BAB 1 PENDAHULUAN Fungsi Ruang terbuka Publik (RTHP) dan Taman Kota

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 1 PENDAHULUAN Fungsi Ruang terbuka Publik (RTHP) dan Taman Kota"

Transkripsi

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fungsi Ruang terbuka Publik (RTHP) dan Taman Kota Ruang terbuka merupakan entitas dari keberadaan kota. Penciptaan ruang terbuka sangat penting bagi eksistensi kemanusiaan karena merupakan tempat komunikasi masyarakat, baik formal maupun non formal (John, 2011). Minimnya keberadaan Ruang terbuka Publik di sebuah kota biasanya dikarenakan adanya beberapa faktor eksternal dari pihak swasta, yaitu minimnya investor yang memiliki kesadaran untuk menyediakan wadah sosial interaksi warga kota, dan lebih memilih untuk menyediakan bangunan yang bersifat komersial. Beberapa kendala juga berkaitan dengan buruk atau minimnya kualitas arahan desain Ruang terbuka Publik sehingga berimbas kepada tidak tertariknya warga kota untuk menggunakan fasilitas publik tersebut, dan kemudian berimbas kepada rendahnya intensitas interaksi sosial warga kota. Sebagai salah satu ruang publik, taman kota telah memberikan ruang yang memungkinkan dan membiarkan masyarakat yang berbeda kelas, etnik, gender, dan usia saling bercampur baur dan saling berinteraksi (Madanipour, 1996; dalam Hariyono, 2007). Peraturan Menteri PU No. 05 Tahun 2008 menjelaskan beberapa fungsi ruang taman kota / ruang terbuka publik. Salah satu fungsi taman kota adalah ruang kota yang berfungsi sosial sekaigus mengemban fungsi estetik sebagai sarana kegiatan rekreatif, edukasi, atau kegiatan lain di kota. Sedangkan luasan standar sebuah taman kota adalah penduduk dengan standar minimal 0,3 m2 per penduduk kota sehingga didapatkan luas minimal taman kota adalah m2. Taman ini dapat berbentuk sebagai ruang terbuka yang dilengkapi dengan fasilitas rekreasi dan olah raga, dan kompleks olah raga dengan minimal RTH 80%-90%. 1

2 Taman kota memiliki peran sebagai salah satu sarana dalam menciptakan kehidupan kota yang ideal. Sistem Ruang Terbuka dan Tata Hijau merupakan sebuah komponen desain kawasan yang penting dan perlu dipertimbangkan dengan baik, bukan hanya sekedar pemanfaatan ruang sisa di kota setelah desain arsitektur selesai (Permen PU 6/2007). Taman adalah salah satu sistem yang mempunyai manfaat dalam meningkatkan kualitas kehidupan ruang kota, menciptakan integrasi, meningkatkan kualitas estetis, karakter, dan orientasi visual dalam sebuah lingkungan binaan. Bahkan Taman Kota memiliki peran dalam menciptakan iklim mikro dalam lingkungan dan meningkatkan sustainability dalam sebuah kawasan. Atmojo (2007) memberikan manfaat-manfaat taman, antara lain 1. Fungsi 2. Hidrologis 3. Ekologis 4. Kesehatan 5. Estetika 6. Rekreasi. Pada fungsi hidrologis, taman kota, melalui perakaran pohonpohonnya meresapkan air ke dalam tanah untuk menjaga pasokan air dan mengurangi air permukaan. Taman kota juga memiliki fungsi bagi kesehatan yakni sebagai paru-paru kota. Selain itu, taman kota juga dapat menjadi habitat bagi burung-burung dan pelestarian plasma nutfah. Lebih lanjut, Atmojo menambahkan bahwa lingkungan yang indah dan sehat dapat menjadi daya tarik kota bagi wisatawan maupun investor, sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan ekonomi kota. Hal ini sejalan dengan pendapat Hakim (2012) yang menjelaskan bahwa sebagai sub-sistem dari keseluruhan kota, taman kota merupakan 2

3 salah satu bentuk ruang terbuka yang memiliki peran dan fungsi penting bagi kota dan masyarakatnya, baik ditinjau dari segi ekologi, sosial, ekonomi dan estetis. Secara ekologi, taman kota memberikan kontribusi dalam pengaturan iklim mikro kota, menyegarkan udara sebagai paru-paru kota, mengambil CO2 dalam proses fotosintesis tanamannya dan menghasilkan oksigen, menurunkan suhu kota, sebagai daerah resapan dan tangkapan air, sebagai ruang hidup satwa, penyangga dan perlindungan permukaan air dari erosi, menyuburkan tanah, dan lain sebagainya. Sedangkan ditinjau dari segi sosial, taman kota berfungsi sebagai wadah interaksi sosial antar warga kota dan dapat menjadi sarana rekreasi. Kemudian dari segi ekonomi, taman kota dapat menjadi ruang ekonomi sekaligus dapat meningkatkan citra kota, yang nantinya dapat meningkatkan iklim investasi pada kota itu sendiri. Hakim (2012; 33) menambahkan bahwa taman juga memiliki nilai estetika. Nilai estetika pada taman diperoleh dari perpaduan antara warna daun, batang, dan bunga. Elemen lansekap lain seperti sclupture, kolam, maupun area duduk juga dapat menambah nilai estetika dari taman itu sendiri. Tingginya tingkat kriminalitas dan konflik horizontal di antara kelompok masyarakat perkotaan secara langsung maupun tidak langsung juga dapat disebabkan oleh kurangnya ruang-ruang kota yang dapat menyalurkan kebutuhan interaksi sosial. Berdasarkan fungsi-fungsi taman yang disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa taman kota memiliki 4 fungsi, yaitu fungsi ekologi, fungsi sosial, fungsi ekonomi, dan fungsi estetis. Kemudian dari keempat fungsi ini terbagi lagi menjadi fungsi yang membutuhkan ruang (spasial need) dan fungsi yang akan muncul dengan sendirinya apabila ruang tersebut terpenuhi. Fungsi sosial dan fungsi ekologi adalah fungsi dari taman kota yang membutuhkan ruang taman kota itu sendiri. Lebih lanjut, sebagaimana disebutkan di awal, bahwa keterbatasan lahan perkotaan memberi tantangan 3

4 tersendiri. Sebuah taman kota yang ideal seperti yang disyaratkan pada Permen PU No. 5/2008 (luas minimal m2) nampaknya akan sulit terwujud, khususnya di pusat kota yang memiliki lahan yang terbatas. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah kajian yang spesifik untuk menilai dan memunculkan kriteria taman kota yang efektif untuk menunjang fungsi ruang terbuka dan ruang sosial bagi masyarakat Ruang terbuka Publik di Yogyakarta sebagai Tempat Interaksi Sosial Perkembangan Ruang terbuka Publik di Yogyakarta sebenarnya bisa dibilang tidak sesuai dengan Permen PU di atas. Pada kasus Yogyakarta, yang menjadi kendala utama adalah terlalu begantungnya pengadaan tamantaman ruang publik tersebut terhadap dana dari Pemerintah. Sedangkan alokasi dana dari pemerintah bisa dibilang sangat terbatas. Pada tahun , Pemerintah Kota Yogyakarta mencanangkan program pengadaan Ruang Publik pada masing-masing kelurahan di Yogyakarta. Targetnya, ada 45 Kelurahan yang ada di Yogyakarta untuk kemudian dibebaskan sebagian dari Tanahnya dengan tujuan untuk dikembalikan lagi ke warga sebagai tempat untuk berinteraksi dan Berekreasi. Namun, realisasinya hanya 32 Ruang Terbuka Publik yang bisa diwujudkan. Bentuk Ruang Publik ini tidak selalu berbentuk sebagai Taman/Ruang terbuka Publik. Pada kasus Yogyakarta, ruang terbuka yang ada bisa difungsikan sebagai lapangan olahraga, ruang terbuka, dan tempat kegiatan warga bersama. Kasus tidak terpenuhinya target pengadaan Ruang Terbuka Publik di 13 Kelurahan di Yogyakarta disebabkan adanya kesulitan oleh Pemerintah untuk menemukan lahan kosong di dalam kota, dan terkendala biaya pembebasan tanah yang relatif tinggi. Berbanding terbalik dengan sedikitnya Ruang Terbuka Publik yang ada, kebutuhan warga akan sebuah ruang sosialisasi antar warga cenderung tinggi. Salah satu kelurahan dari 13 kelurahan yang masih belum memiliki 4

5 Ruang Publik, Kelurahan Pringgokusuman, Gedongtengen misalnya. Lurah Pringgokusuman Lucia Daning Krisnawati beranggapan warga membutuhkan ruang untuk warga agar bisa saling bersosialisasi antar sesama warga Kelurahan, sekaligus melakukan aktiivitas olahraga, maupun aktivitas bersama lain. Dari sebuah perspektif dengan lingkup yang lebih kecil lagi, kebutuhan Ruang Publik lingkup RW di Yogyakarta justru sangat memprihatinkan. Dari data Komisi C DPRD Yogyakarta, hanya 20% RW di Yogyakarta yang memiliki kualitas Ruang terbuka Publik yang memadai. Sedangkan seharusnya setiap RW memiliki ruang publik sebagai sarana bersosialisasi, dengan luas lahan minimal m2. Menurut Ketua Komisi C DPRD Yogyakarta, Zuhrif Hudaya, pemenuhan kebutuhan akan fasilitas publik di Yogyakarta belum mencapai lingkup yang kecil, yaitu kampung. Menurut beliau, kondisi ruang Publik di Yogyakarta masih sangat jauh dari kata ideal, sehingga perlu adanya perumusan yang lebih baik mengenai kebuuhan ruang publik di Yogyakarta Pada beberapa kasus, pengadaan ruang Publik di Yogyakarta mendapat sambutan baik dari komunitas warga. Salah satu contoh konkrit adalah adanya Gajah Wong Educational Park, ketika sebuah ruang publik dibangun bersama-sama oleh warga dengan bantuan dana dari Pemerintah, dalam hal ini Kementrian Pekerjaan Umum. Menurut Kepala Bappeda Edy Muhammad, dari sektor Ruang Terbuka Publik di Yogyakarta masih berada dibawah standar nasional, yaitu baru mencapai 17,7% dari target 20%. Jadi Bappeda mendukung ketika ada partisipasi warga masyarakat dan komunitas di Kampung Pandeyan untuk membuat sebuah ruang publik sebagai wadah aktivitas sosial warganya. Dengan adanya lembaga komunitas sebagai penggerak dan pihak pengelola, Bapedda dan pemerintah akhirnya membantu pengadaan melalui dana untuk pembebasan dan pembangunan fisik di lahan 5000 m2 di Bantaran Sungai Gajah Wong. 5

6 Gambar 1 Ruang terbuka Publik Gajah Wong. Sumber: (2013) Serupa dengan Gajah Wong, Ruang Terbuka Publik baru juga ada di daerah Karangwaru, Kecamatan Tegalrejo. RTH dengan sebutan Karangwaru Riverside Sae Saestu ini dibangun sebagai fasilitas pejalan kaki, dan tempat 6

7 duduk untuk interaksi komunitas, baik komunitas warga maupun komunitas pesinggah. Kawasan ini adalah sebuah contoh ruang publik yang dibangun dan dikelola oleh komunitas. Kawasan RTH publik ini adalah sesuatu yang disebut oleh Moore (2003) sebagai proses adaptif oleh warga. Bagaimana ruang publik didesain, untuk kemudian dipersonalisasi oleh warga pengguna RTH tersebut. Personalisasi ini menjadi penting dikarenakan dalam proses penggunaan, akan ada proses panjang yang sangat mugkin aktivitas pengguna akan berubah sepanjang rentang waktu, sehingga akan sangat mungkin akan ada pergeseran fungsi dan penambahan fungsi. Penambahan fungsi tersebut, bukan tidak mungkin berakibat pada perubahan RTH Publik tersebut, baik perubahan fisik, maupun non fisik yang berupa perubahan manajemen pemakaian. Saat ini, RTH publik Karangwaru ini lebih digunakan untuk potensi pementasan budaya dan aktivitas perekonomian, dan untuk kedepannya Program penataan RTH publik Karangwaru ini juga mengemban fungsi untuk meningkatkan kualitas ekologi, dan sedang bersiap untuk mengemban fungsi pariwisata untuk para warga kota yang singgah. Potensi pariwisata ini akan menjadi sebuah proses baru, dan pada proses ini sebuah adaptibilitas ruang publik akan diperlukan. 7

8 Gambar 2 Ruang Publik Karangwaru Riverside Sae Saestu. Sumber: (2013) Gambar 3 Peta Persebaran Ruang Terbuka Publik Yogyakarta. Sumber: (2014) 8

9 1.1.3 Rencana Pengembangan Stadion Kridosono menjadi Area Komersial Publik dan Ruang terbuka Publik di Kotabaru. Kawasan Kotabaru merupakan sebuah kawasan kota yang dibangun oleh Belanda, lengkap dengan karakteristik arsitektur Hindis yang masih melekat kuat pada bangunan-bangunan yang ada di dalamnya. Mayoritas bangunan yang ada pada kawasan ini masih mempertahankan karakteristik arsitektural yang asli, dengan jumlah lantai bangunan mayoritas 1 lantai dan beberapa gedung baru berjumlah 3 lantai-5 lantai. Bangunan pada kawasan ini masih memiliki keaslian arsitektur hindis yang terjaga dengan baik. Beberapa bangunan yang sudah melewati tahap renovasi biasanya adalah bangunan yang mulai beralihfungsi dari yang awalnya merupakan sebuah fungsi hunian menjadi fungsi komersial atau bahkan campuran. Bentuk renovasi yang dilakukan juga biasanya berupa facelifting dan tidak merusak kondisi bangunan asli, sehingga karakteristik arsitektur hindis masih kuat di dalam kawasan sekitar Kridosono. Gambar 4 Kondisi Bangunan pada Kawasan Kotabaru. Sumber: Dokumentasi MDKB UGM angk. 28 (2013) Land Use kawasan Kotabaru sendiri pada awalnya adalah sebuah kawasan yang memiliki fungsi sebagai kawasan hunian. Hal itu terlihat dari bangunan-bangunan yang memiliki karakteristik tipologi rumah tinggal dengan skalayang kecil, ketimbang bangunan dengan skala yang besar. Pada kawasan Kotabaru saat ini mulai terjadi peralihan fungsi lahan. Pada kasus Kotabaru, fungsi hunian mulai beralihfungsi menjadi sebuah kawasan yang memiliki fungsi komersial ataupun campuran. Perubahan ini dimungkinkan karena adanya pengaruh dari letak Kotabaru sebagai kawasan yang berada di 9

10 dekat dengan pusat kota, dan mudah diakses oleh warga kota sehingga memiliki potensi ekonomi yang besar, dan mungkin berkaitan juga dengan Jalan Sudirman yang memiliki Land use Komersial. Aktivitas Komersial di Jalan Sudirman dan kawasan di sekitar Kotabaru ini mungkin memicu adanya perubahan fungsi yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir, kendati perubahan fungsi tersebut tidak diikuti dengan perubahan bentuk bangunan. Gambar 5 Fungsi Komersial/ Bisnis dan Pendidikan dalam Kawasan.. Sumber: Dokumentasi MDKB UGM angk. 28 (2013) Seiring dengan tingginya aktivitas bisnis dan komersial yang ada di Kotabaru, ada beberapa fungsi pelayanan publik yang ada di sana dan memiliki fungsi laten dalam kota. Beberapa fungsi tersebut berupa adanya bangunan yang memiliki aktivitas pendidikan di sekitar Kridosono, yakni SMAN 3 dan fasilitas pendukung berupa lapangan, beberapa bimbingan belajar, dan SMPN 5. Fungsi-fungsi pendukung pendidikan ini sampai saat ini juga perlu hal penting dalam kawasan Kotabaru pada khususnya, dan Kota Yogyakarta pada umumnya. Aktivitas pendidikan tersebut sama halnya dengan aktivitas komersial yang banyak terdapat dalam kawasan Kotabaru, merupakan sebuah aktivitas yang menjadi penggerak bagi aktivitas kawasan tersebut. Namun, aktivitas perkantoran/ bisnis yang terdapat di Kotabaru 10

11 merupakan sebuah aktivitas yang hanya berjalan sepanjang 8-12 Jam. Sehingga aktivitas yang terjadi bisa dibilang sangat mirip jam aktivitasnya, dan memiliki sifat seperti kawasan dengan yang single use, yakni tidak adanya aktivitas yang terjadi pada jam-jam tertentu (dalam hal ini di malam hari). Tidak adanya aktivitas yang berarti di malam hari menyebabkan kawasan Kotabaru cenderung sepi pada jam-jam tersebut. Stadion Kridosono terletak di pusat kawasan Kotabaru. Kotabaru, yang dirancang berdasarkan skema Garden City oleh Howard (1902), idealnya didesain memusat terhadap ruang terbuka. Dalam hal ini, Kridosono merupakan pusat dari Garden City Kotabaru tersebut, dan Kridosono merupakan blok hijau yang berfungsi sebagai tempat untuk menikmati elemen alam. Saat ini, blok Stadion Kridosono sendiri adalah sebuah blok yang berfungsi sebagai fasilitas publik di dalam kawasan Kotabaru. Blok Kridosono saat ini berfungsi sebagai bangunan dengan fungsi olahraga (GOR dan Lapangan Sepakbola) dan memiliki fungsi pendukung berupa fungsi komersial yang memiliki proporsi cukup besar didalamnya. Fungsi komersial yang saat ini berupa fungsi leisure seperti restoran dan tempat makan skala kecil dan menengah. Fungsi komersial ini merupakan fungsi yang jadwal operasionalnya justru lebih konstan dan panjang daripada fungsi olahraga di Blok Kridosono. Tahun 2011, untuk meningkatkan kuantitas ruang publik di Yogyakarta, Pemerintah Kota Yogyakarta berencana mengalihfungsikan Stadion Kridosono menjadi Kawasan Publik yang berfungsi sebagai Kawasan Bisnis dan Ruang terbuka Publik. Letak Kridosono yang berada di simpul pusat area bisnis dan pendidikan ini dianggap strategis untuk melayani fungsi kota yang penting dan memiliki potensi tinggi sebagai kawasan fasilitas publik. Diharapkan, fungsi Ruang Terbuka Publik yang akan dibangun tidak bergerak terlalu jauh dari fungsi awal, yaitu tempat olahraga dan rekreasi. 11

12 Menurut Bapak Zuhrif Hudaya, Ketua Komisi C DPRD kala itu, penataan Kridosono dimanfaatkan oleh Pemerintah Kota sebagai Ruang terbuka, sebuah taman kota dalam upaya mengurangi polusi di kawasan tersebut yang meningkat setiap tahunnya. Pada rencana tahun 2010, Direktur Utama PT. AMI, Gatot Murcahyo Nugroho, selaku pengelola mengungkapkan bahwa Pemerintah Kota Yogyakarta akan merobohkan Stadion yang saat ini sudah ada untuk kemudian membangun taman kota dan area publik yang dilengkapi sarana publik seperti ruang komunitas, gedung pertemuan, dan fasilitas untuk mengakomodasi aktivitas olahraga yang ada di kawasan tersebut. Sedangkan di masa depan, kebutuhan ruang untuk melakukan aktivitas olahraga juga akan digalakkan di Mandala Krida. Usulan desain Fungsi Publik dan Bisnis Kridosono dibawah adalah usulan desain terakhir yang diajukan dan dipublikasikan dalam media massa. Pada desain tersebut, terlihat fungsi bisnis publik diterjemahkan menjadi sebuah blok massa dengan skala tunggal dan masif, dengan ketinggian massa 3 lantai. Penggabungan fungsi antara fungsi sosial dengan bisnis ini, dianggap sebagai respon terbaik untuk menangkap peluang bisnis di sebuah kawasan yang memiliki potensi ekonomi dan bisnis yang baik sekaligus memberikan warga kota tempat interaksi sosial yang baik. Fungsi-fungsi sosial dan publik ini diharapkan akan berjalan beriringan dan saling mendukung satu sama lain. Sedangkan ekspresi arsitektur kawasan Kotabaru seperti yang telah disampaikan pada RTBL 2014 dikategorikan sebagai Kawasan Cagar Budaya. Pada Kawasan ini, ekspresi arsitektur pada kawasan Kotabaru pada umumnya dan Kridosono pada khususnya harus memiliki ekspresi bangunan yang mendukung gaya arsitektur indis. Padahal, jika menilik dari arahan desain terakhir dengan skala besar dan massif seperti di atas tidak sesuai dengan arahan desain Indis di Kotabaru yang memiliki skala yang manusiawi. 12

13 Gambar 6 Usulan Desain Ruang Publik dan Bisnis Kridosono. Sumber: (2010) Ketinggian dan ukuran massa yang besar tidak sesuai dengan konteks ketinggian bangunan di Kotabaru. Di Kotabaru ketinggian lantai dominan satu lantai, dan hanya dalam jumlah kecil yang memiliki skala ketinggian 2 lantai atau lebih. Mengingat adanya fungsi ruang publik di sekitarnya dengan tingkat kebutuhan interaksi sosial yang tinggi, ketinggian bangunan ini memiliki masalah dikarenakan tidak mendukungnya skala bangunan. Menurut Lennard (1987), skala bangunan di sekitar ruang publik harus memiliki skala yang manusiawi untuk mendukung adanya interaksi sosial. Dengan ketinggian bangunan yang relatif tinggi (3 lantai), maka skala bangunan bisnis yang bersifat sebagai bangunan pelingkup ini menjadi tidak sesuai jika dihubungkan dengan interaksi sosial yang diharapkan terjadi pada ruang publik tersebut. Bentuk Massa bangunan yang cenderung single entities pada kawasan juga tidak sesuai dengan kajian yang dikemukakan oleh Lennard (1987) bahwa sebuah Ruang Publik yang memiliki konfigurasi massa yang jamak cenderung meningkatkan keinginan pengguna untuk bergerak dan menjelajahi ruang publik. Jadi sebuah massa yang bersifat tunggal sebenarnya menimbulkan permasalahan dengan tidak adanya misteri untuk mendorong 13

14 pengguna ruang publik untuk menjelajah, dan massa bangunan itu harus ditata untuk meningkatkan mobilitas warga pengguna Ruang Publik Kridosono di atas adalah salah satu produk Rancang Kota yang dirujuk Jon Lang (2005:71) sebagai individual item yang berperan sebagai elemen kota yang memiliki potensi untuk berfungsi sebagai katalis pembangunan daerah sekitarnya. Apabila Ruang Publik Kridosono ini didesain terintegrasi dengan sistem yang sudah ada di sekitarnya, maka metode desain bisa dikategorikan Jon Lang termasuk pada type plug-in Rancang Kota dikarenakan adanya efek katalistik yang mungkin disebabkan olehnya. Desain Ruang Terbuka yang ada disekitar bangunan utama dalam arahan desain di atas pun merupakan sebuah produk Rancang Kota karena idealnya, sebuah ruang terbuka publik didesain dengan memperlakukannya sebagai satu kesatuan dengan bangunan disekitarnya (Lang, 2005:77). Sedangkan Massa bangunan yang ada, idealnya harus didesain dengan dengan mempertimbangkan komponen perkotaan yang ada di sekitarnya, karena memiliki tujuan untuk menyatukan berbagai fungsi yang merespon kondisi sekitarnya. Sehingga kendati bangunan berperan sebagai objek arsitektural, idealnya pertimbangan dalam proses desain harus dilihat dalam skala meso dikarenakan fungsinya yang diharapkan menjadi katalis dalam pembangunan di sekitarnya, dan terintegrasi dengan sistem kota yang ada di sekitarnya. Maka penting kiranya untuk meletakkan perspektif meso dalam proses mendesain untuk memastikan bahwa Desain Ruang Publik Kridosono ini memiliki imbas positif tidak hanya untuk pengguna ruang publik dalam tataran internal, namun kawasan secara menyeluruh. Penggabungan fungsi ekonomi dan sosial ini sedikit banyak menimbulkan tarik-menarik dalam proses desain sebuah kawasan yang memegang peranan penting dalam sebuah kota. Pada satu sisi, optimalisasi fungsi bisnis harus menjadi pertimbangan dalam proses mendesain, namun 14

15 optimalisasi fungsi tersebut tidak bisa serta merta melupakan aktivitas interaksi sosial yang terjadi di sekitarnya. Karena bagaimanapun, sebuah ruang publik harus mampu mengakomodasi berbagai macam aktivitas yang ada di dalamnya, termasuk aktivitas sosial dan berbagai aktivitas lain seperti olahraga dan aktivitas komunal lainnya. Maka dari itu, perlu adanya tinjauan yang lebih mendalam mengenai seberapa besarkah proporsi aktivitas yang menjadi prioritas dalam sebuah ruang publik, dan bagaimana respon desain yang baik pada sebuah ruang publik berkaitan dengan optimalisasi fungsi ekonomi dan sosial didalamnya. Sedangkan pada tahun 2013, ada perubahan arahan pembangunan Kridosono. Kridosono yang pada awalnya direncanakan untuk dipugar dan dialihfungsikan, tidak lagi direncanakan untuk dipugar dan hingga saat ini tidak ada arahan yang lebih konkrit dan menyeluruh mengenai Kridosono sebagai salah satu fasilitas yang mengakomodasi aktivitas warga dalam skala yang lebih besar, yaitu seluruh Kota Yogyakarta. Satu-satunya pertimbangan yang dijadikan dasar adalah dengan alasan bahwa Kridosono merupakan bangunan dalam kategori Cagar Budaya yang keasliannya harus dijaga agar tidak melenceng jauh dari bentuk asalnya. Maka dari itu, pada 2014 arahan mengenai revitalisasi Kridosono hanya berkutat pada penataan area parkir dan area komersial (jual-beli makanan) saja. 15

16 Gambar 7 Peta Bangunan Cagar Budaya. Sumber:RTBL Kawasan Kotabaru (2014) Hal di atas, ternyata juga tidak sesuai dengan yang tercantum pada RTBL Kawasan Kotabaru Berdasar dokumen RTBL yang dihimpun dari Tim Penyusun RTBL Kawasan Kotabaru, Kecamatan, Gondokusuman, Kota Yogyakarta, bahwa Kridosono bukan merupakan bangunan cagar budaya, namun posisinya terletak didalam sebuah Kawasan Cagar Budaya. Selain itu, fungsi blok Kridosono yang dirumuskan dalam RTRW berperan sebagai area kawasan inti zona hijau yang diharuskan memiliki nilai ekologis yang baik. Maka dari itu seharusnya pembangunan Kotabaru memiliki misi untuk menciptakan ruang terbuka publik yang belum dimanfaatkan secara maksimal, tanpa melupakan pergerakan Kotabaru yang bergerak ke arah kawasan yang memiliki potensi ekonomi tinggi menjadi sebuah kawasan bersifat campuran. Sebab saat ini, aktivitas olahraga dalam skala besar mulai diarahkan pada Stadion Mandala Krida, dan Kridosono hanya mengakomodasi aktivitas olahraga skala kecil (renang, gym, badminton, basket, dan sekolah sepakbola) 16

17 Revitalisasi Kridosono secara khusus dan pembangunan di Kotabaru secara umum juga harusnya dilaksanakan melalui penyediaan prasarana dan sarana penunjang aktivitas warga kota yang mendukung dan relevan. Maka dari itu, peneliti beranggapan perlu untuk menggali lebih dalam mengenai relevansi Kridosono yang saat ini merupakan sarana pendukung perkotaan yang berbasis kepada olahraga dan even-even okasional, dan mengetahui dengan pasti bagaimana posisi Kridosono saat ini, dan harapan warga kota sebagai pengguna Kridosono sebagai fasilitas publik di Kota Yogyakarta, mengingat relevansi menjadi sebuah kunci yang ditekankan dalam RTBL Kawasan dan RTRW yang sudah ada. 1.2 Perumusan Masalah 1. Belum adanya studi untuk mengetahui bagaimana peran, fungsi, dan kedudukan ideal Kridosono dan Tanggapan warga kota terhadap Kridosono 2. Belum adanya arahan desain untuk peningkatan kualitas Kridosono sebagai ruang publik dan optimalisasi fungsi komersial dan sosial yang ada 3. Belum adanya perumusan kriteria sebuah ruang publik untuk optimalisasi aktivitas komersial dan sosial di sebuah kawasan yang saling terintegrasi dengan sistem kota sekitarnya. 4. Belum adanya pengembangan kriteria tersebut menjadi arahan penataan berupa pedoman desain skematik. 1.3 Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana kedudukan ideal Kridosono dan tanggapan warga kota mengenai peran dan fungsi Kridosono? 2. Seberapa jauh kualitas Kridosono sebagai ruang publik yang seharusnya mampu mengakomodasi kegiatan sosial dan komersial? 3. Strategi desain seperti apa yang mampu meningkatkan fungsi sosial dan komersial di Ruang Publik Kridosono agar bisa berjalan lebih optimal? 17

18 1.4 Tujuan dan Sasaran Penelitian Tujuan Penelitian ini adalah untuk merumuskan arahan penataan Kridosono Baru yang tidak hanya memiliki kualitas baik dan sesuai dengan konteks yang ada, namun juga merespon kebutuhan warga kota akan ruang aktivitas untuk melakukan interaksi sosial dan merespon isu potensi ekonomi yang dimiliki Kridosono, sehingga pada arahan Kridosono Baru nanti interaksi sosial dan aktivitas komersial akan berjalan lebih optimal. Sedangkan sasaran penelitian ini adalah: 1. Mengetahui peran, fungsi, dan, kedudukan ideal Kridosono dan Tanggapan warga kota mengenai Kridosono. 2. Mengetahui seberapa jauh kualitas Kridosono sebagai ruang publik yang seharusnya mampu mengakomodasi kegiatan sosial dan komersial, untuk kemudian merumuskan kriteria meningkatkan kualitas interaksi sosial dan komersial agar bisa berjalan lebih optimal. 3. Merumuskan strategi desain yang mampu mengoptimalisasikan fungsi sosial dan komersial di Kridosono Baru. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang ingin dicapai dengan penelitian ini adalah: 1. Manfaat Akademis: Memberikan masukan studi mengenai desain Ruang Terbuka Publik dengan berbagai aspek yang perlu dipertimbangkan di dalamnya, konteks, kebutuhan dan juga potensi berdasarkan lokasi tempat ruang terbuka publik itu berada. 2. Manfaat Praktis: Penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai masukan, pertimbangan strategi desain dan arahan dalam mendesain ruang publik Kota Yogyakarta pada umumnya, dan Kridosono pada khususnya. 1.6 Tata Penulisan BAB 1 PENDAHULUAN 18

19 Bab ini berisi Latar Belakang, perkembangan ruang terbuka publik di Yogyakarta, rencana pengembangan Kridosono sebagai fungsi ruang publik dan bisnis skala menengah-besar, Perumusan Permasalahan, Pertanyaan Penelitian, Tujuan dan Sasaran Penelitian, Manfaat Penelitian, dan Sistematika Penelitian BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini membahas teori-teori yang digunakan. Teori-teori tersebut dikategorikan menjadi teori umum, yaitu: teori elemen perancangan ruang publik, konfigurasi spasial massa ruang terbuka dan pengaruhnya terhadap ruang publik, dan kriteria penataan fisik untuk penentuan kualitas ruang publik serta teori spesifik, yaitu: teori ruang publik dan aktivitas yang diakomodasi didalamnya berupa aktivitas sosial dan komersial (aktivitas bermotif ekonomi). BAB 3 METODE PENELITIAN Bab ini akan membahas tipe penelitian, tempat dan waktu penelitian, variabel dan indikator penelitian, lingkup penelitian, populasi, sampel, jumlah sampel, dan unit analisis dan amatan, serta teknik pengumpulan data. BAB 4 GAMBARAN WILAYAH PENELITIAN Bab ini akan membahas mengenai gambaran umum Kota Yogyakarta dan Kotabaru sebagai wilayah penelitian. BAB 5 PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN Bab ini memaparkan hasil identifikasi dan temuan di lapangan. Hasil temuan tersebut kemudian dianalisa untuk ditemukan alternatif-alternatif untuk kemudian disintesa menjadi arahan desain final. BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN Pada Bab ini akan membahas mengenai hasil kesimpulan dari analisa pada Bab 5. Dari kesimpulan tersebut kemudian diterjemahkan menjadi saran yang lebih elaboratif berupa strategi desain. 19

BAB I PENDAHULUAN. daerah resapan pada kota Medan. Sesuai dengan Undang-Undang No. 26 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. daerah resapan pada kota Medan. Sesuai dengan Undang-Undang No. 26 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan kota Medan sebagai kota Metropolitan, dimana pembangunan telah berlangsung sedemikian pesatnya. Hal ini perlu diimbangi dengan ketersediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan perekonomian dan pembangunan di Indonesia yang didukung kegiatan di sektor industri sebagian besar terkonsentrasi di daerah perkotaan yang struktur dan infrastrukturnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan kota adalah kawasan yang ditutupi pepohonan yang dibiarkan tumbuh secara alami menyerupai hutan, tidak tertata seperti taman, dan lokasinya berada di dalam atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Urbanisasi merupakan fenomena dalam aktivitas perkotaan yang terjadi secara terus menerus. Urbanisasi akan membawa pembangunan perkotaan sebagai tanggapan dari bertambahnya

Lebih terperinci

Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang

Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang TEMU ILMIAH IPLBI 2017 Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang Desti Rahmiati destirahmiati@gmail.com Arsitektur, Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.1.1. Pertumbuhan Kawasan Kota dan Permasalahannya Kawasan perkotaan di Indonesia dewasa ini cenderung mengalami permasalahan yang tipikal, yaitu tingginya tingkat

Lebih terperinci

Studi Peran & Efektifitas RTH Publik di Kota Karanganyar Isnaeny Adhi Nurmasari I BAB I PENDAHULUAN

Studi Peran & Efektifitas RTH Publik di Kota Karanganyar Isnaeny Adhi Nurmasari I BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terbitnya Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang seiring dengan makin menguatnya keprihatinan global terhadap isu pemanasan global dan pembangunan

Lebih terperinci

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo Fungsi Ekologis Terciptanya Iklim Mikro 81% responden menyatakan telah mendapat manfaat RTH sebagai pengatur iklim mikro.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Kepanjen merupakan ibukota baru bagi Kabupaten Malang. Sebelumnya ibukota Kabupaten Malang berada di Kota Malang ( Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Kota Kepanjen merupakan ibukota baru bagi Kabupaten Malang. Sebelumnya ibukota Kabupaten Malang berada di Kota Malang ( Berdasarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Kepanjen merupakan ibukota baru bagi Kabupaten Malang. Sebelumnya ibukota Kabupaten Malang berada di Kota Malang ( Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun

Lebih terperinci

PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR

PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR Oleh : RIAS ASRIATI ASIF L2D 005 394 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota adalah sebuah tempat dimana manusia hidup, menikmati waktu luang, berkomunikasi, dan bersosialisasi dengan manusia lain. Kota juga merupakan wadah dimana keseluruhan

Lebih terperinci

PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007)

PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007) PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007) pengertian Penataan bangunan dan lingkungan : adalah kegiatan pembangunan untuk merencanakan, melaksanakan, memperbaiki,mengembangkan atau melestarikan

Lebih terperinci

2. Tata Ruang adalah wujud struktur dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan maupun tidak (Kamus Tata Ruang, Ditjen Cipta Karya, 1997).

2. Tata Ruang adalah wujud struktur dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan maupun tidak (Kamus Tata Ruang, Ditjen Cipta Karya, 1997). Oleh: Zaflis Zaim * Disampaikan dalam acara Sosialisasi Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang, Hotel Sapadia Pasir Pengaraian, 21 Desember 2011. (*) Dosen Teknik Planologi, Program Studi Perencanaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban space) dengan unsur vegetasi yang dominan. Perancangan ruang hijau kota harus memperhatikan

Lebih terperinci

Arahan Optimalisasi RTH Publik Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara

Arahan Optimalisasi RTH Publik Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara C193 Arahan Optimalisasi RTH Publik Kecamatan, Jakarta Utara Shella Anastasia dan Haryo Sulistyarso Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW 09-1303) RUANG TERBUKA HIJAU 7 Oleh Dr.Ir.Rimadewi S,MIP J P Wil h d K t Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Perkembangan kepariwisataan dunia yang terus bergerak dinamis dan kecenderungan wisatawan untuk melakukan perjalanan pariwisata dalam berbagai pola yang berbeda merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Manusia khususnya di daerah perkotaan sibuk dengan pekerjaannya yang terlalu menyita waktu. Akibatnya mereka berusaha mencari kegiatan yang dapat melepaskan keletihan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah.

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, maka landasan administrasi dan keuangan diarahkan untuk mengembangkan otonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. (DIY) memiliki peran yang sangat strategis baik di bidang pemerintahan maupun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. (DIY) memiliki peran yang sangat strategis baik di bidang pemerintahan maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kota Yogyakarta sebagai ibu kota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki peran yang sangat strategis baik di bidang pemerintahan maupun perekonomian. Laju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan perekonomian di kota-kota besar dan metropolitan seperti DKI Jakarta diikuti pula dengan berkembangnya kegiatan atau aktivitas masyarakat perkotaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Lingkup Arsitektur Lansekap Lansekap sebagai gabungan antara seni dan ilmu yang berhubungan dengan desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya merupakan

Lebih terperinci

PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN PERKOTAAN MELALUI PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU TERINTEGRASI IPAL KOMUNAL

PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN PERKOTAAN MELALUI PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU TERINTEGRASI IPAL KOMUNAL PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN PERKOTAAN MELALUI PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU TERINTEGRASI IPAL KOMUNAL Ingerid Lidia Moniaga & Fela Warouw Laboratorium Bentang Alam, Program Studi Perencanaan Wilayah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan dunia era sekarang ini begitu cepat, ditandai dengan banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang sebelumnya kota telah berkembang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan untuk fasilitas-fasilitas pendukungnya. menginap dalam jangka waktu pendek.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan untuk fasilitas-fasilitas pendukungnya. menginap dalam jangka waktu pendek. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.1.1. Latar Belakang Proyek Indonesia sebagai negara berkembang terus menerus berusaha untuk meningkatkan hasil yang maksimal di segala bidang pembangunan, salah

Lebih terperinci

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 1 PENDAHULUAN

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah susun ini dirancang di Kelurahan Lebak Siliwangi atau Jalan Tamansari (lihat Gambar 1 dan 2) karena menurut tahapan pengembangan prasarana perumahan dan permukiman

Lebih terperinci

KONSEP dan TEKNIK PENYAJIAN GAMBAR PADA PROYEK ARSITEKTUR KOTA (URBAN DESIGN)

KONSEP dan TEKNIK PENYAJIAN GAMBAR PADA PROYEK ARSITEKTUR KOTA (URBAN DESIGN) KONSEP dan TEKNIK PENYAJIAN GAMBAR PADA PROYEK ARSITEKTUR KOTA (URBAN DESIGN) Pembahasan Poin-poin yang akan dibahas pada kuliah ini: 1 KONSEP 2 PRESENTASI GAMBAR 3 CONTOH PROYEK 1. Berisi KONSEP pengertian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlunya perumahan dan pemukiman telah diarahkan pula oleh Undang-undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. perlunya perumahan dan pemukiman telah diarahkan pula oleh Undang-undang Republik BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG I.1.1. Latar Belakang Eksistensi Proyek Pemukiman dan perumahan adalah merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh manusia. Perumahan dan pemukiman tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan Pariwisata dikenal sebagai suatu bentuk rangkaian kegiatan kompleks yang berhubungan dengan wisatawan dan orang banyak, serta terbentuk pula suatu sistem di dalamnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Olahraga merupakan suatu kegiatan jasmani yang bermaksud untuk memelihara kesehatan dan memperkuat otot-otot tubuh, Kegiatan olahraga ini dapat menjadi kegiatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ) atau yang sering disebut Taman Jurug adalah obyek wisata yang terletak di tepian sungai Bengawan Solo dengan luas lahan 13.9 Ha, memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat karena kota saat ini, dipandang lebih menjanjikan bagi masyarakat desa

BAB I PENDAHULUAN. pesat karena kota saat ini, dipandang lebih menjanjikan bagi masyarakat desa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mobilitas penduduk menuju daerah perkotaan semakin meningkat secara pesat karena kota saat ini, dipandang lebih menjanjikan bagi masyarakat desa kebanyakan, kota bagaikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

2016 BANDUNG SPORTS CLUB

2016 BANDUNG SPORTS CLUB 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan Bandung sebagai salah satu kota besar di Indonesia, pada perkembangannya tergolong cukup pesat. Hal ini ditandai dengan semakin meningkatnya populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terbuka Hijau ( RTH ) publik. Kota-kota besar pada umumnya memiliki ruang

BAB I PENDAHULUAN. Terbuka Hijau ( RTH ) publik. Kota-kota besar pada umumnya memiliki ruang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Isu mengenai masalah lingkungan hidup makin menjadi bahasan yang sangat menarik dewasa ini. Salah satu permasalahan yang kini dihadapi oleh hampir seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN TA Latar Belakang PENATAAN KAWASAN PERMUKIMAN SUNGAI GAJAH WONG DI YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN TA Latar Belakang PENATAAN KAWASAN PERMUKIMAN SUNGAI GAJAH WONG DI YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dinamika dalam sebuah kota tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan yang membawa kemajuan bagi sebuah kota, serta menjadi daya tarik bagi penduduk dari wilayah lain

Lebih terperinci

1BAB I PENDAHULUAN. KotaPontianak.Jurnal Lanskap Indonesia Vol 2 No

1BAB I PENDAHULUAN. KotaPontianak.Jurnal Lanskap Indonesia Vol 2 No 1BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Pontianak sebagai ibukota Provinsi Kalimantan Barat memiliki karakter kota yang sangat unik dan jarang sekali dijumpai pada kota-kota lain. Kota yang mendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Kediri memiliki sumber daya alam yang melimpah dan lokasi yang strategis. Terletak di jalur lintas wisata regional kota Blitar, Tulungagung dan Trenggalek, juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perancangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perancangan 1 A. Latar Belakang Perancangan BAB I PENDAHULUAN Sebuah evolusi alamiah dari perkembangan teknologi adalah makin fleksibelnya orang bergerak. Dunia menjadi datar, tanpa batasan fisik dan segala sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kawasan Kota Tua merupakan salah satu kawasan potensial di Kota Padang. Kawasan ini memiliki posisi yang strategis, nilai sejarah yang vital, budaya yang beragam, corak

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN 2011-2031 I. UMUM Proses pertumbuhan dan perkembangan wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Zaman sekarang ini kemajuan di bidang olahraga semakin maju dan pemikiran

I. PENDAHULUAN. Zaman sekarang ini kemajuan di bidang olahraga semakin maju dan pemikiran 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Zaman sekarang ini kemajuan di bidang olahraga semakin maju dan pemikiran manusia makin meningkat dalam mencapai suatu prestasi yang tinggi, maka negara-negara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Masterplan Universitas Riau Universitas Riau terletak di 0 o 28 35,37 N 101 o 22 52,39 E. Misi yang diusung Universitas Riau (UNRI) adalah Towards A Research

Lebih terperinci

PUSAT PERBELANJAAN DENGAN KONSEP MAL DI KOTA KUDUS

PUSAT PERBELANJAAN DENGAN KONSEP MAL DI KOTA KUDUS P LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PUSAT PERBELANJAAN DENGAN KONSEP MAL DI KOTA KUDUS (REDESAIN KUDUS PLAZA) Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

RUANG TERBUKA PADA KAWASAN PERMUKIMAN MENENGAH KE BAWAH Studi Kasus : Kawasan Permukiman Bumi Tri Putra Mulia Jogjakarta

RUANG TERBUKA PADA KAWASAN PERMUKIMAN MENENGAH KE BAWAH Studi Kasus : Kawasan Permukiman Bumi Tri Putra Mulia Jogjakarta RUANG TERBUKA PADA KAWASAN PERMUKIMAN MENENGAH KE BAWAH Studi Kasus : Kawasan Permukiman Bumi Tri Putra Mulia Jogjakarta Ariati 1) ABSTRAKSI Pembangunan perumahan baru di kota-kota sebagian besar berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengabaikan masalah lingkungan (Djamal, 1997).

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengabaikan masalah lingkungan (Djamal, 1997). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sering mengalami permasalahan kependudukan terutama kawasan perkotaan, yaitu tingginya tingkat pertumbuhan penduduk terutama akibat arus urbanisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyediaan lahan di kota - kota besar maupun kota sedang berkembang di Indonesia dirasakan sangat sulit dan membutuhkan biaya yang cukup besar. Oleh karenanya pemenuhan

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. VISI DAN MISI DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN Visi adalah gambaran arah pembangunan atau kondisi masa depan yang ingin dicapai melalui penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan yang terjadi di wilayah perkotaan sedang mengalami perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan yang terjadi lebih banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan perkotaan yang signifikan merupakan wujud nyata pembangunan dalam perkembangan kawasan perkotaan. Perkembangan kawasan perkotaan tidak dapat dipungkiri

Lebih terperinci

HIRARKI ANTARA PERENCANAAN WILAYAH KAB/KOTA DENGAN PERANCANGAN KOTA

HIRARKI ANTARA PERENCANAAN WILAYAH KAB/KOTA DENGAN PERANCANGAN KOTA HIRARKI ANTARA PERENCANAAN WILAYAH KAB/KOTA DENGAN PERANCANGAN KOTA KEDUDUKAN PERENCANAAN TATA RUANG DALAM SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL RENCANA PEMBANGUNAN RENCANA UMUM TATA RUANG RENCANA RINCI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Pengalihan fungsi lahan sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota semakin banyak terjadi pada saat sekarang. Hal ini seiring dengan permintaan pembangunan berbagai

Lebih terperinci

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa BAB VII RENCANA 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa 7.1.1 Tahapan Pembangunan Rusunawa Agar perencanaan rumah susun berjalan dengan baik, maka harus disusun tahapan pembangunan yang baik pula, dimulai dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan suatu tempat terjadinya kehidupan dan aktivitas bagi penduduk yang memiliki batas administrasi yang diatur oleh perundangan dengan berbagai perkembangannya.

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO Sri Sutarni Arifin 1 Intisari Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau khususnya pada wilayah perkotaan sangat penting mengingat besarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muhammad Riksa Alhadi, 2016

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muhammad Riksa Alhadi, 2016 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota pada dasarnya adalah tempat bermukim bagi suatu komunitas dalam jumlah yang besar. Namun selain tempat bermukim suatu komunitas, kota juga merupakan tempat dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ruang Kota dan Perkembangannya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ruang Kota dan Perkembangannya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Ruang Kota dan Perkembangannya Ruang merupakan unsur penting dalam kehidupan. Ruang merupakan wadah bagi makhluk hidup untuk tinggal dan melangsungkan hidup

Lebih terperinci

HILLSIDE HOTEL DI SEMARANG Penekanan Desain Arsitektur Neo Vernakular

HILLSIDE HOTEL DI SEMARANG Penekanan Desain Arsitektur Neo Vernakular LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR HILLSIDE HOTEL DI SEMARANG Penekanan Desain Arsitektur Neo Vernakular Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Foto I.1.1. Wisma Atlet Fajar - Senayan. Sumber : Dokumentasi pribadi

BAB I PENDAHULUAN. Foto I.1.1. Wisma Atlet Fajar - Senayan. Sumber : Dokumentasi pribadi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Wisma atlet merupakan salah satu tempat hunian bagi atlet yang berfungsi untuk tempat tinggal sementara. Selain itu keberadaan wisma atlet sangat diperlukan untuk

Lebih terperinci

HOTEL ATLET DAN PUSAT PELATIHAN OLAHRAGA DI YOGYAKARTA

HOTEL ATLET DAN PUSAT PELATIHAN OLAHRAGA DI YOGYAKARTA LANDASAN KONSEPTUAL PERENCANAAN DAN PERANCANGAN HOTEL ATLET DAN PUSAT PELATIHAN OLAHRAGA DI YOGYAKARTA TUGAS AKHIR SARJANA STRATA - 1 UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN YUDISIUM UNTUK MENCAPAI DERAJAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimensi ekonomi dibandingkan dengan dimensi ekologi. Struktur alami sebagai tulang punggung Ruang Terbuka Hijau harus dilihat

BAB I PENDAHULUAN. dimensi ekonomi dibandingkan dengan dimensi ekologi. Struktur alami sebagai tulang punggung Ruang Terbuka Hijau harus dilihat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota-kota di Indonesia kini tengah mengalami degradasi lingkungan menuju berkurangnya ekologis, akibat pembangunan kota yang lebih menekankan dimensi ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan RTH sangat penting pada suatu wilayah perkotaan. Disamping sebagai salah satu fasilitas sosial masyarakat, RTH kota mampu menjaga keserasian antara kebutuhan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PERANCANGAN

BAB 3 METODOLOGI PERANCANGAN BAB 3 METODOLOGI PERANCANGAN Kerangka kajian yang digunakan dalam proses perancangan Hotel Resort Batu ini secara umum, diuraikan dalam beberapa tahap antara lain: 3.1 Pencarian Ide/Gagasan Tahapan kajian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang I.1.1. Kampus Menjadi Generator Pertumbuhan Ekonomi Bagi Daerah Disekitarnya 1

I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang I.1.1. Kampus Menjadi Generator Pertumbuhan Ekonomi Bagi Daerah Disekitarnya 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.1.1. Kampus Menjadi Generator Pertumbuhan Ekonomi Bagi Daerah Disekitarnya 1 Posisi Bulaksumur dan Sekip sebagai lokasi kampus terpadu UGM yang berada di perbatasan

Lebih terperinci

Belakang Latar. yaitu. Kota. yang. dan dekat

Belakang Latar. yaitu. Kota. yang. dan dekat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Yogyakartaa memiliki empat kelompok kawasan permukiman yaitu lingkungan permukiman di kawasan cagar budaya, permukiman di kawasan kolonial, permukiman di kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perencanaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perencanaan 1.1 Latar Belakang Perencanaan BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, hal ini dilihat dari banyaknya pulau yang tersebar di seluruh wilayahnya yaitu 17.504

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang semula merupakan ruang tumbuh berbagai jenis tanaman berubah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. yang semula merupakan ruang tumbuh berbagai jenis tanaman berubah menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daya tarik kota yang sangat besar bagi penduduk desa mendorong laju urbanisasi semakin cepat. Pertumbuhan penduduk di perkotaan semakin pesat seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAGIAN 1 PENDAHULUAN. 1.2 Latar Belakang Permasalahan Perancangan

BAGIAN 1 PENDAHULUAN. 1.2 Latar Belakang Permasalahan Perancangan BAGIAN 1 PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Dan Batasan Judul Permukiman Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, dapat merupakan kawasan perkotaan dan perkampungan (document.tips,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

Disajikan oleh: LIA MAULIDA, SH., MSi. (Kabag PUU II, Biro Hukum, Kemen PU)

Disajikan oleh: LIA MAULIDA, SH., MSi. (Kabag PUU II, Biro Hukum, Kemen PU) PENGADAAN TANAH UNTUK RUANG TERBUKA HIJAU DI KAWASAN PERKOTAAN Disajikan oleh: LIA MAULIDA, SH., MSi. (Kabag PUU II, Biro Hukum, Kemen PU) Sekilas RTH Di dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. stabilitator lingkungan perkotaan. Kota Depok, Jawa Barat saat ini juga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. stabilitator lingkungan perkotaan. Kota Depok, Jawa Barat saat ini juga BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Lingkungan perkotaan identik dengan pembangunan fisik yang sangat pesat. Pengembangan menjadi kota metropolitan menjadikan lahan di kota menjadi semakin berkurang,

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KOTA YOGYAKARTA

BAB III TINJAUAN KOTA YOGYAKARTA BAB III TINJAUAN KOTA YOGYAKARTA 3.1. TINJAUAN UMUM 3.1.1. Kondisi Administrasi Luas dan Batas Wilayah Administrasi Kota Yogyakarta telah terintegrasi dengan sejumlah kawasan di sekitarnya sehingga batas

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Berdasarkan analisis data dan pembahasan pada Bab IV didapatkan temuan-temuan mengenai interaksi antara bentuk spasial dan aktivitas yang membentuk karakter urban

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Dalam penelitian ini, peran ruang terbuka hijau dibagi menjadi fungsi utama dan fungsi tambahan. Fungsi utama terkait dengan fungsi ekologis, sedangkan fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PERANCANGAN. Ide dan gagasan gagasan perancangan integrasi pasar tradisional

BAB 3 METODE PERANCANGAN. Ide dan gagasan gagasan perancangan integrasi pasar tradisional BAB 3 METODE PERANCANGAN 3.1 Ide Perancangan Ide dan gagasan gagasan perancangan integrasi pasar tradisional dengan ruang publik terbuka hijau muncul karena semakin banyak isuisu perkotaan yang saat ini

Lebih terperinci

Skripsi Program Studi Teknik Arsitektur

Skripsi Program Studi Teknik Arsitektur - BAB I - PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Jakarta merupakan Ibu kota Republik Indonesia, yang dewasa ini berpenduduk hampir sembilan juta jiwa merupakan salah satu kota terbesar di Asia yang

Lebih terperinci

BAB 1 : Pendahuluan BAB 2 : Tinjauan Teori BAB 3 : Metodologi Penelitian BAB 4 : Hasil dan Pembahasan BAB 5 : Kesimpulan dan Saran

BAB 1 : Pendahuluan BAB 2 : Tinjauan Teori BAB 3 : Metodologi Penelitian BAB 4 : Hasil dan Pembahasan BAB 5 : Kesimpulan dan Saran BAB 1 : Pendahuluan BAB 2 : Tinjauan Teori BAB 3 : Metodologi Penelitian BAB 4 : Hasil dan Pembahasan BAB 5 : Kesimpulan dan Saran Siak Sri Indrapura merupakan ibukota kabupaten Siak. Secara administratif,

Lebih terperinci

III PENYUSUNAN MASTERPLAN RTH PERKOTAAN MASTERPLAN RTH

III PENYUSUNAN MASTERPLAN RTH PERKOTAAN MASTERPLAN RTH III PENYUSUNAN MASTERPLAN RTH PERKOTAAN MASTERPLAN RTH DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Maksud dan Tujuan I.3 Ruang Lingkup I.4 Keluaran I.5 Jadwal Pelaksanaan III.1 III.2 III.3 III.3

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN V.1. Visi Menuju Surabaya Lebih Baik merupakan kata yang memiliki makna strategis dan cerminan aspirasi masyarakat yang ingin perubahan sesuai dengan kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ruang terbuka hijau (RTH) merupakan suatu ruang terbuka di kawasan perkotaan yang didominasi tutupan lahannya oleh vegetasi serta memiliki fungsi antara lain

Lebih terperinci

Amalia H.J BAB 1 PENDAHULUAN

Amalia H.J BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara maritim yang terbesar, wilayah perairannya yang luas menyimpan kekayaan laut yang luar biasa. Kekayaan laut yang melimpah tersebut tentu

Lebih terperinci

ARAHAN PENGEMBANGAN FUNGSI RUANG LUAR KAWASAN GELORA BUNG KARNO JAKARTA TUGAS AKHIR. Oleh: RICKAYATUL MUSLIMAH L2D

ARAHAN PENGEMBANGAN FUNGSI RUANG LUAR KAWASAN GELORA BUNG KARNO JAKARTA TUGAS AKHIR. Oleh: RICKAYATUL MUSLIMAH L2D ARAHAN PENGEMBANGAN FUNGSI RUANG LUAR KAWASAN GELORA BUNG KARNO JAKARTA TUGAS AKHIR Oleh: RICKAYATUL MUSLIMAH L2D 000 449 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh proporsi bangunan fisik yang mengesampingkan. keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Biasanya kondisi padat

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh proporsi bangunan fisik yang mengesampingkan. keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Biasanya kondisi padat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah perkotaan pada umumnya tidak memiliki perencanaan kawasan yang memadai. Tidak terencananya penataan kawasan tersebut ditunjukkan oleh proporsi bangunan fisik

Lebih terperinci

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR ( LP3A ) SHOPPING MALL DI BUKIT SEMARANG BARU. Diajukan Oleh : Rr. Sarah Ladytama L2B

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR ( LP3A ) SHOPPING MALL DI BUKIT SEMARANG BARU. Diajukan Oleh : Rr. Sarah Ladytama L2B LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR ( LP3A ) SHOPPING MALL DI BUKIT SEMARANG BARU (Berkonsep Nuansa Taman Dengan Penekanan Desain Arsitektur Post Modern) Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota adalah daerah terbangun yang memiliki jumlah penduduk dan intensitas penggunaan ruang yang cenderung tinggi sehingga kota senantiasa menjadi pusat aktivitas bagi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG RUANG TERBUKA DI KELURAHAN TAMANSARI

BAB IV ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG RUANG TERBUKA DI KELURAHAN TAMANSARI 62 b a BAB IV ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG RUANG TERBUKA DI KELURAHAN TAMANSARI Bahasan analisis mengenai persepsi masyarakat tentang identifikasi kondisi eksisting ruang terbuka di Kelurahan Tamansari,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dibahas dalam tesis ini. 1 Subkawasan Arjuna pada RTRW kota Bandung tahun merupakan kawasan Arjuna

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dibahas dalam tesis ini. 1 Subkawasan Arjuna pada RTRW kota Bandung tahun merupakan kawasan Arjuna BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan Arjuna terletak pada bagian Barat Kota Bandung ditetapkan sebagai salah satu Kawasan Cagar Budaya oleh Pemerintah Kota Bandung (RTRW Kota Bandung 2003-2013).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta sebagai kota pelajar,kota pariwisata dan kota budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta sebagai kota pelajar,kota pariwisata dan kota budaya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yogyakarta sebagai kota pelajar,kota pariwisata dan kota budaya yang terkenal dengan gudegnya, masyarakatnya yang ramah, suasana yang damai tentram, nyaman dapat dirasakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN [AUTHOR NAME] I-1

BAB I PENDAHULUAN [AUTHOR NAME] I-1 BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Judul Health atau Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Resort sendiri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. heterogen serta coraknya yang materialistis (Bintarto,1983:27). Kota akan selalu

I. PENDAHULUAN. heterogen serta coraknya yang materialistis (Bintarto,1983:27). Kota akan selalu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota adalah sebuah sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial ekonomis yang heterogen

Lebih terperinci

HOTEL BINTANG EMPAT DENGAN FASILITAS PERBELANJAAN DAN HIBURAN DIKAWASAN PANTAI MARINA SEMARANG

HOTEL BINTANG EMPAT DENGAN FASILITAS PERBELANJAAN DAN HIBURAN DIKAWASAN PANTAI MARINA SEMARANG LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR TUGAS AKHIR - 36 Periode Januari Juni 2011 HOTEL BINTANG EMPAT DENGAN FASILITAS PERBELANJAAN DAN HIBURAN DIKAWASAN PANTAI MARINA SEMARANG Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. a. Strategi/ Pendekatan Perancangan. Untuk pemilihan judul rest area tol Semarang-Solo

BAB I PENDAHULUAN. a. Strategi/ Pendekatan Perancangan. Untuk pemilihan judul rest area tol Semarang-Solo BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang a. Strategi/ Pendekatan Perancangan Untuk pemilihan judul rest area tol Semarang-Solo dikarenakan masih kurangnya fasilitas seperti rest area yang berada di tol Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baru, maka keberadaan seni dan budaya dari masa ke masa juga mengalami

BAB I PENDAHULUAN. baru, maka keberadaan seni dan budaya dari masa ke masa juga mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proyek Di Indonesia seni dan budaya merupakan salah satu media bagi masyarakat maupun perseorangan untuk saling berinteraksi satu sama lain. Dengan adanya arus globalisasi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting dan Evaluasi Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Jepara Jenis ruang terbuka hijau yang dikembangkan di pusat kota diarahkan untuk mengakomodasi tidak hanya fungsi

Lebih terperinci

BAGIAN 1 PENDAHULUAN

BAGIAN 1 PENDAHULUAN BAGIAN 1 PENDAHULUAN A. Judul Rancangan SENTRA KERAJINAN TERPADU PENERAPAN SOCIAL SUSTAINABILITY SEBAGAI DASAR PENDEKATAN PERANCANGAN Sentra : Pusat aktivitas kegiatan usaha dilokasi atau kawasan tertentu,

Lebih terperinci