan lapangan kerja yang cukup besar. Menurut perhitungan, jumlah tenaga kerja yang terkait langsung dan tidak langsung pada Industri Rokok Kretek yaitu sekitar 6,4 juta KK, dimana pada kegiatan hulu, pembudidayaan tembakau dan cengkeh terlibat sekitar 4,2 juta KK atau sekitar 21 juta jiwa petani dan keluarganya. IV-3

46 Roadmap Komoditas Tembakau Dilihat dari angka-angka diatas tampak bahwa penyerapan tenaga kerja di tembakau dan Industri Hasil Tembakau (IHT) ini telah mampu menyumbangkan penanganan masalah di sektor ketenagakerjaan nasional. Selain itu besarnya tenaga kerja yang terserap tersebut dapat menyangga kehidupan beberapa jiwa yang menjadi anggota keluarganya. d. Penciptaan nilai output dan nilai tambah Peranan sektor tembakau dan sektor industri hasil tembakau dalam penciptaan nilai tambah (value-added) nasional hampir sama dengan peranannya dalam penciptaan output nasional. Dengan mengolah hasil panen tembakau yang berupa daun tembakau menjadi berbagai macam hasil olahan, maka hal ini akan menciptakan nilai tambah pada produk tembakau terebut. Dengan demikian, nilai produk tembakau akan bertambah dan tentunya akan lebih menguntungkan daripada tanpa pengolahan. Salah satu hasil olahan tembakau yang memiliki prospek yang baik di masa yang akan datang yaitu dengan mengolah tembakau menjadi obat. Obat yang dimaksud disini adalah obat anti kanker yang sangat berguna bagi penderita kanker yang hingga kini masih sulit ditemukan obatnya. IV-4

47 Roadmap Komoditas Tembakau 4.2. Kondisi Umum Pertembakauan di Luas Areal Usahatani Tembakau Tanaman Tembakau merupakan salah satu komoditas perkebunan berumur pendek/ musiman yang banyak diusahakan oleh petani di. Sentra komoditas tembakau di Kabupaten Bandung terdapat di 15 kecamatan yaitu Arjasari, Cicalengka, Cikancung, Ciwidey, Cileunyi, Ibun, Pacet, Paseh, Soreang, Cilengkrang, Nagreg, Baleendah, Kutawaringin, Pasirjambu dan Cimaung. Wilayah kecamatan sebagai wiayah studi dan sentra tembakau di tertera pada Lampiran. Berdasarkan hasil survey dengan mengambil sampel 54 kelompok tani dari 15 kecamatan tersebut di atas, diperoleh data sebagai berikut : luas areal tanam komoditas tembakau adalah 835,4 ha; yang diusahakan oleh 1269 KK (Tabel 4.1). Data hasil survey ini ada sedikit perbedaan dengan data yang dikeluarkan oleh Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan bahwa potensi tembakau tahun 2010 meliputi: luas areal tanaman sebesar hektar, produksi bahan mentah sebesar 5.218,40 ton, produksi hasil olahan sebesar 1.050,88 ton, rata-rata produksi sebesar 0,864 ton/hektar, dengan tenaga kerja sebanyak KK atau jumlah tenaga kerja yang terlibat sebanyak orang, atau 20 kelompok tani. Perbedaan data tersebut kemungkinan disebabkan oleh perbedaan pendekatan pengambilan sampel. Namun demikian, data wilayah kecamatan dan rata-rata produksi antara data dari Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan (Distanbunhut) dan data hasil survey adalah sama. IV-5

48 Roadmap Komoditas Tembakau Tabel 4.1. Luas Lahan dan Kelembagaan Petani Tembakau di Tahun 2011 No KECAMATAN DESA NAMA KELOMPOK/ GAPOKTAN KETUA LUAS LAHAN (Ha) ANGGOTA JUMLAH KELOMPOK 1. Arjasari Ds. Ancolmekar Tani Wargi Enjeh Cimaung Ds. Malasari Karya bakti mulya Jaji Cikancung Ds. Ciluluk Ciheulet Tarmin Ds. Mekarlaksana Sagatan 3 Daud S Sagatan Aliah Ds Mandalasari Mandala Ikin Cicalengka Ds. Nagrog Hurip Mukti Juju Ds. Narawita Mekarsari Alia Samsu Ds. Tanjungwangi Nanjungwangi Uum Ds. Dampit Dampit Aca Sasmita Ds. Babakan Peuteuy Mekar harapan Asep Sumarna Nagreg Ds. Mandalawangi Harapan Unang Ds. Citaman Nyi Mas Ebak Bakri Doyongsari Ds. Ciaro Ciaro Pandi Ds. Bojong Rido Manah Johir IV-6

49 Roadmap Komoditas Tembakau No KECAMATAN DESA NAMA KELOMPOK/ GAPOKTAN 6 Paseh Ds. Loa Walahir II (Gapoktan LUAS JUMLAH KETUA LAHAN (Ha) ANGGOTA KELOMPOK Tata sabilulungan) Mekar wangi Daud Ds. Drawati Mekar Ayat Ds. Sindangsari Mustika Jaya Ence S Cilengkrang Kp.Paratag, Ds Melati Berkah Syarifudin Wangi Giri Mekar Babakan Cimahi Agus Syarif M Cileunyi Kp. Cibiru Beet, Ds. Cileunyi Wetan Cibiru beet U. Ruspendi Ciwidey Ds. Lebak Muncang Trikarya Mandiri Dadang Koswara Ds. Sukawening Sauyunan H. Kohar Ciparay Ds. Pakutandang Tandang Anda 2, Ds. Ciheulang Girilaya Aceng Anwar Ds. Mekar Laksana Mekar Uju 3, Ds. Babakan Mekar Saluyu Cece S Pacet Ds. Cikawao Harapan 1 Manan Calingcing Rukman IV-7

50 Roadmap Komoditas Tembakau No KECAMATAN DESA NAMA KELOMPOK/ GAPOKTAN KETUA LUAS LAHAN (Ha) ANGGOTA JUMLAH KELOMPOK Gumati Udin 1, Harapan 1 Sambas 1, Harapan II Asep Nurdin 0, Harapan II H. Karmo Ds. Nagrak Tali Wargi Atep 6, Manik Jaya Maman Ngancik Endang A 5, Ds. Mandalahaji Tunas Baru Emed 9, Harapan Baru Ahmad 5, Ds. Sukarame Karya Bakti Eman Sulaeman 6, Ds. Mekarjaya Pamili Dadan Ds. Cinanggela Harapan Baru Asep Burhanudin Ds Tanjungwangi Mekarwangi Agus Suparman 4, Ds. Pangauban Sawargi Koko 4, Ds. Cipeujeuh Mandiri Saepudin Ibun Ds. Neglasari Giri Asih Ade Suhana 5, Dukuh Mamat Ds. Laksana Wanoja H. Eti Sumiati Ds. Dukuh Tembakau Ayon Ds. Mekar Wangi Mekarwangi Ukar Suryana Soreang Ds. Sukajadi Sugih mukti H. Nana Suryana IV-8

51 Roadmap Komoditas Tembakau No KECAMATAN DESA NAMA KELOMPOK/ GAPOKTAN KETUA LUAS LAHAN (Ha) ANGGOTA JUMLAH KELOMPOK Ds. Sukanagara Girimukti Anung Kutawaringin Ds. Cilame Sugih tani Amur Sutrisna Baleendah Kp. Pasir Endah, Kel. Baleendah Cipta Karya Dadang Gunawan IV-9

52 Roadmap Komoditas Tembakau Luas lahan budidaya tembakau di relatif kecil dan masih memiliki prospek pengembangan perluasan dan intensifikasi lahan. Walaupun demikian di tingkat nasional pengembangan tembakau sangat ditentukan oleh perkembangan produksi rokok nasional dan daya serap pasar ekspor. Mengingat belum terpenuhinya kebutuhan perusahaan pengelola/pabrik rokok untuk kualitas tertentu dalam jumlah besar yang menyebabkan masih tingginya impor tembakau, khususnya Virginia, Burley dan Oriental. Untuk mengurangi impor, pengembangannya perlu ditingkatkan melalui program-program akselerasi di kecamatankecamatan yang potensial dengan menitikberatkan pada peningkatan produktivitas dan mutu hasil. Demikian juga agar diperoleh mutu sesuai dengan permintaan dan juga adanya jaminan pasar bagi petani, maka pengusahaan tembakau Virginia harus melalui binaan dari perusahaan pengelola atau pabrik rokok. Dukungan fasilitasi kemitraan malalui asosiasi dan dinas terkait dengan pihak industri tembakau diperkirakan akan mempercepat substitusi impor melalui pengembangan areal di. Di, tembakau virgina kurang cocok dikembangkan karena faktor kesesuaian tanah dan iklim di Kabupaten Bandung kurang cocok dengan pertumbuhan tembakau virginia. Tembakau white burley merupakan salah satu jenis tembakau bernikotin rendah. Jenis white burley ini sudah dikembangkan di Kabupaten Bandung. Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan (Distanbunhut) pada tahun 2009 melakukan uji coba mengembangkan tembakau white burley di lahan sawah. Pada tahun 2010 kembali melakukan uji coba penanaman tembakau jenis white burley di lahan kering. IV-10

53 Roadmap Komoditas Tembakau Di Jawa Barat, varietas white burley dikembangkan dengan pembuatan demplot seluas dua belas hektare di lima kabupaten, yaitu Sumedang, Garut, Kuningan, Majalengka dan Kab. Bandung. Tahun lalu (2009), di, uji coba tembakau white burley dilakukan di lahan 7 ha di Kecamatan Katapang, Paseh dan Ibun. Memasuki musim kemarau, tembakau juga disarankan ditanam sebagai tanaman penyela. Nilai ekonomisnya juga cukup tinggi. Pasar internasional juga masih terbuka. Apalagi kualitas tembakau Indonesia lebih baik bila dibandingkan dengan produksi Brasil yang selama ini menjadi pemasok utama kebutuhan tembakau AS dan Inggris. Namun, biaya produksi per hektar tembakau jauh lebih mahal daripada padi sehingga menjadi kendala bagi petani. Untuk mendukung keberhasilan dalam pelaksanaan kegiatan ini perlu didukung oleh semua pihak yang terkait, biaya dan waktu yang tepat dalam melaksanakan teknis budidaya Penggunaan Varietas dan Sarana Produksi Berusahatani merupakan kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh pendapatan bagi rumahtangga petani. Begitupun berusahatani tembakau merupakan kegiatan utama bagi sebagian petani di. Disamping itu komoditi tembakau juga merupakan komoditi yang kontroversial yaitu antara manfaat dan dampaknya terhadap kesehatan, sehingga dalam pengembangannya harus mengacu pada penyeimbangan supply dan demand, peningkatan produktivitas dan mutu serta peningkatan peran kelembagaan petani. Untuk mencapai usahatani tembakau yang profesional, maka telah dilakukan intensifikasi tembakau antara lain melalui : IV-11

54 Roadmap Komoditas Tembakau 1) penggunaan benih unggul, baik berupa penggunaan benih introduksi maupun lokal ; 2) pengolahan tanah sesuai dengan baku teknis; 3) pengaturan air termasuk peramalan iklim ; 4) pemupukan tanaman ; 5) perlindungan tanaman dan 6) panen serta pasca panen. Menurut musimnya, tanaman tembakau di Indonesia, khususnya di dapat dipisahkan menurut dua jenis, yaitu : 1. Tembakau VO (Voor-Oogst) Tembakau ini biasanya dinamakan tembakau musim kemarau atau onberegend. Artinya, jenis tembakau yang ditanam pada waktu musim penghujan dan dipanen pada waktu musim kemarau. 2. Tembakau NO ( Na Oogst) Tembakau Na-Oogst adalah jenis tembakau yang ditanam pada musim kemarau, kemudian dipanen atau dipetik pada musim penghujan. Penggunaan benih unggul bermutu dan bersertifikat, merupakan salah satu faktor pendukung peningkatan mutu dan produktivitas tembakau. Namun untuk petani dengan pola swadaya (tanpa kemitraan) umumnya sebagian masih menggunakan jenis unggul lokal. Adapun penggunaan benih untuk pertanaman tembakau adalah sekitar gram per hektar. Dalam usahatani tembakau, petani menggunakan sejumlah sarana produksi yaitu bibit, pupuk, dan pestisida, serta tenaga kerja. Penggunaan sarana produksi untuk masing-masing kecamatan agak bervariasi tapi umumnya sama. Hal ini disebabkan petani tembakau sudah sangat memahami budidaya tembakau. Usahatani tembakau di IV-12

55 Roadmap Komoditas Tembakau dilakukan secara turun temurun. Mengenai penggunaan varietas dan sarana produksi dalam usahatani tembakau di disajikan pada Tabel 4.2. No KECAMATAN Tabel 4.2. Varietas dan Penggunaan Sarana Produksi Pada Usahatani Tembakau Di VARIETAS 1. Arjasari nani, himar 2. Cimaung Nani, himar Benih (phn) Cikancung kedu nani, kaplek, himar, kenceh Cicalengka boma, kedu sano, kedu nani, kenceh,kedu dasep, kaplek Nagreg Nani Paseh nani,himar, darwati, omas, dongdot/kedu nangka NPK (kg) PUKAN (kg) PESTISIDA ,25 lt ,5 lt 7 Cilengkrang Kedu sano Cileunyi Kedu nani, kedu sano Ciwidey Nani, koplo, kenceh Ciparay Nani, himar ,5 lt 11 Pacet Nani, himar, darwati,komoloko ,5 lt 12 Ibun Nani, darwati ,25 lt 13 Soreang Nani Kutawaringin Nani, kaplek Baleendah Nani IV-13

56 Roadmap Komoditas Tembakau Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa petani tembakau seluruhnya menggunakan pupuk NPK dan pupuk kandang, sedangkan pupuk urea dan TSP digunakan hanya oleh beberapa orang petani saja dan dosis yang digunakannya pun relatif sedikit. Begitupun pestisida, hanya digunakan oleh beberapa orang petani yang belum sepenuhnya menerapkan standar kualitas pertanian organik. Budidaya tembakau sesungguhnya mengarah kepada pertanian organik. Untuk mendukung ke arah itu aktivitas produksi tembakau terpadu dengan ternak, penggunaan pestisida nabati dan pembuatan pupuk organik akan lebih mendorong pertanian tembakau organik Budidaya Tanaman Tembakau di Tahapan budidaya tembakau yang dilakukan petani di Kabupaten Bandung dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Pohon Induk - varietas terpilih - berasal dari kebun induk - bebas dari hama dan penyakit - produksi tinggi 2. Mutu Benih Fisik : - Benih tua dan bernas - Utuh, tidak cacad atau pecah - Tidak tercampur bahan asing (pasir, biji gulma dll) Fisiologi : - Viabilitas tinggi, daya kecambah minimal 80 % - Vigor tinggi, tercermin dari kecepatan dan keserempakan berkecambah, mulai berkecambah normal tidak lebih dari 7 hari IV-14

57 Roadmap Komoditas Tembakau Genetik : - Varitasnya benar/tepat - Murni, seragam, tidak tercampur dengan varitas lai Secara umum posisi daun pada batang dibagi 5 bagian yantiu : 1. Daun tanah/koseran/obreg. 2. Daun kaki/rengrang 3. Daun tengah/ bagus I 4. Daun atas/ super 5. Daun pucuk/bagus II Jumlah daun pada setiap batang setelah diadakan pemangkasan antara lembar berdasarkan bentuk daun dan dapat dibedakan menjadi 3 yaitu : 1. Daun bawah berbentuk bulat, tebal mudah robek dan pecah, 2. Daun tengah lebar, tipis, panjang dan lancip elastis 3. Daun atas panjang, tebal, lancip dan elastis 3. Syarat Pertumbuhan Tanaman Tembakau: Tanaman tembakau, curah hujan rata-rata 2000 mm/tahun, suhu udara yang cocok antara derajat C, ph antara 5-6. Tanah gembur, remah, mudah mengikat air, memiliki tata air dan udara yang baik sehingga dapat meningkatkan drainase, ketinggian antara m dpl. IV-15

58 Roadmap Komoditas Tembakau 4. Teknik Budidaya : 1). Pembibitan: Jumlah benih ± 8-10 gram/ha, tergantung jarak tanam. Biji utuh, tidak terserang penyakit dan tidak keriput Media semai = campuran tanah (50%) + pupuk kandang matang (50%). Bedeng persemaian diberi naungan berupa daun-daunan, tinggi atap 1 m sisi Timur dan 60 cm sisi Barat. Benih yang berumur hari setelah semai, dilakukan pendederan/pembumbunan (dipindahkan ke polibag yang terbuat dari daun pisang atau daun bambu) Bibit sudah dapat dipindahtanamkan ke kebun apabila berumur hari setelah semai. 2). Pengolahan: Lahan dibajak dan dibuat bedengan dengan ukuran antara cm dengan tinggi bedengan antara cm Dibuatkan lubang dengan jarak tanam antara x 120 cm cm dan ditaburi pupuk kandang dan siap ditanam Lakukan pengapuran jika tanah masam, Dilakukan penetralan tanah dengan cara menaburkan arang. 3). Cara Penanaman Benamkan bibit sedalam leher akar. Waktu tanam pada pagi hari atau sore hari dan diberi pelindung agar tidak langsung terkena sinar matahari. 4). Penyulaman Penyulaman dilakukan 1-3 minggu setelah tanam, bibit kurang baik dicabut dan diganti dengan bibit baru yang berumur sama. IV-16

59 Roadmap Komoditas Tembakau 5). Penyiangan Penyiangan dapat dilakukan bersamaan dengan pemupukan awal dan dilakukan sebanyak 3 kali (ngoyos). 6). Pemupukan Pemupukan dilakukan saat tanam, umur 7 hst, 14 hst, umur 21 hst, umur 28 hst. Pemupukan dilakukan dengan 2 cara: 1. Ditabur (diperelek) 2. Dicor yaitu pupuk dilarutkan dalam air dan dimasukkan ke dalam lubang yang telah disediakan dengan jarak 5-10 cm dari pohon tembakau. 7). Pengairan dan Penyiraman (Bila diperlukan) Pengairan diberikan 7 HST = 1-2 lt air/tanaman, umur 7-25 HST = 3-4 lt/tanaman, umur HST = 4 lt/tanaman. Pada umur 45 HST = 5 lt/tanaman setiap 3 hari. Pada umur 65 HST penyiraman dihentikan, kecuali bila cuaca sangat kering. 8). Pendangiran (nyaeur) Dilakukan bila umur tembakau telah mencapai hari dengan tujuan : 1. Untuk merangsang pertumbuhan akar 2. Untuk menjaga kebersihan daun tembakau dari cipratan air hujan dan tanah berdebu 9). Pemangkasan (naruk) Dilakukan apabila daun tembakau antara daun (tergantung suburnya pertumbuhan) IV-17

60 Roadmap Komoditas Tembakau 10). Wiwilan (nyirung)/pembuangan tunas baru Wiwilan dilakukan apabila telah keluar tunas baru dan dilakukan selama 5 kali sampai tembakau habis dipanen dengan tujuan: 1. Untuk pembentukan daun yang bagus dan berkualitas 2. Untuk meningkatkan bobot daun dan bodi (awak) hasil olahan 3. Untuk membentuk warna sesuai yang diinginkan petani 4. Untuk pengaturan kadar tar dan nikotin 11). Pengendalian Hama dan Penyakit Kegiatan pengendalian hama dan penyakit yang dilakukan oleh petani tembakau di sudah menerapkan pengendalian hama dan penyakit terpadu, artinya para petani melakukan pengamatan perkembangan populasi hama atau penyakit terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan pengendalian. Apabila populasi hama dan penyakit melewati titik kritis ambang ekonomi maka harus dilakukan pengendalian baik secara fisik, mekanik, biologis, teknik budidaya maupun secara kimia. Pengendalian hama dan penyakit yang dilakukan oleh petani di pada umumnya dilakukan secara fisik jika populasi hama berada di bawah ambang ekonomi, misalnya dalam mengendalikan hama ulat pucuk, pada kepadatan populasi tertentu cukup dikendalikan dengan mengutip ulat tersebut. Ada beberapa hama dan penyakit yang biasa menyerang tanaman tembakau yaitu: 1. Hama a. Ulat Grayak ( Spodoptera litura ) Gejala : berupa lubang-lubang tidak beraturan dan berwarna putih pada luka bekas gigitan. Pengendalian: Pangkas dan bakar sarang telur dan ulat, penggenangan sesaat pada pagi/sore hari, semprot pestisida. IV-18

61 Roadmap Komoditas Tembakau b. Ulat Tanah ( Agrotis ypsilon ) Gejala : daun terserang berlubanglubang terutama daun muda sehingga tangkai daun rebah. Pengendalian: pangkas daun sarang telur/ulat, penggenangan sesaat, semprot pestisida. c. Ulat penggerek pucuk ( Heliothis sp. ) Gejala: daun pucuk tanaman terserang berlubang-lubang dan habis. Pengendalian: kumpulkan dan musnah telur / ulat, sanitasi kebun, semprot pestisida. d. Nematoda ( Meloydogyne sp. ) Gejala : bagian akar tanaman tampak bisul-bisul bulat, tanaman kerdil, layu, daun berguguran dan akhirnya mati. Pengendalian: sanitasi kebun, e. Kutu kutuan ( Aphis Sp, Thrips sp, Bemisia sp.) pembawa penyakit yang disebabkan virus. Pengendalian: predator Koksinelid f. Hama lainnya Gangsir (Gryllus mitratus ), jangkrik (Brachytrypes portentosus), orong-orong (Gryllotalpa africana), semut geni (Solenopsis geminata), belalang banci (Engytarus tenuis). 2. Penyakit a. Hangus batang ( damping off ), Penyebab : jamur Rhizoctonia solani. Gejala: batang tanaman yang terinfeksi akan mengering dan berwarna coklat sampai hitam seperti terbakar. Pengendalian : cabut tanaman yang terserang dan bakar. b. Lanas, Penyebab : Phytophora parasitica var. nicotinae. Gejala: timbul bercak-bercak pada daun berwarna kelabu yang akan meluas, pada batang, terserang akan lemas dan menggantung lalu layu dan mati. Pengendalian: cabut tanaman yang terserang dan bakar IV-19

62 Roadmap Komoditas Tembakau c. Patek pucuk daun, Penyebab : jamur Cercospora nicotianae. Gejala: di atas daun terdapat bercak bulat putih hingga coklat, bagian daun yang terserang menjadi rapuh dan mudah robek. Pengendalian: desinfeksi bibit, renggangkan jarak tanam, olah tanah intensif, gunakan air bersih, bongkar dan bakar tanaman terserang. d. Bercak coklat, Penyebab : jamur Alternaria longipes. Gejala: timbul bercak-bercak coklat, selain tanaman dewasa penyakit ini juga menyerang tanaman di persemaian. Jamur juga menyerang batang dan biji. Pengendalian: mencabut dan membakar tanaman yang terserang. e. Busuk daun, Penyebab : bakteri Sclerotium rolfsii. Gejala: mirip dengan lanas namun daun membusuk, akarnya bila diteliti diselubungi oleh massa cendawan. Pengendalian: cabut dan bakar tanaman terserang. f. Penyakit Virus, Penyebab: virus mozaik (Tobacco Virus Mozaic /TVM), Kerupuk (Krul), Pseudomozaik, Marmer, Mozaik ketimun (Cucumber Mozaic Virus). Gejala: pertumbuhan tanaman menjadi lambat. Pengendalian: menjaga sanitasi kebun, tanaman yang terinfeksi di cabut dan dibakar. g. Layu daun, penyebabnya apabila tanah terlalu basah dan tanah mengandung zat besi. 11) Panen Pemetikan daun tembakau yang baik adalah jika daun-daunnya telah cukup umur dan telah berwarna hijau kekuning-kuningan. Untuk golongan tembakau cerutu maka pemungutan daun yang baik pada tingkat tepat masak/hampir masak hal tersebut di tandai dengan warna keabu-abuan. Sedangkan untuk golongan sigaret pada tingkat kemasakan tepat masak/masak sekali, apabila pasar menginginkan IV-20

63 Roadmap Komoditas Tembakau krosok yang halus maka pemetikan dilakukan tepat masak. Sedangkan bila menginginkan krosok yang kasar pemetikan diperpanjang 5-10 hari dari tingkat kemasakan tepat masak. Daun dipetik mulai dari daun terbawah ke atas. Waktu yang baik untuk pemetikan adalah pada sore/pagi hari pada saat hari cerah. Pemetikan dapat dilakukan berselang 3-5 hari, dengan jumlah daun satu kali petik antara 2-4 helai tiap tanaman. Untuk setiap tanaman dapat dilakukan pemetikan sebanyak 5 kali. Sortir daun berdasarkan kualitas warna daun yaitu: a) Trash (apkiran): warna daun hitam b) Slick (licin/mulus): warna daun kuning muda c) Less slick (kurang liciin): warna daun kuning (seperti warna buah jeruk lemon) d) More grany side ( sedikit kasar ) : warna daun antara kuningoranye. Pemanenan pada tembakau rakyat secara umum dilakukan secara manual, dalam pelaksanaannya diperlukan identifikasi terhadap rangkaian proses menjelang sampai waktu dilakukan pemanenan, antara lain pengamatan terhadap tingkat kematangan daun, waktu pemanenan, cara pemanenan serta pengamanan terhadap hasil panen. Daun masak diartikan sebagai daun yang telah berada dalam kondisi optimal siap panen untuk menghasilkan Tembakau Irisan (TIS) yang bermutu baik. Penentuan kemasakan daun secara umum didasarkan kepada perubahan warna, dimana daun tepat masak secara kasat mata dapat dilihat mempunyai warna hijau, kuning atau kemerahmerahan. Tingkat kemasakan daun terhadap mutu tembakau mole mempunyai pengaruh yang sangat besar dan dapat dibedakan menjadi 3 yaitu : IV-21

64 Roadmap Komoditas Tembakau 1. Daun kurang masak, warna hijau dan bobot timbangan berat, fase untuk agar cepat pematangan lama. 2. Daun masak, warna kuning keputih-putihan kualitas, rasa dan aroma bagus, 3. Daun layu, warna menjadi kecoklat-coklatan kadar tar dan nikotin naik/tinggi, kualitas rendah 1. Waktu dan cara Pemanenan Untuk menghasilkan produk rajangan yang mempunyai kualitas bagus waktu dan syarat pemanenan merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaanya agar : 1. Dipanen bila telah tidak ada embun pagi, jangan terlalu pagi dan jangan terlalu siang yaitu antara jam atau jam WIB, 2. Tahapan pemanenan harus selektif mungkin agar tidak terjadi salah panen secara sortasi panen yang benar dan tepat, 3. Cara pemanenan dimulai dari daun bawah sampai daun atas sesuai dengan ketuaan daun berurutan dan pada saat iklim yang normal, 4. Setiap pohon dapat dipanen selama 4-5 kali panen, 5. Proses pemetikan berkisar anatra 2 5 daun tiap pohon sesuai kematangan daun, 6. Pemanenan tembakau lokal dilakukan dengan cara pemetikan dimana daun satu persatu dipetik, 2. Pengamanan Hasil Panen IV-22

65 Roadmap Komoditas Tembakau 1. Pengamanan terhadap hasil panen dimaksudkan sebagai upaya untuk mempertahankan secara optimal sifat fisik dan kimiawi daun sehingga dapat dihasilkan mutu yang baik. Beberapa upaya yang harus dilakukan setelah pemanenan yaitu pengangkutan daun dengan cara digulung dengan menggunakan karung agar tidak memar, sobek, daun pecah dan terhindar dari sinar matahari secara langsung, 2. Dalam proses pengangkutan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu : a. Daun yang baru dipanen masih cukup getas dan jika tidak terpaksa tidak perlu diikat, b. Waktu pengangkutan tidak terlalu lama maksimal 4-5 Jam, c. Hindari pemindahan dari kendaraan yang satu kepada yang lainnya agar tidak terjadi layu daun, d. Hindari daun dari sengatan matahari secara langsung. e. Hindari daun dari guyuran hujan. 3. Setelah sampai ditempat pengolahan daun segera turunkan dari kendaraan dan segera buka dari gulungan karung, daun disortir dipilih daun yang telah menguning, hijau, dan merah dipisahkan dan yang hijau diperam, yang merah dan kuning dibuang langsung batang daun untuk siap di rajang agar warna serupa dan tidak campur kualitas hasil rajangan. 3. Pasca Panen Tindakan pasca panen tembakau merupakan rangkaian kegiatan proses berupa perlakuan tertentu terhadap daun tembakau yang telah dipetik/dipanen. Tindakan/perlakuan yang dilaksanakan, khususnya pada tembakau lokal dimana produk yang yang dipanen berdasarkan cara panen daun tembakau yaitu : IV-23

66 Roadmap Komoditas Tembakau 1. Sortasi daun dipisahkan berbagai grade yang diinginkan, sortasi daun dilakukan melalui pengelompokan daun berdasarkan : a. Daun lewat masak, b. Daun tepat masak, c. Daun kurang masak, d. Daun cacat : Kegiatan ini dilakukan untuk memilih daun sesuai tingkat kemasakannya sebelum dilakukan proses pemeraman. 2. Pemeraman: proses pemeramanan dapat dilaksanakan melalui 2 cara yaitu : a. Tanpa menghilangkan gagang daun dan tanpa penggulungan, b. Dengan cara pembuangan gagang daun dan penggulungan daun, Pemeraman cara 1 yaitu menumpuk atau menata daun sesuai dengan cara batang dibawah, ujung daun di atas dengan tujuan: (1) untuk pelayuan, (2) menurunkan kadar air, (3) menurunkan kadar tar dan nikotin. Setelah selesai antara 2-3 malam baru pembuangan gagang daun. Pemeramanan cara kedua yaitu dilakukan pembuangan gagang daun dan digulung baru dilakukan pemeraman waktunya antara 1-2 malam. 3. Penyiapan tempat penyimpanan daun, pembuangan batang daun/pakang, 4. Perajangan daun, dilakukan pada malam hari sampai siang hari dengan cara memotong daun hasil dari pemeraman diiris dengan ketebalan 1-2 mm, IV-24

67 Roadmap Komoditas Tembakau 5. Penyetakan (icisan) hasil irisan, daun yang diiris dicetak dengan cara diicis dihamparkan pada bilah bambu yang dianyam (sasag) ukuran 52 x 92 Cm 6. Penjemuran hasil penyetakan, 7. Penyimpanan hasil penjemuran 8. Penjemuran kembali 9. Pengembunan, tujuannya adalah untuk pengikatan warna 10. Pelurusan (ngabatek) 11. Pelipatan 12. Sortasi hasil olahan 13. Pengemasan dan pengebalan hasil olahan merupakan perlakuan sebelum proses penjualan dilaksanakan. Pengebalan merupakan tindakan pengumpulan untingan/bundel yang sama bentuk kotak dengan menggunakan pembungkus plastik, tikar atau yang lainnya dengan tujuan untuk : 1. Menjaga agar tidak rusak dan pecah serta pengaturan suhu udara, 2. Memudahkan proses pemindahan/penjualan sekaligus untuk meng klasifikasi ulang jenis mutu hasil olahan, 3. Memudahkan penyimpanan. Dalam penyimpanan ditempat kering, diberi las kayu, tutup rapat dengan terpal/plastik Tembakau olahan yang dihasilkan di yaitu tembakau mole merah dan putih serta krosok. Dilihat dari sisi pengolahan, masih tergolong rendah, karena apabila dibandingkan dengan daerah lain seperti Sumedang dan Majalengka sudah menghasilkan tembakau olahan mole putih, hijau, merah dan hitam. Selain itu, dilihat dari aspek kualitasnya, tembakau IV-25

68 Roadmap Komoditas Tembakau olahan dari masih di bawah Kabupaten Sumedang dan Majalengka. Pengolahan tembakau diartikan sebagai kegiatan untuk mengubah dari daun tembakau menjadi hasil Tembakau Irisan halus (TIS) sampai mencapai keadaan tertentu yang diharapkan untuk diproses dimanfaatkan menjadi hasil olahan tembakau yang siap konsumsi. Pengolahan ini sering kita sebut tembakau Mole dan perubahan ini meliputi perubahan fisik dan kimia pada daun tembakau melalui pengaturan suhu dan kelembaban. Perubahan ini meliputi : 1. Perubahan dari daun menjadi rajangan halus seperti rambut, 2. Perubahan dari warna daun hijau menjadi kuning keemasan, 3. Kandungan air permentasi 84 % Hasil akhir berupa : 1. Tembakau kering berbentuk lempengan/rajangan halus, 2. Warna sesuai keinginan pengolah dan pasar (konsumen), 3. Kandungan Tar dan Nikotin rendah,serta kandungan gula tinggi 4. Penguningan menggunakan panas matahari dengan cara penjemuran, 5. Pengeringan menggunakan panas matahari dengan cara dijemur, Adapun proses sortasi untuk grade yaitu : a. Tahapan sortasi dan pengolahan hasil tembakau lokal 1. Sortasi sebelum pengolahan Sortasi dilakukan dengan maksud untuk memperoleh keseragaman daun berdasarkan tingkat kemasakannya, klasifikasi daun dapat dibedakan yaitu : a. Daun kurang masak, berwarna hijau dan lebih segar serta rapuh, b. Daun yang telah masak hijau kekuning-kuningan, IV-26

69 Roadmap Komoditas Tembakau c. Daun yang lewat masak, berwarna kuning dan bagian ujungnya berwarna kecoklat-coklatan atau kehitamhitaman. 2. Penyiapan alat pemeraman a. Tempat suhu untuk pemeraman jangan terlalu lembab dan panas, b. Hindari dari sinar matahari, c. Hindari dari air d. Gunakan tutup pembungkus yang tidak menguap. 3. Perajangan Perajangan dilakukan pada malam hari dengan memotong gulungan daun yang telah selesai diperam, gulungan daun dimasukkan pada alat perajang kemudian diiris dengan pisau yang tajam dan ukuran ketebalan rajangan antara 1-2 mm. 4. Penjemuran Daun tembakau yang telah dirajang dihamparkan pada cetakan yang telah disediakan pada bilah bambu yang dianyam dengan ukuran 52 x 92 cm, yang kemudian dijemur di panas matahari, agar pengeringan merata dilakukan pembalikan untuk memeriksa penjemuran yaitu apabila tembakau yang dijemur dipegang mudah patah dan kasar. Selanjutnya daun hasil perajangan/penjemuran tersebut disimpan diruangan selama 2 hari agar hasil rajangan menjadi lemas, dan disimpan dalam plastik untuk menjaga suhu dan kelembaban. Alat Perajangan yaitu ; 1. Rimbag, 2. Sasag, 3. Pisau Rajang IV-27

70 Roadmap Komoditas Tembakau 4. Kaen alas pencetak, 5. Ebeg/sasag icisan 6. Ebeg/sasag penjemuran, 7. Alat penjemuran/panagan 8. Batu asahan, 9. Batu osrengan/amril/gurinda dll 5. Pengaturan hasil rajangan dalam penjemuran Dalam penjemuran harus diperhatikan tentang suhu udara hindari dari suhu dingin di bawah 16 0 C karena akan mempengaruhi rasa, warna dan aroma. Pagi penjemuran dimulai jam sampai jam WIB 6. Penjemuran dan Pematangan hasil Hasil perajangan dijemur antar hari untuk dimasakan bagian luarnya selama hari dan setelah itu dibalik agar masak bagian dalamnya selama hari dan kemudian pada hari-hari terakhir diembunkan mulai jam 4.00 WIB dan siangnya dijemur lagi selama 2-3 malam, setelah itu dilakukan penarikan (dibatek) agar mudah diatur dalam pengebalan dan seragam besarnya serta siap untuk dilipat menjadi tembakau sudah jadi untuk pengepakan dan siap dijual Produksi, Biaya dan Pendapatan Usahatani dan Pengolahan Tembakau Berdasarkan hasil survey terhadap 54 kelompok tani, pelaku usaha tembakau di terbagi menjadi 3 kelompok yaitu: IV-28

71 Roadmap Komoditas Tembakau 1. Petani pembudidaya saja, ada 3 orang (5 %) 2. Petani pembudidaya dan pengolah, ada 32 orang (60 %) 3. Pengolah saja, ada 19 orang (35 %) Sebagian besar pelaku usaha tembakau di merupakan petani pembudidaya sekaligus pengolah. Jadi mereka langsung mengolah daun tembakau basah menjadi tembakau kering siap jual. Dalam penjualan hasil tembakau mereka tidak pernah menjual ke pasar karena para bandar selalu mendatangi mereka. Rata-rata produksi tembakau basah adalah 9150 kg/ha, dan ratarata produksi tembakau kering 875 kg/ha. Produktivitas tembakau basah yang dihasilkan oleh petani di masih tergolong rendah apabila dibandingkan dengan potensi yang dapat tercapai yaitu kg/ha. Rendahnya produktivitas tembakau ini secara teknis dipengaruhi oleh berbagai berbagai faktor seperti iklim, cara budidaya serta keterbatasan modal untuk membeli input produksi. Hal ini disebabkan komoditas tembakau merupakan tanaman yang sangat peka terhadap lingkungan fisik, penanganan pada saat penanaman maupun pemeliharaan, kondisi cuaca dan pengolahan hasil hingga menjadi tembakau rajangan kering yang siap dipasarkan. IV-29

72 Roadmap Komoditas Tembakau Tabel 4.3. Produksi Tembakau Setiap Kecamatan di No KECAMATAN DESA NAMA KELOMPOK/ GAPOKTAN KETUA Pembudidaya saja Produksi (kg/ha) Pembudidaya dan pengolah Pengolah saja 1 Arjasari Ds. Ancolmekar Tani Wargi Enjeh Cimaung Ds. Malasari Karya bakti mulya Jaji Cikancung Ds. Ciluluk Ciheulet Tarmin 850 Ds. Mekarlaksana Sagatan 3 Daud S 9800 Sagatan Aliah 850 Ds Mandalasari Mandala Ikin Cicalengka Ds. Nagrog Hurip Mukti Juju 850 Ds. Narawita Mekarsari Alia Samsu 850 Ds. Tanjungwangi Nanjungwangi Uum 8000 Ds. Dampit Dampit Aca Sasmita 850 Ds. Babakan Peuteuy Mekar harapan Asep Sumarna Nagreg Ds. Mandalawangi Harapan Unang 850 Ds. Citaman Nyi Mas Doyongsari Ebak Bakri 825 Ds. Ciaro Ciaro Pandi 850 Ds. Bojong Rido Manah Johir Paseh Ds. Loa Walahir II (Gapoktan sabilulungan) Tata 900 Mekar wangi Daud 9000 Ds. Drawati Mekar Ayat 900 Ds. Sindangsari Mustika Jaya Ence S Cilengkrang Kp.Paratag, Ds Melati wangi Berkah Syarifudin 950 Giri Mekar Babakan Cimahi Agus Syarif M 8800 IV-30

73 Roadmap Komoditas Tembakau No KECAMATAN DESA 8 Cileunyi 9 Ciwidey 10 Ciparay Kp. Cibiru beet, Ds. Cileunyi wetan Ds. Lebak Muncang NAMA KELOMPOK/ GAPOKTAN Cibiru beet Trikarya Mandiri KETUA U. Ruspendi Dadang Koswara Pembudidaya saja Produksi (kg/ha) Pembudidaya dan pengolah Ds. Sukawening Sauyunan H. Kohar 875 Ds. Pakutandang Ds. Ciheulang Ds. Mekar laksana Tandang Anda 850 Girilaya Aceng Anwar 8500 Mekar Uju 9000 Ds. Babakan Mekar Saluyu Cece S Pacet Ds. Cikawao Harapan 1 Manan 900 Calingcing Rukman 9000 Gumati Udin 9000 Harapan 1 Sambas 9750 Harapan II Asep Nurdin 900 Harapan II H. Karmo 900 Ds. Nagrak Tali Wargi Atep 9500 Manik Jaya Maman 9500 Ngancik Endang A 900 Ds. Mandalahaji Tunas Baru Emed 900 Ds. Sukarame Harapan Baru Ahmad 900 Eman Karya Bakti 9000 Sulaeman Pengola h saja Ds. Mekarjaya Pamili Dadan 2500 Asep Ds. Cinanggela Harapan Baru Burhanudi n 900 Ds Tanjungwangi Mekarwangi Agus Suparman 9500 Ds. Pangauban Sawargi Koko 900 Ds. Cipeujeuh Mandiri Saepudin 9500 IV-31

74 Roadmap Komoditas Tembakau No KECAMATAN DESA NAMA KELOMPOK/ GAPOKTAN 12 Ibun Ds. Neglasari Giri Asih Ds. Laksana KETUA Ade Suhana Pembudidaya saja 9000 Produksi (kg/ha) Pembudidaya dan pengolah Pengola h saja Dukuh Mamat 2500 H. Eti Wanoja 850 Sumiati Ds. Dukuh Tembakau Ayon 875 Ds. Mekar Wangi Mekarwangi 13 Soreang Ds. Sukajadi Sugih mukti Ukar Suryana H. Nana Suryana 9500 Ds. Sukanagara Girimukti Anung Kutawaringin Ds. Cilame Sugih tani 15 Baleendah Kp. Pasir Endah, Kel. Baleendah Cipta Karya Amur Sutrisna Dadang Gunawan 9500 Jumlah Responden Rata-rata Produksi Dalam analisis usahatani tembakau, perlu mempertimbangkan biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh dari usahatani tersebut. Minat petani untuk mengembangkan tembakau pada saat ini sangat besar mengingat dalam melaksanakan usahanya cepat memberikan hasil, harga jual pada tahun 2011 antara Rp Rp ,-/kg tembakau mole. Biaya adalah semua biaya yang dikeluarkan dalam rangka pelaksanaan kegiatan usaha tembakau yang dinilai dengan rupiah. Menurut Soekartawi (1986), biaya dalam usahatani dapat dibedakan menjadi biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai usahatani merupakan pengeluaran tunai yang dikeluarkan oleh petani. Sedangkan biaya yang diperhitungkan merupakan pengeluaran yang secara tidak tunai dikeluarkan petani, biaya ini dapat berupa faktor produksi yang digunakan petani tanpa mengeluarkan uang tunai seperti sewa lahan yang IV-32

75 Roadmap Komoditas Tembakau diperhitungkan atas lahan milik sendiri, penggunaan tenaga kerja dalam keluarga, penggunaan benih dari hasil produksi dan penyusutan dari sarana produksi. Pengeluaran usahatani secara umum meliputi biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost). Biaya tetap adalah biaya yang sifatnya tidak dipengaruhi oleh jumlah produksi yang dihasilkan. Biaya tetap dapat berupa biaya sewa lahan, pajak dan bunga pinjaman. Biaya variabel adalah biaya yang sifatnya dipengaruhi jumlah produksi yang dihasilkan. Biaya variabel dapat berupa biaya yang dikeluarkan untuk benih, pupuk, pestisida dan upah tenaga kerja. Penerimaan usahatani adalah nilai produksi yang diperoleh dalam jangka waktu tertentu dan merupakan hasil perkalian antara jumlah produksi total dengan harga satuan dari hasil produksi tersebut. Harga tembakau basah yang berlaku saat ini di adalah Rp 2500/kg, sedangkan tembakau kering antara Rp Rp /kg. Harga tembakau basah dan tembakau kering yang diterima petani sering berfluktuasi. Hal ini menjadi tantangan bagi pemerintah daerah untuk mendorong dan memfasilitasi kemitraan usaha antara petani dengan pabrikan sehingga kepastian pasar dan harga yang layak dapat dinikmati petani. Jumlah biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh petani tembakau di dapat dilihat pada Tabel 4.4. No Tabel 4.4. Analisa Usaha Tembakau Lokal Di (Berdasarkan skala usaha luasan 1 Ha) I Budidaya : 1. Jenis Kegiatan Pengolahan Lahan sampai siap tanam Kebutuhan HOK Harga Satuan Jumlah (Rp) 60 orang Pemupukan Dasar 14 orang Penanaman 14 orang IV-33

76 Roadmap Komoditas Tembakau No Jenis Kegiatan Kebutuhan HOK Harga Satuan Jumlah (Rp) 4. Penyulaman 4 orang Penyiangan /Pembumbunan 28 orang Pemupukan Susulan I 12 orang Pendangiran II 14 orang Pemupukan Susulan II 12 orang Pengendalian H/P 2 orang Pemangkasan Pucuk/Naruk 4 orang Pembuangan Wiwilan 1,2,3,4 4 orang Jumlah I : 168 HOK II Kebutuhan Sarana Produksi 12 Benih Tembakau phn Pupuk Kandang Kg Pupuk NPK BASF ( ) 410 Kg Obat (Insek/Fungi) 1 Paket Jumlah II : Jumlah Biaya penanaman ( I+II) III Biaya Tenaga Kerja di Pascapanen 16 Panen 60 orang Ongkos angkut/transport 60 orang Biaya Pengolahan : a. Permentasi/pembuangan tulang 25 hok b. Perajangan 40 hok c. Penjemuran 60 hok d. Pengembunan 30 hok e. Pengepakan 20 hok Jumlah III : 295 HOK Jumlah I + II + III IV-34

77 Roadmap Komoditas Tembakau Berdasarkan Tabel 4.4. di atas, dapat dilihat bahwa usahatani tembakau memerlukan tenaga yang besar, sehingga biaya tenaga kerja merupakan komponen biaya produksi terbesar. Hal ini disebabkan tembakau membutuhkan perhatian lebih besar dibandingkan dengan padi, sehingga dituntut lebih telaten mengurusnya. Dari hasil usaha tembakau, petani tentunya memperoleh pendapatan. Pendapatan yang diperoleh merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya produksi yang dikeluarkan selama proses produksi. Dalam menganalisis pendapatan usaha tembakau, dibedakan menjadi dua yaitu analisis pendapatan dari usahatani tembakau (tembakau basah) dan usaha pengolahan tembakau (tembakau kering). Hal ini dilakukan karena petani tembakau di terbagi menjadi 3 golongan, yaitu ada petani yang hanya membudidayakan tembakau, petani yang membudidayakan sekaligus menjadi pengolah, serta ada pelaku usaha yang mengolah saja. Adapun analisis pendapatan usaha tembakau sebagai berikut: 1. Daun tembakau di kebun dihargai Rp per pohon, dan hasil tembakau kering dan siap dijual, sebagai gambaran, bahwa pada Bulan Juli 2011, harganya dikisaran rata-rata Rp s/d /Kg 2. Apabila dalam 1 Ha menghasilkan sebanyak 9150 kg tembakau basah dengan harga jual per pohon Rp ,- maka perhitungan usaha tembakau di tingkat petani pembudidaya/ penanam adalah sebagai berikut : a kg x Rp = Rp b. Rp Biaya produksi = Hasil Bersih per musim tanam tembakau asumsi dijual di kebun (kebiasaan petani) Rp = Rp IV-35

78 Roadmap Komoditas Tembakau c. Hasil bersih per musim tanam tembakau = Rp d. Hasil bersih per bulan = Hasil bersih per musim tanam tembakau : 3 bulan e. Hasil bersih per bulan = Rp : 3 bulan = Rp Sedangkan apabila dalam 1 Ha menghasilkan 875 Kg tembakau kering siap jual, maka perhitungan usaha tembakau di tingkat petani/pedagang pengolah adalah sebagai berikut : A. Biaya produksi untuk proses pengolahan terdiri dari : - Biaya beli bahan baku daun tembakau (9150 kg x Rp ) = Rp Biaya panen dan pengolahan (Rp ) - Total biaya = Rp = Rp B. Hasil usaha a. 875 kg rajangan kering x Rp = Rp b. Rp Biaya produksi = Hasil Bersih per proses produksi tembakau c. Rp Rp = Rp d. Hasil bersih per musim tanam tembakau = Rp e. Hasil bersih per bulan nya = Hasil bersih per musim tanam tembakau : 3 bulan (asumsinya dari panen sampai siap jual) f. Hasil bersih per bulan = Rp : 3 bulan = Rp IV-36

79 Roadmap Komoditas Tembakau 4. Proporsi Biaya dan Keuntungan Berdasarkan perhitungan di atas, proporsi biaya usaha budidaya yag menghasilkan daun tembakau basah sebesar 47 % dengan proporasi keuntungan 53 %. Sementara itu biaya usaha tembakau olahan (mole) proporsi biaya sebesar 81 % dengan keuntungan 19 %. 5. Lahan atau tanah yang dipergunakan untuk tanaman tembakau di adalah lahan tidur atau lahan kebun atau lahan sawah yang ditanami padi yang hanya menghasilkan atau ditanam 1 kali musim tanam tiap tahunnya. Jadi untuk lahan tanaman tembakau bukan saja lahan yang produktif tetapi juga lahan yang kurang produktif Perkembangan Kelembagaan Pada pengusahaan tembakau, kelembagaan petani sudah terbentuk pada tahun 2000 yaitu Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), pembentukan Asosiasi ini sudah relatif berkembang dengan baik dalam memperjuangkan kepentingan anggotanya. Selanjutnya di tingkat provinsi sentra-sentra penanaman tembakau juga telah terbentuk asosiasi tingkat provinsi (APT Jabar, APT Jateng, APT DI. Yogyakarta, APT Jatim, APT Bali dan APT NTB), bahkan terbentuk di tingkat kabupaten, begitupun di telah terbentuk APT. Asosiasi petani tembakau merupakan wadah untuk menyalurkan kepentingankepentingan petani dalam meningkatkan posisi tawar petani tembakau. Disisi lain pembentukan kelembagaan formal seperti Koperasi kurang berkembang walaupun ada kegiatannya terbatas pada simpan pinjam dan penyediaan kebutuhan sehari-hari. IV-37

80 Roadmap Komoditas Tembakau Kelompok tani (Gabungan kelompok tani/gapoktan) tembakau yang sudah terbentuk seharusnya diarahkan untuk bermitra dengan KUD yang ada di wilayah tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan sarana produksi terutama pupuk dan obat-obatan, petani tembakau dapat memanfaatkan KUD yang ada. Pada kenyataannya hubungan petani dengan KUD hanya sebatas memenuhi kebutuhan sarana produksi dan hubungan yang melembaga belum terwujud Diversifikasi Usaha dan Intercroping Tembakau sebagai komoditas yang kontroversial, menghadapi tantangan dengan adanya kampanye anti rokok dari organisasi kesehatan WHO/ FCTC (Framework Convention on Tobacco Control) yang akan berdampak pada penurunan kebutuhan tembakau. Dilain pihak saat ini belum ada bidang usaha lain yang mampu mengganti peran tembakau di sentra-sentra tembakau yang umumnya beriklim kering. Untuk itu perlu dilakukan pembaharuan untuk menghasilkan produk tembakau yang berdaya saing (aman, diterima pasar dan harga yang wajar), bertanggung jawab sosial, ramah lingkungan, berkesinambungan dan dapat diterima oleh masyarakat global. Beberapa upaya untuk menyikapi FCTC antara lain dengan melaksanakan usahatani dengan diversifikasi dan intercroping dengan tanaman lainnya, yang sekaligus sebagai upaya konservasi lahan atau mengurangi degradasi lahan. Disamping itu juga dilakukan usahatani terintegrasi dengan ternak (Mix farming) yang diharapkan kedepan mampu menjadi pilihan bagi para petani tembakau, sekaligus sebagai upaya untuk menjaga kesuburan tanah. IV-38

81 Roadmap Komoditas Tembakau Tembakau juga memiliki keunggulan lain yaitu sebagai tempat berkembangnya predator yang menyerang hama dan penyakit tanaman. Hal ini memberikan peluang bagi petani, bahwa menanam dengan pola tumpangsari antara suatu komoditas dengan komoditas tembakau akan memberikan keuntungan tersendiri yaitu penekanan jumlah hama dan penyakit. Dengan demikian, suatu komoditas tersebut dapat menghasilkan hasil panen yang lebih besar dan dapat memberikan keuntungan bagi petani karena petani tidak perlu mengeluarkan dana untuk memberantas hama dan penyakit yang menyerang tanaman mereka. Di, kegiatan Mix farming antara tanaman tembakau dengan domba dan kelinci telah dilaksanakan oleh sebagian petani yang tergabung dalam kelompok tani di Kecamatan Baleendah, Ciparay dan Pasirjambu. Dengan telah dilaksanakannya mix farming ini, petani tembakau di dapat menghemat biaya untuk membeli pupuk kandang. Namun pada saat ini, keadaan ternak domba dan kelinci yang diberikan oleh Dinas Peternakan banyak yang mati. Begitupun kegiatan diversifikasi usaha telah dilakukan oleh Dinas Koperasi,perindustrian dan perdagangan. Kelompok sasarannya adalah kelompok tani Karya Bakti Mulya di Kecamatan Cimaung. Kegiatannya meliputi pelatihan produk olehan berbahan baku singkong dan pemberian bantuan alat /mesin pengolahan keripik singkong. Jenis usaha ini dipilih karena Kecamatan Cimaung merupakan daerah sentra penghasil komoditas singkong di. Kagiatan diversifikasi usaha ini ditujukan untuk menambah pendapatan keluarga petani tembakau. IV-39

82 Roadmap Komoditas Tembakau 4.3. Karagaan Tembakau Setiap Kecamatan di Mengacu penjelasan kondisi tembakau di atas keragaan (deskripsi) tembakau setiap kecamatan yang mencakup lokasi kecamatan, desa penghasil tembakau, luas areal, varietas, produksi dan rata-rata produksi responden, kelompok tani dan ketua kelompok tani diuraikan sebagai berikut : (1) Kecamatan Arjasari Kecamatan Arjasari terletak di kaki Gunung Malabar. Desa Ancol Mekar Kecamatan Arjasari merupakan sentra penghasil tembakau dengan varietas Nani dan Himar yang ditanam pada lahan kering. Musim tanam tembakau dilakukan petani sebanyak satu kali per tahun. Adapun Luas areal mencakup 45 hektar yang dikelola oleh 60 anggota petani. Di desa ini nama kelompok tani adalah Tani Wargi yang diketua Enjeh. Ketua kelompok berusaha sebagai pembudidaya dan pengolah. Di desa ini, budidaya tembakau diusahakan dengan jumah bibit bibit/hektar. Adapun pemupukan menggunakan pupuk NPK sebanyak antara kg/hektar dan pupuk kandang sebanyak kg per hektar. Adapun rata-rata produktivitas daun tembakau basah yang dihasikan responden sebesar 900 kg/hektar. Aktivitas pengolahan tembakau sampai dengan saat ini masih bersifat manual terutama dalam penjemuran tembakau. Aktivitas tersebut selama ini menghadapi kendala dikala cuaca mendung atau jatuh dimusim hujan, kuaitas tembakau akibat kendala cuaca ini umumnya menjadi menurun. Teknologi tepat guna yang membantu penjemuran akan diperlukan pada wilayah sentra tembakau yang memiliki cuaca fluktuatif (hujan gunung, orografis). IV-40

83 Roadmap Komoditas Tembakau (2) Kecamatan Cimaung Kecamatan Cimaung terletak di wilayah Selatan Kabupaten Bandung. Kecamatan Cimaung memiliki lahan basah (sawah) dan lahan kering. Untuk pengusahaan tembakau di kecamatan ini menggunakan lahan sawah dan lahan kering. Sentra tembakau terdapat di Desa Malasari. Pemasaran tembakau basah biasanya ke pengolah di wilayah sekitarnya. Pelaksanaan teknis budidaya oleh petani belum berdasarkan teknis budidaya yang baik dan benar (bersifat asal-asalan). Kemampuan petani dalam mengolah produk tembakau masih tergolong rendah (produk yang dihasilkan berkualitas rendah). Produk olahan tembakau yang dihasilkan oleh petani di Kecamatan Cimaung adalah tembakau mole merah dan kuning (rajangan) tapi bukan tembakau iris halus. Aktivitas pengolahan tembakau sampai dengan saat ini masih bersifat manual terutama dalam penjemuran tembakau, disamping adanya kendala dikala cuaca. (3) Kecamatan Cikancung Kecamatan Cikancung terletak di wilayah timur di sekitar suku Gunung Padaringan dan Gunung Haji. Lahan yang digunakan untuk usahatani tembakau adalah lahan tegalan/lahan darat. Sentra tembakau di Kecamatan Cikancung adalah Desa Ciluluk, Desa Mekarlaksana dan Desa Mandalasari. Produk olahan tembakau yang dihasilkan oleh petani di Kecamatan Cikancung adalah tembakau mole merah (rajangan) tapi bukan tembakau iris halus. Cara penjualan tembakau basah dilakukan secara tebasan ke pedagang/pengolah di sekitar wilayah Kecamatan Cikancung, IV-41

84 Roadmap Komoditas Tembakau Tanjungsari (Sumedang) dan Garut yang dating ke lokasi usahatani. Pelaksanaan teknis budidaya oleh petani belum berdasarkan teknis budidaya yang baik dan benar (bersifat asalasalan). Untuk kegiatan pengolahan, kemampuan petani pengolah dalam mengolah produk tembakau masih tergolong rendah (produk yang dihasilkan berkualitas rendah). Pemasaran produk olahan tembakau dari Kecamatan Cikancung biasanya dijual ke daerah Tanjungsari (Sumedang) dan Garut. (4) Kecamatan Cicalengka Kecamatan Cicalengka terletak di wilayah Timur Kabupaten Bandung. Sentra usahatani tembakau di sekitar Dampit, Cihanyir dan pesawahan Cikuya. Lahan yang digunakan untuk usahatani tembakau adalah lahan tegalan/lahan darat dan sawah. Luas lahan yang digunakan untuk usahatani tembakau seluruhnya 180 hektar. Sentra tembakau di Kecamatan Cicalengka adalah Desa Nagrog, Desa Narawita, Desa Tanjungwangi, Desa Dampit, dan Desa Babakan Peuteuy. Pemasaran tembakau basah ke Tanjungsari/ Sumedang, Garut dan dijual secara tebasan. Pelaksanaan teknis budidaya oleh petani belum berdasarkan teknis budidaya yang baik dan benar (bersifat asal-asalan). Kemampuan petani dalam mengolah produk tembakau masih tergolong rendah (produk yang dihasilkan berkualitas rendah). Produk olahan tembakau yang dihasilkan oleh petani di Kecamatan Cicalengka adalah tembakau mole merah (rajangan) tapi bukan tembakau iris halus. Pemasaran produk olahan tembakau dari Kecamatan Cicalengka biasanya dijual ke bandar dari Tanjungsari/ Sumedang dan Garut. IV-42

85 Roadmap Komoditas Tembakau (5) Kecamatan Nagreg Kecamatan Nagreg terletak di wilayah timur. Lahan yang digunakan untuk usahatani tembakau adalah lahan tegalan/lahan darat. Luas lahan yang digunakan untuk usahatani tembakau seluruhnya 35 hektar. Sentra tembakau di Kecamatan Nagreg adalah Desa Mandalawangi, Citaman, Ciaro, dan Bojong. Pemasaran tembakau basah ke sesama pengolah di sekitar wilayahnya (lokal), Tanjungsari/ Sumedang, Garut dan dijual secara tebasan. Pelaksanaan teknis budidaya oleh petani belum berdasarkan teknis budidaya yang baik dan benar (bersifat asalasalan) dan petani yang melaksanakan usahatani tembakau ini adalah petani pemula.. Kemampuan petani dalam mengolah produk tembakau masih tergolong rendah (produk yang dihasilkan berkualitas rendah). Produk olahan tembakau yang dihasilkan oleh petani di Kecamatan Nagreg adalah tembakau mole merah (rajangan kasar/zak) dan kualitasnya lebih rendah dibandingkan dengan Kecamatan Cicalengka dan Cikancung. Pemasaran produk olahan tembakau dari Kecamatan Nagreg biasanya dijual ke bandar dari Tanjungsari/Sumedang dan Garut. (6) Kecamatan Paseh Kecamatan Paseh terletak di selatan. Sentra usahatani tembakau di sekitar wilayah desa Loa yang merupakan sentra terbesar budidaya dan pengolahan tembakau di Kabupaten Bandung. Kecamatan Paseh juga merupakan perintis pengembangan budidaya tembakau di. Lahan yang digunakan untuk usahatani tembakau adalah lahan tegalan/lahan darat. Luas lahan untuk usahatani tembakau di Kecamatan Paseh merupakan yang terluas di IV-43

86 Roadmap Komoditas Tembakau (600 ha menurut data dari APTI ), namun berdasarkan hasil survey, luas lahan usahatani tembakau di Kecamatan Paseh adalah 76,8 hektar dan yang dijadikan responden sebanyak 4 kelompok tani. Sentra tembakau di Kecamatan Paseh adalah Desa Loa, Desa Drawati dan Desa Sindangsari. Pemasaran tembakau basah ke Majalaya, Tanjungsari, Garut. Pelaksanaan teknis budidaya oleh petani sudah berdasarkan teknis budidaya yang baik dan benar. Kemampuan petani dalam mengolah produk tembakau masih tergolong bagus (produk yang dihasilkan berkualitas bagus). Produk olahan tembakau yang dihasilkan oleh petani di Kecamatan Paseh adalah tembakau mole merah (rajangan) dan mendekati tembakau iris halus. Pemasaran produk olahan tembakau dari Kecamatan Paseh biasanya dijual ke bandar dari Tanjungsari/ Sumedang dan Garut. Adapun didalam aktivitas penjemuran tembakau di wiayah ini kendala cuaca menjadi sebab menurunnya kualitas tembakau. Wilayah ini bersinggungan dengan pegunungan di bagian selatannya. (7) Kecamatan Cilengkrang Kecamatan Cicalengka terletak di utara. Lahan yang digunakan untuk usahatani tembakau adalah lahan tegalan/lahan darat. Sentra tembakau di Kecamatan Cilengkrang adalah Desa Melatiwangi dan Girimekar. Pemasaran tembakau basah biasanya ke pengolah di Tanjungsari / Sumedang dan dijual secara tebasan. Pelaksanaan teknis budidaya oleh petani sudah berdasarkan teknis budidaya yang baik dan benar. Untuk ukuran Kecamatan Cilengkrang merupakan pelaku usaha pembudidaya tembakau yang paling baik. Hal ini ditunjukkan dengan penggunaan varietas yang terseleksi baik dan IV-44

87 Roadmap Komoditas Tembakau menggunakan pupuk yang sesuai dengan anjuran (NPK-BASF Nithrosphoska ). Kemampuan petani dalam mengolah produk tembakau sudah tergolong bagus (produk yang dihasilkan berkualitas bagus). Produk olahan tembakau yang dihasilkan oleh petani di Kecamatan Cilengkrang adalah tembakau mole kuning (rajangan) dan mendekati tembakau iris halus. Pemasaran produk olahan tembakau dari Kecamatan Cilengkrang biasanya dijual ke bandar dari Tanjungsari/ Sumedang dan Garut. Aktvitas usaha tembakau di wilayah ini lebih didukung oleh modal petani tembakau (bandar) dari kabupaten lain. Petani lebih bersifat penggarap. (8) Kecamatan Cileunyi Kecamatan Cileunyi terletak di wilayah utara. Lahan yang digunakan untuk usahatani tembakau adalah lahan tegalan/lahan darat. Luas lahan untuk usahatani tembakau seluruhnya adalah 17 hektar. Sentra tembakau di Kecamatan Cileunyi adalah Desa Cileunyi Wetan. Pemasaran tembakau basah biasanya ke pengolah dari Tanjungsari dan sebagian dijual secara tebasan. Pelaksanaan teknis budidaya oleh petani sudah berdasarkan teknis budidaya yang baik dan benar. Hal ini ditunjukkan dengan penggunaan varietas yang terseleksi baik dan menggunakan pupuk yang sesuai dengan anjuran (NPK-BASF Nithrosphoska ). Namun, kemampuan petani dalam mengolah produk tembakau masih tergolong kurang baik sehingga hasil olahannya pun tidak optimal. Produk olahan tembakau yang dihasilkan oleh petani di Kecamatan Cileunyi adalah tembakau mole putih (rajangan) dan mendekati tembakau iris halus. Pemasaran produk olahan tembakau ini biasanya ke daerah IV-45

88 Roadmap Komoditas Tembakau Tanjungsari/Sumedang. Aktvitas usaha tembakau di wilayah ini lebih didukung oleh modal petani tembakau (bandar) dari kabupaten lain. Petani lebih bersifat sebagai petani penggarap. (9) Kecamatan Ciwidey Kecamatan Ciwidey terletak di wilayah selatan. Lahan yang digunakan untuk usahatani tembakau adalah lahan tegalan/lahan darat dan bekas tanaman sayuran (bawang). Sentra tembakau di Kecamatan Ciwidey adalah Desa Desa Lebakmuncang dan Desa Sukawening. Pemasaran tembakau basah biasanya ke pengolah di Majalaya dan Garut. Pelaksanaan teknis budidaya oleh petani belum berdasarkan teknis budidaya yang baik dan benar (bersifat asal-asalan). Kemampuan petani dalam mengolah produk tembakau masih tergolong rendah (produk yang dihasilkan berkualitas rendah). Produk olahan tembakau yang dihasilkan oleh petani di Kecamatan Ciwidey adalah tembakau mole merah (rajangan) dan masih di bawah standar tembakau iris halus. Kecamatan Ciwidey saat ini sedang mengembangkan tembakau olahan zak (rajangan kasar). Pemasaran produk olahan tembakau ini biasanya ke daerah Majalaya dan Garut. Di wilayah ini aktivitas cuaca menjadi kendala dalam penjemuran tembakau. (10) Kecamatan Ciparay Kecamatan Ciparay terletak di wilayah tengah kota Kabupaten Bandung. Lahan yang digunakan untuk usahatani tembakau adalah lahan tegalan/lahan darat. Sentra tembakau di Kecamatan Ciparay adalah Desa Pakutandang, Ciheulang, Mekar Laksana, dan Desa Babakan. Pemasaran tembakau basah biasanya ke pengolah di Majalaya dan Garut. Pelaksanaan teknis budidaya oleh petani IV-46

89 Roadmap Komoditas Tembakau belum berdasarkan teknis budidaya yang baik dan benar (bersifat asal-asalan). Kemampuan petani dalam mengolah produk tembakau masih tergolong rendah (produk yang dihasilkan berkulaitas rendah). Produk olahan tembakau yang dihasilkan oleh petani di Kecamatan Ciparay adalah tembakau mole merah (rajangan) tapi bukan tembakau iris halus. Pemasaran produk olahan tembakau ini biasanya ke daerah Majalaya dan Garut. (11) Kecamatan Pacet Kecamatan Pacet terletak di wilayah selatan. Kecamatan Pacet merupakan sentra yang cukup besar dalam budidaya dan pengolahan tembakau di. Lahan yang digunakan untuk usahatani tembakau adalah lahan tegalan/lahan darat. Sentra tembakau di Kecamatan Pacet adalah Desa Cikawao, Nagrak, Mandalahaji, Sukarame, Mekarjaya, Cimanggela, Tanjungwangi, Pangauban, dan Cipeujeuh. Pemasaran tembakau basah biasanya ke pengolah di Majalaya, Tanjungsari/ Sumedang, Garut. Pelaksanaan teknis budidaya oleh petani sudah berdasarkan teknis budidaya yang baik dan benar. Kemampuan petani dalam mengolah produk tembakau sudah tergolong bagus (produk yang dihasilkan berkualitas bagus). Produk olahan tembakau yang dihasilkan oleh petani di Kecamatan Pacet adalah tembakau mole merah (rajangan) dan mendekati tembakau iris halus. Pemasaran produk olahan tembakau ini biasanya ke daerah Majalaya, Tanjungsari/Sumedang dan Garut.. Di wilayah ini aktivitas cuaca menjadi kendala dalam penjemuran tembakau. Menurut para petani tembakau, kebutuhan teknologi tepat guna untuk penjemuran akan membantu aktivitas penjemuran tembakau di wilayah ini. IV-47

90 Roadmap Komoditas Tembakau 12. Kecamatan Ibun Kecamatan Ibun terletak di wilayah selatan. Lahan yang digunakan untuk usahatani tembakau adalah lahan tegalan/lahan darat dan lahan kehutanan. Sentra tembakau di Kecamatan Ibun adalah Desa Neglasari, Laksana, Dukuh dan Mekar Wangi. Pemasaran tembakau basah biasanya ke pengolah di Majalaya dan Garut. Pelaksanaan teknis budidaya oleh petani belum berdasarkan teknis budidaya yang baik dan benar (bersifat asal-asalan). Benih yang digunakan bukan varietas unggul (seadanya). Kemampuan petani dalam mengolah produk tembakau masih tergolong rendah (produk yang dihasilkan berkualitas rendah). Produk olahan tembakau yang dihasilkan oleh petani di Kecamatan Ibun adalah tembakau mole merah (rajangan) tapi bukan tembakau iris halus. Pemasaran produk olahan tembakau ini biasanya ke daerah Majalaya dan Garut. (12) Kecamatan Soreang Kecamatan Soreang terletak di wilayah tengah/ pusat kota. Lahan yang digunakan untuk usahatani tembakau adalah lahan tegalan/lahan darat. Sentra tembakau di Kecamatan Soreang adalah Desa Sukajadi dan Sukanegara. Pemasaran tembakau basah biasanya ke pengolah di Tanjungsari/Sumedang dan Garut. Pelaksanaan teknis budidaya oleh petani belum berdasarkan teknis budidaya yang baik dan benar (bersifat asal-asalan). Kemampuan petani dalam mengolah produk tembakau masih tergolong rendah (produk yang dihasilkan berkualitas rendah). Produk olahan tembakau yang dihasilkan oleh petani di Kecamatan Soreang adalah tembakau mole merah (rajangan) tapi bukan tembakau iris halus. Pemasaran produk IV-48

91 Roadmap Komoditas Tembakau olahan tembakau ini biasanya ke daerah Tanjungsari/ Sumedang dan Garut. (13) Kecamatan Kutawaringin Kecamatan Kutawaringin terletak di wilayah tengah Kabupaten Bandung. Pengolahan tembakau di Kecamatan Kutawaringin merupakan terbaik di. Lahan yang digunakan untuk usahatani tembakau adalah lahan tegalan/lahan darat. Luas lahan untuk usahatani tembakau seluas 9 hektar. Sentra tembakau di Kecamatan Kutawaringin adalah Desa Cilame. Pemasaran tembakau basah biasanya ke pengolah di Majalaya, Tanjungsari/Sumedang dan Garut. Pelaksanaan teknis budidaya oleh petani belum berdasarkan teknis budidaya yang baik dan benar. Namun kemampuan petani dalam mengolah produk tembakau sudah tergolong bagus (produk yang dihasilkan berkualitas bagus). Produk olahan tembakau yang dihasilkan oleh petani di Kecamatan Kutawaringin adalah tembakau mole merah dan kuning (rajangan) dan mendekati tembakau iris halus. Pemasaran produk olahan tembakau biasanya ke bandar di Majalaya, Tanjungsari/Sumedang dan Garut. (14) Kecamatan Baleendah Kecamatan Baleendah terletak di wilayah tengah Kabupaten Bandung. Lahan yang digunakan untuk usahatani tembakau adalah lahan tegalan/lahan darat. Sentra tembakau di Kecamatan Baleendah adalah Kelurahan Baleendah. Pemasaran tembakau basah biasanya ke pengolah sekitar wilayahnya. Pelaksanaan teknis budidaya oleh petani belum berdasarkan teknis budidaya yang baik dan benar (bersifat asal-asalan). Kemampuan petani IV-49

92 Roadmap Komoditas Tembakau dalam mengolah produk tembakau masih tergolong rendah (produk yang dihasilkan berkualitas rendah). Produk olahan tembakau yang dihasilkan oleh petani di Kecamatan Baleendah adalah tembakau mole merah (rajangan) tapi bukan tembakau iris halus Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Tembakau di Permasalahan, tantangan dan peluang pengembangan tembakau di yang dihadapi dalam 5 (lima) tahun ke depan akan menentukan sasaran yang harus dicapai dan serta rencana kegiatan yang harus diimplementasikan. Oleh karena itu, diperlukan suatu sistem perencanaan yang dapat memecahkan masalah yang lebih sistematis dan konsisten. 1. Masalah a. Lingkungan Eksternal 1) Kebijakan cukai yang meningkat drastis dari Rp. 1,7 trilyun (1990) menjadi Rp. 29 trilyun (2004),tahun 2006 Rp. 38,52 trilyun, tahun 2007 mencapai Rp. 42,03 trilyun dan tahun 2010 Rp 57,0 trilyun. 2) Kampanye anti rokok yang dipelopori WHO (World Health Organization) sejak tahun Serta adanya fatwa haram merokok yang dikeluarkan oleh MUI pada pada 8 Maret 2010 yang diamini oleh beberapa Organisasi kemasyarakatan yang berbasis agama. IV-50

93 Roadmap Komoditas Tembakau 3) Issue kesehatan (Departemen Kesehatan) PP 19/2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan dan PP 38/2000, antara lain menetapkan pembatasan kadar nikotin dan tar (dalam asap) maksimum 1,5 dan 20 mg per batang rokok. Sebagai informasi kandungan nikotin dan tar tembakau yang dihasilkan petani di Sleman berkisar pada angka 3-6 mg nikotin dan mg tar per batang rokok, masih dua kali lipat yang dipersyaratkan PP No.38/ ) Pergeseran selera konsumen ke rokok jenis mild. 5) Perubahan iklim dan cuaca yang dapat mempengaruhi mutu tembakau. 6) Rencana produksi rokok yang sulit diprediksi. 7). Belum adanya Peraturan Penggunaan DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau) Meskipun penggunaan DBHCHT telah diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.07/2009 tentang perubahan atas 84/PMK.07/2008 tentang Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau dan Sanksi Atas Penyalahgunaan Alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau, dalam implementasinya di Kabupaten Bandung perlu diatur lebih lanjut dengan Keputusan atau Peraturan Bupati atau supaya penggunaan DBHCHT di lebih memiliki kekuatan hukum dan tepat sasaran karena penggunaan dananya tidak akan tumpang tindih dengan kegiatan lainnya. Sampai saat ini belum memiliki Keputusan atau Peraturan Bupati mengenai hal tersebut IV-51

94 Roadmap Komoditas Tembakau b. Sisi Produksi Tembakau 1) Keterbatasan benih murni dan bermutu. 2) Pemilihan areal pertanaman yang kurang sesuai seperti : lahan mengandung chlor. 3) Belum semua petani memperhatikan informasi iklim dan cuaca, yang berdampak pada mutu yang diperoleh. 4) Pengairan dan pupuk untuk tembakau belum mendapat perhatian sehingga produktivitas relatif rendah. 5) Pendanaan untuk biaya usaha tani diperoleh dari sumberdana sendiri, kredit komersial, pinjaman pihak ke-3. Belum ada kebijakan kredit lunak untuk tembakau (kecuali dalam sistem KEMITRAAN). 6) Perluasan pertanaman tembakau sering tidak didasarkan pada informasi kebutuhan tembakau menurut jenis dan mutu. Pada saat komoditas non tembakau tidak prospektif, banyak petani yang berspekulasi menanam tembakau. 7) Persoalan lingkungan terjadi pada tembakau yang ditanam di tanah miring (kemiringan > 30 %) dapat menyebabkan erosi/degredasi lahan. c. Sisi Pengolahan dan Pemasaran 1) Belum adanya kelembagaan informasi permintaan dan penawaran 2) Mutu hasil tembakau dipengaruhi oleh : Iklim dan cuaca Kelancaran pasokan minyak tanah pada tembakau Virginia Tingkat pemeliharaan dan ketekunan petani Praktek pencampuran tembakau oleh pelaku usaha Masuknya tembakau daerah lain ke wilayah tembakau spesifik IV-52

95 Roadmap Komoditas Tembakau 3) Sistim pemasaran masih melalui jalur yang relatif panjang. Di provinsi Jawa Barat upaya untuk mengatasi masalah tersebut telah dibangun Pasar Lelang Tembakau dan cukup dirasakan manfaatnya. 2. Tantangan Berbagai tantangan yang akan dihadapi pada agribisnis pertembakauan di antara lain sebagai berikut : a. Skala Usaha Tani Skala usaha tani di tingkat petani di umumnya adalah skala kecil (< 0,5 Ha) sehingga tidak mampu memberikan keuntungan optimal. Kondisi seperti ini merupakan tantangan dalam peningkatan produktivitas dan mutu, terutama dalam penerapan teknologi tepat guna dan penumbuhan kelembagaannya. b. Transfer Teknologi Kurang terinformasinya hasil penelitian yang dihasilkan oleh Pusat Penelitian untuk sampai diterapkan petani. Hal ini karena semakin kurangnya tenaga lapangan sebagai penyuluh dalam mentransfer teknologi kepada petani. Hasil penelitian dan pengembangan dari lembaga penelitian mengenai tembakau (BALITTAS) belum terinformasikan kepada petani tembakau di. Sebagai contoh dalam perajangan, petani menganggap bahwa perajangan dengan tangan menghasilkan kualitas lebih baik daripada perajangan dengan mesin. Padahal menurut BALITTAS tidak terdapat perbedaan kualitas, karena yang mempengaruhi kualitas adalah kebersihan dan ketajaman pisau. Selain itu perajangan dengan mesin menghasilkan jumlah rajangan yang lebih banyak dibandingkan dengan tangan dalam per satuan waktu yang sama. IV-53

96 Roadmap Komoditas Tembakau c. Peran Aktif Pabrik Rokok sebagai Mitra Petani Adakalanya petani dalam pengusahaan tembakau sulit mengontrol dan mentaati untuk menjual hasil kepada mitra usahanya. Seringkali pabrik rokok/perusahaan/ pengelola mengeluhkan bahwa petani binaannya tidak menyepakati kesepakatan menjual hasil kepada perusahaan pengelola yang membina, padahal mereka telah mengeluarkan biaya pembinaan. Hal ini akan melemahkan peran aktif/perusahaan pengelola/pabrik rokok dalam membina kemitraan. d. Kebijakan cukai dari pemerintah yang meningkat terus setiap tahun, kurang mendukung industri rokok sehingga menyulitkan dalam perencanaan produksi rokok. e. Adanya regulasi/perda yang membatasi ruang gerak pemasaran rokok dan tempat-tempat umum untuk tempat merokok dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya rokok bagi kesehatan. 2. Peluang a. Peningkatan DBHC - HT DBHC - HT memperlihatkan trend kenaikan setiap tahun. Dana yang diterima tahun 2008 sebesar Rp , tahun 2009 sebesar Rp ,-, tahun 2010 Rp ,- dan alokasi sementara tahun 2011 Rp ,-. Hal ini menjadi salah satu modal dalam pengembangan tembakau di. Selain itu, DBHC - HT tidak boleh dipergunakan untuk kegiatan yang tidak ada hubungannya dengan pertembakauan sehingga penggunaan dana ini tidak bisa digunakan untuk kegiatan di luar pertembakauan. IV-54

97 Roadmap Komoditas Tembakau b. Target 240 milyar batang rokok tahun 2015 Meskipun industri rokok menimbulkan pro dan kontra, Pemerintah RI menetapkan target produksi rokok nasional sebanyak 240 milyar batang pada tahun 2015 sebagai salah satu sasaran dalam Sasaran Industri Tembakau Nasional Tahun Produksi rokok sebanyak ini tentunya memerlukan bahan baku tembakau yang sangat besar. Menurut Manajer Pembelian Bahan Baku PT. Djarum Kudus pasokan tembakau saat ini baru memenuhi kebutuhan bahan baku industri rokok sebesar 60%. Kondisi tersebut menjadi peluang bagi tembakau untuk menjadi salah satu bahan baku industri rokok. c. Diversifikasi jenis rokok Merokok adalah kenikmatan dan rokok adalah selera. Agar merokok terasa nikmat, maka rokok yang diisap harus memenuhi selera. Selera bisa sama, namun sering pula berbeda. Katakanlah, Tuan A bisa merasakan kenikmatan jika mengisap rokok berat, namun dia tidak merasakan kenikmatan merokok jika diberi rokok ringan. Guna memenuhi selera konsumen yang berbeda beda tersebut, industri rokok menciptakan berbagai jenis rokok. Diversifikasi jenis rokok ini memerlukan tembakau yang berbeda beda, karena tembakau merupakan salah satu unsur rokok yang mempengaruhi rasa. Menurut Manajer Pembelian Bahan Baku PT. Djarum Kudus (hasil dialog, 2010) dalam satu racikan (blend) rokok minimal diperlukan 20 jenis tembakau. Suatu peluang bagi tembakau untuk menjadi salah satu unsur penikmat (pemberi rasa) rokok. IV-55

98 Berdasarkan peran, kinerja dan sentra komoditas tembakau eksisting di yang telah diuraikan pada Bab IV, maka pada bab ini akan diuraikan lebih lanjut mengenai : prospek, potensi dan arah pengembangan industri hasil tembakau Prospek Prospek pengembangan agribisnis tembakau sangat ditentukan oleh perkembangan produksi rokok nasional dan daya serap pasar ekspor. Untuk tembakau, kelihatan perkembangan pasar ekspor relatif stabil dengan permintaan hampir konstan yaitu sekitar ton setiap tahunnya. Oleh karena itu perluasan tidak dianjurkan dan yang perlu mendapat perhatian adalah mempertahankan keseimbangan supply dan mutu agar pasar ekspor tidak direbut oleh negara pesaing (kompetitor). Untuk jenis tembakau VO tertentu yang pasar dalam negerinya sudah jenuh, juga tidak diajurkan pengembangannya, tetapi lebih difokuskan kepada penanaman di lahan potensial/sesuai, peningkatan produktivitas dan mutu, sehingga dari pengurangan luasan tanam tetap dapat memenuhi kebutuhan. Market share tembakau Indonesia adalah 2,3% dari produksi dunia, merupakan persentase yang kecil. Akan tetapi khusus tembakau cerutu bahan dekblad dan omblad mencapai market share 57% dari produksi V- 1

99 dunia, suatu persentase yang sangat diperhitungkan oleh dunia pertembakauan cerutu (sumber data perantara GmBH). Tembakau dan Industri Hasil Tembakau (IHT) di Indonesia memiliki peranan strategis dalam perekonomian nasional dan regional karena berperan sebagai sumber pendapatan negara berupa cukai dan pembayaran pajak-pajak disamping itu pada tingkat daerah berperan dalam penyerapan tenaga kerja baik di on farm, off farm maupun sistem informal lainnya. Kontribusi terhadap pendapatan negara berupa cukai menunjukkan trend yang selalu meningkat, dari Rp. 10 triliun pada tahun 2001 menjadi Rp. 31 triliun pada tahun 2006 Rp. 37,8 triliun, tahun 2007 mencapai Rp. 44,70 trilyun dan tahun 2010 mencapai Rp 59,3 trilyun. Ditinjau dari aspek ekonomi komoditas tersebut pada tahun menghasilkan devisa negara dari ekspor tembakau dan rokok sebesar US $ ribu dan US $ ribu Potensi Tanaman tembakau memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi, karena hampir semua petani di daerah ini selalu berkeinginan untuk menanamnya pada musim kemarau. Tanaman tembakau merupakan tanaman yang diminati oleh petani di karena mampu meningkatkan kesejahteraan hidup petani. Tembakau umumnya dikenal sebagai bahan baku rokok. Belum banyak yang mengetahui bahwa batang tembakau dapat dimanfaatkan sebagai pestisida dan bahan kompos. Penggunaan pestisida nabati sangat dianjurkan karena ramah lingkungan. Bahan baku juga relatif mudah diperoleh. Pembuatannya cukup sederhana dan tidak membutuhkan banyak biaya. Namun demikian perlu diperhatikan V- 2

100 keterbatasannya seperti daya tahan pestisida nabati yang singkat karena sangat mudah berubah dan terurai. Untuk itu volume aplikasi harus direncanakan dengan cermat agar efisien. Di samping itu, konsentrasi larutan yang dihasilkan tidak konsisten karena sangat tergantung pada tingkat kesegaran bahan baku. Masa depan tembakau sebagai bahan rokok kelihatannya tidak lagi cerah karena rokok tembakau semakin tersudut oleh anggapan sebagai pengganggu kesehatan. Tetapi sebaliknya, sebagai sumber bahan obatobatan untuk berbagai penyakit bisa jadi cerah sebagaimana hasil studi yang dilakukan oleh para ilmuwan Universitas Verona, Italia. Studi yang dipimpin oleh Prof. Mario Pezzotti dan merupakan bagian dari proyek Pharma-Planta (tanaman obat) universitas tersebut telah berhasil merekayasa tanaman tembakau transgenik yang bisa menghasilkan obat-obatan bagi penyakit-penyakit autoimmune, peradangan dan diabetes. Hasil penelitian itu telah dipublikasikan melalui BMC Biotechnology. Tanaman tembakau bisa dijadikan bahan yang murah dan mudah, untuk membuat vaksin yang mengatasi sakit perut akibat virus yang dikenal dengan nama Norovirus. Para peneliti di AS menemukan tembakau yang menghasilkan protein untuk digunakan sebagai pembuatan vaksin melawan Norovirus. Penyakit itu konon mudah sekali menular dengan gejala seperti muntah-muntah dan diare. Begitu pula para peneliti dari laboratorium Bioteknologi Thomas Jefferson University telah mengidentifikasi kandungan minyak dalam daun tembakau. Hal dimaksudkan untuk menggunakan tanaman tembakau untuk sumber biofuel. Menurut para peneliti di laboratorium ini, tembakau dapat menghasilkan biofuel lebih efisien daripada tanaman pertanian lainnya. Selama ini tembakau telah digunakan para produsen parfum untuk menambah bau/wangi. Penelitian ini mengambarkan bahwa V- 3

101 sebagian besar kandungan minyak biasanya lebih banyak ditemukan dalam biji benih tembakau. Menurut peneliti, kandungan minyak tembakau sekitar 40 % minyak per berat kering. Benih yang dihasilkandari budidaya tembakau mencapai sekitar 600 kg biji per hektar. Kandungan minyak bij tembakau telah diuji untuk digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel. Dr. Andrianov dan rekan-rekannya berusaha menemukan cara untuk mendestilasi tembakau dari daun, sehingga minyak yang dihasilkan benar-benar dari daun. Menurut peneliti tersebut, tembakau sangat menarik sebagai bahan biofuel, karena tidak bersinggungan dalam produksi bahan pangan. Mereka telah menemukan cara cara untuk merekayasa genetic, sehingga daun tembakau lebih banyak kandungan minyaknya. Dalam beberapa kasus, bibit hibdrida yang dimodifikasi mampu menghasilkan 20 kali lipat lebih banyak minyak pada bagian daun. Daun tembakau mengandung 1,7 % sampai 4 % kandungan minyak per berat kering. Tanaman tembakau yang direkayasa dapat ditinghkatkan menjadi 6,8 % minyak per berat kering. Berdasarkan data ini, tembakau mewakili tanaman yang mengandung minyak atsiri sebagai sumber energy. Selain itu bias juga melayani model untuk pemanfaatan biomas tinggi pada kelompok tanaman untuk biofuel. Potensi tembakau di tingkat petani di umumnya berasal dari daun yang diolah para petani kemudian digunakan untuk industri rokok. Potensi lain mencakup tulang-tulang daun tembakau, batang tanaman tembakau dan korosok (daun pertama). Tulang-tulang daun dan batang tanaman apabila diolah (dirajang dengan mesin perajang) akan bermanfaat untuk bahan pupuk organik dari bahan pestisida nabati. Potensi sisa potongan daun tembakau ini sebesar 20 % dari produksi per hektar daun tembakau, misalnya produksi daun 15 ton per hektar, sisa tulang-tulang daun mencapai 1,5 ton per hektar (10 %). Menurut para petani sisa potongan daun tembakau ini bila diolah dengan V- 4

102 hijauan lainnya melalui rumah kompos (mesin perajang) akan diperoleh pupuk organik yang bernanfaat untuk mendukung kebutuhan pupuk untuk budidaya tanaman pertanian (integrated dengan kopi, jagung dst.) lainnya secara swadaya Arah Pengembangan Adanya industri rokok nasional telah memberi prospek keberlanjutan tembakau di. Begitu pula potensi penggunaan tembakau sebagai bahan baku industri rokok, bahan baku obat, pupuk, pestisida, parfum dan biofuel (dua potensi terakhir telah menjadi isu dunia) telah memberi inspirasi dan gairah petani untuk konsisten mengusahakan tembakau. dalam mensikapi potensi perkembangan penggunaan tembakau ke depan selayaknya memiliki arah pengembangan tembakau dan industri hasil tembakau. Arah pengembangan ini menitik beratkan kepada upaya dan proses apa yang akan dicapai ke depan. Arah ini seharusnya memberi inspirasi pula kepada stakeholders untuk bergerak bersama melalui titik tolak dan patokan yang sama, apa yang akan dikembangkan selanjutnya. Adapun arah pengembangan tembakau dan industri hasil tembakau di mencakup : Peningkatan kualitas bahan baku Pemantapan pola kemitraan dan perluasan akses pasar, Untuk tembakau rakyat, perlu dijajagi pola pemasaran melalui kemitraan usaha, utamanya untuk menjamin kepastian pasar Pengembangan tembakau (areal tanam) senantiasa disesuaikan dengan kebutuhan pasar. Kegiatan research and development untuk komoditi tembakau, V- 5

103 Pengembangan industri hasil tembakau dengan kadar nikotin dan kadar tar rendah atau pengembangan tembakau tanpa nikotin untuk jenis rokok tidak bernikotin. Peningkatan kualitas SDM petani tembakau melalui pelatihan dan pendidikan. Diversifikasi produk berbahan baku tembakau misalnya untuk obatobatan dan kosmetik Penguatan kelembagaan pelaku agribisnis tembakau Penguatan ekonomi masyarakat di lingkungan industri hasil tembakau. Sepuluh point arah pengembangan yang dicanangkan di atas akan berhasil dilaksanakan apabila, para pelaku usaha dan pemangku kepentingan dari berbagai lembaga yang terkait dengan industri hasil tembakau turut berperan dan bekerja sama, serta menjalankan sesuai proporsinya secara sinergi working together or, combine action). Adapun Kerangka Keterkaitan Industri Hasil Tembakau yang mendukung arah pengembangan tembakau di tertera pada Gambar 5.1. V- 6

104 Gambar 5.1. Kerangka Keterkaitan Industri Hasil Tembakau yang mendukung arah pengembangan tembakau di V- 7

10 poin arah pengembangan tembakau dan industri hasil tembakau yang direncanakan sebagai berikut :

10 poin arah pengembangan tembakau dan industri hasil tembakau yang direncanakan sebagai berikut : Sebagaimana arah RPJMD Kabupaten Bandung Tahun 2010 2015 dan RKPD Kabupaten Bandung Tahun 2012, Kabupaten Bandung berupaya melakukan akselerasi pembangunan daerah yang akan difokuskan untuk mencapai peningkatan

Lebih terperinci

FASILITAS PENUNDAAN PEMBAYARAN CUKAI HASIL TEMBAKAU DI KANTOR PELAYANAN BEA DAN CUKAI PANARUKAN LAPORAN PRAKTEK KERJA NYATA

FASILITAS PENUNDAAN PEMBAYARAN CUKAI HASIL TEMBAKAU DI KANTOR PELAYANAN BEA DAN CUKAI PANARUKAN LAPORAN PRAKTEK KERJA NYATA FASILITAS PENUNDAAN PEMBAYARAN CUKAI HASIL TEMBAKAU DI KANTOR PELAYANAN BEA DAN CUKAI PANARUKAN LAPORAN PRAKTEK KERJA NYATA Diajuakan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya (A.Md.)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cukai 2.1.1 Pengertian Cukai Menurut UU No.39 Tahun 2007, Cukai adalah Pungutan negara terhadap barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan Undang-undang.

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERTEMBAKAUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERTEMBAKAUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERTEMBAKAUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tembakau merupakan salah satu kekayaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang : a. bahwa Pajak Rokok merupakan sumber pendapatan

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (7) Undan

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (7) Undan No.896, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Barang Kena Cukai. Pemberitahuan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94/PMK.04/2016 TENTANG PEMBERITAHUAN BARANG KENA

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU DI KABUPATEN KUDUS

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa agar pengelolaan dana bagi

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERTEMBAKAUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERTEMBAKAUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERTEMBAKAUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tembakau dengan budidayanya merupakan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/PMK.011/2012 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/PMK.011/2012 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/PMK.011/2012 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data-data yang digunakan untuk penelitian ini merupakan gabungan antara data primer dan data sekunder. Data primer mencakup hasil penggalian pendapat atau

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.437, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Cukai. Hasil Tembakau.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.437, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Cukai. Hasil Tembakau. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.437, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Cukai. Hasil Tembakau. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 181/PMK.011/2009 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERTEMBAKAUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERTEMBAKAUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERTEMBAKAUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tembakau dengan budidayanya merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 12 Tahun 2010 TENTANG PENGELOLAAN PENGGUNAAN DAN PENGALOKASIAN DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU TAHUN 2010

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 12 Tahun 2010 TENTANG PENGELOLAAN PENGGUNAAN DAN PENGALOKASIAN DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU TAHUN 2010 PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 12 Tahun 2010 TENTANG PENGELOLAAN PENGGUNAAN DAN PENGALOKASIAN DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU TAHUN 2010 GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR PAPUA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA BARAT, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa pada tanggal 4 Oktober 2017, Pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia telah menyepakati tar

2017, No c. bahwa pada tanggal 4 Oktober 2017, Pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia telah menyepakati tar BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1485, 2017 KEMENKEU. Cukai Hasil Tembakau. Tarif. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.010/2017 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.010/2017 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.010/2017 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.010/2017 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ketentuan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1121, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Cukai. Tembakau. Tarif. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/PMK.011/2012 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana arah RPJMD Kabupaten Bandung Tahun 2010 2015 dan RKPD Kabupaten Bandung Tahun 2012, Kabupaten Bandung berupaya melakukan akselerasi pembangunan daerah yang akan

Lebih terperinci

1 of 5 21/12/ :02

1 of 5 21/12/ :02 1 of 5 21/12/2015 14:02 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/PMK.011/2012 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah. Rokok dibakar pada salah

BAB I PENDAHULUAN. yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah. Rokok dibakar pada salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 milimeter (bervariasi tergantung negara) dengan diameter sekitar 10 milimeter yang

Lebih terperinci

181/PMK.011/2009 TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU

181/PMK.011/2009 TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU 181/PMK.011/2009 TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU Contributed by Administrator Monday, 16 November 2009 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 181/PMK.011/2009 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyediaan lapangan usaha dan penyerapan tenaga kerja. Di samping itu, dalam. terhadap penerimaan negara. (Bapeda Bandung, 2011)

BAB I PENDAHULUAN. penyediaan lapangan usaha dan penyerapan tenaga kerja. Di samping itu, dalam. terhadap penerimaan negara. (Bapeda Bandung, 2011) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri rokok di Indonesia merupakan salah satu industri hasil tembakau yang mempunyai peran penting dalam menggerakkan ekonomi nasional, karena mempunyai dampak yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Kajian Kajian ini dilakukan di Kabupaten Bogor, dengan batasan waktu data dari tahun 2000 sampai dengan 2009. Pertimbangan pemilihan lokasi kajian antar

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P- 31/BC/2010

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P- 31/BC/2010 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P- 31/BC/2010 TENTANG TATA CARA PERDAGANGAN DAN KEMASAN PENJUALAN ECERAN BARANG

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR : 32 TAHUN TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS,

PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR : 32 TAHUN TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR : 32 TAHUN 2013. TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam rangka optimalisasi pelaksanaan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN CUKAI HASIL TEMBAKAU SEBAGAI INSTRUMEN PENGENDALIAN KONSUMSI

KEBIJAKAN CUKAI HASIL TEMBAKAU SEBAGAI INSTRUMEN PENGENDALIAN KONSUMSI KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN KEBIJAKAN FISKAL 1 KEBIJAKAN CUKAI HASIL TEMBAKAU SEBAGAI INSTRUMEN PENGENDALIAN KONSUMSI Disampaikan Dalam Acara Kongres II InaHEA: Pengendalian Rokok Melalui

Lebih terperinci

203/PMK.011/2008 TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU

203/PMK.011/2008 TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU 203/PMK.011/2008 TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU Contributed by Administrator Tuesday, 09 December 2008 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 203/PMK.011/2008 TENTANG

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN DAN ANALISIS PENENTUAN LOKASI KAWASAN INDUSTRI TEMBAKAU

STRATEGI PENGEMBANGAN DAN ANALISIS PENENTUAN LOKASI KAWASAN INDUSTRI TEMBAKAU Pekerjaan Jasa Konsultansi STRATEGI PENGEMBANGAN DAN ANALISIS PENENTUAN LOKASI KAWASAN INDUSTRI TEMBAKAU Pada bagian ini akan dijelaskan analisis mengenai analisis strategi pengembangan kawasan industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Proses pembangunan di bidang perekonomian memiliki tujuan mencapai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Proses pembangunan di bidang perekonomian memiliki tujuan mencapai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses pembangunan di bidang perekonomian memiliki tujuan mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat yang lebih tinggi. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan peranan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU DI PROVINSI JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan sangat berarti dalam upaya pemeliharaan dan kestabilan harga bahan pokok,

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan sangat berarti dalam upaya pemeliharaan dan kestabilan harga bahan pokok, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan memegang peranan penting dalam perekonomian suatu negara. Kegiatan perdagangan sangat berarti dalam upaya pemeliharaan dan kestabilan harga bahan pokok,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan kesejahteraan umum bagi rakyat Indonesia. Perlu. kepada eksekutif untuk kesejateraan rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan kesejahteraan umum bagi rakyat Indonesia. Perlu. kepada eksekutif untuk kesejateraan rakyat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demi terciptanya pembangunan nasional bagi seluruh rakyat Indonesia perlu adanya dana perimbangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) karena dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara dengan berbagai potensi besar yang dimilikinya baik potensi alam, sumberdaya manusia, maupun teknologi tentunya memiliki berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian merupakan bagian terbesar,

BAB I PENDAHULUAN. menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian merupakan bagian terbesar, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian di Indonesia tetap dianggap terpenting dari keseluruhan pembangunan ekonomi karena potensi sumberdaya yang besar dan beragam, sumbangannya terhadap

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun (Lembaran Negara Republik Indon

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun (Lembaran Negara Republik Indon BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1261, 2015 KEMENPERIN. Tembakau. Produksi Industri. ROADMAP. Pencabutan PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63/M-IND/PER/8/2015 TENTANG PETA JALAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 222/PMK.07/2017 TENTANG PENGGUNAAN, PEMANTAUAN, DAN EVALUASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 222/PMK.07/2017 TENTANG PENGGUNAAN, PEMANTAUAN, DAN EVALUASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 222/PMK.07/2017 TENTANG PENGGUNAAN, PEMANTAUAN, DAN EVALUASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tembakau sebagai bahan baku rokok kretek merupakan komoditas perkebunan yang mempunyai peranan strategis dalam perekonomian nasional, yaitu sebagai sumber pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tembakau dan rokok. Tembakau dan rokok merupakan produk bernilai tinggi,

BAB I PENDAHULUAN. tembakau dan rokok. Tembakau dan rokok merupakan produk bernilai tinggi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia termasuk Indonesia. Produk tembakau yang utama diperdagangkan adalah daun tembakau dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di KUB Hurip Mandiri Kecamatan Cisolok,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di KUB Hurip Mandiri Kecamatan Cisolok, 98 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di KUB Hurip Mandiri Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian ini dilakukan di Dapur Geulis yang merupakan salah satu restoran di Kota Bogor. Penelitian ini dimulai dengan melakukan identifikasi bauran pemasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan adalah proses yang dilakukan secara sadar dan berkelanjutan mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan

Lebih terperinci

URGENSI SIPD DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

URGENSI SIPD DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH URGENSI SIPD DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH Cirebon, 22 Desember 2015 OUTLINE PEMBAHASAN 1 SIPD DALAM UU 23 TAHUN 2014 2 PERMENDAGRI 8/2014 TENTANG SIPD AMANAT UU 23 TAHUN 2014 Pasal 274: Perencanaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sehubungan dengan cita-cita bangsa Indonesia seperti yang tercantum dalam

I. PENDAHULUAN. Sehubungan dengan cita-cita bangsa Indonesia seperti yang tercantum dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sehubungan dengan cita-cita bangsa Indonesia seperti yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yaitu wujudkan masyarakat adil dan makmur kita perlu melaksanakan pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dinyatakan bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 20/PMK.07/2009 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 20/PMK.07/2009 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 20/PMK.07/2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 84/PMK.07/2008 TENTANG PENGGUNAAN DANA BAGI HASIL CUKAI

Lebih terperinci

PERMASALAHAN PENGEMBANGAN TEMBAKAU DI JAWA TIMUR. Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Timur

PERMASALAHAN PENGEMBANGAN TEMBAKAU DI JAWA TIMUR. Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Timur PROSIDING LOKAKARYA PENGEMBANGAN AGRIBISNIS TEMBAKAU MALANG, 6 NOVEMBER 2001 PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERKEBUNAN ISBN : 979-954857-3-X PERMASALAHAN PENGEMBANGAN TEMBAKAU DI JAWA TIMUR Dinas Perkebunan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN CUKAI HASIL TEMBAKAU

KEBIJAKAN CUKAI HASIL TEMBAKAU KEBIJAKAN CUKAI HASIL TEMBAKAU Disampaikan Oleh: Djaka Kusmartata Kepala Bidang Kebijakan Kepabeanan dan Cukai II Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI Jakarta,

Lebih terperinci

BUPATI GARUT P E R A T U R A N B U P A T I G A R U T NOMOR 83 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI GARUT P E R A T U R A N B U P A T I G A R U T NOMOR 83 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI GARUT P E R A T U R A N B U P A T I G A R U T NOMOR 83 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PENGGUNAAN DAN PENGALOKASIAN DANA BAGI HASIL CUKAI HASILTEMBAKAU DI KABUPATEN GARUT TAHUN ANGGARAN 2011 Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya perkebunan dalam rangka peningkatan daya saing usaha perkebunan, nilai tambah,

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya perkebunan dalam rangka peningkatan daya saing usaha perkebunan, nilai tambah, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan umum pembangunan perkebunan sebagaimana tertuang dalam Rencana Strategis (Renstra) Pembangunan Perkebunan 2010 sd 2014, yaitu mensinergikan seluruh sumber

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional merupakan salah satu kegiatan pemerintah Indonesia yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU 2013 : SINERGI DALAM ROADMAP INDUSTRI HASIL TEMBAKAU

KEBIJAKAN TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU 2013 : SINERGI DALAM ROADMAP INDUSTRI HASIL TEMBAKAU KEBIJAKAN TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU 2013 : SINERGI DALAM ROADMAP INDUSTRI HASIL TEMBAKAU Oleh: Surono Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai Abstraksi: Kebijakan tarif cukai hasil tembakau tahun 2013 dilandasi

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN Lampiran Keputusan Direktur Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Nomor HK.06.02.351.03.15.196 Tahun 2015 Tentang Rencana Strategis Direktorat Pengawasan Narkotika, Psikotropika

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 1) Miskin sekali: Apabila tingkat pendapatan per kapita per tahun lebih rendah 75% dari total pengeluaran 9 bahan pokok 2) Miskin: Apabila tingkat pendapatan per kapita per tahun berkisar antara 75-125%

Lebih terperinci

Menimbang: bahwa dalam rangka pelaksanaan pasal 26 sampai dengan. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, perlu membenfuk

Menimbang: bahwa dalam rangka pelaksanaan pasal 26 sampai dengan. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, perlu membenfuk PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK PROVINSI SUMATERA U?ARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR SUMATERA UTARA, Menimbang: bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR /6 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU,

PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR /6 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR /6 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat

Lebih terperinci

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2014

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2014 BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 46/08/32/Th. XVII, 3 Agustus 2015 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2014 TAHUN 2014, PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 253.296 TON, CABAI

Lebih terperinci

Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan PROGRAM DAN KEGIATAN, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF

Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan PROGRAM DAN KEGIATAN, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan RENCANA STRATEGIS PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Perkebunan karet rakyat di Kabupaten Cianjur mempunyai peluang yang cukup besar untuk pemasaran dalam negeri dan pasar ekspor. Pemberdayaan masyarakat perkebunan

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN Menimbang : a. Mengingat : 1. PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI

Lebih terperinci

ROADMAP INDUSTRI PENGOLAHAN TEMBAKAU

ROADMAP INDUSTRI PENGOLAHAN TEMBAKAU ROADMAP INDUSTRI PENGOLAHAN TEMBAKAU DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO DAN KIMIA DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN JAKARTA, 2009 I. PENDAHULUAN 1.1. Ruang Lingkup Industri Hasil Tembakau Industri Hasil Tembakau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan tersebut diharapkan dapat memberikan trickle down effect yang

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan tersebut diharapkan dapat memberikan trickle down effect yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang umum digunakan dalam menetukan keberhasilan pembangunan. Pertumbuhan ekonomi digunakan sebagai ukuran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Obyek Penelitian. Jawa Barat adalah salah satu provinsi terbesar di Indonesia dengan ibu

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Obyek Penelitian. Jawa Barat adalah salah satu provinsi terbesar di Indonesia dengan ibu 57 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Obyek Penelitian Jawa Barat adalah salah satu provinsi terbesar di Indonesia dengan ibu kota Bandung. Perkembangan Sejarah

Lebih terperinci

TINJAUAN KEBIJAKAN TERKAIT

TINJAUAN KEBIJAKAN TERKAIT TINJAUAN KEBIJAKAN TERKAIT Pada bagian ini akan dibahas mengenai kebijakan yang terkait dengan pengembangan industri tembakau, yang terdiri dari : 1) Peta Panduan (Road Map) Pengembangan Klaster Industri

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT, GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGGUNAAN DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU (DBHCHT) DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT DENGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan bagian dari pembangunan nasional. Secara umum posisi sektor perkebunan dalam perekonomian nasional

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2010 Kementerian Keuangan. Dana Bagi Hasil. Pertambangan. Panas Bumi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2010 Kementerian Keuangan. Dana Bagi Hasil. Pertambangan. Panas Bumi. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2010 Kementerian Keuangan. Dana Bagi Hasil. Pertambangan. Panas Bumi. PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 06/PMK.07/2010 TENTANG ALOKASI DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperkuat dan mendukung analisis penelitian adalah:

IV METODE PENELITIAN Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperkuat dan mendukung analisis penelitian adalah: IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Balai Pengembangan Teknologi (BPT) Mekanisasi Pertanian Jawa Barat yang terletak di Jalan Darmaga Timur Bojongpicung, Cihea,

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN UTARA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PAJAK DAERAH

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN UTARA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PAJAK DAERAH S A L I N A N PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN UTARA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PAJAK DAERAH I. UMUM Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Tahun 2016 Perkembangan Indikator Ekonomi Makro tahun 2016 sebagaimana yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik Kaltim, sebelumnya

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.591, 2013 KEMENTERIAN KESEHATAN. Peringatan. Informasi. Kesehatan. Kemasan Rokok. Pencantuman. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik I. PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan daerah dalam era globalisasi saat ini memiliki konsekuensi seluruh daerah di wilayah nasional menghadapi tingkat persaingan yang semakin tinggi secara langsung

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2010 NOMOR 16 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2010 NOMOR 16 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2010 NOMOR 16 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN, PENGGUNAAN, DAN PENGALOKASIAN DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU TAHUN 2010 WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penghasil tembakau terbanyak di dunia setelah Cina, Brazil, India, Amerika

BAB I PENDAHULUAN. penghasil tembakau terbanyak di dunia setelah Cina, Brazil, India, Amerika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan salah satu dari beberapa negara penghasil tembakau terbesar didunia. Berdasarkan data tahun 2004, Indonesia merupakan negara ke-6 penghasil

Lebih terperinci

Pemerintah Indonesia saat ini sedang berusaha meningkatkan. Namun dengan semakin menipisnya sumber devisa migas yang secara

Pemerintah Indonesia saat ini sedang berusaha meningkatkan. Namun dengan semakin menipisnya sumber devisa migas yang secara 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah Indonesia saat ini sedang berusaha meningkatkan perolehan devisa, baik dari sektor migas maupun dari sektor non migas. Namun dengan semakin menipisnya sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlokasi di Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Galuga dan sekitarnya, Desa Galuga, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU,

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU, PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU, Menimbang : a. bahwa pajak daerah merupakan sumber

Lebih terperinci

Kebijakan Kementerian Keuangan dalam Cukai dan Pajak Rokok

Kebijakan Kementerian Keuangan dalam Cukai dan Pajak Rokok Kebijakan Kementerian Keuangan dalam Cukai dan Pajak Rokok Disampaikan pada Indonesia Conference on Tobacco or Health Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan www.fiskal.depkeu.go.id

Lebih terperinci

III. METODOLOGI KAJIAN

III. METODOLOGI KAJIAN III. METODOLOGI KAJIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Kajian Penelitian Kajian dilakukan di Kabupaten Indramayu. Dasar pemikiran dipilihnya daerah ini karena Kabupaten Indramayu merupakan daerah penghasil minyak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Gula Subsistem Input Subsistem Usahatani

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Gula Subsistem Input Subsistem Usahatani II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Gula 2.1.1 Subsistem Input Subsistem input merupakan bagian awal dari rangkaian subsistem yang ada dalam sistem agribisnis. Subsistem ini menjelaskan pasokan kebutuhan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 82 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 82 TAHUN 2011 TENTANG SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 82 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PELAKSANAAN PENGGUNAAN DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU DI KOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang

Lebih terperinci

Gambar 3. Kerangka pemikiran kajian

Gambar 3. Kerangka pemikiran kajian III. METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Kajian Usaha pengolahan pindang ikan dipengaruhi 2 (dua) faktor penting yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi aspek produksi, manajerial,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tahun. Sumber : [18 Februari 2009]

I. PENDAHULUAN. Tahun. Sumber :  [18 Februari 2009] I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumber daya manusia suatu bangsa termasuk Indonesia. Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar (228.523.300

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Pemerintah Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintah oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Sejak kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sejak kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001 diharapkan pembangunan di daerah berjalan seiring dengan

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya A. Visi Perumusan visi dan misi jangka menengah Dinas Pertanian,

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undangundang

BAB II URAIAN TEORITIS. tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undangundang BAB II URAIAN TEORITIS 2.1. Cukai 1. Pengertian Cukai Cukai adalah pungutan Negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undangundang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011]

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011] BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sumber mata pencaharian masyarakat Indonesia. Sektor pertanian yang meliputi pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan merupakan kegiatan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2012 KEMENTERIAN KEUANGAN. Alokasi. Dana. SDA. Pertambangan. Panas Bumi. TA 2012. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/PMK.07/2012 TENTANG PERKIRAAN

Lebih terperinci